EKSTRAKSI VANILI SECARA ENZIMATIK DARI BUAH VANILI ... · Selama proses kuring yang kompleks dan...
Transcript of EKSTRAKSI VANILI SECARA ENZIMATIK DARI BUAH VANILI ... · Selama proses kuring yang kompleks dan...
EKSTRAKSI VANILI SECARA ENZIMATIK DARI BUAH VANILI (Vanilla planifolia ANDREWS) SEGAR
INDRIANA SATYA MINTARTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2006
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul: Ekstraksi Vanili
Secara Enzimatik dari Buah Vanili (Vanilla planifolia Andrews) Segar adalah karya saya sendiri dengan bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS. dan Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono serta belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, November 2006
Indriana Satya Mintarti NIM F251034051
ABSTRAK INDRIANA SATYA MINTARTI. Ekstraksi Vanili Secara Enzimatik dari Buah Vanili (Vanilla Planifolia Andrews) Segar. Dibimbing oleh NURI ANDARWULAN dan MAGGY T. SUHARTONO. Ekstrak vanili alami biasanya diproduksi menggunakan buah vanili kering yang telah mengalami kuring karena buah vanili segar tidak memiliki aroma. Selama proses kuring yang kompleks dan panjang terjadi berbagai aktivitas enzim alami dalam buah yang meliputi degradasi dinding sel serta pembentukan flavor vanilin dari glukovanilin oleh aktifitas enzim β-glukosidase. Berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini bertujuan untuk mengembangan metode ekstraksi vanili secara enzimatik langsung dari buah vanili (Vanilla Planifolia Andrews) segar untuk mereduksi biaya dan waktu karena glukovanilin dapat diekstrak dan secara bersamaan ditransformasi menjadi vanilin oleh kombinasi enzim yang berhubungan dengan degradasi dinding sel (selulase dan pektinase) dan hidrolisis glukovanilin (β-glukosidase). Selain itu, kadar vanilin sebagai komponen flavor utama bisa lebih tinggi dibanding ekstrak vanili kering serta persiapan sampel dengan pengeringan beku dilanjutkan penggilingan dapat mengoptimalkan kontak antara enzim dengan substrat.
Metode penelitian terdiri dari 5 tahap yaitu: (1) Karakterisasi kimia buah vanili segar dan kering, (2) Penentuan suhu inkubasi optimum enzim β-glukosidase, (3) Ekstraksi enzimatik buah vanili segar; (a) Satu jenis enzim komersial dengan pelarut air dan atau etanol serta (b) Dua atau tiga jenis enzim komersial dengan pelarut etanol, (4) Optimasi ekstraksi enzimatik; (a) Konsentrasi enzim serta (b) Waktu inkubasi enzim dan (5) Pengamatan terhadap kadar air, serat pangan, vanilin, glukosa dan padatan terlarut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vanili segar dan kering memiliki kadar air 83.50% dan 20.48%, vanilin 0.76%bk dan 1.63%bk serta serat pangan 10.17%bk dan 9.84%bk. Ekstrak vanili kering sebagai kontrol mengandung vanilin dan glukosa sebesar 3.28 dan 11.95%bk ekstrak. Suhu optimum bagi aktifitas enzim β-glukosidase adalah 500C yang menghasilkan kadar vanilin dan glukosa 16.18 dan 75.85%bk ekstrak. Untuk perlakuan dengan 1 jenis enzim komersial, kadar vanillin tertinggi dicapai dengan penambahan β-glukosidase+air+etanol yakni 15.97%bk ekstrak dan glukosa tertinggi dicapai dengan penambahan pektinase+air+etanol yakni 90.26%bk. Seluruh perlakuan dengan etanol menghasilkan kadar vanilin lebih tinggi dibanding air. Untuk perlakuan dengan 2 atau 3 jenis enzim komersial, kadar vanilin ekstrak tertinggi dicapai dengan perlakuan pektinase+β-glukosidase yakni 7.56%bk ekstrak dan glukosa 90.26%bk ekstrak. Konsentrasi optimum aktifitas enzim β-glukosidase adalah 10 unit yang menghasilkan kadar vanillin dan glukosa 15.62 dan 73.95%bk ekstrak. Sedangkan waktu inkubasi optimumnya adalah 4 jam dengan kadar vanilin 15.04%bk dan glukosa 73.86%bk ekstrak. Oleh sebab itu, ekstraksi terbaik diperoleh melalui penambahan β-glukosidase 10 unit terhadap 0.5901 g bk buah vanili segar menggunakan shaker water bath terkontrol 150 rpm pada suhu 500C selama 4 jam, yang selanjutnya ditambahkan etanol 47.5%v/v selama 30 menit. Kondisi ekstraksi ini mampu menghasilkan kadar vanilin 4.6 kali lebih tinggi dibanding metode ekstraksi konvensional yang menggunakan buah vanili kering.
EKSTRAKSI VANILI SECARA ENZIMATIK DARI BUAH VANILI (Vanilla planifolia ANDREWS) SEGAR
INDRIANA SATYA MINTARTI
Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2006
Judul Tesis : Ekstraksi Vanili Secara Enzimatik dari Buah Vanili (Vanilla planifolia Andrews) Segar
Nama : Indriana Satya Mintarti NIM : F251034051
Disetujui
Komisi Pembimbing Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS. Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Pangan Prof.Dr.Ir.Betty Sri Laksmi Jenie,MS. Prof.Dr.Ir.Khairil Anwar Notodiputro,MS. Tanggal Ujian: 22 November 2006 Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT. karena atas izin-Nya
penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: ‘Ekstraksi Vanili Secara
Enzimatik dari Buah Vanili (Vanilla planifolia Andrews) Segar’ dengan lancar.
Penelitian ini berlangsung sejak Oktober 2005 sampai dengan Juli 2006.
Ungkapan terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan bagi Ibu
Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MS dan Ibu Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono selaku
pembimbing atas arahan dan dukungan yang begitu besar; Bapak Dr. Ir. Feri
Kusnandar, MSc. selaku penguji atas saran dan masukannya. Disamping itu,
penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada Proyek Penelitian Ilmu
Pengetahuan Dasar (Fundamental), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional Tahun Anggaran 2006/2007 yang telah
mensponsori penelitian, juga kepada Bapak Taufik dan Mbak Ari sebagai laboran
di SEAFAST Center, IPB, Bapak Sobirin, Bapak Rojak beserta seluruh staf
laboran Dept. Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB, Bogor yang banyak membantu
selama pengumpulan data serta Bapak Ir. Asep Rahmat MTP., Dr. Dede Zaenal
Arif, MSc. beserta staf pengajar di Jurusan Teknologi Pangan, Fakultas Teknik,
Universitas Pasundan, Bandung yang banyak memberikan saran dalam penelitian.
Penghargaan setinggi-tingginya kepada: Ayahanda dan Ibunda tercinta Drs.
Karsono Minhar (Alm.) dan Yayat Suryati, SPd., yang tidak pernah putus
mendukung penulis baik dari segi moril maupun materil untuk menuntaskan studi
hingga jenjang ini; Adindaku Indriati SW. SPd. dan suami Juniar RS., SPd. atas
doa dan motivasinya; Jerry A. sebagai teman bertukar pikiran dalam menghadapi
masa-masa sulit dalam penyelesaian studi ini; A’ Obing, Q-bo, A’ Agus, Agus H.,
Hadie, Harry, Dani, Feri, Lala., Tri, Bu Yusphi, Hons dan teman-teman sekalian
yang tidak mungkin disebut satu-persatu, atas segala bantuan dan motivasinya.
Akhir kata, atas segala kekurangan dari segi isi maupun cara penulisannya,
penulis mohon maaf. Semoga tesis ini bermanfaat bagi siapa saja yang
membacanya. Amien.
Bogor, November 2006
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kuningan pada tanggal 22 Desember 1977 dari ayah
Drs. Karsono Minhar (Alm.) dan ibu Yayat Suryati, SPd. Penulis merupakan putri
pertama dari 2 bersaudara.
Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan Program D3 Akademi Gizi,
Departemen Kesehatan RI, Bandung pada tahun 1999. Selanjutnya, pada tahun
yang sama penulis mengikuti pendidikan S1 di Jurusan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknik, Universitas Pasundan, Bandung dan lulus pada tahun 2002.
Pengalaman mengajar dimulai sejak tahun 2001 hingga 2003 sebagai assisten
dosen mata kuliah Fisika Dasar I, Fisika Dasar II, Kimia Fisik dan Kimia Analitik
di Jurusan Teknologi Pangan, Universitas Pasundan, Bandung. Selain itu juga
pernah mengajar mata pelajaran Fisika sebagai tenaga honorer di SMUN I Ciniru,
Kuningan pada tahun 2000. Pada tahun 2003, kembali melanjutkan pendidikan
untuk memperdalam ilmu pangan, khususnya bidang kimia pangan di Institut
Pertanian Bogor dengan penelitian akhir atas dukungan Proyek Penelitian Ilmu
Pengetahuan Dasar (Fundamental), Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi,
Departemen Pendidikan Nasional Tahun Anggaran 2006/2007.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………………………………….. ix DAFTAR GAMBAR ………………………………………………...... x DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xii PENDAHULUAN …………………………………………………...... 1 Latar Belakang ......……………………………………………..... 1
Perumusan Masalah ......………………………………………..... 3
Kerangka Pemikiran .......………………………………………... 4
Tujuan Penelitian ...........……………………………………….... 8
Hipotesis ......…………....……………………………………...... 8
Manfaat Penelitian ..........……...……………………………….... 9 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………..... 10
Tinjauan Statistik Komoditas Vanili Di Indonesia ........................ 10
Botani, Struktur dan Senyawa Kimiawi Penyusun Buah Vanili ... 14
Prekursor dan Enzim Pembentuk Vanilin .…………………….... 17
Reaksi Enzimatik Selama Proses Kuring ………………………. 21
Ekstraksi Buah Vanili .................................................................... 22
BAHAN DAN METODE PENELITIAN ............……………………... 34
Tempat dan Waktu Penelitian …………………………………... 34
Bahan dan Alat ………………………………………………….. 34
Prosedur Penelitian …………………………………………….... 36
HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 47
Karakterisasi Kimia Buah Vanili Segar dan Kering ...................... 47
Penentuan Suhu Inkubasi Optimum Enzim β-Glukosidase ........... 50
Ekstraksi Enzimatik Buah Vanili Segar ........................................ 56
Optimasi Ekstraksi Enzimatik ....................................................... 69
KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………….. 74
Kesimpulan ……………………………………………………… 74
Saran …………………………………………………………….. 75
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………. 76 LAMPIRAN ........................................................................................... 83
DAFTAR TABEL
Halaman 1 Rekapitulasi perlakuan 1 jenis enzim komersial dengan pelarut
air dan atau etanol untuk ekstraksi ................................................ 39
2 Rekapitulasi perlakuan 2 atau 3 jenis enzim komersial dengan pelarut air dan etanol untuk ekstraksi ........................................... 40
3 Data dasar buah vanili segar dan kering hasil pengeringan beku .............................................................................................. 47
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Reaksi hidrolisis glukovanilin oleh enzim β-glukosidase………... 6
2 Ekspor dan impor komoditas vanili di Indonesia pada tahun 1999-2003 ....................................................................................... 10
3 Bentuk ekspor dan impor komoditas vanili di Indonesia pada tahun 1999-2003 ............................................................................. 11
4 Luas areal perkebunan vanilli berdasarkan status pengusahaan di Indonesia pada tahun 1999-2003 .............................................. 12
5 Produksi vanili kering berdasarkan status pengusahaan di Indonesia pada tahun 1999-2003 .................................................... 13
6 Harga vanili segar di pasar dalam negeri pada tahun 1997-2001 .. 13
7 Bunga serta buah vanili mentah (a) dan buah vanili matang (b) .... 14
8 Buah vanili kering ……….………………………………............ 16
9 Struktur kimia vanilin ……..……………………………………... 17
10 Komposisi bagian dalam buah vanili dengan potongan melintang pembesaran 20 kali ........................................................................ 19
11 Potongan melintang buah vanili hijau dengan pembesaran 400 kali ...............…………………………………..……………. 20
12 Transformasi glukovanilin dan vanilin …………………………... 22
13 Ekstraksi vanili dengan metode perkolasi ……………………….. 24
14 Struktur selulosa …………………………………………………. 26
15 Skema tahapan dalam selulolisis …..…………….......................... 26
16 Struktur kimia pektin …..………………………………………... 29
17 Wilayah smooth homopolimer termetilasi pektin ………………... 30
18 Wilayah non-gelling hairy pektin ………..……………………… 30
19 Model induced fit Koshland ……………………………………... 32
20 Buah Vanilla planifolia Andrews segar (a) dan kering (b).............. 35
21 Diagram alir tahapan penelitian …………………………………. 36
22 Vanili kering (a) dan segar (b) hasil pengeringan beku .................. 47
23 Penentuan suhu inkubasi optimum enzim β-glukosidase .............. 50
24 Ekstrak vanili segar yang diperoleh dengan perlakuan ekstraksi pada suhu inkubasi enzim β-glukosidase yang berbeda ................ 53
25 Kadar vanilin dan glukosa ekstrak buah vanili kering (kontrol)
dan vanili segar dengan penambahan satu jenis enzim komersial dengan pelarut air dan atau etanol ................................................. 57
26 Ekstrak buah vanili segar dengan penambahan satu jenis enzim komersial dengan pelarut air dan atau etanol, dari kiri ke kanan: air, air+etanol, selulase+air selulase+air+etanol, pektinase+air, pektinase+air+etanol, β-glukosidase+air, β-glukosidase+air+etanol ............................................................... 64
27 Kadar vanilin dan glukosa ekstrak buah vanili kering (kontrol) dan vanili segar dengan penambahan 2 atau 3 jenis enzim komersial dengan pelarut air+etanol .............................................. 65
28 Padatan terlarut ekstrak vanili segar, dari kiri ke kanan: selulase+ pektinase, selulase+β-glukosidase, pektinase +β-glukosidase, selulase+pektinase+β-glukosidase, β-glukosidase. 66
29 Ekstrak vanili segar dengan penambahan 2 atau 3 jenis enzim komersial dengan pelarut air+etanol, dari kiri ke kanan: selulase+pektinase, selulase+β-glukosidase, pektinase+β-glukosidase, selulase+pektinase+β-glukosidase ....... 68
30 Penentuan konsentrasi optimum enzim β-glukosidase ................. 69
30 Ekstrak vanili segar dengan konsentrasi enzim β-glukosidase yang berbeda .................................................................................. 71
32 Penentuan waktu inkubasi optimum enzim β-glukosidase ........... 71
33 Ekstrak vanili segar dengan waktu inkubasi enzim β-glukosidase yang berbeda .................................................................................. 73
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Data dasar buah vanili segar dan kering ........................................ 83
2 Kurva standar vanilin dan glukosa ………………………………. 83
3 Kadar vanilin ekstrak buah vanili segar dalam penentuan suhu inkubasi optimum enzim β-glukosidase ………………………… 85
4 Kadar glukosa ekstrak buah vanili segar dalam penentuan suhu inkubasi optimum enzim β-glukosidase …………………………. 86
5 Kadar vanilin ekstrak buah vanili kering dan segar dengan penambahan 1 jenis enzim komersial ……………………………. 88
6 Kadar glukosa ekstrak vanili kering dan segar dengan penambahan 1 jenis enzim komersial ……………………………. 90 7 Kadar vanilin ekstrak buah vanili segar dengan penambahan 2 atau 3 jenis enzim komersial …………………….. 93
8 Kadar glukosa ekstrak buah vanili segar dengan penambahan 2 atau 3 jenis enzim komersial ……………………………………... 94
9 Kadar vanilin ekstrak buah vanili segar dalam penentuan konsentrasi optimum enzim β-glukosidase .……………………… 96
10 Kadar glukosa ekstrak buah vanili segar dalam penentuan konsentrasi optimum enzim β-glukosidase ……………………… 98
11 Kadar vanilin ekstrak buah vanili segar dalam penentuan waktu inkubasi optimum enzim β-glukosidase .………………………… 99
12 Kadar glukosa ekstrak buah vanili segar dalam penentuan waktu inkubasi optimum enzim β-glukosidase …………………………. 101
1
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Vanili adalah tanaman tropis bernilai ekonomi tinggi karena merupakan
rempah termahal kedua yang diperdagangkan di dunia internasional. Harga vanili
segar rata-rata di pasar dalam negeri dari tahun 1999 sampai 2003 naik turun,
dimana pada tahun 2003 harga vanili segar melonjak tajam mencapai
Rp.301.330/kg. Sedangkan harga vanili kering pada tahun 2002 cukup tinggi
berkisar Rp.2.000.000 hingga Rp.3.000.000/kg (Deptan 2004). Informasi harga
terakhir (tahun 2006) yang diperoleh dari para petani di Kuningan dan Sumedang
adalah Rp.65.000/kg untuk vanili segar dan Rp.700.000/kg untuk vanili kering.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) yang diolah Deptan (2004),
sejak tahun 2001 sampai 2003, areal terluas yang digunakan untuk tanaman vanili
terdapat di provinsi Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur,
dimana mayoritas berstatus Perkebunan Rakyat (PR). Produksi vanili kering yang
mayoritas merupakan PR tersebut mengalami peningkatan, dari 1.791 ton pada
tahun 1999 menjadi 1.680 ton tahun 2000, 2.196 ton tahun 2001 dan 2.730 ton
tahun 2002.
Sementara itu, ekspor vanili kering dari tahun 1999 sampai tahun 2002 terus
meningkat dan berdasarkan data sementara pada tahun 2003 melonjak tajam
hingga mencapai 6.363 ton dengan nilai 19.275.000 US$. Meski demikian, nilai
ekspor vanili turun naik sesuai dengan harga yang berlaku dipasaran, dipengaruhi
oleh ketersediaan barang, besarnya permintaan serta mutu barang. Pada tahun
2003, tiga negara tujuan ekspor terbesar dalam bentuk kering utuh (whole bean)
adalah Cina, Amerika Serikat dan Jerman. Sedangkan untuk ekspor olahan vanili
kering (other vanilla) adalah Amerika Serikat, Korea dan Singapura.
Berdasarkan data dari Trade Centre of the United Nation Conference in
Trade and Development/World Trade Organization (UNCTAD/WTO) (2002),
diacu dalam Furth dan Cox (2004), Indonesia termasuk negara terbesar disamping
Madagaskar dan Uganda yang memproduksi dan mengekspor vanili sehingga
memenuhi kebutuhan pasar dunia. Walaupun demikian, Indonesia masih
mengimpor vanili dalam bentuk kering utuh dan olahan vanili kering berupa
ekstrak vanili, oleoresin, bubuk dan lain- lain, yang digunakan untuk memenuhi
2
kebutuhan dalam negeri dan sebagian lainnya diekspor kembali. Hingga saat ini,
Indonesia belum mampu memproduksi bentuk olahan vanili kering secara
maksimal sehingga permintaan dalam negeri terhadap produk-produk tersebut
masih tergantung pada negara pengimpor seperti Korea, Amerika Serikat dan
Papua New Giunea. Hal ini kemungkinan besar disebabkan vanili kering di
Indonesia masih memiliki kualitas rendah dibanding potensi sebenarnya akibat
pemanenan buah belum cukup tua serta proses kuring yang kurang sempurna.
Diketahui bahwa vanili kering Indonesia memiliki flavor woody dan burn
sehingga kualitas ekstrak vanili alami pun menjadi rendah (Zahorik, 2006).
Ekstrak vanili merupakan salah satu bentuk vanili olahan yang lebih mudah
dan luas penggunaannya. Ekstrak vanili digunakan di seluruh dunia sebagai
flavouring agent dessert, like baked goods, es krim, minuman dan custard. Selain
itu ekstrak vanili digunakan oleh industri selain pangan seperti parfum, obat-
obatan dan kosmetik (de Guzman dan Siemonsma 1999).
Permintaan yang tinggi akan ekstrak vanili menyebabkan diproduksinya
vanilin sintetik yang berasal dari eugenol (minyak cengkeh), lignin (limbah bubur
kertas) dan guaiakol (petrokimia). Meskipun ekstrak vanili alami masih digunakan
oleh industri pangan, namun jumlahnya kurang dari 1% produksi vanilin. Sisanya
sebesar 99% diperoleh melalui jalur sintetik. Hal ini disebabkan harga ekstrak
vanili alami lebih mahal (sekitar 2.75 US$/oz single fold), akibat metode
penyerbukan yang digunakan adalah penyerbukan menggunakan tangan, waktu
antara penyerbukan dan pemanenan yang panjang, serta proses kuring dan metode
ekstraksi yang lama juga kompleks (http://www.uyseg.org/greener_industry/
pages/vanilin/1Vanilin_AP.htm 2005). Akan tetapi, akhir-akhir ini terjadi
kecenderungan dimana konsumen lebih menyukai ekstrak vanili alami dengan
alasan flavor yang lebih kaya dan sempurna karena adanya p-hidroksi benzaldehid
dan p-hidroksi benzil metil eter serta 130 komponen lainnya, disamping vanilin
sebagai komponen utama (98%)
(http://www.ang.kfunigraz.ac.at/~katzer/engl/Vani_pla.html 2005). Senyawa-
senyawa inilah yang mendukung terbentuknya flavor alami lembut, yang tidak
dimiliki vanilin sintetik dengan flavornya yang heavy, grassy odor dan bitter
aftertaste (Reineciuss 1994).
3
Pada level industri, ekstrak vanili alami diproses dengan metode
konvensional (maserasi atau perkolasi) selama sekitar 1 bulan menggunakan buah
yang telah melalui proses kuring karena buah vanili segar tidak memiliki aroma.
Proses kuring dimulai 1 minggu setelah panen yang terdiri dari killing, sweating
(fermenting), drying dan conditioning. Seluruh proses ini memakan waktu kurang
lebih 5 bulan hingga dihasilkan vanili kering (cured vanilla) (Deptan 2004).
Proses fermentasi yang panjang merubah beberapa glukosida menjadi glukosa,
vanilin dan kompleks flavor lainnya. Glukosida dengan jumlah tertinggi adalah
glukovanilin yang menghasilkan vanilin oleh aktifitas enzim β-glukosidase.
Berdasarkan hal-hal yang disebutkan di atas, penelitian ini dilakukan sebagai
upaya pengembangan metode ekstraksi secara enzimatik langsung dari buah vanili
segar, untuk mereduksi biaya karena harga vanili segar dan biaya produksi lebih
murah serta untuk mereduksi waktu karena glukovanilin dapat langsung diekstrak
dari buah vanili segar dan secara bersamaan ditransformasi menjadi vanilin oleh
kombinasi enzim yang berhubungan dengan degradasi dinding sel (selulase dan
pektinase komersial) dan hidrolisis glukovanilin (β-glukosidase komersial). Selain
itu, kadar vanilin yang dihasilkan pun bisa lebih tinggi dibanding ekstrak vanili
kering akibat digunakannya β-glukosidase komersial serta metode persiapan
sampel buah vanili segar dengan cara pengeringan beku dilanjutkan dengan
penggilingan menyebabkan interaksi enzim dengan substrat lebih optimum.
PERUMUSAN MASALAH
Ekstrak vanili alami yang selama ini diproduksi pada umumnya
menggunakan buah vanili kering yang telah mengalami proses kuring dengan
metode ekstraksi vanili secara maserasi atau perkolasi selama kurang lebih 1
bulan. Proses kuring sendiri membutuhkan waktu sekitar 5 bulan, yang terdiri dari
killing, sweating (fermenting), drying dan conditioning. Selama kuring terjadi
berbagai aktifitas enzim alami dalam buah vanili yang meliputi degradasi dinding
sel serta pembentukan flavor vanilin dari glukovanilin oleh aktifitas enzim β-
glukosidase. Proses kuring dan ekstraksi vanili yang kompleks dan panjang
menyebabkan harga ekstrak vanili alami begitu mahal. Sebagai alternatif
pemecahan masalah ini, maka dilakukan pengembangan metode ekstraksi secara
4
enzimatik (menggunakan enzim-enzim hidrolitik komersial) terhadap buah vanili
segar yang telah mengalami persiapan sampel dengan cara pengeringan beku
dilanjutkan dengan penggilingan.
Masalah yang diteliti adalah pengaruh penggunaan enzim selulase, pektinase
dan β-glukosidase komersial serta pelarut yakni air dan atau etanol, serta efek
sinergisme ketiga enzim komersial tersebut terhadap kadar vanilin dan glukosa
yang dihasilkan dalam ekstrak vanili dari buah vanili segar. Disamping itu,
penentuan konsentrasi, waktu dan suhu inkubasi enzim yang diperlukan hingga
kadar vanilin bebas dalam ekstrak mencapai batas optimum, merupakan tahapan-
tahapan kritis yang harus diketahui dalam pengembangan metode ekstraksi
enzimatik.
KERANGKA PEMIKIRAN
Pada level industri, ekstrak vanili alami umumnya diproses menggunakan
buah vanili kering yang telah melalui proses kuring karena buah vanili segar tidak
memiliki aroma. Proses kuring dapat dilakukan dengan beberapa cara, tapi pada
prinsipnya metode kuring yang dilakukan di Indonesia tidak jauh berbeda dengan
metode kuring klasik yang dilakukan di negara-negara lainnya seperti Madagaskar
dan Meksiko. Tahap pertama adalah killing dengan mencelupkan vanili segar ke
dalam air panas 650C selama 2-3 menit. Setelah itu dilakukan pemeraman
(sweating atau fermenting) selama 48 jam agar terjadi reaksi enzimatik dalam
buah untuk pembentukan aroma, dimana pada tahap ini β-glukosidase mengubah
glukovanilin menjadi vanilin dan glukosa. Tempat fermentasi terbuat dari peti
kayu yang dilapisi serbuk gergaji atau styrofoam untuk mempertahankan suhu 38-
400C. Tahap selanjutnya adalah pengeringan (drying) dengan sinar matahari
selama 10-20 hari dari jam 8.00-10.00, lalu dibungkus kain hitam dan dijemur
kembali jam 14.00-15.00 dan dibungkus lagi pada malam harinya. Setelah itu
dilakukan pengeringan lambat dengan suhu 28-290C dan kelembaban 80% selama
30-35 hari. Tahap terakhir adalah pemantapan aroma (conditioning) dengan
menyimpan vanili di dalam kotak kering selama 2-3 bulan (Deptan 2004).
Buah vanili segar tidak memiliki aroma karena vanilin yang merupakan
komponen flavor utama masih terikat sebagai glukosida dan harus dibebaskan
5
melalui reaksi enzimatik. Goris (1947), diacu dalam Purseglove et al. (1981),
menemukan bahwa vanili segar mengandung paling sedikit 4 glukosida yang
menghasilkan vanilin dan komponen flavor lainnya. Glukosida dengan jumlah
tertinggi adalah glukovanilin. Selanjutnya glukovanililalkohol ditemukan dalam
jumlah yang lebih sedikit, diikuti oleh glukosida dari asam protokatekuat (asam
3,4-dihidroksi benzoat).
Adanya enzim hidrolitik yang dapat memecah glukovanilin menjadi vanilin
pertama kali dicatat oleh Lecompt tahun 1913 yang didukung oleh Arana tahun
1943 yang menyatakan itu sebagai β-glukosidase. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa prekursor flavor terutama terakumulasi dalam jaringan
plasenta di sekeliling biji, dimana biji dan dinding buah bagian luar tidak
mengandung glukovanilin (Havkin-Frenkel et al. 2004; Kuras et al. 1999, diacu
dalam Odoux et al. 2003; Odoux et al. 2003). Aktifitas enzim β-glukosidase
sendiri beberapa kali lebih tinggi dalam dinding buah bagian luar dari pada dalam
jaringan plasenta dan glandular sel rambut (Havkin-Frenkel et al. 2004). Bahkan
Arana (1943) diacu dalam Odoux et al. (2003), menyatakan bahwa β-glukosidase
terdapat dalam dinding buah bagian luar, sedangkan jaringan plasenta sama sekali
tidak mengandung aktifitas β-glukosidase. Artinya bahwa enzim dan substrat
terdapat dalam lokasi yang berbeda dalam buah, sehingga proses kuring berfungsi
memicu terjadinya difusi glukovanilin dari bagian pusat ke permukaan buah. Di
sisi lain, menurut Odoux et al. (2003), β-glukosidase terutama berlokasi dalam
lamina plasenta dan dengan jumlah yang lebih sedikit terdapat dalam papila.
Enzim dan substrat terdapat dalam jaringan yang sama, meskipun mungkin
terdapat dalam 2 bagian berbeda di dalam sel (sitoplasma dan atau periplasma
untuk β-glukosidase dan vakuola untuk glukovanilin). Hal inilah yang
menyebabkan mengapa kuring perlu dilakukan. Hidrolisis glukovanilin yang
terjadi pada tahap pematangan lambat ketika buah menjadi hitam dan pada tahap
awal kuring, dapat disebabkan adanya perubahan tonoplas sehingga membran
sitoplasma dan dinding sel bersatu. Pada Gambar 1 ditunjukkan reaksi hidrolisis
yang terjadi pada glukovanilin oleh β-glukosidase
(http://www.uyseg.org/greener_industry/ pages/vanilin/1Vanilin_AP.htm 2005).
6
hidrolisis
H
CHO
cincin H O-CH3 vanilin glukosa
Gambar 1 Reaksi hidrolisis glukovanilin oleh enzim β-glukosidase
Metode ekstraksi menggunakan buah vanili kering telah banyak
dikembangkan. Dua metode yang paling banyak digunakan adalah metode
maserasi dan perkolasi. Cowley (1973), menggunakan metode perkolasi
menggunakan buah vanili kering yang diawali dengan pemotongan buah vanili
dan pencampuran gula untuk meningkatkan viskositas, membantu memperkuat
dan menahan senyawa aromatik, meningkatkan warna serta memperpanjang umur
simpan. Selanjutnya dilakukan perkolasi (sirkulasi) menggunakan campuran
etanol dan air selama 3 sampai 4 minggu. Kemudian dilakukan aging, sentrifugasi
dan filtrasi hingga diperoleh ekstrak vanili. Metode yang lebih modern adalah
maserasi yakni dengan menempatkan buah vanili kering dalam maserator yang
dilengkapi pengaduk selama 1 sampai 3 bulan dengan penambahan etanol 60%
(Purseglove et al. 1981).
Disisi lain, penggunaan buah vanili segar sebagai bahan baku pembuatan
ekstrak sebenarnya telah dilakukan oleh industri- industri besar, meski waktu yang
diperlukan untuk ekstraksi tersebut relatif lebih lama dibanding ekstrak buah
vanili kering. Tahapannya terdiri dari seleksi buah, pencucian, pengepresan,
ekstraksi, pemurnian, pencampuran (alkohol dan air) serta pengemasan ekstrak
(http://www.hyperdictionary.com 2004). Disamping itu terdapat 2 metode
pembuatan ekstrak vanili komersial yang direkomendasikan oleh industri
(http://www.uyseg.org/greener_industry/pages/vanilin/1Vanilin_AP.htm 2005)
yakni maserasi dan perkolasi. Pada ekstraksi maserasi, vanili segar dipotong 1-2
cm dan direndam dalam alkohol 50% selama 1 tahun. Selanjutnya proses aging
dilakukan sampai 6 bulan sebelum ekstrak siap digunakan. Sedangkan pada
7
metode perkolasi, vanili segar yang telah dipotong diletakkan diatas alas
berlubang, kemudian direndam dengan alkohol 60%, dimana larutan alkohol
tersebut disirkulasi dan suhu dipertahankan 38-490C. Proses ekstraksi ini
berlangsung selama 2 minggu, lalu dilakukan aging selama 3-6 bulan.
Perkembangan selanjutnya dalam ekstraksi vanili segar adalah dengan
menambahkan enzim komersial. Sreenath et al. (1994), menunjukkan bahwa
penambahan enzim selulase, pektinase atau kombinasi keduanya menghasilkan
nilai perolehan kembali (recovery) 81-86%. Nilai perolehan kembali ini lebih
tinggi dibanding sampel yang tidak mengalami perlakuan enzim yakni sebesar
72%. Penemuan mengenai ekstraksi vanili segar menggunakan enzim kemudian
dipatenkan oleh Brunerie (1998) (U.S. patent 5705205). Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa penggunaan enzim pektinase dan hemiselulase dalam
ekstraksi vanili segar diikuti penambahan etanol 50%v/v mampu menghasilkan
kadar vanilin lebih tinggi dibanding ekstraksi tanpa penambahan enzim.
Selanjutnya Ruiz-Teran et al. (2001), melaporkan bahwa ekstraksi vanili segar
dalam 2 tahap reaksi enzimatik menggunakan Viscozyme lalu Celluclast yang
mengandung aktifitas pektinase dan selulase, diikuti penambahan etanol 47,5%v/v
menghasilkan kadar vanilin ekstrak 3.13 kali lebih tinggi dibanding ekstrak vanili
kering metode Soxhlet. Selain itu, Waliszewski et al. (2003), merekomendasikan
penelitiannya yang menggunakan enzim komersial Crystalzyme PML-MX (Valley
Reserarch Inc), Novozym 342 (Novo Nordisk) dan Zymafilt L-300 (Enmex) dengan
aktifitas selulosik tinggi di dalam etanol konsentrasi 5-12%, diikuti dengan
ekstraksi vanilin dengan etanol 60%v/v. Hasilnya menunjukkan bahwa
konsentrasi vanilin ekstrak buah vanili segar dengan Novozym, Crystalzyme dan
Zymafilt adalah lebih tinggi dibanding ekstraksi tanpa penambahan enzim.
Berdasarkan uraian diatas, diketahui bahwa penggunaan metode ekstraksi
vanili secara enzimatik dari buah vanili segar memiliki prospek yang cukup baik
terutama karena perolehan kembali vanilin yang dihasilkan jauh lebih tinggi
dalam waktu relatif singkat. Dengan kata lain, penelitian ini bertujuan untuk
mengembangkan metode ekstraksi vanili dalam rangka mengatasi keterbatasan
metode ekstraksi kovensional yang begitu kompleks dan panjang. Enzim yang
digunakan dalam penelitian ini adalah enzim selulase dan pektinase komersial
8
yang mampu mendegradasi dinding sel serta β-glukosidase komersial yang dapat
menghidrolisis glukovanilin. Disamping itu, dilakukan metode persiapan sampel
buah vanili segar dengan cara pengeringan beku dilanjutkan dengan penggilingan
sehingga luas permukaan bahan lebih besar yang menyebabkan interaksi enzim
dengan substrat lebih optimum. Hal ini berbeda dengan penelitian ekstraksi
enzimatik buah vanili segar lainnya, yang pada umumnya menggunakan buah
vanili segar utuh dengan suhu penyimpanan 40C sebelum percobaan dilakukan.
TUJUAN PENELITIAN
Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mendapatkan metode
ekstraksi vanili secara enzimatik dari buah vanili segar.
Tujuan Khusus
Tujuan yang lebih khusus dari penelitian ini antara lain:
1. Mengetahui karakteristik kimia buah vanili segar dan kering.
2. Menentukan suhu inkubasi optimum enzim β-glukosidase.
3. Menentukan pengaruh penggunaan enzim selulase, pektinase dan β-
glukosidase komersial secara tunggal maupun kombinasi serta penggunaan
pelarut air dan atau etanol terhadap kadar vanilin dan glukosa dalam ekstrak
vanili dari buah vanili segar.
4. Menentukan konsentrasi optimum enzim terpilih yang terbaik.
5. Menentukan waktu inkubasi optimum enzim terpilih yang terbaik.
6. Mengetahui karakteristik kimia ekstrak vanili segar.
HIPOTESIS
Hipotesis dari penelitian ini adalah penambahan enzim selulase, pektinase
dan β-glukosidase komersial secara tunggal maupun kombinasi serta penambahan
pelarut air dan atau etanol akan berpengaruh terhadap kadar vanilin dan glukosa
ekstrak vanili segar. Ekstrak vanili segar yang diperoleh melalui optimasi metode
ekstraksi enzimatik memiliki kadar vanilin dan glukosa yang lebih tinggi
dibanding ekstrak buah vanili segar dan vanili kering sebagai kontrol tanpa
penambahan enzim komersial.
9
MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi:
1. Industri flavor agar mendapatkan ekstrak vanili alami dengan kadar vanilin
tinggi dan waktu ekstraksi yang singkat.
2. Pengembangan diversifikasi hasil olahan vanili disamping ekstrak, seperti
vanilla flavouring, vanilla tincture, vanilla oleoresin, vanilla-vanilin extract
and flavoring, solvent-extracted product for perfume, perfumery vanilla
tincture, vanilla absolute dan lain- lain.
10
TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN STATISTIK KOMODITAS VANILI DI INDONESIA
Salah satu komoditas hasil perkebunan yang mempunyai nilai ekonomi
relatif tinggi adalah buah vanili. Trend ekspor dan impor vanili di Indonesia dari
tahun 1999 sampai dengan 2003 dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2 Ekspor dan impor komoditas vanili di Indonesia
pada tahun 1999-2003 ( BPS, diolah Deptan 2004)
Bentuk komoditas vanili yang diekspor dan diimpor dapat dikelompokkan
menjadi 2 yakni whole bean dan other vanilla. Bentuk whole bean merupakan
bentuk vanili utuh kering yang telah mengalami proses kuring. Sedangkan other
vanilla merupakan bentuk olahan vanili lainnya setelah dilakukan proses kuring,
yakni berupa ekstrak vanili, oleoresin, bubuk dan lain- lain. Adapun bentuk
komoditas vanili yang diekspor dan impor dapat dilihat pada Gambar 3.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) yang diolah Deptan (2004), 3
negara tujuan ekspor Indonesia terbesar pada tahun 2002 untuk bentuk vanili utuh
kering antara lain Amerika Serikat 241.786 ton, Jerman 51.315 ton dan Hongkong
9.356 ton. Posisi ini berubah pada tahun 2003 dimana peringkat pertama
digantikan oleh Cina sebesar 6.000.000 ton, disusul Amerika Serikat 190.010 ton
dan Jerman 25.028 ton. Untuk ekspor olahan vanili, 3 negara tujuan ekspor
Indonesia terbesar pada tahun 2002 antara lain Cina sebesar 3.000.000 ton,
Malaysia 216.919 ton dan Amerika Serikat 36.539 ton. Posisi ini berubah pada
468350339
3599
6363
23058
1514
1161470
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
1999 2000 2001 2002 2003
tahun
volu
me
(ton)
ekspor impor
11
3278
213 280 412 321
6233
126 70 58 1306414 34 180
1477
385010 25 530
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
1999 2000 2001 2002 2003
tahun
volu
me
(ton
)
tahun 2003 dimana urutan pertama digantikan oleh Amerika Serikat 63.971 ton,
disusul Korea 26.030 ton dan Singapura 19.815 ton. Sedangkan data dari Cina
sendiri yang tahun sebelumnya menempati peringkat pertama sebagai negara
tujuan ekspor bentuk olahan vanili Indonesia, masih belum tercantum.
Gambar 3 Bentuk ekspor dan impor komoditas vanili di Indonesia
pada tahun 1999-2003 (BPS, diolah Deptan 2004)
Negara pengimpor terbesar pada tahun 2002 berdasarkan data Biro Pusat
Statistik (BPS) yang diolah Deptan (2004), untuk bentuk vanili utuh kering adalah
Papua New Giunea 1.476.789 ton. Pada tahun 2003, 3 negara pengimpor terbesar
adalah Papua New Giunea sebesar 53.418 ton, Amerika Serikat 8.121 ton dan
Singapura 1.050 ton. Sedangkan untuk impor olahan vanili, 3 negara pengimpor
terbesar pada tahun 2002 antara lain Timor Timur 14.804 ton, Australia 10.457
ton dan Malaysia 8.277 ton. Posisi ini berubah pada tahun 2003 dimana posisi
pertama digantikan oleh Korea 33.025 ton, disusul Amerika Serikat 16.814 ton
dan Papua New Giunea 1.148 ton. Sedangkan data dari Timor Timur sendiri yang
tahun sebelumnya menempati urutan pertama sebagai negara pengimpor, masih
belum tercantum.
Negara terbesar yang memproduksi dan mengekspor vanili, dimana
memenuhi kebutuhan pasar dunia adalah Indonesia (682 ton, 40%), Madagaskar
ekspor vanili utuh impor vanili utuh ekspor olahan vanili impor olahan vanili
12
0 0 0 0 0
15796157961462414571
15502
1261261251211280
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
18000
1999 2000 2001 2002 2003
tahun
luas
(Ha)
(673 ton, 40%), Comoros (211 ton, 12%), dan Tonga (38 ton, 2%). Negara Asia
Tenggara lainnya yang mengekspor sejumlah kecil vanili adalah Malaysia,
Filipina, Thailand dan Singapura (de Guzman dan Siemonsma 1999). Adapun
profil luas area perkebunan vanilli berdasarkan status pengusahaan di Indonesia
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4 Luas areal perkebunan vanilli berdasarkan status pengusahaan di Indonesia pada tahun 1999-2003 (BPS, diolah Deptan 2004)
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) yang diolah Deptan (2004), luas
areal tanaman vanili yang mayoritas Perkebunan Rakyat (PR) tersebut, tersebar di
berbagai provinsi di Indonesia. Sejak tahun 2001 sampai 2003 areal terluas yang
digunakan untuk tanaman vanilli terdapat di Prov. Sulawesi Utara dengan rata-rata
5877 ha, Sulawesi Selatan 2742 ha dan Nusa Tenggara Timur 2175 ha. Di
provinsi lainnya pun terdapat perkebunan vanilli milik rakyat, tapi dengan luas
yang lebih rendah, kecuali untuk Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Riau,
Bangka Belitung, DKI Jakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sulawesi
Tenggara dan Irian Jaya yang sama sekali tidak memiliki perkebunan vanili
dengan status PR, Perkebunan Negara (PN) maupun Perkebunan Swasta (PS).
Adapun profil produksi vanilli kering berdasarkan status pengusahaan dapat
dilihat pada Gambar 5.
Perkebunan Rakyat Perkebunan Negara Perkebunan Swasta
13
0 0 0 0 0
1791 1680
2196
27302372
1 1 2 1 30
500
1000
1500
2000
2500
3000
1999 2000 2001 2002 2003
tahun
jum
lah
(ton)
301.33
79.8755.1254.0360.53
0
50
100
150
200
250
300
350
1997 1998 1999 2000 2001
tahun
harg
a (0
00 R
p/kg
)
Gambar 5 Produksi vanili kering berdasarkan status pengusahaan di
Indonesia pada tahun 1999-2003 (BPS, diolah Deptan 2004)
Seperti halnya harga vanili kering, harga vanili segar pun naik turun. Profil
harga vanili segar rata-rata di pasar dalam negeri dapat dilihat pada Gambar 6
(BPS, diolah Deptan 2004). Harga tahun 2000 dan 2001 yang terlihat pada
Gambar 6 adalah data daerah Provinsi Jawa Tengah. Pada awal tahun 2005 ini,
menurut informasi yang diperoleh dari para petani di Kabupaten Kuningan, Jawa
Barat, harga vanilli segar berkisar Rp.65.000/kg dan vanili kering Rp.700.000/kg.
Gambar 6 Harga vanili segar di pasar dalam negeri pada tahun 1997-2001
(BPS, diolah Deptan 2004)
Perkebunan Rakyat Perkebunan Negara Perkebunan Swasta
14
BOTANI, STRUKTUR DAN SENYAWA KIMIAWI PENYUSUN BUAH VANILI
Secara sistematik, vanili termasuk bunga monokotil famili Orchidaceae
yang merupakan famili tumbuhan bunga terbesar dengan 700 genus dan 20.000
spesies. Untuk tujuan komersial, terdapat 3 spesies yang mempunyai nilai
ekonomi tinggi yakni Vanilla planifolia Andrews, Vanilla pompana Schieda dan
Vanilla tahitensis JW Moore. Jenis vanili yang paling banyak ditemui di
Indonesia adalah Vanilla fragrans (Salibs.) Ames (syn. V. planifolia Andrews)
yang sangat terkenal bermutu tinggi dan menduduki peringkat 1 dunia karena
kadar vanilinnya yang tinggi (Deptan 2004). Buah vanili jenis V. planifolia
Andrews dapat dilihat pada Gambar 7 (http://www.uyseg.org/greener_industry/
pages/vanilin/1Vanilin_AP.htm 2005; http:// www.ipa.gov.pg.com 2005).
(a) (b) Gambar 7 Bunga serta buah vanili mentah (a) dan buah vanili matang (b)
Vanili dapat tumbuh dengan baik di iklim tropis dengan curah hujan 1000-
3000 mm/tahun, suhu 200C serta kelembaban 60-80%. Tanaman vanili merupakan
tanaman hutan dan hidup di bawah naungan pohon-pohon rindang. Tanaman ini
tumbuh melekat pada pohon dengan sulur panjatnya, hingga mencapai tinggi
berpuluh-puluh meter (http://www.kpel.or.id/TTGP/komoditi/PANILI1 2005)
Tanaman vanili mulai masuk ke Pulau Jawa pada tahun 1846 oleh
Teysmann, Direktur Buitenzorg Botanic Garden (Kebun Raya Bogor). Ia
menemukan metode yang memuaskan dengan penyerbukan menggunakan tangan.
Metode ini dilakukan karena penyerbukan bunga V. planifolia Andrews alami
15
hanya dapat terjadi di Meksiko, Guatemala dan bagian lain dari Amerika Tengah,
yakni dengan lebah genus Melapona, disamping burung kolibri yang juga
diperkirakan sebagai agen penyerbukan. Metode penyerbukan menggunakan
tangan ditemukan pertama kali oleh Morren di Liege tahun 1836 dan Edmond
Albius yang menemukan metode praktis penyerbukan buatan pada tahun 1841,
dimana metode ini masih digunakan sampai sekarang (Purseglove et al. 1981).
Tanaman vanili akan berbunga setelah 2 tahun, mulai berbuah setelah 3
tahun dan mencapai hasil maksimum dalam waktu 10-12 tahun. Vanili berbunga
satu kali dalam setahun dan hanya 50 bunga dari setiap tanaman yang dapat
dilakukan penyerbukan menggunakan tangan (Heath dan Reineccius 1986).
Setelah pembuahan berhasil, buah membutuhkan waktu 6 bulan untuk mencapai
ukuran yang maksimal (6-10 inci) dan 8-9 bulan untuk matang. Masa panen vanili
di Indonesia berlangsung sekitar 2-3 bulan antara Mei sampai dengan Juli
(http://www.kpel.or.id/TTGP/komoditi/PANILI1 2005).
Buah vanili berbentuk silinder dengan panjang 10-25 cm dan diameter 5-15
mm (Purseglove et al. 1981). Secara prinsip terdapat 2 bagian dalam buah vanili
yakni dinding buah atau daerah hijau yang meliputi epidermis, ground dan
jaringan vaskular dari dinding buah. Kedua adalah bagian putih yang terdiri dari 3
plasenta parietal (tidak termasuk biji) dan 3 pita dari glandular rambut yang
berperan penting dalam biosintesis vanilin. Daerah hijau terdapat sekitar 60% dan
daerah putih serta biji masing-masing sekitar 20% dari berat buah.
Epidermis mengandung sel-sel epidermal dengan diameter yang sama.
Setiap sel epidermal mengandung suatu kristal romboidal dari kalsium oksalat dan
terikat rapat di dinding sel. Dinding buah mengandung suatu cincin yang terdiri
dari 15 bundel vaskular yang tidak bercabang, dimana masing-masing
mengandung satu untai silem terdiri dari elemen-elemen anular sampai helikal
serta retikulat dan floem dengan satu sclerotic bundle sheath.
Jaringan di luar cincin bundel vaskular terdiri dari sel-sel parenkim
berdinding tipis. Setiap dasar sel parenkim dalam dinding buah bagian luar
mengandung kloroplas dan kadang-kadang kristal romboidal kalsium oksalat.
Dinding buah bagian luar yang mengandung kantung rafid dapat melepaskan rafid
yang mengandung mucilage jika buah dipotong. Dibandingkan dengan dinding
16
buah bagian luar, jaringan dinding di samping cincin dari bundel vaskular
mengandung sel-sel lebih besar, tapi sedikit mengandung kloroplas sehingga tidak
begitu hijau.
Perkembangan buah menyebabkan rambut inter plasenta membentuk
dinding yang lunak dan suatu sitoplasma yang kompleks. Akibat ukuran, jumlah
dan lunaknya dinding, rambut dengan mudah dapat dilihat dalam potongan
melintang buah vanili sebagai 3 lustrous white band. Beberapa biji dapat tertekan
masuk ke dalam rambut dalam buah matang. Dimana sel-sel rambut tersebut
mengandung sejumlah besar lemak, yang dilepaskan ke dalam lokul dan
menyelimuti biji jika kemudian rambut tersebut matang dalam buah masak
(Havkin-Frenkel et al. 2004). Struktur buah vanili segar sebagaimana telah
dijelaskan di atas, akan berubah jika buah mengalami proses kuring (Gambar 8)
(http://wwwchem.uwimona.edu.jm:1104/lectures/vanilla.html 2005).
Gambar 8 Buah vanili kering
Vanilin merupakan komponen aroma utama yang terdapat dalam buah vanili
yakni sebesar 85% dari total senyawa volatil. Komponen lainnya adalah p-
hidroksi benzaldehid (sampai 9%) dan p-hidroksi benzil metil eter (1%).
Disamping itu, khusus untuk vanili Tahiti memiliki flavor berbeda akibat adanya
komponen tambahan yakni piperonal (heliotropin, 3,4-dioksimetilen benzaldehid)
dan diasetil (butandion) (http://www.portal.remarkablefoods.com 2005).
Selain prekursor dan enzim pembentuk flavor, buah vanili mengandung
komponen zat gizi lengkap yang meliputi protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan
mineral. Menurut de Guzman dan Siemonsma (1999), per 100 g berat buah vanili
17
kering Vanilla planifolia Andrews, mengandung 20 g air, 3-5 g protein, 11 g
lemak, 7-9 g gula, 15-20 g serat, 5-10 g abu, 1.5-3 g vanilin, 2 g soft resin dan
asam vanilat yang tidak berflavor.
PREKURSOR DAN ENZIM PEMBENTUK VANILIN
DI DALAM BUAH VANILI
Flavor dan aroma unik vanili berasal dari senyawa fenolik vanilin (98% dari
total komponen flavor vanili) serta dari senyawa lainnya. Vanilin (4-hidroksi-3-
metoksi benzaldehid) dengan rumus kimia C8H8O3 dan berat molekul 152.14
merupakan komponen utama senyawa aromatik volatil dari buah vanili
(http://wwwchem.uwimona.edu.jm:1104/lectures/vanilla.html 2005). Struktur
kimia senyawa vanilin dapat dilihat pada Gambar 9
(http://www.uyseg.org/greener_industry/ pages/vanilin/1Vanilin_AP.htm 2005).
Gambar 9 Struktur kimia vanilin
Senyawa vanilin dapat diperoleh melalui kerja enzim terhadap suatu
komponen heterosida (glukosida). Prekursor vanilin dalam buah vanili hijau
adalah koniferosida, dimana melalui reaksi oksidasi akan terpecah menjadi
vanilosida (glukovanilin) yang menghasilkan vanilin dan glukosa jika dihidrolisis
oleh enzim. Disamping itu, terdapat mekanisme alternatif dari pembentukan
vanilin dimana glukosida dari vanililalkohol dioksidasi menjadi glukovanilin.
Selanjutnya diketahui bahwa vanili hijau mengandung paling sedikit 4 glukosida
yang menghasilkan vanilin dan komponen flavor lainnya. Jumlah yang terbanyak
adalah glukovanilin, sedangkan glukovanililalkohol ditemukan dalam jumlah
yang lebih sedikit, diikuti oleh glukosida dari asam protokatekuat (asam 3,4-
dihidroksibenzoat) (Purseglove et al. 1981).
18
Setelah penyerbukan, sejumlah besar serbuk sari mendekati putik. Tabung
serbuk sari terdapat dalam 3 kelompok, dimana masing-masing berlokasi dalam
suatu kantung pada salah satu sisi dari setiap 3 plasenta, diapit oleh rambut.
Biasanya glandular rambut mulai berkembang cepat dalam wilayah antara
plasenta. Masing-masing rambut tidak bercabang dan kemudian mencapai panjang
sekitar 300 mikrometer (Gambar 10). Rambut menjadi terikat bersama-sama
selama masa pengembangan dan kemudian rusak lalu melepaskan kandungannya
ke dalam lokul. Rambut yang berkembang memiliki banyak retikulum
endoplasma, struktur ribosom dan plastida yang mengandung globula lemak dan
komponen lainnya yang menandai adanya sel-sel aktif secara metabolik. Swamy
(1947) diacu dalam Odoux et al. (2003), menunjukkan bahwa vanilin dihasilkan
dalam glandular rambut. Pendapat ini dikonfirmasi oleh Havkin-Frenkel et al.
(2004), yang membuktikan bahwa vanilin dan intermediet yang berhubungan
dalam biosintesis vanilin terakumulasi dalam jaringan putih bagian dalam (pada
buah matang), di sekeliling rambut plasenta. Dengan kata la in selama
pengembangan buah yakni sekitar 8-10 bulan, prekursor flavor terakumulasi
dalam jaringan plasenta disekeliling biji. Ditemukan juga bahwa jaringan plasenta
mengandung intermediet dari biosintesis vanilin yang meliputi asam 4-kumarat, 4-
hidroksi benzaldehid dan 3,4-dihidroksi benzaldehid.
Penemuan Kuras et al. (1999) diacu dalam Odoux et al. (2003),
menunjukkan bahwa dalam buah matang, prekursor vanilin terutama terdapat
dalam plasenta dan pada jumlah yang lebih sedikit terdapat dalam papila.
Keberadaan glukovanilin dalam bagian tengah buah yang mengelilingi biji
(plasenta dan papila) berhubungan dengan adanya pengaruh komponen fenolik
dalam germinasi biji. Hal ini didukung oleh hipotesis Swamy (1947) diacu dalam
Odoux et al. (2003), mengenai adanya pengaruh papila dalam biosintesis
prekursor aroma glikosilasi yang selanjutnya akan disekresikan ke dalam medium
di sekeliling biji. Sedangkan biji sendiri menurut Odoux et al. (2003), tidak
mengandung glukovanilin sama sekali. Beberapa hasil penelitian di atas,
mematahkan hipotesis Arana (1943) diacu dalam Odoux et al. (2003), yang
menyatakan bahwa glukovanilin terutama terdistribusi dalam dinding buah bagian
luar (60-80% dari total glukovanilin), sementara bagian pusat buah yakni jaringan
19
plasenta serta biji hanya mengandung 20-40% dari total glukovanilin. Pada
Gambar 10 ditunjukkan jaringan plasenta yang mengelilingi biji (berwarna hitam)
dan sel rambut yang merupakan daerah hijau.
korteks
sel rambut biji jaringan plasenta
Gambar 10 Komposisi bagian dalam buah vanili dengan potongan melintang pembesaran 20 kali (Havkin-Frenkel et al. 2004)
Mengenai lokasi utama enzim β-glukosidase dalam buah vanili, Havkin-
Frenkel et al. (2004), berpendapat bahwa enzim-enzim hidrolitik (β-glukosidase)
atau enzim degradatif lainnya yang mengkatalisis pelepasan komponen flavor dari
prekursor flavor, berlokasi paling banyak dalam daerah dinding buah bagian luar.
Diperkirakan bahwa aktifitas β-glukosidase beberapa kali lebih tinggi dalam
dinding buah bagian luar dari pada dalam jaringan plasenta dan glandular sel
rambut. Sedangkan Arana (1943) diacu dalam Odoux et al. (2003), menyatakan
bahwa β-glukosidase terdapat dalam dinding buah bagian luar, sedangkan
jaringan plasenta sama sekali tidak mengandung aktifitas β-glukosidase.
Mengenai vanilin yang dilepaskan selama proses kuring, ia menyimpulkan bahwa
glukovanilin berdifusi dalam air dari bagian pusat ke permukaan buah sehingga
terjadi hidrolisis.
Pada Gambar 11 ditunjukkan inter jaringan plasenta (kiri) dan sel-sel
parenkim putih dalam dinding buah (kanan). Sel-sel seperti rambut mengandung
enzim-enzim yang diperlukan dalam biosintesis vanilin. Sel-sel tersebut
melepaskan sejumlah lemak yang terlihat berbentuk globular (kiri atas).
20
globular lemak
rambut inter sel parenkim plasenta
Gambar 11 Potongan melintang buah vanili hijau dengan pembesaran 400
kali (Havkin-Frenkel et al. 2004)
Akan tetapi, pendapat Havkin-Frenkel et al. (2004) dan Arana (1943) diacu
dalam Odoux et al. (2003) tersebut, disanggah oleh Odoux et al. (2003), yang
menunjukan bahwa distribusi jaringan dari aktifitas β-glukosidase sama dengan
glukovanilin, meskipun sejumlah kecil aktifitas β-glukosidase terdeteksi dalam
bagian luar yang berdaging, dimana glukovanilin tidak terdeteksi. Enzim ini
terutama berlokasi dalam lamina plasenta dan dengan jumlah yang lebih sedikit
terdapat dalam papila. Disamping itu ditemukan pula bahwa antara enzim dan
substrat terdapat dalam jaringan yang sama, meskipun mungkin terdapat dalam 2
bagian berbeda di dalam sel (sitoplasma dan atau periplasma untuk β-glukosidase
dan vakuola untuk glukovanilin). Hal inilah yang menyebabkan mengapa vanilin
tidak dilepaskan hingga buah matang atau saat kuring. Hidrolisis glukovanilin
yang terjadi pada tahap pematangan lambat ketika buah menjadi hitam dan pada
tahap awal kuring, dapat disebabkan perubahan tonoplas sehingga membran
sitoplasma dan dinding sel bersatu.
Kandungan glukovanilin buah vanili secara bertahap meningkat seiring
dengan tingkat kematangan buah dan terdistribusi di dalam buah. Distribusi
glukovanilin berhubungan dengan perubahan warna dari hijau, kuning lalu
menjadi coklat saat matang. Jumlah glukovanilin terbanyak terdapat pada
blossom-end dan paling sedikit pada stem-end. Hal ini dibuktikan dengan
21
kenyataan bahwa kristalisasi vanilin lebih banyak terjadi pada bagian blossom-end
matang dibanding pada stem-end (Purseglove et al. 1981).
Begitu pula dengan kandungan dan aktifitas β-glukosidase yang meningkat
dengan meningkatnya kematangan buah (seiring dengan terbentuknya
glukovanilin). Pada saat buah hijau, aktifitas β-glukosidase dan kandungan vanilin
bebas dapat diabaikan. Aktifitas maksimum β-glukosidase terjadi saat fase split
blossom-end yellow dan kandungan vanilin bebas paling tinggi terdapat pada
tahap yang mengakibatkan warna buah menjadi coklat. Aktifitas β-glukosidase
sebagian tidak aktif jika buah menjadi coklat (chocolate brown) pada setengah
panjangnya, tapi dapat diaktifkan kembali selama kuring (Purseglove et al. 1981).
REAKSI ENZIMATIK SELAMA PROSES KURING
Tujuan proses kuring secara umum adalah untuk menginduksi kontak antara
prekursor flavor dengan enzim yang mengkatalisis hidrolisis senyawa prekursor
menjadi vanilin sebagai komponen flavor utama. Proses kuring ini terdiri dari 4
tahap yakni killing yang merupakan tahap pertama dari kuring dengan
menggunakan air panas (blanching), pembekuan atau dengan metode lainnya,
bertujuan untuk mencegah pertumbuhan vegetatif buah dan untuk mendegradasi
jaringan buah sehingga terjadi kontak antara substrat dengan enzim (memicu
reaksi enzimatik). Metode killing yang biasa digunakan karena kepraktisannya
adalah pencelupan dalam air panas 60-700C selama 3 menit. Tahap kedua adalah
pemeraman (sweating atau fermenting) dengan kelembaban dan suhu tinggi
(450C-650C) selama 7-10 hari. Tujuannya adalah untuk menyediakan kondisi
dengan kelembaban tinggi, untuk mengkatalisis berbagai proses hidrolisis dan
oksidasi hingga diproduksi komponen flavor secara enzimatik dan non enzimatik
(Havkin-Frenkel et al. 2004). Peningkatan suhu pada tahap ini menyebabkan
meningkatnya kerja enzim dan dapat mencegah fermentasi (kebusukan buah)
(Anandaraj et al. 2001). Pada akhir masa pemeraman, buah berwarna coklat dan
mengembangkan karakteristik flavor dan aroma vanili kering. Akan tetapi, buah
masih mengandung kadar air cukup tinggi yakni 60-70%. Untuk mencegah
kerusakan oleh mikroba dan mencegah aktifitas enzim lebih jauh, maka dilakukan
pengeringan selama 15 sampai 20 hari hingga kadar air buah mencapai 25-30%.
22
Selanjutnya dilakukan conditioning selama beberapa bulan yang bertujuan agar
dihasilkan vanili kering dengan flavor optimum. Seluruh proses kuring ini
memakan waktu sekitar 3 sampai 6 bulan atau lebih lama lagi tergantung metode
kuring yang digunakan (Havkin-Frenkel et al. 2004).
Pada tahap awal proses kuring terjadi degradasi dinding sel buah secara
enzimatik oleh enzim-enzim tertentu seperti selulase, pektinase, hemiselulase dan
lain- lain. Setelah itu diikuti oleh transformasi prekursor flavor oleh enzim β-
glukosidase yang termasuk tipe ketiga dari enzim selulase. Mekanisme
transformasi glukovanilin menjadi vanilin dapat dilihat pada Gambar 12.
β-glukosidase glukovanilin glukosa + vanilin
peroksidase polifenol oksidase pigmen stabil asam vanilat (kuinon) transformasi
nonenzimatik
aroma khas vanilin
Gambar 12 Transformasi glukovanilin dan vanilin (Purseglove et al. 1981)
Penelitian-penelitian telah banyak dilakukan untuk mengidentifikasi
komponen kimia yang membentuk flavor vanili kering, tapi sangat sedikit
penelitian yang mempublikasikan bagaimana komponen-komponen tersebut
terbentuk selama proses kuring. Proses panas, reaksi enzim dan aktifitas mikroba
adalah yang digambarkan penting dalam pembentukan flavor (Roling et al. 2001).
EKSTRAKSI BUAH VANILI
Ekstraksi Vanili Konvensional
Ekstraksi adalah metode efisien yang digunakan untuk memisahkan dan
mengkonsentrasikan suatu bahan. Ekstraksi dengan pelarut dapat memisahkan
campuran berdasarkan perbedaan kelarutan dari komponen-komponen yang
terkandung didalamnya.. Ekstraksi konvensional vanilin dapat dilakukan melalui
23
pencampuran buah vanili dengan pelarut polar seperti etanol dan air. Like
dissolves like adalah acuan untuk memilih jenis pelarut yang digunakan (Tesla
2000; http://www.ktf-split.hr/glossary/en_o.php?def=extraction 2005).
Air merupakan molekul polar yang memiliki ujung muatan negatif dan
positif sehingga molekul air dapat berinteraksi satu dengan yang lainnya. Molekul
air juga dapat berinteraksi dengan molekul polar lainnya. Polaritas dari suatu
ikatan adalah distribusi muatan listrik atom yang digabungkan melalui ikatan.
Muatan listrik pada beberapa atom yang tidak sama disebut muatan parsial dan
keberadaan muatan parsial tersebut adalah terdapat dalam suatu ikatan polar.
Sedangkan molekul non polar adalah molekul yang mengandung distribusi yang
simetris dari muatan lisrik (Tesla 2000).
Jenis pelarut lainnya yang biasa digunakan dalam ekstraksi vanili adalah
etanol. Etanol (CH3CH2OH) merupakan suatu alkohol yang mengandung gugus
hidroksil (-OH) yang terikat pada atom karbon. Titik didih etanol adalah 78.50C
dan memiliki berat jenis 0.789 g/ml pada 200C. Etanol bersifat polar yang dapat
dicampur dengan air dan pelarut organik lainnya (http://www.
scifun.chem.wisc.edu/chemweek/ethanol/ethanol.html 2005). Pelarut etanol cair
yang digunakan dalam pembuatan ekstrak vanili mampu mengekstrak senyawa
aromatik yang terdapat dalam buah vanili. Kandungan alkohol minimum adalah
35%v/v dan kandungan buah vanili adalah 1 bagian (berat) dalam 10 bagian
(volume) dari ekstrak. Di Australia kandungan alkoho l dari ekstrak vanili
bervariasi antara 50-57% (Cowley 1973).
Disisi lain, beberapa industri besar yang memproduksi ekstrak vanili
mengacu pada Food and Drug Administration (FDA) yang mengatur bahwa
ekstrak vanili alami harus mengandung alkohol minimum 35%, bahan terlarut dari
13.5 ons per galon (dengan kandungan air buah tidak lebih dari 25%) serta
mengandung bahan lainnya seperti air, gliserin, propilen glikol, gula, dekstrosa
atau sirup jagung. Spesifikasi ini menghasilkan konsentrasi single fold dan ekstrak
biasanya dibuat pada konsentrasi two (26.7 ons per galon) atau four fold
(http://www.uyseg.org/greener_industry/ pages/vanilin/1Vanilin_AP.htm 2005).
Ekstrak vanili merupakan bentuk olahan vanili yang biasa digunakan
sebagai flavouring. Ekstraksi dapat dilakukan dengan metode maserasi yakni
24
merendam buah vanili dalam larutan alkohol dan air. Campuran tersebut biasanya
disimpan selama beberapa bulan untuk menghasilkan cairan coklat jernih dengan
flavor vanili yang kuat. Pemanasan campuran dapat mempercepat proses, tapi hal
ini dapat menyebabkan beberapa komponen flavor yang bersifat volatil menjadi
hilang. Beberapa industri merekomendasikan proses ekstraksi dingin yang lebih
lambat menggunakan resirkulasi pelarut (perkolasi) diatas buah untuk
meminimalkan kehilangan komponen volatil. Salah satu metode perkolasi yang
digunakan untuk ekstraksi vanili dapat dilihat pada Gambar 13
(http://www.uyseg.org/greener_industry/ pages/vanilin/1Vanilin_AP.htm 2005).
irisan buah vanili pompa sirkulasi
suhu 38-490C alkohol 60%
Gambar 13 Ekstraksi vanili dengan metode perkolasi
Ekstraksi Vanili Secara Enzimatik
Meningkatnya permintaan terhadap produk-produk alami menyebabkan
proses alternatif terus dikembangkan. Pengertian alami yang digunakan di Eropa
dan Amerika Serikat adalah jika produk tersebut dihasilkan dari suatu bahan baku
alami melalui proses biologis (misalnya enzim atau whole cells) atau proses mild
(misalnya ekstraksi dan destilasi). Pada tahun-tahun terakhir, mulai dilakukan
penelitian-penelitian mengenai biosintesis ekstrak vanili murni dan vanilin alami
menggunakan mikroorganisme atau isolat enzim.
Enzim komersial yang digunakan dalam ekstraksi buah vanili segar pada
umumnya merupakan enzim-enzim hidrolase. Hal ini berdasarkan kenyataan
bahwa pada tahap awal kuring, diperkirakan mulai terjadi reaksi enzimatik yang
berhubungan dengan degradasi dinding sel buah (terutama terdiri dari
25
polisakarida, protein serta lignin) dan kemudian terjadi transformasi prekursor
vanilin menjadi vanilin oleh enzim hidrolitik. Biopolimer tersebut bergabung
bersama-sama dengan sejumlah kecil komponen lainnya seperti kelompok asetil
dan senyawa fenolik. Adapun polisakarida utama penyusun dinding sel buah
antara lain selulosa, hemiselulosa dan pektin (Aman dan Westerlund 1996).
Selulosa merupakan polisakarida linier dari residu glukosa, yang
dihubungkan oleh ikatan β-1,4. Selulosa terdiri dari daerah kristalin dan daerah
amorf (non-kristalin) yang membentuk suatu struktur dengan kekuatan tegangan
tinggi, yang pada umumnya tahan terhadap hidrolisis enzimatik terutama pada
daerah kristalin. Selulosa dapat dihidrolisis oleh kelompok enzim selulase yang
terdiri dari suatu kompleks campuran dari enzim dengan spesifisitas berbeda
dalam menghidrolisis ikatan glikosidiknya (Howard et al. 2003).
Enzim selulase terdiri dari 3 komponen besar yakni endoglukanase atau
endo-1,4-β-glukanase (EC 3.2.1.4)/Cx, ekso-1,4-β-glukanase atau
selobiohidrolase (EC 3.2.1.91)/C1 serta β-glukosidase atau selobiase (EC
3.2.1.21). Endoglukanase yang sering disebut karboksimetilselulosa (CM)-
selulase, berperan dalam memulai serangan acak pada sisi internal daerah amorf
dari serat selulosa sehingga sisi yang terbuka dapat diserang oleh selobiohidrolase.
Enzim ini dapat memutuskan ikatan selulosa secara random menghasilkan glukosa
dan selooligosakarida. Sedangkan ekso-1,4-β-glukanase atau selobiohidrolase
menyerang bagian luar non-reducing end (Gambar 14) dari selulosa dengan
selobiosa sebagai struktur utamanya (http://www.fibersource.com/f-
tutor/selulosa.htm 2005). Ekso-1,4-β-glukanase adalah komponen utama dari
sistem selulase fungi yakni sekitar 40-70% dari total protein selulase dan mampu
menghidrolisis daerah kristalin. Ekso-1,4-β-glukanase memisahkan mono- dan
dimer dari ujung rantai glukosa (Pilnik dan Voragen 1991; Howard et al. 2003).
Tipe ketiga dari enzim selulase adalah enzim β-glukosidase yang dapat
menghidrolisis dimer glukosa dan dalam beberapa kasus mengubah selo-
oligosakarida menjadi glukosa. Enzim β-glukosidase ini dapat menghidrolisis
selobiosa dan selodekstrin (Pilnik dan Voragen 1991; Howard et al. 2003). Pada
Gambar 15. dapat dilihat mekanisme kerja enzim selulase dari ketiga tipe yang
telah dijelaskan di atas (http://www.fao.org/docrep/w7241e/w7241e08.htm 2005).
26
non-reducing end reducing end
Gambar 14 Struktur selulosa
daerah kristalin daerah amorf
A. ENDO β-GLUKANASE, Cx, CMCase
B. EKSO β-GLUKANASE, C1, Avicelase
C. Cx / C1
D. β-GLUKOSIDASE
GLUKOSA
Gambar 15 Skema tahapan dalam selulolisis
27
Beberapa mikroorganisme yang menghasilkan selulase antara lain fungi
(Aspergillus niger, A. fumigatus, A. aculeatus, Acremonium cellulolyticus,
Fusarium solani, Irpex lacteus, Penicillium funmiculosum, Phanerochaete,
Chrysosporium, Schizophyllum commune, Sclerotium rolfsii, Sporotrichum
cellulophillum, Talaromyces emersonii, Thielavia terrestris, Trichoderma
koningii, T. reesii dan T. viride). Selain itu bakteri Clostridium thermocellum,
Ruminococcus albus, Streptomyces sp. serta Actinomycetes seperti Streptomyces
sp. dan Thermomonospora curvata dapat juga memproduksi enzim selulase.
Meskipun sejumlah besar mikroorganisme dapat mendegradasi selulosa, tapi
hanya sedikit yang memproduksi enzim yang dapat secara sempurna
menghidrolisis selulosa kristalin in vitro. Fungi adalah mikroorganisme utama
yang memproduksi selulase. Genus Trichoderma dan Aspergillus menghasilkan
selulase dan enzim kasar yang dihasilkan oleh mikroorganisme tersebut
diproduksi secara komersial. Mikroorganisme dari genus Trichoderma
menghasilkan sejumlah besar endo-β-glukanase dan ekso-β-glukanase, tapi hanya
sedikit menghasilkan β-glukosidase. Sedangkan Aspergillus memproduksi endo-
β-glukanase dan β-glukosidase dalam jumlah besar, tapi sedikit menghasilkan
ekso-β-glukanase (http://www.fao.org/docrep/w7241e/w7241e08.htm 2005). Pada
umumnya enzim komersial selulase dari T. viride mengandung beberapa aktifitas
enzim yang mampu mendegradasi dinding sel. Enzim kasar tersebut meliputi
selulase, pektinase, hemiselulase dan lain- lain (http://www.
serva.de/products/knowledge/061097.shtml 2005).
Disamping selulosa, komponen penyusun dinding sel lainnya adalah
hemiselulosa. Hemiselulosa merupakan polisakarida larut dalam alkali,
berhubungan dengan selulosa dalam dinding sel dan meliputi non-selulosa β-D-
glukan, senyawa pektik (poligalakturonan) dan beberapa heteropolisakarida yang
terdiri dari manosa (galaktogluko- dan glukomanan) serta silosa
(arabinoglukurono- dan glukuronosilan). Akan tetapi, hanya heteropolisakarida
yang memiliki derajat polimerisasi lebih rendah (100-200 unit) daripada selulosa
(10,000-14,000 unit) yang dianggap sebagai hemiselulosa. Komponen gula utama
dari hemiselulosa adalah D-silosa, D-manosa, D-glukosa, D-galaktosa, L-
arabinosa, asam D-glukuronat, asam 4-O-metil-D-glukuronat dan asam D-
28
galakturonat. Sedangkan komponen yang jumlahnya lebih sedikit antara lain L-
ramnosa, L-fukosa dan berbagai gula O-metil (Howard et al. 2003).
Hemiselulase seperti enzim-enzim lainnya yang menghidrolisis polisakarida
dinding sel tanaman, merupakan protein multidomain. Protein tersebut pada
umumnya mengandung modul katalitik dan non katalitik yang berbeda secara
struktur. Modul non katalitik paling penting terdiri dari daerah yang mengikat
karbohidrat, dimana memfasilitasi penargetan enzim pada polisakarida, pengikat
interdomain dan modul dokerin yang menghubungkan pengikatan daerah katalitik
melalui interaksi kohesi dokerin pada permukaan sel mikroba atau pada kompleks
enzimatik seperti selulosom (Howard et al. 2003).
Senyawa silan merupakan hemiselulosa paling banyak dan silanase adalah
salah satu hemiselulase terbesar yang menghidrolisis ikatan β-1,4 dalam rantai
silan menghasilkan silooligomer pendek dimana lebih jauh dapat dihidrolisis
menjadi unit silosa tunggal oleh β-silosidase. Silanase lainnya adalah α-D-
glukuronidase yang menghidrolisis ikatan α-1,2-glikosidik dari asam 4-O-metil-
D-glukuronik rantai samping silan. Hemiselulolitik esterase meliputi asetil
esterase yang menghidrolisis substitusi asetil pada silosa dan feruloil esterase
yang menghidrolisis ikatan ester antara substitusi arabinosa dan asam ferulik.
Feruloil esterase dapat melepaskan hemiselulosa dari lignin dan membuat produk
polisakarida bebas lebih mudah didegradasi oleh hemiselulase lainnya (Howard et
al. 2003). Makro molekul hemiselulosa merupakan suatu polimer dari pentose
(silosa dan arabinosa), heksosa (paling banyak manosa) dan sejumlah asam-asam
gula. Sedangkan selulosa merupakan polimer homogen dari glukosa yang lebih
tahan dibanding hemiselulosa karena struktur kristalinnya tinggi (Howard et al.
2003).
Enzim yang juga dapat menghidrolisis dinding sel adalah pektinase yang
digunakan dengan selulase dalam industri jus buah untuk membantu ekstraksi,
klarifikasi dan modifikasi. Enzim pektinase ini dihasilkan selama pematangan
alami buah dan bersama dengan selulase menyebabkan pelunakan dinding sel.
Enzim-enzim tersebut juga disekresikan oleh patogen tumbuhan seperti fungi
Monilinia fructigena dan bakteri soft-rot Erwinia carotovora, sebagai bagian dari
strategi mereka untuk berpenetrasi ke dalam dinding sel tumbuhan inang (Pilnik
29
dan Rombouts 1981; http://www.saps.plantsci.cam.ac.uk/osmoweb/pektinase.htm
2005).
Semua tumbuhan hijau mengandung pektin yang bersama selulosa dapat
mempengaruhi sifat struktural buah dan sayuran. Pektin terdiri dari unit-unit asam
galakturonat dan asam galakturonatmetil ester yang membentuk rantai
polisakarida linear dan secara normal diklasifikasikan berdasarkan derajat
esterifikasinya. Pektin termasuk karbohidrat koloid larut air yang terdapat dalam
buah atau sayuran matang dan dapat digunakan dalam pembuatan jeli dan jam
buah (http://www.cpkelco.com/food/pektin.html 2005). Struktur pektin dapat
dilihat pada Gambar 16 (http://www.cpkelco.com/food/pektin.htm 2005).
Gambar 16 Struktur kimia pektin
Pektin adalah suatu kelompok heterogen dari struktur asam polisakarida
yang terdapat terutama dalam dinding sel dan lamela tengah pada buah dan
sayuran. Pektin memiliki struktur kompleks yang terdiri dari homopolimer
termetilasi sebagian asam poli-α-(1→4)-D-galakturonat (smooth, Gambar 17) dan
terdapat wilayah non-gelling rambuty (Gambar 18) dari perubahan bagian α-
(1→2)-L-ramnosil-α-(1→4)-D-galakturonosil yang mengandung branch-points
dengan rantai samping netral (1-20 residu) dari L-arabinosa dan D-galaktosa
(ramnogalakturonan I). Pektin dapat juga mengandung rantai samping
ramnogalakturonan II yang mengandung residu lainnya seperti D-silosa, L-fukosa,
asam D-glukuronat, D-apiosa, asam 3-deoksi-D-mano-2-oktulosonat (Kdo) dan
asam 3-deoksi-D-likso-2-heptulosonat (Dha) yang terikat pada daerah asam poli-
α-(1→4)-D-galakturonat (Chaplin 2004).
30
Gambar 17 Wilayah smooth homopolimer pektin termetilasi (Chaplin 2004)
Gambar 18 Wilayah non-gelling rambuty pektin (Chaplin 2004)
Pada umumnya, pektin tidak menunjukkan struktur yang pasti. Bentuk
residu asam D-galakturonat paling banyak dari molekul, dalam memisahkan
daerah ‘smooth’ dan ‘rambuty’ (Chaplin 2004). Campuran enzim dengan sifat
khusus yang dapat meningkatkan aktifitas spesifik, dapat dibuat dengan
mengkombinasikan masing-masing protein murni atau setiap domain dari
organisme yang memproduksinya atau dari rekombinan organisme. Kombinasi
tersebut dapat enzim murni yang berasal dari organisme berbeda atau
suplementasi enzim kasar dengan enzim murni atau suplementasi enzim murni
dengan domain yang mengikat selulosa dari organisme lainnya atau dengan ko-
faktor spesifik (Howard et al. 2003).
Beberapa produk enzim komersial merupakan campuran dari beberapa
enzim yang berbeda, sehingga enzim komersial pektinase mungkin mengandung
enzim pektinase, hemiselulase, silanase dan selulase. Campuran enzim tersebut
bersama-sama bekerja secara sinergis mendegradasi dinding sel tanaman
31
(http://worhington-biochem.com 2005). Disisi lain produk enzim komersial
lainnya mungkin hanya mengandung 1 jenis enzim, terutama jika enzim tersebut
diproduksi oleh strain termodifikasi secara genetik atau yang tingkat
kemurniannya tinggi. Enzim yang terdapat dalam pektinase campuran meliputi
poligalakturonase, pektin metil esterase dan pektin liase. Enzim-enzim pektin
tersebut bekerja dengan berbagai cara terhadap pektin
(http://www.saps.plantsci.cam.ac.uk/osmoweb/pektinase.htm 2005).
Penggunaan enzim komersial dalam ektraksi vanili segar telah banyak
dikembangkan karena mampu meningkatkan rendemen serta mempercepat reaksi
pembentukan vanilin. Enzim memiliki fungsi penting sebagai katalisator reaksi
biokimia yang mampu mengaktifkan senyawa lain secara spesifik. Seperti katalis
lainnya, enzim mampu bekerja dengan menurunkan energi aktivasi sehingga
reaksi kimia dapat berlangsung lebih cepat. Dalam hal ini, enzim bergabung
dengan reaktan, sedemikian rupa sehingga dihasilkan keadaan transisi yang
mempunyai energi bebas lebih rendah dibanding keadaan transisi reaksi tanpa
katalisator. Setelah hasil reaksi (produk) terbentuk, enzim dibebaskan kembali ke
keadaan semula. Keuntungan enzim dibanding katalis lainnya adalah sifat
sterioregio, kemoselektivitas dan spesifisitasnya yang tinggi (Chaplin dan Bucke
1990; Dordick 1991; Tucker 1995; http://wikipedia.org/wiki/Enzyme 2006).
Suatu bagian yang sangat kecil dari suatu molekul besar protein enzim
berperan mengkatalisis reaksi. Bagian kecil yang disebut bagian aktif (active site)
ini melalui suatu mekanisme khas dan selektif dalam hubungan yang disebut
kunci dan anak kunci (lock and key), dapat berikatan dengan substrat. Selain
bagian katalitik yang merupakan bagian reaktif karena mengandung gugus fungsi,
bagian sisanya yang besar dari molekul enzim juga dibutuhkan untuk
berlangsungnya reaksi katalisis. Dalam hal ini aktifitas enzim ditentukan juga oleh
struktur 3 dimensinya (Price dan Steven 1991; Wirahadikusumah, 2001). Interaksi
enzim dan substrat yang merupakan hipotesis Daniel Koshland pada tahun 1958
dapat dilihat pada Gambar 19 (http://wikipedia.org/wiki/Enzyme 2006).
Enzim digambarkan memiliki struktur tidak terlalu kaku. Sisi aktif enzim
dapat terbentuk ketika substrat berinteraksi dengan enzim. Sisi aktif enzim
berubah akibat beberapa interaksi lemah antara enzim dengan substrat. Rantai
32
samping asam amino yang menyebabkan sisi aktif yang terbentuk menjadi suatu
bentuk yang tepat sehingga memudahkan enzim untuk melakukan fungsi
katalitiknya. Hanya substrat yang dapat terikat pada enzim dan menginduksi
perubahan konformasi enzim yang cocok, yang baik bagi substrat (Price dan
Steven 1991; http://wikipedia.org/wiki/Enzyme 2006)
molekul substrat
molekul enzim
Gambar 19 Model induced fit Koshland
Beberapa faktor penting yang mempengaruhi aktifitas enzim antara lain
suhu, pH dan keberadaan inhibitor. Reaksi-reaksi yang dikatalisis enzim akan
sangat menguntungkan jika dilakukan pada suhu tinggi. Walaupun demikian,
enzim bersifat labil dan menjadi inaktif pada suhu yang terlalu tinggi (Tucker
1995). Denaturasi enzim oleh panas adalah akibat dari perubahan ikatan- ikatan
non kovalen penstabil konformasi enzim seperti ikatan hidrogen, interaksi
hidrofobik, jembatan garam internal dan ikatan disulfida (Price dan Steven 1991).
Kondisi suhu selama ekstraksi vanili secara enzimatik menjadi hal penting yang
harus diperhatikan. Laju reaksi pembentukan vanilin akan meningkat, jika suhu
dinaikan. Namun pengaruhnya terhadap aktifitas enzim dan komponen flavor
harus menjadi pertimbangan. Suhu ekstraksi vanili antara 38-490C dapat
digunakan, tanpa merusak flavor (Purseglove et al. 1981).
Enzim merupakan molekul amfoter yang mengandung sejumlah besar gugus
asam dan basa di permukaannya. Muatan pada gugus tersebut bervariasi
tergantung pada konstanta disosiasi asamnya dengan pH lingkungannya. Ini akan
mempengaruhi muatan total dari enzim dan dis tribusi muatan pada permukaan
luar, juga pada reaktifitas gugus yang aktif secara katalitik. Perubahan muatan
oleh pH akan mempengaruhi aktifitas, stabilitas struktur dan kelarutan enzim
33
(Chaplin dan Bucke 1990). Apabila pH terlalu rendah maka terlalu banyak ion- ion
H+ yang mengelilingi enzim dan kemudian ion- ion H+ akan tertarik pada enzim
membentuk ikatan hidrogen. Sedangkan jika pH terlalu tinggi, terlalu banyak ion-
ion OH-, maka akan berinteraksi dengan daerah-daeah positif dalam enzim, yang
mungkin daerah ini merupakan sisi aktif enzim. Akibat adanya kenyataan bahwa
interaksi enzim dengan substrat sangat spesifik, maka terjadinya perubahan
bentuk sisi aktif, secara langsung ataupun tidak langsung akan menyebabkan kerja
enzim yang tidak tepat. Perubahan ini jika permanen akan mendenaturasi enzim
(http://en.wikipedia.org/wiki/Pectinase 2006). Di dalam ekstraksi vanili, tingkat
keasaman medium alami yang dihasilkan telah sesuai dengan kondisi pH yang
diperlukan enzim-enzim hidrolitik penting. Berbagai penelitian ekstraksi vanili
secara enzimatik menggunakan pH sekitar 5 yang merupakan pH alami buah.
Faktor lainnya yang mempengaruhi aktifitas enzim adalah keberadaan
penghambat. Penghambat bersaing (competitive inhibitor) terikat secara reversible
pada enzim, sehingga mencegah pengikatan substrat. Penghambatan bersaing
menyebabkan nilai Km meningkat, tapi tidak mempengaruhi Vmaks. Sedangkan
penghambat tidak bersaing (non competitive inhibitor) tidak terikat pada sisi aktif
enzim. Penghambatan ini bersifat irreversible, artinya enzim tidak akan berfungsi
lebih lama karena konformasinya berubah. Penghambatan tidak bersaing
menyebabkan penurunan Vmaks, tapi tidak mengubah nilai Km. Tipe ketiga
adalah penghambatan bersaing sebagian (partially competitive inhibitor), dimana
sama dengan penghambatan tidak bersaing, tapi kompleks enzim-penghambat-
substrat mempunyai aktifitas katalitik. Penghambatan ini menyebabkan penurunan
Vmaks, tapi tidak mengubah Km. Tipe selanjutnya adalah penghambat yang
hanya terikat pada kompleks enzim-substrat, tidak pada enzim bebas
(uncompetitive inhibitor). Kompleks enzim-penghambat-substrat secara katalitik
tidak aktif. Tipe penghambatan ini jarang menyebabkan penurunan Vmaks dan
Km. Tipe terakhir adalah penghambatan campuran (mixed inhibitor), dimana
penghambat dapat terikat pada enzim dan kompleks enzim-substrat, bersifat
bersaing ataupun tidak (mixed inhibitor) serta menyebabkan penurunan Vmaks
dan peningkatan Km (Chaplin dan Bucke 1990; Price dan Steven 1991; Tucker
1995; http://wikipedia.org/wiki/Enzyme 2006).
34
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mutu dan Keamanan Pangan,
SEAFAST Center, Institut Pertanian Bogor (IPB), Laboratorium Kimia Pangan,
Departemen Ilmu Teknologi Pangan (ITP), IPB, serta Laboratorium Gizi
Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga (GMSK), IPB. Adapun lama penelitian
berlangsung sekitar 10 bulan dari Oktober 2005 sampai Juli 2006.
BAHAN DAN ALAT
Bahan
Bahan baku yang digunakan adalah buah vanili segar dan kering jenis
Vanila planifolia ANDREWS yang diperoleh dari Desa Tundagan, Kecamatan
Ciniru, Kabupaten Kuningan, Provinsi Jawa Barat. Buah vanili segar merupakan
buah vanili hijau berusia buah 7-8 bulan dengan karakteristik seragam yakni
warna buah hijau, polong penuh, utuh, tanpa cacat atau pecah, panjang minimum
15 cm dan diameter minimum 10 mm. Sedangkan buah vanili kering merupakan
buah yang telah mengalami proses kuring dan termasuk mutu II berdasarkan SNI
01-0010-1990 (BSN 1990), dengan syarat umum buah kering memiliki wangi
khas vanili, hitam mengkilat, penuh berisi, berminyak, lentur, bebas kapang dan
benda asing. Syarat khusus antara lain buah utuh atau terpotong-potong, ukuran
polong utuh minimum 8 cm, ukuran polong terpotong-potong tidak disyaratkan,
polong utuh yang pecah dan terpotong tidak disyaratkan, kadar air maksimum
30%bb, kadar vanilin minimum 1.5%bk dan kadar abu maksimum 9%bk. Seluruh
buah vanili segar dan kering melalui proses pengeringan beku selama 52 jam.
Selanjutnya digiling dan diayak dengan saringan berukuran 32 mesh. Pengemasan
dilakukan menggunakan plastik rapat dengan keberadaan silica gel, lalu disimpan
dalam freezer hingga percobaan dilakukan. Pada Gambar 20 dapat dilihat buah
Vanilla planifolia Andrews segar dan kering yang digunakan dalam penelitian ini.
Disamping bahan baku, diperlukan juga bahan untuk analisis kimia yakni
analisis serat pangan (buffer Na2PO4, HCl, NaOH, etanol, aseton Puriss, petroleum
eter, enzim Termamyl, Pepsin, Pankreatin, kertas saring), analisis vanilin (standar
vanilin, kertas saring Whatman No.1), analisis glukosa yang terdiri dari pereaksi
35
Nelson (asam molibdat, H2SO4 pekat, Na arsenal), Somogy I (Na2SO4, KNa
Tartart, Na2CO3, NaHCO3), Somogy II (Na2SO4, CuSO4), bahan untuk pembuatan
buffer sitrat (asam sitrat dan Na-sitrat) serta bahan untuk ekstraksi enzimatik dan
optimasi ekstraksi enzimatik yang terdiri dari Celluclast L. (Novo), Viscozyme L.
(Novo), β-glukosidase (SIGMA), etanol 95% dan alumunium foil.
(a) (b)
Gambar 20 Buah Vanilla planifolia Andrews segar (a) dan kering (b)
Viscozyme adalah pektinase komersial campuran arabinase, selulase,
hemiselulase, silanase dan β-glukanase dari Aspergillus aculeatus dengan aktifitas
optimum pada pH 3.3-5.5 dan suhu 25-550C. Viscozyme mengandung 120
FBG/ml dan 32.2 unit aktivitas enzim β-glukosidase (1 unit akan membebaskan
1.0 µmol glukosa dari selobiosa per menit pada pH 4 dan suhu 450C). Sedangkan
Celluclast adalah selulase komersial yang memiliki aktifitas selulase dari
Trichoderma reesei dengan pH optimum 4.5-6 dan suhu 50-600C. Celluclast
mengandung 840 EGU/ml dan 27.7 unit aktivitas enzim β-glukosidase (1 unit
akan membebaskan 1.0 µmol glukosa dari selobiosa per menit pada pH 4 dan
suhu 450C). Enzim β-glukosidase komersial berasal dari buah almond dengan pH
optimum 5. Adapun unit aktivitas enzim β-glukosidase yang terkandung dalam 1
ml enzim adalah 10 unit (1 unit akan membebaskan 1.0 µmol glukosa dari salisin
per menit pada pH 5).
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan gelas, pH
meter, refraktometer, termometer, shaker water bath, spektrofotometer double
36
beam, refrigerator, alat pengeringan beku, alat penyaring vakum, timbangan
analitik, cawan alumunium, desikator, oven dan krusibel.
PROSEDUR PENELITIAN
Pada Gambar 21 dapat dilihat bahwa prosedur penelitian terbagi ke dalam 5
tahap yakni; (1) Karakterisasi kimia buah vanili segar dan kering, (2) Penentuan
suhu inkubasi optimum enzim β-glukosidase, (3) Ekstraksi enzimatik buah vanili
segar; (a) Satu jenis enzim komersial dengan pelarut air dan atau etanol serta (b)
Dua atau tiga jenis enzim komersial dengan pelarut etanol, (4) Optimasi ekstraksi
enzimatik dan (5) Pengamatan terhadap kadar air, serat pangan, vanilin, glukosa
dan padatan terlarut.
Gambar 21 Diagram alir tahapan penelitian
Tahap 1: 1.Karakterisasi kimia - Air - Serat pangan - Vanilin 2.Ekstraksi vanili kering
tanpa enzim komersial dengan pelarut etanol
Parameter : Vanilin
Buah Vanili
Kering Segar
Tahap 2: Penentuan suhu inkubasi optimum enzim β-glukosidase Parameter : Vanilin
Tahap 4: Optimasi ekstraksi enzimatik 1.Penentuan konsentrasi enzim Parameter : Vanilin 2.Penentuan waktu inkubasi enzim Parameter : Vanilin
Tahap 3: Ekstraksi enzimatik 1.Satu jenis enzim komersial
dengan pelarut etanol/air 2.Dua/tiga jenis enzim komersial
dengan pelarut etanol Parameter: Vanilin
Ekstrak Terbaik
Ekstrak Terbaik
37
Karakterisasi Kimia Buah Vanili Segar dan Kering
Karakterisasi kimia buah vanili segar dan kering merupakan tahap awal dari
penelitian ini. Karakterisasi kimia bertujuan untuk mengetahui kadar senyawa-
senyawa penting dalam buah vanili segar dan kering, yang dapat mendukung
penelitian. Analisis kimia yang dilakukan antara lain kadar air dengan metode
gravimetri, serat pangan metode enzimatik dan vanilin metode spektrofotometri.
Disamping itu, pada tahap ini pun dilakukan penentuan kadar vanilin dari
ekstrak vanili kering yang berfungsi sebagai kontrol terhadap kadar vanilin
ekstrak vanili segar yang diproses secara enzimatik. Prosedur ekstraksi vanili
kering antara lain dengan menimbang sejumlah vanili kering (perhitungan bahan
kering disamakan dengan bahan kering vanili segar), lalu dimasukkan ke dalam
tabung tertutup dan ditambahkan aquadest 10 ml. Reaksi dibiarkan berlangsung
selama 8 jam pada suhu 500C menggunakan shaker water bath 150 rpm.
Kemudian ekstraksi dilanjutkan dengan penambahan etanol 47.5%v/v selama 30
menit. Campuran diencerkan dengan aquadest sampai tanda batas 25 ml labu
ukur. Setelah itu ekstrak disaring melalui kertas saring Whatman No.1 dan diukur
kadar vanilinnya dengan metode spektrofotometri.
Penentuan Suhu Inkubasi Optimum Enzim β -Glukosidase
Penentuan suhu optimum aktifitas enzim β-glukosidase dilakukan dengan
memvariasikan suhu inkubasi pada 30, 37, 45 dan 500C. Prosedurnya antara lain
dengan menimbang 3.33 g vanili segar (dikonversikan menjadi berat vanili segar
setelah pengeringan beku), lalu dimasukkan ke dalam tabung tertutup dan
ditambahkan enzim β-glukosidase 1 ml serta aquadest 9 ml. Reaksi enzimatik
dibiarkan berlangsung selama 8 jam pada suhu 30, 37, 45 dan 500C menggunakan
shaker water bath 150 rpm dan dilanjutkan 30 menit dengan penambahan etanol
47.5%v/v. Setiap hasil ekstraksi yang diperoleh, diencerkan dengan aquadest
sampai tanda batas 25 ml labu ukur. Ekstrak disaring melalui kertas saring
Whatman No.1 dan diukur kadar vanilinnya dengan metode spektrofotometri.
Suhu inkubasi enzim β-glukosidase yang menghasilkan kadar vanilin tertinggi
dianggap sebagai suhu optimum bagi aktifitas enzim β-glukosidase dan kondisi
suhu tersebut digunakan untuk inkubasi enzim β-glukosidase pada tahapan
38
penelitian berikutnya yakni ekstraksi enzimatik serta optimasi ekstraksi enzimatik
buah vanili segar.
Ekstraksi Enzimatik Buah Vanili Segar
Ekstraksi enzimatik buah vanili segar bertujuan untuk mengetahui
bagaimana pengaruh penggunaan enzim komersial tunggal atau kombinasinya
dengan atau tanpa etanol terhadap kadar vanilin ekstrak vanili segar. Pada tahap
ini digunakan konsentrasi enzim, jumlah vanili segar, suhu, waktu inkubasi serta
konsentrasi larutan etanol berdasarkan hasil penelitian Ruiz-Teran et al. (2001)
sebagai acuan. Ekstraksi enzimatik buah vanili segar terdiri dari 2 bagian yakni;
Penambahan Satu Jenis Enzim Komersial dengan Pelarut Air dan atau Etanol Tahap ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan enzim
selulase, pektinase dan β-glukosidase komersial secara tunggal serta pelarut yakni
air dan atau etanol terhadap kadar vanilin ekstrak vanili segar. Pada tahap ini
terdapat 2 prosedur berdasarkan jenis pelarut yang digunakan. Prosedur pertama
adalah ekstraksi enzimatik yang menggunakan air sebagai pelarut yakni dengan
menimbang 3.33 g vanili segar (dikonversikan menjadi berat vanili segar setelah
pengeringan beku) lalu dimasukkan ke dalam tabung tertutup dan ditambahkan 1
jenis enzim sebanyak 1 ml serta aquadest 9 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan
berlangsung selama 8 jam pada suhu 500C menggunakan shaker water bath 150
rpm. Sebagai prosedur kedua adalah ekstraksi enzimatik yang menggunakan air
dan etanol 95% sebagai pelarut. Prosedurnya sama dengan prosedur 1, namun
setelah reaksi berlangsung selama 8 jam, ditambahkan 10 ml etanol 95% dan
proses ekstraksi dilanjutkan selama 30 menit. Disamping itu, dilakukan ekstraksi
menggunakan pelarut air dengan atau tanpa etanol, tapi tanpa penambahan enzim.
Setiap hasil ekstraksi yang diperoleh dari kedua prosedur di atas, diencerkan
dengan aquadest sampai tanda batas 25 ml labu ukur. Ekstrak disaring melalui
kertas saring Whatman No.1 dan diukur kadar vanilinnya dengan metode
spektrofotometri. Pada Tabel 1 dapat dilihat perlakuan penggunaan 1 jenis enzim
komersial berikut perlakuan pelarut untuk ekstraksi.
39
Tabel 1 Rekapitulasi perlakuan 1 jenis enzim komersial dengan pelarut air dan atau etanol untuk ekstraksi Perlakuan Penambahan
1 2 3 4 5 6 7 8
air a
air+etanolb
selulase+airc
selulasel+air+etanol pektinase+air pektinase+air+etanol β-glukosidase+air β-glukosidase+air+etanol
Keterangan: 1. aair 10 ml ditambahkan pada 3.33 g vanili segar, lalu reaksi berlangsung 8 jam pada suhu 500C.
bair 10 ml diditambahkan pada 3.33 g vanili segar, setelah reaksi berlangsung 8 jam pada suhu 500 C, ditambahkan 10 ml etanol 95% dan reaksi dilanjutkan selama 30 menit. cselulase 1 ml ditambahkan pada 9 ml air lalu reaksi berlangsung 8 jam pada suhu 500C.
2. Jumlah vanili (3.33 g) dikonversikan terlebih dahulu, apabila digunakan vanili yang telah melalui proses pengeringan beku. Misalnya: berat vanili segar sebelum pengeringan beku adalah 3.33 g dengan kadar air 82.28%, maka berat keringnya 0.5901. Jika digunakan vanili segar setelah pengeringan beku dengan berat kering yang sama, maka jumlah yang digunakan sebesar 0.6464 g.
Hasil dari penelitian tahap ini akan memberikan informasi jenis pelarut yang
mampu menghasilkan kadar vanilin lebih tinggi, sehingga selanjutnya jenis
pelarut tersebut digunakan pada perlakuan ekstraksi dengan penambahan
kombinasi enzim. Disamping itu, kadar vanilin ekstrak yang dihasilkan dari setiap
perlakuan penggunaan enzim tunggal, selanjutnya dibandingkan dengan perlakuan
kombinasi enzim. Kemudian dilakukan optimasi konsentrasi dan waktu inkubasi
enzim terhadap perlakuan ekstraksi enzimatik yang menghasilkan kadar vanilin
tertinggi, sehingga diperoleh kadar vanilin ekstrak optimum.
Penambahan Dua atau Tiga Jenis Enzim Komersial dengan Pelarut Air dan Etanol Tahap ini dilakukan untuk mengetahui efek sinergisme enzim selulase,
pektinase dan β-glukosidase sehingga dapat ditentukan apakah ketiga enzim
komersial tersebut lebih efektif digunakan secara tunggal atau kombinasi. Pada
tahap ini terdapat 2 prosedur berdasarkan jumlah enzim yang digunakan. Prosedur
pertama adalah ekstraksi enzimatik menggunakan 2 jenis enzim yakni dengan
menimbang 3.33 g vanili segar (dikonversikan menjadi berat vanili segar
40
setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan
ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8
ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam pada suhu 500C
menggunakan shaker water bath 150 rpm. Setelah ekstraksi enzimatik,
ditambahkan 10 ml etanol 95%, lalu proses ekstraksi dilanjutkan selama 30 menit.
Sebagai prosedur kedua adalah ekstraksi enzimatik yang menggunakan 3 jenis
enzim, dimana prosedurnya sama dengan prosedur 1, tapi ditambahkan enzim III
yakni β-glukosidase sebanyak 1 ml sehingga jumlah air yang digunakan adalah 7
ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam pada suhu 500C.
Setelah ekstraksi enzimatik, ditambahkan 10 ml etanol 95%, lalu proses ekstraksi
dilanjutkan selama 30 menit.
Setiap hasil ekstraksi yang diperoleh dari kedua prosedur di atas, diencerkan
dengan aquadest sampai tanda batas 25 ml labu ukur. Ekstrak disaring melalui
kertas saring Whatman No.1 dan diukur kadar vanilinnya dengan metode
spektrofotometri. Pada Tabel 2 dapat dilihat perlakuan penggunaan 2 atau 3 jenis
enzim komersial untuk ekstraksi.
Tabel 2 Rekapitulasi perlakuan 2 atau 3 jenis enzim komersial dengan pelarut air
dan etanol untuk ekstraksi Perlakuan Penambahan
1
2
3
4
selulase+pektinasea
selulase+β-glukosidase
pektinase+β-glukosidase
selulase+pektinase+β-glukosidaseb
Keterangan: 1. aselulase 1 ml dan pektinase 1 ml ditambahkan pada 8 ml air, setelah reaksi berlangsung 8 jam
pada suhu 500C, ditambahkan 10 ml etanol 95% dan reaksi dilanjutkan selama 30 menit. bselulase 1 ml, pektinase 1 ml dan β-glukosidase 1 ml ditambahkan pada 7 ml air, setelah reaksi berlangsung 8 jam pada suhu 500C, ditambahkan 10 ml etanol 95% dan reaksi dilanjutkan selama 30 menit.
2. Jumlah vanili (3.33 g) dikonversikan terlebih dahulu, apabila digunakan vanili yang telah melalui proses pengeringan beku.. Misalnya: berat vanili segar sebelum pengeringan beku adalah 3.33 g dengan kadar air 82.28%, maka berat keringnya 0.5901. Jika digunakan vanili segar setelah pengeringan beku dengan berat kering yang sama, maka jumlah yang digunakan sebesar 0.6464 g.
41
Kadar vanilin ekstrak yang dihasilkan dari setiap perlakuan kombinasi
enzim, selanjutnya dibandingkan dengan perlakuan penggunaan enzim tunggal.
Kemudian dilakukan optimasi konsentrasi dan waktu inkubasi enzim terhadap
perlakuan ekstraksi enzimatik yang menghasilkan kadar vanilin tertinggi,
sehingga diperoleh kadar vanilin ekstrak optimum.
Optimasi Ekstraksi Enzimatik
Pada tahap ini dilakukan optimasi ekstraksi enzimatik untuk memperoleh
kadar vanilin ekstrak optimum dengan penambahan enzim komersial secara
efisien. Adapun optimasi ekstraksi enzimatik yang dilakukan antara lain;
Penentuan Konsentrasi Optimum Enzim Terbaik
Berdasarkan hasil percobaan pada tahap 3 akan diketahui ekstrak terbaik
dengan kadar vanilin tertinggi yang diperoleh melalui penambahan enzim tertentu
dengan pelarut air dan atau etanol. Selanjutnya untuk menentukan unit aktifitas
enzim optimum dilakukan prosedur percobaan yang sama, tapi unit aktifitas enzim
yang ditambahkan divariasikan. Dari percobaan ini akan diketahui berapa jumlah
enzim yang diperlukan agar seluruh substrat yang terdapat dalam buah dapat
berikatan dengan enzim secara optimal, dimana hal ini ditunjukkan dengan kadar
vanilin bebas dalam ekstrak yang mencapai batas optimum.
Penentuan Waktu Inkubasi Optimum Enzim β -glukosidase
Setelah diketahui konsentrasi enzim optimum, lalu dilakukan penentuan
waktu inkubasi optimum dengan prosedur yang sama. Hal ini bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi ekstraksi enzimatik. Pada tahap ini waktu inkubasi
divariasikan, lalu ekstrak diukur kadar vanilinnya dengan metode
spektrofotometri.
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi analisis kadar air, serat pangan,
vanilin, glukosa dan padatan terlarut dalam ekstrak.
Kadar Air Metode Gravimetri (Apriyantono dkk. 1989)
Penetapan kadar air buah vanili segar dan kering sebelum dan sesudah
pengeringan beku dilakukan dengan metode gravimetri. Cawan alumunium
42
kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator
selama 10 menit kemudian ditimbang. Selanjutnya sampel sebelum pengeringan
beku ditimbang sebanyak kurang lebih 5 g untuk analisis kadar air buah awal dan
sampel setelah pengeringan beku ditimbang kurang lebih 0,5 g. Setelah itu
dimasukkan ke dalam oven selama sekitar 16 jam hingga diperoleh berat tetap.
Cawan beserta is inya dipindahkan ke dalam desikator, didinginkan lalu ditimbang.
Perhitungan:
% kadar air (berat kering) = 1002
3 xww
% kadar air (berat basah) = 1001
3 xww
Keterangan: w1 = berat sampel (g) w2 = berat sampel setelah dikeringkan(g) w3 = kehilangan berat (g)
Kadar Serat Pangan Metode Enzimatik (Asp et al. 1993)
Serat pangan (serat makanan) adalah bagian dari makanan yang tidak dapat
dihidrolisis oleh enzim-enzim pencernaan, meliputi selulosa, hemiselulosa, lignin,
pentosan, gum dan senyawa pektik. Analisis serat pangan meliputi homogenisasi
dan liofilisasi. Prosedur analisisnya antara lain; sampel digiling menggunakan
petroleum eter pada suhu kamar selama 15 menit (40 ml petroleum eter per gram
sampel). Lalu ditimbang 1 g sampel dan dimasukan ke dalam erlenmeyer.
Kemudian ditambahkan 25 ml 0.1 M buffer Na2PO4 pH 6 dan diaduk merata.
Enzim Termamyl ditambahkan 0.1 ml dan erlenmeyer ditutup dengan alumunium
foil. Lalu diinkubasi di dalam penangas air pada suhu 1000C selama 15 menit.
Campuran dibiarkan dingin dan ditambahkan 20 ml air destilata, atur pH menjadi
1.5 menggunakan HCl. Kemudian ditambahkan 100 mg Pepsin, erlenmeyer
ditutup dan diinkubasi di dalam penangas air bergoyang pada suhu 400C selama
60 menit. Setelah itu 20 ml air destilata ditambahkan dan atur pH menjadi 6.8
menggunakan NaOH. Sebanyak 100 mg Pankreatin ditambahkan, erlenmeyer
ditutup dan diinkubasi di dalam penangas air bergoyang pada suhu 400C selama
60 menit. Lalu pH diatur menggunakan HCl. Campuran kemudian disaring
43
menggunakan crucible (porosity 2) yang telah diketahui beratnya dan
mengandung 0.5 celite kering, lalu dibilas dengan 2x10 ml air destilata.
- Residu (serat yang tidak larut)
Dari prosedur di atas, selanjutnya residu (serat yang tidak larut) dibilas
dengan 2x10 ml etanol 95% dan 2x10 ml aseton. Kemudian dikeringkan pada
suhu 1050C sampai mencapai berat konstan (semalam). Lalu didinginkan dalam
desikator dan ditimbang (D1). Selanjutnya diabukan pada suhu 5500C selama 5
jam. Lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (I1).
- Filtrat (serat yang larut)
Volume filtrat diatur menjadi 100 ml. Selanjutnya 400 ml etanol 95% hangat
(600C) ditambahkan dan dibiarkan mengendap selama 1 jam. Larutan disaring
menggunakan crucible (porosity 2) yang telah diketahui beratnya dan
mengandung 0.5 celite kering. Serat yang larut dibilas dengan 2x10 ml etanol
78%, 2x10 ml etanol 95% dan 2x10 ml aseton. Kemudian dikeringkan pada suhu
1050C selama semalam. Lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang (D2).
Selanjutnya diabukan pada suhu 5500C selama 5 jam. Lalu didinginkan dalam
desikator dan ditimbang (I2).
Blanko untuk serat yang tidak larut dan serat larut diperoleh melalui cara
yang sama dengan prosedur untuk sampel, tapi tanpa sampel (B1 dan B2). Nilai
blanko ini sewaktu-waktu harus dicek.
Perhitungan:
% serat pangan tidak larut = 100xW
B1I1D1 −−
% serat pangan larut = 100xW
B2I2D2 −−
% serat pangan total = 100xW
BID −−
Keterangan: W = berat sampel (g) D = berat setelah pengeringan (g) I = berat setelah pengabuan (g) B = berat blanko bebas abu (g)
44
Kadar Vanilin Buah Vanili Metode Spektrofotometri (Hayani dan Fatimah 2002)
Kurva standar vanilin yang digunakan untuk penentuan kadar vanilin buah
adalah sama dengan kurva standar yang dipakai untuk penentuan kadar vanilin
dalam ekstrak vanili. Adapun penentuan kadar vanilin dalam buah dilakukan
dengan menimbang 5 g vanili kering. Jumlah ini dikonversikan dulu apabila
digunakan buah vanili segar atau kering yang telah melalui perlakuan pengeringan
beku (Lampiran 5). Selanjutnya buah vanili direndam selama 24 jam dengan 70
ml alkohol 60% di dalam erlenmeyer tertutup. Campuran disaring dengan kertas
saring Whatman No.1 menggunakan alat penyaring vakum dan dibilas dengan
alkohol 60%, lalu ditepatkan dengan penambahan alkohol 60% hingga tanda batas
dalam labu ukur 100 ml. Kemudian larutan dipipet sebanyak 10 ml, dimasukan ke
dalam labu ukur 100 ml dan ditambahkan aquadest hingga tanda batas (larutan X).
Larutan X dipipet sebanyak 2 ml, dimasukan ke dalam labu ukur 25 ml dan
ditambahkan aquadest hingga tanda batas. Disisi lain, larutan X dipipet sebanyak
2 ml, dimasukan ke dalam labu ukur 25 ml, ditambahkan 1 ml NaOH 0.1N dan
diencerkan dengan aquadest hingga tanda batas.
Perhitungan :
Kadar vanilin atas dasar bahan kering (µg/g) = %)%100(
25HM
xfpxX−
Keterangan: X = konsentrasi larutan sampel yang terbaca di spektrofotometer (µg/ml) fp = faktor pengenceran (500) M = massa sampel (g)
H% = kadar air setelah pengeringan beku
Kadar Vanilin Ekstrak Metode Spektrofotometri (AOAC 36.2.07 1995, revisi Maret 1998)
Sampel ekstrak vanili segar yang telah disaring dengan kertas saring
Whatman No.1 menggunakan alat penyaring vakum, selanjutnya dianalisis
dengan spektrofotometer double beam. Sebanyak 10 ml larutan sampel dipipet ke
dalam 100 ml labu ukur, diencerkan dengan aquadest hingga tanda batas. Pada
labu ukur lainnya, ditambahkan 80 ml aquadest dan 1 ml NaOH 0.1N, lalu
diencerkan dengan aquadest hingga tanda batas. Pengenceran dapat disesuaikan,
45
agar sampel memiliki nilai absorbansi antara 0.2-0.8. Nilai absorbansi dari larutan
basa ditentukan pada 348 nm menggunakan larutan netral sebagai blanko. Lalu
kandungan vanilin sampel diukur melalui kurva standar.
Kurva standar dibuat dengan cara melarutkan 0.1 g vanilin dengan 5 ml
alkohol 99.8% di dalam labu ukur 100 ml. Lalu larutan dipipet 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8,
9 dan 10 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Aquadest ditambahkan
hingga tanda batas (larutan X). Kemudian masing-masing larutan X dipipet
sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Aquadest ditambahkan
hingga tanda batas. Disisi lain, larutan X dipipet masing-masing 5 ml lalu
dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml. Setelah itu, sebanyak 1 ml NaOH 0.1 N
ditambahkan dan larutan diencerkan dengan aquadest hingga tanda batas. Nilai
absorbansi dari larutan basa ditentukan pada 348 nm menggunakan larutan netral
sebagai blanko, lalu dibuat kurva standar.
Kadar Glukosa Ekstrak Vanili Metode Somogy-Nelson (Unpas 2003)
Metode ini cukup akurat untuk mengukur kadar gula pereduksi karena warna
yang terbentuk stabil. Kurva standar dibuat dengan cara melarutkan 0.02 g
glukosa standar dengan air bebas mineral di dalam labu ukur 100 ml. Larutan
tersebut dipipet 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, 1.0, 1.2, 1.4, 1.6, 1.8 dan 2 ml, lalu dimasukkan
ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan air bebas mineral hingga mencapai 2 ml.
Kemudian ke dalam setiap tabung yang berisi larutan glukosa tersebut
ditambahkan pereaksi Somogy I sebanyak 1.6 ml dan Somogy II sebanyak 0.4 ml.
Lalu larutan dikocok secara homogen dan ditutup dengan kelereng. Setelah itu
dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Lalu didinginkan dan
ditambahkan pereaksi Nelson sebanyak 2 ml serta air bebas mineral 4 ml. Larutan
dikocok hingga gas CO2 keluar dan nilai absorbansi diukur pada ? 520 nm.
Blanko dibuat sama dengan di atas, tapi sampel diganti dengan air bebas mineral.
Prosedur analisis gula pereduksi yang terdapat dalam ekstrak vanili pun
sama dengan pembuatan standar. Larutan sampel (ekstrak vanili) sebanyak 10 ml
dimasukan ke dalam labu ukur 25 ml. Kemudian larutan Pb asetat jenuh dan air
bebas mineral ditambahkan kedalamnya hingga tanda batas. Larutan dikocok
merata dan disaring dengan kertas saring Whatman No.1 menggunakan alat
penyaring vakum. Untuk menghilangkan kelebihan Pb yang digunakan dalam
46
penjernihan, ditambahkan Na oksalat anhidrat 1 g ke dalam filtrat. Larutan
kemudian disaring kembali dengan kertas saring Whatman No.1 menggunakan
alat penyaring vakum sebanyak 2 kali agar filtrat benar-benar jernih. Selanjutnya
filtrat dipipet sebanyak 1 ml dan diencerkan dengan air bebas mineral hingga
tanda batas labu ukur 50 ml. Lalu sebanyak 1 ml larutan dimasukan ke dalam
tabung reaksi, ditambahkan air bebas mineral 1 ml, lalu dilakukan prosedur
analisis seperti pada pembuatan standar gula pereduksi. Perlu diperhatikan bahwa
sampel harus bebas impuritas dan pemanasan serta pendinginan sampel dengan
standar harus seragam.
Perhitungan :
Kadar glukosa atas dasar bahan kering ekstrak (µg/ml) = Vs
VaxfpxX
Keterangan: X = konsentrasi larutan sampel yang terbaca di spektrofotometer (µg/ml) fp = faktor pengenceran Va = volume akhir Vs = volume sampel (ml) Kadar Padatan Terlarut
Kadar padatan terlarut dalam ekstrak vanili segar dan kering diukur dengan
2 metode yakni gravimetri dan refraktrometri. Pengukuran kadar padatan terlarut
dengan metode gravimetri dilakukan untuk perhitungan kadar vanilin ekstrak atas
dasar berat kering. Prosedurnya antara lain; cawan porselen dikeringkan dalam
oven selama 24 jam dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit kemudian
ditimbang. Selanjutnya ekstrak vanili segar sebanyak 2.5 g dimasukan ke dalam
cawan. Lalu dikeringkan menggunakan oven suhu 1050C selama sekitar 20 jam
hingga diperoleh berat tetap. Cawan beserta isinya dipindahkan ke dalam
desikator, didinginkan lalu ditimbang.
Perhitungan:
% kadar padatan terlarut = 1001
2 xww
Keterangan: w1 = berat sampel (g) w2 = berat sampel setelah dikeringkan (g)
47
HASIL DAN PEMBAHASAN
KARAKTERISASI KIMIA BUAH VANILI SEGAR DAN KERING Bahan segar yang digunakan dalam ekstraksi, pada umumnya dikeringkan
terlebih dahulu karena reduksi ukuran sampel dalam bentuk kering lebih mudah
dilakukan. Namun demikian, selama pengeringan sebagian senyawa-senyawa
organik dapat hilang. Oleh sebab itu dalam penelitian ini dilakukan persiapan
sampel dengan cara pengeringan beku. Adapun buah vanili kering dan segar hasil
pengeringan beku dan pengecilan ukuran dengan ayakan 32 mesh dapat dilihat
pada Gambar 22.
(a) (b)
Gambar 22 Serbuk buah vanili kering (a) dan segar (b) hasil pengeringan beku
Pengeringan beku atau liofilisasi adalah penghilangan air melalui sublimasi
yakni perubahan wujud padat (es) langsung menjadi gas (uap), sehingga
menghambat aktifitas mikroorganisme dan enzim yang secara normal dapat
mendegradasi senyawa di dalam bahan pangan
(http://en.wikipedia.org./wiki/Freeze_drying 2006). Dengan kata lain,
pengeringan beku menyebabkan kerusakan bahan pangan yang minimum
(Menyhart 1995). Berdasarkan FR-A-2634979 diacu dalam Brunerie (1998),
dipatenkan proses pengeringan beku vanili segar pada suhu –5 sampai –300C dan
kemudian memanaskannya kembali sebelum proses ekstraksi dengan tujuan
menghindari proses kuring yang memakan waktu lebih panjang. Faktanya bahwa
sampel berbentuk bubuk akan lebih mudah memfasilitasi serangan enzim terhadap
substrat. Menurut Fellow (2000), laju transfer massa berhubungan langsung
48
dengan luas permukaan padatan yang terekspos dengan pelarut sehingga reduksi
ukuran partikel (peningkatan luas permukaan) akan menambah laju ekstraksi.
Jones dan Vincente pada tahun 1949 diacu dalam Purseglove et al. (1981),
menemukan bahwa kuring terhadap buah vanili segar bubuk akan menghasilkan
kandungan vanilin yang lebih tinggi dibanding kuring buah vanili utuh dan proses
ini tidak menyebabkan kerusakan flavor. Fenomena ini diyakini disebabkan lebih
mudahnya kontak antara glukovanilin dan β-glukosidase yang diperoleh akibat
penggilingan.
Setelah dilakukan persiapan sampel, selanjutnya dilakukan analisis dasar
untuk mengetahui karakteristik buah vanili segar dan kering. Analisis dasar yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis kadar air, serat pangan dan vanilin.
Data dasar buah vanili dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Data dasar buah vanili segar dan kering hasil pengeringan beku
Kadar Air (%) Jenis Vanili
Rendemen (%)
Ka1* Ka2*
Kadar Serat Pangan (%bk)
Kadar Vanilin (%bk)
Segar 17.72±1.88 83.50±1.72 9.04±0.44 10.17±0.036 0.76±0.0014
Kering 86.00±0.12 20.48±0.51 8.40±0.37 9.84±0.17 1.63±0.039
Keterangan: *Ka1 = kadar air sebelum pengeringan beku *Ka2 = kadar air setelah pengeringan beku Rendemen = berat sampel setelah pengeringan beku per berat sampel sebelum pengeringan beku
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa terjadi penyusutan berat buah vanili segar
maupun kering akibat dilakukannya proses pengeringan beku. Rendemen untuk
vanili segar sebesar 17.72%, sedangkan vanili kering 86.00%. Adapun kadar air
yang terkandung dalam buah vanili kering relatif rendah yakni sebesar 20.48%bb
buah vanili kering. Berdasarkan SNI 01-0010-1990 (BSN 1990), vanili kering
yang digunakan dalam penelitian ini termasuk mutu II karena memiliki kadar air
20.48%bb di bawah kadar maksimum 30%bb buah vanili kering yang
dipersyaratkan dan kadar vanilin 1.63%bk di atas kadar minimum 1.5 %bk buah
vanili kering yang dipersyaratkan. Hasil penelitian de Guzman dan Siemonsma
(1999) menunjukkan bahwa kadar air buah vanili Vanilla planifolia Andrews
yang telah mengalami proses kuring adalah 20%bk dan kadar vanilinnya 1.5-
49
3%bk. Ia juga menambahkan bahwa buah vanili kering yang telah mengalami
proses fermentasi selama kuring mengandung vanilin sekitar 2%bk, tapi jumlah
ini tergantung pada sumber buah dan metode kuring yang digunakan.
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar air dan kadar vanilin vanili segar
dengan usia buah sekitar 7 bulan yang digunakan dalam penelitian ini berturut-
turut sebesar 83.50%bb dan 0.76%bb. Diketahui bahwa kadar air vanili segar
semakin menurun dengan bertambahnya usia buah. Hasil penelitian Sagrero-
Nieves dan Schwartz (1988) menunjukkan bahwa Vanilla planifolia yang dipanen
pada bulan Agustus hingga Desember 1986 mengalami penurunan kadar airnya
dari 87.6%bb menjadi 81.4%bb. Sedangkan kadar vanilinnya semakin meningkat
yakni dari 0.02%bk menjadi 1.13%bk. Menurut Purseglove et al. (1981),
kandungan air pada buah vanili segar atau blossom-end yellow adalah sekitar
80%. Kadar air buah akan menurun selama kuring pada tahap pemeraman atau
pengeringan serta pada 3 bulan pertama tahap pengkondisian. Oleh sebab itu dari
sekitar 6 kg buah vanili segar akan dihasilkan 1 kg vanili kering.
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar serat pangan buah vanili segar yang
digunakan dalam penelitian ini sebesar 10.17%bk. Serat pangan terdiri dari
beberapa jenis karbohidrat seperti selulosa, hemiselulosa dan pektin yang
merupakan komponen penyusun dinding sel buah. Seiring dengan meningkatnya
kematangan buah, serat pangan yang umumnya polisakarida berubah menjadi
gula-gula pereduksi (Schwimmer 1981). Degradasi komponen serat pangan ini
terjadi lebih lanjut selama kuring, dimana kadar serat pangan pada buah vanili
kering yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 9.84%bk.
Hasil penelitian de Guzman dan Siemonsma (1999) menunjukkan bahwa
kadar serat vanili kering Indonesia berkisar 15-20%bk. Sedangkan kandungan
karbohidratnya memiliki kisaran yang cukup luas yakni 8-20%bk (Purseglove et
al. 1981). Dalam hal ini varietas buah, metode kuring serta metode analisis yang
digunakan akan sangat mempengaruhi kadar serat pangan yang terdeteksi.
Disamping itu metode persiapan sampel yakni proses penggilingan buah yang
dilakukan setelah pengeringan beku menyebabkan menurunnya kandungan serat
pangan, terutama terjadi karena penurunan kadar serat tidak larut seperti selulosa
dan hemiselulosa (http://www.fao.org/docrep/W8079E/w8079e0j.htm 2006).
50
Sebagai pembanding, dalam penelitian ini dilakukan ekstraksi terhadap buah
vanili kering dengan metode maserasi yang biasa digunakan di industri ekstrak
vanili alami. Hasilnya menunjukkan bahwa kadar vanilin ekstrak vanili kering
adalah sebesar 3.28%bk ekstrak atau 0.029g/100ml ekstrak, dengan kadar glukosa
11.95%bk ekstrak atau 0.11g/100ml ekstrak buah vanili kering. Disisi lain, hasil
penelitian Ruiz-Teran et al. (2001) mendapatkan kadar vanilin sebesar 1.14%bk
buah vanili kering pada kondisi suhu dan waktu inkubasi yang sama, namun
menggunakan ekstraktor Soxhlet serta tanpa persiapan sampel pengeringan beku.
PENENTUAN SUHU INKUBASI OPTIMUM ENZIM β -GLUKOSIDASE
Di dalam penelitian ini dilakukan penentuan suhu inkubasi optimum bagi
aktifitas enzim β-glukosidase, dimana β-glukosidase komersial yang digunakan
memiliki pH optimum 5. Dua enzim komersial lainnya yakni pektinase komersial
dari Aspergillus aculeatus memiliki aktifitas optimum pada pH 3.3-5.5 dan suhu
50-600C serta selulase komersial dari Trichoderma reseii dengan pH optimum
4.5-4.8 dan suhu 48-600C. Kedua enzim tersebut diaplikasikan untuk penelitian
ini pada suhu 500C. Di dalam penelitian ini tidak dilakukan penentuan pH
optimum enzim karena pH alami ekstrak buah vanili segar yakni 4.8-5.3, telah
sesuai untuk aktifitas ketiga enzim tersebut. Adapun data penentuan suhu inkubasi
optimum enzim β-glukosidase dapat dilihat pada Gambar 23.
Gambar 23 Penentuan suhu inkubasi optimum enzim β-glukosidase
16.1815.5615.1713.37
70.9975.85
62.92
42.29
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 30 37 45 50suhu (C)
kada
r (%
bk e
kstr
ak)
vanilin
glukosa
51
Pada Gambar 23 dapat dilihat bahwa aktifitas enzim β-glukosidase semakin
meningkat seiring dengan meningkatnya suhu, ditandai dengan peningkatan kadar
vanilin hingga mencapai 16.18%bk ekstrak pada suhu 500C. Sedangkan pada
suhu 30, 37 dan 450C menghasilkan kadar vanilin berturut-turut sebesar 13.37,
15.17, dan 15.56%bk ekstrak.
Data pada Gambar 23 menunjukkan pula bahwa produksi vanilin yang
meningkat, diimbangi dengan produksi glukosa yang juga semakin meningkat.
Kadar glukosa tertinggi sebesar 75.85%bk ekstrak dicapai pada suhu 500C.
Sedangkan pada suhu 30, 37 dan 450C menghasilkan kadar glukosa berturut-turut
sebesar 42.29, 62.92 dan 70.99%bk ekstrak. Kurva pembentukan vanilin yang
serupa dengan glukosa ini kemungkinan besar disebabkan glukosa merupakan
produk lain dari hasil pemecahan glukovanilin. Disamping itu, semakin tinggi
suhu maka laju degradasi karbohidrat kompleks pada buah vanili segar semakin
tinggi. Peningkatan suhu menyebabkan pemutusan ikatan lemah antar rantai
polisakarida, termasuk ikatan glikosida dalam polisakarida serat pangan pun akan
rusak (http://www.fao.org/docrep/W8079E/w8079e0j.htm 2006). Oleh sebab itu,
selanjutnya dapat difahami bahwa walaupun kurva peningkatan vanilin dan
glukosa serupa, namun jumlah glukosa yang terbentuk akibat peningkatan suhu
lebih berbeda nyata diantara perlakuan suhu yang digunakan. Tingginya kadar
glukosa di dalam ekstrak buah vanili segar ini ditandai dengan kadar padatan
terlarut yang tinggi pula (Lampiran 4).
Suhu merupakan faktor yang sangat mempengaruhi penggunaan enzim
dalam pengolahan pangan. Biasanya industri menginginkan penggunaan suhu
tinggi pada proses reaksinya. Hal ini bukan ditujukan untuk mengurangi tingkat
kontaminasi saja, tetapi suhu tinggi juga akan mengurangi masalah viskositas dan
meningkatkan laju reaksi (Chaplin dan Bucke 1990; Chaplin 2004). Suatu reaksi
dengan penambahan enzim yang hanya memiliki energi aktivasi 12.000 cal mol-1,
laju reaksinya akan meningkat 2 kali jika suhu dinaikan dari 220C menjadi 320C.
Oleh sebab itu, reaksi-reaksi yang dikatalisis enzim akan sangat menguntungkan
jika dilakukan pada suhu tinggi (Tucker 1995). Disamping itu, lebih tingginya
suhu dapat meningkatkan laju difusi produk ke dalam pelarut (Fellow 2000).
52
Akan tetapi, enzim merupakan protein dan akan mengalami denaturasi yang
bersifat irreversible (misalnya perubahan konformasi sehingga kehilangan
aktifitas biologinya) pada suhu yang melebihi suhu yang biasa enzim tersebut
terekspos pada lingkungan alaminya. Diatas suhu kritis, akan terjadi kehilangan
aktifitas dengan laju tinggi. Hal itu dapat disebabkan perubahan kovalen seperti
deaminasi residu asparagin atau perubahan non kovalen seperti rearrangement
rantai protein. Kehilangan aktifitas secara nyata merupakan hasil dari pengaruh
suhu dan lama inkubasi. Inaktivasi akibat denaturasi panas ini memiliki efek
terhadap produktifitas enzim (Chaplin dan Bucke 1990; Chaplin 2004).
Proses inaktifasi enzim pada suhu tinggi dapat berlangsung sedikitnya
melalui 2 tahap yaitu adanya pembukaan partial struktur sekunder, tertier dan atau
kuartener molekul enzim serta terjadinya perubahan struktur primer enzim karena
adanya kerusakan asam-asam amino tertentu oleh panas. Pada kedua tahap
tersebut, keberadaan air sangat penting dalam meningkatkan reaksi inaktivasi oleh
panas karena air menyebabkan konformasi molekul enzim menjadi lebih fleksibel
(Goodenough 1995).
Pada penelitian ini, percobaan yang lebih dari 500C tidak dilakukan karena
dikhawatirkan dapat merusak komponen flavor ekstrak vanili itu sendiri. Mazza
dan LeMagunitr (1980) diacu dalam Fellow (2000), menyatakan bahwa panas
tidak hanya menguapkan air tapi juga menyebabkan hilangnya komponen volatil
bahan pangan. Tingkat kehilangan komponen volatil bahan tergantung pada suhu,
kandungan air dalam bahan, tekanan uap komponen volatil dan kelarutan
komponen volatil tersebut dalam uap air. Disamping itu, menurut Fellow (2000),
suhu yang terlalu tinggi pun akan menyebabkan terekstraksinya komponen yang
tidak diinginkan.
Suhu ekstraksi dianjurkan untuk tidak melebihi suhu maksimum karena
dapat menyebabkan degradasi flavor vanili. Sebaliknya, suhu yang terlalu rendah
dapat mengakibatkan bloking reaksi yang diinginkan. Suhu ekstraksi vanili pada
umumnya antara 10 sampai 600C dan disukai antara 30 sampai 400C (Brunerie
1998). Menurut Purseglove et al. (1981), suhu 38-490C dapat meningkatkan
ekstraksi vanili tanpa merusak flavor. Oleh sebab itu, berdasarkan percobaan pada
tahap ini ditetapkan bahwa suhu optimum untuk aktifitas enzim β-glukosidase
53
adalah 500C dan untuk tahapan penelitian berikutnya, penambahan enzim β-
glukosidase diaplikasikan pada suhu tersebut. Adapun hasil ekstraksi buah vanili
segar yang diperoleh dengan suhu inkubasi enzim β-glukosidase yang berbeda
dapat dilihat pada Gambar 24.
Gambar 24 Ekstrak vanili segar yang diperoleh dengan perlakuan ekstraksi pada suhu inkubasi enzim β-glukosidase yang berbeda
Pada Gambar 24 dapat dilihat bahwa setiap perlakuan menghasilkan
penampakan visual ekstrak yang berbeda. Perlakuan ekstraksi dengan suhu
inkubasi 300C menghasilkan warna lebih gelap dibanding perlakuan lainnya.
Sedangkan pada suhu inkubasi 37, 45 dan 500C, warna coklat yang terbentuk
nyaris serupa. Hal ini kemungkinan besar berhubungan dengan reaksi pencoklatan
enzimatik dari senyawa fenolik, reaksi pencoklatan non enzimatik terutama reaksi
Maillard serta degradasi klorofil buah vanili segar. Berlangsungnya ketiga tipe
reaksi tersebut sangat dipengaruhi oleh suhu.
Naczk dan Shahid i (2004), menegaskan bahwa vanilin yang merupakan
komponen utama flavor dalam ekstrak vanili adalah senyawa fenolik sederhana.
Reaksi pencoklatan enzimatik terhadap senyawa fenolik tersebut banyak
dikatalisis oleh enzim katekol oksigenase (dalam bentuk polifenol oksidase,
EC.1.10.3.1). Pada umumnya katekol oksigenase dapat mengkatalisis 2 tipe reaksi
yakni hidroksilasi (aktifitas kresolase) dan dehidrogenasi (aktifitas katekolase).
Tipe reaksi pertama adalah hidroksilasi monofenol menjadi o-difenol. Sedangkan
tipe kedua adalah oksidasi o-difenol menjadi kuinon. Menurut Francis (1996),
kuinon berkontribusi terhadap timbulnya warna gelap, kuning, oranye dan coklat
300 C 370 C 450 C 500 C
54
pada jamur dan ganggang Reaktifitas kuinon yang tinggi biasanya lebih jauh
memicu terjadinya reaksi kondensasi non enzimatik yang berperan dalam
pembentukan melanin yang berwarna coklat (Eskin 1990; Lee 1993; Davidek et
al. 1990; Richardson dan Hyslop 1985). Oleh sebab itu, peningkatan kadar vanilin
ekstrak buah vanili segar seiring dengan meningkatnya suhu, seperti terlihat pada
Gambar 23 berkontribusi terhadap pembentukan warna coklat akibat reaksi
pencoklatan enzimatik terutama oleh enzim polifenol oksidase.
Menurut Eskin (1990), suhu optimum aktifitas enzim polifenol oksidase
bervariasi tergantung pada jenis buah atau sayuran. Berdasarkan hasil penelitian
Hanum (1997), suhu optimum aktifitas polifenol oksidase pada buah vanili kering
selama kuring adalah 450C. Aktifitas polifenol oksidase meningkat setelah killing
dan menurun saat conditioning. Diduga panas yang tidak terlalu tinggi saat killing
(60-650C selama 2 menit) merangsang aktifitas enzim sehingga lebih aktif atau
terjadi penurunan ketegaran jaringan sel sehingga kontak antara enzim dan
substrat berjalan lebih sempurna. Aktifitas polifenol oksidase tidak banyak
berubah pada tahap pemeraman (suhu kamar, 24 jam) dan mencapai maksimal
pada tahap pengeringan (600C selama 3 hari). Secara umum terjadi kecenderungan
perubahan yang sama antara aktifitas polifenol oksidase, kadar vanilin dan warna
coklat vanili kering selama kuring. Akan tetapi, belum dapat disimpulkan peran
enzim ini terhadap pembentukan flavor mengingat selama ini polifenol oksidase
hanya dikaitkan dengan pencoklatan dan rasa sepat buah-buahan.
Reaksi penting lainnya dalam pembentukan warna coklat adalah reaksi
pencoklatan non enzimatik Maillard. Reaksi ini dapat terjadi dalam ekstrak vanili
segar akibat dihasilkannya gula-gula pereduksi terutama glukosa, yang merupakan
produk lain dari hidrolisis glukovanilin dan degradasi karbohidrat kompleks pada
buah vanili segar. Tahap awal dari reaksi Maillard adalah kondensasi antara α-
amino dari asam amino atau protein dengan gugus karbonil dari gula pereduksi.
Tahap ini disebut reaksi karbonilamino dan produk awal yang terbentuk akan
kehilangan air, membentuk basa Schiff diikuti dengan siklisasi menghasilkan
glikosilamin yang tersubstitusi N. Senyawa ini sangat labil sehingga mengalami
isomerisasi menjadi asam fruktosamino (1-amino-1-deoksi-1-ketosa). Reaksi ini
disebut Amadori rearrangement. Selanjutnya, setidaknya ada 3 jalur pembentukan
55
warna coklat melanoidin dalam reaksi Maillard. Pertama, melalui senyawa
Amadori yang diubah menjadi 1,2-eneaminol dan 2,3-enediol. Kedua, kondensasi
aldol yang merupakan jalur alternatif. Ketiga, degradasi Strecker yang tidak
secara langsung membentuk pigmen tapi menyediakan senyawa pereduksi penting
untuk pembentukan warna coklat (Eskin 1990).
Pada tahap awal reaksi Maillard, gula pereduksi sangat penting
keberadaannya karena menyediakan gugus karbonil untuk berinteraksi dengan
amino bebas dan asam amino, peptida atau protein. Laju awal reaksi ini
tergantung pada pembentukan cincin gula menjadi okso atau bentuk yang mudah
tereduksi. Dilaporkan bahwa pembentukan warna coklat oleh D-fruktosa lebih
cepat dibanding glukosa pada tahap awal reaksi pencoklatan, tapi menurun drastis
setelahnya. Reyes et al. (1982) diacu dalam Eskin (1990), melaporkan bahwa
pada sistem glukosa-glisin dan fruktosa-glisin suhu 600C, pH 3.5 selama 280 jam,
pembentukan coklat oleh fruktosa lebih cepat pada 80 jam pertama, tapi pada
periode selanjutnya konsumsi glukosa justru lebih tinggi.
Reaksi pencoklatan non enzimatik Maillard dipengaruhi beberapa faktor
terutama suhu dan pH. Laju reaksi akan meningkat dengan meningkatnya suhu.
Hal ini dapat ditunjukkan dengan menurunnya jumlah nitrogen amino bebas
secara linier dalam sistem kasein-glukosa berdasarkan rumus Arrhenius, pada
suhu 0-800C. Selain itu pada sistem albumin-glukosa suhu 370C selama 30 hari, ε-
amino lisin mengalami penurunan hingga 89% (Eskin 1990). Menurut Davidek et
al. (1990), peningkatan suhu 100C akan menyebabkan laju reaksi meningkat 2-3
kali. Oleh sebab itu, pembentukan glukosa yang meningkat seiring meningkatnya
suhu seperti terlihat pada Gambar 24 mempengaruhi pembentukan warna coklat
ekstrak vanili segar. Disamping suhu, aspek penting lainnya adalah pH. Intensitas
reaksi Maillard akan meningkat, seiring dengan meningkatnya pH antara 3-8 dan
mencapai maksimum (warna coklat maksimum) pada pH basa (9-10) (Davidek et
al.1990). Dengan kata lain, reaksi Maillard dapat berlangsung pada kondisi basa
maupun asam (Eskin 1990). Hal inilah yang mendukung kemungkinan terjadinya
reaksi Maillard sebagai penyebab warna coklat pada ekstrak vanili segar
walaupun memiliki pH agak asam (4.8-5.3).
56
Reaksi lain yang menyebabkan terbentuknya warna coklat pada ekstrak
vanili adalah rusak atau hilangnya klorofil buah vanili segar. Reaksi utama adalah
penggantian atom Mg2+ dalam klorofil oleh hidrogen di bawah kondisi asam
dengan membentuk peofitin. Selanjutnya piropeofitin a dan b sebagai hasil
degradasi peofitin a dan b dapat menimbulkan warna coklat (Eskin 1990). Kim et
al. (2003), meneliti perubahan kandungan klorofil pada adonan tepung yang
mengandung bubuk bayam (Spinacea oleracea) yang digoreng dalam minyak
kedelai pada suhu 1600C selama 1 menit dan disimpan dalam botol gelas. Setelah
diinkubasikan pada suhu 600C dalam kondisi gelap selama 12 hari, ternyata terjadi
penurunan klorofil, sedangkan kandungan peofitin meningkat lalu menurun.
Disamping peofitinisasi, enzim endogenous klorofilase mampu mengubah
klorofil menjadi klorofilida dengan hilangnya gugus fitol. Kombinasi kerja
klorofilase dan asam menyebabkan hilangnya Mg2+ dan gugus fitol, sehingga
membentuk peoforbida. Perlu dicatat bahwa seluruh reaksi perubahan klorofil ini
dapat berlangsung dengan adanya panas (Eskin 1990; Francis 1996).
EKSTRAKSI ENZIMATIK BUAH VANILI SEGAR
Penambahan 1 Jenis Enzim Komersial dengan Pelarut Air dan atau Etanol
Ekstraksi enzimatik buah vanili segar yang dilakukan dalam penelitian ini
menggunakan berbagai enzim komersial yang mampu mendegradasi dinding sel
buah vanili segar sekaligus mengubah glukovanilin menjadi vanilin. Data hasil
analisis kadar vanilin dan glukosa atas dasar berat kering ekstrak buah vanili segar
dapat dilihat pada Gambar 25.
Pada Gambar 25 terlihat bahwa ekstraksi vanili segar tanpa penambahan
enzim dengan pelarut air menghasilkan kadar vanilin paling rendah yakni sebesar
1.45%bk ekstrak. Sebaliknya kadar vanilin ekstrak tertinggi dicapai dengan
penambahan β-glukosidase+air+etanol yakni sebesar 15.97%bk ekstrak.
Perlakuan dengan enzim lainnya pun menghasilkan kadar vanilin yang lebih
tinggi dibanding ekstrak vanili segar tanpa enzim dan kontrol (ekstrak vanili
kering dengan pelarut air+etanol). Penambahan selulase+air, selulase+air+etanol,
pektinase+air, pektinase+air+etanol dan β-glukosidase+air, berturut-turut
menghasilkan kadar vanilin sebesar 4.84, 5.37, 4.20, 5.14 dan 14.19%bk ekstrak.
57
Hal ini disebabkan enzim berfungsi sebagai katalisator reaksi biokimia yang
mampu mengaktifkan senyawa lain secara spesifik. Seperti katalis lainnya, enzim
bekerja dengan menurunkan energi aktivasi sehingga reaksi berlangsung lebih
cepat. (http://wik ipedia.org/wiki/Enzyme 2006). Keberadaan sejumlah kecil enzim
dapat mengkatalisis biokonversi sejumlah besar substrat (Tucker 1995).
Gambar 25 Kadar vanilin dan glukosa ekstrak buah vanili kering (kontrol) dan vanili segar dengan penambahan satu jenis enzim komersial dengan pelarut air dan atau etanol
Pada Gambar 25 dapat dilihat bahwa penambahan enzim β-glukosidase
dengan ataupun tanpa etanol menghasilkan kadar vanilin yang lebih tinggi
dibanding dengan perlakuan enzim lainnya. Hal ini dapat dipahami karena kadar
padatan terlarut yang dihasilkan dengan penambahan β-glukosidase adalah lebih
rendah dibanding penambahan dengan enzim selulase dan pektinase komersial
sehingga kadar vanilin per berat kering ekstrak lebih tinggi (Lampiran 5).
Kemungkinan lain penyebab lebih tingginya kadar vanilin yang dihasilkan dengan
penambahan β-glukosidase adalah persiapan sampel yang dilakukan yakni
pengeringan beku dengan penggilingan yang dapat menyebabkan dinding sel
11.95
24.35
32.91
55.96
90.26
49.45
74.91
3.28 1.45 1.534.84 5.37 4.20 5.14
14.19 15.97
3.05 3.29
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
kontrol air
air+etan
ol
selulase
+air
selulase
+air+e
tanol
pektina
se+air
pektina
se+air+
etanol
b-gluk
osidas
e+air
b-gluk
osidase
+air+e
tanol
perlakuan
kada
r (%
bk e
kstr
ak)
vanilin
glukosa
58
jaringan buah sebagian mengalami kerusakan sehingga enzim-enzim pendegradasi
dinding sel seperti selulase dan pektinase komersial tidak lagi berperan nyata.
Namun demikian, penambahan enzim selulase dan pektinase komersial
dengan atau tanpa etanol yakni penambahan selulase+air, selulase+air+etanol,
pektinase+air, pektinase+air+etanol tetap menghasilkan kadar vanilin lebih tinggi
dibanding perlakuan tanpa penambahan enzim. Hal ini disebabkan pektinase
komersial mengandung aktifitas karbohidrase yang meliputi arabinase, selulase,
β-glukanase, hemiselulase dan silanase, yang bersama-sama bekerja sinergis
untuk memecah jaringan dinding sel, sehingga kontak antara enzim dengan
substrat menjadi lebih mudah. Sedangkan selulase komersial mengandung
aktifitas enzim selulase yang mampu mengubah selulosa menjadi glukosa,
selobiosa dan polimer glukosa yang lebih tinggi (http://www.novozyme.com.
2005).
Menurut Taylor dan Leach (1995), beberapa enzim ditemukan bebas dalam
sitoplasma sel, tapi sebagian lainnya terikat pada membran dan sering kontak
langsung dengan substrat. Jika enzim dari luar digunakan untuk mempengaruhi
perubahan dalam sel atau jaringan, maka enzim dapat lebih mudah melalui
membran dan kontak dengan substrat. Metode ektraksi menggunakan enzim
pendegradasi dinding sel ini telah banyak dikembangkan di berbagai industri
karena mampu meningkatkan rendemen serta mempercepat reaksi pembentukan
produk. Penelitian yang dilakukan Sreenath et al. (1994), menunjukkan bahwa
penambahan enzim selulase, pektinase atau kombinasi keduanya pada konsentrasi
enzim 0.025% pada suhu 27-300C selama 30 menit ekstraksi menghasilkan nilai
perolehan kembali 81-86%. Nilai perolehan kembali ini lebih tinggi dibanding
sampel yang tidak mengalami perlakuan enzim yakni sebesar 72%.
Selain itu, Brunerie (1998) (U.S. patent 5705205) menunjukkan bahwa
penggunaan enzim pektinase dan hemiselulase 220 unit/g vanili segar bubuk yang
mengandung aktivitas enzim β-glukosidase 7.2 unit/g vanili segar bubuk, mampu
menghasilkan vanilin sebesar 3.9 g/100 g vanili segar bubuk. Nilai ini tercapai
setelah 7 jam inkubasi enzim pada suhu 370C, dengan pH sekitar 5 yang
merupakan pH alami buah dengan penambahan etanol 50%v/v setelah masa
59
inkubasi enzim berlangsung. Analisis vanilin dilakukan dengan menggunakan
High Performance Liquid Chromatography (HPLC).
Penelitian lainnya yang menggunakan enzim hidrolitik dalam pembuatan
ekstrak vanili segar dilakukan oleh Ruiz-Teran et al. (2001). Ia melaporkan bahwa
vanili segar dapat langsung diekstraksi, dimana reaksi terbaik adalah dengan
47,5% v/v larutan etanol selama 8 jam pada 500C, dalam 2 tahap reaksi enzimatik
menggunakan Viscozyme L. Novo diikuti dengan Celluclast yang merupakan 2
produk enzim komersial yang mengandung aktifitas pektinase dan selulase.
Analisis vanilin dilakukan dengan metode HPLC. Proses reaksi mempunyai
efektifitas tinggi dengan jumlah vanilin ekstrak 3.13 kali lebih tinggi dibanding
ekstrak vanili kering metode Soxhlet. Sedangkan proses kuring atau ekstraksi
klasik hanya menghasilkan 1.1-1.8%bk buah.
Pada Gambar 25 dapat dilihat pula bahwa penambahan selulase+air+etanol
mampu menghasilkan kadar vanilin yang lebih tinggi dibanding penambahan
pektinase+air+etanol. Walaupun perbedaannya tidak nyata, kadar vanilin yang
dihasilkan oleh perlakuan selulase+air pun lebih tinggi dibanding perlakuan
pektinase+air. Lebih tingginya kadar vanilin yang dihasilkan dengan penambahan
selulase komersial dibanding pektinase komersial kemungkinan besar disebabkan
selulase komersial yang digunakan dalam penelitian ini hanya mengandung
aktifitas selulase, dimana selulosa merupakan komponen utama penyusun dinding
sel buah yang sangat rigid (http://food_oregonstate_edu 2006; http://www-
biol.paisley.ac.uk/Courses/stfunmac/glossary/cellulose.html 2006). Pemutusan
jalinan selulosa ini akan mempermudah kontak β-glukosidase dengan substrat
sehingga dihasilkan kadar vanilin yang lebih tinggi. Mekanisme kerjanya yakni
enzim 1,4- β-D-glukan selobiohidrolase (C1) dari selulase merombak selulosa
tidak larut menjadi selulosa yang bersifat larut. Selanjutnya enzim lainnya dari
selulase yakni 1,4- β-D-glukan 4-glukanohidrolase (Cx) menghasilkan selobiosa
yang kemudian didegradasi menjadi glukosa oleh β-glukosidase (Eskin 1990).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil percobaan yang dilakukan oleh Ruiz-
Teran et al. (2001), yang mendapatkan bahwa dengan penambahan enzim
Celluclast+air+etanol pada kondisi yang sama dengan percobaan ini (konsentrasi
enzim 1%, suhu 500C, dan waktu inkubasi 8 jam), menghasilkan kadar vanilin
60
yang lebih tinggi yakni sebesar 2.7%bk vanili segar, dibanding penambahan
enzim Viscozyme+air+etanol yakni sebesar 2.45%bk vanili segar.
Pada Gambar 25 dapat dilihat bahwa penggunaan etanol mampu
menghasilkan kadar vanilin yang lebih tinggi dibanding air. Perlakuan yang
paling signifikan perbedaannya adalah perlakuan β-glukosidase+etanol dan β-
glukosidase+air dengan kadar vanilin 14.19%bk ekstrak dan 15.97%bk ekstrak.
Perlu dicatat bahwa dalam percobaan ini penambahan etanol 47.5%v/v dalam
ekstraksi dilakukan selama 30 menit, melanjutkan proses ekstraksi enzimatik
dengan pelarut air yang telah berlangsung selama 8 jam. Hal ini bertujuan untuk
mempermudah pengamatan pengaruh etanol terhadap kadar vanilin yang
dihasilkan (tanpa terjadinya bias akibat pengaruh aktifitas enzim yang
ditambahkan) serta menghindari terjadinya perubahan struktur enzim yang
menyebabkan enzim tidak aktif. Pelarut organik polar seperti etanol akan
membatasi air esensial dari permukaan dan kemudian menyebabkan
ketidakstabilan enzim. Efek destabilisasi pelarut organik polar ini terutama karena
kompetisi antara enzim dan pelarut untuk mengikat molekul air (Goodenough
1995). Menurut Zaks (1991), pelarut organik mempengaruhi reaksi enzimatik
dengan berbagai cara. Pertama, pelarut mempengaruhi distribusi air antara enzim
dan medium reaksi. Kedua pelarut organik dapat langsung berinteraksi dengan
enzim, berpengaruh negatif terhadap konformasi yang aktif secara katalitik.
Terakhir, partisi dari substrat dan atau produk dari reaksi antara sisi aktif enzim
dan medium dapat mempengaruhi sejumlah parameter kinetik dan termodinamik
dari enzim. Klibanov (1993), menyatakan bahwa enzim benar-benar tidak aktif
dengan penggunaan pelarut organik sekitar 50-60%.
Diketahui bahwa konsentrasi air pada enzim adalah pengaruh yang paling
signifikan bagi aktifitasnya dalam pelarut organik. Hilangnya air esensial
memiliki efek kuat dalam menurunkan aktifitas enzim. Oleh sebab itu, saat
kebutuhan air terpenuhi lagi, aktifitas katalitik kembali pulih. Penambahan air
pada pelarut organik polar menghasilkan peningkatan air yang moderat pada
enzim, sehingga akan lebih banyak lagi air yang perlu ditambahkan dibanding
pelarut non polar (Zaks 1991). Kemungkinan penggunaan enzim dalam pelarut
organik polar konsentrasi rendah sehingga tidak mengganggu jumlah air esensial
61
pada permukaan enzim ini, dibuktikan oleh Waliszewski et al. (2002). Ia
mendapatkan bahwa ekstraksi buah vanili segar selama 72 jam dengan etanol 5%
tidak menurunkan kinetik dari enzim Crystalzyme PML-MX, Econase Ce-S,
Stonenzyme Plus, Macerex, Cellubrix L dan Cellulase. Disisi lain, Zymafilt L-300
dan Novozym 342 yang memiliki aktifitas enzimatik lebih rendah dalam air, dapat
meningkat aktifitasnya yakni sebesar 10 dan 12.5% dalam etanol 5% dan
aktifitasnya lebih meningkat lagi dalam etanol 10%. Selanjutnya Waliszewski et
al. (2003), menemukan bahwa setelah 26 jam dilakukan pretreatment ekstrak
buah vanili dengan Novozym 342, Crystalzyme PML-MX dan Zymafilt L-300 pada
konsentrasi etanol 5-12% serta 15 hari ekstraksi dengan etanol 60%, konsentrasi
vanilin yang dianalisis dengan HPLC adalah 0.52, 0.59 dan 1.15%bk vanili segar.
Sedangkan kadar vanilin blanko hanya 0.18%bk vanili segar. Jika buah vanili
diperlakukan dengan cara yang sama, sampai 5.22%bk dapat diperoleh setelah 30
hari ekstraksi dan blanko hanya mencapai 2.56%bk vanili segar.
Reaksi yang dikatalisis enzim pada umumnya berlangsung dalam
lingkungan aquous, yakni lingkungan reaksi dimana air berperan sebagai pelarut
utama. Air secara mutlak diperlukan untuk aktifitas katalitik enzim. Hal ini
disebabkan air berperan secara langsung maupun tidak langsung dalam seluruh
interaksi non kovalen (ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, interaksi elektrostatik
dan gaya van der Walls) yang mempertahankan konformasi katalitik alami dari
enzim (Price dan Stevens 1991; Jakubowski 2006). Selain itu air juga berperan
dalam dinamika enzim (Zaks 1991).
Namun demikian, tingginya kadar vanilin ekstrak yang dihasilkan dengan
adanya penambahan etanol selama 30 menit setelah reaksi enzimatik berlangsung
dibanding tanpa etanol, menunjukkan bahwa meskipun air merupakan medium
reaksi konvensional, namun air memiliki beberapa keterbatasan. Keterbatasan air
sebagai pelarut antara lain bahwa pada umumnya senyawa penting dalam bahan
pangan tidak larut dalam air dan air sering memicu terjadinya reaksi samping
yang tidak diinginkan. Selain itu, dalam beberapa reaksi kimia, hanya sedikit
jumlah produk yang terbentuk serta karena tingginya titik didih air maka air jauh
dari lingkungan yang ideal bagi perolehan kembali produk (Jakubowski 2006).
62
Kelarutan vanilin yang lebih tinggi dalam etanol dibanding air berhubungan
dengan polaritas. Walaupun etanol bersifat hidrolitik, namun memiliki polaritas
yang lebih rendah (0.654) dibanding air (1), sehingga ia lebih efektif melarutkan
senyawa vanilin yang tidak begitu polar (Reichardt 1988). Dalam hal ini berlaku
hukum ‘like dissolves like’, komponen yang kurang polar akan terlarut dalam
pelarut yang kurang polar dan sebaliknya (http://en.wikipedia.org/wiki 2006).
Disamping itu, meskipun proses ekstraksinya tidak sempurna, pelarut organik
mampu melarutkan komponen flavor yang masih terikat dalam jaringan selulosa
atau lignin. Selain etanol, pelarut yang dapat digunakan untuk mengekstrak vanili
adalah pentana dan eter, seperti yang telah dilakukan Perez-Silva et
al. (2005). Sebanyak 64 komponen volatil teridentifikasi dalam ekstrak
pentana/eter (1/1) yang merupakan perlakuan terbaik, melalui analisis GC-MS.
Ekstraksi padat-cair berhubungan dengan pemisahan komponen yang
diinginkan (padatan) dari bahan pangan menggunakan cairan (pelarut) yang dapat
melarutkan padatan. Selama proses ekstraksi (holding time) terjadi transfer massa
padatan dari bahan pangan ke pelarut, yang terjadi 3 tahap yakni padatan terlarut
dalam pelarut, larutan bergerak melalui partikel bahan pangan ke permukaan
bahan pangan dan larutan menjadi terdispersi dalam pelarut (Fellow 2000).
Pada Gambar 25 dapat dilihat bahwa perlakuan tanpa penambahan enzim
menghasilkan kadar glukosa ekstrak paling rendah yakni sebesar 3.05%bk.
Sebaliknya kadar glukosa ekstrak tertinggi dicapai dengan penambahan
pektinase+air+etanol yakni sebesar 90.26%bk dengan kadar padatan terlarut
tertinggi yakni sebesar 120brix (Lampiran 6). Perlakuan enzim lainnya pun
menghasilkan kadar glukosa lebih tinggi dibanding perlakuan tanpa enzim serta
ekstrak vanili kering dengan pelarut air+etanol (kontrol), dengan kadar glukosa
berturut-turut sebesar 3.05, 3.29 dan 11.95%bk ekstrak. Sedangkan perlakuan
selulase+air, selulase+air+etanol, pektinase+air, β-glukosidase+air dan β-
glukosidase+air+etanol berturut-turut menghasilkan kadar glukosa sebesar 24.35,
32.91, 55.96, 49.45 dan 74.91%bk.
Hal yang mencolok dari percobaan ini adalah pembentukan vanilin yang
tinggi dalam ekstrak vanili segar tidak selalu diimbangi dengan tingginya glukosa
yang terbentuk (Gambar 25). Enzim β-glukosidase berperan nyata dalam
63
pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan
penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan
pektinase komersial merupakan enzim kasar selulase dari Aspergillus sp. yang
memproduksi endo-β-glukanase dan β-glukosidase dalam jumlah besar, dengan
sedikit ekso-β-glukanase (http://www.fao.org/docrep/w7241e/w7241e08.htm
2005). Selain itu, pektinase komersial mengandung aktifitas karbohidrase lainnya
yakni arabinase, β-glukanase, hemiselulase dan silanase. Hal ini memperkuat
dugaan bahwa glukosa di dalam ekstrak vanili tidak hanya bersumber dari
prekursor vanilin, tapi juga berasal dari komponen karbohidrat (termasuk serat
pangan) buah vanili segar.
Perbedaan fungsi enzim ini sangat berhubungan dengan spesifisitasnya dan
hal ini sangat menguntungkan bagi industri pangan. Menurut Tucker (1995),
mekanisme yang jelas sebenarnya belum diketahui pasti, tapi konsep kunci dan
anak kunci mengindikasikan bahwa bentuk sisi aktif enzim secara struktur harus
cocok dengan molekul substrat. Ini berarti bahwa enzim pada umumnya memiliki
spesifisitas yang tinggi untuk substratnya, sehingga mereka dapat mengkatalisis
substrat. Misalnya glukosaoksidase (EC.1.1.3.4) mengkatalisis konversi D-
glukosa menjadi D-glukonat. Spesifisitas dapat juga terjadi pada tipe ikatan.
Misalnya α-amilase (EC. 3.2.1.1) selektif terhadap ikatan α antara residu glukosa
dalam pati. Sedangkan selulase (EC. 3.2.1.4) selektif terhadap ikatan β antara
molekul glukosa dalam selulosa. Enzim yang berbeda dapat juga selektif terhadap
cara mereka berinteraksi dengan molekul substrat yang sama. Misalnya kerja α-
amilase dan β-amilase (EC. 3.2.1.2) terhadap pati menghasilkan pembentukan
glukosa dan maltosa. Akan tetapi, tidak semua enzim menunjukkan spesifisitas
ekstrim. Beberapa protease yang spesifik terhadap protein, menunjukkan
spesifisitas rendah dengan kemampuannya menghidrolisa ikatan peptida.
Pada Gambar 25 dapat dilihat bahwa penggunaan etanol mampu
menghasilkan kadar glukosa yang lebih tinggi dibanding air. Perlakuan yang
paling signifikan perbedaannya adalah perlakuan pektinase+air dan
pektinase+air+etano l dengan kadar glukosa 55.96%bk ekstrak dan 90.26%bk
ekstrak. Diketahui pula bahwa ekstraksi enzimatik vanili segar dengan etanol
ternyata menghasilkan kadar glukosa lebih tinggi dibanding kontrol (ekstraksi
64
vanili kering dengan pelarut air+etanol) yang memiliki kandungan glukosa
3.28%bk ekstrak.
Berdasarkan percobaan pada tahap ini, penambahan enzim β-glukosidase
menghasilkan kadar vanilin tertinggi serta semua perlakuan yang menggunakan
pelarut air+etanol menghasilkan kadar vanilin lebih tinggi dibanding pelarut air
sehingga pada tahapan penelitian berikutnya, ekstraksi enzimatik dilakukan
dengan pelarut air+etanol. Adapun ekstrak vanili segar yang dihasilkan dari
penambahan 1 jenis enzim dapat dilihat pada Gambar 26.
Gambar 26 Ekstrak buah vanili segar dengan penambahan satu jenis enzim
komersial dengan pelarut air dan atau etanol, dari kiri ke kanan: air, air+etanol, selulase+air selulase+air+etanol, pektinase+air, pektinase+air+etanol, β-glukosidase+air, β-glukosidase+air+etanol
Pada Gambar 26 dapat dilihat bahwa setiap perlakuan menghasilkan
penampakan visual ekstrak yang berbeda. Perlakuan dengan penambahan etanol
menghasilkan warna coklat yang lebih terang dan jernih dibanding perlakuan
tanpa etanol. Hal ini kemungkinan besar disebabkan gum tidak ikut larut serta pati
akan mengendap dengan adanya alkohol. Perbedaan yang paling nyata terlihat
pada perlakuan dengan penambahan enzim.
Menurut Purseglove et al. (1981), warna coklat secara progresif meningkat
jika kandungan etanol dalam ekstrak dinaikan hingga 60%v/v. Kandungan etanol
lebih dari 70%v/v menyebabkan warna yang terbentuk lebih terang dan dengan
95%v/v etanol sangat sedikit warna yang terekstrak. Kandungan etanol 50-
60%v/v akan menghasilkan ekstrak dengan flavor dan warna yang baik
65
Disamping itu, produksi glukosa dan vanilin yang lebih tinggi pada ekstrak
dengan penambahan etanol (Gambar 25), menyebabkan lebih kuatnya warna
coklat yang terbentuk, sebagai akibat reaksi pencoklatan non enzimatik yakni
pembentukan melanoidin pada reaksi Maillard, pembentukan kuinon pada reaksi
enzimatik serta hilangnya Mg2+ pada gugus porfirin klorofil buah vanili.
Penambahan 2 atau 3 Jenis Enzim Komersial dengan Pelarut Air dan Etanol
Untuk mengetahui peran enzim selulase, pektinase dan β-glukosidase
komersial lebih jauh maka dilakukan percobaan dengan mengkombinasikan
enzim-enzim tersebut. Adapun pengaruh kombinasi enzim terhadap kadar vanilin
dan glukosa yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 27.
3.28 4.35 5.81 7.56 4.4611.95
62.84 60.10
91.58
63.56
0102030405060708090
100
kontrol
selulase
+pekt
inase
selulase
+b-glu
kosida
se
pektina
se+b-g
lukosid
ase
selulase
+pekt
inase+
b-gluk
osidas
e
perlakuan
kada
r (%
bk e
kstr
ak)
Gambar 27 Kadar vanilin dan glukosa ekstrak buah vanili kering
(kontrol) dan vanili segar dengan penambahan 2 atau 3 jenis enzim komersial dengan pelarut air+etanol
Pada Gambar 27 dapat dilihat bahwa perlakuan dengan penambahan
pektinase+β-glukosidase menghasilkan kadar vanilin ekstrak tertinggi yakni
sebesar 7.56%bk, diikuti perlakuan selulase+β-glukosidase sebesar 5.81%bk,
selulase+pektinase+β-glukosidase sebesar 4.46%bk serta selulase+pektinase
yakni sebesar 4.35%bk ekstrak. Kombinasi enzim dengan β-glukosidase yang
menghasilkan kadar vanilin lebih tinggi, memperkuat dugaan bahwa vanilin yang
dilepaskan dari glukosida merupakan hasil kerja enzim ini. Disisi lain, terlihat
vanilin
glukosa
66
bahwa penambahan kombinasi enzim komersial menghasilkan kadar vanilin lebih
tinggi dibanding kontrol (ekstrak vanili kering dengan pelarut air+etanol) yang
memiliki kadar vanilin 3.28%bk ekstrak.
Pada Gambar 27 dapat dilihat bahwa penambahan pektinase+β-glukosidase
menghasilkan kadar vanilin ekstrak tertinggi yakni sebesar 7.56%bk, walaupun
nilai ini jauh lebih rendah dibanding penambahan β-glukosidase+air dan β-
glukosidase+air+etanol (Gambar 25), sebagai akibat kadar padatan terlarut yang
dihasikan perlakuan pektinase+β-glukosidase lebih tinggi yakni sebesar 2.98%
(Lampiran 7). Perbandingan padatan terlarut ekstrak vanili segar yang dihasilkan
melalui penambahan kombinasi enzim komersial selulase, pektinase dan β-
glukosidase dengan penambahan enzim tunggal β-glukosidase dapat dilihat pada
Gambar 28.
Gambar 28 Padatan terlarut ekstrak vanili segar, dari kiri ke kanan:
selulase+pektinase, selulase+β-glukosidase, pektinase+β-glukosidase, selulase+pektinase+β-glukosidase, β-glukosidase
Sebaliknya kadar vanilin ekstrak paling rendah adalah dengan perlakuan
selulase+pektinase yakni sebesar 4.35%bk, bahkan nilai ini lebih rendah
dibanding penambahan 1 jenis enzim yakni perlakuan selulase+air,
selulase+air+etanol, pektinase+air+etanol, β-glukosidase+air dan β-
glukosidase+air+etanol. Hal ini kemungkinan besar terjadinya efek
penghambatan apabila 2 atau 3 jenis enzim digunakan sekaligus.
Apabila diperhatikan lebih jeli, dari Gambar 25 diketahui bahwa apabila
enzim yang ditambahkan hanya selulase saja maka akan menghasilkan kadar
vanilin yang lebih tinggi dibanding penambahan dengan pektinase. Namun
67
apabila masing-masing enzim tersebut dikombinasikan penggunaannya dengan β-
glukosidase, maka perlakuan pektinase+β-glukosidase menghasilkan kadar
vanilin lebih tinggi dibanding perlakuan selulase+β-glukosidase. Hal ini
disebabkan kadar padatan terlarut yang dihasilkan perlakuan pektinase+β-
glukosidase lebih rendah yakni sebesar 2.98%. Penambahan pektinase komersial
yang mengandung aktifitas pektinase mampu menurunkan viskositas dan
menyebabkan partikel keruh membentuk agregat membentuk unit yang lebih
besar sehingga dengan mudah dipisahkan melalui sentrifugasi atau filtrasi (Pilnik
dan Voragen 1991). Enzim pektik yang berasal dari Aspergillus sp. biasanya
mengandung enzim pektinesterase, poligalakturonase dan pektin liase.
Pektinesterase berperan dalam deesterifikasi enzimatik pektin, menyebabkan
koagulasi kalsium pektat dan klarifikasi alami yang diinginkan dalam jus jeruk.
Selanjutnya endopoligalakturonase dan eksopoligalakturonase menghidrolisis
depolimerisasi asam pektik yang juga menyebabkan penurunan viskositas.
Keberadaan enzim poligalakturonase ini dapat diuji dengan pengukuran viskositas
larutan pektat dan analisis derajat gula pereduksi misalnya dengan metode
Somogy Nelson. Sedangkan pektin liase adalah endo enzim yang dapat
memotong asam poligalakturonik teresterifikasi tinggi secara langsung sehingga
menyebabkan penurunan viskositas yang cepat (Pilnik dan Rombouts 1981).
Disamping itu, pektinase komersial mengandung campuran aktifitas
karbohidrase yang meliputi arabinase, selulase, β-glukanase, hemiselulase dan
silanase. Diketahui bahwa enzim terutama bekerja melalui maserasi jaringan buah
vanili, merusak dinding sel untuk melepaskan komponen flavor yang terikat.
Dinding sel tanaman merupakan struktur yang sangat kompleks, dimana
mengandung jalinan selulosa, silan, pektin dan lain- lain. Degradasi dinding sel
akan lebih baik dilakukan melalui kombinasi beberapa aktifitas enzim seperti
selulase, silanase dan pektinase dibanding penggunaan enzim tunggal
(http://www.biocatalysts.com. 2005).
Pada Gambar 27 dapat dilihat bahwa perlakuan pektinase+β-glukosidase
menghasilkan kadar glukosa ekstrak tertinggi yakni sebesar 91.58%bk.
Sebaliknya kadar glukosa ekstrak paling rendah adalah dengan perlakuan
selulase+β-glukosidase yakni sebesar 60.10%bk. Kombinasi enzim dengan
68
pektinase komersial yang menghasilkan kadar glukosa lebih tinggi memperkuat
dugaan bahwa glukosa yang terbentuk juga berasal dari karbohidrat buah, dimana
peran pektinase komersial sangat dominan.
Berdasarkan percobaan pada tahap ini, penambahan pektinase+β-
glukosidase menghasilkan kadar vanilin ekstrak tertinggi, namun masih lebih
rendah dibanding penambahan β-glukosidase. Oleh sebab itu, percobaan tahap
berikutnya adalah optimasi konsentrasi serta waktu inkubasi β-glukosidase.
Adapun ekstrak vanili segar yang dihasilkan dari penambahan kombinasi enzim
dapat dilihat pada Gambar 29.
Gambar 29 Ekstrak vanili segar dengan penambahan 2 atau 3 jenis enzim
komersial dengan pelarut air+etanol, dari kiri ke kanan: selulase+pektinase, selulase+β-glukosidase, pektinase+β-glukosidase, selulase+pektinase+β-glukosidase
Pada Gambar 29 dapat dilihat perbedaan warna coklat yang mencolok akibat
reaksi pencoklatan enzimatik maupun non enzimatik yang terjadi selama
ekstraksi. Perlakuan pektinase+β-glukosidase yang mengandung kadar glukosa
tertinggi (Gambar 27) menghasilkan warna coklat paling kuat. Dalam kasus ini,
walaupun kadar vanilin perlakuan selulase+β-glukosidase+air+etanol lebih tinggi
dibanding perlakuan selulase+pektinase, tapi warna coklat yang terbentuk justru
lebih muda. Fenomena ini memperkuat dugaan bahwa reaksi yang paling berperan
dalam pembentukan warna coklat adalah reaksi Maillard dengan glukosa sebagai
substrat. Hal ini ditunjukkan dengan kadar glukosa terendah pada perlakuan
selulase+β-glukosidase.
69
OPTIMASI EKSTRAKSI ENZIMATIK
Penentuan Konsentrasi Optimum Enzim β -glukosidase
Penentuan konsentrasi optimum enzim β-glukosidase penting dilakukan
agar penggunaaan enzim lebih efektif dan efisien. Adapun data penentuan
konsentrasi optimum β-glukosidase dapat dilihat pada Gambar 30.
1.52
15.62 16.09 16.99 17.15 16.72 16.57
76.7573.95
80.61 82.07 79.98 79.12
3.120
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 10 20 30 40 50 60
konsentrasi (unit)
kada
r (%
bk e
kstr
ak)
Gambar 30 Penentuan konsentrasi optimum enzim β-glukosidase
Pada Gambar 30 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar vanilin dari
1.52%bk (tanpa penambahan enzim β-glukosidase) menjadi 17.15%bk setelah
penambahan 40 unit aktifitas β-glukosidase. Hal ini menunjukkan adanya aktifitas
enzim dan rendahnya kandungan senyawa penghambat seperti ion logam berat
dalam sistem reaksi (Tucker 1995). Sering diasumsikan bahwa laju reaksi
berbanding lurus dengan konsentrasi enzim. Hal ini benar adanya jika konsentrasi
substrat melebihi konsentrasi enzim seperti terlihat pada perlakuan 0 unit hingga
40 unit. Dengan kata lain, pada konsentrasi enzim yang rendah, seluruh bagian
aktif enzim telah diduduki oleh substrat yang berlebih sehingga laju reaksi
pembentukan produk berbanding lurus dengan konsentrasi enzim. Sebaliknya
pada konsentrasi enzim yang sangat tinggi, penambahan enzim tidak lagi
meningkatkan laju reaksi. Hal ini terjadi pada penambahan enzim β-glukosidase
40 unit, dimana vanilin sebagai produk hasil reaksi tidak lagi mengalami
peningkatan walaupun konsentrasi enzim ditambah. Bahkan terlihat terjadinya
vanilin
glukosa
70
penurunan dari perlakuan 40 unit hingga 60 unit berturut-turut sebesar 17.15,
16.72 dan 16.57%bk ekstrak. Disamping substrat yang habis, hal ini bisa
disebabkan adanya penghambat dalam jumlah besar sehingga mengganggu
aktifitas enzim. Penghambat adalah molekul yang secara alami ada atau molekul
sintetik yang menurunkan atau menghilangkan aktifitas enzim. Beberapa
penghambat dapat mengikat enzim sangat kuat dan menginaktifkannya secara
irreversible (http://wikipedia.org/wiki/Enzyme, 2006).
Pada Gambar 30 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar glukosa dari
3.12%bk (tanpa penambahan enzim β-glukosidase) menjadi 82.07%bk ekstrak
setelah penambahan 40 unit aktifitas β-glukosidase. Selanjutnya kadar glukosa
menurun kembali seiring dengan menurunnya kadar vanilin.
Berdasarkan percobaan pada tahap ini, konsentrasi optimum penambahan
enzim β-glukosidase adalah 10 unit karena menghasilkan kadar vanilin ekstrak
yang tidak berbeda nyata dengan penambahan enzim β-glukosidase pada
konsentrasi yang lebih tinggi. Oleh sebab itu, percobaan tahap berikutnya adalah
optimasi waktu inkubasi β-glukosidase, dimana β-glukosidase yang ditambahkan
sebesar 10 unit. Ekstrak vanili segar yang dihasilkan dari penambahan β-
glukosidase sebanyak 0, 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 unit dapat dilihat pada Gambar
31.
Dari Gambar 31 terlihat bahwa perlakuan dengan berbagai konsentrasi
enzim β-glukosidase menghasilkan penampakan visual yang tidak terlalu berbeda.
Namun demikian, apabila diperhatikan lebih jeli pembentukan warna coklat
ekstrak pada penambahan β-glukosidase 10 unit hingga 60 unit mengikuti trend
peningkatan kadar glukosa (Gambar 29).
71
Gambar 31 Ekstrak vanili segar dengan konsentrasi enzim β-glukosidase yang berbeda
Penentuan Waktu Inkubasi Optimum Enzim β -glukosidase
Penentuan waktu inkubasi optimum enzim β-glukosidase dilakukan dengan
memvariasikan waktu inkubasi enzim selama 0, 4, 8, 12, 16, 20 dan 24 jam
dengan penambahan enzim β-glukosidase sebanyak 10 unit. Data penentuan
waktu inkubasi optimum enzim β-glukosidase dapat dilihat pada Gambar 32.
Gambar 32 Penentuan waktu inkubasi optimum enzim β-glukosidase
60 unit 10 unit 50 unit 40 unit 30 unit 20 unit 0 unit
0.93
14.5014.5214.6715.0015.4915.041.96
73.8674.65 73.86 71.76 71.35 75.10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
0 4 8 12 16 20 24
waktu (jam)
kada
r (%
bk e
kstr
ak)
vanilin
glukosa
72
Pada Gambar 32 dapat dilihat bahwa kadar vanilin mengalami peningkatan
hingga mencapai optimum 15.49%bk ekstrak pada perlakuan 8 jam dan menurun
kembali menjadi 14.50% pada perlakuan 24 jam. Pada saat awal pengamatan,
kadar vanilin yang dihasilkan berbanding lurus dengan bertambahnya waktu.
Namun sejalan dengan berlalunya waktu tersebut, kadar vanilin tidak mengalami
peningkatan lagi.
Pada Gambar 32 terlihat bahwa laju produksi awal mungkin linier, tapi
selanjutnya laju reaksi mulai menurun. Beberapa enzim dapat menunjukkan laju
awal linier hanya untuk beberapa menit saja, sedangkan enzim lainnya lebih dari
beberapa jam. Hilangnya aktifitas seiring waktu ini, dapat menguntungkan jika
keberadaan aktifitas enzim pada produk akhir tidak diinginkan. Akan tetapi,
hilangnya aktifitas enzim, jika masih diperlukan dalam proses, justru dapat
menurunkan efisiensi dan menuntut adanya biaya tambahan.
Selama tahap awal reaksi, ketika konsentrasi substrat diasumsikan konstan,
reaksi enzim ada pada orde 0 terhadap pembentukan produk. Tapi kenyataannya,
konsentrasi substrat menurun seiring waktu sehingga reaksi mengikuti orde 1.
Alasan lain mengapa laju enzim menurun seiring waktu adalah penghambatan
oleh produk yang terbentuk serta inaktivasi enzim akibat molekul-molekul enzim
yang tidak stabil. Dalam hal ini aktifitas enzim yang paling penting tergantung
pada molekul protein yang dapat mempertahankan struktur 3 dimensinya secara
tepat (Tucker 1995).
Pada Gambar 32 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kadar glukosa dari
1.96%bk ekstrak (tanpa penambahan enzim β-glukosidase) menjadi 74.65%bk
ekstrak setelah penambahan β-glukosidase 40 unit. Selanjutnya kadar glukosa
menurun kembali seiring dengan menurunnya kadar vanilin hingga perlakuan 20
jam. Namun berbeda dengan kadar vanilin, perlakuan 24 jam inkubasi
menyebabkan kadar glukosa meningkat kembali menjadi 75.10%bk ekstrak. Hal
ini kemungkinan besar disebabkan pada waktu inkubasi 24 jam dimungkinkan
senyawa-senyawa penghasil glukosa selain prekursor vanilin yang sukar
didegradasi dapat terurai. Meski demikian peningkatan kadar glukosa pada waktu
inkubasi 24 jam tersebut tidak terjadi signifikan.
73
Pada umumnya, selama ekstraksi, holding time harus cukup agar pelarut
mampu melarutkan solut dan untuk perubahan komposisi sehingga mencapai
kesetimbangan. Waktu yang diperlukan tergantung pada kelarutan solut terhadap
pelarut dan juga tergantung pada beberapa faktor, antara lain suhu dan luas
permukaan padatan yang terekspos dengan pelarut (Fellow 2000).
Berdasarkan percobaan pada tahap ini, waktu inkubasi optimum bagi
aktifitas enzim β-glukosidase adalah selama 4 jam karena menghasilkan kadar
vanilin ekstrak yang tidak berbeda nyata dengan waktu inkubasi yang lebih lama.
Adapun ekstrak vanili segar yang dihasilkan dengan enzim β-glukosidase selama
0, 4, 8, 12, 16, 20 dan 24 jam dapat dilihat pada Gambar 33.
Gambar 33 Ekstrak vanili segar dengan waktu inkubasi enzim β-glukosidase yang berbeda
Pada Gambar 33 terlihat bahwa perlakuan waktu inkubasi yang berbeda
akan menghasilkan warna ekstrak vanili segar yang berbeda pula. Penampakan
warna yang paling mencolok adalah perlakuan dengan waktu inkubasi 0 jam yang
berwarna hijau kekuningan. Apabila waktu inkubasi ditingkatkan maka warna
menjadi lebih coklat sesuai dengan kandungan vanilin dan glukosa yang
terbentuk.
24jam 20jam 16jam 12jam 8jam 4jam 0jam
74
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Vanili segar dan kering yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar
air 83.50% dan 20.48%, vanilin 0.76%bk dan 1.63%bk serta serat pangan
10.17%bk dan 9.84%bk. Ekstrak vanili kering sebagai kontrol mengandung
vanilin 3.28%bk ekstrak dan glukosa 11.95%bk ekstrak. Adapun suhu optimum
bagi aktifitas enzim β-glukosidase adalah 500C yang menghasilkan kadar vanilin
16.18%bk ekstrak dan glukosa 75.85%bk ekstrak. Untuk perlakuan dengan 1
jenis enzim komersial, kadar vanilin ekstrak tertinggi dicapai dengan perlakuan
β-glukosidase+air+etanol yakni sebesar 15.97%bk ekstrak dan kadar glukosa
tertinggi dicapai dengan penambahan pektinase+air+etanol yakni sebesar
90.26%bk. Diketahui bahwa seluruh perlakuan yang menggunakan etanol
menghasilkan kadar vanilin lebih tinggi dibanding air. Sedangkan untuk
perlakuan dengan 2 atau 3 jenis enzim komersial, kadar vanilin dan glukosa
ekstrak tertinggi dicapai dengan perlakuan pektinase+β-glukosidase yakni sebesar
7.56%bk ekstrak dan 90.26%bk ekstrak. Selanjutnya diperoleh data bahwa
konsentrasi optimum bagi aktifitas enzim β-glukosidase adalah 10 unit yang
menghasilkan kadar vanilin sebesar 15.62%bk ekstrak dan glukosa 73.95%bk
ekstrak. Sedangkan waktu inkubasi optimum enzim β-glukosidase adalah 4 jam
dengan kadar vanilin 15.04%bk ekstrak dan glukosa 73.86%bk ekstrak.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka dapat direkomendasikan bahwa
ekstraksi terbaik diperoleh melalui penambahan β-glukosidase 10 unit terhadap
0.5901 g bk buah vanili segar menggunakan shaker water bath terkontrol 150
rpm pada suhu 500C selama 4 jam, yang selanjutnya ditambahkan etanol
47.5%v/v selama 30 menit. Kondisi ekstraksi ini mampu menghasilkan kadar
vanilin 4.6 kali lebih tinggi dibanding metode ekstraksi konvensional yang
menggunakan buah vanili kering.
75
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai kadar glukovanilin dalam
buah vanili segar. Selain itu analisis karakteristik dan evaluasi sensori ekstrak
vanili segar yang diproses secara enzimatik penting dilakukan terutama untuk
mengetahui komponen yang berkontribusi dalam pengembangan flavor sehingga
lebih jauh dapat pula diketahui peran kuring yang selama ini dilakukan.
76
DAFTAR PUSTAKA
Aman P, Westerlund E. 1996. Cell Wall Polysaccharides: Structural, Chemical, And Analytical Aspect. Di dalam: Eliason AC, editor. Carbohydrates in Food, New York: Marcel Dekker Inc.
Anandaraj M, Rema J, Sasikumar B. 2001. Vanilla. Di dalam: Rema J, Madan
MS, editor. Calicut, Kerala:Modern Graphic. [AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1997. Official Methode of
Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Ed ke-14. Virginia: Arlington Inc.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 1998. Official Methode of
Analysis of the Association of Official Analytical Chemist. Ed ke-14. Virginia: Arlington Inc.
Apriyantono A, Fardiaz D, Puspitasari NL, Sedarnawati, Budiyanto S. 1989.
Analisis Pangan; Petunjuk Laboratorium. PAU, Institut Pertanian Bogor: IPB Pr.
Asp Johhanson, Hallmer, Siljestorm. 1993. Metode Analisis Komposisi Zat Gizi
Makanan. Di dalam Sulaeman A, Anwar F, Rimbawan, Marliyati SA, editor; Bogor:Jur. GMSK, Fak. Pertanian, IPB.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1990. SNI 01-0010-1990. Jakarta. [BPS] Biro Pusat Statistik. 2004. Statistik Perkebunan Indonesia; Panili-
Statistical Estate Crops of Indonesia (Vanilla) 2001-2003. Jakarta: Deptan Dirjen Bina Produksi Perkebunan.
Brunerie PM. 6 Januari 1998. Process of the production of natural vanilla extracts
by enzymatic processing of green vanilla pods and extract thereby obtained. US patent 5705205.
Chaplin MF, Bucke C. 1990. Enzyme Technology. Cambridge: Cambridge
University Press. hlm. 1-39. Chaplin M. 2004. Effect of temperature and pressure. [terhubung berkala].
http://www.lsbu.ac.uk/biology/enztech/temperature [5 Mei 2006]. Chaplin M. 2004. Pektin. [terhubung berkala]. http://www.lsbu.ac.uk/water/ [26
Februari 2005]. Cowley E. 1973. Vanilla and its use. Di dalam: Proceedings of the Conference on
Spices; Tropical Product Institute, England: Bush Boake Allen Ltd.
77
Davidek J, Velisek J, Pokorny J. 1990. Chemical Change During Food Processing. Amsterdam: Elsevier Science Pub.Comp.Inc.
de Guzman CC, Siemonsma JS. 1999. Vanilla planifolia HC. Andrews. Di dalam:
Spices;Plant Resources of South East Asia 13, PROSEA Foundation, Bogor, Indonesia, No.13.
[Deptan] Departemen Pertanian, 2004. Vanili (Vanilla Planifolia Andrews);
Pedoman Teknologi Pengolahan. Jakarta: Deptan Dirjen Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian.
Dordick JS. 1991. An Introduction to Industrial Biocatalysis. Di dalam: Dordick
JS, editor. Biocatalys for Industry. Iowa: Plenum Press. hlm. 3-19. Eskin NAM. 1990. Biochemistry of Food. Ed ke-2. New York: Academic Press
Inc. Fellow P. 2000. Separation and Concentration of Food Components. Di dalam:
Food Processing Technology. Ed ke-2. Inggris: CRC Press. Francis FJ. 1996. Pigments and Other Colorants. Di dalam: Fennema OR, editor.
Food Chemistry. Ed ke-3. USA: Marcel Dekker Inc. Furth P, Cox D. 2004. Spices and ethnic foods; the spice market expand. Food
Technology 58(8):30-32. Goodenough PW. 1995. Food Enzymes and the New Tehchnology. Di dalam:
Tucker dan Woods LFJ, editor. Enzyme in Food Processing. Ed ke-2. London: Chapman & Hall.
Hanum T. 1997. Perubahan kadar vanilin, aktifitas β-glukosidase dan oksidase
selama pengolahan pasca panen panili (Vanilla planifolia). Bul. Teknol. dan Industri Pangan. Vol.8. No.1.
Hayani E, Fatimah T. 2002. Teknik penentuan kadar vanilin secara
spektrofotometri. Buletin Teknik Pertanian, Vol.7, No.1. Havkin-Frenkel D, French JC, Graft NM, Joel DM. 2004. Interrelation of curing
and botany in vanilla (Vanilla planifolia) bean. Di dalam: Craker LE et al., editor. Proc. XXVI IHC-Future for Medical and Aromatic Plants. USA: Can. Int. Dev. Agency (CIDA), Acta Hort. 629.
Heath HB, Reineccius G. 1986. Flavoring materials of natural origin. Di dalam
Flavor Chemistry and Technology. New York:AVI Book-Van Nostrand Reinhold Company.
Howard RL, Abotsi E, Jansen van Rensburg EL, Howard S. 2003. Lignosellulosa biotechnology : issues of bioconversion and enzyme production, Review,
78
African J of Biotechnology, 2(12):602-619 [terhubung berkala]. http://www.academicjournals.org/AJB [26 Februari 2005].
http://en.wikipedia.org/wiki [8 Agustus 2006].
http://en.wikipedia.org./wiki/Freeze_drying [8 Agustus 2006].
http://en.wikipedia.org/wiki/Pectinase) [8 Agustus 2006].
http://food_oregonstate_edu [19 Mei 2006].
http://wikipedia.org/wiki/Enzyme, 2006 [12 Mei 2006].
http://worhington-biochem.com [3 Maret 2005].
http://www.amadeusvanillabeans.com/faqs/ -13k-, 2006 [13 Juni 2006].
http://www.biocatalysts.com., 2005. The use of enzymes in vanilla extraction. Technical Bulletin:1-3, Wales, UK [5 Maret 2005].
http://www-biol.paisley.ac.uk/Courses/stfunmac/glossary/cellulose.html [19 Mei
2006]. http://wwwchem.uwimona.edu.jm:1104/lectures/vanilla.html [13 April 2005].
http://www.cpkelco.com/food/pektin.html [5 Maret 2005].
http://www.fao.org/docrep/w7241e/w7241e08.htm [13 April 2005].
http://www.fao.org/docrep/W8079E/w8079e0j.htm [8 Agustus 2006].
http://www.fibersource.com/f-tutor/sellulosa.htm [3 Maret 2005].
http://www.hyperdictionary.com. 2004 [14 Februari 2005].
http://www. [email protected]. 1995 [26 Februari 2005].
http://www.ipa.gov.pg/vanilla_processing [14 Februari 2005].
http://www.kpel.or.id/TTGP/komoditi/PANILI1 [14 Februari 2005].
http://www.ktf-split.hr/glossary/en_o.php?def=extraction [14 Februari 2005].
http://www.novozyme.com. [5 Maret 2005].
http://www.portal.remarkablefoods.com [13 Februari 2005].
79
http://www.scifun.chem.wisc.edu/chemweek/ethanol/ethanol.html [13 Februari 2005].
http://www.saps.plantsci.cam.ac.uk/osmoweb/pektinase.htm [3 Maret 2005].
http://www.saps.plantsci.cam.ac.uk/osmoweb/pektinase.htm [3 Maret 2005].
http://www.sdahldtp.com/vanilla3.htm [13 April 2005].
htttp://www.serva.de/products/knowledge/061097.shtml [3 Maret 2005].
http://www.uyseg.org/greener_industry/pages/vanilin/1Vanilin_AP.htm [13 Februari 2005].
Jakubowski. 2006. Enzyme Catalysis in Organic Solvents. [terhubung berkala].
http://www.employees.csbju.edu/hjatowski/classes/ch 331/catalysis/olcatorgsolv.html [5 Mei 2006].
Kim, M, Lee J, dan Choe E. 2003. Pigmen change in fried dough containing
spinach powder during storage in the dark. J. of Food Science 68(6): 1923-7. Klibanov AM. 1993. Enzyme Catalysis Without Water. R&D Innovator. 2(4).
[terhubung berkala]. http://www.winstonbrill.com/bril001/html/article-_index/articles/1-50/article32_body.html [5 Mei 2006].
Lee CY. 1993. Enzymatic browning in fruits. Didalam: Downing DL, editor.
Juice Technology Workshop. Special Report. No.67. New York State, Geneva: Agricultural Experiment Station. hlm. 10-15
Menyhart L.1995. Lyophilization: Freeze-Drying A Downstream Process.
[terhubung berkala]. http://www.rpi.edu/dept/chem-eng/Biotech-Environ/LYO/. [12 Mei 2006].
Naczk M, Shahidi F. 2004. Extraction and analysis of phenolic in food: an review
J of Chromatography A 1054: 95-111. Odoux E, Escoute J, Verdeil JL, Brillouet JM. 2003. Localization of
ß-D-glucosidase activity and glucovanilin in vanilla bean (Vanilla planifolia Andrews). J Annals of Botany 92:437-444.
Perez-Silva A et al. 2005. GC-MS and GC-olfactometry analysis of aroma compound in a representative organic aroma extract from cured vanilla (Vanilla planifolia G. Jackson) beans. J Food Chemistry: [terhubung berkala]. [20 Oktober 2005].
Pilnik W, Voragen GJ. 1991. The Significance of Endogenous and Exogenous
Pectic Enzymes in Fruit and Vegetable Processing. Di dalam: Fox PF,
80
editor. Food Enzymology. Vol 1. London and New York: Elsevier Applied Science.hlm. 303-331.
Pilnik W, Rombouts FM. 1981. Pectic Enzymes. Di dalam: Birch GG,
Blakebrough N, Parker KJ, editor. Enzymes and Food Processing. London: Applied Science.hlm. 105-125.
Price NC, Steven L. 1991. Enzyme: Structure and Function. Di dalam: Fox PF,
editor. Food Enzymology. London and New York: Elsevier Applied Science.hlm.1-51.
Purseglove JW, Brown EG, Green CL, Robbins SRJ. 1981. Vanilla. Di dalam:
Spices. Vol 2. New York:Longman Inc.hlm.644-705. Reichardt C. 1988. Solvent and Solvent Effect in Organic Chemistry. Ed ke-2.
VCH Publ. http://www.virtual.yosemite.cc.ca.us/smurov/orgsoltab.htm [5 Mei 2006].
Reineccius G. 1994. Natural Flavouring Material. Di dalam: Source Book of
Flavors. Ed ke-2, Ch. 7. New York:Chapman& Hall. Richardson T, Hyslop DB. 1985. Enzyme. Di dalam: Fennema OR, editor. Food
Chemistry. Connecticut: AVI Pub Comp. Roling WFM et al. 2001. Microorganisms with a taste for vanilla: microbial
ecology of traditional Indonesian vanilla curing. J Applied and Environmental Microbiology 67(5):1995-2003.
Ruiz-Teran F, Perez-Amador I, Lopez-Munguia A. 2001. Enzymatic extraction
and transformation of glukovanilin to vanilin from vanilla green pods. J Agric Food Chem 49:5207-5209.
Sagrero-Nieves L, Schwartz SJ. 1988. Phenolic content of Vanilla planifolia as
affected by harvest periode. J of Food Composition and Analysis 1:362-365. Sreenath HK, Sudarshanakrishna KR, Santhanam K. 1994. Improvement of juice
recovery from pineapple pulp/residue using cellulases and pectinases. J of Fermentation and Bioengineering 78(6):486-488.
Taylor AJ, Leach RM. 1995. Enzymes in Food Industry. Di dalam: Tucker dan
Woods LFJ, editor. Enzyme in Food Processing. Ed ke-2. London: Chapman & Hall.
Tesla N. 2000. Guru’s Big Guide to Chemistry. [terhubung berkala].
http://www.poppies.org/news/97712072383422 [13 April 2005].
81
Tucker GA. 1995. Fundamentals of Enzyme Activity. Di dalam: Tucker dan Woods LFJ, editor. Enzyme in Food Processing. Ed ke-2. London: Chapman & Hall.
[Unpas] Universitas Pasundan, 2003. Penuntun Praktikum Analisis Pangan.
Bandung: Jur. Teknologi Pangan, Fak. Teknik. Waliszewski K, Pardio V, Ovando SL. 2002. Effect of etanol concentration on the
kinetics of extracted vanilla beans hydrolysis by some commercial cellulases. IFT Annual Meeting and Expo; California. [terhubung berkala]. http://ift.confex.com/ift/2002/techprogram/paper_12818.htm [13 April 2005].
Waliszewski K, Pardio V, Ovando SL. 2003. Effect of commercial cellulases
pretreatment on the kinetics of vanilin extraction from vanilla pods. IFT Annual Meeting; Chicago. [terhubung berkala]. http://ift.confex.com/ift/2003/techprogram/paper_20264.htm [13 April 2005].
Wirahadikusumah M. 2001. Biokimia; Protein, Enzim dan Asam Nukleat.
Bandung: Penerbit ITB. hlm. 50-71. Zahorik R. 2006. The real thing. [terhubung berkala]. http://
www.suburbanchicagonews.com/newssun/features/5_5_WA31_MAIN_S2.htm [13 Juni 2006].
Zaks A. 1991. Enzymes in Organic Solvens. Di dalam: Dordick JS, editor.
Biocatalys for Industry. Iowa: Plenum Press. hlm. 161-179.
83
0.176
0.325
0.481
0.659
0.8220.995
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 1 2 3 4 5 6
konsentrasi (ppm)
abso
rban
si
Lampiran 1 Data dasar buah vanili segar dan kering
Kadar Air (%) Jenis Vanili
Ulangan Rendemen (%)
Ka1* Ka2*
Kadar Serat
Pangan (%bk)
Kadar Vanilin (%bk)
I 16.39 84.72 9.35 10.19 0.75 Segar II 19.05 82.28 8.72 10.14 0.77
Rata-rata 17.72±1.88 83.50±1.72 9.04±0.44 10.17±0.036 0.76±0.0014
I 85.91 20.85 8.66 9.96 1.60 Kering II 86.09 20.12 8.15 9.71 1.66
Rata-rata 86.00±0.12 20.48±0.51 8.40±0.37 9.84±0.17 1.63±0.039
Keterangan: *Ka1 = kadar air sebelum pengeringan beku *Ka2 = kadar air setelah pengeringan beku Rendemen = berat sampel setelah pengeringan beku per berat sampel sebelum pengeringan beku
Lampiran 2 Kurva standar vanilin dan glukosa
A. Vanilin
- Spektrofotometer double beam
a = -6.6667.10-5
b = 0.1647 R2= 0.9996
84
0.189
0.318
0.49
0.619
0.789
0.922
0
0.1
0.2
0.30.4
0.5
0.60.7
0.8
0.9
1
0 1 2 3 4 5 6
konsentrasi (ppm)
abso
rban
si
- Spektrofotometer UV-visible
B. Glukosa dengan spektrofotometer double beam
a = 3.38.10-2
b = 0.1488 R2= 0.9993
0.1060.192
0.247
0.3800.470 0.516
0.645
0.7830.8430.965
-0.2
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200
konsentrasi (ppm)
abso
rban
si
a = -0.0123
b = 0.0048
R2= 0.9966
85
Lampiran 3 Kadar vanilin ekstrak buah vanili segar dalam penentuan suhu inkubasi optimum enzim β-glukosidase
Kv ekstrak (bk)
Kv ekstrak (bb) Perlakuan
Ul
Ws2 (g)
As
Ab
Ase
a
b
X (Ug/ml)
KBk (%
w/v) Vf
(ml) WtBk
(g) fp
Va (ml) (Ug/g) (%)
x (%)
SD (Ug/ml) %
x (%)
SD
0.6509 0.249 0.027 0.222 0.0338 0.1488 1.2650 1.2 21.8 0.2616 1090 25 131773.7 13.2 1581.28 0.16I 0.6509 0.237 0.027 0.210 0.0338 0.1488 1.1844 1.2 21.3 0.2556 1065 25 123371.6 12.3
12.76
0.591480.46 0.15
0.15 0.0071
0.6464 0.268 0.026 0.242 0.0338 0.1488 1.3995 1.2 21.1 0.2532 1055 25 145777.3 14.6 1749.33 0.17II 0.6464 0.251 0.026 0.225 0.0338 0.1488 1.2852 1.2 21.3 0.2556 1065 25 133874.3 13.4
13.98
0.841606.49 0.16
0.17 0.010300 C
13.37 0.87 0.16 0.01
0.6509 0.256 0.028 0.228 0.0338 0.1488 1.3054 1.2 21 0.252 1050 25 135974.8 13.6 1631.70 0.16I 0.6509 0.275 0.027 0.248 0.0338 0.1488 1.4398 1.2 20.9 0.2508 1045 25 149978.4 15
14.30
0.991799.74 0.18
0.17 0.012
0.6464 0.291 0.026 0.265 0.0338 0.1488 1.5541 1.2 21 0.252 1050 25 161881.4 16.2 1942.58 0.19II 0.6464 0.287 0.026 0.261 0.0338 0.1488 1.5272 1.2 21.4 0.2568 1070 25 159080.7 15.9
16.05
0.201908.97 0.19
0.19 0.0024370 C
15.17 1.24 0.18 0.015
0.6509 0.262 0.026 0.236 0.0338 0.1488 1.3591 1.2 21.7 0.2604 1085 25 141576.2 14.2 1698.91 0.17I 0.6509 0.277 0.026 0.251 0.0338 0.1488 1.4600 1.2 20.5 0.2460 1025 25 152078.9 15.2
14.68
0.741824.95 0.18
0.18 0.0089
0.6464 0.312 0.025 0.287 0.0338 0.1488 1.7019 1.24 20.3 0.2517 1015 25 171566.5 17.2 2127.42 0.21II 0.6464 0.284 0.026 0.258 0.0338 0.1488 1.5070 1.2 20.9 0.2508 1045 25 156980.2 15.7
16.43
1.031883.76 0.19
0.20 0.017450 C
15.56 1.23 0.19 0.017
0.6509 0.277 0.025 0.252 0.0338 0.1488 1.4667 1.2 21.7 0.2604 1085 25 152779.1 15.3 1833.35 0.18I 0.6509 0.289 0.027 0.262 0.0338 0.1488 1.5339 1.24 20.8 0.2579 1040 25 154626.7 15.5
15.37
0.131917.37 0.19
0.19 0.0059
0.6464 0.301 0.026 0.275 0.0338 0.1488 1.6213 1.24 20.5 0.2542 1025 25 163435.4 16.3 2026.60 0.20II 0.6464 0.320 0.026 0.294 0.0338 0.1488 1.7490 1.24 20.5 0.2542 1025 25 176309.7 17.6
16.99
0.912186.24 0.22
0.21 0.011500 C
16.18 1.14 0.2 0.016
86
Keterangan: Ul = Ulangan Ws2 = Berat sampel setelah pengeringan beku As = Absorban sampel Ab = Absorban blanko Ase = Absorban selisih (As-Ab) a = Intercep b = Slope X = Konsentrasi vanilin yang terbaca pada spektrofotometer KBk = Kadar berat kering Vf = Volume filtrat WtBk = Total berat kering fp = Faktor pengenceran Va = Volume akhir Kv ekstrak (bk) = Kadar vanillin atas dasar berat kering Kv ekstrak (bb) = Kadar vanillin atas dasar berat basah x = rata-rata SD = Standar deviasi Lampiran 4 Kadar glukosa ekstrak buah vanili segar dalam penentuan suhu inkubasi optimum enzim β-glukosidase
Kg ekstrak (bk) Kg ekstrak (bb) Perlakuan
Ul
Ws2 (g)
As
a
b
X (Ug/ml)
KBk (% w/v)
Vf (ml)
WtBk (g)
fp
Va (ml) (Ug/g) (%)
x (%)
SD (Ug/ml) %
x (%)
SD
TPT (brix)
x
SD
0.6509 0.279 -0.0123 0.0048 60.7995 1.2 10 0.12 416.7 2 422219 42.22 5066.6 0.51 4.5I 0.6509 0.273 -0.0123 0.0048 59.5471 1.2 10 0.12 416.7 2 413521.5 41.35
41.79 0.624962.3 0.50
0.501 0.00745
4.75 0.35
0.6464 0.278 -0.0123 0.0048 60.5908 1.2 10 0.12 416.7 2 420769.5 42.08 5049.2 0.510 5II 0.6464 0.288 -0.0123 0.0048 62.6782 1.2 10 0.12 416.7 2 435265.4 43.53
42.80 1.035223.2 0.52
0.51 0.0125
5 0300 C
42.29 0.72 0.51 0.0086 4.88 0.18
0.6509 0.203 -0.0123 0.0048 44.9352 1.2 10 0.12 833.3 2 624099.5 62.41 7489.2 0.75 0.745 0.0050 6.5I 0.6509 0.201 -0.0123 0.0048 44.5177 1.2 10 0.12 833.3 2 618301.1 61.83
62.12 0.417419.6 0.74 6.75
6.63 0.18
0.6464 0.206 -0.0123 0.0048 45.5614 1.2 10 0.12 833.3 2 632797.1 63.28 7593.6 0.76 0.765 0.0074 7II 0.6464 0.209 -0.0123 0.0048 46.1876 1.2 10 0.12 833.3 2 641494.6 64.15
63.72 0.627697.9 0.77 7
7 0370 C
62.92 1.13 0.76 0.014 6.81 0.27
0.6509 0.225 -0.0123 0.0048 49.5275 1.2 10 0.12 833.3 2 687881.7 68.79 8254.6 0.83 7 0450 C
I 0.6509 0.227 -0.0123 0.0048 49.945 1.2 10 0.12 833.3 2 693680.1 69.37
69.08 0.418324.2 0.83
0.83 0.00497
7
87
0.6464 0.255 -0.0123 0.0048 55.7897 1.24 10 0.124 833.3 2 749862.1 74.99 9298.3 0.93 0.89 7 0II 0.6464 0.232 -0.0123 0.0048 50.9887 1.2 10 0.12 833.3 2 708176.1 70.82
72.90 2.958498.1 0.85
0.0577
7
70.99 2.7 0.86 0.043 7 00.6509 0.237 -0.0123 0.0048 52.0324 1.2 10 0.12 833.3 2 722672 72.27 8672.1 0.87 6.5I
0.6509 0.256 -0.0123 0.0048 55.9985 1.24 10 0.124 833.3 2 752667.7 75.2773.77 2.12
9333.1 0.930.9 0.047
76.75 0.35
0.6464 0.263 -0.0123 0.0048 57.4597 1.24 10 0.124 833.3 2 772307.4 77.23 9576.6 0.96 7II 0.6464 0.268 -0.0123 0.0048 58.5034 1.24 10 0.124 833.3 2 786335.8 78.63
77.93 0.999750.6 0.98
0.97 0.0127.5
7.25 0.35500 C
75.85 2.95 0.93 0.047 7 0.35
Keterangan: Ul = Ulangan Ws2 = Berat sampel setelah pengeringan beku As = Absorban sampel Ab = Absorban blanko Ase = Absorban selisih (As-Ab) a = Intercep b = Slope X = Konsentrasi vanilin yang terbaca pada spektrofotometer KBk = Kadar berat kering Vf = Volume filtrat WtBk = Total berat kering fp = Faktor pengenceran Va = Volume akhir Kg ekstrak (bk) = Kadar glukosa atas dasar berat kering Kg ekstrak (bb) = Kadar glukosa atas dasar berat basah TPT = Total padatan terlarut x = rata-rata SD = Standar deviasi
88
Lampiran 5 Kadar vanilin ekstrak buah vanili kering dan segar dengan penambahan 1 jenis enzim komersial
Kv ekstrak (bk)
Kv ekstrak (bb) Perlakuan
Ul
Ws2 (g)
As
Ab
Ase
a
b
X (Ug/ml)
KBk (% w/v)
Vf (ml)
WtBk (g)
fp
Va (ml)
(Ug/g)
(%)
x (%)
SD
(Ug/ml)
%
x (%)
SD
0.6460 0.507 0.098 0.409 -6.67.10-5 0.1647 2.4839 0.96 22.8 0.2189 114 25 32342.8 3.23 310.49 0.031I 0.6460 0.498 0.097 0.401 -6.67.10-5 0.1647 2.4353 0.88 22.9 0.2015 114.5 25 34592 3.46
3.35 0.16304.42 0.030
0.031 0.00043
0.6424 0.433 0.069 0.364 -6.67.10-5 0.1647 2.2107 0.88 23.0 0.2024 115 25 31401.6 3.14 276.33 0.028II 0.6424 0.444 0.064 0.380 -6.67.10-5 0.1647 2.3078 0.88 22.7 0.1998 113.5 25 32781.7 3.28
3.21 0.10288.48 0.029
0.028 0.00086Kontrol
3.28 0.097 0.029 0.0018
0.6509 0.265 0.035 0.230 -6.67.10-5 0.1647 1.3970 0.8 24.2 0.1936 80.67 25 14552.1 1.46 116.42 0.012I 0.6509 0.265 0.037 0.228 -6.67.10-5 0.1647 1.3849 0.8 24 0.192 80 25 14425.6 1.44
1.45 0.0090115.41 0.012
0.012 0.00007
0.6464 0.281 0.039 0.242 -6.67.10-5 0.1647 1.4699 0.84 24 0.2016 80 25 14582.1 1.46 122.49 0.012II 0.6464 0.277 0.036 0.241 -6.67.10-5 0.1647 1.4638 0.84 23.8 0.1999 79.33 25 14521.8 1.45
1.46 0.0043121.98 0.012
0.012 0.00004air 1.45 0.0045 0.012 0.00045
0.6509 0.318 0.066 0.252 -6.67.10-5 0.1647 1.5306 0.84 22 0.1848 73.33 25 15184.5 1.52 127.55 0.013I 0.6509 0.328 0.068 0.26 -6.67.10-5 0.1647 1.5792 0.88 22.3 0.1962 74.33 25 14954.3 1.50
1.51 0.016131.60 0.013
0.013 0.00029
0.6464 0.327 0.07 0.257 -6.67.10-5 0.1647 1.561 0.84 23.1 0.194 77 25 15485.7 1.55 130.08 0.013II 0.6464 0.335 0.074 0.261 -6.67.10-5 0.1647 1.5852 0.84 22.8 0.1915 76 25 15726.6 1.57
1.56 0.017132.10 0.013
0.013 0.00014
air+ etanol
1.53 0.038 0.013 0.00011
0.6509 0.47 0.013 0.457 -6.67.10-5 0.1647 2.7754 3.64 23.9 0.87 597.5 25 47654.3 4.77 1734.62 0.17I 0.6509 0.479 0.013 0.466 -6.67.10-5 0.1647 2.83 3.64 23.7 0.8627 592.5 25 48592.7 4.86
4.81 0.0661768.77 0.18
0.18 0.0024
0.6464 0.489 0.019 0.47 -6.67.10-5 0.1647 2.8543 3.68 23.7 0.8722 592.5 25 48477 4.85 1783.95 0.18II 0.6464 0.489 0.019 0.468 -6.67.10-5 0.1647 2.8422 3.64 23.5 0.8554 587.5 25 48801.2 4.88
4.86 0.0231776.36 0.18
0.18 0.00054
selulase+ air 4.84 0.037 0.18 0.0020
89
0.6509 0.553 0.028 0.525 -6.67.10-5 0.1647 3.1883 3.8 19.8 0.7524 495 25 52439.1 5.24 1992.68 0.20
0.6464 0.558 0.03 0.528 -6.67.10-5 0.1647 3.2065 3.72 19.7 0.7328 492.5 25 53872.8 5.39 2004.07 0.20II 0.6464 0.565 0.034 0.531 -6.67.10-5 0.1647 3.2247 3.72 19.5 0.7254 487.5 25 54178.9 5.42
5.40 0.022015.46 0.20
0.20 0.00081
5.37 0.047 0.20 0.00027
0.6509 0.551 0.027 0.524 -6.67.10-5 0.1647 3.1822 2.56 24.3 0.6221 303.8 25 38845.5 3.88 994.45 0.10I 0.6509 0.562 0.027 0.535 -6.67.10-5 0.1647 3.249 2.56 23.7 0.6067 296.3 25 39660.9 3.97
3.93 0.0581015.32 0.10
0.10 0.0015
0.6464 0.332 0.028 0.304 -6.67.10-5 0.1647 1.8463 2.56 24.2 0.6195 605 25 45076.8 4.51 1153.97 0.12II 0.6464 0.328 0.028 0.3 -6.67.10-5 0.1647 1.8221 2.56 24.2 0.6195 605 25 44483.8 4.45
4.48 0.0421138.79 0.11
0.12 0.0011pektinase+
air 4.20 0.39 0.11 0.01
0.6509 0.398 0.049 0.349 -6.67.10-5 0.1647 2.1196 2.6 20.1 0.5226 502.5 25 50951.8 5.1 1324.75 0.13I 0.6509 0.408 0.055 0.353 -6.67.10-5 0.1647 2.1439 2.6 21 0.546 525 25 51535.6 5.15
5.12 0.0411339.93 0.13
0.13 0.0011
0.6464 0.392 0.042 0.35 -6.67.10-5 0.1647 2.1257 2.56 19.8 0.5069 495 25 51896.1 5.19 1328.54 0.13II 0.6464 0.392 0.046 0.346 -6.67.10-5 0.1647 2.1014 2.56 19.8 0.5069 495 25 51303.1 5.13
5.16 0.0411313.36 0.13
0.13 0.0011
pektinase+ air+
etanol 5.14 0.025 0.13 0.00081
0.6509 0.441 0.025 0.416 0.0338 0.1488 2.5690 1.16 22.5 0.261 562.5 25 138418.2 13.8 1605.65 0.16I 0.6509 0.446 0.028 0.418 0.0338 0.1488 2.5825 1.16 22.5 0.261 562.5 25 139142.5 13.9
13.88 0.0511614.05 0.16
0.16 0.00059
0.6464 0.465 0.029 0.436 0.0338 0.1488 2.7035 1.16 22.9 0.2656 572.5 25 145661.4 14.6 1689.67 0.17II 0.6464 0.447 0.028 0.419 0.0338 0.1488 2.5892 1.12 23.1 0.2587 577.5 25 144487 14.4
14.51 0.0831618.25 0.16
0.17 0.0051
β-gluko sidase+
air 14.19 0.45 0.16 0.0031
0.6509 0.282 0.025 0.257 0.0338 0.1488 1.5003 1.2 21.2 0.2544 1060 25 156280 15.6 15.58 0.069 1875.36 0.19I 0.6509 0.289 0.026 0.263 0.0338 0.1488 1.5406 1.24 20.5 0.2542 1025 25 155304.3 15.5 1925.77 0.19
0.19 0.0036
0.6464 0.303 0.027 0.276 0.0338 0.1488 1.6280 1.24 20.6 0.2554 1030 25 164113 16.4 16.37 0.059 2035.00 0.20II 0.6464 0.293 0.026 0.267 0.0338 0.1488 1.5675 1.2 21 0.252 1050 25 163281.8 16.3 1959.38 0.20
0.20 0.0054
β-gluko sidase+
air+ etanol
15.97 0.56 0.20 0.0068
90
Keterangan: Ul = Ulangan Ws2 = Berat sampel setelah pengeringan beku As = Absorban sampel Ab = Absorban blanko Ase = Absorban selisih (As-Ab) a = Intercep b = Slope X = Konsentrasi vanilin yang terbaca pada spektrofotometer KBk = Kadar berat kering Vf = Volume filtrat WtBk = Total berat kering fp = Faktor pengenceran Va = Volume akhir Kv ekstrak (bk) = Kadar vanillin atas dasar berat kering Kv ekstrak (bb) = Kadar vanillin atas dasar berat basah x = rata-rata SD = Standar deviasi Lampiran 6 Kadar glukosa ekstrak vanili kering dan segar dengan penambahan 1 jenis enzim komersial
Kg ekstrak (bk) Kg ekstrak (bb) Perlakuan
Ul
Ws2 (g)
As
a
b
X (Ug/ml)
KBk (% w/v)
Vf (ml)
WtBk (g)
fp
Va (ml) (Ug/g) (%)
X (%)
SD (Ug/ml) %
x (%)
SD
TPT (brix)
x
SD
0.646 0.232 -0.0123 0.0048 50.9887 0.96 10 0.096 111.1 2 118029.3 11.80 1133.1 0.11 1I 0.646 0.215 -0.0123 0.0048 47.4401 0.88 10 0.088 111.1 2 119798.1 11.98
11.89 0.131054.2 0.11
0.11 0.00561
1 0
0.6424 0.214 -0.0123 0.0048 47.2313 0.88 10 0.088 111.1 2 119271 11.93 1049.6 0.11 1.5II 0.6424 0.217 -0.0123 0.0048 47.8575 0.88 10 0.088 111.1 2 120852.4 12.09
12.01 0.111063.5 0.11
0.11 0.000981.5
1.5 0Kontrol
11.95 0.081 0.11 0.0026 1.25 0.35
0.6509 0.261 -0.0123 0.0048 57.0422 0.8 10 0.08 20.83 2 29709.47 2.97 237.68 0.024 0I 0.6509 0.27 -0.0123 0.0048 58.9209 0.8 10 0.08 20.83 2 30687.95 3.07
3.02 0.069245.5 0.025
0.02 0.000550
0 0
0.6464 0.288 -0.0123 0.0048 62.6782 0.84 10 0.084 20.83 2 31090.39 3.11 261.2 0.026 0.03 0.25II 0.6464 0.282 -0.0123 0.0048 61.4258 0.84 10 0.084 20.83 2 30469.13 3.05
3.08 0.044255.9 0.026
0.000370
0.13 0.18air
3.05 0.041 0.03 0.0012 0.06 0.09
91
0.6509 0.303 -0.0123 0.0048 65.8093 0.84 10 0.084 20.83 2 32643.53 3.26 274.2 0.027 0.25I 0.6509 0.315 -0.0123 0.0048 68.3142 0.88 10 0.088 20.83 2 32345.76 3.25
3.25 0.021284.6 0.028
0.03 0.000740.5
0.38 0.18
0.6464 0.312 -0.0123 0.0048 67.688 0.84 10 0.084 20.83 2 33575.41 3.36 282.0 0.028 0.25II 0.6464 0.307 -0.0123 0.0048 66.6443 0.84 10 0.084 20.83 2 33057.7 3.31
3.33 0.037277.7 0.028
0.03 0.000310.25
0.25 0air+
etanol 3.29 0.058 0.03 0.00003 0.31 0.09
0.6509 0.238 -0.0123 0.0048 52.2411 3.64 10 0.364 833.3 2 239199.3 23.92 8706.9 0.87 5.5I 0.6509 0.235 -0.0123 0.0048 51.6149 3.64 10 0.364 833.3 2 236332 23.63
23.78 0.208602.5 0.86
0.87 0.00745.5
5.5 0
0.6464 0.251 -0.0123 0.0048 54.9548 3.68 10 0.368 833.3 2 248889.4 24.89 9159.1 0.92 6II 0.6464 0.249 -0.0123 0.0048 54.5373 3.64 10 0.364 833.3 2 249712.9 24.97
24.93 0.0589089.6 0.91
0.91 0.00496
6 0selulase+
air 24.35 0.82 0.89 0.033 5.75 0.35
0.6509 0.333 -0.0123 0.0048 72.0716 3.72 10 0.372 833.3 2 322901.4 32.29 12011.9 1.20 8.5I 0.6509 0.348 -0.0123 0.0048 75.2027 3.8 10 0.38 833.3 2 329836.5 32.98
32.64 0.4912533.8 1.25
1.23 0.0379
8.75 0.35
0.6464 0.339 -0.0123 0.0048 73.3241 3.72 10 0.372 833.3 2 328512.8 32.85 12220.7 1.22 9II 0.6464 0.346 -0.0123 0.0048 74.7852 3.72 10 0.372 833.3 2 335059.4 33.51
33.18 0.4612464.2 1.25
1.23 0.0178.5
8.75 0.35
selulase+ air+
etanol 32.91 0.38 1.23 0.0049 8.75 0
0.6509 0.399 -0.0123 0.0048 85.8486 2.56 10 0.256 833.3 2 558909.9 55.89 14308.1 1.43 9I 0.6509 0.396 -0.0123 0.0048 85.2223 2.56 10 0.256 833.3 2 554832.9 55.48
55.69 0.2914203.7 1.42
1.43 0.00749
9 0
0.6464 0.406 -0.0123 0.0048 87.3098 2.56 10 0.256 833.3 2 568422.9 56.84 14551.6 1.46 1.44 0.022 9 9 0II 0.6464 0.397 -0.0123 0.0048 85.4311 2.56 10 0.256 833.3 2 556191.9 55.62
56.23 0.8614238.5 1.42 9
pektinase+ air
55.96 0.38 1.43 0.0098 9 0
0.6509 0.655 -0.0123 0.0048 139.286 2.6 10 0.26 833.3 2 892862.1 89.29 23214.4 2.32 12I 0.6509 0.665 -0.0123 0.0048 141.374 2.6 10 0.26 833.3 2 906242.9 90.62
89.96 0.9523562.3 2.36
2.34 0.02512
12 0
0.6464 0.426 -0.0123 0.0048 91.4846 2.56 10 0.256 1250 2 893404.3 89.34 22871.1 2.29 12II 0.6464 0.438 -0.0123 0.0048 93.9895 2.56 10 0.256 1250 2 917866.2 91.79
90.56 1.7323497.4 2.35
2.32 0.04412
12 0
pektinase+ air+
etanol 90.26 0.43 2.33 0.014 12 0
0.6509 0.256 -0.0123 0.0048 55.9985 1.16 10 0.116 500 2 482745.5 48.27 5599.85 0.56 4.75I 0.6509 0.253 -0.0123 0.0048 55.3723 1.16 10 0.116 500 2 477347 47.73
48.01 0.385537.23 0.55
0.56 0.00444
4.38 0.53
0.6464 0.262 -0.0123 0.0048 57.2509 1.16 10 0.116 500 2 493542.5 49.35 5725.09 0.57 4.5II 0.6464 0.269 -0.0123 0.0048 58.7121 1.12 10 0.112 500 2 524215.4 52.42
50.89 2.175871.21 0.59
0.58 0.0104
4.25 0.35
β-gluko sidase+
air 49.45 2.04 0.57 0.016 4.31 0.09
0.6509 0.238 -0.0123 0.0048 52.2411 1.2 10 0.12 833.3 2 725571.2 72.56 8706.9 0.87 7.5β-gluko sidase+
I 0.6509 0.259 -0.0123 0.0048 56.6247 1.24 10 0.124 833.3 2 761084.8 76.11
74.33 2.519437.5 0.94
0.91 0.0528
7.75 0.35
92
0.6464 0.261 -0.0123 0.0048 57.0422 1.24 10 0.124 833.3 2 766696.1 76.67 9507.0 0.95 8II 0.6464 0.244 -0.0123 0.0048 53.4936 1.2 10 0.12 833.3 2 742966.4 74.30
75.48 1.688915.6 0.89
0.92 0.0427.5
7.75 0.35air+ etanol
74.91 0.81 0.91 0.0098 7.75 0
Keterangan: Ul = Ulangan Ws2 = Berat sampel setelah pengeringan beku As = Absorban sampel Ab = Absorban blanko Ase = Absorban selisih (As-Ab) a = Intercep b = Slope X = Konsentrasi vanilin yang terbaca pada spektrofotometer KBk = Kadar berat kering Vf = Volume filtrat WtBk = Total berat kering fp = Faktor pengenceran Va = Volume akhir Kg ekstrak (bk) = Kadar glukosa atas dasar berat kering Kg ekstrak (bb) = Kadar glukosa atas dasar berat basah TPT = Total padatan terlarut x = rata-rata SD = Standar deviasi
93
Lampiran 7 Kadar vanilin ekstrak buah vanili segar dengan penambahan 2 atau 3 jenis enzim komersial
Kv ekstrak(bk) Kv ekstrak(bb) Perlakuan
Ul
Ws2 (g)
As
Ab
Ase
a
b
X (Ug/ml)
KBk (% w/v)
Vf (ml)
WtBk (g)
fp
Va (ml) (Ug/g) (%)
x (%)
SD (Ug/ml) %
x (%)
SD
0.6509 0.321 0.027 0.294 0.0338 0.1488 1.749 5.16 20.4 1.0526 1020 25 42368.99 4.24 2186.24 0.22I 0.6509 0.325 0.027 0.298 0.0338 0.1488 1.7759 5 21.0 1.0500 1050 25 44396.97 4.44
4.34 0.142219.85 0.22
0.22 0.0024
0.6464 0.325 0.026 0.299 0.0338 0.1488 1.7826 5.04 21.1 1.0634 1055 25 44211.32 4.42 2228.25 0.22II 0.6464 0.39 0.03 0.36 0.0338 0.1488 2.1926 6.4 16.7 1.0688 835 25 42824.71 4.28
4.35 0.0982740.78 0.27
0.25 0.036
selulase+ pektinase
4.35 0.0096 0.23 0.020
0.6509 0.334 0.027 0.307 0.0338 0.1488 1.8364 3.6 17.9 0.6444 895 25 63762.99 6.38 2295.47 0.23I 0.6509 0.335 0.027 0.308 0.0338 0.1488 1.8431 4.4 16.9 0.7436 845 25 52360.68 5.24
5.81 0.812303.87 0.23
0.23 0.00059
0.6464 0.389 0.030 0.359 0.0338 0.1488 2.1859 4.44 15.3 0.6793 765 25 61540.08 6.15 2732.38 0.27II 0.6464 0.335 0.040 0.295 0.0338 0.1488 1.7557 4 18.9 0.7560 945 25 54866.05 5.49
5.82 0.472194.64 0.22
0.25 0.038
selulase+ β-gluko sidase
5.81 0.01 0.24 0.012
0.6509 0.331 0.027 0.304 0.0338 0.1488 1.8162 3 20.2 0.6060 1010 25 75675.37 7.57 2270.261 0.23I 0.6509 0.32 0.027 0.293 0.0338 0.1488 1.7423 3 21.7 0.6510 1085 25 72594.58 7.26
7.41 0.222177.84 0.22
0.22 0.0065
0.6464 0.347 0.027 0.32 0.0338 0.1488 1.9238 3.12 20.5 0.6396 1025 25 77073.58 7.71 2404.70 0.24II 0.6464 0.321 0.031 0.29 0.0338 0.1488 1.7221 2.8 22.3 0.6244 1115 25 76879.68 7.69
7.70 0.0132152.63 0.22
0.23 0.018
pektinase+ β-gluko sidase
7.56 0.20 0.23 0.0039
0.6509 0.362 0.033 0.329 0.0338 0.1488 1.9843 5.68 19.0 1.0792 950 25 43667.52 4.37 2480.32 0.25I 0.6509 0.380 0.033 0.347 0.0338 0.1488 2.1052 5.88 17.3 1.0172 865 25 44754.31 4.48
4.42 0.0772631.55 0.26
0.26 0.011
0.6464 0.375 0.034 0.341 0.0338 0.1488 2.0649 5.72 19.2 1.0982 960 25 45124.84 4.51 2581.14 0.26II 0.6464 0.388 0.033 0.355 0.0338 0.1488 2.159 6 17.6 1.0560 880 25 44979.51 4.50
4.51 0.0102698.77 0.27
0.26 0.0083
selulase+ pektinase+
β-gluko sidase
4.46 0.060 0.26 0.0059
94
Keterangan: Ul = Ulangan Ws2 = Berat sampel setelah pengeringan beku As = Absorban sampel Ab = Absorban blanko Ase = Absorban selisih (As-Ab) a = Intercep b = Slope X = Konsentrasi vanilin yang terbaca pada spektrofotometer KBk = Kadar berat kering Vf = Volume filtrat WtBk = Total berat kering fp = Faktor pengenceran Va = Volume akhir Kv ekstrak (bk) = Kadar vanillin atas dasar berat kering Kv ekstrak (bb) = Kadar vanillin atas dasar berat basah x = rata-rata SD = Standar deviasi Lampiran 8 Kadar glukosa ekstrak buah vanili segar dengan penambahan 2 atau 3 jenis enzim komersial
Kg ekstrak (bk) Kg ekstrak (bb)Perlakuan
Ul
Ws2 (g)
As
a
b
X (Ug/ml)
KBk (% w/v)
Vf (ml)
WtBk (g)
fp
Va (ml) (Ug/g) (%)
x (%)
SD (Ug/ml) %
x (%)
SD
TPT (brix)
x
SD
0.6509 0.453 -0.0123 0.0048 97.121 5.16 10 0.516 1667 2 627394.2 62.74 32373.5 3.24 13I 0.6509 0.432 -0.0123 0.0048 92.737 5 10 0.5 1667 2 618247 61.82
62.28 0.6530912.3 3.09
3.16 0.1013.5
13.25 0.35
0.6464 0.45 -0.0123 0.0048 96.494 5.04 10 0.504 1667 2 638190.5 63.82 32164.8 3.22 13.5II 0.6464 0.567 -0.0123 0.0048 120.917 6.4 10 0.64 1667 2 629777.1 62.98
63.40 0.5940305.7 4.03
3.62 0.5813.75
13.63 0.18
selulase+ pektinase
62.84 0.79 3.39 0.33 13.44 0.27
0.6509 0.317 -0.0123 0.0048 68.732 3.6 10 0.36 1667 2 636404.9 63.64 22910.6 2.29 11.5I 0.6509 0.343 -0.0123 0.0048 74.159 4.4 10 0.44 1667 2 561810.8 56.18
59.91 5.2724719.7 2.47
2.38 0.1311.75
11.63 0.18
0.6464 0.374 -0.0123 0.0048 80.63 4.44 10 0.444 1667 2 605330.5 60.53 26876.7 2.69 12II 0.6464 0.333 -0.0123 0.0048 72.072 4 10 0.4 1667 2 600596.7 60.06
60.30 0.3324023.9 2.40
2.55 0.2011.75
11.88 0.18
selulase+ β-gluko sidase
60.10 0.27 2.46 0.12 11.8 0.18
pektinase+ I 0.6509 0.382 -0.0123 0.0048 82.3 3 10 0.3 1667 2 914443.9 91.44 91.21 0.33 27433.3 2.74 2.74 0.009 12.5 12.8 0.35
95
0.6509 0.38 -0.0123 0.0048 81.883 3 10 0.3 1667 2 909805.2 90.98 27294.2 2.73 130.6464 0.4 -0.0123 0.0048 86.057 3.12 10 0.312 1667 2 919415.7 91.94 91.942 28685.8 2.87 2.87 13 13
β-gluko sidase
II 91.58 0.52 2.80 0.094 12.88 0.18
0.6509 0.482 -0.0123 0.0048 103.174 5.68 10 0.568 1667 2 605482 60.55 34391.4 3.44 13.5I 0.6509 0.527 -0.0123 0.0048 112.568 5.88 10 0.588 1667 2 638137.9 63.81
62.18 2.3137522.5 3.75
3.60 0.2213.5
13.5 0
0.6464 0.528 -0.0123 0.0048 112.776 5.72 10 0.572 1667 2 657204.3 65.72 37592.1 3.76 13.5II 0.6464 0.541 -0.0123 0.0048 115.49 6 10 0.6 1667 2 641610.6 64.16
64.94 1.1038496.6 3.85
3.80 0.06414
13.8 0.35
selulase+
pektinase+ β-gluko sidase
63.56 1.95 3.70 0.15 13.63 0.18
Keterangan: Ul = Ulangan Ws2 = Berat sampel setelah pengeringan beku As = Absorban sampel Ab = Absorban blanko Ase = Absorban selisih (As-Ab) a = Intercep b = Slope X = Konsentrasi vanilin yang terbaca pada spektrofotometer KBk = Kadar berat kering Vf = Volume filtrat WtBk = Total berat kering fp = Faktor pengenceran Va = Volume akhir Kg ekstrak (bk) = Kadar glukosa atas dasar berat kering Kg ekstrak (bb) = Kadar glukosa atas dasar berat basah TPT = Total padatan terlarut x = rata-rata SD = Standar deviasi
96
Lampiran 9 Kadar vanilin ekstrak buah vanili segar dalam penentuan konsentrasi optimum enzim β-glukosidase
Kv ekstrak (bk)
Kv ekstrak (bb) Perlakuan
Ul
Ws2 (g)
As
Ab
Ase
a
b
X (Ug/ml)
KBk (% w/v)
Vf (ml)
WtBk (g)
fp
Va (ml)
(Ug/g)
(%)
x (%)
SD
(Ug/ml)
%
x (%)
SD
0.6509 0.342 0.07 0.272 0.0338 0.1488 1.6011 0.84 22.7 0.1907 75.7 25 15884.07 1.588 133.43 0.013I 0.6509 0.331 0.072 0.259 0.0338 0.1488 1.5137 0.84 23 0.1932 76.7 25 15017.18 1.502
1.54 0.061126.14 0.013
0.013 0.00051
0.6464 0.324 0.07 0.254 0.0338 0.1488 1.4801 0.84 23.2 0.1949 77.3 25 14683.76 1.468 123.34 0.012II 0.6464 0.335 0.072 0.263 0.0338 0.1488 1.5406 0.84 22.9 0.1924 76.3 25 15283.91 1.528
1.50 0.042128.38 0.013
0.013 0.00036
0 unit
1.52 0.013 0.013 0.00028
0.6509 0.294 0.026 0.268 0.0338 0.1488 1.5742 1.24 20.2 0.2505 1010 25 158692.2 15.87 1967.8 0.20I 0.6509 0.274 0.026 0.248 0.0338 0.1488 1.4398 1.2 20.6 0.2472 1030 25 149978.4 15
15.43 0.621799.7 0.18
0.19 0.012
0.6464 0.281 0.026 0.255 0.0338 0.1488 1.4868 1.2 20.8 0.2496 1040 25 154879.6 15.49 1858.6 0.19II 0.6464 0.29 0.026 0.264 0.0338 0.1488 1.5473 1.2 21 0.252 1050 25 161181.3 16.12
15.80 0.451934.2 0.19
0.19 0.0054
10 unit
15.60 0.12 0.19 0.00089
0.6509 0.312 0.03 0.272 0.0338 0.1488 1.6011 1.28 20 0.256 1000 25 156358.8 15.64 2001.4 0.20I 0.6509 0.32 0.03 0.278 0.0338 0.1488 1.6414 1.28 19.7 0.2522 985 25 160297.3 16.03
15.83 0.282051.8 0.21
0.20 0.0036
0.6464 0.334 0.03 0.286 0.0338 0.1488 1.6952 1.28 20.3 0.2598 1015 25 165548.6 16.55 2119 0.21II 0.6464 0.302 0.03 0.272 0.0338 0.1488 1.6011 1.24 20.6 0.2554 1030 25 161402.6 16.14
16.35 0.292001.4 0.20
0.21 0.0083
20 unit
16.09 0.01 0.20 0.0024
0.6509 0.33 0.029 0.301 0.0338 0.1488 1.796 1.32 19.3 0.2548 965 25 170079.9 17.01 2245.1 0.23I 0.6509 0.326 0.031 0.295 0.0338 0.1488 1.7557 1.32 18.8 0.2482 940 25 166260.7 16.63
16.82 0.272194.6 0.22
0.22 0.0036
0.6464 0.335 0.029 0.306 0.0338 0.1488 1.8297 1.32 18.7 0.2468 935 25 173262.5 17.33 2287.1 0.23II 0.6464 0.332 0.031 0.301 0.0338 0.1488 1.796 1.32 18.5 0.2442 925 25 170079.9 17.01
17.17 0.232245.1 0.23
0.23 0.003
30 unit
16.99 0.032 0.22 0.0033
0.6509 0.333 0.031 0.302 0.0338 0.1488 1.8028 1.36 17.5 0.238 875 25 165695.4 16.57 2253.5 0.2340 unit I
0.6509 0.344 0.031 0.313 0.0338 0.1488 1.8767 1.4 16.9 0.2366 845 25 167562.9 16.7616.66 0.13
2345.9 0.240.23 0.0065
97
0.6464 0.347 0.031 0.316 0.0338 0.1488 1.8969 1.36 17.7 0.2407 885 25 174344.6 17.43 2371.1 0.24II 0.6464 0.362 0.031 0.331 0.0338 0.1488 1.9977 1.4 16.5 0.231 825 25 178365.7 17.84
17.63 0.282497.1 0.25
0.24 0.0089
17.15 0.11 0.24 0.0095
0.6509 0.335 0.029 0.306 0.0338 0.1488 1.8297 1.44 16.6 0.239 830 25 158824 15.88 2287.1 0.23I 0.6509 0.346 0.029 0.317 0.0338 0.1488 1.9036 1.44 17.2 0.2477 860 25 165242.3 16.52
16.20 0.452379.5 0.24
0.23 0.0065
0.6464 0.356 0.029 0.327 0.0338 0.1488 1.9708 1.44 17.9 0.2578 895 25 171077.1 17.11 2463.5 0.25II 0.6464 0.369 0.029 0.34 0.0338 0.1488 2.0582 1.48 16.5 0.2442 825 25 173833.7 17.38
17.25 0.202572.7 0.26
0.25 0.0077
50 unit
16.72 0.18 0.24 0.013
0.6509 0.333 0.029 0.304 0.0338 0.1488 1.8162 1.44 16.5 0.2376 825 25 157657 15.77 2270.3 0.23I 0.6509 0.346 0.03 0.316 0.0338 0.1488 1.8969 1.48 16.1 0.2383 805 25 160208.6 16.02
15.89 0.182371.1 0.24
0.23 0.0071
0.6464 0.368 0.029 0.339 0.0338 0.1488 2.0515 1.48 16.3 0.2412 815 25 173266 17.33 2564.3 0.26II 0.6464 0.366 0.03 0.336 0.0338 0.1488 2.0313 1.48 16 0.2368 800 25 171562.8 17.16
17.24 0.122539.1 0.25
0.26 0.0018
60 unit
16.57 0.042 0.24 0.016
Keterangan: Ul = Ulangan Ws2 = Berat sampel setelah pengeringan beku As = Absorban sampel Ab = Absorban blanko Ase = Absorban selisih (As-Ab) a = Intercep b = Slope X = Konsentrasi vanilin yang terbaca pada spektrofotometer KBk = Kadar berat kering Vf = Volume filtrat WtBk = Total berat kering fp = Faktor pengenceran Va = Volume akhir Kv ekstrak (bk) = Kadar vanillin atas dasar berat kering Kv ekstrak (bb) = Kadar vanillin atas dasar berat basah x = rata-rata SD = Standar deviasi
98
Lampiran 10 Kadar glukosa ekstrak buah vanili segar dalam penentuan konsentrasi optimum enzim β-glukosidase
Kg ekstrak (bk)
Kg ekstrak (bb) Perlakuan
Ul
Ws2 (g)
As
a
b
X (Ug/ml)
KBk (% w/v)
Vf (ml)
WtBk (g)
fp
Va (ml) (Ug/g) (g/g bk)
x (%)
SD (Ug/ml) %
x %
SD
TPT (brix)
x
SD
0.6509 0.289 -0.0123 0.0048 62.88696 0.84 10 0.084 20.83 2 31193.9 3.12 262 0.03 0I 0.6509 0.280 -0.0123 0.0048 61.00829 0.84 10 0.084 20.83 2 30262 3.03
3.07 0.066254.2 0.03
0.026 0.000580
0 0
0.6464 0.301 -0.0123 0.0048 65.39186 0.84 10 0.084 20.83 2 32436.4 3.24 272.5 0.03 0.25II 0.6464 0.287 -0.0123 0.0048 62.46948 0.84 10 0.084 20.83 2 30986.8 3.10
3.17 0.10260.3 0.03
0.027 0.000290
0.13 0.18 0 unit
3.12 0.070 0.026 0.00058 0.063 0.088
0.6509 0.38 -0.0123 0.0048 81.88247 1.24 10 0.124 555.6 2 733714 73.37 9098 0.91 6I 0.6509 0.365 -0.0123 0.0048 78.75134 1.2 10 0.12 555.6 2 729179 72.92
73.15 0.328750 0.88
0.89 0.00336
6 0
0.6464 0.382 -0.0123 0.0048 82.29995 1.2 10 0.12 555.6 2 762037 76.20 9144 0.91 7II 0.6464 0.367 -0.0123 0.0048 79.16883 1.2 10 0.12 555.6 2 733045 73.30
74.75 2.058797 0.88
0.90 0.00166.5
6.75 0.3510 unit
73.95 1.14 0.9 0.0033 6.38 0.53
0.6509 0.413 -0.0123 0.0048 88.77095 1.28 10 0.128 555.6 2 770581 77.06 9863 0.99 6.5I 0.6509 0.403 -0.0123 0.0048 86.68353 1.28 10 0.128 555.6 2 752461 75.25
76.15 1.289632 0.96
0.98 0.0167
6.75 0.35
0.6464 0.422 -0.0123 0.0048 90.64963 1.28 10 0.128 555.6 2 786889 78.69 10072 1.01 7II 0.6464 0.394 -0.0123 0.0048 84.80486 1.24 10 0.124 555.6 2 759900 75.99
77.34 1.919423 0.94
0.98 0.0467
7 020 unit
76.75 0.84 0.98 0 6.88 0.18
0.6509 0.447 -0.0123 0.0048 95.86817 1.32 10 0.132 555.6 2 806971 80.7 10652 1.07 7.75I 0.6509 0.439 -0.0123 0.0048 94.19824 1.32 10 0.132 555.6 2 792914 79.29
79.99 0.9910466 1.05
1.06 0.0137
7.38 0.53
0.6464 0.444 -0.0123 0.0048 95.24195 1.32 10 0.132 555.6 2 801700 80.17 10582 1.06 7.5II 0.6464 0.456 -0.0123 0.0048 97.74685 1.32 10 0.132 555.6 2 822785 82.28
81.22 1.4910861 1.09
1.07 0.0207.5
7.5 030 unit
80.61 0.87 1.06 0.012 7.44 0.088
0.6509 0.469 -0.0123 0.0048 100.4605 1.36 10 0.136 555.6 2 820756 82.08 11162 1.12 7I 0.6509 0.475 -0.0123 0.0048 101.7129 1.4 10 0.14 555.6 2 807246 80.72
81.40 0.9611301 1.13
1.12 0.00987.75
7.38 0.53
0.6464 0.476 -0.0123 0.0048 101.9217 1.36 10 0.136 555.6 2 832694 83.27 11325 1.13 7.5II 0.6464 0.484 -0.0123 0.0048 103.5916 1.4 10 0.14 555.6 2 822156 82.22
82.74 0.7511510 1.15
1.14 0.0137.5
7.5 040 unit
82.07 0.95 1.13 0.013 7.44 0.088
0.6509 0.481 -0.0123 0.0048 102.9654 1.44 10 0.144 555.6 2 794486 79.45 11441 1.14 8.5I 0.6509 0.479 -0.0123 0.0048 102.5479 1.44 10 0.144 555.6 2 791265 79.13
79.29 0.2311394 1.14
1.14 0.00338.5
8.5 0
0.6464 0.489 -0.0123 0.0048 104.6353 1.44 10 0.144 555.6 2 807371 80.74 11626 1.16 8.5II 0.6464 0.502 -0.0123 0.0048 107.349 1.48 10 0.148 555.6 2 805923 80.59
80.67 0.1011928 1.19
1.18 0.0208.5
8.5 050 unit 79.98 0.97 1.16 0.025 8.5 0
0.6509 0.469 -0.0123 0.0048 100.4605 1.44 10 0.144 555.6 2 775158 77.52 11162 1.12 8.5I 0.6509 0.477 -0.0123 0.0048 102.1304 1.48 10 0.148 555.6 2 766745 76.67
78.58 0.6011348 1.13
1.13 0.0138.5
8.5 0
0.6464 0.496 -0.0123 0.0048 106.0965 1.48 10 0.148 555.6 2 796520 79.65 11789 1.18 8.5II 0.6464 0.590 -0.0123 0.0048 125.7183 1.48 10 0.148 555.6 2 943831 94.38
79.65 10.4213969 1.40
1.29 0.158.5
8.5 060 unit
79.12 0.76 1.21 0.12 8.5 0
99
Keterangan: Ul = Ulangan Ws2 = Berat sampel setelah pengeringan beku As = Absorban sampel Ab = Absorban blanko Ase = Absorban selisih (As-Ab) a = Intercep b = Slope X = Konsentrasi vanilin yang terbaca pada spektrofotometer KBk = Kadar berat kering Vf = Volume filtrat WtBk = Total berat kering fp = Faktor pengenceran Va = Volume akhir Kg ekstrak (bk) = Kadar glukosa atas dasar berat kering Kg ekstrak (bb) = Kadar glukosa atas dasar berat basah TPT = Total padatan terlarut x = rata-rata SD = Standar deviasi Lampiran 11 Kadar vanilin ekstrak buah vanili segar dalam penentuan waktu inkubasi optimum enzim β-glukosidase
Kv ekstrak (bk) Kv ekstrak (bb) Perlakuan
Ul
Ws2 g
As
Ab
Ase
a
b
X (Ug/ml)
KBk (% w/v)
Vf (ml)
WtBk (g)
fp
Va (ml) (Ug/g) (%)
x (%)
SD
(Ug/ml) % x
(%)
SD
0.6509 0.301 0.1 0.201 0.0338 0.1488 1.1239 0.76 21.3 0.1619 53.3 25 9242.37 0.924 70.242 0.007I 0.6509 0.285 0.101 0.184 0.0338 0.1488 1.0096 0.8 22 0.176 55 25 7887.52 0.789
0.86 0.09663.1 0.0063
0.0067 0.0005
0.6464 0.323 0.1 0.223 0.0338 0.1488 1.2717 0.76 21.8 0.1657 54.5 25 10458.5 1.046 79.484 0.0079II 0.6464 0.307 0.101 0.206 0.0338 0.1488 1.1575 0.76 22.1 0.168 55.3 25 9518.75 0.952
0.10 0.06672.343 0.0072 0.0076 0.0005
0 jam 0.93 0.10 0.0071 0.0007
0.6509 0.278 0.029 0.249 0.0338 0.1488 1.4465 1.2 20.7 0.2484 1035 25 150679 15.07 1808.1 0.18I 0.6509 0.283 0.032 0.251 0.0338 0.1488 1.46 1.24 19.6 0.243 980 25 147173 14.72
14.89 0.251824.9 0.18
0.18 0.00124 jam
II 0.6464 0.272 0.027 0.245 0.0338 0.1488 1.4196 1.16 21 0.2436 1050 25 152977 15.3 15.19 0.15 1774.5 0.18 0.18 0.0018
100
0.6464 0.269 0.027 0.242 0.0338 0.1488 1.3995 1.16 20.4 0.2366 1020 25 150804 15.08 1749.3 0.17
15.04 0.21 0.18 0.0039
0.6509 0.277 0.027 0.25 0.0338 0.1488 1.4532 1.2 20.6 0.2472 1030 25 151379 15.14 1816.5 0.18I 0.6509 0.279 0.026 0.253 0.0338 0.1488 1.4734 1.2 21.1 0.2532 1055 25 153479 15.35
15.24 0.151841.8 0.18
0.18 0.0018
0.6464 0.273 0.027 0.246 0.0338 0.1488 1.4263 1.16 19.8 0.2297 990 25 153701 15.37 1782.9 0.18II 0.6464 0.291 0.027 0.264 0.0338 0.1488 1.5473 1.2 19.6 0.2352 980 25 161181 16.12
15.74 0.531934.2 0.19
0.19 0.0118 jam
15.49 0.35 0.18 0.0021
0.6509 0.275 0.036 0.239 0.0338 0.1488 1.3793 1.2 20.1 0.2412 1005 25 143677 14.37 1724.1 0.17I 0.6509 0.288 0.04 0.248 0.0338 0.1488 1.4398 1.24 19.4 0.2406 970 25 145140 14.51
14.44 0.101799.7 0.18
0.18 0.0053
0.6464 0.302 0.034 0.268 0.0338 0.1488 1.5742 1.24 19.2 0.2381 960 25 158692 15.87 1967.8 0.20II 0.6464 0.295 0.036 0.259 0.0338 0.1488 1.5137 1.24 19 0.2356 950 25 152594 15.26
15.56 0.431892.2 0.19
0.19 0.005312 jam
15.00 0.79 0.18 0.012
0.6509 0.289 0.042 0.247 0.0338 0.1488 1.4331 1.28 18.4 0.2355 920 25 139948 13.99 1791.3 0.18I 0.6509 0.294 0.038 0.256 0.0338 0.1488 1.4936 1.28 18.3 0.2342 915 25 145856 14.59
14.29 0.421867 0.19
0.18 0.0053
0.6464 0.293 0.038 0.255 0.0338 0.1488 1.4868 1.28 19 0.2432 950 25 145200 14.52 1858.6 0.19II 0.6464 0.309 0.038 0.271 0.0338 0.1488 1.5944 1.28 18.7 0.2394 935 25 155702 15.57
15.05 0.741993 0.20
0.19 0.009516 jam
14.67 0.53 0.19 0.0068
0.6509 0.272 0.033 0.239 0.0338 0.1488 1.3793 1.28 17.9 0.2291 895 25 134697 13.47 1724.1 0.17I 0.6509 0.276 0.039 0.237 0.0338 0.1488 1.3659 1.28 18.9 0.2419 945 25 133384 13.34
13.40 0.0931707.3 0.17
0.17 0.0012
0.6464 0.319 0.036 0.283 0.0338 0.1488 1.6751 1.32 17.2 0.227 860 25 158622 15.86 2093.8 0.21II 0.6464 0.311 0.035 0.276 0.0338 0.1488 1.628 1.32 16.9 0.2231 845 25 154167 15.42
15.64 0.322035 0.20
0.21 0.004220 jam
14.52 1.58 0.19 0.025
0.6509 0.297 0.033 0.264 0.0338 0.1488 1.5473 1.32 16.9 0.2231 845 25 146528 14.65 1934.2 0.19I 0.6509 0.273 0.034 0.239 0.0338 0.1488 1.3793 1.28 18.6 0.2381 930 25 134697 13.47
14.06 0.841724.1 0.17
0.18 0.0149
0.6464 0.306 0.036 0.27 0.0338 0.1488 1.5877 1.32 16.5 0.2178 825 25 150348 15.03 1984.6 0.20II 0.6464 0.301 0.034 0.267 0.0338 0.1488 1.5675 1.32 16.9 0.2231 845 25 148438 14.84
14.94 0.141959.4 0.20
0.2 0.001824 jam
14.5 0.62 0.19 0.010
101
Keterangan: Ul = Ulangan Ws2 = Berat sampel setelah pengeringan beku As = Absorban sampel Ab = Absorban blanko Ase = Absorban selisih (As-Ab) a = Intercep b = Slope X = Konsentrasi vanilin yang terbaca pada spektrofotometer KBk = Kadar berat kering Vf = Volume filtrat WtBk = Total berat kering fp = Faktor pengenceran Va = Volume akhir Kv ekstrak (bk) = Kadar vanillin atas dasar berat kering Kv ekstrak (bb) = Kadar vanillin atas dasar berat basah x = rata-rata SD = Standar deviasi Lampiran 12 Kadar glukosa ekstrak buah vanili segar dalam penentuan waktu inkubasi optimum enzim β-glukosidase
Kg ekstrak (bk) Kg ekstrak (bb) Perlakuan
Ul
Ws2 (g)
As
A
b
X (Ug/ml)
KBk (% w/v)
Vf (ml)
WtBk (g)
fp
Va (ml) (Ug/g) (%)
x (%)
SD (Ug/ml) %
x (%)
SD
TPT (brix)
x
SD
0.6509 0.211 -0.0123 0.0048 46.6051 0.76 10 0.076 15.63 2 19163.3 1.92 145.6 0.015 0I 0.6509 0.221 -0.0123 0.0048 48.6925 0.8 10 0.08 15.63 2 19020.5 1.90
1.91 0.01152.2 0.015
0.015 0.000460
0 0
0.6464 0.224 -0.0123 0.0048 49.3187 0.76 10 0.076 15.63 2 20279.1 2.03 154.1 0.015 0.25II 0.6464 0.221 -0.0123 0.0048 48.6925 0.76 10 0.076 15.63 2 20021.6 2.00
2.02 0.02152.2 0.015
0.015 0.000140
0.13 0.180 jam
1.96 0.075 0.015 0.0003 0.063 0.088
0.6509 0.368 -0.0123 0.0048 79.3776 1.2 10 0.12 555.6 2 734977 73.50 8820 0.88 5.5I 0.6509 0.373 -0.0123 0.0048 80.4213 1.24 10 0.124 555.6 2 720621 72.06
72.781.02 8936 0.89
0.89 0.00825.5
5.5 0
0.6464 0.359 -0.0123 0.0048 77.4989 1.16 10 0.116 555.6 2 742327 74.23 8611 0.86 5II 0.6464 0.366 -0.0123 0.0048 78.9601 1.16 10 0.116 555.6 2 756323 75.63
74.93 0.998773 0.88
0.87 0.0125
5 04 jam
73.86 1.52 0.88 0.013 5.25 0.35
0.6509 0.376 -0.0123 0.0048 81.0475 1.2 10 0.12 555.6 2 750440 75.04 9005 0.90 5.75I 0.6509 0.366 -0.0123 0.0048 78.9601 1.2 10 0.12 555.6 2 731112 73.11
74.08 1.378773 0.88
0.89 0.0165.5
5.63 0.18
0.6464 0.36 -0.0123 0.0048 77.7076 1.16 10 0.116 555.6 2 744326 74.43 8634 0.863 5.5II 0.6464 0.381 -0.0123 0.0048 82.0912 1.2 10 0.12 555.6 2 760104 76.01
75.22 1.129121 0.912
0.89 0.0346
5.75 0.358 jam
74.65 0.81 0.89 0.0008 5.69 0.088
102
0.6509 0.361 -0.0123 0.0048 77.9164 1.2 10 0.12 555.6 2 721448 72.14 8657 0.866 6.75I 0.6509 0.384 -0.0123 0.0048 82.7174 1.24 10 0.124 555.6 2 741196 74.12
73.13 1.409191 0.919
0.89 0.0387
6.88 0.18
0.6464 0.38 -0.0123 0.0048 81.8825 1.24 10 0.124 555.6 2 733714 73.37 9098 0.91 7.5II 0.6464 0.393 -0.0123 0.0048 84.5961 1.24 10 0.124 555.6 2 758030 75.8
74.59 1.729400 0.94
0.93 0.0217.5
7.5 012 jam
73.86 1.03 0.91 0.023 7.19 0.44
0.6509 0.382 -0.0123 0.0048 82.3 1.28 10 0.128 555.6 2 714409 71.44 9144 0.914 7I 0.6509 0.371 -0.0123 0.0048 80.0038 1.28 10 0.128 555.6 2 694477 69.45
70.44 1.418889 0.889
0.90 0.0187
7 0
0.6464 0.388 -0.0123 0.0048 83.5524 1.28 10 0.128 555.6 2 725281 72.53 9284 0.928 7.5II 0.6464 0.394 -0.0123 0.0048 84.8049 1.28 10 0.128 555.6 2 736153 73.62
73.07 0.779423 0.942
0.94 0.00987.5
7.5 016 jam
71.76 1.86 0.92 0.024 7.25 0.35
0.6509 0.379 -0.0123 0.0048 81.6737 1.28 10 0.128 555.6 2 708973 70.9 9075 0.907 7.25I 0.6509 0.372 -0.0123 0.0048 80.2125 1.28 10 0.128 555.6 2 696289 69.63
70.26 0.908913 0.891
0.90 0.0127
7.13 0.18
0.6464 0.407 -0.0123 0.0048 87.5185 1.32 10 0.132 555.6 2 736688 73.67 9724 0.972 7.75II 0.6464 0.393 -0.0123 0.0048 84.5961 1.32 10 0.132 555.6 2 712089 71.21
72.44 1.749400 0.94
0.96 0.0237.5
7.63 0.1820 jam
71.35 1.54 0.93 0.04 7.38 0.35
0.6509 0.41 -0.0123 0.0048 88.1447 1.32 10 0.132 555.6 2 741959 74.2 9794 0.979 7.5I 0.6509 0.387 -0.0123 0.0048 83.3437 1.28 10 0.128 555.6 2 723469 72.35
73.27 1.319260 0.926
0.95 0.0387.5
7.5 0
0.6464 0.42 -0.0123 0.0048 90.2321 1.32 10 0.132 555.6 2 759530 75.95 10026 1.003 8II 0.6464 0.431 -0.0123 0.0048 92.5283 1.32 10 0.132 555.6 2 778858 77.89
76.92 1.3710281 1.028
1.02 0.0188.5
8.25 0.3524 jam
75.10 2.58 0.98 0.044 7.88 0.53
Keterangan: Ul = Ulangan Ws2 = Berat sampel setelah pengeringan beku As = Absorban sampel Ab = Absorban blanko Ase = Absorban selisih (As-Ab) a = Intercep b = Slope X = Konsentrasi vanilin yang terbaca pada spektrofotometer KBk = Kadar berat kering Vf = Volume filtrat WtBk = Total berat kering fp = Faktor pengenceran Va = Volume akhir Kg ekstrak (bk) = Kadar glukosa atas dasar berat kering Kg ekstrak (bb) = Kadar glukosa atas dasar berat basah TPT = Total padatan terlarut x = rata-rata SD = Standar deviasi