EKSPRESI PULASAN IMUNOHISTOKIMIA RANTES PADA …
Transcript of EKSPRESI PULASAN IMUNOHISTOKIMIA RANTES PADA …
SEMINAR HASIL PENELITIAN SPESIALIS
EKSPRESI PULASAN IMUNOHISTOKIMIA RANTES
PADA JARINGAN ENDOMETRIOSIS
DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
Oleh :
Meifi Elfira
Pembimbing:
1. Dr.dr.Henry Salim Siregar, SpOG.K
2. dr.M.Oky Prabudi, M.Ked(OG), SpOG.K
Penyanggah:
1. Dr. dr. Sarma N.Lumbanraja, M.Ked (OG),SpOG.K
2. dr. Edy Ardiansyah, M.Ked (OG),SpOG.K
3. dr. Khairani Sukatendel, M.Ked (OG).SpOG.K
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP. H. ADAM MALIK / RSUD Dr. PIRNGADI
MEDAN
2015
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
PENELITIAN INI DI BAWAH BIMBINGAN TIM – 5
Pembimbing : Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG (K)
dr.M.Oky Prabudi,M.Ked(OG), SpOG (K)
Penyanggah : Dr. dr. Sarma N.Lumbanraja,M.Ked (OG),SpOG(K)
dr. Edy Ardiansyah, M.Ked (OG),Sp.OG(K)
dr. Khairani Sukatendel,M.Ked(OG),SpOG(K)
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu syarat untuk mencapai keahlian dalam bidang
Obstetri dan Ginekologi
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera UtaraUniversitas Sumatera Utara
iUniversitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat Rahmat
dan Hidayah-Nya penulisan tesis ini dapat diselesaikan.
Tesis ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi salah satu
syarat untuk memperoleh keahlian dalam bidang Obstetri dan Ginekologi. Sebagai
manusia biasa, saya menyadari bahwa tesis ini memiliki banyak kekurangan dan
masih jauh dari sempurna, namun demikian besar harapan saya kiranya tulisan
sederhana ini dapat bermanfaat dalam menambah perbendaharaan pustaka, dengan
judul :
EKSPRESI PULASAN IMUNOHISTOKIMIA RANTES PADA JARINGAN
ENDOMETRIOSIS DI RSUP H.ADAM MALIK MEDAN
Dengan selesainya laporan penelitian ini, perkenankanlah saya
menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi – tingginya kepada
yang terhormat :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara dan Dekan Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, SpPD (KGEH), yang telah
memberikan kesempatan kepada saya untuk mengikuti Program Pendidikan
Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran USU Medan.
2. Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K), Ketua Departemen Obstetri dan Ginekologi
FK-USU Medan; Dr. dr. M. Fidel Ganis Siregar, M.Ked(OG), SpOG(K), Sekretaris
Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan.
3. Dr. dr. Henry Salim Siregar, SpOG(K), Ketua Program Studi Dokter Spesialis
Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan; dr. M. Rhiza Z. Tala, M.Ked(OG),
SpOG(K), Sekretaris Program Studi Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi FK-
USU Medan.
4. Kepada Prof. dr. Delfi Lutan, MSc, SpOG(K), Prof. dr. M. Jusuf Hanafiah,
SpOG(K), Prof. dr. Hamonangan Hutapea, SpOG(K), Prof. Dr. dr. M. Thamrin
Tanjung, SpOG(K), Prof. dr. R. Haryono Roeshadi, SpOG(K), Prof. dr. T. M.
Hanafiah, SpOG(K), Prof. dr. Budi R. Hadibroto, SpOG(K), Prof. dr. Daulat H.
Sibuea, SpOG(K), Prof. dr. M. Fauzie Sahil, SpOG(K), yang secara bersama-
sama telah berkenan menerima saya untuk mengikuti pendidikan dokter spesialis
Universitas Sumatera Utara
iiUniversitas Sumatera Utara
di Departemen Obstetri dan Ginekologi. Semoga Allah SWT membalas kebaikan
budi guru-guru saya tersebut.
5. Kepada Dr.dr.Henry Salim Siregar,SpOG(K) dan dr.M.Oky Prabudi, Mked
(OG),SpOG(K) sebagai pembimbing utama tesis saya serta Dr.dr.Sarma
N.Lumbanraja,MKed(OG),SpOG(K), dr.EdyArdiansyah M.Ked(OG)SpOG(K), dr.
Khairani Sukatendel, M.Ked(OG),SpOG(K) selaku penyanggah atas segala
koreksi, kritik yang membangun, serta atas segala bantuan, bimbingan, juga
waktu dan pikiran yang telah diluangkan dengan penuh kesabaran, dalam rangka
melengkapi penulisan dan penyusunan tesis ini hingga dapat terselesaikan
dengan baik.
6. Dr. Indra G Munthe,Mked(OG),SpOG(K) selaku Bapak Angkat saya selama
menjalani masa pendidikan, yang telah banyak mengayomi, membimbing dan
memberikan nasehat yang bermanfaat kepada saya selama dalam pendidikan.
7. Kepada dr. Surya Darma, MPH yang telah meluangkan waktu dan pikiran untuk
membimbing saya dalam penyelesaian uji statistik tesis ini.
8. Kepada Divisi Fertilitas Endokrinologi dan Reproduksi yang telah mengizinkan
saya untuk melakukan penelitian ini.
9. dr.Muara P Lubis,Mked(OG),SpOG selaku pembimbing Referat Fetomaternal
saya yang berjudul “Peran Yodium Dalam Kehamilan”, dr.Ichwanul
Adenin,MKed(OG),SpOG(K) selaku pembimbing referat Fertilitas Endokrinologi
dan Reproduksi saya yang berjudul “Intracytoplasmic Morphologically
Selected Sperm Injection”dan dr.Deri Edianto,M.Ked(OG)SpOG(K) selaku
pembimbing Referat Onkologi-Ginekologi saya yang berjudul “Nutrisi Pada
Pasien Kanker Ginekologi”.
10.Seluruh Staf Pengajar Departemen Obstetri dan Ginekologi FK-USU Medan,
yang secara langsung telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal
hingga akhir pendidikan. Semoga Allah SWT membalas budi baik guru-guru
saya.
11.Para guru yang saya hormati, seluruh staf pengajar Departemen Obstetri dan
Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang tidak dapat
saya sebutkan satu persatu, baik di RSUP H. Adam Malik, RSUD dr. Pirngadi, RS
Tembakau Deli, RSU Sundari, RS Haji Mina dan RS KESDAM II Putri Hijau
Medan, yang telah banyak membimbing dan mendidik saya sejak awal hingga
Universitas Sumatera Utara
iiiUniversitas Sumatera Utara
akhir pendidikan.
12.Direktur RSUP. H. Adam Malik Medan dan Ketua Departemen Ilmu Kebidanan
dan Penyakit Kandungan, beserta seluruh staf medis, paramedis maupun non
medis-paramedis yang telah memberikan kesempatan, sarana serta bantuan
kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan dan selama saya
bertugas di instansi tersebut.
13.Direktur RSUD dr. Pirngadi Medan dan Ketua SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan beserta seluruh staf medis, paramedis maupun non medis-paramedis
yang telah memberikan kesempatan, sarana serta bantuan kepada saya untuk
bekerja selama mengikuti pendidikan dan selama saya bertugas di instansi
tersebut.
14.Direktur dan kepala SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS Haji Mina
Medan, direktur dan kepala SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan RS
Tembakau Deli, direktur dan kepala SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit
Kandungan RSU Sundari, Kepala Rumkit Tk.II Puteri hijau Kesdam II/BB Medan
dan kepala SMF Ilmu Kebidanan dan Penyakit Kandungan Rumkit Tk.II Puteri
hijau Kesdam II/BB Medan, serta seluruh staf medis, paramedis maupun non
medis-paramedis yang telah memberikan kesempatan, sarana serta bantuan
kepada saya untuk bekerja selama mengikuti pendidikan dan selama saya
bertugas di instansi tersebut.
15.Kepada direktur RSUD Salak Phakphak Barat beserta seluruh staf medis,
paramedis maupun non medis-paramedis. Terima kasih atas segala kesempatan,
sarana serta bantuan yang diberikan selama saya bertugas di RSUD Salak.
16.Kepada seluruh staf pegawai negeri dan pegawai honorer dan seluruh petugas
yang bekerja di lingkungan Departemen Obstetri dan Ginekologi RSHAM dan
RSPM.
17.Kepada seluruh pasien, rekan residen, rekan dokter muda, staf medis, paramedis
maupun non medis-paramedis pada seluruh instansi di tempat saya pernah
mengikuti pendidikan maupun bertugas. Terima kasih banyak atas segala
kerjasama, bantuan, bimbingan, serta kebaikan yang diberikan selama masa
pendidikan yang saya jalani.
Tiada kata yang dapat saya ucapkan selain rasa syukur kepada Allah SWT
dan Sembah sujud serta terima kasih yang tidak terhingga saya sampaikan kepada
Universitas Sumatera Utara
ivUniversitas Sumatera Utara
kedua orang tua saya yang sangat saya cintai, Drs.H Nawawi dan ibunda saya Hj.T
Erwina yang telah membesarkan, membimbing, mendoakan, dan mendidik saya
dengan penuh kesabaran dan kasih sayang serta menjadi inspirasi dan panutan
saya dari sejak kecil hingga kini.
Kepada suami saya tercinta dr.Mitra Arif Rizaldy saya ucapkan terima kasih
sebesar-besarnya atas segala kesabaran dan dukungannya serta tetap
mendampingi saya dalam menjalani pendidikan ini. Teramat khusus kepada buah
hatiku tersayang Muhammad Ariq Oubrey yang senantiasa menjadi motivasi saya
agar dapat segera menyelesaikan pendidikan ini.
Terimakasih saya ucapkan kepada mertua saya Alm H.Risman dan Hj.Mariani
yang telah memberikan dorongan, doa dan semangat kepada saya selama menjalani
pendidikan ini.
Kepada keempat saudara kandung saya : dr. Erfitrina M.Ked(Oph)Sp.M;
Erliana; Winny Hasfiany Bsc; dan dr. M. Erwin Syahputra; terima kasih atas bantuan
doa dan dukungan kepada saya selama menjalani pendidikan.
Kepada seluruh keluarga handaitolan yang tidak dapat saya sebutkan
namanya satu persatu, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang telah
banyak memberikan bantuan, dukungan dan doa, saya ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.
Semoga Allah SWTsenantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada
kita semua. Amin ya Rabbal ‘Alamin.
Medan, Juli 2015
dr.Meifi Elfira,MKed(OG)
Universitas Sumatera Utara
vUniversitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR SINGKATAN x
DAFTAR GAMBAR xii
ABSTRAK xiii
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1Latar Belakang 1
1.2Rumusan Masalah 3
1.3Hipotesa Penelitian 3
1.4Tujuan Penelitian 3
1.4.1. Tujuan Umum 3
1.4.2. Tujuan Khusus 4
1.5 Manfaat Penelitian 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Endometriosis 5
2.1.1.Definisi 5
2.1.2.Epidemiologi 5
2.1.3.Etiologi 6
2.1.3.1. Regurgitasi Haid 6
2.1.3.2. Luteinized Unruptured Follicle (LUF) 8
2.1.3.3.Gangguan Imunitas 9
2.1.4.Diagnosa Endometriosis 11
2.1.5.Penatalaksanaan 15
2.1.6.Klasifikasi Endometriosis 17
2.1.7.Patogenesis 19
2.1.7.1. Efek Estrogen 20
2.1.7.2. Inflamasi dan Respon Imun 22
2.1.7.3. Peranan Makrofag 25
Universitas Sumatera Utara
viUniversitas Sumatera Utara
2.2 RANTES 28
2.3 Peran RANTES pada Endometriosis 30
2.4 Kerangka Teori 35
2.5.Kerangka Konsep 36
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 37
3.1. Rancangan Penelitian 37
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian 37
3.2.1.Waktu Penelitian 37
3.2.2.Tempat Penelitian 37
3.3. Sampel Penelitian 37
3.4. Kriteria inklusi dan eksklusi Penelitian 38
3.5. Besar Sampel 38
3.6. Identifikasi Variabel 39
3.7. Definisi Operasional 40
3.8. Cara Kerja dan Teknik Pengumpulan Data 43
3.9. Kerangka Kerja 45
3.10.Rancangan Analisa 45
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 46
4.1. Hasil Penelitian 46
4.2. Pembahasan 51
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 57
5.1. Kesimpulan 57
5.2. Saran 58
DAFTAR PUSTAKA 59
Universitas Sumatera Utara
viiUniversitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL
TABEL 4.1 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Usia Penderita 46
TABEL 4.2 Distribusi Subjek Penelitian Berdasarkan Paritas Penderita 47
TABEL 4.3 Kesesuaian Penelitian Observer tentang ekspresi RANTES pada Jaringan endometriosis dan Jaringan Endometrium Normal 48
TABEL 4.4 Perbedaan Pulasan RANTES pada jaringan endometriosis dan
Jaringan endometrium normal 48
TABEL 4.5 Hubungan ekspresi RANTES dengan Stadium Endometriosis 49
Universitas Sumatera Utara
viiiUniversitas Sumatera Utara
DAFTAR SINGKATAN
AFS : American Fertility Society
ASRM : American Society for Reproductive Medicine
CAMs : Cell-Adhesion Molecules
cAMP : cyclic Adenosine Monophospat
CA-125 : Cancer antigen 125
CCL5 : Chemokine ( cc motif ) Ligand 5
CD : Cluster of Differentiation
CTL : Cytotoxic T Limphocyte
EGF : Epidermal Growth Factor
GnRH : Gonadotropin Releasing Hormone
IL : Interleukin
IUI : Intrauterine Insemination
IVF : In Vitro fertilization
LUF : Luteinized Unruptured Follicle
MCP-1 : Monocyte Chemotactic Protein-1
MIF : Migration Inhibitory Factor
MDGF : Macrophage-derived Growth Factor
MMP : Matrix Metalloproteinase
MRI : Magnetic Resonance Imaging
M1 : Makrofag 1
M2 : Makrofag 2
NK cel : Natural Killer cel
RANTES : Regulated Upon Activation, Normal T cell Expressed and Secreted.
STAR : Steroidogenic Acute Regulatory Protein
Universitas Sumatera Utara
ixUniversitas Sumatera Utara
TGF-b : Transforming Growth Factor b
TNF-a : Tumor Necrosing Factor a
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
Universitas Sumatera Utara
xUniversitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Patofisiologi nyeri dan infertilitas berhubungan dengan
endometriosis 6
Gambar 2.Algoritme diagnosis dan penatalaksanaan endometriosis 16
Gambar 3.Klasifikasi endometriosis berdasarkan the american society for
reproductive medicine yang direvisi 18
Gambar 4.Skema lesi endometriosis di dalam panggul 20
Gambar 5. Imunobiologi endometriosis 24
Gambar 6.Struktur molekul RANTES (CCL5) 30
Gambar 7.Perubahan imunologi pada endometriosis 33
Gambar 8.Imunohistokimia RANTES pada endometrium normal, endometrium
eutopik dan jaringan endometrium ektopik (400x) 34
Universitas Sumatera Utara
xiUniversitas Sumatera Utara
EKSPRESI PULASAN IMUNOHISTOKIMIA RANTES PADA JARINGAN
ENDOMETRIOSIS DI RSUP.H ADAM MALIK MEDAN
Elfira M, Siregar HS, Prabudi O, Lumbanraja SN, Ardiansyah E, Sukatendel K
Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi – Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran – Universitas Sumatera Utara
ABSTRAKTujuan: untuk mengetahui perbedaan ekspresi pulasan imunohistokimia RANTES pada jaringan endometriosis dan jaringan endometrium normal pada kasus mioma uteri.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional dengan pemeriksaan imunohistokimia terhadap parafin blok jaringan endometriosis dan parafin blok jaringan endometrium normal pada kasus mioma uteri untuk melihat perbedaan ekspresi RANTES. Tempat penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H.Adam Malik Medan. Sampel penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu satu kelompok dari blok parafin yang sebelumnya telah didiagnosa sebagai endometriosis yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Pada penelitian ini akan menggunakan sampel sebanyak 20 orang pada endometriosis dan 18 orang pada endometrium normal kasus mioma uteri.Hasil: Intensitas ekspresi RANTES dengan intensitas +1 seluruhnya hanya dijumpai pada kelompok penelitian dari endometrium normal dan tidak ada dijumpai pada kelompok dengan endometriosis. Ekspresi dengan intensitas +2 sebagian besar dijumpai pada kelompok penelitian dengan endometriosis (60%) sedangkan yang memberikan ekspresi dengan intensitas +3 hanya dijumpai pada kelompok penelitian dengan endometriosis (40%). Hal ini menunjukkan bahwa intesitas ekspresi RANTES dari jaringan endometriosis lebih tinggi dari intensitas dari jaringan endometrium normal dan berdasarkan uji statistik dengan Fisher exact test didapatkan nilai p < 0,05 yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna intensitas ekspresi RANTES antara jaringan endometriosis dengan jaringan endometrium normal. Pada endometriosis stadium 2 umumnya mempunyai intensitas ekspresi RANTES dengan skor +3 (60%), sedangkan endometriosis stadium 3 lebih banyak dengan intensitas ekspresi RANTES +2 (55,6%) dan endometriosis stadium 4 sebagian besar dengan intensitas ekspresi RANTES +2 (83,3%). Berdasarkan uji statistik dengan uji Fisher exact didapatkan nilai p > 0,05. Hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara intensitas ekspresi RANTES dengan stadium endometriosis. Kesimpulan: Intesitas ekspresi RANTES dari jaringan endometriosis lebih tinggi dari intensitas dari jaringan endometrium normal dan berdasarkan uji statistik dengan Fisher exact test menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna intensitas ekspresi RANTES antara jaringan endometriosis dengan jaringan endometrium normal. Akan tetapi tidak ada hubungan yang signifikan antara intensitas ekspresi RANTES dengan stadium endometriosis.
Kata Kunci: Endometriosis, Ekspresi RANTES, Imunohistokimia
Universitas Sumatera Utara
xiiUniversitas Sumatera Utara
RANTES IMMUNOHISTOCHEMISTRY STAINING EXPRESSION ON
ENDOMETRIOSIS TISSUE AT RSUP.H ADAM MALIK MEDAN
Elfira M, Siregar HS, Prabudi O, Lumbanraja SN, Ardiansyah E, Sukatendel K
Fertility and Endocrinology Reproduction-Obstetric and Gynecologic Department
Faculty of Medicine University of Sumatera Utara
Medan, Indonesia July 2015
ABSTRACTObjective: To find the differences in expression of RANTES immunohistochemistry staining on the endometriosis tissue and normal endometerial tissue in uterine fibroid cases.Methods: This study was an analytic study with a cross sectional approach with immunohistochemistry examination of the paraffin blocks of endometriosis tissue and the paraffin blocks of normal endometrial tissue in uterine fibroid cases to see the difference of RANTES expression. This study was done in the Obstetric and Gynecology Department in Medical Faculty of University of Sumatera Utara/H. Adam Malik General Hospital in Medan. The study samples were divided into two different groups: one group of paraffin blocks which had been diagnosed previously as an endometriosis that met the inclusion and exclusion criteria of the study. In this study, 20 people will be used as samples for endometriosis groups and 18 people will be used as samples for normal endometrial in the case of uterin fibroid.Results: The intensity of RANTES expression with all of the +1 intensity was only found in the study group of normal endometrial and nothing was not found from the group with endometriosis. Most of the expression with +2 intensity were found in the study group with endometriosis (60%) whereas the expression with +3 intensity were only found in study group with endometriosis (40%). This shown that the intensity of RANTES expression from endometriosis tissue was higher than the intensity from the normal endometrium tissue and based on the statistical test with Fisher exact test p value < 0,05, which indicates a significant differences of RANTES expression between endometriosis tissue and normal endometrium tissue. At stage 2 endometriosis generally has the intesity of RANTES expression with a score +3 (60%), while at stage 3 endometriosis was more than the +2 intensity of RANTES expression (55,6%) and most of the stage 4 endometriosis with the intensity of RANTES expression +2 (83,3%). Based on the statistical test with Fisher exact test p value > 0,05. It showed that there was no significant relationship between the intensity of RANTES expression and endometriosis stages.Conclusion: The intensity of RANTES expression from endometriosis tissue is higher than the intensity from normal endometrium tissue and based on statictical test with Fisher exact test showed a significant difference of RANTES expression between endometriosis tissue and normal endometrial tissue. But, there weas no significant relationship between the intensity of RANTES expression and the endometriosis stages.
Keyword: Endometriosis, RANTES expression, Immunohistochemistry
Universitas Sumatera Utara
xiUniversitas Sumatera Utara
EKSPRESI PULASAN IMUNOHISTOKIMIA RANTES PADA JARINGAN
ENDOMETRIOSIS DI RSUP.H ADAM MALIK MEDAN
Elfira M, Siregar HS, Prabudi O, Lumbanraja SN, Ardiansyah E, Sukatendel K
Divisi Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi – Departemen Obstetri dan Ginekologi
Fakultas Kedokteran – Universitas Sumatera Utara
ABSTRAKTujuan: untuk mengetahui perbedaan ekspresi pulasan imunohistokimia RANTES pada jaringan endometriosis dan jaringan endometrium normal pada kasus mioma uteri.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional dengan pemeriksaan imunohistokimia terhadap parafin blok jaringan endometriosis dan parafin blok jaringan endometrium normal pada kasus mioma uteri untuk melihat perbedaan ekspresi RANTES. Tempat penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H.Adam Malik Medan. Sampel penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu satu kelompok dari blok parafin yang sebelumnya telah didiagnosa sebagai endometriosis yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi. Pada penelitian ini akan menggunakan sampel sebanyak 20 orang pada endometriosis dan 18 orang pada endometrium normal kasus mioma uteri.Hasil: Intensitas ekspresi RANTES dengan intensitas +1 seluruhnya hanya dijumpai pada kelompok penelitian dari endometrium normal dan tidak ada dijumpai pada kelompok dengan endometriosis. Ekspresi dengan intensitas +2 sebagian besar dijumpai pada kelompok penelitian dengan endometriosis (60%) sedangkan yang memberikan ekspresi dengan intensitas +3 hanya dijumpai pada kelompok penelitian dengan endometriosis (40%). Hal ini menunjukkan bahwa intesitas ekspresi RANTES dari jaringan endometriosis lebih tinggi dari intensitas dari jaringan endometrium normal dan berdasarkan uji statistik dengan Fisher exact test didapatkan nilai p < 0,05 yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna intensitas ekspresi RANTES antara jaringan endometriosis dengan jaringan endometrium normal. Pada endometriosis stadium 2 umumnya mempunyai intensitas ekspresi RANTES dengan skor +3 (60%), sedangkan endometriosis stadium 3 lebih banyak dengan intensitas ekspresi RANTES +2 (55,6%) dan endometriosis stadium 4 sebagian besar dengan intensitas ekspresi RANTES +2 (83,3%). Berdasarkan uji statistik dengan uji Fisher exact didapatkan nilai p > 0,05. Hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara intensitas ekspresi RANTES dengan stadium endometriosis. Kesimpulan: Intesitas ekspresi RANTES dari jaringan endometriosis lebih tinggi dari intensitas dari jaringan endometrium normal dan berdasarkan uji statistik dengan Fisher exact test menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna intensitas ekspresi RANTES antara jaringan endometriosis dengan jaringan endometrium normal. Akan tetapi tidak ada hubungan yang signifikan antara intensitas ekspresi RANTES dengan stadium endometriosis.
Kata Kunci: Endometriosis, Ekspresi RANTES, Imunohistokimia
Universitas Sumatera Utara
xiiUniversitas Sumatera Utara
RANTES IMMUNOHISTOCHEMISTRY STAINING EXPRESSION ON
ENDOMETRIOSIS TISSUE AT RSUP.H ADAM MALIK MEDAN
Elfira M, Siregar HS, Prabudi O, Lumbanraja SN, Ardiansyah E, Sukatendel K
Fertility and Endocrinology Reproduction-Obstetric and Gynecologic Department
Faculty of Medicine University of Sumatera Utara
Medan, Indonesia July 2015
ABSTRACTObjective: To find the differences in expression of RANTES immunohistochemistry staining on the endometriosis tissue and normal endometerial tissue in uterine fibroid cases.Methods: This study was an analytic study with a cross sectional approach with immunohistochemistry examination of the paraffin blocks of endometriosis tissue and the paraffin blocks of normal endometrial tissue in uterine fibroid cases to see the difference of RANTES expression. This study was done in the Obstetric and Gynecology Department in Medical Faculty of University of Sumatera Utara/H. Adam Malik General Hospital in Medan. The study samples were divided into two different groups: one group of paraffin blocks which had been diagnosed previously as an endometriosis that met the inclusion and exclusion criteria of the study. In this study, 20 people will be used as samples for endometriosis groups and 18 people will be used as samples for normal endometrial in the case of uterin fibroid.Results: The intensity of RANTES expression with all of the +1 intensity was only found in the study group of normal endometrial and nothing was not found from the group with endometriosis. Most of the expression with +2 intensity were found in the study group with endometriosis (60%) whereas the expression with +3 intensity were only found in study group with endometriosis (40%). This shown that the intensity of RANTES expression from endometriosis tissue was higher than the intensity from the normal endometrium tissue and based on the statistical test with Fisher exact test p value < 0,05, which indicates a significant differences of RANTES expression between endometriosis tissue and normal endometrium tissue. At stage 2 endometriosis generally has the intesity of RANTES expression with a score +3 (60%), while at stage 3 endometriosis was more than the +2 intensity of RANTES expression (55,6%) and most of the stage 4 endometriosis with the intensity of RANTES expression +2 (83,3%). Based on the statistical test with Fisher exact test p value > 0,05. It showed that there was no significant relationship between the intensity of RANTES expression and endometriosis stages.Conclusion: The intensity of RANTES expression from endometriosis tissue is higher than the intensity from normal endometrium tissue and based on statictical test with Fisher exact test showed a significant difference of RANTES expression between endometriosis tissue and normal endometrial tissue. But, there weas no significant relationship between the intensity of RANTES expression and the endometriosis stages.
Keyword: Endometriosis, RANTES expression, Immunohistochemistry
Universitas Sumatera Utara
1
Universitas Sumatera Utara
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Endometriosis merupakan kelainan ginekologi jinak yang didefinisikan sebagai
jaringan endometrium yang terdapat di luar lokasi yang normal. Endometriosis
pertama kali diidentifikasi pada pertengahan abad kesembilan belas oleh Von
Rokitansky tahun1860.1
Data penderita endometriosis di Indonesia yang diambil dari beberapa rumah
sakit pemerintah adalah sebagai berikut: di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Muwardi
Surakarta angka kejadian endometriosis pada temuan bedah ginekologis tahun 2000
menurut Danujo berkisar antara 13,6%; di RSUD dr. Sutomo Surabaya angka
kejadian endometriosis tahun 1987-1991 sebesar 23,8% dan meningkat menjadi
37,2% pada tahun 1992-1993; dan di RSUP dr. Cipto Mangunkusumo menurut
Yacob (1998) angka kejadian endometriosis berkisar 69,5%.2
Endometriosis dapat menyerang hampir semua organ tubuh tetapi dalam
bidang ginekologi, jenis endometriosis yang dimaksudkan adalah endometriosis
pelvik atau endometriosis genitalia. Secara klinis, penyakit ini dapat berkembang
sejak seorang wanita mencapai menars yang berlanjut ke masa remaja.
Perkembangan semakin kelihatan pada usia reproduksi dan masih dapat ditemukan
pada usia pasca menopause. Terkait dengan dasar autoimun, maka penyakit ini
dapat menetap sepanjang hayat.1,3
Universitas Sumatera Utara
2
Universitas Sumatera Utara
Banyak kajian telah dijumpai dalam kepustakaan tetapi silang pendapat masih
terus berlangsung terutama dalam hal histogenesis, patogenesis, patofisiologi, gejala
klinis, cara diagnosa dan penanganan yang dipilih. Baru sebagian kecil dari
pertentangan tersebut terjawab. Sebagian lagi masih bertahan dalam ketidakjelasan
dan berguna sebagai pemicu untuk penelitian masa kini dan masa mendatang.3
Keterlibatan sistem imun dalam patogenesis endometriosis telah lama
diperbincangkan. Abnormalitas imunitas seluler ditemukan pada penderita
endometriosis dan dianggap sebagai satu faktor penyebab dalam perkembangan
endometriosis. Salah satu kelainan yang secara konsisten dilaporkan adalah aktivasi
T limfosit oleh RANTES (Regulated on Activation, Normal T-cell Expressed dan
Secreted).3,4
RANTES adalah kemokin yang merupakan sitokin kemotaktik untuk sel T,
eosinofil dan basofil dimana memainkan peran aktif dalam merekrut leukosit dalam
inflamasi yang dikeluarkan oleh sel T. Aktifitas makrofag akan mensekresikan
banyak faktor angiogenik dan pertumbuhan lainnya yang dapat memicu
pertumbuhan eksplan endometrium serta molekul proinflamasi lainnya yang
berakibat pada reaksi inflamasi pada kavum peritoneum pasien endometriosis.
RANTES dihasilkan dari stroma endometrium dan dipengaruhi oleh estrogen yang
dominan estrogen lokal dari aromatase.3,4
Dari penelitian Wang XQ dkk di Shanghai tahun 2010 menemukan bahwa
ekpresi RANTES secara signifikan lebih tinggi pada jaringan endometriosis daripada
jaringan endometrium normal. Temuan ini sangat mendukung perubahan
patofisiologi endometriosis dan membuat masuk akal bahwa RANTES sebagai
mediator sel efektor utama dalam patogenesis endometriosis.4
Universitas Sumatera Utara
3
Universitas Sumatera Utara
Dalam hal ini peneliti ingin mengetahui bagaimana ekpresi RANTES pada
jaringan endometriosis jika dibandingkan dengan endometrium normal. Belum
adanya penelitian ini di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara, RSUP H. Adam Malik Medan.
1.2. RUMUSAN MASALAH
Apakah ada perbedaan ekspresi RANTES pada jaringan endometriosis
dibandingkan dengan jaringan endometrium normal pada kasus mioma uteri?
1.3. HIPOTESA PENELITIAN
Ada perbedaan tampilan ekspresi pulasan imunohistokimia RANTES pada
jaringan endometriosis dengan jaringan endometrium normal pada kasus mioma
uteri.
1.4. TUJUAN PENELITIAN
1.4.1. Tujuan umum:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan ekspresi pulasan
imunohistokimia RANTES pada jaringan endometriosis dan jaringan
endometrium normal pada kasus mioma uteri
1.4.2. Tujuan khusus:
1. Untuk mengetahui frekuensi karakteristik paritas dan usia pada penderita
endometriosis dibandingkan endometrium normal.
2. Untuk mengetahui nilai ekspresi pulasan imunohistokimia RANTES pada
endometriosis.
Universitas Sumatera Utara
4
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk mengetahui nilai ekspresi pulasan imnohistokimia RANTES pada
endometrium normal kasus mioma uteri.
1.5. MANFAAT PENELITIAN
1. Dapat diketahui bagaimana ekspresi RANTES pada penderita endometriosis
dan endometrium normal pada kasus mioma uteri dan diharapkan dapat
menjadi dasar penelitian selanjutnya pada endometriosis.
2. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk memperoleh data tentang
bagaimana ekspresi RANTES pada endometriosis sehingga dapat dijadikan
landasan untuk terapi pada masa yang akan datang.
Universitas Sumatera Utara
5
Universitas Sumatera Utara
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ENDOMETRIOSIS
2.1.1. Definisi
Endometriosis adalah penyakit jinak yang didefinisikan sebagai adanya
jaringan yang terdiri dari kelenjar dan stroma endometrium ektopik atau di luar dari
kavum uteri dan dihubungkan dengan nyeri pelvik dan infertilitas.5,6
2.1.2. Epidemiologi
Prevalensi endometriosis pada ovarium masih belum pasti diketahui. Namun
kasus endometriosis sendiri dikatakan sering terjadi pada sekitar 5-15% wanita usia
reproduktif pada populasi umum.2,6,7,8,9
Umur rata-rata pasien pada waktu diagnosis endometriosis ditegakkan adalah
antara umur 25-30 tahun. Endometriosis jarang terjadi pada gadis remaja premenars
tetapi dapat diidentifikasi pada 50% atau lebih wanita dengan umur kurang dari 20
tahun dengan keluhan dismenorea, nyeri pelvik kronis atau dispareunia. Kurang dari
5% wanita pasca menopause yang kebanyakan menerima terapi estrogen
membutuhkan operasi karena endometriosis.1,10,11
Di Indonesia ditemukan 20%-40% wanita infertil yang disebabkan
endometriosis. Infertilitas yang disebabkan oleh endometriosis dikaitkan dengan
proses inflamasi yang terjadi pada endometriosis dikaitkan dengan proses inflamasi
yang terjadi pada endometriosis sehingga dapat menyebabkan gangguan pada
fungsi tuba fallopian, menurunnya reseptivitas endometrium, mengganggu
perkembangan oosit dan embrio.11
Universitas Sumatera Utara
6
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Etiologi
Mekanisme terjadinya endometriosis belum diketahui secara pasti dan sangat
kompleks, berikut ini beberapa etiologi endometriosis yang telah diketahui:
regurgitasi haid, gangguan imunitas, luteinized unruptured follicle (LUF) dan
spektrum disfungsi ovarium.
Gambar 2.1. Patofosiologi nyeri dan infertilitasberhubungan dengan endometriosis.12
2.1.3.1. Regurgitasi Haid
Darah haid yang berbalik ke rongga peritoneum diketahui mampu
berimplantasi pada permukaan peritoneum dan merangsang metaplasia peritoneum,
kemudian merangsang angiogenesis. Hal ini dibuktikan dengan lesi endometriosis
sering dijumpai pada daerah yang meningkat vaskularisasinya.5,6,7
Pentingnya selaput mesotelium yang utuh dapat dibuktikan pada penelusuran
dengan mikroskop elektron, terlihat bahwa serpih haid atau endometrium hanya
menempel pada sisi epitel yang selaputnya hilang atau rusak.6,7
Universitas Sumatera Utara
7
Universitas Sumatera Utara
Lesi endometriosis terbentuk jika endometrium menempel pada selaput
peritoneum. Hal ini terjadi karena pada lesi endometriosis terdapat protein intergin
dan kadherin yang berpotensi terlibat dalam perkembangan endometriosis. Molekul
perekat haid seperti (cell-adhesion molecules, CAMs) hanya ada di endometrium dan
tidak berfungsi pada lesi endometriosis.5,6,7
Teori pencangkokan Sampson merupakan teori yang paling banyak diterima
untuk endometriosis peritoneal. Semua wanita usia reproduksi diperkirakan memiliki
endometriosis peritoneal, didasarkan pada fakta bahwa hampir semua wanita
dengan tuba falopi yang paten membawa endometrium hidup ke rongga peritoneum
sewaktu haid. Begitu juga ditemukannya jaringan endometriosis pada irisan serial
jaringan pelvik pada wanita 40 tahun dengan tuba falopi paten dan siklus haid
normal. Walaupun demikian tidak setiap wanita yang mengalami retrograde
menstruasi akan menderita endometriosis. 6,7,8
Baliknya darah haid ke peritoneum menyebabkan kerusakan selaput mesotel
dan perlekatan jaringan endometrium. Jumlah haid dan jaringan yang terdiri dari
kelenjar dan stroma serta sifat-sifat biologis bawaan dari endometrium sangat
memegang peranan penting pada kecenderungan perkembangan endometriosis.
Setelah perekatan matriks ekstraseluler, metaloperoksidasenya sendiri secara aktif
memulai pembentukan ulang matriks ekstraseluler sehingga menyebabkan invasi
endometrium ke dalam rongga submesotel peritoneum. 6,7,8
2.1.3.2. Luteinized Unruptured Follicle (LUF)
Telah ditemukan bukti bahwa penyebab kerusakan sel-sel mesotel adalah
endometrium fase haid, bukan endometrium fase proliperasi. Kemungkinan
pengaruh buruk isi darah haid telah dipelajari pada biakan gabungan dengan lapisan
Universitas Sumatera Utara
8
Universitas Sumatera Utara
tunggal sel mesotel, terlihat bahwa endometrium haid yang luruh, endometrium haid
yang tersisip, serum haid dan medium dari jaringan biakan haid, menyebabkan
kerusakan hebat sel-sel mesotel, hal ini kemungkinan berhubungan dengan
apoptosis dan nekrosis.6,7,8.
Endometriosis merupakan penyakit yang bergantung dengan kadar estrogen
akibat P450 aromatase dan defisiensi 17 beta-hidrohidroksisteroid dehidrogenase.
Aromatase mengkatalisis sintesis estron dan estradiol dari androstenedion dan
testosteron dan berada pada sel retikulum endoplasma. Pada sel granulosa 17 beta-
hidroksisteroid dehidrogenase mengubah estrogen kuat (estradiol) menjadi estrogen
lemah (estron).9-14
Endometrioma dan invasi endometriosis ekstraovarium mengandung
aromatase kadar tinggi, faktor pertumbuhan, sitokin dan beberapa faktor lain
berperan sebagai pemacu aktivitas aromatase melalui jalur cAMP.17 beta-
hidroksisteroid dehidrogenase. Hal ini menunjukkan adanya resistensi selektif gen
sasaran tertentu terhadap kerja progesteron. Resistensi juga terjadi dilihat dari
gagalnya endometriosis untuk beregresi dengan pemberian progestin.6,7,8
2.1.3.3. Gangguan imunitas
Diferensiasi klasik sel-sel endometrium bergantung pada hormon steroid
seks dapat dihambat oleh beberapa faktor, seperti: interferon-gamma yang dilepas di
dalam endometrium eutopik pada sambungan endometrio-miometrium. Secara
invitro telah diketahui mekanisme yang mendasari polarisasi spasial endometrium
eutopik menjadi lapisan basal dan superfisial. Lapisan basal merupakan sisi
metaplasia siklik aktif sel-sel stroma endometrium basal untuk menjadi miofibroblas
atau sebaliknya.6,7,8
Universitas Sumatera Utara
9
Universitas Sumatera Utara
Aktivitas morfologis endometrium terlaksana di dalam lapisan superfisial oleh
pradesidualisasi dan perdarahan haid, sedangkan di kompartemen zona lapisan
basal oleh metaplasia dan diferensiasi otot polos secara siklik. 6,7,8
Peritoneum bereaksi terhadap serpihan darah haid, berupa berhentinya
perekatan sel-sel endometrium yang viabel ke peritoneum, yang kemudian dapat
berubah bentuk menjadi lesi endometriosis. Dalam hal ini ikut berperan faktor
imunologi. Sistem imunitas yang terdapat dalam aliran darah peritoneal berupa sel
limfosit B,T dan Natural Killer (NK). Kemudian terjadi pengaktifan makrofag, namun
tidak dapat membersihkan rongga pelvik dari serpih darah haid. Aktifitas sel NK
menurun pada penderita endometriosis sehingga menyebabkan penurunan imunitas
seluler.6,7,8
Kemampuan fragmen endometrium untuk hidup dilokasi ektopik mungkin
berhubungan dengan respons imun. Peran imun pada kejadian endometriosis
banyak dipelajari dan ditemukan banyak kelainan imunologi. Namun apakah kelainan
imun merupakan penyebab atau akibat endometriosis masih belum diketahui. Sel
endometrium bersifat resisten terhadap apoptosis dan fagositosis, namun hanya 10-
15 % perempuan yang haid menderita endometriosis. Mekanisme bagaimana sel
endometriosis yang regurgitasi dibersihkan dari rongga peritoneum masih belum
jelas.15-17
Ada teori yang menyatakan keterlibatan sitokin sedikit lebih menyakinkan.
Lesi endometriosis memiliki konsentrasi interleukin-1 dan interleukin-6 lebih tinggi
secara signifikan dan tumor necrotizing factor-α lebih rendah dibandingkan
endometrium normal. Kemampuan beberapa sitokin untuk merangsang dan
menghambat pertumbuhan sel endometrial telah dibuktikan, adanya
Universitas Sumatera Utara
10
Universitas Sumatera Utara
ketidakseimbangan peran sitokin tersebut terkait dengan peranan sel T helper 1/ T
helper 2 (Th1/Th2) dalam endometriosis.15-17
Mekanisme pengaturan respon imun pada umumnya dilakukan oleh
subpopulasi sel T yang disebut sebagai sel T Regulator. Salah satu peran sel T
Regulator adalah menjaga keseimbangan peran dari sel Th1 dan Th2. Fungsi utama
respon imunitas selular adalah pertahanan terhadap mikroorganisme yang hidup
intraselular. Sel yang memiliki peran utama dalam respon imunitas selular adalah
limfosit T atau sel T. Fungsi sel T umumnya adalah: membantu sel B dalam
memproduksi antibodi, mengenal dan menghancurkan sel yang terinfeksi virus dan
mengaktifkan fagositosis makrofag.18,19
Sel T dibentuk dalam sumsum tulang tetapi diferensiasi dan proliferasinya
terjadi dalam kelenjar timus atas pengaruh berbagai faktor asal timus. Sekitar 90%-
95% sel timus tersebut mati dan hanya sekitar 5-10% menjadi matang dan
meninggalkan timus untuk masuk ke dalam sirkulasi dan kelenjar getah bening. Di
dalam timus sel T mendapat penanda CD ( cluster of differentiation) dan antigen
spesifik serta toleransi terhadap dirinya. Sel T terdiri atas beberapa sel subset seperti
sel T naif, Th1, Th2, T delayed Type Hypersensitivity (Tdth), Cytotoxic T Limphocyte
(CTL) atau cytotoxic atau cytolytic (Tc) dan T supresor (Ts) atau regulator (Tr).8,10
2.1.4. Diagnosis Endometriosis
Diagnosis endometriosis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan dipastikan dengan laparoskopi yang merupakan gold standard
secara klinis. Dan endometriosis secara pasti ditegakkan berdasarkan hasil
histopatologi dengan ditemukannya kelenjar dan stroma endometrium yang berasal
dari jaringan diluar kavum uteri.10
Universitas Sumatera Utara
11
Universitas Sumatera Utara
Anamnesis yang dapat membantu diagnosa endometriosis antara lain adanya
riwayat nyeri yang berhubungan dengan siklus haid, nyeri pelvik kronik, dispareunia,
dischezia, infertilitas atau perdarahan yang tidak teratur. Salah satu keluhan yang
paling sering dialami wanita dengan endometriosis adalah nyeri pelvik kronik
mencakup dismenorea yang paling sering dilaporkan. Meskipun demikian
dismenorea tidak dapat secara pasti memprediksi endometriosis. Dismenorea yang
berhubungan dengan endometriosis biasanya dimulai sebelum menstruasi dan
bertahan selama menstruasi berlangsung dan dapat terjadi lebih lama dari itu.
Sedangkan dispareunia terkait endometriosis biasanya terjadi sebelum menstruasi
dan semakin nyeri tepat di awal menstruasi. Nyeri ini lebih sering terjadi pada wanita
dengan penyakit yang melibatkan septum rektovagina dan cul-de-sac.19,20
Mekanisme terjadinya nyeri pada endometriosis ini mungkin disebabkan oleh
peradangan lokal, infiltrasi yang dalam dengan kerusakan jaringan, terlepasnya
prostaglandin dan perlengketan.11,14,20,21,22
Perdarahan tidak teratur yang berhubungan dengan endometriosis
diperkirakan terjadi pada 11-34% penderita endometriosis. Hal ini dikatakan
diakibatkan oleh adanya kelainan pada ovarium yang luas sehingga fungsi ovarium
terganggu. Perdarahan ini juga dihubungkan dengan terjadinya peningkatan kadar
estrogen dan berkurangnya progesteron yang mengakibatkan terganggunya
keseimbangan eutopik endometrium penderita endometriosis.10,23
Meskipun belum ada penjelasan yang pasti, endometriosis dihubungkan
dengan infertilitas. Endometriosis dijumpai pada 20-40% wanita infertil, dan diduga
ada beberapa mekanisme yang berhubungan dengan penurunan fertilitas pada
wanita dengan endometriosis. Transport ovum dapat terganggu akibat adanya
gangguan anatomi pada adneksa. Peradangan kronis yang mengakibatkan kadar
Universitas Sumatera Utara
12
Universitas Sumatera Utara
makrofag yang cukup tinggi pada penderita endometriosis dapat mempengaruhi
reseptifitas endometrium, folikulogenesis ovarium dan kerja dari saluran tuba. Kedua
pengobatan baik medisinalis dan operatif telah digunakan untuk penanganan
endometriosis terkait infertilitas. Penanganan lainnya seperti intrauterine
insemination (IUI) dan IVF, juga telah digunakan pada wanita infertil dengan
endometriosis.9,21,24
Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menentukan diagnosa dan penanganan
yang tepat dan juga diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan adanya penyakit
lainnya yang mungkin memerlukan perhatian. Pemeriksaan harus mencakup
penilaian dari posisi, ukuran dan mobilitas uterus, dimana uterus retrofleksi yang
terfiksir dapat menjadi sangkaan adanya perlengketan hebat. Pemeriksaan
rektovaginal mungkin diperlukan dan tepat untuk menilai ligamen uterosakral dan
septum rektovaginal yang dapat menunjukkan adanya nodul pada deep infiltrating
endometriosis. Massa di adneksa yang dijumpai pada pemeriksaan fisik dapat
disangkakan sebagai kista endometriosis. Pemeriksaan pada saat menstruasi dapat
meningkatkan keberhasilan mendeteksi infiltrasi nodul endometriosis dan penilaian
terhadap nyeri pelvik. Pemeriksaan fisik memiliki sensitivitas, spesifisitas dan nilai
duga yang lebih rendah jika dibandingkan dengan pembedahan yang merupakan
gold standard endometriosis.21,24,25,26
Ultrasonografi merupakan pencitraan yang paling umum untuk mendeteksi
endometriosis. Dapat mendeteksi adanya suatu kelainan organ panggul seperti
mioma uteri dan kista ovarium. Pencitraan ini tidak mamadai untuk menetukan
adanya lesi-lesi endometriosis superfisial yang biasanya tumbuh di sepanjang
selaput peritoneum. Ultrasonografi transvaginal dapat sangat membantu
mendiagnosis endometriosis stadium lanjut, tetapi tidak dapat digunakan untuk
Universitas Sumatera Utara
13
Universitas Sumatera Utara
pencitraan adhesi pelvik atau foci superficial peritoneal. Endometrioma dapat
ditunjukkan dalam berbagai gambaran ultrasonografi, tetapi biasanya tampak
sebagai struktur kistik dengan internal berdifusi rendah yang dikelilingi oleh kapsul
ekogenik kering (crisp echogenic capsule). Beberapa dapat menunjukkan septa
interna atau penebalan dinding nodular. Ketika karakteristik gejala dijumpai,
ultrasonografi transvaginal memiliki sensitivitas 90% atau lebih dan spesifisitas
hampir 100% untuk mendeteksi endometrioma.21,22,24
Pencitraan dengan doopler juga dapat membantu diagnosis sonografi dimana
endometrioma menerima suplai darah yang sedikit sedangkan karsinoma ovarium
menerima suplai darah yang banyak. Apabila endometriosis diduga memiliki invasif
yang lebih dalam terhadap organ-organ tertentu seperti usus atau kandung kemih,
pemeriksaan tambahan seperti kolonoskopi, sistoskopi, ultrasonografi rektal dan MRI
mungkin diperlukan. MRI memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan
ultrasonografi transvaginal dalam mendeteksi implan peritoneum dan memiliki
sensitivitas 70% dan spesifisitas 75% untuk deteksi penyakit yang didapati dari
pemeriksaan histopatologi, namun tidak dapat digunakan sebagai pencitraan utama
karena harganya mahal dan memiliki sensitivitas yang buruk untuk mendeteksi lesi
peritoneum maupun stadium endometriosis. MRI juga terkadang dapat menunjukkan
perlengketan padat pada distorsi usus yang berada di dekatnya dan susunan
anatomik di sekelilingnya.21,22,24,26,27
Belum ada uji laboratorium darah yang dapat digunakan untuk diagnosa pasti
endometriosis. Meskipun serum CA-125 mungkin dapat meningkat pada
endometriosis derajat sedang dan berat, ketentuan ini tidak dianjurkan sebagai
pemeriksaan rutin. Pada suatu meta analisis dari 23 penelitian yang meneliti serum
CA-125 pada wanita yang dinyatakan menderita endometriosis secara operatif,
Universitas Sumatera Utara
14
Universitas Sumatera Utara
perkiraan sensitivitas dan spesifisitasnya hanya berkisar masing-masing 28% dan
90%.26,27
Laparoskopi merupakan gold standard dalam menegakkan diagnosis suatu
endometriosis dengan cara melihat langsung ke dalam rongga abdomen. Keparahan
penyakit paling baik digambarkan dengan tampilan langsung dan lokasi dari lesi
endometriosis dan keterlibatan organ lainnya. Laparaskopi diagnostik tidak
dibutuhkan sebelum pasien mengeluhkan gejala nyeri pelvik. Meskipun laparoskopi
dianggap sebagai prosedur yang minimal invasif, namun tetap dapat memberikan
resiko pembedahan termasuk perforasi usus dan kandung kemih dan juga cedera
pembuluh darah.11,22
2.1.5. Penatalaksanaan
Penanganan endometriosis yang saat ini digunakan mencakup beberapa cara
yaitu pengobatan medikamentosa, pembedahan atau kombinasi keduanya.
Pengobatan endometriosis bergantung kepada keluhan wanita yang menderita
endometriosis dan penanganannya disesuaikan dengan tujuan. Untuk wanita dengan
infertilitas dan nyeri terkait endometriosis perlu ditetapkan manakah yang menjadi
prioritas utama dari dua pilihan pengobatan, yaitu hormonal ataukah pembedahan,
karena belum ada bukti bahwa pengobatan hormonal tunggal dapat memperbaiki
fertilitas dan angka residifnya sangat tinggi.20,21
Jenis dan rancangan penanganan endometriosis perlu dirancang dan dimulai
di meja operasi karena kepastian diagnosis endometriosis sebagian besar baru
dapat ditegakkan pada saat laparoskopi atau laparatomi. Saat ini perencanaan
penanganan endometriosis semakin bertambah rumit karena pilihannya sangat
beragam.21
Universitas Sumatera Utara
15
Universitas Sumatera Utara
Kemajuan besar telah dicapai dalam penanganan medikamentosa, meliputi
GnRH agonis, GnRH antagonis, aromatase inhibitor, antagonis progesteron,
modulator selektif steroid seks, antiangiogenesis, dan imunoterapi dengan vaksin.
Mengingat kendala dalam biaya, seorang klinisi harus menetapkan secara ketat
indikasi pemakaian obat-obatan tersebut. Untuk itu spesialis ginekologi perlu dengan
baik memahami etiopatogenesis endometriosis dan juga dengan cara apa
penanganan yang akan dilakukan.21
Gambar 2.2 Algoritme Diagnosis dan Penatalaksanaan Endometriosis1
Universitas Sumatera Utara
16
Universitas Sumatera Utara
2.1.6. Klasifikasi Endometriosis
Penentuan stadium endometriosis sangat penting dilakukan terutama untuk
menerapkan cara pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi hasil pengobatan.
Namun stadium ini tidak memiliki korelasi dengan derajat nyeri, keluhan pasien,
maupun prediksi respon terapi terhadap nyeri atau infertilitas. Hal ini dapat
dimengerti karena endometriosis dapat dijumpai pada pasien yang
asimptomatik.11,12,27,28
Endometriosis peritoneum didefinisikan sebagai lesi superfisial, dimana
tampilan lesi dapat sebagai warna merah (merah, merah muda, merah menyala,
gelembung darah, gelembung bening), warna putih (opasifikasi/keruh, cacat
peritoneum, coklat-kekuningan) atau hitam (hitam, tumpukan hemosiderin,
biru).24,27,29
Klasifikasi endometriosis saat ini berdasarkan American Society for
Reproductive Medicine (ASRM) yang merupakan revisi dari American Fertility
Society (AFS). Endometriosis dibagi menjadi stadium I (minimal), stadium II (mild),
stadium III (moderate), stadium IV (severe) atau dengan pembagian endometriosis
minimal-ringan adalah AFS I-II dan endometriosis sedang-berat adalah AFS III-
IV.10,13,26
Universitas Sumatera Utara
17
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Klasifikasi Endometriosis Berdasarkan The American Society for Reproductive Medicine Yang Direvisi
Universitas Sumatera Utara
18
Universitas Sumatera Utara
Sistem skoring endometriosis menurut ASRM yang telah direvisi, penilaian
terhadap lesi endometriosis pada peritoneum dan tuba menggunakan nilai yang
berhubungan dengan ukuran lesi. Penilaian ini juga didasarkan pada perlengketan
pada ovarium dan tuba fallopi. Dan juga terdapat penilaian untuk lesi yang dijumpai
pada daerah cul-de-sac posterior. Sistem skoring endometriosis diklasifikasikan
sebagai berikut:10
∑ Stadium 1 (minimal) : 1-5
∑ Stadium 2 (mild) : 6-15
∑ Stadium 3 (moderate) : 16-40
∑ Stadium 4 (severe) : >40
2.1.7. Patogenesis
Diperkirakan endometriosis ovarium muncul akibat proses invaginasi dan
metaplasia coelomic dari pelapis epitel ovarium atau dapat terjadi akibat implantasi
langsung jaringan endometrium ke dalam kista folikel atau kista luteum. Mekanisme
lain yang diperkirakan menjadi penyebab endometriosis peritoneum dan
endometriosis pada ovarium adalah perubahan mekanisme apoptosis sehingga
terbentuklah implantasi endometrium.5,6,9,10
Walaupun patogenesis endometriosis tetap kurang dimengerti, pandangan
baru yang didapat dari penelitian akhir-akhir ini dengan menggunakan metode
genetik, molekular dan biokimia yang baru telah membantu untuk menjelaskan
dengan lebih baik mekanisme yang menyebabkan penyakit tersebut dan
konsekuensi klinisnya dan telah memberikan pendekatan baru terhadap diagnosis
dan pengobatan kelainan kompleks dan rumit ini.7,10,11
Universitas Sumatera Utara
19
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.4 Skema lesi endometriosis di dalam panggul.11
2.1.7.1. Efek Estrogen
Terdapat perbedaan molekular yang jelas antara jaringan endometriosis dan
endometrium, seperti produksi berlebihan dari estrogen, prostaglandin dan sitokin
pada jaringan endometriosis. Produksi estrogen memainkan peran kunci pada
endometriosis. Penghambatannya dengan GnRH analog, kontrasepsi oral, progestin
dan inhibitor aromatase mengurangi lesi dan nyeri endometriosis. Steroidogenic
acute regulatory protein (STAR) memfasilitasi langkah awal pembentukan estrogen
(masuknya kolesterol sitosol ke dalam mitokondria). Kemudian 5 protein yang
mengkatalisasi 6 langkah enzimatik (side-chain cleavage enzyme, 3β-hydroxysteroid
dehydrogenase2, 17-hydroxylase-17-20-lyase, aromatase dan 17β-hydroxysteroid
dehydrogenase) mengubah kolesterol menjadi estradiol aktif. Langkah kunci,
konversi steroid C19 menjadi estrogen, dikatalisa oleh aromatase, penghambatan
aromatase akan mengeliminasi secara efektif semua produksi estrogen.22-25,30-33
Universitas Sumatera Utara
20
Universitas Sumatera Utara
Survival dan pertumbuhan lesi endometriosis membutuhkan suplai darah yang
adekuat yang menunjukkan peran penting dari angiogenesis dalam endometriosis.
Estrogen memiliki fungsi dalam meregulasi faktor pertumbuhan angiogenik seperti
vascular endothelial growth factor (VEGF) yang merupakan salah satu faktor
angiogenik yang paling poten, ditemukan dalam cairan peritoneum pada pasien
endometriosis derajat lanjut. Sebagai tambahan, cairan peritoneum dari wanita
dengan endometriosis meningkatkan ekspresi VEGF dalam kultur sel endometrium.
Sebuah penelitian mengobservasi bahwa produksi VEGF oleh makrofag dalam
cairan peritoneum meningkat setelah stimulasi dengan estrogen dan progesteron.
Makrofag migration inhibitory factor (MIF), sebuah mediator potensial angiogenesis,
meningkat pada cairan peritoneum dari wanita dengan endometriosis dan
mempengaruhi proliferasi sel-sel endotel.25,26,32-34
Estrogen juga memiliki peranan dalam apoptosis. Defisit estrogen pada kultur
sel dihubungkan dengan penurunan viabilitas sel dan peningkatan sel-sel apoptosis.
Estrogen juga meningkatkan fosforilasi Akt, sebuah regulator apoptosis dan survival
sel. Gangguan apoptosis dalam sel-sel endometrium bisa berkontribusi terhadap
patogenesis endometriosis. Pada wanita sehat, apoptosis adalah penting dalam
mempertahankan homeostasis selama siklus menstruasi. Pada wanita dengan
endometriosis, peningkatan ekspresi faktor anti-apoptosis dan penurunan ekspresi
faktor pro-apoptosis telah dilaporkan, yang menyokong fenotip anti-apoptosis pada
sel-sel endometrium.25,26,32-34
2.1.7.2. Inflamasi dan Respons Imun
Data yang cukup telah menyatakan bahwa endometriosis dihubungkan
dengan sebuah keadaan inflamasi subklinis peritoneum yang ditandai oleh
Universitas Sumatera Utara
21
Universitas Sumatera Utara
peningkatan volume cairan peritoneum, peningkatan konsentrasi sel darah putih
cairan peritoneum (terutama makrofag dengan peningkatan aktivitasnya) dan
peningkatan sitokin inflamasi, faktor pertumbuhan dan substansi penyokong
angiogenesis. Telah dilaporkan pada baboon bahwa inflamasi subklinis peritoneum
terjadi selama menstruasi dan setelah injeksi peritoneum intrapelvik. Tingkat aktivasi
basal yang lebih tinggi dari makrofag peritoneum pada pasien dengan endometriosis
dapat mengganggu fertilitas dengan cara menurunkan motilitas sperma,
meningkatkan fagositosis sperma atau mengganggu fertilisasi, mungkin dengan
meningkatkan kadar sitokin seperti TNF-α. TNF-α juga dapat memfasilitasi implantasi
endometrium pada pelvis. Perlekatan sel-sel stroma endometrium ke dalam sel-sel
mesotel in vitro dapat ditingkatkan dengan pretreatment sel-sel mesotel dengan
dosis fisiologis TNF- α. Makrofag dapat menyokong pertumbuhan sel-sel
endometrium dengan cara mensekresi growth factor dan angiogenetic factor seperti
epidermal growth factor (EGF), macrophage-derived growth factor (MDGF),
fibronektin dan adhesion molecule seperti integrin. Setelah perlekatan sel-sel
endometrium ke peritoneum, terjadi invasi dan pertumbuhan lebih lanjut yang
tampaknya diregulasi oleh matrix metalloproteinase (MMP) dan tissue factors
pathway inhibitor.9,32
Sitokin inflamasi memainkan peran sentral dalam regulasi proliferasi, aktivasi,
motilitas, adesi, kemotaksis dan morfogenesis dari sel. Beberapa sitokin seperti IL-1,
IL-5, IL-6, IL-8, IL-15, monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1), TNF-α, transforming
growth factor-β (TGF-β) dan Regulated on Activation, Normal T-cell Expressed dan
Secreted (RANTES) telah diimplikasikan dalam patogenesis endometriosis. Telah
juga diobservasi bahwa kadar beberapa sitokin dalam cairan peritoneum dan serum
berkorelasi dengan keparahan penyakit. Ekspresi TNF-α, IL-8, dan MCP-1 lebih
Universitas Sumatera Utara
22
Universitas Sumatera Utara
tinggi pada endometriosis tingkat dini dan menurun pada endometriosis tingkat
lanjut, sementara ekspresi TGF-β menurun dengan penurunan keparahan penyakit.
RANTES juga meningkat dalam cairan peritoneum wanita dengan penyakit yang
lebih berat.32,33,34
Gambar :2.5 Imunobiologi Endometriosis 20
Sistem imun manusia sehat menyingkirkan sel-sel endometrium ektopik dan
mencegah implantasi dan perkembangannya menjadi lesi endometriosis. Proses ini
mungkin difasilitasi oleh perubahan apoptosis sel-sel endometrium yang normalnya
meningkat pada akhir siklus menstruasi tetapi proses apoptosis ini secara signifikan
menurun pada endometriosis. Dengan demikian pada wanita sehat, sel-sel
endometrium yang didiseminasi ke dalam lokasi ektopik mungkin diprogram untuk
mengalami kematian dan dengan mudah dieliminasi oleh sistem imun.21,25,32,35,36
Endometriosis dapat disebabkan oleh penurunan pembersihan sel-sel
endometrium cairan peritoneum akibat penurunan aktivitas sel NK atau penurunan
Universitas Sumatera Utara
23
Universitas Sumatera Utara
aktivitas makrofag. Penurunan sitotoksisitas yang dimediasi secara seluler terhadap
sel-sel endometrium autolog telah dihubungkan dengan endometriosis.24,25,31,32,33
Endometriosis merupakan kondisi inflamasi dimana sejumlah besar leukosit
direkrut dari sirkulasi darah ke dalam lesi endometriosis sehingga terjadi perubahan
jumlah dan fungsi dari leukosit ini dalam endometrium eutopik dan cairan peritoneum
dan juga dalam lesi endometriosis. Makrofag, sel natural killer, limfosit T, limfosit B,
sel mast dan sel dendritik meningkat dalam lesi endometriosis sebagai melalui
ekstravasasi dari sirkulasi darah ke dalam lesi endometriosis dimana terjadi
perubahan fungsi sel T regulator yang mempengaruhi terjadinya endometriosis dan
progresifitasnya.32,33,34
2.1.7.3. Peranan Makrofag
Fagosit mononuklear (monosit dan makrofag) ditemukan pada kebanyakan
jaringan tubuh dan berperan vital dalam sistem imun innate dan sistem imun didapat.
Monosit yang bersirkulasi yang diproduksi disumsum tulang dari progenitor mieloid
bersama adalah prekursor untuk makrofag jaringan. Pada waktu dilepaskan ke
dalam sirkulasi darah perifer, monosit bersirkulasi selama beberapa menit sampai
beberapa hari sebelum memasuki jaringan. Monosit mampu berdiferensiasi menjadi
sel-sel efektor yang heterogen secara morfologi dan secara fungsional, termasuk
makrofag yang tinggal dalam jaringan dan makrofag inflamasi.32,36,37
Makrofag yang tinggal dalam jaringan melakukan fungsi khusus yang
dibutuhkan untuk lokasi anatomi yang berbeda. Beberapa contoh termasuk:
makrofag alveolar dalam paru-paru yang bertanggung jawab untuk pertahanan lokal
melawan patogen dan materi partikulat; Sel Langerhans yang bertempat dalam
Universitas Sumatera Utara
24
Universitas Sumatera Utara
epidermis; Osteoklas yang meremodelling tulang; makrofag splen dan sel Kupffer
dalam hati, yang menyokong pembersihan patogen yang berasal dari darah.32,36,37
Selama proses inflamasi, monosit direkrut ke jaringan yang mengalami jejas
dengan cara melekat ke endotel pembuluh darah dan mengikuti gradien haptotaktik
dan kemotaktik lokal sebelum berdiferensiasi menjadi makrofag. Makrofag baik yang
tinggal di dalam jaringan atau yang baru direkrut adalah sumber utama kemokin
dalam jaringan.32,36,37
Makrofag mononuklear mengikuti neutrofil ke dalam inflamasi, memfagosit
debris seluler dan material asing dan akhirnya keluar dari tempat inflamasi.
Kehadiran yang berkepanjangan sejumlah besar makrofag mononuklear pada
tempat perbaikan jaringan adalah biasanya menjadi indikasi adanya inflamasi kronik
dengan pembentukan jaringan granulasi dengan luaran seperti nekrosis,
pembentukan granuloma, fibrosis dengan enkapsulasi, dan/atau beberapa derajat
pembentukan jaringan parut. Penelitian yang luas telah menunjukkan bahwa
makrofag menunjukkan plastisitas, yaitu fenotip makrofag dapat berubah bergantung
pada lingkungan lokal. Makrofag bisa diaktifkan secara klasik (M1 makrofag) atau
diaktifkan secara alternatif (M2 makrofag), tetapi ada heterogenitas substansial
dalam fenotip makrofag, karena sebagian peran luas yang makrofag jalankan
dalam respon inflamasi dan dalam mempertahankan homeostasis jaringan. 32,36,37,38
Makrofag adalah suatu elemen kunci dari respons imun nonspesifik, yaitu
bagian dari sistem imun innate yang tidak spesifik antigen dan tidak melibatkan
memori imunologik. Makrofag mempertahankan host dengan pengenalan, fagositosis
dan destruksi mikroorganisme yang menyerang dan juga berperan sebagai
scavenger, membantu untuk membersihkan sel-sel yang mengalami apoptosis dan
debris seluler. Makrofag mensekresikan berbagai sitokin, faktor pertumbuhan, enzim-
Universitas Sumatera Utara
25
Universitas Sumatera Utara
enzim, dan prostaglandin yang membantu memperantarai fungsinya sendiri
sementara menstimulasi pertumbuhan dan proliferasi tipe sel lain. Makrofag memiliki
habitat normal pada cairan peritoneum dan jumlah dan aktivitasnya sangat
meningkat pada wanita dengan endometriosis. Daripada bekerja sebagai scavenger
(makrofag M1) untuk mengeliminasi sel-sel endometrium ektopik, makrofag
peritoneum yang diaktifkan secara alternatif (makrofag M2) dan monosit sirkulasi
pada wanita dengan endometriosis tampaknya menyokong endometriosis dengan
mensekresi faktor pertumbuhan dan sitokin yang menstimulasi proliferasi
endometrium ektopik dan menghambat fungsi scavengernya. 23,25,29,32,33
Penelitian pada tikus percobaan, makrofag yang diaktifkan secara alternatif
(makrofag M2) secara dramatis meningkatkan pertumbuhan lesi endometriosis pada
tikus. Sedangkan makrofag inflamasi (makrofag M1) secara efektif melindungi tikus
dari endometriosis. Oleh karena itu, makrofag endogen yang terlibat dalam
remodelling jaringan tampaknya berperan dalam perjalanan alamiah endometriosis
yang dibutuhkan untuk membentuk vaskularisasi yang efektif dan pertumbuhan lesi
endometriosis.32,38,39,40
Aktivasi alternafif makrofag (makrofag M2) adalah langkah kunci dalam
perkembangan endometriosis dimana peningkatan makrofag M2 ini akan mensekresi
dan meningkatkan konsentrasi sitokin, prostaglandin, komponen komplemen, dan
faktor pertumbuhan seperti tumor necrosis factor-β (TNF-α), IL-6, dan transforming
growth factor-β (TGF-β). Normalnya sel-sel endometriosis yang masuk ke kavum
peritonei disingkirkan oleh makrofag. Mekanisme aberasi pada endometriosis ini
mengakibatkan tidak efektifnya sistem pembersihan imunologis terhadap agen asing.
Makrofag M2 dan peningkatan kadar sitokin mengakibatkan inisiasi, progresi dan
pertumbuhan sel-sel endometrium juga neovaskularisasi.25,32, 40,41
Universitas Sumatera Utara
26
Universitas Sumatera Utara
Makrofag M2 lebih berperan dibandingkan makrofag M1 dalam patogenesis
endometriosis. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor genetik, hormonal dan
lingkungan. Sebuah penelitian menyatakan bahwa estrogen meningkatkan aktivitas
makrofag M2 melalui reseptor estrogen yang diekspresikan pada permukaannya. Di
bawah pengaruh estrogen ini makrofag M2 akan mensekresikan sitokin dan faktor
pertumbuhan (seperti VEGF, hepatocyte growth factor, dan TNF-α) yang
berkontribusi terhadap perkembangan dan persistensi endometriosis.25,33,32,41,42
Fenotip makrofag dapat dikarakterisasi sebagai makrofag proinflamasi
(makrofag M1) atau makrofag imunomodulator atau makrofag remodelling jaringan
(makrofag M2). Metode imunohistologi dapat digunakan untuk mengidentifikasi
marker permukaan makrofag yaitu CD68, CD80 dan CCR7 (M1 profile), dan CD163
(M2 profile).25,32,44,43
2.2. RANTES
Kemokin adalah jenis kemotaktik sitokin yang mempunyai peranan besar
dalam patogenesis suatu inflamasi. Kemokin merupakan molekul kecil yang mampu
memicu kemotaksis bermacam sel termasuk netrofil, monosit, limfosit, eosinofil,
fibroblast dan keratinosit. Kemokin juga menginduksi pelepasan granul sel-sel
inflamasi seperti basofil dan eosinofil. Proses kemotaktik sel inflamasi oleh kemokin
dimediasi oleh reseptor spesifik kemokin. Fungsi kemokin sebagai regulator motilitas
dan orientasi leukosit adalah sebagai mediator proinflamasi, imunomodulator kuat
(aktivasi dan diversifikasi limfosit), modifier biologis fungsi eritrosit dan faktor
angiogenik. Kemokin berikatan dan mengaktifkan reseptor spesifik pada permukaan
leukosit.35,36,37,43-46
Universitas Sumatera Utara
27
Universitas Sumatera Utara
b-kemokin CCL5 yang juga dikenal sebagai RANTES ( regulated upon
activation, normal T cell expressed and secreted) adalah kemokin pertama yang
dievaluasi dalam hubungannya dengan endometriosis sejak tahun 1993. Kemokin ini
yang paling sering dinilai selama 20 tahun terakhir sebagai kemungkinan penanda
bagi endometriosis. Penelitian pada kemokin CCL5 mengukur CCL5 dalam cairan
peritoneum menunjukkan hasil yang kontroversial dimana konsentrasi CCL5 yang
lebih tinggi yang signifikan secara statistik di antara pasien endometriosis
dibandingkan dengan kontrol, sementara penelitian lain tidak menemukan perbedaan
yang signifikan secara statistik (P> 0,05) di antara kelompok dengan penyakit dan
kontrol. CLL5 adalah protein 8 kda diklasifikasikan sebagai sitokin kemotaktik atau
kemokin. CCL5 adalah kemotaktik untuk sel T, eosinofil dan basofil dimana
memainkan peran aktif dalam merekrut leukosit dalam inflamasi dengan bantuan
sitokin tertentu yang dikeluarkan oleh sel T. RANTES atau CCL5 ini dihasilkan dari
stroma endometrium dan dipengaruhi oleh estrogen yang dominan estrogen lokal
dari aromatase. RANTES memberi sinyal pada T limfosit untuk diaktifkan
menghasilkan sitokin.35,36,37,43,44,45
Gambar 2.6. Struktur molekul RANTES (CCL5)36,44
Universitas Sumatera Utara
28
Universitas Sumatera Utara
2.3. Peran RANTES pada Endometriosis
Beberapa tahun belakangan ini dunia telah melihat penggunaan marker
antibodi-antibodi yang sangat luas dan bervariasi dalam pemeriksaan imunologi
terutama dalam patologi ginekologi. Kebanyakan penggunaannya berhubungan
dengan diagnosis kasus-kasus neoplasma ginekologi dan tidak jarang untuk menilai
prognosis dan nilai prediktif.38, 46
Dalam tahun-tahun mendatang, diagnosis molekuler akan lebih lanjut lagi
berperan penting dalam kesehatan publik secara global. Berbagai pemeriksaan
molekuler genetik akan memfasilitasi dalam banyak hal seperti deteksi dan
menentukan karakterisasi penyakit. Bukan hanya itu, bahkan dapat menjadi monitor
terhadap respon pengobatan dan identifikasi patogenesis serta suseptibilitas
penyakit. Banyak antibodi immunologis yang pada awalnya diperkirakan spesifik
untuk satu jenis tumor tertentu.38, 46
Hampir setiap wanita mengalami menstruasi retrograde setiap bulannya. Dan
secara fisiologis setiap sel endometrium akan menyebabkan reaksi inflamasi dengan
menghasil MCP-1 dan RANTES dari sel stroma dan kelenjar endometrium yang
dipicu oleh estrogen yang dihasilkan dari proses aromatase yang diketahui
ekspresinya tinggi pada jaringan endometriosis. Bahan kemokin ini yang
berpengaruh terhadap rekrutmen dari monosit dan makrofag ke jaringan lesi
endometriosis.25,38, 32,46,47
Peningkatan jumlah makrofag ditemukan dalam cairan peritoneal penderita
dengan endometriosis. Makrofag ini juga ditemukan memiliki efek stimulasi pada
jaringan endometrium, dibandingkan dengan makrofag wanita tanpa endometriosis
yang memiliki efek penekanan.24,38, 31, 32, 46, 48, 49
Perubahan cairan peritoneum yang menunjukkan peningkatan aktivitas
Universitas Sumatera Utara
29
Universitas Sumatera Utara
makrofag, sekresinya adalah beberapa sitokin yang menyebabkan terjadinya proses
apoptosis patologis. Hal ini terutama ditemukan pada endometriosis berat dengan
infertilitas, dimana terjadi proses tersebut pada sel granulosa ovarium dengan
ditemukan kadar Interleukin-6 (IL-6) dan IL-8 yang tinggi pada cairan peritoneum.
Pertumbuhan lebih lanjut dari sel endometrium akibat menstruasi retrograd
kemungkinan juga melibatkan sistem imun penderita endometriosis. Suatu proses
imunologi yang sangat komplek dan saling terkait diduga berperan pada
pertumbuhan lebih lanjut dari sel endometrium yang terlepas. Hal ini berhubungan
dengan dijumpainya sel limfoid pada implant endometriosis. Selain itu dijumpai juga
adanya peningkatan kadar makrofag dan limfosit T didalam cairan peritoneum.
Keadaan ini mungkin merupakan salah satu awal dari proses inflamasi yang
komplek. Terjadi pula peningkatan kadar sitokin dan growth factor yang dihasilkan
oleh leukosit atau sel lain. Mereka dapat berperan sebagai autokrin yang
berpengaruh pada sel induknya sendiri dan parakrin yang berpengaruh pada sel
disekitarnya atau masuk peredaran darah maupun rongga tubuh yang cukup jauh.
Para peneliti menemukan jenis sitokin yang meningkat diantaranya adalah RANTES
(Regulated on Activation, Normal T-cell Expressed and Secreted), IL-1 (Interleukin-
1), IL-6 dan TNF (Tumor Necrosis Factor). Sedangkan faktor pertumbuhan yang
meningkat pada penderita endometriosis diantaranya adalah VEGF (Vascular
Endothelial Growth Factor). IL-1 merupakan sitokin yang memiliki peran penting
dalam mengatur inflamasi dan respon imun. IL-1 yang dihasilkan oleh aktif monosit
dan macrophage, memiliki dua macam reseptor yaitu reseptor alfa dan beta, tetapi
keduanya dapat dihambat dengan satu macam reseptor antagonis IL-1. IL-1 beta
dapat memicu faktor angiogenesis seperti VEGF dan IL-6 sehingga terjadi
pertumbuhan pembuluh darah pada stroma endometriosis, tetapi tidak pada stroma
Universitas Sumatera Utara
30
Universitas Sumatera Utara
endometrium normal.8,34,47, 48,50
Gambar 2.7 Perubahan imunologi pada endometriosis 18
Menstruasi retrograd
Sel endometrial yang mampu bertahan hidup dalam cairan peritoneal
Perlekatan sel endometrial dan
peritoneum
Implantasi dan invasi sel ektopik
Pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan
endometriosis
Kharakteristik sel endometrial dalam cairan peritoneum atau inflamasi pelvis- Peningkatan jumlah dan aktifitas
makrofag- Peningkatan jumlah IL-8,TNF-α,IL-6
Perangsangan MMP- IL-1,TNF-α- Supresor TIMP
- Peningkatan angiogenesis- Peningkatan sekresi VEGF- Peningkatan ekspresi IL-8,RANTES- TNF-α
- Peningkatan sel dendritik yang dapat melepas autoantibodi untuk sel T yang autoreaktif
- Penurunan aktifitas sel NK terhadap sel dendritik
- Peningkatan reaksi autoantibodi- Pengaktifan siklus hormonal - Ekspresi aromatase yang tidak
terkontrolPerdarahan secara siklik dalam rongga
Inflamasi kronik/pembentukan
peritoneal fibrosis
Peningkatan jumlah sel endometrial dalam cairan endometrium atau penurunan kemampuan imunitas- Defek pada sel NK- Apoptosis abnormal- Penurunan sitotoksisitassel T
Universitas Sumatera Utara
31
Universitas Sumatera Utara
Pada suatu penelitian di Universitas Fudan Shanghai dapat dilihat ekspresi
RANTES pada 9 dari 11 jaringan endometriosis, imunoreaktif RANTES diamati pada
kelenjar dan stroma. Dalam endometrium yang normal tanpa endometriosis, ekspresi
RANTES pada sel epitel dan stroma tujuh dari sepuluh proliferasi sampel hampir
tidak tampak perubahan warna dalam sel tersebut. Pada 13 sampel endometrium
eutopik, didapat peningkatan yang signifikan pada ekspresi RANTES dalam sel epitel
dan stroma, di sini sel stroma yang bernoda lebih intens daripada sel-sel epitel,
dapat dilihat pada gambar 2.4.4
Gambar 2.8 Imunohistokimia RANTES pada endometrium normal,endometrium eutopik, dan jaringan endometrium ektopik (400x).4
Normal Eutopic Ectopic
Universitas Sumatera Utara
32
Universitas Sumatera Utara
2.4. KERANGKA TEORI
diferensiasi
MCP-1
Stroma EndometriumL-selektin
Estrogen lokal
Peningkatan reaksi autoantibodi (sitokin), antiinflamasi, growth
factor
Implantasi dan invasi sel ektopik
Perdarahan secara siklik dalam rongga
Inflamasi kronik/pembentukan
peritoneal fibrosis
Aromatase
RANTES
Makrofag
M2 M1
T limfosit
Endometriosis
>
Universitas Sumatera Utara
33
Universitas Sumatera Utara
2.5. KERANGKA KONSEP
RANTES ENDOMETRIOSIS
Variabel Independen Variabel Dependen
Universitas Sumatera Utara
34
Universitas Sumatera Utara
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian analitik dengan pendekatan cross sectional
dengan pemeriksaan imunohistokimia terhadap parafin blok jaringan endometriosis
dan parafin blok jaringan endometrium normal pada kasus mioma uteri untuk
melihat perbedaan ekspresi RANTES.
3.2. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
3.2.1. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2015 sampai dengan bulan Juni
2015, meliputi persiapan penelitian, pengambilan data, pemeriksaan IHC RANTES,
analisa data dan penulisan hasil penelitian.
3.2.2. Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilakukan di Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H.Adam Malik Medan. Pengambilan
sampel dan pemeriksaan imunohistokimia RANTES dilakukan di Departemen
Patologi Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / RSUP H.Adam
Malik Medan.
3.3. SAMPEL PENELITIAN
Sampel penelitian terdiri dari dua kelompok yaitu satu kelompok dari blok
parafin yang sebelumnya telah didiagnosa sebagai endometriosis yang memenuhi
kriteria inklusi dan ekslusi.
Universitas Sumatera Utara
35
Universitas Sumatera Utara
Kelompok kedua adalah blok parafin yang sebelumnya telah didiagnosa
sebagai endometrium normal pada kasus mioma uteri yang memenuhi kriteria
inklusi dan ekslusi.
3.4. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI PENELITIAN
3.4.1. Kriteria inklusi
Sediaan histopatologi yang didiagnosa sebagai endometriosis dan telah
dikonfirmasi oleh dua orang ahli patologi dengan melakukan review slide.
3.4.2. Kriteria ekslusi
Blok parafin yang tidak dapat diproses untuk pulasan IHC.
3.5. BESAR SAMPEL
Penentuan besar sampel, dilakukan berdasarkan perhitungan statistik dengan
menetapkan tingkat kepercayaan 95% dan kekuatan uji (power test) 80%. Dengan
menggunakan rumus penentuan besar sampel untuk menguji perbedaan dua rata-
rata, yaitu :
Besar sampel penelitian dihitung secara statistik berdasarkan rumus:
(Zα β
n1 = n2 =
(P1-P2)
Dimana:
Zα = nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai α
yang ditentukan. Nilai α = 0,05‡ Zα=1,96
Zβ= nilai baku normal dari tabel Z yang besarnya bergantung pada nilai β
Universitas Sumatera Utara
36
Universitas Sumatera Utara
yang ditentukan. Nilai β = 0,20‡ Zβ=0,84
P1= proporsi RANTES pada endometriosis (menurut penelitian Wang XQ dkk) = 1
P2= proporsi RANTES pada endometrium normal pada kasus mioma uteri (menurut
penelitian Wang XQ dkk) = 0,7
Q1= 1- P1 = 0
Q2= 1- P2 = 0,3
P = ½ (P1+P2) = 0,85
Q = 1 - P = 0,15
n1=n2= 16 orang (merupakan sampel minimum)
Pada penelitian ini akan menggunakan sampel untuk kelompok endometriosis
sebanyak 20 orang dan kelompok endometrium normal kasus mioma uteri sebanyak
18 orang.
3.6. IDENTIFIKASI VARIABEL
Variabel Bebas
∑ Ekspresi RANTES
Variabel Tergantung
∑ Endometriosis
Universitas Sumatera Utara
37
Universitas Sumatera Utara
3.7. DEFINISI OPERASIONAL
No
Variabel Definisi Cara dan
Alat ukur
Kategori Skala Ukur
1 Endometriosis
( kasus )
Jaringan endometrium pada penderita endometriosis yang terdapat di luar uterus
Pemeriksaan Histopatologi
2 Nonendometriosis
Endometrium normal pada kasus mioma uteri(kontrol)
Lapisan dalam rongga endometrium, tanpa ada nodul-nodul endometriosis maupun endometriosis susukan dalam
Pemeriksaan Histopatologi
3 Ekspresi RANTES
Gambaran dari IHC RANTESdengan pewarnaan imunohistokimia
Imunohistokimia Negatif : Negatif
+1: Lemah
+2: sedang
+3:kuat
ordinal
4 Umur Usia dihitung dalam tahun berdasarkan ulang tahun terakhir
Melihat tanggal lahir dari data Rekam Medis
< 30 tahun
30-40 tahun
>40 tahun
ordinal
5 Paritas Jumlah persalinan yang pernah dialami ibu
Melihat jumlah persalinan dari data rekam medis
0 ; 1-3 ;≥ 4
ordinal
6 Stadium Endometriosis
Derajat penyakit berdasarkan kriteria ASRM
Stadium endometriosis berdasarkan skoring ASRM
Std I : skor 1-5
Std II :
ordinal
Universitas Sumatera Utara
38
Universitas Sumatera Utara
dari data rekam medik
skor 6-15
Std III :
Skor 16-40
Std IV :
Skor > 40
Endometriosis :
Definisi : Jaringan endometrium pada penderita endometriosis
yang terdapat diluar uterus.
Alat ukur : Pemeriksaan histopatologi jaringan dinyatakan
sebagai endometriosis.
Cara ukur : Melihat hasil histopatologi.
Skala ukur : Endometriosis dan endometrium normal
Endometrium Normal
Definisi : Lapisan dalam rongga endometrium, tanpa ada nodul-nodul
endometriosis maupun endometriosis susukan dalam
Alat ukur : Pemeriksaan histopatologi
Cara Ukur : Melihat hasil histopatologi
Skala ukur : Normal dan tidak normal
Ekspresi IHC RANTES
Defenisi : Gambaran dari IHC RANTES dengan pewarnaan
imunohistokimia.
Alat ukur : Imunohistokimia
Universitas Sumatera Utara
39
Universitas Sumatera Utara
Cara ukur : Pewarnaan imunohistokimia jaringan endometrium
normal dan jaringan endometriosis yang diamati
oleh dua orang observer.
Skala ukur : Ekspresi +1. +2, +3 dan negatif (skala ordinal)
Hasil pemeriksaannya dinyatakan dalam Total Score yang terdiri dari
Intensity Score dan Proportion Score .
Intensity score menyatakan ekspresi negative, +1,+2,+3, (skala ordinal)
Proportion score menyatakan rata-rata jumlah sel yang terwarnai dari
100 sel per lapangan pandang, yang dinyatakan dengan ;
0 adalah tidak ada yang terwarnai
1 adalah kurang dari 10% sel terwarnai
2 adalah 10 – 50% sel terwarnai
3 adalah > 50 % sel terwarnai
Umur
Defenisi : Usia dihitung dalam tahun berdasarkan
ulang tahun terakhir.
Cara Ukur : Dengan melihat tanggal lahir dari data
Rekam Medis.
Skala Ukur : < 30 tahun, 30-40 tahun dan >40 tahun
( Skala ordinal)
Paritas
Definisi : Jumlah persalinan yang pernah dialami ibu.
Cara Ukur : Dengan melihat jumlah persalinan dari
data Rekam Medis.
Universitas Sumatera Utara
40
Universitas Sumatera Utara
Skala Ukur : 0, 1-3 dan > 4 ( Skala ordinal)
Stadium Endometriosis
Definisi : Derajat penyakit berdasarkan kriteria ASRM
Alat Ukur : Laparoskopi
Cara Ukur : Stadium Endometrium berdasarkan skoring
ASRM dari data rekam Medik ( Skala ordinal)
3.8. CARA KERJA DAN TEKNIK PENGUMPULAN DATA
1. Setelah mendapat persetujuan dari komisi etik untuk melakukan penelitian,
penelitian dimulai dengan mengumpulkan sampel berupa blok parafin yang
telah didiagnosa sebagai endometriosis.
2. Pengambilan data penderita dan rekam medik meliputi identitas penderitan
dan status paritas penderita.
Dilakukan review slide terhadap sampel oleh 2 orang ahli patologi.
3. Dilakukan pemotongan ulang blok paraffin untuk sediaan pemeriksaan IHC
RANTES.
5. Dilakukan pulasan IHC RANTES pada sampel. Prosedur imunohistokimia
meliputi :
∑ Deparafinisasi ( Xylol I, Xylol II, Xylol III )@ 5 menit
∑ Rehidrasi ( Alkohol Abs, Alk 96 %, Alk 70 % ) @ 4 menit
∑ 3. Cuci dengan air mengalir 5 menit
∑ Blocking Endogen Peroksida 0,5% (Methanol 100 ml+H2O2 1,6 ml) 30 Menit
∑ Cuci dengan air mengalir 5 menit
∑ Decloaking Chamber ( cook 1-2 )
∑ Didinginkan ± 30 menit
∑ Cuci dalam PBS pH 7,4 3 menit
∑ 9.Blocking dengan Normal Horse Serum 5 % 15 menit
Universitas Sumatera Utara
41
Universitas Sumatera Utara
∑ 10. Antibody Primer 60 menit
∑ 11. Cuci dalam PBS pH 7,4 selama 3 menit
∑ 12. Universal-link selama 15 menit
∑ 13. Cuci dalam PBS pH 7,4 selama 3 menit
∑ 14. Trekavidin-HRP Label selama 15 menit
∑ 15. Cuci dalam PBS pH 7,4 selama 3 menit
∑ 16. DAB + Substrat Buffer selama 2-5 menit
∑ 17. Cuci dengan air mengalir selama 10 menit
∑ 18. Counterstain dengan Hematoxylin selama 1-2 menit
∑ 19. Cuci dengan air mengalir selama 5 menit
∑ 20. Lithium Carbonat Jenuh ( 5% dalam aquades) selama 2 menit
∑ 21. Cuci dengan air mengalir selama 5 menit
∑ 22. Dehidrasi (Alk 80% Alk 96% Alk Abs,Alk Abs) selama 5 menit
∑ 23. Clearing ( Xylol I,Xylol II, Xylol III ) @ 5 menit
∑ 24. Mounting + cover glass
6. Dilakukan interpretasi sediaan IHC RANTES oleh 2 orang ahli patologi.
7. Dilakukan analisa statistik terhadap hasil interpretasi pemeriksaan IHC
RANTES.
3.9. KERANGKA KERJA
Pengambilan data dan pengumpulan sampel
Review slide
Potong ulang blok parafin
Universitas Sumatera Utara
42
Universitas Sumatera Utara
3.10. RANCANGAN ANALISA
Data hasil penelitian akan ditabulasi dan disajikan dalam bentuk tabel
distribusi frekuensi. Untuk menilai kesesuaian diantara observer akan dilakukan uji
Kappa yang dianggap sesuai bila > 0,70. Untuk menganalisa perbedaan ekspresi
RANTES pada kelompok endometriosis dengan endometrium normal dilakukan uji
statistik dengan chi-square bila tidak memenuhi syarat akan dilakukan uji Fisher
Exact. Penelitian ini menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 95%.51
Pulasan IHC RANTES
Analisa Statistik
Universitas Sumatera Utara
43
Universitas Sumatera Utara
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan sampel kasus endometriosis sebanyak 20 orang
dan endometrium normal pada kasus mioma uteri sebanyak 18 orang. Gambaran
karakteristik kasus pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.1 Distribusi subyek penelitian berdasarkan usia penderita
Usia (tahun)Kelompok Penelitian
TotalNilai
p*Endometrium Normal Endometriosis
<302 (11,1%) 1 (5,0%)
3 (7,9%)
30-407 (38,9%) 10 (50,0%)
17 (44,7%)
0,704
>409 (50,0%) 9 (45,0%)
18(47,4%)
jumlah 18 (100%) 20 (100%)38
(100%)
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa kelompok penelitian dari
endometrium normal lebih banyak dengan usia > 40 tahun (50%) dan terendah
dengan usia < 30 tahun (11,1%), sedangkan pada kelompok penelitian dengan
endometriosis lebih banyak dengan usia 30-40 tahun (50%) dan terendah dengan
Universitas Sumatera Utara
44
Universitas Sumatera Utara
usia < 30 tahun (5%). Secara statistik dengan uji Fisher exact didapat nilai p > 0,05
yang menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna antara endometriosis
dengan endometrium normal pada kasus mioma uteri berdasarkan usia.
Tabel 4.2 Distribusi subyek penelitian berdasarkan paritas penderita
ParitasKelompok Penelitian
Total Nilai p*
Endometrium Normal Endometriosis
06 (33,3%) 15 (75,0%)
21 (55,3%)
1-38 (44,4%) 5 (25,0%)
13(34,2%)
0,012
≥44 (22,2%) 0 (,0%) 4 (10,5%)
Jumlah 18 (100%) 20 (100%) 38 (100%)
Tabel di atas menunjukkan bahwa kelompok penelitian dari endometrium
normal kasus mioma uteri lebih banyak dengan paritas 1 - 3 (44,4%) dan terendah
dengan paritas ≥ 4 (22,2%), sedangkan pada kelompok penelitian dengan
endometriosis lebih banyak dengan paritas 0 (75%) dan terendah dengan paritas 1 -
3 (25%). Secara statistik dengan uji Fisher exact didapatkan nilai p < 0,05 yang
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara endometriosis dan
endometrium normal pada kasus mioma uteri berdasarkan paritas.
Tabel 4.3. Kesesuaian penilaian observer tentang ekspresi RANTES pada
jaringan endometriosis dan jaringan endometrium normal
Symmetric Measures
Universitas Sumatera Utara
45
Universitas Sumatera Utara
ValueAsymp. Std.
ErroraApprox.
TbApprox.
Sig.
Measure of Agreement
Kappa ,745 ,096 6,303 ,000
N of Valid Cases 38
Berdasarkan uji Kappa untuk menilai kesesuaian penilaian dari dua orang
observer tentang ekspresi RANTES didapatkan nilai 0,75 hal ini menunjukkan ada
kesesuaian yang tinggi dari kedua observer sehingga dapat digunakan salah satu
dari hasil penilaian ekspresi RANTES.
Tabel 4.4. Perbedaan ekspresi RANTES pada jaringan endometriosis dan
jaringan endometrium normal
Intensitas
Ekspresi
RANTES
Kelompok PenelitianTotal Nilai p*
Endometrium Normal Endometriosis
+111 (61,1%) 0 (0%)
11 (28,9%)
+27 (38,9%) 12 (60,0%)
19(50,0%)
0,0001
+30 (0%) 8 (40,0%) 8 (21,1%)
jumlah 18 (100%) 20 (100%) 38 (100%)
*Uji Fisher Exact
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa intensitas ekspresi RANTES
dengan intensitas +1 seluruhnya hanya dijumpai pada kelompok penelitian dari
endometrium normal kasus mioma uteri dan tidak ada dijumpai pada kelompok
dengan endometriosis. Ekspresi dengan intensitas +2 sebagian besar dijumpai pada
Universitas Sumatera Utara
46
Universitas Sumatera Utara
kelompok penelitian dengan endometriosis (60%) sedangkan yang memberikan
ekspresi dengan intensitas +3 hanya dijumpai pada kelompok penelitian dengan
endometriosis (40%). Hal ini menunjukkan bahwa intesitas ekspresi RANTES dari
jaringan endometriosis lebih tinggi dari intensitas dari jaringan endometrium normal
pada kasus mioma uteri. Dan berdasarkan uji statistik dengan Fisher exact test
didapatkan nilai p < 0,05 yang menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna
intensitas ekspresi RANTES antara jaringan endometriosis dengan jaringan
endometrium normal pada kasus mioma uteri.
Untuk mengetahui hubungan antara stadium endometriosis dengan intensitas
ekspresi RANTES dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.5. Hubungan ekspresi RANTES dengan stadium endometriosis
StadiumIntensitas ekspresi RANTES
Total Nilai p
+2,00 +3,00
2,00 2 (40,0%) 3 (60,0%) 5 (100%)
0,442
3,00 5 (55,6%) 4 (44,4%) 9 (100%)
4,00 5 (83,3%) 1 (16,7%) 6 (100%)
Total 12 (60%) 8 (40%) 20 (100%)
Pada tabel 4.5 menjelaskan bahwa endometriosis stadium 2 umumnya
mempunyai intensitas ekspresi RANTES dengan skor +3 (60%), sedangkan
endometriosis stadium 3 lebih banyak dengan intensitas ekspresi RANTES +2
(55,6%) dan endometriosis stadium 4 sebagian besar dengan intensitas ekspresi
RANTES +2 (83,3%). Berdasarkan uji statistik dengan uji Fisher exact didapatkan
Universitas Sumatera Utara
47
Universitas Sumatera Utara
nilai p > 0,05. Hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara
intensitas ekspresi RANTES dengan stadium endometriosis.
4.2. PEMBAHASAN
Endometriosis adalah salah satu penyakit ginekologis yang sering terjadi pada
wanita usia reproduksi, dimana terjadi implantasi jaringan (sel-sel kelenjar dan
stroma) abnormal yang serupa dengan endometrium yang tumbuh pada sisi luar
kavum uteri dan paling sering terimplantasi pada visera dan permukaan peritoneal
didalam pelvis wanita.5,6
Endometriosis sering terjadi sekitar 5-15% wanita usia reproduktif. Umur rata-
rata pasien pada waktu diagnosis endometriosis ditegakkan adalah antara umur 25-
30 tahun. 2,6,7,8,9
Pada mioma uteri sering ditemukan pada wanita usia reproduksi (20-25%),
kejadiannya lebih tinggi pada usia diatas 35 tahun, yaitu mendekati angka 40%.
Tingginya kejadian mioma uteri dengan estrogen. Mioma uteri belum pernah
dilaporkan terjadi sebelum menarche dan menopause angka kejadian sekitar 10%.52
Pada penelitian ini dijumpai kasus endometriosis sebagian besar pada
kelompok umur 30-40 tahun (50%) dan pada kelompok endometrium normal pada
kasus mioma uteri sebagian besar dijumpai pada kelompok umur > 40 tahun (50%).
Secara statistik dengan uji Fisher exact didapat nilai p > 0,05 yang menunjukkan
tidak ada perbedaan yang bermakna antara endometriosis dengan endometrium
normal pada kasus mioma uteri berdasarkan usia.
Di Indonesia ditemukan 20%-40% wanita infertil yang disebabkan
endometriosis. Infertilitas yang disebabkan oleh endometriosis dikaitkan dengan
proses inflamasi yang terjadi pada endometriosis sehingga dapat menyebabkan
Universitas Sumatera Utara
48
Universitas Sumatera Utara
gangguan pada fungsi tuba fallopia, menurunnya reseptivitas endometrium,
mengganggu perkembangan oosit dan embrio.11
Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas primer sampai saat ini masih belum
jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri mengalami infertilitas.
Infertilitas sering berkaitan dengan mioma submukosa yang dapat menyebabkan
distorsi kavitas endometrium hingga mengganggu implantasi atau transport sperma.
Mioma yang terletak di daerah kornu dapat menyebabkan sumbatan dan gangguan
transportasi gamet dan embrio akibat terjadinya oklusi tuba bilateral.53,54
Dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kelompok penelitian dari
endometrium normal lebih banyak dengan paritas 1 - 3 (44,4%) dan terrendah
dengan paritas ≥ 4 (22,2%), sedangkan pada kelompok penelitian dengan
endometriosis lebih banyak dengan paritas 0 (75%) dan terendah dengan paritas 1 -
3 (25%). Data tersebut menunjukan bahwa endometriosis dikaitkan dengan
infertilitas. Secara statistik dengan uji Fisher exact didapatkan nilai p < 0,05 yang
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara endometriosis dengan
endometrium normal pada kasus mioma uteri berdasarkan paritas.
Endometriosis harus dicurigai pada setiap wanita yang memiliki gejala klasik
seperti nyeri panggul, dismenore, dispareunia, perdarahan haid yang abnormal dan
infertilitas. Namun gejala ini juga dapat muncul pada gangguan ginekologi lainnya
karena sampai saat ini tidak ada satupun tanda-tanda atau gejala patognomonik
yang dapat menegakkan diagnosa endometriosis. Banyak wanita yang mengalami
endometriosis justru tanpa gejala atau bersifat asimptomatik.11,14,20,21,22
Hampir setiap wanita mengalami menstruasi retrograde setiap bulannya. Dan
secara fisiologis setiap sel endometrium akan menyebabkan reaksi inflamasi dengan
menghasil MCP-1 dan RANTES dari sel stroma dan kelenjar endometrium yang
Universitas Sumatera Utara
49
Universitas Sumatera Utara
dipicu oleh estrogen yang dihasilkan dari proses aromatase yang diketahui
ekspresinya tinggi pada jaringan endometriosis. Bahan kemokin ini yang
berpengaruh terhadap rekrutmen dari monosit dan makrofag ke jaringan lesi
endometriosis.25,38, 32,46,47
Suatu proses imunologi yang sangat komplek dan saling terkait diduga
berperan pada pertumbuhan lebih lanjut dari sel endometrium yang terlepas. Hal ini
berhubungan dengan dijumpainya sel limfoid pada implant endometriosis. Selain itu
dijumpai juga adanya peningkatan kadar makrofag dan limfosit T didalam cairan
peritoneum. Keadaan ini mungkin merupakan salah satu awal dari proses inflamasi
yang komplek. Jenis sitokin yang meningkat diantaranya adalah RANTES
(Regulated on Activation, Normal T-cell Expressed and Secreted), IL-1 (Interleukin-
1), IL-6 dan TNF (Tumor Necrosis Factor).8,34,47, 48,50
Mioma uteri berasal dari sel otot polos miometrium. Menurut teori patogenesis
mioma uteri dibagi menjadi 2 faktor yaitu inisiator dan promotor. Faktor-faktor yang
menginisiasi pertumbuhan mioma uteri masih belum diketahui dengan pasti.
Transformasi neoplastik dari miometrium menjadi mioma melibatkan mutasi somatik
dari miometrium normal dan interaksi kompleks dari hormon steroid seks dan growth
factor lokal. Mutasi somatik ini merupakan peristiwa awal dalam proses pertumbuhan
tumor.55,56,57
Tidak didapat bukti bahwa hormon estrogen berperan sebagai penyebab
mioma, namun diketahui estrogen berpengaruh dalam pertumbuhan mioma. Mioma
terdiri dari reseptor estrogen dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibanding dari
miometrium sekitarnya namun konsentrasinya lebih rendah dibanding endometrium.
Hormon progesteron meningkatkan aktifitas mitotik dari mioma pada wanita muda
Universitas Sumatera Utara
50
Universitas Sumatera Utara
namun mekanisme dan faktor pertumbuhan yang terlibat tidak diketahui secara pasti.
Progesteron memungkinkan pembesaran tumor dengan cara down-regulation
apoptosis dari tumor. Estrogen berperan dalam pembesaran tumor dengan
meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.55,56,57
Pada penelitian ini berdasarkan tabel 4.4 dapat dilihat bahwa intensitas
ekspresi RANTES dengan intensitas +1 seluruhnya hanya dijumpai pada kelompok
penelitian dari endometrium normal dan tidak ada dijumpai pada kelompok dengan
endometriosis. Ekspresi dengan intensitas +2 sebagian besar dijumpai pada
kelompok penelitian dengan endometriosis (60%) sedangkan yang memberikan
ekspresi dengan intensitas +3 hanya dijumpai pada kelompok penelitian dengan
endometriosis (40%). Hal ini menunjukkan bahwa intesitas ekspresi RANTES dari
jaringan endometriosis lebih tinggi dari intensitas jaringan endometrium normal dan
berdasarkan uji statistik dengan Fisher exact test didapatkan nilai p < 0,05 yang
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna intensitas ekspresi RANTES antara
jaringan endometriosis dengan jaringan endometrium normal. Maka hipotesis
penelitian yang menyatakan adanya perbedaan yang bermakna intensitas ekspresi
RANTES antara jaringan endometriosis dengan jaringan endometrium normal dapat
diterima. Hal ini didukung dari penelitian Wang XQ dkk di Shanghai tahun 2010
menemukan bahwa ekpresi RANTES secara signifikan lebih tinggi pada jaringan
endometriosis daripada jaringan endometrium normal. Temuan ini sangat
mendukung perubahan patofisiologi endometriosis dan membuat masuk akal bahwa
RANTES sebagai mediator sel efektor utama dalam patogenesis endometriosis.4
Pada endometriosis peran sitokin inflamasi secara sentral berperan dalam
regulasi proliferasi, aktivasi, motilitas, adesi, kemotaksis dan morfogenesis dari sel.
Universitas Sumatera Utara
51
Universitas Sumatera Utara
Beberapa sitokin seperti IL-1, IL-5, IL-6, IL-8, IL-15, monocyte chemotactic protein-1
(MCP-1), TNF-α, transforming growth factor-β (TGF-β) dan Regulated on Activation,
Normal T-cell Expressed dan Secreted (RANTES) telah diimplikasikan dalam
patogenesis endometriosis. Telah juga diobservasi bahwa kadar beberapa sitokin
dalam cairan peritoneum dan serum dengan keparahan penyakit.21,26
Penentuan stadium endometriosis sangat penting dilakukan terutama untuk
menerapkan cara pengobatan yang tepat dan untuk evaluasi hasil pengobatan.
Namun stadium ini tidak memiliki korelasi dengan derajat nyeri, keluhan pasien,
maupun prediksi respon terapi terhadap nyeri atau infertilitas. Hal ini dapat
dimengerti karena endometriosis dapat dijumpai pada pasien yang
asimptomatik.11,12,27,28
Pada penelitian ini berdasarkan tabel 4.5 menunjukan bahwa endometriosis
stadium 2 umumnya mempunyai intensitas ekspresi RANTES dengan skor +3 (60%),
sedangkan endometriosis stadium 3 lebih banyak dengan intensitas ekspresi
RANTES +2 (55,6%) dan endometriosis stadium 4 sebagian besar dengan
intensitas ekspresi RANTES +2 (83,3%). Berdasarkan uji statistik dengan uji Fisher
exact didapatkan nilai p > 0,05. Hal ini menunjukkan tidak adanya hubungan yang
signifikan antara intensitas ekspresi RANTES dengan stadium endometriosis.
Universitas Sumatera Utara
52
Universitas Sumatera Utara
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
a. Karakteristik kelompok penelitian dari endometrium normal lebih banyak
dengan usia > 40 tahun dan terendah dengan usia < 30 tahun sedangkan
pada kelompok penelitian dengan endometriosis lebih banyak dengan usia
30-40 tahun dan terendah dengan usia < 30 tahun. Berdasarkan paritas,
kelompok penelitian dari endometrium normal lebih banyak dengan paritas 1-3
dan terendah dengan paritas ≥ 4, sedangkan pada kelompok penelitian
dengan endometriosis lebih banyak dengan paritas 0 dan terendah dengan
paritas 1 – 3.
b. Intesitas ekspresi RANTES dari jaringan endometriosis lebih tinggi dari
intensitas dari jaringan endometrium normal dan berdasarkan uji statistik
dengan Fisher exact test menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna
intensitas ekspresi RANTES antara jaringan endometriosis dengan jaringan
endometrium normal. Maka hipotesis penelitian yang menyatakan adanya
perbedaan yang bermakna intensitas ekspresi RANTES antara jaringan
endometriosis dengan jaringan endometrium normal dapat diterima.
c. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara intensitas ekspresi RANTES
dengan stadium endometriosis.
Universitas Sumatera Utara
53
Universitas Sumatera Utara
5.2. SARAN
Dari penelitian ini didapat ekspresi RANTES yang lebih tinggi pada jaringan
endometriosis sehingga diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan data untuk
penelitian lebih lanjut dalam hal pengembangan strategi pengobatan tentang
penggunaan obat-obatan yang dapat menghambat kerja dari RANTES sehingga
diharapkan dengan pemberian obat tersebut proses inflamasi yang terjadi akan
berkurang.
Universitas Sumatera Utara
54
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
1. Schorge JO, Schaffer JI, Halvorson LM, Endometriosis. 2 Ed.section
1.Chapter 10.Williams Gynecology. McGraw-Hill’s. 2008 :281
2. C Jessi. Pemeriksaan imunohistokimia CD 10 dibandingkan dengan
pemeriksaan mikroskopis histopatologi konvensional dalam menilai jenis kista
coklat ovarium di laboratorium Patologi Anatomi FK usu Medan.2012;1.
3. Jacoeb TZ, Hadisaputra W. Penanganan Endometriosis:Panduan Klinis Dan
Algoritme.Sagung Seto Jakarta 2009;2-5
4. Wang XQ,Yu Jing, Luo XZ,Shi YL, Wang Yun,Wang Ling, Li DJ. The high
level of RANTES in the ectopic milieu recruits macrophages and induces their
tolerance in progression of endometriosis.J Endometriosis. Molecular
endocrinology 2011;291-299.
5. Garai J,Molnar V,Varga T,Koppan M, Torok Attila,Bodis J. Endometriosis:
harmful survival of an ectopic tissue. Frontiers in Bioscience 11, Januari
1,2006;595-619
6. Hacker FN. Essentials of Obstetrics and Gynecology.5th edition.2010
7. A sante, Taylor RN. Endometriosis: The Role of Neuroangiogenesis.
Departemen of Gynecology and Obstetrics. Emory University School of
Medicine. Atlanta Georgia. 2010;163-177
8. Winata IGS, Suwiyoga K. Hubungan Cadangan Ovarium, AFC, AMH pada
Kasus Endometriosis. Divisi Onkologi Ginekologi, FK UNUD/ RSUP Sanglah
Denpasar.2013;6-8
Universitas Sumatera Utara
55
Universitas Sumatera Utara
9. D Hooghe TM, Hill JA. Endometriosis. In : Berek JS editor. Novak’s
Gynecology. 13th edition.Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins. 2010;931-
59.
10.Baziad Ali.Endokrinologi Ginekologi: Endometriosis. Edisi ketiga. Penerbit
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2008
11.Speroff L., Fritz A.M. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility:
Endometriosis. 7th edition. Lippincott Williams & Wilkins. North Caroline: 2005.
12.Depalo R, Cavallini A, Lorusso F, Bassi E, Totaro I, Marzullo A, Bettocchi S,
Selvaggi L. Apoptosis in normal ovaries of women with and without
endometriosis. Reproductive BioMedicine Online. 19 (6) : 808–15 Available at:
www.rbmonline.com/Article/4115 on web 30 September 2009.
13. Luigi E.S. Apoptosis in Normal Ovaries of Woman With and Without
Endometriosis. Reproductive BioMedicine Online. 2009; 19 (6):808-15.
14. L.L.P. Hii and P.A.W. Rogers. Endometrial Vascular and Glandular
Expression of Integrin αVβ3 in Women With and Without Endometriosis. Hum
Reprod. 1998; 13 (4): 1030-5.
15. Hornung D, Bentzien F, Wallwiener D kiesel L Taylor R.N. Chemokine
bioativity of RANTES in endometriotic and normal endometrial stromal cells
and peritoneal fluid. Molecular Human Reproduction,2001 Vol 7 No.2 163-
168.
16. Hanna A. And Ariel R. Endometrial Receptivity Markers, The Journey to
Succesful Embryo Implantation. Hum Reprod. 2006; 12 (6):731-46.
17. Tsudo T,Harada T,Iwabe T, Tanikawa M,Nagano Y Ito M.Altered gene
expression and secretion of interleukin -6 in stromal cells derived from
endometriotic tissue fertil steril 2000,Feb 205-11
Universitas Sumatera Utara
56
Universitas Sumatera Utara
18. Vinatier D,Orazi G,Cosson M,Dufour P.Theories of endometriosis,Eur J
obstet Gynecol Reprod Biol 2001.96(1)21-39
19. Hornung D,Isabelle P Ryan,Victor A,chao Jean LV,Schriock ED,Taylor RN.
Immunolocolization and Regulation of the Chemokine RANTES in Human
Endometrial and Endometriosis Tissue and cells.2013.
20. Bernardi LA, Pavone ME. Infertility. Endometriosis. Women’s Health,
2013;9(3):233-250
21. Jacoeb TZ, Hadisaputra W. Penanganan Endometriosis. Panduan Klinis dan
Algoritme. Sagung Seto, Jakarta .2009.107-124
22. Chapron C, Fauconnier A, Goffinet F, Breart G, Dubuisson JB. Laparoscopic
surgery is not inherently dangerous for patients presenting with benign
gynecologic pathology: results of a meta-analysis. Hum Rep
rod2002;17:1334-42
23. Fritz, M.A., and Speroff, L. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility:
Endometriosis. 8th edition. Lippincott Williams & Wilkins. North Caroline.
2011.1103-25
24. D’hooghe TM, Debrock S, Hill JA, Meuleman C. Endometriosis and
subfertility: is the relationship resolved? Semin. Reprod. Med.
21(2).2003.243-254
25. Leyland N. Casper R, Laberge P, Sigh S S. Endometriosis: Diagnosis and
Management. Journal of Obstetrics and Gynaecology Canada. 2010 July; 32
(7)
26. Baldi A, Campioni M, and Signorile PG. Endometriosis: Pathogenesis,
diagnosis, therapy and association with cancer (review). Oncology Reports.
2008 Apr; 19 (4):p. 843-846
Universitas Sumatera Utara
57
Universitas Sumatera Utara
27. Overton C, Davis C, McMillan L, Shaw RW. An Atlas of Endometriosis. 3rd
ed. London: Informa Healthcare; 2007
28. Roberts, C.P., and Rock, J.A., 2003. The current staging system for
endometriosis: does it help?. Obstet Gynecol Clin N Am. 30(1):115– 132
29. llie R, llie I. The implication of Angiogenesis in Endometriosis. Biotechnology,
Molecular Biology and Nanomedicine. Vol. 2 No 1. 2014.341-8
30. Vigano P, Somigliana E, Panina P, Rabellotti, Vercellini P,Candiani M.
Principles of phenomics in endometriosis. Human Reproduction Update,
vol.18, no.3,2012.248-259
31. Bulun, S.E., 2009. Mechanism of Disease Endometriosis. N Eng J Med.
360(3): 268-279.
32. D'Hooghe TM, Nugent N, Cuneo S, et al. Recombinant human TNF binding
protein inhibits the development of endometriosis in baboons: a prospective,
randomized, placebo and drug controlled study. Biology of
Reproduction.2006.74:131-136.
33. Siregar, HS.Role of L-Selectin Gene P213S Polymorphism and Macrophage
Profiles (M1,M2),2014. Vol 4, No 16.20-36
34.Sundqvist, J.Pathophysiological factors and genetic association in
endometriosis. Stockholm. Karolinska Institutet.2011.12-17
35. Lebovic, D. I., Mueller, M. D. and Taylor, R. N. Immunobiology of
endometriosis. Fertil Steril, 2001.75, 1-10.
36. Paul, D.W., and Braun, D.P. Immunology of endometriosis. Best Pract Res
Clin Obstet Gynaecol. Elsevier. 2004.18 (2):245-246
Universitas Sumatera Utara
58
Universitas Sumatera Utara
37. Valentine, J.E. Macrophage Involvement In The Remodelling Of An
Extracelluler Matrix Scaffold. B.S. in Materials Science and Engineering,
University of Florida.2009. 11-16
38. McCluggage WG. Immunohistochemical and Functional Biomarkers of Value
in Female Genital Tract Lesions. In : Robboy SJ, Mutter GL, et al editors.
Robboy’s Pathology of the Female Reproductive Tract. 2nd ed. China :
Churchill Livingstone Elsevier. 2009; 999-1002
39. Corna G, Campana L, Pignatti E, Castiglioni A, Tagliafico E, et al., 2010.
Polarization dictates iron handling by inflammatory and alternatively activated
macrophages. Haematologica.95(11):1814-1822
40.Allavena P, Sica A, Solinas G, Porta C, Mantovani A. The inflammatory micro-
environment in tumor progression: the role of tumor-associated
macrophages. Crit Rev Oncol Hematol. 2008. 66(1):1-9
41. Bacci, M., Capobianco, A., Monno, A., Cottone, L., Di Puppo, F., Camisa, B.,
et al. Macrophages Are Alternatively Activated in Patients with Endometriosis
and Required for Growth and Vascularization of Lesions in a Mouse Model of
Disease. Am J Pathol. 2008.175(2):547-556
42. Siregar HS. L-Selectin P213S Polymorphism and Macrophage Profils in
Endometriosis; an new insight into the Pathophysiology of Endometriosis.
Approved by Medan, Indonesia. Univ. of Sumatra Utara. 2014. Lambert
Academic Publishing, Schaltungsdients Lange o.H.G., Berlin.9-63.
Universitas Sumatera Utara
59
Universitas Sumatera Utara
43. Badylak, S.F., Valentin, J.E., Ravindra, A.K., McCabe, G.P., and Stewart-
Akers, A.M. Macrophage Phenotype as a Determinant of Biologic Scaffold
Remodeling. Tissue Engineering Part A. 2008.14(11): 1835-1842.
44. Maghazachi AA.AI Aoukaty , Schall TJ. CC Chemokines Induce The
Generation of Killer Cells from CD 56+ Cells. J Immunol 26(2) 315-9
45. Donlon TA, Krenky AM, Wallace MR, Collins FS Lovett M.Clayberger C.
Choro T-cell-specific gene. RANTES to chromosome.1990.224-9
46. Aplin D J.Fazleabas A.Glasser SR.Giudice C linda. The Endometrium,
molecular, Cellular,and Clinical Perspectives. Second Edition.Departemen of
Obstetrics, Gynecology and Reproductive Sciences University of California
San Francisco,CA USA.2008 ;553-6
47. Borrelli GM. Abrao MS, Mechsner S. Can Chemokines be Used as
Biomarkers for Endometriosis? A Systematic Review Human
Reproduction.Brazil 2013; 1-14
48. Harada T.A Kaponis, Iwabe T.Taniguchi F, et all. Apoptosis in Human
Endometrium and Endometriosis. Human Reproduction Update.Vol 10.No
1.2004;29-38
49. Gupta, S., Agarwal, A., Sekhon, L., Krajcir, N., Cocuzza, M., and Falcone, T.
Serum and Peritoneal Abnormalities in Endometriosis: Potential Use As
Diagnostic Markers. Minerva Ginecol. 2006. 58(6):527-551
50. Bedaiwy MA,Falcone T.Laboratory testing for endometriosis.Clinica Chimica
Acta 2004.41-56
51. Viera AJ, Garrett JM. Understanding Interobserver Agreement:The Kappa
Statistic.Research series.University of North Carolina;vol.37,No.5.2005. 360-
363
Universitas Sumatera Utara
60
Universitas Sumatera Utara
52. Hurt KJ, Guile MW, et al. The John Hopkins Gynecology and Obstetric. 4th
edition, wolter kluwer, Baltimore Maryland, 2011; 448-453
53. Stoval DW. Clinical symptomatology of uterine leimyoma. Clin Obstet
Gynecol 2001; 44: 364-71
54. Hadibroto BR. Mioma Uteri. Departemen Obstetri dan Ginekologi, Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Majalah Kedokteran Nusantara; vol
38, No.3.2005. 254-259
55. Astarto NW, Djuwantoto T, et al. Kupas tuntas Kelainan Haid, perlukah
pengangkatan mioma intramural pada gangguan haid serta infertilitas.
Bandung 2011: 228-240
56. Medikare V, Kandukuri LR, Ananthapur V, et al. The Genetic Bases of
Uterine Fibroid a review. J Reprod Infertil. 2011; 12(3): 181-191
57. Rogatto SR, Canevari RA: Uterine Leimyoma: Updates in Cytogenetics and
Molecular Analysis. Austral-Asian Journal. January 2007. (6): 16-18
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Hasil Pemeriksaan Rantes
No Nama No Lab PA Usia ( tahun) Paritas Stadium Endometriosis Histopatologi Jaringan
Ekspresi Rantes Observer 1
Ekspresi Rantes Observer 2
1. Ny. ES B/6787/14 55 P6A0 Endometrium +1 +12. Ny. K O/6590/14 39 P0A0 Endometrium +2 +23. Ny. KY B/6976/14 40 P0A2 Endometrium +1 +14. Ny. LW B/7011/14 56 P1A2 Endometrium +1 +15. Ny. S O/4901/14 19 P2A0 Endometrium +2 +26. Ny. SM O/4257/14 50 P4A0 Endometrium +2 +27. Ny. ST O/6212/14 50 P4A0 Endometrium +2 +28. Ny. NS O/5713//14 43 P0A0 Endometrium +1 +19. Ny. MS B/5647/14 46 P3A0 Endometrium +1 +110. Ny. LS B/5378/14 45 P0A0 Endometrium +1 +111. Ny. W B/5342/14 42 P0A0 Endometrium +2 +112. Ny. KM B/5253/14 28 P2A0 Endometrium +1 +113. Ny. SY B/5209/14 33 P1A0 Endometrium +2 +114. Ny. SW B/5107/14 50 P4A0 Endometrium +1 +115. Ny. RP B/5544/14 41 P1A0 Endometrium +1 +116. Ny. DS O/5476/14 49 P2A1 Endometrium +1 +217. Ny. RS O/6316/14 44 P0A0 Endometrium +2 +218. Ny. WR O/6318/14 38 P3A0 Endometrium +1 +1
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Hasil Pemeriksaan Rantes
No Nama No Lab PA Usia (tahun) Paritas Stadium Endometriosis Histopatologi Jaringan
Ekspresi Rantes Observer 1
Ekspresi Rantes Observer 2
1. Ny. IS O/7170/14 37 P3A0 3 Endometriosis +3 +32. Ny. TP 0/7131/14 44 P0A0 3 Endometriosis +3 +33. Ny. KY O/7094/14 40 P0A2 4 Endometriosis +3 +34. Ny. RY O/6348/14 45 P0A0 2 Endometriosis +3 +35. Ny. KR O/6241/14 43 P3A0 3 Endometriosis +2 +26. Ny. ST O/4143/14 32 P0A0 2 Endometriosis +3 +27. Ny. YM O/5638/14 40 Virgo 4 Endometriosis +3 +28. Ny. SM O/5418/14 24 P0A0 4 Endometriosis +2 +29. Ny. AM O/6740/14 41 P1A0 2 Endometriosis +2 +210. Ny. MS O/6669/14 52 P0A0 3 Endometriosis +2 +311. Ny. HP O/5242/14 45 P0A0 2 Endometriosis +3 +312. Ny. ML O/5183/14 39 P0A0 4 Endometriosis +2 +213. Ny. WW O/5097/14 36 P3A0 3 Endometriosis +2 +214. Ny. ZK O/5523/14 42 P0A0 4 Endometriosis +2 +215. Ny. TS O/5451/14 46 P0A0 3 Endometriosis +2 +216. Ny. NS O/5388/14 59 P0A0 3 Endometriosis +2 +217. Ny. AG O/6589/14 59 P3A0 3 Endometriosis +3 +318. Ny. SY O/5306/14 49 Virgo 3 Endometriosis +3 +219. Ny. RH O/3987/14 44 P0A0 2 Endometriosis +3 +220. Ny. UA B/6628/14 40 P0A0 4 Endometriosis +2 +2
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Lampiran Analisa Statistik
Crosstabs
Kel_Usia * Jar_PA
Crosstab
Jar_PA
Total
Endometrium
Normal Endometriosis
Kel_Usia <30 tahun Count 2 1 3
% within Jar_PA 11,1% 5,0% 7,9%
30 - 40 tahun Count 7 10 17
% within Jar_PA 38,9% 50,0% 44,7%
> 40 tahun Count 9 9 18
% within Jar_PA 50,0% 45,0% 47,4%
Total Count 18 20 38
% within Jar_PA 100,0% 100,0% 100,0%
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square ,760a 2 ,684 ,704
Likelihood Ratio ,767 2 ,682 ,704
Fisher's Exact Test ,860 ,704
Linear-by-Linear
Association
,003b 1 ,957 1,000
N of Valid Cases 38
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,42.
b. The standardized statistic is ,054.
Chi-Square Tests
Exact Sig. (1-
sided) Point Probability
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
,578 ,199
N of Valid Cases
Kel_Paritas * Jar_PA
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Crosstab
Jar_PA
Total
Endometrium
Normal Endometriosis
Kel_Paritas 0 Count 6 15 21
% within Jar_PA 33,3% 75,0% 55,3%
1 - 3 Count 8 5 13
% within Jar_PA 44,4% 25,0% 34,2%
≥4 Count 4 0 4
% within Jar_PA 22,2% ,0% 10,5%
Total Count 18 20 38
% within Jar_PA 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 8,468a 2 ,014 ,010
Likelihood Ratio 10,123 2 ,006 ,008
Fisher's Exact Test 8,095 ,012
Linear-by-Linear
Association
8,225b 1 ,004 ,004
N of Valid Cases 38
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1,89.
b. The standardized statistic is -2,868.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Chi-Square Tests
Exact Sig. (1-
sided) Point Probability
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
,003 ,003
N of Valid Cases
Uji Kappa
Ekspresi1 * Ekspresi2 Crosstabulation
Count
Ekspresi2
Total1,00 2,00 3,00
Ekspresi1 1,00 10 1 0 11
2,00 2 16 1 19
3,00 0 2 6 8
Total 12 19 7 38
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Symmetric Measures
Value
Asymp. Std.
Errora Approx. Tb Approx. Sig.
Measure of Agreement Kappa ,745 ,096 6,303 ,000
N of Valid Cases 38
a. Not assuming the null hypothesis.
b. Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.
Ekspresi1 * Jar_PA
Crosstab
Jar_PA
Total
Endometrium
Normal Endometriosis
Ekspresi1 1,00 Count 11 0 11
% within Jar_PA 61,1% ,0% 28,9%
2,00 Count 7 12 19
% within Jar_PA 38,9% 60,0% 50,0%
3,00 Count 0 8 8
% within Jar_PA ,0% 40,0% 21,1%
Total Count 18 20 38
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Crosstab
Jar_PA
Total
Endometrium
Normal Endometriosis
Ekspresi1 1,00 Count 11 0 11
% within Jar_PA 61,1% ,0% 28,9%
2,00 Count 7 12 19
% within Jar_PA 38,9% 60,0% 50,0%
3,00 Count 0 8 8
% within Jar_PA ,0% 40,0% 21,1%
Total Count 18 20 38
% within Jar_PA 100,0% 100,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 20,267a 2 ,000 ,000
Likelihood Ratio 27,566 2 ,000 ,000
Fisher's Exact Test 22,137 ,000
Linear-by-Linear
Association
19,099b 1 ,000 ,000
N of Valid Cases 38
a. 2 cells (33,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3,79.
b. The standardized statistic is 4,370.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Chi-Square Tests
Exact Sig. (1-
sided) Point Probability
Pearson Chi-Square
Likelihood Ratio
Fisher's Exact Test
Linear-by-Linear
Association
,000 ,000
N of Valid Cases
Stadium * Rantes Crosstabulation
Rantes
Total2,00 3,00
Stadium 2,00 Count 2 3 5
% within Stadium 40,0% 60,0% 100,0%
3,00 Count 5 4 9
% within Stadium 55,6% 44,4% 100,0%
4,00 Count 5 1 6
% within Stadium 83,3% 16,7% 100,0%
Total Count 12 8 20
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Stadium * Rantes Crosstabulation
Rantes
Total2,00 3,00
Stadium 2,00 Count 2 3 5
% within Stadium 40,0% 60,0% 100,0%
3,00 Count 5 4 9
% within Stadium 55,6% 44,4% 100,0%
4,00 Count 5 1 6
% within Stadium 83,3% 16,7% 100,0%
Total Count 12 8 20
% within Stadium 60,0% 40,0% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(2-sided)
Exact Sig.
(1-sided) Point Probability
Pearson Chi-Square 2,269a 2 ,322 ,442
Likelihood Ratio 2,418 2 ,298 ,384
Fisher's Exact Test 2,202 ,442
Linear-by-Linear
Association
2,082b 1 ,149 ,229 ,127 ,088
N of Valid Cases 20
a. 5 cells (83,3%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2,00.
b. The standardized statistic is -1,443.
Universitas Sumatera Utara