ekspresi bax

76
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini masyarakat lebih memilih pengobatan tradisional dengan menggunakan bahan baku tanaman herbal sebagai obat untuk mencegah maupun menanggulangi berbagai keluhan dan penyakit. Sebagian besar masyarakat banyak yang berpendapat bahwa yang alami adalah yang terbaik dan yang lebih aman untuk dikonsumsi, serta memiliki sedikit efek samping yang berbahaya bagi tubuh. Salah satunya adalah pemanfaatan daun sirsak (Annona muricata L) sebagai pengobatan kanker. Kandungan kimia dari sirsak adalah saponin, flavonoid, tanin, kalsium, fosfor, hidrat arang, vitamin (A, B, dan C), fitosterol, Ca‒oksalat dan alkaloid murisine (Mangan, 2009). Akan tetapi harus tetap dipahami bahwa bahan yang alami tetap bisa saja menimbulkan efek samping. Annona muricata atau tanaman sirsak dapat tumbuh dimana-mana, baik pada daerah tropis maupun nontropis. Tanaman ini menjadi terkenal karena kemampuannya menghambat sel kanker melalui mekanisme inhibisi kompleks I mitokondrial sel. Kemampuan tersebut disebabkan karena sirsak memiliki senyawa metabolit sekunder yang dikenal dengan istilah Annonaceous acetogenins. Penurunan jumlah

description

onkologi klinis

Transcript of ekspresi bax

Page 1: ekspresi bax

1

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Akhir-akhir ini masyarakat lebih memilih pengobatan tradisional dengan

menggunakan bahan baku tanaman herbal sebagai obat untuk mencegah maupun

menanggulangi berbagai keluhan dan penyakit. Sebagian besar masyarakat banyak

yang berpendapat bahwa yang alami adalah yang terbaik dan yang lebih aman untuk

dikonsumsi, serta memiliki sedikit efek samping yang berbahaya bagi tubuh. Salah

satunya adalah pemanfaatan daun sirsak (Annona muricata L) sebagai pengobatan

kanker. Kandungan kimia dari sirsak adalah saponin, flavonoid, tanin, kalsium,

fosfor, hidrat arang, vitamin (A, B, dan C), fitosterol, Ca‒oksalat dan alkaloid

murisine (Mangan, 2009). Akan tetapi harus tetap dipahami bahwa bahan yang alami

tetap bisa saja menimbulkan efek samping.

Annona muricata atau tanaman sirsak dapat tumbuh dimana-mana, baik pada

daerah tropis maupun nontropis. Tanaman ini menjadi terkenal karena

kemampuannya menghambat sel kanker melalui mekanisme inhibisi kompleks I

mitokondrial sel. Kemampuan tersebut disebabkan karena sirsak memiliki senyawa

metabolit sekunder yang dikenal dengan istilah Annonaceous acetogenins.

Penurunan jumlah ATP akibat dari inhibisi kompleks I mitokondrial yang nantinya

akan menginduksi terjadinya apoptosis (Champy, 2004).

Selain acetogenin maka sirsak juga mengandung senyawa lainnya yaitu

flavonoid dan terpenoid. Senyawa golongan flavonoid juga mampu menginduksi

apoptosis dan menghentikan siklus melalui mekanisme inhibisi enzim topoisomerase.

Senyawa terpenoid dapat pula memblok siklus sel pada fase G2/M dengan

menstabilkan benang-benang spindle pada fase mitosis sehingga proses mitosis dapat

terhambat. Terpenoid juga dapat memicu apoptosis melalui mekanisme seperti

flavonoid (Retnani, 2011).

Ada mekanisme yang berbeda pada terjadinya apoptosis, yang pertama adalah

diinisiasi oleh signal yang timbul di dalam sel. Mekanisme yang kedua dipicu oleh

Page 2: ekspresi bax

2

kematian aktivator yang mengikat reseptor di permukaan sel, dan yang ketiga dipicu

oleh reactive oxygen species (ROS). Pada apoptosis tidak memerlukan suatu proses

transkripsi atau translasi. Molecular machine yang dibutuhkan untuk kematian sel

dianggap mengalami dormansi dan hanya memerlukan aktivasi yang cepat. Signal

yang menginduksi apoptosis bisa berasal dari ekstraseluler dan intraseluler (Li et al.,

2008).

Walaupun beberapa buku mengungkapkan bahwa pengobatan dengan

menggunakan daun sirsak relatif aman dibandingkan dengan kemoterapi tetapi

beberapa fakta penelitian menunjukkan bahwa penggunaan senyawa acetogenin dapat

berefek pada sel normal. Hal ini dibuktikan dari penelitian Champy et al. (2004),

dimana dijumpai senyawa murni acetogenin dalam jaringan otak tikus sehat dan

adanya kerusakan neuron dopaminergik otak tikus sehingga menimbulkan gejala

mirip parkinson pada tikus sehat tersebut (Tanton, 2011; Champy et al., 2004).

Mekanisme lainnya adalah bahwa acetogenin mampu memberhentikan siklus sel

kanker pada fase G1 dan menghambat kemajuan siklus sel menuju fase S dengan cara

menginduksi ekspresi p53, p21, Bax dan Bad pada cell line kanker (Hadi, 2011).

Senyawa acetogenin mampu menginduksi apoptosis sel kanker maupun sel

sehat. Nascimento et al. (2011), menyebutkan adanya peningkatan indeks apoptosis

pada sel hepar tikus yang diberi ekstrak ethanol daun srikaya dengan pewarnaan HE.

Pada sel kanker terjadi peningkatan apoptosis melibatkan gangguan ekspresi Bax /

bcl2 menyebabkan gangguan potensial aksi membran mitokondria. Hal ini

menyebabkan terlepasnya senyawa sitokrom C yang akan mengaktivasi caspase dan

PARP. Selanjutnya, terjadi fragmentasi DNA yang menginduksi apoptosis sehingga

terjadi kematian sel. Senyawa acetogenin terbukti mampu meningkatkan ekspresi bax

sehingga menginduksi apoptosis sel (Li et al., 2008). Selain mekanisme apoptosis,

ekstrak daun sirsak dapat mengakibatkan nekrosis sel tubular dan glomerulus ginjal

yang sehat melalui mekanisme caspase 9 (Dayeef, 2013).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Li et al. (2008) menunjukkan bahwa

senyawa acetogenin memiliki aktivitas antikanker. Dalam hal ini juga terdapat

Page 3: ekspresi bax

3

kerusakan DNA yang disebebkan oleh annonaceous acetogenins yang mengakibatkan

terjadinya peningkatan dari nitrit oksida dan ROS. Sehingga mengganggu pada

intermembran mitokondria dan mengaktifkan caspase 3, 7, 8, dan 9 sehingga

menyebabkan apoptosis melalui mekanisme bax pada sel kanker (Li et al., 2008).

Berdasarkan uraian diatas bahwa senyawa acetogenins dapat menimbulkan kerusakan

pada beberapa sel sehat melalui mekanisme apoptosis yang diduga melibatkan bax,

sehingga perlu diadakan penelitian tentang pengaruh pemberian subkronik ekstrak air

daun sirsak (Annona muricata) terhadap ekspresi Bax pada tubulus ginjal tikus

(Rattus norvegicus).

Berdasarkan hal tersebut penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui

efek pemberian ekstrak air daun sirsak (Annona muricata L) terhadap ekspresi bax

pada tubulus ginjal tikus (Rattus norvegicus).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka rumusan masalah

penelitian ini yaitu:

1. Apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak air daun sirsak (Annona muricata

L.) terhadap ekspresi bax pada tubulus ginjal tikus (Rattus norvegicus).

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak air daun sirsak (Annona muricata

L.) terhadap ekspresi bax pada tubulus ginjal tikus (Rattus norvegicus).

1.4 Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan peneliti bahwa penelitian dengan judul “Pengaruh

Pemberian Ekstrak Air Daun Sirsak (Annona muricata) terhadap Ekspresi Bax pada

Tubulus Ginjal Tikus (Rattus norvegicus)” adalah penelitian yang benar-benar baru

Page 4: ekspresi bax

4

dan belum ada yang meneliti sebelumnya. Namun, ada penelitian yang menyerupai,

yaitu:

1. Nascimentoet al. (2011) dengan penelitiannya yang berjudul “Investigation of

the toxic potential of crude ethanol extract of Annona coriacea (araticum) seeds

in acute exposed mice”. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa penggunaan

ekstrak etanol biji araticum (Annona coriacea) yang segenus dengan sirsak

(Annona muricata L.) akan terjadi hepatotoksik yang ditandai dengan adanya

penurunan jumlah sel tiap area, perubahan morfologi dari nukleus hepatosit dan

vakuolisasi sitoplasma serta penurunan nafsu makan. Perbedaan penelitian ini

dengan penelitian Nascimento et al. yaitu pada penelitian Nascimentoet al.

menggunakan ekstrak etanol biji araticum (Annona coriacea) dengan dosis 12.5,

25, 50 dan 100 mg/kgBB/hari selama 4 hari sedangkan pada penelitian ini

menggunakan ekstrak air daun sirsak (Annona muricata L.).Pada penelitian yang

dilakukan oleh Nascimentoet al.terjadi peningkatan indeks apoptosis. Perbedaan

antara penelitian ini dan dengan penelitian yang dilakukan Nascimentoet

al.adalah indeks apoptosisnya menggunakan metode HE sedangkan penelitian ini

menggunakan IHC dengan antibodi Bax.

2. Dayeef et al. (2013) dengan penelitian yang berjudul “The influence Of Annona

Muricata Leaves Extract In Damaging Kidney Cell And Inducing Casapase-9

Activity”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh ekstrak daun

Annona muricata Linn pada tingkat kretainin serum dan kerusakan struktur sel

tubular yang mempengaruhi fungsi sel ginjal dan caspase-9 ekspresi dalam

glomerulus dan sel tubular. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa dengan

penggunaan tanaman Annpna muricata selama 40 hari dengan dosis 10, 20, dan

40 mg/kgBB secara oral, menyebabkan kerusakan pada ginjal dan akhirnya

timbul gagal ginjal.

Page 5: ekspresi bax

5

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah dan

sebagai dasar penelitian lebih lanjut mengenai Pengaruh Pemberian Ekstrak Air Daun

Sirsak (Annona muricata) terhadap Ekspresi Bax pada Tubulus Ginjal Tikus (Rattus

norvegicus).

1.5.2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi mengenai

efek samping penggunaan daun sirsak (Annona muricata L.) dalam pengobatan

herbal.

Page 6: ekspresi bax

6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1. Annona Muricata L

Annona muricata L. merupakan tanaman tropis, buah sirsak ini dikenal dengan

nama soursop, guanabana, carossel, thurian-thet dan graviola tree. Nama sirsak

berasal dari bahasa Belanda, Zuurzak yang berarti kantung yang asam. Sirsak

(Annona muricata L.) berupa tumbuhan yang berbatang dengan ukuran kecil dan

rendah. Tumbuhan ini dapat tumbuh di sembarang tempat. Tetapi untuk memperoleh

hasil buah yang banyak dan besar-besar, maka yang paling baik sirsak ini ditanam di

daerah yang tanahnya cukup mengandung air. Di Indonesia, sirsak tumbuh dengan

baik pada daerah yang mempuyai ketinggian kurang dari 1000 meter di atas

permukaan laut. Klasifikasi tanaman sirsak sebagai berikut (Suranto, 2012).

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Renales

Famili : Annonaceae

Genus : Annona

Spesies : Annona muricata L.

Bentuk dari daun sirsak memanjang dengan ukuran panjang 6-18 cm, tepi

rata, berbentuk bulat telur dan agak tebal. Pada permukaan bagian atas yang halus

berwarna hijau tua sedangkan pada bagian bawahnya mempunyai warna lebih muda

(Suranto, 2012). Pada hakikatnya tumbuhnya sirsak tidak mengenal waktu, tanaman

sirsak dapat tumbuh sewaktu-waktu. Tanaman ini termasuk jenis tanaman yang

memiliki akar kuat, mampu menghasilkan buah yang menyehatkan. Terdapat

keistimewaan yang dimiliki tanaman ini dan terletak pada daunnya yang luar biasa.

Page 7: ekspresi bax

7

Seperti telah diketahui manfaat daun sirsak sangat luar biasa yakni mampu

menghambat pertumbuhan bakteri, membantu menghambat perkembangan virus,

membantu menghambat perkembangan parasit, membantu menghambat pertumbuhan

tumor, membantu merileksasi otot, sebagai anti kejang, membantu meredakan nyeri,

mampu menekan peradangan, menurunkan kadar gula darah, menurunkan demam,

menurunkan tekanan darah tinggi, mengurangi stres, menguatkan pencernaan dan

meningkatkan nafsu makan (Suranto, 2012).

Tanaman ini mudah didapatkan karena tanaman ini bisa ditanam di mana saja.

Karena kurangnya pengetahuan mengenai khasiatnya, tanaman sirsak tidak begitu

banyak dibudidayakan, sehingga hanya tumbuh liar begitu saja dan akhirnya tanaman

ini mati. Padahal potensi dari tanaman sirsak bagi kesehatan sangat luar

biasasehingga dapat digunakan sebagai obat herbal. Senyawa bioaktif yang berasal

dari tanaman sirsak atau Annona muricata telah lama diteliti dan terbukti bersifat

antikanker, selain itu juga bersifat antiparasit, insektisida, anticacing, antibakteri, dan

antivirus. Senyawa bioaktif yang terdapat pada ekstrak dari daun sirsak, bernama

annonaceous acetogenin dan telah berhasil dilakukan analisa secara kualitatif.

Acetogenins merupakan fitokimia yang berguna untuk pencegahan kanker dan virus

dalam tubuh, sehingga mampu mencegah pembentukan zat-zat penyebab kanker

dalam tubuh (Wicaksono, 2012).

Senyawa annonaceous acetogenins yang terkandung didalam daun sirsak

bersifat sitotoksik bagi sel kanker dan tumor. Cara kerja senyawa acetogenins adalah

dengan memblokir transportasi ATP (adenosin trifosfat) dalam sel kanker. Sebagai

antikanker, annonaceous acetogenins bersifat sebagai inhibitor kompleks I

(nicotinamide adenine dinucloetide (NADH), ubiquinone, oxidoreductase) rantai

respirasi mitokondrial. Kemampuan senyawa acetogenins dalam menghambat kedua

enzim tersebut akan menyebabkan sel kekurangan ATP yang pada akhirnya dapat

menimbulkan kematian sel kanker (Wicaksono, 2012).

Pengaruh lain acetogenins adalah mampu meningkatkan sekresi dopamin dari

neuron dopaminergik sehingga menimbulkan efek positif jika digunakan dalam

Page 8: ekspresi bax

8

jangka pendek. Sebaliknya, penggunaan jangka panjang akar Annona muricata dapat

menyebabkan degenerasi neuron dopaminergik melalui mekanisme penghambatan

kompleks I mitokondrial yang menyebabkan sel kekurangan ATP sehingga terjadi

degenerasi neuron (Champy et al., 2004).

Untuk khasiat yang terdapat pada daun sirsak memang luar biasa, namun

bagaimana cara kita dalam mengolah daun sirsak ini juga memberikan hasil yang

berbeda. Faktor yang berperan dalam dalam hal ini diantaranya adalah dalam

pemilihan daun sirsak, biasanya daun sirsak yang akan digunakan sebagai obat lebih

baik diambil dari tanaman pekarangan yang tumbuh didataran rendah karena daun

sirsak ditempat tersebut banyak mendapat intensitas cahaya matahari lebih banyak.

Karena semakin banyak terkena sinar matahari, maka proses fotosintesis juga akan

lebih tinggi dan akan terbentuk acetogenin yang lebih banyak. Selain itu, untuk tipe

daun juga berpenguaruh, daun yang baik untuk digunakan sebagai obat adalah daun

yang tidak berlubang dan daunnya masih terlihat utuh, hal ini menandakan bahwa

daun tersebut tidak terserang hama ataupun penyakit (Suranto, 2012).

2.1.2 Mekanisme Apoptosis

Tubuh manusia normal memiliki suatu mekanisme keseimbangan (homeo-

stasis) antara pertumbuhan (proliferasi) dan kematian sel (cell death). Hal ini berguna

untuk pertumbuhan normal. Bila salah satu keseimbangan terganggu akan

menyebabkan suatu penyakit, misalnya bila pertumbuhan sel lebih cepat dari

kematian sel maka akan menimbulkan alzheimer dan penyakit parkison. Apoptosis

adalah kematian sel terprogram dengan tujuan untuk menghilangkan sel yang tidak

diinginkan dan mengurangi jumlah sel yang terlalu banyak, sehingga jumlah sel

dalam jaringan organisme multiseluler dapat dikendalikan. Selain itu apoptosis juga

menghilangkan sel yang berbahaya bagi tubuh. Oleh karena itu, apoptosis memiliki

peranan penting untuk perkembangan, homeostasis  jaringan, dan proteksi terhadap

pathogen (Li et al., 2008).

Page 9: ekspresi bax

9

Apoptosis berasal dari bahasa Yunani, apo "dari" dan ptosis "jatuh". Apoptosis

digunakan oleh organisme multisel untuk membuang sel yang sudah tidak diperlukan

oleh tubuh. Apoptosis pada umumnya berlangsung seumur hidup dan bersifat

menguntungkan bagi tubuh, contoh nyata dari keuntungan apoptosis adalah

pemisahan jari pada embrio. Apoptosis yang dialami oleh sel-sel yang terletak di

antara jari menyebabkan masing-masing jari menjadi terpisah satu sama lain. Istilah

apoptosis (a-po-toe-sis) pertamakali digunakan Kerr, Wyllie dan Currie di tahun 1972

untuk menjelaskan pebedaan secara morfologi dari kematian sel, meskipun

komponen tertentu dari konsep apoptosis baru dijelaskan dengan tegas beberapa

tahun belakangan. Apoptosis telah diakui dan diterima secara khusus dari program

kematian sel, yang mana meliputi penghancuran secara genetik dari sel tersebut

(Kumar et al., 2007).

Apoptosis merupakan istilah yang diberikan bila kematian sel terprogram

yang terjadi di dalam organisme multisel dengan melibatkan serangkaian peristiwa

biokimia yang menyebabkan karakteristik morfologi sel tertentu dan akhirnya

kematian sel. Karakteristik morfologi sel-sel yang mengalami apoptosis termasuk

perubahan pada membran sel seperti penyusutan sel, fragmentasi nuklir, kondensasi

kromatin, fragmentasi DNA dan kromosom. Apoptosis terjadi secara normal selama

perkembangan, penuaan dan seperti mekanisme homeostasis untuk mengendalikan

populasi sel di dalam jaringan. Apoptosis juga  terjadi sebagai mekanisme pertahanan

seperti reaksi imun atau ketika sel rusak karena patogen yang berbahaya. Meskipun

banyak variasi yang menstimulasi dan berbagai kondisi dapat memicu terjadinya

apoptosis, tetapi tidak semua sel merespon dengan kematian dari stimulus yang sama.

Beberapa hormon, seperti kortikosteroid, mungkin memicu apoptosis pada beberapa

sel seperti sel timus (Rodriguez et al., 2001).

Pada sel ditemukan suatu protein yang berperan sebagai faktor pengendalian

pertumbuhan sel, yang disebut sebagai tumor suppresor protein yang termasuk

kelompok dari protein tersebut antara lain protein retinoblastoma yang disandi oleh

pRb (PRb) dan protein 53 yang disandi oleh gen p53 (P53). Kedua jenis protein ini

Page 10: ekspresi bax

10

bekerja pada inti sel, yaitu pRb berperan pada pengendalian faktor transkripsi pada

siklus pembelahan sel. Sedangkan p53 berperan pada pengendalian siklus

pembelahan sel dan apoptosis, yaitu pemeliharaan replikasi DNA dan merusak sel

yang memiliki urutan nukleotida yang abnormal. Selain itu pada sel ada suatu sistem

yang mengatur susunan nukleotida pada rantai DNA yang dikenal dengan DNA

repair. Kerja dari sistem ini adalah untuk memperbaiki urutan DNA yang mengalami

mutasi. Artinya apabila terjadi kerusakan karsinogen dan atau ultraviolet, maka

timbullah suatu respons yang disebut sebagai NER (nucleotide excision repair)

(Kumar et al., 2007).

Terjadinya perubahan sifat pada sel eukariota tidak hanya dipengaruhi adanya

satu gen yang mengalami mutasi, melainkan karena adanya akumulasi dari berbagai

mutasi (multi gene defect). Berbagai fenomena menjelaskan bahwa terjadinya suatu

keganasan adalah sangat kompleks yaitu adanya akumulasi mutasi dari berbagai gen

seperti kelompok protooncogene dan kelompok tumor suppresor gene. Untuk

mengendalikan keseimbangan pertumbuhan maka gen yang mengalami mutasi harus

diperbaiki yaitu melalui mekanisme DNA repair. Apabila DNA repair tidak manpu

mengatasinya, maka sel tersebut harus dimusnahkan (apoptosi) melalui mitokondria.

Demikian juga halnya bila terjadi kegagalan pada penanganan apoptosi melalui

mitokodria, maka untuk mengeksekusi sel abnormal tersebut, digunakanlah suatu

sistem pertahanan imunologik yaitu melalui respons imun khususnya respons imun

seluler (Rodriguez et al., 2001).

Apoptosis dibagi menjadi 3 fase yaitu fase induksi, fase efektor, fase degradasi.

Pada fase induksi tergantung pada sinyal penyebab kematian yang menstimulasi

sinyal proapoptotik dan memulai kaskade. Sinyal penyebab kematian tersebut antara

lain reactive oxygen species (ROS), aktivasi berlebihan dari jalur Ca2+, protein

famili B cell lymphoma 2 (Bcl2) seperti Bcl2 associated x protein (Bax) dan Bcl-2

associated death promotor (Bad). Pada fase efektor, sel akan mengalami kematian

karena kerja pusat pengatur yaitu mitokondria mengarah pada kematian sel. Fase

terakhir yaitu fase degradasi melibatkan serangkaian peristiwa yang terjadi baik di

Page 11: ekspresi bax

11

sitoplasma maupun di dalam inti sel. Apoptosis terjadi melalui 2 jalur yang dipicu

oleh bermacam-macam faktor baik eksternal maupun internal (Hengartner, 2000).

Apoptosis melalui faktor eksternal disebut jalur ekstrinsik (death receptor pathway),

sedangkan melalui faktor internal disebut jalur intrinsik atau jalur mitokondria

(mitochondrial pathway) (Crow et al., 2004).

Jalur ekstraseluler (death receptor pathway) diinisiasi melalui stimulasi dari

reseptor kematian (death receptor) sedangkan jalur intraselular (mitochondrial

pathway) diinisiasi melalui pelepasan faktor signal dari mitokondria dalam sel.

Peristiwa apoptosis jalur ekstrinsik dimulai dari adanya pelepasan molekul signal

yang disebut ligan oleh sel lain tetapi bukan berasal dari sel yang akan mengalami

apoptosis. Ligan tersebut berikatan dengan death receptor yang terletak pada

transmembran sel target yang menginduksi apoptosis (Kumar et al., 2007).

Death receptor yang terletak di permukaan sel adalah famili reseptor TNF

(Tumor Necrosis Factor), yang meliputi TNF-R1, CD 95 (Fas), dan TNF-Related

Apoptosis Inducing Ligan (TRAIL)-R1 dan R2. Ligan yang berikatan dengan

reseptor tersebut akan mengakibatkan caspase inisiator 8 setelah membentuk trimer

dengan adaptor FADD (Fas Associeted Death Domain). Kompleks yang terbentuk

antara ligan-reseptor dan FADD disebut DISC (Death Inducing Signaling Complex).

CD 95, TRAIL-R1 dan R2 terikat dengan FADD, sedangkan TNF-R1 terikat secara

tidak langsung melalui molekul adaptor lain, yaitu TNF-Reseptor Associeted Death

Domain protein (TRADD) (Kumar et al., 2007).

Page 12: ekspresi bax

12

Gambar 1. Mekanisme jalur apoptosis (Kumar et al., 2007)

Stress mitokondria yang menginduksi apoptosis jalur intrinsik disebabkan

oleh senyawa kimia atau kehilangan faktor pertumbuhan, sehingga menyebabkan

gangguan pada mitokondria dan terjadi pelepasan sitokrom c dari intermembran

mitokondria. Protein capcase 8 akan memotong anggota famili Bcl-2 yaitu Bid.

Kemudian Bid yang terpotong pada bagian ujungnya akan menginduksi insersi Bax

dalam membran mitokondria dan melepaskan molekul proapoptotik seperti sitokrom

c, dan Apoptosis Inducing Factor (AIF). Dengan adanya ATP akan terbentuk

kompleks antara sitokrom c, APAF 1 dan caspase 9 yang disebut apoptosom.

Selanjutnya, capcase 9 akan mengaktifkan down stream procaspase 3. Protein caspase

Page 13: ekspresi bax

13

3 yang aktif memecah berbagai macam substrat, diantaranya enzim DNA repair

seperti Poly ADP Ribose Polymerase (PARP) dan DNA protein kinase yaitu protein

struktural seluler dan nukleus, termasuk aparatus mitotik inti, lamina nukleus, dan

aktin serta endonuklease, seperti Inhibitor Caspase Aktivated Deoxyribonuklease

(ICAD) dan konstituen seluler lainnya. Selain itu, caspas 3 juga mempunyai

kemampuan untuk mengaktifkan caspese lainnya, seperti procaspase 6 dan

procaspase 7 yang memberikan amplifikasi terhadap kerusakan seluler (Kumar et al.,

2007).

2.1.3 Bax

Bax merupakan anggota dari gen Bcl-2. Apoptosis regulator bax

mempromosikan apoptosis dengan cara mengikat dengan Bcl-2 protein. Apoptosis

regulator bax juga dikenal sebagai protein Bcl-2 seperti protein yang ada di manusia

dikodekan oleh gen Bax (Hadi, 2011). Bcl-2 merupakan salah satu anggota dari

family protein Bcl-2 yang dibedakan menjadi 3 kelompok kecil. Kelompok pertama

bersifat antiapoptosis yang terdiri dari BCl-2, Bcl-xl dan Bcl-w. protein pada

kelompok ini mencegah kematian sel dengan cara mengikat anggota family Bcl-2 dari

kelompok yang lain. Pada kelompok kedua bersifat proapoptosis yang terdiri dari

Bax, Bak dan Box, aktivitas dari anggota ini adalah dapat menstimulasi pelepasan

sitokrom C dari membrane mitokondria. Yang berikutnya adalah kelompok ketiga

yang mempunyai sifat proapoptosis yang terdiri dari Bid, Bad, dan Bim. Pada protein

kelompok ini mendorong kematian sel sebagi protein adaptor yang terikat pada jalur

upstream untuk memutuskan berlangsungnya apoptosis (Lie et al, 2013).

Gen bax adalah yang pertama diidentifikasi oleh proapoptosis protein Bcl-2.

Protein Bcl-2 ini mempunyai karakter homolog berupa Bcl-2 homologi (BH) domain

diantaranya BH1, BH2, BH3 dan BH4, dan dapat membentuk hemodimer. Protein

Bcl-2 bertindak sebagai antiregulator atau proapoptosis yang terlibat dalam berbagai

proses selular. Beberapa anggota dari Bax yang merupakan antiapoptosis diantaranya

seperti Bcl-2. Bcl-xl, dan MCL1 dan sisanya merupakan proapoptosis. Bax itu sendiri

Page 14: ekspresi bax

14

merupakan proapoptosis protein Bcl-2 yang mengandung BH1, BH2, dan BH3

domain (Lie et al, 2013).

Pada ekspresi Bax diregulasi oleh protein p53 yang merupakan faktor

transkripsi pada saat diaktifkan sebagai bagian dari respon sel terhadap stres dan

mengatur banyak gen target termasuk Bax. Dengan demikin ada kemungkinan bahwa

p53 dapat menginduksi apoptosis. Dalam hal ini p53 mempunyai peran transkripsi

independen dalam apoptosis, sehingga secara khusus p53 berinteraksi dengan Bax,

kemudian mempromosikan aktivasi kedalam membrane mitokondria, dan menjadikan

Ekspresi Bax sekitar 50 kali lipat (Lie et al., 2013).

2.1.4 Mekanisme Acetogenin Menginduksi Bax

Selain acetogenin, sirsak memiliki senyawa yang sifatnya sitotoksik yaitu

anonaine. Ada mekanisme yang berbeda pada terjadinya apoptosis, yang pertama

adalah diinisiasi oleh sinyal yang timbul di dalam sel. Mekanisme yang kedua dipicu

oleh kematian aktivator yang mengikat reseptor di permukaan sel, dan yang ketiga

dipicu oleh reactive oxygen species (ROS). Pada manusia, acetogenin menyebabkan

kerusakan sel yang berkaitan dengan peningkatan oksida nitrat intraseluler, ROS,

glutathione (GSH) deplesi, mengganggu potensi transmembran mitokondria , aktivasi

caspase 3, 7, 8 & 9 aktivasi dan ADP poli ribosa polymerase pembelahan. Selain itu,

Acetogenin mengatur ekspresi protein p53 dan Bax (Li et al., 2013).

Pada apoptosis tidak memerlukan suatu proses transkripsi atau translasi.

Molekular machine yang dibutuhkan untuk kematian sel dianggap mengalami

dormansi dan hanya memerlukan aktivasi yang cepat. Signal yang menginduksi

apoptosis bisa berasal dari ekstraseluler dan intraseluler.Pada manusia, acetogenin

menyebabkan kerusakan sel yang berkatan dengan peningkatan oksida nitrat

intraselular, aktivasi caspase 3, 7, 8 dan 9, serta pembelahan dari ADP poli ribose (Li

et al., 2013).

Page 15: ekspresi bax

15

Gambar 2. Mekanisme acetogenin menginduksi Bax (Li et al., 2013).

Pada ginjal tepatnya di tubulus proksimal dan tubulus konvulasi merupakan

bagian ginjal yang banyak terdapat mitokondria. Pada penelitian sebelumnya ekspresi

bax lebih banyak terdapat di tubulus proksimal dan konvulasi korteks ginjal tikus,

dan pada medulla ginjal hanya sedikit dijumpai ekspresi bax. Namun, pada bagian

glomerulus tidak ditemukan adanya ekspresi bax. Hal ini sesuai dengan fisiologis

ginjal dimana bax akan terekspresikan di tubulus proksimal dan konvulatus korteks

ginjal. Secara fisiologis glomerulus ginjal tidak terdapat ekspresi bax (Song et al.,

2012).

Page 16: ekspresi bax

16

Secara fisiologis, tubulus proksimal lebih rentan mengalami kerusakan

disebabkan oleh struktur histologi dan fisiologis yang berbeda dengan tubulus distalis

ginjal. Proses glikolisis di mitokondria tubulus proksimal ginjal lebih rendah

dibandingkan tubulus distalis ginjal (Song et al., 2012). Diketahui bahwa salah satu

faktor yang menghambat efek toksik senyawa acetogenin terhadap sel neuron adalah

adanya glikolisis (Kondhiker et al., 2007). Tingginya ekspresi bax pada tubulus

proksimal dapat disebabkan karena kemampuan glikolisis yang rendah dan akibat

efek samping dari pemberian ekstrak air daun sirsak.

Dalam hal ini ekstrak air daun sirsak dapat meningkatkan ekspresi bax pada

ginjal. Melalui sifat inhibitor kompleks 1 mitokondrial, senyawa acetogenin akan

meningkatkan oksida nitrat intraseluler, ROS, glutathione (GSH) deplesi,

mengganggu potensi transmembran mitokondria, aktivasi caspase 3, 7, 8 & 9 aktivasi

dan ADP poli ribosa polymerase pembelahan serta menginduksi protein p53 dan Bax

sehingga terjadi apoptosis sel (Li et al., 2013).

2.1.5 Anatomi Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang merah dengan sisi

cekungnya menghadap ke medial. Pada manusia, ginjal berukuran sebesar kepalan

tangan, yaitu berukuran panjang 10 sampai 12 cm, lebar 5-6 cm, dan tebal 3-4 cm

dengan berat sekitar 140 gram atau kurang lebih 0,4% dari berat badan. Ginjal

terdapat 1 pasang yang posisinya retroperitoneal, yang berarti terletak di belakang

peritoneum yang melapisi rongga abdomen. Disebelah anterior ginjal dilindungi oleh

organ intra peritoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh hati, kolon dan duodenum.

Sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh lien, lambung, pancreas, jejunum dan kolon.

Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1cm) dibanding ginjal kiri,

hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kedua ginjal

terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3. Pada setiap ginjal terdapat bukaan yang

disebut hilus yang menghubungkan arteri renal, vena renal, dan ureter (Tortora and

Derrickson, 2009).

Page 17: ekspresi bax

17

Gambar 3. Posisi ginjal dalam rongga abdomen (Tortora and Derrickson, 2009)

Ginjal terselubungi oleh suatu lapis jaringan fibrosa yang disebut hilum yang

tampak halus akan tetapi kuat. Lapisan ini menyelubungi ginjal dengan sangat ketat,

tetapi dapat terbuka dengan mudah. Di bawah lapisan tersebut maka dapat terlihat

ginjal dengan permukaannya yang halus dan berwarna merah tua (Tortora and

Derrickson, 2009).

Lapisan luar terdapat lapisan korteks (substansia kortekalis), bagian korteks

dari ginjal berwarna merah muda, lunak, granular, dan mudah terlaserasi. Bagian

yang memisah sisi-sisi dari dua piramid dimana arteri dan nervus masuk, dan dimana

vena dan kelenjar limfe keluar dari ginjal disebut cortical coloumn atau columna

Bertini, sementara porsi yang menghubungkan antara satu cortical coloumn dengan

yang lainnya disebut cortical arch dengan kedalaman yang bervariasi dari 0,8-1,3

cmdan (Tortora and Derrickson, 2009).

Bagian medulla dari ginjal, berwarna merah, striated, dan berbentuk kerucut,

(pyramids of malpighi) jumlahnya bervariasi dari 8-18 bergantung pada pembentukan

lobus organ pada masa embrional. Medula ginjal terbagi menjadi beberapa masa

jaringan berbentuk kerucut yang disebut piramida ginjal. Dasar dari setiap piramida

Page 18: ekspresi bax

18

dimulai pada perbatasan antara korteks dan medula serta di akhiri pada papila, yang

menonjol ke dalam ruang pelvis ginjal yaitu sambungan berbentuk cerobong dari

ujung akhir ureter. 

Gambar 4. Anatomi ginjal (Tortora and Derrickson, 2009)

Perbatasan pelvis sebelah luar terbagi menjadi kantong dengan ujung terbuka

yang disebut kalises mayor, yamg meluas kebawah dan terbagi menjadi kalise minor,

yang mengumpulkan urin dari tubulus setiap papila. Dinding kalises, pelvis, dan

ureter terdiri dari elemen-elemen kontraktil yang mendorong urin menuju kandung

kemih, dimana urin disimpan sampai dikeluarkan melalui mikturitis. Dalam setiap

pyramid ginjal terdapat berjuta- juta nefron. Nefron merupakan satuan fungsional

ginjal mengandung kira-kira 1,3 juta nefron dan tiap nefron dapat membentuk urina

sendiri. Selama 24 jam dapat menyaring 170 liter darah (Baldatina, 2008).

Page 19: ekspresi bax

19

Gambar 5. Nefron ginjal

2.1.6 Histologi Ginjal

Ginjal dibagi menjadi 2 bagian korteks dan medula, pada korteks terdapat

malpighi pyramid atau dasar piramid dan kapsula bowman. Jaringan korteks diantara

pyramid-piramid membentuk kolum bertini ginjal. Koretks terdiri atas nefron, pada

manusia ginjal terdiri atas banyak lobulus yang masing-masing dengan piramid medula

dan jaringan korteks yang sesuai. Lobulus ginjal terdiri atas medulla dan jaringan

korteks yang mengelilingi ginjal. Setiap ginjal terdiri atas 1-4 juta nefron. Setiap nefron

terdiri atas korpus ginjal yangterdiri atas kapsula bowman (bangunan berbentuk

cangkir) dan glomerulus (jumbai /gulungan kapiler) dan tubulusyaitu tubulus kontortus

proksimalis dan tubulus kontortus distal (Gerhastuti, 2009).

Page 20: ekspresi bax

20

Gambar 6. Gambaran histologi ginjal manusia (Damjanov, 1998)

1. Korpus Ginjal

a. Kapsula Bowman

Kapsul bowman merupakan pelebaran nefron dibatasi epitel yang

diinvaginasi oleh jumbai kapiler glomerulus sampai mendapatkan bentuk

seperti cangkir yang berdinding ganda. Terdapat rongga berupa celah yang

sempit disebut rongga kapsula, diantara lapisan luar atau parietal (epitel

kapsula) dan lapisan visceral (epitel glomerulus) yang melekat erat pada

jumbai kapiler. Korpus ginjal mempunyai polus vaskular tempat arteriol

aferen dan eferen masuk dan keluar glomerulus dan tempat lapisan parietal

kapsula membalik untuk melapisi pembuluh darah sebagai lapisan visceral.

Korpus ginjal juga mempunyai polus urinari pada sisi sebelahnya, tempat

rongga kapsula berhubungan dengan lumen tubulus kontortus proksimal dan

tempat epitel parietal (gepeng) melanjutkan diri pada epitel kuboid atau

silindris rendah tubulus kontortus proksimal (Gerhastuti, 2009).

Page 21: ekspresi bax

21

Lapisan parietal kapsula bowman tersusun dari epitel selapis gepeng

denga inti agak menonjol ke rongga kapsula. Organel sitoplasma kurang

berkembang pada polus urinari, sel-sel gepeng ini bertambah tinggi melebihi

4-5 sel untuk berhubungan dengan epitel silindris rendahyang melapisi

dinding tubulus kontortus proksimal. Lapisan visceral epitel melekat erat pada

kapiler glomerulus dengan inti sel-sel epitel ini pada sisi kapsula lamina basal,

akan tetapi tidak membentuk lembaran yang utuh dan selnya telah mengalami

perubahan (Baldatina, 2008).

Sel ini disebut podosit dan pada dasarnya berbentuk seperti bintang

dengan badan selnya yang hampir tidak pernah melekat pada lamina basal

kapiler glomerulus. Dari prosesus primer meluas banyak prosesus sekunder

yang kecil yang melekat pada permukaan luar (kapsula) lamina basal kapiler.

Prosesus sekunder yang saling berdekatan saling berselang-seling dalam

susunan yang rumit dengan sistem celah yang disebut “celah filrasi”

(Gerhastuti, 2009).

b. Glomerulus

Glomerulus adalah masa kapiler yang berbelit-belit yang terdapat

sepanjang perjalanan arteriol dengan sebuah arteriol aferen memasuki

glomerulus dan sebuah arteriol eferen yang meninggalkan glomerulus.

Diameter arteriol lebih besar daripada diameter arteriol eferen dan akibatnya

glomerulus merupakan sebuah sistem yang bertekanan relatif tinggi,

membantu pembentukan cairan dalam jalinan kapiler. Waktu memasuki

korpuskel ginjal, arteriol aferen bercabang menjadi 3 sampai 5 buah cabang.

Dari sini kapiler timbul dan mengalir kecabang-cabang primer atau cabang

arteriol eferen. Jadi sekelompok kapiler dapat disebut lobulus glomerulus,

dengan sejumlah anastomosis diantara kapiler-kepiler suatu lobulus dan

bahkan antara lobulus yang bersisian (Baldatina, 2008).

Epitel parietal yaitu podosit mengelilingi sekelompok kecil kapiler dan

diantara ansa kapiler dekat arteriol aferen dan eferen terdapat tungkai dengan

Page 22: ekspresi bax

22

daerah bersisian dengan lamina basal kapiler yang tidak dilapisi endotel.

Dalam daerah seperti itu terletak sel masangial. Sel ini berbentuk bintang

mirip perisit yang dijumpai di tempat laindengan cabang-cabang sitoplasma

yang kadang–kadang meluas di antara endotel dan lamina basal. Juga terdapat

kesamaan antara sel mesangial dan sel juxtaglomerular, baik secara struktural

maupun fungsinya. Keduanya berfungsi menyingkirkan protein besar dari

lamina basal yang mungkin tidak statistik, dengan menambahkan bahan baru

dari luar dan membuang bahan lama di bagian dalam oleh sel mesangial. Juga

dikatakan bahwa sel mesangial dapat dikatakan berkerut bila dirangsang oleh

angiotensin, denga akibat mengurangnya alirandarah dalam kapiler

glomerulus (Gerhastuti, 2009).

2. Tubulus

a. Tubulus proksimal

Tubulus kontortus proksimal berjalan berkelok-kelok dan berakhir

sebagai saluran yang lurus di medula ginjal (pars desendens Ansa Henle).

Dindingnya disusun oleh selapis sel kuboid dengan batas-batas yang sukar

dilihat. Inti sel bulat, bundar, biru dan biasanya terletak agak berjauhan satu

sama lain. Sitoplasmanya bewarna asidofili (kemerahan). Permukaan sel yang

menghadap ke lumen mempunyai paras sikat (brush border). Tubulus ini

terletak di korteks ginjal.Fungsi tubulus kontortus proksimal adalah

mengurangi isi filtrat glomerulus 80-85 persen dengan cara reabsorpsi via

transport dan pompa natrium. Glukosa, asam amino dan protein seperti

bikarbonat, akan diresorpsi (Young, 2002).

b.Tubulus distalis

Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan letak

jauh dari kapsula Bowman, panjangnya 5 mm. Tubulus distal dari masing-

masing nefron bermuara ke duktus koligentis yang panjangnya 20 mm.

Masing-masing duktus koligens berjalan melalui korteks dan medulla ginjal

Page 23: ekspresi bax

23

bersatu membentuk suatu duktus yang berjalan lurus dan bermuara

pada duktus belini, seterusnya menuju kaliks minor, ke kaliks mayor, dan

akhirnya mengosongkan isinya ke dalam pelvis renalis pada apeks masing-

masing pyramid medulla ginjal.  Panjang nefron keseluruhan di tambah

dengan duktus koligentis adalah 45-46 mm. Nefron yang berasal dari

glomerulus korteks mempunyai Ansa Henle yang memanjang ke dalam

pyramid medulla.Tubulus kontortus distal lebih pendek dari tubulus kontortus

proksimal sehingga pada sediaan tampak dalam jumlah yang lebih kecil dan

tidak mempunyai brush border. Biasanya 6-8 inti tampak pada potongan

melintang (Young, 2002).

Dengan mokroskop elektron sel-sel tampak kuboid dengan inti

ditengah atau di apeks, sedikti mikrovilus yang pendek dan vakuol apikal. Di

dalam sitoplasma bagian basal terdapat interdigitasi tonjolan-tonjolan sel

lateral yang rumit mirip dengan yang tampak pada tubulus proksimal dengan

mitokondria yang besar, tersusun radier dalam kompartemen yang terbentuk.

Hal ini memberikan gambaran bergaris pada bagian basal sel dan merupakan

mekanisme pompa natrium yang aktif dari cairan tubular.Setiap tubulus

kontortus distal dihubungkan oleh saluran penghubung pendek ke duktus

kolagens yang kecil. Nefron dan duktus koligens berbeda asal embriologinya

(Young, 2002)

3. Ansa Henle

Ansa henle berbentuk lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis selanjutnya

ke segmen tebal, panjangnya 12 mm, total panjangnya ansa henle 2-14 mm. Ansa

henle adalah struktur berbentuk U terdiri atas atas ruas tebal desenden dengan

struktur yang mirip tubulus kontortus proksimal, ruas tipis desenden, ruas tipis

asenden dan ruas tebal asenden yang strukturnya mirip tubulus kontortus

proksimal. Di medula bagian luar, ruas tebal desenden dengan garis tengah luar

sekitar  60 mikrometer, secara mendadak menipis sampai sekitar 12 mikrometer

Page 24: ekspresi bax

24

dan berlanjut sebagai ruas tipis desenden. Lumen ruas nefron ini lebar karena

dindingnya terdiri atas sel epitel gepeng yang intinya hanya sedikit menonjol

kedalam lumen (Junqueira, 2003).

Lebih kurang sepertujuh dari semua nefron terletak dekat batas korteks-

medula dan karenanya disebut nefron juxtamedula, nefron lainya disebut nefron

kortikal. Semua nefron turut serta dalam proses filtrasi, absorpsi dan sekresi. Akan

tetapi, nefron jukstamedula terutama penting untuk mempertahankan gradien

hipertonik dalam intertisium medula-dasar kesanggupan ginjal menghasilkan urin

hipertonik. Nefron jukstamedula memiliki lengkungan henle yang sangat panjang,

yang masuk jauh ke dalam medula. Lengkungan ini terdiri atasruas tebal desenden

yang pendek, ruas tipis desenden dan asenden yang panjang, dan ruas tebal

asenden. Sebaliknya nefron kortikal memiliki ruas tipis desenden yang sangat

pendek, tanpa ruang tipis asenden (Junqueira, 2003).

4. Duktus Koligentes

Dutus koligen bukan merupakan bagian dari nefron. Setiap tubulus kontortus

distal berhubungan dengan duktus koligens melalui sebuah cabang samping duktus

koligens yang pendek yang terdapat dalam berkas medular, terdapat beberapa

cabang seperti itu. Duktus koligens berjalan dalam berkas medula menuju ke

medula. Di bagian medula yang lebih ke tengah beberapa duktus koligens bersatu

membentuk duktus yang besar yang bermuara ke apeks papila. Saluran ini disebut

duktus papilaris (bellini) dengan diameter 100-200 mikrometer atau lebih. Muara

ke permukaan papila sangat besar, sangat banyak dan sangat rapat, sehingga papila

tampak seperti tapisan (area kribosa) (Young, 2002).

Sel-sel yang melapisi saluran ini bervariasi ukuran mulai dari kuboid rendah

dibagian proksimal sampai silindris tinggi di duktus papilaris utama. Batas sel

teratur dengan sedikit interdigitasi dan umumnya sel tampak pucat dengan

beberapa organel. Tipe sel kedua, sel gelap atau interkalaris mengandung lebih

banyak mengandung mitokondria dengan gelembung apikal, permukaan apikal

Page 25: ekspresi bax

25

memperlihatkan lipatan (mikroplika). Sel ini ditemukan di duktus papilaris. Pada

duktus koligens yang besar ribosom bebas tampak menonjol dan rongga

intraselular yang lebar, dan ke dalamnya menonjol juluran mirip pseudopodia dari

sel yang bersisian. Duktus koligens menyalurkan kemih dari nefron ke pelvis

ureter dengan sedikit absorpsi air yang dipengaruhi oleh hormon anti-diuretik

(ADH) (Junqueira, 2003).

2.1.7 Fisiologi Ginjal

Unit fungsional dasar dari ginjal adalah nefron yang dapat berjumlah lebih

dari satu juta buah dalam satu ginjal normal manusia dewasa. Nefron berfungsi

sebagai regulator air dan zat terlarut (terutama elektrolit) dalam tubuh dengan cara

menyaring darah, kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih diperlukan

tubuh. Molekul dan sisa cairan lainnya akan dibuang. Reabsorpsi dan pembuangan

dilakukan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan kotranspor. Hasil

akhir yang kemudian diekskresikan disebut urine (Sherwood, 2010).

Sebuah nefron terdiri dari sebuah komponen penyaring yang

disebut korpuskula (badan malphigi) yang dilanjutkan oleh saluran-saluran (tubulus).

Setiap korpuskula mengandung gulungan kapiler darah yang disebutglomerulus yang

berada dalamkapsula Bowman. Setiap glomerulus mendapat aliran darah dari

arteri aferen. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk filtrasi atau

penyaringan. Darah dapat disaring melalui dinding epitelium tipis yang berpori dari

glomerulus dan kapsula Bowman karena adanya tekanan dari darah yang mendorong

plasma darah. Filtrat yang dihasilkan akan masuk ke dalan tubulus ginjal. Darah yang

telah tersaring akan meninggalkan ginjal lewat arteri eferen (Sherwood, 2010). 

Dengan bantuan tekanan, cairan dalan darah didorong keluar dari glomerulus,

melewati ketiga lapisan tersebut dan masuk ke dalam ruangan dalam kapsula

Bowman dalam bentuk filtrat glomerular. Filtrat plasma darah tidak mengandung sel

darah atau pun molekul protein yang besar. Protein dalam bentuk molekul kecil dapat

ditemukan dalam filtrat ini. Darah manusia melewati ginjal sebanyak 350 kali setiap

Page 26: ekspresi bax

26

hari dengan laju 1,2 liter per menit, menghasilkan 125 cc filtrat glomerular per

menitnya. Laju penyaringan glomerular ini digunakan untuk tes diagnosa fungsi

ginjal (Guyton, 2011).

Pada ginjal terjadi proses filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Filtrasi adalah

proses pasif yang terjadi melalui dinding semipermeabel glomerulus dan kapsul

glomerulus. Semua zat dengan massa molekul kurang dari 68 kilodalton (kDa)

terdorong keluar dari kapiler glomerulus untuk masuk ke kapsul Bowman. Jadi, air

dan molekul kecil masuk ke nefron, sedangkan sel darah, protein plasma, dan

molekul besar lainnya bertahan di darah. Isi kapsul Bowman disebut sebagai ”filtrat

glomerulus” dan kecepatan pembentukan cairan ini disebut sebagai “laju filtrasi

glomerulus” (glomerular filtration rate, GFR) (Sherwood, 2010).

Ginjal membentuk sekitar 180 liter cairan encer setiap hari (GFR sekitar 125

ml/mnt). Sebagian besar cairan ini secara selektif direabsorpsi sehingga volume akhir

urine yang dibentuk adalah sekitar 1 sampai 1,5 liter per hari. Filtrat glomerulus

direabsorpsi dari bagian lain nefron ke kapiler di sekitarnya. Tubulus kontortus

proksimalis merupakan bagian yng paling lebar dan panjang dari nefron keseluruhan

(sekitar 1,4 cm panjangnya). Sel yang melapisi bagian dalam saluran ini mengandung

sejumlah besar mitokondria untuk menghasilkan energi untuk manjalankan

transportasi aktif karena sebagian besar reabsorpsi filtrat glomerulus berlangsung

disini (Sherwood, 2010).

Reabsorpsi zat sisa umumnya inkomplit sehingga sejumlah besar urea

diekskresikan. Direabsorpsi zat lain berada dibawah pengendalian beberapa hormone.

Hormone antidiuretik (antidiuretic hormone, ADH) mengembalikan insersi protein ke

dalam dinding tubulus kontortus proksimalis dan duktus koligentes sehingga air dapat

meninggalkan filtrate yang menyebabkan jumlah urine berkurang. Pembentukan urine

yang pekat dipermudah oleh susunan fisik ansa henle dan kapiler disekitarnya yang

membentuk dan mempertahankan kondisi untuk reabsopsi air oleh osmosis.

Kalsitonin mengatur reabsopsi kalsium dan fosfat aldosteron mempengaruhi

reabsorpsi natrium (Sherwood, 2010).

Page 27: ekspresi bax

27

Tubulus ginjal dapat mensekresi atau menambah zat-zat ke dalam cairan.

Filtrasi selama metabolisme sel-sel membentuk asam dalam jumlah besar. Namun,

pH darah dan cairan tubuh dapat dipertahankan sekitar 7,4 (alkalis). Sel tubuh

membentuk amoniak yang bersenyawa dengan asam kemudian disekresi sebagai

amonium supaya pH darah dan cairan tubuh tetap alkalis. Pada ginjal hormon yang

dihasilkan oleh ginjal diantaranya renin yang merupakan protein yang dihasilkan oleh

apparatus jukstaglomerular yang juga sebagai tempat menempelnya arterial efferen

dan tubuli distalsel bergranula/jukstaglomerulus, sel mesangial ekstraglomerulus, dan

sel makula densa (Guyton, 2011).

2.1.8 Ekspresi Bax pada Ginjal

Gambar 7. Ekspresi bax pada ginjal (Song et al., 2012)

Page 28: ekspresi bax

28

Beberapa waktu terakhir ini telah dilakukan penelitian mengenai peranan Bax

terhadap ginjal, dan dalam penelitian tersebut menjelaskana bahwa Bax tidak hanya

mempunyai peran dalam proses apoptosis saja, tetapi Bax juga terlibat dalam proses

perkembangan ginjal dan perkembangan mitokondria. Sehingga dalam penelitian

tersebut didapatkan warna coklat yang menandai bahwa terjadi ekspresi Bax pada

ginjal. Namun, tidak semua bagian ginjal yang dapat terekspresi oleh Bax, bagian

yang lebih banyak terekspresi adalah tubulus proksimal ginjal, karena dalam tubulus

proksimal ginjal proses glikolisis di mitokondria lebih rendah (Song et al., 2012).

Page 29: ekspresi bax

29

2.2 Kerangka Teori

Berdasarkan tinjauan pustaka dan landasan teori dapat disusun kerangka

teoritis sebagai berikut:

Ekstrak air daun sirsak (Annona muricata L)

Mengandung Annonaceous acetogenins

Penghambat kompleks I mitokondrial tubulus ginjal tikus

Inhibisi oksida NADH

Deplesi ATP

Depolarisasi membran

Kegagalan pompa Na K

Ion K+ keluar sel, ion Ca2 dan Na masuk

Ion Ca2- maningkat

ROS meningkat

Kerusakan sel

Degenerasi Nekrosis Apoptosis

Ekspresi bax meningkat pada tubulus ginjal tikus

Page 30: ekspresi bax

30

2.3. Kerangka Konsep

2.4 Hipotesis

1. Terdapat pengaruh pemberian subkronik ekstrak air daun sirsak (Annona

muricata ) terhadap ekspresi bax pada tubulus ginjal tikus (Ratus Novergicus).

2. Terjadi peningkatan ekspresi bax pada tubulus ginjal tikus (Ratus Novergicus).

Ekstrak air daun sirsak (Annona muricata L)

menyebabkan apoptosis dan terjadi

peningkatan ekspresi bax pada tubulus ginjal

tikus (Ratus Novergicus)

Page 31: ekspresi bax

31

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental sederhana dengan

menggunakan rancangan penelitian post test control group design untuk melihat

pengaruh pemberian subronik ekstrak air daun sirsak (Annona muricata) terhadap

ekspresi bax pada tubulus ginjal tikus.

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Sampel Penelitian

Penelitian ini, sampel yang diambil adalah tikus betina (Rattus norvegicus)

galur Spraque-Dawley yang dikembangkan oleh Laboratorium Farmasi Universitas

Islam Indonesia yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah tikus yang sehat dan tidak cacat,

berumur 3 bulan dengan berat badan 175-300 gram. Tikus diperoleh dari

Laboratorium Farmasi Universitas Islam Indonesia. Kriteria eksklusi adalah tikus

yang sakit dan mati selama perjalanan penelitian.

Jumlah sampel yang digunakan 10 ekort ikus. Subjek dibagi menjadi 2

kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 5 tikus. Kelompok pertama merupakan

kelompok kontrol, sehingga tidak dilakukan perlakuan apapun dan kelompok kedua

merupakan kelompok perlakuan yaitu dilakukan pemberian ekstrak air daun sirsak

(Anonna muricata).

3.3 Variabel Penelitian

3.3.1 Variabel Terikat

Variabel terikat adalah ekspresi bax pada sel tubulus ginjal tikus.

Page 32: ekspresi bax

32

3.3.2 Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah ekstrak air daun sirsak (Annona

muricata) dengan dosis 1000 mg/kg BB/hari yang diberikan selama 30 hari

(Modifikasi Champy et al, 2004).

3.4 Definisi Operasional

1. Eksrak air daun sirsak (Annona muricata) adalah ekstrak yang terbuat dari daun

sirsak (Annona muricata) yang melalui proses pengeringan dan penyerbukan ,

dimana daun yang dipilih adalah daun ke-4 sampai ke-6 dalam satu ranting

karena kandungan senyawa acetogenins terbanyak terdapat pada daun ke-4

sampai ke-6, dengan dosis 1000 mg/kgBB/hari yang diberikan selama 30 hari

(Champy et al.(2004) yang dimodifikasi).

2. Ekspresi bax adalah protein yang terekspresikan saat terjadi apoptosis dalam sel.

Ekspresi bax ditandai dengan warna kecoklatan pada preparat dengan pemberian

antibodi terhadap bax dengan teknik Imunohistokimiawi (IHC). Pengamatan

ekspresi bax dilakukan pada semua lapangan pandang masing masing sampel

penelitian mengunakan mikroskop Olympus CX21 yang terhubung dengan

camera optilab viewer dengan softwere image raster. Pengamatan menggunakan

pembesran 1000x.

3. Gambaran Ekspresi Bax

Ekspresi bax dinyatakan sebagai warna kecoklatan pada sel tubulus ginjal. Warna

kecoklatan diamati kemudian dilakukan kategorisasi menjadi 4 ranking ekspresi

bax dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Ranking 1 : 0 - 25 %

b. Ranking 2 : 25 - 50 %

c. Ranking 3 : 50 - 75 %

d. Ranking 4 : 75 - 100 %

Page 33: ekspresi bax

33

3.5 Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat penelitian

a. Kandang untuk pengelompokan tikus

b. Spuit sonde

c. Alat pemotong jaringan

d. Kaca objek

e. Deck glas

f. Mikroskop cahaya

g. Pencetak blok jaringan

h. Aquades

2. Bahan penelitian

a. Tikus betina (rattus norvegicus) galur Spraque-Dawley berumur 3 bulan

dengan berat badan 175-300 gram.

b. Bahan uji daun sirsak (Annona muricata) diperoleh dan diekstraksi di

Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu ( LPPT) Universitas

Gajah Mada.

d. Etanol

e. Parafin

d. Cloralhydrat 3,5%

g. Anti bax

3.5 Tahap Penelitian

3.5.1 Persiapan Bahan Uji Daun Sirsak

Daun sirsak dilakukan determinasi tanaman di laboratorium Penelitian dan

pengujian Terpadu (LPPT) 1 Universitas Gajah Mada. Daun sirsak yang dipilih

adalah daun ke-4 sampai ke-6 dalam satu ranting. Proses pembuatan ekstrak

Page 34: ekspresi bax

34

dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas

Gajah Mada.

Prosedur pembuatan ekstrak daun sirsak dengan cara daun sirsak dicuci

sampai bersih, dikeringkan dalam almari pengering suhu 450C selama 48 jam

kemudian diserbuk menggunakan mesinpenyerbuk dengan saringan diameter lubang

1 mm. Serbuk daun sirsak ditambah methanol diaduk selama 30 menit diamkan 24

jam, disaring dan diulang 3 kali. Sehingga mendapatkan ampas dan filtrate. Filtrat

yang sudah didapatkan kemudian diuapkan dengan vacum rotary evaporator pemanas

water bath suhu 600C. Ekstrak kental yang didapat dituang dalam cawan porselin dan

dikeringkan pada suhu 500C. Sehingga mendapatkan ekstrak daun sirsak.

3.5.2 Persiapan Hewan Coba

Subyek dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan random yaitu kelompok I

dan II. Hewan coba dipelihara di kandang berukuran (40x20x20) cm3. Suhu dalam

kandang diatur pada suhu kamar. Pencahayaan dalam kandang diatur dengan siklus

terang gelap selama 12 jam. Siklus terang dimulai pukul 07.00 WIB dan siklus gelap

dimulai pukul 19.00 WIB. Pelet diberikan setiap hari pada pagi hari pukul 06.00

WIB. Air minum diberikan secara ad libitum.

3.6.3 Pengambilan Jaringan Ginjal dan Pembuatan Preparat IHC

Pengambilan jaringan ginjal tikus dilakukan pada hari ke 31. Tikus dibius

menggunakan ketamin. Proses pembuatan preparat IHC dilakukan di Laboratorium

PA dan laboratorium parasitologi FK UGM, Yogyakarta.

3.7 Cara Pengumpulan Data

Ekspresi bax sel tubulus ginjal dihitung pada masing-masing sampel

penelitian dengan menggunakan mikroskop optilab viewer.

Page 35: ekspresi bax

35

3.8 Rencana Analisis Data

Perbedaan jumlah ekspresi bax antara kelompok I dan II diuji dengan t-test.

3.9 Etika Penelitian

Penelitian menggunakan tikus betina (Rattus norvegicus) yang dikembangkan

oleh Laboratorium Farmasi Universitas Islam Indonesia. Sebelum dilakukan

dekapitasi, tikus dibius terlebih dahulu sehingga tidak menyakti tikus.

Sebelum melaksanakan prosedur penelitian di laboratorium, terlebih dahulu

meminta izin kepada laboran terkait laboratorium tersebut, yaitu Laboratorium

farmasi Universitas Islam Indonesia, Laboratorium Pengujian LPPT-UGM dan

Laboratorium Histologi Universitas Islam Indonesia.

Page 36: ekspresi bax

36

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Deskripsi Subjek Penelitian

Hewan uji yang digunakan untuk penelitian ini berupa tikus betina (Rattus

norvegicus) yang dikembangkan oleh Laboratorium Farmasi Universitas Islam

Indonesia. Tikus dibius terlebih dahulu sebelum dilakukan dekapitasi sehingga tidak

menyakiti tikus. Hewan-hewan tersebut ditempatkan di kandang dengan suhu

ruangan tetap di bawah penyinaran selama 12 jam (siang hari) dan tanpa penyinaran

selama 12 jam (malam hari). Makanan dan minuman hewan-hewan tersebut

disediakan yaitu air dan pellet. Jumlah sampel yang digunakan adalah 10 ekor tikus.

Subjek dibagi menjadi 2 kelompok dan setiap kelompok terdiri dari 5 tikus.

Kelompok pertama merupakan kelompok kontrol, diberikan sondase aquades dan

kelompok kedua merupakan kelompok perlakuan, diberikan sondase ekstrak air daun

sirsak (Anonna muricata) dengan dosis 1000 mg/kgBB/hari yang diberikan selama 30

hari. Berikut ini merupakan tabel yang menggambakan karakteristik subjek penelitian

berdasarkan berat badan dan nilai Hb (Tabel 1).

Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian berdasarkan berat badan dan Hb

KelompokBerat Badan Hemoglobin

Mean Max Min SD Mean Max Min SDPerlakuan 188,00 223,00 201,00 14,00 12,80 13,80 13,30 0,46Kontrol 203,00 244,00 219,40 17,41 13,40 15,00 14,26 0,61

Berdasarkan hasil pemeriksaan berat badan yang disajikan dalam Tabel diatas

menunjukan kriteria inklusi sampel dalam penelitian ini yaitu berat badan tikus untuk

perlakuan minimal 201,00 gram, maksimal 223,00 gram dengan rata-rata 188,00.

Page 37: ekspresi bax

37

Untu kelompok kontrol minimal 203,00 gram, maksimal 244,00 gram dengan rata-

rata 219,40 gram.

Dari Tabel di atas didapatkan data hemoglobin tikus untuk perlakuan minimal

13,30 gr/dl, maksimal 13,80 gr/dl dengan rata-rata 12,80 gr/dl. Hemoglobin tikus

kontrol minimal 14,26 gr/dl, maksimal 15,00 gr/dl dengan rata-rata 13,40 gr/dl.

Berdasarkan hasil pemeriksaan Hb menunjukkan bahwa hasil pemeriksaan dalam

batas normal atau tikus dalam keadaan yang sehat. Menurut Mitruka (1987), nilai

normal Hb pada tikus putih (Rattus norvegicus) yaitu 10-6,8 g/dl. Selama penelitian

semua tikus (Rattus norvegicus) dalam keadaan sehat dan tidak ada yang mati.

4.1.2 Deskripsi Data Daun

Ekstrak air daun sirsak (Annona muricata) adalah ekstrak yang terbuat dari

daun sirsak (Annona muricata) yang melalui proses pengeringan dan penyerbukan,

dimana daun yang dipilih adalah daun ke-4 sampai ke-6 dalam satu ranting karena

kandungan senyawa acetogenins terbanyak terdapat pada daun ke-4 sampai ke-6,

dengan dosis 1000mg/kgBB/hari yang diberikan selama 30 hari (Champy et al.

(2004) yang dimodifikasi). Proses pembuatan ekstrak dilakukan di Laboratorium

Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada.

Prosedur pembuatan ekstrak daun sirsak (Annona muricata L.) dengan cara

daun sirsak (Annona muricata L.) dicuci sampai bersih , dikeringkan dalam almari

pengering suhu 450C selama 48 jam kemudian diserbuk menggunakan mesin

penyerbuk dengan saringan berdiameter lubang 1 mm. Serbuk daun sirsak ditambah

dengan air dan diaduk selama 30 menit kemudian didiamkan selama 24 jam, disaring

dan diulang 3 kali sehingga akan didapatkan ampas dan filtrat. Filtrat yang sudah

didapatkan kemudian diuapkan dengan vacuum rotary evaporator pemanas water

bath suhu 600C. Ekstrak kental yang didapat dituang dalam cawan porselin dan

dikeringkan pada suhu 500C sehingga akan didapatkan ekstrak air daun sirsak

(Annona muricata L.).

Page 38: ekspresi bax

38

4.1.3 Deskripsi Ekspresi Bax

Berdasarkan hasil pengamatan ekspresi bax, warna coklat yang muncul

menandakan reaksi positif (+). Hasil pengamatan jumlah ekspresi bax dilihat dengan

perbesaran 1000x obyektif. Berikut ekspresi bax tikus dari kelompok kontrol dan

kelompok eksperimen (Gambar 8 dan Gambar 9).

Gambar 8. Gambar A menunjukkan ekspresi bax pada tubulus ginjal tikus kelompok kontrol yang normal ( ) dan terekspresi ( ). Gambar B menunjukkan ekspresi

bax pada ginjal kelompok perlakuan ( ). Pembesaran 40x.

Pada gambar diatas menjelaskan bahwa pada gambar A menunjukkan ekspresi

bax pada ginjal tikus kelompok kontrol dan terlihat bahwa terdapat warna coklat,

namun tidak tersebar di semua area. Pada gambar B menunjukkan ekspresi bax pada

ginjal tikus kelompok ekperimen dan pada gambar terlihat bahwa terdapat pewarnaan

coklat yang tersebar disemua area yang terlihat lebih banyak dibandingkan dengan

kelompok kontrol.

Pada kelompok kontrol juga terdapat pewarnaan coklat namun tidak di semua

area, hal ini tejadi karena dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai

peranan bax terhadap ginjal, dan dalam penelitian tersebut menjelaskana bahwa bax

tidak hanya mempunyai peran dalam proses apoptosis saja, tetapi secara fisiologis

A Bnormal

terekspresiterekspresi

terekspresi

Page 39: ekspresi bax

39

bax juga terlibat dalam proses perkembangan ginjal dan perkembangan mitokondria

(Song et al., 2012).

Gambar 9. Gambaran ekspresi bax pada tubulus ginjal tikus ranking 1, 2, 3 dan 4 ( ) ginjal pada perbesaran 1000x obyektif.

Gambaran ekspresi bax pada ginjal dengan perbesaran 1000x obyektif diatas

berdasarkan ranking menunjukkan bahwa pada ranking 1 menunjukkan ekspresi Bax

sebanyak 0-25%, ranking 2 menunjukkan ekspresi bax sebanyak 25-50%, ranking 3

menunjukkan ekspresi bax 50-75%, dan ranking 4 menunjukkan ekspresi bax

sebanyak 75-100%.

1

Page 40: ekspresi bax

40

Tabel 2. Data Ekspresi Bax Ranking 1-4

Ranking Ekspresi Bax

Minimum Maximum MeanStd.

Deviation Uji

T-Test

1P 12,00 40,00 29,60 11,61

0,053K 11,00 23,00 17,00 4,41

2P 9,00 39,00 28,60 11,76

0,030K 7,00 18,00 11,80 4,49

3P 7,00 49,00 21,40 9,65

0,050K 5,00 14,00 9,60 3,20

4P 12,00 29,00 18,80 6,30

0,029K 8,00 11,00 9,60 1,34

Tabel di atas menunjukan nilai minimum, maksimum, mean dan standar

deviasi nilai ekspresi bax dari kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

Kelompok ranking 1 eksperimen diperoleh nilai minimum 12,00 dan nilai maksimum

40,00 dengan mean 29,60 dan standar deviasi 11,61, sedangkan pada kelompok

kelompok kontrol memiliki nilai minimum 11,00 dan nilai minimumnya 23,00

dengan mean 17,00 dan standar deviasi 4,41 dan untuk uji t-tes pada kelompok

eksperimen dan kontrol 0,053. Kelompok ranking 2 pada ekspereimen diperoleh nilai

minimum 12,00 dan nilai maksimum 40,00 dengan mean 29,60 dan standar deviasi

11,61, sedangkan pada kelompok kelompok kontrol memiliki nilai minimum 11,00

dan nilai minimumnya 23,00 dengan mean 17,00 dan standar deviasi 4,41588 dan

untuk uji t-tes pada kelompok eksperimen dan kontrol 0,030. Kelompok ranking 3

pada ekspereimen diperoleh nilai minimum 7,00 dan nilai maksimum 49,00 dengan

mean 21,4000 dan standar deviasi 9,65. Sedangkan pada kelompok kelompok kontrol

memiliki nilai minimum 5,00 dan nilai minimumnya 14,00 dengan mean 9,60 dan

standar deviasi 3,20 dan untuk uji t-tes pada kelompok eksperimen dan kontrol 0,05.

Kelompok ranking 4 Pada ekspereimen diperoleh nilai minimum 12,00 dan nilai

maksimum 29,00 dengan mean 18,80 dan standar deviasi 6,30. Sedangkan pada

kelompok kelompok kontrol memiliki nilai minimum 8,00 dan nilai minimumnya

11,00 dengan mean 9,60 dan standar deviasi 1,34 dan untuk uji t-tes pada kelompok

eksperimen dan kontrol 0,029.

Page 41: ekspresi bax

41

4.1.4 Uji Asumsi

Uji asumsi dilakukan sebelum dilakukan analisis data, yang tediri dari uji

normalitas sebaran dan uji homogenitas variansi. Berikut hasil dari uji normalitas

sebaran dan uji homogenitas.

a. Uji Normalitas

Data pada uji normalitas ini diperoleh dari data kelas eksperimen (perlakuan) data

kelas kontrol. Uji normalitas dilakukan menggunakan bantuan komputer program

SPSS for windows 19.00 Shapiro Wilk. Hasil uji normalitas untuk masing-masing

variabel penelitian disajikan berikut ini.

Hasil uji normalitas variabel penelitian dapat diketahui bahwa data kelas

eksperimen maupun kelas kontrol pada ranking 1, 2, 3, dan 4 mempunyai nilai

signifikansi lebih besar dari 0,05 pada (p>0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa

data kelas eksperimen maupun kelas kontrol berdistribusi normal.

b. Uji Homogenitas

Adapun rangkuman hasil uji homogenitas varian dari data menjelaskan bahwa

untuk data pada ranking 1, 2 dan 3 untuk kelompok eksperimen maupun kelompok

kontrol dapat diketahui nilai signifikansi lebih besar dari 5% (p>0,05) dan F hitung <

F tabel, yang berarti bahwa kedua kelompok tersebut homogen. Namun, pada ranking

3 untuk kelompok kontrol dan kelompok eksperimen (p<0,05) yang berarti kelompok

tersebut tidak homogen.

4.1.5 Uji Hipotesis

Berdasarkan uji normalitas dan uji homogenisitas dapat diketahui bahwa data

ekspresi bax pada kelompok kontrol dan perlakuan berdistribusi normal dan memiliki

varian yang sama sehingga dilakukan uji parametrik yaitu Independent Sample T-Test.

Hasil analisis pengaruh pemberian subkronik ekstrak air daun sirsak (Annona

muricata) terhadap ekspresi bax pada tubulus ginjal tikus (Rattus norvegicus)

Page 42: ekspresi bax

42

menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan hasil ekspresi bax kelas eksperimen

dan kontrol pada ranking 1. Hal ini dibuktikan dengan nilai signifikansi yang lebih

besar dari taraf signifikansi (0,053>0,05). Sebaliknya, terdapat perbedaan signifikan

(p<0,05) ekspresi bax pada tubulus ginjal tikus untuk tingkat ekspresi ranking 2, 3

dan 4 antara kelompok kontrol dan perlakuan.

4.2 Pembahasan

Tubulus proksimal dan tubulus konvulated ginjal merupakan area ginjal yang

kaya akan mitokondrial. Pada penelitian ini ditemukan bahwa ekspresi bax terdapat di

tubulus proksimal dan konvulated korteks ginjal tikus, baik kelompok kontrol dan

perlakuan. Sebaliknya, di medulla ginjal tikus sedikit dijumpai ekspresi bax dan

bahkan di glomerulus tidak ditemukan ekspresi bax. Hal ini sesuai dengan fisiologis

ginjal dimana bax akan terekspresikan di tubulus proksimal dan konvulatus korteks

ginjal. Secara fisiologis glomerulus ginjal tidak terdapat ekspresi bax (Song et al.,

2012). Hal ini mendasari hasil penelitian ini bahwa tidak ada perbedaan bermakna

ekspresi bax dengan kriteria ekspresi < 25% pada tubulus ginjal (ranking 1) antara

kelompok kontrol dan perlakuan, karena secara normal tubulus ginjal akan

mengekspresikan bax.

Sebaliknya, terdapat perbedaan bermakna ekspresi bax dengan kriteria

ekspresi 25%-100% (ranking 2, 3 dan 4) pada tubulus ginjal antara kelompok

terpapar ekstrak air daun sirsak dan kelompok kontrol. Selain itu pada kelompok

terpapar ekstrak air daun sirsak tampak bax terekspresikan hampir di semua area

ginjal termasuk medulla ginjal. Hal ini membuktian bahwa ekstrak air daun sirsak

dapat meningkatkan ekspresi bax pada ginjal. Melalui sifat inhibitor kompleks 1

mitokondrial, senyawa acetogenin akan meningkatkan oksida nitrat intraseluler,

ROS, glutathione (GSH) deplesi, mengganggu potensi transmembran mitokondria,

aktivasi caspase 3, 7, 8 & 9 aktivasi dan ADP poli ribosa polymerase pembelahan

serta menginduksi protein p53 dan Bax sehingga terjadi apoptosis sel (Li et al.,

2013).

Page 43: ekspresi bax

43

Toksin dan kondisi iskemik dapat menginduksi apoptosis tubulus proksimal

ginjal melalui aktivasi bax. Secara fisiologis, tubulus proksimal lebih rentan

mengalami kerusakan. Hal ini disebabkan oleh struktur histologi dan fisiologis yang

berbeda dengan tubulus distalis ginjal. Proses glikolisis di mitokondria tubulus

proksimal ginjal lebih rendah dibandingkan tubulus distalis ginjal (Song et al., 2012).

Diketahui bahwa salah satu faktor yang menghambat efek toksik senyawa acetogenin

terhadap sel neuron adalah adanya glikolisis (Kondhiker et al., 2007). Tingginya

ekspresi bax pada tubulus proksimal dapat disebabkan karena kemampuan glikolisis

yang rendah dan akibat efek samping dari pemberian ekstrak air daun sirsak.

Hasil penelitian ini menunjukkan adanya efek samping dalam penggunaan

subkronik ekstrak air daun sirsak. Efek samping ini sesuai dengan penelitian

Nascimentoet al. (2011) yang berjudul “Investigation of the toxic potential of crude

ethanol extract of Annona coriacea (araticum) seeds in acute exposed mice”. Pada

penelitian ini didapatkan hasil bahwa penggunaan ekstrak etanol biji araticum

(Annona coriacea) yang segenus dengan sirsak (Annona muricata L.) akan terjadi

peningkatan indeks apoptosis. Selain itu, Dayeef et al. (2013) dengan penelitian yang

berjudul “The influence Of Annona Muricata Leaves Extract In Damaging Kidney

Cell And Inducing Casapase-9 Activity”., menyatakan bahwa penggunaan ekstrak

ethanol daun sirsak selama 40 hari dengan dosis 10, 20, dan 40 mg/kgBB secara oral,

menyebabkan kerusakan pada ginjal.

Page 44: ekspresi bax

44

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh dalam penelitian ini, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa:

1. Terdapat pengaruh pemberian subkronik ekstrak air daun sirsak (Annona

muricata) terhadap ekspresi bax pada tubulus ginjal tikus (Rattus norvegicus).

2. Terdapat peningkatan ekspresi bax pada tubulus ginjal tikus (Rattus norvegicus)

dengan pemberian subkronik ekstrak air daun sirsak (Annona muricata).

5.2 Saran

1. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang gambaran ekspresi bax pada tikus

(Rattus norvegicus) dengan pemberian ekstrak air daun sirsak (Annona muricata)

dengan dosis yang bervariasi.

2. Diperlukan penelitian lebih lanjut tentang gambaran ekspresi bax pada tikus

(Rattus norvegicus) dengan pemberian ekstrak air daun sirsak (Annona muricata)

dengan waktu pemberian yang lebih lama/kronik.

Page 45: ekspresi bax

45

DAFTAR PUSTAKA

Alvarez, C.O., Neske, A., Chahboune, N., Zafra, P.M.C., Bardón, A., 2009. Tucupentol, a novel mono-tetrahydrofuranic acetogenin from Annona montana, as a potent inhibitor of mitochondrial complex I, Chemistry & Biodiversity, 6 (3), 335-340.

Baldatina, A.Z.I., 2008, Pengaruh Pemberian Insektisida (Esbiothrin, Imiprothrin dan D-Phenothrin) pada Tikus Putih (Rattus rattus): Kajian Histopatologi Hati dan Ginjal, Skripsi, Jurusan Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Bastiansyah, E., 2008. Panduan lengkap : Membaca Hasil Tes Kesehatan. Penebar Plus, Jakarta, 52-55.

Champy P., Hoglinger GU., Feger J., Gleye C., Hocquemiller R., Laurens A., Guerineau V., Laprevote O., Medja F., Lombes A., Michel PP., Lannuzel A., Hirsch EC., Ruberg M 2004. Annonacin, a lipophilic inhibitor of mitochondrial complek I, induces nigral and striatal neurodegeneration in rats: possible relevance for atypical parkinsonism in Guadeloupe. J Neurochem 88: 63-69

Champy, P., 2005. Quantification of Acetogenins in Annona muricata Linked to Atypical Parkinsonism in Guadeloupe, Movement Disorders, 20: 12, 1629-1633.

Chang, H.Y. and Yang, X. 2000. Proteases for Cell Suicide: Functions and Regulation of Caspase. Microbiol.Mol.Biol.Rev. 64: 821-846.

Crow, M.T., Mani, K., Nam, Y.J., and Kritsis, R.M., 2004. The Mitochondrial Death Pathway and Cardiac Myocyte Apoptosis. Circ.Res 95 : 957-969.

Damjanov, I., 1998. Buku Teks & Atlas Berwarna Histopatologi. Widya Medika, Jakarta, 1-20, 211.

Dayeef, A. M. Y., Karyono S., Sujuti H., 2013. The Influence Of Annona Muricata Leaves Extract In Damaging Kidney Cell And Inducing Caspase-9 Activity. IOSR Journal of Pharmacy and Biological Sciences (IOSR-JPBS.

Gerhastuti, B. C., (2009). Pengaruh Pemberian Kopi Dosis Bertingkat Per Oral selama 30 hari Terhadap Gambaran Histologi Ginjal Tikus Wistar. Universitas Diponegoro. Semarang.

Guyton, A.C., 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Guyton Edisi 11. Jakarta: EGC

Page 46: ekspresi bax

46

Hadi, R. S., 2011. Mekanisme Apoptosis Pada Regresi Sel Luteal. Majalah Kesehatan PharmaMedika, Vol 3, No1.

Juhryyah, S., 2008, Gambaran Histopatologi Organ Hati dan Ginjal Tikus pada Intoksikasi Akut Insektisida (Metofluthrin, D-Phenothrin, D-Allethrin) dengan Dosis Bertingkat, Skripsi, Jurusan Kedokteran Hewan Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.

Junqueira, L.C., Carneiro, J., 2003. Basic Histology: Text & Atlas (10th ed.). Tambayong, J. 2007 (Alih Bahasa), EGC, Jakarta, 318-331.

Kojima, N. and Tetsuaki T., 2009. Medicinal Chemistry of Annonaceous Acetogenins: Design, Synthesis, and Biological Evaluation of Novel Analogues. Molecules 14: 3621-3661.

Kumar, V., Cotran, R.S., Robbins, S.L., 2003. Robbins Basic Pathology Volume 1 (7th

ed.). Prasetyo, A. 2007 (Alih Bahasa), EGC, Jakarta, 3-33.

Lazuardi, M., 2008, Struktur Histopatologi Ginjal dan Hati Kambing Penderita Tripanosomiasis Pasca Pengobatan Berenil®, Media Peternakan, 31: 1, 14-21.

Leeson, C.R., et al., 1996. Buku Ajar Histologi (5th ed.). EGC, Jakarta, 19-77, 383-395.

Li, H. M., Wu H. M., Chen H. L., Liu C. M., Chen C. Y., 2013. The Pharmacological Activities of (-)- Annonaine : Journal of Molecules, Molecules 2013; 18: 8257-8263.

Li K, Li Q, Li J, Gao D, Lin Z, Zheng F. 2008. Alkaloid from angelicae daharaicae inhibits hela cell growth by inducing apoptosis and increasing cascape–3 activity. Labmedicine. 39 (9): 540–6.

Nascimento G.N.L.D., Valadares M.C., Ferreira T., Nishijo, H., Aversi-Ferreira T.A., 2011. Investigation of the toxic potential of crude ethanol extract of Annona coriacea (araticum) seeds in acute exposed mice, Brazilian Journal of Pharmacognosy.

Noller, B., 2003. Monnograph Gaviola (Annona muricata). Dalam Technical Report for Graviola (Annona muricata). Carson City : Raintree Nutrion Inc.

Redaksi Trubus, 2012. Daun Sirsak vs. Kanker. Trubus Swadaya, Depok, 9-15.

Page 47: ekspresi bax

47

Retrani, Vinandra., 2011, Pengaruh Suplemestasi Ekstrak Daun Annona Muricata Terhadap Kejadian Displasia Epitel Kelenjar Payudara Tikus Sprague Dawley yang di Induksi 7, 12 Dimethylbenz (α) Anthracene, Karya Tulis Ilmiah, Jurusan Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro.

Rodriguez-Lafrasse C, Alphonse G, Broquet P, Aloy M-T, Louisot P, Rousson R. Temporal relationships between ceramide production, caspase activation and mitochondrial dysfunction in cell lines with varying sensitivity to anti-Fas-induced apoptosis. JBiochem 2001; 357: 407-16.

Sarjadi, 2003. Patologi Umum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Sherwood, L., 2010. Human Physiology: From Cells to Systems (7th ed.). Brooks/Cole Cengage Learning, USA, 616.

Song X. F., Ren H, Andreasen A., Thomsen J. S., Zha X. Y., 2012. Expression of Bcl-2 and Bax in Mouse Renal Tubules during Kidney Development.

Stevens, A., Lowe, J.S., Young, B., 2002. Basic Histopathology: A Colour Atlas and Text. Churchill Livingstone, British.

Suranto, A., 2012. Dahsyatnya Sirsak Tumpas Penyakit. Pustaka Bunda, Jakarta, 1-27.

Taher, M., Alewi, N.A.M., Susanti, D., Zamli, Z., Ramli, N., Saad, N., 2012. Toxic Effect of Sapium baccatum (Ludai) Extract in Rats, Sains Malaysiana, 41: 11, 1423-1429.

Tanton, D.W., 2011. Taking The Mystery Out of Cancer. New York: Soaring Heights Publising

Tortora, G.J., Derrickson, B., 2009. Principles of Anatomy and Physiology (12th ed.). Wiley, USA, 945-949.

Warisno, Dahana, K., 2012. Daun Sirsak: Langkah Alternatif Menggempur Penyakit. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2-87.

Wicaksono, A., 2012. Kalahkan Kanker dengan Sirsak. Citra Media Mandiri, 11-65.

Young, D.Y., Kim, W., Hyun, C.L., Sung, Y.Y., 2012. Melatonin improves D galactose induced aging effects on behavior, neurogenesis, and lipid peroxidation in the mouse dentate gyrus via increasing pCREB expression, Journal of Pineal Research, 11, 21-28.

Page 48: ekspresi bax

48

LAMPIRAN

RANKING 1

Case Processing Summary

Kelomp

ok

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

ranking1 1.00 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

2.00 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Tests of Normality

Kelom-

pok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

ranking1 1.00 .215 5 .200* .897 5 .392

2.00 .210 5 .200* .970 5 .877

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Group Statistics

Kelomp

ok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

ranking1 1.00 5 29.6000 11.61034 5.19230

2.00 5 17.0000 4.41588 1.97484

Page 49: ekspresi bax

49

RANKING 2

Case Processing Summary

Kelomp

ok

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

rangking2 1.00 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

2.00 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Tests of Normality

kelomp

ok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

rangking2 1.00 .280 5 .200* .865 5 .245

2.00 .201 5 .200* .950 5 .734

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Group Statistics

kelomp

ok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

rangking2 1.00 5 28.6000 11.76010 5.25928

2.00 5 11.8000 4.49444 2.00998

Page 50: ekspresi bax

50

RANKING 3

Case Processing Summary

kelomp

ok

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

rangking3 1.00 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

2.00 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Tests of Normality

kelomp

ok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

rangking3 1.00 .283 5 .200* .845 5 .180

2.00 .250 5 .200* .940 5 .666

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Group Statistics

kelomp

ok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

rangking3 1.00 5 21.4000 9.65919 4.31972

2.00 5 9.6000 3.20936 1.43527

Page 51: ekspresi bax

51

RANKING 4

Case Processing Summary

kelomp

ok

Cases

Valid Missing Total

N Percent N Percent N Percent

rangking4 1.00 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

2.00 5 100.0% 0 .0% 5 100.0%

Tests of Normality

kelomp

ok

Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

rangking4 1.00 .287 5 .200* .910 5 .469

2.00 .273 5 .200* .852 5 .201

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Group Statistics

kelomp

ok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean

rangking4 1.00 5 18.8000 6.30079 2.81780

2.00 5 9.6000 1.34164 .60000