Eksistensi Tuhan Dalam Teodisi

10
EKSISTENSI TUHAN DALAM TEODISI (TUHAN DALAM PERSPEKTIF ATEISME) Oleh : Mochamad Ak. Dhoni Pengantar Semangat modernitas dengan fondasi ontologis kemerdekaan rasio dan otonomi manusia, telah menggugat pengalaman manusia akan suatu Yang-Supranatural dan berada di alam sana. Dalam sejarah manusia kesadaran akan Yang-Supranatural ini mengalami evolusi yang panjang dan komplek, sehingga pada titik modernitas, ia berkontradiksi dengan otonomi manusia yang bebas. Dari sini dimulailah filsafat dan berbagai interpretasi ilmiah yang akhirnya secara total tidak member tempat pada Tuhan. Krisis religiusitas mendapat formatnya yang lebih konkrit dan praktis, akhirnya berhadapan dengan kritis eksistensial seperti ini. Rasionalitas modern menggeser segala sesuatu yang bersifat sakral, profetik, dan apa saja yang dianggap mitos dan tahayul yang berkontradiksi dengan akal dan cara pikir ilmiah. Dengan demikian, gagasan tentang Tuhan menglamik kritik yang radikal karena dianggap tidak sesuai lagi dengan zaman modern. Pemikir abad modern kemudian mencoba memberikan penafsiran baru terhadap situasi seperti itu, bersama dengan sebuah rumusan konstruk teologis tentang kepercayaan baru

Transcript of Eksistensi Tuhan Dalam Teodisi

Page 1: Eksistensi Tuhan Dalam Teodisi

EKSISTENSI TUHAN DALAM TEODISI

(TUHAN DALAM PERSPEKTIF ATEISME)

Oleh : Mochamad Ak. Dhoni

Pengantar

Semangat modernitas dengan fondasi ontologis kemerdekaan rasio dan

otonomi manusia, telah menggugat pengalaman manusia akan suatu Yang-

Supranatural dan berada di alam sana. Dalam sejarah manusia kesadaran akan

Yang-Supranatural ini mengalami evolusi yang panjang dan komplek, sehingga

pada titik modernitas, ia berkontradiksi dengan otonomi manusia yang bebas. Dari

sini dimulailah filsafat dan berbagai interpretasi ilmiah yang akhirnya secara total

tidak member tempat pada Tuhan. Krisis religiusitas mendapat formatnya yang

lebih konkrit dan praktis, akhirnya berhadapan dengan kritis eksistensial seperti

ini.

Rasionalitas modern menggeser segala sesuatu yang bersifat sakral,

profetik, dan apa saja yang dianggap mitos dan tahayul yang berkontradiksi

dengan akal dan cara pikir ilmiah. Dengan demikian, gagasan tentang Tuhan

menglamik kritik yang radikal karena dianggap tidak sesuai lagi dengan zaman

modern. Pemikir abad modern kemudian mencoba memberikan penafsiran baru

terhadap situasi seperti itu, bersama dengan sebuah rumusan konstruk teologis

tentang kepercayaan baru dengan apa yang disebut “The Death of God Theology”

(Teologi“TuhanMati”).

Dalam perjalanan sejarah, perubahan fundamental yang mewarnai abad

ke-16 menjelang abad ke-17 itu, telah menjadi titik revolusi pemikiran filsafat,

agama dan juga teologi. Semangat Renaissance yang membangkitkan kembali

manusia sebagai makhluk yang bebas dari segala kuasa dan tradisi. Berbalik dari

pemikrian abad pertengahan yang lebih tertundung dalam religiusitas gereja, dan

mengesampingkan hal-hal yang konkrit.1 Diteruskan lagi pada abad ke-18 yang

disebut dengan zaman pencerahan (Aufklarung) yang sangat dipengaruhi ilmu

pengetahuan alam. Kemudian disusul pada abad ke-19, tuntutan otonomi manusia 1 Harun Hadiwijoyo, 1989, Sari Sejarah Filsafat Baarat 2, Kanisius:Yogyakarta

Page 2: Eksistensi Tuhan Dalam Teodisi

ats dirinya dan bebas dari kekuatan “supranatural”, telah menempatkan ateisme

menjadi agenda yang semakin jelas.

Ateisme

Dari segi bahasa ateisme berasal dari bahasa Yunani kuno, kata atheos

(ἄθεος, berasal dari awalan ἀ- + θεός "tuhan") berarti "tak bertuhan". Kata ini

mulai digunakan untuk penolakan tuhan yang disengajakan dan banyak digunakan

pada abad ke-5 SM, dengan definisi "memutuskan hubungan dengan tuhan/dewa"

atau "menolak tuhan/dewa". Terjemahan modern pada teks-teks klasik kadang-

kadang menerjemahkan atheos sebagai "ateistik". Sebagai nomina abstrak,

terdapat pula ἀθεότης (atheotēs ), yang berarti "ateisme". Cicero mentransliterasi

kata Yunani tersebut ke dalam bahasa Latin atheos. Istilah ini sering digunakan

pada perdebatan antara umat Kristen awal dengan para pengikut agama Yunani

kuno (Helenis), yang mana masing-masing pihak menyebut satu sama lainnya

sebagai ateis secara peyoratif. Penulis Perancis abad ke-18, Baron d'Holbach

adalah salah seorang pertama yang menyebut ateis untuk ketidak percayaan pada

tuhan monoistik. Menurut istilah ateis adalah tidak mempercayai keberadaan

Tuhan dan dewa-dewi ataupun penolakan terhadap teisme. Dalam pengertian yang

paling luas, ia adalah ketiadaan kepercayaan pada keberadaan dewa atau Tuhan.2

Ateisme lahir dari sejarah yang panjang, sebagai salah satu anak dari

modernisme. Meskipun cikal bakal ateisme sebenarnya sudah muncul dari

Xenophanes di zaman Yunani Kuno, yang mengatakan bahwa dewa-dewa yang

ada hanyalah gambaran manusia saja dan tidak mungkin dewa yang agung

kelakuannya sama dengan manusia, modernisme tetap menjadi ibu kandung dari

ateisme, terlebih ateisme yang menjadi lawan dari teisme, khususnya teisme versi

Yudeo-Kristiani.

Dasar Pemikiran

1. Ateisme Praktis

2 Di unduh dari http://abadisaada.blogspot.com/2010/01/membedah-teori-ateisme.html pada

10/05/2010

Page 3: Eksistensi Tuhan Dalam Teodisi

Dalam ateisme praktis atau pragmatis, juga sering disebut apateisme,

individu hidup tanpa tuhan dan menjelaskan fenomena alam tanpa menggunakan

alasan paranormal. Menurut pandangan ini, keberadaan tuhan tidaklah disangkal,

namun dapat dianggap sebagai sesuatu yang tidak penting dan tidak berguna,

tuhan tidaklah memberikan kita tujuan hidup, ataupun mempengaruhi kehidupan

sehari-hari kita. Tuhan hanya tidak masuk dalam kehidupan manusia, Salah satu

bentuk ateisme praktis dengan implikasinya dalam komunitas ilmiah adalah

naturalisme metodologis, yaitu pengambilan asumsi naturalisme filosofis dalam

metode ilmiah yang tidak diucapkan dengan ataupun tanpa secara penuh

menerima atau mempercayainya.

Ateisme praktis dapat berupa Ketiadaan efek motivasi religius, dapat

diartikan kepercayaan pada tuhan justru tidak memotivasi tindakan moral, religi,

ataupun bentuk-bentuk tindakan lainnya.

Pengesampingan masalah tuhan dan religi secara aktif dari penelusuran

intelek dan tindakan praktis. Pengabaian, yakni ketiadaan ketertarikan apapun

pada permasalahan tuhan dan agama dan Ketidaktahuan akan konsep tuhan dan

dewa.

2. Ateisme Teoritis

Ateisme teoritis secara eksplisit memberikan argumen menentang

keberadaan tuhan, dan secara aktif merespon kepada argumen teistik mengenai

keberadaan tuhan, seperti misalnya argumen dari rancangan dan taruhan Pascal.

Terdapat berbagai alasan-alasan teoritis untuk menolak keberadaan tuhan,

utamanya secara ontologis, gnoseologis, dan epistemologis. Selain itu terdapat

pula alasan psikologis dan sosiologis.

Dalam bentuk ateisme teoritis ini menurut Prof. Flint, dapat dibedakan

kedalam tiga jenis, yakni:3

a. Ateisme Dogmatik (Dogmatik Atheism), yakni ateisme yang menolak

sama sekali bahwa Tuhan ada.

b. Ateisme Skeptis (Skeptical Atheism), yakni ateisme yang meragukan

akal manusia dapat menetapkan apakah Tuhan itu ada atau tidak.

3 Loekisno C.W.Paham Ketuhanan Modern; Sejarah dan Pokok-pokok Ajarannya.

Page 4: Eksistensi Tuhan Dalam Teodisi

c. Ateisme Kritis (Critical Atheism), yakni ateisme yang menyatakan

bahwatidak ada bukti yang cukup meyakinkan bagi Tuhan.

Argumen epistemologis dan ontologis

Ateisme epistemologis berargumen bahwa orang tidak dapat mengetahui

Tuhan ataupun menentukan keberadaan Tuhan. Dasar epistemologis ateisme

adalah agnostisisme. Pemikiran agnostisisme yaitu tuhan dianggap berada diluar

cakupan filsafat, hal adanya tuhan dianggap tidak dapat diketahui secara filosofis.

Dalam filosofi imanensi, ketuhanan tidak dapat dipisahkan dari dunia itu sendiri,

termasuk pula pikiran seseorang, dan kesadaran tiap-tiap orang terkunci pada

subjek. Menurut bentuk agnostisisme ini, keterbatasan pada perspektif ini

menghalangi kesimpulan objektif apapun mengenai kepercayaan pada tuhan dan

keberadaannya. Agnostisisme rasionalistik Kant dan Pencerahan hanya menerima

ilmu yang dideduksi dari rasionalitas manusia. Bentuk ateisme ini memiliki posisi

bahwa tuhan tidak dapat dilihat sebagai suatu materi secara prinsipnya, sehingga

tidak dapat diketahui apakah ia ada atau tidak. Skeptisisme, yang didasarkan pada

pemikiran Hume, menegaskan bahwa kepastian akan segala sesuatunya adalah

tidak mungkin, sehingga seseorang tidak akan pernah mengetahui keberadaan

tentang Tuhan. Alokasi agnostisisme terhadap ateisme adalah dipertentangkan, ia

juga dapat dianggap sebagai pandangan dunia dasar yang independen.

Argumen lainnya yang mendukung ateisme yang dapat diklasifikasikan

sebagai epistemologis ataupun ontologis meliputi positivisme logis dan

agnostisisme, yang menegaskan ketidakberartian ataupun ketidakpahaman

terhadap istilah-istilah dasar seperti "Tuhan" dan pernyataan seperti "Tuhan

adalah mahakuasa." Nonkognitivisme teologis memiliki posisi bahwa pernyataan

"Tuhan ada" bukanlah suatu dalil, namun adalah omong kosong ataupun secara

kognitif tidak berarti.

Argumen metafisika

Ateisme metafisik didasarkan pada monisme metafisika, yakni pandangan

bahwa realitas adalah homogen dan tidak dapat dibagi. Ateis metafisik absolut

termasuk ke dalam beberapa bentuk fisikalisme, sehingga secara eksplisit

Page 5: Eksistensi Tuhan Dalam Teodisi

menolak keberadaan makhluk-makhluk halus. Ateis metafisik relatif menolak

secara implisit konsep-konsep ketuhanan tertentu didasarkan pada

ketidakkongruenan antara filosofi dasar mereka dengan sifat-sifat yang biasanya

ditujukan kepada tuhan, misalnya transendensi, sifat-sifat personal, dan keesaan

tuhan. Contoh-contoh ateisme metafisik relatif meliputi panteisme, panenteisme,

dan deisme.

Argumen psikologis, sosiologis, dan ekonomi

Para filsuf seperti Ludwig Feuerbach dan Sigmund Freud berargumen

bahwa Tuhan dan kepercayaan keagamaan lainnya hanyalah ciptaan manusia,

yang diciptakan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan psikologis dan emosi

manusia. Hal ini juga merupakan pandangan banyak Buddhis.

Pemikiran Karl Marx dan Friedrich Engels juga dipengaruhi oleh karya

Feuerbach, mereka berargumen bahwa kepercayaan pada Tuhan dan agama

adalah fungsi sosial, yang digunakan oleh penguasa untuk menekan kelas pekerja.

Menurut Mikhail Bakunin, "pemikiran akan Tuhan mengimplikasikan turunnya

derajat akal manusia dan keadilan, ia merupakan negasi kebebasan manusia yang

paling tegas, dan seperlunya akan berakhir pada perbudakan umat manusia, dalam

teori dan prakteknya." Ia membalikkan aforisme Voltaire yang terkenal yang

berbunyi jika "Tuhan tidak ada, maka adalah perlu untuk menciptakanNya",

dengan menulis: "Jika Tuhan benar-benar ada, maka perlu dihapus."

Argumen logis dan berdasarkan bukti

Ateisme logis memiliki posisi bahwa berbagai konsep ketuhanan, seperti

tuhan personal dalam kekristenan, dianggap secara logis tidak konsisten. Para

ateis ini memberikan argumen deduktif yang menentang keberadaan Tuhan, yang

menegaskan ketidakcocokan antara sifat-sifat tertentu Tuhan, misalnya

kesempurnaan, status pencipta, kekekalan, kemahakuasaan, kemahatahuan,

kemahabelaskasihan, transendensi, kemahaadilan, dan kemahapengampunan

Tuhan.

Ateis teodisi percaya bahwa dunia ini tidak dapat dicocokkan dengan sifat-

sifat yang terdapat pada Tuhan dan dewa-dewi sebagaimana yang diberikan oleh

Page 6: Eksistensi Tuhan Dalam Teodisi

para teolog. Mereka berargumen bahwa kemahatahuan, kemahakuasaan, dan

kemahabelaskasihan Tuhan tidaklah cocok dengan dunia yang penuh dengan

kejahatan dan penderitaan, dan di mana welas kasih tuhan/dewa adalah tidak

dapat dilihat oleh banyak orang. Argumen yang sama juga diberikan oleh

Siddhartha Gautama, sebagai pendiri Agama Buddha.

Argumen antroposentris

Ateisme aksiologis atau konstruktif menolak keberadaan tuhan, dan

sebaliknya menerima keberadaan "kemutlakan yang lebih tinggi" seperti

kemanusiaan. Ateisme dalam bentuk ini menganggap kemanusiaan sebagai

sumber mutlak etika dan nilai-nilai, dan mengijinkan individu untuk

menyelesaikan permasalahan moral tanpa bergantung pada Tuhan. Marx,

Nietzsche, Freud, dan Sartre semuanya menggunakan argumen ini untuk

menyebarkan pesar-pesan kebebasan, Übermensch, dan kebahagiaan tanpa

kekangan.

Argumen Blaise Pascal merupakan salah satu kritik yang paling umum

terhadap ateisme dia memaparkan bahwa menolak keberadaan Tuhan akan

membawa pada relativisme moral, menyebabkan seseorang tidak bermoral

ataupun tidak memiliki dasar etika, atau membuat hidup tidak berarti dan

menyedihkan.

Page 7: Eksistensi Tuhan Dalam Teodisi

DAFTAR PUSTAKA

Loekisno C.W.Paham Ketuhanan Modern; Sejarah dan Pokok-pokok Ajarannya.

Harun Hadiwijoyo, 1989, Sari Sejarah Filsafat Baarat 2, Kanisius:Yogyakarta

A. Setyo Wibowo, dkk.PARA PEMBUNUH TUHAN.2009.Kanisius:Yogyakarta

Leahy, Louis. 1997. Aliran-aliran ateisme tinjauan kritis. Yogyakarta : kanisius.

Leahy, Louis. 1993. Filsafat Ketuhanan Kontemporer. Yogyakarta : kanisius.

http://abadisaada.blogspot.com/2010/01/membedah-teori-ateisme.html