EKSISTENSI LEMBAGA PERADILAN DALAM · PDF filehukum dalam hukum acara pidana sehingga...
Transcript of EKSISTENSI LEMBAGA PERADILAN DALAM · PDF filehukum dalam hukum acara pidana sehingga...
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.1 Maret 2016
80
EKSISTENSI LEMBAGA PERADILAN DALAM PENEGAKKANHAK
ASASI MANUSIA
(STUDI KASUS PENGADILAN NEGERI MEDAN)
Oleh :
PUTRI GLORIA GINTING. SH., MH
Dosen FH UNPAB
ABSTRAK
Hukum Acara Pidana menentukan suatu tatanan beracara untuk seluruh proses
perkara pidana yang dirumuskan dalam undang-undang atau peraturan lainnya.
Tatanan tersebut menjadi aturan bekerjanya alat perlengkapan negara yang
berwenang berhadapan dengan segala hak untuk membela bagi tersangka atau
orang lain, apabila timbul dugaan terjadi perbuatan pidana dan untuk menetapkan
keputusan hukum yang tidak bertentangan dengan hak asasi manusia.
Setiap upaya paksa yang dilakukan pejabat penyidik atau penuntut umum
terhadap tersangka, pada hakikatnya merupakan perlakuan yang bersifat :
Tindakan paksa yang dibenarkan undang-undang demi kepentingan pemeriksaan
tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka. Sebagai tindakan paksa yang
dibenarkan hukum dan undang-undang, setiap tindakan paksa dengan sendirinya
merupakan perampasan kemerdekaan dan kebebasan serta pembatasan terhadap
hak asasi manusia. Karena tindakan upaya paksa yang dikenakan instansi penegak
hukum merupakan pengurangan dan pembatasan kemerdekaan dan hak asasi
tersangka, tindakan ini harus dilakukan secara bertanggung jawab menurut
ketentuan hukum dan undang-undang yang berlaku (due process of law). Sesuai
dengan konteks ini maka tindakan-tindakan penangkapan, penahanan,
penggeledahan dan penyitaan haruslah dilakukan secara yuridis formil dengan
bentuk tertulis sesuai kewenangan yang diberikan undang-undang. Oleh karena itu
terhadap tindakan - tindakan tersebut di atas tidaklah diperkenankan secara lisan
dan apabila dilakukan demikian menjadi ”batal demi hukum”.
Kata kunci : praduga tidak bersalah, pengadilan, Hakim, KUHAP
PENDAHULUAN
Hukum sebagai suatu sistem,
dapat berperan dengan baik dan
benar ditengah masyarakat jika
instrumen pelaksanaannya
dilengkapi dengan kewenangan -
kewenangan dalam bidang
penegakan hukum.
Pelaksanaan hukum itu dapat
berlangsung secara normal, tetapi
juga dapat terjadi karena pelanggaran
hukum, oleh karena itu hukum yang
sudah dilanggar itu harus ditegakkan.
Dalam menegakkan hukum ada 3
(tiga) unsur harus dipenuhi yaitu :
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.1 Maret 2016
81
1. Kepastian hukum
(Rechtssicherheit),
2. Kemanfaatan
(Zwechmaasigheit),
3. Keadilan (Gerechetigheit)
Kepastian hukum oleh setiap orang
dapat terwujud dengan ditetapkannya
hukum dalam hal terjadi peristiwa
konkrit. Hukum yang berlaku pada
dasarnya tidak dibolehkan
menyimpang, hal ini dikenal juga
dengan istilah fiat justitia et pereat
mundus(meskipun dunia ini runtuh
hukum harus ditegakkan).
Dalam hal pemeriksaan
perkara pidana umumnya
berlangsung lama, berbelit-belit dan
rumit, tidak sederhana seperti
disebutkan aturan-aturan
normatif/formal (KUHAP).
Praperadilan adalah lembaga
baru yang lahir bersamaan dengan
kelahiran KUHAP (Undang - undang
No. 8 Tahun 1981). Praperadilan
bukan lembaga peradilan yang
mandiri atau berdiri sendiri terlepas
daripengadilan negeri, karena dari
rumusan Pasal 1 butir 10 jo Pasal 77
KUHAP dapat diketahui bahwa
praperadilan hanyalah wewenang
tambahan yang diberikan
kepadapengadilan negeri (hanya
kepada pengadilan negeri).
Pengadilan Negeri sebagai peradilan
umum merupakan salah satu
pelaksana kekuasaan kehakiman
bagipencari keadilan mempunyai
tugas dan wewenang memeriksa,
memutus atau mengadili dan
menyelesaikan perkara pidana dan
perkara perdata ditingkat pertama
(Pasal 2 jo Pasal 50 Undang -
Undang No. 2 Tahun 1986).
Praperadilan dalam perwujutannya
tetap satu dan berada pada
Pengadilan Negeri baik organisatoris
maupun administratif, personal,
material, dan finansial berada dalam
tubuh Pengadilan Negeri yang
bersangkutan. Praperadilan ini
tunduk dan berada di bawah
pimpinan Ketua Pengadilan Negeri
setempat. Kedudukannya pun berada
dan bersatu dengan pengadilan
Negeri setempat.
Bertolak dari adanya
hubungan sesuai konteks tersebut
diatas, menurut Lilik Mulyadi, pada
asasnya pengertian hukum acara
pidana itu merupakan :
1. Peraturan hukum yang mengatur,
menyelenggarakan, dan
mempertahankan Eksistensi
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.1 Maret 2016
82
Ketentuan Hukum Pidana Materiil
(Materieel Strafrecht) guna
mencari, menemukan, dan
mendapatkan kebenaran materiil
atau yang sesungguhnya ;
2. Peraturan hukum yang mengatur
bagaimana cara dan proses
pengambilan putusan oleh Hakim
;
3. Peraturan hukum yang mengatur
tahap pelaksanaan daripada
putusan yang telah diambil.
Barda Nawawi Arief
berpendapat Sistem Peradilan Pidana
(SPP). Karena SPP pada hakekatnya
juga diidentikkan dengan sistem
kekuasaan kehakiman di bidang
hukum pidana yang
diimplementasikan / diwujudkan
dalam empat sub sistem yaitu :
1. Kekuasaan penyidikan oleh
lembaga penyidik.
2. Kekuasaan penuntutan oleh
lembaga penuntut umum.
3. Kekuasaan mengadili /
menjatuhkan putusan oleh badan
peradilan dan,
4. Kekuasaan pelaksanaan hukum
pidana oleh aparat pelaksana
eksekusi.
Keempat sub sistem itu
merupakan satu kesatuan sistem
penegakan hukum pidana yang
integral atau sering disebut dengan
istilah Sistem Peradilan Pidana atau
SPP terpadu atau integrated criminal
justice system.
Setiap upaya paksa yang
dilakukan pejabat penyidik atau
penuntut umum terhadap tersangka,
pada hakikatnya merupakan
perlakuan yang bersifat :
1. Tindakan paksa yang dibenarkan
undang-undang demi kepentingan
pemeriksaan tindak pidana yang
disangkakan kepada tersangka ;
2. Sebagai tindakan paksa yang
dibenarkan hukum dan undang-
undang, setiap tindakan paksa
dengan sendirinya merupakan
perampasan
Masalah yang timbul disini
sejauh mana lembaga Praperadilan
ini menentukan sah atau tidaknya
suatu penahanan, apakah itu dalam
batas-batas sah tidaknya secara
formil atau sampai sah tidaknya
secara materiil.
Perumusan Masalah
Sebagaimana telah diuraikan
dalam latar belakang diatas maka
dapat dirumuskan permasalahan
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.1 Maret 2016
83
dalam penelitian ini antara lain
adalah :
1. Bagaimana pengaturan
hukum putusan praperadilan
dalam perspektif
perlindungan Hak Asasi
Manusia di Indonesia ?
2. Apa faktor penghambat
pelaksanaan putusan
Praperadilan di Medan ?
3. Bagaimana upaya Polda
Kepri mengimplementasikan
keputusan praperadilan dalam
rangka perlindungan Hak
Asasi Manusia di Medan ?
Kerangka Teori
Dilihat dari sudut sistem
hukum (“legal sistem”) yang terdiri
dari “legal substance”, “legal
structure” dan “legal culture” maka
pembaharuan sistem hukum pidana
dapat meliputi ruang lingkup yang
sangat luas yaitu mencakup :
1. Pembaharuan “substansi hukum
pidana”
2. Pembaharuan “struktur hukum
pidana”
3. Pembaharuan “budaya hukum
pidana”
Untuk itu perubahan KUHAP
yang diinginkan harus
mencerminkantuntutan tersebut
tanpa meninggalkan asas-asas yang
terkandung sebelumnya, misalnya
asas :
1. Perlakuan yang sama atas diri
setiap orang di muka hukum
dengan tidak mengadakan
pembedaan perlakuan.
2. Penangkapan, penahanan,
penggeledahan dan penyitaan
hanya dilakukan berdasarkan
perintah tertulis oleh pejabat yang
diberi wewenang oleh undang-
undang dan hanya dalam hal dan
dengan cara yang diatur dengan
undang-undang.
3. Setiap orang yang disangka,
ditahan, dituntut dan atau
dihadapkan di muka sidang
pengadilan, wajib dianggap tidak
bersalah sampai adanya putusan
pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan memperoleh
kekuatan hukum tetap.
4. Orang yang ditangkap, ditahan,
dituntut, atau diadili tanpa alasan
yang berdasarkan undang-undang
atau kekeliruan mengenai
orangnya atau hukum yang
ditetapkan, wajib diberi ganti
kerugian dan rehabilitasi sejak
tingkat penyidikan dan para
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.1 Maret 2016
84
pejabat penegak hukum yang
dengan sengaja atau karena
kelalaiannya menyebabkan asas
hukum tersebut dilanggar,
dituntut, dipidana dan atau
dikenakan hukuman disiplin.
5. Peradilan yang harus dilakukan
dengan cepat, sederhana dan biaya
ringan, bebas, jujur dan tidak
memihak harus diterapkan secara
konsekuen dalam seluruh tingkat
peradilan.
Dalam rancangan (konsep)
KUHAP dipertegas adanya asas
legalitas demi terciptanya kepastian
hukum dalam hukum acara pidana
sehingga ketentuan hukum tidak
tertulis tidak dapat dijadikan dasar
untuk melakukan tindakan dalam
lingkup hukum acara pidana.
1. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian ini adalah
penelitian yuridis empiris/sosiologis
yaitu deskriptif analitis terhadap data
yang diperoleh akan diuraikan dalam
penelitian ini dengan memberikan
gambaran masalah hukum, sistem
hukum dan mengkajinya atau
menganalisisnya sesuai dengan
kebutuhan dari penelitian, kemudian
dianalisis berdasarkan dari teori-teori
yang ada (integrated criminal justice
system) untuk memecahkan
permasalahan-permasalahan dalam
penulisan ini.
2. Lokasi penelitian, Populasi dan
Sampel
Lokasi penelitian, berada diwilayah
Kota Medan, Propinsi Kepulauan
Riau dan populasi berdasarkan
beberapa data yang ada di Polda
Kepri dan Pengadilan Negeri Medan
khusus-nya di Biro Hukum serta
sampel terjadinya kasus penanganan
masalah Pra-peradilan.
3. Analisa Data
Metode ini berkaitan erat
dengan Metode Pendekatan, dan
Jenis Data yang dikumpulkan dalam
suatu penelitian, sehingga metode
analisa data yang dipergunakan
bersifat Analisis Kwalitatif Normatif
HASIL PENELITIAN
IMPLEMENTASI KEPUTUSAN
PRAPERADILAN
A. Dasar Hukum Praperadilan
Undang-undang Nomor 48
Tahun 2009 tentang Pokok
Kekuasaan Kehakiman Pasal 8 yang
menyatakan bahwa : “Setiap orang
yang disangka, ditahan, dituntut,
dan/atau dihadapkan di depan
pengadilan wajib dianggap tidak
bersalah sebelum ada putusan
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.1 Maret 2016
85
pengadilan yang menyatakan
kesalahannya dan telah memperoleh
kekuatan hukum tetap”.
B. Implementasi Upaya Hukum
Upaya hukum, yaitu upaya
hukum biasa dan upaya hukum luar
biasa :
1. Upaya hukum biasa
a. Banding artinya proses
menentang keputusan hukum
secara resmi. Pemeriksaan
banding merupakan upaya
yang dapat diminta oleh pihak
yang berkepentingan, supaya
putusan peradilan tingkat
pertama diperiksa lagi dalam
peradilan tingkat banding.
Disinilah letak pengertian
upaya hukum biasa, yakni :
“terhadap semua putusan pengadilan
tingkat pertama dapat dimintakan
banding”. sehingga permintaan dan
pemeriksaan tingkat banding
merupakan hal yang umum dan
biasa. Dapat diajukan dan dilakukan
terhadap semua putusan pengadilan
tingkat pertama, kecuali
terhadap”putusan bebas” atau “lepas
dari segala tuntutan hukum” serta
“putusan acara cepat”. Pada
prinsipnya semua putusan akhir(final
judgement) Pengadilan Negeri dapat
diajukan permintaan banding. Akan
tetapi ada pengecualian yang
ditegaskan dalam Pasal 67 KUHAP,
tidak semua putusan akhir
pengadilan tingkat pertama dapat
diminta banding. Adapun putusan
akhir pengadilan tingkat pertama
yang dapat diajukan pemeriksaan
pada tingkat banding:
a. Putusan pemidanaan dalam acara
biasa Terhadap setiap putusan
pemidanaan dalam acara biasa
sekalipun sifat putusan
pemidanaan itu berupa
“percobaan” atau “pidana
bersyarat” seperti yang diatur
dalam Pasal 14a KUHP, terdakwa
atau penuntut umum dapat
mengajukan permintaan banding.
b. Putusan pemidanaan dalam acara
singkat Hal ini serupa dengan
putusan pemidanaan dalam acara
biasa, terhadap setiap putusan
pemidanaan dalam acara singkat,
sekalipun pidana bersyarat, dapat
dimintakan banding baik oleh
terdakwa atau penuntut umum.
c. Putusan praperadilan terhadap
penghentian penyidikan atau
penghentian penuntutan. Setelah
mengutarakan putusan yang dapat
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.1 Maret 2016
86
dibanding, maka ada putusan
yang tidak dapat dibanding,
berpedom pada pasal 67KUHAP.
Memang, baik terhadap putusan
yang dapat dimintakan banding
maupun yang tidak, pedoman
umumnya adalah Pasal 67
KUHAP. Akan tetapi khusus
dalam pembicaraan mengenai
putusan yang tidak dapat diminta
banding, maka akan menengok
Pasal 67 KUHAP lebih
mendalam. Adapun putusan yang
tidak dapat diminta banding:
1. Putusan bebas atau
Vrijspraak(acquitted) Dalam
Pasal 191 ayat(1), apabila
kesalahan terdakwa sesuai
dengan perbuatan yang
didakwakan kepadanya tidak
terbukti secara sah dan
meyakinkan. Terhadap putusan
bebas yang demikian tidak
dapat diajukan permintaan
banding.
2. Putusan lepas dari segala
tuntutan hukum atau putusan
Onslag van Rechts Vervolging
Mengenai bentuk putusan lepas
dari segala tuntutan hukum,
diatur dalam Pasal 191 ayat(2),
yakni apabila pengadilan
berpendapat apa yang
didakwakan terhadap terdakwa
memang terbukti, akan tetapi
perbuatan yang didakwakan
tidak merupakan tindak pidana.
Permohonan banding dapat
ditolak. Panitera dilarang menerima
dan sekaligus harus menolak
permintaan banding yang tidak
memenuhi syarat undang-undang
adalah:
1. Diajukan terhadap putusan yang
tidak dapat dibanding Diajukan
terhadap putusan yang tidak dapat
diminta banding, merupakan
permintaan yang tidak sah dan
tidak memenuhi persyaratan
undang-undang.
2. Permintaan bandingdiajukan
setelah tenggang waktu yang
ditentukan berakhir.
Penerimaan permohonan
banding dilakukan atas alasan
permintaan memenuhi persyaratan
undang-undang. Permohonan
banding yang memenuhi syarat
dalam ketentuan Pasal 233 ayat(2)
KUHAP sebagai berikut:
a. Permohonan diajukan atau
disampaikan kepada panitera
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.1 Maret 2016
87
Pengadilan Negeri yang
memutus perkara tersebut.
Sekalipun permintaan
banding diajuka ke
Pengadilan Tinggi, namun
permohonan dilakukan oleh
pemohon melalui panitera
Pengadilan Negeri yang
memutus perkara, tidak dapat
langsung diajukan ke
Pengadilan Tinggi.
b. Permohonan banding
diajukan terhadap putusan
yang dapat diminta banding.
c. Permintaan diajukan dalam
tenggang waktu yang
ditentukan.
Arti memori banding adalah
uraian atau risalah yang memuat
tanggapan keberatan terhadap
putusan yang dijatuhkan pengadilan
tingkat pertama. Dalam Pasal 10
ayat(3) Undang - UndangNo. 48
Tahun 2009 telah menegaskan
Mahkamah Agung merupakan
peradilan tingkat terakhir (kasasi)
bagi semua lingkungan peradilan.
Atau dengan kata lain, Mahkamah
Agung adalah peradilan kasasi bagi
semua lingkungan peradilan. Dalam
ketentuan Pasal 244 KUHAP
menegaskan terhadap putusan
perkara pidana yang diberikan pada
tingkat terakhir oleh pengadilan lain
selain daripada Mahkamah Agung
terdakwa atau penuntut umum dapat
mengajukan permintaan pemeriksaan
kasasi kepada Mahkamah Agung
kecuali terhadap putusan bebas. Jadi,
terhadap semua putusan pidana pada
tingkat terakhir selain daripada
putusan Mahkamah Agung sendiri,
dapat diajukan permintaan
pemeriksaan kasasi baik oleh
terdakwa atau penuntut umum.
Tanpa kecuali dan tanpa didasarkan
pada syarat serta keadaan tertentu,
terhadap semua putusan perkara
pidana yang diambil oleh pengadilan
pada tingkat terakhir, dapat diajukan
permintaan pemeriksaan kasasi oleh
terdakwa oleh penuntut umum. Ini
berarti, terdakwa dan atau penuntut
umum dapat mengajukan permintaan
pemeriksaan kasai kepada
Mahkamah Agung terhadap semua
putusan pidana yang diambil oleh
pengadilan tingkat terakhir. Upaya
kasasi adalah hak yang diberikan
kepada terdakwa maupun kepada
penuntut umum. Tergantung kepada
mereka untuk mempergunakan hak
tersebut.
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.1 Maret 2016
88
Putusan perkara pidana yang
dapat diajukan permohonan
pemeriksaan kasasi dalam Pasal 244
KUHAP yaitu
1. semua putusan perkara pidana
yang diberikan pada tingkat
terakhir oleh pengadilan
2. kecuali terhadap putusan
a. Mahkamah Agung sendiri
b. putusan bebas Pasal 245
ayat(1) menegaskan
permohonan
kasasidisampaikan oleh
pemohon kepada panitera
pengadilan yang memutus
perkaranya dalam tingkat
pertama, dalam waktu 14 hari
sesudah putusan pengadilan
yang dimintakan kasasi itu
diberitahukan kepada
terdakwa. Tenggang waktu
mengajukan permohonan
kasasi diatur dalam Pasal 245
ayat(1) KUHAP yang
menegaskan:
1. permohonan kasasi
disampaikan oleh pemohon
kepada panitera Pengadilan
Negeri yang telah memutus
perkara dalam tingkat pertama
2. permohonan diajukan dalam
waktu 14 hari sesudah putusan
pengadilan yang hendak
dikasasi diberitahukan kepada
terdakwa. Terlambat dari batas
waktu 14 hari, mengakibatkan
hak untuk mengajukan
permohonan kasasi menjadi
gugur.
Upaya Hukum Luar Biasa
1. Pemeriksan Tingkat Kasasi
Demi Kepentingan Hukum
(Pasal 259 KUHAP) Demi
kepentingan hukum terhadap
semua putusan yang telah
memperoleh kekuatan hukum
tetap dari pengadilan lain
selain daripada Mahkamah
Agung dapat diajukan 1
(satu) kali permohonan oleh
Jaksa Agung dan putusan
kasasi demi kepentingan
hukum tidak boleh merugikan
pihak yang berkepentingan.
2. Peninjauan Kembali Putusan
Pengadilan yang telah
Mempunyai Kekuatan
Hukum Tetap (Pasal 263
KUHAP) Terhadap putusan
pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum
tetap, kecuali putusan bebas
atau lepas dari segala
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.1 Maret 2016
89
tuntutan hukum, terpidana
atau ahli warisnya dapat
mengajukan permintaan
peninjauan kembali kepada
Mahkamah Agung.
Bentuk-Bentuk Putusan Hakim
Ada 3 bentuk putusan pengadilan
yang diatur dalam KUHAP pada
Pasal 191 dan Pasal 193 yaitu:
1. Putusan Bebas
2. Putusan Lepas dari Segala
Tuntutan Hukum
Dasar hukum dari putusan ini dapat
dilihat pada Pasal 191 ayat (2)
KUHAP yang berbunyi:
“Jika pengadilan berpendapat bahwa
perbuatan yang didakwakan kepada
terdakwa terbukti, tetapi perbuatan
itu tidak merupakan suatu
tindakpidana, maka terdakwa diputus
lepas dari segala tuntutan hukum.
Hal-hal yang menghapuskan
pidana yang terdapat pada pasal-
pasal tersebut, dikatakan sebagai hal
yang bersifat umum. Di samping itu
dikatakan pula terdapat hal-hal yang
menghapus pidana secara khusus,
yang diatur secara khusus dalam
pasal tertentu dalam undang-undang,
misalnya Pasal 166 dan 310 ayat (3)
KUHP.
Kemudian hakim
menjatuhkan putusan dengan
pertimbangan yang pada pokoknya
sebagai berikut:
1. Bahwa dari fakta-fakta yang
terungkap di persidangan yang
didasarkan atas keterangan saksi-
saksi di bawah sumpah dan
keterangan terdakwa, serta adanya
barang bukti, selanjutnya apakah
terdakwa telah terbukti bersalah
melakukan tindak pidana
sebagaimana yang didakwakan
terhadap diri terdakwa tersebut,
maka Majelis Hakim akan
mempertimbangkan apakah
perbuatan terdakwa telah
memenuhi unsur-unsur dari
dakwaan yang didakwakan
kepada terdakwa.
2. Bahwa setelah membaca dan
mempelajari surat dakwaan dari
jaksa Penuntut Umum, ternyata
bahwa terdakwa dihadapkan ke
depan persidangan dengan surat
dakwaan yang disusun secara
alternatif, sehingga oleh
karenanya Majelis Hakim akan
mempertimbangkan dakwaan
yang lebih mencocoki dengan
fakta-fakta yang terungkap di
persidangan yakni dakwaan
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.1 Maret 2016
90
kesatu yaitu melanggar Pasal 82
ayat (1) huruf a Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1997 jo Pasal 55
ayat (10) ke 1 KUHP yang
memiliki unsur.
3. Barang siapa secara tanpa hak dan
melawan hukum mengimpor,
mengekspor, menawarkan untuk
dijual, menyalurkan, menjual,
membeli, menyerahkan,
menerima, menjadi perantara
dalam jual beli atau menukar
narkotika golongan I; terdakwa
dipersalahkan sebagai orang
yangmelakukan, atau turut serta
melakukan.
4. Bahwa tentang unsur pertama :
“barang siapa” yang dimaksud di
sini adalah menunjuk kepada
pelaku tindak pidana, baik
manusia atau orang pribadi
ataupun badan hukum yang dapat
dimintakan pertanggungjawaban
atas perbuatannya, yang
berdasarkan fakta-fakta yang
terungkap dipersidangan yang
dimaksud
5. Bahwa perihal unsur kedua :
“secara tanpa hak dan melawan
hukum mengimpor, mengekspor,
menawarkan untuk dijual,
menyalurkan, menjual, membeli,
menyerahkan, menerima, menjadi
perantara dalam jual beli atau
menukar narkotika golongan I ”,
bahwa unsur ini adalah bersifat
alternatif yang artinya apabila
salah satu keadaan saja dari
beberapa keadaan yang disebut di
atas sudah terpenuhi maka unsur
ini dapat dinyatakan telah
terbukti.
6. Bahwa sebelum Majelis hakim
menjatuhkan pidana atas diri
terdakwa maka kami terlebih
dahulu akan mempertimbangkan
hal-hal yangmemberatkan dan
hal-hal meringankan sebagai
berikut: Hal-hal yang
memberatkan:
Perbuatan terdakwa meresahkan
masyarakat dan bertentangan
dengan program pemerintah
dalam pemberantasan Tindak
Pidana Narkotika.
Hal-hal yang meringankan:
a. Terdakwa mengakui terus terang
perbuatannya.
b. Terdakwa menyesali
perbuatannya.
c. Terdakwa belum pernah
dihukum.
d. Terdakwa menurut ianya
melakukan perbuatan tersebut
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.1 Maret 2016
91
karena disuruh oleh
Wadankinya.
e. Akhirnya Majelis hakim
menjatuhkan putusan dengan
diktum, menyatakan terdakwa
telah terbukti secara sah dan
meyakinkan bersalah melakukan
tindak pidana
“Secara tanpa hak dan melawan
hukum turut serta menawarkan
untuk dijual, menjual, membeli,
menyerahkan, menerima,
narkotika golongan I “, dan
menghukum terdakwa dengan
pidana penjara 7 (tujuh) tahun
dan denda sebesar Rp.1.000.000;
(satu juta Rupiah), atau apabila
denda tidak dibayar diganti
dengan pidana kurungan selama
3 (tiga) bulan.
Pertimbangan Yuridis dan
Pertimbangan Non Yuridis Serta
Hal-Hal yang Memberatkan dan
Meringankan Penjatuhan Pidana
Untuk menjatuhkan putusan
terhadap pelaku tindak pidana
penyalahgunaan narkoba, hakim
membuat pertimbangan-
pertimbangan. Dari kasus yang
diteliti oleh penulis, hakim dalam
menjatuhkan pidana terhadap pelaku
tindak pidana narkoba cenderung
lebih banyak menggunakan
pertimbangan yang bersifat yudiris
dibandingkan yang bersifat non-
yudiris.
1. Pertimbangan yang Bersifat
Yuridis
Pertimbangan yang bersifat yuridis
adalah pertimbangan hakim yang
didasarkan pada faktor-faktor yang
terungkap di dalam persidangan dan
olehundang-undang telah ditetapkan
sebagai hal yang harus dimuat di
dalam putusan.
Pertimbangan yang bersifat yuridis
di antaranya:
a. Dakwaan jaksa penuntut
umum.
b. Keterangan saksi.
c. Keterangan terdakwa.
d. Barang-barang bukti.
e. Pasal-pasal dalam Undang-
Undang Narkotika dan
Psikotropika.
a. Dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Dakwaan merupakan dasar hukum
acara pidana karena berdasarkan
itulah pemeriksaan di persidangan
dilakukan (Pasal 142 ayat (1)
KUHAP). Dakwaan berisi identitas
terdakwa juga memuat uraian tindak
pidana serta waktu dilakukannya
tindak pidana dan memuat pasal
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.1 Maret 2016
92
yang dilanggar (Pasal 142 ayat (2)
KUHAP).
b. Keterangan Saksi
Keterangan saksi merupakan alat
bukti seperti yang diatur dalam Pasal
184 KUHAP.
Keterangan Terdakwa
Menurut Pasal 184 KUHAP butir e
keterangan terdakwa digolongkan
sebagai alat bukti. Keterangan
terdakwa adalah apa yang dinyatakan
terdakwa di sidang tentang perbuatan
yang dia lakukan atau yang dia
ketahui sendiri atau yang dia alami
sendiri.
c. Barang-barang Bukti
Pengertian barang-barang bukti yang
dibicarakan di sini adalah semua
benda yang dapat dikenakan
penyitaan dan yang diajukan oleh
penuntut umum di persidangan yang
meliputi: Benda atau tagihan
tersangka atau terdakwa yang
seluruh atau sebagian diduga atau
diperoleh dari tindak pidana atau
sebagai hasil dari tindak pidana.
Benda yang dipergunakan secara
langsung untuk melakukan tindak
pidana atau untuk mempersiapkan
tindak pidana.
Benda yang dipergunakan untuk
menghalang-halangi penyidikan
tindak pidana.
Benda khusus dibuat atau
diperuntukkan melakukan tindak
pidana.
Benda lain yang mempunyai
hubungan langsung dengan tindak
pidana.
d. Pasal-Pasal dalam Undang-
Undang Narkotika dan
Psikotropika.
Hal yang sering terungkap di
persidangan adalah pasal-pasal yang
dikenakan untuk menjatuhkan pidana
kepada terdakwa. Pasal-pasal ini
bermula dan terlihat dalam surat
dakwaan yang diformulasikan oleh
penuntut umum sebagai ketentuan
hukum narkoba yang dilanggar oleh
terdakwa.
2. Pertimbangan yang Bersifat
Non Yuridis
Di samping pertimbangan yang
bersifat yuridis hakim dalam
menjatuhkan
putusan membuat pertimbangan yang
bersifat non yuridis. Dari hasil
penelitian penulis terhadap sepuluh
putusan Pengadilan Negeri Medan
ada beberapa pertimbangan yang
bersifat non yuridis yaitu:
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.1 Maret 2016
93
a. Akibat perbuatan
terdakwa.
b. Kondisi diri terdakwa.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Putusan praperadilan dalam
perspektif perlindungan HAM di
Indonesia diatur secara umum,
dalam KUHAPyang bertujuan
untuk penegakan hukum,
kepastian hukum dan
perlindungan hak asasi tersangka.
2. Hambatan dalam pelaksanaan
putusan praperadilan antara lain
yang ditetapkan adalah mengenai
prosedural (legal formal) tentang
Penangkapan, Penahanan,
Penggeledahan, dan/atau
penyitaan barang atau benda
milik tersangka. Khusus bahwa
tersangka adalah dader, pleger,
atau medepleger ditetapkan
minimal 2 alat bukti telah
terpenuhi (Pasal 183 KUHAP)
3. Hakim praperadilan pidana untuk
perlindungan HAM di Medan,
antara lain meningkatkan
pengawasan melalui bidang
Propam, Was.sidik, peningkatan
professional penyidik melalui
Dikjur dan peningkatan atau
mengaktifkan gelar perkara
dengan melibatkan fungsi terkait
khususnya mendatangkan saksi
Ahli untuk dimintai pendapat.
Saran
1. Perlu dilakukan perbaikan dan
penambahan terhadap Kitab
Undang- Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP), khususnya
terhadap ketentuan yang
mengatur tentang praperadilan
karena lembaga praperadilan ini
masih banyak kelemahan-
kelemahan.
2. Para pelaksanan penegak hukum
terutama yang berkecimpung
langsung dalam proses perkara
pidana, yaitu polisi, jaksa, hakim,
dan advokat/pengacara harus
sadar dan mengerti batas-batas
kewenangannya. Dan Agar
adanya check and balance, maka
setidaknya masyarakat juga harus
dibekali oleh pengetahuan hukum
agar mereka mengerti apa yang
menjadi hak dan kewajiban
hukumnya yang ini juga berguna
untuk menghindarkan dirinya
diperlakukan sewenang-wenang
oleh penegak hukum.
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.1 Maret 2016
94
3. Para pelaksana penegak hukum
dalam melakukan tugasnya juga
harus menjunjung tinggi nilai
kemanusiaan, asas praduga tak
bersalah, serta asas persamaan
kedudukan dalam hukum. Dan
perlu adanya political will dari
kejaksaan untuk mentaati putusan
praperadilan agar putusan
tersebut dapat dilaksanakan
(berhubungan dengan pasal 270
KUHAP), sebab tidak ada
kekuatan lain atau lembaga lain
yang mempunyai wewenang
malakukan atau memaksa jaksa
untuk melaksakan putusan hakim
dalam perkara praperadilan.
DAFTAR PUSTAKA
Mertokusumo Sudikno, Mengenal
Hukum, Suatu Pengantar,
Liberty, Yogyakarta, 2002.
Sunaryo Sidik, Kapita Selekta Sistem
Peradilan Pidana, UMM Press,
Edisi Pertama, Cetakan Ketiga,
Malang, 2005.
Mulyadi Lilik, Hukum Acara Pidana
(Suatu Tinjauan Khusus
Terhadap Surat Dakwaan,
Eksepsi, dan Putusan Peradilan),
Penerbit PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2002.
Arief Nawawi Barda, Kapita Selekta
Hukum Pidana tentang Sistem
Peradilan Pidana Terpadu, BP
Universitas Diponegoro
Semarang, 2007.
Atmasasmita Romli, Sistem
Peradilan Pidana Perspektif
Eksistensialisme dan
Abolisionisme, Binacipta,
Cetakan Kedua (Revisi).
Bandung, 2006.
Lamintang P.A.F. dan
LamintangTheo, Pembahasan
KUHAP Menurut Ilmu
Pengetahuan Hukum Pidana &
Yurisprudensi, Sinar Grafika,
Jakarta 2010.
Sasangka Hari, Penyidikan,
Penahanan, Penuntutan dan
Praperadilan, Surya Berlian,
Surabaya, 1996.
Harahap M. Yahya, Pembahasan
Permasalahan dan Penerapan
KUHAPPemeriksaan Sidang
Pengadilan, Banding, Kasasi dan
Peninjauan Kembali, Edisi
Kedua,Sinar Grafika, Jakarta,
2006.
Jurnal Ilmiah “DUNIA ILMU” Vol.2 No.1 Maret 2016
95
---------------------- Pembebasan
Permasalahan dan Penerapan
KUHAP, Sinar Grafika, Jakarta,
2003.
Prodjohamidjojo Martiman.
Komentar Atas KUHAP,
Pradnya Paramita, Jakarta,1999.
R. Soeparmono, Praperadilan dan
Penggabungan Perkara Gugatan
Ganti Kerugian dalam KUHAP,
Mandar Maju, Bandung, 2003.
Sunarso Siswanto, Penegakan
Hukum Psikotropika dalam
Kajian Sosiologi Hukum, PT
Raja Grafindo Persada, Jakarta
2004.
Rusli Muhammad, Potret Lembaga
Pengadilan Indonesia, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2006.
SM. Amin, Hukum Acara
Pengadilan Negeri, Pradnya
Paramita, Jakarta, 2004.
Pedoman Pelaksanaan Kitab
Undang-Undang Hukum Acara
Pidana, Penerbit Departemen
Kehakiman Republik Indonesia,
Cetakan Ketiga, 1982.
Peraturan Perundang - undangan
:
Undang – Undang Dasar 1945
Undang – Undang Kitab Hukum
Acara Pidana
Undang – Undang No 39 Tahun
1999 tentang Hak Asasi Manusia