Eksantema Virus
-
Upload
mytha-yuniarachma-mursito -
Category
Documents
-
view
690 -
download
25
Transcript of Eksantema Virus
1
EKSANTEMA VIRUS
Mellyana, S. Ked
Departemen Ilmu Kesehatan Kulit Dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya / Rumah Sakit Dr. Mohammad Hoesin
Palembang, 2012
PENDAHULUAN
Eksantem adalah erupsi kulit yang sejenis, luas atau generalisata, dengan
perkembangan yang dinamis. Penyakit eksantema biasanya berhubungan dengan
infeksi, virus atau bakteri, toksin dan proses imun, tapi juga dapat disebabkan oleh
paparan obat. Penyebab tersering dari penyakit eksantema adalah infeksi virus.
Eksantema virus adalah erupsi kulit yang timbul sebagai tanda dari sebuah
infeksi akut yang disebabkan oleh virus. Terdapat beberapa patogen dominan
yang paling sering menyebabkan penyakit eksantema, diantaranya adal Bah non-
polio enteroviruses, respiratory viruses, Epstein-Barr virus, HHV-6 and HHV-7
viruses, dan parvovirus B19. Viral eksantema pada umumnya berkaitan dengan
penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya. Meskipun demikian, pada
beberapa kasus diagnosis dari sebuah eksantema dapat menjadi sangat penting
untuk pasien dan kontak mereka dengan orang disekitar mereka.
Tidak semua eksantema virus dapat dengan mudah dihubungkan secara
klinis dengan penyebab spesifiknya. Beberapa penyakit eksantema dapat
menunjukkan tempat predileksi yang khas, tetapi diagnosisnya tidak dapat
ditegakkan hanya dari gambaran klinis. Perbedaan klinis antar eksantema dapat
dilihat dari: riwayat perubahan gejala klinis, masa inkubasi, gejala prodromal,
distribusi dan morfologi lesi, komplikasi yang terjadi, dan terkadang demografis
tertentu seperti usia pasien, dan musim. Demikian halnya, tidak semua virus
secara konsisten menyebabkan eksantema yang dapat didiagnosis dengan mudah.
Beberapa gambaran klinis dari eksantema pun tidak selalu dapat menandakan
suatu eksantema. Sebagai contoh, meskipun purpura terkadang dapat menjadi
gambaran klinis dari suatu eksantema virus, tetapi juga dapat menjadi indikasi
2
dari sebuah penyakit sistemik yang serius (seperti: meningococcaemia,
histiocytosis, vascu- litis, an immunodeficiency or coagulopathy).
Eksantema virus sangat penting untuk diketahui oleh dokter keluarga
karena pasien dengan eksantema lebih sering pertama kali datang berkonsultasi
pada dokter keluarga dibandingkan dokter spesialis. Diagnosis awal yang tepat
dapat menyingkirkan keperluan untuk pemeriksaan lanjutan dan pengobatan yang
sebenarnya tidak dibutuhkan. Langkah awal juga dapat diambil oleh dokter
keluarga dalam pengisolasian jika dibutuhkan untuk mencegah terjadinya wabah.
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengetahui dan mengenal berbagai
macam eksantema virus hingga dapat membedakannya satu sama lain. Maka dari
itulah referat ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan informasi dan
pengetahuan mengenai eksantema virus.
PEMBAHASAN
PENYAKIT VIRUS EKSANTEM
Kata eksantema berasal dari bahasa Yunani, dari kata exanthema, yang
berarti pecah atau pisah, dan anthos, yang berarti bunga yang sedang berkembang.
Penyakit eksantema adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai erupsi
difus pada kulit yang berhubungan dengan penyakit sistemik yang biasanya
disebabkan oleh infeksi. Penyebab penyakit eksantema sebagian besar adalah
virus dan bentuk morfologik yang mirip satu sama lain membuat kita sulit
menentukan etiologi berdasarkan klinis.
Viral eksantema adalah erupsi kulit yang timbul sebagai tanda dari sebuah
infeksi akut yang disebabkan oleh virus. Viral eksantema pada umumnya
berkaitan dengan penyakit yang dapat sembuh dengan sendirinya. Terdapat
banyak virus yang dikatakan dapat menyebabkan eksantema, baik yang diketahui
maupun yang belum diketahui.
3
Gambar 1. Jenis-jenis patogen yang dibedakan berdasarkan tipe kelainan
kulit yang ditimbulkan
Terdapat beberapa patogen dominan yang sering menyebabkan penyakit
eksantema, diantaranya adalah measles, rubella, non-polio enteroviruses, Epstein-
Barr virus, HHV-6 and HHV-7 viruses, dan parvovirus B19, Gianotti-Crosti,
Human Cytomegalovirus, Rotavirus. Berikut akan dibahas mengenai penyakit-
penyakit eksantema virus yang paling sering terjadi.
CAMPAK (MEASLES)
Epidemiologi
Campak (measles atau rubeola) tersebar dan masih merupakan masalah
kesehatan utama di seluruh dunia, dengan 30-40 juta kasus dan 530.000 kematian
pada tahun 2003. Risiko kematian meningkat pada negara-negara berkembang,
dengan kebanyakan kematian disebabkan oleh komplikasi dari penyakit ini.
Sebelum dikembangkannya vaksin campak, epidemi campak terjadi setiap
2-5 tahun selama bulan-bulan musim dingin dan musim semi pada anak-anak
yang berusia 5-9 tahun. Keberhasilan program imunisasi pada negara-negara
berkembang juga mencegah munculnya wabah kembali (outbreak) dan
menurunkan angka kecacatan (morbiditas) dan kematian (mortalitas) terkait
4
campak. Di negara berkembang, campak merupakan penyebab utama kematian
bayi (infant).
Etiologi dan Patogenesis
Virus campak, tergabung dalam family Paramyxoviridae merupakan virus
heat-labile (tidak tahan panas) dengan inti RNA dan kapsul lipoprotein terluar.
Campak menular melalui kontak langsung atau kontak udara dengan droplet
infeksus. Periode inkubasi umumnya berlangsung selama 8-12 hari, dimulai
pasien telah tertular 1-2 hari sebelum onset gejala hingga 4 hari setelah
kemunculan ruam kulit. Baik imunitas humoral maupun imunitas yang
diperantarai sel berperan penting untuk mengontrol infeksi virus campak.
Antibodi imunoglobulin M (IgM) terdeteksi lebih awal dibandingkan dengan
munculnya onset gejala, diikuti dengan peningkatan titer IgG spesifik campak.
Respons imunitas humoral mengontrol replikasi virus dan memberikan proteksi
antibodi, sedangkan respons imunitas yang diperantarai oleh sel mengeliminasi
sel-sel yang terinfeksi. Imunosupresi sementara terjadi selama infeksi virus
campak, menyebabkan depresi hipersensitivitas tipe lambat dan jumlah sel T dan
peningkatan risiko infeksi bakteri. Proses ini menciptakan imunitas jangka
panjang terhadap campak yang belum terlalu dimengerti, namun diduga karena
adanya respons lemah sel T helper terhadap virus.
Gambaran Klinis
Fase prodromal umumnya ditandai dengan demam, malaise, konjungtivitis
(palpebrae, yang meluas hingga tepi kelopak mata), coryza, dan batuk (seperti
meniup (brassy) atau menggonggong (barking)), yang berlangsung hingga hari
keempat. Bercak Koplik merupakan tanda patognomonik campak, dimulai dengan
makula kecil dan merah yang memiliki bintik biru keputihan berukuran 1-2 mm di
dalamya. Bercak ini umumnya terlihat pada mukosa pipi (buccal) di dekat gigi
geraham (molar) kedua 1-2 hari sebelum dan hilang pada 2 hari setelah gejala
ruam muncul.
Ruam kulit ditandai dengan papul dan makula yang kemerahan dan tidak
gatal yang muncul di dahi dan di belakang telinga. Ruam berlanjut dengan cepat
5
ke leher, batang tubuh, dan ekstremitas. Tangan dan telapak kai juga terlibat. Lesi
mungkin bergabung, terutama pada wajah dan leher. Ruam biasanya memuncak
dalam 3 hari dan mulai menghilang pada 4-5 hari setelah urutan kemunculannya.
Deskuasmasi mungkin terjadi setelah ruam menghilang. Keseluruhan penyakit
mungkin berlangsung selama 10 hari, dengan beberapa individu juga mengeluh
muntah, diare, nyeri abdomen, splenomegali, faringitis, dan limfadenopati
generalisata.
Diagnosis Banding
Diagnosis Banding Campak
Menyerupai/mirip
Reaksi hipersensitivitas obat
Rubella
Dapat dipertimbangkan
Rocky Mountain spotted fever (kasus atipikal)
Purpura Henoch-Schonlein (kasus atipikal)
Infeksi virus lainnya (parvovirus, enterovirus, adenovirus, human
herpesvirus-6, virus Epstein-Barr)
Gambar 2 dan 3. Ruam kulit pada penyakit measles
6
Perjalanan Klinis
Diagnosis klinis campak umumnya ditegakkan dengan munculnya ruam
karakteristik sebagai gejala prodromal yang dapat menyerupai penyakit seperti
influenza. Campak yang tidak menimbulkan komplikasi merupakan self-limited
disease, yang berlangsung selama 10-12 hari. Malnutrisi, imunosupresi, kesehatan
yang buruk, dan perawatan suportif yang tidak adekuat dapat memperburuk
prognosis pada pasien.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan campak pada kebanyakan kasus adalah terapi suportif.
Pasien dengan infeksi sekunder bakteri harus diobati dengan antibiotik yang tepat.
Ribavirin dapat dipertimbangkan sebagai terapi karena terbukti menghambat
pertumbuhan virus campak pada kultur jaringan dan mengurangi keparahan dan
durasi infeksi campak pada beberapa kasus.
Malnutrisi dan defisiensi vitamin A dapat menekan imunitas yang
diperantarai oleh sel pada anak-anak, meningkatkan risiko dan keparahan penyakit
pada masa kanak-kanak. Infeksi virus campak menurunkan kadar vitamin A
serum dan meningkatkan risiko kematian akibat campak. Oleh karena itu,
suplementasi vitamin A direkomendasikan pada seluruh anak dengan campak
yang tinggal dalam komunitas dengan tingkat defisiensi vitamin A cukup tinggi.
Penatalaksanaan Campak
Lini pertama
Terapi suportif
Pengobatan terhadap infeksi sekunder
Vitamin A
Vaksin campak
Lini kedua
Ribavirin
7
Komplikasi
Tingkat komplikasi spesifik berdasarkan umur tertinggi terjadi pada anak-
anak yang berusia kurang dari 5 tahun dan dewasa yang berusia lebih dari 20
tahun. Komplikasi tersering dari infeksi virus campak adalah otitis media,
pneumonia, laringotrakeobronkitis, dan diare. Hepatitis, trombositopenia, dan
encephalitis terjadi lebih jarang. Purpura terkait trombositopenia merupakan
komplikasi berat. Pneumonia merupakan komplikasi campak yang terberat pada
anak-anak dan komplikasi yang paling sering terjadi pada dewasa. Keparahan
penyakit bertambah pada individu dengan imunitas yang rendah dan gizi buruk,
sering menyebabkan terbentuknya pneumonia sel raksasa Hecht.
Pencegahan (Imunisasi)
Insidens campak di seluruh dunia menurun akibat dampak langsung dari
keberhasilan imunisasi. Dosis tunggal vaksin campak hidup yang dilemahkan
menghasilkan level antibodi yang terdeteksi pada 95% pasien, menyediakan
imunitas seumur hidup.
RUBELLA
Epidemiologi
Virus Rubella mempunyai distribusi luas di seluruh dunia dengan ledakan
wabah yang paling sering terjadi pada akhir bulan-bulan musim dingin dan awal
musim semi. Anak usia sekolah, remaja, dan dewasa muda paling sering
menderita infeksi ini. Epidemi umumnya terjadi pada negara berkembang,
terutama bila vaksin Rubella tidak tersedia.
Etiologi dan Patogenesis
Rubella adalah virus RNA berkapsul yang tergabung dalam famili
Togaviridae. Virus menyebar melalui kontak langsung atau droplet dari sekret
nasofaring, Individu yang terinfeksi terjangkit virus selama 5-7 hari sebelum dan
14 hari setelah onset penyakit, dengan viremia yang tidak khas setelah ruam
muncul. Pada kebanyakan individu, infeksi ini menciptakan imunitas seumur
hidup.
8
Rubella kongenital terjadi ketika wanita hamil, berisiko tinggi, dan tidak
diimunisasi terpapar virus. Infeksi transplasental fetus terjadi selama fase viremia.
Risiko tertinggi dialami oleh fetus yang terpapar virus pada trisemester pertama.
Infant yang terinfeksi secara kongenital akan menyebarkan virus melalui urin,
darah, dan sekret nasofaring hingga selama 12 bulan setelah kehamilan, kemudian
menjadi sumber potensial penularan virus ke individu lain yang berisiko tinggi.
Gambaran Klinis
Infeksi rubella primer umumnya merupakan penyakit yang ringan,
subklinis, terutama pada individu dewasa. Gejala prodormal ditandai oleh demam
derajat rendah, mialgia, sakit kepala, konjungtivitis, rinitis, batuk, sakit
tenggorokan, dan limfadenopati; gejala ini mungkin berlangsung hingga 4 hari
dan sering menghilang seiring kemunculan ruam. Keberadaan bercak Koplik di
mulut menyokong diagnosis rubeola. Setelah gejala prodormal menghilang dan
ruam mulai muncul, beberapa pasien mengalami erupsi kulit (eksanthem) berupa
makula merah yang sangat kecil pada palatum mole dan uvula (bintik Forsch-
heimer), namun enanthem ini bukanlah tanda diagnostik untuk rubella.
Ruam (eksantem) terjadi 14-17 hari setelah paparan ditandai dengan
makula dan papul pruritus berwarna merah muda hingga merah yang muncul dari
wajah, yang berlanjut menyebar dengan cepat ke daerah leher, batang tubuh, dan
ekstremitas. Lesi pada batang tubuh mungkin bergabung, sedangkan lesi pada
ekstremitas sering menetap dan lebih mempunyai ciri khusus. Ruam biasanya
mulai menghilang dalam 2-3 hari, tidak seperti pada rubeola, yang dapat lebih
persisten dan menghilang dari kepala dan leher. Deskuasmasi mungkin mengikuti
proses resolusi ruam.
Individu dewasa, terutama wanita (hingga 70 %) yang terinfeksi rubella
mengalami artritis. Sendi besar dan kecil, keduanya terlibat. Gejala sendi pertama
kali sering muncul setelah ruam memudar dan dapat menetap beberapa minggu.
Pada beberapa individu, gejala menetap dan berulang. Pembengkakan sendi dapat
berlanjut membentuk efusi sendi.
9
Diagnosis Banding
Diagnosis Banding Rubella
Menyerupai/mirip
Reaksi hipersensitivitas obat
Rubeola (campak)
Dapat dipertimbangkan
Infeksi virus lainnya (enterovirus, adenovirus, parvovirus, human
herpesvirus-6)
Prognosis dan Perjalanan Klinis
Rubella umumnya merupakan self-limited disease. Mayoritas infan (85%)
terinfeksi in utero menularkan virus pada bulan pertama kehidupan; 1-3%
berlanjut menularkan virus pada tahun kedua kehidupan. Wanita hamil dengan
infan terinfeksi memiliki risiko menderita rubella. Perjalanan klinis tergantung
pada seberapa parah fetus terpapar infeksi intrauterin.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan rubella primer yang tidak menimbulkan komplikasi
adalah terapi suportif. Pada individu yang tidak hamil, pemakaian vaksin rubella
dalam 3 hari pascaterpapar secara teoritis mencegah penyakit, walaupun ini belum
terbukti. Imunoglobulin tidak secara rutin direkomendasikan sebagai profilaksis
pascapaparan pada wanita hamil yang rentan terinfeksi rubella. Data terbatas
Gambar 4. Ruam kulit pada penyakit rubella
10
menunjukkan imunoglobulin intramuskular (0,55 mL/kgBB) menurunkan
kemunculan infeksi secara klinis dari 8%-18% jika diberikan pada wanita hamil
yang berisiko dan terpapar virus. Tidak adanya tanda klinis setelah pemberian
imunoglobulin tidak menjamin infeksi kongenital tidak terjadi.
Neonatus dengan sindrom rubella kongenital membuthkan terapi suportif
dan perhatian yang tepat terhadap isu kesehatan yang signifikan. Infan-infan ini
sangat menular dan seharusnya diisolasi untuk mencegah transmisi pada individu
berisiko tinggi. Isolasi kontak direkomendasikan pada infan ini hingga sedikitnya
berusia 12 bulan atau jika kultur ulangan negatif setelah berusia 3 bulan.
Komplikasi
Infeksi rubella jarang menyebabkan encephalitis (1 dari 6.000 kasus),
dengan angka kematian bervariasi dari 0-50%. Komplikasi lain yang jarang
ditemukan, meliputi neuritis perifer, neuritis optik, miokarditis, perikarditis,
hepatitis, orcitis, dan anemia hemolitik. Trombositopenia transien ditemukan 1
dari 3.000 anak (biasanya anak perempuan); pertama kali muncul dalam
sepanjang onset ruam dan menghilang dalam hitungan hari hingga bulan. Hingga
saat ini, hanya 1 kasus sindrom hemofagositik terkait rubella pada infan yang
dijumpai.
Pencegahan (Imunisasi)
Vaksin Rubella umumnya diberikan dalam bentuk vaksin MMR pada
individu yang berusia 12-15 bulan dan sekali lagi 4-6 tahun. Vaksin ini harus
diberikan pada individu yang berisiko tinggi terinfeksi rubella, seperti pekerja
kesehatan, calon militer, mahasiswa, dan imigran yang baru.
VARICELLA – HERPES ZOOSTER
VARICELLA
Varisela adalah suatu penyakit infeksi akut primer menular, disebabkan
oleh Varicella Zooster Virus (VZV), yang menyerang kulit dan mukosa, dan
ditandai dengan adanya vesikel-vesikel.
11
Epidemiologi
Di negara barat kejadian varisela terutama meningkat pada musim dingin
dan awal musim semi, sedangkan di Indonesia virus menyerang pada musim
peralihan antara musim panas ke musim hujan atau sebaliknya Namun varisela
dapat menjadi penyakit musiman jika terjadi penularan dari seorang penderita
yang tinggal di populasi padat, ataupun menyebar di dalam satu sekolah.
Varisela terutama menyerang anak-anak dibawah 10 tahun terbanyak usia
5-9 tahun. Varisela merupakan penyakit yang sangat menular, 75 % anak
terjangkit setelah terjadi penularan. Varisela menular melalui sekret saluran
pernapasan, percikan ludah, terjadi kontak dengan lesi cairan vesikel, pustula, dan
secara transplasental. Individu dengan zoster juga dapat menyebarkan varisela.
Masa inkubasi 11-21 hari. Pasien menjadi sangat infektif sekitar 24 – 48 jam
sebelum lesi kulit timbul sampai lesi menjadi krusta biasanya sekitar 5 hari.
Etiologi
Varisela disebabkan oleh Varicella Zoster Virus (VZV). yang termasuk
dalam kelompok Herpes Virus. Virus ini berkapsul dengan diameter kira-kira
150-200 nm. Inti virus disebut capsid yang berebntuk ikosahedral, terdiri dari
protein dan DNA berantai ganda. Berbentuk suatu garis dengan berat molekul 100
juta dan disusun dari 162 isomer. Lapisan ini bersifat infeksius.
VZV dapat ditemukan dalam cairan vesikel dan dalam darah penderita. Di
dalam sel yang terinfeksi akan tampak adanya sel raksasa berinti banyak
(multinucleated giant cell) dan adanya badan inklusi eosinofilik jernih
(intranuclear eosinophilic inclusion bodies).
VZV menyebabkan penyakit varisela dan Herpes Zoster. Kedua penyakit
ini memiliki manifestasi klinis yang berbeda. Pada kontak pertama dengan
manusia menyebabkan penyakit varisela atau cacar air, karena itu varisela
dikatakan sebagai infeksi akut primer. Penderita dapat sembuh, atau penderita
sembuh dengan virus yang menjadi laten (tanpa manifestasi klinis) dalam ganglia
sensoris dorsalis, jika kemudian terjadi reaktivasi maka virus akan menyebabkan
penyakit Herpes zoster.
12
Patogenesis
Setelah VZV masuk melaui saluran pernapasan atas, atau setelah penderita
berkontak dengan lesi kulit, selama masa inkubasinya terjadi viremia primer.
Infeksi mula-mula terjadi pada selaput lendir saluran pernapasan atas kemudian
menyebar dan terjadi viremia primer. Pada Viremia primer ini virus menyebar
melalui peredaran darah dan system limfa ke hepar, dan berkumpul dalam
monosit/makrofag, disana virus bereplikasi, pada kebanyakan kasus virus dapat
mengatasi pertahanan non-spesifik sehingga terjadi viremia sekunder. Pada
viremia sekunder virus berkumpul di dalam Limfosit T, kemudian virus menyebar
ke kulit dan mukosa dan bereplikasi di epidermis memberi gambaran sesuai
dengan lesi varisela. Permulaan bentuk lesi mungkin infeksi dari kaliper endotel
pada lapisan papil dermis menyebar ke sel epitel dermis, folikel kulit dan glandula
sebasea, saat ini timbul demam dan malaise.
Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis varisela terdiri atas 2 stadium yaitu stadium prodormal,
stadium erupsi.
1. Stadium Prodormal
Timbul 10-21 hari, setelah masa inkubasi selesai. Individu akan merasakan
demam yang tidak terlalu tinggi selama 1-3 hari, mengigil, nyeri kepala
anoreksia, dan malaise.
Gambar 5. Fase infeksi VZV
13
2. Stadium erupsi
1-2 hari kemudian timbul ruam-ruam kulit tersebar pada wajah, leher, kulit
kepala dan secara cepat akan terdapat badan dan ekstremitas. Ruam lebih
jelas pada bagian badan yang tertutup, jarang pada telapak tangan dan
telapak kaki. Penyebarannya bersifat sentrifugal (dari pusat). Total lesi
yang ditemukan dapat mencapai 50-500 buah. Makula kemudian berubah
menjadi papulla, vesikel, pustula, dan krusta. Erupsi ini disertai rasa gatal.
Perubahan ini hanya berlangsung dalam 8-12 jam, sehingga varisella
secara khas dalam perjalanan penyakitnya didapatkan bentuk papula,
vesikel, dan krusta dalam waktu yang bersamaan, ini disebut polimorf.
Vesikel akan berada pada lapisan sel dibawah kulit dan membentuk atap
pada stratum korneum dan lusidum, sedangkan dasarnya adalah lapisan
yang lebih dalam Gambaran vesikel khas, bulat, berdinding tipis, tidak
umbilicated, menonjol dari permukaan kulit, dasar eritematous, terlihat
seperti tetesan air mata/embun “tear drops”. Cairan dalam vesikel kecil
mula-mula jernih, kemudian vesikel berubah menjadi besar dan keruh
akibat sebukan sel radang polimorfonuklear lalu menjadi pustula.
Kemudian terjadi absorpsi dari cairan dan lesi mulai mengering dimulai
dari bagian tengah dan akhirnya terbentuk krusta. Krusta akan lepas dalam
1-3 minggu tergantung pada dalamnya kelainan kulit. Bekasnya akan
membentuk cekungan dangkal berwarna merah muda, dapat terasa nyeri,
kemudian berangsur-angsur hilang. Lesi-lesi pada membran mukosa
(hidung, faring, laring, trakea, saluran cerna, saluran kemih, vagina dan
konjungtiva) tidak langsung membentuk krusta, vesikel-vesikel akan pecah
dan membentuk luka yang terbuka, kemudian sembuh dengan cepat.
Karena lesi kulit terbatas terjadi pada jaringan epidermis dan tidak
menembus membran basalis, maka penyembuhan kira-kira 7-10 hari
terjadi tanpa meninggalkan jaringan parut, walaupun lesi hyper-hipo
pigmentasi mungkin menetap sampai beberapa bulan. Penyulit berupa
infeksi sekunder dapat terjadi ditandai dengan demam yang berlanjut
14
dengan suhu badan yang tinggi (39-40,5 oC) mungkin akan terbentuk
jaringan parut.
Diagnosis Banding
Diagnosis Banding Varicella
Menyerupai/mirip
Coxackie virus
Impetigo
Insect bite
Dermatitis kontak
Dapat dipertimbangkan
Urtikaria papular
Erithema multiform
Erupsi obat
Komplikasi
Gambar 6. Lesi kulit pada varisela
15
Beberapa komplikasi dapat terjadi pada infeksi varisela, infeksi yang dapat
terjadi diantaranya adalah:
1. Infeksi sekunder dengan bakteri
Infeksi bakteri sekunder biasanya terjadi akibat stafilokokus. Stafilokokus
dapat muncul sebagai impetigo, selulitis, fasiitis, erisipelas furunkel, abses,
scarlet fever, atau sepsis.
2. Varisela Pneumonia
Varisela Pneumonia terutama terjadi pada penderita immunokompromis,
dan kehamilan. Ditandai dengan panas tinggi, Batuk, sesak napas,
takipneu, Ronki basah, sianosis, dan hemoptoe terjadi beberapa hari
setelah timbulnya ruam. Pada pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran
noduler yang radio-opak pada kedua paru.
4. Ensefalitis
Komplikasi ini tersering karena adanya gangguan imunitas. Dijumpai 1
pada 1000 kasus varisela dan memberikan gejala ataksia serebelar,
biasanya timbul pada hari 3-8 setelah timbulnya ruam. Maguire (1985)
melaporkan 1 kasus pada anak berusia 3 tahun dengan komplikasi
ensefalitis menunjukkan gejala susah tidur, nafsu makan menurun,
hiperaktif, iritabel dan sakit kepala. 19 hari setelah ruam timbul, gerakan
korea atetoid lengan dan tungkai. Penderita meninggal setelah 35 hari
perawatan.
HERPES ZOSTER
Herpes Zoster adalah penyakit rekuren yang terjadi karena terjadinya
reaktivasi VZV yang tadinya laten di ganglion sensoris dorsalis kemudian
bereplikasi dan menyebar melalui persyarafan ke kulit.
Epidemiologi
Peningkatan insidensi terjadinya zoster berhubungan dengan umur.
Reaktivasi ini dipercaya akibat imunitas tubuh individu yang menurun terhadap
VZV yang laten. Perbedaan ras juga mempengaruhi, insidensi Zoster pada ras
16
Afrika-Amerika hanya setengah dari yang dilaporkan terjadi pada ras kulit putih.
Anak-anak dengan degenerasi maligna (limfoma, akut limfositik leukemia) dan
AIDS memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan zoster.
Patogenesis
Jika virus tidak sepenuhnya dapat dihilangkan saat viremia selesai,
selanjutnya virus menjadi laten dan diam untuk beberapa waktu di ganglion
sensoris dorsalis. Antigen spesifik Limfosit T dipercaya sebagai penyebab utama
virus sehingga menjadi laten. Immunosupresi atau penurunan kekebalan alami sel
T limfosit menyebabkan terjadinya mekanisme yang memungkinkan reaktivasi
virus dan rekurensi sehingga virus bermanifestasi sebagai penyakit yang disebut
zoster.
Manifestasi Klinis
Zoster tampak sebagai proses unilateral melibatkan satu sampai tiga
dermatom yang berdekatan. Beberapa lesi yang mungkin terdapat agak jauh dari
dermaton yang terkena dapat juga terlihat. Dermatom torakal adalah yang paling
sering terkena, disusul oleh nervus cranial dan daerah lombosakral. Lesi pertama
kali muncul sebagai eritema, yang kemudian berubah menjadi sekumpulan
vesikel. Nyeri dan parestesi pada dermatom yang terkena mendahului timbulnya
vesikel. Erupsi terjadi sekitar 3-5 hari kemudian mengering dan menjadi krusta
dalam 2 minggu. Nyeri preerupsi torakal dapat disalah artikan sebagai angina
pectoris.
17
Diagnosis Banding
Diagnosis Banding Herpes Zooster
Menyerupai/mirip
Zosteriform Herpes Simplex
Dermatitis kontak
Insect bite
Dapat dipertimbangkan
Urtikaria papular
Erithema multiform
Erupsi obat
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi diantaranya adalah infeksi sekunder oleh
bakteri biasanya disebabkan oleh kokus gram positif, paralysis nervus motorik
atau kranialis, ensefalitis biasanya menyebabkan kejang dan gejala kelainan
serebelar, keratitis, disseminata pada pasien immunokompromis, dan post herpetik
neuralgia. Post herpetik neuralgia ini menyebabkan nyeri berat persisten pada
dermatom yang terkena setelah lesi kulit menghilang.
Gambar 7. Lesi kulit pada Herper Zooster
18
Tatalaksana Varicella - Herpes Zooster
Pada anak sehat, varisela biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri. Lotio
calamine dapat diberikan pada lesi kulit lokal, dan untuk menghilangkan gatal
diberikan antihistamin. Penggunaan kortikosteriod tidak dianjurkan. Karena Kuku
sebaiknya dipotong dan dibersihkan agar tidak terjadi infeksi sekunder saat anak
menggaruk lesi karena merasa gatal. Jika terjadi infeksi sekunder, antibiotik dapat
diberikan. Pada pasien dengan penyulit neurologis seperti ataksia serebelar,
ensefalitis, meningoensefalitis, dan mielitis dapat diberikan obat anti virus. Jika
terjadi perdarahan, dapat diatasi sesuai dengan hasil pemeriksaan sistem
pembekuan dan pemeriksaan sumsum tulang.
Pasien dengan immunodefisiensi seperti pada leukemia, keganasan, bayi
baru lahir, penyakit kolagen, sindrom nefrotik, dan penderita dengan
immunosupresan oleh obat-obat sitostatik atau kortikosteroid, radioterapi
mendapatkan obat antivirus secepat mungkin.
Obat anti VZV yang lazim diberikan adalah asiklovir, baik untuk
mengobati varisela maupun herpes zoster. Asiklovir yang diberikan 1-2 hari
setelah timbulnya ruam terbukti dapat berguna untuk menurunkan panas dan
menghambat timbulnya lesi varisela. Pada pasien dengan immunosupresi,
asiklovir telah menunjukaan efisiensi dalam menurunkan kejadian diseminata.
Terapi dengan asiklovir harus dimulai pada 3 hari setelah onset zoster. VZ terlihat
kurang suseptibel dengan pengobatan asiklovir. Pada pasien dengan Herpes Zoster
dengan komplikasi post herpetic neuralgia, asiklovir hanya sedikit memiliki efek.
Pemberian asiklovir tdak dianjurkan untuk anak-anak berusia dibawah 12 tahun,
Dosis asiklovir yang umum diberikan adalah 500 mg/m2, i.v, setiap 8 jam selama
5 hari. Dosis parenteral ini terutama diberikan pada anak immunokompromis yang
terkena herpes zoster. Asiklovir oral dengan dosis 80 mg.KbBB/hari dibagi dalam
4 dosis, terbaik digunakan 1-2 hari sebelum timbulnya ruam kulit. Asiklovir oral
umumnya digunakan untuk anak-anak dengan status imun yang baik. Selain itu
Valacylovir 500 mg setiap 8 jam dan Famciclovir 1 gr/hr dalam 3 dosis termasuk
golongan antiviral yang lebih baik absorpsinya.
19
Pencegahan
Vaksin varisela dapat juga berguna untuk pencegahan jika diberikan 3-5
hari setelah kontak. vaksin varisela semula berasal dari virus hidup yang telah
dilemahkan (live attenuated). mengingat harga vaksin varisela yang cukup mahal,
sehingga cakupan imunisasinya belum cukup luas, dan daya perlindungan vaksin
hanya selama 10-12 tahun, maka bila vaksin diberikan pada anak dengan usia
kurang dari 12 tahun dapat mengubah epidemiologi penyakit, sehingga saat
dewasa anak yang telah divaksinasi ini akan menderita varisela, ini menyebabkan
bertambahnya jumlah orang dewasa yang menderita varisela.
Orang-orang yang tidak direkomendasikan untuk mendapatkan vaksinasi
varisela adalah:
Jika mereka memiliki riwayat alergi terhadap gelatin, neomisin, riwayat
terjadinya reaksi terhadap vaksinasi varisela.
Orang-orang yang sedang sakit sedang sampai berat harus menunda
vaksinasi varisela sampai mereka sembuh
Wanita hamil harus menunggu untuk vaksinasi varisela sampai mereka
melahirkan. Wanita yang baru saja melaksanakan vaksinasi sebaiknya
menunggu sampai 1 bulan sebelum terjadinya kehamilan.
Beberapa orang harus memeriksakan diri ke dokter mengenai rencana
vaksinasi varisela yang ingin dilakukan, orang-orang ini diantaranya
adalah;
- Orang yang terkena virus HIV/IDS, atau penyakit lain yang
mempengaruhi status imunitasnya.
- Orang-orang yang sedang mendapatkan terapi obat-obatan
yang mempengatuhi status imunitasnya, seperti steroid selama
2 minggu
- orang yang menderita kanker
- orang-orang yang sedang diterapi dengan sinar-x atau obat
sitostatik
- Orang-orang yang baru saja menerima transfusi darah, atau
produk-produk darah lain.
20
Prognosis
Pada anak-anak sehat, prognosis varisela lebih baik dibandingkan orang
dewasa. Pada neonatus dan anak yang menderita leukemia, imunodefisiensi,
sering menimbulkan komplikasi sehingga angka kematian meningkat.
KESIMPULAN
Viral eksantema adalah erupsi kulit yang timbul sebagai tanda dari sebuah
infeksi akut yang disebabkan oleh virus. Terdapat beberapa patogen dominan
yang paling sering terjadi dan tak jarang dapat menyebabkan suatu wabah,
diantaranya adalah measles, rubella, varicella-herpes zoster. Ketepatan diagnosis
antar eksantema yang disebabkan oleh virus yang berbeda ini dapat dilihat dari:
riwayat perubahan gejala klinis, masa inkubasi, gejala prodromal, distribusi dan
morfologi lesi, komplikasi yang terjadi, dan terkadang demografis tertentu seperti
usia pasien, dan musim.
Campak merupakan penyakit yang tersebar dan merupakan masalah
kesehatan utama di seluruh dunia. Campak disebabkan oleh virus campak,
tergabung dalam family Paramyxoviridae merupakan virus heat-labile (tidak
tahan panas. Periode inkubasi umumnya berlangsung selama 8-12 hari, dimulai
pasien telah tertular 1-2 hari sebelum onset gejala hingga 4 hari setelah
kemunculan ruam kulit.
Fase prodromal umumnya ditandai dengan demam, malaise, konjungtivitis
(palpebrae, yang meluas hingga tepi kelopak mata), coryza, dan batuk (seperti
meniup (brassy) atau menggonggong (barking)), yang berlangsung hingga hari
keempat. Ruam kulit ditandai dengan papul dan makula yang kemerahan dan
tidak gatal yang muncul di dahi dan di belakang telinga. Ruam berlanjut dengan
cepat ke leher, batang tubuh, dan ekstremitas. Tangan dan telapak kai juga
terlibat. Lesi mungkin bergabung, terutama pada wajah dan leher. Ruam biasanya
memuncak dalam 3 hari dan mulai menghilang pada 4-5 hari setelah urutan
kemunculannya. Campak yang tidak menimbulkan komplikasi merupakan self-
limited disease, yang berlangsung selama 10-12 hari.
21
Virus Rubella mempunyai distribusi luas di seluruh dunia. Epidemi
umumnya terjadi pada negara berkembang, terutama bila vaksin Rubella tidak
tersedia. Virus menyebar melalui kontak langsung atau droplet dari sekret
nasofaring, Individu yang terinfeksi terjangkit virus selama 5-7 hari sebelum dan
14 hari setelah onset penyakit, dengan viremia yang tidak khas setelah ruam
muncul.
Gejala prodormal ditandai oleh demam derajat rendah, mialgia, sakit
kepala, konjungtivitis, rinitis, batuk, sakit tenggorokan, dan limfadenopati yang
mungkin berlangsung hingga 4 hari dan sering menghilang seiring kemunculan
ruam. Ruam (eksantem) terjadi 14-17 hari setelah paparan ditandai dengan makula
dan papul pruritus berwarna merah muda hingga merah yang muncul dari wajah,
yang berlanjut menyebar dengan cepat ke daerah leher, batang tubuh, dan
ekstremitas. Ruam biasanya mulai menghilang dalam 2-3 hari, tidak seperti pada
rubeola, yang dapat lebih persisten dan menghilang dari kepala dan leher.
Deskuasmasi mungkin mengikuti proses resolusi ruam. Individu dewasa, terutama
wanita (hingga 70 %) yang terinfeksi rubella mengalami artritis.
Varisela merupakan penyakit yang sering menyerang anak usia 5-9 tahun.
Kasus varisela meningkat pada musim peralihan dari musim panas ke musim
hujan atau sebaliknya. Varisela pada anak akan menimbulkan manifestasi klinis
yang lebih ringan dibandingkan pada orang dewasa. Masa inkubasi varisela
berkisar antara 11-21 hari. Pasien menjadi sangat infektif sekitar 24 – 48 jam
sebelum lesi kulit timbul sampai lesi menjadi krusta biasanya sekitar 5 hari.
Manifestasi Klinis varisela terdiri atas 2 stadium yaitu stadium prodormal,
stadium erupsi. Stadium prodromal timbul 10-21 hari, gejala yang dirasakan dapat
berupa demam yang tidak terlalu tinggi selama 1-3 hari, mengigil, nyeri kepala
anoreksia, dan malaise. Stadium erupsi dimulai 1-2 hari kemudian ditandai
dengan timbul ruam kulit tersebar pada wajah, leher, kulit kepala dan secara cepat
akan terdapat badan dan ekstremitas. Ruam lebih jelas pada bagian badan yang
tertutup, penyebarannya bersifat sentrifugal (dari pusat). Makula kemudian
berubah menjadi papulla, vesikel, pustula, dan krusta, yang hanya berlangsung
dalam 8-12 jam, sehingga varisella secara khas dalam perjalanan penyakitnya
22
didapatkan bentuk papula, vesikel, dan krusta dalam waktu yang bersamaan, ini
disebut polimorf.
Herpes Zoster adalah penyakit yang terjadi akibat reaktivasi virus yang
tidak sepenuhnya dapat dihilangkan saat viremia selesai. Virus yang diam di
dalam ganglia dorsalis ini akan aktif saat terjadi penurunan kekebalan alami
ataupun saat pasien mendapat terapi dengan obat immunosupresif. Lesi pertama
kali muncul sebagai eritema, yang kemudian berubah menjadi sekumpulan
vesikel. Nyeri dan parestesi pada dermatom yang terkena mendahului timbulnya
vesikel. Erupsi terjadi sekitar 3-5 hari kemudian mengering dan menjadi krusta
dalam 2 minggu.