Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan,...

70
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-I 2016 mengalami pertumbuhan yang sedikit melambat apabila dibandingkan triwulan-IV 2015. Namun mengalami kenaikan apabila dibandingkan triwulan I-2015. Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I-2016 mencapai 5,06% (yoy) cenderung melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 5,13% (yoy), namun meningkat cukup signifikan dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya tumbuh sebesar 4,64% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT tersebut juga tercatat lebih tinggi apabila dibandingkan nasional yang sebesar 4,92% (yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT triwulan I terutama didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan dan sektor konstruksi. Ekonomi Makro Regional 01

Transcript of Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan,...

Page 1: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-I 2016 mengalami pertumbuhan yang sedikit

melambat apabila dibandingkan triwulan-IV 2015. Namun mengalami kenaikan apabila dibandingkan

triwulan I-2015.

Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I-2016 mencapai 5,06% (yoy)

cenderung melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 5,13% (yoy), namun meningkat

cukup signifikan dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya tumbuh sebesar 4,64%

(yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT tersebut juga tercatat lebih tinggi apabila dibandingkan nasional

yang sebesar 4,92% (yoy).

Pertumbuhan ekonomi NTT triwulan I terutama didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan dan

sektor konstruksi.

Ekonomi Makro Regional01

petrus_ee
Sticky Note
indentasinya kurang ke bawah
Page 2: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan I-2016 mencapai Rp 19,69

triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,06% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi terutama

didorong oleh PMTB/Investasi serta pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,6% (yoy). Sementara

itu, dari sisi sektoral pertumbuhan terutama ditopang oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan

Sosial Wajib serta Sektor Konstruksi. Peningkatan pada sektor Administrasi pemerintahan diperkirakan didorong oleh

realisasi belanja pemerintah (pegawai, barang dan jasa, hibah serta bantuan keuangan) yang meningkat cukup tinggi

dibandingkan dengan adanya larangan rapat di hotel pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara

pertumbuhan sektor konstruksi didorong oleh adanya proyek multiyear (bendungan, sarana publik dan gedung

pemerintahan), investasi swasta maupun penyelesaian proyek pemerintah yang diperpanjang 50 – 90 hari.

Di sisi lain secara triwulanan (qtq) pertumbuhan ekonomi NTT mengalami penurunan sebesar -4,88% (qtq). Dari sisi

penggunaan, seluruh komponen (konsumsi, investasi dan ekspor-impor) mengalami penurunan, sementara secara

sektoral hanya sektor pertanian serta sektor pengadaan listrik dan gas yang mengalami pertumbuhan. Hal ini merupakan

siklus tahunan yang selalu terjadi di NTT, dimana pertumbuhan akan tumbuh tinggi di akhir tahun seiring realisasi belanja

dan kegiatan belanja pemerintah serta momen keagamaan dan liburan sekolah yang mendorong peningkatan konsumsi

masyarakat secara umum.

Apabila dibandingkan dengan nasional, pertumbuhan ekonomi NTT triwulan-I sebesar 5,06% (yoy) masih

lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 4,92% (yoy). Rendahnya pertumbuhan ekonomi secara nasional

terutama disebabkan oleh pertumbuhan konsumsi pemerintah dan investasi yang masih terbatas, harga komoditas dunia

yang masih tergolong rendah serta adanya pergeseran masa panen. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi NTT masih lebih

rendah apabila dibandingkan Provinsi NTB yang sebesar 9,97% (yoy) dan Provinsi Bali sebesar 6,04% (yoy). Pertumbuhan

ekonomi NTB secara tahunan masih didorong oleh komoditas tambang seiring produksi PT. Newmont Nusa Tenggara

(NNT) sementara perekonomian bali ditopang oleh positifnya pertumbuhan sektor akomodasi dan makan minum serta

sektor pedagangan besar seiring adanya perayaan libur imlek yang mendorong peningkatan kunjungan Wisatawan asal

Tiongkok serta perayaan keagamaan seperti paskah, nyepi dan galungan.

1.1 KONDISI UMUM

Sumber:BPS (diolah)

GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL

20.3

7

19.6

9

5.06

4.92

4

4.5

5

5.5

6

6.5

10

12

14

16

18

20

22 TRILIUN RP

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)

Sumber : BPS (diolah)

GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL

46.26

BALI

-0.34

-4.88

2.24

-1.46

4.92 5.06

9.97

6.04

NAS NTT NTB BALI NAS NTT NTB BALI

QTQ YOY

PDRB ADHB(TRILIUN)

19.69 27.11 2947.6

NTT NTB NAS

Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Pertumbuhan ekonomi triwulanan Provinsi NTT mengalami penurunan sebesar -4,88% (qtq) pada triwulan I 2016. Kondisi

penurunan juga terjadi pada Provinsi Bali sebesar -1,48% (qtq) dan Nasional sebesar -0,34% (qtq) yang secara umum

disebabkan oleh perlambatan realisasi belanja dan proyek-proyek pemerintah di awal tahun. Sementara itu, provinsi NTB

mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 2,24% (qtq) yang terutama didorong oleh peningkatan produksi tambang

dan mulai adanya panen padi di beberapa daerah.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Page 3: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan I-2016 mencapai Rp 19,69

triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,06% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi terutama

didorong oleh PMTB/Investasi serta pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,6% (yoy). Sementara

itu, dari sisi sektoral pertumbuhan terutama ditopang oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan

Sosial Wajib serta Sektor Konstruksi. Peningkatan pada sektor Administrasi pemerintahan diperkirakan didorong oleh

realisasi belanja pemerintah (pegawai, barang dan jasa, hibah serta bantuan keuangan) yang meningkat cukup tinggi

dibandingkan dengan adanya larangan rapat di hotel pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara

pertumbuhan sektor konstruksi didorong oleh adanya proyek multiyear (bendungan, sarana publik dan gedung

pemerintahan), investasi swasta maupun penyelesaian proyek pemerintah yang diperpanjang 50 – 90 hari.

Di sisi lain secara triwulanan (qtq) pertumbuhan ekonomi NTT mengalami penurunan sebesar -4,88% (qtq). Dari sisi

penggunaan, seluruh komponen (konsumsi, investasi dan ekspor-impor) mengalami penurunan, sementara secara

sektoral hanya sektor pertanian serta sektor pengadaan listrik dan gas yang mengalami pertumbuhan. Hal ini merupakan

siklus tahunan yang selalu terjadi di NTT, dimana pertumbuhan akan tumbuh tinggi di akhir tahun seiring realisasi belanja

dan kegiatan belanja pemerintah serta momen keagamaan dan liburan sekolah yang mendorong peningkatan konsumsi

masyarakat secara umum.

Apabila dibandingkan dengan nasional, pertumbuhan ekonomi NTT triwulan-I sebesar 5,06% (yoy) masih

lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 4,92% (yoy). Rendahnya pertumbuhan ekonomi secara nasional

terutama disebabkan oleh pertumbuhan konsumsi pemerintah dan investasi yang masih terbatas, harga komoditas dunia

yang masih tergolong rendah serta adanya pergeseran masa panen. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi NTT masih lebih

rendah apabila dibandingkan Provinsi NTB yang sebesar 9,97% (yoy) dan Provinsi Bali sebesar 6,04% (yoy). Pertumbuhan

ekonomi NTB secara tahunan masih didorong oleh komoditas tambang seiring produksi PT. Newmont Nusa Tenggara

(NNT) sementara perekonomian bali ditopang oleh positifnya pertumbuhan sektor akomodasi dan makan minum serta

sektor pedagangan besar seiring adanya perayaan libur imlek yang mendorong peningkatan kunjungan Wisatawan asal

Tiongkok serta perayaan keagamaan seperti paskah, nyepi dan galungan.

1.1 KONDISI UMUM

Sumber:BPS (diolah)

GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL

20.3

7

19.6

9

5.06

4.92

4

4.5

5

5.5

6

6.5

10

12

14

16

18

20

22 TRILIUN RP

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)

Sumber : BPS (diolah)

GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL

46.26

BALI

-0.34

-4.88

2.24

-1.46

4.92 5.06

9.97

6.04

NAS NTT NTB BALI NAS NTT NTB BALI

QTQ YOY

PDRB ADHB(TRILIUN)

19.69 27.11 2947.6

NTT NTB NAS

Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Pertumbuhan ekonomi triwulanan Provinsi NTT mengalami penurunan sebesar -4,88% (qtq) pada triwulan I 2016. Kondisi

penurunan juga terjadi pada Provinsi Bali sebesar -1,48% (qtq) dan Nasional sebesar -0,34% (qtq) yang secara umum

disebabkan oleh perlambatan realisasi belanja dan proyek-proyek pemerintah di awal tahun. Sementara itu, provinsi NTB

mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 2,24% (qtq) yang terutama didorong oleh peningkatan produksi tambang

dan mulai adanya panen padi di beberapa daerah.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

petrus_ee
Highlight
PMTB/Investasi yang tumbuh sebesar 9,3% (yoy)
petrus_ee
Highlight
delete
Page 4: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA

GRAFIK 1.5. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA

KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (QTQ) GROWTH (YOY)

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I II I I I IV2012

Sumber:PT. PLN INDONESIA

GRAFIK 1.4. INDEKS TENDENSI KONSUMEN

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

80

85

90

95

100

105

110

115

ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK

Sumber:BPS (diolah)

GRAFIK 1.7. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I II I I I IV2012

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

0%

5%

10%

15%

20%

25%TRILIUN

0

2

4

6

8

10

12

14

KONSUMSI KONSUMSI (YOY) KONSUMSI (QTQ)

80

90

100

110

120

130

140

150

160

INDEK KONDISI EKONOMI SAAT INIKETEPATAN WAKTU SAAT INI UNTUK MELAKUKAN PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMAPENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALUKETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA SAAT INI (DIBANDING 6 BL LALU)

GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber:Survei Konsumen Bank Indonesia

Perlambatan secara triwulanan juga ditunjukkan dari angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menurun.

Penurunan ITK juga ditunjukkan dengan komponen pendapatan rumah tangga yang menurun. Hal ini mengindikasikan

bahwa pendapatan rumah tangga masyarakat di triwulan I 2016 cenderung melambat apabila dibandingkan triwulan IV

2015. Perlambatan juga terlihat dari konsumsi listrik yang sedikit menurun secara triwulanan sebesar -0,02% (qtq)

walaupun apabila dilihat secara tahunan terjadi pertumbuhan sebesar 10,67%(yoy). Perlambatan secara triwulanan juga

terlihat dari Survei Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan penurunan indikator kegiatan usaha, harga jual dan tenaga

kerja. Sementara itu indikator penyaluran kredit konsumsi pada triwulan I mencapai Rp 12,61 triliun atau tumbuh sebesar

2,5% (qtq) melambat dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 4,1% (qtq) dan secara tahunan tumbuh sebesar 16,7%

(yoy).

1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN

Pada triwulan I 2016 pertumbuhan investasi/PMTB menjadi pendorong utama yang juga ditopang konsumsi rumah

tangga dan konsumsi pemerintah yang tumbuh positif dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Pertumbuhan

investasi/PMTB tercatat sebesar 9,3% (yoy) atau meningkat Rp 1,34 triliun dibandingkan tw-I 2015. Peningkatan terutama

terjadi dari pembangunan proyek-proyek multiyears dan didorong pula adanya dispensasi selama 50 dan 90 hari untuk

keterlambatan penyelesaian proyek pada tahun 2015 serta Proyek-proyek swasta seperti hotel, restoran, sarana kelistrikan

dan komunikasi. Dari sisi konsumsi rumah tangga, terjadi pertumbuhan sebesar 5,6% (yoy) yang diperkirakan ditunjang

oleh konsumsi masyarakat seiring perayaan paskah. Di sisi lain, net impor antar daerah yang tumbuh sebesar 8,55% (yoy)

masih menjadi salah satu penghambat dalam mendorong perekonomian NTT tumbuh lebih tinggi.

Secara triwulanan, seluruh komponen pada sisi penggunaan mengalami penurunan dan mendorong kinerja

ekonomi menurun sebesar -4,88% (qtq). Penurunan tertinggi terjadi pada komponen konsumsi pemerintah yang

turun hingga -60,29% (qtq) pada triwulan-I 2016 seiring melambatnya kegiatan pemerintah di awal tahun dan tingginya

realisasi anggaran di akhir tahun 2015. Penurunan juga terjadi pada komponen PMTB/Investasi yang didorong oleh

perlambatan kegiatan proyek-proyek swasta dan pemerintah serta konsumsi rumah tangga seiring telah lewatnya akhir

tahun anggaran.

URAIAN2014

2016qtqBobot yoy

56.027.892

2.539.408

23.705.393

32.505.797

967.562

1.608.842

261.549

(40.660.869)

76.432.477

14.712.817

583.485

3.151.219

8.187.777

23.514

305.214

47.777

(7.223.156)

19.693.094

12.967.693

536.536

2.805.822

6.850.598

48.347

362.988

38.655

(6.062.539)

18.055.203

15.532.810

727.600

8.049.633

9.043.274

352.370

359.881

72.579

(13.621.813)

20.371.177

74,7

3,0

16,0

41,6

0,1

1,5

0,2

-36,7

100,0

-4,25

-21,07

-60,59

-14,03

-93,55

-15,21

-33,88

-42,41

-4,88

5,60

3,92

5,44

9,33

-56,72

-21,09

27,52

8,55

5,06

50.952.750

2.323.762

20.592.320

26.693.029

1.024.332

1.382.328

527.152

(33.842.869)

68.598.500 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA

PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT

PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH

PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO

PERUBAHAN INVENTORI

EKSPOR LUAR NEGERI

IMPOR LUAR NEGERI

NET EKSPOR ANTAR DAERAH

P D R B

2015

YOY

I

2015

IVI

Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan I-2016

1.2.1 Konsumsi

Secara umum, pengeluaran konsumsi pada triwulan I menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,52% (yoy)

cenderung melambat apabila dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 11,17% (yoy). Perlambatan terutama

terjadi pada komponen konsumsi pemerintah. Sementara itu, pertumbuhan PMTB/Investasi dan konsumsi rumah tangga

cenderung meningkat yang diperkirakan terjadi sebagai dampak base effect rendahnya pencapaian PDRB NTT pada

triwulan-I 2015.

Konsumsi rumah tangga pada triwulan-I juga menunjukkan pertumbuhan positif secara tahunan sebesar

5,60% (yoy) walaupun secara triwulanan cenderung mengalami penurunan sebesar -4,25% (qtq). Apabila

dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV-2015 yang sebesar 4,77% (yoy) pertumbuhan sisi konsumsi rumah

tangga sebesar 5,60% (yoy) ditahun 2016 cenderung lebih tinggi. Hal ini lebih disebabkan pula oleh rendahnya PDRB NTT

pada triwulan-I 2015 yang mendorong pertumbuhan triwulan-I 2016 lebih meningkat . Peningkatan secara tahunan

diperkirakan terjadi karena adanya konsumsi masyarakat seiring perayaan paskah. Di sisi lain, secara triwulanan (qtq)

terjadi perlambatan sebesar -4,25% (qtq) yang terutama terjadi akibat perlambatan konsumsi masyarakat paska natal dan

tahun baru. Perlambatan terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen – Bank Indonesia yang menunjukkan adanya

penurunan indeks kondisi ekonomi saat ini, penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan, ketepatan pembelian barang tahan

lama dan ketersediaan lapangan kerja saat ini dibandingkan 6 bulan yang lalu.

Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 3,92% (yoy) melambat

dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 20,92% (yoy). Perlambatan terjadi seiring telah lewatnya masa Pilkada

serentak 9 Kabupaten/Kota di Provinsi NTT pada tahun 2015.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Highlight
Dalam menganalisis dampak adanya pola siklikal (musiman) dalam pembentukan PDRB Provinsi NTT, dilakukan pula analisis secara triwulanan (qtq) yaitu membandingkan total PDRB triwulan IV-2015 (harga konstan) dibandingkan triwulan-I 2016 (harga konstan). Berdasarkan analisis triwulanan, PDRB NTT mengalami penurunan sebesar -4,88% (qtq), siklus penurunan ini selalu terjadi pada periode yang sama di beberapa tahun sebelumnya. Hal ini menunjukkan bahwa dampak musiman selalu terjadi di NTT.
petrus_ee
Highlight
delete
petrus_ee
Highlight
delete
petrus_ee
Highlight
karena adanya peningkatan pada konsumsi pemerintah dan konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) pada triwulan-I 2016. Upaya percepatan realisasi belanja pemerintah dan berkurangnya masalah numenklatur kementerian mampu mendorong pertumbuhan konsumsi.
petrus_ee
Highlight
lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan IV-2015 yang sebesar 4,77% (yoy).
petrus_ee
Highlight
Tingginya pertumbuhan pada triwulan I-2016 diperkirakan terjadi seiring adanya perbaikan daya beli masyarakat dan ditunjang banyaknya momen liburan long weekend sehingga mendorong konsumsi untuk kegiatan belanja maupun berlibur ke daerah lain. Di sisi lain, pola konsumsi rumah tangga triwulan IV-2015 yang lebih rendah disebabkan oleh perayaan natal dan tahun baru yang relatif tidak semeriah tahun 2014 terkait dengan larangan konvoi dan pembatasan pesta di akhir tahun. Tingginya pertumbuhan pada triwulan-I 2016 terlihat dari pertumbuhan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang menunjukkan pertumbuhan 16,5% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan IV-2015 yang mencatat minus 7,76% (yoy). Pertumbuhan terutama berasal dari kelompok perlengkapan rumah tangga, pakaian dan perlengkapannya serta bahan bakar. Hal ini menjadi penguat indikator adanya perbaikan daya beli masyarakat pada tahun 2016.
Page 5: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

60

HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA

GRAFIK 1.5. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA

KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (QTQ) GROWTH (YOY)

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

140000

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I II I I I IV2012

Sumber:PT. PLN INDONESIA

GRAFIK 1.4. INDEKS TENDENSI KONSUMEN

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

80

85

90

95

100

105

110

115

ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK

Sumber:BPS (diolah)

GRAFIK 1.7. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I II I I I IV2012

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

0%

5%

10%

15%

20%

25%TRILIUN

0

2

4

6

8

10

12

14

KONSUMSI KONSUMSI (YOY) KONSUMSI (QTQ)

80

90

100

110

120

130

140

150

160

INDEK KONDISI EKONOMI SAAT INIKETEPATAN WAKTU SAAT INI UNTUK MELAKUKAN PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMAPENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALUKETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA SAAT INI (DIBANDING 6 BL LALU)

GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber:Survei Konsumen Bank Indonesia

Perlambatan secara triwulanan juga ditunjukkan dari angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menurun.

Penurunan ITK juga ditunjukkan dengan komponen pendapatan rumah tangga yang menurun. Hal ini mengindikasikan

bahwa pendapatan rumah tangga masyarakat di triwulan I 2016 cenderung melambat apabila dibandingkan triwulan IV

2015. Perlambatan juga terlihat dari konsumsi listrik yang sedikit menurun secara triwulanan sebesar -0,02% (qtq)

walaupun apabila dilihat secara tahunan terjadi pertumbuhan sebesar 10,67%(yoy). Perlambatan secara triwulanan juga

terlihat dari Survei Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan penurunan indikator kegiatan usaha, harga jual dan tenaga

kerja. Sementara itu indikator penyaluran kredit konsumsi pada triwulan I mencapai Rp 12,61 triliun atau tumbuh sebesar

2,5% (qtq) melambat dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 4,1% (qtq) dan secara tahunan tumbuh sebesar 16,7%

(yoy).

1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN

Pada triwulan I 2016 pertumbuhan investasi/PMTB menjadi pendorong utama yang juga ditopang konsumsi rumah

tangga dan konsumsi pemerintah yang tumbuh positif dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Pertumbuhan

investasi/PMTB tercatat sebesar 9,3% (yoy) atau meningkat Rp 1,34 triliun dibandingkan tw-I 2015. Peningkatan terutama

terjadi dari pembangunan proyek-proyek multiyears dan didorong pula adanya dispensasi selama 50 dan 90 hari untuk

keterlambatan penyelesaian proyek pada tahun 2015 serta Proyek-proyek swasta seperti hotel, restoran, sarana kelistrikan

dan komunikasi. Dari sisi konsumsi rumah tangga, terjadi pertumbuhan sebesar 5,6% (yoy) yang diperkirakan ditunjang

oleh konsumsi masyarakat seiring perayaan paskah. Di sisi lain, net impor antar daerah yang tumbuh sebesar 8,55% (yoy)

masih menjadi salah satu penghambat dalam mendorong perekonomian NTT tumbuh lebih tinggi.

Secara triwulanan, seluruh komponen pada sisi penggunaan mengalami penurunan dan mendorong kinerja

ekonomi menurun sebesar -4,88% (qtq). Penurunan tertinggi terjadi pada komponen konsumsi pemerintah yang

turun hingga -60,29% (qtq) pada triwulan-I 2016 seiring melambatnya kegiatan pemerintah di awal tahun dan tingginya

realisasi anggaran di akhir tahun 2015. Penurunan juga terjadi pada komponen PMTB/Investasi yang didorong oleh

perlambatan kegiatan proyek-proyek swasta dan pemerintah serta konsumsi rumah tangga seiring telah lewatnya akhir

tahun anggaran.

URAIAN2014

2016qtqBobot yoy

56.027.892

2.539.408

23.705.393

32.505.797

967.562

1.608.842

261.549

(40.660.869)

76.432.477

14.712.817

583.485

3.151.219

8.187.777

23.514

305.214

47.777

(7.223.156)

19.693.094

12.967.693

536.536

2.805.822

6.850.598

48.347

362.988

38.655

(6.062.539)

18.055.203

15.532.810

727.600

8.049.633

9.043.274

352.370

359.881

72.579

(13.621.813)

20.371.177

74,7

3,0

16,0

41,6

0,1

1,5

0,2

-36,7

100,0

-4,25

-21,07

-60,59

-14,03

-93,55

-15,21

-33,88

-42,41

-4,88

5,60

3,92

5,44

9,33

-56,72

-21,09

27,52

8,55

5,06

50.952.750

2.323.762

20.592.320

26.693.029

1.024.332

1.382.328

527.152

(33.842.869)

68.598.500 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA

PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT

PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH

PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO

PERUBAHAN INVENTORI

EKSPOR LUAR NEGERI

IMPOR LUAR NEGERI

NET EKSPOR ANTAR DAERAH

P D R B

2015

YOY

I

2015

IVI

Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan I-2016

1.2.1 Konsumsi

Secara umum, pengeluaran konsumsi pada triwulan I menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,52% (yoy)

cenderung melambat apabila dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 11,17% (yoy). Perlambatan terutama

terjadi pada komponen konsumsi pemerintah. Sementara itu, pertumbuhan PMTB/Investasi dan konsumsi rumah tangga

cenderung meningkat yang diperkirakan terjadi sebagai dampak base effect rendahnya pencapaian PDRB NTT pada

triwulan-I 2015.

Konsumsi rumah tangga pada triwulan-I juga menunjukkan pertumbuhan positif secara tahunan sebesar

5,60% (yoy) walaupun secara triwulanan cenderung mengalami penurunan sebesar -4,25% (qtq). Apabila

dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV-2015 yang sebesar 4,77% (yoy) pertumbuhan sisi konsumsi rumah

tangga sebesar 5,60% (yoy) ditahun 2016 cenderung lebih tinggi. Hal ini lebih disebabkan pula oleh rendahnya PDRB NTT

pada triwulan-I 2015 yang mendorong pertumbuhan triwulan-I 2016 lebih meningkat . Peningkatan secara tahunan

diperkirakan terjadi karena adanya konsumsi masyarakat seiring perayaan paskah. Di sisi lain, secara triwulanan (qtq)

terjadi perlambatan sebesar -4,25% (qtq) yang terutama terjadi akibat perlambatan konsumsi masyarakat paska natal dan

tahun baru. Perlambatan terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen – Bank Indonesia yang menunjukkan adanya

penurunan indeks kondisi ekonomi saat ini, penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan, ketepatan pembelian barang tahan

lama dan ketersediaan lapangan kerja saat ini dibandingkan 6 bulan yang lalu.

Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 3,92% (yoy) melambat

dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 20,92% (yoy). Perlambatan terjadi seiring telah lewatnya masa Pilkada

serentak 9 Kabupaten/Kota di Provinsi NTT pada tahun 2015.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Sticky Note
Gambar ganti pake Survei Penjualan Eceran
petrus_ee
Highlight
Sementara itu, adanya pola siklikal terhadap penurunan
petrus_ee
Highlight
delete
petrus_ee
Highlight
10,67%(yoy) yang diperkirakan lebih disebabkan oleh adanya penambahan kapasitas tenaga listrik di NTT.
Page 6: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

1.2.3 Ekspor – Impor

1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah Pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan I-2016 mencapai 8,55% (yoy) yang terindikasi pula pada

aktivitas bongkar muat di pelabuhan. Di Di sisi lain, secara triwulanan net impor mengalami perlambatan penurunan

sebesar -42,41% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini juga terkonfirmasi dari peningkatan kegiatan peti

kemas yang mencapai 25.192 teus atau tumbuh sebesar 32,5% (yoy) walaupun secara triwulanan turun sebesar -6,7%

(qtq). Alur pertumbuhan secara tahunan dan perlambatan secara triwulanan juga searah dengan kondisi konsumsi dan

investasi yang meningkat secara tahunan namun menurun secara triwulanan seiring dampak musiman penurunan

kegiatan proyek pemerintah dan konsumsi di awal tahun. Sementara itu, aktivitas bongkar muat menunjukkan

pertumbuhan net bongkar (net impor) yang mencapai 97,8% (yoy). Terbatasnya industri dan tingginya kebutuhan sumber

daya pangan di NTT masih menjadi penyebab ketergantungan NTT dengan daerah lain.

GRAFIK 1.13. AKTIVITAS BONGKAR MUAT

Sumber : Pelindo III, diolah

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

-80,000

-60,000

-40,000

-20,000

0

20,000

40,000

60,000

80,000 TON

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)

GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN PETI KEMAS

Sumber : Pelindo III, diolah

-40%-30%-20%-10%0%10%20%30%40%50%60%70%

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000 TEUS

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

TEUS PERTUMBUHAN (% YOY) PERTUMBUHAN (% QTQ)

GRAFIK 1.11. PERKEMBANGAN KREDIT MODAL KERJA DAN KREDIT INVESTASI

Sumber : Bank Indonesia, diolah

-10.0%

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

0

1

2

3

4

5

6

7 TRILIUN

MODAL KERJA INVESTASI INVESTASI (YOY) MODAL KERJA (YOY)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500 %MILIAR

NILAI (RP MILIAR) PERT (%YOY)

GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN KLIRING

Sumber : Bank Indonesia, diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

Komponen Konsumsi Pemerintah pada triwulan I-2016 tumbuh sebesar 5,44% (yoy) meningkat dibandingkan

triwulan I-2015 sebesar 3,97% (yoy). Peningkatan konsumsi pemerintah terlihat dari data realisasi konsumsi

pemerintah (Pusat, Kabupaten/Kota, Provinsi) di NTT yang mengalami kenaikan sebesar 17,81% dari Rp 2,42 triliun (Tw-I

2015) menjadi Rp 2,85 triliun (Tw-I 2016). Peningkatan didorong oleh belanja konsumsi pegawai sebagai komponen

utama yang tumbuh cukup tinggi sebesar 11,98%. Adanya upaya percepatan realisasi anggaran melalui penetapan target

realisasi nasional sebesar minimal 90% di akhir tahun dan pengiriman surat edaran dari Sekretaris Daerah kepada instansi

terkait diperkirakan turut menjadi pendorong kenaikan realisasi secara tahunan.

Sementara itu, secara triwulanan konsumsi pemerintah cenderung turun sebesar -60,59% (qtq). Hal tersebut lebih

disebabkan oleh adanya penumpukan realisasi anggaran di tahun 2015. Adanya masalah numenklatur, penerapan e-

catalogue dan peraturan baru penganggaran menyebabkan realisasi 2015 cenderung sedikit lebih lambat dan menumpuk

di akhir tahun 2015.

1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi

Pertumbuhan investasi/PMTB di NTT pada triwulan I-2016 mengalami pertumbuhan sebesar 9,33% (yoy).

Pertumbuhan diperkirakan turut dipengaruhi oleh adanya proyek mutiyears pemerintah, seperti bendungan raknamo,

bendungan rotiklot, gedung Pemerintahan dan sarana publik lainnya. Hal ini terlihat dari realisasi belanja modal

pemerintah di Provinsi NTT hingga akhir Maret 2016 yang mengalami kenaikan sebesar 140,48% (yoy) dibandingkan

triwulan I-2015 atau dari Rp 100,34 miliar (tw-I 2015) menjadi Rp 241,29 miliar (tw I-2016). Peningkatan juga diperkirakan

berasal dari investasi swasta melalui pembangunan jaringan listrik, sarana komunikasi, serta restoran dan hotel. .

Data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen menunjukkan adanya indikasi peningkatan investasi di

NTT. Berdasarkan data BKPM, pada triwulan-I 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar US$ 24,77

juta atau meningkat 79,5% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Dari indikator penjualan semen, terlihat

pula peningkatan penjualan semen secara tahunan sebesar 37,9% (yoy) yang mengindikasikan adanya peningkatan

kegiatan proyek pada triwulan-I 2016 dibandingkan periode yang sama tahun 2015.

GRAFIK 1.9. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

-

50

100

150

200

250

300

RIBU TON QTQYOYPROYEK PMA (JUTA US$) PROYEK PMDN (MILIAR RP) PMA (%YOY) PMDN (%YOY)

GRAFIK 1.8. REALISASI INVESTASI MODAL ASING & PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI

Sumber : BKPM, diolah

-400%

-200%

0%

200%

400%

600%

800%

1000%

1200%

1400%

0

20

40

60

80

100

120 1,29 T

24,831,4

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

20162013I II I I I IV

Dari data sistem pembayaran non tunai terlihat adanya pertumbuhan perputaran uang. Data kliring

menunjukkan adanya perputaran uang mencapai Rp 3,1 triliun pada triwulan I 2016 atau meningkat 170% (yoy)

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit modal

kerja masih tumbuh sebesar 10,4% (yoy) walaupun untuk kredit investasi terjadi penurunan sebesar -0,05% (yoy).

Penurunan kredit investasi mengkonfirmasi bahwa dorongan PMTB/Investasi terutama berasal dari investasi pemerintah

maupun swasta dari luar NTT.

1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan I 2016 cenderung mengalami penurunan secara

tahunan maupun triwulanan. Penurunan net ekspor secara tahunan mencapai -26,3% (yoy) dan secara

triwulan mencapai -10,5% (qtq). Berdasarkan data ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan-I 2016

Provinsi NTT cenderung mengalami net impor sebesar US$ 2,7 juta. Impor terbesar NTT terutama beras yang

berasal dari Thailand. Sementara itu ekspor NTT terutama semen dan kendaraan serta suku cadangnya ke

negara Timor Leste.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Highlight
Komponen Konsumsi Pemerintah pada triwulan I-2016 tumbuh sebesar 5,44% (yoy) melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang tumbuh 26,43% (yoy) namun meningkat dibandingkan triwulan I-2015 sebesar 3,97% (yoy). Peningkatan realisasi pemerintah pada akhir tahun 2015 yang mencapai 23,6% (yoy) dibandingkan periode yang sama di tahun 2014 menjadi pendorong tingginya pertumbuhan konsumsi pemerintah pada triwulan IV-2015. Di sisi lain, pertumbuhan pada triwulan-I 2016 cenderung mengalami penurunan karena dampak penurunan kegiatan pemerintah di awal tahun. Namun, apabila dibandingkan triwulan-I 2016, terjadi pertumbuhan positif yang
Page 7: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

1.2.3 Ekspor – Impor

1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah Pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan I-2016 mencapai 8,55% (yoy) yang terindikasi pula pada

aktivitas bongkar muat di pelabuhan. Di Di sisi lain, secara triwulanan net impor mengalami perlambatan penurunan

sebesar -42,41% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini juga terkonfirmasi dari peningkatan kegiatan peti

kemas yang mencapai 25.192 teus atau tumbuh sebesar 32,5% (yoy) walaupun secara triwulanan turun sebesar -6,7%

(qtq). Alur pertumbuhan secara tahunan dan perlambatan secara triwulanan juga searah dengan kondisi konsumsi dan

investasi yang meningkat secara tahunan namun menurun secara triwulanan seiring dampak musiman penurunan

kegiatan proyek pemerintah dan konsumsi di awal tahun. Sementara itu, aktivitas bongkar muat menunjukkan

pertumbuhan net bongkar (net impor) yang mencapai 97,8% (yoy). Terbatasnya industri dan tingginya kebutuhan sumber

daya pangan di NTT masih menjadi penyebab ketergantungan NTT dengan daerah lain.

GRAFIK 1.13. AKTIVITAS BONGKAR MUAT

Sumber : Pelindo III, diolah

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

-80,000

-60,000

-40,000

-20,000

0

20,000

40,000

60,000

80,000 TON

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)

GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN PETI KEMAS

Sumber : Pelindo III, diolah

-40%-30%-20%-10%0%10%20%30%40%50%60%70%

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000 TEUS

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

TEUS PERTUMBUHAN (% YOY) PERTUMBUHAN (% QTQ)

GRAFIK 1.11. PERKEMBANGAN KREDIT MODAL KERJA DAN KREDIT INVESTASI

Sumber : Bank Indonesia, diolah

-10.0%

0.0%

10.0%

20.0%

30.0%

40.0%

50.0%

60.0%

0

1

2

3

4

5

6

7 TRILIUN

MODAL KERJA INVESTASI INVESTASI (YOY) MODAL KERJA (YOY)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

0

500

1000

1500

2000

2500

3000

3500 %MILIAR

NILAI (RP MILIAR) PERT (%YOY)

GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN KLIRING

Sumber : Bank Indonesia, diolah

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

Komponen Konsumsi Pemerintah pada triwulan I-2016 tumbuh sebesar 5,44% (yoy) meningkat dibandingkan

triwulan I-2015 sebesar 3,97% (yoy). Peningkatan konsumsi pemerintah terlihat dari data realisasi konsumsi

pemerintah (Pusat, Kabupaten/Kota, Provinsi) di NTT yang mengalami kenaikan sebesar 17,81% dari Rp 2,42 triliun (Tw-I

2015) menjadi Rp 2,85 triliun (Tw-I 2016). Peningkatan didorong oleh belanja konsumsi pegawai sebagai komponen

utama yang tumbuh cukup tinggi sebesar 11,98%. Adanya upaya percepatan realisasi anggaran melalui penetapan target

realisasi nasional sebesar minimal 90% di akhir tahun dan pengiriman surat edaran dari Sekretaris Daerah kepada instansi

terkait diperkirakan turut menjadi pendorong kenaikan realisasi secara tahunan.

Sementara itu, secara triwulanan konsumsi pemerintah cenderung turun sebesar -60,59% (qtq). Hal tersebut lebih

disebabkan oleh adanya penumpukan realisasi anggaran di tahun 2015. Adanya masalah numenklatur, penerapan e-

catalogue dan peraturan baru penganggaran menyebabkan realisasi 2015 cenderung sedikit lebih lambat dan menumpuk

di akhir tahun 2015.

1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi

Pertumbuhan investasi/PMTB di NTT pada triwulan I-2016 mengalami pertumbuhan sebesar 9,33% (yoy).

Pertumbuhan diperkirakan turut dipengaruhi oleh adanya proyek mutiyears pemerintah, seperti bendungan raknamo,

bendungan rotiklot, gedung Pemerintahan dan sarana publik lainnya. Hal ini terlihat dari realisasi belanja modal

pemerintah di Provinsi NTT hingga akhir Maret 2016 yang mengalami kenaikan sebesar 140,48% (yoy) dibandingkan

triwulan I-2015 atau dari Rp 100,34 miliar (tw-I 2015) menjadi Rp 241,29 miliar (tw I-2016). Peningkatan juga diperkirakan

berasal dari investasi swasta melalui pembangunan jaringan listrik, sarana komunikasi, serta restoran dan hotel. .

Data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen menunjukkan adanya indikasi peningkatan investasi di

NTT. Berdasarkan data BKPM, pada triwulan-I 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar US$ 24,77

juta atau meningkat 79,5% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Dari indikator penjualan semen, terlihat

pula peningkatan penjualan semen secara tahunan sebesar 37,9% (yoy) yang mengindikasikan adanya peningkatan

kegiatan proyek pada triwulan-I 2016 dibandingkan periode yang sama tahun 2015.

GRAFIK 1.9. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

-

50

100

150

200

250

300

RIBU TON QTQYOYPROYEK PMA (JUTA US$) PROYEK PMDN (MILIAR RP) PMA (%YOY) PMDN (%YOY)

GRAFIK 1.8. REALISASI INVESTASI MODAL ASING & PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI

Sumber : BKPM, diolah

-400%

-200%

0%

200%

400%

600%

800%

1000%

1200%

1400%

0

20

40

60

80

100

120 1,29 T

24,831,4

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

20162013I II I I I IV

Dari data sistem pembayaran non tunai terlihat adanya pertumbuhan perputaran uang. Data kliring

menunjukkan adanya perputaran uang mencapai Rp 3,1 triliun pada triwulan I 2016 atau meningkat 170% (yoy)

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit modal

kerja masih tumbuh sebesar 10,4% (yoy) walaupun untuk kredit investasi terjadi penurunan sebesar -0,05% (yoy).

Penurunan kredit investasi mengkonfirmasi bahwa dorongan PMTB/Investasi terutama berasal dari investasi pemerintah

maupun swasta dari luar NTT.

1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan I 2016 cenderung mengalami penurunan secara

tahunan maupun triwulanan. Penurunan net ekspor secara tahunan mencapai -26,3% (yoy) dan secara

triwulan mencapai -10,5% (qtq). Berdasarkan data ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan-I 2016

Provinsi NTT cenderung mengalami net impor sebesar US$ 2,7 juta. Impor terbesar NTT terutama beras yang

berasal dari Thailand. Sementara itu ekspor NTT terutama semen dan kendaraan serta suku cadangnya ke

negara Timor Leste.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 8: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2016 didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan dan

sektor Konstruksi. Peningkatan sektor administrasi pemerintah diperkirakan terjadi seiring percepatan upaya

penyerapan anggaran oleh pemerintah. Sementara itu, peningkatan sektor konstruksi diperkirakan didorong oleh adanya

proyek-proyek multiyear pemerintah dan pengerjaan lanjutan kegiatan proyek yang belum selesai di tahun 2015. Secara

triwulanan, dari 17 sektor dalam komponen PDRB hanya sektor Pertanian serta sektor pengadaan listrik dan gas yang

memiliki pertumbuhan positi. Sektor pertanian diperkirakan turut dipengaruhi oleh adanya pengiriman sapi melalui kapal

ternak, sementara sektor pengadaan listrik terbantu oleh penambahan kapasitas jaringan melalui mesin sewa dan

pembangunan Pembangkit Listrik Mikro Hidro.

Tabel 1.2. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2016

URAIAN

22.665.673

1.307.566

940.862

40.001

47.150

7.908.227

8.273.959

3.975.985

487.091

5.477.449

2.995.475

2.054.341

235.528

9.399.572

7.367.666

1.616.418

1.639.515

76.432.477

5.836.477

314.905

239.111

12.616

11.405

2.048.240

2.098.437

1.056.322

121.583

1.383.555

781.762

514.861

59.801

2.469.479

1.897.221

425.545

421.774

19.693.094

5.364.288

273.773

215.685

9.001

11.004

1.712.765

1.883.337

904.222

105.664

1.276.364

711.720

464.335

54.403

2.091.003

1.645.854

359.872

387.499

17.470.789

5.545.220

358.925

259.276

12.466

12.305

2.243.992

2.219.097

1.101.475

137.030

1.462.281

799.178

550.863

62.344

2.653.426

2.079.834

444.901

428.566

20.371.177

29,6

1,6

1,2

0,1

0,1

10,4

10,7

5,4

0,6

7,0

4,0

2,6

0,3

12,5

9,6

2,2

2,1

100

2,60

-13,60

-8,86

0,12

-8,07

-9,43

-7,25

-5,48

-12,91

-5,31

-2,88

-8,55

-5,73

-8,87

-8,79

-5,07

-2,72

-4,88

1,81

7,03

4,98

12,29

0,47

8,69

4,14

8,55

6,75

7,28

5,17

2,85

2,66

7,42

5,01

9,05

3,34

5,06

20.447.428

1.070.349

843.708

31.840

45.529

7.095.979

7.296.703

3.566.950

422.443

5.134.426

2.698.906

1.860.878

210.879

8.392.732

6.568.193

1.414.584

1.496.973

68.598.500

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PDRB

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

2014

2016

2015

YOY

I

2015

IVIqtqBobot yoy

GRAFIK 1.15. NEGARA TUJUAN EKSPOR

Sumber : Pelindo III, diolah

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 JUTA USD

USA THAILAND JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR

Sumber : Pelindo III, diolah

-7

-5

-3

-1

1

3

5

7

9

11

13 JUTA USD

EKSPOR IMPOR NET EKSPOR

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Secara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian mengalami perlambatan apabila dibandingkan triwulan IV-

2015 maupun triwulan I-2015. Secara tahunan pertumbuhan sektor pertanian hanya sebesar 1,81% (yoy) atau

melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 2,59% (yoy) dan triwulan I-2015 yang sebesar 3,10% (yoy).

Perlambatan diperkirakan dipengaruhi oleh dampak penurunan harga beberapa komoditas seperti jambu mete, kakao

dan rumput laut di tingkat global. Terjadinya penurunan produksi komoditas seperti kakao dan padi akibat serangan hama

dan pohon yang sudah menua dan adanya pergeseran kembali musim panen menjadi permasalahan lain yang mendorong

perlambatan. Namun demikian, perlambatan produksi pertanian tersebut dapat tertahan oleh adanya peningkatan

produksi beberapa komoditas seperti garam di Sabu Raijua dan pengiriman sapi melalui kapal ternak.

Sementara itu, secara triwulanan sektor pertanian justru mengalami peningkatan sebesar 2,6% (yoy).

Peningkatan diperkirakan terjadi seiring adanya pengiriman ternak melalui kapal ternak dan produksi garam di triwulan-I.

Berdasarkan data Pelindo III, pada triwulan-I pengiriman ternak dari pelabuhan Tenau mencapai 5.361 ekor sedikit

meningkat dibandingkan triwulan IV yang hanya sebesar 5.324 ekor. Sementara itu, pengiriman komoditas pertanian dan

perkebunan juga diperkirakan turut terbantu oleh adanya beberapa kapal penghubung tol laut seperti KM. Caraka Niaga

dan beberapa kapal perintis.

Di sisi lain, indikasi perlambatan juga terlihat pada indeks nilai tukar petani (NTP) yang menurun dari 103,19 (Tw-IV 2015)

menjadi 101,18 (Tw-I 2016). Penurunan terjadi akibat adanya peningkatan pada indeks yang dibayar, sementara indeks

diterima cenderung tetap. Hal ini mengindikasikan bahwa biaya hidup dan keperluan produksi pertanian di pedesaan

cenderung meningkat, sementara produksi tidak mengalami perkembangan signifikan. Dari sisi sektoral penurunan

indeks terutama terjadi pada sektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebagai akibat turunnya indeks yang diterima (IT)

sementara indeks yang dibayar (IB) tertinggi pada sektor tanaman padi-palawija yaitu kenaikan harga obat-obatan dan

pupuk.

GRAFIK 1.17. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Sumber :BPS, diolah

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

IT NTP-AXIS KANANIB

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

GRAFIK 1.16. DATA PENGIRIMAN TERNAK

Sumber : Pelindo III, diolah

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

PENGIRIMAN TERNAK BONGKAR PERT (%YOY) PERT (%QTQ)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Di sisi lain, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan

menunjukkan adanya perlambatan kegiatan usaha pada triwulan-I 2016. Hal ini terlihat dari adanya penurunan

nilai indeks kegiatan usaha dan harga jual. Sementara itu penurunan indeks harga jual diperkirakan disebabkan pula oleh

adanya penurunan harga komoditas, terutama perkebunan (jambu mete dan kakao) di tingkat global. Dari data

perbankan, indikator kredit pertanian menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 10,1% (qtq) yang diperkirakan terjadi

sebagai dampak pinjaman petani untuk persiapan masa tanam dan panen. Namun, pertumbuhan kredit tahunan yang

rendah, hanya sebesar 1,4% (yoy) menimbulkan pula opini adanya kendala produksi (baik pergeseran masa tanam, curah

hujan ataupun rendahnya harga komoditas) yang menyebabkan petani cenderung tidak mau berspekulasi untuk

meminjam uang di Bank.

GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

0

50

100

150

200

250 MILYAR RP

PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN ∆ PERTANIAN (%YOY) ∆ PERTANIAN (%QTQ)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Highlight
positif
Page 9: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2016 didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan dan

sektor Konstruksi. Peningkatan sektor administrasi pemerintah diperkirakan terjadi seiring percepatan upaya

penyerapan anggaran oleh pemerintah. Sementara itu, peningkatan sektor konstruksi diperkirakan didorong oleh adanya

proyek-proyek multiyear pemerintah dan pengerjaan lanjutan kegiatan proyek yang belum selesai di tahun 2015. Secara

triwulanan, dari 17 sektor dalam komponen PDRB hanya sektor Pertanian serta sektor pengadaan listrik dan gas yang

memiliki pertumbuhan positi. Sektor pertanian diperkirakan turut dipengaruhi oleh adanya pengiriman sapi melalui kapal

ternak, sementara sektor pengadaan listrik terbantu oleh penambahan kapasitas jaringan melalui mesin sewa dan

pembangunan Pembangkit Listrik Mikro Hidro.

Tabel 1.2. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2016

URAIAN

22.665.673

1.307.566

940.862

40.001

47.150

7.908.227

8.273.959

3.975.985

487.091

5.477.449

2.995.475

2.054.341

235.528

9.399.572

7.367.666

1.616.418

1.639.515

76.432.477

5.836.477

314.905

239.111

12.616

11.405

2.048.240

2.098.437

1.056.322

121.583

1.383.555

781.762

514.861

59.801

2.469.479

1.897.221

425.545

421.774

19.693.094

5.364.288

273.773

215.685

9.001

11.004

1.712.765

1.883.337

904.222

105.664

1.276.364

711.720

464.335

54.403

2.091.003

1.645.854

359.872

387.499

17.470.789

5.545.220

358.925

259.276

12.466

12.305

2.243.992

2.219.097

1.101.475

137.030

1.462.281

799.178

550.863

62.344

2.653.426

2.079.834

444.901

428.566

20.371.177

29,6

1,6

1,2

0,1

0,1

10,4

10,7

5,4

0,6

7,0

4,0

2,6

0,3

12,5

9,6

2,2

2,1

100

2,60

-13,60

-8,86

0,12

-8,07

-9,43

-7,25

-5,48

-12,91

-5,31

-2,88

-8,55

-5,73

-8,87

-8,79

-5,07

-2,72

-4,88

1,81

7,03

4,98

12,29

0,47

8,69

4,14

8,55

6,75

7,28

5,17

2,85

2,66

7,42

5,01

9,05

3,34

5,06

20.447.428

1.070.349

843.708

31.840

45.529

7.095.979

7.296.703

3.566.950

422.443

5.134.426

2.698.906

1.860.878

210.879

8.392.732

6.568.193

1.414.584

1.496.973

68.598.500

Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pertambangan dan Penggalian

Industri Pengolahan

Pengadaan Listrik dan Gas

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang

Konstruksi

Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Transportasi dan Pergudangan

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

Informasi dan Komunikasi

Jasa Keuangan dan Asuransi

Real Estate

Jasa Perusahaan

Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Jasa Pendidikan

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa lainnya

PDRB

A

B

C

D

E

F

G

H

I

J

K

L

M,N

O

P

Q

R,S,T,U

2014

2016

2015

YOY

I

2015

IVIqtqBobot yoy

GRAFIK 1.15. NEGARA TUJUAN EKSPOR

Sumber : Pelindo III, diolah

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10 JUTA USD

USA THAILAND JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR

Sumber : Pelindo III, diolah

-7

-5

-3

-1

1

3

5

7

9

11

13 JUTA USD

EKSPOR IMPOR NET EKSPOR

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral

1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan

Secara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian mengalami perlambatan apabila dibandingkan triwulan IV-

2015 maupun triwulan I-2015. Secara tahunan pertumbuhan sektor pertanian hanya sebesar 1,81% (yoy) atau

melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 2,59% (yoy) dan triwulan I-2015 yang sebesar 3,10% (yoy).

Perlambatan diperkirakan dipengaruhi oleh dampak penurunan harga beberapa komoditas seperti jambu mete, kakao

dan rumput laut di tingkat global. Terjadinya penurunan produksi komoditas seperti kakao dan padi akibat serangan hama

dan pohon yang sudah menua dan adanya pergeseran kembali musim panen menjadi permasalahan lain yang mendorong

perlambatan. Namun demikian, perlambatan produksi pertanian tersebut dapat tertahan oleh adanya peningkatan

produksi beberapa komoditas seperti garam di Sabu Raijua dan pengiriman sapi melalui kapal ternak.

Sementara itu, secara triwulanan sektor pertanian justru mengalami peningkatan sebesar 2,6% (yoy).

Peningkatan diperkirakan terjadi seiring adanya pengiriman ternak melalui kapal ternak dan produksi garam di triwulan-I.

Berdasarkan data Pelindo III, pada triwulan-I pengiriman ternak dari pelabuhan Tenau mencapai 5.361 ekor sedikit

meningkat dibandingkan triwulan IV yang hanya sebesar 5.324 ekor. Sementara itu, pengiriman komoditas pertanian dan

perkebunan juga diperkirakan turut terbantu oleh adanya beberapa kapal penghubung tol laut seperti KM. Caraka Niaga

dan beberapa kapal perintis.

Di sisi lain, indikasi perlambatan juga terlihat pada indeks nilai tukar petani (NTP) yang menurun dari 103,19 (Tw-IV 2015)

menjadi 101,18 (Tw-I 2016). Penurunan terjadi akibat adanya peningkatan pada indeks yang dibayar, sementara indeks

diterima cenderung tetap. Hal ini mengindikasikan bahwa biaya hidup dan keperluan produksi pertanian di pedesaan

cenderung meningkat, sementara produksi tidak mengalami perkembangan signifikan. Dari sisi sektoral penurunan

indeks terutama terjadi pada sektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebagai akibat turunnya indeks yang diterima (IT)

sementara indeks yang dibayar (IB) tertinggi pada sektor tanaman padi-palawija yaitu kenaikan harga obat-obatan dan

pupuk.

GRAFIK 1.17. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Sumber :BPS, diolah

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

IT NTP-AXIS KANANIB

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

GRAFIK 1.16. DATA PENGIRIMAN TERNAK

Sumber : Pelindo III, diolah

-100%

-50%

0%

50%

100%

150%

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

PENGIRIMAN TERNAK BONGKAR PERT (%YOY) PERT (%QTQ)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Di sisi lain, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan

menunjukkan adanya perlambatan kegiatan usaha pada triwulan-I 2016. Hal ini terlihat dari adanya penurunan

nilai indeks kegiatan usaha dan harga jual. Sementara itu penurunan indeks harga jual diperkirakan disebabkan pula oleh

adanya penurunan harga komoditas, terutama perkebunan (jambu mete dan kakao) di tingkat global. Dari data

perbankan, indikator kredit pertanian menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 10,1% (qtq) yang diperkirakan terjadi

sebagai dampak pinjaman petani untuk persiapan masa tanam dan panen. Namun, pertumbuhan kredit tahunan yang

rendah, hanya sebesar 1,4% (yoy) menimbulkan pula opini adanya kendala produksi (baik pergeseran masa tanam, curah

hujan ataupun rendahnya harga komoditas) yang menyebabkan petani cenderung tidak mau berspekulasi untuk

meminjam uang di Bank.

GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

0

50

100

150

200

250 MILYAR RP

PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN ∆ PERTANIAN (%YOY) ∆ PERTANIAN (%QTQ)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 10: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

penurunan kegiatan proyek diperkirakan menjadi beberapa faktor penyebab perlambatan dibandingkan triwulan IV-

2015. Namun melambatnya pertumbuhan pada triwulan-I 2016 dibandingkan triwulan-I 2015 tidak diprediksi

sebelumnya karena indikator ekonomi yang cenderung menunjukan perbaikan seperti kenaikan penyerapan tenaga kerja,

daya beli masyarakat serta perpanjangan kegiatan beberapa proyek. Selain itu, sentimen terhadap permasalahan pajak

pada tahun lalu yang mulai berkurang di 2016 juga menjadi indikasi pertumbuhan. Di sisi lain, secara triwulanan

pertumbuhan ekonomi NTT cenderung menurun sebesar 7,25% (qtq) yang didorong oleh penurunan belanja masyarakat

paska perayaan hari natal, tahun baru dan masa liburan sekolah di akhir tahun 2015.

Perlambatan secara triwulanan juga terlihat dari Indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei

Konsumen (SK). Indikator SKDU berupa indeks kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja menunjukkan penurunan

yang mengindikasikan perlambatan kegiatan perdagangan di awal tahun. Indikasi yang sama juga terlihat pada Survei

Konsumen-Bank Indonesia yang menunjukkan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi

Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) walaupun dengan angka masih diatas 100 yang menunjukkan masih

adanya optimisme konsumen. Dari sisi kredit, kredit perdagangan hingga akhir triwulan I-2016 mencapai Rp 5,09 triliun

atau tumbuh sebesar 12,1% (yoy). Sementara secara triwulanan, kredit perdagangan hanya tumbuh sebesar 0,1% (qtq)

dibandingkan triwulan IV 2015 yang mengindikasikan pula perlambatan kegiatan perdagangan.

Beberapa permasalahan sektor pertanian yang teridentifikasi pada tahun 2016 terutama adanya

kemungkinan kerawanan pangan dan La Nina. Rendahnya curah hujan akibat el nino dan serangan hama di beberapa

daerah penghasil padi dan jagung menyebabkan beberapa areal persawahan menjadi gagal tanam yang berpotensi

menurunkan angka produksi padi. Sementara itu, adanya potensi La Nina pada triwulan III dapat menjadi peluang untuk

melakukan penanaman padi kembali, walaupun di sisi lain berpotensi menurunkan produksi perikanan karena curah hujan

yang meningkat. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian di tahun 2016, Pemerintah bekerja sama dengan TNI

telah melakukan program kerjasama untuk melakukan percetakan sawah baru.

1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada

triwulan I 2016 tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015, namun sedikit lebih rendah

dibandingkan triwulan-IV 2015. Pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan pada triwulan-I 2016 mencapai

7,42% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan-I 2015 yang sebesar 5,97% (yoy). Untuk periode tahunan,

peningkatan turut didorong oleh tumbuhnya belanja konsumsi pemerintah secara nominal sebesar Rp 430,8 miliar atau

17,81% (yoy). Peningkatan tersebut didorong pula oleh realisasi belanja hibah yang meningkat sebesar 37,7% (yoy) serta

belanja barang dan jasa sebesar 37,2% (yoy). Peningkatan belanja hibah diperkirakan dipergunakan untuk program

pemberdayaan masyarakat seperti Desa Mandiri Anggur Merah maupun dana Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PEM)

di Kota Kupang. Serta bantuan sarana dan prasarana produksi pertanian dan perikanan, seperti alat tangkap, kapal,

traktor dan bibit. Kegiatan Rapat-rapat koordinasi dan percepatan proses lelang diawal tahun oleh pemerintah turut pula

mendorong pertumbuhan sektor ini.

Di sisi lain, secara triwulanan pertumbuhan tercatat menurun -8,87% (qtq). Hal ini didorong oleh dampak menumpuknya

realisasi anggaran di akhir tahun 2015 sehingga terkesan terjadi penurunan realisasi belanja yang cukup besar di triwulan I

2016. Secara historis, realisasi penyerapan anggaran pemerintah juga cenderung rendah diawal tahun seiring proses

konsolidasi yang baru dilakukan dan baru akan meningkat pada triwulan III dan triwulan IV 2015.

Sementara itu, indikator simpanan pemerintah di perbankan mengalami kenaikan hingga mencapai 113,5 % (qtq) pada

triwulan I-2016 atau sebesar Rp 5,64 triliun dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 2,64 triliun. Peningkatan ini

disebabkan oleh realisasi penyaluran dana transfer oleh pemerintah pusat yang belum digunakan secara maksimal di awal

tahun.

1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan-I 2016

cenderung mengalami perlambatan. Pertumbuhan tercatat 4,14% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV-

2015 yang sebesar 7,59% (yoy) ataupun triwulan I-2015 yang sebesar 5,27% (yoy). Pergeseran musim panen dan

GRAFIK 1.21. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

-70%

-50%

-30%

-10%

10%

30%

50%

70%

90%

110%

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

SIMPANAN (RP MILYAR) PERT (%YOY) PERT (%QTQ)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

GRAFIK 1.20. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

PERTUMBUHAN BELANJA KONSUMSITOTAL BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH

2,419.17

2,849.99

17,8%

5

7

9

11

13

15

17

19

2200

2300

2400

2500

2600

2700

2800

2900

I - 2015 I - 2016

MILIAR

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0 TRILIUN

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY) PERT (%QTQ)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN

Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah

100

120

140

160

INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

GRAFIK 1.22. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

I I I I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV I2016

1.3.4 Sektor-sektor Lainnya

Sektor konstruksi memiliki pertumbuhan sebesar 8,69% (yoy) dan menjadi salah satu sektor tumbuh cukup

tinggi pada triwulan I 2016. Adanya penambahan frekuensi kegiatan proyek pemerintah, melalui proyek multiyears

sepanjang 2016 seperti proyek bendungan raknamo dan rotiklot, serta pembangunan gedung pemerintahan dan sarana

publik (rumah sakit) menjadi pendorong peningkatan pertumbuhan sektor ini pada awal tahun 2016. Selain itu, adanya

dispensasi penyelesaian proyek tahun 2015 selama 50 hingga 90 hari di tahun 2016 juga menjadi pendorong lainnya.

Pertumbuhan konstruksi juga berasal dari pihak swasta melalui pembangunan jaringan listrik, hotel, sarana belanja dan

sarana pendidikan.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Sticky Note
coba dijustified
Page 11: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

penurunan kegiatan proyek diperkirakan menjadi beberapa faktor penyebab perlambatan dibandingkan triwulan IV-

2015. Namun melambatnya pertumbuhan pada triwulan-I 2016 dibandingkan triwulan-I 2015 tidak diprediksi

sebelumnya karena indikator ekonomi yang cenderung menunjukan perbaikan seperti kenaikan penyerapan tenaga kerja,

daya beli masyarakat serta perpanjangan kegiatan beberapa proyek. Selain itu, sentimen terhadap permasalahan pajak

pada tahun lalu yang mulai berkurang di 2016 juga menjadi indikasi pertumbuhan. Di sisi lain, secara triwulanan

pertumbuhan ekonomi NTT cenderung menurun sebesar 7,25% (qtq) yang didorong oleh penurunan belanja masyarakat

paska perayaan hari natal, tahun baru dan masa liburan sekolah di akhir tahun 2015.

Perlambatan secara triwulanan juga terlihat dari Indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei

Konsumen (SK). Indikator SKDU berupa indeks kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja menunjukkan penurunan

yang mengindikasikan perlambatan kegiatan perdagangan di awal tahun. Indikasi yang sama juga terlihat pada Survei

Konsumen-Bank Indonesia yang menunjukkan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi

Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) walaupun dengan angka masih diatas 100 yang menunjukkan masih

adanya optimisme konsumen. Dari sisi kredit, kredit perdagangan hingga akhir triwulan I-2016 mencapai Rp 5,09 triliun

atau tumbuh sebesar 12,1% (yoy). Sementara secara triwulanan, kredit perdagangan hanya tumbuh sebesar 0,1% (qtq)

dibandingkan triwulan IV 2015 yang mengindikasikan pula perlambatan kegiatan perdagangan.

Beberapa permasalahan sektor pertanian yang teridentifikasi pada tahun 2016 terutama adanya

kemungkinan kerawanan pangan dan La Nina. Rendahnya curah hujan akibat el nino dan serangan hama di beberapa

daerah penghasil padi dan jagung menyebabkan beberapa areal persawahan menjadi gagal tanam yang berpotensi

menurunkan angka produksi padi. Sementara itu, adanya potensi La Nina pada triwulan III dapat menjadi peluang untuk

melakukan penanaman padi kembali, walaupun di sisi lain berpotensi menurunkan produksi perikanan karena curah hujan

yang meningkat. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian di tahun 2016, Pemerintah bekerja sama dengan TNI

telah melakukan program kerjasama untuk melakukan percetakan sawah baru.

1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib

Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada

triwulan I 2016 tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015, namun sedikit lebih rendah

dibandingkan triwulan-IV 2015. Pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan pada triwulan-I 2016 mencapai

7,42% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan-I 2015 yang sebesar 5,97% (yoy). Untuk periode tahunan,

peningkatan turut didorong oleh tumbuhnya belanja konsumsi pemerintah secara nominal sebesar Rp 430,8 miliar atau

17,81% (yoy). Peningkatan tersebut didorong pula oleh realisasi belanja hibah yang meningkat sebesar 37,7% (yoy) serta

belanja barang dan jasa sebesar 37,2% (yoy). Peningkatan belanja hibah diperkirakan dipergunakan untuk program

pemberdayaan masyarakat seperti Desa Mandiri Anggur Merah maupun dana Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PEM)

di Kota Kupang. Serta bantuan sarana dan prasarana produksi pertanian dan perikanan, seperti alat tangkap, kapal,

traktor dan bibit. Kegiatan Rapat-rapat koordinasi dan percepatan proses lelang diawal tahun oleh pemerintah turut pula

mendorong pertumbuhan sektor ini.

Di sisi lain, secara triwulanan pertumbuhan tercatat menurun -8,87% (qtq). Hal ini didorong oleh dampak menumpuknya

realisasi anggaran di akhir tahun 2015 sehingga terkesan terjadi penurunan realisasi belanja yang cukup besar di triwulan I

2016. Secara historis, realisasi penyerapan anggaran pemerintah juga cenderung rendah diawal tahun seiring proses

konsolidasi yang baru dilakukan dan baru akan meningkat pada triwulan III dan triwulan IV 2015.

Sementara itu, indikator simpanan pemerintah di perbankan mengalami kenaikan hingga mencapai 113,5 % (qtq) pada

triwulan I-2016 atau sebesar Rp 5,64 triliun dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 2,64 triliun. Peningkatan ini

disebabkan oleh realisasi penyaluran dana transfer oleh pemerintah pusat yang belum digunakan secara maksimal di awal

tahun.

1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor

Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan-I 2016

cenderung mengalami perlambatan. Pertumbuhan tercatat 4,14% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV-

2015 yang sebesar 7,59% (yoy) ataupun triwulan I-2015 yang sebesar 5,27% (yoy). Pergeseran musim panen dan

GRAFIK 1.21. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

-70%

-50%

-30%

-10%

10%

30%

50%

70%

90%

110%

0

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

9000

SIMPANAN (RP MILYAR) PERT (%YOY) PERT (%QTQ)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

GRAFIK 1.20. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

PERTUMBUHAN BELANJA KONSUMSITOTAL BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH

2,419.17

2,849.99

17,8%

5

7

9

11

13

15

17

19

2200

2300

2400

2500

2600

2700

2800

2900

I - 2015 I - 2016

MILIAR

Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN

Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0 TRILIUN

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY) PERT (%QTQ)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN

Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah

100

120

140

160

INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

GRAFIK 1.22. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN

KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

I I I I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV I2016

1.3.4 Sektor-sektor Lainnya

Sektor konstruksi memiliki pertumbuhan sebesar 8,69% (yoy) dan menjadi salah satu sektor tumbuh cukup

tinggi pada triwulan I 2016. Adanya penambahan frekuensi kegiatan proyek pemerintah, melalui proyek multiyears

sepanjang 2016 seperti proyek bendungan raknamo dan rotiklot, serta pembangunan gedung pemerintahan dan sarana

publik (rumah sakit) menjadi pendorong peningkatan pertumbuhan sektor ini pada awal tahun 2016. Selain itu, adanya

dispensasi penyelesaian proyek tahun 2015 selama 50 hingga 90 hari di tahun 2016 juga menjadi pendorong lainnya.

Pertumbuhan konstruksi juga berasal dari pihak swasta melalui pembangunan jaringan listrik, hotel, sarana belanja dan

sarana pendidikan.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 12: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan-I 2016 mengalami pertumbuhan sebesar

6,75% (yoy) meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya tumbuh 3,07% (yoy).

Peningkatan sektor ini terlihat dari perkembangan tamu hotel yang meningkat hingga 70,8% (yoy) adanya beberapa

kegiatan di awal tahun, seperti Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah di Kora Kupang, serta penyelenggaraan rapat-rapat

koordinasi pemerintah di berbagai daerah seperti Kota Kupang dan Labuan Bajo menjadi pendorong meningkatnya

okupansi hotel pada awal tahun 2016. Hal ini juga terlihat dari peningkatan jumlah penumpang bandara yang mencapai

44,2% (yoy).

GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA

Sumber : BPS, diolah

-15.5%

44.2%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900 RIBU ORANG

PENUMPANG PERT (%QTQ) PERT (%YOY)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

GRAFIK 1.25 PERKEMBANGAN TAMU HOTEL

Sumber : BPS, diolah

-70.8

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

0

10

20

30

40

50

60

70 RIBU ORANG

-24.9

TAMU HOTEL PERT (%QTQ) PERT (%YOY)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 8,55% (yoy). Peningkatan terlihat dari

adanya penambahan rute pesawat Lion Air dan Sriwijaya Air, serta adanya pelayanan kapal perintis yang melayani

penyeberangan ke beberapa pulau, serta kapal pengangkut komoditas ke Sabu Raijua-Waingapu-Surabaya. Dari

angkutan darat, mulai beroperasinya taksi argo di Kota Kupang dan bantuan 16 unit bus dari Kementerian Perhubungan

untuk Pemerintah Daerah di NTT menjadi faktor pendorong lainnya bagi sektor ini. Dari sektor industri pengolahan,

teridentifikasi beberapa kegiatan pendorong industri pada triwulan-I, diantaranya pendirian industri pengolahan tepung

ikan di Lembata dengan mengekspor hasil olahannya ke Thailand dan Jepang. Dari sektor pengadaan listrik dan gas terjadi

pertumbuhan sebesar 12,29% (yoy) yang ditunjang pula oleh penambahan kapasitas daya listrik melalui mesin sewa

sebanyak 13 MW dari total pengadaan mesin sewa sebanyak 17 MW di jaringan Kupang. Selain itu, telah pula dilakukan

penambahan daya di berbagai wilayah di NTT melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro dan Pembangkit Listrik Tenaga

Surya.

Karakter struktur ekonomi NTT cukup unik bila dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Walaupun terdapat 18

provinsi yang memiliki neraca perdagangan negatif dengan daerah/ negara lain, namun tidak ada provinsi yang memiliki

rasio neraca perdagangan negatif sebesar NTT. Saat ini, net impor NTT terhadap total PDRB mencapai 51,44% PDRB. Dari

total 115,7 triliun konsumsi dan investasi yang dilakukan di NTT, senilai 39,3 triliun kebutuhan barangnya dipenuhi dari

luar NTT, sehingga net PDRB yang dihasilkan hanya sebesar 76,4 triliun rupiah. Provinsi lain yang juga memiliki net impor

besar antara lain Provinsi Maluku (45,99%), Bengkulu (28,18%), Aceh (22,39%), dan Sulawesi Tengah (17,85%).

Berdasarkan pendekatan PDRB sektoral dapat dikatakan bahwa terdapat terdapat 39,3 triliun rupiah yang nilai tambah/

manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat di NTT dikarenakan pemenuhan barang langsung dilakukan oleh pelaku

usaha di luar NTT. Namun demikian, apabila terdapat bagian yang bisa dipenuhi oleh masyarakat NTT, maka manfaat

ekonomi atas konsumsi dan investasi yang dilakukan dapat lebih dirasakan oleh masyarakat.

Permasalahan Utama Struktur Ekonomidi NTT dan Pengembangan Potensi Ekonomi 01

GRAFIK BOKS 1.2. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN SEKTORAL

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK BOKS 1.1. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGGUNAAN

Sumber : BPS, diolah

Kegiatan ekspor-impor antar daerah/ Negara memang tidak dapat dihindari dalam suatu wilayah. Suatu daerah tidak

mungkin dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Hal ini lebih disebabkan oleh faktor daya saing produksi yang tiap

daerah cenderung berbeda. Untuk menjaga kondisi neraca perdagangan daerah, dibutuhkan kejelian pemerintah dan

seluruh stake holder dalam mengenali potensi maupun kekurangan suatu daerah. Dengan memanfaatkan potensi daerah

yang ada, maka defisit perdagangan dapat dikurangi dengan ekspor komoditas unggulan yang dapat dihasilkan di daerah

atau NTT pada khususnya.

Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi NTT terlihat bahwa total konsumsi dan investasi di Provinsi NTT sebenarnya

cukup tinggi. pada tahun 2014, total pertumbuhan konsumsi dan investasi mencapai 15,08% (yoy) dan di tahun 2015

juga mampu mencapai 14,38% (yoy). Namun demikian, dikarenakan tidak adanya bahan baku investasi maupun bahan

siap konsumsi pada beberapa komoditas menyebabkan pemenuhan investasi dan konsumsi diambil dari daerah lain yang

terlihat dari peningkatan net impor pada periode tersebut. Akibatnya adalah net pertumbuhan ekonomi cenderung tetap

di angka 5% dan cenderung melambat. Apabila terdapat beberapa komoditas bahan baku investasi atau konsumsi yang

bisa kita penuhi sendiri, ataupun terdapat peningkatan ekspor komoditas unggulan NTT, maka perlambatan ekonomi

tidak akan terjadi.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Highlight
delete
petrus_ee
Highlight
berdaya
Page 13: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan-I 2016 mengalami pertumbuhan sebesar

6,75% (yoy) meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya tumbuh 3,07% (yoy).

Peningkatan sektor ini terlihat dari perkembangan tamu hotel yang meningkat hingga 70,8% (yoy) adanya beberapa

kegiatan di awal tahun, seperti Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah di Kora Kupang, serta penyelenggaraan rapat-rapat

koordinasi pemerintah di berbagai daerah seperti Kota Kupang dan Labuan Bajo menjadi pendorong meningkatnya

okupansi hotel pada awal tahun 2016. Hal ini juga terlihat dari peningkatan jumlah penumpang bandara yang mencapai

44,2% (yoy).

GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA

Sumber : BPS, diolah

-15.5%

44.2%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900 RIBU ORANG

PENUMPANG PERT (%QTQ) PERT (%YOY)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

GRAFIK 1.25 PERKEMBANGAN TAMU HOTEL

Sumber : BPS, diolah

-70.8

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

0

10

20

30

40

50

60

70 RIBU ORANG

-24.9

TAMU HOTEL PERT (%QTQ) PERT (%YOY)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 8,55% (yoy). Peningkatan terlihat dari

adanya penambahan rute pesawat Lion Air dan Sriwijaya Air, serta adanya pelayanan kapal perintis yang melayani

penyeberangan ke beberapa pulau, serta kapal pengangkut komoditas ke Sabu Raijua-Waingapu-Surabaya. Dari

angkutan darat, mulai beroperasinya taksi argo di Kota Kupang dan bantuan 16 unit bus dari Kementerian Perhubungan

untuk Pemerintah Daerah di NTT menjadi faktor pendorong lainnya bagi sektor ini. Dari sektor industri pengolahan,

teridentifikasi beberapa kegiatan pendorong industri pada triwulan-I, diantaranya pendirian industri pengolahan tepung

ikan di Lembata dengan mengekspor hasil olahannya ke Thailand dan Jepang. Dari sektor pengadaan listrik dan gas terjadi

pertumbuhan sebesar 12,29% (yoy) yang ditunjang pula oleh penambahan kapasitas daya listrik melalui mesin sewa

sebanyak 13 MW dari total pengadaan mesin sewa sebanyak 17 MW di jaringan Kupang. Selain itu, telah pula dilakukan

penambahan daya di berbagai wilayah di NTT melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro dan Pembangkit Listrik Tenaga

Surya.

Karakter struktur ekonomi NTT cukup unik bila dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Walaupun terdapat 18

provinsi yang memiliki neraca perdagangan negatif dengan daerah/ negara lain, namun tidak ada provinsi yang memiliki

rasio neraca perdagangan negatif sebesar NTT. Saat ini, net impor NTT terhadap total PDRB mencapai 51,44% PDRB. Dari

total 115,7 triliun konsumsi dan investasi yang dilakukan di NTT, senilai 39,3 triliun kebutuhan barangnya dipenuhi dari

luar NTT, sehingga net PDRB yang dihasilkan hanya sebesar 76,4 triliun rupiah. Provinsi lain yang juga memiliki net impor

besar antara lain Provinsi Maluku (45,99%), Bengkulu (28,18%), Aceh (22,39%), dan Sulawesi Tengah (17,85%).

Berdasarkan pendekatan PDRB sektoral dapat dikatakan bahwa terdapat terdapat 39,3 triliun rupiah yang nilai tambah/

manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat di NTT dikarenakan pemenuhan barang langsung dilakukan oleh pelaku

usaha di luar NTT. Namun demikian, apabila terdapat bagian yang bisa dipenuhi oleh masyarakat NTT, maka manfaat

ekonomi atas konsumsi dan investasi yang dilakukan dapat lebih dirasakan oleh masyarakat.

Permasalahan Utama Struktur Ekonomidi NTT dan Pengembangan Potensi Ekonomi 01

GRAFIK BOKS 1.2. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN SEKTORAL

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK BOKS 1.1. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGGUNAAN

Sumber : BPS, diolah

Kegiatan ekspor-impor antar daerah/ Negara memang tidak dapat dihindari dalam suatu wilayah. Suatu daerah tidak

mungkin dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Hal ini lebih disebabkan oleh faktor daya saing produksi yang tiap

daerah cenderung berbeda. Untuk menjaga kondisi neraca perdagangan daerah, dibutuhkan kejelian pemerintah dan

seluruh stake holder dalam mengenali potensi maupun kekurangan suatu daerah. Dengan memanfaatkan potensi daerah

yang ada, maka defisit perdagangan dapat dikurangi dengan ekspor komoditas unggulan yang dapat dihasilkan di daerah

atau NTT pada khususnya.

Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi NTT terlihat bahwa total konsumsi dan investasi di Provinsi NTT sebenarnya

cukup tinggi. pada tahun 2014, total pertumbuhan konsumsi dan investasi mencapai 15,08% (yoy) dan di tahun 2015

juga mampu mencapai 14,38% (yoy). Namun demikian, dikarenakan tidak adanya bahan baku investasi maupun bahan

siap konsumsi pada beberapa komoditas menyebabkan pemenuhan investasi dan konsumsi diambil dari daerah lain yang

terlihat dari peningkatan net impor pada periode tersebut. Akibatnya adalah net pertumbuhan ekonomi cenderung tetap

di angka 5% dan cenderung melambat. Apabila terdapat beberapa komoditas bahan baku investasi atau konsumsi yang

bisa kita penuhi sendiri, ataupun terdapat peningkatan ekspor komoditas unggulan NTT, maka perlambatan ekonomi

tidak akan terjadi.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 14: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Percepatan pembangunan Pabrik Semen Kupang Tiga tidak hanya mengurangi impor semen yang mencapai lebih dari 600

ribu ton per tahun, namun berpotensi untuk meningkatkan ekspor semen hingga lebih dari 600 ribu ton di tahun 2018.

Peningkatan produksi beras juga mampu mengurangi impor beras yang saat ini mencapai lebih dari 100 ribu ton per tahun

atau setara satu triliun rupiah. NTT juga berpotensi menjadi sentra produksi garam nasional seiring dengan keunggulan

cuaca kering yang mencapai 8 bulan setahun. Kondisi cuaca yang ekstrim tersebut bisa disiasati dengan strategi dalam

bertani yang lebih memprioritaskan tanaman tahan kering seperti ketela pohon yang saat ini juga ada yang dipenuhi dari

impor, maupun kedelai yang pemenuhannya sebagian besar diimpor dari Amerika. Tingginya intensitas sinar matahari

juga bagus untuk pengembangan rumput laut. Bahkan dari sisi kualitas, rumput laut NTT dikenal memiliki kualitas terbaik

di Indonesia seiring dengan tingginya rendeman rumput laut asal NTT.

Pengembangan sapi perlu tetap dilakukan sebagaimana inisiatif ILO yang telah menyusun grand design pengembangan

peternakan sapi di Kabupaten Kupang. Namun demikian, komoditas ternak lainnya yang secara potensi bisa jauh lebih

menghasilkan seperti babi juga perlu lebih dikembangkan. Wacana pengembangan gula di Sumba dan Malaka patut

untuk didukung penuh karena berpotensi menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Namun demikian, yang patut

diperhatikan adalah jangan sampai pengembangan lahan tebu justru mengurangi lahan produktif yang digunakan untuk

penanaman padi. Untuk itu, pemerintah perlu berperan aktif dalam pengaturan lahan pertanian agar tidak menggganggu

produktifitas pertanian lainnya.

Salah satu harapan pengembangan ekonomi utama NTT ke depan adalah Pariwisata. Pemerintah dan swasta saat ini relatif

gencar dalam melakukan pembangunan infrastruktur dan investasi perhotelan yang terlihat dari realisasi investasi PMA

dan PMDN yang berfokus pada investasi perhotelan. Adanya investasi tersebut akan berpotensi meningkatkan kunjungan

wisata ke depan. Yang menjadi tugas pemerintah adalah memastikan tidak terjadi bottleneck dalam pelayanan pariwisata

seperti peningkatan rute angkutan udara, penyediaan sarana akomodasi wisata maupun jasa-jasa penunjang.

Semua rencana pembangunan ataupun penambahan nilai tambah komoditas tidak akan dapat berjalan apabila

kekurangan pasokan listrik masih terjadi di NTT. Dengan tingkat elektrifikasi yang hanya menempati urutan kedua

terbawah di Indonesia, hanya sedikit di atas Papua dan rata-rata konsumsi listrik per kapita terendah di Indonesia,

membuat kebutuhan peningkatan pasokan listrik menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Pembangunan jaringan

listrik terintegrasi trans Timor dan trans Flores patut diapresiasi. Namun demikian, peningkatan kapasitas daya listrik

menjadi hal mutlak yang perlu disegerakan pemenuhannya.

Berdasarkan komoditas impor utama, terlihat bahwa banyak dari komoditas tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Provinsi

NTT baik karena tidak terdapat industri terkait ataupun menjadi tidak berdaya saing apabila diproduksi di NTT dikarenakan

skala ekonomi yang relatif kecil. Beberapa komoditas utama impor antara lain BBM, aspal, beras, semen, bahan bangunan,

mobil, makanan jadi, minuman dan tembakau, elektronik, mesin, pupuk dan penunjang pertanian, sandang maupun

kebutuhan perumahan. Selain itu, jasa-jasa yang juga masih diimpor antara lain jasa tenaga ahli dalam bidang pendidikan,

kesehatan dan konstruksi, jasa angkutan, transportasi dan komunikasi serta jasa keuangan. Sebagian besar komoditas

tersebut memang tidak dapat kita produksi atau relatif kurang berdaya saing apabila kita produksi sendiri. Namun

demikian, beberapa komoditas terlihat masih bisa kita produksi sendiri seperti produksi beras, semen dan turunannya,

serta penyediaan tenaga kerja. Selain mengurangi neraca impor antar daerah, maka dalam menyeimbangkan neraca

perdagangan juga dapat dilakukan dengan meningkatkan ekspor komoditas unggulan ke daerah lain. Untuk itu,

pemahaman akan keunggulan komparatif daerah perlu dimiliki.

GAMBAR BOKS 1.1. NERACA PERDAGANGAN ANTAR DAERAH/NEGARA DI NTT

Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah

GRAFIK BOKS 1.3. POTENSI DAN REALISASI PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGGUNAAN

Sumber : BPS, diolah

Untuk meningkatkan daya saing produksi, diperlukan peningkatan infrastruktur dasar agar biaya usaha dapat

diminimalisir. Berdasarkan data investasi 2015, arah investasi sudah menunjukkan jalur yang tepat yang ditandai oleh

tingginya investasi infrastruktur dan usaha meliputi investasi kelistrikan, pariwisata dan pembangunan infrastruktur

sumber daya air dan perhubungan baik darat, laut dan udara. Investasi kelistrikan dan perhubungan dapat meningkatkan

daya saing daerah, sedangkan investasi sumber daya air dapat membantu meningkatkan produksi pangan yang

berdampak pada penurunan impor pangan NTT. Investasi Pariwisata dapat membantu meningkatkan ekspor jasa

pariwisata, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Pembangunan infrastruktur tidak akan bernilai tambah apabila tidak diikuti dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan.

Dalam rangka percepatan ekonomi NTT, diusulkan untuk melakukan perluasan kegiatan ekonomi yang berpusat pada

keunggulan komparatif daerah. Berdasarkan hasil analisa, beberapa komoditas utama yang dapat segera dikembangkan

antara lain beras, semen, garam, ikan, rumput laut, babi, sapi, pariwisata, maupun pembangunan pabrik gula. Beberapa

produk unggulan daerah lainnya antara lain produksi jagung, perkebunan mete, kelapa, kopi dan kakao, ketela pohon dan

tanaman tahan kering lainnya seperti sorgum dan kacang-kacangan sebagaimana gambar di bawah.

GAMBAR BOKS 2.2. PETA KOMODITAS UNGGULAN DI NTT

Sumber : BPS, Kementrian Pertanian, Kementrian Kelautan, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 15: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Percepatan pembangunan Pabrik Semen Kupang Tiga tidak hanya mengurangi impor semen yang mencapai lebih dari 600

ribu ton per tahun, namun berpotensi untuk meningkatkan ekspor semen hingga lebih dari 600 ribu ton di tahun 2018.

Peningkatan produksi beras juga mampu mengurangi impor beras yang saat ini mencapai lebih dari 100 ribu ton per tahun

atau setara satu triliun rupiah. NTT juga berpotensi menjadi sentra produksi garam nasional seiring dengan keunggulan

cuaca kering yang mencapai 8 bulan setahun. Kondisi cuaca yang ekstrim tersebut bisa disiasati dengan strategi dalam

bertani yang lebih memprioritaskan tanaman tahan kering seperti ketela pohon yang saat ini juga ada yang dipenuhi dari

impor, maupun kedelai yang pemenuhannya sebagian besar diimpor dari Amerika. Tingginya intensitas sinar matahari

juga bagus untuk pengembangan rumput laut. Bahkan dari sisi kualitas, rumput laut NTT dikenal memiliki kualitas terbaik

di Indonesia seiring dengan tingginya rendeman rumput laut asal NTT.

Pengembangan sapi perlu tetap dilakukan sebagaimana inisiatif ILO yang telah menyusun grand design pengembangan

peternakan sapi di Kabupaten Kupang. Namun demikian, komoditas ternak lainnya yang secara potensi bisa jauh lebih

menghasilkan seperti babi juga perlu lebih dikembangkan. Wacana pengembangan gula di Sumba dan Malaka patut

untuk didukung penuh karena berpotensi menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Namun demikian, yang patut

diperhatikan adalah jangan sampai pengembangan lahan tebu justru mengurangi lahan produktif yang digunakan untuk

penanaman padi. Untuk itu, pemerintah perlu berperan aktif dalam pengaturan lahan pertanian agar tidak menggganggu

produktifitas pertanian lainnya.

Salah satu harapan pengembangan ekonomi utama NTT ke depan adalah Pariwisata. Pemerintah dan swasta saat ini relatif

gencar dalam melakukan pembangunan infrastruktur dan investasi perhotelan yang terlihat dari realisasi investasi PMA

dan PMDN yang berfokus pada investasi perhotelan. Adanya investasi tersebut akan berpotensi meningkatkan kunjungan

wisata ke depan. Yang menjadi tugas pemerintah adalah memastikan tidak terjadi bottleneck dalam pelayanan pariwisata

seperti peningkatan rute angkutan udara, penyediaan sarana akomodasi wisata maupun jasa-jasa penunjang.

Semua rencana pembangunan ataupun penambahan nilai tambah komoditas tidak akan dapat berjalan apabila

kekurangan pasokan listrik masih terjadi di NTT. Dengan tingkat elektrifikasi yang hanya menempati urutan kedua

terbawah di Indonesia, hanya sedikit di atas Papua dan rata-rata konsumsi listrik per kapita terendah di Indonesia,

membuat kebutuhan peningkatan pasokan listrik menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Pembangunan jaringan

listrik terintegrasi trans Timor dan trans Flores patut diapresiasi. Namun demikian, peningkatan kapasitas daya listrik

menjadi hal mutlak yang perlu disegerakan pemenuhannya.

Berdasarkan komoditas impor utama, terlihat bahwa banyak dari komoditas tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Provinsi

NTT baik karena tidak terdapat industri terkait ataupun menjadi tidak berdaya saing apabila diproduksi di NTT dikarenakan

skala ekonomi yang relatif kecil. Beberapa komoditas utama impor antara lain BBM, aspal, beras, semen, bahan bangunan,

mobil, makanan jadi, minuman dan tembakau, elektronik, mesin, pupuk dan penunjang pertanian, sandang maupun

kebutuhan perumahan. Selain itu, jasa-jasa yang juga masih diimpor antara lain jasa tenaga ahli dalam bidang pendidikan,

kesehatan dan konstruksi, jasa angkutan, transportasi dan komunikasi serta jasa keuangan. Sebagian besar komoditas

tersebut memang tidak dapat kita produksi atau relatif kurang berdaya saing apabila kita produksi sendiri. Namun

demikian, beberapa komoditas terlihat masih bisa kita produksi sendiri seperti produksi beras, semen dan turunannya,

serta penyediaan tenaga kerja. Selain mengurangi neraca impor antar daerah, maka dalam menyeimbangkan neraca

perdagangan juga dapat dilakukan dengan meningkatkan ekspor komoditas unggulan ke daerah lain. Untuk itu,

pemahaman akan keunggulan komparatif daerah perlu dimiliki.

GAMBAR BOKS 1.1. NERACA PERDAGANGAN ANTAR DAERAH/NEGARA DI NTT

Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah

GRAFIK BOKS 1.3. POTENSI DAN REALISASI PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGGUNAAN

Sumber : BPS, diolah

Untuk meningkatkan daya saing produksi, diperlukan peningkatan infrastruktur dasar agar biaya usaha dapat

diminimalisir. Berdasarkan data investasi 2015, arah investasi sudah menunjukkan jalur yang tepat yang ditandai oleh

tingginya investasi infrastruktur dan usaha meliputi investasi kelistrikan, pariwisata dan pembangunan infrastruktur

sumber daya air dan perhubungan baik darat, laut dan udara. Investasi kelistrikan dan perhubungan dapat meningkatkan

daya saing daerah, sedangkan investasi sumber daya air dapat membantu meningkatkan produksi pangan yang

berdampak pada penurunan impor pangan NTT. Investasi Pariwisata dapat membantu meningkatkan ekspor jasa

pariwisata, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Pembangunan infrastruktur tidak akan bernilai tambah apabila tidak diikuti dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan.

Dalam rangka percepatan ekonomi NTT, diusulkan untuk melakukan perluasan kegiatan ekonomi yang berpusat pada

keunggulan komparatif daerah. Berdasarkan hasil analisa, beberapa komoditas utama yang dapat segera dikembangkan

antara lain beras, semen, garam, ikan, rumput laut, babi, sapi, pariwisata, maupun pembangunan pabrik gula. Beberapa

produk unggulan daerah lainnya antara lain produksi jagung, perkebunan mete, kelapa, kopi dan kakao, ketela pohon dan

tanaman tahan kering lainnya seperti sorgum dan kacang-kacangan sebagaimana gambar di bawah.

GAMBAR BOKS 2.2. PETA KOMODITAS UNGGULAN DI NTT

Sumber : BPS, Kementrian Pertanian, Kementrian Kelautan, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 16: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

nflasi Provinsi NTT pada triwulan I 2016 mengalami penurunan cukup besar yang disebabkan oleh kembali

normalnya harga komoditas setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015. Penurunan harga BBM dan

listrik serta adanya impor beras dan membaiknya cuaca mampu memberikan sentimen positif terhadap

pengendalian inflasi. Kembali normalnya permintaan juga membuat tekanan harga berkurang. Penurunan

harga terlihat dari inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi 0,36% (qtq). Namun demikian, harga belum

sepenuhnya pulih yang terlihat dari inflasi tahunan yang mencapai 5,04% (yoy). Adanya El Nino, cuaca buruk

dan gelombang tinggi, kenaikan cukai rokok, perpanjangan penyelesaian proyek infrastruktur, hari raya paskah

dan Libur Imlek serta even nasional rakor pusat dan daerah menjadi faktor penekan inflasi di triwulan I 2016.

Kelompok komoditas transportasi dan bahan makanan menjadi penyumbang utama deflasi di triwulan I

2016 seiring dengan kembali normalnya harga beberapa komoditas bahan makanan dan angkutan udara.

Kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penekan inflasi utama di NTT

terutama dikarenakan oleh meningkatnya tarif cukai rokok dan tembakau.

Baik Kota Kupang maupun Kota Maumere pada triwulan I 2016 mengalami deflasi.

Perkembangan I nflasi02

Page 17: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

nflasi Provinsi NTT pada triwulan I 2016 mengalami penurunan cukup besar yang disebabkan oleh kembali

normalnya harga komoditas setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015. Penurunan harga BBM dan

listrik serta adanya impor beras dan membaiknya cuaca mampu memberikan sentimen positif terhadap

pengendalian inflasi. Kembali normalnya permintaan juga membuat tekanan harga berkurang. Penurunan

harga terlihat dari inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi 0,36% (qtq). Namun demikian, harga belum

sepenuhnya pulih yang terlihat dari inflasi tahunan yang mencapai 5,04% (yoy). Adanya El Nino, cuaca buruk

dan gelombang tinggi, kenaikan cukai rokok, perpanjangan penyelesaian proyek infrastruktur, hari raya paskah

dan Libur Imlek serta even nasional rakor pusat dan daerah menjadi faktor penekan inflasi di triwulan I 2016.

Kelompok komoditas transportasi dan bahan makanan menjadi penyumbang utama deflasi di triwulan I

2016 seiring dengan kembali normalnya harga beberapa komoditas bahan makanan dan angkutan udara.

Kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penekan inflasi utama di NTT

terutama dikarenakan oleh meningkatnya tarif cukai rokok dan tembakau.

Baik Kota Kupang maupun Kota Maumere pada triwulan I 2016 mengalami deflasi.

Perkembangan I nflasi02

petrus_ee
Highlight
Inflasi
petrus_ee
Highlight
pendorong
Page 18: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Pada triwulan I 2016, Provinsi NTT mengalami deflasi hingga sebesar 0,36% (qtq). Penurunan inflasi tersebut

lebih disebabkan oleh kembali normalnya harga komoditas seiring dengan kembali normalnya permintaan

masyarakat. Penurunan tarif angkutan udara menjadi penyumbang utama deflasi, diikuti oleh kembali

normalnya harga bahan makanan. Namun demikian secara tahunan, inflasi masih menunjukkan nilai yang

cukup tinggi yaitu sebesar 5,04% (yoy), lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar 4,45% (yoy). Masih

relatif tingginya inflasi lebih disebabkan oleh tingginya kenaikan harga di bulan Desember 2015, sehingga walaupun

sudah mulai menunjukkan normalisasi harga, namun harga tetap belum kembali seperti semula. Normalisasi harga terlihat

dari besaran inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi sebesar 0,36% (qtq). Deflasi ini menjadikan NTT sebagai

provinsi dengan deflasi terbesar ke-4 setelah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Nilai deflasi tersebut

jauh lebih rendah dibanding capaian nasional di triwulan I 2016 yang mengalami inflasi sebesar 0,62% (qtq). Deflasi NTT

terjadi karena harga kembali menurun setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015.

2.1.1 Inflasi Tahunan

Secara tahunan, Inflasi di Provinsi NTT mencapai 5,04%, lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar

4,45%. Tingginya inflasi bahan makanan serta makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penyebab

utama tingginya inflasi secara tahunan di NTT. Di saat harga komoditas lainnya cenderung mengalami penurunan,

harga beberapa komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau justru mengalami kenaikan di triwulan I 2016 dengan

penyumbang utama kenaikan harga adalah inflasi pada komoditas nasi dengan lauk dan rokok kretek filter. Adanya

kenaikan tarif cukai rokok dan bahan baku tembakau membuat harga harus dinaikkan secara bertahap di tiap bulannya.

Nasi dengan lauk juga mengalami kenaikan hingga 8,23% (yoy) selama 1 tahun walaupun di sisi lain terjadi penurunan

harga listrik dan BBM. Tingginya inflasi daging ayam ras, kembung, sawi putih, beras, bawang merah dan telur ayam ras

membuat harga makanan jadi juga berangsur mengalami kenaikan. Dari total 10 komoditas penyumbang inflasi utama

tahunan, 6 komoditas bahan makanan di atas menjadi penyumbang utama inflasi sepanjang tahun. Hanya ikan kembung

dan bawang merah yang naik pada triwulan ini, sedangkan 4 komoditas lainnya sudah mengalami kenaikan terlebih di

akhir tahun 2015. Kenaikan harga semen lebih disebabkan oleh adanya gangguan produksi semen di akhir tahun yang

bersamaan dengan tingginya permintaan proyek yang masih dilakukan hingga bulan Februari 2016.

Adapun komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain besi beton, seng dan batako yang kemungkinan

disebabkan oleh peningkatan pasokan karena peningkatan persaingan dan turunnya harga komoditas. Komoditas minyak

goreng dan solar turun lebih dikarenakan penurunan harga komoditas. Penurunan harga cabai rawit dan cabai merah

disebabkan oleh berjalannya program gerakan tanam cabai di musim kemarau, sehingga pada musim hujan pasokan cabe

tetap terjaga.Adapun komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain besi beton, seng dan batako yang

kemungkinan disebabkan oleh peningkatan pasokan karena peningkatan persaingan dan turunnya harga komoditas.

2.1. KONDISI UMUM

GRAFIK 2.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

Sumber : BPS, diolah

NASIONAL NTT

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

5.04%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

4.45%

GRAFIK 2.2. INFLASI TRIWULANAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

Sumber : BPS, diolah

NASIONAL NTT

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV II I I I I I IV2012-1.0%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

0.62%

0.36%2016

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Page 19: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Pada triwulan I 2016, Provinsi NTT mengalami deflasi hingga sebesar 0,36% (qtq). Penurunan inflasi tersebut

lebih disebabkan oleh kembali normalnya harga komoditas seiring dengan kembali normalnya permintaan

masyarakat. Penurunan tarif angkutan udara menjadi penyumbang utama deflasi, diikuti oleh kembali

normalnya harga bahan makanan. Namun demikian secara tahunan, inflasi masih menunjukkan nilai yang

cukup tinggi yaitu sebesar 5,04% (yoy), lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar 4,45% (yoy). Masih

relatif tingginya inflasi lebih disebabkan oleh tingginya kenaikan harga di bulan Desember 2015, sehingga walaupun

sudah mulai menunjukkan normalisasi harga, namun harga tetap belum kembali seperti semula. Normalisasi harga terlihat

dari besaran inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi sebesar 0,36% (qtq). Deflasi ini menjadikan NTT sebagai

provinsi dengan deflasi terbesar ke-4 setelah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Nilai deflasi tersebut

jauh lebih rendah dibanding capaian nasional di triwulan I 2016 yang mengalami inflasi sebesar 0,62% (qtq). Deflasi NTT

terjadi karena harga kembali menurun setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015.

2.1.1 Inflasi Tahunan

Secara tahunan, Inflasi di Provinsi NTT mencapai 5,04%, lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar

4,45%. Tingginya inflasi bahan makanan serta makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penyebab

utama tingginya inflasi secara tahunan di NTT. Di saat harga komoditas lainnya cenderung mengalami penurunan,

harga beberapa komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau justru mengalami kenaikan di triwulan I 2016 dengan

penyumbang utama kenaikan harga adalah inflasi pada komoditas nasi dengan lauk dan rokok kretek filter. Adanya

kenaikan tarif cukai rokok dan bahan baku tembakau membuat harga harus dinaikkan secara bertahap di tiap bulannya.

Nasi dengan lauk juga mengalami kenaikan hingga 8,23% (yoy) selama 1 tahun walaupun di sisi lain terjadi penurunan

harga listrik dan BBM. Tingginya inflasi daging ayam ras, kembung, sawi putih, beras, bawang merah dan telur ayam ras

membuat harga makanan jadi juga berangsur mengalami kenaikan. Dari total 10 komoditas penyumbang inflasi utama

tahunan, 6 komoditas bahan makanan di atas menjadi penyumbang utama inflasi sepanjang tahun. Hanya ikan kembung

dan bawang merah yang naik pada triwulan ini, sedangkan 4 komoditas lainnya sudah mengalami kenaikan terlebih di

akhir tahun 2015. Kenaikan harga semen lebih disebabkan oleh adanya gangguan produksi semen di akhir tahun yang

bersamaan dengan tingginya permintaan proyek yang masih dilakukan hingga bulan Februari 2016.

Adapun komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain besi beton, seng dan batako yang kemungkinan

disebabkan oleh peningkatan pasokan karena peningkatan persaingan dan turunnya harga komoditas. Komoditas minyak

goreng dan solar turun lebih dikarenakan penurunan harga komoditas. Penurunan harga cabai rawit dan cabai merah

disebabkan oleh berjalannya program gerakan tanam cabai di musim kemarau, sehingga pada musim hujan pasokan cabe

tetap terjaga.Adapun komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain besi beton, seng dan batako yang

kemungkinan disebabkan oleh peningkatan pasokan karena peningkatan persaingan dan turunnya harga komoditas.

2.1. KONDISI UMUM

GRAFIK 2.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

Sumber : BPS, diolah

NASIONAL NTT

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

5.04%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

4.45%

GRAFIK 2.2. INFLASI TRIWULANAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL

Sumber : BPS, diolah

NASIONAL NTT

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV II I I I I I IV2012-1.0%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

0.62%

0.36%2016

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

petrus_ee
Sticky Note
Komoditas angkutan udara menjadi komoditas dengan sumbangan deflasi terbesar yang disebabkan oleh penurunan tarif penerbangan hingga 14,55% (qtq). Kembali normalnya permintaan menjadi penyebab utama kembali normalnya harga-harga komoditas bahan makanan. Adanya penurunan harga minyak dunia juga berdampak terhadap penurunan harga bensin dan tarif listrik. Secara triwulanan, harga semen juga mengalami penurunan setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015. Tabel 2.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Triwulanan di Provinsi NTT Sumber : BPS, diolah Adapun kenaikan harga komoditas yang terjadi seperti bawang merah, tomat sayur, dan bawang putih lebih disebabkan oleh terbatasnya pasokan. Kenaikan harga cabe rawit lebih disebabkan oleh kembali ke harga normal setelah mengalami penurunan harga yang cukup besar di tahun sebelumnya. Kenaikan harga tongkol dan ikan-ikanan lebih disebabkan oleh kondisi cuaca yang buruk dan gelombang tinggi.
Page 20: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Tabel 2.4. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT

ANGKUTAN UDARA

BENSIN

KANGKUNG

BUNGA PEPAYA

BAYAM

DAUN SINGKONG

SOLAR

BATAKO

BUNCIS

LAYANG/BENGGOL

(11,27)

(4,15)

(14,87)

(27,95)

(17,02)

(18,11)

(13,64)

(7,37)

(24,75)

(15,42)

Komoditas Inflasi (%) (0,34)

(0,13)

(0,10)

(0,05)

(0,05)

(0,04)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

Andil (%)DAGING AYAM RAS

SEMEN

SAWI PUTIH

TARIP LISTRIK

CABAI RAWIT

CABAI MERAH

BESI BETON

SENG

DAUN SINGKONG

BERAS

(14,89)

(6,13)

(17,08)

(3,63)

(30,21)

(15,26)

(3,52)

(3,12)

(13,92)

(0,36)

Komoditas Inflasi (%) (0,22)

(0,17)

(0,15)

(0,10)

(0,08)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

Andil (%)DAGING AYAM RAS

ANGKUTAN UDARA

KEMBUNG

KENTANG

CABAI MERAH

TELUR AYAM RAS

PEPAYA MUDA

TOMAT SAYUR

TARIP LISTRIK

LABU SIAM/JIPANG

(12,02)

(4,36)

(6,61)

(34,16)

(37,88)

(5,75)

(34,08)

(10,22)

(1,31)

(34,20)

Komoditas Inflasi (%) (0,15)

(0,12)

(0,11)

(0,10)

(0,08)

(0,05)

(0,05)

(0,04)

(0,04)

(0,03)

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

JANUARI FEBRUARI MARET

tidak melaut. Harga cabai mengalami kenaikan tinggi yang lebih disebabkan oleh turunnya harga di bulan sebelumnya.

Angkutan udara dan bensin menjadi penahan inflasi utama bulan Januari yang disebabkan oleh turunnya aktivitas

masyarakat dan penurunan harga BBM.

Tabel 2.3. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT

Daging Ayam Ras

Cabai Rawit

Kembung

Cabai Merah

Bawang Merah

Semen

Nasi dengan Lauk

Tomat Sayur

Sawi Putih

Kentang

11,50

131,29

8,59

90,15

45,72

4,02

3,24

18,57

7,58

29,42

Komoditas Inflasi (%) 0,15

0,15

0,13

0,12

0,11

0,11

0,07

0,06

0,06

0,06

Andil (%)Tongkol/Ambu-ambu

Rokok Kretek Filter

Sawi Hijau

Nasi dengan Lauk

Bayam

Tomat Sayur

Buah Pinang

Kentang

Celana Panjang Jeans

Rokok Putih

23,07

2,80

27,66

1,59

14,37

7,49

44,25

8,94

10,72

2,89

Komoditas Inflasi (%) 0,11

0,05

0,04

0,03

0,03

0,03

0,03

0,02

0,02

0,02

Andil (%)Kangkung

Sawi Putih

Rokok Kretek Filter

Tempe

Bawang Putih

Pisang

Lengkuas

Mie

Minuman Ringan

Ikan Bakar

11,49

8,63

1,98

7,13

7,89

6,63

8,69

1,13

3,05

4,35

Komoditas Inflasi (%) 0,06

0,06

0,03

0,03

0,02

0,02

0,02

0,01

0,01

0,01

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

JANUARI FEBRUARI MARET

Adanya musim angin masih membuat hasil tangkapan ikan berkurang di bulan Februari 2016. Produsen rokok juga mulai

kembali menaikkan harga jual seiring dengan adanya kenaikan cukai rokok. Kembali normalnya pasokan daging ayam ras

mampu menahan laju inflasi di Provinsi NTT. Batas akhir penyelesaian proyek pemerintah yang selesai di tanggal 20

Februari mampu menurunkan harga semen, besi beton dan seng. Penurunan 12 tarif listrik juga berkontribusi positif

dalam menahan laju inflasi. Harga cabai juga kembali menurun setelah mengalami kenaikan signifikan di bulan Januari

2016. secara keseluruhan, pada bulan Februari 2016, NTT mengalami deflasi hingga -0,34% (mtm) dibanding bulan

sebelumnya.

Provinsi NTT justru mengalami deflasi yang lebih tinggi hingga sebesar -0,76% (mtm) di saat secara nasional justru

mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm) pada bulan Maret 2016. Kembali stabilnya pasokan ayam, penurunan tarif

angkutan udara, maupun membaiknya cuaca membuat pemenuhan pasokan pangan membaik dan harga-harga dapat

kembali normal. Adanya kenaikan harga kangkung lebih dikarenakan kembali ke harga normal. Kenaikan harga rokok

karena kenaikan cukai rokok dan inflasi temped an bawang putih lebih disebabkan oleh kenaikan harga komoditas kedelai

dan bawang putih dunia.

Komoditas minyak goreng dan solar turun lebih dikarenakan penurunan harga komoditas. Penurunan harga cabai rawit

dan cabai merah disebabkan oleh berjalannya program gerakan tanam cabai di musim kemarau, sehingga pada musim

hujan pasokan cabe tetap terjaga.

Tabel 2.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT

SAWI PUTIH

DAGING AYAM RAS

KEMBUNG

BERAS

ROKOK KRETEK FILTER

SEMEN

BAWANG MERAH

NASI DENGAN LAUK

TELUR AYAM RAS

KONTRAK RUMAH

52,79

30,64

19,96

4,02

16,41

9,31

57,52

8,23

14,96

4,94

Komoditas

PENYUMBANG INFLASI UTAMA

Inflasi (%) 0,39

0,38

0,34

0,28

0,28

0,24

0,22

0,18

0,12

0,12

Andil (%)Besi Beton

Seng

Bayam

Cabai Rawit

Cabai Merah

Batako

Laptop/Notebook

Daun Singkong

Minyak Goreng

Solar

(12,61)

(10,39)

(25,04)

(34,45)

(26,23)

(12,00)

(9,27)

(23,21)

(3,40)

(12,61)

Komoditas

PENYUMBANG DEFLASI UTAMA

Inflasi (%) (0,10)

(0,10)

(0,07)

(0,06)

(0,06)

(0,05)

(0,04)

(0,04)

(0,04)

(0,03)

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

2.1.2 Inflasi Triwulanan

Secara triwulanan, Provinsi NTT justru mengalami deflasi -0,36% (qtq) yang lebih disebabkan oleh normalisasi

harga setelah mengalami kenaikan signifikan di akhir tahun 2015. Komoditas angkutan udara menjadi komoditas

dengan sumbangan deflasi terbesar yang disebabkan oleh penurunan tarif penerbangan hingga 14,55% (qtq). Kembali

normalnya permintaan menjadi penyebab utama kembali normalnya harga-harga komoditas bahan makanan. Adanya

penurunan harga minyak dunia juga berdampak terhadap penurunan harga bensin dan tarif listrik. Secara triwulanan,

harga semen juga mengalami penurunan setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015.

Adapun kenaikan harga komoditas yang terjadi seperti bawang merah, tomat sayur, dan bawang putih lebih disebabkan

oleh terbatasnya pasokan. Kenaikan harga cabe rawit lebih disebabkan oleh kembali ke harga normal setelah mengalami

penurunan harga yang cukup besar di tahun sebelumnya. Kenaikan harga tongkol dan ikan-ikanan lebih disebabkan oleh

kondisi cuaca yang buruk dan gelombang tinggi.

2.1.3 Inflasi Bulanan

Secara bulanan, Provinsi NTT masih mengalami inflasi pada bulan Januari 2016 yang disebabkan oleh kondisi

cuaca yang buruk, sehingga pasokan bahan pangan relatif berkurang. Pada bulan Februari dan Maret 2016

terjadi penurunan harga yang lebih disebabkan oleh kembali normalnya pasokan dan penurunan permintaan.

Pada bulan Januari 2016, NTT masih mengalami inflasi 0,74% (mtm) terutama disebabkan oleh masih tingginya harga

daging ayam ras karena berkurangnya pasokan ayam imbas dari kematian lebih dari tiga puluh persen ayam akibat dari

adanya pergantian cuaca. Harga ikan juga cenderung naik karena adanya gelombang tinggi sehingga banyak nelayan

Tabel 2.2. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Triwulanan di Provinsi NTT

BAWANG MERAH

TONGKOL

ROKOK KRETEK FILTER

NASI DENGAN LAUK

CABAI RAWIT

TOMAT SAYUR

TAHU MENTAH

BAWANG PUTIH

UPAH PEMBANTU RT

KEMBUNG

55,91

21,63

6,69

4,88

42,53

14,43

15,60

18,18

3,64

2,15

Komoditas

PENYUMBANG INFLASI UTAMA

Inflasi (%) 0,21

0,13

0,11

0,11

0,08

0,06

0,06

0,05

0,04

0,04

Andil (%)ANGKUTAN UDARA

DAGING AYAM RAS

BENSIN

TARIP LISTRIK

SEMEN

DAUN SINGKONG

BUNGA PEPAYA

BERAS

KANGKUNG

WORTEL

(14,55)

(16,51)

(4,85)

(2,81)

(2,83)

(37,33)

(43,56)

(0,64)

(7,19)

(23,12)

Komoditas

PENYUMBANG DEFLASI UTAMA

Inflasi (%) (0,40)

(0,21)

(0,14)

(0,08)

(0,07)

(0,06)

(0,05)

(0,04)

(0,04)

(0,04)

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Highlight
Tabel 2.2.
petrus_ee
Highlight
delete Pembahasan beralih ke atas.. coba cek dan lihat di Bab 2 revise. thx.
petrus_ee
Highlight
2
Page 21: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Tabel 2.4. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT

ANGKUTAN UDARA

BENSIN

KANGKUNG

BUNGA PEPAYA

BAYAM

DAUN SINGKONG

SOLAR

BATAKO

BUNCIS

LAYANG/BENGGOL

(11,27)

(4,15)

(14,87)

(27,95)

(17,02)

(18,11)

(13,64)

(7,37)

(24,75)

(15,42)

Komoditas Inflasi (%) (0,34)

(0,13)

(0,10)

(0,05)

(0,05)

(0,04)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

Andil (%)DAGING AYAM RAS

SEMEN

SAWI PUTIH

TARIP LISTRIK

CABAI RAWIT

CABAI MERAH

BESI BETON

SENG

DAUN SINGKONG

BERAS

(14,89)

(6,13)

(17,08)

(3,63)

(30,21)

(15,26)

(3,52)

(3,12)

(13,92)

(0,36)

Komoditas Inflasi (%) (0,22)

(0,17)

(0,15)

(0,10)

(0,08)

(0,04)

(0,03)

(0,03)

(0,03)

(0,02)

Andil (%)DAGING AYAM RAS

ANGKUTAN UDARA

KEMBUNG

KENTANG

CABAI MERAH

TELUR AYAM RAS

PEPAYA MUDA

TOMAT SAYUR

TARIP LISTRIK

LABU SIAM/JIPANG

(12,02)

(4,36)

(6,61)

(34,16)

(37,88)

(5,75)

(34,08)

(10,22)

(1,31)

(34,20)

Komoditas Inflasi (%) (0,15)

(0,12)

(0,11)

(0,10)

(0,08)

(0,05)

(0,05)

(0,04)

(0,04)

(0,03)

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

JANUARI FEBRUARI MARET

tidak melaut. Harga cabai mengalami kenaikan tinggi yang lebih disebabkan oleh turunnya harga di bulan sebelumnya.

Angkutan udara dan bensin menjadi penahan inflasi utama bulan Januari yang disebabkan oleh turunnya aktivitas

masyarakat dan penurunan harga BBM.

Tabel 2.3. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT

Daging Ayam Ras

Cabai Rawit

Kembung

Cabai Merah

Bawang Merah

Semen

Nasi dengan Lauk

Tomat Sayur

Sawi Putih

Kentang

11,50

131,29

8,59

90,15

45,72

4,02

3,24

18,57

7,58

29,42

Komoditas Inflasi (%) 0,15

0,15

0,13

0,12

0,11

0,11

0,07

0,06

0,06

0,06

Andil (%)Tongkol/Ambu-ambu

Rokok Kretek Filter

Sawi Hijau

Nasi dengan Lauk

Bayam

Tomat Sayur

Buah Pinang

Kentang

Celana Panjang Jeans

Rokok Putih

23,07

2,80

27,66

1,59

14,37

7,49

44,25

8,94

10,72

2,89

Komoditas Inflasi (%) 0,11

0,05

0,04

0,03

0,03

0,03

0,03

0,02

0,02

0,02

Andil (%)Kangkung

Sawi Putih

Rokok Kretek Filter

Tempe

Bawang Putih

Pisang

Lengkuas

Mie

Minuman Ringan

Ikan Bakar

11,49

8,63

1,98

7,13

7,89

6,63

8,69

1,13

3,05

4,35

Komoditas Inflasi (%) 0,06

0,06

0,03

0,03

0,02

0,02

0,02

0,01

0,01

0,01

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

JANUARI FEBRUARI MARET

Adanya musim angin masih membuat hasil tangkapan ikan berkurang di bulan Februari 2016. Produsen rokok juga mulai

kembali menaikkan harga jual seiring dengan adanya kenaikan cukai rokok. Kembali normalnya pasokan daging ayam ras

mampu menahan laju inflasi di Provinsi NTT. Batas akhir penyelesaian proyek pemerintah yang selesai di tanggal 20

Februari mampu menurunkan harga semen, besi beton dan seng. Penurunan 12 tarif listrik juga berkontribusi positif

dalam menahan laju inflasi. Harga cabai juga kembali menurun setelah mengalami kenaikan signifikan di bulan Januari

2016. secara keseluruhan, pada bulan Februari 2016, NTT mengalami deflasi hingga -0,34% (mtm) dibanding bulan

sebelumnya.

Provinsi NTT justru mengalami deflasi yang lebih tinggi hingga sebesar -0,76% (mtm) di saat secara nasional justru

mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm) pada bulan Maret 2016. Kembali stabilnya pasokan ayam, penurunan tarif

angkutan udara, maupun membaiknya cuaca membuat pemenuhan pasokan pangan membaik dan harga-harga dapat

kembali normal. Adanya kenaikan harga kangkung lebih dikarenakan kembali ke harga normal. Kenaikan harga rokok

karena kenaikan cukai rokok dan inflasi temped an bawang putih lebih disebabkan oleh kenaikan harga komoditas kedelai

dan bawang putih dunia.

Komoditas minyak goreng dan solar turun lebih dikarenakan penurunan harga komoditas. Penurunan harga cabai rawit

dan cabai merah disebabkan oleh berjalannya program gerakan tanam cabai di musim kemarau, sehingga pada musim

hujan pasokan cabe tetap terjaga.

Tabel 2.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT

SAWI PUTIH

DAGING AYAM RAS

KEMBUNG

BERAS

ROKOK KRETEK FILTER

SEMEN

BAWANG MERAH

NASI DENGAN LAUK

TELUR AYAM RAS

KONTRAK RUMAH

52,79

30,64

19,96

4,02

16,41

9,31

57,52

8,23

14,96

4,94

Komoditas

PENYUMBANG INFLASI UTAMA

Inflasi (%) 0,39

0,38

0,34

0,28

0,28

0,24

0,22

0,18

0,12

0,12

Andil (%)Besi Beton

Seng

Bayam

Cabai Rawit

Cabai Merah

Batako

Laptop/Notebook

Daun Singkong

Minyak Goreng

Solar

(12,61)

(10,39)

(25,04)

(34,45)

(26,23)

(12,00)

(9,27)

(23,21)

(3,40)

(12,61)

Komoditas

PENYUMBANG DEFLASI UTAMA

Inflasi (%) (0,10)

(0,10)

(0,07)

(0,06)

(0,06)

(0,05)

(0,04)

(0,04)

(0,04)

(0,03)

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

2.1.2 Inflasi Triwulanan

Secara triwulanan, Provinsi NTT justru mengalami deflasi -0,36% (qtq) yang lebih disebabkan oleh normalisasi

harga setelah mengalami kenaikan signifikan di akhir tahun 2015. Komoditas angkutan udara menjadi komoditas

dengan sumbangan deflasi terbesar yang disebabkan oleh penurunan tarif penerbangan hingga 14,55% (qtq). Kembali

normalnya permintaan menjadi penyebab utama kembali normalnya harga-harga komoditas bahan makanan. Adanya

penurunan harga minyak dunia juga berdampak terhadap penurunan harga bensin dan tarif listrik. Secara triwulanan,

harga semen juga mengalami penurunan setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015.

Adapun kenaikan harga komoditas yang terjadi seperti bawang merah, tomat sayur, dan bawang putih lebih disebabkan

oleh terbatasnya pasokan. Kenaikan harga cabe rawit lebih disebabkan oleh kembali ke harga normal setelah mengalami

penurunan harga yang cukup besar di tahun sebelumnya. Kenaikan harga tongkol dan ikan-ikanan lebih disebabkan oleh

kondisi cuaca yang buruk dan gelombang tinggi.

2.1.3 Inflasi Bulanan

Secara bulanan, Provinsi NTT masih mengalami inflasi pada bulan Januari 2016 yang disebabkan oleh kondisi

cuaca yang buruk, sehingga pasokan bahan pangan relatif berkurang. Pada bulan Februari dan Maret 2016

terjadi penurunan harga yang lebih disebabkan oleh kembali normalnya pasokan dan penurunan permintaan.

Pada bulan Januari 2016, NTT masih mengalami inflasi 0,74% (mtm) terutama disebabkan oleh masih tingginya harga

daging ayam ras karena berkurangnya pasokan ayam imbas dari kematian lebih dari tiga puluh persen ayam akibat dari

adanya pergantian cuaca. Harga ikan juga cenderung naik karena adanya gelombang tinggi sehingga banyak nelayan

Tabel 2.2. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Triwulanan di Provinsi NTT

BAWANG MERAH

TONGKOL

ROKOK KRETEK FILTER

NASI DENGAN LAUK

CABAI RAWIT

TOMAT SAYUR

TAHU MENTAH

BAWANG PUTIH

UPAH PEMBANTU RT

KEMBUNG

55,91

21,63

6,69

4,88

42,53

14,43

15,60

18,18

3,64

2,15

Komoditas

PENYUMBANG INFLASI UTAMA

Inflasi (%) 0,21

0,13

0,11

0,11

0,08

0,06

0,06

0,05

0,04

0,04

Andil (%)ANGKUTAN UDARA

DAGING AYAM RAS

BENSIN

TARIP LISTRIK

SEMEN

DAUN SINGKONG

BUNGA PEPAYA

BERAS

KANGKUNG

WORTEL

(14,55)

(16,51)

(4,85)

(2,81)

(2,83)

(37,33)

(43,56)

(0,64)

(7,19)

(23,12)

Komoditas

PENYUMBANG DEFLASI UTAMA

Inflasi (%) (0,40)

(0,21)

(0,14)

(0,08)

(0,07)

(0,06)

(0,05)

(0,04)

(0,04)

(0,04)

Andil (%)

Sumber : BPS diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Highlight
rokok, sementara tempe dan
Page 22: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANANPER SUB KELOMPOK KOMODITAS

-10

0

10

20

30PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

IKAN DIAWETKAN

TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA

SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN

BUAH - BUAHAN

BUMBU - BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

BAHAN MAKANAN LAINNYA

YOY

QTQ

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.5. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

8.14

(1.09)

2.99

(1.13)

(2.86)

(8.00)

(6.00)

(4.00)

(2.00)

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

YOY QTQ MTM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

Secara bulanan, penurunan harga kelompok komoditas bahan makanan terjadi pada bulan Februari dan Maret setelah

pada bulan Desember 2015 dan Januari 2016 mengalami kenaikan yang sangat tinggi.

2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di triwulan I 2016 menjadi penyumbang deflasi utama di Provinsi

NTT. Adanya penurunan harga BBM, dan turunnya kebutuhan angkutan udara menjadi penyebab utama deflasi di

triwulan I 2016.

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DANJASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

(3.24)(0.57)

(10.00)

(5.00)

-

5.00

10.00

15.00

20.00

1.28

YOY QTQ MTM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASIDAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

-7%-2%4%9%

14%19%24% TRIWULANAN

TRANSPORKOMUNIKASI DAN PENGIRIMANSARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

0%5%

10%15%20%25% TAHUNAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

Secara tahunan, kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih mengalami inflasi walaupun

cukup rendah. Kenaikan tarif angkutan udara sebesar 4,08% menjadi penyebab utama inflasi, sedangkan penurunan

harga solar terutama di triwulan I 2016 menjadi penahan utama laju inflasi komoditas.

Secara bulanan, laju inflasi kelompok komoditas transportasi mengalami penurunan seiring dengan penurunan

kebutuhan transportasi pada bulan Januari 2016 dan penurunan harga BBM bersubsidi. Permintaan transportasi kembali

meningkat di bulan Februari seiring dengan adanya rapat koordinasi nasional antara pusat dan daerah. Pada bulan Maret

2016, kembali terjadi deflasi seiring dengan kembali menurunnya kebutuhan angkutan udara.

2.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan TembakauKelompok komoditas Makanan jadi, Minuman dan Tembakau pada triwulan I 2016 mengalami inflasi tinggi baik secara

triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau mencapai

9,61% (yoy) dan inflasi triwulanan mencapai 3,21% (qtq), menjadi penyumbang utama inflasi triwulan I 2016. Sejak akhir

2014 hingga triwulan I 2016, komoditas ini selalu mengalami inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan cukai

rokok yang berdampak pada kenaikan harga rokok dan tembakau secara bertahap. Harga makanan jadi juga

menunjukkan kenaikan yang cukup tinggi yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan.

Secara tahunan, Komoditas bahan makanan masih menjadi penyumbang utama inflasi di NTT. Tingginya

kenaikan harga bahan makanan berpengaruh terhadap tingginya inflasi makanan jadi. Secara triwulanan,

inflasi makanan jadi bahkan menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT. Kembali lancarnya pasokan

barang dan normalnya permintaan membuat secara triwulanan, NTT mengalami deflasi yang didorong oleh

penurunan harga bahan makanan dan transportasi. Tiga kelompok komoditas mengalami deflasi dan empat lainnya

mengalami inflasi. Penurunan harga dan tarif rata-rata terjadi pada kelompok komoditas bahan makanan, pendidikan dan

transportasi. Kelompok komoditas yang mengalami inflasi antara lain makanan jadi, minuman dan tembakau,

perumahan, sandang dan kesehatan. Hanya kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau yang

mengalami kenaikan cukup tinggi yang disebabkan oleh kenaikan makanan jadi karena kenaikan harga bahan makanan

dan ongkos pegawai, serta kenaikan cukai rokok dan tembakau.

Tabel 2.5. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

IHK 2016

JAN FEB

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

127,1

128,4

134,1

125,3

121,5

112,7

121,1

132,0

126,6

126,7

135,8

123,7

122,5

113,1

121,0

132,1

MAR

125,6

123,0

136,3

123,6

123,1

113,6

120,7

131,5

YOY

5,16

8,70

10,00

2,66

6,44

4,16

3,02

1,61

MTM

0,78

3,61

1,41

1,00

(0,52)

(0,16)

0,13

(2,85)

(0,42)

(1,32)

1,31

(1,27)

0,84

0,36

(0,07)

0,08

(0,76)

(2,89)

0,38

(0,07)

0,42

0,44

(0,25)

(0,48)

QTQ

(0,40)

(0,72)

3,12

(0,35)

0,73

0,65

(0,18)

(3,24)

JAN FEB MAR

GRAFIK 2.4. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA

Sumber : BPS, diolah

3.66 4.34

5.03

0.85 1.06

(0.36) (0.50)

0.50

1.50

2.50

3.50

4.50

5.50

BALI NTB NTT BALI NTB NTT

TAHUNAN TRIWULANAN

GRAFIK 2.3. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA

Sumber : BPS, diolah

TAHUNAN TRIWULANAN

5.0

8

5.0

4

4.0

6

3.93

5.70

0.5

8

0.5

2

0.7

1

0.5

5 0.9

4

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00K

ALI

MA

NTA

N

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

Berdasarkan wilayah, inflasi di wilayah Balinusra masih cenderung stabil baik secara tahunan maupun triwulanan. Di

wilayah Balinusra, inflasi tahunan NTT masih menjadi yang tertinggi dibanding Bali yang mengalami inflasi sebesar 3,66%

(yoy) dan NTB yang mengalami inflasi sebesar 4,34% (yoy). Namun demikian, perbedaan inflasi dapat dikurangi seiring

dengan deflasi yang terjadi di NTT pada triwulan I 2016, sedangkan Bali dan NTB justru mengalami inflasi.

2.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

2.2.1 Bahan Makanan

Inflasi komoditas bahan makanan secara tahunan masih mengalami kenaikan tinggi sebesar 8,14% (yoy). Tingginya inflasi

tahunan bahan makanan lebih disebabkan oleh tingginya inflasi daging dan hasil-hasilnya, sayur-sayuran, beras dan ikan

yang mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015 dan masih berdampak hingga sekarang. Secara triwulanan, harga-

harga komoditas bahan makanan sudah berangsur pulih yang terlihat dari adanya deflasi sebesar 1,09% (qtq). Penurunan

harga daging ayam ras dan 19 komoditas sayur-sayuran menjadi pendorong utama deflasi di triwulan I 2016. Namun

demikian, tingginya kenaikan harga bumbu-bumbuan terutama bawang merah dan bawang putih menghambat

tercapainya penurunan harga yang lebih tinggi.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Sticky Note
Tabelnya salah kang.. coba cek lagi ya.. yang bok pasang punya kota kupang.
Page 23: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANANPER SUB KELOMPOK KOMODITAS

-10

0

10

20

30PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA

DAGING DAN HASIL-HASILNYA

IKAN SEGAR

IKAN DIAWETKAN

TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA

SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN

BUAH - BUAHAN

BUMBU - BUMBUAN

LEMAK DAN MINYAK

BAHAN MAKANAN LAINNYA

YOY

QTQ

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.5. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

8.14

(1.09)

2.99

(1.13)

(2.86)

(8.00)

(6.00)

(4.00)

(2.00)

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

YOY QTQ MTM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

Secara bulanan, penurunan harga kelompok komoditas bahan makanan terjadi pada bulan Februari dan Maret setelah

pada bulan Desember 2015 dan Januari 2016 mengalami kenaikan yang sangat tinggi.

2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan

Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di triwulan I 2016 menjadi penyumbang deflasi utama di Provinsi

NTT. Adanya penurunan harga BBM, dan turunnya kebutuhan angkutan udara menjadi penyebab utama deflasi di

triwulan I 2016.

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DANJASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

(3.24)(0.57)

(10.00)

(5.00)

-

5.00

10.00

15.00

20.00

1.28

YOY QTQ MTM

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASIDAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

-7%-2%4%9%

14%19%24% TRIWULANAN

TRANSPORKOMUNIKASI DAN PENGIRIMANSARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR

TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN

0%5%

10%15%20%25% TAHUNAN

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

Secara tahunan, kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih mengalami inflasi walaupun

cukup rendah. Kenaikan tarif angkutan udara sebesar 4,08% menjadi penyebab utama inflasi, sedangkan penurunan

harga solar terutama di triwulan I 2016 menjadi penahan utama laju inflasi komoditas.

Secara bulanan, laju inflasi kelompok komoditas transportasi mengalami penurunan seiring dengan penurunan

kebutuhan transportasi pada bulan Januari 2016 dan penurunan harga BBM bersubsidi. Permintaan transportasi kembali

meningkat di bulan Februari seiring dengan adanya rapat koordinasi nasional antara pusat dan daerah. Pada bulan Maret

2016, kembali terjadi deflasi seiring dengan kembali menurunnya kebutuhan angkutan udara.

2.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan TembakauKelompok komoditas Makanan jadi, Minuman dan Tembakau pada triwulan I 2016 mengalami inflasi tinggi baik secara

triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau mencapai

9,61% (yoy) dan inflasi triwulanan mencapai 3,21% (qtq), menjadi penyumbang utama inflasi triwulan I 2016. Sejak akhir

2014 hingga triwulan I 2016, komoditas ini selalu mengalami inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan cukai

rokok yang berdampak pada kenaikan harga rokok dan tembakau secara bertahap. Harga makanan jadi juga

menunjukkan kenaikan yang cukup tinggi yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan.

Secara tahunan, Komoditas bahan makanan masih menjadi penyumbang utama inflasi di NTT. Tingginya

kenaikan harga bahan makanan berpengaruh terhadap tingginya inflasi makanan jadi. Secara triwulanan,

inflasi makanan jadi bahkan menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT. Kembali lancarnya pasokan

barang dan normalnya permintaan membuat secara triwulanan, NTT mengalami deflasi yang didorong oleh

penurunan harga bahan makanan dan transportasi. Tiga kelompok komoditas mengalami deflasi dan empat lainnya

mengalami inflasi. Penurunan harga dan tarif rata-rata terjadi pada kelompok komoditas bahan makanan, pendidikan dan

transportasi. Kelompok komoditas yang mengalami inflasi antara lain makanan jadi, minuman dan tembakau,

perumahan, sandang dan kesehatan. Hanya kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau yang

mengalami kenaikan cukup tinggi yang disebabkan oleh kenaikan makanan jadi karena kenaikan harga bahan makanan

dan ongkos pegawai, serta kenaikan cukai rokok dan tembakau.

Tabel 2.5. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITI

Sumber : BPS diolah

IHK 2016

JAN FEB

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

127,1

128,4

134,1

125,3

121,5

112,7

121,1

132,0

126,6

126,7

135,8

123,7

122,5

113,1

121,0

132,1

MAR

125,6

123,0

136,3

123,6

123,1

113,6

120,7

131,5

YOY

5,16

8,70

10,00

2,66

6,44

4,16

3,02

1,61

MTM

0,78

3,61

1,41

1,00

(0,52)

(0,16)

0,13

(2,85)

(0,42)

(1,32)

1,31

(1,27)

0,84

0,36

(0,07)

0,08

(0,76)

(2,89)

0,38

(0,07)

0,42

0,44

(0,25)

(0,48)

QTQ

(0,40)

(0,72)

3,12

(0,35)

0,73

0,65

(0,18)

(3,24)

JAN FEB MAR

GRAFIK 2.4. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA

Sumber : BPS, diolah

3.66 4.34

5.03

0.85 1.06

(0.36) (0.50)

0.50

1.50

2.50

3.50

4.50

5.50

BALI NTB NTT BALI NTB NTT

TAHUNAN TRIWULANAN

GRAFIK 2.3. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA

Sumber : BPS, diolah

TAHUNAN TRIWULANAN

5.0

8

5.0

4

4.0

6

3.93

5.70

0.5

8

0.5

2

0.7

1

0.5

5 0.9

4

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

KA

LIM

AN

TAN

SULA

MPU

A

BALI

NU

SRA

JAW

A

SUM

ATE

RA

Berdasarkan wilayah, inflasi di wilayah Balinusra masih cenderung stabil baik secara tahunan maupun triwulanan. Di

wilayah Balinusra, inflasi tahunan NTT masih menjadi yang tertinggi dibanding Bali yang mengalami inflasi sebesar 3,66%

(yoy) dan NTB yang mengalami inflasi sebesar 4,34% (yoy). Namun demikian, perbedaan inflasi dapat dikurangi seiring

dengan deflasi yang terjadi di NTT pada triwulan I 2016, sedangkan Bali dan NTB justru mengalami inflasi.

2.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

2.2.1 Bahan Makanan

Inflasi komoditas bahan makanan secara tahunan masih mengalami kenaikan tinggi sebesar 8,14% (yoy). Tingginya inflasi

tahunan bahan makanan lebih disebabkan oleh tingginya inflasi daging dan hasil-hasilnya, sayur-sayuran, beras dan ikan

yang mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015 dan masih berdampak hingga sekarang. Secara triwulanan, harga-

harga komoditas bahan makanan sudah berangsur pulih yang terlihat dari adanya deflasi sebesar 1,09% (qtq). Penurunan

harga daging ayam ras dan 19 komoditas sayur-sayuran menjadi pendorong utama deflasi di triwulan I 2016. Namun

demikian, tingginya kenaikan harga bumbu-bumbuan terutama bawang merah dan bawang putih menghambat

tercapainya penurunan harga yang lebih tinggi.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 24: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.11. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNANPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

SUM VFSUM CORE INF VFSUM AP INFLASI (YOY)INF CORE INF AP

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI BULANANPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

-4.5

-2.5

-0.5

1.5

3.5

5.5

7.5

SUM APSUM VFSUM CORE INFLASI (MTM)CORE VOL FOODADM PRICE

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

2.3.1 Kelompok Volatile Foods

Inflasi komoditas yang bergejolak (volatile foods) pada triwulan I 2016 masih menjadi penyumbang utama

inflasi di Provinsi NTT. Namun demikian, laju inflasi mengalami penurunan dibanding triwulan IV 2015. Secara

bulanan, volatile food mengalami deflasi di bulan Februari dan Maret 2016. Sepanjang triwulan I 2016, inflasi triwulanan

kelompok volatile food mengalami deflasi -0,74% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.

Tingginya inflasi tahunan volatile food disebabkan oleh masih tingginya kenaikan harga daging ayam ras yang sempat

mengalami kekurangan pasokan di akhir tahun 2015. Walaupun pasokan sudah berangsur normal, harga belum bisa

kembali ke posisi harga sebelumnya dikarenakan adanya kenaikan harga pakan. Tingginya harga sayur-sayuran di akhir

tahun 2015 juga belum kembali ke posisi semula yang masih menunjukkan adanya inflasi sebesar 15,39% (yoy) dibanding

tahun sebelumnya. Komoditas lain yang juga menjadi penyumbang utama inflasi antara lain kenaikan harga beras,

bawang merah dan bawang putih, ikan segar, telur dan kacang kedelai.

Penurunan harga sebenarnya sudah terjadi yang terlihat dari deflasi kelompok volatile food di triwulan I sebesar -0,74%

(qtq). Komoditas sayur-sayuran, daging dan hasil-hasilnya serta padi-padian telah menunjukkan adanya penurunan.

Namun demikian, dikarenakan besar penurunan yang tidak sebesar kenaikan yang terjadi, inflasi volatile food secara

tahunan tetap tinggi. Kurangnya pasokan bawang merah dan bawang putih serta kenaikan harga kacang kedelai dunia

dan kurangnya pasokan ikan membuat deflasi yang terjadi tidak sebesar yang diharapkan.

2.3.2 Kelompok Administered Prices

Secara triwulanan, Inflasi administered price menjadi penyumbang terbesar deflasi pada triwulan I 2016.

Kembali normalnya tarif angkutan udara dan penurunan harga BBM dan tarif listrik menjadi penyebab utama deflasi

administered price. Di sisi lain, kenaikan cukai rokok masih menjadi penghambat utama deflasi di triwulan I 2016. Secara

tahunan, inflasi administered price masih relatif stabil. Kenaikan inflasi hanya terjadi pada komoditas tembakau dan

minuman beralkohol yang mengalami inflasi sebesar 14,87%, sedangkan komoditas bahan bakar dan transportasi

cenderung tetap. Secara bulanan, inflasi administered price hanya terjadi pada bulan Februari 2016 yang disebabkan oleh

kenaikan cukai rokok dan naiknya tarif angkutan udara seiring dengan adanya acara rapat koordinasi pusat dan daerah.

Minimnya frekuensi angkutan udara membuat setiap adanya kegiatan bertaraf nasional atau yang mendatangkan banyak

orang membuat tarif angkutan juga mengalami kenaikan. Pada bulan Januari dan Maret 2016, kelompok administered

price mengalami deflasi yang disebabkan oleh kembali normalnya permintaan angkutan udara dan penurunan subsidi

BBM dan listrik.

Sumber : BPS, diolah

9.61

3.21

0.45 -

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

YOY QTQ MTM

Harga minuman juga menunjukkan adanya kenaikan harga yang konstan. Kenaikan harga minuman lebih disebabkan

oleh kenaikan dari pabrikan yang sebagian besar berasal dari Jawa. Kenaikan harga makanan jadi secara struktural lebih

disebabkan oleh keterbatasan bahan baku, kenaikan harga bahan makanan maupun terbatasnya pelaku usaha makanan

jadi, sehingga persaingan harga relatif rendah di NTT.

2.2.4 Komoditas Lainnya

Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar relatif rendah baik secara tahunan maupun triwulanan. Biaya

bahan bakar dan tempat tinggal relatif stabil. Inflasi terutama terjadi pada komoditas penyelenggaraan rumah tangga dan

perlengkapan rumah tangga yang disebabkan oleh kenaikan upah pembantu rumah tangga maupun kenaikan harga

gelas, kasur dan barang elektronik seperti kulkas, mesin cuci dan dispenser.

Inflasi pada kelompok komoditas sandang pada triwulan I 2016 sebesar 5,95 (yoy) meningkat dibanding inflasi di triwulan

IV 2015 yang sebesar 5,71% (yoy). Peningkatan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga sandang anak-anak yang

mengalami kenaikan sebesar 11,38% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.

Inflasi komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga secara triwulanan mengalami deflasi sebesar -0,15% (qtq). Secara

triwulanan, komoditas ini mengalami inflasi 3,49% dengan pendorong utama inflasi adalah kenaikan biaya pendidikan

yang mengalami inflasi 4,18% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.

Inflasi komoditas jasa kesehatan cenderung melambat dibanding akhir tahun 2015. Secara triwulanan, pergerakan harga

juga cenderung stabil dengan kenaikan pada jasa kesehatan dan obat-obatan, sedangkan komoditas perawatan jasmani

dan kosmetika justru mengalami deflasi dibanding triwulan sebelumnya.

GRAFIK 2.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMANDAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMANDAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

-1%0%1%2%3%4%5%6%7%8%9% QTQ

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

MAKANAN JADI MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL

0%

5%

10%

15%

20% YOY

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015

1 2 32016

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

Berdasarkan disagregasi inflasi, administered price dan volatile food mampu menjadi penyebab utama

terjadinya deflasi di triwulan I 2016. Komoditas inflasi inti masih mengalami inflasi dengan pendorong utama

kenaikan harga pada komoditas makanan jadi, kenaikan gaji asisten rumah tangga, minuman, perlengkapan

rumah tangga dan sandang anak. Penurunan inflasi administered price dan volatile food terutama disebabkan oleh

kembali normalnya aktivitas ekonomi, sehingga permintaan produk mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari penurunan

tarif angkutan udara dan sebagian besar bahan makanan. Membaiknya cuaca dan kembali normalnya pasokan juga

menjadi penyebab turunnya harga komoditas.

2.3. DISAGREGASI INFLASI

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 25: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.11. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNANPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

SUM VFSUM CORE INF VFSUM AP INFLASI (YOY)INF CORE INF AP

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI BULANANPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

-4.5

-2.5

-0.5

1.5

3.5

5.5

7.5

SUM APSUM VFSUM CORE INFLASI (MTM)CORE VOL FOODADM PRICE

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

2.3.1 Kelompok Volatile Foods

Inflasi komoditas yang bergejolak (volatile foods) pada triwulan I 2016 masih menjadi penyumbang utama

inflasi di Provinsi NTT. Namun demikian, laju inflasi mengalami penurunan dibanding triwulan IV 2015. Secara

bulanan, volatile food mengalami deflasi di bulan Februari dan Maret 2016. Sepanjang triwulan I 2016, inflasi triwulanan

kelompok volatile food mengalami deflasi -0,74% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.

Tingginya inflasi tahunan volatile food disebabkan oleh masih tingginya kenaikan harga daging ayam ras yang sempat

mengalami kekurangan pasokan di akhir tahun 2015. Walaupun pasokan sudah berangsur normal, harga belum bisa

kembali ke posisi harga sebelumnya dikarenakan adanya kenaikan harga pakan. Tingginya harga sayur-sayuran di akhir

tahun 2015 juga belum kembali ke posisi semula yang masih menunjukkan adanya inflasi sebesar 15,39% (yoy) dibanding

tahun sebelumnya. Komoditas lain yang juga menjadi penyumbang utama inflasi antara lain kenaikan harga beras,

bawang merah dan bawang putih, ikan segar, telur dan kacang kedelai.

Penurunan harga sebenarnya sudah terjadi yang terlihat dari deflasi kelompok volatile food di triwulan I sebesar -0,74%

(qtq). Komoditas sayur-sayuran, daging dan hasil-hasilnya serta padi-padian telah menunjukkan adanya penurunan.

Namun demikian, dikarenakan besar penurunan yang tidak sebesar kenaikan yang terjadi, inflasi volatile food secara

tahunan tetap tinggi. Kurangnya pasokan bawang merah dan bawang putih serta kenaikan harga kacang kedelai dunia

dan kurangnya pasokan ikan membuat deflasi yang terjadi tidak sebesar yang diharapkan.

2.3.2 Kelompok Administered Prices

Secara triwulanan, Inflasi administered price menjadi penyumbang terbesar deflasi pada triwulan I 2016.

Kembali normalnya tarif angkutan udara dan penurunan harga BBM dan tarif listrik menjadi penyebab utama deflasi

administered price. Di sisi lain, kenaikan cukai rokok masih menjadi penghambat utama deflasi di triwulan I 2016. Secara

tahunan, inflasi administered price masih relatif stabil. Kenaikan inflasi hanya terjadi pada komoditas tembakau dan

minuman beralkohol yang mengalami inflasi sebesar 14,87%, sedangkan komoditas bahan bakar dan transportasi

cenderung tetap. Secara bulanan, inflasi administered price hanya terjadi pada bulan Februari 2016 yang disebabkan oleh

kenaikan cukai rokok dan naiknya tarif angkutan udara seiring dengan adanya acara rapat koordinasi pusat dan daerah.

Minimnya frekuensi angkutan udara membuat setiap adanya kegiatan bertaraf nasional atau yang mendatangkan banyak

orang membuat tarif angkutan juga mengalami kenaikan. Pada bulan Januari dan Maret 2016, kelompok administered

price mengalami deflasi yang disebabkan oleh kembali normalnya permintaan angkutan udara dan penurunan subsidi

BBM dan listrik.

Sumber : BPS, diolah

9.61

3.21

0.45 -

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

YOY QTQ MTM

Harga minuman juga menunjukkan adanya kenaikan harga yang konstan. Kenaikan harga minuman lebih disebabkan

oleh kenaikan dari pabrikan yang sebagian besar berasal dari Jawa. Kenaikan harga makanan jadi secara struktural lebih

disebabkan oleh keterbatasan bahan baku, kenaikan harga bahan makanan maupun terbatasnya pelaku usaha makanan

jadi, sehingga persaingan harga relatif rendah di NTT.

2.2.4 Komoditas Lainnya

Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar relatif rendah baik secara tahunan maupun triwulanan. Biaya

bahan bakar dan tempat tinggal relatif stabil. Inflasi terutama terjadi pada komoditas penyelenggaraan rumah tangga dan

perlengkapan rumah tangga yang disebabkan oleh kenaikan upah pembantu rumah tangga maupun kenaikan harga

gelas, kasur dan barang elektronik seperti kulkas, mesin cuci dan dispenser.

Inflasi pada kelompok komoditas sandang pada triwulan I 2016 sebesar 5,95 (yoy) meningkat dibanding inflasi di triwulan

IV 2015 yang sebesar 5,71% (yoy). Peningkatan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga sandang anak-anak yang

mengalami kenaikan sebesar 11,38% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.

Inflasi komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga secara triwulanan mengalami deflasi sebesar -0,15% (qtq). Secara

triwulanan, komoditas ini mengalami inflasi 3,49% dengan pendorong utama inflasi adalah kenaikan biaya pendidikan

yang mengalami inflasi 4,18% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.

Inflasi komoditas jasa kesehatan cenderung melambat dibanding akhir tahun 2015. Secara triwulanan, pergerakan harga

juga cenderung stabil dengan kenaikan pada jasa kesehatan dan obat-obatan, sedangkan komoditas perawatan jasmani

dan kosmetika justru mengalami deflasi dibanding triwulan sebelumnya.

GRAFIK 2.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMANDAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMANDAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS

-1%0%1%2%3%4%5%6%7%8%9% QTQ

MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU

MAKANAN JADI MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL

0%

5%

10%

15%

20% YOY

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015

1 2 32016

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2014

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3

2016

Berdasarkan disagregasi inflasi, administered price dan volatile food mampu menjadi penyebab utama

terjadinya deflasi di triwulan I 2016. Komoditas inflasi inti masih mengalami inflasi dengan pendorong utama

kenaikan harga pada komoditas makanan jadi, kenaikan gaji asisten rumah tangga, minuman, perlengkapan

rumah tangga dan sandang anak. Penurunan inflasi administered price dan volatile food terutama disebabkan oleh

kembali normalnya aktivitas ekonomi, sehingga permintaan produk mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari penurunan

tarif angkutan udara dan sebagian besar bahan makanan. Membaiknya cuaca dan kembali normalnya pasokan juga

menjadi penyebab turunnya harga komoditas.

2.3. DISAGREGASI INFLASI

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Highlight
bold
Page 26: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Deflasi yang terjadi pada triwulan I 2016 lebih disebabkan oleh kembali turunnya tarif angkutan udara setelah di akhir

tahun 2015 mengalami kenaikan tinggi seiring dengan adanya even HKSN dan natal bersama yang dipusatkan di Kupang.

Kenaikan harga terjadi pada komoditas makanan jadi seiring dengan kenaikan cukai rokok dan harga makanan jadi dan

minuman. Adapun harga komoditas lainnya tidak mengalami perubahan yang berarti.

Secara bulanan, inflasi masih terjadi di bulan Januari 2016. pada bulan Februari dan Maret 2016, Kota Kupang mengalami

deflasi dengan deflasi bahan makanan dan transportasi sebagai penyebab utama penurunan harga.

Tabel 2.6. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITAS

Sumber : BPS diolah

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

118,1

107,9

139,1

117,5

109,7

111,6

140,4

115,6

118,4

108,3

140,2

117,6

110,4

111,6

140,5

115,5

117,5

105,5

141,4

117,8

110,5

111,6

140,4

114,0

4,16

4,05

7,21

4,66

2,48

3,56

6,21

(1,14)

0,42

(1,57)

2,10

3,23

0,67

0,35

-

(1,89)

0,27

0,34

0,74

0,10

0,58

-

0,01

(0,08)

(0,77)

(2,64)

0,89

0,15

0,14

-

(0,01)

(1,30)

(0,09)

(3,84)

3,77

3,49

1,40

0,35

-

(3,24)

IHK 2015

JAN FEB MARYOY

MTMQTQ

JAN FEB MAR

2.4.2 Inflasi Kota Maumere

Inflasi Kota Maumere secara tahunan sebesar 4,16% (yoy), masih lebih rendah dibanding inflasi NTT yang

sebesar 5,04% (yoy). Namun demikian, gap inflasi mengalami penurunan seiring dengan deflasi triwulan I

2016 yang hanya sebesar 0,09% (qtq), lebih rendah dibanding deflasi NTT. Rendahnya deflasi terutama disebabkan

oleh kondisi inflasi di bulan Februari yang masih mengalami inflasi, dan di saat yang sama Kota Kupang justru mengalami

deflasi.

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.17. INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE GRAFIK 2.18. INFLASI TRIWULANAN KOTA MAUMERE GRAFIK 2.19. INFLASI BULANAN KOTA MAUMERE

I I I I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV I2016

I I I I I I IV2012-1.0%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

-0.09%-0.36%

-1.5%

-0.5%

0.5%

1.5%

2.5%

3.5%

4.5%

I I I I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

0.05%0.02%

-0.07%

0.074%

-0.03%-0.08%

MAUMERE NTTMAUMERE NTTMAUMERE NTT

2.00%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

4.16%

5.04%

I I I I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

Cukup rendahnya inflasi di Kota Maumere membuat penurunan harga juga tidak terjadi secara signifikan. Secara tahunan,

inflasi Kota Maumere lebih disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan, makanan jadi, minuman dan tembakau serta

kenaikan biaya tempat tinggal. Berdasarkan bahan makanan, kenaikan terbesar justru terjadi pada kenaikan harga ayam

kampung hidup yang naik hingga 72,23% (yoy) dan menyumbang inflasi hingga 2,16% (sum-yoy). Adanya pembatasan

supplier pembelian DOC di awal tahun 2015 masih menjadi penyebab utama melambungnya harga ayam hidup. Ikan selar

diawetkan juga mengalami kenaikan signifikan hingga 213,49% (yoy) dibanding tahun sebelumnya yang menyumbang

inflasi bahan makanan hingga 0,33% (sum-yoy). Di sisi lain, turunnya harga sayur-sayuran dan ikan segar mampu

menahan laju inflasi bahan makanan.

2.3.3 Kelompok Inti (core)

Di saat kelompok administered price dan volatile food mengalami deflasi, kelompok inti justru mengalami

inflasi di triwulan I 2016 sebesar 0,90% (qtq). Kenaikan harga makanan jadi, gaji asisten rumah tangga dan

minuman yang tidak beralkohol menjadi penyebab utama inflasi pada kelompok inti. Secara tahunan, inflasi core

inflation sebesar 4,63% (yoy) dengan kenaikan harga makanan jadi, biaya tempat tinggal, minuman yang tidak beralkohol

dan biaya pendidikan menjadi penyumbang utama inflasi. Secara bulanan, Inflasi inti mengalami inflasi pada bulan Januari

seiring dengan kenaikan harga makanan jadi dan biaya asisten rumah tangga, mengalami deflasi di bulan Februari seiring

dengan turunnya biaya tempat tinggal dan kembali mengalami inflasi di bulan Maret 2016 terutama disebabkan oleh

meningkatnya harga makanan jadi, minuman tak beralkohol, sandang anak dan biaya perawatan jasmani dan kosmetika.

GRAFIK 2.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

150.00

155.00

160.00

165.00

170.00

175.00

180.00

185.00

190.00

195.00

200.00

(1.50)

(1.00)

(0.50)

-

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

INFLASIEKSPEKTASI HARGA 6 BLN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3 4 5 6 7 8 9

2016

2.4.1 Inflasi Kota Kupang

Inflasi Kota Kupang pada triwulan I 2016 mengalami penurunan sebesar 0,40% (qtq) lebih besar dibanding

inflasi NTT yang sebesar 0,36% (qtq). Besarnya penurunan inflasi Kota Kupang lebih disebabkan oleh

tingginya inflasi di tahun 2015, sehingga harga kembali melakukan normalisasi dengan penurunan yang lebih

besar. Besarnya inflasi Kota Kupang terlihat dari nilai inflasi tahunan yang mencapai 5,16% (yoy) lebih besar dibanding

inflasi Provinsi NTT yang sebesar 5,04% (yoy). Pergerakan inflasi bulanan cenderung identik dengan inflasi bulanan Provinsi

NTT lebih disebabkan oleh besarnya bobot Kota Kupang yang mencapai 87% dari total bobot inflasi di NTT.

2.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.14. INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG GRAFIK 2.15. INFLASI TRIWULANAN KOTA KUPANG GRAFIK 2.16. INFLASI BULANAN KOTA KUPANG

5.16%

5.04%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

10.00%

KUPANG NTT

I I I I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

KUPANG NTT KUPANG NTT

-1.0%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

7.0%

-0.40%-0.36%

I I I I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

-1.5%

-0.5%

0.5%

1.5%

2.5%

3.5%

4.5%

I II I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

0.78%

-0.04%-0.75%

0.073%

-0.034%

-0.76%

Inflasi komoditas bahan makanan masih menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang terutama disebabkan oleh

tingginya inflasi sayur-sayuran, daging dan hasil-hasilnya, ikan segar dan padi-padian. Komoditas makanan jadi menjadi

penyumbang inflasi terbesar kedua yang disebabkan oleh inflasi semua unsur pembentuknya.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Highlight
Inflasi NTT Berdasarkan Kota
petrus_ee
Highlight
0,74%
petrus_ee
Highlight
-0,34%
petrus_ee
Highlight
-0,42%
petrus_ee
Highlight
-0,76%
petrus_ee
Sticky Note
Untuk keterangan inflasi bulanan coba dikasih indentasi tiap bulannya kaya di gambar word kang, biar bisa dibedakan bulannya. thx.
Page 27: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Deflasi yang terjadi pada triwulan I 2016 lebih disebabkan oleh kembali turunnya tarif angkutan udara setelah di akhir

tahun 2015 mengalami kenaikan tinggi seiring dengan adanya even HKSN dan natal bersama yang dipusatkan di Kupang.

Kenaikan harga terjadi pada komoditas makanan jadi seiring dengan kenaikan cukai rokok dan harga makanan jadi dan

minuman. Adapun harga komoditas lainnya tidak mengalami perubahan yang berarti.

Secara bulanan, inflasi masih terjadi di bulan Januari 2016. pada bulan Februari dan Maret 2016, Kota Kupang mengalami

deflasi dengan deflasi bahan makanan dan transportasi sebagai penyebab utama penurunan harga.

Tabel 2.6. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITAS

Sumber : BPS diolah

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

118,1

107,9

139,1

117,5

109,7

111,6

140,4

115,6

118,4

108,3

140,2

117,6

110,4

111,6

140,5

115,5

117,5

105,5

141,4

117,8

110,5

111,6

140,4

114,0

4,16

4,05

7,21

4,66

2,48

3,56

6,21

(1,14)

0,42

(1,57)

2,10

3,23

0,67

0,35

-

(1,89)

0,27

0,34

0,74

0,10

0,58

-

0,01

(0,08)

(0,77)

(2,64)

0,89

0,15

0,14

-

(0,01)

(1,30)

(0,09)

(3,84)

3,77

3,49

1,40

0,35

-

(3,24)

IHK 2015

JAN FEB MARYOY

MTMQTQ

JAN FEB MAR

2.4.2 Inflasi Kota Maumere

Inflasi Kota Maumere secara tahunan sebesar 4,16% (yoy), masih lebih rendah dibanding inflasi NTT yang

sebesar 5,04% (yoy). Namun demikian, gap inflasi mengalami penurunan seiring dengan deflasi triwulan I

2016 yang hanya sebesar 0,09% (qtq), lebih rendah dibanding deflasi NTT. Rendahnya deflasi terutama disebabkan

oleh kondisi inflasi di bulan Februari yang masih mengalami inflasi, dan di saat yang sama Kota Kupang justru mengalami

deflasi.

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.17. INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE GRAFIK 2.18. INFLASI TRIWULANAN KOTA MAUMERE GRAFIK 2.19. INFLASI BULANAN KOTA MAUMERE

I I I I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV I2016

I I I I I I IV2012-1.0%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

-0.09%-0.36%

-1.5%

-0.5%

0.5%

1.5%

2.5%

3.5%

4.5%

I I I I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

0.05%0.02%

-0.07%

0.074%

-0.03%-0.08%

MAUMERE NTTMAUMERE NTTMAUMERE NTT

2.00%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

4.16%

5.04%

I I I I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

Cukup rendahnya inflasi di Kota Maumere membuat penurunan harga juga tidak terjadi secara signifikan. Secara tahunan,

inflasi Kota Maumere lebih disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan, makanan jadi, minuman dan tembakau serta

kenaikan biaya tempat tinggal. Berdasarkan bahan makanan, kenaikan terbesar justru terjadi pada kenaikan harga ayam

kampung hidup yang naik hingga 72,23% (yoy) dan menyumbang inflasi hingga 2,16% (sum-yoy). Adanya pembatasan

supplier pembelian DOC di awal tahun 2015 masih menjadi penyebab utama melambungnya harga ayam hidup. Ikan selar

diawetkan juga mengalami kenaikan signifikan hingga 213,49% (yoy) dibanding tahun sebelumnya yang menyumbang

inflasi bahan makanan hingga 0,33% (sum-yoy). Di sisi lain, turunnya harga sayur-sayuran dan ikan segar mampu

menahan laju inflasi bahan makanan.

2.3.3 Kelompok Inti (core)

Di saat kelompok administered price dan volatile food mengalami deflasi, kelompok inti justru mengalami

inflasi di triwulan I 2016 sebesar 0,90% (qtq). Kenaikan harga makanan jadi, gaji asisten rumah tangga dan

minuman yang tidak beralkohol menjadi penyebab utama inflasi pada kelompok inti. Secara tahunan, inflasi core

inflation sebesar 4,63% (yoy) dengan kenaikan harga makanan jadi, biaya tempat tinggal, minuman yang tidak beralkohol

dan biaya pendidikan menjadi penyumbang utama inflasi. Secara bulanan, Inflasi inti mengalami inflasi pada bulan Januari

seiring dengan kenaikan harga makanan jadi dan biaya asisten rumah tangga, mengalami deflasi di bulan Februari seiring

dengan turunnya biaya tempat tinggal dan kembali mengalami inflasi di bulan Maret 2016 terutama disebabkan oleh

meningkatnya harga makanan jadi, minuman tak beralkohol, sandang anak dan biaya perawatan jasmani dan kosmetika.

GRAFIK 2.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

150.00

155.00

160.00

165.00

170.00

175.00

180.00

185.00

190.00

195.00

200.00

(1.50)

(1.00)

(0.50)

-

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

INFLASIEKSPEKTASI HARGA 6 BLN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

2015

1 2 3 4 5 6 7 8 9

2016

2.4.1 Inflasi Kota Kupang

Inflasi Kota Kupang pada triwulan I 2016 mengalami penurunan sebesar 0,40% (qtq) lebih besar dibanding

inflasi NTT yang sebesar 0,36% (qtq). Besarnya penurunan inflasi Kota Kupang lebih disebabkan oleh

tingginya inflasi di tahun 2015, sehingga harga kembali melakukan normalisasi dengan penurunan yang lebih

besar. Besarnya inflasi Kota Kupang terlihat dari nilai inflasi tahunan yang mencapai 5,16% (yoy) lebih besar dibanding

inflasi Provinsi NTT yang sebesar 5,04% (yoy). Pergerakan inflasi bulanan cenderung identik dengan inflasi bulanan Provinsi

NTT lebih disebabkan oleh besarnya bobot Kota Kupang yang mencapai 87% dari total bobot inflasi di NTT.

2.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS

Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 2.14. INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG GRAFIK 2.15. INFLASI TRIWULANAN KOTA KUPANG GRAFIK 2.16. INFLASI BULANAN KOTA KUPANG

5.16%

5.04%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

10.00%

KUPANG NTT

I I I I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

KUPANG NTT KUPANG NTT

-1.0%

0.0%

1.0%

2.0%

3.0%

4.0%

5.0%

6.0%

7.0%

-0.40%-0.36%

I I I I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

-1.5%

-0.5%

0.5%

1.5%

2.5%

3.5%

4.5%

I II I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

0.78%

-0.04%-0.75%

0.073%

-0.034%

-0.76%

Inflasi komoditas bahan makanan masih menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang terutama disebabkan oleh

tingginya inflasi sayur-sayuran, daging dan hasil-hasilnya, ikan segar dan padi-padian. Komoditas makanan jadi menjadi

penyumbang inflasi terbesar kedua yang disebabkan oleh inflasi semua unsur pembentuknya.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Sticky Note
Tabelnya salah.. yang ditampilkan ini punya kota Maumere
petrus_ee
Sticky Note
Angka bulanan salah mohon dikasih indentasi per bulannya seperti kasus di Kota Kupang. thx.
petrus_ee
Sticky Note
Ini belum ada : Kenaikan harga makanan jadi, minuman dan tembakau lebih disebabkan oleh kenaikan cukai rokok yang cukup besar, sehingga harga jual meningkat hingga 7,06% (qtq) dan berkontribusi terhadap inflasi hingga 0,36% (sum-qtq). Adapun kenaikan harga makanan jadi lebih disebabkan oleh kenaikan harga yang telah terjadi di bulan Juli-Agustus 2015. Biaya tempat tinggal pada komoditas perumahan menjadi komoditas penyumbang inflasi terbesar lainnya, sedangkan komoditas lainnya cenderung stabil.
Page 28: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Perkembangan kondisi potensi rawan pangan di NTT menunjukkan kondisi yang membaik. Walaupun total gagal tanam

meningkat menjadi 59,7 ribu ha dibanding posisi Januari 2016 yang sebesar 34,8 ribu ha, namun dibanding total luas

lahan tanam, prosentase gagal tanam mengalami penurunan menjadi hanya 11,71% dibanding bulan Januari yang

mencapai 30,5%. Total luas tanam tanaman pangan hingga posisi bulan April 2016 mencapai 509,72 ribu ha, dengan

penanaman terbesar pada komoditas padi dengan total luas tanam sebesar 247 ribu ha, disusul oleh tanaman jagung yang

seluas 232 ribu ha, ubi kayu seluas 26 ribu ha dan ubi jalar dengan total tanam seluas 5 ribu ha.

Kabupaten Sikka menjadi Kabupaten yang paling berpotensi mengalami rawan pangan yang disebabkan oleh kegagalan

tanam 66,0% total tanaman pangan yang ditanam. Dari total 13 ribu ha lahan tanaman pangan, seluas 8,6 ribu ha

mengalami gagal tanam. Kabupaten Timor Tengah Utara, Alor, dan Lembata juga menjadi daerah dengan prosentase

gagal tanam yang lebih dari 30% dari total luas tanam. Daerah dengan kegagalan tanam cukup tinggi lainnya adalah

Flores Timur dan Ende.

Dari total 22 kabupaten/kota, terdapat 11 Kabupaten/kota yang relatif rendah prosentase gagal tanam yang dialami.

Untungnya, sebagian besar daerah yang relatif aman dari gagal tanam merupakan kantong produksi, sehingga secara

total, gangguan produksi relatif terjaga. Permasalahan yang timbul saat ini lebih dikarenakan adanya penyakit tanaman

yang membuat produktifitas mengalami penurunan.

Perkembangan Potensi Rawan Pangan di Provinsi NTT02

GAMBAR BOKS 2.1. PETA DAERAH DENGAN POTENSI KERUSAKAN TANAM POSISI 29 APRIL 2016

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, diolah

Berdasarkan komoditas, potensi gagal tanam tertinggi dialami oleh tanaman jagung yang mencapai 15,93% dari total luas

tanam atau sebesar 37 ribu ha. Tanaman padi mengalami gagal tanam yang cukup besar hingga 20 ribu ha atau setara

dengan 8,23% dari total luas tanam. Ubi kayu dan Ubi jalar juga mengalami gagal tanam namun tidak terlalu besar

dikarenakan luas tanam yang juga relatif kecil. Dari total lahan yang gagal tanam tersebut, petani berpotensi mengalami

kerugian lebih kurang setara dengan 700 miliar rupiah.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Secara triwulanan, hanya komoditas bahan makanan dan transportasi yang mengalami deflasi. Namun demikian,

dikarenakan sumbangan terhadap total konsumsi yang cukup besar, kedua kelompok komoditas tersebut mampu

menurunkan inflasi di Kota Maumere. Kembali normalnya permintaan dan penurunan penumpang diperkirakan menjadi

penyebab utama deflasi pada kedua kelompok komoditas tersebut.

Tabel 2.7. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITAS

Sumber : BPS diolah

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

118,1

107,9

139,1

117,5

109,7

111,6

140,4

115,6

118,4

108,3

140,2

117,6

110,4

111,6

140,5

115,5

117,5

105,5

141,4

117,8

110,5

111,6

140,4

114,0

4,16

4,05

7,21

4,66

2,48

3,56

6,21

(1,14)

0,42

(1,57)

2,10

3,23

0,67

0,35

-

(1,89)

0,27

0,34

0,74

0,10

0,58

-

0,01

(0,08)

(0,77)

(2,64)

0,89

0,15

0,14

-

(0,01)

(1,30)

(0,09)

(3,84)

3,77

3,49

1,40

0,35

-

(3,24)

IHK 2015

JAN FEB MARYOY

MTMQTQ

JAN FEB MAR

Selama triwulan I 2016, TPID tidak melakukan rapat baik teknis maupun HLM. Hal ini lebih disebabkan oleh

karakter inflasi di NTT yang memang cenderung mengalami penurunan di awal tahun, sehingga langkah-langkah aksi dan

mitigasi dinilai belum terlalu diperlukan. Dalam rangka mengantisipasi adanya potensi kerawanan pangan, TPID baru

melakukan perencanaan yang diadakan pada bulan April 2016 melalui rapat teknis.

2.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID

Gambar 2.1. Kegiatan T PID P rovinsi N TT T riwulan I 2 016 d an S ebaran P embentukan T PID

Sumber : Sekretariat TPID, diolah

Page 29: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Perkembangan kondisi potensi rawan pangan di NTT menunjukkan kondisi yang membaik. Walaupun total gagal tanam

meningkat menjadi 59,7 ribu ha dibanding posisi Januari 2016 yang sebesar 34,8 ribu ha, namun dibanding total luas

lahan tanam, prosentase gagal tanam mengalami penurunan menjadi hanya 11,71% dibanding bulan Januari yang

mencapai 30,5%. Total luas tanam tanaman pangan hingga posisi bulan April 2016 mencapai 509,72 ribu ha, dengan

penanaman terbesar pada komoditas padi dengan total luas tanam sebesar 247 ribu ha, disusul oleh tanaman jagung yang

seluas 232 ribu ha, ubi kayu seluas 26 ribu ha dan ubi jalar dengan total tanam seluas 5 ribu ha.

Kabupaten Sikka menjadi Kabupaten yang paling berpotensi mengalami rawan pangan yang disebabkan oleh kegagalan

tanam 66,0% total tanaman pangan yang ditanam. Dari total 13 ribu ha lahan tanaman pangan, seluas 8,6 ribu ha

mengalami gagal tanam. Kabupaten Timor Tengah Utara, Alor, dan Lembata juga menjadi daerah dengan prosentase

gagal tanam yang lebih dari 30% dari total luas tanam. Daerah dengan kegagalan tanam cukup tinggi lainnya adalah

Flores Timur dan Ende.

Dari total 22 kabupaten/kota, terdapat 11 Kabupaten/kota yang relatif rendah prosentase gagal tanam yang dialami.

Untungnya, sebagian besar daerah yang relatif aman dari gagal tanam merupakan kantong produksi, sehingga secara

total, gangguan produksi relatif terjaga. Permasalahan yang timbul saat ini lebih dikarenakan adanya penyakit tanaman

yang membuat produktifitas mengalami penurunan.

Perkembangan Potensi Rawan Pangan di Provinsi NTT02

GAMBAR BOKS 2.1. PETA DAERAH DENGAN POTENSI KERUSAKAN TANAM POSISI 29 APRIL 2016

Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, diolah

Berdasarkan komoditas, potensi gagal tanam tertinggi dialami oleh tanaman jagung yang mencapai 15,93% dari total luas

tanam atau sebesar 37 ribu ha. Tanaman padi mengalami gagal tanam yang cukup besar hingga 20 ribu ha atau setara

dengan 8,23% dari total luas tanam. Ubi kayu dan Ubi jalar juga mengalami gagal tanam namun tidak terlalu besar

dikarenakan luas tanam yang juga relatif kecil. Dari total lahan yang gagal tanam tersebut, petani berpotensi mengalami

kerugian lebih kurang setara dengan 700 miliar rupiah.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Secara triwulanan, hanya komoditas bahan makanan dan transportasi yang mengalami deflasi. Namun demikian,

dikarenakan sumbangan terhadap total konsumsi yang cukup besar, kedua kelompok komoditas tersebut mampu

menurunkan inflasi di Kota Maumere. Kembali normalnya permintaan dan penurunan penumpang diperkirakan menjadi

penyebab utama deflasi pada kedua kelompok komoditas tersebut.

Tabel 2.7. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas

KOMODITAS

Sumber : BPS diolah

INFLASI UMUM

BAHAN MAKANAN

MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU

PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR

SANDANG

KESEHATAN

PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA

TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA

118,1

107,9

139,1

117,5

109,7

111,6

140,4

115,6

118,4

108,3

140,2

117,6

110,4

111,6

140,5

115,5

117,5

105,5

141,4

117,8

110,5

111,6

140,4

114,0

4,16

4,05

7,21

4,66

2,48

3,56

6,21

(1,14)

0,42

(1,57)

2,10

3,23

0,67

0,35

-

(1,89)

0,27

0,34

0,74

0,10

0,58

-

0,01

(0,08)

(0,77)

(2,64)

0,89

0,15

0,14

-

(0,01)

(1,30)

(0,09)

(3,84)

3,77

3,49

1,40

0,35

-

(3,24)

IHK 2015

JAN FEB MARYOY

MTMQTQ

JAN FEB MAR

Selama triwulan I 2016, TPID tidak melakukan rapat baik teknis maupun HLM. Hal ini lebih disebabkan oleh

karakter inflasi di NTT yang memang cenderung mengalami penurunan di awal tahun, sehingga langkah-langkah aksi dan

mitigasi dinilai belum terlalu diperlukan. Dalam rangka mengantisipasi adanya potensi kerawanan pangan, TPID baru

melakukan perencanaan yang diadakan pada bulan April 2016 melalui rapat teknis.

2.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID

Gambar 2.1. Kegiatan T PID P rovinsi N TT T riwulan I 2 016 d an S ebaran P embentukan T PID

Sumber : Sekretariat TPID, diolah

Page 30: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Untuk meminimalisir potensi kerugian yang ada, maka peningkatan produktifitas pada lahan yang tidak terdampak gagal

tanam diharapkan dapat menjadi fokus utama. Berdasarkan data perbandingan penyaluran alokasi pupuk subsidi per ha

lahan dengan produktifitas menunjukkan adanya korelasi positif antara keduanya. Semakin banyak pemupukan lahan per

ha, maka produktifitas juga cenderung meningkat. Berdasarkan data tersebut juga terlihat ada permasalahan terkait

rendahnya produktifitas padi di NTT yang salah satunya juga disebabkan oleh alokasi pupuk subsidi per ha lahan yang

relatif minim.

GRAFIK BOKS 2.1. HUBUNGAN ALOKASI PUPUK BERSUBSIDIDENGAN PRODUKTIVITAS PADI

Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah

GAMBAR BOKS 2.2. TOTAL LUAS TANAM DAN GAGAL TANAMPADA TANAMAN PANGAN DI NTT

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BMKG

GRAFIK BOKS 2.2.PRAKIRAAN CURAH HUJAN BULAN MEI 2016

Sumber : BMKG Sumber : BMKG

GRAFIK BOKS 2.2.CURAH HUJAN BULAN JUNI 2016

GRAFIK BOKS 2.4PRAKIRAAN CURAH HUJAN BULAN JULI 2016

Estimasi cuaca 3 bulan ke depan menunjukkan adanya potensi kemarau terutama mulai bulan Juni 2016 di NTT. Adanya

hujan beberapa hari di bulan Mei 2016 lebih disebabkan oleh adanya anomali cuaca dan akan segera berakhir.

Berdasarkan prakiraan cuaca BMKG, terlihat bahwa potensi kering atau curah hujan rendah terjadi di Bulan Juli 2016,

bahkan terendah dibanding provinsi lain. Dengan kondisi kering tersebut, maka potensi gagal tanam/panen untuk

tanaman pangan yang masih ada juga akan cukup besar. Walaupun menteri pertanian telah menyampaikan bahwa pada

bulan Juli – September berpotensi terjadi La Nina, namun BMKG belum menyampaikan rilis resmi terkait hal tersebut.

Walaupun 90% total luas tanaman pangan sudah ditanam, namun potensi kerawanan pangan harus tetap diperhatikan

hingga musim hujan kembali tiba. Untuk meminimalisir potensi rawan pangan tersebut, maka pemerintah

kabupaten/kota mengalokasikan bantuan pangan dari cadangan beras kabupaten/kota sebanyak 100 ton, pemerintah

provinsi memiliki cadangan beras sebanyak 200 ton dan BULOG masih memiliki cadangan beras lebih dari 30 ribu ton.

Bahkan saat ini terdapat rencana untuk kembali mendatangkan beras dari Jawa.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Kinerja perbankan dan sistem pembayaran mengalami perlambatan yang terlihat dari perlambatan

aset perbankan, DPK dan net inflow sistem pembayaran

Indikator kinerja perbankan secara year-on-year (yoy) mengalami perlambatan, sementara itu secara

triwulanan (qtq) tumbuh lebih baik dari periode sebelumnya.

Seiring dengan melambatnya kinerja perbankan, indikator peredaran uang tunai juga menunjukkan

adanya perlambatan. Sementara itu, transaksi kliring mengalami peningkatan lebih dikarenakan

kenaikan plafon penggunaan kliring hingga 500 juta rupiah.

Kesehatan perbankan masih menunjukkan kondisi perbankan yang sehat yang terlihat dari nilai NPL

sebesar 1,8% di bawah 5%.

Perkembangan Perbankan DanSistem Pembayaran03

Page 31: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Untuk meminimalisir potensi kerugian yang ada, maka peningkatan produktifitas pada lahan yang tidak terdampak gagal

tanam diharapkan dapat menjadi fokus utama. Berdasarkan data perbandingan penyaluran alokasi pupuk subsidi per ha

lahan dengan produktifitas menunjukkan adanya korelasi positif antara keduanya. Semakin banyak pemupukan lahan per

ha, maka produktifitas juga cenderung meningkat. Berdasarkan data tersebut juga terlihat ada permasalahan terkait

rendahnya produktifitas padi di NTT yang salah satunya juga disebabkan oleh alokasi pupuk subsidi per ha lahan yang

relatif minim.

GRAFIK BOKS 2.1. HUBUNGAN ALOKASI PUPUK BERSUBSIDIDENGAN PRODUKTIVITAS PADI

Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah

GAMBAR BOKS 2.2. TOTAL LUAS TANAM DAN GAGAL TANAMPADA TANAMAN PANGAN DI NTT

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BMKG

GRAFIK BOKS 2.2.PRAKIRAAN CURAH HUJAN BULAN MEI 2016

Sumber : BMKG Sumber : BMKG

GRAFIK BOKS 2.2.CURAH HUJAN BULAN JUNI 2016

GRAFIK BOKS 2.4PRAKIRAAN CURAH HUJAN BULAN JULI 2016

Estimasi cuaca 3 bulan ke depan menunjukkan adanya potensi kemarau terutama mulai bulan Juni 2016 di NTT. Adanya

hujan beberapa hari di bulan Mei 2016 lebih disebabkan oleh adanya anomali cuaca dan akan segera berakhir.

Berdasarkan prakiraan cuaca BMKG, terlihat bahwa potensi kering atau curah hujan rendah terjadi di Bulan Juli 2016,

bahkan terendah dibanding provinsi lain. Dengan kondisi kering tersebut, maka potensi gagal tanam/panen untuk

tanaman pangan yang masih ada juga akan cukup besar. Walaupun menteri pertanian telah menyampaikan bahwa pada

bulan Juli – September berpotensi terjadi La Nina, namun BMKG belum menyampaikan rilis resmi terkait hal tersebut.

Walaupun 90% total luas tanaman pangan sudah ditanam, namun potensi kerawanan pangan harus tetap diperhatikan

hingga musim hujan kembali tiba. Untuk meminimalisir potensi rawan pangan tersebut, maka pemerintah

kabupaten/kota mengalokasikan bantuan pangan dari cadangan beras kabupaten/kota sebanyak 100 ton, pemerintah

provinsi memiliki cadangan beras sebanyak 200 ton dan BULOG masih memiliki cadangan beras lebih dari 30 ribu ton.

Bahkan saat ini terdapat rencana untuk kembali mendatangkan beras dari Jawa.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Kinerja perbankan dan sistem pembayaran mengalami perlambatan yang terlihat dari perlambatan

aset perbankan, DPK dan net inflow sistem pembayaran

Indikator kinerja perbankan secara year-on-year (yoy) mengalami perlambatan, sementara itu secara

triwulanan (qtq) tumbuh lebih baik dari periode sebelumnya.

Seiring dengan melambatnya kinerja perbankan, indikator peredaran uang tunai juga menunjukkan

adanya perlambatan. Sementara itu, transaksi kliring mengalami peningkatan lebih dikarenakan

kenaikan plafon penggunaan kliring hingga 500 juta rupiah.

Kesehatan perbankan masih menunjukkan kondisi perbankan yang sehat yang terlihat dari nilai NPL

sebesar 1,8% di bawah 5%.

Perkembangan Perbankan DanSistem Pembayaran03

Page 32: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Kinerja perbankan di Provinsi NTT secara year-on-year pada triwulan I 2016 masih mengalami perlambatan. Hal

ini tercermin dari beberapa indikator kinerja perbankan, seperti Aset pada triwulan ini hanya mampu tumbuh sebesar

3,80% (yoy) atau mencapai Rp.31,47 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) juga melambat 12,09% (yoy) atau dengan nominal

mencapai Rp.22,54 triliun. Namun demikian, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan di NTT secara umum

menunjukkan peningkatan. Selain itu, angka rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada triwulan I 2016 sebesar

88,35% lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang mencapai 89,98%. Kondisi NPL juga masih menunjukkan kondisi

perbankan

3.1. KONDISI UMUM

GRAFIK 3.2. PERKEMBANGAN LDR DAN NPL

0.0%

0.5%

1.0%

1.5%

2.0%

2.5%

78%

80%

82%

84%

86%

88%

90%

92%

94%

LDR NPL

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : Bank Indonesia, diolahSumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.1. PERKEMBANGAN KINERJA PERBANKAN

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

ASET (MILIAR) KREDIT (MILIAR) DPK (MILIAR) YOY ASET YOY KREDIT YOY DPK

Secara umum perkembangan sistem pembayaran di provinsi NTT pada triwulan I 2016 menunjukkan perlambatan. Hal ini

didorong oleh melambatnya sistem pembayaran tunai, dan non tunai dalam hal ini BI-RTGS. Sementara itu, SKNBI hingga

triwulan I 2016 mengalami perkembangan yang signifkan.

Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-inflow atau jumlah uang masuk di Bank Indonesia lebih besar daripada uang

yang beredar. Net-inflow Sistem Pembayaran Tunai di NTT pada triwulan ini sebesar Rp.1,50 triliun atau 3,50% (yoy) lebih

rendah dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama. Besarnya Net inflow pada periode ini merupakan pola

pergerakan sistem pembayaran tunai setiap awal tahun. Selain itu, terjadi faktor siklikal di awal tahun karena adanya arus

balik dana perbankan dan masyarakat ke Bank Indonesia pasca tingginya kebutuhan uang kartal pada periode Natal dan

Liburan akhir tahun 2015.

Pada triwulan I 2016 uang palsu yang ditemukan atau dilaporkan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT

menurun dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan ini uang palsu yang dilaporkan sebanyak 25 lembar. Adanya

laporan uang palsu di Bank Indonesia, mencerminkan semakin bertambahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat

serta perbankan tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah.

Sistem Pembayaran Non Tunai fasilitas Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di NTT pada triwulan I 2016 dari sisi

volume maupun nominal mengalami peningkatan. Selain itu, pertumbuhan transaksi SKNBI di NTT juga masih tetap

berada di atas pertumbuhan Nasional. Peningkatan volume dan nominal transaksi pembayaran melalui SKNBI merupakan

dampak diimplementasikannya sistem BI-RTGS Gen II pada tanggal 16 November 2015 dimana batasan transaksi

pembayaran dengan menggunakan sistem BI-RTGS yaitu minimal Rp.100 juta, sementara sampai dengan 30 Juni 2016

tidak terdapat batasan transfer dana dengan menggunakan SKNBI.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Page 33: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Kinerja perbankan di Provinsi NTT secara year-on-year pada triwulan I 2016 masih mengalami perlambatan. Hal

ini tercermin dari beberapa indikator kinerja perbankan, seperti Aset pada triwulan ini hanya mampu tumbuh sebesar

3,80% (yoy) atau mencapai Rp.31,47 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) juga melambat 12,09% (yoy) atau dengan nominal

mencapai Rp.22,54 triliun. Namun demikian, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan di NTT secara umum

menunjukkan peningkatan. Selain itu, angka rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada triwulan I 2016 sebesar

88,35% lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang mencapai 89,98%. Kondisi NPL juga masih menunjukkan kondisi

perbankan

3.1. KONDISI UMUM

GRAFIK 3.2. PERKEMBANGAN LDR DAN NPL

0.0%

0.5%

1.0%

1.5%

2.0%

2.5%

78%

80%

82%

84%

86%

88%

90%

92%

94%

LDR NPL

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : Bank Indonesia, diolahSumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.1. PERKEMBANGAN KINERJA PERBANKAN

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

ASET (MILIAR) KREDIT (MILIAR) DPK (MILIAR) YOY ASET YOY KREDIT YOY DPK

Secara umum perkembangan sistem pembayaran di provinsi NTT pada triwulan I 2016 menunjukkan perlambatan. Hal ini

didorong oleh melambatnya sistem pembayaran tunai, dan non tunai dalam hal ini BI-RTGS. Sementara itu, SKNBI hingga

triwulan I 2016 mengalami perkembangan yang signifkan.

Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-inflow atau jumlah uang masuk di Bank Indonesia lebih besar daripada uang

yang beredar. Net-inflow Sistem Pembayaran Tunai di NTT pada triwulan ini sebesar Rp.1,50 triliun atau 3,50% (yoy) lebih

rendah dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama. Besarnya Net inflow pada periode ini merupakan pola

pergerakan sistem pembayaran tunai setiap awal tahun. Selain itu, terjadi faktor siklikal di awal tahun karena adanya arus

balik dana perbankan dan masyarakat ke Bank Indonesia pasca tingginya kebutuhan uang kartal pada periode Natal dan

Liburan akhir tahun 2015.

Pada triwulan I 2016 uang palsu yang ditemukan atau dilaporkan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT

menurun dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan ini uang palsu yang dilaporkan sebanyak 25 lembar. Adanya

laporan uang palsu di Bank Indonesia, mencerminkan semakin bertambahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat

serta perbankan tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah.

Sistem Pembayaran Non Tunai fasilitas Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di NTT pada triwulan I 2016 dari sisi

volume maupun nominal mengalami peningkatan. Selain itu, pertumbuhan transaksi SKNBI di NTT juga masih tetap

berada di atas pertumbuhan Nasional. Peningkatan volume dan nominal transaksi pembayaran melalui SKNBI merupakan

dampak diimplementasikannya sistem BI-RTGS Gen II pada tanggal 16 November 2015 dimana batasan transaksi

pembayaran dengan menggunakan sistem BI-RTGS yaitu minimal Rp.100 juta, sementara sampai dengan 30 Juni 2016

tidak terdapat batasan transfer dana dengan menggunakan SKNBI.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

petrus_ee
Highlight
perbankan yang sehat walaupun terjadi kenaikan dibanding triwulan sebelumnya.
Page 34: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada triwulan I 2016 mencapai Rp.8,69 triliun, masih terus mengalami penurunan bila

dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Untuk diketahui bahwa penurunan transaksi pembayaran melalui BI-

RTGS disebabkan oleh perubahan ketentuan tentang BI-RTGS dan SKNBI. Hal ini sejalan dengan arah pengembangan

sistem BI-RTGS untuk transaksi yang bersifat high value.

GRAFIK 3.3. PERKEMBANGAN SKNBI

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I II I I I IV2012

-100.00%

0.00%

100.00%

200.00%

300.00%

400.00%

500.00%

-30.00%

-20.00%

-10.00%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00% YOY

NOMINAL KLIRING VOLUME CEK/BG KOSONG NOMINAL CEK/BG KOSONGVOLUME KLIRING

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Pada Triwulan I 2016 perkembangan kinerja (year-on-year) bank umum secara Nasional maupun di Provinsi

NTT mengalami perlambatan. Perlambatan kinerja perbankan di NTT didorong oleh melambatnya komponen Aset

sebesar 3,53% (yoy) dan penghimpunan DPK sebesar 11,84% (yoy). Sementara itu, penyaluran Kredit bank umum di NTT

berdasarkan lokasi proyek mengalami peningkatan sebesar 15,03% (yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2015 sebesar

14,61% (yoy).

3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif

Perkembangan Aset Bank Umum di NTT maupun secara Nasional pada triwulan I 2016 mengalami

perlambatan. Aset Bank Umum di NTT pada triwulan I 2016 mencapai Rp.30,93 triliun, masih menunjukkan perlambatan

bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan Aset Bank

Pemerintah dan Bank Swasta. Aset Bank Pemerintah pada triwulan ini mengalami perlambatan paling besar yakni dari

12,18% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi 3,11% (yoy). Sementara itu, Aset Bank Swasta juga melambat sebesar

6,94% (yoy) pada triwulan I 2016, atau lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang sebesar 8,69% (yoy). Selain itu,

perlambatan Aset perbankan di NTT juga disebabkan oleh menurunnya aset antar kantor dan penempatan pada bank lain.

3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM

GRAFIK 3.4. KOMPOSISI ASET BERDASARKAN KELOMPOK BANK

BANK PEMERINTAH

BANK SWASTA NASIONAL

88.61%

11.39%

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Kelompok Tabungan masih memiliki porsi yang paling besar yakni sebesar 47,39%, diikuti oleh Deposito sebesar 26,80%

dan Giro 25,81%. Komponen Tabungan masih didominasi oleh golongan Perorangan sebesar 88,82%, Swasta 9,68%,

Pemerintah 1,43%, dan Lainnya 0,07%.

Berdasarkan komposisi Deposito pada triwulan I 2016, golongan Perorangan mendapat share terbesar dibandingkan

golongan Pemerintah, Swasta, dan Lainnya. Pertumbuhan golongan Pemerintah pada triwulan ini mengalami

perlambatan yang paling tinggi yaitu sebesar 12,30% (yoy), kemudian Lainnya 5,31% (yoy). Sementara itu, golongan

Swasta meningkat menjadi 8,56% (yoy) dan Perorangan 13,72% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015.

Pada triwulan I 2016, andil terbesar pada komponen Giro adalah golongan Pemerintah, selanjutnya Perorangan, Swasta

dan Lainnya. Namun demikian, golongan Swasta dan Perorangan menjadi pendorong melambatnya Giro pada triwulan

ini. Sementara itu, pertumbuhan Giro golongan Lainnya dan Pemerintah masing-masing tumbuh sebesar 13,51% (yoy)

dan 0,59% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.

3.2.2. Dana Pihak Ketiga

Pada triwulan I 2016 penghimpunan DPK di NTT mencapai Rp.22,14 triliun atau tumbuh melambat. Walaupun

melambat, pertumbuhan DPK di NTT masih berada di atas pertumbuhan DPK Nasional. Pertumbuhan DPK Bank Umum

pada periode ini mengalami perlambatan sebesar 11,84% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan triwulan IV 2015 yang

mencapai 16,84% (yoy). Perlambatan tersebut didorong oleh melambatnya komponen Giro sebesar 4,42% (yoy) dan

Deposito sebesar 13,41% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Sementara itu, komponen

Tabungan pada periode ini hanya mengalami sedikit perlambatan.

Berdasarkan golongan pemilik, golongan Perorangan memiliki bagian terbesar dalam DPK, diikuti oleh golongan

Pemerintah, Swasta dan Lainnya. Berdasarkan pertumbuhannya, golongan Swasta mengalami pertumbuhan paling

melambat dibandingkan golongan Lainnya.

GRAFIK 3.7.PERTUMBUHAN DPK

GIRO (YOY) DEPOSITO (YOY) TABUNGAN (YOY)

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016IV

2013

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.8.KOMPOSISI DPK

GIRO DEPOSITO TABUNGAN DPK (YOY)

24.2

%

29.4

%

26.7

%

20.0

%

27.6

%

29.3

%

29.4

%

20.7

%

25.8

%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

25.5

%

25.0

%

26.0

%

24.1% 26

.4%

28.7

%

27.6

%

24.1% 26

.8%

SHARE

50.2

%

45.

6%

47.4

%

55.9

%

45.

9%

42.

0%

43.

0%

55.3

%

47.4

%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.5. SHARE DEPOSITO BERDASARKAN JANGKA WAKTU

PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

<=1 BULAN <=3 BULAN <=6 BULAN <=12 BULAN >12 BULAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.6. DPK BERDASARKAN GOLONGAN NASABAH

PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

<=1 BULAN <=3 BULAN <=6 BULAN <=12 BULAN >12 BULAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 35: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada triwulan I 2016 mencapai Rp.8,69 triliun, masih terus mengalami penurunan bila

dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Untuk diketahui bahwa penurunan transaksi pembayaran melalui BI-

RTGS disebabkan oleh perubahan ketentuan tentang BI-RTGS dan SKNBI. Hal ini sejalan dengan arah pengembangan

sistem BI-RTGS untuk transaksi yang bersifat high value.

GRAFIK 3.3. PERKEMBANGAN SKNBI

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I II I I I IV2012

-100.00%

0.00%

100.00%

200.00%

300.00%

400.00%

500.00%

-30.00%

-20.00%

-10.00%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00% YOY

NOMINAL KLIRING VOLUME CEK/BG KOSONG NOMINAL CEK/BG KOSONGVOLUME KLIRING

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Pada Triwulan I 2016 perkembangan kinerja (year-on-year) bank umum secara Nasional maupun di Provinsi

NTT mengalami perlambatan. Perlambatan kinerja perbankan di NTT didorong oleh melambatnya komponen Aset

sebesar 3,53% (yoy) dan penghimpunan DPK sebesar 11,84% (yoy). Sementara itu, penyaluran Kredit bank umum di NTT

berdasarkan lokasi proyek mengalami peningkatan sebesar 15,03% (yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2015 sebesar

14,61% (yoy).

3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif

Perkembangan Aset Bank Umum di NTT maupun secara Nasional pada triwulan I 2016 mengalami

perlambatan. Aset Bank Umum di NTT pada triwulan I 2016 mencapai Rp.30,93 triliun, masih menunjukkan perlambatan

bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan Aset Bank

Pemerintah dan Bank Swasta. Aset Bank Pemerintah pada triwulan ini mengalami perlambatan paling besar yakni dari

12,18% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi 3,11% (yoy). Sementara itu, Aset Bank Swasta juga melambat sebesar

6,94% (yoy) pada triwulan I 2016, atau lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang sebesar 8,69% (yoy). Selain itu,

perlambatan Aset perbankan di NTT juga disebabkan oleh menurunnya aset antar kantor dan penempatan pada bank lain.

3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM

GRAFIK 3.4. KOMPOSISI ASET BERDASARKAN KELOMPOK BANK

BANK PEMERINTAH

BANK SWASTA NASIONAL

88.61%

11.39%

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Kelompok Tabungan masih memiliki porsi yang paling besar yakni sebesar 47,39%, diikuti oleh Deposito sebesar 26,80%

dan Giro 25,81%. Komponen Tabungan masih didominasi oleh golongan Perorangan sebesar 88,82%, Swasta 9,68%,

Pemerintah 1,43%, dan Lainnya 0,07%.

Berdasarkan komposisi Deposito pada triwulan I 2016, golongan Perorangan mendapat share terbesar dibandingkan

golongan Pemerintah, Swasta, dan Lainnya. Pertumbuhan golongan Pemerintah pada triwulan ini mengalami

perlambatan yang paling tinggi yaitu sebesar 12,30% (yoy), kemudian Lainnya 5,31% (yoy). Sementara itu, golongan

Swasta meningkat menjadi 8,56% (yoy) dan Perorangan 13,72% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015.

Pada triwulan I 2016, andil terbesar pada komponen Giro adalah golongan Pemerintah, selanjutnya Perorangan, Swasta

dan Lainnya. Namun demikian, golongan Swasta dan Perorangan menjadi pendorong melambatnya Giro pada triwulan

ini. Sementara itu, pertumbuhan Giro golongan Lainnya dan Pemerintah masing-masing tumbuh sebesar 13,51% (yoy)

dan 0,59% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.

3.2.2. Dana Pihak Ketiga

Pada triwulan I 2016 penghimpunan DPK di NTT mencapai Rp.22,14 triliun atau tumbuh melambat. Walaupun

melambat, pertumbuhan DPK di NTT masih berada di atas pertumbuhan DPK Nasional. Pertumbuhan DPK Bank Umum

pada periode ini mengalami perlambatan sebesar 11,84% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan triwulan IV 2015 yang

mencapai 16,84% (yoy). Perlambatan tersebut didorong oleh melambatnya komponen Giro sebesar 4,42% (yoy) dan

Deposito sebesar 13,41% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Sementara itu, komponen

Tabungan pada periode ini hanya mengalami sedikit perlambatan.

Berdasarkan golongan pemilik, golongan Perorangan memiliki bagian terbesar dalam DPK, diikuti oleh golongan

Pemerintah, Swasta dan Lainnya. Berdasarkan pertumbuhannya, golongan Swasta mengalami pertumbuhan paling

melambat dibandingkan golongan Lainnya.

GRAFIK 3.7.PERTUMBUHAN DPK

GIRO (YOY) DEPOSITO (YOY) TABUNGAN (YOY)

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016IV

2013

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.8.KOMPOSISI DPK

GIRO DEPOSITO TABUNGAN DPK (YOY)

24.2

%

29.4

%

26.7

%

20.0

%

27.6

%

29.3

%

29.4

%

20.7

%

25.8

%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

25.5

%

25.0

%

26.0

%

24.1% 26

.4%

28.7

%

27.6

%

24.1% 26

.8%

SHARE

50.2

%

45.

6%

47.4

%

55.9

%

45.

9%

42.

0%

43.

0%

55.3

%

47.4

%

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.5. SHARE DEPOSITO BERDASARKAN JANGKA WAKTU

PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

<=1 BULAN <=3 BULAN <=6 BULAN <=12 BULAN >12 BULAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.6. DPK BERDASARKAN GOLONGAN NASABAH

PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

70.00%

<=1 BULAN <=3 BULAN <=6 BULAN <=12 BULAN >12 BULAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Sticky Note
Grafiknya salah
Page 36: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

3.2.3. Penyaluran Kredit / Pembiayaan

Pada triwulan I 2016 penyaluran kredit perbankan berdasarkan lokasi proyek di NTT mencapai Rp.20,52 triliun

atau mengalami peningkatan, sementara secara Nasional mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit yang

meningkat pada triwulan I 2016 didorong oleh pertumbuhan kredit Modal Kerja dan Konsumsi. Namun demikian, kredit

Investasi mengalami perlambatan. Peningkatan kredit Modal Kerja dan Konsumsi menggambarkan adanya gairah

pengembangan usaha dan semakin tingginya daya beli masyarakat di NTT.

GRAFIK 3.10. PERTUMBUHAN KREDIT BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN

YOY KREDIT YOY MODAL KERJA YOY INVESTASI YOY KONSUMSI

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.11. KOMPOSISI KREDIT BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN

KONSUMSI

62,53% 7,09%

MODAL KERJA

30,38%

INVESTASI

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Ditinjau dari suku bunga, pada triwulan I 2016 rata-rata suku bunga simpanan mengalami penurunan dibandingkan

dengan triwulan IV 2015. Rata-rata suku bunga simpanan pada triwulan I 2016 sebesar 3,40%, sedikit lebih rendah

dibandingkan triwulan IV 2015 yang mencapai 3,42%. Penurunan suku bunga tidak terlalu berdampak terhadap jumlah

nasabah yang melakukan simpanan pada triwulan ini yang meningkat 13,02% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV

2015 yang hanya mencapai 8,66% (yoy).

GRAFIK 3.9. SUKU BUNGA SIMPANAN

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016IV

2013

0.00%

1.00%

2.00%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

SUKU BUNGA GIRO SUKU BUNGA DEPOSITO SUKU BUNGA TABUNGAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Berdasarkan Sektor Ekonomi, pada triwulan I 2016 terdapat beberapa sektor yang mendorong meningkatnya penyaluran

Kredit, diantaranya Kredit Sektor Industri Pengolahan yang meningkat sebesar 144,34% (yoy), sektor Penyediaan

Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum juga mengalami peningkatan sebesar 61,27% (yoy). Kemudian Sektor

Perikanan meningkat sebesar 58,61% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015.

Berdasarkan sektor usaha, pangsa penyaluran kredit terbesar pada triwulan I 2016 di Provinsi NTT adalah sektor penerima

kredit bukan lapangan usaha (konsumsi), kemudian sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor konstruksi.

Secara spasial, Kota Kupang mendapat penyaluran kredit terbesar dengan pangsa 23,41%, diikuti oleh Kabupaten

Kupang 9,82%, Kabupaten Belu 8,09%, Kabupaten Sikka 6,52%, dan Kabupaten Ende 5,62%. Sementara itu,

berdasarkan pertumbuhan kredit, Kabupaten/Kota yang menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit di NTT adalah

Kabupaten Ngada, Timor Tengah Utara dan Manggarai.

GRAFIK 3.14. PERKEMBANGAN KREDIT BERDASARKAN SUKU BUNGA

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI RATA-RATABI RATE

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%

16.00%

18.00%

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.13. PERKEMBANGAN KREDIT, NPL DAN BI RATE

KREDIT (YOY) RATIO NPL BI RATE

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.12. LIMA SEKTOR UTAMA PENDORONG KREDIT

63.89%25.63%2.66%2.19%1.01%

PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHAPERDAGANGAN BESAR DAN ECERANKONSTRUKSIPENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUMPERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

3.2.4. Suku Bunga

Pada triwulan I 2016 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di NTT mengalami penurunan. Berdasarkan jenis

penggunaan, suku bunga Kredit Investasi mengalami penurunan yang terbesar, kemudian diikuti oleh suku bunga Kredit

Modal Kerja. Namun demkian, pada triwulan ini suku bunga Kredit Konsumsi mengalami sedikit peningkatan

dibandingkan dengan Triwulan IV 2015. Berdasarkan nilai suku bunga, kredit Konsumsi juga memiliki suku bunga tertinggi

dibandingkan suku bunga kredit yang lain. Dengan adanya penurunan suku bunga Kredit Investasi dan Modal Kerja ini,

diharapkan dapat mendorong laju pertumbuhan kredit terutama dalam penggunaan Modal Kerja dan Investasi, sehingga

masyarakat semakin tertarik untuk berinvestasi serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT.

3.2.5. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah

Penyaluran kredit UMKM di NTT pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan 18,22% (yoy) atau dengan

nominal sebesar Rp.6,19 triliun. Selain itu, pertumbuhan kredit UMKM di NTT pada triwulan ini juga masih berada di

atas pertumbuhan Nasional. Rasio kredit UMKM dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan Bank Umum di NTT

pada triwulan I 2016 mencapai 31,64%, sedikit lebih tinggi dibanding triwulan IV 2015.

Peningkatan pertumbuhan Kredit UMKM pada triwulan I 2016 didorong oleh meningkatnya penyaluran Kredit Kecil

sebesar 12,19% (yoy) dan Kredit Mikro sebesar 17,15% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015. Sementara itu, Kredit

Menengah pada triwulan ini mengalami perlambatan sebesar 28,60% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015

yang mencapai 40,71% (yoy).

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 37: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

3.2.3. Penyaluran Kredit / Pembiayaan

Pada triwulan I 2016 penyaluran kredit perbankan berdasarkan lokasi proyek di NTT mencapai Rp.20,52 triliun

atau mengalami peningkatan, sementara secara Nasional mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit yang

meningkat pada triwulan I 2016 didorong oleh pertumbuhan kredit Modal Kerja dan Konsumsi. Namun demikian, kredit

Investasi mengalami perlambatan. Peningkatan kredit Modal Kerja dan Konsumsi menggambarkan adanya gairah

pengembangan usaha dan semakin tingginya daya beli masyarakat di NTT.

GRAFIK 3.10. PERTUMBUHAN KREDIT BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN

YOY KREDIT YOY MODAL KERJA YOY INVESTASI YOY KONSUMSI

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

60.00%

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.11. KOMPOSISI KREDIT BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN

KONSUMSI

62,53% 7,09%

MODAL KERJA

30,38%

INVESTASI

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Ditinjau dari suku bunga, pada triwulan I 2016 rata-rata suku bunga simpanan mengalami penurunan dibandingkan

dengan triwulan IV 2015. Rata-rata suku bunga simpanan pada triwulan I 2016 sebesar 3,40%, sedikit lebih rendah

dibandingkan triwulan IV 2015 yang mencapai 3,42%. Penurunan suku bunga tidak terlalu berdampak terhadap jumlah

nasabah yang melakukan simpanan pada triwulan ini yang meningkat 13,02% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV

2015 yang hanya mencapai 8,66% (yoy).

GRAFIK 3.9. SUKU BUNGA SIMPANAN

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016IV

2013

0.00%

1.00%

2.00%

3.00%

4.00%

5.00%

6.00%

7.00%

8.00%

9.00%

SUKU BUNGA GIRO SUKU BUNGA DEPOSITO SUKU BUNGA TABUNGAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Berdasarkan Sektor Ekonomi, pada triwulan I 2016 terdapat beberapa sektor yang mendorong meningkatnya penyaluran

Kredit, diantaranya Kredit Sektor Industri Pengolahan yang meningkat sebesar 144,34% (yoy), sektor Penyediaan

Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum juga mengalami peningkatan sebesar 61,27% (yoy). Kemudian Sektor

Perikanan meningkat sebesar 58,61% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015.

Berdasarkan sektor usaha, pangsa penyaluran kredit terbesar pada triwulan I 2016 di Provinsi NTT adalah sektor penerima

kredit bukan lapangan usaha (konsumsi), kemudian sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor konstruksi.

Secara spasial, Kota Kupang mendapat penyaluran kredit terbesar dengan pangsa 23,41%, diikuti oleh Kabupaten

Kupang 9,82%, Kabupaten Belu 8,09%, Kabupaten Sikka 6,52%, dan Kabupaten Ende 5,62%. Sementara itu,

berdasarkan pertumbuhan kredit, Kabupaten/Kota yang menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit di NTT adalah

Kabupaten Ngada, Timor Tengah Utara dan Manggarai.

GRAFIK 3.14. PERKEMBANGAN KREDIT BERDASARKAN SUKU BUNGA

MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI RATA-RATABI RATE

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%

16.00%

18.00%

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.13. PERKEMBANGAN KREDIT, NPL DAN BI RATE

KREDIT (YOY) RATIO NPL BI RATE

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.12. LIMA SEKTOR UTAMA PENDORONG KREDIT

63.89%25.63%2.66%2.19%1.01%

PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHAPERDAGANGAN BESAR DAN ECERANKONSTRUKSIPENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUMPERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

3.2.4. Suku Bunga

Pada triwulan I 2016 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di NTT mengalami penurunan. Berdasarkan jenis

penggunaan, suku bunga Kredit Investasi mengalami penurunan yang terbesar, kemudian diikuti oleh suku bunga Kredit

Modal Kerja. Namun demkian, pada triwulan ini suku bunga Kredit Konsumsi mengalami sedikit peningkatan

dibandingkan dengan Triwulan IV 2015. Berdasarkan nilai suku bunga, kredit Konsumsi juga memiliki suku bunga tertinggi

dibandingkan suku bunga kredit yang lain. Dengan adanya penurunan suku bunga Kredit Investasi dan Modal Kerja ini,

diharapkan dapat mendorong laju pertumbuhan kredit terutama dalam penggunaan Modal Kerja dan Investasi, sehingga

masyarakat semakin tertarik untuk berinvestasi serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT.

3.2.5. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah

Penyaluran kredit UMKM di NTT pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan 18,22% (yoy) atau dengan

nominal sebesar Rp.6,19 triliun. Selain itu, pertumbuhan kredit UMKM di NTT pada triwulan ini juga masih berada di

atas pertumbuhan Nasional. Rasio kredit UMKM dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan Bank Umum di NTT

pada triwulan I 2016 mencapai 31,64%, sedikit lebih tinggi dibanding triwulan IV 2015.

Peningkatan pertumbuhan Kredit UMKM pada triwulan I 2016 didorong oleh meningkatnya penyaluran Kredit Kecil

sebesar 12,19% (yoy) dan Kredit Mikro sebesar 17,15% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015. Sementara itu, Kredit

Menengah pada triwulan ini mengalami perlambatan sebesar 28,60% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015

yang mencapai 40,71% (yoy).

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 38: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

GRAFIK 3.15. KOMPOSISI KREDIT UMKM

Sumber : Bank Indonesia, diolah

MENENGAH

MIKRO

KECIL

42,57%

31,35%

26,08%

GRAFIK 3.16. SHARE KREDIT UMKM BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI

Sumber : Bank Indonesia, diolah

73.41%7.09%3.10%2.74%2.70% PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

KONSTRUKSI

PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN, MINUM

PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN

REAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN ,

Berdasarkan penggunaan, Kredit UMKM untuk Modal Kerja dan Investasi pada periode ini sama-sama mengalami

peningkatan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Sementara itu, dilihat dari sisi sektor ekonomi pertumbuhan Kredit

UMKM didorong oleh sektor Listrik, Gas dan Air, sektor Perikanan, dan Konstruksi.

GRAFIK 3.17. PERKEMBANGAN UMKM

KREDIT UMKM NPL KREDIT UMKM KREDIT UMKM (YOY) RATIO NPL UMKM

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

35.00%

-

1,000.00

2,000.00

3,000.00

4,000.00

5,000.00

6,000.00

7,000.00

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.18. PERKEMBANGAN UMKM BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN

KREDIT UMKM NPL KREDIT UMKM KREDIT UMKM (YOY) RATIO NPL UMKM

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

35.00%

-

1,000.00

2,000.00

3,000.00

4,000.00

5,000.00

6,000.00

7,000.00

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Pada triwulan I 2016 pertumbuhan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga mengalami perlambatan.

Perlambatan tersebut didorong oleh melambatnya Aset dan Kredit BPR, sementara itu DPK BPR mengalami peningkatan.

Sementara itu, penyaluran Kredit BPR juga mengalami perlambatan terutama disebabkan oleh melambatnya kredit Modal

Kerja dan Investasi.

3.3. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)

Tabel 3.1.Perkembangan Kinerja BPR

2013

336,87

34,35%

255,73

45,80%

247,60

33,00%

84,26%

4,45%

415,26

23,27%

318,54

24,56%

308,97

24,79%

79,40%

4,76%

2014INDIKATOR UTAMA

Aset (miliar)

y-o-y aset

Kredit (miliar)

y-o-y kredit

DPK (miliar)

y-o-y DPK

LDR

NPL

436,99

27,30%

330,21

22,27%

311,39

24,45%

80,46%

5,46%

I

2015

454,41

26,50%

348,80

18,59%

330,86

28,69%

82,38%

5,71%

II

481,56

28,90%

353,59

15,45%

352,91

28,43%

80,52%

6,05%

III

509,90

22,79%

365,85

14,85%

381,16

23,36%

76,70%

5,40%

IV

534,58

22,33%

368,21

11,51%

402,54

29,27%

77,55%

6,16%

I

2016

Walaupun beberapa indikator kinerja BPR mengalami perlambatan, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) oleh BPR

pada triwulan ini mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya kelompok Deposito dan

Tabungan yang masing-masing sebesar 39,76% (yoy) dan 8,20% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015.

Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau, yaitu pulau Flores, Sumba dan Timor.

Pada triwulan I 2016 pertumbuhan Aset di pulau Flores mencatat pertumbuhan yang terbaik diantara pulau Sumba dan

Timor. Sementara itu, berdasarkan penghimpunan DPK, pertumbuhan pulau Timor yang terbaik dibandingkan pulau

Flores dan Sumba. Kemudian apabila dilihat berdasarkan penyaluran Kredit, pulau Flores sedikit lebih baik dibandingkan

Sumba dan Timor.

GRAFIK 3.23. PERKEMBANGAN PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU

1.45%

1.50%

1.55%

1.60%

1.65%

1.70%

1.75%

1.80%

1.85%

1.90%

1.95%

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%

16.00%

18.00%

TIMOR FLORES SUMBA

ASSET DPK KREDIT NPL

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.20. PERTUMBUHAN DPK BPR

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

35.00%

40.00%

45.00%

-

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

300.00

DEPOSITO TABUNGAN YOY DEPOSITOYOY TABUNGAN

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.19. KOMPOSISI DPK BPR

Sumber : Bank Indonesia, diolah

30.64%69.36%

DEPOSITOTABUNGAN

Berdasarkan pangsa kredit, Penyaluran Kredit Modal Kerja mengambil porsi terbesar dari total Kredit BPR yakni sebesar

51,29% (yoy), kemudian Kredit Konsumsi sebesar 32,94% dan Kredit Investasi 15,77%.

0.09%0.10%0.24%0.53%0.77%0.93%0.98%1.09%1.10%1.21%1.25%

2.57%3.81%

4.92%7.87%

9.48%9.98%

21.21%31.86%

LISTRIK, GAS DAN AIR

PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN

JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL

INDUSTRI PENGOLAHAN

REAL ESTATE

PERIKANAN

JASA PENDIDIKAN

BUKAN LAPANGAN USAHA - RUMAH TANGGA

PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN

ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTANAHAN & JAMINAN SOSIAL…

PERANTARA KEUANGAN

PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN-MINUM

JASA PERORANGAN YANG MELAYANI RUMAH TANGGA

KEGIATAN USAHA YANG BELUM JELAS BATASANNYA

JASA KEMASYARAKATAN, SOSBUD, HIBURAN & PERSEORANGAN…

KONSTRUKSI

TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

BUKAN LAPANGAN USAHA - LAINNYA

GRAFIK 3.21. KREDIT BPR BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.22. SHARE KREDIT DAN NPL BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI

0%5%10%15%20%25%30%35%40%45%50%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

SHARE THD NPL SHARE THD KREDIT

PERT

AN

IAN

, PER

BURU

AN

...

PERI

KAN

AN

PERT

AM

BAN

GA

N D

AN

...

IND

UST

RI P

ENG

OLA

HA

N

LIST

RIK,

GA

S D

AN

AIR

KON

STRU

KSI

PERD

AG

AN

AN

BES

AR.

..

PEN

YED

IAA

N...

TRA

NSP

ORT

ASI

,..

PERA

NTA

RA K

EUA

NG

AN

REA

L ES

TATE

AD

SMIN

ITRA

SI...

JASA

PEN

DID

IKA

N

JASA

KES

EHAT

AN

DA

N...

JASA

KEM

ASY

ARA

KATA

N...

JASA

PER

ORA

NG

AN

...

KEG

IATA

N U

SAH

A Y

AN

G...

RUM

AH

TA

NG

GA

BUKA

N L

APA

NG

AN

...

Sumber : Bank Indonesia, diolah

3.4. KINERJA PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Sticky Note
Berdasarkan komposisi kredit UMKM, Kredit Modal Kerja (KMK) mendominasi penyaluran kredit ini dengan porsi sebesar 83,84% dari total kredit UMKM. Sementara itu, kredit Investasi hanya sebesar 16,16% dari total kredit UMKM.
Page 39: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

GRAFIK 3.15. KOMPOSISI KREDIT UMKM

Sumber : Bank Indonesia, diolah

MENENGAH

MIKRO

KECIL

42,57%

31,35%

26,08%

GRAFIK 3.16. SHARE KREDIT UMKM BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI

Sumber : Bank Indonesia, diolah

73.41%7.09%3.10%2.74%2.70% PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

KONSTRUKSI

PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN, MINUM

PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN

REAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN ,

Berdasarkan penggunaan, Kredit UMKM untuk Modal Kerja dan Investasi pada periode ini sama-sama mengalami

peningkatan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Sementara itu, dilihat dari sisi sektor ekonomi pertumbuhan Kredit

UMKM didorong oleh sektor Listrik, Gas dan Air, sektor Perikanan, dan Konstruksi.

GRAFIK 3.17. PERKEMBANGAN UMKM

KREDIT UMKM NPL KREDIT UMKM KREDIT UMKM (YOY) RATIO NPL UMKM

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

35.00%

-

1,000.00

2,000.00

3,000.00

4,000.00

5,000.00

6,000.00

7,000.00

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.18. PERKEMBANGAN UMKM BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN

KREDIT UMKM NPL KREDIT UMKM KREDIT UMKM (YOY) RATIO NPL UMKM

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

35.00%

-

1,000.00

2,000.00

3,000.00

4,000.00

5,000.00

6,000.00

7,000.00

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Pada triwulan I 2016 pertumbuhan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga mengalami perlambatan.

Perlambatan tersebut didorong oleh melambatnya Aset dan Kredit BPR, sementara itu DPK BPR mengalami peningkatan.

Sementara itu, penyaluran Kredit BPR juga mengalami perlambatan terutama disebabkan oleh melambatnya kredit Modal

Kerja dan Investasi.

3.3. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)

Tabel 3.1.Perkembangan Kinerja BPR

2013

336,87

34,35%

255,73

45,80%

247,60

33,00%

84,26%

4,45%

415,26

23,27%

318,54

24,56%

308,97

24,79%

79,40%

4,76%

2014INDIKATOR UTAMA

Aset (miliar)

y-o-y aset

Kredit (miliar)

y-o-y kredit

DPK (miliar)

y-o-y DPK

LDR

NPL

436,99

27,30%

330,21

22,27%

311,39

24,45%

80,46%

5,46%

I

2015

454,41

26,50%

348,80

18,59%

330,86

28,69%

82,38%

5,71%

II

481,56

28,90%

353,59

15,45%

352,91

28,43%

80,52%

6,05%

III

509,90

22,79%

365,85

14,85%

381,16

23,36%

76,70%

5,40%

IV

534,58

22,33%

368,21

11,51%

402,54

29,27%

77,55%

6,16%

I

2016

Walaupun beberapa indikator kinerja BPR mengalami perlambatan, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) oleh BPR

pada triwulan ini mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya kelompok Deposito dan

Tabungan yang masing-masing sebesar 39,76% (yoy) dan 8,20% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015.

Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau, yaitu pulau Flores, Sumba dan Timor.

Pada triwulan I 2016 pertumbuhan Aset di pulau Flores mencatat pertumbuhan yang terbaik diantara pulau Sumba dan

Timor. Sementara itu, berdasarkan penghimpunan DPK, pertumbuhan pulau Timor yang terbaik dibandingkan pulau

Flores dan Sumba. Kemudian apabila dilihat berdasarkan penyaluran Kredit, pulau Flores sedikit lebih baik dibandingkan

Sumba dan Timor.

GRAFIK 3.23. PERKEMBANGAN PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU

1.45%

1.50%

1.55%

1.60%

1.65%

1.70%

1.75%

1.80%

1.85%

1.90%

1.95%

0.00%

2.00%

4.00%

6.00%

8.00%

10.00%

12.00%

14.00%

16.00%

18.00%

TIMOR FLORES SUMBA

ASSET DPK KREDIT NPL

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.20. PERTUMBUHAN DPK BPR

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

20.00%

25.00%

30.00%

35.00%

40.00%

45.00%

-

50.00

100.00

150.00

200.00

250.00

300.00

DEPOSITO TABUNGAN YOY DEPOSITOYOY TABUNGAN

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.19. KOMPOSISI DPK BPR

Sumber : Bank Indonesia, diolah

30.64%69.36%

DEPOSITOTABUNGAN

Berdasarkan pangsa kredit, Penyaluran Kredit Modal Kerja mengambil porsi terbesar dari total Kredit BPR yakni sebesar

51,29% (yoy), kemudian Kredit Konsumsi sebesar 32,94% dan Kredit Investasi 15,77%.

0.09%0.10%0.24%0.53%0.77%0.93%0.98%1.09%1.10%1.21%1.25%

2.57%3.81%

4.92%7.87%

9.48%9.98%

21.21%31.86%

LISTRIK, GAS DAN AIR

PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN

JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL

INDUSTRI PENGOLAHAN

REAL ESTATE

PERIKANAN

JASA PENDIDIKAN

BUKAN LAPANGAN USAHA - RUMAH TANGGA

PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN

ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTANAHAN & JAMINAN SOSIAL…

PERANTARA KEUANGAN

PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN-MINUM

JASA PERORANGAN YANG MELAYANI RUMAH TANGGA

KEGIATAN USAHA YANG BELUM JELAS BATASANNYA

JASA KEMASYARAKATAN, SOSBUD, HIBURAN & PERSEORANGAN…

KONSTRUKSI

TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI

PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN

BUKAN LAPANGAN USAHA - LAINNYA

GRAFIK 3.21. KREDIT BPR BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.22. SHARE KREDIT DAN NPL BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI

0%5%10%15%20%25%30%35%40%45%50%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

SHARE THD NPL SHARE THD KREDIT

PERT

AN

IAN

, PER

BURU

AN

...

PERI

KAN

AN

PERT

AM

BAN

GA

N D

AN

...

IND

UST

RI P

ENG

OLA

HA

N

LIST

RIK,

GA

S D

AN

AIR

KON

STRU

KSI

PERD

AG

AN

AN

BES

AR.

..

PEN

YED

IAA

N...

TRA

NSP

ORT

ASI

,..

PERA

NTA

RA K

EUA

NG

AN

REA

L ES

TATE

AD

SMIN

ITRA

SI...

JASA

PEN

DID

IKA

N

JASA

KES

EHAT

AN

DA

N...

JASA

KEM

ASY

ARA

KATA

N...

JASA

PER

ORA

NG

AN

...

KEG

IATA

N U

SAH

A Y

AN

G...

RUM

AH

TA

NG

GA

BUKA

N L

APA

NG

AN

...

Sumber : Bank Indonesia, diolah

3.4. KINERJA PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 40: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

87.48%

5.22%

7.30%

38.30%

1.72%59.98%

0.94% 12.23% 86.80% 0.02%

GRAFIK 3.26. KOMPOSISI DPK DI PULAU SUMBA

Sumber : Bank Indonesia, diolah

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA

GIRO DEPOSITO TABUNGAN

GRAFIK 3.27. KOMPOSISI KREDIT DI PULAU SUMBA

Sumber : Bank Indonesia, diolah

KONSUMSI

MODAL KERJA

INVESTASI

71,37%2,77%

25,86%

GRAFIK 3.25. KOMPOSISI KREDIT DI PULAU FLORES

Sumber : Bank Indonesia, diolah

63,60%

32,15%

4,24%

KONSUMSI

MODAL KERJA

INVESTASI

GRAFIK 3.24. KOMPOSISI DPK DI PULAU FLORES

0.66%

1.12%

79.94%

20.03%

2.06%

6.45%

4.27%

10.67%

12.95%

74.58%

87.17% 0.09%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA

GIRO DEPOSITO TABUNGAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

3.4.1. Pulau Flores

Kinerja perbankan di pulau Flores pada triwulan I 2016 relatif melambat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan Aset

perbankan di pulau Flores yang tumbuh melambat sebesar 7,09% (yoy) atau sebesar Rp.9,12 triliun lebih rendah

dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV 2015. Penghimpunan DPK pada triwulan I 2016 juga melambat 5,19% (yoy)

atau dengan nominal sebesar Rp.7,84 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit di Pulau Flores pada triwulan I 2016 sedikit

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Angka rasio kredit macet (NPL) di Pulau Flores pada triwulan I 2016

mengalami peningkatan, dari 1,39% pada triwulan IV 2015 menjadi 1,90% pada triwulan I 2016. Selain itu, rasio likuiditas

di Pulau Flores pada triwulan I 2016 juga meningkat sebesar 93,33% lebih tinggi dari triwulan IV 2015 yang hanya sebesar

92,15%.

3.4.2. Pulau Sumba

Kinerja perbankan di Pulau Sumba pada triwulan I 2016 juga ikut melambat. Pertumbuhan Aset pada triwulan I

2016 melambat sebesar 5,61% (yoy) atau mencapai Rp.2,37 triliun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya.

Sementara itu, penghimpunan DPK di Pulau Sumba tercatat sebesar Rp.1,91 triliun, ikut mengalami perlambatan sebesar

0,67% (yoy) lebih rendah dari triwulan IV 2015. Penyaluran kredit juga melambat 12,92% (yoy) atau sebesar Rp.2,00

triliun pada triwulan I 2016. Adapun angka rasio likuiditas meningkat dari 101,47% menjadi 104,72%. Hal ini disebabkan

oleh tingginya penyaluran kredit yang tidak sebanding atau lebih besar dari penghimpunan DPK di Pulau Sumba.

3.4.3. Pulau Timor

Pada triwulan I 2016 kinerja perbankan di pulau Timor melambat. Aset perbankan di pulau Timor pada triwulan I

2016 mencapai Rp.19,44 triliun atau melambat sebesar 1,70% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015. Seiring

dengan perlambatan Aset perbankan pada triwulan I 2016, pertumbuhan DPK dan penyaluran Kredit juga ikut melambat.

Penghimpunan DPK perbankan dipulau Timor pada triwulan I 2016 mencapai Rp.12,20 triliun atau mencapai 16,73%

(yoy), sementara itu penyaluran Kredit mencapai Rp.10,01 triliun atau tumbuh sebesar 12,60% (yoy) lebih rendah dari

triwulan sebelumnya.

GRAFIK 3.31 PERKEMBANGAN SKNBI NASIONAL

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

0

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

1,200,000

1,400,000 RIBU LEMBARNASIONAL

Sumber : Bank Indonesia, diolah

NILAI (RP.MILIAR) VOLUME (LBR)

GRAFIK 3.29. KOMPOSISI KREDIT DI PULAU TIMOR

Sumber : Bank Indonesia, diolah

62,73%

28,25%

9,02%

KONSUMSI

MODAL KERJA

INVESTASI

GRAFIK 3.28. KOMPOSISI DPK DI PULAU TIMOR

81.13%

10.31%

8.50% 0.06%

39.48%

5.06%

54.85%

0.61%

1.12% 8.60% 90.22% 0.07%

Sumber : Bank Indonesia, diolah

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA

GIRO DEPOSITO TABUNGAN

3.5.1. Transaksi Non Tunai

3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI)Sistem Kliring Nasional Bank Indonsia (SKNBI) di provinsi NTT pada triwulan I 2016 masih mengalami

peningkatan dan jauh di atas Nasional. Penggunaan fasilitas Kliring di NTT sampai dengan triwulan I 2016 berdasarkan

nominal mencapai Rp.3,11 triliun atau tumbuh 213,76% (yoy) dan volume mencapai 67.315 lembar warkat atau

meningkat 68,41% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015.

Peningkatan transaksi yang signifikan ini disebabkan oleh adanya perubahan ketentuan dan kegiatan SKNBI serta

perlindungan nasabah. Saat ini, settlement layanan Transfer Dana ditambah menjadi 5 (lima) kali, yaitu pada pukul 09.00,

11.00, 13.00, 15.00, dan 16.45 WIB sedangkan Layanan Kliring Warkat Debit saat ini dibagi menjadi 4 zona.

Dibandingkan transfer melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), terdapat beberapa perbedaan

transfer melalui SKNBI, yaitu pertama, proses setelmen SKNBI dilakukan secara periodik (netting) sedangkan RTGS, proses

setelmen dilakukan secara individual (gross). Kedua, dari segi batasan nominal, transaksi transfer dana nasabah yang

dapat diproses melalui SKNBI sampai dengan 30 Juni 2016 tidak terdapat batasan maksimal, sedangkan transaksi nasabah

melalui BI-RTGS minimal sebesar Rp.500.000.000,00 per transaksi. Ketiga, biaya yang dikenakan Bank Indonesia kepada

Peserta untuk SKNBI lebih murah, yaitu sebesar Rp.750,00 per transaksi dan maksimal biaya transfer dana yang dapat

dikenakan peserta kepada nasabahnya adalah Rp.5.000,00, sedangkan biaya transaksi BI-RTGS yang dikenakan Bank

Indonesia kepada peserta adalah sebesar Rp.15.000,00 dan maksimal biaya transfer dana yang dapat dikenakan peserta

kepada nasabahnya adalah sebesar Rp.35.000,00.

3.5. SISTEM PEMBAYARAN

GRAFIK 3.30. PERKEMBANGAN SKNBI NTT

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000 NTT

NILAI (RP.MILIAR) VOLUME (LBR)

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 41: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

87.48%

5.22%

7.30%

38.30%

1.72%59.98%

0.94% 12.23% 86.80% 0.02%

GRAFIK 3.26. KOMPOSISI DPK DI PULAU SUMBA

Sumber : Bank Indonesia, diolah

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA

GIRO DEPOSITO TABUNGAN

GRAFIK 3.27. KOMPOSISI KREDIT DI PULAU SUMBA

Sumber : Bank Indonesia, diolah

KONSUMSI

MODAL KERJA

INVESTASI

71,37%2,77%

25,86%

GRAFIK 3.25. KOMPOSISI KREDIT DI PULAU FLORES

Sumber : Bank Indonesia, diolah

63,60%

32,15%

4,24%

KONSUMSI

MODAL KERJA

INVESTASI

GRAFIK 3.24. KOMPOSISI DPK DI PULAU FLORES

0.66%

1.12%

79.94%

20.03%

2.06%

6.45%

4.27%

10.67%

12.95%

74.58%

87.17% 0.09%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA

GIRO DEPOSITO TABUNGAN

Sumber : Bank Indonesia, diolah

3.4.1. Pulau Flores

Kinerja perbankan di pulau Flores pada triwulan I 2016 relatif melambat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan Aset

perbankan di pulau Flores yang tumbuh melambat sebesar 7,09% (yoy) atau sebesar Rp.9,12 triliun lebih rendah

dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV 2015. Penghimpunan DPK pada triwulan I 2016 juga melambat 5,19% (yoy)

atau dengan nominal sebesar Rp.7,84 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit di Pulau Flores pada triwulan I 2016 sedikit

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Angka rasio kredit macet (NPL) di Pulau Flores pada triwulan I 2016

mengalami peningkatan, dari 1,39% pada triwulan IV 2015 menjadi 1,90% pada triwulan I 2016. Selain itu, rasio likuiditas

di Pulau Flores pada triwulan I 2016 juga meningkat sebesar 93,33% lebih tinggi dari triwulan IV 2015 yang hanya sebesar

92,15%.

3.4.2. Pulau Sumba

Kinerja perbankan di Pulau Sumba pada triwulan I 2016 juga ikut melambat. Pertumbuhan Aset pada triwulan I

2016 melambat sebesar 5,61% (yoy) atau mencapai Rp.2,37 triliun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya.

Sementara itu, penghimpunan DPK di Pulau Sumba tercatat sebesar Rp.1,91 triliun, ikut mengalami perlambatan sebesar

0,67% (yoy) lebih rendah dari triwulan IV 2015. Penyaluran kredit juga melambat 12,92% (yoy) atau sebesar Rp.2,00

triliun pada triwulan I 2016. Adapun angka rasio likuiditas meningkat dari 101,47% menjadi 104,72%. Hal ini disebabkan

oleh tingginya penyaluran kredit yang tidak sebanding atau lebih besar dari penghimpunan DPK di Pulau Sumba.

3.4.3. Pulau Timor

Pada triwulan I 2016 kinerja perbankan di pulau Timor melambat. Aset perbankan di pulau Timor pada triwulan I

2016 mencapai Rp.19,44 triliun atau melambat sebesar 1,70% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015. Seiring

dengan perlambatan Aset perbankan pada triwulan I 2016, pertumbuhan DPK dan penyaluran Kredit juga ikut melambat.

Penghimpunan DPK perbankan dipulau Timor pada triwulan I 2016 mencapai Rp.12,20 triliun atau mencapai 16,73%

(yoy), sementara itu penyaluran Kredit mencapai Rp.10,01 triliun atau tumbuh sebesar 12,60% (yoy) lebih rendah dari

triwulan sebelumnya.

GRAFIK 3.31 PERKEMBANGAN SKNBI NASIONAL

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

0

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

1,200,000

1,400,000 RIBU LEMBARNASIONAL

Sumber : Bank Indonesia, diolah

NILAI (RP.MILIAR) VOLUME (LBR)

GRAFIK 3.29. KOMPOSISI KREDIT DI PULAU TIMOR

Sumber : Bank Indonesia, diolah

62,73%

28,25%

9,02%

KONSUMSI

MODAL KERJA

INVESTASI

GRAFIK 3.28. KOMPOSISI DPK DI PULAU TIMOR

81.13%

10.31%

8.50% 0.06%

39.48%

5.06%

54.85%

0.61%

1.12% 8.60% 90.22% 0.07%

Sumber : Bank Indonesia, diolah

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA

GIRO DEPOSITO TABUNGAN

3.5.1. Transaksi Non Tunai

3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI)Sistem Kliring Nasional Bank Indonsia (SKNBI) di provinsi NTT pada triwulan I 2016 masih mengalami

peningkatan dan jauh di atas Nasional. Penggunaan fasilitas Kliring di NTT sampai dengan triwulan I 2016 berdasarkan

nominal mencapai Rp.3,11 triliun atau tumbuh 213,76% (yoy) dan volume mencapai 67.315 lembar warkat atau

meningkat 68,41% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015.

Peningkatan transaksi yang signifikan ini disebabkan oleh adanya perubahan ketentuan dan kegiatan SKNBI serta

perlindungan nasabah. Saat ini, settlement layanan Transfer Dana ditambah menjadi 5 (lima) kali, yaitu pada pukul 09.00,

11.00, 13.00, 15.00, dan 16.45 WIB sedangkan Layanan Kliring Warkat Debit saat ini dibagi menjadi 4 zona.

Dibandingkan transfer melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), terdapat beberapa perbedaan

transfer melalui SKNBI, yaitu pertama, proses setelmen SKNBI dilakukan secara periodik (netting) sedangkan RTGS, proses

setelmen dilakukan secara individual (gross). Kedua, dari segi batasan nominal, transaksi transfer dana nasabah yang

dapat diproses melalui SKNBI sampai dengan 30 Juni 2016 tidak terdapat batasan maksimal, sedangkan transaksi nasabah

melalui BI-RTGS minimal sebesar Rp.500.000.000,00 per transaksi. Ketiga, biaya yang dikenakan Bank Indonesia kepada

Peserta untuk SKNBI lebih murah, yaitu sebesar Rp.750,00 per transaksi dan maksimal biaya transfer dana yang dapat

dikenakan peserta kepada nasabahnya adalah Rp.5.000,00, sedangkan biaya transaksi BI-RTGS yang dikenakan Bank

Indonesia kepada peserta adalah sebesar Rp.15.000,00 dan maksimal biaya transfer dana yang dapat dikenakan peserta

kepada nasabahnya adalah sebesar Rp.35.000,00.

3.5. SISTEM PEMBAYARAN

GRAFIK 3.30. PERKEMBANGAN SKNBI NTT

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

3,500

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000 NTT

NILAI (RP.MILIAR) VOLUME (LBR)

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 42: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Berdasarkan komposisi peserta pengirim, transaksi kliring Provinsi NTT pada triwulan I 2016 paling besar adalah Bank

Swasta Nasional dengan porsi sebesar 59,83%, kemudian Bank Pemerintah 36,76%, Bank Pembangunan Daerah sebesar

1,59%, Bank Syariah 1,51%, dan Bank Campuran 0,30%.

GRAFIK 3.32. PERKEMBANGAN SKNBI BERDASARKAN KELOMPOK BANK

Sumber : Bank Indonesia, diolah

59.83%36.76%1.59%1.51%0.30% BANK SWASTA NASIONAL

BANK PEMERINTAH

BANK PEMBANGUNAN DAERAH

BANK SYARIAH

BANK CAMPURAN

3.5.1.2. Transaksi RTGSTransaksi BI-RTGS pada triwulan I 2016 dari sisi nominal maupun volume mengalami penurunan. Penurunan

tersebut disebabkan oleh pengalihan transaksi besar (high value) ke Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).

GRAFIK 3.33. PERKEMBANGAN BI-RTGS

Sumber : Bank Indonesia, diolah

-1500.00%

-1000.00%

-500.00%

0.00%

500.00%

1000.00%

1500.00%

-10,000.00

-8,000.00

-6,000.00

-4,000.00

-2,000.00

0.00

2,000.00

4,000.00

6,000.00

8,000.00

10,000.00

VOLUME NOMINAL (IN/OUT) VOLUME (YOY) NOMINAL (YOY)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

3.5.2. Transaksi Tunai

Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, diantaranya jumlah aliran uang keluar

dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan

kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).

3.5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)Pada triwulan I 2016 aliran uang yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami

peningkatan dibandingkan uang yang beredar di masyarakat atau perbankan. Aliran outflow atau uang yang

beredar pada triwulan I 2016 mencapai Rp.0,33 triliun, tumbuh -6,14% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan

IV 2015 yang mencapai 25,31% (yoy). Selain itu, inflow atau uang yang disetor di Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi NTT juga mengalami perlambatan 1,60% (yoy) atau sebesar Rp.1,83 triliun, lebih rendah dari triwulan IV 2015

yang tumbuh 3,67% (yoy).

Hal ini merupakan pola setiap awal tahun pasca tingginya kebutuhan uang realisasi proyek dan konsumsi masyarakat di

akhir tahun. Selain itu, hal ini juga sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Penggunaan Pengeluaran Konsumsi yang juga

melambat pada triwulan I 2016.

GRAFIK 3.35. PERKEMBANGAN ARUS UANG TUNAI (INFLOW-OUTFLOW)

INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW

-80.00%

0.00%

80.00%

0.00

500.00

1,000.00

1,500.00

2,000.00

2,500.00

3,000.00

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.34. PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI

I I I I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

I I I I I I IV2011

-300%

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

-2500.00

-2000.00

-1500.00

-1000.00

-500.00

0.00

500.00

1000.00

1500.00

2000.00

NET IN/OUT (RP. MILIAR) YOY QTQ

Sumber : Bank Indonesia, diolah

3.5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di NTT hingga triwulan I 2016 mencapai Rp.509,70

miliar atau meningkat 56,72% (yoy). Hal ini dapat digambarkan oleh jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi NTT pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp.716,63 miliar, atau meningkat sebesar 50,22% (yoy) bila

dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Sementara itu, rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan Nasional

pada triwulan I 2016 yaitu sebesar 0,89% sedikit meningkat bila dibandingkan triwulan IV 2015. Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi NTT terus mengupayakan untuk menekan laju pertumbuhan UTLE di NTT dengan cara melakukan

sosialisasi bagaimana memperlakukan uang rupiah dengan baik ke pasar-pasar, perbankan, serta akademisi dan pelajar.

3.5.2.3. Temuan Uang PalsuTemuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan I 2016

mengalami penurunan. Jumlah lembar uang palsu menurun dari 53 lembar menjadi 25 lembar pada triwulan laporan.

Uang palsu yang ditemukan pada triwulan ini umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,-, pecahan Rp.10.000,- dan

Rp.50.000,-. Jumlah uang palsu yang ditemukan berkurang, hal ini menggambarkan bahwa kegiatan pengenalan ciri-ciri

keaslian uang rupiah berdampak positif dan terus diperlukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat. Peningkatan

pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan yang tinggi uang palsu tersebut dilaporkan.

GRAFIK 3.36. PERKEMBANGAN UTLE DI PROVINSI NTT

INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY UTLE QTQ UTLEUTLE

-200.00%

0.00%

200.00%

400.00%

600.00%

800.00%

1000.00%

1200.00%

1400.00%

1600.00%

0.00

500.00

1,000.00

1,500.00

2,000.00

2,500.00

3,000.00

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.37. PERKEMBANGAN UPAL DI PROVINSI NTT

0

200

400

600

800

1000

1200

LBR UPAL

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Upaya penanggulangan uang palsu secara represif telah dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menuntut

pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 43: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Berdasarkan komposisi peserta pengirim, transaksi kliring Provinsi NTT pada triwulan I 2016 paling besar adalah Bank

Swasta Nasional dengan porsi sebesar 59,83%, kemudian Bank Pemerintah 36,76%, Bank Pembangunan Daerah sebesar

1,59%, Bank Syariah 1,51%, dan Bank Campuran 0,30%.

GRAFIK 3.32. PERKEMBANGAN SKNBI BERDASARKAN KELOMPOK BANK

Sumber : Bank Indonesia, diolah

59.83%36.76%1.59%1.51%0.30% BANK SWASTA NASIONAL

BANK PEMERINTAH

BANK PEMBANGUNAN DAERAH

BANK SYARIAH

BANK CAMPURAN

3.5.1.2. Transaksi RTGSTransaksi BI-RTGS pada triwulan I 2016 dari sisi nominal maupun volume mengalami penurunan. Penurunan

tersebut disebabkan oleh pengalihan transaksi besar (high value) ke Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).

GRAFIK 3.33. PERKEMBANGAN BI-RTGS

Sumber : Bank Indonesia, diolah

-1500.00%

-1000.00%

-500.00%

0.00%

500.00%

1000.00%

1500.00%

-10,000.00

-8,000.00

-6,000.00

-4,000.00

-2,000.00

0.00

2,000.00

4,000.00

6,000.00

8,000.00

10,000.00

VOLUME NOMINAL (IN/OUT) VOLUME (YOY) NOMINAL (YOY)

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

3.5.2. Transaksi Tunai

Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, diantaranya jumlah aliran uang keluar

dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan

kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).

3.5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)Pada triwulan I 2016 aliran uang yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami

peningkatan dibandingkan uang yang beredar di masyarakat atau perbankan. Aliran outflow atau uang yang

beredar pada triwulan I 2016 mencapai Rp.0,33 triliun, tumbuh -6,14% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan

IV 2015 yang mencapai 25,31% (yoy). Selain itu, inflow atau uang yang disetor di Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi NTT juga mengalami perlambatan 1,60% (yoy) atau sebesar Rp.1,83 triliun, lebih rendah dari triwulan IV 2015

yang tumbuh 3,67% (yoy).

Hal ini merupakan pola setiap awal tahun pasca tingginya kebutuhan uang realisasi proyek dan konsumsi masyarakat di

akhir tahun. Selain itu, hal ini juga sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Penggunaan Pengeluaran Konsumsi yang juga

melambat pada triwulan I 2016.

GRAFIK 3.35. PERKEMBANGAN ARUS UANG TUNAI (INFLOW-OUTFLOW)

INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW

-80.00%

0.00%

80.00%

0.00

500.00

1,000.00

1,500.00

2,000.00

2,500.00

3,000.00

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.34. PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI

I I I I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

I I I I I I IV2011

-300%

-200%

-100%

0%

100%

200%

300%

400%

500%

600%

700%

-2500.00

-2000.00

-1500.00

-1000.00

-500.00

0.00

500.00

1000.00

1500.00

2000.00

NET IN/OUT (RP. MILIAR) YOY QTQ

Sumber : Bank Indonesia, diolah

3.5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di NTT hingga triwulan I 2016 mencapai Rp.509,70

miliar atau meningkat 56,72% (yoy). Hal ini dapat digambarkan oleh jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi NTT pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp.716,63 miliar, atau meningkat sebesar 50,22% (yoy) bila

dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Sementara itu, rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan Nasional

pada triwulan I 2016 yaitu sebesar 0,89% sedikit meningkat bila dibandingkan triwulan IV 2015. Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi NTT terus mengupayakan untuk menekan laju pertumbuhan UTLE di NTT dengan cara melakukan

sosialisasi bagaimana memperlakukan uang rupiah dengan baik ke pasar-pasar, perbankan, serta akademisi dan pelajar.

3.5.2.3. Temuan Uang PalsuTemuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan I 2016

mengalami penurunan. Jumlah lembar uang palsu menurun dari 53 lembar menjadi 25 lembar pada triwulan laporan.

Uang palsu yang ditemukan pada triwulan ini umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,-, pecahan Rp.10.000,- dan

Rp.50.000,-. Jumlah uang palsu yang ditemukan berkurang, hal ini menggambarkan bahwa kegiatan pengenalan ciri-ciri

keaslian uang rupiah berdampak positif dan terus diperlukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat. Peningkatan

pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan yang tinggi uang palsu tersebut dilaporkan.

GRAFIK 3.36. PERKEMBANGAN UTLE DI PROVINSI NTT

INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY UTLE QTQ UTLEUTLE

-200.00%

0.00%

200.00%

400.00%

600.00%

800.00%

1000.00%

1200.00%

1400.00%

1600.00%

0.00

500.00

1,000.00

1,500.00

2,000.00

2,500.00

3,000.00

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK 3.37. PERKEMBANGAN UPAL DI PROVINSI NTT

0

200

400

600

800

1000

1200

LBR UPAL

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

I I I I I I IV2012

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Upaya penanggulangan uang palsu secara represif telah dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menuntut

pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 44: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Kelompok Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) memiliki porsi pendanaan dari induk perusahaan cukup besar

dibandingkan dengan Bank Pemerintah Daerah (BPD) dan Bank Persero (BUMN). Kendati BUSN melakukan pengumpulan

DPK dari masyarakat, porsi dana dari induk bank dapat dikategorikan relatif besar. Tercatat bahwa dalam kurun waktu

2015 s.d. triwulan I 2016, porsi pendanaan dari induk perusahaan konsisten berada pada angka 35% - 40% dari total

keseluruhan dana. Sementara itu, perolehan dana BPD dan Bank Persero didominasi oleh DPK dengan porsi pada triwulan I

sebesar 79,16%.

Kondisi tersebut secara tidak langsung juga mempengaruhi kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR). Pada triwulan I 2016 BPD

dan Bank Persero tercatat memiliki LDR sebesar 86,01% sedangkan BUSN tercatat lebih tinggi yakni sebesar 107,74%. Hal

ini menunjukkan bahwa DPK BUSN tidak dapat mengakomodasi seluruh penyaluran kredit yang ada sehingga pendanaan

dari sumber lain/ induk perusahaan sangat diperlukan.

Stabilitas Sistem Keuangan di Provinsi NTT03

Dari sisi kredit, pertumbuhan kredit konsumsi menahan perlambatan pertumbuhan kredit secara keseluruhan. Walaupun

tumbuh sebesar 13,63% (yoy) di triwulan I 2016, keseluruhan kredit mengalami perlambatan dibandingkan periode yang

sama di tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,37% (yoy). Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan kredit

investasi dan perlambatan pada kredit modal kerja. Namun demikian, pertumbuhan kredit konsumsi sebesar 16,85% (yoy)

dengan pangsa terbesar yakni 63,89% dapat menahan laju perlambatan pertumbuhan kredit secara keseluruhan.

Pertumbuhan kredit konsumsi didukung pula dengan rasio NPL yang senantiasa terjaga di bawah level 1%. Secara umum,

kondisi kesehatan perbankan relatif aman yang terlihat dari NPL perbankan yang sebesar 1,82%, jauh dari batas nilai NPL

maksimal yang sebesar 5%.

Berbeda halnya dengan kredit konsumsi, kredit modal kerja dan investasi memiliki rasio NPL hampir mendekati 5%.

Apabila dibandingkan dengan triwulan IV 2015, rasio NPL kredit modal kerja dan investasi triwulan I 2016 tercatat lebih

tinggi. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan I 2016, dimana hanya sebesar 33,80%

dari seluruh responden menyatakan bahwa kondisi likuiditas berada pada kategori baik atau lebih rendah dibandingkan

dengan hasil SKDU triwulan IV 2015 dimana sebanyak 40,30% responden menyatakan memiliki kondisi likuiditas yang

baik. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan membayar hutang pelaku usaha di triwulan I 2016 yang

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.

Kondisi Intermediasi dan Resiko Perbankan

GRAFIK BOKS 3.2. NPL BERDASARKAN PENGGUNAAN

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK BOKS 3.1. PANGSA DPK PERBANKAN NTT

Sumber : BPS, diolah

Di lihat dari sisi sektoral untuk kredit modal kerja dan investasi, terdapat beberapa sektor yang perlu mendapatkan

perhatian khusus salah satunya adalah sektor konstruksi. Pada triwulan I 2016 kredit pada sektor konstruksi mengalami

kenaikan kredit yang cukup signifikan yakni sebesar 12,13% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang

tumbuh sebesar 3,13% (yoy). Namun, kenaikan tersebut tidak didukung dengan kondisi rasio NPL yang baik yakni sebesar

16,02% sehingga dikhawatirkan akan mengganggu kondisi stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.

Kemudian, rasio NPL kredit pada sektor listrik, gas, dan air serta sektor perantara keuangan terpantau perlu juga

mendapatkan perhatian khusus meski kedua sektor tersebut tidak memiliki andil yang besar untuk keseluruhan kredit di

Provinsi NTT. Di samping itu, perlu dilakukan pemantauan untuk NPL di sektor pertambangan dan penggalian, perikanan,

real estate, dan transportasi. Untuk dua sektor dengan pangsa terbesar yaitu: sektor penerima kredit bukan lapangan

usaha/ konsumsi dan perdagangan besar dan eceran terpantau masih dalam kondisi aman karena rasio NPL kedua sektor

tersebut jauh di bawah 5%.

TABEL BOKS 3.1. KONDISI KREDIT BERDASARKAN SEKTOR

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 45: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Kelompok Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) memiliki porsi pendanaan dari induk perusahaan cukup besar

dibandingkan dengan Bank Pemerintah Daerah (BPD) dan Bank Persero (BUMN). Kendati BUSN melakukan pengumpulan

DPK dari masyarakat, porsi dana dari induk bank dapat dikategorikan relatif besar. Tercatat bahwa dalam kurun waktu

2015 s.d. triwulan I 2016, porsi pendanaan dari induk perusahaan konsisten berada pada angka 35% - 40% dari total

keseluruhan dana. Sementara itu, perolehan dana BPD dan Bank Persero didominasi oleh DPK dengan porsi pada triwulan I

sebesar 79,16%.

Kondisi tersebut secara tidak langsung juga mempengaruhi kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR). Pada triwulan I 2016 BPD

dan Bank Persero tercatat memiliki LDR sebesar 86,01% sedangkan BUSN tercatat lebih tinggi yakni sebesar 107,74%. Hal

ini menunjukkan bahwa DPK BUSN tidak dapat mengakomodasi seluruh penyaluran kredit yang ada sehingga pendanaan

dari sumber lain/ induk perusahaan sangat diperlukan.

Stabilitas Sistem Keuangan di Provinsi NTT03

Dari sisi kredit, pertumbuhan kredit konsumsi menahan perlambatan pertumbuhan kredit secara keseluruhan. Walaupun

tumbuh sebesar 13,63% (yoy) di triwulan I 2016, keseluruhan kredit mengalami perlambatan dibandingkan periode yang

sama di tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,37% (yoy). Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan kredit

investasi dan perlambatan pada kredit modal kerja. Namun demikian, pertumbuhan kredit konsumsi sebesar 16,85% (yoy)

dengan pangsa terbesar yakni 63,89% dapat menahan laju perlambatan pertumbuhan kredit secara keseluruhan.

Pertumbuhan kredit konsumsi didukung pula dengan rasio NPL yang senantiasa terjaga di bawah level 1%. Secara umum,

kondisi kesehatan perbankan relatif aman yang terlihat dari NPL perbankan yang sebesar 1,82%, jauh dari batas nilai NPL

maksimal yang sebesar 5%.

Berbeda halnya dengan kredit konsumsi, kredit modal kerja dan investasi memiliki rasio NPL hampir mendekati 5%.

Apabila dibandingkan dengan triwulan IV 2015, rasio NPL kredit modal kerja dan investasi triwulan I 2016 tercatat lebih

tinggi. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan I 2016, dimana hanya sebesar 33,80%

dari seluruh responden menyatakan bahwa kondisi likuiditas berada pada kategori baik atau lebih rendah dibandingkan

dengan hasil SKDU triwulan IV 2015 dimana sebanyak 40,30% responden menyatakan memiliki kondisi likuiditas yang

baik. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan membayar hutang pelaku usaha di triwulan I 2016 yang

menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.

Kondisi Intermediasi dan Resiko Perbankan

GRAFIK BOKS 3.2. NPL BERDASARKAN PENGGUNAAN

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK BOKS 3.1. PANGSA DPK PERBANKAN NTT

Sumber : BPS, diolah

Di lihat dari sisi sektoral untuk kredit modal kerja dan investasi, terdapat beberapa sektor yang perlu mendapatkan

perhatian khusus salah satunya adalah sektor konstruksi. Pada triwulan I 2016 kredit pada sektor konstruksi mengalami

kenaikan kredit yang cukup signifikan yakni sebesar 12,13% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang

tumbuh sebesar 3,13% (yoy). Namun, kenaikan tersebut tidak didukung dengan kondisi rasio NPL yang baik yakni sebesar

16,02% sehingga dikhawatirkan akan mengganggu kondisi stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.

Kemudian, rasio NPL kredit pada sektor listrik, gas, dan air serta sektor perantara keuangan terpantau perlu juga

mendapatkan perhatian khusus meski kedua sektor tersebut tidak memiliki andil yang besar untuk keseluruhan kredit di

Provinsi NTT. Di samping itu, perlu dilakukan pemantauan untuk NPL di sektor pertambangan dan penggalian, perikanan,

real estate, dan transportasi. Untuk dua sektor dengan pangsa terbesar yaitu: sektor penerima kredit bukan lapangan

usaha/ konsumsi dan perdagangan besar dan eceran terpantau masih dalam kondisi aman karena rasio NPL kedua sektor

tersebut jauh di bawah 5%.

TABEL BOKS 3.1. KONDISI KREDIT BERDASARKAN SEKTOR

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Sticky Note
Gak jelas tabelnya
Page 46: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan I-2016 mencapai Rp 5,17 triliun (20,91%)

dari pagu rencana pendapatan sebesar Rp 24,7 triliun.

Sementara itu, realisasi belanja pemerintah tercatat masih cukup rendah yaitu Rp 3,09 triliun

(8,88%) dibandingkan pagu belanja sebesar Rp 34,81 triliun. Namun masih lebih tinggi

apabila dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2015.

Keuangan D aerah04

Pangsa DPK dan Kredit

Secara industri BPD dan Bank Persero mendominasi pangsa pengumpulan DPK. Dari keseluruhan DPK yang ada di Provinsi

NTT, BPD dan Bank Persero menguasai 98,24% dari total giro di triwulan I 2016. Sedangkan untuk tabungan dan deposito,

BPD dan Bank Persero menguasai masing-masing sebesar 88,18% dan 83,41%. Selain itu, penguasaan pangsa DPK

tersebut didukung dengan aset BPD dan Bank Persero yang juga mendominasi industri sebesar 88,31% pada triwulan I

2016.

z

Sementara itu dari sisi kredit, BPD dan Bank Persero menguasai pangsa kredit baik modal kerja, investasi, dan konsumsi.

Terdapat hal yang menarik untuk porsi kredit investasi dimana BUSN memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan kredit

modal kerja dan kredit konsumsinya.

GRAFIK BOKS 3.4. PANGSA KREDIT PERBANKAN NTT

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK BOKS 3.3. PANGSA DPK PERBANKAN NTT

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 47: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan I-2016 mencapai Rp 5,17 triliun (20,91%)

dari pagu rencana pendapatan sebesar Rp 24,7 triliun.

Sementara itu, realisasi belanja pemerintah tercatat masih cukup rendah yaitu Rp 3,09 triliun

(8,88%) dibandingkan pagu belanja sebesar Rp 34,81 triliun. Namun masih lebih tinggi

apabila dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2015.

Keuangan D aerah04

Pangsa DPK dan Kredit

Secara industri BPD dan Bank Persero mendominasi pangsa pengumpulan DPK. Dari keseluruhan DPK yang ada di Provinsi

NTT, BPD dan Bank Persero menguasai 98,24% dari total giro di triwulan I 2016. Sedangkan untuk tabungan dan deposito,

BPD dan Bank Persero menguasai masing-masing sebesar 88,18% dan 83,41%. Selain itu, penguasaan pangsa DPK

tersebut didukung dengan aset BPD dan Bank Persero yang juga mendominasi industri sebesar 88,31% pada triwulan I

2016.

z

Sementara itu dari sisi kredit, BPD dan Bank Persero menguasai pangsa kredit baik modal kerja, investasi, dan konsumsi.

Terdapat hal yang menarik untuk porsi kredit investasi dimana BUSN memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan kredit

modal kerja dan kredit konsumsinya.

GRAFIK BOKS 3.4. PANGSA KREDIT PERBANKAN NTT

Sumber : Bank Indonesia, diolah

GRAFIK BOKS 3.3. PANGSA DPK PERBANKAN NTT

Sumber : Bank Indonesia, diolah

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 48: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

4.1. KONDISI UMUM

Pada tahun 2016 terjadi peningkatan pagu pendapatan pemerintah daerah di Provinsi NTT sebesar 18,3% (yoy) dari Rp

20,88 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp 24,70 triliun (2016). Target kenaikan pendapatan untuk Pemerintah Provinsi

mencapai 18,1% sementara untuk Pemerintah Kab/Kota sebesar 19,3%. Dari sisi belanja, peningkatan pagu hanya

sebesar 0,9% dari Rp 34,51 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp 34,81 triliun pada tahun 2016. Perlambatan peningkatan

belanja terutama disebabkan oleh menurunnya rencana belanja APBN seiring dengan telah selesainya beberapa proyek

infrastruktur strategis di tahun sebelumnya. Berdasarkan struktur pagu belanja 2016, terdapat penurunan pada belanja

APBN, namun demikian, pagu belanja diperkirakan masih akan meningkat terutama berasal dari revisi belanja APBN

seiring adanya kemungkinan tambahan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur bendungan (Raknamo dan

Rotiklot) ataupun pelabuhan Tenau, Ippi dan Lauren Say yang belum dialokasikan.

PENDAPATAN BELANJA

2015

2016*

Pagu Pendapatan dan Belanja Rencana Pendapatan Pagu Belanja

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

TRILIUN RP

20.88

34.51

24.70

34.93

354

3,283

17,241

252

3,876

20,572

APBN APBD PROVINSI APBD KAB/KOTA

MILIAR RP

11.34

3.52

19.64

9.1 8

3.9 0

21.85

APBN APBD PROVINSI APBD KAB/KOTA

GRAFIK 4.1. PERBANDINGAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015 DAN 2016

Dari sisi realisasi pendapatan dan belanja hingga triwulan-I 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah

mencapai Rp 5,17 triliun atau 20,91% dari total rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Pendapatan APBN

Pemerintah Pusat mencapai 184,6% dari target. Tingginya realisasi pendapatan lebih disebabkan oleh tingginya

pencapaian realisasi Pajak Penghasilan (PPh) yang tidak termasuk dalam rencana pendapatan namun merupakan

pendapatan utama dalam struktur APBN di daerah. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah baru mencapai 8,88% atau

Rp 3,09 triliun dari total pagu belanja sebesar Rp 34,81 triliun. Namun, realisasi belanja tersebut tercatat lebih tinggi

apabila dibandingkan triwulan-I 2015 yang sebesar Rp 2,5 triliun atau 7,30% dari total pagu belanja 2015. Persentase

realisasi belanja tertinggi untuk triwulan I-2016 dimiliki oleh Pemerintah Provinsi sebesar 13,78%.

GRAFIK 4.2. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH

ANGGARAN

REALISASI

24.7

34.93

4.93

APBN KAB PROV

Triliun

APBN KAB PROV

Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah

3.0 9

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Triliun Rp

0.25

20.57

3.8 8

0.47

3.49

0.9 8

0

5

10

15

20

25

9.1 8

21.85

3.9 00.8 6

1.6 90.54

0

5

10

15

20

25

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Page 49: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

4.1. KONDISI UMUM

Pada tahun 2016 terjadi peningkatan pagu pendapatan pemerintah daerah di Provinsi NTT sebesar 18,3% (yoy) dari Rp

20,88 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp 24,70 triliun (2016). Target kenaikan pendapatan untuk Pemerintah Provinsi

mencapai 18,1% sementara untuk Pemerintah Kab/Kota sebesar 19,3%. Dari sisi belanja, peningkatan pagu hanya

sebesar 0,9% dari Rp 34,51 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp 34,81 triliun pada tahun 2016. Perlambatan peningkatan

belanja terutama disebabkan oleh menurunnya rencana belanja APBN seiring dengan telah selesainya beberapa proyek

infrastruktur strategis di tahun sebelumnya. Berdasarkan struktur pagu belanja 2016, terdapat penurunan pada belanja

APBN, namun demikian, pagu belanja diperkirakan masih akan meningkat terutama berasal dari revisi belanja APBN

seiring adanya kemungkinan tambahan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur bendungan (Raknamo dan

Rotiklot) ataupun pelabuhan Tenau, Ippi dan Lauren Say yang belum dialokasikan.

PENDAPATAN BELANJA

2015

2016*

Pagu Pendapatan dan Belanja Rencana Pendapatan Pagu Belanja

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

TRILIUN RP

20.88

34.51

24.70

34.93

354

3,283

17,241

252

3,876

20,572

APBN APBD PROVINSI APBD KAB/KOTA

MILIAR RP

11.34

3.52

19.64

9.1 8

3.9 0

21.85

APBN APBD PROVINSI APBD KAB/KOTA

GRAFIK 4.1. PERBANDINGAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015 DAN 2016

Dari sisi realisasi pendapatan dan belanja hingga triwulan-I 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah

mencapai Rp 5,17 triliun atau 20,91% dari total rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Pendapatan APBN

Pemerintah Pusat mencapai 184,6% dari target. Tingginya realisasi pendapatan lebih disebabkan oleh tingginya

pencapaian realisasi Pajak Penghasilan (PPh) yang tidak termasuk dalam rencana pendapatan namun merupakan

pendapatan utama dalam struktur APBN di daerah. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah baru mencapai 8,88% atau

Rp 3,09 triliun dari total pagu belanja sebesar Rp 34,81 triliun. Namun, realisasi belanja tersebut tercatat lebih tinggi

apabila dibandingkan triwulan-I 2015 yang sebesar Rp 2,5 triliun atau 7,30% dari total pagu belanja 2015. Persentase

realisasi belanja tertinggi untuk triwulan I-2016 dimiliki oleh Pemerintah Provinsi sebesar 13,78%.

GRAFIK 4.2. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH

ANGGARAN

REALISASI

24.7

34.93

4.93

APBN KAB PROV

Triliun

APBN KAB PROV

Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah

3.0 9

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

Triliun Rp

0.25

20.57

3.8 8

0.47

3.49

0.9 8

0

5

10

15

20

25

9.1 8

21.85

3.9 00.8 6

1.6 90.54

0

5

10

15

20

25

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

petrus_ee
Sticky Note
tambah 18.3%
petrus_ee
Sticky Note
tambah 0.9%
petrus_ee
Sticky Note
34.81
petrus_ee
Sticky Note
tambah keterangan grafik batang(seperti grafik sebelah): 2015 2016
petrus_ee
Sticky Note
tambah: 18.1%
petrus_ee
Sticky Note
Coba di cek lagi dah.. ini angkanya gak sama dengan revisi terbaru hari sabtu kang.
petrus_ee
Sticky Note
Angkanya di cek lagi untuk ketiganya ya..
petrus_ee
Sticky Note
Triliun Rp
petrus_ee
Sticky Note
gambar grafik pienya belum.. cek lagi ya untuk dua grafik
Page 50: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

GRAFIK 4.3 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

PAJAK PENGHASILAN

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PENDAPATAN PAJAK LAINNYA

PENDAPATAN BEA MASUK

PAJAK BUMI & BANGUNAN

CUKAI

33.49%

23.17%

2.0 0%

1.9 5%

39.28%

0.0 9%

0.0 1%

GRAFIK 4.4 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA

Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT

PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS

kabupaten/kota PROPINSI3

,1%

88

,0%

1,9

% 4,7

%

2,3

%

14

,5% 4

5,7

%

37

,7%

2,1

%

0,0

%

4.2 PENDAPATAN DAERAH

Total Pendapatan Pemerintah di Provinsi NTT pada Triwulan-I 2016 mencapai Rp 5,17 triliun atau 20,91% dari rencana

pendapatan tahun 2016. Apabila dibagi berdasarkan level pemerintahan, pendapatan APBN di Provinsi NTT tercatat

sebesar Rp 465,52 miliar atau 184,61% dari total rencana pendapatan sebesar Rp 252,17 miliar. Porsi pendapatan

terbesar APBN terutama berasal dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 182,86 miliar (39,28%) dan Penerimaan Negara Bukan

Pajak (Pendidikan, jasa, iuran denda, lainnya) sebesar Rp 155,89 miliar (33,49%). Sementara itu di tingkat Pemerintah

Provinsi realisasi pendapatan telah mencapai Rp 975,51 miliar atau 25,17% dari total rencana pendapatan sebesar Rp 3,88

triliun. Pendapatan tertinggi Pemerintah Provinsi berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 445,70 miliar (45,7%)

dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 367,77 miliar (37,7%). Selanjutnya, pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota yang

telah mencapai Rp 3,72 triliun (18,1%) didominasi oleh Dana Alokasi Umum sebesar Rp 3,28 triliun atau 87,9%. Tingginya

porsi pendapatan dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) menunjukkan masih tingginya

ketergantungan pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota pada dana subsidi dari Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, perlu

adanya peningkatan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui upaya pembenahan fasilitas pendukung bagi sektor

potensial seperti pariwisata dan industri sehingga dapat meningkatkan investasi swasta di Provinsi NTT.

Dari sisi spasial, kota Kupang memperoleh pencapaian target pendapatan tertinggi pada triwulan I-2016 yaitu sebesar

25,10% atau Rp 295,28 miliar dari target sebesar Rp 1,18 triliun. Pendapatan tertinggi yang didapat juga berasal dari Dana

Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 220,38 miliar atau 74,64% dari total realisasi pendapatan. Realisasi pendapatan yang

cukup tinggi (>20%) juga terdapat di Kab. Timor Tengah Utara (23,46%), Kab. Rote Ndao (22,99%), Kab. Timor Tengah

Selatan (22,83%), Kab. Manggarai Barat (22,72%), Kab. Sumba Barat (22,57%), Kab. Sumba Timur (22,05%), Kab. Sabu

Raijua (21,56%), Kab. Malaka (21,53%), Kab. Flores Timur (21,46%) dan Kab. Ende (20,09%).

4.3 BELANJA DAERAH

Realisasi anggaran belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-I tahun 2016 mencapai Rp 3,09

triliun atau 8,88% dari total pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 34,81 triliun. Apabila dilihat secara historis, pencapaian

realisasi belanja ini cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya 7,3% atau Rp

2,52 triliun dari pagu 2015 yang sebesar Rp 34,51 triliun. Sementara, berdasarkan kewenangan pemerintahan, realisasi

belanja Pemerintah Provinsi menjadi yang tertinggi sebesar 13,8%. Namun, apabila dilihat dari belanja modal, realisasi

belanja APBN menjadi yang tertinggi sebesar 4,8% lebih baik dibandingkan pencapaian tahun 2015 yang hanya 0,9%.

Perbaikan realisasi belanja modal pada APBN diperkirakan turut didorong oleh adanya proyek multiyear seperti bendungan

(Raknamo dan Rotiklot), adanya dispensasi kegiatan proyek yang belum selesai pada tahun 2015 selama 90 hari di tahun

2016, serta berkurangnya permasalahan numenklatur yang menjadi kendala di tahun 2015. Untuk mempercepat realisasi

Tabel 4.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

REALISASI

Nominal %

Pangsa(%)

3.091,3

241,3

2.850,0

2.017,2

461,2

328,9

6,1

0,4

34,0

2,3

-

8,85

2,51

11,32

16,40

5,99

20,47

7,18

0,06

1,30

1,14

-

100

7,81

92,19

65,25

14,92

10,64

0,20

0,01

1,10

0,07

URAIAN RENCANA

34.931,8

9.622,7

25.175,3

12.299,8

7.701,4

1.606,6

84,9

666,9

2.615,3

200,3

133,7

BELANJA DAERAH

BELANJA MODAL

BELANJA KONSUMSI

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA BAGI HASIL

BANTUAN KEUANGAN

KONSUMSI LAINNYA

BELANJA LAINNYA

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

GRAFIK 4.7 REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSIDAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

9.41

7.73

13.78

8.85

4.85

0.92 3.162.51

12 .31

10.02

16.22

1 1.32

APBN KAB PROV TOTAL

%

BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA MODAL

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

GRAFIK 4.5 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

2014IV

2015I II I I I IV I

2016

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

APBN KAB/KOTA PROVINSI

anggaran, pemerintah telah melakukan beberapa upaya kebijakan, diantaranya: 1) Adanya surat dari Sekretaris Daerah

kepada SKPD untuk mempercepat realisasi anggaran, 2) Adanya sanksi bagi Kepala Deaerah yang penyerapannya rendah,

serta 3) Adanya target realisasi belanja di tingkat nasional, yaitu 15% (Tw-I), 40% (Tw-II), 60% (TW-III) dan 90% (TW-IV).

Dari sisi hambatan terdapat beberapa hal yang berpotensi menghambat penyerapan anggaran secara maksimal, yaitu: 1)

Revisi anggaran dari SKPD yang memerlukan waktu cukup lama, 2) Blokir terhadap beberapa mata anggaran, 3) Uang

muka yang tidak diambil oleh pihak ketiga, 4) UPT di daerah yang belum memiliki akses online untuk pengurusan ijin dan

tata usaha, serta masalah RTRW dan pembebasan lahan bagi upaya pembangunan 7 (tujuh) waduk di Provinsi NTT.

APBN KAB/KOTA PROVINSI

GRAFIK 4.6 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA MODAL

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

2014IV

2015I II I I I IV I

2016

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100 %

Secara umum pada triwulan I-2016 realisasi tertinggi berada pada belanja konsumsi yang mencapai 11,38%, sementara

belanja modal baru mencapai 2,51%. Porsi belanja konsumsi tertinggi berada pada belanja pegawai sebesar 65,25% atau

Rp 2,02 triliun. Dari tingkat kewenangan, realisasi belanja konsumsi tertinggi berada pada Pemerintah Provinsi sebesar

16,2% yang terutama dipergunakan bagi belanja hibah sebesar Rp 319,8 miliar. Belanja hibah tersebut digunakan bagi

program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Desa Mandiri Anggur Merah serta pengadaan bantuan alat-alat untuk

kegiatan produksi masyarakat, seperti kapal, alat tangkap, mesin kapal, serta alat produksi pertanian. Di sisi lain, belanja

modal di tingkat kabupaten masih tergolong sangat rendah sebesar 0,92%. Proses koordinasi dan konsolidasi seiring

pergantian Kepala Daerah paska pemilu serentak 9 Kab/Kota pada tahun 2015 diperkirakan menjadi salah satu penyebab

rendahnya penyerapan belanja modal.

Selanjutnya, apabila dibagi berdasarkan porsi realisasi belanja, realisasi belanja APBN mayoritas dipergunakan untuk

belanja konsumsi sebesar Rp 468,58 miliar atau 54,19% dari total realisasi belanja triwulan-I. Hal yang sama juga terjadi

pada belanja kabupaten/kota yang mayoritas dipergunakan bagi belanja pegawai sebesar Rp 1,43 triliun atau 84,92% dari

total realisasi belanja kabupaten/kota pada triwulan I. Hal yang berbeda justru terjadi pada Pemerintah Provinsi yang

mayoritas melakukan kegiatan belanja hibah (59,52%). Dari sisi besaran persentase realisasi belanja terhadap pagu

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Sticky Note
Grafiknya dicek lagi terutama pangsa per komoditasnya juga beda
petrus_ee
Sticky Note
Angkanya diupdate dengan revise sabtu. thx.
Page 51: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

GRAFIK 4.3 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN

Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT

PAJAK PENGHASILAN

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI

PENDAPATAN PAJAK LAINNYA

PENDAPATAN BEA MASUK

PAJAK BUMI & BANGUNAN

CUKAI

33.49%

23.17%

2.0 0%

1.9 5%

39.28%

0.0 9%

0.0 1%

GRAFIK 4.4 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA

Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT

PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS

kabupaten/kota PROPINSI

3,1

%

88

,0%

1,9

% 4,7

%

2,3

%

14

,5% 4

5,7

%

37

,7%

2,1

%

0,0

%

4.2 PENDAPATAN DAERAH

Total Pendapatan Pemerintah di Provinsi NTT pada Triwulan-I 2016 mencapai Rp 5,17 triliun atau 20,91% dari rencana

pendapatan tahun 2016. Apabila dibagi berdasarkan level pemerintahan, pendapatan APBN di Provinsi NTT tercatat

sebesar Rp 465,52 miliar atau 184,61% dari total rencana pendapatan sebesar Rp 252,17 miliar. Porsi pendapatan

terbesar APBN terutama berasal dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 182,86 miliar (39,28%) dan Penerimaan Negara Bukan

Pajak (Pendidikan, jasa, iuran denda, lainnya) sebesar Rp 155,89 miliar (33,49%). Sementara itu di tingkat Pemerintah

Provinsi realisasi pendapatan telah mencapai Rp 975,51 miliar atau 25,17% dari total rencana pendapatan sebesar Rp 3,88

triliun. Pendapatan tertinggi Pemerintah Provinsi berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 445,70 miliar (45,7%)

dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 367,77 miliar (37,7%). Selanjutnya, pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota yang

telah mencapai Rp 3,72 triliun (18,1%) didominasi oleh Dana Alokasi Umum sebesar Rp 3,28 triliun atau 87,9%. Tingginya

porsi pendapatan dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) menunjukkan masih tingginya

ketergantungan pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota pada dana subsidi dari Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, perlu

adanya peningkatan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui upaya pembenahan fasilitas pendukung bagi sektor

potensial seperti pariwisata dan industri sehingga dapat meningkatkan investasi swasta di Provinsi NTT.

Dari sisi spasial, kota Kupang memperoleh pencapaian target pendapatan tertinggi pada triwulan I-2016 yaitu sebesar

25,10% atau Rp 295,28 miliar dari target sebesar Rp 1,18 triliun. Pendapatan tertinggi yang didapat juga berasal dari Dana

Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 220,38 miliar atau 74,64% dari total realisasi pendapatan. Realisasi pendapatan yang

cukup tinggi (>20%) juga terdapat di Kab. Timor Tengah Utara (23,46%), Kab. Rote Ndao (22,99%), Kab. Timor Tengah

Selatan (22,83%), Kab. Manggarai Barat (22,72%), Kab. Sumba Barat (22,57%), Kab. Sumba Timur (22,05%), Kab. Sabu

Raijua (21,56%), Kab. Malaka (21,53%), Kab. Flores Timur (21,46%) dan Kab. Ende (20,09%).

4.3 BELANJA DAERAH

Realisasi anggaran belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-I tahun 2016 mencapai Rp 3,09

triliun atau 8,88% dari total pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 34,81 triliun. Apabila dilihat secara historis, pencapaian

realisasi belanja ini cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya 7,3% atau Rp

2,52 triliun dari pagu 2015 yang sebesar Rp 34,51 triliun. Sementara, berdasarkan kewenangan pemerintahan, realisasi

belanja Pemerintah Provinsi menjadi yang tertinggi sebesar 13,8%. Namun, apabila dilihat dari belanja modal, realisasi

belanja APBN menjadi yang tertinggi sebesar 4,8% lebih baik dibandingkan pencapaian tahun 2015 yang hanya 0,9%.

Perbaikan realisasi belanja modal pada APBN diperkirakan turut didorong oleh adanya proyek multiyear seperti bendungan

(Raknamo dan Rotiklot), adanya dispensasi kegiatan proyek yang belum selesai pada tahun 2015 selama 90 hari di tahun

2016, serta berkurangnya permasalahan numenklatur yang menjadi kendala di tahun 2015. Untuk mempercepat realisasi

Tabel 4.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

REALISASI

Nominal %

Pangsa(%)

3.091,3

241,3

2.850,0

2.017,2

461,2

328,9

6,1

0,4

34,0

2,3

-

8,85

2,51

11,32

16,40

5,99

20,47

7,18

0,06

1,30

1,14

-

100

7,81

92,19

65,25

14,92

10,64

0,20

0,01

1,10

0,07

URAIAN RENCANA

34.931,8

9.622,7

25.175,3

12.299,8

7.701,4

1.606,6

84,9

666,9

2.615,3

200,3

133,7

BELANJA DAERAH

BELANJA MODAL

BELANJA KONSUMSI

BELANJA PEGAWAI

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA HIBAH

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA BAGI HASIL

BANTUAN KEUANGAN

KONSUMSI LAINNYA

BELANJA LAINNYA

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

GRAFIK 4.7 REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSIDAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

9.41

7.73

13.78

8.85

4.85

0.92 3.162.51

12 .31

10.02

16.22

1 1.32

APBN KAB PROV TOTAL

%

BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA MODAL

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

GRAFIK 4.5 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

2014IV

2015I II I I I IV I

2016

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

APBN KAB/KOTA PROVINSI

anggaran, pemerintah telah melakukan beberapa upaya kebijakan, diantaranya: 1) Adanya surat dari Sekretaris Daerah

kepada SKPD untuk mempercepat realisasi anggaran, 2) Adanya sanksi bagi Kepala Deaerah yang penyerapannya rendah,

serta 3) Adanya target realisasi belanja di tingkat nasional, yaitu 15% (Tw-I), 40% (Tw-II), 60% (TW-III) dan 90% (TW-IV).

Dari sisi hambatan terdapat beberapa hal yang berpotensi menghambat penyerapan anggaran secara maksimal, yaitu: 1)

Revisi anggaran dari SKPD yang memerlukan waktu cukup lama, 2) Blokir terhadap beberapa mata anggaran, 3) Uang

muka yang tidak diambil oleh pihak ketiga, 4) UPT di daerah yang belum memiliki akses online untuk pengurusan ijin dan

tata usaha, serta masalah RTRW dan pembebasan lahan bagi upaya pembangunan 7 (tujuh) waduk di Provinsi NTT.

APBN KAB/KOTA PROVINSI

GRAFIK 4.6 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA MODAL

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan

2014IV

2015I II I I I IV I

2016

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100 %

Secara umum pada triwulan I-2016 realisasi tertinggi berada pada belanja konsumsi yang mencapai 11,38%, sementara

belanja modal baru mencapai 2,51%. Porsi belanja konsumsi tertinggi berada pada belanja pegawai sebesar 65,25% atau

Rp 2,02 triliun. Dari tingkat kewenangan, realisasi belanja konsumsi tertinggi berada pada Pemerintah Provinsi sebesar

16,2% yang terutama dipergunakan bagi belanja hibah sebesar Rp 319,8 miliar. Belanja hibah tersebut digunakan bagi

program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Desa Mandiri Anggur Merah serta pengadaan bantuan alat-alat untuk

kegiatan produksi masyarakat, seperti kapal, alat tangkap, mesin kapal, serta alat produksi pertanian. Di sisi lain, belanja

modal di tingkat kabupaten masih tergolong sangat rendah sebesar 0,92%. Proses koordinasi dan konsolidasi seiring

pergantian Kepala Daerah paska pemilu serentak 9 Kab/Kota pada tahun 2015 diperkirakan menjadi salah satu penyebab

rendahnya penyerapan belanja modal.

Selanjutnya, apabila dibagi berdasarkan porsi realisasi belanja, realisasi belanja APBN mayoritas dipergunakan untuk

belanja konsumsi sebesar Rp 468,58 miliar atau 54,19% dari total realisasi belanja triwulan-I. Hal yang sama juga terjadi

pada belanja kabupaten/kota yang mayoritas dipergunakan bagi belanja pegawai sebesar Rp 1,43 triliun atau 84,92% dari

total realisasi belanja kabupaten/kota pada triwulan I. Hal yang berbeda justru terjadi pada Pemerintah Provinsi yang

mayoritas melakukan kegiatan belanja hibah (59,52%). Dari sisi besaran persentase realisasi belanja terhadap pagu

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Sticky Note
Untuk angka kasih di Tw 1 dulu aja.
petrus_ee
Sticky Note
Untuk angka kasih di Tw 1 dulu aja.
petrus_ee
Sticky Note
7.78
petrus_ee
Sticky Note
10.10
petrus_ee
Sticky Note
8.88
petrus_ee
Sticky Note
11.38
petrus_ee
Highlight
34,808.8
petrus_ee
Highlight
8,88
petrus_ee
Highlight
25.052,3
petrus_ee
Highlight
11,38
petrus_ee
Highlight
77.3
petrus_ee
Highlight
2,94
Page 52: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

belanja 2016, realisasi belanja APBN terbesar berada pada belanja pegawai (19,3%). Belanja pegawai Kabupaten/Kota

yang sebesar 15,6% juga menjadi yang tertinggi. Sementara itu, realisasi belanja tertinggi Pemerintah Provinsi adalah

bantuan keuangan sebesar 42,4%. Secara umum, komponen belanja pemerintah di NTT yang memiliki realisasi terbesar

adalah belanja hibah sebesar 20,5%.

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

GRAFIK 4.9 PERSENTASE REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN DAN APBDPEMERINTAH KAB/KOTA DI NTT

PEGAWAI BARANG DANJASA

HIBAH BANTUANSOSIAL

HASIL KEUANGAN LAINNYA

APBN KAB PROV TOTAL

BELANJA BELANJA BELANJA BELANJA BELANJA BAGI BANTUAN KONSUMSI

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

19.98

3.01 3.31

54.19 84.92

21.21

25.83

9.64

13.97

59.52

1.39

APBN KAB PROV

BANTUAN KEUANGAN

BELANJA BAGI HASIL

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA HIBAH

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA PEGAWAI

BELANJA MODAL

KONSUMSI LAINNYA

GRAFIK 4.8 PANGSA REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN DAN APBD PEMERINTAHKABUPATEN DAN KOTA

Secara spasial, presentase realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota pada periode triwulan-I 2016 mencapai

rata-rata 7,66%, sementara untuk belanja modal hanya sebesar 1,06%. Presentase realisasi tertinggi berada di Kabupaten

Flores Timur dengan realisasi belanja 13,4% dan belanja modal 10,1%. Sementara presentase belanja terendah ada di

Kab. Sabu Raijua sebesar 4,7% dan realisasi belanja modal terendah ada di Kab. Malaka sebesar 0%. Masuknya Kab. Sabu

Raijua dan Kab. Malaka sebagai Kabupaten dengan realisasi belanja terendah di NTT menguatkan pula hipotesa

sebelumnya bahwa masih diperlukan waktu untuk koordinasi dan konsolidasi bagi kegiatan belanja pemerintah

mengingat kabupaten-kabupaten tersebut baru saja melakukan pilkada pada tahun 2015.

SIMPANAN PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTAPADA PERBANKAN DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR

GRAFIK 4.11 .

GRAFIK 4.10. REALISASI BELANJA DAN BELANJA MODALPEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

13.4

11.5

10.6

9.6

8.7

8.6

8.3

7.9

7.7 7.6

7.5

7.3

6.7

6.6

6.4

6.1

6.1

6.1

6.0

5.9

5.9

5.9

4.7

10.1

0.3 0.

5

5.7

0.1

2.7

0.3

0.0

0.4 1.1

0.0 0.1

0.3

0.0

0.0

1.7

0.1

0.1

0.2

0.1

0.0

0.0 0.6

BELANJA DAERAH BELANJA MODAL

FLO

TIM

KOTA

KUP

ANG

ALO

R

ROTE TTU

MAB

AR

SIKK

A

BELU

NGAD

A

RATA

-RAT

A

TTS

MAN

GG

ARAI

SUM

BA T

IMUR

ENDE

LEM

BATA

SUM

BA B

ARAT

NAG

EKEO

SUM

BA T

ENG

AH

MAT

IM

KAB.

KUP

ANG

SBD

MAL

AKA

SABU

RAI

JUA

PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK

PUSAT

Tabel 4.2 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

85,11

361,94

347,82

3.829,26

4.624,14

0,96

2,15

28,05

81,78

112,93

-

184,64

118,44

605,51

908,59

86,07

548,73

494,31

4.516,55

5.645,65

PROVINSI

KOTA

KABUPATEN

TOTAL

Sumber : Bank Indonesia, diolah

4.28

5.995.57

2.83

5.74

7.26 7.47

2.74

5.56

0

1

2

3

4

5

6

7

8 TRILIUN RP

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL

Berdasarkan data perbankan pada bulan Triwulan I-2016, tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah dalam bentuk

simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 5,56 triliun. DPK tersebut meningkat 103,3% (qtq) apabila dibandingkan

triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 2,74 triliun. Peningkatan tersebut selaras dengan masih minimnya realisasi anggaran

pemerintah di awal tahun. Total DPK pemerintah sendiri paling banyak berada pada komponen Giro sebesar Rp 4,62

triliun.

Tabel 4.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat,Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

APBN / APBD

PENDAPATAN DAERAH

BELANJA DAERAH

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bagi Hasil

Bantuan Keuangan

Konsumsi Lainnya

Belanja Lainnya

SURPLUS/DEFISIT

PEMBIAYAAN DAERAH

Penerimaan

SILPA Tahun Lalu

Lainnya

Pengeluaran

Penyertaan Modal

Lainnya

PEMBIAYAAN NETTO

SILPA SEKARANG

REALISASI

252.169

9.184.434

3.564.306

5.620.128

2.423.251

3.175.721

-

21.156

-

-

-

-

(8.932.265)

20.571.686

21.848.733

5.496.260

16.352.473

9.202.774

3.869.885

147.693

41.932

309.245

2.590.659

190.286

-

(1.277.047)

1.242.474

1.224.789

17.684

102.285

96.200

6.085

1.140.189

(136.859)

3.876.020

3.898.591

562.136

3.202.708

673.780

655.806

1.458.914

21.830

357.699

24.679

10.000

133.746

(22.570)

82.570

75.000

7.570

-

-

-

82.570

60.000

24.699.874

34.931.757

9.622.702

25.175.309

12.299.805

7.701.411

1.606.606

84.918

666.944

2.615.338

200.286

133.746

(10.231.883)

1.325.044

1.299.789

25.255

102.285

96.200

6.085

1.222.759

(76.859)

465.525

864.645

172.739

691.906

468.578

223.329

-

(1)

-

-

-

-

(399.121)

3.490.299

1.689.306

50.796

1.638.510

1.434.642

162.880

9.053

5.786

377

23.499

2.274

-

1.800.993

557.358

557.227

131

20.000

20.000

-

537.358

2.338.351

975.514

537.331

17.759

519.572

113.953

75.040

319.808

313

-

10.458

-

-

438.183

158.855

157.298

1.557

-

-

-

158.855

597.038

4.931.337

3.091.282

241.294

2.849.988

2.017.172

461.249

328.861

6.098

377

33.957

2.274

-

1.840.055

716.213

714.525

1.688

20.000

20.000

-

696.213

2.935.389

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Sticky Note
warna yang pink harusnya biru muda (bantuan keuangan)
petrus_ee
Sticky Note
warna yang pink harusnya biru muda (bantuan keuangan)
petrus_ee
Sticky Note
Grafik ikutin yang baru kang
Page 53: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

belanja 2016, realisasi belanja APBN terbesar berada pada belanja pegawai (19,3%). Belanja pegawai Kabupaten/Kota

yang sebesar 15,6% juga menjadi yang tertinggi. Sementara itu, realisasi belanja tertinggi Pemerintah Provinsi adalah

bantuan keuangan sebesar 42,4%. Secara umum, komponen belanja pemerintah di NTT yang memiliki realisasi terbesar

adalah belanja hibah sebesar 20,5%.

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

GRAFIK 4.9 PERSENTASE REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN DAN APBDPEMERINTAH KAB/KOTA DI NTT

PEGAWAI BARANG DANJASA

HIBAH BANTUANSOSIAL

HASIL KEUANGAN LAINNYA

APBN KAB PROV TOTAL

BELANJA BELANJA BELANJA BELANJA BELANJA BAGI BANTUAN KONSUMSI

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

19.98

3.01 3.31

54.19 84.92

21.21

25.83

9.64

13.97

59.52

1.39

APBN KAB PROV

BANTUAN KEUANGAN

BELANJA BAGI HASIL

BELANJA BANTUAN SOSIAL

BELANJA HIBAH

BELANJA BARANG DAN JASA

BELANJA PEGAWAI

BELANJA MODAL

KONSUMSI LAINNYA

GRAFIK 4.8 PANGSA REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN DAN APBD PEMERINTAHKABUPATEN DAN KOTA

Secara spasial, presentase realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota pada periode triwulan-I 2016 mencapai

rata-rata 7,66%, sementara untuk belanja modal hanya sebesar 1,06%. Presentase realisasi tertinggi berada di Kabupaten

Flores Timur dengan realisasi belanja 13,4% dan belanja modal 10,1%. Sementara presentase belanja terendah ada di

Kab. Sabu Raijua sebesar 4,7% dan realisasi belanja modal terendah ada di Kab. Malaka sebesar 0%. Masuknya Kab. Sabu

Raijua dan Kab. Malaka sebagai Kabupaten dengan realisasi belanja terendah di NTT menguatkan pula hipotesa

sebelumnya bahwa masih diperlukan waktu untuk koordinasi dan konsolidasi bagi kegiatan belanja pemerintah

mengingat kabupaten-kabupaten tersebut baru saja melakukan pilkada pada tahun 2015.

SIMPANAN PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTAPADA PERBANKAN DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR

GRAFIK 4.11 .

GRAFIK 4.10. REALISASI BELANJA DAN BELANJA MODALPEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah

13.4

11.5

10.6

9.6

8.7

8.6

8.3

7.9

7.7 7.6

7.5

7.3

6.7

6.6

6.4

6.1

6.1

6.1

6.0

5.9

5.9

5.9

4.7

10.1

0.3 0.

5

5.7

0.1

2.7

0.3

0.0

0.4 1.1

0.0 0.1

0.3

0.0

0.0

1.7

0.1

0.1

0.2

0.1

0.0

0.0 0.6

BELANJA DAERAH BELANJA MODAL

FLO

TIM

KOTA

KUP

ANG

ALO

R

ROTE TTU

MAB

AR

SIKK

A

BELU

NGAD

A

RATA

-RAT

A

TTS

MAN

GG

ARAI

SUM

BA T

IMUR

ENDE

LEM

BATA

SUM

BA B

ARAT

NAG

EKEO

SUM

BA T

ENG

AH

MAT

IM

KAB.

KUP

ANG

SBD

MAL

AKA

SABU

RAI

JUA

PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK

PUSAT

Tabel 4.2 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT

85,11

361,94

347,82

3.829,26

4.624,14

0,96

2,15

28,05

81,78

112,93

-

184,64

118,44

605,51

908,59

86,07

548,73

494,31

4.516,55

5.645,65

PROVINSI

KOTA

KABUPATEN

TOTAL

Sumber : Bank Indonesia, diolah

4.28

5.995.57

2.83

5.74

7.26 7.47

2.74

5.56

0

1

2

3

4

5

6

7

8 TRILIUN RP

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016

Sumber : Bank Indonesia, diolah

PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL

Berdasarkan data perbankan pada bulan Triwulan I-2016, tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah dalam bentuk

simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 5,56 triliun. DPK tersebut meningkat 103,3% (qtq) apabila dibandingkan

triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 2,74 triliun. Peningkatan tersebut selaras dengan masih minimnya realisasi anggaran

pemerintah di awal tahun. Total DPK pemerintah sendiri paling banyak berada pada komponen Giro sebesar Rp 4,62

triliun.

Tabel 4.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat,Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur

APBN / APBD

PENDAPATAN DAERAH

BELANJA DAERAH

Belanja Modal

Belanja Konsumsi

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan Jasa

Belanja Hibah

Belanja Bantuan Sosial

Belanja Bagi Hasil

Bantuan Keuangan

Konsumsi Lainnya

Belanja Lainnya

SURPLUS/DEFISIT

PEMBIAYAAN DAERAH

Penerimaan

SILPA Tahun Lalu

Lainnya

Pengeluaran

Penyertaan Modal

Lainnya

PEMBIAYAAN NETTO

SILPA SEKARANG

REALISASI

252.169

9.184.434

3.564.306

5.620.128

2.423.251

3.175.721

-

21.156

-

-

-

-

(8.932.265)

20.571.686

21.848.733

5.496.260

16.352.473

9.202.774

3.869.885

147.693

41.932

309.245

2.590.659

190.286

-

(1.277.047)

1.242.474

1.224.789

17.684

102.285

96.200

6.085

1.140.189

(136.859)

3.876.020

3.898.591

562.136

3.202.708

673.780

655.806

1.458.914

21.830

357.699

24.679

10.000

133.746

(22.570)

82.570

75.000

7.570

-

-

-

82.570

60.000

24.699.874

34.931.757

9.622.702

25.175.309

12.299.805

7.701.411

1.606.606

84.918

666.944

2.615.338

200.286

133.746

(10.231.883)

1.325.044

1.299.789

25.255

102.285

96.200

6.085

1.222.759

(76.859)

465.525

864.645

172.739

691.906

468.578

223.329

-

(1)

-

-

-

-

(399.121)

3.490.299

1.689.306

50.796

1.638.510

1.434.642

162.880

9.053

5.786

377

23.499

2.274

-

1.800.993

557.358

557.227

131

20.000

20.000

-

537.358

2.338.351

975.514

537.331

17.759

519.572

113.953

75.040

319.808

313

-

10.458

-

-

438.183

158.855

157.298

1.557

-

-

-

158.855

597.038

4.931.337

3.091.282

241.294

2.849.988

2.017.172

461.249

328.861

6.098

377

33.957

2.274

-

1.840.055

716.213

714.525

1.688

20.000

20.000

-

696.213

2.935.389

Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah

APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Sticky Note
Pake tabel yang baru aja kang. thx.
Page 54: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Total rencana anggaran pendapatan dan belanja 22 Kabupaten/ Kota pada tahun 2016 telah mencapai lebih dari 20 triliun

rupiah. Rencana pendapatan daerah mencapai 20,57 triliun, meningkat 19,04% (yoy) dibanding total rencana

pendapatan daerah tahun 2015 yang sebesar 17,24 triliun. Demikian pula, rencana belanja daerah tahun 2016 mencapai

21,72 triliun meningkat 10,61% (yoy) dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 19,64 triliun. Walaupun pertumbuhan

belanja terkesan melambat di tahun 2016, rencana belanja diperkirakan mengalami kenaikan lebih besar pada APBD-P.

Rencana A nggaran P endapatan d an B elanja22 Kabupaten /K ota di Provinsi NTT 04

Peningkatan pendapatan daerah lebih didorong oleh peningkatan dana desa yang mengalami kenaikan dari 3% APBN

tahun 2015 menjadi sebesar 6% dari APBN atau bertambah lebih dari 1 triliun rupiah. Beberapa perubahan lainnya antara

lain terkait pemberian dana insentif bagi daerah yang berprestasi dalam manajemen anggaran, reformulasi alokasi DAU

dan DAK dalam upaya meningkatkan pemerataan dan pencapaian prioritas nasional.

GAMBAR BOKS 3.1. PERUBAHAN POSTUR TRANSFER KE DAERAHDAN DANA DESA

Sumber : DJPK Kemenkeu RI, diolah

GRAFIK BOKS 3.1. PERKEMBANGAN RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA TOTAL KABUPATEN/KOTA DI NTT

Sumber : DJPK Kemenkeu RI, Biro Keuangan NTT, diolah

Belanja tidak langsung masih mendominasi belanja kabupaten/kota terutama digunakan untuk belanja pegawai yang

secara rata-rata mencapai 37,5% dari total biaya. Peningkatan cukup besar terjadi pada alokasi belanja bantuan keuangan

yang terutama disebabkan oleh peningkatan dana desa dari 813 miliar di tahun 2015 menjadi 1.849 miliar di tahun 2016.

Alokasi belanja modal meningkat 10,28% dibanding tahun sebelumnya. Adapun pangsa belanja modal terhadap total

belanja daerah mencapai 25,30% yang berarti 5,5 triliun dari total 21,7 triliun belanja di daerah digunakan untuk

pembangunan.

GAMBAR BOKS 3.4. POSTUR RENCANA BELANJA TOTAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah

GAMBAR BOKS 3.3. POSTUR RENCANA PENDAPATAN TOTAL KABUPATEN/KOTADI PROVINSI NTT

Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah

Berdasarkan pangsa pendapatan, 79,7% pendapatan daerah diperoleh dari dana perimbangan terutama berasal dari

dana alokasi umum (56,7%) dan dana alokasi khusus (21,6%). Selain itu terdapat pula dana transfer dalam pendapatan

lain-lain berupa dana penyesuaian dan otonomi khusus sebesar 2,32 triliun atau setara 11,28% dari total APBD. Adapun

total pendapatan asli daerah yang dapat diperoleh hanya sebesar 6,1% dari total pendapatan daerah. Hal ini menunjukkan

tingginya ketergantungan daerah terhadap dana transfer dari pusat/APBN.

GAMBAR BOKS 3.1. REALISASI BELANJA PER MASING-MASINGKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT TRIWULAN I 2016

Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah

GRAFIK BOKS 3.1. POSTUR RENCANA BELANJAPER MASING-MASING KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah

Berdasarkan rincian kabupaten kota, Kota Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara tercatat sebagai daerah dengan

alokasi belanja pegawai terbesar hingga lebih dari 50%, diikuti oleh Kabupaten Belu (47,25%), Timor Tengah Selatan

(46,14%), Sikka (45,12%) dan Flores Timur (44,87%). Adapun Kabupaten dengan belanja pegawai terendah antara lain

Kabupaten Sumba Tengah (34,08%), Nagekeo (34,63%), Mabar (35,44%), Sabu Raijua (35,51%) dan Sumba Barat Daya

(35,63%). Berdasarkan pola data dapat diketahui bahwa semakin tinggi belanja pegawai, maka belanja modal akan

cenderung semakin kecil karena anggaran banyak terserap untuk belanja pegawai. Akibatnya adalah anggaran untuk

pembangunan infrastruktur relatif berkurang yang berdampak pada kurang terpenuhinya kebutuhan fasilitas umum yang

layak bagi masyarakat.

Berdasarkan pencapaian realisasi belanja, terlihat bahwa kabupaten dengan pangsa belanja pegawai yang besar

cenderung memiliki realisasi belanja yang lebih besar. Hal ini dikarenakan oleh adanya gaji pegawai yang harus dibayarkan

di tiap bulannya. Kabupaten Sabu Raijua menjadi Kabupaten dengan realisasi anggaran terendah dibanding kabupaten

lainnya. Hal ini lebih disebabkan oleh struktur belanja yang didominasi oleh belanja modal, sehingga adanya kegiatan

investasi belum bisa langsung dijadikan laporan realisasi penyerapan anggaran yang seakan-akan membuat penyerapan

anggaran relatif rendah. Adapun Kabupaten yang perlu diapresiasi adalah Kabupaten Rote Ndao yang telah melakukan

realisasi belanja modal sebesar 5,74% dan belanja barang sebesar 10,74% dari rencana belanja daerah. Walaupun relatif

kecil dari target penyerapan anggaran yang sebesar 15% di triwulan I 2016, namun nilai tersebut merupakan realisasi

penyerapan anggaran terbesar dibanding kabupaten lainnya. Adanya moratorium pengangkatan PNS di NTT dinilai

sebagai langkah maju dalam memperbaiki kualitas belanja pemerintah ke arah yang lebih produktif.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 55: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Total rencana anggaran pendapatan dan belanja 22 Kabupaten/ Kota pada tahun 2016 telah mencapai lebih dari 20 triliun

rupiah. Rencana pendapatan daerah mencapai 20,57 triliun, meningkat 19,04% (yoy) dibanding total rencana

pendapatan daerah tahun 2015 yang sebesar 17,24 triliun. Demikian pula, rencana belanja daerah tahun 2016 mencapai

21,72 triliun meningkat 10,61% (yoy) dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 19,64 triliun. Walaupun pertumbuhan

belanja terkesan melambat di tahun 2016, rencana belanja diperkirakan mengalami kenaikan lebih besar pada APBD-P.

Rencana A nggaran P endapatan d an B elanja22 Kabupaten /K ota di Provinsi NTT 04

Peningkatan pendapatan daerah lebih didorong oleh peningkatan dana desa yang mengalami kenaikan dari 3% APBN

tahun 2015 menjadi sebesar 6% dari APBN atau bertambah lebih dari 1 triliun rupiah. Beberapa perubahan lainnya antara

lain terkait pemberian dana insentif bagi daerah yang berprestasi dalam manajemen anggaran, reformulasi alokasi DAU

dan DAK dalam upaya meningkatkan pemerataan dan pencapaian prioritas nasional.

GAMBAR BOKS 3.1. PERUBAHAN POSTUR TRANSFER KE DAERAHDAN DANA DESA

Sumber : DJPK Kemenkeu RI, diolah

GRAFIK BOKS 3.1. PERKEMBANGAN RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA TOTAL KABUPATEN/KOTA DI NTT

Sumber : DJPK Kemenkeu RI, Biro Keuangan NTT, diolah

Belanja tidak langsung masih mendominasi belanja kabupaten/kota terutama digunakan untuk belanja pegawai yang

secara rata-rata mencapai 37,5% dari total biaya. Peningkatan cukup besar terjadi pada alokasi belanja bantuan keuangan

yang terutama disebabkan oleh peningkatan dana desa dari 813 miliar di tahun 2015 menjadi 1.849 miliar di tahun 2016.

Alokasi belanja modal meningkat 10,28% dibanding tahun sebelumnya. Adapun pangsa belanja modal terhadap total

belanja daerah mencapai 25,30% yang berarti 5,5 triliun dari total 21,7 triliun belanja di daerah digunakan untuk

pembangunan.

GAMBAR BOKS 3.4. POSTUR RENCANA BELANJA TOTAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah

GAMBAR BOKS 3.3. POSTUR RENCANA PENDAPATAN TOTAL KABUPATEN/KOTADI PROVINSI NTT

Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah

Berdasarkan pangsa pendapatan, 79,7% pendapatan daerah diperoleh dari dana perimbangan terutama berasal dari

dana alokasi umum (56,7%) dan dana alokasi khusus (21,6%). Selain itu terdapat pula dana transfer dalam pendapatan

lain-lain berupa dana penyesuaian dan otonomi khusus sebesar 2,32 triliun atau setara 11,28% dari total APBD. Adapun

total pendapatan asli daerah yang dapat diperoleh hanya sebesar 6,1% dari total pendapatan daerah. Hal ini menunjukkan

tingginya ketergantungan daerah terhadap dana transfer dari pusat/APBN.

GAMBAR BOKS 3.1. REALISASI BELANJA PER MASING-MASINGKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT TRIWULAN I 2016

Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah

GRAFIK BOKS 3.1. POSTUR RENCANA BELANJAPER MASING-MASING KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT

Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah

Berdasarkan rincian kabupaten kota, Kota Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara tercatat sebagai daerah dengan

alokasi belanja pegawai terbesar hingga lebih dari 50%, diikuti oleh Kabupaten Belu (47,25%), Timor Tengah Selatan

(46,14%), Sikka (45,12%) dan Flores Timur (44,87%). Adapun Kabupaten dengan belanja pegawai terendah antara lain

Kabupaten Sumba Tengah (34,08%), Nagekeo (34,63%), Mabar (35,44%), Sabu Raijua (35,51%) dan Sumba Barat Daya

(35,63%). Berdasarkan pola data dapat diketahui bahwa semakin tinggi belanja pegawai, maka belanja modal akan

cenderung semakin kecil karena anggaran banyak terserap untuk belanja pegawai. Akibatnya adalah anggaran untuk

pembangunan infrastruktur relatif berkurang yang berdampak pada kurang terpenuhinya kebutuhan fasilitas umum yang

layak bagi masyarakat.

Berdasarkan pencapaian realisasi belanja, terlihat bahwa kabupaten dengan pangsa belanja pegawai yang besar

cenderung memiliki realisasi belanja yang lebih besar. Hal ini dikarenakan oleh adanya gaji pegawai yang harus dibayarkan

di tiap bulannya. Kabupaten Sabu Raijua menjadi Kabupaten dengan realisasi anggaran terendah dibanding kabupaten

lainnya. Hal ini lebih disebabkan oleh struktur belanja yang didominasi oleh belanja modal, sehingga adanya kegiatan

investasi belum bisa langsung dijadikan laporan realisasi penyerapan anggaran yang seakan-akan membuat penyerapan

anggaran relatif rendah. Adapun Kabupaten yang perlu diapresiasi adalah Kabupaten Rote Ndao yang telah melakukan

realisasi belanja modal sebesar 5,74% dan belanja barang sebesar 10,74% dari rencana belanja daerah. Walaupun relatif

kecil dari target penyerapan anggaran yang sebesar 15% di triwulan I 2016, namun nilai tersebut merupakan realisasi

penyerapan anggaran terbesar dibanding kabupaten lainnya. Adanya moratorium pengangkatan PNS di NTT dinilai

sebagai langkah maju dalam memperbaiki kualitas belanja pemerintah ke arah yang lebih produktif.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 56: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Perkembangan sektor ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi

perlambatan pada awal tahun 2016.

Ketenagakerjaan & K esejahteraan05

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari 2016 mencatat angka 3,59% atau

87,69 ribu Jiwa dari total angkatan kerja, meningkat dibandingkan Februari 2016 yang

sebesar 3,12% atau 75,1 ribu jiwa. Dari sisi sektoral, terjadi trend penurunan jumlah tenaga

kerja sektor pertanian di bulan Februari yang terutama disebabkan pergeseran masa panen.

Sementara itu, indikator kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui Nilai Tukar Petani

(NTP) pada triwulan-I 2016 menunjukkan adanya penurunan apabila dibandingkan triwulan-

IV 2015.

Page 57: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Perkembangan sektor ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi

perlambatan pada awal tahun 2016.

Ketenagakerjaan & K esejahteraan05

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari 2016 mencatat angka 3,59% atau

87,69 ribu Jiwa dari total angkatan kerja, meningkat dibandingkan Februari 2016 yang

sebesar 3,12% atau 75,1 ribu jiwa. Dari sisi sektoral, terjadi trend penurunan jumlah tenaga

kerja sektor pertanian di bulan Februari yang terutama disebabkan pergeseran masa panen.

Sementara itu, indikator kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui Nilai Tukar Petani

(NTP) pada triwulan-I 2016 menunjukkan adanya penurunan apabila dibandingkan triwulan-

IV 2015.

Page 58: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Pada bulan Februari, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan pada kondisi ketenagakerjaan 1menunjukkan kondisi perlambatan . Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT pada bulan Februari 2016

adalah 3,59% (87.699 jiwa) atau meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang mencatat TPT 3,12%

(75.110 jiwa). Peningkatan ini terutama disebabkan oleh adanya perlambatan penyerapan tenaga kerja sektor Pertanian

sebagai sektor utama di Provinsi NTT sebesar -5% (yoy) yang disinyalir terjadi akibat adanya pergeseran masa tanam. Hasil

tersebut sesuai dengan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan-I 2016 yang 2menunjukkan penurunan indeks ketenagakerjaan (SBT -4.99). Sektor yang mengalami penurunan di SKDU terutama

adalah sektor bangunan dan pertanian. Sementara itu, tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan yang ditunjukkan oleh

Nilai Tukar Petani (NTP) juga menurun dari 102,69 (Triwulan IV-2015) menjadi 100,73 (Triwulan I-2016).

5.2 . PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN5.2.1. Kondisi Ketenagakerjaan Umum

5.1. KONDISI UMUM

Jumlah angkatan kerja yang tercatat pada bulan Februari 2016 di Provinsi NTT sebanyak 2,44 juta jiwa atau meningkat

1,6% (yoy) apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 2,4 juta jiwa. Namun di sisi lain, terjadi

Peningkatan jumlah pengangguran dari 75.110 jiwa pada bulan Februari 2015 menjadi 87.669 pada Februari 2016.

Peningkatan ini juga berdampak pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang menunjukkan penurunan dari

72,95% (Februari 2015) menjadi 72,63% (Februari 2016). Angka ini menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja

cenderung mengalami penuruan pada awal tahun 2016. Hal ini juga terkonfirmasi dari hasil analisa data historis tenaga

kerja di NTT. Pada periode Februari 2015 dan 2016 pertumbuhan angkatan kerja cenderung berbalik lebih rendah

dibandingkan pertumbuhan jumlah orang yang bekerja yang berdampak tingkat pengangguran yang meningkat cukup

tinggi. Pada Februari 2016 tercatat pertumbuhan angkatan kerja sebesar 1,65% (yoy) sementara jumlah orang yang

bekerja hanya sebesar 1,16% (yoy). Adanya fenomena el nino menyebabkan pergeseran masa tanam yang berakibat pada

rendahnya pertumbuhan jumlah pekerja pada tahun 2015 dan 2016 terutama di sektor pertanian yang merupakan sektor

unggulan di Provinsi NTT.

Analisa kesejahteraan pada bab ini akan selalu berbeda penekanan tergantung ketersediaan data terbaru yang ada waktu dilakukan analisa.angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari prosentase jawaban ”naik” dengan jawaban ”turun” disesuaikan dengan bobot masing-masing sektor.

1.2.

GRAFIK 5.1. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA

Sumber : BPS, diolah

ANGKATAN KERJA KERJA PENGANGGUR

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

90,000

100,000

2,000,000

2,050,000

2,100,000

2,150,000

2,200,000

2,250,000

2,300,000

2,350,000

2,400,000

2,450,000

2,500,000

FEB FEB FEB FEB FEB FEB

2011 2012 2013 2014 2015 2016

GRAFIK 5.2. PERKEMBANGAN PENGANGGURAN SESUAI TINGKAT PENDIDIKAN

Sumber : BPS, diolah

-7-6-5-4-3-2-10123456789

1,800

1,900

2,000

2,100

2,200

2,300

2,400

2,500

FEB 07 FEB 08 FEB 09 FEB 10 FEB 11 FEB 12 FEB 13 FEB 14 FEB 15 FEB 16

RIBU JIWA %

PEKERJA ∆ PEKERJAANGKATAN KERJA ∆ ANGKATAN KERJA

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Page 59: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Pada bulan Februari, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan pada kondisi ketenagakerjaan 1menunjukkan kondisi perlambatan . Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT pada bulan Februari 2016

adalah 3,59% (87.699 jiwa) atau meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang mencatat TPT 3,12%

(75.110 jiwa). Peningkatan ini terutama disebabkan oleh adanya perlambatan penyerapan tenaga kerja sektor Pertanian

sebagai sektor utama di Provinsi NTT sebesar -5% (yoy) yang disinyalir terjadi akibat adanya pergeseran masa tanam. Hasil

tersebut sesuai dengan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan-I 2016 yang 2menunjukkan penurunan indeks ketenagakerjaan (SBT -4.99). Sektor yang mengalami penurunan di SKDU terutama

adalah sektor bangunan dan pertanian. Sementara itu, tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan yang ditunjukkan oleh

Nilai Tukar Petani (NTP) juga menurun dari 102,69 (Triwulan IV-2015) menjadi 100,73 (Triwulan I-2016).

5.2 . PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN5.2.1. Kondisi Ketenagakerjaan Umum

5.1. KONDISI UMUM

Jumlah angkatan kerja yang tercatat pada bulan Februari 2016 di Provinsi NTT sebanyak 2,44 juta jiwa atau meningkat

1,6% (yoy) apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 2,4 juta jiwa. Namun di sisi lain, terjadi

Peningkatan jumlah pengangguran dari 75.110 jiwa pada bulan Februari 2015 menjadi 87.669 pada Februari 2016.

Peningkatan ini juga berdampak pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang menunjukkan penurunan dari

72,95% (Februari 2015) menjadi 72,63% (Februari 2016). Angka ini menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja

cenderung mengalami penuruan pada awal tahun 2016. Hal ini juga terkonfirmasi dari hasil analisa data historis tenaga

kerja di NTT. Pada periode Februari 2015 dan 2016 pertumbuhan angkatan kerja cenderung berbalik lebih rendah

dibandingkan pertumbuhan jumlah orang yang bekerja yang berdampak tingkat pengangguran yang meningkat cukup

tinggi. Pada Februari 2016 tercatat pertumbuhan angkatan kerja sebesar 1,65% (yoy) sementara jumlah orang yang

bekerja hanya sebesar 1,16% (yoy). Adanya fenomena el nino menyebabkan pergeseran masa tanam yang berakibat pada

rendahnya pertumbuhan jumlah pekerja pada tahun 2015 dan 2016 terutama di sektor pertanian yang merupakan sektor

unggulan di Provinsi NTT.

Analisa kesejahteraan pada bab ini akan selalu berbeda penekanan tergantung ketersediaan data terbaru yang ada waktu dilakukan analisa.angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari prosentase jawaban ”naik” dengan jawaban ”turun” disesuaikan dengan bobot masing-masing sektor.

1.2.

GRAFIK 5.1. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA

Sumber : BPS, diolah

ANGKATAN KERJA KERJA PENGANGGUR

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

90,000

100,000

2,000,000

2,050,000

2,100,000

2,150,000

2,200,000

2,250,000

2,300,000

2,350,000

2,400,000

2,450,000

2,500,000

FEB FEB FEB FEB FEB FEB

2011 2012 2013 2014 2015 2016

GRAFIK 5.2. PERKEMBANGAN PENGANGGURAN SESUAI TINGKAT PENDIDIKAN

Sumber : BPS, diolah

-7-6-5-4-3-2-10123456789

1,800

1,900

2,000

2,100

2,200

2,300

2,400

2,500

FEB 07 FEB 08 FEB 09 FEB 10 FEB 11 FEB 12 FEB 13 FEB 14 FEB 15 FEB 16

RIBU JIWA %

PEKERJA ∆ PEKERJAANGKATAN KERJA ∆ ANGKATAN KERJA

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Page 60: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

5.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan

Struktur tenaga kerja di Provinsi NTT pada rentang Februari 2015 dan Februari 2016 cenderung tidak berubah secara

signifikan dan masih didominasi oleh pekerja di sektor informal dengan kisaran angka 77%. Sementara itu, status

pekerjaan masyarakat pada Februari 2016 didominasi oleh pekerja yang berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak

704.457 jiwa (29,8%). Struktur tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan mengalami perubahan dibandingkan Februari

2015 yang didominasi oleh Pekerja Tak Dibayar/Pekerja Keluarga. Hal ini juga mengkonfirmasi dampak dari pergeseran

masa tanam, sehingga banyak petani dan keluarganya yang tidak bisa menggarap lahan persawahan miliknya. Sementara

itu kenaikan jumlah pekerja yang berusaha dibantu buruh tidak tetap diperkirakan terjadi seiring adanya keterlambatan

kegiatan proyek pemerintah dan proyek multiyear yang menyebabkan masih berjalannya kegiatan proyek di awal tahun.

FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2015

11,333

11,450

32,228

5,788

14,311

17,530

8,129

38,280

5,615

18,145

0 10,000 20,000 30,000 40,000

<SD

SMP

SMA/SMK

D I/II/III

UNIV

JIWA

GRAFIK 5.5. PERKEMBANGAN PENGANGGURAN SESUAI TINGKAT PENDIDIKAN

Sumber : BPS, diolah

1,407,671

1,425,201

295,313

303,442

443,216

481,496

50,720

56,335

160,704

178,849

0 500,000 1,000,000 1,500,000

BEKERJA

AK

BEKERJA

AK

BEKERJA

AK

BEKERJA

AK

BEKERJA

AK

<SD

SMP

SMA

/SM

KD

I/II/

IIIU

NIV

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 5.6. PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA (AK) DAN PEKERJASESUAI TINGKAT PENDIDIKAN

FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2016

Sumber : BPS, diolah

328,

884

60

6,8

45

88,2

22 786

,80

9

43,

929

475,

845

335,

529 70

4,4

57

104

,86

2

703,

931

31,5

64

477,

281

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000

900,000

BERUSAHASENDIRI

BERUSAHADIBANTU BURUH

TIDAK TETAP

PEKERJA BEBAS PEKERJA TAK DIBAYAR

BERUSAHA DIBANTU BURUH

TETAP

BURUH/ KARYAWAN

INFORMAL FORMAL

JIWA

GRAFIK 5.8. PERKEMBANGAN STATUS PEKERJAAN MASYARAKAT

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 5.7. PERKEMBANGAN STRUKTUR TENAGA KERJA SESUAISTATUS PEKERJAAN

FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2016

508,845

1,744,263

519,774

1,715,674

5.2.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang

Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan I-2016, diketahui bahwa

penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh industri barang galian bukan logam (35,48%) dan diikuti oleh industri

minuman (26,3%). Sementara itu, tingginya porsi tenaga kerja industribarang galian bukan logam juga diikuti oleh tingkat

produktivitas yang tertinggi sebesar Rp 31,29 juta/tenaga kerja, walaupun mengalami penurunan dibandingkan triwulan

IV-2015 yang sebesar Rp 47,4 juta/tenaga kerja. Secara umum, pada triwulan I-2016 terjadi penurunan pada industri

barang galian bukan logam dan industri minuman, sementara industri makanan dan furnitur mengalami peningkatan.

GRAFIK 5.4. PERKEMBANGAN TENAGA KERJA MENURUT LAPANGAN USAHA

Sumber : BPS, diolah

1,250

1,300

1,350

1,400

1,450

1,500

1,550

1,600

1,650

1,700

-

50

100

150

200

250

300

350

400

FEB 10 FEB 11 FEB 12 FEB 13 FEB 14 FEB 15 FEB 16

RIBU ORANG

PERTAMBANGANKONSTRUKSI PERDAGANGANJASA KEUANGAN PERTANIAN

INDUSTRILISTRIK,GAS & AIR TRANS,GUDANG & KOMUNIKASIJASA KEMASYARAKATAN

GRAFIK 5.3. STRUKTUR TENAGA KERJA DI NTT BULAN FEBRUARI 2016

Sumber : BPS, diolah

5.1%0.3%3.8%

4.9%10.5%

1.2%14.3%59.4%0.4% PERTANIAN

PERTAMBANGANINDUSTRILISTRIK, GAS & AIRKONSTRUKSIPERDAGANGANTRANS,PERGUDANGAN & TRANSKEUANGANJASA KEMASYARAKATAN

5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama

Pada periode Februari 2016, mayoritas tenaga kerja di Provinsi NTT berada di sektor pertanian dengan jumlah 1,4 juta jiwa

atau 59,4% dari total tenaga kerja dan diikuti oleh sektor Jasa Kemasyarakatan sebanyak 338.004 jiwa (14,3%) dan sektor

perdagangan sebanyak 247.785 jiwa (10,5%). Namun, dari data historis yang ada terlihat bahwa pergerakan tenaga kerja

sektor pertanian cenderung mengalami penurunan sejak bulan Februari 2014. Penurunan diperkirakan turut disebabkan

oleh adanya pergeseran musim tanam di Provinsi NTT dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, penggunaan teknologi

pertanian juga menurunkan penggunaan tenaga kerja seiring dengan efisiensi produksi yang terjadi. Penurunan juga

terjadi pada sektor tambang yang diperkirakan disebabkan oleh masih rendahnya harga komoditas tambang (mangan)

sehingga banyak perusahaan yang tidak beroperasi. Di sisi lain, sektor jasa kemasyarakatan menunjukkan trend

peningkatan yang mengindikasikan tingginya pekerjaan proyek pemberdayaan pemerintah sehingga kebutuhan tenaga

kerja juga mengalami peningkatan. Peningkatan juga terjadi pada sektor perdagangan yang mengindikasikan masih

tumbuhnya perekonomian di NTT.

5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan jenis pendidikan tertinggi yang ditamatkan, pengangguran terbanyak Februari 2016 berada pada tingkat 3pendidikan SMA/SMK sebanyak 38.280 jiwa tetapi apabila dilihat dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) , presentasi

TPT terbesar ada pada tingkat universitas (10,15%) dan diikuti oleh Diploma I/II/III (9,97%).

Berdasarkan perkembangan Angkatan Kerja dan jumlah orang yang bekerja, terdapat hal yang menarik yaitu

berkurangnya pertumbuhan angkatan kerja Diploma I/II/III sebesar -26,9% (yoy) yang ditengarai terjadi akibat tingginya

minat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Universitas). Sementara itu, berdasarkan perbandingan

pertumbuhan angkatan kerja dan pendidikan, terlihat bahwa mayoritas tingkat pendidikan memiliki pertumbuhan

penyerapan tenaga kerja yang lebih rendah dibandingkan angkatan kerja yang tersedia. Satu-satunya tingkat pendidikan

yang memiliki penyerapan tenaga kerja lebih tinggi adalah SMP (-0,2%- yoy) dibandingkan pertumbuhan yang -1,2%

(yoy). Tingginya penyerapan pada tenaga kerja SMP sesuai dengan sektor utama pendorong ekonomi di Provinsi NTT yaitu

sektor pertanian yang tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja berpendidikan tinggi. Di samping itu, tingginya

pertumbuhan tenaga kerja terdidik, seperti tingkat Universitas sebesar 17,7% (yoy) memerlukan adanya usaha bersama

dalam perluasan lapangan kerja, baik melalui pendidikan dan kemudahan dalam kegiatan wirausaha serta usaha untuk

dapat menarik investor terutama di sektor industri yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup banyak.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT): Jumlah Pengangguran dibagi Jumlah Angkatan Kerja 3.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Sticky Note
Peletakan pangsanya salah kang.. cek lagi grafiknya..
Page 61: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

5.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan

Struktur tenaga kerja di Provinsi NTT pada rentang Februari 2015 dan Februari 2016 cenderung tidak berubah secara

signifikan dan masih didominasi oleh pekerja di sektor informal dengan kisaran angka 77%. Sementara itu, status

pekerjaan masyarakat pada Februari 2016 didominasi oleh pekerja yang berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak

704.457 jiwa (29,8%). Struktur tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan mengalami perubahan dibandingkan Februari

2015 yang didominasi oleh Pekerja Tak Dibayar/Pekerja Keluarga. Hal ini juga mengkonfirmasi dampak dari pergeseran

masa tanam, sehingga banyak petani dan keluarganya yang tidak bisa menggarap lahan persawahan miliknya. Sementara

itu kenaikan jumlah pekerja yang berusaha dibantu buruh tidak tetap diperkirakan terjadi seiring adanya keterlambatan

kegiatan proyek pemerintah dan proyek multiyear yang menyebabkan masih berjalannya kegiatan proyek di awal tahun.

FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2015

11,333

11,450

32,228

5,788

14,311

17,530

8,129

38,280

5,615

18,145

0 10,000 20,000 30,000 40,000

<SD

SMP

SMA/SMK

D I/II/III

UNIV

JIWA

GRAFIK 5.5. PERKEMBANGAN PENGANGGURAN SESUAI TINGKAT PENDIDIKAN

Sumber : BPS, diolah

1,407,671

1,425,201

295,313

303,442

443,216

481,496

50,720

56,335

160,704

178,849

0 500,000 1,000,000 1,500,000

BEKERJA

AK

BEKERJA

AK

BEKERJA

AK

BEKERJA

AK

BEKERJA

AK

<SD

SMP

SMA

/SM

KD

I/II/

IIIU

NIV

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 5.6. PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA (AK) DAN PEKERJASESUAI TINGKAT PENDIDIKAN

FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2016

Sumber : BPS, diolah

328,

884

60

6,8

45

88,2

22 786

,80

9

43,

929

475,

845

335,

529 70

4,4

57

104

,86

2

703,

931

31,5

64

477,

281

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000

900,000

BERUSAHASENDIRI

BERUSAHADIBANTU BURUH

TIDAK TETAP

PEKERJA BEBAS PEKERJA TAK DIBAYAR

BERUSAHA DIBANTU BURUH

TETAP

BURUH/ KARYAWAN

INFORMAL FORMAL

JIWA

GRAFIK 5.8. PERKEMBANGAN STATUS PEKERJAAN MASYARAKAT

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 5.7. PERKEMBANGAN STRUKTUR TENAGA KERJA SESUAISTATUS PEKERJAAN

FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2016

508,845

1,744,263

519,774

1,715,674

5.2.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang

Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan I-2016, diketahui bahwa

penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh industri barang galian bukan logam (35,48%) dan diikuti oleh industri

minuman (26,3%). Sementara itu, tingginya porsi tenaga kerja industribarang galian bukan logam juga diikuti oleh tingkat

produktivitas yang tertinggi sebesar Rp 31,29 juta/tenaga kerja, walaupun mengalami penurunan dibandingkan triwulan

IV-2015 yang sebesar Rp 47,4 juta/tenaga kerja. Secara umum, pada triwulan I-2016 terjadi penurunan pada industri

barang galian bukan logam dan industri minuman, sementara industri makanan dan furnitur mengalami peningkatan.

GRAFIK 5.4. PERKEMBANGAN TENAGA KERJA MENURUT LAPANGAN USAHA

Sumber : BPS, diolah

1,250

1,300

1,350

1,400

1,450

1,500

1,550

1,600

1,650

1,700

-

50

100

150

200

250

300

350

400

FEB 10 FEB 11 FEB 12 FEB 13 FEB 14 FEB 15 FEB 16

RIBU ORANG

PERTAMBANGANKONSTRUKSI PERDAGANGANJASA KEUANGAN PERTANIAN

INDUSTRILISTRIK,GAS & AIR TRANS,GUDANG & KOMUNIKASIJASA KEMASYARAKATAN

GRAFIK 5.3. STRUKTUR TENAGA KERJA DI NTT BULAN FEBRUARI 2016

Sumber : BPS, diolah

5.1%0.3%3.8%

4.9%10.5%

1.2%14.3%59.4%0.4% PERTANIAN

PERTAMBANGANINDUSTRILISTRIK, GAS & AIRKONSTRUKSIPERDAGANGANTRANS,PERGUDANGAN & TRANSKEUANGANJASA KEMASYARAKATAN

5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama

Pada periode Februari 2016, mayoritas tenaga kerja di Provinsi NTT berada di sektor pertanian dengan jumlah 1,4 juta jiwa

atau 59,4% dari total tenaga kerja dan diikuti oleh sektor Jasa Kemasyarakatan sebanyak 338.004 jiwa (14,3%) dan sektor

perdagangan sebanyak 247.785 jiwa (10,5%). Namun, dari data historis yang ada terlihat bahwa pergerakan tenaga kerja

sektor pertanian cenderung mengalami penurunan sejak bulan Februari 2014. Penurunan diperkirakan turut disebabkan

oleh adanya pergeseran musim tanam di Provinsi NTT dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, penggunaan teknologi

pertanian juga menurunkan penggunaan tenaga kerja seiring dengan efisiensi produksi yang terjadi. Penurunan juga

terjadi pada sektor tambang yang diperkirakan disebabkan oleh masih rendahnya harga komoditas tambang (mangan)

sehingga banyak perusahaan yang tidak beroperasi. Di sisi lain, sektor jasa kemasyarakatan menunjukkan trend

peningkatan yang mengindikasikan tingginya pekerjaan proyek pemberdayaan pemerintah sehingga kebutuhan tenaga

kerja juga mengalami peningkatan. Peningkatan juga terjadi pada sektor perdagangan yang mengindikasikan masih

tumbuhnya perekonomian di NTT.

5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Berdasarkan jenis pendidikan tertinggi yang ditamatkan, pengangguran terbanyak Februari 2016 berada pada tingkat 3pendidikan SMA/SMK sebanyak 38.280 jiwa tetapi apabila dilihat dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) , presentasi

TPT terbesar ada pada tingkat universitas (10,15%) dan diikuti oleh Diploma I/II/III (9,97%).

Berdasarkan perkembangan Angkatan Kerja dan jumlah orang yang bekerja, terdapat hal yang menarik yaitu

berkurangnya pertumbuhan angkatan kerja Diploma I/II/III sebesar -26,9% (yoy) yang ditengarai terjadi akibat tingginya

minat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Universitas). Sementara itu, berdasarkan perbandingan

pertumbuhan angkatan kerja dan pendidikan, terlihat bahwa mayoritas tingkat pendidikan memiliki pertumbuhan

penyerapan tenaga kerja yang lebih rendah dibandingkan angkatan kerja yang tersedia. Satu-satunya tingkat pendidikan

yang memiliki penyerapan tenaga kerja lebih tinggi adalah SMP (-0,2%- yoy) dibandingkan pertumbuhan yang -1,2%

(yoy). Tingginya penyerapan pada tenaga kerja SMP sesuai dengan sektor utama pendorong ekonomi di Provinsi NTT yaitu

sektor pertanian yang tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja berpendidikan tinggi. Di samping itu, tingginya

pertumbuhan tenaga kerja terdidik, seperti tingkat Universitas sebesar 17,7% (yoy) memerlukan adanya usaha bersama

dalam perluasan lapangan kerja, baik melalui pendidikan dan kemudahan dalam kegiatan wirausaha serta usaha untuk

dapat menarik investor terutama di sektor industri yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup banyak.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT): Jumlah Pengangguran dibagi Jumlah Angkatan Kerja 3.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Highlight
kasih spasi
Page 62: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

5.3.2 Perkembangan Survei Konsumen

Sementara itu, berdasarkan hasil survei konsumen (SK) yang dilakukan oleh Bank Indonesia, ditemukan pula adanya

indikasi penurunan pada pendapatan mayarakat di NTT. Berdasarkan hasil SK, Indeks Penghasilan Saat Ini Masyarakat NTT

dibandingkan 6 bulan yang lalu menunjukkan penurunan dari 146 (triwulan IV-2015) menjadi 123,50 (triwulan I-2016).

Perlambatan produksi komoditas pertanian dan menurunnya kegiatan proyek dibandingkan periode sebelumnya disinyalir

menjadi penyebab utama.

60

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

PENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALU

GRAFIK 5.14. INDEKS PENGHASILAN SAAT INI DIBANDING 6 BULAN LALU

Sumber : SK-BI, Diolah

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

5.3.1 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Tingkat kesejahteraan Pedesaan Provinsi NTT yang digambarkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan adanya

penurunan dari 102,69 (Triwulan IV-2015) menjadi 100,73 (Triwulan I-2016). Penurunan disebabkan oleh turunnya indeks

yang diterima (IT) dan terjadi kenaikan pada indeks yang dibayar (IB). Dari sisi sektoral, penurunan indeks terutama terjadi

pada sektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebagai akibat turunnya indeks yang diterima (IT) dan disinyalir terjadi karena

berkurangnya produksi komoditas perkebunan masyarakat seperti kakao dan jambu mete, serta diikuti oleh anjloknya

harga komoditas tersebut di tingkat global. Sementara itu, untuk indeks yang dibayar (IB) tertinggi ada pada sektor

tanaman padi-palawija yang didorong kenaikan harga obat-obatan dan pupuk.

9.0 9.8

8.3

47.4

11.15

8 8.47

31.2

9

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIANBUKANLOGAM

IV - 2015 IV - 2016

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 5.10. PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR BESARDAN SEDANG

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 5.9. PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTURSEDANG DAN BESAR

MAKANAN

MINUMAN

FURNITUR

BARANG GALIAN BUKAN LOGAM

21.45%

26.30%

16.77%

35.48%

5.2.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan penurunan pada triwulan I-2016.

Hal ini menunjukkan adanya penurunan dalam penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor ekonomi di Provinsi NTT.

Berdasarkan hasil survei, sektor utama yang mengalami penurunan adalah sektor bangunan, sektor perdagangan hotel

dan restoran serta sektor pertanian. Untuk periode triwulan II 2016, penyerapan tenaga kerja diperkirakan meningkat

yang terlihat dari peningkatan indeks proyeksi penggunaan tenaga kerja.

5.3 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN

GRAFIK 5.11. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU

Sumber : SKDU-BI, diolah

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30 INDEKS

*PERKIRAAN

% SBT

INDEKS PROYEKSI TENAGA KERJA INDEKS TENAGA KERJA

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II*

88

90

92

94

96

98

100

102

104

106

108

TANAMAN PADI-PALAWIJA

HORTIKULTURA TANAMANPERKEBUNAN

RAKYAT

PETERNAKAN PERIKANAN

-1,29-1,21

-4,71

-0,58-1,64

DES 15 MAR 16

GRAFIK 5.13. GRAFIK 5.13. PERKEMBANGAN NTP PER-SEKTOR

Sumber : BPS, diolah

102.

69

100

.73

100

110

120

130

140

150

160

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

NTP-AXIS KANAN IBIT

GRAFIK 5.12. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Sumber : BPS, diolah

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Highlight
delete
Page 63: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

5.3.2 Perkembangan Survei Konsumen

Sementara itu, berdasarkan hasil survei konsumen (SK) yang dilakukan oleh Bank Indonesia, ditemukan pula adanya

indikasi penurunan pada pendapatan mayarakat di NTT. Berdasarkan hasil SK, Indeks Penghasilan Saat Ini Masyarakat NTT

dibandingkan 6 bulan yang lalu menunjukkan penurunan dari 146 (triwulan IV-2015) menjadi 123,50 (triwulan I-2016).

Perlambatan produksi komoditas pertanian dan menurunnya kegiatan proyek dibandingkan periode sebelumnya disinyalir

menjadi penyebab utama.

60

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

PENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALU

GRAFIK 5.14. INDEKS PENGHASILAN SAAT INI DIBANDING 6 BULAN LALU

Sumber : SK-BI, Diolah

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

5.3.1 Perkembangan Nilai Tukar Petani

Tingkat kesejahteraan Pedesaan Provinsi NTT yang digambarkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan adanya

penurunan dari 102,69 (Triwulan IV-2015) menjadi 100,73 (Triwulan I-2016). Penurunan disebabkan oleh turunnya indeks

yang diterima (IT) dan terjadi kenaikan pada indeks yang dibayar (IB). Dari sisi sektoral, penurunan indeks terutama terjadi

pada sektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebagai akibat turunnya indeks yang diterima (IT) dan disinyalir terjadi karena

berkurangnya produksi komoditas perkebunan masyarakat seperti kakao dan jambu mete, serta diikuti oleh anjloknya

harga komoditas tersebut di tingkat global. Sementara itu, untuk indeks yang dibayar (IB) tertinggi ada pada sektor

tanaman padi-palawija yang didorong kenaikan harga obat-obatan dan pupuk.

9.0 9.8

8.3

47.4

11.15

8 8.47

31.2

9

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

50

MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIANBUKANLOGAM

IV - 2015 IV - 2016

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 5.10. PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR BESARDAN SEDANG

Sumber : BPS, diolah

GRAFIK 5.9. PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTURSEDANG DAN BESAR

MAKANAN

MINUMAN

FURNITUR

BARANG GALIAN BUKAN LOGAM

21.45%

26.30%

16.77%

35.48%

5.2.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)

Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan penurunan pada triwulan I-2016.

Hal ini menunjukkan adanya penurunan dalam penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor ekonomi di Provinsi NTT.

Berdasarkan hasil survei, sektor utama yang mengalami penurunan adalah sektor bangunan, sektor perdagangan hotel

dan restoran serta sektor pertanian. Untuk periode triwulan II 2016, penyerapan tenaga kerja diperkirakan meningkat

yang terlihat dari peningkatan indeks proyeksi penggunaan tenaga kerja.

5.3 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN

GRAFIK 5.11. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU

Sumber : SKDU-BI, diolah

-15

-10

-5

0

5

10

15

20

25

30 INDEKS

*PERKIRAAN

% SBT

INDEKS PROYEKSI TENAGA KERJA INDEKS TENAGA KERJA

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV I

2016II*

88

90

92

94

96

98

100

102

104

106

108

TANAMAN PADI-PALAWIJA

HORTIKULTURA TANAMANPERKEBUNAN

RAKYAT

PETERNAKAN PERIKANAN

-1,29-1,21

-4,71

-0,58-1,64

DES 15 MAR 16

GRAFIK 5.13. GRAFIK 5.13. PERKEMBANGAN NTP PER-SEKTOR

Sumber : BPS, diolah

102.

69

100

.73

100

110

120

130

140

150

160

95

96

97

98

99

100

101

102

103

104

NTP-AXIS KANAN IBIT

GRAFIK 5.12. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

Sumber : BPS, diolah

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 64: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II-2016 diperkirakan akan meningkat dan berada pada

rentang 5-5.4% (yoy) dan prediksi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada pada proyeksi

sebelumnya sebesar 5,1-5,5% (yoy). Di sisi lain, inflasi triwulan II diperkirakan berada pada

kisaran 4,7-5,2% (yoy) dengan prediksi akhir tahun sebesar 4-4,5% (yoy).

Peningkatan investasi dan realisasi anggaran pemerintah diperkirakan masih menjadi pendorong

pertumbuhan ekonomi pada triwulan II dan sepanjang tahun 2016. Khusus untuk triwulan II,

pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh pencairan dana desa tahap pertama dan kemungkinan

realisasi gaji ke-13.

Sementara itu, tekanan inflasi pada triwulan II diperkirakan terjadi seiring peningkatan konsumsi

masyarakat menjelang libur sekolah pada bulan Juni dan adanya peningkatan harga menjelang

perayaan Idul Fitri. Sementara itu, tekanan inflasi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berasal

dari komoditas volatile food dan tarif angkutan udara.

Outlook Pertumbuhan E konomi Dan Inflasi Di Daerah06

Page 65: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II-2016 diperkirakan akan meningkat dan berada pada

rentang 5-5.4% (yoy) dan prediksi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada pada proyeksi

sebelumnya sebesar 5,1-5,5% (yoy). Di sisi lain, inflasi triwulan II diperkirakan berada pada

kisaran 4,7-5,2% (yoy) dengan prediksi akhir tahun sebesar 4-4,5% (yoy).

Peningkatan investasi dan realisasi anggaran pemerintah diperkirakan masih menjadi pendorong

pertumbuhan ekonomi pada triwulan II dan sepanjang tahun 2016. Khusus untuk triwulan II,

pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh pencairan dana desa tahap pertama dan kemungkinan

realisasi gaji ke-13.

Sementara itu, tekanan inflasi pada triwulan II diperkirakan terjadi seiring peningkatan konsumsi

masyarakat menjelang libur sekolah pada bulan Juni dan adanya peningkatan harga menjelang

perayaan Idul Fitri. Sementara itu, tekanan inflasi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berasal

dari komoditas volatile food dan tarif angkutan udara.

Outlook Pertumbuhan E konomi Dan Inflasi Di Daerah06

petrus_ee
Highlight
italic
Page 66: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

6.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016Berdasarkan perkembangan pada triwulan I-2016, Perekonomian NTT sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada

pada rentang 5,1 – 5,5% (yoy). Tingginya realisasi pertumbuhan ekonomi di triwulan I yang mencapai 5,06% (yoy)

menjadi salah satu dasar optimisme. Pertumbuhan ekonomi 2016 sendiri diperkirakan didorong oleh investasi dan

konsumsi pemerintah. Dari sisi investasi, pembangunan Waduk Raknamo yang telah memasuki tahap konstruksi (progress

mencapai 45% di bulan Mei), Waduk Rotiklot, embung, serta proyek lainnya seperti jalur sabuk perbatasan dan pos lintas

batas negara diharapkan menjadi faktor pendorong. Sementara dari sisi konsumsi pemerintah, optimisme muncul dari

adanya peningkatan dana desa sebesar 128% dari Rp 812 miliar (2015) menjadi Rp 1,849 triliun (2016) yang akan

disalurkan kepada 2995 desa di 21 kabupaten dengan besaran Rp 565 juta/desa serta adanya gaji ke-13 Pegawai Negeri

Sipil. Dari sisi konsumsi rumah tangga, optimisme muncul dari peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebanyak 16%

dari Rp 1.250.000,- (2015) menjadi Rp 1.425.000,- (2016). Namun, terdapat pula potensi penghambat pertumbuhan

ekonomi tahun 2016, diantaranya adalah potensi penurunan produksi pertanian seiring el nino dan serangan hama pada

awal tahun 2016, serta kemungkinan penurunan produksi perikanan seiring La Nina yang diperkirakan terjadi mulai

triwulan III-2016.

6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II-2016 Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2016 diperkirakan berada pada rentang 5-5,4% (yoy) atau lebih

tinggi dibandingkan triwulan I yang sebesar 5,06% (yoy). Peningkatan terutama didorong oleh sektor konsumsi

pemerintah dan produksi pertanian masyarakat seiring masa panen.

6.1 PERTUMBUHAN EKONOMI

GRAFIK 6.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I - 2016

4.64% 5.12% 5.15% 5.13% 5.06% 5.21%-3%

-1%

1%

3%

5%

7%

9%

11%

4.30%

4.40%

4.50%

4.60%

4.70%

4.80%

4.90%

5.00%

5.10%

5.20%

5.30%

I II III IV I II*

2015 2016

Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)

PDRB (YOY)

PEDAGANG BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI

PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)

JASA PENDIDIKAN (YOY)

ADMINITRASI PEMERINTAH (YOY)

6.1.2.1 Pertumbuhan Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat yang tercermin pada angka

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan Survei Konsumen. Peningkatan juga terlihat dari indeks proyeksi pendapatan

rumah tangga dan rencana pembelian barang tahan lama. Sementara dari Survei Konsumen, terlihat peningkatan indeks

keyakinan konsumen, indeks ekspektasi konsumen, ekspektasi penghasilan 6 bulan yang akan datang dan kondisi

ekonomi 6 bulan yang akan datang. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan optimisme masyarakat terhadap

pendapatan yang akan datang dan hal tersebut terkait dengan adanya panen dan rencana gaji ke-13 pada triwulan yang

akan datang.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Page 67: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

6.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016Berdasarkan perkembangan pada triwulan I-2016, Perekonomian NTT sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada

pada rentang 5,1 – 5,5% (yoy). Tingginya realisasi pertumbuhan ekonomi di triwulan I yang mencapai 5,06% (yoy)

menjadi salah satu dasar optimisme. Pertumbuhan ekonomi 2016 sendiri diperkirakan didorong oleh investasi dan

konsumsi pemerintah. Dari sisi investasi, pembangunan Waduk Raknamo yang telah memasuki tahap konstruksi (progress

mencapai 45% di bulan Mei), Waduk Rotiklot, embung, serta proyek lainnya seperti jalur sabuk perbatasan dan pos lintas

batas negara diharapkan menjadi faktor pendorong. Sementara dari sisi konsumsi pemerintah, optimisme muncul dari

adanya peningkatan dana desa sebesar 128% dari Rp 812 miliar (2015) menjadi Rp 1,849 triliun (2016) yang akan

disalurkan kepada 2995 desa di 21 kabupaten dengan besaran Rp 565 juta/desa serta adanya gaji ke-13 Pegawai Negeri

Sipil. Dari sisi konsumsi rumah tangga, optimisme muncul dari peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebanyak 16%

dari Rp 1.250.000,- (2015) menjadi Rp 1.425.000,- (2016). Namun, terdapat pula potensi penghambat pertumbuhan

ekonomi tahun 2016, diantaranya adalah potensi penurunan produksi pertanian seiring el nino dan serangan hama pada

awal tahun 2016, serta kemungkinan penurunan produksi perikanan seiring La Nina yang diperkirakan terjadi mulai

triwulan III-2016.

6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II-2016 Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2016 diperkirakan berada pada rentang 5-5,4% (yoy) atau lebih

tinggi dibandingkan triwulan I yang sebesar 5,06% (yoy). Peningkatan terutama didorong oleh sektor konsumsi

pemerintah dan produksi pertanian masyarakat seiring masa panen.

6.1 PERTUMBUHAN EKONOMI

GRAFIK 6.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I - 2016

4.64% 5.12% 5.15% 5.13% 5.06% 5.21%-3%

-1%

1%

3%

5%

7%

9%

11%

4.30%

4.40%

4.50%

4.60%

4.70%

4.80%

4.90%

5.00%

5.10%

5.20%

5.30%

I II III IV I II*

2015 2016

Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)

PDRB (YOY)

PEDAGANG BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI

PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)

JASA PENDIDIKAN (YOY)

ADMINITRASI PEMERINTAH (YOY)

6.1.2.1 Pertumbuhan Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat yang tercermin pada angka

Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan Survei Konsumen. Peningkatan juga terlihat dari indeks proyeksi pendapatan

rumah tangga dan rencana pembelian barang tahan lama. Sementara dari Survei Konsumen, terlihat peningkatan indeks

keyakinan konsumen, indeks ekspektasi konsumen, ekspektasi penghasilan 6 bulan yang akan datang dan kondisi

ekonomi 6 bulan yang akan datang. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan optimisme masyarakat terhadap

pendapatan yang akan datang dan hal tersebut terkait dengan adanya panen dan rencana gaji ke-13 pada triwulan yang

akan datang.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

petrus_ee
Highlight
italic
petrus_ee
Highlight
konstruksi (yoy)
Page 68: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Sumber: BMKG Stakum Lasiana

Gambar 6.1. Ramalan Curah Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016

Sumber: BMKG Stakum Lasiana

Gambar 6.2. Ramalan Sifat Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016

Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan mengalami

peningkatan. Peningkatan disebabkan oleh adanya potensi penyaluran gaji ke-13 PNS, 60% anggaran dana desa ke

daerah (sekitar Rp 1,1 triliun) serta adanya upaya percepatan penyerapan anggaran oleh pemerintah dengan target

realisasi triwulan II mencapai 40% dari total anggaran.

Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan mengalami

peningkatan pada Triwulan-II. Peningkatan terutama didorong oleh adanya peningkatan pendapatan masyarakat

seiring gaji ke-13 dan pendapatan paska panen. Selain itu, adanya liburan sekolah dan menjelang hari raya Idul Fitri

diperkirakan dapat pula mendorong hasrat masyarakat untuk melakukan belanja. Hal ini terindikasi pula pada hasil Suvei

Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-Bank Indonesia yang menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan yang terlihat dari

indeks harga jual dan kegiatan usaha yang meningkat.

GRAFIK 6.4. SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

KEGIATAN USAHAHARGA JUALTENAGA KERJA-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

I I I I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV III2016

Sumber : Bank Indonesia (diolah)

Sektor konstruksi diperkirakan mengalami perlambatan di triwulan-II. Perlambatan lebih disebabkan oleh dampak

base effect tingginya pertumbuhan ekonomi sektor konstruksi pada triwulan II-2015. Pertumbuhan sektor konstruksi

pada triwulan-II diperkirakan masih ditopang oleh proyek-proyek pemerintah, termasuk proyek multiyear seperti

bendungan dan gedung pemerintahan.

Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2016 diperkirakan berada pada kisaran 4-4,5% (yoy)

sementara untuk triwulan-II 2016 inflasi berada pada kisaran 4,7-5,2% (yoy). Pendorong inflasi pada tahun 2016

diperkirakan berasal dari komoditas volatile food. Adanya potensi penurunan produksi beras seiring kekeringan dan

serangan hama pada musim tanam-I 2016 serta fluktuasi harga komoditas ikan, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang

disebabkan oleh kondisi anomali cuaca yang seringkali terjadi menjadi potensi penyebab lainnya. Potensi inflasi juga

6.2 INFLASI

Kinerja investasi diperkirakan tumbuh sedikit melambat pada triwulan-II. Pertumbuhan investasi secara tahunan

di triwulan-II diperkirakan akan sedikit melambat dibandingkan periode triwulan-I 2016. Hal ini lebih disebabkan dampak

base effect tingginya pertumbuhan investasi pada triwulan II-2015. Pertumbuhan investasi sendiri diperkirakan masih

berasal dari investasi pemerintah, terutama kelanjutan pembangunan bendungan, gedung pemerintahan, sarana publik

(rumah sakit dan sarana pendidikan) serta fasilitas perhubungan (jalan, dermaga dan bandara). Di sisi swasta, terdapat

sinyalemen rencana investasi swasta melalui pembangunan pabrik es balok dan garam.

Kinerja net ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan II juga diperkirakan akan tetap melambat.

Provinsi NTT diperkirakan masih akan mengalami net impor pada triwulan II-2016, hal ini terjadi karena masih terbatasnya

produk asli daerah dan diiringi trend penurunan harga komoditas (kakao, jambu mete dan rumput laut) serta masih

tingginya kebutuhan impor bahan modal (kendaraan dan bahan bangunan) serta pangan (beras). Di sisi lain, peningkatan

pengiriman kapal ternak untuk memenuhi kebutuhan daging sapi menjelang hari raya Idul Fitri di pulau Jawa diharapkan

dapat menghambat angka net impor.

6.1.2.2 Pertumbuhan Sisi SektoralDari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-II 2016 diperkirakan mengalami perlambatan

dibandingkan triwulan-I. Perlambatan diperkirakan terjadi seiring adanya gagal tanam dan gagal panen untuk

komoditas padi di beberapa daerah NTT, seperti Kab. Manggarai, Kab. Manggarai Barat, Kab. Kupang dan Rote. Penyebab

hal tersebut diantaranya adalah curah hujan yang rendah akibat el nino dan serangan hama. Selain itu, produksi perikanan

juga diperkirakan tidak setinggi tahun sebelumnya sebagai akibat dari adanya pola migrasi dan gelombang bawah laut

yang menyebabkan tangkapan nelayan menjadi berkurang. Di sisi lain, sektor pertanian diperkirakan masih dapat tumbuh

seiring pengiriman sapi melalui kapal ternak dan usaha indusri garam yang berkembang, terutama di Kab. Sabu Raijua.

Namun, patut diwaspadai potensi terhambatnya pengiriman akibat angin kencang dan gelombang tinggi yang mulai

muncul di perairan NTT. Berdasarkan data BMKG, curah hujan dan sifat hujan untuk mayoritas daerah Provinsi NTT pada

bulan Mei 2016 berada pada kisaran rendah atau dibawah normal. Curah hujan menengah atau kondisi sifat hujan cukup

normal hanya terdapat di daerah sebagian Flores (Manggarai Barat, Manggarai dan Sikka), serta sebagian Kab. Kupang.

Namun, adanya potensi anomali cuaca juga dapat terjadi mengingat seringkalinya Kota Kupang diguyur hujan pada bulan

Mei.

80

85

90

95

100

105

110

115

ITK PROYEKSI PEND. RT RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA

GRAFIK 6.2. INDEKS TENDENSI KONSUMEN

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV III

2016II I IV

2013

90

92

94

96

98

100

102

104

106

108

110

Sumber : BPS, diolah

I I I100

110

120

130

140

150

160

170

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D.KONDISI EKONOMI INDONESIA 6 BULAN Y.A.D.

GRAFIK 6.3. SURVEI KONSUMEN

Sumber :Bank Indonesia (diolah)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 69: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

Sumber: BMKG Stakum Lasiana

Gambar 6.1. Ramalan Curah Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016

Sumber: BMKG Stakum Lasiana

Gambar 6.2. Ramalan Sifat Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016

Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan mengalami

peningkatan. Peningkatan disebabkan oleh adanya potensi penyaluran gaji ke-13 PNS, 60% anggaran dana desa ke

daerah (sekitar Rp 1,1 triliun) serta adanya upaya percepatan penyerapan anggaran oleh pemerintah dengan target

realisasi triwulan II mencapai 40% dari total anggaran.

Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan mengalami

peningkatan pada Triwulan-II. Peningkatan terutama didorong oleh adanya peningkatan pendapatan masyarakat

seiring gaji ke-13 dan pendapatan paska panen. Selain itu, adanya liburan sekolah dan menjelang hari raya Idul Fitri

diperkirakan dapat pula mendorong hasrat masyarakat untuk melakukan belanja. Hal ini terindikasi pula pada hasil Suvei

Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-Bank Indonesia yang menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan yang terlihat dari

indeks harga jual dan kegiatan usaha yang meningkat.

GRAFIK 6.4. SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA

KEGIATAN USAHAHARGA JUALTENAGA KERJA-10

-8

-6

-4

-2

0

2

4

6

8

10

I I I I I I IV2013 2014

I I I I I I IV2015

I I I I I I IV III2016

Sumber : Bank Indonesia (diolah)

Sektor konstruksi diperkirakan mengalami perlambatan di triwulan-II. Perlambatan lebih disebabkan oleh dampak

base effect tingginya pertumbuhan ekonomi sektor konstruksi pada triwulan II-2015. Pertumbuhan sektor konstruksi

pada triwulan-II diperkirakan masih ditopang oleh proyek-proyek pemerintah, termasuk proyek multiyear seperti

bendungan dan gedung pemerintahan.

Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2016 diperkirakan berada pada kisaran 4-4,5% (yoy)

sementara untuk triwulan-II 2016 inflasi berada pada kisaran 4,7-5,2% (yoy). Pendorong inflasi pada tahun 2016

diperkirakan berasal dari komoditas volatile food. Adanya potensi penurunan produksi beras seiring kekeringan dan

serangan hama pada musim tanam-I 2016 serta fluktuasi harga komoditas ikan, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang

disebabkan oleh kondisi anomali cuaca yang seringkali terjadi menjadi potensi penyebab lainnya. Potensi inflasi juga

6.2 INFLASI

Kinerja investasi diperkirakan tumbuh sedikit melambat pada triwulan-II. Pertumbuhan investasi secara tahunan

di triwulan-II diperkirakan akan sedikit melambat dibandingkan periode triwulan-I 2016. Hal ini lebih disebabkan dampak

base effect tingginya pertumbuhan investasi pada triwulan II-2015. Pertumbuhan investasi sendiri diperkirakan masih

berasal dari investasi pemerintah, terutama kelanjutan pembangunan bendungan, gedung pemerintahan, sarana publik

(rumah sakit dan sarana pendidikan) serta fasilitas perhubungan (jalan, dermaga dan bandara). Di sisi swasta, terdapat

sinyalemen rencana investasi swasta melalui pembangunan pabrik es balok dan garam.

Kinerja net ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan II juga diperkirakan akan tetap melambat.

Provinsi NTT diperkirakan masih akan mengalami net impor pada triwulan II-2016, hal ini terjadi karena masih terbatasnya

produk asli daerah dan diiringi trend penurunan harga komoditas (kakao, jambu mete dan rumput laut) serta masih

tingginya kebutuhan impor bahan modal (kendaraan dan bahan bangunan) serta pangan (beras). Di sisi lain, peningkatan

pengiriman kapal ternak untuk memenuhi kebutuhan daging sapi menjelang hari raya Idul Fitri di pulau Jawa diharapkan

dapat menghambat angka net impor.

6.1.2.2 Pertumbuhan Sisi SektoralDari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-II 2016 diperkirakan mengalami perlambatan

dibandingkan triwulan-I. Perlambatan diperkirakan terjadi seiring adanya gagal tanam dan gagal panen untuk

komoditas padi di beberapa daerah NTT, seperti Kab. Manggarai, Kab. Manggarai Barat, Kab. Kupang dan Rote. Penyebab

hal tersebut diantaranya adalah curah hujan yang rendah akibat el nino dan serangan hama. Selain itu, produksi perikanan

juga diperkirakan tidak setinggi tahun sebelumnya sebagai akibat dari adanya pola migrasi dan gelombang bawah laut

yang menyebabkan tangkapan nelayan menjadi berkurang. Di sisi lain, sektor pertanian diperkirakan masih dapat tumbuh

seiring pengiriman sapi melalui kapal ternak dan usaha indusri garam yang berkembang, terutama di Kab. Sabu Raijua.

Namun, patut diwaspadai potensi terhambatnya pengiriman akibat angin kencang dan gelombang tinggi yang mulai

muncul di perairan NTT. Berdasarkan data BMKG, curah hujan dan sifat hujan untuk mayoritas daerah Provinsi NTT pada

bulan Mei 2016 berada pada kisaran rendah atau dibawah normal. Curah hujan menengah atau kondisi sifat hujan cukup

normal hanya terdapat di daerah sebagian Flores (Manggarai Barat, Manggarai dan Sikka), serta sebagian Kab. Kupang.

Namun, adanya potensi anomali cuaca juga dapat terjadi mengingat seringkalinya Kota Kupang diguyur hujan pada bulan

Mei.

80

85

90

95

100

105

110

115

ITK PROYEKSI PEND. RT RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA

GRAFIK 6.2. INDEKS TENDENSI KONSUMEN

2014I II I I I IV

2015I II I I I IV III

2016II I IV

2013

90

92

94

96

98

100

102

104

106

108

110

Sumber : BPS, diolah

I I I100

110

120

130

140

150

160

170

INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D.KONDISI EKONOMI INDONESIA 6 BULAN Y.A.D.

GRAFIK 6.3. SURVEI KONSUMEN

Sumber :Bank Indonesia (diolah)

I I I I I I IV2013 2014

I II I I I IV2015

I II I I I IV I2016

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 2016 00

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

Page 70: Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.

4.90%

1.10%

-1%

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

9%

INFLASI NTT (%-YOY) INFLASI NTT (%-QTQ)

GRAFIK 6.6. PREDIKSI INFLASI TRIWULAN-II 2016

Sumber: BPS & BI (diolah)

2014III IV

2015I II I I I IV I

2016II

EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D. EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)

GRAFIK 6.5. HASIL SURVEI KONSUMEN

140.5

179.17

2014III IV

2015I II I I I IV I

2016II

Sumber: Survei Konsumen-Bank Indonesia

100

110

120

130

140

150

160

170

180

190

200

140.5

berasal dari momen-momen libur keagamaan dan libur sekolah yang dapat mendorong peningkatan tarif angkutan udara.

Sementara itu, potensi penahan inflasi pada tahun 2016 diperkirakan berasal dari stabilnya harga bahan bakar minyak

(BBM) seiring harga minyak dunia yang cenderung rendah.

Di sisi lain, inflasi tahunan pada triwulan II 2016 tercatat lebih rendah apabila dibandingkan triwulan-I, namun

secara triwulanan inflasi cenderung lebih tinggi. Turunnya inflasi secara tahunan (yoy) lebih disebabkan oleh dampak

base effect tingginya inflasi pada periode yang sama tahun 2015 sehingga mendorong pencapaian inflasi secara tahunan

yang tinggi di awal tahun. Apabila dilihat secara triwulanan (qtq) inflasi diprediksi tercatat cukup tinggi sebesar 0,8 - 1,1%

(qtq) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang sebesar -0,4% (qtq). Sumbangan inflasi triwulan II diperkirakan terjadi

karena dorongan konsumsi masyarakat seiring peningkatan pendapatan paska panen dan momen liburan sekolah. Selain

itu, momen idul fitri juga dapat menyebabkan harga komoditas dari daerah lain menjadi naik. Di sisi lain, penurunan

produksi beras akibat kekeringan dan serangan hama dapat menjadi faktor pendorong inflasi lainnya. Indikasi kenaikan

harga juga terlihat dari hasil survei konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan adanya ekspektasi kenaikan harga dan

penghasilan pada rentang triwulan II 2016.

Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur

Triwulan I 201600

petrus_ee
Highlight
hapus