Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan,...
Transcript of Ekonomi Makro Regional indentasinya kurang ke bawah I - 2016.pdf · ntt ntb nas Secara triwulan,...
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan-I 2016 mengalami pertumbuhan yang sedikit
melambat apabila dibandingkan triwulan-IV 2015. Namun mengalami kenaikan apabila dibandingkan
triwulan I-2015.
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT triwulan I-2016 mencapai 5,06% (yoy)
cenderung melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 5,13% (yoy), namun meningkat
cukup signifikan dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya tumbuh sebesar 4,64%
(yoy). Pertumbuhan ekonomi NTT tersebut juga tercatat lebih tinggi apabila dibandingkan nasional
yang sebesar 4,92% (yoy).
Pertumbuhan ekonomi NTT triwulan I terutama didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan dan
sektor konstruksi.
Ekonomi Makro Regional01
Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan I-2016 mencapai Rp 19,69
triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,06% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi terutama
didorong oleh PMTB/Investasi serta pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,6% (yoy). Sementara
itu, dari sisi sektoral pertumbuhan terutama ditopang oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib serta Sektor Konstruksi. Peningkatan pada sektor Administrasi pemerintahan diperkirakan didorong oleh
realisasi belanja pemerintah (pegawai, barang dan jasa, hibah serta bantuan keuangan) yang meningkat cukup tinggi
dibandingkan dengan adanya larangan rapat di hotel pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara
pertumbuhan sektor konstruksi didorong oleh adanya proyek multiyear (bendungan, sarana publik dan gedung
pemerintahan), investasi swasta maupun penyelesaian proyek pemerintah yang diperpanjang 50 – 90 hari.
Di sisi lain secara triwulanan (qtq) pertumbuhan ekonomi NTT mengalami penurunan sebesar -4,88% (qtq). Dari sisi
penggunaan, seluruh komponen (konsumsi, investasi dan ekspor-impor) mengalami penurunan, sementara secara
sektoral hanya sektor pertanian serta sektor pengadaan listrik dan gas yang mengalami pertumbuhan. Hal ini merupakan
siklus tahunan yang selalu terjadi di NTT, dimana pertumbuhan akan tumbuh tinggi di akhir tahun seiring realisasi belanja
dan kegiatan belanja pemerintah serta momen keagamaan dan liburan sekolah yang mendorong peningkatan konsumsi
masyarakat secara umum.
Apabila dibandingkan dengan nasional, pertumbuhan ekonomi NTT triwulan-I sebesar 5,06% (yoy) masih
lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 4,92% (yoy). Rendahnya pertumbuhan ekonomi secara nasional
terutama disebabkan oleh pertumbuhan konsumsi pemerintah dan investasi yang masih terbatas, harga komoditas dunia
yang masih tergolong rendah serta adanya pergeseran masa panen. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi NTT masih lebih
rendah apabila dibandingkan Provinsi NTB yang sebesar 9,97% (yoy) dan Provinsi Bali sebesar 6,04% (yoy). Pertumbuhan
ekonomi NTB secara tahunan masih didorong oleh komoditas tambang seiring produksi PT. Newmont Nusa Tenggara
(NNT) sementara perekonomian bali ditopang oleh positifnya pertumbuhan sektor akomodasi dan makan minum serta
sektor pedagangan besar seiring adanya perayaan libur imlek yang mendorong peningkatan kunjungan Wisatawan asal
Tiongkok serta perayaan keagamaan seperti paskah, nyepi dan galungan.
1.1 KONDISI UMUM
Sumber:BPS (diolah)
GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL
20.3
7
19.6
9
5.06
4.92
4
4.5
5
5.5
6
6.5
10
12
14
16
18
20
22 TRILIUN RP
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)
Sumber : BPS (diolah)
GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL
46.26
BALI
-0.34
-4.88
2.24
-1.46
4.92 5.06
9.97
6.04
NAS NTT NTB BALI NAS NTT NTB BALI
QTQ YOY
PDRB ADHB(TRILIUN)
19.69 27.11 2947.6
NTT NTB NAS
Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.
Pertumbuhan ekonomi triwulanan Provinsi NTT mengalami penurunan sebesar -4,88% (qtq) pada triwulan I 2016. Kondisi
penurunan juga terjadi pada Provinsi Bali sebesar -1,48% (qtq) dan Nasional sebesar -0,34% (qtq) yang secara umum
disebabkan oleh perlambatan realisasi belanja dan proyek-proyek pemerintah di awal tahun. Sementara itu, provinsi NTB
mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 2,24% (qtq) yang terutama didorong oleh peningkatan produksi tambang
dan mulai adanya panen padi di beberapa daerah.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Nilai Nominal Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi NTT pada triwulan I-2016 mencapai Rp 19,69
triliun dengan pertumbuhan tahunan sebesar 5,06% (yoy). Dari sisi penggunaan, pertumbuhan ekonomi terutama
didorong oleh PMTB/Investasi serta pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang tumbuh sebesar 5,6% (yoy). Sementara
itu, dari sisi sektoral pertumbuhan terutama ditopang oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib serta Sektor Konstruksi. Peningkatan pada sektor Administrasi pemerintahan diperkirakan didorong oleh
realisasi belanja pemerintah (pegawai, barang dan jasa, hibah serta bantuan keuangan) yang meningkat cukup tinggi
dibandingkan dengan adanya larangan rapat di hotel pada periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara
pertumbuhan sektor konstruksi didorong oleh adanya proyek multiyear (bendungan, sarana publik dan gedung
pemerintahan), investasi swasta maupun penyelesaian proyek pemerintah yang diperpanjang 50 – 90 hari.
Di sisi lain secara triwulanan (qtq) pertumbuhan ekonomi NTT mengalami penurunan sebesar -4,88% (qtq). Dari sisi
penggunaan, seluruh komponen (konsumsi, investasi dan ekspor-impor) mengalami penurunan, sementara secara
sektoral hanya sektor pertanian serta sektor pengadaan listrik dan gas yang mengalami pertumbuhan. Hal ini merupakan
siklus tahunan yang selalu terjadi di NTT, dimana pertumbuhan akan tumbuh tinggi di akhir tahun seiring realisasi belanja
dan kegiatan belanja pemerintah serta momen keagamaan dan liburan sekolah yang mendorong peningkatan konsumsi
masyarakat secara umum.
Apabila dibandingkan dengan nasional, pertumbuhan ekonomi NTT triwulan-I sebesar 5,06% (yoy) masih
lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 4,92% (yoy). Rendahnya pertumbuhan ekonomi secara nasional
terutama disebabkan oleh pertumbuhan konsumsi pemerintah dan investasi yang masih terbatas, harga komoditas dunia
yang masih tergolong rendah serta adanya pergeseran masa panen. Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi NTT masih lebih
rendah apabila dibandingkan Provinsi NTB yang sebesar 9,97% (yoy) dan Provinsi Bali sebesar 6,04% (yoy). Pertumbuhan
ekonomi NTB secara tahunan masih didorong oleh komoditas tambang seiring produksi PT. Newmont Nusa Tenggara
(NNT) sementara perekonomian bali ditopang oleh positifnya pertumbuhan sektor akomodasi dan makan minum serta
sektor pedagangan besar seiring adanya perayaan libur imlek yang mendorong peningkatan kunjungan Wisatawan asal
Tiongkok serta perayaan keagamaan seperti paskah, nyepi dan galungan.
1.1 KONDISI UMUM
Sumber:BPS (diolah)
GRAFIK 1.1. PDRB (ADHB) DAN PERTUMBUHAN PDRB TAHUNAN PROVINSI NTT DIBANDING NASIONAL
20.3
7
19.6
9
5.06
4.92
4
4.5
5
5.5
6
6.5
10
12
14
16
18
20
22 TRILIUN RP
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
PDRB NTT (TRILIUN RP) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)
Sumber : BPS (diolah)
GRAFIK 1.2. PDRB DAN PERTUMBUHAN PDRB PROVINSI NTT, BALI, NTB DAN NASIONAL
46.26
BALI
-0.34
-4.88
2.24
-1.46
4.92 5.06
9.97
6.04
NAS NTT NTB BALI NAS NTT NTB BALI
QTQ YOY
PDRB ADHB(TRILIUN)
19.69 27.11 2947.6
NTT NTB NAS
Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT cenderung berada di bawah Prov NTB dan Prov Bali.
Pertumbuhan ekonomi triwulanan Provinsi NTT mengalami penurunan sebesar -4,88% (qtq) pada triwulan I 2016. Kondisi
penurunan juga terjadi pada Provinsi Bali sebesar -1,48% (qtq) dan Nasional sebesar -0,34% (qtq) yang secara umum
disebabkan oleh perlambatan realisasi belanja dan proyek-proyek pemerintah di awal tahun. Sementara itu, provinsi NTB
mengalami pertumbuhan triwulanan sebesar 2,24% (qtq) yang terutama didorong oleh peningkatan produksi tambang
dan mulai adanya panen padi di beberapa daerah.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA
GRAFIK 1.5. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA
KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (QTQ) GROWTH (YOY)
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I II I I I IV2012
Sumber:PT. PLN INDONESIA
GRAFIK 1.4. INDEKS TENDENSI KONSUMEN
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
80
85
90
95
100
105
110
115
ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK
Sumber:BPS (diolah)
GRAFIK 1.7. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I II I I I IV2012
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
0%
5%
10%
15%
20%
25%TRILIUN
0
2
4
6
8
10
12
14
KONSUMSI KONSUMSI (YOY) KONSUMSI (QTQ)
80
90
100
110
120
130
140
150
160
INDEK KONDISI EKONOMI SAAT INIKETEPATAN WAKTU SAAT INI UNTUK MELAKUKAN PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMAPENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALUKETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA SAAT INI (DIBANDING 6 BL LALU)
GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber:Survei Konsumen Bank Indonesia
Perlambatan secara triwulanan juga ditunjukkan dari angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menurun.
Penurunan ITK juga ditunjukkan dengan komponen pendapatan rumah tangga yang menurun. Hal ini mengindikasikan
bahwa pendapatan rumah tangga masyarakat di triwulan I 2016 cenderung melambat apabila dibandingkan triwulan IV
2015. Perlambatan juga terlihat dari konsumsi listrik yang sedikit menurun secara triwulanan sebesar -0,02% (qtq)
walaupun apabila dilihat secara tahunan terjadi pertumbuhan sebesar 10,67%(yoy). Perlambatan secara triwulanan juga
terlihat dari Survei Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan penurunan indikator kegiatan usaha, harga jual dan tenaga
kerja. Sementara itu indikator penyaluran kredit konsumsi pada triwulan I mencapai Rp 12,61 triliun atau tumbuh sebesar
2,5% (qtq) melambat dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 4,1% (qtq) dan secara tahunan tumbuh sebesar 16,7%
(yoy).
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN
Pada triwulan I 2016 pertumbuhan investasi/PMTB menjadi pendorong utama yang juga ditopang konsumsi rumah
tangga dan konsumsi pemerintah yang tumbuh positif dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Pertumbuhan
investasi/PMTB tercatat sebesar 9,3% (yoy) atau meningkat Rp 1,34 triliun dibandingkan tw-I 2015. Peningkatan terutama
terjadi dari pembangunan proyek-proyek multiyears dan didorong pula adanya dispensasi selama 50 dan 90 hari untuk
keterlambatan penyelesaian proyek pada tahun 2015 serta Proyek-proyek swasta seperti hotel, restoran, sarana kelistrikan
dan komunikasi. Dari sisi konsumsi rumah tangga, terjadi pertumbuhan sebesar 5,6% (yoy) yang diperkirakan ditunjang
oleh konsumsi masyarakat seiring perayaan paskah. Di sisi lain, net impor antar daerah yang tumbuh sebesar 8,55% (yoy)
masih menjadi salah satu penghambat dalam mendorong perekonomian NTT tumbuh lebih tinggi.
Secara triwulanan, seluruh komponen pada sisi penggunaan mengalami penurunan dan mendorong kinerja
ekonomi menurun sebesar -4,88% (qtq). Penurunan tertinggi terjadi pada komponen konsumsi pemerintah yang
turun hingga -60,29% (qtq) pada triwulan-I 2016 seiring melambatnya kegiatan pemerintah di awal tahun dan tingginya
realisasi anggaran di akhir tahun 2015. Penurunan juga terjadi pada komponen PMTB/Investasi yang didorong oleh
perlambatan kegiatan proyek-proyek swasta dan pemerintah serta konsumsi rumah tangga seiring telah lewatnya akhir
tahun anggaran.
URAIAN2014
2016qtqBobot yoy
56.027.892
2.539.408
23.705.393
32.505.797
967.562
1.608.842
261.549
(40.660.869)
76.432.477
14.712.817
583.485
3.151.219
8.187.777
23.514
305.214
47.777
(7.223.156)
19.693.094
12.967.693
536.536
2.805.822
6.850.598
48.347
362.988
38.655
(6.062.539)
18.055.203
15.532.810
727.600
8.049.633
9.043.274
352.370
359.881
72.579
(13.621.813)
20.371.177
74,7
3,0
16,0
41,6
0,1
1,5
0,2
-36,7
100,0
-4,25
-21,07
-60,59
-14,03
-93,55
-15,21
-33,88
-42,41
-4,88
5,60
3,92
5,44
9,33
-56,72
-21,09
27,52
8,55
5,06
50.952.750
2.323.762
20.592.320
26.693.029
1.024.332
1.382.328
527.152
(33.842.869)
68.598.500 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA
PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT
PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
PERUBAHAN INVENTORI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
2015
YOY
I
2015
IVI
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan I-2016
1.2.1 Konsumsi
Secara umum, pengeluaran konsumsi pada triwulan I menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,52% (yoy)
cenderung melambat apabila dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 11,17% (yoy). Perlambatan terutama
terjadi pada komponen konsumsi pemerintah. Sementara itu, pertumbuhan PMTB/Investasi dan konsumsi rumah tangga
cenderung meningkat yang diperkirakan terjadi sebagai dampak base effect rendahnya pencapaian PDRB NTT pada
triwulan-I 2015.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan-I juga menunjukkan pertumbuhan positif secara tahunan sebesar
5,60% (yoy) walaupun secara triwulanan cenderung mengalami penurunan sebesar -4,25% (qtq). Apabila
dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV-2015 yang sebesar 4,77% (yoy) pertumbuhan sisi konsumsi rumah
tangga sebesar 5,60% (yoy) ditahun 2016 cenderung lebih tinggi. Hal ini lebih disebabkan pula oleh rendahnya PDRB NTT
pada triwulan-I 2015 yang mendorong pertumbuhan triwulan-I 2016 lebih meningkat . Peningkatan secara tahunan
diperkirakan terjadi karena adanya konsumsi masyarakat seiring perayaan paskah. Di sisi lain, secara triwulanan (qtq)
terjadi perlambatan sebesar -4,25% (qtq) yang terutama terjadi akibat perlambatan konsumsi masyarakat paska natal dan
tahun baru. Perlambatan terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen – Bank Indonesia yang menunjukkan adanya
penurunan indeks kondisi ekonomi saat ini, penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan, ketepatan pembelian barang tahan
lama dan ketersediaan lapangan kerja saat ini dibandingkan 6 bulan yang lalu.
Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 3,92% (yoy) melambat
dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 20,92% (yoy). Perlambatan terjadi seiring telah lewatnya masa Pilkada
serentak 9 Kabupaten/Kota di Provinsi NTT pada tahun 2015.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
GRAFIK 1.6. INDEKS KEGIATAN DUNIA USAHA
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA
GRAFIK 1.5. PERKEMBANGAN KONSUMSI LISTRIK RUMAH TANGGA
KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (QTQ) GROWTH (YOY)
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I II I I I IV2012
Sumber:PT. PLN INDONESIA
GRAFIK 1.4. INDEKS TENDENSI KONSUMEN
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
80
85
90
95
100
105
110
115
ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK
Sumber:BPS (diolah)
GRAFIK 1.7. PENYALURAN KREDIT KONSUMSI
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I II I I I IV2012
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
0%
5%
10%
15%
20%
25%TRILIUN
0
2
4
6
8
10
12
14
KONSUMSI KONSUMSI (YOY) KONSUMSI (QTQ)
80
90
100
110
120
130
140
150
160
INDEK KONDISI EKONOMI SAAT INIKETEPATAN WAKTU SAAT INI UNTUK MELAKUKAN PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMAPENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALUKETERSEDIAAN LAPANGAN KERJA SAAT INI (DIBANDING 6 BL LALU)
GRAFIK 1.3. SURVEI KONSUMEN
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber:Survei Konsumen Bank Indonesia
Perlambatan secara triwulanan juga ditunjukkan dari angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menurun.
Penurunan ITK juga ditunjukkan dengan komponen pendapatan rumah tangga yang menurun. Hal ini mengindikasikan
bahwa pendapatan rumah tangga masyarakat di triwulan I 2016 cenderung melambat apabila dibandingkan triwulan IV
2015. Perlambatan juga terlihat dari konsumsi listrik yang sedikit menurun secara triwulanan sebesar -0,02% (qtq)
walaupun apabila dilihat secara tahunan terjadi pertumbuhan sebesar 10,67%(yoy). Perlambatan secara triwulanan juga
terlihat dari Survei Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan penurunan indikator kegiatan usaha, harga jual dan tenaga
kerja. Sementara itu indikator penyaluran kredit konsumsi pada triwulan I mencapai Rp 12,61 triliun atau tumbuh sebesar
2,5% (qtq) melambat dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 4,1% (qtq) dan secara tahunan tumbuh sebesar 16,7%
(yoy).
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN
Pada triwulan I 2016 pertumbuhan investasi/PMTB menjadi pendorong utama yang juga ditopang konsumsi rumah
tangga dan konsumsi pemerintah yang tumbuh positif dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Pertumbuhan
investasi/PMTB tercatat sebesar 9,3% (yoy) atau meningkat Rp 1,34 triliun dibandingkan tw-I 2015. Peningkatan terutama
terjadi dari pembangunan proyek-proyek multiyears dan didorong pula adanya dispensasi selama 50 dan 90 hari untuk
keterlambatan penyelesaian proyek pada tahun 2015 serta Proyek-proyek swasta seperti hotel, restoran, sarana kelistrikan
dan komunikasi. Dari sisi konsumsi rumah tangga, terjadi pertumbuhan sebesar 5,6% (yoy) yang diperkirakan ditunjang
oleh konsumsi masyarakat seiring perayaan paskah. Di sisi lain, net impor antar daerah yang tumbuh sebesar 8,55% (yoy)
masih menjadi salah satu penghambat dalam mendorong perekonomian NTT tumbuh lebih tinggi.
Secara triwulanan, seluruh komponen pada sisi penggunaan mengalami penurunan dan mendorong kinerja
ekonomi menurun sebesar -4,88% (qtq). Penurunan tertinggi terjadi pada komponen konsumsi pemerintah yang
turun hingga -60,29% (qtq) pada triwulan-I 2016 seiring melambatnya kegiatan pemerintah di awal tahun dan tingginya
realisasi anggaran di akhir tahun 2015. Penurunan juga terjadi pada komponen PMTB/Investasi yang didorong oleh
perlambatan kegiatan proyek-proyek swasta dan pemerintah serta konsumsi rumah tangga seiring telah lewatnya akhir
tahun anggaran.
URAIAN2014
2016qtqBobot yoy
56.027.892
2.539.408
23.705.393
32.505.797
967.562
1.608.842
261.549
(40.660.869)
76.432.477
14.712.817
583.485
3.151.219
8.187.777
23.514
305.214
47.777
(7.223.156)
19.693.094
12.967.693
536.536
2.805.822
6.850.598
48.347
362.988
38.655
(6.062.539)
18.055.203
15.532.810
727.600
8.049.633
9.043.274
352.370
359.881
72.579
(13.621.813)
20.371.177
74,7
3,0
16,0
41,6
0,1
1,5
0,2
-36,7
100,0
-4,25
-21,07
-60,59
-14,03
-93,55
-15,21
-33,88
-42,41
-4,88
5,60
3,92
5,44
9,33
-56,72
-21,09
27,52
8,55
5,06
50.952.750
2.323.762
20.592.320
26.693.029
1.024.332
1.382.328
527.152
(33.842.869)
68.598.500 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA
PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT
PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
PERUBAHAN INVENTORI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
2015
YOY
I
2015
IVI
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan I-2016
1.2.1 Konsumsi
Secara umum, pengeluaran konsumsi pada triwulan I menunjukkan pertumbuhan sebesar 5,52% (yoy)
cenderung melambat apabila dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 11,17% (yoy). Perlambatan terutama
terjadi pada komponen konsumsi pemerintah. Sementara itu, pertumbuhan PMTB/Investasi dan konsumsi rumah tangga
cenderung meningkat yang diperkirakan terjadi sebagai dampak base effect rendahnya pencapaian PDRB NTT pada
triwulan-I 2015.
Konsumsi rumah tangga pada triwulan-I juga menunjukkan pertumbuhan positif secara tahunan sebesar
5,60% (yoy) walaupun secara triwulanan cenderung mengalami penurunan sebesar -4,25% (qtq). Apabila
dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan IV-2015 yang sebesar 4,77% (yoy) pertumbuhan sisi konsumsi rumah
tangga sebesar 5,60% (yoy) ditahun 2016 cenderung lebih tinggi. Hal ini lebih disebabkan pula oleh rendahnya PDRB NTT
pada triwulan-I 2015 yang mendorong pertumbuhan triwulan-I 2016 lebih meningkat . Peningkatan secara tahunan
diperkirakan terjadi karena adanya konsumsi masyarakat seiring perayaan paskah. Di sisi lain, secara triwulanan (qtq)
terjadi perlambatan sebesar -4,25% (qtq) yang terutama terjadi akibat perlambatan konsumsi masyarakat paska natal dan
tahun baru. Perlambatan terkonfirmasi dari hasil Survei Konsumen – Bank Indonesia yang menunjukkan adanya
penurunan indeks kondisi ekonomi saat ini, penghasilan saat ini dibandingkan 6 bulan, ketepatan pembelian barang tahan
lama dan ketersediaan lapangan kerja saat ini dibandingkan 6 bulan yang lalu.
Komponen Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) tumbuh 3,92% (yoy) melambat
dibandingkan triwulan IV 2015 yang sebesar 20,92% (yoy). Perlambatan terjadi seiring telah lewatnya masa Pilkada
serentak 9 Kabupaten/Kota di Provinsi NTT pada tahun 2015.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
1.2.3 Ekspor – Impor
1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah Pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan I-2016 mencapai 8,55% (yoy) yang terindikasi pula pada
aktivitas bongkar muat di pelabuhan. Di Di sisi lain, secara triwulanan net impor mengalami perlambatan penurunan
sebesar -42,41% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini juga terkonfirmasi dari peningkatan kegiatan peti
kemas yang mencapai 25.192 teus atau tumbuh sebesar 32,5% (yoy) walaupun secara triwulanan turun sebesar -6,7%
(qtq). Alur pertumbuhan secara tahunan dan perlambatan secara triwulanan juga searah dengan kondisi konsumsi dan
investasi yang meningkat secara tahunan namun menurun secara triwulanan seiring dampak musiman penurunan
kegiatan proyek pemerintah dan konsumsi di awal tahun. Sementara itu, aktivitas bongkar muat menunjukkan
pertumbuhan net bongkar (net impor) yang mencapai 97,8% (yoy). Terbatasnya industri dan tingginya kebutuhan sumber
daya pangan di NTT masih menjadi penyebab ketergantungan NTT dengan daerah lain.
GRAFIK 1.13. AKTIVITAS BONGKAR MUAT
Sumber : Pelindo III, diolah
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
-80,000
-60,000
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
80,000 TON
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)
GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN PETI KEMAS
Sumber : Pelindo III, diolah
-40%-30%-20%-10%0%10%20%30%40%50%60%70%
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000 TEUS
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
TEUS PERTUMBUHAN (% YOY) PERTUMBUHAN (% QTQ)
GRAFIK 1.11. PERKEMBANGAN KREDIT MODAL KERJA DAN KREDIT INVESTASI
Sumber : Bank Indonesia, diolah
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
0
1
2
3
4
5
6
7 TRILIUN
MODAL KERJA INVESTASI INVESTASI (YOY) MODAL KERJA (YOY)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500 %MILIAR
NILAI (RP MILIAR) PERT (%YOY)
GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN KLIRING
Sumber : Bank Indonesia, diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
Komponen Konsumsi Pemerintah pada triwulan I-2016 tumbuh sebesar 5,44% (yoy) meningkat dibandingkan
triwulan I-2015 sebesar 3,97% (yoy). Peningkatan konsumsi pemerintah terlihat dari data realisasi konsumsi
pemerintah (Pusat, Kabupaten/Kota, Provinsi) di NTT yang mengalami kenaikan sebesar 17,81% dari Rp 2,42 triliun (Tw-I
2015) menjadi Rp 2,85 triliun (Tw-I 2016). Peningkatan didorong oleh belanja konsumsi pegawai sebagai komponen
utama yang tumbuh cukup tinggi sebesar 11,98%. Adanya upaya percepatan realisasi anggaran melalui penetapan target
realisasi nasional sebesar minimal 90% di akhir tahun dan pengiriman surat edaran dari Sekretaris Daerah kepada instansi
terkait diperkirakan turut menjadi pendorong kenaikan realisasi secara tahunan.
Sementara itu, secara triwulanan konsumsi pemerintah cenderung turun sebesar -60,59% (qtq). Hal tersebut lebih
disebabkan oleh adanya penumpukan realisasi anggaran di tahun 2015. Adanya masalah numenklatur, penerapan e-
catalogue dan peraturan baru penganggaran menyebabkan realisasi 2015 cenderung sedikit lebih lambat dan menumpuk
di akhir tahun 2015.
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi
Pertumbuhan investasi/PMTB di NTT pada triwulan I-2016 mengalami pertumbuhan sebesar 9,33% (yoy).
Pertumbuhan diperkirakan turut dipengaruhi oleh adanya proyek mutiyears pemerintah, seperti bendungan raknamo,
bendungan rotiklot, gedung Pemerintahan dan sarana publik lainnya. Hal ini terlihat dari realisasi belanja modal
pemerintah di Provinsi NTT hingga akhir Maret 2016 yang mengalami kenaikan sebesar 140,48% (yoy) dibandingkan
triwulan I-2015 atau dari Rp 100,34 miliar (tw-I 2015) menjadi Rp 241,29 miliar (tw I-2016). Peningkatan juga diperkirakan
berasal dari investasi swasta melalui pembangunan jaringan listrik, sarana komunikasi, serta restoran dan hotel. .
Data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen menunjukkan adanya indikasi peningkatan investasi di
NTT. Berdasarkan data BKPM, pada triwulan-I 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar US$ 24,77
juta atau meningkat 79,5% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Dari indikator penjualan semen, terlihat
pula peningkatan penjualan semen secara tahunan sebesar 37,9% (yoy) yang mengindikasikan adanya peningkatan
kegiatan proyek pada triwulan-I 2016 dibandingkan periode yang sama tahun 2015.
GRAFIK 1.9. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
-
50
100
150
200
250
300
RIBU TON QTQYOYPROYEK PMA (JUTA US$) PROYEK PMDN (MILIAR RP) PMA (%YOY) PMDN (%YOY)
GRAFIK 1.8. REALISASI INVESTASI MODAL ASING & PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI
Sumber : BKPM, diolah
-400%
-200%
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
1400%
0
20
40
60
80
100
120 1,29 T
24,831,4
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
20162013I II I I I IV
Dari data sistem pembayaran non tunai terlihat adanya pertumbuhan perputaran uang. Data kliring
menunjukkan adanya perputaran uang mencapai Rp 3,1 triliun pada triwulan I 2016 atau meningkat 170% (yoy)
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit modal
kerja masih tumbuh sebesar 10,4% (yoy) walaupun untuk kredit investasi terjadi penurunan sebesar -0,05% (yoy).
Penurunan kredit investasi mengkonfirmasi bahwa dorongan PMTB/Investasi terutama berasal dari investasi pemerintah
maupun swasta dari luar NTT.
1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan I 2016 cenderung mengalami penurunan secara
tahunan maupun triwulanan. Penurunan net ekspor secara tahunan mencapai -26,3% (yoy) dan secara
triwulan mencapai -10,5% (qtq). Berdasarkan data ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan-I 2016
Provinsi NTT cenderung mengalami net impor sebesar US$ 2,7 juta. Impor terbesar NTT terutama beras yang
berasal dari Thailand. Sementara itu ekspor NTT terutama semen dan kendaraan serta suku cadangnya ke
negara Timor Leste.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
1.2.3 Ekspor – Impor
1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah Pertumbuhan net impor antar daerah pada triwulan I-2016 mencapai 8,55% (yoy) yang terindikasi pula pada
aktivitas bongkar muat di pelabuhan. Di Di sisi lain, secara triwulanan net impor mengalami perlambatan penurunan
sebesar -42,41% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini juga terkonfirmasi dari peningkatan kegiatan peti
kemas yang mencapai 25.192 teus atau tumbuh sebesar 32,5% (yoy) walaupun secara triwulanan turun sebesar -6,7%
(qtq). Alur pertumbuhan secara tahunan dan perlambatan secara triwulanan juga searah dengan kondisi konsumsi dan
investasi yang meningkat secara tahunan namun menurun secara triwulanan seiring dampak musiman penurunan
kegiatan proyek pemerintah dan konsumsi di awal tahun. Sementara itu, aktivitas bongkar muat menunjukkan
pertumbuhan net bongkar (net impor) yang mencapai 97,8% (yoy). Terbatasnya industri dan tingginya kebutuhan sumber
daya pangan di NTT masih menjadi penyebab ketergantungan NTT dengan daerah lain.
GRAFIK 1.13. AKTIVITAS BONGKAR MUAT
Sumber : Pelindo III, diolah
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
-80,000
-60,000
-40,000
-20,000
0
20,000
40,000
60,000
80,000 TON
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)
GRAFIK 1.12. PERKEMBANGAN PETI KEMAS
Sumber : Pelindo III, diolah
-40%-30%-20%-10%0%10%20%30%40%50%60%70%
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000 TEUS
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
TEUS PERTUMBUHAN (% YOY) PERTUMBUHAN (% QTQ)
GRAFIK 1.11. PERKEMBANGAN KREDIT MODAL KERJA DAN KREDIT INVESTASI
Sumber : Bank Indonesia, diolah
-10.0%
0.0%
10.0%
20.0%
30.0%
40.0%
50.0%
60.0%
0
1
2
3
4
5
6
7 TRILIUN
MODAL KERJA INVESTASI INVESTASI (YOY) MODAL KERJA (YOY)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500 %MILIAR
NILAI (RP MILIAR) PERT (%YOY)
GRAFIK 1.10. PERKEMBANGAN KLIRING
Sumber : Bank Indonesia, diolah
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
Komponen Konsumsi Pemerintah pada triwulan I-2016 tumbuh sebesar 5,44% (yoy) meningkat dibandingkan
triwulan I-2015 sebesar 3,97% (yoy). Peningkatan konsumsi pemerintah terlihat dari data realisasi konsumsi
pemerintah (Pusat, Kabupaten/Kota, Provinsi) di NTT yang mengalami kenaikan sebesar 17,81% dari Rp 2,42 triliun (Tw-I
2015) menjadi Rp 2,85 triliun (Tw-I 2016). Peningkatan didorong oleh belanja konsumsi pegawai sebagai komponen
utama yang tumbuh cukup tinggi sebesar 11,98%. Adanya upaya percepatan realisasi anggaran melalui penetapan target
realisasi nasional sebesar minimal 90% di akhir tahun dan pengiriman surat edaran dari Sekretaris Daerah kepada instansi
terkait diperkirakan turut menjadi pendorong kenaikan realisasi secara tahunan.
Sementara itu, secara triwulanan konsumsi pemerintah cenderung turun sebesar -60,59% (qtq). Hal tersebut lebih
disebabkan oleh adanya penumpukan realisasi anggaran di tahun 2015. Adanya masalah numenklatur, penerapan e-
catalogue dan peraturan baru penganggaran menyebabkan realisasi 2015 cenderung sedikit lebih lambat dan menumpuk
di akhir tahun 2015.
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi
Pertumbuhan investasi/PMTB di NTT pada triwulan I-2016 mengalami pertumbuhan sebesar 9,33% (yoy).
Pertumbuhan diperkirakan turut dipengaruhi oleh adanya proyek mutiyears pemerintah, seperti bendungan raknamo,
bendungan rotiklot, gedung Pemerintahan dan sarana publik lainnya. Hal ini terlihat dari realisasi belanja modal
pemerintah di Provinsi NTT hingga akhir Maret 2016 yang mengalami kenaikan sebesar 140,48% (yoy) dibandingkan
triwulan I-2015 atau dari Rp 100,34 miliar (tw-I 2015) menjadi Rp 241,29 miliar (tw I-2016). Peningkatan juga diperkirakan
berasal dari investasi swasta melalui pembangunan jaringan listrik, sarana komunikasi, serta restoran dan hotel. .
Data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen menunjukkan adanya indikasi peningkatan investasi di
NTT. Berdasarkan data BKPM, pada triwulan-I 2016 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar US$ 24,77
juta atau meningkat 79,5% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2015. Dari indikator penjualan semen, terlihat
pula peningkatan penjualan semen secara tahunan sebesar 37,9% (yoy) yang mengindikasikan adanya peningkatan
kegiatan proyek pada triwulan-I 2016 dibandingkan periode yang sama tahun 2015.
GRAFIK 1.9. REALISASI KONSUMSI SEMEN PROVINSI NTT
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
-
50
100
150
200
250
300
RIBU TON QTQYOYPROYEK PMA (JUTA US$) PROYEK PMDN (MILIAR RP) PMA (%YOY) PMDN (%YOY)
GRAFIK 1.8. REALISASI INVESTASI MODAL ASING & PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI
Sumber : BKPM, diolah
-400%
-200%
0%
200%
400%
600%
800%
1000%
1200%
1400%
0
20
40
60
80
100
120 1,29 T
24,831,4
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
20162013I II I I I IV
Dari data sistem pembayaran non tunai terlihat adanya pertumbuhan perputaran uang. Data kliring
menunjukkan adanya perputaran uang mencapai Rp 3,1 triliun pada triwulan I 2016 atau meningkat 170% (yoy)
dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit modal
kerja masih tumbuh sebesar 10,4% (yoy) walaupun untuk kredit investasi terjadi penurunan sebesar -0,05% (yoy).
Penurunan kredit investasi mengkonfirmasi bahwa dorongan PMTB/Investasi terutama berasal dari investasi pemerintah
maupun swasta dari luar NTT.
1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri Aktivitas ekspor luar negeri NTT pada triwulan I 2016 cenderung mengalami penurunan secara
tahunan maupun triwulanan. Penurunan net ekspor secara tahunan mencapai -26,3% (yoy) dan secara
triwulan mencapai -10,5% (qtq). Berdasarkan data ekspor-impor Bank Indonesia, pada triwulan-I 2016
Provinsi NTT cenderung mengalami net impor sebesar US$ 2,7 juta. Impor terbesar NTT terutama beras yang
berasal dari Thailand. Sementara itu ekspor NTT terutama semen dan kendaraan serta suku cadangnya ke
negara Timor Leste.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2016 didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan dan
sektor Konstruksi. Peningkatan sektor administrasi pemerintah diperkirakan terjadi seiring percepatan upaya
penyerapan anggaran oleh pemerintah. Sementara itu, peningkatan sektor konstruksi diperkirakan didorong oleh adanya
proyek-proyek multiyear pemerintah dan pengerjaan lanjutan kegiatan proyek yang belum selesai di tahun 2015. Secara
triwulanan, dari 17 sektor dalam komponen PDRB hanya sektor Pertanian serta sektor pengadaan listrik dan gas yang
memiliki pertumbuhan positi. Sektor pertanian diperkirakan turut dipengaruhi oleh adanya pengiriman sapi melalui kapal
ternak, sementara sektor pengadaan listrik terbantu oleh penambahan kapasitas jaringan melalui mesin sewa dan
pembangunan Pembangkit Listrik Mikro Hidro.
Tabel 1.2. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2016
URAIAN
22.665.673
1.307.566
940.862
40.001
47.150
7.908.227
8.273.959
3.975.985
487.091
5.477.449
2.995.475
2.054.341
235.528
9.399.572
7.367.666
1.616.418
1.639.515
76.432.477
5.836.477
314.905
239.111
12.616
11.405
2.048.240
2.098.437
1.056.322
121.583
1.383.555
781.762
514.861
59.801
2.469.479
1.897.221
425.545
421.774
19.693.094
5.364.288
273.773
215.685
9.001
11.004
1.712.765
1.883.337
904.222
105.664
1.276.364
711.720
464.335
54.403
2.091.003
1.645.854
359.872
387.499
17.470.789
5.545.220
358.925
259.276
12.466
12.305
2.243.992
2.219.097
1.101.475
137.030
1.462.281
799.178
550.863
62.344
2.653.426
2.079.834
444.901
428.566
20.371.177
29,6
1,6
1,2
0,1
0,1
10,4
10,7
5,4
0,6
7,0
4,0
2,6
0,3
12,5
9,6
2,2
2,1
100
2,60
-13,60
-8,86
0,12
-8,07
-9,43
-7,25
-5,48
-12,91
-5,31
-2,88
-8,55
-5,73
-8,87
-8,79
-5,07
-2,72
-4,88
1,81
7,03
4,98
12,29
0,47
8,69
4,14
8,55
6,75
7,28
5,17
2,85
2,66
7,42
5,01
9,05
3,34
5,06
20.447.428
1.070.349
843.708
31.840
45.529
7.095.979
7.296.703
3.566.950
422.443
5.134.426
2.698.906
1.860.878
210.879
8.392.732
6.568.193
1.414.584
1.496.973
68.598.500
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
2014
2016
2015
YOY
I
2015
IVIqtqBobot yoy
GRAFIK 1.15. NEGARA TUJUAN EKSPOR
Sumber : Pelindo III, diolah
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 JUTA USD
USA THAILAND JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR
Sumber : Pelindo III, diolah
-7
-5
-3
-1
1
3
5
7
9
11
13 JUTA USD
EKSPOR IMPOR NET EKSPOR
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Secara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian mengalami perlambatan apabila dibandingkan triwulan IV-
2015 maupun triwulan I-2015. Secara tahunan pertumbuhan sektor pertanian hanya sebesar 1,81% (yoy) atau
melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 2,59% (yoy) dan triwulan I-2015 yang sebesar 3,10% (yoy).
Perlambatan diperkirakan dipengaruhi oleh dampak penurunan harga beberapa komoditas seperti jambu mete, kakao
dan rumput laut di tingkat global. Terjadinya penurunan produksi komoditas seperti kakao dan padi akibat serangan hama
dan pohon yang sudah menua dan adanya pergeseran kembali musim panen menjadi permasalahan lain yang mendorong
perlambatan. Namun demikian, perlambatan produksi pertanian tersebut dapat tertahan oleh adanya peningkatan
produksi beberapa komoditas seperti garam di Sabu Raijua dan pengiriman sapi melalui kapal ternak.
Sementara itu, secara triwulanan sektor pertanian justru mengalami peningkatan sebesar 2,6% (yoy).
Peningkatan diperkirakan terjadi seiring adanya pengiriman ternak melalui kapal ternak dan produksi garam di triwulan-I.
Berdasarkan data Pelindo III, pada triwulan-I pengiriman ternak dari pelabuhan Tenau mencapai 5.361 ekor sedikit
meningkat dibandingkan triwulan IV yang hanya sebesar 5.324 ekor. Sementara itu, pengiriman komoditas pertanian dan
perkebunan juga diperkirakan turut terbantu oleh adanya beberapa kapal penghubung tol laut seperti KM. Caraka Niaga
dan beberapa kapal perintis.
Di sisi lain, indikasi perlambatan juga terlihat pada indeks nilai tukar petani (NTP) yang menurun dari 103,19 (Tw-IV 2015)
menjadi 101,18 (Tw-I 2016). Penurunan terjadi akibat adanya peningkatan pada indeks yang dibayar, sementara indeks
diterima cenderung tetap. Hal ini mengindikasikan bahwa biaya hidup dan keperluan produksi pertanian di pedesaan
cenderung meningkat, sementara produksi tidak mengalami perkembangan signifikan. Dari sisi sektoral penurunan
indeks terutama terjadi pada sektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebagai akibat turunnya indeks yang diterima (IT)
sementara indeks yang dibayar (IB) tertinggi pada sektor tanaman padi-palawija yaitu kenaikan harga obat-obatan dan
pupuk.
GRAFIK 1.17. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
Sumber :BPS, diolah
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
IT NTP-AXIS KANANIB
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
GRAFIK 1.16. DATA PENGIRIMAN TERNAK
Sumber : Pelindo III, diolah
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
PENGIRIMAN TERNAK BONGKAR PERT (%YOY) PERT (%QTQ)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Di sisi lain, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan
menunjukkan adanya perlambatan kegiatan usaha pada triwulan-I 2016. Hal ini terlihat dari adanya penurunan
nilai indeks kegiatan usaha dan harga jual. Sementara itu penurunan indeks harga jual diperkirakan disebabkan pula oleh
adanya penurunan harga komoditas, terutama perkebunan (jambu mete dan kakao) di tingkat global. Dari data
perbankan, indikator kredit pertanian menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 10,1% (qtq) yang diperkirakan terjadi
sebagai dampak pinjaman petani untuk persiapan masa tanam dan panen. Namun, pertumbuhan kredit tahunan yang
rendah, hanya sebesar 1,4% (yoy) menimbulkan pula opini adanya kendala produksi (baik pergeseran masa tanam, curah
hujan ataupun rendahnya harga komoditas) yang menyebabkan petani cenderung tidak mau berspekulasi untuk
meminjam uang di Bank.
GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
0
50
100
150
200
250 MILYAR RP
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN ∆ PERTANIAN (%YOY) ∆ PERTANIAN (%QTQ)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Secara sektoral, pertumbuhan ekonomi triwulan I-2016 didorong oleh sektor Administrasi Pemerintahan dan
sektor Konstruksi. Peningkatan sektor administrasi pemerintah diperkirakan terjadi seiring percepatan upaya
penyerapan anggaran oleh pemerintah. Sementara itu, peningkatan sektor konstruksi diperkirakan didorong oleh adanya
proyek-proyek multiyear pemerintah dan pengerjaan lanjutan kegiatan proyek yang belum selesai di tahun 2015. Secara
triwulanan, dari 17 sektor dalam komponen PDRB hanya sektor Pertanian serta sektor pengadaan listrik dan gas yang
memiliki pertumbuhan positi. Sektor pertanian diperkirakan turut dipengaruhi oleh adanya pengiriman sapi melalui kapal
ternak, sementara sektor pengadaan listrik terbantu oleh penambahan kapasitas jaringan melalui mesin sewa dan
pembangunan Pembangkit Listrik Mikro Hidro.
Tabel 1.2. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2016
URAIAN
22.665.673
1.307.566
940.862
40.001
47.150
7.908.227
8.273.959
3.975.985
487.091
5.477.449
2.995.475
2.054.341
235.528
9.399.572
7.367.666
1.616.418
1.639.515
76.432.477
5.836.477
314.905
239.111
12.616
11.405
2.048.240
2.098.437
1.056.322
121.583
1.383.555
781.762
514.861
59.801
2.469.479
1.897.221
425.545
421.774
19.693.094
5.364.288
273.773
215.685
9.001
11.004
1.712.765
1.883.337
904.222
105.664
1.276.364
711.720
464.335
54.403
2.091.003
1.645.854
359.872
387.499
17.470.789
5.545.220
358.925
259.276
12.466
12.305
2.243.992
2.219.097
1.101.475
137.030
1.462.281
799.178
550.863
62.344
2.653.426
2.079.834
444.901
428.566
20.371.177
29,6
1,6
1,2
0,1
0,1
10,4
10,7
5,4
0,6
7,0
4,0
2,6
0,3
12,5
9,6
2,2
2,1
100
2,60
-13,60
-8,86
0,12
-8,07
-9,43
-7,25
-5,48
-12,91
-5,31
-2,88
-8,55
-5,73
-8,87
-8,79
-5,07
-2,72
-4,88
1,81
7,03
4,98
12,29
0,47
8,69
4,14
8,55
6,75
7,28
5,17
2,85
2,66
7,42
5,01
9,05
3,34
5,06
20.447.428
1.070.349
843.708
31.840
45.529
7.095.979
7.296.703
3.566.950
422.443
5.134.426
2.698.906
1.860.878
210.879
8.392.732
6.568.193
1.414.584
1.496.973
68.598.500
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
2014
2016
2015
YOY
I
2015
IVIqtqBobot yoy
GRAFIK 1.15. NEGARA TUJUAN EKSPOR
Sumber : Pelindo III, diolah
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 JUTA USD
USA THAILAND JAPAN RRC TIMOR LESTE SINGAPURAINDIA
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
GRAFIK 1.14.PERKEMBANGAN EKSPOR DAN IMPOR
Sumber : Pelindo III, diolah
-7
-5
-3
-1
1
3
5
7
9
11
13 JUTA USD
EKSPOR IMPOR NET EKSPOR
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Secara tahunan, pertumbuhan sektor pertanian mengalami perlambatan apabila dibandingkan triwulan IV-
2015 maupun triwulan I-2015. Secara tahunan pertumbuhan sektor pertanian hanya sebesar 1,81% (yoy) atau
melambat dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar 2,59% (yoy) dan triwulan I-2015 yang sebesar 3,10% (yoy).
Perlambatan diperkirakan dipengaruhi oleh dampak penurunan harga beberapa komoditas seperti jambu mete, kakao
dan rumput laut di tingkat global. Terjadinya penurunan produksi komoditas seperti kakao dan padi akibat serangan hama
dan pohon yang sudah menua dan adanya pergeseran kembali musim panen menjadi permasalahan lain yang mendorong
perlambatan. Namun demikian, perlambatan produksi pertanian tersebut dapat tertahan oleh adanya peningkatan
produksi beberapa komoditas seperti garam di Sabu Raijua dan pengiriman sapi melalui kapal ternak.
Sementara itu, secara triwulanan sektor pertanian justru mengalami peningkatan sebesar 2,6% (yoy).
Peningkatan diperkirakan terjadi seiring adanya pengiriman ternak melalui kapal ternak dan produksi garam di triwulan-I.
Berdasarkan data Pelindo III, pada triwulan-I pengiriman ternak dari pelabuhan Tenau mencapai 5.361 ekor sedikit
meningkat dibandingkan triwulan IV yang hanya sebesar 5.324 ekor. Sementara itu, pengiriman komoditas pertanian dan
perkebunan juga diperkirakan turut terbantu oleh adanya beberapa kapal penghubung tol laut seperti KM. Caraka Niaga
dan beberapa kapal perintis.
Di sisi lain, indikasi perlambatan juga terlihat pada indeks nilai tukar petani (NTP) yang menurun dari 103,19 (Tw-IV 2015)
menjadi 101,18 (Tw-I 2016). Penurunan terjadi akibat adanya peningkatan pada indeks yang dibayar, sementara indeks
diterima cenderung tetap. Hal ini mengindikasikan bahwa biaya hidup dan keperluan produksi pertanian di pedesaan
cenderung meningkat, sementara produksi tidak mengalami perkembangan signifikan. Dari sisi sektoral penurunan
indeks terutama terjadi pada sektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebagai akibat turunnya indeks yang diterima (IT)
sementara indeks yang dibayar (IB) tertinggi pada sektor tanaman padi-palawija yaitu kenaikan harga obat-obatan dan
pupuk.
GRAFIK 1.17. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
Sumber :BPS, diolah
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
IT NTP-AXIS KANANIB
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
GRAFIK 1.16. DATA PENGIRIMAN TERNAK
Sumber : Pelindo III, diolah
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
PENGIRIMAN TERNAK BONGKAR PERT (%YOY) PERT (%QTQ)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Di sisi lain, hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan
menunjukkan adanya perlambatan kegiatan usaha pada triwulan-I 2016. Hal ini terlihat dari adanya penurunan
nilai indeks kegiatan usaha dan harga jual. Sementara itu penurunan indeks harga jual diperkirakan disebabkan pula oleh
adanya penurunan harga komoditas, terutama perkebunan (jambu mete dan kakao) di tingkat global. Dari data
perbankan, indikator kredit pertanian menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 10,1% (qtq) yang diperkirakan terjadi
sebagai dampak pinjaman petani untuk persiapan masa tanam dan panen. Namun, pertumbuhan kredit tahunan yang
rendah, hanya sebesar 1,4% (yoy) menimbulkan pula opini adanya kendala produksi (baik pergeseran masa tanam, curah
hujan ataupun rendahnya harga komoditas) yang menyebabkan petani cenderung tidak mau berspekulasi untuk
meminjam uang di Bank.
GRAFIK 1.19. PERKEMBANGAN KREDIT PERTANIAN
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
0
50
100
150
200
250 MILYAR RP
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN ∆ PERTANIAN (%YOY) ∆ PERTANIAN (%QTQ)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
GRAFIK 1.18. PERKEMBANGAN SKDU PERTANIAN
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
penurunan kegiatan proyek diperkirakan menjadi beberapa faktor penyebab perlambatan dibandingkan triwulan IV-
2015. Namun melambatnya pertumbuhan pada triwulan-I 2016 dibandingkan triwulan-I 2015 tidak diprediksi
sebelumnya karena indikator ekonomi yang cenderung menunjukan perbaikan seperti kenaikan penyerapan tenaga kerja,
daya beli masyarakat serta perpanjangan kegiatan beberapa proyek. Selain itu, sentimen terhadap permasalahan pajak
pada tahun lalu yang mulai berkurang di 2016 juga menjadi indikasi pertumbuhan. Di sisi lain, secara triwulanan
pertumbuhan ekonomi NTT cenderung menurun sebesar 7,25% (qtq) yang didorong oleh penurunan belanja masyarakat
paska perayaan hari natal, tahun baru dan masa liburan sekolah di akhir tahun 2015.
Perlambatan secara triwulanan juga terlihat dari Indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei
Konsumen (SK). Indikator SKDU berupa indeks kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja menunjukkan penurunan
yang mengindikasikan perlambatan kegiatan perdagangan di awal tahun. Indikasi yang sama juga terlihat pada Survei
Konsumen-Bank Indonesia yang menunjukkan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi
Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) walaupun dengan angka masih diatas 100 yang menunjukkan masih
adanya optimisme konsumen. Dari sisi kredit, kredit perdagangan hingga akhir triwulan I-2016 mencapai Rp 5,09 triliun
atau tumbuh sebesar 12,1% (yoy). Sementara secara triwulanan, kredit perdagangan hanya tumbuh sebesar 0,1% (qtq)
dibandingkan triwulan IV 2015 yang mengindikasikan pula perlambatan kegiatan perdagangan.
Beberapa permasalahan sektor pertanian yang teridentifikasi pada tahun 2016 terutama adanya
kemungkinan kerawanan pangan dan La Nina. Rendahnya curah hujan akibat el nino dan serangan hama di beberapa
daerah penghasil padi dan jagung menyebabkan beberapa areal persawahan menjadi gagal tanam yang berpotensi
menurunkan angka produksi padi. Sementara itu, adanya potensi La Nina pada triwulan III dapat menjadi peluang untuk
melakukan penanaman padi kembali, walaupun di sisi lain berpotensi menurunkan produksi perikanan karena curah hujan
yang meningkat. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian di tahun 2016, Pemerintah bekerja sama dengan TNI
telah melakukan program kerjasama untuk melakukan percetakan sawah baru.
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada
triwulan I 2016 tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015, namun sedikit lebih rendah
dibandingkan triwulan-IV 2015. Pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan pada triwulan-I 2016 mencapai
7,42% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan-I 2015 yang sebesar 5,97% (yoy). Untuk periode tahunan,
peningkatan turut didorong oleh tumbuhnya belanja konsumsi pemerintah secara nominal sebesar Rp 430,8 miliar atau
17,81% (yoy). Peningkatan tersebut didorong pula oleh realisasi belanja hibah yang meningkat sebesar 37,7% (yoy) serta
belanja barang dan jasa sebesar 37,2% (yoy). Peningkatan belanja hibah diperkirakan dipergunakan untuk program
pemberdayaan masyarakat seperti Desa Mandiri Anggur Merah maupun dana Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PEM)
di Kota Kupang. Serta bantuan sarana dan prasarana produksi pertanian dan perikanan, seperti alat tangkap, kapal,
traktor dan bibit. Kegiatan Rapat-rapat koordinasi dan percepatan proses lelang diawal tahun oleh pemerintah turut pula
mendorong pertumbuhan sektor ini.
Di sisi lain, secara triwulanan pertumbuhan tercatat menurun -8,87% (qtq). Hal ini didorong oleh dampak menumpuknya
realisasi anggaran di akhir tahun 2015 sehingga terkesan terjadi penurunan realisasi belanja yang cukup besar di triwulan I
2016. Secara historis, realisasi penyerapan anggaran pemerintah juga cenderung rendah diawal tahun seiring proses
konsolidasi yang baru dilakukan dan baru akan meningkat pada triwulan III dan triwulan IV 2015.
Sementara itu, indikator simpanan pemerintah di perbankan mengalami kenaikan hingga mencapai 113,5 % (qtq) pada
triwulan I-2016 atau sebesar Rp 5,64 triliun dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 2,64 triliun. Peningkatan ini
disebabkan oleh realisasi penyaluran dana transfer oleh pemerintah pusat yang belum digunakan secara maksimal di awal
tahun.
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan-I 2016
cenderung mengalami perlambatan. Pertumbuhan tercatat 4,14% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV-
2015 yang sebesar 7,59% (yoy) ataupun triwulan I-2015 yang sebesar 5,27% (yoy). Pergeseran musim panen dan
GRAFIK 1.21. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
-70%
-50%
-30%
-10%
10%
30%
50%
70%
90%
110%
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
SIMPANAN (RP MILYAR) PERT (%YOY) PERT (%QTQ)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
GRAFIK 1.20. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
PERTUMBUHAN BELANJA KONSUMSITOTAL BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH
2,419.17
2,849.99
17,8%
5
7
9
11
13
15
17
19
2200
2300
2400
2500
2600
2700
2800
2900
I - 2015 I - 2016
MILIAR
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0 TRILIUN
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY) PERT (%QTQ)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN
Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah
100
120
140
160
INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
GRAFIK 1.22. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
I I I I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV I2016
1.3.4 Sektor-sektor Lainnya
Sektor konstruksi memiliki pertumbuhan sebesar 8,69% (yoy) dan menjadi salah satu sektor tumbuh cukup
tinggi pada triwulan I 2016. Adanya penambahan frekuensi kegiatan proyek pemerintah, melalui proyek multiyears
sepanjang 2016 seperti proyek bendungan raknamo dan rotiklot, serta pembangunan gedung pemerintahan dan sarana
publik (rumah sakit) menjadi pendorong peningkatan pertumbuhan sektor ini pada awal tahun 2016. Selain itu, adanya
dispensasi penyelesaian proyek tahun 2015 selama 50 hingga 90 hari di tahun 2016 juga menjadi pendorong lainnya.
Pertumbuhan konstruksi juga berasal dari pihak swasta melalui pembangunan jaringan listrik, hotel, sarana belanja dan
sarana pendidikan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
penurunan kegiatan proyek diperkirakan menjadi beberapa faktor penyebab perlambatan dibandingkan triwulan IV-
2015. Namun melambatnya pertumbuhan pada triwulan-I 2016 dibandingkan triwulan-I 2015 tidak diprediksi
sebelumnya karena indikator ekonomi yang cenderung menunjukan perbaikan seperti kenaikan penyerapan tenaga kerja,
daya beli masyarakat serta perpanjangan kegiatan beberapa proyek. Selain itu, sentimen terhadap permasalahan pajak
pada tahun lalu yang mulai berkurang di 2016 juga menjadi indikasi pertumbuhan. Di sisi lain, secara triwulanan
pertumbuhan ekonomi NTT cenderung menurun sebesar 7,25% (qtq) yang didorong oleh penurunan belanja masyarakat
paska perayaan hari natal, tahun baru dan masa liburan sekolah di akhir tahun 2015.
Perlambatan secara triwulanan juga terlihat dari Indikator Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) dan Survei
Konsumen (SK). Indikator SKDU berupa indeks kegiatan usaha, harga jual dan tenaga kerja menunjukkan penurunan
yang mengindikasikan perlambatan kegiatan perdagangan di awal tahun. Indikasi yang sama juga terlihat pada Survei
Konsumen-Bank Indonesia yang menunjukkan penurunan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Kondisi Ekonomi
Saat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) walaupun dengan angka masih diatas 100 yang menunjukkan masih
adanya optimisme konsumen. Dari sisi kredit, kredit perdagangan hingga akhir triwulan I-2016 mencapai Rp 5,09 triliun
atau tumbuh sebesar 12,1% (yoy). Sementara secara triwulanan, kredit perdagangan hanya tumbuh sebesar 0,1% (qtq)
dibandingkan triwulan IV 2015 yang mengindikasikan pula perlambatan kegiatan perdagangan.
Beberapa permasalahan sektor pertanian yang teridentifikasi pada tahun 2016 terutama adanya
kemungkinan kerawanan pangan dan La Nina. Rendahnya curah hujan akibat el nino dan serangan hama di beberapa
daerah penghasil padi dan jagung menyebabkan beberapa areal persawahan menjadi gagal tanam yang berpotensi
menurunkan angka produksi padi. Sementara itu, adanya potensi La Nina pada triwulan III dapat menjadi peluang untuk
melakukan penanaman padi kembali, walaupun di sisi lain berpotensi menurunkan produksi perikanan karena curah hujan
yang meningkat. Dalam rangka peningkatan produksi pertanian di tahun 2016, Pemerintah bekerja sama dengan TNI
telah melakukan program kerjasama untuk melakukan percetakan sawah baru.
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada
triwulan I 2016 tumbuh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2015, namun sedikit lebih rendah
dibandingkan triwulan-IV 2015. Pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan pada triwulan-I 2016 mencapai
7,42% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan-I 2015 yang sebesar 5,97% (yoy). Untuk periode tahunan,
peningkatan turut didorong oleh tumbuhnya belanja konsumsi pemerintah secara nominal sebesar Rp 430,8 miliar atau
17,81% (yoy). Peningkatan tersebut didorong pula oleh realisasi belanja hibah yang meningkat sebesar 37,7% (yoy) serta
belanja barang dan jasa sebesar 37,2% (yoy). Peningkatan belanja hibah diperkirakan dipergunakan untuk program
pemberdayaan masyarakat seperti Desa Mandiri Anggur Merah maupun dana Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (PEM)
di Kota Kupang. Serta bantuan sarana dan prasarana produksi pertanian dan perikanan, seperti alat tangkap, kapal,
traktor dan bibit. Kegiatan Rapat-rapat koordinasi dan percepatan proses lelang diawal tahun oleh pemerintah turut pula
mendorong pertumbuhan sektor ini.
Di sisi lain, secara triwulanan pertumbuhan tercatat menurun -8,87% (qtq). Hal ini didorong oleh dampak menumpuknya
realisasi anggaran di akhir tahun 2015 sehingga terkesan terjadi penurunan realisasi belanja yang cukup besar di triwulan I
2016. Secara historis, realisasi penyerapan anggaran pemerintah juga cenderung rendah diawal tahun seiring proses
konsolidasi yang baru dilakukan dan baru akan meningkat pada triwulan III dan triwulan IV 2015.
Sementara itu, indikator simpanan pemerintah di perbankan mengalami kenaikan hingga mencapai 113,5 % (qtq) pada
triwulan I-2016 atau sebesar Rp 5,64 triliun dibandingkan triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 2,64 triliun. Peningkatan ini
disebabkan oleh realisasi penyaluran dana transfer oleh pemerintah pusat yang belum digunakan secara maksimal di awal
tahun.
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan-I 2016
cenderung mengalami perlambatan. Pertumbuhan tercatat 4,14% (yoy) atau melambat dibandingkan triwulan IV-
2015 yang sebesar 7,59% (yoy) ataupun triwulan I-2015 yang sebesar 5,27% (yoy). Pergeseran musim panen dan
GRAFIK 1.21. PERKEMBANGAN SIMPANAN PEMERINTAH DI PERBANKAN
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
-70%
-50%
-30%
-10%
10%
30%
50%
70%
90%
110%
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
8000
9000
SIMPANAN (RP MILYAR) PERT (%YOY) PERT (%QTQ)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
GRAFIK 1.20. REALISASI BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
PERTUMBUHAN BELANJA KONSUMSITOTAL BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH
2,419.17
2,849.99
17,8%
5
7
9
11
13
15
17
19
2200
2300
2400
2500
2600
2700
2800
2900
I - 2015 I - 2016
MILIAR
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 1.24. PERKEMBANGAN KREDIT SEKTOR PERDAGANGAN
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
6.0 TRILIUN
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY) PERT (%QTQ)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
GRAFIK 1.23. PERKEMBANGAN SURVEI KONSUMEN
Sumber : SK-Bank Indonesia, diolah
100
120
140
160
INDEKS KONDISI EKONOMI SAAT INI (IKE)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
GRAFIK 1.22. PERKEMBANGAN SKDU SEKTOR PERDAGANGAN
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
I I I I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV I2016
1.3.4 Sektor-sektor Lainnya
Sektor konstruksi memiliki pertumbuhan sebesar 8,69% (yoy) dan menjadi salah satu sektor tumbuh cukup
tinggi pada triwulan I 2016. Adanya penambahan frekuensi kegiatan proyek pemerintah, melalui proyek multiyears
sepanjang 2016 seperti proyek bendungan raknamo dan rotiklot, serta pembangunan gedung pemerintahan dan sarana
publik (rumah sakit) menjadi pendorong peningkatan pertumbuhan sektor ini pada awal tahun 2016. Selain itu, adanya
dispensasi penyelesaian proyek tahun 2015 selama 50 hingga 90 hari di tahun 2016 juga menjadi pendorong lainnya.
Pertumbuhan konstruksi juga berasal dari pihak swasta melalui pembangunan jaringan listrik, hotel, sarana belanja dan
sarana pendidikan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan-I 2016 mengalami pertumbuhan sebesar
6,75% (yoy) meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya tumbuh 3,07% (yoy).
Peningkatan sektor ini terlihat dari perkembangan tamu hotel yang meningkat hingga 70,8% (yoy) adanya beberapa
kegiatan di awal tahun, seperti Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah di Kora Kupang, serta penyelenggaraan rapat-rapat
koordinasi pemerintah di berbagai daerah seperti Kota Kupang dan Labuan Bajo menjadi pendorong meningkatnya
okupansi hotel pada awal tahun 2016. Hal ini juga terlihat dari peningkatan jumlah penumpang bandara yang mencapai
44,2% (yoy).
GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA
Sumber : BPS, diolah
-15.5%
44.2%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900 RIBU ORANG
PENUMPANG PERT (%QTQ) PERT (%YOY)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
GRAFIK 1.25 PERKEMBANGAN TAMU HOTEL
Sumber : BPS, diolah
-70.8
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
0
10
20
30
40
50
60
70 RIBU ORANG
-24.9
TAMU HOTEL PERT (%QTQ) PERT (%YOY)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 8,55% (yoy). Peningkatan terlihat dari
adanya penambahan rute pesawat Lion Air dan Sriwijaya Air, serta adanya pelayanan kapal perintis yang melayani
penyeberangan ke beberapa pulau, serta kapal pengangkut komoditas ke Sabu Raijua-Waingapu-Surabaya. Dari
angkutan darat, mulai beroperasinya taksi argo di Kota Kupang dan bantuan 16 unit bus dari Kementerian Perhubungan
untuk Pemerintah Daerah di NTT menjadi faktor pendorong lainnya bagi sektor ini. Dari sektor industri pengolahan,
teridentifikasi beberapa kegiatan pendorong industri pada triwulan-I, diantaranya pendirian industri pengolahan tepung
ikan di Lembata dengan mengekspor hasil olahannya ke Thailand dan Jepang. Dari sektor pengadaan listrik dan gas terjadi
pertumbuhan sebesar 12,29% (yoy) yang ditunjang pula oleh penambahan kapasitas daya listrik melalui mesin sewa
sebanyak 13 MW dari total pengadaan mesin sewa sebanyak 17 MW di jaringan Kupang. Selain itu, telah pula dilakukan
penambahan daya di berbagai wilayah di NTT melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro dan Pembangkit Listrik Tenaga
Surya.
Karakter struktur ekonomi NTT cukup unik bila dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Walaupun terdapat 18
provinsi yang memiliki neraca perdagangan negatif dengan daerah/ negara lain, namun tidak ada provinsi yang memiliki
rasio neraca perdagangan negatif sebesar NTT. Saat ini, net impor NTT terhadap total PDRB mencapai 51,44% PDRB. Dari
total 115,7 triliun konsumsi dan investasi yang dilakukan di NTT, senilai 39,3 triliun kebutuhan barangnya dipenuhi dari
luar NTT, sehingga net PDRB yang dihasilkan hanya sebesar 76,4 triliun rupiah. Provinsi lain yang juga memiliki net impor
besar antara lain Provinsi Maluku (45,99%), Bengkulu (28,18%), Aceh (22,39%), dan Sulawesi Tengah (17,85%).
Berdasarkan pendekatan PDRB sektoral dapat dikatakan bahwa terdapat terdapat 39,3 triliun rupiah yang nilai tambah/
manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat di NTT dikarenakan pemenuhan barang langsung dilakukan oleh pelaku
usaha di luar NTT. Namun demikian, apabila terdapat bagian yang bisa dipenuhi oleh masyarakat NTT, maka manfaat
ekonomi atas konsumsi dan investasi yang dilakukan dapat lebih dirasakan oleh masyarakat.
Permasalahan Utama Struktur Ekonomidi NTT dan Pengembangan Potensi Ekonomi 01
GRAFIK BOKS 1.2. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN SEKTORAL
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK BOKS 1.1. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGGUNAAN
Sumber : BPS, diolah
Kegiatan ekspor-impor antar daerah/ Negara memang tidak dapat dihindari dalam suatu wilayah. Suatu daerah tidak
mungkin dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Hal ini lebih disebabkan oleh faktor daya saing produksi yang tiap
daerah cenderung berbeda. Untuk menjaga kondisi neraca perdagangan daerah, dibutuhkan kejelian pemerintah dan
seluruh stake holder dalam mengenali potensi maupun kekurangan suatu daerah. Dengan memanfaatkan potensi daerah
yang ada, maka defisit perdagangan dapat dikurangi dengan ekspor komoditas unggulan yang dapat dihasilkan di daerah
atau NTT pada khususnya.
Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi NTT terlihat bahwa total konsumsi dan investasi di Provinsi NTT sebenarnya
cukup tinggi. pada tahun 2014, total pertumbuhan konsumsi dan investasi mencapai 15,08% (yoy) dan di tahun 2015
juga mampu mencapai 14,38% (yoy). Namun demikian, dikarenakan tidak adanya bahan baku investasi maupun bahan
siap konsumsi pada beberapa komoditas menyebabkan pemenuhan investasi dan konsumsi diambil dari daerah lain yang
terlihat dari peningkatan net impor pada periode tersebut. Akibatnya adalah net pertumbuhan ekonomi cenderung tetap
di angka 5% dan cenderung melambat. Apabila terdapat beberapa komoditas bahan baku investasi atau konsumsi yang
bisa kita penuhi sendiri, ataupun terdapat peningkatan ekspor komoditas unggulan NTT, maka perlambatan ekonomi
tidak akan terjadi.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan-I 2016 mengalami pertumbuhan sebesar
6,75% (yoy) meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya tumbuh 3,07% (yoy).
Peningkatan sektor ini terlihat dari perkembangan tamu hotel yang meningkat hingga 70,8% (yoy) adanya beberapa
kegiatan di awal tahun, seperti Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah di Kora Kupang, serta penyelenggaraan rapat-rapat
koordinasi pemerintah di berbagai daerah seperti Kota Kupang dan Labuan Bajo menjadi pendorong meningkatnya
okupansi hotel pada awal tahun 2016. Hal ini juga terlihat dari peningkatan jumlah penumpang bandara yang mencapai
44,2% (yoy).
GRAFIK 1.26. PERKEMBANGAN PENUMPANG BANDARA
Sumber : BPS, diolah
-15.5%
44.2%
-40%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
900 RIBU ORANG
PENUMPANG PERT (%QTQ) PERT (%YOY)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
GRAFIK 1.25 PERKEMBANGAN TAMU HOTEL
Sumber : BPS, diolah
-70.8
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
0
10
20
30
40
50
60
70 RIBU ORANG
-24.9
TAMU HOTEL PERT (%QTQ) PERT (%YOY)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sektor transportasi dan pergudangan tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 8,55% (yoy). Peningkatan terlihat dari
adanya penambahan rute pesawat Lion Air dan Sriwijaya Air, serta adanya pelayanan kapal perintis yang melayani
penyeberangan ke beberapa pulau, serta kapal pengangkut komoditas ke Sabu Raijua-Waingapu-Surabaya. Dari
angkutan darat, mulai beroperasinya taksi argo di Kota Kupang dan bantuan 16 unit bus dari Kementerian Perhubungan
untuk Pemerintah Daerah di NTT menjadi faktor pendorong lainnya bagi sektor ini. Dari sektor industri pengolahan,
teridentifikasi beberapa kegiatan pendorong industri pada triwulan-I, diantaranya pendirian industri pengolahan tepung
ikan di Lembata dengan mengekspor hasil olahannya ke Thailand dan Jepang. Dari sektor pengadaan listrik dan gas terjadi
pertumbuhan sebesar 12,29% (yoy) yang ditunjang pula oleh penambahan kapasitas daya listrik melalui mesin sewa
sebanyak 13 MW dari total pengadaan mesin sewa sebanyak 17 MW di jaringan Kupang. Selain itu, telah pula dilakukan
penambahan daya di berbagai wilayah di NTT melalui Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro dan Pembangkit Listrik Tenaga
Surya.
Karakter struktur ekonomi NTT cukup unik bila dibandingkan dengan provinsi lainnya di Indonesia. Walaupun terdapat 18
provinsi yang memiliki neraca perdagangan negatif dengan daerah/ negara lain, namun tidak ada provinsi yang memiliki
rasio neraca perdagangan negatif sebesar NTT. Saat ini, net impor NTT terhadap total PDRB mencapai 51,44% PDRB. Dari
total 115,7 triliun konsumsi dan investasi yang dilakukan di NTT, senilai 39,3 triliun kebutuhan barangnya dipenuhi dari
luar NTT, sehingga net PDRB yang dihasilkan hanya sebesar 76,4 triliun rupiah. Provinsi lain yang juga memiliki net impor
besar antara lain Provinsi Maluku (45,99%), Bengkulu (28,18%), Aceh (22,39%), dan Sulawesi Tengah (17,85%).
Berdasarkan pendekatan PDRB sektoral dapat dikatakan bahwa terdapat terdapat 39,3 triliun rupiah yang nilai tambah/
manfaatnya tidak dirasakan oleh masyarakat di NTT dikarenakan pemenuhan barang langsung dilakukan oleh pelaku
usaha di luar NTT. Namun demikian, apabila terdapat bagian yang bisa dipenuhi oleh masyarakat NTT, maka manfaat
ekonomi atas konsumsi dan investasi yang dilakukan dapat lebih dirasakan oleh masyarakat.
Permasalahan Utama Struktur Ekonomidi NTT dan Pengembangan Potensi Ekonomi 01
GRAFIK BOKS 1.2. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN SEKTORAL
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK BOKS 1.1. PDRB PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGGUNAAN
Sumber : BPS, diolah
Kegiatan ekspor-impor antar daerah/ Negara memang tidak dapat dihindari dalam suatu wilayah. Suatu daerah tidak
mungkin dapat memenuhi kebutuhannya sendiri. Hal ini lebih disebabkan oleh faktor daya saing produksi yang tiap
daerah cenderung berbeda. Untuk menjaga kondisi neraca perdagangan daerah, dibutuhkan kejelian pemerintah dan
seluruh stake holder dalam mengenali potensi maupun kekurangan suatu daerah. Dengan memanfaatkan potensi daerah
yang ada, maka defisit perdagangan dapat dikurangi dengan ekspor komoditas unggulan yang dapat dihasilkan di daerah
atau NTT pada khususnya.
Berdasarkan data pertumbuhan ekonomi NTT terlihat bahwa total konsumsi dan investasi di Provinsi NTT sebenarnya
cukup tinggi. pada tahun 2014, total pertumbuhan konsumsi dan investasi mencapai 15,08% (yoy) dan di tahun 2015
juga mampu mencapai 14,38% (yoy). Namun demikian, dikarenakan tidak adanya bahan baku investasi maupun bahan
siap konsumsi pada beberapa komoditas menyebabkan pemenuhan investasi dan konsumsi diambil dari daerah lain yang
terlihat dari peningkatan net impor pada periode tersebut. Akibatnya adalah net pertumbuhan ekonomi cenderung tetap
di angka 5% dan cenderung melambat. Apabila terdapat beberapa komoditas bahan baku investasi atau konsumsi yang
bisa kita penuhi sendiri, ataupun terdapat peningkatan ekspor komoditas unggulan NTT, maka perlambatan ekonomi
tidak akan terjadi.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Percepatan pembangunan Pabrik Semen Kupang Tiga tidak hanya mengurangi impor semen yang mencapai lebih dari 600
ribu ton per tahun, namun berpotensi untuk meningkatkan ekspor semen hingga lebih dari 600 ribu ton di tahun 2018.
Peningkatan produksi beras juga mampu mengurangi impor beras yang saat ini mencapai lebih dari 100 ribu ton per tahun
atau setara satu triliun rupiah. NTT juga berpotensi menjadi sentra produksi garam nasional seiring dengan keunggulan
cuaca kering yang mencapai 8 bulan setahun. Kondisi cuaca yang ekstrim tersebut bisa disiasati dengan strategi dalam
bertani yang lebih memprioritaskan tanaman tahan kering seperti ketela pohon yang saat ini juga ada yang dipenuhi dari
impor, maupun kedelai yang pemenuhannya sebagian besar diimpor dari Amerika. Tingginya intensitas sinar matahari
juga bagus untuk pengembangan rumput laut. Bahkan dari sisi kualitas, rumput laut NTT dikenal memiliki kualitas terbaik
di Indonesia seiring dengan tingginya rendeman rumput laut asal NTT.
Pengembangan sapi perlu tetap dilakukan sebagaimana inisiatif ILO yang telah menyusun grand design pengembangan
peternakan sapi di Kabupaten Kupang. Namun demikian, komoditas ternak lainnya yang secara potensi bisa jauh lebih
menghasilkan seperti babi juga perlu lebih dikembangkan. Wacana pengembangan gula di Sumba dan Malaka patut
untuk didukung penuh karena berpotensi menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Namun demikian, yang patut
diperhatikan adalah jangan sampai pengembangan lahan tebu justru mengurangi lahan produktif yang digunakan untuk
penanaman padi. Untuk itu, pemerintah perlu berperan aktif dalam pengaturan lahan pertanian agar tidak menggganggu
produktifitas pertanian lainnya.
Salah satu harapan pengembangan ekonomi utama NTT ke depan adalah Pariwisata. Pemerintah dan swasta saat ini relatif
gencar dalam melakukan pembangunan infrastruktur dan investasi perhotelan yang terlihat dari realisasi investasi PMA
dan PMDN yang berfokus pada investasi perhotelan. Adanya investasi tersebut akan berpotensi meningkatkan kunjungan
wisata ke depan. Yang menjadi tugas pemerintah adalah memastikan tidak terjadi bottleneck dalam pelayanan pariwisata
seperti peningkatan rute angkutan udara, penyediaan sarana akomodasi wisata maupun jasa-jasa penunjang.
Semua rencana pembangunan ataupun penambahan nilai tambah komoditas tidak akan dapat berjalan apabila
kekurangan pasokan listrik masih terjadi di NTT. Dengan tingkat elektrifikasi yang hanya menempati urutan kedua
terbawah di Indonesia, hanya sedikit di atas Papua dan rata-rata konsumsi listrik per kapita terendah di Indonesia,
membuat kebutuhan peningkatan pasokan listrik menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Pembangunan jaringan
listrik terintegrasi trans Timor dan trans Flores patut diapresiasi. Namun demikian, peningkatan kapasitas daya listrik
menjadi hal mutlak yang perlu disegerakan pemenuhannya.
Berdasarkan komoditas impor utama, terlihat bahwa banyak dari komoditas tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Provinsi
NTT baik karena tidak terdapat industri terkait ataupun menjadi tidak berdaya saing apabila diproduksi di NTT dikarenakan
skala ekonomi yang relatif kecil. Beberapa komoditas utama impor antara lain BBM, aspal, beras, semen, bahan bangunan,
mobil, makanan jadi, minuman dan tembakau, elektronik, mesin, pupuk dan penunjang pertanian, sandang maupun
kebutuhan perumahan. Selain itu, jasa-jasa yang juga masih diimpor antara lain jasa tenaga ahli dalam bidang pendidikan,
kesehatan dan konstruksi, jasa angkutan, transportasi dan komunikasi serta jasa keuangan. Sebagian besar komoditas
tersebut memang tidak dapat kita produksi atau relatif kurang berdaya saing apabila kita produksi sendiri. Namun
demikian, beberapa komoditas terlihat masih bisa kita produksi sendiri seperti produksi beras, semen dan turunannya,
serta penyediaan tenaga kerja. Selain mengurangi neraca impor antar daerah, maka dalam menyeimbangkan neraca
perdagangan juga dapat dilakukan dengan meningkatkan ekspor komoditas unggulan ke daerah lain. Untuk itu,
pemahaman akan keunggulan komparatif daerah perlu dimiliki.
GAMBAR BOKS 1.1. NERACA PERDAGANGAN ANTAR DAERAH/NEGARA DI NTT
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
GRAFIK BOKS 1.3. POTENSI DAN REALISASI PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGGUNAAN
Sumber : BPS, diolah
Untuk meningkatkan daya saing produksi, diperlukan peningkatan infrastruktur dasar agar biaya usaha dapat
diminimalisir. Berdasarkan data investasi 2015, arah investasi sudah menunjukkan jalur yang tepat yang ditandai oleh
tingginya investasi infrastruktur dan usaha meliputi investasi kelistrikan, pariwisata dan pembangunan infrastruktur
sumber daya air dan perhubungan baik darat, laut dan udara. Investasi kelistrikan dan perhubungan dapat meningkatkan
daya saing daerah, sedangkan investasi sumber daya air dapat membantu meningkatkan produksi pangan yang
berdampak pada penurunan impor pangan NTT. Investasi Pariwisata dapat membantu meningkatkan ekspor jasa
pariwisata, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Pembangunan infrastruktur tidak akan bernilai tambah apabila tidak diikuti dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan.
Dalam rangka percepatan ekonomi NTT, diusulkan untuk melakukan perluasan kegiatan ekonomi yang berpusat pada
keunggulan komparatif daerah. Berdasarkan hasil analisa, beberapa komoditas utama yang dapat segera dikembangkan
antara lain beras, semen, garam, ikan, rumput laut, babi, sapi, pariwisata, maupun pembangunan pabrik gula. Beberapa
produk unggulan daerah lainnya antara lain produksi jagung, perkebunan mete, kelapa, kopi dan kakao, ketela pohon dan
tanaman tahan kering lainnya seperti sorgum dan kacang-kacangan sebagaimana gambar di bawah.
GAMBAR BOKS 2.2. PETA KOMODITAS UNGGULAN DI NTT
Sumber : BPS, Kementrian Pertanian, Kementrian Kelautan, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Percepatan pembangunan Pabrik Semen Kupang Tiga tidak hanya mengurangi impor semen yang mencapai lebih dari 600
ribu ton per tahun, namun berpotensi untuk meningkatkan ekspor semen hingga lebih dari 600 ribu ton di tahun 2018.
Peningkatan produksi beras juga mampu mengurangi impor beras yang saat ini mencapai lebih dari 100 ribu ton per tahun
atau setara satu triliun rupiah. NTT juga berpotensi menjadi sentra produksi garam nasional seiring dengan keunggulan
cuaca kering yang mencapai 8 bulan setahun. Kondisi cuaca yang ekstrim tersebut bisa disiasati dengan strategi dalam
bertani yang lebih memprioritaskan tanaman tahan kering seperti ketela pohon yang saat ini juga ada yang dipenuhi dari
impor, maupun kedelai yang pemenuhannya sebagian besar diimpor dari Amerika. Tingginya intensitas sinar matahari
juga bagus untuk pengembangan rumput laut. Bahkan dari sisi kualitas, rumput laut NTT dikenal memiliki kualitas terbaik
di Indonesia seiring dengan tingginya rendeman rumput laut asal NTT.
Pengembangan sapi perlu tetap dilakukan sebagaimana inisiatif ILO yang telah menyusun grand design pengembangan
peternakan sapi di Kabupaten Kupang. Namun demikian, komoditas ternak lainnya yang secara potensi bisa jauh lebih
menghasilkan seperti babi juga perlu lebih dikembangkan. Wacana pengembangan gula di Sumba dan Malaka patut
untuk didukung penuh karena berpotensi menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar. Namun demikian, yang patut
diperhatikan adalah jangan sampai pengembangan lahan tebu justru mengurangi lahan produktif yang digunakan untuk
penanaman padi. Untuk itu, pemerintah perlu berperan aktif dalam pengaturan lahan pertanian agar tidak menggganggu
produktifitas pertanian lainnya.
Salah satu harapan pengembangan ekonomi utama NTT ke depan adalah Pariwisata. Pemerintah dan swasta saat ini relatif
gencar dalam melakukan pembangunan infrastruktur dan investasi perhotelan yang terlihat dari realisasi investasi PMA
dan PMDN yang berfokus pada investasi perhotelan. Adanya investasi tersebut akan berpotensi meningkatkan kunjungan
wisata ke depan. Yang menjadi tugas pemerintah adalah memastikan tidak terjadi bottleneck dalam pelayanan pariwisata
seperti peningkatan rute angkutan udara, penyediaan sarana akomodasi wisata maupun jasa-jasa penunjang.
Semua rencana pembangunan ataupun penambahan nilai tambah komoditas tidak akan dapat berjalan apabila
kekurangan pasokan listrik masih terjadi di NTT. Dengan tingkat elektrifikasi yang hanya menempati urutan kedua
terbawah di Indonesia, hanya sedikit di atas Papua dan rata-rata konsumsi listrik per kapita terendah di Indonesia,
membuat kebutuhan peningkatan pasokan listrik menjadi hal utama yang harus diperhatikan. Pembangunan jaringan
listrik terintegrasi trans Timor dan trans Flores patut diapresiasi. Namun demikian, peningkatan kapasitas daya listrik
menjadi hal mutlak yang perlu disegerakan pemenuhannya.
Berdasarkan komoditas impor utama, terlihat bahwa banyak dari komoditas tersebut tidak dapat dipenuhi oleh Provinsi
NTT baik karena tidak terdapat industri terkait ataupun menjadi tidak berdaya saing apabila diproduksi di NTT dikarenakan
skala ekonomi yang relatif kecil. Beberapa komoditas utama impor antara lain BBM, aspal, beras, semen, bahan bangunan,
mobil, makanan jadi, minuman dan tembakau, elektronik, mesin, pupuk dan penunjang pertanian, sandang maupun
kebutuhan perumahan. Selain itu, jasa-jasa yang juga masih diimpor antara lain jasa tenaga ahli dalam bidang pendidikan,
kesehatan dan konstruksi, jasa angkutan, transportasi dan komunikasi serta jasa keuangan. Sebagian besar komoditas
tersebut memang tidak dapat kita produksi atau relatif kurang berdaya saing apabila kita produksi sendiri. Namun
demikian, beberapa komoditas terlihat masih bisa kita produksi sendiri seperti produksi beras, semen dan turunannya,
serta penyediaan tenaga kerja. Selain mengurangi neraca impor antar daerah, maka dalam menyeimbangkan neraca
perdagangan juga dapat dilakukan dengan meningkatkan ekspor komoditas unggulan ke daerah lain. Untuk itu,
pemahaman akan keunggulan komparatif daerah perlu dimiliki.
GAMBAR BOKS 1.1. NERACA PERDAGANGAN ANTAR DAERAH/NEGARA DI NTT
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
GRAFIK BOKS 1.3. POTENSI DAN REALISASI PERTUMBUHAN EKONOMI PROVINSI NTT BERDASARKAN PENGGUNAAN
Sumber : BPS, diolah
Untuk meningkatkan daya saing produksi, diperlukan peningkatan infrastruktur dasar agar biaya usaha dapat
diminimalisir. Berdasarkan data investasi 2015, arah investasi sudah menunjukkan jalur yang tepat yang ditandai oleh
tingginya investasi infrastruktur dan usaha meliputi investasi kelistrikan, pariwisata dan pembangunan infrastruktur
sumber daya air dan perhubungan baik darat, laut dan udara. Investasi kelistrikan dan perhubungan dapat meningkatkan
daya saing daerah, sedangkan investasi sumber daya air dapat membantu meningkatkan produksi pangan yang
berdampak pada penurunan impor pangan NTT. Investasi Pariwisata dapat membantu meningkatkan ekspor jasa
pariwisata, baik dalam negeri maupun luar negeri.
Pembangunan infrastruktur tidak akan bernilai tambah apabila tidak diikuti dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan.
Dalam rangka percepatan ekonomi NTT, diusulkan untuk melakukan perluasan kegiatan ekonomi yang berpusat pada
keunggulan komparatif daerah. Berdasarkan hasil analisa, beberapa komoditas utama yang dapat segera dikembangkan
antara lain beras, semen, garam, ikan, rumput laut, babi, sapi, pariwisata, maupun pembangunan pabrik gula. Beberapa
produk unggulan daerah lainnya antara lain produksi jagung, perkebunan mete, kelapa, kopi dan kakao, ketela pohon dan
tanaman tahan kering lainnya seperti sorgum dan kacang-kacangan sebagaimana gambar di bawah.
GAMBAR BOKS 2.2. PETA KOMODITAS UNGGULAN DI NTT
Sumber : BPS, Kementrian Pertanian, Kementrian Kelautan, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
nflasi Provinsi NTT pada triwulan I 2016 mengalami penurunan cukup besar yang disebabkan oleh kembali
normalnya harga komoditas setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015. Penurunan harga BBM dan
listrik serta adanya impor beras dan membaiknya cuaca mampu memberikan sentimen positif terhadap
pengendalian inflasi. Kembali normalnya permintaan juga membuat tekanan harga berkurang. Penurunan
harga terlihat dari inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi 0,36% (qtq). Namun demikian, harga belum
sepenuhnya pulih yang terlihat dari inflasi tahunan yang mencapai 5,04% (yoy). Adanya El Nino, cuaca buruk
dan gelombang tinggi, kenaikan cukai rokok, perpanjangan penyelesaian proyek infrastruktur, hari raya paskah
dan Libur Imlek serta even nasional rakor pusat dan daerah menjadi faktor penekan inflasi di triwulan I 2016.
Kelompok komoditas transportasi dan bahan makanan menjadi penyumbang utama deflasi di triwulan I
2016 seiring dengan kembali normalnya harga beberapa komoditas bahan makanan dan angkutan udara.
Kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penekan inflasi utama di NTT
terutama dikarenakan oleh meningkatnya tarif cukai rokok dan tembakau.
Baik Kota Kupang maupun Kota Maumere pada triwulan I 2016 mengalami deflasi.
Perkembangan I nflasi02
nflasi Provinsi NTT pada triwulan I 2016 mengalami penurunan cukup besar yang disebabkan oleh kembali
normalnya harga komoditas setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015. Penurunan harga BBM dan
listrik serta adanya impor beras dan membaiknya cuaca mampu memberikan sentimen positif terhadap
pengendalian inflasi. Kembali normalnya permintaan juga membuat tekanan harga berkurang. Penurunan
harga terlihat dari inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi 0,36% (qtq). Namun demikian, harga belum
sepenuhnya pulih yang terlihat dari inflasi tahunan yang mencapai 5,04% (yoy). Adanya El Nino, cuaca buruk
dan gelombang tinggi, kenaikan cukai rokok, perpanjangan penyelesaian proyek infrastruktur, hari raya paskah
dan Libur Imlek serta even nasional rakor pusat dan daerah menjadi faktor penekan inflasi di triwulan I 2016.
Kelompok komoditas transportasi dan bahan makanan menjadi penyumbang utama deflasi di triwulan I
2016 seiring dengan kembali normalnya harga beberapa komoditas bahan makanan dan angkutan udara.
Kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penekan inflasi utama di NTT
terutama dikarenakan oleh meningkatnya tarif cukai rokok dan tembakau.
Baik Kota Kupang maupun Kota Maumere pada triwulan I 2016 mengalami deflasi.
Perkembangan I nflasi02
Pada triwulan I 2016, Provinsi NTT mengalami deflasi hingga sebesar 0,36% (qtq). Penurunan inflasi tersebut
lebih disebabkan oleh kembali normalnya harga komoditas seiring dengan kembali normalnya permintaan
masyarakat. Penurunan tarif angkutan udara menjadi penyumbang utama deflasi, diikuti oleh kembali
normalnya harga bahan makanan. Namun demikian secara tahunan, inflasi masih menunjukkan nilai yang
cukup tinggi yaitu sebesar 5,04% (yoy), lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar 4,45% (yoy). Masih
relatif tingginya inflasi lebih disebabkan oleh tingginya kenaikan harga di bulan Desember 2015, sehingga walaupun
sudah mulai menunjukkan normalisasi harga, namun harga tetap belum kembali seperti semula. Normalisasi harga terlihat
dari besaran inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi sebesar 0,36% (qtq). Deflasi ini menjadikan NTT sebagai
provinsi dengan deflasi terbesar ke-4 setelah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Nilai deflasi tersebut
jauh lebih rendah dibanding capaian nasional di triwulan I 2016 yang mengalami inflasi sebesar 0,62% (qtq). Deflasi NTT
terjadi karena harga kembali menurun setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015.
2.1.1 Inflasi Tahunan
Secara tahunan, Inflasi di Provinsi NTT mencapai 5,04%, lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar
4,45%. Tingginya inflasi bahan makanan serta makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penyebab
utama tingginya inflasi secara tahunan di NTT. Di saat harga komoditas lainnya cenderung mengalami penurunan,
harga beberapa komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau justru mengalami kenaikan di triwulan I 2016 dengan
penyumbang utama kenaikan harga adalah inflasi pada komoditas nasi dengan lauk dan rokok kretek filter. Adanya
kenaikan tarif cukai rokok dan bahan baku tembakau membuat harga harus dinaikkan secara bertahap di tiap bulannya.
Nasi dengan lauk juga mengalami kenaikan hingga 8,23% (yoy) selama 1 tahun walaupun di sisi lain terjadi penurunan
harga listrik dan BBM. Tingginya inflasi daging ayam ras, kembung, sawi putih, beras, bawang merah dan telur ayam ras
membuat harga makanan jadi juga berangsur mengalami kenaikan. Dari total 10 komoditas penyumbang inflasi utama
tahunan, 6 komoditas bahan makanan di atas menjadi penyumbang utama inflasi sepanjang tahun. Hanya ikan kembung
dan bawang merah yang naik pada triwulan ini, sedangkan 4 komoditas lainnya sudah mengalami kenaikan terlebih di
akhir tahun 2015. Kenaikan harga semen lebih disebabkan oleh adanya gangguan produksi semen di akhir tahun yang
bersamaan dengan tingginya permintaan proyek yang masih dilakukan hingga bulan Februari 2016.
Adapun komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain besi beton, seng dan batako yang kemungkinan
disebabkan oleh peningkatan pasokan karena peningkatan persaingan dan turunnya harga komoditas. Komoditas minyak
goreng dan solar turun lebih dikarenakan penurunan harga komoditas. Penurunan harga cabai rawit dan cabai merah
disebabkan oleh berjalannya program gerakan tanam cabai di musim kemarau, sehingga pada musim hujan pasokan cabe
tetap terjaga.Adapun komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain besi beton, seng dan batako yang
kemungkinan disebabkan oleh peningkatan pasokan karena peningkatan persaingan dan turunnya harga komoditas.
2.1. KONDISI UMUM
GRAFIK 2.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
Sumber : BPS, diolah
NASIONAL NTT
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
5.04%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
4.45%
GRAFIK 2.2. INFLASI TRIWULANAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
Sumber : BPS, diolah
NASIONAL NTT
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV II I I I I I IV2012-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
0.62%
0.36%2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Pada triwulan I 2016, Provinsi NTT mengalami deflasi hingga sebesar 0,36% (qtq). Penurunan inflasi tersebut
lebih disebabkan oleh kembali normalnya harga komoditas seiring dengan kembali normalnya permintaan
masyarakat. Penurunan tarif angkutan udara menjadi penyumbang utama deflasi, diikuti oleh kembali
normalnya harga bahan makanan. Namun demikian secara tahunan, inflasi masih menunjukkan nilai yang
cukup tinggi yaitu sebesar 5,04% (yoy), lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar 4,45% (yoy). Masih
relatif tingginya inflasi lebih disebabkan oleh tingginya kenaikan harga di bulan Desember 2015, sehingga walaupun
sudah mulai menunjukkan normalisasi harga, namun harga tetap belum kembali seperti semula. Normalisasi harga terlihat
dari besaran inflasi triwulan I 2016 yang mengalami deflasi sebesar 0,36% (qtq). Deflasi ini menjadikan NTT sebagai
provinsi dengan deflasi terbesar ke-4 setelah Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Barat. Nilai deflasi tersebut
jauh lebih rendah dibanding capaian nasional di triwulan I 2016 yang mengalami inflasi sebesar 0,62% (qtq). Deflasi NTT
terjadi karena harga kembali menurun setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015.
2.1.1 Inflasi Tahunan
Secara tahunan, Inflasi di Provinsi NTT mencapai 5,04%, lebih tinggi dibanding inflasi nasional yang sebesar
4,45%. Tingginya inflasi bahan makanan serta makanan jadi, minuman dan tembakau menjadi penyebab
utama tingginya inflasi secara tahunan di NTT. Di saat harga komoditas lainnya cenderung mengalami penurunan,
harga beberapa komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau justru mengalami kenaikan di triwulan I 2016 dengan
penyumbang utama kenaikan harga adalah inflasi pada komoditas nasi dengan lauk dan rokok kretek filter. Adanya
kenaikan tarif cukai rokok dan bahan baku tembakau membuat harga harus dinaikkan secara bertahap di tiap bulannya.
Nasi dengan lauk juga mengalami kenaikan hingga 8,23% (yoy) selama 1 tahun walaupun di sisi lain terjadi penurunan
harga listrik dan BBM. Tingginya inflasi daging ayam ras, kembung, sawi putih, beras, bawang merah dan telur ayam ras
membuat harga makanan jadi juga berangsur mengalami kenaikan. Dari total 10 komoditas penyumbang inflasi utama
tahunan, 6 komoditas bahan makanan di atas menjadi penyumbang utama inflasi sepanjang tahun. Hanya ikan kembung
dan bawang merah yang naik pada triwulan ini, sedangkan 4 komoditas lainnya sudah mengalami kenaikan terlebih di
akhir tahun 2015. Kenaikan harga semen lebih disebabkan oleh adanya gangguan produksi semen di akhir tahun yang
bersamaan dengan tingginya permintaan proyek yang masih dilakukan hingga bulan Februari 2016.
Adapun komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain besi beton, seng dan batako yang kemungkinan
disebabkan oleh peningkatan pasokan karena peningkatan persaingan dan turunnya harga komoditas. Komoditas minyak
goreng dan solar turun lebih dikarenakan penurunan harga komoditas. Penurunan harga cabai rawit dan cabai merah
disebabkan oleh berjalannya program gerakan tanam cabai di musim kemarau, sehingga pada musim hujan pasokan cabe
tetap terjaga.Adapun komoditas yang mengalami penurunan harga antara lain besi beton, seng dan batako yang
kemungkinan disebabkan oleh peningkatan pasokan karena peningkatan persaingan dan turunnya harga komoditas.
2.1. KONDISI UMUM
GRAFIK 2.1. INFLASI TAHUNAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
Sumber : BPS, diolah
NASIONAL NTT
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
5.04%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
4.45%
GRAFIK 2.2. INFLASI TRIWULANAN PROVINSI NTT DAN NASIONAL
Sumber : BPS, diolah
NASIONAL NTT
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV II I I I I I IV2012-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
0.62%
0.36%2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Tabel 2.4. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
ANGKUTAN UDARA
BENSIN
KANGKUNG
BUNGA PEPAYA
BAYAM
DAUN SINGKONG
SOLAR
BATAKO
BUNCIS
LAYANG/BENGGOL
(11,27)
(4,15)
(14,87)
(27,95)
(17,02)
(18,11)
(13,64)
(7,37)
(24,75)
(15,42)
Komoditas Inflasi (%) (0,34)
(0,13)
(0,10)
(0,05)
(0,05)
(0,04)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
Andil (%)DAGING AYAM RAS
SEMEN
SAWI PUTIH
TARIP LISTRIK
CABAI RAWIT
CABAI MERAH
BESI BETON
SENG
DAUN SINGKONG
BERAS
(14,89)
(6,13)
(17,08)
(3,63)
(30,21)
(15,26)
(3,52)
(3,12)
(13,92)
(0,36)
Komoditas Inflasi (%) (0,22)
(0,17)
(0,15)
(0,10)
(0,08)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
Andil (%)DAGING AYAM RAS
ANGKUTAN UDARA
KEMBUNG
KENTANG
CABAI MERAH
TELUR AYAM RAS
PEPAYA MUDA
TOMAT SAYUR
TARIP LISTRIK
LABU SIAM/JIPANG
(12,02)
(4,36)
(6,61)
(34,16)
(37,88)
(5,75)
(34,08)
(10,22)
(1,31)
(34,20)
Komoditas Inflasi (%) (0,15)
(0,12)
(0,11)
(0,10)
(0,08)
(0,05)
(0,05)
(0,04)
(0,04)
(0,03)
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
JANUARI FEBRUARI MARET
tidak melaut. Harga cabai mengalami kenaikan tinggi yang lebih disebabkan oleh turunnya harga di bulan sebelumnya.
Angkutan udara dan bensin menjadi penahan inflasi utama bulan Januari yang disebabkan oleh turunnya aktivitas
masyarakat dan penurunan harga BBM.
Tabel 2.3. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
Daging Ayam Ras
Cabai Rawit
Kembung
Cabai Merah
Bawang Merah
Semen
Nasi dengan Lauk
Tomat Sayur
Sawi Putih
Kentang
11,50
131,29
8,59
90,15
45,72
4,02
3,24
18,57
7,58
29,42
Komoditas Inflasi (%) 0,15
0,15
0,13
0,12
0,11
0,11
0,07
0,06
0,06
0,06
Andil (%)Tongkol/Ambu-ambu
Rokok Kretek Filter
Sawi Hijau
Nasi dengan Lauk
Bayam
Tomat Sayur
Buah Pinang
Kentang
Celana Panjang Jeans
Rokok Putih
23,07
2,80
27,66
1,59
14,37
7,49
44,25
8,94
10,72
2,89
Komoditas Inflasi (%) 0,11
0,05
0,04
0,03
0,03
0,03
0,03
0,02
0,02
0,02
Andil (%)Kangkung
Sawi Putih
Rokok Kretek Filter
Tempe
Bawang Putih
Pisang
Lengkuas
Mie
Minuman Ringan
Ikan Bakar
11,49
8,63
1,98
7,13
7,89
6,63
8,69
1,13
3,05
4,35
Komoditas Inflasi (%) 0,06
0,06
0,03
0,03
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
JANUARI FEBRUARI MARET
Adanya musim angin masih membuat hasil tangkapan ikan berkurang di bulan Februari 2016. Produsen rokok juga mulai
kembali menaikkan harga jual seiring dengan adanya kenaikan cukai rokok. Kembali normalnya pasokan daging ayam ras
mampu menahan laju inflasi di Provinsi NTT. Batas akhir penyelesaian proyek pemerintah yang selesai di tanggal 20
Februari mampu menurunkan harga semen, besi beton dan seng. Penurunan 12 tarif listrik juga berkontribusi positif
dalam menahan laju inflasi. Harga cabai juga kembali menurun setelah mengalami kenaikan signifikan di bulan Januari
2016. secara keseluruhan, pada bulan Februari 2016, NTT mengalami deflasi hingga -0,34% (mtm) dibanding bulan
sebelumnya.
Provinsi NTT justru mengalami deflasi yang lebih tinggi hingga sebesar -0,76% (mtm) di saat secara nasional justru
mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm) pada bulan Maret 2016. Kembali stabilnya pasokan ayam, penurunan tarif
angkutan udara, maupun membaiknya cuaca membuat pemenuhan pasokan pangan membaik dan harga-harga dapat
kembali normal. Adanya kenaikan harga kangkung lebih dikarenakan kembali ke harga normal. Kenaikan harga rokok
karena kenaikan cukai rokok dan inflasi temped an bawang putih lebih disebabkan oleh kenaikan harga komoditas kedelai
dan bawang putih dunia.
Komoditas minyak goreng dan solar turun lebih dikarenakan penurunan harga komoditas. Penurunan harga cabai rawit
dan cabai merah disebabkan oleh berjalannya program gerakan tanam cabai di musim kemarau, sehingga pada musim
hujan pasokan cabe tetap terjaga.
Tabel 2.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT
SAWI PUTIH
DAGING AYAM RAS
KEMBUNG
BERAS
ROKOK KRETEK FILTER
SEMEN
BAWANG MERAH
NASI DENGAN LAUK
TELUR AYAM RAS
KONTRAK RUMAH
52,79
30,64
19,96
4,02
16,41
9,31
57,52
8,23
14,96
4,94
Komoditas
PENYUMBANG INFLASI UTAMA
Inflasi (%) 0,39
0,38
0,34
0,28
0,28
0,24
0,22
0,18
0,12
0,12
Andil (%)Besi Beton
Seng
Bayam
Cabai Rawit
Cabai Merah
Batako
Laptop/Notebook
Daun Singkong
Minyak Goreng
Solar
(12,61)
(10,39)
(25,04)
(34,45)
(26,23)
(12,00)
(9,27)
(23,21)
(3,40)
(12,61)
Komoditas
PENYUMBANG DEFLASI UTAMA
Inflasi (%) (0,10)
(0,10)
(0,07)
(0,06)
(0,06)
(0,05)
(0,04)
(0,04)
(0,04)
(0,03)
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
2.1.2 Inflasi Triwulanan
Secara triwulanan, Provinsi NTT justru mengalami deflasi -0,36% (qtq) yang lebih disebabkan oleh normalisasi
harga setelah mengalami kenaikan signifikan di akhir tahun 2015. Komoditas angkutan udara menjadi komoditas
dengan sumbangan deflasi terbesar yang disebabkan oleh penurunan tarif penerbangan hingga 14,55% (qtq). Kembali
normalnya permintaan menjadi penyebab utama kembali normalnya harga-harga komoditas bahan makanan. Adanya
penurunan harga minyak dunia juga berdampak terhadap penurunan harga bensin dan tarif listrik. Secara triwulanan,
harga semen juga mengalami penurunan setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015.
Adapun kenaikan harga komoditas yang terjadi seperti bawang merah, tomat sayur, dan bawang putih lebih disebabkan
oleh terbatasnya pasokan. Kenaikan harga cabe rawit lebih disebabkan oleh kembali ke harga normal setelah mengalami
penurunan harga yang cukup besar di tahun sebelumnya. Kenaikan harga tongkol dan ikan-ikanan lebih disebabkan oleh
kondisi cuaca yang buruk dan gelombang tinggi.
2.1.3 Inflasi Bulanan
Secara bulanan, Provinsi NTT masih mengalami inflasi pada bulan Januari 2016 yang disebabkan oleh kondisi
cuaca yang buruk, sehingga pasokan bahan pangan relatif berkurang. Pada bulan Februari dan Maret 2016
terjadi penurunan harga yang lebih disebabkan oleh kembali normalnya pasokan dan penurunan permintaan.
Pada bulan Januari 2016, NTT masih mengalami inflasi 0,74% (mtm) terutama disebabkan oleh masih tingginya harga
daging ayam ras karena berkurangnya pasokan ayam imbas dari kematian lebih dari tiga puluh persen ayam akibat dari
adanya pergantian cuaca. Harga ikan juga cenderung naik karena adanya gelombang tinggi sehingga banyak nelayan
Tabel 2.2. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Triwulanan di Provinsi NTT
BAWANG MERAH
TONGKOL
ROKOK KRETEK FILTER
NASI DENGAN LAUK
CABAI RAWIT
TOMAT SAYUR
TAHU MENTAH
BAWANG PUTIH
UPAH PEMBANTU RT
KEMBUNG
55,91
21,63
6,69
4,88
42,53
14,43
15,60
18,18
3,64
2,15
Komoditas
PENYUMBANG INFLASI UTAMA
Inflasi (%) 0,21
0,13
0,11
0,11
0,08
0,06
0,06
0,05
0,04
0,04
Andil (%)ANGKUTAN UDARA
DAGING AYAM RAS
BENSIN
TARIP LISTRIK
SEMEN
DAUN SINGKONG
BUNGA PEPAYA
BERAS
KANGKUNG
WORTEL
(14,55)
(16,51)
(4,85)
(2,81)
(2,83)
(37,33)
(43,56)
(0,64)
(7,19)
(23,12)
Komoditas
PENYUMBANG DEFLASI UTAMA
Inflasi (%) (0,40)
(0,21)
(0,14)
(0,08)
(0,07)
(0,06)
(0,05)
(0,04)
(0,04)
(0,04)
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Tabel 2.4. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
ANGKUTAN UDARA
BENSIN
KANGKUNG
BUNGA PEPAYA
BAYAM
DAUN SINGKONG
SOLAR
BATAKO
BUNCIS
LAYANG/BENGGOL
(11,27)
(4,15)
(14,87)
(27,95)
(17,02)
(18,11)
(13,64)
(7,37)
(24,75)
(15,42)
Komoditas Inflasi (%) (0,34)
(0,13)
(0,10)
(0,05)
(0,05)
(0,04)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
Andil (%)DAGING AYAM RAS
SEMEN
SAWI PUTIH
TARIP LISTRIK
CABAI RAWIT
CABAI MERAH
BESI BETON
SENG
DAUN SINGKONG
BERAS
(14,89)
(6,13)
(17,08)
(3,63)
(30,21)
(15,26)
(3,52)
(3,12)
(13,92)
(0,36)
Komoditas Inflasi (%) (0,22)
(0,17)
(0,15)
(0,10)
(0,08)
(0,04)
(0,03)
(0,03)
(0,03)
(0,02)
Andil (%)DAGING AYAM RAS
ANGKUTAN UDARA
KEMBUNG
KENTANG
CABAI MERAH
TELUR AYAM RAS
PEPAYA MUDA
TOMAT SAYUR
TARIP LISTRIK
LABU SIAM/JIPANG
(12,02)
(4,36)
(6,61)
(34,16)
(37,88)
(5,75)
(34,08)
(10,22)
(1,31)
(34,20)
Komoditas Inflasi (%) (0,15)
(0,12)
(0,11)
(0,10)
(0,08)
(0,05)
(0,05)
(0,04)
(0,04)
(0,03)
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
JANUARI FEBRUARI MARET
tidak melaut. Harga cabai mengalami kenaikan tinggi yang lebih disebabkan oleh turunnya harga di bulan sebelumnya.
Angkutan udara dan bensin menjadi penahan inflasi utama bulan Januari yang disebabkan oleh turunnya aktivitas
masyarakat dan penurunan harga BBM.
Tabel 2.3. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
Daging Ayam Ras
Cabai Rawit
Kembung
Cabai Merah
Bawang Merah
Semen
Nasi dengan Lauk
Tomat Sayur
Sawi Putih
Kentang
11,50
131,29
8,59
90,15
45,72
4,02
3,24
18,57
7,58
29,42
Komoditas Inflasi (%) 0,15
0,15
0,13
0,12
0,11
0,11
0,07
0,06
0,06
0,06
Andil (%)Tongkol/Ambu-ambu
Rokok Kretek Filter
Sawi Hijau
Nasi dengan Lauk
Bayam
Tomat Sayur
Buah Pinang
Kentang
Celana Panjang Jeans
Rokok Putih
23,07
2,80
27,66
1,59
14,37
7,49
44,25
8,94
10,72
2,89
Komoditas Inflasi (%) 0,11
0,05
0,04
0,03
0,03
0,03
0,03
0,02
0,02
0,02
Andil (%)Kangkung
Sawi Putih
Rokok Kretek Filter
Tempe
Bawang Putih
Pisang
Lengkuas
Mie
Minuman Ringan
Ikan Bakar
11,49
8,63
1,98
7,13
7,89
6,63
8,69
1,13
3,05
4,35
Komoditas Inflasi (%) 0,06
0,06
0,03
0,03
0,02
0,02
0,02
0,01
0,01
0,01
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
JANUARI FEBRUARI MARET
Adanya musim angin masih membuat hasil tangkapan ikan berkurang di bulan Februari 2016. Produsen rokok juga mulai
kembali menaikkan harga jual seiring dengan adanya kenaikan cukai rokok. Kembali normalnya pasokan daging ayam ras
mampu menahan laju inflasi di Provinsi NTT. Batas akhir penyelesaian proyek pemerintah yang selesai di tanggal 20
Februari mampu menurunkan harga semen, besi beton dan seng. Penurunan 12 tarif listrik juga berkontribusi positif
dalam menahan laju inflasi. Harga cabai juga kembali menurun setelah mengalami kenaikan signifikan di bulan Januari
2016. secara keseluruhan, pada bulan Februari 2016, NTT mengalami deflasi hingga -0,34% (mtm) dibanding bulan
sebelumnya.
Provinsi NTT justru mengalami deflasi yang lebih tinggi hingga sebesar -0,76% (mtm) di saat secara nasional justru
mengalami inflasi sebesar 0,19% (mtm) pada bulan Maret 2016. Kembali stabilnya pasokan ayam, penurunan tarif
angkutan udara, maupun membaiknya cuaca membuat pemenuhan pasokan pangan membaik dan harga-harga dapat
kembali normal. Adanya kenaikan harga kangkung lebih dikarenakan kembali ke harga normal. Kenaikan harga rokok
karena kenaikan cukai rokok dan inflasi temped an bawang putih lebih disebabkan oleh kenaikan harga komoditas kedelai
dan bawang putih dunia.
Komoditas minyak goreng dan solar turun lebih dikarenakan penurunan harga komoditas. Penurunan harga cabai rawit
dan cabai merah disebabkan oleh berjalannya program gerakan tanam cabai di musim kemarau, sehingga pada musim
hujan pasokan cabe tetap terjaga.
Tabel 2.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahunan di Provinsi NTT
SAWI PUTIH
DAGING AYAM RAS
KEMBUNG
BERAS
ROKOK KRETEK FILTER
SEMEN
BAWANG MERAH
NASI DENGAN LAUK
TELUR AYAM RAS
KONTRAK RUMAH
52,79
30,64
19,96
4,02
16,41
9,31
57,52
8,23
14,96
4,94
Komoditas
PENYUMBANG INFLASI UTAMA
Inflasi (%) 0,39
0,38
0,34
0,28
0,28
0,24
0,22
0,18
0,12
0,12
Andil (%)Besi Beton
Seng
Bayam
Cabai Rawit
Cabai Merah
Batako
Laptop/Notebook
Daun Singkong
Minyak Goreng
Solar
(12,61)
(10,39)
(25,04)
(34,45)
(26,23)
(12,00)
(9,27)
(23,21)
(3,40)
(12,61)
Komoditas
PENYUMBANG DEFLASI UTAMA
Inflasi (%) (0,10)
(0,10)
(0,07)
(0,06)
(0,06)
(0,05)
(0,04)
(0,04)
(0,04)
(0,03)
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
2.1.2 Inflasi Triwulanan
Secara triwulanan, Provinsi NTT justru mengalami deflasi -0,36% (qtq) yang lebih disebabkan oleh normalisasi
harga setelah mengalami kenaikan signifikan di akhir tahun 2015. Komoditas angkutan udara menjadi komoditas
dengan sumbangan deflasi terbesar yang disebabkan oleh penurunan tarif penerbangan hingga 14,55% (qtq). Kembali
normalnya permintaan menjadi penyebab utama kembali normalnya harga-harga komoditas bahan makanan. Adanya
penurunan harga minyak dunia juga berdampak terhadap penurunan harga bensin dan tarif listrik. Secara triwulanan,
harga semen juga mengalami penurunan setelah mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015.
Adapun kenaikan harga komoditas yang terjadi seperti bawang merah, tomat sayur, dan bawang putih lebih disebabkan
oleh terbatasnya pasokan. Kenaikan harga cabe rawit lebih disebabkan oleh kembali ke harga normal setelah mengalami
penurunan harga yang cukup besar di tahun sebelumnya. Kenaikan harga tongkol dan ikan-ikanan lebih disebabkan oleh
kondisi cuaca yang buruk dan gelombang tinggi.
2.1.3 Inflasi Bulanan
Secara bulanan, Provinsi NTT masih mengalami inflasi pada bulan Januari 2016 yang disebabkan oleh kondisi
cuaca yang buruk, sehingga pasokan bahan pangan relatif berkurang. Pada bulan Februari dan Maret 2016
terjadi penurunan harga yang lebih disebabkan oleh kembali normalnya pasokan dan penurunan permintaan.
Pada bulan Januari 2016, NTT masih mengalami inflasi 0,74% (mtm) terutama disebabkan oleh masih tingginya harga
daging ayam ras karena berkurangnya pasokan ayam imbas dari kematian lebih dari tiga puluh persen ayam akibat dari
adanya pergantian cuaca. Harga ikan juga cenderung naik karena adanya gelombang tinggi sehingga banyak nelayan
Tabel 2.2. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Triwulanan di Provinsi NTT
BAWANG MERAH
TONGKOL
ROKOK KRETEK FILTER
NASI DENGAN LAUK
CABAI RAWIT
TOMAT SAYUR
TAHU MENTAH
BAWANG PUTIH
UPAH PEMBANTU RT
KEMBUNG
55,91
21,63
6,69
4,88
42,53
14,43
15,60
18,18
3,64
2,15
Komoditas
PENYUMBANG INFLASI UTAMA
Inflasi (%) 0,21
0,13
0,11
0,11
0,08
0,06
0,06
0,05
0,04
0,04
Andil (%)ANGKUTAN UDARA
DAGING AYAM RAS
BENSIN
TARIP LISTRIK
SEMEN
DAUN SINGKONG
BUNGA PEPAYA
BERAS
KANGKUNG
WORTEL
(14,55)
(16,51)
(4,85)
(2,81)
(2,83)
(37,33)
(43,56)
(0,64)
(7,19)
(23,12)
Komoditas
PENYUMBANG DEFLASI UTAMA
Inflasi (%) (0,40)
(0,21)
(0,14)
(0,08)
(0,07)
(0,06)
(0,05)
(0,04)
(0,04)
(0,04)
Andil (%)
Sumber : BPS diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANANPER SUB KELOMPOK KOMODITAS
-10
0
10
20
30PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
YOY
QTQ
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.5. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
8.14
(1.09)
2.99
(1.13)
(2.86)
(8.00)
(6.00)
(4.00)
(2.00)
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
YOY QTQ MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
Secara bulanan, penurunan harga kelompok komoditas bahan makanan terjadi pada bulan Februari dan Maret setelah
pada bulan Desember 2015 dan Januari 2016 mengalami kenaikan yang sangat tinggi.
2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di triwulan I 2016 menjadi penyumbang deflasi utama di Provinsi
NTT. Adanya penurunan harga BBM, dan turunnya kebutuhan angkutan udara menjadi penyebab utama deflasi di
triwulan I 2016.
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DANJASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
(3.24)(0.57)
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
1.28
YOY QTQ MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASIDAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
-7%-2%4%9%
14%19%24% TRIWULANAN
TRANSPORKOMUNIKASI DAN PENGIRIMANSARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
0%5%
10%15%20%25% TAHUNAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
Secara tahunan, kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih mengalami inflasi walaupun
cukup rendah. Kenaikan tarif angkutan udara sebesar 4,08% menjadi penyebab utama inflasi, sedangkan penurunan
harga solar terutama di triwulan I 2016 menjadi penahan utama laju inflasi komoditas.
Secara bulanan, laju inflasi kelompok komoditas transportasi mengalami penurunan seiring dengan penurunan
kebutuhan transportasi pada bulan Januari 2016 dan penurunan harga BBM bersubsidi. Permintaan transportasi kembali
meningkat di bulan Februari seiring dengan adanya rapat koordinasi nasional antara pusat dan daerah. Pada bulan Maret
2016, kembali terjadi deflasi seiring dengan kembali menurunnya kebutuhan angkutan udara.
2.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan TembakauKelompok komoditas Makanan jadi, Minuman dan Tembakau pada triwulan I 2016 mengalami inflasi tinggi baik secara
triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau mencapai
9,61% (yoy) dan inflasi triwulanan mencapai 3,21% (qtq), menjadi penyumbang utama inflasi triwulan I 2016. Sejak akhir
2014 hingga triwulan I 2016, komoditas ini selalu mengalami inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan cukai
rokok yang berdampak pada kenaikan harga rokok dan tembakau secara bertahap. Harga makanan jadi juga
menunjukkan kenaikan yang cukup tinggi yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan.
Secara tahunan, Komoditas bahan makanan masih menjadi penyumbang utama inflasi di NTT. Tingginya
kenaikan harga bahan makanan berpengaruh terhadap tingginya inflasi makanan jadi. Secara triwulanan,
inflasi makanan jadi bahkan menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT. Kembali lancarnya pasokan
barang dan normalnya permintaan membuat secara triwulanan, NTT mengalami deflasi yang didorong oleh
penurunan harga bahan makanan dan transportasi. Tiga kelompok komoditas mengalami deflasi dan empat lainnya
mengalami inflasi. Penurunan harga dan tarif rata-rata terjadi pada kelompok komoditas bahan makanan, pendidikan dan
transportasi. Kelompok komoditas yang mengalami inflasi antara lain makanan jadi, minuman dan tembakau,
perumahan, sandang dan kesehatan. Hanya kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau yang
mengalami kenaikan cukup tinggi yang disebabkan oleh kenaikan makanan jadi karena kenaikan harga bahan makanan
dan ongkos pegawai, serta kenaikan cukai rokok dan tembakau.
Tabel 2.5. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
IHK 2016
JAN FEB
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
127,1
128,4
134,1
125,3
121,5
112,7
121,1
132,0
126,6
126,7
135,8
123,7
122,5
113,1
121,0
132,1
MAR
125,6
123,0
136,3
123,6
123,1
113,6
120,7
131,5
YOY
5,16
8,70
10,00
2,66
6,44
4,16
3,02
1,61
MTM
0,78
3,61
1,41
1,00
(0,52)
(0,16)
0,13
(2,85)
(0,42)
(1,32)
1,31
(1,27)
0,84
0,36
(0,07)
0,08
(0,76)
(2,89)
0,38
(0,07)
0,42
0,44
(0,25)
(0,48)
QTQ
(0,40)
(0,72)
3,12
(0,35)
0,73
0,65
(0,18)
(3,24)
JAN FEB MAR
GRAFIK 2.4. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA
Sumber : BPS, diolah
3.66 4.34
5.03
0.85 1.06
(0.36) (0.50)
0.50
1.50
2.50
3.50
4.50
5.50
BALI NTB NTT BALI NTB NTT
TAHUNAN TRIWULANAN
GRAFIK 2.3. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA
Sumber : BPS, diolah
TAHUNAN TRIWULANAN
5.0
8
5.0
4
4.0
6
3.93
5.70
0.5
8
0.5
2
0.7
1
0.5
5 0.9
4
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00K
ALI
MA
NTA
N
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
Berdasarkan wilayah, inflasi di wilayah Balinusra masih cenderung stabil baik secara tahunan maupun triwulanan. Di
wilayah Balinusra, inflasi tahunan NTT masih menjadi yang tertinggi dibanding Bali yang mengalami inflasi sebesar 3,66%
(yoy) dan NTB yang mengalami inflasi sebesar 4,34% (yoy). Namun demikian, perbedaan inflasi dapat dikurangi seiring
dengan deflasi yang terjadi di NTT pada triwulan I 2016, sedangkan Bali dan NTB justru mengalami inflasi.
2.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
2.2.1 Bahan Makanan
Inflasi komoditas bahan makanan secara tahunan masih mengalami kenaikan tinggi sebesar 8,14% (yoy). Tingginya inflasi
tahunan bahan makanan lebih disebabkan oleh tingginya inflasi daging dan hasil-hasilnya, sayur-sayuran, beras dan ikan
yang mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015 dan masih berdampak hingga sekarang. Secara triwulanan, harga-
harga komoditas bahan makanan sudah berangsur pulih yang terlihat dari adanya deflasi sebesar 1,09% (qtq). Penurunan
harga daging ayam ras dan 19 komoditas sayur-sayuran menjadi pendorong utama deflasi di triwulan I 2016. Namun
demikian, tingginya kenaikan harga bumbu-bumbuan terutama bawang merah dan bawang putih menghambat
tercapainya penurunan harga yang lebih tinggi.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.6. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANANPER SUB KELOMPOK KOMODITAS
-10
0
10
20
30PADI-PADIAN, UMBI-UMBIAN DAN HASILNYA
DAGING DAN HASIL-HASILNYA
IKAN SEGAR
IKAN DIAWETKAN
TELUR, SUSU DANHASIL-HASILNYA
SAYUR-SAYURANKACANG - KACANGAN
BUAH - BUAHAN
BUMBU - BUMBUAN
LEMAK DAN MINYAK
BAHAN MAKANAN LAINNYA
YOY
QTQ
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.5. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS BAHAN MAKANAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
8.14
(1.09)
2.99
(1.13)
(2.86)
(8.00)
(6.00)
(4.00)
(2.00)
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
YOY QTQ MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
Secara bulanan, penurunan harga kelompok komoditas bahan makanan terjadi pada bulan Februari dan Maret setelah
pada bulan Desember 2015 dan Januari 2016 mengalami kenaikan yang sangat tinggi.
2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan di triwulan I 2016 menjadi penyumbang deflasi utama di Provinsi
NTT. Adanya penurunan harga BBM, dan turunnya kebutuhan angkutan udara menjadi penyebab utama deflasi di
triwulan I 2016.
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.7. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DANJASA KEUANGAN SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
(3.24)(0.57)
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
1.28
YOY QTQ MTM
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.8. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS TRANSPORTASI, KOMUNIKASIDAN JASA KEUANGAN PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
-7%-2%4%9%
14%19%24% TRIWULANAN
TRANSPORKOMUNIKASI DAN PENGIRIMANSARANA DAN PENUNJANG TRANSPOR
TRANSPOR, KOMUNIKASI DAN JASA KEUANGAN
0%5%
10%15%20%25% TAHUNAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
Secara tahunan, kelompok komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan masih mengalami inflasi walaupun
cukup rendah. Kenaikan tarif angkutan udara sebesar 4,08% menjadi penyebab utama inflasi, sedangkan penurunan
harga solar terutama di triwulan I 2016 menjadi penahan utama laju inflasi komoditas.
Secara bulanan, laju inflasi kelompok komoditas transportasi mengalami penurunan seiring dengan penurunan
kebutuhan transportasi pada bulan Januari 2016 dan penurunan harga BBM bersubsidi. Permintaan transportasi kembali
meningkat di bulan Februari seiring dengan adanya rapat koordinasi nasional antara pusat dan daerah. Pada bulan Maret
2016, kembali terjadi deflasi seiring dengan kembali menurunnya kebutuhan angkutan udara.
2.2.3 Makanan Jadi, Minuman dan TembakauKelompok komoditas Makanan jadi, Minuman dan Tembakau pada triwulan I 2016 mengalami inflasi tinggi baik secara
triwulanan maupun tahunan. Inflasi tahunan kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau mencapai
9,61% (yoy) dan inflasi triwulanan mencapai 3,21% (qtq), menjadi penyumbang utama inflasi triwulan I 2016. Sejak akhir
2014 hingga triwulan I 2016, komoditas ini selalu mengalami inflasi terutama disebabkan oleh adanya kenaikan cukai
rokok yang berdampak pada kenaikan harga rokok dan tembakau secara bertahap. Harga makanan jadi juga
menunjukkan kenaikan yang cukup tinggi yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan.
Secara tahunan, Komoditas bahan makanan masih menjadi penyumbang utama inflasi di NTT. Tingginya
kenaikan harga bahan makanan berpengaruh terhadap tingginya inflasi makanan jadi. Secara triwulanan,
inflasi makanan jadi bahkan menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT. Kembali lancarnya pasokan
barang dan normalnya permintaan membuat secara triwulanan, NTT mengalami deflasi yang didorong oleh
penurunan harga bahan makanan dan transportasi. Tiga kelompok komoditas mengalami deflasi dan empat lainnya
mengalami inflasi. Penurunan harga dan tarif rata-rata terjadi pada kelompok komoditas bahan makanan, pendidikan dan
transportasi. Kelompok komoditas yang mengalami inflasi antara lain makanan jadi, minuman dan tembakau,
perumahan, sandang dan kesehatan. Hanya kelompok komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau yang
mengalami kenaikan cukup tinggi yang disebabkan oleh kenaikan makanan jadi karena kenaikan harga bahan makanan
dan ongkos pegawai, serta kenaikan cukai rokok dan tembakau.
Tabel 2.5. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITI
Sumber : BPS diolah
IHK 2016
JAN FEB
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
127,1
128,4
134,1
125,3
121,5
112,7
121,1
132,0
126,6
126,7
135,8
123,7
122,5
113,1
121,0
132,1
MAR
125,6
123,0
136,3
123,6
123,1
113,6
120,7
131,5
YOY
5,16
8,70
10,00
2,66
6,44
4,16
3,02
1,61
MTM
0,78
3,61
1,41
1,00
(0,52)
(0,16)
0,13
(2,85)
(0,42)
(1,32)
1,31
(1,27)
0,84
0,36
(0,07)
0,08
(0,76)
(2,89)
0,38
(0,07)
0,42
0,44
(0,25)
(0,48)
QTQ
(0,40)
(0,72)
3,12
(0,35)
0,73
0,65
(0,18)
(3,24)
JAN FEB MAR
GRAFIK 2.4. PERBANDINGAN INFLASI DI WILAYAH BALINUSRA
Sumber : BPS, diolah
3.66 4.34
5.03
0.85 1.06
(0.36) (0.50)
0.50
1.50
2.50
3.50
4.50
5.50
BALI NTB NTT BALI NTB NTT
TAHUNAN TRIWULANAN
GRAFIK 2.3. PERBANDINGAN INFLASI 5 REGIONAL DI INDONESIA
Sumber : BPS, diolah
TAHUNAN TRIWULANAN
5.0
8
5.0
4
4.0
6
3.93
5.70
0.5
8
0.5
2
0.7
1
0.5
5 0.9
4
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
KA
LIM
AN
TAN
SULA
MPU
A
BALI
NU
SRA
JAW
A
SUM
ATE
RA
Berdasarkan wilayah, inflasi di wilayah Balinusra masih cenderung stabil baik secara tahunan maupun triwulanan. Di
wilayah Balinusra, inflasi tahunan NTT masih menjadi yang tertinggi dibanding Bali yang mengalami inflasi sebesar 3,66%
(yoy) dan NTB yang mengalami inflasi sebesar 4,34% (yoy). Namun demikian, perbedaan inflasi dapat dikurangi seiring
dengan deflasi yang terjadi di NTT pada triwulan I 2016, sedangkan Bali dan NTB justru mengalami inflasi.
2.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
2.2.1 Bahan Makanan
Inflasi komoditas bahan makanan secara tahunan masih mengalami kenaikan tinggi sebesar 8,14% (yoy). Tingginya inflasi
tahunan bahan makanan lebih disebabkan oleh tingginya inflasi daging dan hasil-hasilnya, sayur-sayuran, beras dan ikan
yang mengalami kenaikan tinggi di akhir tahun 2015 dan masih berdampak hingga sekarang. Secara triwulanan, harga-
harga komoditas bahan makanan sudah berangsur pulih yang terlihat dari adanya deflasi sebesar 1,09% (qtq). Penurunan
harga daging ayam ras dan 19 komoditas sayur-sayuran menjadi pendorong utama deflasi di triwulan I 2016. Namun
demikian, tingginya kenaikan harga bumbu-bumbuan terutama bawang merah dan bawang putih menghambat
tercapainya penurunan harga yang lebih tinggi.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.11. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNANPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
SUM VFSUM CORE INF VFSUM AP INFLASI (YOY)INF CORE INF AP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI BULANANPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
-4.5
-2.5
-0.5
1.5
3.5
5.5
7.5
SUM APSUM VFSUM CORE INFLASI (MTM)CORE VOL FOODADM PRICE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
2.3.1 Kelompok Volatile Foods
Inflasi komoditas yang bergejolak (volatile foods) pada triwulan I 2016 masih menjadi penyumbang utama
inflasi di Provinsi NTT. Namun demikian, laju inflasi mengalami penurunan dibanding triwulan IV 2015. Secara
bulanan, volatile food mengalami deflasi di bulan Februari dan Maret 2016. Sepanjang triwulan I 2016, inflasi triwulanan
kelompok volatile food mengalami deflasi -0,74% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.
Tingginya inflasi tahunan volatile food disebabkan oleh masih tingginya kenaikan harga daging ayam ras yang sempat
mengalami kekurangan pasokan di akhir tahun 2015. Walaupun pasokan sudah berangsur normal, harga belum bisa
kembali ke posisi harga sebelumnya dikarenakan adanya kenaikan harga pakan. Tingginya harga sayur-sayuran di akhir
tahun 2015 juga belum kembali ke posisi semula yang masih menunjukkan adanya inflasi sebesar 15,39% (yoy) dibanding
tahun sebelumnya. Komoditas lain yang juga menjadi penyumbang utama inflasi antara lain kenaikan harga beras,
bawang merah dan bawang putih, ikan segar, telur dan kacang kedelai.
Penurunan harga sebenarnya sudah terjadi yang terlihat dari deflasi kelompok volatile food di triwulan I sebesar -0,74%
(qtq). Komoditas sayur-sayuran, daging dan hasil-hasilnya serta padi-padian telah menunjukkan adanya penurunan.
Namun demikian, dikarenakan besar penurunan yang tidak sebesar kenaikan yang terjadi, inflasi volatile food secara
tahunan tetap tinggi. Kurangnya pasokan bawang merah dan bawang putih serta kenaikan harga kacang kedelai dunia
dan kurangnya pasokan ikan membuat deflasi yang terjadi tidak sebesar yang diharapkan.
2.3.2 Kelompok Administered Prices
Secara triwulanan, Inflasi administered price menjadi penyumbang terbesar deflasi pada triwulan I 2016.
Kembali normalnya tarif angkutan udara dan penurunan harga BBM dan tarif listrik menjadi penyebab utama deflasi
administered price. Di sisi lain, kenaikan cukai rokok masih menjadi penghambat utama deflasi di triwulan I 2016. Secara
tahunan, inflasi administered price masih relatif stabil. Kenaikan inflasi hanya terjadi pada komoditas tembakau dan
minuman beralkohol yang mengalami inflasi sebesar 14,87%, sedangkan komoditas bahan bakar dan transportasi
cenderung tetap. Secara bulanan, inflasi administered price hanya terjadi pada bulan Februari 2016 yang disebabkan oleh
kenaikan cukai rokok dan naiknya tarif angkutan udara seiring dengan adanya acara rapat koordinasi pusat dan daerah.
Minimnya frekuensi angkutan udara membuat setiap adanya kegiatan bertaraf nasional atau yang mendatangkan banyak
orang membuat tarif angkutan juga mengalami kenaikan. Pada bulan Januari dan Maret 2016, kelompok administered
price mengalami deflasi yang disebabkan oleh kembali normalnya permintaan angkutan udara dan penurunan subsidi
BBM dan listrik.
Sumber : BPS, diolah
9.61
3.21
0.45 -
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
YOY QTQ MTM
Harga minuman juga menunjukkan adanya kenaikan harga yang konstan. Kenaikan harga minuman lebih disebabkan
oleh kenaikan dari pabrikan yang sebagian besar berasal dari Jawa. Kenaikan harga makanan jadi secara struktural lebih
disebabkan oleh keterbatasan bahan baku, kenaikan harga bahan makanan maupun terbatasnya pelaku usaha makanan
jadi, sehingga persaingan harga relatif rendah di NTT.
2.2.4 Komoditas Lainnya
Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar relatif rendah baik secara tahunan maupun triwulanan. Biaya
bahan bakar dan tempat tinggal relatif stabil. Inflasi terutama terjadi pada komoditas penyelenggaraan rumah tangga dan
perlengkapan rumah tangga yang disebabkan oleh kenaikan upah pembantu rumah tangga maupun kenaikan harga
gelas, kasur dan barang elektronik seperti kulkas, mesin cuci dan dispenser.
Inflasi pada kelompok komoditas sandang pada triwulan I 2016 sebesar 5,95 (yoy) meningkat dibanding inflasi di triwulan
IV 2015 yang sebesar 5,71% (yoy). Peningkatan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga sandang anak-anak yang
mengalami kenaikan sebesar 11,38% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
Inflasi komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga secara triwulanan mengalami deflasi sebesar -0,15% (qtq). Secara
triwulanan, komoditas ini mengalami inflasi 3,49% dengan pendorong utama inflasi adalah kenaikan biaya pendidikan
yang mengalami inflasi 4,18% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
Inflasi komoditas jasa kesehatan cenderung melambat dibanding akhir tahun 2015. Secara triwulanan, pergerakan harga
juga cenderung stabil dengan kenaikan pada jasa kesehatan dan obat-obatan, sedangkan komoditas perawatan jasmani
dan kosmetika justru mengalami deflasi dibanding triwulan sebelumnya.
GRAFIK 2.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMANDAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMANDAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
-1%0%1%2%3%4%5%6%7%8%9% QTQ
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
MAKANAN JADI MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
0%
5%
10%
15%
20% YOY
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015
1 2 32016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
Berdasarkan disagregasi inflasi, administered price dan volatile food mampu menjadi penyebab utama
terjadinya deflasi di triwulan I 2016. Komoditas inflasi inti masih mengalami inflasi dengan pendorong utama
kenaikan harga pada komoditas makanan jadi, kenaikan gaji asisten rumah tangga, minuman, perlengkapan
rumah tangga dan sandang anak. Penurunan inflasi administered price dan volatile food terutama disebabkan oleh
kembali normalnya aktivitas ekonomi, sehingga permintaan produk mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari penurunan
tarif angkutan udara dan sebagian besar bahan makanan. Membaiknya cuaca dan kembali normalnya pasokan juga
menjadi penyebab turunnya harga komoditas.
2.3. DISAGREGASI INFLASI
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.11. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI TAHUNANPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
SUM VFSUM CORE INF VFSUM AP INFLASI (YOY)INF CORE INF AP
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.12. DISAGREGASI INFLASI DAN SUMBANGAN INFLASI BULANANPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
-4.5
-2.5
-0.5
1.5
3.5
5.5
7.5
SUM APSUM VFSUM CORE INFLASI (MTM)CORE VOL FOODADM PRICE
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
2.3.1 Kelompok Volatile Foods
Inflasi komoditas yang bergejolak (volatile foods) pada triwulan I 2016 masih menjadi penyumbang utama
inflasi di Provinsi NTT. Namun demikian, laju inflasi mengalami penurunan dibanding triwulan IV 2015. Secara
bulanan, volatile food mengalami deflasi di bulan Februari dan Maret 2016. Sepanjang triwulan I 2016, inflasi triwulanan
kelompok volatile food mengalami deflasi -0,74% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya.
Tingginya inflasi tahunan volatile food disebabkan oleh masih tingginya kenaikan harga daging ayam ras yang sempat
mengalami kekurangan pasokan di akhir tahun 2015. Walaupun pasokan sudah berangsur normal, harga belum bisa
kembali ke posisi harga sebelumnya dikarenakan adanya kenaikan harga pakan. Tingginya harga sayur-sayuran di akhir
tahun 2015 juga belum kembali ke posisi semula yang masih menunjukkan adanya inflasi sebesar 15,39% (yoy) dibanding
tahun sebelumnya. Komoditas lain yang juga menjadi penyumbang utama inflasi antara lain kenaikan harga beras,
bawang merah dan bawang putih, ikan segar, telur dan kacang kedelai.
Penurunan harga sebenarnya sudah terjadi yang terlihat dari deflasi kelompok volatile food di triwulan I sebesar -0,74%
(qtq). Komoditas sayur-sayuran, daging dan hasil-hasilnya serta padi-padian telah menunjukkan adanya penurunan.
Namun demikian, dikarenakan besar penurunan yang tidak sebesar kenaikan yang terjadi, inflasi volatile food secara
tahunan tetap tinggi. Kurangnya pasokan bawang merah dan bawang putih serta kenaikan harga kacang kedelai dunia
dan kurangnya pasokan ikan membuat deflasi yang terjadi tidak sebesar yang diharapkan.
2.3.2 Kelompok Administered Prices
Secara triwulanan, Inflasi administered price menjadi penyumbang terbesar deflasi pada triwulan I 2016.
Kembali normalnya tarif angkutan udara dan penurunan harga BBM dan tarif listrik menjadi penyebab utama deflasi
administered price. Di sisi lain, kenaikan cukai rokok masih menjadi penghambat utama deflasi di triwulan I 2016. Secara
tahunan, inflasi administered price masih relatif stabil. Kenaikan inflasi hanya terjadi pada komoditas tembakau dan
minuman beralkohol yang mengalami inflasi sebesar 14,87%, sedangkan komoditas bahan bakar dan transportasi
cenderung tetap. Secara bulanan, inflasi administered price hanya terjadi pada bulan Februari 2016 yang disebabkan oleh
kenaikan cukai rokok dan naiknya tarif angkutan udara seiring dengan adanya acara rapat koordinasi pusat dan daerah.
Minimnya frekuensi angkutan udara membuat setiap adanya kegiatan bertaraf nasional atau yang mendatangkan banyak
orang membuat tarif angkutan juga mengalami kenaikan. Pada bulan Januari dan Maret 2016, kelompok administered
price mengalami deflasi yang disebabkan oleh kembali normalnya permintaan angkutan udara dan penurunan subsidi
BBM dan listrik.
Sumber : BPS, diolah
9.61
3.21
0.45 -
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
YOY QTQ MTM
Harga minuman juga menunjukkan adanya kenaikan harga yang konstan. Kenaikan harga minuman lebih disebabkan
oleh kenaikan dari pabrikan yang sebagian besar berasal dari Jawa. Kenaikan harga makanan jadi secara struktural lebih
disebabkan oleh keterbatasan bahan baku, kenaikan harga bahan makanan maupun terbatasnya pelaku usaha makanan
jadi, sehingga persaingan harga relatif rendah di NTT.
2.2.4 Komoditas Lainnya
Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar relatif rendah baik secara tahunan maupun triwulanan. Biaya
bahan bakar dan tempat tinggal relatif stabil. Inflasi terutama terjadi pada komoditas penyelenggaraan rumah tangga dan
perlengkapan rumah tangga yang disebabkan oleh kenaikan upah pembantu rumah tangga maupun kenaikan harga
gelas, kasur dan barang elektronik seperti kulkas, mesin cuci dan dispenser.
Inflasi pada kelompok komoditas sandang pada triwulan I 2016 sebesar 5,95 (yoy) meningkat dibanding inflasi di triwulan
IV 2015 yang sebesar 5,71% (yoy). Peningkatan inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan harga sandang anak-anak yang
mengalami kenaikan sebesar 11,38% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
Inflasi komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga secara triwulanan mengalami deflasi sebesar -0,15% (qtq). Secara
triwulanan, komoditas ini mengalami inflasi 3,49% dengan pendorong utama inflasi adalah kenaikan biaya pendidikan
yang mengalami inflasi 4,18% (yoy) dibanding tahun sebelumnya.
Inflasi komoditas jasa kesehatan cenderung melambat dibanding akhir tahun 2015. Secara triwulanan, pergerakan harga
juga cenderung stabil dengan kenaikan pada jasa kesehatan dan obat-obatan, sedangkan komoditas perawatan jasmani
dan kosmetika justru mengalami deflasi dibanding triwulan sebelumnya.
GRAFIK 2.9. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMANDAN TEMBAKAU SECARA TRIWULANAN, TAHUNAN DAN BULANAN
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.10. INFLASI KELOMPOK KOMODITAS MAKANAN JADI, MINUMANDAN TEMBAKAU PER SUB KELOMPOK KOMODITAS
-1%0%1%2%3%4%5%6%7%8%9% QTQ
MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK & TEMBAKAU
MAKANAN JADI MINUMAN YANG TIDAK BERALKOHOL TEMBAKAU DAN MINUMAN BERALKOHOL
0%
5%
10%
15%
20% YOY
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 122015
1 2 32016
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2014
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3
2016
Berdasarkan disagregasi inflasi, administered price dan volatile food mampu menjadi penyebab utama
terjadinya deflasi di triwulan I 2016. Komoditas inflasi inti masih mengalami inflasi dengan pendorong utama
kenaikan harga pada komoditas makanan jadi, kenaikan gaji asisten rumah tangga, minuman, perlengkapan
rumah tangga dan sandang anak. Penurunan inflasi administered price dan volatile food terutama disebabkan oleh
kembali normalnya aktivitas ekonomi, sehingga permintaan produk mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari penurunan
tarif angkutan udara dan sebagian besar bahan makanan. Membaiknya cuaca dan kembali normalnya pasokan juga
menjadi penyebab turunnya harga komoditas.
2.3. DISAGREGASI INFLASI
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Deflasi yang terjadi pada triwulan I 2016 lebih disebabkan oleh kembali turunnya tarif angkutan udara setelah di akhir
tahun 2015 mengalami kenaikan tinggi seiring dengan adanya even HKSN dan natal bersama yang dipusatkan di Kupang.
Kenaikan harga terjadi pada komoditas makanan jadi seiring dengan kenaikan cukai rokok dan harga makanan jadi dan
minuman. Adapun harga komoditas lainnya tidak mengalami perubahan yang berarti.
Secara bulanan, inflasi masih terjadi di bulan Januari 2016. pada bulan Februari dan Maret 2016, Kota Kupang mengalami
deflasi dengan deflasi bahan makanan dan transportasi sebagai penyebab utama penurunan harga.
Tabel 2.6. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
118,1
107,9
139,1
117,5
109,7
111,6
140,4
115,6
118,4
108,3
140,2
117,6
110,4
111,6
140,5
115,5
117,5
105,5
141,4
117,8
110,5
111,6
140,4
114,0
4,16
4,05
7,21
4,66
2,48
3,56
6,21
(1,14)
0,42
(1,57)
2,10
3,23
0,67
0,35
-
(1,89)
0,27
0,34
0,74
0,10
0,58
-
0,01
(0,08)
(0,77)
(2,64)
0,89
0,15
0,14
-
(0,01)
(1,30)
(0,09)
(3,84)
3,77
3,49
1,40
0,35
-
(3,24)
IHK 2015
JAN FEB MARYOY
MTMQTQ
JAN FEB MAR
2.4.2 Inflasi Kota Maumere
Inflasi Kota Maumere secara tahunan sebesar 4,16% (yoy), masih lebih rendah dibanding inflasi NTT yang
sebesar 5,04% (yoy). Namun demikian, gap inflasi mengalami penurunan seiring dengan deflasi triwulan I
2016 yang hanya sebesar 0,09% (qtq), lebih rendah dibanding deflasi NTT. Rendahnya deflasi terutama disebabkan
oleh kondisi inflasi di bulan Februari yang masih mengalami inflasi, dan di saat yang sama Kota Kupang justru mengalami
deflasi.
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.17. INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE GRAFIK 2.18. INFLASI TRIWULANAN KOTA MAUMERE GRAFIK 2.19. INFLASI BULANAN KOTA MAUMERE
I I I I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV I2016
I I I I I I IV2012-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
-0.09%-0.36%
-1.5%
-0.5%
0.5%
1.5%
2.5%
3.5%
4.5%
I I I I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
0.05%0.02%
-0.07%
0.074%
-0.03%-0.08%
MAUMERE NTTMAUMERE NTTMAUMERE NTT
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
4.16%
5.04%
I I I I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
Cukup rendahnya inflasi di Kota Maumere membuat penurunan harga juga tidak terjadi secara signifikan. Secara tahunan,
inflasi Kota Maumere lebih disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan, makanan jadi, minuman dan tembakau serta
kenaikan biaya tempat tinggal. Berdasarkan bahan makanan, kenaikan terbesar justru terjadi pada kenaikan harga ayam
kampung hidup yang naik hingga 72,23% (yoy) dan menyumbang inflasi hingga 2,16% (sum-yoy). Adanya pembatasan
supplier pembelian DOC di awal tahun 2015 masih menjadi penyebab utama melambungnya harga ayam hidup. Ikan selar
diawetkan juga mengalami kenaikan signifikan hingga 213,49% (yoy) dibanding tahun sebelumnya yang menyumbang
inflasi bahan makanan hingga 0,33% (sum-yoy). Di sisi lain, turunnya harga sayur-sayuran dan ikan segar mampu
menahan laju inflasi bahan makanan.
2.3.3 Kelompok Inti (core)
Di saat kelompok administered price dan volatile food mengalami deflasi, kelompok inti justru mengalami
inflasi di triwulan I 2016 sebesar 0,90% (qtq). Kenaikan harga makanan jadi, gaji asisten rumah tangga dan
minuman yang tidak beralkohol menjadi penyebab utama inflasi pada kelompok inti. Secara tahunan, inflasi core
inflation sebesar 4,63% (yoy) dengan kenaikan harga makanan jadi, biaya tempat tinggal, minuman yang tidak beralkohol
dan biaya pendidikan menjadi penyumbang utama inflasi. Secara bulanan, Inflasi inti mengalami inflasi pada bulan Januari
seiring dengan kenaikan harga makanan jadi dan biaya asisten rumah tangga, mengalami deflasi di bulan Februari seiring
dengan turunnya biaya tempat tinggal dan kembali mengalami inflasi di bulan Maret 2016 terutama disebabkan oleh
meningkatnya harga makanan jadi, minuman tak beralkohol, sandang anak dan biaya perawatan jasmani dan kosmetika.
GRAFIK 2.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
150.00
155.00
160.00
165.00
170.00
175.00
180.00
185.00
190.00
195.00
200.00
(1.50)
(1.00)
(0.50)
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
INFLASIEKSPEKTASI HARGA 6 BLN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2016
2.4.1 Inflasi Kota Kupang
Inflasi Kota Kupang pada triwulan I 2016 mengalami penurunan sebesar 0,40% (qtq) lebih besar dibanding
inflasi NTT yang sebesar 0,36% (qtq). Besarnya penurunan inflasi Kota Kupang lebih disebabkan oleh
tingginya inflasi di tahun 2015, sehingga harga kembali melakukan normalisasi dengan penurunan yang lebih
besar. Besarnya inflasi Kota Kupang terlihat dari nilai inflasi tahunan yang mencapai 5,16% (yoy) lebih besar dibanding
inflasi Provinsi NTT yang sebesar 5,04% (yoy). Pergerakan inflasi bulanan cenderung identik dengan inflasi bulanan Provinsi
NTT lebih disebabkan oleh besarnya bobot Kota Kupang yang mencapai 87% dari total bobot inflasi di NTT.
2.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.14. INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG GRAFIK 2.15. INFLASI TRIWULANAN KOTA KUPANG GRAFIK 2.16. INFLASI BULANAN KOTA KUPANG
5.16%
5.04%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
10.00%
KUPANG NTT
I I I I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
KUPANG NTT KUPANG NTT
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
7.0%
-0.40%-0.36%
I I I I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
-1.5%
-0.5%
0.5%
1.5%
2.5%
3.5%
4.5%
I II I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
0.78%
-0.04%-0.75%
0.073%
-0.034%
-0.76%
Inflasi komoditas bahan makanan masih menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang terutama disebabkan oleh
tingginya inflasi sayur-sayuran, daging dan hasil-hasilnya, ikan segar dan padi-padian. Komoditas makanan jadi menjadi
penyumbang inflasi terbesar kedua yang disebabkan oleh inflasi semua unsur pembentuknya.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Deflasi yang terjadi pada triwulan I 2016 lebih disebabkan oleh kembali turunnya tarif angkutan udara setelah di akhir
tahun 2015 mengalami kenaikan tinggi seiring dengan adanya even HKSN dan natal bersama yang dipusatkan di Kupang.
Kenaikan harga terjadi pada komoditas makanan jadi seiring dengan kenaikan cukai rokok dan harga makanan jadi dan
minuman. Adapun harga komoditas lainnya tidak mengalami perubahan yang berarti.
Secara bulanan, inflasi masih terjadi di bulan Januari 2016. pada bulan Februari dan Maret 2016, Kota Kupang mengalami
deflasi dengan deflasi bahan makanan dan transportasi sebagai penyebab utama penurunan harga.
Tabel 2.6. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
118,1
107,9
139,1
117,5
109,7
111,6
140,4
115,6
118,4
108,3
140,2
117,6
110,4
111,6
140,5
115,5
117,5
105,5
141,4
117,8
110,5
111,6
140,4
114,0
4,16
4,05
7,21
4,66
2,48
3,56
6,21
(1,14)
0,42
(1,57)
2,10
3,23
0,67
0,35
-
(1,89)
0,27
0,34
0,74
0,10
0,58
-
0,01
(0,08)
(0,77)
(2,64)
0,89
0,15
0,14
-
(0,01)
(1,30)
(0,09)
(3,84)
3,77
3,49
1,40
0,35
-
(3,24)
IHK 2015
JAN FEB MARYOY
MTMQTQ
JAN FEB MAR
2.4.2 Inflasi Kota Maumere
Inflasi Kota Maumere secara tahunan sebesar 4,16% (yoy), masih lebih rendah dibanding inflasi NTT yang
sebesar 5,04% (yoy). Namun demikian, gap inflasi mengalami penurunan seiring dengan deflasi triwulan I
2016 yang hanya sebesar 0,09% (qtq), lebih rendah dibanding deflasi NTT. Rendahnya deflasi terutama disebabkan
oleh kondisi inflasi di bulan Februari yang masih mengalami inflasi, dan di saat yang sama Kota Kupang justru mengalami
deflasi.
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.17. INFLASI TAHUNAN KOTA MAUMERE GRAFIK 2.18. INFLASI TRIWULANAN KOTA MAUMERE GRAFIK 2.19. INFLASI BULANAN KOTA MAUMERE
I I I I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV I2016
I I I I I I IV2012-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
-0.09%-0.36%
-1.5%
-0.5%
0.5%
1.5%
2.5%
3.5%
4.5%
I I I I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
0.05%0.02%
-0.07%
0.074%
-0.03%-0.08%
MAUMERE NTTMAUMERE NTTMAUMERE NTT
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
4.16%
5.04%
I I I I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
Cukup rendahnya inflasi di Kota Maumere membuat penurunan harga juga tidak terjadi secara signifikan. Secara tahunan,
inflasi Kota Maumere lebih disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan, makanan jadi, minuman dan tembakau serta
kenaikan biaya tempat tinggal. Berdasarkan bahan makanan, kenaikan terbesar justru terjadi pada kenaikan harga ayam
kampung hidup yang naik hingga 72,23% (yoy) dan menyumbang inflasi hingga 2,16% (sum-yoy). Adanya pembatasan
supplier pembelian DOC di awal tahun 2015 masih menjadi penyebab utama melambungnya harga ayam hidup. Ikan selar
diawetkan juga mengalami kenaikan signifikan hingga 213,49% (yoy) dibanding tahun sebelumnya yang menyumbang
inflasi bahan makanan hingga 0,33% (sum-yoy). Di sisi lain, turunnya harga sayur-sayuran dan ikan segar mampu
menahan laju inflasi bahan makanan.
2.3.3 Kelompok Inti (core)
Di saat kelompok administered price dan volatile food mengalami deflasi, kelompok inti justru mengalami
inflasi di triwulan I 2016 sebesar 0,90% (qtq). Kenaikan harga makanan jadi, gaji asisten rumah tangga dan
minuman yang tidak beralkohol menjadi penyebab utama inflasi pada kelompok inti. Secara tahunan, inflasi core
inflation sebesar 4,63% (yoy) dengan kenaikan harga makanan jadi, biaya tempat tinggal, minuman yang tidak beralkohol
dan biaya pendidikan menjadi penyumbang utama inflasi. Secara bulanan, Inflasi inti mengalami inflasi pada bulan Januari
seiring dengan kenaikan harga makanan jadi dan biaya asisten rumah tangga, mengalami deflasi di bulan Februari seiring
dengan turunnya biaya tempat tinggal dan kembali mengalami inflasi di bulan Maret 2016 terutama disebabkan oleh
meningkatnya harga makanan jadi, minuman tak beralkohol, sandang anak dan biaya perawatan jasmani dan kosmetika.
GRAFIK 2.13. EKSPEKTASI HARGA KONSUMEN 3 DAN 6 BULAN KE DEPAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
150.00
155.00
160.00
165.00
170.00
175.00
180.00
185.00
190.00
195.00
200.00
(1.50)
(1.00)
(0.50)
-
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
INFLASIEKSPEKTASI HARGA 6 BLN YADEKSPEKTASI HARGA 3 BLN YAD
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2015
1 2 3 4 5 6 7 8 9
2016
2.4.1 Inflasi Kota Kupang
Inflasi Kota Kupang pada triwulan I 2016 mengalami penurunan sebesar 0,40% (qtq) lebih besar dibanding
inflasi NTT yang sebesar 0,36% (qtq). Besarnya penurunan inflasi Kota Kupang lebih disebabkan oleh
tingginya inflasi di tahun 2015, sehingga harga kembali melakukan normalisasi dengan penurunan yang lebih
besar. Besarnya inflasi Kota Kupang terlihat dari nilai inflasi tahunan yang mencapai 5,16% (yoy) lebih besar dibanding
inflasi Provinsi NTT yang sebesar 5,04% (yoy). Pergerakan inflasi bulanan cenderung identik dengan inflasi bulanan Provinsi
NTT lebih disebabkan oleh besarnya bobot Kota Kupang yang mencapai 87% dari total bobot inflasi di NTT.
2.2. INFLASI BERDASARKAN KELOMPOK KOMODITAS
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 2.14. INFLASI TAHUNAN KOTA KUPANG GRAFIK 2.15. INFLASI TRIWULANAN KOTA KUPANG GRAFIK 2.16. INFLASI BULANAN KOTA KUPANG
5.16%
5.04%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
10.00%
KUPANG NTT
I I I I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
KUPANG NTT KUPANG NTT
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
7.0%
-0.40%-0.36%
I I I I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
-1.5%
-0.5%
0.5%
1.5%
2.5%
3.5%
4.5%
I II I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
0.78%
-0.04%-0.75%
0.073%
-0.034%
-0.76%
Inflasi komoditas bahan makanan masih menjadi penyumbang utama inflasi di Kota Kupang terutama disebabkan oleh
tingginya inflasi sayur-sayuran, daging dan hasil-hasilnya, ikan segar dan padi-padian. Komoditas makanan jadi menjadi
penyumbang inflasi terbesar kedua yang disebabkan oleh inflasi semua unsur pembentuknya.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Perkembangan kondisi potensi rawan pangan di NTT menunjukkan kondisi yang membaik. Walaupun total gagal tanam
meningkat menjadi 59,7 ribu ha dibanding posisi Januari 2016 yang sebesar 34,8 ribu ha, namun dibanding total luas
lahan tanam, prosentase gagal tanam mengalami penurunan menjadi hanya 11,71% dibanding bulan Januari yang
mencapai 30,5%. Total luas tanam tanaman pangan hingga posisi bulan April 2016 mencapai 509,72 ribu ha, dengan
penanaman terbesar pada komoditas padi dengan total luas tanam sebesar 247 ribu ha, disusul oleh tanaman jagung yang
seluas 232 ribu ha, ubi kayu seluas 26 ribu ha dan ubi jalar dengan total tanam seluas 5 ribu ha.
Kabupaten Sikka menjadi Kabupaten yang paling berpotensi mengalami rawan pangan yang disebabkan oleh kegagalan
tanam 66,0% total tanaman pangan yang ditanam. Dari total 13 ribu ha lahan tanaman pangan, seluas 8,6 ribu ha
mengalami gagal tanam. Kabupaten Timor Tengah Utara, Alor, dan Lembata juga menjadi daerah dengan prosentase
gagal tanam yang lebih dari 30% dari total luas tanam. Daerah dengan kegagalan tanam cukup tinggi lainnya adalah
Flores Timur dan Ende.
Dari total 22 kabupaten/kota, terdapat 11 Kabupaten/kota yang relatif rendah prosentase gagal tanam yang dialami.
Untungnya, sebagian besar daerah yang relatif aman dari gagal tanam merupakan kantong produksi, sehingga secara
total, gangguan produksi relatif terjaga. Permasalahan yang timbul saat ini lebih dikarenakan adanya penyakit tanaman
yang membuat produktifitas mengalami penurunan.
Perkembangan Potensi Rawan Pangan di Provinsi NTT02
GAMBAR BOKS 2.1. PETA DAERAH DENGAN POTENSI KERUSAKAN TANAM POSISI 29 APRIL 2016
Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, diolah
Berdasarkan komoditas, potensi gagal tanam tertinggi dialami oleh tanaman jagung yang mencapai 15,93% dari total luas
tanam atau sebesar 37 ribu ha. Tanaman padi mengalami gagal tanam yang cukup besar hingga 20 ribu ha atau setara
dengan 8,23% dari total luas tanam. Ubi kayu dan Ubi jalar juga mengalami gagal tanam namun tidak terlalu besar
dikarenakan luas tanam yang juga relatif kecil. Dari total lahan yang gagal tanam tersebut, petani berpotensi mengalami
kerugian lebih kurang setara dengan 700 miliar rupiah.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Secara triwulanan, hanya komoditas bahan makanan dan transportasi yang mengalami deflasi. Namun demikian,
dikarenakan sumbangan terhadap total konsumsi yang cukup besar, kedua kelompok komoditas tersebut mampu
menurunkan inflasi di Kota Maumere. Kembali normalnya permintaan dan penurunan penumpang diperkirakan menjadi
penyebab utama deflasi pada kedua kelompok komoditas tersebut.
Tabel 2.7. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
118,1
107,9
139,1
117,5
109,7
111,6
140,4
115,6
118,4
108,3
140,2
117,6
110,4
111,6
140,5
115,5
117,5
105,5
141,4
117,8
110,5
111,6
140,4
114,0
4,16
4,05
7,21
4,66
2,48
3,56
6,21
(1,14)
0,42
(1,57)
2,10
3,23
0,67
0,35
-
(1,89)
0,27
0,34
0,74
0,10
0,58
-
0,01
(0,08)
(0,77)
(2,64)
0,89
0,15
0,14
-
(0,01)
(1,30)
(0,09)
(3,84)
3,77
3,49
1,40
0,35
-
(3,24)
IHK 2015
JAN FEB MARYOY
MTMQTQ
JAN FEB MAR
Selama triwulan I 2016, TPID tidak melakukan rapat baik teknis maupun HLM. Hal ini lebih disebabkan oleh
karakter inflasi di NTT yang memang cenderung mengalami penurunan di awal tahun, sehingga langkah-langkah aksi dan
mitigasi dinilai belum terlalu diperlukan. Dalam rangka mengantisipasi adanya potensi kerawanan pangan, TPID baru
melakukan perencanaan yang diadakan pada bulan April 2016 melalui rapat teknis.
2.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID
Gambar 2.1. Kegiatan T PID P rovinsi N TT T riwulan I 2 016 d an S ebaran P embentukan T PID
Sumber : Sekretariat TPID, diolah
Perkembangan kondisi potensi rawan pangan di NTT menunjukkan kondisi yang membaik. Walaupun total gagal tanam
meningkat menjadi 59,7 ribu ha dibanding posisi Januari 2016 yang sebesar 34,8 ribu ha, namun dibanding total luas
lahan tanam, prosentase gagal tanam mengalami penurunan menjadi hanya 11,71% dibanding bulan Januari yang
mencapai 30,5%. Total luas tanam tanaman pangan hingga posisi bulan April 2016 mencapai 509,72 ribu ha, dengan
penanaman terbesar pada komoditas padi dengan total luas tanam sebesar 247 ribu ha, disusul oleh tanaman jagung yang
seluas 232 ribu ha, ubi kayu seluas 26 ribu ha dan ubi jalar dengan total tanam seluas 5 ribu ha.
Kabupaten Sikka menjadi Kabupaten yang paling berpotensi mengalami rawan pangan yang disebabkan oleh kegagalan
tanam 66,0% total tanaman pangan yang ditanam. Dari total 13 ribu ha lahan tanaman pangan, seluas 8,6 ribu ha
mengalami gagal tanam. Kabupaten Timor Tengah Utara, Alor, dan Lembata juga menjadi daerah dengan prosentase
gagal tanam yang lebih dari 30% dari total luas tanam. Daerah dengan kegagalan tanam cukup tinggi lainnya adalah
Flores Timur dan Ende.
Dari total 22 kabupaten/kota, terdapat 11 Kabupaten/kota yang relatif rendah prosentase gagal tanam yang dialami.
Untungnya, sebagian besar daerah yang relatif aman dari gagal tanam merupakan kantong produksi, sehingga secara
total, gangguan produksi relatif terjaga. Permasalahan yang timbul saat ini lebih dikarenakan adanya penyakit tanaman
yang membuat produktifitas mengalami penurunan.
Perkembangan Potensi Rawan Pangan di Provinsi NTT02
GAMBAR BOKS 2.1. PETA DAERAH DENGAN POTENSI KERUSAKAN TANAM POSISI 29 APRIL 2016
Sumber : Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, diolah
Berdasarkan komoditas, potensi gagal tanam tertinggi dialami oleh tanaman jagung yang mencapai 15,93% dari total luas
tanam atau sebesar 37 ribu ha. Tanaman padi mengalami gagal tanam yang cukup besar hingga 20 ribu ha atau setara
dengan 8,23% dari total luas tanam. Ubi kayu dan Ubi jalar juga mengalami gagal tanam namun tidak terlalu besar
dikarenakan luas tanam yang juga relatif kecil. Dari total lahan yang gagal tanam tersebut, petani berpotensi mengalami
kerugian lebih kurang setara dengan 700 miliar rupiah.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Secara triwulanan, hanya komoditas bahan makanan dan transportasi yang mengalami deflasi. Namun demikian,
dikarenakan sumbangan terhadap total konsumsi yang cukup besar, kedua kelompok komoditas tersebut mampu
menurunkan inflasi di Kota Maumere. Kembali normalnya permintaan dan penurunan penumpang diperkirakan menjadi
penyebab utama deflasi pada kedua kelompok komoditas tersebut.
Tabel 2.7. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
118,1
107,9
139,1
117,5
109,7
111,6
140,4
115,6
118,4
108,3
140,2
117,6
110,4
111,6
140,5
115,5
117,5
105,5
141,4
117,8
110,5
111,6
140,4
114,0
4,16
4,05
7,21
4,66
2,48
3,56
6,21
(1,14)
0,42
(1,57)
2,10
3,23
0,67
0,35
-
(1,89)
0,27
0,34
0,74
0,10
0,58
-
0,01
(0,08)
(0,77)
(2,64)
0,89
0,15
0,14
-
(0,01)
(1,30)
(0,09)
(3,84)
3,77
3,49
1,40
0,35
-
(3,24)
IHK 2015
JAN FEB MARYOY
MTMQTQ
JAN FEB MAR
Selama triwulan I 2016, TPID tidak melakukan rapat baik teknis maupun HLM. Hal ini lebih disebabkan oleh
karakter inflasi di NTT yang memang cenderung mengalami penurunan di awal tahun, sehingga langkah-langkah aksi dan
mitigasi dinilai belum terlalu diperlukan. Dalam rangka mengantisipasi adanya potensi kerawanan pangan, TPID baru
melakukan perencanaan yang diadakan pada bulan April 2016 melalui rapat teknis.
2.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID
Gambar 2.1. Kegiatan T PID P rovinsi N TT T riwulan I 2 016 d an S ebaran P embentukan T PID
Sumber : Sekretariat TPID, diolah
Untuk meminimalisir potensi kerugian yang ada, maka peningkatan produktifitas pada lahan yang tidak terdampak gagal
tanam diharapkan dapat menjadi fokus utama. Berdasarkan data perbandingan penyaluran alokasi pupuk subsidi per ha
lahan dengan produktifitas menunjukkan adanya korelasi positif antara keduanya. Semakin banyak pemupukan lahan per
ha, maka produktifitas juga cenderung meningkat. Berdasarkan data tersebut juga terlihat ada permasalahan terkait
rendahnya produktifitas padi di NTT yang salah satunya juga disebabkan oleh alokasi pupuk subsidi per ha lahan yang
relatif minim.
GRAFIK BOKS 2.1. HUBUNGAN ALOKASI PUPUK BERSUBSIDIDENGAN PRODUKTIVITAS PADI
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
GAMBAR BOKS 2.2. TOTAL LUAS TANAM DAN GAGAL TANAMPADA TANAMAN PANGAN DI NTT
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BMKG
GRAFIK BOKS 2.2.PRAKIRAAN CURAH HUJAN BULAN MEI 2016
Sumber : BMKG Sumber : BMKG
GRAFIK BOKS 2.2.CURAH HUJAN BULAN JUNI 2016
GRAFIK BOKS 2.4PRAKIRAAN CURAH HUJAN BULAN JULI 2016
Estimasi cuaca 3 bulan ke depan menunjukkan adanya potensi kemarau terutama mulai bulan Juni 2016 di NTT. Adanya
hujan beberapa hari di bulan Mei 2016 lebih disebabkan oleh adanya anomali cuaca dan akan segera berakhir.
Berdasarkan prakiraan cuaca BMKG, terlihat bahwa potensi kering atau curah hujan rendah terjadi di Bulan Juli 2016,
bahkan terendah dibanding provinsi lain. Dengan kondisi kering tersebut, maka potensi gagal tanam/panen untuk
tanaman pangan yang masih ada juga akan cukup besar. Walaupun menteri pertanian telah menyampaikan bahwa pada
bulan Juli – September berpotensi terjadi La Nina, namun BMKG belum menyampaikan rilis resmi terkait hal tersebut.
Walaupun 90% total luas tanaman pangan sudah ditanam, namun potensi kerawanan pangan harus tetap diperhatikan
hingga musim hujan kembali tiba. Untuk meminimalisir potensi rawan pangan tersebut, maka pemerintah
kabupaten/kota mengalokasikan bantuan pangan dari cadangan beras kabupaten/kota sebanyak 100 ton, pemerintah
provinsi memiliki cadangan beras sebanyak 200 ton dan BULOG masih memiliki cadangan beras lebih dari 30 ribu ton.
Bahkan saat ini terdapat rencana untuk kembali mendatangkan beras dari Jawa.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Kinerja perbankan dan sistem pembayaran mengalami perlambatan yang terlihat dari perlambatan
aset perbankan, DPK dan net inflow sistem pembayaran
Indikator kinerja perbankan secara year-on-year (yoy) mengalami perlambatan, sementara itu secara
triwulanan (qtq) tumbuh lebih baik dari periode sebelumnya.
Seiring dengan melambatnya kinerja perbankan, indikator peredaran uang tunai juga menunjukkan
adanya perlambatan. Sementara itu, transaksi kliring mengalami peningkatan lebih dikarenakan
kenaikan plafon penggunaan kliring hingga 500 juta rupiah.
Kesehatan perbankan masih menunjukkan kondisi perbankan yang sehat yang terlihat dari nilai NPL
sebesar 1,8% di bawah 5%.
Perkembangan Perbankan DanSistem Pembayaran03
Untuk meminimalisir potensi kerugian yang ada, maka peningkatan produktifitas pada lahan yang tidak terdampak gagal
tanam diharapkan dapat menjadi fokus utama. Berdasarkan data perbandingan penyaluran alokasi pupuk subsidi per ha
lahan dengan produktifitas menunjukkan adanya korelasi positif antara keduanya. Semakin banyak pemupukan lahan per
ha, maka produktifitas juga cenderung meningkat. Berdasarkan data tersebut juga terlihat ada permasalahan terkait
rendahnya produktifitas padi di NTT yang salah satunya juga disebabkan oleh alokasi pupuk subsidi per ha lahan yang
relatif minim.
GRAFIK BOKS 2.1. HUBUNGAN ALOKASI PUPUK BERSUBSIDIDENGAN PRODUKTIVITAS PADI
Sumber : BPS dan Bank Indonesia, diolah
GAMBAR BOKS 2.2. TOTAL LUAS TANAM DAN GAGAL TANAMPADA TANAMAN PANGAN DI NTT
Sumber : BPS, diolah
Sumber : BMKG
GRAFIK BOKS 2.2.PRAKIRAAN CURAH HUJAN BULAN MEI 2016
Sumber : BMKG Sumber : BMKG
GRAFIK BOKS 2.2.CURAH HUJAN BULAN JUNI 2016
GRAFIK BOKS 2.4PRAKIRAAN CURAH HUJAN BULAN JULI 2016
Estimasi cuaca 3 bulan ke depan menunjukkan adanya potensi kemarau terutama mulai bulan Juni 2016 di NTT. Adanya
hujan beberapa hari di bulan Mei 2016 lebih disebabkan oleh adanya anomali cuaca dan akan segera berakhir.
Berdasarkan prakiraan cuaca BMKG, terlihat bahwa potensi kering atau curah hujan rendah terjadi di Bulan Juli 2016,
bahkan terendah dibanding provinsi lain. Dengan kondisi kering tersebut, maka potensi gagal tanam/panen untuk
tanaman pangan yang masih ada juga akan cukup besar. Walaupun menteri pertanian telah menyampaikan bahwa pada
bulan Juli – September berpotensi terjadi La Nina, namun BMKG belum menyampaikan rilis resmi terkait hal tersebut.
Walaupun 90% total luas tanaman pangan sudah ditanam, namun potensi kerawanan pangan harus tetap diperhatikan
hingga musim hujan kembali tiba. Untuk meminimalisir potensi rawan pangan tersebut, maka pemerintah
kabupaten/kota mengalokasikan bantuan pangan dari cadangan beras kabupaten/kota sebanyak 100 ton, pemerintah
provinsi memiliki cadangan beras sebanyak 200 ton dan BULOG masih memiliki cadangan beras lebih dari 30 ribu ton.
Bahkan saat ini terdapat rencana untuk kembali mendatangkan beras dari Jawa.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Kinerja perbankan dan sistem pembayaran mengalami perlambatan yang terlihat dari perlambatan
aset perbankan, DPK dan net inflow sistem pembayaran
Indikator kinerja perbankan secara year-on-year (yoy) mengalami perlambatan, sementara itu secara
triwulanan (qtq) tumbuh lebih baik dari periode sebelumnya.
Seiring dengan melambatnya kinerja perbankan, indikator peredaran uang tunai juga menunjukkan
adanya perlambatan. Sementara itu, transaksi kliring mengalami peningkatan lebih dikarenakan
kenaikan plafon penggunaan kliring hingga 500 juta rupiah.
Kesehatan perbankan masih menunjukkan kondisi perbankan yang sehat yang terlihat dari nilai NPL
sebesar 1,8% di bawah 5%.
Perkembangan Perbankan DanSistem Pembayaran03
Kinerja perbankan di Provinsi NTT secara year-on-year pada triwulan I 2016 masih mengalami perlambatan. Hal
ini tercermin dari beberapa indikator kinerja perbankan, seperti Aset pada triwulan ini hanya mampu tumbuh sebesar
3,80% (yoy) atau mencapai Rp.31,47 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) juga melambat 12,09% (yoy) atau dengan nominal
mencapai Rp.22,54 triliun. Namun demikian, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan di NTT secara umum
menunjukkan peningkatan. Selain itu, angka rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada triwulan I 2016 sebesar
88,35% lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang mencapai 89,98%. Kondisi NPL juga masih menunjukkan kondisi
perbankan
3.1. KONDISI UMUM
GRAFIK 3.2. PERKEMBANGAN LDR DAN NPL
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
78%
80%
82%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
LDR NPL
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : Bank Indonesia, diolahSumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.1. PERKEMBANGAN KINERJA PERBANKAN
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
ASET (MILIAR) KREDIT (MILIAR) DPK (MILIAR) YOY ASET YOY KREDIT YOY DPK
Secara umum perkembangan sistem pembayaran di provinsi NTT pada triwulan I 2016 menunjukkan perlambatan. Hal ini
didorong oleh melambatnya sistem pembayaran tunai, dan non tunai dalam hal ini BI-RTGS. Sementara itu, SKNBI hingga
triwulan I 2016 mengalami perkembangan yang signifkan.
Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-inflow atau jumlah uang masuk di Bank Indonesia lebih besar daripada uang
yang beredar. Net-inflow Sistem Pembayaran Tunai di NTT pada triwulan ini sebesar Rp.1,50 triliun atau 3,50% (yoy) lebih
rendah dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama. Besarnya Net inflow pada periode ini merupakan pola
pergerakan sistem pembayaran tunai setiap awal tahun. Selain itu, terjadi faktor siklikal di awal tahun karena adanya arus
balik dana perbankan dan masyarakat ke Bank Indonesia pasca tingginya kebutuhan uang kartal pada periode Natal dan
Liburan akhir tahun 2015.
Pada triwulan I 2016 uang palsu yang ditemukan atau dilaporkan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT
menurun dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan ini uang palsu yang dilaporkan sebanyak 25 lembar. Adanya
laporan uang palsu di Bank Indonesia, mencerminkan semakin bertambahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat
serta perbankan tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah.
Sistem Pembayaran Non Tunai fasilitas Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di NTT pada triwulan I 2016 dari sisi
volume maupun nominal mengalami peningkatan. Selain itu, pertumbuhan transaksi SKNBI di NTT juga masih tetap
berada di atas pertumbuhan Nasional. Peningkatan volume dan nominal transaksi pembayaran melalui SKNBI merupakan
dampak diimplementasikannya sistem BI-RTGS Gen II pada tanggal 16 November 2015 dimana batasan transaksi
pembayaran dengan menggunakan sistem BI-RTGS yaitu minimal Rp.100 juta, sementara sampai dengan 30 Juni 2016
tidak terdapat batasan transfer dana dengan menggunakan SKNBI.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kinerja perbankan di Provinsi NTT secara year-on-year pada triwulan I 2016 masih mengalami perlambatan. Hal
ini tercermin dari beberapa indikator kinerja perbankan, seperti Aset pada triwulan ini hanya mampu tumbuh sebesar
3,80% (yoy) atau mencapai Rp.31,47 triliun. Dana Pihak Ketiga (DPK) juga melambat 12,09% (yoy) atau dengan nominal
mencapai Rp.22,54 triliun. Namun demikian, pertumbuhan penyaluran kredit perbankan di NTT secara umum
menunjukkan peningkatan. Selain itu, angka rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada triwulan I 2016 sebesar
88,35% lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang mencapai 89,98%. Kondisi NPL juga masih menunjukkan kondisi
perbankan
3.1. KONDISI UMUM
GRAFIK 3.2. PERKEMBANGAN LDR DAN NPL
0.0%
0.5%
1.0%
1.5%
2.0%
2.5%
78%
80%
82%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
LDR NPL
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : Bank Indonesia, diolahSumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.1. PERKEMBANGAN KINERJA PERBANKAN
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
ASET (MILIAR) KREDIT (MILIAR) DPK (MILIAR) YOY ASET YOY KREDIT YOY DPK
Secara umum perkembangan sistem pembayaran di provinsi NTT pada triwulan I 2016 menunjukkan perlambatan. Hal ini
didorong oleh melambatnya sistem pembayaran tunai, dan non tunai dalam hal ini BI-RTGS. Sementara itu, SKNBI hingga
triwulan I 2016 mengalami perkembangan yang signifkan.
Sistem Pembayaran Tunai mengalami net-inflow atau jumlah uang masuk di Bank Indonesia lebih besar daripada uang
yang beredar. Net-inflow Sistem Pembayaran Tunai di NTT pada triwulan ini sebesar Rp.1,50 triliun atau 3,50% (yoy) lebih
rendah dibandingkan dengan tahun lalu pada periode yang sama. Besarnya Net inflow pada periode ini merupakan pola
pergerakan sistem pembayaran tunai setiap awal tahun. Selain itu, terjadi faktor siklikal di awal tahun karena adanya arus
balik dana perbankan dan masyarakat ke Bank Indonesia pasca tingginya kebutuhan uang kartal pada periode Natal dan
Liburan akhir tahun 2015.
Pada triwulan I 2016 uang palsu yang ditemukan atau dilaporkan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT
menurun dibanding triwulan sebelumnya. Pada triwulan ini uang palsu yang dilaporkan sebanyak 25 lembar. Adanya
laporan uang palsu di Bank Indonesia, mencerminkan semakin bertambahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat
serta perbankan tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah.
Sistem Pembayaran Non Tunai fasilitas Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di NTT pada triwulan I 2016 dari sisi
volume maupun nominal mengalami peningkatan. Selain itu, pertumbuhan transaksi SKNBI di NTT juga masih tetap
berada di atas pertumbuhan Nasional. Peningkatan volume dan nominal transaksi pembayaran melalui SKNBI merupakan
dampak diimplementasikannya sistem BI-RTGS Gen II pada tanggal 16 November 2015 dimana batasan transaksi
pembayaran dengan menggunakan sistem BI-RTGS yaitu minimal Rp.100 juta, sementara sampai dengan 30 Juni 2016
tidak terdapat batasan transfer dana dengan menggunakan SKNBI.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada triwulan I 2016 mencapai Rp.8,69 triliun, masih terus mengalami penurunan bila
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Untuk diketahui bahwa penurunan transaksi pembayaran melalui BI-
RTGS disebabkan oleh perubahan ketentuan tentang BI-RTGS dan SKNBI. Hal ini sejalan dengan arah pengembangan
sistem BI-RTGS untuk transaksi yang bersifat high value.
GRAFIK 3.3. PERKEMBANGAN SKNBI
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I II I I I IV2012
-100.00%
0.00%
100.00%
200.00%
300.00%
400.00%
500.00%
-30.00%
-20.00%
-10.00%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00% YOY
NOMINAL KLIRING VOLUME CEK/BG KOSONG NOMINAL CEK/BG KOSONGVOLUME KLIRING
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Pada Triwulan I 2016 perkembangan kinerja (year-on-year) bank umum secara Nasional maupun di Provinsi
NTT mengalami perlambatan. Perlambatan kinerja perbankan di NTT didorong oleh melambatnya komponen Aset
sebesar 3,53% (yoy) dan penghimpunan DPK sebesar 11,84% (yoy). Sementara itu, penyaluran Kredit bank umum di NTT
berdasarkan lokasi proyek mengalami peningkatan sebesar 15,03% (yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2015 sebesar
14,61% (yoy).
3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif
Perkembangan Aset Bank Umum di NTT maupun secara Nasional pada triwulan I 2016 mengalami
perlambatan. Aset Bank Umum di NTT pada triwulan I 2016 mencapai Rp.30,93 triliun, masih menunjukkan perlambatan
bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan Aset Bank
Pemerintah dan Bank Swasta. Aset Bank Pemerintah pada triwulan ini mengalami perlambatan paling besar yakni dari
12,18% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi 3,11% (yoy). Sementara itu, Aset Bank Swasta juga melambat sebesar
6,94% (yoy) pada triwulan I 2016, atau lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang sebesar 8,69% (yoy). Selain itu,
perlambatan Aset perbankan di NTT juga disebabkan oleh menurunnya aset antar kantor dan penempatan pada bank lain.
3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM
GRAFIK 3.4. KOMPOSISI ASET BERDASARKAN KELOMPOK BANK
BANK PEMERINTAH
BANK SWASTA NASIONAL
88.61%
11.39%
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Kelompok Tabungan masih memiliki porsi yang paling besar yakni sebesar 47,39%, diikuti oleh Deposito sebesar 26,80%
dan Giro 25,81%. Komponen Tabungan masih didominasi oleh golongan Perorangan sebesar 88,82%, Swasta 9,68%,
Pemerintah 1,43%, dan Lainnya 0,07%.
Berdasarkan komposisi Deposito pada triwulan I 2016, golongan Perorangan mendapat share terbesar dibandingkan
golongan Pemerintah, Swasta, dan Lainnya. Pertumbuhan golongan Pemerintah pada triwulan ini mengalami
perlambatan yang paling tinggi yaitu sebesar 12,30% (yoy), kemudian Lainnya 5,31% (yoy). Sementara itu, golongan
Swasta meningkat menjadi 8,56% (yoy) dan Perorangan 13,72% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015.
Pada triwulan I 2016, andil terbesar pada komponen Giro adalah golongan Pemerintah, selanjutnya Perorangan, Swasta
dan Lainnya. Namun demikian, golongan Swasta dan Perorangan menjadi pendorong melambatnya Giro pada triwulan
ini. Sementara itu, pertumbuhan Giro golongan Lainnya dan Pemerintah masing-masing tumbuh sebesar 13,51% (yoy)
dan 0,59% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.
3.2.2. Dana Pihak Ketiga
Pada triwulan I 2016 penghimpunan DPK di NTT mencapai Rp.22,14 triliun atau tumbuh melambat. Walaupun
melambat, pertumbuhan DPK di NTT masih berada di atas pertumbuhan DPK Nasional. Pertumbuhan DPK Bank Umum
pada periode ini mengalami perlambatan sebesar 11,84% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan triwulan IV 2015 yang
mencapai 16,84% (yoy). Perlambatan tersebut didorong oleh melambatnya komponen Giro sebesar 4,42% (yoy) dan
Deposito sebesar 13,41% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Sementara itu, komponen
Tabungan pada periode ini hanya mengalami sedikit perlambatan.
Berdasarkan golongan pemilik, golongan Perorangan memiliki bagian terbesar dalam DPK, diikuti oleh golongan
Pemerintah, Swasta dan Lainnya. Berdasarkan pertumbuhannya, golongan Swasta mengalami pertumbuhan paling
melambat dibandingkan golongan Lainnya.
GRAFIK 3.7.PERTUMBUHAN DPK
GIRO (YOY) DEPOSITO (YOY) TABUNGAN (YOY)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016IV
2013
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.8.KOMPOSISI DPK
GIRO DEPOSITO TABUNGAN DPK (YOY)
24.2
%
29.4
%
26.7
%
20.0
%
27.6
%
29.3
%
29.4
%
20.7
%
25.8
%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
25.5
%
25.0
%
26.0
%
24.1% 26
.4%
28.7
%
27.6
%
24.1% 26
.8%
SHARE
50.2
%
45.
6%
47.4
%
55.9
%
45.
9%
42.
0%
43.
0%
55.3
%
47.4
%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.5. SHARE DEPOSITO BERDASARKAN JANGKA WAKTU
PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
<=1 BULAN <=3 BULAN <=6 BULAN <=12 BULAN >12 BULAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.6. DPK BERDASARKAN GOLONGAN NASABAH
PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
<=1 BULAN <=3 BULAN <=6 BULAN <=12 BULAN >12 BULAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada triwulan I 2016 mencapai Rp.8,69 triliun, masih terus mengalami penurunan bila
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Untuk diketahui bahwa penurunan transaksi pembayaran melalui BI-
RTGS disebabkan oleh perubahan ketentuan tentang BI-RTGS dan SKNBI. Hal ini sejalan dengan arah pengembangan
sistem BI-RTGS untuk transaksi yang bersifat high value.
GRAFIK 3.3. PERKEMBANGAN SKNBI
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I II I I I IV2012
-100.00%
0.00%
100.00%
200.00%
300.00%
400.00%
500.00%
-30.00%
-20.00%
-10.00%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00% YOY
NOMINAL KLIRING VOLUME CEK/BG KOSONG NOMINAL CEK/BG KOSONGVOLUME KLIRING
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Pada Triwulan I 2016 perkembangan kinerja (year-on-year) bank umum secara Nasional maupun di Provinsi
NTT mengalami perlambatan. Perlambatan kinerja perbankan di NTT didorong oleh melambatnya komponen Aset
sebesar 3,53% (yoy) dan penghimpunan DPK sebesar 11,84% (yoy). Sementara itu, penyaluran Kredit bank umum di NTT
berdasarkan lokasi proyek mengalami peningkatan sebesar 15,03% (yoy), lebih tinggi dari triwulan IV 2015 sebesar
14,61% (yoy).
3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif
Perkembangan Aset Bank Umum di NTT maupun secara Nasional pada triwulan I 2016 mengalami
perlambatan. Aset Bank Umum di NTT pada triwulan I 2016 mencapai Rp.30,93 triliun, masih menunjukkan perlambatan
bila dibandingkan dengan periode sebelumnya. Hal ini disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan Aset Bank
Pemerintah dan Bank Swasta. Aset Bank Pemerintah pada triwulan ini mengalami perlambatan paling besar yakni dari
12,18% (yoy) pada triwulan IV 2015 menjadi 3,11% (yoy). Sementara itu, Aset Bank Swasta juga melambat sebesar
6,94% (yoy) pada triwulan I 2016, atau lebih rendah dari triwulan IV 2015 yang sebesar 8,69% (yoy). Selain itu,
perlambatan Aset perbankan di NTT juga disebabkan oleh menurunnya aset antar kantor dan penempatan pada bank lain.
3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM
GRAFIK 3.4. KOMPOSISI ASET BERDASARKAN KELOMPOK BANK
BANK PEMERINTAH
BANK SWASTA NASIONAL
88.61%
11.39%
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Kelompok Tabungan masih memiliki porsi yang paling besar yakni sebesar 47,39%, diikuti oleh Deposito sebesar 26,80%
dan Giro 25,81%. Komponen Tabungan masih didominasi oleh golongan Perorangan sebesar 88,82%, Swasta 9,68%,
Pemerintah 1,43%, dan Lainnya 0,07%.
Berdasarkan komposisi Deposito pada triwulan I 2016, golongan Perorangan mendapat share terbesar dibandingkan
golongan Pemerintah, Swasta, dan Lainnya. Pertumbuhan golongan Pemerintah pada triwulan ini mengalami
perlambatan yang paling tinggi yaitu sebesar 12,30% (yoy), kemudian Lainnya 5,31% (yoy). Sementara itu, golongan
Swasta meningkat menjadi 8,56% (yoy) dan Perorangan 13,72% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015.
Pada triwulan I 2016, andil terbesar pada komponen Giro adalah golongan Pemerintah, selanjutnya Perorangan, Swasta
dan Lainnya. Namun demikian, golongan Swasta dan Perorangan menjadi pendorong melambatnya Giro pada triwulan
ini. Sementara itu, pertumbuhan Giro golongan Lainnya dan Pemerintah masing-masing tumbuh sebesar 13,51% (yoy)
dan 0,59% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.
3.2.2. Dana Pihak Ketiga
Pada triwulan I 2016 penghimpunan DPK di NTT mencapai Rp.22,14 triliun atau tumbuh melambat. Walaupun
melambat, pertumbuhan DPK di NTT masih berada di atas pertumbuhan DPK Nasional. Pertumbuhan DPK Bank Umum
pada periode ini mengalami perlambatan sebesar 11,84% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan triwulan IV 2015 yang
mencapai 16,84% (yoy). Perlambatan tersebut didorong oleh melambatnya komponen Giro sebesar 4,42% (yoy) dan
Deposito sebesar 13,41% (yoy), lebih rendah bila dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Sementara itu, komponen
Tabungan pada periode ini hanya mengalami sedikit perlambatan.
Berdasarkan golongan pemilik, golongan Perorangan memiliki bagian terbesar dalam DPK, diikuti oleh golongan
Pemerintah, Swasta dan Lainnya. Berdasarkan pertumbuhannya, golongan Swasta mengalami pertumbuhan paling
melambat dibandingkan golongan Lainnya.
GRAFIK 3.7.PERTUMBUHAN DPK
GIRO (YOY) DEPOSITO (YOY) TABUNGAN (YOY)
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016IV
2013
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.8.KOMPOSISI DPK
GIRO DEPOSITO TABUNGAN DPK (YOY)
24.2
%
29.4
%
26.7
%
20.0
%
27.6
%
29.3
%
29.4
%
20.7
%
25.8
%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
25.5
%
25.0
%
26.0
%
24.1% 26
.4%
28.7
%
27.6
%
24.1% 26
.8%
SHARE
50.2
%
45.
6%
47.4
%
55.9
%
45.
9%
42.
0%
43.
0%
55.3
%
47.4
%
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.5. SHARE DEPOSITO BERDASARKAN JANGKA WAKTU
PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
<=1 BULAN <=3 BULAN <=6 BULAN <=12 BULAN >12 BULAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.6. DPK BERDASARKAN GOLONGAN NASABAH
PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
<=1 BULAN <=3 BULAN <=6 BULAN <=12 BULAN >12 BULAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
3.2.3. Penyaluran Kredit / Pembiayaan
Pada triwulan I 2016 penyaluran kredit perbankan berdasarkan lokasi proyek di NTT mencapai Rp.20,52 triliun
atau mengalami peningkatan, sementara secara Nasional mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit yang
meningkat pada triwulan I 2016 didorong oleh pertumbuhan kredit Modal Kerja dan Konsumsi. Namun demikian, kredit
Investasi mengalami perlambatan. Peningkatan kredit Modal Kerja dan Konsumsi menggambarkan adanya gairah
pengembangan usaha dan semakin tingginya daya beli masyarakat di NTT.
GRAFIK 3.10. PERTUMBUHAN KREDIT BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN
YOY KREDIT YOY MODAL KERJA YOY INVESTASI YOY KONSUMSI
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.11. KOMPOSISI KREDIT BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN
KONSUMSI
62,53% 7,09%
MODAL KERJA
30,38%
INVESTASI
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Ditinjau dari suku bunga, pada triwulan I 2016 rata-rata suku bunga simpanan mengalami penurunan dibandingkan
dengan triwulan IV 2015. Rata-rata suku bunga simpanan pada triwulan I 2016 sebesar 3,40%, sedikit lebih rendah
dibandingkan triwulan IV 2015 yang mencapai 3,42%. Penurunan suku bunga tidak terlalu berdampak terhadap jumlah
nasabah yang melakukan simpanan pada triwulan ini yang meningkat 13,02% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV
2015 yang hanya mencapai 8,66% (yoy).
GRAFIK 3.9. SUKU BUNGA SIMPANAN
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016IV
2013
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
SUKU BUNGA GIRO SUKU BUNGA DEPOSITO SUKU BUNGA TABUNGAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan Sektor Ekonomi, pada triwulan I 2016 terdapat beberapa sektor yang mendorong meningkatnya penyaluran
Kredit, diantaranya Kredit Sektor Industri Pengolahan yang meningkat sebesar 144,34% (yoy), sektor Penyediaan
Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum juga mengalami peningkatan sebesar 61,27% (yoy). Kemudian Sektor
Perikanan meningkat sebesar 58,61% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015.
Berdasarkan sektor usaha, pangsa penyaluran kredit terbesar pada triwulan I 2016 di Provinsi NTT adalah sektor penerima
kredit bukan lapangan usaha (konsumsi), kemudian sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor konstruksi.
Secara spasial, Kota Kupang mendapat penyaluran kredit terbesar dengan pangsa 23,41%, diikuti oleh Kabupaten
Kupang 9,82%, Kabupaten Belu 8,09%, Kabupaten Sikka 6,52%, dan Kabupaten Ende 5,62%. Sementara itu,
berdasarkan pertumbuhan kredit, Kabupaten/Kota yang menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit di NTT adalah
Kabupaten Ngada, Timor Tengah Utara dan Manggarai.
GRAFIK 3.14. PERKEMBANGAN KREDIT BERDASARKAN SUKU BUNGA
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI RATA-RATABI RATE
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
16.00%
18.00%
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.13. PERKEMBANGAN KREDIT, NPL DAN BI RATE
KREDIT (YOY) RATIO NPL BI RATE
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.12. LIMA SEKTOR UTAMA PENDORONG KREDIT
63.89%25.63%2.66%2.19%1.01%
PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHAPERDAGANGAN BESAR DAN ECERANKONSTRUKSIPENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUMPERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.2.4. Suku Bunga
Pada triwulan I 2016 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di NTT mengalami penurunan. Berdasarkan jenis
penggunaan, suku bunga Kredit Investasi mengalami penurunan yang terbesar, kemudian diikuti oleh suku bunga Kredit
Modal Kerja. Namun demkian, pada triwulan ini suku bunga Kredit Konsumsi mengalami sedikit peningkatan
dibandingkan dengan Triwulan IV 2015. Berdasarkan nilai suku bunga, kredit Konsumsi juga memiliki suku bunga tertinggi
dibandingkan suku bunga kredit yang lain. Dengan adanya penurunan suku bunga Kredit Investasi dan Modal Kerja ini,
diharapkan dapat mendorong laju pertumbuhan kredit terutama dalam penggunaan Modal Kerja dan Investasi, sehingga
masyarakat semakin tertarik untuk berinvestasi serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT.
3.2.5. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah
Penyaluran kredit UMKM di NTT pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan 18,22% (yoy) atau dengan
nominal sebesar Rp.6,19 triliun. Selain itu, pertumbuhan kredit UMKM di NTT pada triwulan ini juga masih berada di
atas pertumbuhan Nasional. Rasio kredit UMKM dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan Bank Umum di NTT
pada triwulan I 2016 mencapai 31,64%, sedikit lebih tinggi dibanding triwulan IV 2015.
Peningkatan pertumbuhan Kredit UMKM pada triwulan I 2016 didorong oleh meningkatnya penyaluran Kredit Kecil
sebesar 12,19% (yoy) dan Kredit Mikro sebesar 17,15% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015. Sementara itu, Kredit
Menengah pada triwulan ini mengalami perlambatan sebesar 28,60% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015
yang mencapai 40,71% (yoy).
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
3.2.3. Penyaluran Kredit / Pembiayaan
Pada triwulan I 2016 penyaluran kredit perbankan berdasarkan lokasi proyek di NTT mencapai Rp.20,52 triliun
atau mengalami peningkatan, sementara secara Nasional mengalami perlambatan. Pertumbuhan kredit yang
meningkat pada triwulan I 2016 didorong oleh pertumbuhan kredit Modal Kerja dan Konsumsi. Namun demikian, kredit
Investasi mengalami perlambatan. Peningkatan kredit Modal Kerja dan Konsumsi menggambarkan adanya gairah
pengembangan usaha dan semakin tingginya daya beli masyarakat di NTT.
GRAFIK 3.10. PERTUMBUHAN KREDIT BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN
YOY KREDIT YOY MODAL KERJA YOY INVESTASI YOY KONSUMSI
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.11. KOMPOSISI KREDIT BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN
KONSUMSI
62,53% 7,09%
MODAL KERJA
30,38%
INVESTASI
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Ditinjau dari suku bunga, pada triwulan I 2016 rata-rata suku bunga simpanan mengalami penurunan dibandingkan
dengan triwulan IV 2015. Rata-rata suku bunga simpanan pada triwulan I 2016 sebesar 3,40%, sedikit lebih rendah
dibandingkan triwulan IV 2015 yang mencapai 3,42%. Penurunan suku bunga tidak terlalu berdampak terhadap jumlah
nasabah yang melakukan simpanan pada triwulan ini yang meningkat 13,02% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV
2015 yang hanya mencapai 8,66% (yoy).
GRAFIK 3.9. SUKU BUNGA SIMPANAN
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016IV
2013
0.00%
1.00%
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
SUKU BUNGA GIRO SUKU BUNGA DEPOSITO SUKU BUNGA TABUNGAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Berdasarkan Sektor Ekonomi, pada triwulan I 2016 terdapat beberapa sektor yang mendorong meningkatnya penyaluran
Kredit, diantaranya Kredit Sektor Industri Pengolahan yang meningkat sebesar 144,34% (yoy), sektor Penyediaan
Akomodasi dan Penyediaan Makan Minum juga mengalami peningkatan sebesar 61,27% (yoy). Kemudian Sektor
Perikanan meningkat sebesar 58,61% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015.
Berdasarkan sektor usaha, pangsa penyaluran kredit terbesar pada triwulan I 2016 di Provinsi NTT adalah sektor penerima
kredit bukan lapangan usaha (konsumsi), kemudian sektor perdagangan besar dan eceran, serta sektor konstruksi.
Secara spasial, Kota Kupang mendapat penyaluran kredit terbesar dengan pangsa 23,41%, diikuti oleh Kabupaten
Kupang 9,82%, Kabupaten Belu 8,09%, Kabupaten Sikka 6,52%, dan Kabupaten Ende 5,62%. Sementara itu,
berdasarkan pertumbuhan kredit, Kabupaten/Kota yang menjadi pendorong utama pertumbuhan kredit di NTT adalah
Kabupaten Ngada, Timor Tengah Utara dan Manggarai.
GRAFIK 3.14. PERKEMBANGAN KREDIT BERDASARKAN SUKU BUNGA
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI RATA-RATABI RATE
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
16.00%
18.00%
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.13. PERKEMBANGAN KREDIT, NPL DAN BI RATE
KREDIT (YOY) RATIO NPL BI RATE
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.12. LIMA SEKTOR UTAMA PENDORONG KREDIT
63.89%25.63%2.66%2.19%1.01%
PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHAPERDAGANGAN BESAR DAN ECERANKONSTRUKSIPENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUMPERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.2.4. Suku Bunga
Pada triwulan I 2016 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di NTT mengalami penurunan. Berdasarkan jenis
penggunaan, suku bunga Kredit Investasi mengalami penurunan yang terbesar, kemudian diikuti oleh suku bunga Kredit
Modal Kerja. Namun demkian, pada triwulan ini suku bunga Kredit Konsumsi mengalami sedikit peningkatan
dibandingkan dengan Triwulan IV 2015. Berdasarkan nilai suku bunga, kredit Konsumsi juga memiliki suku bunga tertinggi
dibandingkan suku bunga kredit yang lain. Dengan adanya penurunan suku bunga Kredit Investasi dan Modal Kerja ini,
diharapkan dapat mendorong laju pertumbuhan kredit terutama dalam penggunaan Modal Kerja dan Investasi, sehingga
masyarakat semakin tertarik untuk berinvestasi serta dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT.
3.2.5. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah
Penyaluran kredit UMKM di NTT pada triwulan I 2016 mengalami peningkatan 18,22% (yoy) atau dengan
nominal sebesar Rp.6,19 triliun. Selain itu, pertumbuhan kredit UMKM di NTT pada triwulan ini juga masih berada di
atas pertumbuhan Nasional. Rasio kredit UMKM dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan Bank Umum di NTT
pada triwulan I 2016 mencapai 31,64%, sedikit lebih tinggi dibanding triwulan IV 2015.
Peningkatan pertumbuhan Kredit UMKM pada triwulan I 2016 didorong oleh meningkatnya penyaluran Kredit Kecil
sebesar 12,19% (yoy) dan Kredit Mikro sebesar 17,15% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015. Sementara itu, Kredit
Menengah pada triwulan ini mengalami perlambatan sebesar 28,60% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015
yang mencapai 40,71% (yoy).
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
GRAFIK 3.15. KOMPOSISI KREDIT UMKM
Sumber : Bank Indonesia, diolah
MENENGAH
MIKRO
KECIL
42,57%
31,35%
26,08%
GRAFIK 3.16. SHARE KREDIT UMKM BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI
Sumber : Bank Indonesia, diolah
73.41%7.09%3.10%2.74%2.70% PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
KONSTRUKSI
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN, MINUM
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
REAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN ,
Berdasarkan penggunaan, Kredit UMKM untuk Modal Kerja dan Investasi pada periode ini sama-sama mengalami
peningkatan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Sementara itu, dilihat dari sisi sektor ekonomi pertumbuhan Kredit
UMKM didorong oleh sektor Listrik, Gas dan Air, sektor Perikanan, dan Konstruksi.
GRAFIK 3.17. PERKEMBANGAN UMKM
KREDIT UMKM NPL KREDIT UMKM KREDIT UMKM (YOY) RATIO NPL UMKM
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
-
1,000.00
2,000.00
3,000.00
4,000.00
5,000.00
6,000.00
7,000.00
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.18. PERKEMBANGAN UMKM BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN
KREDIT UMKM NPL KREDIT UMKM KREDIT UMKM (YOY) RATIO NPL UMKM
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
-
1,000.00
2,000.00
3,000.00
4,000.00
5,000.00
6,000.00
7,000.00
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Pada triwulan I 2016 pertumbuhan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga mengalami perlambatan.
Perlambatan tersebut didorong oleh melambatnya Aset dan Kredit BPR, sementara itu DPK BPR mengalami peningkatan.
Sementara itu, penyaluran Kredit BPR juga mengalami perlambatan terutama disebabkan oleh melambatnya kredit Modal
Kerja dan Investasi.
3.3. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Tabel 3.1.Perkembangan Kinerja BPR
2013
336,87
34,35%
255,73
45,80%
247,60
33,00%
84,26%
4,45%
415,26
23,27%
318,54
24,56%
308,97
24,79%
79,40%
4,76%
2014INDIKATOR UTAMA
Aset (miliar)
y-o-y aset
Kredit (miliar)
y-o-y kredit
DPK (miliar)
y-o-y DPK
LDR
NPL
436,99
27,30%
330,21
22,27%
311,39
24,45%
80,46%
5,46%
I
2015
454,41
26,50%
348,80
18,59%
330,86
28,69%
82,38%
5,71%
II
481,56
28,90%
353,59
15,45%
352,91
28,43%
80,52%
6,05%
III
509,90
22,79%
365,85
14,85%
381,16
23,36%
76,70%
5,40%
IV
534,58
22,33%
368,21
11,51%
402,54
29,27%
77,55%
6,16%
I
2016
Walaupun beberapa indikator kinerja BPR mengalami perlambatan, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) oleh BPR
pada triwulan ini mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya kelompok Deposito dan
Tabungan yang masing-masing sebesar 39,76% (yoy) dan 8,20% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015.
Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau, yaitu pulau Flores, Sumba dan Timor.
Pada triwulan I 2016 pertumbuhan Aset di pulau Flores mencatat pertumbuhan yang terbaik diantara pulau Sumba dan
Timor. Sementara itu, berdasarkan penghimpunan DPK, pertumbuhan pulau Timor yang terbaik dibandingkan pulau
Flores dan Sumba. Kemudian apabila dilihat berdasarkan penyaluran Kredit, pulau Flores sedikit lebih baik dibandingkan
Sumba dan Timor.
GRAFIK 3.23. PERKEMBANGAN PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU
1.45%
1.50%
1.55%
1.60%
1.65%
1.70%
1.75%
1.80%
1.85%
1.90%
1.95%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
16.00%
18.00%
TIMOR FLORES SUMBA
ASSET DPK KREDIT NPL
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.20. PERTUMBUHAN DPK BPR
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
40.00%
45.00%
-
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
DEPOSITO TABUNGAN YOY DEPOSITOYOY TABUNGAN
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.19. KOMPOSISI DPK BPR
Sumber : Bank Indonesia, diolah
30.64%69.36%
DEPOSITOTABUNGAN
Berdasarkan pangsa kredit, Penyaluran Kredit Modal Kerja mengambil porsi terbesar dari total Kredit BPR yakni sebesar
51,29% (yoy), kemudian Kredit Konsumsi sebesar 32,94% dan Kredit Investasi 15,77%.
0.09%0.10%0.24%0.53%0.77%0.93%0.98%1.09%1.10%1.21%1.25%
2.57%3.81%
4.92%7.87%
9.48%9.98%
21.21%31.86%
LISTRIK, GAS DAN AIR
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
INDUSTRI PENGOLAHAN
REAL ESTATE
PERIKANAN
JASA PENDIDIKAN
BUKAN LAPANGAN USAHA - RUMAH TANGGA
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTANAHAN & JAMINAN SOSIAL…
PERANTARA KEUANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN-MINUM
JASA PERORANGAN YANG MELAYANI RUMAH TANGGA
KEGIATAN USAHA YANG BELUM JELAS BATASANNYA
JASA KEMASYARAKATAN, SOSBUD, HIBURAN & PERSEORANGAN…
KONSTRUKSI
TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
BUKAN LAPANGAN USAHA - LAINNYA
GRAFIK 3.21. KREDIT BPR BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.22. SHARE KREDIT DAN NPL BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI
0%5%10%15%20%25%30%35%40%45%50%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
SHARE THD NPL SHARE THD KREDIT
PERT
AN
IAN
, PER
BURU
AN
...
PERI
KAN
AN
PERT
AM
BAN
GA
N D
AN
...
IND
UST
RI P
ENG
OLA
HA
N
LIST
RIK,
GA
S D
AN
AIR
KON
STRU
KSI
PERD
AG
AN
AN
BES
AR.
..
PEN
YED
IAA
N...
TRA
NSP
ORT
ASI
,..
PERA
NTA
RA K
EUA
NG
AN
REA
L ES
TATE
AD
SMIN
ITRA
SI...
JASA
PEN
DID
IKA
N
JASA
KES
EHAT
AN
DA
N...
JASA
KEM
ASY
ARA
KATA
N...
JASA
PER
ORA
NG
AN
...
KEG
IATA
N U
SAH
A Y
AN
G...
RUM
AH
TA
NG
GA
BUKA
N L
APA
NG
AN
...
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.4. KINERJA PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
GRAFIK 3.15. KOMPOSISI KREDIT UMKM
Sumber : Bank Indonesia, diolah
MENENGAH
MIKRO
KECIL
42,57%
31,35%
26,08%
GRAFIK 3.16. SHARE KREDIT UMKM BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI
Sumber : Bank Indonesia, diolah
73.41%7.09%3.10%2.74%2.70% PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
KONSTRUKSI
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN MAKAN, MINUM
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
REAL ESTATE, USAHA PERSEWAAN, DAN JASA PERUSAHAAN ,
Berdasarkan penggunaan, Kredit UMKM untuk Modal Kerja dan Investasi pada periode ini sama-sama mengalami
peningkatan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Sementara itu, dilihat dari sisi sektor ekonomi pertumbuhan Kredit
UMKM didorong oleh sektor Listrik, Gas dan Air, sektor Perikanan, dan Konstruksi.
GRAFIK 3.17. PERKEMBANGAN UMKM
KREDIT UMKM NPL KREDIT UMKM KREDIT UMKM (YOY) RATIO NPL UMKM
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
-
1,000.00
2,000.00
3,000.00
4,000.00
5,000.00
6,000.00
7,000.00
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.18. PERKEMBANGAN UMKM BERDASARKAN JENIS PENGGUNAAN
KREDIT UMKM NPL KREDIT UMKM KREDIT UMKM (YOY) RATIO NPL UMKM
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
-
1,000.00
2,000.00
3,000.00
4,000.00
5,000.00
6,000.00
7,000.00
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Pada triwulan I 2016 pertumbuhan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) juga mengalami perlambatan.
Perlambatan tersebut didorong oleh melambatnya Aset dan Kredit BPR, sementara itu DPK BPR mengalami peningkatan.
Sementara itu, penyaluran Kredit BPR juga mengalami perlambatan terutama disebabkan oleh melambatnya kredit Modal
Kerja dan Investasi.
3.3. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Tabel 3.1.Perkembangan Kinerja BPR
2013
336,87
34,35%
255,73
45,80%
247,60
33,00%
84,26%
4,45%
415,26
23,27%
318,54
24,56%
308,97
24,79%
79,40%
4,76%
2014INDIKATOR UTAMA
Aset (miliar)
y-o-y aset
Kredit (miliar)
y-o-y kredit
DPK (miliar)
y-o-y DPK
LDR
NPL
436,99
27,30%
330,21
22,27%
311,39
24,45%
80,46%
5,46%
I
2015
454,41
26,50%
348,80
18,59%
330,86
28,69%
82,38%
5,71%
II
481,56
28,90%
353,59
15,45%
352,91
28,43%
80,52%
6,05%
III
509,90
22,79%
365,85
14,85%
381,16
23,36%
76,70%
5,40%
IV
534,58
22,33%
368,21
11,51%
402,54
29,27%
77,55%
6,16%
I
2016
Walaupun beberapa indikator kinerja BPR mengalami perlambatan, penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) oleh BPR
pada triwulan ini mengalami peningkatan. Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya kelompok Deposito dan
Tabungan yang masing-masing sebesar 39,76% (yoy) dan 8,20% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan IV 2015.
Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau, yaitu pulau Flores, Sumba dan Timor.
Pada triwulan I 2016 pertumbuhan Aset di pulau Flores mencatat pertumbuhan yang terbaik diantara pulau Sumba dan
Timor. Sementara itu, berdasarkan penghimpunan DPK, pertumbuhan pulau Timor yang terbaik dibandingkan pulau
Flores dan Sumba. Kemudian apabila dilihat berdasarkan penyaluran Kredit, pulau Flores sedikit lebih baik dibandingkan
Sumba dan Timor.
GRAFIK 3.23. PERKEMBANGAN PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU
1.45%
1.50%
1.55%
1.60%
1.65%
1.70%
1.75%
1.80%
1.85%
1.90%
1.95%
0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
16.00%
18.00%
TIMOR FLORES SUMBA
ASSET DPK KREDIT NPL
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.20. PERTUMBUHAN DPK BPR
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
40.00%
45.00%
-
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
300.00
DEPOSITO TABUNGAN YOY DEPOSITOYOY TABUNGAN
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.19. KOMPOSISI DPK BPR
Sumber : Bank Indonesia, diolah
30.64%69.36%
DEPOSITOTABUNGAN
Berdasarkan pangsa kredit, Penyaluran Kredit Modal Kerja mengambil porsi terbesar dari total Kredit BPR yakni sebesar
51,29% (yoy), kemudian Kredit Konsumsi sebesar 32,94% dan Kredit Investasi 15,77%.
0.09%0.10%0.24%0.53%0.77%0.93%0.98%1.09%1.10%1.21%1.25%
2.57%3.81%
4.92%7.87%
9.48%9.98%
21.21%31.86%
LISTRIK, GAS DAN AIR
PERTAMBANGAN DAN PENGGALIAN
JASA KESEHATAN DAN KEGIATAN SOSIAL
INDUSTRI PENGOLAHAN
REAL ESTATE
PERIKANAN
JASA PENDIDIKAN
BUKAN LAPANGAN USAHA - RUMAH TANGGA
PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN
ADMINISTRASI PEMERINTAHAN, PERTANAHAN & JAMINAN SOSIAL…
PERANTARA KEUANGAN
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN-MINUM
JASA PERORANGAN YANG MELAYANI RUMAH TANGGA
KEGIATAN USAHA YANG BELUM JELAS BATASANNYA
JASA KEMASYARAKATAN, SOSBUD, HIBURAN & PERSEORANGAN…
KONSTRUKSI
TRANSPORTASI, PERGUDANGAN DAN KOMUNIKASI
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
BUKAN LAPANGAN USAHA - LAINNYA
GRAFIK 3.21. KREDIT BPR BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.22. SHARE KREDIT DAN NPL BERDASARKAN SEKTOR EKONOMI
0%5%10%15%20%25%30%35%40%45%50%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
SHARE THD NPL SHARE THD KREDIT
PERT
AN
IAN
, PER
BURU
AN
...
PERI
KAN
AN
PERT
AM
BAN
GA
N D
AN
...
IND
UST
RI P
ENG
OLA
HA
N
LIST
RIK,
GA
S D
AN
AIR
KON
STRU
KSI
PERD
AG
AN
AN
BES
AR.
..
PEN
YED
IAA
N...
TRA
NSP
ORT
ASI
,..
PERA
NTA
RA K
EUA
NG
AN
REA
L ES
TATE
AD
SMIN
ITRA
SI...
JASA
PEN
DID
IKA
N
JASA
KES
EHAT
AN
DA
N...
JASA
KEM
ASY
ARA
KATA
N...
JASA
PER
ORA
NG
AN
...
KEG
IATA
N U
SAH
A Y
AN
G...
RUM
AH
TA
NG
GA
BUKA
N L
APA
NG
AN
...
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.4. KINERJA PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
87.48%
5.22%
7.30%
38.30%
1.72%59.98%
0.94% 12.23% 86.80% 0.02%
GRAFIK 3.26. KOMPOSISI DPK DI PULAU SUMBA
Sumber : Bank Indonesia, diolah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
GRAFIK 3.27. KOMPOSISI KREDIT DI PULAU SUMBA
Sumber : Bank Indonesia, diolah
KONSUMSI
MODAL KERJA
INVESTASI
71,37%2,77%
25,86%
GRAFIK 3.25. KOMPOSISI KREDIT DI PULAU FLORES
Sumber : Bank Indonesia, diolah
63,60%
32,15%
4,24%
KONSUMSI
MODAL KERJA
INVESTASI
GRAFIK 3.24. KOMPOSISI DPK DI PULAU FLORES
0.66%
1.12%
79.94%
20.03%
2.06%
6.45%
4.27%
10.67%
12.95%
74.58%
87.17% 0.09%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.4.1. Pulau Flores
Kinerja perbankan di pulau Flores pada triwulan I 2016 relatif melambat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan Aset
perbankan di pulau Flores yang tumbuh melambat sebesar 7,09% (yoy) atau sebesar Rp.9,12 triliun lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV 2015. Penghimpunan DPK pada triwulan I 2016 juga melambat 5,19% (yoy)
atau dengan nominal sebesar Rp.7,84 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit di Pulau Flores pada triwulan I 2016 sedikit
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Angka rasio kredit macet (NPL) di Pulau Flores pada triwulan I 2016
mengalami peningkatan, dari 1,39% pada triwulan IV 2015 menjadi 1,90% pada triwulan I 2016. Selain itu, rasio likuiditas
di Pulau Flores pada triwulan I 2016 juga meningkat sebesar 93,33% lebih tinggi dari triwulan IV 2015 yang hanya sebesar
92,15%.
3.4.2. Pulau Sumba
Kinerja perbankan di Pulau Sumba pada triwulan I 2016 juga ikut melambat. Pertumbuhan Aset pada triwulan I
2016 melambat sebesar 5,61% (yoy) atau mencapai Rp.2,37 triliun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya.
Sementara itu, penghimpunan DPK di Pulau Sumba tercatat sebesar Rp.1,91 triliun, ikut mengalami perlambatan sebesar
0,67% (yoy) lebih rendah dari triwulan IV 2015. Penyaluran kredit juga melambat 12,92% (yoy) atau sebesar Rp.2,00
triliun pada triwulan I 2016. Adapun angka rasio likuiditas meningkat dari 101,47% menjadi 104,72%. Hal ini disebabkan
oleh tingginya penyaluran kredit yang tidak sebanding atau lebih besar dari penghimpunan DPK di Pulau Sumba.
3.4.3. Pulau Timor
Pada triwulan I 2016 kinerja perbankan di pulau Timor melambat. Aset perbankan di pulau Timor pada triwulan I
2016 mencapai Rp.19,44 triliun atau melambat sebesar 1,70% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015. Seiring
dengan perlambatan Aset perbankan pada triwulan I 2016, pertumbuhan DPK dan penyaluran Kredit juga ikut melambat.
Penghimpunan DPK perbankan dipulau Timor pada triwulan I 2016 mencapai Rp.12,20 triliun atau mencapai 16,73%
(yoy), sementara itu penyaluran Kredit mencapai Rp.10,01 triliun atau tumbuh sebesar 12,60% (yoy) lebih rendah dari
triwulan sebelumnya.
GRAFIK 3.31 PERKEMBANGAN SKNBI NASIONAL
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000 RIBU LEMBARNASIONAL
Sumber : Bank Indonesia, diolah
NILAI (RP.MILIAR) VOLUME (LBR)
GRAFIK 3.29. KOMPOSISI KREDIT DI PULAU TIMOR
Sumber : Bank Indonesia, diolah
62,73%
28,25%
9,02%
KONSUMSI
MODAL KERJA
INVESTASI
GRAFIK 3.28. KOMPOSISI DPK DI PULAU TIMOR
81.13%
10.31%
8.50% 0.06%
39.48%
5.06%
54.85%
0.61%
1.12% 8.60% 90.22% 0.07%
Sumber : Bank Indonesia, diolah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
3.5.1. Transaksi Non Tunai
3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI)Sistem Kliring Nasional Bank Indonsia (SKNBI) di provinsi NTT pada triwulan I 2016 masih mengalami
peningkatan dan jauh di atas Nasional. Penggunaan fasilitas Kliring di NTT sampai dengan triwulan I 2016 berdasarkan
nominal mencapai Rp.3,11 triliun atau tumbuh 213,76% (yoy) dan volume mencapai 67.315 lembar warkat atau
meningkat 68,41% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015.
Peningkatan transaksi yang signifikan ini disebabkan oleh adanya perubahan ketentuan dan kegiatan SKNBI serta
perlindungan nasabah. Saat ini, settlement layanan Transfer Dana ditambah menjadi 5 (lima) kali, yaitu pada pukul 09.00,
11.00, 13.00, 15.00, dan 16.45 WIB sedangkan Layanan Kliring Warkat Debit saat ini dibagi menjadi 4 zona.
Dibandingkan transfer melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), terdapat beberapa perbedaan
transfer melalui SKNBI, yaitu pertama, proses setelmen SKNBI dilakukan secara periodik (netting) sedangkan RTGS, proses
setelmen dilakukan secara individual (gross). Kedua, dari segi batasan nominal, transaksi transfer dana nasabah yang
dapat diproses melalui SKNBI sampai dengan 30 Juni 2016 tidak terdapat batasan maksimal, sedangkan transaksi nasabah
melalui BI-RTGS minimal sebesar Rp.500.000.000,00 per transaksi. Ketiga, biaya yang dikenakan Bank Indonesia kepada
Peserta untuk SKNBI lebih murah, yaitu sebesar Rp.750,00 per transaksi dan maksimal biaya transfer dana yang dapat
dikenakan peserta kepada nasabahnya adalah Rp.5.000,00, sedangkan biaya transaksi BI-RTGS yang dikenakan Bank
Indonesia kepada peserta adalah sebesar Rp.15.000,00 dan maksimal biaya transfer dana yang dapat dikenakan peserta
kepada nasabahnya adalah sebesar Rp.35.000,00.
3.5. SISTEM PEMBAYARAN
GRAFIK 3.30. PERKEMBANGAN SKNBI NTT
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000 NTT
NILAI (RP.MILIAR) VOLUME (LBR)
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
87.48%
5.22%
7.30%
38.30%
1.72%59.98%
0.94% 12.23% 86.80% 0.02%
GRAFIK 3.26. KOMPOSISI DPK DI PULAU SUMBA
Sumber : Bank Indonesia, diolah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
GRAFIK 3.27. KOMPOSISI KREDIT DI PULAU SUMBA
Sumber : Bank Indonesia, diolah
KONSUMSI
MODAL KERJA
INVESTASI
71,37%2,77%
25,86%
GRAFIK 3.25. KOMPOSISI KREDIT DI PULAU FLORES
Sumber : Bank Indonesia, diolah
63,60%
32,15%
4,24%
KONSUMSI
MODAL KERJA
INVESTASI
GRAFIK 3.24. KOMPOSISI DPK DI PULAU FLORES
0.66%
1.12%
79.94%
20.03%
2.06%
6.45%
4.27%
10.67%
12.95%
74.58%
87.17% 0.09%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.4.1. Pulau Flores
Kinerja perbankan di pulau Flores pada triwulan I 2016 relatif melambat. Hal ini tercermin dari pertumbuhan Aset
perbankan di pulau Flores yang tumbuh melambat sebesar 7,09% (yoy) atau sebesar Rp.9,12 triliun lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan pada triwulan IV 2015. Penghimpunan DPK pada triwulan I 2016 juga melambat 5,19% (yoy)
atau dengan nominal sebesar Rp.7,84 triliun. Sementara itu, penyaluran kredit di Pulau Flores pada triwulan I 2016 sedikit
meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Angka rasio kredit macet (NPL) di Pulau Flores pada triwulan I 2016
mengalami peningkatan, dari 1,39% pada triwulan IV 2015 menjadi 1,90% pada triwulan I 2016. Selain itu, rasio likuiditas
di Pulau Flores pada triwulan I 2016 juga meningkat sebesar 93,33% lebih tinggi dari triwulan IV 2015 yang hanya sebesar
92,15%.
3.4.2. Pulau Sumba
Kinerja perbankan di Pulau Sumba pada triwulan I 2016 juga ikut melambat. Pertumbuhan Aset pada triwulan I
2016 melambat sebesar 5,61% (yoy) atau mencapai Rp.2,37 triliun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya.
Sementara itu, penghimpunan DPK di Pulau Sumba tercatat sebesar Rp.1,91 triliun, ikut mengalami perlambatan sebesar
0,67% (yoy) lebih rendah dari triwulan IV 2015. Penyaluran kredit juga melambat 12,92% (yoy) atau sebesar Rp.2,00
triliun pada triwulan I 2016. Adapun angka rasio likuiditas meningkat dari 101,47% menjadi 104,72%. Hal ini disebabkan
oleh tingginya penyaluran kredit yang tidak sebanding atau lebih besar dari penghimpunan DPK di Pulau Sumba.
3.4.3. Pulau Timor
Pada triwulan I 2016 kinerja perbankan di pulau Timor melambat. Aset perbankan di pulau Timor pada triwulan I
2016 mencapai Rp.19,44 triliun atau melambat sebesar 1,70% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015. Seiring
dengan perlambatan Aset perbankan pada triwulan I 2016, pertumbuhan DPK dan penyaluran Kredit juga ikut melambat.
Penghimpunan DPK perbankan dipulau Timor pada triwulan I 2016 mencapai Rp.12,20 triliun atau mencapai 16,73%
(yoy), sementara itu penyaluran Kredit mencapai Rp.10,01 triliun atau tumbuh sebesar 12,60% (yoy) lebih rendah dari
triwulan sebelumnya.
GRAFIK 3.31 PERKEMBANGAN SKNBI NASIONAL
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000 RIBU LEMBARNASIONAL
Sumber : Bank Indonesia, diolah
NILAI (RP.MILIAR) VOLUME (LBR)
GRAFIK 3.29. KOMPOSISI KREDIT DI PULAU TIMOR
Sumber : Bank Indonesia, diolah
62,73%
28,25%
9,02%
KONSUMSI
MODAL KERJA
INVESTASI
GRAFIK 3.28. KOMPOSISI DPK DI PULAU TIMOR
81.13%
10.31%
8.50% 0.06%
39.48%
5.06%
54.85%
0.61%
1.12% 8.60% 90.22% 0.07%
Sumber : Bank Indonesia, diolah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
3.5.1. Transaksi Non Tunai
3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI)Sistem Kliring Nasional Bank Indonsia (SKNBI) di provinsi NTT pada triwulan I 2016 masih mengalami
peningkatan dan jauh di atas Nasional. Penggunaan fasilitas Kliring di NTT sampai dengan triwulan I 2016 berdasarkan
nominal mencapai Rp.3,11 triliun atau tumbuh 213,76% (yoy) dan volume mencapai 67.315 lembar warkat atau
meningkat 68,41% (yoy) lebih tinggi dari triwulan IV 2015.
Peningkatan transaksi yang signifikan ini disebabkan oleh adanya perubahan ketentuan dan kegiatan SKNBI serta
perlindungan nasabah. Saat ini, settlement layanan Transfer Dana ditambah menjadi 5 (lima) kali, yaitu pada pukul 09.00,
11.00, 13.00, 15.00, dan 16.45 WIB sedangkan Layanan Kliring Warkat Debit saat ini dibagi menjadi 4 zona.
Dibandingkan transfer melalui Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), terdapat beberapa perbedaan
transfer melalui SKNBI, yaitu pertama, proses setelmen SKNBI dilakukan secara periodik (netting) sedangkan RTGS, proses
setelmen dilakukan secara individual (gross). Kedua, dari segi batasan nominal, transaksi transfer dana nasabah yang
dapat diproses melalui SKNBI sampai dengan 30 Juni 2016 tidak terdapat batasan maksimal, sedangkan transaksi nasabah
melalui BI-RTGS minimal sebesar Rp.500.000.000,00 per transaksi. Ketiga, biaya yang dikenakan Bank Indonesia kepada
Peserta untuk SKNBI lebih murah, yaitu sebesar Rp.750,00 per transaksi dan maksimal biaya transfer dana yang dapat
dikenakan peserta kepada nasabahnya adalah Rp.5.000,00, sedangkan biaya transaksi BI-RTGS yang dikenakan Bank
Indonesia kepada peserta adalah sebesar Rp.15.000,00 dan maksimal biaya transfer dana yang dapat dikenakan peserta
kepada nasabahnya adalah sebesar Rp.35.000,00.
3.5. SISTEM PEMBAYARAN
GRAFIK 3.30. PERKEMBANGAN SKNBI NTT
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
0
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000 NTT
NILAI (RP.MILIAR) VOLUME (LBR)
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Berdasarkan komposisi peserta pengirim, transaksi kliring Provinsi NTT pada triwulan I 2016 paling besar adalah Bank
Swasta Nasional dengan porsi sebesar 59,83%, kemudian Bank Pemerintah 36,76%, Bank Pembangunan Daerah sebesar
1,59%, Bank Syariah 1,51%, dan Bank Campuran 0,30%.
GRAFIK 3.32. PERKEMBANGAN SKNBI BERDASARKAN KELOMPOK BANK
Sumber : Bank Indonesia, diolah
59.83%36.76%1.59%1.51%0.30% BANK SWASTA NASIONAL
BANK PEMERINTAH
BANK PEMBANGUNAN DAERAH
BANK SYARIAH
BANK CAMPURAN
3.5.1.2. Transaksi RTGSTransaksi BI-RTGS pada triwulan I 2016 dari sisi nominal maupun volume mengalami penurunan. Penurunan
tersebut disebabkan oleh pengalihan transaksi besar (high value) ke Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
GRAFIK 3.33. PERKEMBANGAN BI-RTGS
Sumber : Bank Indonesia, diolah
-1500.00%
-1000.00%
-500.00%
0.00%
500.00%
1000.00%
1500.00%
-10,000.00
-8,000.00
-6,000.00
-4,000.00
-2,000.00
0.00
2,000.00
4,000.00
6,000.00
8,000.00
10,000.00
VOLUME NOMINAL (IN/OUT) VOLUME (YOY) NOMINAL (YOY)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
3.5.2. Transaksi Tunai
Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, diantaranya jumlah aliran uang keluar
dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan
kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).
3.5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)Pada triwulan I 2016 aliran uang yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami
peningkatan dibandingkan uang yang beredar di masyarakat atau perbankan. Aliran outflow atau uang yang
beredar pada triwulan I 2016 mencapai Rp.0,33 triliun, tumbuh -6,14% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan
IV 2015 yang mencapai 25,31% (yoy). Selain itu, inflow atau uang yang disetor di Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi NTT juga mengalami perlambatan 1,60% (yoy) atau sebesar Rp.1,83 triliun, lebih rendah dari triwulan IV 2015
yang tumbuh 3,67% (yoy).
Hal ini merupakan pola setiap awal tahun pasca tingginya kebutuhan uang realisasi proyek dan konsumsi masyarakat di
akhir tahun. Selain itu, hal ini juga sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Penggunaan Pengeluaran Konsumsi yang juga
melambat pada triwulan I 2016.
GRAFIK 3.35. PERKEMBANGAN ARUS UANG TUNAI (INFLOW-OUTFLOW)
INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW
-80.00%
0.00%
80.00%
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
3,000.00
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.34. PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI
I I I I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
I I I I I I IV2011
-300%
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
-2500.00
-2000.00
-1500.00
-1000.00
-500.00
0.00
500.00
1000.00
1500.00
2000.00
NET IN/OUT (RP. MILIAR) YOY QTQ
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di NTT hingga triwulan I 2016 mencapai Rp.509,70
miliar atau meningkat 56,72% (yoy). Hal ini dapat digambarkan oleh jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi NTT pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp.716,63 miliar, atau meningkat sebesar 50,22% (yoy) bila
dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Sementara itu, rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan Nasional
pada triwulan I 2016 yaitu sebesar 0,89% sedikit meningkat bila dibandingkan triwulan IV 2015. Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi NTT terus mengupayakan untuk menekan laju pertumbuhan UTLE di NTT dengan cara melakukan
sosialisasi bagaimana memperlakukan uang rupiah dengan baik ke pasar-pasar, perbankan, serta akademisi dan pelajar.
3.5.2.3. Temuan Uang PalsuTemuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan I 2016
mengalami penurunan. Jumlah lembar uang palsu menurun dari 53 lembar menjadi 25 lembar pada triwulan laporan.
Uang palsu yang ditemukan pada triwulan ini umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,-, pecahan Rp.10.000,- dan
Rp.50.000,-. Jumlah uang palsu yang ditemukan berkurang, hal ini menggambarkan bahwa kegiatan pengenalan ciri-ciri
keaslian uang rupiah berdampak positif dan terus diperlukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat. Peningkatan
pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan yang tinggi uang palsu tersebut dilaporkan.
GRAFIK 3.36. PERKEMBANGAN UTLE DI PROVINSI NTT
INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY UTLE QTQ UTLEUTLE
-200.00%
0.00%
200.00%
400.00%
600.00%
800.00%
1000.00%
1200.00%
1400.00%
1600.00%
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
3,000.00
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.37. PERKEMBANGAN UPAL DI PROVINSI NTT
0
200
400
600
800
1000
1200
LBR UPAL
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Upaya penanggulangan uang palsu secara represif telah dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menuntut
pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Berdasarkan komposisi peserta pengirim, transaksi kliring Provinsi NTT pada triwulan I 2016 paling besar adalah Bank
Swasta Nasional dengan porsi sebesar 59,83%, kemudian Bank Pemerintah 36,76%, Bank Pembangunan Daerah sebesar
1,59%, Bank Syariah 1,51%, dan Bank Campuran 0,30%.
GRAFIK 3.32. PERKEMBANGAN SKNBI BERDASARKAN KELOMPOK BANK
Sumber : Bank Indonesia, diolah
59.83%36.76%1.59%1.51%0.30% BANK SWASTA NASIONAL
BANK PEMERINTAH
BANK PEMBANGUNAN DAERAH
BANK SYARIAH
BANK CAMPURAN
3.5.1.2. Transaksi RTGSTransaksi BI-RTGS pada triwulan I 2016 dari sisi nominal maupun volume mengalami penurunan. Penurunan
tersebut disebabkan oleh pengalihan transaksi besar (high value) ke Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI).
GRAFIK 3.33. PERKEMBANGAN BI-RTGS
Sumber : Bank Indonesia, diolah
-1500.00%
-1000.00%
-500.00%
0.00%
500.00%
1000.00%
1500.00%
-10,000.00
-8,000.00
-6,000.00
-4,000.00
-2,000.00
0.00
2,000.00
4,000.00
6,000.00
8,000.00
10,000.00
VOLUME NOMINAL (IN/OUT) VOLUME (YOY) NOMINAL (YOY)
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
3.5.2. Transaksi Tunai
Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, diantaranya jumlah aliran uang keluar
dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan
kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).
3.5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)Pada triwulan I 2016 aliran uang yang masuk ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT mengalami
peningkatan dibandingkan uang yang beredar di masyarakat atau perbankan. Aliran outflow atau uang yang
beredar pada triwulan I 2016 mencapai Rp.0,33 triliun, tumbuh -6,14% (yoy) lebih rendah dibandingkan dengan triwulan
IV 2015 yang mencapai 25,31% (yoy). Selain itu, inflow atau uang yang disetor di Kantor Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi NTT juga mengalami perlambatan 1,60% (yoy) atau sebesar Rp.1,83 triliun, lebih rendah dari triwulan IV 2015
yang tumbuh 3,67% (yoy).
Hal ini merupakan pola setiap awal tahun pasca tingginya kebutuhan uang realisasi proyek dan konsumsi masyarakat di
akhir tahun. Selain itu, hal ini juga sejalan dengan pertumbuhan ekonomi Penggunaan Pengeluaran Konsumsi yang juga
melambat pada triwulan I 2016.
GRAFIK 3.35. PERKEMBANGAN ARUS UANG TUNAI (INFLOW-OUTFLOW)
INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOW
-80.00%
0.00%
80.00%
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
3,000.00
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.34. PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI
I I I I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
I I I I I I IV2011
-300%
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
-2500.00
-2000.00
-1500.00
-1000.00
-500.00
0.00
500.00
1000.00
1500.00
2000.00
NET IN/OUT (RP. MILIAR) YOY QTQ
Sumber : Bank Indonesia, diolah
3.5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)Uang Tidak Layak Edar (UTLE) yang telah dimusnahkan di NTT hingga triwulan I 2016 mencapai Rp.509,70
miliar atau meningkat 56,72% (yoy). Hal ini dapat digambarkan oleh jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi NTT pada triwulan I 2016 tercatat sebesar Rp.716,63 miliar, atau meningkat sebesar 50,22% (yoy) bila
dibandingkan dengan triwulan IV 2015. Sementara itu, rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan Nasional
pada triwulan I 2016 yaitu sebesar 0,89% sedikit meningkat bila dibandingkan triwulan IV 2015. Kantor Perwakilan Bank
Indonesia Provinsi NTT terus mengupayakan untuk menekan laju pertumbuhan UTLE di NTT dengan cara melakukan
sosialisasi bagaimana memperlakukan uang rupiah dengan baik ke pasar-pasar, perbankan, serta akademisi dan pelajar.
3.5.2.3. Temuan Uang PalsuTemuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan I 2016
mengalami penurunan. Jumlah lembar uang palsu menurun dari 53 lembar menjadi 25 lembar pada triwulan laporan.
Uang palsu yang ditemukan pada triwulan ini umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,-, pecahan Rp.10.000,- dan
Rp.50.000,-. Jumlah uang palsu yang ditemukan berkurang, hal ini menggambarkan bahwa kegiatan pengenalan ciri-ciri
keaslian uang rupiah berdampak positif dan terus diperlukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat. Peningkatan
pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan yang tinggi uang palsu tersebut dilaporkan.
GRAFIK 3.36. PERKEMBANGAN UTLE DI PROVINSI NTT
INFLOW (RP. MILIAR) OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY UTLE QTQ UTLEUTLE
-200.00%
0.00%
200.00%
400.00%
600.00%
800.00%
1000.00%
1200.00%
1400.00%
1600.00%
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
3,000.00
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK 3.37. PERKEMBANGAN UPAL DI PROVINSI NTT
0
200
400
600
800
1000
1200
LBR UPAL
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
I I I I I I IV2012
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Upaya penanggulangan uang palsu secara represif telah dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menuntut
pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Kelompok Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) memiliki porsi pendanaan dari induk perusahaan cukup besar
dibandingkan dengan Bank Pemerintah Daerah (BPD) dan Bank Persero (BUMN). Kendati BUSN melakukan pengumpulan
DPK dari masyarakat, porsi dana dari induk bank dapat dikategorikan relatif besar. Tercatat bahwa dalam kurun waktu
2015 s.d. triwulan I 2016, porsi pendanaan dari induk perusahaan konsisten berada pada angka 35% - 40% dari total
keseluruhan dana. Sementara itu, perolehan dana BPD dan Bank Persero didominasi oleh DPK dengan porsi pada triwulan I
sebesar 79,16%.
Kondisi tersebut secara tidak langsung juga mempengaruhi kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR). Pada triwulan I 2016 BPD
dan Bank Persero tercatat memiliki LDR sebesar 86,01% sedangkan BUSN tercatat lebih tinggi yakni sebesar 107,74%. Hal
ini menunjukkan bahwa DPK BUSN tidak dapat mengakomodasi seluruh penyaluran kredit yang ada sehingga pendanaan
dari sumber lain/ induk perusahaan sangat diperlukan.
Stabilitas Sistem Keuangan di Provinsi NTT03
Dari sisi kredit, pertumbuhan kredit konsumsi menahan perlambatan pertumbuhan kredit secara keseluruhan. Walaupun
tumbuh sebesar 13,63% (yoy) di triwulan I 2016, keseluruhan kredit mengalami perlambatan dibandingkan periode yang
sama di tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,37% (yoy). Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan kredit
investasi dan perlambatan pada kredit modal kerja. Namun demikian, pertumbuhan kredit konsumsi sebesar 16,85% (yoy)
dengan pangsa terbesar yakni 63,89% dapat menahan laju perlambatan pertumbuhan kredit secara keseluruhan.
Pertumbuhan kredit konsumsi didukung pula dengan rasio NPL yang senantiasa terjaga di bawah level 1%. Secara umum,
kondisi kesehatan perbankan relatif aman yang terlihat dari NPL perbankan yang sebesar 1,82%, jauh dari batas nilai NPL
maksimal yang sebesar 5%.
Berbeda halnya dengan kredit konsumsi, kredit modal kerja dan investasi memiliki rasio NPL hampir mendekati 5%.
Apabila dibandingkan dengan triwulan IV 2015, rasio NPL kredit modal kerja dan investasi triwulan I 2016 tercatat lebih
tinggi. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan I 2016, dimana hanya sebesar 33,80%
dari seluruh responden menyatakan bahwa kondisi likuiditas berada pada kategori baik atau lebih rendah dibandingkan
dengan hasil SKDU triwulan IV 2015 dimana sebanyak 40,30% responden menyatakan memiliki kondisi likuiditas yang
baik. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan membayar hutang pelaku usaha di triwulan I 2016 yang
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kondisi Intermediasi dan Resiko Perbankan
GRAFIK BOKS 3.2. NPL BERDASARKAN PENGGUNAAN
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK BOKS 3.1. PANGSA DPK PERBANKAN NTT
Sumber : BPS, diolah
Di lihat dari sisi sektoral untuk kredit modal kerja dan investasi, terdapat beberapa sektor yang perlu mendapatkan
perhatian khusus salah satunya adalah sektor konstruksi. Pada triwulan I 2016 kredit pada sektor konstruksi mengalami
kenaikan kredit yang cukup signifikan yakni sebesar 12,13% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang
tumbuh sebesar 3,13% (yoy). Namun, kenaikan tersebut tidak didukung dengan kondisi rasio NPL yang baik yakni sebesar
16,02% sehingga dikhawatirkan akan mengganggu kondisi stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
Kemudian, rasio NPL kredit pada sektor listrik, gas, dan air serta sektor perantara keuangan terpantau perlu juga
mendapatkan perhatian khusus meski kedua sektor tersebut tidak memiliki andil yang besar untuk keseluruhan kredit di
Provinsi NTT. Di samping itu, perlu dilakukan pemantauan untuk NPL di sektor pertambangan dan penggalian, perikanan,
real estate, dan transportasi. Untuk dua sektor dengan pangsa terbesar yaitu: sektor penerima kredit bukan lapangan
usaha/ konsumsi dan perdagangan besar dan eceran terpantau masih dalam kondisi aman karena rasio NPL kedua sektor
tersebut jauh di bawah 5%.
TABEL BOKS 3.1. KONDISI KREDIT BERDASARKAN SEKTOR
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Kelompok Bank Umum Swasta Nasional (BUSN) memiliki porsi pendanaan dari induk perusahaan cukup besar
dibandingkan dengan Bank Pemerintah Daerah (BPD) dan Bank Persero (BUMN). Kendati BUSN melakukan pengumpulan
DPK dari masyarakat, porsi dana dari induk bank dapat dikategorikan relatif besar. Tercatat bahwa dalam kurun waktu
2015 s.d. triwulan I 2016, porsi pendanaan dari induk perusahaan konsisten berada pada angka 35% - 40% dari total
keseluruhan dana. Sementara itu, perolehan dana BPD dan Bank Persero didominasi oleh DPK dengan porsi pada triwulan I
sebesar 79,16%.
Kondisi tersebut secara tidak langsung juga mempengaruhi kondisi Loan to Deposit Ratio (LDR). Pada triwulan I 2016 BPD
dan Bank Persero tercatat memiliki LDR sebesar 86,01% sedangkan BUSN tercatat lebih tinggi yakni sebesar 107,74%. Hal
ini menunjukkan bahwa DPK BUSN tidak dapat mengakomodasi seluruh penyaluran kredit yang ada sehingga pendanaan
dari sumber lain/ induk perusahaan sangat diperlukan.
Stabilitas Sistem Keuangan di Provinsi NTT03
Dari sisi kredit, pertumbuhan kredit konsumsi menahan perlambatan pertumbuhan kredit secara keseluruhan. Walaupun
tumbuh sebesar 13,63% (yoy) di triwulan I 2016, keseluruhan kredit mengalami perlambatan dibandingkan periode yang
sama di tahun sebelumnya yang tumbuh sebesar 14,37% (yoy). Hal ini disebabkan karena terjadinya penurunan kredit
investasi dan perlambatan pada kredit modal kerja. Namun demikian, pertumbuhan kredit konsumsi sebesar 16,85% (yoy)
dengan pangsa terbesar yakni 63,89% dapat menahan laju perlambatan pertumbuhan kredit secara keseluruhan.
Pertumbuhan kredit konsumsi didukung pula dengan rasio NPL yang senantiasa terjaga di bawah level 1%. Secara umum,
kondisi kesehatan perbankan relatif aman yang terlihat dari NPL perbankan yang sebesar 1,82%, jauh dari batas nilai NPL
maksimal yang sebesar 5%.
Berbeda halnya dengan kredit konsumsi, kredit modal kerja dan investasi memiliki rasio NPL hampir mendekati 5%.
Apabila dibandingkan dengan triwulan IV 2015, rasio NPL kredit modal kerja dan investasi triwulan I 2016 tercatat lebih
tinggi. Hal ini terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) triwulan I 2016, dimana hanya sebesar 33,80%
dari seluruh responden menyatakan bahwa kondisi likuiditas berada pada kategori baik atau lebih rendah dibandingkan
dengan hasil SKDU triwulan IV 2015 dimana sebanyak 40,30% responden menyatakan memiliki kondisi likuiditas yang
baik. Hal ini secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan membayar hutang pelaku usaha di triwulan I 2016 yang
menurun dibandingkan triwulan sebelumnya.
Kondisi Intermediasi dan Resiko Perbankan
GRAFIK BOKS 3.2. NPL BERDASARKAN PENGGUNAAN
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK BOKS 3.1. PANGSA DPK PERBANKAN NTT
Sumber : BPS, diolah
Di lihat dari sisi sektoral untuk kredit modal kerja dan investasi, terdapat beberapa sektor yang perlu mendapatkan
perhatian khusus salah satunya adalah sektor konstruksi. Pada triwulan I 2016 kredit pada sektor konstruksi mengalami
kenaikan kredit yang cukup signifikan yakni sebesar 12,13% (yoy) lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang
tumbuh sebesar 3,13% (yoy). Namun, kenaikan tersebut tidak didukung dengan kondisi rasio NPL yang baik yakni sebesar
16,02% sehingga dikhawatirkan akan mengganggu kondisi stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan.
Kemudian, rasio NPL kredit pada sektor listrik, gas, dan air serta sektor perantara keuangan terpantau perlu juga
mendapatkan perhatian khusus meski kedua sektor tersebut tidak memiliki andil yang besar untuk keseluruhan kredit di
Provinsi NTT. Di samping itu, perlu dilakukan pemantauan untuk NPL di sektor pertambangan dan penggalian, perikanan,
real estate, dan transportasi. Untuk dua sektor dengan pangsa terbesar yaitu: sektor penerima kredit bukan lapangan
usaha/ konsumsi dan perdagangan besar dan eceran terpantau masih dalam kondisi aman karena rasio NPL kedua sektor
tersebut jauh di bawah 5%.
TABEL BOKS 3.1. KONDISI KREDIT BERDASARKAN SEKTOR
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan I-2016 mencapai Rp 5,17 triliun (20,91%)
dari pagu rencana pendapatan sebesar Rp 24,7 triliun.
Sementara itu, realisasi belanja pemerintah tercatat masih cukup rendah yaitu Rp 3,09 triliun
(8,88%) dibandingkan pagu belanja sebesar Rp 34,81 triliun. Namun masih lebih tinggi
apabila dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2015.
Keuangan D aerah04
Pangsa DPK dan Kredit
Secara industri BPD dan Bank Persero mendominasi pangsa pengumpulan DPK. Dari keseluruhan DPK yang ada di Provinsi
NTT, BPD dan Bank Persero menguasai 98,24% dari total giro di triwulan I 2016. Sedangkan untuk tabungan dan deposito,
BPD dan Bank Persero menguasai masing-masing sebesar 88,18% dan 83,41%. Selain itu, penguasaan pangsa DPK
tersebut didukung dengan aset BPD dan Bank Persero yang juga mendominasi industri sebesar 88,31% pada triwulan I
2016.
z
Sementara itu dari sisi kredit, BPD dan Bank Persero menguasai pangsa kredit baik modal kerja, investasi, dan konsumsi.
Terdapat hal yang menarik untuk porsi kredit investasi dimana BUSN memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan kredit
modal kerja dan kredit konsumsinya.
GRAFIK BOKS 3.4. PANGSA KREDIT PERBANKAN NTT
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK BOKS 3.3. PANGSA DPK PERBANKAN NTT
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Realisasi pendapatan pemerintah pada triwulan I-2016 mencapai Rp 5,17 triliun (20,91%)
dari pagu rencana pendapatan sebesar Rp 24,7 triliun.
Sementara itu, realisasi belanja pemerintah tercatat masih cukup rendah yaitu Rp 3,09 triliun
(8,88%) dibandingkan pagu belanja sebesar Rp 34,81 triliun. Namun masih lebih tinggi
apabila dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun 2015.
Keuangan D aerah04
Pangsa DPK dan Kredit
Secara industri BPD dan Bank Persero mendominasi pangsa pengumpulan DPK. Dari keseluruhan DPK yang ada di Provinsi
NTT, BPD dan Bank Persero menguasai 98,24% dari total giro di triwulan I 2016. Sedangkan untuk tabungan dan deposito,
BPD dan Bank Persero menguasai masing-masing sebesar 88,18% dan 83,41%. Selain itu, penguasaan pangsa DPK
tersebut didukung dengan aset BPD dan Bank Persero yang juga mendominasi industri sebesar 88,31% pada triwulan I
2016.
z
Sementara itu dari sisi kredit, BPD dan Bank Persero menguasai pangsa kredit baik modal kerja, investasi, dan konsumsi.
Terdapat hal yang menarik untuk porsi kredit investasi dimana BUSN memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan kredit
modal kerja dan kredit konsumsinya.
GRAFIK BOKS 3.4. PANGSA KREDIT PERBANKAN NTT
Sumber : Bank Indonesia, diolah
GRAFIK BOKS 3.3. PANGSA DPK PERBANKAN NTT
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
4.1. KONDISI UMUM
Pada tahun 2016 terjadi peningkatan pagu pendapatan pemerintah daerah di Provinsi NTT sebesar 18,3% (yoy) dari Rp
20,88 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp 24,70 triliun (2016). Target kenaikan pendapatan untuk Pemerintah Provinsi
mencapai 18,1% sementara untuk Pemerintah Kab/Kota sebesar 19,3%. Dari sisi belanja, peningkatan pagu hanya
sebesar 0,9% dari Rp 34,51 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp 34,81 triliun pada tahun 2016. Perlambatan peningkatan
belanja terutama disebabkan oleh menurunnya rencana belanja APBN seiring dengan telah selesainya beberapa proyek
infrastruktur strategis di tahun sebelumnya. Berdasarkan struktur pagu belanja 2016, terdapat penurunan pada belanja
APBN, namun demikian, pagu belanja diperkirakan masih akan meningkat terutama berasal dari revisi belanja APBN
seiring adanya kemungkinan tambahan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur bendungan (Raknamo dan
Rotiklot) ataupun pelabuhan Tenau, Ippi dan Lauren Say yang belum dialokasikan.
PENDAPATAN BELANJA
2015
2016*
Pagu Pendapatan dan Belanja Rencana Pendapatan Pagu Belanja
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
TRILIUN RP
20.88
34.51
24.70
34.93
354
3,283
17,241
252
3,876
20,572
APBN APBD PROVINSI APBD KAB/KOTA
MILIAR RP
11.34
3.52
19.64
9.1 8
3.9 0
21.85
APBN APBD PROVINSI APBD KAB/KOTA
GRAFIK 4.1. PERBANDINGAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015 DAN 2016
Dari sisi realisasi pendapatan dan belanja hingga triwulan-I 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah
mencapai Rp 5,17 triliun atau 20,91% dari total rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Pendapatan APBN
Pemerintah Pusat mencapai 184,6% dari target. Tingginya realisasi pendapatan lebih disebabkan oleh tingginya
pencapaian realisasi Pajak Penghasilan (PPh) yang tidak termasuk dalam rencana pendapatan namun merupakan
pendapatan utama dalam struktur APBN di daerah. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah baru mencapai 8,88% atau
Rp 3,09 triliun dari total pagu belanja sebesar Rp 34,81 triliun. Namun, realisasi belanja tersebut tercatat lebih tinggi
apabila dibandingkan triwulan-I 2015 yang sebesar Rp 2,5 triliun atau 7,30% dari total pagu belanja 2015. Persentase
realisasi belanja tertinggi untuk triwulan I-2016 dimiliki oleh Pemerintah Provinsi sebesar 13,78%.
GRAFIK 4.2. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN
REALISASI
24.7
34.93
4.93
APBN KAB PROV
Triliun
APBN KAB PROV
Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah
3.0 9
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Triliun Rp
0.25
20.57
3.8 8
0.47
3.49
0.9 8
0
5
10
15
20
25
9.1 8
21.85
3.9 00.8 6
1.6 90.54
0
5
10
15
20
25
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
4.1. KONDISI UMUM
Pada tahun 2016 terjadi peningkatan pagu pendapatan pemerintah daerah di Provinsi NTT sebesar 18,3% (yoy) dari Rp
20,88 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp 24,70 triliun (2016). Target kenaikan pendapatan untuk Pemerintah Provinsi
mencapai 18,1% sementara untuk Pemerintah Kab/Kota sebesar 19,3%. Dari sisi belanja, peningkatan pagu hanya
sebesar 0,9% dari Rp 34,51 triliun pada tahun 2015 menjadi Rp 34,81 triliun pada tahun 2016. Perlambatan peningkatan
belanja terutama disebabkan oleh menurunnya rencana belanja APBN seiring dengan telah selesainya beberapa proyek
infrastruktur strategis di tahun sebelumnya. Berdasarkan struktur pagu belanja 2016, terdapat penurunan pada belanja
APBN, namun demikian, pagu belanja diperkirakan masih akan meningkat terutama berasal dari revisi belanja APBN
seiring adanya kemungkinan tambahan alokasi anggaran untuk pembangunan infrastruktur bendungan (Raknamo dan
Rotiklot) ataupun pelabuhan Tenau, Ippi dan Lauren Say yang belum dialokasikan.
PENDAPATAN BELANJA
2015
2016*
Pagu Pendapatan dan Belanja Rencana Pendapatan Pagu Belanja
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
TRILIUN RP
20.88
34.51
24.70
34.93
354
3,283
17,241
252
3,876
20,572
APBN APBD PROVINSI APBD KAB/KOTA
MILIAR RP
11.34
3.52
19.64
9.1 8
3.9 0
21.85
APBN APBD PROVINSI APBD KAB/KOTA
GRAFIK 4.1. PERBANDINGAN PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR TAHUN 2015 DAN 2016
Dari sisi realisasi pendapatan dan belanja hingga triwulan-I 2016, realisasi pendapatan pemerintah di Provinsi NTT telah
mencapai Rp 5,17 triliun atau 20,91% dari total rencana pendapatan 2016 sebesar Rp 24,7 triliun. Pendapatan APBN
Pemerintah Pusat mencapai 184,6% dari target. Tingginya realisasi pendapatan lebih disebabkan oleh tingginya
pencapaian realisasi Pajak Penghasilan (PPh) yang tidak termasuk dalam rencana pendapatan namun merupakan
pendapatan utama dalam struktur APBN di daerah. Sementara itu, realisasi belanja pemerintah baru mencapai 8,88% atau
Rp 3,09 triliun dari total pagu belanja sebesar Rp 34,81 triliun. Namun, realisasi belanja tersebut tercatat lebih tinggi
apabila dibandingkan triwulan-I 2015 yang sebesar Rp 2,5 triliun atau 7,30% dari total pagu belanja 2015. Persentase
realisasi belanja tertinggi untuk triwulan I-2016 dimiliki oleh Pemerintah Provinsi sebesar 13,78%.
GRAFIK 4.2. REALISASI PENDAPATAN DAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN
REALISASI
24.7
34.93
4.93
APBN KAB PROV
Triliun
APBN KAB PROV
Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah
3.0 9
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Triliun Rp
0.25
20.57
3.8 8
0.47
3.49
0.9 8
0
5
10
15
20
25
9.1 8
21.85
3.9 00.8 6
1.6 90.54
0
5
10
15
20
25
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
GRAFIK 4.3 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
PAJAK PENGHASILAN
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PENDAPATAN PAJAK LAINNYA
PENDAPATAN BEA MASUK
PAJAK BUMI & BANGUNAN
CUKAI
33.49%
23.17%
2.0 0%
1.9 5%
39.28%
0.0 9%
0.0 1%
GRAFIK 4.4 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT
PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS
kabupaten/kota PROPINSI3
,1%
88
,0%
1,9
% 4,7
%
2,3
%
14
,5% 4
5,7
%
37
,7%
2,1
%
0,0
%
4.2 PENDAPATAN DAERAH
Total Pendapatan Pemerintah di Provinsi NTT pada Triwulan-I 2016 mencapai Rp 5,17 triliun atau 20,91% dari rencana
pendapatan tahun 2016. Apabila dibagi berdasarkan level pemerintahan, pendapatan APBN di Provinsi NTT tercatat
sebesar Rp 465,52 miliar atau 184,61% dari total rencana pendapatan sebesar Rp 252,17 miliar. Porsi pendapatan
terbesar APBN terutama berasal dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 182,86 miliar (39,28%) dan Penerimaan Negara Bukan
Pajak (Pendidikan, jasa, iuran denda, lainnya) sebesar Rp 155,89 miliar (33,49%). Sementara itu di tingkat Pemerintah
Provinsi realisasi pendapatan telah mencapai Rp 975,51 miliar atau 25,17% dari total rencana pendapatan sebesar Rp 3,88
triliun. Pendapatan tertinggi Pemerintah Provinsi berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 445,70 miliar (45,7%)
dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 367,77 miliar (37,7%). Selanjutnya, pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota yang
telah mencapai Rp 3,72 triliun (18,1%) didominasi oleh Dana Alokasi Umum sebesar Rp 3,28 triliun atau 87,9%. Tingginya
porsi pendapatan dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) menunjukkan masih tingginya
ketergantungan pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota pada dana subsidi dari Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, perlu
adanya peningkatan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui upaya pembenahan fasilitas pendukung bagi sektor
potensial seperti pariwisata dan industri sehingga dapat meningkatkan investasi swasta di Provinsi NTT.
Dari sisi spasial, kota Kupang memperoleh pencapaian target pendapatan tertinggi pada triwulan I-2016 yaitu sebesar
25,10% atau Rp 295,28 miliar dari target sebesar Rp 1,18 triliun. Pendapatan tertinggi yang didapat juga berasal dari Dana
Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 220,38 miliar atau 74,64% dari total realisasi pendapatan. Realisasi pendapatan yang
cukup tinggi (>20%) juga terdapat di Kab. Timor Tengah Utara (23,46%), Kab. Rote Ndao (22,99%), Kab. Timor Tengah
Selatan (22,83%), Kab. Manggarai Barat (22,72%), Kab. Sumba Barat (22,57%), Kab. Sumba Timur (22,05%), Kab. Sabu
Raijua (21,56%), Kab. Malaka (21,53%), Kab. Flores Timur (21,46%) dan Kab. Ende (20,09%).
4.3 BELANJA DAERAH
Realisasi anggaran belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-I tahun 2016 mencapai Rp 3,09
triliun atau 8,88% dari total pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 34,81 triliun. Apabila dilihat secara historis, pencapaian
realisasi belanja ini cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya 7,3% atau Rp
2,52 triliun dari pagu 2015 yang sebesar Rp 34,51 triliun. Sementara, berdasarkan kewenangan pemerintahan, realisasi
belanja Pemerintah Provinsi menjadi yang tertinggi sebesar 13,8%. Namun, apabila dilihat dari belanja modal, realisasi
belanja APBN menjadi yang tertinggi sebesar 4,8% lebih baik dibandingkan pencapaian tahun 2015 yang hanya 0,9%.
Perbaikan realisasi belanja modal pada APBN diperkirakan turut didorong oleh adanya proyek multiyear seperti bendungan
(Raknamo dan Rotiklot), adanya dispensasi kegiatan proyek yang belum selesai pada tahun 2015 selama 90 hari di tahun
2016, serta berkurangnya permasalahan numenklatur yang menjadi kendala di tahun 2015. Untuk mempercepat realisasi
Tabel 4.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
REALISASI
Nominal %
Pangsa(%)
3.091,3
241,3
2.850,0
2.017,2
461,2
328,9
6,1
0,4
34,0
2,3
-
8,85
2,51
11,32
16,40
5,99
20,47
7,18
0,06
1,30
1,14
-
100
7,81
92,19
65,25
14,92
10,64
0,20
0,01
1,10
0,07
URAIAN RENCANA
34.931,8
9.622,7
25.175,3
12.299,8
7.701,4
1.606,6
84,9
666,9
2.615,3
200,3
133,7
BELANJA DAERAH
BELANJA MODAL
BELANJA KONSUMSI
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL
BANTUAN KEUANGAN
KONSUMSI LAINNYA
BELANJA LAINNYA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
GRAFIK 4.7 REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSIDAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
9.41
7.73
13.78
8.85
4.85
0.92 3.162.51
12 .31
10.02
16.22
1 1.32
APBN KAB PROV TOTAL
%
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA MODAL
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
GRAFIK 4.5 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
2014IV
2015I II I I I IV I
2016
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
APBN KAB/KOTA PROVINSI
anggaran, pemerintah telah melakukan beberapa upaya kebijakan, diantaranya: 1) Adanya surat dari Sekretaris Daerah
kepada SKPD untuk mempercepat realisasi anggaran, 2) Adanya sanksi bagi Kepala Deaerah yang penyerapannya rendah,
serta 3) Adanya target realisasi belanja di tingkat nasional, yaitu 15% (Tw-I), 40% (Tw-II), 60% (TW-III) dan 90% (TW-IV).
Dari sisi hambatan terdapat beberapa hal yang berpotensi menghambat penyerapan anggaran secara maksimal, yaitu: 1)
Revisi anggaran dari SKPD yang memerlukan waktu cukup lama, 2) Blokir terhadap beberapa mata anggaran, 3) Uang
muka yang tidak diambil oleh pihak ketiga, 4) UPT di daerah yang belum memiliki akses online untuk pengurusan ijin dan
tata usaha, serta masalah RTRW dan pembebasan lahan bagi upaya pembangunan 7 (tujuh) waduk di Provinsi NTT.
APBN KAB/KOTA PROVINSI
GRAFIK 4.6 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA MODAL
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
2014IV
2015I II I I I IV I
2016
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 %
Secara umum pada triwulan I-2016 realisasi tertinggi berada pada belanja konsumsi yang mencapai 11,38%, sementara
belanja modal baru mencapai 2,51%. Porsi belanja konsumsi tertinggi berada pada belanja pegawai sebesar 65,25% atau
Rp 2,02 triliun. Dari tingkat kewenangan, realisasi belanja konsumsi tertinggi berada pada Pemerintah Provinsi sebesar
16,2% yang terutama dipergunakan bagi belanja hibah sebesar Rp 319,8 miliar. Belanja hibah tersebut digunakan bagi
program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Desa Mandiri Anggur Merah serta pengadaan bantuan alat-alat untuk
kegiatan produksi masyarakat, seperti kapal, alat tangkap, mesin kapal, serta alat produksi pertanian. Di sisi lain, belanja
modal di tingkat kabupaten masih tergolong sangat rendah sebesar 0,92%. Proses koordinasi dan konsolidasi seiring
pergantian Kepala Daerah paska pemilu serentak 9 Kab/Kota pada tahun 2015 diperkirakan menjadi salah satu penyebab
rendahnya penyerapan belanja modal.
Selanjutnya, apabila dibagi berdasarkan porsi realisasi belanja, realisasi belanja APBN mayoritas dipergunakan untuk
belanja konsumsi sebesar Rp 468,58 miliar atau 54,19% dari total realisasi belanja triwulan-I. Hal yang sama juga terjadi
pada belanja kabupaten/kota yang mayoritas dipergunakan bagi belanja pegawai sebesar Rp 1,43 triliun atau 84,92% dari
total realisasi belanja kabupaten/kota pada triwulan I. Hal yang berbeda justru terjadi pada Pemerintah Provinsi yang
mayoritas melakukan kegiatan belanja hibah (59,52%). Dari sisi besaran persentase realisasi belanja terhadap pagu
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
GRAFIK 4.3 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBN
Sumber: Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT
PAJAK PENGHASILAN
PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PENDAPATAN PAJAK LAINNYA
PENDAPATAN BEA MASUK
PAJAK BUMI & BANGUNAN
CUKAI
33.49%
23.17%
2.0 0%
1.9 5%
39.28%
0.0 9%
0.0 1%
GRAFIK 4.4 PANGSA REALISASI SUMBER PENDAPATAN APBD PROVINSI/ KAB-KOTA
Sumber: Biro Keuangan Provinsi NTT
PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS
kabupaten/kota PROPINSI
3,1
%
88
,0%
1,9
% 4,7
%
2,3
%
14
,5% 4
5,7
%
37
,7%
2,1
%
0,0
%
4.2 PENDAPATAN DAERAH
Total Pendapatan Pemerintah di Provinsi NTT pada Triwulan-I 2016 mencapai Rp 5,17 triliun atau 20,91% dari rencana
pendapatan tahun 2016. Apabila dibagi berdasarkan level pemerintahan, pendapatan APBN di Provinsi NTT tercatat
sebesar Rp 465,52 miliar atau 184,61% dari total rencana pendapatan sebesar Rp 252,17 miliar. Porsi pendapatan
terbesar APBN terutama berasal dari Pajak Penghasilan sebesar Rp 182,86 miliar (39,28%) dan Penerimaan Negara Bukan
Pajak (Pendidikan, jasa, iuran denda, lainnya) sebesar Rp 155,89 miliar (33,49%). Sementara itu di tingkat Pemerintah
Provinsi realisasi pendapatan telah mencapai Rp 975,51 miliar atau 25,17% dari total rencana pendapatan sebesar Rp 3,88
triliun. Pendapatan tertinggi Pemerintah Provinsi berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 445,70 miliar (45,7%)
dan Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp 367,77 miliar (37,7%). Selanjutnya, pendapatan Pemerintah Kabupaten/Kota yang
telah mencapai Rp 3,72 triliun (18,1%) didominasi oleh Dana Alokasi Umum sebesar Rp 3,28 triliun atau 87,9%. Tingginya
porsi pendapatan dari Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) menunjukkan masih tingginya
ketergantungan pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota pada dana subsidi dari Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, perlu
adanya peningkatan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui upaya pembenahan fasilitas pendukung bagi sektor
potensial seperti pariwisata dan industri sehingga dapat meningkatkan investasi swasta di Provinsi NTT.
Dari sisi spasial, kota Kupang memperoleh pencapaian target pendapatan tertinggi pada triwulan I-2016 yaitu sebesar
25,10% atau Rp 295,28 miliar dari target sebesar Rp 1,18 triliun. Pendapatan tertinggi yang didapat juga berasal dari Dana
Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp 220,38 miliar atau 74,64% dari total realisasi pendapatan. Realisasi pendapatan yang
cukup tinggi (>20%) juga terdapat di Kab. Timor Tengah Utara (23,46%), Kab. Rote Ndao (22,99%), Kab. Timor Tengah
Selatan (22,83%), Kab. Manggarai Barat (22,72%), Kab. Sumba Barat (22,57%), Kab. Sumba Timur (22,05%), Kab. Sabu
Raijua (21,56%), Kab. Malaka (21,53%), Kab. Flores Timur (21,46%) dan Kab. Ende (20,09%).
4.3 BELANJA DAERAH
Realisasi anggaran belanja APBN dan APBD Pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan-I tahun 2016 mencapai Rp 3,09
triliun atau 8,88% dari total pagu belanja tahun 2016 sebesar Rp 34,81 triliun. Apabila dilihat secara historis, pencapaian
realisasi belanja ini cenderung lebih tinggi apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang hanya 7,3% atau Rp
2,52 triliun dari pagu 2015 yang sebesar Rp 34,51 triliun. Sementara, berdasarkan kewenangan pemerintahan, realisasi
belanja Pemerintah Provinsi menjadi yang tertinggi sebesar 13,8%. Namun, apabila dilihat dari belanja modal, realisasi
belanja APBN menjadi yang tertinggi sebesar 4,8% lebih baik dibandingkan pencapaian tahun 2015 yang hanya 0,9%.
Perbaikan realisasi belanja modal pada APBN diperkirakan turut didorong oleh adanya proyek multiyear seperti bendungan
(Raknamo dan Rotiklot), adanya dispensasi kegiatan proyek yang belum selesai pada tahun 2015 selama 90 hari di tahun
2016, serta berkurangnya permasalahan numenklatur yang menjadi kendala di tahun 2015. Untuk mempercepat realisasi
Tabel 4.1 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
REALISASI
Nominal %
Pangsa(%)
3.091,3
241,3
2.850,0
2.017,2
461,2
328,9
6,1
0,4
34,0
2,3
-
8,85
2,51
11,32
16,40
5,99
20,47
7,18
0,06
1,30
1,14
-
100
7,81
92,19
65,25
14,92
10,64
0,20
0,01
1,10
0,07
URAIAN RENCANA
34.931,8
9.622,7
25.175,3
12.299,8
7.701,4
1.606,6
84,9
666,9
2.615,3
200,3
133,7
BELANJA DAERAH
BELANJA MODAL
BELANJA KONSUMSI
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL
BANTUAN KEUANGAN
KONSUMSI LAINNYA
BELANJA LAINNYA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
GRAFIK 4.7 REALISASI BELANJA APBN DAN APBD PROVINSIDAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
9.41
7.73
13.78
8.85
4.85
0.92 3.162.51
12 .31
10.02
16.22
1 1.32
APBN KAB PROV TOTAL
%
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA MODAL
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
GRAFIK 4.5 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
2014IV
2015I II I I I IV I
2016
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
APBN KAB/KOTA PROVINSI
anggaran, pemerintah telah melakukan beberapa upaya kebijakan, diantaranya: 1) Adanya surat dari Sekretaris Daerah
kepada SKPD untuk mempercepat realisasi anggaran, 2) Adanya sanksi bagi Kepala Deaerah yang penyerapannya rendah,
serta 3) Adanya target realisasi belanja di tingkat nasional, yaitu 15% (Tw-I), 40% (Tw-II), 60% (TW-III) dan 90% (TW-IV).
Dari sisi hambatan terdapat beberapa hal yang berpotensi menghambat penyerapan anggaran secara maksimal, yaitu: 1)
Revisi anggaran dari SKPD yang memerlukan waktu cukup lama, 2) Blokir terhadap beberapa mata anggaran, 3) Uang
muka yang tidak diambil oleh pihak ketiga, 4) UPT di daerah yang belum memiliki akses online untuk pengurusan ijin dan
tata usaha, serta masalah RTRW dan pembebasan lahan bagi upaya pembangunan 7 (tujuh) waduk di Provinsi NTT.
APBN KAB/KOTA PROVINSI
GRAFIK 4.6 PERKEMBANGAN REALISASI BELANJA MODAL
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Prov. NTT & Biro Keuangan
2014IV
2015I II I I I IV I
2016
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100 %
Secara umum pada triwulan I-2016 realisasi tertinggi berada pada belanja konsumsi yang mencapai 11,38%, sementara
belanja modal baru mencapai 2,51%. Porsi belanja konsumsi tertinggi berada pada belanja pegawai sebesar 65,25% atau
Rp 2,02 triliun. Dari tingkat kewenangan, realisasi belanja konsumsi tertinggi berada pada Pemerintah Provinsi sebesar
16,2% yang terutama dipergunakan bagi belanja hibah sebesar Rp 319,8 miliar. Belanja hibah tersebut digunakan bagi
program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), Desa Mandiri Anggur Merah serta pengadaan bantuan alat-alat untuk
kegiatan produksi masyarakat, seperti kapal, alat tangkap, mesin kapal, serta alat produksi pertanian. Di sisi lain, belanja
modal di tingkat kabupaten masih tergolong sangat rendah sebesar 0,92%. Proses koordinasi dan konsolidasi seiring
pergantian Kepala Daerah paska pemilu serentak 9 Kab/Kota pada tahun 2015 diperkirakan menjadi salah satu penyebab
rendahnya penyerapan belanja modal.
Selanjutnya, apabila dibagi berdasarkan porsi realisasi belanja, realisasi belanja APBN mayoritas dipergunakan untuk
belanja konsumsi sebesar Rp 468,58 miliar atau 54,19% dari total realisasi belanja triwulan-I. Hal yang sama juga terjadi
pada belanja kabupaten/kota yang mayoritas dipergunakan bagi belanja pegawai sebesar Rp 1,43 triliun atau 84,92% dari
total realisasi belanja kabupaten/kota pada triwulan I. Hal yang berbeda justru terjadi pada Pemerintah Provinsi yang
mayoritas melakukan kegiatan belanja hibah (59,52%). Dari sisi besaran persentase realisasi belanja terhadap pagu
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
belanja 2016, realisasi belanja APBN terbesar berada pada belanja pegawai (19,3%). Belanja pegawai Kabupaten/Kota
yang sebesar 15,6% juga menjadi yang tertinggi. Sementara itu, realisasi belanja tertinggi Pemerintah Provinsi adalah
bantuan keuangan sebesar 42,4%. Secara umum, komponen belanja pemerintah di NTT yang memiliki realisasi terbesar
adalah belanja hibah sebesar 20,5%.
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
GRAFIK 4.9 PERSENTASE REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN DAN APBDPEMERINTAH KAB/KOTA DI NTT
PEGAWAI BARANG DANJASA
HIBAH BANTUANSOSIAL
HASIL KEUANGAN LAINNYA
APBN KAB PROV TOTAL
BELANJA BELANJA BELANJA BELANJA BELANJA BAGI BANTUAN KONSUMSI
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
19.98
3.01 3.31
54.19 84.92
21.21
25.83
9.64
13.97
59.52
1.39
APBN KAB PROV
BANTUAN KEUANGAN
BELANJA BAGI HASIL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA HIBAH
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA PEGAWAI
BELANJA MODAL
KONSUMSI LAINNYA
GRAFIK 4.8 PANGSA REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN DAN APBD PEMERINTAHKABUPATEN DAN KOTA
Secara spasial, presentase realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota pada periode triwulan-I 2016 mencapai
rata-rata 7,66%, sementara untuk belanja modal hanya sebesar 1,06%. Presentase realisasi tertinggi berada di Kabupaten
Flores Timur dengan realisasi belanja 13,4% dan belanja modal 10,1%. Sementara presentase belanja terendah ada di
Kab. Sabu Raijua sebesar 4,7% dan realisasi belanja modal terendah ada di Kab. Malaka sebesar 0%. Masuknya Kab. Sabu
Raijua dan Kab. Malaka sebagai Kabupaten dengan realisasi belanja terendah di NTT menguatkan pula hipotesa
sebelumnya bahwa masih diperlukan waktu untuk koordinasi dan konsolidasi bagi kegiatan belanja pemerintah
mengingat kabupaten-kabupaten tersebut baru saja melakukan pilkada pada tahun 2015.
SIMPANAN PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTAPADA PERBANKAN DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR
GRAFIK 4.11 .
GRAFIK 4.10. REALISASI BELANJA DAN BELANJA MODALPEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
13.4
11.5
10.6
9.6
8.7
8.6
8.3
7.9
7.7 7.6
7.5
7.3
6.7
6.6
6.4
6.1
6.1
6.1
6.0
5.9
5.9
5.9
4.7
10.1
0.3 0.
5
5.7
0.1
2.7
0.3
0.0
0.4 1.1
0.0 0.1
0.3
0.0
0.0
1.7
0.1
0.1
0.2
0.1
0.0
0.0 0.6
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL
FLO
TIM
KOTA
KUP
ANG
ALO
R
ROTE TTU
MAB
AR
SIKK
A
BELU
NGAD
A
RATA
-RAT
A
TTS
MAN
GG
ARAI
SUM
BA T
IMUR
ENDE
LEM
BATA
SUM
BA B
ARAT
NAG
EKEO
SUM
BA T
ENG
AH
MAT
IM
KAB.
KUP
ANG
SBD
MAL
AKA
SABU
RAI
JUA
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT
Tabel 4.2 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
85,11
361,94
347,82
3.829,26
4.624,14
0,96
2,15
28,05
81,78
112,93
-
184,64
118,44
605,51
908,59
86,07
548,73
494,31
4.516,55
5.645,65
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
Sumber : Bank Indonesia, diolah
4.28
5.995.57
2.83
5.74
7.26 7.47
2.74
5.56
0
1
2
3
4
5
6
7
8 TRILIUN RP
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL
Berdasarkan data perbankan pada bulan Triwulan I-2016, tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah dalam bentuk
simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 5,56 triliun. DPK tersebut meningkat 103,3% (qtq) apabila dibandingkan
triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 2,74 triliun. Peningkatan tersebut selaras dengan masih minimnya realisasi anggaran
pemerintah di awal tahun. Total DPK pemerintah sendiri paling banyak berada pada komponen Giro sebesar Rp 4,62
triliun.
Tabel 4.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat,Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
252.169
9.184.434
3.564.306
5.620.128
2.423.251
3.175.721
-
21.156
-
-
-
-
(8.932.265)
20.571.686
21.848.733
5.496.260
16.352.473
9.202.774
3.869.885
147.693
41.932
309.245
2.590.659
190.286
-
(1.277.047)
1.242.474
1.224.789
17.684
102.285
96.200
6.085
1.140.189
(136.859)
3.876.020
3.898.591
562.136
3.202.708
673.780
655.806
1.458.914
21.830
357.699
24.679
10.000
133.746
(22.570)
82.570
75.000
7.570
-
-
-
82.570
60.000
24.699.874
34.931.757
9.622.702
25.175.309
12.299.805
7.701.411
1.606.606
84.918
666.944
2.615.338
200.286
133.746
(10.231.883)
1.325.044
1.299.789
25.255
102.285
96.200
6.085
1.222.759
(76.859)
465.525
864.645
172.739
691.906
468.578
223.329
-
(1)
-
-
-
-
(399.121)
3.490.299
1.689.306
50.796
1.638.510
1.434.642
162.880
9.053
5.786
377
23.499
2.274
-
1.800.993
557.358
557.227
131
20.000
20.000
-
537.358
2.338.351
975.514
537.331
17.759
519.572
113.953
75.040
319.808
313
-
10.458
-
-
438.183
158.855
157.298
1.557
-
-
-
158.855
597.038
4.931.337
3.091.282
241.294
2.849.988
2.017.172
461.249
328.861
6.098
377
33.957
2.274
-
1.840.055
716.213
714.525
1.688
20.000
20.000
-
696.213
2.935.389
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
belanja 2016, realisasi belanja APBN terbesar berada pada belanja pegawai (19,3%). Belanja pegawai Kabupaten/Kota
yang sebesar 15,6% juga menjadi yang tertinggi. Sementara itu, realisasi belanja tertinggi Pemerintah Provinsi adalah
bantuan keuangan sebesar 42,4%. Secara umum, komponen belanja pemerintah di NTT yang memiliki realisasi terbesar
adalah belanja hibah sebesar 20,5%.
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
GRAFIK 4.9 PERSENTASE REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN DAN APBDPEMERINTAH KAB/KOTA DI NTT
PEGAWAI BARANG DANJASA
HIBAH BANTUANSOSIAL
HASIL KEUANGAN LAINNYA
APBN KAB PROV TOTAL
BELANJA BELANJA BELANJA BELANJA BELANJA BAGI BANTUAN KONSUMSI
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
19.98
3.01 3.31
54.19 84.92
21.21
25.83
9.64
13.97
59.52
1.39
APBN KAB PROV
BANTUAN KEUANGAN
BELANJA BAGI HASIL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA HIBAH
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA PEGAWAI
BELANJA MODAL
KONSUMSI LAINNYA
GRAFIK 4.8 PANGSA REALISASI BELANJA KONSUMSI APBN DAN APBD PEMERINTAHKABUPATEN DAN KOTA
Secara spasial, presentase realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota pada periode triwulan-I 2016 mencapai
rata-rata 7,66%, sementara untuk belanja modal hanya sebesar 1,06%. Presentase realisasi tertinggi berada di Kabupaten
Flores Timur dengan realisasi belanja 13,4% dan belanja modal 10,1%. Sementara presentase belanja terendah ada di
Kab. Sabu Raijua sebesar 4,7% dan realisasi belanja modal terendah ada di Kab. Malaka sebesar 0%. Masuknya Kab. Sabu
Raijua dan Kab. Malaka sebagai Kabupaten dengan realisasi belanja terendah di NTT menguatkan pula hipotesa
sebelumnya bahwa masih diperlukan waktu untuk koordinasi dan konsolidasi bagi kegiatan belanja pemerintah
mengingat kabupaten-kabupaten tersebut baru saja melakukan pilkada pada tahun 2015.
SIMPANAN PEMERINTAH PUSAT, PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTAPADA PERBANKAN DI WILAYAH NUSA TENGGARA TIMUR
GRAFIK 4.11 .
GRAFIK 4.10. REALISASI BELANJA DAN BELANJA MODALPEMERINTAH PROVINSI DAN KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
13.4
11.5
10.6
9.6
8.7
8.6
8.3
7.9
7.7 7.6
7.5
7.3
6.7
6.6
6.4
6.1
6.1
6.1
6.0
5.9
5.9
5.9
4.7
10.1
0.3 0.
5
5.7
0.1
2.7
0.3
0.0
0.4 1.1
0.0 0.1
0.3
0.0
0.0
1.7
0.1
0.1
0.2
0.1
0.0
0.0 0.6
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL
FLO
TIM
KOTA
KUP
ANG
ALO
R
ROTE TTU
MAB
AR
SIKK
A
BELU
NGAD
A
RATA
-RAT
A
TTS
MAN
GG
ARAI
SUM
BA T
IMUR
ENDE
LEM
BATA
SUM
BA B
ARAT
NAG
EKEO
SUM
BA T
ENG
AH
MAT
IM
KAB.
KUP
ANG
SBD
MAL
AKA
SABU
RAI
JUA
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT
Tabel 4.2 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
85,11
361,94
347,82
3.829,26
4.624,14
0,96
2,15
28,05
81,78
112,93
-
184,64
118,44
605,51
908,59
86,07
548,73
494,31
4.516,55
5.645,65
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
Sumber : Bank Indonesia, diolah
4.28
5.995.57
2.83
5.74
7.26 7.47
2.74
5.56
0
1
2
3
4
5
6
7
8 TRILIUN RP
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016
Sumber : Bank Indonesia, diolah
PUSAT PROVINSI PEMKOT PEMKAB TOTAL
Berdasarkan data perbankan pada bulan Triwulan I-2016, tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) Pemerintah dalam bentuk
simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp 5,56 triliun. DPK tersebut meningkat 103,3% (qtq) apabila dibandingkan
triwulan IV-2015 yang sebesar Rp 2,74 triliun. Peningkatan tersebut selaras dengan masih minimnya realisasi anggaran
pemerintah di awal tahun. Total DPK pemerintah sendiri paling banyak berada pada komponen Giro sebesar Rp 4,62
triliun.
Tabel 4.3 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat,Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
252.169
9.184.434
3.564.306
5.620.128
2.423.251
3.175.721
-
21.156
-
-
-
-
(8.932.265)
20.571.686
21.848.733
5.496.260
16.352.473
9.202.774
3.869.885
147.693
41.932
309.245
2.590.659
190.286
-
(1.277.047)
1.242.474
1.224.789
17.684
102.285
96.200
6.085
1.140.189
(136.859)
3.876.020
3.898.591
562.136
3.202.708
673.780
655.806
1.458.914
21.830
357.699
24.679
10.000
133.746
(22.570)
82.570
75.000
7.570
-
-
-
82.570
60.000
24.699.874
34.931.757
9.622.702
25.175.309
12.299.805
7.701.411
1.606.606
84.918
666.944
2.615.338
200.286
133.746
(10.231.883)
1.325.044
1.299.789
25.255
102.285
96.200
6.085
1.222.759
(76.859)
465.525
864.645
172.739
691.906
468.578
223.329
-
(1)
-
-
-
-
(399.121)
3.490.299
1.689.306
50.796
1.638.510
1.434.642
162.880
9.053
5.786
377
23.499
2.274
-
1.800.993
557.358
557.227
131
20.000
20.000
-
537.358
2.338.351
975.514
537.331
17.759
519.572
113.953
75.040
319.808
313
-
10.458
-
-
438.183
158.855
157.298
1.557
-
-
-
158.855
597.038
4.931.337
3.091.282
241.294
2.849.988
2.017.172
461.249
328.861
6.098
377
33.957
2.274
-
1.840.055
716.213
714.525
1.688
20.000
20.000
-
696.213
2.935.389
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Total rencana anggaran pendapatan dan belanja 22 Kabupaten/ Kota pada tahun 2016 telah mencapai lebih dari 20 triliun
rupiah. Rencana pendapatan daerah mencapai 20,57 triliun, meningkat 19,04% (yoy) dibanding total rencana
pendapatan daerah tahun 2015 yang sebesar 17,24 triliun. Demikian pula, rencana belanja daerah tahun 2016 mencapai
21,72 triliun meningkat 10,61% (yoy) dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 19,64 triliun. Walaupun pertumbuhan
belanja terkesan melambat di tahun 2016, rencana belanja diperkirakan mengalami kenaikan lebih besar pada APBD-P.
Rencana A nggaran P endapatan d an B elanja22 Kabupaten /K ota di Provinsi NTT 04
Peningkatan pendapatan daerah lebih didorong oleh peningkatan dana desa yang mengalami kenaikan dari 3% APBN
tahun 2015 menjadi sebesar 6% dari APBN atau bertambah lebih dari 1 triliun rupiah. Beberapa perubahan lainnya antara
lain terkait pemberian dana insentif bagi daerah yang berprestasi dalam manajemen anggaran, reformulasi alokasi DAU
dan DAK dalam upaya meningkatkan pemerataan dan pencapaian prioritas nasional.
GAMBAR BOKS 3.1. PERUBAHAN POSTUR TRANSFER KE DAERAHDAN DANA DESA
Sumber : DJPK Kemenkeu RI, diolah
GRAFIK BOKS 3.1. PERKEMBANGAN RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA TOTAL KABUPATEN/KOTA DI NTT
Sumber : DJPK Kemenkeu RI, Biro Keuangan NTT, diolah
Belanja tidak langsung masih mendominasi belanja kabupaten/kota terutama digunakan untuk belanja pegawai yang
secara rata-rata mencapai 37,5% dari total biaya. Peningkatan cukup besar terjadi pada alokasi belanja bantuan keuangan
yang terutama disebabkan oleh peningkatan dana desa dari 813 miliar di tahun 2015 menjadi 1.849 miliar di tahun 2016.
Alokasi belanja modal meningkat 10,28% dibanding tahun sebelumnya. Adapun pangsa belanja modal terhadap total
belanja daerah mencapai 25,30% yang berarti 5,5 triliun dari total 21,7 triliun belanja di daerah digunakan untuk
pembangunan.
GAMBAR BOKS 3.4. POSTUR RENCANA BELANJA TOTAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah
GAMBAR BOKS 3.3. POSTUR RENCANA PENDAPATAN TOTAL KABUPATEN/KOTADI PROVINSI NTT
Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah
Berdasarkan pangsa pendapatan, 79,7% pendapatan daerah diperoleh dari dana perimbangan terutama berasal dari
dana alokasi umum (56,7%) dan dana alokasi khusus (21,6%). Selain itu terdapat pula dana transfer dalam pendapatan
lain-lain berupa dana penyesuaian dan otonomi khusus sebesar 2,32 triliun atau setara 11,28% dari total APBD. Adapun
total pendapatan asli daerah yang dapat diperoleh hanya sebesar 6,1% dari total pendapatan daerah. Hal ini menunjukkan
tingginya ketergantungan daerah terhadap dana transfer dari pusat/APBN.
GAMBAR BOKS 3.1. REALISASI BELANJA PER MASING-MASINGKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT TRIWULAN I 2016
Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah
GRAFIK BOKS 3.1. POSTUR RENCANA BELANJAPER MASING-MASING KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah
Berdasarkan rincian kabupaten kota, Kota Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara tercatat sebagai daerah dengan
alokasi belanja pegawai terbesar hingga lebih dari 50%, diikuti oleh Kabupaten Belu (47,25%), Timor Tengah Selatan
(46,14%), Sikka (45,12%) dan Flores Timur (44,87%). Adapun Kabupaten dengan belanja pegawai terendah antara lain
Kabupaten Sumba Tengah (34,08%), Nagekeo (34,63%), Mabar (35,44%), Sabu Raijua (35,51%) dan Sumba Barat Daya
(35,63%). Berdasarkan pola data dapat diketahui bahwa semakin tinggi belanja pegawai, maka belanja modal akan
cenderung semakin kecil karena anggaran banyak terserap untuk belanja pegawai. Akibatnya adalah anggaran untuk
pembangunan infrastruktur relatif berkurang yang berdampak pada kurang terpenuhinya kebutuhan fasilitas umum yang
layak bagi masyarakat.
Berdasarkan pencapaian realisasi belanja, terlihat bahwa kabupaten dengan pangsa belanja pegawai yang besar
cenderung memiliki realisasi belanja yang lebih besar. Hal ini dikarenakan oleh adanya gaji pegawai yang harus dibayarkan
di tiap bulannya. Kabupaten Sabu Raijua menjadi Kabupaten dengan realisasi anggaran terendah dibanding kabupaten
lainnya. Hal ini lebih disebabkan oleh struktur belanja yang didominasi oleh belanja modal, sehingga adanya kegiatan
investasi belum bisa langsung dijadikan laporan realisasi penyerapan anggaran yang seakan-akan membuat penyerapan
anggaran relatif rendah. Adapun Kabupaten yang perlu diapresiasi adalah Kabupaten Rote Ndao yang telah melakukan
realisasi belanja modal sebesar 5,74% dan belanja barang sebesar 10,74% dari rencana belanja daerah. Walaupun relatif
kecil dari target penyerapan anggaran yang sebesar 15% di triwulan I 2016, namun nilai tersebut merupakan realisasi
penyerapan anggaran terbesar dibanding kabupaten lainnya. Adanya moratorium pengangkatan PNS di NTT dinilai
sebagai langkah maju dalam memperbaiki kualitas belanja pemerintah ke arah yang lebih produktif.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Total rencana anggaran pendapatan dan belanja 22 Kabupaten/ Kota pada tahun 2016 telah mencapai lebih dari 20 triliun
rupiah. Rencana pendapatan daerah mencapai 20,57 triliun, meningkat 19,04% (yoy) dibanding total rencana
pendapatan daerah tahun 2015 yang sebesar 17,24 triliun. Demikian pula, rencana belanja daerah tahun 2016 mencapai
21,72 triliun meningkat 10,61% (yoy) dibandingkan tahun 2015 yang sebesar 19,64 triliun. Walaupun pertumbuhan
belanja terkesan melambat di tahun 2016, rencana belanja diperkirakan mengalami kenaikan lebih besar pada APBD-P.
Rencana A nggaran P endapatan d an B elanja22 Kabupaten /K ota di Provinsi NTT 04
Peningkatan pendapatan daerah lebih didorong oleh peningkatan dana desa yang mengalami kenaikan dari 3% APBN
tahun 2015 menjadi sebesar 6% dari APBN atau bertambah lebih dari 1 triliun rupiah. Beberapa perubahan lainnya antara
lain terkait pemberian dana insentif bagi daerah yang berprestasi dalam manajemen anggaran, reformulasi alokasi DAU
dan DAK dalam upaya meningkatkan pemerataan dan pencapaian prioritas nasional.
GAMBAR BOKS 3.1. PERUBAHAN POSTUR TRANSFER KE DAERAHDAN DANA DESA
Sumber : DJPK Kemenkeu RI, diolah
GRAFIK BOKS 3.1. PERKEMBANGAN RENCANA ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA TOTAL KABUPATEN/KOTA DI NTT
Sumber : DJPK Kemenkeu RI, Biro Keuangan NTT, diolah
Belanja tidak langsung masih mendominasi belanja kabupaten/kota terutama digunakan untuk belanja pegawai yang
secara rata-rata mencapai 37,5% dari total biaya. Peningkatan cukup besar terjadi pada alokasi belanja bantuan keuangan
yang terutama disebabkan oleh peningkatan dana desa dari 813 miliar di tahun 2015 menjadi 1.849 miliar di tahun 2016.
Alokasi belanja modal meningkat 10,28% dibanding tahun sebelumnya. Adapun pangsa belanja modal terhadap total
belanja daerah mencapai 25,30% yang berarti 5,5 triliun dari total 21,7 triliun belanja di daerah digunakan untuk
pembangunan.
GAMBAR BOKS 3.4. POSTUR RENCANA BELANJA TOTAL KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah
GAMBAR BOKS 3.3. POSTUR RENCANA PENDAPATAN TOTAL KABUPATEN/KOTADI PROVINSI NTT
Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah
Berdasarkan pangsa pendapatan, 79,7% pendapatan daerah diperoleh dari dana perimbangan terutama berasal dari
dana alokasi umum (56,7%) dan dana alokasi khusus (21,6%). Selain itu terdapat pula dana transfer dalam pendapatan
lain-lain berupa dana penyesuaian dan otonomi khusus sebesar 2,32 triliun atau setara 11,28% dari total APBD. Adapun
total pendapatan asli daerah yang dapat diperoleh hanya sebesar 6,1% dari total pendapatan daerah. Hal ini menunjukkan
tingginya ketergantungan daerah terhadap dana transfer dari pusat/APBN.
GAMBAR BOKS 3.1. REALISASI BELANJA PER MASING-MASINGKABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT TRIWULAN I 2016
Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah
GRAFIK BOKS 3.1. POSTUR RENCANA BELANJAPER MASING-MASING KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI NTT
Sumber : Biro Keuangan NTT, diolah
Berdasarkan rincian kabupaten kota, Kota Kupang dan Kabupaten Timor Tengah Utara tercatat sebagai daerah dengan
alokasi belanja pegawai terbesar hingga lebih dari 50%, diikuti oleh Kabupaten Belu (47,25%), Timor Tengah Selatan
(46,14%), Sikka (45,12%) dan Flores Timur (44,87%). Adapun Kabupaten dengan belanja pegawai terendah antara lain
Kabupaten Sumba Tengah (34,08%), Nagekeo (34,63%), Mabar (35,44%), Sabu Raijua (35,51%) dan Sumba Barat Daya
(35,63%). Berdasarkan pola data dapat diketahui bahwa semakin tinggi belanja pegawai, maka belanja modal akan
cenderung semakin kecil karena anggaran banyak terserap untuk belanja pegawai. Akibatnya adalah anggaran untuk
pembangunan infrastruktur relatif berkurang yang berdampak pada kurang terpenuhinya kebutuhan fasilitas umum yang
layak bagi masyarakat.
Berdasarkan pencapaian realisasi belanja, terlihat bahwa kabupaten dengan pangsa belanja pegawai yang besar
cenderung memiliki realisasi belanja yang lebih besar. Hal ini dikarenakan oleh adanya gaji pegawai yang harus dibayarkan
di tiap bulannya. Kabupaten Sabu Raijua menjadi Kabupaten dengan realisasi anggaran terendah dibanding kabupaten
lainnya. Hal ini lebih disebabkan oleh struktur belanja yang didominasi oleh belanja modal, sehingga adanya kegiatan
investasi belum bisa langsung dijadikan laporan realisasi penyerapan anggaran yang seakan-akan membuat penyerapan
anggaran relatif rendah. Adapun Kabupaten yang perlu diapresiasi adalah Kabupaten Rote Ndao yang telah melakukan
realisasi belanja modal sebesar 5,74% dan belanja barang sebesar 10,74% dari rencana belanja daerah. Walaupun relatif
kecil dari target penyerapan anggaran yang sebesar 15% di triwulan I 2016, namun nilai tersebut merupakan realisasi
penyerapan anggaran terbesar dibanding kabupaten lainnya. Adanya moratorium pengangkatan PNS di NTT dinilai
sebagai langkah maju dalam memperbaiki kualitas belanja pemerintah ke arah yang lebih produktif.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Perkembangan sektor ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi
perlambatan pada awal tahun 2016.
Ketenagakerjaan & K esejahteraan05
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari 2016 mencatat angka 3,59% atau
87,69 ribu Jiwa dari total angkatan kerja, meningkat dibandingkan Februari 2016 yang
sebesar 3,12% atau 75,1 ribu jiwa. Dari sisi sektoral, terjadi trend penurunan jumlah tenaga
kerja sektor pertanian di bulan Februari yang terutama disebabkan pergeseran masa panen.
Sementara itu, indikator kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui Nilai Tukar Petani
(NTP) pada triwulan-I 2016 menunjukkan adanya penurunan apabila dibandingkan triwulan-
IV 2015.
Perkembangan sektor ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi
perlambatan pada awal tahun 2016.
Ketenagakerjaan & K esejahteraan05
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Februari 2016 mencatat angka 3,59% atau
87,69 ribu Jiwa dari total angkatan kerja, meningkat dibandingkan Februari 2016 yang
sebesar 3,12% atau 75,1 ribu jiwa. Dari sisi sektoral, terjadi trend penurunan jumlah tenaga
kerja sektor pertanian di bulan Februari yang terutama disebabkan pergeseran masa panen.
Sementara itu, indikator kesejahteraan masyarakat pedesaan melalui Nilai Tukar Petani
(NTP) pada triwulan-I 2016 menunjukkan adanya penurunan apabila dibandingkan triwulan-
IV 2015.
Pada bulan Februari, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan pada kondisi ketenagakerjaan 1menunjukkan kondisi perlambatan . Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT pada bulan Februari 2016
adalah 3,59% (87.699 jiwa) atau meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang mencatat TPT 3,12%
(75.110 jiwa). Peningkatan ini terutama disebabkan oleh adanya perlambatan penyerapan tenaga kerja sektor Pertanian
sebagai sektor utama di Provinsi NTT sebesar -5% (yoy) yang disinyalir terjadi akibat adanya pergeseran masa tanam. Hasil
tersebut sesuai dengan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan-I 2016 yang 2menunjukkan penurunan indeks ketenagakerjaan (SBT -4.99). Sektor yang mengalami penurunan di SKDU terutama
adalah sektor bangunan dan pertanian. Sementara itu, tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan yang ditunjukkan oleh
Nilai Tukar Petani (NTP) juga menurun dari 102,69 (Triwulan IV-2015) menjadi 100,73 (Triwulan I-2016).
5.2 . PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN5.2.1. Kondisi Ketenagakerjaan Umum
5.1. KONDISI UMUM
Jumlah angkatan kerja yang tercatat pada bulan Februari 2016 di Provinsi NTT sebanyak 2,44 juta jiwa atau meningkat
1,6% (yoy) apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 2,4 juta jiwa. Namun di sisi lain, terjadi
Peningkatan jumlah pengangguran dari 75.110 jiwa pada bulan Februari 2015 menjadi 87.669 pada Februari 2016.
Peningkatan ini juga berdampak pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang menunjukkan penurunan dari
72,95% (Februari 2015) menjadi 72,63% (Februari 2016). Angka ini menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja
cenderung mengalami penuruan pada awal tahun 2016. Hal ini juga terkonfirmasi dari hasil analisa data historis tenaga
kerja di NTT. Pada periode Februari 2015 dan 2016 pertumbuhan angkatan kerja cenderung berbalik lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan jumlah orang yang bekerja yang berdampak tingkat pengangguran yang meningkat cukup
tinggi. Pada Februari 2016 tercatat pertumbuhan angkatan kerja sebesar 1,65% (yoy) sementara jumlah orang yang
bekerja hanya sebesar 1,16% (yoy). Adanya fenomena el nino menyebabkan pergeseran masa tanam yang berakibat pada
rendahnya pertumbuhan jumlah pekerja pada tahun 2015 dan 2016 terutama di sektor pertanian yang merupakan sektor
unggulan di Provinsi NTT.
Analisa kesejahteraan pada bab ini akan selalu berbeda penekanan tergantung ketersediaan data terbaru yang ada waktu dilakukan analisa.angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari prosentase jawaban ”naik” dengan jawaban ”turun” disesuaikan dengan bobot masing-masing sektor.
1.2.
GRAFIK 5.1. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA
Sumber : BPS, diolah
ANGKATAN KERJA KERJA PENGANGGUR
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
100,000
2,000,000
2,050,000
2,100,000
2,150,000
2,200,000
2,250,000
2,300,000
2,350,000
2,400,000
2,450,000
2,500,000
FEB FEB FEB FEB FEB FEB
2011 2012 2013 2014 2015 2016
GRAFIK 5.2. PERKEMBANGAN PENGANGGURAN SESUAI TINGKAT PENDIDIKAN
Sumber : BPS, diolah
-7-6-5-4-3-2-10123456789
1,800
1,900
2,000
2,100
2,200
2,300
2,400
2,500
FEB 07 FEB 08 FEB 09 FEB 10 FEB 11 FEB 12 FEB 13 FEB 14 FEB 15 FEB 16
RIBU JIWA %
PEKERJA ∆ PEKERJAANGKATAN KERJA ∆ ANGKATAN KERJA
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Pada bulan Februari, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan pada kondisi ketenagakerjaan 1menunjukkan kondisi perlambatan . Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT pada bulan Februari 2016
adalah 3,59% (87.699 jiwa) atau meningkat dibandingkan periode yang sama tahun 2015 yang mencatat TPT 3,12%
(75.110 jiwa). Peningkatan ini terutama disebabkan oleh adanya perlambatan penyerapan tenaga kerja sektor Pertanian
sebagai sektor utama di Provinsi NTT sebesar -5% (yoy) yang disinyalir terjadi akibat adanya pergeseran masa tanam. Hasil
tersebut sesuai dengan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia Provinsi NTT pada triwulan-I 2016 yang 2menunjukkan penurunan indeks ketenagakerjaan (SBT -4.99). Sektor yang mengalami penurunan di SKDU terutama
adalah sektor bangunan dan pertanian. Sementara itu, tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan yang ditunjukkan oleh
Nilai Tukar Petani (NTP) juga menurun dari 102,69 (Triwulan IV-2015) menjadi 100,73 (Triwulan I-2016).
5.2 . PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN5.2.1. Kondisi Ketenagakerjaan Umum
5.1. KONDISI UMUM
Jumlah angkatan kerja yang tercatat pada bulan Februari 2016 di Provinsi NTT sebanyak 2,44 juta jiwa atau meningkat
1,6% (yoy) apabila dibandingkan periode yang sama tahun 2015 sebesar 2,4 juta jiwa. Namun di sisi lain, terjadi
Peningkatan jumlah pengangguran dari 75.110 jiwa pada bulan Februari 2015 menjadi 87.669 pada Februari 2016.
Peningkatan ini juga berdampak pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) yang menunjukkan penurunan dari
72,95% (Februari 2015) menjadi 72,63% (Februari 2016). Angka ini menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja
cenderung mengalami penuruan pada awal tahun 2016. Hal ini juga terkonfirmasi dari hasil analisa data historis tenaga
kerja di NTT. Pada periode Februari 2015 dan 2016 pertumbuhan angkatan kerja cenderung berbalik lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan jumlah orang yang bekerja yang berdampak tingkat pengangguran yang meningkat cukup
tinggi. Pada Februari 2016 tercatat pertumbuhan angkatan kerja sebesar 1,65% (yoy) sementara jumlah orang yang
bekerja hanya sebesar 1,16% (yoy). Adanya fenomena el nino menyebabkan pergeseran masa tanam yang berakibat pada
rendahnya pertumbuhan jumlah pekerja pada tahun 2015 dan 2016 terutama di sektor pertanian yang merupakan sektor
unggulan di Provinsi NTT.
Analisa kesejahteraan pada bab ini akan selalu berbeda penekanan tergantung ketersediaan data terbaru yang ada waktu dilakukan analisa.angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari prosentase jawaban ”naik” dengan jawaban ”turun” disesuaikan dengan bobot masing-masing sektor.
1.2.
GRAFIK 5.1. PERKEMBANGAN TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA
Sumber : BPS, diolah
ANGKATAN KERJA KERJA PENGANGGUR
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
100,000
2,000,000
2,050,000
2,100,000
2,150,000
2,200,000
2,250,000
2,300,000
2,350,000
2,400,000
2,450,000
2,500,000
FEB FEB FEB FEB FEB FEB
2011 2012 2013 2014 2015 2016
GRAFIK 5.2. PERKEMBANGAN PENGANGGURAN SESUAI TINGKAT PENDIDIKAN
Sumber : BPS, diolah
-7-6-5-4-3-2-10123456789
1,800
1,900
2,000
2,100
2,200
2,300
2,400
2,500
FEB 07 FEB 08 FEB 09 FEB 10 FEB 11 FEB 12 FEB 13 FEB 14 FEB 15 FEB 16
RIBU JIWA %
PEKERJA ∆ PEKERJAANGKATAN KERJA ∆ ANGKATAN KERJA
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
5.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan
Struktur tenaga kerja di Provinsi NTT pada rentang Februari 2015 dan Februari 2016 cenderung tidak berubah secara
signifikan dan masih didominasi oleh pekerja di sektor informal dengan kisaran angka 77%. Sementara itu, status
pekerjaan masyarakat pada Februari 2016 didominasi oleh pekerja yang berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak
704.457 jiwa (29,8%). Struktur tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan mengalami perubahan dibandingkan Februari
2015 yang didominasi oleh Pekerja Tak Dibayar/Pekerja Keluarga. Hal ini juga mengkonfirmasi dampak dari pergeseran
masa tanam, sehingga banyak petani dan keluarganya yang tidak bisa menggarap lahan persawahan miliknya. Sementara
itu kenaikan jumlah pekerja yang berusaha dibantu buruh tidak tetap diperkirakan terjadi seiring adanya keterlambatan
kegiatan proyek pemerintah dan proyek multiyear yang menyebabkan masih berjalannya kegiatan proyek di awal tahun.
FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2015
11,333
11,450
32,228
5,788
14,311
17,530
8,129
38,280
5,615
18,145
0 10,000 20,000 30,000 40,000
<SD
SMP
SMA/SMK
D I/II/III
UNIV
JIWA
GRAFIK 5.5. PERKEMBANGAN PENGANGGURAN SESUAI TINGKAT PENDIDIKAN
Sumber : BPS, diolah
1,407,671
1,425,201
295,313
303,442
443,216
481,496
50,720
56,335
160,704
178,849
0 500,000 1,000,000 1,500,000
BEKERJA
AK
BEKERJA
AK
BEKERJA
AK
BEKERJA
AK
BEKERJA
AK
<SD
SMP
SMA
/SM
KD
I/II/
IIIU
NIV
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 5.6. PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA (AK) DAN PEKERJASESUAI TINGKAT PENDIDIKAN
FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2016
Sumber : BPS, diolah
328,
884
60
6,8
45
88,2
22 786
,80
9
43,
929
475,
845
335,
529 70
4,4
57
104
,86
2
703,
931
31,5
64
477,
281
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
900,000
BERUSAHASENDIRI
BERUSAHADIBANTU BURUH
TIDAK TETAP
PEKERJA BEBAS PEKERJA TAK DIBAYAR
BERUSAHA DIBANTU BURUH
TETAP
BURUH/ KARYAWAN
INFORMAL FORMAL
JIWA
GRAFIK 5.8. PERKEMBANGAN STATUS PEKERJAAN MASYARAKAT
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 5.7. PERKEMBANGAN STRUKTUR TENAGA KERJA SESUAISTATUS PEKERJAAN
FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2016
508,845
1,744,263
519,774
1,715,674
5.2.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan I-2016, diketahui bahwa
penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh industri barang galian bukan logam (35,48%) dan diikuti oleh industri
minuman (26,3%). Sementara itu, tingginya porsi tenaga kerja industribarang galian bukan logam juga diikuti oleh tingkat
produktivitas yang tertinggi sebesar Rp 31,29 juta/tenaga kerja, walaupun mengalami penurunan dibandingkan triwulan
IV-2015 yang sebesar Rp 47,4 juta/tenaga kerja. Secara umum, pada triwulan I-2016 terjadi penurunan pada industri
barang galian bukan logam dan industri minuman, sementara industri makanan dan furnitur mengalami peningkatan.
GRAFIK 5.4. PERKEMBANGAN TENAGA KERJA MENURUT LAPANGAN USAHA
Sumber : BPS, diolah
1,250
1,300
1,350
1,400
1,450
1,500
1,550
1,600
1,650
1,700
-
50
100
150
200
250
300
350
400
FEB 10 FEB 11 FEB 12 FEB 13 FEB 14 FEB 15 FEB 16
RIBU ORANG
PERTAMBANGANKONSTRUKSI PERDAGANGANJASA KEUANGAN PERTANIAN
INDUSTRILISTRIK,GAS & AIR TRANS,GUDANG & KOMUNIKASIJASA KEMASYARAKATAN
GRAFIK 5.3. STRUKTUR TENAGA KERJA DI NTT BULAN FEBRUARI 2016
Sumber : BPS, diolah
5.1%0.3%3.8%
4.9%10.5%
1.2%14.3%59.4%0.4% PERTANIAN
PERTAMBANGANINDUSTRILISTRIK, GAS & AIRKONSTRUKSIPERDAGANGANTRANS,PERGUDANGAN & TRANSKEUANGANJASA KEMASYARAKATAN
5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama
Pada periode Februari 2016, mayoritas tenaga kerja di Provinsi NTT berada di sektor pertanian dengan jumlah 1,4 juta jiwa
atau 59,4% dari total tenaga kerja dan diikuti oleh sektor Jasa Kemasyarakatan sebanyak 338.004 jiwa (14,3%) dan sektor
perdagangan sebanyak 247.785 jiwa (10,5%). Namun, dari data historis yang ada terlihat bahwa pergerakan tenaga kerja
sektor pertanian cenderung mengalami penurunan sejak bulan Februari 2014. Penurunan diperkirakan turut disebabkan
oleh adanya pergeseran musim tanam di Provinsi NTT dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, penggunaan teknologi
pertanian juga menurunkan penggunaan tenaga kerja seiring dengan efisiensi produksi yang terjadi. Penurunan juga
terjadi pada sektor tambang yang diperkirakan disebabkan oleh masih rendahnya harga komoditas tambang (mangan)
sehingga banyak perusahaan yang tidak beroperasi. Di sisi lain, sektor jasa kemasyarakatan menunjukkan trend
peningkatan yang mengindikasikan tingginya pekerjaan proyek pemberdayaan pemerintah sehingga kebutuhan tenaga
kerja juga mengalami peningkatan. Peningkatan juga terjadi pada sektor perdagangan yang mengindikasikan masih
tumbuhnya perekonomian di NTT.
5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Berdasarkan jenis pendidikan tertinggi yang ditamatkan, pengangguran terbanyak Februari 2016 berada pada tingkat 3pendidikan SMA/SMK sebanyak 38.280 jiwa tetapi apabila dilihat dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) , presentasi
TPT terbesar ada pada tingkat universitas (10,15%) dan diikuti oleh Diploma I/II/III (9,97%).
Berdasarkan perkembangan Angkatan Kerja dan jumlah orang yang bekerja, terdapat hal yang menarik yaitu
berkurangnya pertumbuhan angkatan kerja Diploma I/II/III sebesar -26,9% (yoy) yang ditengarai terjadi akibat tingginya
minat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Universitas). Sementara itu, berdasarkan perbandingan
pertumbuhan angkatan kerja dan pendidikan, terlihat bahwa mayoritas tingkat pendidikan memiliki pertumbuhan
penyerapan tenaga kerja yang lebih rendah dibandingkan angkatan kerja yang tersedia. Satu-satunya tingkat pendidikan
yang memiliki penyerapan tenaga kerja lebih tinggi adalah SMP (-0,2%- yoy) dibandingkan pertumbuhan yang -1,2%
(yoy). Tingginya penyerapan pada tenaga kerja SMP sesuai dengan sektor utama pendorong ekonomi di Provinsi NTT yaitu
sektor pertanian yang tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja berpendidikan tinggi. Di samping itu, tingginya
pertumbuhan tenaga kerja terdidik, seperti tingkat Universitas sebesar 17,7% (yoy) memerlukan adanya usaha bersama
dalam perluasan lapangan kerja, baik melalui pendidikan dan kemudahan dalam kegiatan wirausaha serta usaha untuk
dapat menarik investor terutama di sektor industri yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup banyak.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT): Jumlah Pengangguran dibagi Jumlah Angkatan Kerja 3.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
5.2.4 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan
Struktur tenaga kerja di Provinsi NTT pada rentang Februari 2015 dan Februari 2016 cenderung tidak berubah secara
signifikan dan masih didominasi oleh pekerja di sektor informal dengan kisaran angka 77%. Sementara itu, status
pekerjaan masyarakat pada Februari 2016 didominasi oleh pekerja yang berusaha dibantu buruh tidak tetap sebanyak
704.457 jiwa (29,8%). Struktur tenaga kerja berdasarkan status pekerjaan mengalami perubahan dibandingkan Februari
2015 yang didominasi oleh Pekerja Tak Dibayar/Pekerja Keluarga. Hal ini juga mengkonfirmasi dampak dari pergeseran
masa tanam, sehingga banyak petani dan keluarganya yang tidak bisa menggarap lahan persawahan miliknya. Sementara
itu kenaikan jumlah pekerja yang berusaha dibantu buruh tidak tetap diperkirakan terjadi seiring adanya keterlambatan
kegiatan proyek pemerintah dan proyek multiyear yang menyebabkan masih berjalannya kegiatan proyek di awal tahun.
FEBRUARI 2016 FEBRUARI 2015
11,333
11,450
32,228
5,788
14,311
17,530
8,129
38,280
5,615
18,145
0 10,000 20,000 30,000 40,000
<SD
SMP
SMA/SMK
D I/II/III
UNIV
JIWA
GRAFIK 5.5. PERKEMBANGAN PENGANGGURAN SESUAI TINGKAT PENDIDIKAN
Sumber : BPS, diolah
1,407,671
1,425,201
295,313
303,442
443,216
481,496
50,720
56,335
160,704
178,849
0 500,000 1,000,000 1,500,000
BEKERJA
AK
BEKERJA
AK
BEKERJA
AK
BEKERJA
AK
BEKERJA
AK
<SD
SMP
SMA
/SM
KD
I/II/
IIIU
NIV
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 5.6. PERKEMBANGAN ANGKATAN KERJA (AK) DAN PEKERJASESUAI TINGKAT PENDIDIKAN
FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2016
Sumber : BPS, diolah
328,
884
60
6,8
45
88,2
22 786
,80
9
43,
929
475,
845
335,
529 70
4,4
57
104
,86
2
703,
931
31,5
64
477,
281
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
900,000
BERUSAHASENDIRI
BERUSAHADIBANTU BURUH
TIDAK TETAP
PEKERJA BEBAS PEKERJA TAK DIBAYAR
BERUSAHA DIBANTU BURUH
TETAP
BURUH/ KARYAWAN
INFORMAL FORMAL
JIWA
GRAFIK 5.8. PERKEMBANGAN STATUS PEKERJAAN MASYARAKAT
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 5.7. PERKEMBANGAN STRUKTUR TENAGA KERJA SESUAISTATUS PEKERJAAN
FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2016
508,845
1,744,263
519,774
1,715,674
5.2.5 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan I-2016, diketahui bahwa
penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh industri barang galian bukan logam (35,48%) dan diikuti oleh industri
minuman (26,3%). Sementara itu, tingginya porsi tenaga kerja industribarang galian bukan logam juga diikuti oleh tingkat
produktivitas yang tertinggi sebesar Rp 31,29 juta/tenaga kerja, walaupun mengalami penurunan dibandingkan triwulan
IV-2015 yang sebesar Rp 47,4 juta/tenaga kerja. Secara umum, pada triwulan I-2016 terjadi penurunan pada industri
barang galian bukan logam dan industri minuman, sementara industri makanan dan furnitur mengalami peningkatan.
GRAFIK 5.4. PERKEMBANGAN TENAGA KERJA MENURUT LAPANGAN USAHA
Sumber : BPS, diolah
1,250
1,300
1,350
1,400
1,450
1,500
1,550
1,600
1,650
1,700
-
50
100
150
200
250
300
350
400
FEB 10 FEB 11 FEB 12 FEB 13 FEB 14 FEB 15 FEB 16
RIBU ORANG
PERTAMBANGANKONSTRUKSI PERDAGANGANJASA KEUANGAN PERTANIAN
INDUSTRILISTRIK,GAS & AIR TRANS,GUDANG & KOMUNIKASIJASA KEMASYARAKATAN
GRAFIK 5.3. STRUKTUR TENAGA KERJA DI NTT BULAN FEBRUARI 2016
Sumber : BPS, diolah
5.1%0.3%3.8%
4.9%10.5%
1.2%14.3%59.4%0.4% PERTANIAN
PERTAMBANGANINDUSTRILISTRIK, GAS & AIRKONSTRUKSIPERDAGANGANTRANS,PERGUDANGAN & TRANSKEUANGANJASA KEMASYARAKATAN
5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama
Pada periode Februari 2016, mayoritas tenaga kerja di Provinsi NTT berada di sektor pertanian dengan jumlah 1,4 juta jiwa
atau 59,4% dari total tenaga kerja dan diikuti oleh sektor Jasa Kemasyarakatan sebanyak 338.004 jiwa (14,3%) dan sektor
perdagangan sebanyak 247.785 jiwa (10,5%). Namun, dari data historis yang ada terlihat bahwa pergerakan tenaga kerja
sektor pertanian cenderung mengalami penurunan sejak bulan Februari 2014. Penurunan diperkirakan turut disebabkan
oleh adanya pergeseran musim tanam di Provinsi NTT dalam beberapa tahun terakhir. Selain itu, penggunaan teknologi
pertanian juga menurunkan penggunaan tenaga kerja seiring dengan efisiensi produksi yang terjadi. Penurunan juga
terjadi pada sektor tambang yang diperkirakan disebabkan oleh masih rendahnya harga komoditas tambang (mangan)
sehingga banyak perusahaan yang tidak beroperasi. Di sisi lain, sektor jasa kemasyarakatan menunjukkan trend
peningkatan yang mengindikasikan tingginya pekerjaan proyek pemberdayaan pemerintah sehingga kebutuhan tenaga
kerja juga mengalami peningkatan. Peningkatan juga terjadi pada sektor perdagangan yang mengindikasikan masih
tumbuhnya perekonomian di NTT.
5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Berdasarkan jenis pendidikan tertinggi yang ditamatkan, pengangguran terbanyak Februari 2016 berada pada tingkat 3pendidikan SMA/SMK sebanyak 38.280 jiwa tetapi apabila dilihat dari Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) , presentasi
TPT terbesar ada pada tingkat universitas (10,15%) dan diikuti oleh Diploma I/II/III (9,97%).
Berdasarkan perkembangan Angkatan Kerja dan jumlah orang yang bekerja, terdapat hal yang menarik yaitu
berkurangnya pertumbuhan angkatan kerja Diploma I/II/III sebesar -26,9% (yoy) yang ditengarai terjadi akibat tingginya
minat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (Universitas). Sementara itu, berdasarkan perbandingan
pertumbuhan angkatan kerja dan pendidikan, terlihat bahwa mayoritas tingkat pendidikan memiliki pertumbuhan
penyerapan tenaga kerja yang lebih rendah dibandingkan angkatan kerja yang tersedia. Satu-satunya tingkat pendidikan
yang memiliki penyerapan tenaga kerja lebih tinggi adalah SMP (-0,2%- yoy) dibandingkan pertumbuhan yang -1,2%
(yoy). Tingginya penyerapan pada tenaga kerja SMP sesuai dengan sektor utama pendorong ekonomi di Provinsi NTT yaitu
sektor pertanian yang tidak terlalu membutuhkan tenaga kerja berpendidikan tinggi. Di samping itu, tingginya
pertumbuhan tenaga kerja terdidik, seperti tingkat Universitas sebesar 17,7% (yoy) memerlukan adanya usaha bersama
dalam perluasan lapangan kerja, baik melalui pendidikan dan kemudahan dalam kegiatan wirausaha serta usaha untuk
dapat menarik investor terutama di sektor industri yang dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah cukup banyak.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT): Jumlah Pengangguran dibagi Jumlah Angkatan Kerja 3.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
5.3.2 Perkembangan Survei Konsumen
Sementara itu, berdasarkan hasil survei konsumen (SK) yang dilakukan oleh Bank Indonesia, ditemukan pula adanya
indikasi penurunan pada pendapatan mayarakat di NTT. Berdasarkan hasil SK, Indeks Penghasilan Saat Ini Masyarakat NTT
dibandingkan 6 bulan yang lalu menunjukkan penurunan dari 146 (triwulan IV-2015) menjadi 123,50 (triwulan I-2016).
Perlambatan produksi komoditas pertanian dan menurunnya kegiatan proyek dibandingkan periode sebelumnya disinyalir
menjadi penyebab utama.
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
PENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALU
GRAFIK 5.14. INDEKS PENGHASILAN SAAT INI DIBANDING 6 BULAN LALU
Sumber : SK-BI, Diolah
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
5.3.1 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Tingkat kesejahteraan Pedesaan Provinsi NTT yang digambarkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan adanya
penurunan dari 102,69 (Triwulan IV-2015) menjadi 100,73 (Triwulan I-2016). Penurunan disebabkan oleh turunnya indeks
yang diterima (IT) dan terjadi kenaikan pada indeks yang dibayar (IB). Dari sisi sektoral, penurunan indeks terutama terjadi
pada sektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebagai akibat turunnya indeks yang diterima (IT) dan disinyalir terjadi karena
berkurangnya produksi komoditas perkebunan masyarakat seperti kakao dan jambu mete, serta diikuti oleh anjloknya
harga komoditas tersebut di tingkat global. Sementara itu, untuk indeks yang dibayar (IB) tertinggi ada pada sektor
tanaman padi-palawija yang didorong kenaikan harga obat-obatan dan pupuk.
9.0 9.8
8.3
47.4
11.15
8 8.47
31.2
9
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIANBUKANLOGAM
IV - 2015 IV - 2016
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 5.10. PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR BESARDAN SEDANG
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 5.9. PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTURSEDANG DAN BESAR
MAKANAN
MINUMAN
FURNITUR
BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
21.45%
26.30%
16.77%
35.48%
5.2.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan penurunan pada triwulan I-2016.
Hal ini menunjukkan adanya penurunan dalam penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor ekonomi di Provinsi NTT.
Berdasarkan hasil survei, sektor utama yang mengalami penurunan adalah sektor bangunan, sektor perdagangan hotel
dan restoran serta sektor pertanian. Untuk periode triwulan II 2016, penyerapan tenaga kerja diperkirakan meningkat
yang terlihat dari peningkatan indeks proyeksi penggunaan tenaga kerja.
5.3 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN
GRAFIK 5.11. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU
Sumber : SKDU-BI, diolah
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30 INDEKS
*PERKIRAAN
% SBT
INDEKS PROYEKSI TENAGA KERJA INDEKS TENAGA KERJA
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II*
88
90
92
94
96
98
100
102
104
106
108
TANAMAN PADI-PALAWIJA
HORTIKULTURA TANAMANPERKEBUNAN
RAKYAT
PETERNAKAN PERIKANAN
-1,29-1,21
-4,71
-0,58-1,64
DES 15 MAR 16
GRAFIK 5.13. GRAFIK 5.13. PERKEMBANGAN NTP PER-SEKTOR
Sumber : BPS, diolah
102.
69
100
.73
100
110
120
130
140
150
160
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
NTP-AXIS KANAN IBIT
GRAFIK 5.12. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
Sumber : BPS, diolah
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
5.3.2 Perkembangan Survei Konsumen
Sementara itu, berdasarkan hasil survei konsumen (SK) yang dilakukan oleh Bank Indonesia, ditemukan pula adanya
indikasi penurunan pada pendapatan mayarakat di NTT. Berdasarkan hasil SK, Indeks Penghasilan Saat Ini Masyarakat NTT
dibandingkan 6 bulan yang lalu menunjukkan penurunan dari 146 (triwulan IV-2015) menjadi 123,50 (triwulan I-2016).
Perlambatan produksi komoditas pertanian dan menurunnya kegiatan proyek dibandingkan periode sebelumnya disinyalir
menjadi penyebab utama.
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
160
PENGHASILAN SAAT INI DIBANDINGKAN 6 BLN YANG LALU
GRAFIK 5.14. INDEKS PENGHASILAN SAAT INI DIBANDING 6 BULAN LALU
Sumber : SK-BI, Diolah
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
5.3.1 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Tingkat kesejahteraan Pedesaan Provinsi NTT yang digambarkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP) menunjukkan adanya
penurunan dari 102,69 (Triwulan IV-2015) menjadi 100,73 (Triwulan I-2016). Penurunan disebabkan oleh turunnya indeks
yang diterima (IT) dan terjadi kenaikan pada indeks yang dibayar (IB). Dari sisi sektoral, penurunan indeks terutama terjadi
pada sektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebagai akibat turunnya indeks yang diterima (IT) dan disinyalir terjadi karena
berkurangnya produksi komoditas perkebunan masyarakat seperti kakao dan jambu mete, serta diikuti oleh anjloknya
harga komoditas tersebut di tingkat global. Sementara itu, untuk indeks yang dibayar (IB) tertinggi ada pada sektor
tanaman padi-palawija yang didorong kenaikan harga obat-obatan dan pupuk.
9.0 9.8
8.3
47.4
11.15
8 8.47
31.2
9
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
MAKANAN MINUMAN FURNITUR BARANG GALIANBUKANLOGAM
IV - 2015 IV - 2016
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 5.10. PERKEMBANGAN PRODUKTIVITAS INDUSTRI MANUFAKTUR BESARDAN SEDANG
Sumber : BPS, diolah
GRAFIK 5.9. PERSENTASE PENYERAPAN TENAGA KERJA INDUSTRI MANUFAKTURSEDANG DAN BESAR
MAKANAN
MINUMAN
FURNITUR
BARANG GALIAN BUKAN LOGAM
21.45%
26.30%
16.77%
35.48%
5.2.6 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan penurunan pada triwulan I-2016.
Hal ini menunjukkan adanya penurunan dalam penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor ekonomi di Provinsi NTT.
Berdasarkan hasil survei, sektor utama yang mengalami penurunan adalah sektor bangunan, sektor perdagangan hotel
dan restoran serta sektor pertanian. Untuk periode triwulan II 2016, penyerapan tenaga kerja diperkirakan meningkat
yang terlihat dari peningkatan indeks proyeksi penggunaan tenaga kerja.
5.3 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN
GRAFIK 5.11. PERKEMBANGAN INDEKS TENAGA KERJA SKDU
Sumber : SKDU-BI, diolah
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30 INDEKS
*PERKIRAAN
% SBT
INDEKS PROYEKSI TENAGA KERJA INDEKS TENAGA KERJA
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV I
2016II*
88
90
92
94
96
98
100
102
104
106
108
TANAMAN PADI-PALAWIJA
HORTIKULTURA TANAMANPERKEBUNAN
RAKYAT
PETERNAKAN PERIKANAN
-1,29-1,21
-4,71
-0,58-1,64
DES 15 MAR 16
GRAFIK 5.13. GRAFIK 5.13. PERKEMBANGAN NTP PER-SEKTOR
Sumber : BPS, diolah
102.
69
100
.73
100
110
120
130
140
150
160
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
NTP-AXIS KANAN IBIT
GRAFIK 5.12. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI
Sumber : BPS, diolah
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II-2016 diperkirakan akan meningkat dan berada pada
rentang 5-5.4% (yoy) dan prediksi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada pada proyeksi
sebelumnya sebesar 5,1-5,5% (yoy). Di sisi lain, inflasi triwulan II diperkirakan berada pada
kisaran 4,7-5,2% (yoy) dengan prediksi akhir tahun sebesar 4-4,5% (yoy).
Peningkatan investasi dan realisasi anggaran pemerintah diperkirakan masih menjadi pendorong
pertumbuhan ekonomi pada triwulan II dan sepanjang tahun 2016. Khusus untuk triwulan II,
pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh pencairan dana desa tahap pertama dan kemungkinan
realisasi gaji ke-13.
Sementara itu, tekanan inflasi pada triwulan II diperkirakan terjadi seiring peningkatan konsumsi
masyarakat menjelang libur sekolah pada bulan Juni dan adanya peningkatan harga menjelang
perayaan Idul Fitri. Sementara itu, tekanan inflasi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berasal
dari komoditas volatile food dan tarif angkutan udara.
Outlook Pertumbuhan E konomi Dan Inflasi Di Daerah06
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan II-2016 diperkirakan akan meningkat dan berada pada
rentang 5-5.4% (yoy) dan prediksi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada pada proyeksi
sebelumnya sebesar 5,1-5,5% (yoy). Di sisi lain, inflasi triwulan II diperkirakan berada pada
kisaran 4,7-5,2% (yoy) dengan prediksi akhir tahun sebesar 4-4,5% (yoy).
Peningkatan investasi dan realisasi anggaran pemerintah diperkirakan masih menjadi pendorong
pertumbuhan ekonomi pada triwulan II dan sepanjang tahun 2016. Khusus untuk triwulan II,
pertumbuhan ekonomi juga ditopang oleh pencairan dana desa tahap pertama dan kemungkinan
realisasi gaji ke-13.
Sementara itu, tekanan inflasi pada triwulan II diperkirakan terjadi seiring peningkatan konsumsi
masyarakat menjelang libur sekolah pada bulan Juni dan adanya peningkatan harga menjelang
perayaan Idul Fitri. Sementara itu, tekanan inflasi sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berasal
dari komoditas volatile food dan tarif angkutan udara.
Outlook Pertumbuhan E konomi Dan Inflasi Di Daerah06
6.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016Berdasarkan perkembangan pada triwulan I-2016, Perekonomian NTT sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada
pada rentang 5,1 – 5,5% (yoy). Tingginya realisasi pertumbuhan ekonomi di triwulan I yang mencapai 5,06% (yoy)
menjadi salah satu dasar optimisme. Pertumbuhan ekonomi 2016 sendiri diperkirakan didorong oleh investasi dan
konsumsi pemerintah. Dari sisi investasi, pembangunan Waduk Raknamo yang telah memasuki tahap konstruksi (progress
mencapai 45% di bulan Mei), Waduk Rotiklot, embung, serta proyek lainnya seperti jalur sabuk perbatasan dan pos lintas
batas negara diharapkan menjadi faktor pendorong. Sementara dari sisi konsumsi pemerintah, optimisme muncul dari
adanya peningkatan dana desa sebesar 128% dari Rp 812 miliar (2015) menjadi Rp 1,849 triliun (2016) yang akan
disalurkan kepada 2995 desa di 21 kabupaten dengan besaran Rp 565 juta/desa serta adanya gaji ke-13 Pegawai Negeri
Sipil. Dari sisi konsumsi rumah tangga, optimisme muncul dari peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebanyak 16%
dari Rp 1.250.000,- (2015) menjadi Rp 1.425.000,- (2016). Namun, terdapat pula potensi penghambat pertumbuhan
ekonomi tahun 2016, diantaranya adalah potensi penurunan produksi pertanian seiring el nino dan serangan hama pada
awal tahun 2016, serta kemungkinan penurunan produksi perikanan seiring La Nina yang diperkirakan terjadi mulai
triwulan III-2016.
6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II-2016 Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2016 diperkirakan berada pada rentang 5-5,4% (yoy) atau lebih
tinggi dibandingkan triwulan I yang sebesar 5,06% (yoy). Peningkatan terutama didorong oleh sektor konsumsi
pemerintah dan produksi pertanian masyarakat seiring masa panen.
6.1 PERTUMBUHAN EKONOMI
GRAFIK 6.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I - 2016
4.64% 5.12% 5.15% 5.13% 5.06% 5.21%-3%
-1%
1%
3%
5%
7%
9%
11%
4.30%
4.40%
4.50%
4.60%
4.70%
4.80%
4.90%
5.00%
5.10%
5.20%
5.30%
I II III IV I II*
2015 2016
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
PDRB (YOY)
PEDAGANG BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)
JASA PENDIDIKAN (YOY)
ADMINITRASI PEMERINTAH (YOY)
6.1.2.1 Pertumbuhan Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat yang tercermin pada angka
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan Survei Konsumen. Peningkatan juga terlihat dari indeks proyeksi pendapatan
rumah tangga dan rencana pembelian barang tahan lama. Sementara dari Survei Konsumen, terlihat peningkatan indeks
keyakinan konsumen, indeks ekspektasi konsumen, ekspektasi penghasilan 6 bulan yang akan datang dan kondisi
ekonomi 6 bulan yang akan datang. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan optimisme masyarakat terhadap
pendapatan yang akan datang dan hal tersebut terkait dengan adanya panen dan rencana gaji ke-13 pada triwulan yang
akan datang.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
6.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2016Berdasarkan perkembangan pada triwulan I-2016, Perekonomian NTT sepanjang tahun 2016 diperkirakan masih berada
pada rentang 5,1 – 5,5% (yoy). Tingginya realisasi pertumbuhan ekonomi di triwulan I yang mencapai 5,06% (yoy)
menjadi salah satu dasar optimisme. Pertumbuhan ekonomi 2016 sendiri diperkirakan didorong oleh investasi dan
konsumsi pemerintah. Dari sisi investasi, pembangunan Waduk Raknamo yang telah memasuki tahap konstruksi (progress
mencapai 45% di bulan Mei), Waduk Rotiklot, embung, serta proyek lainnya seperti jalur sabuk perbatasan dan pos lintas
batas negara diharapkan menjadi faktor pendorong. Sementara dari sisi konsumsi pemerintah, optimisme muncul dari
adanya peningkatan dana desa sebesar 128% dari Rp 812 miliar (2015) menjadi Rp 1,849 triliun (2016) yang akan
disalurkan kepada 2995 desa di 21 kabupaten dengan besaran Rp 565 juta/desa serta adanya gaji ke-13 Pegawai Negeri
Sipil. Dari sisi konsumsi rumah tangga, optimisme muncul dari peningkatan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebanyak 16%
dari Rp 1.250.000,- (2015) menjadi Rp 1.425.000,- (2016). Namun, terdapat pula potensi penghambat pertumbuhan
ekonomi tahun 2016, diantaranya adalah potensi penurunan produksi pertanian seiring el nino dan serangan hama pada
awal tahun 2016, serta kemungkinan penurunan produksi perikanan seiring La Nina yang diperkirakan terjadi mulai
triwulan III-2016.
6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan II-2016 Sementara itu, pertumbuhan ekonomi pada triwulan II 2016 diperkirakan berada pada rentang 5-5,4% (yoy) atau lebih
tinggi dibandingkan triwulan I yang sebesar 5,06% (yoy). Peningkatan terutama didorong oleh sektor konsumsi
pemerintah dan produksi pertanian masyarakat seiring masa panen.
6.1 PERTUMBUHAN EKONOMI
GRAFIK 6.1. PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI NTT TRIWULAN I - 2016
4.64% 5.12% 5.15% 5.13% 5.06% 5.21%-3%
-1%
1%
3%
5%
7%
9%
11%
4.30%
4.40%
4.50%
4.60%
4.70%
4.80%
4.90%
5.00%
5.10%
5.20%
5.30%
I II III IV I II*
2015 2016
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
PDRB (YOY)
PEDAGANG BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)
JASA PENDIDIKAN (YOY)
ADMINITRASI PEMERINTAH (YOY)
6.1.2.1 Pertumbuhan Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat yang tercermin pada angka
Indeks Tendensi Konsumen (ITK) dan Survei Konsumen. Peningkatan juga terlihat dari indeks proyeksi pendapatan
rumah tangga dan rencana pembelian barang tahan lama. Sementara dari Survei Konsumen, terlihat peningkatan indeks
keyakinan konsumen, indeks ekspektasi konsumen, ekspektasi penghasilan 6 bulan yang akan datang dan kondisi
ekonomi 6 bulan yang akan datang. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan optimisme masyarakat terhadap
pendapatan yang akan datang dan hal tersebut terkait dengan adanya panen dan rencana gaji ke-13 pada triwulan yang
akan datang.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Sumber: BMKG Stakum Lasiana
Gambar 6.1. Ramalan Curah Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016
Sumber: BMKG Stakum Lasiana
Gambar 6.2. Ramalan Sifat Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016
Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan mengalami
peningkatan. Peningkatan disebabkan oleh adanya potensi penyaluran gaji ke-13 PNS, 60% anggaran dana desa ke
daerah (sekitar Rp 1,1 triliun) serta adanya upaya percepatan penyerapan anggaran oleh pemerintah dengan target
realisasi triwulan II mencapai 40% dari total anggaran.
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan mengalami
peningkatan pada Triwulan-II. Peningkatan terutama didorong oleh adanya peningkatan pendapatan masyarakat
seiring gaji ke-13 dan pendapatan paska panen. Selain itu, adanya liburan sekolah dan menjelang hari raya Idul Fitri
diperkirakan dapat pula mendorong hasrat masyarakat untuk melakukan belanja. Hal ini terindikasi pula pada hasil Suvei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-Bank Indonesia yang menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan yang terlihat dari
indeks harga jual dan kegiatan usaha yang meningkat.
GRAFIK 6.4. SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA
KEGIATAN USAHAHARGA JUALTENAGA KERJA-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
I I I I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV III2016
Sumber : Bank Indonesia (diolah)
Sektor konstruksi diperkirakan mengalami perlambatan di triwulan-II. Perlambatan lebih disebabkan oleh dampak
base effect tingginya pertumbuhan ekonomi sektor konstruksi pada triwulan II-2015. Pertumbuhan sektor konstruksi
pada triwulan-II diperkirakan masih ditopang oleh proyek-proyek pemerintah, termasuk proyek multiyear seperti
bendungan dan gedung pemerintahan.
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2016 diperkirakan berada pada kisaran 4-4,5% (yoy)
sementara untuk triwulan-II 2016 inflasi berada pada kisaran 4,7-5,2% (yoy). Pendorong inflasi pada tahun 2016
diperkirakan berasal dari komoditas volatile food. Adanya potensi penurunan produksi beras seiring kekeringan dan
serangan hama pada musim tanam-I 2016 serta fluktuasi harga komoditas ikan, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang
disebabkan oleh kondisi anomali cuaca yang seringkali terjadi menjadi potensi penyebab lainnya. Potensi inflasi juga
6.2 INFLASI
Kinerja investasi diperkirakan tumbuh sedikit melambat pada triwulan-II. Pertumbuhan investasi secara tahunan
di triwulan-II diperkirakan akan sedikit melambat dibandingkan periode triwulan-I 2016. Hal ini lebih disebabkan dampak
base effect tingginya pertumbuhan investasi pada triwulan II-2015. Pertumbuhan investasi sendiri diperkirakan masih
berasal dari investasi pemerintah, terutama kelanjutan pembangunan bendungan, gedung pemerintahan, sarana publik
(rumah sakit dan sarana pendidikan) serta fasilitas perhubungan (jalan, dermaga dan bandara). Di sisi swasta, terdapat
sinyalemen rencana investasi swasta melalui pembangunan pabrik es balok dan garam.
Kinerja net ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan II juga diperkirakan akan tetap melambat.
Provinsi NTT diperkirakan masih akan mengalami net impor pada triwulan II-2016, hal ini terjadi karena masih terbatasnya
produk asli daerah dan diiringi trend penurunan harga komoditas (kakao, jambu mete dan rumput laut) serta masih
tingginya kebutuhan impor bahan modal (kendaraan dan bahan bangunan) serta pangan (beras). Di sisi lain, peningkatan
pengiriman kapal ternak untuk memenuhi kebutuhan daging sapi menjelang hari raya Idul Fitri di pulau Jawa diharapkan
dapat menghambat angka net impor.
6.1.2.2 Pertumbuhan Sisi SektoralDari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-II 2016 diperkirakan mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan-I. Perlambatan diperkirakan terjadi seiring adanya gagal tanam dan gagal panen untuk
komoditas padi di beberapa daerah NTT, seperti Kab. Manggarai, Kab. Manggarai Barat, Kab. Kupang dan Rote. Penyebab
hal tersebut diantaranya adalah curah hujan yang rendah akibat el nino dan serangan hama. Selain itu, produksi perikanan
juga diperkirakan tidak setinggi tahun sebelumnya sebagai akibat dari adanya pola migrasi dan gelombang bawah laut
yang menyebabkan tangkapan nelayan menjadi berkurang. Di sisi lain, sektor pertanian diperkirakan masih dapat tumbuh
seiring pengiriman sapi melalui kapal ternak dan usaha indusri garam yang berkembang, terutama di Kab. Sabu Raijua.
Namun, patut diwaspadai potensi terhambatnya pengiriman akibat angin kencang dan gelombang tinggi yang mulai
muncul di perairan NTT. Berdasarkan data BMKG, curah hujan dan sifat hujan untuk mayoritas daerah Provinsi NTT pada
bulan Mei 2016 berada pada kisaran rendah atau dibawah normal. Curah hujan menengah atau kondisi sifat hujan cukup
normal hanya terdapat di daerah sebagian Flores (Manggarai Barat, Manggarai dan Sikka), serta sebagian Kab. Kupang.
Namun, adanya potensi anomali cuaca juga dapat terjadi mengingat seringkalinya Kota Kupang diguyur hujan pada bulan
Mei.
80
85
90
95
100
105
110
115
ITK PROYEKSI PEND. RT RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA
GRAFIK 6.2. INDEKS TENDENSI KONSUMEN
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV III
2016II I IV
2013
90
92
94
96
98
100
102
104
106
108
110
Sumber : BPS, diolah
I I I100
110
120
130
140
150
160
170
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D.KONDISI EKONOMI INDONESIA 6 BULAN Y.A.D.
GRAFIK 6.3. SURVEI KONSUMEN
Sumber :Bank Indonesia (diolah)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
Sumber: BMKG Stakum Lasiana
Gambar 6.1. Ramalan Curah Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016
Sumber: BMKG Stakum Lasiana
Gambar 6.2. Ramalan Sifat Hujan di Provinsi NTT pada Bulan Mei 2016
Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan mengalami
peningkatan. Peningkatan disebabkan oleh adanya potensi penyaluran gaji ke-13 PNS, 60% anggaran dana desa ke
daerah (sekitar Rp 1,1 triliun) serta adanya upaya percepatan penyerapan anggaran oleh pemerintah dengan target
realisasi triwulan II mencapai 40% dari total anggaran.
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan mengalami
peningkatan pada Triwulan-II. Peningkatan terutama didorong oleh adanya peningkatan pendapatan masyarakat
seiring gaji ke-13 dan pendapatan paska panen. Selain itu, adanya liburan sekolah dan menjelang hari raya Idul Fitri
diperkirakan dapat pula mendorong hasrat masyarakat untuk melakukan belanja. Hal ini terindikasi pula pada hasil Suvei
Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)-Bank Indonesia yang menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan yang terlihat dari
indeks harga jual dan kegiatan usaha yang meningkat.
GRAFIK 6.4. SURVEI KEGIATAN DUNIA USAHA
KEGIATAN USAHAHARGA JUALTENAGA KERJA-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
I I I I I I IV2013 2014
I I I I I I IV2015
I I I I I I IV III2016
Sumber : Bank Indonesia (diolah)
Sektor konstruksi diperkirakan mengalami perlambatan di triwulan-II. Perlambatan lebih disebabkan oleh dampak
base effect tingginya pertumbuhan ekonomi sektor konstruksi pada triwulan II-2015. Pertumbuhan sektor konstruksi
pada triwulan-II diperkirakan masih ditopang oleh proyek-proyek pemerintah, termasuk proyek multiyear seperti
bendungan dan gedung pemerintahan.
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2016 diperkirakan berada pada kisaran 4-4,5% (yoy)
sementara untuk triwulan-II 2016 inflasi berada pada kisaran 4,7-5,2% (yoy). Pendorong inflasi pada tahun 2016
diperkirakan berasal dari komoditas volatile food. Adanya potensi penurunan produksi beras seiring kekeringan dan
serangan hama pada musim tanam-I 2016 serta fluktuasi harga komoditas ikan, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan yang
disebabkan oleh kondisi anomali cuaca yang seringkali terjadi menjadi potensi penyebab lainnya. Potensi inflasi juga
6.2 INFLASI
Kinerja investasi diperkirakan tumbuh sedikit melambat pada triwulan-II. Pertumbuhan investasi secara tahunan
di triwulan-II diperkirakan akan sedikit melambat dibandingkan periode triwulan-I 2016. Hal ini lebih disebabkan dampak
base effect tingginya pertumbuhan investasi pada triwulan II-2015. Pertumbuhan investasi sendiri diperkirakan masih
berasal dari investasi pemerintah, terutama kelanjutan pembangunan bendungan, gedung pemerintahan, sarana publik
(rumah sakit dan sarana pendidikan) serta fasilitas perhubungan (jalan, dermaga dan bandara). Di sisi swasta, terdapat
sinyalemen rencana investasi swasta melalui pembangunan pabrik es balok dan garam.
Kinerja net ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan II juga diperkirakan akan tetap melambat.
Provinsi NTT diperkirakan masih akan mengalami net impor pada triwulan II-2016, hal ini terjadi karena masih terbatasnya
produk asli daerah dan diiringi trend penurunan harga komoditas (kakao, jambu mete dan rumput laut) serta masih
tingginya kebutuhan impor bahan modal (kendaraan dan bahan bangunan) serta pangan (beras). Di sisi lain, peningkatan
pengiriman kapal ternak untuk memenuhi kebutuhan daging sapi menjelang hari raya Idul Fitri di pulau Jawa diharapkan
dapat menghambat angka net impor.
6.1.2.2 Pertumbuhan Sisi SektoralDari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan-II 2016 diperkirakan mengalami perlambatan
dibandingkan triwulan-I. Perlambatan diperkirakan terjadi seiring adanya gagal tanam dan gagal panen untuk
komoditas padi di beberapa daerah NTT, seperti Kab. Manggarai, Kab. Manggarai Barat, Kab. Kupang dan Rote. Penyebab
hal tersebut diantaranya adalah curah hujan yang rendah akibat el nino dan serangan hama. Selain itu, produksi perikanan
juga diperkirakan tidak setinggi tahun sebelumnya sebagai akibat dari adanya pola migrasi dan gelombang bawah laut
yang menyebabkan tangkapan nelayan menjadi berkurang. Di sisi lain, sektor pertanian diperkirakan masih dapat tumbuh
seiring pengiriman sapi melalui kapal ternak dan usaha indusri garam yang berkembang, terutama di Kab. Sabu Raijua.
Namun, patut diwaspadai potensi terhambatnya pengiriman akibat angin kencang dan gelombang tinggi yang mulai
muncul di perairan NTT. Berdasarkan data BMKG, curah hujan dan sifat hujan untuk mayoritas daerah Provinsi NTT pada
bulan Mei 2016 berada pada kisaran rendah atau dibawah normal. Curah hujan menengah atau kondisi sifat hujan cukup
normal hanya terdapat di daerah sebagian Flores (Manggarai Barat, Manggarai dan Sikka), serta sebagian Kab. Kupang.
Namun, adanya potensi anomali cuaca juga dapat terjadi mengingat seringkalinya Kota Kupang diguyur hujan pada bulan
Mei.
80
85
90
95
100
105
110
115
ITK PROYEKSI PEND. RT RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA
GRAFIK 6.2. INDEKS TENDENSI KONSUMEN
2014I II I I I IV
2015I II I I I IV III
2016II I IV
2013
90
92
94
96
98
100
102
104
106
108
110
Sumber : BPS, diolah
I I I100
110
120
130
140
150
160
170
INDEKS KEYAKINAN KONSUMEN (IKK)INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D.KONDISI EKONOMI INDONESIA 6 BULAN Y.A.D.
GRAFIK 6.3. SURVEI KONSUMEN
Sumber :Bank Indonesia (diolah)
I I I I I I IV2013 2014
I II I I I IV2015
I II I I I IV I2016
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 2016 00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600
4.90%
1.10%
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
INFLASI NTT (%-YOY) INFLASI NTT (%-QTQ)
GRAFIK 6.6. PREDIKSI INFLASI TRIWULAN-II 2016
Sumber: BPS & BI (diolah)
2014III IV
2015I II I I I IV I
2016II
EKSPEKTASI PENGHASILAN 6 BULAN Y.A.D. EKSPEKTASI HARGA 3 BULAN YAD INDEKS EKSPEKTASI KONSUMEN (IEK)
GRAFIK 6.5. HASIL SURVEI KONSUMEN
140.5
179.17
2014III IV
2015I II I I I IV I
2016II
Sumber: Survei Konsumen-Bank Indonesia
100
110
120
130
140
150
160
170
180
190
200
140.5
berasal dari momen-momen libur keagamaan dan libur sekolah yang dapat mendorong peningkatan tarif angkutan udara.
Sementara itu, potensi penahan inflasi pada tahun 2016 diperkirakan berasal dari stabilnya harga bahan bakar minyak
(BBM) seiring harga minyak dunia yang cenderung rendah.
Di sisi lain, inflasi tahunan pada triwulan II 2016 tercatat lebih rendah apabila dibandingkan triwulan-I, namun
secara triwulanan inflasi cenderung lebih tinggi. Turunnya inflasi secara tahunan (yoy) lebih disebabkan oleh dampak
base effect tingginya inflasi pada periode yang sama tahun 2015 sehingga mendorong pencapaian inflasi secara tahunan
yang tinggi di awal tahun. Apabila dilihat secara triwulanan (qtq) inflasi diprediksi tercatat cukup tinggi sebesar 0,8 - 1,1%
(qtq) atau lebih tinggi dibandingkan triwulan I yang sebesar -0,4% (qtq). Sumbangan inflasi triwulan II diperkirakan terjadi
karena dorongan konsumsi masyarakat seiring peningkatan pendapatan paska panen dan momen liburan sekolah. Selain
itu, momen idul fitri juga dapat menyebabkan harga komoditas dari daerah lain menjadi naik. Di sisi lain, penurunan
produksi beras akibat kekeringan dan serangan hama dapat menjadi faktor pendorong inflasi lainnya. Indikasi kenaikan
harga juga terlihat dari hasil survei konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan adanya ekspektasi kenaikan harga dan
penghasilan pada rentang triwulan II 2016.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan I 201600