Ekonomi Islam
-
Upload
dwicahjowo -
Category
Documents
-
view
24 -
download
3
description
Transcript of Ekonomi Islam
1
1. Ekonomi Islam memiliki kandungan makna yang berbeda dari ekonomi
konvensional seperti halnya dilihaat dari sisi prinsip ekonomi Islam itu sendiri.
Prinsip ekonomi Islam merupakan pengembangan dari beberapa filosofi dasar
Islam yang meliputi tauhid, keadilan, nubuwwah, khilafah dan maad. Tauhid
sebagai asas atau sendi dasar pembangunan yang bermuara pada pengakuan
adanya dualita antara material dan spiritual. Tauhid bukan saja ahanya
mengesakan Allah SWT, tetapi juga meyakini kesatuan penciptaan, kesatuan
kemanusiaan, kesatuan tuntutan hidup dan kesatuan tujuan hidup, yang
semuanya diservasi dari kesatuan ketuhanan.1
a. Tauhid
Tauhid dipahami sebagai sebuah ungkapan keyakinan (syahdat)
seorang muslim atas keesaan Tuhan. Tauhid dalam bidang ekonomi
mengantarkan para pelaku ekonomi untuk berkeyakinan bahwa harta benda
adalah milik Allah semata, keuntungan yang diperoleh pengusaha adalah
berkat anugerah dari Tuhan. Tauhid juga mengantar pengusaha untuk tidak
hanya mengejar keuntungan duniawi, karena hidup adalah kesatuan antara
dunia dan akhirat.2
b. ‘Adl (keadilan)
Keadilan adalah sebuah konsep universal yang ada dan dimiliki oleh
semua ideologi, aliran filsafat moral, dan bahkan ajaran setiap agama.
Dalam Islam, keadilan tidak terpisah dari moralitas, didasarkan pada nilai-
nilai absolut yang diwahyukan tuhan dan penerimaan manusia terhadap
nilai-nilai tersebut merupakan suatu kewajiban.3
c. Nubuwwah (kenabian)
Filsafat nubuwah dalam ekonomi Islam merujuk pada pemahaman
bahwa perilaku ekkonomi manusia harus diinspire perilaku dan tindakan
ekonomi sebagaimana pernah dicontohkan oleh Nabi. Adapun yang
terkandung dalam bisnis yang diajarkan oleh Nabi dihubungkan dengan
1Muhammad dan Rahmad Kurniawan, Visi & Aksi Ekonomi Islam, Malang: Intimedia,
2014, h.20. 2Ibid.,h.21. 3Ibid.
2
sifat sidiq, amanah, fathanah dan tabligh (SAFT). Shidiq (truthfulness),
yaitu membuat consumer dan publik percaya baik pada personalitas pebisnis
dan kualitas barang-barang yang dibisniskan. Amanah (responsibilty and
trustworthiness), yaitu kepercayaan, artinya pebisnis mengikuti sifat Nabi
yang selalu dapat dipercaya (amin) sehingga dalam sejarah beliau mendapat
simpati yang sangat luar biasa dan mampu mengikat loyalitas consumer.
Fatanah (cerdas, bijaksana dan intelek). Sifat ini mendorong pebisnis selalu
membuat perhitungan dengan cerdas dan matang, mempertimbangkan
kekuatan dan kelemaha, ancaman, dan peluang dalam bisnis. Tabligh,
terbuka terhadap orang lain dan memiliki kemampuan komunikasi yang
baik, untuk menyampaikan cacat yang ada pada suatu produk yang
dijualnya.4
Setiap muslim diharuskan untuk meneladani sifat Nabi Muhammad
SAW. Profesi bisnis mengandung aspek spiritualitas yang sangat tinggi
sehingga beliaupun menegaskan bahwa sesungguhnya Allah sangat senang
jika salah satu di antara kalian mengerjakan suatu pekerjaan yang dengan
tekun dan sungguh-sungguh (profesional).5
d. Khilāfah (pemerintahan)
Konsep khilafah mengandung makna penunjukkan manusia sebagai
master alam semesta dan wakil Allah SWT di muka bumi, sebagaimana
dibenarkan dalam al-Qur’an seperti Q.S. Al- Baqarah ayat 29 yaitu :
�ي �
�� � ٱ� �� �
�
� �
��ض �
ٱ�
“Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi”
Apabila mengacu kepada istilah ekonomi dan manajemen modern,
maka konsep khilafah ini memiliki lingkup yang sama dengan seorang
manager yang melaksanakan fungsi-fungsi manajemen dalam mencapai
tujuan yang ditetapkan dan memenuhi kebutuhan ekonomi sesuai dengan
kaidah muamalah yang telah ditetapkan Allah dan RasulNya. Manager
4Ibid., h. 22-23. 5Ibid., h. 23.
3
bertanggung jawab dan mengadakan evaluasi atau sumber daya alam yang
dikelolanya, terutama dari sisi penerapan prinsip-prinsip etis dalam proses
manajemen yang dilakukannya sesuai atau tidaknya dengan wahyu.6
Jadi, dengan adanya prinsip ekonomi Islam yang disebutkan di atas
terlihat ekonomi Islam itu berbeda dengan ekonomi konvensional. Yang
mana di dalam ekonomi Islam kita menerapkan prinsip-prinsip diatas serta
di dalam bisnis Islam kita di anjurkan untuk memiliki sifat dasar yaitu suka
sama suka diantara konsumen dan produsen, penjual atau pembeli dan
sebagainya.
2. Ekonomi Islam memiliki ruang lingkup yang tidak berbeda dari ekonomi
konvensional. Adapun ruang lingkupnya yaitu meliputi: pertama, hakekat
(ontologi) makna apa sebenarnya dari prinsip tarādin ( suka sama suka) pada
akad jual beli dalam Islam sebagaimana terdapat dalam berbagai surat dan ayat
dalam Al-Qur’an seperti diantaranya Q.S. An-Nisa [4]: 29. Kedua, transaksi
bisnis yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau lebih dikatakan memenuhi
etika dan norma dalam Islam sebagaimana dikehendaki dari prinsip tarādin
apabila ia memenuhi syarat dan kriteria yang dikehendaki dalam kandungan
makna tarādin. Ketiga, sebagai prinsip yang memiliki karakter rabbani dan
insani, tarādin yang demikian penting diserukan Al-Qur’an dan hadis Nabi pada
prinsipnya bukanlah prinsip baru melainkan prinsip yang sudah membumi dari
satu decade ke decade yang lain mulai di era Nabi, era sahabat, era pertengahan
dan era moderen.7 Jadi bisa dikatakan ruang lingkup ekonomi Islam diantaranya
berorientasi pada makna prinsip tarādin, kriteria-kriteria transaksi serta hukum
dan etika, dan penerapan prinsip tarādin pada akad jual beli.
3. Kegiatan ekonomi (bisnis) Islam memiliki ketentuan-ketentuan berdasar
syari’at Islam yang mana biasanya sering kita temui di dalam aktivitas bisnis.
Dalam aktivitas bisnis, Islam mensyaratkan batasan-batasan tegas dan kejelasan
obyek (barang) yang akan dijuabelikan, diantaranya: pertama, tidak
bertentangan dengan anjuran syariah Islam, memenuhi unsur halal baik dari sisi
6Ibid., h. 23-24. 7Ibid., h.5-6.
4
substansi (dzatihi) maupun halal dari sisi memperolehnya (ghairu dzatihi),
kedua, obyek dari barang tersebut harus benar-benar nyata dan bukan tipuan.
Barang tersebut memang benar-benar bermanfaat dengan wujud yang tetap.
Apabila barang itu meliputi kebutuhan konsumsi, maka barang tersebut harus
pula secara eksplisit mencantumkan informasi tentang manfaat seperti
informasi mutu dan gizi komposisi bahan dan masa kadalarasa, ketiga, barang
yang dijualbelikan memerlukan media pengiriman dan distribusi yang tidak
hanya tepat, tetapi juga memenuhi standar yang baik menurut Islam, dan
keempat kualitas dan nilai yang dijual itu harus sesuai dan melekat dengan
barang yang akan diperjualbelikan. Tidak diperbolehkan menjual barang yang
tidak sesuai dengan apa yang di informasikan pada saat promosi dan iklan.8
Secara umum rambu-rambu perdagangan yang harus dihindari pelaku pasar
adalah memperdagangkan barang dan jasa yang membawa mafsadat/kerusakan
bagi konsumen (pembeli). Objek yang diperdagangkan adalah komoditas yang
tidak mendatangkan bagi dirinya dan orang lain (harmfulness and impurity)
kemaslahatan. Apabila komoditas yang diperdagangkan mengandung mudarat,
maka sepanjang itu pula transaksi perdagangan diperbolehkan dalam Islam.9
Prinsip dasar perdagangan Islam adalah adanya unsur kebebasan, keridaan,
dan suka sama suka dalam melakukan transaksi. Azaz yang mendasari prinsip
perdagangan ini adalah firman Allah dalam Q.S. An-Nisa ayat 29:
��� � ��� ��
� ٱ� � �
���� �
�
���
أ�ا
��
��
�
��� ءا���ا
��
�ن
�
ن �
أ �إ�
�� إن
��
��
أ�ا
��
��
� و�
�اض ���
���ة �� �
�� ر���� ٱ�
��
ن
�
� “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”
8Ibid., h. 49. 9Ibid., h.51.
5
Mekanisme suka sama suka sebagai persyaratan untuk mewujudakan
keselarasan dan keharmonisan dalam dunia bisnis dan perdagangan menjadi
sebuah keharusan dalam Islam. Aspek hukum lainnya yang tak kalah penting
adalah legalitas kehalalan barang atau produk yang diperdagangkan, tidak
mengandung unsur-unsur MAGHRIB (sinonim dari Maysir, Gharar, Riba dan
Bathil).10
Maysir, adalah semua bentuk perpindahan harta ataupun barang tanpa
melalui jalur akad yang telah ditetapkan syari’at tetapi melalui permainan.
Gharar, adalah sesuatu yang tidak jelas dan tidak dapat dijamin atau dipastikan
wujudnya secara matematik baik itu menyangkut barang ataupun harga dan
waktu untuk mendapatkan keduanya. Riba, adalah akad peinjam meminjam
dimana si pemilik dana mempersyaratkan kepada peminjam untuk membayar
lebih dari jumlah uang yang dipinjamkan tanpa harus bersusah payah berniaga
untuk mendapatkan keuntungan atau bekerja untuk mendapat tambahan
ataupun upah. Bathil, adalah akad jua beli atau kemitraan untuk mendapatkan
keuntungan ataupun penghasilan, namun barang ataupun project yang
dikerjakan adalah jenis barang atau kegiatan yang bertentangan dengan syari’ah
seperti kemitraan untuk memproduksi narkotika ataupun mendirikan casino dan
seumpamanya.11
Semua bentuk transaksi bisnis yang dikemukakan di atas dilrang dalam
Islam. Ha ini disebabkan ketidakterpenuhan prinsip etika dan hukm halal yang
dianjurkan agama dan etika sosial.karena itu, jaminan kepastian hukumn halal
dan terpenuhinya unsur etika dalam transaksi bisnis suatu produk-produk tidak
lagi dipandang sebagai sebuah wacana konseptual teoritis yang hanya tersimpan
rapi dalam kitab-kitab fiqhi klasik dan isu agama untuk memberikan proteksi
terhadap konsumen Muslim, melainkan juga telah dipahami dan diterima luas
dalam tata bisnis global.12
10Ibid., h.51-52. 11Ibid., h. 52. 12Ibid.
6
Ekonomi dan bisnis dalam perspektif ekonomi Islam berakar dari sumber
nilai autentik dalam Islam yaitu Al-Qur’an dan sunnah Nabi. Dalam Al-Qur’an
seperti dalam surat Al-Baqarah [2]: 188.
و� � ����� �
�
���
أ�ا
��
�� ���
��
إ�
���
�ا
��
م و�
�� ٱ�
�ا
��
��
��ل � �� أ
���
ٱ���س � � �
�
��
��ن
��
� ���
�وأ
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di
antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa
(urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian
daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal
kamu mengetahui”.
Melarang secara tegas para pelaku bisnis (penjual dan pembeli) memakan harta
sebagian yang lain dengan jalan bathil.13
Kata ‘di antara kamu’ dalam surat tersebut menurut Quraish Sihab (1997,
15) menunjukkan, setidak-tidaknya dua arti penting; pertama, harta benda
adalah milik semua manusia secara bersama dan Allah telah membaginya antara
mereka secara adil berdasarkan kebijaksanaan-Nya dan melalui penetapan
hukum dan etika sehingga upaya perolehan dan pemanfaatannya tidak
mennimbulkan perselisihan dan kerusakan. Kedua, hak dan kebenran harus ada
di antara mereka yang tarik menarik dalam bisnis itu. Ia berada di antara
mereka, sehingga tidak boleh keseluruhannya ditarik oleh pihak pertama
sehingga kesemuanya menjadi miliknya, demikian pula sebaliknya pihak
kedua. Untung dan rugi pada prinsipnya harus ditanggung bersama.14
4. Etika dan hukum (ethico-legal) menjadi dua aspek penting dalam kegiatan
ekonomi. Yang membedakan Islam dan materialisme ialah bahwa Islam tidak
pernah memisahkan ekonomi dengan etika, sebagaimana tidak pernah
memisahkan ilmu dengan akhlak, politik dengan etika, perang dengan etika dan
13Muhammad, Paradigma, Metodologi dan Aplikasi Ekonomi Syari’ah, Yogyakarta:
Graha Ilmu, 2008, h. 62. 14Ibid., h. 63.
7
kerabat sedarah sedaging dengan kehidupan Islam. Islam adalah risalah yang
diturunkan Allah melalui rasul untuk membenahi akhlak manusia. Nabi saw.
bersabda, “sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.”15
Jack Austri, seorang Perancis, dalam bukunya Islam dan Pengembangan
Ekonomi mengatakan, “Islam adalah gabungan antara tatanan kehidupan praktis
dan sumber etika yang mulia. Antara keduanya terdapat ikatan sangat erat yang
tidak terpisahkan. Dari sini bisa dikatakan bahwa orang-orang Islam tidak akan
menerima ekonomi kapitalis. Dan ekonomi yang kekuatannya berdasarkan
wahyu dari langit itu tanpa diragukan lagi adalah ekonomi yang berdasrkan
etika.”16
Ethico-legal ialah ketetapan hukum yang terdapat dalam Al-Qur’an, yang
dimaksudkan untuk menjelasan status hukum suatu statement dalam Al-Qur’an.
Ethico-legal merupkan salah satu bagian dari golongan ayat Al-Qur’an yang
fokus pada mengkaji hukum Islam. Karakteristik ayat-ayat ethico-legal sangat
simple sehingga kita dapat dengan mudah mengidentifikasinya.17 Istilah ethico
legal, adalah jalan sintesis terhadap untuk mensinegrikan dua dimensi Islam
yang selama ini ditempatkan sebagai binary opposition, terutama dikalangan
sarjana Muslim yang memiliki paradigma berfikir modern yang
direpesentasikan dengan kaum modernis dan kelompok tekstualis, kaum neo-
revivalis. Usaha mengkombinasikan antara kedua arus kelompok tersebut
(modernis dan neo-revivalis) penting dalam mengkaji Islam secara historis
(hermeunetis) dan memahami ayat-ayat Al-Qur’an dan pendekatan etis dengan
tetap mengapresiasi pemikiran-pemikiran kelompok neo-revivalis.18
Ayat-ayat ethico-legal menurut beberapa dimensi. Pertama, sistem
kepercayaan, yaitu iman kepada Tuhan, Nabi dan kehidupan setelah kematian.
Kedua, praktik ibadah, yaitu perintah shalat, puasa, haji dan zakat. Ketiga,
aturan-aturan dalam pernikahan, perceraian dan warisan. Keempat, perintah dan
15Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, penerjemah, Zainal Arifin, Dahlia
Husin, Jakarta: Gema Insani Press, 1997, h.51. 16Ibid., h.55. 17Muhammad dan Rahmad Kurniawan, Visi & Aksi Ekonomi Islam,..,2014, h. 99. 18Ibid., h.100.
8
larangan. Kelima, perintah jihad, larangan mencuri, hukuman terhadap tindak
kriminal, hubungan dengan non-muslim, dan keenam, perintah yang
berhubungan dengan etika, hubungan antar agama dan pemerintahan.19
Dalam berurusan dengan hal ethico-legal, maka fokus utama Al-Qur’an
bersinggungan dengan etika sebagaimana halnya pula hukum. hal ini dapat
dilihat dalam cara Al-Qur’an menyatakan cita-citanya, perintah, larangan dan
petunjuk. Bahasa etika dan hukum harus bersanding secara bersamaan, tidak
mengabaikan etika lantaran dominasi hukum sehingga menimbulkan kesan
pejorative seolah-olah Al-Qur;an hanya bersentuhan dengan ranah hukum.20
Jadi dengan adanya etika dan hukum (ethico-legal) dalam kegiatan ekonomi
Islam. Kita dilatih untuk berbuat secara jujur dan mengikuti hukum yang
berlaku di dalam Islam yang bersandar pada Al-Qur’an dan hadis. Dengan
adanya itu semua kegiatan ekonomi akan menjadi teratur dan membuahkan
keberkahan bagi pelakunya, baik pembeli maupun penjual, konsumen maupun
produsen.
5. Kehadiran lembaga keuangan syariah tidak saja mencerminkan nilai dan
makna penting yang menandai dinamika dan perkembangan hukum Islam dala
aspek ekonomi dan keuangan (muamalāt), tetapi juga menepis anggapan Islam
sebagai agama doktrinal yang tidak operasional dalam dinamika dan
perkembangan kehidupan sosial dan ekonomi global. Lembaga keuangan Islam
bertujuan untuk membantu masyarakat Muslim melaksanakan transaksi bisnis
berdasarkan aturan dan prinsip-prinsip yang telah ditetapkan Allah dan
RasulNya. Selain itu lembaga keuangan Islam bertujuan membangkitkan
kembali kesadaran kaum Muslim agar menjaga nilai-nilai universal dan
Tradisional dan melanggengkannya melalui praktek kongkrit dalam kegiatan
ekonomi dan bisnis.21
Instrument bisnis bank syari’ah secara umum ditentukan oleh akad yang
terkandung di dalamnya. Ditinjau dari konsep dasar akad, maka terdapat lima
19Ibid. 20Ibid., h.101. 21Ibid., h.85.
9
konsep dasar akad yang dapat ditemukan dalam produk-produk bank Muamalat
yaitu: (1) sistem simpan, (2) bagi hasil, (3) margin keuntungan, (4) sewa, (5)
dan jasa (fee).22
Kalau di tanya Islamkah atau syari’ah kah bank-bank Islam ? jawabannya
masih belum. Bank syariah yang saat ini menjadi perlambang ekonomi syariah
ternyata masih belum bisa syariah sepenuhnya. Alasannya: karena semua itu
butuh proses. Kaffah, sebagai tujuan akhir, bukanlah sebuah status. Mereka—
para pejuang ekonomi islam generasi pertama di Indoensia—hingga hari ini
masih terus memperjuangkan perbaikan dalam sistim perbankan syariah.
Namun, memang perlu diakui, hasil akhir dari generasi mereka barangkali
masih jauh dari sempurna.
Oleh sebab itu seiring pertumbuhan dan perkembangan bank syariah kita
harus menjaga predikat “syariah” itu sendiri. Dengan cara memperbaiki dan
menggedepankan prinsip-prinsip yang telah ada dalam hukum ekonomi Islam.
Dan menjaga citra bank syariah sebagai salah satu instrument ekonomi Islam
yang diharapkan akan mampu bersaing lebih baik untuk perekonomian
Indonesia dan dunia global.
22Ibid., h.86.