EKONOMETRIKA PENGANTAR (DILENGKAPI PENGGUNAAN … · tentang pengertian regresi, ... Bab 1 Konsep...

203

Transcript of EKONOMETRIKA PENGANTAR (DILENGKAPI PENGGUNAAN … · tentang pengertian regresi, ... Bab 1 Konsep...

EKONOMETRIKA PENGANTAR

(DILENGKAPI PENGGUNAAN EVIEWS)

AGUS TRI BASUKI

EKONOMETRIKA PENGANTAR

(DILENGKAPI PENGGUNAAN EVIEWS)

Katalog Dalam Terbitan (KDT) Agus Tri Basuki. : EKONOMETRIKA PENGANTAR (DILENGKAPI PENGGUNAAN EVIEWS) - Yogyakarta : 2018 195 hal.; 17,5 X 24,5 cm Edisi Pertama, Cetakan Pertama, 2018 ISBN : 978-623-7054-00-9 Hak Cipta 2018 pada Penulis © Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-Undang Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit

Penerbit : Danisa Media Banyumeneng, V/15 Banyuraden, Gamping, Sleman Telp. (0274) 7447007 Email : [email protected]

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu, berilah

kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah. Niscaya Allah Swt.

akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, berdirilah kamu,

maka berdirilah. Niscaya Allah Swt. akan mengangkat (derajat) orang-orang

yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa

derajat. Allah Swt. Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (Surah al-

Mujadalah/58: 11)

Untuk istri dan anak-anaku : Sri, Nanda, Pandu dan Dinda

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kami kemudahan sehingga dapat

menyelesaikan buku EKONOMETRIKA PENGANTAR (Dilengkapi Penggunaan

Eviews). Tanpa pertolongan-Nya penulis tidak akan sanggup menyelesaikan

buku ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga terlimpahkan kepada baginda

tercinta Nabi Muhammad SAW.

Salah satu ciri penelitian kuantitatif adalah menggunakan statistik. Analisis

regresi dalam statistika adalah salah satu metode untuk menentukan hubungan

sebab-akibat antara satu variabel dengan variabel yang lain. Buku ini membahas

tentang pengertian regresi, penghitungan regresi secara manual, regresi dengan

menggunakan Eviews, pengujian asumsi klasik, perbaikan pelanggaran asumsi

klasik, serta contoh penelitian dengan regresi.

Buku ini kami tujukan untuk para mahasiswa yang sedang mengambil mata

kuliah Ekonometri, baik program S1 dan S2 bidang ekonomi. Untuk itu, dalam

buku ini kami menjelaskan berbagai materi tentang konsep dasar regresi, serta

pengujian asumsi klasik dan cara perbaikan pelanggaran asumisi klasik.

Sehingga dengan demikian buku ini akan membantu mereka untuk mendapatkan

kemampuan dalam menganalisis data dengan alat analisis regresi linear.

Semoga buku ini dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada

pembaca. Walaupun buku ini memiliki banyak kekurangan. Penulis

membutuhkan kritik dan saran dari pembaca yang membangun. Terima kasih.

Yogyakarta, 15 November 2018

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

Bab 1 Konsep Dasar Ekonometrika 1

Bab 2 Regresi Sederhana 7

Bab 3 Regresi Berganda 43

Bab 4 Variabel Dummy Dalam Regresi 65

Bab 5 Uji Asumsi Klasik 71

Bab 6 Perbaikan Pelanggaran Asumsi Klasik 97

Bab 7 Analisis Regresi dengan EViews 133

Bab 8 Interpolasi Data 139

Bab 9 Menyamakan Tahun Dasar 151

Bab 10 Aplikasi Ekonometri Dalam Penelitian 157

Daftar Pustaka

KONSEP DASAR EKONOMETRIKA

1.1. Konsep Dasar Ekonometrik Ekonometrika adalah penggunaan analisis komputer serta teknik

pembuatan model untuk menjelaskan hubungan antara kekuatan-

kekuatan ekonomi utama seperti ketenagakerjaan, modal, suku bunga, dan

kebijakan pemerintah dalam pengertian matematis, kemudian menguji

pengaruh dari perubahan dalam skenario ekonomi. Syahrul (2000:150)

Koutsoyiannis A. (1977). Econometrics is a combination of economic theory,

mathematical economics, and statistics, but it is completely distinct from

each one of these three branches of science.

"The application of mathematical statistics to economic data to lend empirical support to models constructed by mathematical economics and to obtain numerical estimates” (Samuelson et al., Econometrica, 1954)

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

ekonometrika merupakan cabang dari ilmu ekonomi dengan

menggunakan dan menerapkan matematika dan statistika untuk

memecahkan masalah-masalah ekonomi yang dibuat dalam suatu model

BAB

1

ekonometrik yang kemudian diestimasi hasilnya dan diuji lagi

kesesuaiannya dengan teori ekonomi yang sudah ada.

Metode kuantitatif dalam ilmu ekonomi sebenarnya telah lama

dikembangkan sejak abad ke-18. Vilfredo Pareto (Paris, 15 Juli 1848 -

Jenewa, 19 Agustus 1923) berkontribusi dalam menjelaskan distribusi

pendapatan dan pilihan individu melalui pendekatan matematis yang

berdasarkan atas teori ekonomi. Selain Pareto, Marie-Esprit-Léon Walras

dari Perancis pada abad ke-18 mengembangkan teori keseimbangan

umum yang menjelaskan mengenai aliran barang dan jasa dalam

perekonomian. Pada awal tahun 1950-an ekonometri dikembangkan

sebagai satu cabang sendiri dari ilmu ekonomi. Jan Tinbergen dari Belanda,

yang kini namanya diabadikan sebagai salah satu institusi akademik besar

di Eropa (Tinbergen Institute), merupakan salah tokoh utama yang

mengembangkan ilmu ini.

Berdasarkan sedikit penjelasan diatas dapat kita lihat bahwa, konsep

dasar dari ilmu ekonometrik adalah mengkaji beberapa teori ekonomi

sebelumnya dengan melakukan suatu analisis yang dapat

dipertanggungjawabkan melalui matematika dan statistika. Sehingga, kita

dapat mengetahui apakah teori ekonomi yang ada benar-benar dapat

diaplikasikan pada suatu kasus tertentu atau pada suatu wilayah tertentu.

Hasil dari analisis ekonomi ini bisa mendukung teori sehingga kita dapat

melakukan forecasting (peramalan) selain itu hasilnya bisa menolak teori

sehingga perlu adanya perbaikan teori.

1.2. Metodologi ekonometrika

Penelitian ekonometri biasanya mengikuti prosedur sbb:

Sumber : Damodar Gujarati, 1978

Gambar 1.1. Prosedur Penelitian Ekonometrika

Langkah – langkah dalam metodologi penelitian ekonometrika yaitu sebagai

berikut :

Langkah 1

Model yang akan dibagun harus didasrkan kepada teori ekonomi (Teori

Ekonomi Mikro, Teori Ekonomi Makro dan Teori ekonomi Pembangunan)

Langkah 2

Menspesifikasikan model, meliputi :

Teori Ekonomi

(1)

Spesifikasi model ekonometrika (2)

Pengumpulan data yang relevan (3)

Pendugaan parameter model (4)

Inferensi statistik

(5)

Terima teori jika data cocok dengan teori (6)

Peramalan (7))

Menguji langkah 2 s/d 5

(8)

Tolak teori jika data tidak cocok dengan teori (6)

Perbaikan teori atau teori baru (7)

a. Variable bebas atau variable penjelas maupun variable terikat yang akan

dimasukkan ke dalam model.

b. Asumsi – asumsi a priori mengenai nilai dan tanda parameter dari model.

c. Bentuk matematik dari model.

Langkah 3

Penaksiran model dengan metode ekonometrika yang tepat, meliputi :

a. Pengumpulan data.

b. Menyelidiki ada tidaknya pelanggaran asumsi klasik.

c. Menyelidiki syarat identifikasi jika modelnya mengandung lebih dari satu

persamaan.

d. Memilih teknik ekonometrika yang tepat untuk penaksiran model.

Langkah 4

Evaluasi atau pengujian untuk memutuskan apakah taksiran – taksiran

terhadap parameter sudah bermakna secara teoritis dan nyata secara

statistic, meliputi :

a. Kriteria a priori ekonomi

b. Kriteria statistic

c. Kriteria ekonometri

Langkah 5

Menguji kekuatan peramalan model.

Langkah 6

Inferensi Statistik

Apakah hasil uji statistic dan ekonometrik mendukung teori, jika tidak

mendukung ulangi cek data kembali serta beri alas an pendukung mengapai

hasil tidak sesuai dengan teori.

1.3. Membedakan konsep regresi, kausalitas dan korelasi

Ekonometrik disini tidak terlepas dari ilmu statistika dan matematika.

statistika yang lazim digunakan juga akan masuk dalam ekonometrik.

berikut ada beberapa tehnik analisis yang akan sering digunakan dalam

analisis ekonometrik:

1. Regresi

2. Korelasi

3. Kausalitas

4. forecasting

Regresi menunjukkan hubungan pengaruh satu arah yaitu variabel

independen ke variabel dependen, sedangkan kausalitas menunjukkan

hubungan dua arah. Dan Analisis korelasi bertujuan untuk mengukur

kuatnya tingkat hubungan linear antara dua variabel.

selain tehnik analisis, data merupakan suatu hal yang akan sangat

mempengaruhi analsis yang akan digunakan dalam ekonometrik. karena

data akan mempengaruhi seberapa besar tingkat presisi dari analisis

tersebut. ada 3 jenis data:

Cross sectional

artinya itu data yang dikumpulkan dalam satu waktu.

Contoh : data PDRB provinsi di Indonesia tahun 2013

Time series

artinya data yang dikumpulkan dalam satu series waktu.

Contoh: data PDRB DIY tahun 1990-2013

Panel

merupakan data gabungan cross sectional dan time series.

Contoh: data PDRB provinsi di seluruh Indonesia tahun 1997-2012

Ilmu Ekonometri juga memiliki kelebihan dan kelemahan. Kelebihan

menggunakan model ekonometri dalam penelitian seringkali membuka

perpesktif dan temuan-temuan baru namun untuk mendapatkan hal

tersebut membutuhkan keahlian khusus pada berbagai bidang ilmu

sehingga membutuhkan banyak waktu. Kelemahan membutuhkan keahlian

khusus pada berbagai bidang ilmu sehingga membutuhkan waktu untuk

mempelajarinya.

1.4. PENGGOLONGAN EKONOMETRIKA

Ekonometrika digolongkan menjadi 2 yaitu sebagai berikut :

1. Ekonometrika Teoritik

Berkaitan dengan pengembangan metode-metode yang cocok untuk

mengukur hubungan-hubungan ekonomi yang ditetapkan dalam model

ekonometrika.

2. Ekonometrika Terapan

Membahas penggunaan atau penerapan metode ekonomi yang telah

dikembangkan dalam ekonometrik terapan.

REGRESI SEDERHANA 2.1. Regresi

Istilah regresi dikemukakan untuk pertama kali oleh seorang antropolog

dan ahli meteorology Francis Galton dalam artikelnya “Family Likeness in

Stature” pada tahun 1886. Ada juga sumber lain yang menyatakan istilah

regresi pertama kali mucul dalam pidato Francis Galton didepan Section H

of The British Association di Aberdeen, 1855, yang dimuat di majalah

Nature September 1855 dan dalam sebuah makalah “Regression towards

mediocrity in hereditary stature”, yang dimuat dalam Journal of The

Antrhopological Institute (Draper and Smith, 1992).

Studinya ini menghasilkan apa yang dikenal dengan hukum regresi

universal tentang tingginya anggota suatu masyarakat. Hukum tersebut

menyatakan bahwa distribusi tinggi suatu masyarakat tidak mengalami

perubahan yang besar sekali antar generasi. Hal ini dijelaskan Galton

berdasarkan fakta yang memperlihatkan adanya kecenderungan

mundurnya (regress) tinggi rata-rata anak dari orang tua dengan tinggi

tertentu menuju tinggi rata-rata seluruh anggota masyarakat. Ini berarti

terjadi penyusutan ke arah keadaan sekarang. Tetapi sekarang istilah

regresi telah diberikan makna yang jauh berbeda dari yang dimaksudkan

oleh Galton. Secara luas analisis regresi diartikan sebagai suatu analisis

BAB

2

tentang ketergantungan suatu variabel kepada variabel lain yaitu variabel

bebas dalam rangka membuat estimasi atau prediksi dari nilai rata-rata

variabel tergantung dengan diketahuinya nilai variabel bebas.

2.2. Konsep Dasar

Model regresi merupakan suatu cara formal untuk mengekspresikan dua

unsur penting suatu hubungan statistik :

1. Suatu kecenderungan berubahnya peubah tidak bebas Y secara

sistematis sejalan dengan berubahnya peubah besar X.

2. Perpencaran titik-titik di ser kurva hubungan statistik itu.

Kedua ciri ini disatukan dalam suatu model regresi dengan cara

mempostulatkan bahwa :

1. Ada suatu rencana peluang peubah Y untuk setiap taraf (level) peubah

X.

2. Rataan sebaran-sebaran peluang berubah secara sistematis sejalan

dengan berubahnya nilai peubah X.

Misalkanlah Y menyatakan konsumsi dan X menyatakan pendapatan

konsumen. Dalam hal ini di dalam model regresi peubah X diperlakukan

sebagai suatu peubah acak. Untuk setiap skore pendapatan, ada sebaran

peluang bagi X. Gambar 2.1. menunjukkan sebaran peluang demikian ini

untuk X = 30, yaitu konsumsi sebesar 27,87. Tabel 2.1. Nilai amatan X yang

sesungguhnya (30 dalam contoh ini) dengan demikian dipandang sebagai

suatu amatan acak dari sebaran peluang ini.

Tabel 2.1.

No Y X No Y X No Y X 1 10 11 11 38 42 21 70 74

2 12 14 12 40 45 22 74 79 3 15 17 13 45 49 23 77 85

No Y X No Y X No Y X 4 19 22 14 49 52 24 80 88 5 22 24 15 52 55 25 84 90 6 25 28 16 55 57 26 90 95 7 27 30 17 57 60 27 92 97

8 29 31 18 60 65 28 95 99 9 33 35 19 64 67 29 98 110

10 35 40 20 67 71 30 100 120

Gambar 2.1.

Representasi Gambar bagi Model Regresi Linear

Gambar 2.1. juga menunjukkan sebaran peluang Y untuk ukuran lot X = 60

dan X = 90. Perhatikan bahwa rataan sebaran-sebaran peluang ini

mempunyai hubungan yang sistematis dengan taraf-taraf peubah X.

Hubungan sistematis ini dinamakan fungsi regresi X terhadap Y. Grafik

fungsi regresi ini dinamakan kurva regresi. Perhatikan bahwa fungsi

regresi dalam Gambar 2.1. adalah linear. Ini berimplikasi untuk contoh

bahwa pendapatan bervariasi secara linear dengan konsumsi. Tentu saja

tidak ada alasan apriori mengapa pendapatan mempunyai hubungan

linear dengan konsumsi.

Pendapatan

X

90

60

30

0

Konsumsi

Distribusi Peluang bagi Y

Garis Regresi

Dua model regresi mungkin saja berbeda dalam hal bentuk fungsi

regresinya, dalam hal bentuk sebaran peluang bagi peubah X, atau dalam

hal lainnya lagi. Apapun perbedaannya, konsep sebaran peluang bagi X

untuk Y yang diketahui merupakan pasangan formal bagi diagram pencar

dalam suatu relasi statistik. Begitu pula, kurva regresi, yang menjelaskan

hubungan antara rataan sebaran-sebaran peluang bagi X dengan Y,

merupakan pasangan formal bagi kecenderungan umum bervariasinya X

secara sistematis terhadap Y dalam suatu hubungan statistik.

Ungkapan “peubah bebas” atau “peubah peramal” bagi X dan “peubah tak

bebas” atau “peubah respons” bagi Y dalam suatu model regresi adalah

kebiasaan saja. Tidak ada implikasi bahwa Y bergantung secara kausal

pada X. Betapa pun kuatnya suatu hubungan statistik, ini tidak

berimplikasi adanya hubungan sebab-akibat. Dalam kenyataannya, suatu

peubah bebas mungkin saja sesungguhnya bergantung secara kausal pada

peubah responsnya, seperti bila menduga suhu (respons) dari tinggi air

raksa (peubah bebas) dalam suatu termometer.

2.3. Bentuk Fungsional Hubungan Regresi

Pemilihan bentuk fungsional hubungan regresi terkait dengan pemilihan

peubah bebasnya. Ada kalanya, teori bilang ilmu bersangkutan bisa

menunjukkan bentuk fungsional yang cocok. Teori belajar, misalnya,

mungkin mengindikasikan bahwa fungsi regresi yang menghubungkan

biaya produksi dengan berapa kali suatu item tertentu telah pernah

muncul harus memiliki bentuk tertentu dengan sifat-sifat asimtotik

tertentu pula.

Yang lebih sering dijumpai adalah bahwa bentuk fungsional

hubungan regresi tersebut tidak diketahui sebelumnya, sehingga harus

ditetapkan setelah datanya diperoleh dan dianalisis. Oleh karenanya,

fungsi regresi linier atau kuadratik sering digunakan sebagai suatu model

yang cukup memuaskan bagi fungsi regresi yang tidak diketahui

bentuknya. Bahkan, kedua jenis fungsi regresi yang sederhana itu masih

juga sering digunakan meskipun teori yang mendasarinya menunjukkan

bentuk fungsionalnya, terutama bila bentuk fungsional yang ditunjukkan

oleh teori terlalu rumit namun secara logis bisa dihampiri oleh suatu

fungsi linier atau kuadratik.

2.4. Kegunaan Analisis Regresi

Analisis regresi setidak-tidaknya memiliki 3 kegunaan, yaitu :

1. untuk tujuan deskripsi dari fenomena data atau kasus yang sedang

diteliti, regresi mampu mendeskripsikan fenomena data melalui

terbentuknya suatu model hubungan yang bersifat numerik

2. untuk tujuan control, regresi juga dapat digunakan untuk melakukan

pengendalian (kontrol) terhadap suatu kasus atau hal-hal yang sedang

diamati melalui penggunaan model regresi yang diperoleh, serta

3. sebagai prediksi. model regresi juga dapat dimanfaatkan untuk

melakukan prediksi variabel terikat

2.5. Model Regresi Linear Sederhana dengan sebaran Suku-suku Galat

Tidak Diketahui

2.5.1. Model

Bentuk umum fungsi regresinya linear dapat dituliskan sebagai

berikut:

Yi = 0 + 1Xi + i (2.1)

Dalam hal ini :

Yi adalah nilai perubahan respons dalam amatan ke-i

0 dan 1 adalah parameter

Xi adalah konstanta yang diketahui, yaitu nilai peubah bebas dari

amatan ke-i

1 adalah suku galat yang bersifat acak dengan rataan E{i} = 0 dan

ragam 2{i} = 2; i dan j tidak berkorelasi sehingga peragam

(covariance) {I, j} = 0 untuk semua i, j; i j

i = 1, 2, . . . ., n

Model regresi (2.1) dikatakan sederhana, linear dalam parameter, dan

linier dalam peubah bebas. Dikatakan “sederhana” karena hanya ada

satu peubah bebas, “linear dalam parameter” karena tidak ada

parameter yang muncul sebagai salah satu eksponen atau dikalikan

atau dibagi oleh parameter lain, dan “linear dalam peubah bebas” sebab

peubah ini di dalam model berpangkat satu. Model yang linear dalam

parameter dan linear dalam peubah bebas juga dinamakan model ordo-

pertama.

2.5.2. Ciri-Ciri Penting Model Regresi

1. Nilai Yi teramati pada amatan ke-i merupakan jumlah dua

komponen yaitu :

a. suku konstan 0 + 1Xi dan

b. suku galat i. Jadi Yi adalah suatu peubah acak.

2. Karena E{i} = 0, maka peroleh :

E{Yi} = E{0 + 1Xi + i} = 0 + 1Xi + E{i} = 0 + 1Xi

0 + 1Xi memainkan peranan sebagai konstanta. Jadi, respons Yi

bila nilai X pada amatan ke-i adalah Xi berasal dari suatu sebaran

peluang yang rataannya adalah :

E{Yi} = 0 + 1Xi (2.2)

oleh karena itu peroleh fungsi regresi bagi model (2.1), yaitu :

E{Y} = 0 + 1X (2.3)

Karena fungsi regresi menghubungkan rataan sebaran peluang bagi

Y untuk X tertentu dengan nilai X itu sendiri.

3. Nilai teramati Y pada amatan ke-i lebih besar atau lebih kecil

daripada nilai fungsi regresi dengan selisih sebesar i.

4. Setiap suku galat i diasumsikan mempunyai ragam yang sama 2.

oleh karenanya, respons Yi mempunyai ragam yang sama pula :

2 {Yi} = 2 (2.4)

Karena, berdasarkan sifat variansi, memperoleh :

2{0 + 1Xi + i} = 2 {i) = 2

Jadi, model regresi (2.4) mengasumsikan bahwa sebaran peluang

bagi Y mempunyai ragam yang sama 2, tidak tergantung pada nilai

peubah bebas X.

5. Suku-suku galat diasumsikan tidak berkorelasi. Oleh karenanya,

hasil dari setiap amatan manapun yang mempengaruhi galat dari

amatan lain yang manapun baik posotof atau negatif, kecil atau

besar. Karena galat, i dan j tidak berkorelasi, maka begitu juga

dengan respons Yi dengan Yj.

6. Ringkasan model regresi mengimplementasikan bahwa peubah

respons Yi bersal dari sebaran peluang dengan rataan E{Yi) = 0 +

1Xi dan ragam 2 yang sama untuk semua nilai X. lebih lanjut, dua

amatan sembarang Yi dan dan Yj tidak berkorelasi.

Misalkan bahwa model regresi (2.1) dapat diterapkan pada contoh

hubungan pendapatan dengan konsumsi dan model itu sebagai

berikut : (lihat data 2.1.)

Yi = 0,484499 + 0,9199Xi + i

Pada Gambar 1.1 dapat dilihat fungsi regresi :

E{Y} = 0,484499 + 0,9199Xi

Gambar 2.2.

Misalnya bahwa suatu pendapatan Xi = 60 dan ternyata konsumsi yang

teramati ialah Y1 = 57. maka galatnya ialah I = +1,74, karena

E{Y1) = 0,48 + 0,92(60) = 55.26

dan

Yi = 57 = 55,26+1,74

Gambar 2.2 memperlihatkan sebaran peluang bagi Y untuk X= 60, dan

memperlihatkan dari mana di dalam sebaran ini amatan Y1 = 62 beasal.

Perhatikan sekali lagi bahwa suku galat I tidak lain adalah simpangan

Yi dari nilai rataannya E(Yi).

Gambar 2.2 juga memperhatikan sebaran peluang bagi Y bila X = 90.

Perhatikan bahwa sebaran ini mempunyai ragam yang sama seperti

sebaran peluang bagi Y untuk X = 90, sesuai dengan persyaratan model

regresi (2.1).

Y1 = 62

(Y1) = 2.8

E(Y1) = 59.2

E(Y) =0,48+0,92X

2

0

40 X

Pendapatan

2.5.3. Makna Parameter Regresi

Kedua parameter 0 dan 1 dalam model regresi (2.1) dinamakan

koefisien regresi. 1 adalah kemiringan (slope) garis regresi. Kemiringan

menunjukkan perubahan rataan sebaran peluang bagi Y untuk stiap

kenaikan X satu satuan. Parameter 0 adalah nilai intersep Y garis

regresi tersebut. Bila cakupan model tidak mencakup X = 0, maka 0

mempunyai makna sebagai rerata.

Gambar 2.3. memperlihatkan fungsi regresi :

E(Y) = 0,484499 + 0,9199 Xi

bagi contoh hubungan pendapatan dengan konsumsi. Kemiringan

1=0,9199 menunjukkan bahwa kenaikan pendapatan satu satuan

akan menaikkan rataan sebaran peluang bagi Y sebesar 0,9199 satuan.

Gambar 2.3. Fungsi regresi E(Y) = 0,484499 + 0,9199 Xi Intersep 0 = 0,4845 menunjukkan nilai fungsi pada X = 0. karena

model regresi linear ini diformulasikan untuk diterapkan pada

pendapatan yang berkisar antara 11 sampai 120, maka dalam hal ini 0

mempunyai makna rata-rata konsumsi pada waktu X sama dengan nol

adalah sebesar 0,4845.

50

Y

0 10 20 30 40 x

E(Y) = 0,48 + 0,92 X

1 = 0,92

Kemirinagn X

0 = 0,4845

Pendapatan

Konsumsi

2.5.4. Metode Kuadrat Terkecil

Tujuan metode kuadrat terkecil adalah menemukan nilai dugaan b0

dan b1 yang menghasilkan jumlah kesalahan kuadrat minimum. Dalam

pengertian tertentu, yang segera akan bahas, nilai dugaan itu akan

menghasilkan fungsi regresi linier yang “baik”.

Penduga Kuadrat Terkecil.

Penduga b0 dan b1 yang memenuhi kriterium kuadrat terkecil dapat

ditemukan dalam dua cara berikut :

Pendekatan Pertama, digunakan suatu prosedur pencarian numerik.

Prosedur ini untuk berbagai nilai dugaan b0 dan b1 yang berbeda

sampai diperoleh nilai dugaan yang meminimumkan.

Pendekatan kedua adalah menemukan nilai-nilai b0 dan b1 secara

analitis yang meminimumkan Jumlah Kesalahan Kuadrat (∑e2) .

Pendekatan analitis mungkin dilakukan bila model regresinya secara

sistematis tidak terlalu rumit, seperti halnya di sini. Dapat

diperlihatkan nilai-nilai b0 dan b1 yang meminimumkan (∑e2) untuk

data sampel yang dimiliki diberikan oleh sistem persamaan linear

berikut :

ii Xbnby 10 (2.5a)

2

101 iii XbXbYX (2.5b)

Persamaan (2.5a) dan (2.5b) dinamakan persamaan normal; b0 dan b1

dinamakan penduga titik (point estimator) bagi 0 dan 1.

Besaran-besaran Yi, Xi, dan seterusnya di dalam (2.5)

dihitung dari amatan-amatan sampel(Xi, Yi). Dengan demikian, kedua

persamaan itu bisa diselesaikan. Untuk memperoleh b0 dan b1 bisa

dihitung secara langsung menggunakan rumus :

1 2 2

2

i ii i

i i

i ii

X YX Y X X Y Ynb

X X XX

n

(2.6a)

0 1

1i i ib Y b X Y b X

n (2.6b)

dalam hal ini X dan Y berturut-turut adalah rataan Xi dan rataan Yi.

Persamaan normal (2.5) dapat diturunkan secara kalkulus. Untuk suatu

data amatan (Xi, Yi), besaran ∑e2 dalam (2.1) merupakan suatu fungsi

0 dan 1 yang meminimumkan ∑e2 dapat diturunkan dengan cara

mendiferensialkan:

∑e2 = ∑(Yi - 0 - 1Xi)2 terhadap 0 dan 1 . peroleh:

0 1

0

2 ( )i i

QY X

(2.7)

0 1

1

2 ( )i i i

QX Y X

(2.8)

Selanjutnya kedua turunan parsial ini disamakan dengan nol, dan

dengan menggunakan 0b dan 1b untuk menyatakan 0 dan 1 yang

meminimumkan (∑e2), maka:

0 1( ) 0i iY X (2.9)

0 1( ) 0i i iX Y X (2.10)

Sistem persamaan ini dinamakan persamaan normal. Dengan

menyelesaikan persamaan-persamaan normal ini diperoleh:

1 2 2

( )( )

( )

i i i i

i i

n X Y X Yb

n X X

(2.11)

0 1b Y b X (2.12)

Rumus terakhir ini merupakan versi lain dari rumusan yang telah

disajikan di depan, namun akan menghjasilkan nilai yang sama

(pembaca dapat membuktikannya).

Penduga kuadrat terkecil ini ialah penduga tak bias dan merupakan

fungsi linear dari iY , yaitu:

a. 0 0( )E b dan 1 1( )E b (jadi merupakan penduga tak bias).

b. 1 2 2

( )( )

( )

i i i i

i i

n X Y X Yb

n X X

2

( )

( )

i i

i i

i

X X Yk Y

X X

dimana:

2

( )

( )

i

i

i

X Xk

X X

(2.13)

0

1i i i i ib Y X k Y bY

n

(2.14)

dimana:

1

( )i ib Xkn

(2.15)

(jadi baik 1b maupun 0b merupakan kombinasi linear atau fungsi

linear dari iY ).

2.6. Asumsi-Asumsi Metode Kuadrat Terkecil

Metode OLS yang dikenal sebagai metode Gaussian merupakan

landasan utama di dalam teori ekonometrika. Metode OLS ini dibangun

dengan menggunakan asumsi-asumsi tertentu. Misalkan mempunyai

model regresi populasi sederhana sbb:

iii eXY 10 (2.16)

Asumsi yang berkaitan dengan model garis regresi linier dua variabel

tersebut adalah sbb:

Asumsi 1

Hubungan antara Y (variabel dependen) dan X (variabel independen)

adalah linier dalam parameter. Model regresi yang linier dalam parameter

dapat dilihat dalam persamaan (2.16). Dalam hal ini 1 berhubungan linier

terhadap Y.

Asumsi 2

Variabel X adalah variabel tidak stokastik yang nilainya tetap. Nilai X

adalah tetap untuk berbagai observasi yang berulang-ulang. Kembali

dalam kasus hubungan jumlah permintaan barang dengan tingkat

harganya, untuk mengetahui tingkat variasi jumlah permintaan barang

maka melakukan berbagai observasi pada tingkat harga tertentu. Jadi

dengan sampel yang berulang-ulang nilai variabel independen (X) adalah

tetap atau dengan kata lain variabel independen (X) adalah variabel yang

dikontrol.

Asumsi 3

Nila harapan (expected value) atau rata-rata dari variabel gangguan ei

adalah nol atau dapat dinyatakan sbb:

0 ii Xe (2.17)

Karena mengasumsikan bahwa nilai harapan dari Y hanya dipengaruhi

oleh variabel independen yang ada atau dapat dinyatakan sbb:

iXY 10 (2.18)

Asumsi 4

Varian dari variabel gangguan ei adalah sama (homoskedastisitas) atau

dapat dinyatakan sbb:

2iiiii XeeXeVar (2.19)

ii Xe2 karena asumsi 3

2

Asumsi 5

Tidak ada serial korelasi antara gangguan ei atau gangguan ei tidak saling

berhubungan dengan ej yang lain atau dapat dinyatakan sbb:

jjjiiijiji XeEeXeeXXeeCov )()(,, (2.20)

jjii XeXe

0

Asumsi 6

Variabel gangguan ei berdistribusi normal

e ~ N(0, 2) (2.21)

Asumsi 1 sampai 5 dikenal dengan model regresi linier klasik (Classical

Linear Regression Model).

Dengan asumsi-asumsi di atas pada model regresi linier klasik,

model kuadrat terkecil (OLS) memiliki sifat ideal dikenal dengan teorema

Gauss-Markov (Gauss-Markov Theorem). Metode kuadrat terkecil akan

menghasilkan estimator yang mempunyai sifat tidak bias, linier dan

mempunyai varian yang minimum (best linear unbiased estimators =

BLUE). Penjelasan detil tentang estimator yang BLUE bisa dilihat dalam

Lampiran 1.2. Suatu estimator 1 dikatakan mempunyai sifat yang BLUE

jika memenuhi kriteria sbb:

1. Estimator 1 adalah linier (linear), yaitu linier terhadap variabel

stokastik Y sebagai variabel dependen

2. Estimator 1 tidak bias, yaitu nilai rata rata atau nilai harapan

)ˆ( 1E sama dengan nilai 1 yang sebenarnya.

3. Estimator 1 mempunyai varian yang minimum. Estimator yang

tidak bias dengan varian minimum disebut estimator yang efisien

(efficient estimator).

Dengan demikian jika persamaan (2.16) memenuhi asumsi-asumsi

tersebut di atas maka nilai koefisien 1 dalam persamaan tersebut dapat

diartikan sebagai nilai harapan (expected value) atau rata-rata dari nilai Y

pada nilai tertentu variabel independen X. Catatan penting dalam teorema

Gauss-Markov adalah bahwa teorema ini hanya berlaku untuk regresi

linear dan tidak berlaku untuk non linear.

2.7. Standard Error dari OLS

Regresi sampel yang lakukan merupakan cara untuk mengestimasi

regresi populasi. Karena itu, estimator 0 dan 1 yang diperoleh dari

metode OLS adalah variabel yang sifatnya acak atau random yaitu nilainya

berubah dari satu sampel ke sampel yang lain. Adanya variabilitas

estimator ini maka membutuhkan ketepatan dari estimator 0 dan 1 . Di

dalam statistika untuk mengetahui ketepatan estimator OLS ini diukur

dengan menggunakan kesalahan standar (Standard error). Dengan kata

lain standard error mengukur ketepatan estimasi dari estimator 0 dan 1 .

Formula standard error bagi 0 dan 1 dapat ditulis sbb :

2

2

2

0 )ˆ( i

i

xn

XVar

(2.22)

2

2

2

00 )ˆ()ˆ( i

i

xn

XVarSe

(2.23)

2

2

1)ˆ(ix

Var

(2.24)

2

2

11 )ˆ()ˆ(ix

VarSe

(2.25)

Dimana var adalah varian, se adalah standard error dan 2 adalah

varian yang konstan (homoskedastik). Penurunan formula varian

estimator i secara detil bisa dilihat dalam Lampiran 1.2.

Semua variabel dalam perhitungan standard error di atas dapat

diestimasi dari data yang ada kecuali 2 . Nilai estimasi dari 2 dapat

dihitung dengan formula sbb:

kn

ei

22 ˆ

(2.26)

dimana: XXx ii

n = jumlah observasi

k = jumlah parameter estimasi yaitu 0 dan 1 .

2ˆie adalah jumlah residual kuadrat (residual sum of squares =RSS).

n-k dikenal dengan jumlah derajat kebebasan (number of degree of

freedom) disingkat sebagai df. df ini berarti jumlah observasi (n) dikurangi

dengan jumlah paremeter estimasi. Semakin kecil standard error dari

estimator maka semakin kecil variabilitas dari angka estimator dan berarti

semakin dipercaya nilai estimator yang didapat. Bagaimana varian dan

standard error dari estimator mampu membuat keputusan tentang

kebenaran dari estimator akan dijelaskan dalam bab berikutnya.

2.8. Koefisien Determinasi (R2)

Jika semua data terletak pada garis regresi atau dengan kata lain semua

nilai residual adalah nol maka mempunyai garis regresi yang sempurna.

Tetapi garis regresi yang sempurna ini jarang jumpai. Pada umumnya

yang terjadi adalah ie bisa positif maupun negatif. Jika ini terjadi berarti

merupakan garis regresi yang tidak seratus persen sempurna. Namun

yang harapkan adalah bahwa mencoba mendapatkan garis regresi yang

menyebabkan ie sekecil mungkin. Dalam mengukur seberapa baik garis

regresi cocok dengan datanya atau mengukur persentase total variasi Y

yang dijelaskan oleh garis regresi digunakan konsep koefisien determinasi

(R2).

Konsep koefisein determinasi dapat jelaskan melalui persamaan

sebelumnya sbb:

iii eYY ˆˆ (2.27 )

Kedua sisi persamaan (2.27) kemudian dikurangi dengan nilai rata-rata Y

)(Y sehingga akan dapatkan persamaan sbb:

YeYYY iii ˆˆ (2.28)

Persamaan (2.28) kemudian dapat ditulis kembali menjadi persamaan

sbb:

iii eYYYY ˆ)ˆ()(

)ˆ()ˆ()( iiii YYYYYY (2.29)

)( YYi adalah variasi di dalam Y dari nilai rata-ratanya dan total dari

penjumlahan kuadrat nilai ini disebut total sum of squares (TSS).

)ˆ( YYi adalah variasi prediksi Y )ˆ( iY terhadap nilai rata ratanya atau

variasi garis regresi dari nilai rata-ratanya dan total dari penjumlahan

kuadrat nilai ini disebut explained sum of squares (ESS). )ˆ( ii YY atau

residual e adalah variasi dari Y yang tidak dijelaskan oleh garis regresi

atau variasi Y yang dijelaskan oleh variabel residual dan nilai total dari

penjumlahan kuadratnya disebut residual sum of squares (RSS). Dengan

demikian maka persamaan (2.28) dapat ditulis kembali menjadi

persamaan sbb:

222 )ˆ()ˆ()( iiii YYYYYY (2.30)

atau dapat dinyatakan sebagai:

TSS = ESS + RSS (2.31)

Persamaan (2.31) ini menunjukkan bahwa total variasi dari Y dari

nilai rata-ratanya dijelaskan oleh dua bagian, bagian pertama terkait

dengan garis regresi dan satu bagian lainya oleh variabel residual yang

random karena tidak semua data Y terletak pada garis regresi. Penjelasan

ketiga konsep dapat dilihat pada gambar 2.5.

Y

ie = variasi karena residual

variasi total )( YY

Ŷ

)ˆ( YY = variasi karena regresi

Y

ii XY 10ˆˆˆ

Xi X Gambar 2.5.

Variasi nilai Y yang dijelaskan oleh Y dan residual ie

Jika garis regresi menjelaskan data dengan baik maka ESS akan

lebih besar dari RSS. Pada kasus ekstrim bila semua garis regresi cocok

dengan datanya maka ESS sama dengan TSS dan RSS sama dengan nol. Di

lain pihak jika garis regresi kurang baik menjelaskan datanya RSS akan

lebih besar dari ESS. Pada kasus ekstrim jika garis regresi tidak

menjelaskan semua variasi nilai Y maka ESS sama dengan nol dan RSS

sama dengan TSS. Oleh karena itu jika nilai ESS lebih besar dari RSS maka

garis regresi menjelaskan dengan proporsi yang besar dari variasi Y

sedangkan jika RSS lebih besar dari ESS maka garis regresi hanya

menjelaskan bagian kecil dari variasi Y.

Dari penjelasan ini dapat didefinisikan bahwa R2 sebagai rasio

antara ESS dibagi dengan TSS. Formula R2 dengan demikian dapat ditulis

sbb:

TSS

ESSR 2 (2.32)

2

2

)(

)ˆ(

YY

YY

i

i

Karena TSS = ESS + RSS, maka sebagai alternatifnya:

TSS

ESSR 2 (2.33)

TSS

RSSTSS

TSS

RSS 1

2

2

)(

ˆ1

YY

e

i

i

Dari formula persamaan (2.30) tersebut dengan demikian R2 dapat

didefiniskan sebagai proporsi atau persentase dari total variasi variabel

dependen Y yang dijelaskan oleh garis regresi (variabel independen X).

Jika garis regresi tepat pada semua data Y maka ESS sama dengan TSS

sehingga R2 = 1, sedangkan jika garis regresi tepat pada rata-rata nilai Y

maka ESS=0 sehingga R2 sama dengan nol. Dengan demikian, nilai

koefisien determinasi ini terletak antara 0 dan 1.

0 R2 1 (2.34)

Semakin angkanya mendekati 1 maka semakin baik garis regresi karena

mampu menjelaskan data aktualnya. Semakin mendekati angka nol maka

mempunyai garis regresi yang kurang baik. Misalnya, jika R2 = 0,9889,

artinya bahwa garis regresi menjelaskan sebesar 98,89% fakta sedangkan

sisanya sebesar 1,11% dijelaskan oleh variabel residual yaitu variabel

diluar model yang tidak dimasukkan dalam model.

Koefisien determinasi hanyalah konsep statistik. mengatakan

bahwa sebuah garis regresi adalah baik jika nilai R2 tinggi dan sebaliknya

bila nilai R2 adalah rendah maka mempunyai garis regresi yang kurang

baik. Namun demikian, harus memahami bahwa rendahnya nilai R2 dapat

terjadi karena beberapa alasan. Dalam kasus khusus variabel independen

(X) mungkin bukan variabel yang menjelaskan dengan baik terhadap

variabel dependen (Y) walaupun percaya bahwa X mampu menjelaskan Y.

Akan tetapi, dalam regresi runtut waktu (time series) seringkali

mendapatkan nilai R2 yang tinggi. Hal ini terjadi hanya karena setiap

variabel yang berkembang dalam runtut waktu mampu menjelaskan

dengan baik variasi variabel lain yang juga berkembang dalam waktu yang

sama. Dengan kata lain data runtut waktu diduga mengandung unsur

trend yakni bergerak dalam arah yang sama. Di lain pihak, dalam data

antar tempat atau antar ruang (cross section) akan menghasilkan nilai R2

yang rendah. Hal ini terjadi karena adanya variasi yang besar antara

variabel yang diteliti pada periode waktu yang sama.

2.9. Koefisien Korelasi (r)

Konsep yang sangat erat kaitannya dengan koefisien determinasi

(R2) adalah koefisien korelasi (r). R2 adalah koefisien yang menjelaskan

hubungan antara variabel dependen (Y) dengan variabel independen (Y)

dalam suatu model. Sedangkan koefisien korelasi (r) mengukur derajat

keeratan antara dua variabel. Koefisien korelasi (r) antara X dan Y dapat

didefinisikan sbb:

)()var(

),cov(

ii

ii

YVarX

YXr

(2.35)

dimana:

1

))((

),cov( 1

n

YYXX

YX

n

n

ii

ii (2.36)

1

)(

)var( 1

2

n

XX

X

n

n

i

i (2.37)

1

)(

)var( 1

2

n

YY

Y

n

n

i

i (2.38)

sehingga dapat menulis formula untuk koefisien korelasi sbb:

n

n

n

n

ii

n

n

ii

YYXX

YYXX

r

1 1

22

1

)()(

))((

(2.39)

Contoh perhitungan regresi linear sederhana

Dari tabel 2.1 diketahui data konsumsi dan pendapatan penduduk suatu

daerah sebagai berikut :

Tahun Konsumsi Pendapatan

2006 14 15 2007 17 19 2008 19 20 2009 20 22 2010 22 25 2011 25 30

2012 30 32 2013 32 34

2014 33 35 2015 37 45 2016 40 50

Sumber : data hipotesis

Dari data diatas maka dapat kita analisis sbb :

a. Persamaan regresi linear

b. Jelaskan arti persamaan tersebut berdasarkan teori ekonomi (teori

konsumsi menurut pandangan Keynes)

c. Ujilah persamaan tersebut dengan pendekatan statistic (uji t, F

hitung dan koefisien determinasi (R2)

Untuk bisa menjawab pertanyaan diatas maka saudara harus buat tabel isian sebagai berikut :

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics Multiple R …………….........

R Square …………….....… Adj R Square ……………....… Stand Error 1.706706

Observations ……………....…

ANOVA df SS MS F Sign F

Regression ………….......…. ……………… …………. ………… 7.587E-08 Residual ………….......…. ………………. ….………

Total …………......…. ………………

Coefficients Stand Error t Stat P-value Intercept ………….......… …………..…. …...….….. 0.060917

Pendapatan …………......… ……………… …...…….. 7.59E-08

Jawab: Missal Y = konsumsi X = pendapatan Maka persamaan regresi Y = b0 + b1X Persamaan tersebut dapat dicari dengan bantuan table sebagai berikut :

Tahun Y X YX X2

2006 14 15 210 225 2007 17 19 323 361 2008 19 20 380 400 2009 20 22 440 484 2010 22 25 550 625 2011 25 30 750 900

2012 30 32 960 1024 2013 32 34 1088 1156

2014 33 35 1155 1225 2015 37 45 1665 2025 2016 40 50 2000 2500

Σ 289 327 9521 10925

Sehingga dari bantuan table dapat disusun persamaan :

Σ Y = n b0 + b1ΣX

Σ YX = b0 ΣX + b1ΣX2

289 = 11 b0 + 327 b1 kalikan 327

9521 = 327 b0 + 10925 b1

11

94503 = 3597 b0 + 106929 b1

104731 = 3597 b0 + 120175 b1 kurangkan

-10228 = -13246 b1

b1 = 0.772

Setelah b1 diketahui maka dapat kita cari b0 melalui :

289 = 11 bo + 327 b1 masukan b1 = 0,772 diperoleh b0 = 3,318

Ujilah dengan persamaan lainnya

9521 = 327 b0 + 10925 b1 masukan b1 = 0,772 diperoleh b0 = 3,318

Dari hasil diatas dapat disusun persamaan regresi sebagai berikut :

C = 3,318 + 0,772 Y

Artinya :

Konstatnta = b0 =

3,318

jika factor lain tidak berubah maka rata-rata konsumsi

sebesar 3,318 satuan

Koefisien b1=0,772 jika factor lain tetap maka kenaikan pendapatan sebesar

1000 satuan akan meningkatkan konsumsi sebesar 0,772

x 1000 atau sebesar 772 satuan.

Hasil persamaan regresi dapat kita tuliskan ke dalam table berikut ini

Coefficients Stand Error t Stat P-value

Intercept 3,318 ………………….. ……………... 0.060917 Pendapatan 0,772 …………………... ……………… 7.59E-08

Untuk menguji hipotesis apakah adan pengaruh secara individu antara

pendapatan terhadap konsumsi maka kita harus mencari Standar Deviasi dari

masing-masing koefisien.

Untuk mencarai standar deviasi kita bias menggunakan formula sebagai berikut :

sehingga

sehingga

Dimana dan atau

Ingat : dan

Sehingga dapat kita cari dengan bantuan table sebagai berikut :

Tahun Y X YX X^2 y x y^2 x^2 Y' u u^2

2006 14 15 210 225 -12.2727 -14.7273 150.6198 216.8926 14.90095 -0.90095 0.811713

2007 17 19 323 361 -9.27273 -10.7273 85.98347 115.0744 17.98958 -0.98958 0.979272

2008 19 20 380 400 -7.27273 -9.72727 52.89256 94.61983 18.76174 0.238261 0.056768

2009 20 22 440 484 -6.27273 -7.72727 39.34711 59.71074 20.30605 -0.30605 0.093669

2010 22 25 550 625 -4.27273 -4.72727 18.2562 22.34711 22.62253 -0.62253 0.387541

2011 25 30 750 900 -1.27273 0.272727 1.619835 0.07438 26.48332 -1.48332 2.200226

2012 30 32 960 1024 3.727273 2.272727 13.89256 5.165289 28.02763 1.972369 3.89024

2013 32 34 1088 1156 5.727273 4.272727 32.80165 18.2562 29.57195 2.428054 5.895445

2014 33 35 1155 1225 6.727273 5.272727 45.2562 27.80165 30.3441 2.655896 7.053784

2015 37 45 1665 2025 10.72727 15.27273 115.0744 233.2562 38.06568 -1.06568 1.135674

2016 40 50 2000 2500 13.72727 20.27273 188.438 410.9835 41.92647 -1.92647 3.71128

Σ 289 327 9521 10925 0 0 744.1818 1204.182 289 0 26.21561

= 26,21561

Sehingga = 26,21561/(11-2) = 2.912846

Sehingga = 2,912846/1204,182=0.002419

= (0,002419)0,5 = 0.049183

Dan = = 2.402449

= 1.549984

Sehingga dapat disusun :

Hasil persamaan regresi dapat kita tuliskan ke dalam table berikut ini

Coefficients Standard Error t Stat P-value

Intercept 3,318 1.549984 2,141046 0.060917

Pendapatan 0,772 0.049183 15.69977 7.59E-08

2.141046 = 3.318 / 1.549984

15.69977 = 0.772/0.04918

Dari hasil analisis uji t diperoleh hasil sbb :

Bahwa pendapatan mempengaruhi konsumsi secara signifikan hal ini di buktikan

dengan dengan nilai t hitung lebih besar t table atau nilai α = 0,05 > p. value =

0,0000000759

Sedangkan uji secara keseluruhan bisa dicari dengan ANOVA

ANOVA dapat dicari dengan mengisi table di bawah ini :

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics Multiple R 0.98228

R Square 0.96477 Adjusted R Square ……………… Standard Error 1.706706

Observations ………………...

ANOVA df SS MS F Significance F

Regression …………….….. …………………..……. ……………… ……………… 7.58751E-08

Residual …………….….. 26.21561 ….………….. Total …………….…..

Tahun Y X y x yx y^2 x^2 Y' y' u u^2

2006 14 15 -12.273 -14.727 180.744 150.620 216.893 14.901 -11.372 -0.901 0.812

2007 17 19 -9.273 -10.727 99.471 85.983 115.074 17.990 -8.283 -0.990 0.979

2008 19 20 -7.273 -9.727 70.744 52.893 94.620 18.762 -7.511 0.238 0.057

2009 20 22 -6.273 -7.727 48.471 39.347 59.711 20.306 -5.967 -0.306 0.094

2010 22 25 -4.273 -4.727 20.198 18.256 22.347 22.623 -3.650 -0.623 0.388

2011 25 30 -1.273 0.273 -0.347 1.620 0.074 26.483 0.211 -1.483 2.200

2012 30 32 3.727 2.273 8.471 13.893 5.165 28.028 1.755 1.972 3.890

2013 32 34 5.727 4.273 24.471 32.802 18.256 29.572 3.299 2.428 5.895

2014 33 35 6.727 5.273 35.471 45.256 27.802 30.344 4.071 2.656 7.054

2015 37 45 10.727 15.273 163.835 115.074 233.256 38.066 11.793 -1.066 1.136

2016 40 50 13.727 20.273 278.289 188.438 410.983 41.926 15.654 -1.926 3.711

Σ 289 327 0 0 929.8182 744.1818 1204.182 289 0 0 26.21561

= =

Sehingga r2 = 0.96477

Setelah r diketahui maka anova dapat kita susus sebagai berikut :

Regression Statistics Multiple R 0.98228

R Square 0.96477 1-R2=0.035 Adj R Square 0.96085

Stand Error 1.706706

Observations 11

ANOVA df SS MS F Sign F

Regression (k-1) =1 717.9118382 717.91 82.15 7.59E-08 Residual (n-k) =3 ∑u2 = 26.21561 8.73

Total

(k-1)+(n-k) = 4 ∑y2 = 744.1274482

R2 = 717.9118382 / 744.1274482 = 0.96477

Nilai R2 = 0,96477 merupakan nilai koefisien determinasi yang mengartikan

bahwa variable bebas dapat menjelaskan variable terikat sebesar 96,4 persen, dan

sisanya 0.03523 persen dijelaskan oleh variable lain.

2.10. Uji Hipotesis

Hipotesis merupakan pernyataan tentang sifat populasi sedangkan uji hipotesis

adalah suatu prosedur untuk pembuktian kebenaran sifat populasi berdasarkan

data sampel.

Seseorang yang melakukan penelitian akan lebih banyak menggunakan data sampel

daripada data populasi. Dari sampel yang diambil kemudian dapat jadikan sebagai

alat untuk verifikasi kebenaran populasi. Di dalam melakukan penelitian

berdasarkan sampel, seorang peneliti dengan demikian harus menyatakan secara

jelas hipotesis penelitian yang dilakukan untuk dibuktikan kebenarannya melalui

penelitian dari data sampel.

Dalam statistika, hipotesis yang ingin uji kebenarannya tersebut biasanya

bandingkan dengan hipotesis yang salah yang nantinya akan tolak. Hipotesis yang

salah dinyatakan sebagai hipotesis nol (null hypothesis) disimbolkan H0 dan

hipotesis yang benar dinyatakan sebagai hipotesis alternatif (alternative hypothesis)

dengan simbol Ha. Dalam menguji kebenaran hipotesis dari data sampel, statistika

telah mengembangkan uji t. Uji t merupakan suatu prosedur yang mana hasil sampel

dapat digunakan untuk verifikasi kebenaran atau kesalahan hipotesis nol (H0).

Keputusan untuk menerima atau menolak H0 dibuat berdasarkan nilai uji statistik

yang diperoleh dari data.

Hal yang penting dalam hipotesis penelitian yang menggunakan data sampel dengan

menggunakan uji t adalah masalah pemilihan apakah menggunakan dua sisi atau

satu sisi. Uji hipotesis dua sisi dipilih jika tidak punya dugaan kuat atau dasar teori

yang kuat dalam penelitian, sebaliknya memilih satu sisi jika peneliti mempunyai

landasan teori atau dugaan yang kuat.

Misalnya menguji hubungan antara pendapatan terhadap konsumsi pada hitungan

sebelumnya. Karena mempunyai landasan teori atau dugaan yang kuat bahwa

terdapat hubungan yang positif antara jumlah pendapatan terhadap konsumsi maka

menggunakan uji satu sisi. Adapan hipotesis nol dan hipotesis alternatif dapat

dinyatakan sbb:

H0 : 1 ≤ 0 (2.45)

Ha : 1 > 0

Hipotesis nol atau hipotesis salah yakni menyatakan bahwa pendapatan tidak

berpengaruh dan atau berpengaruh negatif terhadap konsumsi yang ditunjukkan

oleh koefiesin 1 0. Sedangkan hipotesis alternatif menyatakan bahwa pendapatan

berpengaruh positif terhadap konsumsi yang ditunjukkan oleh 1 > 0.

Namun misalnya hubungan antara dua variabel dalam persamaan regresi bisa

positif maupun negatif maka prosedur uji hipotesis harus dilakukan dengan uji dua

sisi. Dalam kasus hubungan antara jumlah pendapatan terhadap konsumsi. Jumlah

pendapatan dan konsumsi bisa berhubungan positif atau negatif tergantung dari

jenis barangnya. Jika barang kualitas rendah (inferior) maka hubungan antara

jumlah konsumsi barang dan pendapatan akan negatif yakni semakin tinggi

pendapatan seseorang maka jumlah konsumsi barang inferior akan semakin kecil.

Sedangkan jika barang adalah normal atau barang mewah maka hubungannya akan

positif karena semakin tinggi pendapatan seseorang maka semakin besar jumlah

konsumsi kedua jenis barang ini. Hipotesis dua sisi ini dapat dinyatakan sbb:

H0 : 1 = 0 (2.46)

Ha : 1 0

Dalam hipotesis alternatif disini dinyatakan bahwa pendapatan bisa mempunyai

hubungan positif atau negatif tergantung jenis barangnya dilihat dari koefisien

pendapatan yang nilainya tidak sama dengan nol yakni 1 0. Sedangkan hipotesis

nolnya adalah pendapatan tidak berpengaruh terhadap jumlah konsumsin barang

ditunjukkan oleh nilai koefisien 1 = 0.

Misalkan dalam kasus hubungan antara jumlah pendapatan dan tingkat

konsumsi, kita akan menguji dari data yang pilih dari tahun 2006 sampai dengan

2016. Pertanyaannya, apakah memang terhadap hubungan yang positif antara

pendapatan dan tingkat konsumsi melalui uji t? Karena pendapatan mempunyai

pengaruh yang positif terhadap konsumsi maka uji yang digunakan adalah uji satu

sisi bukan uji dua sisi. Adapun prosedur uji t dengan uji satu sisi adalah sbb:

1. Membuat hipotesis melalui uji satu sisi

Uji hipotesis negatif satu sisi

H0 : 1 ≤ 0 (2.47)

Ha : 1 > 0

2. Menghitung nilai satisitik t ( t hitung) dan mencari nilai t kritis dari tabel

distribusi t pada dan degree of freedom tertentu. Adapun nilai t hitung dapat

dicari dengan formula sbb:

)ˆ(

ˆ

1

11

set

(2.48)

Dimana

1 merupakan nilai pada hipotesis nol

3. Membandingkan nilai t hitung dengan t kritisnya. Keputusan menolak atau

menerima H0 sbb:

jika nilai t hitung > nilai t kritis maka H0 ditolak atau menerima Ha

jika nilai t hitung < nilai t kritis maka H0 diterima atau menolak Ha

Jika menolak hipotesis nol H0 atau menerima hipotesisi alternatif Ha berarti

secara statistik variabel independen signifikan mempengaruhi variabel

dependen dan sebaliknya jika menerima H0 dan menolak H1 berarti secara

statistik variabel independen tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen.

f(t) menolak H0 menerima H0 menolak H0 menerima Ha menolak Ha menerima Ha

/2 1- /2

- tc 0 tc t

Gambar 2.6.

Daerah penolakan (penerimaan) H0: 1=0 dan Ha: 1 0

Keputusan menolak hipotesis nol (H0) atau menerima hipotesis alternatif Ha

dapat juga dijelaskan melalui distribusi probabilitas t seperti terlihat dalam gambar

2.6. Nilai tc diperoleh dari nilai t kritis dari distribusi tabel t dengan dan degree of

freedom tertentu. Pada gambar 2.6. menjelaskan keputusan menolak hipotesis nol

atau tidak berdasarkan uji dua sisi, gambar 1.6. menjelaskan keputusan menolak

hipotesis nol dengan hipotesis alternatif positif dan gambar 2.6. menjelaskan

keputusan menolak hipotesis nol jika hipotesis alternatifnya adalah negatif.

Uji Hipotesis Pengaruh Pendapatan Terhadap Konsumsi

Ambil contoh kembali hubungan antara konsumsi dengan pendapatan. Hasil

regresinya tampilkan kembali disini sbb:

ii XC 772,0318,3 (2.49)

se (1,549) (0,049)

R2 = 0,964

Dengan menggunakan = 5% tentukanlah apakah pendapatan berpengaruh positif

terhadap jumlah konsumsi. Misalkan hipotesis nol H0 = 0. Langkah uji hipotesisnya

sebagai berikut:

1. uji satu sisi

H0 : 1 ≤ 0 (2.50)

Ha : 1 > 0

2. Menghitung t hitung dan mencari nilai t kritis dari tabel dengan = 5% dan df

sebesar 9 yakni 11-2. Besarnya t hitung sbb:

69,15049,0

772,0t (2.51)

Dimana nilai 0 merupakan nilai 1 dalam hipotesis nol. Sedangkan nilai t kritis

diperoleh dari t tabel yakni sebesar 1,8331 dengan = 5% dan df 9.

3. Keputusannya karena t hitung lebih besar dari nilai t kritis maka menolak H0

atau menerima Ha, lihat juga melalui gambar 2.6. Artinya, pendapatan

berpengaruh positif terhadap jumlah konsumsi. Dengan nilai 1 = -225 berarti

jika pendapatan naik satu juta rupiah, maka jumlah konsumsi akan

bertambah sebesar 772 ribu rupiah.

Latihan Soal

Diketahui data permintaan barang Q dan harga barang Q di suatu daerah sebagai

berikut :

Tahun Permintaan Harga

2006 14 20 2007 17 19 2008 19 19 2009 20 17 2010 22 16 2011 25 15

2012 30 15 2013 32 16 2014 33 18 2015 34 17 2016 37 17

Sumber : data hipotesis

Dari data diatas maka dapat kita analisis sbb :

a. Persamaan regresi linear

b. Jelaskan arti persamaan tersebut berdasarkan teori ekonomi (teori permintaan

akan suatu baran)

c. Ujilah persamaan tersebut dengan pendekatan statistic (uji t, F hitung dan

koefisien determinasi (R2)

REGRESI BERGANDA

Dalam praktek sebetulnya banyak sekali faktor yang mempengaruhi suatu variabel

terikat (dependent Variable), tidak hanya satu variabel. Contoh yang paling nyata

adalah permintaan akan barang X. Permintaan akan barang X oleh konsumen tidak

hanya dipengaruhi oleh faktor harga, tetapi juga bisa dipengaruhi oleh faktor harga

barang lain, pendapatan konsumen dan sebagainya. Untuk membuat analisis

pengaruh berbagai macam faktor independen terhadap variabel dependen bisa

menggunakan analisis regresi berganda.

3.1. Analisis Regresi Berganda

Ada beberapa asumsi OLS yang digunakan dalam regresi berganda. Selain

enam asumsi pada regresi sederhana, perlu menambah satu asumsi lagi di

dalamnya. Adapun asumsinya sbb:

1. Hubungan antara Y (variabel dependen) dan X (variabel independen)

adalah linier dalam parameter.

2. Nilai X nilainya tetap untuk obervasi yang berulang-ulang (non-stocastic).

Karena variabel independennya lebih dari satu maka ditambah asumsi tidak

BAB

3

ada hubungan linier antara variabel independen atau tidak ada

multikolinieritas antara X1 dan X2 dalam persamaan.

3. Nila harapan (expected value) atau rata-rata dari variabel gangguan ei

adalah nol.

0 iXe (3.1)

4. Varian dari variabel gangguan ei adalah sama (homoskedastisitas).

2iiiii XeeXeVar (3.2)

ii Xe2 karena asumsi 3

2

5. Tidak ada serial korelasi antara variabel gangguan ei atau variabel

gangguan ei tidak saling berhubungan dengan variabel gangguan ej yang

lain.

jjjiiijiji XeeXeeXXeeCov )()(,, (3.3)

jjii XeXe

0

6. Variabel gangguan ei berdistribusi normal

e ~ N(0, 2)

Jika regresi berganda memenuhi 6 asumsi diatas maka persamaan

(3.3) dapat diartikan sbb:

iiiiii eXXXXY 2211021 ),( (3.4)

Arti persamaan (3.4) tersebut adalah nilai harapan (expected value) atau rata-

rata dari Y pada nilai tertentu variabel independen X1 dan X2.

Dalam hal ini mengartikan 1 dan 2 agak sedikit berbeda dari regresi

sederhana sebelumnya. 1 adalah mengukur perubahan rata-rata Y atau nilai

harapan E (YX1, X2), terhadap perubahan per unit X1 dengan asumsi variabel

X2 tetap. Begitu pula 2 adalah mengukur perubahan rata-rata Y atau nilai

harapan E (YX1, X2), terhadap perubahan per unit X2 dengan asumsi variabel

X1 tetap

3.2. Estimasi OLS Terhadap Koefisien Regresi Berganda

Bagaimana caranya agar mendapatkan garis regresi yang sedekat

mungkin dengan datanya bila mempunyai model regresi berganda. Apakah

caranya sama dengan regresi sederhana sebelumnya dengan metode OLS. Jika

keenam asumsi yang bangun pada subbab 3.1 terpenuhi maka metode OLS

akan tetap mampu mendapatkan 10ˆ,ˆ dan 2 yang BLUE sehingga

menyebabkan garis regresi sedekat mungkin pada data aktualnya.

Prosedurnya sama sebagaimana regresi sederhana sebelumnya pada subbab

3.2.

Misalkan mempunyai model regresi sampel sbb:

iiii eXXY ˆˆˆˆˆ22110 (3.5)

Residual model tersebut dapat dinyatakan dalam persamaan sbb:

iii YYe ˆˆ

iiii XXYe 2210ˆˆˆˆ (3.6)

Selanjutnya adalah mendapatkan nilai minimum jumlah residual kuadrat.

Adapun caranya minimumkan 2

22110

2 )ˆˆˆ(ˆiiii XXYe dengan

melakukan turunan parsial terhadap 10ˆ,ˆ dan 2 .

Sebagaimana metode OLS untuk regresi sederhana, tujuan metode OLS

untuk regresi berganda adalah agar dapat meminimumkan jumlah residual

kuadrat 2ˆie = 2)ˆ( ii YY dimana iii XXY 22110

ˆˆˆˆ . Nilai minimum jumlah

residual kuadrat dapat diperoleh dengan melakukan diferensiasi parsial

jumlah residual kuadrat tersebut terhadap 0 , 1 dan 2 dan kemudian

menyamakan nilainya sama dengan nol sehingga menghasilkan persamaan

(3.4), (3.5) dan (3.6). Adapun proses penurunannya sbb:

Meminimumkan 2

23120

2 )ˆˆˆ()ˆ( iiiiii XXYYY

)ˆˆˆ(2)ˆˆˆ(ˆ 22110

2

22110

0

iiiiiii XXYXXY

(3.7)

)ˆˆˆ(2)ˆˆˆ(ˆ 221101

2

22110

1

iiiiiiii XXYXXXY

(3.8)

)ˆˆˆ(2)ˆˆˆ(ˆ 221102

2

22110

2

iiiiiiii XXYXXXY

(3.9)

Menyamakan persamaan (3.7), (3.8) dan (3.9) dengan nol dan membaginya

dengan 2 maka akan menghasilkan

0)ˆˆˆ( 22110 iii XXY (3.10a)

0)ˆˆˆ( 221101 iiii XXYX (3.10b)

0)ˆˆˆ( 221102 iiii XXYX (3.10c)

Dengan memanipulasi persamaan (3.10a), (3.10b) dan (3.10c) tersebut maka

akan menghasilkan persamaan yang dikenal dengan persamaan normal

(normal equation) yakni:

iii XXnY 22110ˆˆˆ (3.10d)

iiiiii XXXXYX 212

2

21101ˆˆˆ (3.10e)

2

22211202ˆˆˆ

iiiiii XXXXYX (3.10f)

Dari persamaan (3.10d), (3.10e) dan (3.10f) tersebut kemudian bisa

dapatkan nilai untuk 0 , 1 dan 2 sbb:

ii XXY 22110ˆ (3.11)

2

21

2

2

2

1

212

2

211

)())((

))(())((ˆ

iiii

iiiiiii

xxxx

xxyxxyx

(3.12)

2

21

2

2

2

1

211

2

12

2)())((

))(())((ˆ

iiii

iiiiiii

xxxx

xxyxxyx

(3.13)

dimana:

XXx ii

YYy ii

Y dan X adalah rata-rata

Untuk mendapatkan nilai β0, β1dan β2 menggunakan perkalian matriks

dengan prediksi dua variabel independen, persamaan matriks yang

digunakan adalah sebagai berikut:

2

1

0

2

1

yx

yx

y

2

1

x

x

n

21

2

1

1

xx

x

x

2

2

21

2

x

xx

x

H = bA A

β = A-1.H dimana A- = A

A

det

det 11

dimana det A,

A =

2

1

x

x

n

21

2

1

1

xx

x

x

2

2

21

2

x

xx

x

Det A = n. Σx12 Σx22 + Σx1. Σx1x2 .Σx2 + Σx2. Σx1x2 .Σx1 - Σx2. Σx12 .Σx2 - Σx1x2 .

Σx1x2.n - Σx22. Σx1. Σx1

Det A1 = Σy Σx12Σx22 + Σx1. Σx1x2 .Σ2y + Σx2. Σx1x2 .Σx1y - Σx2y. Σx12 .Σx2 - Σx1x2 .

Σx1x2. Σy - Σx22. Σx1. Σx1y

Det A2 = n. Σx1y Σx22 + Σy. Σx1x2 .Σx2 + Σx2. Σx2y .Σx1 - Σx2. Σx1y .Σx2 – Σx2y .

Σx1x2.n - Σx22. Σy. Σx1

Det A3 = n Σx12. Σx2y + Σx1.Σx1y .Σx2 + Σy. Σx1x2 .Σx1 - Σx2. Σx12 .Σy – Σx1x2.

Σx1y.n - Σx2y. Σx1. Σx1

Dimana nilai a, b1, b2 bisa didapatkan dengan cara sebagai berikut:

β0 = A

A

det

det 1 β1 = A

A

det

det 2 β2 = A

A

det

det 3

Dalam mengestimasi koefisien regresi berganda dengan hanya dua variabel

independen di atas, masih mungkin bisa menghitung dengan manual. Namun

demi efisiensi waktu apalagi kalau mempunyai variabel independen lebih

dari dua maka harus menggunakan program komputer untuk olahan regresi

seperti Eviews, Sazam, Rats dsb untuk menghitung koefisien regresi

berganda.

Setelah mendapatkan estimator OLS berupa koefisien regresi parsial,

maka selanjutnya bisa mendapatkan varian dan standard error dari

koefisien regresi untuk mengetahui reliabilitas estimator tersebut. Formula

untuk menghitung varian dan standard error untuk 10ˆ,ˆ dan 2 sbb:

2

2

21

2

2

2

1

2121

2

1

2

2

2

2

2

10

)(

21)ˆ(

iiii

iiii

xxxx

xxXXxXxX

nVar (3.12)

)ˆ()ˆ( 00 Varse (3.13)

)1(

)ˆvar(2

12

2

1

2

1rx i

(3.14)

)ˆvar()ˆ( 11 Se (3.15)

)1()ˆvar(

2

12

2

2

2

2rx i

(3.16)

)ˆvar()ˆ( 22 Se (3.17)

dimana XXx ii dan r12 merupakan korelasi antara variabel independen X1

dan X2. Perhitungan korelasi X1 dan X2 sbb:

n

n

n

n

ii

n

n

ii

XXXX

XXXX

r

1 1

2

22

2

11

1

2211

)()(

))((

(3.18)

3.3. Interval Estimasi Koefisien Regresi Berganda

Sebagaimana pada regresi sederhana pada bab 2, koefisien regresi

yang dapatkan pada regresi berganda adalah estimasi titik. bisa mencari

interval estimasi koefisien regresi berganda didasarkan pada probabilitas

sebagaimana probabilitas pada regresi sederhana pada bab 2. Adapun

probabilitas untuk mencari interval estimasi dapat tulis kembali sbb:

1

)ˆ(

ˆ

c

k

kkc t

setP (3.22)

dimana tc adalah nilai kritis tabel distribusi t dengan derajat kebebasan

sebesar (n-k) sehingga 2/)( cttP . Penyusunan kembali persamaan

(3.22) akan menghasilkan interval estimasi untuk koefisien regresi sbb:

1)ˆ(ˆ)ˆ(ˆiciiick setsetP (3.23)

Persamaan (4.23) tersebut bisa sederhanakan sbb:

)ˆ(ˆ),ˆ(ˆiciici setset (3.24)

Dimana (1-) merupakan interval keyakinan untuk koefisien regersi . Jika

misalnya =5%, artinya 95% interval estimasi dari sampel mengandung

kebenaran 95% dari populasi.

3.4. Uji t koefisien Regresi Parsial

Pada regresi yang mempunyai lebih satu variabel independen, jika

asumsi 1-5 terpenuhi maka mempunai estimator i yang BLUE. Bila asumsi 6

juga terpenuhi yaitu variabel ei mempunyai distribusi normal maka variabel

dependen Y juga akan terdistribusi secara normal. Misalkan tulis kembali

regresi berganda sebagaimana persamaan (3.5) sbb:

ikikiii eXXXY ...22110 (3.28)

maka ei N(0, 2) dan Yi N(0, 2). Karena estimator i adalah fungsi

linier terhadap variabel dependen Y maka estimator i akan juga mempunyai

distribusi normal dengan rata-rata i dan varian sebesar var(i) sbb:

k )var(, kkN (3.29)

Jika mengurangi k dengan rata-ratanya kemudian dibagi dengan akar

variannya atau standard errornya, maka melakukan transformasi variabel

random k yang berdistribusi normal mejadi variabel Z yang mempunyai

standar normal sbb:

)var(

ˆ

k

kkZ

N(0,1) untuk k =1, 2, ..., k (3.30)

Jika mengganti )var( k dengan )ˆvar( k maka akan mendapatkan variabel

random t sbb:

)ˆvar(

ˆ

k

kkt

t(n-k) (3.31)

atau dapat ditulis menjadi:

)ˆ(

ˆ

k

kk

set

t(n-k) (3.32)

Perbedaan uji t regresi berganda dengan lebih dari satu variabel independen

dengan regresi sederhana dengan hanya satu variabel independen terletak

pada besarnya derajat degree of freedom (df) dimana untuk regresi sederhana

dfnya sebesar n-2 sedangkan regresi berganda tergantung dari jumlah

variabel independen ditambah dengan konstanta.

Prosedur uji t pada koefisien regresi parsial pada regresi berganda

sama dengan prosedur uji koefisien regresi sederhana. Untuk mengingat

kembali uji t koefisien regresi ini bisa dibaca kembali pada bab 2. akan

kembali membahas secara ringkas uji t tersebut. Misalnya mempunyai dua

variabel independen dengan estimator 1 dan 2, langkah uji t sbb:

1. Membuat hipotesis melalui uji satu sisi atau dua sisi

Uji hipotesis positif satu sisi

H0 : 1 0 (3.33)

Ha : 1 > 0

Uji hipotesis negatif satu sisi

H0 : 1 0 (3.34)

Ha : 1 < 0

Atau uji dua sisi

H0 : 1 = 0 (3.35)

Ha : 1 0

2. ulangi langkah pertama tersebut untuk 2

3. Menghitung nilai t hitung untuk 1 dan 2 dan mencari nilai nilai t kritis

dari tabel distribusi t. Nilai t hitung dicari dengan formula sbb:

)ˆ(

ˆ

1

11

set

(3.36)

Dimana 1* merupakan nilai pada hipotesis nol

4. Bandingkan nilai t hitung untuk masing-masing estimator dengan t

kritisnya dari tabel. Keputusan menolak atau menerima H0 sbb:

jika nilai t hitung > nilai t kritis maka H0 ditolak atau menerima Ha

jika nilai t hitung < nilai t kritis maka H0 diterima atau menolak Ha

3.5. Uji Hipotesis Koefisien Regresi Secara Menyeluruh: Uji F

perlu mengevaluasi pengaruh semua variabel independen terhadap

variabel dependen dengan uji F. Uji F ini bisa dijelaskan dengan

menggunakan analisis varian (analysis of variance = ANOVA). Misalkan

mempunyai model regresi berganda sbb:

iiii eXXY 22110 (3.40)

ingat kembali pada bab 2 sebelumnya bahwa

222 ˆˆiii eyy

2

2211

2 ˆˆˆiiiiii exyxyy (3.41)

Atau dapat ditulis menjadi:

TSS = ESS + RSS (3.42)

TSS mempunyai df= n-1, ESS mempunyai df sebesar k-1 sedangkan RSS

mempunyai df=n-k. Analisis varian adalah analisis dekomposisi komponenen

TSS. Analisis varian ini bisa ditampilkan dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1.

Analisys of Varian (ANOVA)

Sumber variasi

SS (sum of squares) df MSS (mean sum of squares)

ESS

RSS

2

2211ˆˆˆiiiii exyxy

2

ie

k-1

n-k

( 2

2211ˆˆˆiiiii exyxy )/k-1

22 ˆ/)( knei

TSS 2

iy n-1

Dengan hipotesis bahwa semua variabel independen tidak berpengaruh

terhadap variabel dependen yakni 1= 2 = . . . = k = 0 maka uji F dapat

diformulasikan sbb:

)/(

)1/(

knRSS

kESSF

(3.43)

Dimana n= jumlah observasi dan k = jumlah parameter estimasi termasuk

intersep atau konstanta.

Formula uji statistik F ini bisa dinyatakan dalam bentuk formula yang

lain dengan cara memanipulasi persamaan (3.43) tersebut yaitu:

)/()(

)1/(

knESSTSS

kESSF

)/()/(

)1/()/(

knTSSESSTSS

kTSSESSF

(3.44)

Karena ESS/TSS = R2 maka persamaan (4.44) tersebut dapat ditulis kembali

menjadi

)/(1

)1/(2

2

knR

kRF

(3.45)

Dari persamaan (2.45) tersebut jika hipotesis nol terbukti, maka

harapkan nilai dari ESS dan R2 akan sama dengan nol sehingga F akan juga

sama dengan nol. Dengan demikian, tingginya nilai F statistik akan menolak

hipotesis nol. Sedangkan rendahnya nilai F statistik akan menerima hipotesis

nol karena variabel independen hanya sedikit menjelaskan variasi variabel

dependen di ser rata-ratanya.

Walaupun uji F menunjukkan adanya penolakan hipotesis nol yang

menunjukkan bahwa secara bersama-sama semua variabel independen

mempengaruhi variabel dependen, namun hal ini bukan berarti secara

individual variabel independen mempengaruhi variabel dependen melalui uji

t. Keadaan ini terjadi karena kemungkinan adanya korelasi yang tinggi antar

variabel independen. Kondisi ini menyebabkan standard error sangat tinggi

dan rendahnya nilai t hitung meskipun model secara umum mampu

menjelaskan data dengan baik.

Misalnya mempunyai model regresi berganda dengan dua variabel

independen sebelumnya:

iiii eXXY 22110 (.46)

Untuk menguji apakah koefisien regresi (1dan 2) secara bersama-sama

atau secara menyeluruh berpengaruh terhadap variabel dependen, prosedur

uji F dapat dijelaskan sbb:

1. Membuat hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (Ha) sbb:

H0 : 1=2 = . . . = k = 0 (2.47)

Ha : 12 . . . k 0

2. Mencari nilai F hitung dengan formula seperti pada persamaan (2.45)

dan nilai F kritis dari tabel distribusi F. Nilai F kritsis berdasarkan

besarnya dan df dimana besarnya ditentukan oleh numerator (k-1)

dan df untuk denominator (n-k).

3. Keputusan menolak atau menerima H0 sbb:

Jika F hitung > F kritis, maka menolak H0 dan sebaliknya jika F hitung <

F kritis maka menerima H0

3.6. Koefisien Determinasi yang Disesuaikan

Pada pembahasan bab 1 tentang regresi sederhana dengan hanya satu

variabel independen menggunakan koefisien determinasi (R2) untuk

menjelaskan seberapa besar proporsi variasi variabel dependen dijelaskan

oleh variabel independen. Di dalam regresi berganda juga akan

menggunakan koefisien determinasi untuk mengukur seberapa baik garis

regresi yang punyai. Dalam hal ini mengukur seberapa besar proporsi

variasi variabel dependen dijelaskan oleh semua variabel independen.

Formula untuk menghitung koefisien determinasi (R2) regresi berganda sama

dengan regresi sederhana. Untuk itu kembali tampilkan rumusnya sbb:

TSS

RSSTSSESSR 1/2

)(

)ˆ(1

2

2

i

i

y

e

2

2

)(

)ˆ(1

YY

e

i

i

(3.48)

Dari rumus tersebut diatas tampak jelas bahwa koefisien determinasi tidak

pernah menurun terhadap jumlah variabel independen. Artinya koefisien

determinasi akan semakin besar jika terus menambah variabel independen

di dalam model. Hal ini terjadi karena 2)( YYi bukan merupakan fungsi dari

variabel independen X, sedangkan RSS yakni 2ˆie tergantung dari jumlah

variabel independen X di dalam model. Dengan demikian jika jumlah variabel

independen X bertambah maka 2ˆie akan menurun. Mengingat bahwa nilai

koefisien determinasi tidak pernah menurun maka harus berhati-hati

membandingkan dua regresi yang mempunyai variabel dependen Y sama

tetapi berbeda dalam jumlah variabel independen X. Kehati-hatian ini perlu

karena tujuan regresi metode OLS adalah mendapatkan nilai koefisien

determinasi yang tinggi.

Salah satu persoalan besar penggunaan koefisien determinasi R2

dengan demikian adalah nilai R2 selalu menaik ketika menambah variabel

independen X dalam model walaupun penambahan variabel independen X

belum tentu mempunyai justifikasi atau pembenaran dari teori ekonomi

ataupun logika ekonomi. Para ahli ekonometrika telah mengembangkan

alternatif lain agar nilai R2 tidak merupakan fungsi dari variabel independen.

Sebagai Alternatif digunakan R2 yang disesuaikan (adjusted R2) dengan rumus

sebagai berikut :

)1/()(

)/()ˆ(1

2

22

nYY

kneR

i

i (3.49)

dimana: k = jumlah parameter, termasuk intersep dan n = jumlah observasi

Terminologi koefisien determinasi yang disesuaikan ini karena disesuaikan

dengan derajat kebebasan (df) dimana 2ˆie mempunyai df sebesar n - k dan

2)( YYi dengan df sebesar n –1.

Untuk mengetahui lebih jelas berikut adalah contoh penerapan regresi

berganda. Seorang ekonom ingin mengetahui pengaruh pendapatan dan

harga barang terhadap permintaan dalam setahun selama 10 tahun. Data

yang dikumpulkan adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2

Diketahui data permintaan akan suatu barang, harga barang dan pendapatan masyarakat sebagai berikut :

No Permintaan harga Pendapatan

1 10 8 20

2 11 9 25

3 11 7 27

4 13 6 30

5 16 7 33

6 17 6 36

7 18 5 40

8 20 6 44

9 23 7 45

10 25 5 50

Pertanyaan : (a) carilah persamaan regresi dan (b) ujilah secara statitik apakah harga dan pendapatan mempengaruhi permintaan secara signifikan, © serta berapa besarnya koefisien determinasinya dan apa artinya

Jawab

Y X1 X2 YX1 YX2 X1X2 X1^2 X22

10 8 20 80 200 160 64 400

11 9 25 99 275 225 81 625

11 7 27 77 297 189 49 729

13 6 30 78 390 180 36 900

16 7 33 112 528 231 49 1,089

17 6 36 102 612 216 36 1,296

18 5 40 90 720 200 25 1,600

20 6 44 120 880 264 36 1,936

23 7 45 161 1,035 315 49 2,025

25 5 50 125 1,250 250 25 2,500

164 66 350 1,044 6,187 2,230 450 13,100

buat persamaan ΣY = n b0 + b1ΣX1 + b2ΣX2

ΣYX1 = b0 ΣX1 + b1ΣX1^2 + b2ΣX1X2 ΣYX2 = b0 ΣX2 + b1ΣX1X2 + b2ΣX2^2

1) 164 = 10 b0 + 66 b1 + 350 b2 2) 1,044 = 66 b0 + 450 b1 + 2,230 b2 3) 6,187 = 350 b0 + 2,230 b1 + 13,100 b2

hilangkan b0 1) 164 = 10 b0 + 66 b1 + 350 b2 kali 66

2) 1,044 = 66 b0 + 450 b1 + 2,230 b2

10

10824 = 660 b0 + 4356 b1 + 23100 b2

10440 = 660 b0 + 4500 b1 + 22300 b2 kurangkan

4) 384 = 0 b0 + -144 b1 + 800 b2

hilangkan b0

2) 1,044 = 66 b0 + 450 b1 + 2,230 b2 kali 350

3) 6,187 = 350 b0 + 2,230 b1 + 13,100 b2

66

365400 = 23100 b0 + 157500 b1 + 780500 b2

408342 = 23100 b0 + 147180 b1 + 864600 b2 kurangkan

5) -42942 = 0 b0 + 10320 b1 + -84100 b2

Dari persamaan 4) dan 5) hilangkan b1

384 = 0 b0 + -144 b1 + 800 b2 kali 10320

-42942 = 0 b0 + 10320 b1 + -84100 b2

-144

3962880 = 0 b0 +

-1486080 b1 + 8256000 b2

6183648 = 0 b0 +

-1486080 b1 + 12110400 b2 kurangkan

-2220768 = 0 b0 + 0 b1 + -3854400 b2

b2 = 0.5762

b1 = 0.5342

b0 = -7.292

Y X1 X2 y x1 x2 x1x2 x12 X2

2 Y' u u2 y2

10 8 20 -6.4 1.4 -15 -21 1.96 225 8.5055 1 2.23359 40.96

11 9 25 -5.4 2.4 -10 -24 5.76 100 11.921 -1 0.84741 29.16

11 7 27 -5.4 0.4 -8 -3.2 0.16 64 12.004 -1 1.00879 29.16

13 6 30 -3.4 -0.6 -5 3 0.36 25 13.199 0 0.03945 11.56

16 7 33 -0.4 0.4 -2 -0.8 0.16 4 15.461 1 0.29012 0.16

17 6 36 0.6 -0.6 1 -0.6 0.36 1 16.656 0 0.11860 0.36

18 5 40 1.6 -1.6 5 -8 2.56 25 18.426 0 0.18150 2.56

20 6 44 3.6 -0.6 9 -5.4 0.36 81 21.265 -1 1.60005 12.96

23 7 45 6.6 0.4 10 4 0.16 100 22.375 1 0.39020 43.56

25 5 50 8.6 -1.6 15 -24 2.56 225 24.188 1 0.65988 73.96

164 66 350 0 0 0 -80 14 850 164 0 7.369589 244

HASIL PERHITUNGAN REGRESI

SUMMARY OUTPUT

Regression Statistics

Multiple R 0.984808

R Square 0.969846 = ESS/TSS

= 0.96123

Adjusted R Square 0.961231

Standard Error 1.02606

Observations 10

ANOVA

df SS MS F Sign F

Regression 2 237 118.51 112.57 4.76E-06

Residual 7 7.369 1.05

Total 9 244

Coefficients Stand Error t Stat P-value

Intercept -7.291 4.077136 -1.788 0.1168

X1 0.534 0.3914

1.364 0.2145

X2 0.576 0.0509 11.30 9.4E-06

Cara mencari standar error

Var(b1) =(((∑ x2^2)/((∑x1^2)(∑x2^2)-(∑x1x2)^2)))*σ^2 Var(b1)= 0.153233

Se(b1) = akar Var (b1)

Se(b1)= 0.391

Var(b2) =(((∑ x1^2)/((∑x1^2)(∑x2^2)-(∑x1x2)^2)))*σ^2 Var(b1)= 0.002596

Se(b2) = akar Var (b2)

Se(b1)= 0.051

σ^2= ∑u^2/(n-k) 1.053

Hasil Regresi

Y = -7.292 + 0.53425 X1 + 0.576 X2

Se(b)

4.077

0.39145

0.051

t hitung

-1.788

1.36479

11.31

F hitung

112.6

R2

0.97

Berdasarkan print out hasil regresi, variable x1 tidak memiliki pengaruh terhadap Y (lihat t

hitung < t tabel) dan X2 memiliki pengaruh terhadap Y (lihat t hitung > t tabel). Dan R2

sebesar 0,97 artinya Variasi X1 dan X2 dapat menjelaskan 97 persen terhadap Y sedangan 1-

0,97 atau 3 persen dijelaskan oleh variable diluar model (misalnya X3, X4 dan X lainnya

diluar X1 dan X2).

LATIHAN SOAL

Tahun Konsumsi

Minyak (barrel/hari)

GDP/kpt (US

dollar)

Tingkat bunga

Pinjaman (%)

Dari data tersebut : 1. Buatlah model regresi berganda

Y=b0+b1X1+b2X2+e (Model yang Saudara buat harus didasarkan pada teori ekonomi) nilai 30%

2. Carilah besarnya koefisien persamaan tersebut dan apa artinya ? nilai 10 %

3. Dari hasil regresi yang telah saudara hitung, ujilah apakah hasil regresi sesuai dengan teori ? Jelaskan arti koefisien masing-masing ! nilai 30%

4. Ujilah dengan uji statistic apakah variable bebas mempengaruhi Y ! (gunakan t test, F test dan Uji Koefisien Determinasi) nilai 30%

Catatan : semua perhitungan didasarkan pada rumus atau formula yang tertera dalam buku ekonometri dan perhitungan menggunakan perhitungan manual.

1991 692 1609 26

1992 745 1696 24

1993 786 1789 21

1994 809 1894 18

1995 865 2021 19

1996 924 2143 19

1997 1024 2212 22

1998 978 1894 32

1999 1022 1883 28

2000 1139 1948 18

2001 1159 1992 19

2002 1210 2054 19

2003 1230 2123 17

2004 1308 2200 14

2005 1303 2295 14

2006 1244 2389 16

2007 1318 2508 14

2008 1287 2624 14

2009 1297 2710 14

2010 1402 2841 13

2011 1589 2977 12

2012 1631 3115 12

2013 1643 3247 12

2014 1676 3367 13

2015 1628 3146 12

Sumber : data hipotesis

VAIABEL DUMMY DALAM REGRESI

Nama lain Regresi Dummy adalah Regresi Kategori. Re-gresi ini menggunakan

prediktor kualitatif (yang bukan dummy dinamai prediktor kuantitatif).

Pembahasan pada regresi ini hanya untuk satu macam variabel dummy dan

dikhususkan pada penaksiran parameter dan kemaknaan pengaruh prediktor.

Pembahasan akan dilakukan dengan menggunakan berbagai contoh.

Di dalam metodologi penelitian dikenal ada sebuah variabel yang disebut dengan

dummy variable. Variabel ini bukan jenis lain dari variabel dependen-

independen, namun menunjukkan sebuah variabel yang nilainya telah

ditentukan oleh peneliti. Donald Cooper dan Pamela Schindler (2000)

mendefinisikan dummy variable sebagai sebuah variabel nominal yang

digunakan di dalam regresi berganda dan diberi kode 0 dan 1. Nilai 0 biasanya

menunjukkan kelompok yang tidak mendapat sebuah perlakuan dan 1

menunjukkan kelompok yang mendapat perlakuan. Dalam regresi berganda,

aplikasinya bisa berupa perbedaan jenis kelamin (1 = laki-laki, 0 = perempuan),

ras (1 = kulit putih, 0 = kulit berwarna), pendidikan (1 = sarjana, 0 = non-

sarjana).

Masalah di sini adalah bukan pada konsep variabel ini dan aplikasinya di dalam

riset, namun bagaimana dummy variable harus diterjemahkan atau

BAB

4

dialihbahasakan ke dalam bahasa Indonesia. Sepengetahuan saya, beberapa

orang membiarkannya tetap dummy dan menulisnya miring menjadi "variabel

dummy" (perhatikan bahwa ia diindonesiakan dengan membiarkan dummy

dalam bahasa aslinya). Sebagian orang lain menyerapnya ke dalam bahasa

Indonesia menggunakan azas bunyi sehingga menjadi "variabel dami". Sebagian

yang lain menyebutnya "variabel boneka" karena dummy di dalam bahasa Inggris

bisa berarti boneka.

Variabel dummy adalah variabel yang digunakan untuk mengkuantitatifkan

variabel yang bersifat kualitatif (misal: jenis kelamin, ras, agama, perubahan

kebijakan pemerintah, perbedaan situasi dan lain-lain).

Variabel dummy merupakan variabel yang bersifat kategorikal yang diduga

mempunyai pengaruh terhadap variabel yang bersifat kontinue.

Variabel dummy sering juga disebut variabel boneka, binary, kategorik atau

dikotom.

Variabel dummy hanya mempunyai 2 (dua) nilai yaitu 1 dan nilai 0, serta diberi

simbol D. Dummy memiliki nilai 1 (D=1) untuk salah satu kategori dan nol (D=0)

untuk kategori yang lain. D = 1 untuk suatu kategori (laki- laki, kulit putih,

sarjana dan sebagainya). D = 0 untuk kategori yang lain (perempuan, kulit

berwarna, non-sarjana dan sebagainya). Nilai 0 biasanya menunjukkan

kelompok yang tidak mendapat sebuah perlakuan dan 1 menunjukkan kelompok

yang mendapat perlakuan. Dalam regresi berganda, aplikasinya bisa berupa

perbedaan jenis kelamin (1 = laki-laki, 0 = perempuan), ras (1 = kulit putih, 0 =

kulit berwarna), pendidikan (1 = sarjana, 0 = non-sarjana).

4.1. Model Matematika Regresi Berganda dengan Dengan Variabel Dummy

Variabel dummy hanya mempunyai 2 (dua) nilai yaitu 1 dan nilai 0, serta

diberi simbol D. D = 1 untuk suatu kategori (wanita, Batak, Islam, damai

dan sebagainya). D = 0 untuk kategori yang lain (pria, Jawa, Kristen,

perang dan sebagainya). Variabel dummy digunakan sebagai upaya untuk

melihat bagaimana klasifikasi-klasifikasi dalam sampel berpengaruh

terhadap parameter pendugaan. Variabel dummy juga mencoba membuat

kuantifikasi dari variabel kualitatif. pertimbangkan model berikut ini:

I. Y = a + bX + c D1 (Model Dummy Intersep)

II. Y = a + bX + c (D1X) (Model Dummy Slope)

III. Y = a + bX + c (D1X) + d D1 (Kombinasi)

.

4.2. Pemanfaatan Regresi Berganda dengan Variabel Dummy

Tujuan menggunakan regresi berganda dummy adalah memprediksi

besarnya nilai variabel tergantung (dependent) atas dasar satu atau lebih

variabel bebas (independent), di mana satu atau lebih variabel bebas yang

digunakan bersifat dummy.

Variabel dummy adalah variabel yang digunakan untuk membuat kategori

data yang bersifat kualitatif (data kualitatif tidak memiliki satuan ukur),

agar data kualitatif dapat digunakan dalam analisa regresi maka harus

lebih dahulu di transformasikan ke dalam bentuk Kuantitatif. contoh data

kualitatif misal jenis kelamin adalah laki-laki dan perempuan, harus di

transform ke dalam bentuk Laki-laki = 1; Perempuan = 0. atau tingkat

pendidikan misal SMA dan Sarjana, maka diubah menjadi SMA = 0; Sarjana

= 1, skala yang terdiri dari dua yakni 0 dan 1 disebut kode Binary,

sedangkan persamaan model yang terdiri dari Variabel Dependentnya

Kuantitatif dan variabel Independentnya skala campuran : kualitatif dan

kuantitatif, maka persamaan tersebut disebut persamaan regresi berganda

Dummy. Dalam kegiatan penelitian, kadang variabel yang akan diukur

bersifat Kualitatif, sehingga muncul kendala dalam pengukuran, dengan

adanya variabel dummy tersebut, maka besaran atau nilai variabel yang

bersifat Kualitatif tersebut dapat di ukur dan diubah menjadi kuantitatif.

4.3. Contoh Kasus :

Diketahui data PDB (pendapatan domestik bruto), R (tingkat suku bunga)

dan d (dummy).

obs PDB R D obs PDB R D

1982 389786 9 1 1997 3141036 16.28 1

1983 455418 17.5 1 1998 4940692 21.84 0

1984 545832 18.7 1 1999 5421910 27.6 0

1985 581441 17.8 1 2000 6145065 16.15 0

obs PDB R D obs PDB R D

1986 575950 15.2 1 2001 6938205 14.23 0

1987 674074 16.99 1 2002 8645085 15.95 0

1988 829290 17.76 1 2003 9429500 12.64 0

1989 956817 18.12 1 2004 10506215 8.21 0 1990 1097812 18.12 1 2005 12450736 8.22 0

1991 1253970 22.49 1 2006 15028519 11.63 0

1992 1408656 18.62 1 2007 17509564 8.24 0

1993 1757969 13.46 1 2008 21666747 10.43 0

1994 2004550 11.87 1 2009 24261805 9.55 0

1995 2345879 15.04 1 2010 27028696 7.88 0

1996 2706042 16.69 1 2011 30795098 7.04 0

Dimana : D (dummy variabel) jika D = 1 sebelum terjadinya krisis ekonomi dan jika D = 0 setelah krisis ekonomi. Lakulan regresi LS Log(PDB) c r dummy Diperoleh hasil sebagai berikut : Dependent Variable: LOG(PDB) Method: Least Squares Date: 04/13/15 Time: 22:01 Sample: 1982 2011 Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 17.10893 0.341276 50.13224 0.0000

R -0.062530 0.023664 -2.642416 0.0135 DUMMY -2.209288 0.230256 -9.594941 0.0000

R-squared 0.835735 Mean dependent var 15.00676

Adjusted R-squared 0.823567 S.D. dependent var 1.388631 S.E. of regression 0.583279 Akaike info criterion 1.854339 Sum squared resid 9.185804 Schwarz criterion 1.994459 Log likelihood -24.81508 Hannan-Quinn criter. 1.899164 F-statistic 68.68420 Durbin-Watson stat 0.452882 Prob(F-statistic) 0.000000

Dari hasil regresi diatas dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Variabel tingkat bunga memiliki hubungan negatif terhadap

pendapatan domestik bruto secara signifikan, artinya jika tingkat

bunga dinaikan sebesar 1 persen maka PDB akan turun sebesar 0,06

persen.

2. Variabel dummy memiliki hubungan negatif dan signifikan artinya

krisis ekonomi memiliki dampak terhadap PDB, sesudah krisis PDB

mengalami penurunan.

UJI ASUMSI KLASIK Model regresi linier klasik (OLS) berlkitaskan serangkaian asumsi. Tiga di antara

beberapa asumsi regresi klasik yang akan diketengahkan dalam penelitian ini

adalanh (lihat Maddala, 1992, hal. 229-269):

1. Non-autokorelasi.

Non-autokorelasi adalah keadaan dimana tidak terdapat hubungan antara

kesalahan-kesalahan (error) yang muncul pada data runtun waktu (time

series).

2. Homoskedastisitas.

Homoskedastisitas adalah keadaan dimana erros dalam persamaan regresi

memiliki varians konstan.

3. Non-multikolinearitas.

Non-multikolinearitas adalah keadaan dimana tidak ada hubungan antar

variabel-variabel penjelas dalam persamaan regresi.

Penyimpangan terhadap asumsi tersebut akan menghasilkan estimasi yang tidak

sahih. Deteksi yang biasa dilakukan terhadap ada tidaknya penyimpangan

asumsi klasik adalah uji autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikolinearitas.

MODEL DETEKSI / UJI PENGOBATAN

BAB

5

5.1. UJI MULTIKOLINEARITAS

Sebagaimana dikemukakan di atas, bahwa salah satu asumsi regresi

linier klasik adalah tidak adanya multikolinearitas sempurna (no perfect

multicolinearity) tidak adanya hubungan linier antara variabel penjelas

dalam suatu model regresi. Istilah ini multikoliniearitas itu sendiri

pertama kali diperkenalkan oleh Ragner Frisch tahun 1934. Menurut

Frisch, suatu model regresi dikatakan terkena multikoliniearitas bila

terjadi hubungan linier yang sempurna (perfect) atau pasti (exact) di

antara beberapa atau semua variabel bebas dari suatu model regresi.

Akibatnya akan kesulitan untuk dapat melihat pengaruh variabel penjelas

terhadap variabel yang dijelaskan (Maddala, 1992: 269-270).

Berkaitan dengan masalah multikoliniearitas, Sumodiningrat (1994:

281-182) mengemukakan bahwa ada 3 hal yang perlu dibahas terlebih

dahulu:

1. Multikoliniearitas pada hakekatnya adalah fenomena sampel.

Dalam model fungsi regresi populasi (Population Regression Function =

PRF) diasumsikan bahwa seluruh variabel bebas yang termasuk dalam

model mempunyai pengaruh secara individual terhadap variabel tak

bebas Y, tetapi mungkin terjadi bahwa dalam sampel tertentu.

2. Multikoliniearitas adalah persoalan derajat (degree) dan bukan

persoalan jenis (kind).

Artinya bahwa masalah Multikoliniearitas bukanlah masalah mengenai

apakah korelasi di antara variabel-variabel bebas negatif atau positif,

tetapi merupakan persoalan mengenai adanya korelasi di antara

variabel-variabel bebas.

3. Masalah Multikoliniearitas hanya berkaitan dengan adanya hubungan

linier di antara variabel-variabel bebas

Artinya bahwa masalah Multikoliniearitas tidak akan terjadi dalam

model regresi yang bentuk fungsinya berbentuk non-linier, tetapi

masalah Multikoliniearitas akan muncul dalam model regresi yang

bentuk fungsinya berbentuk linier di antara variabel-variabel bebas.

Multikonearitas adalah adanya hubungan eksak linier antar variabel

penjelas. Multikonearitas diduga terjadi bila nilai R2 tinggi, nilai t

semua variabel penjelas tidak signifikan, dan nilai F tinggi.

Konsekuensi multikonearitas:

1. Kesalahan stkitar cenderung semakin besar dengan meningkatnya

tingkat korelasi antar variabel.

2. Karena besarnya kesalahan stkitar, selang keyakinan untuk

parameter populasi yang relevan cenderung lebih besar.

3. Taksiran koefisian dan kesalahan stkitar regresi menjadi sangat

sensitif terhadap sedikit perubahan dalam data.

Konsekuensi multikearitas adalah invalidnya signifikansi variable

maupun besaran koefisien variable dan konstanta. Multikolinearitas

diduga terjadi apabila estimasi menghasilkan nilai R kuadrat yang tinggi

(lebih dari 0.8), nilai F tinggi, dan nilai t-statistik semua atau hampir

semua variabel penjelas tidak signifikan. (Gujarati, 2003)

Sebagai indikasi awal, perhatikan nilai R kuadrat, F-statistik, dan t-

statistik dari hasil regresi table III. Tabel III, dalam table ini merupakan

kasus baru yaitu kasus negara Kertagama, dimana defenden variabelnya

konsumsi dan indefenden variabelnya GNP, Subsidi dan PRM. Variabel

PRM merupakan variable antah berantah yang sengaja dimasukkan dalam

model dengan nilai hampir dua kali lipat dari nilai GNP untuk masing-

masing periode ( disengaja agar semakin memperjelas munculnya masalah

multikolinier). Tabel III, korelasi antar variable penjelas dan hasil analisis

dapat dilihat dibawah ini. Bagaimana penilaian saudara? Untuk lebih

pastinya, lakukan regresi antar variabel penjelas:

Kasus

Perhatikan nilai R kuadrat. Nilai R kuadrat jauh lebih rendah dibandingkan

dengan nilai R kuadrat regresi variabel dalam level (regresi awal). Namun

demikian, hal tersebut sama sekali tidak perlu dirisaukan. R kuadrat

regresi persamaan dalam difference jelas jauh lebih kecil daripada R

kuadrat regresi persamaan dalam level. R kuadrat kedua persamaan

berbada bentuk tersebut (difference versus level) sama sekali tidak dapat

dibandingkan (uncomparable).

Untuk membuktikan terobatinya multikolinearitas, lakukan regresi

antar variabel penjelas dalam perbedaan pertama. Jika nilai t-statistik

salah satu variabel independen masih signifikan, berarti masih terdapat

multikolinearitas pada persamaan tersebut. Hal sebaliknya terjadi jika

nilai t-statistik tidak signifikan. Dilihat dari t statistiknya memang terdapat

perbaikan dengan model regresi first difference, tetapi belum dapat

menyelesaikan masalah multikoliniernya.

Perintah untuk regresi antar variabel penjelas dalam perbedaan pertama:

pengobatan multikolinearitas melalui perbedaan pertama, akan

kehilangan informasi jangka panjang. Perbedaan pertama hanya

mengandung informasi jangka pendek. Hal ini riskan apabila kita

melakukan pengkajian empiris terhadap suatui teori karena teori

berkaitan dengan informasi jangka panjang. Bagaimana solusinya? Klein

mengajukan solusi yang kemudian disebut dengan Klein’s Rule of Thumb:

Multikolinearitas tidak usah dirisaukan apabila nilai R kuadrat regresi

model awal lebih besar daripada nilai R kuadrat regresi antar variabel

penjelas

Langkah berikutnya sebetulnya dengan menambah sample, tetapi dalam

kasus ini tidak dapat dilakukan sehingga terpaksa satu variabel yaitu PRM

atau GNP yang harus diamputasi dari model.

Technik amputasinya dipilih variabel yang bukan variabel utama,

sedangkan jika dua variabel tersebut memiliki kedudukan sejajar maka

variabel yang nilai prob-valuenya yang besarlah yang diamputasi. Variabel

yang diregres jangan dibuang, jika memang masih dibutuhkan, dan

dijadikan regresi tunggal dengan defenden tetap variabel konsumsi.

5.2. UJI HETEROSKEDASTISITAS

Homoskedastisitas terjadi bila distribusi probabilitas tetap sama

dalam semua observasi x, dan varians setiap residual adalah sama untuk

semua nilai variabel penjelas:

Var (u) = E [ut – E(ut)]2

= E(ut)2 = s2u konstan

Penyimpangan terhadap asumsi diatas disebut heteroskedastisitas.

Pengujian heteroskedastisitas dilakukan denga uji Glesjer berikut ini:

|

|

|

| ie =β1Xi + vt

dimana β = nilai absolut residual persamaan yang diestimasi

Xi = variabel penjelas

Vt = Unsur gangguan

Apabila nilai t statistik signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa

hipotesis adanya heteroskedastisitas tidak dapat ditolak.

a. Konsekuensi Adanya Heteroskedastisitas

Dalam kenyataan, asumsi bahwa varian dari disturbance term

adalah konstan mungkin sulit untuk bisa dipenuhi. Hal ini dapat

dipahami jika diperhitungkan atau melihat faktor-faktor yang menjadi

penyebab munculnya masalah heteroskedasitisitas dalam suatu model

regresi. Namun demikian, apabila seorang peneliti atau

econometrician melanggar asumsi homoskedastisitas atau dengan kata

lain model empiris yang diestimasi oleh seorang peneliti tersebut

adalah (Ramanathan, 1996: 417-418), Maddala, 1992: 209,

Koutsoyiannis, 1977: 184-185: Gujarati, 1995: 365-267 dan Gujarati,

1999: 348-349)

b. Cara Mendeteksi Masalah Heteroskedastisitas dalam Model

Empiris

Seperti halnya dalam masalah Multikoliniearitas salah satu

masalah yang sangat penting adalah bagaimana bisa mendeteksi ada-

tidaknya masalah heteroskedastistitas, tidak ada satu aturan yang

kuat dan ketat untuk mendeteksi heteroskedastisitas. Walaupun

demikian, para ahli ekonometrika menyarankan beberapa metode

untuk dapat mendeteksi ada-tidaknya masalah heteroskedastisitas

dalam model empiris, seperti dengan menggunakan uji Park tahun

1966, uji Glejscr 1969, Uji White (1980), uji Breusch-Pagan-Godfre

(Gujarati, 1995, 369-380), Sumodiningrat, 1994: 270-278,

Koutsoyiannis, 1977: 185-187, Ramanathan, 1996: 418-424, Thomas,

1997: 284-288, Breusch dan Pagan, 1979: 1287-1294 dan White 1980:

817-838).

Konsekuensi heteroskedastisitas:

1. Penaksir OLS tetap tak bias dan konsisten tetapi tidak lagi efisien

dalam sampel kecil dan besar.

2. Variansnya tidak lagi minimum.

Heteroskedastisitas adalah situasi tidak konstannya varians.

Konsekuensi heteroskedasitas adalah biasnya varians sehingga uji

signifikansi menjadi invalid. Salah satu cara mendeteksi

heteroskedastisitas adalah dengan melakukan uji Glesjer. Uji Glesjer

dilakukan dengan cara meregresi nilai absolut residual dari model

yang diestimasi terhadap variabel-variabel penjelas. Regresi model

awal setelah variable PRM dihilangkan:

5.3. UJI AUTOKORELASI

a. Penyebab Munculnya Otokorelasi

Berkaitan dengan asumsi regresi linier klasik, khususnya asumsi no

autocorrelation pertanyaan yang patut untuk diajukan adalah

(mengapa otokorelasi itu terjadi atau muncul?) Padahal dalam dunia

nyata, segala sesuatu tidak ada yang sifatnya tetap tetapi berubah terus

seiring waktu. Untuk menjawab pertanyaan di atas, di bawah ini akan

dikemukakan beberapa hal yang dapat mengakibatkan munculnya

otokorelasi (Gujarati, 1995: 402-406. Koutsoyiannis, 1977: 203-204,

Arief, 1993: 38-41):

1. Adanya Kelembaman (intertia)

Salah ciri yang menonjol dari sebagian data runtun waktu ekonomi

adalah kelembaman, seperti data pendapatan nasional, indeks

harga konsumen, data produksi, data kesempatan kerja, data

pengangguran-menunjukkan adanya pola konjuktur. Dalam situasi

seperti ini, data observasi pada periode sebelumnya dan periode

sekarang kemungkinan besar akan saling ketergantungan

(interdependence).

2. Bias Specification: Kasus variabel yang tidak dimasukkan

Hal itu terjadi karena disebabkan oleh tidak masukkan variabel

yang menurut teori ekonomi, variabel tersebut sangat penting

peranannya dalam menjelaskan variabel tak bebas. Bila hal ini

terjadi, maka unsur pengganggu (error term)μi akan merefleksikan

suatu pola yang sistematis di antara sesama unsur pengganggu,

sehingga terjadi situasi otokorelasi di antara unsur pengganggu.

3. Adanya fenomena sarang laba-laba (cobweb phenomenon)

Munculnya fenomena sarang laba-laba terutama terjadi pada

penawaran komoditi sektor pertanian. Di sektor pertanian, reaksi

penawaran terhadap perubahan harga terjadi setelah melalui suatu

tenggang waktu (gestation period). Misalnya, panen komoditi

permulaan tahun dipengaruhi oleh harga yang terjadi pada tahun

sebelumnya. Akibatnya, bila pada akhir tahun t, harga komoditi

pertanian ternyata lebih rendah daripada harga sebelumnya, maka

pada tahun berikutnya (t + 1) akan ada kecenderungan di sektor

pertanian untuk memproduksi komoditi ini lebih sedikit daripada

yang diproduksi pada tahun t. Akibatnya, μi tidak lagi bersifat acak

(random) tetapi mengikuti suatu pola yaitu sarang laba-laba.

b. Konsekuensi dari Munculnya Otokorelasi

Sebagaimana telah diuraikan, bila hasil suatu regresi dari suatu

model empiris memenuhi semua asumsi regresi linier klasik maka

berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Gauss Markov, hasil regresi

dari model empiris tersebut akan Best Linier Unbiased Estimator (BLUE)

ini berarti bahwa dalam semua kelas, semua penaksir akan unbiased

linier dan penaksir OLS adalah yang terbaik, yaitu penafsir tersebut

mempunyai varian yang minimum. Singkatnya, penaksir OLS tadi

efisien.

Berangkat dari pemikiran di atas, bila semua asumsi regresi linier

klasik dipenuhi kecuali asumsi no autocorrelation, maka penafsir-

penafsir OLS akan mengalami hal-hal sebagai berikut (Arief, 1993: 41,

Sumodiningrat, 1994: 241-244, Ramanathan, 1996: 452-, Gujarati,

1995: 410-415 dan Gujarati, 1999: 381-382).

c. Cara Mendeteksi Ada-tidaknya Masalah Otokorelasi

Harus diakui bahwa tidak ada prosedur estimasi yang dapat menjamin

mampu mengeliminiasi masalah otokorelasi karena secara alamiah,

perilaku otokorelasi biasanya tidak diketahui. Oleh karen itu, dalam

beberapa kasus, orang atau penggunaan ekonometrika mungkin akan

merubah bentuk fungsi persamaan regresinya misalnya, dalam bentuk

log atau first difference. Hal ini menunjukkan bahwa pendeteksian

terhadap ada-tidaknya otokorelasi merupakan suatu hal yang sangat

diperlukan. Berkaitan dengan hal tersebut, di bawah ini akan

ditawarkan beberapa cara atau metode untuk mendeteksi ada-

tidaknya otokorelasi (Arief, 1993: 41-46, Sumodiningrat, 1994: 234-

240, Ramanthan, 1996: 452-458, Gujarati, 1995: 415-426 dan

Kautsoyiannis, 1977: 211-227, Thomas 1997: 302-307 Maddala, 1992:

229-268).

Autokorelasi terjadi bila nilai gangguan dalam periode tertentu

berhubungan dengan nilai gangguan sebelumnya. Asumsi non-

autokorelasi berimplikasi bahwa kovarians ui dan uj sama dengan no l:

cov (uiuj) = E([ui – E(ui)][uj – E(uj)]

= E(uiuj) = 0 untuk i+j

Uji d Durbin Waston ( Durbin-Waston d Test )

Model ini diperkenalkan oleh J. Durbin dan G.S Watson tahun 1951.

Deteksi autokorelasi dilakukan dengan membandingkan nilai statiatik

Durbin Watson hitung dengan Durbin Watson tabel. Mekanisme uji

Durbin Watson adalah sebagai berikut :

1. Lakukan regresi OLS dan dapatkan residualnya.

2. Hitung nilai d (Durbin Watson).

3. Dapatkan nilai kritis dL dan du.

4. Apabila hipotesis nol adalah bahwa tidak ada serial korelasi positif,

maka jika

d < dL, tolak Ho

d < du, terima Ho

dL= d = du, pengujian tidak menyakinkan

5. Apabila hipotesis nol adalah bahwa tidak ada serial korelasi baik

negatif, maka jika

d > 4-dL, tolak Ho

d < 4-du, terima Ho

4-du = d = 4-dL, pengujian tidak menyakinkan

6. Apabila Ho adalah dua ujung, yaitu bahwa tidak ada serial korelasi

baik positif maupun negatif, maka jika

d < dL, tolak Ho

d > 4-dL, tolak Ho

du < d < 4-du, terima Ho

dL = d = du, pengujian tidak menyakinkan

4-du = d = 4-dL, pengujian tidak menyakinkan

Pendeteksian ada tidaknya autokorelasi pada persamaan yang

mengandung variabel dependen kelambanan, misalnya pada model

penyesuaian parsial, dapat dilakukan uji Durbin LM seperti berikut ini:

ut = xt’d + T Yt-1 + Ut-1+ et

dimana ut = residual dari model yang diestimasi

xt = variabel-variabel penjelas

Yt-1 = variabel dependen kelambanan

Ut-1 = residual kelambanan

Apabila nilai t hitung dari residual kelambanan signifikan, maka dapat

disimpulkan bahwa hipotesis tidak adanya autokorelasi tidak dapat

ditolak.

Konsekuensi autokorelasi:

1. Penaksir tidak efisien, selang keyakinanya menjadi lebar secara tak

perlu dan pengujian signifikansinya kurang kuat.

2. Variasi residual menaksir terlalu rendah.

3. Pengujian arti t dan F tidak lagi sahih dan memberi kesimpulan

yang menyesatkan mengenai arti statistik dari koefisien regresi

yang ditaksir.

4. Penaksir memberi gambaran populasi yang menyimpang dari nilai

populasi yang sebenarnya.

Autokorelasi adalah adanya hubungan antar residual pada satu

pengamatan dengan pengamatan lain. Konsekuensi autokorelasi

adalah biasnya varians dengan nilai yang lebih kecil dari nilai

sebenarnya, sehingga nilai R kuadrat dan F-statistik yang dihasilkan

cenderung sangat berlebih (overestimated). Cara mendeteksi adanya

autokorelasi adalah d dengan membandingkan nilai Durbin Watson

statistik hitung dengan Durbin Watson (DW) statistik tabel:

Contoh Kasus

TAHUN INVESTASI INFLASI SUKU BUNGA KURS

1984 3750 8.76 18.7 1076

1985 3830 4.31 17.8 1125

1986 4126 8.83 15.2 1641

1987 11404 8.9 16.99 1650

1988 15681 5.47 17.76 1729

1989 19635 5.97 18.12 1795 1990 59878 9.53 18.12 1901

1991 41084 9.52 22.49 1992

1992 29315 4.94 18.62 2062

1993 40400 9.77 13.46 2110

1994 53289 9.24 11.87 2206

1995 69853 8.64 15.04 2308

1996 100715 6.47 16.69 2383

1997 50873 11.05 16.28 4650

TAHUN INVESTASI INFLASI SUKU BUNGA KURS

1998 60749 77.63 21.84 8025

1999 61500 2.01 27.6 7100

2000 93894 9.35 16.15 9595

2001 98816 12.55 14.23 10400 2002 125308 10.03 15.95 8940

2003 1484845 506 12.64 8447

2004 164528 6.4 8.21 9290

2005 146900 17.11 8.22 9830

2006 227000 6.6 11.63 9020

2007 215100 6.59 8.24 9419

2008 320600 11.06 10.43 10950

2009 227000 2.78 9.55 9400

2010 269900 6.96 7.88 8991 2011 279000 3.79 7.04 9068

2012 289800 4.3 5.75 9670

Uji serial korelasi Klik Quick Estimate Equation investasi c inflasi bunga kurs

Klik View Residual Diagnostics kemudian pilih Serial

Correlation LM test

Untuk medeteksi adanya serial korelasi dengan membandingkan

nilai X2 hitung dengan X2 tabel (probabilitasnya), yakni :

a. Jika probabilitas F statistic > 0,05, maka hipotesis yang

menyatakan bahwa model bebas dari masalah serial korelasi

diterima.

b. Jika probabilitas F statistic < 0,05, maka hipotesis yang

menyatakan bahwa model bebas dari masalah serial korelasi

ditolak.

Analisis Hasil Ouput : karena Jika probabilitas F statistic 0,75 >

0,05, maka hipotesis yang menyatakan bahwa model bebas dari

masalah serial korelasi diterima.

5.4. Uji Normalitas

Klic View Residual diagnostics histogram – Normality Test

Klik OK

Untuk mendeteksi apakah residualnya berdistribusi normal atau tidak

dengan membandingkan jilai Jarque Bera (JB) dengan X2 tabel, yaitu :

a. Jika probabilitas Jarque Bera (JB)> 0,05, maka residualnya

berdistribusi normal

b. Jika probabilitas Jarque Bera (JB)< 0,05, maka residualnya

berdistribusi tidak normal

Hasil Analisis Output : probabilitas Jarque Bera (JB)0,289 > 0,05, maka

residualnya berdistribusi normal

5.5. Uji Linearitas

Klik view Stability Diagnostics Ramsey RESET Test, klik ok dan

abaikan jumlah fitted terms

Klik OK

Untuk medeteksi apakah model linear atau tidak dengan membandingkan

nilai F statistic dengan F table (atau dengan membandingkan

probabilitasnya), yaitu :

a. Jika probabilitas F statistic > 0,05, maka hipotesis yang menyatakan

bahwa model linear adalah diterima.

b. Jika probabilitas F statistic < 0,05, maka hipotesis yang menyatakan

bahwa model linear adalah ditolak.

Analisis Hasil Output karena Jika probabilitas F statistic 0,00 < 0,05, maka

hipotesis yang menyatakan bahwa model linear adalah ditolak.

Model dirubah menjadi double log, diperoleh hasil

Uji Linearitas

Analisis Hasil Output karena Jika probabilitas F statistic 0,13 > 0,05, maka

hipotesis yang menyatakan bahwa model linear adalah diterima.

Uji Multikolinearitas

Tahapan pengujian melalui program eviews dengan pendekatan korelasi

partial dengan tahapan sebagai berikut :

1. Lakukan regresi seperti contoh diatas :

Investasi = a0 + a1 Inflasi + a2 bunga + a3 kurs …………. (5.1)

(investasi c inflasi bunga kurs)

2. Kemudian lakukan estimasi regresi untuk :

Inflasi = b0 + b1 bunga + b2 kurs ……………………….……….. (5.2)

(inflasi c bunga kurs).

bunga = b0 + b1 inflasi + b2 kurs ……………………………..….. (5.3)

(bunga c inflasi kurs)

kurs = b0 + b1 infasi+ b2 bunga) …………………………......... (5.4)

(kurs c inflasi bunga)

Hasil Estimasi sebagai berikut :

Untuk persamaan (1) nilai R2 adalah sebesar 0,951 selanjutnya disebut

R21

Untuk persamaan (2) nilai R2 adalah sebesar 0,0276 selanjutnya disebut

R22

Untuk persamaan (3) nilai R2 adalah sebesar 0,296 selanjutnya disebut

R23

Untuk persamaan (4) nilai R2 adalah sebesar 0,312 selanjutnya disebut

R24

Hasil Analisis Output : menunjukan bahwa R21 > R22, R23, R24 maka dalam

model tidak ditemukan adanya multikolinearitas

Uji Heteroskedastisitas

Uji White

Lakukan estimasi persamaan regresi bergkita diatas, setelah itu klik view

residula diagnostics heteroskedastisitas Test

Pilih white, dan klik ok

Diperoleh hasil sebagai berikut :

Apabila nilai X2 hitung (nilai Obs* R squared) > nilai X2 tabel, misalnya

dengan derajat kepercayaan α = 5%, baik untuk cross terms maupun no

cross terms maka dapat disimpulkan model diatas tidak lolos uji

heteroskedasitisitas.

Hasil analisis output, berdasarkan table output diatas, tampak bahwa nilai

nilai Obs* R squared 27,11 , probabilitas X2 0,0013 < 0,05 maka tidak lolos

uji heteroskedastisitas.

Karena model tidak lolos Heteroskedastisitas maka model dibuat log

Kita uji dengan uji white kembali, diperoleh :

Hasil analisis output, berdasarkan table output diatas, tampak bahwa nilai

nilai Obs* R squared 10,04, probabilitas X2 > 0,05 maka Ho diterima atau

model tidak mengandung heteroskedastisitas.

Uji Autokorelasi

Dari hasil regresi Investasi = f(inflasi, bunga, kurs) dapat kita lihat nilai dw

yaitu sebesar 1,985. Nilai dw ini kemudian kita bandingkan dengan dw

table.

Karena nila dw diantara du < dw < 4-du, terima Ho, maka dapat disimpulkan bahwa H0 diterima artinya model tersebut tidak mengandung autokorelasi.

PERBAIKAN PELANGGARAN ASUMSI KLASIK

6.1. Multikolinearitas

Jika model kita mengandung multikolinieritas yang serius yakni

korelasi yang tinggi antar variabel independen, Ada dua pilihan yaitu kita

membiarkan model tetap mengandung multikolinieritas dan kita akan

memperbaiki model supaya terbebas dari masalah multikolinieritas.

Tanpa Ada Perbaikan

Multikolinieritas sebagaimana kita jelaskan sebelumnya tetap

menghasilkan estimator yang BLUE karena masalah estimator yang BLUE

tidak memerlukan asumsi tidak adanya korelasi antar variabel

independen. Multikolinieritas hanya menyebabkan kita kesulitan

memperoleh estimator dengan standard error yang kecil. Masalah

multikolinieritas biasanya juga timbul karena kita hanya mempunyai

jumlah observasi yang sedikit. Dalam kasus terakhir ini berarti kita tidak

punya pilihan selain tetap menggunakan model untuk analisis regresi

walaupun mengandung masalah multikolinieritas.

BAB

6

Dengan Perbaikan

a. Menghilangkan Variabel Independen

Ketika kita menghadapi persoalan serius tentang

multikolinieritas, salah satu metode sederhana yang bisa dilakukakan

adalah dengan menghilangkan salah satu variabel independen yang

mempunyai hubungan linier kuat. Misalnya dalam kasus hubungan

antara tabungan dengan pendapatan dan kekayaan, kita bisa

menghilangkan variabel independen kekayaan.

Akan tetapi menghilangkan variabel independen di dalam suatu

model akan menimbulkan bias spesifikasi model regresi. Masalah bias

spesifikasi ini timbul karena kita melakukan spesifikasi model yang

salah di dalam analisis. Ekonomi teori menyatakan bahwa pendapatan

dan kekayaan merupakan faktor yang mempengaruhi tabungan

sehingga kekayaan harus tetap dimasukkan di dalam model.

b. Transformasi Variabel

Misalnya kita menganalisis perilaku tabungan masyarakat

dengan pendapatan dan kekayaan sebagai variabel independen. Data

yang kita punyai adalah data time series. Dengan data time series ini

maka diduga akan terjadi multikolinieritas antara variabel independen

pendapatan dan kekayaan karena data keduanya dalam berjalannya

waktu memungkinkan terjadinya trend yakni bergerak dalam arah

yang sama. Ketika pendapatan naik maka kekayaan juga mempunyai

trend yang naik dan sebaliknya jika pendapatan menurun diduga

kekayaan juga menurun.

Dalam mengatasi masalah multikolinieritas tersebut, kita bisa

melakukan transformasi variabel. Misalnya kita mempunyai model

regresi time series sbb:

tttt eXXY 22110 (6.1)

dimana :

Y = tabungan;

X1 = pendapatan;

X2 = kekayaan

Pada persamaan (6.1) tersebut merupakan perilaku tabungan pada

periode t, sedangkan perilaku tabungan pada periode sebelumnya t-1

sbb:

112211101 tttt eXXY (6.2)

Jika kita mengurangi persamaan (6.1) dengan persamaan (6.2) akan

menghasilkan persamaan sbb:

)()()( 112222111111 tttttttt eeXXXXYY (6.3)

ttttttt vXXXXYY )()( 122211111 (6.4)

dimana vt = et – et-1

Persamaan (6.4) tersebut merupakan bentuk transformasi

variabel ke dalam bentuk diferensi pertama (first difference). Bentuk

diferensi pertama ini akan mengurangi masalah multikolinieritas

karena walalupun pada tingkat level X1 dan X2 terdapat

multikolinieritas namun tidak berarti pada tingkat diferensi pertama

masih terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya.

Transformasi variabel dalam persamaan (6.4) akan tetapi

menimbulkan masalah berkaitan dengan masalah variabel gangguan.

Metode OLS mengasumsikan bahwa variabel gangguan tidak saling

berkorelasi. Namun transformasi variabel variabel gangguan vt = et –

et-1 diduga mengandung masalah autokorelasi. Walaupun variabel

gangguan et awalnya adalah independen, namun variabel gangguan vt

yang kita peroleh dari transformasi variabel dalam banyak kasus akan

saling berkorelasi sehingga melanggar asumsi variabel gangguan

metode OLS.

c. Penambahan Data

Masalah multikolinieritas pada dasarnya merupakan

persoalan sampel. Oleh karena itu, masalah multikolinieritas

seringkali bisa diatasi jika kita menambah jumlah data. Kita kembali ke

model perilaku tabungan sebelumnya pada contoh 6.5. dan kita tulis

kembali modelnya sbb:

iiii eXXY 22110 (6.5)

dimana:Y= tabungan; X1= pendapatan; X2 = kekayaan.

Varian untuk 1 sbb:

)1(

)ˆvar(2

12

2

1

2

1rx i

(6.6)

Ketika kita menambah jumlah data karena ada masalah

multikolinieritas antara X1 dan X2 maka 2

1ix akan menaik sehingga

menyebabkan varian dari 1 akan mengalami penurunan. Jika varian

mengalami penurunan maka otomatis standard error juga akan

mengalami penurunan sehingga kita akan mampu mengestimasi

1 lebih tepat. Dengan kata lain, jika multikolinieritas menyebabkan

variabel independen tidak signifikan mempengaruhi variabel

dependen melalui uji t maka dengan penambahan jumlah data maka

sekarang variabel independen menjadi signifikan mempengaruhi

variabel dependen.

Contoh Kasus 6.1:

Data perkembangan Ekspor, Konsumsi, impor, angkatan kerja dan

populasi di Negara ABC sebagai berikut :

Tabel 6.1.

Perkembangan Ekspor, Konsumsi, impor, angkatan kerja dan populasi

Tahun Ekspor konsumsi Impor Angkatan

Kerja Populasi

1990 468359 119802 95842 72574728 181436821 1991 556306 140805 112644 73845896 184614740

1992 632582 157484 125987 75104839 187762097

1993 671218 192959 154367 76349299 190873248 1994 737948 228119 182495 77575965 193939912

1995 794926 279876 223901 78783138 196957845

1996 855022 332094 265676 79970646 199926615

1997 921714 387171 309737 81141540 202853850

1998 1024791 647824 518259 82301397 205753493

1999 698856 813183 650547 83457632 208644079

2000 883948 856798 685439 84616171 211540428

2001 889649 1039655 831724 85779320 214448301

2002 878823 1231965 985572 86947635 217369087

2003 930554 1372078 1097662 88123124 220307809

2004 1056442 1532888 1226311 89307442 223268606

2005 1231826 1785596 1428477 90501881 226254703 2006 1347685 2092656 1674125 91705592 229263980

2007 1462818 2510504 2008403 111244331 232296830

2008 1602275 2999957 2399966 113031121 235360765

2009 1447012 3290996 2632797 115053936 238465165

2010 1667918 3858822 3087057 116495844 241613126

2011 1914268 4340605 3472484 118515710 244808254

Tahun Ekspor konsumsi Impor Angkatan

Kerja Populasi

2012 1945064 4858331 3886665 120426769 248037853

2013 2026120 5456626 2359212 122125092 251268276 2014 2046740 6035674 2580527 124061112 254454778

Lakukan regresi LS EKS C CONS IMP AK POP Kita peroleh hasil persamaan regresi sebagai berikut :

Dependent Variable: EKS Method: Least Squares Date: 01/09/17 Time: 04:26 Sample: 1990 2014 Included observations: 25

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -892281.2 712567.2 -1.252206 0.2249

CONS 0.119704 0.049762 2.405542 0.0259 IMP 0.022910 0.064591 0.354693 0.7265 AK 0.007369 0.006623 1.112725 0.2790

POP 0.005041 0.003399 1.483299 0.1536 R-squared 0.959611 Mean dependent var 1147715.

Adjusted R-squared 0.951533 S.D. dependent var 488609.5 S.E. of regression 107567.9 Akaike info criterion 26.18649 Sum squared resid 2.31E+11 Schwarz criterion 26.43026 Log likelihood -322.3311 Hannan-Quinn criter. 26.25410 F-statistic 118.7968 Durbin-Watson stat 1.357171 Prob(F-statistic) 0.000000

Dari hasil output regresi diatas dapat kita susun persamaan sebagai berikut : EKS = - 892281 + 0.12*CONS + 0.023*IMP + 0.007*AK + 0.005*POP (0.0498) (0.0645) (0.0066) (0.0033) T hitung 2.4055*** 0.3546 1.1127 1.4832 R2 = 0.959 F hitung = 118.796

Konsekuensi multikearitas adalah invalidnya signifikansi variable

maupun besaran koefisien variable dan konstanta. Multikolinearitas

diduga terjadi apabila estimasi menghasilkan nilai R kuadrat yang tinggi

(lebih dari 0.8), nilai F tinggi, dan nilai t-statistik semua atau hampir

semua variabel penjelas tidak signifikan. (Gujarati, 2003)

Untuk medeteksi awal apakah dalam suatu model mengandung

multikolinearitas, maka tindakan awal dengan melihat estimasi nilai R2

yang tinggi (lebih dari 0.8), nilai F tinggi, dan nilai t-statistik semua atau

hampir semua variabel penjelas tidak signifikan. Dari hasil diatas dapat

kita lihat R2 tinggi, F tinggi namun sebagian besar tidak signifikan. Artinya

ada kemungkinan model diatas mengandung multikolinearitas yang

serius.

Uji selanjutnya, bandingkan R kuadrat regresi diatas dengan R

kuadrat regresi antar variable bebasnya.

Regres LS AK IMP CONS POP C Dependent Variable: AK Method: Least Squares Date: 01/09/17 Time: 04:49 Sample: 1990 2014 Included observations: 25

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. IMP 5.078742 1.816942 2.795215 0.0108

CONS 4.832311 1.255603 3.848599 0.0009 POP 0.137917 0.107873 1.278517 0.2150

C 47839133 21030811 2.274716 0.0335 R-squared 0.964931 Mean dependent var 93561606

Adjusted R-squared 0.959922 S.D. dependent var 17704591 S.E. of regression 3544388. Akaike info criterion 33.14528 Sum squared resid 2.64E+14 Schwarz criterion 33.34030 Log likelihood -410.3159 Hannan-Quinn criter. 33.19937 F-statistic 192.6086 Durbin-Watson stat 1.277394 Prob(F-statistic) 0.000000

Jika kita bandingkan R12 regresi LS EKS C CONS IMP AK POP dengan R22

regresi LS AK IMP CONS POP C, maka R12 = 0.959611lebih kecil dari

R22 = 0.964931, sehingga dapat disimpulkan model diatas

mengandung multikolearitas.

Cara menghilangkan multikonearitas :

Dengan menghilangkan variable yang tidak signifikan Misal variable konsumsi kita hilangkan Regres LS EKS C IMP AK POP

Dependent Variable: EKS Method: Least Squares Date: 01/09/17 Time: 05:02 Sample: 1990 2014 Included observations: 25

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -2058947. 578495.0 -3.559144 0.0019

IMP 0.010873 0.071359 0.152363 0.8804 AK 0.017615 0.005620 3.134436 0.0050

POP 0.007095 0.003646 1.946095 0.0651 R-squared 0.947925 Mean dependent var 1147715.

Adjusted R-squared 0.940486 S.D. dependent var 488609.5 S.E. of regression 119198.4 Akaike info criterion 26.36061 Sum squared resid 2.98E+11 Schwarz criterion 26.55563 Log likelihood -325.5077 Hannan-Quinn criter. 26.41470 F-statistic 127.4227 Durbin-Watson stat 1.280160 Prob(F-statistic) 0.000000

Hasil regresi diatas : R kuadrat yang tinggi (lebih dari 0.8), nilai F tinggi,

dan nilai t-statistik hampir semua variabel penjelas signifikan.

6.2. Heteroskedastisitas

Diketahui bahwa heteroskedastisitas tidak merusak sifat kebiasan dan

konsistensi dari penaksir OLS, tetapi penaksir tadi tidak lagi efisien yang

membuat prosedur pengujian hipotesis yang biasa nilainya diragukan.

Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan perbaikan pada model regresi

untuk menghilangkan masalah heteroskedastisitas pada model regresi

tersebut. Tindakan perbaikan ini tergantung dari pengetahuan kita

tentang varian dari variabel gangguan. Ada dua pendekatan untuk

melakukan tindakan perbaikan, yaitu jika σ2i diketahui dan jika σ2i tidak

diketahui.

a. Varian Variabel gangguan Diketahui (i2 )

Jika kita mengetahui besarnya varian maka penyembuhan masalah

heteroskedastisitas bisa dilakukan melalui metode WLS yang

merupakan bentuk khusus dari metode Generalized Least Squares

(GLS). Dari metode WLS ini akhirnya kita bisa mendapatkan estimator

yang BLUE kembali. Untuk mengetahui bagaimana metode WLS ini

bekerja, misalkan kita mempunyai model regresi sederhana sbb:

iii eXY 10 (6.7)

Jika varian variabel gangguan 2

i diketahui maka persamaan (6.7)

dibagi i akan mendapatkan persamaan sbb:

i

i

i

i

ii

i eY

0 (6.8)

Atau dapat ditulis sbb:

ii

i

i eXY 10

1

(6.9)

Persamaan (6.9) merupakan transformasi dari persamaan (6.7). Dari

metode transformasi ini kita akan mendapatkan varian variabel

gangguan yang konstan.

2)()( ii eeVar (6.10)

2

i

ie

)(1 2

2 i

i

e

karena varian variabel gangguan 2

i diketahui dan 22 )( iie maka

)(1 2

2 i

i

1

Varian dari transformasi variabel gangguan

ie ini sekarang konstan.

Ketika kita mengaplikasikan metode OLS dalam persamaan

transformasi (6.9) maka kita akan mempunyai estimator yang BLUE.

Namun perlu diingat bahwa estimator pada persamaan awal yakni

persamaan (6.7) tetap tidak BLUE.

b. Ketika Varian Variabel gangguan Tidak Diketahui (I2 )

Dalam kenyataannya sulit kita mengetahui besarnya varian

variabel gangguan. Oleh karena itu dikembangkanlah metode

penyembuhan yang memberi informasi cukup untuk mendeteksi

varian yang sebenarnya. Ada beberapa metode yang dapat digunakan

untuk menyembuhkan masalah heteroskedastisitas.

Metode White

Jika kita tidak mengetahui besaranya varian variabel gangguan

maka kita tidak mungkin bisa menggunakan metode WLS. OLS

estimator sebenarnya menyediakan estimasi parameter yang

konsisten jika terjadi heteroskedastisitas tetapi standard errors OLS

yang biasa tidak tepat untuk membuat sebuah kesimpulan. White

kemudian menggembangkan perhitungan standard errors

heteroskedastisitas yang dikoreksi (heteroscedasticity-corrected

standard errors). Untuk menjelaskan metode White ini kita ambil

contoh regresi sederhana sbb:

iii eXY 10 (6.11)

Dimana 2)var( iie

Jika model mempunyai varian variabel gangguan yang tidak sama maka

varian estimator tidak lagi efisien. Varian estimator 1 menjadi:

22

22

1)(

)ˆvar(i

ii

x

x

(6.12)

Karena 2

i tidak bisa dicari secara langsung maka White mengambil

residual kuadrat 2ˆie dari persamaan (6.12) sebagai proksi dari 2

i .

Kemudian varian estimator 1 dapat ditulis sbb:

22

22

1)(

)ˆvar(i

ii

x

ex

(6.13)

Sebagaimana ditunjukkan oleh White, varian )ˆ( 1 dalam persamaan

(6.13) adalah estimator yang konsisten dari varian dalam persamaan

(6.12). Ketika sampel bertambah besar maka varian persamaan (6.13)

akan menjadi varian persamaan (6.12).

Prosedur metode White dilakukan dengan mengestimasi

persamaan (6.11) dengan metode OLS, dapatkan residualnya dan

menghitung varian berdasarkan persamaan (6.10). Bagi model regresi

lebih dari satu variabel independen maka kita harus mencari varian

setiap variabel independen. Untuk mengatasi masalah ini, beberapa

program komputer seperti Eviews menyediakan metode White ini.

Metode White tentang heteroscedasticity-corrected standard

errors didasarkan pada asumsi bahwa variabel gangguan et tidak saling

berhubungan atau tidak ada serial korelasinya. Untuk itu maka Newey,

Whitney dan Kennneth West menggembangkan metode dengan

memasukkan masalah unsur autokoralsi (6.13)

Mengetahui Pola Heteroskedastisitas

Kelemahan dari metode White adalah estimator yang didapatkan

mungkin tidak efisien. Metode lain yang bisa dilakukan adalah dengan

mengetahui pola heteroskedastisitas di dalam model. Pola ini bisa

diketahui melalui hubungan antara varian variabel gangguan dengan

variabel independen. Misalnya kita mempunyai model sbb:

iii eXY 10 (6.14)

Kita asumsikan bahwa pola varian variabel gangguan dari persamaan

(6.14) adalah proporsional dengan Xi sehingga:

)()(var 2

iii eEXe (6.15)

iX2

untuk menghilangkan masalah heteroskedastisitas jika variabel

gangguan proporsional dengan variabel independen Xi, kita dapat

melakukan transformasi persamaan (6.15) dengan membagi dengan

iX sehingga akan menghasilkan persamaan sbb:

i

i

i

i

ii X

e

X

X

XX

Y 1

0

ii

i

vXX

10

1 (6.16)

dimana i

ii

X

ev

Sekarang kita bisa membuktikan bahwa varian variabel gangguan dalam

persamaan (6.16) tidak lagi heteroskedastisitas tetapi

homoskedastisitas:

2

2 )(

i

ii

X

eEvE karena persamaan (6.16)

)(1 2

i

i

eX

(6.17)

i

i

XX

21

2 Karena persamaan (6.15)

Persamaan (6.17) tersebut berbeda dengan model persamaan regresi

awal. Sekarang kita tidak lagi mempunyai intersep sehingga kita bisa

melakukan regresi tanpa intersep untuk mengestimasi 0 dan 1. Kita

kemudian bisa mendapatkan regresi awal dengan cara mengalikan

persamaan (6.16) dengan iX .

Selain proporsional dengan variabel independen X, kita bisa

mengasumsikan bahwa pola varian variabel gangguan adalah

proporsional dengan 2

iX sehingga:

222 )( ii XeE (6.18)

Kemudian kita bisa melakukan transformasi persamaan (6.14) dengan

membagi Xi sehingga akan menghasilkan persamaan sbb:

i

i

iii

i

X

e

XXX

Y 10

i

i

vX

10

1 (6.19)

Kita dapat membuktikan bahwa varian variabel gangguan persamaan

(7.62) sekarang bersifat homoskedastisitas yaitu:

2

2 )(

i

ii

X

eEvE

)(1 2

2 i

i

eX

22

2

1i

i

XX

2 karena persamaan (6.18) (6.20)

Dalam transformasi persamaan di atas konstanta dan slope

persamaan awal menjadi variabel independen dan variabel intersep

baru.

Contoh Kasus 6.2:

Data perkembangan Ekspor, Konsumsi, impor, angkatan kerja dan

populasi di Negara DEF sebagai berikut :

Tabel 6.2. Perkembangan Ekspor, Konsumsi, impor,

angkatan kerja dan populasi

Tahun Ekspor Consumsi Import Angkatan Kerja Pop 1990 468359 119802 95842 54431046 181436821 1991 556306 140805 112644 55384422 184614740 1992 632582 157484 125987 56328629 187762097 1993 671218 192959 154367 57261974 190873248 1994 737948 228119 182495 58181974 193939912 1995 794926 279876 223901 59087354 196957845 1996 855022 332094 265676 59977985 199926615 1997 921714 387171 309737 60856155 202853850 1998 1024791 647824 518259 61726048 205753493 1999 698856 813183 650547 62593224 208644079 2000 883948 856798 685439 84616171 211540428 2001 889649 1039655 831724 85779320 214448301 2002 878823 1231965 985572 86947635 217369087 2003 930554 1372078 1097662 88123124 220307809 2004 1056442 1532888 1226311 89307442 223268606 2005 1231826 1785596 1428477 90501881 226254703 2006 1347685 2092656 1674125 91705592 229263980 2007 1462818 2510504 2259453 111244331 232296830 2008 1602275 2999957 2699961 113031121 235360765 2009 1447012 3290996 2961896 115053936 238465165 2010 1667918 3858822 3472940 116495844 241613126 2011 1914268 4340605 3906545 118515710 244808254 2012 1945064 4858331 3886665 120426769 248037853 2013 2026120 5456626 2359212 122125092 251268276 2014 2046740 6035674 2580527 124061112 254454778

Lakukan regresi LS IMP C CONS EKS AK POP

Hasilnya sebagai berikut : Dependent Variable: IMP Method: Least Squares Date: 01/09/17 Time: 05:38 Sample: 1990 2014 Included observations: 25

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 461161.8 3143958. 0.146682 0.8849

CONS -0.097674 0.214708 -0.454916 0.6541 EKS 1.514296 0.871794 1.736989 0.0978 AK 0.042048 0.015469 2.718159 0.0132

POP -0.019457 0.020484 -0.949864 0.3535 R-squared 0.899135 Mean dependent var 1387839.

Adjusted R-squared 0.878962 S.D. dependent var 1264205. S.E. of regression 439823.8 Akaike info criterion 29.00299 Sum squared resid 3.87E+12 Schwarz criterion 29.24677 Log likelihood -357.5374 Hannan-Quinn criter. 29.07061 F-statistic 44.57112 Durbin-Watson stat 1.259764 Prob(F-statistic) 0.000000

Uji heteroskedastisitas dengan uji White Pilih : view Residual Diagnostics Heteroskedasticity Test White OK

Heteroskedasticity Test: White F-statistic 16.78182 Prob. F(14,10) 0.0000

Obs*R-squared 23.97936 Prob. Chi-Square(14) 0.0461 Scaled explained SS 15.97986 Prob. Chi-Square(14) 0.3146

Karena nilai Prob. Chi-Square(14) 0,0461 lebih kecil dari 0,05, maka

dapat disimpulkan model diatas mengandung heteroskedastisitas.

Dalam analisis regresi diperlukan suatu metode untuk menduga

parameter agar memenuhi sifat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator),

salah satu metode yang paling sering digunakan adalah Ordinary Least

Square (OLS)atau sering disebut dengan Metode Kuadrat Terkecil (MKT).

Salah satu asumsi klasik yang harus dipenuhi dalam estimasi OLS agar

hasil estimasinya dapat diandalkan, yaitu ragam sisaan homogeny E(ui2) =

σ2 (homoskedastisitas). Pelanggaran terhadap asumsi homoskedastisitas

disebut heteroskedastisitas, yang artinya galat bersifat tidak konstan.

Konsekuensi dari terjadi heteroskedastisitas dapat mengakibatkan

penduga OLS yang diperoleh tetap memenuhi persyaratan tak bias, tetapi

varian yang diperoleh menjadi tidak efisien, artinya varian cenderung

membesar sehingga tidak lagi merupakan varian yang kecil. Dengan

demikian model perlu diperbaiki dulu agar pengaruh dari

heteroskedastisitas hilang (Gujarati, 2003)

.

Perbaikan heteroskedastisitas dapat dilakukan melalui :

a. Melalui Logaritma

Lakukan regresi LS LOG(IMP) C LOG(CONS) lOG(EKS) LOG(AK) LOG(POP)

Dependent Variable: LOG(IMP) Method: Least Squares Date: 01/09/17 Time: 05:51 Sample: 1990 2014 Included observations: 25

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 284.8554 96.85826 2.940951 0.0081

LOG(CONS) 1.941547 0.351879 5.517657 0.0000 LOG(EKS) 0.635442 0.372278 1.706901 0.1033 LOG(AK) 0.700437 0.452365 1.548390 0.1372

LOG(POP) -16.65656 5.608760 -2.969740 0.0076 R-squared 0.985814 Mean dependent var 13.57581

Adjusted R-squared 0.982977 S.D. dependent var 1.221827 S.E. of regression 0.159415 Akaike info criterion -0.657761 Sum squared resid 0.508260 Schwarz criterion -0.413986 Log likelihood 13.22201 Hannan-Quinn criter. -0.590148 F-statistic 347.4638 Durbin-Watson stat 1.115773 Prob(F-statistic) 0.000000

Uji heteroskedastisitas dengan uji White Pilih : view Residual Diagnostics Heteroskedasticity Test White OK

Heteroskedasticity Test: White F-statistic 3.011030 Prob. F(9,15) 0.0288

Obs*R-squared 16.09248 Prob. Chi-Square(9) 0.0650 Scaled explained SS 15.04800 Prob. Chi-Square(9) 0.0896

Karena nilai Prob. Chi-Square(9) sebesar 0,065, lebih besar dari 0,05, maka dapat disimpulkan model diatas mengandung tidak heteroskedastisitas.

b. cara mengatasi heteroskedastisitas pada regresi dengan metode

Weighted Least Square .

Uji menguji ada tidaknya heteroskedastisitas dapatjuga digunakan Uji Breusch Pagan Godfrey (BPG). Hipotesis: H0: tidak ada heteroskedastisitas H1: ada heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic 12.01533 Prob. F(4,20) 0.0000

Obs*R-squared 17.65368 Prob. Chi-Square(4) 0.0014 Scaled explained SS 11.76442 Prob. Chi-Square(4) 0.0192

Berdasarkan perhitungan dengan metode BPG diperoleh bahwa H0

ditolak yang artinya terdapat masalah Heteroskedastisitas dalam

model, sehingga diperlukan adanya perbaikan pada model agar tidak

menyesatkan kesimpulan.

Persoalan heteroskedastisitas dapat ditangani dengan melakukan

pembobotan suatu faktor yang tepat kemudian menggunakan metode

OLS terhadap data yang telah diboboti. Pemilihan terhadap suatu faktor

untuk pembobotan tergantung bagaimana sisaan berkorelasi dengan X

atau Y, jika sisaan proporsional terhadap Xi maka model akan dibagi

engan iX , jika sisaan adalah proporsional dengan sehingga model

akan dibagi dengan Xi2, selain proporsional dengan X1 dan Xi2 bisa juga

diasumsikan bahwa pola varian sisaan adalah proporsional dengan

[E(Yi)]2 sehingga dibagi dengan E(Yi) . Namun dalam prakteknya tidak

selalu dengan pembobotan iYEXX

1,

1,

1

11

dapat mengatasi

heteroskedastisitas karena sesungguhnya pembobot yang diberikan

bergantung pada pola sebaran sisaan terhadap variabel bebas maupun

variabel terikat. Oleh karena itu, dalam penelitian ini faktor pembobot

yang akan dianalisis adalah iYEXX

1,

1,

1

11

, dani

1 (dimana σ = residual

kuadrat).

Pembobotan yang digunakan untuk mengatasi adalah dengan

mengalikan semua variable dengan i

1 , sehingga diperoleh variable

baru sebagai berikut :

Tabel 6.3. Variabel baru setelah pembobotan

Tahun Eks2 Cons2 Imp2 AK2 Pop2 1990 2.621783 0.670628 0.536503 304.6944 1015.648 1991 6.463996 1.636083 1.308867 643.5391 2145.13 1992 89.52568 22.28782 17.83026 7971.872 26572.91 1993 396.505 113.9855 91.18837 33826.06 112753.5 1994 -15.7647 -4.8733 -3.89864 -1242.94 -4143.13 1995 -12.048 -4.24184 -3.39348 -895.536 -2985.12 1996 -9.52208 -3.69842 -2.95873 -667.954 -2226.51 1997 -7.59771 -3.19146 -2.55317 -501.639 -1672.13 1998 -43.457 -27.4715 -21.9772 -2617.54 -8725.13 1999 1.095045 1.274185 1.019348 98.07796 326.9265 2000 -1.87041 -1.81296 -1.45037 -179.046 -447.614 2001 -2.87528 -3.36009 -2.68807 -277.233 -693.082 2002 -7.79908 -10.933 -8.74642 -771.614 -1929.03 2003 -16.1859 -23.8656 -19.0925 -1532.8 -3831.99 2004 -11.0095 -15.9747 -12.7797 -930.698 -2326.74 2005 -9.71356 -14.0803 -11.2643 -713.652 -1784.13 2006 -72.1373 -112.013 -89.6106 -4908.71 -12271.8 2007 -4.44035 -7.62058 -6.85852 -337.68 -705.132 2008 -23.6262 -44.2356 -39.812 -1666.69 -3470.49 2009 3.341787 7.600355 6.84032 265.7101 550.7208 2010 2.50583 5.797379 5.217641 175.0199 362.9924 2011 2.550768 5.783871 5.205484 157.9226 326.2078 2012 2.712767 6.775881 5.420705 167.9584 345.9367 2013 -2.29378 -6.17747 -2.67087 -138.258 -284.462 2014 -3.1197 -9.19976 -3.93332 -189.098 -387.848

Lakukan regresi LS IMP2 C CONS2 EKS2 AK2 POP2

Method: Least Squares Date: 01/09/17 Time: 05:47 Sample: 1990 2014 Included observations: 25

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.081297 0.055690 19.41639 0.0000

CONS2 -0.123846 0.033695 -3.675453 0.0015 EKS2 1.439465 0.054908 26.21585 0.0000 AK2 0.042008 0.001491 28.17096 0.0000

POP2 -0.016739 0.000594 -28.19219 0.0000 R-squared 0.999955 Mean dependent var -3.964814

Adjusted R-squared 0.999946 S.D. dependent var 28.37547 S.E. of regression 0.207613 Akaike info criterion -0.129424 Sum squared resid 0.862064 Schwarz criterion 0.114351 Log likelihood 6.617805 Hannan-Quinn criter. -0.061812 F-statistic 112074.9 Durbin-Watson stat 1.533574 Prob(F-statistic) 0.000000

Lakukan Uji heteroskedastisitas dengan uji White

Pilih : view Residual Diagnostics Heteroskedasticity Test

Breusch-Pagan-Godfrey OK

Heteroskedasticity Test: Breusch-Pagan-Godfrey F-statistic 1.084458 Prob. F(4,20) 0.3907

Obs*R-squared 4.455852 Prob. Chi-Square(4) 0.3478 Scaled explained SS 6.778892 Prob. Chi-Square(4) 0.1480

Berdasarkan perhitungan dengan metode BPG diperoleh bahwa H0

diterima yang artinya tidak terdapat masalah Heteroskedastisitas dalam

model (Prob. Chi-Square(4) = 0.34 lebih besar dari α = 0.05)

Dapat disimpulkan bahwa pembobot pada α taraf sebesar 0,05 dapat

mengatasi heteroskedastisitas .

6.3. Autokorelasi

Setelah kita ketahui konsekuensi masalah autokorelasi dimana estimator

dari metode OLS masih linier, tidak bias tetapi tidak mempunyai varian

yang minimum.

Penyembuhan masalah autokorelasi sangat tergantung dari sifat

hubungan antara residual. Atau dengan kata lain bagaimana bentuk

struktur autokorelasi.

Model regresi sederhana seperti dalam persamaan (6.21) sbb:

ttt eXY 10 (6.21)

Diasumsikan bahwa residual mengikuti model AR(1) sebagai berikut:

ttt vee 1 11 (6.22)

Penyembuhan masalah autokorelasi dalam model ini tergantung dua hal:

(1) jika atau koefisien model AR(1) diketahui;

(2) jika tidak diketahui tetapi bisa dicari melalui estimasi.

a. Ketika Struktur Autokorelasi Diketahui

Pada kasus ketika koefisien model AR(1) yakni struktur

autokorelasi diketahui, maka penyembuhan autokorelasi dapat

dilakukan dengan transformasi persamaan dikenal sebagai metode

Generalized difference equation. Pada bab 7 kita telah mengembangkan

metode GLS untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas yakni ketika

varian residual tidak konstan. Dengan melakukan transformasi model

kita dapat menghilangkan masalah heteroskedastisitas sehingga kita

kemudian dapat mengestimasi model dengan menggunakan metode

OLS.

Untuk menjelaskan metode Generalized difference equation

dalam kasus adanya autokorelasi, misalkan kita mempunyai model

regresi sederhana dan residualnya (et) mengikuti pola autoregresif

tingkat pertama AR(1) sbb:

ttt eXY 10 (6.23)

ttt vee 1 11 (6.24)

Dimana residual vt memenuhi asumsi residual metode OLS yakni

E(vt)=0; Var(vt) = 2; dan Cov (vt,vt-1) =0.

Kelambanan (lag) satu persamaan (6.23) sbb:

11101 ttt eXY (6.25)

Jika kedua sisi dalam persamaan (6.25) dikalikan dengan maka akan

menghasilkan persamaan sbb:

11101 ttt eXY (6.26)

Kemudian persamaan (6.23) dikurangi persamaan (6.25) akan

menghasilkan persamaan diferensi tingkat pertama sbb:

1111001 tttttt eeXXYY

ttttt vXXYY 11101 )1(

ttt vXX )()1( 110 (6.27)

dimana 1 ttt eev dan memenuhi asumsi OLS seperti persamaan

(6.24)

Persamaan (6.27) tersebut dapat kita tulis menjadi:

tttt vXY 0 (6.28)

Dimana )(;);1();( 111001

tttttt XXXYYY

Residual vt dalam persamaan (6.28) sudah terbebas dari masalah

autokorelasi sehingga memenuhi asumsi OLS. Sekarang kita bisa

mengaplikasikan metode OLS terhadap transformasi variabel Y* dan X*

dan mendapatkan estimator yang menghasilkan karakteristik

estimator yang BLUE.

b. Ketika Struktur Autokorelasi Tidak Diketahui

Walaupun metode penyembuhan masalah autokorelasi

sangat mudah dilakukan dengan metode generalized difference

equation jika strukturnya diketahui, namun metode ini dalam

prakteknya sangat sulit dilakukan. Kesulitan ini muncul karena sulitnya

kita untuk mengetahui nilai . Oleh karena itu kita harus menemukan

cara yang paling tepat untuk mengestimasi . Ada beberapa metode

yang telah dikembangkan oleh para ahli ekonometrika untuk

mengestimasi nilai .

1) Metode Diferensi Tingkat Pertama

Nilai terletak antara -1 1. Jika nilai = 0 berarti tidak

ada korelasi residual tingkat pertama (AR 1). Namun jika nilai =

1 maka model mengandung autokorelasi baik positif maupun

negatif. Ketika nilai dari = +1, masalah autokorelasi dapat

disembuhkan dengan diferensi tingkat pertama metode generalized

difference equation. Misalkan kita mempunyai model sederhana

seperti persamaan (6.29) sebelumnya, metode diferensi tingkat

pertama (first difference) dapat dijelaskan sbb:

ttt eXY 10 (6.29)

Diferensi tingkat pertama persamaan (6.23) tersebut sebagaimana

dalam persamaan (6.30) sebelumnya sbb:

111101 )1( tttttt eeXXYY (6.30)

Jika = +1 maka persamaan tersebut dapat ditulis kembali menjadi

)()( 1111 tttttt eeXXYY (6.31)

Atau dapat ditulis menjadi persamaan sbb:

ttt vXY 1 (6.32)

dimana adalah diferensi dan 1 ttt eev

Residual vt dari persamaan (6.32) tersebut sekarang terbebas dari

masalah autokorelasi. Metode first difference ini bisa diaplikasikan

jika koefisien autokorelasi cukup tinggi atau jika nilai statistik

Durbin-Watson (d) sangat rendah. Sebagai rule of thumb jika R2 > d,

maka kita bisa menggunakan metode first difference. Dari

transformasi first difference ini sekarang kita tidak lagi mempunyai

intersep atau konstanta dalam model. Konstanta dalam model dapat

dicari dengan memasukkan variabel trend (T) di dalam model

aslinya. Misalkan model awalnya dengan trend sbb:

ttt eTXY 210 (6.33)

dimana T adalah trend, nilainya mulai satu pada awal periode dan

terus menaik sampai akhir periode. Residual et dalam persamaan

(6.24) tersebut mengikuti autoregresif tingkat pertama.

Transformasi persamaan (6.34) dengan metode first difference akan

menghasilkan persamaan sbb:

ttt vXY 211 (6.34)

dimana residual 1 ttt eev

Pada proses diferensi tingkat pertama persamaan (6.32)

menghasilkan persamaan (6.33) yang mempunyai konstanta

sedangkan diferensi pertama pada persamaan (6.34) tanpa

menghasilkan konstanta.

2) Estimasi Didasarkan Pada Berenblutt- Webb

Metode transformasi dengan first difference bisa digunakan

hanya jika nilai tinggi atau jika nilai d rendah. Dengan kata lain

metode ini hanya akan valid jika nilai = +1 yaitu jika terjadi

autokorelasi positif yang sempurna. Pertanyaannya bagaimana kita

bisa mengetahui asumsi bahwa = +1. Berenblutt-Webb telah

mengembangkan uji statistik untuk menguji hipotesis bahwa = +1.

Uji statistik dari Berenblutt-Webb ini dikenal dengan uji statistik g

(Gujarati, 2005). Rumus statistiknya dapat ditulis sbb:

nt

t

n

t

e

g

1

2

2

(6.34)

Dimana et adalah residual dari regresi model asli dan vt merupakan

residual dari regresi model first difference. Dalam menguji

signifikansi statistik g diasumsikan model asli mempunyai

konstanta. Kemudian kita dapat menggunakan tabel Durbin-Watson

dengan hipotesis nol = 1, tidak lagi dengan hipotesis nol = 0.

Keputusan bahwa = 1 ditentukan dengan membandingkan nilai

hitung g dengan nilai kritis statistik d. Jika g dibawah nilai batas

minimal dL maka tidak menerima hipotesis nol sehingga kita bisa

mengatakan bahwa = 1 atau ada korelasi positif antara residual.

3) Estimasi Didasarkan Pada Statistik d Durbin Watson

Kita hanya bisa mengaplikasikan metode transformasi first

difference jika nilai tinggi yakni mendekati satu. Metode ini tidak

bisa digunakan ketika rendah. Untuk kasus nilai rendah maka

kita bisa menggunakan statistik d dari Durbin Watson. Kita bisa

mengestimasi dengan cara sbb:

)ˆ1(2 d (6.35)

atau dapat dinyatakan dalam persamaan sbb:

21ˆ

d (6.36)

Sebagaimana pembahasan sebelumnya, kita bisa mencari nilai

dari estimasi statistik pada persamaan (6.36) di atas. Asumsi first

difference menyatakan bahwa 1ˆ hanya terjadi jika d=0 di dalam

persamaan (6.36). Begitu pula jika d = 2 maka 0ˆ dan bila d =4

maka 1ˆ . Persamaan tersebut hanya suatu pendekatan tetapi

kita bisa menggunakan nilai statistik d untuk mendapatkan nilai .

Di dalam sampel besar kita dapat mengestimasi dari persamaan

(6.36) dan menggunakan yang kita dapatkan untuk model

generalized difference equation dalam persamaan (6.13)

sebelumnya.

4) Estimasi Dengan Metode Dua Langkah Durbin

Untuk menjelaskan metode ini maka kita kembali ke model

generalized difference equation persamaan (6.37). Kita tulis kembali

persamaan tersebut sbb:

1111001 tttttt eeXXYY (6.37)

Atau dapat kita tulis kembali menjadi

ttttt vYXXY 111110 )1( (6.38)

Dimana )( 1 ttt eev

Setelah mendapatkan persamaan (6.38), Durbin menyarankan

untuk menggunakan prosedur dua langkah untuk mengestimasi

yaitu:

1. Lakukan regresi dalam persamaan (6.38) dan kemudian

perlakukan nilai koefisien Yt-1 sebagai nilai estimasi dari .

Walaupun ini bias, tetapi merupakan estimasi yang

konsisten

2. setelah mencapai pada langkah pertama, kemudian lakukan

transformasi variabel )( 1

ttt YYY dan )( 1

ttt XXX dan

kemudian lakukan regresi metode OLS pada transformasi

variabel persamaan (6.11.)

5) Estimasi Dengan Metode Cochrane-Orcutt

Uji ini merupakan uji alternatif untuk memperoleh nilai

yang tidak diketahui. Metode Cochrane-Orcutt sebagaimana metode

yang lain menggunakan nilai estimasi residual et untuk memperoleh

informasi tentang nilai (Pindyck, S and Daniel. L, 1998). Untuk

menjelaskan metode ini kita misalkan mempunyai model regresi

sederhana sbb:

ttt eXY 10 (6.39)

Diasumsikan bahwa residual (et) mengikuti pola autoregresif (AR1) sbb:

ttt vee 1 (6.40)

dimana residul vt memenuhi asumsi OLS

Metode yang kita bicarakan sebelumnya untuk mengetimasi hanya

merupakan estimasi tunggal terhadap . Oleh karena itu, Cochrane-Orcutt

merekomendasi untuk mengestimasi dengan regresi yang bersifat iterasi

sampai mendapatkan nilai yang menjamin tidak terdapat masalah

autokorelasi dalam model. Adapun metode iterasi dari Cochrane-Orcutt

dapat dijelaskan sbb:

1. Estimasi persamaan (6.39) dan kita dapatkan nilai residualnya te

2. Dengan residual yang kita dapatkan maka lakukan regresi

persamaan berikut ini:

ttt vee 1ˆˆˆ (6.41)

3. Dengan yang kita dapatkan pada langkah kedua dari persamaan

(6.41) kemudian kita regresi persamaan berikut ini:

1111001ˆˆˆˆ

tttttt eeXXYY (6.42)

ttttt vXXYY )ˆ()ˆ1(ˆ1101

atau dapat ditulis dalam bentuk yang lebih sederhana menjadi

persamaan

tt eXY 10 (6.43)

dimana: )ˆ1(00

4. Karena kita tidak mengetahui apakah nilai yang diperoleh dari

persamaan (6.41) adalah nilai estimasi yang terbaik, maka masukan

nilai )ˆ1(00 dan

1 yang diperoleh dalam persamaan (6.43)

ke dalam persamaan awal (6.39) dan kemudian dapatkan

residualnya

te sbb:

ttt XYe 10ˆˆˆ (6.44)

5. Kemudian estimasi regresi sbb:

ttt wee ˆˆˆ (6.45)

yang kita peroleh dari persamaan (6.45) ini merupakan langkah

kedua mengestimasi nilai

Karena kita tidak juga mengetahui apakah langkah kedua ini mampu

mengetimasi nilai yang terbaik maka kita dapat melanjutkan pada

langkah ketiga dan seterusnya. Pertanyaannya, sampai berapa langkah

kita harus berhenti melakukan proses iteratif untuk mendapatkan nilai .

Menurut Cochrane-Orcutt, estimasi nilai akan kita hentikan jika nilainya

sudah terlalu kecil.

Contoh Kasus :

Data perkembangan Ekspor, Konsumsi, Impor dan Jumlah penduduk di

Negara GHI sebagai berikut :

Tabel 6.4. Perkembangan Ekspor, Konsumsi, impor, dan populasi

Tahun Ekspor Consumsi Impor Populasi

1990 468359 119802 95842 181436821 1991 556306 140805 112644 184614740 1992 632582 157484 125987 187762097 1993 671218 192959 154367 190873248 1994 737948 228119 182495 193939912 1995 794926 279876 223901 196957845 1996 855022 332094 265676 199926615 1997 921714 387171 309737 202853850 1998 1024791 647824 518259 205753493 1999 698856 813183 650547 208644079 2000 883948 856798 685439 211540428 2001 889649 1039655 831724 214448301 2002 878823 1231965 985572 217369087 2003 930554 1372078 1097662 220307809 2004 1056442 1532888 1226311 223268606 2005 1231826 1785596 1428477 226254703 2006 1347685 2092656 1674125 229263980 2007 1462818 2510504 2259453 232296830 2008 1602275 2999957 2699961 235360765 2009 1447012 3290996 2961896 238465165 2010 1667918 3858822 3472940 241613126 2011 1914268 4340605 3906545 244808254 2012 1945064 4858331 3886665 248037853 2013 2026120 5456626 2359212 251268276 2014 2046740 6035674 2580527 254454778

Lakukan regresi LS Log(IMP) C Log(CONS) Log(EKS) Log(POP)

Hasilnya seperti di bawah ini :

Dependent Variable: LOG(IMP) Method: Least Squares Date: 01/09/17 Time: 07:01 Sample: 1990 2014 Included observations: 25

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 250.1596 97.31562 2.570601 0.0178

LOG(CONS) 1.933802 0.363362 5.321971 0.0000 LOG(EKS) 0.529593 0.377928 1.401305 0.1757 LOG(POP) -14.10181 5.536083 -2.547255 0.0188

R-squared 0.984114 Mean dependent var 13.57581

Adjusted R-squared 0.981844 S.D. dependent var 1.221827 S.E. of regression 0.164633 Akaike info criterion -0.624543 Sum squared resid 0.569188 Schwarz criterion -0.429523 Log likelihood 11.80679 Hannan-Quinn criter. -0.570453 F-statistic 433.6286 Durbin-Watson stat 0.910714 Prob(F-statistic) 0.000000

Lakukan Uji Autokorelasi dengan uji LM

Pilih : view Residual Diagnostics Serial Correlation LM Test

masukan angka 2 OK

Hasilnya seperti output dibawah ini

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 4.775548 Prob. F(2,19) 0.0209

Obs*R-squared 8.363160 Prob. Chi-Square(2) 0.0153

Dari hasil perhitungan Uji LM diperoleh nilai Prob. Chi-Square(2) = 0,0153

lebih kecil dari α = 0,05 berti H0 ditolak, artinya dalam model diatas model

yang digunakan mengandung autokorelasi. Konsekuensi masalah

autokorelasi dimana estimator dari metode OLS masih linier, tidak bias

tetapi tidak mempunyai varian yang minimum.

Perbaikan Autokorelasi

Perbaikan Autokorelasi digunakan metode transformasi first difference

jika nilai tinggi yakni mendekati satu. 2

1ˆd

seperti dalam persaman

(6.36), sehingga ρ dapat di cari dengan formula dalam persamaan 6,36.

Karena hasil regresi dengan log(imp)=f(log(cons), log(eks), log(pop))

diperoleh dw =0.910714, maka ρ diperoleh ρ = 1-(0,910714/2) = 0.5446.

Tabel 6.5.

Pembentukan Variabel Baru Ekspor, Konsumsi, impor, dan populasi

Tahun log(Eks)* log(Cons)* log(Imp)* log(Pop)* 1991 2.656873 2.382668 2.33854 3.768209

1992 2.671972 2.393078 2.348949 3.771444

1993 2.667326 2.454826 2.410697 3.774582

1994 2.694465 2.479471 2.435342 3.777617

1995 2.704348 2.528681 2.484552 3.780553 1996 2.718406 2.554609 2.510481 3.783398

1997 2.733786 2.580786 2.536657 3.786172 1998 2.76206 2.768045 2.723916 3.788898

1999 2.570737 2.745019 2.700891 3.7916

2000 2.763322 2.713936 2.669807 3.794287 2001 2.710539 2.785588 2.74146 3.796955

2002 2.703701 2.813542 2.769413 3.799601

2003 2.731437 2.820177 2.776048 3.802233

2004 2.773012 2.84283 2.798701 3.804855

2005 2.809704 2.882888 2.83876 3.807467

2006 2.812413 2.915708 2.871579 3.810063

2007 2.826753 2.957237 2.964261 3.812645

2008 2.846909 2.99153 2.970694 3.815227

2009 2.781106 2.989612 2.968776 3.817819

2010 2.866917 3.036838 3.016002 3.820415

2011 2.893139 3.050284 3.029448 3.823018

2012 2.867485 3.071392 2.999403 3.825603

2013 2.881441 3.095176 2.7838 3.828122

2014 2.876182 3.111507 2.940825 3.830534

Dimana : Log(ekst)* = Log(ekst)-0.5446*Log(ekst-1) Log(const)* = Log(const)-0.5446*Log(const-1) Log(impt)* = Log(impt)-0.5446*Log(impt-1) Log(popt)* = Log(popt)-0.5446*Log(popt-1)

Lakukan regresi LS Log(IMP)* C Log(CONS)* Log(EKS)* Log(POP)*

Hasilnya seperti di bawah ini : Dependent Variable: LOG(IMP)* Method: Least Squares Date: 01/09/17 Time: 07:37 Sample (adjusted): 1991 2014 Included observations: 24 after adjustments

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 28.69959 16.89465 1.698738 0.1049

LOG(CONS)* 0.118989 0.301800 0.394264 0.6976 LOG(EKS)* 1.529882 0.351877 4.347779 0.0003 LOG(POP)* -8.041788 4.805893 -1.673318 0.1098

R-squared 0.937858 Mean dependent var 2.734542

Adjusted R-squared 0.928537 S.D. dependent var 0.222501 S.E. of regression 0.059480 Akaike info criterion -2.655333 Sum squared resid 0.070758 Schwarz criterion -2.458991 Log likelihood 35.86399 Hannan-Quinn criter. -2.603243 F-statistic 100.6150 Durbin-Watson stat 1.332800 Prob(F-statistic) 0.000000

Lakukan Uji Autokorelasi dengan uji LM Pilih : view Residual Diagnostics Serial Correlation LM Test masukan angka 2 OK

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 1.596644 Prob. F(2,18) 0.2300

Obs*R-squared 3.616187 Prob. Chi-Square(2) 0.1640

Dari hasil perhitungan Uji LM diperoleh nilai Prob. Chi-Square(2) = 0,1640 lebih besar dari α = 0,05 berti H0 diterima, artinya dalam model diatas model yang digunakan tidak mengandung autokorelasi.

ANALISIS REGRESI DENGAN EVIEWS

Model regresi sederhana dilakukan jika bermaksud meramalkan bagaimana

keadaan (naik turunnya) variabel dependen (kriterium), bila ada satu variabel

independen sebagai prediktor dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya),

Persamaan yang diperoleh dari regresi sederhana adalah Y = β0 + β1 X + µ

Tiga model persamaan tunggal yang umum digunakan adalah OLS, ILS, dan 2SLS

(Gujarati dan Porter, 2009), Ordinary least square (OLS) merupakan metode

estimasi yang sering digunakan untuk mengestimasi fungsi regresi populasi dan

fungsi regresi sampel, Kriteria OLS adalah “line best fit” atau jumlah kuadrat dari

deviasi antara titik-titik observasi dengan garis regresi adalah minimum,

(penjelasan OLS, ILS dan 2SLS secara teknis dapat baca di Buku Gujarati dan

Porter, 2009, Dasar-dasar ekonometrika, Jakarta : Salemba Empat),

Tabel 7.1

Data Inflasi, GDP, Harga Minyak dan Tingkat Bunga riil Tahun 1990 sd 2012

Tahun Inflasi GDP Poil Bunga

1990 9,456366 840,2205 69,6 3,294167 1991 9,416131 705,0475 75,1 2,216667 1992 7,525736 752,318 79,8 4,430833 1993 9,687786 840,3758 80,2 6,039167 1994 8,518497 925,7217 106,8 5,226667

BAB

7

Tahun Inflasi GDP Poil Bunga 1995 9,432055 1041,314 108,1 2,134167

1996 7,96848 1153,588 98,6 1,961667 1997 6,229896 1078,472 106,0 1,803333

1998 58,38709 470,1961 130,5 -6,9125 1999 20,48912 679,7937 94,2 1,925 2000 3,720024 789,8059 70,4 5,951667 2001 11,50209 756,931 71,7 3,065833

2002 11,87876 909,8873 93,9 3,4425

2003 6,585719 1076,219 101,0 6,345 2004 6,243521 1160,615 104,4 7,680833 2005 10,45196 1273,465 92,9 5,971667 2006 13,10942 1601,031 99,9 4,568333 2007 6,407448 1871,288 143,4 5,885833

2008 9,776585 2178,266 175,6 5,105833 2009 4,813524 2272,041 126,6 5,22 2010 5,132755 2946,656 158,3 6,235 2011 5,3575 3471,435 187,1 5,4725 2012 4,279512 3556,786 166,7 5,848333

7.1. PENYELESAIAN

Langkah pertama,

Mentabulasi data ke dalam

Excel

Langkah 2, Buka Eviews

Klik File- New-WorkFile

Figure 1 : setting awal

Klik pada frekuensi pilih

“anual” atau tahunan

kemudian isi nilai 1990

pada Start Date dan 2012

pada “End Date”. Klik OK

maka akan terlihat tampilan

sebagai berikut :

Klik Quick empty groups edit, buka excel dan copy data dari

excel dan paste di eviews, lalu ganti nama untuk ser01, ser02, ser03

dan ser04 dengan Inflasi, GDP, Poil dan Bunga.

Langkah 3, Membuat Equation

Klik Quick – Estimate Equation, lalu setting data seperti ini :

Isilah Estimate Specification Inflasi c GDP Poil Bunga

Klik OK Hasil

Dependent Variable: INFLASI Method: Least Squares Date: 04/11/15 Time: 19:19 Sample: 1990 2012 Included observations: 23

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 13.15826 5.951899 2.210766 0.0395

GDP -0.005652 0.003241 -1.744046 0.0973 POIL 0.147798 0.076199 1.939625 0.0674

BUNGA -2.679244 0.520047 -5.151925 0.0001 R-squared 0.786231 Mean dependent var 10.71174

Adjusted R-squared 0.752478 S.D. dependent var 11.00843 S.E. of regression 5.476867 Akaike info criterion 6.395714 Sum squared resid 569.9254 Schwarz criterion 6.593192 Log likelihood -69.55072 Hannan-Quinn criter. 6.445379 F-statistic 23.29369 Durbin-Watson stat 1.489334 Prob(F-statistic) 0.000001

Interpretasi :

Dari persamaan regresi diatas maka dapat disimpulkan :

GDP dan tingkat BUNGA memiliki hubungan negatif signifikan dengan

inflasi, sedangkan POIL memiliki pengaruh positif signifikan terhadap

inflasi. 75,24 persen variable bebas dapat menjelaskan variable terikat,

sisanya 24,76 dijelaskan oleh variable diluar model.

Langkah 4, Uji Normalitas

Pada hasil uji yang berinama “eq01”, klik Views – Residual Diagnostics -

Histogram – Normality test

7.2. INTERPRETASI HASIL

Nilai probabilitas adalah 0,833 (> 0,05) sehingga dapat dikatakan

model ini adalah tidak signifikan, Sementara berdasarkan hasil uji

normalitas dapat dilihat dari nilai probabilitas dari Jargue-Bera (JB),

Jika probabilitas > 0,05, maka model dinyatakan normal, Berdasarkan

parameter ini diketahui bahwa besaran nilai probabilitas pada JB

adalah 0,833, lebih besar dibanding nilai 0,05, Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas,

Langkah 5, Uji Serial Korelasi

klik Views – Residual Diagnostics – Serial Correlation LM Test

Kemudian akan muncul

Klik OK

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 1.053489 Prob. F(2,17) 0.3704

Obs*R-squared 2.536271 Prob. Chi-Square(2) 0.2814

Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 04/11/15 Time: 19:29 Sample: 1990 2012 Included observations: 23 Presample missing value lagged residuals set to zero.

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.926749 6.091227 0.152145 0.8809

GDP 0.000511 0.003256 0.157069 0.8770 POIL -0.004432 0.076085 -0.058252 0.9542

BUNGA -0.279152 0.626121 -0.445844 0.6613 RESID(-1) 0.368969 0.275532 1.339112 0.1982 RESID(-2) -0.155183 0.256216 -0.605675 0.5527

R-squared 0.110273 Mean dependent var 2.88E-15

Adjusted R-squared -0.151412 S.D. dependent var 5.089764 S.E. of regression 5.461513 Akaike info criterion 6.452787 Sum squared resid 507.0782 Schwarz criterion 6.749003 Log likelihood -68.20705 Hannan-Quinn criter. 6.527285 F-statistic 0.421395 Durbin-Watson stat 1.968138 Prob(F-statistic) 0.827409

Hasil analisis output berdasarkan tabel diatas, tampak bahwa nilai Obs

probabilitas F-statistic 0,8274 > 0,05 maka dapat disimpulkan model

diatas bebas dari masalah serial korelasi diterima.

Langkah 6, Uji Heteroskedastisitas

klik Views – Residual Diagnostics – Heteroskedasticity Test

Pilih White

Tekan OK Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 2.634672 Prob. F(9,13) 0.0551

Obs*R-squared 14.85553 Prob. Chi-Square(9) 0.0950 Scaled explained SS 10.50440 Prob. Chi-Square(9) 0.3112

Hasil analisis output berdasarkan tabel diatas, tampak bahwa nilai Obs*R

squared 0,095, probabilitas X2 > 0,05 maka dapat disimpulkan model

diatas tidak mengandung heteroskedastisitas.

INTERPOLASI DATA Buku Insukindro yang berjudul ekonomi uang dan bank yang didalamnya

terdapat cerita tentang interpolasi data. Interpolasi data merupakan metode

pemecahan data menjadi data triwulan atau bentuk kuartalan, dimana data

setahun dibagi menjadi empat data dalam bentuk kuartalan.

Berikut rumus interpolasi data:

Yt1=1/4{Yt-4,5/12(Yt-Yt-1)}

Yt2=1/4{Yt-1,5/12(Yt-Yt-1)}

Yt3=1/4{Yt+1,5/12(Yt-Yt-1)}

Yt4=1/4{Yt+4,5/12(Yt-Yt-1)}

Cara Melakukan Interpolasi Data dengan Eviews 7

Berikut ini adalah langkah-langkah melakukan interpolasi data:

1. Buka Eviews hingga muncul tampilan seperti di bawah ini :

Klik File New Workfile

Muncul tampilan seperti di bawah ini :

BAB

8

Jika kita ingin melakukan interpolasi data dari data tahunan ke data

kuartalan (misalnya) maka pada Frequency pilih Annual. Kemudian

isikan dengan tahun yang sesuai dengan data anda, misalnya:

Start date : 2000

End date : 2010

Klik OK, akan muncul tampilan seperti di bawah ini:

Klik Quick Empty Group (Edit Series)

Isikan data :

Tahun GDP

2000 213.634

2001 223.817

2002 232.749

2003 241.291

2004 259.578

2005 274.014

2006 287.921

2007 306.373

2008 324.768

2009 336.093

2010 357.201

Setelah mengisikan data anda, kembali ke Workfile dan pilih Store

Akan muncul kotak seperti ini:

Pada kolom Store GDP as berikan nama variabel anda (misalnya “gdp”)

Pada kolom Store in pilih Individual.DB? files

Pada kolom Path for DB Files : pilih lokasi penyimpanan yang anda

inginkan. Lokasi ini harus anda ingat karena kita akan menggunakannya

kembali.

Tutup Workfile anda. (tidak perlu disimpan)

Pada menu Eviews anda, pilih Option General Option ......

Pilih Series and Alphas Pilih Quadratic Match Sum Ok

Buat Workfile baru, dengan langkah seperti pada langkah

pada kolom Frequency, anda pilih Quarterly (jika interpolasi anda dari

data tahunan ke data kuartalan) atau Monthly (jika data yang anda

inginkan adalah dari data tahunan ke data bulanan)

Isikan Start date dan End date sesuai dengan data anda (misal Start date

2000 dan End date 2010)

Setelah muncul tampilan seperti di bawah ini, klik Fetch

Akan muncul tampilan seperti di bawah ini:

Pada Fetch from pilih Individual .DB? files

Pada path for DB Files pilih lokasi data tempat database yang anda

simpan tadi

Pada Objects to fecth tulis gdp

Kemudian klik OK

Pada Workfile anda akan muncul variabel yang sudah terinterpolasi.

Klik gdp, maka akan muncul :

MENYAMAKAN TAHUN DASAR

Misalkan kita ingin mencari data tentang PDB (Produks Domestik Bruto) suatu

Negara yang diambil dari buku statististik berbagai terbitan, dan kita telah

peroleh data PDRB sebagai berikut :

Tahun PDB riil 2003 123,456 2004 129,629 2005 136,110 2006 141,555 2007 150,048 2008 157,550 2009 163,852 2010 173,683 2011 267,548 2012 278,250 2013 286,597 2014 298,061 2015 312,964

Sumber : data hipotesis

Sekilas data diatas kelihatan benar, sehingga data tersebut siap diolah. Maka

agar kita tidak terjebak kepada data yang kurang valid maka perlu kita cek

pertumbuhan PDB nya terlebih dahulu sebagai berikut :

BAB

9

Setelah kita susun ulang kedalam table, ternyata kita dapatkan informasi sebagai

berikut :

Sumber : data hipotesis

Tahun PDB riil Pertumbuhan 2003 123,456 2004 129,629 5 2005 136,110 5 2006 141,555 4 2007 150,048 6 2008 157,550 5 2009 163,852 4 2010 173,683 6 2011 267,548 54.04343732 2012 278,250 4 2013 286,597 3 2014 298,061 4 2015 312,964 5

Tahun PDB(2000=100) PDB (2010=100)

2003 123,456 2004 129,629 2005 136,110 2006 141,555 2007 150,048 2008 157,550 2009 163,852 2010 173,683 2011 267,548 2012 278,250 2013 286,597 2014 298,061 2015 312,964

Sekarang baru terlihat bahwa pertumbuhan PDB tidak wajar, karena pertumbuhan ekonomi tahun 2011 sebesar 54,04 persen. Pertumbuhan ekonomi riil suatu Negara tidak pernah melebihi 2 digit. Kesalahan ini bias terjadi karena akibat perubahan tahun dasar yang dilakukan oleh pemerintah. Untuk itu kita cermati kembali data diatas berdasarkan PDB berdasarkan tahun dasarnya.

Dari table tersebut ada 2 kemungkinan data disusun :

1. Data PDB berdasar harga konstan tahun 2000

2. Data PDB berdasar harga

konstan tahun 2010

Langkah-langkan untuk menyamakan tahun dasar

Pertama kita cari pertumbuhan PDB tahun 2011, misalkan PDB tahun 2011

tumbuh sebesar 4,72 persen. Maka kita cari dulu PDB tahun 2010 berdasarkan

tahun dasar 2010 dan didapatkan angka sebesar 255.490.96.

Dan lakukan untuk tahun 2007 sampai dengan tahun 2003 dengan cara yang

sama, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut :

Tahun PDB(2000=100) PDB (2010=100)

2003 123,456 2004 129,629 2005 136,110 2006 141,555 2007 150,048 2008 157,550 2009 163,852 2010 173,683 255.491 2011 267,548 2012 278,250 2013 286,597 2014 298,061 2015 312,964

Tahun PDB(2000=100) PDB (2010=100)

2003 123,456 2004 129,629 2005 136,110 2006 141,555 2007 150,048 2008 157,550 231,759 2009 163,852 241,029 2010 173,683 255,491 2011 267,548 2012 278,250 2013 286,597 2014 298,061 2015 312,964

Diperoleh dari

Diperoleh dari

Tahun PDB(2000=100) PDB (2010=100)

2003 123,456 181,606 2004 129,629 190,686 2005 136,110 200,220 2006 141,555 208,229 2007 150,048 220,723 2008 157,550 231,759 2009 163,852 241,029 2010 173,683 255,491 2011 181,880 267,548 2012 189,155 278,250 2013 194,830 286,597 2014 202,623 298,061 2015 212,754 312,964

Jika data yang kita inginkan adalah PDB tahun dasar 2000 maka caranya

adalah sebagai berikut :

Tahun PDB(2000=100) PDB (2010=100)

2003 123,456 181,606 2004 129,629 190,686 2005 136,110 200,220 2006 141,555 208,229 2007 150,048 220,723 2008 157,550 231,759 2009 163,852 241,029 2010 173,683 255,491 2011 181,880 267,548 2012 189,155 278,250 2013 286,597 2014 298,061 2015 312,964

Hasil perhitungan

PDB berdasar

tahun dasar 2010

Diperoleh dari

Diperoleh dari

Dan lakukan untuk tahun 2013 sampai dengan tahun 2015 dengan cara yang

sama, sehingga diperoleh hasil sebagai berikut :

Tahun PDB(2000=100) PDB (2010=100)

2003 123,456 181,606 2004 129,629 190,686 2005 136,110 200,220 2006 141,555 208,229 2007 150,048 220,723 2008 157,550 231,759 2009 163,852 241,029 2010 173,683 255,491 2011 181,880 267,548 2012 189,155 278,250 2013 194,830 286,597 2014 202,623 298,061 2015 212,754 312,964

Walaupun data yang diperoleh berbeda berdasarkan tahun dasar tetapi hasil

perhitungan pertumbuhan PDB nya tetap sama. Lihat hasilnya sebagai berikut :

Tahun PDB(2000=100) Pertumbuhan PDB (2010=100) Pertumbuhan

2003 123,456 181,606 2004 129,629 5.00 190,686 5.00 2005 136,110 5.00 200,220 5.00 2006 141,555 4.00 208,229 4.00 2007 150,048 6.00 220,723 6.00 2008 157,550 5.00 231,759 5.00 2009 163,852 4.00 241,029 4.00 2010 173,683 6.00 255,491 6.00 2011 181,880 4.72 267,548 4.72 2012 189,155 4.00 278,250 4.00 2013 194,830 3.00 286,597 3.00 2014 202,623 4.00 298,061 4.00 2015 212,754 5.00 312,964 5.00

Dari table diatas walaupun berbeda tahun dasar tetapi perhitungan

pertumbuhan PDB tetap sama.

APLIKASI EKONOMETRI DALAM PENELITIAN

Dalam bab ini akan dibahas tentang penerapan regresi berganda dalam

kasus ekonomi :

ANALISIS PENGARUH UTANG LUAR NEGERI DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI INDONESIA

Muhammad Paozan

Agus Tri Basuki

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh utang luar negeri dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi. Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari BPS tahun 1985 sampai dengan 2014. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah pertumbuhan ekonomi dengan menggunakan data PDB Indonesia, sedangkan variabel independennya adalah utang luar negeri dan pengeluaran pemerintah Indonesia. Untuk melihat pengaruh variabel independent dan variabel dependent, peneliti melakukan pengujian analisis regresi linier berganda juga melakukan uji asumsi klasik. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat diketahui bahwa secara simultan utang luar negeri dan pengeluaran pemerintah berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selanjutnya secara parsial, utang luar negeri berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan pengeluaran pemerintah juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia.

BAB

10

A. PENDAHULUAN

Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu indikator yang sangat penting

dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi suatu negara.

Pertumbuhan ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian

akan menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode

tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu proses

penggunaan faktor-faktor produksi yang menghasilkan output, yang diukur

dengan menggunakan PDB.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Indonesia, pertumbuhan

ekonomi Indonesia sejak tahun1986 sampai tahun 1989 terus mengalami

peningkatan, yakni masing-masing 5.9% di tahun1986, kemudian 6.9% di

tahun 1988 dan menjadi 7.5% di tahun 1989. Namun pada tahun 1990 dan

1991 pertumbuhan ekonomi Indonesia mencatat angka sebesar 7.0%,

kemudian tahun 1992, 1993, 1994, 1995, dan 1996, masing-masing tingkat

pertumbuhan ekonominya adalah sebesar 6.2%, 5.8%, 7.2%, 6.8%, dan 5.8%.

Angka inflasi yang stabil, jumlah pengangguran yang cukup rendah seiring

dengan kondusifnya iklim investasi yang ditandai dengan kesempatan kerja

yang terus meningkat, dan sebagainya. Namun pada satu titik tertentu,

perekonomian Indonesia akhirnya runtuh oleh krisis ekonomi yang melanda

secaraglobal pada tahun 1997-1998 yang ditandai dengan inflasi yang

meningkat tajam, nilai kurs Rupiah yang terus melemah, tingginya angka

pengangguran seiring dengan menurunnya kesempatan kerja, dan ditambah

lagi semakin besarnya jumlah utang luar negeri Indonesia akibat kurs rupiah

yang semakin melemah. Hal ini terjadi dikarenakan tidak adanya dukungan

mikro yang kuat, semakin meningkatnya praktek korupsi, kolusi, dan

nepotisme (KKN), sumber daya manusia yang kurang kompetitif, dan

sebagainya (Anggito Abimanyu, 2000).

Beberapa faktor yang mempengaruhi PDB diantaranya adalah ekspor,

jumlah utang luar negeri, penanaman modal asing, investasi, kurs dan lain-

lain. Hubungan utang luar negeri terhadap PDB adalah variabel yang bisa saja

mendorong perekonomian sekaligus menghambat pertumbuhan ekonomi.

Mendorong perekonomian maksudnya jika hutang-hutang tersebut

digunakan untuk membuka lapangan kerja dan investasi dibidang

pembangunan yang pada akhirnya dapat mendorong perekonomian,

sedangkan menghambat pertumbuhan apabila utang-utang tersebut tidak

dipergunakan secara maksimal karena masih kurangnya fungsi pengawasan

dan integritas atas penanggung jawab utang-utang itu sendiri. Hubungan

Pengeluaran Pemerintah dengan PDB tercermin dalam pernyataan Y = C + I +

G + ( X – M ). Yaitu ketika pengeluaran pemerintah naik maka akan menaikkan

Produk Domestik Bruto (PDB) dengan ketentuan bahwa belanja pemerintah

akan menaikkan konsumsi masyarakat melalu pemberian subsidi,

pembangunan infrastruktur, operasi pasar dan sebagainya yang akhirnya

akan mempermudah mobilitas sehingga menaikkan tingkat perekonomian

dan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan negara naik.

Maka, berdasarkan permasalahan yang dikemukakan di atas, dimana

utang luar negeri mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.

Namun belakangan terdapat banyak kontradiksi dalam teori dan

penerapannya di Indonesia, maka yang akan diteliti dan dibahas dalam

tulisan ini adalah masalah utang luar negeri dan pengeluaran pemerintah

dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi dengan mengangkat judul

“Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri dan Pengeluaran Pemerintah

terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Periode 1985-2014”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, permasalah pokok yang

akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Seberapa besar pengaruh utang luar negeri terhadap pertumbuhan

ekonomi (PDB) periode 1985-2014?

2. Seberapa besar pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan

ekonomi (PDB) periode 1985-2014?

C. Batasan Masalah

Dalam penelitian ini peneliti membatasi variabel-variabel yang

ditelitinya sebagai berikut :

1. Untuk variabel dependen (Y) adalah pertumbuhan ekonomi menggunakan

indikator PDB

2. Untuk variabel independennya adalah utang luar negeri (X1), pengeluaran

pemerintah (X2)

D. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin

dicapai dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh utang luar negeri terhadap

pertumbuhan ekonomi periode 1985-2014

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh pengeluaran pemerintah

terhadap pertumbuhan ekonomi periode 1985-2014

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi tambahan tentang faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi pertumbuhan ekonomi di Indonesia 1985-2014

2. Dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi peneliti lain yang akan

mengadakan penelitian ruang lingkup yang sama

3. Dapat menambah pengetahuan bagi pembaca yang lain

F. Kajian Pustaka

1. Landasan Teori

a. Pertumbuhan Ekonomi

Secara umum, pertumbuhan ekonomi didefinisikan sebagai

peningkatan kemampuan dari suatu perekonomian dalam memperoduksi

barang-barang dan jasa-jasa. Pertumbuhan ekonomi adalah salah satu

indicator yang amat penting dalam melakukan analisis tentang

pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu Negara. Pertumbuhan

ekonomi menunjukkan sejauh mana aktivitas perekonomian akan

menghasilkan tambahan pendapatan masyarakat pada suatu periode

tertentu. Karena pada dasarnya aktivitas perekonomian adalah suatu

proses penggunaan factor-faktor produksi untuk menghasilkan output,

maka proses ini pada dasarnya akan menghasilkan suatu aliran balas jasa

terhadao factor produksi yang dimiliki oleh masyarakat (Basri, 2002),

dengan adanya pertumbuhan ekonomi maka diharapkan pendapatan

masyarakat sebagai pemilik factor produksi juga akan meningkat.

Perekonomian dianggap mengalami pertumbuhan jika seluruh balas

jasa riil terhadap penggunaan factor produksi pada tahun tertentu lebih

besar dari pada tahun sebelumnya. Dengan kata lain perekonomian

dikatakan mengalami pertumbuhan jika pendapatan riil masyarakat pada

tahun tertentu lebih besar dari pada pendapatan riil masyarakat

sebelumnya (Basri, 2002).

Dengan perkataan lain bahwa pertumbuhan ekonomi lebih

menunjuk kepada perubahan yang bersifat kuantitatif (quantitative

change) dan biasanya diukur dengan menggunakan data Produk Domestik

Bruto (GDP) atau pendapatan atau nilai akhir pasar (total market value)

dari barang-barang akhir dan jasa-jasa (final goods and services) yang

dihasilkan dari suatu perekonomian selama kurun waktu tertentu

(biasanya satu tahun).

Kuznets dalam Hariyanto (2005) mendefinisikan pertumbuhan

ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemapuan suatu Negara

dalam menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada

penduduknya; kemampuan ini tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi,

dan penyesuaian kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya.

b. Teori-teori Pertumbuhan Ekonomi

Teori-teori pertumbuhan ekonomi yang berkembang antara lain:

1) Teori Pertumbuhan Klasik

Teori ini dipelopori oleh Adam Smith, David Ricardo, Malthus,

dan Jhon Stuart Mill. Menurut teori ini pertumbuhan ekonomi

dipengaruhi oleh empat factor, yaitu jumlah penduduk, jumlah barang

modal, luan tanah dan kekayaan alam serta teknologi yang digunakan.

Mereka lebih memilih perhatianya pada pengaruh pertambahan

penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi. Mereka asumsikan luas

tanah dan kekayaan alam serta teknologi tidak mengalami perubahan.

Teori yang menjelaskan keterkaitan antara pendapatan perkapita

dengan jumlah penduduk disebut dengan teori penduduk optimal.

Menurut teori ini, pada mulanya pertambahan penduduk akan

menyebabkan kenaikan pendapatan perkapita. Namun jika jumlah

penduduk terus bertambah maka hukum hasil lebih yang semakin

berkurang akan mempengaruhi fungsi produksi marginal akan

mengalami penurunan, dan akan membawa pada keadaan perkapita

sama dengan produksi marginal.

Pada keadaan ini pendapatan perkapita mencapai nilai yang

maksimal. Jumlah penduduk pada waktu itu dinamakan penduduk

optimal. Apabila jumlah penduduk terus meningkat melebihi titik

optimal maka pertumbuhan penduduk akan menyebabkan penurunan

nilai pertumbuhan ekonomi (Ricardo dalam Hariani, 2008).

2) Teori Pertumbuhan Harrod-Domar

Teori ini dikembangkan hampir pada waktu yang bersamaan

oleh Harrod (1984) di Inggris dan Domar (1957) di Amerika Serikat.

Diantara mereka menggunakan proses perhitungan yang berbeda

tetapi memberikan hasil yang sama, sehingga keduanya diangap

mengemukakan ide yang sama dan disebut teori Harrod-Domar. Teori

ini melengkapi teori Keynes, dimana Keynes melihatnya dalam jangka

pendek (kondisi statis), sedangkan Harrod-Domar melihatnya dalam

jangka panjang (kondisi dinamis). Teori Harrod-Domar didasarkan

pada asumsi:

1. Perekonomian bersifat tertutup

2. Hasrat menabung (MPS=s) adalah konstan

3. Proses produksi memiliki koefisien yang tetap (constant return to

scale)

4. Tingkat pertumbuhan angkatan kerja adalah konstan dan sama

dengan tingkat pertumbuhan penduduk.

Model ini menerangkan dengan asumsi supaya perekonomian

dapat mencapai pertumbuhan yang kuat (steady growth) dalam jangka

panjang. Asumsi yang dimaksud di sini adalah kondisi dimana barang

modal telah mencapai kapasitas penuh, tabungan memiliki

proporsional yang ideal dengan tingkat pendapatan nasional, rasio

antara mdal denga produksi (Capital Output Ratio / COR) tetap

perekonomian terdiri dari dua sektor (y=C+I).

Atas dasar asumsi-asumsi tersebut, Harrod-Domar membuat

analisis dan menyimpulkan bahwa pertumbuhan jangka panjang yang

mantap (seluruh kenaikan produksi dapat diserap oleh pasar) hanya

bisa tercapai apabila terpenuhi syarat-syarat keseimbangan sebagai

berikut :

g=K=n

dimana :

g : Growth (tingkat pertumbuhan output)

K : Capital (tingkat pertumbuhan modal)

n : Tingkat pertumbuhan angkatan kerja

Harrod-Domar dalam Hariani (2008) teorinya berdasarkan

mekanisme pasar tanpa campur tangan pemerintah. Akan tetapi

kesimpulannya menunjukkan bahwa pemerintah perlu merencanakan

besarnya investasi agar terdapat keseimbangan dalam sisi penawaran

dan sisi permintaan barang.

3) Teori Pertumbuhan Neo Klasik

Teori pertumbuhan neoklasik dikembangkan oleh Solow (1970)

dan Swan (1956). Model Solow-Swan menggunakan unsur

pertumbuhan penduduk, akumulasi capital, kemajuan teknologi, dan

besarnya output yang saling berinteraksi.

Perbedaan utama dengan model Harrod-Domar adalah

dimasukkannya unsur kemajuan teknologi dalam modelnya. Selain itu,

Solow, dan Swan menggunakan model fungsi produksi yang

memungkinkan adanya subtitusi antara capital (K) dan tenaga kerja

(L). dengan demikian, syarat-syarat adanya pertumbuhan ekonomi

yang baik dalam model Solow Swan kurang restriktif disebabkan

kemungkian subtitusi antara tenaga kerja dan modal. Hal ini berarti

ada fleksibilitas dalam rasio modal-output dan rasio modal-tenaga

kerja.

Solow-Swan dalam Hariani (2008) melihat bahwa dalam banyak

hal, mekanisme pasar dapat menciptakan keseimbangan, sehingga

pemerintah tidak perlu terlalu banyak mencampuri/mempengaruhi

pasar. Campur tangan pemerintah hanya sebatas kebijakan fiskal dan

kebijakan moneter. Tingkat pertumbuhan berasal dari tiga sumber,

yaitu akumulasi modal, bertambahnya penawaran tenaga kerja, dan

peningkatan teknologi. Teknologi ini terlihat dari peningkatan skill atau

kemajuan teknik, sehingga produktivitas capital meningkat. Dalam

model tersebut, masalah teknologi dianggap sebagai fungsi dari waktu.

Teori Neoklasik sebagai penerus dari teori klasik menganjurkan

agar kondisi selalu diarahkan untuk menuju pasar sempurna. Dalam

keadaan pasar sempurna, perekonomian bisa tumbuh maksimal. Sama

seperti dalam ekonomi model klasik, kebijakan yang perlu ditempuh

adalah meniadakan hambatan dalam perdagangan termasuk

perpindahan orang, barang, dan modal. Harus dijamin kelancaran arus

barang, modal, tenaga kerja, dan perlunya penyebarluasan informasi

pasar. Harus diusahakan, terciptanya prasarana perhubungan yang

baik dan terjaminnya keamanan, ketertiban, dan stabilitas politik. Hal

khusus yang perlu dicatat adalah bahwa model neoklasik

mengasumsikan I=S. Hal ini berarti kebiasaan masyarakat yang suka

memegang uang tunai dalam jumlah besar dapat menghambat

pertumbuhan ekonomi.

Analisis lanjutan dari paham neoklasik menunjukkan bahwa

untuk terciptanya suatu pertumbuhan yang mantap (steady growth),

diperlukan suatu tingkat saving yang tinggi dan seluruh keuntungan

pengusaha diinvestasikan kembali.

4) Teori Schumpeter

Teori ini menekankan pada inovasi yang dilakukan oleh para

pengusaha dan mengatakan bahwa kemajuan teknologi sangat

ditentukan oleh jiwa usaha (entrepreneurship) dalam masyarakat yang

mampu melihat peluang dan berani mengambil risiko membuka usaha

baru, maupun memperluas usaha yang telah ada. Dengan pembukaan

usaha baru dan perluasan usaha, tersedia lapangan kerja tambahan

untuk menyerap angkatan kerja yang bertambah setiap tahunnya.

Didorong oleh adanya keinginan untuk memperoleh keuntungan

dari inovasi tersebut maka para pengusaha akan meminjam modal dan

mengadakan investasi. Investasi ini akan mempertinggi kegiatan

ekonomi suatu negara. Kenaikan tersebut selanjutnya juga akan

mendorong pengusaha-pengusaha lain untuk menghasilkan lebih

banyak lagi sehingga produksi agregat akan bertambah.

Maka menurut Schumpeter dalam Hariani (2008) penanaman

modal atau investasi dapat dibedakan menjadi dua, yakni penanaman

modal otonomi (autonomous investment) yakni penanaman modal

untuk melakukan inovasi. Jenis investasi kedua yaitu penanaman

modal terpengaruh (induced investment) yakni penanaman modal

yang timbul sebagai akibat kegiatan ekonomi setelah munculnya

inovasi tersebut.

Selanjutnya Schumpeter menyatakan babwa jika tingkat

kemajuan suatu perekonomian semakin tinggi maka keinginan untuk

melakukan inovasi semakin berkurang, hal ini disebabkan oleh karena

masyarakat telah merasa mencukupi kebutuhannya. Dengan demikian

pertumbuhan ekonomi akan semakin lambat jalannya dan pada

akhirnya tercapai tingkat keadaan tidak berkembang (stationery state).

Namun keadaan tidak berkembang yang dimaksud di sini berbeda

dengan pandangan klasik. Dalam pandangan Schumpeter keadaan

tidak berkembang itu dicapai pada tingkat pertumbuhan ekonomi

tinggi. Sedangkan dalam pandangan klasik, keadaan tidak berkembang

terjadi pada waktu perekonomian berada pada kondisi tingkat

pendapatan masyarakat sangat rendah.

5) Tahap-Tahap Pertumbuhan Ekonomi

Teori ini dimunculkan oleh Rostow yang memberikan lima tahap

dalam pertumbuhan ekonomi. Analisis ini didasarkan pada keyakinan

bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercapai sebagai akibat dan

timbulnya perubahan yang fundamental dalam corak kegiatan

ekonomi, juga dalam kehidupan politik dan hubungan sosial dalam

suatu masyarakat dan negara.

Rostow dalam Hariani (2008) menyebutkan tahapan tersebut yakni;

1. Tahap masyarakat tradisonil

2. Tahap peletakan dasar untuk tinggal landas

3. Tahap tinggal landas

4. Tahap gerak menuju kematangan

5. Tahap era konsumsi tinggi secara massa

c. Perhitungan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi

Salah satu kegunaan penting dari data pendapatan nasional adalah

untuk menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi yang dicapai satu

negara dari tahun ke tahun.

Dalam penghitungan pendapatan nasional didasarkan pada dua

sistem harga yakni harga berlaku dan harga tetap. Pendapatan nasional

berdasarkan harga berlaku adalah penghitungan pendapatan nasional

berdasarkan pada harga-harga yang berlaku pada tahun tersebut. Apabila

menggunakan harga berlaku maka nilai pendapatan nasional

menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat dari tahun ke

tahun. Perubahan tersebut dikarenakan oleh karena pertambahan barang

dan jasa dalam perekonomian serta adanya kenaikan harga-harga yang

berlaku dari waktu ke waktu.

Pendapatan nasional berdasarkan harga tetap yakni penghitungan

pendapatan nasional dengan menggunakan harga yang berlaku pada satu

tahun tertentu (tahun dasar) yang seterusnya digunakan untuk menilai

barang dan jasa yang dihasilkan pada tahun-tahun berikutnya. Nilai

pendapatan nasional yang diperoleh secara harga tetap ini dinamakan

Pendapatan Nasional Riil.

1. Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan pengeluaran adalah pendekatan dimana produk

nasional atau produk domestik bruto diperoleh dengan eara

menjumlahkan nilai pasar dari seluruh permintaan akhir (final

demand) atas output yang dihasilkan di dalam perekonomian, diukur

pada harga pasar yang berlaku. Dengan perkataan lain, produk nasional

atau produk domestik bruto adalah penjumlahan nilai pasar dari

permintaan sektor rumah tangga untuk barang-barang konsumsi dan

jasa-jasa (C), permintaan sektor bisnis untuk barang-barang investasi

(I), pengeluaran pemerintah untuk barang-barang dan jasa-jasa (G),

dan pengeluaran sektor luar negeri untuk ekspor dan impor (X -M).

Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut :

Y = C + I + G (X-M)

Dimana :

Y = Pendapatan nasional (GNP atau GDP)

C = Nilai pasar pengeluaran konsumsi barang-barang dan jasa-jasa

oleh rumah tangga

I = Nilai pasarpengeluaran investasi barang-barang modal

G = Nilai pasar pengeluaran pemerintah untuk barang-barang dan jasa-

jasa (pemerintah pusat, daerah tingkat I dan II)

X = Nilai pasar pengeluaran atas barang-barang dan jasa-jasa yang

diekspor

M = Nilai pasar pengeluaran untuk barang-barang dan jasa-jasa yang

diimpor

2. Pendekatan Pengeluaran

Pendekatan pendapatan (income approach) adalah suatu

pendekatan dimana pendapatan nasional diperoleh dengan eara

menjumlahkan pendapatan dari berbagai faktor produksi yang

menyumbang terhadap proses produksi yang dijumlahkan dari jenis-

jenis pendapatan ;

a. Kompensasi untuk pekerja, yang terdiri atas upah dan gaji plus

factor rent terhadap upah gaji, dan ini merupakan komponen

terbesar dari pendapatan nasional.

b. Keuntungan perusahaan yang merupakan kompensasi kepada

pemilik perusahaan, dimana sebagaian digunakan untuk

membayar pajak keuntungan perusahaan, sebagaian lagi

dibagikan pada pemegang saham sebagai deviden, dan sebagaian

lagi ditabung oleh perusahaan sebagai laba perusahaan yang

tidak dibagikan.

c. Pendapatan usaha perorangan, yang merupakan kompensasi

atas penggunaan tenaga kerja dan sumber-sumber dari

selfemployed persons, misalnya petani, Self-employed

professional, dan lain-lain.

d. Pendapatan sewa, yang merupakan kompensasi untuk para

pemiliki tanah, rental business dan residential properties.

Secara matematis pendapatan nasional berdasarkan pendekatan

pendapatan dapat dirumuskan sebagai berikut :

N1 = Yw + Yr + Yi + Ynr + Ynd

Dimana :

1. Yw menunjukkan pendapatan dari upah, gaji, dan pendapatan

lainnya setelah pajak,

2. Yr adalah pendapatan dari bunga

3. Ynr, Ynd adalah pendapatan dari keuntungan perusahaan dan

pendapatan lainnya sebelum pengenaan pajak.

3. Pendekatan Produksi

Dengan pendekatan produksi (production approach) produk

nasional atau produk domestik bruto diperoleh dengan menjumlahkan

nilai pasar dari seluruh barang dan jasa yang dihasilkan oleh berbagai

sektor di dalam perekonomian. Dengan demikian, GNP atau GDP

merupakan penjumlahan dari harga masing-masing barang dan jasa-

jasa dikalikan dengan jumlah atau kuantitas barang atau jasa yang

dihasilkan. Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

Dimana:

Y = Produk nasional atau produk domestic bruto (GNP atau GDP)

P = Harga barang dari unit ke-J hingga jenis ke-n

Q = jumlah barang dari jenis ke-I hingga ke-n

Dengan perkataan lain, GNP atau GOP diperoleh dengan

menjumlahkan nila tambah (value added) yang dihasilkan oleh

berbagai sektor perekonomian. Dalam hal ini, GDP atau GNP

merupakan penjumlahan dari nilai tambah dan sektor pertanian,

ditambah nilai tambah di sektor pertambangan, ditambah nilai tambah

dari sektor manufaktur, dan seterusnya.

VA = nilai tambah (value added) sektor-sektor perekonomian (mulai

dari sektor ke-I sampai dengan sektor ke-n)

Untuk menghitung laju pertumbuhan ekonomi (rate of economic

growth) dapat dilakukan dengan menggunakan formula sebagai

berikut:

Dimana:

g : Pertumbuhan ekonomi

yt : Produk domestic bruto tahun sekarang

yt-1 : Produk domestic bruto tahun yang lalu

d. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pertumbuhan Ekonomi

Proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam factor,

factor ekonomi dan factor non ekonomi. (Todaro, 2000)

1) Faktor Ekonomi

Para ahli ekonomi menganggap faktor produksi sebagai

kekuatan utama yang mempengaruhi pertumbuhan, jatuh atau

bangunnya perekonomian adalah konsekuensi dari perubahan yang

terjadi di dalam faktor produksi tersebut.

Faktor utama yang mempengaruhi perkembangan suatu

perekonomian adalah sumber daya alam atau tanah. Tanah

sebagaimana dipergunakan dalam ilmu ekonomi mencakup sumber

daya alam seperti kesuburan tanah, letak dan susunannya, kekayaan

hutan, mineral, iklim, sumber air, sumber lautan, dan sebagainya.

Dalam pertumbuhan ekonomi, tersedianya sumber daya alam secara

melimpah merupakan hal yang penting.

Modal berarti persediaan faktor produksi yang secara fisik

dapat direproduksi. Apabila stok modal naik dalam batas waktu

tertentu, hal ini disebut akumulasi modal atau pembentukan modal.

Pembentukan modal merupakan investasi dalam bentuk barang-

barang modal yang dapat menaikkan stok modal, output nasional dan

pendapatan nasional.

Organisasi merupakan bagian penting dari proses

pertumbuhan. Organisasi berkaitan dengan penggunaan faktor

produksi dalam kegiatan ekonomi. Organisasi bersifat melengkapi

(komplemen) modal, buruh dan membantu meningkatkan

produktifitasnya. Dalam ekonomi modern para wiraswastawan tampil

sebagai organisator dan pengambil resiko dalam ketidakpastian.

Perubahan teknologi dianggap sebagai sektor paling penting

dalam proses pertumbuhan ekonomi. Perubahan ini berkaitan dengan

perubahan dalam metode produksi yang telah menaikkan

produktivitas buruh, modal, dan sektor produksi lain.

Spesialisasi dan pembagian kerja menimbulkan peningkatan

produktivitas. Keduanya membawa prekonomian kearah ekonomi

skala besar yang selanjutnya membantu perkembangan industri.

2) Faktor Non Ekonomi

Faktor non ekonomi bersama sektor ekonomi saling

mempengaruhi kemajuan perekonomian. Faktor sosial dan budaya

juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Misalnya saja pendidikan

dan kebudayaan barat yang menanamkan semangat yang

menghasilkan berbagai penemuan baru, juga merubah cara pandang,

harapan, struktur, dan nilai nilai sosial.

Sumber daya manusia merupakan faktor terpenting dalam

pertumbuhan ekonomi, baik jumlah dan efisiensi mereka. Faktor

politik dan administratif yang kokoh juga membantu pertumbuhan

ekonomi modern.

a) Produk Domestik Bruto

Indicator yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan

ekonomi adalah tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto

(PDB), yang mengukur pendapatan total setiap orang dalam

perekonomian (Mankiw, 2000). Produk Domestik Bruto (PDB)

adalah pendapatan total dan pengeluaran total nasional atas output

barang dan jasa pada periode tertentu. PDB ini dapat mecerminkan

kinerja ekonomi, sehingga semakin tinggi PDB suatu Negara maka

dapat dikatakan bahwa semakin bagus pula kinerja ekonomi di

Negara tersebut. Sebenarnya banyak sekali faktor yang

mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung terhadap

PDB. Namun menurut teori Keynes, PDB terbentuk dari empat

faktor yang secara positif mempengaruhinya, keempat faktor

tersebut adalah konsumsi (C), investasi (I), pengeluara pemerintah

(G), dan ekspor neto(NX). Keempat faktor tersebut kembali

dipengaruhi oleh berbagai macam faktor antara lain dipengaruhi

oleh faktor-faktor seperti tingkat pendapatan, tingkat harga, suku

bunga, tingkat inflasi, money supply, nilai tukar dan sebagainya.

Beberapa ekonom berpendapat bahwa kecenderungan yang

terus meningkatterhadap output perkapita saja tidak cukup,

tetapi kenaikan output harus bersumber dariproses intern

perekonomian tersebut. Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi

harus bersifatself generating, yang mengandung arti

menghasilkan kekuatan bagi timbulnya kelanjutanpertumbuhan

dalam jangka panjang (periode-periode selanjutnya).

b) Utang Luar Negeri

Terdapat beberapa pandangan yang menyatakan tentang

keterkaitan antara utang da pertumbuhan ekonomi. Pasaribu

(2003), menuliskan tentang pandangan ekonom mengena

hubungan antara utang dan pertumbuhan ekonomi dijelaskan

melalui 3 aliran, yaitu Klasik/Neo Klasik, Keynesian dan Ricardian.

Menurut Barsky, et. Al (1986) ekonom Klasik/Neo Klasi

mengindikasikan bahwa kenaikan utang luar negeri untuk

membiayai pengeluaran pemerinta hanya menaikkan

pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, namun dalam jangka

panjang tidak akan mempunyai dampak yang signifikan akibat

adanya crowding-out, yaitu keadaan di mana terjadi overheated

dalam perekonomian yang menyebabkan investasi swasta

berkurang yang pada akhirnya akan menurunkan produk domestik

bruto. Kelompok Neo Klasik berpendapat bahwa setiap individu

mempunyai informasi yang cukup, sehingga mereka dapat

merencanakan tingkat konsumsi sepanjang waktu hidupnya. Defisit

anggaran pemerintah yang dibiayai oleh utang luar negeri akan

meningkatkan konsumsi individu. Sedangkan pembayaran pokok

utang dan cicilannya dalam jangka panjang akan membebankan

kenaikan pajak untuk generasi berikutnya. Dengan asumsi bahwa

seluruh sumber daya secara penuh dapat digunakan, maka

peningkatan konsumsi akan menurunkan tingkat tabungan dan

suku bunga akan meningkat. Peningkatan suku bunga akan

mendorong permintaan swasta menurun, sehingga kaum Neo

Klasik menyimpulkan bahwa dalam kondisi full employment,

defisit anggaran pemerintah yang permanen dan penyelesaiannya

dengan utang luar negeri akan menyebabkan investasi swasta

tergusur (Barsky, et al, 1986).

Sedangkan paham keynesian ditelaah oleh Eisner (1989) dan

Bernheim (1989). Pahamkeynesian melihat kebijakan peningkatan

anggaran belanja yang dibiayai oleh utang luar negeri akan

memiliki pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi akibat naiknya permintaan agregat sebagai pengaruh

lanjut dari terjadinya akumulasi modal. Kelompok keynesian

memiliki pandangan bahwa defisit anggaran pemerintah yang

ditutup dengan utang luar negeri akan meningkatkan pendapatan

dan kesejahteraan sehingga kenaikan pendapatan akan

meningkatkan konsumsi. Hal ini mengakibatkan beban pajak pada

masa sekarang relatif menjadi lebih ringan, hal ini kemudian akan

menyebabkan peningkatan pendapatan yang siap dibelanjakan.

Peningkatan pendapatan nasional akan mendorong perekonomian.

Kesimpulannya, kebijakan menutup defisit anggaran dengan utang

luar negeri dalam jangka pendek akan menguntungkan

perekonomian dengan adanya pertumbuhan ekonomi.

Sedangkan pendapat berbeda lagi digagaskan oleh Ricardian.

Pemahaman Ricardianmenurut Barro (1974, 1989), Evans (1988)

menjelaskan bahwa kebijakan utang luar negeri untuk membiayai

defisit anggaran belanja pemerintah tidak akan mempengaruhi

pertumbuhan ekonomi. Hal ini terjadi karena efek pertumbuhan

pengeluaran pemerintah yang dibiayai dengan utang publik harus

dibayar oleh pemerintah pada masa yang akan datang dengan

kenaikan pajak. Oleh karena itu, masyarakat akan mengurangi

konsumsinya pada saat sekarang untuk memperbesar tabungan

yang selanjutnya digunakan untuk membayar kenaikan pajak pada

masa yang akan datang.

c) Pengeluaran Pemerintah

Teori ini dapat digolongkan menjadi dua bagian, diantaranya

yaitu Teori Makro yang terdiri dari : (Mangkoesoebroto, 2001)

(1) Rostow dan Mungrave, dimana mereka menghubungkan

pengeluaran pemerintahdengan tahap-tahap pembangunan

ekonomi. Pada tahap awal perkembanganekonomi, menurut

mereka rasio rasio pengeluaran pemerintah terhadap

pendapatannasional-relatif besar. Hal itu dikarenakan pada

tahap awal ini pemerintah harusmenyediakan berbagai sarana

dan prasarana. Pada tahap menengah pembangunanekonomi,

investasi pemerintah tetap diperlukan guna memacu

pertumbuhan agardapat lepas landas. Bersamaan dengan itu

posisi investasi pihak swasta jugameningkat. Tetapi besarnya

peranan pemerintah adalah karena pada tahap ini

banyakkegagalan pasar yang ditimbulkan perkembangan

ekonomi itu sendiri, yaitu kasuseksternalitas negatif, misalnya

pencemaran lingkungan.

Dalam suatu proses pembangunan, menurut

Musgrave rasio investasi total terhada pendapatan nasional

semakin besar, tetapi rasio investasi pemerintahterhadap

pendapatan nasional akan semakin mengecil. Sementara itu

Rostowberpendapat bahwa pada tahap lanjut pembangunan

terjadi peralihan aktivitaspemerintah, dari penyediaan

prasarana ekonomi ke pengeluaran-pengeluaran

untuklayanan sosial seperti kesehatan dan pendidikan. Teori

Rostow dan Musgrave adalahpandangan yang timbul dari

pengamatan atas pengalaman pembangunan ekonomiyang

dialami banyak negara, tetapi tidak didasari oleh suatu teori

tertentu. Selain itutidak jelas, apakah tahap pertumbuhan

ekonomi terjadi dalam tahap demi tahap, ataubeberapa tahap

dapat terjadi secara simultan.

(2) Hukum Wagner, Wagner melakukan pengamatan

terhadap negara-negara Eropa,Amerika Serikat dan Jepang

pada abad ke-19 yang menunjukkan bahwa

aktivitaspemerintah dalam perekonomian cenderung

semakin meningkat. Wagner mengukurdari perbandingan

pengeluaran pemerintah terhadap produk nasional.

Temuan oleh Richard Musgrave dinamakan hukum

pengeluaran pemerintah yang selalu meningkat (law of

growing public expenditures). Wagner sendiri menamakannya

hukum aktivitas pemerintah yang selalu meningkat (law of

ever increasing state activity).

Dimana :

Gpc = Pengeluaran pemerintah perkapita

YpC = Produk atau pendapatan nasional perkapita

T = Indeks waktu

Menurut Wagner ada lima hal yang menyebabkan

pengeluaran pemerintahselalu meningkat yaitu tuntutan

peningkatan perlindungan keamanan dan

pertahanan,kenaikan tingkat pendapatan masyarakat,

urbanisasi yang mengiringi pertumbuhanekonomi,

perkembangan demokrasi dan ketidakefisienan birokrasi

yang mengiringiperkembangan pemerintahan.

(3) Peacock dan Wiseman, mereka mengemukakan pendapat

lain dalam menerangkan perilaku perkembangan

pemerintah. Mereka mendasarkannya padasuatu analisis

"dialektika penerimaan-pengeluaran pemerintah".

Pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya

dengan mengandalkan penerimaan dari pajak. Padahal

masyarakat tidak menyukai pembayaran pajak yang kian

besar.

Mengacu pada teori pemungutan suara (voting),

mereka berpendapat bahwamasyarakat mempunyai batas

toleransi pajak, yakni suatu tingkat dimana masyarakat dapat

memaham besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh

pemerintah untukmembiayai pengeluaran-pengeluarannya.

Tingkat toleransi pajak ini merupakankendala yang

membatasi pemerintah untuk menaikkan pungutan pajak

secara tidaksemena-mena atau sewenang-wenang.

Menurut Peacock-Wiseman, perkembangan ekonomi

menyebabkan pungutan pajak meningkat yang meskipun

tarif pajaknya mungkin tidak berubah, padagilirannya

mengakibatkan pengeluaran pemerintah meningkat pula.

Jadi dalam keadaan normal, kenaikan pendapatan

nasional menaikkan pula baik penerimaan maupun

pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan normal

jaditerganggu, katakanlah karena perang atau ekstemalitas

lain, maka pemerintahterpaksa harus memperbesar

pengeluarannya untuk mengatasi gangguan dimaksud.

Konsekuensinya, timbul tuntutan untuk memperoleh

penerimaan pajak lebih besar.Pungutan pajak yang lebih

besar menyebabkan dana swasta untuk investasi danmodal

kerja menjadi berkurang. Efek ini disebut efek penggantian

(displacement effict). Postulat yang berkenaan dengan efek ini

menyatakan, gangguan sosial dalamperekonomian

menyebabkan aktivitas swasta digantikan oleh aktivitas

pemerintah. Pengatasan gangguan acap kali tidak cukup

dibiayai semata-mata dengan pajaksehingga pemerintah

mungkin harus juga meminjam dana dari luar negeri.

Setelahgangguan teratasi, muncul kewajiban melunasi utang

dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah pun kian

membengkak karena kewajiban baru tersebut.Akibat lebih

lanjut ialah pajak tidak turun kembali ke tingkat semula

meskipun gangguan telah usai.

Jika pada saat terjadinya gangguan sosial dalam

perekonomain timbul efek penggantian, maka sesudah

gangguan berakhir timbul pula sebuah efek lain yangdisebut

efek inspeksi (inspection effect). Postulat efek ini

menyatakan, gangguansosial menumbuhkan kesadaran

masyarakat akan adanya hal-hal yang perlu ditanganioleh

pemerintah sesudah redanya gangguan sosial tersebut.

Kesadaran semacam inimenggugah kesediaan masyarakat

untuk membayar pajak lebih besar, sehingga memungkinkan

pemerintah beroleh penerimaan yang lebih besar pula. Inilah

yangdimaksudkan dengan analisis dialektika penerimaan-

pengeluaran pemerintah.

Suatu hal yang perlu dicatat dari Teori Peacock dan

Wiseman adalah bahwa mereka mengemukakan adanya

toleransi pajak, yaitu suatu limit perpajakan, akantetapi

mereka tidak menyatakan pada tingkat berapakah toleransi

pajak tersebut. Clarke menyatakan bahwa limit perpajakan

sebesar 25% dari pendapatan nasional. Apabila limit tersebut

dilampaui maka akan terjadi inflasi dan gangguan social

lainnya.

G. Tinjauan Empiris

Penelitian tentang pengaruh Utang Luar Negeri dan Pengeluaran

Pemerintah telah banyak dilakukan di Indonesia. penelitian-penelitian

tersebut menggunakan variabel-variabel yang bervariatif. Variabel tersebut

diantaranya : pengeluaran pemerintah, utang luar negeri dan penanaman

modal asing,

Walaupun dasar teori yang digunakan relatif sama, namun sebagian

besar kesimpulan tidak menunjukkan hasil yang sama. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel 1. Review Penelitian terdahulu (Theoritical Mapping)

Nama

Peneliti Tahun Judul

Variabel yang

digunakan Hasil yang diperoleh

Desi Dwi

Bastias

2010 Analisis Pengaruh

Pengeluaran

Pemerintah atas

Pendidikan,

Kesehatan dan

Infrastruktur

Terhadap

Pertumbuhan

Ekonomi

Indonesia Periode

1969-2009

Variabel

Dependen

Pertumbuhan

Ekonomi

Variabel

Independen

Pengeluaran

Pemerintah

Secara Simultan :

Pengeluaran

Pemerintah

berpengaruh

signifikan terhadap

pertumbuhan

ekonomi.

Secara Parsial :

Pengeluaran

Pemerintah

berpengaruh

signifikan terhadap

pertumbuhan

ekonomi.

Baguskoro

Bayu

Perdana

2009 Analisis Pengaruh

Pengeluaran

Pemerintah

terhadap

Variabel

Dependen

Pertumbuhan

Ekonomi

Secara Simultan :

Pengeluaran

pemerintah

berpengaruh

Nama

Peneliti Tahun Judul

Variabel yang

digunakan Hasil yang diperoleh

Pertumbuhan

Ekonomi

Variabel

Independen

Pengeluaran

Pemerintah

signifikan terhadap

pertumbuhan

ekonomi

Secara Parsial :

Pengeluaran

pemerintah

berpengaruh

signifikan terhadap

pertumbuhan

ekonomi.

Arwini

Fajriah

Anwar

2011 Analisis Pengaruh

Utang Luar Negeri

dan Penanaman

Modal Asing

Terhadap

Pertumbuhan

Ekonomi

Indonesia Periode

2000-2009

Variabel

dependen

Pertumbuhan

ekonomi

Variabel

independen

Utang luar negeri

dan penanaman

modal asing

Secara Simultan :

Utang luar negeri dan

penanaman modal

asing berpengaruh

signifikan terhadap

pertumbuhan

ekonomi.

Secara Parsial :

Utang luar negeri dan

penanaman modal

asing berpengaruh

signifikan terhadap

pertumbuhan

ekonomi.

Rosmawati

Sinuraya

2010 Analsis Pengaruh

Pengeluaran

Pemerintah

Tehadap

Pertumbuhan

Ekonomi

Kabupaten Karo

Variabel

dependen

Pertumbuhan

ekonomi

Variabel

independen

Pengeluaran

pemrintah.

Secara Simultan :

Pengeluaran

pemerintah

berpengaruh

signifikan terhadap

cadangan devisa

Secara Parsial :

Pengeluaran

pemerintah

berpengaruh

signifikan terhadap

pertumbuhan

ekonomi.

1. Kerangka Berpikir

Kerangka Konsep yang dapat dibentuk dari penelitian ini adalah :

Independen Dependen

Gambar 1 : Kerangka Berpikir

Berdasarkan kajian teori yang telah dijabarkan diatas, maka hipotesis yang

dapat dibuat untuk penelitian ini adalah utang luar negeri dan pengeluaran

pemerintah berpengaruh secara simultan maupun parsial terhadap cadangan

devisa Indonesia untuk periode 1985 sampai 2014.

H. METODE PENELITIAN

Penelitian ini adalah deskriftif kuantitatif. Populasi yang digunakan adalah

data PDB, utang luar negeri, dan pengeluaran pemerintah yang diperoleh dari

World Bank dan Badan Pusat Statistik periode 1985 sampai dengan 2014.

Tekhnik pengambilan sampel dengan menggunakan sampel jenuh. Sampel

jenuh merupakan sampel yang mewakili populasi, dimana biasanya hanya

digunakan jika populasi kurang dari 100. Sehingga pada akhirnya diperoleh

jumlah sampel sebanyak 30 data.

Metode analisis yang digunakan oleh penulis untuk menerangkan

kerangka dasar perhitungan hubungan antara variabel dependent dan

variabel indpendent didasarkan pada analisis regresi berganda dengan

pengolahan data menggunakan program E-views 7.0. Untuk

menyederhanakan perhitungan dengan metode ekonometrika, variabel

dependent merupakan pertumbuhan ekonomi dengan variabel (Y) dan

Utang Luar

Negerti (X1)

Pengeluaran

Pemerintah (X2)

Pertumbuhan

Ekonomi (Y)

variabel independent adalah utang luar negeri (X1) dan pengeluaran

pemerintah (X2). Selanjutnya akan dianalisa dengan cara sebagai berikut :

Fungsi persamaannya adalah : Y = f (X1, X2) ……………………………………………(1)

Dengan model persamaan sebagai berikut : Y = 𝛽0 + 𝛽1.𝑋1 + 𝛽2.𝑋2 + e ………(2)

Dimana :

𝛽0 = Konstanta

𝛽1 = Koefisien Utang Luar Negeri

𝛽2 = Koefisien Pengeluaran Pemerintah

Y = Pertumbuhan Ekonomi

X1 = Utang Luar Negeri

X2 = Pengeluaran Pemerintah

e = Error (Variabel Pengganggu)

Metode selanjutnya dilakukan pengujian Asumsi Klasik dan pengujian

Statistik.

I. Hasil dan Pembahasan

1. Analisis Regresi Linier Berganda

Untuk mendapatkan hasil regresi antara variabel dependen

pertumbuhan ekonomi (Y) dengan variabel independen utang luar negeri

(X1) dan pengeluaran pemerintah (X2) diolah denga bantuan program

Eviews 7.0, dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS),

yang ditampilkan pada tabel berikut :

Tabel 2. Hasil Regresi Linier Berganda

Dependent Variable: LOG(PDB)

Method: Least Squares

Date: 06/03/16 Time: 17:42

Sample: 1985 2014

Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3.880759 0.243170 15.95905 0.0000

LOG(ULN) 0.354095 0.022934 15.43962 0.0000

LOG(GOV) 0.767301 0.015050 50.98435 0.0000

R-squared 0.996864 Mean dependent var 26.16087

Adjusted R-squared 0.996632 S.D. dependent var 0.795993

S.E. of regression 0.046198 Akaike info criterion -3.217102

Sum squared resid 0.057626 Schwarz criterion -3.076982

Log likelihood 51.25653 Hannan-Quinn criter. -3.172277

F-statistic 4291.088 Durbin-Watson stat 1.275188

Prob(F-statistic) 0.000000

Berdasarkan Tabel 2 di atas, maka persamaan regresi berganda

dapat dirumuskan sebagai berikut :

Pertumbuhan Ekonomi = 3,880759 + 0,354095*Log(Utang LN) +

0,767301 *Log (Pengeluaran Pemerintah) + e

β0 = 3,880759, artinya bahwa jika variabel utang luar negeri dan

pengeluaran pemerintah diasumsikan cateris paribus (variabel

independen dianggap konstan atau nol), maka nilai dari

pertumbuhan ekonomi (PDB) adalah sebesar 3.880759.

β1 = 0,354095, artinya bahwa setiap kenaikan utang luar negeri sebesar

100 satuan, maka pertumbuhan ekonomi (PDB) akan naik sebesar

35.4095 dengan asumsi variabel lain dianggap konstan.

β2 = 0,767301, artinya bahwa setiap kenaikan pengeluaran pemerintah

sebesar 100 satuan, maka pertumbuhan ekonomi (PDB) akan naik

sebesar 76,7301 dengan asumsi variabel lain dianggap konstan.

2. Uji Statistik

a) Koefisien Determinasi (R2)

Dari pengujian yang telah dilaksanakan menghasilkan nilai koefisien

determinasi (Adjusted R2) sebesar 0.996632, sehingga dapat dikatakan

bahwa hasil pengujian yang dilakukan memberikan hasil yang baik

(goodness of fit). Nilai koefisien determinasi bernilai positif, hal ini

menunjukkan bahwa 99,66% variasi dari pertumbuhan ekonomi dapat

dijelaskan oleh variabel utang luar negeri dan pengeluaran pemerintah.

Sedangkan sisanya 0,34% dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

b) Uji-F

Uji-f digunakan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel bebas

terhadap variabel terikat secar keseluruhan. Dari hasil analisis regresi

diperoleh nilai probabilitas signifikansi dari f-statistik yaitu 0.000000

(lihat tabel 2). Karena probabilitas signifikansi f-statistik < 0,05

(0,000000 < 0,05), maka H0 ditolak dan H1 diterima, artinya utang luar

negeri dan pengeluaran pemerintah secara simultan atau bersama-

sama berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

c) Uji-t

Uji-t digunakan untuk menguji signifikansi dari pengaruh

veriabel bebas terhadap variabel terikat secara individual/parsial.

Untuk mengetahui pengaruh masing-masing veriabel terhadap veriabel

dependen dapat dijelaskan di bawah ini :

1. Pengaruh utang luar negeri terhadap pertumbuhan ekonomi

Berdasarkan hasil anailis data dapat diperoleh nilai probabilitas

variabel ekspor sebesar 0,0000 (lihat tabel 2). Karena nilai

probabilitas utang luar negeri < 0,05 maka H0 diterima dan H1

ditolak sehingga variabel utang luar negeri berpengaruh signifikan

terhadap pertumbuhan ekonomi.

2. Pengaruh pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi

Berdasarkan hasil analisis data dapat diperoleh nilai probabilitas

variabel pengeluaran pemerintah sebesar 0,0000 (lihat tabel 2).

Karena nilai probabilitas pengeluaran pemerintah < 0,05, maka H0

diterima dan H1 ditolak sehingga variabel pengeluaran pemerintah

berpengaruh siginifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

3. Uji Asumsi Klasik

(1) Uji Normalitas

Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

mengunakan uji Jarque Bera denga melihat nilai probabilitasnya. Jika

nilai probabilitas lebih besar dari derajat kesalahan α =5% (0,05),

maka penelitian ini tidak ada terdapat permasalahan normalitas atau

dengan kata lain data tersebut adalah normal. Dan sebaliknya, bila

probabilitas < 0,05, maka dalam penelitian ini tidak terdistribusi

secara normal dan hasilnya sebagai berikut :

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

-0.100 -0.075 -0.050 -0.025 0.000 0.025 0.050 0.075 0.100

Series: ResidualsSample 1985 2014Observations 30

Mean 8.28e-16Median -0.000377Maximum 0.083137Minimum -0.089108Std. Dev. 0.044577Skewness -0.034888Kurtosis 2.318072

Jarque-Bera 0.587369Probability 0.745512

Berdasarkan gambar tersebut dapat terlihat hasil data yang diuji

terdistribusi secara normal. Dapat dilihat pada nilai probabilitas

Jarque Bera (JB) sebesar 0.745512 yang lebih besar dari derajat

kesalahan yaitu sebesar 0,05 (0.745512 > 0,05).

(2) Uji Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas ini dilakukan untuk mengetahui apakah

dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variab dari residual satu

pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari satu residual

satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut

homokedastisitas dan jika varian tidak konstan atau berubah-ubah

disebut dengan heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah

yang homokedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas

(Gujarati, 2007). Untuk mengetahui ada tidaknya hetero-

skedastisitas dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 3. Hasil Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedasticity Test: White

F-statistic 1.023673 Prob. F(5,24) 0.4259

Obs*R-squared 5.273337 Prob. Chi-Square(5) 0.3834

Scaled explained SS 2.815008 Prob. Chi-Square(5) 0.7285

Dari tabel 3 di atas diketahui bahwa nilai Obs*R Squared adalah

0,3834 lebih dari α = 0,05. Maka dapat disimpulkan model ini tidak

mengandung Heteroskedastisitas.

(3) Uji Autokorelasi

Autokorelasi adalah suatu keadaan dimana terjadi korelasi

(hubungan) antara residual tahun ini dengan tingkat kesalahan tahun

sebelumnya. Untuk mengetahui ada atau tidaknya penyakit

autokorelasi dalam suatu model, dapat dilihat dari nilai statistik

durbin-watson. Selain dengan menggunakan uji Durbin-Watson,,

untuk melihat ada tidaknya masalah penyakit autokorelasi dapat juga

digunakan uji langrange multiple (LM Test) atau yang disebut dengan

uji Breusch-Godfrey dengan membandingkan nilai probabilitas Obs*R

Squared dengan α = 5% (0,05). Untuk mengetahui ada tidaknya

autokorelasi dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4. Hasil Uji Langrange Multiple Test

Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:

F-statistic 2.367450 Prob. F(2,25) 0.1144

Obs*R-squared 4.777114 Prob. Chi-Square(2) 0.0918

Berdasarkan tabel 4 di atas diketahui bahwa nilai Obs*R-squared

adalah 4.777114 dan nilai probabilitasnya adalah 0.0918 yang lebih

besar dari α = 5 % (0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa data

dalam penelitian ini tidak terdapat masalah autokorelasi.

(4) Uji Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya

hubungan (korelasi) yang signifikan di antara dua atau lebih variabel

independen dalam model regresi. Deteksi adanya multikolinieritas

dilakukan dengan menggunakan uji korelasi parsial antar variabel

independen, kemudian dapat diputuskan apakah data terkena

multikolinieritas atau tidak, yaitu dengan menguji koefisien korelasi

antar variabel independen. Suatu model regresi yang baik adalah tidak

terjadi multikolinieritas antar variabel independen dengan variabel

dependen (Gujarati, 2007:67). Setelah diolah menggunakan aplikasi

Eviews 7.0, maka terlihat hasil sebagai berikut :

Tabel 5. Uji Multikolinearitas (Persamaan 1)

Dependent Variable: LOG(PDB)

Sample: 1985 2014

Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 3.880759 0.243170 15.95905 0.0000

LOG(ULN) 0.354095 0.022934 15.43962 0.0000

LOG(GOV) 0.767301 0.015050 50.98435 0.0000

R-squared 0.996864 Mean dependent var 26.16087

Adjusted R-squared 0.996632 S.D. dependent var 0.795993

S.E. of regression 0.046198 Akaike info criterion -3.217102

Sum squared resid 0.057626 Schwarz criterion -3.076982

Log likelihood 51.25653 Hannan-Quinn criter. -3.172277

F-statistic 4291.088 Durbin-Watson stat 1.275188

Prob(F-statistic) 0.000000

Tabel 6. Uji Multikolinearitas (Persamaan 2)

Dependent Variable: LOG(ULN)

Sample: 1985 2014

Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.246529 2.003225 0.123066 0.9029

LOG(GOV) 0.480044 0.084552 5.677464 0.0000

R-squared 0.535143 Mean dependent var 11.61292

Adjusted R-squared 0.518541 S.D. dependent var 0.548637

S.E. of regression 0.380684 Akaike info criterion 0.970647

Sum squared resid 4.057773 Schwarz criterion 1.064060

Log likelihood -12.55971 Hannan-Quinn criter. 1.000531

F-statistic 32.23359 Durbin-Watson stat 0.157438

Prob(F-statistic) 0.000004

Tabel 6. Uji Multikolinearitas (Persamaan 3)

Dependent Variable: LOG(GOV)

Method: Least Squares

Date: 06/03/16 Time: 17:49

Sample: 1985 2014

Included observations: 30

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 10.73198 2.282676 4.701488 0.0001

LOG(ULN) 1.114780 0.196352 5.677464 0.0000

R-squared 0.535143 Mean dependent var 23.67783

Adjusted R-squared 0.518541 S.D. dependent var 0.836064

S.E. of regression 0.580122 Akaike info criterion 1.813183

Sum squared resid 9.423154 Schwarz criterion 1.906596

Log likelihood -25.19774 Hannan-Quinn criter. 1.843067

F-statistic 32.23359 Durbin-Watson stat 0.219273

Prob(F-statistic) 0.000004

Untuk persamaan (1) nilai R² adalah sebesar 0.996632 selanjutnya

disebut R² 1

Untuk persamaan (2) nilai R² adalah sebesar 0.535143 selanjutnya

disebut R² 2

Untuk persamaan (3) nilai R² adalah sebesar 0.535143selanjutnya

disebut R² 3

Hasil analisis output : menunjukkan bahwa R² 1 > R² 3 > R² 2 maka

dalam model tidak ditemukan adanya multikolinearitas.

J. KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah

dikemukakan, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah

sebagai berikut :

1. Utang luar negeri berpengaruh positif dan signifikan terhadap cadangan

devisa dengan nilai probabilitas t-statistik sebesar 0.0000.

2. Pengeluaran pemerintah berpengaruh positif dan signifikan terhadap

cadangan devisa dengan nilai probabilitas t-statistik sebesar 0.0000.

3. Nilai Adjusted R2 cukup tinggi yaitu 0.9966, yang berarti 99,66% variabel

independen (utang luar negeri dan pengeluaran pemerintah) dapat

menjelaskan variabel dependen, dan sisanya 0, 34% dijelaskan oleh

variabel diluar model.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Widarjono, Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis, Edisi Kedua, Cetakan Kesatu, Penerbit Ekonisia Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta 2007.

Deprianto,Asrizal dan Jolianis., 2012, Pengaruh Konsumsi dan Investasi Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Kota Padang, Jurnal Mahasiswa Programstudi Pendidikan Ekonomi STKIP PGRI Sumatera Barat, STKIP PGRI Sumatera Barat, Sumatera Barat.

Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. Third Edition.Mc. Graw-Hill, Singapore.

Rachmadi, A.L., 2014, Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (2001-2011), Skripsi, Universitas Brawijaya, Malang.

Sinuraya, Rosmawati., 2010, Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemrintah Terhadap pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Karo, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Sumatera Utara.

Anwar, A.F., 2011 Analisis Pengaruh Utang Luar Negeri dan Penanaman Modal Asing Terhadap Produk Domestik Bruto Di Indonesia Periode 2000-2009, Skripsi, Universitas Hasanuddin, Makassar.

DAFTAR PUSTAKA

Agus Widarjono, Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis, Edisi Kedua, Cetakan Kesatu, Penerbit Ekonisia Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta 2007.

Baltagi, Bagi (2005). Econometric Analysis of Panel Data, Third Edition. John Wiley & Sons.

Budiyuwono, Nugroho, Pengantar Statistik Ekonomi & Perusahaan, Jilid 2, Edisi Pertama, UPP AMP YKPN, Yogyakarta, 1996.

Barrow, Mike. Statistics of Economics: Accounting and Business Studies. 3rd edition. Upper Saddle River, NJ: Prentice-Hall, 2001

Catur Sugiyanto. 1994. Ekonometrika Terapan. BPFE, Yogyakarta

Dajan, Anto. Pengantar Metode Statistik. Jakarta: Penerbit LP3ES, 1974

Daniel, Wayne W. Statistik Nonparametrik Terapan. Terjemahan Alex Tri Kantjono W. Jakarta: PT Gramedia

Gujarati, Damodar N. 2003. Basic Econometrics. Third Edition.Mc. Graw-Hill, Singapore.

Ghozali, Imam, Dr. M. Com, Akt, 2001, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS”, Semarang, BP Undip.

Insukindro (1996), “Pendekatan Masa Depan Dalam Penyusunan Model Ekonometrika: Forward-Looking Model dan Pendekatan Kointegrasi”, Jurnal Ekonomi dan Industri, PAU Studi Ekonomi, UGM, Edisi Kedua, Maret 1-6

Insukindro (1998a), “Sindrum R2 Dalam Analisis Regresi Linier Runtun Waktu”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 13, No. 41 1-11.

Insukindro (1998b), “Pendekatan Stok Penyangga Permintaan Uang: Tinjauan Teoritik dan Sebuah Studi Empirik di Indonesia”, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol XLVI. No. 4: 451-471.

Insukindro (1999), “Pemilihan Model Ekonomi Empirik Dengan Pendekatan Koreksi Kesalahan”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 14, No. 1: 1-8.

Insukindro dan Aliman (1999), “Pemilihan dan Bentuk Fungsi Model Empiris: Studi Kasus Permintaan Uang Kartil Riil di Indonesia”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia. Vol. 13, No. 4: 49-61.

Johnston, J. and J. Dinardo (1997), Econometric Methods, McGrow-Hill

Koutsoyiannis, A (1977). Theory of Econometric An Introductory Exposition of Econometric Methods 2nd Edition, Macmillan Publishers LTD.

Maddala, G.S (1992). Introduction to Econometric, 2nd Edition, Mac-Millan Publishing Company, New York.

Nachrowi, D.N. dan H. Usman (2002). Penggunaan Teknik Ekonometrika. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Pindyck, S and Daniel. L. Rubinfeld,” Econometrics Model and Economic Forecast, 1998, Singapore: McGraw-Hill, pp. 163-164

Sritua Arif.1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. BPFE, Yogyakarta.

Sumodiningrat, Gunawan. 2001. Ekonometrika Pengantar. Yogyakarta: PFE-Yogyakarta.

Supranto, J. 1984. Ekonometrika. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Thomas, R.L. 1998. Modern Econometrics : An Intoduction. Addison-Wesley. Harlow, England.

AGUS TRI BASUKI adalah Dosen Fakultas Ekonomi di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sejak tahun 1994. Mengajar Mata Kuliah Statistik, Ekonometrik, Matematika Ekonomi dan Pengantar Ekonomi. S1 diselesaikan di Program Studi Ekonomi Pembangunan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 1993, kemudian pada tahun 1997 melanjutkan Magister Sains di Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung jurusan Ekonomi Pembangunan. Dan saat ini penulis sedang melanjutkan Program Doktor Ilmu Ekonomi di Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulis selain mengajar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta juga mengajar diberbagai Universitas di Yogyakarta. Selain sebagai dosen, penulis juga menjadi konsultan di berbagai daerah di Indonesia. Selain Buku Pengantar Ekonometrika, penulis juga menyusun Buku :

1. Pengantar Teori Ekonomi 2. Statistik Untuk Ekonomi dan Bisnis, 3. Electronic Data Processing 4. Analisis Regresi Dalam Penelitian Ekonomi dan Bisnis 5. Analisis Statistik dengan SPSS