Ekologi terumbu karanng

40
TUGAS EKOLOGI LAUT TERUMBU KARANG Disusun oleh : KELOMPOK 1 OSEANOGRAFI B DONY LATIEF PRASETYO 26020213120008 ANNISA LUTFI ZULDAH 26020213140046 PUTU PINANDYTHA BAGUS R 26020213140053 RIVAN FRAMUDIANA 26020213130054 MOHAMAD ABROR 26020213140055 PUTRA LAMSATRIA 26020213130056 RIZKY ADITYA NUGRAHA 26020213130057 ALI SAMAN HARAHAP 26020213140060 ARDHIAN INDRA CAHYA 26020213130061 PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI JURUSAN ILMU KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

description

Ekologi Laut Oseanografi Undip

Transcript of Ekologi terumbu karanng

TUGAS EKOLOGI LAUTTERUMBU KARANG

Disusun oleh :KELOMPOK 1OSEANOGRAFI B

DONY LATIEF PRASETYO26020213120008ANNISA LUTFI ZULDAH26020213140046PUTU PINANDYTHA BAGUS R26020213140053RIVAN FRAMUDIANA26020213130054MOHAMAD ABROR 26020213140055PUTRA LAMSATRIA26020213130056RIZKY ADITYA NUGRAHA26020213130057ALI SAMAN HARAHAP26020213140060ARDHIAN INDRA CAHYA26020213130061

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFIJURUSAN ILMU KELAUTANFAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTANUNIVERSITAS DIPONEGOROSEMARANG2014

A. DEFINISI TERUMBU KARANG Terumbu karang adalah sebuah kumpulanhewan karangyang bersimbiosis dengan sejenis tumbuhan alga yang disebutzooxanhellae. Hewan karang bentuknya aneh, menyerupai batu dan mempunyai warna dan bentuk beraneka rupa. Hewan ini disebut polip, merupakan hewan pembentuk utama terumbu karang yang menghasilkan zat kapur. Polip-polip ini selama ribuan tahun membentuk terumbu karang. Zooxanthellae adalah suatu jenis algae yang bersimbiosis dalam jaringan karang. Zooxanthellae ini melakukan fotosintesis menghasilkan oksigen yang berguna untuk kehidupan hewan karang. Di lain fihak, hewan karang memberikan tempat berlindung bagi zooxanthellae. Dalam ekosistem terumbu karang ada karang yang keras dan lunak.

Karang batu adalah karang yang keras disebabkan oleh adanya zat kapur yang dihasilkan oleh binatang karang. Melalui proses yang sangat lama, binatang karang yang kecil (polyp) membentuk kolobi karang yang kental, yang sebenarnya terdiri atas ribuan individu polyp. Karang batu ini menjadi pembentuk utama ekosistem terumbu karang. Walaupun terlihat sangat kuat dan kokoh, karang sebenarnya sangat rapuh, mudah hancur dan sangat rentan terhadap perubahan lingkungan.

Istilah terumbu karang tersusun atas dua kata, yaitu (terumbu) dan (karang), yangapabila berdiri sendiri akan memiliki makna yang jauh berbeda dengan bila kedua kata tersebut digabungkan. Istilah terumbu karang sendiri sangat jauh berbeda dengan karang terumbu, karena yang satu mengindikasikan suatu ekosistem dan kata lainnya merujuk pada suatu komunitas bentik atau yang hidup di dasar substrat.

B. REPRODUKSI & PERTUMBUHAN KARANGSeperti hewan lain, karang memiliki kemampuan reproduksi secara aseksual dan seksual.1. Reproduksi aseksual adalah reproduksi yang tidak melibatkan peleburan gamet jantan (sperma) dan gamet betina (ovum). Pada reproduksi ini, polip/koloni karang membentuk polip/koloni baru melalui pemisahan potongan-potongan tubuh atau rangka. Ada pertumbuhan koloni dan ada pembentukan koloni baru2. Reproduksi seksual adalah reproduksi yang melibatkan peleburan sperma dan ovum (fertilisasi). Sifat reproduksi ini lebih komplek karena selain terjadi fertilisasi, juga melalui sejumlah tahap lanjutan (pembentukan larva, penempelan baru kemudian pertumbuhan dan pematangan).

1. Reproduksi AseksualAseksualDalam membahas reproduksi aseksual, perlu dipisahkan antara pertumbuhan koloni dengan pembentukan koloni baru

PertunasanTerdiri dari:Intratentakular yaitu satu polip membelah menjadi 2 polip; jadi polip baru tumbuh dari polip lama

Ekstratentakular yaitu polip baru tumbuh diantara polip-polip lainJika polip dan jaringan baru tetap melekat pada koloni induk, ini disebut pertambahan ukurankoloni.jika polip atau tunas lepas dari koloni induk dan membentuk koloni baru, ini baru disebut reproduksi aseksual

FragmentasiKoloni baru terbentuk oleh patahan karang. Terjadi terutama pada karang bercabang, karena cabang mudah sekali patah oleh faktor fisik (seperti ombak atau badai) atau faktor biologi (predasi oleh ikan). Patahan (koloni) karang yang lepas dari koloni induk, dapat saja menempel kembali di dasaran dan membentuk tunas serta koloni baru.Hal itu hanya dapat terjadi jika patahan karang masih memiliki jaringan hidup

Polip bailoutPolip baru terbentuk karena umbuhnya jaringan yang keluar dari karang mati. Pada karang yang mati, kadang kala jaringan-jaringan yang masih hidup dapat meninggalkan skeletonnya untuk kemudian terbawa air. Jika kemudian menemukan dasaran yang sesuai, jaringan tersebut akan melekat dan tumbuh menjadi koloni baru

PartenogenesisLarva tumbuh dari telur yang tidak mengalami fertilisasi

2. Reproduksi SeksualKarang memiliki mekanisme reproduksi seksual yang beragam yang didasari oleh penghasil gamet dan fertilisasi. Keragaman itu meliputi:

2.1. Berdasar individu penghasil gamet, karang dapat dikategorikan bersifat:1. GonokorisDalam satu jenis (spesies), telur dan sperma dihasilkan oleh individu yang berbeda. Jadi ada karang jantan dan karang betinaContoh: dijumpai pada genus Porites dan Galaxea2. HermafroditBila telur dan sperma dihasilkan dalam satu polip. Karang yang hermafrodit juga kerap kalimemiliki w aktu kematangan seksual yang berbeda, yaitu :A. Hermafrodit yang simultan menghasilkan telur dan sperma pada waktubersamaan dalam kesatuan sperma dan telur (egg-sperm packets). Meski dalam satu paket, telur baru akan dibuahi 10-40 menit kemudian yaitu setelah telur dan sperma berpisah. Contoh: jenis dari kelompok Acroporidae, favidaeB. Hermafrodit yang berurutan, ada dua kemungkinan yaitu individu karang tersebut berfungsi sebagai jantan baru, menghasilkan spermauntuk kemudian menjadi betina (protandri), ataujadi betina dulu, menghasilkan telur setelah itu menjadi jantan (protogini). Contoh: Stylophora pistillata dan Goniastrea favulus Meski dijumpai kedua tipe di atas, sebagian besar karang bersifat gonokoris

2.2.Berdasar mekanisme pertemuan telur dan sperma1.Brooding/planulatorTelur dan sperma yang dihasilkan, tidak dilepaskan ke kolom air sehingga fertilisasi secara internal. Zigot berkembang menjadi larva planula di dalam polip, untuk kemudian planula dilepaskan ke air. Planula ini langsung memiliki kemampun untuk melekat di dasar perairan untuk melanjutkan proses pertumbuhan.Contoh: Pocillopora damicornis dan Stylophora

2.SpawningMelepas telur dan sperma ke air sehingga fertilisasi secara eksternal. Pada tipe ini pembuahan telur terjadi setelah beberapa jam berada di air. Contoh: pada genus Favia. Dari sebagian besar jenis karang yang telah dipelajari proses reproduksinya, 85% di antaranya menunjukkan mekanisme spawning. Waktu pelepasan telur secara massal, berbeda waktu tergantung kondisi lingkungan, sebagai contoh:a. Richmond dan Hunter menemukan bahw a di Guam, Micronesia: puncak spawning terjadi 7-10 hari setelah bulan purnama bulan Juli (Richmond 1991) 5b. Kenyon menemukan spawning di Kepulauan Palau terjadi selama beberapa bulan, yaitu Maret, April dan Mei (Richmond 1991)

KARAKTERISTIK TERUMBU KARANG1. Terumbu karang tepi (fringing reefs)

Terumbu karang tepi atau karang penerus berkembang di mayoritas pesisir pantai dari pulau-pulau besar. Perkembangannya bisa mencapai kedalaman 40 meter dengan pertumbuhan ke atas dan ke arah luar menuju laut lepas. Dalam proses perkembangannya, terumbu ini berbentuk melingkar yang ditandai dengan adanya bentukan ban atau bagian endapan karang mati yang mengelilingi pulau. Pada pantai yang curam, pertumbuhan terumbu jelas mengarah secara vertikal. Contoh: Bunaken (Sulawesi), P. Panaitan (Banten), Nusa Dua (Bali). 2. Terumbu karang penghalang (barrier reefs)

Terumbu karang ini terletak pada jarak yang relatif jauh dari pulau, sekitar 0.52 km ke arah laut lepas dengan dibatasi oleh perairan berkedalaman hingga 75 meter. Terkadang membentuk lagoon (kolom air) atau celah perairan yang lebarnya mencapai puluhan kilometer. Umumnya karang penghalang tumbuh di sekitar pulau sangat besar atau benua dan membentuk gugusan pulau karang yang terputus-putus. Contoh: Great Barrier Reef (Australia), Spermonde (Sulawesi Selatan), Banggai Kepulauan (Sulawesi Tengah). 3. Terumbu karang cincin (atolls)

Terumbu karang yang berbentuk cincin yang mengelilingi batas dari pulaupulau vulkanik yang tenggelam sehingga tidak terdapat perbatasan dengan daratan. Menurut Darwin, terumbu karang cincin merupakan proses lanjutan dari terumbu karang penghalang, dengan kedalaman rata-rata 45 meter. Contoh: Taka Bone Rate (Sulawesi), Maratua (Kalimantan Selatan), Pulau Dana (NTT), Mapia (Papua)

4. Terumbu karang datar/Gosong terumbu (patch reefs) Gosong terumbu (patch reefs), terkadang disebut juga sebagai pulau datar (flat island). Terumbu ini tumbuh dari bawah ke atas sampai ke permukaan dan, dalam kurun waktu geologis, membantu pembentukan pulau datar. Umumnya pulau ini akan berkembang secara horizontal atau vertikal dengan kedalaman relatif dangkal. Contoh: Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Kepulauan Ujung Batu (Aceh)

Gambar terumbu karang tepi (kiri), terumbu karang penghalang (tengah), dan terumbu karang cincin (kanan).

C. FAKTOR FAKTOR LINGKUNGAN Ekosistem terumbu karang dapat berkembang dengan baik apabila kondisi lingkungan perairan mendukung pertumbuhan karang

Kombinasi faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan karang dan perkembangan terumbu.1. SuhuSecara global, sebarang terumbu karang dunia dibatasi oleh permukaan laut yang isoterm pada suhu 20 C, dan tidak ada terumbu karang yang berkembang di bawah suhu 18 C.Terumbu karang tumbuh dan berkembang optimal pada perairan bersuhu rata-rata tahunan 23-25 C, dan dapat menoleransi suhu sampai dengan 36-40 C.2. SalinitasTerumbu karang hanya dapat hidup di perairan laut dengan salinitas normal 3235 . Umumnya terumbu karang tidak berkembang di perairan laut yang mendapat limpasan air tawar teratur dari sungai besar, karena hal itu berarti penurunan salinitas.Contohnya di delta sungai Brantas (Jawa Timur).Di sisi lain, terumbu karang dapat berkembang di wilayah bersalinitas tinggi seperti Teluk Persia yang salinitasnya 42 %.3. Cahaya dan Kedalaman Kedua faktor tersebut berperan penting untuk kelangsungan proses fotosintesis oleh zooxantellae yang terdapat di jaringan karang.Terumbu yang dibangun karang hermatipik dapat hidup di perairan dengan kedalaman maksimal 50-70 meter, dan umumnya berkembang di kedalaman 25 meter atau kurang. Titik kompensasi untuk karang hermatipik berkembang menjadi terumbu adalah pada kedalaman dengan intensitas cahaya 15-20% dari intensitas di permukaan.4. KecerahanFaktor ini berhubungan dengan penetrasi cahaya. Kecerahan perairan tinggi berarti penetrasi cahaya yang tinggi dan ideal untuk memicu produktivitas perairan yang tinggi pula.5. Paparan Udara (aerial exposure)Paparan udara terbuka merupakan faktor pembatas karena dapat mematikan jaringan hidup dan alga yang bersimbiosis di dalamnya.6. GelombangGelombang merupakan faktor pembatas karena gelombang yang terlalu besar dapat merusak struktur terumbu karang, contohnya gelombang tsunami.Namun demikian, umumnya terumbu karang lebih berkembang di daerah yang memiliki gelombang besar. Aksi gelombang juga dapat memberikan pasokan air segar, oksigen, plankton, dan membantu menghalangi terjadinya pengendapan pada koloni atau polip karang.

7. ArusFaktor arus dapat berdampak baik atau buruk.Bersifat positif apabila membawa nutrien dan bahan-bahan organik yang diperlukan oleh karang dan zooxanthellae, sedangkan bersifat negatifapabila menyebabkan sedimentasi di perairan terumbu karang dan menutupi permukaan karang sehingga berakibat pada kematian karang.

D. PERTUMBUHAN KARANG DAN PERKEMBANGAN TERUMBUBerdasarkan fungsinya dalam pembentukan terumbu (hermatype-ahermatype) dan ada/tidaknya alga simbion (symbiotic-asymbiotic), maka karang terbagi menjadi empat kelompok berikut:1. Hermatypes-symbionts.Kelompok ini terdiri dari anggota karang pembangun terumbu yaitu sebagian besar anggota Scleractinia (karang batu), Octocorallia (karang lunak) dan Hydrocorallia.2. Hermatypes-asymbionts. Kelompok ini merupakan karang dengan pertumbuhan lambat yang dapat membentuk kerangka kapur masif tanpa bantuan zooxanthellae, sehingga mereka mampu untuk hidup di dalam perairan yang tidak ada cahaya. Di antara anggotanya adalah Scleractinia asimbiotik dengan genus Tubastrea dan Dendrophyllia, dan hydro-corals jenis Stylaster rosacea.3. Ahermatypes-symbionts. Anggota kelompok ini antara lain dari genus Heteropsammia dan Diaseris (Scleractinia: Fungiidae) dan Leptoseris (Agaricidae) yang hidup dalam bentuk polip tunggal kecil atau koloni kecil sehingga tidak termasuk dalam pembangun terumbu. Kelompok ini juga terdiri dari Ordo Alcyonacea dan Gorgonacea yang mempunyai alga simbion namun bukan pembangun kerangka kapur masif (matriks terumbu).4. Ahermatypes-asymbionts. Anggota kelompok ini antara lain terdiri dari genus Dendrophyllia dan Tubastrea (Ordo Scleractinia) yang mempunyai polip yang kecil. Termasuk juga dalam kelompok ini adalah kerabat karang batu dari Ordo Antipatharia dan Corallimorpha (Subkelas Hexacorallia) dan Subkelas Octocorallia asimbiotik.

Karang dalam sistem Filum Coelenterata; karang hermatypic pembangun terumbu berada dalam garis terputus-putus

Karang hermatipik, yang umumnya didominasi oleh Ordo Scleractinia, memiliki alga simbion atau zooxanthellae yang hidup di lapisan gastrodermis. Di lapisan ini, zooxanthellae sangat berperan membantu pemenuhan kebutuhan nutrisi dan oksigen bagi hewan karang melalui proses fotosintesis (gambar 3). Zooxanthellae merupakan istilah umum bagi alga simbion dari kelompok dinoflagellata yang hidup di dalam jaringan hewan lain, termasuk karang, anemon, moluska, dan taksa hewan yang lain.Hubungan yang erat (simbiosis) antara hewan karang dan zooxanthellae dapat dikategorikan sebagai simbiosis mutualisme, karena hewan karang menyediakan tempat berlindung bagi zooxanthellae dan memasok secara rutin kebutuhan bahan-bahan anorganik yang diperlukan untuk fotosintesis, sedangkan hewan karang diuntungkan dengan tersedianya oksigen dan bahan-bahan organik dari zooxanthellae.Peran alga simbion (zooxanthellae) dalam menyokong pertumbuhan karang.

Koloni karang baru akan berkembang, jika polip karang melakukan perkembangbiakan secara aseksual,buddingdanfragmentation.Melalui proses budding, koloni karang berkembang melalui dua cara yaituintratentacular buddingdanextratentacular budding.Intratentacular buddingterjadi apabila pertambahan polip berasal dari satu polip yang terbelah menjadi dua, sedangkanextratentacular buddingterjadi jika tumbuh satu mulut polip bertentakel pada ruang kosong antara polip satu dan polip lain.Selain itu, koloni baru dapat berkembang dari patahan karang yang terpisah dari koloni induk akibat gelombang atau aksi fisik lain, bila patahan tersebut melekatkan diri pada substrat keras dan tumbuh melalui mekanismebudding.

Mekanisme pembentukan koloni karang melalui prosesbudding

Perkembangan terumbu karang secara umum dikendalikan oleh sejumlah faktor utama yang bekerja dalam skala ruang yang bersifat makro (global), meso (regional), dan mikro (pulau).Ketiga faktor kendali utama tersebut terdiri atas faktor-faktor lingkungan yang dijabarkan sebagai berikut:1. Kendali skala makro1. Gaya tektonik2. Paras muka laut2. Kendali skala meso1. Suhu2. Salinitas3. Energi gelombang3. Kendali skala mikro1. Cahaya2. Nutrien3. Sedimen4. Topografi masa lampa

E. Ancaman terhadap terumbu karangFaktor yang dapat merusak terumbu karang diantaranya adalah :1. Pengendapan kapurPengendapan kapur dapat berasal dari penebangan pohon yang dapat mengakibatkan pengikisan tanah (erosi) yang akan terbawa kelaut dan menutupi karang sehingga karang tidak dapat tumbuh karena sinar matahari tertutup oleh sedimen.Aliran air tawar Aliran air tawar yang terus menerus dapat membunuh karang, air tawar tersebut dapat berasal dari pipa pembuangan, pipa air hujan ataupun limbah pabrik yang tidak seharusnya mengalir ke wilayah terumbu karang. 2. Berbagai jenis limbah dan sampahBahan pencemar bisa berasal dari berbagai sumber, diantaranya adalah limbah pertanian, perkotaan, pabrik, pertambangan dan perminyakan.3. Pemanasan suhu bumi Pemanasan suhu bumi dikarenakan pelepasan karbon dioksida (CO2) ke udara. Tingginya kadar CO2 diudara berpotensi meningkatan suhu secara global. yang dapat mengakibatkan naik nya suhu air laut sehingga karang menjadi memutih (bleaching) seiring dengan perginya zooxanthelae dari jaringankulit karang, jika terjadi terus menerus maka pertumbuhan terumbu karang terhambat dan akan mati.4. Uji coba senjata militerPengujian bahan peledak dan nuklir di laut serta kebocoran dan buangan reaktor nuklir menyebabkan radiasi di laut, bahan radio aktif tersebut dapat bertahan hingga ribuan tahun yang berpotensi meningkatkan jumlah kerusakan dan perubahan genetis (mutasi) biota laut.

5. Cara tangkap yang merusakCara tangkap yang merusak antara lain penggunaan muro-ami, racun dan bahan peledak.6. Penambangan dan pengambilan karangPengambilan dan penambangan karang umumnya digunakan sebagai bahan bangunan. Penambangan karang berpotensi menghancurkan ribuan meter persegi terumbu dan mengubah terumbu menjadi gurun pasir bawah air.7. Penambatan jangkar dan berjalan pada terumbuNelayan dan wisatawan seringkali menambatkan jankar perahu pada terumbu karang. Jangkar yang dijatuhkan dan ditarik diantara karang maupun hempasan rantainya yang sangat merusak koloni karang.8. Serangan bintang laut berduriBintang laut berduri adalah sejenis bintang laut besar pemangsa karang yang permukaanya dipenuhi duri. Ia memakan karang dengan cara manjulurkan bagian perutnya ke arah koloni karang, untuk kemudian mencerna dan membungkus polip-polip karang dipermukaan koloni tersebut.9. Pemanfaatan sumber daya laut secara berlebihan. Adanya beberapa jenis biota laut diterumbu bisa jadi merupakan faktor penentu kesehatan dan faktor penentu kesehatan dan kelangsungan hidup koloni karang.

Sumber terbesar dari kematian terumbu masif adalah perusakan mekanik oleh badai tropik yang hebat. Topan atau angin puyuh yang kuat ketika melalui suatu wilayahterumbu sering merusak daerah yang luas di terumbu karang. Sumber kedua terbesaryang menyebabkan bencana kematian terumbu, adalah ledakan Acanthaster planci (bintang bulu seribu) akibat adanya kegiatan pengerukan dan beberapa bahan kimia (pestisida) membuka ruangan baru bagi Acanthaster planci muda, ledakan populasi juga diakibatkan oleh kegiatan manusia yang memindahkan predator utama bulu seribu yaitu Charonia tritonis untuk diambil cangkangnya (Nybakken 1988).Kegiatan manusia secara langsung dapat menyebabkan bencana kematian di terumbu melalui penggalian dan pencemaran (Nybakken 1988). Berdasarkan analisis Burke, dkk. (2002) 25% kerusakan terumbu karang diakibatkan oleh pembangunan pesisir, 7% diakibatkan oleh pencemaran, 21% diakibatkan oleh sedimentasi, 64% akibat penangkapan yang berlebihan, 54% akibat penangkapan ikan dengan melakukan pengrusakan, 18% diakibatkan oleh pemutihan terumbu karang.Penyakit yang biasanya menyerang karang disebut sebagai White band diseasedan Blank band disease atau penyakit gelang putih, ditandai dengan memutihnya sebagian koloni terumbu.Hal ini disebabkan oleh serangan bakteri. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri dipicu oleh kondisi lingkungan yang tidak normal seperti pencemaran dan kenaikan suhu air laut (Akmal 2002).

F. Nilai Ekonomi Ekosistem Terumbu KarangDari ancaman ancaman terhadap terumbu karang saat ini hal yang sangat mendesak yang perlu dilakukan adalah tindakan penilaian ekonomi terhadap berbagai macam fungsi terumbu karang baik sebagai pensuplai barang dan jasa. Penilaian bisa dianalogkan dari nilai perikanan atau nilai sebagai pelindung pantai yang mempunyai nilai pasar. Dimana nilai bisa diturunkan berdasarkan pada permintaan (demand), penawaran (supply), harga (price) dan biaya (Cost) (Spurgeon, 1992). Barton (1994) menjelaskan bahwa nilai ekonomi dari ekosistem terumbu karang merupakan nilai dari seluruh instrument yang ada padanya termasuk sumber makanan dan jasa ekologis. Nilai dari seluruh instrumen yang terdapat pada ekosistem terumbu karang dapat dikuantifikasi melalui metode valuasi ekonomi total (Total Economic Valuation/TEV). Berdasarkan teori ekonomi neoklasik seperti consumer surplus dan willingness to pay dapat didekati nilai ekosistem terumbu karang yang bersifat tiada nilai pasar (non market value). Menurut Fauzi ( 2005) valuasi ekonomi dapat didefinisikan sebagai upaya untuk member ikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam (SDA) dan lingkungan baik atas nilai pasar (market value) maupun nilai non pasar (non market value). Penilaian ekonomi sumberdaya merupakan suatu alat ekonomi ( economic tool) yang menggunakan teknik penilaian tertentu untuk mengestimasi nilai uang dari barang dan jasa yang diberikan oleh suatu sumberdaya alam. Tujuan dari penilaian ekonomi antara lain digunakan untuk menunjukkan keterkaitan antara konservasi sumberdaya alam dan pembangunan ekonomi, maka valuasi ekonomi dapat menjadi suatu peralatan penting dalam peningkatan apresiasi dan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan itu sendiri. Dijelaskan juga oleh Fauzi (2005) bahwa terdapat tiga ciri yang dimiliki oleh sumberdaya yaitu: 1. Tidak dapat pulih kembali, tidak dapat diperbaharuinya apabila sudah mengalami kepunahan. Jika sebagai asset tidak dapat dilestarikan,maka kecenderungannya akan musnah.2. Adanya ketidakpastian, misalnya terumbu karang rusak atau hilang. Akan ada biaya potensial yang harus dikeluarkan apabila sumberdaya alam tersebut mengalami kepunahan.3. Sifatnya yang unik, jika sumberdaya mulai langka, maka nilai ekonominya akan lebih besar karena didorong pertimbangan untuk melestarikannya.

G. Ekosistem Terumbu KarangTerumbu karang (Coral reef ) merupakan masyarakat organisme yang hidup didasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Sedangkan organismeorganisme yang dominan hidup disini adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerangka kapur, dan algae yang banyak diantaranya juga mengandung kapur. Berkaitan dengan terumbu karang diatas dibedakan antara binatang karang atau karang (reef coral ) sebagai individu organisme atau komponen dari masyarakat dan terumbu karang (coral reef ) sebagai suatu ekosistem (Sorokin, 1993). Terumbu karang (coral reef ) sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni utama karang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni (Sorokin, 1993). Berdasarkan kepada kemampuan memproduksi kapur maka karang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu karang hermatipik dan karang ahermatipik. Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan didaerah tropis. Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang tersebar luas diseluruh dunia. Perbedaan utama karang Hermatipik dan karang ahermatipik adalah adanya simbiosis mutualisme antara karang hermatipik dengan zooxanthellae, yaitu sejenis algae unisular (Dinoflagellata unisular), seperti Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan melaksanakan fotosistesis. Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat yang struktur dan bentuk bangunannya khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang. Karang hermatipik mempunyai sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat fototeopik positif. Umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai /laut yang cukup dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut. Disamping itu untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25-32 oC (Nybakken, 1982). Menurut Veron (1995) terumbu karang merupakan endapan massif (deposit) padat kalsium (CaCo3) yang dihasilkan oleh karang dengan sedikit tambahan dari alga berkapur (Calcareous algae) dan organisme -organisme lain yang mensekresikan kalsium karbonat (CaCo3). Dalam proses pembentukan terumbu karang maka karang batu (Scleractina ) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan karang pembangun terumbu (reef -building corals). Karang batu termasuk ke dalam Kelas Anthozoa yaitu anggota Filum Coelenterata yang hanya mempunyai stadium polip. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua Subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, morfologi dan fisiologi. Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik). Menurut Sumich (1992) dan Burke et al. (2002) sebagian besar spesies karang melakukan simbiosis dengan alga simbiotik yaitu zooxanthellae yang hidup di dalam jaringannya. Dalam simbiosis, zooxanthellae menghasilkan oksigen dan senyawa organik melalui fotosintesis yang akan dimanfaatkan oleh karang, sedangkan karang menghasilkan komponen inorganik berupa nitrat, fosfat dan karbon dioksida untuk keperluan hidup zooxanthellae. Selanjutnya Sumich (1992) menjelaskan bahwa adanya proses fotosintesa oleh alga menyebabkan bertambahnya produksi kalsium karbonat dengan menghilangkan karbon dioksida dan merangsang reaksi kimia sebagai berikut:Ca (HCO3) CaCO3 + H2CO3 H2O + CO2Fotosintesa oleh algae yang bersimbiose membuat karang pembentuk terumbu menghasilkan deposist cangkang yang terbuat dari kalsium karbonat, kira-kira 10 kali lebih cepat daripada karang yang tidak membentuk terumbu (ahermatipik) dan tidak bersimbiose dengan zooxanthellae. Veron (1995) dan Wallace (1998) mengemukakan bahwa ekosistem terumbu karang adalah unik karena umumnya hanya terdapat di perairan tropis, sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Meskipun beberapa karang dapat dijumpai dari lautan subtropis tetapi spesies yang membentuk karang hanya terdapat di daerah tropis. Kehidupan karang di lautan dibatasi oleh kedalaman yang biasanya kurang dari 25 m dan oleh area yang mempunyai suhu rata-rata minimum dalam setahun sebesar 10oC. Pertumbuhan maksimum terumbu karang terjadi pada kedalaman kurang dari 10 m dan suhu sekitar 25 o C sampai 29 oC. Karena sifat hidup inilah maka terumbu karang banyak dijumpai di Indonesia (Hutabarat dan Evans, 1984).

H. Interaksi yang terjadi di dalam ekosistem terumbu karangTerumbu karang bukan merupakan sistem yang statis dan sederhana, melainkan suatu ekosistem yang dinamis dan kompleks. Tingginya produktivitas primer di ekosistem terumbu karang, bisa mencapai 5000 g C/m2/tahun, memicu produktivitas sekunder yang tinggi, yang berarti komunitas makhluk hidup yang ada di dalamnya sangat beraneka ragam dan tersedia dalam jumlah yang melimpah. Berbagai jenis makhluk hidup yang ada di ekosistem terumbu karang saling berinteraksi satu sama lain, baik secara langsung maupun tidak langsung, membentuk suatu sistem kehidupan. Sistem kehidupan di terumbu karang dapat bertambah atau berkurang dimensinya akibat interaksi kompleks antara berbagai kekuatan biologis dan fisik.Secara umum interaksi yang terjadi di ekosistem terumbu karang terbagi atas interaksi yang sifatnya sederhana, hanya melibatkan dua jenis biota (dari spesies yang sama atau berbeda), dan interaksi yang bersifat kompleks karena melibatkan biota dari berbagai spesies dan tingkatan trofik. Berikut ini disajikan berbagai macam interaksi yang bersifat sederhana, yang dapat berupa persaingan (kompetisi), pemangsaan oleh predator, grazing, komensalisme dan mutualisme, beserta contohnya di ekosistem terumbu karang.

Jenis Jenis Terumbu Karang1. Acropora CervicornisFamily : Acroporidae Genus : AcroporaSpesies : Acropora cervicornisKedalaman: Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3- 15 meter.Ciri-ciri : Koloni dapat terhampar sampai beberapa meter, Koloni arborescens, tersusun dari cabang-cabang yang silindris. Koralit berbentuk pipa. Aksial koralit dapat dibedakan.Warna : Coklat muda.Kemiripan : A. prolifera, A. formosa.Distribusi : Perairan Indonesia, Jamaika, dan Kep. Cayman..Habitat : Lereng karang bagian tengah dan atas, juga perairan lagun yang jernih

2. Acropora ElegantulaFamily : Acroporidae Genus : AcroporaSpesies : Acropora elegantulaKedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : Koloni korimbosa seperti semak. Cabang horisontal tipis dan menyebar. Aksial koralitnya jelas.Warna : Abu-abu dengan warna ujungnya muda.Kemiripan : A. aculeus, dan A. elseyi.Distribusi : Perairan Indonesia, Srilanka.Habitat : Fringing reefs yang dangkal.

3. Acropora AcuminateFamily : AcroporidaeGenus : AcroporaSpesies : Acropora acuminataKedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : Koloni bercabang. Ujung cabangnya lancip. Koralit mempunyai 2 ukuran.Warna : Biru muda atau coklat.Kemiripan : A. hoeksemai, A abrotanoides.Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Papua New Guinea dan Philipina.Habitat : Pada bagian atas atau bawah lereng karang yang jernih atau pun keruh.

4. Acropora MicropthalmaFamily : AcroporidaeGenus : AcroporaSpesies : Acropora micropthalmaKedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : Koloni bisa mencapai 2 meter luasnya dan hanya terdiri dari satu spesies. Radial koralit kecil, berjumlah banyak dan ukuran samaWarna : Abu-abu muda, kadang coklat muda atau krem.Kemiripan : A. copiosa, A. Parilis, A. Horrida, A. Vaughani, dan A. exquisita.Distribusi : Perairan Indonesia, Solomon, Australia, Habitat : Reef slope bagian atas, perairan keruh dan lagun berpasir.

5. Acropora MilleporaFamily : AcroporidaeGenus : AcroporaSpesies : Acropora milleporaKedalaman: Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : Koloni berupa korimbosa berbentuk bantalan dengan cabang pendek yang seragam. Aksial koralit terpisah. Radial koralit tersusun rapat.Warna : Umumnya berwarna hijau, orange, merah muda, dan biru.Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. convexa, A. prostrata, A. aspera dan A. pulchra.Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina dan Australia.Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan

6. Acropora RosariaFamily : AcroporidaeGenus : AcroporaSpesies : Acropora rosariaKedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : koloni seperti semak, cabang utama mempunyai cabang sekunder, aksial koralit besar dan berbentuk kubah tetapi tidak panjang. Radial koralit seperti kantung dan semua koralit mempunyai dinding tebal.Warna : Umumnya berwarna krem, coklat, biru dan merah muda.Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. loripes.Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina, Papua New Guinea dan Australia.Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal.

7. Acropora LatistellaFamily : AcroporidaeGenus : AcroporaSpesies : Acropora latistellaKedalaman : Karang ini banyak dijumpai hidup pada kedalaman 3-15 meter.Ciri-ciri : Koloni berbentuk korimbosa atau bergumpal. Aksial koralit biasanya terpisah. Radial koralit melingkar. Tentakel biasanya setiap hari bertambah panjang.Warna : Umumnya berwarna krem, keabu-abuan, coklat, hijau dan kuning.Kemiripan : Sepintas karang ini mirip dengan A. subulata, A. valid, A. nana dan A. dendrum.Distribusi : Tersebar dari Perairan Indonesia, Philipina, Papua New Guinea dan Australia.Habitat : Karang ini umumnya banyak hidup di perairan dangkal.

INTERAKSI SEDERHANA PERSAINGAN Persaingan memperoleh ruang- Karang batu vs Karang lunak - Koloni karang batu vs Koloni bulu babi Persaingan memperoleh makanan PEMANGSAAN Pemangsaan karang oleh predatornya (Acanthaster planci, Chaetodontidae, Tetraodontidae). GRAZINGPengendalian/pengaturan invasi ruang alga melalui konsumsi ikan herbivor (Acanthuridae, Scaridae). KOMENSALISME Hubungan yang erat antara ikan pembersih dengan inangnya. MUTUALISME Hubungan yang erat antara karang batu dengan zooxanthellae, anemon dengan ikan giru (Amphiprion atau Premnas), ikan Pomacentridae dengan koloni karang batu, dan lain-lain. INTERAKSI KOMPLEKS Mekanisme lain untuk mengkaji interaksi antar biota yang hidup di ekosistem terumbu karang adalah melalui jejaring makanan (gambar 5). Dibandingkan interaksi antar biota yang ada dalam persaingan, predasi, simbiosis mutualisme, dan simbiosis komensalisme, maka interaksi yang terjadi dalam sistem jejaring makanan di ekosistem terumbu karang merupakan interaksi yang kompleks.

Gambar 5. Jejaring makanan di ekosistem terumbu karang.Secara garis besar tingkat trofik dalam jejaring makanan dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok produsen yang bersifat autotrof karena dapat memanfaatkan energi matahari untuk mengubah bahan-bahan anorganik menjadi karbohidrat dan oksigen yang diperlukan seluruh makhluk hidup, dan kelompok konsumen yang tidak dapat mengasimilasi bahan makanan dan oksigen secara mandiri (heterotrof). PRODUSEN Karang batu (zooxanthellae), alga makro, alga koralin, bakteri fotosintetik KONSUMEN Karang batu (polip), Ikan, Ekhinodermata, Annelida, Polikhaeta, Krustasea, Holothuroidea, Moluska, dll. Karang batu dapat berperan ganda, sebagai produsen dan konsumen. Hal ini dimungkinkan oleh adanya endosimbiosis dengan zooxanthellae, yang di hari terang melakukan proses fotosintesis, sedangkan di hari gelap karang batu memiliki tentakel-tentakel bersengat (nematocyst) yang dapat dijulurkan untuk memangsa zooplankton dan hewan-hewan renik lainnya.I. EKOLOGI IKAN-IKAN DI TERUMBU

Ikan merupakan organisme yang jumlahnya terbanyak dan juga merupakan organisme besar dan mencolok yang dapat ditemui di sebuah terumbu karang. Karena jumlahnya yang besar dan mengisi seluruh daerah terumbu, maka dapat terlihat dengan jelas bahwa mereka merupakan penyokong hubungan yang ada dalam ekosistem terumbu.

Salah satu penyebab tingginya keragaman spesies ikan di terumbu adalah karena VARIASI HABITAT yang terdapat di terumbu. Terumbu karang tidak hanya terdiri dari karang saja, tetapi juga daerah berpasir, berbagai teluk dan celah, daerah alga, juga perairan yang dangkal dan dalam, serta zona-zona yang berbeda melintasi karang. Habitat yang beranekaragam ini dapat menerangkan peningkatan jumlah ikan-ikan itu.

Habitat yang variatif/banyak tersebut, tidak cukup untuk menerangkan keragaman yang tinggi pada ikan-ikan terumbu. Ada teori yang bertentangan mengenai keragaman ikan terumbu dan struktur komunitas. Pandangan paling klasik adalah bahwa hidup berdampingan merupakan hasil dari tingkat spesialisasi yang tinggi, sehingga setiap spesies memiliki tempat untuk beradaptasi khusus yang didapat dari persaingan pada suatu keadaan.Jadi dapat dikatakan bahwa ikan-ikan tersebut mempunyai relung ekologi yang lebih sempit dan berarti daerah itu dapat menampung lebih banyak spesies (menurut pandangan sale, 1977 tentang hipotesis Lottery). Hipotesis Lottery menyatakan bahwa ikan tidak memiliki sifat khusus, banyak spesies serupa yang mempunyai kebutuhan yang sama, dan terdapat persaingan aktif diantara spesies. Tempat yang baik diakibatkan oleh kesempatan bagi spesies untuk menempati ruangan yang kosong. Mungkin sebagai akibat dari jumlah spesies yang besar dan pembagian-pembagian habitat ini, kita menemukan bahwa kebanyakan ikan-ikan terumbu, meskipun gerakannya jelas, tetapi ternyata mereka terbatas pada daerah tertentu di terumbu dan sangat terlokalisasi. Mereka juga tidak berpindah, dan banyak spesies yang lebih kecil seperti ikan belosoh, tembakul, dan ikan betok yang terkenal dalam mempertahankan wilayahnya. Kenyataan bahwa sebagian besar ikan di terumbu umumnya karnivora, bertentangan dengan penjelasan sebelumnya tentang besarnya kekayaan spesies di terumbu karena adanya relung-relung yang lebih sempit. Umumnya ikan karnivora memang tidak mengkhususkan makanannya pada suatu sumber makanan tertentu, tetapi sebaliknya oportunistik (mengambil apa saja yang berguna). Mengingat bahwa jumlah yang lebih besar dari ikan di terumbu adalah karnivora yang makanannya tidak khusus, maka mudah dimengerti mengapa kebanyakan organisme invertebrata tersembunyi dari pandangan.

DAFTAR PUSTAKA

Daud, Ibnu. 2013. Ekologi Terumbu Karang http://ibnu-daud-41.blogspot.com/2013/03/ekologi-terumbu-karang.html (Diakses pada Minggu, 5 Okt 2014)

http://web.ipb.ac.id/~dedi_s/index.php?option=com_content&task=view&id=21&Itemid=49 (Diakses pada Minggu, 5 Okt 2014)