Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

44
Ekologi dan Budaya Manggarai: Antara Adat, Tradisi, dan Modernisasi Mari Berpaling ke Mbeliling Air Mata Manggarai BEKERJA SAMA DENGAN: SISIPAN NATIONAL GEOGAPHIC INDONESIA EDISI DESEMBER 2008 Flores Barat UHJAK/2009/PI/H/8

Transcript of Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

Page 1: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

Ekologi dan Budaya

Manggarai: Antara Adat, Tradisi, dan Modernisasi

Mari Berpaling ke Mbeliling

Air Mata Manggarai

BEKERJA SAMA DENGAN:

SISIPAN NATIONAL GEOGAPHIC INDONESIA EDISI DESEMBER 2008

Flores Barat

UHJAK/2009/PI/H/8

Page 2: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

Ekologi dan Budaya Flores Barat

FLORES MENYIMPAN sejumlah keunikan, mulaidari lansekap, ekologi hingga budaya tradisional yangmencoba terus bertahan di tengah arus perubahanyangkencang.Disebelahbarat,keunikanitutercerminpada caci, permainan cambuk yang menjadi hiburanbagi hampir seluruh lelaki Manggarai. Belakangan,hiburan ini menjelma sebagai pertunjukkan yangmengasyikkan bagi wisatawan. Namun, pada zamansekarang, alih-alihmenekankanfilosofikorban, oranglebih sering membicarakan caci sebagai simbol sifatsportif Manggarai, persaudaraan, dan bagian rumitdari budaya dan seni mereka. Di kawasan ini hadirWae Rebo, yang menjadi satu-satunya desa yangmempertahankan contoh asli rumah bundar beratapjerami (mbaru niang) di seluruh Manggarai. Semuaitu telahmembuktikan, Flores bagianbarat takhanyamengandalkankomodo,kadalpurbaraksasayangtelahmendorong perlindungan habitatnya dan penyematanstatussituswarisandunia.SejumlahpemerhatiMang-garaimenginginkanpariwisatapusaka(heritage tourism) dapatmenggerakkanperekonomian.Namun, sebelumberlari kencang, sudah sepantasnya masyarakatnyabersiapagartidaktergagapmenghadapiperubahan.

MEMETAKAN WILAYAH wisata akan memudahkan tetamu mengunjungi warisan alam dan budaya.

NATIONAL GEOGRAPHIC INDONESIATantyo Bangun, EditorinChiefYunas Santhani Azis,ManagingDirectorDidi Kaspi Kasim,ArtDirectorReynold Sumayku, Text EditorFirman Firdaus,WebEditorBayu Dwi Mardana, Text EditorTitania Febrianti, Text EditorLambok Hutabarat, DesignerFredy Susanto, DesignerDanu Pujiachiri,CartographerHaryo Suryo,OnlineStaffDesy Sitindaon,EditorialSecretary

Departemen Kebudayaan dan PariwisataDrs.IGustiPutuLaksaguna,CHA.M.ScSuhartoDrs.BenjaminMangkoehardjo,MM

Astri Meutia, DesignerDwi Oblo,Photographer

Sisipan National Geogaphic Desember 2008

EKOLOGI DAN BUDAYA FLORES BARAT 3

United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO)

ArantzazuAchadelaPresaVidyaniAchmadPaulinaMayasariRinaPurwaningsih

KoenMeyersSuerSuryadiWiwikMahdayaniSitiRachmania

UNESDOC
Note
Document partially illegible
Page 3: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

Ekologi dan Budaya Flores Barat

FLORES MENYIMPAN

mbaru niang

heritage tourism)

MEMETAKAN WILAYAH wisata akan memudahkan tetamu mengunjungi warisan alam dan budaya.

NATIONAL GEOGRAPHIC INDONESIATantyo Bangun, Yunas Santhani Azis,Didi Kaspi Kasim,Reynold Sumayku, Text EditorFirman Firdaus,Bayu Dwi Mardana, Text EditorTitania Febrianti, Text EditorLambok Hutabarat, DesignerFredy Susanto, DesignerDanu Pujiachiri,Haryo Suryo,Desy Sitindaon,

Departemen Kebudayaan dan Pariwisata

Astri Meutia, DesignerDwi Oblo,

Sisipan National Geogaphic Desember 2008

EKOLOGI DAN BUDAYA FLORES BARAT 3

United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO)

Page 4: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008
Page 5: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

Manggarai:

Di kawasan seluas 7.000 kilometer persegi, Manggarai mempunyai alam yang sangat bervariasi. Perbedaan batuan, topografi dan curah hujan menghasilkan keanekaragaman hayati. Budaya tradisional yang melingkupinya telah men—dorong sejumlah pemerhati menggerakkan kegiatan wisata berkelanjutan.

Antara adat, tradisi, dan modernisasiOleh: Moira Moeliono dan Pam Minnigh

Page 6: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

P

controleur

6

Page 7: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

SENJA MENJELANG di sudut Kota Labuhan

Bajo menyapa tetamu yang mencari penganan

dan minuman, tak ketinggalan informasi lokasi

penyelaman di perairan Flores Barat .

EKOLOGI DAN BUDAYA FLORES BARAT 7

Page 8: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

Moira Moeliono dan Pam Minnigh adalah pemer-hati budaya, dan ekologi Flores, khususnya Mang-garai. Ke dua nya kerap melakukan perjalanan.

Page 9: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

tu’a teno

Ketika Belanda datang di Manggarai pada

heritage tourism

ke da luan

EKOLOGI DAN BUDAYA FLORES BARAT 9

Page 10: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

Berpaling Mbeliling…ke

Mari

Oleh : Rachma Tri Widuri

Kesadaran masyarakat memelihara salah satu kekayaan hayati di kawasan Wallacea mendorong kegiatan pari-wisata pusaka yang bertanggung jawab. Sejumlah peneli-ti bidang pariwisata telah menilai potensi tersebut.

Page 11: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

MENGAMATI VEGETASI dan burung yang menghuni

kawasan hutan yang diselimuti lumut telah

mendorong masyarakat menjual kegiatan wisata.

Page 12: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

D

Pernah bergabung di sebuah institusi jurnalistik nasional, Rachma Tri Widuri telah menuliskan catatan populer mengenai kehidupan burung.

Page 13: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

Urobotrya floresensis, Sympetalandra schmutzii

Varanus komodoensis

TUMBUH LIAR di tepi jalan penghubung di Pulau

Flores, terutama di dekat Kampung Melo, sekitar

satu jam dari Labuhan Bajo menuju Ruteng, bunga

bangkai menghiasi keragaman hayati setempat.

EKOLOGI DAN BUDAYA FLORES BARAT 13

Page 14: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

14

Typhlops schmutzii

Loriculus flosculus), Monarcha sacerdotum), dan ga

Corvus florensis

Page 15: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

GOTONG ROYONG mengangkut pasir dan semen,

Stefudin dan warga Roe menyusuri setapak yang

mendaki untuk membangun kamar kecil di sekitar

puncak Gunung Mbeliling.

Monarcha sacerdotum

EKOLOGI DAN BUDAYA FLORES BARAT 15

Page 16: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

16

kan tiga cluster

KEKAYAAN UNIK yang menempati relung ekologi

Mbeliling menarik perhatian wisatawan, yang selalu

terpukau oleh komodo. Wisata pengamatan burung

menjadi salah satu andalan masyarakat (sebelah).

Page 17: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008
Page 18: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

Oleh Tamen Sitorus

Menyinggahi Rumah

Page 19: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

Masyhur lantaran menjadi hunian bagi kadal purba raksasa, kawasan kon-servasi Komodo telah mendapatkan status situs warisan dunia—nilai tambah yang belum dimanfaatkan secara maksimal dalam lingkup pariwisata. Status tersebut sekaligus memberikan jaminan pada wisatawan yang akan datang.

MENGHUNI DUA pulau besar di kawasan kon—

ser vasi, komodo telah menyokong ekosistem

sekitarnya. Satwa ini memancing pula ketertarikan

orang dan menghasilkan label situs warisan dunia.

B

Megalania presca

Varanus komodoensis

EKOLOGI DAN BUDAYA FLORES BARAT 19

Page 20: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

Balaenoptera musculusPhyseter macrocephalus

nudibranch)

Page 21: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

hook & line fishing, dan gillnet

WARISAN DUNIA dengan maskot utama si kadal

purba raksasa, wisatawan dari tiap penjuru

menik mati kehidupan komodo. Kegiatan ini telah

menggerakkan perekonomian Manggarai.

EKOLOGI DAN BUDAYA FLORES BARAT

Page 22: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

marketing gim-mick

Tamen Sitorus kini bekerja untuk mengelola ka-wasan Taman Nasional Komodo. Ia telah bekerja selama tiga tahun untuk kawasan ini.

Page 23: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

KOMUNITAS NELAYAN yang bermukim di Pulau

Rinca menempati pesisir dan mengandalkan

sumber daya laut di dalam dan sekitar kawasan.

Kini, terdapat lebih dari satu etnis dan budaya.

EKOLOGI DAN BUDAYA FLORES BARAT

Page 24: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

Darah,Keringat, dan Air MataManggarai Oleh Maribeth Erb

Page 25: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

K

EKOLOGI DAN BUDAYA FLORES BARAT

Permainan cambuk yang menjadi hiburan besar bagi hampir seluruh lelaki Manggarai ini menjelma sebagai pertunjukkan yang mengasyikkan bagi tetamu. Caci dipandang sebagai cara membuktikan keperkasaan dan kegagahan lelaki. Kini, caci lebih banyak dibicarakan sebagai simbol sifat sportif Manggarai.

MEMUKUL LAWAN, seorang penari melayangkan

pecut rotan yang ujungnya disambungkan dengan

kulit kering ekor kerbau. Di dalam Tari Caci, lawan

tari memegang jalinan rotan untuk menangkis.

Page 26: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

MENYUGUHI ARAK, pinang, dan sirih, kepada

tetamu yang berkunjung sebagai bentuk penghor–

matan. Salah satu ritual ini dilakukan sebelum

perrtunjukkan Caci dimulai.

Page 27: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

mata wae’

boa

lodok) ladang lingko

compang

mbaru gendang tua teno)

siri bongkok sapo

gendang one, lingko pea’ng “gen

Ase kae ceqe kampung hoqo

EKOLOGI DAN BUDAYA FLORES BARAT

Page 28: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008
Page 29: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

BERCAMPUR MADU, para penari Caci meminum

pula arak yang diolah melalui proses tradisional.

Meminum arak dianggap mempertebal keyakinan

mereka sebelum melakukan pertunjukkan.

EKOLOGI DAN BUDAYA FLORES BARAT

Maribeth Erb melakukan sejumlah penelitian yang cukup intensif di wilayah Manggarai. Kini ia men-jadi .

Page 30: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

BERNYANYI BERSAMA, para penari bersahut-

sahutan yang dimulai oleh pemimpinan prosesi.

Ritual ini dilakukan usai meminum arak madu dan

menyembelih ayam jantan sebagai kurban.

Page 31: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

EKOLOGI DAN BUDAYA FLORES BARAT 31

Page 32: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

MENGGUNAKAN BAMBU, para penari melompat-

lompat mengikuti gerakan buka-tutup yang seirama

dengan nyanyian. Tarian Tetek Alo juga mengajak

tetamu yang akan kikuk mengikuti gerakan bambu.

Page 33: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

EKOLOGI DAN BUDAYA FLORES BARAT 33

Page 34: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008
Page 35: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

Wae ReboOleh Catherine Allerton

Wae Rebo adalah satu-satunya desa yang mempertahankan contoh asli rumah bundar beratap jerami ( ) di seluruh Manggarai. Masyarakat setempat harus disiapkan agar sanggup menerima begitu ba-nyak kedatangan tamu jauh—selain upaya promosi yang intensif.

Page 36: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

36

A

tu’a gendang

tu’a golo

mbaru niang

Page 37: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

KERAMAHAN KHAS Wae Rebo membuat be-

tah siapa saja. Ketika tetamu berkunjung, warga

berkumpul saat malam menjelang seraya men-

dengarkan musik penyambutan di rumah utama.

EKOLOGI DAN BUDAYA FLORES BARAT 37

Page 38: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

musang

ngan-do

mbata

Catherine Allerton adalah antropolog yang pernah tinggal di Desa Wae Rebo dan melakukan peneli-tian mengenai kehidupan tradisional di sana.

Page 39: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

BERSIAP MELAKSANAKAN upacara injak telor di

kediaman sang pengantin pria, sepasang mempelai,

Stanis Klaus dan Sisilia, berjalan kaki selama empat

jam dari Desa Kombo bersama rombongan.empo)

béo

ghas de tana

EKOLOGI DAN BUDAYA FLORES BARAT 39

Page 40: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008
Page 41: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

wegi ruha

dara wa’i), karena ter

MEMINTAS SUNGAI di dekat tempat istrahat

pertama pada jalur setapak yang menuntun ke

desa tradisional Wae Rebo. Untuk mencapai sungai

ini sekitar satu jam dari Desa Denge.

EKOLOGI DAN BUDAYA FLORES BARAT 41

Page 42: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

MENGGUNAKAN ALAT tradisional, seorang ibu

yang merupakan satu dari empat keluarga yang

menempati rumah adat bekas Kerajaan Todo

tengah menenun kain sebagai cinderamata.

Page 43: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008

MENGGUNAKAN ALAT tradisional, seorang ibu yang merupakan satu dari empat keluarga yang menempati rumah adat bekas Kerajaan Todo tengah menenun kain sebagai cinderamata.

dengandarahdariayamyangdikorbankan.Saya menggambarkan acara-acara pernika-

han karena, dalam kehidupan sehari-hari,orang di Wae Rebo-Kombo sering membi-carakan hubungan pernikahan atau “jalan”antara keluarga.Dalam hal ini,merekamiripdengansebagianbesarmasyarakatManggarai,yangmenganggappentingaturantentangsiapayangbolehatautidakbolehdinikahi.“Aturan”pernikahanterpentingadalahorangtakbolehtertukarantarakepadakelompokmanakeluar-ganyamemberiistri,dandarikelompokmanakeluarganyamenerima istri.Memberikan istrikepadasuatukelompokyangpernahmemberi-kanistrikepadakitaitudianggapinsesdandi-larang.Sebaliknya, “mengikuti jalan”pernika-hansebelumnyadipandangbenardanbaik.

Pernikahan seorang wanita dengan putrasaudari ayahnya disebut sebagai tungku ataupernikahan “bergabung”, karena si pengantinperempuan“mengikutijalan”yangdibuatolehbibinya. MeskipunGereja Katolik telah beru-sahamelarangbentukpernikahan sepupu ini,orang belum berhasil diyakinkan untuk me-mandang hal ini sebagai masalah. Sejak sayamemulaikerja lapangandiWaeRebo-Kombopada 1997, setidaknya empat gadis telahme-nikahi sepupunya dalam pernikahan tungku.Semuanya wanita berpendidikan, dan dua diantaranyapernahbekerjaditokodiFlores.

Hubungan antara suatu keluarga dengan

kelompok-kelompok yang terhubung melaluipernikahan juga ditekankan pada saat kema-tian. Pada September 2008, saya kembali keWaeRebountukpertama kalinya setelah tigasetengahtahun,untukmenghadiriritualkema-tianterakhir(kélas)AméHuber.Dalamkélas,babidikorbankanuntukalmarhum,menandai“akhir” resmi kehidupannya di desa itu.Me–ngumpulkansemuakerabatdariberbagaidesaadalahcarauntukmerayakanberbagaihubu–ngan yang melibatkan Amé Huber, dan carayangpalingsesuaiuntuk“mengakhiri”keterli-batannyadenganorangyangmasihhidup.

Kini AméHuber akanmenjadi seorang le-luhur, mendiami pegunungan, makam, danpanggungbatudi rumahgunungnya.Dengancara ini, dia akanmenyatu dengan alamWaeRebo.SaatmengunjungiWaeRebo,wisatawanmungkin melihat pegunungan itu sebagai la-tar yang indah untuk rumah niang. Namun,bagiwargaWaeRebo,takadaperbedaanjelasantara lingkungan“alam”dan“budaya”.Pang-gungbatu,sungai,ladang,pohon,danrumah,hubungandengansemuaentitasiniharustetapdijaga.Inilahyangmenjaminkesehatandanke-bahagiaandimasamendatang.

42 NATIONAL GEOGRAPHIC • DESEMBER 2008

Page 44: Ekologi dan budaya: Flores barat; 2008