Ega

download Ega

of 20

description

blok

Transcript of Ega

Tinjauan PustakaKetoasidosis Diabetik pada AnakEga Farhatu Jannah(102012277)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJalan Arjuna Utara No. 06 Jakarta [email protected] BelakangPada zaman sekarang, penyakit diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang sering dialami oleh banyak orang. Diabetes melitus dapat terjadi karena banyak hal, seperti diabetes melitus tipe 1 yang merupakan autoimun. Ketoasidosis diabetik (KAD) merupakan komplikasi akut yang paling serius yang dapat terjadi pada anak-anak dengan diabetes melitus tipe 1, dan merupakan kondisi gawat darurat yang sering menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Mortalitas terutama berhubungan dengan terjadinya edema serebri.KAD biasanya mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat menyebabkan syok. Anamnesis terhadap gejala klasik DM adalah penting yaitu menanyakan apakah ada rasa haus yang berlebihan, polyuria atau sering kali nokturia dan penurunan berat badan. Diagnosis dan talaksana yang tepat sangat diperlukan pada pengelolaan kasus-kasus KAD untuk mengurangi morbiditas dan mortalitasnya.AnamnesisAnamnesis adalah sebuah bentuk komunikasi atau wawancara seorang dokter dengan tujuan untuk memperoleh informasi mengenai keluhan dan penyakit pasien. Anamnesis yang dilakukan menyangkut anamnesis pediatrik secara menyeluruh kemudian baru dilakukan anamnesis khusus yang mengarah pada kelainan metabolik. Anamnesis dapat dilakukan dokter dengan cara melakukan serangkaian wawancara dengan pasien (autoanamnesis), keluarga pasien atau dalam keadaan tertentu dengan penolong pasien (aloanamnesis). Anamnesis diawali dengan memberikan salam kepada pasien dan menanyakan identitas pasien tersebut sebagai berikut :Nama, Jenis kelamin, Tempat/tanggal lahir, Pekerjaan, Alamat, Pendidikan, dan Agama. Pada tahap berikutnya, kita menanyakan keluhan utama, keluhan penyerta, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga dan sosial.1Tanyakan keluhan utama pasien, anak perempuan ini dibawa ibunya ke UGD dengan keluhan anaknya semakin lemas sejak beberapa jam yang lalu. Tanyakan riwayat penyakit sekarang, apakah ada demam, mual, muntah, sakit kepala atau keluhan penyerta lainnya, pada pasien ini mengalami penurunan berat badan dan nyeri perut serta muntah. Setelah itu tanyakan riwayat penyakit dahulu, apakah anak tersebut pernah mengalami gejala yang sama, jika iya apakah sudah pernah berobat ke dokter, tanyakan penyakit yang sebelumnya diderita oleh anaknya, terutama tanyakan apakah anak tersebut menderita diabetes. Tanyakan riwayat penyakit keluarga, apakah ada diantara keluarga pasien yang menderita diabetes. Tanyakan trias diabetes, kebiasaan makan pasien, sehari berapa kali makan, biasanya makan apa saja. Minum sehari berapa kali, apakah sering cepat haus. Tanyakan berapa kali pasien buang air kecil dalam sehari Pada pasien anak penting ditanyakan riwayat kehamilan, kelahiran dan imunisasi anak tersebut.1Pada inti anamnesis terutama pada pasien KAD adalah tanyakan adakah riwayat diabetes, riwayat konsumsi obat, terutama obat diabetes oral (ADO), mual muntah, pusing-pusing, mulut kering, nyeri perut, merasa lemah dan perasaan mengantuk. Pada diabetes tipe 1 sangat penting untuk menanyakan trias diabetes, penurunan berat badan walaupun sering makan, sering gatal dan sering ngompol.1Pemeriksaan FisikPemeriksaan tanda-tanda vital pada pasien ini didapatkan denyut jatung 120 kali/menit, tekanan darah 80/50 mmHg, temperature afebris dan pernapasan cepat dan dalam atau pernapasan kusmaul.Pada inspeksi lakukan pemeriksaan secara umum terlebih dahuluapakah terdapat kesadaran. Lihat bentuk mata pasien, normal atau cekung, tanyakan bila pasien menangis apakah ada air mata yang keluar. Lihat bagian mukosa mulut dan bibir, lembab atau kering. Pada pemeriksaan mata dan mukosa bibir ini dapat terlihat apakah pasien tersebut mengalami dehidrasi atau tidak.Pemeriksaan fisik lainnya lakukan pemeriksaan tugor kulit, capillary refill. Pada pasien anak ini didapatkan turgor kulit menurun, dimana hal ini menandakan adanya dehidrasi pada pasien tersebut. Dan terdapat penurunan berat badan 3 kg selama 2 minggu. Pada intinya pemeriksaan fisik pada pasian KAD adalah nadi cepat, tekanan darah rendah, nyeri perut, bibir kering merah, peristaltic usus berkurang, mata cekung, pipi kemerahan, tanda-tanda dehidrasi seperti tugor kulit berkurang, tangan berwarna pucat dan terasa dingin, kesadaran pasien somnolen sampai koma, pernapasan kusmaul, bau napas seperti buah (fruity odor) karena aseton dan kadang nyeri seluruh tubuh.Pemeriksaan Penunjanga. Glukosa darahPemeriksaan glukosa darah yang tinggi mendasari diagnosis seseorang menderita diabetes mellitus. Pada pasien ini diduga menderita ketoasidosis diabetik lakukan pemeriksaan glukosa darah untuk meyakinkan benar atau tidaknya pasien tersebut menderita diabetes mellitus.Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. PERKENI membagi alur diagnosis DM. gejala khas DM terdiri dari poliuria, polidipsi, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas, sedangkan gejala tidak khas DM adalah lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh, gatal, mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan gejala khas DM, periksa glukosa darah, abnormal satu kali saja sudah cukup untuk menegakgan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.2Tabel 1. Kriteria Diagnosis Diabetes Melitus

1.Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu 200 mg/dLGlukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

2.Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa 126 mg/dLPuasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam

3.Glukosa plasma 2 jam pada TTGO 200 mg/dLTTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air

TTGO atau tes toleransi glukosa dilakukan dengan tatalaksana sebagai berikut:2 Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti biasa dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula boleh dilakukan Diperiksa konsentrasi gula darah puasa Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL diminum dalam waktu 5 menit Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai Diperiksa glukosa darah dua jam sesudah beban glukosa Selama proses pemeriksaan pasien yang diperiksa tetap beristirahat dan tidak merokokHasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi 3, yaitu: < 140 mg/dL menandakan glukosa darah normal, 140 - < 200 mg/dL menandakan toleransi glukosa terganggu, 200 mg/dL menandakan pasien menderita diabetes.2Jika glukosa darah pasien termasuk dalam interpretasi toleransi glukosa terganggu, lakukan pemeriksaan penyaring lainnya. Tetapi pemeriksaan penyaring yang khusus ditujukan untuk DM pada penduduk umumnya tidak dianjurkan karena di samping biaya yang mahal, rencana tindak lanjut bagi mereka yang positif belum ada. Pemeriksaan penyaring berguna untuk menjaring pasien DM, toleransi glukosa terganggu (TGT) dan glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga dapat ditentukan langkah yang tepat untuk mereka. Pasien dengan TGT dan GDPT merupakan tahapan sementara menuju DM. Setelah lima sampai sepuluh tahun kemudian sepertiga kelompok TGT akan berkembang sebagi DM, sepertiga tetap TGT dan sepertiga lainnya kembali normal.Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan konsentrasi glukosa darah sewaktu atau konsentrasi glukosa darah puasa.Tabel 2. Konsentrasi Glukosa Darah Sewaktu dan Puasa Sebagai Patokan Penyaring dan Diagnosis DM (mg/dL)2

Bukan DMBelum pasti DMDM

Konsentrasi glukosa darah sewaktu (mg/dL)Plasma vena< 100100 199 200

Darah kapiler< 990 199 200

Konsentrasi glukosa darah puasa (mg/dL)Plasma vena< 100100 125 126

Darah kapiler< 9090 99 100

b. UrinalisisPada pemeriksaan urin dilakukan pemeriksaan makroskopis urin dan yang penting adalah benda keton urin. Pemeriksaan makroskopis yang sangat diperlukan adalah pemeriksaan pH urin. Salah satu fungsi ginjal adalah mengatur keseimbangan asam basa tubuh melalui ekskresi ion H+ dan reabsorpsi bikarbonat sehingga pemeriksaan pH urin dapat menggambarkan gambaran keadaan pH tubuh. Urin normal mempunyai pH 4,5 8,0. pH urin asam dapat dijumpai pada diet tinggi protein, beberapa jenis obat (misalnya NH4Cl, mandelic acid) serta penyakit tertentu salah satunya adalah diabetes mellitus dengan ketoasidosis.Selain untuk memeriksa pH, urin juga digunakan untuk pemeriksaan benda keton urin. Pemeriksaan terhadap benda keton urin dapat dilakukan dengan reagen Rothera dan reagen Gerhardt. Di antara kedua test tersebut, tes Rothera lebih peka daripada tes Gerhardt. Tes Gerhardt positif akan disertai tes Rothera positif pula. Bila tes Gerhardtpositif tetapi tes Rothera negatif, artinya adalah tes Gerhardt menunjukan hasil positif palsu.3Pada pasien ketoasidosis akan menunjukan hasil positif pada pemeriksaan benda keton urin.c. Pemeriksaan Analisa gas darahKetosis dan asidosis tidak dapat disamakan, oleh karena peningkatan konsentrasi H+ sebagai akibat dari produksi asam keton awalnya didapar oleh bikarbonat. Seiring dengan peningkatan H+ yang melebihi kemampuan dapar bikarbonat, cadangan bikarbonat menjadi menurun dan tidak mampu lagi mengkompensasi peningkatan ion H+ dan terjadilah asidosis. Selama fase kompensasi awal asidosis metabolik, gambaran klinis yang sering dijumpai adalah kadar bikarbonat rendah dan pH normal, yang dikompensasi dengan kehilangan bikarbonat. Oleh karena itu pada KAD penting untuk dilakukan pemeriksaan pH darah, dan sampel vena sudah mencukupi untuk keperluan ini.Pemeriksaan pH darah dengan sampel vena telah menunjukkan hasil yang baik dan berkorelasi cukup tinggi dengan gas darah arterial, sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa penelitian klinis terhadap 44 episode KAD pada satu studi dan 246 pasien dengan berbagai diagnosis pada studi yang lainnya (pH darah vena vs. pH darah arterial, r=0,92, mean difference -0,4, 95% CI -0,11 sampai +0,04). Hambatan yang dapat dijumpai pada pengukuran pH sampel vena adalah kesulitan dalam mendeteksi gangguan asam basa campuran (karena tidak ada ukuran hipoksia) dan masih memerlukan penelitian lanjutan dengan sampel lebih besar untuk memastikan kegunaan klinis dari pengukuran ini.d. Keseimbangan asam basa, cairan dan elektrolitAsidosis pada KAD disebabkan oleh karena produksi asam beta-hidroksibutirat dan asam asetoasetat berlebihan. Pada kadar pH fisiologis, kedua ketoasid ini mengalami disosiasi sempurna dan kelebihan ion hidrogen akan diikat oleh bikarbonat, sehingga menyebabkan penurunan kadar bikarbonat serum. Badan-badan keton oleh karenanya beredar dalam bentuk anion, yang menyebabkan terjadinya asidosis gap anion sebagai karakteristik KAD. Gap anion ini dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut [Na+ - (Cl- + HCO3-)], berdasarkan rumus ini, gap anion normal adalah 12 (dengan deviasi standar 2) mmol/L. Pada KAD, bikarbonat digantikan dengan asam beta-hidroksibutirat dan asam asetoasetat sehingga jumlah konsentrasi bikarbonat dan klorida turun dan terjadi peningkatan gap anion. Walaupun terjadi ekskresi ketoasid secara substansial di dalam urin, penurunan konsentrasi bikarbonat serum dan peningkatan gap anion yang diamati pada KAD kurang lebih sama.Working DiagnosisDiagnosis kerja yang diambil adalah ketoasidosis diabetik (KAD). KAD akan timbul jika kita tidak mampu mengenali manisfestasi klinis awal DM 1. KAD juga dapat terjadi pada pasien DM 1 lama yang lupa menyuntik insulin atau tidak dapat insulin secara adekuat saat sakit. Pada saat sakit kebutuhan insulin bertambah akibat meningkatnya konsentrasi hormon kontraregulatori dan hormon stres (glukagon, GH, kortisol dan katekolamin). Diagnosis KAD ditegakkan jika terdapat glukosa darah lebih dari 200mg/dl, kadar pH arteri < 7,25, Kadar bikarbonat serum < 15 mEq/L dan keton dalam serum atau urin meningkat.4Differential Diagnosisa. Diabetes Melitus tipe 1Diabetes Melitus tipe 1 adalah gangguan endokrin pediatri tersering, yang mengenai sekitar 1 dari 300-500 anak dibawah usia 18 tahun. Diabetes mellitus tipe 1 adalah penyakit autoimunyang mana system imun pasien merusak sekresi insulin oleh sel beta pancreas.Pada saat sisa massa sel beta tidak cukup untuk mempertahankan kontrol gula darah maka manifestasi klinis diabetes terjadi.Diabetes mellitus (DM) menggambarkan gangguan metabolic oleh karena multiple etiologi yang dikarakterisasikan dengan hiperglikemia kronik yang mengganggu metabolism karbohidrat, lemak dan protein yang diakibatkan karena defek sekresi insulin, aktivitas insulin maupun oleh keduanya. Efek DM meliputi disfungsi, kegagalan dan kerusakan berbagai macam organ yang berlangsung lama. DMdapat muncul dengan gejala yang khas yaitu polidipsi, poliuri, polifagi (Trias Classic) serta pandangan kabur dan penurunan berat badan. Pada kondisi yang paling berat, dapat terjadi ketoasidosis maupun hiperosmolar non-ketotik yang dapat memicu terjadinya stupor, koma, dan kematian apabila terapi yang diberikan tidak efektif.b. Diabetes InsipidusKeluhan dan gejala utama diabetes insipidus adalah poliuria dan polidipsia. Jumlah cairan yang diminum maupun produksi urin per 24 jam sangat banyak , dapat mencapai 5 10 liter sehari. Berat jenis urin biasanya sangat rendah , berkisar antara 1001 1005 atau 50 200 mOsmol/kg berat badan. Selain poliuria dan polidipsia , biasanya tidak terdapat gejala gejala lain kecuali jika ada penyakit lain yang menyebabkan timbulnya gangguan pada mekanisme neurohypophyseal renal reflex. Jika merupakan penyakit keturunan, maka gejala biasanya mulai timbul segera setelah lahir. Gejalanya berupa rasa haus yang berlebihan (polidipsi) dan pengeluaran sejumlah besar air kemih yang encer (poliuri).5Bayi tidak dapat menyatakan rasa hausnya, sehingga mereka bisa mengalami dehidrasi. Bayi bisa mengalami demam tinggi yang disertai dengan muntah dan kejang-kejang.Jika tidak segera terdiagnosis dan diobati, bisa terjadi kerusakan otak, sehingga bayi mengalami keterbelakangan mental. Dehidrasi yang sering berulang juga akan menghambat perkembangan fisik.5Etiologi KetoasidosisDiabetes Melitus tipe 1 timbul akibat destruksi sel beta pankreas akibat proses autoimun. DM tipe 1 timbul tidak hanya akibat adanya gen yang rentan diabetes (diabetes susceptibility gene), akan tetapi juga terdapat faktor lingkungan yang tidak diketahui yang dapat mencetuskan proses autoimun. Data dari berbagai penelitian menyatakan bahwa peran faktor lingkungan dalam patogenesis diabetes masih kontroversial. Faktor lingkungan yang dianggap berperan antara lain, pemberian susu sapi sebelum usia 2 tahun, infeksi virus (virus coxsackie B, cytomegalovirus, mumps dan rubella), dan defisiensi vitamin D. Kemungkinan mekanisme untuk mulainya respons autoimun virus mencakup cedera sel beta langsung melalui infeksi virus, reaktivitas silang antibodi, dan aktivasi poliklonal limfosit B.Infeksi tetap merupakan faktor pencetus paling sering untuk KAD dan KHH, namun beberapa penelitian terbaru menunjukkan penghentian atau kurangnya dosis insulin dapat menjadi faktor pencetus penting.Faktor-faktor yang dapat menyebabkan pasien menghentikan penggunaan insulin seperti ketakutan peningkatan berat badan, ketakutan hipoglikemia, pemberontakan dari otoritas dan stres akibat penyakit kronik juga dapat menjadi pemicu kejadian KAD.6Epidemiologi KetoasidosisInsidens tahunan KAD pada pasien diabetes mellitus tipe 1 (T1DM) antara satu sampai lima persen, berdasarkan beberapa studi yang dilakukan di Eropa dan Amerika Serikat dan nampaknya konstan dalam beberapa dekade terakhir di negara-negara barat. Namun demikian studi epidemiologi terbaru memperkirakan insidens total nampaknya mengalami tren meningkat, terutama disebabkan oleh karena peningkatan kasus diabetes mellitus tipe 2 (T2DM). Laju insidens tahunan KAD diperkirakan antara 4,6 sampai 8 per 1000 pasien dengan diabetes. Sedangkan insidens T2DM sendiri di Indonesia, diperkirakan berkisar antara 6-8% dari total penduduk.6Patofisiologi KetoasidosisPada saat terjadi defisiensi insulin, peningkatan level glukagon, katekolamin dan kortisol akan menstimulasi produksi glukosa hepatik melalui mekanisme peningkatan glikogenolisis dan glukoneogenesis (gambar 1). Hiperkortisolemia akan menyebabkan peningkatan proteolisis, sehingga menyediakan prekursor asam amino yang dibutuhkan untuk glukoneogenesis. Insulin rendah dan konsentrasi katekolamin yang tinggi akan menurunkan uptake glukosa oleh jaringan perifer. Kombinasi peningkatan produksi glukosa hepatik dan penurunan penggunaan glukosa perifer merupakan kelainan patogenesis utama yang menyebabkan hiperglikemia baik pada KAD maupun KHH. Hiperglikemia akan menyebabkan glikosuria, diuresis osmotik dan dehidrasi, yang akan menyebabkan penurunan perfusi ginjal terutama pada KHH. Penurunan perfusi ginjal ini lebih lanjut akan menurunkan bersihan glukosa oleh ginjal dan semakin memperberat keadaan hiperglikemia.7

Gambar 1. Patogenesis KAD dan KHH1Pada KAD, kadar insulin rendah yang dikombinasikan dengan peningkatan kadar katekolamin, kortisol dan hormon pertumbuhan akan mengaktivasi lipase sensitif hormon, kemudian menyebabkan pemecahan trigliserida dan pelepasan asam lemak bebas. Asam lemak bebas ini akan diubah oleh hati menjadi badan-badan keton yang dilepaskan ke dalam sirkulasi. Proses ketogenesis distimulasi oleh peningkatan kadar glukagon, hormon ini akan mengaktivasi palmitoiltransferase karnitin I, suatu enzim yang memampukan asam lemak bebas dalam bentuk koenzim A untuk menembus membran mitokondria setelah diesterifikasi menjadi karnitin. Pada pihak lain, esterifikasi diputarbalikkan oleh palmitoiltransferase karnitin II untuk membentuk asil lemak koenzim A yang akan masuk ke dalam jalur beta-oksidatif dan membentuk asetil koenzim A (gambar 2).7Sebagian besar asetil koenzim A akan digunakan dalam sintesi asam beta-hidroksibutirat dan asam asetoasetat, dua asam kuat relatif yang bertanggungjawab terhadap asidosis dalam KAD (gambar 2). Asetoasetat diubah menjadi aseton melalui dekarboksilasi spontan non-enzimatik secara linear tergantung kepada konsentrasinya. Asam beta-hidroksibutirat, asam asetoasetat dan aseton difiltrasi oleh ginjal dan diekskresi secara parsial di urin. Oleh karena itu, penurunan volume progresif menuju kepada penurunan laju filtrasi glomerular akan menyebabkan retensi keton yang semakin besar. Ketiadaan ketosis pada KHH walaupun disertai dengan defisiensi insulin masih menjadi misteri, hipotesis yang ada sekarang menduga hal ini disebabkan oleh karena kadar asam lemak bebas yang lebih rendah, lebih tingginya kadar insulin vena portal atau keduanya.7

Gambar 2. Mekanisme produksi badan keton.1a. Peningkatan lipolisis menghasilkan produksis asetil KoA dari asam lemak, sebagai substrat sintesis badan keton oleh hati. Defisiensi insulin menyebabkan penurunan utilisasi glukosa dan penurunan produksi oksaloasetat.b. Jumlah oksaloasetat yang tersedia untuk kondensasi dengan asetil KoA berkurang; danc. Menyebabkan asetil KoA digeser dari siklusi TCA dand. Mengalami kondensasi untuk membentuk asetoasetat diikuti reduksi menjadi beta-hidroksibutirat.7Apabila sekresi insulin yang adekuat tidak ada, maka akan berlangsung terus-menerus oksidasi asam lemak parsial oleh hepar menjadi bedon keton. Dua dari tiga benda keton ini merupakan asam organik, menyebabkan asidosis metabolik dengan peningkatan anion gap. Asidosis laktat juga berperan terhadap terjadinya asidosis jika terdapat dehidrasi berat sehingga perfusi jaringan perifer berkurang. Hiperglikemia menyebabkan diuresis osmotik yang pada awalnya dikompensasi dengan banyak minum. Seiring dengan makin beratnya hiperglikemia dan diuresis, sebagian besar pasien tidak mampu mempertahankan asupan cairan dan timbul dehidrasi. Muntah yang terjadi akibat asidosis dan meningkatnya insensible water loss akibat takipneu memperberat derajat dehidrasi. Kelainan elektrolit terjadi akibat hilangnya elektrolit di urin dan gangguan transmembran akibat asidosis. Ketoasidosis menyebabkan ion hidrogen terakumulasi dalam tubuh sebagai kalium keluar dari intrasel ke ekstrasel ditukar dengan ion hidrogen. Kadar kalium saat diagnosis dapat meningkat, normal, atau menurun tergantung dari lamanya ketoasidosis, akan tetapi kadar kalium intrasel pasti menurun. Penurunan konsentrasi kalium serum merupakan tanda bahaya bahwa kalium tubuh total terdeplesi. Kadar fosfat juga menurun akibat meningkatnya ekskresi fosfat ginjal. Ekskresi fosfat ini diperlukan untuk eliminasi ion hidrogen yang berlebihan. Deplesi natrium juga sering ditemukan pada pasien KAD, terjadi akibat ekskresi natrium karena proses diuresis osmotik dan kehilangan lewat saluran cerna.7Gejala Klinis KetoasidosisKetoasidosis diabetikum (KAD) dan keadaan hiperglikemik hiperosmolar (KHH) merupakan suatu keadaan kegawatdaruratan, sehingga membutuhkan pengenalan dan penatalaksanaan segera. Pendekatan pertama pada pasien-pasien ini terdiri dari anamnesa yang cepat namun fokus dan hati-hati serta pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus kepada patensi jalan napas, status mental, status kardiovaskular dan renal, sumber infeksi, status hidrasi. Langkah-langkah ini harus dapat menentukkan jenis pemeriksaaan laboratorium yang harus segera dilakukan, sehingga penatalaksanaan dapat segera dimulai tanpa adanya penundaan.3Pasien dengan KAD pada mulanya datang dengan riwayat poliuria, polidipsia, mual dan muntah. Seringkali ditemukan nyeri abdomen yang terkadang menyerupai akut abdomen. Abdomen bisa tampak kempis karena muntah atau tampak distensi sekunder akibat ileus paralitik. Pada KAD tetap ditemukan poliuria meskipun secara klinis terdapat dehidrasi. Poliuria ini terjadi karena diuresis osmotik dan hal ini yang membedakan pasien KAD dari pasien gastroenteritis atau kelainan gastrointestinal lainnya. Asidosis menyebabkan takipneu dengan napas cepat dan dalam (Kussmaul). Terkadang tercium bau napas aseton atau fruity sebagai akibat dari ekskresi aseton melalui sistem respirasi dan tanda-tanda dehidrasi seperti kehilangan turgor kulit, mukosa membran yang kering, takikardia dan hipotensi.Pada pasien KAD juga dapat ditemukan penurunan kesadaran, mulai dari disorientasi sampai koma. Pemeriksaan laboratorium menunjukkan adanya hiperglikemia (konsentrasi glukosa serum mulai dari 200 mg/dl sampai > 1000 mg/dl). Pada pemeriksaan analisis gas darah ditemukan pH < 7,25 dan konsentrasi bikarbonat serum < 15 mEq/L. Konsentrasi natrium serum dapat meningkat, normal, atau rendah tergantung dari keseimbangan antara kehilangan natrium dan air. Kadar natrium yang diukur biasanya lebih rendah daripada kadar natrium sebenarnya karena adanya hiperglikemia. Hiperlipidemia yang terjadi pada pasien KAD juga berperan dalam menurunnya kadar natrium serum yang terukur. Kadar urea darah (BUN) dapat meningkat akibat azotemia pre-renal karena dehidrasi. Jumlah leukosit biasanya meningkat dan bergeser ke kiri tanpa adanya tanda infeksi. Jarang ditemukan demam. Jika terdapat demam, harus dicari sumber infeksi yang mungkin memicu terjadinya KAD.4PenatalaksanaanBegitu masalah diagnosis KAD ditegakkan, segera pengelolaan dimulai. Pengelolaan KAD tentunya berdasarkan patofisiologi dan patogenesis penyakit, merupakan penyakit titerasi, sehingga sebaiknya dirawat di ruang perawatan intensif. Prinsip-prinsip pengelolaan KAD adalah penggantian cairan dan garam yang hilang, menekan lipolisis sel lemak dan menekan glikoneogenesis sel hati dengan pemberian insulin, mengatasi stress sebagai pencetus KAD, mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya pemantauan serta penyesuaian pengobatan.8Yang pertama dilakukan adalah rehidrasi pada pasien KAD, dengan kata lain atasi dehidrasi yang dialami pasien terlebih dahulu.Pengobatan KAD tidak terlalu rumit, 5 hal penting yang harus diberikan adalah cairan, garam, insulin, kalium dan glukosa.8 Tindakan umumPenderita dikelola dengan tirah baring. Bila kesadaran menurun penderita dipuasakan. Untuk membantu pernapasan dipasang oksigen nasal (bila PO2< 80 mgHg).Pemasangan sonde hidung-lambung diperlukan untuk mengosongkan lambung, supaya aspirasi isi lambung dapat dicegah bila pasien muntah.Kateter urin diperlukan untuk mempermudah balans cairan, tanpa mengabaikan resiko infeksi.Untuk keperluan rehidrasi, drip insulin, dan koreksi kalium dipasang infus 3 jalur. Pada keadaan tertentu diperlukan pemasangan CVP yaitu bila ada kecurigaan penyakit jantung atau pada pasien usia lanjut.EKG perlu direkam secepatnya, antara lain untuk pemantauan kadar K plasma. Heparin diberikan bila ada DIC atau bila hiperosmolar berat (>380 mOsm/L).Antibiotik diberikan sesuai hasil kultur dengan hasil pembiakan kuman dari urin, usap tenggorok, atau dari bahan lain.9 Terapi cairan kurang dari 20 tahunTerapi cairan awal ditujukan kepada ekspansi cairan intravskular dan ekstravaskular serta perbaikan perfusi ginjal. Namun kebutuhan ekspansi volume vaskular harus diimbangkan dengan risiko edema serebral yang dikaitkan terhadap pemberian cairan cepat. Cairan dalam satu jam pertama harus salin isotonik (0,9%) dengan laju 10 sampai 20 ml/kgBB/jam. Pada pasien dengan dehidrasi berat, protokol ini dapat diulang, namun re-ekspansi awal tidak boleh melebihi 50 ml/kgBB dalam 4 jam pertama terapi. Terapi cairan lanjutan dihitung untuk menggantikan defisit cairan secara seimbang dalam waktu 48 jam. Secara umum, NaCl 0,45 -0,9% (tergantung kadar natrium serum) dapat diberikan dengan laju 1,5 kali kebutuhan maintenance 24 jam (kurang lebih 5 ml/kgBB/jam) dan akan memberikan rehidrasi yang mulus dengan penurunan osmolalitas tidak melebihi 3 mOsm/kg H2O/jam.Setelah fungsi ginjal terjaga dan kalium serum diketahui kadarnya, maka cairan infus harus ditambahkan 20 30 mEq/L kalium (2/3 KCl atau kalium-asetat dan 1/3 KPO4). Segera setelah kadar glukosa serum mencapai 250 mg/dL, cairan harus digantikan dengan dekstrosa 5% dan 0,45 0,75% NaCl dengan kalium sebagaimana digambarkan di atas. Terapi harus disertai dengan pemantauan status mental untuk mendektsi secara cepat perubahan-perubahan yang dapat mengindikasikan kelebihan cairan, dengan potensi menyebabkan edema serebral simptomatik. InsulinKecuali episode KAD ringan, insulin regular dengan infus intravena kontinu merupakan pilihan terapi. Pada pasien dewasa, setelah hipokalemia (K+ 7,0 memperbaiki aktivitas insulin dapat menghambat lipolisis dan menghilangkan ketoasidosis tanpa perlu tambahan bikarbonat. Penelitian acak terkontrol gagal menunjukkan apakah pemberian bikarbonat pada pasien KAD dengan pH 6,9-7,0 memberikan perbaikan atau perburukan. Sedangkan untuk pasien KAD dengan pH