EFISIENSI INHIBISI KOROSI BAJA LUNAK DENGAN EFEK ...
Transcript of EFISIENSI INHIBISI KOROSI BAJA LUNAK DENGAN EFEK ...
EFISIENSI INHIBISI KOROSI BAJA LUNAK DENGAN EFEK SINERGETIK ION Cu2+ DAN INHIBITOR
EKSTRAK GETAH MERKUBUNG (Macaranga gigantea) DALAM
LARUTAN ASAM SULFAT
S K R I P S I
METIK AMBARWATI
F1C117019
PROGRAM STUDI S1 KIMIA
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2021
i
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini benar-benar karya sendiri.
Sepanjang sepengetahuan saya tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis
atau diterbitkan orang lain kecuali sebagai acuan atau kutipan dengan mengikuti
tata penulisan karya ilmiah yang telah lazim.
Tanda tangan yang tertera dalam lembar pengesahan adalah asli. Jika
tidak asli, saya siap menerima sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Jambi, Juli 2021
Yang menyatakan,
Metik Ambarwati
F1C117019
ii
RINGKASAN
Penggunaan baja dalam bidang industri sebagai alat konstruksi, alat
transportasi dan elektronik semakin meningkat karena baja mudah diperoleh dan
memiliki kekuatan tarik yang kuat. Namun baja rentan terjadi korosi karena
berinteraksi dengan lingkungan yang korosif. Salah satu upaya untuk mengatasi
masalah korosi adalah dengan penambahan inhibitor yang ramah lingkungan
seperti ekstrak bahan alam. Ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea)
dengan penambahan ion Cu2+ berpotensi menjadi inhibitor korosi pada baja
karena keberadaannya yang melimpah di alam dan mengandung senyawa
metabolit sekunder sehingga mampu memberikan efek sinergetik dan
meningkatkan efisiensi inhibisi korosi pada baja lunak. Metode yang digunakan
adalah metode kehilangan berat dengan variasi konsentrasi ion Cu2+ dan suhu
perendaman baja. Untuk memperkuat hasil penelitian, dilakukan Karakterisasi
Fourier Transform Infra Red (FTIR) untuk mengidentifikasi gugus fungsi yang
terdapat dalam ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea). Karakterisasi
Scanning Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui morfologi permukaan baja
lunak sebelum dan setelah perlakuan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju korosi baja lunak menurun
dengan penambahan ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) dengan ion
Cu2+. Hal itu diperkuat dengan hasil analisa FTIR dan SEM yang menunjukkan
interaksi antara baja lunak dengan ekstrak getah merkubung (Macaranga
gigantea) dengan ion Cu2+. Inhibisi diketahui meningkat dengan peningkatan
konsentrasi dari ion Cu2+ dengan ekstak getah merkubung (Macaranga gigantea)
1 g/L. Inhibisi menurun dengan peningkatan suhu seiring dengan meningkatnya
konsentrasi ion Cu2+ dengan ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) 1
g/L. Efisiensi inhibisi tertinggi yaitu 86,589% diperoleh pada penambahan
ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) 1 g/L dengan ion Cu2+ 0,05 mM
pada suhu 30 ºC. Berdasarkan nilai entalpi dan energi bebas gibbs, mekanisme
inhibisi adalah adsorpsi campuran berupa fisiosorpsi dan kemisorpsi,
berlangsung secara spontan, eksoterm serta menunjukkan derajat keteraturan
pada proses adsorpsi permukaan baja lunak.
iii
SUMMARY
The use of steel in industry as a construction tool, transportation
equipment and electronics is increasing because steel is easy to obtain and has
strong tensile strength. However, steel is susceptible to corrosion because it
interacts with a corrosive environment. One effort to overcome the problem of
corrosion is by adding environmentally friendly inhibitors such as extracts of
natural ingredients. The extract of merkubung gum (Macaranga gigantea) with the
addition of Cu2+ ion has the potential to be a corrosion inhibitor in steel because
it is abundant in nature and contains secondary metabolites so that it can provide
a synergistic effect and increase the efficiency of corrosion inhibition in mild steel.
The method used is the weight loss method with variations in the concentration
of Cu2+ ion and the immersion temperature of the steel. To strengthen the results
of the study, a Fourier Transform Infra Red (FTIR) characterization was carried out
to identify the functional groups contained in the extract of merkubung gum
(Macaranga gigantea). Scanning Electron Microscopy (SEM) characterization to
determine the surface morphology of mild steel before and after treatment.
The results showed that the corrosion rate of mild steel decreased with the
addition of the extract of merkubung gum (Macaranga gigantea) with Cu2+ ion.
This was confirmed by the results of FTIR and SEM analysis which showed the
interaction between mild steel and the extract of merkubung gum (Macaranga
gigantea) with Cu2+ ions. Inhibition is known to increase with increasing
concentration of Cu2+ ion with 1 g/L extract of merkubung gum (Macaranga
gigantea). Inhibition decreased with increasing temperature as the concentration
of Cu2+ ion increased with 1 g/L extract merkubung gum (Macaranga gigantea).
The highest inhibition efficiency of 86.589% was obtained from the addition of 1
g/L of extract of merkubung gum (Macaranga gigantea) with Cu2+ ion of 0.05 mM
at 30º C. Based on the value of enthalpy and free energy of Gibbs, the mechanism
of inhibition is adsorption of a mixture of physiosorption and chemisorption, takes
place spontaneously, exothermicly and shows the degree of regularity in the
adsorption process of mild steel surfaces.
EFISIENSI INHIBISI KOROSI BAJA LUNAK DENGAN EFEK SINERGETIK ION Cu2+ DAN INHIBITOR
EKSTRAK GETAH MERKUBUNG (Macaranga gigantea) DALAM
LARUTAN ASAM SULFAT
S K R I P S I
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana pada Program Studi Kimia
METIK AMBARWATI
F1C117019
PROGRAM STUDI S1 KIMIA
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2021
v
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi dengan Judul EFISIENSI INHIBISI KOROSI BAJA LUNAK
DENGAN EFEK SINERGETIK CU DAN INHIBITOR EKSTRAK GETAH
MERKUBUNG (Macaranga gigantea) DALAM LARUTAN ASAM SULFAT yang
disusun oleh Metik Ambarwati, NIM: F1C117019 telah dipertahankan di depan
tim penguji pada tanggal 7 Juli 2021 dan dinyatakan lulus.
Susunan Tim Penguji:
Ketua : Dr. Diah Riski Gusti, S.Si., M.Si.
Sekretaris : Edwin Permana, S.T., M.T.
Anggota : 1. Dr. Lenny Marlinda, S.T., M.T.
2. Dr. Intan Lestari, S.Si., M.SI.
3. Ratih Dyah Puspitasari, S.Si., M.Si.
Disetujui:
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dr. Diah Riski Gusti, S.Si., M.Si. Edwin Permana, S.T., M.T.
NIP.197408102000122001 NIP.19861005201401002
Diketahui:
Dekan
Fakultas Sains dan Teknologi
Prof. Drs. Damris M, M.Sc., Ph.D.
NIP.196605191991121001
Ketua Jurusan MIPA
Fakultas Sains dan Teknologi
Dr. Madyawati Latief, S.P., M.Si.
NIP. 197206241999032001
vi
RIWAYAT HIDUP
Metik Ambarwati, lahir pada tanggal 7 Mei 1997. Di
Sumowono, Kabupaten Temanggung Provinsi
Semarang Jawa Tengah. Penulis adalah anak ke 3 dari
4 bersaudara dari pasangan Sutrisno dan Marsiti.
Penulis merupakan mahasiswa aktif di Perguruan Tinggi
Universitas Jambi semester VIII Jurusan MIPA Program
Studi Kimia. Nomor Telepon/Hp yang bias dihubungi
082279319270, Email [email protected].
Penulis pertama kali masuk pendidikan formal di SDN 19 Padang Tongga
Sumatera Barat pada tahun 2004 dan lulus pada tahun 2009. Pada tahun 2011
penulis melanjutkan pendidikan ke SMPN 3 Merlung dan tamat pada tahun 2013.
Pada tahun 2014 penulis melanjutkan sekolah ke SMAN 4 Merlung dan tamat
pada tahun 2017. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswi di
Universitas Jambi Fakultas Sains dan Teknologi Program Studi Kimia. Selama
perkuliahan penulis juga aktif di Organisasi prodi kimia yaitu HIMKI dan
organisasi wilayah IKAHIMKI. Penulis juga juara 3 volly putri pada ajang FST
Games pada tahun 2018 tingkat Fakultas. Selain itu penulis pernah mengikuti
lomba Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM) yang diadakan oleh
KEMRISTEKDIKTI pada tahun 2020 dan lolos sampai tahap pendanaan dengan
judul “Sintesis Hydrogel Posphorus-Chitosan Nanocellulose (P-CNC) dari Ampas
Tebu (Saccharum Officinarum) Sebagai Antibakteri Penyebab Infeksi” dan pada
tahun 2021 kembali lolos tahap pendanaan PKM-AI dengan judul “Analisis Kadar
Kafein pada Beberapa Jenis Kopi yang Beredar di Provinsi Jambi dengan
Menggunakan Metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC)”. Pada
tahun 2021 Di akhir masa pendidikan penulis melakukan Magang selama 2
bulan di UPTD BPSMB DISPERINDAG Jambi.
vi
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Efisiensi Inhibisi Korosi
Baja Lunak dengan Efek Sinergetik Ion Cu2+ dan Inhibitor Ekstrak Getah
Merkubung (Macaranga gigantea) dalam Larutan Asam Sulfat”. Skripsi ini
penulis buat sebagai syarat dalam menyelesaikan studi di program
studi kimia fakultas sains dan teknologi universitas jambi. Selama
menyelesaikan tulisan ini, penulis mendapatkan banyak bantuan
dari berbagai pihak, untuk itu penulis ingin mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Drs. Damris M, M.Sc., Ph.d. selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Jambi yang telah memberika fasilitas dalam
menyelesaikan tugas akhir.
2. Dr. Tedjo Sukmono, S.Si., M.Si. selaku wakil dekan bagian akademik
kerjasama dan sistem informasi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Jambi yang telah memberikan izin dalam melakukan penelitian tugas
akhir.
3. Heriyanti, S.T., M.Sc., M.Eng. selaku Ketua Program Studi Kimia Fakultas
Sains dan Teknologi Universitas Jambi.
4. Dr. Diah Riski Gusti, S.Si., M.Si. selaku pembimbing utama dan Edwin
Permana, S.T., M.T. selaku pembimbing pendamping yang selalu
memberikan waktu, saran, arahan dan bantuan dalam membimbing
penulis selama penelitian sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini.
5. Tim penguji skripsi, Dr. Lenny Marlinda, S.T., M.T., Dr. Intan Lestari,
S.Si., M.Si. dan Ratih Dyah Puspitasari, S.Si., M.Si. yang telah
memberikan saran dan masukan untuk penulis.
6. Bapak dan Ibu Dosen di Fakultas Sains dan Teknologi yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis selama perkuliahan.
7. Teristimewa kepada kedua orang tua Sutrisno dan Marsiti serta tidak lupa
kakak Ning Setyowati, Kasmin, Asrofah Vianda Santi, Fuad adik Mustofa,
ibu dab bapak angkat saya Erlis SE., dan Hardinal, Beni Desnora, S.Si,
Mina Indiati, S.Pd., Dr. Bambang Irawan, M.T., Sumarni, Kartik, dan
Sagilan yang selalu memberikan doa, dukungan materi dan moril yang tak
terhingga serta ketulusannya dalam mendampingi penulis untuk
menempuh jenjang pendidikan hingga terselesainya penlisan skripsi ini.
vii
8. Rekan penelitian sekaligus sahabat Debora Siregar, Himpira Ela Dewitni,
Rohil dan Anisa yang telah banyak membantu dan memberikan semangat
hingga selesainya skripsi ini.
9. Enggar Laksono yang selalu mendampingi dan memberikan semangat
sampai skripsi ini selesai.
10. Sahabat terbaik sejak SMA Hermalia Ambarita, Glora Sawita Panjaitan Br
Panjaitan dan Taufiku Rahman yang menjadi teman cerita dan pendengar
yang baik serta memberi dukungan dan semangat hingga sampai pada
tahap penyelesaian skripsi ini.
11. Segenap keluarga kimia 17 yang menemani dari awal masuk kuliah hingga
sekarang. Terimakasih atas pertemanan dan kebersamaannya yang akan
selalu dikenang dan semoga silaturahmi tetap terjaga.
12. Seluruh pihak yang turut membantu yang tidak dapat saya sebutkan satu
persatu yang telah membantu dan mendukung penyusun baik secara
langsung maupun tidak langsung sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
Semoga kebaikan kalian dibalas oleh Tuhan yang Maha Esa.
Penulis merasa bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih menemui
beberapa hambatan, disamping itu juga menyadari bahwa penulisan skripsi ini
masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari semua pihak. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang
kimia.
Jambi, Juli 2021
Metik Ambarwati
F1C117019
viii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ..................................................................................................... ii
SUMMARY ...................................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah ......................................................... 3
1.3 Tujuan ................................................................................................... 4
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
II. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 5
2.1 Baja........................................................................................................ 5
2.2 Korosi ..................................................................................................... 5
2.3 Inhibitor Korosi ....................................................................................... 7
2.4 Tanaman Merkubung (Macaranga gigantea) ............................................ 8
2.5 Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Macaranga gigantea .................... 10
2.6 Tanin .................................................................................................... 10
2.7 Tembaga (II) Pentahidrat (CuSO4.5H2O) ................................................. 12
2.8 Metode Pengukuran .............................................................................. 13
2.9 Isoterm Adsorpsi ................................................................................... 14
2.10 Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) ........................................ 15
2.11 Analisis Faurier Transform Infra Red (FTIR) .......................................... 17
III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................................... 19
3.1 Tempat dan Waktu ............................................................................... 19
3.2 Bahan dan Peralatan ............................................................................ 19
3.3 Metode Penelitian.................................................................................. 19
3.4 Analisis Data ........................................................................................ 20
ix
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 22
4.1 Karakterisasi Ekstrak Getah Merkubung (Macaranga gigantea) dan
Lapisan Permukaan Baja setelah Perendaman dengan Faurier Transform Infra
Red (FTIR). ................................................................................................. 22
4.2 Karakterisasi Ekstrak Getah Merkubung (Macaranga gigantea) dan
Lapisan Permukaan Baja setelah Perendaman dengan Scanning Electron
Microscopy (SEM) ........................................................................................ 23
4.3 Metode Kehilangan Berat ...................................................................... 25
4.4 Analisis Isoterm Adsorpsi ...................................................................... 30
4.5 Analisis Konstanta Kesetimbangan Adsorpsi (Kads), Energi Bebas Adsorpsi
(∆G°ads), Entalpi Adsorpsi (∆H°
ads), dan Entropi Adsorpsi (∆S°ads) .................... 30
V. KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 34
5.1 Kesimpulan .......................................................................................... 34
5.2 Saran ................................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 35
LAMPIRAN ..................................................................................................... 40
x
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Getah Macaranga gigantea ..................... 10
Tabel 2. Perbandingan Spektrum FTIR dengan literatur .................................. 23
Tabel 3. Efek Sinergetik Korosi Baja Lunak dalam Perendaman ion Cu2+ + ekstrak
getah merkubung (Macaranga gigantea) 1 g/L. ............................................... 29
Tabel 4. Koefisien Korelasi (R2) yang diperoleh dari berbagai isoterm adsorpsi . 30
Tabel 5. Parameter Adsorpsi dari Adsorpsi Isoterm Freundlich ........................ 31
Tabel 6. Nilai Entalpi Adsorpsi Standar dan Entropi Adsorpsi Standar ............ 32
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Baja (Suarsana, 2017) ..................................................................... 5
Gambar 2. Korosi (Gapsari, 2017)..................................................................... 6
Gambar 3. Mekanisme Inhibisi Korosi oleh Tanin di Permukaan Baja. ............. 8
Gambar 4. Tanaman Macaranga gigantea dan bagian-bagiannya (Amirta et al.,
2017). .............................................................................................................. 9
Gambar 5. Struktur Tanin (Hidjrawan, 2018) ................................................. 11
Gambar 6. Rancangan mekanisme terjadinya inhibisi korosi (Rochmat et al.,
2019) ............................................................................................................. 11
Gambar 7. CuSO4.5H2O (Fitrony et al., 2013) ................................................. 12
Gambar 8. Reaksi Pelekatan Tanin pada Tembaga (Sanjaya et al., 2019) ......... 13
Gambar 9. Skema SEM (Setianingsih, 2017) ................................................... 16
Gambar 10. Skema alat spektroskopis FTIR (Rohman, 2018). ......................... 18
Gambar 11. Spektrum FTIR; Ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) 1
g/L; (b) Campuran Ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) 1 g/L dengan
ion Cu2+ 0,05 mM. .......................................................................................... 22
Gambar 12. Morfologi permukaan baja lunak a) Sebelum perlakuan b) Setelah
direndam dalam H2SO4 0,75 M c) Setelah direndam dalam larutan yang
mengandung H2SO4 0,75 M dan ion Cu2+ 0,05 mM d) Setelah direndam dalam
larutan yang mengandung H2SO4 0,75 M dan ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) 1 g/L e) ) Setelah direndam dalam larutan yang
mengandung H2SO4 0,75 M , ion Cu2+ 0,05 mM dan ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) 1 g/L selama 24 jam pada suhu 30º C........................... 24
Gambar 13. Pengaruh konsentrasi ion Cu2+ dengan ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) terhadap laju korosi dengan variasi Suhu. ..................... 26
Gambar 14. Pengaruh konsentrasi ion Cu2+ dengan ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) terhadap Efisiensi dengan variasi Suhu. ........................ 27
Gambar 15. Mekanisme hipotetik pelekatan Cu pada baja dengan penambahan
ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) ............................................. 28
Gambar 16. Isoterm Adsorpsi Freundlich untuk Korosi Baja dalam Medium Asam
Sulfat 0,75 M dengan Waktu Perendaman 3 Jam. ........................................... 31
Gambar 17. Hubungan 1/T terhadap ∆G°ads .................................................... 32
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Penelitian ............................................................................ 40
Lampiran 2. Diagram Alir Penelitian ............................................................... 41
Lampiran 3. Perhitungan ............................................................................... 44
Lampiran 4. Adsorpsi Isoterm Ekstrak Getah Merkubung (Macaranga gigantea)
pada Suhu 303 K. .......................................................................................... 50
Lampiran 5. Perhitungan Kads dan ∆G°ads ........................................................ 51
Lampiran 6. Perhitungan Entalpi Adsorbsi Standar dan Entropi Standar ........ 52
Lampiran 7. Karakterisasi Scanning Electron Microscopy (SEM) ....................... 53
Lampiran 8. Karakterisasi Faurier Transform Infra Red (FTIR) ......................... 54
Lampiran 9. Dokumentasi .............................................................................. 55
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Seiring perkembangan dan kemajuan teknologi, kebutuhan terhadap baja
juga semakin meningkat. Baja banyak digunakan di bidang industri manufaktur
sebagai bahan kontruksi, alat transportasi, dan elektronik. Baja banyak
digunakan karena mudah diperoleh, mudah ditempa dan memiliki kekuatan tarik
yang kuat (Yetri et al., 2015). Namun seiring dengan kemajuan tersebut baja
merupakan material yang rentan akan terjadinya korosi karena berinteraksi
dengan lingkungan, terutama lingkungan yang korosif. Lingkungan korosif
merupakan lingkungan yang mengandung bahan yang bersifat korosif seperti
oksigen terlarut dalam air, udara yang lembab, lingkungan garam dan lingkungan
asam (Saputra dan Ngatin, 2019). Korosi dapat menyebabkan suatu material
mempunyai keterbatasan umur pemakaian yang lebih singkat dan
mengakibatkan kerugian ekonomi yang sangat besar pada suatu industri karena
berkurangnya kualitas material tersebut (Putra dan Pratama, 2018).
Korosi merupakan proses degradasi masa atau mutu suatu material
akibat interaksi alamiah atau buatan terhadap lingkungan (Mulyati, 2020). Salah
satu upaya untuk mengatasi masalah korosi adalah dengan penambahan
inhibitor. Inhibitor adalah zat yang ditambahkan dalam jumlah kecil ke dalam
lingkungan untuk mencegah terjadinya korosi, baik dengan menggunakan
senyawa organik maupun anorganik. Senyawa organik sintetik yang biasa
digunakan sebagai inhibitor korosi adalah yang mengandung unsur N, O, S, P,
ikatan rangkap dan cincin aromatik pada strukturnya. Sedangkan inhibitor
anorganik yang biasa digunakan adalah sodium nitrit, kromat, fosfat dan garam
seng (Gu et al., 2015: Yildiz, 2015: Zarrouk et al., 2015). Selain itu senyawa
tersebut juga memiliki pasangan elektron bebas yang berfungsi sebagai ligan yang
akan membentuk senyawa kompleks dengan logam sehingga molekulnya dapat
teradsorpsi pada permukaan logam (Gusti et al., 2017). Namun penggunaan
inhibitor anorganik memiliki kelemahan yaitu mengandung bahan kimia yang
berbahaya, harga yang mahal dan tidak ramah lingkungan (Yetri et al., 2016).
Efek berbahaya yang ditimbulkan dari penggunaan inhibitor korosi sintetis inilah
yang membuat para peneliti mengembangkan inhibitor korosi yang murah dan
ramah lingkungan yang terbuat dari ekstrak tumbuhan. Selain itu, penggunaan
ekstrak bahan alam sebagai inhibitor korosi dikarenakan sumbernya yang cukup
tersedia, dapat terdegradasi di alam, mudah diekstrak dengan metode yang
sederhana serta biaya operasional yang murah (Akbar, 2019).
Beberapa penelitian telah membuktikan penggunaan ekstrak dari
tanaman yang digunakan sebagai inhibitor korosi diantaranya ekstrak kulit buah
2
nanas yang mengandung vitamin A, karotenid, flavonoid, tanin, alkaloid, kalsium,
fosfor, magnesium, besi, natrium dan enzim bromelin menunjukkan efisiensi
inhibitor korosi terbesar yaitu pada 25 ppm selama 3 hari sebesar 0,8443%
(Setyowati et al., 2020). Ekstrak daun jambu biji dan daun mangga yang
mengandung senyawa tanin sebagai inhibitor korosi dengan efisiensi inhibisi
sebesar 65% dan 67% dengan konsentrasi inhibitor 50 ppm dalam media korosif
asam fosfat (Utomo et al., 2019). Ekstrak daun pandan (Pandanus amaryllifous
Roxb) yang mengandung senyawa flavonoid, alkaloid, steroid, antarkuinon dan
tanin sebagai inhibitor korosi dengan efisiensi inhibisi sebesar 89,06% dengan
laju korosi 5,15 mm/tahun dalam media korosif H2SO4 (Kayadoe et al., 2015).
Pada penelitian Oktafiani (2019), Ekstrak getah macaranga gigantea mengandung
senyawa metabolit sekunder yaitu fenolik, flavonoid, kuinon, saponin, terpenoid
dan tanin mampu menghambat korosi dengan efisiensi inhibisi korosi maksimum
pada penambahan ekstrak Macaanga gigantea 2,5 g/L sebesar 66,937% pada
suhu 303 K dalam medium asam sulfat. Pada penelitian Sibarani (2020),
penggunaan ekstrak kulit merkubung (Macaranga gigantea) sebagai inhibitor
korosi terhadap baja lunak dalam medium asam sulfat dengan kandungan
senyawa metabolit sekunder salah satunya adalah tanin, mampu menghambat
korosi dengan efisiensi inhibisi korosi sebesar 89,557% pada suhu 60 ºC dalam
konsentrasi ekstrak 2,5 g/L.
Merkubung (Macaranga gigantea) adalah spesies pionir yang tumbuh
cepat di hutan hujan tropis sekunder, dan melimpah di hutan. Merkubung
mempunyai senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavonoid, saponin
terpenoid, tanin dan fenolik. Daun dan akar tanaman Macaranga gigantea
digunakan sebagai obat tradisional seperti sariawan (Hidayat et al., 2019), diare
dan infeksi yang diakibatkan oleh bakteri (Amirta et al., 2017), obat demam dan
obat luka (Albayudi dan Saleh, 2020). Menurut Oktafiani (2019), getah
merkubung (Macaranga gigantea) memiliki seyawa metabolit sekunder yaitu
fenolik, flavonoid, kuinon, saponin, terpenoid dan tanin. Salah satu senyawa yang
terkandung dalam getah merkubung (Macaranga gigantea) yaitu tanin yang
merupakan senyawa polifenol. Gugus fungsi OH memungkinkan tanin untuk
membentuk kompleks dengan logam sehingga dapat dikatakan tanin merupakan
senyawa organik yang berpotensi tinggi sebagai inhibitor korosi (Pramudita et al.,
2018). Dengan hal tersebut maka getah merkubung (Macaranga gigantea)
kemungkinan dapat dijadikan sebagai inhibitor korosi pada baja, sehingga perlu
dilakukan penelitian untuk mengetahui efisiensi inhibisi dari ekstrak getah
merkubung (Macaranga gigantea) sebagai inhibitor korosi pada baja.
Pemanfaatan efek sinergetik adalah cara yang aman dan efektif untuk
3
meningkatkan penghambatan efisiensi inhibitor korosi. Mekanisme utama dalam
sistem sinergetik adalah interaksi antara dua molekul (Ahangar et al., 2020).
Sistem sinergetik didasarkan pada inhibitor organik dan kation logam dapat
memberikan perlindungan yang cukup untuk logam terhadap korosi dalam
lingkungan asam.
Pemanfaatan efek sinergetik untuk mencegah korosi juga telah
dilaporkan oleh Ramdhah, (2019) yaitu surfaktan natrium dodesil sulfat (NDS)
yang ditambah dengan ekstrak daun senduduk (Melastoma malabathricum L.)
(EDS) mampu memberikan efek sinergis yang baik, dengan membentuk lapisan
tipis untuk melindungi baja lunak dari korosi. Zhang et al., (2015) juga
melaporkan bahwa polyamidoamine dendrimers yang ditambah dengan natrium
silikat menunjukkan efek sinergis yang tidak hanya memperlambat pelarutan
logam dan proses katodik, tetapi juga membentuk lapisan penghalang pada
permukaan baja. Efisiensi penghambatan korosi mencapai 97,32%. Namun efek
sinergetik dari ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) ditambah dengan
ion Cu2+ terhadap inhibisi korosi belum dilaporkan. Diharapkan dengan
penambahan ion Cu2+ dapat meningkatkan efisiensi penghambatan korosi.
Pada penelitian ini ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea)
dengan ion Cu2+ digunakan sebagai inhibitor korosi pada baja lunak dalam
larutan asam sulfat 0,75 M. Metode penelitian yang digunakan yaitu metode
kehilangan berat.
1.2 Identifikasi dan Rumusan Masalah
Korosi merupakan suatu peristiwa kerusakan atau penurunan kualitas
suatu bahan logam yang disebabkan oleh terjadinya reaksi kimia dengan
lingkungan seperti udara lembab, asam, dan air laut. Oleh karena itu diperlukan
suatu inhibitor yang ramah lingkungan untuk menginhibisi korosi baja. Ekstrak
getah merkubung (Macaranga gigantea) mengandung senyawa metabolit
sekunder yang dapat berinteraksi dengan Fe pada permukaan baja. Agar
peningkatan efisiensi inhibisi korosi lebih meningkat dengan menambahkan ion
Cu2+. Adapun rumusan masalah dari penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana pengaruh campuran ekstrak getah merkubung (macaranga
gigantea) dengan ion Cu2+ terhadap efisiensi inhibitor korosi dan efek
sinergetik?
2. Bagaimana karakterisasi permukaan baja lunak dalam larutan H2SO4 oleh
campuran ekstrak getah merkubung (macaranga gigantea) dengan ion Cu2+
terhadap efisiensi inhibitor korosi dan efek sinergetik?
4
3. Bagaimana parameter termodinamika campuran ekstrak getah merkubung
(macaranga gigantea) dengan ion Cu2+ terhadap efisiensi inhibitor korosi dan
efek sinergetik?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu :
1. Mengetahui pengaruh campuran ekstrak getah merkubung (macaranga
gigantea) dengan ion Cu2+ terhadap efisiensi inhibitor korosi dan efek
sinergetik.
2. Mengetahui karakterisasi permukaan baja lunak dalam larutan H2SO4 oleh
campuran ekstrak getah merkubung (macaranga gigantea) dengan ion Cu2+
terhadap efisiensi inhibitor korosi dan efek sinergetik.
3. Mengetahui parameter termodinamika campuran ekstrak getah merkubung
(macaranga gigantea) dengan ion Cu2+ terhadap efisiensi inhibitor korosi dan
efek sinergetik.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu :
1. Memberikan informasi tentang efek sinergetik dari campuran ekstrak getah
merkubung (macaranga gigantea) dengan ion Cu2+ sebagai inhibitor korosi
terhadap korosi dan efek sinergetik.
2. Mendapatkan sumber inhibitor korosi yang baru dan dapat dikembangkan
dari tanaman lokal Provinsi Jambi.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Baja
Baja merupakan jenis logam paduan dengan besi (Fe) sebagai unsur dasar
dan karbon (C) sebagai unsur paduan utamanya. Kandungan unsur karbon pada
baja berkisar antara 0,2% hingga 2,1% berat sesuai dengan grade. Selain itu
unsur-unsur lain yang terdapat pada baja antara lain seperti sulfur (S), fosfor (P),
silicon (Si), Mangan (Mn), dan beberapa unsur lainnya seperti nikel, krom,
molybdenum, boron, titanium, vanadium, dan niobium untuk membedakan
karakteristik antara jenis baja. Penambahan karbon pada baja berfungsi sebagai
unsur pengeras dengan mencegah dislokasi bergeser pada kisi Kristal dari atom
penyun besi yang dapat menyebabkan struktur Kristal dari besi murni tidak
memiliki resistensi antar atom dan akan saling melewati satu sama lain dan baja
akan menjadi lembek (Suarsana, 2017).
Gambar 1. Baja (Suarsana, 2017)
Menurut Suarsana (2017), mengatakan bahwa klasifikasi baja menurut
komposisi kimia yaitu sebagai berikut:
1. Baja Karbon Rendah (Low carbon steel) Baja karbon rendah dengan kadar
karbon 0,05%-0,3%. Sifatnya mudah ditempa dan mudah dimesin. Biasanya
digunakan untuk bodi mobil, bus dan lain-lain.
2. Baja Karbon Menengah (Medium carbon steel) Baja karbon menengah dengan
kadar karbon 0,3%-0,5%. Kekuatannya lebih tinggi daripada baja karbon
rendah.Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas, dan dipotong. Penggunaannya
untuk konstruksi bangunan, bahan pada komponen mesin, golok, pisau dan
lain-lain.
3. Baja Karbon Tinggi (Hight carbon steel) Baja karbon tinggi dengan kadar karbon
0,5%-1,5%. Sifatnya sulit dibengkokkan, dilas dan dipotong. Penggunaannya
seperti pada baja kawat, kabel tarik dan angkat, kikir, pahat, dan gergaji.
2.2 Korosi
Korosi atau pengkaratan merupakan fenomena kimia pada bahan-bahan
logam dimana terjadi reaksi logam menjadi ion pada permukaan logam yang
6
Kontak langsung dengan lingkungan berair dan oksigen. Contoh yang paling
umum terjadi adalah kerusakan logam besi dengan terbentuknya karat oksida.
Dengan demikian, korosi menimbulkan banyak kerugian. Korosi logam
melibatkan proses anodik (oksidasi logam menjadi ion dengan melepaskan
elektron ke dalam (permukaan logam) dan proses katodik (menggunakn elektron
tersebut dengan laju yang sama). Proses katodik biasanya merupakan reduksi ion
hidrogen atau oksigen dari lingkungan sekitarnya (Gapsari, 2017).
Gambar 2. Korosi (Gapsari, 2017)
Korosi dapat digolongkan berdasarkan jenis reaksinya, yaitu sebagai
korosi kimia (chemical corrosion) dan korosi elektrokimia (electrochemical
corrosion). Korosi kimia (chemical corrosion) dapat terjadi secara murni tanpa
adanya cairan elektrolit, yang biasanya terjadi pada temperatur yang relatif tinggi
atau dalam lingkungan yang kering. Korosi jenis ini sering disebut dengan proses
oksidasi bila logam bereaksi dengan oksigen, sulfidasi bila bereaksi dengan
sulfida dan carburasi jika bereaksi dengan gas karbon monoksida. Sebaliknya
korosi elektrokimia (electrochemical corrosion) biasanya terjadi di lingkungan yang
basah, pada temperatur yang relatif rendah, dengan berbagai bentuk korosi yang
berbeda, mengikuti mekanisme elektrokimia yaitu terjadinya reaksi oksidasi
(reaksi anodik) dan reaksi reduksi (reaksi katodik) (Gapsari, 2017).
Secara umum mekanisme korosi yang terjadi di dalam suatu larutan
berawal dari logam yang teroksidasi di dalam larutan yang akan melepaskan
elektron untuk membentuk ion logam yang bermuatan positif. Kemudian larutan
akan bertindak sebagai katoda dengan reaksi yang umum terjadi adalah
pelepasan H2 dan reduksi O2, akibat H+ dan H2O yang tereduksi. Reaksi ini terjadi
di permukaan logam yang akan menyebabkan pengelupasan akibat pelarutan
logam ke dalam larutan secara berulang-ulang (Alfin, 2011). Secara
termodinamis, proses korosi merupakan kecenderungan normal suatu logam
untuk kembali pada kondisi alaminya atau natural state, atau ke bentuk yang
lebih stabil. Pada temperatur yang rendah dan basah, korosi terjadi dengan
mekanisme reaksi elektrokimia yang membentuk suatu reaksi oksidasi dan reaksi
reduksi. Reaksi elektrokimia dapat didefinisikan sebagai reaksi kimia yang
7
melibatkan perpindahan antara elektron dari anoda (-) ke katoda (+) dalam suatu
larutan elektrolit.
Anode : Fe → Fe2+ + 2e-
Katode : O2 + 4H+ + 4e- → 2H2O
2.3 Inhibitor Korosi
Secara umum inhibitor korosi merupakan suatu zat kimia yang bila
ditambahkan ke dalam suatu lingkungan dapat menurunkan laju serangan
korosi terhadap suatu logam (Mulyati, 2020). Amburika dan Sutoyo (2019),
menjelaskan sejumlah inhibitor menghambat korosi melalui cara modifikasi
polarisasi katodik dan anodik, mengurangi pergerakan ion ke permukaan logam,
menambah hambatan listrik pada permukaan logam dan menangkap atau
menjebak zat korosif dalam larutan melalui pembentukan senyawa tidak agresif.
Inhibitor korosi menurut bahan dasarnya, dapat dibagi menjadi dua, yaitu
inhibitor dari senyawa organik dan dari senyawa anorganik. Inhibitor organik
pada umumnya berasal dari ekstrak bahan alami yang mengandung atom N, O,
P, S dan atom-atom yang mempunyai pasangan elektron bebas. Inhibitor
anorganik yang saat ini biasa digunakan adalah sodium nitrit, kromat, fosfat, dan
garam seng (Gu et al., 2015).
Berdasarkan fungsinya, terdapat beberapa macam inhibitor (Irwan, 2019)
yaitu:
1. Inhibitor Katodik
Inhibitor katodik dapat memperlambat reaksi katodik suatu logam dan
membentuk presipitat di wilayah katoda yang dapat meningkatkan impedansi
permukaan sekaligus membatasi difusi pereduksi untuk melindungi logam
tersebut.
2. Inhibitor Anodik
Inhibitor anodik dapat memperlambat reaksi elektrokimia di anoda
melalui pembentukan lapisan pasif pada bagian permukaan suatu logam tersebut
sehingga logam tersebut dapat terlindungi dari korosi.
3. Inhibitor Presipitasi
Inhibitor presipitasi dapat membentuk presipitat di seluruh permukaan
logam yang berperan sebagai lapisan pelindung untuk menghambat reaksi anodik
dan katodik logam tersebut secara tidak langsung. Contohnya adalah silikat dan
fosfat.
Mekanisme kerja inhibitor adalah dengan pembentukan lapisan tipis pada
permukaan dengan ketebalan beberapa molekul inhibitor pada permukaan.
Melalui pengaruh lingkungan atau pH dari lingkungan menyebabkan inhibitor
mengendap pada permukaan logam, dan teradsorpsi, sehingga membentuk
8
lapisan yang melindungi dari serangan korosi. Inhibitor mengalami proses
adsorpsi sehingga membentuk suatu lapisan pasif pada permukaan logam dan
penghilangan konstituen yang agresif dari lingkungannya (Irwan et al., 2019).
Efisiensi dari inhibitor organik tergantung pada struktur kimia, ukuran
molekul organik, ikatan rangkap terkonjugasi, panjangnya rantai karbon, tipe
dan nomor ikatan tiap atom, jenis gugus yang dimiliki, kekuatan membentuk
ikatan dengan permukaan logam, kemampuan lapisan penghalang membentuk
crosslinked, dan jenis larutan elektrolitnya. Interaksi antara tanin dengan baja
dapat dilihat pada gambar 3.
Gambar 3. Mekanisme Inhibisi Korosi oleh Tanin di Permukaan Baja.
Gambar 3 menunjukkan bahwa senyawa tanin memiliki gugus fungsi O-
H, C=O, C=C. Interaksi yang terjadi yaitu interaksi donor akseptor antara
pasangan elektron bebas yang terdapat pada atom oksigen dengan orbital logam
d yang kosong pada tingkat energi yang rendah. Selain itu, tanin dapat
teradsorpsi di permukaan logam melalui interaksi donor akseptor elektron pada
cincin aromatik dan ikatan rangkap dapat berinteraksi dengan orbital kosong d
pada logam (Sibarani, 2020).
2.4 Tanaman Merkubung (Macaranga gigantea)
Macaranga merupakan salah satu genus yang besar dari famili
Euphorbiaceae yang terdiri dari sekitar 300 spesies yang ditemukan diberbagai
Negara seperti Afrika, Madagaskar, Asia, pantai timur Australia, pulau-pulau
Pasifik termasuk Indonesia. Tanaman Macaranga umumnya berbentuk semak
atau pepohonan, dan biasa tumbuh ditempat yang banyak mendapat sinar
matahari (Sulaiman et al., 2019). Macaranga gigantea adalah spesies pionir yang
tumbuh cepat di hutan hujan tropis sekunder, dan melimpah di hutan. Dikenal
dengan nama Merkubung, Tutup Gede, Kayu Kecubung, Simbar Kubang,
Sangkubang, Serkubung, Mawenang, Mahawenang, Kagurangen, Same dan Tula-
tula. Selain itu Macaranga gigantea merupakan spesies indikator penting dari
9
pohon di hutan sekunder muda dan sekunder tua (Amirta et al., 2017).
Macaranga gigantea juga tersebar di wilayah Malaysia, Brunei
Darussalam dan Thailand. Di Indonesia tanaman ini banyak tersebar di pulau
Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Merkubung (Macaranga gigantea) dapat
tumbuh di lahan gambut dan lahan yang mengandung mineral (Sulaiman et al.,
2019). Bagian-bagian dari tanaman macaranga gigantea dapat dilihat pada
gambar 4.
(a) Daun Macaranga gigantea (c) Daun Macaranga gigantea
(b) Buah macaranga gigantea (d) Getah macaranga gigantea
Gambar 4. Tanaman Macaranga gigantea dan bagian-bagiannya (Amirta et al.,
2017).
Pada gambar 4 menunjukkan tanaman Macaranga gigantea beserta
bagian-bagiannya. (a) Pohon macaranga gigantea tingginya mencapai 30 m, (b)
Buah macaranga gigantea berbentuk kapsul, halus, bertanduk, berduri panjang
dan sering di lapisi sejenis lilin menguning, Biji berwarna hitam dan kadang
bersalut merah (c) Daun macaranga gigantea merupakan daun tunggal berlekuk
menjari dan berukuran besar, (d) Getah macaranga gigantea berwarna merah,
Permukaan batang mulus dan berlentisel. Kulit batang bila dikupas akan
memanjang seperti serat (Wibisono dan Azham, 2017). Berdasarkan sistem
taksonomi, merkubung diklasifikasikan sebagai berikut (Sulaiman et al., 2019).
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
10
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Macaranga
Spesies : Macaranga gigantea
Menurut penelitian (Rosawanti et al., 2018) tumbuhan sengkubung atau
mahang damar memiliki senyawa alkaloid, streoid dan flavanoid. Tumbuhan ini
bersifat sebagai anti-oksidan, antikanker, anti-diabetik, antiseptik dan
antiinflamasi yang berkhasiat sebagai obat diare dan disentri dengan cara direbus
dan diminum airnya.
2.5 Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Macaranga gigantea
Kandungan senyawa metabolit sekunder pada ekstrak daun Macaranga
gigantea dengan fraksi metanol mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin
dan steroid. Pada fraksi etil asetat mengandung senyawa alkaloid, flavonoid dan
steroid. Sedangkan pada fraksi etanol mengandung senyawa alkaloid, flavonoid,
tanin dan steroid dengan senyawa yang dikandung pada daun Macaranga
gigantea yang dominan yaitu flavonoid dan alkaloid mampu memberikan aktivitas
antimalaria (Muhaimin et al., 2018). Hasil uji skrining fitokimia pada ekstrak
etanol kulit batang macaranga gigantea mengandung senyawa metabolit
sekunder seperti alkaloid, flavonoid, saponin, terpenoid, tanin dan fenolik yang
mampu menghambat pertumbuhan bakteri E. faecalis (Hidayat et al., 2019).
Berdasarkan penelitian Oktafiani (2019), hasil uji fitokimia ekstrak getah
merkubung (Macaranga gigantea) dapat di lihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Uji Fitokimia Ekstrak Getah Macaranga gigantea
Metabolit Sekunder Pereaksi Hasil
Alkaloid Mayer/Dragendorff -/-
Fenolik FeCl3 1% +
Flavonoid Mg, HCl, dan Etanol +
Kuinon NaOH 1 N + Saponin Akuades +
Steroid Burchard -
Tanin FeCl3 1% +
Terpenoid Burchard +
Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu fenolik,
flavonoid, kuinon, saponin, tanin dan terpenoid. Sedangkan untuk senyawa
alkaloid dan steroid menunjukkan hasil yang negatif.
2.6 Tanin
Tanin dinamakan juga asam tanat dan asam galotanat, ada yang tidak
berwarna tetapi ada juga yang berwarna kuning atau coklat. Tanin merupakan
senyawa fenol yang memiliki berat molekul besar yang terdiri dari gugus hidroksi
11
(-OH) dan beberapa gugus yang bersangkutan seperti karboksil untuk
membentuk kompleks kuat yang efektif dengan protein dan beberapa
makromolekul. Tanin terdiri dari dua jenis yaitu tanin terkondensasi dan tanin
terhidrolisis. Tanin terkondensasi terjadi karena reaksi polimerisasi antar
flavonoid, sedangkan tanin terhidrolisis terbentuk dari reaksi esterifikasi asam
fenolat dan gula (glukosa). Struktur tanin dapat dilihat pada gambar 5
(Hidjrawan, 2018):
Gambar 5. Struktur Tanin (Hidjrawan, 2018)
Tanin mudah teroksidasi, maka bergantung pada banyaknya zat itu
terkena air panas atau udara, dengan mudah dapat menjadi sama tanat. Asam
tanat sebagai salah satu contoh tanin terhidrolisis. Asam tanat merupakan
polimer asam galat dan glukosa yang berupa serbuk amorf, berkilau, berwarna
kuning putih sampai coklat terang dan berbau khas. Asam tanat berkhasiat
untuk mengobati penyakit diare, selain itu juga berfungsi untuk membekukan
protein (Hidjrawan, 2018).
Mekanisme inhibisi korosi oleh senyawa kompleks Fe-tanat dapat terlihat
pada Gambar 6. Asam tanat dapat mempercepat proses korosi dengan
menurunkan pH dan membentuk kompleks dengan besi yang menempel di
permukaan. Adapun pelarutan besi karbon anodik, oksidasi terjadi dari Fe
menjadi Fe2+ pada awalnya terlibat. Kemudian, oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ oleh
oksigen. Fe3+ direduksi menjadi ion Fe2+ melalui kontak dengan logam besi di pori-
pori sehingga muncul perubahan warna (Rochmat et al., 2017).
Gambar 6. Rancangan mekanisme terjadinya inhibisi korosi (Rochmat et al.,
2019)
12
Asam tanat bekerja pada ion besi yang tersedia dalam tiga cara. Pertama,
tanin dapat membentuk senyawa komplek dengan ion Fe2+ menjadi ferro-tanat,
yang mudah teroksidasi menjadi ferri-tannat jika ada kehadiran oksigen. Kedua,
tanin dapat bereaksi langsung dengan ion Fe3+ membentuk feri tannat. Ketiga,
karena kemampuan sifat reduksi dari tanin, Fe2O3 dapat direduksi menjadi ion
ion Fe2+. Ferro-tanat dapat secara langsung direduksi menjadi ferri-tanat ketika
kontak dengan O2 dan air (Xu et al., 2019).
2.7 Tembaga (II) Pentahidrat (CuSO4.5H2O)
Tembaga (II) sulfat juga dikenal dengan cupri sulfat, adalah sebuah
senyawa kimia dengan rumus molekul CuSO4. Senyawa garam ini eksis di bumi
dengan kederajatan hidrasi yang berbeda-beda. Bentuk anhidratnya berbentuk
bubuk hijau pucat atau abu-abu putih. Sedangkan bentuk pentahidratnya
(CuSO4·5H2O), berwarna biru terang. Tembaga (II) sulfat diproduksi dalam skala
besar dengan cara mencampurkan logam tembaga dengan asam sulfat panas
atau oksidanya dengan asam sulfat. Untuk penggunaan di laboratorium, tembaga
(II) sulfat biasanya dibeli (tidak dibuat manual). Bentuk anhidratnya ditemukan
dalam bentuk mineral langka yang disebut kalkosianit. Tembaga sulfat terhidrasi
eksis di alam dalam bentuk kalkantit (pentahidrat) dan 2 mineral lain yang lebih
langka: bonatit (trihidrat) dan bootit (heptahidrat) (Fitrony et al., 2013). Gambar
tembaga (II) pentahidrat dapat dilihat pada gambar 7:
Gambar 7. CuSO4.5H2O (Fitrony et al., 2013)
Tembaga (II) sulfat pentahidrat akan terdekomposisi sebelum mencair
pada 150 °C, akan kehilangan dua molekul airnya pada suhu 63 °C, diikuti 2
molekul lagi pada suhu 109 °C dan molekul air terakhir pada suhu 200 °C. Proses
dehidrasi melalui dekomposisi separuh tembaga tetra aqua (2+), 2 gugus aqua
yang berlawanan akan terlepas untuk menghasilkan separuh tembaga diaqua
(2+). Tahap dehidrasi kedua dimulai ketika 2 gugus aqua terakhir terlepas.
Dehidrasi sempurna terjadi ketika molekul air yang tidak terikat terlepas. Pada
suhu 650 °C, tembaga (II) sulfat akan terdekomposisi menjadi tembaga (II)
13
oksida (CuO) dan belerang trioksida (SO3). Warna tembaga (II) sulfat yang
berwarna biru berasal dari hidrasi air. Ketika tembaga (II) sulfat dipanaskan
dengan api, maka kristalnya akan terdehidrasi dan berubah warna menjadi hijau
abu-abu (Chang, 2013).
Tembaga merupakan konduktor yang sangat baik, sehingga bisa
digunakan untuk kawat listrik dan baik digunakan sebagai substrat pada
pelapisan logam atau pembuatan logam paduan. Tembaga bersifat elektropositif
(mulia), sehingga tembaga mudah di endapkan oleh logam yang deret gaya
listriknya lebih tinggi seperti besi atau seng. Logam Cu tidak mudah teroksidasi
dan mempunyai potensial reduksi yang cukup tinggi yaitu 0,30 V sehingga
diperkirakan logam Cu dapat bertindak sebagai penjebak elektron (Kurniasih et
al., 2018). Tembaga dapat berinteraksi dengan senyawa tanin sebagai inhibitor
korosi dengan melalui mekanisme pada gambar 8:
Gambar 8. Reaksi Pelekatan Tanin pada Tembaga (Sanjaya et al.,
2019)
Gambar 8 menunjukkan ketika tanin bereaksi dengan ion Cu2+, maka
tanin akan membentuk senyawa kelat berupa Copper-tannates. Copper-tannates
ini akan membentuk lapisan film tipis yang melapisi permukaan tembaga. Adanya
lapisan film ini maka akan mengurangi kontak antara permukaan logam dengan
oksigen sehingga dapat menghambat proses oksidasi. Proses pembentukan kelat
adalah proses dimana senyawa organik tanin yang mengikat ion metal Cu2+ dan
terjadi konfigurasi membentuk senyawa kompleks melalui gugus oxygen active
centre membentuk senyawa Copper-tannate (Sanjaya et al., 2019).
2.8 Metode Pengukuran
Metode kehilangan berat adalah perhitungan laju korosi dengan
mengukur kekurangan berat akibat korosi yang terjadi. Metode ini menggunakan
jangka waktu penelitian hingga mendapatkan jumlah kehilangan berat akibat
korosi yang terjadi. Untuk mendapatkan jumlah kehilangan berat akibat korosi
digunakan rumus sebagai berikut (Mubarak et al., 2020):
ΔW= W0-W1 (1)
Keterangan:
ΔW= Selisih berat (gram)
W0= Berat sebelum di uji (gram)
14
W1= Berat setelah di uji (gram)
Data kehilangan berat dapat digunakan untuk menghitung laju korosi dan
efisiensi inhibisi (Yetri et al., 2015). Laju korosi baja dapat ditentukan dengan
persamaan:
CR = m1-m2
A x t (2)
Keterangan:
CR = Laju korosi (mg/cm2 jam)
m2= Berat akhir baja (mg)
m1 = Berat awal baja (mg)
A = Luas permukaan baja (cm2)
t = Waktu perendaman baja (jam)
Persentase efisiensi inhibisi pada korosi baja di dapatkan dengan menggunakan
persamaan berikut (Hassan et al., 2016):
%EI = CR1-CR2
CR1 x 100% (3)
Keterangan:
EI = Efisiensi inhibisi
CR1 = Laju korosi tanpa penambahan inhibitor (mg/cm2jam)
CR2 = Laju korosi dengan penambahan inhibitor (mg/cm2jam)
Parameter Efek Sinergetik pada korosi baja didapatkan dengan menggunakan
persamaan berikut (Mobin et al., 2017):
S = 1 - I1 + I2
1 – I’1+2
(4)
Keterangan
S = Parameter sinergis
I1 = Efisiensi inhibisi getah Merkubung (%)
I2 = Efisiensi inhibisi Cu2+ (%)
I’1+2= Efisiensi inhibisi Cu2+ + getah merkubung (%)
2.9 Isoterm Adsorpsi
Penentuan isotherm adsorpsi dapat memberikan informasi tentang
interaksi inhibitor pada permukaan baja dapat dipelajari dengan isoterm adsorpsi
menggunakan persamaan Langmuir, Freundlich. Persamaan isoterm adsorpsi
Langmuir, Freundlich seperti pada persamaan (5) dan (6).
Langmuir: c
θ =
1
Kads + C (5)
Freundlich: log ϴ = log Kads + 1
n log C (6)
C adalah konsentrasi inhibitor, θ adalah derajat penutupan permukaan,
dan Kads adalah konstanta kesetimbangan adsorpsi (Untari et al., 2020).
15
Inhibisi korosi disebabkan oleh lapisan inhibitor yang menutupi
permukaan logam. Derajat penutupan permukaan (ϴ) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan 7 (Fiori-Bimbi et al., 2015)
θ = Cr(blank)-Cr(inhibitor)
Cr(blank) (7)
Keterangan : θ = derajat penutupan permukaan
Cr (blank) = laju korosi baja tanpa inhibitor (mg/cm2.jam)
Cr (inhibitor) = laju korosi baja dengan inhibitor (mg/cm2.jam)
Nilai energi bebas adsorpsi standar (∆Gads°) dapat dihitung dari hubungan
Kads dengan suhu, menggunakan persamaan sebagai berikut:
∆Gºads= -RT ln (55.5 Kads) (8)
Dimana 55,5 adalah konsentrasi molar air, dimana R adalah konstanta
gas, T adalah suhu mutlak dan ∆Gads° adalah energi bebas adsorpsi standar (kJ/
mol). Nilai negatif dari ∆G°ads menunjukkan spontanitas dan stabilitas lapisan
adsorpsi inhibitor terhadap permukaan baja (Pramudita et al., 2019). Nilai ΔGºads
kurang dari -20 kJ/mol terkait dengan adsorpsi fisika, jika lebih dari -40 kJ/mol
atau lebih negatif diketahui berhubungan dengan adsorpsi kimia dan nilai
diantara keduanya menunjukkan kombinasi antara adsorpsi fisika dan kimia
(Zakiyeh et al., 2019).
ΔGºads = ΔHºads - TΔSºads (9)
Nilai ∆H dan ΔS diperoleh dari persamaan garis lurus T dengan ΔGºads
(Fiori-Bimbi et al., 2015). Nilai ΔH positif menunjukkan adsorpsi endoterm
dengan ∆H>0 menunjukkan adsorpsi kimia, sedangkan nilai ΔH negatif
menunjukkan adsorpsi eksoterm dengan ∆H<0 melibatkan proses fisisorpsi
atau kemisorpsi atau campuran keduanya (Zakaria et al., 2016).
ΔSºads menunjukkan derajat ketidakteraturan, semakin negatif nilai
entropi standar adsorpsi maka molekul-molekul semakin teratur diadsorpsi di
permukaan baja, sedangkan semakin positif menunjukkan derajat
ketidakteraturan pada proses adsorpsi (Yeni et al., 2020 dan Emriadi et al., 2016)
2.10 Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM)
Scanning Electron Microskopy (SEM) merupakan mikroskop yang banyak
digunakan dalam ilmu pengetahuan material. SEM banyak digunakan karena
memiliki kombinasi yang unik, mulai dari persiapan spesimen yang simpel dan
mudah, kapabilitas tampilan yang bagus serta fleksibel. SEM adalah mikroskop
elektron yang mampu mengamati objek secara tiga dimensi. SEM digunakan pada
sampel yang tebal dan memungkinkan untuk analisis permukaan. Pancaran
berkas yang jatuh pada sampel akan dipantulkan dan difraksikan. Adanya
elektron yang terdifraksikan dapat di amati dalam bentuk pola-pola difraksi. Pola-
16
pola difraksi yang tampak sangat bergantung pada bentuk dan ukuran sel satuan
dari sampel. SEM juga dapat digunakan untuk menyimpulkan data-data
kristalografi, sehingga hal ini dapat dikembangkan untuk menentukan elemen
atau senyawa (Setianingsih, 2017).
Prinsip kerja SEM dapat diihat pada gambar 9. Dua sinar elekron
digunakan secara simultan. Satu strike specimen digunakan untuk menguji dan
strike yang lain adalah Cathode Ray Tube (CRT) memberikan tampilan yang dapat
dilihat oleh operator. Akibat tumbukan pada specimen dihasilkan satu jenis
elektron dan emisi foton. Sinyal yang terpilih dikoleksi, di deteksi dan dikuatkan
untuk memodulasi tingkat keterangan dari sinar elektron yang kedua, maka
sejumlah besar sinar akan menghasilkan bintik gelap. SEM menggunakan prinsip
scanning, maksudnya berkas elektron diarahkan dari titik ke titik pada objek.
Gerakan berkas elektron dari satu titik ke titik lain pada suatu daerah objek
menyerupai gerakan membaca. Gerakan membaca ini disebut scanning.
Kelebihan SEM yaitu jangkauan kedalaman tinggi, perbesaran hingga 1.000.000
X dengan resolusi 1 nm, dan SEM tidak hanya mengidentifikasi topologi
permukaan, namun juga mampu mengidentifikasi struktur kristal, komposisi
kimia, dan sifat elektris material (Wibisono, 2017).
Gambar 9. Skema SEM (Setianingsih, 2017)
Komponen utama SEM terdiri dari unit, yaitu elektron colomn dan display
consule. Elektron colomn merupakan model elektron beam scanning, sedangkan
display consule merupakan elektron sekunder yang didalamnya terdapat CRT.
Pancaran elektron energi tinggi dihasilkan oleh elektron gun yang kedua tipe
17
berdasar pada pemanfaatan arus. Yang pertama pistol termionik dimana
pancaran elektron tercapai dengan pemanasan tungsten atau filament katode
pada suhu 1500 K sampai 3000 K. Katode adalah kutub negatif yang dibutuhkan
untuk mempercepat tegangan E0 kali elektron volt. Piston termionik sangat luas
penggunaannya karena relatif aman untuk digunakan dalam tabung vakum 10-9
Torr, atau lebih kecil dari pada itu. Sumber alternatif lain dari piston field
emission dimana ujung kawat wolfram yang tajam dihubungkan tertutup dengan
anode ekstraksi dan ditetapkan potensional sampai beberapa ribu volt. Elektron
yang keluar dari kawat wolfram tidak membutuhkan pemanasan yang dapat
dilakukan pada suhu kamar, menuju tabung vakum yang dipercepat seperti pada
piston termionik kearah anode (Harijati et al., 2017).
2.11 Analisis Faurier Transform Infra Red (FTIR)
Spektroskopi Faurier Transform Infra Red (FTIR) merupakan spektroskopi
inframerah yang dilengkapi dengan transformasi faurier untuk deteksi analisis
hasil spektrum dari penyerapan atau emisi zat padat, cair, atau gas. Prinsip kerja
FTIR adalah untuk mengidentifikasi senyawa, mendeteksi gugus fungsi, dan
menganalisis campuran dan sampel yang dianalisis. Hal utama yang menjadi
prinsip kerja FTIR adalah interaksi antara materi dan energi. Ketika FTIR
digunakan, inframerah akan melewati celah ke sampel. Celah ini berfungsi
sebagai pengontrol jumlah energi yang akan diberikan kepada sampel. Sampel
kemudian menyerap beberapa inframerah yang masuk, sedangkan inframerah
lain yang tidak terserap akan dipindah melalui permukaan sampel. Tujuannya
agar sinar inframerah tersebut bisa lolos hingga ke detektor. Sinyal yang terukur
lalu dikirim ke komputer untuk kemudian direkam (Nazar, 2018).
Inti spektroskopi FTIR adalah Interferometer Michelson yaitu alat untuk
menganalisis frekuensi dalam sinyal gabungan. Spektrum inframerah tersebut
dihasilkan dari pentrasmisian cahaya yang melewati sampel, pengukuran
intensitas cahaya dengan detektor dan dibandingkan dengan intensitas tanpa
sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Spektrum inframerah yang diperoleh
kemudian di plot sebagai intensitas fungsi energi, panjang gelombang (µm) atau
bilangan gelombang. Komponen dasar spektrofotometer FTIR yaitu, sumber sinar,
interferometer, sampel, detektor, penguat (amplifier), pengubah analog ke digital,
dan komputer (Rohman, 2018). Skema alat spektroskopi FTIR ditunjukkan pada
gambar 10:
18
Gambar 10. Skema alat spektroskopis FTIR (Rohman, 2018).
Berdasarkan gambar 10, mekanisme yang terjadi pada FTIR yaitu sinar
datang dari sumber sinar yang kemudian diteruskan, lalu dipecah oleh pemecah
sinar menjadi dua bagian yang saling tegak lurus. Sinar ini kemudian dipatulkan
oleh dua cermin yaitu cermin diam dan cermin bergerak. Kemudian sinar hasil
pantulan dari kedua cermin tersebut akan dipantulkan kembali menuju pemecah
sinar untuk saling berinteraksi. Dari pemecah sinar, sebagian sinar akan di
arahkan menuju cuplikan dan sebagian menuju sumber. Gerakan cermin yang
maju mundur akan menyebabkan sinar pada detector berfluktuasi. Sinar akan
saling menguatkan ketika kedua cermin memiliki jarak yang berbeda fluktuasi
sinar sampai pada detektor ini akan menghasilkan sinyal pada detector yang
terdapat pada interferometer (Wandri et al., 2020).
Keuntungan utama spektrofotometer FTIR adalah alat ini menawarkan
sensitivitas tinggi, waktu analisis cepat, akuarasi dan reprodusibilitas frekuensi
sangat baik, dapat dimanipulasi untuk menghasilkan data yang dapat diterima,
serta dilengkapi dengan perangkat lunak kemometrika yang memungkinkannya
sebagai alat yang canggih untuk analisis kualitatif dan kuantitatif (Sudjadi dan
Rohman, 2018).
19
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Tugas Akhir Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Jambi dilaksanakan pada Januari hingga Mei 2021.
3.2 Bahan dan Peralatan
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah amplas besi 120
grade, gerinda, bor listrik, neraca analitik, jangka sorong, tusuk gigi, benang
nilon, gunting, tissue, termometer, peralatan gelas beaker, gelas ukur, pipet tetes,
pipet volumetrik, sudip, aluminuim foil, batang pengaduk, hot plate, labu ukur,
corong, pingset, desikator, waterbath, Scanning Electron Microscopy (SEM), dan
Fourier Transform Infra Red (FTIR).
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah baja lunak, getah
merkubung (Macaranga gigantea), asam sulfat 18 M, CuSO4.5H2O, asam borak
(H3BO3), akuades dan aseton.
3.3 Metode Penelitian
Pembuatan Larutan Encer Asam Sulfat Pekat menjadi 0,75 M
Asam sulfat pekat diambil 41,6 mL kemudian diencerkan dalam labu ukur
1000 mL menggunakan akuades sampai tanda batas sehingga diperoleh asam
sulfat 0,75 M (Gusti et al., 2017).
Pembuatan Larutan Ion Cu2+ dengan Berbagai Konsentrasi
CuSO4.5H2O ditimbang sebanyak 12,5 gr dan 15 gr H3BO3. Kemudian
kedua zat ini di encerkan dalam lau ukur 1000 mL dengan menggunakan larutan
H2SO4 0,75 M, sehingga diperoleh larutan Cu2+ dengan konsentrasi 0,05 M. Lalu
diencerkan kembali dengan H2SO4 0,75 M dalam labu ukur 500 mL sehingga
diperoleh konsentrasi 0,05 mM; 0,04 mM; 0,03 mM; 0,02 mM dan 0,01 mM
(Tissos et al., 2018).
Pembuatan Larutan Inhibitor Ekstrak getah merkubung (Macaranga
gigantea)
Ditimbang sebanyak 1,25 gr ekstrak pekat getah merkubung (Macaranga
gigantea) menggunakan neraca analitik. Ekstrak kemudian diencerkan dalam
labu ukur 500 mL menggunakan larutan H2SO4 0,75 M sehingga diperoleh
larutan inhibitor dengan konsentrasi 2,5 g/L. Kemudian larutan inhibitor 2,5 g/L
diencerkan kembali sehingga diperoleh konsentrasi 1 g/L.
Pembuatan Persiapan Spesimen Baja
Baja lunak dipotong ±2x1 cm dan dilubangi menggunakan bor dengan
diameter 3 mm. Permukaan baja di haluskan dengan menggunakan amplas besi
20
grade 120 lalu dicuci menggunakan akuades dan aseton. Kemudian didiamkan
hinga kering selama ±5 menit. Diukur panjang dan tebalnya menggunakan
jangka sorong lalu ditimbang massanya menggunakan neraca analitik dan
hasilnya dinyatakan massa awal (m1) (Gusti et al., 2017).
Perendaman Baja Lunak dalam Larutan Inhibitor Ekstrak Getah Merkubung
(Macaranga gigantea) dengan ion Cu2+.
Baja yang telah disiapkan kemudian diikat dengan tali dan digantung
dalam gelas beaker ukuran 50 mL yang diisi dengan 20 mL larutan ion Cu2+
dengan konsentrasi 0,05 mM, 0,04 mM, 0,03 mM, 0,02 mM dan 0,01 mM dan 20
mL larutan inhibitor ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) 1 g/L.
Dilakukan variasi suhu perendaman pada 30 °C, 40 °C, 50 °C dan 60°C selama
3 jam menggunakan waterbath. Setelah perendaman selesai, baja diangkat,
dicuci dengan aquades dan aseton, lalu dikeringkan. Setelah kering baja
ditimbang dan diukur tebal baja dengan jangka sorong dan hasil penimbangan
dinyatakan sebagai berat akhir (m2). Data yang diperoleh dapat digunakan untuk
menentukan laju korosi dan efisiensi inhibisi korosi pada baja.
Analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR) dilakukan di Universitas
Diponegoro (UNDIP). Baja hasil rendaman direndam dalam asam sulfat 0,75 M
pada suhu 30º C selama 24 jam. Selanjutnya dicuci dengan aquades dan aseton
kemudian dikeringkan didalam desikator. Setelah kering digerus permukaan plat
baja hingga menjadi serbuk. Dianalisis dengan FTIR.
Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM)
Analisis Spectroscopy Electron Microscopy (SEM) dilakukan di Institut
Teknologi Sepuluh November (ITS). Baja hasil rendaman direndam dalam asam
sulfat 0,75 M pada suhu 30º C selama 24 jam. Selanjutnya dicuci dengan
aquades dan aseton kemudian dikeringkan didalam desikator. Dianalisis dengan
SEM pada perbesaran 1000 kali.
3.4 Analisis Data
Metode Kehilangan Berat
Metode ini didasarkan pada selisih berat awal dan berat akhir dari baja
lunak setelah perlakuan dalam larutan medium korosi dengan dan tanpa
adanya penambahan inhibitor ekstrak getah merkubung. Penentuan laju korosi
dan efisiensi inhibisi korosi pada baja lunak menggunakan persamaan 2 dan
persamaan 3
Analisis Efek Sinergetik
Metode ini digunakan untuk menentukan tingkat sinergisme antara getah
21
merkubung (Macaranga gigantea) dengan ion Cu2+ terhadap adsorpsi pada
permukaan logam dan penghambatan korosi menggunakan persamaan 4.
Analisis Termodinamika
Penentuan isotherm adsorpsi dapat memberikan informasi tentang
interaksi inhibitor pada permukaan baja lunak menggunakan persamaan 5 dan
6.
22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakterisasi Ekstrak Getah Merkubung (Macaranga gigantea) dan
Lapisan Permukaan Baja setelah Perendaman dengan Faurier Transform
Infra Red (FTIR).
Analisis Faurier Transform Infra Red FTIR digunakan untuk
mengidentifikasi gugus fungsi tertentu pada senyawa metabolit sekunder dari
ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) dengan ion Cu2+ yang berperan
sebagai inhibitor korosi. Senyawa yang dapat digunakan sebagai inhibitor korosi
logam memiliki gugus fungsi hidroksil (-OH), karboksil (-COOH), karbonil (=CO),
-CO-, C-H, -C=C-, -C≡C, -C-Cl, amina (-C=N), atau gugus fungsi lain yang
memiliki pasangan elektron bebas, sehingga dapat teradsorpsi ke permukaan
logam (Sirait, 2018). Menurut Oktafiani (2019), ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) mengandung senyawa metabolit sekunder yaitu fenolik,
flavonoid, kuinon, saponin, tanin dan terpenoid. Dimana senyawa-senyawa
tersebut merupakan senyawa heteroatom serta memiliki ikatan rangkap dan
pasangan elektron bebas yang dapat digunakan sebagai inhibitor korosi (Gusti et
al., 2017). Bilangan gelombang inframerah yang digunakan pada peneltiian ini
berkisar antara 4000 sampai 450 cm-1. Spektrum FTIR ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) dapat dilihat pada Gambar 11 dan data perbandingan
spektrum FTIR pada Tabel 2.
(a) (b)
Gambar 11. Spektrum FTIR; Ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) 1 g/L; (b) Campuran Ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) 1 g/L
dengan ion Cu2+ 0,05 mM.
Gambar 11a menunjukkan adanya gugus O-H pada bilangan gelombang
3213,16 cm-1. Kehadiran C=C (Aromatik) pada bilangan gelombang 1626,27 cm-
1. Kehadiran C-O pada bilangan gelombang 1100,72 cm-1. Kehadiran C-H
(Aromatik dan Alkena) pada bilangan gelombang 788,91 cm-1 dan kehadiran
23
Vibrasi Si-O dan Al-O pada bilangan gelombang 562,50 cm-1.
Tabel 2. Perbandingan Spektrum FTIR dengan literatur
Spektrum 14a
(cm-1)
Spektrum 14b
(cm-1)
Pustaka
(Pranoto et al.,
2018)
Gugus Fungsi
3213,16 3259,94 3000-3750 O-H
1626,27 1629,79 1500-1675 C=C (Aromatik) 1100,72 1092,42 1080-1300 C-O
788,91 777,04 675-870 C-H (Aromatik dan
Alkena)
562,50 554,54 431-733 Vibrasi Si-O dan Al-O
Gambar 11a memperlihatkan pola kemiripan dengan gambar 11b.
Perubahan pergeseran bilangan gelombang yang ditunjukkan oleh spektrum infra
merah, gugus fungsi O-H dengan bilangan gelombang 3213,16 cm-1 bergeser ke
bilangan gelombang 3259,94 cm-1, gugus fungsi C-C (Aromatik) dengan bilangan
gelombang 1626,27 cm-1 bergeser ke bilangan gelombang 1629,79 cm-1, gugus
fungsi C-O dengan bilangan gelombang 1100,72 cm-1 bergeser ke bilangan
gelombang 1092,42 cm-1, gugus fungsi C-H (Aromatik) dengan bilangan
gelombang 788,91 cm-1 bergeser ke bilangan gelombang 777,04 cm-1 dan vibrasi
Si-O dan Al-O dengan bilangan gelombang 562,50 cm-1 bergeser ke bilangan
554,54 cm-1. Adanya pergeseran bilangan gelombang pada spektrum infra merah
menunjukkan adanya interaksi antara ekstrak yang memiliki gugus fungsi OH,
C=O dan C-O dari OH tunggal dengan Fe2+ pada permukaan baja (Yetri et al.,
2014).
4.2 Karakterisasi Ekstrak Getah Merkubung (Macaranga gigantea) dan
Lapisan Permukaan Baja setelah Perendaman dengan Scanning Electron
Microscopy (SEM)
Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) memberikan informasi
mengenai morfologi permukaan baja. Gambar 12 memperlihatkan morfologi
permukaan baja lunak sebelum perlakuan (blanko), setelah perendaman dalam
H2SO4 0,75 M selama 24 jam, Setelah direndam dalam larutan yang mengandung
H2SO4 0,75 M dan ion Cu2+ 0,05 mM, Setelah direndam dalam larutan yang
mengandung H2SO4 0,75 M dan ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea)
1 g/L, dan Setelah direndam dalam larutan yang mengandung H2SO4 0,75 M ,
ion Cu2+ 0,05 mM dan ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) 1 g/L
selama 24 jam pada suhu 30º C dengan perbesaran 1000 kali.
24
Gambar 12. Morfologi permukaan baja lunak a) Sebelum perlakuan b) Setelah
direndam dalam H2SO4 0,75 M c) Setelah direndam dalam larutan yang
mengandung H2SO4 0,75 M dan ion Cu2+ 0,05 mM d) Setelah direndam dalam larutan yang mengandung H2SO4 0,75 M dan ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) 1 g/L e) ) Setelah direndam dalam larutan yang
mengandung H2SO4 0,75 M , ion Cu2+ 0,05 mM dan ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) 1 g/L selama 24 jam pada suhu 30º C
Pada gambar 12 memperlihatkan bahwa gambar 12a merupakan baja
sebelum perlakuan yang masih halus, rata dan tidak berpori karena tidak adanya
interaksi dengan lingkungan korosif. Gambar 12b merupakan permukaan baja
yang sudah direndam dalam H2SO4 0,75 M selama 24 jam yang telah mengalami
korosi dengan adanya permukaan yang kasar, berlubang-lubang dan tidak rata.
Hal ini terjadi karena adanya serangan ion-ion korosif dari larutan asam
menyebabkan permukaan baja menjadi terkorosi (Fiori-bimbi et al., 2015).
Gambar 12c memperlihatkan permukaan baja setelah direndam dalam larutan
yang mengandung H2SO4 0,75 M dan ion Cu2+ 0,05 mM selama 24 jam yang lebih
rata seperti berserat dan lubang lebih sedikit dibandingkan dengan gambar 12b.
Hal ini karena pori-pori dari baja sudah terisi oleh partikel Cu dan CuO (Dahlan,
2015). Gambar 12d memperlihatkan permukaan baja setelah direndam dalam
a b
c
d e
25
larutan yang mengandung H2SO4 0,75 M, ion Cu2+ 0,05 mM dan ekstrak getah
merkubung (Macaranga gigantea) 1 g/L selama 24 jam pada suhu 30º C, lebih
tertutupi dibandingkan dengan gambar 12b, walaupun masih ada gumpalan dan
lubang-lubang kecil yang kurang merata. Hal ini disebabkan karena adanya
senyawa metabolit sekunder dalam ekstrak getah merkubung (Macaranga
gigantea) yang teradsorpsi pada permukaan baja membentuk lapisan tipis (Gusti
et al., 2017). Gambar 12e memperlihatkan permukaan baja yang tidak berpori,
berlapis-lapis dan kurang merata dibandingkan dengan gambar 13d. Hal ini
karena permukaan baja sudah terlapisi dengan CuO dan senyawa metabolit
sekunder dari ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) (Dahlan, 2015);
Gusti et al., 2017).
4.3 Metode Kehilangan Berat
Metode kehilangan berat dilakukan untuk menentukan laju korosi,
efisiensi inhibisi korosi dan efek sinergetik baja lunak dalam medium larutan
asam sulfat dengan konsentrasi 0,75 M serta ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) dengan konsentrasi 1 g/L, dan ion Cu2+ dengan konsentrasi
0,01 mM; 0,02 mM; 0,03 mM; 0,04 mM dan 0,05 mM selama 3 jam, dan variasi
suhu perendaman yaitu 30 ºC, 40 ºC, 50 ºC dan 60 ºC. Penentuan laju korosi dan
efisiensi inhibisi di hitung dengan menggunakan metode kehilangan berat pada
persamaan 2 dan 3, efek sinergetik korosi pada baja lunak di hitung dengan
persamaan 4. Sedangkan untuk menentukan analisis termodinamika dengan
menggunakan persamaan 6, 8 dan 9. Data dan hasil perhitungan dapat dilihat
pada lampiran 3.
4.3.1 Pengaruh Konsentrasi ion Cu2+ dengan Getah Merkubung (Macaranga
gigantea) dan Suhu terhadap Laju Korosi Baja Lunak.
Pengaruh konsentrasi ion Cu2+ dengan konsentrasi 0,01 mM; 0,02 mM;
0,03 mM; 0,04 mM dan 0,05 mM ditambahkan dengan ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) 1 g/L terhadap laju korosi baja lunak yang direndam
selama 3 jam dengan variasi suhu yaitu 30 ºC, 40 ºC, 50 ºC dan 60 ºC dapat
dilihat pada gambar 13. Berdasarkan gambar 13 menunjukkan bahwa semakin
tinggi konsentrasi ion Cu2+ yang ditambahkan dengan larutan inhibitor ekstrak
getah merkubung (Macaranga gigantea) 1 g/L, maka laju korosi semakin
menurun. Hal ini sebabkan karena adanya senyawa metabolit sekunder dari
ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) dan ion Cu2+ yang membantu
mempercepat proses adsorpsi ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea)
pada permukaan baja membentuk lapisan tipis. Atom Cu memiliki jari-jari yang
lebih kecil sehingga ion Cu2+ lebih mudah bergerak dan mendorong senyawa
26
organik untuk membentuk lapisan pelindung pada permukaan baja. Lapisan
tersebut dapat menghambat permukaan baja dari serangan H+ sehingga
memperlambat reaksi korosi (Triastuti dan Subekti, 2013). Pada gambar 13
menunjukkan nilai laju korosi tertinggi pada baja yang direndam dalam larutan
H2SO4 0,75 M tanpa penambahan zat inhibitor. Hal ini karena asam sulfat bersifat
sangat agresif untuk mengoksidasi Fe menjadi Fe2+, sehingga terjadi reaksi korosi.
Gambar 13. Pengaruh konsentrasi ion Cu2+ dengan ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) terhadap laju korosi dengan variasi Suhu.
Pengaruh suhu juga berdampak terhadap laju korosi baja, dimana semakin
meningkat suhu maka laju korosi juga semakin besar. Proses terjadi korosi
dipengaruhi oleh suhu elektrolit. Hal ini disebabkan dengan meningkatnya suhu,
maka energi kinetik partikel juga akan meningkat sehingga kemungkinan
terjadinya tumbukan efektif pada reaksi redoks semakin besar. Dengan demikian
laju korosi pada logam semakin meningkat (Nova dan Misbah, 2012). Peningkatan
laju korosi pada kenaikan suhu juga disebabkan oleh melemahnya interaksi dari
senyawa-senyawa metabolit sekunder dari ekstrak getah merkubung (Macaranga
gigantea) pada permukaan baja lunak. Semakin lemah interaksi pada permukaan
baja lunak dengan kenaikan suhu merupakan gejala fisiosorpsi yang melibatkan
gaya van der waals (Sangeetha et al., 2016 dan Zakaria et al., 2016). Permukaan
baja lunak yang direndam dalam campuran ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) dan ion Cu2+ pada suhu 50º dan 60º C menyebabkan massa
permukaan baja lunak semakin berkurang dari massa awal sebelum direndam.
Semakin tinggi suhu pada proses perendaman maka laju korosinya akan semakin
meningkat. Hal ini disebabkan karena proses pengkaratan dan campuran
inhibitor ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) dan ion Cu2+ yang
melapisi baja semakin meluruh, sehingga laju korosi yang diperoleh akan tinggi.
0
2
4
6
8
10
12
0 0,01 0,02 0,03 0,04 0,05
Laju
Koro
si
mg/cm
2.jam
Konsentrasi (mM)
Suhu 30◦C
Suhu 40◦C
Suhu 50◦C
Suhu 60◦C
27
4.3.2 Pengaruh Konsentrasi ion Cu2+ dengan Getah Merkubung (Macaranga
gigantea) dan Suhu Terhadap Efisiensi Baja Lunak.
Gambar 14. Pengaruh konsentrasi ion Cu2+ dengan ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) terhadap Efisiensi dengan variasi Suhu.
Berdasarkan gambar 14 menunjukkan bahwa dengan meningkatnya
konsentrasi ion Cu2+ yang ditambahkan dengan 1 g/L ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) maka semakin meningkat pula efisiensi inhibisi korosi.
Ramezanzadeh et al (2019), melaporkan bahwa kation seng dapat mempercepat
proses adsorpsi molekul organik, kation seng bersifat agen kompleks yang kuat
karena memiliki orbital kosong dan memiliki pasangan-pasangan elektron bebas
sehingga dengan mudah berinteraksi dengan orbital kosong Fe dan Zn yang
memberikan ikatan kimia yang kuat dan kompleks tak larut pada permukaan
baja membentuk produk seng oksida. Berdasarkan laporan tersebut, maka dapat
dianalogikan bahwa kation tembaga juga bersifat agen kompleks kuat karena
memiliki orbital kosong dan memiliki pasangan elektron bebas yang akan
berinteraksi dengan orbital kosong Fe dan Cu yang memberikan ikatan kimia
yang kuat dan kompleks tak larut pada permukaan baja membentuk produk
tembaga oksida. Analisis FTIR digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsi
pada senyawa metabolit sekunder dari ekstrak getah merkubung (Macaranga
gigantea). Adanya molekul organik yang mengandung gugus OH teridentifikasi
puncaknya pada spektrum FTIR yang tertera pada gambar 11 dengan bilangan
gelombang 3213,16 cm-1. Efisiensi inhibisi tertinggi diperoleh pada konsentrasi
ion Cu2+ 0,05 mM sebesar 86,589%.
Pada gambar 14 menunjukkan peningkatan suhu terhadap efisiensi
inhibisi. Peningkatan suhu menyebabkan tingkat energi molekul pada
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
0,01 0,02 0,03 0,04 0,05
Efi
sie
nsi
Inhib
isi
(%)
Konsentrasi (mM)
Suhu 30◦C
Suhu 40◦C
Suhu 50◦C
Suhu 60◦C
28
permukaan logam mengalami persaingan antara gaya adsorpsi dan gaya desorpsi
dari logam (Wahyuningsih et al., 2010). Seiring dengan meningkatnya suhu,
efisiensi inhibisi yang ditunjukkan semakin berkurang. Penurunan efisiensi
inhibisi, menunjukkan bahwa peranan inhibitor dari campuran ion Cu2+ dengan
ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) pada suhu yang tinggi relatif
akan berkurang. Hal ini dipengaruhi oleh adanya kompetisi difusi molekul
inhibitor dengan zat korosif pada permukaan logam, besarnya ukuran molekul
senyawa inhibitor mengakibatkan difusinya menjadi lambat, sehingga pada suhu
tinggi permukaan logam akan lebih dahulu diserang zat korosif yang memiliki
ukuran molekul lebih kecil sehingga pergerakannya semakin cepat. Perubahan
suhu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap proses aktivasi laju difusi
rekatan. Pada suhu tinggi, ionisasi larutan asam akan semakin cepat dan pori-
pori permukaan logam akan semakin besar. Kondisi ini mengakibatkan difusi zat
asam dan molekul oksigen pada permukaan logam akan semakin cepat, sehingga
pelarutan logam akan semakin cepat (Sunarti et al., 2020). Mekanisme hipotetik
yang diperkirakan pada proses pelekatan Cu pada baja dengan penambahan
ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) dapat dilihat pada gambar 15.
Gambar 15. Mekanisme hipotetik pelekatan Cu pada baja dengan penambahan
ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea)
29
Gambar 15 menunjukkan terjadinya reaksi redoks. Reaksi redoks
tersebut akan terjadi dipermukaan baja, dimana gugus OH yang terdapat pada
senyawa-senyawa metabolit sekunder dari ekstrak getah merkubung (Macaranga
gigantea) juga ikut bereaksi dipermukaan baja tersebut, terjadinya interaksi
antara gugus fungsi OH dengan Cu dan Fe yaitu reaksi katodik yang terjadi pada
Cu2+ + 2e- → Cu dan reaksi anodik terjadi pada Fe → Fe2++ 2e-.
4.3.3 Pengaruh Konsentrasi Cu2+ dan Ekstrak Getah Merkubung (Macaranga
gigantea) terhadap Efek Sinergetik Baja Lunak
Efek sinergetik merupakan aksi gabungan dari senyawa yang akan
memberikan efek yang besar dari pada hanya dengan individu saja. Efek
sinergetik dapat di hitung dengan menggunakan persamaan 4. Pengaruh
konsentrasi ion Cu2+ ditambah dengan 1 g/L ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) terhadap efek sinergetik korosi baja lunak selama
perendaman 3 jam dengan variasi suhu yaitu 30 ºC, 40 ºC, 50 ºC dan 60 ºC dapat
dilihat pada tabel 3. Hasil perhitungan efek sinergetik dapat dilihat pada lampiran
3.7.
Tabel 3. Efek Sinergetik Korosi Baja Lunak dalam Perendaman ion Cu2+ +
ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) 1 g/L.
Konsentrasi Ion Cu2+
(mM)
Ekstrak getah
merkubung 1
g/L
(EI %)
ion Cu2+
(EI %)
Ekstrak + Ion Cu2+
(EI%)
(S)
0,01 60,073 64,766 36,683 -0,39
0,02 60,073 55,075 44,533 -0,27
0,03 60,073 46,143 51,176 -0,13
0,04 60,073 31,897 74,037 0,31
0,05 60,073 26,44 86,589 1,01
Ada tiga kemungkinan pada parameter sinergetik yaitu jika SI < 1, maka
adsorpsi masing-masing senyawa bersifat antagonis terhadap adsorpsi lainnya.
Jika SI = 1, maka setiap senyawa tidak berpengaruh satu sama lain dan terserap
di antarmuka permukaan logam secara independen, dan jika SI>1, maka
menunjukkan adanya efek sinergisme (Untari et al., 2020). Berdasarkan tabel 3
dapat dilihat bahwa efek sinergetik ion Cu2+ dan ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) menunjukkan pada konsentrasi 0,05 mM SI>1. Semakin
meningkat konsentrasi Cu2+ maka efek sinergetik juga semakin meningkat. Hal
ini karena adanya ion Cu2+ yang stabil sebagai campuran inhibitor pada proses
kemisorpsi permukaan baja, stabilitas ion Cu2+ yang teradsorpsi mendorong
cakupan permukaan yang lebih besar sehingga efisiensi penghambatan juga lebih
30
besar (El-Katori et al., 2019).
4.4 Analisis Isoterm Adsorpsi
Analisis isoterm adsorpsi dapat memberikan informasi tentang interaksi
inhibitor pada permukaan baja dengan cara memberikan efek proteksi terhadap
baja karena adsopsi ekstrak membentuk lapisan tipis yang dapat memberikan
perlindungan pada permukaan baja sehingga dapat menghambat korosi (Anees
et al., 2018). Untuk menghitung parameter-parameter adsorpsi yaitu dengan
menggunakan metode kehilangan berat. Parameter adsorpsi yang sering
digunakan adalah persamaan Langmuir, Freundlich. Nilai koefisien korelasi (R2)
ekstrak getah Merkubung (Macaranga gigantea) dengan ion Cu2+ dari masing-
masing isoterm adsorpsi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Koefisien Korelasi (R2) yang diperoleh dari berbagai isoterm
adsorpsi
Suhu Isoterm Adsorpsi
Langmuir Isoterm Adsorpsi
Freundlich
303 K 0,724 0,9268
313 K 0,7178 0,9471
323 K 0,7118 0,9734
333 K 0,6941 0,9921
Berdasarkan tabel 4 dapat dilihat bahwa campuran ekstrak getah
merkubung (Macaranga gigantea) dengan ion Cu2+ mengikuti isoterm adsorpsi
Freundlich terhadap adsorpsi pada Freundlich karena nilai koefisien korelasi (R)
mendekati 1 yaitu 0,9921. Nilai R semakin mendekati 1 maka dapat dikatakan
bahwa terdapat pengaruh dan keterkaitan semakin kuat. Isoterm adsorpsi
Freundlich menjelaskan bahwa pada permukaan logam terbentuk lapisan
multilayer dari molekul inhibitor dan bersifat heterogen, yaitu setiap gugus aktif
di permukaan logam memiliki kemampuan mengadsorpsi yang berbeda-beda.
Ikatan yang terjadi pada proses adsorpsi Freundlich merupakan ikatan fisika
(fisisorpsi). Molekul inhibitor yang diadsorpsi secara fisik tidak terikat secara kuat
sehingga menghasilkan interaksi yang lemah antara inhibitor dengan permukaan
logam. Interaksi yang terjadi menyebabkan permukaan logam dapat ditutupi atau
dilapisi oleh molekul inhibitor (Wati et al., 2018).
4.5 Analisis Konstanta Kesetimbangan Adsorpsi (Kads), Energi Bebas Adsorpsi
(∆G°ads), Entalpi Adsorpsi (∆H°ads), dan Entropi Adsorpsi (∆S°ads)
Parameter termodinamika yang terjadi pada saat ekstrak getah
merkubung (Macaranga gigantea) dengan ion Cu2+ teradsorpsi pada permukaan
baja dalam H2SO4 0,75 M dipelajari berdasarkan persamaan isoterm adsorpsi
Freundlich . Berdasarkan persamaan 6 maka diperoleh grafik isoterm adsorpsi
Freunlich yang dapat dilihat pada gambar 16.
31
Gambar 16. Isoterm Adsorpsi Freundlich untuk Korosi Baja dalam Medium
Asam Sulfat 0,75 M dengan Waktu Perendaman 3 Jam.
Gambar 16 merupakan grafik hubungan antara log C terhadap log C/θ
terhadap variasi suhu, sehingga diperoleh persamaan garis lurus yang dapat
digunakan untuk menentukan nilai konstanta adsorpsi (Kads) dari ekstrak getah
merkubung (Macarangan gigantea) dan ion Cu2+. Berdasarkan gambar 16 dapat
dilihat bahwa Log C/θ semakin meningkat dengan meningkatnya suhu, yang
menunjukkan bahwa derajat penutupan permukaan (θ) baja lunak akan
menurun dan proses desorpsi akan meningkat. Untuk nilai Kads diperoleh dari
nilai persamaan garis linearnya sehingga Kads dapat dihitung. Hubungan nilai Kads
dan ΔGads ditunjukkan pada persamaan 8, sehingga dapat dihitung nilai ΔGads.
Untuk perhitungan Kads dan ΔGads dapat dilihat pada lampiran 5. Hasil
perhitungan nilai Kads dan ΔG°ads yang disajikan pada tabel 5.
Tabel 5. Parameter Adsorpsi dari Adsorpsi Isoterm Freundlich
Suhu Kads (mM) ΔG (kJ/mol)
303 K 4,05 -3,79
313 K 4,12 -4,09
323 K 4,26 -3,72
333 K 5,33 -4,63
Berdasarkan tabel 3 Nilai Kads yang diperoleh menunjukkan kekuatan
adsorpsi antara inhibitor dan permukaan baja yang terjadi peningkatan proses
adsorpsi dengan suhu tinggi. Kads yang tinggi menunjukkan kestabilan dan
interaksi senyawa-senyawa metabolit sekunder pada ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) dengan Fe2+ pada permukaan baja lunak semakin kuat
dengan meningkatnya suhu (Untari et al., 2020).
Energi bebas adsorpsi dapat dihitung menggunakan persamaan 8. Energi
bebas Gibbs pada variasi suhu ditunjukkan oleh Tabel 5. Nilai ∆G°ads negatif
mengindikasikan reaksi adsorpsi berjalan secara spontan dan lapisan ekstrak
-1.00
-0.90
-0.80
-0.70
-0.60
-0.50
-0.40
-0.30
-0.20
-0.10
0.00
-2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0
log C
/θ
log C
303 K
313 K
323 K
333 K
32
yang teradsorpsi stabil pada permukaan baja (Nathiya et al., 2017). Nilai ΔGºads <
-20 kJ/mol menandakan adsorpsi terjadi secara fisik, sedangkan nilai ΔGºads > -
20 kJ/mol menandakan terjadinya kemisorpsi (Wati et al., 2018). Sehingga
apabila dilihat dari nilai ΔGºads adsorpsi yang terjadi pada inhibitor ekstrak getah
merkubung dengan ion Cu2+ pada permukaan baja adalah adsorpsi secara fisik.
Selain nilai Kads dan ΔG°ads, nilai ΔHads dan ΔSads juga dapat ditentukan
dari persamaan isoterm adsorpsi Freundlich. Untuk mendapatkan nilai ΔHads dan
ΔSads dengan menggunakan persamaan linear dari grafik berdasarkan persamaan
9 yang dapat dilihat pada gambar 17.
Gambar 17. Hubungan T terhadap ΔG°ads
Berdasarkan gambar 17 menunjukkan hubungan T terhadap ΔG°ads untuk
menghitung nilai ΔH°ads dan ΔS°ads. Nilai ∆H bernilai positif menunjukkan
adsorpsi berlangsung secara endoterm serta melibatkan adsorpsi kimia,
sedangkan nilai ∆H bernilai negatif menunjukkan adsorpsi eksoterm melibatkan
proses fisisorpsi atau kemisorpsi atau campuran keduanya (Zakaria et al., 2016).
Untuk perhitungan nilai ΔH°ads dapat dilihat di lampiran 6. Adapun nilai entalpi
adsorpsi (ΔH°ads) dan entropi adsorpsi (ΔS°ads) disajikan pada tabel 6.
Tabel 6. Nilai Entalpi Adsorpsi Standar dan Entropi Adsorpsi Standar
Suhu K ΔHºads
(kJ/mol) ΔSºads (kJ/mol K)
303 -0,0353 7,2986 313 -0,0353 7,2986
323 -0,0353 7,2986
333 -0,0353 7,2986
Berdasarkan tabel 6 memperlihatkan nilai ∆H°ads yang diperoleh adalah -
0,0353 kJ/mol. Dengan nilai tersebut mengindikasikan bahwa proses adsorpsi
campuran ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) dengan ion Cu2+ ke
permukaan baja berlangsung eksoterm atau melepaskan energi. Ekstrak juga
y = -0.0353x + 7.2986
-5.00
-4.50
-4.00
-3.50
-3.00
-2.50
-2.00
-1.50
-1.00
-0.50
0.00
300 310 320 330 340
ΔG
° ads
(kJm
ol-
1)
T (K)
33
menunjukkan adsorpsi yang terjadi adalah adsorpsi campuran yaitu fisika dan
kimia karena nilai ∆H°ads<0 (Zakaria et al., 2016).
Tabel 6 juga menyajikan nilai ΔS°ads. Entropi adsorpsi standar (ΔS°ads)
menunjukkan derajat ketidakteraturan suatu proses adsorpsi. Berdasarkan tabel
6, nilai ΔS°ads yang diperoleh sebesar 7,2986 kJ/mol K dan bernilai positif.
Semakin negatif nilai entropi maka semakin teratur proses adsorpsinya dan
sebaliknya semakin positif nilai maka semakin tidak teratur proses adsorpsinya
(Zakaria et al., 2016).
Tanda negatif ∆S°ads dari inhibitor dapat juga dikaitkan dengan proses
substitusi adsorpsi molekul inhibitor organik dari larutan dan molekul air pada
permukaan baja lunak. Entropi adsorpsi positif disebabkan karena banyaknya
molekul air yang didesorpsi dari permukaan baja lunak oleh satu molekul
inhibitor. Sebaliknya entropi adsorpsi bernilai negatif menunjukkan inhibitor
disertai dengan sedikitnya desorpsi molekul air dari permukaan baja lunak
(Zakaria et al., 2016). Sehingga dapat disimpulkan bahwa data yang diperoleh
berdasarkan kehilangan berat menghasilkan adsorpsi yang berlangsung
eksoterm dan derajat ketidakteraturan pada proses adsorpsi.
34
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Penambahan campuran ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea)
dengan ion Cu2+ ke dalam asam sulfat 0,75 M mampu menghambat laju
korosi dan meningkatkan efisiensi inhibisi korosi pada baja lunak.
Semakin besar penambahan konsentrasi ion Cu2+, maka efek
sinergetiknya juga semakin besar. Efisiensi inhibisi maksimum diperoleh
pada penambahan ion Cu2+ 0,05 mM sebesar 86,589% pada suhu 30ºC
dengan laju korosi sebesar 0,985 mg/cm2.jam.
2. Analisis Scanning Electron Microscopy (SEM) menunjukkan perbedaan
morfologi pada permukaan baja lunak dengan penambahan inhibitor
campuran ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) dengan ion
Cu2+ yang memperlihatkan permukaan yang tidak berpori, berlapis-lapis
dan tidak merata dibandingkan dengan permukaan baja lunak yang
dirandam dalam ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) dan ion
Cu2+ yang memperlihatkan pori-pori yang besar.
3. Berdasarkan parameter termodinamika, proses adsorpsi campuran
ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) dengan ion Cu2+
berlangsung secara spontan, eksoterm serta menunjukkan derajat
ketidakteraturan pada proses adsorpsi permukaan baja lunak.
5.2 Saran
Pada penelitian selanjutnya diharapkan dapat dilakukan uji untuk media
korosif lainnya.
35
DAFTAR PUSTAKA
Ahangar, M., Izadi, M., Shahrabi, T., and Mohammadi, I. 2020. “The Synergistic
Effect Of Zinc Acetate On The Protective Behavior Of Sodium
Lignosulfonate For Corrosion Prevention Of Mild Steel In 3.5 Wt% NaCl
Electrolyte: Surface And Electrochemical Studies”. Journal of Molecular Liquids. Vol. 314.
Akbar, S. A. 2019. “Pemanfaatan Ekstrak Buah Psidium guajava sebagai Green Inhibitor untuk Korosi Besi Pada Larutan Asam Sulfat”. Cakra Kimia (Indonesian E-Journal of Applied Chemistry). Vol 7(1): 28–32.
Albayudi dan Z. Saleh. 2020.” Potensi Tumbuhan Obat Yang Digunakan
Masyarakat Melayu Kota Jambi Di Hutan Kota Bagan Pete Kota Jambi”.
Bio- Lectura: Jurnal Pendidikan Biologi. Vol 7(1): 1–9.
Alfin, A. H. 2011. Pengaruh Inhibitor Korosi Berbasis Senyawa Fenolik untuk Proteksi Pipa Baja Karbon pada Lingkungan 0,5, 1,5, 2,5, 3,5% NaCl yang mengandung gas CO2. Depok: Universitas Jakarta.
Altwaiq, A., Abdel-Rahem, R., AlShamaileh, E., Al-luaibi, S., dan Khouri, S. 2015. “Sodium lignosulfonate as a friendly-environment corrosion inhibitor for
zinc metal in acidic media”. Eurasian Journal of Analytical Chemistry. Vol
10(1): 10–18.
Amirta, R., Angi, E. M., Ramadhan, R., Kusuma, I. W., Wiati, C. B., dan Haqiqi,
M. T. 2017. Potensi Pemanfaatan Macaranga. Samarinda: Mulawarman
University Press.
Anees, A. K., Ahmed, N. A., and Nagham, A. A. 2018. “Xanthium Strumarium
Leaves Extracts As A Friendly Corrosion Inhibitor of Low Carbon Steel in
Hydrochloric Acid: Kinetics and Mathematical Studies”. South African Journal of Chemical Engineering. Vol 25: 13–21.
Chang, R. 2013. Kimia Dasar Konsep-Konsep Inti Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta:
Erlangga.
Dahlan, D. 2015.” Elektrodeposisi Larutan CuSO4 pada Elektroda Kayu Karet”.
Prosiding Semirata. 34–38.
El-Katori, E. E., Fouda, A. S., dan Mohamed, R. R. 2019. “The Synergistic Impact
of the Aqueous Valerian Extract and Zinc Ions for the Corrosion Protection
of Mild Steel in Acidic Environment”. DE GRUYTER. 1–27.
Emriadi., Adlis, S., and Yeni, S. 2016. “Adsorptive and Thermodynamic Properties
of Methanol Extract of Toona Sinensis Leaves for The Corrosion of Mild
Steel in HCl Medium”. Der Pharma Chemica. Vol 8(18): 266-273.
Fiori-Bimbi, M. V., Alvarez, P. E., Vaca, H and Gervasi, C. A. 2015. “Corrosion Inhibition of Mild Steel in HCl Solution by Pectin”. International Journal of Corrosion. Vol. 92: 192-199.
Fitrony, F., Riski. F., Lailatul. Q dan Mahfud. M. 2013. “Pembuatan Kristal
Tembaga Sulfat Pentahidrat (CuSO4.5H2O) Dari Tembaga Bekas
Kumparan”. Teknik Pomits. Vol 2(1): 121-125.
Gapsari, F. 2017. Pengantar Korosi. Malang: UB. Press.
Gu, T., Chen, Z., Jiang, X., Zhou, L., Liao, Y., Duan, M., and Wang, H. 2015. “Synthesis And Inhibition Of N-Alkyl-2- (4-Hydroxybut-2-Ynyl) Pyridinium
Bromide For Mild Steel In Acid Solution : Box–Behnken Design
Optimization And Mechanism Probe”. Corrosion Science. Vol 90: 118–132.
Gusti, D. R., Emriadi, Alif, A., and Efdi, M. 2017. “Corrosion Inhibition of Ethanol
36
Extract of Cassava (Manihot esculenta) Leaves on Mild Steel in Sulfuric
Acid”. International Journal of ChemTech Research.. Vol 10(2): 163–171.
Harijati, N., S. Samini., S. Indriyani dan A. Soewondo. 2017. Mikroteknik Dasar. Malang: UB. Press.
Hassan, K. H., A. A. Khadom and Noorr. H. K. 2016. “Citrus aurantium leaves
extracts as a sustainable corrosion inhibitor of mild steel in sulfuric acid”.
South African Journal of Chemical Engineering. Vol 22: 1–5.
Hidayat, B., Yusro, F., dan Mariani, Y. 2019. “Kemampuan Ekstrak Kulit Kayu
Dua Spesies Macaranga dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri
Enterococcus Faecalis”. Jurnal Borneo Akcaya. Vol 5(2): 95–109.
Hidjrawan, Y. 2018. “Identifikasi Senyawa Tanin Pada Daun Belimbing Wuluh
(Averrhoa bilimbi L.)”. Jurnal Optimalisasi. Vol 4(2): 78–82.
Irawan, Satriananda, dan Wijaya, N, R. 2019. “Efisiensi Inhibisi Gum Arabic
Terhadap Laju Korosi Baja Karbon Dalam Lingkungan Air Laut”. Proceding Seminar National Politeknik Negeri Lhokseumawe”. Vol 3(1): 277–281.
Johari, M. S. M., Ahmat, N., Kamarozaman, A. S., and Isa, M. H. M. 2019. “Prenylated Flavonols from the Leaves of Macaranga gigantea (Rchb. f. &
Zoll.)”. Scientific Research Journal. Vol 16(1): 29–40.
Kayadoe, V., Fadli, M., Hasim, R., dan Tomasoa, M. 2015. “Ekstrak Daun Pandan
(Pandanus amaryllifous Toxb) Sebagai Inhibitor Korosi Baja SS-304 dalam
Larutan H2SO4”. Jurnal Molekul. Vol 10(2): 88–96.
Kurniasih, Y., Nufida, B. A., dan Ahmadi. 2018. “Pengembangan Metode
Elektrodeposisi untuk Pengambilan kembali Perak dari Limbah
Fotorontgen”. Indonesian Chemistry and Application Journal (ICAJ). Vol 2(2): 1–18.
Manssouri, M., Ouadi, Y, E., Znini, M., Costa, J., Bouyanzer, Desjobert, J.-M.,
and Majidi, L. 2015. “Adsorption Proprieties and Inhibition of Mild Steel
Corrosion in HCl Solution by The Essential Oil from Fruit of Moroccan
Ammodaucus Leucotrichus”. Mater. Environ. Sci. Vol 6(3): 631–646.
Mobin, M., Parveen, M., dan Rafiquee, M. Z. A. 2017. “Synergistic Effect of Sodium Dodecyl Sulfate and Cetyltrimethyl Ammonium Bromide on the Corrosion
Inhibition Behavior of L-methionine on Mild Steel in Acidic Medium”.
Arabian Journal of Chemistry. Vol 10: 1–9.
Mubarak, S., S. Jokosiswor dan I. P. Mulyatno. 2020. “Pengaruh Penambahan
Inhibitor CaCO3 Terhadap Laju Korosi Baja SS 400 Dalam Larutan Air
Laut Buatan”. Jurnal Teknik Perkapalan. Vol 8(3): 339–346.
Muhaimin, Yusnaidar, dan Amanda, H. 2018. “Aktivitas Antimalaria Ekstrak
Daun Macaranga gigantea”. Journal of The Indonesian Society of Integrated Chemistry. Vol 10(2): 47–53.
Mulyati, B. 2020. “Tanin dapat dimanfaatkan sebagai inhibitor korosi. Jurnal Industri Elektro dan Penerbangan. Vol 8(1): 1–4.
Nasution, M. 2018. “Karakteristik Baja Karbon Terkorosi Oleh Air Laut”. Buletin Utama Teknik. Vol 14(1): 68–76.
Nathiya, R. S.,and Raj, V. 2017. “Evaluation of Dryopteris Cochleata Leaf Extracts
as Green Inhibitor for Corrosion of Aluminium in 1 M H2SO4”. Egyptian Journal of Petroleum. Vol 26(2): 313-323.
Nazar, M. 2018. Spektroskopi Molekul. Aceh: Syiah Kuala University Press.
Nova, S. M. K dan Misbah M. N. “Analisis Pengaruh Salinitas dan Suhu Air Laut
37
terhadap Laju Korosi Paja A36 pada pengelasan SMAW. Jurnal Teknik ITS. Vol 1(1): 75–77.
Nugroho, A. 2019. “Diterminasi Tipe Pelarut dan Proses Ekstraksi untuk
Efektifitas dan Selektifitas Produksi Ekstrak Kaya Polifenol dari Euphorbia
supine”. Buletin Profesi Insinyur. Vol 2(1): 7–11.
Oktafiani, R. 2019. “Termodinamika dan Kinetika Adsorpsi Baja Lunak Pada
Inhibitor Ekstrak Getah Merkubung (Macaranga gigantea Muell. Arg)
Dalam Medium Asam Sulfat”. Skripsi. Jambi: Universitas Jambi.
Pramudita, M., Sukirno, dan Nasikin, M. 2018. “Influence of tannin content in
Terminalia catappa leaves extracts resulted from maceration extraction on
decreasing corrosion rate for mild steel in 1M H2SO4”. IOP Conf. Series:
Material Science and Engineering. Vol 345.
Pramudita, M., Sukirno, S., dan Nasikin, M. 2019. “Synergistic corrosion
inhibition effect of rice husk extract and KI for Mild steel in H2SO4
Solution”. Bulletin of Chemical Reaction Engineering & Catalysis. Vol 14(3):
697–704.
Pranoto, P., Purnawan, C dan Utami, T. 2018.” Application Of Bekonang Clay And
Andisol Soil Composites As Copper (II) Metal Ion Adsorbent In Metal Crafts
Wastewater”. RASAYAN J.CHEM. Vol 11(1): 23–31.
Putra, I, E., dan Pratama, W, P. 2018. “Pengaruh Inhibitor Daun Gambir Terhadap
Laju Korosi Baja Karbon Rendah Dalam Larutan NaCl 3,56%”. Jurnal Momentum. Vol 20(2): 117–120.
Ramdhah, N. 2019.” Inhibisi Korosi Baja Lunak Dalam Larutan Asam Sulfat Oleh
Campuran Ekstrak Daun Senduduk (Melastoma Malabathricum L.) Dan
Natrium Dodesil Sulfat (Nds)”. Skripsi. Jambi: Universitas Jambi.
Ramezanzadeh, M., Bahlakeh, G., dan Ramezanzadeh, B. 2019. “Study of the
synergistic effect of Mangifera indica leaves extract and zinc ions on the
mild steel corrosion inhibition in simulated seawater: Computational and
electrochemical studies”. Journal of Molecular Liquids. Vol 292: 1–17.
Rochmat, A., B. P. Putra., E. Nuryani dan M. Pramudita. 2016. ”Karakterisasi
Material Campuran SiO2 dan Getah Flamboyan (Delonix Regia) Sebagai
Material Coating Pencegah Korosi Pada Baja”. Jurnal Teknologi Kimia Unimal. Vol 5(2): 27-36.
Rochmat, A., Liantony, G., dan Septiananda, Y, D. 2019. “Uji Kemampuan Tanin
Daun Ketapang Sebagai Inhibisi Korosi Pada Baja Mild Steel Dalam
Pipeline”. Jurnal Integritas Proses. Vol 8(1): 45–50.
Rohman, A. 2018. Analisis Obat dalam Sediaan Farmasi. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Rosawanti, P., Mulia, D, S., dan Ardhany, S. D. 2018. “Kandungan Antioksidan
Daun Mahang Damar (Macaranga gigantea tribola (BI.) Muell Arg.)”. Jurnal Surya Medika (JSM. Vol 3(2): 122–131.
Sangeetha, Y., Meenakshi, S., dan Sundaram, C. S. 2016. “Interactions at the
mild steel acid solution interface in the presence of O-fumaryl-chitosan: Electrochemical and surface studies”. Carbohydrate Polymers. Vol 136:
38–45.
Sanjaya, S., G. C. K .WP. Santoso., A. A. Anggorowati dan Y. Sudaryanto. 2019.”
Pengendalian Laju Korosi Tembaga Pada Media Korosi Larutan NaCl dan
HCl Dengan Menggunakan Tanin Daun Jambu Biji Sebagai Green
Inhibitor”. Widya Teknik. Vol 18(2): 59–63.
38
Saputra, T. R., dan Ngatin, A. 2019. “Ekstraksi Daun Cocor Bebek Menggunakan Berbagai Pelarut Organik Sebagai Inhibitor Korosi Pada Lingkungan Asam
Klorida. Fullerene Journal of Chemistry. Vol 4(1): 21–27.
Setianingsih, T. 2017. Mikroskop Elektron Transmisi: Teori dan Aplikasinya Untuk Karakterisasi Material. Malang: UB. Press.
Setyowati, L. A., Dimarzio, G., dan Astuti, D. H. 2020. “Aplikasi Ekstrak Kulit
Buah Nanas Sebagai Inhibitor Korosi Pada Baja Di Lingkungan NaCl 3,5
%. Journal Of Chemical And Process Engineering. Vol 01(2): 39–44.
Sibarani, R. G. 2020. “Adsorpsi Dan Termodinamika Inhibisi Korosi Baja Lunak
Dengan Ekstrak Kulit Kayu Merkubung (Macaranga gigantea) Dalam
Lingkungan Asam”. Skripsi. Jambi: Universitas Jambi.
Sirait, P. T. 2018. Ekstrak Biji Alpukat (Persea americana M) sebagai Inhibitor
Korosi Baja Lunak dalam Medium Asam Sulfat. Skripsi. Universitas Jambi. Jambi.
Suarsana, I. K. T. 2017. Ilmu Material Teknik. Denpasar: Universitas Udayana.
Sudjadi dan A. Rohman. 2018. Analisis Derivat Babi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Sunarti., Kayadoe, V., dan Rahawarin, P. D. 2020.” Kemampuan Ekstrak Biji
Kelor sebagai Inhibitorkorosi Besi dalam Larutan HCl”. MJOCE. Vol 10(2):
72– 80.
Tissos, N. P., Dahlan, D., dan Yetri, Y. 2018. “Synthesis of Cuprum (Cu) Layer by
Electrodeposition Method with Theobroma Cacao Peels as Corrosion Protector of Steel”. International Journal on Advanced Science Engineering
Information Technology. Vol 8(4): 1290–1295.
Triastuti, W. E dan A. Subekti. 2013.” Karakter Fisik dan Korosi Mangan Hasil
Pelapisan pada Baja AISI 1020”. KAPAL. Vol 9(1): 1–7.
Untari, P., Emriadi., Efdi, M dan Azuxetullatif. 2020.” Efek Sinergetik Ekstrak
Daun Jambu Bol (Syzygium malaccense) dan Iodida terhadap Korosi Baja
dalam Larutan Asam”. Chempublish Journal. Vol 5(2): 179–193.
Utomo, W, B., Murdiningsih, H., Wulandari, N, A., dan Esa, I. 2019. “Pemanfaatan
Ekstrak Daun Jambu Biji Dan Daun Mangga Sebagai Inhibitor Korosi
Pada Baja St-37”. Prosiding Seminar Nasional Penelitian & Pengabdian Kepada Masyarakat. 119–123.
Wahyuningsih, A., Sunarya, Y dan Aisyah, S. 2010.”Metenamina Sebagai Inhibitor Korosi Baja Karbom dalam Lingkungan Sesuai dengan Kondisi Pertambangan Minyak Bumi”. Jurnal Sains dan Teknologi Kimia. Vol 1(1): 17-29.
Wati, R., Hadisaputra, S., Asnawati, D dan Hermanto, D. 2018.” Protection of
Copper Corrosion In Acidic Medium Using Pinostrobin”. Acta. Chim. Asiana. Vol 1(2): 50–56.
Wibisono, P. 2017. “Aktivitas Antibakteri Ekstrak Kasar Aquades Cacing Tanah
Lumbricus rubellus, Cacing Tanah Eisenia foetida, dan Cacing Laut Nereis sp. terhadap Salmonella typhi”. Skripsi. Malang: Universitas Brawijaya.
Wibisono, Y., dan Azham, Z. 2017. “Inventarisasi Jenis Tumbuhan Yang
Berkhasiat Sebagai Obat Pada Plot Konservasi Tumbuhan Obat di KHDTK
Samboja Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kartanegara”. Jurnal AGRIFOR. Vol XVI (1): 125–140.
Xu, W., Han, E., dan Wang, Z. 2019. “Effect Of Tannic Acid On Corrosion Behavior
Of Carbon Steel In NaCl Solution”. Journal of Materials Science & amp;
39
Technology. Vol 35(1): 64–75.
Yeni, S., Rahmayeni., Rahmawati, L., Efdi, M., Aziz, H., and Emriadi. 2020.
“Mangifera Odorata Griff Seed Extract as Corrosion Inhibitor of Mild Steel
in Hydrochloric Acid Medium”. Rasayan Journal Chemistry. Vol 13(1): 230-
239.
Yetri, Y., Emriadi, N., Jamarun, and Gunawarman. 2014. “Corrosion Inhibition Efficiency of Mild Steel in Hydrocloric Acid by Adding Theobroma cacao Peel Extract”. International conference on biological, chemical and environmental science. 15-19.
Yetri, Y., Emriadi, Jamarun, N., Gunawarman. 2015. “Corrosion Inhibitor of Mild
Steel by Polar Extract of Theobroma cacao Peels in Hydrochloric Acid
Solution”. Asian Journal of Chemistry. Vol 27(3): 875-88.
Yetri, Y., Sari, D. M., dan Handani, S. 2016. “Efisiensi Inhibisi Inhibitor Ekstrak
Daun Teh (Camelia Sinensis) Terhadap Baja St-37 Dalam Medium Asam
Dan Garam”. Jurnal Katalisator. Vol 1(1): 1–10.
Yildiz, R. 2015. “An Electrochemical And Theoretical Evaluation Of 4,6-Diamino-2-Pyrimidinethiol As A Corrosion Inhibitor For Mild Steel In HCl
Solutions”. Corrotion Science. Vol 90: 544–553.
Zakaria, K., Hamdy, A., Abbas, M. A., dan Abo-elenien, O. M. 2016. “New organic
compounds based on siloxane moiety as corrosion inhibitors for carbon
steel in HCl solution : Weight loss , electrochemical and surface studies”.
Journal of the Taiwan Institute of Chemical Engineers. Vol 65: 530–543.
Zakiyeh, M., and Rahsepar, M. 2019. “The Use of Green Bistorta Officinalis
Extract for Effective Inhibition of Corrosion and Scale Formation Problem
in Cooling Water System”. Journal of Alloys and Compounds. Vol 770: 669-
678.
Zarrouk, A., Hammouti, B., Lakhlifi, T., Traisnel, M., Vezin, H., dan Bentiss, F.
2015. “New 1 H-Pyrrole-2,5-Dione Derivatives As Efficient Organic Inhibitors Of Carbon Steel Corrosion In Hydrochloric Acid Medium :
Electrochemical , XPS And DFT Studies”. Corrosion Science. Vol 90: 1–48.
Zhang, B., He, C., Chen, X., Tian, Z., dan Li, F. 2015. “The Synergistic Effect Of
Polyamidoamine Dendrimers And Sodium Silicate On The Corrosion Of
Carbon Steel In Soft Water”. Corrosion Science. Vol 90: 585–596.
40
LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Penelitian
Pembuatan Larutan H2SO4
Pembuatan Larutan Inhibitor
Ekstrak Getah Merkubung
Pembuatan Larutan Ion Cu2+
Persiapan Spesimen Baja
Perendaman Baja Lunak
dalam larutan Inhibitor dan
Larutan Elektrolit
Analisis Data
Analisis Fourier Transform
Infra Red (FTIR)
Metode Kehilangan
Berat Analisis Efek
Sinergetik
Analisis Scanning Electron
Microscopy (SEM)
Analisis
Termodinamika
41
Lampiran 2. Diagram Alir Penelitian
Pembuatan Larutan Medium Korosif H2SO4
Pembuatan ion Cu2+
Pembuatan Larutan Inhibitor Ekstrak Getah Merkubung (Macaranga gigantea).
H2SO4 pekat
Diencerkan menjadi 0,75 M
H2SO4 0,75 M
Ekstrak pekat
Ditimbang 1,25 gr
Diencerkan dalam labu ukur 500 mL menggunakan larutan
H2SO4 0,75 M
Larutan inhibitor
konsentrasi 2,5
g/L
Diencerkan kembali sehingga diperoleh konsentrasi 1 g/L.
Larutan
inhibitor 1 g/L
CuSO4.5H2O
dan H3BO4
Di timbang 12,5 gr CuSO4.5H2O dan 15 gr H3BO3.
Di encerkan dalam labu ukur 1000 mL menggunakan larutan
H2SO4 0,75 M dengan konsentrasi 0,05 M.
Larutan elektrolit
CuSO4 0,05 M
Di encerkan kembali sehingga di peroleh konsentrasi 0,05 mM;
0,04 mM; 0,03 mM; 0,02 mM dan 0,01 mM.
Larutan elektrolit CuSO4 0,05
mM; 0,04 mM 0,03 mM; 0,02 mM
dan 0,01 mM.
42
Pembuatan Persiapan Spesimen Baja
Perendaman Baja Lunak dalam Larutan Inhibitor Ekstrak Getah Merkubung
(Macaranga gigantea) dan Larutan Elektrolit CuSO4.
Analisis Fourier Transform Infra Red (FTIR)
Baja lunak
Di potong baja lunak berukuran ±2×1 cm.
Di haluskan permukaan baja menggunakan amplas besi grade 120
Di ukur panjang dan lebarnya menggunakan jangka sorong
Ditimbang massanya menggunakan neraca analitik
Dinyatakan hasilnya sebagai massa awal (m1)
Berat awal baja
Baja
Di siapkan kemudian diikat dengan tali dan digantung dalam
gelas beaker ukuran 50 mL yang berisi ion Cu2+ dengan
konsentrasi 0,05 mM, 0,04 mM, 0,03 mM, 0,02 mM dan 0,01
mM dan larutan inhibitor ekstrak getah merkubung
(Macaranga gigantea) 1 g/L.
Dilakukan variasi suhu yaitu 30°C, 40°C, 50° dan 60°C
selama 3 jam menggunakan waterbath
Diangkat baja setelah perendaman selesai,
Dicuci dengan aquades dan aseton
Dikeringkan
Ditimbang baja setelah kering
Dinyatakan hasil penimbangan sebagai berat akhir (m2)
Berat akhir
baja
— Direndam dalam larutan asam sulfat 0,75 M
selama 24 jam pada suhu ruangan.
— Dicuci dengan aseton dan aquades
— Dikeringkan dalam desikator
— Digerus permukaan plat baja hingga menjadi
serbuk
— Dianalisis dengan FTIR
Baja Hasil
Rendaman
Di lubangi menggunakan bor dengan diameter 3 mm
Di cuci menggunakan akuades dan aseton
Di diamkan hingga kering selama ±5 menit
43
Analisis Spectroscopy Electron Microscopy (SEM)
— Direndam dalam larutan asam sulfat 0,75 M
selama 24 jam pada suhu ruangan.
— Dicuci dengan aseton dan aquades
— Dikeringkan dalam desikator
— Dianalisis dengan SEM pada perbesaran 1000
kali
Baja Hasil
Rendaman
44
Lampiran 3. Perhitungan
3.1 Pembuatan Larutan Induk Asam Sulfat 0,75 M
Diketahui : ρ = 1,84 kg
Mr = 98,08 g/mol
Kemurnian = 96 %
Ditanya : Konsentrasi H2SO4 = …..M ?
Jawab : M = 10 x Kemurnian x ρ
Mr =
10 x 96 x 1,84
98,08 = 18 M
3.2 Pembuatan Larutan Asam Sulfat 0,75 M
Diketahui : M1 = 18 M
M2 = 0,75 M
V2 = 1000 mL
Ditanya : V1 = …..mL ?
Jawab : M1.V1 = M2.V2
18 M. V1 = 0,75 M. 1000 mL
V1 = 750
18 = 41,6 mL
3.3 Pembuatan Ion Cu2+
Pembuatan larutan induk elektrolit CuSO4. 5H2O
12,5 g/L
1000 =
x
1000
X= 12,5 x 1000
1000
X= 12,5 gram
Penentuan Mol Cu2+
CuSO4. 5H2O Cu2+ + SO42- + 5H2O
n = gr
Mr
= 12,5 gr
249,5 gr/mol = 0,05 Mol
Gram Cu = 0,05 x Ar
= 0,05 x 63,5
= 3,175 gr
Mol Cu2+ = 0,05 M
Variasi Konsentrasi ion Cu2+
- Konsentrasi 0,05 mM
M1.V1 = M2.V2
50 mM .V1 = 0,05 mM. 500 mL
V1 = 0,5 mL
- Konsentrasi 0,04 mM
M1.V1 = M2.V2
50 mM .V1 = 0,04 mM. 500 mL
45
V1 = 0,4 mL
- Konsentrasi 0,03 mM
M1.V1 = M2.V2
50 mM .V1 = 0,03 mM. 500 mL
V1 = 0,3 mL
- Konsentrasi 0,02 M
M1.V1 = M2.V2
50 mM .V1 = 0,02 mM. 500 mL
V1 = 0,2 mL
- Konsentrasi 0,01 M
M1.V1 = M2.V2
50 mM .V1 = 0,01 mM. 500 mL
V1 = 0,1 mL
3.4 Pembuatan Larutan Inhibitor Ekstrak getah merkubung (Macaranga
gigantea)
Pembuatan Larutan Induk Ekstrak getah merkubung (Macaranga gigantea) 2,5
g/L
2,5 g/L
1000 =
x
500
X= 2,5 x 1000
1000
X= 1,25 gram
Pembuatan Larutan Ekstrak Getah Merkubung (Macaranga gigantea) 1 g/L
M1.V1 = M2.V2
2,5 g/L .V1 = 1 g/L. 100 mL
V1 = 40 mL
3.5 Penentuan Laju Korosi
Suhu 30°C
Konsentrasi m1 (mg) m2 (mg) A (cm2) t (jam) CR (mg/cm2.jam)
0 mM 4130 4100 5,90 3 7,346
0,01 mM 4040 3957 5,95 3 4,651
0,02 mM 4020 3945 6,14 3 4,075
0,03 mM 3760 3701 5,48 3 3,587
0,04 mM 4200 4165 6,12 3 1,907 0,05 mM 4070 4053 5,75 3 0,985
Konsentrasi 0 mM (blanko)
Diketahui : m1 = 4130 mg
m2 = 4100 mg
A = 5,90 cm2
t = 3 jam
Ditanya : CR = . . . mg/cm2.jam
46
CR = m1- m2
A X t
4139 -4100
5,90 X 3 = 7,346 mg/cm2.jam
Suhu 40°C
Konsentrasi m1 (mg) m2 (mg) A (cm2) t (jam) CR (mg/cm2.jam)
0 mM 4490 4320 6,45 3 8,708
0,01 mM 4060 3933 6,37 3 6,646
0,02 mM 4420 4297 6,64 3 6,172 0,03 mM 4620 4511 7,01 3 5,182
0,04 mM 4790 4715 6,62 3 3,778
0,05 mM 4370 4316 5,84 3 3,081
Konsentrasi 0,01 mM
Diketahui : m1 = 4060 mg
m2 = 3933 mg
A = 6,37 cm2
t = 3 jam
Ditanya : CR = . . . mg/cm2.jam
CR = m1- m2
A X t=
4060 - 3933
6,37 X 3 = 6,646 mg/cm2.jam
Suhu 50°C
Konsentrasi m1 (mg) m2 (mg) A (cm2) t (jam) CR (mg/cm2.jam)
0 mM 4330 4140 6,64 3 8,790
0,01 mM 4250 4110 6,47 3 7,213 0,02 mM 4270 4128 7,11 3 6,653
0,03 mM 4460 4344 6,83 3 5,664
0,04 mM 4790 4686 6,63 3 5,228
0,05 mM 4280 4206 6,23 3 3,961
Konsentrasi 0,02 mM
Diketahui : m1 = 4270 mg
m2 = 4128mg
A = 7,11 cm2
t = 3 jam
Ditanya : CR = . . . mg/cm2.jam
CR = m1- m2
A X t
4270 - 4128
7,11 X 3 = 6,653 mg/cm2.jam
Suhu 60°C
Konsentrasi m1 (mg) m2 (mg) A (cm2) t (jam) CR (mg/cm2.jam)
0 Mm 3910 3754 5,97 3 9,543
0,01 mM 4350 4193 6,21 3 8,432
0,02 mM 4030 3878 6,53 3 7,753
0,03 mM 3900 3781 5,87 3 6,761 0,04 mM 4110 3999 6,03 3 6,131
0,05 mM 4310 4215 6,07 3 5,219
Konsentrasi 0,03 mM
Diketahui : m1 = 3900 mg
47
m2 = 3781 mg
A = 5,87 cm2
t = 3 jam
Ditanya : CR = . . . mg/cm2.jam
CR = m1- m2
A X t
3900 - 3781
5,87 X 3 = 6,761 mg/cm2.jam
3.6 Penentuan Efisiensi Inhibisi (Metode Kehilangan Berat)
Suhu 30°C
Konsentrasi (mM)
CR1
(mg/cm2.jam) CR2
(mg/cm2.jam) EI (%)
0,01 7,346 4,651 36,683
0,02 7,346 4,075 44,533
0,03 7,346 3,587 51,176
0,04 7,346 1,907 74,037
0,05 7,346 0,985 86,589
Konsentrasi 0,01 mM
Diketahui : CR1 = 7,346 mg/cm2.jam
CR2 = 4,651 mg/cm2.jam
Ditanya : EI = . . . %
EI = CR1 - CR2
CR1 X 100% =
7,346 - 4,651
7,346 X 100% = 36,683%
Suhu 40°C
Konsentrasi (mM)
CR1
(mg/cm2.jam) CR2
(mg/cm2.jam) EI (%)
0,01 8,708 6,646 23,681
0,02 8,708 6,172 29,126
0,03 8,708 5,182 40,487
0,04 8,708 3,778 56,620
0,05 8,708 3,081 64,619
Konsentrasi 0,02 mM
Diketahui : CR1 = 8,708 mg/cm2.jam
CR2 = 6,172 mg/cm2.jam
Ditanya : EI = . . . %
EI = CR1 - CR2
CR1 X 100% =
8,708 - 6,172
8,708 X 100% = 29,126%
Suhu 50°C
Konsentrasi
(mM)
CR1
(mg/cm2.jam)
CR2
(mg/cm2.jam) EI (%)
0,01 8,790 7,213 17,937
0,02 8,790 6,653 24,309
0,03 8,790 5,664 35,562
0,04 8,790 5,228 40,525
0,05 8,790 3,961 54,934
Konsentrasi 0,03 mM
Diketahui : CR1 = 8,790 mg/cm2.jam
48
CR2 = 5,664 mg/cm2.jam
Ditanya : EI = . . . %
EI = CR1 - CR2
CR1 X 100% =
8,790 - 5,664
8,790 X 100% = 35,562%
Suhu 60°C
Konsentrasi
(mM)
CR1
(mg/cm2.jam)
CR2
(mg/cm2.jam) EI (%)
0,01 9,543 8,432 11,646
0,02 9,543 7,753 18,752
0,03 9,543 6,761 29,151
0,04 9,543 6,131 35,752 0,05 9,543 5,219 45,312
Konsentrasi 0,04 mM
Diketahui : CR1 = 9,543 mg/cm2.jam
CR2 = 6,131 mg/cm2.jam
Ditanya : EI = . . . %
EI = CR1 - CR2
CR1 X 100% =
9,543 - 6,131
9,543 X 100% = 35,752%
3.7 Perhitungan Efek Sinergetik
Suhu 30°C
Konsentrasi I1 I2 I’1+2 S
0,01 mM 0,60073 0,64766 0,36683 -0,39 0,02 mM 0,60073 0,55075 0,44533 -0,27
0,03 mM 0,60073 0,46143 0,51176 -0,13
0,04 mM 0,60073 0,31897 0,74037 0,31
0,05 mM 0,60073 0,2644 0,86589 1,01
Konsentrasi 0,01 mM
Diketahui : I1 = 0,60073
I2 = 0,64766
I’1+2 = 0,36683
Ditanya : S = …. ?
Jawab : S = 1- I₁₊₂
1- I'₁₊₂ =
1 - (0,60073 + 0,36683)
1 − 0,54299 = -0,39
Suhu 40°C
Konsentrasi I1 I2 I’1+2 S
0,01 mM 0,48856 0,60766 0,23681 -013
0,02 mM 0,48856 0,51392 0,29126 0,00
0,03 mM 0,48856 0,39756 0,40487 0,19 0,04 mM 0,48856 0,24 0,56620 0,63
0,05 mM 0,48856 0,16285 0,64619 0,99
Konsentrasi 0,02 mM
Diketahui : I1 = 0,48856
49
I2 = 0,51392
I’1+2 = 0,29126
Ditanya : S = …. ?
Jawab : S = 1- I₁₊₂
1- I'₁₊₂ =
1 - (0,48856 + 0,29126)
1 - O,308545 = 0,00
Suhu 50°C
Konsentrasi I1 I2 I’1+2 S
0,01 mM 0,38208 0,55541 0,17937 0,08
0,02 mM 0,38208 0,44896 0,24309 0,22
0,03 mM 0,38208 0,39046 0,35562 0,35 0,04 mM 0,38208 0,27705 0,40525 0,57
0,05 mM 0,38208 0,18085 0,54934 0,97
Konsentrasi 0,03 mM
Diketahui : I1 = 0,38208
I2 = 0,39046
I’1+2 = 0,035562
Ditanya : S = …. ?
Jawab : S = 1- I₁₊₂
1- I'₁₊₂ =
1 - (0,38208 + 0,35562)
1 -O,02723 = 0,35
Suhu 60°C
Konsentrasi I1 I2 I’1+2 S
0,01 mM 0,34705 0,39604 0,11646 0,29
0,02 mM 0,34705 0,296 0,18752 0,44
0,03 mM 0,34705 0,21251 0,29151 0,62
0,04 mM 0,34705 0,12839 0,35752 0,82 0,05 mM 0,34705 0,9997 0,45312 -0,63
Konsentrasi 0,04 mM
Diketahui : I1 = 0,34705
I2 = 0,12839
I’1+2 = 0,35752
Ditanya : S = …. ?
Jawab : S = 1- I₁₊₂
1- I'₁₊₂ =
1 - (0,34705 + 0,35752)
1 -O,36331 = 0,8
50
Lampiran 4. Adsorpsi Isoterm Ekstrak Getah Merkubung (Macaranga gigantea)
pada Suhu 303 K.
Adsorpsi Isoterm Langmuir
C (mM) θ C/θ
0,01
0,02
0,03
0,04
0,05
0,362
0,440
0,519
0,747
0,867
0,028
0,045
0,058
0,054
0,058
Adsorpsi Isoterm Freundlich
C (mM) Log C Log C/θ
0,01
0,02
0,03
0,04 0,05
-2,000
-1,699
-1,523
-1,398 -1,301
-0,441
-0,356
-0,285
-0,127 -0,062
51
Lampiran 5. Perhitungan Kads dan ∆G°ads
C (mM) Log C Log C/θ
0,01
0,02
0,03 0,04
0,05
-2,000
-1,699
-1,523 -1,398
-1,301
-0,441
-0,356
-0,285 -0,127
-0,062
Log θ = log K + 1⁄n log C
Nilai persamaan garis lurus dari tabel:
y = 0,5438x + 0,6073
log K = 0,6073
Kads = 4,05
K = 1
55,5 exp (-ΔGºads / RT)
ΔGads = -RT ln (0,0055 x Kads)
= -8,314 J/mol K x 303 K x ln (0,0055 x 4,05)
= -3.523, J/mol
= -3,523 kJ/mol
y = 0.5438x + 0.6073R² = 0.9054
-0.600
-0.500
-0.400
-0.300
-0.200
-0.100
0.000
-2.500 -2.000 -1.500 -1.000 -0.500 0.000
Log Ѳ
Log C
303 K
52
Lampiran 6. Perhitungan Entalpi Adsorbsi Standar dan Entropi Standar
Suhu (K) ΔGºads (kJ/mol)
303 -3,52
313 -3,68
323 -3,89
333 -4,63
y = -0,0353x + 7,2986
∆Hads = -0,0353 kJ.mol-1
∆Sads = 7,2986 kJ.mol-1 K-1
y = -0.0353x + 7.2986
-5.00
-4.50
-4.00
-3.50
-3.00
-2.50
-2.00
-1.50
-1.00
-0.50
0.00
300 310 320 330 340
ΔG
° ads
(kJm
ol-
1)
T (K)
53
Lampiran 7. Karakterisasi Scanning Electron Microscopy (SEM)
Baja setelah direndam dalam ion
Cu2+ 0,05 mM + ekstrak getah
merkubung (Macaranga gigantea) 1 g/L selama 24 jam
Baja sebelum perlakuan Baja Setelah Perendaman dalam
Larutan Medium Korosif H2SO4
0,75 M selama 24 jam
Baja setelah perendaman dalam
ion Cu2+ 0,05 mM 0,75 M selama
24 jam
Baja setelah perendaman dalam
larutan Inhibitor ekstrak getah
merkubung (Macaranga gigantea) 1 g/L selama 24 jam
54
Lampiran 8. Karakterisasi Faurier Transform Infra Red (FTIR)
FTIR Baja setelah perendaman dalam larutan Inhibitor ekstrak getah
merkubung (Macaranga gigantea) 1 g/L selama 24 jam
FTIR Baja setelah direndam dalam Ion Cu2+ 0,05 mM + ekstrak getah
merkubung (Macaranga gigantea) 1 g/L selama 24 jam
55
Lampiran 9. Dokumentasi
Larutan H2SO4 0,75 M
Larutan Elektrolit CuSO4
Penimbangan CuSO4.5H2O
dan H3BO3
Penimbangan Ekstrak Getah
Merkubung
Larutan Ekstrak Getah
Merkubung
Baja sebelum dan
sesudah di amplas
56
Persiapan baja yang akan
direndam dalam ion Cu2+ +
ekstrak getah Merkubung
(Macaranga gigantea)
Perendaman baja dalam ion Cu2+ + ekstrak getah
Merkubung (Macaranga gigantea) dengan variasi
suhu
Permukaan baja setelah
pemanasan dalam waterbath Pencucian baja di dalam
aquades dan aseton
Baja setelah di cuci Sampel baja yang digerus
untuk analisis FTIR