EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis...

download EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis), DAN KAYU APU (Pistia stratiotes) MENGGUNAKAN SISTEM LAHAN BASAH BUATAN METODE

of 69

Transcript of EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis...

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    1/69

    EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG

    DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS ( El eochar is dulcis ), DAN KAYU

    APU ( Pisti a str atiotes ) MENGGUNAKAN SISTEM LAHAN BASAH

    BUATAN METODE BATCH BERTINGKAT

    Dosen Pembimbing:

    Dr. Qomariyatus Sholihah, Dipl.hyp, ST., M.Kes

    19780420 200501 2 002

    Disusun Oleh:

    M. Wahyudin Saputra

    Denny Dwi RamadaniRadhiatul Istiqamah

    Denny Mahendra Jangkan

    Frenaldo

    Jimmy Mangasi Siahaan

    Reza Roberto Maulana

    M. Azwar Ramadhani

    Sapta Ady Pratama

    H1E109048

    H1E110017H1E110032

    H1E110035

    H1E110036

    H1E110037

    H1E110068

    H1E110069

    H1E110202

    KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

    UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

    FAKULTAS TEKNIK

    PROGRAM STUDI S1 TEKNIK LINGKUNGAN

    BANJARBARU

    2014

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    2/69

    ii

    PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa :

    1. Karya tulis ini asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan

    gelar akademik apapun, baik di Universitas Lambung Mangkurat

    maupun d i perguruan tinggi lainnya.

    2. Karya tulis ini adalah merupakan gagasan, rumusan dan

    penelit ian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain kecuali arahan dari

    Dosen Pembimbing.

    3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat orang lain,

    kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam

    naskah dengan disebutkan nama penulis dan dicantumkan dalam daftar

    pustaka.

    4. Program software komputer yang digunakan dalam penelitian ini

    sepenuhnya menjadi tanggungjawab saya, bukan tanggungjawab

    Universitas Lambung Mangkurat (apabila menggunakan software

    khusus).

    5. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila

    dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sangsi akademik

    dengan pencabutan gelar yang sudah diperoleh, serta sangsi

    lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi.

    Banjarbaru, Desember 2014

    Yang membuat pernyataan,

    Tim Penulis

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    3/69

    iii

    ABSTRAK

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar penurunan parameter uji(Fe dan Mn) air asam tambang menggunakan tanaman Purun tikus (Eleocharisdulcis) dengan sistem Lahan Basah Buatan Aliran Vertikal Bawah Permukaan(Vertical Subsurface-Constructed Wetland) serta waktu kontak efektif yangdibutuhkan pada sistem pengolahan tersebut. Metode penelitian ini meliputireaktor lahan basah buatan berbahan kayu yang dilapisi plastik dengan dimensi65 x 35 x 35 cm dengan sistem batch bertingkat menngunakan air asam tambang

    sebagai objek penelitian, effluent air asam tambang yang kemudian diolah.tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah Purun tikus (Eleocharisdulcis) Kayu apu (Pistia stratiotes) yang merupakan jenis tumbuhan liar yangdapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada lahan rawa pasang surut. Hasil

    penelitian didapat, bahwa efisiensi penurunan konsentrasi Fe terjadi pada hari

    ke-3 dengan persentasi sebesar 91,06%. Sedangkan efisiensi penurunankonsentrasi Mn terjadi pada hari ke 3 dengan persentasi sebesar 97,39%.

    Kata Kunci: air asam tambang, kayu apu, lahan basah buatan , purun tikus

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    4/69

    iv

    ABSTRACT

    The study was intended to determine the lower level parameters (Fe and Mn) of acid mine drainage by using Purun tikus plant ( Eleocharis dulcis), and

    Kayu apu plant (Pistia stratiotes) as a construted wetland system with vertical subsurface flow and the decreasing of effective time in prosessing system. The study method include constructed wetland reactor made of wood and plasticinside with dimension 65x35x35 cm with a multilevel system of batch acid minedrainage is used as an object of study then processed. The plants that used in this

    study were Purun tikus and kayu apu that lived and grow in cat clay. This studyresult obtained, that the efficiency decrease concentration of Fe in third day witha percentage of 91,06%. Whereas the efficiency decrease concentration of Mn inthird day with a percentage of 97,39%.

    Key words : acid mine drainage, constructed wetland, kayu apu, purun tikus.

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    5/69

    v

    KATA PENGANTAR

    Assalam ualaikum Wr. Wb.

    Puji syukur senantiasa penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha

    Esa yang telah melimpahkan karunia nikmat, rahmat, dan hidayah bagi umat-Nya.

    Atas ridho-Nya jualah penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang

    berjudul Efektivitas Penurunan Fe Dan Mn Pada Air Asam Tambang

    Dengan Tanaman Purun Tikus ( El eochari s Du lcis ), Dan Kayu Apu ( Pistia

    Stratiotes ) Menggunakan Sistem Lahan Basah Buatan Metode Batch

    Bertingkat ini tepat pada waktunya. Adapun penulisan makalah ini ber tujuanuntuk memenuhi tugas mata kuliah epidemiologi.

    Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Qomariyatus

    Sholihah selaku dosen mata kuliah epidemiologi.

    Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih mempunyai kekurangan.

    Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik,

    saran, bimbingan, serta nasihat yang membangun demi kesempurnaan makalah

    ini. Besar harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca dalam meningkatkan prestasi belajar, serta membina mental seorang

    pelajar Indonesia seutuhnya. Amin.

    Wassalamualaikum Wr. Wb.

    Banjarbaru, Desember 2014

    Penulis

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    6/69

    v

    DAFTAR ISI

    HALAMAN PENGESAHAN .............................. Error! Bookmark not defined.

    HALAMAN PERNYATAAN.............................................................................. ii

    ABSTRAK ......................................................................................................... iii

    ABSTRACT ....................................................................................................... iv

    KATA PENGANTAR ......................................................................................... v

    LEMBAR PERSEMBAHAN ............................... Error! Bookmark not defined.

    DAFTAR ISI ....................................................................................................... vDAFTAR TABEL ............................................................................................. vii

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii

    DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... 1

    BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1

    1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 4

    1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 41.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4

    1.5 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 5

    1.6 Batasan Masalah .................................................................................... 5

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6

    2.1 Air Asam Tambang ( Acid Mine Drainage ) ......................................... 6

    2.2 Logam Berat Fe dan Mn ..................................................................... 8

    2.3 Tipe Lahan Basah Buatan ( Constructed Wetland) ............................. 12BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................... 32

    3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................... 32

    3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian ............................................................ 32

    3.3 Variabel Penelitian............................................................................... 34

    3.4 Lokasi Penelitian ................................................................................. 34

    3.5 Prosedur Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ............................. 34

    3.6 Analisis Data ....................................................................................... 37

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    7/69

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 39

    4.1. Hasil Penelitian .................................................................................... 39

    4.1.1. pH pada Reaktor Purun Tikus dan Kayu Apu ................................ 41

    4.1.2. Penurunan Fe ................................................................................ 43

    4.1.3. Penurunan Mn .............................................................................. 44

    4.2. Pembahasan ......................................................................................... 45

    4.2.1. Penurunan Fe ................................................................................ 45

    4.2.2. Penurunan Mn .............................................................................. 47

    BAB V KESIMPULAN .................................................................................... 51

    5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 51

    5.2. Saran ....................................................................................................... 51

    DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 52

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    8/69

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Cair Batubara .................................................... 8

    Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan dari Sub Surface Flow Wetland ............ 19

    Tabel 2.3 Kriteria Desain Untuk Pengolahan Pada Sub Surface Flow Wetland 20

    Tabel 2.4 Karakteristik Media Pada Sistem Lahan Basah buatan ................... 22

    Tabel 4.1 Hasil Pengukuran pH Reaktor Purun tikus ...................................... 41

    Tabel 4.2 Hasil Pengukuran pH Reaktor Kayu Apu ........................................ 41

    Tabel 4.3 Uji Karakteristik Awal Air Asam Tambang .................................... 42

    Tabel 4.4 Efisiensi Penurunan Besi (Fe) ......................................................... 45

    Tabel 4.5 Efisiensi Penurunan Mangan (Mn) .................................................. 48

    Tabel 4.6 Efisiensi Penurunan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) ............................ 50

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    9/69

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1 Tipe Aliran Lahan Basah Buatan ................................................. 12

    Gambar 2.2 Skema Penampang VSSF-CW .................................................... 13

    Gambar 2.3 Lahan Basah Buatan Aliran Vertikal Menurun ............................ 13

    Gambar 2.4 Lahan Basah Buatan Aliran Vertikal Menanjak .......................... 24

    Gambar 2.5 Tipe Aliran Vertikal Menurun ..................................................... 16

    Gambar 2.6 Tipe Aliran Vertikal Menanjak .................................................... 17

    Gambar 3.1 Reaktor Penelitian ....................................................................... 35Gambar 3.2 Diagram Alir Prosedur Penelitian ................................................ 37

    Gambar 4.1 Grafik Effluent Besi (Fe) ............................................................. 46

    Gambar 4.2 Grafik Efisiensi Penurunan Besi (Fe)........................................... 46

    Gambar 4.3 Grafik Effluent Mangan (Mn) ...................................................... 49

    Gambar 4.4 Grafik Efisiensi Penurunan Mangan (Mn) ................................... 49

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    10/69

    DAFTAR SINGKATAN

    Singkatan Nama Halaman Pertama

    Muncul

    AAT Air Asam Tambang 1

    CW Constructed Wetland 16

    Fe Besi 2

    HSSF-CW Horizontal Subsurface Flow-

    Constructed Wetland

    18

    LSD Least Significant Difference 46

    Mn Mangan 3

    Ppm Part Per Million

    SF Surface Flow 17

    SNI Standart Nasional Indonesia 44

    SSA Spektometri Serapan Atom 39

    SSF Subsurface Flow 17

    VSSF-CW Vertical Subsurface Flow-Constructed

    Wetland

    19

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    11/69

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pertambangan batubara tersebar luas di Indonesia. Salah satu yang terbesar

    yaitu terdapat di Pulau Kalimantan khususnya di Kalimantan Selatan. Metode

    eksploitasi batubara yang diterapkan oleh perusahaan adalah metode

    penambangan terbuka. Penambangan dengan menggunakan metode

    penambangan terbuka tersebut menghilangkan permukaan tanah dan bahan

    organik tanah. Hasil dari penambangan terbuka ini adalah lapisan batuan yang

    mengandung sulfur terbuka dan bereaksi dengan air dan oksigen sehingga

    melepaskan sulfat ke lingkungan. Reaksi ini menyebabkan terjadinya

    kemasaman pada air atau sering disebut air asam tambang.

    Air asam tambang juga tercemar asam sulfat dan senyawa besi, yang dapat

    mengalir ke luar daerah pertambangan. Air yang mengandung kedua senyawa

    ini dapat berubah menjadi asam. Bila air yang bersifat asam ini melewati

    daerah batuan karang/kapur akan melarutkan senyawa Ca dan Mg dari batuan

    tersebut. Selanjutnya senyawa Ca dan Mg yang larut terbawa air akan

    memberi efek terjadinya air sadah, yang tidak bisa digunakan untuk mencuci

    karena sabun tidak bisa berbusa. Bila dipaksakan akan memboroskan sabun,

    karena sabun tidak akan berbusa sebelum semua ion Ca dan Mg mengendap.

    Limbah pertambangan yang bersifat asam bisa menyebabkan korosi dan

    melarutkan logam-logam sehingga air yang dicemari bersifat racun dan dapat

    memusnahkan kehidupan akuatik (Iman, 2012)

    Air asam tambang (AAT) atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai acid

    mine drainage (AMD) atau acid rock drainage (ARD) terbentuk saat

    mineral sulphida tertentu yang ada pada batuan terpapar dengan kondisi

    dimana terdapat air dan oksigen (sebagai faktor utama) yang menyebabkan

    terjadinya proses oksidasi dan menghasilkan air dengan kondisi asam (Henny,

    2012).

    Penggunaan bahan kimia tertentu (seperti tawas, Poly Aluminium

    Chloride /PAC, dan Kapur(CaCO 3)) untuk mengolah air asam tambang adalah

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    12/69

    2

    metode umum yang digunakan, namun metode ini memerlukan biaya yang

    tidak sedikit. Pada saat ini banyak metode pengelolaan menggunakan vegetasi

    alami yaitu tumbuhan yang berada di sekitar. Seperti pada penelitian

    Risnawati dan Damanhuri (2010) yang meneliti tentang penyisihan logam

    pada lindi menggunakan constructed wetland yang mana menggunakan purun

    tikus untuk mendegradasi logam Fe. Pada literatur dan beberapa penelitian

    pun banyak meneliti tentang purun tikus dan kayu apu, karena diketahui dapat

    menurunkan kadar logam berat yang ada di air limbah. Selain mudah didapat,

    pengolahan limbah dengan menggunakan vegetasi alami merupakan cara yang

    efektif, efisien, dan ekonomis dimana tidak seperti penggunaan kapur yang

    membutuhkan biaya besar untuk pembelian bahan baku, lain halnya dengan

    tanaman. Pengelolaan limbah dengan tanaman membutuhkan biaya yang

    relatif murah dan tentunya ramah lingkungan.

    Salah satu alternatif pengolahan limbah cair yang mudah, murah, dan

    efektif dalam pengaplikasiannya adalah dengan menggunakan lahan basah

    buatan ( constructed wetland) . Lahan basah buatan merupakan sistem

    pengolahan terencana atau terkontrol yang telah didesain dan dibangun

    menggunakan proses alami yang melibatkan vegetasi, media, danmikroorganisme untuk mengolah air limbah. Lahan basah buatan memiliki

    karakteristik performa yang baik, biaya pengoperasian dan investasi yang

    minimum, sangat ekonomis dan bermanfaat bagi masyarakat dalam

    menangani air limbah dan mekanisme penyisihan polutan merupakan dasar

    yang penting pada desain teknik lahan basah buatan, dan dapat memberikan

    keandalan dalam desain rekayasa dan operasi (Cheng, 2013).

    Sistem Lahan Basah Aliran Bawah Permukaan ( Sub Surface Flow

    Wetlands ) merupakan salah satu sistem pengolahan air limbah jenis Lahan

    Basah Buatan ( Constructed Wetlands ), yang mana prinsip kerja sistem

    pengolahan limbah tersebut dengan memanfaatkan simbiosis antara

    tumbuhan air dengan mikroorganisme dalam media di sekitar sistem

    perakaran ( Rhizosphere ) tanaman tersebut. Sistem Lahan Basah Aliran

    Bawah Permukaan ( Sub Surface Flow Wetlands ) memiliki keuntungan dari

    segi biaya dan ramah lingkungan, yaitu dapat mengolah limbah domestik,

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    13/69

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    14/69

    4

    1.2 Perumusan Masalah

    Menurut latar belakang yang ada, maka dapat disusun rumusan masalah

    sebagai berikut:

    a. Seberapa besar penurunan (Fe dan Mn) pada pengolahan air asam

    tambang menggunakan tanaman Purun tikus ( Eleocharis dulcis ), dan

    Kayu Apu ( Pistia stratiotes ) dengan sistem Lahan Basah Buatan Aliran

    Vertikal Bawah Permukaan ( Vertical Subsurface-Constructed Wetland)

    menggunakan metode batch bertingkat tersebut?

    b. Berapa interval waktu kontak efektif dan optimal yang dibutuhkan sistem

    pengolah air asam tambang tersebut?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini, meliputi:

    a. Mengetahui besar penurunan (Fe dan Mn) pada pengolahan air asam

    tambang dengan sistem Lahan Basah Buatan Aliran Vertikal Bawah

    Permukaan VSSF-Constructed Wetlands menggunakan tanaman Purun

    tikus ( Eleocharis dulcis ), dan Kayu Apu ( Pistia stratiotes ) menggunakan

    metode Batch bertingkat. b. Mengetahui interval waktu kontak efektif dan optimal yang dibutuhkan

    dalam pengolahan air asam tambang dengan tanaman Purun tikus

    ( Eleocharis dulcis ), dan Kayu Apu ( Pistia stratiotes ) pada sistem

    pengolahan tersebut.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Dengan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai sistem Lahan BasahBuatan Aliran Vertikal Bawah Permukaan ( VSSF-Constructed Wetlands ), manfaat

    yang didapat meliputi:

    a. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan teknologi

    penanggulangan pencemaran air asam tambang di Indonesia, khususnya

    di Kalimantan Selatan, terutama untuk penggunaan sistem Lahan Basah

    Buatan Aliran Vertikal Bawah Permukaan.

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    15/69

    5

    b. Sebagai informasi alternatif penggunaan tanaman Purun tikus

    ( Eleocharis dulcis ) dan Kayu apu ( Pistia stratiotes ) dalam upaya

    penerapan sistem Lahan Basah Buatan Aliran Vertikal Bawah

    Permukaan untuk pengolahan air asam tambang limbah cair batubara di

    Indonesia, khususnya Kalimantan Selatan.

    1.5 Hipotesis Penelitian

    Hipotesis dalam penelitian ini, yaitu Kadar Fe dan Mn pada air asam

    tambang dapat menurun dengan sistem Lahan Basah Buatan Aliran Vertikal

    Bawah Permukaan menggunakan tanaman Purun tikus ( Eleocharis dulcis ),

    dan Kayu Apu ( Pistia stratiotes ) menggunakan metode Batch bertingkat.

    1.6 Batasan Masalah

    Batasan masalah dari Penelitian ini adalah :

    a. Menggunakan sampel air asam tambang di salah satu Pit di PT Arutmin

    Indonesia Tambang Asam Asam

    b. Menggunakan beberapa tanaman air yaitu tanaman Purun tikus

    ( Eleocharis dulcis ) dan Kayu apu ( Pistia stratiotes )

    c. Paramater yang diuji dalam penelitian ini adalah kadar Fe dan Mn dalam

    air asam tambang

    d. Skala yang digunakan yaitu skala laboratorium di laboratorium Green

    House Fakultas Kehutanan

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    16/69

    6

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Bab ini menjelaskan teori-teori tentang penelitian. Bab ini terdiri dari lima

    sub bab. Pada sub bab pertama menjelaskan secara rinci mengenai air asam

    tambang. Pada sub bab kedua menjelaskan tentang logam berat pada penelitian

    yaitu besi (Fe) dan mangan (Mn). Pada sub bab ketiga menjelaskan berbagai tipe

    lahan basah buatan ( constructed wetland ). Pada sub bab keempat menjelaskan

    deskripsi umum tanaman Purun tikus ( Eleocharis dulcis ). Terakhir pada sub bab

    kelima menjelaskan deskripsi umum tanaman Kayu apu ( Pistia stratiotes ).

    2.1 Air Asam Tambang ( Acid M ine Drainage )

    Air Asam Tambang (AAT) adalah istilah umum yang digunakan untuk

    menyebutkan lindian, rembesan atau aliran yang telah dipengaruhi oleh oksidasi

    alamiah mineral sulfida yang terkandung dalam batuan yang terpapar selama

    penambangan. AAT terjadi akibat adanya reaksi antara air permukaan, baik air

    limpasan hujan maupun genangan air, dengan lapisan batuan yang mengandung

    mineral belerang. Mineral belerang yang paling umum ditemukan adalah pyrite (FeS). AAT biasanya ditemukan pada daerah tambang yang masih aktif atau

    pertambangan yang terbengkalai.

    Air asam tambang, menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan

    Hidup Nomor 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha

    dan/atau Kegiatan Pertambangan batubara disebutkan pada Pasal 1 ayat 5, bahwa

    air limbah usaha dan atau kegiatan pertambangan batubara adalah air yang berasal

    dari kegiatan penambangan batubara dan air buangan yang berasal dari kegiatan

    pengolahan/pencucian batu bara. Berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan

    Hidup Nomor 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan

    atau Kegiatan Pertambangan Batubara bahwa kandungan Fe dan Mn total di

    dalam limbah cair dibatasi yaitu 7 mg/l dan 4 mg/l.

    Curah hujan yang tinggi dan sisa bahan galian yang tersusun atas mineral

    merupakan penyebab utama tingginya fenomena air asam tambang di Indonesia.

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    17/69

    7

    Air asam tambang mengakibatkan air di sekitar lokasi penambangan tidak layak

    untuk mendukung kehidupan masyarakat sekitar. Air asam tambang ditandai

    dengan berubahnya warna air menjadi merah jingga karena ion ferro (Fe 2+) yang

    terdapat pada mineral pirit teroksidasi menjadi ferri (Fe 3+) (Widyati, 2009)

    Secara fisik, aktivitas penyingkiran lapisan tanah di atas batubara

    sekaligus menggusur kantong-kantong aliran air seperti sungai dan mata air di

    lokasi tersebut. Secara kimia, formasi batuan tempat terbentuknya batubara di

    Indonesia umumnya tersusun atas mineral sulfidik. Mineral yang tersisa ketika

    bersinggungan dengan udara dan air akan cepat teroksidasi menghasilkan asam

    sulfat. Karena asam sulfat merupakan asam kuat, maka pH tanah dan air akan

    mengalami penurunan secara drastis (Widyati, 2009).

    Menurut Costelo (2003) terjadinya air asam tambang diawali dari oksidasi

    pirit seperti digambarkan pada reaksi berikut ini :

    2 Fe 2 (s) + 7 O 2 (aq) + 2 H 2O Fe 2+ + 4 SO 42- + 4 H +

    Selanjutnya ion ferro sangat mudah teroksidasi menjadi ferri yang

    memberi warna merah pada air reaksinya digambarkan sebagai berikut :

    2 Fe 2+ + O 2 + 2 H + 2 Fe 3+ + H 2O

    Dari reaksi tersebut terlihat bahwa logam (Fe) akan terakumulasi baik

    pada tanah maupun air. Disamping Fe juga dijumpai logam-logam lain seperti

    Mn, Zn, Cu, Ni. Pb, Cd, dan lain-lain. Hal ini karena mineral umum yang terdapat

    pada lahan bekas tambang batubara selain pirit (FeS) antara lain spalerit (ZnS),

    galena (PbS), milerit (NiS), grinokit (CdS), covelit (CuS), kalkopirit (CuFeS), dan

    lain-lain (Costelo , 2003). Akibat air asam tambang inilah yang mengakibatkan

    lahan bekas tambang batubara memerlukan penanganan yang serius terutama

    untuk memperbaiki tingkat kemasaman dan menurunkan akumulasi logam-logam.

    Faktor penting yang mempengaruhi terbentuknya AAT di suatu tempat

    adalah:

    1. Konsentrasi, distribusi, mineralogi dan bentuk fisik dari mineral sulfida

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    18/69

    8

    2. Keberadaan oksigen, termasuk dalam hal ini adalah asupan dari atmosfir

    melalui mekanisme adveksi dan difusi

    3. Jumlah dan komposisi kimia air yang ada

    4. Temperatur

    5. Mikrobiologi

    Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka dapat dikatakan

    bahwa pembentukan AAT sangat tergantung pada kondisi tempat

    pembentukannya. Perbedaan salah satu faktor tersebut diatas menyebabkan proses

    pembentukan dan hasil yang berbeda. Oleh karena itu, terkait dengan hal-hal

    tersebut maka karakteristik AAT di satu daerah pertambangan akan berbeda

    dengan pertambangan di daerah lainnya.

    Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Cair Batubara

    Parameter Satuan Kadar Maksimum

    pH 6-9

    Residu Tersuspensi mg/l 400

    Besi (Fe) mg/l 7

    Mangan (Mn) mg/l 4Sumber : KEPMENLH No. 113 Tahun 2003

    2.2 Logam Berat Fe dan Mn

    Keberadaan logam berat di lingkungan dapat terjadi secara alami namun

    sebagian besar berasal dari berbagai jenis kegiatan manusia (antropogenik).

    Keberadaan logam berat yang melebihi ambang batas dapat menjadi sumber

    pencemar atau polutan yang berbahaya. Pada dasarnya, polutan antropogenik

    digolongkan menjadi dua kelompok besar. Pertama, senyawa senobiotik yaitu

    bahan buatan yang merupakan benda asing dalam proses metabolism yang dapat

    berbentuk molekul, ion larut air atau gas. Kedua, senyawa atau ion yang

    merupakan bagian dari daur unsur tersebut dalam metabolisme dengan mudah

    diubah menjadi molekul atau ion semacam itu (Hoffman, 2013).

    Mangan paling banyak diserap dalam bentuk ion mangan. Keberadaan

    unsur mangan biasanya bersama-sama dengan unsur besi dan unsur besi biasanya

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    19/69

    9

    terdapat di air tanah. Meskipun besi dan mangan pada umumnya terdapat dalam

    bentuk terlarut bersenyawa dengan bikarbonat dan sulfat, juga ditemukan kedua

    unsur tersebut bersenyawa dengan hidrogen sulfida (H 2S). Selain itu besi dan

    mangan ditemukan pula pada air tanah yang mengandung asam yang berasal dari

    humus yang mengalami penguraian dari tanaman atau tumbuhan yang bereaksi

    dengan unsur besi untuk membentuk ikatan kompleks organik. Konsentrasi

    mangan pada umumnya kurang dan 1,0 mg/l. Pada air permukaan yang belum

    diolah ditemukan konsentrasi mangan rata-rata lebih dari 1 mg/l, walaupun

    demikian dalam keadaan tertentu unsur mangan dapat timbul dalam konsentrasi

    besar pada suatu reservoir/tandon atau sungai pada kedalaman dan saat tertentu.

    Hal ini terjadi akibat adanya aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan dan

    mereduksi bahan organik dan mangan (IV) menjadi mangan (II) pada kondisi

    hypolimnion (kondisi adanya cahaya matahari) (Septiandina, 2010).

    Pada tanah masam yang kaya aktif Mn dan bahan organik akan

    menghasilkan Mn 2+ terlarut yang tinggi pada 1-2 minggu setelah penggenangan

    akan tetapi akan menurun kembali dan stabil pada 10 ppm sedangkan batas kritis

    Mn pada tanah sebesar 15-60 ppm (Widowati, 2010).

    Gejala keracunan zat besi pada tanaman :1. Daun tanaman menguning jingga

    2. Pucuk daun mengering

    3. Tanamannya kerdil

    4. Hasil tanaman rendah.

    Ciri-ciri tingginya kadar besi dalam tanah :

    1. Tampak gejala keracunan besi pada tanaman

    2. Ada lapisan seperti minyak di permukaan air

    3. Ada lapisan merah di pinggiran saluran (Sitorus, 2011).

    Lahan basah, berdasarkan Sistem Klasifikasi Ramsar, diklasifikasikan

    menjadi tiga kelompok utama, yaitu: lahan basah pesisir dan lautan, lahan basah

    daratan, dan lahan basah buatan. Diantara ketiga kelompok utama lahan basah

    tersebut, lahan basah buatan ( human-made wetlands ) mungkin bisa dianggap

    sebagai satu-satunya kelompok lahan basah yang memiliki posisi paling dilematis,

    karena di satu sisi pembangunan lahan basah buatan memang perlu dilakukan

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    20/69

    10

    untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu (misal habitat mangrove diubah

    jadi tambak) sementara di sisi lain pembangunan lahan basah buatan dianggap

    menjadi penyebab berkurangnya (atau bahkan hilangnya) fungsi dan nilai

    (manfaat) lahan basah alami (Puspita dkk., 2005).

    Keberadaan lahan basah buatan dapat memberikan pengaruh yang baik

    dan dapat pula memberikan pengaruh yang buruk bagi lingkungan sekitar.

    Pembangunan lahan basah buatan sebagai ekosistem baru dapat mencegah

    kepunahan serta meningkatkan populasi suatu jenis flora atau fauna. Sebagai

    contoh pembangunan kolam atau situ dapat memberikan kesempatan bagi

    berbagai jenis tumbuhan dan hewan air seperti teratai, kiambang, ikan, dan katak

    untuk hidup dan berkembang biak. Di sisi lain tidak sedikit pula pembangunan

    lahan basah buatan telah menyebabkan hilangnya habitat dan keanekaragaman

    jenis flora fauna di dalamnya; salah satu contoh adalah pembangunan tambak

    yang menjadi penyebab hilangnya hutan mangrove dan berbagai jenis biota

    didalamnya (Puspita dkk., 2005).

    Walaupun memiliki sejumlah keunggulan, teknologi lahan basah buatan

    seperti teknologi pengolahan air limbah lainnya juga mempunyai keterbatasan

    (Oktaviansyah, 2010). Keunggulan teknologi ini dibandingkan dengan fasilitas pengolahan limbah lainnya adalah sebagai berikut:

    1. Biaya pembangunan dan operasi relatif lebih murah.

    2. Mudah dioperasikan dan perawatan, sehingga tidak membutuhkan

    karyawan yang berkeahlian tinggi.

    3. Menyediakan fasilitas pembersih air limbah yang efektif dan dapat

    diandalkan.

    4.

    Relatif toleran terhadap berbagai tingkat konsentrasi bahan pencemarsebagai akibat fluktuasi hidrolis dan jumlah bahan pencemar yang

    memasuki sistem.

    5. Dapat menghilangkan senyawa beracun (termasuk logam berat) yang tidak

    dapat dibersihkan oleh fasilitas konvensional.

    6. Bahan pencemar di dalam air dapat didaur ulang untuk menjadi biomassa

    yang bernilai ekonomis.

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    21/69

    11

    7. Cocok dikembangkan di permukiman kecil dimana harga tanah relatif

    murah dan air limbah berasal dari rumah tangga.

    8. Menyumbangkan keuntungan yang tidak langsung bagi lingkungan seperti

    kawasan hijau, habitat satwa liar, kawasan rekreasi dan pendidikan.

    Beberapa kelemahan teknologi ini dibandingkan dengan fasilitas

    pengolahan limbah lainnya adalah:

    1. Memerlukan areal tanah yang luas untuk dapat menghasilkan air yang

    relatif bersih.

    2. Kompleksitas biologis dan hidrologis, serta masih kurangnya kemampuan

    manusia memahami proses dinamis yang terjadi dalam pembersihan.

    3. Kemungkinan berjangkitnya penyakit karena mikroba berkembang dalam

    air ( wetland aliran atas permukaan).

    4. Kemungkinan berjangkitnya penyakit yang mikroba pathogen atau

    vektornya berkembang dalam lingkungan air, seperti malaria, demam

    berdarah, dan lain lain.

    5. Kemungkinan berpindahnya bahan pencemar ke biomassa yang

    dikonsumsi manusia.

    Berdasarkan klasifikasi lahan basah, rawa buatan termasuk didalamnya,dimana rawa buatan merupakan sebuah komplek rancangan manusia yang terdiri

    dari substrat, tanaman, hewan, dan air yang meniru rawa alami untuk kegunaan

    dan keuntungan manusia (Hammer dalam Puspita dkk., 2005 ). Ditinjau dari

    fungsi rawa buatan yang pada umumnya digunakan bagi keperluan pengolahan air

    tercemar, rawa buatan dapat didefinisikan sebagai ekosistem rawa buatan manusia

    yang didesain khusus untuk memurnikan air tercemar dengan mengoptimalkan

    proses-proses fisika, kimia, dan biologi dalam suatu kondisi yang saling berintegrasi seperti yang biasanya terjadi dalam sistem rawa alami. Rawa buatan

    dalam bahasa Inggris diistilahkan sebagai constructed wetlands , walaupun

    seharusnya terjemahan dari constructed wetlands adalah lahan basah buatan,

    namun istilah rawa buatan dianggap lebih tepat digunakan karena jika kita

    mengacu pada definisi lahan basah menurut Konvensi Ramsar, istilah lahan basah

    memiliki makna yang sangat luas (tidak hanya mencakup rawa saja).

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    22/69

    12

    2.3 Tipe Lahan Basah Buatan ( Constructed Wetland)

    Secara umum sistem pengolahan limbah dengan Lahan Basah Buatan

    (Constructed Wetland ) ada 2 (dua) tipe, yaitu sistem aliran permukaan ( Surface

    Flow Constructed Wetland ) atau FWS ( Free Water System ) dan sistem aliran

    bawah permukaan ( Sub-Surface Flow Constructed Wetland ) atau sering dikenal

    dengan sistem SSF-Wetlands (Leady dalam Supradata, 2009). Perbedaan sistem

    aliran dari kedua sistem Lahan Basah tersebut dapat dilihat secara rinci pada

    Gambar 2.1 berikut ini:

    Gambar 2.1 Tipe Aliran Lahan Basah Buatan (Supradata, 2009)

    Lahan basah buatan beraliran vertikal sering digunakan pada tahap awal sistem pengolahan air limbah setelah proses pra pengendapan air limbah dilakukan. Pada

    lahan basah buatan tipe ini air limbah dialirkan di atas permukaan kolam sehingga

    terjadi percikan air yang merembes/mengalir ke bawah melalui media dan sistem

    perakaran tanaman dimana proses-proses penjernihan alami secara

    aerobik berlangsung. Pengontrolan debit air perlu dilakukan agar tidak terbentuk

    genangan air di bagian dasar sistem lahan basah buatan sehingga kondisi aerobik

    dapat tercipta di seluruh bagian kolam (Meutia , 2003). Pada lahan basah buatandengan tipe aliran vertikal ini, air dialirkan di permukaan sistem lalu merembes

    melalui substrat yang dipenuhi oleh akar tanaman hingga kemudian mencapai

    dasar lahan basah untuk keluar dari sistem (Morel dan Diener, 2006).

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    23/69

    13

    Gambar 2.2 Skema Penampang Vertikal Bawah Permukaan

    Lahan basah buatan aliran vertikal digolongkan menjadi:

    1. Lahan basah buatan dengan tipe aliran vertikal menurun

    Lahan basah buatan dengan tipe aliran vertikal menurun ini, air dialirkan di

    permukaan sistem lalu merembes melalui substrat yang dipenuhi oleh akar

    tanaman hingga kemudian mencapai dasar rawa untuk keluar dari sistem. Lahan

    basah buatan dengan sistem aliran ini mudah mengalami penyumbatan ( clogging ).

    Gambar 2.3 Lahan basah buatan beraliran vertikal menurun

    (Puspita, 2005)

    AIR

    AIR

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    24/69

    14

    2. Lahan basah buatan dengan tipe aliran vertikal menanjak

    Lahan basah buatan tipe ini air disalurkan melalui pipa ke dasar sistem lalu

    naik pelan-pelan melalui substrat hingga kemudian keluar melalui saluran yangterletak di permukaan subtrat.

    Gambar 2.4 Lahan basah buatan beraliran vertikal menanjak

    (Puspita, 2005)

    Sistem Aliran Bawah Permukaan ( Sub Surface Flow Wetlands ) merupakan

    sistem pengolahan limbah yang relatif masih baru, namun telah banyak diteliti dan

    dikembangkan oleh banyak negara dengan berbagai alasan. Menurut Tangahu

    (2001), bahwa pengolahan air limbah dengan sistem tersebut lebih dianjurkan

    karena beberapa alasan sebagai berikut :

    1. Dapat mengolah limbah domestik, pertanian dan sebagian limbah industri

    termasuk logam berat

    2. Efisiensi pengolahan tinggi (80%).

    3. Biaya perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan murah dan tidak

    membutuhkan keterampilan yang tinggi.

    Penelitian Yalcuk dan Ugurlu (2009) menyebutkan bahwa penyisihan Fe

    pada reaktor vertikal menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan reaktor

    horizontal dengan efisiensi 40% sementara reaktor horizontal hanya 17%. Selain

    itu dalam penelitian yang sama menyebutkan bahwa presentase berat Fe pada akar

    tanaman dengan menggunakan reaktor vertikal lebih besar dibanding reakror

    AIR

    AIR

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    25/69

    15

    horizontal yaitu sebesar 88,10% pada aliran vertikal dan 84,65% pada aliran

    horizontal.

    Menurut Oktaviansyah (2010), terdapat tiga tipe utama yang bisadikategorikan sebagai lahan basah buatan:

    1. Aliran Air Permukaan ( Free Water Surface )

    Pada wetland tipe ini, air mengalir secara keseluruhan diatas

    permukaan tanah, dalam hal ini air mengalir langsung dari satu kolam ke

    kolam lain tanpa merembes terlebih dahulu kedalam tanah. Permukaan air

    tidak terlindungi atau bersentuhan langsung dengan udara luar. Proses

    pengendapan merupakan mekanisme pengolahan utama pada tipe ini.

    Sistem aliran air permukaan ditandai dengan kolam yang berisi tanaman

    terapung, lapisan tanah di dasar kolam berfungsi sebagai media akar serta

    kedalam air berkisar dari hanya beberapa cm sampai 80 cm, tergantung

    dari tujuan dibangunnya constructed wetland tersebut. Kedalaman lapisan

    tanah atau media yang sering dipakai adalah 30 cm (Bendorrichio dalam

    Oktaviansyah 2010). Pada rawa buatan tipe surface flow (SF), volume air

    yang dialiri ke dalam rawa buatan cukup banyak (ketinggian paras air

    biasanya sampai kurang dari 40 cm) (Fujita Research & Sim dalam

    Puspita dkk., 2005).

    Beberapa aspek dapat mempengaruhi bentuk dari kolam atau

    saluran wetland antara lain kemiringan dari kolam atau dari wetland

    sebaiknya mempunyai kemiringan ( slope ) kurang dari 1%. Hal ini

    bertujuan untuk mengontrol aliran air ( run off ). Menurut Steiner, Freeman,

    Mitsch dan Gosselink (2006) dalam Oktaviansyah (2010), bahwa untuk

    surface flow wetland , kemiringan substrat dari inlet sampai outlet adalah

    sebesar 0,5 % atau kurang, guna mengontrol aliran limbah.

    2. Aliran Vertikal Bawah Permukaan ( Vertical Sub Surface Flow )

    Aliran vertikal dapat dibuat melalui dua cara, yaitu dengan aliran

    vertikal menurun dan vertikal menanjak. Pada aliran tipe vertikal

    menurun, air dialirkan ke dalam lahan basah buatan dari lapisan atas media

    dan saluran outlet dibuat di dasar media, sehingga air akan mengalir

    kebawah dengan melewati zona akar dengan gaya gravitasi. Akan tetapi,

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    26/69

    16

    aliran air dari atas juga masih ada kemungkinan untuk mengalir langsung

    ke bawah tanpa tersebar dengan merata di zona akar (Oktaviansyah, 2010).

    Untuk rawa buatan tipe aliran vertikal bawah permukaan aliran air

    di alirkan sampai setinggi sekitar 5 cm dibawah permukaan substrat yang

    bertujuan agar aliran tetap berada di bawah permukaan tetapi air tetap

    membasahi perakaran tanaman (Puspita, 2005). Rawa buatan dengan

    sistem aliran bawah permukaan terdiri dari saluran-saluran atau kolam-

    kolam dangkal yang berisi tanah, pasir, atau media porous (batu atau

    kerikil) yang akan membantu proses penyaringan air. Dalam sistem

    pengaliran air di bawah permukaan ini, mikroorganisme sangat berperan

    dalam menghilangkan bahan pencemar. Mikroorganisme yang menempel

    di dekat akar menguraikan bahan pencemar secara aerob; kondisi subtrat

    yang aerob di dekat perakaran tumbuhan ini disebabkan oleh adanya

    pasokan oksigen dari akar tanaman (Khiatuddin (2003) dalam Puspita

    dkk., 2005).

    Gambar 2.5 Tipe Aliran Vert ikal Menurun ( Puspita dkk., 2005)

    Pada aliran vertikal menanjak, air limbah masuk dialirkan melalui

    pipa ke dasar kolam, sedangkan saluran outlet di buat diatas media. Air

    yang masuk akan menggenang di dasar untuk kemudian secara perlahan

    naik dari lapisan bawah ke lapisan atas melalui zona akar. Jika genangan

    sudah mencapai lapisan paling atas media dengan sendirinya air akan

    keluar melalui saluran outlet. Sehingga pada sistem aliran vertikal

    menanjak tersebut, air akan mempunyai kesempatan yang lebih lama

    berkontak dengan zona akar Cooper (2003) dalam Oktaviansyah (2010).

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    27/69

    17

    Gambar 2.6 Tipe Aliran Vertikal Menanjak ( Puspita dkk., 2005)

    3. Aliran Horizontal Bawah Permukaan ( Horizontal Sub Surface Flow )

    Pada teknologi ini kedalaman media berkisar antara 30 60 cm.

    vegetasi dari horizontal sub surface flow ini ditanam di media lapisan

    paling atas. Tanaman yang sering digunakan adalah tanaman yang biasa

    hidup di lingkungan basah seperti Typha sp , Scirpus sp , dan lain lain.

    Tinggi permukaan berada disekitar 15 cm dibawah permukaan media

    dengan mengatur ketinggian outlet agar berada dibawah permukaan

    media. Keuntungan tipe ini adalah tidak adanya genangan air yang dapatmenimbulkan bau dan menjadi tempat bersarangnya nyamuk berkembang

    biak.

    Beberapa patokan yang perlu diperhatikan dalam perencanaan

    lahan basah buatan ini adalah:

    a. Lahan yang dibutuhkan cukup luas.

    b. Tidak cocok digunakan untuk pengolahan air limbah yang mempunyai

    beban padatan tersuspensi yang tinggi, oleh karena itu dianjurkanadanya unit pengolahan pendahuluan seperti bak sedimentasi, tangki

    septik, tangki imhoff, dan lain lain.

    c. Bila didesain dan dibuat konstruksi yang baik, operasinya akan mudah

    dan proses pengolahnnya berjalan secara alamiah dan berfungsi

    dengan sendirinya dalam kurun waktu yang cukup lama yaitu 15 20

    tahun.

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    28/69

    18

    d. Perlu diatur agar aliran terdistribusi secara merata pada seluruh lebar

    zona inlet tersebut (Oktaviansyah, 2010).

    2.3.1 Sistem Aliran Vertikal Bawah Permukaan ( Verti cal Sub Sur face F low )

    Sistem Aliran Bawah Permukaan ( sub surface flow - wetlands ) merupakan

    sistem pengolahan limbah yang relatif masih baru, namun telah banyak diteliti dan

    dikembangkan oleh banyak negara dengan berbagai alasan. Menurut Tangahu &

    Warmadewanthi dalam Supradata (2009), bahwa pengolahan air limbah dengan

    sistem tersebut lebih dianjurkan karena beberapa alasan sebagai berikut :

    1. Dapat mengolah limbah domestik, pertanian dan sebagian limbah industri

    termasuk logam berat.

    2. Efisiensi pengolahan tinggi (80%).

    3. Biaya perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan murah dan tidak

    membutuhkan ketrampilan yang tinggi.

    Alasan lain yang lebih teknis dikemukakan oleh Haberl dan Langergraber

    dalam Supradata (2009), bahwa berdasarkan pendekatan teknis maupun

    efektivitas biaya, sistem tersebut lebih banyak dipilih dengan alasan sebagai

    berikut :1. Sistem lahan basah buatan seringkali pembangunannya lebih murah

    dibandingkan dengan alternatif sistem pengolahan limbah yang lainnya.

    2. Biaya operasional dan pemeliharaan yang rendah dan waktu

    operasionalnya secara periodik, tidak perlu secara kontinyu.

    3. Sistem lahan basah buatan ini mempunyai toleransi yang tinggi terhadap

    fluktuasi debit air limbah.

    4.

    Mampu mengolah air limbah dengan berbagai perbedaan jenis polutanmaupun konsentrasinya.

    5. Memungkinkan untuk pelaksanaan pemanfaatan kembali & daur ulang

    (reuse & recycling ) airnya.

    Selain itu Halverson (2004) mengungkapkan kelebihan dan kekurangan dari

    sistem lahan basah buatan aliran bawah permukaan secara umum, yang disajikan

    pada Tabel 2.2 berikut ini.

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    29/69

    19

    Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Dari Sub Surface Flow Wetland

    Kelebihan Kekurangan

    Penghilangan kontaminan memiliki

    persentasi yang sangat tinggi dari pada

    sistem lahan basah buatan aliran

    permukaan ( SF Wetland ), selain itu

    membutuhkan lahan yang sedikit untuk

    proses pengolahannya dibandingkan SF

    Wetland .

    Membutuhkan lahan yang lebih luas

    dibandingkan dengan metode

    pengolahan secara konvensional, jika

    dilihat dari segi proses

    pengolahannya.

    Dari segi biaya yang dikeluarkan

    berdasarkan total umur penggunaan

    lebih rendah dibandingkan pengolahan

    secara konvensional.

    Proses persiapan lebih lambat

    dibandingkan pengolahan secara

    konvensional.

    Biaya lebih sedikit dalam

    pengoperasian dibandingkan dengan

    sistem lahan basah buatan aliran

    permukaan ( SF Wetland ).

    Biaya lebih mahal untuk

    pembangunannya dibandingkan

    dengan sistem lahan basah buatan

    aliran permukaan ( SF Wetland ).

    Resiko kerusakan ekologi dapat

    diminimalkan

    Limbah yang mengandung TSS yang

    tinggi dapat menyebabkan proses

    penyumbatan dalam sistem.

    Lebih mudah dalam hal perawatan

    karena tidak ada air yang menggenang.

    Serangga tidak menimbulkan masalah

    sebab tinggi muka air berada di bawah

    muka media.

    Menyediakan habitat untuk tanaman

    dan kehidupan makhluk hidup lainnya.

    Sumber : Halverson (2004 )

    Kriteria desain yang sering digunakan dalam sistem lahan basah buatan

    aliran bawah permukaan tersaji dalam Tabel 2.3 berikut ini.

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    30/69

    20

    Tabel 2.3 Kriteria Desain Untuk Pengolahan Pada Sub Surface Flow Wetland

    Kriteria

    Desain

    Metode atau Sumber Referensi

    ITRC dan

    Tchobanoglous

    & Burton

    WPCF WoodKadlec dan

    Knight

    HRT (hari) atau

    waktu tinggal

    4 15 - 2 7 2 4

    HLR (cm/hari) atau

    debit pengolahan

    - 2 20 0.2 3.0 8 30

    Kedalaman Media 49 79 - - 30 60

    Jumlah Areal yang

    Disediakan

    (acre /m3/day)

    0.001 0.008 0.001

    0.01

    0.002

    0.017

    0.0008

    0.003

    Sumber : Halverson (2004)

    Mendukung penggunaan sistem lahan basah buatan aliran vertikal bawah

    permukaan dalam penelitian ini, maka jika berdasarkan penelitian yang telah

    dilakukan Risnawati & Damanhuri (2010) dapat disimpulkan bahwa penyisihan

    logam Fe, Cu dan Zn pada lindi menggunakan constructed wetland dengan

    tanaman Cyperus papyrus mencapai lebih dari 90%. Penyisihan Fe pada reaktor

    horisontal sebesar 91,38% dan pada reaktor vertikal 95,44%. Penyisihan Cu pada

    reaktor horisontal 98,15% dan pada reaktor vertikal 97,28%, dan penyisihan Zn

    pada reaktor horisontal 97,71% sementara pada reaktor vertikal 97,54%.

    Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa reaktor vertikal

    lebih efektif menyisihkan logam Fe, Cu dan Zn dibandingkan dengan reaktorhorisontal.

    2.3.2 Proses Pengolahan dalam Vertical Sub Surface Flow Constructed

    Wetland

    Dalam sistem constructed wetland terjadi proses fisik, kimia, biologi

    dengan adanya interaksi antara mikroorganisme, tumbuhan dan substrat

    (Oktaviansyah, 2010). Proses yang terjadi dalam sistem pengolahan air limbah,

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    31/69

    21

    dengan lahan basah buatan adalah Novotny & Olem (2007) dalam Oktaviansyah,

    2010):

    1. Proses fisik yang terdiri dari sedimentasi dan filtrasi.

    2. Proses fisik dan kimiawi, meliputi adsorpsi bahan polutan oleh tumbuhan

    air, tanah dan substrat organik. Flok-flok yang terbentuk pada proses

    sedimentasi akan mengadopsi partikel tersuspensi termasuk bahan organik.

    3. Bahan biokimiawi, meliputi:

    a. Penurunan bahan organik secara biokimiawi aerobik oleh bakteri

    dalam air yang melekat pada tumbuhan, jaringan akar, serta dibagian

    paling atas sedimen dan zona aerobik yang terletak di dekat aerah akar

    maupun rhizome dari tumbuhan.

    b. Proses nitrifikasi oleh bakteri nitrifikasi, yang dilakukan di bagian

    paling atas dari sedimen pada daerah akar dan rhizome dari tumbuhan.

    c. Proses denitrifikasi oleh bakteri anaerobik pada air dan sedimen.

    d. Dekomposisi anaerobik terhadap bahan organik di sedimen dan air di

    air pada kondisi anaerobik.

    Dalam referensi lainnya dijelaskan bahwa proses pengolahan air limbah

    dengan sistem ini, terdapat 4 (empat) faktor/komponen yang mempengaruhikinerja sistem tersebut, yaitu :

    1. Media

    Media yang digunakan dalam reaktor Lahan Basah Aliran Bawah

    Permukaan ( SSF-Wetlands ) secara umum dapat berupa tanah, pasir, batuan

    atau bahan bahan lainnya, namun khusus pada penelitian ini

    menggunakan batuan pasir. Tingkat permeabilitas sangat berpengaruh

    terhadap waktu detensi air limbah, dimana waktu detensi yang cukup akanmemberikan kesempatan kontak antara mikroorganisme dengan air

    limbah, serta oksigen yang dikeluarkan oleh akar tanaman (Wood dalam

    Supradata, 2009).

    Pada tabel dibawah ini, disajikan karakteristik media yang umum

    digunakan pada sistem Lahan Basah Buatan Aliran bawah Permukaan

    yang terbagi menjadi 5 (lima) tipe, yaitu:

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    32/69

    22

    Tabel 2.4 Karakteristik Media Pada sistem Lahan Basah Buatan Aliran bawah

    Permukaan

    Tipe Media

    Diameter

    Butiran (mm)

    Porositas

    ()

    Konduktivitas

    Hidrolik (ft/det)

    Medium Sand

    (pasir medium)

    1 0,30 1640

    Coarse Sand (pasir

    kuarsa)

    2 0,32 3280

    Gravelly Sand

    (pasir bergranular)

    8 0,35 16400

    Medium Gravel

    (kerikil medium)

    32 0,40 32800

    Coarse Gravel

    (kerikil kuarsa)

    128 0,45 328000

    Sumber : Crites & Tchobanoglous dalam Supradata (2009)

    Peranan utama dari media pada Lahan Basah Buatan Aliran Bawah

    Permukaan ( SSF-Wetlands ) tersebut adalah:

    a. Tempat tumbuh bagi tanaman b. Media berkembang-biaknya mikroorganisme

    c. Membantu terjadinya proses sedimentasi.

    d. Membantu penyerapan (adsorbsi) bau dari gas hasil biodegradasi

    Sedangkan peranan lainnya adalah tempat terjadinya proses

    transformasi kimiawi, tempat penyimpanan bahan bahan nutrien yang

    dibutuhkan oleh tanaman.

    2. TanamanJenis tamanan yang sering digunakan untuk Lahan Basah Buatan

    Aliran Bawah Permukaan adalah jenis tanaman air atau tanaman yang

    tahan hidup diair tergenang ( submerged plants atau amphibiuos plants ).

    Pada umumnya tanaman air tersebut dapat dibedakan menjadi 3 (tiga)

    tipe/kelompok, berdasarkan area pertumbuhannya didalam air. Adapun

    ketiga tipe tanaman air tersebut adalah sebagai berikut :

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    33/69

    23

    a. Tanaman yang mencuat ke permukaan air, merupakan tanaman air

    yang memiliki sistem perakaran pada tanah di dasar perairan dan daun

    berada jauh diatas permukaan air.

    b. Tanaman yang mengambang dalam air, merupakan tanaman air yang

    seluruh tanaman (akar, batang, daun) berada didalam air.

    c. Tanaman yang mengapung di permukaan air, merupakan tanaman air

    yang akar dan batangnya berada dalam air, sedangkan daun diatas

    permukaan air.

    3. Mikroorganisme

    Mikroorganisme yang diharapkan tumbuh dan berkembang dalam

    media SSF-Wetlands tersebut adalah jenis heterotropik aerobik, yaitu

    dengan pasokan oksigen yang banyak, sehingga pengolahan berlangsung

    lebih cepat dibandingkan dengan mikroorganisme anaerobik (Vymazal

    dalam Supradata, 2009). Untuk menjamin kehidupan mikroorganisme

    tersebut dapat tumbuh dengan baik, maka tranfer oksigen dari akar

    tanaman harus dapat mencukupi kebutuhan untuk kehidupan

    mikroorganisme. Kandungan oksigen dalam media akan disuplai oleh akar

    tanaman, yang merupakan hasil samping dari proses fotosintesis tanamandengan bantuan sinar matahari. Dengan demikian, maka pada siang hari

    akan lebih banyak terjadi pelepasan oksigen. Kondisi aerob pada daerah

    sistem perakaran ( Rhizosphere ) dan ketergantungan mikroorganisme aerob

    terhadap pasokan oksigen dari sistem perakaran tanaman yang ada dalam

    SSF-Wetland , akan menyebabkan jenis-jenis mikroorganisme yang dapat

    hidup pada Rhizosphere tersebut hanya jenis tertentu dan spesifik.

    Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bagwell et al. dalamSupradata (2009) terhadap mikroorganisme rhizosphere pada akar rumput-

    rumputan yang terdapat pada daerah rawa ( wetland ) ditemukan 339

    strains, yang termasuk dalam familia Enterobacteriaceae, Vibrionaceae,

    Azotobacteraceae, Spirillaceae, Pseudomonadaceae, Rhizobiaceae.

    Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Grieve et al. dalam Supradata

    (2009), menyebutkan bahwa komposisi mikrobia yang terdapat dalam

    effluent wetland constructed dengan analisis DGGE ( Denaturing Gradient

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    34/69

    24

    Gel Electrophoresis ) didominasi oleh jenis Bacillus, Clostridium,

    Mycoplasma, Eubacterium, Nitrobacter dan Nitrosospira.

    4. Temperatur

    Temperatur/suhu air limbah akan berpengaruh pada akvititas

    mikroorganisme maupun tanaman, sehingga akan mempengaruhi kinerja

    pengolahan air limbah yang masuk ke bak/ cell SSF-Wetlands yang akan

    digunakan. Menurut Suriawiria dalam Supradata (2009) menyebutkan

    bahwa temperatur/suhu akan dapat mempengaruhi reaksi, dimana setiap

    kenaikan suhu 10 OC akan meningkatkan reaksi 2 3 kali lebih cepat.

    Disamping itu, suhu juga merupakan salah satu faktor pembatas bagi

    kehidupan mikroorganisme.

    Walaupun batas kematian mikroorganisme pada daerah suhu yang

    cukup luas (0 OC 90 OC), namun kehidupan optimal untuk tiap tiap

    jenisnya mempunyai kisaran tertentu. Berdasarkan hal tersebut, maka ada

    3 (tiga) kelompok mikroorganisme, yaitu :

    a. Mikroorganisme Psikrofil (Pertumbuhan optimal pada suhu 15 OC).

    b. Mikroorganisme Mesofil (pertumbuhan optimal pada suhu 25 OC

    37O

    C).c. Mikroorganisme Termofil (pertumbuhan optimal pada suhu 55 OC

    60OC).

    Mengingat kondisi iklim di Indonesia secara umum memiliki iklim

    tropis dengan kisaran perbedaan suhu (amplitudo) harian yang relatif kecil,

    maka suhu bukan merupakan faktor pembatas lagi, sehingga kehidupan

    mikrobia dapat optimal disepanjang tahun. Dengan demikian, maka

    kinerja pengolahan limbah dengan sistem SSF-Wetlands di Indonesia,dapat berjalan secara optimal untuk sepanjang tahun.

    2.3.3 Mekanisme Penghilangan Bahan Pencemar Pada Vertical Sub Surf aceF low Constructed Wetland

    Mekanisme penyerapan polutan pada Lahan Basah Buatan, menurut

    USDA and ITRC dalam Supradata (2009) menyebutkan bahwa secara umum

    melalui proses abiotik (fisik dan kimia) atau biotik (mikrobia dan tanaman) dan

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    35/69

    25

    gabungan dari kedua proses tersebut. Proses pengolahan awal (primer) secara

    abiotik, antara lain melalui :

    1. Settling & sedimentasi, efektif untuk menghilangkan partikulat dan

    padatan tersuspensi.

    2. Adsorpsi dan absorpsi, merupakan proses kimiawi yang terjadi pada

    tanaman, substrat, sediment maupun air limbah, yang berkaitan erat

    dengan waktu retensi air limbah.

    3. Oksidasi dan reduksi, efektif untuk mengikat logam-logam B3 dalam

    Lahan Basah Buatan.

    4. Fotodegradasi/oksidasi, degradasi (penurunan) berbagai unsure polutan

    yang berkaitan dengan adanya sinar matahari.

    5. Volatilisasi, penurunan polutan akibat menguap dalam bentuk gas.

    Proses secara biotik, seperti biodegradasi dan penyerapan oleh tanaman

    juga merupakan bentuk pengurangan polutan seperti halnya pada proses abiotik.

    Beberapa proses pengurangan polutan yang dilakukan oleh mikrobia dan tanaman

    dalam Lahan Basah, antara lain sebagai berikut :

    1. Biodegradasi secara aerobik/anaerobik, merupakan proses metabolisme

    mikroorganisme yang efektif menghilangkan bahan organik dalam LahanBasah.

    2. Fitoakumulasi, proses pengambilan dan akumulasi bahan anorganik oleh

    tanaman.

    3. Fitostabilisasi, merupakan bentuk kemampuan sebagian tanaman untuk

    memisahkan bahan anorganik pada akar tanaman.

    4. Fitodegradasi, tanaman dapat menghasilkan enzim yang dapat memecah

    bahan organik maupun anorganik dari polutan sebelum diserap, selama proses transpirasi.

    5. Rizodegradasi, akar tanaman dapat melakukan penyerapan bahan polutan

    dari hasil degradasi bahan organik yang dilakukan oleh mikrobia.

    6. Fitovolatilisasi / evapotranspirasi, penyerapan dan transpirasi pada daun

    tanaman terhadap bahan-bahan yang bersifat volatil.

    Proses penurunan polutan dalam bentuk bahan organik tinggi, merupakan

    nutrient bagi tanaman. Melalui proses dekomposisi bahan organik oleh jaringan

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    36/69

    26

    akar tanaman akan memberikan sumbangan yang besar terhadap penyediaan C, N,

    dan energi bagi kehidupan mikrobia (Handayanto dan Hairiah (2006) dalam

    Supradata, 2009).

    2.4 Deskripsi Umum Tanaman Purun tikus (El eochar is dulcis)

    Menurut Steenis (2006), purun tikus termasuk dalam divisi

    Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo

    Cyperales, famili Cyperaceae, genus Eleocharis, spesies Eleocharis dulcis

    (Burm.f.) Trinius ex. Henschel. Purun tikus termasuk tumbuhan terna menahun,

    berimpang pendek dengan stolon memanjang berujung membulat gepeng,

    berwarna kecoklatan sampai hitam. Batang berdiri tegak, tidak bercabang,

    berwarna keabua-abuan hingga hijau mengkilat dengan panjang 50-200 cm

    dengan ketebalan 2-8 mm. Daun mereduksi menjadi pelepah yang berbentuk

    buluh, seperti membran yang menyelubungi pangkal batang, kadang-kadang

    dengan helaian daun yang rudimenter, ujung daun tidak simetris, berwarna coklat

    kemerahan sampai lembayung dan tidak memiliki lidah daun. Bunganya berbulir

    majemuk, terletak terminal dari batang dengan panjang 2-6 cm dan lebarnya 3-6

    mm, terdiri atas banyak buliran bentuk silinder dan bersifat hermaprodit. Buahmembulat telur sungsang, kuning mengkilat sampai coklat (Steenis, 2006). Purun

    tikus termasuk jenis rumput yang tumbuh pada lahan marginal yang tergenang air

    (Brecht, 1998).

    2.4.1 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Purun Tikus

    Purun tikus merupakan salah satu tumbuhan air yang banyak ditemukan

    pada tanah sulfat masam dengan tipe tanah lempung atau humus yang menempatiwilayah yang terbuka/terbakar. Pada umumnya tanah tersebut mengalami

    pemasaman akut (Noor, 2004). Purun tikus dapat ditemukan di daerah terbuka

    yang digenangi air asin, air payau dan air tawar pada ketinggian 0-1350 m di atas

    permukaan laut. Tumbuhan ini juga banyak ditemukan di daerah persawahan dan

    air tergenang. Purun tikus dapat tumbuh dengan baik pada temperatur 30-350C

    dan kelembaban tanah 98-100%. Tanah yang lebih disukai untuk pertumbuhannya

    adalah tipe tanah lempung atau humus dengan pH 6,9-7,3, namun juga mampu

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    37/69

    27

    tumbuh dengan baik pada tanah sedikit lebih asam (Flach & Rumawas, 1996).

    Tumbuhan ini bersifat spesifik lahan sulfat masam karena tahanan terhadap

    kemasaman tanah yang tinggi (pH 2,5-3,5) sehingga menjadi vegetasi indikator

    untuk tanah sulfat masam (Noor, 2004). Menurut Priatmadi dkk (2006), vegetasi

    purun tikus dapat tumbuh pada pH 3, dengan kandungan aluminium (Al) sebesar

    5,35 me/100 g, kandungan sulfat larut (SO4 2-) sebesar 0,90 me/100 g, dan

    kandungan besi larut (Fe2+) sebesar 1,017 ppm. Oleh karena itu, purun tikus

    ( Eleocharis dulcis ) mampu tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki

    kandungan kimia tanah seperti tersebut di atas. Sebagian unsur hara yang

    dibutuhkan tumbuhan diserap dari tanah melalui akar, kecuali karbon dan oksigen

    yang diserap dari udara oleh daun. Sistem perakaran lebih dikendalikan oleh sifat

    genetis dari tumbuhan tersebut, tetapi dapat juga dipengaruhi oleh kondisi tanah.

    Faktor yang mempengaruhi pola penyebaran akar antara lain suhu tanah, aerasi,

    ketersediaan air dan ketersediaan unsur hara. Jenis tumbuhan rumput-rumputan

    memiliki sistem perakaran serabut yang menyebar dangkal dekat permukaan tanah

    (Lakitan, 2001). Akar bergerak menuju ke daerah yang larutan tanahnya

    mengandung unsur hara yang dapat ditransportasikan ke permukaan akar.

    Transportasi unsur hara dari larutan tanah ke permukaan akar terjadi dengan duacara yaitu, aliran massa dan difusi. Mekanisme aliran massa adalah suatu

    mekanisme gerakan unsur hara di dalam tanah menuju ke permukaan akar

    bersama-sama dengan gerakan massa air. Selama proses transpirasi berlangsung,

    terjadi proses penyerapan air oleh akar tumbuhan. Pegerakan massa air ke akar

    membawa unsur hara yang terkandung dalam air tersebut (Agustina, 2004).

    Purun tikus adalah salah satu tanaman air yang banyak ditemukan pada

    tanah sulfat masam tipe tanah lempung atau humus yang menempati wilayah yangterbuka/ terbakar (Flach & Rumawas, 1996). Tanaman ini diperbanyak dengan

    umbi atau biji. Untuk penanamannya, umbi diletakkan di tempat ternaungi

    selama 2-3 hari, kemudian direndam dengan air bersih selama 2 hari. Kemudian

    di tanam pada bedengan yang ternaungi, dengan jarak tanam berupa segi empat

    berukuran 50-100 cm atau segitiga berukuran 45-60 cm x 45 cm. Setelah

    penanaman, tanah digenangi air selama 24 jam dan dibiarkan (Wardiono, 2007).

    Klasifikasi purun tikus menurut Steenis (2003) adalah sebagai berikut:

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    38/69

    28

    Divisi : Spermatophyta

    Subdivisi : Angiospermae

    Kelas : Monocotyledoneae

    Ordo : Cyperales

    Famili : Cyperaceae

    Genus : Eleocharis

    Spesies : Eleocharis dulcis (Burm.f.) Trinius ex. Henschel

    Tanaman ini adalah tumbuhan herba menahun yang tegak, dengan stolon

    memanjang, berwarna kecoklatan sampai hitam. Memiliki akar, batang, daun

    yang mereduksi dan bunga. Batang tegak tidak bercabang, berwarna keabu-abuan

    hingga hijau mengkilat dengan panjang 50-200 cm dengan ketebalan 2-8 mm.

    Daun mengecil sampai ke bagian basal pelepahnya, seperti membran, ujung tidak

    simetris, berwarna coklat kemerahan sampai lembayung. Bunga biasa diproduksi

    tumbuhan mengalami pertumbuhan vegetatif terletak diterminal dari batang

    dengan panjang 2-6 cm dan lebar 3-6 mm dan bersifat hermafrodit (Steenis,

    2003). Pada ketinggian sampai 1.350 m dpl umbi akan bertunas pada media

    tanah bertemperatur di atas 14 0C.

    Purun tikus ( Eleocharis dulcis ) merupakan jenis tumbuhan liar yang dapattumbuh dan beradaptasi dengan baik pada lahan rawa pasang surut sulfat masam.

    Tumbuhan ini banyak memiliki manfaat seperti air perasan umbinya mengandung

    antibiotik puchiin,efektif untuk melawan Staphylococcus aureus ,Escherichia coli

    dan aerobacter aerogenes. Tanaman ini berfungsi sebagai komponen pengendali

    hama padi yaitu sebagai tanaman perangkap penggerek batang padi dan makanan

    hama belalang. Hama penggerek batang padi putih banyak meletakan telurnya

    pada batang bagian atas tumbuhan tersebut sebanyak >6000. Tumbuhan ini juga berfungsi sebagai tempat berlindungnya beberapa jenis serangga musuh

    alami(predator dan parasitoid). Disamping itu pula tumbuhan liar purun tikus

    (Eleocharis dulcis) berperan juga sebagai makanan bagi serangga hama jenis

    belalang. Mengingat lahan rawa pasang surut sulfat masam merupakan lahan

    marginal yang mempunyai beberapa aspek masalah seperti kemasaman tanah

    yang tinggi,keracunan besi, pH rendah dan tata air yang umumnya belum dapat di

    kontrol secara baik,varietas serta serangan hama dan penyakit .

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    39/69

    29

    Jenis tanaman ini banyak memiliki manfaat. Umbinya dapat digunakan

    untuk sayuran mentah atau dimasak untuk berbagai macam masakan seperti

    masakan berkuah, salad , omelet, masakan dengan daging atau ikan, bahkan

    sebagai makanan atau kue. Umbi berukuran besar dapat dimakan segar sebagai

    pengganti buah segar, umbi berukuran kecil dimanfaatan untuk diambil tepungnya

    dan umbinya dibuat emping teki. Batangnya digunakan untuk membuat tikar

    untuk alas tidur, baju, dan pakan ternak. Air perasan umbinya mengandung

    antibioti k puchiin yang efektif untuk melawan Staphylococcus aureus,

    Escherichia coli, dan Aerobactoer aerogenes (Wardiono, 2007).

    Tumbuhan ini banyak memiliki manfaat yaitu, air perasan umbinya

    mengandung antibiotik `puchiin', efektif untuk melawan Staphylococcus aureus,

    Escherichia coli dan Aerobacter aerogenes. Di China, Indo-China, Thailand dan

    negara lainnya di Asia Tenggara, jenis ini dimanfaatkan umbinya untuk sayuran

    baik mentah atau dimasak untuk berbagai macam masakan lokal seperti omelet,

    masakan berkuah, salad, masakan dengan daging atau ikan dan bahkan sebagai

    makanan atau kue. Di Indonesia batang Purun tikus digunakan untuk membuat

    tikar untuk alas tidur (Wardiono, 2007). Menurut Hardiansyah (1995)

    menyebutkan bahwa Purun tikus merupakan salah satu pakan ternak alternatif, jenis tumbuhan ini di sukai kerbau rawa ( Bulbalus bubalis Linn) di desa Pandak

    daun, Kal-Sel sebagai makanannya.

    Tumbuhan liar rawa seperti Purun tikus, menurut Ariwibawa (2001)

    merupakan sumber bahan organik memberikan manfaat yang baik bagi tanah dan

    tanaman. Hal ini disebabkan karena bahan organik dari Purun tikus selain dapat

    mensuplai unsur hara makro dan mikro yang diperlukan tanaman juga dapat

    mencegah terjadinya degradasi lahan akibat kesalahan dalam mengelola lahan.Besarnya kandungan unsur hara dari bahan organik Purun tikus adalah N (3,36%),

    P (0,43%), K (2,02%), Ca (0,26%), Mg (0,42%), S (0,76%) dan Al (0,57%) serta

    Fe (142,20 mg.L -1).

    Menurut hasil penelitian Priatmadi, dkk. (2006) Purun tikus memiliki

    adaptasi yang lebih baik terhadap sifat kimia tanah sulfat masam yang buruk,

    kemudian diiukuti oleh paku-pakuan, galam, dan padi-padian varietas lokal. Purun

    tikus mampu tumbuh pada kondisi sifat kimia tanah yang ekstrim buruk seperti

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    40/69

    30

    pH yang rendah dan kandungan Al-dd, SO 42-, serta Fe terlarut yang tinggi. Purun

    tikus sering kali menjadi indikator bahwa produktivitas tanah sangat rendah.

    Manfaat lain Purun tikus, menurut Asikin & Thamrin (1991) berfungsi

    sebagai tanaman perangkap penggerek batang padi dan Purun tikus tersebut dapat

    memerangkap telur mencapai 6.000 lebih dibandingkan tanaman padi hanya

    sekitar 200 butir. Purun tikus juga berpotensi sebagai sumber bahan attraktan

    penggerek batang padi. Selain Purun tikus ditemukan juga jenis tanaman

    perangkap lainnya yaitu Scirpus grosus , Stenochlaena palutris , Lepironea

    articulata dan Phragmites karka , tetapi dari jenis tumbuhan tersebut yang paling

    banyak memerangkap telur penggerek batang padi adalah Purun tikus. Selain itu

    pula Purun tikus , Scirpus grosus , Stenochlaena palutris , Lepironea articulata dan

    Phragmites karka , berfungsi sebagai habitat musuh alami serangga hama padi

    yaitu dari ordo Arachnida, Odonata, Coleoptera, Orthoptera, Diptera dan

    Hymenoptera

    2.5 Deskripsi Umum Tanaman Kayu Apu ( Pistia str atiotes)

    Kayu apu ( Pistia stratiotes L ) merupakan tumbuhan air yang mengapung

    pada permukaan air. Kayu apu memiliki batang sangat pendek, bahkan terkadang

    tidak tampak sama sekali. Tumbuhan ini berakar serabut dan akar rimpang yang

    bergantungan dalam air dengan panjang 20-40 cm tumbuhan ini didominasi oleh

    warna daun yang hijau. Daun berbentuk solet dengan ujung membulat dan

    pangkalnya runcing, tepi daun berlekuk, panjang 2-10 cm, dan lebar 2-6 cm.

    Warna daunnya hijau muda makin ke pangkal makin putih.. Buah buninya bila

    telah masak pecah sendiri serta berbiji banyak. Selain dengan biji, kayu apu

    berkembang biak dengan selantar atau stolonnya. Nama daerah dari kayu apu

    beraneka ragam. Di Jawa, kayu apu bernama Kayu apu, di Sunda bernama Ki apu.

    Sementara di Batak kayu apu dikenal sebagai Gajambang, di Melayau disebut

    dengan Kikambang. Taksonomi Kayu apu :

    Kerajaan : Plantae

    Subkerajaan : Tracheobionta

    Divisi : Magnoliophyta

    Kelas : Liliopsida

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    41/69

    31

    Ordo : Arales

    Famili : Araceae

    Genus : Pistia

    Spesies : Pistia stratiotes L.

    Kayu apu ( Pistia stratiotes L.) merupakan salah satu jenis gulma air yang

    mempunyai potensi untuk dijadikan herba. Khasiat kayu apu adalah daun kayu

    apu berkhasiat sebagal obat batuk rejan, demam dan untuk pelancar air seni.

    Kandungan kimia kayu apu ( Pistia stratiotes L) yaitu flavonoid dan polifenol.

    Menurut Arisandi (2006), kayu apu mengandung berbagai macam mineral Na, K,

    Mg, Ca, Fe, Cu, Zn dan P. Kayu apu sebagai tumbuhan air yang memiliki potensi

    dalam menurunkan kadar pencemaran air limbah, memiliki kadar bahan

    organik tinggi. Kayu apu ( Pistia stratiotes L. ) merupakan salah satu tanaman

    fitoremediator greywater (limbah domestik) (Ratih, 2009).

    Manfaat tumbuhan air seperti kayu apu dapat mengurangi konsentrasi

    limbah cair dalam limbah dapat dilakukan dengan proses fitoremediasi. Dari hasil

    penelitian oleh Ulfin (2000) diketahui bahwa tanaman air ternyata seperti kayu

    apu dapat menurunkan kadar pencemaran logam berat Fe dalam limbah cair.

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    42/69

    32

    BAB III

    METODOLOGI PENELITIAN

    Bab ini terdiri dari enam sub bab. Pada sub bab pertama menjelaskan

    rancangan penelitian, pada sub bab kedua menjelaskan bahan dan peralatan

    penelitian. Pada sub bab ketiga menjelaskan variabel penelitian, pada sub bab

    keempat menjelaskan lokasi penelitian. Pada sub bab kelima menjelaskan

    prosedur penelitian dan teknik pengumpulan data. Terakhir pada sub bab keenam

    menjelaskan analisis data pada penelitian.

    3.1 Rancangan PenelitianDalam penelitian ini akan digunakan 16 buah reaktor yang menggunakan

    Sistem Aliran Vertikal Bawah Permukaan ( vertical subsurface flow ). 16 buah

    reaktor akan digunakan sebagai alat pengujian. Reaktor sendiri berbahan kayu

    yang dilapisi dengan plastik dengan dimensi reaktor berukuran 65 cm x 35 cm x

    35 cm. Sedangkan aliran yang digunakan adalah aliran batch bertingkat. Untuk

    proses batch bertingkat, seluruh bahan reaksi dicampur pada awal proses. Selama

    terjadi reaksi, perubahan variabel menurut masa dan reaksi dihentikan serta hasildikeluarkan apabila pertukaran mencapai ke tahap yang diinginkan (Masyitah,

    2004).

    Analisis data kandungan logam Fe dan Mn pada effluent reaktor, disajikan

    dalam tabulasi data berupa tabel dan grafik serta analisis deskriptif, yaitu dengan

    membandingkan data hasil analisis kandungan Fe dan Mn pada air asam tambang

    batubara sebelum perlakuan dengan setelah perlakuan pada reaktor.

    3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian

    3.2.1 Bahan Penelitian

    Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini, meliputi:

    a. Media tanam/tanah sulfat masam, sesuai dengan habitat dari tanaman purun

    tikus.

    b. Tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) dengan tinggi rata-rata 15 cm, dan

    kayu apu ( Pistia stratiotes) .

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    43/69

    33

    c. Air asam tambang batubara PT. Arutmin Indonesia Tambang Asam Asam,

    daerah Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan.

    d. Bahan kimia untuk analisis parameter uji Fe dan Mn, meliputi air bebas

    mineral; asam nitrat (HNO 3) pekat; larutan standar logam besi (Fe); logam

    mangan (Mn) dengan kemurnian minimum 99,0%; gas asetilen (C 2H2) HP

    dengan tekanan minimum 100 psi; larutan pengencer HNO 3 0,05 M; larutan

    pencuci HNO 3 5%; larutan kalsium.

    3.2.2 Peralatan Penelitian

    Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

    a. Jerigen penampung sampel terbuat dari plastik dengan kapasitas 35 liter

    sebanyak 5 buah.

    b. Drum plastik dengan kapasitas 130 liter sebanyak 1 buah untuk

    menghomogenkan sampel.

    c. Pipa PVC inch sebagai pipa outlet pada bagian bawah reaktor sepanjang

    10 cm.

    d. Reaktor penelitian berbahan kayu dengan dimensi 65 cm x 35 cm x 35 cm.

    Dimensi tersebut dipilih berdasarkan penelitian yang dilakukan Risnawati &

    Damanhuri (2010).e. Plastik sebagai bahan pelapis bagian dalam reaktor kayu.

    f. Gayung plastik sebagai alat menyiram tanaman

    g. Ember plastik sebagai alat penampung air sebelum dipindahkan kedalam

    reaktor.

    h. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) sebagai alat untuk mengukur kadar

    besi dan mangan.

    i.

    Botol plastik sebagai tempat menampung sampel air yang akan diuji. j. Kain sebagai alat penahan antara tanah dengan pipa agar tidak terjadi

    penyumbatan.

    k. Kamera digital sebagai alat dokumentasi penelitian.

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    44/69

    34

    3.3 Variabel Penelitian

    3.3.1 Variabel bebas

    Variabel bebas pada penelitian ini adalah interval waktu kontak efektif

    optimal.

    3.3.2 Variabel terikat

    Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar besi dan mangan effluent

    pada reaktor lahan basah buatan Sistem Aliran Vertikal Bawah Permukaan

    (vertical subsurface flow ) menggunakan tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) ,

    dan kayu apu.

    3.4 Lokasi Penelitian

    Lokasi-lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian ini adalah:

    a. PT. Arutmin Indonesia Tambang Asam Asam

    Lokasi pengambilan contoh air asam tambang batubara di salah satu kolam pit

    PT. Arutmin Indonesia Tambang Asam Asam.

    b. Desa Puntik Tengah

    Lokasi pengambilan contoh tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) dan tanah

    sulfat masam.

    c. Rawa di daerah desa Tungkaran untuk mengambil tanaman kayu apu ( Pistia stratiotes )

    d. Laboratorium Green house Fakultas Kehutanan

    Tempat aklimatisasi tanaman purun tikus dan pengujian reaktor lahan basah

    buatan aliran vertikal bawah permukaan.

    e. Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Lambung Mangkurat.

    Merupakan tempat pengujian kadar Fe dan Mn menggunakan

    Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)

    3.5 Prosedur Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data

    3.5.1 Prosedur Penelitian

    Prosedur penelitian sebagai berikut:

    1. Persiapan Tanaman

    a. Menyiapkan media tanam tanah sulfat masam dengan membersihkan tanah

    dari bahan-bahan yang tidak diinginkan seperti daun, akar tanaman, batu,

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    45/69

    35

    dll. Setelah bebas dari bahan-bahan yang tidak diinginkan kemudian

    memasukkannya ke dalam bak reaktor.

    b. Mengisi media tanam tanah sulfat masam pada masing-masing bak reaktor

    sampai mencapai ketinggian 30 cm dari tinggi bak reaktor tersebut.

    Ketinggian media 30 cm diambil berdasarkan kriteria desain yang

    disajikan pada Tabel 2.2, metode Kadlec dan Knight.

    c. Menyiapkan dan memilih tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) yang

    memiliki ketinggian batang rata-rata 15 cm, dengan jumlah batang tiap-

    tiap rumpun relatif sama ( 18 batang) dan kayu apu ( Pistia Stratiotes) .

    Menanam tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) yang telah dipilih

    kedalam reaktor dengan jarak tanam masing-masing rumpun adalah 10 x

    10 cm.

    d. Merangkai reaktor penelitian seperti pada Gambar 3.1 berikut ini :

    Gambar 3.1 Reaktor Penelitian

    e. Melakukan aklimatisasi tanaman dengan cara memberikan air sungai

    selama 3 hari, ditandai dengan penambahan tinggi tanaman sekitar 1-2 cm

    serta kondisi tanaman yang tidak kering.

    f. Melakukan pengoperasian reaktor setelah 3 hari dengan mengaliri reaktor

    dengan air asam tambang batubara. Volume air didapat dari persamaan:

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    46/69

    36

    2. Pengoperasian Reaktor

    a. Memasukkan air asam tambang batubara PT. Arutmin Indonesia Tambang

    Asam Asam ke dalam drum plastik dan melakukan pengadukan, hal ini

    berfungsi untuk menghomogenkan air asam tambang batubara.

    b. Setelah air asam tambang batubara homogen, kemudian memasukkan air

    asam tambang batubara kedalam masing-masing reaktor.

    c. Mengisi air asam tambang batubara sampai batas ketinggian reaktor atau

    sekitar 11 liter air asam tambang batubara.

    d. Mengambil sampel air effluent dari reaktor dan menempatkannya dalam

    botol plastik berkapasitas 330 ml untuk pengujian parameter Fe dan Mn.

    e. Melakukan analisis laboratorium terhadap parameter air asam tambang

    batubara dan media tanah sesuai dengan standar, yaitu :

    1. Untuk air Fe sesuai dengan SNI 6989.4:2009

    2. Untuk air Mn sesuai dengan SNI 6989.5:2009

    f. Melakukan pengujian di Laboratorium Dasar, Fakultas MIPA, Universitas

    Lambung Mangkurat.g. Melakukan analisis data yang disajikan dalam tabulasi data berupa tabel

    dan grafik serta analisis deskriptif, yaitu dengan membandingkan data

    hasil analisis kandungan Fe dan Mn pada air asam tambang batubara

    sebelum perlakuan dengan setelah perlakuan pada reaktor.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Data didapatkan dari hasil pengujian laboratorium dengan pengukuran

    nilai kadar Besi dan Mangan pada air sebelum dan sesudah pengoperasian setiapharinya, selama 14 hari penelitian.

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    47/69

    37

    Gambar 3.2 Diagram Alir Prosedur Penelitian

    3.6 Analisis Data

    Analisis hasil untuk mengetahui efisiensi penurunan kadar besi danmangan digunakan rumus berikut.

    x 100% ................................................................ (3.1)

    Dimana:

    E = Persen penurunan (%)

    C0 = Kadar besi dan mangan awal (mg/l)

    Ce = Kadar besi dan mangan akhir (mg/l)

    Studi Literatur

    Ide Studi

    Observasi Awal

    IdentifikasiMasalah

    Pengumpulan Data Primer

    Pengamatan langsung di lapangan

    Pengambilan sampel air asam tambang

    (Fe & Mn)

    Purun tikus, dan Kayu Apu

    Penelitian Laboratorium

    Design reaktor VSSF-Wetlands

    Analisis data sebelum penggunaan sistem VSSF-Wetlands

    Penggunaan sistem VSSF-Wetlands dan tanaman Purun tikusdan ka u a u

    Analisis data setelah penggunaan sistem VSSF-Wetlands

    Kesimpulan & Saran

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    48/69

    38

    Data-data yang diperoleh tersebut harus diringkas dengan baik dan teratur,

    baik dalam bentuk tabel atau presentasi grafik sebagai dasar untuk pengambilan

    keputusan. Penyajian data yang digunakan dalam statistik deskriptif seperti:

    1. Tabel

    2. Presentasi grafis seperti scatter , line chart dan lain sebagainya.

    Untuk mengetahui pengaruh perlakuan maka dilakukan analisis ragam (Uji

    F), selanjutnya jika perlakuan berpengaruh terhadap parameter yang diukur maka

    dilanjutkan dengan uji LSD pada taraf kesalahan 5%.

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    49/69

    39

    BAB VI

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Bab ini menjelaskan hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah

    dilakukan. Terdiri dari dua sub bab. Pada sub bab pertama menjelaskan hasil

    penelitian. Pada sub bab kedua menjelaskan hasil yang didapat selama proses

    penelitian dilakukan, terdapat nilai besi (Fe) dan mangan (Mn) baik itu dari data

    inffluent maupun hasil effluent dari reaktor penelitian.

    4.1. Hasil Penelitian

    Penelitian ini menggunakan metode sistem Lahan Basah Buatan AliranVertikal Bawah Permukaan menggunakan tanaman Purun Tikus (Eleocharis

    dulcis) dan Kayu Apu ( Pistia stratiotes ) sebagai biofilter. Dimensi reaktor adalah

    65 cm x 35 cm x 35 cm, yang mana didasari dari penelitian sebelumnya oleh

    Risnawati & Damanhuri (2010). Ketinggian media yaitu berupa tanah sulfat

    masam yang digunakan adalah 30 cm yang mana merupakan kriteria desain

    minimal yang diperbolehkan oleh Kadlec dan Knight dalam Halverson (2004).

    Volume air yang akan diolah yaitu berupa air asam tambang digunakan sebanyak

    11 liter, air asam tambang itu sendiri diambil dari salah satu settling pond di PT.

    Arutmin Asam Asam. Pengaliran alir pada reaktor ini menggunakan sistem

    vertikal menurun dengan memanfaatkan gaya gravitasi secara batch bertingkat.

    Tanaman yang digunakan adalah tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis)

    dan kayu apu ( Pistia stratiotes ) yang telah dipilih dan diaklimatisasi terlebih

    dahulu selama 3 hari, yang ditandai dengan pertambahan tinggi batang pada purun

    tikus dan kelopak daun segar pada kayu apu. Media tanam yang digunakan adalah

    tanah sulfat masam. Baik tanaman Purun Tikus dan tanah sulfat masam, keduanya

    diambil di daerah Puntik Tengah, Kabupaten Barito Kuala. Sedangkan tanaman

    Kayu Apu diambil di derah rawa Tungkaran, Martapura.

    Pengambilan sampel dilakukan pemilihan secara sengaja dengan

    pertimbangan tertentu yang dianggap penting dan dapat mewakili keadaan

    (Siegel,2009). Tanaman purun tikus dan kayu apu yang diambil merupakan

    anakan, dengan pertimbangan tingkat penyerapan Fe dan Mn yang cukup tinggi.

  • 8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis

    50/69

    40

    Sedangkan untuk sampel tanah diambil pada kedalaman 20 cm dari

    permukaan tanah, dengan asumsi bahwa panjang akar tanaman purun tikus tidak

    lebih dari 20 cm, yang kemudian selanjutnya dimasukkan kedalam karung untuk

    dibawa menuju laboratorium Green house Fakultas Kehutanan UNLAM.

    Reaktor yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 16 buah. 4 reaktor

    digunakan untuk purun tikus dengan interval 1, 3, 5, 7 dengan dua kali

    pengulangan, sedangkan 4 buah reaktor lainnya untuk kayu apu dengan interval

    yang sama juga dengan dua kali pengulangan. Konsentrasi awal ( influent) Besi

    (Fe) sebesar 76,40 ppm dan Mangan (Mn) sebesar 10,87 ppm.

    Sistem lahan basah buatan aliran vertikal bawah permukaan pada dasarnya

    terdiri dari tipe aliran vertikal menurun dan menanjak. Pada penelitian ini, sistem

    aliran vertikal yang digunakan adalah aliran vert ikal menurun yang memanfaatkan

    gaya gravitasi atau downflow . Pada aliran tipe vertikal menurun, air dialirkan ke

    dalam lahan basah buatan dari lapisan atas media dan saluran outlet dibuat di

    dasar media, sehingga air akan mengalir kebawah dengan melewati zona akar

    dengan gaya gravitasi. Pada sistem aliran vertikal menurun ini diharapkan adanya

    kontak langsung antara zona perakaran tanaman purun tikus dengan air asam

    tambang batubara. Sehingga proses penurunan Fe dan Mn dapat tercapai. Selainitu mikroorganisme juga diharapkan dapat berperan dalam sistem ini.

    Sampel uji yang berupa air olahan dari lahan bas