8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
1/69
EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG
DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS ( El eochar is dulcis ), DAN KAYU
APU ( Pisti a str atiotes ) MENGGUNAKAN SISTEM LAHAN BASAH
BUATAN METODE BATCH BERTINGKAT
Dosen Pembimbing:
Dr. Qomariyatus Sholihah, Dipl.hyp, ST., M.Kes
19780420 200501 2 002
Disusun Oleh:
M. Wahyudin Saputra
Denny Dwi RamadaniRadhiatul Istiqamah
Denny Mahendra Jangkan
Frenaldo
Jimmy Mangasi Siahaan
Reza Roberto Maulana
M. Azwar Ramadhani
Sapta Ady Pratama
H1E109048
H1E110017H1E110032
H1E110035
H1E110036
H1E110037
H1E110068
H1E110069
H1E110202
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI S1 TEKNIK LINGKUNGAN
BANJARBARU
2014
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
2/69
ii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Karya tulis ini asli dan belum pernah diajukan untuk mendapatkan
gelar akademik apapun, baik di Universitas Lambung Mangkurat
maupun d i perguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini adalah merupakan gagasan, rumusan dan
penelit ian saya sendiri, tanpa bantuan pihak lain kecuali arahan dari
Dosen Pembimbing.
3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat orang lain,
kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan sebagai acuan dalam
naskah dengan disebutkan nama penulis dan dicantumkan dalam daftar
pustaka.
4. Program software komputer yang digunakan dalam penelitian ini
sepenuhnya menjadi tanggungjawab saya, bukan tanggungjawab
Universitas Lambung Mangkurat (apabila menggunakan software
khusus).
5. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila
dikemudian hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini, maka saya bersedia menerima sangsi akademik
dengan pencabutan gelar yang sudah diperoleh, serta sangsi
lainnya sesuai dengan norma yang berlaku di perguruan tinggi.
Banjarbaru, Desember 2014
Yang membuat pernyataan,
Tim Penulis
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
3/69
iii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besar penurunan parameter uji(Fe dan Mn) air asam tambang menggunakan tanaman Purun tikus (Eleocharisdulcis) dengan sistem Lahan Basah Buatan Aliran Vertikal Bawah Permukaan(Vertical Subsurface-Constructed Wetland) serta waktu kontak efektif yangdibutuhkan pada sistem pengolahan tersebut. Metode penelitian ini meliputireaktor lahan basah buatan berbahan kayu yang dilapisi plastik dengan dimensi65 x 35 x 35 cm dengan sistem batch bertingkat menngunakan air asam tambang
sebagai objek penelitian, effluent air asam tambang yang kemudian diolah.tanaman yang digunakan pada penelitian ini adalah Purun tikus (Eleocharisdulcis) Kayu apu (Pistia stratiotes) yang merupakan jenis tumbuhan liar yangdapat tumbuh dan beradaptasi dengan baik pada lahan rawa pasang surut. Hasil
penelitian didapat, bahwa efisiensi penurunan konsentrasi Fe terjadi pada hari
ke-3 dengan persentasi sebesar 91,06%. Sedangkan efisiensi penurunankonsentrasi Mn terjadi pada hari ke 3 dengan persentasi sebesar 97,39%.
Kata Kunci: air asam tambang, kayu apu, lahan basah buatan , purun tikus
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
4/69
iv
ABSTRACT
The study was intended to determine the lower level parameters (Fe and Mn) of acid mine drainage by using Purun tikus plant ( Eleocharis dulcis), and
Kayu apu plant (Pistia stratiotes) as a construted wetland system with vertical subsurface flow and the decreasing of effective time in prosessing system. The study method include constructed wetland reactor made of wood and plasticinside with dimension 65x35x35 cm with a multilevel system of batch acid minedrainage is used as an object of study then processed. The plants that used in this
study were Purun tikus and kayu apu that lived and grow in cat clay. This studyresult obtained, that the efficiency decrease concentration of Fe in third day witha percentage of 91,06%. Whereas the efficiency decrease concentration of Mn inthird day with a percentage of 97,39%.
Key words : acid mine drainage, constructed wetland, kayu apu, purun tikus.
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
5/69
v
KATA PENGANTAR
Assalam ualaikum Wr. Wb.
Puji syukur senantiasa penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah melimpahkan karunia nikmat, rahmat, dan hidayah bagi umat-Nya.
Atas ridho-Nya jualah penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang
berjudul Efektivitas Penurunan Fe Dan Mn Pada Air Asam Tambang
Dengan Tanaman Purun Tikus ( El eochari s Du lcis ), Dan Kayu Apu ( Pistia
Stratiotes ) Menggunakan Sistem Lahan Basah Buatan Metode Batch
Bertingkat ini tepat pada waktunya. Adapun penulisan makalah ini ber tujuanuntuk memenuhi tugas mata kuliah epidemiologi.
Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Qomariyatus
Sholihah selaku dosen mata kuliah epidemiologi.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini masih mempunyai kekurangan.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik,
saran, bimbingan, serta nasihat yang membangun demi kesempurnaan makalah
ini. Besar harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca dalam meningkatkan prestasi belajar, serta membina mental seorang
pelajar Indonesia seutuhnya. Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Banjarbaru, Desember 2014
Penulis
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
6/69
v
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN .............................. Error! Bookmark not defined.
HALAMAN PERNYATAAN.............................................................................. ii
ABSTRAK ......................................................................................................... iii
ABSTRACT ....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ......................................................................................... v
LEMBAR PERSEMBAHAN ............................... Error! Bookmark not defined.
DAFTAR ISI ....................................................................................................... vDAFTAR TABEL ............................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ viii
DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... 1
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang....................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ............................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 41.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 4
1.5 Hipotesis Penelitian ............................................................................... 5
1.6 Batasan Masalah .................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 6
2.1 Air Asam Tambang ( Acid Mine Drainage ) ......................................... 6
2.2 Logam Berat Fe dan Mn ..................................................................... 8
2.3 Tipe Lahan Basah Buatan ( Constructed Wetland) ............................. 12BAB III METODOLOGI PENELITIAN........................................................... 32
3.1 Rancangan Penelitian ........................................................................... 32
3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian ............................................................ 32
3.3 Variabel Penelitian............................................................................... 34
3.4 Lokasi Penelitian ................................................................................. 34
3.5 Prosedur Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data ............................. 34
3.6 Analisis Data ....................................................................................... 37
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
7/69
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 39
4.1. Hasil Penelitian .................................................................................... 39
4.1.1. pH pada Reaktor Purun Tikus dan Kayu Apu ................................ 41
4.1.2. Penurunan Fe ................................................................................ 43
4.1.3. Penurunan Mn .............................................................................. 44
4.2. Pembahasan ......................................................................................... 45
4.2.1. Penurunan Fe ................................................................................ 45
4.2.2. Penurunan Mn .............................................................................. 47
BAB V KESIMPULAN .................................................................................... 51
5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 51
5.2. Saran ....................................................................................................... 51
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 52
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
8/69
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Cair Batubara .................................................... 8
Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan dari Sub Surface Flow Wetland ............ 19
Tabel 2.3 Kriteria Desain Untuk Pengolahan Pada Sub Surface Flow Wetland 20
Tabel 2.4 Karakteristik Media Pada Sistem Lahan Basah buatan ................... 22
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran pH Reaktor Purun tikus ...................................... 41
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran pH Reaktor Kayu Apu ........................................ 41
Tabel 4.3 Uji Karakteristik Awal Air Asam Tambang .................................... 42
Tabel 4.4 Efisiensi Penurunan Besi (Fe) ......................................................... 45
Tabel 4.5 Efisiensi Penurunan Mangan (Mn) .................................................. 48
Tabel 4.6 Efisiensi Penurunan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) ............................ 50
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
9/69
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Tipe Aliran Lahan Basah Buatan ................................................. 12
Gambar 2.2 Skema Penampang VSSF-CW .................................................... 13
Gambar 2.3 Lahan Basah Buatan Aliran Vertikal Menurun ............................ 13
Gambar 2.4 Lahan Basah Buatan Aliran Vertikal Menanjak .......................... 24
Gambar 2.5 Tipe Aliran Vertikal Menurun ..................................................... 16
Gambar 2.6 Tipe Aliran Vertikal Menanjak .................................................... 17
Gambar 3.1 Reaktor Penelitian ....................................................................... 35Gambar 3.2 Diagram Alir Prosedur Penelitian ................................................ 37
Gambar 4.1 Grafik Effluent Besi (Fe) ............................................................. 46
Gambar 4.2 Grafik Efisiensi Penurunan Besi (Fe)........................................... 46
Gambar 4.3 Grafik Effluent Mangan (Mn) ...................................................... 49
Gambar 4.4 Grafik Efisiensi Penurunan Mangan (Mn) ................................... 49
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
10/69
DAFTAR SINGKATAN
Singkatan Nama Halaman Pertama
Muncul
AAT Air Asam Tambang 1
CW Constructed Wetland 16
Fe Besi 2
HSSF-CW Horizontal Subsurface Flow-
Constructed Wetland
18
LSD Least Significant Difference 46
Mn Mangan 3
Ppm Part Per Million
SF Surface Flow 17
SNI Standart Nasional Indonesia 44
SSA Spektometri Serapan Atom 39
SSF Subsurface Flow 17
VSSF-CW Vertical Subsurface Flow-Constructed
Wetland
19
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
11/69
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertambangan batubara tersebar luas di Indonesia. Salah satu yang terbesar
yaitu terdapat di Pulau Kalimantan khususnya di Kalimantan Selatan. Metode
eksploitasi batubara yang diterapkan oleh perusahaan adalah metode
penambangan terbuka. Penambangan dengan menggunakan metode
penambangan terbuka tersebut menghilangkan permukaan tanah dan bahan
organik tanah. Hasil dari penambangan terbuka ini adalah lapisan batuan yang
mengandung sulfur terbuka dan bereaksi dengan air dan oksigen sehingga
melepaskan sulfat ke lingkungan. Reaksi ini menyebabkan terjadinya
kemasaman pada air atau sering disebut air asam tambang.
Air asam tambang juga tercemar asam sulfat dan senyawa besi, yang dapat
mengalir ke luar daerah pertambangan. Air yang mengandung kedua senyawa
ini dapat berubah menjadi asam. Bila air yang bersifat asam ini melewati
daerah batuan karang/kapur akan melarutkan senyawa Ca dan Mg dari batuan
tersebut. Selanjutnya senyawa Ca dan Mg yang larut terbawa air akan
memberi efek terjadinya air sadah, yang tidak bisa digunakan untuk mencuci
karena sabun tidak bisa berbusa. Bila dipaksakan akan memboroskan sabun,
karena sabun tidak akan berbusa sebelum semua ion Ca dan Mg mengendap.
Limbah pertambangan yang bersifat asam bisa menyebabkan korosi dan
melarutkan logam-logam sehingga air yang dicemari bersifat racun dan dapat
memusnahkan kehidupan akuatik (Iman, 2012)
Air asam tambang (AAT) atau dalam bahasa Inggris dikenal sebagai acid
mine drainage (AMD) atau acid rock drainage (ARD) terbentuk saat
mineral sulphida tertentu yang ada pada batuan terpapar dengan kondisi
dimana terdapat air dan oksigen (sebagai faktor utama) yang menyebabkan
terjadinya proses oksidasi dan menghasilkan air dengan kondisi asam (Henny,
2012).
Penggunaan bahan kimia tertentu (seperti tawas, Poly Aluminium
Chloride /PAC, dan Kapur(CaCO 3)) untuk mengolah air asam tambang adalah
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
12/69
2
metode umum yang digunakan, namun metode ini memerlukan biaya yang
tidak sedikit. Pada saat ini banyak metode pengelolaan menggunakan vegetasi
alami yaitu tumbuhan yang berada di sekitar. Seperti pada penelitian
Risnawati dan Damanhuri (2010) yang meneliti tentang penyisihan logam
pada lindi menggunakan constructed wetland yang mana menggunakan purun
tikus untuk mendegradasi logam Fe. Pada literatur dan beberapa penelitian
pun banyak meneliti tentang purun tikus dan kayu apu, karena diketahui dapat
menurunkan kadar logam berat yang ada di air limbah. Selain mudah didapat,
pengolahan limbah dengan menggunakan vegetasi alami merupakan cara yang
efektif, efisien, dan ekonomis dimana tidak seperti penggunaan kapur yang
membutuhkan biaya besar untuk pembelian bahan baku, lain halnya dengan
tanaman. Pengelolaan limbah dengan tanaman membutuhkan biaya yang
relatif murah dan tentunya ramah lingkungan.
Salah satu alternatif pengolahan limbah cair yang mudah, murah, dan
efektif dalam pengaplikasiannya adalah dengan menggunakan lahan basah
buatan ( constructed wetland) . Lahan basah buatan merupakan sistem
pengolahan terencana atau terkontrol yang telah didesain dan dibangun
menggunakan proses alami yang melibatkan vegetasi, media, danmikroorganisme untuk mengolah air limbah. Lahan basah buatan memiliki
karakteristik performa yang baik, biaya pengoperasian dan investasi yang
minimum, sangat ekonomis dan bermanfaat bagi masyarakat dalam
menangani air limbah dan mekanisme penyisihan polutan merupakan dasar
yang penting pada desain teknik lahan basah buatan, dan dapat memberikan
keandalan dalam desain rekayasa dan operasi (Cheng, 2013).
Sistem Lahan Basah Aliran Bawah Permukaan ( Sub Surface Flow
Wetlands ) merupakan salah satu sistem pengolahan air limbah jenis Lahan
Basah Buatan ( Constructed Wetlands ), yang mana prinsip kerja sistem
pengolahan limbah tersebut dengan memanfaatkan simbiosis antara
tumbuhan air dengan mikroorganisme dalam media di sekitar sistem
perakaran ( Rhizosphere ) tanaman tersebut. Sistem Lahan Basah Aliran
Bawah Permukaan ( Sub Surface Flow Wetlands ) memiliki keuntungan dari
segi biaya dan ramah lingkungan, yaitu dapat mengolah limbah domestik,
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
13/69
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
14/69
4
1.2 Perumusan Masalah
Menurut latar belakang yang ada, maka dapat disusun rumusan masalah
sebagai berikut:
a. Seberapa besar penurunan (Fe dan Mn) pada pengolahan air asam
tambang menggunakan tanaman Purun tikus ( Eleocharis dulcis ), dan
Kayu Apu ( Pistia stratiotes ) dengan sistem Lahan Basah Buatan Aliran
Vertikal Bawah Permukaan ( Vertical Subsurface-Constructed Wetland)
menggunakan metode batch bertingkat tersebut?
b. Berapa interval waktu kontak efektif dan optimal yang dibutuhkan sistem
pengolah air asam tambang tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini, meliputi:
a. Mengetahui besar penurunan (Fe dan Mn) pada pengolahan air asam
tambang dengan sistem Lahan Basah Buatan Aliran Vertikal Bawah
Permukaan VSSF-Constructed Wetlands menggunakan tanaman Purun
tikus ( Eleocharis dulcis ), dan Kayu Apu ( Pistia stratiotes ) menggunakan
metode Batch bertingkat. b. Mengetahui interval waktu kontak efektif dan optimal yang dibutuhkan
dalam pengolahan air asam tambang dengan tanaman Purun tikus
( Eleocharis dulcis ), dan Kayu Apu ( Pistia stratiotes ) pada sistem
pengolahan tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan melakukan penelitian lebih lanjut mengenai sistem Lahan BasahBuatan Aliran Vertikal Bawah Permukaan ( VSSF-Constructed Wetlands ), manfaat
yang didapat meliputi:
a. Memberikan sumbangan ilmu pengetahuan dan teknologi
penanggulangan pencemaran air asam tambang di Indonesia, khususnya
di Kalimantan Selatan, terutama untuk penggunaan sistem Lahan Basah
Buatan Aliran Vertikal Bawah Permukaan.
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
15/69
5
b. Sebagai informasi alternatif penggunaan tanaman Purun tikus
( Eleocharis dulcis ) dan Kayu apu ( Pistia stratiotes ) dalam upaya
penerapan sistem Lahan Basah Buatan Aliran Vertikal Bawah
Permukaan untuk pengolahan air asam tambang limbah cair batubara di
Indonesia, khususnya Kalimantan Selatan.
1.5 Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini, yaitu Kadar Fe dan Mn pada air asam
tambang dapat menurun dengan sistem Lahan Basah Buatan Aliran Vertikal
Bawah Permukaan menggunakan tanaman Purun tikus ( Eleocharis dulcis ),
dan Kayu Apu ( Pistia stratiotes ) menggunakan metode Batch bertingkat.
1.6 Batasan Masalah
Batasan masalah dari Penelitian ini adalah :
a. Menggunakan sampel air asam tambang di salah satu Pit di PT Arutmin
Indonesia Tambang Asam Asam
b. Menggunakan beberapa tanaman air yaitu tanaman Purun tikus
( Eleocharis dulcis ) dan Kayu apu ( Pistia stratiotes )
c. Paramater yang diuji dalam penelitian ini adalah kadar Fe dan Mn dalam
air asam tambang
d. Skala yang digunakan yaitu skala laboratorium di laboratorium Green
House Fakultas Kehutanan
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
16/69
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan teori-teori tentang penelitian. Bab ini terdiri dari lima
sub bab. Pada sub bab pertama menjelaskan secara rinci mengenai air asam
tambang. Pada sub bab kedua menjelaskan tentang logam berat pada penelitian
yaitu besi (Fe) dan mangan (Mn). Pada sub bab ketiga menjelaskan berbagai tipe
lahan basah buatan ( constructed wetland ). Pada sub bab keempat menjelaskan
deskripsi umum tanaman Purun tikus ( Eleocharis dulcis ). Terakhir pada sub bab
kelima menjelaskan deskripsi umum tanaman Kayu apu ( Pistia stratiotes ).
2.1 Air Asam Tambang ( Acid M ine Drainage )
Air Asam Tambang (AAT) adalah istilah umum yang digunakan untuk
menyebutkan lindian, rembesan atau aliran yang telah dipengaruhi oleh oksidasi
alamiah mineral sulfida yang terkandung dalam batuan yang terpapar selama
penambangan. AAT terjadi akibat adanya reaksi antara air permukaan, baik air
limpasan hujan maupun genangan air, dengan lapisan batuan yang mengandung
mineral belerang. Mineral belerang yang paling umum ditemukan adalah pyrite (FeS). AAT biasanya ditemukan pada daerah tambang yang masih aktif atau
pertambangan yang terbengkalai.
Air asam tambang, menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha
dan/atau Kegiatan Pertambangan batubara disebutkan pada Pasal 1 ayat 5, bahwa
air limbah usaha dan atau kegiatan pertambangan batubara adalah air yang berasal
dari kegiatan penambangan batubara dan air buangan yang berasal dari kegiatan
pengolahan/pencucian batu bara. Berdasarkan keputusan Menteri Lingkungan
Hidup Nomor 113 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah bagi Usaha dan
atau Kegiatan Pertambangan Batubara bahwa kandungan Fe dan Mn total di
dalam limbah cair dibatasi yaitu 7 mg/l dan 4 mg/l.
Curah hujan yang tinggi dan sisa bahan galian yang tersusun atas mineral
merupakan penyebab utama tingginya fenomena air asam tambang di Indonesia.
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
17/69
7
Air asam tambang mengakibatkan air di sekitar lokasi penambangan tidak layak
untuk mendukung kehidupan masyarakat sekitar. Air asam tambang ditandai
dengan berubahnya warna air menjadi merah jingga karena ion ferro (Fe 2+) yang
terdapat pada mineral pirit teroksidasi menjadi ferri (Fe 3+) (Widyati, 2009)
Secara fisik, aktivitas penyingkiran lapisan tanah di atas batubara
sekaligus menggusur kantong-kantong aliran air seperti sungai dan mata air di
lokasi tersebut. Secara kimia, formasi batuan tempat terbentuknya batubara di
Indonesia umumnya tersusun atas mineral sulfidik. Mineral yang tersisa ketika
bersinggungan dengan udara dan air akan cepat teroksidasi menghasilkan asam
sulfat. Karena asam sulfat merupakan asam kuat, maka pH tanah dan air akan
mengalami penurunan secara drastis (Widyati, 2009).
Menurut Costelo (2003) terjadinya air asam tambang diawali dari oksidasi
pirit seperti digambarkan pada reaksi berikut ini :
2 Fe 2 (s) + 7 O 2 (aq) + 2 H 2O Fe 2+ + 4 SO 42- + 4 H +
Selanjutnya ion ferro sangat mudah teroksidasi menjadi ferri yang
memberi warna merah pada air reaksinya digambarkan sebagai berikut :
2 Fe 2+ + O 2 + 2 H + 2 Fe 3+ + H 2O
Dari reaksi tersebut terlihat bahwa logam (Fe) akan terakumulasi baik
pada tanah maupun air. Disamping Fe juga dijumpai logam-logam lain seperti
Mn, Zn, Cu, Ni. Pb, Cd, dan lain-lain. Hal ini karena mineral umum yang terdapat
pada lahan bekas tambang batubara selain pirit (FeS) antara lain spalerit (ZnS),
galena (PbS), milerit (NiS), grinokit (CdS), covelit (CuS), kalkopirit (CuFeS), dan
lain-lain (Costelo , 2003). Akibat air asam tambang inilah yang mengakibatkan
lahan bekas tambang batubara memerlukan penanganan yang serius terutama
untuk memperbaiki tingkat kemasaman dan menurunkan akumulasi logam-logam.
Faktor penting yang mempengaruhi terbentuknya AAT di suatu tempat
adalah:
1. Konsentrasi, distribusi, mineralogi dan bentuk fisik dari mineral sulfida
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
18/69
8
2. Keberadaan oksigen, termasuk dalam hal ini adalah asupan dari atmosfir
melalui mekanisme adveksi dan difusi
3. Jumlah dan komposisi kimia air yang ada
4. Temperatur
5. Mikrobiologi
Dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut, maka dapat dikatakan
bahwa pembentukan AAT sangat tergantung pada kondisi tempat
pembentukannya. Perbedaan salah satu faktor tersebut diatas menyebabkan proses
pembentukan dan hasil yang berbeda. Oleh karena itu, terkait dengan hal-hal
tersebut maka karakteristik AAT di satu daerah pertambangan akan berbeda
dengan pertambangan di daerah lainnya.
Tabel 2.1 Baku Mutu Limbah Cair Batubara
Parameter Satuan Kadar Maksimum
pH 6-9
Residu Tersuspensi mg/l 400
Besi (Fe) mg/l 7
Mangan (Mn) mg/l 4Sumber : KEPMENLH No. 113 Tahun 2003
2.2 Logam Berat Fe dan Mn
Keberadaan logam berat di lingkungan dapat terjadi secara alami namun
sebagian besar berasal dari berbagai jenis kegiatan manusia (antropogenik).
Keberadaan logam berat yang melebihi ambang batas dapat menjadi sumber
pencemar atau polutan yang berbahaya. Pada dasarnya, polutan antropogenik
digolongkan menjadi dua kelompok besar. Pertama, senyawa senobiotik yaitu
bahan buatan yang merupakan benda asing dalam proses metabolism yang dapat
berbentuk molekul, ion larut air atau gas. Kedua, senyawa atau ion yang
merupakan bagian dari daur unsur tersebut dalam metabolisme dengan mudah
diubah menjadi molekul atau ion semacam itu (Hoffman, 2013).
Mangan paling banyak diserap dalam bentuk ion mangan. Keberadaan
unsur mangan biasanya bersama-sama dengan unsur besi dan unsur besi biasanya
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
19/69
9
terdapat di air tanah. Meskipun besi dan mangan pada umumnya terdapat dalam
bentuk terlarut bersenyawa dengan bikarbonat dan sulfat, juga ditemukan kedua
unsur tersebut bersenyawa dengan hidrogen sulfida (H 2S). Selain itu besi dan
mangan ditemukan pula pada air tanah yang mengandung asam yang berasal dari
humus yang mengalami penguraian dari tanaman atau tumbuhan yang bereaksi
dengan unsur besi untuk membentuk ikatan kompleks organik. Konsentrasi
mangan pada umumnya kurang dan 1,0 mg/l. Pada air permukaan yang belum
diolah ditemukan konsentrasi mangan rata-rata lebih dari 1 mg/l, walaupun
demikian dalam keadaan tertentu unsur mangan dapat timbul dalam konsentrasi
besar pada suatu reservoir/tandon atau sungai pada kedalaman dan saat tertentu.
Hal ini terjadi akibat adanya aktivitas mikroorganisme dalam menguraikan dan
mereduksi bahan organik dan mangan (IV) menjadi mangan (II) pada kondisi
hypolimnion (kondisi adanya cahaya matahari) (Septiandina, 2010).
Pada tanah masam yang kaya aktif Mn dan bahan organik akan
menghasilkan Mn 2+ terlarut yang tinggi pada 1-2 minggu setelah penggenangan
akan tetapi akan menurun kembali dan stabil pada 10 ppm sedangkan batas kritis
Mn pada tanah sebesar 15-60 ppm (Widowati, 2010).
Gejala keracunan zat besi pada tanaman :1. Daun tanaman menguning jingga
2. Pucuk daun mengering
3. Tanamannya kerdil
4. Hasil tanaman rendah.
Ciri-ciri tingginya kadar besi dalam tanah :
1. Tampak gejala keracunan besi pada tanaman
2. Ada lapisan seperti minyak di permukaan air
3. Ada lapisan merah di pinggiran saluran (Sitorus, 2011).
Lahan basah, berdasarkan Sistem Klasifikasi Ramsar, diklasifikasikan
menjadi tiga kelompok utama, yaitu: lahan basah pesisir dan lautan, lahan basah
daratan, dan lahan basah buatan. Diantara ketiga kelompok utama lahan basah
tersebut, lahan basah buatan ( human-made wetlands ) mungkin bisa dianggap
sebagai satu-satunya kelompok lahan basah yang memiliki posisi paling dilematis,
karena di satu sisi pembangunan lahan basah buatan memang perlu dilakukan
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
20/69
10
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu (misal habitat mangrove diubah
jadi tambak) sementara di sisi lain pembangunan lahan basah buatan dianggap
menjadi penyebab berkurangnya (atau bahkan hilangnya) fungsi dan nilai
(manfaat) lahan basah alami (Puspita dkk., 2005).
Keberadaan lahan basah buatan dapat memberikan pengaruh yang baik
dan dapat pula memberikan pengaruh yang buruk bagi lingkungan sekitar.
Pembangunan lahan basah buatan sebagai ekosistem baru dapat mencegah
kepunahan serta meningkatkan populasi suatu jenis flora atau fauna. Sebagai
contoh pembangunan kolam atau situ dapat memberikan kesempatan bagi
berbagai jenis tumbuhan dan hewan air seperti teratai, kiambang, ikan, dan katak
untuk hidup dan berkembang biak. Di sisi lain tidak sedikit pula pembangunan
lahan basah buatan telah menyebabkan hilangnya habitat dan keanekaragaman
jenis flora fauna di dalamnya; salah satu contoh adalah pembangunan tambak
yang menjadi penyebab hilangnya hutan mangrove dan berbagai jenis biota
didalamnya (Puspita dkk., 2005).
Walaupun memiliki sejumlah keunggulan, teknologi lahan basah buatan
seperti teknologi pengolahan air limbah lainnya juga mempunyai keterbatasan
(Oktaviansyah, 2010). Keunggulan teknologi ini dibandingkan dengan fasilitas pengolahan limbah lainnya adalah sebagai berikut:
1. Biaya pembangunan dan operasi relatif lebih murah.
2. Mudah dioperasikan dan perawatan, sehingga tidak membutuhkan
karyawan yang berkeahlian tinggi.
3. Menyediakan fasilitas pembersih air limbah yang efektif dan dapat
diandalkan.
4.
Relatif toleran terhadap berbagai tingkat konsentrasi bahan pencemarsebagai akibat fluktuasi hidrolis dan jumlah bahan pencemar yang
memasuki sistem.
5. Dapat menghilangkan senyawa beracun (termasuk logam berat) yang tidak
dapat dibersihkan oleh fasilitas konvensional.
6. Bahan pencemar di dalam air dapat didaur ulang untuk menjadi biomassa
yang bernilai ekonomis.
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
21/69
11
7. Cocok dikembangkan di permukiman kecil dimana harga tanah relatif
murah dan air limbah berasal dari rumah tangga.
8. Menyumbangkan keuntungan yang tidak langsung bagi lingkungan seperti
kawasan hijau, habitat satwa liar, kawasan rekreasi dan pendidikan.
Beberapa kelemahan teknologi ini dibandingkan dengan fasilitas
pengolahan limbah lainnya adalah:
1. Memerlukan areal tanah yang luas untuk dapat menghasilkan air yang
relatif bersih.
2. Kompleksitas biologis dan hidrologis, serta masih kurangnya kemampuan
manusia memahami proses dinamis yang terjadi dalam pembersihan.
3. Kemungkinan berjangkitnya penyakit karena mikroba berkembang dalam
air ( wetland aliran atas permukaan).
4. Kemungkinan berjangkitnya penyakit yang mikroba pathogen atau
vektornya berkembang dalam lingkungan air, seperti malaria, demam
berdarah, dan lain lain.
5. Kemungkinan berpindahnya bahan pencemar ke biomassa yang
dikonsumsi manusia.
Berdasarkan klasifikasi lahan basah, rawa buatan termasuk didalamnya,dimana rawa buatan merupakan sebuah komplek rancangan manusia yang terdiri
dari substrat, tanaman, hewan, dan air yang meniru rawa alami untuk kegunaan
dan keuntungan manusia (Hammer dalam Puspita dkk., 2005 ). Ditinjau dari
fungsi rawa buatan yang pada umumnya digunakan bagi keperluan pengolahan air
tercemar, rawa buatan dapat didefinisikan sebagai ekosistem rawa buatan manusia
yang didesain khusus untuk memurnikan air tercemar dengan mengoptimalkan
proses-proses fisika, kimia, dan biologi dalam suatu kondisi yang saling berintegrasi seperti yang biasanya terjadi dalam sistem rawa alami. Rawa buatan
dalam bahasa Inggris diistilahkan sebagai constructed wetlands , walaupun
seharusnya terjemahan dari constructed wetlands adalah lahan basah buatan,
namun istilah rawa buatan dianggap lebih tepat digunakan karena jika kita
mengacu pada definisi lahan basah menurut Konvensi Ramsar, istilah lahan basah
memiliki makna yang sangat luas (tidak hanya mencakup rawa saja).
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
22/69
12
2.3 Tipe Lahan Basah Buatan ( Constructed Wetland)
Secara umum sistem pengolahan limbah dengan Lahan Basah Buatan
(Constructed Wetland ) ada 2 (dua) tipe, yaitu sistem aliran permukaan ( Surface
Flow Constructed Wetland ) atau FWS ( Free Water System ) dan sistem aliran
bawah permukaan ( Sub-Surface Flow Constructed Wetland ) atau sering dikenal
dengan sistem SSF-Wetlands (Leady dalam Supradata, 2009). Perbedaan sistem
aliran dari kedua sistem Lahan Basah tersebut dapat dilihat secara rinci pada
Gambar 2.1 berikut ini:
Gambar 2.1 Tipe Aliran Lahan Basah Buatan (Supradata, 2009)
Lahan basah buatan beraliran vertikal sering digunakan pada tahap awal sistem pengolahan air limbah setelah proses pra pengendapan air limbah dilakukan. Pada
lahan basah buatan tipe ini air limbah dialirkan di atas permukaan kolam sehingga
terjadi percikan air yang merembes/mengalir ke bawah melalui media dan sistem
perakaran tanaman dimana proses-proses penjernihan alami secara
aerobik berlangsung. Pengontrolan debit air perlu dilakukan agar tidak terbentuk
genangan air di bagian dasar sistem lahan basah buatan sehingga kondisi aerobik
dapat tercipta di seluruh bagian kolam (Meutia , 2003). Pada lahan basah buatandengan tipe aliran vertikal ini, air dialirkan di permukaan sistem lalu merembes
melalui substrat yang dipenuhi oleh akar tanaman hingga kemudian mencapai
dasar lahan basah untuk keluar dari sistem (Morel dan Diener, 2006).
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
23/69
13
Gambar 2.2 Skema Penampang Vertikal Bawah Permukaan
Lahan basah buatan aliran vertikal digolongkan menjadi:
1. Lahan basah buatan dengan tipe aliran vertikal menurun
Lahan basah buatan dengan tipe aliran vertikal menurun ini, air dialirkan di
permukaan sistem lalu merembes melalui substrat yang dipenuhi oleh akar
tanaman hingga kemudian mencapai dasar rawa untuk keluar dari sistem. Lahan
basah buatan dengan sistem aliran ini mudah mengalami penyumbatan ( clogging ).
Gambar 2.3 Lahan basah buatan beraliran vertikal menurun
(Puspita, 2005)
AIR
AIR
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
24/69
14
2. Lahan basah buatan dengan tipe aliran vertikal menanjak
Lahan basah buatan tipe ini air disalurkan melalui pipa ke dasar sistem lalu
naik pelan-pelan melalui substrat hingga kemudian keluar melalui saluran yangterletak di permukaan subtrat.
Gambar 2.4 Lahan basah buatan beraliran vertikal menanjak
(Puspita, 2005)
Sistem Aliran Bawah Permukaan ( Sub Surface Flow Wetlands ) merupakan
sistem pengolahan limbah yang relatif masih baru, namun telah banyak diteliti dan
dikembangkan oleh banyak negara dengan berbagai alasan. Menurut Tangahu
(2001), bahwa pengolahan air limbah dengan sistem tersebut lebih dianjurkan
karena beberapa alasan sebagai berikut :
1. Dapat mengolah limbah domestik, pertanian dan sebagian limbah industri
termasuk logam berat
2. Efisiensi pengolahan tinggi (80%).
3. Biaya perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan murah dan tidak
membutuhkan keterampilan yang tinggi.
Penelitian Yalcuk dan Ugurlu (2009) menyebutkan bahwa penyisihan Fe
pada reaktor vertikal menunjukkan nilai yang lebih besar dibandingkan reaktor
horizontal dengan efisiensi 40% sementara reaktor horizontal hanya 17%. Selain
itu dalam penelitian yang sama menyebutkan bahwa presentase berat Fe pada akar
tanaman dengan menggunakan reaktor vertikal lebih besar dibanding reakror
AIR
AIR
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
25/69
15
horizontal yaitu sebesar 88,10% pada aliran vertikal dan 84,65% pada aliran
horizontal.
Menurut Oktaviansyah (2010), terdapat tiga tipe utama yang bisadikategorikan sebagai lahan basah buatan:
1. Aliran Air Permukaan ( Free Water Surface )
Pada wetland tipe ini, air mengalir secara keseluruhan diatas
permukaan tanah, dalam hal ini air mengalir langsung dari satu kolam ke
kolam lain tanpa merembes terlebih dahulu kedalam tanah. Permukaan air
tidak terlindungi atau bersentuhan langsung dengan udara luar. Proses
pengendapan merupakan mekanisme pengolahan utama pada tipe ini.
Sistem aliran air permukaan ditandai dengan kolam yang berisi tanaman
terapung, lapisan tanah di dasar kolam berfungsi sebagai media akar serta
kedalam air berkisar dari hanya beberapa cm sampai 80 cm, tergantung
dari tujuan dibangunnya constructed wetland tersebut. Kedalaman lapisan
tanah atau media yang sering dipakai adalah 30 cm (Bendorrichio dalam
Oktaviansyah 2010). Pada rawa buatan tipe surface flow (SF), volume air
yang dialiri ke dalam rawa buatan cukup banyak (ketinggian paras air
biasanya sampai kurang dari 40 cm) (Fujita Research & Sim dalam
Puspita dkk., 2005).
Beberapa aspek dapat mempengaruhi bentuk dari kolam atau
saluran wetland antara lain kemiringan dari kolam atau dari wetland
sebaiknya mempunyai kemiringan ( slope ) kurang dari 1%. Hal ini
bertujuan untuk mengontrol aliran air ( run off ). Menurut Steiner, Freeman,
Mitsch dan Gosselink (2006) dalam Oktaviansyah (2010), bahwa untuk
surface flow wetland , kemiringan substrat dari inlet sampai outlet adalah
sebesar 0,5 % atau kurang, guna mengontrol aliran limbah.
2. Aliran Vertikal Bawah Permukaan ( Vertical Sub Surface Flow )
Aliran vertikal dapat dibuat melalui dua cara, yaitu dengan aliran
vertikal menurun dan vertikal menanjak. Pada aliran tipe vertikal
menurun, air dialirkan ke dalam lahan basah buatan dari lapisan atas media
dan saluran outlet dibuat di dasar media, sehingga air akan mengalir
kebawah dengan melewati zona akar dengan gaya gravitasi. Akan tetapi,
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
26/69
16
aliran air dari atas juga masih ada kemungkinan untuk mengalir langsung
ke bawah tanpa tersebar dengan merata di zona akar (Oktaviansyah, 2010).
Untuk rawa buatan tipe aliran vertikal bawah permukaan aliran air
di alirkan sampai setinggi sekitar 5 cm dibawah permukaan substrat yang
bertujuan agar aliran tetap berada di bawah permukaan tetapi air tetap
membasahi perakaran tanaman (Puspita, 2005). Rawa buatan dengan
sistem aliran bawah permukaan terdiri dari saluran-saluran atau kolam-
kolam dangkal yang berisi tanah, pasir, atau media porous (batu atau
kerikil) yang akan membantu proses penyaringan air. Dalam sistem
pengaliran air di bawah permukaan ini, mikroorganisme sangat berperan
dalam menghilangkan bahan pencemar. Mikroorganisme yang menempel
di dekat akar menguraikan bahan pencemar secara aerob; kondisi subtrat
yang aerob di dekat perakaran tumbuhan ini disebabkan oleh adanya
pasokan oksigen dari akar tanaman (Khiatuddin (2003) dalam Puspita
dkk., 2005).
Gambar 2.5 Tipe Aliran Vert ikal Menurun ( Puspita dkk., 2005)
Pada aliran vertikal menanjak, air limbah masuk dialirkan melalui
pipa ke dasar kolam, sedangkan saluran outlet di buat diatas media. Air
yang masuk akan menggenang di dasar untuk kemudian secara perlahan
naik dari lapisan bawah ke lapisan atas melalui zona akar. Jika genangan
sudah mencapai lapisan paling atas media dengan sendirinya air akan
keluar melalui saluran outlet. Sehingga pada sistem aliran vertikal
menanjak tersebut, air akan mempunyai kesempatan yang lebih lama
berkontak dengan zona akar Cooper (2003) dalam Oktaviansyah (2010).
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
27/69
17
Gambar 2.6 Tipe Aliran Vertikal Menanjak ( Puspita dkk., 2005)
3. Aliran Horizontal Bawah Permukaan ( Horizontal Sub Surface Flow )
Pada teknologi ini kedalaman media berkisar antara 30 60 cm.
vegetasi dari horizontal sub surface flow ini ditanam di media lapisan
paling atas. Tanaman yang sering digunakan adalah tanaman yang biasa
hidup di lingkungan basah seperti Typha sp , Scirpus sp , dan lain lain.
Tinggi permukaan berada disekitar 15 cm dibawah permukaan media
dengan mengatur ketinggian outlet agar berada dibawah permukaan
media. Keuntungan tipe ini adalah tidak adanya genangan air yang dapatmenimbulkan bau dan menjadi tempat bersarangnya nyamuk berkembang
biak.
Beberapa patokan yang perlu diperhatikan dalam perencanaan
lahan basah buatan ini adalah:
a. Lahan yang dibutuhkan cukup luas.
b. Tidak cocok digunakan untuk pengolahan air limbah yang mempunyai
beban padatan tersuspensi yang tinggi, oleh karena itu dianjurkanadanya unit pengolahan pendahuluan seperti bak sedimentasi, tangki
septik, tangki imhoff, dan lain lain.
c. Bila didesain dan dibuat konstruksi yang baik, operasinya akan mudah
dan proses pengolahnnya berjalan secara alamiah dan berfungsi
dengan sendirinya dalam kurun waktu yang cukup lama yaitu 15 20
tahun.
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
28/69
18
d. Perlu diatur agar aliran terdistribusi secara merata pada seluruh lebar
zona inlet tersebut (Oktaviansyah, 2010).
2.3.1 Sistem Aliran Vertikal Bawah Permukaan ( Verti cal Sub Sur face F low )
Sistem Aliran Bawah Permukaan ( sub surface flow - wetlands ) merupakan
sistem pengolahan limbah yang relatif masih baru, namun telah banyak diteliti dan
dikembangkan oleh banyak negara dengan berbagai alasan. Menurut Tangahu &
Warmadewanthi dalam Supradata (2009), bahwa pengolahan air limbah dengan
sistem tersebut lebih dianjurkan karena beberapa alasan sebagai berikut :
1. Dapat mengolah limbah domestik, pertanian dan sebagian limbah industri
termasuk logam berat.
2. Efisiensi pengolahan tinggi (80%).
3. Biaya perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan murah dan tidak
membutuhkan ketrampilan yang tinggi.
Alasan lain yang lebih teknis dikemukakan oleh Haberl dan Langergraber
dalam Supradata (2009), bahwa berdasarkan pendekatan teknis maupun
efektivitas biaya, sistem tersebut lebih banyak dipilih dengan alasan sebagai
berikut :1. Sistem lahan basah buatan seringkali pembangunannya lebih murah
dibandingkan dengan alternatif sistem pengolahan limbah yang lainnya.
2. Biaya operasional dan pemeliharaan yang rendah dan waktu
operasionalnya secara periodik, tidak perlu secara kontinyu.
3. Sistem lahan basah buatan ini mempunyai toleransi yang tinggi terhadap
fluktuasi debit air limbah.
4.
Mampu mengolah air limbah dengan berbagai perbedaan jenis polutanmaupun konsentrasinya.
5. Memungkinkan untuk pelaksanaan pemanfaatan kembali & daur ulang
(reuse & recycling ) airnya.
Selain itu Halverson (2004) mengungkapkan kelebihan dan kekurangan dari
sistem lahan basah buatan aliran bawah permukaan secara umum, yang disajikan
pada Tabel 2.2 berikut ini.
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
29/69
19
Tabel 2.2 Kelebihan dan Kekurangan Dari Sub Surface Flow Wetland
Kelebihan Kekurangan
Penghilangan kontaminan memiliki
persentasi yang sangat tinggi dari pada
sistem lahan basah buatan aliran
permukaan ( SF Wetland ), selain itu
membutuhkan lahan yang sedikit untuk
proses pengolahannya dibandingkan SF
Wetland .
Membutuhkan lahan yang lebih luas
dibandingkan dengan metode
pengolahan secara konvensional, jika
dilihat dari segi proses
pengolahannya.
Dari segi biaya yang dikeluarkan
berdasarkan total umur penggunaan
lebih rendah dibandingkan pengolahan
secara konvensional.
Proses persiapan lebih lambat
dibandingkan pengolahan secara
konvensional.
Biaya lebih sedikit dalam
pengoperasian dibandingkan dengan
sistem lahan basah buatan aliran
permukaan ( SF Wetland ).
Biaya lebih mahal untuk
pembangunannya dibandingkan
dengan sistem lahan basah buatan
aliran permukaan ( SF Wetland ).
Resiko kerusakan ekologi dapat
diminimalkan
Limbah yang mengandung TSS yang
tinggi dapat menyebabkan proses
penyumbatan dalam sistem.
Lebih mudah dalam hal perawatan
karena tidak ada air yang menggenang.
Serangga tidak menimbulkan masalah
sebab tinggi muka air berada di bawah
muka media.
Menyediakan habitat untuk tanaman
dan kehidupan makhluk hidup lainnya.
Sumber : Halverson (2004 )
Kriteria desain yang sering digunakan dalam sistem lahan basah buatan
aliran bawah permukaan tersaji dalam Tabel 2.3 berikut ini.
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
30/69
20
Tabel 2.3 Kriteria Desain Untuk Pengolahan Pada Sub Surface Flow Wetland
Kriteria
Desain
Metode atau Sumber Referensi
ITRC dan
Tchobanoglous
& Burton
WPCF WoodKadlec dan
Knight
HRT (hari) atau
waktu tinggal
4 15 - 2 7 2 4
HLR (cm/hari) atau
debit pengolahan
- 2 20 0.2 3.0 8 30
Kedalaman Media 49 79 - - 30 60
Jumlah Areal yang
Disediakan
(acre /m3/day)
0.001 0.008 0.001
0.01
0.002
0.017
0.0008
0.003
Sumber : Halverson (2004)
Mendukung penggunaan sistem lahan basah buatan aliran vertikal bawah
permukaan dalam penelitian ini, maka jika berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan Risnawati & Damanhuri (2010) dapat disimpulkan bahwa penyisihan
logam Fe, Cu dan Zn pada lindi menggunakan constructed wetland dengan
tanaman Cyperus papyrus mencapai lebih dari 90%. Penyisihan Fe pada reaktor
horisontal sebesar 91,38% dan pada reaktor vertikal 95,44%. Penyisihan Cu pada
reaktor horisontal 98,15% dan pada reaktor vertikal 97,28%, dan penyisihan Zn
pada reaktor horisontal 97,71% sementara pada reaktor vertikal 97,54%.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa reaktor vertikal
lebih efektif menyisihkan logam Fe, Cu dan Zn dibandingkan dengan reaktorhorisontal.
2.3.2 Proses Pengolahan dalam Vertical Sub Surface Flow Constructed
Wetland
Dalam sistem constructed wetland terjadi proses fisik, kimia, biologi
dengan adanya interaksi antara mikroorganisme, tumbuhan dan substrat
(Oktaviansyah, 2010). Proses yang terjadi dalam sistem pengolahan air limbah,
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
31/69
21
dengan lahan basah buatan adalah Novotny & Olem (2007) dalam Oktaviansyah,
2010):
1. Proses fisik yang terdiri dari sedimentasi dan filtrasi.
2. Proses fisik dan kimiawi, meliputi adsorpsi bahan polutan oleh tumbuhan
air, tanah dan substrat organik. Flok-flok yang terbentuk pada proses
sedimentasi akan mengadopsi partikel tersuspensi termasuk bahan organik.
3. Bahan biokimiawi, meliputi:
a. Penurunan bahan organik secara biokimiawi aerobik oleh bakteri
dalam air yang melekat pada tumbuhan, jaringan akar, serta dibagian
paling atas sedimen dan zona aerobik yang terletak di dekat aerah akar
maupun rhizome dari tumbuhan.
b. Proses nitrifikasi oleh bakteri nitrifikasi, yang dilakukan di bagian
paling atas dari sedimen pada daerah akar dan rhizome dari tumbuhan.
c. Proses denitrifikasi oleh bakteri anaerobik pada air dan sedimen.
d. Dekomposisi anaerobik terhadap bahan organik di sedimen dan air di
air pada kondisi anaerobik.
Dalam referensi lainnya dijelaskan bahwa proses pengolahan air limbah
dengan sistem ini, terdapat 4 (empat) faktor/komponen yang mempengaruhikinerja sistem tersebut, yaitu :
1. Media
Media yang digunakan dalam reaktor Lahan Basah Aliran Bawah
Permukaan ( SSF-Wetlands ) secara umum dapat berupa tanah, pasir, batuan
atau bahan bahan lainnya, namun khusus pada penelitian ini
menggunakan batuan pasir. Tingkat permeabilitas sangat berpengaruh
terhadap waktu detensi air limbah, dimana waktu detensi yang cukup akanmemberikan kesempatan kontak antara mikroorganisme dengan air
limbah, serta oksigen yang dikeluarkan oleh akar tanaman (Wood dalam
Supradata, 2009).
Pada tabel dibawah ini, disajikan karakteristik media yang umum
digunakan pada sistem Lahan Basah Buatan Aliran bawah Permukaan
yang terbagi menjadi 5 (lima) tipe, yaitu:
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
32/69
22
Tabel 2.4 Karakteristik Media Pada sistem Lahan Basah Buatan Aliran bawah
Permukaan
Tipe Media
Diameter
Butiran (mm)
Porositas
()
Konduktivitas
Hidrolik (ft/det)
Medium Sand
(pasir medium)
1 0,30 1640
Coarse Sand (pasir
kuarsa)
2 0,32 3280
Gravelly Sand
(pasir bergranular)
8 0,35 16400
Medium Gravel
(kerikil medium)
32 0,40 32800
Coarse Gravel
(kerikil kuarsa)
128 0,45 328000
Sumber : Crites & Tchobanoglous dalam Supradata (2009)
Peranan utama dari media pada Lahan Basah Buatan Aliran Bawah
Permukaan ( SSF-Wetlands ) tersebut adalah:
a. Tempat tumbuh bagi tanaman b. Media berkembang-biaknya mikroorganisme
c. Membantu terjadinya proses sedimentasi.
d. Membantu penyerapan (adsorbsi) bau dari gas hasil biodegradasi
Sedangkan peranan lainnya adalah tempat terjadinya proses
transformasi kimiawi, tempat penyimpanan bahan bahan nutrien yang
dibutuhkan oleh tanaman.
2. TanamanJenis tamanan yang sering digunakan untuk Lahan Basah Buatan
Aliran Bawah Permukaan adalah jenis tanaman air atau tanaman yang
tahan hidup diair tergenang ( submerged plants atau amphibiuos plants ).
Pada umumnya tanaman air tersebut dapat dibedakan menjadi 3 (tiga)
tipe/kelompok, berdasarkan area pertumbuhannya didalam air. Adapun
ketiga tipe tanaman air tersebut adalah sebagai berikut :
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
33/69
23
a. Tanaman yang mencuat ke permukaan air, merupakan tanaman air
yang memiliki sistem perakaran pada tanah di dasar perairan dan daun
berada jauh diatas permukaan air.
b. Tanaman yang mengambang dalam air, merupakan tanaman air yang
seluruh tanaman (akar, batang, daun) berada didalam air.
c. Tanaman yang mengapung di permukaan air, merupakan tanaman air
yang akar dan batangnya berada dalam air, sedangkan daun diatas
permukaan air.
3. Mikroorganisme
Mikroorganisme yang diharapkan tumbuh dan berkembang dalam
media SSF-Wetlands tersebut adalah jenis heterotropik aerobik, yaitu
dengan pasokan oksigen yang banyak, sehingga pengolahan berlangsung
lebih cepat dibandingkan dengan mikroorganisme anaerobik (Vymazal
dalam Supradata, 2009). Untuk menjamin kehidupan mikroorganisme
tersebut dapat tumbuh dengan baik, maka tranfer oksigen dari akar
tanaman harus dapat mencukupi kebutuhan untuk kehidupan
mikroorganisme. Kandungan oksigen dalam media akan disuplai oleh akar
tanaman, yang merupakan hasil samping dari proses fotosintesis tanamandengan bantuan sinar matahari. Dengan demikian, maka pada siang hari
akan lebih banyak terjadi pelepasan oksigen. Kondisi aerob pada daerah
sistem perakaran ( Rhizosphere ) dan ketergantungan mikroorganisme aerob
terhadap pasokan oksigen dari sistem perakaran tanaman yang ada dalam
SSF-Wetland , akan menyebabkan jenis-jenis mikroorganisme yang dapat
hidup pada Rhizosphere tersebut hanya jenis tertentu dan spesifik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bagwell et al. dalamSupradata (2009) terhadap mikroorganisme rhizosphere pada akar rumput-
rumputan yang terdapat pada daerah rawa ( wetland ) ditemukan 339
strains, yang termasuk dalam familia Enterobacteriaceae, Vibrionaceae,
Azotobacteraceae, Spirillaceae, Pseudomonadaceae, Rhizobiaceae.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Grieve et al. dalam Supradata
(2009), menyebutkan bahwa komposisi mikrobia yang terdapat dalam
effluent wetland constructed dengan analisis DGGE ( Denaturing Gradient
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
34/69
24
Gel Electrophoresis ) didominasi oleh jenis Bacillus, Clostridium,
Mycoplasma, Eubacterium, Nitrobacter dan Nitrosospira.
4. Temperatur
Temperatur/suhu air limbah akan berpengaruh pada akvititas
mikroorganisme maupun tanaman, sehingga akan mempengaruhi kinerja
pengolahan air limbah yang masuk ke bak/ cell SSF-Wetlands yang akan
digunakan. Menurut Suriawiria dalam Supradata (2009) menyebutkan
bahwa temperatur/suhu akan dapat mempengaruhi reaksi, dimana setiap
kenaikan suhu 10 OC akan meningkatkan reaksi 2 3 kali lebih cepat.
Disamping itu, suhu juga merupakan salah satu faktor pembatas bagi
kehidupan mikroorganisme.
Walaupun batas kematian mikroorganisme pada daerah suhu yang
cukup luas (0 OC 90 OC), namun kehidupan optimal untuk tiap tiap
jenisnya mempunyai kisaran tertentu. Berdasarkan hal tersebut, maka ada
3 (tiga) kelompok mikroorganisme, yaitu :
a. Mikroorganisme Psikrofil (Pertumbuhan optimal pada suhu 15 OC).
b. Mikroorganisme Mesofil (pertumbuhan optimal pada suhu 25 OC
37O
C).c. Mikroorganisme Termofil (pertumbuhan optimal pada suhu 55 OC
60OC).
Mengingat kondisi iklim di Indonesia secara umum memiliki iklim
tropis dengan kisaran perbedaan suhu (amplitudo) harian yang relatif kecil,
maka suhu bukan merupakan faktor pembatas lagi, sehingga kehidupan
mikrobia dapat optimal disepanjang tahun. Dengan demikian, maka
kinerja pengolahan limbah dengan sistem SSF-Wetlands di Indonesia,dapat berjalan secara optimal untuk sepanjang tahun.
2.3.3 Mekanisme Penghilangan Bahan Pencemar Pada Vertical Sub Surf aceF low Constructed Wetland
Mekanisme penyerapan polutan pada Lahan Basah Buatan, menurut
USDA and ITRC dalam Supradata (2009) menyebutkan bahwa secara umum
melalui proses abiotik (fisik dan kimia) atau biotik (mikrobia dan tanaman) dan
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
35/69
25
gabungan dari kedua proses tersebut. Proses pengolahan awal (primer) secara
abiotik, antara lain melalui :
1. Settling & sedimentasi, efektif untuk menghilangkan partikulat dan
padatan tersuspensi.
2. Adsorpsi dan absorpsi, merupakan proses kimiawi yang terjadi pada
tanaman, substrat, sediment maupun air limbah, yang berkaitan erat
dengan waktu retensi air limbah.
3. Oksidasi dan reduksi, efektif untuk mengikat logam-logam B3 dalam
Lahan Basah Buatan.
4. Fotodegradasi/oksidasi, degradasi (penurunan) berbagai unsure polutan
yang berkaitan dengan adanya sinar matahari.
5. Volatilisasi, penurunan polutan akibat menguap dalam bentuk gas.
Proses secara biotik, seperti biodegradasi dan penyerapan oleh tanaman
juga merupakan bentuk pengurangan polutan seperti halnya pada proses abiotik.
Beberapa proses pengurangan polutan yang dilakukan oleh mikrobia dan tanaman
dalam Lahan Basah, antara lain sebagai berikut :
1. Biodegradasi secara aerobik/anaerobik, merupakan proses metabolisme
mikroorganisme yang efektif menghilangkan bahan organik dalam LahanBasah.
2. Fitoakumulasi, proses pengambilan dan akumulasi bahan anorganik oleh
tanaman.
3. Fitostabilisasi, merupakan bentuk kemampuan sebagian tanaman untuk
memisahkan bahan anorganik pada akar tanaman.
4. Fitodegradasi, tanaman dapat menghasilkan enzim yang dapat memecah
bahan organik maupun anorganik dari polutan sebelum diserap, selama proses transpirasi.
5. Rizodegradasi, akar tanaman dapat melakukan penyerapan bahan polutan
dari hasil degradasi bahan organik yang dilakukan oleh mikrobia.
6. Fitovolatilisasi / evapotranspirasi, penyerapan dan transpirasi pada daun
tanaman terhadap bahan-bahan yang bersifat volatil.
Proses penurunan polutan dalam bentuk bahan organik tinggi, merupakan
nutrient bagi tanaman. Melalui proses dekomposisi bahan organik oleh jaringan
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
36/69
26
akar tanaman akan memberikan sumbangan yang besar terhadap penyediaan C, N,
dan energi bagi kehidupan mikrobia (Handayanto dan Hairiah (2006) dalam
Supradata, 2009).
2.4 Deskripsi Umum Tanaman Purun tikus (El eochar is dulcis)
Menurut Steenis (2006), purun tikus termasuk dalam divisi
Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledoneae, ordo
Cyperales, famili Cyperaceae, genus Eleocharis, spesies Eleocharis dulcis
(Burm.f.) Trinius ex. Henschel. Purun tikus termasuk tumbuhan terna menahun,
berimpang pendek dengan stolon memanjang berujung membulat gepeng,
berwarna kecoklatan sampai hitam. Batang berdiri tegak, tidak bercabang,
berwarna keabua-abuan hingga hijau mengkilat dengan panjang 50-200 cm
dengan ketebalan 2-8 mm. Daun mereduksi menjadi pelepah yang berbentuk
buluh, seperti membran yang menyelubungi pangkal batang, kadang-kadang
dengan helaian daun yang rudimenter, ujung daun tidak simetris, berwarna coklat
kemerahan sampai lembayung dan tidak memiliki lidah daun. Bunganya berbulir
majemuk, terletak terminal dari batang dengan panjang 2-6 cm dan lebarnya 3-6
mm, terdiri atas banyak buliran bentuk silinder dan bersifat hermaprodit. Buahmembulat telur sungsang, kuning mengkilat sampai coklat (Steenis, 2006). Purun
tikus termasuk jenis rumput yang tumbuh pada lahan marginal yang tergenang air
(Brecht, 1998).
2.4.1 Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Purun Tikus
Purun tikus merupakan salah satu tumbuhan air yang banyak ditemukan
pada tanah sulfat masam dengan tipe tanah lempung atau humus yang menempatiwilayah yang terbuka/terbakar. Pada umumnya tanah tersebut mengalami
pemasaman akut (Noor, 2004). Purun tikus dapat ditemukan di daerah terbuka
yang digenangi air asin, air payau dan air tawar pada ketinggian 0-1350 m di atas
permukaan laut. Tumbuhan ini juga banyak ditemukan di daerah persawahan dan
air tergenang. Purun tikus dapat tumbuh dengan baik pada temperatur 30-350C
dan kelembaban tanah 98-100%. Tanah yang lebih disukai untuk pertumbuhannya
adalah tipe tanah lempung atau humus dengan pH 6,9-7,3, namun juga mampu
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
37/69
27
tumbuh dengan baik pada tanah sedikit lebih asam (Flach & Rumawas, 1996).
Tumbuhan ini bersifat spesifik lahan sulfat masam karena tahanan terhadap
kemasaman tanah yang tinggi (pH 2,5-3,5) sehingga menjadi vegetasi indikator
untuk tanah sulfat masam (Noor, 2004). Menurut Priatmadi dkk (2006), vegetasi
purun tikus dapat tumbuh pada pH 3, dengan kandungan aluminium (Al) sebesar
5,35 me/100 g, kandungan sulfat larut (SO4 2-) sebesar 0,90 me/100 g, dan
kandungan besi larut (Fe2+) sebesar 1,017 ppm. Oleh karena itu, purun tikus
( Eleocharis dulcis ) mampu tumbuh dengan baik pada tanah yang memiliki
kandungan kimia tanah seperti tersebut di atas. Sebagian unsur hara yang
dibutuhkan tumbuhan diserap dari tanah melalui akar, kecuali karbon dan oksigen
yang diserap dari udara oleh daun. Sistem perakaran lebih dikendalikan oleh sifat
genetis dari tumbuhan tersebut, tetapi dapat juga dipengaruhi oleh kondisi tanah.
Faktor yang mempengaruhi pola penyebaran akar antara lain suhu tanah, aerasi,
ketersediaan air dan ketersediaan unsur hara. Jenis tumbuhan rumput-rumputan
memiliki sistem perakaran serabut yang menyebar dangkal dekat permukaan tanah
(Lakitan, 2001). Akar bergerak menuju ke daerah yang larutan tanahnya
mengandung unsur hara yang dapat ditransportasikan ke permukaan akar.
Transportasi unsur hara dari larutan tanah ke permukaan akar terjadi dengan duacara yaitu, aliran massa dan difusi. Mekanisme aliran massa adalah suatu
mekanisme gerakan unsur hara di dalam tanah menuju ke permukaan akar
bersama-sama dengan gerakan massa air. Selama proses transpirasi berlangsung,
terjadi proses penyerapan air oleh akar tumbuhan. Pegerakan massa air ke akar
membawa unsur hara yang terkandung dalam air tersebut (Agustina, 2004).
Purun tikus adalah salah satu tanaman air yang banyak ditemukan pada
tanah sulfat masam tipe tanah lempung atau humus yang menempati wilayah yangterbuka/ terbakar (Flach & Rumawas, 1996). Tanaman ini diperbanyak dengan
umbi atau biji. Untuk penanamannya, umbi diletakkan di tempat ternaungi
selama 2-3 hari, kemudian direndam dengan air bersih selama 2 hari. Kemudian
di tanam pada bedengan yang ternaungi, dengan jarak tanam berupa segi empat
berukuran 50-100 cm atau segitiga berukuran 45-60 cm x 45 cm. Setelah
penanaman, tanah digenangi air selama 24 jam dan dibiarkan (Wardiono, 2007).
Klasifikasi purun tikus menurut Steenis (2003) adalah sebagai berikut:
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
38/69
28
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Cyperales
Famili : Cyperaceae
Genus : Eleocharis
Spesies : Eleocharis dulcis (Burm.f.) Trinius ex. Henschel
Tanaman ini adalah tumbuhan herba menahun yang tegak, dengan stolon
memanjang, berwarna kecoklatan sampai hitam. Memiliki akar, batang, daun
yang mereduksi dan bunga. Batang tegak tidak bercabang, berwarna keabu-abuan
hingga hijau mengkilat dengan panjang 50-200 cm dengan ketebalan 2-8 mm.
Daun mengecil sampai ke bagian basal pelepahnya, seperti membran, ujung tidak
simetris, berwarna coklat kemerahan sampai lembayung. Bunga biasa diproduksi
tumbuhan mengalami pertumbuhan vegetatif terletak diterminal dari batang
dengan panjang 2-6 cm dan lebar 3-6 mm dan bersifat hermafrodit (Steenis,
2003). Pada ketinggian sampai 1.350 m dpl umbi akan bertunas pada media
tanah bertemperatur di atas 14 0C.
Purun tikus ( Eleocharis dulcis ) merupakan jenis tumbuhan liar yang dapattumbuh dan beradaptasi dengan baik pada lahan rawa pasang surut sulfat masam.
Tumbuhan ini banyak memiliki manfaat seperti air perasan umbinya mengandung
antibiotik puchiin,efektif untuk melawan Staphylococcus aureus ,Escherichia coli
dan aerobacter aerogenes. Tanaman ini berfungsi sebagai komponen pengendali
hama padi yaitu sebagai tanaman perangkap penggerek batang padi dan makanan
hama belalang. Hama penggerek batang padi putih banyak meletakan telurnya
pada batang bagian atas tumbuhan tersebut sebanyak >6000. Tumbuhan ini juga berfungsi sebagai tempat berlindungnya beberapa jenis serangga musuh
alami(predator dan parasitoid). Disamping itu pula tumbuhan liar purun tikus
(Eleocharis dulcis) berperan juga sebagai makanan bagi serangga hama jenis
belalang. Mengingat lahan rawa pasang surut sulfat masam merupakan lahan
marginal yang mempunyai beberapa aspek masalah seperti kemasaman tanah
yang tinggi,keracunan besi, pH rendah dan tata air yang umumnya belum dapat di
kontrol secara baik,varietas serta serangan hama dan penyakit .
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
39/69
29
Jenis tanaman ini banyak memiliki manfaat. Umbinya dapat digunakan
untuk sayuran mentah atau dimasak untuk berbagai macam masakan seperti
masakan berkuah, salad , omelet, masakan dengan daging atau ikan, bahkan
sebagai makanan atau kue. Umbi berukuran besar dapat dimakan segar sebagai
pengganti buah segar, umbi berukuran kecil dimanfaatan untuk diambil tepungnya
dan umbinya dibuat emping teki. Batangnya digunakan untuk membuat tikar
untuk alas tidur, baju, dan pakan ternak. Air perasan umbinya mengandung
antibioti k puchiin yang efektif untuk melawan Staphylococcus aureus,
Escherichia coli, dan Aerobactoer aerogenes (Wardiono, 2007).
Tumbuhan ini banyak memiliki manfaat yaitu, air perasan umbinya
mengandung antibiotik `puchiin', efektif untuk melawan Staphylococcus aureus,
Escherichia coli dan Aerobacter aerogenes. Di China, Indo-China, Thailand dan
negara lainnya di Asia Tenggara, jenis ini dimanfaatkan umbinya untuk sayuran
baik mentah atau dimasak untuk berbagai macam masakan lokal seperti omelet,
masakan berkuah, salad, masakan dengan daging atau ikan dan bahkan sebagai
makanan atau kue. Di Indonesia batang Purun tikus digunakan untuk membuat
tikar untuk alas tidur (Wardiono, 2007). Menurut Hardiansyah (1995)
menyebutkan bahwa Purun tikus merupakan salah satu pakan ternak alternatif, jenis tumbuhan ini di sukai kerbau rawa ( Bulbalus bubalis Linn) di desa Pandak
daun, Kal-Sel sebagai makanannya.
Tumbuhan liar rawa seperti Purun tikus, menurut Ariwibawa (2001)
merupakan sumber bahan organik memberikan manfaat yang baik bagi tanah dan
tanaman. Hal ini disebabkan karena bahan organik dari Purun tikus selain dapat
mensuplai unsur hara makro dan mikro yang diperlukan tanaman juga dapat
mencegah terjadinya degradasi lahan akibat kesalahan dalam mengelola lahan.Besarnya kandungan unsur hara dari bahan organik Purun tikus adalah N (3,36%),
P (0,43%), K (2,02%), Ca (0,26%), Mg (0,42%), S (0,76%) dan Al (0,57%) serta
Fe (142,20 mg.L -1).
Menurut hasil penelitian Priatmadi, dkk. (2006) Purun tikus memiliki
adaptasi yang lebih baik terhadap sifat kimia tanah sulfat masam yang buruk,
kemudian diiukuti oleh paku-pakuan, galam, dan padi-padian varietas lokal. Purun
tikus mampu tumbuh pada kondisi sifat kimia tanah yang ekstrim buruk seperti
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
40/69
30
pH yang rendah dan kandungan Al-dd, SO 42-, serta Fe terlarut yang tinggi. Purun
tikus sering kali menjadi indikator bahwa produktivitas tanah sangat rendah.
Manfaat lain Purun tikus, menurut Asikin & Thamrin (1991) berfungsi
sebagai tanaman perangkap penggerek batang padi dan Purun tikus tersebut dapat
memerangkap telur mencapai 6.000 lebih dibandingkan tanaman padi hanya
sekitar 200 butir. Purun tikus juga berpotensi sebagai sumber bahan attraktan
penggerek batang padi. Selain Purun tikus ditemukan juga jenis tanaman
perangkap lainnya yaitu Scirpus grosus , Stenochlaena palutris , Lepironea
articulata dan Phragmites karka , tetapi dari jenis tumbuhan tersebut yang paling
banyak memerangkap telur penggerek batang padi adalah Purun tikus. Selain itu
pula Purun tikus , Scirpus grosus , Stenochlaena palutris , Lepironea articulata dan
Phragmites karka , berfungsi sebagai habitat musuh alami serangga hama padi
yaitu dari ordo Arachnida, Odonata, Coleoptera, Orthoptera, Diptera dan
Hymenoptera
2.5 Deskripsi Umum Tanaman Kayu Apu ( Pistia str atiotes)
Kayu apu ( Pistia stratiotes L ) merupakan tumbuhan air yang mengapung
pada permukaan air. Kayu apu memiliki batang sangat pendek, bahkan terkadang
tidak tampak sama sekali. Tumbuhan ini berakar serabut dan akar rimpang yang
bergantungan dalam air dengan panjang 20-40 cm tumbuhan ini didominasi oleh
warna daun yang hijau. Daun berbentuk solet dengan ujung membulat dan
pangkalnya runcing, tepi daun berlekuk, panjang 2-10 cm, dan lebar 2-6 cm.
Warna daunnya hijau muda makin ke pangkal makin putih.. Buah buninya bila
telah masak pecah sendiri serta berbiji banyak. Selain dengan biji, kayu apu
berkembang biak dengan selantar atau stolonnya. Nama daerah dari kayu apu
beraneka ragam. Di Jawa, kayu apu bernama Kayu apu, di Sunda bernama Ki apu.
Sementara di Batak kayu apu dikenal sebagai Gajambang, di Melayau disebut
dengan Kikambang. Taksonomi Kayu apu :
Kerajaan : Plantae
Subkerajaan : Tracheobionta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
41/69
31
Ordo : Arales
Famili : Araceae
Genus : Pistia
Spesies : Pistia stratiotes L.
Kayu apu ( Pistia stratiotes L.) merupakan salah satu jenis gulma air yang
mempunyai potensi untuk dijadikan herba. Khasiat kayu apu adalah daun kayu
apu berkhasiat sebagal obat batuk rejan, demam dan untuk pelancar air seni.
Kandungan kimia kayu apu ( Pistia stratiotes L) yaitu flavonoid dan polifenol.
Menurut Arisandi (2006), kayu apu mengandung berbagai macam mineral Na, K,
Mg, Ca, Fe, Cu, Zn dan P. Kayu apu sebagai tumbuhan air yang memiliki potensi
dalam menurunkan kadar pencemaran air limbah, memiliki kadar bahan
organik tinggi. Kayu apu ( Pistia stratiotes L. ) merupakan salah satu tanaman
fitoremediator greywater (limbah domestik) (Ratih, 2009).
Manfaat tumbuhan air seperti kayu apu dapat mengurangi konsentrasi
limbah cair dalam limbah dapat dilakukan dengan proses fitoremediasi. Dari hasil
penelitian oleh Ulfin (2000) diketahui bahwa tanaman air ternyata seperti kayu
apu dapat menurunkan kadar pencemaran logam berat Fe dalam limbah cair.
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
42/69
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini terdiri dari enam sub bab. Pada sub bab pertama menjelaskan
rancangan penelitian, pada sub bab kedua menjelaskan bahan dan peralatan
penelitian. Pada sub bab ketiga menjelaskan variabel penelitian, pada sub bab
keempat menjelaskan lokasi penelitian. Pada sub bab kelima menjelaskan
prosedur penelitian dan teknik pengumpulan data. Terakhir pada sub bab keenam
menjelaskan analisis data pada penelitian.
3.1 Rancangan PenelitianDalam penelitian ini akan digunakan 16 buah reaktor yang menggunakan
Sistem Aliran Vertikal Bawah Permukaan ( vertical subsurface flow ). 16 buah
reaktor akan digunakan sebagai alat pengujian. Reaktor sendiri berbahan kayu
yang dilapisi dengan plastik dengan dimensi reaktor berukuran 65 cm x 35 cm x
35 cm. Sedangkan aliran yang digunakan adalah aliran batch bertingkat. Untuk
proses batch bertingkat, seluruh bahan reaksi dicampur pada awal proses. Selama
terjadi reaksi, perubahan variabel menurut masa dan reaksi dihentikan serta hasildikeluarkan apabila pertukaran mencapai ke tahap yang diinginkan (Masyitah,
2004).
Analisis data kandungan logam Fe dan Mn pada effluent reaktor, disajikan
dalam tabulasi data berupa tabel dan grafik serta analisis deskriptif, yaitu dengan
membandingkan data hasil analisis kandungan Fe dan Mn pada air asam tambang
batubara sebelum perlakuan dengan setelah perlakuan pada reaktor.
3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian
3.2.1 Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini, meliputi:
a. Media tanam/tanah sulfat masam, sesuai dengan habitat dari tanaman purun
tikus.
b. Tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) dengan tinggi rata-rata 15 cm, dan
kayu apu ( Pistia stratiotes) .
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
43/69
33
c. Air asam tambang batubara PT. Arutmin Indonesia Tambang Asam Asam,
daerah Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan.
d. Bahan kimia untuk analisis parameter uji Fe dan Mn, meliputi air bebas
mineral; asam nitrat (HNO 3) pekat; larutan standar logam besi (Fe); logam
mangan (Mn) dengan kemurnian minimum 99,0%; gas asetilen (C 2H2) HP
dengan tekanan minimum 100 psi; larutan pengencer HNO 3 0,05 M; larutan
pencuci HNO 3 5%; larutan kalsium.
3.2.2 Peralatan Penelitian
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Jerigen penampung sampel terbuat dari plastik dengan kapasitas 35 liter
sebanyak 5 buah.
b. Drum plastik dengan kapasitas 130 liter sebanyak 1 buah untuk
menghomogenkan sampel.
c. Pipa PVC inch sebagai pipa outlet pada bagian bawah reaktor sepanjang
10 cm.
d. Reaktor penelitian berbahan kayu dengan dimensi 65 cm x 35 cm x 35 cm.
Dimensi tersebut dipilih berdasarkan penelitian yang dilakukan Risnawati &
Damanhuri (2010).e. Plastik sebagai bahan pelapis bagian dalam reaktor kayu.
f. Gayung plastik sebagai alat menyiram tanaman
g. Ember plastik sebagai alat penampung air sebelum dipindahkan kedalam
reaktor.
h. Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) sebagai alat untuk mengukur kadar
besi dan mangan.
i.
Botol plastik sebagai tempat menampung sampel air yang akan diuji. j. Kain sebagai alat penahan antara tanah dengan pipa agar tidak terjadi
penyumbatan.
k. Kamera digital sebagai alat dokumentasi penelitian.
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
44/69
34
3.3 Variabel Penelitian
3.3.1 Variabel bebas
Variabel bebas pada penelitian ini adalah interval waktu kontak efektif
optimal.
3.3.2 Variabel terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kadar besi dan mangan effluent
pada reaktor lahan basah buatan Sistem Aliran Vertikal Bawah Permukaan
(vertical subsurface flow ) menggunakan tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) ,
dan kayu apu.
3.4 Lokasi Penelitian
Lokasi-lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian ini adalah:
a. PT. Arutmin Indonesia Tambang Asam Asam
Lokasi pengambilan contoh air asam tambang batubara di salah satu kolam pit
PT. Arutmin Indonesia Tambang Asam Asam.
b. Desa Puntik Tengah
Lokasi pengambilan contoh tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) dan tanah
sulfat masam.
c. Rawa di daerah desa Tungkaran untuk mengambil tanaman kayu apu ( Pistia stratiotes )
d. Laboratorium Green house Fakultas Kehutanan
Tempat aklimatisasi tanaman purun tikus dan pengujian reaktor lahan basah
buatan aliran vertikal bawah permukaan.
e. Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Lambung Mangkurat.
Merupakan tempat pengujian kadar Fe dan Mn menggunakan
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA)
3.5 Prosedur Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
3.5.1 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian sebagai berikut:
1. Persiapan Tanaman
a. Menyiapkan media tanam tanah sulfat masam dengan membersihkan tanah
dari bahan-bahan yang tidak diinginkan seperti daun, akar tanaman, batu,
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
45/69
35
dll. Setelah bebas dari bahan-bahan yang tidak diinginkan kemudian
memasukkannya ke dalam bak reaktor.
b. Mengisi media tanam tanah sulfat masam pada masing-masing bak reaktor
sampai mencapai ketinggian 30 cm dari tinggi bak reaktor tersebut.
Ketinggian media 30 cm diambil berdasarkan kriteria desain yang
disajikan pada Tabel 2.2, metode Kadlec dan Knight.
c. Menyiapkan dan memilih tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) yang
memiliki ketinggian batang rata-rata 15 cm, dengan jumlah batang tiap-
tiap rumpun relatif sama ( 18 batang) dan kayu apu ( Pistia Stratiotes) .
Menanam tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis) yang telah dipilih
kedalam reaktor dengan jarak tanam masing-masing rumpun adalah 10 x
10 cm.
d. Merangkai reaktor penelitian seperti pada Gambar 3.1 berikut ini :
Gambar 3.1 Reaktor Penelitian
e. Melakukan aklimatisasi tanaman dengan cara memberikan air sungai
selama 3 hari, ditandai dengan penambahan tinggi tanaman sekitar 1-2 cm
serta kondisi tanaman yang tidak kering.
f. Melakukan pengoperasian reaktor setelah 3 hari dengan mengaliri reaktor
dengan air asam tambang batubara. Volume air didapat dari persamaan:
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
46/69
36
2. Pengoperasian Reaktor
a. Memasukkan air asam tambang batubara PT. Arutmin Indonesia Tambang
Asam Asam ke dalam drum plastik dan melakukan pengadukan, hal ini
berfungsi untuk menghomogenkan air asam tambang batubara.
b. Setelah air asam tambang batubara homogen, kemudian memasukkan air
asam tambang batubara kedalam masing-masing reaktor.
c. Mengisi air asam tambang batubara sampai batas ketinggian reaktor atau
sekitar 11 liter air asam tambang batubara.
d. Mengambil sampel air effluent dari reaktor dan menempatkannya dalam
botol plastik berkapasitas 330 ml untuk pengujian parameter Fe dan Mn.
e. Melakukan analisis laboratorium terhadap parameter air asam tambang
batubara dan media tanah sesuai dengan standar, yaitu :
1. Untuk air Fe sesuai dengan SNI 6989.4:2009
2. Untuk air Mn sesuai dengan SNI 6989.5:2009
f. Melakukan pengujian di Laboratorium Dasar, Fakultas MIPA, Universitas
Lambung Mangkurat.g. Melakukan analisis data yang disajikan dalam tabulasi data berupa tabel
dan grafik serta analisis deskriptif, yaitu dengan membandingkan data
hasil analisis kandungan Fe dan Mn pada air asam tambang batubara
sebelum perlakuan dengan setelah perlakuan pada reaktor.
3. Teknik Pengumpulan Data
Data didapatkan dari hasil pengujian laboratorium dengan pengukuran
nilai kadar Besi dan Mangan pada air sebelum dan sesudah pengoperasian setiapharinya, selama 14 hari penelitian.
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
47/69
37
Gambar 3.2 Diagram Alir Prosedur Penelitian
3.6 Analisis Data
Analisis hasil untuk mengetahui efisiensi penurunan kadar besi danmangan digunakan rumus berikut.
x 100% ................................................................ (3.1)
Dimana:
E = Persen penurunan (%)
C0 = Kadar besi dan mangan awal (mg/l)
Ce = Kadar besi dan mangan akhir (mg/l)
Studi Literatur
Ide Studi
Observasi Awal
IdentifikasiMasalah
Pengumpulan Data Primer
Pengamatan langsung di lapangan
Pengambilan sampel air asam tambang
(Fe & Mn)
Purun tikus, dan Kayu Apu
Penelitian Laboratorium
Design reaktor VSSF-Wetlands
Analisis data sebelum penggunaan sistem VSSF-Wetlands
Penggunaan sistem VSSF-Wetlands dan tanaman Purun tikusdan ka u a u
Analisis data setelah penggunaan sistem VSSF-Wetlands
Kesimpulan & Saran
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
48/69
38
Data-data yang diperoleh tersebut harus diringkas dengan baik dan teratur,
baik dalam bentuk tabel atau presentasi grafik sebagai dasar untuk pengambilan
keputusan. Penyajian data yang digunakan dalam statistik deskriptif seperti:
1. Tabel
2. Presentasi grafis seperti scatter , line chart dan lain sebagainya.
Untuk mengetahui pengaruh perlakuan maka dilakukan analisis ragam (Uji
F), selanjutnya jika perlakuan berpengaruh terhadap parameter yang diukur maka
dilanjutkan dengan uji LSD pada taraf kesalahan 5%.
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
49/69
39
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan hasil dan pembahasan dari penelitian yang telah
dilakukan. Terdiri dari dua sub bab. Pada sub bab pertama menjelaskan hasil
penelitian. Pada sub bab kedua menjelaskan hasil yang didapat selama proses
penelitian dilakukan, terdapat nilai besi (Fe) dan mangan (Mn) baik itu dari data
inffluent maupun hasil effluent dari reaktor penelitian.
4.1. Hasil Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode sistem Lahan Basah Buatan AliranVertikal Bawah Permukaan menggunakan tanaman Purun Tikus (Eleocharis
dulcis) dan Kayu Apu ( Pistia stratiotes ) sebagai biofilter. Dimensi reaktor adalah
65 cm x 35 cm x 35 cm, yang mana didasari dari penelitian sebelumnya oleh
Risnawati & Damanhuri (2010). Ketinggian media yaitu berupa tanah sulfat
masam yang digunakan adalah 30 cm yang mana merupakan kriteria desain
minimal yang diperbolehkan oleh Kadlec dan Knight dalam Halverson (2004).
Volume air yang akan diolah yaitu berupa air asam tambang digunakan sebanyak
11 liter, air asam tambang itu sendiri diambil dari salah satu settling pond di PT.
Arutmin Asam Asam. Pengaliran alir pada reaktor ini menggunakan sistem
vertikal menurun dengan memanfaatkan gaya gravitasi secara batch bertingkat.
Tanaman yang digunakan adalah tanaman purun tikus (Eleocharis dulcis)
dan kayu apu ( Pistia stratiotes ) yang telah dipilih dan diaklimatisasi terlebih
dahulu selama 3 hari, yang ditandai dengan pertambahan tinggi batang pada purun
tikus dan kelopak daun segar pada kayu apu. Media tanam yang digunakan adalah
tanah sulfat masam. Baik tanaman Purun Tikus dan tanah sulfat masam, keduanya
diambil di daerah Puntik Tengah, Kabupaten Barito Kuala. Sedangkan tanaman
Kayu Apu diambil di derah rawa Tungkaran, Martapura.
Pengambilan sampel dilakukan pemilihan secara sengaja dengan
pertimbangan tertentu yang dianggap penting dan dapat mewakili keadaan
(Siegel,2009). Tanaman purun tikus dan kayu apu yang diambil merupakan
anakan, dengan pertimbangan tingkat penyerapan Fe dan Mn yang cukup tinggi.
8/10/2019 EFEKTIVITAS PENURUNAN Fe DAN Mn PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN TANAMAN PURUN TIKUS (Eleocharis dulcis
50/69
40
Sedangkan untuk sampel tanah diambil pada kedalaman 20 cm dari
permukaan tanah, dengan asumsi bahwa panjang akar tanaman purun tikus tidak
lebih dari 20 cm, yang kemudian selanjutnya dimasukkan kedalam karung untuk
dibawa menuju laboratorium Green house Fakultas Kehutanan UNLAM.
Reaktor yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 16 buah. 4 reaktor
digunakan untuk purun tikus dengan interval 1, 3, 5, 7 dengan dua kali
pengulangan, sedangkan 4 buah reaktor lainnya untuk kayu apu dengan interval
yang sama juga dengan dua kali pengulangan. Konsentrasi awal ( influent) Besi
(Fe) sebesar 76,40 ppm dan Mangan (Mn) sebesar 10,87 ppm.
Sistem lahan basah buatan aliran vertikal bawah permukaan pada dasarnya
terdiri dari tipe aliran vertikal menurun dan menanjak. Pada penelitian ini, sistem
aliran vertikal yang digunakan adalah aliran vert ikal menurun yang memanfaatkan
gaya gravitasi atau downflow . Pada aliran tipe vertikal menurun, air dialirkan ke
dalam lahan basah buatan dari lapisan atas media dan saluran outlet dibuat di
dasar media, sehingga air akan mengalir kebawah dengan melewati zona akar
dengan gaya gravitasi. Pada sistem aliran vertikal menurun ini diharapkan adanya
kontak langsung antara zona perakaran tanaman purun tikus dengan air asam
tambang batubara. Sehingga proses penurunan Fe dan Mn dapat tercapai. Selainitu mikroorganisme juga diharapkan dapat berperan dalam sistem ini.
Sampel uji yang berupa air olahan dari lahan bas
Top Related