EFEKTIVITAS PENERAPAN TA’WIDH TERHADAP...
Transcript of EFEKTIVITAS PENERAPAN TA’WIDH TERHADAP...
EFEKTIVITAS PENERAPAN TA’WIDH TERHADAP PENCEGAHAN
KELALAIAN NASABAH KARTU KREDIT SYARIAH
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
NABILLA GAMANING TIAS
11150490000068
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M
i
ii
iv
iv
ABSTRAK
Nabilla Gamaning Tias NIM 11150490000068 EFEKTIVITAS PENERAPAN
TA’WIDH TERHADAP PENCEGAHAN KELALAIAN NASABAH KARTU
KREDIT SYARIAH Skripsi Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (HES),
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas terhadap penerapan
biaya ganti rugi (ta’widh) terhadap kelalaian nasabah pengguna kartu kredit
syariah. Dalam penelitian ini, penulis akan menggunakan PT BNI Syariah sebagai
studi kasus penelitian ini, hal ini karena penulis melihat adanya potensi yang lebih
besar dari penggunaan kartu kredit syariah dari BNI Syariah dibandingkan dengan
kartu kredit syariah dari bank lain. Ketentuan biaya-biaya yang terdapat pada
produk kartu kredit syariah dan kesesuaian dengan Fatwa yang sudah ada,
mengetahui pengaruh dari penerapan biaya ganti rugi (ta’widh) bagi nasabah
pengguna kartu kredit.
Dalam penelitian ini, data diperoleh dari dokumentasi dan wawancara
langsung dengan pihak yang terkait yaitu PT BNI Syariah oleh Bapak Asep
Heryadi selaku Manager Collection Card Business Desk dan di bantu
memperoleh data oleh Ibu Flora Nur Linda Utami selaku Assistant Financing
Card Collection.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan biaya ganti rugi
(ta’widh) yang diberlakukan pada produk iB Hasanah Card sangat efektif, dapat di
lihat dari adanya penurunan angka nasabah yang harus membayar biaya ta’widh
pada akhir tahun 2019 lalu.
Kata Kunci : Ta’widh, Efektivitas, Kartu Kredit Syariah
Pembimbing : Mu’min Roup, M.A
Dr. Alimin, M. Ag.
Daftar Pustaka : 1982 sampai dengan 2019
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمان الرحيم
Alhamdulillah, puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang dengan rahmat
dan kurunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam
senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, keluarga
dan para sahabat. Dengan rahmat dan kasih sayangnya penulis dapat
menyelesaikan sebagai syarat untuk memperoleh gelar S1 Sarjana Hukum (S.H),
dengan judul: “EFEKTIVITAS PENERAPAN TA’WIDH TERHADAP
PENCEGAHAN KELALAIAN NASABAH KARTU KREDIT SYARIAH”
Penulis menyadari bahwa penelitian untuk penulisan skripsi ini tidak akan
terlaksana dengan baik tanpa ada bantuan dan bimbingan dari semua pihak. Oleh
sebab itu pada kesempatan ini pernankanlah penulis untuk mengucapkan rasa
terima kasih yang tak terhingga kepada:
1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag, S.H., M.H., M.A. Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak AM. Hasan Ali, M.A.dan Bapak Dr. Abdurrauf, Lc., M.A., selaku
Ketua Program Studi dan Sekertaris Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Mu’min Roup, M.A. dan Bapak Dr. Alimin M.Ag., selaku dosen
pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu, pikiran, dan perhatian
kepada penulis dalam membantu memberikan arahan dan petunjuk selama
proses penyelesaian skripisi ini.
4. Bapak Asep Heryadi selaku Manager Collection card Business Desk BNI
Syariah dan Mba Flora selaku Assistant Financing Card Collection BNI
Syariah yang telah membantu dan mengizinkan Penulis untuk melakukan
penelitian di Kantor BNI Syariah.
vi
5. Ayahanda Maftuchin dan Ibunda tercinta Sri Suyatmi yang telah banyak
memberikan dorongan berupa do’a, semangat, fasilitas serta pengorbanan
yang tidak dapat diucapkan dengan kata-kata.
6. Kakak tercinta Ilbanna Bethaning Tias dan Fadilla Alphaning Tias yang
selalu memberikan masukan dan dukungan penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini, serta adiku lelakiku tersayang Muhammad Purnomo Karim
yang senantiasa mendo’akan walaupun juga sedang berjuang menuntut
ilmu di pesantren. Terima kasih banyak atas dukungan dan do’a yang
diberikan kepada penulis, kalian adalah keluarga berharga yang penulis
miliki selama penulis hidup.
7. Kepada seluruh teman-teman HES 2015, Aldana, Naca, Layla, Nadia Ulfa,
Camelia, yang banyak membantu selama proses penyelesaian skripsi ini
dan terima kasih kalian sudah mau mendengarkan keluh kesah penulis
selama ini.
8. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah
banyak membantu dan berkontribusi cukup besar sehingga penulis dapat
menjalani perkuliahan di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Semoga motivasi dan amal baik di balas oleh Allah SWT dengan pahala
yang melimpah. Dan penulis tidak akan melupakan semua kebaikan yang telah
diberikan kepada penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. oleh karena itu
demikian ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak semoga
Allah SWT memberikan kemudahan atas semuanya.
Aamiin yaRobbal Aalamiin
Jakarta, 27 Februari 2020
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN .................................................. iii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iv
ABSTRAK .............................................................................................................. v
KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABLE .................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ..................................................................... 6
C. Batasan Masalah ........................................................................... 7
D. Rumusan Masalah ........................................................................ 7
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 7
F. Metode Penelitian ......................................................................... 8
G. Sistematika Penulisan ................................................................. 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA ............................................................................... 12
A. Kerangka Konseptual ................................................................. 12
B. Kerangka Teori .......................................................................... 13
1. Teori Ta’widh (Ganti Rugi) ................................................ 13
2. Teori Efektivitas Hukum .................................................... 16
3. Teori Perlindungan Konsumen ........................................... 20
4. Teori Akad Kartu Kredit Syariah ....................................... 24
viii
C. Tinjauan Kajian Terdahulu ........................................................ 31
BAB III DATA PENELITIAN ............................................................................ 38
A. Pembiayaan Syariah ................................................................... 38
B. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia ........ 40
C. Produk-Produk Pembiayaan BNI Syariah ................................. 41
D. iB Hasanah Card ........................................................................ 44
E. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
tentang Syaria Card ......................................................................... 46
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN ................ 50
A. Perlindungan Hukum bagi Nasabah iB Hasanah Card .............. 50
B. Efektivitas Penerapan Biaya Ganti rugi (Ta’widh) terhadap
Kelalaian Nasabah iB Hasanah Card ........................................ 59
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 66
A. Kesimpulan ................................................................................ 66
B. Saran .......................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 67
LAMPIRAN-LAMPIRAN .................................................................................. 72
A. Pedoman Wawancara ................................................................. 72
B. Surat Keterangan Bukti Penelitian ............................................. 76
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Biaya Iuran Tahunan ................................................................................ 6
Tabel 4.1 Iuran Tahunan ........................................................................................ 45
Tabel 4.2 Monthly Membership Fee ...................................................................... 45
Tabel 4.3 Biaya Ta’widh ........................................................................................ 46
Tabel 4.4 Biaya Ta’widh ........................................................................................ 51
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Jumlah Nasabah iB Hasanah Card ...................................................... 3
Gambar 4.1 Presentase Nasabah yang terkena Biaya Ta’widh pada Tahun 2018
................................................................................................................................ 57
Gambar 4.2 Presentase Nasabah yang terkena Biaya Ta’widh pada Tahun 2019
................................................................................................................................ 58
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada zaman yang telah berkembang pesat seperti saat ini, sudah banyak
kemajuan yang di raih dari bidang perekonomian. Seiring dengan perkembangan
teknologi digital, uang yang menjadi objek utama dalam perekonomian. Namun,
perbankan telah mengalami perubahan yang cukup signifikan dan bahkan lebih
modern.
Alat pembayaran yang efektif dan praktis menjadi hal yang sangat
diperlukan ketika transaksi perdagangan terjadi, orang yang akan berbelanja tidak
perlu lagi direpotkan dengan membawa uang dalam jumlah yang besar, tetapi
cukup dengan membawa sehelai kartu plastik seukuran KTP1 yang disebut dengan
kartu kredit (Credit Card).
Namun, semakin maju perekonomian maka akan semakin berkembang juga
hukum yang mengikatnya, untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak
diinginkan selama proses perekonomian Indonesia. Jika perekonomian semakin
maju, maka akan semakin banyak produk-produk yang ditawarkan untuk
mempermudah dalam bertransaksi dan juga memberikan kenyamanan bagi
nasabahnya. Kenyamanan nasabah dan kemudahan bertransasksi menjadi prioritas
bagi sebuah lembaga perbankan, terutama di Indonesia yang memiliki penduduk
yang banyak.
Sistem perbankan di Arab pada tahun 1963 memadukan sistem bank
tabungan Jerman dengan prinsip perbankan koperasi umum aturan permodalan
islam yang enggan menggunakan jasa bank konvensional karena alasan agama.2
1 Aditia Ananda Putra, “Konsep Kredit Card dalam Pandangan Islam”, Jurnal At-Tasyi’,
Vol.VI, No. 2, Agustus 2014-Januari 2015. 2 Mervyn K. Lewis& Latifa M. algaoud, Perbankan Syariah Prinsip, Praktik, dan
Prospek, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001, cetakan pertama), h. 15.
2
Dari penjelasan diatas jelas bahwa, perbankan syariah sudah menjadi salah
satu pilihan bagi masyarakat Indonesia bahkan di Dunia, tidak sedikit dari mereka
yang sudah memahami keuntungan menggunakan bank syariah. Untuk itu
perbankan syariah banyak mengeluarkan produk-produk yang memudahkan para
nasabahnya, tentunya tetap pada koridor kehalalan suatu produk tersebut.
Membahas tentang kehalalan suatu produk tidak akan lepas dari Al-Qur’an,
Hadis dan juga Fatwa DSN-MUI sebagai dasar hukum dari kehalalan produk-
produk dari perbankan syariah. Hal ini lah yang menjadi kelebihan bank syariah di
Indonesia.
Salah satu produk perbankan syariah yang memberikan kemudahan dalam
bertransaksi adalah syaria card (kartu kredit syariah). Syaria Card adalah kartu
yang berfungsi seperti Kartu Kredit yang memiliki hubungan hukum berdasarkan
sistem yang sudah ada antara para pihak berdasarkan prinsip Syariah.3 Sesuai
dengan konsep ekonomi syariah yaitu:4
“Hukum asal segala sesuatu itu boleh di lakukan, kecuali ada dalil yang
mengharamkannya.” Dari qowaid diatas dijadikan landasan bahwa kartu syariah
itu adalah boleh selama tidak ada hal-hal yang mengandung kegiatan yang
diharamkan.
Di Indonesia, syaria card pertama kali dikeluarkan oleh Bank Danamon
Syariah pada tahun 2007, setelah itu pada tahun 2009 BNI syariah mengeluarkan
syaria card dengan nama produk iB Hasanah Card, selanjutnya pada tahun 2010
CIMB Niaga Syariah juga mengeluarkan produk syaria card.5
Bank BNI Syariah menjadi bank milik negara pertama yang mengeluarkan
kartu kredit syariah. Sejak pertama kali diterbitkan sudah terlihat minat dari
masyarakat terhadap iB Hasanah card ini, terlihat pada semester pertama tahun
3 Ketentuan umum, Fatwa DSN-MUI No. 54 Tahun 2006 tentang syaria card.
4Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqalani, Penerjemah Abdul Rosyad Siddiq: Terjemahan
Lengkap Bulughul Maram, (Jakarta, Akbar Media, 2012). 5Nadia Ananda Elsanti, “Penerapan Ta’widh pada Pemegang Syaria Card”,
Jurisprudentie, IV, 2 (Desember 2017), h. 147.
3
2018 sudah ada 270.000 nasabah iB Hasanah Card.6 Bahkan jumlah pengguna iB
Hasanah Card ini terus mengalami peningkatan disetiap tahunnya, menurut Rima
Dwi Permatasari Pimpinan Divisi Kartu Pembiayaan PT BNI Syariah
mengungkap bahwa jumlah nasabah pada September 2019 telah mencapai
304.494 nasabah.7
Kartu kredit Hasanah Card merupakan salah satu produk yang dikeluarkan
bank Syariah dan memberikan inovasi baru bagi dunia perbankan Islam di
Inonesia.8 Masyarakat saat ini masih sangat awam dalam memahami kartu kredit
syariah yang diterbitkan oleh perbankan Islam, masyarakat masih menyamakan
kartu kredit syariah dengan kartu kredit yang diterbitkan bank konvensional.
Oleh karena itu, adanya sistem yang membedakan antara kartu kredit
syariah dengan kartu kredit konvensional. Diantaranya sistem pembiayaan sharia
6 “BNI Syariah Kejar Target 290.00 Nasabah Hasanah Card Hingga Akhir 2018”,
pilihkartu.com, 30 Juli 2018. 7 “Pengguna iB Hasanah Card Capai 350.000 Nasabah, Transaksi Liburan Mendominasi”,
Kompas.com, 20 Mei 2020. 8 Dharma Kharini Abd Haling dkk, “Analisis Implementasi Kartu Kredit Syariah Pada PT
Bank BNI Syariah Cabang Palu Perspektif Ekonomi Islam”, Perbankan dan Keuangan Syariah, I,
1, h. 1.
270000
304494
350000
0
50000
100000
150000
200000
250000
300000
350000
400000
Jumlah Nasabah
2018
2019
2020
Gambar 1.1 Jumlah Nasabah iB Hasanah
4
card yang sesuai dengan fatwa DSN-MUI mengandung 3 akad, yaitu;9 Pertama,
akad kafalah penerbit kartu adalah penjamin bagi pemegang kartu terhadap
merchant atas semua kewajiban bayar dari transaksi antara pemegang kartu
dengan menchant, atau berupa penarikan tunai.
Kedua, akad qord penerbit kartu adalah pemberi pinjaman kepada
pemegang kartu atas seluruh transaksi penarikan tunai dengan menggunakan kartu
dan juga transaksi pinjaman dana. Ketiga, akad ijarah penerbit kartu adalah
penyedia jasa sistem pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu. Atas
akad ijarah ini, pemegang kartu akan dikenakan biaya imbal jasa atau fee.
Dalam akad ijarah, pemegang kartu memiliki hak dan kewajiban, begitupun
dengan penerbit kartu. Salah satu yang menjadi kewajiban dari pemegang kartu
adalah membayar tagihan atas penggunaan transaksi yang dilakukan sesuai
dengan kesepakatan yang tercantum dalam akad. Begitupun penerbit kartu juga
berkewajiban memberikan fasilitas untuk melakukan transaksi.
Ketika seorang pemegang kartu berkewajiban melakukan pembiayaan atas
akad ijarah, maka untuk menghindari dari kekhawatiran kerugian, pihak penerbit
kartu berhak meminta biaya ta’widh jika pemengang kartu mengalami kelalaian
terhadap pembiayaan hingga jatuh tempo.
Akad yang dibuat pihak penerbit kartu sering kali tidak dibaca dengan benar
dan teliti oleh pihak nasabah sehingga ada nasabah yang belum memahami betul
tentang biaya tambahan yang mungkin terjadi jika pihak nasabah terlambat
melakukan pembayaran tagihan.
Dalam menghadapi risiko nasabah yang wanprestasi atau kelalaian dengan
menunda-nunda pembayaran bentuk perlindungan yang diberikan adalah dengan
9https://www.bnisyariah.co.id/id-
id/personal/kartuibhasanah/ketentuanumumibhasanahcard, kamis 14 maret 2019 pukul 20.31.
5
mekanisme ta’widh (biaya ganti rugi) kepada pihak yang di langgar.10
Hal ini
telah diatur dalam fatwa DSN-MUI Nomer 43 Tahun 2004 tentang Ta’widh.
Dalam H.R. Muttafaqun Alaihi menyebutkan bahwa “Menunda-nunda
(pembayaran) yang dilakukan oleh orang yang mampu adalah suatu
kezhaliman…”. Dari hadis tersebut sudah bahwa memang tidak dianjurkan untuk
kita sebagai nasabah lalai terhadap pembayaran tagihan.
Menurut pasal 27 Undang-Undang Nomer 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, menyebutkan bahwa pelaku usaha yang memproduksi
barang dibebaskan dari tanggung jawab atas kerugian yang di derita konsumen,
Apabila salah satunya adalah kelalaian yang ditimbulkan dari konsumen.11
Menurut ketentuan umum dalam Fatwa DSN-MUI Nomer 43 tahun 2004,
ta’widh adalah Ganti rugi (ta`widh) yang hanya boleh dikenakan atas pihak yang
dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan sesuatu yang menyimpang dari
ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada pihak lain.
Yang dimaksud dengan biaya ta’widh (ganti rugi) disini adalah dana yang
diterima ini akan menjadi kas pemasukan atau pendapatan penerbit kartu. Ganti
rugi atas biaya disini adalah biaya yang telah dikeluarkan oleh pihak BNI Syariah
selama melakukan upaya penagihan tagihan bulanan baik itu berupa telefon, pesan
singkat, e-billing, ataupun pengiriman tagihan cetak.12
Beda halnya dengan biaya ta’zir yaitu dana yang diterima akan disalurkan
ke dana sosial dan tidak menjadi pendapatan penerbit kartu. Biaya denda yang
dimaksud adalah biaya yang dikeluarkan jika pihak nasabah terlambat melakukan
pembayaran sebagai efek jera bagi nasabah yang lalai, dan besarnya biaya sudah
ditentukan dalam kontak perjanjian.
10
Fatwa DSN-MUI Nomer 43 Tahun 2004 tentang Ta’widh 11
Undang-Undang Nomer 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Pasal 27 huruf
D 12
Dikutip dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomer 54/DSN-MUI/X/2006, tentang
Sharia Card
6
Biaya ta’widh yang harus di tanggung oleh pemegang kartu telah jelas
terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomer 43 Tahun 2004. Terdapat dalam
ketentuan khusus yaitu, jumlah ganti rugi besarnya harus tetap sesuai dengan
kerugian riil dan tata cara pembayarannya tergantung kesepakatan para pihak, dan
besarnya ganti rugi ini tidak boleh dicantumkan dalam akad.
Ketentuan biaya ganti rugi atas biaya penagihan yang dikeluarkan oleh BNI
Syariah akibat keterlambatan pemegang kartu, tarif iB Hasanah dalam membayar
kewajibannya yang telah jatuh tempo.13
iB Hasanah Card sebagai kartu kredit syariah tidak menggunakan
perhitungan bunga dalam penetapan biaya yang dikenakan kepada nasabah,
apalagi dengan perhitungan bunga per bunga. Namun penetapan biaya nasabah
Hasanah Card akan dikenakan iuran bulanan (monthly fee) dan iuran tahunan
(annual fee).14
Jenis Kartu Classic Gold Platinum
Kartu Utama Rp 120.000,- Rp 240.000,- Rp 600.000,-
Kartu Tambahan Rp 60.000,- Rp 120.000,- Rp 300.000,-
Tabel 1.1 biaya iuran tahunan (annual fee)
Selain dari penetapan biaya ta’widh di atas, upaya yang dilakukan sebelum
BNI Syariah menetapkan biaya ta’widh guna mencegah risiko kelalaian nasabah
adalah dengan cara menelepon, mengirimkan surat, atau email dan melakukan
13
https://www.bnisyariah.co.id/id-id/personal/kartuibhasanah/tarifibhasanahcard. 14
Nurwulandari. M dan Isnawati, “Tinjauan Prinsip Syariah dalam Aplikasi iB Hasanah
Card”, Al-Mashrafiyah, II, 1, April 2018.
7
kunjungan langsung kepada nasabah baik itu di rumah ataupun di kantor nasabah
yang bersangkutan.15
Namun, jika hanya dengan upaya seperti menelepon atau mengirim surat
(email) saja apakah hal tersebut bisa efektif bagi BNI syariah selaku penerbit
kartu? Dan bagaimana dengan nasabah yang lalai karena adanya faktor lain yang
tidak diinginkan? Bagaimana pihak BNI syariah mengatasi hal tersebut?
Berdasarkan uraian fakta dan latar belakang diatas, masalah yang akan
dikaji oleh peneliti adalah apakah upaya hukum pihak BNI syariah terhadap
pencegahan kelalaian nasabah yang mungkin terjadi dalam pembayaran tagihan
dan ganti rugi (ta’widh) sudah efektif. Bagaimana jika banyak dari nasabah yang
lalai terhadap pembayaran tagihan yang sudah menjadi kewajiban nasabah.
B. Identifikasi Masalah
1. Adanya nasabah iB Hasanah Card yang terlambat melakukan
pembayaran tagihan.
2. Jumlah besaran biaya ganti rugi (ta’widh) tidak memberikan efek
jera.
3. Akad yang dibuat seringkali tidak dibaca dengan benar oleh pihak
nasabah.
4. Nasabah belum memahami betul manfaat dalam penggunaan kartu
kredit.
C. Batasan Masalah
Dari uraian latar belakang diatas, untuk mempermudah pembahasan dalam
penelitian ini sehingga lebih jelas dan terarah. Maka peneliti membatasi hanya
pada efektivitas BNI Syariah terhadap penerapan ta’widh (ganti rugi) dalam
15
Nadia Ananda Elsanti, “Penerapan Ta’widh pada Pemegang Syaria Card”,
Jurisprudentie, IV, 2 (Desember 2017), h. 155.
8
pencegahan kelalaian nasabah dalam pembiayaan tagihan kartu kredit syariah
pada tahun 2018 dan 2019.
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana perlindungan hukum bagi pengguna iB Hasanah Card
yang dilakukan oleh BNI Syariah?
2. Bagaimana efektivitas ganti rugi (ta’widh) dalam pencegahan
kelalaian nasabah iB Hasanah Card?
E. Tujuan Penelitian :
1. Menganalisis pengaruh ganti rugi (ta’widh) sebagai upaya hukum
dari BNI Syariah terhadap pencegahan kelalaian pembayaran tagihan
nasabah iB Hasanah Card.
2. Menganalisis efektifitas pencegahan yang dilakukan terhadap
kelalaian nasabah iB Hasanah Card.
F. Manfaat Penelitian :
1. Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi bahan untuk penelitian
selanjutnya.
2. Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi informasi bagi nasabah
terhadap kartu kredit syariah (syaria card).
G. Manfaat bagi Praktisi :
1. Dengan adanya penelitian ini dapat menjadi referensi bagi lembaga
terkait dalam hal ini PT BNI Syariah.
9
2. Dengan adanya penelitian ini menjadi referensi bagi Dewan
Pengawas Syariah (DPS) dalam mengeluarkan kebijakan terkait
penelitian ini.
H. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian hukum normatif. Peneliti menjelaskan secara lengkap,
rinci, jelas, dan sistematis tentang aspek yang diteliti dalam teori-
teori.16
2. Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) dan pendekatan
kasus (Case Approach). Dalam metode pendekatan perundang-
undangan peneliti perlu memahami asas-asas dalam peraturan
perundang-undangan.17
Dan dalam pendekatan kasus, peneliti perlu
menelaah kasus yang berkaitan dengan isu yang dihadapi dalam
kartu kredit syariah.
3. Sumber Bahan Penelitian
Sumber bahan dalam penelitian ini adalah sumber objek darimana
bahan tersebut diperoleh. Adapun sumber bahan yang dipakai pada
penelitian ini adalah:
a. Bahan-bahan hukum primer, yaitu:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Fatwa DSN-MUI
16
Muh. Abdul Kadir, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: PT Citra Aditya, 2004).
H. 101. 17
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2005), h. 133.
10
Undang-Undang Nomer 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Peraturan lain yang berkaitan dengan dengan permasalahan yang
akan diteliti.
b. Bahan-bahan hukum sekunder, yaitu:
Wawancara
c. Bahan-bahan hukum tersier, yaitu:
Al-Qur’an dan Hadis
Kamus Hukum
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
4. Teknik Pengumpulan Bahan
Pengumpulan dilakukan dengan cara mengumpulkan dan
meneliti peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan bahan
bacaan lain yang berkaitan dengan masalah yang diteliti peneliti.
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara
melakukan tanya jawab dengan pihak-pihak yang berkepentingan
dengan masalah yang diteliti. Wawancara ini sebagai pelengkap
dalam penelitian. Wawancara akan dilakukan kepada pihak BNI
Syariah yaitu dengan Bapak Asep Heryadi selaku Manager
Collection Card Business Desk BNI Syariah..
5. Teknis Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Teknik pengelolaan data yang peneliti gunakan adalah dengan cara
deskriptif kualitatif dengan mengumpulkan bahan hukum penelitian
kemudian bahan hukum tersebut disederhanakan kebagian bagian
yang diperlukan, kemudia peneliti menarik kesimpulan dari data-
data tersebut.
11
6. Teknis penulisan
Dalam teknik penulisan skripsi ini disesuaikan kaidah-kaidah
penulisan karya ilmuyah dan juga buku “Pedoman Penulisan Skripsi
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta 2017”
I. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran sederhana agar memudahkan penulisan
skripsi maka disusunlah sistematika penulisan yang terdiri dari lima
bagian dengan rincian sebagaimana berikut ini:
Bagian I. Pada bab ini terdiri dari Latar Belakang, Identifikasi,
Batasan, dan Rumusan Masalah, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, serta
Sistematika Penulisan.
Bagian II. Pada bab ini berisi tentang efektivitas penerapan
ganti rugi (ta’widh) terhadap pencegahan kelalaian
nasabah, didalamnya tercantum pengertian dari
ta’widh, iB Hasanah Card, sistem pembayaran
ta’widh, kelalaian nasabah. Pengertian ta’widh,
landasan hukum ta’widh, penerapan ta’widh di BNI
Syariah, pengertian efektivitas.
Bagian III. Bab ini membahas tentang mekanisme ganti rugi
(ta’widh) di BNI Syariah yang didalamnya
membahas tentang profil BNI Syariah.
Bagian IV. Bab ini membahas tentang perlindungan hukum
bagi nasabah iB Hasanah Card dan keefektivitasan
penerapan ta’widh pada nasabah iB Hasanah Card.
Bagian V. Pada bab ini merupakan bagian terakhir dalam
penelitian yang berisikan kesimpulan dan juga saran.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Konsepual
Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan
antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti.1 Dalam pelaksanaan penelitian
ini, diperlukan adanya konsep teori untuk menyederhanakan pandangan serta
penjelasan agar tidak terjadi kerancuan dan kekaburan pemahaman sehingga
menjadi lebih jelas dan terarah. Istilah-istilah yang peneliti jelaskan yaitu:
1. Ganti rugi (ta‟widh) adalah biaya ganti rugi terhadap biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh penerbit kartu kredit akibat keterlambatan pemegang
kartu dalam membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo.2
2. Pencegahan kelalaian ini diatur dalam pasal 1238 Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata buku ke-3, yang berbunyi: “Debitur dinyatakan lalai
dengan surat perintah atau dengan akta sejenis itu, atau
berdasarkankekuatan dari perikatan sendiri, yaitu apabila perikatan ini
mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan.”
3. Kartu kredit merupakan kartu yang dikeluarkan oleh pihak bank yang
dapat digunakan oleh pemegang kartu untuk membeli kebutuhan serrta
layanan tertentu secara utang.3 Sedangkan dalam Fatwa DSN MUI Nomer
54 Tahun 2006 tentang Syaria Card mengartikan kartu kredit syariah
sebagai kartu yang berfungsi seperti kartu kredit yang hubungan hukum
(berdasarkan system yang sudah ada) antara para pihak berdasarkan
prinsip syariah.
1Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1986), h. 133
2Fatwa DSN-MUI No. 54 Tahun 2006 tentang Syaria Card
3 Aep S. Hamidin, Tips & Trik Kartu Kredit; Memaksimalkan Manfaat dan Mengelola
Risiko Kartu Kredit, (Yogyakarta: Media Pressindo, 2010, cet. Pertama), h.9-10.
13
4. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia yang
berhubungan dengan peneitian ini antara lain Fatwa tentang Syaria Card
pada Fatwa DSN MUI Nomer 54 Tahun 2006, Fatwa tentang Ta‟widh
pada Fatwa DSN MUI Nomer 43 Tahun 2004, Fatwa tentang Sanksi atas
Nasabah Mampu yang Menunda Pembayaran pada Fatwa DSN MUI
Nomer 17 Tahun 2000. Dalam beberapa fatwa inilah yang akan
menjelaskan berdasarkan hukum islam dari peneltian ini.
5. iB Hasanah Card adalah kartu pembiayaan yang berfungsi sebagai kartu
kredit berdasarkan prinsip syariah, yaitu dengan sistem perhitungan biaya
bersifat tetap, adil, transparan, dan kompetitif tanpa perhitungan bunga
yang diterima di seluruh tempat bertanda MasterCard dan semua ATM
yang bertanda CIRRUS di seluruh dunia yang diterbitkan oleh BNI
Syariah.4
B. Kerangka Teori
Kerangka teori dalam penelitian ini, peneliti akan membahas mengenai
pendapat ahli tentang teori-teori yang digunakan untuk memperkuat pendapat
peneliti dalam analisa penelitian.
1. Ta’widh (Ganti Rugi)
Kata al-ta‟widh berasal dari kata „iwadha yang mempunyai arti
memberi ganti atau mengganti, sedangkan kata ta‟widh sendiri
memiliki arti secara bahasa yaitu mengganti.5
Ta‟widh (ganti rugi) adalah kerugian yang benar-benar dialami
secara riil oleh para pihak dalam bertransaksi yang wijib diganti oleh
pihak yang menimbulkan kerugian tersebut. Ganti rugi dalam bank
4https://www.bnisyariah.co.id/id-id/personal/kartuibhasanah/kartuibhasanah, diakses pada
hari senin tanggal 18 Maret 2019, pukul 11.15 WIB 5 Arianto Saputra, “Analisis Pengelolaan Dana Ta‟zir dan Ta‟widh bagi Nasabah
Wanprestasi pada PT. BRI Syariah.” (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014), h. 31
14
syariah biasa terjadi akibat penundaan pembayaran oleh nasabah
dalam kondisi mampu.6
Pendapat beberapa ulama kontemporer tentang ta‟widh antara lain
sebagai berikut ini:7
a. Wahbah al-Zuhaili, Nazariyah al-Dhaman, Damsyiq; 1998
“Ta‟widh (ganti rugi) adalah menutup kerugian yang terjadi
akibat pelanggaran atau kekeliruan”.
b. „Abd al-Hamid Mahmud al-Ba‟li; 1996 “Ganti rugi karena
penundaan pembayaran oleh orang yang mampu didasarkan pada
ketugian yang terjadi secara riil akibat penundaan pembayaran
dan kerugian itu merupakan akibat logis dari keterlambatan
pembayaran tersebut”.
c. „Isham Anas al-Zaftawi; 1997 “Kerugian harus dihilangkan
berdasarkan kaidah syariah dan kerugian itu tidak akan hilang
kecuali jika diganti, sedangkan penjatuhan sanksi atas debitur
mampu yang menunda-nunda pembayaran tidak akan
memberikan manfaat bagi kreditur yang dirugikan. Penundaan
pembayaran hak sama dengan ghashab karena itu seharusnya
status hukumnya pun sama, yaitu bahwa pelaku bertanggung
jawab atas manfaat benda yang di-ghashab selama masa ghashab,
menurut mayoritas ulama disamping ia pun harus menanggung
harga (nilai) barang tersebut bila rusak”.
Hadis Nabi riwayat jama‟ah (Bukhari dari Abu Hurairah, Muslim
dari Abu Hurairah, Tirmizi dari Abu Hurairah dan Ibn Umar, Nasa‟i
dari Abu Hurairah, Abu Daud dari Abu Hurairah, Ibn Majah dari Abu
6 Ahmad Ifham Sholihin, Buku Pintar Ekonomi Syariah, (Jakarta, PT Gramedia Pustaka
Utama, t.th.,), h. 824. 7 Ahmad Ifham Sholihin, Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 2010), h. 209.
15
Hurairah dan Ibn Umar, Ahmad dari Abu Hurairah dan Ibn Umar,
Malik dari Abu Hurairah, dan Darami dari Abu Hurairah):8
يطم انغي ظهى...
Artinya “menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang
yang mampu adalah suatu kezhaliman …”
Hadis Nabi riwayat Nasa‟i dari Syuraid bin Suwaid, Abu Dawud
dari Syuraid bin Suwaid, Ibu Majah dari Syuraid bin Suwaid, dan
Ahmad dari Syuraid bin Suwaid:9
ني انىاحذيحم عزض وعقىبت
Artinya “ menunda-nunda (pembayaran) yang dilakukan oleh orang
mampu menghalalkan harga diri dan pemberian sanksi kepadanya”.
Landasan hukum ta‟widh terdapat dalam QS. Al-Maidah ayat 1:
عهيكى عاو إل يا يته ت ال آيىا أوفىا بانعقىد أحهت نكى بهي غيز يا أيها انذي
يحكى يا يزيذ الل تى حزو إ يذ وأ يحهي انص
Artinya “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu
ketika kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah
menetapkan hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya”.
8 Fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi (Ta‟widh)
9 Fatwa DSN-MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 tentang Ganti Rugi (Ta‟widh)
16
Pendapat Wahbah al-Zuhaili yang penulis kutip dari fatwa DSN-
MUI No. 43 tentang “Ganti Rugi (ta‟widh) adalah menutup kerugian
yang terjadi akibat pelanggaran atau kekeliruan”.
Ketentuan umum yang berlaku pada ganti rugi dapat berupa:
1) Menutup kerugian dalam bentuk benda (dharar, bahaya)
seperti memperbaiki dinding…
2) Memperbaiki benda yang rusak menjadi utuh kembali seperti
semula selama dimungkinkan, seperti mengembalikan benda
yang dipecahkan menjadi utuh kembali. Apabila hal tersebut
sulit dilakukan maka wajib menggantinya dengan denda yang
sama (sejenis dengan uang)”.
Sementara itu, hilangnya keuntungan dan terjadinya kerugian yang
belum pasti dimasa yang akan datang atau kerugian materiil, maka
menurut ketentuan hukum fiqih hal tersebut tidak dapat diganti . hak
itu karena objek ganti rugi adalah harta yang ada dan konkret serta
berharga (diizinkan syariat untuk memanfaatkannya).
2. Teori Efektivitas Hukum
Menururt Lawrence M. Friedman menyebutkan bahwa efektif atau
tidaknya suatu perUndang-Undangan dipengaruhi oleh tiga faktir yang
dikenal dengan efektivitas hukum, yaitu sebagai berikut:10
a. Substansi hukum adalah inti dari peraturan perUndang-
Undangan itu sendiri.
b. Struktur hukum adalah sebagaimana sikap masyarakat
hukum di tempat hukum itu dijalankan. Apabila kesadaran
itu telah ditetapkan maka dapat diterapkandan masyarakat
akan menjadi faktor pendukung. Namun, apabila tidak mau
10
Abdullah Mustafa, Soerjono Soekanto, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, (Jakarta;
CV Rajawali, 1982), h. 13.
17
mematuhi peraturan yang ada maka masyarakat akan
menjadi faktor penghambat utama dalam penegakan hukum
tersebut.
Menurut Soerjono Soekanto, faktor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas hukum antara lain:11
a. Hukum/ Undang-Undang dan peraturannya.
b. Penegak Hukum (pembentuk hukum maupun penataan
hukum)
c. Sarana/ fsasilitas pendukung.
d. Masyarakat.
e. Budaya hukum (legal culture).
Berdasarkan pada teori tersebut maka suatu usaha dapat dikatakan
efektif bila sudah meliputi hal-hal diatas, namun jika belum
mencangkup hal tersebut maka belum bisa dikatan efektif.
Efektivitas merupakan sebuah pencapaian sasaran atas usaha
bersama yang telah disepakati. Jadi, tingkat pencapaian sasaran yang
telah dicapai tadi merupakan suatu yang menunjukkan tingkat
efektivitas.12
Efektivitas pada umumnya terkait dengan keberhasilan pencapaian
tujuan dan sasaran, oleh karena itu efektivitas merupakan kemampuan
untuk memilih rencana yang tepat atau strategi yang tepat untuk
mencapai target yang telah ditetapkan ataupun konsistensi kerja yang
tinggi untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan.13
11
Abdullah Mustafa, Soerjono Soekanto, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, (Jakarta;
CV Rajawali, 1982), h. 15. 12
James L. Gibson dkk, Organisasi dan Manajemen: Perilaku, Struktur, Proses, Edisi
Kempat,(Jakarta: Erlangga, 1994), h.27. 13
Richard H. Hall, Organitation Structure, Proses and Out Come, ( t.t., New Prentice
Hall, 1991), h. 259
18
Menurut Prasetyo Budi Saksono, pengertian efektivitas adalah
seberapa besar tingkat kelekatan antara pengeluaran “output” yang
dicapai dengan pengeluaran yang diharapkan dari jumlah masukan
“input” dalam suatu perusahaan atau seseorang.14
Pada kenyataannya orang-orang berbuat atau berprilaku menurut
suatu cara untuk menghindari sanksi yang diancamkan oleh norma
hukum layaknya biaya ganti rugi yang dibuat oleh pihak penerbit
kartu, dan apakah sanksi tersebut benar-benar dilaksanakan dan dalam
hal kondisinya terpenuhi atau tidak.
Efektivitas hukum berarti bahwa orang benar-benar berbuat sesuai
dengan norma hukum sebagaimana mereka harus berbuat, dan norma
itu benar-benar diterapkan dan dipatuhi.15
Menurut Peter F. Drucker, efektivitas merupakan cara melakukan
suatu pekerjaan dengan benar (doing the right things). Merupakan
kemampuan untuk mencapai tujuan tertentu dengan cara yang tepat.16
Menurut Enco Mulyasa,17
efektivitas adalah suatu kesesuaian
antara orang yang melakukan tugas yang dituju. Berkaitan erat dengan
perbandingan antara tingkat pencapaian tujuan dengan rencana yang
telah dibuat sebelumnya.
Efektivitas organisasi merupakan suatu konsep menyeluruh yang
menyertakan sejumlah konsep komponen.18
Kriteria utama dari
efektivitas organisasi adalah, apakah organisasi tersebut bertahan
14
Yosep P. Koton, Restrukturisasi Organisasi: Teori dan Aplikasi dalam Mengefektifkan
Pengelolaan Keuangan Daerah, (Yogyakarta: Deepublish, 2019, cet. Pertama), h. 22. 15
Hans Kelsen, Teori Umum Hukum dan Negara,(Jakarta: Bee Madia Indonesia, 2007,
cet. Ketiga), h. 47. 16
T. Hani Handoko, Manajemen Edisi Ke 2, (Yogyakarta: BPFE, 1998), h. 7. 17
Awal Ramadhan, “Efektivitas Dana ZIS Bagi Pelatihan Montir Di Bazis Kota ADM Jakarta
Barat.” Skrisi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2016. h. 18. 18
John M. Ivancevich, Penerjemah Gina Gania: Prilaku dan Manajemen Organisasi,
(Jakarta: Erlangga, 2007), h. 23.
19
dalam lingkungannya.19
Karena sebuah organisasi itu membutuhkan
adaptasi.
Dengan semakin berkembangnya suatu organisasi maka akan
semakin banyak tahap yang akan dilaluinya, maka yang menjadi
indikator dari efektivitas itu sendiri adalah apakah hasil kerja yang
diharapkan sesuai dengan kenyataan hasil sebenarnya.
Menurut Richard M. Steers (Steers, 1985:4-7), bahwa cara terbaik
untuk meneliti efektivitas ialah dengan memperhatikan tiga konsep
yang saling berhubungan, yaitu:
1. Paham mengenai optimasi tujuan, yaitu efektivitas di nilai
menurut ukuran seberapa jauh sebuah organisasi berhasil
mencapai tujuan yang layak dicapai;
2. Perspektif sistematika, yaitu tujuan mengikuti suatu daur
dalam organisasi;
3. Tekanan pada segi prilaku manusia dalam susunan
organisasi, yaitu bagaimana tingkah laku individu dan
kelompok akhirnya dapat menyokong atau menghalangi
tercapainya tujuan organisasi.
Aspek-aspek efektivitas berdasarkan pendapat dari Muasaroh
(2010:13), menjelaskan bahwa efektivitas suatu program dapat di lihat
dari aspek-aspek seperti berikut ini:20
1. Aspek tugas dan fungsi, akan efektif jika tugas dan
fungsinya dilaksanakan dengan baik.
2. Aspek rencana dan program, akan menjadi efktif jika
seluruh rencana yang telah terprogram dapat dilaksanakan.
19
John M. Ivancevich, Penerjemah Gina Gania: Prilaku dan Manajemen Organisasi,
(Jakarta: Erlangga, 2007), h. 23. 20
https://idtesis.com/teori-lengkap-tentang-efektivitas-program-menurut-para-ahli-dan-
contoh-tesis-efektivitas-program/, diakses pada tanggal 29 Januari 2020, pukul 11.01
20
3. Aspek ketentuan dan peraturan, akan menjadi efektif jika
dapat berfungsi atau tidaknya aturan yang telah dibuat
dalam rangka menjaga berlangsungnya proses kegiatan.
4. Aspek tujuan atau kondisi ideal, akan menjadi efektif jika
tujuan dan konsisi ideal program tersebut dapat dicapai.
Dari aspek yang sudah dijelaskan tersebut, maka masih ada
beberapa indikator efektivitas. Prespektif ini dikembangkan oleh
Smith pada tahun 1997, yaitu:
1. Keuangan, yang diukur dengan aliran kas dan pertumbuhan
penjualan.
2. Pelanggan, yang diukur dengan produk baru, waktu
pengiriman, dan kualitas pelayanan.
3. Proses internal, yang diukur dengan peningkatan teknologi,
produktivitas, dan biaya perunit.
4. Inovasi, yang diukur dengan waktu pengembangan, waktu
yang digunakan merespon kebutuhan pasar, dan juga
produk baru.
3. Teori Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa
perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.21
Sedangkan tujuan hukum dalam perlindungan konsumen adalah untuk
menciptakan keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum.22
Sehingga dapat diartikan bahwa perlindungan konsumen
merupakan seluruh asas dan kaidah yang mengatur dan melindungi
21
Pasal 1 Angka 1, Undang-Undang Nomer 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. 22
Erna Widjajati dan Yessy Kusumadewi, Pengantar Hukum Dagang, (Jakarta: Roda Inti
Media, 2010), h.23.
21
konsumen dalam hubungan penyediaan dan penggunaan produk
konsumen.
Tujuan Perlindungan Konsumen ini telah ditetapkan dalam Pasal 3
Undang-Undang Nomer 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan onsumen
yang mengatur bahwa tujuan dari perlindungan konsumen adalah:
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri.
b. Meningkatkan hartat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negative dalam pemakaian
barang atau jasa.
c. Menigkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap
jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
f. Meningkatkan kualitas barang atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Pasal 2 Undang-Undang Nomer 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen menetapkan bahwa perlindungan konsumen
berasaskan pada manfaat, keadilan, keseimbangan, keamanan, dan
keselamatan konsumen, serta kepastian hukum. Sehingga Abdul
Halim Barkatullah merumuskan bahwa perlindungan konsumen
didasari atas beberapa asas, yaitu:23
a. Asas Manfaat, adalah segala upaya dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen harus
23
Abdul Halim Barkatullah, Hukum Perlindungan Konsumen “Kajian Teoritis dan
Perkembangan Pemikiran, (Bandung; Nusa Media, 2008), h. 105.
22
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan
konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b. Asas Keadilan, adalah partisipasi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan
kepada konsumen dan pelaku usaha unruk memperoleh
haknya dan melaksanakan kewajiban secara adil.
c. Asas Keseimbangan, adalah asas yang memberikan
keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha,
dan pemerintah dalam arti materiil dan spiritual.
d. Asas Keamanan dan Keselamatan, adalah yang memberikan
jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen
dalam pengguna, pemakaian, dan pemanfaatan barang atau
jasa yang dikonsumsi.
e. Asas Kepastian Hukum, adalah agar pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
menyelengarakan perlindungan konsumen serta Negara
menjamin kepasian hukum.
Perlindungan konsumen merupakan bagian yang tidak bisa
dipisahkan dengan kegiatan bisnis. Dalam kegiatan bisnis yang sehat
terdapat keseimbangan perlindungan hukum antara produsen dan
konsumen. Jika tidak adanya perlindungan konsumen yang seimbang
dapat menyebabkan konsumen berada dalam kelemahan. Dan jika
produk yang dihasilkan merupakan produk yang terbatas, maka
produsen bisa menyalahgunakan posisinya. Sehingga hal tersebut akan
merugikan konsumen.24
Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan hak dan
pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi
24
Ahmad Miru, Prinsip-Prinsip Perlindungan bagi Konsuen di Indonesia, (Jakarta;
Rajawali Perss, 2011), h. 4.
23
dan/atau korban yang dapat diwujudkan dalam bentuk seperti melalui
restitusi, pelayanan medis, dan bantuan hukum.25
Islam juga menetapkan adanya keseimbangan antara hak konsumen
dan pelaku usaha dalam jual beli. Hal ini menjadi penting bagi
konsumen Indonesia yang mayoritas beragama Islam, dengan
demikian kegiatan tersebut harus berlandaskan pada prinsip-prinsip
Hukum Ekonomi Syariah.
Dalam Hukum Acara Perdata, upaya hukum perlu dibedakan dari
dasar hukumnya. Sifat dan berlakunya upaya hukum pun dibedakan
menjadi dua jenis yaitu:26
1. Upaya Hukum Biasa, yang pada asasnya terbuka untuk
setiap putusan selama tenggang waktu tertentu yang telah
ditentukan oleh undang- undang. Wewenang untuk
menggunakannya pun dengan menerima putusan. Upaya
hukum biasa ini bersifat menghentikan pelaksanaan putusan
sementara. Yang termasuk upaya hukum biasa adalah
perlawanan putusan verstek (verzet tegen verstek), banding,
dan kasasi.
2. Upaya Hukum Luar Biasa, ini hanya diperbolehkan dalam
suatu hal tertentu yang sudah disebutkan dalam undang-
undang saja. Yang termasuk upaya hukum luar biasa ini
adalah Peninjauan Kembali (request civil) dan Perlawanan
dari Pihak Ketiga (derden verzet).
Upaya hukum tersebut disediakan untuk mencegah kesalahan atau
kekeliruan atas putusan pengadilan. Dalam hal ini adalah untuk
mencegah kesalahan dari pihak nasabah ataupun pihak lembaga
keuangan syariah.
25
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta; UI Press, 1984), h. 133. 26
Bambang Sugeng dan Sujayadi, Pengantar Hukum Acara Perdata dan Contoh
Dokumen Legalisasi, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2012, cet. Pertama), h. 91-92.
24
4. Teori Akad Kartu Kredit Syariah
a. Ijarah (Sewa)
Menurut ulama Hanafiyah dalam mendefinisikan ijarah adalah;
عقذ عه انافع بعىض
“Transaksi terhadap suatu manfaat dengan imbalan”
Sedangkan menurut ulama Malikiyah mendefinisikan ijarah
dengan;27
تهيك بعىض يافع شء يباح يذة يعهىيت
”Pemilikan manfaat dengan suatu imbalan terhadap suatu yang
diperbolehkan dalam waktu tertentu”
Ijarah merupakan akad yang objeknya manfaat, sehingga
berbeda dengan akad jual beli dan hibah yang objeknya adalah
benda.28
Dan manfaat yang boleh dijadikan objek adalah manfaat
berdasarkan ketentuan syara‟, salah satunya adalah objek ijarah
harus diketahui secara sempurna dan jelas. Begitu juga dengan
hak memanfaatkan dalam bentuk akad ijarah harus didampingi
dengan imbalan.
Sesuai dengan ketentuan Fatwa DSN MUI Nomer 54 tahun
2006 tentang Syaria Card menjelaskan bahwa akad yang harus
terdapat dalam kartu kredit syariah adalah akad ijarah yaitu
dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penyedia jasa system
pembayaran dan pelayanan terhada Pemegang Kartu. Atas akad
ijarah ini, Pemegang Kartu dikenakan biaya membership fee.29
Dasar hukum diperbolehkannya akad ijarah terdapat dalam al-
Quran surat Al-Baqarah ayat 233;
“Dan apabila kamu ingin anakmu disusui orang lain maka
tidaklah ada dosa atasmu apabila kamu memberikan
27
Asy Syarbaini, Fiqh Muamalat, (Beirut: Dar al-Fikr, 1978), Jilid II, h. 233. 28
Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. I, h. 120. 29
Fatwa Dewan Syriah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomer 54 Tahun 2006 tentang
Syaria Card, bagian ketiga: ketentuan akad.
25
pembayaran menurut yang pantas. Bertakwalah kamu kepada
Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang
kamu kerjakan.”
Begitu juga dengan hadis riwayat Abu Ya‟la Ibn Majah al-
Thobroni dan al-Tirmidzi : “Berikanlah upah pekerja sebelum
keringatnya kering”.30
Ijarah dibagi menjadi dua macam yaitu; ijarah manfaat benda
atau barang (manafi‟ al-a‟yan) dan ijarah manfaat manusia
(manfi‟ al-insan).31
Ijarah manfaat benda/ barang dibagi menjadi tiga macam:
1) Ijarah benda yang tidak bergerak (uqar) yaitu, mencangkup
benda yang tidak dapat dimanfaatkan kecuali dengan
menggunakannya seperti sewa rumah untuk ditempati atau
sewa tanah untuk ditanami.
2) Ijarah kendaraan seperti unta, kuda, dan benda-benda yang
memiliki fungsi sama seperti mobil, pesawat, dan kapal.
3) Ijarah barang-barang yang bisa dipindah-pindahkan (al-
manqul), seperti baju, perabot, dan tenda.
Sedangkan ijarah yang berupa manfaat manusia merupakan
objek yang berupa pekerjaan atau jasa seseorang. Ijarah jenis ini
dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu:
1) Ijarah manfaat manusia yang bersifat khusus (al-Khas),
yaitu seseorang yang disewa tenaga atau keahliannya secara
khusus oleh penyewa untuk waktu tertentu.
2) Ijarah manfaat manusia bersifat umum (musytarik) yaitu
pekerjaan atau jasa seseorang disewa/diambil manfaatnya
oleh banyak orang. Seperti dokter.
30
Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. I, h. 121. 31
Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. I, h. 125.
26
Dari penjelasan diatas, dapat dikatakan bahwa akad ijarah yang
terdapat dalam kartu kredit syariah sesuai dengan Fatwa DSN
MUI Nomer 54 tahun 2006 tentang Syaria Card adalah jenis
ijarah benda atau barang yang dapat dipindah-pindahkan (al-
manqul).
b. Utang Piutang (al-Qardh)
Ulama Hanafiyah mengemukakan pengertian qardh menurut
terminology yaitu “Sesusatu yang diberikan seseorang dari
harta mistily atau untuk memenuhi kebutuhannya.”
Menurut ulama Syafi‟iyah qardh adalah akad kepemilikan
sesuatu untuk dikembalikan dengan sejenis atau sepadan. Maka
yang dikatakan dengan qardh adalah penyediaan dana atau
tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara peminjam dengan pihak
yang memberikan pinjaman yang mewajibkan peminjam
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertantu.32
Menurut Fatwa DSN MUI Nomer 54 tahun 2006 tentang Syaria
Card juga menyebutkan bahwa ketentuan akad yang harus
terdapat dalam kartu kredt syariah adalah Qardh dalam hal ini
Penerbit Kartu adalah pemberi pinjaman (muqridh) kepada
Pemegang Kartu (muqtaridh) melalui penarikan tunai dari bank
atau ATM ban penerbit kartu.33
Yang menjadi dasar hukum diperbolehkannya akad qardh
adalah terdapat dalam Al-Qur‟an surat al-Hadid ayat 11:
32
Harun, Fiqh Muamalah, (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017), h. 144. 33
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomer 54 tahun 2006 tentang
Syariah Card, bagian ketiga: ketentuan akad.
27
“Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang
baik, Allah akan melipat gandakan pinjaman itu untuknya dan
ia akan memperoleh pahala yang baik.”
Hadis yang diriwayatkan Ibn Majah dan Baihaqi dari Anas,
Rasulullah SAW bersabda:
“Aku melihat pada waktu malam diisra‟kan, pada pintu surge
tertulis: sedekah dibalas sepuluh kali lipat dan qardh delapan
belas kali lipat. Aku bertanya: wahai jibril, mengapa qardh
lebih utama daripada sedekah? Ia menjawab: karena meskipun
orang pengemis meminta-minta namun masih mempunyai harta,
sedangkan yang berutang pastilah karena sangat
membutuhkannya.”
Akad qardh ini merupakan akan yang dimaksudkan untuk
membantu sesame (tabarru‟), bukan untuk mendapatkan
keuntungan karena itulah ada kaidah fiqih yang mengaturnya
seperti hal berikut ini:
كم قزض جز فعا فهىربا
“Semua bentuk qardh yang membuahkan bunga adalah riba”
Para Fuqaha sepakat bahwa jika pinjaman dipersyaratkan agar
mendapatkan keuntungan (manfaat) dalam apapun bentuknya
atau berupa tambahan kepada pihak muqaridh, maka hal
demikian haram hukumnya.34
Jabir bin Abdullah berkata:
كا ني عه رسىل الل حق فقضاي وسادتي )روا احذوانبخاري ويسهى(
34
Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. I, h. 153.
28
“Aku pernah mempunyai hak kepada Rasulullah. Beliau lalu
membayarku dan beliau melebihkan untukku.” (H.R Ahmad,
Bukhari, dan Muslim)
Jika keuntungan tersebut tidak diisyaratkan dalam akad seperti
hadis diatas atau jika hal tersebut telah menjadi kebiasaan di
masyarakat menurut mazhab Hanafiyah maka hukumnya
boleh.35
c. Jaminan (Kafalah)
Dalam Al-Qur‟an suart Yusuf ayat 72 Allah SWT berfirman:
Penyeru itu berseru, ”Kami kehilangan piala raja dan barang
siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh
makanan (seberat) beban unta dan aku menjamin
terhadapnya.”
Rasulullah SAW bersabda:
“Pinjaman hendaklah dikembalikan dan yang menjamin
hendaklah membayar” (Riwayat Abu Dawud).
Secara umum, akad kafalah dibagi menjadi dua macam yaitu;
kafalah dengan jiwa dan kafalah dengan harta.
Kafalah dengan jiwa disebut juga dengan kafalah bi al-wajhi,
yaitu adanya kesediaan pihak penjamin untuk menghadirkan
orang yang ia tanggung kepada yang ia janjikan tanggungannya.
Ada beberapa pendapat ulama yang memperbolehkan dan juga
ada yang melarang kafalah dengan jiwa ini. Namun, sebagian
ulama membenarkan adanya kafalah dengan jiwa ini dengan
35
Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. I, h. 153.
29
alasan bahwa Rasulullah SAW pernah menjamin urusan
tuduhan.36
Kafalah dengan harta, yaitu kewajiban yang harus ditunaikan
oleh kafil dengan pembayaran berupa harta. Kafalah dengan
harta ini dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:37
1) Kafalah bi al-dayn yaitu kewajiban membayar utang
yang menjadi beban orang lain. Dasar hukum dari
kafalah bi al-dayn bahwa dalam hadis Salamah bin
Akwa menyebutkan bahwa Rasulullah SAW tidak mau
mensolatkan jenazah yang memiliki kewajiban
membayar utang, kemudian Qhatadah berkata
“sholatkanlah dia dan saya akan membayarkan
utangnya” lalu kemudian Rasulullahpun mensolatkan
jenazah tersebut.
2) Kafalah dengan penyerahan benda, yaitu kewajiban
menyerahkan benda-benda tertentu yang ada di tangan
orang lain. Dalam hal ini disyaratkan materi yang
dijamin tersebut adalah untuk ashil dalam kasus
mencuri, namun jika bukan berbentuk jaminan maka
kafalah batal.
3) Kafalah dengan „aib maksudnya yaitu jaminan bahwa
jika barang yang dijual ternyata mengandung cacat,
karena waktu yang terlalu lama atau karena hal-hal yang
lainnya maka, penjaminan barang kepada penjual untuk
memenuhi kepentingan pembeli (mengganti barang yang
cacat tersebut).
Maka dalam hal akad kafalah yang digunakan dalam kartu
kredit syariah adalah kafalah bi al-dayn, dimana penerbit kartu
36
Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. I, h. 164. 37
Azharuddin Lathif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), Cet. I, h. 165.
30
yang akan menanggung utang yang pemegang kartu dengan
akad yang sudah disepakati. Dalam Fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomer 54 Tahun 2006
tentang Syaria Card juga menyebutkan bahwa kafalah dalam hal
ini adalah Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi Pemegang
Kartu terhadap merchant atas semua kewajiban bayar (dayn)
yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu dengan
merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM
bank Penerbit Kartu. Atas pemberian kafalah ini penerbit kartu
dapat menerima fee (ujrah kafalah).38
38
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomer 54 tahun 2006 tentang
Syariah Card, bagian ketiga: ketentuan akad.
31
C. Tinjauan Kajian Terdahulu
1. Hengki Firmanda, “Syaria Card (Kartu Kredit Syariah) Ditinjau dari
Asas Utilitas dan Maslahah”, Tahun 2014.39
Jurnal ini membahas tentang kepuasan dan kemaslahatan nasabah BNI
Syariah terhadap produk yang dikeluarkan BNI Syariah berupa iB
Hasanah Card. Peneliti juga membahas perbedaan kartu kredit
syariah dengan kartu kredit konvensional.
Peneliti juga membahas upaya terhadap risiko yang terjadi pada kartu
kredit syariah dengan kartu kredit konvensonal. Adanya daya tarik
tersendiri dari kartu kredit syariah yaitu tidak diperkenankan untuk
memungut bunga tetapi hanya imbal jasa atau fee dari setiap transaksi,
dan juga akad yang sesuai dengan fatwa DSN-MUI No. 43 tahun
2004.
Dalam implementasinya banyak dijumpai risiko dan kendala pada
syariah card. Risiko ini tidak hanya diminimalisir, tapi harus
dihilangkan. Sehingga pemegang kartu bisa merasakan manfaat saat
menggunakan kartu kredit syariah.
Pada praktiknya syariah card hanya bisa dikontrol dalam ranah
penerbit kartu saja, dan kontrol yang dilakukan oleh Dewan Pengawas
Syariah (DPS).
Menurut peneliti, syariah card dalam praktik keseluruhannya dapat
disebutkan dengan tegas bahwa syariah card yang saat ini masih
belum memenuhi secara utuh dari ketentuan asas maslahah.
39
Hengki Firmanda, “Syariah Card (Kartu Kredit Syariah) Ditinjau dari Asas Utilitas dan
Maslahah”, Jurnal Ilmu Hukum, Vol. IV, No. 2, Februari-Juli 2014, h. 253.
32
2. Miftah Farid, “Implementasi Fatwa DSN MUI No. 43/DSN-
MUI/VIII/2004 tentang Ta‟widh”, Tahun 2013.40
Skripsi ini membahas tentang bagaimana implementasi biaya ta‟widh
dalam praktiknya dengan fatwa DSN MUI No. 43 tahun 2004.
Mekanisme penentuan ta‟widh pada Produk Hasanah Card di BNI
Syariah kantor cabang Semarang belum sesuai dengan prinsip syariah
yaitu biaya ta‟widh di BNI Syariah Kantor Cabang Semarang pada
dasarnya biaya ta‟widh hanya boleh dibebankan kepada nasabah yang
dengan sengaja lalai dalam penagihan kartu kredit, dan besarnya
nominal biaya ta‟widh ditentukan berdasarkan biaya riil yang
dikeluarkan oleh bank pada proses penagihan.
Tetapi prakteknya pada produk Hasanah Card di BNI Syariah Kantor
Cabang Semarang, biaya ta‟widh ditentukan berdasarkan waktu.
Selama waktu yang dibutuhkan untuk melakukan penagihan kepada
nasabah, maka ta‟widh akan semakin meningkat.
Biaya ta‟widh di BNI Syariah dikenakan atas pihak yang dengan
sengaja atau kelalaian melakukan suatu yang menyimpang dari
ketentuan akad dan menimbulkan kerugian pada pihak BNI Syariah.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Dewan Syariah Nasional sebagaimana
yang tercantum dalam ketentuan Fatwa NO. 43/DSN-MUI/VIII/2004
tentang ta‟widh yang disebutkan dalam ketentuan umum.
Hal ini disebabkan karena dalam penagihan yang dilakukan oleh tim
collection BNI Syariah, mereka mengeluarkan biaya-biaya seperti
biaya telepon, biaya surat, dan biaya kunjungan setempat. Biaya inilah
yang dikeluarkan selama masa penagihan dikarenakan adanya
penunggakan dari nasabah yang terkait.
40
Miftah Farid, “Implementasi Fatwa DSN MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang
Ta‟widh, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, Institut Agama Islam Negeri
Walisongo, 2013).
33
3. Nurwulandari dan Ismawati, “Tinjauan Prinsip Syariah dalam
Aplikasi iB Hasanah Card”, Tahun 2018.41
Jurnal ini membahas tentang operasional pelaksanaan iB Hasanah
Card dan mekanisme pengelolaan dana ta‟widh pada iB Hasanah Card
dari sudut pandang dari pihak praktisi dalam menyikapi kartu kredit di
Kota Makassar.
Sesuai fatwa DSN MUI No. 43 tentang Ta‟widh menjelaskan bahwa
biaya ta‟widh hanya boleh dibebankan kepada nasabah yang dengan
sengaja lalai dalam penagihan dan besarnya biaya ditentukan
bedasarkan biaya rill yang dikeluarkan oleh bank dalam proses
penagihan.
Pada prakteknya, biaya ta‟widh ditentukan oleh hitungan secara harian
atau berdasarkan waktu. Selama nasabah belum melunasi pembayaran
tagihan maka biaya denda akan terus meningkat.
Namun, menurut dewan direksi BNI Syariah Kota Makassar
memberlakukan biaya denda adalah hukuman efek jera bagi nasabah,
karena bagaimanapun resikonya nasabah yang akan tetap rugi jika
lalai melakukan pembiayaan tagihan.
Menurut peneliti sebagai pihak akademisi menganggap bahwa kartu
kredit syariah perlu di era teknologi seperti sekarang ini. Mereka
menganggap syariah card adalah alat yang memudahkan bertransaksi,
dan mengelola manajemen kas keuangan, serta sangat efisien dan
aman jika dibandingkan dengan uang tunai.
41
Nurwulandari. M dan Ismawati, “Tinjauan Prinsip Syariah dalam Aplikasi iB Hasanah
Card”, Al-Mashrafiyah, Vol. 2, No. 1, April 2018, h. 129.
34
4. Ulul Azmi Mustofa, “Syariah Card Perspektif Al-Maqasid Syariah”,
Tahun 2015.42
Jurnal ini membahas tentang kesesuaian kartu kredit syariah dengan
maqasid syariah (5 prinsip kemaslahatan umat). Kartu kredit
syariahbanyak dibutuhkan karena bersifat praktis, aman, dan fleksibel
dalam memberikan proteksi keuangan berupa adanya keperluan
mendadak dan kemudahan bertransaksi bagi nasabah.
Menurut penelitian ini, ada banyak permasalahan yang terjadi seperti;
adanya charge atau denda keterlambatan dan juga ta‟widh (ganti rugi),
apa yang membedakan dari keduanya dalam kartu kredit konvensional
dengan kartu kredit syariah.
Ta‟widh yang ada pada kertu kredit syariah menimbulan kontroversi
dari kalangan ulama. Menurut penelitian berbagai pakar ekonomi
islam adalah diperbolehkan dengan argument sebagai berikut;43
a. Diantara inti hukum islam adalah konsep “penolakan
mudharat” di mana setiap mudharat atau kerugian mustilah
dihindari.
b. Praktek riba hanya akan terjadi dalam hal pertukaran uang
dengan uang atau barang ribawi dengan barang ribawi.
c. Riba selalu memberi kelebihan satu pihak atas pihak lain,
sementara bayar ganti rugi hanya sekedar mengembalikan
keadaan kerugian kepada keadaan tidak rugi.
42
Ulul A Mustofa, “Syariah Card Perspektif Al-Maqasid Syariah”, Jurnal Ilmiah Ekonomi
Islam, Vol. 1, No. 01, Maret 2015. 43
Nur Kholis, Urgensi Ijtihad Saintifik dalam Menjawab Problematika Hukum Transaksi
Kontemporer, Makalah, E-Book, h. 11-12.
35
Menilai dari berbagai aspek yang sudah ada, kartu kredit syariah dapat
dibenarkan secara ilmu fiqh namun, pelaksanaannya juga harus bisa
memenuhi syarat-syarat yang menyertainya sehingga nasabah tidak
ragu dengan kemaslahatannya.
5. Nadia Ananda Elsanti, “Penetapan Ta‟widh pada Pemengang Syaria
Card”, Tahun 2017.44
Jurnal ini membahas tentang sistem syaria card yang ada pada BNI
Syariah dan penggunaan kartu kredit syariah. Dalam penggunaan
kartu kredit ada hak dan kewajiban bagi pemegang kartu salah satunya
adalah menyelesaikan pembayaran tagihan atas transaksi yang
dilakukan.
Namun adanya kemungkinan nasabah akan mengalami ketrlambatan
pembayaran, sehingga menimbulkan kerugian kepada Bank selaku
penerbit kartu.
Karakteristik ta‟widh pada syaria card juga dijelaskan secara umum.
Adanya perhitungan biaya ta‟widh berdasarkan pada jangka waktu
keterlambatan pembayaran pemegang kartu dan penggolongan kartu.
Ta‟widh merupakan biaya atas upaya penagihan yang dilakukan oleh
pihak BNI Syariah bagi nasabah iB Hasanah Card. Upaya pertama
yang dilakukan pihak BNI Syariah terhadap upaya penagihan adalah
dengan cara menelfon, mengirimkan surat ataupun malakukan
kunjungan langsung kepada nasabah baik dirumah maupun di tempat
kerja.
Dari penjelasan jurnal ini, ada beberapa hal yang belum jelas. Untuk
itu peneliti tertarik melengkapi penelitian yang dilakukan oleh Nadia
44
Nadia A Elsinta, “Penetapan Ta‟widh pada Pemegang Syaria Card” Jurisprudentie, Vol.
IV, No. 2, Desember 2017.
36
Ananda Elsanti yaitu upaya hukum atas kelalaian nasabah iB Hasanah
Card terhadap pembayaran ta‟widh.
6. Dewi Sukma Kristianti, “Kartu Kredit Syariah dan Prilaku Konsumtif
Masyarakat” Tahun 201445
Dalam jurnal ini penulis membahas tentang pengaruh prilaku
konsumtif yang cukup besar bagi nasabah terhadap penggunaan kartu
kredit syariah. Penggunaan kartu kredit syariah dapat meningkatkan
rasio belanja masyarakat, dan akan mempengaruhi naiknya kredit
macet, dan akan akan memberikan pengaruh keadaan eknomi dan
keuangan Negara.
Dari sisi kemaslahatan dan manfaat, pola prilaku konsumen
masyarakat Indonesia yang masih mengikuti trend bukan untuk
kebutuhan, mudah melihat yang menarik, adanya dorongan kelompok
sosial yang merupakan konsumen instant, akan menjadi pemicu
meningkatnya prilaku konsumtif masyarakat muslim Indonesia.
Menurut penulis, prilaku konsumen adalah sebuah studi tentang
proses pengambilan keputusan konsumen dalam memilih, membeli,
dan memanfaatkan produk. Prilaku konsumen dapat dipengaruhi oleh
mindset bahwa konsumen adalah raja.
Masyarakat Islam mengatur tingkah laku manusia dengan suatu tata
nilai tertentu. Sebagian dari tata nilai ini mempengaruhi tingkah laku
ekonomi. Dengan ekonomi kita memasukkan aktivitas masyarakat
yang berhubungan dengan produksi, pertukaran barang, dan pelayanan
jasa.dari nilai ini akan menghasilkan sebuah pola tingkah laku yang
45
Dewi S. Kristianti, “Kartu Kredit Syariah dan Prilaku Konsumtif Masyarakat”, Ahkam,
Vol. XIV, No. 2, Juli 2014.
37
dibenarkan secara sosial, karena nilai-nilai tersebut adalah bentuk
untuk mempertahankan kerangka kerja hukum.
Dalam kartu kredit syariah, tidak ada kontrol untuk memastikan
apakah pemegang kartu memegang kartunya untuk membelanjakan
barang- barang yang halal dan batas penggunaan kartu tidak dapat
menyebabkan pemegangnya untuk tidak menjadi konsumtif.
Disamping itu, penggunaan kartu kredit syariah yang dapat
meningkatkan rasio belanja masyarakat akan mempengaruhi naiknya
tingkat kredit macet dari sektor pembiayaan konsumen.
38
BAB III
DATA PENELITIAN
A. Pembiayaan Syariah
Pembiayaan merupakan aktivitas bank syariah dalam menyalurkan dana
kepada pihak selain bank berdasarkan prinsip syariah.1 Dalam perbankan syariah,
return atas pembiayaan bukan berupa bunga melainkan bentuk lain sesuai dengan
akad-akad yang disediakan di bank syariah tersebut.
Dalam Undang-Undang Nomer 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
menyebutkan bahwa: pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa:
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah;
b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik;
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutng murabahah, salam, dan
istishna;
d. Transasksi pinjam meminjam dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multijasa.
Dalam hal ini, pembiayaan yang terdapat dalam perbankan syariah berfungsi
untuk membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dan meningkatkan
usaha. Kartu kredit syariah merupakan jenis pembiayaan konsumsi, dimana
digunakan untuk keperluan pribadi seperti membeli barang-barang tertentu dan
tidak untuk keperluan usaha.
Berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara bank syariah dan/atau Unit
Usaha Syariah (UUS) dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai
1 Ismail. Perbankan Syariah, (Kencana , 2011), h. 83.
39
dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka
waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil.2
Sesuai dengan Undang-Undang Nomer 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, jenis pembiayaan yang diberikan oleh bank syariah yaitu sebagai berikut:
a. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau
musyarakah.
b. Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, salam, istisnha.
c. Pembiayaan berdasarkan akad qordh.
d. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik.
e. Pengembalian utang berdasarkan akad hawalah.
Sedangkan menurut kegunaannya, pembiayaan dapat dibagi menjadi dua
bagian, yaitu:3
a. Pembiayaan produktif yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk
memenuhi kebutuhan produksi dalam arti luas yaitu untuk
peningkatan usaha, baik usaha produksi, perdagangan, maupun
industri.
b. Pembiayaan konsumtif yaitu, pembiayaan yang digunakan untuk
memnuhi kebutuhan konsumsi yang akan habis digunakan untuk
memenuhi kebutuhan.
2 M. Amin Suma, Himpunan Undang-Undang Perdata Islam dan Peraturan Pelaksanaan
Lainnya di Negara Hukum Indonesia, cet. II (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 1458. 3 M. Syafi’I Antonio, Bank Syariah dan Teori ke Praktik, cet. I (Jakarta; Gema Insani
Press, 2001), h. 160.
40
B. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
terkait dengan fatwa yang berhubungan dengan kartu kredit syariah
adalah terdapat dalam Fatwa DSN MUI Nomer 54 Tahun 2006 yaitu dengan
ketentuan umum sebagai berikut:
a. Syariah Card adalah kartu yang berfungsi seperti Kartu Kredit
yang berhubungan dengan hukum (berdasarkan sistem yang
sudah ada) antara para pihak berdasarkan prinsip syariah
sebagaimana diatur dalam fatwa ini.
b. Para pihak sebagaimana dimaksud dalam butir a adalah pihak
penerbit kartu (mushdir al-bithaqah), pemegang kartu (hamil al-
bithaqah), dan penerima kartu (merchant, tajir, atau qabil al-
bithaqah).
c. Membership fee (rusum al-udhwiyah) adalah iuran keanggotaan,
termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang kartu
imbalan izin menggunakan kartu yang permbayarannya
berdasarkan kesepakatan.
d. Mechant fee adalah fee yang diberikan oleh merchant kepada
penerbit kartu sehubungan dengan transaksi yang menggunakan
kartu sebagai upah/imbalan (ujrah) atas jasa perantara
(samsarah), pemasaran (taswiq), dan penagihan (tehsil al-dayn).
e. Fee penarikan tunai adalah fee atas penggunaan fasilitas untuk
penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud).
f. Ta’widh adaah ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan
oleh penerbit kartu akibat keterlambatan pemegang kartu dalam
membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo.
g. Denda keterlambatan (late charge) adalah denda akibat
keterlambatan pembayaran kewajiban yang akan diakui
seluruhnya sebagai dana sosial.
41
Adapula ketentuan akad yang harus ada dalam kartu kredit syariah,
diantaranya adalah:
a. Kafalah dalam hal ini Penerbit kartu adalah penjamin (kafil) bagi
pemegang kartu terhadap merchant atas semua kewajiban bayar
(dayn) yang timbul dari transaksi antara pemegang kartu dengan
merchant, dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM
bank penerbit kartu. Atas pemberian kafalah ini, penerbit kartu
dapat menerima fee (ujrah kafalah).
b. Qardh dalam hal ini penerbit kartu adalah pemberi pinjaman
(muqridh) kepada pemegang kartu (muqtaridh) melalui penarikan
tunai dari bank atau ATM bank penerbit kartu.
c. Ijarah dalam hal ini penerbit kartu adalah penyedia jasa system
pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang kartu. Atas ijarah
ini pemegang kartu akan dikenakan membership fee.
C. Produk-Produk Pembiayaan BNI Syariah
Produk-produk yang ada pada BNI Syariah terdapat tiga (3) bagian yaitu,
pendanaan, pembiayaan, dan kartu iB Hasanah. Dari ketiga bagian yang ada
pada produk BNI Syariah ini terbagi lagi menjadi beberapa produk. Untuk
lebih memudahkan yang terdiri dari:
1. BNI Giro iB Hasanah adalah simpanan dalam mata uang Rupiah dan
Dollar yang dikelola berdasarkan prinsip syariah dengan pilihan akad
Mudharabah Mutlaqah atau Wadiah Yadh Dhamanah yang
penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan Cek
Bilyet Giro.
2. BNI Deposito iB Hasanah adalah sebuah investasi berjangka yang
dikelola berdasarkan prinsip syariah yang menggunakan akad
Mudharabah.
42
3. BNI Tabungan iB Hasanah ini terbagi lagi menjadi enam (6) jenis
produk yaitu:
a. BNI Dollar iB Hasanah yaitu,4 tabungan dengan akad
Wadiah dan Mudharabah dengan memberikan fasilitas
serta kemudahan bagi nasabah dalam mata uang USD.
b. BNI SimPel iB Hasanah yaitu,5 tabungan dengan akad
Wadiah untuk siswa berusia dibawah 17 tahun untuk
mendorong budaya menabung sejak dini.
c. BNI Baitullah iB Hasanah yaitu,6 tabungan dengan akad
Mudharabah atau Wadiah yang dipergunakan sebagai
sarana untuk mendapatkan kepastian porsi menunaikan
ibadah Haji (regular/khusus) dan merencanakan ibadah
umroh sesusai keinginan menabung dengan sisitem setoran
bebas atau bulanan dalam mata uang rupiah dan USD.
d. BNI Prima iB Hasanah yaitu, tabungan dengan akad
Mudharabah dan Wadiah dengan fasilitas serta kemudahan
bagi nasabah segmen high networth individuals secara
perorangan dalam mata uang rupiah dan bagi hasil yang
lebih kompetitif.
e. BNI Bisnis iB Hasanah yaitu, tabungan dengan akad
Mudharabah dan Wadiah dilengkapi dengan detail mutasi
debet dan kredit pada buku tabungan dalam mata uang
rupiah.
f. BNI Tabunganku iB Hasanah yaitu, produk simpanan dana
dari Bank Indonesia yang dikelola sesuai dengan prinsip
syariah dengan akad Wadiah dalam mata uang rupiah untuk
meningkatkan kesadaran menabung masyarakat.
4 https://www.bnisyariah.co.id/id-id/personal/pendanaan/bnidollaribhasanah, diakses pada
hari Kamis 15 Agustus 2019, pukul 13.35 5 https://www.bnisyariah.co.id/id-id/personal/pendanaan/bnisimpelibhasanah, diakses
pada hari kamis 15 Agustus 2019, pukul 13.39 6 https://www.bnisyariah.co.id/id-id/personal/pendanaan/bnibaitullahibhasanah, diakses
pada hari kamis 15 Agustus 2019, pukul 13.41
43
1. Pembiayaan7
i. BNI Griya iB Hasanah : Fasilitas pembiayaan konsumtif yang diberikan
kepada anggota masyarakat untuk membeli, membangun, merenovasi
rumah (termaasuk ruko, rusun, rukan, apartemen, dan sejenisnya), dan
membeli tanah kavling serta rumah indent yang besarnya disesuaikan
dengan kebutuhan pembiayaan dan kemampuan membayar kembali
masing-masing calon nasabah.
ii. BNI Multiguna iB Hasanah : Fasilitas pembiayaan konsumtif yang
diberikan kepada anggota masyarakat untuk pembelian barang kebutuhan
konsumtif dan/atau jasa sesuai prinsip syariah disertai agunan berupa tanah
dan bangunan yang ditinggali berstatus SHM (Sertifikat Hak Milik) atau
SHGB (Sertifikat Hak Guna Bangunan) dan bukan barang yang dibiayai.
iii. BNI Oto iB Hasanah : Fasilitas pembiayaan konsumtif murabahah yang
diberikan kepada anggota masyarakat untuk pembelian kendaraan
bermotor yang dibiayai dengan pembiayaan ini.
iv. BNI Emas iB hasanah : Fasilitas pembiayaan yang diberikan untuk
membeli emas logam mulia dalam bentuk batangan yang diangsur setiap
bulannya melalui akad Mudharabah.
v. BNI CCF iB Hasanah : Pembiayaan yang dijamin dengan agunan likuid,
yaitu dijamin dengan simpanan dalam bentuk Deposito, Giro, dan
Tabungan yang diterbitkan BNI Syariah.
2. Kartu iB Hasanah, merupakan kartu pembiayaan yang berfungsi sebagai
kartu kredit berdasarkan prinsip syariah yaitu dengan sistem perhitungan
biaya yang bersifat tetap, adil, transparan, dan kompetitif tanpa
perhitungan bunga yang diterima di seluruh tempat bertanda MasterCard
dan semua ATM yang bertanda CIRRUS di seluruh dunia yang diterbitkan
oleh BNI Syariah dengan akad Kafalah, akad Qardh, dan akad Ijarah.
7 https://www.bnisyariah.co.id/id-id/personal/pembiayaan/konsumer, diakses pada hari
kamis 15 Agustus 2019, pukul 13.50
44
D. iB Hasanah Card
1. Definisi
iB Hasanah merupakan kartu pembiayaan yang berfungsi sebagai kartu
kredit berdasarkan prinsip syariah, yaitu dengan sistem perhitungan biaya
bersifat tetap, adil, transparan, dan kompetitif tanpa perhitungan bunga
yang diterima di seluruh tempat bertanda MasterCard dan semua ATM
yang bertanda CIRRUS di seluruh dunia yang diterbitkan oleh BNI
Syariah. iB Hasanah Card pertama kali diterbitkan pada tahun 2009,
dengan dengan akad sebagai berikut :
a) Akad Kafalah : BNI Syariah adalah penjamin bagi pemegang iB
Hasanah Card timbul dari transaksi antara pemegang iB Hasanah
Card dengan Merchant, dan atau penarikan tunai.
b) Akad Qardh : BNI Syariah adalah pemberi pinjaman kepada
pemegang iB Hasanah Card atas seluruh transaksi penarikan tunai
dengan menggunakan kartu dan transaksi pinjaman dana.
c) Akad Ijarah : BNI Syariah adalah penyedia jasa sistem
pembayaran dan pelayanan terhadap pemegang iB hasanah Card.
Atas akad ijarah ini pemegang iB Hasanah Card dikenakan annual
membership fee.
Sebagai penerbit kartu kredit berbasis syariah, membuat BNI Syariah
sangat memperhatikan sistem yang diterapkan dalam Hasanah Card ini. hal
tersebut dilihat dari usaha BNI Syariah dalam menyempurnakan dan terus
mengkaji produk kartu kredit syariahnya, dalam usaha menghindari
praktek riba, gharar, dan israf.
Bapak Asep Heryadi selaku manajer divisi CBD BNI Syariah berpendapat
bahwa dengan adanya kartu kredit syariah ini menjadi sebuah pilihan tepat
bagi umat muslim di Indonesia khususnya, dan di Dunia umumnya untuk
45
solusi berbelanja bijak dengan menggunakan kartu kredit yang
berlandaskan syariah.8
2. Batasan Penggunaan iB Hasanah Card
iB Hasanah Card tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai
dengan syariah dan juga tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan
(israf), pemegang iB Hasanah Card harus memiliki kemampuan financial
untuk melunasi pada waktunya.
3. Jenis iB Hasanah Card
iB Hasanah Card terdiri dari 3 (tiga) jenis kartu yaitu:
8Hasil Wawancara dengan Bapak Asep Heryadi selaku Manager Collection Card
Business Desk BNI Syariah, di Kantor BNI Syariah Blok M, Jl. Sultan Hasanuddin Dalam No. 3,
kec. Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20 November 2019.
46
E. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia tentang
Syariah Card
Di Indonesia dengan negara yang mayoritas penduduknya adalah
beragama Islam, maka harus adanya aturan yang memperbolehkan kartu
kredit syariah sesuai dengan prinsip syariah. Sehingga masyarakat sudah
tidak perlu khawatir dengan akad-akad yang terkandung didalamnya.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia Nomer 54 Tahun
2006 inilah yang menjadi landasan hukum dari kartu kredit syariah yang
beredar di perekonomian Indonesia. Isi yang ada dalam Fatwa tentang
Syaria Card ini adalah sebagai berikut:
Pertama ketentuan umum, dalam Fatwa ini, yang dimaksud dengan:
1) Syariah Card adalah kartu yang berfungsi seperti Kartu Kredit yang
hubungan hukum (berdasarkan system yang sudah ada) antara para
pihak berdasarkan prinsip syariah sebegaimana diatur dalam fatwa
ini.
2) Para pihak sebagaimana dimaksud dalam butir 1) adalah pihak
penerbit kartu (mushdir al-bithaqah), pemegang kartu (hamil al-
bithaqah), dan penerima kartu (merchant, tajir, qabil al-bithaqah).
3) Membership Fee (rusum al-udhwiyah) adalah iuran keanggotaan,
termasuk perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang kartu,
sebagai imbalan izin menggunakan kartu yang pembayarannya
berdasarkan kesepakatan.
4) Merchant Fee adalah fee yang diberikan oleh merchant kepada
penerbit kartu sehubungan dengan transaksi yang menggunakan
kartu sebagai upah/imbalan (ujrah) atas jasa perantara (samsarah),
pemasaran (taswiq), dan penagihan (tehsil al-dayn).
5) Fee penarikan uang tunai adalah fee atas penggunaan fasilitas
untuk penarikan uang tunai (rusum sahb al-nuqud).
47
6) Ta’widh adalah ganti rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan
oleh penerbit kartu akibat keterlambatan pemegang kartu dalam
membayar kewajibannya yang telah jatuh tempo.
7) Denda keterlambatan adalah denda akibat keterlambatan
pembayaran kewajiban yang akan diakui seluruhnya sebagai dana
sosial.
Kedua adalah hukum dari syariah card adalah diperbolehkan, dengan
ketentuan sebagaimana diatur dalam fatwa ini.
Ketiga ketentuan akad, akad yang digunakan dalam syariah card adalah:
1) Kafalah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penjamin (kafil) bagi
Pemegang Kartu terhadap Merchant atas semua kewajiban bayar
(dayn) yang timbul dari transaksi antara Pemegang Kartu dengan
Merchant dan/atau penarikan tunai dari selain bank atau ATM
bank Penerbit Kartu. Atas pemberian kafalah ini penerbit kartu
dapat menerima fee (ujrah kafalah).
2) Qardh; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah pemberi pinjaman
(muqridh) kepada Pemegang Kartu (muqtaridh) melalui penarikan
tunai dari bank atau ATM bank Penerbit Kartu.
3) Ijarah; dalam hal ini Penerbit Kartu adalah penyedia jasa system
pembayaran dan pelayanan terhadap Pemegang Kartu. Atas ijarah
ini, pemegang kartu dikenakan membership fee.
Keempat adalah Ketentuan tentang Batasan (dhawabith wa Hudud)
Syariah Card, yaitu sebagai berikut:
1) Tidak menimbulkan riba.
2) Tidak digunakan untuk transaksi yang tidak sesuai dengan syariah.
3) Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf), dengan cara
antara lain menetapkan pagu maksimal perbelanjaan.
4) Pemegang kartu utama harus memiliki kemampuan financial untuk
melunasi pada waktunya.
48
5) Tidak memberikan fasilitas yang bertentangan dengan syariah.
Kelima adanya Ketentuan Fee, diantaranya adalah:
1) Iuran Keanggotaan (membership fee), penerbit kartu berhak
menerima iuran keanggotaan (rusum al-udhwiyah) termasuk
perpanjangan masa keanggotaan dari pemegang kartu sebagai
imbalan (ujrah) atas izin penggunaan fasilitas kartu.
2) Merchant Fee, penerbit kartu boleh menerima fee yang diambil dari
harga objek transaksi atau pelayanan sebagai upah/imbalan (ujrah)
atas perantara (samsarah), pemasaran (taswiq), dan penagihan
(tehsil al-dayn).
3) Fee penarikan uang tunai, penerbit kartu boleh menerima fee
penarikan uang tunai (rusum sabh al-nuqud) sebagai fee atas
pelayanan dan penggunaan fasilitas yang besarnya tidak dikaitkan
dengan jumlah penarikan.
4) Fee Kafalah, penerbit kartu boleh menerima fee dari pemegang
kartu atas pemberian kafalah.
5) Semua bentuk fee tersebut diatas harus ditetapkan pada saat akad
aplikasi kartu secara jelas dan tetap, kecuali untuk merchant fee.
Keenam Ketentuan Ta’widh dan Denda, sebagaimana diatur seperti
berikut ini:
1) Ta’widh, Penerbit Kartu dapat mengenakan ta’widh yaitu ganti
rugi terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan oleh Penerbit Kartu
akibat keterlambatan pemegang kartu dalam membayar
kewajibannya yang telah jatuh tempo.
2) Denda Kterlambatan (late charge), penerbit kartu dapat
mengenakan denda keterlambatan pembayaran yang akan diakui
seleruhnya sebagai dana sosial.
Ketujuh Ketentuan Penutup:
49
1) Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika
terjadi perselisihan di antara para pihak-pihak yang terkait, maka
penyelesaiannya dapat dilakukan melalui Badan Arbitrase Syariah
atau melalui Pengadilan Agama setelah tidak tercapai kesepakatan
melalui musyawarah.
2) Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di
keudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan
disempurnakan sebagaimana mestinya.
50
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Perlindungan Hukum bagi Nasabah iB Hasanah Card
iB Hasanah Card merupakan produk kartu kredit syariah (syaria
card) BNI Syariah, dalam rangka memberikan kemudahan, keamanan, dan
kenyamanan bagi nasabah maka BNI Syariah hadir dengan kartu kredit
syariah yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Guna memberikan perlindungan hukum bagi nasabahnya, BNI
Syariah selaku penerbit kartu memberikan ketentuan yang terdapat dalam
akad iB Hasanah card, terutama dalam hal biaya-biaya.
Sama halnya dengan pembiayaan pada umumnya, iB Hasanah Card
juga menerapkan biaya-biaya yang sudah sesuai dengan Fatwa DSN MUI,
biaya tersebut antara lain Iuran Tahunan dan Monthly Membership Fee.
Sebelum membahas biaya-biaya tersebut, ada limit kartu dalam ketentuan
iB Hasanah Card yaitu, sebagai berikut:1
Yang di maksud dengan limit kartu dalam ketentuan iB Hasanah
Card adalah batas maksimal dalam penggunaan kartu iB Hasanah Card ini,
dan sudah menjadi ketetapan dari pihak bank. Dalam hal ini pula ketentuan
limit kartu merupakan sebagai bentuk pencegahan pengeluaran secara
berlebihan (israf). Nasabah atau pemegang kartu diharapkan untuk tidak
menggunakan kartu melebihi kategori yang sudah di pilih oleh nasabah,
namun mereka diperbolehkan untuk mengajukan tambahan atau
peningkatan limit kartu tersebut.
1 Formulir aplikasi pendaftaran pengguna iB Hasanah card, informasi biaya.
51
1. Iuran Tahunan/ Annual Membership Fee
Classic Gold Platinum
Kartu Utama Rp 120.000,- Rp 240.000,- Rp 600.000,-
Kartu Tambahan Rp 60.000,- Rp 120.000,- Rp 300.000,-
Tabel 4.1 Iuran tahunan
2. Monthly Membership Fee
Classic Gold Platinum
Kategori 1 Rp 90.000,- Rp 180.000,- Rp 900.000,-
Kategori 2 Rp 135.000,- Rp 225.000,- Rp 1.125.000,-
Kategori 3 Rp 337.500,- Rp 1.687.500,-
Kategori 4 Rp 450.000,- Rp 2.250.000,-
Kategori 5 Rp 562.500,- >Rp 2.812.500,-
Tabel 4.2 Monthly Membership Fee
Monthly Membership Fee merupakan biaya bulanan yang
dibebankan pada nasabah berdasarkan akad kafalah sesuai dengan
ketentuan Fatwa DSN MUI No.54/DSN-MUI/X/2006.2 Dalam ketentuan
fatwa DSN MUI membership fee merupakan iuran sebagai imbalan izin
menggunakan kartu yang pembayarannya berdasarkan kesepakatan.
Monthly Membership Fee ini, tidak akan dikenakan jika nasabah/
pemegang kartu tidak melakukan transaksi apapun selama bulan tersebut,
sehingga tidak ada tagihan yang harus dibayarkan. Namun, jika nasabah
dalam satu bulan menggunakan hasanah card dalam jumlah tertentu sesuai
2https://www.bnisyariah.co.id/id-id/personal/kartuibhasanah/tarifibhasanahcard, diakses
pada hari senin 17 Februari 2020, pukul 12;17.
52
dengan jenis kartu yang di miliki nasabah, maka nasabah dikenakan biaya
monthly membership fee sesuai dengan ketentuan dari pihak bank pada
tabel 3.3 tersebut.
3. Ta’widh3
Waktu
Keterlambatan Classic Gold Platinum
1 day- 29 days Rp 57.000,- Rp 57.000,- Rp 57.000,-
30 days- 59 days Rp 57.000,- Rp 57.000,- Rp 57.000,-
60 days- 89 days Rp 57.000,- Rp 57.000,- Rp 57.000,-
90 days- 119 days Rp 57.000,- Rp 57.000,- Rp 57.000,-
120 days- 149 days Rp 57.000,- Rp 57.000,- Rp 57.000,-
150 days- 179 days Rp 150.000,- Rp 150.000,- Rp 150.000,-
>180 days Rp 150.000,- Rp 150.000,- Rp 150.000,-
Tabel 4.3 Biaya Ta’widh
4. Biaya Penggantian Kartu untuk kedua kalinya apabila terjadi
kerusakan, hilang, ataupun di curi akan dikenakan biaya
sebesar Rp 45.000,-
5. Biaya Penarikan Tunai akan dikenakan biaya sebesar Rp
25.000,- setiap kali melakukan penarikan di ATM.
6. Tagihan Bulanan. Bagi nasabah yang memilih menggunakan
fasilitas e-billing tidak dikenakan biaya, namun jika nasabah
memilih untuk cetak lembar tagihan maka akan dikenakan
biaya sebesar Rp 15.000,- per pengiriman.
3 https://www.bnisyariah.co.id/id-id/personal/kartuibhasanah/tarifibhasanahcard, diakses
pada hari Kamis 23 Januari 2020, pukul 14:45.
53
7. Biaya Salinan Tagihan dikenakan biaya sebesar Rp 30.000,-
perlembar untuk pengiriman melalui jasa pengiriman/pos,
dan Rp 5.000,- per lembar untuk pengiriman melalui email
dan fax. Namun, untuk nasabah yang menggunakan fasilitas
e-billing tidak dikenakan biaya.
8. Biaya Penolakan Cek/Giro dikenakan biaya sebesar Rp
30.000,-
9. Biaya Bill Payment dikenakan biaya Rp 5.000,-/ tagihan/
transaksi.
10. Biaya Administrasi Materai
a. Free untuk pembayaran <Rp 250.000,-
b. Materai Rp 3000,- untuk pembayaran Rp 250.000,-
sampai dengan Rp 1.000.000,-
c. Materai Rp 6.000,- untuk pembayaran diatas Rp
1.000.000,-
Adapun penerapan status kolektibilitas pembayaran pada iB Hasanah
card adanya sistem Call 1 – Call 5 seperti berikut:4
1. Call 1
Pada tahap ini dikategorikan “Lancar”, dimana pembayaran
tagihan tepat waktu dan tidak ada tunggakan yang melebihi
batas waktu jatuh tempo.
2. Call 2
Pada tahap ini dikategorikan “Dalam Perhatian Khusus”,
dimana pembayaran tagihan belum dilakukan pada 0-89 hari
kalender setelah jatuh tempo. Pada kondisi inilah BNI
Syariah mengenakan biaya ta’widh atas keterlambatan
pembayaran, dan pihak bank akan melakukan upaya
penagihan melalui SMS Blast, telepon, email, dan lain
sebagainya.
4 Hasil wawacara dengan Bapak Asep Heryadi selaku Manager Collection Card Business
Desk BNI Syariah, di Kantor BNI Syariah Blok M, Jl. Sultan Hasanuddin Dalam No. 3, kec.
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20 November 2019.
54
3. Call 3
Pada tahap ini dikategorikan “Kurang Lancar”, dimana
pembayaran tagihan masih belum dilakukan pada 90-119 hari
kalender setelah jatuh tempo. Pada kondisi ini BNI Syariah
akan mengenakan ta’widh lebih tinggi sesuai dengan tabel
3.4, melakukan upaya penagihan, dan melakukan pembatan
permanent pada fasilitas iB Hasanah Card.
4. Call 4
Pada tahap ini dikategorikan “Diragukan”, dimana tagihan
masih belum dilakukan pada 120-179 hari kalender setelah
jatuh tempo. Pada kondisi ini BNI Syariah akan tetap
mengenakan ta’widh sesuai dengan ketentuan dan melakukan
upaya penagihan secara intensif.
5. Call 5
Pada tahap ini dikategorikan “Macet”, dimana pembayaran
tagihan masih belum dilakukan setelah lewat 180 hari
kalender setelah jatuh tempo. Pada kondisi seperti ini pihak
BNI Syariah akan tetap mengenakan ta’widh sesuai dengan
ketentuan, melakukan upaya penagihan lebih intensif melalui
petugas lapangan, dan secara otomatis kartu akan terblokir.
Dari semua ketentuan diatas merupakan akad aplikasi kartu kredit
syariah yang dimiliki BNI Syariah, dari seluruh ketentuan itu merupakan
jaminan untuk memberikan perlindungan hukum dari nasabah. Dimana
nasabah sudah menyetujui apa yang sudah tertera.
Dalam hal ini juga nasabah diharuskan untuk lebih teliti ketika
hendak menyetujui kontrak atau akad dalam segala jenis bentuk perjanjian.
Permasalahan yang sering kali muncul dalam kartu kredit syariah adalah
bahwa nasabah ada yang tidak membaca dengan benar perjanjian yang
55
akan ia sepakati dengan pihak bank sehingga ada nasabah yang baru
mengetahui bahwa hal tersebut sudah ada dalam akad.5
Sesuai dengan pasal 2 Undang-Undang Nomer 8 Tahun 1999
menyebutkan bahwa adanya beberapa asas dalam perlindungan konsumen,
diantaranya yaitu:
1. Asas Manfaat, pihak BNI Syariah mengeluarkan pembiayaan
berupa kartu kredit syariah yang dapat dimanfaatkan oleh
nasabah sebagai alat pembayaran yang mudah dengan
ketentuan yang sudah ada.
2. Asas Keadilan, dimana pihak nasabah dan pihak bank
menerima keadilan selama pihak bank dan pihak nasabah
melakukan kewajibannya.
3. Asas Keseimbangan, jika pihak nasabah dan juga pihak bank
sudah menjalankan kewajibannya maka akan terciptanya
keadilan.
4. Asas Keamanan, ketentuan yang sudah ada pada akad ketika
pihak nasabah ingin membuat kartu kredit syariah sudah
disesuaikan dengan kemanan bagi kedua belah pihak.
5. Asas Kepastian Hukum, akad yang sudah di buat dan juga
disetujui oleh pihak nasabah tidak akan lepas dari kepastian
hukum yang mengikatnya.
Setiap produk pasti memiliki kelebihan dan juga kekurangannya,
namun hal tersebut sudah menjadi pilihan bagi nasabah pengguna.
Ganti Rugi (ta’widh) merupakan suatu biaya penagihan terhadap
kerugian yang dialami pihak BNI Syariah selaku penerbit kartu yang wajib
diganti oleh pihak nasabah yang menimbulkan kerugian tersebut. Biaya
5 Hasil wawacara dengan Bapak Asep Heryadi selaku Manager Collection Card Business
Desk BNI Syariah, di Kantor BNI Syariah Blok M, Jl. Sultan Hasanuddin Dalam No. 3, kec.
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20 November 2019.
56
ta’widh ini boleh dibebankan kepada nasabah yang mengalami
keterlambatan pembayaran tagihan iB Hasanah Card.
Pada dasarnya biaya ta’widh ditentukan berdasarkan biaya riil yang
dikeluarkan oleh penerbit kartu yaitu BNI Syariah pada proses penagihan,
sehingga penerapan ganti rugi (ta’widh) ini dilakukan semata sebagai
bentuk pencegahan resiko bagi BNI Syariah selaku penerbit kartu terhadap
nasabah yang dengan sengaja atau karena kelalaian melakukan
keterlambatan pembayaran tagihan.
Untuk lebih mengetahui tentang biaya riil yang dimaksudkan dalam
biaya ta’widh adalah, biaya yang telah dikeluarkan BNI Syariah untuk
melakukan penagihan pembayaran tagihan setelah pihak BNI Syariah
menerbitkan lembar tagihan yang sudah dikirimkan ke alamat nasabah
ataupun e-billing yang sudah dikirimkan pada e-mail nasabah.
Jika sejak lembar tagihan itu dikirim sampai dengan tanggal jatuh
tempo yang sudah ditetapkan pada lembar tagihan pihak nasabah belum
juga melakukan pembayaran pelunasan tagihan, maka pihak BNI Syariah
akan menjatuhkan biaya ta’widh. Sehingga biaya itulah yang dimaksud
dengan biaya ta’widh yang harus dibebankan kepada nasabah.
Dalam Fatwa DSN MUI No.43 tentang Ta’widh menjelaskan bahwa
besarnya ganti rugi adalah sesuai dengan nilai kerugian riil yang dialami
dalam transaksi dan bukan kerugian yang diperkirakan akan terjadi.
Namun, pada praktiknya BNI Syariah menetapkan biaya ta’widh sesuai
dengan jangka waktu keterlambatan sejak jatuh tempo.6
Waktu
Keterlambatan Classic Gold Platinum
1 day- 29 days Rp 57.000,- Rp 57.000,- Rp 57.000,-
30 days- 59 days Rp 57.000,- Rp 57.000,- Rp 57.000,-
6 Fatwa DSN MUI No. 43 Tahun 2004 tentang Ganti Rugi (Ta’widh), ketentuan umum
No. 4, h. 6
57
60 days- 89 days Rp 57.000,- Rp 57.000,- Rp 57.000,-
90 days- 119 days Rp 57.000,- Rp 57.000,- Rp 57.000,-
120 days- 149 days Rp 57.000,- Rp 57.000,- Rp 57.000,-
150 days- 179 days Rp 150.000,- Rp 150.000,- Rp 150.000,-
>180 days Rp 150.000,- Rp 150.000,- Rp 150.000,-
Tabel 4.4 Biaya Ta’widh
Dengan adanya biaya ta’widh yang telah ditetapkan pihak BNI
Syariah dalam website mereka menyebabkan adanya ketidaksesuaian
dengan apa yang sudah ditetapkan oleh Fatwa DSN MUI mengenai
besarnya biaya riil. Namun hal ini enggan di bahas oleh pihak Bank
kepada penulis.
Mengenai biaya pencegahan risiko bagi pihak Bank, BNI Syariah
sudah tidak memberlakukan Denda Keterlambatan (late charge), menurut
Bapak Asep hal tersebut sudah menjadi kebijakan BNI Syariah yang tidak
ingin membebankan nasabah iB Hasanah Card.7
Selain itu, BNI Syariah juga memiliki upaya pencegahan agar pihak
nasabah tidak sampai terlambat melakukan pembayaran tagihan, yaitu
dengan melakukan pengiriman pesan singkat (SMS), ataupun melakukan
penelfonan kepada nasabah iB Hasanah Card sejak lembar tagihan dikirim
sampai waktu jatuh tempo.8
Menurut Bapak Asep selaku Manager Collection Card Business
Desk, sejak pertama kali diterbitkan pada tahun 2009, iB Hasanah Card
mendapatkan ketertarikan tersendiri dari masyarakat Indonesia. Di lihat
7 Hasil wawacara dengan Bapak Asep Heryadi selaku Manager Collection Card Business
Desk BNI Syariah, di Kantor BNI Syariah Blok M, Jl. Sultan Hasanuddin Dalam No. 3, kec.
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20 November 2019. 8 Hasil wawacara dengan Bapak Asep Heryadi selaku Manager Collection Card Business
Desk BNI Syariah, di Kantor BNI Syariah Blok M, Jl. Sultan Hasanuddin Dalam No. 3, kec.
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20 November 2019.
58
dari iB Hasanah Card merupakan kartu kredit syariah pertama yang
dikeluarkan oleh Perusahaan BUMN.9
Ketertarikan yang diperlihatkan oleh masyarakat tidak lepas dari
peran BNI Syariah dalam hal mempertahankan dan tetap mengedepankan
prinsip-prinsip syariah di dalam setiap regulasinya. Sehingga, banyak
masyarakat yang percaya dan memilih menggunakan kartu kredit berbasis
syariah milik BNI Syariah ini.
Untuk menetapkan seberapa berpengaruhnya biaya ta’widh yang
diterapkan oleh BNI Syariah dalam produk iB Hasanah Card menurut
bapak Asep, untuk sejauh ini sangat berpengaruh bagi BNI Syariah selaku
penerbit kartu, namun bagi nasabah masih belum bisa diperhitungkan
secara terperinci. Tutur beliau.
Hal ini terjadi karena sebagian nasabah memiliki tingkat perhatian
terhadap biaya yang ia keluarkan tinggi, dan tidak sedikit pula yang tidak
memiliki perhatian terhadap biaya yang ia keluarkan, sehingga
menyebabkan dirinya acuh dengan biaya ta’widh yang dibebankan karena
kelalaian mereka.
Dalam hal ini pula, penerapan biaya ta’widh termasuk yang
berpengaruh aktif terhadap pencegahan resiko terhadap nasabah iB
Hasanah Card yang melakukan keterlambatan pembayaran tagihan. Entah
dari segi kelalaian yang diakibatkan diri sendiri atau yang diakibatkan dari
luar.
Dari ketiga contoh bank syariah yang menggunakan ta’widh sebagai
bentuk upaya pencegahan risiko dari kelalaian nasabah (pemegang kartu).
Hanya saja BNI Syariah lebih rinci dan lebih terbuka dalam hal penjelasan
disetiap biayanya. Bahkan mereka memberikan keterangan lengkap pada
website mereka sehingga memudahkan calon nasabah ketika mencari info.
9 Hasil wawacara dengan Bapak Asep Heryadi selaku Manager Collection Card Business
Desk BNI Syariah, di Kantor BNI Syariah Blok M, Jl. Sultan Hasanuddin Dalam No. 3, kec.
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20 November 2019.
59
1. Kelebihan
a. Tidak ada bunga, di dalam prinsip syariah tidak
diperbolehkan memakan harta dari hasil bunga karena
termasuk ke dalam golongan riba. Maka perbankan syariah
sangat menghindari adanya unsur riba dari setiap produk
mereka.
b. Biaya-biaya lebih ringan, karena bank syariah menganut
prinsip syariah maka akan berusaha untuk meminimalisir
biaya yang sekiranya akan membebankan nasabah dengan
tetap berpegang pada prinsip syariah.
c. Tidak mendorong pengeluaran yang berlebihan (israf),
pengeluaran berlebihan dapat dihindari dengan menetapkan
pagu maksimum pembelanjaan. Dengan tujuan agar
masyarakat tidak menjadikan kartu kredit syariah sebagai
alat hutang untuk memenuhi kebutuhan.
2. Kekurangan
a. Penggunaan yang terbatas, karena kartu kredit syariah
berpegang pada prinsip syariah maka kartu kredit syariah
hanya bisa digunakan untuk transaksi barang atau jasa yang
halal dan tidak mengandung riba.
b. Kurangnya promo kartu kredit, adanya promo-promo yang
menggiurkan dari kartu kredit namun sayangnya banyak
promo yang tidak bisa didapatkan dari kartu kredit syariah.
B. Efektivias Penerapan Biaya Ganti Rugi (Ta’widh) terhadap Kelalaian
Nasabah iB Hasanah Card
Biaya ganti rugi (ta’widh) yang diterapkan oleh pihak BNI Syariah
di dalam produk kartu kredit syariah atau yang biasa disebut dengan iB
Hasanah Card merupakan ketentuan yang dibuat semata untuk
menghindari risiko yang mungkin terjadi pada iB Hasanah Card.
60
Fatwa DSN MUI memperbolehkan adanya pencegahan risiko seperti
ini, namun dengan berbagai ketentuan yang sudah dijelaskan dalam Fatwa
DSN MUI No. 43 Tahun 2004 tentang Ta’widh. Untuk itu pihak BNI
Syariah menerapkan biaya ta’widh yang akan dibebankan kepada nasabah
iB Hasanah Card yang melakukan kelalaian.
Ketika membahas kelalaian, maka yang dimaksud dengan lalai
menurut KUHPer buku ke-3 pasal 1366 yang berbunyi:
“Setiap orang bertanggung jawab bukan hanya atas kerugian yang
disebabkan perbuatan-perbuatan, melainkan juga atas kerugian yang
disebabkan kelalaian atau kesembronoannya”.10
Kelalaian yang mungkin terjadi pada nasabah iB Hasanah Card
adalah seperti berikut:
1. Kelalaian yang terjadi tanpa sadar, lupa, terlewatkan.
2. Kelalaian karena nasabah memang sedang mengalami krisis
ekonomi.
3. Kelalaian karena force majeure yaitu keadaan diluar
kehendak manusia, seperti bencana alam.
Dari ketiga kelalaian yang mungkin terjadi pada nasabah iB Hasanah
Card inilah yang menyebabkan BNI Syariah menerapkan biaya ta’widh,
sebagai bentuk pecegahan risiko yang mungkin terjadi.
Kelalaian nasabah juga bisa terjadi karena pihak nasabah tidak
membaca dengan benar seluruh ketentuan yang terdapat dalam akad saat
nasabah ingin membuka iB Hasanah Card. Sehingga menyebabkan
nasabah merasa terbebani dengan biaya ta’wih yang harus dia terima
ketika dia terlambat melakukan pembayaran tagihan.
Dengan adanya beberapa kemungkinan kelalaian yang terjadi, maka
pihak BNI Syariah selaku penerbit kartu juga memiliki langkah atau cara
pencegahan yang memungkinkan membantu nasabah terkena biaya
ta’widh tersebut. Seperti:
10
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata buku ke-3 pasal 1366, h. 242
61
1. Melakukan penelfonan dan pengiriman pesan via SMS
ataupun e-mail kepada nasabah setelah pengiriman lembar
tagihan.
2. Jika dengan peringatan seperti pada poin 1 tersebut masih
belum juga membantu hingga masuk tanggal jatuh tempo,
maka pihak penerbit kartu akan tetap melakukan upaya
penagihan sesuai dengan ketentuan yang sudah dibuat.
3. Setelah jatuh tempo upaya penagihan akan dikenakan biaya
ganti rugi yang disebut dengan biaya ta’widh sesuai dengan
ketentuan yang sudah ada.
4. Jika hingga masuk bulan selanjutnya dan pihak nasabah
masih belum juga melakukan pembayaran maka pihak
penerbit kartu akan melakukan pemblokiran terhadap kartu
kredit syaiah nasabah dan tetap melakukan upaya penagihan
dengan cara visit. Hal ini akan dilakukan pihak bank untuk
mencari tau alasan dan memastikan keadaan nasabah. Visit
ini bisa dilakukan ke alamat rumah nasabah langsung atau
mungkin alamat kantor nasabah.
5. Selanjutnya jika pihak penerbit sudah melakukan visit namun
nasabah belum juga melakukan pembayatan tagihan maka
pihak penerbit kartu akan menggunakan jasa orang ketiga
untuk melakukan penagihan dengan cara visit ke lokasi
alamat rumah ataupun kantor nasabah.
6. Jika sudah sampai tahap ini, maka kemungkinan nama
pengguna kartu akan ter-blacklist secara otomatis.
Sesuai dengan Surat Edaran BI No. 11 tahun 2009, menjelaskan
perihal upaya penagihan menggunakan tenaga penagihan yang dimiliki
sendiri atau menggunakan tenaga penagihan dari perusahaan penyedia jasa
penagihan, bahwa penerbit kartu harus memastikan untuk:
62
1. Tenaga penagihan telah memperoleh pelatihan yang
memadai terkait dengan tugas penagihan dan etika
penagihan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Identitas setiap tenaga penagihan ditatausahakan dengan
baik oleh penerbit kartu.
3. Tenaga penagihan dalam melaksanakan penagihan
mematuhi pokok-pokok etika penagihan sebagai berikut:
a. Menggunakan kartu identitas resmi.
b. Penagihan tidak boleh dilakukan dengan cara
ancaman, kekerasan, dan tindakan yang
mempermalukan pengguna kartu.
c. Dilarang menggunakan tekanan secara fisik maupun
verbal.
d. Dilarang dilakukan kepada pihak selain pengguna
kartu.
e. Penagihan menggunakan sarana komunikasi dilarang
dengan terus menerus yang bersifat mengganggu.
f. Penagihan hanya boleh dilakukan di tempat alamat
atau domisili pengguna kartu.
g. Penagihan hanya dapat dilakukan pada pukul 08.00
sampai dengan pukul 20.00 waktu wilayah setempat.
Dalam hal penagihanpun memiliki tata cara dan etika sehingga tidak
dilakukan secara semena-mena dan mengganggu pihak pengguna kartu.
Yang menjadi aspek dalam efektivitas penerapan biaya ta’widh
dalam penelitian ini adalah dengan aspek ketentuan dan peraturan. Jika
ketentuan dan peraturan yang diberlakukan oleh BNI Syariah dapat
berfungsi dan dapat berlangsung maka biaya ta’widh yang dibebankan
pada nasabah mengalami efektivitas.
Untuk mengukur seberapa efektif biaya ganti rugi (ta’widh) dalam
produk iB Hasanah Card adalah dengan data persentase yang sudah
63
penulis dapatkan dari BNI Syariah secara personal ketika melangsungkan
wawancara yang dikirim via whatsaap oleh pihak BNI Syariah. Berikut
adalah data persentase pada tahun 2018 dan 2019 lalu:
Pada tahun 2018 juga data menunjukkan bahwa jumlah nasabah
pengguna iB Hasanah Card yang terkena biaya ta’widh mengalami
penurunan pada akhir bulan desember tahun 2018. Persentase tertinggi
pada tahun ini juga sama dengan pada tahun 2019, namun pada tahun 2018
ini lebih tinggi dari tahun 2019.
7% 8% 8% 8%
6%
8%
6% 6% 6% 6% 6% 5%
1%2%3%4%5%6%7%8%9%
10%
PERSENTASE NASABAH YANG TERKENA BIAYA TA'WIDH PADA TAHUN 2018
2018
Gambar 4.1
64
Dari data pada tahun 2019 ini, pada bulan April 2019 merupakan
persentase tertinggi dari nasabah iB Hasanah Card yang harus dibebankan
dengan biaya ta’widh. Namun tidak banyak pengurangan dan penambahan
yang signifikan. Yang menjadi tolak ukur bahwa dengan adanya penerapan
pengenaan biaya ta’widh ini adalah pada akhir bulan desember 2019,
mengalami penurunan sehingga penerapan biaya ta’widh pada tahun 2019
bisa dikatakan efektif.
Namun, dalam hal nasabah yang belum membaca dengan benar
ketuntuan akad pada transaksi kartu kredit syariah masih belum efektif.
Terlihat pada masih adanya nasabah yang mengulang pembayaran biaya
ta’widh atas keterlambatan pembayaran tagihan.
Dari persentase di atas dapat di ketahui bahwa setiap bulannya
mengalami peningkatan dan penurunan sesuai dengan berbagai jenis
kelalaian yang terjadi. Dari sekitar 4.057 pengguna iB Hasnah Card kurang
lebih, hanya beberapa persen saja yang terkena biaya ta’widh. Bahkan
pada akhir tahun mengalami penurunan.
6% 6% 6%
8%
5% 6%
5%
7%
5% 5% 5% 4%
1%
3%
5%
7%
9%
PERSENTASE NASABAH YANG TERKENA BIAYA TA'WIDH PADA TAHUN 2019
2019
Gambar 4.2
65
Dari persentase di atas jelas bahwa pada dua tahun terakhir,
penerapan biaya ta’widh pada nasabah iB Hasanah Card dapat dikatakan
efektif karena terbukti hanya sedikit yang harus terbebani dan mengalami
pengurangan di bulan terakhir setiap tahunnya dengan biaya ta’widh
tersebut dari kurang lebih 309.000 nasabah pengguna iB Hasanah card di
Indonesia.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan masih adanya nasabah yang
harus terbebani dengan biaya ta’widh ini, salah satunya adalah berbagai
jenis tipikal orang yg berbeda. Namun, pihak BNI Syariah juga tidak dapat
mengukur latar belakang nasabah yang memiliki tipikal lalai ataupun
tidak.
Menurut bapak Asep Heryadi selaku Manager Collection Card
Business Desk BNI Syariah, nasabah pengguna iB Hasanah card memiliki
tipenya masing-masing. Ada yang memiliki tipe acuh terhadap biaya
ta’widh ini, ada pula yang tak acuh dengan adanya biaya ta’widh ini.
Sehingga, pihak BNI Syariah pun berusaha semaksimal mungkin
untuk memberikan jalan tengah agar nasabah tidak banyak terbebani
dengan biaya yang tidak akan di dapat jika nasabah melunasi tagihan
sesuai dengan lembar penagihan. Dari hal ini dapat dikatakan bahwa BNI
Syariah selaku penerbit kartu berharap nasabah iB Hasanah Card juga
memiliki I’tikad baik terhadap BNI Syariah.
66
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang penulis teliti, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa:
1. BNI Syariah selaku pihak penerbit kartu memberikan ketentuan-
ketetuan yang terdapat dalam akad perjanjian merupakan upaya yang
dilakukan selain untuk mencegah risiko yang akan terjadi pada pihak
bank adalah untuk memberikan perlindungan hukum terhadap nasabah
iB Hasanah Card. Sesuai dengan pasal 2 Undang-Undang Nomer 8
tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bahwa adanya asas-asas
yang terkandung yaitu asas manfaat, keadilan, keseimbangan,
keamanan, dan keselamatan konsumen.
2. Efektivitas penerpan biaya ganti rugi (ta’widh) bagi nasabah yang
melakukan kelalaian sudah efektif, dilihat dari jumlah nasabah yang
terkena biaya ta’widh pada akhir tahun 2019 lalu mengalami
penurunan hingga 4%. Namun dalam hal nasabah yang mengalami
kesalahan saat membaca dan memahami isi ketentuan yang terdapat
dalam akad iB Hasanah Card masih belum efektif.
B. Saran
1. Kepada BNI Syariah untuk lebih meningkatkan kembali penerapan
praktik sesuai dengan prinsip syariah, sehingga akan semakin banyak
nasabah yang percaya dan beralih untuk menggunakan BNI Syariah.
2. Kepada mahasiswa/I untuk bisa melanjutkan ataupun melengkapi
kembali penelitian yang sudah dilakukan oleh penulis.
67
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Anwar, Syamsul. Hukum Perjanjian Syariah. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2010.
Arto, A. Mukti. Upaya Hukum Kasasi dan Peninjauan Kembali Perkara Perdata
Agama, Ekonomi Syariah, dan Jinayah. Jakarta: Prenadamedia Group,
2012.
Ashofa, Burhan. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta, 2001.
Azwar, Safidin. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998.
Barkatullah, Abdul Halim. Hukum Perlindungan Konsumen “Kajian Teoritis dan
Perkembangan Pemikiran. Bandung: Nusa Media, 2008.
Dewi, Gemala, dkk. Hukum Perikatan Islam Di Indonesia. Jakarta: Kencana,
2006.
Gibson, James L. dkk. Organisasi dan Manajemen: Prilaku, Struktur, Proses.
Cet.4. Jakarta: Erlangga, 1994.
Hall, Richard H. Organisasi Structure, Proses, and Out Come. New Prentice Hall,
1991.
Handoko, T. Hani. Manajemen Edisi Ke 2. Yogyakarta: Badan Penerbitan
Fakultas Ekonomi, 1998.
Hamidin, Aep S. Tips & Trik Kartu Kredit; Memaksimalkan Manfaat dan
Mengelola Risiko Kartu Kredit. Yogyakarta: Media Pressindo, 2010.
Harun, Fiqh Muamalah, Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017.
Hidayat, Taufik. Buku Pintar Investasi Syariah. Jakarta: Media Kita, 2011.
Ishaq. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2016.
68
Ivancevich, John M. Penerjemah Gina Gania. Prilaku dan Manajemen
Organisasi. Jakarta: Erlangga, 2007.
Kelsen, Hans. Teori Umum Hukum dan Negara. Cet.3. Jakarta: Bee Media
Indonesia, 2007.
Koton, Yosep P. Restrukturisasi Organisasi: Teori dan Aplikasi dalam
Mengefektifitaskan Pengelolaan Keuangan Daerah. Yogyakarta:
Deepublish, 2019.
Kusumohamidjojo, Budiono. Teori Hukum, Dilema antara Hukum dan
Kekuasaan. Bandung: Yrama Widya, 2016.
Lathif, Azharuddin. Fiqh Muamalat, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005.
Lewis, Mervyn K dan Latifa M. Algaound. Perbankan Syariah, Prinsip, Praktik,
dan Prospek. Jakarta: PT Serambi Ilmu Semesta, 2001.
Miru, Ahmad. Prinsip-Prinsip Perlindungan bagi Konsumen di Indonesia.
Jakarta: Rajawali Press, 2011.
Mustafa, Abdullah dan Soerjono Soekanto. Sosiologi Hukum dalam Masyarakat.
Jakarta: CV Rajawali, 1982.
Nasution, S. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif. Bandung: Tarsito, 1992.
Salle. Hukum Kontrak, Teori, dan Praktik. Makassar: CV Social Politic Genius
SIGn,
Sholihin, Ahmad Ifham. Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama, 2010.
Sholihin, Ahmad Ifham. Buku Pintar Ekonomi Syariah. Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press, 1984.
69
Sugeng, Bambang. dan Surjayadi. Pengantar Hukum Acara Perdata dan Contoh
Dokumen Legalisasi. Jakarta: Prenadamedia Group, 2012.
Syarbani, Asy. Fiqh Muamalat. Beirut: Dar al-Fikr, 1978.
Viswandro. Kamus Istilah Hukum. Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2014.
Widjajati, Ema dan Yessy Kusumadewi. Pengantar Hukum Dagang. Jakarta:
Roda Inti Media, 2010.
Yusmad, Muammar Arafat. Aspek Hukum Perbankan Syariah dari Teori ke
Praktik. Yogyakarta: Deepublish, 2018.
JURNAL DAN SKRIPSI
Elsanti, Nadia Ananda. “Penerapan Ta’widh pada Pemegang Syaria Card”. Jurnal
Jurisprudentie, Vol. IV, No. 2, Desember 2017.
Farid, Miftah. “Implementasi Fatwa DSN MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004
Tentang Ta’widh”. Skripsi S1, Fakultas Syariah dan Hukum Institut
Agama Islam Negeri Walisongo, 2013.
Firmanda, Hengki. “Syariah Card (Kartu Kredit Syariah) Ditinjau dari Asas
Utilitas dan Mashlahah”. Jurnal Ilmu Hukum, Vol. IV, No. 2, Februari-Juli
2014.
Haling, Dharma Kharini Abd, dkk. “Analisis Implementasi Kartu Kredit Syariah
pada PT BNI Syariah Cabang Palu Perspektif Ekonomi Islam”. Jurnal
Perbankan dan Keuangan Syariah, Vol.1, No. 1.
Khaeruddin, Widyanti. “Analisis Sistem Kartu Kredit Syariah pada PT BNI
Syariah”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Hasanuddin
Makassar, 2012.
Kholis, Nur. “Urgensi Ijtihad Saintifik dalam menjawab Problematika Hukum
Transaksi Kontemporer”. Makalah, E-Book.
70
Kristianti, Dwi Sukma. “Kartu Kredit Syariah dan Prilaku Konsumtif
Masyarakat”. Jurnal Ahkam, Vol. XIV, No. 2, Juli 2014.
M, Nurwulandari. dan Isnawati. “Tinjauan Prinsip Syariah dalam Aplikasi iB
Hasanah Card”. Jurnal Al-Mashrafiyah, Vol. II, No. 1, April 2018.
Mustofa, Ulul A. “Syariah Card Perspektif Al-Maqasid Syariah”. Jurnal Ilmiyah
Ekonomi Islam, Vol.1 No. 01, Maret 2015.
Ramadhan, Awal. “Efektivitas Dana ZIS Bagi Pelatihan Montir di Bazis Kota
ADM Jakarta Barat”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syariaf Hidayatullah Jakarta, 2016.
Saputra, Arianto. “Analisis Pengelolaan Dana Ta’zir dan Ta’widh bagi Nasabah
Wanprestasi pada PT BRI Syariah”. Skripsi S! Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014.
Susanto, Edy. “Syariah Card dan Aplikasinya pada Produk Dirham card di Bank
Danamon Syariah”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Syariaf Hidayatullah Jakarta, 2008.
Putra, Aditia Ananda. “Konsep Kredit Card dalam Pandangan Islam”. Jurnal At-
Tasyi’, Vol. VI, No. 2, Agustus 2015.
PERATURAN-PERATURAN
Fatwa DSN MUI No. 54/ DSN-MUI/X/2006 Tahun 2006 Tentang Syaria Card.
Fatwa DSN MUI No. 17 Tahun 2000 tentang Sanksi Atas Nasabah Mampu yang
Menunda-nunda Pembayaran.
Fatwa DSN MUI No. 43/DSN-MUI/VIII/2004 Tentang Ganti Rugi (Ta’widh).
Undang-undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Undang-Undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
71
INTERNET
KBBI ONLINE
KAMUS BAHASA ARSAB ONLINE
https://idtesis.com/teori-lengkap-tentang-efektivitas-program-menurut-
para-ahli-dan-contoh-tesis-efektivitas-program/, diakses pada tanggal 29 Januari
2020, pukul 11.01
https://www.bnisyariah.co.id/id-id/perusahaan/tentangbnisyariah/sejarah,
diakses pada hari 13 juli 2019, pukul 14.31
https://money.kompas.com/read/2020/05/20/223800026/pengguna-bni-ib-
hasanah-card-capai-350000-nasabah-transaksi-liburan, diakses pada tanggal 16
Juni 2020, pukul 10.23
https://pilihkartu.com/blog/berita/bni-syariah-kejar-target-290-000-
nasabah-hasanah-card-hingga-akhir-2018.htm, diakses pada tanggal 16 Juni 2020,
pukul 12.44
72
LAMPIRAN-LAMPIRAN
A. Pedoman Wawancara
1. Sejak pertama kali diterbitkan, bagaimana minat nasabah dalam
menggunakan iB Hasanah Card?
Sejak pertama kali diterbitkan respon masyarakat dengan kartu
kredit syariah di BNI Syariah ini sangat baik, terlebih karena Hasanah
Card merupakan kartu kredit berbasis syariah di Indonesia dan kami
sangat menjaga sampai hari ini dan kedepannya sehingga kami bisa
menjadi brand kartu kredit berbasis syariah nomer 1 di Indonesia bahkan
di Dunia.1
2. Ada berapa jumlah pengguna iB Hasanah Card di DKI Jakarta dan di
Indonesia pada tahun 2019 ini?
Sejak tahun 2009 sampai tahun 2019 ini sudah ada kurang lebih
309.000 pengguna Hasanah Card di Indonesia. Dan sejak awal 2019
sampai sekarang sekitar 4.057 pengguna Hasanah Card di DKI Jakarta.2
3. Apa yang membuat masyarakat memilih dari iB Hasanah Card?
Karena sejauh ini Hasanah Card adalah satu-satunya kartu kredit
berbasis syariah di Indonesia, dengan sistem yang betul-betul merujuk
pada fatwa DSN MUI. Sehingga banyak keuntungan yang akan diperoleh
nasabah Hasanah Card.3
1 Hasil wawacara dengan Bapak Asep Heryadi selaku Manager Collection Card Business
Desk BNI Syariah, di Kantor BNI Syariah Blok M, Jl. Sultan Hasanuddin Dalam No. 3, kec.
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20 November 2019. 2 Hasil wawacara dengan Bapak Asep Heryadi selaku Manager Collection Card Business
Desk BNI Syariah, di Kantor BNI Syariah Blok M, Jl. Sultan Hasanuddin Dalam No. 3, kec.
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20 November 2019. 3 Hasil wawacara dengan Bapak Asep Heryadi selaku Manager Collection Card Business
Desk BNI Syariah, di Kantor BNI Syariah Blok M, Jl. Sultan Hasanuddin Dalam No. 3, kec.
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20 November 2019.
73
4. Apakah pengguna iB Hasanah Card tidak pernah ada yang bermasalah?
Jika bermasalah umumnya dalam hal apa?
Pastinya ada. Sama hal nya dengan kartu kredit konvensional, bahwa
masalah yang muncul berasal dari nasabah. Bisa jadi karena faktor
ekonomi yang sedang jatuh atau memang faktor nasabah yang memiliki
tipe yang acuh terhadap tagihan dari pengeluarannya sendiri.4
5. Bagaimanakah iB Hasanah Card menghadapi masalah terkait
keterlambatan tagihan?
Yang BNI Syariah lakukan setelah pengeluaran e-billing adalah
panggilan telefon, pengiriman pesan singkat (SMS), bahkan karena zaman
sudah maju maka kami mengirimkan pesan via WhatsApp, dan juga email
sebagai pengingat bahwa nasabah selaku pemegang kartu sudah memasuki
jatuh tempo untuk segera melunasi tagihan yang ada.5
6. Apa upaya hukum yang dilakukan BNI Syariah terhadap nasabah yang
telah jatuh tempo terhadap pembayaran tagihan?
Untuk upaya hukum yang kami lakukan baru sebatas telefon, sms,
email, dan juga pesan via WhatsApp.6
7. Bagaimana jika pihak BNI Syariah sudah melakukan upaya untuk
mencegah nasabah tersebut jatuh tempo, namun nasabah tetap belum juga
melakukan pembayaran atas tagihan dari iB Hasanah Card milik nasabah
tersebut?
4 Hasil wawacara dengan Bapak Asep Heryadi selaku Manager Collection Card Business
Desk BNI Syariah, di Kantor BNI Syariah Blok M, Jl. Sultan Hasanuddin Dalam No. 3, kec.
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20 November 2019. 5 Hasil wawacara dengan Bapak Asep Heryadi selaku Manager Collection Card Business
Desk BNI Syariah, di Kantor BNI Syariah Blok M, Jl. Sultan Hasanuddin Dalam No. 3, kec.
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20 November 2019. 6 Hasil wawacara dengan Bapak Asep Heryadi selaku Manager Collection Card Business
Desk BNI Syariah, di Kantor BNI Syariah Blok M, Jl. Sultan Hasanuddin Dalam No. 3, kec.
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20 November 2019.
74
Penerapan status kolekibilitas yang dibuat oleh BNI Syariah adalah
dengan istilah Kol 1 hingga Kol 5. Jika sudah lebih dari 120 hari setelah
jatuh tempo nasabah belum juga membayar sesuai dengan ketentuan yang
sudah ada, maka kami akan melakukan visit ke rumah atau kantor nasabah
untuk menagih sesuai dengan jumlah yang harus dibayarkan nasabah.
Jika kita melihat keadaan ekonomi nasabah sedang jatuh namun
pihak nasabah ada I’tikad baik untuk melunasi maka kami akan
memberikan solusi kepada pihak nasabah supaya bisa melunasi tagihan
yang ada tanpa biaya tambahan. Jika dari pihak nasabah tidak ada I’tikad
baik, maka pihak kami akan melakukan penagihan dengan bantuan pihak
ketiga.7
8. Bagaimana mekanisme ganti rugi (ta’widh) yang diterapkan oleh pihak
BNI Syariah?
Biaya ta’widh tidak langsung dibebankan kepada nasabah melainkan
hanya pada nasabah yang belum melunasi minimum payment setelah
waktu jatuh tempo yang telah ditentukan oleh pihak bank. Setelah jatuh
tempo pihak bank akan melakukan penagihan, dan biaya yang dikeluarkan
pihak bank untuk melakukan penagihan itulah yang harus diganti oleh
nasabah dan akan dibebankan pada nasabah.
Jumlahnya pun disesuaikan dengan kerugian riil dari pihak bank dan
diseusaikan dengan berapa lama pihak bank melakukan upaya penagihan
sampai nasabah melunasi keseluruhan atau bahkan melunasi minimum
payment tersebut.8
7 Hasil wawacara dengan Bapak Asep Heryadi selaku Manager Collection Card Business
Desk BNI Syariah, di Kantor BNI Syariah Blok M, Jl. Sultan Hasanuddin Dalam No. 3, kec.
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20 November 2019. 8 Hasil wawacara dengan Bapak Asep Heryadi selaku Manager Collection Card Business
Desk BNI Syariah, di Kantor BNI Syariah Blok M, Jl. Sultan Hasanuddin Dalam No. 3, kec.
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20 November 2019.
75
9. Apakah dengan adanya ganti rugi (ta’widh) yang diterapkan oleh pihak
BNI Syariah dapat memberikan efek jera bagi nasabah yang lalai dalam
pembayaran tagihan iB Hasanah Card?
Tergantung dari nasabah, ada nasabah dengan tipe orang yang sangat
memperhatikan setiap pengeluaran maka ketika dia tau akan ada biaya
ta’widh jika terlambat membayar, maka dia akan berusaha untuk tepat
waktu dalam melakukan pembayaran tagihan sehingga sangat berpengaruh
untuk baginya. Ada juga tipe nasabah yang acuh dengan biaya ta’widh
yang akan dibebankan kepadanya jika dia terlambat membayar tagihan.9
Terwawancara
Bapak Asep Heryadi
9 Hasil wawacara dengan Bapak Asep Heryadi selaku Manager Collection Card Business
Desk BNI Syariah, di Kantor BNI Syariah Blok M, Jl. Sultan Hasanuddin Dalam No. 3, kec.
Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 20 November 2019.
76