Efektivitas Ombudsman Indonesia

200
EFEKTIVITAS OMBUDSMAN INDONESIA Kajian tindak lanjut kasus-kasus tertentu Digest of Selected Cases 2000 – 2003

description

Modul Ombudsman

Transcript of Efektivitas Ombudsman Indonesia

EFEKTIVITASOMBUDSMAN INDONESIA

Kajian tindak lanjut kasus-kasus tertentuDigest of Selected Cases

2000 – 2003

Antonius SujataRM Surachman

EFEKTIVITASOMBUDSMAN INDONESIA

Kajian tindak lanjut kasus-kasus tertentuDigest of Selected Cases

2000 – 2003

Komisi Ombudsman Nasional2003

EFEKTIVITAS OMBUDSMAN INDONESIAKajian tindak lanjut kasus-kasus tertentu

Digest of Selected Cases2000 – 2003

Antonius SujataRM Surachman

Disain SampulJ. Eddy Juwono

DicetakMitra Alembana Grafika pt.

DiterbitkanKomisi Ombudsman Nasional

Jl. Adityawarman 43 Kebayoran BaruJakarta Selatan 12160

Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhnya dalam bentukdan cara apapun juga, baik secara mekanis maupun elektronis, termasuk fotokopi, rekaman dan lain-lain tanpaizin tertulis dari penerbit.

Katalog Dalam Terbitan (KDT):

SUJATA, AntoniusEfektivitas Ombudsman Indonesia: Kajian

atas kasus-kasus tindak lanjut 2000 – 2003. –Jakarta : Komisi Ombudsman Nasional 2003.

viii + 188 halaman : il. : 20 cm.

ISBN 979-96802-3-9

1. Komisi Ombudsman Nasional. I. Surachman, RM352.88

Sanksi Pelanggaran Pasal 44Undang-undang No. 7/1987 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 6/1982

Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan memperbanyak suatu ciptaan atau memberiizin untuk [...] Dipidana dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun dan atau denda paling banyak

100.000.000,- (seratus juta rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyerahkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual kepada umumsuatu ciptaan atau barang hal pelanggaran Hak Cipta sebagaimana dimaksud dengan ayat (1), dipidana

dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima puluhjuta rupiah)

iv

Daftar Isi

Kata Pengantar ............................................................................... vii

P e n d a h u l u a n ................................................................................. 1

Ombudsman dengan Instansi Kenegaraan ...................... 7

Presiden RI ............................................................................... 9Rekomendasi Komisi Ombudsman Nasional .................... 12

Mahkamah Agung ................................................................... 14

Kepolisian ................................................................................. 62Rekomendasi Komisi Ombudsman Nasional .................... 72

Kejaksaan Agung ..................................................................... 77Rekomendasi Komisi Ombudsman Nasional .................... 94

Pemerintah Daerah ................................................................ 97Rekomendasi Komisi Ombudsman Nasional .................... 102

Badan Pertanahan Nasional ................................................ 112

Perbankan, Keuangan dan BPPN ....................................... 120

Perpajakan ................................................................................ 135Rekomendasi Komisi Ombudsman Nasional .................... 139

Ketenagakerjaan ..................................................................... 141

Ombudsman dan Masyarakat Pelapor ............................... 147

P e n u t u p ........................................................................................... 155

Lampiran ......................................................................................... 159Dokumentasi Foto ................................................................... 161Data Statistik ........................................................................... 164Ucapan Terima kasih ............................................................. 171

v

vi

Kata Pengantar

Buku ini disusun dan diterbitkan untuk memperingati TahunKetiga berdirinya Komisi Ombudsman Nasional pada tanggal 20Maret 2003. Apresiasi terhadap masyarakat yang telah menyam-paikan keluhan ataupun laporannya kepada Ombudsman samapentingnya dengan apresiasi terhadap sikap yang ditujukan olehinstitusi yang dilaporkan dengan menjawab, menanggapi danataupun menindaklanjuti surat ataupun rekomendasi Ombudsman.

Salah satu prinsip Ombudsman yang bersifat universal adalahketidakberpihakan (impartiality), oleh karena itu sebenarnyaOmbudsman berfungsi menghubungkan pelapor dengan terlaporagar permasalahan yang terjadi dapat dikomunikasikan, diketahuisecara lebih jelas dan kemudian ditindaklanjuti untuk diselesaikan.

Ombudsman berupaya memulihkan serta menyeimbangkan(amicus curie) hubungan antara pihak yang melaporkan denganpihak yang dilaporkan. Dalam keseimbangan tersebut terdapat rasakeadilan (fairness) dan keadilan (justice) sehingga dalam masya-rakat akan tercipta suasana kedamaian serta ketertiban sebagaiwujud dari adanya kesejahteraan sosial.

Daya upaya untuk memperoleh perlakuan yang tidak menyim-pang dan adil sering tidak disadari bahwa untuk itu memerlukansuatu proses bahkan yang sering memakan waktu lama dan berliku-liku. Di samping itu hasil dari proses tersebut tidak selamanyahitam ataupun putih, gagal atau sukses. Yang lebih banyak terjadiadalah tidak seluruhnya berhasil namun juga bukan sepenuhnyagagal, di sana ada Win-Win Solution atau menemukan suatu bentukjalan keluar penyelesaian yang lain.

vii

Ombudsman berada di tengah-tengah situasi/kondisi tersebutuntuk dapat memberi bantuan menyelesaikannya ataupun menye-imbangkan kembali hubungan yang sedang dalam suasana konflik.

Beberapa contoh kasus yang disajikan dalam buku ini setidak-tidaknya dapat menjadi pelajaran, ternyata ada di antaranya yangmemberi manfaat bukan saja bagi pelapor tetapi juga bermanfaatdalam proses untuk mewujudkan asas-asas pemerintahan yangbaik.

Sekali lagi kiranya patut dikemukakan bahwa setiap prosespenyelesaian permasalahan seharusnya dilandasi oleh pengakuankesetaraan antara pelapor dengan terlapor sebab pada hakekatnyaterdapat kesamaan derajat atau asas kesejajaran (equality prin-ciple) antara institusi yang berkewajiban memberi pelayanandengan anggota masyarakat yang berhak memperoleh pelayanan.

Mengingat Ombudsman berada di tengah sekaligus bersamadengan pihak-pihak tersebut maka efektifitasnya sangat ditentukanoleh pelapor dan juga institusi yang dilaporkan, tanpa adanyadorongan pelapor melalui laporan yang kompetensif, konkrit, jelas,disertai data pendukung serta niat baik institusi terlapor (untukmenindaklanjuti laporan) tentu tidak akan menghasilkan apapun.

Sementara itu, Ombudsman harus bekerja lebih keras agarmasyarakat semakin merasakan manfaat Ombudsman sebagaisalah satu tempat untuk dapat menyelesaikan permasalahanpemberian pelayanan, penyimpangan serta ketidakadilan yangdilakukan oleh aparatur negara.

Tiga pilar dalam upaya mewujudkan pemerintahan yang baikyaitu Masyarakat, Pelaksana Penyelenggara Negara dan Ombuds-man kiranya di masa depan dapat saling bekerjasama dengansebaik-baiknya.

AS & RMS

Jakarta, 20 Maret 2003

viii

1

Bab IPendahuluan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

2

3

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

4

5

Pendahuluan

Buku ini menyajikan suatu proses laporan masyarakat yangditangani oleh Komisi Ombudsman Nasional, kemudian ditindak-lanjuti oleh institusi terkait dan ternyata berhasil. Dengan katalain, penanganan oleh Ombudsman efektif.

Memang tidak banyak yang memberi hasil positip namunbetapapun kecilnya bukan berarti sama sekali tidak menghasilkansesuatu. Padahal ditinjau dari aspek landasan hukum KomisiOmbudsman Nasional hanya berdasarkan suatu Keputusan Pre-siden (Nomor 44 Tahun 2000). Lebih dari itu surat-surat dan atau-pun rekomendasi Ombudsman tidak bersifat mengikat (non legallyBinding) bagi institusi terkait. Dengan kata lain lembagapemerintah serta badan peradilan yang menerima surat, rekomen-dasi dan ataupun permintaan klarifikasi dari Ombudsman tidakmemiliki kewajiban hukum untuk menindaklanjutinya.

Namun kenyataannya mereka menjawab, menanggapi sertamemberi perhatian sebagaimana mestinya. Institusi terkaitmelakukan langkah-langkah pengawasan, mengambil tindakanbahkan ada pula yang langsung melakukan koreksi dan perbaikaninternal. Dengan demikian Ombudsman bukan saja diakuikeberadaannya tetapi juga diikuti dengan langkah-langkah penga-wasan serta perbaikan.

Langkah-langkah tindak lanjut oleh institusi terkait dimaksudsama sekali bukan karena terikat untuk mematuhi rekomendasiOmbudsman melainkan dilandasi oleh kesadaran adanya keha-rusan untuk mengambil tindakan melakukan koreksi sertaperbaikan. Kesadaran yang tidak bersumber dari keterikatan padainstitusi lain merupakan kesadaran yang timbul dari dirinya

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

6

sendiri, sehingga apabila kesadaran ini dikembangkan maka dalamprosesnya akan jauh lebih kokoh daripada keterikatan yangdidasarkan atas kewajiban hukum. Dalam praktek di Indonesiacukup banyak kasus di mana ada keterikatan dan kewajiban hukumnamun nyatanya tidak dilaksanakan. Kita ketahui banyak sekaliputusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang tidak dipatuhi dandilaksanakan oleh pejabat Tata Usaha Negara.

Ombudsman berupaya memberi dorongan agar institusi terkaitterikat secara moral dilandasi oleh kesadarannya sendiri untuktidak melakukan penyimpangan, untuk mengambil tindakanpengawasan serta melakukan perbaikan yang diperlukan.

Banyak yang mengatakan bahwa dalam konteks Indonesiarekomendasi Ombudsman yang tidak mengikat merupakan salahsatu kelemahan. Namun sebenarnya dalam jangka panjangrekomendasi Ombudsman yang tidak mengikat tersebut justrumerupakan kekuatan sebab di dalamnya mengandung nilai-nilaimoral serta kesadaran untuk memberi pelayanan dengan sebaik-baiknya kepada masyarakat. Keberhasilan untuk dapat mencapaitahap tersebut memerlukan proses panjang, pembentukan Ombuds-man merupakan langkah awal dari rangkaian proses terebut.

Sesungguhnya selama 3 (tiga) tahun perjalanan OmbudsmanIndonesia dapat kita simak, betapa proses tersebut telah berjalandalam jalur sebagaimana negara-negara lain yang memiliki Om-budsman, di masa-masa awalnya dahulu, juga mempunyai penga-laman seperti Indonesia.

Ketika awal mula Komisi Ombudsman dibentuk pada tahun2000 yang lalu ada 3 (tiga) pertanyaan ataupun tanggapan yangselalu muncul yaitu pertama, apakah Ombudsman itu? Kedua,untuk apakah mendirikan Ombudsman? Ketiga, Ombudsman tidakperlu ada. Tiga serangkai pertanyaan tersebut tidak henti-hentinyamenjadi topik sosialisasi Ombudsman selama dua tahun. Untuk

7

memberi keyakinan tentang Ombudsman dan perlunya lembagatersebut tentu bukan sekedar dengan berbagai penjelasan tetapijuga dengan penyajian-penyajian berdasarkan pengalaman-penga-laman atas laporan-laporan masuk yang dikeluhkan masyarakatkepada Ombudsman.

Memasuki tahun ketiga, pertanyaan yang muncul bukan lagiapa, mengapa serta sikap tidak setuju melainkan lebih banyakmengenai bagaimana serta tugasnya apa saja Ombudsman Indo-nesia mendatang, sementara sikap resistensi yang semula tidaksetuju telah banyak berubah menjadi setuju, bahkan merasa perlupembentukan Ombudsman Daerah serta dikembangkannya tugas-tugas lain dari Ombudsman antara lain sebagaimana tercantumdalam Rancangan Undang-Undang tentang Mahkamah Konstitusi.Permohonan judicial review dari masyarakat kepada MahkamahKonstitusi disampaikan melalui Ombudsman.

Di muka telah disampaikan bahwa rekomendasi Ombudsmanbersifat tidak mengikat, untuk itu agar memperoleh perhatian tentukualitas serta daya persuasi rekomendasi harus dijaga. Dengandemikian untuk menghasilkan rekomendasi (sebagai output) makalaporan yang disampaikan masyarakat (sebagai input) menjadidasar pokok rekomendasi harus jelas, konkrit, dilengkapi buktiserta masuk dalam lingkup tugas dan fungsi Ombudsman (kom-petensi).

Kasus-kasus yang disajikan dalam buku ini kiranya dapatmenjadi referensi bagaimana agar rekomendasi dari Ombudsmandapat efektif. Serta bermanfaat bagi pelapor sekaligus bagi institusiterkait dalam upayanya untuk meningkatkan kualitas pemberianpelayanan.

Pendahuluan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

8

9

Bab IIOmbudsman dengan

Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

10

11

PRESIDEN RI

PENGANGKATAN KETUA MAHKAMAH AGUNG RI

In this case, the National Ombudsman Commission sent rec-ommendation by its own motion (ex-officio, or sua sponte) tothe President of the Republic.

The Ombudsman Commission was of the opinion, that theremust be some ways to end the controversial comments on theappointment of the Chief Justice. The problem appeared whenthe President stated that he would not select one of the two can-didates nominated by the House (DPR RI) for that position.

The Ombudsman Commission referred to the Act No. 14 of1985 on the Supreme Court of Indonesia. Pursuant to Article8 para (1) of that Act, there is no choice, President as theHead of State must appoint one of the two candidates. Thenthe Chief Ombudsman sent a recommendation to the Presi-dent, that as the Head of State, the President had to appointone of the candidates to fill the vacant position of the ChiefJustice

Outcome: the President appointed Professor Bagir Manan,one of the candidates, as the Chief Justice.

Keluhan

Meskipun tidak ada keluhan atau laporan yang masuk secararesmi, akan tetapi Komisi Ombudsman Nasional memberikanrekomendasi secara ex-officio atau berdasarkan inisiatif sendiri (on

Ombudsman denganInstitusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

12

its own motion, on its own accord, atau secara sua spote). Hal inimerupakan salah satu asas universal Kelembagaan Ombudsman.Artinya, Komisi Ombudsman atas inisiatif sendiri (bukan berdasarsuatu laporan) dapat memberikan pendapat/rekomendasi, terutamaterhadap masalah yang penting dan menarik perhatian masya-rakat. Salah satu indikasi, bahwa substansi yang direkomendasikanmenarik perhatian publik dapat terlihat dari pemberitaan yangterus menerus dalam media.

Masalahnya

Kebuntuan pengangkatan Ketua Mahkamah Agung RI, di-sebabkan Presiden tidak berkehendak (tidak menggunakan hakprerogatip) mengangkat dua calon yang sudah disetujui oleh DewanPerwakilan Rakyat RI, yaitu Profesor Dr. Muladi, SH, dan ProfesorDr. Bagir Manan, SH, MCL.

Pengangkatan Ketua Mahkamah Agung telah menjadi polemikberkepanjangan di masyarakat, sehingga akan berdampak signi-fikan terhadap iklim hukum dan penegakan hukum yang baik diIndonesia.

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan Surat No. 5/KON-Srt/I/2001 bertanggal 8 Januari 2001,Ketua Komisi Ombudsman mengirim surat kepada Presiden RIdisertai pendapat :

Polemik mengenai masalah tersebut dapat segera diakhiri,kalau Presiden secepat mungkin mengeluarkan putusan yangdidasarkan pada peraturan perundangan yang berlaku.

Merujuk UU No. 14 Th. 1985 tentang Mahkamah Agung, khu-susnya Pasal 8 ayat (1), adalah bersifat imperatif, di manaPresiden selaku Kepala Negara wajib menentukan salah satunama dari 2 (dua) calon yang telah diusulkan oleh DPR.

13

Pasal dimaksud mengatur 4 (empat) hal: Pertama, DPR menga-jukan usul Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung. Kedua,nama yang diusulkan haruslah seorang Hakim Agung; Ketiga,untuk masing-masing jabatan (Ketua dan Wakil Ketua)diajukan 2 (dua) nama orang calon; Keempat, Presiden meng-angkat Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Agung.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Dalam Surat tersebut Ketua Komisi Ombudsman menyampai-kan rekomendasi sebagai berikut :

Karena Pasal 8 ayat (1) UU No. 14 Th. 1985 tentang MahkamahAgung tidak memberikan alternatif lain, maka Presiden selakuKepala Negara wajib menentukan salah satu nama dari keduacalon yang diusulkan oleh DPR.

Hasi lnya

Presiden akhirnya mengangkat Profesor Dr. Bagir Manan men-jadi Ketua Mahkamah Agung.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

14

KOMISI OMBUDSMAN NASIONALJalan Adityawarman No. 43 Jakarta 12160, Indonesia

Tel: (62-21) 7258574-78, Fax. : (62-21) 7258579E-mail: [email protected] www.ombudsman.or.id

No. 5/KON-Srt/I/2001

Jakarta, 8 January 2001

KepadaYth. Presiden Republik Indonesiadi Jakarta

Perihal : Pengangkatan Ketua Mahkamah Agung RI

Saat ini permasalahan pengangkatan Ketua Mahkamah Agung RI terusmenjadi polemik berkepanjangan sehingga hal tersebut tentunya kurangmemberikan suasana kondusif bagi terciptanya iklim hukum dan penegakanhukum yang baik bagi kita semua.

Pada sisi lain kepastian hukum sebagai salah satu pilar penting untuk mene-gakkan ketertiban, keadilan dan pengayoman kepada masyarakat hendaknyajuga menjadi acuan penting.

Oleh karena itu polemik mengenai pengangkatan Ketua Mahkamah Agungseyogyanya dapat segera diakhiri melalui suatu keputusan dengan mendasar-kan pada peraturan perundangan yang berlaku.

Memperhatikan hal-hal di atas, ketentuan Undang-Undang mengenai prosespengangkatan Ketua Mahkamah Agung selama ini menggunakan Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 khususnya Pasal 8 yang selengkapnya sebagaiberikut:

(1) Hakim Agung diangkat oleh Presiden selaku Kepala Negara dari daftarnama calon yang diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

(2) Daftar nama calon sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1) diajukanoleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Presiden selaku Kepala Negarasetelah Dewan Perwakilan Rakyat mendengar pendapat MahkamahAguvg dan Pemerintah.

(3) Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden selakuKepala Negara di antara Hakim Agung yang diusulkan oleh DewanPerwakilan Rakyat.

(4) Ketua Muda Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden selaku KepalaNegara di antara Hakim Agung yang diusulkan oleh Ketua MahkamahAgung.

15

(5) Untuk mengisi lowongan jabatan Ketua, Wakil Ketua, Ketua Muda danHakim Anggota Mahkamah Agung, diusulkan masing-masing 2 (dua)orang calon.

Khusus mengenai proses penentuan Ketua Mahkamah Agung ada 4 hal yangdiatur oleh pasal tersebut.

Pe r t ama : DPR mengajukan usul Ketua dan Wakil Ketua Mahkamah Agung.

Kedua : Nama yang diusulkan haruslah seorang Hakim Agung.

Ketiga : Untuk masing-masing jabatan (Ketua/Wakil Ketua) diajukan 2(dua) orang calon.

Keempat : Presiden mengangkat Ketua/Wakil Ketua Mahkamah Agung.

Berdasarkan bunyi rumusan Undang-Undang yang menyatakan bahwa Ketuadan Wakil Ketua Mahkamah Agung diangkat oleh Presiden kiranya cukupjelas bahwa ketentuan tersebut tidak memberi alternatif lain sehinggamengikat untuk dilaksanakan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketentuan Pasal 8 ayat (1)Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tersebut bersifat imperatif dimanaPresiden selaku Kepala Negara wajib menentukan salah satu nama dari duacalon yang telah diusulkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat.

Demikian atas pertimbangannya kami sampaikan terima kasih.

Hormat kami,

Komisi Ombudsman Nasional

Antonius Sujata, SH

Ketua

Tembusan :

1. Yth. Ketua DPR RI, di Jakarta

2. Yth. Wakil Presiden RI, di Jakarta.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

16

MAHKAMAH AGUNG

DUGAAN KOLUSI/PERADILAN CURANG

In this case, the National Ombudsman Commission receivedthe complaint about the collusion between the staff of the CivilDirectorate at the Supreme Court with the adverse party ofhis client. The complainant saw the staff was with him tolodge the contest brief for the reopening of the procedure. Hehad any reason to believe, that the said staff had helped theadverse party of his client to win the appeal cassation in theSupreme Court before. Accordingly, he worried about the pos-sibility of another collusion when the case of his client wasbeing on re-trial.

The Chief Ombudsman was of the same opinion, that therewould be a possible collusion or the re-trial proceedings wouldbe unfair. Therefore, he sent his recommendation to the ChiefJustice for taking the measures to investigate the allegationof collusion and to prevent the possible deviation of due pro-cess of law in the re-trial of the case.

Outcome: The Chief Justice informed the Chief Ombudsman,that the Secretary General of the Supreme Court had disci-plined the said staff.

Keluhan

Pelapor MH, SH, berdomisili di Bandung dan kuasa hukumahli waris AA, melaporkan secara tertulis kepada Komisi Ombuds-man, tentang dugaan kolusi dalam perkara perdata No. 5/Pdt.G/1995/PN.Cbd jo No. 148/Pdt/1996/PT.Bdg.

17

Masalahnya

Pelapor menduga telah terjadi kolusi dalam persidangan per-kara gugatan JA terhadap klien Pelapor, yaitu AA yang melibatkanP, SH, (Terlapor) oknum staf Bagian Perdata pada MahkamahAgung RI dalam perkara Peninjauan Kembali perkara dimaksud.

Indikatornya nampak, sewaktu penggugat menyerahkan Kon-tra memoriPeninjauan Kembali didampingi oleh dua orang, ternya-ta salah seorang di antaranya adalah Terlapor, yang diduga kuatberperan pada waktu kasasi, sehingga klien Pelapor kalah perkara.

Pada tingkat banding pun diduga terdapat kolusi antara lawanklien Pelapor dengan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Baratberupa imbalan sejumlah uang. Dugaan tersebut didasarkan padasurat Panitera Pengadilan Tinggi Jawa Barat yang ditujukankepada Presiden RI tanggal 27 Oktober 1998 di mana disebutkanbahwa yang membantu memenangkan perkara ini adalah WakilKetua Pengadilan Tinggi dimaksud bersama AS, mantan HakimPengadilan Negeri Cibadak, Jawa Barat.

Pelapor khawatir akan terjadi lagi kolusi pada waktu pemerik-saan Peninjauan Kembali perkara tersebut nanti.

Langkah Komisi Ombudsman

Kepada Ketua Mahkamah Agung, dengan Surat No. 189/KON-Lapor/VI/2000 bertanggal 20 Juni 2000, Ketua Komisi Ombuds-man memberitahukan bahwa perkembangan laporan ini akan terusdipantau dan secara tersirat sependapat dengan Pelapor bahwadikhawatirkan akan terjadi lagi kolusi pada waktu pemeriksaanPeninjauan Kembali perkara tersebut nanti.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut :

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

18

(1) Ketua Mahkamah Agung agar memperhatikan laporantersebut serta melakukan pemeriksaan atas keterlibatanP, SH dan bilamana terbukti agar mengambil tindakanhukum terhadap mereka yang terlibat;

(2) Ketua Mahkamah Agung agar mengawasi proses peme-riksaan Peninjauan Kembali perkara dimaksud, sehinggatidak terjadi penyimpangan prosedural dan putusan yangtidak adil.

Hasi lnya

Dengan surat No. KMA/309/V/2002 bertanggal 20 Mei 2002,kepada Ketua Komisi Ombudsman, Ketua Mahkamah Agungmemberi penjelasan :

P, SH karyawan MA pada staf Seksi Registrasi DirektoratPerdata, telah diperiksa dan telah dijatuhi hukuman disiplinsesuai dengan Surat Keputusan Panitera/Sekretaris JenderalMA No. UP.IV/017/PSJ/SK/2001 tanggal 7 Maret 2001.

19

KEJANGGALAN-KEJANGGALAN/PUTUSAN TIDAK ADIL

According to the complainant, there were some irregularitiesin the civil court proceedings of his case. Except during thepronouncing of the court judgment, the other two members ofthe Judges Panel were always not present in the trial. Be-sides, the Chief Panel took over the duty of the court reporterto write the judgment draft. Hence, the complainant, as theplaintiff, protested that irregular procedures. Moreover, evenafter he bribed the judge (concurrently the Chief Panel), stillthe said judge always declined his request for the attachmentof the land in dispute. The complainant had many reasons tosuspect, that the defendant who was in better financial posi-tion, through his lawyer, had influenced the three-judge Panel.The judgment of the Panel dismissed the case for ne bis inidem reason. The complainant refused the dismissal and heconsequently lodged an appeal.

The Chief Ombudsman sent his recommendation that thePresident of the Appellate Court had to investigate the ir-regularities and the allegation of bribe.

Outcome: The President of the Appellate Court sent the let-ter to the Chief Ombudsman. He said it was true that thereported proceedings were full of irregularities. There was noevidence, however, that the Chief Panel had taken the bribefrom the complainant. He, therefore, disciplined the ChiefPanel of the case with “verbal admonition”.

Keluhan

Kepada Ketua Komisi Ombudsman dan kepada Menteri Keha-kiman dan HAM, melalui Surat bertanggal 22 Nopember 2000,Pelapor Drs. EPG dkk, berdomisili di Jakarta, mengeluhkan proses

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

20

pemeriksaan perkaranya di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan danmenyatakan keberatan atas putusan Pengadilan tersebut karenamengandung kejanggalan dan ketidakadilan. Majelis Hakim yangmenyidangkan, dipimpin oleh Hakim Ketua RDA, SH (Terlapor)dengan para Hakim Anggota, S., SH dan M.R, SH.

Masalahnya

Pelapor merupakan pihak dalam perkara perdata mengenaisebidang tanah yang dikuasai oleh lawannya (Penggugat).

Pokok permasalahan serta bukti-bukti telah diajukan dandijelaskan oleh Pelapor, namun rupanya tidak dipertimbangkanoleh Majelis Hakim dalam putusannya.

Kecuali waktu membacakan putusan, Majelis Hakim tidakpernah lengkap, karena hanya disperiksa oleh Hakim Ketua RDA,SH saja.

Permohonan sita jaminan berkali-kali atas tanah yang menjadisengketa, tidak pernah dilaksanakan oleh “Hakim Tunggal” terse-but. Pelapor malahan pernah memberikan uang untuk ongkosadministrasi dan untuk menyita tanah sebagai jaminan. Terlapormenegaskan kepada Pelapor, bahwa uang tersebut “untuk penyita-an saja, bukan untuk putusan”.

Pemeriksaan perkara dibuka pada tanggal 20 Maret 2000,tetapi pada tanggal 30 Juni 2000 ternyata tanah yang disengketa-kan tersebut dihipotikkan oleh lawan Pelapor kepada Bank Uni-versal sebesar Rp. 15.800.000.000. (Lima Belas Milyar DelapanRatus Juta Rupiah).

Pelapor dari semula menduga Majelis Hakim telah dipengaruhioleh lawan Pelapor yang lebih kuat fiansialnya melalui KuasaHukumnya. Oleh sebab itu Pelapor keberatan atas Putusan MajelisHakim yang menyatakan menolak gugatan Pelapor karena alasanne bis in idem dan menyatakan akan banding.

21

Langkah Komisi Ombudsman

Kepada Ketua Pengadilan Tinggi Daerah Khusus IbukotaJakarta, dengan Surat No. 0846/KON-Lapor.1664 /I/2001-DM ber-tanggal 4 Januari 2001, Ketua Komisi Ombudsman menyampaikankeberatan Pelapor disertai alasan-alasannya.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut:

Agar Ketua Pengadilan Tinggi Daerah Khusus Ibukota Jakartamelakukan pemeriksaan atas kebenaran kejanggalan per-sidangan dimaksud, dan juga khususnya mengenai pemberiansejumlah uang oleh pelapor kepada Ketua Majelis.

Hasi lnya

Dengan surat No. PTJ.KPT.09.III.2001 bertanggal 23 Maret2001, kepada Menteri Kehakiman dan HAM disertai tembusannyakepada Komisi Ombudsman, Ketua Pengadilan Tinggi DaerahKhusus Ibukota Jakarta memberitahukan sebagai berikut:

Hampir semua laporan itu benar, kecuali tentang pembayaransejumlah uang dari Pelapor kepada Hakim RDA, SH.

Menurut Ketua Pengadilan Tinggi tersebut, Hakim RDA, SHsebagai Ketua Majelis telah melakukan kelalaian dalam melak-sanakan tugasnya, yaitu:(1) Bersidang sebagai Hakim Tunggal tanpa mencatat alasan-

nya dalam Berita Acara;(2) Hakim yang bersangkutan telah mengetik sendiri putusan

perkara yang ditanganinya, padahal pekerjaan tersebutadalah tugas Panitera.

Atas perbuatannya itu, kepada Hakim RDA., SH telah dijatuhihukuman disiplin berupa “Teguran Lisan”.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

22

KONFLIK KEPENTINGAN/LARANGAN RANGKAP JABATAN

In this case, the National Ombudsman Commission receivedthe complaint about conflict of interest and incompatibility.In the Islamic Family Court of Cibadak, West Java, the com-plainant, as the plaintiff, sued the husband (defendant) fordivorce. She complained that the defense lawyer was also aJudge of the Islamic Court from a nearby jurisdiction. Be-cause of the said conflict of interest and the incompatibility,the judgment of the Court is bias and not fair. The ChiefOmbudsman sent his recommendation requesting that theChief Justice examine the complaint and explain whether anyJudge from any court is incompatible for being a legal coun-sel or lawyer in court.

Outcome: The Chief Justice sent the letter to the Chief Om-budsman. He notified that the Appellate Islamic Family Courtof West Java in Bandung had given written admonition tothe said Judge. Further, he explained, that the President ofthe said Appellate Court referred to Article 17 para (2) of theAct No. 7 of 1989 stating that it is incompatible for any Judgeto be a legal counsel or lawyer in any court.

Keluhan

Pelapor J bin UM, berdomisili di Cibadak, Jawa Barat, melaluiSurat bertanggal 28 Agustus 2000, melaporkan kepada KomisiOmbudsman, bahwa dalam masalah gugat cerai terhadap Dr S,suami Pelapor di Pengadilan Agama, Cibadak, Jawa Barat. Ter-nyata salah seorang Hakim Pengadilan Agama Kota Sukabumibernama Drs AH, SH telah bertindak sebagai Pengacara/KuasaHukum suami Pelapor tersebut.

23

Masalahnya

Pelapor mengajukan gugat cerai terhadap suaminya di penga-dilan Agama Cibadak, Jawa Barat dan telah diputus pada tanggal27 Juli 2000.

Salah seorang Hakim Pengadilan Agama Kota Sukabumibernama Drs AH, SH (Terlapor) telah bertindak sebagai PengacaraHukum/Kuasa Hukum suami Pelapor.

Pelapor cukup beralasan untuk menduga, bahwa Terlapor telahmempengaruhi putusan perkara gugat cerai tersebut, mengingatpangkat Terlapor lebih tinggi dari pada Hakim yang memutusperkaranya.

Langkah Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan masalah tersebutkepada Ketua Pengadilan Tinggi Agama Jawa Barat di Bandungmelalui Surat No. 0942/KON-Lapor.1402/I/2001-wn bertanggal 12Pebruari 2001, dengan tembusan kepada Ketua Mahkamah Agung.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Dalam Surat tersebut Ketua Komisi Ombudsman menyam-paikan rekomendasi kepada Ketua Pengadilan Tinggi Agamasebagai berikut :

Agar Ketua Mahkamah Agung melakukan penelitian atas kebe-naran laporan tersebut serta memberi penjelasan apakah seo-rang Hakim boleh menjadi kuasa hukum dalam suatu perkara.

Hasi lnya

Melalui Surat No. KMA/005/I/2002 bertanggal 10 Januari 2002,Ketua Mahkamah Agung memberitahu Ketua Komisi Ombudsman,

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

24

bahwa:

(1) Hakim Drs AH, SH telah bertindak sebagai kuasa insidentildalam perkara gugat cerai antara Pelapor dengan suami-nya (yang adalah saudara sepupu Terlapor), tidak men-dapat ijin dari Ketua Pengadilan Agama Cibadak;

(2) Pengadilan Tinggi Agama Jawa Barat telah memberikantegoran tertulis kepada Terlapor.

Tegoran tertulis dimaksud dikeluarkan melalui Surat KetuaPengadilan Agama No. PTA.i/K/Hk.03.5/548/2001 bertanggal 14Maret 2001 yang ditujukan kepada Terlapor antara lain berbunyi:

... dengan ini kami ingatkan agar Saudara selaku Hakim harusmenghindarkan perbuatan-perbuatan/tindakan-tindakan yangdapat mengurangi wibawa, mencemarkan nama baik CorpHakim Pengadilan Agama dan bisa menimbulkan fitnah.Dalam pasal 17 ayat (2) Undang-undang Nomor 7 tahun 1989ditegaskan bahwa “Hakim tidak boleh merangkap menjadiPenasehat Hukum”.

25

KONFLIK KEPENTINGAN/LARANGAN RANGKAP JABATAN

In this case, the complainant reported, that during she wasexamined by the Islamic Family Court of Cikarang, WestJava, NM, the defense lawyer of the adverse party of her wasalso an employee of the Islamic Court of North Jakarta andwas not one of the relatives (cousins). Therefore, NM was notallowed to be a legal counsel or lawyer in court. The ChiefOmbudsman sent his recommendation requesting that thePresident of the Islamic Court of North Jakarta give expla-nation to the problem.

Outcome: The Vice-President of the Islamic Court of NorthJakarta sent a letter to the Chief Ombudsman. He notifiedthat the Islamic Family Court of West Java in Bandung im-posed sanction upon NM pursuant to Article 3 para (1) subs(a) and (b) of Government Regulation of Public Servant. Thesanction is the postponement of the salary increase to the nextscale for 1-year period.

Keluhan

Pelapor K, berdomisili di Bekasi, Jawa Barat, melalui Suratbertanggal 26 Nopember 2001, melaporkan kepada Komisi Ombuds-man, bahwa pada saat ia diperiksa di Pengadilan Agama Cikarangdalam perkara perdata, lawan perkaranya, YA didampingi olehkuasanya bernama NM, SH. Sedangkan NM adalah bukan penga-cara praktek, melainkan pegawai Pengadilan Agama Jakarta Utara.

Masalahnya

Pelapor adalah Termohon dalam perkara perdata di Penga-dilan Agama Cikarang dan sedang dalam proses kasasi.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

26

Sewaktu ia diperiksa di Pengadilan Agama Cikarang dalamperkara perdata tersebut NM, SH, bertindak sebagai kuasa YAlawan perkaranya. Sedangkan NM adalah bukan pengacara prak-tek, melainkan pegawai Pengadilan Agama Jakarta Utara, karenaitu NM harus memiliki izin insidentil untuk menjadi kuasa perkaradimaksud.

Menurut pemberian kuasa insidentil berupa Surat Keterangandari Kepala Desa Bahagia, kecamatan Babelan, kabupaten Bekasitanggal 1 Oktober 1999, menyatakan bahwa NM adalah saudarasepupu YA.

Pada tanggal 6 Desember 1999, Pemerintah Desa Bahagiamencabut kembali surat keterangan tersebut.

Pengadilan Tinggi Agama Jawa Barat tanggal 5 Januari 2000mengirim surat kepada Pengadilan Agama Cikarang, bahwa apabilaNM tidak mempunyai hubungan keluarga dengan YA, maka yangbersangkutan tidak berhak menjadi kuasa hukum dalam persi-dangan.

Langkah Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan masalah tersebutkepada Ketua Pengadilan Agama Jakarta Utara melalui Surat No.1650/KON-Lapor.2162/XI/2001-wn bertanggal 26 November 2001.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Dalam Surat tersebut Ketua Komisi Ombudsman menyampai-kan rekomendasi kepada Ketua Pengadilan Jakarta Utara agarmemberikan penjelasan berkenaan dengan tindakan NM dimaksud.

Hasi lnya

Melalui Surat No. PA.J/5/K/KP.04.1/102A/2002 bertanggal 30

27

Januari 2002, Ketua Pengadilan Agama Jakarta Utara memberi-tahu Ketua Komisi Ombudsman, bahwa:

(1) Pengadilan Jakarta Utara sudah melakukan pemeriksaanterhadap NM;

(2) Pada tanggal 23 Januari 2002 NM telah dijatuhi hukumanberupa “penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu)tahun” sesuai dengan Pasal 3 ayat 1 huruf (a) dan (b) Pera-turan Pemerintah No. 30 Th. 1980.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

28

PERADILAN CURANG/KONFLIK KEPENTINGAN

Mr. H HH, legal counsel on behalf of Mr. OSL, reported, thatdue to unfairness of the Supreme Court, Mr. OSL lost his appealcassation about the case of land dispute. As a result, he lost hisownership on the land in dispute. The complainant reportedthat Mr. SPS (the adverse party of his client) unfairly submittednew evidence of the status of land, which is different from theevidence submitted in the Civil Court of the First Instance ofMedan, North Sumatra. In other words, there are two certifi-cates of land for the same spot. Then in 1999, on behalf of Mr.OSL, he sued Mr. SPS in the Civil Court of the First Instance ofMedan, North Sumatra. Mr. OSL, however, lost his case due tothe attitude of the Chief of the Judges Panel i.e. he had interestin the case. He gave statement to the local press declaring thatSPS was the owner of the land in dispute and yet the JudgesPanel had not delivered its judgment.

The National Ombudsman Commission was of the same opin-ion with the complainant’s arguments. In other words, therewas great possibility that the Supreme Court had unfairly re-viewed the appeal cassation case of OSL. In addition, there wasconflict of interest indicated by the attitude of the Chief of theJudges Panel of Civil Court of First Instance. Consequently, theChief Ombudsman issued his recommendation stating, thatthe Chief Justice of the Supreme Court should give explanationabout that matter.

Outcome: The complainant sent grateful letter informing thaton 11 November 2000, the Appellate Court of North Sumatrarevoked the judgment of the Civil Court of the First Instanceand it declared that the owner of the land in dispute was OSL.

Keluhan

Pelapor H HH, SH, berdomisili di Medan dan bertindak untukdan atas nama OSL, melaporkan secara tertulis kepada Komisi

29

Ombudsman, tentang dugaan kolusi dalam putusan MahkamahAgung No. 413 K/Pdt/1998 yang memenangkan SPS, lawan klienPelapor.

Masalahnya

Pelapor menduga telah terjadi kolusi dalam persidangan kasasiperkara OSL (klien Pelapor), sehingga putusan Mahkamah Agungberakibat merugikan OSL, karena kehilangan hak atas tanah seluas10,127 Ha. Padahal, tanah tersebut didukung bukti otentik berupaakte-akte kepemilikan tanah; Akte No. 54 tanggal 15 Desember1997, Akte No. 101 tanggal 19 Desember 1984, dan Akte No. 82tanggal 13 Deseber 1984.

Pelapor menyampaikan pula fakta-fakta lain yang menun-jukkan dugaan kuat terdapat nuansa KKN. Fakta-fakta dimaksudnampak dalam putusan Mahkamah Agung tadi dan KeputusanMenteri Agraria, yaitu:

a . Tanah tersebut dibeli SPS pada saat masih berstatus SitaJaminan, karena transaksi tersebut SPS memperoleh Akte No.22 tanggal 29 November 1983.;

b. Putusan Mahkamah Agung tersebut didasarkan antara lainpada pembuktian yang diajukan berupa Grant Sultan No. 265tanggal 7 Januari 1916. Sewaktu perkara diperiksa oleh Penga-dilan Negeri Medan diajukan bukti berupa Grant Sultantanggal 16 Agustus 1926.

c. Kepala kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Medanmenerangkan, bahwa Grant Sultan tanggal 7 Januari 1916tidak terdaftar pada Badan Pertanahan Nasional.

d . Sultan Deli tidak mungkin mengeluarkan dua bukti status padasebidang tanah yang sama.

e. Sejak 1970, tidak diragukan bahwa SPS telah menjadikan

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

30

tanah terperkara sebagai obyek spekulasi, karena tanahtersebut telah ditempati oleh sekitar 404 Kepala Keluarga.

Dalam tahun 1999 OSL mengajukan gugatan terhadap SPS diPengadilan Negeri Medan, namun ditolak. OSL pun pernahmengajukan permohonan agar Majelis Hakim diganti, akan tetapiditolak. Adapun permohonan tersebut didasarkan atas alasan,bahwa Ketua Majelis sebelum putusan diucapkan, telah menyata-kan tanah dimaksud adalah milik SPS. Keterangan mana di-sampaikannya kepada pers. Dari keterangan kepada pers tersebutdapat diduga kuat, bahwa Hakim yang bersangkutan berkepen-tingan dalam perkara tersebut.

Langkah Komisi Ombudsman

Kepada Ketua Mahkamah Agung, dengan Surat No. 0934/KON-Lapor-1494/II/2001 bertanggal 7 Pebruari 2001 serta tembusannyaantara lain dikirimkan kepada Pengadilan Tinggi Sumatra Utaradi Medan, Ketua Komisi Ombudsman memberitahukan bahwaperkembangan laporan ini akan terus dipantau dan secara tersiratberpendapat, bahwa laporan tersebut menyangkut putusan lem-baga peradilan yang telah berkekuatan hukum namun tidak me-muaskan pelapor karena terdapat dugaan kolusi atau kecurangandan konflik kepentingan.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasi,agar Mahkamah Agung memberikan klarifikasi/penjelasan tentanghal ini.

Hasi lnya

Dengan surat bertanggal 28 Maret 2001 Pelapor mengucapkanterimakasih atas rekomendasi Ombudsman, karena pada tanggal

31

11 November 2000 Pengadilan Tinggi mengeluarkan putusan yangamarnya menyatakan, bahwa OSL adalah pemilik tanahterperkara.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

32

KONFLIK KEPENTINGAN

In this case, the National Ombudsman Commission sent rec-ommendation based on the complainant’s arguments. TheChief Ombudsman was of the same opinion, that there wasgreat possibility of conflict of interest if a former Justice thatadjudicated the case in the Appellate Court became memberof the Cassation Appeal Panel at the Supreme Court. Accord-ingly, he issued recommendation requesting special atten-tion of the Chief Justice to this case to prevent the possibleconflict of interest.

Outcome: Referring to Article 44 para (14) of the Act No. 14of 1985 on the Supreme Court of Indonesia, the Chief Justiceguaranteed that he would not panel the said Justice as one ofthe members of the Cassation Appeal Panel for that particu-lar case.

Keluhan

Pelapor Dr ARB, berdomisili di Jakarta, mengeluhkan prosespemeriksaan perkara di Mahkamah Agung RI yang sedang dija-laninya. Dikhawatirkan, kalau MA kurang hati-hati, Majelis Hakimyang akan melakukan peninjauan kembali atas perkaranya akanmerugikan dirinya, karena salah seorang Hakim yang pernahmengadili perkara tersebut di tingkat banding, kini sudah diangkatmenjadi Hakim Agung.

Masalahnya

Pelapor merupakan pihak pada perkara perdata mengenaigugatan melawan hukum dalam pemutusan hubungan sewa-menyewa rumah. Bernomor registrasi 86 PK/PDT/2002, perkaranya

33

dalam proses pemeriksaan Peninjauan Kembali di MA.

Pada tingkat banding, perkara tersebut diperiksa oleh MajelisHakim yang salah satu anggotanya adalah Ketua Pengadilan TinggiJawa Timur di Surabaya, yaitu Hakim S, SH. Pelapor mensinyalirMajelis tidak adil sewaktu memutus perkara tersebut, karena telahmemutarbalikkan fakta.

Ternyata kemudian, S, SH sudah diangkat menjadi HakimAgung di Jakarta. Oleh karena itu Pelapor khawatir, pihak lawan-nya dalam perkara tersebut akan menghubungi Hakim Agung S.

Langkah Komisi Ombudsman

Kepada Ketua Mahkamah Agung, dengan Surat No. 0125/KON-Lapor.0053/ VIII/2002-bm bertanggal 1 Agustus 2002, Ketua KomisiOmbudsman menyampaikan kekhawatiran Pelapor dengan pen-dapat kalau nanti apa yang dikhawatirkan Pelapor terjadi, makaMajelis Hakim yang melakukan Peninjauan Kembali akan tidakbebas dari kepentingan tertentu (conflict of interest).

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut :

Demi memperoleh putusan Majelis yang benar-benar meme-nuhi rasa keadilan, Ketua Mahkamah Agung diharapkan mem-beri perhatian yang sungguh-sungguh sewaktu membentukkomposisi Majelis Hakim yang akan melakukan pemeriksaanPeninjauan Kembali perkara perdata Pelapor.

Hasi lnya

Dengan surat No. KMA/644X/2002 bertanggal 25 Oktober 2002,Ketua Mahkamah Agung mengucapkan terima kasih atas rekomen-

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

34

dasi Komisi Ombudsman dengan memberi penjelasan sebagaiberikut:

Mahkamah Agung menjamin hal itu tidak akan terjadi, me-ngingat seorang Hakim yang pernah memutus suatu perkaradi tingkat pertama atau di tingkat banding, apabila Hakimtersebut kemudian diangkat menjadi Hakim Agung, yangbersangkutan dilarang memeriksa atas perkara yang samasebagaimana diatur oleh Pasal 41 ayat (4) UU No. 14 Th. 1985tentang Mahkamah Agung.

35

KETIDAKADILAN

In this case, the National Ombudsman Commission receivedthe complaint on the land dispute. According to the complain-ant, the Jakarta Land Office had wrongly processed his land.As a result, a corporation was the holder of the Land Certifi-cate without his deed. He lost his case in the Civil Court aswell as Administrative Court. He requested, that the SupremeCourt re-open the procedure to revoke the injustice.

The Chief Ombudsman then sent his recommendation stat-ing that in the re-trial proceedings of that particular case,the Chief Justice should reconsider the substance of thecomplainant’s arguments.

Outcome: The Chief Justice notified the Chief Ombudsman,that the Supreme Court would follow the recommendationand reconsider the substance of the complainant’s argumentsin the re-trial proceedings.

Keluhan

Melalui Surat bertanggal 4 September 2002, Pelapor TM dkk,berdomisili di Jakarta, meminta bantuan Komisi Ombudsmandalam masalah penyelesaian tanahnya terletak di KelurahanSunter Agung, Kecamatan Tanjung Priuk, Jakarta Utara, yangsudah diurusnya sejak 1984, sampai saat menyampaikan laporanbelum ada hasilnya.

Masalahnya

Pelapor memiliki tanah seluas 12.000 M2 terletak di KelurahanSunter Agung, Kecamatan Tanjung Priuk, Jakarta Utara.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

36

Tanah tersebut oleh Badan Pengembangan, Pengawasan danPenertiban Lingkungan (BP3L) malahan diproses menjadi tanahHak Guna Bangunan (HGB) untuk PT TMC.

Pada tanggal 22 Maret 1996 Kantor Pertanahan Kota JakartaUtara mengeluarkan Sertifikat HGB No. 7234 atas nama PT TMC.Ternyata pada tanggal 27 Maret 1988 PT TMC memindahtangan-kan sertifikat tersebut menjadi atas nama PT IH.

Pelapor menggugat DPP MKGR karena pada tanggal 2 Juli1990 telah menyebabkan tanah tersebut beralih dari PT TMCkepada PT IH. Gugatan tersebut diajukan ke Pengadilan JakartaPusat, akan tetapi pelapor kalah, demikian juga pada tingkat ban-ding, sehingga pelapor mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.

Di samping itu, Pelapor pun menggugat Kantor PertanahanKota Jakarta Utara. Akan tetapi pada tanggal 7 Juli 1999 Pelapordikalahkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara yang menyidang-kan perkara tersebut. Sampai tingkat kasasi Pelapor tetap kalah,dan kini dalam proses Peninjauan Kembali.

Menurut Pelapor, Pemerintah begitu mudah memprosespengurusan PT TMC/PT IH dengan data yang tidak akurat. Olehkarena itu Pelapor sangat yakin, bahwa telah terjadi penyerobotanhak tanah yang terletak di lokasi tersebut.

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan Surat No. 0169/KON-Lapor.0210/IX/2002-ER ber-tanggal 13 September 2002, Ketua Komisi Ombudsman menyam-paikan masalah tersebut kepada Mahkamah Agung.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Dalam suratnya Ketua Komisi Ombudsman menyampaikanrekomendasi kepada Ketua Mahkamah Agung sebagai berikut:

37

Demi putusan yang benar-benar memenuhi rasa keadilan,tanpa mencampuri wewenang lembaga peradilan dalam menyele-saikan kasus ini, Ketua Mahkamah Agung sangat diharapkanmempertimbangkan substansi laporan tersebut dalam prosesPeninjauan Kembali.

Hasi lnya

Ketua Mahkamah Agung cq Direktur Perdata, melalui SuratNo. 488/TU/925/P/2002/PERD. bertanggal 27 Desember 2002,memberitahukan, bahwa sesuai dengan rekomendasi Komisi Om-budsman, masalah tersebut akan dipertimbangkan melalui putusanMahkamah Agung.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

38

KETIDAKADILAN/PENUNDAAN BERLARUT-LARUT

In this case, the National Ombudsman Commission receivedthe complaint on the land dispute located in West Jakarta.According to the complainant, he owned the land in disputeby Deed of Sale acknowledged and legalized by the LandRegistration Authority (in lieu of Notary Public) in 1975. Tenyears later, TGK Corp. claimed that the land was part of itsproperty as shown in the General Certificate of Land underthe name of TK Public Corporation in Cengkareng, Jakarta.

The negotiations between the complainant and the said Cor-poration never reached good solution for both sides. There-fore, he brought the case to District Court of Central Jakarta.He won the case in the Court of First Instance, but lost thecase consecutively in the Appellate Court of Special Provinceof Jakarta and in the Supreme Court of Indonesia. In 1995he requested, that the Supreme Court re-open the procedure.Up to the day he sent the complaint, the Supreme Court hadnot started the re-opened proceedings.

The Chief Ombudsman was implicitly of the same opinion,that there had been uncertainty of law. As a matter of conse-quence, he sent the letter of recommendation stating that toend injustice resulting from undue delay, or maladministra-tion, the Supreme Court should reconsider the substance ofthe complainant’s arguments in the re-trial proceedings ofthat particular case.

Outcome: The Chief Justice notified the Chief Ombudsman,that the letter of recommendation would be included into thebriefs of the case for reconsideration in the re-opened pro-ceedings.

Keluhan

Pelapor DIF, berdomisili di Jakarta, melalui Surat bertanggal30 April 2002, meminta bantuan Komisi Ombudsman dalam

39

masalah penyelesaian tanahnya terletak di Kelurahan Kapuk,Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, yang sudah diurusnyasejak 1985, sampai saat menyampaikan laporan masih belum adahasilnya.

Masalahnya

Pelapor memiliki tanah seluas 4.500 M2 terletak di KelurahanKapuk, Kecamatan Cengkareng, Jakarta Barat, berdasarkan AktaJual Beli No. 679/12/S.I/J.B/1975 tanggal 29 Desember 1975 dihadapan PPAT/Camat M.

Pada tahun 1985 patok-patok tanah tersebut oleh PT TGKdibongkar untuk kepentingan pembangunan proyek perumahandengan nama Perum TK di Cengkareng, Jakarta Timur.

Secara damai dan kekeluargaan Pelapor berupaya menyelesai-kan masalah ini, dengan maksud agar tanah tersebut dikembalikankepadanya.

Pelapor memiliki dokumen-dokumen yang menyatakan, bahwaPelapor telah menempuh upaya hukum. Perinciannya menyatakan,bahwa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pelapor dinyatakanmenang (18 Desember 1989). Di Pengadilan Tinggi Daerah KhususIbukota pelapor dinyatakan kalah (28 Maret 1990). Di MahkamahAgung, kembali Pelapor dinyatakan kalah (1990).

Oleh karena itu Pelapor pada tahun 1995 mengajukan Penin-jauan Kembali ke Mahkamah Agung. Sampai ia mengajukanlaporan ini, Mahkamah Agung belum juga memberikan putusanPeninjauan Kembali.

Langkah Komisi Ombudsman

Disertai catatan bahwa kasus tersebut terus dipantau perkem-bangannya, melalui Surat No. 1177/KON-Lapor.1705/IV2001-ER

Ombudsman dengan Institusi KenegaraanOmbudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

40

bertanggal 30 April 2001, Ketua Komisi Ombudsman menyam-paikan masalahnya kepada Mahkamah Agung dan secara tersiratsependapat dengan Pelapor, bahwa telah terjadi ketidakadilandan ketidakpastian hukum akibat dari penundaan yang berlarut-larut .

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Dalam Surat tersebut Ketua Komisi Ombudsman menyampai-kan rekomendasi kepada Ketua Mahkamah Agung sebagaiberikut:

Demi penegakan hukum yang benar-benar memenuhi rasakeadilan dan demi kepastian hukum, Ketua Mahkamah Agungsangat diharapkan mempertimbangkan substansi laporandalam proses peninjauan kembali.

Hasi lnya

Dengan Surat No. 488/TU/925/P/2002/ PERD. bertanggal 27Desember 2002, Mahkamah Agung cq Plt.Panitera/SekretarisJenderal Mahkamah Agung, memberitahukan, bahwa rekomendasiKetua Komisi Ombudsman, akan dilampirkan dalam berkasperkara yang bersangkutan untuk dipertimbangkan melaluiputusan Peninjauan Kembali.

41

KESEWENANG-WENANGAN/KEJANGGALANPERSIDANGAN

As defence lawyer, the complainant found the irregularitiesof the criminal proceedings and the arbitrariness of the JudgesPanel at the Criminal Court District of Surabaya during thetrial of his client. He complained that, after he lodged a mo-tion to contest the intermediary ruling of the court, there wasno postponement of trial. The Appellate Court of East Javaand the President of the District Court never responded tohis written protest. What was more, the Court disregardedhis request to call the witness of his client (the accused at thetrial). The Court then convicted his client with imprisonment.The complainant lodged an appeal and asked the protectionof the Ombudsman Commission.

In his letter to the President of the Appellate Court of East Java,the Chief Ombudsman signaled that he was of the same opin-ion. Accordingly, he sent his recommendation stating that inthe appeal proceedings of that particular case, the AppellateCourt should reconsider the arguments of the complainant.

Outcome: The Appellate Court of East Java reconsideredthe substance of complaints and nullified the judgment ofthe District Court of Surabaya. Then the Appellate Court de-livered its own judgment stating that the Appealer (the ac-cused in the Court of First Instance) has committed a non-criminal act. Therefore, the Appellate Court dismissed theAppealer’s case.

Keluhan

Pelapor DLS, SH & Rekan, berdomisili di Surabaya dan kuasahukum terdakwa DKY, melalui Surat bertanggal 26 September 2002menyatakan merasa keberatan atas putusan Majelis Hakim Penga-

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

42

dilan Negeri Surabaya terhadap klien Pelapor.

Masalahnya

Pada tanggal 17 Juli 2002, Majelis Hakim yang menyidangkanperkara klien Pelapor mengeluarkan putusan sela yang menyata-kan menolak eksepsi Pengacara Terdakwa (Pelapor). Pada tanggal23 Juli 2002 Pelapor mengajukan perlawanan atas putusan seladimaksud, akan tetapi Majelis Hakim tetap melanjutkan persi-dangan.

Pengajuan perlawanan yang diikuti dengan surat-surat kepadaKetua Pengadilan Negeri Surabaya maupun kepada Ketua Penga-dilan Tinggi Jawa Timur untuk menangguhkan persidangan sampaikeluar penetapan lebih lanjut dari Ketua Pengadilan Tinggi JawaTimur tetap tidak mendapat perhatian.

Sebelum dilakukan requisitoir oleh Jaksa Penuntut Umum,Hakim tidak mau memeriksa saksi a de’ charge yang diajukan pihakTerdakwa. Hal mana bertentangan dengan Pasal 160 ayat (1) cKUHAP. Akibatnya pada tanggal 28 Agustus 2002 Terdakwadipidana dengan pidana penjara.

Pelapor lalu mengajukan permohonan banding pada tanggal 2September 2002 dan mengajukan perlindungan hukum kepadaKomisi Ombudsman serta meminta supaya memori perlawanannyasegera dikirimkan ke Pengadilan Tinggi agar putusan perkara klienPelapor dapat dibatalkan.

Langkah Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan masalah tersebutkepada Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timur di Surabaya melaluiSurat No. 0220/KON-Lapor.0293/X/2002-DM bertanggal 18 Oktober2002, dengan catatan bahwa Komisi Ombudsman akan terus me-mantau perkembangan tindak lanjut rekomendasi yang diberikan

43

disertai pendapat, bahwa masalah yang dikeluhkan oleh Pelapormerupakan masalah teknis yudisial yang menjadi kewenanganPengadilan.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Dalam Surat tersebut Ketua Komisi Ombudsman menyampai-kan rekomendasi kepada Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timursebagai berikut:

Demi memperoleh putusan yang seadil-adilnya, agar KetuaPengadilan Tinggi Jawa Timur mempertimbangkan permohon-an Pelapor, serta hasilnya diberitahukan kepada Komisi Om-budsman dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Hasi lnya

Pada tanggal 28 Oktober 2002 Pengadilan Tinggi Jawa Timurdi Surabaya menerima sepenuhnya memori banding yang diajukanPelapor dan menjatuhkan putusan membatalkan putusan MajelisHakim Pengadilan Negeri Surabaya yang antara lain menyatakan,“Terdakwa DKY alias YWL terbukti melakukan perbuatan yangdidakwakan kepadanya, tetapi perbuatan itu tidak merupakansuatu tindak pidana, maka terdakwa dilepaskan dari segala tun-tutan hukum”.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

44

KETIDAKADILAN

In this case, the National Ombudsman Commission received thecomplaint about the attachment based on the ruling of the DistrictCourt of Pontianak, West Borneo. The attachment included thelands owned by Ms. MH (the client of the complainant), or aperson other than the defendant. Accordingly, she lodged a contestmotion. However, the Civil Court of Pontianak never consideredthat motion. The Judges Panel of the Court even delivered theirjudgment in the absence of the plaintiff.To execute the judgment, the Bailiff advertised the auction of theattached properties including the lands owned by Ms. MH (theclient of the complainant). Hence, she sued both the plaintiff andthe defendant of the original case (respectively Ms. MT and Mr.AHS) to demand the exclusion of her lands from the attachment.The Chief Ombudsman was of the same opinion, that thejudgment was not yet final, thus it was a non-legally bindingjudgment. As a result, the auction was not legal and amountedto maladministration leading to injustice. Therefore, the ChiefOmbudsman sent two letters (of 6 September 2000 and of 10April 2001) to the President of the Appellate Court of West Borneo.In the first letter, he asked the President of the Appellate Courtto investigate the Chief of the Judges Panel. In the second letter,he gave his recommendation stating that the District Court ofPontianak should postpone the auction and wait until there wasfinal judgment of Ms. MH vs. Ms. MT & Mr. AHS. Further, theCourt should rehabilitate the rights of Ms. MH.Outcome: In two judgments, the Appellate Court of West Borneorevoked respectively the ruling of attachment and the ruling ofauction.

Keluhan

Melalui Surat bertanggal 31 Agustus 2000, Pelapor KHS, SH,berdomisili di Pontianak, Kalimantan Barat dan kuasa hukum MH

45

dan AHS, meminta perlindungan hukum antara lain dari KomisiOmbudsman dalam masalah lelang eksekusi yang menimpa klienPelapor. Lelang eksekusi dimaksud sudah dilaksanakan olehPengadilan Negeri Pontianak, Kalimantan Barat, tetapi menurutPelapor mengandung cacat hukum dan terjadi kesalahan obyekpenyitaan.

Masalahnya

Dalam perkara Gugatan MT (Penggugat) melawan AHS (Ter-gugat) di Pengadilan Negeri Pontianak dimohonkan juga sitajaminan atas tanah dan bangunan milik Tergugat. Akan tetapi ter-nyata di antara obyek sita jaminan dimaksud tercantum tanah danbangunan milik MH tersebut (waktu itu belum menjadi klienPelapor).

Permohonan sita jaminan dikabulkan oleh Majelis HakimPengadilan Negeri Pontianak dan pada tanggal 1 Mei 2000 JuruSita Pengadilan Negeri Pontianak melakukan penyitaan.

Dalam pada itu mengenai perkara gugatan itu sendiri, karenaAHS tidak pernah memenuhi panggilan Majelis Hakim, perkaranya diputus verstek.

MH melalui kuasa hukumnya (waktu itu kuasa hukumnyabukan Pelapor) melakukan gugatan perlawanan atas sita jaminanterhadap Penggugat/Pemohon Sita dan Tergugat/Termohon sita,agar Sita Jaminan tersebut diangkat kembali dan dinyatakan tidaksah, karena tanah dan bangunan adalah milik MH.

Akan tetapi pada saat gugatan perlawanan masih dalam prosespersidangan, Pengadilan Negeri Pontianak mengumumkan lelangeksekusi melalui Pontianak Post, dengan alasan perkara gugatan-nya telah diputus dan dimenangkan oleh MT (Penggugat/PemohonSita).

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

46

Langkah Komisi Ombudsman

Pertama, dengan Surat No. 0603/KON-Lapor.1384/IX/2000-Bybertanggal 6 September 2000, Ketua Komisi Ombudsman menyam-paikan masalah tersebut kepada Ketua Pengadilan Tinggi Kali-mantan Barat di Pontianak, meminta klarifikasi. (Dengan SuratNo. W11.D1.HT.01.10.260 bertanggal 22 Februari 2001) KetuaPengadilan Tinggi Kalimantan Barat menyampaikan jawabandengan menyampaikan antara lain hasil Pemeriksaan terhadapMantan Wakil Ketua Pengadilan Negeri Pontianak, P, SH yangdalam perkara gugatan dengan permintaan sita jaminan tersebutbertindak sebagai Ketua Majelis;

Kedua, Dengan Surat No. 1078/KON-Lapor.1384/IX/2000-Bybertanggal 10 April 2001, Ketua Komisi Ombudsman menyam-paikan lagi masalah kepada Ketua Pengadilan Tinggi KalimantanBarat serta mendukung langkah Ketua Pengadilan Tinggi Kaliman-tan Barat untuk memerintahkan Pengadilan Negeri Pontianak agartidak melakukan eksekusi pengosongan atau menangguhkaneksekusi pelelanganan terhadap tanah-tanah dan bangunan atasnama MH, kini klien Pelapor.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Dalam Surat Ketua Komisi Ombudsman kedua (10 April 2001),Ketua Komisi menyampaikan rekomendasi kepada Ketua Penga-dilan Tinggi Kalimantan Barat sebagai berikut:

(1) Agar lembaga peradilan dalam menjalankan tugas danfungsinya selalu cermat dan menjunjung keadilan sertakepatutan (fairness and equity), menghindari segala ke-janggalan (irregularities) yang dapat ditafsirkan berbauKKN, tetap berpegang pada prinsip tidak memihak (im-partial), adil (fair) dan bebas (independent).

(2) Mendukung perintah Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat

47

terhadap Pengadilan Negeri Pontianak untuk tidak mela-kukan eksekusi pengosongan atau menangguhkan ekse-kusi pengosongan terhadap tanah-tanah dan bangunanatas nama MH.

(3) Agar Pengadilan Negeri Pontianak juga memulihkan hak-hak MH sebagai akibat peradilan yang keliru (malfeasance)tersebut.

Hasi lnya

Kepada Ketua Komisi Ombudsman, Pengadilan Tinggi Kali-mantan Barat menjelaskan, bahwa telah terjadi kekeliruan dalamputusan verstek No. 09/PDT.G/2000/PN.PTK yang sesuai denganPasal 153 R.Bg/129 HIR belum berkekuatan hukum untuk dila-kukan eksekusi.

Berturut-turut pada tanggal 8 Maret 2001 dan 17 April 2001Pengadilan Tinggi Kalimantan Barat membatalkan PutusanPengadilan Negeri Pontianak tentang Sita Jaminan dan PutusanPengadilan Negeri Pontianak tentang Pengumuman Lelangterhadap obyek yang keliru tersebut.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

48

BERTINDAK SEWENANG-WENANG

Mr. MH, the legal counsel on behalf of W Business Firm, com-plained that the President of the District Court of Jember,East Java did not enforce the final judgment of the SupremeCourt of Indonesia. There is strong allegation that the Presi-dent of the said Court unfairly cooperated with a Person ofgreat influence to force the complainant to settle the case withthe payment of money.

The Chief Ombudsman then sent a recommendation to thePresident of the Appelate Court of East Java in Surabaya,that he should pay special attention to that matter, considerthe complaints, and take corrective measures against thatparticular Judge.

Outcome: The President of the Appelate Court of East Javareported to the Chief Ombudsman, that Mr. BSW, SH, thePresident of the District Court of Jember, East Java, had beeninvestigated. He had sent the report of the investigation tothe Chief Justice of Indonesia and to the Minister of Justicein Jakarta. While waiting further instruction from the Chiefjustice, Mr. BSW, SH, had been removed from Office and an-other Judge replaced Mr. BSW as the President of the Dis-trict Court of Jember.

Keluhan

Melalui Surat bertanggal 27 Juni 2000, Pelapor MH, berdomisilidi Surabaya, selaku kuasa hukum usaha dagang W melaporkan,bahwa Pengadilan Negeri Jember tidak melaksanakan putusanMahkamah Agung yang telah berkekuatan tetap.

49

Masalahnya

MH melaporkan, Pengadilan Negeri Jember tidak melaksana-kan Eksekusi Putusan Mahkamah Agung No. 3383.K/Pdt/1996 yangtelah berkekuatan tetap.

Terdapat dugaan kuat, BSW SH, Ketua Pengadilan NegeriJember berkolusi dengan seorang yang berpangkat dan berpen-didikan tinggi yang tidak disebutkan namanya. Orang tersebuttelah mengintimidasi Ketua Pengadilan tersebut untuk menerimauang sejumlah Rp. 250.000.000,00 (Dua ratus lima puluh juta ru-piah) untuk diteruskan kepada Pelapor sebagai uang penyelesaianperkara .

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan Surat No. 0535/KON-Lapor.0997/VIII/2000-By ber-tanggal 28 Agustus 2000, Ketua Komisi Ombudsman menyam-paikan masalah tersebut kepada Ketua Pengadilan Tinggi JawaTimur di Surabaya.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Dalam suratnya Ketua Komisi Ombudsman menyampaikanrekomendasi kepada Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timursebagai berikut:

Agar Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timur memperhatikansubstansi yang dilaporkan, mempertimbangkan hal-hal seba-gaimana yang dikemukakan Pelapor, dan mengambil tindakansesuai hukum.

Hasi lnya

Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Timur telah melakukan peme-riksaan terhadap BSW, SH, Ketua Pengadilan Negeri Jember.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

50

Hasil pemeriksaan sudah dilaporkan kepada Ketua MahkamahAgung. Sambil menunggu petunjuk lebih lanjut dari MahkamahAgung, jabatan Ketua Pengadilan Negeri Jember diganti denganpejabat yang baru.

51

BERTINDAK SEWENANG-WENANG

In this case, Mr.WSS complained that the Acting Presidentof the District Court of Semarang, Central Java has arbi-trarily removed a spot land from the attachment of the WSSv. ABP. In the Civil Court of First Instance (District Court ofSemarang) the complainant won the case, but lost in theAppellate Court of Central Java. Earlier, Mr. ABP deposited20 pieces of jewelry at the District Court of Semarang as com-pensation for discontinuing the suit. Mr. WSS rejected theoffer, though, and the District Court consequently continuedkeeping the jewelry as “deposits in court”. Mr. WSS then lodgeda cassation appeal to the Supreme Court of Indonesia andwon the case. However, the judgment of the Supreme Court issomewhat worthless, as the said Acting President had re-moved arbitrarily the said lands from the attachment andreturned the “deposits in court” to ABP. In other words, hehad made a maladministration action.The Chief Ombudsman then sent a recommendation to thePresident of the Appellate Court of Central Java in Semarang,that he should investigate that matter, and should decide ifthe action of the Acting President of the said District Courtwas arbitrariness or a procedural deviation. If the answerwas positive, the President of the Appellate Court should takecorrective measures against the Acting President of the saidDistrict Court.Outcome: The Vice-President of the Appelate Court of Cen-tral Java wrote to the Chief Ombudsman, that he was wait-ing the report about the matter from the President of the Dis-trict Court of Semarang. The Appelate Court was of the opin-ion, that it was a procedural error.

Keluhan

Pelapor WSS, dengan Surat bertanggal 2 Februari 2001, ber-domisili di Semarang, melaporkan merasa telah dirugikan, akibat

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

52

tindakan Pelaksana Harian Ketua Pengadilan Negeri Semarang,yaitu mengangkat sita jaminan tanah, yang perkara pokoknya barusaja dimenangkan oleh Pelapor berdasarkan Putusan MahkamahAgung.

Masalahnya

Pelapor WSS melaporkan, bahwa Ketua Pelaksana HarianPengadilan Negeri Jember telah bertindak sewenang-wenangmengangkat Sita Jaminan tanah dalam perkara gugatan WSSterhadap ABP yang telah ingkar janji.

Dalam bulan Mei 1994 perkara gugatan tersebut telah di-menangkannya berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri Sema-rang; akan tetapi dalam bulan September 1995 dikalahkan diPengadilan Tinggi Jawa Tengah; terakhir dalam bulan Agustus 1998dimenangkan lagi di Mahkamah Agung.

Sewaktu dalam tingkat banding, ABP mengkonsinyasikan 20potong perhiasan emas pada Pengadilan Negeri Semarang, denganmaksud ditawarkan kepada WSS. Karena penawaran tersebutditolak, perhiasan tersebut tetap dikonsinyasikan.

WSS mengetahui bahwa dirinya dimenangkan lagi dalamPutusan Kasasi Mahkamah Agung pada tanggal 26 Agustus 1998.Hal itu diketahuinya dari “Pelayanan 121” Mahkamah Agung,sedangkan Putusannya sendiri belum ia terima.

WSS segera menginformasikan kemenangannya tersebutkepada Pengadilan Negeri Semarang. Akan tetapi ternyata padatanggal 16 Oktober 1998, justru Sita Jaminan perkara yang barudimenangkan tersebut diangkat oleh Ketua Pelaksana HarianPengadilan Negeri Semarang. Bahkan 20 batang perhiasan emasyang dikonsinyasikan pun dikembalikan kepada ABP tanpajaminan pengganti.

53

Ternyata pula ABP menjual tanah yang baru diangkat darisita jaminan itu kepada AA tanpa sepengetahuannya dan sebelumtercatat di Badan Pertanahan Nasional, karena telah terlanjurdijual serta telah tercatat atas nama AA.

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan Surat No. 0917/KON-Lapor.14190/II/2001-bm ber-tanggal 2 Februari 2001, Ketua Komisi Ombudsman menyam-paikan masalah tersebut kepada Ketua Pengadilan Tinggi JawaTengah di Semarang.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Dalam suratnya Ketua Komisi Ombudsman menyampaikanrekomendasi kepada Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengahsebagai berikut:

(1) Agar Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengah meneliti apakahtindakan Pelaksana Harian Ketua Pengadilan Negeri Sema-rang sebagaimana dilaporkan oleh WSS telah sesuai denganketentuan yang berlaku atau merupakan penyimpanganadministrasi;

(2) Agar Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengah mengambiltindakan seperlunya, apabila ditemukan fakta memang telahterjadi tindakan maladministrasi,

Hasi lnya

Ketua Pengadilan Tinggi Jawa Tengah telah mempelajarirekomendasi Ombudsman dan meminta laporan dari Ketua Penga-dilan Negeri Semarang mengenai duduk permasalahan yangsebenarnya

Sambil menunggu laporan yang dimaksud, Pengadilan Tinggi

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

54

Jawa Tengah mengambil kesimpulan, bahwa tindakan pelaksanaHarian Ketua Pengadilan Negeri Semarang adalah keliru.

55

PELAYANAN BURUK

Mr. LAL, the complainant of this case, lost his car and thePolice of Jakarta Region was investigating his case. He foundthe whereabout of his car; therefore, he requested the seizureorder from the District Court of South Jakarta. However, Mr.TA, an employee of the said Court asked illegal payment formaking the seizure order. He refused to pay the money andsince then, the complainant never got good service from thesaid Court.

The Chief Ombudsman sent a recommendation stating thatthe President of the District Court of South Jakarta shouldinvestigate the matter and if the allegation was proved hehad to impose santion upon the reported person.

Outcome: The Jakarta Regional Office of Justice Depart-ment investigated the case. The allegation was true and Mr.TA was fired.

Keluhan

Pelapor LAL, berdomisili di Jakarta, melaporkan secara tertuliskepada Komisi Ombudsman, bahwa dirinya telah dimintai uangoleh Oknum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk imbalansuatu pelayanan.

Masalahnya

Pelapor kehilangan kendaraan sedan BMW 5201 dan kinikasusnya ditangani Kepolisian Daerah Metro Jaya cq Kasat SerseUmum dan Kanit Ranmor.

Karena sudah diketahui keberadaan kendaraan yang hilang

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

56

tersebut, maka akan dilakukan penyitaan untuk dijadikan barangbukti.

Akan tetapi sewaktu pelapor meminta surat perintah penyitaandari Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, ternyata ia diminta menye-rahkan uang dahulu sebesar Rp. 2.000.000,00 (Dua juta rupiah)kepada seorang bernama TA, yang adalah pegawai PengadilanNegeri tersebut.

Akibat dari tindakan oknum dimaksud, Pelapor tidak memper-oleh pelayanan yang semestinya.

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan Surat No. 0366/KON-Lapor.2083/VII/200-By ber-tanggal 7 Agustus 2000, Ketua Komisi Ombudsman mengirim suratkepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut:

Agar Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memberikanperhatian terhadap masalah tersebut dengan melakukan peme-riksaan dan jika terbukti terjadi penyimpangan, mengambiltindakan yang tegas sesuai hukum yang berlaku.

Hasi lnya

Terhadap TA telah dilakukan pemeriksaan oleh Kantor WilayahDepartemen Kehakiman Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sehu-bungan beberapa pengaduan terhadap oknum tersebut.

Karena terbukti, TA diberhentikan sebagai Karyawan Penga-dilan Negeri Jakarta Selatan.

57

Pemberhentian mana sudah dikuatkan oleh putusan BadanPertimbangan Kepegawaian (BAPEK).

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

58

PELAYANAN TIDAK CERMAT

In this case, Mr. TO complained that his signature was falsi-fied by the Bailiff of the District Court of South Jakarta. On21 February 2000 he reported it to the President of the saidCourt. Up to the day he complained to the Ombudsman Com-mission, there had not been any response from the Presidentof the said Court.

The Ombudsman Commission was of the opinion, that aprompt, appropriate, and impartial administrative measuresagainst the reported person will create good image and firm-ness of the Judiciary. Therefore, the Chief Ombudsman senta recommendation stating that the Chief of District Courtof South Jakarta should investigate the matter. And if hefound out that the allegation was true, he had to impose sanc-tion upon the reported person.

Outcome: The President of the District Court of SouthJakarta reported to the President of the Appellate Court ofJakarta, with the carbon copy to the Chief Ombudsman thatthe forger of signature was not the Bailiff, but the ex-wife ofMr. TO. Still, the Bailiff was sanctioned a “verbal admoni-tion”, because he led the ex-wife of Mr. TO falsify the signa-ture.

Keluhan

Pelapor TO dengan surat bertanggal 24 Maret 2000 mela-porkan, bahwa tandatangannya telah dipalsukan pada suratpemberitahuan putusan kasasi perkaranya.

59

Masalahnya

Pelapor TO tidak pernah menandatangani Surat Pemberi-tahuan Putusan Mahkamah Agung tertanggal 6 Mei 1999 dalamperkara yang bersangkutan lawan (bekas) isterinya.

Ia menduga LHA, Juru Sita dari Pengadilan Negeri JakartaSelatan, telah memalsukan tandatangannya. Oleh karena itu padatanggal 21 Februari 2000, Pelapor memberitahukan secara tertuliskejadian tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sampai saat TO melapor kepada Komisi Ombudsman, belumjuga memperoleh perhatian semestinya.

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan Surat No. 0048/KON-Lapor.2083/V/2000-bm ber-tanggal 1 Mei 2000, Ketua Komisi Ombudsman mengirim suratkepada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan meminta perha-tian atas masalah tersebut disertai pendapat, bahwa tindakan admi-nistrasi yang cepat, tanggap serta obyektif akan menciptakan citraserta wibawa Pengadilan yang sedang terpuruk.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut:

Agar Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan segera meng-ambil tindakan dengan melakukan pemeriksaan terhadapJurusita LHA serta mereka yang telah menggunakan suratyang diduga palsu.

Hasi lnya

Melalui Surat No. W7.Dd.Kp.10.10.2119 bertanggal 21 Juli 2000,Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memberikan penjelasan

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

60

kepada Ketua Pengadilan Tinggi Daerah Khusus Ibukota yangtembusannya antara lain disampaikan kepada Ketua Komisi Om-budsman, sebagai berikut:

(1) Ternyata yang telah memalsukan tanda tangan TO adalahbekas isteri TO;

(2) Jurusita LHA telah diberi “teguran lisan” oleh Ketua Penga-dilan Negeri Jakarta Selatan yang lama;

Melalui Surat No. W7.Dd.Kp.10.10.2165 bertanggal 11 Agustus2000, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memberikanpenjelasan kepada Ketua Komisi Ombudsman, sebagai berikut:

Terhadap Jurusita LHA telah dikenakan sanksi administrasiberupa “teguran lisan”.

61

PELAYANAN BURUK

Drs DT, the complainant of this case, reported that at Cassa-tion Appeal in the Supreme Court, MR. RH, a Substitute CourtReporter asked him to pay Rp. 200,000,000,00 (two hundredmillion rupiahs). The complainant was a party in the civilproceedings. The said Reporter told him, the money would begiven to the Judges Panel for winning the case. The complain-ant said, that he had reported Mr. RH to the Headquarter ofPolice.

The Chief Ombudsman sent a recommendation stating that,in view of the significance of the case, the Chief of Police ofthe Republic of Indonesia should investigate the case with-out waiting the investigation report of the Supreme Court.

Outcome: The Secretary General of the Supreme Court no-tified the Chief Ombudsman, that the Investigation Team ofthe Supreme Court did not find any evidence for the case ofMr. RH. However, the Team suggested, that the Police inves-tigate the case. For that reason, the Supreme Court tempo-rary suspended Mr. RH from his job.

Keluhan

Pelapor Drs DT, berdomisili di Jakarta, melaporkan secaratertulis kepada Komisi Ombudsman, bahwa dalam perkara ditingkat kasasi, dirinya diminta menyerahkan uang sebesar Rp.200.000.000,00 (Dua ratus juta rupiah) kepada RH, seorang Pani-tera Pengganti pada Mahkamah Agung.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

62

Masalahnya

Pelapor adalah salah satu pihak dalam perkara perdata yangsaat ini dalam tahap Peninjauan Kembali.

Sewaktu perkara tersebut di tingkat kasasi, RH, seorang Pani-tera Pengganti pada Mahkamah Agung telah meminta sejumlahuang sebesar Rp. 200.000.000,00 (Dua ratus juta rupiah) dari Pela-por, untuk diserahkan kepada Majelis Hakim yang akan memeriksaperkaranya dengan janji untuk memenangkan perkara tersebut.

Sementara itu, persoalan tersebut sudah dalam penangananMarkas Besar Kepolisian RI.

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan Surat No. 194/KON-Lapor.2083/VI/200 bertanggal 21Juni 2000, Ketua Komisi Ombudsman mengirim surat kepadaKepala Kepolisian Republik Indonesia mengenai masalah tersebutdengan catatan, tindak lanjut rekomendasi atas perkara dimaksudakan terus dipantau.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut:

Agar Kepala Kepolisian RI dapat segera menindaklanjutilaporan tersebut, tanpa harus menunggu pemeriksaan inter-nal oleh Mahkamah Agung, mengingat kasus ini menyangkutkredibilitas Lembaga Peradilan dan menyangkut kepercayaanmasyarakat kepada hukum yang berlaku.

Hasi lnya

Panitera/Sekretaris Jenderal Mahkamah Agung pada tanggal3 Agustus 2000 melaporkan secara tertulis, kepada Ketua Ombuds-

63

man Nasional, bahwa tidak ditemukan bukti yang mendukungsangkaan terhadap RH.

Sekalipun demikian, Mahkamah Agung telah mengambilkeputusan menonaktifkan untuk sementara dari jabatannyadengan memperhatikan saran dari Tim Pemeriksa MahkamahAgung, bahwa sebaiknya perkara tersebut diserahkan pemerik-saannya kepada Kepolisian.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

64

KEPOLISIAN

PENUNDAAN BERLARUT-LARUT

In this case, the National Ombudsman Commission receivedthe letter of grievance from Ms EG et al., the employees of DSDepartment Store and Food Market. They said that on 30July 2001, more than 800 persons attacked the Building ofDS Department Store. Some of the attackers destroyed themain door and closed the Department Store. Even up to theday they reported to the Ombudsman Commission, some ofthe attackers still blocked the main door. There was disputebetween SA Corp. and KG Corp. about the building rentedfor five years plus 3-year optionally extension by the saidDepartment Store. Therefore, according to the complainants,the instigator of the riot was almost certainly the Director ofSA Corp. Although the Police did investigate the riot, theynever took any preventive measures to the situation. What wasmore, the Police of Jakarta Region apparently had acted withdue delay amounting to injustice resulting from maladmi-nistration, since they likely would not charge the instigator.

The Chief Ombudsman was of the same opinion. On 1 Novem-ber 2001, he informed the complainant’s report to the Chief Po-lice of Jakarta Region with the recommendation that the Po-lice should continue processing the case in accordance with law.

Outcome: SA Corp. and KW Corp. reached an agreement toend the dispute and since 9 November 2001, the attackersstopped blocking the main door of the Department Store.

Keluhan

Melalui Surat bertanggal 22 September 2001, Pelapor EG dkk,berdomisili di Jakarta, melaporkan telah mengalami tindakan tidak

65

menyenangkan yang diduga dilakukan oleh Direktur PT SA Tbk,LAT.

Laporan No. Pol.: LP/2073/K/VII/2001/Satgas Ops “C” ber-tanggal 30 Juli 2001 atas laporan Saksi Pelapor EG yang mewakiliPT KW dan Mitra Usahanya mengenai perbuatan yang tidakmenyenangkan dan keterangan palsu diduga dilakukan olehDirektur PT SA Tbk, LAT, belum ada tanda-tanda ditindaklanjutimenjadi berkas perkara yang seharusnya diserahkan ke Kejaksaanagar Jaksa menuntutnya di Pengadilan.

Pada tanggal 30 Juli 2001 Direktur PT SA Tbk diduga telahmengerahkan massa, diperkirakan berjumlah 850 orang sebagiandiantara mereka membawa senjata tajam. Mereka menutup danmerusak kunci pintu DS, Department Store and Food Market yangmenempati gedung sengketa.

Kelompok Preman yang diduga ikut dalam peristiwa tersebutmasih terus berkeliaran dan menguasai pintu masuk ke Depart-ment Store tersebut.

Pelapor EG mengeluh, bahwa Kepolisian Daerah Metro Jayatelah menunda-nunda penanganan kasus tersebut.

Masalahnya

Terjadi sengketa antara pihak PT SA Tbk dengan PT KJ me-ngenai Perjanjian Kontrak Sewa Gedung yang berlaku mulaitanggal 1 April 1997 sampai tanggal 31 Maret 2007 ditambah opsi3 tahun.

Direktur Perusahaan PT SA Tbk bertindak main hakim sendiri,yaitu pada tanggal 30 Juli 2001, diduga telah mengerahkan masa,berjumlah sekitar 850 orang dengan bersenjata tajam. Merekamenutup dan merusak kunci Pintu Department Store tersebut .

Sampai kasus ini dilaporkan ke Komisi Ombudsman, Kelompok

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

66

Preman yang diduga ikut dalam peristiwa dimaksud masih terusberkeliaran dan menguasai pintu masuk ke Diamond Supermarket.

Menurut Pelapor EG, yang adalah saksi Pelapor di Kepolisian,sekalipun Kadit Serse Kepolisian Daerah Metro Jaya telah mela-kukan serangkaian pemeriksaan atas laporannya tersebut, akantetapi belum juga nampak tanda-tanda kasus tersebut akan segeradilimpahkan ke Kejaksaan untuk dilakukan penuntutan di Penga-dilan.

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan catatan, bahwa perkembangan masalah tersebut akanterus dipantau, melalui Surat No. 1627/KON-Lapor.2142/XI/2001-bm bertanggal 1 November 2001 ditujukan kepada KepalaKepolisian Republik Indonesia di Jakarta, Ketua Komisi Ombuds-man menyampaikan pendapat, bahwa jika sekiranya laporantersebut benar, maka Kepolisian telah melakukan tindakanmaladministrasi berupa penundaan berlarut-larut (undue delay).

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Dalam Surat tersebut Ketua Komisi Ombudsman menyam-paikan rekomendasi sebagai berikut:

Apabila ada alasan yang kuat sesuai dengan ketentuan yangberlaku, Kepolisian harus melanjutkan proses pemeriksaansesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Hasi lnya

Sejak tanggal 9 November 2001 Department Store tersebutsudah beroperasi kembali dan para karyawannya dapat bekerjaseperti biasa.

Keadaan tersebut terjadi, setelah PT SA Tbk dan PT KW me-nyelesaikan permasalahan tersebut secara damai.

67

PELAYANAN LAMBAN

Ms PAW, the complainant of this case, was the victim of crimeswho reported to the National Ombudsman Commission, that inFebruary 2000 Mr. JM beat her. Again, in April 2000, Mr JMand Mr S beat her. The cause of those actions were the disputeof land between the both sides. She had reported both physicalabuses to the Police of West Lombok Resort. In May 2001, thePolice informed her in writing, that they had sent the case docketto the Public Prosecution Office but the Prosecutor sent it back tothe Police for additional statement of an eyewitness. Until theday she complained to the Ombudsman Commission, there hadnot been court trial of the case. In addition, she complained thaton 4 January 2000, the same person destroyed the fence of theland in dispute. She reported that action to the Police of WestNusa Tenggara Region in Mataram. However, the Police neverconducted further enquiries.

The Ombudsman Commission was of the opinion, that the Po-lice had two eyewitnesses i.e. Ms PAW (victim of crimes) and Mr.S (second suspect) of the case. Therefore, the Chief Ombudsmansent a recommendation stating that the Chief of Regional Policeshould submit the case docket to the Public Prosecution Officefor committing the case to court; otherwise, those EnforcementAgencies will lose the confidence of the public.

Outcome: The Police of West Nusa Tenggara Region informedthe Chief Ombudsman that on 6 September 2001, they sent thePublic Prosecution Office the revised docket of Mr. JM in thecase of physical abuses. However, the Police did not have enoughevidence for charging Mr. JM in the case of destroying the fence.

Keluhan

Pelapor PAW, berdomisili di Lombok, Nusa Tenggara Baratmelaporkan secara tertulis kepada Komisi Ombudsman, bahwa:

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

68

(1) Pelapor mengalami dua kali penganiayaan yang dilakukan olehJM, Warga Negara Perancis, yaitu sekitar bulan Februari danApril 2000, dengan latar belakang sengketa tanah. Adapunpenganiayaan pada bulan April, pelaku dibantu oleh orang lainbernama S disertai ancaman yang menakutkan, sehinggamenimbulkan trauma psikis. Oleh karena itu, Pelapor telahmelaporkan kejadian tersebut kepada berbagai pihak, yaituKepolisian Resor Lombok Barat, Kepolisian Daerah NusaTenggara Barat, Pemerintah Daerah Nusa Tenggara Barat,Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Kepala Desa Gilir danCamat Pemenang, Lombok Barat.

(2) Sebelum terjadi penganiayaan, JM melakukan penyerobotantanah Pelapor disertai pengrusakan pagar. Pada tanggal 4Januari 2000, penyerobotan dan pengrusakan tersebut dilapor-kan oleh Pelapor kepada Kepala Desa setempat dan KepolisianDaerah Nusa Tenggara Barat.

Masalahnya

Walaupun secara hukum, aparat penegak hukum cq Kepolisiansudah melakukan tindakan yang mengarah kepada pemberkasanperkara, akan tetapi penanganannya terkesan lamban.

Pada tanggal 30 Mei 2001, Pelapor memperoleh surat tembusandari Kasatserse Kepolisian Resor Lombok Barat bernomor Pol.B/89/V2001 yang menjelaskan, bahwa proses pemeriksaan perkarasudah sampai pada tingkat Kejaksaan, akan tetapi berkasnyadikembalikan, karena masih harus dilengkapi dengan saksi yangmelihat langsung pelaku (tersangka) saat melakukan penganiayaandimaksud.

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan Surat No. 1532/KON-lapor.2083/VIII/2001-bm ber-

69

tanggal 21 Agustus 2001, Ketua Komisi Ombudsman mengirimsurat kepada Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat diMataram, Lombok dengan pendapat:

Kasus tersebut merupakan perbuatan penganiayaan, sehinggatidak lagi diperlukan saksi yang melihat langsung, karena Pelaporsekaligus adalah saksi korban, yang tidak sekedar melihat, tetapibahkan mengalami langsung penganiayaan. Apalagi ada pelakulain yang bersama JM melakukan penganiayaan terhadap Pelapor.Seharusnya baik Kepolisian maupun Kejaksaan sudah dapatmelanjutkan perkaranya ke Pengadilan, karena sudah memenuhisyarat yang didukung oleh dua alat bukti sebagaimana diatur dalamPasal 183 dan 184 KUHAP.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut:

Demi mencegah terjadi penundaan yang berlarut-larut yangdapat menghilangkan kepercayaan publik terhadap kinerjalembaga penegak hukum di Indonesia, agar kasus yang dila-porkan segera disampaikan ke Pengadilan.

Hasi lnya

Melalui Surat No. B/2941/IX/2001/Dit Serse bertanggal 18 Sep-tember 2001, Kepala Kepolisian Daerah cq Kadit Serse KepolisianDaerah Nusa Tenggara Barat memberikan penjelasan kepadaKetua Komisi Ombudsman, sebagai berikut:

(3) Kasus penganiayaan atas nama Pelapor PAW ditangani olehSat Serse Kepolisian Resor Lombok Barat. Berkas Perkaranya[atas nama JM], dikembalikan oleh Kejaksaan untuk disem-purnakan. Pada tanggal 6 September 2001 berkas tersebutsudah dikirimkan kembali kepada Jaksa Penuntut Umum

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

70

setelah diperbaiki sesuai petunjuk Jaksa Penuntut Umum;

(4) Kasus pengrusakan pagar, sudah dilakukan penyidikan olehDit Serse Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Barat. Karenabelum ditemukan bukti-bukti yang dapat mendukung telahterjadi tindak pidana pengrusakan (Pasal 406 KUHPidana)sebagaimana dilaporkan Pelapor PAW, penyidikannya telahdihentikan.

71

PENANGANAN BERLARUT-LARUT

Mr. HD complained about the service of the Police ofPenjaringan Resort, North Jakarta and the Public Prosecu-tion Office of North Jakarta in investigating and prosecut-ing the case. He was the victim of physical abuse conductedby Mr. FC on 6 March 1997. After reporting that criminaloffence, he always wondered whether the suspect would betried in court. He blamed the Police for that uncertain situa-tion. On 9 July 2002, the Police told him that the case dockethad been sent to the Public Prosecution Office, but it mightbe lost. When he clarified the information to the relevant offi-cial at the Public Prosecution Office, he got the answer that itwas true.

The Ombudsman Commission sent the complaints to the ChiefPolice of Jakarta Region and the Chief Prosecutor of the HighProsecution Office of Jakarta with the recommendation thatthe Police should continue processing the case and the PublicProsecutor should send an explanation about the lost docket.

Outcome: On 3 October 2002, the Police reported that thePublic Prosecution Office found the lost docket. Accordingly,it would be soon committed to court for trial.

Further, the Ombudsman Commission received the copy ofjudgment of the case stating that Mr. FC was sentenced to 45-day imprisonment on 21 November 2002.

Keluhan

Melalui Surat bertanggal 21 Agustus 2002, Pelapor HD,berdomisili di Jakarta, melaporkan, bahwa ia tidak memperolehpelayanan umum terkait dengan penanganan laporan tindak

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

72

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

pidana oleh Kepolisian Sektor Penjaringan dan Kejaksaan NegeriJakarta Utara.

Masalahnya

Pelapor adalah saksi korban dalam perkara penganiayaan yangdilakukan oleh FC yang sudah dilaporkan ke Kepolisian SektorPenjaringan enam tahun lalu, yaitu pada tanggal 6 Maret 1997.

Didasarkan atas keterangan Wakil Kepala Kepolisian SektorPenjaringan kepada Pelapor pada tanggal 9 Juli 2002, terlihat adaindikasi penghilangan berkas perkara atas nama FC, sehinggakasusnya tidak dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.Untuk membuktikan dugaan tersebut, Pelapor menemui SekretarisKasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Utara. Ternyatabenar, berkas yang dimaksud tidak ada.

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan catatan, bahwa perkembangan masalah ini akan terusdipantau, melalui Suratnya No. 0164/KON-Lapor.0207/IX/2002/-bmbertanggal 3 September 2002 ditujukan kepada Kepala KepolisianDaerah Metro Jaya dan Kepala Kejaksaan Tinggi Daerah KhususIbukota Jakarta, Ketua Komisi Ombudsman memberitahukan,bahwa diperoleh bukti yang menguatkan berkas perkara atas namaFC sudah diterima oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Utara.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Dalam Surat tersebut Ketua Komisi Ombudsman menyam-paikan rekomendasi sebagai berikut:

Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya dan Kepala KejaksaanTinggi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dapat memberikanpenjelasan tentang hilangnya berkas perkara dimaksud,sehingga penanganannya seperti “terhenti” begitu saja.

73

Hasi lnya

Dengan surat No. Pol. B/7185/XI/2002/Datro bertanggal 8 No-vember 2002 kepada Komisi Ombudsman Nasional, KepalaKepolisian Daerah Metro Jaya cq Kadit Serse memberitahukan,bahwa:

Pada tanggal 19 Maret 1998 perkara pidana atas nama AWalias FC telah diserahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Utaradan pada tanggal 14 April 1998 Kepolisian Sektor Penjaringantelah memperoleh pemberitahuan, bahwa berkas perkara yangdimaksud sudah lengkap.

Pada bulan Februari 2002 Kepolisian menkonfirmasikan ke-pada Kejaksaan Negeri Jakarta Utara akan menyerahkanTersangka dan barang bukti perkara atas nama FC. Akan tetapiKejaksaan Negeri tersebut menolaknya dengan alasan barangbuktinya tidak ada, sedangkan Jaksa ZA, SH yang menangani-nya sudah dimutasikan ke Aceh.

Pada tanggal 3 Oktober 2002 Berkas Perkara atas nama AWalias FC telah ditemukan kembali oleh Kejaksaan NegeriJakarta Utara. Oleh karena itu pada tanggal 9 Oktober 2002Kepala Kepolisian Sektor Metro Penjaringan dapat melim-pahkan tersangka AW alias FC ke Kejaksaan Negeri tersebut.

Pada tanggal 3 Maret 2003 Komisi Ombudsman menerima faxKutipan Putusan Daftar Pidana dari Terlapor. Dari fax tersebutdapat diketahui, bahwa terdakwa AW alias FC pada tanggal21 November 2002 dijatuhi pidana penjara selama satu bulanlima belas hari.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

74

KOMISI OMBUDSMAN NASIONALJalan Adityawarman No. 43 Jakarta 12160, Indonesia

Tel: (62-21) 7258574-78, Fax. : (62-21) 7258579E-mail: [email protected] www.ombudsman.or.id

No : 0164/KON-lapor.0207/IX/2002-bmLamp. : 2 (dua) lembar

Jakarta, 3 September 2002

Kepada Yth.1. Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya2. Kepala Kejaksaan Tinggi DKI JakartaDi Jakarta

Perihal : Permintaan klarifikasi atas keluhan masyarakat terhadappelayanan penegakan hukum.

Dengan hormat,

Komisi Ombudsman Nasional telah menerima laporan dari HD, beralamat diJakarta Utara, pada pokoknya mengeluhkan tindakan Kepolisian SektorPenjaringan dan Kejaksaan Negeri Jakarta Utara dalam memberikanpelayanan umum terkait dengan penanganan laporan tindak pidana. HDadalah seorang Saksi Korban dalam perkara penganiayaan yang didugadilakukan oleh FC. Tindakan penganiayaan tersebut telah dilaporkan kepadaKepolisian Sektor Penjaringan dengan bukti lapor nomor POL:250/K/III/1997/Sek-Penj tertanggal 6 Maret 1997. Dari keterangan tertulis yang disampaikanHD, ada indikasi telah terjadi penghilangan berkas perkara sehingga kasusnyatidak dapat ditindaklanjuti sebagaimana mestinya.

Komisi Ombudsman Nasional menemukan surat Kasipidum Kejaksaan NegenJakarta Utara Nomor B58/P.1.10.3/Epo/4/1998 tertanggal 14 April 1998 yangmengindikasikan bahwa berkas perkara pidana atas nama Tersangka FCtelah diterima dari Kepolisian Sektor Penjaringan. Namun demikian, sampaidengan tanggal 11 Agustus 1998 Kejaksaan Negeri Jakarta Utara belum dapatmenindaklanjuti perkara dimaksud karena Kepolisian belum mengirimkanTersangka. Lebih kurang empat tahun kemudian, pada tanggal 9 Juli 2002HD memperoleh keterangan dari Waka Polsek Penjaringan, bahwa berkasPerkara sudah tidak ada di Kejaksaan dan masalahnya (perkaranya) sudahtidak dapat dilanjutkan. Untuk memastikan, HD meminta penjelasan dariSekretaris Kasipidum Kejaksaan Negeri setempat, dan memang benar berkasperkara dimaksud sudah tidak ada.

75

Memperhatikan hal tersebut, sebelum melakukan langkah lebih lanjut, KomisiOmbudsman Nasional berharap Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya danKepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta dapat memberikan penjelasan tentanghilangnya berkas perkara dimaksud yang menyebabkan “terhentinya”penanganan kasus penganiayaan atas diri HD. Penjelasan ini penting untukmemberikan kesempatan kepada Kepolisian dan Kejaksaan melakukanklarifikasi atas keluhan dimaksud sehingga kami dapat memberikan penilaiansecara lebih objektif.

Komisi Ombudsman Nasional senantiasa memantau perkembangan kasusini dan menunggu penjelasannya dalam waktu tidak terlalu lama.

Demikian, atas perhatian dan kerjasamanya kami ucapkan terima kasih.

KOMISI OMBUDSMAN NASIONAL

Antonius Sujata

Ketua

Tembusan:

1. Yth. Kepala Kepolisian Republik Indonesia, u.p Irjen Poiri Mabes Polri,di Jakarta

2. Yth. Jaksa Agung Muda Pengawasan, Kejaksaan Agung RI, di Jakarta

3. Yth. Kepala Kepolisian Resor Jakarta Utara, di Jakarta

4. Yth. Kepala Kejaksaan Negerl Jakarta Utara, di Jakarta

5. Yth. Kepala Kepolisian Sektor Penjaringan, di Penjaringan, JakartaUtara .

6. Yth. HD, Jalan RB, RT 004/ RW 010, Jakarta Utara

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

76

MELALAIKAN KEWAJIBAN

The community of the PS City reported the allegations of cor-rupt practices conducted by the City Mayor. In addition, theycomplained on the passive reaction of the Police as well asPublic Prosecution Office of that jurisdiction. According tothe complainants, the said City Mayor allegedly committedthe corruption in 2001. They asked therefore, that Ombuds-man Commission give attention to this problem.

The Ombudsman Commission sent the report and complaintto the Chief Police of North Sumatra Region and the ChiefProsecutor of the High Public Prosecution Office of NorthSumatra with the opinion, that the allegations had becomepublic knowledge. Moreover, the allegations is not a privateoffence. Hence, the Chief Ombudsman issued his recommen-dation, that the Chief Police of North Sumatra Region andthe Chief Prosecutor of the High Prosecution Office of NorthSumatra should investigate the allegations.

Outcome: The Police of Simalungun Resort and the PublicProsecution Office of Pematang Siantar, North Sumatra, areinvestigating the allegations of corrupt practices reported. Ina Press Conference, the Chief Police of the District explainedthat this investigation was to respond to the recommenda-tion of the National Ombudsman Commission.

Keluhan

Masyarakat PS, Sumatra Utara dalam laporannya mengeluh-kan jajaran aparat penegak hukum cq Kepolisian dan atau Kejak-saan setempat. Instansi-instansi tersebut belum juga melakukansebagaimana mestinya pengusutan atas dugaan korupsi Walikota PS.

77

Masalahnya

Telah terjadi dugaan korupsi oleh Walikota PS, Sumatra Utara,tapi dari pihak Kepolisian maupun pihak Kejaksaan tidakdilakukan tindakan penyidikan sebagaimana mestinya.

Laporan Walikota PS pada tahun 2001 ditolak oleh DPRD KotaPS, karena ketidakjelasan pertanggungjawaban penggunaan danakontigensi sebesar Rp. 3.111.638.000 (Tiga milyar seratus sebelasjuta enam ratus tiga puluh delapan ribu rupiah).

Terdapat dugaan kuat telah terjadi mark up pembangunan KiosDarurat Pasar Horas, subsidi BBM, Pembangunan Pasar Tojai,Pembangunan Terminal Tipe A, juga sampai sekarang belum adatindak lanjut penyidikan terhadap dugaan-dugaan korupsi tersebut.

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan catatan, bahwa perkembangan masalah ini akan terusdipantau, kepada Kepala Kepolisian Daerah Sumatra Utara danKepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara, melalui Surat No. 0020/KON-lapor.0005/I/2003/-bm bertanggal 2 Januari 2003 KomisiOmbudsman berpendapat, sekalipun tidak ada laporan masyarakatkepada instansi yang berwenang, akan tetapi permasalahan ter-sebut telah menjadi informasi publik, lagi pula bukan pula merupa-kan delik aduan (klacht delict, atau private offence), sehingga Kepo-lisian atau Kejaksaan berkewajiban menindaklanjuti sesuai keten-tuan yang berlaku.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut:

Kepala Kepolisian Daerah Sumatra Utara dan Kepala Kejak-saan Tinggi Sumatra Utara dapat memberikan penjelasantentang apakah jajaran Kepolisian dan Kejaksaan, baik sudah

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

78

ataupun belum menerima laporan dugaan korupsi yang dilaku-kan oleh Walikota PS, menindaklanjuti masalah tersebut.

Hasi lnya

Kepala Kepolisian Resor Simalungun, Sumatra Utara, kinisedang memeriksa BPS, Kepala bagian Pemerintah Kota PS dalamrangka menanggapi Surat Ketua Ombudsman dimaksud.

Dari keterangan Kepolisian kepada pers setempat, tersiratbahwa Kejaksaan Negeri Pematang Siantar, Sumatra Utara punsedang melakukan penyidikan atas dugaan penyalahgunaankeuangan dimaksud.

79

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

KEJAKSAAN AGUNG

PENYALAHGUNAAN DISKRESI

Mr. BN and Mr. SN, on behalf of Mr. A, their client, com-plained about the abuse of discretion conducted by Mr. AS,the Chief Prosecutor of North Sumatra, Medan and Mr. SB,the Assistant of General Crime of the High Prosecution Of-fice of North Sumatra. He said that those Officials decided tostay the prosecution of Mr. SA for the allegation of embezzle-ment. Therefore, the complainants contested the decision atthe pre-trial proceedings in the District Court of Medan. TheJudge gave ruling, that the Chief Prosecutor and the Assis-tant had conducted abuse of discretion.

On 28 June 2000, the Chief Ombudsman notified the Attor-ney General with a recommendation that the corrective mat-ters should be taken. In addition, he suggested, that the HighProsecution Office of North Sumatra prosecute the case.

Outcome: In July 2000, the Chief Prosecutor of NorthSumatra informed the Chief Ombudsman, that he had com-mitted the case of Mr. SA to the Court for trial.

Keluhan

Pelapor BN dan SN melaporkan bahwa kliennya, A telahmengadukan SN ke Kepolisian Medan dengan sangkaan meng-gelapkan uang perusahaan. Kejaksaan Tinggi Medan meng-hentikan penuntutan atas perkara tersebut.

Masalahnya

Dalam bulan Juli 1998 A melaporkan SN ke Kepolisian Daerah

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

80

Sumatra Utara di Medan dengan sangkaan telah menggelapkanuang perusahaan.

Kepolisian Daerah Sumatra Utara melimpahkan berkas per-kara penggelapan tersebut ke Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara,namun pada tanggal 9 Februari 2000 perkara tersebut dihentikanpenuntutannya.

Pelapor mengajukan praperadilan dan ternyata PengadilanNegeri Medan mengabulkan permohonan tersebut disertai kete-tapan yang menyatakan bahwa poenghentian penuntutan olehKejaksaan Tinggi atas perkara dimaksud tidak sah.

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan catatan bahwa tindak lanjut laporan tersebut akanterus dipantau, melalui Surat No. 020164/KON-Lapor/VI/200 ber-tanggal 28 Juni 2000 Ketua Komisi Ombudsman memberitahukanmasalah tersebut.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Dalam Surat tersebut Ketua Komisi Ombudsman menyam-paikan rekomendasi sebagai berikut:

Agar Jaksa Agung, melakukan pemeriksaan atas masalahtersebut dan dengan mempertimbangkan permintaan pelapor,agar berkas perkara atas nama SN dilimpahkan ke PengadilanNegeri Medan sesuai putusan Hakim Praperadilan.

Hasi lnya

Dalam bulan Juli Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Utaramemberitahukan, bahwa berkas perkara atas nama SN sudahdilimpahkan ke Pengadilan.

81

KETIDAKADILAN AKIBAT MALADMINISTRASI

In this case, the National Ombudsman Commission receivedwritten report from TS, SH and Partners telling that theyjust sent letter to the Office of Attorney General. In that letter,they enquired whether they should obtain a permission firstfrom the Office before they reported to the Police, that a crimi-nal offence had been committed by a Public Prosecutor. Fewdays later, they were questioned by the High Prosecution Of-fice of West Java to clarify their allegation that Ms RD, Pub-lic Prosecutor of District Prosecution Office of Bale Endah,Bandung, committed embezzlement for she had unlawfullyappropriated physical evidence of the case under her control.

Again, they reported to the Ombudsman Commission thatduring the questioning, the related officials treated them verywell. However, they worried that the Office of Attorney Gen-eral would sanction Ms RD with light punishment. There-fore, he requested that the Ombudsman Commission pay spe-cial attention to this case.

On 25 April 2001, the Chief Ombudsman conveyed the com-plaint to the Chief Prosecutor of West Java, and gave the fol-lowing recommendation: the Chief Prosecutor should in-vestigate the case and if he found that the allegation was true,he should sanction the responsible person in accordance withlaw.

Outcome: on 26 June 2001, the Chief Prosecutor of West Javadisciplined Ms RD in accordance with Article 6 para (4) point(a) of the 1980 Government Regulation of Public Servant

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

82

Keluhan

Pelapor TS, SH dan Rekan Advokat dan Penasihat Hukum (Pe-lapor), berdomisili di Bandung, dengan Surat No. 201.Perm.TNAS/VII.2000 bertanggal 6 November 2000, kepada Ketua Komisi Om-budsman telah melaporkan, sebagai berikut:

Para Pelapor merasa puas sekali telah mendapat pelayananyang sangat simpatik dari para pemeriksa di Kejaksaan TinggiJawa Barat di Bandung. Mereka diperiksa sehubungan denganpermohonannya untuk diberikan petunjuk atas persoalan yangmenyangkut seorang Jaksa Penuntut Umum pada KejaksaanNegeri Bale Endah, Jawa Barat.

Jaksa Penuntut Umum (wanita) RD pada Kejaksaan Negeridimaksud diduga telah menggelapkan barang bukti dalamperkara klien para Pelapor.

Masalahnya

Pada tanggal 19 Juli 2000 para Pelapor memberitahukan secaratertulis kepada Jaksa Agung RI dugaan penggelapan barang buktiperkara kliennya yang disidangkan di Pengadilan Negeri BaleEndah, Jawa Barat. Penggelapan tersebut diduga dilakukan olehJaksa Penunt Umum (wanita) RD.

Para pelapor dalam surat tersebut meminta petunjuk pula,apakah mereka dapat langsung melaporkannya kepada pihakkepolisian, ataukah harus memperoleh izin terlebih dahulu daripihak Kejaksaan Agung.

Meskipun sudah mendapat tanggapan dengan diperiksanyaTerlapor oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat di Bandung,akan tetapi para Pelapor merasa pesismis, apakah sanksi yang akandijatuhkan kepada yang bersangkutan benar-benar akan setimpaldengan perbuatannya yang telah merusak nama baik dan citraKejaksaan.

83

Langkah Komisi Ombudsman

Kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat di Bandung,dengan Surat No. 01164/KON-Lapor.1694/IV/2000-ER bertanggal25 April 2001, Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan substansiyang dilaporkan termasuk kekhawatiran para Pelapor, bahwasanksi yang akan dijatuhkan terhadap pelaku tindak pidana peng-gelapan tidak mencerminkan adanya penegakan supremasi hukum.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut.

1. Agar Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat dengan sung-guh-sungguh melakukan penelitian atas kebenaran peng-gelapan barang bukti dimaksud;

2. Demi menegakkan keadilan dan kepastian hukum, apabiladitemukan bukti yang kuat, pelakunya ditindak sebagai-mana mestinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hasi lnya

Dengan surat No. R-479/O.2/Hpu.2/06/2001 bertanggal 26 Juni2001, Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat memberitahukankepada Ketua Komisi Ombudsman, bahwa laporan para Pelaportelah ditindaklanjuti sesuai prosedur yang berlaku dan bahwaJaksa Penuntut Umum (wanita) RD telah dijatuhi hukuman disiplinberdasarkan Pasal 6 ayat (4) huruf (a) PP No. 30 Th. 1980.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

84

KETIDAK ADILAN/HUKUMAN TIDAK SETIMPAL

The complainant of this case reported, in written and orallyas well, to the Ombudsman Commission that she was thevictim of physical abuse committed by seven Policewomen inPalu, Central Celebes. On 17 March 2000, one of the offend-ers was brought to trial in the District Court of Palu. Thecomplainant dissatisfied, however, with the sanction imposed.The Accused was only sanctioned by a sentence suspended ina period of probation. She complained that the offendersstripped her before they committed the physical abuse againsther. They beat her repeatedly, cut her hair, and poured watermixed with chilly juice to her body. As a result, her physicwas seriously harmed. She urged, therefore, that the PublicProsecutor of the case lodge an appeal.

On 29 March 2001, the Chief Ombudsman conveyed the com-plaints to the Chief Prosecutor of Central Celebes and gavethe following recommendation: the Chief Prosecutor shouldinstruct the Prosecutor of the case to lodge an appeal.

Outcome: on 9 May 2001, the Chief Prosecutor of CentralCelebes sent a letter to the Chief Ombudsman reporting thatthe Prosecutor of the case demanded the Court to impose an18-month imprisonment for the Accused. However, the Courtimposed only sentence to 12-month imprisonment suspendedin 2-year period of probation. Hence, the Prosecutor of thecase lodged an appeal and on 19 April 2001, he submittedthe brief of appeal to the President of the Appellate Court ofCentral Celebes in Palu.

Keluhan

Pelapor. N, berdomisili di Tugu, Jakarta Utara, melaporkansecara tertulis, bahwa ia adalah korban penganiayaan berat yang

85

dilakukan oleh tujuh orang yang diduga adalah para oknum PolisiWanita Kepolisian Republik Indonesia bersama seorang laki-lakiyang diduga adalah sopir Wakil Kepala Kepolisian Resor Kota Palu.

Masalahnya

Kasus pengganiayaan Pelapor sudah diadili oleh PengadilanNegeri Palu dengan susunan Majelis Hakim terdiri dari F, SH, T,SH, dan N, SH. Pada tanggal 17 Maret 2001 salah seorang pelakuutama, dijatuhi hukuman oleh Majelis tersebut dengan hukumanpercobaan yang menurut Pelapor, hukuman tersebut tidak setimpal.

Menurut Pelapor, penganiayaan berat yang telah dialaminyadilakukan oleh tujuh orang, yaitu dengan melakukan pemukulan,menggunting rambut, dan menelanjangi Pelapor di muka umumserta menyiram Pelapor dengan air cabai.

Pelapor mengharapkan agar pihak Kejaksaan Tinggi SulawesiTengah cq Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus tersebut mengaju-kan banding.

Langkah Komisi Ombudsman

Melalui Surat No. 1062/KON-Lapor.1766/III/2001-By ber-tanggal 29 Maret 2001, Ketua Komisi Ombudsman meneruskankeluhan tersebut kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengahdi Palu.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut.

Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah agar memper-hatikan dan mempertimbangkan dengan seksama keluhan ini,sehingga keadilan dapat diperoleh Pelapor melalui JPU se-

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

86

bagai pejabat yang mewakili kepentingan umum serta korbantindak pidana.

Hasi lnya

Dengan surat No. B-618/R.2/Ep.2/05/2001 bertanggal 9 Mei2001, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah di Palu mem-beritahu Ketua Komisi Ombudsman, bahwa:

1. Perkara yang dimaksud sudah disidangkan di mana dak-waan primair melanggar Pasal 170 (1) KUHPidana, sub-sidair melanggar Pasal 351 (1) jo. Pasal 55 (1) ke-1 KUHPidana.

2. Terdakwa dituntut pidana penjara selama 1 (satu) tahun6 (enam) bulan.

3. Pengadilan Negeri Palu menghukum terdakwa denganpidana penjara 1 (satu) tahun dengan masa percobaan 2(dua) tahun.

4. JPU menyatakan banding dan pada tanggal 24 April 2001ia telah menyerahkan Memori Banding kepada KetuaPengadilan Tinggi Sulawesi Selatan melalui PengadilanNegeri Palu.

87

PENUNDAAN BERLARUT-LARUT

On 7 April 2000, the complainant reported to the Ombuds-man Commission that the District Prosecution Office ofSurabaya never submitted the criminal case of Mr. P (thesuspect) to the District Court of Surabaya for trial. The Po-lice sent the docket to the said Prosecution Office on 9 May1996.

On 22 May 2000, the Chief Ombudsman notified the Attor-ney General about the matter and explained that the DistrictProsecutor Office of Surabaya had conducted maldminis-tration, because it had unduly delayed the prosecution of thecase for four (4) years. Therefore, the Chief Ombudsman gavethe following recommendation: the Attorney General shouldpay special attention to this matter and order the DistrictProsecutor Office of Surabaya to prosecute the case immedi-ately in accordance with law.

Outcome: On 11 October 2000, the Chief Prosecutor of EastJava sent a letter to the Deputy Attorney General for Super-vision with a carbon copy to the Chief Ombudsman inform-ing that on 15 April 2000, the Prosecutor of the case commit-ted the criminal case of Mr. P to Court.

Keluhan

Pelapor S, SH, dkk, berdomisili di Surabaya, secara tertulisdan tembusannya dikirimkan kepada Ketua Komisi Ombudsman,pada tanggal 7 April 2000 meminta agar Kejaksaan Negeri Sura-baya (Terlapor) melimpahkan perkara atas nama P ke Pengadilanuntuk disidangkan.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

88

Masalahnya

Menurut Pelapor, pada 9 Mei 1996 berkas perkara atas namaP oleh Penyidik Kepolisian Resor Kota Surabaya Selatan diserah-kan kepada Kejaksaan Negeri Surabaya (Terlapor).

Sampai saat ia melaporkan secara tertulis, atau sudah empattahun berjalan, berkas tersebut belum juga disidangkan di Penga-dilan.

Langkah Komisi Ombudsman

Kepada Jaksa Agung RI, melalui Surat No. 0112/KON-Lapor/V/2000 bertanggal 22 Mei 2000, Ketua Komisi Ombudsman mem-beritahukan tindakan maladministrasi berupa penundaan berlarut-larut (undue delay) tersebut yang dilakukan oleh Kejaksaan NegeriSurabaya.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Dalam Surat tersebut Ketua Komisi Ombudsman menyam-paikan rekomendasi sebagai berikut:

Agar masalah tersebut segera mendapat perhatian dan prosespenuntutan/peradilan perkaranya diselesaikan sebagaimanamestinya.

Hasi lnya

Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur di Surabaya, melaluiSurat No. R-1851/P.5/Hkt.2/10/2000 bertanggal 11 Oktober 2000yang ditujukan kepada Jaksa Agung Muda Pengawasan, dengantembusannya kepada Ketua Komisi Ombudsman, memberitahukanbahwa pada tanggal 15 April 2000 perkara yang dimaksud sudahdilimpahkan ke Pengadilan Negeri Surabaya.

89

PENUNDAAN BERLARUT-LARUT

In this case, the Ombudsman Commission received the letterof grievance complaining two cases. Firstly, Mr. T, Mr. S, andMr. SK. (the complainants of this case), lived in Village ofPengkol, Purwodadi, Central Java, were the victims of crimescommitted by a group of people. They destroyed the proper-ties and harmed them physically. Secondly, there was allega-tion of corruption committed by the Local Leaders of the Vil-lage of Pengkol. The complainant dissatisfied, however, withthe trial proceedings of the first case. There were indications,that the Judges Panel of the Court delayed the judgment. Forexample, the Chief of the Panel instructed the Public Pros-ecutor to change the indictments with new and additionalaccusations. Later, the Chief of the Panel was transferred toSumatra. The complainants were of the opinion, therefore,that the judgment would be not fair and would be good forthe accused persons.

In the meantime, according to the complainants, the DistrictProsecution Office of Purwodadi would apparently not pro-secute the second case, because the public prosecutor thatinvestigated the case took the bribes from the suspects.

The Ombudsman Commission was of the opinion, that therewas maladministration resulting from undue delay actionsof the public prosecutors of the said District Prosecutor Of-fice. On 15 August 2000, the Chief Ombudsman sent his rec-ommendation, that the Chief Prosecutor of Central Java inSemarang should investigate the reported problems and in-terrogate the public prosecutors of the cases in due time.

Outcome: On 9 May 2001, the Chief Prosecutor of CentralJava sent a letter to the Chief Ombudsman reporting that hisOffice had investigated the cases. He found that the Public

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

90

Prosecutor of the first case had been neglected his duties. Thenhe proposed disciplinary sanction pursuant to the 1980 Gov-ernment Regulation of Public Servant. The Public Prosecu-tor of the second case, however, was not proved that he tookthe bribes.

Keluhan

Pelapor T, S, dan SK, berdomisili di Desa Pengkol, KecamatanPenawangan, Kabupaten Grobongan, Jawa Tengah menyampaikankeluhan:

(1) Perkara amuk masa yang sudah terdaftar di PengadilanNegeri Purwodadi dengan No. 40/Pid.B/1998/PN Pwidiubah menjadi No. 07 dan 08/Pid.B/2000/PN Pwi, danterkesan diulur-ulur dan akan dipetieskan oleh Jaksa M.,SH dan Majelis Hakim Pengadilan tersebut;

(2) Masalah korupsi/KKN di Pemerintahan Desa Purwodadiyang disidik oleh Jaksa S., SH tidak dijadikan berkasperkara .

Masalahnya

Para Pelapor adalah korban peristiwa amuk masa berupa peng-rusakan dan penganiayaan yang terjadi di Desa Pengkol, Purwo-dadi, Jawa Timur pada tanggal 20 Juli 1998.

Menurut para Pelapor, peristiwa pengrusakan dan penga-niayaan yang terjadi di Desa Pengkol dengan 7 orang para Pelakusudah diproses oleh Kepolisian dan sudah diperiksa oleh MajelisHakim yang diketuai oleh SD, SH. dengan Jaksa Penuntut Umum(JPU) M, SH, Kasi Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Purwodadi.

Perkara dimaksud, sekalipun pernah disidangkan, belum jugadiputus. Malahan Ketua Mahkamah Agung (Hakim SD, SH sudah

91

dimutasikan ke Langkat, Sumatra dan kini diganti oleh Hakimlain yang adalah Wakil Ketua Pengadilan Negeri tersebut).

Mengenai masalah korupsi/KKN di Pemerintahan Desa Purwo-dadi yang disidik oleh Jaksa S., SH, Kasi Intelijen Kejaksaan Negeriyang sama tidak pernah dijadikan berkas perkara.

Timbul dugaan kuat, bahwa kedua Jaksa tersebut telah mene-rima suap.

Langkah Komisi Ombudsman

Kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah di Semarangdengan Surat No. 0460/KON-Lapor.0548/VIII/2000-BM bertanggal15 Agustus 2000, Ketua Komisi Ombudsman memberitahukanmasalah tersbut.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Dalam Surat tersebut Ketua Komisi Ombudsman menyam-paikan rekomendasi sebagai berikut.

(1) Agar Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah memeriksapara jaksa yang tersebut;

(2) Agar segera diambil tindakan tegas sesuai dengan hukumyang berlaku, apabila benar terbukti kedua jaksa tersebutberkolusi dengan dengan Hakim dan para tersangka/terdakwa dalam perkara dimaksud.

Hasi lnya

Dengan Surat No. R-775/P.3/Hpt.2/9/2000 bertanggal 27 Sep-tember 2000 kepada Ketua Komisi Ombudsman, Kepala KejaksaanTinggi Jawa Tengah memberitahukan bahwa terhadap Jaksa M.,SH dan Jaksa S.,SH masing-masing sebagai Kasi Pidana Khususdan Kasi Intelijen pada Kejaksaan Negeri Purwodadi telah dilaku-

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

92

kan penelitian dan sudah dilaporkan hasilnya kepada Jaksa AgungMuda Pengawasan.

Dari laporan hasil penelitian tersebut, dapat diketahui:

(1) Jaksa M., SH terbukti melakukan perbuatan tercela sebagai-mana diatur dalam PP No. 30 Th. 1980; yaitu tidak melaksa-nakan tugas kedinasan dengan sebaik-baiknya. Oleh karenaitu Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah mengusulkankepada Jaksa Agung Muda Pengawasan agar terhadap JaksaM., SH dijatuhi hukuman disiplin tingkat ringan berupa “per-nyataan tidak puas secara tertulis”.

(2) Jaksa S., SH tidak terbukti telah melakukan perbuatan tercela.Ia mengusulkan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengahagar penyelidikan Intelijen atas dugaan perbuatan korupsiKades Pengkol dihentikan, bukan karena menerima suap,melainkan karena tidak dapat ditemukan bukti awal dugaanperbuatan korupsi yang dimaksud.

93

PENUNDAAN BERLARUT-LARUT

The complainant of this case reported to the OmbudsmanCommission, that the “mafia of judiciary” operated theiractions within the jurisdiction of District Court of Jepara,Central Java. Particularly, some public prosecutors abusedtheir profession. Those Officials often influenced the suspects,the accused persons, and the family. Sometimes they eventhreatened them. In addition, they gave bribes to judges.

On 30 April 2001, the Chief Ombudsman sent the recom-mendation to the Attorney General that he should investi-gate the allegation and should sanction any responsibleperson in accordance with law.

Outcome: On 29 August 2001, the Deputy Attorney Generalfor Supervision informed the Chief Ombudsman that he hadinvestigated the cases. Some prosecutors of the District Pros-ecution Office of Jepara did abuse their profession or neglecttheir duty. Hence, he imposed serious disciplinary sanctionsupon them.

Keluhan

Secara tertulis, pada tanggal 25 September 2000, Pelapor MS,berdomisili di Jepara, Jawa Tengah dan Koordinator aliansi LSMJepara, Kudus, Pati, dan Salatiga yang tergabung dalam LSM “G”melaporkan, antara lain kepada Komisi Ombudsman, data danfakta praktek-praktek “komersialisasi” perkara atau “mafiaperadilan” yang melibatkan beberapa oknum Kejaksaan NegeriJepara, Pengadilan Negeri Jepara dan Rumah Tahanan Jepara.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

94

Masalahnya

Menurut Pelapor, sudah menjadi rahasia umum, di WilayahHukum Pengadilan Negeri Jepara, telah terjadi praktek-praktek“komersialisasi” perkara dengan melakukan pendekatan kepadakorban, yaitu kepada para tersangka, terdakwa, dan terpidanadengan melakukan bujuk rayu bahkan kalau perlu ancaman kepadapihak keluarganya.

Khusus yang dilakukan oleh beberapa oknum KejaksaanNegeri Jepara telah melibatkan:

(1) Jaksa Penuntut Umum (JPU) H., SH dalam perkara G;

(2) JPU JW., Sm Hk dalam perkara-perkara tersangka G, H,S dan K;

(3) JPU IS., SH dalam perkara DS;

(4) JPU DT., SH dalam perkara ESS, US., dan Ng serta dalamperkara S;

(5) JPU M., SH dalam perkara K dan A.

Melalui seorang Panitera Pengadilan Negeri Jepara dan se-orang pegawai Rumah Tahanan Negara Jepara, beberapa oknumHakim dan pegawai Pengadilan Negeri tersebut telah menerimasejumlah uang dari para Jaksa dimaksud.

Langkah Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman memberitahukan masalah tersebutkepada Jaksa Agung RI dengan Surat No. 1197/KON-Lapor.1658/IV/2001-DM bertanggal 30 April 2001.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut:

95

(1) Dengan semangat kerjasama dengan Kejaksaan Agung RIdalam rangka penegakan hukum, agar Jaksa Agung RImelakukan penelitian atas kebenaran laporan dimaksud;

(2) Jika benar terbukti, agar Jaksa Agung RI mengambil tin-dakan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Hasi lnya

Dengan Surat No. R-1011/H/H.3/08/2001 bertanggal 29 Agustus2001 kepada Ketua Komisi Ombudsman, Jaksa Agung MudaPengawasan memberitahukan, bahwa terhadap para Jaksa yangbenar-benar bersalah dalam kasus dimaksud telah dijatuhihukuman disiplin tingkat berat dan sedang, karena terbuktimelakukan perbuatan tercela sebagaimana diatur dalam PP No.30 Th. 1980; yaitu tidak melaksanakan tugas kedinasan dengansebaik-baiknya yang rinciannya sebagai berikut.

(1) Jaksa JW., SmHk, Kasi Pidana Khusus Kejaksaan NegeriJepara, dijatuhi hukuman disiplin berupa “pembebasan darijabatan struktural”;

(2) Jaksa IS., SH, Kasi Intelijenijen Kejaksaan Negeri Jeparadijatuhi hukuman disiplin berupa “penurunan pangkat padapangkat yang setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun”;

(3) Jaksa K., SmHk dijatuhi hukuman disiplin berupa “penurunanpangkat pada pangkat yang setingkat lebih rendah selama 1(satu) tahun”;

(4) Jaksa DT., SH, Kasi Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jepara,dijatuhi hukuman disiplin berupa “pembebasan dari jabatanstruktural”;

(5) Jaksa MNS, SH dijatuhi hukuman disiplin berupa “penundaankenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun”

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

96

KOMISI OMBUDSMAN NASIONALJalan Adityawarman No. 43 Jakarta 12160, Indonesia

Tel: (62-21) 7258574-78, Fax. : (62-21) 7258579E-mail: [email protected] www.ombudsman.or.id

Nomor : 1197 / KON-Lapor-1658 / IV / 2001-DMLampiran : 8 ( delapan ) lembar

Jakarta , 30 April 2001

Kepada Yth.Jaksa Agung RIDi Jakarta

Perihal : Laporan pengaduan tentang mafia peradilan di Jepara.

Dengan hormat,

Bersama ini kami beritahukan bahwa Komisi Ombudsman Nasional telahmenerima laporan dari Sdr. MSW, Koordinator BUK “G” tertanggal 25 Sep-tember 2000 beralamat di JCC, Ruko L, Jepara 59462.

Pada intinya pelapor menyampaikan data dan fakta mengenai praktek“komersialisasi “ perkara dan atau “mafia peradilan” sebagaimana dilakukanoleh oknum aparat Kejaksaan Negeri Jepara dan oknum aparat PengadilanNegeri Jepara serta oknum pegawai Rumah Tahanan Jepara. Korban penyim-pangan oleh penegak hukum adalah para terdakwa tindak pidana yang sedangdalam proses persidangan di pengadilan. Berdasarkan hasil investigasiterhadap para Nara Pidana dan keluarganya , serta beberapa saksi terdapatbeberapa temuan yang mengarah pada kesimpulan sebagai berikut:

1. Terjadi praktek-praktek “komersialisasi” perkara dengan pendekatankepada korban, yaitu para Narapidana dan atau keluarganya berupa:

a . Bujuk rayu dan ancaman, misalnya, oknum Kejaksaan menawarkanjasa untuk “mengurus” kasus terdakwa agar hukumannya ringandengan ancaman yaitu jika “tidak diurus” maka oknum tersebutmenyatakan tidak bertanggung jawab kalau terjadi apa-apa , “jangankecewa kalau putusannya nanti berat”.

b. “Rangkaian Kebohongan” misalnya; oknum penyidik memintasejumlah uang dengan alasan untuk digunakan sebagai jaminanpenangguhan penahanan, namun penahanan juga tidak ditang-guhkan dan uang (jaminan) pun juga tidak dikembalikan.

97

2. Oknum aparat hukum yang terindikasi melakukan penyalahgunaanwewenang lewat “ komersialisasi “perkara anta lain Jaksa dan PegawaiKejaksaan Negeri Jepara : H, SH (Jaksa Penuntut Umum ) dalam perkaraG, JW, Sm Hk dalam perkara-perkara dengan tersangka G, H, S dan K.IS, SH (Jaksa Penuntut Urnum) dalam perkara DS. Jaksa PenuntutUrnum JT, SH dalam perkara-perkara dengan terdakwa J, S, S, US. danNg serta dalam perkara dengan tersangka S. Jaksa Penuntut Umum M,SH dalam perkara-perkara dengan terdakwa K dan A (keterangan pelapordilengkapi dengan tawar menawar dan pemberian sejumlah uang untukmeringankan putusan yang akan dijatuhkan kepada terdakwa tanpamenyebutkan nomor perkara serta dakwaan Jaksa Penuntut Urnum )bekerja sama dengan oknum Hakim dan pegawai Pengadilan NegeriJepara yaitu JN, SH, ESU, SH, T, SH baik secara langsung atau tidaklangsung menerima uang dari Jaksa Penuntut Urnum melalui PaniteraPengadilan Negeri Jepara serta pegawai Rumah Tahanan Negara Jeparabernama W.

3. Menurut keterangan para Nara Pidana di Lembaga PemasyarakatanJepara, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah pernah melakukan pemeriksaanakan hal tersebut di atas , namun pemeriksaan tersebut berkesan memo-jokan para tahanan yang memelopori pembuatan petisi tentang penyim-pangan oleh aparat hukum.

4. Adanya upaya untuk membatasi kebebasan berkomunikasi antar Napi/Tahanan dengan keluarga, kuasa hukum maupun pelapor dengan ber-kedok prosedur/birokrasi yang kaku tata tertib dilakukan oknum padaLembaga Pemasyarakatan Jepara.

Berdasarkan hasil temuan yang dilakukan, pelapor berkesimpulan:

1. Pengusutan secara tuntas dan pemberantasan jaringan/sindikat mafiaperadilan dan atau praktek-praktek komersialisasi perkara di WilayahHukum Pengadilan Negeri Jepara.

2. Jaminan perlindungan terhadap saksi dan keluarga, serta periakuan nondiskriminasi terhadap para Napi/Tahanan dengan menghormati hak asasimanusia .

3. Tindakan tegas terhadap aparat penyelenggara negara yang terlibatdalam kasus mafia peradilan dan atau praktek-praktek komersialisasiperkara di Wilayah Hukum Pengadilan Negeri Jepara.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

98

Berkenaan pengaduan sebagaimana disampaikan di atas, Komisi Ombuds-man Nasional mengharapkan Jaksa Agung RI melakukan penelitian ataskebenaran laporan dan mengambil tindakan sesuai ketentuan hukum jikaterbukti benar adanya. Kami senantiasa bekerjasama dengan KejaksaanAgung RI dalam rangka penegakan hukum.

Demikian atas perhatian dan kerjasamanya kami sampaikan terimakasih.

KOMISI OMBUDSMAN NASIONAL

Antonius Sujata,SH

Ketua

Tembusan :

1. Yth. Ketua Mahkamah Agung RI ,di Jakarta

2. Yth. Menteri Kehakiman Dan Hak Azasi Manusia RI ,di Jakarta

3. Yth. Direktur Jenderal Pemasyarakatan Dep. Kehakiman Dan Hak AzasiManusia RI , di Jakarta

4. Yth. Ketua Pengadilan Tnggi Semarang , di Semarang

5. Yth. Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah , di Semarang

6. Yth. Sdr. MSW, Koordinator “G”, JCC, Ruko L Jepara 59462

99

PEMERINTAH DAERAH

PENANGANAN BERLARUT-LARUT/BERPIHAK

On 18 May 2000, Mr. RS complained about the attitude ofthe Governor, Lieutenant Governor, and Director of Tourismof DKI (Jakarta Special Province Government). Those au-thorities had ignored the ruling of the Administrative Courtof the First Instance instructing the enforcement of the judg-ment of the Supreme Court of Indonesia. As a result, the com-plainant suffered financial loss and was caused distress. Inhis report, the complainant explained, that AKL Corp. hadillegally occupied his land and Hotel “C” since 1986. ThatCorporation successfully obtained permit from the DKI Gov-ernment to operate the Hotel. The complainant therefore, suedthe Management of AKL Corp. and in 1995 the complainantwon the case at the cassation appeal in the Supreme Court.However, the said Authorities of DKI were reluctant to en-force the judgment and the ruling. On 22 April 2000, the DKIGovernment did close and sealed the Hotel in dispute. How-ever, the Management of AKL Corp. and their employees re-sisted, attacked the local enforcement troop of DKI, and dam-aged the seal. The following day, AKL Corp reopened the Hoteland continued their business.

On 11 July 2000, the Chief Ombudsman notified the Gover-nor of DKI Jakarta, that the development of Hotel “C” Casewould be monitored. Citing the maxim that “justice delayedis justice denied”, the Chief Ombudsman was of the opin-ion, that the Governor and the related Authorities of DKI

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

100

had ignored the judgment of the Supreme Court and the rul-ing of the Administrative Court. Hence, their passive reac-tions amounted to contempt of court. In addition, they hadbeen not impartial, because they did not react when the Man-agement of AKL Corp and their men obstructed justice. Hethen issue a recommendation stating that the Governor andthe related Authorities again close the Hotel with firmness.

Outcome: On 31 July 2000, in his report to the Chief Om-budsman, the Governor informed, that the DKI Governmenthad successfully closed Hotel “C”. In other words, the Gover-nor and other related Authorities had inforced the judgmentof the Supreme Court and the ruling of the AdministrativeCourt. Unfortunately, the report added, due to some otherreasons, the Director of Tourism of DKI was not yet able toissue a permit to the complainant for running his Hotel.

Keluhan

Pada tanggal 18 Mei 2000, Pelapor RS, berdomisili di Jakarta,melaporkan secara tertulis kepada Komisi Ombudsman Nasional,bahwa ia telah mengalami tindakan yang merugikan dirinya, akibattindakan penyimpangan yang dilakukan oleh Gubernur, WakilGubernur Bidang Pemerintahan, dan Kepala Dinas PariwisataDaerah Khusus Ibukota dalam pelaksanaan eksekusi riil atas amarputusan Mahkamah Agung RI No. 086K/TUN/1994 tanggal 14 Sep-tember 1995 yang telah berkekuatan hukum tetap.

Masalahnya

Pelapor adalah pemilik sebidang tanah dan Bangunan Hotel“C” yang berdasarkan bukti-bukti dan kronologis yang disampaikankepada Komisi Ombudsman, selama 14 tahun dirampas dan di-kuasai tanpa hak oleh PT AKL.

101

Pihak Pemerintah Daerah Khusus Ibukota mengetahuimasalah tersebut, akan tetapi tidak berusaha berbuat sesuatuuntuk menyelesaikan masalah tersebut.

Pada tanggal 14 September 1995 MA mengeluarkan PutusanNo. 086K/TUN/1994 yang intinya memenangkan Pelapor dalamsengketa yang telah ditempuhnya melalui Pengadilan TUN danPengadilan Tinggi TUN sebelumnya.

Setelah waktu berjalan 3 bulan, Gubernur Daerah KhususIbukota belum juga melaksanakan Keputusan MA, sehingga KetuaPengadilan TUN pada tanggal 19 Maret 1996 Jakarta menge-luarkan Penetapan Eksekusi atas Putusan MA dimaksud.

Gubernur Daerah Khusus Ibukota tetap tidak segera melak-sanakan eksekusi tersebut, karena itu pada tanggal 6 Mei 1996Ketua Pengadilan TUN mengirim surat yang isinya antara lainmeminta agar Menteri Dalam Negeri memerintahkan GubernurDaerah Khusus Ibukota, sebagai pihak Tergugat, melaksanakanPutusan MA dimaksud.

Pada tanggal 22 April 2000 Kepala Dinas Pariwisata DaerahKhusus Ibukota melakukan penutupan Hotel “C” dengan melaku-kan penyegelan. Ternyata keesokan harinya segel-segelnya dirobekdan dicabut di mana beberapa orang Aparat Pemerintah daerahDaerah khusus Ibukota diserang dan dilukai. Hari-hari berikutnyaHotel “C” pun berjalan lagi seperti biasa.

Langkah Komisi Ombudsman

Melalui Surat No. 0262/KON-Lapor/vII/2000 bertanggal 11 Juli2000 ditujukan kepada Gubernur Daerah Khusus Ibukota, KetuaKomisi Ombudsman memberitahukan, bahwa sesuai denganwewenang dan mandat Komisi Ombudsman, permasalahan terse-but akan terus dipantau dan sekaligus memberi pendapat, sebagaiberikut:

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

102

(1) Bahwa keadilan yang berlarut-larut akan mengingkarikeadilan itu sendiri (justice delayed is justice denied);

(2) Dari bukti-bukti dan kronologis yang disampaikan olehPelapor, dapat ditafsirkan oleh banyak kalangan, bahwaGubernur Daerah Khusus Ibukota dan Pejabat-pejabatyang bersangkutan telah melakukan pelecehan pengadilan(contempt of court);

(3) Gubernur Daerah Khusus Ibukota telah memihak (not im-partial) terhadap pihak lawan Pelapor serta telah berkolusidengan pihak tersebut;

(4) Gubernur Daerah Khusus Ibukota tidak bereaksi cepat ter-hadap pihak lawan Pelapor yang telah melakukan pem-bangkangan terhadap tindakan penegakan hukum (ob-struction of justice), yaitu merusak segel-segel PemerintahDaerah Khusus Ibukota dan menyerang serta melukaibeberapa orang Aparat Pemerintah Daerah KhususIbukota.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Dalam Surat tersebut Ketua Komisi Ombudsman menyam-paikan rekomendasi sebagai berikut:

Mengingat sudah berjalan sekitar 5 tahun sejak putusan MAtersebut yang memenangkan Pelapor dikeluarkan belum jugadilaksanakan eksekusi dan demi prinsip pemerintahan yangbaik (good governance), Gubernur Daerah Khusus Ibukotaharus bertindak lebih tegas lagi dengan memerintahkan kem-bali penutupan Hotel “C” tersebut.

103

Hasi lnya

Dengan surat No. 224/078.1 bertanggal 31 Juli 2000 GubernurDaerah Khusus Ibukota memberitahukan kepada Ketua KomisiOmbudsman, bahwa pihaknya telah berhasil mengosongkan Hotel“C” tersebut.

Dengan kata lain, sekalipun Pemerintah Daerah KhususIbukota karena alasan-alasan tertentu belum dapat mengeluarkanizin pendirian Hotel yang baru untuk Pelapor, Putusan MA yangdimaksud sudah dipenuhi dan Penetapan Eksekusi dari PengadilanTUN atas Putusan MA dimaksud sudah dilaksanakan.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

104

KOMISI OMBUDSMAN NASIONALJalan Adityawarman No. 43 Jakarta 12160, Indonesia

Tel: (62-21) 7258574-78, Fax. : (62-21) 7258579E-mail: [email protected] www.ombudsman.or.id

Nomor : 0262/KON-Lapor/VII/2000Lampiran : 9 (sembilan) lembar

Jakarta, 11 Juli 2000

Kepada Yth.Gubernur Daerah Khusus Ibukota JakartaDi Jakarta

Perihal : Mohon perlindungan hukum dan keadilan sekaligus melaporkantindakan penyimpangan yang dilakukan oleh Gubernur DKIJakarta S, Wagub bidang Pemerintahan AK dan Kepala DinasPariwisata DKI Jakarta Ir. WiM dalam pelaksanaan eksekusiriil atas amar putusan Mahkamah Agung R.I. No. 086K/TUN/1994 tanggal 14 September 1995 yang telah mempunyai kekuat-an hukum tetap.

Bersama ini kami beritahukan, bahwa Komisi Ombudsman Nasional(KOMISI) menerima laporan bertanggal 18 Mei 2000 dari seorang bernamaRS. Laporan tersebut disertai lampiran Kronologis Fakta Hukum KepemilikanTanah dan Bangunan Hotel “C” yang, menurut keterangan pelapor dan bukti-buktinya, Hotel tersebut adalah miliknya, akan tetapi selama 14 tahun sudahdirampas dan dikuasainya tanpa hak oleh PT AKL.

Sesuai dengan wewenang dan mandat KOMISI, dengan ini diberitahukanbahwa kasus ini dalam pemantauan kami.

Mengingat sudah sekitar 5 tahun-sejak dikeluarkan Putusan MahkamahAgung RI No. 86K/TUN/1994 tanggal 14 September 1955 yang memenangkanpelapor dan sesuai dengan wewenang dan mandat KOMISI, bersama ini di-berikan rekomendasi, demi prinsip pemerintahan yang baik (good governance)serta mengingat dasar hukum dan bukti-bukti kuat yang akan kami uraikandi bawah ini, kiranya Saudara dapat bertindak lebih tegas lagi dengan meme-rintahkan kembali penutupan Hotel “C” yang telah beroperasi tanpa izintersebut.

Tentu kita sependapat dengan adagium hukum, bahwa justice delayed is jus-tice denied, atau manakala penyelesaian keadilan berlarut-larut, akanmengingkari keadilan itu sendiri.

105

Berikut kami sampaikan beberapa catatan kejadian penting dalam kasustersebut:

1. Menurut Putusan Mahkamah Agung RI No. 86K/TUN/1994 tanggal 14September 1955 juncto Putusan pengadilan Tinggi TUN Jakarta No. 88B/1993/PT TUN JKT tanggaL 14 Mei 1994 juncto Putusan Pengadilan TUNJakarta No. 072/0/G/ 1992/IJ/PTUN-JKT tanggal 12 Mei 1993 pelapordimenangkan dalam perkara sengketa kepemilikan Hotel “C” tersebut.Akan tetapi setelah waktu 3 bulan Gubemur DKI tidak segera melaksana-kan Keputusan MA yang sudah berkekuatan hukum tetap tersebut,sehingga Ketua Pengadilan TUN Jakarta mengeluarkan PenetapanEksekusi No. 03/Pen/KT/RKS/ PTUN/JKT 1966 tanggal 19 Maret 1996.

2. Ternyata setelah keluar Penetapan Eksekusi tersebut pun Gubernur DKItidak segera melaksanakan eksekusi atas Putusan Mahkamah Agungyang dimaksud, sehingga dengan surat tanggal 6 Mei 1996 NomorW7.PTUN-JKT.PRK.072-18896 Ketua Pengadilan Tata Usaha Negaraantara lain meminta agar Menteri Dalam Negeri memerintahkan kepadaGubernur DKI, sebagai pihak tergugat dalam perkara tersebut, melak-sanakan Putusan Mahkamah Agung yang sudah mempunyai kekuatanhukum tetap tersebut.

3. Karena sangat signifikan, perlu dipetik pertimbangan Majelis HakimPengadilan TUN Jakarta untuk memberikan putusan yang meme-nangkan pelapor (Sdr. RS yang dalam perkara tersebut menjadi pihakPenggugat dan Gubernur DKI menjadi pihak Tergugat), yaitu:

“... Tegugat telah terbukti melakukan tindakan sewenang-wenang yangmerugikan seseorang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 53 ayat (2}cUndang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, di mana Tergugat secara terang-terangan telah membiarkan/membenarkan seseorang/Badan HukumPerdata mengelola suatu Usaha (Hotel “C”) tanpa adarrya suatu izinyang sah menurut hukum dan tanpa alas hak yang sah dan sekaliguspula tindakan Tergugat ini dapat dikatakan telah tidak melaksanakanAzas Azas Pemerintahan yang baik;

... (oleh karena itu) demi tegaknya Citra Aparatur Negara yang bersihdan berwibawa, Majelis Hakim berpendapat bahwa pengelolaan Hotel“C” yang terletak di Jalan TTS Nomor 23 Jakarta-Barat haruslah di-serahkan kepada pihak yang sampai saat ini berhak atas Hotel tersebutsesuai dengan bukii-bukti yang ada [...] yakni Saudara RS (Penggugat}dan untuk itu memerintahkan kepada Tergugat (Gubernur KepalaDaerah Khusus Ibukota Jakarta) dengan rasa tanggung jawab penuhdan berdasarkan wewenang yang ada padanya untuk melaksanakanSurat-Surat Keputusan yang dikeluarkannya yakni:

* Surat Keputusan Nomor 01 Tahun 1990 tanggal 16 Januari 1990,d a n

* Surat Keputusan Nnmor 63/SB-S11. 7S7 tanggal 17 Januari 1990 ...”

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

106

Putusan Pengadilan TUN tersebut telah dikuatkan oleh PengadilanTinggi TUN dan Mahkamah Agung RI dalam Putusan-Putusan bemomordan bertanggal terurai dalam Butir l di atas.

4. Memang kemudian Kepala Dinas Pariwisata DKI, sebagai instansi yangdiberi wewenang oleh Gubernur DKI untuk menutup Hotel “C”, memberiperingatan tiga kali kepada PT AKL yang menguasai Hotel “C” secaramelawan hukum itu, agar menghentikan kegiatan operasionalnya, yaitudengan surat tanggal 25 Pebruari 1997, 4 Maret 1997, dan 12 Maret1997, akan tetapi tidak diikuti dengan penutupan Hotel “C” tersebutsecara nyata.

5. Waktu berjalan terus, dan dalam rapat bulan Pebruari 1999 denganGubernur DKI cq Wagub Bidang Pemerintahan, Sdr. AK, pelapor kembalimengulangi permohonannya agar Gubernur DKI melaksanakan PutusanMA tersebut dan atau segera menutup Hotel “C” - yang sampai saat itudikuasai oleh yang tidak berhak sudah selama lebih kurang 10 (sepuluh)tahun - karena telah beroperasi tanpa izin dari Dinas Pariwisata DKIJakarta. Akan tetapi respons Gubernur DKI tetap tidak tegas, sehinggahingga saat ini penyelesaian sengketa yang sebenarnya sudah lama harussudah tuntas, belum juga berakhir.

6. Baru setelah pelapor mengadu kepada Komisi II DPR RI dan Komisi ADPRD DKI, Kepala Dinas Pariwisata, Sdr. Ir WM, dengan persetujuanSdr. AK mengeluarkan surat tanggal 2 Maret 2000 No.341/1/757.1 denganperintah kepada PT AKL segera menghentikan/menutup kegiatan Hotel“C” dalam waktu 7 kali 24 jam sejak dikeluarkannya surat tersebut.

7. Sekalipun pihak PT AKL berhasil menangguhkan perintah tersebut ber-dasarkan Penetapan Pengadilan TUN Jakarta No.021/G.TUN/2000/PTUN-JKT tanggal 13 Maret 2000 selama 30 hari, toh pada akhimyausaha permohonan perpanjangan penangguhannya selama 7 hari lagiditolak oleh Pengadilan TUN, bahkan Majelis Hakim menyatakan bahwaPenetapan Pengadilan TUN tanggal 13 Maret 2000 tersebut tidak mem-punyai kekuatan hukum.

8. Pada tanggal 22 April 2000 Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta melaku-kan penutupan Hotel “C” dengan melakukan penyegelan. Temyata ke-esokan harinya segel-segelnya dirobek dan dicabut, dan sampai saat iniHotel “C” berjalan seperti biasa.

9. Komisi Ombudsman Nasional berpendapat, butir-butir di atas dapat ditaf-sirkan banyak kalangan, bahwa Gubernur DKI dan Pejabat yangbersangkutan dengan permasalahan ini, telah membiarkan terjadinyapelecehan hukum (contempt of court) terhadap putusan Pengadilan Ter-tinggi di Indonesia: MA; tidak bereaksi cepat atas terjadinya pembang-kangan pihak lawan pelapor yang berupa perusakan atas tindak pene-gakan hukum (obstruction of justice) yaitu merusak segel-segel PemdaDKI dan menyerang serta melukai beberapa orang Aparat PemerintahDKI; tidak tegas di dalam usaha pengembalian/pemulihan hak pelapor

107

untuk mengelola Hotel tersebut, sehingga wajar jika Gubemur DKI dapatdipandang telah memihak (not impartial) kepada pihak lawan pelapordan telah terjadi kolusi (collusion) dengan pihak tersebut.

Berkenaan dengan ini, KOMISI ingin menjelaskan, bahwa dalam hubunganantara badan publik atau instansi pemerintah dengan warganya memangdapat terjadi maladministration. Sebagai contoh, misalnya dalam hal-halberikut: mengeluarkan keputusan atau melakukan tindakan yang janggal(inappropriate), yang menyimpang (deviate), yang sewenang-wenang (arbi-trary), bahkan yang melanggar ketentuan/hukum (irregular/illegitimate), dantelah terjadi penyalahgunaan wewenang (abuse of power), atau suatu kasuskurang ditanggapi sehingga berlarut-larut penanganannya (undue delay).Demikian juga jika terasa ada pelanggaran kepatutan (equity), yaitu sekalipun- menurut hukum - dapat dikenakan tetapi nyata-nyata atau dapat akan telahterjadi ketidakadilan. Dalam situasi demikian itu, KOMISI akan selalu mela-kukan pengawasan dalam bentuk meminta klarifikasi, memberi tahukanpemantauan permasalahan, dan memberikan rekomendasi.

Kami mengucapkan terima kasih atas perhatian Saudara dan kami akansangat menghargai langkah Saudara untuk menindaklanjuti rekomendasikami tersebut dalam waktu yang tidak terlalu lama.

KOMISI OMBUDSMAN NASIONAL

Antonius Sujata, SH

Ketua

Tembusan:

1. Yth. Presiden Republik Indonesia, di Jakarta

2. Yth. Menteri Dalam Negeri cq Irjen, di Jakarta

3. Yth. Ketua Mahkamah Agung RI, di Jakarta

4. Yth. Kepala Dinas Pariwisata DKI Jakarta, di Jakarta

5. Yth. Sdr. RS Jalan S 10/l48 Jakarta Selatan 12220

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

108

PELAYANAN UMUM SANGAT BURUK

In this case, Mr. S reported that the separator of the road hadbeen damage for years. Also the traffic lights entering theTown of D, West Java, were out of order too. Worst of all, thesellers occupied the shoulder of roads blocking the passingtraffics. In addition, policemen and peoples asked some tipsfor trafficking the vehicles there. The Chief Ombudsman wroteto the Mayor of D and the Chief Police of D Resort with arecommendation that they check the spots and take correc-tion measures.

Outcome: The Chief of Police suggested that the Mayor shouldtaking measures. The Mayor paid attention to the report andhe notified the Chief Ombudsman, that he had planned tobuild new market for accommodating those sellers. He alsopromised to repair roads and he had allocated funds for thatpurpose.

Keluhan

Pelapor S, berdomisili di Depok Timur, Jawa Barat, melaporkanbahwa:

(1) Pemisah jalan di depan Pasar Cisalak banyak yang sudahrusak, sehingga menimbulkan bahaya bagi penyeberang jalandan juga menimbulkan gangguan lalu lintas kendaraan,terlebih-lebih di malam hari;

(2) Pinggir jalan Pasar Cisalak jurusan Jakarta-Bogor dipakai parapedagang sayuran/buah-buahan sampai melimpah ke badanjalan. Akibatnya tentu saja terjadi kemacetan lalu lintas. Terle-bih-lebih di malam hari

109

(3) Lampu lalu lintas (trafic lights) di Pertigaan Pal jurusan dariJakarta dan Bogor menuju Depok, sudah bertahun-tahunrusak.

(4) Akibat tersebut butir (3) telah menimbulkan keuntungan ke-pada Oknum Polri dan Pak Ogah (Pengatur lalu lintas dadak-an dan tidak resmi), karena mereka memungut uang dari peng-guna jalan;

Masalahnya

Aparat dan Anggota DPRD Depok tidak memikirkan kepen-tingan rakyat, akibatnya antara lain pengguna jalan yang nota benetelah membayar pajak tidak dilayani sebagaimana mestinya olehaparat yang berwenang.

Sedangkan kerusakan sarana transportasi dilaporkan di muka,menurut Pelapor, adalah akibat pelayanan buruk aparat di Depok.Oleh karena itu, Pelapor minta Komisi Ombudsman, agar WalikotaDepok dan Kepala Kepolisian Resor Metro Depok (para Terlapor)mengecek hal tersebut serta perbaikan.

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan Surat No. 0914/KON-Lapor.1338/I/2001-mw bertanggal26 Januari 2001, Ketua Komisi Ombudsman mengirim surat kepadaWalikota Depok dan Kepala Kepolisian Resor Metro Depok dansecara implisit sependapat dan memahami keluhan Pelapor.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut.

Agar warga masyarakat merasa memperoleh pelayanan seba-gaimana mestinya, sebaiknya Walikotamadya Depok dan

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

110

Kepala Kepolisian Resor Metro Depok melakukan pemeriksaanserta perbaikan atas masalah yang dilaporkan.

Hasi lnya

Selama bulan Januari 2001, Kepolisian melakukan survei dilapangan mengamati kebenaran laporan.

Melalui Surat Nomor B/318/I/2001/Res. Depok bertanggal 5Pebruari 2001, Kasat Lintas Resor Depok meminta agar WalikotaDepok cq DLAAJ dapat segera memperbaiki Trafic Lights PalCimanggis yang sudah 1 tahun rusak.

Melalui Surat Nomor B/333/I/2001/Res.Depok bertanggal6 Pebruari 2001, Kasat Lintas Resor Depok meminta agar Walikotacq Dinas Pekerjaan Umum dan Trantib menertibkan dan memper-baiki kerusakan jalan dan separator sebagaimana dilaporkan olehPelapor.

Melalui Surat Nomor 656-1/395/BAPP0 bertanggal 25 April2001 kepada Komisi Ombudsman, Walikota Depok memberi-tahukan sudah dialokasikan dana tahun 2001 untuk perbaikanpemisah jalan depan pasar Cisalak, Kota Depok.

Dalam rangka menertibkan pedagang kaki lima yang menim-bulkan gangguan lalu lintas sebagaimana dilaporkan oleh Pelapor,emplasement pasar sudah dibangun. Juga telah dialokasikan danatahun 2001 untuk memperlancar penertiban yang dimaksud.

Trafic lights yang rusak sudah dikordinasikan dengan DLLAJdan Kepolisian Resor Metro Depok untuk segera diperbaiki.

Telah dilakukan pemeriksaan tentang laporan pemungutanuang yang dilakukan oleh pegawai keamanan dan KetertibanDepok. Hasil pemeriksaan menyimpulkan, tidak benar telah terjadipemungutan-pemungutan liar.

111

KETIDAKADILAN/PENANGANAN BERLARUT-LARUT

Mr. DK, the complainant reported to the Ombudsman Com-mission, that he had suffered financial loss resulting fromundue delay actions of the DKI (Jakarta Special ProvinceGovernment) i.e. the Mayor of South Jakarta. In 1988, a partof his land was used for “the outer ring road project”. TheSouth Jakarta Government, however, always refused to paythe compensation. Hence, the complainant sued the Mayor.In each stage of civil proceedings (in the District Court, theAppellate Court, and the Supreme Court), the complainantwon the case. The Mayor of the South of Jakarta had to paythe complainant the compensation of Rp. 25.000.000,00 . TheMayor, however, did not want to enforce the court judgment.Then the Chief Ombudsman notified the Mayor about thecomplaint with a recommendation that the South JakartaGovernment should enforce the court judgment.

Outcome: The Mayor paid the complainant the compensa-tion of Rp. 25.000.000,00. The complainant, however, signeda backdated receipt.

Keluhan

Pelapor DK, berdomisili di Jakarta, melaporkan secara tertuliskepada Komisi Ombudsman Nasional bahwa ia telah mengalamitindakan yang merugikan dirinya yang dilakukan oleh PemerintahDaerah Khusus Ibukota Jaya cq Walikotamadya Jakarta Selatan,pejabat tersebut tidak memberikan ganti rugi atas tanahnya yangdipakai pembangunan jalan dalam proyek outer ring road.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

112

Masalahnya

Pelapor adalah ahli waris H. Kbin L (Alm), pemilik tanah seluas1.380 M2 di Jl. Kampung Srengseng Sawah, Kecamatan PasarMinggu, Jakarta Selatan.

Berdasarkan SK Gubernur Daerah Khusus Ibukota JakartaNo. 1708 tanggal 27 Agustus 1988, seluas lebih kurang 1000 M2dari tanah tersebut, terkena proyek “outer ring road” dengan jumlahganti rugi sebesar Rp. 25.653.600.

Akan tetapi Walikotamadya Jakarta Selatan selalu mengelakatau tidak memberi kepastian untuk melakukan pembayaran gantirugi tersebut. Akhirnya Pelapor menggugat Terlapor ke Pengadilan.

Keputusan Pengadilan Negeri dikuatkan oleh PengadilanTinggi, yaitu Terlapor /Pemerintah Daerah Khusus Ibukota cqWalikotamadya Jakarta Selatan (Pembanding semula Tergugat)dihukum membayar ganti rugi sebesar Rp. 25.000.000,00 (Duapuluh lima juta) kepada Pelapor.

Sekalipun Putusan PT tersebut sudah mempunyai kekuatantetap, karena permohonan kasasi Pemerintah Daerah KhususIbukota ditolak oleh Mahkamah Agung RI, terus saja Pelapor diper-sulit dalam mengajuan permintaan ganti rugi sesuai denganPutusan Pengadilan tersebut.

Langkah Komisi Ombudsman

Melalui Surat No. 1004/KON-Lapor.1455/III/2001-ER ber-tanggal 7 Maret 2001 ditujukan kepada Walikotamadya JakartaSelatan, Ketua Komisi Ombudsman meminta klarifikasi masalahtersebut, disertai catatan, bahwa perkembangan masalah ini akanterus dipantau oleh Komisi Ombudsman.

113

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut:

1. Agar putusan MA yang sudah mempunyai kekuatanhukum tetap dapat dilaksanakan dan diselesaikan secarasungguh-sungguh;

2. Demi penegakan hukum yang benar-benar memenuhi rasakeadilan serta demi kepastian hukum bagi Pelapor, hak-hak pelapor harus dikembalikan sesuai dengan ketentuanyang berlaku

Hasi lnya

Pelapor menerima uang ganti rugi sejumlah Rp. 25.000.000,00(Dua puluh lima juta rupiah) dari Walikota Jakarta Selatan, denganmenandatangani kuitansi bertanggal mundur: 24 November 2000.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

114

BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KETIDAKADILAN AKIBAT MALADMINISTRASI

In this case, Mr. YS complained about discriminative actionsof the Land Office of Indramayu, West Java. The complain-ant requested a new Certificate of Land separated from theold Certificate belonged to Mr. MH. The Office refused to re-ceive relevant documents for the processing of a new Certifi-cate. The Chief Ombudsman informed the matter to the LandOffice of West Java in Bandung with his recommendationthat the Land Office should give approprite service withoutdiscrimination.

Outcome: The Land Office of Indrawayu reported to the Om-budsman Commission about the measures taken. The Officesuggested, that all parties negotiate the dispute in amicableway. After they met in the negotiation, they eventually reacheda good agreement. The holder of the old Certificate of Landagreed that every body (including the complainant) wouldhave a separated Certificate according to their ownership.Hence, the Land Office of Indramayu issued new Certificatefor each of those persons.

Keluhan

Melalui Surat bertanggal 31 Mei 2000, Pelapor YS, berdomisilidi Indramayu, Jawa Barat, melaporkan kepada Komisi Ombuds-man Nasional, bahwa dirinya telah diperlakukan secara diskri-minatif oleh Bagian Penerimaan Kantor Badan PertanahanNasional Indramayu.

115

Masalahnya

Dalam rangka mengajukan permohonan pemisahan hak tanahdan pengukuran tanah, Pelapor akan menyerahkan berkas-berkas,tetapi Kantor Badan Pertanahan Nasional Indramayu tidak maumenerimanya. Padahal sebelumnya atau pada kesempatan lainKantor tersebut telah memberikan kesempatan kepada MH, SHuntuk melakukan pendaftaran dengan mudah dan memberikankembali Sertfikat Hak Milik No. 22, sekalipun tidak dilengkapidengan surat keterangan waris.

Langkah Komisi Ombudsman

Melalui Surat No. 0400/KON-Lapor.1638/VIII/2000-BM ber-tanggal 8 Agustus 2000 ditujukan kepada Kepala Kantor BadanPertanahan Nasional Wilayah Jawa Barat di Bandung, KetuaKomisi Ombudsman menyampaikan perihal perlakuan diskri-minatif dimaksud disertai catatan, bahwa perkembangan masalahini akan terus dipantau oleh Komisi Ombudsman.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut:

Agar Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Jawa Baratmemberikan pelayanan dan mempelakukan Pelapor secara adil(non-diskriminatif).

Hasi lnya

Dengan surat No. 270-1537-00 bertanggal 20 November 2000,Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Indramayu mem-beritahukan kepada Ketua Komisi Ombudsman hal-hal sebagaiberikut:

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

116

1. Permasalahannya telah dilaporkan kepada Kepala KantorWilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Baratdi Bandung;

2. Atas saran Kepala Badan Pertanahan Nasional kepadaPelapor, para pihak yang menguasai tanah di lapangantelah mengadakan upaya penyelesain secara musyawarah;

3. Berdasarkan penyelesaian tersebut, Kepala Badan Perta-nahan Nasional Indramayu, Jawa Barat, telah dapat me-nerbitkan Hak Milik No. 599/Kepandean kepada Pelapor.

117

PENANGAN BERLARUT-LARUT

On 22 April 2002, Mr. TES complained about undue delayactions of the Natonal Land Agency. The complainant re-quested a separated Certificate of Land in accordance withthe judgment of the Appellate Court of Jakarta Special Prov-ince. Mr. TFW, the holder of the status quo Certificate, pas-sively responded to the notification of the Land Office. Healways disregarded the invitation of the Land Office of WestJakarta for discussing the separation of certificate. On 19June 2002, the Chief Ombudsman informed the matter to theLand Office of West Java in Bandung with his recommen-dation that the Land Office should clarified the matter. Healso stated his opinion, that the Land Office had conductedundue delay service amounted to maladministration.

Outcome: On 8 July 2002, the complainant reported to theOmbudsman Commission that he had obtained a separatedCertificate of Land in accordance with the judgment of theAppellate Court of Jakarta.

Keluhan

Pelapor TES, berdomisili di Jakarta melalui Surat bertanggal22 April 2002, melaporkan kepada Komisi Ombudsman Nasional,bahwa Badan Pertanahan Nasional (Terlapor) telah lama membiar-kan permohonannya tidak diproses.

Masalahnya

Berdasarkan Putusan pengadilan Tinggi Jakarta tanggal 29Juni 1998 Nomor 152/PDT/1998/PT DKI yang telah mempunyaikekuatan tetap, menyatakan bahwa Pelapor (dalam sengketaPengadilan sebagai Terbanding semula Penggugat adalah pemilik

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

118

sah dari setengah luas bidang tanah yang bersertifikat Hak MilikNo.608 atas nama M. Sertifikat tersebut selama ini dipegang olehTFW (Pembanding semula Tergugat).

Surat ukur atas pemisahan tanah dimaksud sudah dikeluarkanoleh Badan Pertanahan Nasional Jakarta Barat pada tanggal 21Januari 2002 masing-masing No.4/2002 dan No.5/2002.

Akan tetapi sampai saat pengiriman laporan kepada KomisiOmbudsman, Sertifikat Tanah atas nama Pelapor belum juga di-keluarkan. Alasannya, karena pemegang Sertifikat Hak Milik No.608 tersebut, yaitu TFW, tidak pernah datang memenuhi panggilanBadan Pertanahan Nasional Jakarta Barat.

Langkah Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman melalui Surat No. 0091/KON-Lap.01077/VI/2002/LS bertanggal 19 Juni 2002 ditujukan kepadaKepala Kantor Badan Pertanahan Nasional di Jakarta, perihalmasalah tersebut dengan pendapat Kantor Badan PertanahanNasional telah melakukan tindakan maladministrasi berupapenundaan berlarut-larut (undue delay).

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasi, agarBadan Pertanahan Nasional (Terlapor) memberikan klarifikasi atasmasalah tersebut, demi mengembalikan kepercayaan publik kepadapihak Terlapor, sebagai salah satu instansi yang bertugas membe-rikan pelayanan publik.

Hasi lnya

Pada 8 Juli 2002, Pelapor telah memperoleh sertifikat HakMilik yang sudah lama dimintanya, dari Badan Pertanahan Nasio-nal, sesuai dengan putusan pengadilan.

119

PENGEMBALIAN HAK

In this case, Mr S et al. complained about land fraud result-ing from the pushace of land. The complainants belonged toa group of peasants, whose lands were purchased by the JayaLand Corp. in 1994. According to them, there were pieces ofland that should not be included in the Purchase Agreement.The pieces of land were then illegally occupied by the Secre-tary of Village Government of Janti, Sidoarjo, East Java.Hence, they claimed the said lands to be redistributed to theoriginal owners. The Chief Ombudsman then informed thematter to the Regent of Sidoarjo County, East Java, with hisrecommendation that the County Government should in-vestigate the complaints.

Outcome: According to the Regent of Sidoarjo, on 5 June2001, all parties met in a negotiation and reached a new agree-ment. The lands claimed were redistributed to the originalowners. The following day, the Land Office of Sidoarjoremapped the land. In other words, according to the Regentof Sidoarjo, the land problem had been resolved.

Keluhan

Pelapor S, dkk, berdomisili di Desa Janti, Kecamatan Tarik,Sidoarjo, Jawa Timur beserta kawan-kawannya melaporkan kepadaKomisi Ombudsman Nasional, agar kelebihan tanah dalam jualbeli antara 54 warga Desa Jati dengan PT Jaya Land tahun 1994,dikembalikan lagi kepada yang berhak.

Masalahnya

Kelebihan tanah dimaksud oleh Kantor Pertanahan Kabupaten

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

120

Sidoarjo (Terlapor) telah diberikan kepada Pemerintah Desa Janti.Ternyata kelebihan tanah tersebut kemudian dikuasai oleh Seker-taris Desa S, dijadikan kebun tebu. Oleh karena itu Pelapor meng-inginkan kelebihan tanah tersebut dikembalikan kepada yangberhak.

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan Surat No. 1506/KON-Lap.1747/VIII/2001/-wn ber-tanggal 19 Juni 2002 ditujukan kepada Bupati Sidoarjo, KetuaKomisi Ombudsman menyampaikan permasalahan tanah di DesaJanti sebagai mana dilaporkan.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasi, agarBupati Sidoarjo melakukan penelitian atas substansi yang disam-paikan Pelapor serta memberitahukan hasil penelitian tersebutkepada Komisi Ombudsman.

Hasi lnya

Dengan Surat No. 143/104/404.1.1.1/2002 bertangal 2 Januari2002, Bupati Sidoarjo melaporkan bahwa permasalahan sawah diDesa Janti, kecamatan Tarik sudah selesai, sehingga tidak adapersoalan lagi, disertai penjelasan sebagai berikut:

Berdasarkan hasil musyawarah pada tanggal 5 Juni 2001antara para petani Desa Janti dengan Pihak PT Jaya Land diper-oleh kesepakatan, bahwa:

a . Patok batas tanah milik petani dan tanah milik PT Jaya Landdikembalikan pada posisi semula;

b. Kelebihan sawah disebelah timur tanah milik PT Jaya Landditukar/dialihkan ke sebelah selatan tanah milik PT Jaya Land.

121

Musyawarah dihadiri Petugas Kantor Pertanahan KabupatenSidoarjo, Muspika Tarik, Kepala Desa Janti dan Ketua LKMD Janti.

Pada tanggal 6 Juni 2001 Petugas Kantor Pertanahan Kabu-paten Sidoarjo melaksanakan pengukuran atas lokasi sawah di-maksud, dengan disaksikan Muspika dan Kepala Desa Janti,kemudian disahkan pula oleh Camat Tarik.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

122

PERBANKAN, KEUANGAN DAN BPPN

PEMULIHAN HAK-HAK

In May 2000, the Managing Director of BEST Corp. reportedto the Ombudsman Commission that 1000 MT of Stearin wassold by the AP Corp. Earlier, between the AP Corp. and theBEST Corp. reached an agreement of sale, that BEST Corp.would pay Rp. 3.520.000.000,00 for the said Stearin. How-ever, after BEST Corp. send the money to the Bank. NegaraIndonesia of Jembatan Merah Branch, Surabaya, the Sterinhad been sold by the AP Corp. to the third party. He com-plained that AP Corp never paid back the money. The ChiefOmbudsman then sent a recommendation to the Ministerof Foreign Investment, that he should investigate the case.The Chief Ombudsman was of the opinion, that the casewould be settled if AP Corp. is willing to honor the agree-ment .

Outcome: Referring to the recommendation of the Chief Om-budsman, both sides met in several negotiations and eventu-ally they reached the agreement. On 11 July 2000, the com-plainant had received the payment of Rp. 3.520.000.000,00from AP Corp.

Keluhan

Melalui Surat Nomor: 33/BEST/V/2000 bertanggal 8 Mei 2000,Dirut PT BEST melaporkan, bahwa 1000 MT RBD Stearin milikPT tersebut dijual oleh PT Perkebunan A tanpa persetujuannya,

123

sedangkan uang hasil penjualan tidak pernah diserahkan kepadaPT BEST.

Masalahnya

Sebagaimana diatur dalam Surat Nomor AINKP/03054/VIII/1998/MS2 tanggal 22 Juli 1998, antara Terlapor PT Perkebunan Adengan Pelapor PT BEST telah terjadi kesepakan jual beli RBDStearin sebanyak 1000MT dengan harga Rp.. 3.520.000.000,00 (Tigamilyar lima ratus dua puluh juta rupiah).

Pada tanggal 14 September 1998, melalui Bank Negara Indo-nesia 1946 Cabang Jembatan Merah, Surabaya, Pelapor telah mem-bayar lunas sejumlah uang sebagaimana dilaporkan kepadaTerlapor. Dengan demikian barang dimaksud, menurut Pelapor,sudah menjadi milik Pelapor.

Ternyata kemudian barang tersebut dijual oleh Terlapor tanpapersetujuan Pelapor.

Berulang kali Pelapor meminta penyelesaian masalah tersebut.Hasilnya, Terlapor hanya memberikan janji-janji belaka.

Menurut Kuasa Hukum Pelapor, hingga akhir Februari 2000kerugian pelapor sudah mencapai Rp. 5.364.480.000 (lima milyartiga ratus enam puluh empat juta empat ratus delapan puluh riburupiah).

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan Surat No. 0110/KON/V/2000 bertanggal 18 Mei 2000,Ketua Komisi Ombudsman mengirim surat kepada Menteri NegaraPenanaman Modal dan Pembinaan BUMN disertai pendapat:

Masalahnya dapat diatasi apabila perusahaan negara PT Per-kebunan A memiliki itikad baik untuk menyelesaikannya.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

124

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut:

(1) Agar Menteri Negara Penanaman Modal dan PembinaanBUMN. dapat menindaklanjuti laporan Pelapor PT BEST,mengingat Terlapor PT Perkebunan A berada dalam pem-binaan/ pengawasannya;

(2) Apabila oknum-oknum dari perusahaan negara tersebutmelakukan penyimpangan, agar segera dilakukan peme-riksaan diikuti tindakan yang tegas, baik secara adminis-tratif, maupun secara hukum.

Hasi lnya

Dengan berpegang pada Surat Ketua Komisi Ombudsmankepada Menteri dimaksud, antara PT BEST (Pelapor) dengan PTPA (Terlapor) telah dilakukan serangkaian perundingan untukmemperoleh pembayaran sebagaimana yang diinginkannya.

Pada tanggal 11 Juli 2000 Pelapor memperoleh pengembaliandana sebesar Rp. 3.520.000.000,00 (Tiga milyar lima ratus duapuluh juta rupiah).

125

TINDAKAN SEWENANG-WENANG

SW and JW, the complainants and on behalf of the NationalSavings Bank Trade Union and members of KOMPAK (AntiBanking Corruption Movement) reported arbitrary actionsof the Management of BTN (National Savings Bank). Someactivists of the Movement were transferred or suspended fromhis job. The Chief Ombudsman wrote to the Managing Direc-tor of BTN with the recommendation that he should re-solve the problem with tolerance.

Outcome: The complainants sent a grateful letter to the ChiefOmbudsman. They also informed, that the Trade Union ofthe BTN/Activist of the Movement and the Management ofBTN had reached agreement to end the conflict. The Man-agement of BTN had recognized the existance of theTradeUnion. Moreover, the Management of BTN had rehabilitedthe suspended employees and they returned to work.

Keluhan

Melalui Surat bertanggal 22 Maret 2000, Pelapor SW dan JW,keduanya berdomisili di Jakarta, atas nama aktivis Serikat PekerjaBank BTN (SP-BTN) dan Kampanye 0% (KOMPAK: KomiteMasyarakat Perbankan Anti Korupsi) melaporkan tindakansewenang-wenang Direksi BTN (Terlapor).

Masalahnya

Direksi BTN telah melakukan tindakan sewenang-wenangberupa mutasi dan skorsing terhadap aktivis Serikat Pekerja BankBTN (SP- BTN).

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

126

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan Surat No. 0232/KON/VII/2000 bertanggal 7 Juli 2000,Ketua Komisi Ombudsman mengirim surat kepada Dirut BankBTN.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasi se-bagai berikut:

Direktur Utama Bank BTN memberikan klarifikasi danmengatasi masalah tersebut dengan pendekatan yang lembut.

Hasi lnya

Pada tanggal 12 Juli 2000 atas inisiatif manajemen baru BankBTN telah dilakukan dialog antara pihak BTN dengan aktivisSerikat Pekerja-BTN.

Dicapai kesepakatan untuk memecahkan permasalahandengan menekankan sikap keterbukaan, kekeluargaan dan keadil-an serta saling menguntungkan.

Pihak Terlapor melalui manajemen baru Bank TabunganNegara mencabut skorsing yang dijatuhkan terhadap para aktivisSP-Bank Tabungan Negara dengan disertai pemulihan hak-hakpekerjanya.

Pihak terlapor pun berjanji untuk memenuhi komitmennyaterhadap perlunya penegakan praktek-praktek clean corporate gov-ernment di BTN serta mengakui eksistensi SP-BTN.

Dalam pada itu, permasalahan antara para aktivis SerikatPekerja B TN serta Kampanye Korupsi 0% dengan manajemen baruBank BTN dinyatakan berakhir.

127

KETIDAKPASTIAN/PENUNDAAN BERLARUT-LARUT

In November 2002, Mr. YT complained that BPPN (Indone-sian Bank Recovery Agency) undully processed his request toreview his debt to Bank H (in the proccess of bancruptcy).According to the new policy of BPPN, all the debtors had theright to pay his debt with 25% discount and without interestand without fines. In December 2002, the Chief Ombudsmansent a recommendation, that BPPN should promptly reviewthe matter and give clarification.

Outcome: In January 2003, the BBPN informed the ChiefOmbudsman, that the complainant and the Bank had reachedagreement and the complainant had paid his debt in accor-dance with the new policy of BPPN.

Keluhan

Pelapor Ir YT, berdomisili di Surabaya, menyampaikan ke-luhan, bahwa Badan Penyehatan Perbankan Nasional (Terlapor)telah menunda-nunda secara berlarut-larut atas laporannya sehu-bungan utang yang bersangkutan kepada ex Bank H. di Surabayasebagaimana diutarakannya dalam Surat kepada Komisi Ombuds-man Nasional bertanggal 26 September 2002.

Masalahnya

Ir YT merasa diperlakukan tidak adil oleh ex Bank H. di Sura-baya mengenai perincian jumlah utangnya dan bunga utangnyayang disampaikan oleh ex Bank H. tersebut kepada pihaknya.

Menurut perhitungan Pelapor, sesuai dengan perhitungan pro-gram komputer Badan Penyehatan Perbankan Nasional dari utangpokok sejumlah Rp. 175.000.000, sisanya tinggal Rp. 121.345.056,00.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

128

Berdasarkan hal tersebut, menurut perhitungan Pelapor dalamR/K, sesuai pula dengan Perjanjian Notaris antara Pelapor denganBank tersebut, sebagai berikut:

Utang Pokok (sisa) Rp. 121.345.056,00.

Bunga cerukan Rp. 100.957.571,21.

(Berdasarkan rekening asal). Tanpa PK.

Tetapi ternyata ex Bank H. melaporkan kepada Badan Penye-hatan Perbankan Nasional jumlah fasilitas kredit Pelapor menjadi2 (dua) rekening. Rekening pertama, seperti yang tertera di muka;sedangkan rekening kedua merupakan rekening tambahan (tanpaPK) berisi bunga cerukan yang dijadikan utang pokok sbb:

Utang Pokok Rp. 98.095.745,53

Bunga cerukan Rp. 2.861. 625,68

(Berdasarkan rekening kedua). Tanpa PK.

Oleh karena itu Pelapor merasa telah dirugikan, karena exBank H. tidak memisahkan utang pokok dan bunga atau kewajibanlain. Padahal, sementara itu, Terlapor sudah mendapat rekomen-dasi dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional, bahwa PRKtersebut agar ditinjau kembali.

Pihak TPS ex Bank H., tanpa alasan yang jelas selalu menolakusulan koreksi sesuai dengan rekomendasi Badan PenyehatanPerbankan Nasional.

Langkah Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman dengan Surat No. 0256/KON-Lapor-0339/XI/2002-ER bertanggal 26 November 2002, memberitahukanpermasalahan yang dialami oleh Pelapor kepada Kepala BadanPenyehatan Perbankan Nasional Pusat di Jakarta, untuk menelitikebenaran keluhan/laporan dimaksud, dengan catatan, bahwa

129

perkembangan masalah ini akan terus dipantau oleh KomisiOmbudsman.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut:

Demi memperoleh keputusan yang seadil-adilnya, KepalaBadan Penyehatan Perbankan Nasional Pusat agar memberi-kan klarifikasi atas keluhan dimaksud, sehingga tidak terjadipenundaan berlarut (undue delay) dalam memberikan pela-yanan kepada masyarakat.

Hasi lnya

Menanggapi Surat Ketua Komisi Ombudsman, Ketua BadanPenyehatan Perbankan Nasional Pusat, melalui Surat No. PROG-72/BPPN /0103 bertanggal 8 Januari 2003, memberitahukan bahwa:

Pelapor Ir YT mengajukan pelunasan utang kepada ex BankH., Surabaya disertai penerapan kebijakan bebas bunga, bebasdenda dan diskon pokok pinjaman.

Antara Pelapor dengan Terlapor telah dicapai kesepakatanperihal pelunasan kewajiban membayar utang tersebut denganSurat No. Prog-6738/AMK-PAK2/ BPPN/1202 bertanggal 18Desember 2002 dengan tembusan kepada Komisi OmbudsmanNasional.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

130

KETIDAKPASTIAN/PENUNDAAN BERLARUT-LARUT

Different person lodged similar complaint to the BPPN (In-donesian Bank Recovery Agency) about the same Bank withsimilar recommendation of the Ombudsman Commission.

Outcome: It was same as the outcome of the preceeding case.

Keluhan

Pelapor O, berdomisili di Tulungagung, Jawa Timur, menyam-paikan keluhan/laporan untuk memperoleh keadilan, karena BadanPenyehatan Bank Nasional (terlapor) telah memberikan pelayananyang ditunda-tunda, sehubungan utang yang bersangkutan kepadaex Bank H. di Malang sebagaimana disampaikan kepada KomisiOmbdsman Nasional dalam Surat bertanggal 26 September 2002.

Masalahnya

Pelapor O diperlakukan tidak adil oleh ex Bank H. di Malangmengenai perincian jumlah utangnya dan bunga utang yangdisampaikan oleh ex Bank H. kepada pihaknya.

Menurut perhitungan Pelapor, dari utang sejumlahRp. 200.000.000 telah membengkak menjadi sejumlahRp. 1.179.725.930,68.

Berdasarkan hal tersebut, demi keadilan dan kepastian hukum,Pelapor meminta koreksi atas angka yang membengkak, agarmenjadi sejumlah asalnya.

Langkah Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman dengan Surat No. 0235/KON-Lapor-0311/XI/2002-ER bertanggal 26 November 2002, memberitahukan

131

permasalahan yang dialami oleh Pelapor kepada Kepala BadanPenyehatan Perbankan Nasional Pusat di Jakarta, untuk menelitikebenaran keluhan/laporan dimaksud disertai catatan, bahwaperkembangan masalah tersebut akan terus dipantau oleh KomisiOmbudsman.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasi,sebagai berikut:

Demi memperoleh keputusan yang seadil-adilnya, agar dalamwaktu yang tidak terlalu lama, Kepala Badan PenyehatanPerbankan Nasional Pusat menyampaikan hasil tindak lanjut(penelitian dan pemeriksaan) substansi yang dilaporkan.

Hasi lnya

Menanggapi Surat Ketua Komisi Ombudsman, Ketua BadanPenyehatan Perbankan Nasional Pusat, memberitahukan melaluiSurat No. PROG-730/BPPN /0103 bertanggal 8 Januari 2003,bahwa:

Pelapor O sudah melunasi utang yang bersangkutan kepadaex Bank H. di Malang disertai penerapan kebijakan bebasbunga, bebas denda dan diskon pokok pinjaman, sehingga sete-lah dilakukan perhitungan, berjumlah sebesar Rp. 200.000.000.

Pada tanggal 18 Desember 2002 antara Pelapor dengan ex BankH telah dicapai kesepakatan perihal pelunasan kewajiban memba-yar utang diikuti dengan pelepasan agunan.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

132

KETIDAKPASTIAN/PENUNDAAN BERLARUT-LARUT

Different person lodged similar complaint to the BPPN (In-donesian Bank Recovery Agency) about the same Bank withsimilar recommendation of the Ombudsman Commission.

Outcome: It was same as the outcome of the preceeding case.

Keluhan

Melalui Surat bertanggal 14 Oktober 2002, Pelapor SM, ber-domisili di Surabaya, sebagai nasabah ex Bank H., Surabaya yangsudah dilikuidasi oleh Pemerintah. Permintaan Pelapor baik kepadaBadan Penyehatan Perbankan Nasional Center Surabaya (WakilTerlapor) maupun kepada Badan Penyehatan Perbankan NasionalPusat (Terlapor) di Jakarta, untuk melakukan pelunasan seluruhpinjamannya. tidak pernah ditanggapi.

Masalahnya

Pelapor SM merasa diperlakukan tidak adil oleh Badan Penye-hatan Perbankan Nasional (Terlapor) mengenai perincian jumlahutangnya terhadap ex-Bank H., Surabaya.

Menurut perhitungan Pelapor, berdasarkan kebijakan BadanPenyehatan Perbankan Nasional tentang penghapusan bunga dandenda pinjaman serta discount pokok 25%, perincian kewajibannyakepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional adalah 75% xRp.150.000.000, yaitu Rp.112.500.000.

Akan tetapi Badan Penyehatan Perbankan Nasional memberi-kan rincian yang berbeda, sehingga Terlapor melaporkannnyakepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional Center Surabaya.

133

Dengan dibantu oleh Badan Penyehatan Perbankan NasionalCenter Surabaya, rincian utang Pelapor dihitung kembali, akantetapi sampai saat keluhan/laporan disampaikan kepada KomisiOmbudsman, tidak mendapat penjelasan apapun.

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan Surat No. 0234/KON-Lapor 0317/XI/2002-ER /VII/2002bertanggal 11 November 2002, Ketua Komisi Ombudsman menga-jukan kepada Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Pusatdi Jakarta memberitahukan permasalahan yang dialami olehPelapor disertai permintaan, untuk meneliti kebenaran keluhan/laporan yang dimaksud dengan catatan, bahwa perkembanganmasalahnya akan terus dipantau oleh Komisi Ombudsman.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut:

(1) Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Pusat agarmelakukan pemeriksaan atas laporan dimaksud, sehinggakebenarannya dapat terungkap.

(2) Demi memperoleh keputusan yang seadil-adilnya, KepalaBadan Penyehatan Perbankan Nasional secara sungguh-sungguh mempertimbangkan keluhan Pelapor.

Hasi lnya

Melalui Surat No. PROG-74/BPPN/ /0103 bertanggal 8 Januari2003, Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional Pusat (Ter-lapor) memberitahukan kepada Komisi Ombudsman hal-hal sebagaiberikut:

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

134

Pelapor SM menjelaskan utang yang bersangkutan kepada exBank H., Surabaya disertai penerapan koreksi utang atas dasarkebijakan bebas bunga, bebas denda dan diskon pokok pin-jaman sebesar 25%.

Antara Pelapor dengan Badan Penyehatan Perbankan NasionalCenter Surabaya (Wakil Terlapor) telah dicapai kesepakatanperihal pelunasan kewajiban membayar utang tersebut denganrealisasi pelunasan kewajiban tersebut pada tanggal 28 No-vember 2002.

135

KETIDAKPASTIAN/PENUNDAAN BERLARUT-LARUT

Different person lodged similar complaint to the BPPN (In-donesian Bank Recovery Agency) about the same Bank withsimilar recommendation of the Ombudsman Commission.

Outcome: It was same as the outcome of the preceeding case.

Keluhan

Pelapor HC, berdomisili di Surabaya, adalah nasabah ex BankH., Surabaya yang sudah dilikuidasi oleh Pemerintah. Melalui Suratbertanggal 9 Oktober 2002, meminta Komisi Ombudsman agarmembantu dirinya menyelesaikan kewajibannya melunasi utangkepada ex Bank H., Surabaya.

Masalahnya

HC merasa diperlakukan tidak semestinya oleh Badan Penye-hatan Perbankan Nasional (Terlapor) mengenai perincian jumlahutangnya terhadap ex-Bank H., Surabaya. Sudah 2 tahun lamanya,permintaan yang bersangkutan kepada Badan Penyehatan Per-bankan Nasional Pusat di Jakarta, untuk melakukan pelunasanseluruh pinjamannya, belum juga ditanggapi.

Keinginan Pelapor adalah agar Badan Penyehatan PerbankanNasional tidak mempersulit sehingga yang bersangkutan mem-peroleh perhitungan pengembalian pinjaman yang seadil-adilnya.

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan Surat No. 0236/KON-Lapor 0309/XI/2002-ER /VII/2002bertanggal 11 November 2002, Ketua Komisi Ombudsman mem-beritahukan permasalahan yang dialami oleh Pelapor kepada

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

136

Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Pusat di Jakarta,dengan permintaan untuk meneliti kebenaran keluhan dimaksuddisertai catatan, bahwa perkembangan masalah tersebut akan terusdipantau oleh Komisi Ombudsman.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut:

(1) Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional Pusat agarsecara sungguh-sungguh memberikan pelayanan umumyang baik kepada Pelapor, lagi pula Pelapor beritikad baik.

(2) Demi memperoleh keputusan yang seadil-adilnya, KepalaBadan Penyehatan Perbankan Nasional secara sungguh-sungguh memberi kesempatan secepatnya kepada Pelaporuntuk menyelesaikan pelunasan utangnya.

Hasi lnya

Melalui Surat No. PROG-70BPPN /0103 bertanggal 8 Januari2003, Ketua Badan Penyehatan Perbankan Nasional Pusat (Ter-lapor) memberitahukan kepada Komisi Ombudsman hal-hal sebagaiberikut:

Pelapor HC bemaksud melakukan pelunasan utang kepada exBank H., Surabaya, setelah dihitung ulang disertai penerapankebijakan bebas bunga, bebas denda dan diskon pokok pin-jaman sebesar 25%, besarnya utang adalah Rp. 217.426.578.

Berdasarkan data Badan Penyehatan Perbankan NasionalCenter Surabaya (Wakil Terlapor), Pelapor sepakat untuk me-menuhi kewajiban pelunasan utangnya pada tanggal 28 No-vember 2002.

137

PERPAJAKAN

KEBERATAN ATAS TAGIHAN PAJAK

In this case, Ms IND complained about the land tax collec-tion to the Tax Office of South Jakarta with the carbon copyto the YLKI (the Foundation of Indonesian Consumers Pro-tection). The YLKI transfered the complaint to the Ombuds-man Commission. The complainant reported that she had topay the tax for other person’s land. The Tax Office told herthat the error would be corrected only after she paid the taxdebt first.

Referring to the Memory of Understanding between The Om-budsman Commission and the Department of Finance of In-donesia, the Chief Ombudsman issued his recommendationstating that the Directorate General of Taxation shouldpromptly enquire the matter.

Outcome: The Tax Office of South Jakarta informed the ChiefOmbudsman, that after conducting in situ examination, theerror had been corrected.

Keluhan

Pelapor IND, berdomisili di Jakarta melalui Surat bertanggal28 Agustus 2002 menyampaikan laporan kepada Kantor PelayananPajak Bumi dan Bangunan di Jakarta Selatan Satu, Jl. PasarMinggu No. 11 Pancoran, Jakarta atas terjadinya kekeliruanpenagihan Pajak Bumi dan Bangunan yang bukan kewajibannyauntuk membayarnya. Tembusannya antara lain disampaikan

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

138

kepada Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI).

YLKI kemudian meneruskan tembusan surat Pelapor tersebutkepada Komisi Ombudsman Nasional.

Masalahnya

Pelapor IND, anak AK (Alm) menerima tagihan berulang kaliSurat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) NOP. 31.71.070.001.023.0130.0.

Obyek pajak yang tertera dalam SPPT dimaksud bukanmerupakan milik atau di bawah penguasaan AK. Sedangkan Persilyang menjadi obyek pajak AK terletak di Kecamatan Tebet, JakartaSelatan, dalam SPPT tersebut ditagih keliru atas nama Y-Y Salon.

Dalam hal ini yang bersangkutan telah datang ke KantorPelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Jakarta Selatan Satu (Ter-lapor) dengan menunjukkan SPPT yang keliru tersebut untukmeminta perbaikan. Namun justru Petugas Pajak meminta agarpajak dibayar lebih dahulu.

Pelapor ingin diberi informasi yang tepat sehingga tidak terjadikekeliruan di kemudian hari dan agar Terlapor melakukan peme-riksaan atas lokasi dimaksud (in situ checking).

Langkah Komisi Ombudsman

Dengan merujuk Nota Kesepahaman Bersama antara KomisiOmbudsman dengan Menteri Keuangan tanggal 9 September 2002,Ketua Komisi Ombudsman mengirim surat kepada PenangungJawab Unit Penerima Pengaduan Masyarakat untuk perhatianKepala Bagian Operasi dan Tatalaksana Direktorat Jenderal PajakDepartemen Keuangan di Jakarta, melalui Surat No. 0188/KON-Lapor.0237/IX/2002-wn bertanggal 27 September 2002.

139

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasisebagai berikut.

(1) Direktorat Pajak agar melakukan pemeriksaan dan peneli-tian atas laporan dimaksud dalam waktu yang tidak terlalulama.

(2) Hasil pemeriksaan dan penelitian dimaksud disampaikankepada Komisi Ombudsman.

Hasi lnya

Menanggapi Surat Ketua Komisi Ombudsman tersebut, KantorPelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Jakarta Selatan Satumelakukan:

(1) Pemeriksaan Lapangan (in situ checking) di kedua lokasiobjek pajak dimaksud;

(2) Penelitian berkas yang bersangkutan.

Dengan surat No. 023/WPJ.04/KB.03.03/2002 bertanggal 22November 2002 kepada Dirjen Pajak, Kepala Kantor PelayananPajak Bumi dan Bangunan menyampaikan hal-hal berikut:

(1) Melalui SK Pembetulan No. Kep-128/WPJ.04/2002 ber-tanggal 4 November 2002, telah dilakukan pembetulannama Wajib Pajak dan penulisan alamat atas objek pajakdengan NOP 31.71.070.001.023.0130.0 yang seharusnya:H. MS (Alm) yang merupakan orangtua/mertua AK (Alm).

(2) Melalui SK Pembetulan No. Kep-127/WPJ.04/2002 ber-tanggal 4 November 2002, telah dilakukan pembetulannama Wajib Pajak sebelumnya atas nama Y-Y Salonmenjadi seharusnya: AK (Alm).

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

140

(3) Pada tanggal 19 November 2002, Surat PemberitahuanPajak Terutang (SPPT) Pajak Bumi dan Bangunan sebagaipembetulan atas 2 (dua) objek pajak dimaksud sudahdisampaikan kepada Wajib Pajak yang bersangkutan.

141

KOMISI OMBUDSMAN NASIONALJalan Adityawarman No. 43 Jakarta 12160, Indonesia

Tel: (62-21) 7258574-78, Fax. : (62-21) 7258579E-mail: [email protected] www.ombudsman.or.id

Nomor : 188 /KON-Lapor.0237/IX/2002-wnLampiran : 2 ( dua) lembar

Jakarta 27 September 2002

KepadaYth. Penanggung Jawab Unit Penerima Pengaduan Masyarakatu.p. Kepala Bagian Organisasi dan TatalaksanaDirektorat Jendral Pajak Departemen KeuanganDi Jakarta

Perihal : Keberatan terhadap tagihan Pajak Bumi dan Bangunan

Dengan hormat,

Komisi Ombudsman Nasional menerima informasi dari Sdr. RI, S.H dariYayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)yang meneruskan laporan dariSdri. IND yang beralamat di JI. MA 15 B pada pokoknya sebagai berikut:

1. Sdri. IND adalah anak dari AK yang menerima tagihan berulangkaliSurat Pemberitahuan Psjak Terutang (SPPT) No. 31.71.070.001.023.0130.0.

2. Obyek pajak yang tertera dalam SPPT dimaksud bukan merupakan milikatau di bawah penguasaan Sdr. AK.

3. Persil yang menjadi obyek pajak Sdr. AK terletak di Gg. H. A, Jln MANo.16 Rt.007 Rw.01, Kel. MD, Kec. Tebet, Jakarta Selatan, dalam SPPTNo. 31.71.070.001.023-0153.0 ditagih keliru atas nama Y-Y Salon.

4. Dalam hal ini yang bersangkutan telah datang ke Kantor Pelayanan PajakBumi dan Bangunan Jakarta Selatan Satu dengan menunjukkan SPPTyang keliru tersebut untuk diperbaiki namun justru Petugas Pajakmeminta agar pajak dibayar lebih dahulu.

5. Pelapor ingin diberi informasi yang tepat sehingga tidak terjadi keke-liruan di kemudian hari dan agar memeriksa ke lokasi.

Berdasarkan Keppres No. 44 Tahun 2000 dan Nota Kesepahaman Bersamaantara Komisi Ombudsman dan Menteri Keuangan tanggal 9 September 2002yang lalu, kami harap kiranya Direktorat Pajak melakukan pemeriksaan dan

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

142

penelitian terhadap substansi laporan ini. Hasil penelitian dan pemeriksaankiranya disampaikan kepada Komisi Ombudsman Nasional dalam waktu yangtidak terlalu lama.

Demikian atas perhatian dan kerjasamanya kami sampaikan terimakasih.

KOMISI OMBUDSMAN NASIONAL

Antonius Sujata, S.H

Ketua

Tembusan:

1. Yth. Direktur Jendral Pajak Departemen Keuangan di Jakarta

2. Yth. Kepala Kantor Wilayah IV DJP Jakarta Raya Satu, Jln. GatotSubroto 40-42 Jakarta

3. Yth. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia, Jln. Pancoran Barat VIINo.1, Duren Tiga, Jakarta Selatan

4. Yth. Sdri. Ind Jln. MA No. 16 Rt.007 Rw01 Kel. MD, Kec. Tebet, JakartaSelatan

143

KETENAGAKERJAAN

KETIDAKADILAN DALAM PENYELESAIAN PHK SEPIHAK

The client of the complainant of this case claimed compensa-tion from his former employer, KIA Corp. of Bandung Branch.According to the complainant, there was injustice resultingfrom unilateral termination of the labor contract agreementbetween his client and KIA Corp. The proceedings in the La-bor Tribunal of West Java in Bandung were full of irregu-larities too. He complained that KIA Corp. executed a non-legally Tribunal judgment. Further, he complained that therelevant official did not submit the notice of the Tribunal judg-ment in proper times in accordance with Labor Law. Fur-thermore, the relevant official declined his request that theLabor Tribunal of the Last Instance in Jakarta review hiscase.

The Ombudsman Commission had implicitly the same opin-ion. Hence, the Chief Ombudsman issued his recommen-dation stating that in accordance with law, the Labor Tri-bunal of the Last Instance in Jakarta should review the judg-ment of the Labor Tribunal of West Java.

Outcome: On 27 June 2001 the client of the complainantand the KIA Corp. of Bandung Branch reached an agreementto settle the labor dispute. Few weeks later in July 2001, hereceived the compensation plus extra payment of money.

Keluhan

Pelapor RK, SH, berdomisili di Jakarta dan selaku kuasahukum DER, secara tertulis melaporkan, bahwa telah terjaditindakan melawan hukum dan PHK sepihak oleh Pimpinan PT

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

144

KIA Tbk. Cabang Bandung (Terlapor) terhadap klien Pelapor.Dengan kata lain, klien Pelapor telah mengalami ketidakadilandalam penyelesaian Penghentian Hubungan Kerja (PHK) sepihak.

Masalahnya

DER (klien Pelapor) yang sudah mengabdikan dirinya denganKIA sejak 1989 telah mengalami PHK sepihak oleh Pimpinan PTKIA Tbk. Cabang Bandung.

Atas keputusan PHK sepihak tersebut klien Pelapor tidakpernah menerima kompensasi apapun, sehingga merupakan tin-dakan tidak manusiawi.

Pelapor sangat prihatin atas beberapa penyimpangan, yaitupihak yang berwenang terlambat dalam menyampaikan putusanP4D (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah) dantelah mengeksekusi putusan yang masih prematur, sehingga me-nimbulkan kerugian dan ketidakadilan bagi klien Pelapor, karenapermohonannya untuk diperiksa ulang tidak dipertimbangkan.

Langkah Komisi Ombudsman

Melalui Surat Nomor: 1316/KON-Lapor-1903/V/2001-ER ber-tanggal 1 Juni 2001, kepada P4P (Panitia Penyelesaian PerselisihanPerburuhan Pusat) Departemen Tenaga Kerja RI di Jakarta, KetuaKomisi Ombudsman menyampaikan masalah dimaksud. Secaratersirat Komisi sependapat dengan Pelapor, yaitu:

(1) Terdapat penyimpangan (deviation) upaya eksekusi olehoknum Kandepnaker Kodya Bandung yang melanggarketentuan Pasal 10 ayat (1) UU No. 22 Th. 1957, yaitu:Putusan panitia Daerah yang bersifat mengikat dapatmulai dilaksanakan bila terhadapnya dalam 14 hari sete-lah putusan itu diambil, tidak dimintakan pemeriksaanulangan pada Panitia Pusat.

145

(2) Terdapat kejanggalan (irrigularities) dalam penyampaianputusan oleh oknum P4D Jawa Barat, karena berten-tangan dengan Pasal 9 ayat (3) UU No. 22 Th. 1957, yaitu:Segera setelah diambil putusan, salinan surat putusantersebut disampaikan kepada kedua belah pihak yangberselisih.

Pendapat tersebut disertai catatan, bahwa Komisi Ombuds-man terus memantau dan memperhatikan perkembangan danpenyelesaian kasus dimaksud.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan rekomendasi,sebagai berikut.

Agar P4P mempertimbangkan dan mengambil langkah-lang-kah penyelesaian yang adil atas pokok permasalahan sebagai-mana dikemukakan oleh Pelapor.

Hasi lnya

Perkara perburuhan antara klien Pelapor dengan pihak Ter-lapor telah diselesaikan secara tuntas.

Pada tanggal 27 Juni 2001 telah tercapai kesepakatan antarakedua belah pihak untuk melaksanakan Putusan P4P.

Pada tanggal 6 Juli 2001, DER, klien Pelapor telah menerimarealisasi kompensasi PHK dari Terlapor termasuk kebijakanpenambahan kompensasi di luar Putusan P4P.

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

146

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA AKIBAT TUDUHANPENCURIAN

In this case, Mr. MH, Mr. MS, and Mr. H, the complainantswere fired by their employer, ISI Corp. in Tangerang, WestJava (now Banten Province), because they were the suspectsof stealing Power Window of the said Corporation. It was re-ported that the Police of the Curug Sector beat them whilethey were interrogating them. Their fellow-workers protestedto the Management and demanded the rehabilitation for thethree persons. The Management would review the case afterreceiving the investigation report of the Police. The Chief Om-budsman sent the recommendation to the Chief Police ofWest Java Region stating that the Police of Curug Sectorshould investigate the matter thoroughly.

Outcome: On 16 August 2000, “KU” Association of Workersnotified the Chief Ombudsman, that according to the judg-ment of the Labour Tribunal of the last instance, ISI Corp.should rehabilitate the complainants. Hance, the complain-ants had returned to work.

Keluhan

Pelapor MH dan dua orang kawannya, MS dan H, berdomisilidi Tangerang, melalui Surat bertanggal 3 Mei 2000 melaporkan,bahwa telah terjadi Pemutusan Kerja (PHK) sepihak oleh PimpinanPT ISI, Tangerang, Jawa Barat (sekarang Banten). Ketiga orangtersebut disangka telah melakukan pencurian.

Masalahnya

MH, MS dan H telah mengalami PHK sepihak oleh Pimpinan

147

PT ISI, Tangerang, Jawa Barat (sekarang Banten) karena disangkatelah melakukan pencurian dua buah Power Window milik peru-sahaan .

Mereka telah dipukuli oleh Kepolisian Sektor Curug, JawaBarat sewaktu diperiksa mengenai pencurian yang disangkakankepadanya.

Keputusan PHK sepihak dan perlakuan kasar pihak Kepolisiantersebut tidak dapat diterima, baik oleh mereka yang bersangkutan,maupun oleh kawan-kawan sekerjanya. Oleh karena itu selamatiga hari, segenap karyawan PT ISI melakukan demonstrasi soli-daritas dengan mengajukan tiga tuntutan: (1) Pemecatan PejabatPersonalia Perusahaan; (2) Mengerjakan kembali ketiga karyawanyang telah di PHK; (3) Memberikan kenaikan upah makankaryawan.

Semua tuntutan dikabulkan, kecuali tuntutan mengerjakankembali ketiga karyawan tersebut, karena belum diketahui hasilpemeriksaan pihak Kepolisian dan bagaimana rekomendasinya.

Langkah Komisi Ombudsman

Melalui Surat Nomor: 0133/KON-Lapor/VI/2000 bertanggal 2Juni 2000, kepada Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat diBandung, Ketua Komisi Ombudsman menyampaikan masalahdimaksud.

Rekomendasi Komisi Ombudsman

Dalam Surat tesebut Ketua Komisi Ombudsman menyam-paikan rekomendasi, sebagai berikut:

Agar Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat dapat menindak-lanjuti dan menginstruksikan Kepala Kepolisian ResorTangerang cq Kepala Kepolisian Sektor Curug untuk segera

Ombudsman dengan Institusi Kenegaraan

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

148

menyelesaikan pemeriksaan demi kebenaran, keadilan, sertakepastian status ketiga karyawan tersebut.

Laporan hasil pemeriksaan tersebut akan digunakan sebagaibahan untuk menindaklanjuti para keluhan pihak Pelapor.

Hasi lnya

Pada tanggal 16 Agustus 2000 Paguyuban Buruh KU atas namaPelapor, memberitahukan, Panitia Penyelesaian Perselisihan Per-buruhan Pusat (P4P) Jawa Barat telah mengeluarkan putusan agarMH, MS dan H dipekerjakan kembali.

PT ISI telah memenuhi kewajibannya sesuai dengan keputusanP4P tersebut. Oleh karena itu kasus yang dilaporkan telah selesai.

149

Bab IIOmbudsman dan

Masyarakat Pelapor

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

150

151

Mencermati kasus demi kasus yang ditindaklanjuti sepertidisajikan sebelum Bab ini, sebenarnya antara Pelapor-Ombuds-man-Terlapor terdapat hubungan saling mengawasi. Setelahmenganalisa, bahkan melakukan investigasi laporan, Ombudsmanmengirimkan pendapatnya disertai permintaan klarifikasi ataurekomendasi kepada Terlapor dengan tembusan kepada Pelapor.Oleh karena itu Pelapor akan selalu ikut memantau rekomendasiatas laporannya. Sementara itu, Terlapor terpacu oleh doronganuntuk menindaklanjuti rekomendasi yang diterimanya, karenamenyadari, bahwa pada akhirnya semua laporan yang masuk meru-pakan masukan berharga. Bahkan nanti akan dirasakannya, bahwarekomendasi Ombudsman itu, sekalipun tidak mengikat, jikadiikuti justru akan memberi manfaat besar sekali bagi dirinya mau-pun institusinya. Bagi dirinya, ia merasakan bahwa dengan mengi-kuti rekomendasi Ombudsman dirinya akan terbebas dari fitnahdan tuduhan-tuduhan yang terkadang tidak berdasar. Bagi insti-tusinya, ia akan melihat bahwa berkat selalu mengikuti rekomen-dasi Ombudsman, kinerja institusinya akan semakin baik, mini-mal tidak akan berada di bawah standar.

Dalam pada itu, kerja sama tiga serangkai Pelapor-Ombuds-man-Terlapor tadi dapat mengasilkan output penting.

Output bagi Terlapor adalah langkah-langkah pengawasanyang harus diambil dalam bentuk tindak lanjut pengungkapankebenaran dengan melakukan investigasi. Bagi Ombudsmandiperoleh output berupa referensi untuk meningkatkan efektifitaspengawasannya. Sedangkan output bagi Pelapor rasa terima kasihdan kepuasan telah mendapat perhatian selayaknya, karenakeluhannya ditindaklanjuti oleh Pejabat yang bersangkutan.

Ombudsman danMasyarakat Pelapor

Ombudsman dan Masyarakat Pelapor

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

152

Pengamat yang jeli akan memahami, bahwa kinerja Ombuds-man selama ini belum optimal, karena masih menitikberatkan padarekomendasi dalam bentuk klarifikasi, sedangkan investigasinyasendiri kebanyakan dilakukan oleh institusi terlapor. Di masa-masaselanjutnya, secara bertahap tetapi pasti, investigasi itu akan lebihbanyak dilakukan oleh Ombudsman sendiri sebagaimana dilakukanoleh Ombudsman di hampir semua negara. Terutama, jika landasanhukumnya dari Keputusan Presiden seperti yang sekarang iniberlaku beralih ke Undang-Undang; jika Komisi Ombudsman yangmasih merupakan suatu Ombudsman Eksekutif beralih menjadiOmbudsman Parlementer; dan jika anggaran untuk melakukaninvestigasi tersedia secukupnya sesuai dengan kebutuhan sebe-narnya.

Kasus-kasus yang sudah disajikan di Bab terdahulu, membuk-tikan, walaupun secara kuantitas masih sedikit, akan tetapi secarakualitas sangat luas dan dalam maknanya. Paling tidak dalamkondisi yang serba terbatas, hasilnya sudah bisa terukur, apalaginanti setelah Ombudsman Nasional menjalankan misi dan kewe-nangannya sesuai dengan kekuasaan dan anggaran yang lebihmantap sebagaimana ditetapkan oleh Undang-Undang.

Sementara ini prosedur penanganan keluhan atau laporan darimasyarakat pelapor masih ditangani secara sederhana, yaitusebagai berikut:

Jika Komisi Ombudsman Nasional menerima keluhan yangmelaporkan bahwa telah terjadi suatu maladministrasi (maladmi-nistration) yang dilakukan oleh suatu institusi pemerintahan(termasuk institusi penegak hukum dan lembaga peradilan) atauinstitusi publik lainnya, Komisi akan menelaah dahulu apakahpenanganan laporan tersebut merupakan kewenangannya. Jikamemang merupakan kewenangannya, Komisi akan mengeluarkanrekomendasi kepada pihak terlapor (target group) disertai catatanatau bahkan peringatan, bahwa kasus tersebut dalam pemantauan

153

Komisi. Namun demikian, sebagai jembatan antara warga danpenguasa, terhadap pihak terlapor Komisi tidak akan bersikap apriori atau berprasangka (bias). Oleh karena itu, sebelum Komisimemberikan rekomendasi, pihak terlapor akan diminta penjelasandan atau klarifikasi terlebih dahulu. Tentu saja, sesuai dengan ciri-ciri Ombudsman Klasik, seperti diuraikan oleh pakar OmbudsmanAmerika Serikat Dean M. Gotttehrer dan Michael Hostina, makaKomisi harus bersikap tidak memihak (impartial), bebas (indepen-dent), adil (fair), terpercaya (credible) dan harus memegang teguhkerahasiaan (confidentiality).

Adapun bentuk maladministrasi itu dapat merupakan salahsatu atau beberapa bentuk berikut: keputusan berlarut-larut (un-due delayed), kurang pantas (inapropriate), sewenang-wenang (ar-bitrary), penyimpangan prosedur (procedural deviation), penyalah-gunaan diskresi/kebijakan (abuse of discretion), dan penyalah-gunaan wewenang (abuse of authority), baik yang mengarahmaupun yang tidak mengarah kepada ketidakadilan (leading ornot leading to injustice). Sebenarnya masih dapat ditemukanbentuk-bentuk lain, seperti misalnya yang tersirat dalam “Code ofGood Administrastive Behaviour” yang disusun oleh OmbudsmanEropa di Strasbourg, Prancis. Bahkan dalam “Good Administra-tive Practice” yang disusun oleh Ombudsman Daerah Inggris (TheLocal Government Ombudsman), terdapat 42 aksioma asas “goodadministration” atau “penyelenggaraan yang baik” yang apabiladilanggar akan melahirkan maladministrasi. Sedangkan yangdimaksud dengan telah terjadi ketidakadilan akibat maladmi-nistrasi antara lain: bila seseorang tidak mendapat pelayanan ataumanfaat yang menjadi haknya; atau ia mendapatkannya tetapisetelah lama sekali; atau bila ia menderita kerugian keuangan;atau bila ia kecewa dan menderita putus asa.

Dalam konteks Indonesia, kiranya perlu diperhatikan asas-asas pemerintahan yang bersih dan baik (good governance) yang

Ombudsman dan Masyarakat Pelapor

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

154

menurut literatur hukum tata usaha negara di Belanda maupundi Indonesia, antara lain sebagaimana dikemukakan oleh KuntjoroPurbopranoto, meliputi asas-asas: (1) kepastian hukum, (2) keseim-bangan, (3) kesamaan dalam mengambil keputusan, (4) bertindakcermat, (5) motivasi untuk setiap keputusan, (6) tidak mencapur-baurkan kewenangan, (7) permainan yang jujur, (8) kewajaran atautak sewenang-wenang, (9) memenuhi pengharapan yang timbul,(10) meniadakan akibat-akibat keputusan yang batal, (11) perlin-dungan atas pandangan hidup seseorang, (12) kebijaksanaan, serta(13) pelayanan umum.

Pada umumnya suatu maladministrasi itu bertentangandengan hukum dan peraturan. Bahkan menurut Sunaryati Hartono,seorang Guru Besar yang juga Wakil Ketua Ombudsman berpen-dapat, bahwa maladministrasi merupakan salah satu perbuatanyang berbentuk Korupsi, Kolusi dan Nepotisme atau perbuatanyang mengarah kepada atau dapat mengakibatkan terjadi KKN.

Oleh karena itu masuk akal bahwa di beberapa negara, misal-nya di Filipina, Maccao, Taiwan, Trinidad dan Tobago, PapuaNugini, Vanuatu, Ghana, Namibia, Sudan, Uganda, dan Zambia,Ombudsman diberi kekuasaan menyelidiki laporan atas praktek-praktek korupsi dan penyalahgunaan keuangan publik.

Dalam pada itu sekalipun di permukaannya (prima facie) nam-pak bahwa kasus yang dilaporkan itu sah atau tidak bertentangandengan hukum, Komisi akan tetap memprosesnya. Singkatnya,berdasarkan praktek, dimungkinkan bagi Komisi untuk menun-taskan kasus yang diprosesnya dengan berlandaskan kepatutan(equity atau billijkheid). Ini adalah konsekuensi tujuan pemben-tukan Komisi Ombudsman yang antara lain adalah “melakukanpengawasan masyarakat untuk lebih menjamin penyelenggaraannegara yang jujur, bersih, transparan, bebas korupsi, kolusi dannepotisme”.

Tidak dapat dipungkiri, bagian terbesar penyelidikan yang

155

dilakukan Komisi masih sebatas permintaan klarifikasi. Maka perlukiranya disimak Pasal 4 sub c juncto Pasal 3 Keppres Ombuds-man. Pada intinya ketentuan tersebut menyatakan, bahwa dalamrangka meningkatkan perlindungan masyarakat untuk memper-oleh pelayanan umum, keadilan, dan kesejahteraan secara lebihbaik dan guna membantu meningkatkan keadaan yang kondusifdalam meberantas KKN melalui peran serta masyarat:, Komisi Om-budsman Nasional berwenang antara lain “melakukan langkahuntuk menindaklanjuti laporan atau informasi mengenai terjadinyapenyimpangan oleh penyelenggara negara dalam melaksanakantugasnya maupun dalam memberikan pelayanan umum”. Demikianjuga menurut ketentuan Pasal 9 sub d dapat disimpulkan, bahwaKomisi berwenang “menyampaikan hasil klarifikasi, monitoringatau pemeriksaan disertai pendapat dan saran kepada instansiterkait dan atau aparat penegak hukum yang berwenang untukditindaklanjuti”.

Bahkan ketentuan Pasal 11 sub b menyebutkan “rekomendasi”secara eksplisit, yaitu Komisi berwenang “memonitor dan menga-wasi tindak lanjut rekomendasi Ombudsman Nasional kepadalembaga terkait.”

Dalam praktek, aplikasi pelaksanaan tugas/fungsi Ombuds-man tersebut dituangkan dalam surat yang ditandatangani olehKetua Ombudsman kepada instansi terlapor, baik berupa permin-taan klarifikasi, pemeriksaan atau penelaahan, disertai saran an-tara lain untuk mengambil tindakan, dan atau langkah perbaikanmaupun permintaan agar menjadi bahan pertimbangan. Semuanyaitu pada hakekatnya merupakan rekomendasi. Dengan demikian,rekomendasi tidak lain adalah bagian dari tugas operasional fungsiOmbudsman.

Ombudsman dan Masyarakat Pelapor

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

156

157

Bab IIIPenu tup

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

158

Pada masa mendatang keberhasilan Ombudsman atau efek-tifitas Rekomendasinya, pada satu sisi ditentukan oleh Pelapordengan membuat laporan yang akurat serta substansial menjadiwewenang Ombudsman. Pada sisi lain, ditentukan oleh daya per-suasi Ombudsman terhadap Terlapor yang memang memiliki kei-nginan untuk melakukan perbaikan.

Keinginan untuk melakukan perbaikan internal oleh InstitusiTerlapor dimaksud dapat dilakukan dengan cara membuat suatuNota Kesepakatan dengan Ombudsman untuk bekerjasama seba-gaimana sudah dilaksanakan dengan berbagai institusi publik,misalnya dengan Departemen Keuangan cq Direktorat JenderalPajak dan Direktorat Jenderal Bea Cukai, dan Kantor MenteriNegara Pendayagunaan Aparatur Negara RI.

Yang sangat penting juga dapat dilakukan agar rekomendasiOmbudsman lebih efektif, apabila masing-masing Institusi Terlaportelah memiliki standar minimum pemberian pelayanan, sehinggameskipun rekomendasi Ombudsman tidak mengikat, namunmereka terikat oleh standar yang mereka ciptakan sendiri.

Penu tup

159

Bab IVLampiran

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

160

Dato’ Param Cumaraswamy utusan PBB sebagai Raporteur KhususHakim dan Pengacara Independen.

Hari Ulang Tahun Komisi Ombudsman Nasional ke dua tanggal20 Maret 2002, pembacaan doa oleh H. Bismar Siregar, SH.

Lampiran

161

Training of Trainer Ombudsman di Jakarta tanggal 5 - 7 Februari2002, kerjasama Komisi Ombudsman Nasional dengan Partnership.

Lokakarya Ombudsman Daerah, 21-22 Februari 2002 di Bali,sebagai pembicara : Dr. H.M. Laica Marzuki, SH., H Zein Badjeber,SH., Antonius Sujata, SH., Djoko Soegianto, SH.

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

162

Rapat Dengar Pendapat Komisi Ombudsman Nasional denganKomisi II DPR-RI pada tanggal 6 Februari 2003.

Lokakarya Ombudsman Daerah; 26 Oktober 2000 di Makassar.Pembicara : Prof. Dr. Bagir Manan, SH., Mcl. (sekarang Ketua MA),Prof. Dr. Achmad Ali, SH.

Lampiran

163

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

DATA STATISTIK PENERIMAAN LAPORAN/KELUHANPERIODE TAHUN 2000 – 2002

TAHUN PELAPOR/COMPLAINANT JUMLAH1 2 3 4 5 6

2000 1066 326 125 178 15 13 17232001 364 83 18 44 2 0 5112002 281 63 9 43 0 0 396

TOTAL 1711 472 152 265 17 13 2630

0

200

400

600

800

1000

12001066

364

281

1 2 3 4 5 6

326

83 63125

18 9

178

14 43 15 2 0 13 0 0

2000 2001 2002

DIAGRAM KLASIFIKASI PENERIMAANLAPORAN/KELUHAN PERIODE TAHUN 2000 - 2002

Keterangan Klasifikasi 1. Perorangan/Individuals2. Kuasa Hukum/Lawyers3. Badan Hukum/Legal Persons4. Kelompok/Organisasi Masyarakat/Non Government Organizations5. Instansi Pemerintah/Government Institutions6. Lain-lain/Others

62%19%

7%10%

1% 1%

1 2 3 4 5 6

DIAGRAM PERSENTASE KLASIFIKASI PENERIMAANLAPORAN PERIODE TAHUN 2000 - 2002

164

Lampiran

DATA STATISTIK PENERIMAAN LAPORAN/KELUHANPERIODE TAHUN 2000 - 2002

DIAGRAM JUMLAH TERBESAR PENERIMAAN LAPORANPERIODE TAHUN 2000 - 2002

Keterangan Klasifikasi 1. Perorangan/Individuals2. Kuasa Hukum/Lawyers3. Kelompok/Organisasi Masyarakat/Non Government Organizations

DIAGRAM PERSENTASE PENERIMAAN LAPORAN/KELUHANPERIODE TAHUN 2000 - 2002

JUMLAH TERBESAR KLASIFIKASIPENERIMAAN LAPORAN/KELUHAN

TAHUN 1 2 32000 62% 19% 10%2001 71% 16% 9%2002 71% 16% 11%

0

10

20

30

40

50

60

70

80

62%

71%

1 2 3

71%

19%16% 16%

10% 9% 11%

2000 2001 2002

0

10

20

30

40

50

60

70

Datang Langsung Melalui Surat Melalui E-mail

2000 2001 2002

45%

25%30%

55%

70%

60%

5%0%

10%

165

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

DATA STATISTIK LAPORAN TERHADAP TERLAPORPERIODE TAHUN 2000 - 2002

TAHUN TERLAPOR/TARGET GROUPS1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Jumlah

2000 735 132 191 100 136 202 29 58 139 35 173 76 67 20732001 261 39 66 26 41 42 14 21 28 9 5 11 9 5722002 143 23 73 27 46 28 4 14 6 2 2 20 8 396TOTAL 1139 194 330 153 223 272 47 93 173 46 180 107 84 3041

35%

6%10%

1%3%

7%

2%

8%

4%3%

5%7%

9%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

DIAGRAM PERSENTASE LAPORAN TERHADAP TERLAPORPERIODE TAHUN 2000 - 2002

KETERANGAN KLASIFIKASI TERLAPOR

1. Peradilan/Judiciary2. Kejaksaan/Public Prosecution Service3. Kepolisian/Indonesian Police4. BPN/Agraria/National Land Agency5. Pemerintah Daerah/Local Government6. Instansi Pemerintah/Government Institutions7. TNI/Indonesian National Army8. BPPN/Perbankan/National Banking Restructuring Agency9. Badan Usaha Swasta/Badan Hukum/Kuasa Hukum Private Corporations/Legal

Representative Council10. DPR/DPRD/Indonesian Legislature/Local Representative Councils11. Perseorangan/Kelompok Masyarakat/Non Governmental Organizations12. BUMN/State Corporations13. Lain-lain/Others

166

Lampiran

DATA STATISTIK LAPORAN TERHADAP SUBSTANSI TERLAPORPERIODE TAHUN 2000 - 2002

TAHUN TERLAPOR/TARGET GROUPS1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 JUMLAH

2000 178 50 318 38 318 152 326 289 158 48 163 227 22652001 31 2 98 4 91 16 78 130 13 19 28 14 5242002 7 3 85 0 62 8 37 63 2 73 25 31 396TOTAL 216 55 501 42 471 176 441 482 173 140 216 272 3185

DIAGRAM PERSENTASE LAPORAN TERHADAPSUBSTANSI TERLAPOR PERIODE TAHUN 2000 - 2002

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

14%

2%

13%

7%

2%

7%

10%

7%14%

14%

8%2%

KETERANGAN KLASIFIKASI SUBSTANSI TERLAPOR1. Pemalsuan/Persekongkolan/ Forgery/Conspiracy2. Intervensi/Intervention3. Penanganan Berlarut/Tidak Menangani/Undue Delay4. Inkompetensi/Incompetence5. Penyalahgunaan Wewenang/Berlebihan/ Abuse of Power6. Nyata-nyata Berpihak/Impartiality8. Penyimpang Prosedur/Procedural Deviation9. Penggelapan Barang Bukti/Penguasaan Tanpa Hak/Embesslement of Evidence Illegal

Possesion.10. Bertindak Tidak Layak/Inappropriate Practices11. Melalaikan Kewajiban/Neglecting Obligation12. Lain-lain/Others

167

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

TOLOK UKUR KEBERHASILAN KOMISI OMBUDSMAN NASIONALLAPORAN YANG DITERIMA DAN TINDAK LANJUTNYA

DARI TAHUN 2000 - 2002

TAHUN 2000PENERIMAAN LAPORAN = 1723 LAPORANREKOMENDASI KON = 1314 REKOMENDASIMELALUI SURAT KEPADA PELAPORYANG BUKAN KEWENANGAN KON = 409 LAPORANTANGGAPAN DARI INSTANSI TERKAIT = 513 TANGGAPANUCAPAN TERIMA KASIH DARI PELAPOR = 23 SURAT

TINDAK LANJUT REKOMENDASI KON TAHUN 2000Menjawab/Memerintahkan Melakukan Penelitian 462Penelitian 15Menjawab/Melaporkan Hasil Penelitian 28Menjatuhkan Sanksi/Tindakan 8Terima Kasih 23

Terima Kasih : 4%

MenjatuhkanSanki/Tindakan : 1%

Menjawab atauMemerintahkan

Melakukan Penelitian87%

Penelitian : 3%

Menjawab atauMelaporkan Hasil

Penelitian5%

TINDAK LANJUT REKOMENDASIKOMISI OMBUDSMAN NASIONAL TAHUN 2000

168

Lampiran

TINDAK LANJUT REKOMENDASIKOMISI OMBUDSMAN NASIONAL TAHUN 2000

TAHUN 2001PENERIMAAN LAPORAN = 511 LAPORANREKOMENDASI KON = 381 REKOMENDASIMELALUI SURAT KEPADA PELAPOR YANGBUKAN KEWENANGAN KON = 65 LAPORANLAPORAN TIDAK JELAS/LENGKAP DANTIDAK BISA DITINDAKLANJUTI = 65 LAPORANTANGGAPAN DARI INSTANSI TERKAIT = 402 TANGGAPANUCAPAN TERIMA KASIH DARI PELAPOR = 9 SURAT

TINDAK LANJUT REKOMENDASI KON TAHUN 2001Menjawab/Memerintahkan Melakukan Penelitian 44Penelitian 23Menjawab/Melaporkan Hasil Penelitian 308Menjatuhkan Sanksi/Tindakan 27Terima Kasih 9

Terima Kasih : 2%Menjatuhkan

Sanki/Tindakan : 7% Menjawab atau MemerintahkanMelakukan Penelitian

11%

Penelitian : 6%

Menjawab atauMelaporkan Hasil Penelitian

74%

169

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

TAHUN 2002PENERIMAAN LAPORAN = 396 LAPORANREKOMENDASI KON = 266 REKOMENDASIMELALUI SURAT KEPADA PELAPORYANG BUKAN KEWENANGAN KON = 62 LAPORANLAPORAN TIDAK JELAS/LENGKAP DANTIDAK BISA DITINDAKLANJUTI = 68 LAPORANTANGGAPAN DARI INSTANSI TERKAIT = 145 TANGGAPANUCAPAN TERIMA KASIH DARI PELAPOR = 16 SURAT

TINDAK LANJUT REKOMENDASI KON TAHUN 2000Menjawab/Memerintahkan Melakukan Penelitian 23Penelitian 34Menjawab/Melaporkan Hasil Penelitian 73Menjatuhkan Sanksi/Tindakan 15Terima Kasih 16

TINDAK LANJUT REKOMENDASIKOMISI OMBUDSMAN NASIONAL TAHUN 2000

Terima Kasih : 10%MenjatuhkanSanki/Tindakan : 9%

Menjawab atauMemerintahkanMelakukan Penelitian14%

Penelitian : 21%Menjawab atauMelaporkan Hasil Penelitian

46%

170

Lampiran

171

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

172

Lampiran

173

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

dan ditandatangani oleh 322 orang lainnya.

174

Lampiran

175

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

176

Lampiran

177

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

178

Lampiran

179

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

180

Lampiran

181

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

182

Lampiran

183

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

184

Lampiran

185

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

186

Lampiran

187

Efektifitas Ombudsman Indonesia : Kajian atas kasus-kasus tindak lanjut

188

189

190

191

192