EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PENCEMARAN OLEH LIMBAH...
Transcript of EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH PENCEMARAN OLEH LIMBAH...
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
PENCEMARAN OLEH LIMBAH DETERGEN DALAM
MENINGKATKAN KETERAMPILAN
BERPIKIR KRITIS SISWA
(Skripsi)
Oleh
MARIA ULFA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Maria Ulfa
ABSTRAK
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
PENCEMARAN OLEH LIMBAH DETERGEN DALAM
MENINGKATKAN KETERAMPILAN
BERPIKIR KRITIS SISWA
Oleh
MARIA ULFA
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan efektivitas model pembelajaran
berbasis masalah pencemaran oleh limbah detergen dalam meningkatkan kete-
rampilan berpikir kritis siswa. Metode penelitian yang digunakan adalah quasi
eksperimen dengan desain the matching only pretest-posttest control group.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI MIA di SMA Negeri
14 Bandarlampung semester genap tahun pelajaran 2017/2018 yang berjumlah
162 siswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling
sehingga didapatkan kelas eksperimen dan kelas kontrol yaitu kelas XI MIA 1 dan
XI MIA 2, yang diberi perlakuan pembelajaran berbasis masalah pencemaran oleh
limbah detergen pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada ke-
las kontrol. Efektivitas model pembelajaran berbasis masalah pencemaran oleh
limbah detergen ditunjukkan dari perbedaan rata-rata postes yang signifikan
antara kelas kontrol dan eksperimen dan rata-rata n-gain berkategori sedang dan
atau tinggi yang diperoleh di kelas eksperimen. Hasil penelitian menunjukkan
Maria Ulfa
bahwa rata-rata postes keterampilan berpikir kritis kelas eksperimen lebih tinggi
secara signifikan daripada rata-rata postes kelas kontrol. Selain itu, rata-rata gain
di kelas eksperimen berkategori tinggi, sedangkan rata-rata n-gain di kelas kontrol
berkategori sedang. Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan
bahwa model pembelajaran berbasis masalah pencemaran limbah detergen efektif
dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
Kata kunci: keterampilan berpikir kritis, pencemaran limbah detergen,
pembelajaran berbasis masalah
EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
PENCEMARAN OLEH LIMBAH DETERGEN DALAM
MENINGKATKAN KETERAMPILAN
BERPIKIR KRITIS SISWA
Oleh
MARIA ULFA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Kimia
Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung, pada tanggal 21 Oktober 1995, anak ke-
dua dari tiga bersaudara buah hati Bapak Basuki dan Ibu Suryawati (Almh).
Penulis mengawali pendidikan di TK RA Daya pada tahun 2002, dilanjutkan ke
Sekolah Dasar Negeri 1 Labuhan Ratu pada tahun 2003, SMP Negeri 8 Bandar-
lampung pada tahun 2008, dan SMA Negeri 9 Bandarlampung pada tahun 2012.
Pada tahun 2014 penulis diterima di Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan
Pendidikan MIPA Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
melalui jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri).
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah diberikan tanggung jawab menjadi
Asisten Praktikum Kimia Dasar II, Kimia Anorganik I, dan Dasar- Dasar Pemi-
sahan Analitik. Penulis juga pernah aktif dalam Himpunan Mahasiswa Pendidik-
an Eksakta (Himasakta) FKIP Unila. Pada tahun 2017, penulis pernah mengikuti
Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional (Pimnas) ke 30 di Makasar. Pengalaman
mengajar dan mengabdi yang pernah diikuti selama perkuliahan yaitu Praktik
Profesi Kependidikan (PPK) yang terintegrasi dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Tematik di SMA Negeri 1 Kebun Tebu, Desa Muara Jaya II Kecamatan Kebun
Tebu, Kabupaten Lampung Barat.
PERSEMBAHAN
Ayah,, Ibu,,
Perjuangan kalian,,
Menjadi energi yang selalu membangkitkanku,,
Dikala kebodohan datang menghampiri
Keluargaku tercinta,
Dukungan yang tiada henti padaku.
Almamater tercintaku Universitas Lampung,
Tempatku menimba ilmu dan belajar tentang kehidupan.
MOTTO
Jika kamu ingin hidup bahagia, terikatlah pada tujuan, bukan orang atau benda.
(Albert Einstein)
Agar dapat membahagiakan seseorang, isilah tangannya dengan kerja, hatinya dengan kasih sayang, pikirannya dengan tujuan, ingatannya dengan ilmu yang
bermanfaat, dan masa depannya dengan harapan. (Frederick E. Crane)
xi
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya,
sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran
Berbasis Masalah Pencemaran oleh Limbah Detergen dalam Meningkatkan Keteram-
pilan Berpikir Kritis Siswa”. Shalawat serta salam juga semoga selalu tercurah pada
Rasullulah Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta umatnya yang senantiasa isti-
qomah di jalan-Nya.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis masih
terbatas, maka adanya bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak sangat mem-
bantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini penulis me-
nyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum. selaku Dekan FKIP Universitas
Lampung;
2. Bapak Dr. Caswita, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan MIPA;
3. Ibu Dr. Ratu Betta Rudibyani, M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Kimia;
4. Ibu Dr. Noor Fadiawati, M.Si. selaku Pembimbing I sekaligus Pembimbing
Akademik atas kesedian, kesabaran dan keikhlasannya untuk memberikan
xii
bimbingan, motivasi, kritik dan masukan selama masa studi dan penulisan
skripsi;
5. Ibu Dr. Chansyanah Diawati, M.Si., selaku Pembimbing II atas kesediaannya
untuk memberikan bimbingan, motivasi, saran dan masukan untuk skripsi ini;
6. Ibu Dra. Nina Kadaritna, M.Si., selaku Pembahas atas masukan dan perbaikan
yang telah diberikan;
7. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Kimia dan segenap civitas akademik
Jurusan Pendidikan MIPA atas ilmu yang telah diberikan;
8. Ibu Tri Winarsih, S.Pd., M.Pd., selaku kepala SMA Negeri 14 Bandarlampung,
dan Ibu Ridasari, S.Pd., selaku guru mitra mata pelajaran kimia atas bantuan dan
kerjasamanya selama penelitian berlangsung;
9. Sahabat-sahabat seperjuangan Pendidikan Kimia 2014, khususnya, Hani, April,
Nabella, Elok, Mala serta tim skripsi Evi Nur Indah dan Maisaroh atas dukungan,
doa, dan semangat yang diberikan;
10. Sahabat KKN, Chintya, April, Fransisca, Nora, Asti, Ana, Afdy, Irun dan Torik
atas perjuangan kita selama 60 hari mengabdi di Desa Muara Jaya II serta semua
pihak yang tidak dapat ditulis satu persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi besar
harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bandar Lampung, Juli 2018
Penulis,
Maria Ulfa
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xvii
I. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
A. Latar Belakang ..................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian ................................................................................. 8
D. Manfaat Penelitian ............................................................................... 8
E. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................... 8
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 10
A. Pembelajaran Konstruktivisme ............................................................ 10
B. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning) .............. 12
C. Keterampilan Berpikir Kritis ............................................................... 20
D. Peta Pemecahan Masalah ..................................................................... 24
E. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 27
F. Anggapan Dasar ................................................................................... 30
G. Hipotesis Penelitian .............................................................................. 30
III. METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 31
A. Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................... 31
B. Jenis dan Sumber Data ......................................................................... 32
xiv
C. Metode dan Desain Penelitian .............................................................. 32
D. Variabel Penelitian ............................................................................... 33
E. Instrumen Penelitian dan Validitas Instrumen ..................................... 33
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian .......................................................... 34
G. Hipotesis Kerja ..................................................................................... 37
H. Teknik Analisis Data Pengujian Hipotesis ........................................... 37
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 44
A. Hasil Penelitian dan Analisis Data ....................................................... 44
1. Nilai pretes keterampilan berpikir kritis ........................................ 46
2. Nilai postes keterampilan berpikir kritis ........................................ 49
3. Pengujian hipotesis ........................................................................ 50
4. N-gain keterampilan berpikir kritis ............................................... 52
5. Nilai pretes dan postes keterampilan berpikir kritis pada setiap
indikator di kelas eksperimen......................................................... 54
6. Data kinerja siswa .......................................................................... 55
B. Pembahasan .......................................................................................... 57
1. Keterampilan merumuskan masalah .............................................. 58
2. Keterampilan membuat hipotesis ................................................... 63
3. Keterampilan menginferensi .......................................................... 66
4. Keterampilan mempertimbangkan kredibilitas informasi .............. 69
V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 75
A. Kesimpulan .......................................................................................... 75
B. Saran ..................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA
xv
LAMPIRAN
1. Soal Pretes .................................................................................................. 82
2. Kisi-Kisi Soal Pretes .................................................................................. 85
3. Rubrik Soal Pretes ...................................................................................... 91
4. Soal Postes ................................................................................................. 105
5. Kisi-Kisi Soal Postes .................................................................................. 111
6. Rubrik Soal Postes ..................................................................................... 117
7. Lembar Asesmen Kinerja Siswa ................................................................ 145
8. Daftar Nilai Pretes, Postes dan n-gain Keterampilan Berpikir Kritis ....... 150
9. Daftar Nilai Kinerja Siswa Kelas Eksperimen ........................................... 155
10. Perhitungan Nilai Pretes, Postes dan n-gain .............................................. 157
11. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian ..................................... 169
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Perbandingan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered
learning) dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-
centered learning ...................................................................................... 11
2. Sintaks untuk pembelajaran berbasis masalah ......................................... 17
3. Kemampuan berpikir kritis dan indikatornya menurut Ennis ................... 23
4. Tahapan berpikir kritis menurut Norris dan Ennis.................................... 24
5. Desain Penelitian ...................................................................................... 32
6. Klasifikasi n-gain <g> .............................................................................. 39
7. Hasil uji normalitas terhadap nilai pretes keterampilan berpikir kritis .... 47
8. Hasil uji homogenitas nilai pretes keterampilan berpikir kritis ................ 48
9. Hasil uji kesamaan dua rata-rata ............................................................... 48
10. Hasil uji normalitas postes keterampilan berpikir kritis ........................... 50
11. Hasil uji homogenitas postes keterampilan berpikir kritis ........................ 51
12. Hasil pengujian hipotesis .......................................................................... 52
13. Nilai rata-rata pretes dan postes keterampilan berpikir kritis siswa di
kedua kelas penelitian ............................................................................... 52
14. Deskripsi task kinerja siswa ...................................................................... 56
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Peta pemecahan masalah ............................................................................. 26
2. Bagan alir penelitian ................................................................................... 36
3. Nilai rata-rata pretes keterampilan berpikir kritis di kelas eksperimen dan
kelas kontrol ................................................................................................ 46
4. Nilai rata-rata postes keterampilan berpikir kritis di kelas kontrol dan kelas
eksperimen ................................................................................................... 49
5. Rata-rata n-gain keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas kontrol dan
kelas eksperimen ......................................................................................... 53
6. Selisih nilai rata-rata pretes dan postes keterampilan berpikir kritis siswa
kelas eksperimen pada setiap indikator ....................................................... 54
7. Persentase nilai rata-rata kinerja siswa kelas eksperimen ........................... 57
8. Salah satu rumusan masalah yang dibuat siswa .......................................... 59
9. Salah satu rumusan masalah yang dibuat siswa pada topik pencemaran
limbah detergen ........................................................................................... 61
10. Beberapa pertanyaan-pertanyaan yang dibuat oleh siswa dari informasi
yang belum dan sudah diketahui dari wacana tentang pencemaran limbah
detergen ....................................................................................................... 61
11. Salah satu hipotesis yang dibuat siswa mengenai solusi pemecahan
masalah ........................................................................................................ 65
12. Salah satu informasi yang dikumpulkan oleh siswa mengenai solusi
mengatasi pencemaran limbah detergen ...................................................... 70
13. Salah satu informasi yang dikumpulkan mengenai dampak negatif
yang ditimbulkan akibat pencemaran oleh limbah detergen ....................... 71
xviii
14. Salah satu informasi yang dikumpulkan mengenai solusi yang dapat
memecahkan masalah pencemaran limbah detergen ................................ 71
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di era globalisasi seperti sekarang ini, manusia dihadapkan pada berbagai tantang-
an yang sangat kompleks karena adanya persaingan global sehingga perlu disiap-
kan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas (Sudarmin, 2015). Untuk
menghadapi persaingan era globalisasi atau abad ke-21 ini, setidaknya manusia di-
tuntut untuk menguasai empat kompetensi diantaranya kemampuan berpikir kritis
dan pemecahan masalah (BNSP 2010). Pentingnya menguasai kemampuan terse-
but, salah satunya guna menghadapi penyebaran informasi hoax yang berkembang
pesat seiring dengan perkembangan teknologi, sehingga dapat mempertimbangkan
kredibilitas informasi (Savitri, 2017). Oleh karena itu, pendidikan diyakini dapat
berfungsi sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan peme-
cahan masalah dalam membangun SDM yang bermutu tinggi (Marjan, dkk.,
2014). Pendidikan merupakan upaya yang tepat untuk menyiapkan SDM yang
berkualitas (Marjan, dkk., 2014; Reta, 2012).
SDM di Indonesia masih tergolong rendah. Berdasarkan hasil tes pendidikan
yang berfokus pada keterampilan siswa yang diterbitkan oleh Organization for
Economic Cooperation and Development (OECD) pada tahun 2016, Indonesia
menempati urutan ke 57 dari 65 negara di dunia (OECD 2016 dalam Nisa, 2016).
2
Artinya, Indonesia masih memiliki kualitas pendidikan yang tergolong rendah.
Rendahnya pendidikan di Indonesia, dikarenakan kebanyakan pembelajaran di se-
kolah mempelajari masalah yang terstruktur. Hal tersebut dapat menyebabkan mi-
nimnya pengetahuan baru serta rendahnya kemampuan memecahkan masalah.
Padahal selain dilakukan di dalam kelas dan laboratorium, pembelajaran kimia se-
benarnya dapat dilakukan dengan mempelajari fenomena yang ada di kehidupan
nyata, sehingga siswa dapat berperan aktif dalam menyelesaikan masalah ill struc-
tured yang diberikan oleh guru berkaitan dengan konsep-konsep kimia.
Selain itu, pembelajaran kimia di sekolah menggunakan metode ceramah (kon-
vensional) sehingga pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered). Metode
tersebut merupakan salah satu penyebab rendahnya keterampilan berpikir kritis
siswa, karena pembelajarannya terbatas pada ceramah yang diberikan oleh guru,
sehingga hanya guru yang dijadikan satu-satunya sumber pengetahuan. Siswa
dilibatkan sebagai pencatat serta penghafal yang fasih dan seolah-olah hanya se-
batas terjadi di dalam sekolah, tanpa adanya keterkaitan dengan masalah yang ada
di kehidupan nyata sehingga siswa cenderung pasif (Bustinoor, 2012). Akibatnya
siswa menjadi pribadi yang kurang kritis. Selain itu, hanya dilakukan praktikum
tradisional (teks book) dan hanya pada materi tertentu saja, seperti laju reaksi se-
hingga jarang sekali dilakukan praktikum. Diperkuat oleh hasil observasi dan wa-
wancara yang dilakukan oleh peneliti pada kelas XI IPA di SMA Negeri 14 Ban-
darlampung.
Pembelajaran kimia yang seolah tidak terlalu terkait dengan kehidupan nyata ini,
jelaslah membuat siswa tidak tertarik pada pelajaran kimia. Selain itu, guru kerap
3
kali memilih mempertahankan gaya mengajarnya, yakni dengan menekankan
pembelajaran pada penguasaan sejumlah konsep, hukum-hukum dan teori-teori
saja, tanpa memperhatikan bahwa informasi atau konsep pada siswa dapat kurang
bermanfaat, jika hal tersebut hanya dikomunikasikan oleh guru kepada siswa me-
lalui satu arah. Oleh karena itu, menjadi tugas bagi guru untuk menciptakan pem-
belajaran yang efektif dalam pembelajaran kimia, baik di dalam maupun di luar
kelas untuk meningkatkan mutu pendidikan dan guna menjembatani pengetahuan
siswa dengan lingkungan, agar lebih mudah dipahami serta pembelajaran yang di-
lakukan menjadi lebih bermakna.
Upaya meningkatkan mutu pendidikan nasional, pemerintah perlu melakukan per-
baikan-perbaikan mutu pendidikan pada berbagai jenis dan jenjang (Marjan, dkk.,
2014). Perbaikan-perbaikan yang dimaksud yaitu perubahan dari pembelajaran
tradisional (pembelajaran berpikir tingkat rendah) ke pembelajaran yang dapat
melatih keterampilan berpikir tingkat tinggi, seperti keterampilan berpikir kritis
(Redhana, 2010). Perubahan tersebut terlihat dengan diberlakukannya kurikulum
2013 yang secara eksplisit mengamanahkan pembelajaran berbasis masalah yang
menuntut keterampilan berpikir tingkat tinggi, seperti keterampilan berpikir kritis
(Kemendikbud, 2013; Redhana, 2010; Reta, 2012).
Keterampilan berpikir kritis merupakan perwujudan dari keterampilan berpikir
tingkat tinggi (Aprianti, 2013). Berpikir kritis merupakan kecakapan hidup yang
perlu dikembangkan melalui proses pendidikan (Susilo, 2012). Berpikir kritis
adalah berpikir reflektif, proses metakognisi yang kompleks dan melibatkan be-
berapa keterampilan (seperti menganalisis, mengevaluasi dan menginferensi) yang
4
bertujuan untuk membuat keputusan secara logis mengenai apa yang hendak dila-
kukan dalam menyelesaikan suatu masalah (Ennis dalam Costa, 1985; Cottrell,
2005; Halpern dalam Kim, 2012; Dwyer, 2014; Halpern, 2014). Beberapa kete-
rampilan tersebut merupakan kompetensi yang dapat dicapai melalui pembelajar-
an berbasis masalah. Oleh karena itu, keterampilan berpikir kritis dapat dilatih
dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah.
Model pembelajaran berbasis masalah atau problem based learning (PBL) diran-
cang berdasarkan masalah kehidupan nyata dan bersifat ill-structured (Fogarty,
1997 dalam Reta, 2012; Redhana, 2009). Model PBL merupakan model pembe-
lajaran yang mengembangkan kemampuan siswa dalam memecahkan masalah,
sehingga diperoleh pengetahuan. Pengetahuan tersebut merupakan hasil pemikir-
an siswa sendiri dan diharapkan dapat membangun keterampilan berpikir sehingga
tidak hanya dapat memecahkan masalah, tetapi juga memperoleh pengetahuan
baru (Riyanto, 2010; Raiyn & Tilchin, 2015; Zejnilagic, et al., 2015). Selain
memperoleh pengetahuan, PBL telah diperkenalkan dan dikembangkan menjadi
suatu model pengajaran yang penting, dimana siswa memperoleh keterampilan
dan sikap dan itu adalah bagian penting dari kurikulum (Alrahlah, 2016). Oleh
karena itu, dengan diterapkannya model PBL ini dapat menghasilkan SDM yang
berkualitas, sehingga mampu menyelesaikan masalah menantang yang ada di
kehidupan nyata (Siswono, 2016; Birgili, 2015; Mitri, 2016).
Di dalam model PBL, ketika siswa dihadapkan suatu fenomena maka siswa dapat
mengidentifikasi dan merumuskan masalah serta mengajukan pertanyaan-perta-
nyaan yang berkaitan dengan fenomena tersebut. Selain itu, siswa mengambil
5
keputusan serta melakukan penyelidikan untuk memecahkan masalah tersebut
(Johnson, 2007; Krulik & Rudnick, 1996 dalam Reta, 2012). Oleh sebab itu, di
dalam pembelajaran kimia, siswa diajak untuk mempelajari fenomena-fenomena
dalam kehidupan nyata yang penyelesaiannya terkait dengan materi-materi kimia,
sehingga dapat digunakan model PBL.
Pembelajaran kimia berkaitan dengan fenomena yang ada di kehidupan nyata.
Salah satu contoh fenomena yang terkait dengan konsep-konsep kimia dan berhu-
bungan dengan masalah nyata dan menantang yaitu pencemaran limbah detergen.
Saat ini, detergen merupakan pilihan utama bagi ibu rumah tangga untuk mencuci
pakaian, sehingga tingkat pemakaian detergen sangatlah tinggi dan dapat menye-
babkan pencemaran. Pencemaran limbah detergen yang serius dapat menimbul-
kan dampak negatif bagi kesehatan manusia dan lingkungan apabila tidak ditanga-
ni dengan baik. Oleh karena itu, untuk mengatasi permasalahan pencemaran lim-
bah detergen tersebut, siswa dituntut untuk memahami berbagai konsep-konsep
kimia seperti konsep asam basa, pH, garam hidrolisis dan pemisahan campuran.
Misalnya, siswa diberikan suatu masalah untuk mengatasi pencemaran limbah
detergen, maka harus melalui rangkaian kegiatan seperti mengamati fenomena
pencemaran limbah detergen, mengklarifikasi masalah, mengidentifikasi pH lim-
bah detergennya, mencari informasi dari berbagai sumber terkait kandungan
detergen dan hasil penelitian orang lain, mengenai cara mengatasi pencemaran
limbah detergen, mengajukan hipotesis, melakukan penyelidikan, menyajikan
hasil penyelidikan kemudian menganalisis dan mengevaluasi hasil pemecahan
masalah tersebut.
6
Pembelajaran berbasis masalah sesuai untuk diterapkan dalam mengatasi masalah
pencemaran limbah detergen. Dengan menggunakan pembelajaran berbasis masa-
lah pencemaran limbah detergen (PBMPLD), siswa secara otomatis berlatih untuk
berpikir kritis dalam memecahkan masalah tersebut. Hal tersebut dikarenakan
ketika siswa dihadapkan masalah pencemaran limbah detergen, siswa melakukan
klarifikasi dasar terhadap masalah pencemaran limbah detergen dengan cara me-
mahami masalah tersebut dan menganalisisnya. Lalu informasi terkait masalah
pencemaran limbah detergen yang dikumpulkan oleh siswa, dipertimbangkan
kembali kredibilitasnya dari berbagai sumber informasi.
Berdasarkan informasi-informasi yang sudah dikumpulkan dari sumber terper-
caya, siswa dapat melakukan penyelidikan. Lalu siswa membuat inferensi dan
melakukan klarifikasi lebih lanjut, setelah melakukan penyelidikan terkait solusi
yang tepat untuk mengatasi pencemaran limbah detergen. Selanjutnya siswa
dapat menyimpulkan dengan cara menentukan suatu tindakan apa yang tepat
untuk mengatasi masalah pencemaran limbah detergen dan mengkomunikasikan
kepada orang lain. Selain itu juga, siswa dituntut untuk melakukan penyelidikan
serta ditantang untuk menemukan ide-ide lain atau mencari solusi lain, sehingga
daya kreatifitas siswa akan meningkat. Dengan demikian, pengetahuan kimia
yang diperoleh akan menjadi lebih bermakna dan keterampilan berpikir kritis
menjadi berkembang (Redhana, 2009; Redhana & Sudiatmika, 2010 dalam
Redhana 2013).
Terdapat beberapa penelitian yang berkaitan mengenai pembelajaran berbasis ma-
salah. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa model pembelajaran
7
berbasis masalah efektif dalam meningkatkan keterampilan memprediksi dan
penguasaan konsep siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Pringsewu pada materi
asam basa (Susatya, 2012), aktivitas dan ketercapaian kompetensi siswa kelas XI
MIA SMA 1 Kudus pada materi hidrolisis, kelarutan dan hasil kali kelarutan
(Ikawati, 2015), prestasi akademik pada materi konsep entalpi di sebuah univer-
sitas di Turki (Gurses, dkk., 2015), konsep dalam bidang pendidikan kimia
(Tarhan & Sesen, 2013) dan prestasi siswa pada mata pelajaran kimia di sekolah
Afrika Selatan (Aidoo, et al., 2016).
Selain itu, terdapat penelitian yang berkaitan mengenai pembelajaran berbasis ma-
salah dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis. Hasil penelitian yang di-
lakukan oleh Sari (2012) menunjukkan bahwa model pembelajaran berbasis masa-
lah efektif dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis peserta didik pada
pembelajaran IPA kelas VIII SMP Negeri 5 Sleman.
Berdasarkan kajian teoritik dan empirik, pembelajaran berbasis masalah diyakini
dapat menjadi model pembelajaran yang tepat untuk digunakan dalam pembela-
jaran kimia, yang dapat memecahkan berbagai masalah nyata dan menantang yang
berkaitan dengan konsep-konsep kimia. Oleh karena itu, dilakukan penelitian
yang berjudul “Efektivitas Model Pembelajaran Berbasis Masalah Pencemaran
oleh Limbah Detergen dalam Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagai-
manakah efektivitas PBMPLD dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis ?
8
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mendeskripsikan efektivitas model PBMPLD dalam meningkatkan keterampilan
berpikir kritis siswa.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan berbagai manfaat bagi pihak
yang bersangkutan, yaitu:
1. memberi pengalaman secara langsung kepada siswa dalam memahami feno-
mena lingkungan sekitar yang berkaitan dengan berbagai konsep-konsep kimia;
2. Model PBMPLD dapat menjadi alternatif bagi guru dalam pembelajaran untuk
melatih keterampilan berpikir kritis.
3. menjadi informasi dan sumbangan pemikiran bagi sekolah dalam upaya me-
ningkatkan mutu pembelajaran kimia.
4. dihasilkan produk berupa perangkat pembelajaran yang dapat digunakan oleh
guru di sekolah dalam meningkatkan mutu pembelajaran kimia.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menghindari kesalahpahaman oleh pembaca, ruang lingkup penelitian ini
adalah:
1. materi yang berkaitan dengan masalah pencemaran limbah detergen adalah
asam basa, garam hidrolisis dan pemisahan campuran;
2. Model pembelajaran berbasis masalah dikatakan efektif meningkatkan kete-
rampilan berpikir kritis apabila secara statistik menunjukkan adanya perbedaan
9
rata-rata postes yang signifikan antara kelas kontrol dan eksperimen dan rata-
rata n-gain berkategori sedang dan tinggi yang diperoleh di kelas eksperimen;
3. keterampilan berpikir kritis yang akan diteliti sesuai dengan framework Norris
dan Ennis (Norris & Ennis dalam Stiggins, 1997); dan
4. Model pembelajaran berbasis masalah yang akan diteliti sesuai dengan model
yang dikemukakan oleh Arends (Arends, 2008).
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Konstruktivisme
Esensi dari teori konstruktivis adalah ide bahwa siswa harus menemukan dan
mentransformasikan suatu informasi kompleks ke situasi lain, dan apabila dike-
hendaki, informasi itu menjadi milik sendiri (Brown et al., 1989; Steffe & Gale,
1995; Tishman et al., 1995; Anderson et al., 2000; Waxman et al., 2001).
Secara konseptual, proses belajar jika dipandang dari pendekatan kognitif, bukan
sebagai perolehan informasi yang berlangsung satu arah dari luar ke dalam diri
siswa, melainkan sebagai pemberian makna oleh siswa kepada pengalamannya
melalui proses asimilasi dan akomodasi yang bermuara pada pemutahkiran struk-
tur kognitifnya. Kegiatan belajar lebih dipandang dari segi prosesnya daripada
segi perolehan pengetahuan dari fakta-fakta yang terlepas-lepas. Proses tersebut
berupa “...constructing and restructuring of knowledge and skills (schemata)
within the individual in a complex network of increasing conseptual consisten-
cy...”. Pemberian makna terhadap objek dan pengalaman oleh individu tersebut
tidak dilakukan secara sendiri-sendiri oleh siswa, melainkan melalui interaksi
dalam jaringan sosial yang unik, yang terbentuk baik dalam budaya kelas maupun
di luar kelas. Oleh sebab itu pengelolaan pembelajaran harus diutamakan pada
pengelolaan siswa dalam memproses gagasannya, bukan semata-mata pada
11
pengelolaan siswa dan lingkungan belajarnya bahkan pada unjuk kerja atau pres-
tasi belajarnya yang dikaitkan dengan sistem penghargaan dari luar seperti nilai,
ijasah, dan sebagainya (Budiningsih, 2004).
Arends (2012) menjelaskan perbandingan antara pembelajaran yang berpusat pada
guru dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa secara rinci yang diuraikan
pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher-centered
learning) dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa (student-
centered learning).
Ciri Model transmisi berpusat
pada guru
Model konstruktivis
berpusat pada siswa
Landasan teoritis Teori sosial kognitif,
behaviouristik dan teori
pemrosesan informasi.
Teori kognitif dan teori
konstruktivis sosial
Peran guru Guru merancang pembela-
jaran bertujuan untuk men-
capai standar dan tujuan
yang telah ditentukan;
menggunakan prosedur
yang mendukung perolehan
pengetahuan dan keteram-
pilan yang ditentukan.
Guru membangun kondisi
supaya siswa bertanya;
melibatkan siswa pada
perencanaan; mendorong
atau menerima ide siswa;
dan memberikan mereka
otonomi (kemandirian) atau
pilihan.
Peran siswa Siswa sering berperan pasif,
hanya mendengarkan guru
atau membaca; hanya mem-
praktikkan keterampilan
yang sudah ditentukan oleh
guru.
Siswa paling banyak ber-
peran secara aktif; berin-
teraksi dengan orang lain
dan berpartisipasi dalam
kegiatan investigasi dan
pemecahan masalah
Perencanaan Tugas Kebanyakan guru yang
mendominasi; secara ketat
berhubungan dengan kuri-
kulum dan tujuan yang di-
tentukan.
Seimbang antara input guru
dan input siswa; terikat
secara fleksibel pada kuri-
kulum dan tujuan yang di-
tentukan.
Lingkungan Belajar Hampir di semua tempat se-
cara ketat terstruktur, tapi
tidak berarti otoriter.
Bebas terstruktur; dicirikan
dengan proses demokratis,
pemilihan, dan adanya
otono-mi untuk berpikir dan
bertanya.
Prosedur Penilaian Cenderung pada tes tertulis
tradisional
Cenderung pada asesmen
otentik dan asesmen kinerja.
(Arends, 2012)
12
Prinsip-prinsip konstruktivisme menurut Suparno (1997), antara lain:
(1) pengetahuan dibangun oleh siswa secara aktif;
(2) tekanan dalam proses belajar terletak pada siswa;
(3) mengajar adalah membantu siswa belajar;
(4) tekanan dalam proses belajar lebih pada proses bukan pada hasil akhir;
(5) kurikulum menekankan partisipasi siswa; dan
(6) guru adalah fasilitator.
Karena penekanannya pada siswa sebagai pembelajar aktif, maka pembelajaran
konstruktivistik ini sering disebut sebagai pembelajaran yang berpusat pada siswa
(student-centered learning). Berbeda dengan proses pembelajaran yang berpusat
pada guru dimana siswa berperan pasif dalam perolehan pengetahuan atau dengan
kata lain guru sebagai sumber dari pengetahuan (Slavin, 2006).
B. Pembelajaran Berbasis Masalah (Problem-Based Learning)
Pembelajaran berbasis masalah atau problem-based learning (PBL) adalah suatu
model pembelajaran yang dirancang dan dikembangkan untuk mengembangkan
kemampuan peserta didik memecahkan masalah (Riyanto, 2010). PBL menggu-
nakan berbagai macam kecerdasan yang diperlukan untuk melakukan konfrontasi
terhadap tantangan dunia nyata, kemampuan untuk menghadapi segala sesuatu
yang baru dan masalah-masalah yang dimunculkan. PBL sering dilakukan dengan
pendekatan tim melalui penekanan pada pembangunan keterampilan yang berkait-
an dengan pengambilan keputusan, diskusi, pemeliharaan tim, manajemen kon-
flik, dan kepemimpinan tim (Wulandari & Surjono, 2013). PBL merupakan ino-
vasi dalam pembelajaran karena didalam PBL kemampuan berfikir siswa betul-
betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis,
sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan
13
kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan (Tan dalam Rusman 2010).
PBL menurut Aidoo et al. (2016) yaitu:
PBL diartikan sebagai pembelajaran pedagogis yang berpusat pada siswa
melibatkan siswa dimasukkan ke dalam kelompok yang lebih kecil untuk
membahas masalah yang menantang dengan tujuan menemukan solusi un-
tuk masalah ini.
Model PBL memiliki sejumlah karakteristik yang membedakannya dengan model
pembelajaran lainnya. Karakteristik tersebut yakni: (a) belajar dimulai dengan su-
atu masalah; (b) memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan
dunia nyata peserta didik; (c) mengorganisir pelajaran di sekitar masalah, bukan di
seputar disiplin ilmu; (d) memberikan tanggung jawab yang besar kepada pembe-
lajar dalam menjalankan secara langsung proses belajar mereka sendiri; (e) meng-
gunakan kelompok kecil; dan (f) menuntut pembelajar untuk mendemonstrasikan
apa yang telah mereka pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja (Jonassen,
2011). Oleh karena itu, model PBL dapat membangun keterampilan berpikir ting-
kat tinggi pada kelompok heterogen (Raiyn &Tilchin, 2015).
Pemecahan masalah mempromosikan keterampilan berpikir tingkat tinggi peserta
didik, dan akibatnya, menghasilkan pemahaman yang lebih dalam dan aplikasi
yang lebih baik dari pengetahuan di masa depan. Hal ini menantang dan memoti-
vasi. Komponen motivasi intrinsik ini membantu keinginan peningkatan siswa
untuk belajar dan menopang minat mereka sepanjang pembelajaran (Zejnilagic, et
al., 2015). PBL dapat digunakan untuk peningkatan hasil belajar (Primartadi,
2012; Widodo, 2013). Wena (2011) menyatakan bahwa PBL bertujuan untuk
memecahkan atau menghadapi tantangan yang akan diperlukan dalam kehidupan
14
nyata. PBL merupakan pembelajaran yang memiliki esensi berupa menyuguhkan
berbagai situasi bermasalah yang autentik dan bermakna kepada siswa (Arends ,
2008). Masalah yang dimunculkan dalam pembelajaran berbasis masalah ini tidak
memiliki jawaban yang tunggal, artinya siswa harus terlibat dalam menemukan
berbagai alternatif solusi atas masalah tersebut (Hmelo-Silver & Barrows, 2006
dalam Fakhriyah, 2014).
PBL berorientasi pada teori belajar konstruktivisme (Widodo, 2013; Tarhan &
Sesen, 2013; Zejnilagic, et al., 2015). Dimana, pada pembelajaran kontruktivisme
ini siswa ditekankan sebagai pembelajar aktif sehingga disebut pembelajaran yang
berpusat pada siswa (student-centered learning) (Slavin, 2006; Ersoy & Baser,
2014). Sebuah proses pendidikan yang berpusat pada siswa yang bertujuan untuk
mengembangkan keterampilan, tentu melibatkan pendekatan proaktif yang mem-
fasilitasi keterlibatan siswa dalam penelitian, penyelidikan ilmiah, analisis situasi
bermasalah atau memecahkan masalah nyata (Draghicescu, et al., 2014).
Sehingga metode pengajaran yang memungkinkan partisipasi aktif siswa dalam
proses pengajaran menghasilkan prestasi yang lebih baik (Zejnilagic, et al., 2015).
Oleh karena itu, penting adanya perubahan paradigma pembelajaran yang semula
berpusat pada guru beralih berpusat pada siswa metode-metode pembelajaran
yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori dan pendekat-
an yang semula lebih banyak bersifat tekstual berubah menjadi kontekstual
(Sudarmin, 2015).
Ciri-ciri model PBL menurut Redhana (2013) yaitu:
Siswa pertama dihadapkan dengan masalah ill-structured atau ill defined
problems (masalah-masalah kurang terstruktur atau kurang terdefinisi),
15
openended, ambigu, dan kontekstual. Agar dapat memecahkan masalah, sis-
wa harus mempelajari materi terlebih dahulu, artinya, siswa harus mengkons-
truksi pengetahuan melalui proses penemuan. Setelah siswa memahami ma-
teri yang terkait dengan masalah, siswa selanjutnya memecahkan masalah
yang dihadapi melalui kerja kelompok.
Arends (2008) mengungkapkan bahwa pengembangan pengajaran berdasarkan
masalah telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai
berikut: (Krajcik, 1999; Krajcik, Blumenfeld, Marx, & Soloway, 1994; Slavin,
Maden, Dolan, & Wasik, 1992; 1994; Cognition & Technology Group at
Vanderbilt, 1990).
a. pengajuan pertanyaan atau masalah;
b. berfokus pada keterkaitan antardisiplin;
c. penyelidikan autentik;
d. menghasilkan produk dan memamerkannya; dan
e. kolaborasi.
Pembelajaran berbasis masalah memiliki ciri khusus yang berbeda dengan model-
model pembelajaran yang lain. Banyak model pembelajaran yang dikembangkan
untuk membantu mempermudah penguasaan siswa terhadap materi yang dipela-
jari dan mengatur siswa agar terjadi proses kerjasama dalam belajar. Namun di
dalam pembelajaran berbasis masalah tidak sekedar bagaimana siswa mudah
dalam belajar, tetapi lebih jauh dari itu adalah bagaimana siswa memahami suatu
persoalan nyata, tahu solusi yang tepat, serta dapat menerapkan solusi tersebut un-
tuk memecahkan masalah (Sutirman, 2013).
Karakter pembelajaran berbasis masalah menurut Rusman (2010) yaitu permasa-
lahan menjadi starting point dalam belajar dan diangkat dari permasalahan yang
ada di dunia nyata yang tidak terstruktur. Selain itu, permasalahan tersebut mem-
butuhkan perspektif ganda (multiple perspective);dan menantang pengetahuan
16
yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan
identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar. Karakter PBL lain-
nya yaitu belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama; pemanfaatan sumber
pengetahuan yang beragam, penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi me-
rupakan proses yang esensial dalam pembelajaran berbasis masalah; kolaboratif,
komunikasi, dan kooperatif. Keterbukaan proses dalam PBL meliputi sintesis dan
intergrasi dari sebuah proses belajar; dan PBL melibatkan evaluasi dan review pe-
ngalaman siswa dan proses belajar.
Karakteristik yang lain pada model pembelajaran PBL adalah pembelajaran yang
melibatkan keterampilan proses melalui mengamati, mengklasifikasi, mengukur,
memprediksi, menjelaskan, dan menyimpulkan. Di samping itu metode pembe-
lajaran PBL adalah rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada
proses penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah (Sanjaya, 2006), dan se-
cara definitif, Hitipeu (2009) menyatakan bahwa pembelajaran PBL merupakan
metode yang disusun berdasarkan teori konstruktivistik yang cukup efektif mem-
bantu siswa dalam memperoleh suatu keterampilan.
Menurut Kemendikbud No.58 tahun 2014, tujuan dan hasil dari Problem Based
Learning ini adalah untuk mengembangkan keterampilan berfikir tingkat tinggi,
mendorong kerjasama dalam menyelesaikan tugas, melibatkan siswa dalam
penyelidikan permasalahan pilihan sendiri yang memungkinkan mereka meng-
interpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemaha-
mannya tentang fenomena tersebut.
17
Kelima fase pembelajaran berbasis masalah dan perilaku guru yang dibutuhkan
untuk setiap tahap diringkas dalam Tabel 2.
Tabel 2. Sintaks untuk pembelajaran berbasis masalah
Tahap Perilaku Guru
Tahap 1: Orientasi siswa
terhadap masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logis-
tik yang dibutuhkan dan memotivasi siswa untuk terlibat
dalam aktivitas pemecahan masalah.
Tahap 2: Mengorganisasi
siswa untuk belajar
Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengatur
tugas-tugas studi yang berkaitan dengan masalah
Tahap 3: Membantu
penyelidikan mandiri dan
kelompok
Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi
yang sesuai, melakukan percobaan, dan mencari penjelas-
an dan solusi.
Tahap 4: Mengembangkan
dan menyajikan hasil karya
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiap-
kan karya yang sesuai seperti laporan, video, dan model,
dan membantu mereka berbagi tugas mereka dengan
orang lain.
Tahap 5: Menganalisis dan
mengevaluasi proses peme-
cahan masalah
Guru membantu siswa untuk merefleksikan penyelidikan
mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
(Arends, 2008)
Lebih lanjut Arends (2008) menjabarkan langkah-langkah yang diperlukan untuk
mengimplementasikan PBM dalam pembelajaran sebagai berikut.
Tahap 1. Mengorientasikan siswa pada masalah
Dalam hal ini pembelajaran dimulai dengan menjelaskan tujuan pembelajaran dan
aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Tahapan ini sangat penting dalam peng-
gunaan PBL, dimana guru harus menjelaskan dengan rinci apa yang harus dilaku-
kan oleh siswa dan guru sendiri. Di samping proses yang akan berlangsung, pen-
ting juga untuk menjelaskan bagaimana guru akan mengevaluasi proses pembela-
jaran. Hal ini penting untuk memberikan motivasi agar siswa dapat engage dalam
18
pembelajaran yang dilakukan. Sutrisno (Dasna dan Sutrisno, 2006) menekankan
empat hal penting pada proses ini, yaitu:
a. tujuan utama pengajaran ini tidak untuk mempelajarai sejumlah informasi
baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalah-masalah
penting dan bagaimana menjadi mahasiswa yang mandiri;
b. permasalahan dan pertanyaan yang diselidiki tidak mempunyai jawaban mut-
lak “benar”, sebuah masalah yang rumit atau kompleks mempunyai banyak
penyelesaian dan seringkali bertentangan;
c. selama tahap penyelidikan (dalam pengajaran ini), siswa didorong untuk me-
ngajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai
pembimbing yang siap membantu, namun siswa harus berusaha untuk beker-
ja mandiri atau dengan temannya; dan
d. selama tahap analisis dan penjelasan, siswa akan didorong untuk menyatakan
ide-idenya secara terbuka dan penuh kebebasan.
Tahap 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar.
Pemecahan suatu masalah yang membutuhkan kerjasama dan sharing antar ang-
gota mendorong siswa untuk belajar berkolaborasi. Oleh sebab itu, guru dapat
memulai kegiatan pembelajaran dengan membentuk kelompok-kelompok siswa
dimana masing-masing kelompok akan memilih dan memecahkan masalah yang
berbeda. Prinsip-prinsip pengelompokan siswa dalam pembelajaran kooperatif
dapat digunakan dalam konteks ini seperti: kelompok harus heterogen, pentingnya
interaksi antar anggota, komunikasi yang efektif, adanya tutor sebaya, dan seba-
gainya. Hal penting yang dilakukan guru adalah memonitor dan mengevaluasi
kerja masing-masing kelompok untuk menjaga kinerja dan dinamika kelompok
selama pembelajaran. Selanjutnya guru dan siswa menetapkan subtopik-subtopik
yang spesifik, tugas-tugas penyelidikan, dan jadwal.
Tahap 3. Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok.
Pada fase ini guru membantu siswa dalam mengumpulkan informasi dari berbagai
sumber, siswa diberi pertanyaan yang membuat mereka berpikir tentang suatu
19
masalah dan jenis informasi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah
tersebut. Siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif dan dapat menggu-
nakan metode yang sesuai untuk masalah yang dihadapinya, siswa juga perlu di-
ajarkan apa dan bagaimana etika penyelidikan yang benar.
Tahap 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Hasil karya yang dimaksud lebih dari sekedar laporan tertulis, termasuk hal-hal
seperti rekaman video yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi
yang diusulkan, model-model yang mencakup representasi fisik dari situasi ma-
salah atau solusinya, dan program komputer serta presentasi multimedia.
Tahap 5. Menganalisis dan mengevaluasi proses mengatasi masalah.
Fase terakhir PBL melibatkan kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk mem-
bantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses berpikirnya sendiri maupun
keterampilan investigative dan keterampilan intelektual yang mereka gunakan.
Selama fase ini, guru meminta siswa untuk merekonstruksikan pikiran dan kegiat-
an mereka selama berbagai fase pelajaran. Tantangan utama bagi guru dalam ta-
hap ini adalah mengupayakan agar semua siswa aktif terlibat dalam sejumlah ke-
giatan penyelidikan dan hasil-hasil penyelidikan ini dapat menghasilkan penyele-
saian terhadap permasalahan tersebut.
Keunggulan pembelajaran berbasis masalah menurut Sanjaya (2006), adalah (a)
pemecahan masalah merupakan teknik yang bagus untuk memahami isi pembela-
jaran; (b) merangsang kemampuan peserta didik untuk menemukan pengetahuan
baru bagi mereka; (c) meningkatkan aktivitas belajar peserta didik; (d) dapat
membantu peserta didik untuk menerapkan pengetahuan mereka dalam kehidupan
20
nyata; (e) membantu peserta didik mengembangkan pengetahuannya serta dapat
digunakan sebagai evaluasi diri terhadap hasil maupun proses belajar; (f) mem-
bantu peserta didik untuk berlatih berfikir dalam menghadapi sesuatu; (g) me-
ngembangkan keterampilan berpikir kritis dan kemampuan menyesuaikan dengan
pengetahuan baru; (h) mengembangkan minat belajar peserta didik; (i) pemecahan
masalah dianggap menyenangkan dan lebih digemari peserta didik; dan (j) mem-
beri kesempatan peserta didik untuk mengaplikasikan pengetauan mereka dalam
kehidupan nyata.
Menurut Abuddin (2011) kekurangan PBL antara lain:
a. sering terjadi kesulitan dalam menemukan permasalahan yang sesuai dengan
tingkat berfikir siswa. Hal ini dapat terjadi karena adanya perbedaan tingkat ke-
mampuan berfikir pada siswa;
b. sering memerlukan waktu yang lebih banyak dibandingkan dengan pengguna-
an metode konvensional; dan
c. sering mengalami kesulitan dalam perubahan kebiasaan belajar dari yang se-
mula belajar mendengar, mencatat dan menghafal informasi yang disampaikan
guru, menjadi belajar dengan cara mencari data, menganalisis, menyusun hipo-
tesis, dan memecahkannya sendiri.
C. Keterampilan Berpikir Kritis
Menurut Dede Rosyada (2004), kemampuan berpikir kritis (critical thinking) ada-
lah menghimpun berbagai informasi lalu membuat sebuah kesimpulan evaluatif
dari berbagai informasi tersebut. Inti dari kemampuan berpikir kritis adalah aktif
mencari berbagai informasi dan sumber, kemudian informasi tersebut dianalisis
dengan pengetahuan dasar yang telah dimiliki peserta didik untuk membuat ke-
simpulan.
21
Menurut Facione (1990) dalam Stephenson, 2015; Dwyer, 2014) menyatakan bah-
wa hasil konsensus konseptualisasi berpikir kritis yang diselenggarakan oleh 46
ahli dalam bidang berpikir kritis mendefinisikan bahwa berpikir kritis adalah:
“. . .purposeful, self-regulatory judgement which results in interpretation,
analysis, evaluation, and inference, as well as explanation of the evidential,
conceptual, methodological, criteriological, or contextual considerations upon
which that judgement is based” .
Artinya, regulasi diri dalam memutuskan yang memiliki tujuan yang menghasil-
kan interpretasi, analisis, evaluasi dan inferensi serta penjelasan yang nyata, ter-
konsep, bermetode, berkriteria atau pertimbangan kontekstual yang menjadi dasar
dibuatnya keputusan.
Sementara itu, terkait berpikir kritis Ennis (1991) mengemukakan bahwa
”reasonable reflective thinking that is focused on deciding what to believe or do”.
Artinya, berpikir kritis merupakan berpikir reflektif yang beralasan yang berfokus
pada memutuskan apa yang harus dipercaya atau dilakukan. Ennis menyatakan
bahwa definisi tersebut tidak termasuk ke dalam berpikir kreatif yang kegiatannya
seperti merumuskan hipotesis, merumuskan jalan alternatif dalam melihat suatu
masalah, pertanyaan, memberikan kemungkinan solusi dan berencana untuk me-
lakukan investigasi. Definisi berpikir kritis lebih menekankan pada sesuatu yang
bersifat reflektif, beralasan, dan pembuatan keputusan.
Berdasarkan definisi ber pikir kritis yang telah diuraikan, maka untuk mengetahui
ciri-ciri orang yang berpikir kritis, Ennis dalam Costa (1985) mengkarakterisasi
pemikir kritis yang ideal dari tiga belas karakter dan enam belas kemampuan yang
saling ketergantungan dan sedikit tumpang tindih. Ketiga belas karakter dan enam
belas kemampuan tersebut merupakan hal yang pokok untuk mencirikan pemikir
22
kritis yang ideal. Adapun ketiga belas karakter dan enam belas kemampuan
tersebut dapat dijabar-kan melalui uraian berikut.
1. Karakter (disposition)
Ketiga belas karakter tersebut diantaranya: a) mencari pernyataan/informasi yang
jelas tentang pertanyaan atau persoalan; b) mencari alasan; c) mencoba untuk
memperoleh informasi yang benar; d) menggunakan sumber yang kredibel; e)
mempertimbangkan semua situasi; f) mencoba mempertahankan pemikiran yang
relevan dengan topik utama; g) tetap mengingat pertimbangan utama; h) mencari
alternatif; i) berpikiran terbuka; j) mengambil posisi (dan berganti posisi) ketika
bukti dan alasan telah cukup; k) mencari keakuratan sebanyak mungkin dari per-
soalan; l) mengikuti kebiasaan yang teratur terhadap bagian-bagian dari keselu-
ruhan; dan m) peka terhadap perasaan, tingkat pengetahuan dan tingkat penga-
laman orang lain.
2. Kemampuan (abilities)
Dalam hal kemampuan, Ennis membaginya lagi menjadi 5 kelompok, yaitu klari-
fikasi dasar (elementary clarification), kemampuan dasar (basic support), inferen-
si (inference), klarifikasi lebih lanjut (advanced clarification), dan membuat stra-
tegi dan taktik (strategies and tactics). Kelima kelompok ini memiliki beberapa
indikator seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Norris dan Ennis (1989) dalam Stiggins (1997) menyatakan bahwa satu set lang-
kah-langkah berpikir kritis adalah: 1) mengklarifikasi masalah dengan mengaju-
kan pertanyaan kritis; 2) mengumpulkan informasi kritis yang berkaitan dengan
masalah; 3) mulai untuk memberikan alasan melalui beberapa sisi atau beberapa
23
sudut pandang; 4) mengumpulkan informasi lebih lanjut untuk melakukan analisis
lebih lanjut ketika dibutuhkan; dan 5) membuat dan mengomunikasikan keputus-
an.
Tabel 3. Kemampuan berpikir kritis dan indikatornya menurut Ennis
Kemampuan Berpikir Kritis Indikator
Klarifikasi Dasar (Elementary
Clarification)
Kemampuan Dasar (Basic Support)
Inferensi (Inference)
Klarifikasi lebih lanjut
(Advanced Clarification)
Membuat strategi dan taktik (Strategies
and Tactics)
1. Memfokuskan pertanyaan
2. Menganalisis argumen
3. Bertanya dan menjawab pertanyaan
klarifikasi atau pertanyaan yang
bersifat menantang
4. Mempertimbangkan kredibilitas sumber
5. Mengamati dan menilai laporan
pengamatan
6. Mendeduksi dan mempertimbangkan
hasil deduksi
7. Menginduksi dan mempertimbangkan
hasil induksi
8. Membuat definisi dan
mempertimbangkan definisi
9. Mengidentifikasi asumsi
10. Memutuskan tindakan
11. Berinteraksi dengan orang lain
(Ennis dalam Costa, 1985)
Sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya mengenai pengertian berpikir kritis
menurut Ennis, yaitu bahwa berpikir kritis merupakan cara berpikir reflektif yang
masuk akal dan difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan apa
yang harus dilakukan. Dari definisi tersebut dapat dinyatakan bahwa tujuan ber-
pikir kritis menurut Ennis adalah untuk mengevaluasi keputusan terbaik atau lebih
menekankan pada bagaimana seseorang membuat keputusan. Kerangka berpikir
Norris dan Ennis berfokus pada tahap mengumpulkan informasi dan mengenai
menerapkan kriteria yang sesuai untuk mempertimbangkan suatu tindakan atau
suatu pandangan (Stiggins, 1997). Tahapan berpikir menurut Norris dan Ennis
dapat ditunjukkan pada Tabel 4.
24
Tabel 4. Tahapan berpikir kritis menurut Norris dan Ennis
Tahapan Berpikir Keterampilan Berpikir yang dibutuhkan
Melakukan klarifikasi dasar
terhadap masalah Memahami masalah
Menganalisis sudut pandang atau posisi
Bertanya dan menjawab pertanyaan yang bersifat
klarifikasi dan menantang
Mengumpulkan informasi
dasar Mempertimbangkan kredibilitas dari berbagai sumber
informasi
Mengumpulkan dan mempertimbangkan informasi
Membuat inferensi Membuat dan mempertimbangkan dedukasi menggu-
nakan informasi yang tersedia
Membuat dan mempertimbangkan induksi
Membuat dan mempertimbangkan hasil pertimbangan
Melakukan klarifikasi lebih
lanjut Membuat dan mempertimbangkan definisi
Mengidentifikasi asumsi
Menyimpulkan Menentukan suatu tindakan yang tepat
Mengkomunikasikan keputusan kepada orang lain
( Norris & Ennis dalam Stiggins, 1997).
D. Peta Pemecahan Masalah
Kemampuan pemecahan masalah merupakan kompetensi strategik supaya siswa
mampu memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan masalah sehing-
ga mampu menyelesaikan persoalan atau masalah. Dalam pemecahan masalah
siswa dapat menunjukkan kemampuan memahami masalah dengan baik, meng-
organisasi data yang relevan, menyajikan masalah secara jelas, memilih pende-
katan atau strategi pemecahan dan mampu menerapkan model pemecahan yang
efektif (Widodo & Kadarwati, 2013). Hunt mendefinisikan pemecahan masalah
adalah suatu yang terdiri dari serangkaian langkah-langkah yang melibatkan usaha
membangun pemecahan (Manurung, 2013).
Untuk memfokuskan permasalahan dapat dikembangkan deskriptif kualitatif
dalam bentuk gambar, peta atau kata-kata yang dapat membantu siswa dalam me-
nemukan pokok permasalahannya. Peta pemecahan masalah mencakup beberapa
25
hal seperti sumber masalah, konsep-konsep pengetahuan yang terkait dengan ma-
salah, akibat yang ditimbulkan dari masalah dan solusi-solusi yang dapat diguna-
kan untuk memecahkan masalah tersebut.
Peta pemecahan masalah pencemaran limbah detergen terdapat pada Gambar 1.
26
Gambar 1. Peta Pemecahan Masalah
Solusi
B. Netralisasi
- Asam organik yang terdapat dalam daun
ketapang yaitu tannin dan humic akan
menguraikan/menghidrolisis ion H+
sehingga pH limbah deterjen akan turun
(Hidrolisis)
Filtrasi(pemisahan campuran)
- Penyaringan air (filtrasi) menggunakan ijuk,
busa akuarium, batu krikil, dan sabut kelapa
untuk mengurangi warna kuning dari sisa
rendaman daun ketapang
A. Absorbsi(koloid) dan Filtrasi (pemisahan
campuran)
- Adsorben yang digunakan yaitu karbon
aktif, pasir pantai, pasir silika, zeolit yang
dimasukkan ke dalam kain puring.
- Alat filtrasi yang digunakan adalah
paralon
Sehingga
pH menjadi
tinggi ( >9)
- Konsep Asam Basa
- Hidrolisis
- Kekuatan Asam Basa
- Konsep pH
1. Surfaktan
- Alkyl Benzene Sulfonat (ABS) tidak terurai dalam air. Menyebabkan
keracunan biota air dan penurunkan kualitas air. Selain itu bahan ini
juga merusak organ pernafasan (insang) pada ikan.
- Sodium lauryl sulfate (SLS) menyebabkan iritasi pada kulit,
memperlambat proses penyembuhan, dan penyebabkan katarak pada
mata orang dewasa.
2. Builder
- Phosphate menyebabkan pengkayaan unsur hara (eutrofikasi) yang
berlebihan pada air, sehingga air kekurangan oksigen akibat partum-
buhan dan perkembangan algae (phytoplankton) yang cepat, pendang-
kalan sungai dan iritasi pada kulit manusia karena memiliki pH antara
10 – 12.
3. Filter (Sodium sulfat)
4. Adiktif (enzim, borak, sodium chloride, carboxy methyl cellulose (CMC)
Kandungan
oleh
Limbah
deterjen Pencemaran
air
E. Kerangka Pemikiran
Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) seperti yang telah dipa-
parkan dalam tinjauan pustaka merupakan pembelajaran yang dapat melatih siswa
untuk aktif dalam memecahkan masalah menantang di kehidupan nyata secara il-
miah melalui langkah-langkah sistematis sehingga memberikan pengalaman bela-
jar yang lebih bermakna pada siswa dan dapat menghadapi tantangan yang akan
diperlukan di dalam kehidupan nyata. Langkah-langkah tersebut meliputi meng-
orientasikan siswa terhadap masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, mem-
bantu penyelidikan mandiri dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil
karya serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Pembelajaran kimia menggunakan model pembelajaran berbasis masalah, siswa
dituntut untuk menguasai berbagai konsep kimia, seperti pada masalah pencemar-
an limbah detergen minimal siswa harus menguasai konsep asam basa dan konsep
pH kelas XI SMA dengan KD dari dimensi pengetahuan yaitu menganalisis sifat
larutan berdasarkan konsep asam basa dan/atau pH larutan, sedangkan KD dari di-
mensi keterampilannya yaitu mengajukan ide/ gagasan tentang penggunaan indi-
kator yang tepat untuk menentukan keasaman asam/ basa atau titrasi asam/basa.
Selain konsep asam basa, siswa juga harus mencari informasi terkait masalah lim-
bah detergen yang berkaitan dengan konsep-konsep kimia lainnya seperti konsep
pemisahan campuran, dan garam hidrolisis. Menguasai KD-KD tersebut sangat
tepat untuk menggunakan model pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning).
27
28
Langkah awal model PBL yaitu mengorientasikan siswa terhadap masalah.
Dalam mengorientasikan siswa terhadap masalah ini, guru menjelaskan tujuan
pembelajaran yaitu untuk mengatasi permasalahan pencemaran limbah detergen
dan aktivitas-aktivitas yang akan dilakukan. Pada langkah ini, siswa mengamati
wacana tentang pencemaran limbah detergen, maka siswa dapat mengidentifikasi
atau memahami masalah tersebut, serta mengklarifikasi masalah dengan mengaju-
kan pertanyaan-pertanyaan seperti “Apa yang menyebabkan pH air sungai sangat
tinggi? Bagaimana cara mengatasi pencemaran limbah detergen?”. Sehingga,
pada tahap awal ini, keterampilan berpikir kritis siswa dilatih.
Langkah selanjutnya ialah mengorganisasi siswa untuk belajar. Pada langkah ini,
siswa dilatih untuk aktif dalam mencari informasi dari berbagai sumber (buku,
internet, majalah, artikel dan lain-lain) yang berkaitan dengan masalah pencemar-
an limbah detergen seperti kandungan senyawa kimia dalam air yang tercemar
limbah detergen, penyebab, dampak, cara pencegahan dan penanggulangan pen-
cemaran limbah detergen. Dalam mencari dan mengumpulkan informasi perlu di-
pertimbangkan kredibilitasnya sehingga siswa harus kritis. Kemudian informasi-
informasi yang diperoleh tersebut dianalisis dengan pengetahuan dasar yang telah
dimiliki siswa. Sehingga pada tahap ini, keterampilan berpikir kritis siswa dilatih.
Langkah selanjutnya adalah melakukan penyelidikan mandiri dan kelompok.
Pada langkah ini, siswa mengumpulkan informasi lebih lanjut dari berbagai sum-
ber terpercaya untuk memperkuat hipotesis yang telah dibuat. Siswa diminta un-
tuk mengidentifikasi pH air yang belum tercemar dan pH air yang sudah tercemar
limbah detergen dan membandingkan keduanya. Lalu menganalisis apa yang
29
menyebabkan pH air yang sudah tercemar limbah detergen menjadi sangat tinggi
dengan mengidentifikasi persamaan pada reaksi-reaksi hidrolisis senyawa ionik
yang terkandung dalam detergen (Na3PO4, Na2CO3, dan NaHCO3). Selanjutnya,
pada langkah ini, siswa diajarkan untuk menjadi penyelidik yang aktif dengan me-
lakukan eksperimen orang lain terkait solusi pencemaran limbah detergen untuk
mendapatkan keakuratan data. Untuk itu, siswa harus merancang percobaan
dengan menggunakan prosedur, alat dan bahan yang sesuai serta dapat menen-
tukan variabel-variabel yang terlibat dalam penyelidikan. Sehingga, pada tahap
ini siswa dilatih untuk memiliki keterampilan berpikir kritis.
Langkah berikutnya adalah mengembangkan dan menyajikan hasil percobaan.
Pada langkah ini, siswa diminta untuk memasukkan data-data hasil percobaan ke
dalam tabel hasil percobaan. Kemudian, siswa menjawab soal-soal yang berkaitan
dengan percobaan, salah satunya seperti “berapakah nilai pH air limbah detergen
yang diukur menggunakan indikator universal sebelum dan setelah perlakuan?”.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut bersifat menantang dan harus dijawab berdasarkan
hasil percobaan. Sehingga, pada tahap ini siswa dilatih untuk memiliki keterampi-
lan berpikir kritis.
Langkah terakhir adalah menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masa-
lah. Pada langkah ini guru membantu menganalisis dan mengevaluasi proses ber-
pikir siswa serta keterampilan investigative dan intelektual yang siswa gunakan.
Misalnya, siswa dapat menjelaskan kendala-kendala apa saja yang dihadapi oleh
siswa dalam merancang percobaan dan dapat memberikan saran/ perbaikan. Se-
lain itu, siswa dapat menyimpulkan apakah hipotesis yang telah diajukan di awal
30
dapat diterima atau tidak dan siswa dapat menyimpulkan hasil pemecahan masa-
lah yang sudah mereka lakukan lalu mempresentasikannya ke depan kelas. Arti-
nya, siswa dapat menentukan suatu tindakan yang tepat dalam memecahkan masa-
lah yang dihadapinya dan memberikan kesimpulan, dimana hal tersebut dapat me-
latih keterampilan berpikir kritis.
Berdasarkan uraian dan langkah-langkah di atas dengan diterapkannya model
PBMPLD diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
F. Anggapan Dasar
Beberapa hal yang menjadi anggapan dasar dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. tingkat kedalaman dan keluasan materi yang diberikan sama;
2. perbedaan postes keterampilan berpikir kritis siswa semata-mata terjadi ka-
rena perbedaan perlakuan dalam proses belajar siswa memperoleh materi
yang sama oleh guru yang sama; dan
3. faktor-faktor lain diluar perilaku pada kedua kelas diabaikan.
G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dalam penelitian ini adalah model PBMPLD efektif dalam meningkat-
kan keterampilan berpikir kritis siswa.
31
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X I MIA SMA Negeri 14
Bandarlampung Tahun Pelajaran 2017/2018 yang berjumlah 162 siswa dan terse-
bar dalam lima kelas. Siswa tersebut merupakan satu kesatuan populasi, karena
adanya kesamaan-kesamaan berikut.
a. siswa-siswa tersebut berada dalam tingkatan yang sama, yaitu kelas XI MIA
SMA Negeri 14 Bandar Lampung;
b. siswa-siswa tersebut dalam semester yang sama, yaitu semester genap; dan
c. dalam pelaksanaan pengajarannya, siswa-siswa tersebut diajar dengan kuriku-
lum 2013 dan jumlah jam belajar yang sama.
2. Sampel
Dalam penelitian ini, dua kelas yang dijadikan sampel penelitian adalah kelas XI
MIA 1 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI MIA 2 sebagai kelas kontrol. Pe-
ngambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Purposive sam-
pling merupakan teknik pengambilan sampel yang didasarkan pada informasi me-
ngenai keadaan populasi sebelumnya dimana peneliti berasumsi bahwa ahli yang
mengetahui keadaan sampel dan populasi dapat menggunakan pengetahuan
32
mereka untuk mengetahui apakah sampel yang diambil itu representatif atau tidak
(Fraenkel et al., 2012). Dalam pelaksanaannya peneliti meminta bantuan guru bi-
dang studi kimia untuk memperoleh informasi mengenai karakteristik siswa di se-
kolah tersebut untuk menentukan kelas kontrol dan kelas eksperimen.
B. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data utama dan data pendu-
kung. Data utama berupa skor tes sebelum penerapan pembelajaran (pretes), skor
setelah penerapan pembelajaran (postes). Data pendukung berupa skor kinerja
siswa. Sumber data dalam penelitian ini adalah seluruh siswa di kelas kontrol dan
seluruh siswa di kelas eksperimen.
C. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan The
Matching Only Pretest-Posttest Control Group Design (Fraenkel et al., 2012)
yang secara garis besar dapat ditunjukkan dalam Tabel 5
Tabel 5. Desain Penelitian
Kelas Penelitian Perlakuan
Eksperimen M O1 X O2
Kontrol M O1 C O2
(Fraenkel et al., 2012)
Keterangan:
M = Matching, yang berarti bahwa dalam desain ini ada sampel yang dicocokkan
O1= Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi pretes
O2= Kelas eksperimen dan kelas kontrol diberi postes
X = Perlakuan berupa penerapan model PBMPLD
C = Kelas kontrol dengan penerapan pembelajaran konvensional
33
Sebelum diterapkan perlakuan, kedua sampel penelitian diberikan pretes (O1).
Kemudian hasil pretes pada kedua sampel penelitian dicocokkan secara statistik
melalui uji kesamaan dua rata-rata. Setelah itu, kedua sampel penelitian diundi
untuk menentukan kelas yang dijadikan sebagai kelas kontrol dan kelas eksperi-
men. Lalu pada kelas eksperimen diberi perlakuan dengan menerapkan model
PBMPLD (X) dan pada kelas kontrol diterapkan pembelajaran konvensional.
Selanjutnya, kedua kelas diberikan postes(O2).
D. Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri dari variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol. Se-
bagai variabel bebas adalah model pembelajaran yang digunakan, yaitu model
PBMPLD dan pembelajaran konvensional. Sebagai variabel terikat adalah kete-
rampilan berpikir kritis siswa kelas XI MIA SMA Negeri 14 Bandarlampung
Tahun Pelajaran 2017-2018. Adapun variabel kontrolnya adalah instrumen tes
berupa soal pretes dan soal postes, kurikulum, materi ajar serta guru yang meng-
ajar di kelas.
E. Instrumen Penelitian dan Validitas Instrumen
Instrumen adalah alat yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data peneli-
tian (Fraenkel et al., 2012). Pada penelitian ini, instrumen yang digunakan ialah
perangkat pembelajaran, yang meliputi: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
(RPP), Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) yang menggunakan berbasis masalah
pencemaran limbah detergen, soal pretes dan soal postes yang berupa soal uraian
yang mewakili keterampilan berpikir kritis dan lembar penilaian kinerja siswa.
34
Agar data yang diperoleh sahih dan dapat dipercaya, maka instrumen yang digu-
nakan harus valid, bersifat reliabel atau ajeg, dapat membedakan kelompok atas
dan kelompok bawah, serta memiliki taraf kesukaran yang tidak terlalu mudah
dan juga tidak terlalu sulit. Untuk itu, perlu dilakukan pengujian terhadap instru-
men yang akan digunakan. Dalam konteks pengujian instrumen dapat dilakukan
dengan dua macam cara, yaitu cara judgement atau penilaian, dan pengujian em-
pirik. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang di-
inginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Vali-
ditas adalah suatu ukuran yang menunjukkan kesahihan suatu instrumen.
Pengujian instrumen penelitian ini menggunakan validitas isi. Pengujian kevalid-
an isi ini dilakukan dengan cara judgement. Dalam hal ini pengujian dilakukan
dengan menelaah kisi-kisi, terutama kesesuaian antara tujuan penelitian, tujuan
pengukuran, indikator keterampilan dan butir-butir pertanyaannya. Bila antara
unsur-unsur itu terdapat kesesuaian, maka dapat dinilai bahwa instrumen dianggap
valid untuk digunakan dalam mengumpulkan data dan sesuai kepentingan peneli-
tian yang bersangkutan. Oleh karena dalam melakukan judgement diperlukan ke-
telitian dan keahlian penilai, maka peneliti meminta ahli untuk melakukannya.
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Observasi lapangan
Peneliti meminta izin Kepala SMA Negeri 14 Bandarlampung. Setelah itu me-
ngadakan penelitian pendahuluan di sekolah tersebut untuk mendapatkan infor-
masi tentang kurikulum yang digunakan, metode pembelajaran yang diterapkan,
35
karakteristik siswa, jadwal dan sarana prasarana yang ada di sekolah yang dapat
digunakan sebagai sarana pendukung pelaksanaan penelitian. Informasi yang di-
peroleh digunakan untuk menentukan sampel penelitian.
2. Penelitian
Tahapan dalam penelitian ini, yaitu:
a. tahap persiapan
Peneliti menyusun instrumen penelitian yang meliputi perangkat pembelajaran,
diantaranya rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), kisi-kisi soal pretes dan
postes, soal pretes dan postes yang berupa soal uraian yang digunakan sebagai
data kuantitatif untuk mewakili keterampilan berpikir kritis, rubrikasi pretes dan
postes, LKPD kimia yang berbasis masalah pencemaran limbah detergen dan
lembar penilaian kinerja siswa.
b. tahap pelaksanaan penelitian
Adapun tahap pelaksanaan penelitian diantaranya adalah (1) melakukan pretes
dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan kelas kontrol; (2) mela-
kukan matching nilai secara statistik antara kelas kontrol dan kelas eksperimen;
(3) melaksanakan kegiatan pembelajaran, pembelajaran berbasis masalah diterap-
kan di kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional diterapkan di kelas kon-
trol; (4) melakukan postes dengan soal-soal yang sama pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol; (5) melakukan analisis data; dan (6) menarik kesimpulan.
Langkah-langkah dalam penelitian ini dapat disajikan pada alur penelitian yang
disajikan pada Gambar 2.
36
Gambar 2. Bagan alir penelitian
Persiapan
Hasil:
1. Informasi mengenai
populasi
2. Instrumen penelitian
(RPP, LKPD, soal tes
keterampilan berpikir
kritis, lembar penilai-an
kinerja siswa.
Menentukan sampel
penelitian
Pretes Tes keterampilan
berpikir kritis
Hasil awal
Keterampilan berpikir kritis
Matching nilai secara statistik
terhadap kedua sampel
Kelas Eksperimen
(pembelajaran
berbasis masalah)
Kelas Kontrol
(pembelajaran
konvensional)
Perlakuan
Penilaian kinerja
siswa
Hasil:
Data kinerja siswa
Postes Hasil akhir:
Keterampilan berpikir
kritis
Analisis Data
Kesimpulan
Observasi Lapangan
Hasil:
Memperoleh informasi
tentang keadaan sekolah,
data siswa, jadwal, serta
sarana dan prasarana di
sekolah dan informasi
mengenai sampel
penelitian.
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen
37
c. tahap pelaporan
Pada tahap ini, peneliti membuat laporan penelitian berupa skripsi. Laporan yang
dibuat oleh peneliti berisi mengenai hasil penelitian secara tertulis. Tahap pela-
poran ini merupakan tahap akhir dalam sebuah proses penelitian.
G. Hipotesis Kerja
Hipotesis kerja pada penelitian ini adalah rata-rata postes keterampilan berpikir
kritis siswa pada kelas yang diterapkan model PBMPLD lebih tinggi daripada ra-
ta-rata postes keterampilan berpikir kritis pada kelas yang diterapkan pembelajar-
an konvensional.
H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis
1. Teknik analisis data
Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti
yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah,
tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya. Dalam penelitian ini,
analisis data dilakukan terhadap data utama dan data pendukung.
a. analisis data utama
Data utama yang diperoleh pada penelitian ini adalah skor tes keterampilan berpi-
kir kritis sebelum penerapan pembelajaran (pretes), skor tes keterampilan berpikir
kritis setelah penerapan pembelajaran (postes). Tahapan dalam analisis data uta-
ma sebagai berikut.
1) mengubah skor tes menjadi nilai
Dalam hal pengolahan data pretes dan postes, skor pretes dan skor postes diubah
38
menjadi nilai. Nilai pretes dan postes pada penilaian keterampilan berpikir kritis
secara operasional dirumuskan sebagai berikut:
Nilai siswa =
Selanjutnya nilai pretes dan postes siswa yang diperoleh dihitung nilai rata-rata
pretes dan nilai rata-rata postes dengan rumus sebagai berikut:
Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan menghitung n-gain, yang selan-
jutnya digunakan pengujian hipotesis.
2) perhitungan n-gain masing-masing siswa di kelas eksperimen
Untuk mengetahui keterampilan berpikir kritis siswa di kelas eksperimen dengan
pembelajaran berbasis masalah, maka dilakukan analisis gain ternormalisasi.
Besarnya perolehan dihitung dengan rumus normalized gain (Hake, 1998), yaitu:
% nilai postes - % nilai pretes
n-gain = 100 - % nilai pretes
3) perhitungan rata-rata n-gain di kelas eksperimen
Setelah diperoleh n-gain masing-masing siswa di kelas eksperimen, n-gain
keterampilan berpikir kritis siswa di kelas eksperimen dihitung rata-ratanya.
Besarnya rata-rata n-gain siswa di kelas eksperimen dihitung dengan rumus
berikut:
jumlah n-gain seluruh siswa
rata-rata n-gain <g> = jumlah seluruh siswa
39
Hasil perhitungan rata-rata n-gain <g> kemudian diinterpretasikan dengan meng-
gunakan kriteria dari Hake (1998). Kriteria pengklasifikasian n-Gain menurut
Hake dapat dilihat seperti pada Tabel 6 .
Tabel 6. Klasifikasi n-Gain <g> Besarnyan-Gain <g> Interpretasi
<g> ≥ 0,7 Tinggi
0,3 ≤ <g> < 0,7 Sedang
<g> < 0,3 Rendah
Data rata-rata gain ternormalisasi yang diperoleh diuji normalitas dan homogeni-
tasnya, kemudian dijadikan dasar dalam menguji hipotesis dalam penelitian.
b. analisis data pendukung
Data pendukung yang dianalisis dalam penelitian ini adalah kinerja siswa yang
dijelaskan secara deskriptif/ kualitatif. Selain itu, penilaian kinerja siswa dalam
asesmen kinerja dirumus sebagai berikut.
2. Pengujian hipotesis
Pengujian hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji kesamaan dua
rata-rata dan uji perbedaan dua rata-rata. Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan
pada kemampuan awal (pretes), sedangkan uji perbedaan dua rata-rata dilakukan
pada kemampuan akhir (postes).
Sebelum menguji kesamaan dua rata-rata dan perbedaan dua rata-rata, dilakukan
uji prasyarat terlebih dahulu. Adapun uji prasyarat yang dilakukan adalah uji nor-
malitas dan homogenitas terhadap nilai pretes siswa di kelas eksperimen dan kelas
40
kontrol untuk menguji kesamaan dua rata-rata, serta nilai postes siswa di kelas eks-
perimen dan kelas kontrol untuk menguji perbedaan dua rata-rata.
a. uji normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data dari kedua kelas sampel
berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak, serta untuk menentukan
uji selanjutnya apakah menggunakan uji statistik parametrik atau non parametrik.
Untuk uji normalitas dapat digunakan uji Chi-Kuadrat (Sudjana, 2005).
Hipotesis untuk uji normalitas:
H0 : kedua sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : kedua sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Dengan rumus untuk uji normalitas sebagai berikut:
∑
Keterangan:
ᵡ2 = uji chi-kuadrat
Oi = frekuensi pengamatan
Ei = frekuensi yang diharapkan ≤
Dengan kriteria uji: Terima H0 jika
<
dengan taraf signifikan
5% dan derajat kebebasan dk = (Sudjana, 2005).
b. uji homogenitas dua varians
Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa kelas penelitian ber-
asal dari varians yang sama atau homogen, yang selanjutnya untuk menentukan
uji yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis. Uji homogenitas dilakukan
dengan menyelidiki apakah kedua sampel mempunyai varians yang sama (popu-
lasi dengan varians yang homogen) atau sebaliknya.
kedua kelompok yang diteliti memiliki varians yang homogen
kedua kelompok yang diteliti memiliki varians tidak homogen
41
Keterangan :
= varians skor kelompok eksperimen
= varians skor kelompok kontrol
Untuk menguji homogenitas kedua varians kelas sampel, digunakan uji kesamaan
dua varians, dengan rumusan statistik sebagai berikut:
dengan
∑
Keterangan : = varians terbesar
= varians terkecil
= simpangan baku
= nilai pretes siswa
= nilai pretes siswa
n = jumlah siswa
Dengan kriteria uji: Terima jika pada taraf signifikan 5%
(Sudjana, 2005).
Karena hasil uji yang diperoleh,berdistribusi normal dan homogen, maka uji kesa-
maan dua rata-rata dan perbedaan dua rata-rata dilakukan dengan menggunakan
uji statistik parametrik, yaitu dengan menggunakan uji-t. Rumus yang digunakan
dalam uji-t adalah sebagai berikut:
thitung =
√
dengan s
2 =
keterangan untuk uji persamaan dua rata-rata
thitung = Koefisien t
= Nilai rata-rata pretes eksperimen
= Nilai rata-rata pretes kontrol
= Varian kelas eksperimen
= Varian kelas kontrol
= Varian kedua kelas
= Jumlah sampel kelas eksperimen
= Jumlah sampel kelas kontrol
Dengan kriteria uji: jika tHitung < tTable terima H0 dan tolak H1 dengan taraf signi-
fikan 5% dan dk = n1 + n2 -2 (Sudjana, 2005).
42
keterangan untuk uji perbedaan dua rata-rata
thitung = Koefisien t
= Nilai rata-rata postes kelas eksperimen
= Nilai rata-rata postes kelas kontrol
= Varian kelas eksperimen
= Varian kelas kontrol
= Varian kedua kelas
= Jumlah sampel kelas eksperimen
= Jumlah sampel kelas kontrol
Dengan kriteria uji: jika tHitung> tTable terima H1 dan tolak H0 dengan taraf signi-
fikan 5% dan dk = n1 + n2 -2 (Sudjana, 2005).
a. uji kesamaan dua rata-rata
Uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui apakah keterampilan ber-
pikir kritis siswa di kelas eksperimen tidak berbeda secara signifikan dengan
keterampilan berpikir kritis siswa di kelas kontrol.
Rumusan hipotesis untuk uji kesamaan dua rata-rata adalah:
H0 : = : Nilai rata-rata pretes keterampilan berpikir kritis siswa di kelas
eksperimen sama dengan nilai rata-rata pretes keterampilan ber-
pikir kritis siswa di kelas kontrol.
H1 : : Nilai rata-rata pretes keterampilan berpikir kritis siswa di kelas
eksperimen tidak sama dengan nilai rata-rata pretes keteram-
pilan berpikir kritis siswa di kelas kontrol.
Keterangan:
µ 1x = Nilai rata-rata pretes (x) di kelas eksperimen.
µ 2x = Nilai rata-rata pretes (x) di kelas kontrol.
x = Keterampilan berpikir kritis siswa
b. uji perbedaan dua rata-rata
Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk mengetahui seberapa efektif perla-
kuan terhadap sampel, dengan melihat postes keterampilan berpikir kritis siswa
yang berbeda secara signifikan antara pembelajaran menggunakan model
43
PBMPLD dengan pembelajaran konvensional dari siswa SMA Negeri 14 Bandar-
lampung.
Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah:
H0 : μ1x ≤ μ2x : Nilai rata-rata postes keterampilan berpikir kritis siswa yang dite-
rapkan pembelajaran dengan menggunakan model PBMPLD lebih rendah atau sama dengan nilai rata-rata postes keterampilan berpikir kritis siswa dengan pembelajaran konvensional.
H1 : μ1x ≥ μ2x : Nilai rata-rata postes keterampilan berpikir kritis siswa yang dite-
rapkan pembelajaran dengan menggunakan model PBMPLD lebih tinggi daripada nilai rata-rata postes keterampilan berpikir kritis siswa dengan pem-belajaran konvensional.
Keterangan: μ1 = Nilai rata-rata postes keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas eksperi-
men μ2 = Nilai rata-rata postes keterampilan berpikir kritis siswa pada kelas kontrol x = keterampilan berpikir kritis siswa
75
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa model
PBMPLD efektif dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa. Dilihat
dari rata-rata n-gain di kelas eksperimen yang berkategori tinggi, dan terdapat
perbedaan yang signifikan pada nilai rata-rata postes keterampilan berpikir kritis
di kelas eksperimen dan kontrol.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa:
1. Model PBMPLD hendaknya diterapkan pembelajaran kimia di SMA karena
terbukti efektif dalam meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa.
2. Bagi calon peneliti yang juga tertarik untuk menerapkan model PBMPLD,
hendaknya lebih memperhatikan pengelolaan jadwal dalam penerapan model
pembelajaran ini, sehingga tidak menganggu aktivitas lain.
3. Guru yang akan menerapkan model PBMPLD hendaknya memberikan kele-
luasaan bagi siswa untuk berkonsultasi di luar jam pelajaran, sehingga pem-
belajaran lebih menyenangkan dan siswa dapat mengeksplorasi pemikiran-
nya.
76
DAFTAR PUSTAKA
Abuddin, N. 2011. Perspektif Islam Tentang Strategi Pembelajaran. Jakarta:
Kencana
Aidoo, B., Boateng, S., Kissi, P. & Ofori, I. 2016. Effect of Problem Based
Learning on Students’ Achievement in Chemistry. Journal of Education and
Practice. 7(33), 103-106.
Alrahlah, A. 2016. How Effective The Problem-Based Learning in Dental
Education. The Saudi Journal, 28, 155-161.
Anderson, J. R., Greeno, G., Reder, L. M. & Simon, H. 2000. Perspectives on
Learning, Thinking, and Activity. Educational Researcher, 29(4), 11-13.
Aprianti, T. 2013. Pengaruh Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Think
Pair Share (TPS) Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada
Pembelajaran Ekonomi. Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan
Indonesia
Arends, R. I. 2008. Learning to Teach Seventh Edition. Yogyakarta: Pustaka.
Pelajar.
. 2012. Learning To Teach Ninth Edition. New York: The McGraw-
Hill Companies.
Birgili, B. 2015. Creative and Critical Thinking Skills in Problem based Learning
Environments. Journal of Gifted Education and Creativity, 2(2), 71-80.
BNSP. 2010. Paradigma Pendidikan Nasional Abad XXI. Jakarta. Departemen
Pendidikan Nasional.
Brown, J. S., Collins, A. & Duguid, P. 1989. Situated cognition and the culture of
learning. Educational Research,18(1), 32-42.
Budiningsih. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta.
77
Bustinoor, R. 2012. Perbedaan Pemahaman Pembelajaran Matematika pada Siswa
SD antara Pendekatan Pembelajaran Teacher Centered dan Learner
Centered. Tesis. Jakarta: Binus University.
Costa, A. L. 1985. Developing Minds: A Resource Book for Teaching Thinking.
Alexandria: Association for Supervision and Curriculum Development.
Cottrell, S. 2005. Critical Thinking Skills. New York: Palgrave Macmillan.
Darsono. 2011. Belajar dan Pembelajaran. Semarang: IKIP semarang Press.
Dasna, I. W. dan Sutrisno. 2006. Penggunaan Model Pembelajaran Problem
Based Learning dan Kooperatif learning untuk meningkatkan kualitas
proses dan hasil belajar kuliah metodologi penelitian. Malang: Lembaga
Penelitian UM.
Dede, R. 2004. Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Modal Masyarakat
dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Jakarta: Prenada Media.
Draghicescu, Petrescu, L., Cristea, G., Gorghiu, L. & Gorghiu, G. 2014.
Application of Problem Based Learning Strategy in Science Lessons
Examples of Good Practice. Procedia- Social and Behavioral Sciences, 297-
301.
Dwyer, C. P., Hogan, M. J. & Stewart, I. 2014. An Integrated Critical Thinking
Framework for the 21st Century. Journal of Thinking Skills and Creativity,
12, 43-52.
Ennis, R. H. 1991. Critical Thinking: A Streamlined Conception. Teaching
Philosophy, 14(1), 5-24.
Ersoy, E. & Başer, N. 2014. The Effect of Problem Based Learning Method in
Higher Education on Creative Thinking. Procedia Social and Behavioral
Science. Volume 116. Hal. 3494-3498.
Fakhriyah, F. 2014. Penerapan Problem Based Learning dalam Upaya
Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis Mahasiswa. Jurnal
Pendidikan IPA Indonesia, 3(1), 95-101.
Fraenkel, J. R., Wallen, N. E. & Hyun, H. H. 2012. How To Design and Evaluate
Research In Education Eighth Edition. New York: The McGraw-Hill
Companies.
Gurses, A., Dogar, C. & Geyik, E. 2015. Teaching of The Concept of Enthalpy
Using Problem Based Learning Approach. Procedia- Social and
Behavioral Sciences, 2390-2394.
78
Hake, R. R. 1998. Interactive-Engagement Versus Traditional Methods: A Six
Thousand-Student Survey of Mechanics Test Data For Introductory Physics
Courses. American Journal of Physics, 66(1), 64-74.
Halpern, D. F. 2014. Thought and Knowledge: An Introduction to Critical
Thinking Fifth Edition. New York & London: Psychology Press Taylor and
Francis Group.
Helterbran, V. R. 2007. Promoting Critical Thinking Through Discussion.
Journal of College Teaching and Learning, 4(6), 1-6.
Hitipeu, I. Belajar dan Pembelajaran. Malang: Fakultas Pendidikan Universitas
Negeri Malang
Hmelo-Silver, C.E. & Barrows, H.S. 2006. Goals and Strategies of A Problem
Based Learning Facilitator. The Interdisciplinary Journal of Problem Based
Learning. Volume 1 Nomor 1. Hal. 21-39.
Ikawati, A. 2015. Penerapan Model Problem Based Learning untuk Meningkatkan
Aktivitas dan Ketercapaian Kompetensi Siswa Kelas XI MIA 4 SMA 1
Kudus. Skripsi. Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Jonassen, D. 2011. Supporting Problem Solving in PBL. Interdisciplinary Journal
of Problem Based Learning, 5(2), 95-112.
Kemendikbud. 2013. Permendikbud Nomor 65 Tahun 2013 Tentang Standar
Proses Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia.
Kemendikbud. 2014. Permendikbud Nomor 58 Tahun 2014 Tentang Tujuan dan
Hasil dari Problem Based Learning. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Republik Indonesia
Kim, K., Sharma, P., Land, S.M. & Furlong, K. P. 2012. Effects of Active
Learning on Enhancing Students’ Critical Thinking in an Undergraduate
General Science Course. Journal of Innovative Higher Education, 38, 223-
235.
Kuswana, W. S. 2011. Taksonomi Berpikir. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Lambertus. 2009. Pentingnya Melatih Keterampilan Berpikir Kritis dalam
Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Forum Kependidikan, 28(2),
136-142.
MacKnight, C. B. 2000. Teaching Critical Thinking through Online Discussions.
Educause Quarterly, 4, 38-41.
79
Manurung, S. 2013. Pedagogi Pemecahan Masalah. Diakses di
http://sondangrina.blogspot.co.id/2013/03/pedagogi-pemecahan-
masalah.html pada 13 Januari 2018.
Marjan, J., Arnyana, I.B.P., Setiawan, I.G.A.N., & Si, M. 2014. Pengaruh
Pembelajaran Pendekatan Saintifik Terhadap Hasil Belajar Biologi dan
Keterampilan Proses Sains Siswa MA Mu’allimat NW Pancor Selong
Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat. E-Journal Program
Pascasarjana Universitas Ganesha, 4(1), 1- 12.
Maryani, I. & Fatmawati, L. 2015. Pendekatan Saintifik dalam Pembelajaran di
Sekolah Dasar: Teori dan Praktik.Yogyakarta: Deepublish.
Mitri, H. 2016. Analisis Pembelajaran Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi pada
Mata Pelajaran Ekonomi di SMAN 8 Yogyakarta. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Nasution. 2007. Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara.
Nisa. 2016. Peringkat Pendidikan Indonesia. Diakses di
http://edupost.id/internasional/pendidikan-indonesia-berada-di-peringkat-ke-
57-dunia-versi-oecd/ pada tanggal 15 Januari 2018.
Primartadi, A. 2012. Pengaruh Metode Student Team Achievement Division
(STAD) dan Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Ditinjau dari
Potensi Akademik Siswa SMK Otomotif. Jurnal Pendidikan Vokasi, 2(2),
143-147.
Pujiono, S. 2012. Berpikir Kritis dalam Literasi Membaca dan Menulis Untuk
Memperkuat Jati Diri Bangsa. Prosiding Bahasa dan Sastra Indonesia, 778-
783.
Purbaningsih, S. 2013. Penerapan Metode Diskusi Kelompok untuk
Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa dalam Pembelajaran IPS.
Skripsi. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Raiyn, J. & Tilchin, O. 2015. Higher-Order Thinking Development through
Adaptive Problem-based Learning. Journal of Education and Training
Studies. Israel, 3(4).
Redhana, I W. 2009. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Berbasis Masalah
dan Pertanyaan Socratik Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis
Siswa SMP. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 42, Nomor 3, 151-
159.
. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Peta Argumen
terhadap Keterampilan Berpikir Kritis Siswa pada Topik Laju Reaksi.
Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 43, Nomor 17, 141-148.
80
. 2013. Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Peningkatan
Keterampilan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kritis. Jurnal Pendidikan
dan Pengajaran. Jilid 46 Nomor 1, 76-86.
Reta, I K. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap
Keterampilan Berpikir Kritis Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa. Artikel.
Gianyar: Universitas Pendidikan Ganesha.
Riyanto, Y. 2010. Paradigma Baru Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Rusman . 2010. Model- Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme
Guru. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Rusmiati, S. 2013. Pembelajaran Kimia Menggunakan Metode Learning Cycle 7E
dan Guided Inquiry Ditinjau dari Kemampuan Berpikir Kritis dan
Kreativitas Siswa. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Sanjaya, W. 2006. Strategi pembelajaran Inovatif Kontenporer. Jakarta:
Perpustakaan Nasional.
Sari, D.D. 2012. Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) untuk
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Peserta Didik pada
Pembelajaran IPA Kelas VIII SMP Negeri 5 Sleman. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Savitri, G.A. 2017. Kritis Terhadap Hoax. Artikel. Malang: Universitas Binus.
Siswono, T. 2016. Berpikir Kritis dan Berpikir Kreatif sebagai Fokus
Pembelajaran Matematika. Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika (1st Senatik). Semarang: Universitas PGRI Semarang.
Slavin, R. E. 2006. Educational Psychology Theory and Practice Eighth Edition.
USA: Pearson.
Steffe, L. P., & Gale, J. 1995. Constructivism in education. Hillsdale, NJ:
Erlbaum.
Stephenson, N. S. & Sadler, M. N. P. 2016. Developing Critical Thinking Skills
Using the Science Writing Heuristic in the Chemistry Laboratory.
Chemistry Education Research and Practice, 17, 72-79.
Stiggins, R. J. 1997. Student-Centered Classroom Assessment Second Edition.
Upper Saddle River: Prentice-Hall, Inc.
Sudarmin. 2015. Model Pembelajaran Inovatif Kreatif. Malang: Universitas
Negeri Malang.
81
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Suparno, P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.
Susatya, O. 2012. Efektivitas Pembelajaran Berbasis Masalah dalam
Meningkatkan Keterampilan Memprediksi dan Penguasaan Konsep Materi
Asam Basa. Skripsi. Lampung: Universitas Lampung.
Susilo, A.B. 2012. Pengembangan Model Pembelajaran IPA Berbasis Masalah
untuk Meningkatkan Motivasi Belajar dan Berpikir Kritis Siswa SMP.
Journal of Primary Educational,1(1), 57-63.
Sutirman. 2013. Media & Model- Model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Tarhan, L., & Sesen, B.A. 2013. Problem Based Learning in Acids and Bases
Learning Achievements and Students’ Belief. Journal of Baltic Science
Education, 12(5), 565-575.
Tishman, S., Perkcins, D. N. & Jay, E. 1995. The Thinking Classroom. Boston:
Allyn & Bacon.
Waxman, H. C., Padron, Y. N. & Arnold, K. M. 2001. Title I Compensatory
education at the crossroads. Mahwah, NJ: Erlbaum.
Wena, M. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan
Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
Widodo, L. W. 2013. Peningkatan Aktivitas Belajar dan Hasil Belajar Siswa
dengan Metode Problem Based Learning pada Siswa Kelas VIIA MTs
Negeri Donomulyo Kulon Progo Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal Fisika
Indonesia, 17(49), 32-35.
Widodo, T. & Kadarwati, S. 2013. Higher Order Thinking Berbasis Pemecahan
Masalah untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukan
Karakter Siswa. Cakrawala Pendidikan, No.1, 161-171.
Wulandari, B. & Surjono, H. D. 2013. Pengaruh Problem Based Learning
Terhadap Hasil Belajar Ditinjau dari Motivasi Belajar PLC di SMK. Jurnal
Pendidikan Vokasi, 3(2), 179-182.
Zejnilagic, H. M., Sabeta, A. & Nuic, I. 2015. The Effect of Problem Based
Learning on Students’ Achievements in Primary School Chemistry. Bulletin
of the Chemists and Technologists of Bosnia and Herzegovina, 44, 17-22.