EFEKTIVITAS FREKUENSI PEMBERIAN VAKSIN DNA … · Adalah benar merupakan hasil karya yang belum...
Transcript of EFEKTIVITAS FREKUENSI PEMBERIAN VAKSIN DNA … · Adalah benar merupakan hasil karya yang belum...
1
EFEKTIVITAS FREKUENSI PEMBERIAN VAKSIN DNA MELALUI
PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP RELATIF IKAN MAS
YANG DIINFEKSI KOI HERPESVIRUS
SITI KHODIJAH
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyampaikan bahwa skripsi yang berjudul :
EFEKTIVITAS FREKUENSI PEMBERIAN VAKSIN DNA MELALUI
PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP RELATIF IKAN MAS
YANG DIINFEKSI KOI HERPESVIRUS
Adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Maret 2012
SITI KHODIJAH
C14070089
3
ABSTRAK
SITI KHODIJAH. Efektivitas frekuensi pemberian vaksin DNA melalui pakan terhadap kelangsungan hidup relatif ikan mas yang diinfeksi koi herpesvirus. Dibimbing oleh Dr. Sri Nuryati dan Dr. Alimuddin.
Budidaya ikan mas saat ini terkendala oleh serangan penyakit koi herpesvirus (KHV). Penyakit KHV bersifat sangat ganas, cepat menular, dan dapat mematikan ikan mas dan ikan koi lebih dari 80% populasi. Oleh karena itu dibutuhkan metode pencegahan yang bersifat aman dan dapat diterapkan secara masal. Pada penelitian ini dilakukan vaksinasi DNA anti-KHV sebanyak 1 mL/ekor ikan melalui pakan buatan untuk menentukan frekuensi pemberian vaksin yang menghasilkan kelangsungan hidup tinggi pada ikan yang diinfeksi KHV. Terdapat lima perlakuan dengan tiga ulangan, yaitu perlakuan A: vaksinasi satu kali seminggu, perlakuan B: vaksinasi dua kali seminggu, perlakuan C: vaksinasi tiga kali seminggu, kontrol positif: ikan tidak divaksin, dan diuji tantang KHV, dan kontrol negatif: ikan tidak divaksin dan diinjeksi dengan larutan bufer fosfat salin. Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari secara satiasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa vaksinasi tiga kali seminggu memberikan kelangsungan hidup relatif (84,6%) tertinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, dan menghasilkan aktivitas fagositosis terbaik. Dengan demikian, vaksinasi melalui pakan efektif meningkatkan kelangsungan hidup ikan, dan metode ini dapat menjadi alternatif dalam mengendalikan infeksi KHV pada budidaya ikan mas dan ikan koi.
Kata kunci : ikan mas, vaksin, pakan buatan, koi herpesvirus, kelangsungan hidup relatif
ABSTRACT
SITI KHODIJAH. The effectiveness of DNA vaccine through frequencies to enhance the relative survival of common carp infected by koi herpesvirus Supervised by Dr. Sri nuryati and Dr. Alimuddin.
Cultured of common carp is currently constrained by a koi herpesvirus (KHV) disease. KHV disease is highly malignant, infectious, and can kill common carp and koi over 80% of the population. It is therefore necessary to provide a prevention method that are safe and can be mass applied. In this study, it carried out anti-KHV DNA vaccination 1 mL/fish through artificial feed to determine the effective frequency of vaccination that produces a high survival on KHV infected fish. There are five treatments with three replicates, namely treatment A: vaccination once a week, treatment B: two times a week of vaccination, treatment C: vaccination three times a week, positive control: the fish were not vaccinated and challenged with KHV, and negative controls: fish were not vaccinated and injected with phosphate buffer saline solution. Feeding was performed 2 times a day at satiation. The results showed that vaccination three times a week offered
4
the highest relative percent survival (84.6%) and showed the best phagocytic activity compared with other treatments. Hence, vaccination via the feed can effectively increase the survival of fish, and this can be as an alternative method to control KHV infection in carp and koi culture. Key words: common carp, vaccines, feed, koi herpesvirus, relative survival
5
EFEKTIVITAS FREKUENSI PEMBERIAN VAKSIN DNA MELALUI PAKAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP
RELATIF IKAN MAS YANG DIINFEKSI KOI HERPESVIRUS
SITI KHODIJAH
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
6
SKRIPSI
Judul Skripsi : Efektivitas Frekuensi Pemberian Vaksin DNA melalui
Pakan terhadap Kelangsungan Hidup Relatif Ikan Mas
yang Diinfeksi Koi Herpesvirus
Nama Mahasiswa : Siti Khodijah
Nomor Pokok : C14070089
Program Studi : Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya
Departemen : Budidaya Perairan
Disetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Sri Nuryati, S.Pi, M.Si Dr. Alimuddin,S.Pi, M.Sc
NIP : 197106061995122001 NIP:197001031995121001
Diketahui,
Ketua Departemen Budidaya Perairan
Dr. Ir. Odang Carman, M.Sc
NIP : 19591222 198601 1 001
Tanggal Lulus Ujian :…………………………….
7
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa memberikan pertolongan,
kekuatan dan kesabaran untuk menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam
kepada Rasulullah Muhammad SAW. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul ” Efektivitas Frekuensi
Pemberian Vaksin DNA melalui Pakan terhadap Kelangsungan Hidup
Relatif Ikan Mas yang Diinfeksi Koi Herpesvirus”
Penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini, di antaranya :
1. Bapak Karmibo dan Ibu Khasanah selaku orang tua tercinta, suami tersayang
Rizki Abdillah S.Pi, adik, kakak, kakak dan adik ipar, serta keponakan
semuanya atas kasih sayang, semangat, doa, pengorbanan yang telah
diberikan,
2. Ibu Dr. Sri Nuryati sebagai Pembimbing I dan Bapak Dr. Alimuddin sebagai
Pembimbing II, terima kasih atas bimbingannya selama menjalani penelitian,
3. Ibu Dr. Mia Setiawati selaku Dosen Penguji sekaligus Pembimbing
Akademik, atas saran dan masukannya,
4. Bapak Imron S.Pi, M.Si, PhD, bapak Didik Ariyanto S.Pi, Erma
Hayuningtyas S.Pi, Narita Syawalia S.Pi, Nikmatullah, Diah Artati dan semua
pihak di Loka Riset Pengembangan dan Teknologi Budidaya Air Tawar-
Sukamandi, terima kasih atas bantuannya selama penelitian,
5. Keluarga Besar Dompet Duafa Republika, Keluarga Besar Beastudi Etos
Bogor, Keluarga Besar Yayasan Karya Salemba Empat atas kekeluargaan dan
dukungan moril yang selama ini telah diberikan,
6. Keluarga Besar Soka 15, Ibu Dr. Titik Sumarti Ir.MS dan Bapak Ir. Budi
Mulyo Utomo M. Si, terima kasih atas bantuan yang diberikan, Bu Nah,
sahabat ku Nini Sriani, Desi Agustiani, Sumi Arrofi S.Gz, dan Siska
Oktavera, atas waktu yang telah diberikan untuk persahabatan kita,
7. Pak Ranta, Anna Octavera S.Pi, Rahman S.Pi, Pustika Rahmawati S.Pi, Ika
Rahmawati S.Pi, Latifah, Yadi Apriyadi, Dwi Febrianti S.Pi, Noviyanti,
8
Rahma Vida A, Muntamah, Ikbal Hadi, Ririn Nurul F, Trian Rizki, dan
teman-teman di MST serta LKI atas bantuannya selama penelitian, Keluarga
Besar BDP dari angkatan 43-46 khususnya keluarga besar Combat, dosen dan
staf di BDP, semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.
Akhir kata, semoga karya ini dapat bermanfaat dan mendapat ridho dari
Allah SWT.
Bogor, Maret 2012
Siti Khodijah
9
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 16 Juni 1987 dari pasangan
bapak Karmibo dan Ibu Kasanah. Penulis merupakan anak ke-5 dari sembilan
bersaudara. Pendidikan formal yang pernah dilalui oleh penulis adalah SDN I
Trusmi Kulon, SMPN 5 Kota Cirebon, SMAN 2 Kota Cirebon dan lulus pada
tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di Program
Studi teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Fakultas Perikanan dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Masuk Perguruan
Tinggi Negeri (SNPTN).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan
mahasiswa seperti Ikatan Kekeluargaan Cirebon (IKC) sebagai ketua Divisi
Kewirausahaan (2009) dan ketua Divisi Kekeluargaan (2010), Forum Kelurga
Muslim – C Staf Syiar pada tahun 2008. Penulis juga pernah menjadi asisten mata
kuliah Dasar-dasar akuakultur (2009/2010 dan 2010/2011), asisten mata kuliah
Manajemen Kesehatan Akuatik (2010/2011), dan koordinator asisten mata kuliah
Penyakit Organisme Akuakultur (2011/2012). Beasiswa yang pernah penulis
peroleh adalah beastudi etos dari Lembaga Dompet Duafa Republika (2007-
2009), Beasiswa dari Yayasan Karya Salemba Empat (2010/2011), beasiswa
kripsi khusus alumni Beastudi etos dari Lembaga Dompet Duafa Republika
(2012). Prestasi yang pernah diperoleh oleh penulis adalah nominasi tiga besar
penulisan essay tentang Lingkungan Hidup tingkat nasional, Temu Etos Nasional
(2008) dan mendapat hibah dari DIKTI dalam Pekan Kreativitas Mahasiswa
kategori Gagasan Tertulis (PKM-GT) dengan judul “ Penerapan Apartemen
Apung dalam Upaya Mengatasi Kepadatan Penduduk di DKI Jakarta” tahun 2011.
Penulis juga pernah magang di PT. Pinang Gading Shrimp Farm selama
satu minggu dan praktik kerja lapang (PKL) selama satu bulan di Loka Riret
Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perairan Air Tawar (LRPTBPAT) Subang,
Jawa Barat. Tugas akhir di Institut Pertanian Bogor diselesaikan dengan menulis
skripsi yang berjudul “ Efektifitas Frekuensi Pemberian Vaksin DNA melalui
Pakan terhadap Kelangsungan Hidup Ikan Mas yang Diinfeksi Koi
Herpesvirus”.
i
DAFTAR ISI
HALAMAN DAFTAR TABEL .......................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. iv
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Tujuan ............................................................................................... 2
II. METODOLOGI ....................................................................................... 3
2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin ....................................................... 3
2.2 Vaksinasi dan Uji tantang ................................................................. 3
2.3 Parameter Penelitian .......................................................................... 5 2.3.1 Kelangsungan hidup relatif ...................................................... 5 2.3.2 Gejala klinis ............................................................................. 5 2.3.3 Indeks fagositosis ...................................................................... 5 2.3.4 Histopatologi ............................................................................. 6 2.3.5 Kualitas air ............................................................................... 6
2.4 Analisis Data ..................................................................................... 7
III. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 8
3.1. Hasil .................................................................................................. 8 3.1.1 Kelangsungan hidup relatif ..................................................... 8 3.1.2 Gejala klinis .............................................................................. 9 3.1.3 Indeks fagositosis ...................................................................... 13 3.1.4 Histopatologi ............................................................................ 14 3.1.5 Kualitas air ............................................................................... 15
3.2 Pembahasan .......................................................................................... 16
IV. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 23 4.1 Kesimpulan ........................................................................................ 23 4.2 Saran ................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 24
LAMPIRAN .................................................................................................... 26
ii
DAFTAR TABEL
No. Teks Halaman
1. Kelangsungan hidup relatif ikan mas yang diberi vaksin DNA anti-KHV dengan frekuensi pemberian pakan berbeda .............................................. 8
2. Kisaran parameter kualitas air budidaya ikan mas ....................................... 16
iii
DAFTAR GAMBAR
No. Teks Halaman
1. Pola kematian ikan mas selama uji tantang (30 hari) dengan KHV.. ....... 9
2. Kondisi ikan mas Cyprinus carpio yang sehat dan yang sakit pascauji- tantang ....................................................................................................... 11
3. Gejala klinis ikan yang terinfeksi KHV; a) sisik terlepas, b) bercak merah, c) terjadi perubahan warna kulit, d) berenang di permukaan, e) kulit melepuh, f) sirip ekor geripis, g) mata cekung, h) kerusakan insang.. ...................................................................................................... 12
4. Indeks fagositosis pada masing-masing perlakuan pada saat pasca vaksinasi dan diuji tantang ........................................................................ 13
5. Histopatologi ginjal ikan (Bar pada semua gambar=20 µm). ................... 14
6. Histopatologi insang ikan (Bar pada semua gambar =20 µm). ................ 15
7. Mekanisme fagositosis memperlihatkan proses ingesti dan mencerna (Bellanti, 1978 dalam Ekandaru & Tjokronegoro, 1983) ......................... 20
8. Fc dan C3b-reseptor pada permukaan sel fagosit (Bellanti, 1978 dalam Ekandaru & Tjokronegoro, 1983) ............................................................. 21
iv
DAFTAR LAMPIRAN
No. Teks Halaman
1. Daftar alat dan bahan yang digunakan selama penelitian ......................... 26
2. Prosedur kultur bakteri pembawa vaksin .................................................. 27
3. Prosedur pemanenan bakteri pembawa vaksin dan pencampuran ke dalam pakan .............................................................................................. 27
4. Prosedur preparasi filtrat KHV ................................................................. 28
5. Skema dan time line penelitian ............................................................... 29
6. Prosedur pembuatan preparat ulasan indeks fagositosis ........................... 30
7. Prosedur histopatologi............................................................................... 30
8. Kelangsungan hidup harian ikan mas pascauji-tantang filtrat KHV ......... 31
9. Grafik jumlah konsumsi pakan ikan mas selama penelitian ..................... 32
10. Hasil pengamatan indeks fagositosis selama penelitian ........................... 32
11. Suhu harian pascauji-tantang selama 30 hari ............................................ 33
12. Hasil PCR insang ikan positif KHV ......................................................... 36
13. Denah ruangan penelitian dan letak akuarium .......................................... 37
14. Estimasi biaya produksi pakan bervaksin ................................................. 38
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Usaha budidaya ikan mas saat ini terkendala oleh serangan penyakit viral,
yaitu koi herpesvirus (KHV) yang dapat menyebabkan kematian masal pada ikan
sehingga dapat menyebabkan gagal panen atau panen dini. Infeksi KHV terjadi
pada saat musim hujan atau pada suhu dingin berkisar 17-24 oC. Karakter
penyakit ini adalah sangat menular, menyerang semua stadia ikan mas, dan
bersifat ganas sehingga dapat menyebabkan kematian massal hingga 80-100%.
Menurut Hendrik et al. (2005), infeksi KHV ditandai dengan adanya bercak
merah atau kerusakan pada insang serta kematian masal pada ikan yang terserang
penyakit tersebut. Selain itu biasanya diikuti oleh infeksi sekunder berupa luka
atau bercak putih di permukaan tubuh yang disebabkan oleh bakteri Aeromonas
hydrophila dan/atau Flexibacter columnaris (Mudjiutami et al., 2006). Berbagai
upaya telah dilakukan untuk menanggulangi penyakit tersebut, di antaranya
adalah vaksinasi dengan menggunakan vaksin DNA.
Vaksin DNA merupakan salah satu metode pencegahan penyakit melalui
vaksinasi dengan prinsip kerja meningkatkan sistem kekebalan spesifik pada
inang. Vaksin DNA diperkirakan menjadi vaksin pada masa yang akan datang
karena memiliki beberapa keunggulan, yaitu mudah dikembangkan dan
diproduksi, tidak menimbulkan infeksi, bersifat stabil sehingga memudahkan
dalam penyimpanan dan mampu mengaktivasi sistem kekebalan tubuh baik
humoral maupun seluler (Lorenzen & Lapatra, 2005). Vaksin DNA cukup efektif
mencegah penyakit viral haemorrhagic septicaemia virus (VHSV) pada ikan
salmon (Lorenzen & Lapatra, 2005) dan KHV pada ikan mas (Nuryati, 2010)
sehingga dapat menghasilkan tingkat kelangsungan hidup yang tinggi.
Pemberian vaksin melalui injeksi terbukti mampu meningkatkan
kelangsungan hidup ikan mas sebesar 96,67% (Nuryati, 2010), namun dalam
aplikasinya membutuhkan waktu dan tenaga intensif. Selain itu, penanganan ini
juga berisiko terjadinya stres pada ikan. Menurut Lorenzen dan Lapatra (2005)
salah satu kekurangan vaksin DNA yaitu masih diperlukannya suatu strategi baru
untuk vaksinasi secara masal. Metode vaksinasi dengan pemberian vaksin DNA
2
melalui pakan buatan yang merujuk pada penelitian Yulianti (2011) diharapkan
dapat menjadi salah satu pencegahan alternatif sehingga dapat menutupi
kekurangan vaksin DNA tersebut. Frekuensi pemberian pakan mengandung
vaksin yang optimum belum diketahui. Oleh karena itu, pada penelitian ini
dilakukan pengujian efektivitas pemberian vaksin DNA melalui pakan dengan
frekuensi berbeda dalam meningkatkan kelangsungan hidup relatif ikan mas yang
terinfeksi KHV.
1.2 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas frekuensi pemberian
vaksin DNA (satu kali, dua kali, dan tiga kali) dalam satu minggu melalui pakan
dalam meningkatkan kelangsungan hidup relatif ikan mas yang diinfeksi KHV.
3
BAB II. BAHAN DAN METODE
2.1 Kultur Bakteri Pembawa Vaksin
Bakteri Escherichia coli pembawa vaksin DNA (Nuryati, 2010) dikultur
dengan cara menginokulasi satu koloni bakteri media LB tripton dengan
penambahan antibiotik ampisilin (konsentasi 100 µL/mL) sebanyak 1 µL/mL
media. Metode kultur yang digunakan adalah metode gores kuadran untuk
mendapatkan koloni tunggal. Biakan diinkubasi pada suhu 37oC selama 16 jam,
kemudian digunakan untuk kultur cair dan sisanya disimpan pada suhu 4oC
hingga akan digunakan kembali. Untuk perbanyakan plasmid, bakteri dikultur di
media cair menggunakan thermo shaker dengan kecepatan 240 rpm selama 16
jam (Lampiran 2).
Bakteri dipanen dengan merujuk pada metode Yulianti (2011). Sebanyak
40 mL bakteri dituangkan secara parsial ke dalam masing-masing mikrotube
bervolume 1,5 mL, lalu disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm dan suhu 4oC
selama 30 detik. Pelet bakteri yang terbentuk dicuci dengan 1 mL phosphate
buffered saline (PBS) sebanyak tiga kali. Setelah dicuci PBS, bakteri diinaktivasi
dengan perlakuan panas pada suhu 80oC selama 5 menit, selanjutnya
disentrifugasi, dan supertanan dibuang. Bakteri diresuspensi kembali dengan PBS
sebanyak 1 mL (Lampiran 3).
2.2 Vaksinasi dan Uji Tantang
Dosis vaksin yang digunakan adalah 7,6 ng dengan kepadatan bakteri 108
cfu/mL (Yulianti, 2011). Bakteri yang mengandung vaksin DNA dicampurkan
terlebih dahulu dengan kuning telur sebanyak 1-2% volume bakteri sebelum
dicampurkan ke pakan dengan jumlah pakan sebanyak 5% dari biomasa ikan.
Kuning telur berfungsi sebagai pengikat (binder). Kemudian pakan didiamkan
pada suhu ruang sampai kering. Pencampuran pakan buatan dengan bakteri
pembawa vaksin DNA dilakukan sesaat sebelum pemberian pakan perlakuan
(Yulianti, 2011).
Penelitian ini menggunakan ikan mas yang telah diseleksi tingkat
kesehatannya. Validasi ikan uji ini dilengkapi dengan pemerikasaan DNA virus
4
menggunakan metode PCR (polymerase chain reaction) (Zahro, 2010). Selain itu,
ikan uji yang digunakan merupakan ikan sehat, tidak terserang bakteri dan
penyakit. Untuk menguji ikan tidak terserang penyakit adalah dengan mengamati
kondisi tubuh ikan, apakah ada kelainan atau jamur tertentu dan dilakukan juga
adaptasi ikan pada suhu rendah (18 °C) selama dua minggu (seleksi suhu), setelah
itu diamati apakah ada gejala klinis atau tanda-tanda ikan terserang penyakit atau
ikan masih dalam kondisi normal. Ikan mas yang digunakan adalah ikan mas
yang memiliki bobot 10,22±1,88 gram sebanyak 200 ekor. Ikan tersebut
dipelihara di dalam 20 akuarium yang berukuran 45x40x35 cm3. Sebelum
akuarium digunakan, dilakukan persiapan dengan cara dicuci menggunakan
deterjen, kemudian dibilas dengan air dan setelah itu dikeringkan. Selanjutnya
akuarium disemprot dengan menggunakan alkohol 70% dan dibiarkan kering di
udara. Akuarium diisi air dengan ketinggian 30 cm.
Ikan ditebar dalam 20 akuarium masing-masing 10 ekor/akuarium. Selama
masa pemeliharaan, ikan diberi pakan komersial dengan frekuensi 2 kali sehari,
yaitu pagi dan sore secara satiasi. Sebelum divaksin, ikan dipuasakan selama satu
hari. Masa vaksinasi hanya dilakukan selama satu minggu, setelah itu dilakukan
pemeliharaan selama 28 hari. Penelitian ini menggunakan lima kelompok
perlakuan dengan masing-masing tiga kali ulangan dan satu ulangan dibuat
khusus untuk analisis indeks fagositosis.
Adapun rancangan perlakuan pada penelitian ini adalah setelah ikan
diadaptasikan selama satu minggu, kemudian diberi perlakuan sebagai berikut:
Perlakuan A :ikan diberi pakan mengandung vaksin dengan frekuensi
pemberian satu kali dalam seminggu dan diuji tantang dengan
filtrat KHV
Perlakuan B :ikan diberi pakan mengandung vaksin dengan frekuensi
pemberian dua kali dalam seminggu dan diuji tantang dengan
filtrat KHV
Perlakuan C :ikan diberi pakan mengandung vaksin dengan frekuensi
pemberian tiga kali seminggu dan diuji tantang dengan filtrat
KHV
5
Kontrol positif :ikan tanpa diberi pakan mengandung vaksin dan diuji tantang
dengan filtrat KHV, dan
Kontrol negatif :ikan tanpa diberi pakan mengandung vaksin dan diinjeksi
dengan PBS.
Setelah pemeliharaan 28 hari perlakuan A, B, C, dan kontrol positif diuji
tantang dengan menyuntikkan filtrat KHV sebanyak 0,1 mL/ekor dengan
konsentrasi 10-2 secara intramuskular. Masa uji tantang untuk melihat gejala klinis
dan kelangsungan hidup ikan yang diberi vaksin DNA dilakukan selama 30 hari
(Skema dan time line penelitian terlampir pada Lampiran 5).
2.3 Parameter Penelitian
2.3.1 Kelangsungan Hidup relatif (Relative Percent Survival/RPS)
Kematian ikan dicatat sebelum dan sesudah uji tantang untuk menghitung
kelangsungan hidup relatif (Relative survival rate/RPS). RPS dihitung dengan
menggunakan rumus :
RPS = [1-
Keterangan :
RPS : Relative percent survival (%)
Mn : Mortalitas pada perlakuan N (%)
Mk : Mortalitas pada perlakuan kontrol (%)
2.3.2 Gejala Klinis
Pengamatan gejala klinis dilakukan setiap hari pada saat pemberian pakan
selama masa vaksinasi dan pascauji-tantang. Pengamatan gejala klinis meliputi
respons makan, tingkah laku ikan, dan kelainan kondisi fisik ikan.
2.3.3 Indeks Fagositosis
Pengamatan indeks fagositosis dilakukan setiap seminggu sekali pada
masa vaksinasi dan tiga minggu pascauji-tantang. Indeks fagositosis menunjukkan
jumlah sel fagosit yang mampu melakukan proses fagositosis setelah dilakukan uji
tantang. Metode perhitungan indeks fagositosis dilakukan dengan cara mengambil
sampel darah sebanyak 50 µL kemudian dimasukkan ke dalam mikrotube
6
bervolume 1,5 mL, ditambahkan dengan 50 µL suspensi Staphylococcus aureus
dalam PBS (108 sel/mL), dihomogenkan dan diinkubasi dalam suhu ruang selama
20 menit. Setelah itu, sebanyak 50 µL dibuat sediaan ulas darah dan
dikeringudarakan. Preparat difiksasi dengan metanol 96% selama 5 menit dan
dikeringkan. Selanjutnya preparat direndam dalam pewarna Giemsa 70% selama
15 menit dan dicuci dengan air mengalir serta dikeringkan dengan tisu (Lampiran
6). Setelah itu diamati dengan menggunakan mikroskop pada perbesaran 20x.
Jumlah sel yang menujukkan proses fagostosis (sel darah putih yang sedang
memfagosit Staphylococcus aureus) dihitung dari 100 sel fagosit yang teramati.
2.3.4 Pengamatan Histologis
Pengambilan sampel ikan mas dilakukan pada hari ke-6 pascainfeksi KHV
sebanyak 1 ekor setiap perlakuan. Organ yang diambil untuk preparasi histologis
adalah insang dan ginjal. Cara preparasi histologis adalah insang ikan mas
difiksasi dengan menggunakan larutan Bouin’s selama 24 jam, kemudian diganti
dengan alkohol sebagai tahap awal dari histopatologi. Preparasi meliputi fiksasi,
dehidrasi, clearing, embedding, blocking, pemotongan serta pewarnaan
Hematoksilin-Eosin (Lampiran 7). Preparat histologis diamati dengan mikroskop
pada perbesaran 100x dan 200x.
Pengamatan histopatologi bertujuan untuk membuktikan bahwa ikan sakit
disebabkan oleh serangan KHV. Hal ini ditinjau dari adanya gejala kelainan
histopatologi (terjadinya hiperplasia, hipertropi, dan badan inklusi pada jaringan)
ikan yang muncul setelah dilakukan uji tantang. Selain dengan cara tersebut,
pembuktian serangan KHV juga dapat diketahui dengan melakukan uji PCR.
PCR dilakukan dengan menggunakan primer spesifik KHV 290 bp.
Amplifikasi PCR dilakukan dengan program: pre-denaturasi pada suhu 95oC
selama 7 menit; 45 siklus pada suhu 95oC selama 30 detik, 64oC selama 30 detik
dan 72oC selama 30 menit; serta pada suhu 72oC selama 7 detik. Pengecekan hasil
amplifikasi PCR dilakukan dengan elektroforesis menggunakan gel agarosa 0,7%.
7
2.3.5 Kualitas Air
Pengukuran kualitas air dalam penelitian ini meliputi pengukuran suhu
harian yang diamati pada pagi dan sore hari, dan pengukuran pH, DO (dissolve
oxygen), dan NH3-N yang dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan. Pergantian
air sebanyak 50% dilakukan satu kali per dua hari dan penyifonan dilakukan
setiap hari, agar kualitas air tetap terjaga.
2. 5 Analisis Data
Penelitian yang dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL).
Data yang diperoleh adalah data RPS, gejala klinis, indeks fagositosis,
histopatologi, respons makan dan kualitas air. Data indeks fagositosis dan RPS
diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. Data histopatologi, gejala
klinis, respons makan dan kualitas air (suhu) dianalisis secara deskriptif.
8
BAB III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
3.1.1 Kelangsungan Hidup Relatif (Relative Percent Survival /RPS)
Pengamatan terhadap kelangsungan hidup ikan mas dilakukan pada saat
vaksinasi dan pengamatan terhadap kelangsungan hidup relatif dilakukan
pascauji-tantang hingga akhir penelitian. Selama vaksinasi, tidak terjadi kematian
pada ikan sehingga nilai kelangsungan hidupnya 100% pada semua perlakuan. Hal
ini menunjukkan bahwa vaksin yang diberikan melalui pakan pada ikan tidak
mengganggu kesehatan ikan dan terjamin tingkat keamanannya (Ellis, 1988).
Respons tanggap kebal ikan yang telah divaksin dilakukan dengan
menginjeksi filtrat KHV sebanyak 0,1 mL/ekor ikan secara intramuskular,
sedangkan kontrol negatif diinjeksi dengan 0,1 mL/ekor ikan dengan larutan PBS.
Tabel 1 menunjukkan bahwa nilai kelangsungan hidup relatif yang bervariasi
pada setiap perlakuan (data selengkapnya pada Lampiran 8 ). Kelangsungan hidup
relatif terendah dimiliki oleh perlakuan A sebesar 23,33±13,32% dan
kelangsungan hidup relatif tertinggi dimiliki oleh perlakuan C sebesar
84,60±13,32% (P<0,05).
Tabel 1. Kelangsungan hidup relatif (RPS) ikan mas yang diberi vaksin DNA anti-KHV dengan frekuensi pemberian pakan berbeda No Perlakuan Mortalitas(%) RPS (%) 1 A 33,33 ± 5,77 23,07 ± 13,32a 2 B 20,00 ± 10,00 53,84 ± 23,07ab 3 C 6,67 ± 5,77 84,60 ± 13,32b 4 K 43,33 ± 5,77 -
Huruf superskrip di belakang nilai standar deviasi yang berbeda pada setiap baris menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata (P<0,05)
Keterangan : A = Vaksinasi satu kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV B = Vaksinasi dua kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV C = Vaksinasi tiga kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV K = Tanpa vaksin dan ikan diuji tantang dengan KHV
9
Keteranga A : vaksinasi sekali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV
B : vaksinasi dua kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV C : vaksinasi tiga kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV K- : tanpa vaksinasi dan injeksi dengan PBS (K-), dan K+ : tanpa vaksinasi dan uji tantang dengan KHV (K+).
Gambar 1. Pola kematian ikan mas selama uji tantang (30 hari) dengan KHV.
Gambar 1 menunjukkan pola kelangsungan hidup ikan mas selama uji
tantang, dari hari pertama pascauji-tantang hingga hari ke-30. Kematian ikan mas
diawali oleh perlakuan A pada hari ke-5 diikuti oleh kontrol positif, perlakuan B
serta C pada hari ke-18. Puncak kematian terjadi pada hari ke-18 pascauji-tantang
dengan jumlah 4 ekor dari perlakuan A, 4 ekor dari perlakuan B, 1 ekor dari
perlakuan C, dan 7 ekor dari perlakuan kontrol positif sehingga total kematiannya
sebesar 16 ekor ikan (Lampiran 8). Pada perlakuan kontrol negatif tidak terjadi
kematian hingga akhir penelitian sehingga kelangsungan hidupnya 100%.
3.1.2 Gejala Klinis
Pengamatan gejala klinis dilakukan selama vaksinasi dan pascauji-tantang
hingga akhir penelitian yaitu hari ke-30. Pengamatan dilakukan setiap 2 kali
sehari pada saat pemberian pakan, namun pengamatan secara rinci pascauji-
tantang dilakukan setiap dua hari sekali. Hal ini bertujuan untuk mengurangi
tingkat stres pada ikan. Berdasarkan pengamatan tersebut, pada saat vaksinasi
ikan terlihat sehat dan tidak ada tanda-tanda ikan sakit. Pengamatan terhadap ikan
yang sakit dilihat dari nafsu makan, tingkah laku dan perubahan fisik yang tidak
10
normal pada tubuhnya. Gejala klinis yang pertama kali muncul adalah terjadinya
penurunan nafsu makan pada ikan. Penurunan nafsu makan dilihat dari jumlah
konsumsi pakan ikan pascauji-tantang (Lampiran 9). Jumlah konsumsi pakan ikan
cenderung menurun dari hari pertama hingga hari ke-21 pascauji-tantang. Ikan
yang pertama kali mengalami penurunan nafsu makan adalah ikan pada perlakuan
B, kemudian kontrol positif, perlakuan A, dan perlakuan C. Penurunan jumlah
konsumsi pakan terbesar terjadi pada perlakuan kontrol positif sebesar 45,91%
Hal ini terjadi hingga hari ke-21 dan terjadi peningkatan nafsu makan kembali
pada hari ke-22 hingga akhir penelitian.
Perubahan tingkah laku ikan muncul pada ikan yang sakit, yaitu berenang
di permukaan, kadang bergerombol di sekitar aerasi dan diam di dasar akuarium.
Perubahan tingkah laku ikan mulai muncul pada hari ke-6 pascauji-tantang. Ikan
yang pertama mengalami perubahan tingkah laku adalah ikan pada perlakuan A
dan B, kemudian disusul dengan perlakuan kontrol positif dan perlakuan C. Ikan
yang sakit juga memiliki gerak reflek yang lambat dan respons gerak yang lemah.
Pada hari ke-18, gerakan ikan sudah mencapai puncak kondisi terlemah yang
kemudian terjadi kematian. Ikan yang berhasil melewati kondisi tersebut mampu
bergerak dengan normal kembali setelah hari ke-21. Ikan yang sehat memiliki
kondisi fisik yang normal baik sisik, sirip, maupun insangnya. Insang normal
berwarna merah cerah. Ikan yang terinfeksi KHV memiliki kondisi fisik yang
tidak normal, yaitu terjadi perubahan warna kulit, kerusakan pada sirip ekor, dan
nekrosis pada insang. Perbedaan ikan sakit dan ikan sehat disajikan dalam
Gambar 2.
Abnormalitas yang terjadi pada kondisi fisik ikan yang terserang KHV
adalah produksi lendir berlebih, terjadi bercak merah pada bagian punggung yang
kemudian dilanjutkan oleh kulit melepuh disertai keluar darah dan nanah, sisik di
sekitar anal rontok, sirip ekor dan dorsal geripis, hemoragi pada pangkal sirip
ventral dan pektoral, serta anal, mata cekung, terjadi perubaan warna menjadi
lebih gelap bergaris, insang bercabang, pucat, memutih seperti borok dan akhirnya
terjadi kematian (Gambar 3).
11
Gambar 2. Kondisi fisik ikan mas pascauji-tantang dengan filtrat KHV. Badan dan insang ikan sehat (a), badan dan insang ikan terinfek KHV (b).
Perubahan fisik ikan mulai terlihat pada hari ke-5 pascauji-tantang, yaitu
nekrosis insang pada perlakuan B kemudian disusul oleh perlakuan A dan kontrol
positif pada hari ke-8. Pada hari ke-10, nekrosis mencapai 80% bagian insang
untuk perlakuan B namun sekitar 30% pada perlakuan yang lain. Bercak pada
punggung dan kerusakan sirip ekor terjadi pada hari ke-12 disertai dengan kulit
melepuh pada beberapa ekor ikan di akuarium perlakuan kontrol positif. Jumlah
ikan yang mengalami kerusakan fisik semakin bertambah hingga mengalami
puncak terparah pada hari ke-18 pascauji-tantang, ini terjadi pada perlakuan A, B,
C, dan kontrol positif. Pada perlakuan B dan C telah mengalami penyembuhan
luka pada hari ke-21 pascauji-tantang. Pada hari yang sama, masih ditemukan ikan
yang mengalami luka dengan jumlah yang cukup banyak pada perlakuan A dan
kontrol positif.
a b
b
b a
a
12
Gambar 3. Gejala klinis ikan yang terinfeksi KHV; a) sisik terlepas, b) bercak merah, c) terjadi perubahan warna kulit, d) berenang di permukaan, e) kulit melepuh, f) sirip ekor geripis, g) mata cekung, h) kerusakan insang.
3.1.3. Indeks Fagositosis
Pengamatan indeks fagositosis dilakukan setiap seminggu sekali dari
mulai vaksinasi hingga minggu ketiga pascauji-tantang. Hasil pengamatan indeks
fagositosis ditunjukkan pada Lampiran 10 dan Gambar 4.
b a b
c d
e f
g h
a
13
Keterangan A : vaksinasi sekali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV
B : vaksinasi dua kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV C : vaksinasi tiga kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV K- : tanpa vaksinasi dan ikan diinjeksi dengan PBS, dan K+ : tanpa vaksinasi dan uji tantang dengan KHV (K+).
Gambar 4. Indeks fagositosis pada masing-masing perlakuan pada saat pasca vaksinasi dan diuji tantang.
Gambar 4 menunjukkan aktivitas fagositosis sel darah putih pada
perlakuan A, B, C, K-, dan K+. Pada pasca vaksinasi, nilai indeks fagositosis
mengalami peningkatan pada masing-masing perlakuan hingga hari ke-21 pasca
vaksinasi dan mengalami penurunan pada hari ke-28 sebelum uji tantang.
Kenaikan aktivitas fagositosis terjadi pada hampir seluruh perlakuan hingga hari
ke-56 kecuali pada perlakuan B dan C yang mengalami penurunan sebesar 15%
pada perlakuan B dan 12% pada C.
3.1.4 Histopatologi
Gambar 5 menunjukkan histologi jaringan pada organ ginjal dan Gambar
6 menunjukkan histologi insang pada masing-masing perlakuan. Pada kontrol
negatif tidak terdapat kelainan jaringan. Pada perlakuan A, C, dan kontrol positif
ditemukan hiperplasia, hipertropi dan badan inklusi baik pada organ ginjal
maupun organ insang. Pada perlakuan B tidak ditemukan badan inklusi, namun
ditemukan kelainan berupa hipertropi dan hiperplasia pada kedua organ.
14
Keterangan A : tanpa vaksinasi dan ikan diinjeksi dengan PBS (K-)
B : vaksinasi sekali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV (A) C : vaksinasi dua kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV (B) D : vaksinasi tiga kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV (C), dan E : tanpa vaksinasi dan uji tantang dengan KHV (K+).
Gambar 5. Histopatologi ginjal ikan; Y) hipertropi; Z) badan inklusi (Bar pada
semua Gambar=20 µm).
E
Z
Y
Y
Z
C
Y
Z
D
Z
Y
B A
15
Keterangan A : tanpa vaksinasi dan ikan diinjeksi dengan PBS (K-) B : vaksinasi sekali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV (A) C : vaksinasi dua kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV (B) D : vaksinasi tiga kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV (C), dan E : tanpa vaksinasi dan uji tantang dengan KHV (K+).
Gambar 6. Histopatologi insang ikan; X) hiperplasia; Y) hipertropi; Z) badan
inklusi (Bar pada semua gambar =20 µm). 3.1.5 Kualitas Air
Parameter kualitas air yang paling berbengaruh dan merupakan faktor
pemicu terhadap serangan KHV adalah suhu sehingga pengamatan terhadap
parameter ini dilakukan setiap dua kali sehari, yaitu setiap pagi dan sore hari.
A B
X
Y
Z
C
X
Y
D
Z
YX
E
XZ
Y
16
Parameter kualitas air lainnya yang diamati adalah pH, DO, dan NH3-N.
Pengamatan terhadap parameter kualitas air tersebut dilakukan pada awal dan
akhir penelitian saja. Data kisaran kualitas air disajikan dalam Tabel 2, sedangkan
data pengamatan suhu harian disajikan dalam Lampiran 11.
Tabel 2. Kisaran parameter kualitas air pemeliharaan ikan mas
Parameter kualitas air Suhu (°C) pH DO(mg/L) NH3-
N(mg/L) Kisaran 17-23,5 7,9-8,3 6,6-7,2 0,04-0,06
3.2 Pembahasan
Sakit pada ikan adalah suatu kondisi dimana ikan dalam keadaan tidak
normal yang ditandai dengan penurunan nafsu makan, kelainan pada respons
tubuh baik gerak, mata, ekor maupun pertahanan hingga menyebabkan kelainan
pada kondisi fisik ikan. Berdasarkan pengamatan ikan yang sakit karena infeksi
KHV menunjukkan gejala penurunan nafsu makan sehingga ikan menjadi kurus
dan kekurangan energi. Ikan yang kekurangan energi akan mudah terinfeksi
patogen lain atau infeksi sekunder seperti bakteri, fungi dan parasit (Mudjiutami
et al., 2006). Kondisi ini yang kemudian akan menyebabkan abnormalitas pada
tubuh ikan.
Pengamatan terhadap kelangsungan hidup ikan dilakukan pada masa
vaksinasi (7 hari), pasca vaksinasi (28 hari), dan pascauji-tantang (30 hari). Pasca
vaksinasi dilakukan pemeliharaan selama 28 hari agar sistem imun ikan dapat
terbentuk secara sempurna. Sistem imun yang sempurna menyebabkan ikan dapat
memberikan respons tanggap kebal terhadap infeksi KHV. Pada penelitian ini,
vaksin diberikan secara oral yang dicampurkan ke dalam pakan ikan. Keuntungan
pemberian vaksin secara oral adalah dapat digunakan secara massal, digunakan
untuk berbagai ukuran ikan, dan tidak menimbulkan cekaman (Ellis, 1988). Hasil
pengamatan selama 28 hari menunjukkan tidak terjadi gejala infeksi KHV dan
tidak ditemukan adanya kematian pada msing-masing perlakuan sehingga
pemberian vaksin melalui pakan ini dapat dikatakan aman bagi ikan.
Dosis vaksin yang diberikan pada masing-masing perlakuan mengacu pada
Yulianti (2011) adalah sama, yaitu 7,6 ng dengan kepadatan bakteri 108 cfu/mL.
Sedangkan yang membedakan pada tiap perlakuan adalah frekuensi vaksin yang
17
diberikan. Pemberian vaksin satu kali dalam satu minggu untuk Perlakuan A,
pemberian vaksin dua kali dalam satu minggu untuk perlakuan B, pemberian
vaksin tiga kali dalam satu minggu untuk perlakuan C, dan kontrol tanpa
pemberian vaksin.
Respons tanggap kebal ikan yang telah divaksin dilakukan dengan
menginjeksi filtrat KHV dengan konsentrasi 10-2 sebanyak 0,1 mL tiap ekor ikan
pada hari ke-29 pasca vaksinasi. Kematian ikan diawali oleh perlakuan A pada
hari ke-5 dan diikuti oleh perlakuan B, C, dan kontrol positif pada hari ke-18
pascauji-tantang (Gambar 1). Kematian terbanyak terjadi pada hari ke-18
pascauji-tantang. Ini lebih lambat dari penelitian Hayati (2009) dan Zahro (2010)
yang melaporkan bahwa kematian massal ikan yang terinfeksi KHV terjadi pada
hari ke-9 dan ke-10 pascauji-tantang. Hal ini diduga karena sebelum hari ke-17
terjadi penurunan suhu air pada beberapa akuarium yang terletak tepat di bawah
AC (air conditioner), yaitu mencapai 16,5°C sehingga dapat mengurangi tingkat
virulensi virus terhadap inang (Lampiran 13). Pada hari ke-17 suhu ruangan
dinaikkan menjadi 20°C. Pokorova et al. (2005) dalam ulasannya menguatkan
bahwa KHV inaktif pada suhu di bawah 18°C dan di atas 24°C.
Kelangsungan hidup relatif ikan pada perlakuan A dengan frekuensi
pemberian satu kali dalam satu minggu memiliki nilai yang sangat kecil sebesar
23,33%. Kelangsungan hidup relatif perlakuan A lebih rendah daripada B dan C
diduga karena keberadaan vaksin pada pakan perlakuan yang diberikan tidak
dapat membangkitkan respons imun pada ikan sehingga ikan tidak dapat melawan
virus yang telah menginfeksinya. Yulianti (2011) menguatkan bahwa pemberian
pakan bervaksin 2 kali dalam satu minggu menunjukkan persistensi yang lebih
tinggi daripada pemberian pakan bervaksin satu kali dalam satu minggu sehingga
pemberian pakan bervaksin dua kali satu dalam minggu dapat menginduksi
respons imun ikan mas.
Perlakuan C dengan frekuensi vaksinasi tiga kali dalam satu minggu
memiliki nilai kelangsungan hidup relatif tertinggi sebesar 84,6%. Hal ini diduga
karena gen glikoprotein yang diberikan dapat dikenali oleh sistem imun sehingga
terbentuk antibodi dan menginduksi terbentuknya sel memori sehingga dengan
adanya sel memori ini akan mempercepat waktu pembentukan respons sekunder
18
terhadap serangan antigen yang sama. Vaksinasi melalui pakan mampu diterima
dan menunjukkan hasil yang baik. Hasil penelitian Miyazaki et al. (2008) tentang
pemberian vaksin liposom melalui pakan buatan juga mampu meningkatkan
kelangsungan hidup ikan mas hingga 74% yang dipelihara selama 21 hari. Dengan
demikian vaksinasi melalui pakan dengan frekuensi 3 kali dalam seminggu efektif
dalam meningkatkan kelangsungan hidup ikan mas dan dapat menjadi alternatif
pengendalian infeksi pada ikan mas dan koi pada pembudidaya dalam skala
massal.
Data yang mendukung kelangsungan hidup relatif ikan adalah gejala klinis
yang timbul pascauji-tantang, indeks fagositosis, dan histopatologi pada insang
dan ginjal ikan (Gambar 2, 3, 5, dan 6). Data tersebut berkaitan erat dengan nilai
kelangsungan hidup relatif yang didapat selama penelitian (Tabel 1).
Perubahan fisik yang terjadi pada ikan yang terinfeksi KHV adalah pada
bagian punggung terjadi bercak merah yang kemudian melepuh, beberapa sisik di
sekitar anal terkelupas, pendarahan pada sirip pektoral, ventral dan anal,
kerusakan pada sirip ekor, terjadi perubahan warna kulit menjadi kehitaman
bergaris, dan kerusakan pada lamela insang. Perlakuan C menghasilkan ikan yang
mengalami perubahan fisik dengan jumlah yang paling sedikit dibandingkan
perlakuan A, B, dan kontrol positif. Beberapa penelitian terhadap ikan yang
diinfeksi KHV pun menunujukkan gejala klinis dan perubahan fisik yang sama.
Hendrik et al. (2005) menyebutkan bahwa tanda-tanda ikan koi yang terinfeksi
KHV adalah terjadi perubahan warna tubuh, nekrosis pada filamen insang, mata
cekung, dan produksi lendir yang berlebih. Demikian juga disebutkan oleh
Sunarto et al. (2005), ikan mas yang terinfeksi KHV menunjukkan gejala respons
ikan yang lemah, lesu, kehilangan keseimbangan dan megap-megap, kulit
melepuh, terjadi pendarahan pada operkulum, sirip, ekor dan perut, serta terjadi
kerusakan pada filamen insang.
Penurunan nafsu makan pada ikan uji terjadi sejak hari ke-3 pascauji-
tantang, sedangkan gejala klinis baru terlihat pada hari ke-5, yaitu peningkatan
produksi lendir dan kerusakan pada insang (perlakuan B). Masa inkubasi virus
pada penelitian ini tergolong cepat karena membutuhkan waktu hanya 5 hari.
Masa inkubasi virus KHV tergantung pada kondisi lingkungan perairannya,
19
terutama suhu air (Tabel 2). Pada penelitian ini suhu air akuarium berkisar 17-
23,5 °C. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Antychowicz et al. (2005)
bahwa gejala-gejala serangan KHV di Polandia sering terjadi pada suhu berkisar
17-24 °C, namun tidak menunjukkan adanya kematian pada suhu 17 °C. Puncak
gejala klinis terparah terjadi pada hari ke-18 pascauji-tantang. Nekrosis insang dan
luka-luka pada kulit punggung ikan pada saat ini mengalami puncak terparah yang
menuju pada banyaknya kematian ikan.
Indeks fagositosis merupakan ingesti bahan partikel terutama bakteri atau
virus ke dalam sitoplasma sel darah. Pola peningkatan persentase indeks
fagositosis menunjukkan adanya peningkatan total leukosit termasuk monosit
yang dapat merangsang produksi limfosit (Amrullah, 2004). Pengamatan terhadap
nilai indeks fagositosis dilakukan setiap seminggu sekali baik pada masa vaksinasi
maupun pascauji-tantang. Berdasarkan Gambar 4 dapat diketahui kecenderungan
aktivitas fagositosis pada saat pasca vaksinasi dan pascauji-tantang. Pada pasca
vaksinasi nilai indeks fagositosis pada masing-masing perlakuan hampir sama,
mengalami peningkatan pada hari ke-21 dan mengalami penurunan pada hari ke-
28. Indeks fagositosis perlakuan A dan kontrol positif memiliki kecenderungan
peningkatan yang sama pascauji-tantang, yaitu terus mengalami kenaikan hingga
hari ke-56. Hal ini sejalan dengan kelangsungan hidupnya yang masih mengalami
penurunan hingga memasuki minggu ke-3 pascauji-tantang (Gambar1). Berbeda
dengan hal tersebut, perlakuan B dan perlakuan C mengalami penurunan pada hari
ke-56 pascauji-tantang. Indeks fagositosis perlakuan B dan C berbanding terbalik
dengan kelangsungan hidupnya yang cenderung mulai stabil pada minggu ke-3
hingga akhir penelitian (Gambar 1). Hal ini diduga karena adanya reaksi antibodi
yang timbul akibat pemberian vaksin. Nuryati (2010) melaporkan hal yang sama,
bahwa vaksinasi mampu membangkitkan kekebalan seluler maupun humoral,
yaitu antibodi.
Nilai indeks fagositosis berkaitan dengan perluasan infeksi dari suatu
penyakit. Apabila sel-sel fagosit bekerja secara optimal maka perluasan infeksi di
dalam tubuh dapat dibatasi dengan baik. Namun sebaliknya jika aktivitas
fagositosis menurun dikarenakan suatu hal, maka sifat infeksi akan menyebar ke
seluruh tubuh (Ekandaru & Tjokronegoro, 1983). Pada perlakuan B dan C, tapi
20
pada hari ke-56 mengalami penurunan, hal ini diduga karena adanya
penyembuhan luka dan sudah tidak terjadi perluasan infeksi. Sebaliknya pada
perlakuan A dan kontrol positif, pada hari ke-56 masih mengalami kenaikan
aktifitas fagositosis. Hal ini berkorelasi dengan abnormalitas ikan yang masih
terjadi hingga waktu tersebut. Berdasarkan pengamatan hingga hari ke-56, pada
perlakuan A dan kontrol positif masih ditemukan ikan yang mengalami luka pada
kulit punggung hingga akhirnya melepuh. Di samping itu ditemukan juga ikan
yang mengalami pendarahan pada sirip anal dan pektoralnya.
Mekanisme fagositosis dibagi menjadi dua tahap, yaitu attactment phase,
waktu terjadi peristiwa penempelan partikel oleh membran sel fagosit, dan
ingestion phase termasuk di sini destruksi dan intracelluler killing (Gambar 7)
(Bellanti, 1978 dalam Ekandaru & Tjokronegoro, 1983). Secara terperinci fase-
fase dalam mekanisme fagositosis adalah kemotaksis sel fagosit menuju daerah
yang mengalami infeksi atau kerusakan, proses opsonisasi melalui aktivasi sistem
komplemen, penempelan organisme di sel fagosit pada C3b pada Fc-reseptor
(Gambar 8), proses mengunyah dan vakuolisasi, perubahan metabolisme
interseluler, degranulasi lisosom, dan proses mencerna serta intracellular killing.
Gambar 7. Mekanisme fagositosis memperlihatkan ingesti dan proses mencerna (Bellanti, 1978 dalam Ekandaru & Tjokronegoro, 1983).
21
Gambar 8. Skema Fc dan C3b-reseptor pada permukaan sel fagosit (Bellanti,
1978 dalam Ekandaru & Tjokronegoro, 1983).
Gambar 5 dan Gambar 6 menunjukkan histopalogi ginjal dan insang dari
perlakuan A, B, C, kontrol positif dan kontrol negatif. Insang pada kontrol negatif
tidak menunjukkan gejala infeksi KHV atau ginjal dan insang tersebut dalam
kondisi normal. Namun pada perlauan A, B, C, dan kontrol positif ditemukan
abnormalitas pada filamen insang seperti hiperplasia, hipertropi, dan
ditemukannya badan inklusi yang mengindikasikan infeksi virus. Demikian juga
dengan hipertropi dan badan inklusi yang ditemukan pada organ ginjal. Santika
(2007) dan Giri (2008) menemukan hal yang sama pada preparat histologinya,
ikan yang terinfeksi KHV ditemukan insang yang hipertropi, hiperplasia dan
adanya badan inklusi di antara lamella insang. Menurut Sunarto et al. (2005)
pembentukan badan inklusi merupakan kondisi hipertopi pada inti yang
disebabkan oleh penumpukan virion-virion dalam inti sel.
Hiperplasia dan hipertropi pada insang dapat menyebabkan pembengkakan
antar lamela sehingga dapat mengganggu proses pertukaran gas dan terganggunya
respirasi ikan. Rusaknya insang dan kurangnya suplai oksigen akan menyebabkan
kematian ikan mas yang terinfeksi KHV (Tamba, 2007). Hipertopi pada ginjal
dapat mengganggu proses penyaringan darah sehingga menimbulkan penumpukan
zat beracun di dalam tubuh yang kemudian akan menyebabkan keracunan pada
ikan. Hipertopi pada ginjal perlakuan C ditemukan lebih sedikit daripada
22
perlakuan lainnya hal ini berbanding lurus dengan nilai RPS yang dihasilkan oleh
perlakuan C, namun lebih tinggi dari perlakuan A, B, dan kontrol positif.
Parameter kualitas air yang diamati pada penelitian ini adalah suhu, pH,
DO, dan NH3-N (Tabel 2 dan Lampiran 11). Berdasarkan parameter tersebut,
yang paling berpengaruh terhadap serangan infeksi KHV adalah suhu sehingga
pengamatannya dilakukan setiap hari. Nilai parameter kualitas air pada penelitian
ini masih dalam kisaran yang masih dapat ditolerir oleh ikan (SNI, 1999) dan suhu
air mampu meningkatkan virulensi KHV, yaitu oksigen terlarut, pH, NH3-N, dan
suhu berturut-turut adalah 7,9-8,3 mg/L, 6,6-7,2, 0,04-0,06 mg/L, dan 17-23,5°C.
Usaha budidaya ikan tidak terlepas dari aspek eknomi yang harus benar-
benar diperhitungkan untuk menghindari kerugian. Demikian juga dengan biaya
pengadaan vaksin jika akan diterapkan pada pembudidaya. Berdasarkan
perhitungan biaya perbanyakan vaksin (Lampiran14), untuk satu kali vaksinasi
membutuhkan biaya pengadaan vaksin sebesar Rp.68,2/mL/ekor ikan, sehingga
untuk dua kali vaksinasi membutuhkan 2 kali Rp. 68,2 atau sama dengan Rp.
136,6/ekor ikan dan untuk 3 kali vaksinasi membutuhkan biaya Rp. 204,6/ekor
ikan. Penggunaan vaksin efektif dalam meningkatkan kelangsungan hidup ikan
sehingga akan berbanding lurus dengan keuntungan yang didapat. Berdasarkan
analisis usaha yang terlampir pada Lampiran 14, perlakuan C dengan
mengeluarkan tiga kali biaya pengadaan vaksin menghasilkan keuntungan paling
besar dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Lebih lagi jika dibandingkan
dengan ikan yang tidak divaksin, walaupun modal yang dikeluarkan lebih sedikit
karena tidak ada biaya untuk pengadaan vaksin, namun dengan asumsi
kelangsungan hidup 56,66% tidak menghasilkan keuntungan bahkan merugi
hingga lebih dari satu juta rupiah.
23
BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
Pemberian pakan bervaksin dengan frekuensi tiga kali dalam satu minggu
efektif meningkatkan kelangsungan hidup relatif ikan mas yang diinfeksi KHV
sebesar 84,6%. Vaksinasi melalui pakan dapat menjadi alternatif pengendalian
infeksi KHV pada ikan mas dan koi.
4.2 Saran
Pengujian titer antibodi perlu dilakukan pada penelitian selanjutnya. Selain
itu penelitian lanjutan di lapangan dengan jumlah ikan yang besar juga perlu
dilakukan untuk verifikasi lanjut efektivitas vaksinasi melalui pakan buatan.
24
DAFTAR PUSTAKA Amrullah. 2004. Penggunaan imunostimulan Spirulina platensis untuk
meningkatkan ketahanan tubuh ikan koi (Cyprinus carpio) terhadap virus herpes. [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Antychowicz J, Reicherti M, Matras M, Bergamann A.M, Haenen O. 2005.
Epidemiology, pathologenicity and moleculer biology of koi herpesvirus isolated in Poland. Bull Vet Inst Pulawy 49:367-373.
Ellis A E. 1988. General principle of fish vaccination, in: Ellis A E (Ed), Fish
vaccination. Academic Press. San Diego. Ekandaru M.H.N dan Tjokronegoro A. 1983. Aspek imunologik fagositosis dan
penyakit. Berkala Ilmu Kedokteran. Jilid XV No.2, 1983. Giri P. 2008. Efektifitas ekstrak bawang putih Allium sativum terhadap ketahanan
tubuh ikan mas Cyprinus carpio yang diinfeksi koi herpesvirus (KHV). [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hayati F.I. 2009. Eektifitas vaksin DNA dalam kelangsungan hidup ikan mas
yang terinfeksi koi herpesvirus (KHV). [Skipsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hendrick R.P, Glad O, Yun C. S, McDowell T. S, Walizek T. B, Kelley Garry O,
Adkison Mark A. 2005. Initial isolation and characterization of a herpes-like virus (KHV) from koi and common carp. Bull. Fish. Res. Agen. Supplement 17(2):1-7.
Lorenzen N dan Lapatra S.E. 2005. DNA Vaccine for aquaculture fish.
Rev.Sci.Tech.Off. Int.Epiz 24 (1):201-213. Maswan N. A. 2009. Pengujian efektifitas vaksin dan korelasinya terhadap
parameter hematologi secara kuantitatif.[Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Miyazaki T, Yasumoto S, Kuzuya Y, Yoshimura T. 2008. A primary study on oral
vaccination with liposomes entrapping koi herpesvirus (KHV) antigens against KHV infection in carp. Diseases in Asian Aquaculture VI: 99-184.
Mudjiutami E, Ciptoroso, Zainun Z. 2006. Uji toleransi berbagai strain ikan mas
terhadap KHV. Abstrak Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar.
25
Nuryati S, Maswan N. A, Alimuddin, Sukenda, Sumantadinata K, Pasaribu F. H, Soejoeno R. D, Santika A. 2010. Gambaran darah ikan mas setelah divaksinasi dengan vaksin DNA dan diuji tantang dengan koi herpesvirus. Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (1), 9-15.
Pokorova D, Vesely T, Piackova V, Reschova S, Hulova J. 2005. Current
knowledge on koi herpesvirus (KHV): A Review. Vet. Med.–Czech 50:139-147.
Santika A. 2007. Efektifitas suplementasi kromium-ragi (Cr3+) untuk meningkatkan
ketahanan tubuh ikan mas terhadap virus herpes, pada suhu rentan KHV. [Tesis]. Sekola Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Standar Nasional Indonesia. 1999. Produksi induk ikan mas (Cyprinus carpio)
strain sinyonya kelas induk pokok. Badan Standar Nasional, 01- 6135 – 1999.
Sunarto A, Rukyani A, Itami, T. 2005. Indonesian experience on the outbreak of
koi herpervirus in koi and carp (Cyprinus carpio). Bull Fish Res Agen Suplement 2: 15-21.
Tamba A. 2006. Kerentanan dan gambaran darah ikan mas Cyprinus carpio yang
terinfeksi koi herpesvirus. (KHV) [Tesis]. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yulianti. 2011. Persistensi vaksin DNA penyandi Glikoprotein 25 yang diberikan
melalui pakan buatan pada ikan mas Cyprinus carpio.[Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Zahro A.S.G. 2010. Eektifitas vaksin DNA melalui penyuntikan terhadap
kelangsungan hidup ikan mas yang terinfeksi koi herpesvirus (KHV). [Skipsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
26
LAMPIRAN
27
Lampiran 1. Daftar alat dan bahan yang digunakan selama penelitian
Daftar alat
1. Tabung Erlenmeyer 16. Seser 2. Cawan petri 17. Gayung 3. Mikropipet 18. Alat bedah 4. Mikrotube 19. Selang 5. Tip 20. Perangkat aerasi 6. Laminair air flow 21. Pompa air 7. Thermo shaker 22. Timbangan digital 8. Refrigerator sentrifugasi 23. Plastik 9. Vortex 24. Terminal kabel 10. Mikrotube plate 25.Jepitan 11. Inkubator 26. Ember 12. Mesin PCR 27. Siring filter 13. Perangkat elektroforesis 28. Waring 14. Autoklave 29. Bak fiber 15. Akuarium 30. Alat tulis
Daftar bahan
1. Ikan mas 2. Insang suspect KHV 3. Pakan komersial 4. PBS 5. LB-T media 6. Kuning telur 7. Reagen-reagen PCR 8. Agaros 9. Reagen-reagen elektroforesis 10. Label 11. Tissue
28
Lampiran 2. Prosedur kultur bakteri pembawa vaksin DNA
NaCl 1% Yeast ekstrak 0,5% Tripton 1% Mili Q water Bahan disiapkan semua bahan ditimbang
Inkubasi 16 jam, 240 rpm Kultur cair
Siap untuk dibuat pelet
Lampiran 3. Prosedur pemanenan bakteri pembawa vaksin DNA dan pencampuran ke dalam pakan
divortex hingga homogen
Bakteri dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 mL
disentrifugasi, 12.000 rpm, 4°C, 30”
dicuci dengan PBS (3x)
Diinaktiva-si dengan suhu 80°C, 5’
Diseentrifu-gasi 12.000 rpm, 4°C, 30”
diresuspensi dengan PBS, 1 mL
Ditambah kan kuning telur 2%
Dicampur kan ke pakan, diaduk
Wrapping & dikering anginkan
ditambahkan mili Q water
Diautoklave 121°C, 15’
29
Lampiran 4. Prosedur preparasi filtrat KHV
30
Lampiran 5. Skema dan time line penelitian
Keterangan: A : vaksinasi 1 kali dalam satu minggu dan uji tantang B : vaksinasi 2 kali dalam satu minggu dan uji tantang C : vaksinasi 3 kali dalam satu minggu dan uji tantang K- : tanpa vaksinasi dan ikan diinjeksi dengan PBS K+: tanpa vaksinasi dan uji tantang S : senin R : rabu J : jumat UT : uji tantang IPBS: injeksi dengan PBS Time line penelitian
Kegiatan Oktober November Desember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4Adaptasi Vaksinasi Pasca vaksinasi Uji tantang Pengamatan
J
J
J
tanpa vaksin
S
S R7 hari adaptasi
7 hari adaptasi
7 hari adaptasi
7 hari adaptasi tanpa vaksin
7 hari adaptasi
7 hari masa vaksinasi
28 hari
UT
UT
UT
IPBS
UT
Pengamatan
Pengamatan
Pengamatan
Pengamatan
Pengamatan
30 hari pengamatan
A
B
C
K-
K+
31
Lampiran 6. Prosedur pembuatan preparat ulas untuk analisis indeks fagositosis
Lampiran 7. Prosedur histopatologi
darah diambil dengan siring 1 mL
Dimasukkan ke dalam mikrotube 1,5 mL
dibuat ulasan darah
Darah dicampur dengan 50µL staphilococcus
diambil 10 µℓ campuran nya
Didiamkan , 20’
direndam dengan methanol absolute 5’, dikeringkan
direndam dengan giemsa 70%, 15’, bilas, keringkan
Fiksasi, bouins 24 jam
Dehidrasi alkohol, 80, 90,95,95, 100%
Clearing, alkohol-xylol,xylol 1,2,&&3
Impregnasi xylol-parafin
Embedding paraffin 1.2, & 3
Pewarnaan hematoksilin-eosin, rehidrasi, mounting
pemotongan,mikrotom 6 µm
Bloking, overnight
32
Lampiran 8. Kelangsungan hidup harian ikan mas pascauji-tantang filtrat KHV
Perlakuan Kelangsungan Hidup pada Hari ke- (%)
1 4 5 15 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 A 100 100 96,67 96,67 96,67 83,33 83,33 83,33 83,33 80 80 80 70 66,67 66,67 66,67 66,67 66,67 B 100 100 100 100 100 86,67 86,67 83,33 83,33 83,33 83,33 83,33 80 80 80 80 80 80 C 100 100 100 100 100 96,67 96,67 93,33 93,33 93,33 93,33 93,33 93,33 93,33 93,33 93,33 93,33 93,33 K+ 100 100 100 100 100 76,66 76,66 76,66 76,66 56,67 56,67 56,67 56,67 56,67 56,67 56,67 56,67 56,67 K- 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
33
Lampiran 9. Grafik Jumlah konsumsi pakan selama penelitian
Keterangan: A :vaksinasi satu kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV B :vaksinasi dua kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV C :vaksinasi tiga kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV K- :tanpa vaksinasi dan ikan diinjeksi dengan PBS, dan K+ :tanpa vaksinasi dan uji tantang dengan
Lampiran 10. Hasil pengamatan indeks fagositosis selama penelitian
Perlakuan Indeks fagositosis minggu ke- (%)
7 14 21 28 42 49 56 A 11 13 13 8 28 30 34 B 6 5 4 3 25 26 22 C 10 11 12 10 23 25 20 K- 9 8 8 10 14 13 13 K+ 11 12 11 9 23 28 35
Keterangan: A = vaksinasi satu kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV B = vaksinasi dua kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV C = vaksinasi tiga kali dalam satu minggu dan uji tantang dengan KHV K-=tanpa vaksinasi dan diinjeksi dengan PBS K+=tanpa vaksinasi dan uji tantang dengan KHV
34
Waktu pengamatan
SUHU (°C) A1 A2 A3 A4 B1 B2 B3 B4 C1 C2 C3 C4 K-1 K-2 K-3 K-4 K+1 K+2 K+3 K+4
Rabu pagi 18,5 18,5 20 19,5 20,5 18 17,5 18 18,5 20 17,5 19,5 18 20 18,5 18 17,5 18 18 20 30/11/2011 sore 18,5 18,5 20 19,5 20,5 18 17,5 18 18,5 20 17,5 19,5 18 20 18,5 18 17,5 18 18 20
Kamis pagi 18 18 18,5 19 17,5 18 17,5 17,5 19 16,5 18,5 19 19 18 17,5 17,5 16,5 17,5 17,5 18,5 01/12/2011 sore 18 18 18,5 19 17,5 18 17,5 17,5 19 16,5 18,5 19 19 18 17,5 17,5 16,5 17,5 17,5 18,5
Jum't pagi 18 18 20 19 19,5 18 18 18 17,5 20 17 19 17 20 18,5 17,5 17,5 17 17,5 20 02/12/2011 sore 17,5 17,5 19 18,5 19 19 17 19 17 19 17 18,5 17 19 17,5 17 17 17 17 19
Sabtu pagi 17 17 17 17,5 18 17 17 17 17,5 18 16 17,5 16 17 17 17,5 16 16 16,5 18 03/12/2011 sore 17,5 17,5 18 18 18,5 17 17 17 17 19 17 18 17 18 17,5 17 17 17 17 18,5
Minggu pagi 17 17 17 17,5 18 17 17 17 17,5 18 16 17,5 16 17 17 17,5 16 16 16,5 18 04/12/2011 sore 17 17 17 17,5 18 17 17 17 17,5 18 16 17,5 16 17 17 17,5 16 16 16,5 18
Senin pagi 17,5 17,5 18,5 18,5 18,5 17 17 17 17,5 19 17 18,5 16,5 18 17,5 17 17 17 16 18 05/12/2011 sore 17,5 17,5 18 18 18,5 17 17 17 17 18 17 18 17 17 17 17 17 17 16,5 17,5
Selasa pagi 17 17 17 17,5 18 17 16,5 17 17 18 16 17,5 16,5 17 17 17 16 16 16 17 06/12/2011 sore 17,5 17,5 18 18,5 19 17,5 16,5 17,5 17 19 16,5 18,5 16,5 18 18 17 16,5 16,5 17 18
Rabu pagi 17 17 17 17,5 18 17 16,5 17 17 18 16,5 18 16 17 17 16,5 16 16 16,5 17 07/12/2011 sore 17,5 17,5 18 18,5 19 17,5 16,5 17,5 17 19 16,5 18,5 16,5 18 18 17 16,5 16,5 17 18
Kamis pagi 17,5 17 19 18,5 18,5 17,5 17 17 17 18,5 16,5 18,5 16 19 17 17 16,5 16,5 16,5 18,5 08/12/2011 sore 17,5 17,5 18 18,5 19 17,5 16,5 17,5 17 19 16,5 18,5 16,5 19 18 17 16,5 16,5 17 18
Jumat pagi 17 17 17 18 18,5 17 17 17 17,5 18 16,5 18 17 17,5 17 17 16,5 16 17 18,5 09/12/2011 sore 17,5 17,5 18 18 18 17 16 17,5 17 17 16,5 18 17 18 17 17 16,5 16 17 18
Sabtu pagi 18 18 18 18 18 17,5 16 17,5 17,5 17 16,5 18 17 18 17 17 16,5 16 17 18 10/12/2011 sore 17,5 17,5 18 18 18 17 16 17,5 17,5 17 16,5 18 16,5 18 17 17 16,5 16 17 18
Minggu pagi 17,5 17,5 18 18 18,5 17 16 17 17 18,5 16 18,5 16 18 16,5 17 16 16,5 17 18 11/12/2011 sore 20 20 23 22 23 19 20 19 19 23 19 22 19 23 21,5 19,5 20,5 19 20 23
35
Senin pagi 18,5 18,5 19 18,5 19,5 18 16,5 18 18 19 16,5 18,5 16,5 19 18 17,5 16,5 17 17 19 12/12/2011 sore 18,5 18,5 19 18,5 19,5 18 16,5 18 18 19 16,5 18,5 16,5 19 18 17,5 16,5 17 17 19
Selasa pagi 18,5 19 19,5 19 20 18,5 17,5 18,5 18 20 17 19 17 19,5 18 18 17 18 18 20 13/12/2011 sore 18,5 19 19,5 19 20 18,5 17,5 18,5 18 20 17 19 17 19,5 18 18 17 18 18 20
Rabu pagi 18 18 18,5 18,5 18,5 17,5 16,5 17,5 17 18,5 16,5 18,5 16,5 18,5 17 17 16,5 16,5 16,5 18,5 14/12/2011 sore 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5
Kamis pagi 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5 15/12/2011 sore 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5
Jumat pagi 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5 16/12/2011 sore 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5
Sabtu pagi 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5 17/12/2011 sore 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5
Minggu pagi 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5 18/12/2011 sore 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5
Senin pagi 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5 19/12/2011 sore 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5
Selasa pagi 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5 20/12/2011 sore 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5
Rabu pagi 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5 21/12/2011 sore 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5
Kamis pagi 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5 22/12/2011 sore 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5
Jumat pagi 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5 23/12/2011 sore 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5
Sabtu pagi 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5 24/12/2011 sore 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5
36
Minggu pagi 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5 25/12/2011 sore 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5
Senin pagi 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5 26/12/2011 sore 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5
Selasa pagi 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5 27/12/2011 sore 19 20 20 20 20,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 20,5
Rabu pagi 19 20 20 20 23,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 23,5 28/12/2011 sore 19 20 20 20 23,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 23,5
Kamis pagi 19 20 20 20 23,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 23,5 29/12/2011 sore 19 20 20 20 23,5 19 18,5 19 19 20 18,5 20 19 20 19 19 18,5 18,5 20 23,5
37
Lampiran 12. Hasil PCR insang ikan positif KHV
Keterangan: M :marker K :kontrol positif K- :kontrol negatif A :insang pada ikan sampel A B :insang pada ikan sampel B C :insang pada ikan sampel C D :insang pada ikan sampel D E :insang pada ikan sampel E F :insang pada ikan sampel F
M D
K+
E F C AK- B
38
Lampiran 13. Denah ruangan penelitian dan letak akuarium
Keterangan: A1 :akuarium perlakuan A ulangan ke-1 A2 :akuarium perlakuan A ulangan ke-2 A3 :akuarium perlakuan A ulangan ke-3 A4 :akuarium perlakuan A ulangan ke-4 B1 :akuarium perlakuan B ulangan ke-1 B2 :akuarium perlakuan B ulangan ke-2 B3 :akuarium perlakuan B ulangan ke-3 B4 :akuarium perlakuan B ulangan ke-4 C1 :akuarium perlakuan C ulangan ke-1 C2 :akuarium perlakuan C ulangan ke-2 C3 :akuarium perlakuan C ulangan ke-3 C4 :akuarium perlakuan C ulangan ke-4 K-1 :akuarium perlakuan kontrol negatif ulangan ke-1 K-2 :akuarium perlakuan kontrol negatif ulangan ke-2 K-3 :akuarium perlakuan kontrol negatif ulangan ke-3 K-4 :akuarium perlakuan kontrol negatif ulangan ke-4 K+1 :akuarium perlakuan kontrol positif ulangan ke-1 K+2 :akuarium perlakuan kontrol positif ulangan ke-2 K+3 :akuarium perlakuan kontrol positif ulangan ke-3 K+4 :akuarium perlakuan kontrol positif ulangan ke-4
K+1 D3
K+2 C3 K‐1 K+3
A2 C4
A1 A4
D1
B1
C1
K‐4
K‐3B3
B4
B2
C2
K‐2 D2
A3 K+4
AC Pintu
D4
39
Lampiran 14. Estimasi biaya produksi pakan bervaksin
komposisi bahan
bobot bahan 1 botol (g)
jumlah bahan yang digunakan harga bahan (Rp)
harga bahan total (Rp)
%/100mL g/100 mL 500 g 100 mL 1 mL 1 mL
Tripton 500 1 1 760000 1520 15,2 62,25 Yeast
ekstrak 500 0,5 0,5 660000 660 6,6 NaCl 500 1 1 425000 850 8,5
Mili Q water 20 L 600000 3000 30
Ampisilin 15 g 22500 225 2,25
Biaya komponen budidaya ikan mas Cyprinus carpio selama 1 siklus/3 bulan
Komponen Jumlah Harga Total Benih 2000 ekor 600/ekor 1200000 Pakan 810 Kg 170000/30Kg 4590000 Vaksin 1 mL/ekor 62,8/mL 125600
Perbandingan analisis usaha antar perlakuan
Perlakuan
A B C K Benih 1200000 1200000 1200000 1200000 Pakan 4590000 4590000 4590000 4590000 vaksin 125600 251200 376800
Kotal pengeluaran 5915600 6041200 6166800 5790000 Kelangsungan hidup 66,66% 80,00% 93,30% 56,66%
Σ ikan panen 1333 1600 1866 1133 Pendapatan 5499450 6600000 7697250 4249500 Keuntungan -416150 558800 1530450 -1540500