EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i...

100
i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Oleh: MUHAMMAD ROZI NIM : 208044100005 K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL AL-SYAKHSIYYAH) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 2 0 1 4

Transcript of EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i...

Page 1: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

i

EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA

PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

MUHAMMAD ROZI

NIM : 208044100005

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL AL-SYAKHSIYYAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

2 0 1 4

Page 2: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

ii

EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA

PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi

Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Syariah (S.Sy)

Oleh:

MUHAMMAD ROZI

NIM : 208044100005

Di Bawah Bimbingan:

K O N S E N T R A S I P E R A D I L A N A G A M A

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHWAL AL-SYAKHSIYYAH)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

2 0 1 4

Page 3: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

iii

Lembar Pengesahan

Skripsi berjudul EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM

MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DIPENGADILAN AGAMA

JAKARTA SELATAN telah diujikan dalam Sidang Munaqasah Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada hari Rabu, 22

Oktober 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana syariah (S.Sy.) pada program studi Hukum Keluarga (Ahwal Al-

Syakhsyiah)

Page 4: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan untuk memperoleh Gelar Strata Satu (S 1) di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Page 5: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

v

ABSTRAK

MUHAMMAD ROZI, NIM: 208044100005, EFEKTIFITAS HAKIM

MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI

PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN. Konsentrasi Peradilan Agama,

Program Studi Ahwal Al-Syakhsiyyah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1435 H/2014 M. x +87.

Perkembangan masyarakat modern menciptakan suasana masyarakat yang

semakin komplek. Hal ini berdampak semakin banyaknya konflik yang muncul,

terkhusus konflik yang terjadi antara hubungan keluarga, yang pada akhirnya

memunculkan gugatan atau permohonan perceraian. Oleh karena itu perlu upaya

untuk menyelesaikan perkara tersebut tanpa harus melalui proses pengadilan yang

panjang dan menyita waktu untuk menciptakan rumah tangga yang sakinah.

Walaupun demikian ada anggapan bahwa hal tersebut belum efektif, ini lah yang

menjadi persoalan dalam peneltian ini.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan

yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian yaitu dpreskriptif analitis. Teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari peraturan

perundang-undangan data sekunder berupa buku-buku, kitab-kitab, dan karya tulis

ilmiah. Data yang diperoleh kemudian dianalisis secara kualitatif.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa Pertama, bahwa upaya

yang dilakukan oleh hakim Pengadilan Agama belum mampu untuk menciptakan

mediasi yang efektif, hal ini terlihat dari segi keberhasilannya yang hanya 4,51% dari

1173 kasus yang ditangani di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

Kedua, proses mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan melewati

beberapa tahap. Pertama, tahap pramediasi, pembentukan forum, pendalaman

masalah, penyelesaian akhi dan penentuan hasil kesepakatan, kesepakatan di luar

pengadilan, keterlibatan ahli dalam proses mediasi, dan berakhirnya proses mediasi,

sehingga dapat dilakukan eksekusi serta upaya hukum.

Ketiga, Pengadilan Agama Jakarta Selatan berwenang untuk menyelesaikan

beberapa perkara terkait kewenangan absolute dan relatifnya. Keweanangan absolut

Pengadilan Agama Jakarta Selatan berwenang untuk memeriksa dan mengadili

perkara Perkawinan, Kewarisan, Wasiat, Hibah, Wakaf, Zakat, Shadaqah, Infaq, dan

Ekonomi syari’ah.

Kata kunci :Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Mediasi, efektif.

Pembimbing : Drs. Ahmad Yani, M.Ag.

Daftar Pustaka : Tahun 1977 s.d Tahun 2009.

Page 6: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

vi

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah Tuhan Seru Sekalian Alam. Tidak ada kata yang

pantas kecuali pujian yang terus dilafalkan oleh lisan dan tidak ada perbuatan baik

dan perbuatan ketaatan kecuali tertuju hanya kepada-Nya. Hanya Dia lah yang pantas

dipuji dan hanya Dia lah yang pantas disembah, kepada-Nya pula hamba memohon

pertolongan, sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

Sholawat serta salam kepada “legislator” yang tidak ada tandingannya,

membuat hukum dengan kemaslahatan yang mengelilinginya, menegakkan hukum

dengan penuh kebersihan akal dan jiwa sehingga setiap keputusan sesuai tidak ada

yang menentangnya. Semoga sholawat dan salam menolong hamba pada saat

penghakiman di akhirat kelak, serta memberikan atsar semangat dan keteguhan

dalam perjuangan penulis dalam menegakkan hukum di kehidupan sehari-hari hamba.

Tidak lupa, penulis juga menyampaikan terimakasih kepada orang-orang yang

turut mempengaruhi hamba dalam mendewasakan penulis, yang terhormat:

1. Secara Khusus Saya mengucapkan terima kasih yang mendalam kepada

kedua orangtua tercinta, Ayahanda M. Effendi dan Ibunda Saripah Aini

yang selalu membimbing dan memotivasi saya dengan tulus, serta selalu

mendoakan saya agar saya selalu sukses dalam segala hal. Semua yang

telah mereka berikan tidak akan dapat tergantikan dengan dengan apapun

di dunia ini.

Page 7: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

vii

2. Dr. H. JM. Muslimin, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta;

3. Dr. Ahmad Tholabi Kharli, MA., Ketua Program Doeble Degree. Bapak

Isma’il Hasani, SH., MH. Sekretaris Program Doeble Degree;

4. Drs. Ahmad Yani, M.Ag. Sebagai pembimbing skripsi, terimakasih tak

terhingga atas masukan dan dukungannya dalam penulisan skripsi ini.

5. Drs. H. A. Basiq Djalil S.H., MA. dan Rosdiana MA. Sebagai penguji

pertama dan kedua. Mudah-mudahan segala masukan dan nasihatnya

dapat memberi dampak positif pada penulis.

6. Mufidah S.H.I. yang telah memberikan dukungan untuk menyelesaikan

kuliyah saya.

7. Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Syariah dan Hukum Universitas

Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan bantuan

berupa bahan-bahan yang menjadi refrensi dalam penulisan skripsi.

8. Adik-adik tercinta Jumri beserta Istri, Hamidah, Taufik Hidayat dan

Sofwan serta keluarga besar saya yang selalu memberikan motivasi dan

semangat serta mendoakan saya dalam menyelesaikan kuliyah saya.

9. Murkan S. Pd.I terima kasih yang sedalam-dalamnya yang selalu

memberikan dukungan baik moril maupun secara material kepada saya.

10. Kanda Hendra Noer S.E. dan Kanda Muhammad Ainul Yakin

Simatupang S. Sy. Terima kasih yang tak terhingga selalu memberikan

dukungan serta motivasi kepada saya.

Page 8: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

viii

11. Terima kasih kepada Adinda Abdul Karim Munthe S.Sy yang membantu

saya.

12. Para senior dan teman-teman seperjuangan Ikatan Pelajar Mahasiswa

Rokan Hilir (IPEMAROHIL) Jakarta Terima kasih yang telah

mengajarkan saya arti dan makna hidup berorganisasi.

13. Tak terlupakan pula terima kasih kepada semua pihak yang turut

membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini yang saya tidak bisa

sebutkan satu per satu.

Akhirnya penulis sampaikan terimakasih kepada seluruh pihak yang tidak

dapat penulis tuliskan, semoga doa dan harapan kita semua dikabulkan-Nya, Amiin.

Jakarta, 22 Oktober 2014

Penulis

Muhammad Rozi

Page 9: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………………… i

PERSETUJUAN PEMBIMBING …………………………………………….. ii

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ……………………………………….. iii

LEMBAR PERNYATAAN ……………………………………………………. iv

ABSTRAK ………………………………………………………………………. v

KATA PENGANTAR ………………………………………………………….. vi

DAFTAR ISI ……………………………………………………………………. ix

BAB I PENDAHULUAN ………………………………………………. 1

A. Latar Belakang Masalah ……………………………………... 1

B. Identifikasi Masalah …………………………………………. 9

C. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………………………... 10

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………. 11

E. Kajian Terdahulu ……………………………………………... 12

F. Metode Penelitian ……………………………………………. 14

G. Sistematika Penulisan ………………………………………… 17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI …………………. 18

A. Pengertian dan Dasar Hukum Mediasi ………………………. 18

B. Lata Belakang Lahirnya Proses Mediasi…………………….... 22

C. Mediasi Versi Perma RI Nomor 1 tahun 2008 ……………….. 26

D. Mediasi Dalam Perkara Perceraian …………………………… 32

Page 10: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

x

E. Manfaat Mediasi ……………………………………………… 35

BAB III KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA JAKARTA

SELATAN DALAM MELAKSANAKAN MEDIASI ………. 39

A. Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan ………………….. 39

B. Tugas dan wewenang Pengadilan Agama Jakarta Selatan …… 46

C. Beracara di Pengadilan Agama Jakarta Selatan ……………… 52

D. Tata Cara dan Prosedur Perceraian …………………………… 54

E. Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan …….. 60

F. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan …….. 66

BAB IV ANALISIS TENTANG EFEKTIFITAS HAKIM

PENGADILAN AGAMA JAKARTA SELATAN DALAM

MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN ………….. 66

A. Upaya Hakim Dalam Mendamaikan para pihak …………….. 66

B. Hambatan Para Hakim dalam Usaha mendamaikan …………. 71

C. Tingkat keberhasilan hakim dalam mediasi sengketa perceraian 74

BAB V PENUTUP ……………………………………………………….. 80

A. Kesimpulan …………………………………………………. 80

B. Saran-saran …………………………………………………. 81

DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 82

Page 11: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kehidupan bermasyarakaat merupakan suatu kumpulan orang yang di

dalamnya terdapat prilaku dan kepentingan orang yang berbeda, dalam keadaan

seperti ini akan sering muncul perselisihan dan persengketaan bahkan konflik.

Konflik atau sengketa dapat saja terjadi dalam wilayah publik maupun dalam

wilayah privat. Konflik dalam wilayah publik terkait erat dengang kepentingan

umum, dimana negara berkepentingan untuk mempertahankan kepentingan

umum tersebut. Sedangkan dalam wilayah hukum privat/perdata menitikberatkan

pada kepentingan pribadi. Dimensi privat cukup luas cakupannya yang meliputi

hukum keluarga, kewarisan, kekayaan, hukum perjanjian dan lain-lain. Dalam

hukum islam dimensi perdata mengandung hak manusia yang dapat

dipertahankan melalui kesepakatan damai antara para pihak yang bersengketa.

Kebanyakan yang bersengketa yang terjadi, mengambil jalan dengan cara

menyelsaikan sengketanya lewat jalur hukum dipengadilan, untuk dimensi

hukum perdata hukum islam maka arahnya ke Pengadilan Agama.

Dalam menyelesaikan sengketa atau perkara di pengadilan, maka jalan

pertama yang ditempuh disana akan ditawarkan sebuah bentuk perdamaian yang

dikenal dengan nama „mediasi‟ dalam menyelesaikan sengketa, perkara atau

Page 12: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

2

2

bahkan konflik1. Tujuan mediasi adalah untuk menyelesaikan sengketa dengan

„win-win solution’ oleh karena itu upaya perdamaian yang diinginkan oleh para

pihak harus dihargai. Dengan demikian, jika para pihak menghendaki, walaupun

suatu perkara sedang dalam proses banding, kasasi atau Peninjauan Kembali

(PK) sepanjang perkara belum diputus para pihak dapat menempuh mediasi.2

Efektifitas dan efesiensi proses penyelesaian sengketa para pencari keadilan

dipengadilan akan diuji oleh upaya perdamaian yang dilakukan selama proses

beracara, baik tahapan pemeriksaan, terlebih upaya mengoptimalkan mediasi saat

sebelum pemeriksaan pokok perkara3, secara keseluruhan dalam upaya

menemukan penyelesaian sengketa harus lebih menemukan rasa keadilan bagi

semua pihak (win-win solution).

Dalam sengketa yang berkaitan dengan status perkawinan (perceraian),

maka tindakan hakim dalam mendamaikan pihak-pihak yang bersengketa untuk

menghentikan persengketaannya adalah mengupayakan tidak terjadinya

perceraian, seperti disebutkan4: “keberadaan tahapan acara perdamaian pada

hukum acara (formil) telah diatur dalam pasal 154 RBg jo.Pasal 39 ayat (2)

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan dalam sengketa yang berkaitan denagn

1 Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif (Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum

Nasional, (Jakarta: Kencana, 2009), h.22.

2 Tim penulis, Buku Komentar Perma No.1 Tahun 2008 Tentang Pelaksanaan Mediasi di

Pengadilan, Mahkamah Agung JICA, Jakarta, 2008, h.26.

3 Perma NO. 1 Tahun 2008, Pasal 7 ayat 1 jo. Pasal 11 ayat 1.

4 H. A.Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2004, h.96.

Page 13: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

3

3

status seseorang (perceraian) maka tindakan majlis hakim dalam mendamaikan

pihak-pihak yang bersengketa untuk menghentikan persengketannya ialah

mengupayaan tidak terjadinya perceraian.

Pada sidang pemeriksaan perkara perceraian hakim berusaha

mendamaikan kedua belah pihak, dalam sidang tersebut suami istri harus datang

pribadi kecuali ada alasan lain yang ditentukan undang-undang, kehadiran

prinsipal dalam persidangan dalam acara mediasi tetap harus diartikan menghadap

secara pribadi bukan diwakilkan, seperti disebutkan dalam pasal 82 Undang-

undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama sebagai berikut5:

1. Pada sidang pertama gugatan perceraian, hakim berusaha mendamaikan kedua

pihak.

2. Dalam sidang perdamaian tersebut, suami istri harus datang secara pribadi,

kecuali apabila salah satu pihak bertempat kediaman diluar negeri, dan tidak

dapat datang menghadap secara pribadi dapat diwakili oleh kuasanyayang

secara khusus dikuasakan untuk itu.

3. Apabila kedua pihak bertempat tinggal diluar negeri, maka penggugat pada

sidang perdamaian tersebut harus menghadap secara pribadi.

4. Selama perkara belum diputuskan, usaha mendamaikan dapat dilakukan pada

setiap sidang pemeriksaan.

Dengan demikian usaha hakim untuk mendamaikan dapat dilakukan pada

setiap sidang pemeriksaan pada semua tingkat peradilan, yaitu tingkat pertama,

tingkat banding maupun kasasi selama perkara belum di putus pada tingkat

5 Zainal Abidin Abubakar, Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan

Peradilan, (Jakarta: Yayasan Al Hikmah, tt), h.206.

Page 14: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

4

4

tersebut, jadi tidak hanya dalam sidang pertama sebagai lazimnya perkara

perdata6.

Mediasi pada dasarnya tertutup, kecuali para pihak menghendaki lain.

Semua negara yang mempraktekkan mediasi menganut prinsip tertutup. Prinsip

tertutup ini tidak berlaku jika para pihak mengizinkan, misalnya saja kalau ada

peneliti yang mau mengamati jalannya mediasi. Rasionya adalah perkara tersebut

dapat memberi pelajaran kepada orang lain yang tidak terliabat dalam perkara

itu, tetapi pada suatu saat mungkin saja mereka akan mengalami peristiwa yang

sama atau mirip dengan perkara yang sedang dimediasi. Oleh sebab itu

masyarakat berhak memperoleh akses terhadap perkembangan proses mediasi,

wartawan dalam hal ini dapat menghadiri dan mengamati jalannya proses

mediasi guna melaporkan masalah yang di bahas, kemajuan dan hambatan dalam

proses mediasi. Akan tetapi, para pihak dan mediator berhak meminta wartawan

untuk tidak memberitakan dalam media massa hal-hal yang oleh para pihak

diminta untuk dirahasiakan7.

Istilah mediasi (mediator) pertama kali muncul di Amerika pada tahun

1970-an. Menurut Robert D.Benjamin (Director of Mediation and Conflict

Services in St. Louis, Missourn) bahwa mediasi baru dikenal pada tahun 1970-an

dan secara formal digunakan dalam proses Alternative Disopute /ADR di

6 Zainal Abidin Abubakar, Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Dalam Lingkungan

Peradilan, h.206.

7 Tim Penulis, Buku Komentatir Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang pelaksanaan Mediasi di

Pengadilan, Mahkamah Agung (Jakarta: JICA, 2008), h.26.

Page 15: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

5

5

California, dan ia sendiri baru praktek menjadi mediator pada tahun 19798. Pada

dasarnya munculnya mediasi secara resmi dilatarbelakangi adanya realitas sosisal

dimana pengadilan satu-satu lembaga penyelesaian perkara dipandang belum

mampu menyelesaikan perkaranya sesuai dengan harapan masyarakat. Kritik

terhadap lembaga peradilan disebabkan karena banyak faktor, antara lain

penyelesaian jalur letigasi pada umunya lambat (waste of time), periksaan sangat

formal (formalistic), sangat teknis (technically), dan perkara yang masuk sudah

overloaded9. Mediasi berasal bahasa latin yaitu mediare yang berarti brada

ditengah. Makna menunjukkan pada peran yang ditampilkan pihak ketiga sebagai

mediator dalam menjalankan tugasnya menengahi dan menyelesaikan sengketa

antar para pihak, “Berada di tengah” juga berarti bermakna netral dan tidak

memihak dalam menyelesaikan sengketa10

.

Ada beberapa batasan mediasi (mediation) seperti dikemukakan, mediasi

adalah proses negosiasi pemecahan masalah dimana pihak luar yang tidak

memihak (impaertial) dan netral bekerja dengan pihak sengketa untuk membantu

mereka memperoleh kesepakatan perjanjian dengan memuaskan. Berbeda

dengan hakim atau arbiter, mediator tidak mempunyai wewenang untuk

memutuskan sengketa antara para pihak. Namun dalam hal ini, para pihak

8 Muhammad Saifullah, sejarah dan Perkembangan Mediasi di Indonesia (Semarang: WMC,

2007). h. 21

9 Akhmad Arif Junaidi, Mediasi Dalam Perundang-undangan di Indonesia (Semarang:

WMC, 2007). h. 32

10

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Perspektif (Hukum Syariah, Hukum Adat dan Hukum

Nasional, h.2.

Page 16: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

6

6

menguasakan kepada mediator untuk membantu mereka menyelesaikan

persoalan-persoalan diantara mereka. Asumsinya, bahwa pihak ketiga akan

mampu mengubah kekuatan dan dinamika sosial hubungan konflik dengan cara

mempengaruhi kepercayaan dan tingkah laku pribadi para pihak, dengan

memberikan pengetahuan atau informasi, atau dengan menggunakan proses

negosiasi yang lebih efektif dan dengan demikian membantu para pihak untuk

menyelesaikan persoalan-persoalan yang dipersengketakan.11

Mediator harus mempunyai insert based negotiation untuk dapat

mengakomodir dari kedua belah pihak yang sedang bersengketa terlebih dapat

mengupaya solusi terbaik bagi kedua belah pihak (win-win solution). Perdamaian

merupakan amanat Unadang-undang bagi para Hakim dalam menyelesaikan

perkara, baik secara acuan formil maupun materiil. Pasal 130 HIR/154 RBg

secara formil telah mengamanatkan dan mengatur proses perdamaian bagi para

pihak dalam rangka penyelesaian sengketa para pihak. Sedangkan pasal 65 jo.

Pasal 82, 83 Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 jo pasal 143 s.d 145

Kompilasi Hukum Islam (KHI) telah dijadikan pegangan (hukum materiil) para

hakim dalam menyelesaikan perkara. Akibat terlalaikannya proses mediasi dalam

penyelesaian suatu perkara, maka putusan akan menjadi batal demi hukum (Pasal

2 Perma No. 1 Tahun 2008).

11

Rachmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 2003), h.79.

Page 17: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

7

7

Konsekuensi pada Pasal 2 perma No. 1 Tahun 2008, barulah dipahami

sebagai landasan formil dalam melakukan tahapan persidangan, sehingga setiap

perkara wajib dilakukan mediasi, sementara disisi lain “intisari” atau ”tanggung

jawab rasa keadilan” belum dioptimalkan oleh pengadilan itu sendiri (meskipun

pihak pengadilan bersifat pasif), sebagai salah satu bahan pemikiran adalah data

pada Pengadilan Agama (dilihat dari internet), dengan sebuah ilustrasi

bagaimana pihak pengadilan akan berhasil dalam mengatasi penyelesaian

sengketa perkawinan kalaulah prosentase terbanyaknya dan perkara yang telah

diregistrasi, salah satu pihak tidak pernah hadir, meskipun Perma No. 1 Tahun

2008 telah mangatur dan menyatakan bahwa mediasi di nyatakan “gagal”, namun

misi “perdamaian” dan “tanggung jawab” menyelesaiakan sengketa tidak dapat

dilakukan tanpa “pemaksaan”.

Dalam hal tersebut di atas, kita belumlah mendapatkan informasi lengkap,

apakah salah satu pihak benar-benar tidak mau hadir, atau salah satu pihak

bersikap pesimis atas “penyelesaian” yang dilakukan pengadilan yang prosentase

terbesarnya seringkali penyelesaian dilakukan dengan “putusan” atau atau

bersifat ajudikasi.

Pengamatan pada kondisi riil yang terjadi pada pengadilan agama,

berpegang pada pasal 7 Perma Nomor 1 Tahun 2008 yang disebutkan bahwa: (1)

Pada hari sidang yang telah ditentukan yang dihadiri kedua belah pihak, hakim

mewajibkan para pihak untuk menempuh mediasi. (2) Ketidakhadiran pihak turut

tergugat tidak mengahalangi pelaksanaan mediasi. (3) Hakim, melalui kuasa

Page 18: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

8

8

hukum atau langsung kepada para pihak, mendorong para pihak untuk berperan

langsung atau aktif dalam proses mediasi. (4) Kuasa hukum para pihak

berkewajiban mendorong para pihak sendiri berperan langsung atau aktif dalam

proses mediasi. (5) Hakim wajib menunda proses persidangan perkara untuk

memberikan kesempatan kepada para pihak menempuh proses mediasi. (6)

Hakim wajib menjelaskan prosedur mediasi dalam Perma ini kepada para pihak

yang bersengketa.

Berdasarkan Pasal 7 di atas, sehingga medapatklan suatu pemahaman

bahwa mediasi hanya wajib disaat kedua belah pihak yang berperkara hadir di

persidangan. Pemahaman ini muncul dengan dasar bahwa mediasi hanya logis

dilaksanakan apabila kedua belah pihak berperkara hadir dipersidangan. Karena

hanya dalam kondisi hadirnya kedua belah pihak tersebut permufakatan dan

kesepakatan perdamaian dapat dilakukan bahkan tidak disyaratkan harus dihadiri

oleh pihak prinsipal. Adapun kaitannya dengan ketentuan Pasal 2 dan Pasal 4

adalah bersifat pengkhususan. Adapun Pasal 2 dan Pasal 4 bersifat umum

sedangkan Pasal 7 bersifat lex spesialis ketentuan tersebut.12

12

Pasal 2 Perma No. Tahun 2008

1. Peraturan Mahkamah Agung ini hanya berlaku untuk mediasi yang terkait dengan proses

perkara di Pengadilan

2. Setiap hakim, mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa

melalui mediasi yang diatur dalam Perkara ini.

3. Tidak menempuh prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran

terhadap ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal

demi hukum.

4. Hakim dalam pertimbangan putusan perkara wajib menyebutkan bahwa perkara yang

bersangkutan telah diupayakan perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama

mediator untuk perkara yang bersangkutan.

Page 19: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

9

9

Hanya saja, dari penelitian terhadap jumlah perkara yang diterima

pengadilan tersebut ternyata hanya 17,3 % setiap tahun dari perkara yang

diterima tersebut dihadiri oleh kedua belah pihak perkara (contradictoir), adapun

sisanya 82,7% diperiksa secara verstek dan perkara voluntair.

Pada kondisi seperti diuraikan dai atas maka sangat sedikit jumlah

perkara yang dapat dilakukan mediasi dengan maksimal. Akibatnya tugas

pengadilan (khususnya hakim pengadilan agama) melalui tahapan mediasi

sebagaimana yang disebutkan untuk mengutuhkan kembali keretakan dalam

suatu rumah tangga, tidak dapat diharapkan, belum lagi masuk pada ranah pada

metode mediasi yang dilakukan oleh para mediator.13

Berdasarkan penjelasan

yang telah diuraikan diatas maka penulis atau peneliti sangat tertarik untuk

melakukan penelitian tentang “EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM

MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN SEBELUM PUTUSAN

PENGADILAN”.

A. Indentifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, maka dapat diidentifikasi

permasalahan sebagai berikut:

1. Apa yang dimaksud dengan mediasi?

2. Bagaimana proses mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

3. Apa saja yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

13

www.badilag.net Statistik Perkara, diakses pada tanggal 24 september 2013.

Page 20: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

10

10

4. Apakah usaha yang dilakukan oleh Hakim Mediasi di Pengadilan Agama

telah berjalan dengan baik?

5. Apa indikator seorang Hakim Mediasi dikatakan sukses ketika proses

mediasi?

6. Bagaimana hukum acara mediasi?

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari meluasnya permasalahan yang akan dibahas pada

penelitian ini maka penulis membatasi masalah yang diteliti hanya terfokus

pada efektifitas hakim Pengadilan Agama dalam menangani sengketa perdata

pada proses mediasi, yang dilakukan pada tahun 2013.

2. Perumusan Masalah

Menurut Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi ingin

terwujudnya penyelesaian pada tahap perdamaian atau Arbitrase bisa

dilakukan dengan efektif, namun pada kenyataannya hal tersebut sangat lah

jauh dari ke-efektif-an bahkan, dari penelitian penulis di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan dari 1173 kasus perceraian dalam kurun waktu selama satu

tahun yaitu pada tahu 2013 yang berhasil dilakukan secara mediasi hanya 53

atau sekitar 4,51 % kasus. Artinya hakim mediasi di pengadilan Agama

Jakarta Selatan tidak memenuhi target atau tidak efektif.

Page 21: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

11

11

Pengadilan merupakan lembaga yang diberi kewenangan untuk

memutus perkawinan disamping itu pengadilan memiliki kewajiban untuk

mengusahakan terjadi perdamaian dan mempersulit perceraian dan

perselisihan.

a. Bahwa lembaga Pengadilan Agama yang menjadi studi analisis dalam

skripsi ini adalah lembaga Pengadilan Agama Jakarta Selatan

b. Penelitian ini realita yang terjadi dilapangan yaitu hasil dari mediasi yang

dikerjakan oleh Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Berdasarkan pada uraian di atas penulis merumuskan masalah yang

akan diteliti. Bahwa ternyata ada kesenjangan antara apa yang diinginkan oleh

Perma Nomor 1 Tahun 2008 dengan yang terjadi di Pengadilan Agama. Untuk

mempermudah menjawab rumusan masalah tersebut, penulis merumuskan

masalah sebagai berikut:

a. Bagaimana proses mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan?

b. Apakah usaha yang dilakukan oleh Hakim Mediasi di Pengadilan Agama

telah berjalan dengan baik?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk menjawab beberapa permasalahan di atas yaitu:

Page 22: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

12

12

a. Mengetahui usaha yang dilakukan Hakim Mediasi ketika mediasi

dilakukan.

b. Mengetahui proses mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

c. Mengetahui proses mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan.

2. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat menemukan keadaan hakim mediasi

dalam mendamaikan pihak yang berperkara. Sehingga dapat menjadi bahan

evaluasi kinerja bagi hakim Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan

Mahkamah Agung secara umum untuk berusaha meningkatkan kualitas

hakim-hakim mediasi di tingkat Pengadilan Agama.

Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan

pertimbangan dan masukan bagi penegak hukum, pemerintah, dan legislatif

untuk memperhatikan keberadaan mediasi, karena hal ini berkaitan dengan

keberadaan masyarakat Indonesia yang bersifat kekeluargaan dan untuk

mewujudkan salah satu sifat pengadilan, mudah, cepat, dan biaya ringan.

D. Kajian Terdahulu

Perkembangan kajian mediasi secara khusus mediasi yang dilakukan di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan telah banyak mengambil perhatian para

peneliti khususnya mahasiswa. Berikut penelitian yang pernah dilakukan terkait

dengan mediasi.

Page 23: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

13

13

Nur Hidayat melakukan penelitian dalam bentuk Skripsi yang berjudul,

“Efektifitas mediasi di pengadilan Agama (studi implementasi perma No.1 tahun

2008 tentang prosedur mediasi di pengadilan Agama Bekasi)” ditulis pada tahun

2011 di Fakultas UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan di

Pengadilan Agama Bekasi yang berfokus pada objek lembaga mediasinya.

Ubaidillah melakuka penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul

“Efektifitas dan peranan Pengadilan Agama Jakarta Selatan dalam mewujudkan

proses mediasi” ditulis pada tahun 2011 di Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini lebih jauh lagi melihat peran

Pengadilan Agama dalam menyelesaikan perkara melalui mediasi.

Atika melakukan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul

“Efektifitas mediasi dalam sengketa waris di lembaga pengadilan Agama Jakarta

Selatan” yang ditulis pada tahun 2012 di Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Focus yang dikaji dalam penelitian ini hanya

terbatas pada sengketa waris semata.

Sedangkan dalam bentuk tesis penulis menemukan sebuah peneltian yang

dilakukan oleh Fitriyah Alkaf dengan judul “Mediasi Perceraian Di Pengadilan

Agama Provinsi Jambi” ditulis pada tahun 2009 di Program Pasca Sarjana UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta. Tidak jauh berbeda dengan penelitian yang

Page 24: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

14

14

dilakukan oleh Atika, penelitian ini juga menitik beratkan satu persoalan seputar

hukum perceraian.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebanyakan penelitian yang

dilakukan di atas hanya terfokus pada satu kasus dan tempat yang berbeda. Akan

tetapi tetap pada objek penelitiannya yaitu lembaga mediasi. Sedangkan

penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam skripsi ini adalah peran hakim

mediasi dalam melakukan mediasi.

E. Metode Penelitian

Untuk menjawab pertanyaan dari rumusan masalah yang telah penulis

kemukakan di atas diperlukan metode penelitian sehingga jawaban dari setiap

rumusan di atas dapat dipertanggungjawabkan dan bernilai akademis. Sehingga

dapat diterapkan oleh semua kalangan.

1. Jenis penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang berlokasi di kantor

Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Dengan demikian penelitian yang cocok

untuk tema ini adalah penelitian hukum yang bersifat normatif (dogmatic).14

Suatu penelitian yang menganalisis hukum posistif maupun asas-asas hukum,

dengan melakukan penjelasan secara sistematis ketentuan-ketentuan hukum

14

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. Ke-3. (Jakarta: UI Press, 1986),

h.51.

Page 25: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

15

15

dalam sebuah kategori hukum tertentu, menganilisis hubungan antara

ketentuan hukum, menjelaskan dan memprediksi pengembangan kedepan.

2. Pendekatan masalah

Pendekatan dalam penelitian ini menggunakan pendekatan konsep,

perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus. Pendekatan

konsep dilakukan untuk melihat kesesuaian konsep dengan aplikasi yang

berlaku di Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Pendekatan perundang-

undangan dilakukan untuk menyingkap konsep kontrak dalam sistem hukum

di Indonesia. untuk tujuan tersebut akan dikaji beberapa peraturan perundang-

undangan terkait.

3. Bahan hukum

Sesuai dengan sifat penelitian hukum normatif, bahan hukum yang

digunakan adalah bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Selain itu

dimungkinkan juga untuk mendukung bahan hukum primer dan sekunder

bahan non hukum.

Bahan hukum primer berupan peraturan perundang-undangan yang

terkait dengan perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu Undang-undang

Nomor 7 tahun 1989 tentang Pengadilan Agama, Undang-undang Nomor 3

tahun 2006 tentang Perubahan Pertama Undang-undang Nomor 7 tahun 1989

tentang Pengadilan Agama, Undang-undang Nomor 50 tahun 2009 tentang

Page 26: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

16

16

Perubahan Kedua Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan

Agama, Peraturan Mahkamah Agung Nomor 01 Tahun 2008 tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan.

Bahan hukum sekunder meliputi bahan yang mendukung bahan

hukum primer seperti buku-buku hukum, jurnal, hasil penelitian, makalah, dan

karya ilmiah lainnya, serta dokumen-dokumen lainnya yang relevan dengan

penelitian ini.

4. Analisis data

Data atau informasi yang diperoleh dalam penelitian ini akan disajikan

secara kualitatif dengan pendekatan deskriptif-analitif dan perskriptif-analitis.

Analisa data dilakukan secara menyeluruh dan merupakan satu kesatuan,

metode yang demikian ditempuh mengingat penelitian ini tidak

mementingkan kuantitas datanya, akan tetapi lebih mementingkan pada

kesesuaian prosedur dan isinya dengan teori dan peraturan perundang-

undangan.

Teknik analisis dimulai dengan menghimpun bahan-bahan hukum

primer dan sekunder yang berkaitan dengan peran hakim dalam melaksanakan

mediasi. Bahan hukum tersebut diperoleh melalui studi, pengamatan, data,

Page 27: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

17

17

kepustakaan, buku-buku (treatises) hukum, artikel, jurnal hukum, internet,

hasil seminar dan lain-lain.

Terhadap bahan hukum primer dipelajari dan diidentifikasi kaidah-

kaidah atau asas-asas hukum yang telah dirumuskan dalam peraturan

perundang-undangan. Langkah-langkah tersebut oleh Terry Hutchinson diberi

singkatan “IRAC” yaitu memilih masalah (issues), menentukan peraturan

hukum yang relevan (rule of law), menganalisis fakta-fakta dari segi hukum

(analyzing the facts), akhirnya menghasilkan sebuah kesimpulan (conclusion).

5. Metode dan Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dalam penelitian ini menggunakan pedoman

penulisan skripsi yang diterbitkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN

Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012.

F. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis menyusunnya dalam lima bab yaitu:

Bab pertama yang berisi pendahuluan yang menjabarkan latar belakang

permasalahan penulisan skripsi ini yang kemudian dirumuskan menjadi sebuah

rumusan penelitian yang layak dengan menjelaskan metode penelitian dan

terakhir dijabarkan sistematika penulisan.

Page 28: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

18

18

Bab kedua penulis membahas tema tinjauan umum tentang mediasi

mencakup pembahasan Pengertian dan Dasar Hukum Mediasi, kemudian penulis

menjelaskan Lata Belakang Lahirnya Mediasi, Mediasi Versi Perma RI Nomor 1

tahun 2008, Mediasi Dalam Perkara Perceraian, dan ditutup dengan pembahasan

Manfaat Mediasi.

Pada bab ketiga penulis membahas tentang kewenangan Pengadilan

Agama Jakarta Selatan dalam Melaksanakan Mediasi. Pembahasan ini terdiri dari

5 sub tema, yaitu: Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Tugas dan

wewenang Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Beracara di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan, Tata Cara dan Prosedru Perceraian, Prosedur Mediasi di

Pengadilan Agama Jakarta Selatan, Struktur Organisasi Pengadilan Agama

Jakarta Selatan.

Bab keempat penulis melakukan analisis tentang efektifitas hakim

pengadilan agama jakarta selatan dalam menyelesaikan perkara perceraian yang

mencakup tiga pembahasan. Pertama, Upaya Hakim Dalam Mendamaikan para

pihak; kedua, Hambatan Para Hakim dalam Usaha mendamaikan; ketiga, tingkat

keberhasilan hakim dalam mediasi sengketa perceraian.

Bab kelima sebagai penutup yang berisi kesimpulan dan saran-saran dari

hasil penelitian yang bisa diterapkan dan menjadi pegangan bagi hakim mediasi.

Page 29: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

18

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG MEDIASI

A. Pengertian dan Dasar Hukum Mediasi

1. Pengertian

Kata "mediasi" berasal dari bahasa Inggris, "mediation” yang artinya

penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai penengah atau

penyelesaian sengketa secara menengahi, yang menengahinya dinamakan

mediator atau orang yang menjadi penengah.1

Secara umum, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, disebutkan

bahwa yang dimaksud dengan mediasi adalah proses pengikut sertaan pihak

ketiga dalam menyelesaikan suatu perselisihan sebagai penasehat.2 Sedangkan

pengertian perdamaian menurut hukum positif sebagaimana dicantumkan dalam

Pasal 1851 KUHP (Kitab Undang-undang Hukum Perdata) adalah suatu

perjanjian dimana kedua belah pihak dengan menyerahkan, menjanjikam atau

menahan suatu barang, mengakhiri suatu perkara yang sedang bergantung atau

mencegah timbulnya suatu perkara Kemudian.3 dikenal juga dengan istilah

1John Echols dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Cet. ke xxv (Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2003), 377. Pengertian yang sama dikemukakan juga oleh Prof. Dr. Abdul Manan,

Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, (Jakarta: PT. Kencana, 2005),

h.175. Lihat juga Joni Emirzon, Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi,

Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase), (Jakarta: PT. Gramedai Pustaka Utama, 2001), h.69.

2 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2000), h.640.

3 Subekti & Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata (Jakarta : Pradnya Paramita,

1985), h.414.

Page 30: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

19

dading yaitu suatu persetujuan tertulis secara damai untuk menyelesaikan atau

memberhentikan berlangsungnya terus suatu perkara.4 Dalam Undang-undang

Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa

dan penjelasannya tidak ditemukan pengertian mediasi, namun hanya

memberikan keterangan bahwa jika sengketa tidak mencapai kesepakatan maka

sengketa bisa diselesaikan melalui penasehat ahli atau mediator.5

Dalam hukum islam, secara terminologi perdamaian disebut dengan

istilah islah (as-sulh) yang menurut bahasa adalah memutuskan suatu

persengketaan antara dua pihak. Menurut syara’ adalah suatu akad dengan

maksud untuk mengakhiri suatu persengketaan antara dua pihak yang saling

bersengketa.6

Sedangkan secara yuridis, pengertian mediasi hanya dapat dijumpai

dalam Perma Nomor 1 Tahun 2008 dalam pasal 1 ayat 7, yang menyebutkan

bahwa: “Mediasi adalah cara penyelesaian sengketa melalui proses perundingan

untuk memperoleh kesepakatan para pihak dengan dibantu oleh mediator.”7

4 Simorangkir dkk, Kamus Hukum, Cet ke 8 (Jakarta : Sinar Grafika, 2004), h.33.

5Bunyi Pasal 6 ayat (3) UU No. 30 Tahun 1999 adalah “Dalam hal sengketa atau beda

pendapat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak dapat diselesaikan, maka atas kesepakatan

tertulis para pihak, sengketa atau beda pendapat diselesaikan melalui bantuan seorang atau lebih

penasehat ahli maupun melalui mediasi”.

6Atabik Ali dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer (Arab-Indonesia), (Yogyakarta:

Multi Karya Grafika, 1999), 1188. Lihat juga Sayyid Sabiq, Fiqh As Sunnah, Juz III (Beirut:Dara al

Fikr, 1977), h.305.

7Dalam Pasal 1 ayat (6) Perma Nomor.1 Tahun 2008 disebutkan bahwa yang dimaksud

dengan mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses perundingan guna

Page 31: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

20

Beberapa unsur penting dalam mediasi antara lain sebagai berikut:

1. Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa berdasarkan perundingan

2. Mediator terlibat dan diterima para pihak yang bersengketa didalam

perundingan.

3. Mediator bertugas membantu para pihak yang bersengketa untuk mencari

penyelesaian.

4. Mediator tidak mempunyai kewenangan membuat keputusan selama

perundingan berlangsung.

5. Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan

yang diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.8

Sebagai seorang mediator yang dituntut untuk mengedepankan negosiasi

yang bersifat kompromis, hendaklah memiliki ketrampilanketrampilan khusus.

ketrampilan khusus yang dimaksud ialah:

1. Mengetahui bagaimana cara mendengarkan para pihak yang bersengketa.

2. Mempunyai ketrampilan bertanya terhadap hal-hal yang dipersengketakan-

Mempunyai ketrampilan membuat pilihan-pilihan dalam menyelesaikan

sengketa yang hasilnya akan menguntungkan para pihak yang bersengketa

(win-win solution).

3. Mempunyai ketrampilan tawar menawar secara seimbang.

mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara memutus atau

memaksakan sebuah penyelesaian.

8 Suyut Margono, ADR dan Arbitrase Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum, (Bogor:

PT.Graha Indonesia, 2000), 59.

Page 32: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

21

4. Membantu para pihak untuk menemukan solusi mereka sendiri terhadap

hal-hal yang dipersengketakan.9

2. Dasar Hukum

Mediasi sebagai sebuah cara penyelesaian sengketa memiliki dasar

hukum sebagai berikut:

1. Pancasila dan UUD 1945, disiratkan dalam filosofinya bahwa asas

penyelesaian sengketa adalah musyawarah untuk mufakat.

2. HIR Pasal 130 (HIR= Pasal 154 RBg = Pasal 31 Rv)

3. UU Nomor. 1 Tahun 1974 tetang perkawinan jo Pasal 39 , UU Nomor.7

Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama jo. UU nomor 3 Tahun 2006 jo.

UU nomor 50 Tahun 2009 tentang Peradilan Agama Pasal 65 dan 82, PP

Nomor. 9 Tahun 1975 tentang perkawinan Pasal 31 dan KHI Pasal 115,

131 ayat (2), 143 ayat (1) dan (2), dan 144.10

4. Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor.1 Tahun 2002 tentang

Pemberdayaan Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai

(Eks Pasal 130 HIR/154 RBg).

9 Harijah Damis, “Hakim Mediasi Versi Sema Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberdayaan

Pengadilan Tingkat Pertama Menerapkan Lembaga Damai”, Dalam Mimbar Hukum, Nomor 63 Thn.

XV, Edisi Maret-April 2004, h.28.

10

Dalam pasal-pasal tersebut, disebutkan bahwa hakim wajib mendamaikan para pihak yang

berperkara sebelum putusan diajukan. Usaha mendamaikan ini dapat dilaksanakan pada setiap sidang

pemeriksaan. Khusus perkara perceraian, dalam upaya mendamaikan itu pula hakim wajib

menghadirkan pihak keluarga atau orang-orang terdekat dari pihak-pihak yang berperkara untuk

didengar keterangannya dan meminta bantuan mereka agar kedua pihak berperkara itu dapat rukun dan

damai kembali. Apabila upaya untuk mendamaikan ini tidak berhasil, maka barulah hakim

menjatuhkan putusan cerai, terhadap putusan ini dapat dimintakan upaya banding dan atau kasasi.

Page 33: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

22

5. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor. 02 tahun 2003 tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan.

6. Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor. 01 tahun 2008 tentang

Prosedur Mediasi di Pengadilan.

7. Mediasi atau APS di luar Pengadilan diatur dalam Pasal 6 UU Nomor. 30

Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Dasar hukum perdamaian atau mediasi dalam Hukum Islam adalah

sebagaimana firman Allah:

(

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena

itu damaikanlah antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah

kepada Allah agar kamu mendapat rahmat”.

B. Latar Belakang Lahirnya Proses Mediasi

Mediasi dalam literatur Hukum Islam dapat ditemui dalam firman Allah:

Artinya: …urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara

mereka…

Pada ayat Al-Qur’an diatas, Allah menganjurkan kepada manusia agar

dapat menyelesaikan sengketa melalui musyawarah. Hal ini sejalan dengan sifat

mediasi yang penyelesaian sengketanya bersifat consensus (kesepakatan) dengan

cara negosiasi. Agar dapat diselesaikan tanpa melalui proses litigasi.

Page 34: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

23

Di Indonesia, bila dilihat secara mendalam, tata cara penyelesaian

sengketa secara damai telah lama dan biasa dipakai oleh masyarakat Indonesia.

Hal ini dapat dilihat dari hukum adat yang menempatkan kepala adat sebagai

penengah dan memberi putusan adat bagi sengketa diantara warganya.

Terlebih pada tahun 1945, tata cara ini secara resmi menjadi salah satu

falsafah negara dari bangsa Indonesia yang tercermin dalam asas musyawarah

untuk mufakat.

Mediasi atau alternatif penyelesaian sengketa di Indonesia adalah

merupakan culture (budaya) bangsa Indonesia sendiri. Baik dalam masyarakat

tradisional maupun sebagai dasar negara pancasila yang dikenal istilah

musyawarah untuk mufakat. Seluruh suku bangsa di Indonesia pasti mengenal

makna dari istilah tersebut, walaupun penyebutannya berbeda, akan tetapi

mempunyai makna yang sama. dalam klausula-klausula suatu kontrak atau

perjanjian, pada bagian penyelesaian sengketa selalu diikuti dengan kata-kata

“kalau terjadi sengketa atau perselisihan akan diselesaikan dengan cara

musyawarah dan apabila tidak tercapai suatu kesepakatan akan diselesaikan di

Pengadilan Negeri”.11

Walaupun dalam masyarakat tradisional di Indonesia mediasi telah

diterapkan dalam menyelesaikan konflik-konflik tradisional, namun

pengembangan konsep dan teori penyelesaian sengketa secara kooperatif justru

11

Mahkamah Agung RI, Mediasi dan Perdamaian, mimeo, (tt: tp, 2004), h.15.

Page 35: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

24

banyak berkembang di negara-negara yang masyarakatnya tidak memiliki akar

penyelesaian konflik secara kooperatif.

Terdapat dua bentuk mediasi, bila ditinjau dari waktu pelaksanaannya.

Pertama yang dilakukan di luar sistem peradilan dan yang dilakukan dalam sistem

peradilan. Sistem hukum Indonesia (dalam hal ini MA) lebih memilih bagian yang

kedua yaitu mediasi dalam sistem peradilan atau court annexed mediation atau

lebih dikenal court annexed dispute resolution.12

Untuk saat ini, pemberlakuan mediasi dalam sistem peradilan di

Indonesia didasarkan pada Perma Nomor 1 Tahun 2008 tentang prosedur mediasi

yang menetapkan mediasi sebagai bagian dari hukum acara dalam perkara perdata,

sehingga suatu putusan akan menjadi batal demi hukum manakala tidak melalui

proses mediasi (Perma Pasal2). Meskipun tidak dapat dibandingkan dengan

Undang-Undang, Perma ini dipandang sebagai kemajuan dari Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

yang masih menganggap mediasi sebagai penyelesaian sengketa di luar

pengadilan, (Pasal 1 butir 10). Sedangkan tujuan utama dari pengintegrasian

12

Penggabungan dua konsep penyelesaian sengketa ini (mediasi dan litigasi) diharapkan

mampu saling menutupi kekurangan yang dimiliki masing-masing konsep dengan kelebihan

masingmasing. Proses peradilan memiliki kelebihan dalam ketetapan hukumnya yang mengikat, akan

tetapi berbelit-belitnya proses acara yang harus dilalui sehingga akan memakan waktu, biaya dan

tenaga yang tidak sedikit yang harus ditanggung oleh para pihak dalam penentuan proses penyelesaian

mediasi mempunyai kelebihan dalam keterlibatan para pihak dalam penentuan proses penyelesaian

sehingga prosesnya lebih sederhana, murah dan cepat dan sesuai dengan keinginan. Akan tetapi

kesepakatan yang dicapai tidak memiliki ketetapan hukum yang kuat sehingga bila dikemudian hari

salah satu dari pihak menyalahi kesepakatan yang telah dicapai maka pihak yang lainnya akan

mengalami kesulitan bila ingin mengambil tindakan hukum. Lihat tinjauan proses penyelesaian

sengketa Suyud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) & arbiterase proses Pelembagaan

dan Aspek Hukum, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000), h.23-33.

Page 36: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

25

mediasi dalam proses beracara di peradilan adalah tidak lain untuk mengurangi

tunggakan perkara di MA yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Berdasarkan uraian tersebut, maka yang menjadi latar belakang adanya

proses mediasi ialah sebagai berikut:

1. Sistem litigasi (peradilan): proses yang memakan waktu (waste time)

Mahkamah Agung sebagai pucuk lembaga peradilan telah

memberlakukan kebijakan dengan suratnya yang ditujukan kepada seluruh ketua

pengadilan tingkat pertama dan pengadilan tinggi, yang isinya tentang pelaksanaan

proses peradilan pada tingkat pertama dan tingkat banding masing-masing untuk

tidak melebihi 6 bulan. Kebijakan tersebut dapat dianggap efektif berjalan lancar

sesuai harapan. Namun yang terjadi adalah penumpukan perkara pada tingkat MA

karena arus perkara yang demikian tinggi, sehingga justisiabelen setelah melewati

masa kurang lebih 1 tahun (tingkat pertama dan tingkat banding) masih harus

menunggu pada tingkat MA yang lamanya rata-rata lebih dari tiga tahun. Waktu

tersebut belum ditambah apabila ada pihak yang mengajukan Peninjauan Kembali.

2. Biaya yang tinggi (high cost)

Biaya mahal yang harus dikeluarkan oleh para pihak untuk menyelasaikan

sengketa di pengadilan timbul oleh karena mereka diwajibkan membayar biaya

perkara yang secara resmi telah ditentukan oleh pengadilan.Belum lagi upah yang

Page 37: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

26

harus dibayarkan kepada pengacara /advokat bagi pihak yang menggunakan jasa

mereka.13

3. Putusan pengadilan tidak menyelesaiakan perkara

“Menang jadi arang kalah jadi abu” begitu kira-kira slogan yang

menggambarkan jika suatu sengketa diselesaikan dengan menggunakan jalur

litigasi. Sinyalmen tersebut mencerminkan putusan pengadilan terkadang tidak

serta merta menyelesaikan persoalan sengketa melalui jalan perundingan, karena

dengan melalui hal itu akan mencegah terjadinya kerugian yang lebih besar, baik

kerugian yang berupa moril maupun materiil. Menurut Yahya Harahap, tidak ada

putusan pengadilan yang mengantar para pihak yang bersengketa kearah

penyelesaian masalah, putusan pengadilan tidak bersifat problem solving diantara

pihak yang bersengketa melainkan putusan pengadilan cenderung menempatkan

kedua belah pihak pada dua sisi ujung yang saling berhadapan, karena

menempatkan salah satu pihak pada posisi menang (winner) atau kalah (losser),

selanjutnya dalam posisi ada pihak yang menang dan kalah, bukan kedamaian dan

ketentraman yang timbul, tetapi pihak yang kalah timbul dalam dendam dan

kebencian.14

Selain itu, putusan hakim terpaku dengan aturan formil yang jika tidak

terpenuhi akan mengakibatkan batal demi hukum. Pada perkara-perkara tertentu,

13

Mahkamah Agung RI, Mediasi dan Perdamaian, MARI 2004, h.156.

14

M. Yahya Harahap “Tinjauan Sistem Peradilan”, dalam Mediasi dan Perdamaian (Jakarta:

Mahkamah Agung RI, 2004), h.157.

Page 38: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

27

seorang yang mempunyai hak sering dirugikan karena tidak memenuhi syarat

formil. Sebaliknya orang yang seharusnya dihukum memberikan ganti rugi, karena

tidak terbukti secara formil maupun materil maka dia bebas dari jeratan hukum.

C. Mediasi Versi Perma RI Nomor 1 Tahun 2008

Beberapa kekhususan Perma Nomor l Tahun 2008 adalah sebagai berikut:

1. Kewajiban Proses Mediasi

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (2) dan ayat (3) serta Pasal 4

Perma Nomor 1 Tahun 2008 maka setiap sengketa perdata yang diajukan ke

pengadilan tingkat pertama wajib terlebih dahulu diupayakan penyelesaian

melalui prosedur mediasi, yakni penyelesaian dengan upaya perdamaian dengan

bantuan mediator, kelalaian atau mengabaikan prosedur mediasi merupakan

pelanggaran terhadap Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 RBg yang

mengakibatkan putusan batal demi hukum.

2. Biaya Proses

Biaya pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses mediasi lebih

dahulu dibebankan kepada pihak penggugat melalui uang panjar biaya perkara.

Jika para pihak berhasil mencapai kesepakatan, biaya pemanggilan para` pihak

ditanggung bersama atau sesuai kesepakatan. Apabila gagal biaya dibebankan

kepada yang kalah (Pasal 3).

3. Hak dan Kewajiban Mediator.

Page 39: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

28

Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses

perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesain sengketa tanpa

menggunakan cara memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian.

Penggunaan jasa mediator hakim tidak dipungut biaya, sedangkan jasa

mediator bukan hakim ditanggung bersama oleh para pihak atau berdasarkan

kesepakatan para pihak (Pasal 10).

Mediator wajib mempersiapkan usulan jadwal pertemuan mediasi

kepada para pihak untuk dibahas dan disepakati dan jika dianggap perlu

mediator dapat melakukan kaukus (pertemuan antara mediator dengan salah

satu pihak tanpa dihadiri oleh pihak yang lainnya), (Pasal 15). Jika diperlukan

dan atas dasar kesepakatan para pihak, mediasi dapat dilakukan secara jarak

jauh dengan menggunakan alat komunikasi (Pasal 13 ayat (6)).

Atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum, mediator dapat

mengundang seorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu untuk memberikan

penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantu menyelesaikan perbedaan

pendapat diantara para pihak (Pasal l6 ayat 1).

Mediator wajib menyatakan mediasi telah gagal jika salah satu pihak

atau para pihak atau kuasa hukumnya telah dua kali berturut-turut tidak

menghadiri pertemuan mediasi sesuai jadwal pertemuan yang telah disepakati,

atau telah dua kali berturut-turut tidak menghadiri pertemuan mediasi tanpa

alasan setelah dipanggil secara patut (Pasal 14 ayat 1).

Page 40: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

29

Mediator juga dapat menyampaikan kepada para pihak dan hakim

pemeriksa bahwa perkara yang bersangkutan tidak layak dimediasi dengan

alasan bahwa dalam sengketa yang sedang dimediasi berkaitan dengan hak atau

kepentingan pihak lain yang tidak disebutkan dalam surat gugatan (Pasal 14

ayat 2).

Mediator wajib memeriksa materi kesepakatan perdamaian yang telah

disepakati oleh para pihak sebelum mereka tanda tangani untuk menghindari

adanya kesepakatan yang bertentangan dengan hukum atau yang tidak dapat

dilaksanakan atau yang memuat itikad tidak baik (Pasal 17 ayat 4).

Mediator wajib menyatakan secara tertulis bahwa proses mediasi telah

gagal dan memberitahukan kegagalan tersebut kepada hakim jika sampai

lampau waktu maksimal mediasi (40 hari kerja) sebagaimana dimaksud dalam

pasal 13 ayat (3), para pihak tidak mampu menghasilkan kesepakatan (Pasal 13

ayat 1).

Mediator tidak boleh diminta menjadi saksi dalam proses persidangan

perkara yang bersangkutan dan tidak dapat dikenai pertanggungjawaban pidana

maupun perdata atas isi kesepakatan perdamaian hasil proses mediasi (pasal 19

ayat 3-4).

4. Hak dan Kewajiban Para Pihak

Para pihak berhak memilih mediator diantara pilihan-pilihan berikat :

a. Hakim bukan pemeriksa perkara pada Pengadilan yang bersangkutan;

Advokat atau akademisi hukum;

Page 41: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

30

b. Profesi bukan hukum yang dianggap para pihak menguasai atau

berpengalaman dalam pokok sengketa;

c. Hakim Majelis pemeriksa perkara;

d. Gabungan antara mediator yang disebut dalam butir a dan d, atau gabungan

butir b dan d, atau gabungan butir e dan d (Pasal 8 ayat 1).

Para pihak segera menyampaikan mediator pilihan mereka kepada

Ketua Majelis Hakim dan jika setelah jangka waktu maksimal dua hari kerja

para pihak tidak dapat bersepakat memilih mediator yang dikehendaki, maka

para pihak wajib menyampaikan kegagalan mereka memilih mediator kepada

Ketua Majelis Hakim (Pasal 11 ayat (2) dan (4).

Para pihak wajib menempuh proses mediasi dengan itikad baik. Jika

ternyata salah satu pihak menempuh mediasi dengan itikad tidak baik, maka

pihak lainnya dapat menyatakan mundur dari proses mediasi (Pasal 12). Para

pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara tertulis kesepakatan

yang dicapai dan menandatangani kesepakatan tersebut bersama-sama dengan

mediator (Pasal 17 ayat 1).

Jika dalam proses mediasi tersebut para pihak diwakili oleh kuasa

hukum, maka para pihak wajib menyatakan secara tertulis persetujuannya atas

kesepakattan yang dicapai, selanjutnya para pihak wajib menghadap kembali

kepada hakim pada hari sidang yang telah ditentukan untuk memberitahukan

kesepakatan perdamaian (Pasal 17 ayat 2 dan 4).

Page 42: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

31

Para pihak dapat mengajukan kepada hakim agar kesepakatan

perdamaian yang telah dirumuskannya dikuatkan dalam bentuk akta

perdamaian ataupun tidak, hanya saja jika para pihak tidak menghendaki akta

perdamaian ini maka dalam kesepakatan tersebut harus memuat klausula

pencabutan gugatan dan atau klausula yang menyatakan perkara sudah selesai

(Pasal 17 ayat 5-6).

5. Hasil Akhir Mediasi

Setelah proses mediasi dijalani oleh para pihak dengan bantuan

mediator, maka hasil akhimya ada dua kemungkinan:

a. Diperoleh kesepakatan perdamaian yang dirumaskan secara tertulis dan

ditandatangani oleh para pihak dan mediator (Pasal 17 ayat (1))

b. Pernyataan secara tertulis yang dibuat oleh mediator yang menyatakan

bahwa proses mediasi telah gagal (Pasal 14 ayat (1))

6. Tindakan Majelis Pemeriksa Perkara Pasca Mediasi.

Dalam hal mediasi menghasilkan kesepakatan perdamaian dan para

pihak menghendaki agar kesepakatannya dikuatkan dalam bentuk suatu akta

perdamaian, maka majelis segera mengeluarkan akta perdamaian, sedangkan

jika para pihak tidak menghendaki akta perdamaian dan dalam kesepakatannya

telah mencantumkan klausula pencabutan gugatan dan atau menyatakan perkara

telah selesai, maka majelis hanya mengeluarkan penetapan yang amarnya

menyatakan bahwa perkara telah selesai (Pasal 17 ayat 5 dan 6).

Page 43: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

32

Dalam hal mediasi tidak mencapai kesepakatan perdamaian dan

mediator telah menyatakan secara tertulis bahwa mediasi telah gagal maka

majelis hakim melanjutkan pemeriksaan perkara sesuai ketentuan hukum acara

yang berlaku dengan tidak menutup kemungkinan majelis masih mendorong

para pihak untuk berdamai atau mengusahakan perdamaian hingga sebelum

pengucapan putusan (Pasal 18 ayat l-3),

7. Perdamaian di Tingkat Banding, Kasasi dan PK

Jika para pihak bersepakat untuk menempuh upaya perdamaian

sedangkan perkara sedang berada dalam proses upaya hukum banding, kasasi

atau peninjauan kembali tetapi belum diputus, maka para pihak wajib

menyampaikan secara tertulis kehendaknya itu kepada Ketua Pengadilan

Agama yang mengadili perkara yang bersangkutan (Pasal 21 ayat 1-2).

Majelis hakim pemeriksa di tingkat banding, kasasi atau peninjauan

kembali wajib menunda pemeriksaan perkara yang bersangkutan selama 14

(empat belas) hari kerja sejak menerima pemberitahuan tentang adanya

kehendak para pihak untuk menempuh upaya perdamaian (Pasal 21 ayat 4).

D. Mediasi Dalam Perkara Perceraian

Perkara perceraian termasuk perkara contentius15

dan termasuk karakteristik

sengketa emosional.16

Dalam sengketa perkara perceraian, kewajiban

15

Perkara contentius adalah suatu perkara yang didalamnya berhadapan kedua belah pihak

yang bersengketa. disebut juga dengan perkara gugatan. Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada

Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), h.41.

Page 44: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

33

mendamaikan para pihak bersifat imperative yakni sebagai beban yang diwajibkan

oleh undang-undang/hukum kepada majelis hakim yang memeriksa, mengadili dan

memutus perkara tersebut,17

oleh karena itu upaya mendamaikan ini haruslah

dilakukan secara serius dan optimal. Khusus dalam perkara perceraian yang

didasarkan pada alasan terjadinya perselisihan dan pertengkaran terus-menerus,18

maka agar majelis hakim mendapatkan informasi yang akurat dan lengkap tentang

penyebab dan seluk beluk perselisihan tersebut untuk dijadikan sebagai bahan

dalam upaya mendamaikan, undang-undang pun memerintahkan agar

menghadirkan keluarga serta orang-orang yang dekat dengan suami isteri itu untuk

didengarkan keterangannya.19

Bahkan untuk perkara syiqa>q,20

Majelis Hakim

dapat menunjuk keluarga kedua belah pihak untuk diangkat menjadi h}akam,

16

Seperti telah diketahui, bahwa ada 3 karakteristik sengketa, yaitu: 1) Formal, adalah

sengketa tentang suatu norma hukum atau status hukum suatu obyek tertentu yang menjadi sengketa,

dalam hal ini sasaran akhirnya adalah kepastian hukum. 2) Material/kebendaan, damai berarti

tercapainya persamaan persepsi (kesepakatan) tentang pembagian hak atas benda, penaksiran nilai atau

harga, pemenuhan kewajiban antar pihak, atau pemecahannya lebih lanjut. Hal ini dapat terjadi dalam

sengketa harta waris, hibah, wasiat, shodaqoh, harta bersama dalam perkawinan. Dalam hal ini,

sasarannya ialah rasa keadilan.3) Emosional, maka damai berarti tercapainya kesepakatan untuk saling

memaafkan, saling menghormati, atau menghargai dan saling membantu sehingga tercipta kembali

hubungan kehidupan yang damai, rukun, tertib dan tentram , karena mereka akan hidup rukun kembali

dalam rumah tangga. Dalam hal ini yaitu perkara perceraian. M. Yahya Harahap, Hukum Acara

Perdata (Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan), (Jakarta: Sinar

Grafika, 2006), h.192.

17

Lihat Pasal 39 UU Nomor 1 Tahun 1974 jo. Pasal 31 PP Nomor 9 Tahun 1975 jo. Pasal 65

dan 82 UU Nomor 7 Tahun 1989. Evi Sofiah, “Putusan Perdamaian dan Penerapannya di PA”, Jaih

Mubarok (ed.), Peradilan Agama di Indonesia, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy,2004), h.123.

18

Lihat Pasal 19 huruf ( f ) PP No. 9 tahun 1975 dan pasal 116 huruf (f ) KHI.

19

Lihat Pasal 22 ayat (2) PP No.9 Tahun 1975.

20

Merupakan perselisihan yang meruncing antara suami isteri yang diselesaikan oleh dua

orang juru damai (hakam). Lihat Syahrizal Abbas, Mediasi (Dalam Perspektif Hukum Syarai’ah,

Hukum Adat, dan Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2009), h.184.

Page 45: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

34

kemudian h}akam inilah yang secara intensif akan mengupayakan perdamaian

kedua belah pihak yang hasilnya kemudian disampaikan kepada majelis hakim.21

Hal tersebut senada dengan Q.S. An-Nisa’: 35,

Artinya: “Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka

kirimlah seorang hakam (juru damai) dari keluarga laki-laki dan seorang hakam

dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan

perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya

Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.”22

Adapun apabila perkara perceraian itu karena alasan zina, cacat badan, atau

sakit jiwa yang berakibat tidak dapat melaksanakan kewajibannya, maka upaya

perdamaian oleh majelis hakim tetap saja harus dilaksanakan karena hal itu

merupakan suatu kewajiban tetapi tidak dituntut secara optimal, apa yang

dilakukan hanya sebagai suatu kewajiban moral saja, bukan sebagai kewajiban

hukum.

Perdamaian dalam sengketa yang menyangkut hukum kebendaan (zaken

recht), maka akan dengan sendirinya menghentikan sengketa dan perdamaian yang

dibuat serta telah disepakati kedua belah pihak yang kemudian dikukuhkan dengan

putusan perdamaian berkekuatan eksekutorial. Lain halnya dengan perkara yang

menyangkut dengan status seseorang (personal recht) seperti dalam perkara

perceraian ini, maka apabila terjadi perdamaian, tidak perlu dibuat akte

21

Lihat pasal 76 ayat (1) dan (2) UU Nomor 1 Tahun 1989.

22

Lihat pasal 76 ayat (1) dan (2) UU Nomor 1 Tahun 1989.

Page 46: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

35

perdamaian yang dikuatkan dengan putusan perdamaian, karena tidak mungkin

dibuat suatu perjanjian/ketentuan yang melarang seseorang melakukan perbuatan

tertentu, seperti melarang salah satu pihak meninggalkan tempat tinggal bersama,

memerintahkan supaya tetap mencintai dan menyayangi, tetap setia, melarang

supaya tidak mencaci maki, ngomel, dan lain sebagainya, karena hal-hal seperti ini

apabila diperjanjikan dalam suatu akte perdmaian, dan kemudian dilanggar oleh

salah satu pihak, maka akte perdamaian itu tidak akan dapat dieksekusi. Selain itu

akibat dari berbuat dan tidak berbuat yang demikian itu tidak mengakibatkan

putusnya perkawinan kecuali salah satu pihak mengajukan gugatan baru untuk

perceraiannya.23

Berdasarkan pertimbangan sebagaimana tersebut diatas, maka untuk

mewujudkan keinginan perdamaian dalam perkara perceraian adalah dengan jalan

mencabut perkara tersebut oleh Penggugat/Pemohon, pencabutan perkara karena

damai (rukun kembali) ini, haruslah dibuatkan penetapan oleh majelis hakim.24

E. Manfaat Mediasi

Sebagaimana umumnya lembaga alternatif penyelesaian sengketa yang

lain, maka keunggulan dan manfaat mediasi masih terkait dengan karakteristik

23

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama,

(Jakarta:Yayasan Al-Hikmah , 2000), h.104.

24

Hal tersebut sejalan dengan yurisprudensi MA RI No. 216 K/Sip/1953 tanggal 21 Agustus

1953 yang berpendapat bahwa gugatan perceraian (termasuk permohonan talak) harus ditolak apabila

antara suami isteri telah terjadi perdamaian dan apabila ditolak harus dibuatkan produk hukum berupa

putusan atau penetapan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara

Perdata di Lingkungan Peradilan Agama, h.105.

Page 47: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

36

umum keunggulan dan manfaat yang terdapat pada alternatif penyelesaian

sengketa antara lain, yaitu:

1. Relatif lebih murah dibandingkan dengan alternatif-alternatif yang lain

2. Adanya kecenderungan dari pihak yang bersengketa untuk menerima dan

adanya rasa memiliki putusan mediasi

3. Dapat menjadi dasar bagi pihak yang bersengketa untuk menegosiasikan

sendiri sengketa-sengketa yang mungkin timbul dikemudian hari.

4. Terbukanya kesempatan untuk menelaah masalah-masalah yang merupakan

dasar dari suatu sengketa

5. Membuka kemungkinan adanya saling percayaan diantara pihak yang

bersengketa sehingga dapat dihindari rasa permusuhan dan dendam25

6. Dalam pelaksanaan mediasi segala hal yang diungkap serta sifat acara mediasi

adalah rahasia. Berbeda dengan cara litigasi yang sifatnya terbuka untuk

umum, sifat tidak terbuka untuk umum ini bisa membuat pihak-pihak

yangbersengketa merasa nyaman selama pelaksanaan mediasi dalam rangka

penyelesaian sengketa. Karena tanpa adanya kekhawatiran sengketa yang

terjadi diantara mereka menjadi perhatian publik.

7. Penyelesaian melalui mediasi mempersingkat waktu penyelesaian berperkara,

memperingan beban ekonomi keuangan, dan yang tidak kalah penting adalah

25

Munir Fuady, Arbitrase Nasional: Alternative Penyelesaian Sengketa Bisnis, (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2005), h.50.

Page 48: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

37

mengurangi beban psikologis yang akan mempengaruhi berbagai sikap dan

kegiatan pihak yang berperkara.26

8. Salah satu manfaat mediasi apabila dilihat dari kekuatan putusan yang

dihasilkan adalah karena pada hakekatnya mekanisme mediasi adalah upaya

untuk mengarahkan para pihak yang bersengketa agar menyelesaikan

sengketa yang terjadi dengan perdamaian maka kekuatan hukum mediasi tidak

jauh berbeda dengan kekuatan akta perdamian. Putusan perdamaian hasil

mediasi mempunyai kekuatan eksekutorial sebagaimana putusan yang

dihasilkan dari persidangan (proses litigasi).

9. Apabila sudah tercapai kesepakatan para pihak, maka hakim tinggal

membuatkan yang dalam amar putusan menjatuhkan putusan sesuai dengan isi

persetujuan dictum (amar): menghukum para pihak untuk menaati dan

melaksanakan isi persetujuan perdamaian” amar putusannya selanjutnya

adalah “menghukum para pihak membayar biaya perkara dengan ditanggung

masing-masing pihak secara sama besar”.

10. Bagi Mahkamah Agung, apabila mediasi di pengadilan bisa terlaksana dengan

baik, maka hal itu akan mengurangi tumpukan perkara yang harus

diselesaikan oleh Mahkamah Agung.

26

Bagir Manan, “Mediasi Sebagai Alternative Menyelesaikan Sengketa”, Dalam Majalah

Hukum Varia Peradilan No. 248 juli 2006, h.9.

Page 49: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

38

11. Pemberdayaan individu. Orang yang menegosiasikan sendiri masalahnya

sering kali merasa mempunyai lebih banyak kuasa daripada mereka yang

melakukan advokasi melalui wakil seperti pengacara.27

27

Rahmadi Usman, Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, (Bandung: PT Aditya

Bakti, 2003), h.83-85.

Page 50: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

39

BAB III

KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA DALAM MELAKSANAKAN

MEDIASI

A. Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Sesuai dengan UU No. 14 Tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan

pokok Kekuasaan Kehakiman yang terakhir telah diubah dengan UU No. 4

Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dimana ditetapkan empat

lingkungan Peradilan di Indonesia, yakni Peradilan Umum, Peradilan Agama,

Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Agama1.

Lingkungan Peradilan ini terdiri dari tingkat pertama dan tingkat banding.

Sedang kasasi semuanya bermuara ke Mahkamah Agung. Pada tingkat pertama

di lingkungan Peradilan Agama disebut Pengadilan Tinggi Agama2.

Semula berdasarkan PP No. 29 Tahun 1957 tentang Pembentukan

Pengadilan Agama/Mahkamah Syariah di provinsi Aceh yang kemudian diubah

oleh PP No. 45 Tahun 1957 tentang Pembentukan Pengadilan Agama/mahkamah

Syariah diluar Jawa dan Madura, nama Pengadilan Agama adalah Mahkamah

Syariah/Pengadilan Agama, sedang nama untuk Pengadilan Tinggi Agama

adalah Mahkamah Syariah Provinsi3.

Kemudian pada tahun 1980, dengan Keputusan Menteri Agama No. 6

Tahun 1980, nama yang beragam itu seperti: Mahkamah Syariah dan Mahkamah

1 A Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, h. 188

2 A Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, h 188

3 A Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, h 188

Page 51: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

40

Syariah Provinsi dan nama lainnya seperti Kerapatan Qadhi dan Kerapatan

Qadhi Besar di Kalimantan Selatan, disatukan sebutannya, yakni tingkat pertama

disebut Pengadilan Agama sedangkan tingkat bandingnya disebut Pengadilan

Tinggi Agama4.

Mahkamah Syariah dan Mahkamah Syariah Provinsi Aceh sekarang,

merupakan lembaga peradilan yang menurut UU No. 18 Tahun 2001 Otonomi

Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh

Darussalam. Dibentuk untuk “menjalankan Peradilan Syariat Islam di Provinsi

NAD sebagai bagian dari sistem Peradilan Nasional”. Undang-undang ini

menyatakan bahwa kewenangan lembaga baru ini didasarkan atas syariat Islam

dalam sistem hukum nasional yang akan diatur dalam qanun Provinsi Aceh

Darussalam. Undang-undang ini juga menegaskan bahwa kewenangan ini hanya

berlaku bagi pemeluk agama Islam5.

Hukum Islam merupakan bagian integral dari hukum positif (tata hukum)

di Indonesia. Pada masa raja-raja Islam, misalnya ketika Sultan Agung berkuasa

di Mataram, ia menjadikan hukum Islam sebagai hukum resmi yang berlaku di

seluruh Kerajaan Mataram.6 Hal ini telah berlaku sejak berdiri kerajaan-kerajaan

Islam tersebut sampai dengan terbentuknya VOC di Indonesia.7

4A Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, h 189

5 A Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, h 189

6 ASA, “Sejarah Peradilan Agama”, serial Media Dakwah, (Jakarta, Agustus, 1989), h.15.

7 Maret 1602 - Belanda berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah dengan

membentuk suatu kongsi dagang bernama VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie), lihat juga

Taufiq Hamimi, “Ikhtisar Sejarah Peradilan Agama di Indonesia”, dalam Mimbar Hukum, No. 59

Thn. XIV, 2003,h.18.

Page 52: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

41

Pengadilan Agama Jakarta Selatan dibentuk berdasarkan surat keputusan

Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 69 Tahun 1963. Pada mulanya

Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta hanya terdapat tiga kantor yang

dinamakan Kantor Cabang, yaitu:

1. Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta Utara

2. Kantor Pengadilan Agama Jakarta Tengah

3. Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya sebagai Induk

4. Semua Pengadilan Agama tersebut di atas termasuk Wilayah Hukum Cabang

Mahkamah Islam Tinggi Surakarta. Kemudian setelah berdirinya Cabang

Mahkamah Islam Tinggi Bandung berdasarkan surat keputusan Menteri

Agama Nomor 71 tahun 1976 tanggal 16 Desember 1976. Semua Pengadilan

Agama di Propinsi Jawa Barat termasuk Pengadilan Agama yang berada di

Daerah Ibu Kota Jakarta Raya berada dalam Wilayah Hukum Mahkamah

Islam Tinggi Cabang Bandung. Dalam perkembangan selanjutnya istilah

Mahkamah Islam Tinggi menjadi Pengadilan Tinggi Agama (PTA)8.

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor

61 tahun 1985 Pengadilan Tinggi Agama Surakarta dipindah di Jakarta, akan

tetapi realisasinya baru terlaksana pada tanggal 30 Oktober 1987 dan secara

8 Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan di akses paada tanggal 25 september 2014 dari

WWW.PAjaksel.co.id

Page 53: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

42

otomatis Wilayah Hukum Pengadilan Agama di wilayah DKI Jakarta adalah

menjadi Wilayah Hukum Pengadilan Tinggi Agama Jakarta9.

Perkembangan PA. Jakarta Selatan berawal sejak berkantor di Serambi

Masjid (1967-1979). Terbentuknya kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan

merupakan jawaban dari perkembangan masyarakat Jakarta, yang ketika itu pada

tahun 1967 merupakan cabang dari Pengadilan Agama Istimewa Jakarta Raya

yang berkantor di jalan Otista Raya Jakarta Timur. Sebutan pada waktu itu

adalah cabang Pengadilan Agama Jakarta Selatan. Kantor Cabang Pengadilan

Agama Jakarta Selatan dibentuk sesuai dengan banyaknya jumlah penduduk dan

bertambahnya pemahaman penduduk serta tuntutan masyarakat Jakarta Selatan

yang di wilayahnya cukup luas. Untuk itu keadaan kantor ketika itu masih dalam

keadaan darurat yaitu menempati gedung bekas Kantor Kecamatan Pasar Minggu

di suatu gang kecil yang sampai saat ini dikenal dengan gang Pengadilan Agama

Pasar Minggu Jakarta Selatan, pimpinan kantor dipegang oleh H. POLANA10

.

Penanganan kasus-kasus hanya berkisar perceraian kalaupun ada tentang

warisan masuk kepada Komparisi itu pun dimulai tahun 1969 kerjasama dengan

Pengadilan Negeri yang ketika itu dipimpin oleh Bapak BISMAR SIREGAR,

S.H. Sebelum tahun 1969 pernah pula membuat fatwa waris akan tetapi hal itu

ditentang oleh pihak keamanan karena bertepatan dengan bertentangan dengan

9Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan di akses paada tanggal 25 september 2014 dari

WWW.PAjaksel.co.id 10

Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan di akses paada tanggal 25 september 2014 dari

WWW.PAjaksel.co.id

Page 54: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

43

kewenangannya sehingga sempat beberapa orang termasuk Pak HASAN

MUGHNI ditahan karena Penetapan Fatwa Waris sehingga sejak itu Fatwa Waris

ditambah dengan kalimat “Jika ada harta peninggalan”11

.

Pada tahun 1976 gedung Kantor Cabang Pengadilan Agama Jakarta

Selatan pindah ke Blok D Kebayoran Baru Jakarta Selatan dengan menempati

serambi Masjid Syarief Hidayatullah dan sebutan Kantor Cabang pun

dihilangkan menjadi Pengadilan Agama Jakarta Selatan dan pada masa itu

diangkat pula beberapa Hakim honorer yang di antaranya adalah Bapak H.

ICHTIJANTO, S.A., S.H12

.

Penunjukan tempat tersebut atas inisiatif Kepala Kandepag Jakarta

Selatan yang waktu itu dijabat oleh Bapak Drs. H. MUHDI YASIN. Seiring

dengan perkembangan tersebut diangkat pula 8 karyawan untuk menangani

tugas–tugas kepaniteraan yaitu ILYAS HASBULLAH, HASAN JAUHARI,

SUKANDI, SAIMIN, TUWON HARYANTO, FATHULLAH AN, HASAN

MUGHNI, dan IMRON, keadaan penempatan Kantor di serambi Masjid tersebut

bertahan sampai pada tahun 1979. Pada bulan September 1979 Kantor

Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke gedung baru di Jl. Ciputat Raya

Pondok Pinang dengan menempati gedung baru dengan tanah yang masih

menumpang pada areal tanah PGAN Pondok Pinang dan pada tahun 1979 pada

11

Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan di akses paada tanggal 25 september 2014 dari

WWW.PAjaksel.co.id 12

Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan di akses paada tanggal 25 september 2014 dari

WWW.PAjaksel.co.id

Page 55: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

44

saat Pengadilan Agama Jakarta Selatan dipimpin oleh Bapak H. ALIM BA

diangkat pula Hakim-Hakim honorer untuk menangani perkara-perkara yang

masuk, mereka diantaranya: KH. YA’KUB, KH. MUHDATS YUSUF, HAMIM

QARIB, RASYID ABDULLAH, ALI IMRAN, Drs. H. NOER CHAZIN13

.

Pada perkembangan selanjutnya yaitu semasa berkepimpinan Drs. H.

DJABIR MANSHUR, S.H., Kantor Pengadilan Agama Jakarta Selatan pindah ke

Jalan Rambutan VII No. 48 Pejaten Barat, Pasar Minggu, Jakarta Selatan dengan

menempati gedung baru. Di gedung baru ini meskipun tidak memenuhi syarat

untuk sebuah Kantor Pemerintah setingkat Walikota, karena gedungnya berada di

tengah-tengah penduduk dan jalan masuk dengan kelas jalan III C. Namun sudah

lebih baik ketimbang masih di Pondok Pinang, pembenahan–pembenahan fisik

terus dilakukan terutama pada masa kepemimpinan Bapak Drs. H. JAYUSMAN,

S.H. Begitu pula pembenahan–pembenahan administrasi terutama pada masa

kepemimpinan Bapak Drs. H. AHMAD KAMIL, S.H. pada masa ini pula

Pengadilan Agama Jakarta Selatan mulai mengenal komputer walaupun hanya

sebatas pengetikan dan ini terus ditingkatkan pada masa kepemimpinan Bapak

Drs. RIF’AT YUSUF14

.

Pada masa perkembangannya selanjutnya tahun 2000 ketika

kepemimpinan dijabat oleh Bapak Drs. H. ZAINUDDIN FAJARI, S.H.

13

Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan di akses paada tanggal 25 september 2014 dari

WWW.PAjaksel.co.id 14

Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan di akses paada tanggal 25 september 2014 dari

WWW.PAjaksel.co.id

Page 56: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

45

pembenahan-pembenahan semua bidang, baik fisik maupun non fisik diadakan

sistem komputerisasi dengan online komputer, dan ini terus dibenahi sampai

sekarang oleh Ketua Pengadilan Agama Bapak Drs. H. Syed Usman, S.H. Yang

tujuannya adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat pencari

keadilan dan menciptakan peradilan yang mandiri dan berwibawa15

.

Perkembangannya selanjutnya tahun 2007-2008 ketika kepemimpinan

dijabat oleh Bapak Drs. H. A. CHOIRI, S.H., M.H. pembenahan-pembenahan

semua bidang, baik fisik maupun non fisik sudah terintegrasi dengan online

komputer, pada periode ini juga Pengadilan Agama Jakarta Selatan berhasil

pengadaan tanah untuk bangunan gedung baru seluas + 6000 m2 yang terletak di

Jl. Harsono RM, Ragunan, Jakarta Selatan16

.

Selanjutnya sejak tahun 2008 telah dibangun gedung baru yang sesuai

dengan purwarupa Mahkamah Agung RI. Pembangunan dilaksanakan 2 tahap,

tahap pertama tahun 2008 dan tahap kedua tahun 200917

.

Selanjutnya pada akhir April 2010, gedung baru Pengadilan Agama

Jakarta Selatan diresmikan bersama-sama dengan gedung-gedung baru lainnya di

Pontianak (Kalimantan Barat) oleh Ketua Mahkamah Agung RI. Kemudian pada

15

Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan di akses paada tanggal 25 september 2014 dari

WWW.PAjaksel.co.id 16

Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan di akses paada tanggal 25 september 2014 dari

WWW.PAjaksel.co.id 17

Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan di akses paada tanggal 25 september 2014 dari

WWW.PAjaksel.co.id

Page 57: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

46

awal Mei 2010 diadakan tasyakuran dan sekaligus dimulainya aktifitas

perkantoran di gedung baru18

.

Sejak menempati gedung baru yang cukup megah dan representatif

tersebut di Pengadilan Agama Jakarta Selatan dilakukan pembenahan dalam

segala hal, baik dalam hal pelayanan terhadap pencari keadilan maupun dalam

hal peningkatkan T.I. (Teknologi Informasi) yang sudah semakin canggih disertai

dengan program-program yang menunjang pelaksanaan tugas pokok, seperti

program SIADPA (Sistem Informasi Administrasi Perkara Pengadilan Agama)

yang sudah berjalan dan terintegrasi dengan TV Media Center, Touch Screen

(KIOS-K) serta beberapa fitur tambahan dari Situs Web http://www.pa-

jakartaselatan.go.id19

B. Tugas dan Wewenang Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Sebagaimana pada umumnya Pengadilan Agama lainnya, Pengadilan

Agama Jakarta Selatan menjalankan tugas dan wewenangnya berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang ada. Berikut beberapa dasar hukum

dibentuknya dan pelaksanaan tugas Pengadilan Agama Jakarta Selatan

1. Undang-undang Dasar 1945 Pasal 24

2. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970

3. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974

18

Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan di akses paada tanggal 25 september 2014 dari

WWW.PAjaksel.co.id 19

Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan di akses paada tanggal 25 september 2014 dari

WWW.PAjaksel.co.id

Page 58: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

47

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989

5. Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 1975

6. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983

7. Peraturan/Instruksi/Edaran Mahkamah Agung RI

8. Intruksi Dirjen Bimas Islam/ Bimbingan Islam

9. Keputusan Menteri Agama RI. Nomor 69 Tahun 1963, tentang Pembentukan

Pengadilan Agama Jakarta Selatan20

;

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

menentukan dalam pasal 24 ayat (2) bahwa Peradilan Agama merupakan salah

satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung bersama

badan peradilan lainnya di lingkungan Peradilan Umum, Peradilan Tata Usaha

Negara, dan Peradilan Militer,21

merupakan salah satu badan peradilan pelaku

kekuasaan kehakiman untuk menyelenggarakan hukum dan keadilan bagi rakyat

pencari keadilan perkara tertentu antara orang-orang yang beragama Islam.22

Pengadilan Agama Jakarta Selatan yang merupakan Pengadilan Tingkat

Pertama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan

perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam di

20

Sejarah Pengadilan Agama Jakarta Selatan di akses paada tanggal 25 september 2014 dari

WWW.PAjaksel.co.id 21

Mohd. Abdu A. Ramly, “Kedudukan Peradilan Agama Dalam Sistem Hukum Nasional (

Akar, Sejarah, dan Perkembangannya)”, dalam Mimbar Hukum No. 59 Tahun XIV 2003, hlm. 30

lihat juga Satjipto Rahardjo, “Pengadilan Agama Sebagai Pengadilan Keluarga”, dalam Amrullah

et.al. (ed), Prospek Hukum Islam Dalam Kerangka Pembangunan Hukum Nasioal di Indonesia,

(Jakarta: PP. IKAHA, 1994), h.301.

22

Depatemen Agama RI, Sketsa Peradilan Agama, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2000).

h.19.

Page 59: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

48

bidang: perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan

ekonomi syariah sebagaimana diatur dalam pasal 49 Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama.

Di samping tugas pokok dimaksud di atas, Pengadilan Agama Jakarta

Selatan mempunyai fungsi, antara lain sebagai berikut:

1. Fungsi mengadili (judicial power), yakni menerima, memeriksa, mengadili

dan menyelesaikan perkara-perkara yang menjadi kewenangan Pengadilan

Agama dalam tingkat pertama (vide: Pasal 49 Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006).

2. Fungsi pembinaan, yakni memberikan pengarahan, bimbingan, dan petunjuk

kepada pejabat struktural dan fungsional di bawah jajarannya, baik

menyangkut teknis yudisial, administrasi peradilan, maupun administrasi

umum/perlengkapan, keuangan, kepegawaian, dan pembangunan.(vide: Pasal

53 ayat (3) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama jo.

KMA Nomor KMA/080/VIII/2006).

3. Fungsi pengawasan, yakni mengadakan pengawasan melekat atas pelaksanaan

tugas dan tingkah laku Hakim, Panitera, Sekretaris, Panitera Pengganti, dan

Jurusita/Jurusita Pengganti di bawah jajarannya agar peradilan

diselenggarakan dengan seksama dansewajarnya (vide: Pasal 53 ayat (1) dan

(2) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006) dan terhadap pelaksanaan

Page 60: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

49

administrasi umum kesekretariatan serta pembangunan.( vide: KMA Nomor

KMA/080/VIII/2006).

4. Fungsi nasehat, yakni memberikan pertimbangan dan nasehat tentang hukum

Islam kepada instansi pemerintah di daerah hukumnya, apabila diminta. (vide:

Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang No. 3 Tahun 2006).

5. Fungsi administratif, yakni menyelenggarakan administrasi peradilan (teknis

dan persidangan), dan administrasi umum (kepegawaian, keuangan, dan

umum/perlengkapan) (vide: KMA Nomor KMA/080/ VIII/2006).

6. Fungsi Lainnya:

a. Melakukan koordinasi dalam pelaksanaan tugas hisab dan rukyat dengan

instansi lain yang terkait, seperti DEPAG, MUI, Ormas Islam dan lain-

lain (vide: Pasal 52 A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006).

b. Pelayanan penyuluhan hukum, pelayanan riset/penelitian dan sebagainya

serta memberi akses yang seluas-luasnya bagi masyarakat dalam era

keterbukaan dan transparansi informasi peradilan, sepanjang diatur dalam

Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI Nomor KMA/144/SK/VIII/2007

tentang Keterbukaan Informasi di Pengadilan.

Pengadilan Agama merupakan salah satu kekuasaan kehakiman yang

bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara

perdata tertentu bagi orang yang beragama Islam sebagaimana yang dirumuskan

dalam pasal 2 UU No. 7 tahun 1989 tentang PA “Pengadilan Agama adalah salah

satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang

Page 61: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

50

beragama Islam mengenai perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-

undang ini”. Dengan demikian keberadaan Pengadilan Agama dikhususkan

kepada warga negara Indonesia yang beragama Islam.

Pasal di atas menjelaskan tentang kekuasaan absolut Pengadilan Agama

di samping kekuasaan relatif yang berkaitan dengan domisili (wilayah).23

Setelah

UU No. 7 tahun 1989 diperbaharui dengan UU No.3 tahun 2006, maka rumusan

tersebut juga ikut berubah, hal ini karena berkaitan dengan ruang lingkup

kekuasaan dan wewenang pengadilan agama bertambah. Dengan adanya

perubahan tersebut maka rumusan yang terdapat dalam pasal 2 UU No. 3 tahun

2006 tentang pengadilan agama adalah “ Pengadilan Agama adalah salah satu

pelaku kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam

mengenai perkara tertentu sebagaimana dimaksud dalam undangundang ini ”.

Dalam definisi pengadilan agama tersebut kata “Perdata” dihapus. Hal ini

dimaksudkan untuk:

1. Memberi dasar hukum kepada Pengadilan Agama dalam menyelesaikan

pelanggaran atas undang-undang perkawinan dan peraturan pelaksanaannya.

2. Untuk memperkuat landasan hukum Mahkamah Syariah dalam melaksanakan

kewenangannya di bidang jinayah berdasarkan Qonun

Dalam pasal 49 UU No. 7 tahun 1989 disebutkan bahwa Peradilan

Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan

23

A Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia, h.137.

Page 62: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

51

perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang beragama Islam

dalam bidang :

1. Perkawinan

2. Kewarisan, wasiat, dan hibahyang dilakukan berdasarkan hukum Islam, dan

3. Wakaf dan shadaqoh

Masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam menjadi salah satu

faktor pendorong berkembangnya hukum Islam di Indonesia, khususnya yang

berkaitan dengan muamalah. Lembaga-lembaga ekonomi syari’ah tumbuh

berkembang mulai dari lembaga perbankan syari’ah, asuransi syari’ah, pasar

modal syari’ah, dan pegadaian syari’ah.24

Perkembanagan ini tentunya juga

berdampak pada perkembangan sengketa atau konflik dalam pelaksanaannya.

Selama ini apabila terjadi konflik dalam bidang ekonomi syari’ah harus melalui

peradilan umum. Menyadari hal ini, maka dalam Undang-Undang No. 3 tahun

2006 atas perubahan UU No. 7 tahun 1989 tentang peradilan agama dan undang-

undang Nomor 50 tahun 2009 tentang Peradilan Agama25

memberi maka ruang

lingkup Peradilan Agama diperluas ruang lingkup tugas dan wewenang

Pengadilan Agama Yaitu :

24

Chatib Rasyid, “Eksistensi Peradilan Agama Pasca UU. No. 3 Tahun 2006”, makalah

dalam Kuliah Umum Acara Peresmian/pengukuhan Pengurus Ikatan Keluarga Magister Ilmu Hukum

UMSU, Medan, Tahun 2007, h.1.

25

Abdul Ghofur Anshori, Peradilan Agama di Indonesia Pasca Undang-Undang Nomor 3

Tahun 2006, Cetakan 1, (Yogyakarta: UII Press, 2007), h.112.

Page 63: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

52

Memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama

antara orang-orang yang beragama Islam di bidang :

1. Perkawinan

2. Kewarisan

3. Wasiat

4. Hibah

5. Wakaf

6. Zakat

7. Shadaqah

8. Infaq, dan

9. Ekonomi syari’ah

Dalam penjelasan pasal 49 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan

ekonomi syari’ah adalah: Bank syari’ah, Asuransi syari’ah, Reasuransi syari’ah,

Reksadana syari’ah, Obligasi syari’ah dan surat berharga berjangka menengah

syari’ah, Sekuritas syari’ah, Pembiayaan syari’ah, Pegadaian syari’ah, Dana

pensiun lembaga keuangan syari’ah, Bisnis syari’ah, dan Lembaga keuangan

mikro syari’ah.

C. Beracara di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Peradilan Agama merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat

pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara-perkara perdata tertentu.

Kekuasaan kehakiman itu sendiri merupakan kekuasaan Negara yang merdeka

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

Page 64: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

53

berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945 (UUD NRI 1945).26

Menurut Abdul Manan, hukum acara perdata agama merupakan hukum

yang mengatur tentang tata cara mengajukan gugatan kepada pengadilan agama,

bagaimana pihak tergugat mempertahankan diri dari gugatan penggugat,

bagaimana para hakim bertindak baik sebelum dan sedang pemeriksaan

dilaksanakan dan bagaimana cara hakim memutus perkara yang diajukan oleh

penggugat tersebut sebagaimana mestinya sesuai dengan peraturan yang berlaku,

sehingga hak dan kewajiban sebagaimana yang telah diatur dalam hukum perdata

agama dapat berjalan sebagaimana mestinya.27

Hukum acara yang berlaku pada Pengadilan dalam lingkup Peradilan

Agama adalah hukum acara perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam

lingkungan Peradilan Umum,28

kecuali yang telah diatur khusus dalam undang-

undang Peradilan Agama.

Dengan penegasan pasal ini, dua macam hukum acara yaitu:29

1. Hukum acara perdata yang diatur dalam HIR30

dan RBg31

(Pasal 118 sampai

26

Depatemen Agama RI, Sketsa Peradilan Agama, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2000),

h.19. 27

Abdul Manan, Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama.

(Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2000). h.1-2.

28

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Pasal 54.

29

Yahya Harahap, Kedudukan, Kewenangan, dan Acara Peradilan Agama UU No. 7 Tahun

1989, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1993), h.191.

30

Herzien Indonesisch Reglement, Reglemen Indonesia yang diperbarui untuk daerah Jawa

dan Madura.

Page 65: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

54

dengan Pasal 254 HIR dan Pasal 142 sampai dengan Pasal 314 RBg);

2. Hukum acara yang secara khusus diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun

1989 Pasal 54 sampai Pasal 91. Hal ini berarti Pasal 54-91 ini merupakan

hukum acara perdata yang berlaku di Peradilan Agama untuk melengkapi apa

yang terdapat dalam HIR dan RBg.

D. Tata Cara dan Prosedur Perceraian

Pada dasarnya talak adalah ungkapan yang merupakan hak suami untuk

menceraikan isterinya. Dahulu laki-laki muslim di Indonesia, dapat saja

menceraikan isterinya tanpa melalui proses beracara. Untuk menertibkan dan

mengaturnya agar hal ini tidak menjadi masalah dikemudian hari maka terbitlah

UU RI No.1 Tahun 1974 dan PP No. 9 Tahun 1975, sejalan dengan azasnya yaitu

mempersulit perceraian. Sejak berlakunya UU Perkawinan dan Peraturan

Pelaksana tersebut, penggunaan kebolehan lembaga talak diatur dan dibatasi

dengan berbagai syarat yang disesuaikan dengan ketentuan hukum Islam. Tata

cara penggunaan talak mesti melalui campur tangan pengadilan yang diberi

kewenangan untuk menilai dan mempertimbangkan apakah dasar alasan suami

untuk mentalak isterinya serta apakah alasan tersebut dibenarkan menurut hukum

31

Rechtsreglement voor de Buitengewesten, reglemen daerah seberang untuk luar Jawa

Madura

Page 66: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

55

dan nilai moral Islam.32

Sebagaimana fungsi hakim yang dijelaskan dalam

Undang-undang yaitu untuk menemukan hukum.

Sejalan dengan azas dan prinsip UU Perkawinan tersebut, dalam proses

pemeriksaan perkara perceraian, Majelis Hakim Pengadilan Agama harus berusaha

mendamaikan kedua belah pihak (Pasal 59 ayat 1 dan Pasal 65 UU RI No. 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama). Setelah upaya tersebut dilakukan dan ternyata

perdamaian tidak berhasil diraih, maka Majelis Hakim akan memeriksa pokok-

pokok perkara yang sebelumnya sidang dinyatakan tertutup untuk umum.33

Sebagaimana persidangan anak dan asusila yang merupakan pengecualian dari

asas sidah bersifat terbuka. Walaupun demikian persidangan perceraian tetap bisa

dilihat oleh orang lain ketika para pihak mengizinkan.

Dari proses pemeriksaan tersebut dimulai dari pembacaan surat

permohonan cerai talak dan seterusnya sampai pada tahap konklusi dari para

pihak, Majelis Hakim memperoleh dasar untuk mempertimbangkan dan menilai

suatu petitum atau tuntutan yang oleh penggugat atau pemohon diminta atau

diharapkan agar diputuskan oleh Hakim.34

Yang pada akhirnya Hakim

mengabulkan atau menolak permohonan tersebut. Untuk lebih jelas lagi penulis

akan memaparkan tata cara dan prosedur cerai talak.

1. Perceraian hanya dapat dilakukan di muka sidang

32

M Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU No. 7 Tahun

1989, (Jakarta: Pustaka Kartini, 1997), cet III h.230.

33

DIBINBAPERA, Mimbar Hukum No.39 Tahun VIII, (Jakarta: Alhikmah, 1997), h.91. 34

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdatta, edisi VI (Yogyakarta: Liberty, 2002), h.51.

Page 67: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

56

a. Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang Pengadilan Agama

setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil

mendamaikan kedua belah pihak (Pasal 39 ayat (1) UU Perkawinan).

b. Permohonan cerai talak, meskipun menggunakan istilah permohonan tetapi

harus diproses sebagai perkara kontentius, karena didalamnya mengandung

unsur sengketa serta untuk melindungi hak-hak isteri dalam upaya hukum.

2. Surat permohonan cerai talak

a. Seorang suami yang beragama Islam yang akan menceraikan isterinya,

mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama untuk mengadakan

sidang, guna penyaksian ikrar talak (Pasal 85 ayat (1) UU RI No. 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama).

b. Permohonan tersebut di atas memuat:

1) Nama, umur, dan tempat kediaman pemohon dan termohon.

2) Alasan-alasan yang menjadi dasar cerai talak (Pasal 86 ayat (1) UU RI

No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama).

c. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami isteri tidak

akan dapat hidup rukun lagi sebagai suami isteri (Pasal 39 ayat (2) UU

Perkawinan jo. Pasal 19 PP No. 9 Tahun 1975 jo. Pasal 116 KHI).

d. Petitum, sesuai yang dikehendaki oleh Pasal 66 ayat (1) UU RI No. 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama.

3. Kompetensi Relatif Pengadilan Agama

Page 68: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

57

Mengenai tempat pengajuan permohonan cerai talak dan permohonan

lain yang berkaitan dengan cerai talak dijelaskan dalam pasal 66 UU RI No. 7

Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Faktor utama pembentukan

kompetensi relative Pengadilan Agama dalam perkara cerai talak, didasarkan

pada “tempat kediaman termohon”, kemudian faktor ini disertai dengan

beberapa ketentuan tambahan yang dapat dirinci sebagai berikut:

a. Aturan pokok: gugatan permohonan cerai talak dapat diajukan kepada

Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi “tempat kediaman

termohon”. Dalam bahasa kompilasi, tempat kediaman termohon yaitu

tempat tinggal isteri.

b. Aturan tambahan: pengajuan gugat dapat menyimpang dari aturan pokok

disebabkan keadaan tertentu (Pasal 66 ayat (2) dan (3) UU PA). Dalam

ayat (3) tersebut dinyatakan bahwa permohonan diajukan pada Pengadilan

Agama yang daerah hukumnya meliputi kediaman pemohon dalam hal

termohon berdomisili di luar negeri. Permohonan diajukan kepada

Pengadilan Agama yang daerah hukumnya meliputi tempat perkawinan

mereka berlangsung atau kepada Pengadilan Agama Jakarta Pusat.

2. Pemanggilan para pihak

Pemanggilan pihak-pihak dalam perkara cerai talak dilakukan menurut

ketentuan Pasal 26, 27, 28, dan 29 PP No. 9 Tahun 1975. Tata cara

pemanggilan yang diatur dalam ketentuan dimaksud yang harus dipedomani

Page 69: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

58

juru sita melaksanakan panggilan agar panggilan benar-benar dapat disebut

panggilan secara patut dan resmi.35

3. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan permohonan cerai talak dilakukan oleh Majelis Hakim

selambat-lambatnya 30 hari setelah berkas permohonan cerai talak

didaftarkan di kepaniteraan (Pasal 68 ayat (1) UU PA).

b. Pemeriksaan dilakukan dalam sidang tertutup, demikian pula pemeriksaan

saksi-saksi (Pasal 33 PP No. 9 Tahun 1975 dan penjelasannya).

c. Pada sidang pemeriksaan perceraian, suami dan isteri dating sendiri atau

mewakilkan kepada kuasanya (Pasal 30 PP No. 9 Tahun 1975).

4. Upaya perdamaian

Upaya perdamaian dalam perkara perceraian harus dilakukan sungguh-

sungguh terlebih jika suami isteri tersebut mempunyai anak.

a. Putusan

Setelah sidang pemeriksaan perkara permohonan cerai talak selesai

dan usaha mendamaikan telah diupayakan, maka Majelis Hakim membuat

penetapan terhadap permohonan cerai talak tersebut, sekaligus menentukan

hari sidang penyaksian ikrar talak. Adapun proses untuk melakukan ikrar

talak adalah sebagai berikut:

35

M Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU No. 7 Tahun

1989, h.243.

Page 70: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

59

Suami mengajukan surat permohonan kepada Pengadilan Agama

yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya

disertai dengan alasan, serta meminta kepada Pengadilan Agama agar

diadakan sidang untuk itu. Surat itu ditujukan kepada Pengadilan Agama

yang mewilayahi tempat tinggal isteri.

Pengadilan Agama mempelajari isi surat yang dimaksud Pasal 14 PP

No. 9 Tahun 1975, dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari memanggil

pengirim surat dan juga isterinya untuk meminta penjelasan tentang segala

sesuatu yang berhubungan dengan kehendaknya itu.

Pengadilan Agama setelah mendapat penjelasan tentang maksud

talak itu berusaha mendamaikan kedua belah pihak dan meminta bantuan

kepada Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (BP4)

setempat agar kepada suami isteri dinasehati untuk hidup rukun kembali

dalam rumah tangga.

Setelah memperhatikan hasil usaha BP4 bahwa kedua belah pihak

tidak mungkin lagi didamaikan dan berpendapat bahwa adanya alasan untuk

talak, maka Pengadilan Agama mengadakan sidang untuk menyaksikan ikrar

talak, yaitu suami mengikrarkantalaknya didepan sidang Pengadian Agama

dengan hadirnya isteri atau kuasa hukum isteri dan menandatangani surat

ikrar tersebut (Pasal 70 UU RI No. 7 Tahun 1989).

Setelah dilakukan sidang ikrar talak, Ketua Pengadilan Agama

membuat surat keterangan tentang terjadinya talak (SKT3) rangkap 4

Page 71: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

60

(empat), helai pertama beserta ikrar talaknya dikirimkan kepada pengawai

pencatat nikah di daerah tempat tinggal suami untuk diadakan pencatatan.

Helai kedua dan ketiga masing-masing diberikan kepada suami dan isteri.

Sedangkan helai keempat disimpan oleh Pengadilan Agama. Setelah

mendapat surat keterangan tentang terjadinya talak (SKT3), maka suami

isteri datang kepada pegawai pencatat nikah untuk mendapatkan kutipan

buku pendaftaran talak.

Apabila talak itu terjadi, maka Kutipan Akta Nikah (KAN) masing-

masing suami isteri ditahan oleh Pengadilan Agama ditempat talak itu terjadi

dan dibuat catatan dalam ruang yang tersedia dalam kutipan akta nikah

tersebut bahwa yang bersangkutan telah menjatuhkan talaknya. Catatan yang

dimaksud berisi tempat terjadinya talak, tanggal diikrarkannya talak, nomor

dan tanggal surat keterangan tentang terjadinya talak, serta tanda tangan

panitera.

E. Prosedur Mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Proses mediasi telah dijelaskan dalam PERMA nomor 1 tahun 2008.

Adapun tahapan yang harus dilalui dalam proses mediasi sebagai berikut:

1. Tahap pra mediasi

Penggugat medaftarkan gugatannya di kepaniteraan Pengadilan.

Kemdian ketua pengadilan akan menunjuk majelasi hakim yang akan

memeriksa perkaranya. Kewajiban melakukan mediasi timbil jika pada hari

persidangan pertama para pihak hadir. Majelis Hkaim menyampaikan

Page 72: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

61

kepada penggugat dan tergugat prosedur mediasi yang wajib mereka

jalankan.

Setelah menjelaskan prosedur mediasi, Majelis Hakim memberikan

kesempatan kepada para pihak untuk memilih mediator dalam daftar

mediator yang terpampang di ruang tunggu kantor pengadilan. Para pihak

boleh memilih mediator sendiri dengan syarat mediator tersebut telah

memiliki sertifikat mediator.

Bila dalam waktu 2 (dua) hari para pihak tidak dapat menentukan

mediator, Majelis Hakim menunjuk hakim pengadilan di luar hakim

pemeriksa perkara yang bersertifikat. Namun jika tidak ada hakim yang

bersertifikat, salah satu anggota Hakim Pemeriksa Perkara yang ditunjuk

oleh Ketua Majelasi wajib menjalankan fungsi mediator.

Hakim Pemeriksa Perkara memberikan waktu selama empat puluh hari

kerja kepada para pihak untuk menempuh proses mediasi. Jika diperlukan

waktu mediasi dapat diperpanjang untuk waktu empat belas hari kerja (pasal

13 ayat (3) dan (4).

2. Pembentukan forum

Dalam waktu lima hari setelah para pihak menunjuk mediator yang

disepakati atau setelah para pihak gagal memilih mediator, para pihak dapat

menyerahkan resume36

perkara kepada mediator yang ditunjuk oleh Majelis

36

Resume perkara adalah dokumen yang dibuat para pihak yang berisi duduk perkara dan

atau usulah penyelesaian sengketa. Pasal 1 angka 10 Perma 1 tahun 2008.

Page 73: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

62

Hakim. Dalam forum dilakukan pertemuan bersama untuk berdialog.

Mediator dapat meminta agar pertemuan dihadiri langsung oleh pihak yang

bersengketa dan tidak diwakili oleh kuasa hukum.

3. Pendalaman masalah

Cara mediator mendalami masalah adalah dengan cara kaukus,37

mengolah data dan mengembangkan informasi, melakukan eksplorasi

kepentingan para pihak, memberikan penilaian terhadap kepentingan-

kepentingan yang telah diinventarisir, dan akhirnya menggiring para pihak

pada proses tawar menawar penyelesaian masalah.

4. Penyelesaian akhir dan penentuan hasil kesepakatan

Pada tahap ini para pihak akan menyampaikan kehendaknya

berdasarkan kepengtingan mereka dalam bentuk butir-butir kesepakatan.

Mediator akan menampung kehendak para pihak dalam catatan dan

menaungkannya ke dalam dokumen kesepakatan. Dalam pasal 23 ayat (3)

PERMA Nomor 1 tahun 2008 disebutkan syarat-syarat yang harus terpenuhi

dalam kesepakatan perdamaian. Syarat-syarat tersebut sebagai berikut:

a. Sesuai kehendap para pihak

b. Tidak bertentangan dengan hukum

c. Tidak merugikan pihak ketiga

37

Kaukus adalah pertemuan antara mediator dengan salah satu pihak tanpa dihadiri oleh

pihak lainnya. Pasal 1 angka 4 PERMA nomor 1 tahun 2008. Kaukus dilakukan agar para pihak dapat

memberikan informasi kepada mediator lebih luas dan rinci yang mungkin tidak disampaikan saat

bertemu dengna pihak lawan.

Page 74: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

63

d. Dapa diekesekusi; dan

e. Dengan iktikad baik.

Bila terdapat kesepakatan yang melanggar syarat-syarat tersebut,

mediator wajib mengingatkan para pihak. Apabila mereka bersikeras

mediator berwenangan untuk menyatakan bahwa proses mediasinya gagal

dan melaporkan kepada Hakim Pemeriksa Perkara. Jika tercapai kesepakatan

perdamaian, para pihak dengan bantuan mediator wajib merumuskan secara

tertulis kesepakatan yang dicapai dan ditandatangai oleh para pihak dan

mediator. Dokumen kesepakatan damai akan dibawa ke hadapan Hakim

Pemerika Perkara untuk dikukuhkan sebagai akta perdamaian.

5. Kesepakatan di luar pengadilan

Dalam pasal 23 ayat (1) PERMA disebutkan bahwa para pihak

dengan bantuan mediator bersertifikat yang berhasil menyelesaikan sengketa

di luar pengadilan dengan kesepakatan perdamaian dapat mengajukan

kesepakatan perdamaian tersebut ke pengadilan. Maksud dari pengajuan

gugatan ini adalah agar sengketa para pihak masuk dalam kewenangan

pengadilan melalui pendaftaran pada register perkara di Kepaniteraan

Perdata. Ketua pengadilan selanjutnya dapat menunjuk Majelis Hakim yang

akan mengukuhkan perdamaian tersebut dalam persidangan yang terbuka

untuk umum (kecuali dinyatakan tertutup dalam kasus-kasus tertentu).

6. Keterlibatan ahli dalam proses mediasi

Page 75: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

64

Pasal 16 ayat (1) PERMA nomor 1 tahun 2008 tentang prosedur

mediasi menyebutkan bahwa atas persetujuan para pihak atau kuasa hukum,

mediator dapat mengundang seorang atau lebih ahli dalam bidang tertentu

untuk memberikan penjelasan atau pertimbangan yang dapat membantuk

menyelesaikan perbedaan pendapat di antara para pihak. Biaya

mendatangkan seorang ahli ditanggung oleh para pihak berdasarkan

kesepakatan. Namun PERMA tidak menjelaskan siapa yang dikategorikan

sebagai ahli, sehingga penentuannya disesuaikan dengan rekomendasi

mediator.

7. Berakhirnya mediasi

Proses mediasi dinyatakan berakhir dengan dua bentuk. Pertama,

mediasi berhasil dengan menghasilkan butir-butir kesepakatan di antara para

pihak, proses perdamaian tersebut akan ditindak lanjuti dengan pengukuhan

kesepakatan damai menjadi akta perdamaian yang mengandung kekuatan

seperti layaknya Putusan Hakim yang berkekuatan hukum tetap. Kedua,

proses mediasi menemukan jalan buntuk dan berakhir dengan kegagalan.

Proses mediasi di pengadilan yang gagal dilanjukan di sidang pengadilan.

8. Mediasi tahap upaya hukum

Para pihak atas dasar kesepakatan bersama, dapat menempuh upaya

perdamaian terhadap perkara yang sedang dalam proses banding, kasasu atau

peninjauan kembali sepanjang perkara tersebut belum diputus.

Page 76: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

65

Demikian tahapan media yang di atur dalam PERMA nomor 1 tahun

2008 tentang Prosedur Mediasi di Pengadilan. Perlu diperhatikan bagi seorang

mediator untuk membangun kepercayaan diri, menghubungi para pihak,

menggali dan memberikan informasi awal mediasi, focus pada masa depan,

mengoordinasikan pihak yang bertikai, mewaspadai perbedaan budaya,

menentukan siapa yang hadir menentukan tujuan pertemuan, kesepakatan waktu

dan tempat, dan menciptakan rasa aman bagi kedua belah pihak untuk bertemu

dan membicarakan perselisihan mereka.38

Komitmen dan kepercayaan diri merupakan modal bagi calon mediator

dalam menghubungi para pihak yang bersengketa. Tujuan menghubungi para

pihak adalah menyampaikan keinginan menjadi mediator dengan memahami

kedua belah pihak. Dalam menginginkannya, seorang mediator jangan sampai

terkesan menggurui para pihak, dan menggiring mereka untuk memilih mediasi

sebagai jalan menyelesaikan sengketa. Seorang mediator harus mampu

menampilkan dirinya benar-benar orang yang belajar memahami keinginan para

pihak, mendenganrkan, dan mengungkapkan kembali keingin para pihak untuk

didiskusikan lebih lanjut. Baru kemudian para pihak bisa menerima keberadaan

pihak ketiga ini, sebagai mediator yang akan membantuk penyelesaian sengketa

mereka. Mediator harus menggali sejumlah informasi awal tentang persoalan

utama yang menjadi sumber sengketa. Informasi yang diinginkan mediator

38

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah dan Hukum Adat, Hukum

Nasional, h.37.

Page 77: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

66

bersifat menyeluruh dan tidak parsial, sehingga memudahkan bagi dirinya untuk

menyusun strategi dan memosisikan persoalan tersebut dalam penyelesaian

konflik melalui jalur mediasi. Persoalan pokok yang disengketakan dan pola-pola

penyelesaian melalui media perlu disampaikan kepada kedua belah pihak,

sehingga mereka bisa mempertimbangkan menggunakan jalur tersebut untuk

menyelesaikan sengketa mediator harus menginformasikan sejelas mungkin

tentang media, manfaat mediasi, menjelaskan situasi yang dialami para pihak bila

menggunakan mediasi oleh beberapa pihak lain.39

Mediator harus mampu

mengarahkan mereka untuk mengambil sikap, untuk sama-sama menuju masa

depan yang baik dan damai.40

Mediator harus mempertimbangkan dan waspada

terhadap perbedaan budaya, karena perbedaan budaya sangat sensitive dan dapat

berdampak negative terhadap proses mediasi, bila tidak diperhatikan dengan

benar sebagai pertimbangan dalam suatu proses mediasi,

F. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Jakarta Selatan

Ketua : Dr. H. Imron Rosyadi, SH., MH.

Wakil ketua : Drs. H. Abdul Latif, MH.

Hakim : Dra. Hj. Athiroh Muchtar, SH., MH.

Drs. Muh. Rusydi Thahir, SH., MH.

Dra. Tuti Uhriyah, MH.

39

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah dan Hukum Adat, Hukum

Nasional, h.37 40

Syahrizal Abbas, Mediasi Dalam Persfektif Hukum Syariah dan Hukum Adat, Hukum

Nasional, h.37

Page 78: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

67

Drs. Yusran, MH.

Drs. Azhar Mayang, M.HI.

Drs. Agus Yunih, SH., M.HI.

Drs. Nurhafizal, SH., MH.

Drs. Saifuddin, MH.

Drs. Sohel, SH.

Dra. Hj. Ida Nursaadah, SH., MH.

Dra. Hj. Fauziah, MH.

Drs. Nasrul, MA.

Drs. Agus Abdullah, MH.

Drs. H. Jarkasih, MH.

Dra. Hj. Lelita Dewi, SH., M. Hum.

Elvin Nailana, SH., MH.

Drs. H. Ace Ma’mun, MH.

Drs. H. Sumardi M., SH., M.HI.

Penitera/Sekretaris : H. Ahmad Majid, SH., MH.

Wakil Penitera : Dra. Aida Yahya

Wakil Sekretaris : H. Fauzan, SH., MH., MM.

Panitera Muda Pemohon : Ikrimawatingsih, S.Ag., MH.

Panitera Muda Hukum : Pahrurrozi, SH.

Panitera Muda Gugatan : Mohammad hambali, SH.

Kasub. Bag. Kepegawaian : Nur Khaefah

Page 79: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

68

Kasub Bag. Umum : Najamuddin, S.Ag., SH., MH.

Kasub Bag. Keuangan : Djuhdan, SH., MM.

Penitera Pengganti : Hj. Rahmi, SH.

Abas

Sajidan, SH

Siti Makbullah, SH.

Ahmad Irfan

Juru Sita : Wardono

Zainal Arifin

Gunawan

Ombang Hasyim

Juru Sita Pengganti : Tati Julianti

A.Zamrun Najib, SE.

Sudiono

Sujiati, SH.

M. Sahid.41

41

Diperoleh dari http://pa-jakartaselatan.go.id/vx/en/features/2012-01-17-02-53-24/struktur-

organisasi

Page 80: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

66

BAB IV

ANALISIS TENTANG EFEKTIFITAS HAKIM PENGADILAN AGAMA

JAKARTA SELATAN DALAM MENYELESAIKAN PERKATA

PERCERAIAN

A. Upaya Hakim Dalam Mendamaikan Para Pihak

Secara teoritis, differensiasi substansial dalam peraturan perundang-

undangan melahirkan ragam pemahaman. Perbedaan pemahaman tersebut, dalam

tataran praktis, akan berimbas kepada perbedaan aplikasi. Demikian pula halnya

dengan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur

Mediasi di Pengadilan memuat beberapa pasal yang interpretable. Di antaranya,

dalam memahami kewajiban melakukan mediasi, sebagaimana diatur dalam

Perma tersebut, setidaknya memunculkan dua alur pikir yang berbeda: Pertama,

proses mediasi wajib dilalui dalam tahap pernyelesaian setiap sengketa perdata

yang diajukan ke pengadilan; Kedua, mediasi wajib dilalui dalam tahap

penyelesaian sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan di saat kedua belah

pihak berperkara hadir di persidangan. Terlepas dari penilaian terhadap mana

diantara kedua pemahaman tersebut yang benar, yang pasti keduanya akan

memberikan implikasi praktis yang berbeda.

Setelah terbitnya Perma 1 Tahun 2008, mediasi memang menjadi

keharusan dalam penyelesaian perkara perdata, termasuk juga perdata agama.

Putusan suatu perkara yang diperoleh tanpa didahului proses mediasi dinilai batal

demi hukum. Karena pentingnya mediasi, para hakim di peradilan agama pun

Page 81: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

67

dituntut mampu menjadi mediator, meskipun bisa saja mediator berasal dari

nonhakim.

Apabila dicermati secara anatomis, Perma tentang mediasi memuat pasal-

pasal yang interpretable. Dalam Pasal 2 disebutkan bahwa “Tidak menempuh

prosedur mediasi berdasarkan peraturan ini merupakan pelanggaran terhadap

ketentuan Pasal 130 HIR dan atau Pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan

batal demi hukum”. Lebih tegas lagi dalam Pasal 4 dinyatakan bahwa “Kecuali

perkara yang diselesaikan melalui prosedur pengadilan niaga, pengadilan

hubungan industrial, keberatan atas putusan Badan Penyelesaian Sengketa

Konsumen, dan keberatan atas putusan Komisi pengawas Persaingan Usaha,

semua sengketa perdata yang diajukan ke Pengadilan Tingkat Pertama wajib

lebih dahulu diupayakan penyelesaian melalui perdamaian dengan bantuan

mediator”.

Pemahaman secara gramatikal yang mudah ditangkap dari bunyi kedua

pasal tersebut di atas adalah bahwa mediasi wajib dilakukan untuk setiap perkara

yang diajukan ke pengadilan. Pemahaman ini didukung oleh latar belakang

secara historis munculnya keinginan atau semangat untuk mengintegrasikan

penyelesaian sengketa melalui jalur non litigasi ke dalam jalur litigasi, yang

diawali dengan lahirnya Sema Nomor 1 Tahun 2002, kemudian direvisi dengan

Perma Nomor 2 Tahun 2003, terakhir disempurnakan lagi dengan lahirnya Perma

Nomor 1 Tahun 2008, yang intisarinya adalah: (1) upaya perdamaian secara

konprehensif dan sungguh-sungguh, (2) efisiensi dan efektivitas pemeriksaan

Page 82: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

68

persidangan, (3) menekan lajunya jumlah perkara ke tingkat kasasi yang

mengakibatkan besarnya penumpukan sisa perkara di Mahkamah Agung

sehingga hilangnya kepercayaan masyarakat kepada lembaga peradilan.

Dalam kerangka ini, mediasi di pengadilan dipahami sebagai bentuk

intensivikasi (perluasan) makna dari upaya perdamaian yang secara formil telah

dilaksanakan selama ini. Dalam pemahaman ini, mediasi adalah upaya

perdamaian yang intensitasnya pelaksanaannya dilakukan lebih komprehensif

dan sungguh-sungguh dengan dibantu oleh mediator. Disadari dari realita yang

terjadi selama ini, upaya perdamaian yang dilakukan secara langsung oleh

majelis hakim di depan persidangan kurang begitu efektif dan terkesan

formalistik belaka, karena: (1) suasana persidangan kerap menimbulkan

ketegangan emosional dan psikologis bagi masing-masing pihak yang

bersengketa sehingga sulit mencari titik temu penyelesaian sengketa secara

damai, (2) pemeriksaan persidangan terikat oleh batasan waktu dan aturan hukum

acara yang berlaku sehingga nuansa mengadili lebih terasa ketimbang suasana

pemufakatan, (3) memeriksa fakta dan peristiswa yang telah terjadi sehingga

cendrung mengungkit kembali faktor-faktor pemicu konflik (4) tidak mungkin

melakukan “kaukus” (pertemuan yang hanya dihadiri oleh salah satu pihak

berperkara tanpa dihadiri pihak yang lain) untuk menemukan fakta-fakta yang

dianggap perlu dalam rangka kesuksesan mediasi. Meskipun dalam perkara

perceraian dimungkinkan untuk melakukan upaya perdamaian setiap kali sidang

sampai perkara diputus, namun secara psikologis suasana persidangan tersebut

Page 83: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

69

sangat berpengaruh kepada kondisi kejiwaan kedua belah pihak berperkara,

apalagi setelah dilakukan tahapan jawab menjawab yang secara emosional tentu

akan memancing para pihak untuk bersikukuh mempertahankan pendapat

masing-masing.

Berdasarkan pemahaman tersebut, maka pelaksanaan mediasi harus

disesuaikan dengan ketentuan perdamaian yang dikehendaki oleh Pasal 130

HIR./154 R.Bg. Aplikasinya, prosedur mediasi tetap ditempuh meskipun salah

satu pihak tidak hadir. Karena yang menjadi tujuan utama mediasi adalah

sengketa yang sedang berlangsung tersebut dapat dihentikan oleh para pihak

yang merasa berkepentingan dan selanjutnya diselesaikan secara kekeluargaan.

Apabila pihak yang hadir hanya pihak penggugat, setelah dilewati tahap mediasi

yang dipimpin mediator, ternyata penggugat bersedia menyelesaikan

sengketanya secara kekeluargaan atau merelakan haknya sehingga penggugat

mencabut perkaranya, dalam kondisi ini mediasi dapat dianggap berhasil.

Demikian pula, apabila pihak yang hadir hanya pihak tergugat, setelah dilewati

proses mediasi ternyata tergugat bersedia memenuhi tuntutan penggugat, dalam

hal ini mediasi juga dianggap berhasil menyelesaikan sengketa antara para pihak.

Dalam sisi pandang ini, kehadiran kedua belah pihak secara langsung di

pengadilan tidak menjadi syarat utama munculnya kewajiban mediasi, karena

yang dimediasi adalah para pihak berperkara yang secara formil telah tercantum

dalam gugatan. Sekalipun salah satu pihak tidak hadir, namun secara formil

pihak yang tidak hadir tersebut tidak hilang kedudukannya sebagai para pihak.

Page 84: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

70

Pemahaman seperti ini relevan dengan kewajiban perdamaian di depan

persidangan, sebagaimana dikehendaki oleh Pasal 10 HIR/154 R.Bg, yang

sekalipun salah satu pihak tidak hadir tetap wajib didamaikan. Adapun penilaian

tentang mediasi berhasil atau gagal adalah sepenuhnya merupakan wewenang

mediator setelah memanggil para pihak dan menjalankan proses mediasi.

Efektivitas Perma tentang mediasi memang tidak paralel dengan

ketersediaan mediator yang professional di pengadilan. Pasal 1 angka 6 tentang

definisi mediator tidak mensyaratkan mediator harus bersertifikat.1 Hal ini

merupakan keleluasaan yang diberikan Perma mengingat tidak mungkin

menunggu adanya mediator yang bersertifikat untuk memberlakukan mediasi di

pengadilan. Untuk mengatasi keterbatasan tenaga mediator yang bersertifikat di

tengah kuatnya keinginan untuk mengefektifkan Perma tentang mediasi, Perma

memberi keleluasaan kepada pengadilan untuk menunjuk mediator dari hakim

dengan syarat bukan hakim yang menangani perkara tersebut. Sayangnya,

mayoritas hakim yang diangkat menjadi mediator tidak memiliki keterampilan

khusus tentang mediasi. Hal ini seharusnya menjadi salah satu faktor yang mesti

diperhitungkan dalam mengukur tingkat keberhasilan mediasi di pengadilan.

Berdasarkan pemantauan penulis terhadap praktek mediasi yang

dijalankan oleh mediator yang berasal dari hakim, terlihat bahwa mediator

cenderung memposisikan dirinya tidak jauh berbeda dengan fungsinya sebagai

1 Pasal 1 angka 6: Mediator adalah pihak netral yang membantu para pihak dalam proses

perundingan guna mencari berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa tanpa menggunakan cara

memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian;

Page 85: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

71

hakim di depan persidangan di saat melangsungkan mediasi. Lebih jauh lagi,

dampak dari tidak dipahaminya tugas dan fungsi mediator dengan baik, maka

sebagian mediator yang berasal dari hakim sering melontarkan ucapan yang

terkesan pesimistik dan antipati terhadap pelaksanaan mediasi. Bahkan sebagian

hakim menganggap tugas sebagai mediator adalah beban dan tanggung jawab

baru yang hanya memberatkan dan atau merugikan. Tentu saja hal ini sangat

disayangkan, sebagai refleksi dari ketidakmengertian tentang hakikat dan tujuan

mediasi. Namun demikian patut disadari bahwa timbulnya sikap demikian karena

memang dalam jenjang pendidikan formal dan pelatihan-pelatihan tenaga teknis

hakim selama ini tidak pernah ada materi pembekalan sekitar mediasi. Di

samping itu, para hakim telah terbiasa dengan penyelesaian sengketa melalui

jalur litigasi yang bersifat memutus (ajudikatif). Akibatnya, ketika diberikan

tugas untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur non litigasi, terasa asing dan

menyulitkan.

Faktanya, sebagian hakim peradilan agama pernah mengikuti pelatihan

mediasi, baik di dalam maupun di luar negeri, namun pelatihan itu dirasa masih

kurang terfokus kepada kompetensi peradilan agama, khususnya di bidang

perceraian, harta bersama dan hak asuh anak.

B. Hambatan Para Hakim dalam Usaha mendamaikan

Hakim mediasi dalam menjalankan tugasnya mengalami kendala

khusunya terkait dengan pemanggilan para pihak untuk menghadiri proses

mediasi. Konsideran Perma yang paling awal dalam mempertimbangkan

Page 86: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

72

pentingnya mediasi di pengadilan adalah untuk terwujudnya biaya murah dalam

proses penyelesaian perkara.2 Sebelum efektifnya Perma Nomor 1 Tahun 2008,

jumlah panggilan untuk perkara cerai talak sebanyak 7 kali sedangkan untuk

perkara cerai gugat sebanyak 5 kali (Buku II). Setelah diberlakukannya Perma,

sebagian pengadilan membuat kebijakan untuk menambah biaya panggilan

tersebut di atas sebanyak 2 kali untuk panggilan mediasi ketika menaksir panjar

biaya perkara.

Dengan praktek mediasi yang hanya untuk perkara-perkara yang dihadiri

oleh kedua belah pihak, khususnya praktek di Pengadilan Agama se Sumatera

Utara, maka biaya panggilan untuk mediasi tidak perlu ditaksir diawal

pembayaran panjar untuk menghindari pembengkakan panjar biaya perkara.

Apabila pada sidang pertama kedua belah pihak berperkara hadir, maka

pada saat itu dapat ditunjuk langsung mediator oleh para pihak atau oleh majelis

hakim bila para pihak tidak ada kesepakatan. Majelis hakim menunda

persidangan minimal selama dua minggu untuk pelaksanaan mediasi dengan

ketetapan bahwa sidang berikutnya dibuka kembali untuk mendengarkan laporan

mediator. Penundaan persidangan selama dua minggu tersebut dengan

pertimbangan bahwa rentang waktu dua minggu dinilai cukup untuk melakukan

mediasi. Apabila pada saat persidangan dibuka kembali ternyata mediator merasa

perlu memperpanjang waktu mediasi, maka mediator dapat meminta kepada

2 Menimbang: a. Bahwa mediasi merupakan salah satu proses penyelesaian sengketa yang

lebih cepat dan murah, serta dapat memberikan akses yang lebih besar kepada para pihak menemukan

penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi rasa keadilan.

Page 87: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

73

majelis hakim untuk memperpanjang waktu mediasi sepanjang masih dalam

batas waktu maksimal yang dibolehkan oleh Perma. Dengan cara ini, persoalan

sekitar waktu tidak menjadi sesuatu yang terkesan memberatkan.

Pada hari penunjukan mediator itu, mediator yang ditunjuk dapat

memulai tugasnya dengan mengadakan musyawarah dengan kedua belah pihak

berperkara untuk menentukan hari pelaksanaan mediasi. Para pihak tidak perlu

dipanggil untuk menghadiri mediasi pada waktu yang telah disepakati tersebut

karena telah mengetahui langsung kapan hari pelaksanaannya. Bahkan apabila

memungkin dapat langsung dimulai mediasi pada hari itu juga dengan syarat

mediator dapat mempelajari berkas perkara atau dokumen lain yang diperlukan

(seperti dalam perkara-perkara perceraian yang sudah umum dikuasai oleh hakim

mediator). Apabila mediator belum dapat mempelajari peta sengketa, disebabkan

jenis kasusnya cukup berat (seperti kasus waris, harta bersama, hadhanah, dll),

maka hari mediasi dapat ditunda pada hari yang lain.

Selain faktor di atas ada tiga faktor lain yang menyebabkan hakim

kesulitan untuk melakukan mediasi. Sebagaimana juga penelitian yang pernah

dilakukan oleh Zainuddin Fajari,3 punya hasil penelitian mengenai pelaksanaan

mediasi. Sewaktu masih menjadi Direktur Pranata dan Tatalaksana Perkara

Perdata Agama Ditjen Badilag pada tahun 2009, pihaknya pernah membuat

survei dengan sampel pengadilan-pengadilan di Jawa dan Sumatera. “Ternyata

keberhasilan mediasi kira-kira sekitar dari 5 persen,”

3 http://www.badilag.net/component/content/arti

Page 88: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

74

Setelah dianalisis, ditemukan tiga faktor yang membuat tingkat

keberhasilan mediasi di peradilan agama rendah. Pertama, konflik yang terjadi

kebanyakan adalah perceraian yang menyangkut persoalan harga diri dan

martabat.

Kedua, sebelum ke PA, konflik tersebut sudah diselesikan di tingkat

keluarga, tokoh masyarakat, dan lain-lain. “Jadi ada anggapan selama ini, ke PA

itu cuma untuk cari surat cerai saja. Mereka tidak menginginkan sidang, apalagi

mediasi,”.

Ketiga, keterampilan mediator. Mediator biasanya menasehati para pihak

yang bersengketa dengan menggunakan ayat-ayat suci, hadis, kata-kata bijak

ulama, dan mengingatkan kembali momen-momen indah sebelum pernikahan.

C. Tingkat Keberhasilan Hakim Dalam Mediasi Sengketa Perceraian

Publikasi terakhir yang dilansir oleh Badilag.net tentang tingkat

keberhasilan mediasi di Pengadilan Agama, yang nota-bene penerap hukum

Islam, sangat jauh dari yang diharapkan. Padahal, baik kalangan akademisi

maupun praktisi hukum Islam telah mengakui bahwa substansi mediasi tersebut

adalah berasal dan milik hukum Islam. Kurang dari 10 % perkara-perkara perdata

yang diterima di Pengadilan Agama dapat diselesaikan melalui mediasi.

Kenyataan itu telah memicu munculnya pertanyaan, apakah informasi tersebut

benar dan apa tolok ukur penilaian terhadap keberhasilan mediasi tersebut?

Berdasarkan hal itu, maka perlu dirumuskan tolok ukur keberhasilan mediasi

sebagai langkah untuk mengetahui prosentase tingkat keberhasilan mediasi

Page 89: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

75

secara kuantitatif dan untuk mengukur efektivitas pelaksanaan mediasi dalam

rangka penyelesaian sengketa non litigasi secara kualitatif, agar diketahui

berbagai permasalahan yang muncul dalam praktek mediasi di pengadilan,

sehingga akhirnya dapat dirumuskan langkah-langkah efektif pemecahannya.

Dalam menghitung prosentase keberhasilan mediasi, perlu digariskan

secara tegas hasil tersebut apakah prosentase dari jumlah seluruh perkara yang

masuk atau hanya dari jumlah perkara yang melalui tahapan mediasi. Selanjutnya

bagaimana pula penghitungan prosentase keberhasilan mediasi dalam perkara-

perkara kumulasi. Semestinya penghitungan prosentase keberhasilan mediasi

dalam perkara kumulasi perlu diklasifikasikan antara perkara pokok dan

accessoire. Demikian pula halnya dengan perkara yang terdapat tuntutan balik

(rekonvensi), karena dalam perkara kumulasi dan rekonvensi objek sengketa

tersebut telah berbeda, meskipun nomor perkara dan proses pemeriksaannya

disatukan dengan tujuan efektifitas, sinkronisasi dan efisiensi.

Alasan utama yang mendasari terjadinya hal ini adalah karena hampir 90

% sengketa yang diselesaikan di Pengadilan Agama merupakan perkara

perceraian. Perkara perceraian adalah masalah hati, masalah hati sangat berkaitan

dengan harga diri, martabat dan kehormatan keluarga besar masing-masing dan

sebagainya, sehingga sulit didamaikan melalui proses mediasi. Kultur

masyarakat Indonesia pada umumnya belum akan datang ke pengadilan untuk

mengurus perceraian, kecuali setelah perselisihan di antara mereka tersebut

mencapai titik puncak. Dalam kondisi itu, mediator di pengadilan terbukti sangat

Page 90: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

76

sulit menyelesaikan permasalahan yang sudah sedemikian rumit. Namun

demikian, keterbatasan dalam memediasi perkara perkara perceraian mestinya

tidak mempengaruhi semangat untuk memediasi perkara-perkara lain di luar

perceraian.

Jumlah perkara gugatan yang diterima tahun 2013 di Pengadilan Agama

Jakarta Selatan adalah sebanyak 1173 perkara. Seluruhnya melalui proses

mediasi, sebab, proses ini harus dilalui setiap orang yang berperkara di

Pengadilan Agama. Sedangkn yang berhasil pada proses mediasi hanya 53

sedangkan sisanya 1120 tidak berhasil diselesaikan dengan proses mediasi. Hal

ini menunjukkan bahwa mediasi di Pengadilan Agama pada tahun 2013 tidak

berhasil.

N

O

BULAN MEDIASI JUMLAH

Berhasil % Berhasil Gagal % Gagal

1. Januari 6 4,61% 124 95,3 % 130

2. Februari 11 10.8 % 90 89,1 % 101

3. Maret 5 4,8 % 99 95,1 % 104

4. April 10 9,17 % 99 90,8 % 109

5. Mei 5 4,2 % 114 95,7 % 119

6. Juni 9 9,4 % 86 95,52 % 95

7. Juli 5 6,09 % 77 93,9 % 82

8. Agustus 0 0 % 40 100 % 40

Page 91: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

77

9. September 0 0 % 104 100 % 104

10. Oktober 1 1,05 % 94 98,9 % 95

11. Nopember 0 0 % 92 100 % 92

12. Desember 1 0,98 % 101 99,01 % 102

JUMLAH 53 4,51 % 1120 95,48 % 1173

Data di atas memperlihatkan bahwa mediasi yang dilakukan di

Pengadilan Agama Jakarta selatan tidak efektif, bahkan pada bulan Agustus,

September dan November tidak ada mediasi yang berhasil dilakukan. Secara

keseluruhan hanya 4,51 % yang berhasil dilakukan mediasi. Sedangkan 95,48 %

dari perkara yang dimediasi tidak berhasil dilakukan.

Faktor penyebab tidak berhasilnya mediasi yang dilakukan oleh

Pengadilan Agama diidenfikasi sebagai berikut:

1. Aspek Mediator

Keberhasilan mediasi dilihat dari aspek mediator dapat didentifikasi

dari adanya kegigihan mediator untuk merealisasikan keberhasilan mediasi

dan kemampuan/skill dan penguasaan mediator terhadap teknik mediasi.

2. Aspek Perkara

Keberhasilan mediasi dari aspek perkara dapat diidentifikasi

berdasarkan karakteristik perkara yang melatarbelakanginya. Keberhasilan

mediasi tidak dapat digenelarisir. Setiap perkara yang dilatarbelakangi oleh

Page 92: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

78

cemburu misalnya, potensi keberhasilannya tinggi, sebaliknya tidak selalu

perkara yang dilatarbelakangi oleh cemburu berhasil. Sama halnya dengan

perkara KDRT yang dimediasi acapkali gagal, tetapi tidak selalu perkara

perceraian yang dilatarbelakangi KDRT gagal sebab adakalanya berhasil.

Keberhasilan dan kegagalan suatu perkara lebih tepat dipandang sebagai

pengalaman mediasi pada setiap pengadilan.

Karakteristik perkara perceraian yang dimediasi berhasil diantaranya

perkara yang diajukan ke pengadilan tetapi para pihak belum matang

membicarakannya, atau motivasi ke pengadilan dimaksudkan untuk

memberikan pelajaran kepada salah satu pihak, perkara yang

dilatarbelakangi oleh cemburu, nafkah, salah satu pihak menjadi pemabuk,

tidak terbuka masalah keuangan dan tersinggung oleh salah satu pihak yang

berulang-ulang.

3. Aspek para pihak

Faktor keberhasilan mediasi dari aspek para pihak, yaitu usia

perkawinan, tingkat kerumitan perkara yang dihadapi oleh para pihak, para

pihak memiliki i’tikad baik untuk mengakhiri sengketa melalui mediasi dan

para pihak memiliki kesadaran untuk berdamai dan menyadari

kekeliruannya.

4. Aspek Sarana

Page 93: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

79

Di Pengadilan Agama Ciamis, Bandung dan Depok ruang mediasi

tersedia dengan memadai. Hal ini dapat ikut membantu proses keberhasilan

mediasi.

Page 94: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

80

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan pembahasan dan penelitian terkait dengan efektifitas

hakim dalam melakukan media dapat disimpulkan sebagai berikut:

Pertama, proses mediasi di Pengadilan Agama Jakarta Selatan melewati

beberapa tahap. Pertama, tahap pramediasi, pembentukan forum, pendalaman

masalah, penyelesaian akhi dan penentuan hasil kesepakatan, kesepakatan di luar

pengadilan, keterlibatan ahli dalam proses mediasi, dan berakhirnya proses

mediasi, sehingga dapat dilakukan eksekusi serta upaya hukum.

Kedua, bahwa upaya yang dilakukan oleh hakim Pengadilan Agama

belum mampu untuk menciptakan mediasi yang efektif, hal ini terlihat dari segi

keberhasilannya yang hanya 4,51% dari 1173 kasus yang ditangani di Pengadilan

Agama Jakarta Selatan.

B. Saran-saran

Selanjutnya untuk kepentingan pelaporan dan evaluasi tentang efektivitas

mediasi di Pengadilan Agama, perlu dirumuskan sistem pelaporan tersendiri

untuk perkara-perkara kumulasi dan rekonvensi. Meskipun mediasi dalam

perkara pokok gagal, tetapi terhadap objek perkara yang menjadi accessoire-nya

berhasil, maka perlu dilaporkan tentang keberhasilan tersebut dalam laporan

tersendiri.

Page 95: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

81

Selain itu perlu juga penguatan dalam bidang keahlian dan penekanan

kepada masyarakat akan pentingnya proses mediasi dalam mengambil putusan.

Hal ini diwujudkan dengan cara meningkatkan keahlian mediator hakim

pengadilan agama. Selain itu diperlukan juga hukum acara yang lebih efektif

khusunya terkait dengan pemanggilan para pihak.

Page 96: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

83

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, Syahrizal. Mediasi (Dalam Perspektif Hukum Syarai’ah, Hukum Adat, dan

Hukum Nasional. Jakarta: Kencana, 2009.

Abubakar, Zainal Abidin. Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan Dalam

Lingkungan Peradilan. Jakarta: Yayasan Al Hikmah, tt.

Ali, Atabik dan Ahmad Zuhdi Muhdlor, Kamus Kontemporer (Arab-Indonesia).

Yogyakarta: Multi Karya Grafika, 1999

Amrullah et.al. (ed), Prospek Hukum Islam Dalam Kerangka Pembangunan Hukum

Nasioal di Indonesia, Jakarta: PP. IKAHA, 1994.

Anshori, Abdul Ghofur. Peradilan Agama di Indonesia Pasca Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006, Cetakan 1. Yogyakarta: UII Press, 2007.

Arto, Mukti. Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2008.

Djalil, Abdul Basiq. Peradilan Agama Di Indonesia, Jakarta: Kencana 2006

ASA, “Sejarah Peradilan Agama”, serial Media Dakwah, Jakarta, Agustus, 1989.

Depatemen Agama RI, Sketsa Peradilan Agama. Jakarta: Departemen Agama RI,

2000.

DIBINBAPERA, Mimbar Hukum No.39 Tahun VIII. Jakarta: Alhikmah, 1997.

Echols, John dan Hasan Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Cet. ke xxv. Jakarta:

Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Emirzon, Joni. Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan (Negosiasi,

Mediasi, Konsiliasi, Arbitrase). Jakarta: PT. Gramedai Pustaka Utama, 2001.

Evi, Sofiah. “Putusan Perdamaian dan Penerapannya di PA”, Jaih Mubarok (ed.),

Peradilan Agama di Indonesia. Bandung: Pustaka Bani Quraisy,2004.

Fuady, Munir. Arbitrase Nasional: Alternative Penyelesaian Sengketa Bisnis,

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2005.

Page 97: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

84

H. A.Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata Pengadilan Agama, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta, 2004.

Hamimi, Taufiq. “Ikhtisar Sejarah Peradilan Agama di Indonesia”, dalam Mimbar

Hukum, No. 59 Thn. XIV, 2003.

Harahap, M Yahya. Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama UU No. 7

Tahun 1989. Jakarta: Pustaka Kartini, 1997.

Harahap, M. Yahya, “Tinjauan Sistem Peradilan”, dalam Mediasi dan Perdamaian

Jakarta: Mahkamah Agung RI, 2004.

Harahap, M. Yahya. Hukum Acara Perdata (Gugatan, Persidangan, Penyitaan,

Pembuktian, dan Putusan Pengadilan). Jakarta: Sinar Grafika, 2006.

Harahap, Yahya. Kedudukan, Kewenangan, dan Acara Peradilan Agama UU No. 7

Tahun 1989. Jakarta: Pustaka Kartini, 1993.

http://pa-jakartaselatan.go.id/vx/en/features/2012-01-17-02-53-24/struktur-organisasi

http://www.badilag.net/component/content/arti

Junaidi, Akhmad Arif. Mediasi Dalam Perundang-undangan di Indonesia.

Semarang: WMC, 2007.

Mahkamah Agung RI, Mediasi dan Perdamaian, mimeo, tt: tp, 2004.

Majalah Hukum Varia Peradilan No. 248 juli 2006.

Manan, Abdul. Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Peradilan Agama.

Jakarta: Yayasan Al-Hikmah, 2000.

Mertokusumo, Sudikno. Hukum Acara Perdatta, edisi VI. Yogyakarta: Liberty, 2002.

Mimbar Hukum No. 59 Tahun XIV 2003

Mimbar Hukum, Nomor 63 Thn. XV, Edisi Maret-April 2004, h.28.

Perma Nomor. 1 Tahun 2008

Page 98: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA

85

Rasyid, Chatib. “Eksistensi Peradilan Agama Pasca UU. No. 3 Tahun 2006”,

makalah dalam Kuliah Umum Acara Peresmian/pengukuhan Pengurus

Ikatan Keluarga Magister Ilmu Hukum UMSU, Medan, Tahun 2007.

Saifullah, Muhammad. sejarah dan Perkembangan Mediasi di Indonesia. Semarang:

WMC, 2007.

Sayyid Sabiq, Fiqh As Sunnah, Juz III. Beirut:Dara al Fikr, 1977.

Simorangkir, dkk, Kamus Hukum, Cet ke 8. Jakarta : Sinar Grafika, 2004.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Cet. Ke-3.. Jakarta: UI Press,

1986.

Subekti & Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata. Jakarta: Pradnya

Paramita, 1985.

Suyud Margono, ADR (Alternative Dispute Resolution) & arbiterase proses

Pelembagaan dan Aspek Hukum. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2000.

Tim Penulis, Buku Komentatir Perma No. 1 Tahun 2008 Tentang pelaksanaan

Mediasi di Pengadilan, Mahkamah Agung. Jakarta: JICA, 2008.

Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar

Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2000.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, Pasal 54.

Usman, Rachmadi. Pilihan Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan. Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2003.

www.badilag.net Statistik Perkara, diakses pada tanggal 24 september 2013.

Page 99: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA
Page 100: EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/27403...i EFEKTIFITAS HAKIM MEDIASI DALAM MENYELESAIKAN PERKARA PERCERAIAN DI PENGADILAN AGAMA