EFEKTIFITAS BERKUMUR DENGAN LARUTAN TEH...
Transcript of EFEKTIFITAS BERKUMUR DENGAN LARUTAN TEH...
i
EFEKTIFITAS BERKUMUR DENGAN LARUTAN TEH ROSELLA
(Hibiscus sabdariffa L.) MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN
GINGIVITIS PASCASKELING
Ni Made Ista Prestiyanti
NPM : 10.8.03.81.41.1.5.018
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2014
ii
EFEKTIFITAS BERKUMUR DENGAN LARUTAN TEH ROSELLA
(Hibiscus sabdariffa L.) MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN
GINGIVITIS PASCASKELING
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar Sarjana Kedokteran Gigi pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
Oleh :
Ni Made Ista Prestiyanti
NPM : 10.8.03.81.41.1.5.018
Menyetujui
Dosen Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
drg.Dwis Syahriel, M.Kes.,Sp.Perio.,FISID drg. Ni Luh Putu Sri Maryuni Adnyasari, M.Biomed
NIP. 19600413 199203 1 001 NPK. 827 203 220
iii
Tim penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar telah meneliti dan mengetahui cara
pembuatan skripsi dengan judul : “EFEKTIFITAS BERKUMUR DENGAN
LARUTAN TEH ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) MEMPERCEPAT
PENYEMBUHAN GINGIVITIS PASCASKELING” yang telah dipertanggung
jawabkan oleh calon sarjana yang bersangkutan pada tanggal 25 Februari 2014.
Atas nama Tim Penguji skripsi Sarjana Kedokteran Gigi Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar dapat mengesahkan.
Denpasar, 25 Februari 2014
Tim Penguji Skripsi
Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
Ketua,
Dwis Syahriel, drg., M.Kes., Sp.Perio., FISID
NIP : 19600413 199203 1 001
Anggota : Tanda Tangan
1. Ni Luh Putu Sri Maryuni Adnyasari, drg., M. Biomed 1. …………...
NPK : 827 203 220
2. I Putu Yudhi Astaguna Wibawa, drg., M. Biomed 2. …………..
NPK : 826 794 201
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Mahasaraswati Denpasar
P. A Mahendri Kusumawati, drg., M.Kes, FISID
NIP. 19590512 198903 2 001
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa /
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “EFEKTIFITAS BERKUMUR DENGAN
LARUTAN TEH ROSELLA (Hibiscus sabdariffa L.) MEMPERCEPAT
PENYEMBUHAN GINGIVITIS PASCASKELING” tepat pada waktunya.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan bagi mahasiswa Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar untuk memenuhi Satuan
Kredit Semester (SKS) dalam rangka mencapai gelar Sarjana Kedokteran Gigi
(SKG).
Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak. Untuk itu penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada :
1. Prof. DR. Ketut Artawa, M. A dan Ni Luh Rasmini, S.Pd, M.Pd selaku
orang tua dan kakak saya Ni Luh Putu Krisnawati, S.S., M.Hum serta
seluruh keluarga besar atas doa dan dukungannya.
2. Yth. drg. Dwis Syahriel, M. Kes., Sp. Perio., FISID selaku pembimbing I
dan drg. Ni Luh Putu Sri Maryuni Adnyasari, M. Biomed selaku
pembimbing II atas segala upaya dan bantuan beliau dalam mengarahkan,
membimbing dan memberi petunjuk kepada penulis sehingga skripsi ini
dapat terselesaikan dengan baik.
v
3. Yth. Para penguji : drg. Dwis Syahriel, M. Kes., Sp. Perio., FISID., drg. Ni
Luh Putu Sri Maryuni Adnyasari, M. Biomed dan drg. I Putu Yudhi
Astaguna Wibawa, M. Biomed yang telah memberikan masukan kritik dan
saran.
4. Sampel penelitian atas seluruh kerjasamanya.
5. drg. I Nyoman Panji Triadnya Palgunadi, M. Kes, Nantha, Cok in, Pirna,
Tika, Ayuk, Prami, Anang dan semua teman-teman CRANTER 2010 yang
tidak bisa saya sebutkan satu-persatu, atas bantuan dan motivasinya
selama penyusunan skripsi ini hingga selesai.
6. Seluruh civitas akademik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Mahasaraswati Denpasar, staf, dosen dan karyawan yang telah banyak
membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun untuk kesempurnaan laporan skripsi ini.
Penulis berharap semoga laporan skripsi ini dapat bermanfaat, khususnya
bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi, umumnya bagi masyarakat dan
pemerhati bidang pelayanan kesehatan.
Denpasar, Februari 2014
Penulis
vi
EFEKTIFITAS BERKUMUR DENGAN LARUTAN TEH ROSELLA
(Hibiscus sabdariffa L.) MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN
GINGIVITIS PASCASKELING
Abstrak
Bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan tanaman hias
berkelopak bunga tebal yang tergolong pada keluarga kembang sepatu atau
Malviceae. Bunga rosella mengandung polifenol yang berkhasiat sebagai
antibakteri. Polifenol berfungsi sebagai antibakteri dengan cara mendenaturasi
protein sel bakteri. Gingivitis merupakan peradangan pada gingiva yang
disebabkan oleh mikroorganisme yang melekat pada permukaan gigi. Tujuan dari
penelitian ini untuk mengetahui pengaruh berkumur dengan teh rosella terhadap
kecepatan penyembuhan gingivitis pascaskeling. Metode analisis yang digunakan
adalah uji paired sample t-test untuk analisis perbandingan pre test dan post test
pada masing-masing kelompok dan uji independent sample t-test untuk analisis
perbandingan kelompok perlakuan dan kelompok kontrol dengan jumlah sampel
sebanyak 120 orang. Kelompok perlakuan berkumur dengan teh rosella dan
kelompok kontrol berkumur dengan air putih. Berkumur dilakukan pada pagi dan
malam hari selama lima hari. Instrumen penelitian yang digunakan adalah indeks
gingiva Loe dan Sillness 1963. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi
penurunan peradangan gingiva baik pada kelompok perlakuan maupun kelompok
kontrol. Terdapat perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan dengan
kelompok kontrol (p < 0,05). Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa
berkumur dengan teh rosella efektif mempercepat penyembuhan gingivitis
pascaskeling.
Kata kunci : rosella (Hibiscus sabdariffa L.), berkumur, gingivitis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PENGUJI DAN PENGESAHAN .................. iii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iv
ABSTRAK ....................................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ ix
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... x
DAFTAR SINGKATAN ................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ....................................................................... 3
D. Hipotesis ..................................................................................... 4
E. Manfaat Penelitian .................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 5
A. Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) ................................................ 5
1. Morfologi Rosella ............................................................... 5
2. Kandungan Gizi Rosella ...................................................... 7
3. Manfaat Rosella ................................................................... 9
4. Larutan Teh Rosella dan Cara Penyajian ............................ 11
B. Gingivitis .................................................................................... 12
viii
1. Gingivitis .............................................................................. 12
2. Klasifikasi Gingivitis ............................................................ 14
3. Etiologi Gingivitis ................................................................ 19
4. Mekanisme terjadinya Gingivitis.......................................... 21
5. Karakteristik Gingivitis ........................................................ 23
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 26
A. Rancangan Penelitian ................................................................. 26
B. Subyek Penelitian ....................................................................... 27
C. Identifikasi Variabel .................................................................. 28
D. Definisi Operasional ................................................................... 28
E. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................... 29
F. Instrumen Penelitian .................................................................. 29
G. Alat dan Bahan .......................................................................... 31
H. Jalannya Penelitian .................................................................... 31
I. Analisis Data .............................................................................. 32
BAB IV HASIL PENELITIAN ...................................................................... 33
A. Uji Prasyarat Analisis ................................................................. 33
B. Uji Efek Perlakuan ..................................................................... 34
BAB V PEMBAHASAN ................................................................................ 36
BAB VI PENUTUP ........................................................................................ 40
A. Kesimpulan ..................................................................................... 40
B. Saran ............................................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 41
LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Komposisi kimia kelopak bunga rosella per 100 g bahan .......... 9
Tabel 3.1 Skor peradangan pada gingiva .................................................... 28
Tabel 3.2 Kriteria indeks gingiva ................................................................ 29
Tabel 4.1 Rangkuman hasil uji normalitas data menggunakan
Kolmogorov-Smirnov .................................................................. 33
Tabel 4.2 Rangkuman hasil uji homogenitas data menggunakan Levene’s
test ............................................................................................... 33
Tabel 4.3 Rerata skor indeks gingiva sebelum dan sesudah
diberikan perlakuan ..................................................................... 34
Tabel 4.4 Rangkuman hasil uji Independent Sample t-test ......................... 34
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Bunga rosella ............................................................................. 6
Gambar 2 Larutan teh rosella...................................................................... 11
Gambar 3 Gingivitis.................................................................................... 13
Diagram 4.1 Penurunan skor indeks gingiva pada masing- masing
kelompok .................................................................................. 33
xi
DAFTAR SINGKATAN
BPOM RI : Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
mg : miligram
ml : mililiter
p : probability
cit : citation
N : jumlah populasi
dkk : dan kawan-kawan
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Foto Penelitian
2. Gambar Alat dan Bahan Penelitian
3. Informed Consent
4. Form Penelitian
5. Tabel Hasil Penelitian
6. Surat Keterangan Kelaikan Etik
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit gigi dan mulut merupakan salah satu jenis penyakit yang banyak
diderita oleh sebagian besar masyarakat, terutama pada masyarakat yang memiliki
kebersihan rongga mulut yang buruk. Penyakit gigi dan mulut terbanyak adalah
karies dan penyakit periodontal.
Penyakit periodontal timbul sebagai akibat dari adanya interaksi antara
bakteri dan host. Para ahli mengemukakan bahwa etiologi penyakit periodontal
dapat diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu faktor lokal dan faktor
sistemik. Faktor lokal dan faktor sistemik sangat erat hubungannya dan berperan
sebagai penyebab terjadinya kerusakan jaringan periodontal. Penyebab utama
penyakit periodontal adalah faktor lokal, yaitu bakteri plak dan kalkulus yang
terakumulasi pada permukaan gigi (Tjahja dan Lely 2005).
Gingivitis adalah penyakit periodontal yang diakibatkan oleh penumpukan
bakteri plak berupa Streptococcus mutans, Streptococcus sanguis, jenis
Actinomyces, dan Spirochaeta yang terdapat di permukaan gigi. Streptococcus
meliputi 50% dari populasi bakteri plak (Putri, Herijulianti, dan Nurjannah 2010).
Bakteri plak akan menyebar dan berkembang kemudian toksin yang dihasilkan
bakteri akan mengiritasi gingiva sehingga merusak jaringan pendukungnya. Hal
ini ditandai dengan adanya perubahan warna lebih merah dari normal, gusi
membengkak dan permukaan mengkilat. Biasanya tidak menimbulkan rasa sakit
hanya keluhan gusi berdarah bila menyikat gigi (Cope 2011).
2
Perawatan utama gingivitis dengan pembuangan faktor etiologi, seperti
dengan kontrol plak dan skeling, untuk mengurangi atau menghilangkan
peradangan sehingga memberi kesempatan jaringan gingiva untuk sembuh. Plak
melekat erat pada permukaan gigi dan hanya dapat dihilangkan melalui
pembersihan mekanis dan kimiawi. Kontrol plak secara mekanis dapat dilakukan
dengan menggunakan alat pembersih seperti sikat gigi, pembersih interdental dan
berkumur, sedangkan pengendalian plak secara kimiawi dengan menggunakan
obat kumur (Dewi, Syahrul dan Esmeralda 2011).
Senyawa yang bersifat antibakteri dibutuhkan untuk membantu
menghilangkan peradangan dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri dan
menurunkan konsentrasi bakteri di dalam plak gigi. Pemberian agen antimikroba
pada penderita gingivitis terbukti dapat mengurangi kedalaman poket, mengurangi
jumlah bakteri patogen periodontal, serta untuk mendapatkan perawatan yang
maksimal (Carranza dkk. 2006).
Dewasa ini banyak dijumpai obat kumur yang berbahan dasar kimia, ini
cukup berbahaya bagi lambung jika tertelan terutama pada anak-anak. Oleh
karena itu, diperlukan obat kumur alami yang aman bagi tubuh dan memiliki efek
samping minimal (Inna, Atmonia dan Prismasari 2010).
Komponen antibakteri yang berasal dari tumbuhan sudah banyak
digunakan sebagai pengobatan berbagai penyakit. Bahan yang berasal dari
tumbuhan juga telah digunakan untuk penyakit periodontal, gangguan pada
jaringan periodonsium, dan pemeliharaan kebersihan mulut. Beberapa jenis
tumbuhan telah dievaluasi untuk kemungkinan penggunaannya dalam pengobatan
modern, sedangkan sebagian besar tumbuhan yang berpotensi untuk pengobatan
3
lainnya belum dilakukan pengujian (Tichy dan Novak. 1998 cit Zubardiah, Nurul
dan Auerkari 2010).
Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) adalah tanaman hias dari keluarga sejenis
kembang sepatu. Tanaman ini dapat hidup di daerah tropis maupun subtropis dan
dikenal sebagai teh herbal. Bunga rosella mengandung polifenol, beberapa
vitamin, mineral serta 18 macam asam amino. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa polifenol memiliki aktivitas sebagai antivirus, antioksidan serta antibakteri
(BPOM RI 2010). Menurut Suwandi (2012), bunga rosella mampu menghambat
perkembangan bakteri Streptococcus sanguis yang menjadi pemicu terbentuknya
plak gigi dan penyebab gingivitis.
Oleh karena itu, berkumur dengan larutan teh rosella diharapkan dapat
menghambat aktivitas bakteri rongga mulut sehingga dapat mempercepat
penyembuhan gingivitis dan tentunya aman bagi tubuh karena terbuat dari bahan
alami yang tidak berbahaya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka masalah yang timbul adalah
apakah berkumur larutan teh rosella (Hibiscus sabdariffa L.) efektif dalam
mempercepat penyembuhan gingivitis pasca skeling?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui efektifitas berkumur
dengan larutan teh rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dalam mempercepat
penyembuhan gingivitis pasca skeling.
4
D. Hipotesis
Bertitik tolak dari uraian pendapat di atas, maka hipotesis yang dapat
diajukan pada penelitian ini adalah bahwa berkumur dengan larutan teh rosella
(Hibiscus sabdariffa L.) efektif mempercepat penyembuhan gingivitis pasca
skeling.
E. Manfaat Penelitian
1. Memberi informasi kepada para pembaca bahwa teh rosella dapat
dimanfaatkan untuk pengobatan gingivitis.
2. Memberi informasi ilmiah yang dapat dijadikan landasan untuk penelitian
lain tentang efektifitas larutan teh rosella dalam mempercepat
penyembuhan gingivitis.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rosella
1. Morfologi Rosella
Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) adalah tanaman hias berkelopak bunga
tebal yang tergolong pada keluarga kembang sepatu atau Malviceae. Rosella
memiliki lebih dari 300 spesies yang tersebar pada daerah tropis dan non tropis.
Bunga rosella memiliki putik sekaligus serbuk sari sehingga tidak memerlukan
bunga lain untuk bereproduksi. Rosella merupakan tumbuhan yang dipercaya
memiliki khasiat medis dan dikenal sebagai tanaman herbal dan bahan baku
minuman kesehatan. Nama lain rosella adalah Susur (Indonesia), Oseille rouge
(Perancis), Quimbombo Chino (Spanyol), Karkadeh (Afrika utara). Dalam bahasa
Melayu tanaman ini dikenal dengan nama Asam paya (Hartiati, Mulyani dan
Pusparini 2009).
Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) merupakan tumbuhan semak umur satu
tahun. Tinggi tumbuhan dapat mencapai 2,4 m serta mengeluarkan bunga hampir
sepanjang tahun. Batangnya berwarna merah, berbentuk bulat dan berbulu. Daun
berseling 3-5 helai dengan ibu tulang daun kemerahan serta bertangkai daun
pendek. Bentuk helaian daun bersifat anisofili (polimorfik), helaian daun yang
terletak di bagian pangkal batang tidak berbagi dan daun berbentuk bulat telur
(Gager dkk. 2005).
Bunga rosella yang tumbuh dari bagian ketiak daun merupakan bunga
tunggal, artinya pada setiap tangkai hanya terdapat satu bunga. Bunga ini
6
mempunyai 8-11 helai kelopak yang berbulu, pangkalnya saling berlekatan dan
berwarna kemerahan. Bagian kelopak inilah yang sering dimanfaatkan sebagai
bahan minuman. Mahkota bunga berjumlah 5 kuntum dan berbentuk bulat telur
terbalik yang berwarna kuning kemerahan (Badan POM RI 2010).
Gambar 1. Bunga rosella (sumber dari McMillian 2013).
Benang sari terletak pada suatu kolom pendukung benang sari dengan
panjang kolom pendukung benang sari sampai 20 mm. Kepala sari berwarna
merah dengan panjang tangkai 1 mm. Tangkai putik berjumlah 5 buah dan
berwarna merah. Buah rosella berbentuk kapsul kadang bulat telur, ukuran buah
13-22 mm x 11-20 mm, tiap buah berisi 30-40 biji. Ukuran biji 3-5 mm x 2-4 mm,
yang berwarna coklat kemerahan. Habitat aslinya berasal dari Nigeria, tetapi
tumbuh berkembang di seluruh dunia, terutama daerah tropis. Tanaman ini banyak
dibudidayakan di Eropa (Badan POM RI 2010).
7
Dalam sistematik taksonomi, tumbuhan ini dapat diklasifikasikan sebagai
berikut (Trijono 2012):
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malvales
Family : Malvaceae
Genus : Hibiscus
Species: Hibiscus sabdariffa L.
2. Kandungan Gizi Rosella
Berbagai kandungan yang terdapat dalam tanaman rosella membuat
tanaman rosella terkenal sebagai tanaman obat tradisional. Berbagai kandungan
zat tersebut antara lain flavonoid, fenol atau polifenol (anthocyanin- delphinidin-
3-glucosyl-xyloside dan cyanidin-3-glucosyl-xyloside), asam sitrat, saponin, tanin,
antioksidan seperti gossypeptin dan glucide hibiscin (Hartiati, Mulyani dan
Pusparini 2009).
Bunga rosella mengandung polifenol yang merupakan salah satu zat
bioaktif yang paling banyak terdapat pada tumbuhan. Flavonoid merupakan
jumlah terbesar dalam polifenol. Flavonoid berfungsi menghambat pertumbuhan
mikroorganisme, karena mampu membentuk senyawa kompleks dengan protein
melalui ikatan hidrogen. Polifenol berfungsi sebagai antibakteri dengan cara
mendenaturasi protein sel dan merusak membran plasma bakteri. Saponin
menghambat pertumbuhan atau membunuh mikroba dengan cara berinteraksi
8
dengan membrane sterol. Efek utama saponin adalah adanya pelepasan protein
dan enzim dari dalam sel. Tanin bekerja dengan cara berikatan dengan adhesin
mikroba, menghambat produksi enzim oleh mikroba, berikatan dengan dinding sel
serta menghancurkan membran (Suwandi 2012).
Kelopak bunga rosella (Hibicscus sabdariffa L) mengandung beberapa
senyawa flavonoid yakni antosianin. Flavonoid juga merupakan pemberi zat
warna merah, ungu dan biru dan sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam
tumbuhan. Antosianin merupakan pigmen alami yang memberi warna merah pada
seduhan kelopak bunga rosella dan bersifat antioksidan. Kadar antioksidan yang
tinggi pada kelopak rosella dapat menghambat radikal bebas. Penyakit yang dapat
diobati dengan bunga rosella antara lain kerusakan ginjal, diabetes, jantung
koroner, dan kanker (Kurniasih 2010).
Rosella juga memiliki kandungan vitamin C yang tinggi sehingga mampu
meningkatkan daya tahan tubuh terhadap serangan berbagai penyakit, dapat
menghambat terakumulasinya radikal bebas penyebab penyakit kronis, membantu
penyerapan semua vitamin dan mineral sehingga membantu metabolisme tubuh
(Devi 2009 cit. Syahrul, Dewi dan Esmeralda 2011).
Kandungan lain yang terdapat pada rosella adalah vitamin A, vitamin B1,
B2, niasin, karoten, cathecin kaya akan mineral seperti kalsium, phosphor,
potassium dan zat besi. Tubuh manusia membutuhkan 22 asam amino dimana 18
diantaranya terpenuhi dari bunga rosella yang sangat penting untuk tubuh. Bunga
rosella banyak digunakan untuk mengurangi nafsu makan, gangguan pernafasan
yang disebabkan flu, dan rasa tidak enak di perut. Rosella digunakan untuk
9
mengatasi bisul dan radang pada kulit, luka bakar, sariawan, dan infeksi herpes
zoster (Badan POM RI 2010).
Secara umum, komposisi kimia dari kelopak bunga rosella dapat dilihat
pada tabel berikut :
Tabel 2.1. Komposisi kimia kelopak bunga rosella per 100 g bahan
Kalori 44 kal
Air 86,2 g
Protein 1,6 g
Lemak 0,1 g
Karbohidrat 11,1 g
Serat 2,5 g
Abu 1,0 g
Kalsium 160 mg
Fosfor 60 mg
Besi 3,8 mg
Betakaroten 285 g
Vitamin C 214,68 mg
Thiamin 0,04 mg
Reboflavin 0,6 mg
Niasin 0,5 mg
Flavonoid 10 g
Polifenol 14 mg
Sumber dari buku khasiat dan manfaat rosella
(Maryani dan Kristiani 2005).
3. Manfaat Rosella
Masyarakat tradisional di berbagai negara telah memanfaatkan tanaman
rosella untuk mengatasi berbagai penyakit dan masalah kesehatan. Pemanfaatan
tanaman rosella ini berkaitan dengan fungsinya sebagai antiseptik, aprodisiak
(meningkatkan gairah seksual), astringen, demulcent (menetralisir asam lambung),
digesif (melancarkan pencernaan), diuretic, purgative, onthelmintic (anti cacing),
refrigerant (efek mendinginkan), resolvent, sedative, stomachic tonic, serta
10
mengobati kanker, batuk, maag dan sakit buang air besar, darah tinggi, sariawan,
gusi berdarah dan mencegah penyakit hati (Hasibuan 2010).
Kelopak rosella mengandung antioksidan yang dapat menghambat
terakumulasinya radikal bebas penyebab pengakit kronis, seperti kerusakan ginjal,
diabetes, jantung koroner, dan kanker. Salah satu zat aktif dari antioksidan yang
berperan adalah antosianin. Antosianin merupakan pigmen tumbuhan yang
memberikan warna merah pada bunga rosella dan berperan mencegah kerusakan
sel akibat paparan sinar Ultra Violet berlebih. Salah satu khasiatnya adalah dapat
menghambat penggumpalan keping-keping sel darah, menghambat pertumbuhan
sel kanker bahkan mematikan sel kanker tersebut (Kurniasih 2010).
Zat lain yang tidak kalah penting adalah kandungan polifenol pada bunga
rosella. Polifenol merupakan senyawa kimia yang memiliki aktivitas sebagai
antivirus, antibakteri, antiinflamasi dan antioksidan. Menurut beberapa penelitian
kandungan polifenol mampu menghambat perkembangan bakteri Streptococcus
sanguis yang menjadi pemicu terbentuknya plak gigi dan pencetus gingivitis
(Suwandi 2012).
Pemanfaaatan kelopak bunga rosella sudah dikenal dan diteliti baik oleh
pakar kesehatan modern maupun pakar kesehatan tradisional di berbagai negara di
dunia. Kelopak bunga rosella diketahui mengandung zat penting yang diperlukan
oleh tubuh, termasuk arginin dan legnin yang berperan dalam proses peremajaan
sel tubuh serta menghambat pertumbuhan dari virus dan bakteri sehingga dapat
mencegah terjadinya infeksi (Kurniasih 2010).
11
4. Larutan Teh Rosella dan Cara Penyajian
Larutan teh rosella merupakan olahan dari bunga rosella. Tidak ada
perbedaan kandungan zat dengan bunga rosella segar, yang membedakan hanya
kandungan airnya. Larutan teh rosella yang dihasilkan agar memilki kualitas yang
baik, waktu antara panen dan proses pengeringan diusahakan jangan terlalu lama
karena kelopak bunga yang telah dipanen masih mengandung kadar air yang
cukup tinggi sehingga akan cepat mengalami kerusakan setelah 2 hari. Kerusakan
yang terjadi akan menyebabkan mutu teh, aroma serta warnanya tidak baik.
Larutan teh rosella bila diseduh dengan air panas akan berwarna kemerahan dan
setelah diminum akan terasa manis asam dan memiliki rasa serta aroma yang khas
(Hasibuan 2010).
Gambar 2. Larutan teh rosella (sumber dari Amara 2012).
Menurut beberapa penelitian bahwa kelopak bunga rosella mempunyai
khasiat yang sangat banyak. Terutama digunakan untuk mencegah kanker dan
radang. Kandungan nutrisi yang paling menonjol dalam larutan teh rosella adalah
vitamin C. Kandungan vitamin C larutan teh rosella enam kali lipat lebih banyak
12
daripada sebuah jeruk. Kandungan vitamin C dan beta karoten di dalamnya
berfungsi sebagai antioksidan yang kuat untuk menangkal radikal bebas dalam
tubuh (Kurniasih 2010).
Larutan teh rosella dapat dibuat dari kelopak bunga dan daunnya, tetapi
umumnya dibuat dari kelopak bunganya saja. Larutan teh dari kelopak bunga
rosella lebih memberikan sensasi aroma dan warna merah yang lebih menarik
dibandingkan larutan teh yang terbuat dari daunnya tetapi untuk mendapatkan rasa
dan aroma teh yang enak, daun dan kelopak bunga yang telah kering bisa
dicampur menjadi satu (Hasibuan 2010).
Menurut Kurniasih (2010), penggunaan kelopak bunga rosella yaitu
dengan cara menyeduh 3-5 kuntum bunga rosella yang sudah dikeringkan dengan
200 ml air panas, aduk sambil sedikit menekan kelopak bunganya hingga air
berwarna merah lalu disaring. Referensi lain menyebutkan, ambil 3 sampai 6
kelopak bunga rosella kering, seduh atau rebus dengan 300 cc air, tunggu 5
sampai 15 menit. Bunga rosella diaduk sesuai selera untuk mendapatkan warna
yang diinginkan (Avriza 2011).
B. Gingivitis
1. Gingivitis
Gingivitis adalah peradangan pada gingiva yang disebabkan
mikroorganisme yang membentuk suatu koloni pada permukaan gigi. Tanda-tanda
klinis dari gingivitis yaitu perubahan warna lebih merah dari normal, gingiva
bengkak dan berdarah pada tekanan ringan. Penderita biasanya tidak merasa sakit
pada gingiva (Cobb 2008).
13
Peradangan gingiva tidak selalu disebabkan oleh akumulasi plak pada
permukaan gigi, tapi peradangan dapat disebabkan oleh non plak. Peradangan
gingiva yang tidak disebabkan oleh plak sering memperlihatkan gambaran klinis
yang khas. Keadaan ini dapat disebabkan oleh beberapa penyebab, seperti infeksi
bakteri spesifik, infeksi virus atau jamur yang tidak berhubungan dengan plak dan
peradangan gingiva karena faktor genetik (Cobb 2008).
Gambar 3. Gingivitis (sumber dari Syria Al-baath University 2010).
.
Gingivitis jika tidak dirawat, peradangan dapat berlanjut ke jaringan
periodontal pendukung yang lebih dalam yaitu ligamentum periodontal,
sementum, dan tulang alveolar. Kerusakan pada jaringan pendukung akan
mengakibatkan gigi kehilangan penyangga, goyang dan mudah lepas.
Penyembuhan gingivitis dapat dilakukan dengan menghilangkan plak secara lebih
efektif melalui pembersihan mekanis seperti dengan sikat gigi, benang gigi dan
alat pembersih interdental lainnya (Carranza dkk. 2006).
14
2. Klasifikasi Gingivitis
Gingivitis yang terjadi hanya berkaitan dengan plak merupakan hasil
interaksi antara bakteri dalam plak dan host. Penelitian epidemiologis
menunjukkan adanya hubungan langsung antara deposit plak dan keparahan
gingivitis. Interaksi tersebut dapat diperburuk oleh pengaruh faktor lokal,
sistemik, medikasi serta malnutrisi (Hartati, Rusmini dan Waluyo 2011).
Penyakit gingiva yang dimodifikasi oleh faktor sistemik terjadi karena
adanya perubahan yang berkaitan dengan masa pubertas, siklus menstruasi,
kehamilan dan diskrasia darah. Penyakit gingiva yang dimodifikasi oleh faktor
sistemik sering ditemukannya hiperplasia pada gingiva serta perdarahan (Carranza
dkk. 2006).
Penyakit gingivitis yang dimodifikasi oleh medikasi semakin meningkat
prevalensinya karena peningkatan pengunaan obat-obatan seperti golongan
calcium channel blockers, β-blocker dan ACE-inhibitor. Salah satu efek samping
obat-obatan pada jaringan periodonsium yang paling sering adalah pembesaran
gingiva atau juga dikenal dengan hiperplasia gingiva. Patogenesis terjadinya
pembesaran gingiva yang disebabkan oleh obat-obatan ini sebagai akibat dari
terjadinya peningkatan produksi kolagen oleh fibroblast gingiva. Pembesaran
ukuran dari gingiva diperparah dengan buruknya oral hygiene seseorang
(Carranza dkk. 2006).
Salah satu penyakit gingiva yang dimodifikasi oleh malnutrisi disebabkan
oleh defisiensi vitamin C. Defisiensi vitamin C menyebabkan terganggunya
proses pembentukan kolagen yang dibutuhkan oleh jaringan ikat, sehingga serat
kolagen akan menjadi lemah dan mudah hancur. Akibatnya terjadi gangguan
15
kesehatan jaringan pada rongga mulut. Scurvy (scorbutic gingivitis) merupakan
suatu kumpulan manifestasi klinis yang disebabkan oleh defisiensi vitamin C.
Tanda klinis dari scurvy seperti gingiva tampak mengkilat, padat, bengkak, dan
terjadi perdarahan gingiva (Desai dkk. 2009).
Lesi gingiva karena non-plak sering terjadi pada kelompok masyarakat
dengan sosial-ekonomi rendah dan pada individu dengan keadaan imun yang
rentan. Salah satunya adalah penyakit gingiva yang disebabkan oleh bakteri.
Bakteri yang sering menyebabkan penyakit gingiva adalah dengan Neisseria
gonorrhea, Treponema pallidum, jenis Streptococcus. Lesi gingiva yang
disebabkan oleh virus contohnya adalah gingivostomatitis herpes primer. Penyakit
ini ditandai dengan timbulnya panas secara tiba-tiba, timbulnya vesikel kecil dan
gingiva terasa sakit (Pindborg 2009).
Penyakit gingiva karena fungi relatif jarang terjadi pada individu dengan
imun yang baik namun sering terjadi pada individu dengan flora normal oral yang
terganggu oleh pengguna antibiotika spektrum luas jangka panjang. Infeksi oleh
candida yang penyebabnya juga sering ditemukan pada protesa, penggunaan
steroid topikal, aliran saliva menurun atau pH saliva menurun. Penyakit gingiva
karena genetik contohnya adalah fibromatosis gingiva turunan. Tanda klinis dari
penyakit ini adalah pembesaran gusi yang nyata sehingga penderita mengalami
kesulitan menutup bibirnya (Pindborg 2009).
Lesi gingiva yang disebabkan oleh reaksi alergi jarang terjadi. Lesi gingiva
ini bisa muncul akibat adanya reaksi alergi terhadap bahan restorasi gigi, bahan
pasta gigi, obat kumur, bahan tambahan yang ada pada permen karet maupun pada
makanan. Lesi gingiva juga dapat terjadi oleh karena adanya traumatik. Lesi
16
traumatik dapat terjadi karena iatrogenik. Lesi traumatik ini dapat disebabkan oleh
faktor kimia, fisik dan termal (Clerehugh, Tugnait dan Genco 2009).
Menurut Clerehugh, Tugnait dan Genco (2009), gingivitis dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
I. Penyakit gingiva karena plak gigi (dental plaque induce)
A. Gingivitis yang hanya berkaitan dengan plak gigi
1. Tanpa faktor lokal lain
2. Disertai faktor lokal lain
B. Penyakit gingiva yang dimodifikasi oleh faktor sistemik
1. Berkaitan dengan sistem endokrin
a. Gingivitis berkaitan dengan akil balik (puberty)
b. Gingivitis berkaitan dengan siklus menstruasi
c. Berkaitan dengan kehamilan (pregnancy)
1) Gingivitis
2) Granuloma piogenik
d. Gingivitis berkaitan dengan diabetes mellitus
2. Berkaitan dengan diskrasia darah (blood dyscrasias)
a. Gingivitis berkaitan dengan leukemia
C. Penyakit gingiva yang dimodifikasi oleh obat-obatan (medications)
1. Penyakit gingiva yang dipengaruhi obat (drug)
a. Gingival enlargement yang dipengaruhi obat (drug)
b. Gingivitis yang dipengaruhi obat
1) Gingivitis berkaitan dengan kontrasepsi oral
17
D. Penyakit gingiva yang dimodifikasi oleh malnutrisi
1. Gingivitis karena defisiensi vitamin C
II. Lesi gingiva karena non-plak (non-plak induce)
A. Penyakit gingiva karena bakteri spesifik
1. Lesi berkaitan dengan Neisseria gonorrhea
2. Lesi berkaitan dengan Treponema pallidum
3. Lesi berkaitan dengan spesies Streptococcus
B. Penyakit gingiva karena virus
1. Infeksi virus herpes
a. Gingivostomatitis herpes primer (primary herpetic
gingivostomatitis)
b. Herpes oral rekuren
c. Infeksi varicella-zoster
C. Penyakit gingiva karena jamur (fungi)
1. Infeksi spesies Candida
a. Candidosis gingiva menyeluruh (generalized gingival
candidosis)
b. Linear gingival erythema
c. Histoplasmosis
D. Lesi gingiva karena genetik
1. Fibromatosis gingiva turunan (hereditary gingival fibromatosis)
E. Kondisi sistemik yang bermanifestasi pada gingiva
1. Gangguan pada mukosa dan kulit (mucocutaneous disorders)
a. Lichen planus
18
b. Pemphigoid
c. Pemphigus vulgaris
d. Erythema multiforme
e. Lupus erythematosus
f. Lesi akibat obat-obatn
2. Reaksi alergi
a. Bahan restorasi gigi
1) Air raksa (mercury)
2) Nickel
3) Akrilik
b. Reaksi terhadap bahan-bahan
1) Pasta gigi (toothpastes/dentrifices)
2) Obat kumur (mouthrinses/mouthwashes)
3) Bahan tambahan dalam permen karet (chewing gum
additives)
4) Makanan dan bahan-bahan tambahan (foods and additives)
F. Lesi traumatik
1. Jejas kimia (chemical injury)
2. Jejas fisik (physical injury)
3. Jejas suhu (thermal injury)
G. Reaksi tubuh terhadap benda asing (foreign body reactions)
H. Kelainan yang tidak memiliki spesifikasi (not otherwise specified)
19
3. Etiologi Gingivitis
Penumpukan bakteri plak pada permukaan gigi merupakan penyebab
utama penyakit periodontal. Penyebab penyakit periodontal selain plak bisa
disebabkan oleh faktor non-plak. Penyakit periodontal dimulai dari gingivitis, bila
tidak terawat bisa berkembang menjadi periodontitis dimana terjadi kerusakan
jaringan periodontal berupa kerusakan gingiva, sementum, ligamen periodontal
dan tulang alveolar (Arndt dan Nagelberg 2010).
Penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri pada jaringan keras gigi maupun
jaringan pendukungnya tergantung pada umur dan ketebalan plak. Umur plak
menentukan macam kuman dalam plak, sedangkan macam kuman dalam plak
menentukan penyakit yang ditimbulkan oleh plak (Putri, Herijulianti dan
Nurjannah 2010).
Plak muda terdiri dari bakteri yang dapat membentuk polisakarida
ekstraseluler termasuk diantaranya adalah Streptococcus mutans, Streptococcus
bovis, Streptococcus sanguis dan Streptococcus salivarius. Jenis Actinomyces juga
ditemukan pada plak muda. Plak tua adalah plak yang umurnya tujuh hari yang
ditandai dengan munculnya jenis bakteri Spirochaeta dan Vibrio. Peningkatan
paling menonjol pada pematangan plak ini ditandai dengan terus bertambahnya
Actinomyces naeslundi, bila dibiarkan berkembang biak beberapa hari akan
menimbulkan inflamasi gingiva (Putri, Herijulianti dan Nurjannah 2010).
Para ahli mengemukakan bahwa etiologi penyakit periodontal dapat
diklasifikasikan menjadi dua kelompok yaitu faktor lokal dan faktor sistemik
(Kinoshita dan Wen 2008) :
20
I. Faktor etiologi lokal
A. Faktor lokal pengiritasi
1. Faktor pencetus : plak
2. Faktor presdiposisi
a) Materia alba
b) Debris
c) Dental stain
d) Kalkulus
e) Karies
f) Merokok
g) Food impaction
h) Faulty dentistry
i) Kontrol plak inadekuat
j) Makanan berkonsistensi lunak dan melekat
k) Trauma mekanis
l) Trauma kimiawi
B. Faktor lokal fungsional
1. Unreplaced missing teeth
2. Maloklusi atau malposisi
3. Mouth breathing dan tongue thrusting
4. Traumatik oklusi
II. Faktor etiologi sistemik
A. Faktor endokrin
1. Pubertas
21
2. Kehamilan
3. Menopause
B. Gangguan dan defisiensi nutrisi
1. Defisiensi vitamin
2. Defisiensi protein
C. Obat-obatan
1. Obat-obatan yang menyebabkan hiperplasia gingiva
2. Kontrasepsi hormonal
D. Faktor- faktor psikologis
E. Penyakit metabolisme
F. Gangguan dan penyakit hematologi
G. Penyakit-penyakit yang melemahkan (debilitating disease)
4. Mekanisme terjadinya Gingivitis
Penyakit periodontal secara klinis dimulai dengan adanya peradangan
jaringan gingiva di sekitar leher gigi dan warnanya menjadi lebih merah daripada
jaringan gingiva sehat. Peradangan jaringan gingiva ditandai juga dengan adanya
perdarahan spontan. Gingivitis jika tidak dirawat akan menimbulkan kerusakan
jaringan periodontal yang lebih dalam (Carranza dkk. 2006).
Menurut Cope (2011), proses terjadinya gingivitis dibagi menjadi 4 tahap
yaitu :
a. Lesi awal (initial lesion)
Bakteri adalah penyebab utama dari penyakit periodontal, namun pada
tahap ini hanya menyerang jaringan dalam batas normal dan hanya berpenetrasi
superfisial. Beberapa hari pertama, plak ini terdiri dari bakteri cocci dan batang
22
gram positif, lalu hari berikutnya organisme filamen, dan terakhir Spirochetes atau
bakteri gram negatif. Gingivitis ringan mulai terjadi pada tahap ini.
b. Lesi dini (early lesion)
Tahap ini sudah mulai terlihat tanda klinis eritema. Eritema terjadi karena
proliferasi kapiler dan meningkatnya pembentukan kapiler. Epitel sulkus menipis
atau terbentuk ulserasi. Perdarahan pada saat probing mulai terjadi pada tahap ini.
Ditemukan 70% jaringan kolagen sudah rusak terutama di sekitar sel infiltrasi
seluler. Polimorfonuklear leukosit (PMN) keluar dari pembuluh darah sebagai
respons terhadap stimulus kemotaktik dari komponen plak, menembus lamina
dasar ke arah epitelium dan masuk ke sulkus.
c. Lesi mapan (established lesion)
Tahap ini disebut sebagai gingivitis kronis karena seluruh pembuluh
darah membengkak dan padat, sedangkan pembuluh balik terganggu atau rusak
sehingga aliran darah menjadi lambat. Terlihat perubahan warna kebiruan pada
gingiva. Sel – sel darah merah keluar ke jaringan ikat dan terganggunya
hemoglobin menyebabkan warna daerah peradangan menjadi gelap. Aktivitas
kolagenolitik sangat meningkat karena kolagenase banyak terdapat di jaringan
gingiva yang diproduksi oleh beberapa bakteri oral maupun polimorfonuklear
leukosit.
d. Lesi lanjut (advanced lesion)
Perluasan lesi ke dalam tulang alveolar menunjukkan karakteristik tahap
keempat yang disebut sebagai lesi advanced atau fase kerusakan periodontal.
Secara mikroskopis, terdapat fibrosis pada gingiva dan kerusakan jaringan akibat
imunopatologis. Secara umum pada tahap advanced, sel plasma berlanjut pada
23
jaringan ikat, dan neutrofil pada epitel junctional dan gingiva. Gingivitis pada
tahap ini akan berlanjut pada pada individu yang rentan.
5. Karakterisitik Gingivitis
Menurut Carranza dkk. (2006) gingivitis merupakan tahap awal dari
penyakit periodontal, karakterisitik gingivitis dapat dilihat dari :
a. Perubahan warna gingiva
Warna gingiva ditentukan oleh beberapa faktor, termasuk jumlah dan
ukuran pembuluh darah, ketebalan epitel, keratinisasi, dan pigmen di dalam epitel.
Perubahan warna merupakan tanda klinis dari penyakit pada gingiva. Warna
gingiva normal adalah merah muda coral dan dihasilkan oleh vaskularitas
jaringan dan lapisan epitel. Gingiva menjadi memerah ketika vaskularisasi
meningkat atau derajat keratinisasi epitel mengalami reduksi atau menghilang.
Warna menjadi pucat ketika keratinisasi mengalami reduksi. Perubahan terjadi
pada papilla interdental dan margin gingiva, dan menyebar pada attached gingiva.
b. Perubahan konsistensi
Kondisi kronis maupun akut dapat menghasilkan perubahan pada
konsistensi gingiva normal. Perubahan destruktif atau edema dan fibrous terjadi
secara bersamaan, dan konsistensi gingiva ditentukan berdasarkan kondisi yang
dominan pada gingivitis kronis.
c. Perubahan tekstur jaringan gingiva
Permukaan gingiva normal seperti kulit jeruk yang biasa disebut sebagai
stippling. Stippling terbatas pada attached gingiva dan secara dominan terdapat
pada daerah subpapila, tetapi meluas sampai ke papilla interdental. Beberapa
peneliti menyimpulkan bahwa kehilangan stippling merupakan tanda awal dari
24
terjadinya gingivitis. Tekstur permukaan yang halus juga dihasilkan oleh atropi
epitel pada gingivitis, dan permukaan yang rupture terjadi pada gingivitis kronis.
Hiperkeratosis dengan tekstur kasar, dan pertumbuhan gingiva secara berlebih
akibat obat akan menghasilkan permukaan yang berbentuk nodular pada gingiva.
d. Perubahan posisi gingiva
Salah satu gambaran pada penyakit gingiva adalah adanya lesi pada
gingiva. Lesi traumatik seperti lesi akibat kimia, fisik atau termal merupakan lesi
yang paling umum pada rongga mulut. Lesi akibat kimia seperti disebabkan oleh
aspirin, hidrogen peroksida, perak nitrat, fenol, dan bahan endodontik. Lesi karena
fisik termasuk bibir, rongga mulut, dan tindik pada lidah yang dapat menyebabkan
resesi gingiva. Lesi karena termal dapat berasal dari makanan dan minuman yang
panas. Gambaran umum untuk kasus akut, seperti epitelium yang nekrotik, erosi
atau ulserasi, dan eritema. Sedangkan pada kasus kronis, terjadi dalam bentuk
resesi gingiva.
e. Perubahan kontur gingiva
Perubahan pada kontur gingiva berhubungan dengan pembesaran
gingiva, tetapi perubahan tersebut dapat juga terjadi pada kondisi yang lain. Istilah
McCall festoon telah digunakan untuk menggambarkan penebalan pada gingiva
yang diamati pada gigi kaninus ketika resesi telah mencapai mucogingival
junction.
C. Skeling
Skeling adalah usaha untuk membersihkan plak, kalkulus serta derivat
lain pada permukaan gigi dengan menggunakan alat scaler. Kalkulus jika tidak
dibersihkan akan menyebabkan inflamasi gingiva (Carranza dkk. 2006).
25
Skeling dapat digunakan dengan menggunakan alat manual atau dengan
alat ultrasonik. Alat manual yang umum dipakai adalah alat kuret, skeler sickle,
skeler hoe, skeler chisel dan skeler file. Skeler sickle adalah skeler kasar untuk
menyingkirkan kalkulus supragingiva, sedangkan alat yang digunakan untuk
menyingkirkan kalkulus subgingiva dan sementum nekrosis adalah skeler hoe,
chisel, dan file (Kawashima 2007).
Peralatan ultrasonik scaler merupakan suatu perangkat skeler yang terdiri
dari handpiece scaler dan tip scaler. Tip scaler dapat diganti sesuai dengan
kebutuhan dan saat dioperasikan ujung dari tip scaler akan bergetar dengan
frekuensi yang cepat dan halus yang akan menghancurkan karang gigi tanpa
merusak permukaan gigi. Alat ini juga mengeluarkan air dari ujung tip yang
berfungsi untuk mengirigasi, membersihkan debris dan mendinginkan area yang
dibersihkan (Kawashima 2007).
26
Pur
P1
P2
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian uji klinis (clinical
trial) dengan pendekatan pre test dan post test design group control (Pratiknya
2011).
Keterangan :
P = Populasi
Pur = Purposive
S = Sampel
P1 = Perlakuan kelompok 1 berkumur dengan larutan teh rosella
P2 = Perlakuan kelompok 2 berkumur dengan air putih (plasebo)
Q1 = Pengukuran indeks gingiva kelompok 1 sebelum diberi perlakuan
Q2 = Pengukuran indeks gingiva kelompok 1 setelah diberi perlakuan
Q3 = Pengukuran indeks gingiva kelompok 2 sebelum diberi perlakuan
Q4 = Pengukuran indeks gingiva kelompok 2 setelah diberi perlakuan
P
Q1
S
Q3
Q2
Q4
27
B. Subyek Penelitian
1. Populasi
Populasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah
mahasiswa/mahasiswi yang berada di lingkungan Universitas
Mahasaraswati Denpasar.
2. Teknik sampling: teknik sampling yang digunakan adalah purposive
sampling.
3. Besar sampel dan teknik pengambilan sampel
Besarnya sampel yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan
menggunakan rumus sebagai berikut (Hidayat 2012) :
Dimana :
n = jumlah sampel
p = estimator proporsi populasi
d2 = tingkat kesalahan yang diperbolehkan
q = 1-P
Maka dari hasil perhitungan diatas didapatkan jumlah sampel minimal
adalah berjumlah 98 orang yang menderita gingivitis. Tetapi dalam
penelitian diambil sebanyak 120 orang yang terbagi menjadi dua
kelompok yaitu 60 orang kelompok perlakuan dan 60 orang kelompok
kontrol.
n=
28
Sampel diambil berdasarkan kriteria inklusi yang telah ditetapkan :
a. Kriteria inklusi. Kriteria inklusi yang digunakan dalam penelitian ini
adalah subyek laki-laki dan perempuan yang berusia 18-25 tahun,
dalam keadaan sehat baik sehat secara fisik ataupun mental, subyek
memiliki gigi indeks (11, 16, 26, 36, 31, 46), bersifat kooperatif,
tidak sedang hamil dan tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan
seperti antibiotik, antiinflamasi dan obat kumur yang mengandung
antiseptik dan antiinflamasi.
b. Kriteria eksklusi. Semua subyek yang tidak memenuhi kriteria inklusi
dikeluarkan dari subyek penelitian dan pasien menolak untuk
dijadikan sampel.
C. Identifikasi Variabel
1. Variabel pengaruh : larutan teh rosella
2. Variabel terpengaruh : gingivitis pascaskeling
3. Variabel tidak terkendali : asupan makanan dan minuman, cara
menyikat gigi dan pasta gigi yang
digunakan
D. Definisi Operasional
1. Larutan teh rosella adalah larutan yang dibuat dari bunga rosella kering
sebanyak 5 kuntum dengan berat ± 50mg diseduh dengan air panas
sebanyak 200 ml.
29
2. Kumur- kumur dengan larutan teh rosella adalah berkumur dengan larutan
teh rosella sebanyak 30 ml selama 30 detik sampai larutan mengenai
seluruh permukaan gigi dan gingiva.
3. Gingivitis adalah proses peradangan jaringan gingiva yang disebabkan
oleh mikroorganisme yang membentuk suatu koloni/plak gigi yang
melekat pada permukaan gigi. Pengukuran derajat peradangan gingiva
menggunakan indeks gingiva oleh Loe H dan Silness J tahun 1963.
4. Skeling adalah membersihkan karang gigi (kalkulus) dan plak serta derivat
lain pada permukaan gigi dengan menggunakan alat scaler.
5. Plasebo adalah zat atau obat tidak aktif yang tampak sama dan diberikan
dengan cara yang sama seperti obat aktif atau pengobatan yang diuji.
E. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Universitas Mahasaraswati Denpasar pada
tanggal 18 September – 20 Oktober 2013 pukul 08.00 WITA – selesai.
F. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah indeks gingiva oleh Loe dan
Silness. Indeks gingival diusulkan pada tahun 1963 sebagai metode untuk menilai
keparahan dan kuantitas gingivitis pada pasien. Menurut metode ini, bagian dari
fasial, mesial, distal dan lingual dinilai untuk peradangan dan diberi skor 0 sampai
3. Untuk menilai tingkat keparahan gingivitis dapat dilakukan dengan
menjalankan probe periodontal sepanjang dinding jaringan lunak dari celah
gingiva.
30
Tabel 3.1 Skor peradangan pada gingiva
Gejala Klinis Perdarahan Peradangan Skor
Normal Tidak ada
perdarahan
Tidak ada
peradangan
0
Terdapat perubahan warna
dan pembengkakan yang
ringan
Tidak ada
perdarahan
Ringan 1
Kemerahan, hipertropi,
bengkak dan mengkilat
Perdarahan saat
probing
Sedang 2
Kemerahan yang jelas,
hipertropi dan ulserasi
Perdarahan
spontan
Berat 3
Indeks gingiva oleh Loe H dan Silness J tahun 1963 digunakan untuk
memeriksa keparahan gingivitis pada gigi molar pertama kanan atas, insisivus
pertama kiri atas, premolar pertama kiri atas, molar pertama kiri bawah, insisivus
pertama kanan bawah, dan premolar pertama kanan bawah.
Tabel 3.2 Kriteria indeks gingiva
Rata-rata indeks gingiva Keterangan
2,1-3,0 Peradangan berat
1,1-2,0 Peradangan sedang
01-1,0 Peradangan ringan
< 0,1 Tidak ada peradangan
Penilaian dan perhitungan skor indeks gingiva dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut :
Total Skor Gingiva
Indeks Gingiva =
Jumlah Indeks Gigi x Jumlah Permukaan yang diperiksa
31
G. Alat dan Bahan
1. Alat : alat oral diagnose, neerbecken, alat skeling (scaler), periodontal
probe, lap dada, handscoon, masker, gelas kumur, alat tulis, form
penelitian dan informed consent.
2. Bahan : larutan teh rosella, air putih dan alkohol 70%.
H. Jalannya Penelitian
1. Alat dan bahan yang diperlukan dipersiapkan terlebih dahulu.
2. Sebelum dilakukan penelitian, calon sampel diminta untuk mengisi dan
menandatangani inform consent untuk kesediaan menjadi sampel.
3. Menjelaskan jalannya penelitian kepada subjek penelitian dan menjelaskan
hal-hal yang harus dilakukan selama penelitian dilaksanakan.
4. Keadaan rongga mulut sampel diperiksa menggunakan alat oral diagnose.
5. Keadaan dari gingivitis diperiksa, kemudian dihitung indeks gingivanya
kemudian lakukan skeling. Skeling dilakukan oleh peneliti.
6. Sebagai kelompok perlakuan, sampel diinstruksikan berkumur dengan
larutan teh rosella sebanyak 30 ml selama 30 detik. Kelompok kontrol
diinstruksikan berkumur dengan air putih sebanyak 30 ml selama 30 detik.
7. Berikan instruksi kepada sampel untuk berkumur dengan larutan teh
rosella sebanyak 30 ml selama 30 detik setiap dua kali sehari selama 5
hari.
8. Setiap perubahan yang terjadi dicatat pada form penelitian.
32
I. Analisis data
Data yang diperoleh dari penelitian ini dimasukkan ke dalam tabel untuk
pengamatan dan pengkajian data. Data kemudian dianalisis dan diolah dengan
menggunakan SPSS.
1. Uji Normalitas dan Homogenitas
a. Uji Normalitas dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.
b. Uji Homogenitas dengan menggunakan uji Levene’s Test.
2. Uji Efek Perlakuan
Bagi data yang berdistribusi normal dan homogen, maka digunakan uji
statistik parametrik yaitu :
a. Paired sample t-test untuk analisis perbandingan pre test dan post test
pada masing-masing kelompok.
b. Independent sample t-test untuk analisis perbandingan kelompok
perlakuan atau kelompok kontrol.
33
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Uji Prasyarat Analisis
Uji prasyarat analisis dilakukan sebagai prasyarat sebelum melakukan uji
statistic parametric. Uji prasyarat yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji
normalitas data dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov dan uji
homogenitas data dengan menggunakan uji Levene’s test.
Tabel 4.2 Rangkuman hasil uji normalitas data menggunakan Kolmogorov-
smirnov
Berdasarkan hasil uji normalitas data didapatkan nilai signifikansi untuk
data sebelum perlakuan adalah 0,120. Nilai signifikansi untuk data setelah
perlakuan adalah 0,093. Nilai signifikansi untuk data sebelum kontrol adalah
0,058 sedangkan data setelah kontrol adalah 0,065. Hal ini menunjukkan bahwa
keempat nilai tersebut lebih besar dari 0,05 yang berarti bahwa data telah
berdistribusi normal sehingga data layak untuk dilanjutkan dengan uji statistic
parametric t-test.
Kelompok sampel N P Keterangan
Perlakuan Pre 60 0,120 Normal
Post 60 0,093 Normal
Kontrol Pre 60 0,058 Normal
Post 60 0,065 Normal
34
Tabel 4.3 Rangkuman hasil uji homogenitas data menggunakan Levene’s test
Berdasarkan hasil uji homogenitas menghasilkan nilai Levene statistic
sebelum dan setelah perlakuan sebesar 1,159 dengan nilai signifikansi sebesar
0,284 dan nilai Levene statistic sebelum dan setelah kontrol sebesar 0,154 dengan
nilai signifikansi sebesar 0,696 melihat besarnya nilai p > 0,05 maka dapat
disimpulkan bahwa data bersifat homogen.
B. Uji Efek Perlakuan
Dari analisis menggunakan t-test antara kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan, menghasilkan data yang menunjukkan hasil dari uji parametrik Paired
sample t-test, adalah sebagai berikut :
Tabel 4.4 Rerata skor indeks gingiva sebelum dan setelah diberikan perlakuan
Kelompok sampel Levene statistic Sig
Perlakuan 1,159 0,284
Kontrol 0,154 0,696
t-test for
equality of
means
Pre Post Beda rerata t Sig
Kontrol 0,25 0,14 0,11 14,761 0,000
Perlakuan 0,26 0,08 0,18 26,621 0,000
35
Berdasarkan pada tabel diatas ditemukan adanya perbedaan yang
signifikan pada penurunan gingivitis baik pada kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan, ini terlihat pada nilai p < 0,05.
Diagram 4.1 Penurunan skor indeks gingiva pada masing- masing kelompok
Tabel 4.5 Rangkuman hasil uji Independent Sample t-test
Berdasarkan hasil uji t nilai signifikansi diperoleh sebesar p < 0,05. Dari
hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara
skor indeks gingiva kelompok kontrol dengan skor indeks gingiva pada kelompok
perlakuan. Skor indeks gingiva pada kelompok perlakuan lebih rendah
dibandingkan dengan skor indeks gingiva pada kelompok kontrol.
N T Df p
Setelah kontrol 60 4.953 118 0.000
Setelah perlakuan 60 4.953 113.010 0.000
36
BAB V
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada kedua kelompok analisis
uji statistik menggunakan independent t-test menunjukkan signifikansi (p < 0,05).
Hasil analisis terhadap rerata skor indeks gingiva didapatkan penurunan yang
signifikan pada kelompok yang berkumur dengan air putih dan pada kelompok
yang berkumur dengan larutan teh rosella pascaskeling. Hasil dari kedua
kelompok tersebut menunjukkan keefektifannya dalam mempercepat
penyembuhan gingivitis pascaskeling namun berkumur dengan larutan teh rosella
pascaskeling lebih berpengaruh mempercepat penyembuhan gingivitis
dibandingkan berkumur dengan air putih.
Pada kelompok perlakuan yang berkumur dengan larutan teh rosella
menghasilkan rerata penurunan skor indeks gingiva yang lebih besar dari
kelompok kontrol yang berkumur dengan air. Terjadinya penurunan skor indeks
gingiva mungkin disebabkan oleh karena larutan teh rosella mengandung
polifenol yang menurut beberapa penelitian memiliki aktivitas antibakteri dengan
cara menghambat perkembangan bakteri Streptococcus sanguis yang menjadi
pemicu terbentuknya plak gigi dan pencetus gingivitis. Adanya efek antibakteri
dari larutan teh rosella dapat menekan bakteri plak dan produknya sehingga dapat
menurunkan rerata skor indeks gingiva. Selain itu di dalam larutan teh rosella
terdapat kandungan flavonoid yang merupakan jumlah terbesar dalam polifenol
yang bekerja dengan cara mendenaturasi protein sel bakteri. Oleh karena
membran sel dari bakteri tersusun atas protein dan lipid, maka kehadiran polifenol
37
yang merupakan senyawa toksik mengakibatkan struktur tiga dimensi protein
terganggu sehingga menyebabkan protein pada bakteri terdenaturasi dan tidak
dapat melakukan fungsinya (Suwandi 2012). Larutan teh rosella juga mengandung
vitamin C yang tinggi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan
membantu penyerapan semua vitamin dan mineral sehingga membantu
mempercepat proses penyembuhan. Penelitian ini juga didukung dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Suwandi (2012) yang menyebutkan bahwa
ekstrak bunga rosella memiliki khasiat sebagai antiinflamasi, antibakteri dan
astringent.
Penelitian lain tentang kemampuan ekstrak rosella sebagai antiinflamasi
pada tikus pernah dilakukan. Hasilnya menunjukkan bahwa ekstrak rosella dengan
dosis 500 mg/kg BB mempunyai kemampuan sebagai antiinflamasi. Penelitian
sebelumnya telah dilakukan untuk mengkaji potensi tentang antioksidan dan daya
hambat aktivitas siklooksigenase bunga rosella secara in vitro. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa kandungan ekstrak bunga rosella dengan pelarut
senyawa ethyl acetat dan metanol, mampu menghambat enzim siklooksigenase
(Ali dkk. 2011).
Bunga rosella dikenal sebagai tanaman yang memiliki banyak khasiat,
salah satunya sebagai antibakteri. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Rostinawati (2009) yang menyebutkan bahwa bunga rosella juga memiliki
aktivitas dan daya hambat antibakteri terhadap Escherichia coli, Salonella typhi
dan Saphylococcus aureus. Penelitian yang serupa mengenai ekstrak bunga rosella
juga dilakukan oleh Harianto (2013) menyebutkan bahwa ekstrak bunga rosella
yang digunakan sebagai obat kumur mampu menghambat pertumbuhan plak.
38
Selain itu penelitian lain yang dilakukan oleh Hamdani (2013) menyebutkan
bahwa air rebusan bunga rosella mampu menghambat koloni bakteri pada sikat
gigi.
Penyebab utama gingivitis adalah plak gigi yang merupakan substansi
berstruktur lunak, berwarna kuning keabu-abuan dan melekat erat pada
permukaan gigi. Plak mengandung makrofag, matriks ekstraseluler, sisa makanan
serta bakteri yang melekat pada gigi. Semua bakteri plak ikut berperan
membentuk patogenesis dari flora subgingiva, yang dapat memperbesar
kemampuan bakteri untuk berkolonisasi dan menyerang pertahanan host serta
merangsang inflamasi dan kerusakan jaringan periodontal (Huis. 1993 cit
Nirmaladewi, Handajani dan Tandelilin 2011).
Kontrol plak yang efektif adalah dasar dari pencegahan dan pengobatan
hampir semua keadaan inflamasi pada jaringan periodontal. Pengaruh negatif plak
terhadap gigi dan jaringan penyangga dapat diminimalkan dengan cara
pembersihan secara mekanis dengan sikat gigi, benang gigi serta berkumur
dengan obat kumur (Hoag dan Pawlak. 1990 cit Nirmaladewi, Handajani dan
Tandelilin 2011).
Pada kelompok perlakuan dan kelompok kontrol, keduanya terjadi
penurunan indeks gingiva pascaskeling, hal ini disebabkan oleh karena kalkulus
yang merupakan faktor predisposisi penyebab gingivitis pada kedua kelompok
telah dihilangkan melalui proses skeling. Kalkulus mempunyai permukaan yang
kasar sehingga sisa-sisa makanan dan bakteri mudah melekat dan berkembang
biak yang mengakibatkan terjadinya penebalan dari kalkulus tersebut. Jika
39
kalkulus ini tidak dihilangkan akan memicu timbulnya peradangan pada gingiva
(Carranza dkk. 2006).
Hal lain yang mendukung karena adanya efek mekanik dari gerakan
berkumur. Gerakan berkumur dapat menggerakkan otot pipi sehingga bahan
kumur yang digunakan secara mekanis dapat melepaskan partikel partikel debris
yang banyak mengandung bakteri (Suryanto dkk. 2011).
Berkumur merupakan salah satu cara membersihkan gigi dan mulut yang
sering dilakukan setelah menyikat gigi. Berkumur dapat dilakukan secara efisien
apabila disertai dengan kemauan yang besar, kesediaan meluangkan waktu, cara
berkumur yang baik dan fungsi yang normal dari otot-otot bibir, lidah dan pipi.
Berkumur dengan obat kumur yang mengandung antiseptik diperlukan untuk
membantu menghilangkan peradangan dan menurunkan konsentrasi bakteri pada
plak gigi (Ariadna dan Hani. 2000 cit Nirmaladewi, Handajani dan Tandelilin
2011).
Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil penelitian ini. Ketaatan
subjek dalam pemakaian obat kumur tidak menutup kemungkinan mempengaruhi
hasil penelitian. Selain itu dipengaruhi pula oleh pola makan dan minum sehari-
hari dan kebiasaan dalam menjaga kesehatan gigi dan mulut yang tidak dapat
dikendalikan dalam penelitian ini.
40
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
kecepatan penyembuhan gingivitis pasca skeling antara kelompok perlakuan
dengan kelompok kontrol (p < 0,05). Jadi dapat disimpulkan bahwa berkumur
dengan teh rosella lebih efektif mempercepat penyembuhan gingivitis
pascaskeling.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, saran yang dapat
diajukan adalah sebagai berikut :
1. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut untuk mengetahui efektifitas
penggunaan teh rosella dalam mempercepat penyembuhan gingivitis
pascaskeling dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan dengan metode
yang berbeda.
2. Disarankan apabila penelitian ini dilanjutkan diharapkan peneliti bisa lebih
mengontrol variabel tidak terkendali yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai efektifitas bunga rosella
dalam bentuk sediaan lain.
41
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Badreldin, H., Wabel, N., dan Blunden, G. 2011. „Phytochemical, Pharmacological
and Toxicological Aspects of Hibiscus sabdariffa L‟, Phytother
Research, vol. 19, hal. 369 – 375
Ariadna, A. D., dan Hani, S. 2000. „Penelaahan Penggunaan Antimikroba dan
Antiseptik pada Terapi Penyakit Periodontal‟, JKGUI, vol. 7, no. 3, hal.
20-25.
Arndt, H., dan Nagelberg, R . 2010, „It‟s time to revisit gingivitis‟, RDH, vol. 30,
no. 5, hlm. 56-59.
Avriza, H. 2011, Dasyatnya Bunga-Bunga Berkhasiat Obat di Sekitar Kita,
Araska., Yogyakarta.
Cobb, C. M. 2008, ‘ Microbes, Inflammation, Scaling and Root Planing, and the
Periodontal Condition ‟, Journal of Dental Hygiene, vol.82, no. 9, hlm.
4-9.
Cope, G. 2011, „Gingivitis: symptoms, causes and treatment‟, J Dental Nursing,
vol. 7, no. 8, hlm. 436-439.
Clerehugh, V., Genco, R. J., dan Tugnait, A. 2009, Periodontology at a glance,
Wiley Blackwell., Chichester UK.
Desai, V. D., Hegde, S., Bailoor, D. N., dan Patil, N. 2009, „ Scurvy Extinct?
Think Again!‟, International Journal of Clinical Pediatric Dentistry, vol.
2, no. 3, hlm. 39-42.
Devi, M. 2009, Dahsyatnya khasiat rosella, Cemerlang Publishing., Yogyakarta.
Dewi, T. P., Syahrul, D., dan Esmeralda, H. S. 2011, „Pengaruh berkumur
seduhan bunga rosella terhadap akumulasi plak‟, J Interdental, vol. 8, no.
3, hlm. 71-77.
Direktorat BPOM RI 2010, Serial Data Ilmiah Terkini Tanaman Obat Rosella
(Hibiscus sabdariffa. L), Badan POM RI, Jakarta.
Gager, J., Chin, K. L., Malekian, F., Berhane, M., dan Qi, Y. 2005, „Biological
Characteristics, Nutritional and Medicinal Value of Roselle‟, Hibiscus
Sabdariffa’ Circular UFNR, no. 604.
42
Hartati, Rusmini, dan Waluyo, B. T. 2011, „Analisis Faktor-Faktor Yang
Berhubungan dengan Kejadian Gingivitis pada Ibu Hamil di Wilayah
Kerja Puskesmas Talang Tegal‟, Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan,
vol. 7, no. 3, hlm. 170-189.
Hartiati, A., Mulyani, S., dan Pusparini, D. 2009, „Pengaruh preparasi bahan baku
rosella dan waktu pemasakan terhadap aktivitas antioksidan sirup bunga
rosella (Hisbiscus sabdariffa L.)‟, J Agrotekno, vol. 15, no. 1, hlm. 20-24.
Hasibuan, D. 2010, Pengaruh Jenis dan Konsentrasi Zat Penstabil Terhadap
Mutu Selai Rosella, Skripsi, Universitas Sumatera Utara Medan, Medan.
Harianto, M. 2013, Manfaat ekstrak bunga rosella (hibiscus sabdariffa) sebagai
obat kumur dalam menghambat pertumbuhan plak pada mahasiswa FKG
USU angkatan 2012, Skripsi, Universitas Sumatra Utara, Medan.
Hamdani. 2013, Daya hambat air rebusan bunga rosella (Hibiscus sabdariffa. L)
terhadap koloni bakteri pada sikat gigi, Skripsi, Universitas Hasanuddin,
Makassar.
Hidayat, A, Juni 20-last update, Menghitung Besar Sampel Penelitian
[Homepage of Statistikian Blogspot], [Online]. Available:
http://statistikian.blogspot.com/2012/08/menghitung-besar-sampel
penelitian.html [01 mei 2013]
Huis. 1984, Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan, Gadjah Mada University Press.,
Yogyakarta.
Hoag, P.M., dan Pawlak, E.A. 1990, Essential of Periodontics, Ed. Ke - 4, The
Mosby Company., Philadelphia.
Inna, M., Atmania, N., dan Prismasari, S. 2010, „Potential Use of Cinnamomum
burmanii Essential Oil-based Chewing Gum as Oral Antibiofilm Agent‟
Journal of Dentistry Indonesia, vol. 17, no. 3, hlm. 80-86.
Kawashima, H., Sato, S., Kishida, M., dan Ito, K. 2007. „A Comparison Of Root
Surface Instrumentation Using Two Piezoelectric Ultrasonic Scalers And
A Hand Scaler In Vivo‟, J Periodont Res vol. 42, hlm. 90–95.
Kurniasih. 2010, Mengenal Tanaman Rosella, Dalam Budidaya Mahkota Dewa
dan Rosella, Pustaka Baru Press., Yogyakarta.
Kinoshita, S., dan Wen, C. 2008, Etiologic Factors in Periodontal Disease, Dalam
Color Atlas of Periodontics, Ishiyaku EuroAmerica Inc., Tokyo.
43
Maryani, H., dan Kristiana, L. 2005, Pemanfaatan Rosela, Dalam Khasiat dan
Manfaat Rosela, AgroMedia Pustaka., Jakarta.
Newman, M. G., Takei, H. H., dan Klokkevold, P. R. 2006, Phase I Periodontal
Therapy, Dalam Carranza’s Clinical Periodontology, Carranza et al.
(ed), Ed. Ke-10, Saunders Co., St.Louis.
Nirmaladewi, A., Handajani, J., dan Tandelilin, RTC. 2011, „Status saliva dan
gingivitis pada penderita gingivitis setelah kumur epigalocatechingallate
(EGCG) dari ekstrak teh hijau (Camellia sinensis)’, J Traditional
Medicine, vol. 15, hlm. 864-866.
Pratiknya, A. W. 2011, Dasar - Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, RajaGrafindo Persada., Jakarta.
Pindborg, J. J. 2009, Atlas Penyakit Mukosa Mulut, Wangsaraharja, Binarupa
Aksara., Jakarta.
Putri, M. H., Herijulianti, E., dan Nurjannah, N. 2010, Ilmu Pencegahan Penyakit
Jaringan Keras dan Jaringan Pendukung Gigi, EGC Penerbit Buku
Kedokteran., Jakarta.
Rateitschak, E. M., Wolf, H. F., dan Hassel, T. M. 2005, Plaque Indices,
Epidemiology and Indices, and Gingival indices, Dalam Color Atlas of
Dental Medicine, Periodontology 3rd Ed, Thieme Medical Publishers.,
New York.
Rostinawati, T. 2009, Aktivitas antibakteri ekstrak etanol ,bunga Rosella
(Hibiscus sabdariffa L) terhadap Escheria coli, Salmonella typhi dan
Staphylococcus aureus dengan metode difusi agar, Tesis, Universitas
Padjadjaran, Jatinangor.
Suryanto, C. E., Djamil, M. S., Elias, S., dan Jenie, I. 2011. „Aspartate
Aminotransferase Activity after Gargling with Green Tea and
Chlorhexidine Gluconate‟, Journal of Dentistry Indonesia,vol. 18, no. 3,
hal. 77-80.
Suwandi, T. 2012, Pengembangan Potensi Antibakteri Kelopak Bunga Hibiscus
sabdariffa L. (Rosella) Terhadap Streptococcus sanguinis Penginduksi
Gingivitis Menuju Obat Herbal Terstandar, Tesis, Universitas Indonesia,
Jakarta.
Tjahja, N. I., dan Lely, S. 2005, „Hubungan Kebersihan Gigi dan Mulut dengan
Pengetahuan dan Sikap Responden di Beberapa Puskesmas di Propinsi
Jawa Barat‟ Media Litbang Kesehatan, vol. 15, no. 4, hlm. 1-7.
44
Tichy, J., dan Novak, J. 1998, „Extraction, assay, and analysis of antimicrobials
from plants with activity against dental pathogens (Streptococcus sp.)‟, J
Altern Complement Med, vol. 4, no. 1, hal. 39-45.
Trijono, S. 2012, Pemberian Ekstrak Kelopak Bunga Rosela Menurunkan
Malondialdehid Pada Tikus yang Diberi Minyak Jelantah, Tesis,
Universitas Udayana Denpasar, Denpasar.
Zubardiah, L., Nurul, D., dan Auerkari, E. I. 2012, ‘Effectiveness of lawsonia
inermis linneaus leaves infusion in gingivitis healing‟, J Dentika, vol.
17, no. 2, hlm. 80-88.
45
LAMPIRAN
46
FOTO-FOTO PENELITIAN
Pengukuran skor indeks gingival Pengukuran skor indeks gingival
Proses Skeling Berkumur dengan air putih
Berkumur dengan larutan teh rosella Setelah diberi perlakuan
47
GAMBAR ALAT DAN BAHAN
ALAT - ALAT
BAHAN
48
INFORMED CONSENT
(PERJANJIAN KESEPAKATAN)
Berkaitan dengan penelitian untuk kebutuhan penyusunan skripsi mahasiswa
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Mahasaraswati Denpasar, maka saya yang
bertandatangan di bawah ini ( seperti daftar nama berikut ), setelah mendapatkan
penjelasan, dengan ini menyatakan BERSEDIA dan TIDAK KEBERATAN dilibatkan
sebagai SUBJEK dalam Penelitian ini,
Judul Penelitian : EFEKTIFITAS BERKUMUR DENGAN LARUTAN TEH ROSELLA
(hibiscus sabdariffa. L) PASCASKELING TERHADAP
PENURUNAN PERADANGAN GINGIVA
Peneliti : Ni Made Ista Prestiyanti
NPM : 10.8.03.81.41.1.5.018
Saya memahami dan dapat menerima segala akibat penelitian ini dan tidak
akan melakukan tuntutan dalam bentuk apapun terhadap akibat yang
ditimbulkannya.
No NAMA UMUR L/P TANDA TANGAN
49
FORM PENELITIAN
NAMA :
ALAMAT :
JENIS KELAMIN : L/P
UMUR :
I. INDEKS GINGIVA SEBELUM PERLAKUAN
II. KONTROL I
III. KONTROL II
Gigi yang
diperiksa
Permukaan yang diperiksa
Bukal Lingual Mesial Distal
Molar 1 RA Kanan
I2 RA Kanan
P1 RA Kanan
Molar 1 RB Kiri
I2 RB Kiri
P1 RB Kiri
INDEKS GINGIVA
Gigi yang
diperiksa
Permukaan yang diperiksa
Bukal Lingual Mesial Distal
Molar 1 RA Kanan
I2 RA Kanan
P1 RA Kanan
Molar 1 RB Kiri
I2 RB Kiri
P1 RB Kiri
INDEKS GINGIVA
Gigi yang
diperiksa
Permukaan yang diperiksa
Bukal Lingual Mesial Distal
Molar 1 RA Kanan
I2 RA Kanan
P1 RA Kanan
Molar 1 RB Kiri
I2 RB Kiri
P1 RB Kiri
INDEKS GINGIVA
50
HASIL PENGOLAHAN DATA MENGGUNAKAN UJI LEVENE’S TEST
Oneway (Homogenitas Data)
Test of Homogeneity of Variances
Hari_ke_5
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.159 1 118 .284
Test of Homogeneity of Variances
Hari_ke_1
Levene Statistic df1 df2 Sig.
0.154 1 118 .696
ANOVA
Hari_ke_5
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .113 1 .113 24.530 .000
Within Groups .546 118 .005
Total .659 119
51
HASIL PENGOLAHAN DATA MENGGUNAKAN UJI KOLMOGOROV-SMIRNOV TEST
NPar Tests (Normalitas Data)
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Pre_Hasil_Uji
Hari_ke_5_Uji Pre_Kontrol Hari_ke_5_Kontrol
N 60 60 60 60
Normal Parametersa,,b
Mean .2670 .0815 .2512 .1430
Std. Deviation .09210 .06045 .09480 .07482
Most Extreme Differences
Absolute .153 .160 .172 .169
Positive .132 .160 .172 .169
Negative -.153 -.139 -.096 -.114
Kolmogorov-Smirnov Z 1.185 1.239 1.329 1.309
Asymp. Sig. (2-tailed) .120 .093 .058 .065
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
52
HASIL PENGOLAHAN DATA MENGGUNAKAN UJI INDEPENDENT T-TEST
Independent T-Test
Group Statistics
Kelompok N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
Hari_ke_5 Kontrol 60 .14300 .074817 .009659
Uji 60 .08150 .060445 .007803
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. T df Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Differenc
e Lower Upper
Hari_ke_5 Equal variances assumed
1.159 .284 4.953 118 .000 .061500 .012417 .036910 .086090
Equal variances not assumed
4.953 113.010 .000 .061500 .012417 .036899 .086101
53
HASIL PENGOLAHAN DATA MENGGUNAKAN UJI PAIRED T-TEST UNTUK KELOMPOK PERLAKUAN
Paired T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pre_Hasil_Uji .2670 60 .09210 .01189
Hari_ke_5_Uji .0815 60 .06045 .00780
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pre_Hasil_Uji & Hari_ke_5_Uji 60 .828 .000
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation
Std. Error Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Pre_Hasil_Uji - Hari_ke_5_Uji
.18550 .05398 .00697 .17156 .19944 26.621
59 .000
54
HASIL PENGOLAHAN DATA MENGGUNAKAN UJI PAIRED T-TEST UNTUK KELOMPOK KONTROL
Paired T-Test
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Pre_Kontrol .2512 60 .09480 .01224
Hari_ke_5_Kontrol .1430 60 .07482 .00966
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Pre_Kontrol & Hari_ke_5_Kontrol
60 .801 .000
Paired Samples Test
Paired Differences
t df Sig. (2-tailed)
Mean Std.
Deviation Std. Error
Mean
95% Confidence Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair 1 Pre_Kontrol - Hari_ke_5_Kontrol
.10817 .05676 .00733 .09350 .12283 14.761 59 .000
lv