Efek Samping Kortikosteroid Topikal

16
EFEK SAMPING KORTIKOSTEROID TOPIKAL Lina Damayanti, S.ked Bagian /Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RS Moh.Hoesin Palembang 2015 PENDAHULUAN Terapi farmakologi merupakan terapi yang banyak diberikan pada penatalaksanaan suatu penyakit. Akan tetapi, setiap obat- obatan yang diberikan memiliki efek samping yang tidak dapat dihindari sepenuhnya. Sering kali efek samping obat tidak diketahui, kecuali jika efek samping tersebut dalam bentuk yang berat. Menurut WHO definisi efek samping obat adalah segala sesuatu khasiat yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang dimaksudkan pada dosis yang dianjurkan. 1 Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis yang sangat luas. Secara alamiah obat ini merupakan hormon endogen yang dihasilkan oleh korteks adrenal sebagai tanggapan atas hormone adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormone ini berperan pada banyak sistem fisiologis tubuh, misalnya tanggapan terhadap stress, tanggapan sistem kekebalan tubuh, pengaturan inflamasi, metabolism karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah serta tingkah laku. 1 Kortikosteroid terbagi menjadi dua golongan utama, yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid (Dorland, 2002). Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya menyimpan glikogen hepar dan inflamasi, sedangkan golongan mineralokortikoid memiliki efek utama pada keseimbangan air dan elektrolit (Maibach dkk, 1998). 1

description

KORTIKOSTEROID

Transcript of Efek Samping Kortikosteroid Topikal

Page 1: Efek Samping Kortikosteroid Topikal

EFEK SAMPING KORTIKOSTEROID TOPIKALLina Damayanti, S.ked

Bagian /Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RS Moh.Hoesin Palembang

2015

PENDAHULUAN

Terapi farmakologi merupakan terapi yang banyak diberikan pada penatalaksanaan

suatu penyakit. Akan tetapi, setiap obat-obatan yang diberikan memiliki efek samping yang

tidak dapat dihindari sepenuhnya. Sering kali efek samping obat tidak diketahui, kecuali jika

efek samping tersebut dalam bentuk yang berat. Menurut WHO definisi efek samping obat

adalah segala sesuatu khasiat yang tidak diinginkan untuk tujuan terapi yang dimaksudkan

pada dosis yang dianjurkan.1

Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis yang

sangat luas. Secara alamiah obat ini merupakan hormon endogen yang dihasilkan oleh

korteks adrenal sebagai tanggapan atas hormone adrenokortikotropik (ACTH) yang

dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Hormone ini berperan pada banyak sistem fisiologis tubuh,

misalnya tanggapan terhadap stress, tanggapan sistem kekebalan tubuh, pengaturan inflamasi,

metabolism karbohidrat, pemecahan protein, kadar elektrolit darah serta tingkah laku.1

Kortikosteroid terbagi menjadi dua golongan utama, yaitu glukokortikoid dan

mineralokortikoid (Dorland, 2002). Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek

utamanya menyimpan glikogen hepar dan inflamasi, sedangkan golongan mineralokortikoid

memiliki efek utama pada keseimbangan air dan elektrolit (Maibach dkk, 1998).

Kortikosteroid sintetik mulai digunakan sebagai terapi sejak tahun 1950. Tahun 1951

Sulzberger dkk melaporkan keberhasilan terapi kortison sistemik dan adrenokortikotropik

hormon (ACTH) pada pasien peradangan kulit. Satu tahun kemudian, Sulzberger dan Wittern

berhasil mengobati pasien erupsi eksematous dengan hidrokortison topikal. Sejak saat itu,

selama 40 tahun terakhir penelitian dikembangkan untuk mengekplorasi potensi, konsentrasi,

bentuk sediaan, dan bahan aktif kortikosteroid untuk meminimalisasi efek jangka panjang

penggunaan terapi ini. (Jackson dkk, 2012).

Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di kulit pada tempat tertentu. Sebagian besar

khasiat yang diharapkan dati pemakaian kortikosteroid adalah sebagai antiinflamasi, antialergi atau

imunosupresif. Karena khasiat inilah kortikosteroid banyak digunakan dalam bidang dermatologi.

Perkembangan pengobatan dengan kortikosteroid berjalan dengan pesat. Semakin maju ilmu pengetahuan

semakin banyak pula ditemukan berbagai jenis kortikosteroid yang dapat digunakan dengan berbagai

keunggulan dan efek samping yang semakin sedikit.2 Referat ini akan membahas mengenai

1

Page 2: Efek Samping Kortikosteroid Topikal

kortikosteroid, kortikosteroid topikal, efek samping obat dan efek samping kortikosteroid

topikal.

STRUKTUR MOLEKUL DAN FARMAKOLOGI

Semua hormon steroid sama–sama mempunyai rumus siklopentanoperhidrofenantren

17- karbon dengan 4 buah cincin yang diberi label A-D. Modifikasi dari struktur cincin dan

struktur luar akan mengakibatkan perubahan pada efektivitas dari steroid tersebut. Atom

karbon tambahan dapat ditambahkan pada posisi 10 dan 13 atau sebagai rantai samping yang

terikat pada C17. Semua steroid termasuk glukokortikosteroid mempunyai struktur dasar 4

cincin kolestrol dengan 3 cincin heksana dan 1 cincin pentane.1,3 (Gambar 1).

Gambar 1. Struktur kimia kortison (hidrokortison).

Modifikasi dari kortisol dengan penambahan atau perubahan gugus fungsi pada posisi

tertentu menghasilkan beragam potensi dan efek samping. Misalnya, penambahan sebuah

molekul fluorin (halogenasi) pada posisi C6 dan/atau C9 akan meningkatkan potensi steroid,

tetapi diikuti juga dengan peningkatan aktivitas mineralokortikoid. Penggantian molekul pada

posisi C16 dengan 1α-hidroksil (triamsinolon), 1α-metil (dexametason) atau 1β-metil

(betametason) meningkatkan efek tanpa diiringi peningkatan kadar natrium (Gambar 2).

(Warner dkk, 2007).

2

c. d.

a. b.

Page 3: Efek Samping Kortikosteroid Topikal

Gambar 2. Beberapa contoh topikal kortikosteroid. A. Triamcinolone B. Dexamethasone C. Betamethasone D. Clobetasol 17-propionate

Pelepasan, penggantian atau perlindungan gugus hidroksil dapat meningkatkan lipofilisitas

molekul, sehingga absorbsi perkutan dan aktivitas glucocorticoid-reseptor-binding pun

meningkat. Perlindungan terhadap gugus hidroksil dapat dilakukan melalui reaksi esterifikasi

pada C16, C17, dan C21. Penggantian gugus hidroksil pada C21 molekul betametason dengan

klorin menghasilkan clobetasol 17-propionat (Gambar 2d), kortikosteroid potensi terkuat saat

ini. (Jackson dkk, 2012).

MEKANISME KERJA KORTIKOSTEROID

Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolesterol, yang kemudian dengan bantuan

berbagai enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom karbon dan

androgen lemah dengan 19 atom karbon. Androgen ini juga merupakan sumber estradiol.

Sebagian besar kolesterol yang digunakan untuk steroidogenesis ini berasal dari luar

(eksogen), baik pada keadaan basal maupun setelah pemberian ACTH. Sedangkan sumber

steroid farmaseutik biasanya disintesis dari cholic acid (diperoleh dari hewan ternak) atau

steroid sapogenin dalam diosgenin dan hecopenin tertentu yang ditemukan dalam tumbuhan.

Dalam korteks adrenal kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus disintesis terus menerus.

Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk beberapa menit saja, jumlah yang tersedia

dalam kelenjar adrenal tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan normal. Oleh karenanya

kecepatan biosintesisnya disesuaikan dengan kecepatan sekresinya.4

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul

hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di jaringan target

hormon ini bereaksi dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan

membentuk kompleks reseptor-steroid. Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu

bergerak menuju nucleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi

RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini yang akan menghasilkan efek

fisiologik steroid. Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang

transkripsi dan sintesis protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan

fibroblast hormon steroid merangsang sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik

terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek katabolik.4

Metabolisme kortikosteroid sintetis sama dengan kortikosteroid alami. Kortisol (juga

disebut hydrocortison) memiliki berbagai efek fisiologis, termasuk regulasi metabolisme

perantara, fungsi kardiovaskuler, pertumbuhan dan imunitas. Sintesis dan sekresinya

3

Page 4: Efek Samping Kortikosteroid Topikal

diregulasi secara ketat oleh sistem saraf pusat yang sangat sensitif terhadap umpan balik

negatif yang ditimbulkan oleh kortisol dalam sirkulasi dan glukokortikoid eksogen (sintetis).

Pada orang dewasa normal, disekresi 10-20 mg kortisol setiap hari tanpa adanya stres. Pada

plasma, kortisol terikat pada protei dalam sirkulasi. Dalam kondisi normal sekitar 90%

berikatan dengan globulin-a2 (CBG/ corticosteroid-binding globulin), sedangkan sisanya

sekitar 5-10% terikat lemah atau bebas dan tersedia untuk digunakan efeknya pada sel target.

Jika kadar plasma kortisol melebihi 20-30%, CBG menjadi jenuh dan konsentrasi kortisol

bebas bertambah dengan cepat. Kortikosteroid sintetis seperti dexamethason terikat dengan

albumin dalam jumlah besar dibandingkan CBG. 3,4,5

Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi, normalnya sekitar 60-90 menit, waktu paruh

dapat meningkat apabila hidrokortison (prefarat farmasi kortisol) diberikan dalam jumlah

besar, atau pada saat terjadi stres, hipotiroidisme atau penyakit hati. Hanya 1% kortisol

diekskresi tanpa perubahan di urine sebagai kortisol bebas, sekitar 20% kortisol diubah

menjadi kortison di ginjal dan jaringan lain dengan reseptor mineralokortikoid sebelum

mencapai hati. 3,4,5

Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan

lama kerja juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein. Prednisone

adalah prodrug yang dengan cepat diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh.

Glukokortikoid dapat diabsorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva, dan ruang sinovial.

Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek

sistemik, antara lain supresi korteks adrenal. Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme

karbohidrat, protein dan lemak; dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal,

otot lurik, sistem saraf, dan organ lain. Korteks adrenal berfungsi homeostatik, artinya

penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam menghadapi perubahan

lingkungan. 3,4,5

Efek kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis, makin besar

dosis terapi makin besar efek yang didapat. Tetapi disamping itu juga ada keterkaitan kerja

kortikosteroid dengan hormon-hormon lain. Peran kortikosteroid dalam kerjasama ini disebut

permissive effects, yaitu kortikosteroid diperlukan supaya terjadi suatu efek hormon lain,

diduga mekanismenya melalui pengaruh steroid terhadap pembentukan protein yang

mengubah respon jaringan terhadap hormon lain. Misalnya otot polos bronkus tidak akan

4

Page 5: Efek Samping Kortikosteroid Topikal

berespon terhadap katekolamin bila tidak ada kortikosteroid, dan pemberian kortikosteroid

dosis fisiologis akan mengembalikan respon tersebut. 3,4,5

Suatu dosis kortikosteroid dapat memberikan efek fisiologik atau farmakologik,

tergantung keadaan sekitar dan aktivitas individu. Misalnya, hewan tanpa kelenjar adrenal

yang berada dalam keadaan optimal hanya membutuhkan kortikosteroid dosis kecil untuk

dapat mempertahankan hidupnya. Meskipun kortikosteroid mempunyai berbagai macam

aktivitas biologik, umumnya potensi sediaan alamiah maupun yang sintetik, ditentukan oleh

besarnya efek retensi natrium dan penyimpanan glikogen di hepar atau besarnya khasiat

antiinflamasinya. 3,4,5

KORTIKOSTEROID TOPIKAL

Kortikosteroid memiliki efek spesifik dan non spesifik yang berhubungan dengan

mekanisme aksi yang berbeda termasuk antiinflamasi, immunosupresif, antiproliferatif dan

vasokonstriksi. Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian

superfisial dermis, yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan

vasokontriksi ini biasanya berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan biasanya

vasokontriksi ini digunakan sebagai suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari suatu

agen. Efektifitas kortikosteroid juga sebagai imunosupresif. Kortikosteroid menekan produksi

dan efek dari faktor humoral pada respon inflamasi, menghambat migrasi leukosit dan

mengganggu fungsi sel endotel, granulosit, sel mastdan fibroblast. Efek antiproliferatif

kortikosteroid topikal dipengaruhi oleh inhibisi dari sintesis dan mitosis DNA. Kortikosteroid

akan menekan ukuran keratinosit dan proliferasi. Aktifitas fibroblast dan formasi kolagen

juga dihambat oleh kortikosteroid topikal.6,7

Kortikosteroid topikal diklasifikasikan dalam 7 golongan berdasarkan potensi

klinisnya, yaitu:1

1. Golongan I : Super Potent

• Clobetasol proprionate ointment dan cream 0,5%

• Betamethasone diproprionate gel dan ointment 0,05%

• Diflorasone diacetate ointment 0,5%

• Halobetasol proprionate ointment 0,05%

2. Golongan II : Potent

• cream 0,1%

5

Page 6: Efek Samping Kortikosteroid Topikal

• Flucinonide gel, ointment, dan cream 0,05%

• Desoximetasone gel, ointment, dan cream 0,25%

3. Golongan III : Potent, upper mid-strength

• Triamcinolone acetonide ointment 0,1%

• Fluticasone proprionate ointment 0,05%

• Amcinonide cream 0,1%

• Betamethasone diproprionate cream 0,05%

• Betamethasone valerate ointment 0,1%

• Diflorasone diacetate cream 0,05%

• Triamcinolone acetonide cream 0,5%

4. Golongan IV : Mid-strength

• Fluocinolone acetonide ointment 0,025%

• Flurandrenolide ointment 0,05%

• Fluticasone proprionate cream 0,05%

• Hydrocortisone valerate cream 0,2%

• Mometasone fuorate cream 0,1%

• Triamcinolone acetonide cream 0,1%

5. Golongan V : Lower mid-strength

• Alclometasone diproprionate ointment 0,05%

• Betamethasone diproprionate lotion 0,05%

• Betamethasone valerate cream 0,1%

• Fluocinolone acetonide cream 0,025%

• Flurandrenolide cream 0,05%

• Hydrocortisone butyrate cream 0,1%

• Hydrocortisone valerate cream 0,2%

• Triamcinolone acetonide lotion 0,1%

6. Golongan VI : Mild strength

• Alclometasone diproprionate cream 0,05%

• Betamethasone diproprionate lotion 0,05%

• Desonide cream 0,05%

• Fluocinolone acetonide cream 0,01%

• Fluocinolone acetonide solution 0,05%

• Triamcinolone acetonide cream 0,1%

7. Golongan VII : Least potent

6

Page 7: Efek Samping Kortikosteroid Topikal

• Obat topikal dengan hydrocortisone, dexamethasone, dan prednisole.

Dalam penggolongan ini, obat yang sama dapat ditemukan dalam klasifikasi potensi

obat yang berbeda tergantung dari vehikulum yang digunakan.1

Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk

suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal bersifat paliatjf dan

supresjf terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal. Biasanya pada

kelainan akut dipakai kortikosteroid dengan potensi lemah contohnya pada anak-anak dan

usia lanjut, sedangkan pada kelainan subakut digunakan kortikosteroid sedang contonya pada

dermatitis kontak alergik, dermatitis seboroik dan dermatitis intertriginosa. Jika kelainan

kronis dan tebal dipakai kortikosteroid potensi kuat contohnya pada psoriasis, dermatitis

atopik, dermatitis dishidrotik, dan dermatitis numular. 2

EFEK SAMPING OBAT

Setiap obat mempunyai kemungkinan untuk menyebabkan efek samping, oleh karena

seperti halnya efek farmakologik, efek samping obat juga merupakan hasil interaksi yang

kompleks antara molekul obat dengan tempat kerja spesifik dalam sistem biologik tubuh.

Kalau suatu efek farmakologi terjadi secara ekstrim, inipun akan menimbulkan pengaruh

buruk terhadap sistem biologik tubuh.3

Pengertian efek samping dalam pembahasan ini adalah setiap efek yang tidak

dikehendaki yang merugikan atau membahayakan pasien (adverse reactions) dari suatu

pengobatan. Efek samping tidak mungkin dihindari/dihilangkan sama sekali, tetapi dapat

ditekan atau dicegah seminimal mungkin dengan menghindari faktor-faktor risiko yang

sebagian besar sudah diketahui. Beberapa contoh efek samping misalnya: 3,5

Reaksi alergi akut karena penisilin (reaksi imunologik)

Hipoglikemia berat karena pemberian insulin (efek farmakologik yang berlebihan)

Osteoporosis karena pengobatan kortikosteroid jangka lama (efek samping karena

penggunaan jangka lama)

Hipertensi karena penghentian pemberian klonidin (gejala penghentian obat -

withdrawal syndrome)

Fokomelia pada anak karena ibunya menggunakan talidomid pada masa awal

kehamilan (efek teratogenik), dan sebagainya.

Masalah efek samping obat dalam klinik tidak dapat dikesampingkan begitu saja oleh

karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi, misalnya:

o Kegagalan pengobatan,

7

Page 8: Efek Samping Kortikosteroid Topikal

o Timbulnya keluhan penderitaan atau penyakit baru karena obat (drug-induced

disease atau iatrogenic disease), yang semula tidak diderita oleh pasien,

o Pembiayaan yang harus ditanggung sehubungan dengan kegagalan terapi,

memberatnya penyakit atau timbulnya penyakit yang baru tadi (dampak

ekonomik).

o Efek psikologik terhadap penderita yang akan mempengaruhi keberhasilan

terapi lebih lanjut misalnya menurunnya kepatuhan berobat.

Sayangnya tidak semua efek samping dapat dideteksi secara mudah dalam tahap awal,

kecuali kalau yang terjadi adalah bentuk-bentuk yang berat, spesifik dan jelas sekali secara

klinis. Angka kejadian yang dilaporkan cukup beragam.3,5

EFEK SAMPING KORTIKOSTEROID TOPIKAL

Penggunaan kortikosteroid topikal juga dapat menyebabkan beberapa efek samping

seperti, striae, telangiektasis, eritema, perioral dan peroocular acneform. Penggunaan

kortikosteroid topikal dapat menfasilitasi proliferasi dari dari Propionibacterium acnes, hal

inilah yang berperan dalam pembentukan timbulnya acnes Rosaea. Selain itu, supresi

terhadap sistem imun lokal kulit juga dapat memicu timbulnya pertumbuhan dari jamur.6

Efek samping dapat terjadi apabila:8

1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.

2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat

atau penggunaan sangat oklusif.

Beberapa tingkat efek samping penggunaan kortikosteroid topikal, yaitu:8

Efek Epidermal

Efek ini antara lain:

Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal,

suatu penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari

konvulsi dermo-epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin

topikal secara konkomitan.

Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan.

Komplikasi ini

muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid interakutan.

Efek Dermal

8

Page 9: Efek Samping Kortikosteroid Topikal

Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini

menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan

menyebabkan mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal

yang terjadi akan menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini

nantinya akan terserap dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia

kulit prematur.

Efek Vaskular

Efek ini termasuk:

Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan

vasokontriksi pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.

Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh

darah yang kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan

edema, inflamasi lanjut, dan kadang-kadang pustulasi.2,6

KESIMPULAN

Terapi farmakologi merupakan terapi yang banyak diberikan pada penatalaksanaan

suatu penyakit. Akan tetapi, setiap obat-obatan yang diberikan memiliki efek samping yang

tidak dapat dihindari sepenuhnya. Kortikosteroid adalah suatu kelompok hormon steroid yang

dihasilkan di bagian korteks kelenjar adrenal sebagai tanggapan atas hormon

adrenokortikotropik (ACTH) yang dilepaskan oleh kelenjar hipofisis. Kortikosteroid merupakan

obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis yang sangat luas. Berdasarkan cara penggunaannya

kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid sistemik dan kortikosteroid topikal. Efek klinis dari

kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu: efek anti-inflamasi, anti-

proliferasi, immunosupresan, dan vasokontriksi. Efek samping dapat terjadi apabila

penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan serta pada potensi kuat atau

sangat kuat atau penggunaan sangat oklusif. Dapat dibagi beberapa tingkat aitu efek

epidermal, dermal, dan vaskular. Efek samping lokal yang dapat terjadi meliputi atrofi,

telangiektasis, striae atrofise, purpura, dermatosis acneformis, hipertrikosis setempat,

hipopigmentasi, dan dermatitis perioral.

9

Page 10: Efek Samping Kortikosteroid Topikal

DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A. Pengobatan dengan Kortikosteroid Sistemik dalam Bidang

Dermatovenereologi. Buku Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 5. Balai penerbit

FK UI. Jakarta. 2007.

2. Lewis V. Topical corticosteroid, All NetDoctor [Internet]. 2007 Mei. Available from:

http://www.netdoctor.co.uk/index.html.

3. Katzung, B.G. Farmakologi Dasar dan Klinik. Salemba Medika. Jakarta. 2002.

4. Guyton AC, John EH. Buku Ajar Fisisologi Kedokteran : Hormon Adrenokortikal. Edisi 11. Jakarta: EGC. 2002

5. Gunawan, S.G. Farmakologi dan Terapi. FKUI. Jakarta. 2007.

6. Valencia, Isabel C and Francisco A. Kerdel. Topical Corticosteroids, in Fitzpatrick :

Dermatology in general medicine, 8th Ed, New York. Mc Graw Hill. 2012.

7. Ardhie, Ari Muhandari. Dermatitis dan Peran Steroid dalam Pananganannya. DEKA

MEDIA: No. 4, Vol 17. Jakarta. 2004.

10