Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

35
OBAT KORTIKOSTEROID TOPIKAL DAN SISTEMIK Pembimbing : dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.KK Disusun oleh: Azhari Ganesha 030.08.052 KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN RUMAH SAKIT UMUM KARDINAH KOTA TEGAL FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI 1

Transcript of Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

Page 1: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

OBAT KORTIKOSTEROID TOPIKAL DAN SISTEMIK

Pembimbing :

dr. Sri Primawati Indraswari, Sp.KK

Disusun oleh:

Azhari Ganesha

030.08.052

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT KULIT & KELAMIN

RUMAH SAKIT UMUM KARDINAH KOTA TEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

PERIODE 15 JULI 2013 – 24 AGUSTUS 2013

1

Page 2: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

PENDAHULUAN

Kortikosteroid merupakan obat yang mempunyai khasiat dan indikasi klinis yang sangat luas.

Mamfaat dari preparat ini cukup besar tetapi karena efek samping yang tidak diharapkan cukup banyak,

maka dalam penggunaannya dibatasi.

Berdasarkan khasiatnya, kortikosteroid dibagi menjadi mineralokortikoid dan glukokortikoid.

Mineralokortikoid mempunyai efek terhadap metabolisme elektrolit Na dan K, yaitu menimbulkan efek

retensi Na dan deplesi K, maka mineralokortikoid jarang digunakan dalam terapi. Sedangkan

glukokortikoid mempunyai efek terhadap metabolisme glukosa, anti imunitas, efek neuroendokrinologik

dan efek sitotoksik. Sebagian besar khasiat yang diharapkan dari pemakaian kortikosteroid adalah sebagai

antiinflamasi, antialergi atau imunosupresif. Karena khasiat inilah kortikosteroid banyak digunakan dalam

bidang dermatologi.

BIOSINTESIS DAN KIMIA

Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolesterol, yang kemudian dengan bantuan berbagai

enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom karbon dan androgen lemah dengan 19

atom karbon. Androgen ini juga merupakan sumber estradiol. Sebagian besar kolesterol yang digunakan

untuk steroidogenesis ini berasal dari luar (eksogen), baik pada keadaan basal maupun setelah pemberian

ACTH. Sedangkan sumber steroid farmaseutik biasanya disintesis dari cholic acid (diperoleh dari hewan

ternak) atau steroid sapogenin dalam diosgenin dan hecopenin tertentu yang ditemukan dalam tumbuhan.

Dalam korteks adrenal kortikosteroid tidak disimpan sehingga harus disintesis terus menerus.

Bila biosintesis berhenti, meskipun hanya untuk beberapa menit saja, jumlah yang tersedia dalam kelenjar

adrenal tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan normal. Oleh karenanya kecepatan biosintesisnya

disesuaikan dengan kecepatan sekresinya.

MEKANISME KERJA

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon

memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif. Hanya di jaringan target hormon ini bereaksi

dengan reseptor protein yang spesifik dalam sitoplasma sel dan membentuk kompleks reseptor-steroid.

Kompleks ini mengalami perubahan konformasi, lalu bergerak menuju nucleus dan berikatan dengan

2

Page 3: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein

ini yang akan menghasilkan efek fisiologik steroid.

Pada beberapa jaringan, misalnya hepar, hormon steroid merangsang transkripsi dan sintesis

protein spesifik; pada jaringan lain, misalnya sel limfoid dan fibroblast hormon steroid merangsang

sintesis protein yang sifatnya menghambat atau toksik terhadap sel-sel limfoid, hal ini menimbulkan efek

katabolik.

FARMAKOKINETIK

Metabolisme kortikosteroid sintetis sama dengan kortikosteroid alami. Kortisol (juga disebut

hydrocortison) memiliki berbagai efek fisiologis, termasuk regulasi metabolisme perantara, fungsi

kardiovaskuler, pertumbuhan dan imunitas. Sintesis dan sekresinya diregulasi secara ketat oleh sistem

saraf pusat yang sangat sensitif terhadap umpan balik negatif yang ditimbulkan oleh kortisol dalam

sirkulasi dan glukokortikoid eksogen (sintetis). Pada orang dewasa normal, disekresi 10-20 mg kortisol

setiap hari tanpa adanya stres. Pada plasma, kortisol terikat pada protein dalam sirkulasi. Dalam kondisi

normal sekitar 90% berikatan dengan globulin-2 (CBG/ corticosteroid-binding globulin), sedangkan

sisanya sekitar 5-10% terikat lemah atau bebas dan tersedia untuk digunakan efeknya pada sel target. Jika

kadar plasma kortisol melebihi 20-30%, CBG menjadi jenuh dan konsentrasi kortisol bebas bertambah

dengan cepat. Kortikosteroid sintetis seperti dexamethason terikat dengan albumin dalam jumlah besar

dibandingkan CBG.

Waktu paruh kortisol dalam sirkulasi, normalnya sekitar 60-90 menit, waktu paruh dapat

meningkat apabila hydrocortisone (prefarat farmasi kortisol) diberikan dalam jumlah besar, atau pada saat

terjadi stres, hipotiroidisme atau penyakit hati. Hanya 1% kortisol diekskresi tanpa perubahan di urine

sebagai kortisol bebas, sekitar 20% kortisol diubah menjadi kortison di ginjal dan jaringan lain dengan

reseptor mineralokortikoid sebelum mencapai hati.

Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mula kerja dan lama kerja

juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor, dan ikatan protein. Prednisone adalah prodrug yang

dengan cepat diubah menjadi prednisolon bentuk aktifnya dalam tubuh.

Glukokortikoid dapat diabsorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva, dan ruang sinovial.

Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistemik, antara

lain supresi korteks adrenal.

3

Page 4: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

FARMAKODINAMIK

Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak; dan mempengaruhi

juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf, dan organ lain. Korteks adrenal

berfungsi homeostatik, artinya penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam

menghadapi perubahan lingkungan.

Efek kortikosteroid kebanyakan berhubungan dengan besarnya dosis, makin besar dosis terapi

makin besar efek yang didapat. Tetapi disamping itu juga ada keterkaitan kerja kortikosteroid dengan

hormon-hormon lain. Peran kortikosteroid dalam kerjasama ini disebut permissive effects, yaitu

kortikosteroid diperlukan supaya terjadi suatu efek hormon lain, diduga mekanismenya melalui pengaruh

steroid terhadap pembentukan protein yang mengubah respon jaringan terhadap hormon lain. Misalnya

otot polos bronkus tidak akan berespon terhadap katekolamin bila tidak ada kortikosteroid, dan pemberian

kortikosteroid dosis fisiologis akan mengembalikan respon tersebut.

Suatu dosis kortikosteroid dapat memberikan efek fisiologik atau farmakologik, tergantung

keadaan sekitar dan aktivitas individu. Misalnya, hewan tanpa kelenjar adrenal yang berada dalam

keadaan optimal hanya membutuhkan kortikosteroid dosis kecil untuk dapat mempertahankan hidupnya.

Meskipun kortikosteroid mempunyai berbagai macam aktivitas biologik, umumnya potensi sediaan

alamiah maupun yang sintetik, ditentukan oleh besarnya efek retensi natrium dan penyimpanan glikogen

di hepar atau besarnya khasiat antiinflamasinya.

Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan atas dua golongan besar, yaitu glukokortikoid

dan mineralokortikoid. Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek anti-

inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil. Prototip untuk golongan

ini adalah kortisol. Sebaliknya golongan mineralokortikoid efek utamanya adalah terhadap keseimbangan

air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Prototip

golongan ini adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan mineralokortikoid tidak mempunyai

khasiat anti-inflamasi yang berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol.

Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi tiga golongan berdasarkan masa kerjanya, antara

lain kerja singkat (<12 jam), kerja sedang (12-36 jam), dan kerja lama (>36 jam).

Tabel perbandingan potensi relatif dan dosis ekuivalen beberapa sediaan kortikosteroid

4

Page 5: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

KortikosteroidPotensi

Lama kerjaDosis

ekuivalen (mg)*

Retensi natrium

Anti-inflamasi

Kortisol (hidrokortison)

1 1 S 20

Kortison 0,8 0,8 S 25Kortikosteron 15 0,35 S -6-α-metilprednisolon 0,5 5 I 4Fludrokortison (mineralokortikoid)

125 10 I -

Prednisone 0,8 4 I 5Prednisolon 0,8 4 I 5Triamsinolon 0 5 I 4Parametason 0 10 L 2Betametason 0 25 L 0,75Deksametason 0 25 L 0,75

Keterangan:

* hanya berlaku untuk pemberian oral atau IV.

S = kerja singkat (t1/2 biologik 8-12 jam);

I = intermediate, kerja sedang (t1/2 biologik 12-36 jam);

L = kerja lama (t1/2 biologik 36-72 jam).

Pengaruh kortikosteroid terhadap fungsi dan organ tubuh ialah sebagai berikut:

Metabolisme.

Metabolisme karbohidrat dan protein. Glukokortikoid meningkatkan kadar glukosa darah sehingga

merangsang pelepasan insulin dan menghambat masuknya glukosa ke dalam sel otot. Glukokortikoid juga

merangsang lipase yang sensitive dan menyebabkan lipolisis. Peningkatan kadar insulin merangsang

lipogenesis dan sedikit menghambat lipolisis sehingga hasil akhirnya adalah peningkatan deposit lemak,

peningkatan pelepasan asam lemak, dan gliserol ke dalam darah. Efek ini paling nyata pada kondisi

puasa, dimana kadar glukosa otak dipertahankan dengan cara glukoneogenesis, katabolisme protein otot

melepas asam amino, perangsangan lipolisis, dan hambatan ambilan glukosa di jaringan perifer.

Hormone ini menyebabkan glukoneogenesis di perifer dan di hepar. Di perifer steroid

mempunyai efek katabolic. Efek katabolik inilah yang menyebabkan terjadinya atrofi jaringan limfoid,

pengurangan massa jaringan otot, terjadi osteoporosis tulang, penipisan kulit, dan keseimbangan nitrogen

5

Page 6: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

menjadi negative. Asam amino tersebut dibawa ke hepar dan digunakan sebagai substrat enzim yang

berperan dalam produksi glukosa dan glikogen.

Metabolisme lemak. Pada penggunaan glukokortikoid dosis besar jangka panjang atau pada sindrom

cushing, terjadi gangguan distribusi lemak tubuh yang khas. Lemak akan terkumpul secara berlebihan

pada depot lemak; leher bagian belakang (buffalo hump), daerah supraklavikula dan juga di muka (moon

face), sebaliknya lemak di daerah ekstremitas akan menghilang.

Keseimbangan air dan elektrolit. Mineralokortikoid dapat meningkatkan reabsorpsi Na+ serta ekskresi

K+ dan H+ di tubuli distal. Dengan dasar mekanisme inilah, pada hiperkortisisme terjadi: retensi Na yang

disertai ekspansi volume cairan ekstrasel, hipokalemia, dan alkalosis. Pada hipokortisisme terjadi keadaan

sebaliknya: hiponatremia, hiperkalemia, volume cairan ekstrasel berkurang dan hidrasi sel.

System kardiovaskular. Kortikosteroid dapat mempengaruhi sistem kardiovaskular secara langsung dan

tidak langsung. Pengaruh tidak langsung ialah terhadap keseimbangan air and elektrolit; misalnya pada

hipokortisisme, terjadi pengurangan volume yang diikuti peningkatan viskositas darah. Bila keadaan ini

didiamkan akan timbul hipotensi dan akhirnya kolaps kardiovaskular. Pengaruh langsung steroid terhadap

sistem kardiovaskular antara lain pada kapiler, arteriol, dan miokard.

Defisiensi kortikosteroid dapat menyebabkan hal-hal sebagai berikut: permeabilitas dinding

kapiler meningkat, respons vasomotor pembuluh darah kecil menurun, fungsi jantung dan curah jantung

menurun, sehingga pasien harus dimonitor untuk gejala dan tanda-tanda edema paru.

Pada aldosteronisme primer gejala yang mencolok ialah hipertensi dan hipokalemia. Hipokalemia

diduga disebabkan oleh efek langsung aldosteron pada ginjal, sedangkan hipertensi diduga akibat retensi

Na yang berlebihan dan berlangsung lama yang dapat menimbulkan edema antara dinding arteriol,

akibatnya diameter lumen berkurang dan resistensi pembuluh perifer akan bertambah.

Otot rangka. Untuk mempertahankan otot rangka agar dapat berfungsi dengan baik, dibutuhkan

kortiosteroid dalam jumlah cukup. Tetapi apabila hormon ini berlebihan, timbul gangguan fungsi otot

rangka tersebut. Disfungsi otot pada insufisiensi adrenal diakibatkan oleh gangguan sirkulasi. Pada

keadaan ini tidak terjadi kerusakan otot maupun sambungan saraf otot. Pemberian transfuse atau kortisol

dapat mengembalikan kapasitas kerja otot. Kelemahan otot pada pasien aldosterisme primer, terutama

karena adanya hipokalemia. Pada pemberian glukokortikoid dosis besar untuk waktu lama dapat timbul

wasting otot rangka yaitu pengurangan massa otot, diduga akibat efek katabolik dan antianaboliknya pada

protein otot yang disertai hilangnya massa otot, penghambatan aktivitas fosforilase, dan adanya

akumulasi kalsium otot yang menyebabkan penekanan fungsi mitokondria.

6

Page 7: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

Susunan saraf pusat. Pengaruh kortikosteroid terhadap SSP dapat secara langsung dan tidak langsung.

Pengaruhnya secara tidak langsung disebabkan efeknya pada metabolisme karbohidrat, sistem sirkulasi,

dan keseimbangan elektrolit. Adanya efek steroid pada SSP ini dapat dilihat dari timbulnya perubahan

mood, tingkah laku, EEG, dan kepekaan otak, terutama untuk penggunaan waktu lama atau pasien

penyakit Addison.

Pengunaan glukokortikoid dalam waktu lama dapat menimbulkan serangkaian reaksi yang

berbeda-beda. Sebagian besar mengalami perbaikan mood yang mungkin disebabkan hilangnya gejala

penyakit yang sedang diobati; yang lain memperlihatkan keadaan euphoria, insomnia, kegelisahan, dan

peningkatan aktivitas motorik. Kortisol juga dapat menimbulkan depresi. Pasien yang pernah mengalami

gangguan jiwa sering memperlihatkan reaksi psikotik.

Elemen pembentuk darah. Glukokortikoid dapat meningkatkan kadar hemoglobin dan jumlah sel darah

merah, hal ini terbukti dari seringnya timbul polisitemia pada sindrom cushing. Sebaliknya pasien

Addison dapat mengalami anemia normokromik, normositik yang ringan.

Glukokortikoid juga dapat meningkatkan jumlah leukosit PMN, karena mempercepat masuknya

sel-sel tersebut ke dalam darah dari sumsum tulang dan mengurangi kecepatan berpindahnya sel dari

sirkulasi. Sedangkan jumlah sel limfosit, eosinofil, monosit, dan basofil dapat menurun dalam darah

setelah pemberian glukokortikoid.

Efek anti-inflamasi dan imunosupresif. Kortisol dan analog sintetiknya dapat mencegah atau menekan

timbulnya gejala inflamasi akibat radiasi, infeksi, zat kimia, mekanik, atau alergen. Secara mikroskopik

obat ini menghambat fenomena inflamasi dini yaitu edema, deposit fibrin, dilatasi kapiler, migrasi

leukosit ke tempat radang dan aktivitas fagositosis. Selain itu juga dapat menghambat manifestasi

inflamasi yang telah lanjut yaitu proliferasi kapiler dan fibroblast, pengumpulan kolagen dan

pembentukan sikatriks. Hal ini karena efeknya yang besar terhadap konsentrasi, distribusi dan fungsi

leukosit perifer dan juga disebabkan oleh efek supresinya terhadap cytokyne dan chemokyne imflamasi

serta mediator inflamasi lipid dan glukolipid lainnya. Inflamasi, tanpa memperhatikan penyebabnya,

ditandai dengan ekstravasasi dan infiltrasi leukosit kedalam jaringan yang mengalami inflamasi. Peristiwa

tersebut diperantarai oleh serangkaian interaksi yang komplek dengan molekul adhesi sel, khusunya yang

berada pada sel endotel dan dihambat oleh glukokortikoid. Sesudah pemberian dosis tunggal

glukokortikoid dengan masa kerja pendek, konsentrasi neutrofil meningkat , sedangkan limfosit, monosit

dan eosinofil dan basofil dalam sirkulasi tersebut berkurang jumlahnya. Perubahan tersebut menjadi

maksimal dalam 6 jam dan menghilang setelah 24 jam. Peningkatan neutrofil tersebut disebabkan oleh

7

Page 8: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

peningkatan aliran masuk ke dalam darah dari sum-sum tulang dan penurunan migrasi dari pembuluh

darah, sehingga menyebabkan penurunan jumlah sel pada tempat inflamasi.

Glukokortikoid juga menhambat fungsi makrofag jaringan dan sel penyebab antigen lainnya.

Kemampuan sel tersebut untuk bereaksi terhadap antigen dan mitogen diturunkan. Efek terhadap

makrofag tersebut terutama menandai dan membatasi kemampuannya untuk memfagosit dan membunuh

mikroorganisme serta menghasilkan tumor nekrosis factor-a, interleukin-1, metalloproteinase dan

activator plasminogen.

Selain efeknya terhadap fungsi leukosit, glukokortikoid mempengaruhi reaksi inflamasi dengan

cara menurunkan sintesis prostaglandin, leukotrien dan platelet-aktivating factor.

Glukokortikoid dapat menyebabkan vasokonstriksi apabila digunakan langsung pada kulit, yang

diduga terjadi dengan menekan degranulasi sel mast. Glukokortikoid juga menurunkan permeabilitas

kapiler dengan menurunkan jumlah histamine yang dirilis oleh basofil dan sel mast.

Penggunaan kortokosteroid dalam klinik sebagai antiinflamasi merupakan terapi paliatif, yaitu

hanya gejalanya yang dihambat sedangkan penyebabnya tetap ada. Konsep terbaru memperkirakan bahwa

efek imunosupresan dan antiinflamasi yang selama ini dianggap sebagai efek farmakologi kortikosteroid

sesungguhnya secara fisiologis pun merupakan mekanisme protektif.

Jaringan limfoid dan sistem imunologi. Glukokortikoid tidak menyebabkan lisis jaringan limfoid yang

masif, golongan obat ini dapat mengurangi jumlah sel pada leukemia limfoblastik akut dan beberapa

keganasan sel limfosit. Kortikosteroid bukan hanya mengurangi jumlah limfosit tetapi juga respons

imunnya. Kortikosteroid juga menghambat inflamasi dengan menghambat migrasi leukosit ke daerah

inflamasi.

Pertumbuhan. Penggunaan glukokortikoid dalam waktu lama dapat menghambat pertumbuhan anak,

karena efek antagonisnya terhadap kerja hormon pertumbuhan di perifer. Terhadap tulang, glukokortikoid

dapat menghambat maturasi dan proses pertumbuhan memanjang.

Penghambatan pertumbuhan pada pemakaian kortikosteroid disebabkan oleh kombinasi berbagai

faktor: hambatan somatomedin oleh hormon pertumbuhan, hambatan sekresi hormon pertumbuhan,

berkurangnya proliferasi sel di kartilago epifisis dan hambatan aktivitas osteoblas di tulang.

8

Page 9: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

INDIKASI

Dari pengalaman klinis dapat diajukan minimal 6 prinsip terapi yang perlu diperhatikan sebelum

obat ini digunakan:

Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial and error, dan

harus dievaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit. Suatu dosis tunggal besar

kortikosteroid umumnya tidak berbahaya. Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya

kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan kecuali dengan dosis sangat besar.

Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih hingga dosis melebihi dosis substitusi,

insidens efek samping dan efek letal potensial akan bertambah. Kecuali untuk insufisiensi adrenal,

penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi kausal ataupun kuratif tetapi hanya bersifat paliatif

karena efek anti-inflamasinya.

Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar, mempunyai

resiko insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien. Secara ringkas dapat dikatakan

bahwa bila kortikosteroid akan digunakan untuk jangka panjang, harus diberikan dalam dosis minimal

yang masih efektif. Kemudian dalam periode singkat dosis harus diturunkan bertahap sampai tercapai

dosis minimal dimana gejala semula timbul lagi. Bila terapi bertujuan mengatasi keadaan yang

mengancam pasien, maka dosis awal haruslah cukup besar. Bila dalam beberapa hari belum terlihat

efeknya, dosis dapat dilipatgandakan.

Untuk keadaan yang tidak mengancam jiwa pasien, kortikosteroid dosis besar dapat diberikan

untuk waktu singkat selama tidak ada kontraindikasi spesifik. Untuk mengurangi efek supresi hipofisis-

adrenal ini, dapat dilakukan modifikasi cara pemberian obat, misalnya dosis tunggal selang 1 atau 2 hari,

tetapi cara ini tidak dapat diterapkan untuk semua penyakit.

Terapi substitusi. Terapi ini bertujuan memperbaiki kekurangan akibat insufisiensi sekresi korteks

adrenal akibat gangguan fungsi atau struktur adrenal sendiri (insufisiensi primer) atau hipofisis

(insufisiensi sekunder).

Terapi kortikosteroid digunakan antara lain untuk:

Insufisiensi adrenal akut. Bila insufisiensi primer, dosisnya 20-30 mg hidrokortison harus

diberikan setiap hari. Perlu juga diberi preparat mineralokortikoid yang dapat menahan Na dan

air.

9

Page 10: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

Insufisiensi adrenal kronik. Dosisnya 20-30 mg per hari dalam dosis terbagi (20 mg pada pagi

hari dan 10 mg pada sore hari). Banyak pasien memerlukan juga mineralokortikoid fluorokortison

asetat dengan dosis 0,1-0,2 mg per hari; atau cukup dengan kortison dan diet tinggi garam.

Hyperplasia adrenal congenital.

Insufisiensi adrenal sekunder akibat insufisiensi adenohipofisis.

Terapi non-endokrin.

Dibawah ini dibahas beberapa penyakit yang bukan merupakan kelainan adrenal atau hipofisis,

tetapi diobati dengan glukokortikoid. Dasar pemakaian disini adalah efek anti-inflamasinya dan

kemampuannya menekan reaksi imun. Berikut adalah kasus yang menggunakan preparat kortikosteroid:

Fungsi paru pada fetus. Penyempurnaan fungsi paru fetus dipengaruhi sekresi kortisol pada fetus.

Betametason atau deksametason selama 2 hari diberikan pada minggu ke 27-34 kehamilan. Dosis

terlalu banyak akan mengganggu berat badan dan perkembangan kelenjar adrenal fetus.

Artriris. Kortikosteroid hanya diberikan pada pasien arthritis rheumatoid yang sifatnya progresif,

dengan pembengkakan dan nyeri sendi yang hebat sehingga pasien tidak dapat bekerja, meskipun

telah diberikan istirahat, terapi fisik dan obat golongan anti-inflamasi nonsteroid.

Karditis reumatik.

Penyakit ginjal. Kortikosteroid dapat bermanfaat pada sindrom nefrotik yang disebabkan lupus

eritematus sistemik atau penyakit ginjal primer, kecuali amiloidosis.

Penyakit kolagen. Pemberian dosis besar bermanfaat untuk eksaserbasi akut, sedangkan terapi

jangka panjang hasilnya bervariasi. Untuk scleroderma umumnya obat ini kurang bermanfaat.

Asma bronchial dan penyakit saluran napas.

Penyakit alergi.

Penyakit mata (konjungtivitis alergika, uveitis akut, neuritis optika, koroiditis).

Penyakit hepar.

Keganasan.

Gangguan hematologik lain (anemia hemolitik acquaired dan autoimun, leukemia, purpura

alergika akut dll).

Syok.

Edema serebral.

Trauma sumsum tulang belakang.

10

Page 11: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

Indikasi kortikosteroid yang lain adalah pada dermatosis alergik atau penyakit yang dianggap

mempunyai dasar alergik (dermatitis atopik, pemfigus, dermatitis seboroik, dll). Yang harus diperhatikan

adalah kadar kandungan steroidnya. Erupsi eksematosa biasanya diatasi dengan salep hidrokortison 1%.

Pada penyakit kulit akut dan berat serta pada eksaserbasi penyakit kulit kronik, kortikosteroid diberikan

secara sistemik.

DOSIS DAN MEKANISME PEMBERIAN

Berikut berbagai penyakit yang dapat diobati dengan kortikosteroid beserta dosisnya.

Dosis inisial kortikosteroid sistemik sehari untuk orang dewasa pada berbagai dermatosis

Nama penyakit Macam kortikosteroid dan dosisnya sehariDermatitis

Erupsi alergi obat ringanSJS berat dan NET

EritrodermiaReaksi lepra

DLEPemfigoid bulosaPemfigus vulgarisPemfigus foliaseus

Pemfigus eritematosaPsoriasis pustulosa

Reaksi Jarish-Herxheimer

Prednison 4x5 mg atau 3x10mgPrednison 3x10 mg atau 4x10 mg

Deksametason 6x5 mgPrednison 3x10 mg atau 4x10 mg

Prednison 3x10 mgPrednison 3x10 mgPrednison 40-80 mgPrednison 60-150 mgPrednison 3x20 mgPrednison 3x20 mgPrednison 4x10 mgPrednison 20-40 mg

Mengurangi Dosis Steroid Sistemik

Jangan berhenti tiba-tiba penggunaan steroids sistemik; terutama penting jika Anda telah

menggunakan selama lebih dari enam bulan. Sebagai contoh:

Tidak diperlukan penurunan jika penggunaan steroids telah kurang dari satu minggu.

Setelah mengambil dosis 30 mg atau lebih per hari untuk 3-4 minggu, mengurangi dosis 10 mg

atau kurang per hari, butuh beberapa hari hingga beberapa bulan untuk menghentikan semuanya.

Pengurangan dosis lambat mungkin diperlukan jika obat yang telah dilakukan selama beberapa

bulan.

EFEK SAMPING

Berikut efek samping kortikosteroid sistemik secara umum.

11

Page 12: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

Tempat Macam efek samping1. Saluran

cerna

2. Otot3. Susunan

saraf pusat

4. Tulang

5. Kulit

6. Mata7. Darah8. Pembuluh

darah9. Kelenjar

adrenal bagian kortek

10. Metabolisme protein, KH dan lemak

11. Elektrolit

12. Sistem immunitas

Hipersekresi asam lambung, mengubah proteksi gaster, ulkus peptikum/perforasi, pankreatitis, ileitis regional, kolitis ulseratif.Hipotrofi, fibrosis, miopati panggul/bahu.Perubahan kepribadian (euforia, insomnia, gelisah, mudah tersinggung, psikosis, paranoid, hiperkinesis, kecendrungan bunuh diri), nafsu makan bertambah.Osteoporosis,fraktur, kompresi vertebra, skoliosis, fraktur tulang panjang.Hirsutisme, hipotropi, strie atrofise, dermatosis akneiformis, purpura, telangiektasis.Glaukoma dan katarak subkapsular posteriorKenaikan Hb, eritrosit, leukosit dan limfositKenaikan tekanan darahAtrofi, tidak bisa melawan stres

Kehilangan protein (efek katabolik), hiperlipidemia,gula meninggi, obesitas, buffao hump, perlemakan hati.

Retensi Na/air, kehilangan kalium (astenia, paralisis, tetani, aritmia kor)Menurun, rentan terhadap infeksi, reaktivasi Tb dan herpes simplek, keganasan dapat timbul.

Efek Samping Dari Penggunaan Singkat Steroids Sistemik

Jika sistemik steroids telah ditetapkan untuk satu bulan atau kurang, efek samping yang

serius jarang. Namun masalah yang mungkin timbul berikut:

Gangguan tidur

Meningkatkan nafsu makan

Meningkatkan berat badan

Efek psikologis, termasuk peningkatan atau penurunan energi

Jarang tetapi lebih mencemaskan dari efek samping penggunaan singkat dari

kortikosteroids termasuk: mania, kejiwaan, jantung, ulkus peptik, diabetes dan nekrosis aseptik

yang pinggul.

12

Page 13: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

Efek Samping Penggunaan Steroid dalam Jangka Waktu yang Lama

Pengurangan produksi cortisol sendiri. Selama dan setelah pengobatan steroid, maka kelenjar

adrenal memproduksi sendiri sedikit cortisol, yang dihasilkan dari kelenjar di bawah otak-

hypopituitary-adrenal (HPA) penindasan axis. Untuk sampai dua belas bulan setelah steroids

dihentikan, kurangnya respon terhadap steroid terhadap stres seperti infeksi atau trauma dapat

mengakibatkan sakit parah.

Osteoporosis terutama perokok, perempuan postmenopausal, orang tua, orang-orang yang kurang

berat atau yg tak bergerak, dan pasien dengan diabetes atau masalah paru-paru. Osteoporosis

dapat menyebabkan patah tulang belakang, ribs atau pinggul bersama dengan sedikit trauma. Ini

terjadi setelah tahun pertama dalam 10-20% dari pasien dirawat dengan lebih dari 7.5mg

Prednisone per hari. Hal ini diperkirakan hingga 50% dari pasien dengan kortikosteroid oral akan

mengalami patah tulang.

Penurunan pertumbuhan pada anak-anak, yang tidak dapat mengejar ketinggalan jika steroids

akan dihentikan (tetapi biasanya tidak).

Otot lemah, terutama di bahu dan otot paha.

Jarang, nekrosis avascular pada caput tulang paha (pemusnahan sendi pinggul).

Meningkatkan diabetes mellitus (gula darah tinggi).

Kenaikan lemak darah (trigliserida).

Redistribusi lemak tubuh: wajah bulan, punuk kerbau dan truncal obesity.

Retensi garam: kaki bengkak, menaikkan tekanan darah, meningkatkan berat badan dan gagal

jantung.

Kegoyahan dan tremor.

Penyakit mata, khususnya glaukoma (peningkatan tekanan intraocular) dan katarak subcapsular

posterior.

Efek psikologis termasuk insomnia, perubahan mood, peningkatan energi, kegembiraan, delirium

atau depresi.

Sakit kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.

13

Page 14: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

Peningkatan resiko infeksi internal, terutama ketika dosis tinggi diresepkan (misalnya

tuberkulosis).

Ulkus peptikum, terutama pada pengobatan yang menggunakan anti-inflamasi.

Ada juga efek samping dari mengurangi dosis; termasuk kelelahan, sakit kepala, nyeri otot dan

sendi dan depresi.

Pemantauan regular selama perawatan termasuk:

Tekanan darah

Berat badan

Gula darah

KORTIKOSTEROID TOPIKAL

Kortikosteroid adalah hormon yang dihasilkan oleh korteks adrenal. Hormon ini dapat

mempengaruhi volume dan tekanan darah, kadar gula darah, otot dan resistensi tubuh. Berbagai

jenis kortikosteroid sintetis telah dibuat dengan tujuan utama untuk mengurangi aktivitas

mineralokortikoidnya dan meningkatkan aktivitas antiinflamasinya, misalnya deksametason yang

mempunyai efek antiinflamasi 30 kali lebih kuat dan efek retensi natrium lebih kecil

dibandingkan dengan kortisol.

Kortikosteroid merupakan derivat dari hormon kortikosteroid yang dihasilkan oleh

kelenjar adrenal. Hormon ini memainkan peran penting pada tubuh termasuk mengontrol respon

inflamasi. Kortikosteroid terbagi menjadi dua golongan utama yaitu glukokortikoid dan

mineralokortikoid. Golongan glukokortikoid adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap

penyimpanan glikogen hepar dan khasiat anti-inflamasinya nyata, sedangkan pengaruhnya pada

keseimbangan air dan elektrolit kecil atau tidak berarti. Prototip untuk golongan ini adalah

kortisol dan kortison, yang merupakan glukokortikoid alam. Terdapat juga glukokortikoid

sintetik, misalnya prednisolon, triamsinolon, dan betametason.Golongan mineralokortikoid

adalah kortikosteroid yang efek utamanya terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan

pengaruhnya terhadap penyimpanan glikogen hepar sangat kecil. Prototip dari golongan ini

14

Page 15: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

adalah desoksikortikosteron. Umumnya golongan ini tidak mempunyai khasiat anti-inflamasi

yang berarti, kecuali 9 α-fluorokortisol, meskipun demikian sediaan ini tidak pernah digunakan

sebagai obat anti-inflamasi karena efeknya pada keseimbangan air dan elektrolit terlalu besar.

Berdasarkan cara penggunaannya kortikosteroid dapat dibagi dua yaitu kortikosteroid

sistemik dan kortikosteroid topikal. Tetapi pada pembahasan selanjutnya kami akan lebih banyak

membahas tentang kortikosteroid topikal. Kortikosteroid topikal adalah obat yang digunakan di

kulit pada tempat tertentu. Merupakan terapi topikal yang memberi pilihan untuk para ahli kulit

dengan menyediakan banyak pilihan efek pengobatan yang diinginkan, diantaranya termasuk

melembabkan kulit, melicinkan, atau mendinginkan area yang dirawat.

Farmakologi

Semua hormon steroid sama-sama mempunyai rumus bangun

siklopentanoperhidrofenantren 17-karbon dengan 4 buah cincin yang diberi label A – D (Gambar

1). Modifikasi dari struktur cincin dan struktur luar akan mengakibatkan perubahan pada

efektivitas dari steroid tersebut. Atom karbon tambahan dapat ditambahkan pada posisi 10 dan

13 atau sebagai rantai samping yang terikat pada C17. Semua steroid termasuk

glukokortikosteroid mempunyai struktur dasar 4 cincin kolestrol dengan 3 cincin heksana dan 1

cincin pentana. Hormon steroid adrenal disintesis dari kolestrol yang terutama berasal dari

plasma. Korteks adrenal mengubah asetat menjadi kolestrol, yang kemudian dengan bantuan

enzim diubah lebih lanjut menjadi kortikosteroid dengan 21 atom karbon dan androgen lemah

dengan 19 atom karbon. Hormon steroid pada prekursor serta metabolitnya memperlihatkan

perbedaan pada jumlah dan jenis gugus yang tersubstitusi, jumlah serta lokasi ikatan rangkapnya,

dan pada konfigurasi stereokimiawinya. Tatanama yang tepat untuk menyatakan formulasi

kimiawi ini sudah disusun. Atom karbon yang asimetris (pada molekul C21) memungkinkan

terjadinya stereoisomerisme. Gugus metil bersudut (C19 dan C18) pada posisi 10 dan 13 berada

di depan sistem cincin dan berfungsi sebagai titik acuan. Substitusi nukleus dalam bidang yang

sama dengan bidang gugus ini diberi simbol cis atau “β”. Substitusi yang berada di belakang

bidang sistem cincin diberi simbol trans atau “α”. Ikatan rangkap dinyatakan oleh jumlah atom

karbon yang mendahului. Hormon steroid diberi nama menurut keadaan hormon apakah hormon

15

Page 16: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

tersebut mempunyai satu gugus metil bersudut (estran, 18 atom karbon), dua gugus metil

bersudut (androstan, 19 atom karbon) atau dua gugus bersudut plus 2 rantai – samping karbon

pada C17 (pregnan, 21 atom karbon).(2,7,8)

POTENSI KORTIKOSTEROID TOPIKAL

Nama Konsentrasi dan Bentuk Sediaan

Dosis

Potensi Sangat Tinggi

Clobetasol Propionate 0,05% krim, salep, aplikasi kulit kepala

1 - 2 x/hari

Halcinonide 0,1% krim, solution 2 - 3 x/hari

Potensi Tinggi

Amcinonide 0,1% krim 2 -3 x/hari

Beclometasone dipropionate 0,025% krim 2 x/hari

Betamethasone dipropionate 0,05% krim, salep, cair 0,064% krim, salep, solution

1 - 3 x/hari

Betamethasone valerate 0,025% krim 2 - 3 x/hari

Betamethasone valerate 0,1% krim, gel, lotion, salep, solution

1 - 3 x/hari

Desoximetasone 0,05% gel, 0,025% krim, salep 1 - 3 x/hari

Difluocortolone valerate 0,3% salep berlemak 2x/ hari

Difluocortolone valerate 0,1% krim, salep berlemak, salep 1 - 3 x/hari

16

Page 17: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

Fluclorolone acetonide 0,025% krim 2 x/hari

Fluocinolone acetonide 0,025% krim, gel, salep 0,03% salep

1 - 3 x/hari

Fluocinolone acetonide 0,2% krim 2 - 3 x/hari

Fluocinolone acetonide 0,005% krim 0,01% krim, salep 0,0125% krim

1 - 3 x/hari

Fluocinonide 0,05% krim, salep 2 - 3 x/hari

Fluocortolone/ fluocortolone caproate

0,25%/0,25% krim 1 - 3 x/hari

Fluocortolone pivalate/ fluocortolone caproate

0,25%/0.25% salep 1 - 3 x/hari

Fluticasone propionate 0,05% krim, 0,005% salep 1 - 2 x/hari

Hydrocortisone aceponate 0,127% krim 1 - 2 x/hari

Methylprednisolone aceponate

0,1% krim, salep berlemak, salep 1 - 2 x/hari

Mometasone furoate 0,1% krim, salep, lotion 1 x/hari

Prednicarbate 0,25% krim 1 - 2 x/hari

Potensi Sedang

Alclometasone dipropionate 0, 05% krim, salep 2 - 3 x/hari

Clobetasone butyrate 0,05% krim, salep Sampai 4 x/hari

Desonide 0,05% krim, salep, lotion 2 x/hari

Fluprednidene acetate 0,1% krim, solution 2 x/hari

Triamcinolone acetonide 0,1% krim, salep, lotion 0,2% krim, 0,02% krim

2 - 3x/hari

17

Page 18: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

Potensi Rendah

Hydrocortisone 0,5% krim, 1% lotion, gel, krim 2,5% krim

2 - 3 x/hari

Hydrocortisone acetate 1% krim, salep 2,5% krim 2 - 3 x/hari

Mekanisme Kerja Kortikosteroid Topikal

Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul

hormon memasuki jaringan melalui membran plasma secara difusi pasif di jaringan target,

kemudian bereaksi dengan reseptor steroid. Kompleks ini mengalami perubahan bentuk, lalu

bergerak menuju nukleus dan berikatan dengan kromatin. Ikatan ini menstimulasi transkripsi

RNA dan sintesis protein spesifik. Induksi sintesis protein ini merupakan perantara efek

fisiologis steroid. Efek katabolik dari kortikosteroid bisa dilihat pada kulit sebagai gambaran

dasar dan sepanjang penyembuhan luka. Konsepnya berguna untuk memisahkan efek ke dalam

sel atau struktur-struktur yang bertanggungjawab pada gambaran klinis ; keratinosik (atropi

epidermal, re-epitalisasi lambat), produksi fibrolast mengurangi kolagen dan bahan dasar (atropi

dermal, striae), efek vaskuler kebanyakan berhubungan dengan jaringan konektif vaskuler

(telangiektasis, purpura), dan kerusakan angiogenesis (pembentukan jaringan granulasi yang

lambat). Khasiat glukokortikoid adalah sebagai anti radang setempat, anti-proliferatif, dan

imunosupresif. Melalui proses penetrasi, glukokortikoid masuk ke dalam inti sel-sel lesi,

berikatan dengan kromatin gen tertentu, sehingga aktivitas sel-sel tersebut mengalami perubahan.

Sel-sel ini dapat menghasilkan protein baru yang dapat membentuk atau menggantikan sel-sel

yang tidak berfungsi, menghambat mitosis (anti-proliferatif), bergantung pada jenis dan stadium

proses radang. Glukokotikoid juga dapat mengadakan stabilisasi membran lisosom, sehingga

enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak dikeluarkan.

Glukokortikoid topikal adalah obat yang paling banyak dan tersering dipakai.

Glukokortikoid dapat menekan limfosit-limfosit tertentu yang merangsang proses radang. Ada

beberapa faktor yang menguntungkan pemakaiannya yaitu :

1. Dalam konsentrasi relatif rendah dapat tercapai efek anti radang yang cukup memadai.

18

Page 19: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

2. Bila pilihan glukokortikoid tepat, pemakaiannya dapat dikatakan aman.

3. Jarang terjadi dermatitis kontak alergik maupun toksik.

4. Banyak kemasan yang dapat dipilih : krem, salep, semprot (spray), gel, losion, salep

berlemak (fatty ointment).

Kortikosteroid mengurangi akses dari sejumlah limfosit ke daerah inflamasi di daerah

yang menghasilkan vasokontriksi. Fagositosis dan stabilisasi membran lisosom yang menurun

diakibatkan ketidakmampuan dari sel-sel efektor untuk degranulasi dan melepaskan sejumlah

mediator inflamasi dan juga faktor yang berhubungan dengan efek anti-inflamasi kortikosteroid.

Meskipun demikian, harus digaris bawahi di sini bahwa khasiat utama anti radang bersifat

menghambat : tanda-tanda radang untuk sementara diredakan. Perlu diingat bahwa penyebabnya

tidak diberantas, maka bila pengobatan dihentikan, penyakit akan kambuh.

Efektifitas kortikosteroid topikal bergantung pada jenis kortikosteroid dan penetrasi.

Potensi kortikosteroid ditentukan berdasarkan kemampuan menyebabkan vasokontriksi pada

kulit hewan percobaan dan pada manusia. Jelas ada hubungan dengan struktur kimiawi.

Kortison, misalnya, tidak berkhasiat secara topikal, karena kortison di dalam tubuh mengalami

transformasi menjadi dihidrokortison, sedangkan di kulit tidak menjadi proses itu. Hidrokortison

efektif secara topikal mulai konsentrasi 1%. Sejak tahun 1958, molekul hidrokortison banyak

mengalami perubahan. Pada umumnya molekul hidrokortison yang mengandung fluor

digolongkan kortikosteroid poten. Penetrasi perkutan lebih baik apabila yang dipakai adalah

vehikulum yang bersifat tertutup. Di antara jenis kemasan yang tersedia yaitu krem, gel, lotion,

salep, fatty ointment (paling baik penetrasinya). Kortikosteroid hanya sedikit diabsorpsi setelah

pemberian pada kulit normal, misalnya, kira-kira 1% dari dosis larutan hidrokortison yang

diberikan pada lengan bawah ventral diabsorpsi. Dibandingkan absorpsi di daerah lengan bawah,

hidrokortison diabsorpsi 0,14 kali yang melalui daerah telapak kaki, 0,83 kali yang melalui

daerah telapak tangan, 3,5 kali yang melalui tengkorak kepala, 6 kali yang melalui dahi, 9 kali

melalui vulva, dan 42 kali melalui kulit scrotum. Penetrasi ditingkatkan beberapa kali pada

daerah kulit yang terinfeksi dermatitis atopik ; dan pada penyakit eksfoliatif berat, seperti

psoriasis eritodermik, tampaknya sedikit sawar untuk penetrasi.

Secara keseluruhan, kortikosteroid topikal berhubungan dengan empat hal yaitu :

19

Page 20: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

1. vasokontriksi,

2. efek anti-proliferasi,

3. immunosupresan, dan

4. efek anti-inflamasi.

Steroid topikal menyebabkan vasokontriksi pembuluh darah di bagian superfisial dermis,

yang akan mengurangi eritema. Kemampuan untuk menyebabkan vasokontriksi ini biasanya

berhubungan dengan potensi anti-inflamasi, dan biasanya vasokontriksi ini digunakan sebagai

suatu tanda untuk mengetahui aktivitas klinik dari suatu agen.(6,8,11)

Efek anti-proliferatif kortikosteroid topikal diperantarai dengan inhibisi dari sintesis dan mitosis

DNA. Kontrol dan proliferasi seluler merupakan suatu proses kompleks yang terdiri dari

penurunan dari pengaruh stimulasi yang telah dinetralisir oleh berbagai faktor inhibitor. Proses-

proses ini mungkin dipengaruhi oleh kortikosteroid. Glukokortikoid juga dapat mengadakan

stabilisasi membran lisosom, sehingga enzim-enzim yang dapat merusak jaringan tidak

dikeluarkan.

Efektivitas kortisteroid bisa akibat dari sifat immunosupresifnya. Mekanisme yang

terlibat dalam efek ini kurang diketahui. Beberapa studi menunjukkan bahwa kortikosteroid bisa

menyebabkan pengurangan sel mast pada kulit. Hal ini bisa menjelaskan penggunaan

kortikosteroid topikal pada terapi urtikaria pigmentosa.(3,6,8)

Mekanisme sebenarnya dari efek anti-inflamasi sangat kompleks dan kurang dimengerti.

Dipercayai bahwa kortikosteroid menggunakan efek anti-inflamasinya dengan menghibisi

pembentukan prostaglandin dan derivat lain pada jalur asam arakidonik. Mekanisme lain yang

turut memberikan efek anti-inflamasi kortikosteroid adalah menghibisi proses fagositosis dan

menstabilisasi membran lisosom dari sel-sel fagosit.(3,8,10)

Penggunaan Kortikosteroid Topikal Di Bidang Dermatologi

20

Page 21: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

Kortikosteroid topikal dengan potensi kuat belum tentu merupakan obat pilihan untuk

suatu penyakit kulit. Perlu diperhatikan bahwa kortikosteroid topikal bersifat paliatif dan supresif

terhadap penyakit kulit dan bukan merupakan pengobatan kausal.(4,10).

Dermatosis yang responsif dengan kortikosteroid topikal adalah psoriasis, dermatitis

atopik, dermatitis kontak, dermatitis seboroik, neurodermatitis sirkumskripta, dermatitis

numularis, dermatitis statis, dermatitis venenata, dermatitis intertriginosa, dan dermatitis solaris

(fotodermatitis). (4,10).

Pada dermatitis atopik yang penyebabnya belum diketahui, kortikosteroid dipakai dengan

harapan agar remisi lebih cepat terjadi.(11) Dermatosis yang kurang responsif ialah lupus

erimatousus diskoid, psoriasis di telapak tangan dan kaki, nekrobiosis lipiodika diabetikorum,

vitiligo, granuloma anulare, sarkoidosis, liken planus, pemfigoid, eksantema fikstum.(4)

Pada umumnya dipilih kortikosteroid topikal yang sesuai, aman, efek samping sedikit dan

harga murah ; disamping itu ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan, yaitu jenis

penyakit kulit, jenis vehikulum, kondisi penyakit, yaitu stadium penyakit, luas / tidaknya lesi,

dalam / dangkalnya lesi, dan lokalisasi lesi. Perlu juga dipertimbangkan umur penderita.(4,10)

Pada umumnya dianjurkan pemakaian salep 2-3 kali per hari sampai penyakit tersebut

sembuh. Perlu dipertimbangkan adanya gejala takifilaksis. Takifilaksis adalah menurunnya

respons kulit terhadap glukokortikoid karena pemberian obat yang berulang-ulang ; berupa

toleransi akut yang berarti efek vasokontriksinya akan menghilang, setelah diistirahatkan

beberapa hari efek vasokontriksi akan timbul kembali dan akan menghilang lagi bila pengolesan

obat tetap dilanjutkan.(4)

Ada beberapa cara pemakaian dari kortikosteroid topikal, yakni : (4,5,11)

1. Pemakaian kortikosteroid topikal poten tidak dibenarkan pada bayi dan anak.

2. Pemakaian kortikosteroid poten orang dewasa hanya 40 gram per minggu, sebaiknya

jangan lebih lama dari 2 minggu. Bila lesi sudah membaik, pilihlah salah satu dari

golongan sedang dan bila perlu diteruskan dengan hidrokortison asetat 1%.

3. Jangan menyangka bahwa kortikosteroid topikal adalah obat mujarab (panacea) untuk

semua dermatosis. Apabila diagnosis suatu dermatosis tidak jelas, jangan pakai

21

Page 22: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

kortikosteroid poten karena hal ini dapat mengaburkan ruam khas suatu dermatosis.

Tinea dan scabies incognito adalah tinea dan scabies dengan gambaran klinik tidak

khas disebabkan pemakaian kortikosteroid.

Kortikosteroid topikal tidak seharusnya dipakai sewaktu hamil kecuali dinyatakan perlu

atau sesuai oleh dokter untuk wanita yang hamil. Percobaan pada hewan menunjukkan

penggunaan kortikosteroid pada kulit hewan hamil akan menyebabkan abnormalitas pada

pertumbuhan fetus. Percobaan pada hewan tidak ada kaitan dengan efek pada manusia, tetapi

mungkin ada sedikit resiko apabila steroid yang mencukupi di absorbsi di kulit memasuki aliran

darah wanita hamil. Oleh karena itu, penggunaan kortikosteroid topikal pada waktu hamil harus

dihindari kecuali mendapat nasehat dari dokter untuk menggunakannya. Begitu juga pada waktu

menyusui, penggunaan kortikosteroid topikal harus dihindari dan diperhatikan.(1) Kortikosteroid

juga hati-hati digunakan pada anak-anak

Efek Samping

Efek samping dapat terjadi apabila : (4,8,9,10,11,12)

1. Penggunaan kortikosteroid topikal yang lama dan berlebihan.

2. Penggunaan kortikosteroid topikal dengan potensi kuat atau sangat kuat atau penggunaan

sangat oklusif.

Efek samping yang tidak diinginkan adalah berhubungan dengan sifat potensiasinya,

tetapi belum dibuktikan kemungkinan efek samping yang terpisah dari potensi, kecuali mungkin

merujuk kepada supresi dari adrenokortikal sistemik. Dengan ini efek samping hanya bisa

dielakkan sama ada dengan bergantung pada steroid yang lebih lemah atau mengetahui dengan

pasti tentang cara penggunaan, kapan, dan dimana harus digunakan jika menggunakan yang lebih

paten.(13)

22

Page 23: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

Secara umum efek samping dari kortikosteroid topikal termasuk atrofi, striae atrofise,

telangiektasis, purpura, dermatosis akneformis, hipertrikosis setempat, hipopigmentasi,

dermatitis peroral.(4,8,9,10,11,12)

Beberapa penulis membagi efek samping kortikosteroid kepada beberapa tingkat yaitu :

(11,12,13,15)

Efek Epidermal

Ini termasuk :

1. Penipisan epidermal yang disertai dengan peningkatan aktivitas kinetik dermal, suatu

penurunan ketebalan rata-rata lapisan keratosit, dengan pendataran dari konvulsi dermo-

epidermal. Efek ini bisa dicegah dengan penggunaan tretinoin topikal secara konkomitan.

2. Inhibisi dari melanosit, suatu keadaan seperti vitiligo, telah ditemukan. Komplikasi ini

muncul pada keadaan oklusi steroid atau injeksi steroid intrakutan.

Efek Dermal

Terjadi penurunan sintesis kolagen dan pengurangan pada substansi dasar. Ini

menyebabkan terbentuknya striae dan keadaan vaskulator dermal yang lemah akan menyebabkan

mudah ruptur jika terjadi trauma atau terpotong. Pendarahan intradermal yang terjadi akan

menyebar dengan cepat untuk menghasilkan suatu blot hemorrhage. Ini nantinya akan terserap

dan membentuk jaringan parut stelata, yang terlihat seperti usia kulit prematur.

Efek Vaskular

Efek ini termasuk :

1. Vasodilatasi yang terfiksasi. Kortikosteroid pada awalnya menyebabkan vasokontriksi

pada pembuluh darah yang kecil di superfisial.

23

Page 24: Obat Kortikosteroid Topikal Dan Sistemik

2. Fenomena rebound. Vasokontriksi yang lama akan menyebabkan pembuluh darah yang

kecil mengalami dilatasi berlebihan, yang bisa mengakibatkan edema, inflamasi lanjut,

dan kadang-kadang pustulasi.

24