Efek Pemberian Purwaceng (Pimpinella Pruatjan) Terhadap Kadar Testosteron Dan Berat Testis Tikus...
-
Upload
muhammad-anand-ardhiansyah -
Category
Documents
-
view
213 -
download
4
description
Transcript of Efek Pemberian Purwaceng (Pimpinella Pruatjan) Terhadap Kadar Testosteron Dan Berat Testis Tikus...
PROPOSAL FISIOLOGI HEWAN DASAR
Efek Pemberian Purwaceng (Pimpinella pruatjan) Terhadap
Kadar Testosteron dan Berat Testis Tikus Putih (Rattus
norvegicus).
Oleh:
Muhammad Anand Ardhiansyah 10317244003
Pendidikan Biologi Internasional 2010
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
YOGYAKARTA
2012
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Judul
Efek Pemberian Purwaceng (Pimpinella pruatjan) Terhadap Kadar
Testosteron dan Berat Testis Tikus Putih (Rattus norvegicus).
B. Latar Belakang Masalah
Masalah infertilitas merupakan masalah yang cukup serius dalam kehidupan
rumah tangga suami istri. Pada kenyataanya penyebab infertilitas 40%-60%
berasal dari kaum pria dimana pria mengalami gangguan potensi sexual.
Gangguan potensi sexual ini menyebabkan hubungan antara suami istri
menjadi kurang harmonis. Gangguan potensi sexual pada pria terdiri atas 4
kelompok, yaitu : gangguan gairah sexual, gangguan ereksi, gangguan ejakulasi,
dan gangguan orgasme. Faktor yang menyebabkan gangguan potensi sexual ini
antara lain : faktor jiwa (psikis), fisik, dan faktor sosial.
Para istri sering mengeluh karena suaminya memiliki testis yang relatif
kecil, serta sering mengalami ejakulasi dini sehingga menyebabkan sang istri tidak
mengalami orgasme seperti yang dirasakan suaminya. Masalah inilah yang
menyebabkan hubungan suami istri menjadi tidak harmonis lagi.
Berbagai obat telah diproduksi untuk mengatasi masalah gangguan potensi
sexual ini, diantaranya obat-obatan yang mengandung bahan hrmon, vitamin, dan
bahan-bahan campuran yang berasal dari berbagai negara seperti obat dari Cina
yang banyak mendominasi di pasaran Indonesia. Obat dari Cina ini umumnya
mengandung efek samping karena mengandung banyak bahan pengawet yang
sangat berbahaya bagi organ sexual pria.
Purwaceng merupakan tanaman endemik yang biasa ditemukan di kawasan
dataran tinggi Dieng Kabupaten Wonosobo. Dengan adanya penelitian ini
diharapkan dapat membant]u mengatasi gangguan potensi sexual pria dengan
menggunakan tanaman purwaceng
C. Rumusan Masalah
1. Apakah pemberian purwaceng mempengaruhi kadar testoteron dan
massa testis pada tikus putih (Rattus norvegicus)?
2. Berapakah kadar yang memiliki pengaruh yang tinggi terhadap kadar
testoteron dan massa testis tikus putih (Rattus norvegicus)?
D. Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian
purwaceng (Pimpinella pruatjan) terhadap kadar testosteron dan massa testis tikus
putih (Rattus norvegicus)
E. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk membantu para suami yang
mengalami masalah dengan ukuran penis mereka dan juga bermanfaat untuk
menanggulangi masalah infertilitas pada pria yang ingin punya anak.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tikus putih (R. norvegicus)
Hewan coba merupakan hewan yang dikembangbiakkan untuk digunakan
sebagai hewan uji coba. Tikus sering digunakan pada berbagai macam penelitian
medis selama bertahun-tahun. Hal ini dikarenakan tikus memiliki karakteristik
genetik yang unik, mudah berkembang biak, murah serta mudah untuk
mendapatkannya. Tikus merupakan hewan yang melakukan aktivitasnya pada
malam hari (nocturnal).
Tikus putih (R. norvegicus) atau biasa dikenal dengan nama lain Norway
Rat berasal dari wilayah Cina dan menyebar ke Eropa bagian barat (Sirois 2005).
Pada wilayah Asia Tenggara, tikus ini berkembang biak di Filipina, Indonesia,
Laos, Malaysia, dan Singapura (Medway 1983). Faktor yang mempengaruhi
penyebaran ekologi dan dinamika populasi tikus putih (R. norvegicus) yaitu faktor
abiotik dan biotik. Faktor abiotik yang penting dalam mempengaruhi dinamika
populasi tikus adalah air minum dan sarang. Air merupakan kebutuhan penting
bagi tikus. Sarang memiliki beberapa fungsi untuk kehidupan tikus, seperti untuk
melahirkan, membesarkan anak-anaknya, menyimpan pakan, berlindung dari
lingkungan yang kurang menguntungkan, dan tempat untuk beristirahat. Cuaca
tidak mempengaruhi secara langsung pada dinamika populasi tikus. Faktor biotik
yang penting dalam mempengaruhi populasi tikus antara lain adalah (1) tumbuhan
atau hewan kecil sebagai sumber pakan, (2) patogen (penyebab penyakit) dari
golongan virus, bakteri, cendawan, nematoda, protozoa, dan sebagainya, (3)
predator dari golongan reptilia, aves, dan mamalia, (4) tikus sebagai kompetitor,
khususnya pada populasi tinggi, dan (5) manusia yang merupakan musuh utama
bagi tikus (Priyambodo 1995).
Klasifikasi
Klasifikasi Tikus Putih (R. norvegicus) Tikus digolongkan ke dalam Ordo
Rodentia (hewan pengerat), Famili Muridae dari kelompok mamalia (hewan
menyusui). Menurut Priyambodo (1995) 4 Ordo Rodentia merupakan ordo
terbesar dari kelas mamalia karena memiliki jumlah spesies (40%) dari 5.000
spesies di seluruh mamalia.
Klasifikasi tikus putih (R. norvegicus) menurut Myres & Armitage (2004).
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Subordo : Sciurognathi
Famili : Muridae
Sub-Famili : Murinae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus norvegicus
Galur/Strain : Sprague Dawley
Tikus putih merupakan strain albino dari R. norvegicus. Tikus memiliki
beberapa galur yang merupakan hasil pembiakkan sesama jenis atau persilangan.
Galur yang sering digunakan untuk penelitian adalah galur Sprague Dawley
(Inglis 1980). Galur ini berasal dari peternakan Sprague Dawley, Madison,
Wiscoustin.
Ciri Morfologi Tikus Putih (R. norvegicus)
Tikus putih (R. norvegicus) yang memiliki nama lain Norway rat,
termasuk ke dalam hewan mamalia yang memiliki ekor panjang. Ciri-ciri galur ini
yaitu bertubuh panjang dengan kepala lebih sempit. Telinga tikus ini tebal dan
pendek dengan rambut halus. Mata tikus putih berwarna merah. Ciri yang paling
terlihat adalah ekornya yang panjang. Bobot badan tikus jantan pada umur dua
belas minggu mencapai 240 gram sedangkan betinanya mencapai 200 gram. Tikus
memiliki lama hidup berkisar antara 4-5 tahun dengan berat badan umum tikus
jantan berkisar antara 267-500 gram dan betina 225-325 gram (Sirois 2005).
Tikus dapat mendengar hingga suara ultrasonik dengan rentang
pendengaran 70 dB yaitu 250 Hz-70 kHz dan rentang yang paling sensitif berkisar
5 antara 8-32 kHz. Suara ultrasonik ini sangat penting sebagai alat berkomunikasi
antara induk dengan anaknya. Galur ini memiliki pertumbuhan yang cepat,
tempramen yang baik dan kemampuan laktasi yang tinggi (Robinson 1979). Tikus
putih (R. norvegicus) tersebar luas di beberapa tipe habitat, namun tikus putih
lebih sering terlihat pada beberapa tempat yang merupakan habitat alami dari tikus
putih, yaitu area pertanian, hutan alami maupun buatan, pesisir pantai, dan tempat-
tempat yang lembab (Pagad 2011)
Perilaku Tikus Putih (R. norvegicus)
Tikus termasuk binatang pemakan segala makanan (omnivora). Walaupun
demikian, tikus cenderung untuk memilih biji-bijian (serealia) seperti jagung,
padi, dan gandum. Air sebagai sumber minuman dapat diambil dari air bebas atau
dapat diperoleh dari pakan yang banyak mengandung air. Kebutuhan air bagi tikus
tergantung dari suhu, lingkungan, aktivitas, umur, dan jenis makanan. Kebutuhan
air berkurang, jika pakan yang dikonsumsi sudah banyak mengandung air. Pada
umumnya tikus makan secara teratur pada tempat tertentu. Tikus putih (R.
norvegicus) biasanya membuat sarang pada tempat-tempat yang berdekatan
dengan sumber makanan dan air. Tikus bermigrasi jika terjadi kekurangan
makanan pada habitat awal yang ditempati (Priyambodo 1995).
Menurut Smith & Mangkoewidjojo (1988) tikus memiliki masa kawin
pada saat berumur delapan sampai sembilan minggu. Tikus merupakan hewan
poliestrus dan berkembang biak sepanjang tahun. Periode estrus terjadi selama
dua belas jam dan lebih sering terjadi pada malam hari dibandingkan dengan siang
hari. Kelahiran anak pada tikus putih dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu
kondisi iklim dan cuaca yang optimal (khususnya suhu), pakan yang melimpah,
sarang yang baik, umur, dan kondisi induk yang optimal.
B. Purwaceng
Purwaceng (Pimpinella alpina Kds) merupakan tanaman obat. Seluruh
bagian tanaman purwaceng dapat digunakan sebagai obat tradisional, terutama
akar. Akarnya mempunyai sifat diuretika dan digunakan sebagai aprosidiak
(Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan 1987), yaitu khasiat suatu obat
yang dapat meningkatkan atau menambah stamina. Pada umumnya tumbuhan atau
tanaman yang ber-khasiat sebagai aprosidiak mengandung senyawa-senyawa
turunan saponin, alkaloid, tanin, dan senyawa-senyawa lain yang berkhasiat
sebagai penguat tubuh serta memperlancar peredaran darah. Di Indonesia
tumbuhan atau tanaman obat yang digunakan sebagai aprosidiak lebih banyak
hanya berdasarkan kepercayaan dan pengalaman (Hernani dan Yuliani 1991).
Purwaceng banyak tumbuh secara liar di kawasan Dieng pada ketinggian
2.000-3.000 m dpl. Menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan
(1987), sebaran tanaman purwoceng di Indonesia meliputi Jawa Tengah, Jawa
Timur, dan Jawa Barat. Wahyuni et al. (1997) menyatakan bahwa purwoceng
dapat tumbuh di luar habitatnya seperti di Gunung Putri Jawa Barat dan mampu
menghasilkan benih untuk bahan konservasi. Potensi tanaman purwoceng cukup
besar, tetapi masih terkendala oleh langkanya penyediaan benih dan keterbatasan
lahan yang sesuai untuk tanaman tersebut (Yuhono 2004).
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negri Yogyakarta. Penelitian ini akan
dilakukan selama 40 hari pada tanggal 1 Agustus 2012 sampai 9 September 2012.
B. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan enam
perlakuan dan empat ulangan. Data kuantitatif meliputi kadar hormon testosteron,
berat testis. Analisis data mengguakan Anova dan dilanjutkan uji LSD dengan
taraf signifikasi 5%.
C. Teknik Ekstrasi Purwaceng
Bagian yang diambil adalah semua bagian tanaman purwaceng. Tanaman
purwoceng yang telah digiling, ditimbang 100 g lalu dimasukkan ke dalam gelas
piala, ditambahkan 300 ml metanol, dan dikocok selama 2 jam. Campuran lalu
didiamkan semalam dan disaring. Ampasnya ditambah metanol 100 ml lalu
dikocok selama 2 jam, didiamkan semalam, filtratnya disatukan, ampasnya
ditambahkan lagi 100 ml metanol, dikocok selama 2 jam, didiamkan semalam,
filtratnya disatukan kemudian seluruh filtrat dipekatkan dengan menggunakan
evaporator.
Pada penelitian ini akan digunakan ekstrak purwaceng dengan kadar 0%,
20%, 40%, 60%. 80%, 100%. Kadar ekstrak 0% merupakan variabel kontrol,
sedangkan kadar 20%, 40%, 60%. 80%, 100% merupakan variabel bebas.
D. Teknik Pengkondisian dan Penghilangan Variabel Penggangu (Destructor
Variable)
Pada penelitian kali ini akan menggunakan 25 tikus putih (R. norvegicus)
yang berumur 3-4 bulan, berat badan 150-200 gram, dan tidak ada abnormalitas.
Hal ini bertujuan untuk menghomogenkan probandus serta menghilangkan
variabel pengganggu (Destructor Variable) . Teknik pengkondisian dilakukan
dengan tikus terlebih dulu diadaptasikan selama satu minggu serta diberikan
makan dan minum secara ad libitum. Semua tikus tersebut kemudian dibagi
menjadi lima kelompok secara acak, masing-masing terdiri dari lima ekor tikus
dengan perlakuan berbeda
E. Teknik Pengukuran Kadar Testosteron dan Berat Testis
Setelah diberi perlakuan selama 35 hari, hewan uji diambil sampel darahnya
untuk pengukuran kadar testosteron serta testis untuk penghitungan jumlah
lapisan sel spermatogenik dan berat testis. Pengukuran kadar testosteron
menggunakan metode RIA (Radio Immuno-assay)
F. Tabel Pengamatan Kadar Testosteron dan Berat Testis
Ulangan I
Kelompok
Perlakuan
Perlakuan Kadar Testosteron
(ng/ml)
Berat Testis
(gram)
Kontrol 0%
A 20%
B 40%
C 60%
D 80%
E 100%
Ulangan II
Kelompok
Perlakuan
Perlakuan Kadar Testosteron
(ng/ml)
Berat Testis
(gram)
Kontrol 0%
A 20%
B 40%
C 60%
D 80%
E 100%
Ulangan III
Kelompok
Perlakuan
Perlakuan Kadar Testosteron
(ng/ml)
Berat Testis
(gram)
Kontrol 0%
A 20%
B 40%
C 60%
D 80%
E 100%
Ulangan IV
Kelompok
Perlakuan
Perlakuan Kadar Testosteron
(ng/ml)
Berat Testis
(gram)
Kontrol 0%
A 20%
B 40%
C 60%
D 80%
E 100%
DAFTAR PUSTAKA
Hayani, Eni dan Sukmasari, May. 2005. Teknik Pemisahan Komponen Ekstrak
Purwaceng Secara Kromatografilapis Tipis. Buletin Teknik Pertanian Vol.
10
Nurliani, Anni, dkk. 2012. Efek Antioksidan Ekstrak Bulbus Bawang Dayak
(Eleutherine palmifolia) Pada Gambaran Histopatologis Paru-Paru Tikus
yang Dipapar Asap Rokok. Jurnal Ilmiah Bioscientiae Volume 9:
Universitas Lambung Mangkurat
Yurnadi, dkk. 2001. Pengaruh Pemberian Kombinasi Muira Puama (Ptychopetalum uncinatum L.), Damiana (Turnera aphrodisiaca L.), Dan Siberian Ginseng (Eleutherococcus senticosus L.) (Tripote) Terhadap Kualitas, Kuantitas Spermatozoa Vas Deferen, Kadar Hormon Testosteron, Dan Populasi Sel-Sel Spermatogenik Testis Tikus (Rattus norvegicus L.) Strain Sprague-Dawley. Jakarta : Faluktas Kedokteran Universitas Indonesia.