Analisis Gravimetri adalah suatu bentuk analisis kuantitatif yang berupa penimbangan
EFEK PELATIHAN TERHADAP PENINGKATAN...
Transcript of EFEK PELATIHAN TERHADAP PENINGKATAN...
EFEK PELATIHAN TERHADAP PENINGKATAN PENGETAHUAN
DAN KETERAMPILAN DALAM KEGIATAN PENIMBANGAN BALITA
PADA KADER POSYANDU DI KELURAHAN RENGAS
KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN 2017
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh :
HARUM AULIA RAHMAWATI
1111101000070
PEMINATAN GIZI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2017/1438 H
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Fakultas
Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran
Dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran Dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juni 2017
Harum Aulia Rahmawati
iii
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN GIZI
Skripsi, Juni 2017
HARUM AULIA RAHMAWATI, NIM 1111101000070
EFEK PELATIHAN TERHADAP PENINGKATAN
PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN DALAM KEGIATAN
PENIMBANGAN BALITA PADA KADER POSYANDU DI
KELURAHAN RENGAS KOTA TANGERANG SELATAN TAHUN
2017
xix + 119 Halaman, 10 Tabel, 3 Bagan, 1 Gambar, vii Lampiran
ABSTRAK
Kurang berfungsinya posyandu disebabkan karena kemampuan kader di
posyandu yang masih rendah. Maka dari itu, sering ditemukannya penurunan
kinerja posyandu, keterhambatan dalam proses penyampaian informasi dan pesan-
pesan gizi, penurunan jumlah balita yang datang serta ketidak akuratan data pada
proses pelaksanaan kegiatan. Di Puskesmas Rengas sendiri, sebanyak 46,7%
kader berpengetahuan rendah dan sebanyak 53,3% kader kurang terampil.
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain penelitian
Eksperimental Sungguhan (True Experimental) yakni penelitian dengan
melakukan intervensi kepada kader posyandu (sampel) dengan kelompok
pembanding (kontrol). Jumlah sample pada penelitian ini sebanyak 44 orang yang
dibagi menjadi 2 kelompok masing-masing berisi 22 orang. Adapun perlakuan
yang diberikan pada kelompok sampel yakni pemberian pelatihan dengan media
berupa audiovisual, sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan
apapun.
Dari hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan antara sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan pada kelompok
perlakuan. Hal ini dapat membuktikan bahwa pelatihan mampu memberikan efek
terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader posyandu. Setelah
diberikan intervensi, peneliti berharap pihak puskesmas bisa melakukan refresh
dan mengaplikasikan media audiovisual pada proses pelatihan selanjutnya.
Kata Kunci: Pelatihan, Kader Posyandu, Audio-visual, Pengetahuan,
Keterampilan
Daftar Bacaan: 78 (1956-2014)
iv
STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH
SPECIALISATION NUTRITION
Undergraduated, Juni 2017
HARUM AULIA RAHMAWATI, NIM 1111101000070
THE EFFECT OF TRAINING TO IMPROVE KNOWLEDGE AND
SKILL IN THE ACTIVITIES OF CHILDREN WEIGHING FOR
POSYANDU CADRES AT RENGAS SOUTH OF TANGERANG IN
2017
xix + 119 Pages, 10 Tables, 3 Charts, 1 Image, vii Attachments
ABSTRACT
Lack of a functioning Posyandu is because the ability of cadres in
Posyandu are still low. Therefore, often finding of decreased performance
posyandu, delays in the delivery of information and messages of nutrition,
decreased the number of children who come and inaccurate data in the process of
implementation. In Rengas Health Center's, as much as 46.7% lower cadre of
knowledgeable and 53.3% less skilled cadres.
This study is a quantitative research with pre-experimental research
designs True Experimental that studies by intervening to cadres Posyandu
(sample) with control group. The sample in this study as many as 44 people were
divided into two groups each containing 22 people. The treatment given to a
sample group that is providing training with media audiovisual, while the control
group was not given any treatment.
The results of the analysis conducted it is known that there are significant
differences between before and after training in the treatment group. It is can
proved that the training can have an effect on increasing the knowledge and skills
of posyandu cadres. After the intervention, the researcher hopes that the public
health center can refresh and apply audiovisual media in the next training process.
Keywords: Training, Posyandu Cadres, Audio-visual, Knowledge, Skills
Reading List: 78 (1956-2014)
v
PERNYATAAN PERSETUJUAN
vi
vii
Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua
Orang Tua saya Tercinta. Terimakasih untuk
seluruh perjuangan Bapak dan Ibu dalam
mendidik kami selaku anak kalian selama ini.
Dan untuk para sahabat saya, terimakasih
untuk tidak pernah membiarkan saya berjuang
sendirian.
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI :
Nama : HARUM AULIA RAHMAWATI
Tempat, tgl lahir : Tangerang, 02 Februari 1994
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Berat Badan : 52 Kg
Tinggi Badan : 157 Cm
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Pendidikan No. 20 Rt. 001/006 Ciputat
Kota Tangerang Selatan 15411
No. Telp/ Hp : 0856-9533-6142 / 0822-9840-5494
E-mail : [email protected]
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN :
2000 – 2006 : Sekolah Dasar Negeri Lumpang 1 Parungpanjang
2006 – 2009 : Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Parungpanjang
2009 – 2011 : Sekolah Menengah Atas PGRI 56 Tangerang Selatan
2011 – 2017 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Jurusan Gizi Kesehatan Masyarakat
PENGALAMAN BEKERJA
2011
2013
2014
:
:
:
Karyawati di Warnet ARYA COMPUTER Ciputat
Internship di Klinik Pelayanan Kesehatan Masyarakat
(KPKM) Kota Tangerang Selatan Tahun 2013
- Internship di UPT Puskesmas Pamulang Barat Kota
Tangerang Selatan membahas tentang Penyakit
Demam Berdarah Dengue di Pamulang Barat Tahun
2014
- Tim Peneliti Gambaran Perilaku Diet dan Faktornya
pada Siswa/i SMAN 34 Jakarta Tahun 2014
- Volunteer Kegiatan Donor Darah bersama PMI Pusat
dan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2014.
- Volunteer Kegiatan Pelatihan Tanggap Darurat
ix
2015
2016
:
:
Bencana bersama ACT dan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Tahun 2014.
- Volunteer Kegiatan Pelatihan Tanggap Darurat
Bencana bersama ACT dan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Tahun 2014.
- Internship di bagian Perbaikan Gizi bagi pasien Klinik
Terpadu Poli Paru dan Nutritionist di Klinik Gizi di
UPT Puskesmas Rengas Kecamatan Ciputat Timur
Kota Tangerang Selatan Tahun 2015
- Enumerator penelitian “Hubungan antara jenis
kelamin, genetik, durasi tidur, frekuensi sarapan pagi,
asupan energi, asupan karbohidrat, asupan protein,
asupan lemak, asupan serat, aktivitas fisik, sedentary
behaviour dan tingkat stress dengan kejadian obesitas
siswa SLTA di Kecamatan Tanah Abang Jakarta Pusat
Tahun 2015.”
- Enumerator penelitian Program Magister Gizi Kesmas
Universitas Indonesia di Jakarta Utara Tahun 2015
- Enumerator penelitian Program Magister Gizi Kesmas
Universitas Indonesia di Depok Tahun 2015
- Enumerator penelitian Program Magister Gizi Kesmas
Universitas Indonesia di Bogor Tahun 2015
- Enumerator Project SEAMEO RECFON (Southeast
Asian Ministers of Education Organization Regional
Center of Food and Nutrition) yang berjudul
“Nutrition in Adolescence Issues in 2015”
- Koordinator Lapangan Penelitian Doktoral yang
berjudul “Intervensi Edukasi Gizi Berbasis Android
Untuk Meningkatkan Konsumsi Zat Gizi Cegah
Anemia Pada Remaja Puteri di SMP Muhammadiyah
se-Depok Tahun 2016”
- Volunteer Kegiatan Digital Qurban bersama BAZNAS
di Wilayah Jakarta Selatan tahun 2016
- Enumerator penelitian Pengabdian Dosen Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang berjudul “ISO
9001 in Public Health Center (Puskesmas) Design,
Control and Quality Improvement in Order to Increase
Community Health in South of Tangerang”
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang
atas limpahan Rahmat dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasul tercinta yang
telah membawa kebenaran yaitu Islam dan telah menjadi suri tauladan bagi umat-
Nya.
Skripsi ini disusun dengan berbekal pengetahuan, pengarahan serta
bimbingan yang diperoleh selama proses perkuliahan serta sebagai salah satu
syarat guna menggapai gelar Sarjana. Pada kesempatan ini penulis mencoba
menyusun Skripsi yang berjudul “Efek Pelatihan Terhadap Peningkatan
Pengetahuan dan Keterampilan Dalam Kegiatan Penimbangan Balita Pada
Kader Posyandu Di Kelurahan Rengas Kota Tangerang Selatan Tahun
2017”.
Dalam penulisan Skripsi ini, penulis menyadari dengan sepenuh hati
bahwa Skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT dan Bapak, Ibu tercinta beserta Adik tersayang (Andini
Fadhilatunnisa) yang selalu memberikan kasih sayang beserta
dorongan dan semangat yang tak henti-hentinya kepada penulis untuk
menyelesaikan Skripsi ini.
xi
2. Ibu Fajar Ariyanti, SKM., MKM., Ph.D selaku ketua Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Ibu Yuli Amran, SKM., MKM selaku dosen pembimbing I yang telah
banyak membantu penulis dari mulai awal pembinaan sampai akhir
penulisan Skripsi ini.
4. Ibu Ratri Ciptaningtyas, SKM., MHS selaku dosen pembimbing II
yang telah banyak membantu penulis dari mulai awal pembinaan
sampai akhir penulisan Skripsi ini.
5. Ibu Raihana Nadra, MKM selaku dosen penguji pada saat seminar
proposal yang telah banyak memberikan masukan pada saat penulisan
Skripsi ini.
6. Ibu Narila Mutia Nasir, MKM, Ph.D selaku dosen Penguji I yang telah
banyak meluangkan waktu dan memberikan masukan kepada penulis.
7. Ibu Dela Aristi, MKM selaku dosen Penguji II yang telah banyak
meluangkan waktu dan memberikan masukan kepada penulis.
8. Ibu DR. Hera Nurlita, M.Kes selaku dosen Penguji III yang telah
banyak meluangkan waktu dan memberikan masukan kepada penulis.
9. Ibu Dra. Hj. Neneng Komariah selaku orang tua yang telah banyak
membantu penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.
10. Bapak Drs. Herry Sumardih, M.Si, DR.H. Ma’rifat, MA, dan DR. Dien
Samsudin, MA yang telah banyak membantu penulis.
xii
11. Bapak Drs. H. Amas Rachmadi (Om H. Gatot) dan Drs. H. Suhardy
(Papah Andien) yang telah banyak memberikan dorongan dan
membantu penulis.
12. Bapak KH. Djamhari Abduljalal, LC selaku pimpinan Ponpes
Darunnajah II Cipining – Bogor dan Bapak H. Trimo, S.Ag selaku
Staff Pendidik di Ponpes Darunnajah II Cipining – Bogor yang telah
banyak memberikan dorongan dan membantu penulis.
13. Seluruh Staff UPT. Puskesmas Rengas Kota Tangerang Selatan yang
telah banyak membantu penulis dalam penyediaan data dan fasilitas.
14. Saudari Dwi Rahmawati, Renita Pertiwi, Alvina Yarra Putri dan
Latanza Shima Dayyana yang selalu sabar dan memberikan semangat
kepada penulis.
15. Teman – teman seperjuangan Gizi UIN 2011 (PANCI) yang senantiasa
memberikan semangat yang berapi-api dan juga informasi kepada
penulis dalam proses penulisan Skripsi ini.
16. Saudara Yusuf Ronny Silalahi, Jodi Prasetyo, Novi Lestari dan Ahmad
Nur Huda yang telah banyak membatu dan senantiasa menyemangati
penulis dengan setulus hati.
17. Saudari Ratu Aryumi Chaerunnisa dan Sutinah yang selalu sabar
mendengarkan keluh kesah penulis serta selalu menyemangati dengan
penuh kasih sayang.
18. Kakak Yunita Kurniawati, S.Pd, Abang Abdul Haris, Abang
Hariyansyah, Abang Novi Hamdani, Amd dan Abang Rivqi yang
xiii
senantiasa membantu penulis dalam penyediaan fasilitas pada proses
penulisan Skripsi ini.
19. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu selama proses penulisan Skripsi ini.
Terimakasih atas segala semangat serta bantuan baik yang tersirat maupun
tersurat. Semoga Allah membalas segala kebaikan yang telah diberikan. Penulis
menyadari bahwa Skripsi ini masih sangat jauh dari kata sempurna. Oleh karena
ini, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar dimasa
mendatang penulis dapat menyempurnakan dan menyusun Skripsi yang lebih baik
lagi.
Tangerang Selatan, Juni 2017
Penulis
xiv
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................................ ii
ABSTRAK ......................................................................................................................... iii
ABSTRACT ....................................................................................................................... iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN ..................................................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP......................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ x
DAFTAR ISI .................................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ........................................................................................................... xvii
DAFTAR BAGAN ........................................................................................................ xviii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................................... xix
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang Penelitian ................................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ............................................................................................. 7
1.3. Pertanyaan Penelitian ........................................................................................ 7
1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................................ 7
1.5. Tujuan Penelitian .............................................................................................. 9
1.6. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................. 9
xv
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................... 11
2.1. Pengetahuan .................................................................................................... 11
2.2. Keterampilan ................................................................................................... 20
2.3. Pelatihan .......................................................................................................... 21
2.4. Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Pelatihan ..................................... 30
2.5. Narasumber/Trainee ....................................................................................... 33
2.6. Kader ............................................................................................................... 35
2.10. Kerangka Teori ............................................................................................... 41
BAB III KERANGKA KONSEP .................................................................................... 42
3.1. Kerangka Konsep ............................................................................................ 42
3.2. Definisi Operasional ....................................................................................... 44
3.3. Hipotesis ......................................................................................................... 45
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 46
4.1. Desain Penelitian ............................................................................................ 46
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................................... 47
4.3. Populasi dan Sample Penelitian ...................................................................... 48
4.4. Intervensi/Perlakuan ....................................................................................... 51
4.5. Jenis Data ........................................................................................................ 61
4.6. Instrumen Penelitian ....................................................................................... 61
4.7. Cara Pengukuran Variabel .............................................................................. 67
xvi
4.8. Pengolahan Data ............................................................................................. 68
BAB V HASIL PENELITIAN ........................................................................................ 73
5.1. Gambaran Lokasi Penelitian .............................................................................. 73
5.2. Gambaran Pengetahuan Dan Keterampilan Kader Sebelum Dan Sesudah
Diberikan Intervensi .......................................................................................... 75
5.3. Karakteristik Individu Kader Posyandu ............................................................ 77
5.4. Efek Pelatihan Kader Posyandu Terhadap Peningkatan Pengetahuan Dan
Keterampilan Kader ........................................................................................... 78
5.5. Pengaruh Variabel Perancu Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan Keterampilan
Kader Setelah Diberikan Pelatihan .................................................................... 81
BAB VI PEMBAHASAN ................................................................................................ 83
6.1. Keterbatasan Penelitian ..................................................................................... 83
6.2. Efek Pelatihan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Kader ............................... 84
6.3. Efek Pelatihan Terhadap Peningkatan Keterampilan Kader ............................. 94
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 105
7.1. Kesimpulan ................................................................................................... 105
7.2. Saran ............................................................................................................. 107
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 109
LAMPIRAN .................................................................................................................... 119
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Kelompok Media Intruksional ................................................................. 29
Tabel 3.1. Definisi Operasional Penelitian ............................................................... 44
Tabel 4.1. Matriks Proses Pelatihan .......................................................................... 56
Tabel 4.2. Pembagian Jumlah Sampel ...................................................................... 60
Tabel 4.3. Materi Pada Media Modul ........................................................................ 63
Tabel 5.1. Jumlah Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Rengas .......................... 73
Tabel 5.2. Gambaran Pengetahuan dan Keterampilan Kader Sebelum dan Sesudah
Pelatihan ................................................................................................... 75
Tabel 5.3. Karakteristik Individu .............................................................................. 77
Tabel 5.4. Perubahan Pengetahuan dan Keterampilan Kader Sebelum dan Sesudah
dilakukan Intervensi pada Kelompok Perlakuan dan Kontrol .................. 79
Tabel 5.5. Pemodelan Multivariat Variabel Perancu Terhadap Pengetahuan dan
Keterampilan ............................................................................................ 82
xviii
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1. Kerangka Teori ....................................................................................... 41
Bagan 3.1. Kerangka Konsep .................................................................................... 43
Bagan 4.1. Proses Pelatihan ...................................................................................... 58
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1. Denah Proses Pelatihan ........................................................................ 59
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Pembangunan sektor kesehatan di Indonesia diarahkan untuk
memperluas jangkauan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
dasar terutama bagi ibu dan anak. Salah satu bentuk kegiatan untuk
memperluas jangkauan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan
adalah posyandu (Rust, dkk 2009 dalam Hida 2011). Posyandu
merupakan ujung tombak dan salah satu upaya kesehatan yang berbasis
masyarakat yang memiliki peran amat penting dalam mendekatkan upaya
promotif dan preventif kepada masyarakat, terutama terkait dengan upaya
peningkatan status gizi masyarakat serta kesehatan ibu dan anak. Salah
satu penyebab terjadinya gizi buruk pada masyarakat adalah kurang
berfungsinya posyandu sehingga berakibat pada pemantauan gizi pada
anak dan ibu hamil tidak berjalan sebagaimana mestinya (Sukiarko,
2007).
Masalah kurang gizi ini menjadi tantangan bagi semua pihak
khususnya petugas pelayanan kesehatan. Menurut data Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) yang dilaksanakan oleh Kementrian Kesehatan pada
tahun 2013, prevalensi balita yang mengalami masalah gizi di Indonesia
secara garis besar adalah sebesar 19,6 % (Kemenkes, 2013). Provinsi
Banten sendiri memiliki prevalensi masalah gizi sebanyak 12,9 %.
2
Kemudian mengerucut kembali pada daerah Tangerang Selatan pada
tahun 2012 tercatat sebanyak 3,1 % dari jumlah balita yang mengalami
masalah gizi. Masalah gizi pada anak balita dijadikan sebagai indikator
adanya masalah gizi di masyarakat setempat. Oleh sebab itu, data status
gizi anak balita amat diperlukan untuk melihat gambaran masalah di
tingkat masyarakat. (Kemenkes, 2013).
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, masih
ditemukan banyaknya masalah antara lain kelengkapan sarana,
keterampilan kader yang belum memadai, data kader dan strata posyandu
(Kemenkes RI, 2013). Kinerja pelayanan kesehatan merupakan salah satu
faktor penting dalam upaya peningkatkan kualitas kesehatan penduduk.
Menurut Sukiarko (2007), kurang berfungsinya posyandu disebabkan
karena kemampuan kader di posyandu yang masih rendah. Maka dari itu,
sering ditemukannya penurunan kinerja posyandu, keterhambatan dalam
proses penyampaian informasi dan pesan-pesan gizi, penurunan jumlah
balita yang datang serta ketidak akuratan data pada proses pelaksanaan
kegiatan.
Pemantauan pertumbuhan merupakan salah satu kegiatan utama
program perbaikan gizi yang menitikberatkan pada upaya pencegahan
dan peningkatan keadaan gizi balita. Secara teknis, sering ditemui
kesalahan menggunakan timbangan yang tidak layak dan tidak
dikalibrasi serta kesalahan dalam pemasangan timbangan dan pembacaan
hasil. (Kemenkes RI, 2000)
3
Tingkat kemampuan, ketelitian dan akurasi data yang dikumpulkan
kader masih rendah, pada penelitian yang dilakukan oleh Sukiarko pada
tahun 2007 menggambarkan bahwa sebanyak 90% (31 Orang) kader
membuat kesalahan. Salah satu kesalahan kader yang paling sering
dijumpai adalah teknik penimbangan yang kurang tepat. Lebih jauh lagi,
hanya 40,7% kader yang tahu manfaat Kartu Menuju Sehat (KMS) yang
sekarang berubah menjadi buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) untuk
konseling gizi. Serupa dengan hasil studi yang dilaksanakan Bidan desa
Brekat pada tahun 2008, dari 25 kader yang menimbang bayi dan balita
dapat dikatakan bahwa sebagian besar (60%) kader tidak melakukan
penimbangan sesuai dengan prosedur pengukuran antropometri
(Sukiarko, 2007).
Kemudian pada tahun 2009 diperoleh data 68% kader tidak
melakukan penimbangan sesuai dengan prosedur pengukuran
antopometri pada bayi dan balita, sehingga hasil pengukuran
antropometri yang diperoleh kurang akurat. Hal ini dapat
menggambarkan keterampilan kader posyandu di daerah tersebut dalam
pengukuran antropometri masih rendah karena standar pengukuran
antropometri yang seharusnya dilakukan kader yakni mencapai 80%.
Peningkatan jumlah kader yang melakukan kesalahan dari tahun 2008
sampai tahun 2009 juga menjadi salah satu keadaan yang harus di
perhatikan (Hida, 2011).
4
Penelitian yang dilakukan oleh Hida pada tahun 2011 menyatakan
bahwa sebanyak 25 kader posyandu dinilai keterampilannya, yang
meliputi 38 langkah-langkah pengukuran antropometri (berat badan dan
tinggi badan). Hasil penilaian pre-test untuk keterampilan kader sebelum
diberi perlakuan (intervensi), menunjukkan sebesar 20% kader memiliki
keterampilan pengukuran antropometri dalam kategori tinggi, sebesar
12% kader memiliki keterampilan pengukuran antropometri dalam
kategori sedang, dan sebesar 68% kader memiliki keterampilan
pengukuran antropometri dalam kategori rendah. Hal ini menunjukan
tidak adanya perubahan dari tahun 2009 hingga tahun 2011 (Hida, 2011).
Sementara itu, di wilayah kerja Puskesmas Rengas Kota Tangerang
Selatan menunjukan bahwa sebanyak 41 orang (45,1%) kader yang
memiliki pengetahuan tentang kegiatan gizi di posyandu yang kurang dan
sebanyak 56% dari total keseluruhan kader di Wilayah Kerja Puskesmas
Rengas sebanyak 91 orang hanya mengikuti pelatihan < 3 kali dalam
setahun (Syafei, 2011).
Keterampilan kader kesehatan salah satu diantaranya meliputi
kemampuan melakukan tahapan-tahapan penimbangan, kader kesehatan
biasanya melakukan kegiatan penimbangan di posyandu belum sesuai
dengan prosedur-prosedur pengukuran antropometri, sehingga hasil yang
diperoleh dari penimbangan kurang tepat. (Rufiat, 2011).
5
Berdasarkan hasil uji t tidak berpasangan yang dilakukan oleh
Rufiat, dkk (2011) diperoleh hasil bahwa nilai p (0,0001), hal ini berarti
bahwa terdapat pengaruh pelatihan dengan metode permainan Find your
mate terhadap peningkatan pengetahuan kader posyandu tentang
posyandu lansia di posyandu Kelurahan Panggung Kota Tegal. Untuk
dapat meningkatkan mutu pendidikan maka seorang pendidik harus dapat
mengelola pembelajaran dengan baik dalam berbagai aspeknya, antara
lain dari segi pemilihan metode, media, pendekatan dan teknik mengajar.
Seiring dengan berkembangnya arus teknologi dan komunikasi, maka
perlu dilakukan inovasi pendidikan agar teknologi dapat dimanfaatkan
dalam proses mencetak sumber daya manusia dengan memperhatikan
penggunaan media pembelajaran yang relevan (Aliya, 2008).
Seperti yang kita ketahui, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh
Syafei (2011) yang mengatakan bahwa sebanyak 56% kader hanya
mengikuti pelatihan < 3 kali dalam setahun dan sebanyak 41 orang
(45,1%) kader yang memiliki pengetahuan yang kurang. Hal ini selaras
dengan hasil wawancara yang dilakukan dengan petugas pelaksana gizi
di Puskesmas Rengas yang mengatakan bahwa kader masih sangat butuh
pelatihan yang rutin agar tetap atau bahkan lebih terampil. Dalam proses
wawancara yang dilakukan kepada kader dapat dikatakan bahwa kader
memang masih butuh pelatihan sebagai bentuk penyegaran terkait
pengetahuan yang selama ini di dapat. Dari hasil wawancara tersebut,
peneliti merasa penting untuk membahas tentang efek pelatihan kader
6
guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang dilihat dari
peningkatan pengetahuan dan keterampilan khususnya pada posyandu
dalam kegiatan penimbangan pada balita di wilayah kerja Puskesmas
Rengas tahun 2017.
Susanto (2010) mengatakan bahwa kegiatan belajar mengajar akan
lebih efektif dan mudah apabila dibantu dengan sarana visual, dimana
11% dari yang dipelajari terjadi lewat indera pendengaran, sedangkan
83% lewat indera penglihatan. Disamping itu dikemukakan juga bahwa
kita hanya dapat mengingat sekitar 20% dari apa yang kita dengar,
namun dapat mengingat sebanyak 50% dari apa yang kita lihat dan
dengar. Penggunaan media audio visual merupakan salah satu usaha
untuk mengajak peserta belajar kreatif sehingga pemenuhan kebutuhan
psikologis mereka tercapai (Susanto, 2010).
Selama ini telah dilakukan berbagai pelatihan kader tetapi hasilnya
tidak begitu memuaskan. Alternatif lain dari metode serta media yang
rutin sekarang ini perlu dicari. Pelatihan kader dengan menggunakan
media audio visual ini dikembangkan sebagai inovasi serta jawaban
terhadap kebutuhan untuk memberikan pelatihan secara sistematis
kepada para kader posyandu dengan berfokus pada peningkatan
pengetahuan dan keterampilan.
7
1.2. Rumusan Masalah
Sebanyak 46,7% memiliki tingkat pengetahuan yang rendah dan
sebanyak 53,3% memiiki keterampilan yang rendah dan tidak melakukan
penimbangan dengan baik sesuai dengan prosedur. Oleh sebab itu,
peneliti menganggap penting untuk meneliti efek pelatihan terhadap
peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan penimbangan
balita pada kader posyandu di Kelurahan Rengas Kota Tangerang Selatan
pada tahun 2017.
1.3. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran pengetahuan dan keterampilan kader terhadap
kegiatan pemantauan status gizi balita di Posyandu Wilayah Kerja
Puskesmas Rengas pada tahun 2017 sebelum dan sesudah diberikan
pelatihan?
2. Bagaimana efek pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan dan
keterampilan kader dalam kegiatan penimbangan balita di Kelurahan
Rengas Kota Tangernag Selatan Pada Tahun 2017?
3. Bagaimana pengaruh variabel perancu terhadap pengetahuan dan
keterampilan kader setelah diberikan pelatihan?
1.4. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya dan memberikan
sumbangan atau referensi ilmiah bagi Program Studi Kesehatan
Masyarakat, khususnya di bidang Gizi Kesehatan Masyarakat
8
mengenai efek pelatihan kader guna meminimalisir terjadinya
ketidak akuratan data serta kesalahan pada proses penimbangan
balita.
1.5.2. Manfaat Praktis
- Secara praktis, pelatihan yang dilakukan pada kader diharapkan
mampu meningkatkan pengetahuan serta keterampilan khususnya
pada pemantauan status gizi. Penelitian ini diharapkan pula dapat
menjadi masukan dan memberi gambaran terhadap metode –
metode promosi kesehatan yang bisa diterapkan di posyandu
untuk mengatasi keterhambatan pada proses berjalannya program
gizi.
- Memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah dan Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam hal metode untuk
kegiatan pelatihan kader posyandu dalam pengelolaan pelayanan
Posyandu.
- Sebagai bagian dari tugas peneliti dalam kegiatan di bidang
pendidikan serta pengabdian kepada masyarakat dan dapat
menjadi informasi dan masukan bagi penelitian lain yang ingin
melakukan penelitian tentang efek pelatihan kader posyandu
terhadap peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam
kegiatan pemantauan status gizi di Posyandu.
9
1.5. Tujuan Penelitian
1.4.1. Tujuan Umum
Mengetahui efek pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan dan
keterampilan kader dalam kegiatan penimbangan balita di
Kelurahan Rengas Kota Tangernag Selatan Pada Tahun 2017.
1.4.2. Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran pengetahuan dan keterampilan kader
terhadap kegiatan pemantauan status gizi balita di Posyandu
Wilayah Kerja Puskesmas Rengas pada tahun 2017 sebelum dan
sesudah diberikan pelatihan?
2. Diketahuinya efek pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan
dan keterampilan kader dalam kegiatan penimbangan balita di
Kelurahan Rengas Kota Tangernag Selatan Pada Tahun 2017?
3. Diketahuinya pengaruh variabel perancu terhadap pengetahuan
dan keterampilan kader setelah diberikan pelatihan.
1.6. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini membahas tentang efek pelatihan terhadap
peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader dalam kegiatan
penimbangan balita yang dilakukan oleh Mahasiswa semester Genap
Program Studi Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Adapun desain penelitian yang digunakan yaitu Eksperimental
10
Sungguhan (True Eksperimental), yakni dengan memberikan perlakuan
atau intervensi kepada responden (kader posyandu) dengan kelompok
pembanding dan menggunakan analisis data berupa Uji t dependen, yang
hasilnya akan diukur melalui hasil pre-test dan post-test. Perlakuan yang
diterapkan kepada responden yakni berupa penyuluhan serta penggunaan
media audio-visual berupa video tentang tata cara menimbang dan
mengukur tinggi/panjang badan balita, sedangkan pada kelompok
pembanding diberikan perlakuan berupa pelatihan dengan media visual
saja. Penelitian ini dimulai sejak Februari sampai selesai di Wilayah
Kerja Puskesmas Rengas Kota Tangerang Selatan pada tahun 2017.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengetahuan
Krathwohl (2002) mengatakan bahwa, ada empat macam
pengetahuan, yaitu: pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual,
pengetahuan prosedural dan pengetahuan metakognitif. Jenis-jenis
pengetahuan ini sesungguhnya menunjukkan penjenjangan dari yang
sifatnya konkret (faktual) hingga yang abstrak (metakognitif). Dalam
taksonomi yang dipaparkan beberapa tahun silam, pengetahuan
metakognitif belum dicantumkan sebagai jenis pengetahuan yang juga
harus dipelajari siswa.
A. Pengetahuan Faktual (Factual knowledge): pengetahuan yang
berupa potongan-potongan informasi yang terpisah-pisah atau unsur
dasar yang ada dalam suatu disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan
faktual pada umumnya merupakan abstraksi tingkat rendah. Ada dua
macam pengetahaun faktual, yaitu pengetahuan tentang terminologi
(knowledge of terminology) dan pengetahuan tentang bagian detail
dan unsur-unsur (knowledge of specific details and element).
1. Pengetahuan tentang terminologi (knowledge of terminology):
mencakup pengetahuan tentang label atau simbol tertentu baik
yang bersifat verbal maupun non verbal. Setiap disiplin ilmu
biasanya mempunyai banyak sekali terminologi yang khas untuk
disiplin ilmu tersebut. Beberapa contoh pengetahuan tentang
12
terminologi: pengetahuan tentang alfabet, pengetahuan tentang
istilah ilmiah dan pengetahuan tentang simbol dalam peta.
2. Pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur
(knowledge of specific details and element): mencakup
pengetahuan tentang kejadian, orang, waktu dan informasi lain
yang sifatnya sangat spesifik. Beberapa contoh pengetahuan
tentang bagian detail dan unsur-unsur, misalnya pengetahuan
tentang nama tempat dan waktu kejadian, pengetahuan tentang
produk suatu negara dan pengetahuan tentang sumber informasi.
Oleh karena fakta sangat banyak jumlahnya, pendidik perlu
memilih dan memilah fakta mana yang sangat penting dan fakta
mana yang kurang penting.
B. Pengetahuan konseptual: pengetahuan yang menunjukkan saling
keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar
dan semuanya berfungsi bersama-sama. Pengetahuan konseptual
mencakup skema, model pemikiran dan teori baik yang implisit
maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu
pengetahaun tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang
prinsip dan generalisasi dan pengetahuan tentang teori, model dan
sruktur.
1. Pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori: mencakup
pengetahuan tentang kategori, kelas, bagian atau susunan yang
13
berlaku dalam suatu bidang ilmu tertentu. Pengetahuan tentang
klasifikasi dan kategori merupakan pengetahuan yang sangat
penting sebab pengetahaun ini juga menjadi dasar bagi siswa
dalam mengklasifikasikan informasi dan pengetahuan. Tanpa
kemampuan melakukan klasifikasi dan katagorisasi yang baik
siswa akan kesulitan dalam belajar. Beberapa contoh
pengetahuan tentang klasifikasi dan kategori: pengetahuan
tentang bagian-bagian kalimat, pengetahuan tentang masa
geologi dan pengetahuan tentang pengelompokan tumbuhan.
2. Pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi: mencakup
abstraksi hasil observasi ke level yang lebih tinggi, yaitu prinsip
atau generalisasi. Prinsip dan generalisasi merupakan abstraksi
dari sejumlah fakta, kejadian dan saling keterkaitan antara
sejumlah fakta. Prinsip dan generalisasi biasanya cenderung
sulit untuk dipahami siswa apabila siswa belum sepenuhnya
menguasai fenomena-fenomena yang merupakan bentuk yang
“teramati” dari suatu prinsip atau generalisasi. Beberapa contoh
pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi: pengetahuan
tentang hukum Mendel, pengetahuan tentang seleksi alamiah
dan pengetahuan tentang prinsip-prinsip belajar.
3. Pengetahuan tentang teori, model dan struktur: mencakup
pengetahuan tentang prinsip dan generalisasi dan saling
keterkaitan antara keduanya yang menghasilkan kejelasan
14
terhadap suatu fenomena yang kompleks. Pengetahuan tentang
teori, model dan struktur merupakan jenis pengetahuan yang
sangat abstrak dan rumit. Beberapa contoh pengetahuan tentang
teori, model dan struktur: pengetahuan tentang teori evolusi,
pengetahuan tentang model DNA dan pengetahuan tentang
model atom.
C. Pengetahuan prosedural: pengetahuan tentang bagaimana
mengerjakan sesuatu, baik yang bersifat rutin maupun yang baru.
Seringkali pengetahuan prosedural berisi langkah-langkah atau
tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan suatu hal tertentu.
1. Pengetahuan tentang keterampilan khusus yang berhubungan
dengan suatu bidang tertentu dan pengetahuan tentang
algoritme: mencakup pengetahuan tentang keterampilan khusus
yang diperlukan untuk bekerja dalam suatu bidang ilmu atau
tentang algoritme yang harus ditempuh untuk menyelesaikan
suatu permasalahan. Beberapa contoh pengetahuan yang
termasuk hal ini, misalnya: pengetahuan tentang keterampilan
menimbang, pengetahuan mengukur suhu air yang dididihkan
dalam beker gelas dan pengetahuan tentang memipet.
2. Pengetahuan tentang teknik dan metode yang berhubungan
dengan suatu bidang tertentu: mencakup pengetahuan yang
pada umumnya merupakan hasil konsensus, perjanjian atau
15
aturan yang berlaku dalam disiplin ilmu tertentu. Pengetahuan
tentang teknik dan metode lebih mencerminkan bagaimana
ilmuwan dalam bidang tersebut berpikir dan memecahkan
masalah yang dihadapi. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini
misalnya, pengetahuan tentang metode penelitian yang sesuai
untuk suatu permasalahan sosial dan pengetahuan tentang
metode ilmiah.
3. Pengetahuan tentang kriteria untuk menentukan kapan suatu
prosedur tepat untuk digunakan: mencakup pengetahuan
tentang kapan suatu teknik, strategi atau metode harus
digunakan. Siswa dituntut bukan hanya tahu sejumlah teknik
atau metode tetapi juga dapat mempertimbangkan teknik atau
metode tertentu yang sebaiknya digunakan dengan
mempertimbangkan situasi dan kondisi yang dihadapi saat itu.
Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan
tentang kriteria untuk menentukan jenis-jenis tulisan,
pengetahuan tentang kriteria pemilihan rumus yang sesuai untuk
memecahkan masalah, dan pengetahuan memilih metode
statistika yang sesuai untuk mengolah data.
D. Pengetahuan metakognitif: mencakup pengetahuan tentang
kognisi secara umum dan pengetahuan tentang diri sendiri.
Penelitian-penelitian tentang metakognitif menunjukkan bahwa
16
seiring dengan perkembangannya siswa menjadi semakin sadar
akan pikirannya dan semakin banyak tahu tentang kognisi dan
apabila siswa bisa mencapai hal ini maka mereka akan lebih baik
lagi dalam belajar.
1. Pengetahuan strategik: mencakup pengetahuan tentang strategi
umum untuk belajar, berpikir dan memecahkan masalah.
Pengetahuan jenis ini dapat digunakan bukan hanya dalam suatu
bidang tertentu tetapi juga dalam bidang-bidang yang lain.
Beberapa contoh pengetahuan jenis ini misalnya: pengetahuan
bahwa mengulang-ulang informasi merupakan salah satu cara
untuk mengingat dan pengetahuan tentang strategi perencanaan
untuk mencapai tujuan.
2. Pengetahuan tentang tugas kognitif, termasuk di dalamnya
pengetahuan tentang konteks dan kondisi yang sesuai:
mencakup pengetahuan tentang jenis operasi kognitif yang
diperlukan untuk mengerjakan tugas tertentu serta pemilihan
strategi kognitif yang sesuai dalam situasi dan kondisi tertentu.
Beberapa contoh pengetahaun jenis ini misalnya: pengetahuan
bahwa buku pengetahuan lebih sulit dipahami dari pada buku
populer dan pengetahuan bahwa meringkas bisa digunakan
untuk meningkatkan pemahaman.
3. Pengetahuan tentang diri sendiri: mencakup pengetahuan
tentang kelemahan dan kemampuan diri sendiri dalam belajar.
17
Salah satu syarat agar siswa dapat menjadi pembelajar yang
mandiri adalah kemampuannya untuk mengetahui dimana
kelebihan dan kekurangan serta bagaimana mengatasi
kekurangan tersebut. Beberapa contoh pengetahuan jenis ini
misalnya: pengetahuan bahwa seseorang yang ahli dalam suatu
bidang belum tentu ahli dalam bidang lain, pengetahuan tentang
tujuan yang ingin dicapai dan pengetahuan tentang kemampuan
yang dimiliki dalam mengerjakan suatu tugas.
Menurut Mubarak, dkk (2007) pengukuran pengetahuan dapat
dinilai melalui wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi
materi yang ingin diukur dari subyek penelitian atau responden. Adapun
faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang yakni:
a. Pendidikan
Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang kepada
orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka dapat memahami.
Tidak dapat dipungkiri bahwa semakin tinggi pendidikan
seseorang maka semakin mudah pula mereka menerima
informasi dan pada akhirnya semakin banyak juga pengetahuan
yang dimilikinya. Sebaliknya, jika seseorang tingkat
pendidikannya rendah, maka akan menghambat perkembangan
sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi dan nilai-nilai
yang diperkenalkan.
18
b. Pekerjaan
Lingkungan pekerjaan dapat mejadikan seseorang memperoleh
pengalaman atau pengetahuan baik secara langsung ataupun
tidak langsung.
c. Umur
Dengan bertambahnya umur seseorang maka akan terjadi
perubahan aspek fisik dan psikologis (mental). Pertumbuhan
pada fisik secara garis besar ada empat kategori perubahan.
Pertama, perubahan ukuran, lalu kedua, perubahan proporsi dan
ketiga hilangnya ciri-ciri lama, keempat, timbulnya ciri-ciri
baru. Ini terjadi akibat pematangan fungsi organ. Pada aspek
psikologis atau mental taraf berfikir seseorang semakin matang
dan dewasa.
d. Minat
Sebagai suatu kecenderungan atau keinginan yang tinggi
terhadap sesuatu. Minat menjadikan seseorang untuk mencoba
dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh
pengetahuan yang lebih mendalam.
e. Pengalaman
Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah dialami
seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ada
kecenderungan pengalaman yang kurang baik seseorang akan
berusaha untuk melupakan namun jika pengalaman terhadap
19
obyek tersebut menyenangkan maka secara psikologis akan
timbul kesan yang sangat mendalam dan membekas dalam
emosi kejiwaannya dan akhirnya dapat pula membentuk sikap
positif dalam kehidupannya.
f. Kebudayaan lingkungan sekitar
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai
pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita. Apabila
dalam suatu wilayah memiliki budaya untuk menjaga
kebersihan lingkungan maka sangat mungkin masyarakat
sekitarnya mempunyai sikap untuk selalu menjaga kebersihan
lingkungan karena lingkungan sangat berpengaruh dalam
pembentukan sikap pribadi atau sikap seseorang.
g. Informasi
Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat
membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh
pengetahuan yang baru.
Dari penelitian yang dilakukan Wahyutomo (2010) terbukti bahwa
perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada
perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan dapat
diartikan tahu atau mengerti sesudah melihat (menyaksikan, mengalami
atau diajar). Pengetahuan kader dapat meningkat seiring dengan lama
manjadi kader, pengalaman di lapangan dalam menangani kasus dan
pelatihan-pelatihan yang telah diikuti. Dengan pengetahuan yang
20
bertambah diharapkan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik
kepada masyarakat. Green (1956) juga berpendapat bahwa pengetahuan
merupakan faktor predisposisi yang menentukan perilaku seseorang.
Penelitian yang dilakukan oleh Pertiwi, dkk (2013) menyebutkan bahwa
sebelum diberikan pembelajaran dengan metode PBL, 76,9%
mahasiswa mempunyai pengetahuan tentang pre-eklampsia dan
eklampsia dengan kategori cukup. Setelah peneliti bersama tim
memberikan materi tentang pre-eklampsia dan eklampsia dengan
metode pembelajaran PBL, pengetahuan mahasiswa kelas NRA
meningkat menjadi kategori baik 61,5% dan berkategori cukup 38,5%.
Variabel pengetahuan akan diukur dengan menggunakan kuesioner.
2.2. Keterampilan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
keterampilan adalah kecakapan untuk menyelesaikan tugas. Menurut
buku yang ditulis oleh Purnawanto (2008), keterampilan adalah
perilaku yang menunjukan kemampuan individu dalam melakukan
tugas mental atau fisik tertentu yang dapat diobservasi. Seringkali
keterampilan diasosiasikan dengan kemampuan atau keterampilan fisik
atau gerak (motorik). Tommy (2009) mengatakan bahwa
keterampilan/skill adalah suatu kemampuan untuk menerjemahkan
pengetahuan kedalam praktik sehingga tercapai hasil kerja yang
diinginkan
21
Peningkatan keterampilan salah satunya yakni dengan
melaksanakan pelatihan, dengan pelatihan diharapkan pengetahuan
tentang kesehatan yang lebih baik yang dapat berpengaruh terhadap
perilakunya. Semakin banyak pelatihan yang diterima, diharapkan akan
lebih meningkatkan keterampilan untuk dapat di aplikasikan untuk
dirinya dan disebarkan untuk lingkungan dan masyarakat sekitarnya
(Kemenkes RI, 2008).
Hasil penelitian yang dilakukan Hida (2011) menunjukkan dengan
uji Wilcoxon diperoleh nilai p= 0,0001. Nilai (p<0,05) berarti ada
perbedaan yang bermakna dari nilai keterampilan pada saat pre-test dan
post-test. Hal ini berarti menunjukkan ada perbedaan keterampilan
kader posyandu dalam pengukuran antropometri sebelum dan sesudah
pelatihan di wilayah kerja Puskesmas Tarub, Kabupaten Tegal. Variabel
keterampilan akan diukur dengan menggunakan metode observasi
dengan indikator kemampuan secara motorik dalam menerapkan hasil
pengaplikasian pengetahuan dan pengalaman (Hida, 2011).
2.3. Pelatihan
2.3.1. Definisi Pelatihan
Pelatihan merupakan suatu komponen penting dalam
pengembangan sumber daya manusia (SDM) pada sebuah institusi
penyelenggaraan program pelatihan diharapkan dapat
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap positif SDM
22
yang merupakan aset penting dalam sebuah institusi. Pelatihan
merupakan pengalaman belajar yang sengaja dirancang agar dapat
membantu peserta dalam menguasai kompetensi yang tidak
dimiliki sebelumnya. Hasil penyelenggaraan program pelatihan
adalah penguasaan kompetensi, keterampilan, pengetahuan dan
sikap yang sebelumnya tidak dikuasai oleh peserta. (Pribadi, 2014).
Pelatihan adalah proses pembelajaran yang lebih
menekankan pada praktek dari pada teori yang dilakukan seseorang
atau kelompok dengan menggunakan pelatihan orang dewasa dan
bertujuan meningkatkan kemampuan dalam satu atau beberapa
jenis keterampilan tertentu. Sedangkan pembelajaran merupakan
suatu proses interaksi antara peserta dengan lingkungannya yang
mengarah pada pencapaian 38 tujuan pendidikan dan pelatihan
yang telah ditentukan terlebih dahulu (Pusat Pendidikan dan
Pelatihan Kesehatan, 2002).
Menurut Instruksi Presiden No. 15 tahun 1974 yang ditulis
oleh Sedarmayanti tahun 2007, pelatihan adalah bagian dari
pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan
meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku,
dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih
mengutamakan praktek dari pada teori (Sedarmayanti, 2007).
2.3.2. Tujuan Pelatihan
Tujuan pelatihan adalah agar individu dalam situasi kerja
dapat memperoleh kemampuan untuk mengerjakan tugas-tugas
23
atau pekerjaan tertentu secara memuaskan. Sementara itu, Wexley
dan Letham (2002) mengatakan bahwa program pelatihan dan
pengembangan memiliki satu atau lebih tujuan-tujuan seperti
berikut ini:
a. Meningkatkan kesadaran diri individu.
b. Meningkatkan keterampilan individu dalam satu bidang
keahlian atau lebih.
c. Meningkatkan motivasi individu untuk melaksanakan
tugas atau pekerjaannya secara memuaskan.
Kemudian Notoatmodjo (2005) mengungkapkan bahwa
pelatihan memiliki tujuan penting untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan sebagai kriteria keberhasilan
program kesehatan secara keseluruhan. Tujuan umum pelatihan
kader posyandu adalah meningkatkan kemampuan kader posyandu
dalam mengelola dan menyampaikan pelayanan kepada masyarakat
(Tim Penggerak PKK Pusat, 1999). Sedangkan tujuan khususnya
adalah :
a. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan kader sebagai
pengelola posyandu berdasarkan kebutuhan sasaran di
wilayah pelayanannya.
b. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan dalam
berkomunikasi dengan masyarakat.
24
c. Meningkatkan pengetahuan, keterampilan kader untuk
menggunakan metode media diskusi yang lebih partisipatif.
Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan oleh Moses
(2011) dengan menggunakan teknik analisis statistik regresi
melalui program komputer SPSS, maka persamaan regresi sesuai
persamaan Y = a + b x. Persamaan tersebut dapat diartikan bahwa
peningkatan pelatihan akan meningkatkan kinerja, kemudian dapat
dikatakan pula bahwa dengan adanya pelatihan sebesar 1 % akan
meningkatkan prestasi sebesar 59%. Hasil uji analisis dengan nilai
koefisien (r) = 0,93 menunjukkan tingkat hubungan yang sangat
tinggi antara kedua variabel yang diteliti.
2.3.3. Metode Pelatihan
Wagonhurst (2002) mengatakan bahwa salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu pelatihan adalah
pemilihan metode pelatihan yang tepat. Pemilihan metode belajar
perlu memperhatikan besarnya kelompok peserta. Pemilihan
metode pelatihan tergantung pada tujuan, kemampuan
pelatih/pengajar, besar kelompok sasaran, kapan/waktu pengajaran
berlangsung dan fasilitas yang tersedia. Perdue dkk (2002) yang
dikutip oleh Aqmala (2007) menambahkan bahwa penelitian
mengenai metode pelatihan digunakan oleh manajer untuk meraih
tujuan tertentu masih jarang dilakukan. Dalam penelitiannya
Perdue (2002) menyatakan terdapat 16 alternatif metode yang dapat
25
dipilih meliputi : studi kasus, video-tape, lecture, one-to-one, role
play, games, computer simulations, paper and pencil, audio tapes,
self assessment, movies/films, multi-media, audio, computer, video
conferencing dan sensitivity training.
Dalam pelaksanaannya, pelatihan perlu memanfaatkan
metode dan media pembelajaran yang tepat untuk memfasilitasi
proses belajar siswa sehingga mampu mencapai kompetensi yang
diperlukan. Beragam media cetak (printed), suara (audio), gambar
diam (visual), gambar bergerak (video), multimedia dan jaringan
(internet dan web) memiliki karakteristik spesifik yang dapat
dimanfaatkan secara optimal untuk membantu peseta program
pelatihan dalam mencapai tujuan atau kompetensi yang akan perlu
dikuasai.
Beragam metode pembelajaran juga dapat digunakan oleh
instruktur agar dapat membantu berlangsungnya proses
pembelajaran peserta. Setiap ragam metode pembelajaran-
presentasi, diskusi simulasi, demonstrasi, bermain peran,
pemecahan masalah dan permainan memiliki keunggulan tersendiri
yang dapat digunakan untuk menyampaikan isi atau materi sebuah
program pelatihan. Tidak semua metode dan media pembelajaran
dapat digunakan untuk memfasilitasi pencapaian semua kompetensi
program pelatihan. Setiap metode dan media pembelajaran
memiliki karakteristik tersendiri yang sesuai untuk digunakan
26
secara efektif dalam mengajarkan kompetensi yang spesifik.
Metode demonstrasi misalnya cocok untuk digunakan dalam
aktivitas belajar yang menekakan pada penguasaan keterampilan
(skill).
Pemanfaatan media video juga dapat dikombinasikan untuk
memperkaya pengalaman peserta program pelatihan dalam
mempelajari kompetensi yang akan dilatihkan. Kombinasi
pemanfaatan metode dan media pembelajaran yang tepat akan
membantu tugas instruktur dalam memfasilitasi pencapaian tujuan
program pelatihan oleh peserta. (Pribadi, 2014)
2.3.4. Media Pembelajaran pada Proses Pelatihan
Pada hakikatnya, proses belajar mengajar adalah proses
komunikasi yang melibatkan penyampai pesan (materi) dari
pengantar ke penerima. Proses pengubahan pesan berupa
materi/bahan ajar menjadi simbol komunikasi baik verbal maupun
nonverbal disebut encoding, sedangkan penafsiran simbol
komunikasi tersebut oleh peserta didik disebut decoding. Namun
pada kenyataannya, penafsiran dalam memahami apa yang
didengar, dibaca, dilihat atau diamati ada kalanya berhasil dan ada
kalanya tidak. Kegagalan atau hambatan dalam proses komunikasi
ini disebut barrier atau noise. Untuk meminimalkan kegagalan
proses komunikasi, media sangat diperlukan sebagai perantara
komunikasi. Gerlach dan Ely (1971) yang dikutip oleh Arsyad
27
(2011) mengatakan bahwa media apabila dipahami secara garis
besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang membangun
kondisi yang membuat siswa mampu memperoleh pengetahuan,
keterampilan, atau sikap. Bovee (1997) yang dikutip oleh
Simamora (2007) mengemukakan bahwa media adalah alat yang
berfungsi menyampaikan pesan pembelajaran. Pembelajaran itu
sendiri merupakan sebuah proses komunikasi antara peserta didik,
pendidik dan bahan ajar. Komunikasi tidak akan berjalan tanpa
bantuan sarana penyampaian pesan atau media.
Bentuk stimulus yang dapat digunakan sebagai media
adalah hubungan atau interaksi manusia, realita, gambar yang
bergerak atau tidak bergerak Dan tulisan serta suara yang direkam.
Bentuk stimulus ini tepat digunakan bagi peserta didik yang sedang
mempelajari hal-hal asing. Adapun peran atau fungsi dari pada
media pembelajaran itu sendiri diantaranya adalah:
a. Memperjelas pesan agar tidak terlalu verbalistis.
b. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu tenaga dan daya
indera.
c. Menimbulkan semangat belajar, interaksi langsung antara
peserta didik dan sumber belajar.
d. Memungkinkan peserta belajar mandiri sesuai dengan bakat
dan kemampuan visual, auditori serta kinestetiknya.
28
e. Memberi stimulus yang sama, membandingkan pengalaman
dan menimbulkan persepsi yang sama.
Belajar merupakan proses internal dalam diri manusia,
pengajar/pendidik bukan merupakan satu-satunya sumber belajar,
namun merupakan salah satu komponen dari sumber belajar yang
disebut individu. AECT (Assosiation for Educational
Communication and Technology) membedakan enam jenis sumber
belajar yang dapat digunakan dalam proses belajar, yaitu:
a. Pesan. Mencakup kurikulum dan mata pelajaran.
b. Individu. Mencakup pendidik, orang tua, tenaga ahli dan
sebagainya.
c. Bahan. Merupakan suatu format yang digunakan untuk
menyimpan pesan pembelajaran seperti buku paket, buku
teks, modul, program video, film, OHT (over head
transparency), slide, alat peraga.
d. Alat. Merupakan sarana (piranti, hardware) untuk
menyajikan bahan mencakup proyektor OHP, slide, film
tape recorder.
e. Teknik. Merupakan cara (prosedur) yang digunakan
pendidik dalam memberikan pembelajaran guna mencapai
tujuan pembelajaran, seperti ceramah, permainan/simulasi,
tanya jawab dan sosiodrama (roleplay).
29
f. Latar (setting) atau lingkungan. Mencakup pengaturan
ruang, pencahayaan dan sebagainya.
Media pembelajaran ini berupa perangkat lunak (software) dan
perangkat keras (hardware) yang bertujuan untuk meningkatkan
efektifitas proses belajar mengajar. Berikut ini daftar kelompok
media instruksional yang dikemukanan oleh Anderson (1976)
dalam Simamora (2009):
Tabel. 2.1 Kelompok Media Instruksional
Kelompok Media Media Intruksional
Audio Pita audio
Piringan audio
Radio
Cetak Buku tes terprogram
Buku pegangan/manual
Buku tugas
Audio Cetak Buku latihan dilengkapi
kaset
Gambar/poster (dilengkapi
audio)
Visual diam Film bingkai (slide)
Film rangkai (berisi pesan
herbal)
Audio – visual diam Film bingkai (slide) suara
Film rangkai suara
Visual gerak Film bisu dengan judul
(caption)
Audio – visual gerak Film suara
Video/VCD/DVD
Objek Benda nyata
Model tiruan (mock up)
Computer Media berbasis computer;
CAI (computer assisted
instructional) dan CMI
(computer managed
instructional)
30
2.4. Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Pelatihan
Donald dan James Kirkpatrick (2007) yang dikutip oleh Pribadi
(2014) mengemukakan beberapa persyaratan yang diperlukan untuk
dapat menciptakan sebuah program pelatihan yang efektif, yaitu:
1. Program pelatihan didasarkan kepada kebutuhan atau masalah yang
dihadapi oleh organisasi atau perusahaan atau institusi tersebut.
2. Program pelatihan didasarkan pada tujuan atau kompetensi yang
perlu dimiliki oleh peserta program pelatihan.
3. Jadwal penyelenggaraan program pelatihan tersusun dengan baik.
4. Latar belakang peserta program sesuai dengan kompetensi program
yang akan dilatihkan.
5. Instruktur memiliki kualifikasi baik dan kompeten dalam bidang
yang dilatihkan.
6. Pelatihan dilaksanakan ditempat yang nyaman dengan dilengkapi
fasilitas pendukung yang memadai.
7. Program pelatihan menggunakan metode dan media yang relevan
dengan kompetensi yang diperlukan.
8. Program pelatihan harus dapat memberi rasa puas kepada peserta
program.
9. Program pelatihan perlu di evaluasi secara berkesinambungan.
Selain dari pada itu, Rivai (2004) menjelaskan faktor-faktor yang
menunjang kearah keberhasilan suatu pelatihan antara lain:
31
1. Materi yang dibutuhkan
Materi disusun dari estimasi kebutuhan tujuan latihan, kebutuhan
dalam bentuk pengajaran keahlian khusus, menyajikan
pengetahuan yang dibutuhkan.
2. Metode yang digunakan
Metode yang dipilih hendak disesuaikan dengan jenis pelatihan
yang akan dilaksanakan.
3. Kemampuan instruktur pelatihan
Mencari sumber-sumber informasi yang lain yang mungkin
berguna dalam mengidentifikasi kebutuhan pelatihan.
4. Sarana atau prinsip-prinsip pembelajaran
5. Pedoman agar proses belajar akan berjalan lebih efektif.
6. Peserta pelatihan
Sangat penting untuk memperhitungkan tipe pekerja dan jenis
pekerja yang akan dilatih.
7. Evaluasi pelatihan
Setelah mengadakan pelatihan hendaknya di evaluasi hasil yang
didapat dalam pelatihan dengan memperhitungkan tingkat reaksi,
tingkat belajar, tingkat tingkah laku kerja, tingkat organisasi dan
nilai akhir.
Sedangkan, menurut Depkes (2004), suatu keberhasilan pelatihan
dapat dilihat dari :
32
1. Masukan (input) mencakup tiga kelompok yaitu: 1) perangkat
keras berupa sarana dan prasarana yang meliputi tempat belajar,
alat bantu, laboratorium dan perpustakaan yang dibutuhkan
dalam proses pembelajaran. 2) perangkat lunak adalah
rancangan proses pembelajaran yang terdiri dari kurikulum,
proses pembelajaran, jadwal kegiatan, bahan belajar/modul; 3)
sumber daya manusia diklat yang terdiri dari peserta pelatihan,
pelatih dan penyelenggaraan pelatihan.
2. Proses adalah proses pembelajaran yang berjalan selama
pelatihan dilakukan, yaitu dari awal sampai berakhirnya
kegiatan pelatihan.
3. Luaran yaitu pencapaian tingkat kompetensi sesuai dengan
tujuan pelatihan.
4. Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi akibat adanya
intervensi melalui pelatihan.
5. Evaluasi adalah penilaian dari seluruh komponen dan sub
komponen masukan, proses, luaran dan dampak dari suatu
kegiatan pelatihan.
6. Lingkungan yaitu hal-hal yang mempengaruhi pelatihan.
Penelitian yang dilakukan oleh Zaciewski pada tahun 2011
mengatakan bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelatihan
yakni karakteristik dari individu itu sendiri seperti umur, jenis kelamin,
motivasi, sikap, keterampilan (kemampuan dasar). Lain halnya dengan
33
penelitian yang dilakukan oleh Haslindan dan Mahyuddin (2009) yang
mengatakan bahwa motivasi, pegalaman dan teknik pelatihan yang
seharusnya menjadi faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilan yang diinginkan dari sebuah pelatihan. Sedangkan
Quesada, dkk (2011) mengatakan bahwa komponen yang paling sangat
berpengaruh ialah bagaimana kemampuan dari seorang leader (pelatih)
dalam menyampaikan dan menerangkan apa yang seharusnya
disampaikan.
Disisi lain, Perdue, dkk (2002) yang dikutip oleh Aqmala (2007)
mengatakan bahwa output atau indikator yang dapat diukur dari sebuah
pelatihan yakni ada 3 hal: (1) Peningkatan pengetahuan atau
kemampuan peserta latih, (2) Kemampuan peserta untuk mengingat isi
pelatihan, (3) Kemampuan peserta mempraktikkan materi pelatihan.
2.5. Narasumber/Trainee
Narasumber adalah orang yang memberi (mengetahui secara jelas
atau menjadi sumber) informasi. Narasumber ini memiliki fungsi
sebagai sumber informasi yang akurat dan terpecaya. Narasumber
merupakan seseorang yang dipandang memiliki pengetahuan yang lebih
terhadap sesuatu yang dibicarakan atau diperbincangkan. Oleh karena
itu dalam suatu diskusi terdapat satu atau beberapa orang narasumber
yang diminta pendapatnya atau apa yang diketahuinya tentang
permasalahan yang sedang diperbincangkan sehingga dapat diambil
34
suatu keputusan atau tindakan yang tepat tentang hal tersebut (Pusat
Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana, 2009).
Pelatih/instruktur adalah orang yang menangani proses pelatihan.
Selanjutnya ”pelatih adalah orang yang memberi latihan; orang yang
melatih”. Maka dapat disimpulkan bahwa pelatih/instruktur adalah
seseorang yang mengelola/melatih sekelompok/seseorang untuk
mencapai keberhasilan tertentu. Pelatih/instruktur yang profesional
harus sadar akan kenyataan yang terjadi di lapangan kadang tidak sesuai
dengan yang dikehendaki sehingga ia harus dapat benar-benar
mempengaruhi dan membentuk watak dan kepribadian peserta dalam
hal tertentu, sehingga hal-hal yang tidak diinginkan dapat
terminimalisasi akan terjadi. Pengaruh-pengaruh yang diberikan pelatih
kepada peserta adalah pengaruh yang positif.
Tugas – tugas pokok yang harus dilakukan seorang pelatih/
instruktur:
a. Mengadakan pemanduan untuk mewujudkan peserta yang
unggul.
b. Menyusun materi latihan untuk jangka panjang maupun jangka
pendek.
c. Menyusun strategi dan pendekatan dalam menyampaikan materi
latihan sehingga peserta dapat dengan mudah memahami dan
melakukan pembelajaran yang diterima selama proses pelatihan.
d. Mengadakan evaluasi setelah selesai melakukan latihan.
35
e. Selalu berusaha meningkatkan pengetahuan, baik secara teori
maupun praktek dalam bidang atau materi yang dilatihnya.
f. Menyusun laporan latihan sesuai materi yang disampaikan oleh
pelatih/instruktur.
2.6. Kader
Kader Posyandu yang selanjutnya disebut kader adalah anggota
masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk
menyelenggarakan kegiatan Posyandu secara sukarela (Kemenkes RI,
2011). Kader adalah siapa saja dari anggota masyarakat yang mau
bekerja sama secara suka rela dan ikhlas, mau dan sanggup
menggerakkan masyarakat dalam penanganan berbagai penyakit. Kader
juga sebagai penggerak masyarakat dalam hal membantu serta
mendukung keberhasilan pemerintah dibidang kesehatan dan tidak
mengharapkan imbalan berupa gaji dari pemerintah, melainkan bekerja
secara sukarela (Trisnawati dan Rahayuningsih, 2008).
Kader posyandu merupakan sumber daya manusia yang berperan
penting dalam pelaksanaan posyandu. Pengetahuan kader yang kurang
menyebabkan pelayanan yang diberikan tidak optimal. Peningkatan
pengetahuan kader posyandu dapat dilakukan dengan pendidikan
kesehatan. Metode pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan
metode individual (perorangan), kelompok dan massa (publik). Kader
posyandu merupakan sekelompok orang sehingga metode pendidikan
36
kesehatan yang diberikan adalah metode pendidikan kelompok (Rufiati,
2011).
Tugas-tugas mereka meliputi pelayanan kesehatan dan
pembangunan masyarakat, tetapi hanya terbatas pada bidang-bidang
atau tugas-tugas yang pernah diajarkan kepada mereka. Mereka harus
benar-benar menyadari tentang keterbatasan yang mereka miliki.
Mereka tidak diharapkan mampu menyelesaikan semua masalah yang
di hadapinya. Namun, mereka diharapkan mampu dalam menyelesaikan
masalah umum yang terjadi di masyarakat dan mendesak untuk
diselesaikan (Safrudin dan Hamidah, 2009).
Perlu diketahui bahwa para kader kesehatan masyarakat itu tidak
bekerja dalam sistem yang tertutup, tetapi mereka bekerja dan berperan
sebagai seorang pelaku sistem kesehatan. Oleh karena itu, kader harus
dibina, dituntun serta didukung oleh pembimbing yang terampil dan
berpengalaman. Para kader kesehatan masyarakat itu seyogyanya
memiliki karakteristik tertentu, misalkan latar belakang pendidikan
yang cukup sehingga memungkinkan mereka untuk membaca, menulis
dan menghitung secara sederhana (Safrudin dan Hamidah, 2009).
Adapun beberapa kategori yang termasuk kedalam karakteristik secara
individu dari kader tersebut yakni sebagai berikut:
2.6.1. Umur
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, umur merupakan
lama waktu hidup atau ada yang terhitung sejak dilahirkan atau
37
diadakan. Iqbal (2006) mengatakan bahwa semakin cukup umur,
tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang
dalam berfikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat
seseorang yang lebih dewasa akan lebih dipercaya dari orang pada
orang yang belum cukup tinggi kedewasaannya. Hal ini sebagai
akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Produktivitas
menurun dengan bertambahnya umur, hal ini disebabkan karena
keterampilan-keterampilan fisik seperti kecepatan, kelenturan,
kekuatan dan koordinasi, akan menurun dengan bertambahnya
umur. Dalam suatu lembaga, karyawan yang sudah lama bekerja di
sebuah sistem artinya sudah bertambah tua, bisa mengalami
peningkatan karena pengalaman dan lebih bijaksana dalam
pengambilan keputusan (Iqbal dkk, 2006).
Pertambahan umur seseorang mempengaruhi perubahan
pada aspek fisik dan psikologis (mental). Pada aspek psikologis
atau mental taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa
(Mubarak, 2010). Variabel umur akan diukur dengan menggunakan
indikator lamanya waktu hidup, terhitung sejak dilahirkan hingga
saat pengisian kuesioner.
2.6.2. Jenis Kelamin
Menurut Siti Mutmainah (2006) yang dikutip oleh
Normadewi (2012) Jenis kelamin adalah suatu konsep analisis yang
38
digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan
perempuan dilihat dari sudut non-biologis, yaitu dari aspek sosial,
budaya, maupun psikologis. Pengaruh dari perbedaan jenis kelamin
terhadap penilaian etis dapat dikatakan sangat kompleks dan tidak
pasti. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukan bahwa tidak
terdapat perbedaan antara perempuan maupun laki-laki dalam
menyikapi perilaku etis maupun skandal etis yang terjadi di dalam
profesi akuntansi.
Menurut Hungu (2007) jenis kelamin (sex) adalah
perbedaan antara perempuan dengan laki-laki secara biologis sejak
seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan
perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara
perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu
untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan
fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan
diantara keduanya dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan
perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi.
2.6.3. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia nomor
20 Tahun 2003 Pasal I tentang sistem pendidikan nasional,
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
39
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Pendidikan adalah suatu proses
yang bertujuan menambah keterampilan, pengetahuan dan
meningkatkan kemandirian maupun pembentukan kepribadian
seseorang (Arfida, 2003).
Wahyutomo (2010), mengungkapkan bahwa pendidikan
diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang
menunjang kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup.
Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku
seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk siap
berperan serta dalam pembangunan kesehatan. Makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga
makin banyak pula pengetahuan yang dimiliki, sebaliknya
pendidikan yang kurang akan menghambat perkembangannya sikap
seseorang terhadap nilai-nilai yang baru diperkenalkan. Tingkat
pendidikan seseorang akan berpengaruh dalam memberi respon
yang datang dari luar.
Orang yang berpendidikan tinggi akan memberi respon
yang lebih rasional terhadap informasi yang datang dan akan
berfikir sejauh mana keuntungan yang mungkin mereka peroleh
dari gagasan tersebut. Variabel tingkat pendidikan akan diukur
40
dengan menggunakan kuesioner dengan indikator yang
dipertanyakan adalah lamanya pendidikan formal yang di tempuh.
2.9.3. Lama Mengabdi/Lama menjadi kader
Lama pengabdian merupakan lamanya waktu seseorang
mulai menjadi seorang kader hingga saat ini. Menurut Gochman
(1998) dalam Pratiwi (2012) menyatakan bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi perilaku seseorang adalah faktor kognisi yang
mempengaruhi pemikiran seseorang dalam mengorganisasikan dan
mengevaluasi pengalaman-pengalamannya sehingga dapat melatih
keterampilannya. Variabel lama kerja akan diukur dengan
menggunakan kuesioner, bila variabel lama bekerja menjadi kader
memiilki distribusi data tidak normal, maka nilai yang digunakan
yakni nilai median sebagai titik potong kategorinya. Tetapi jika
memiliki data normal maka memakai mean untuk menentukan titik
potong kategorinya.
41
2.10. Kerangka Teori
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Sumber: Gerlach & Ely (1971), Zaciewski (2001), Haslinda dan Mahyuddin (2009),
Quesada, dkk (2011)
Karakteristik Individu
Pengetahuan
Keterampilan
Jenis kelamin
Umur
Pendidikan
Lama Mengabdi
Media
Kualitas Isi media
dan Metode
pelatihan
Sarana dan Prasarana
Pelatih/trainee
Peningkatan
Pengetahuan dan
Keterampilan
42
BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep
Berdasarkan teori yang dikemukakan pada bab sebelumnya, yaitu
teori yang diadopsi dari beberapa penelitian yakni Zaciewski (2001),
Haslinda dan Mahyuddin (2009) serta Quesada, dkk (2011) dalam faktor-
faktor yang mempengaruhi pelatihan sehingga berdampak kepada
perubahan pengetahuan serta keterampilan kader. Namun, dalam
penelitian ini terdapat beberapa variabel yang tidak digunakan atau
diteliti. Hal ini dikarenakan variabel yang akan digunakan dalam
penelitian telah disesuaikan dengan kondisi setempat dan kebutuhan
penelitian.
Dalam penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi pelatihan
ialah karakteristik peserta latih, pelatih, sarana dan prasarana serta teknis
atau metode yang digunakan pada saaat pelaksannaan pelatihan. Untuk
faktor-faktor yang mempengaruhi pelatihan bisa di kategorikan lagi
menjadi dua kubu yakni faktor individu dan faktor lingkungan. Dimana
yang masuk kedalam faktor individu adalah umur, jenis kelamin,
pendidikan, pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan untuk variabel
yang tidak diteliti dalam faktor individu adalah jenis kelamin. Alasan
peneliti tidak meneliti variabel jenis kelamin dikarenakan sampel yang
didapatkan homogen yakni berjenis kelamin sama yaitu perempuan.
43
Dari segi faktor lingkungan, yang termasuk didalamnya adalah
sarana dan prasarana yang ada dilokasi termasuk didalamnya adalah tim
pelatih. Pada penelitian ini, peneliti tidak meneliti seluruh variabel yang
termasuk kedalam faktor lingkungan. Alasan peneliti tidak meneliti
variabel tersebut antara lain: (1) sarana dan prasarana yang tersedia sama
pada setiap lokasi termasuk didalamnya alat dan bahan yang sudah
memadai karena memang di subsidi oleh pemerintah setempat. (2)
pelatih yang menjadi narasumber pada proses pelatihan juga merupakan
seorang yang ahli dalam bidang gizi yang sudah di training dan layak
untuk memberikan pelatihan.
Dari penjelasan yang telah dikemukakan tersebut, maka
terbentuklah sebuah kerangka konsep berdasarkan variabel yang akan
diteliti seperti dibawah ini:
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
- Pengetahuan
- Keterampilan Pelatihan
Variabel Perancu
- Umur
- Pendidikan
- Lama Mengabdi
44
3.2. Definisi Operasional
Tabel. 3.1 Definisi Operasional Penelitian
N
o
Variabel Definisi
Operasional
Alat
Ukur
Cara Ukur Skala Hasil Ukur
1 Pengetahuan Pemahaman
responden
terkait proses
penimbangan
dan
pengukuran
status gizi
balita
Pre-test
dan Post-
test
Responden
mengisi
lembar pre-
test dan post-
test
Rasio Skor nilai
2 Keterampilan Kegiatan
praktik yang
dilakukan oleh
responden pre
dan pra
pemberian
intervensi
Observasi Observasi
langsung dan
pengisian
daftar tilik
Rasio Skor nilai
3 Umur Adalah masa
hidup
responden
yang dihitung
sejak ia lahir
sampai dengan
saat ia menjadi
responden
Kuesioner Responden
mengisi
kuesioner
dan
menjawab
satu item
pertanyaan
yang
terdapat
pada
kuesioner
Ordinal 1 = < 50 tahun
2 = > 50 tahun
(Pratiwi, 2012)
4 Pendidikan Lama
pendidikan
formal yang
ditempuh oleh
responden.
Kuesioner Responden
mengisi
kuesioner
dan
menjawab
satu item
pertanyaan
yang
terdapat
pada
kuesioner
Ordinal 1 = Rendah <
Tamat SMP
2 = Cukup >
Tamat SMP
(Depkes RI, 1990)
5 Lama
Mengabdi/La
ma menjadi
Lama kerja
responden
sebagai kader.
Kuesioner Responden
mengisi
kuesioner
Nomin
al
1 = Baru < 5 tahun
2 = Lama > 5
tahun
45
kader dan
menjawab
satu item
pertanyaan
yang
terdapat
pada
kuesioner
(Wahyutomo,
2010)
3.3. Hipotesis
1. Ada efek pelatihan kader dalam peningkatan pengetahuan serta
keterampilan kader posyandu dalam kegiatan penimbangan balita.
2. Ada pengaruh variabel perancu (umur, pendidikan, lama pengabdian)
terhadap pengetahuan dan keterampilan kader posyandu sebelum dan
sesudah diberikan intervensi.
46
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah
Eksperimental Sungguhan (True Experimental). Rancangan
Eksperimental Sungguhan adalah rancangan yang digunakan untuk
mengungkapkan sebab dan akibat dengan cara melibatkan kelompok
kontrol disamping kelompok eksperimen yang dipilih dengan
menggunakan teknik acak. (Sukardi, 2003) Sedangkan pada penelitian ini
dengan melakukan intervensi kepada kader posyandu (sampel) dengan
kelompok pembanding (kontrol). Data yang dikumpulkan pada sebelum
dan sesudah intervensi dengan wawancara berupa kuesioner dan
observasi berupa praktik setelah intervensi. Adapun perlakuan yang
diberikan pada kelompok sampel yakni pemberian pelatihan dengan
media berupa video, sedangkan pada kelompok kontrol tidak diberikan
pelatihan apapun. Adapun desain yang digunakan yakni sebagai berikut:
O1 ______________ (x) _____________ 02
O3 ______________ (-) _____________ 04
O1 = pre-test pada kelompok 1
O2= post-test pada kelompok 1
47
O3 = pre-test pada kelompok 2
O4 = post-test pada kelompok 2
(x) = Perlakuan/Intervensi dengan video
(-) = Tanpa Perlakuan
O1 dan O3 merupakan pengukuran pengetahuan awal (pre-test)
yang dilakukan sebelum intervensi pada dua kelompok, setelah itu
diberikan intervensi berupa pelatihan. (X) adalah pemberian intervensi
terkait proses pemantauan status gizi pada balita dengan menggunakan
metode ceramah disertai dengan media berupa video, sedangkan (-)
adalah sample tanpa perlakuan. Kemudian dilakukan pengukuran
pengetahuan akhir O2 dan O4 (post-test) yang dilakukan setelah adanya
proses intervensi. Setelah diketahui hasil skor pre-test dan post-test maka
dapat diketahui selisih skor pengetahuan antara sebelum dan sesudah
diberikan intervensi dengan menggunakan metode ceramah yang disertai
media berupa video.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja UPT Puskesmas Rengas
yang bertempatan di Jl. Kenari I Sektor 2 Bintaro – Ciputat Timur.
Waktu penelitian yang digunakan yakni sejak Bulan Januari sampai
dengan selesai.
48
Sumber: Lemeshow, 1997
4.3. Populasi dan Sample Penelitian
4.3.1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kader
posyandu yang masih aktif dan yang berasal dari seluruh posyandu
yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Rengas, baik yang telah
mendapatkan pelatihan pemantauan status gizi pada balita maupun
yang belum pernah.
4.3.2. Sampel
Sampel pada penelitian ini adalah kader posyandu di
Wilayah Kerja Puskesmas Rengas yang memenuhi kriteria. Adapun
kriteria yang ditetapkan yakni kader yang masih aktif, bersedia
menjadi sampel dan diajak mengikuti pelatihan, bisa dihubungi dan
bisa membaca serta menulis.
Estimasi besar sample untuk penelitian ini menggunakan
rumus estimasi untuk satu populasi yakni sebagai berikut:
Rumus :
( )
( )
49
Ket :
n = besar sampel minimum
= standar deviasi skor pengetahuan = 1.612 (Isnaini, dkk,
2011)
= rata-rata skor pengetahuan sebelum diberikan intervensi =
11 (Isnaini, dkk, 2011)
= rata-rata skor pengetahuan setelah diberikan intervensi =
14 (Isnaini, dkk, 2011)
= derajat kemaknaan 5 % = 1.64
= kekuatan uji 95% = 1.96
Dari hasil perhitungan rumus diatas dengan memakai
derajat kemaknaan sebesar 5% dan kekuatan uji sebesar 95%
maka didapatkan sampel minimum pada penelitian ini adalah 7
orang pada masing-masing kelompok (total sample 14 orang).
Namun berdasarkan pertimbangan peneliti, untuk lebih
menggambarkan hasil penelitian maka jumlah sampel yang akan
menjadi responden pada penelitian ini adalah seluruh populasi
yang mendapatkan intervensi dengan metode ceramah dan
media audiovisual. Adapun total populasi pada wilayah tersebut
sebanyak 76 orang yang akan di bagi menjadi 38 orang pada
kelompok perlakuan dan 38 orang pada kelompok
50
kontrol/pembanding. Setelah peneliti melihat kondisi di
lapangan, total sampel yang akan di pakai menjadi 22 orang
pada kelompok intervensi dan 22 orang pada kelompok kontrol.
Namun, secara keseluruhan jumlah sampel yang dipakai ini
masih mencukupi dari total sampel minimal yang dibutuhkan
oleh peneliti. Adapun cara pembagian sampel yang
mendapatkan perlakuan dan sampel yang menjadi kontrol yakni
dengan cara random sampling. Adapun langkah-langkahnya
yakni:
1. Peneliti membuat kertas undian bertuliskan 0 (mendapatkan
pelatihan dengan media video) dan 1 (menjadi kelompok
kontrol/pembanding).
2. Kertas tersebut digulung kecil kemudian dimasukkan
kedalam gelas atau wadah yang atasnya di tutup dengan
kertas kemudian diberi lubang untuk celah keluar gulungan
kertas tersebut (semacam seperti kocokan arisan).
3. Peneliti menyiapkan daftar nama dari responden kemudian
peneliti mulai mengeluarkan gulungan kertas tersebut. Bagi
responden yang mendapatkan gulungan kertas bertuliskan 0
maka responden tersebut mendapatkan pelatihan dengan
media video, sedangkan bagi responden yang mendapatkan
kertas bertuliskan 1, berarti responden tersebut menjadi
kelompok kontrol/pembanding.
51
4.4. Intervensi/Perlakuan
The Health Communication Process Model merlibatkan tujuh fase
dalam proses perencanaan komunikasi kesehatan, begitu pula dengan
penelitian ini:
Fase 1: Melibatkan identifikasi masalah kesehatan dan
mempertimbangkan pesan dan teknik memungkinkan yang akan
memengaruhi audiens sasaran. Pada penelitian ini, diketahui bahwa
sebanyak 45,1% kader memiliki pengetahuan yang rendah mengenai
kegiatan gizi di posyandu serta sebanyak 56% kader memiliki frekuensi
pelatihan < 3 kali dengan metode konvensinal dalam setahun menjadi
salah satu sebab keterhambatan dalam proses berjalannya program gizi di
posyandu, khususnya proses pemantauan status gizi.
Lalu kemudian setelah dilakukan pengukuran ulang beserta
observasi, sebanyak 46,7% kader memiliki tingkat pengetahuan yang
rendah dan sebanyak 53,3% memiiki keterampilan yang rendah dan tidak
melakukan penimbangan dengan baik sesuai dengan prosedur. Hal ini
diperkuat dengan wawancara yang dilakukan kepada pihak puskesmas,
promkes dan ketua kader itu sendiri yang mengatakan bahwa kader
memang butuh penyegaran atau pelatihan secara rutin.
Fase 2: mengharuskan pemilihan/pemasukan responden, responden
yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kader posyandu yang mampu
membaca dan menulis dengan baik. Adapun yang dibutuhkan oleh para
52
responden ini antara lain sebuah pengulangan materi dengan output yang
diharapkan ialah peningkatan pengetahuan serta keterampilan yang sudah
dimiliki. Hal ini bukan hanya di putuskan secara sepihak oleh peneliti,
melainkan karena kerjasama antara peneliti dengan pihak puskesmas
melalui wawancara dan pengumpulan pendapat.
Fase 3: setelah mengidentifikasi masalah dan memilih responden
dengan tepat, maka tahap yang dilakukan selanjutnya yakni pemilihan
strategi. Strategi dalam penelitian ini berupa strategi primer yang
berfokus kepada pemberian informasi untuk memengaruhi keputusan
individu guna meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki
sebelumnya.
Fase 4: penyusunan pesan untuk responden, pesan yang akan
disebarkan adalah poin-poin yang disusun berdasarkan kebutuhan
responden. Pesan yang akan disebarkanpun sudah diperhitungkan sesuai
dengan karatkeristik dari pesan itu sendiri. Adapun karakteristik yang
terdapat pada pesan tersebut yakni bermutu, pesan yang mengungkap
fakta yang sebenarnya tentang proses penimbangan balita yang masih
banyak mengalami kesalahan. Pesan yang telah disusun juga akan
disebarkan melalui sumber yang terpercaya yakni pemegang program
promosi kesehatan dan petugas gizi di puskesmas tersebut. Selain dari
pada itu, pesan yang disusun juga sudah memperhatikan faktor internal
dan faktor eksternal dari responden, yang dimaksud dengan faktor
internal yakni faktor yang berhubungan dengan responden, seperti
53
pengetahuan dan keterampilan awal, pesan dibuat dengan sesederhana
mungkin sehingga mudah untuk dipahami oleh para responden.
Sedangkan faktor eksternal yang diperhatikan adalah adanya dukungan
dari keluarga, teman dan instansi terkait.
Fase 5: setelah menyusun pesan dengan sebaik mungkin, penetapan
lingkungan penyampaian pesan juga perlu dipikirkan, karena intervensi
ini berfokus kepada peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader
dalam proses pemantauan status gizi balita maka lingkungan
penyampaian pesan yang sekiranya sesuai yakni antara tempat pelayanan
kesehatan atau balai masyarakat. Hal ini disesuaikan dengan metode serta
materi yang nantinya akan disampaikan kepada responden.
Fase 6: penetapan saluran peyampaian pesan dalam lingkungan.
Pesan yang telah dipertimbangkan serta disusun dengan sebaik mungkin
tentunya perlu disebarkan kepada sasaran yang tepat dengan saluran
penyampaian yang baik pula. Seiring berkembangnya sebuah teknologi,
penelitian ini mencoba untuk menyampaikan pesan melalui saluran
teknologi berupa video (audio-visual), yang memiliki harapan bahwa
pengetahuan dan keterampilan responden akan bertambah jauh lebih baik
dari sebelumnya.
Fase 7: penetapan metode dan materi komunikasi, metode
komunikasi kesehatan yang digunakan yakni berupa pelatihan dengan
materi pendukung berupa audiovisual (video).
54
Penelitian ini dilaksanakan dengan cara memberikan intervensi
berupa pelatihan pada kader kesehatan yang akan dilaksanakan di
Wilayah Kerja Puskesmas Rengas sebagai bentuk dari partisipasi
pelayanan kesehatan terhadap masalah kesehatan di wilayah tersebut.
Intervensi ini dilakukan dengan menjalani beberapa tahap pada waktu
yang berbeda. Alat yang digunakan pada saat pelaksanaan intervensi
yakni berupa alat-alat yang digunakan untuk memantau status gizi balita
diantaranya adalah alat ukur berat badan, tinggi badan serta alat ukur
lingkar kepala. Sedangkan untuk instrumen yang digunakan berupa
kuesioner yang merangkap lembar pre-test dan post-test serta form
pemantauan.
Intervensi yang akan diberikan kepada reponden yakni hanya satu
kali yang kemudian akan langsung diukur hasilnya pada saat itu juga .
Adapun materi yang digunakan berupa modul pelatihan yang mengacu
pada Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan metode
pelatihan berupa pemberian penyuluhan didalam ruangan yang berisi 24-
30 orang setiap kelasnya dengan durasi 1 x JPL (Jam Pelajaran) (1 JPL =
45 Menit) untuk proses pengisian post-test dan ceramah/pemutaran video
kemudian dilanjut dengan praktik dan pengisian soal post-test yang
berdurasi 2 x JPL (1 JPL = 45 Menit), kader juga diizinkan untuk
melontarkan pertanyaan seputar kegiatan yang sedang berlangsung.
Penanggung jawab dari proses pelaksanaan pelatihan ini adalah
peneliti yang berkerja sama dengan pihak Puskesmas. Adapun pelatih
55
serta pemantau kegiatan pada saat pelaksanaan intervensi yakni seorang
ahli yang bergerak dalam bidang pemantauan status gizi balita yang di
sediakan oleh Puskesmas yakni TPG atau bagian Promkes. Perlakuan
yang digunakan pada tahap pertama yakni melihat karakteristik individu
dan mengukur pengetahuan kader mengenai pemantauan status gizi pada
balita di posyandu sebelum dilakukan intervensi (pelatihan) yaitu dengan
memberikan soal pre-test kepada kader serta mengukur keterampilan
awal dengan form pemantauan. Lalu perlakuan selanjutnya yaitu
pelaksanaan pelatihan kader dengan membiarkan kader mengikuti
kegiatan pelatihan dari awal hingga akhir. Pelatihan yang akan dilakukan
berupa pemberian video tentang tata cara pemantauan status gizi yang
harus dilakukan oleh kader posyandu.
Perlakuan setelahnya yaitu mengukur tingkat pengetahuan kader
tentang pemantauan status gizi pada balita (setelah pelatihan) dengan
memberikan soal post-test kepada kader. Kemudian perlakuan
selanjutnya yakni mengukur keterampilan kader dengan memberikan
praktik pemantauan status gizi pada balita setelah dilakukan pelatihan.
Berbeda halnya dengan kelompok kontrol yang tidak diberikan perlakuan
sama sekali tentang kegiatan pemantauan satus gizi balita. Adapun
matriks pelatihan yang akan dilaksanakan yakni sebagai berikut:
56
Tabel 4.1 Matriks Proses Pelatihan
Nama Pelatihan Pelatihan Kader Posyandu
Analisis Kebutuhan
1. Pengetahuan
2. Keterampilan pada proses
pengukuran
Tujuan Pelatihan
Meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan kader posyandu
dalam pemantauan status gizi
Lama Pelatihan
3 x 45 menit (Ceramah 1 x 45
menit | Demontrasi/Praktek 2 x
45 menit)
Peserta Kader posyandu
Pelatih TPG / Promkes
Waktu dan Tempat Februari 2017, Aula Gedung
Kelurahan Rengas
Metode Pelatihan Ceramah, Film/video playing
Pengukuran Presentasi Ujian tertulis (pre-test dan post-
test)
MATRIKS PELATIHAN
Output Topik Isi Input
1. Meningkatnya
pengetahuan
kader tentang
tata cara
pengukuran
status gizi
balita (proses
penimbangan
berat badan,
pengukuran
tinggi badan
dan Lingkar
Kepala)
Tata cara
penimbangan
berat badan
balita dan
mengukur
tinggi/panjang
badan balita
dengan benar
berdasarkan
usia balita.
Pemberian
meteri
(ceramah) serta
video yang
berisi tentang
tata cara
penimbangan
berat badan
balita dan
mengukur
tinggi/panjang
badan balita
dengan benar
berdasarkan
usia balita.
Penggunaan
media video
tentang tata
cara
menimbang
berat badan
balita dan
mengukur
tinggi/panjang
badan balita
dengan benar
berdasarkan
usia balita.
2. Meningkatnya
keterampilan
kader tentang
tata cara
pengukuran
status gizi
balita (proses
penimbangan
berat badan,
Tata cara
penimbangan
berat badan
balita dan
mengukur
tinggi/panjang
badan balita
dengan benar
berdasarkan
Pemberian
meteri
(ceramah) serta
video yang
berisi tentang
tata cara
penimbangan
berat badan
balita dan
Praktek/demo
tata cara
menimbang
berat badan
balita dan
mengukur
tinggi/panjang
badan balita
dengan benar
57
pengukuran
tinggi badan
dan Lingkar
Kepala)
usia balita. mengukur
tinggi/panjang
badan balita
dengan benar
berdasarkan
usia balita.
berdasarkan
usia balita.
Adaptasi Wexley & Letham. Developing and Training Human Resources in
Organizations. 2002 dan
http://www.fao.org/docrep/006/ad424e/ad424e02.htm
58
Bagan 4.1 Diagram Proses Pelatihan
Kegiatan Durasi Waktu
Mulai
Waktu
Selesai
Alat
Pembukaan 10 Menit 07.30 07.40 Speaker
Pre-test 60 Menit 07.40 08.40 Kuesioner
Ceramah / Pembekalan
Pengetahuan
45 Menit 08.40 09.25 Modul &
Slide
Demontrasi/Praktek 45 Menit 09.25 10.10 Alat
Pengukuran
Peer Group / Belajar
Kelompok
45 Menit 10.10 10.55 Alat
Pengukuran
Istirahat 5 Menit 10.55 11.00 Musik
Relaksasi
Post-test 60 Menit 11.00 12.00 Kuesioner
Penutup 5 Menit 12.00 12.05 Speaker
TOTAL 270 Menit (4,5 x 60 Menit)
Pembukaan
Pre-test
Pembekalan Kemampuan
1. Pengukuran BB menggunakan dacin
2. Pengukuran BB menggunakan
Timbangan digital
3. Pengukuran BB menggunakan babyscale
4. Pengukuran TB Anak
5. Pengukuran Panjang Bayi
6. Pengukuran LK Bayi
Media: Audiovisual
Metode: Ceramah
Demonstrasi/Praktek Peer Group/Belajar Kelompok Posttest Keterampilan
Posttest Pengetahuan Penutup
59
Gambar 4.1
Denah Proses Pelatihan
PINTU MASUK/KELUAR
SOUND
SYSTEM 2
SOUND
SYSTEM 1
SOUND
SYSTEM 3
SOUND
SYSTEM 4
LAYAR
Keterangan:
Alat Pengukuran
Kursi Peserta
Pelatih
60
Tabel 4.2 Pembagian Jumlah Sample
No Nama Posyandu
Jumlah Sampel
Intervensi Non Intervensi
1 Posyandu Delima Merah I 2 2
2 Posyandu Delima Merah II 2 2
3 Posyandu Delima Merah III 2 1
4 Posyandu Delima Merah IV 1 1
5 Posyandu Delima Merah V 1 1
6 Posyandu Apel I 1 2
7 Posyandu Apel II 2 2
8 Posyandu Kartini I 1 -
9 Posyandu Kartini II 1 2
10 Posyandu Kartini III - -
11 Posyandu Kartini IV - 2
12 Posyandu Wortel I 2 2
13 Posyandu Wortel II 1 1
14 Posyandu Tomat I 1 2
15 Posyandu Tomat II 2 2
16 Posyandu Tomat III - -
17 Posyandu Mandala 3 -
JUMLAH 22 22
61
4.5. Jenis Data
Penelitian ini menggunakan model data kuantitatif dimana yang
menjadi acuan adalah frekuensi dan persentasenya. Sedangkan jenis
data yang digunakan pada penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Untuk memperoleh data primer pada penelitian ini,
digunakan kuesioner yang diisi oleh responden. Kuesioner berisi
pertanyaan tertutup tentang variabel-variabel yang akan diteliti.
Sedangkan untuk data sekunder (gambaran umum Puskesmas, jumlah
kader dan asal posyandu tiap-tiap kader) diperoleh dari UPT Puskesmas
Rengas.
4.6. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Aziz pada tahun 2007 bahwa kuesioner merupakan
alat ukur berupa kuesioner dengan beberapa pertanyaan didalamnya
yang disusul dengan soal pre-test dan post-test. Alat ukur ini digunakan
bila responden dalam jumlah besar dan dengan kriteria bisa membaca
atau mendengar dengan baik sehingga dapat mengungkapkan hal-hal
yang bersifat rahasia. Kuesioner pada penelitian ini berupa pre-test dan
post-test untuk melihat pengetahuan dengan mencantumkan beberapa
pertanyaan yang sesuai dengan variabel yang akan diteliti.
Pada penelitian ini, karakteristik individu yang meliputi umur,
pendidikan serta lama kerja tercantum pada A1 sampai dengan A4.
62
Sedangkan untuk faktor selanjutnya yakni pengetahuan tercantum pada
nomor B1 dimana terdapat 35 pertanyaan yang ada didalamnya. Untuk
observasi atau pengukuran keterampilan menggunakan lembar
observasi di C yang meliputi 9 point proses penimbangan bayi dengan
menggunakan dacin, D yang meliputi 7 point proses penimbangan
balita dengan menggunakan timbangan injak, lalu kemudian E
sebanyak 6 point proses penimbangan balita dengan menggunakan
timbangan bayi (baby scale), setelah itu F yang meliputi 11 point untuk
pengukuran panjang balita dengan menggunakan infantometer, lalu G
yang meliputi 10 point tata cara pengukuran tinggi badan dengan
menggunakan microtoise dan yang terakhir yakni H yang meliputi 8
point penting dalam proses pengukuran lingkar kepala.
Selain kuesioner, media audio-visual berupa video dan modul yang
berisi tentang tata cara penimbangan berat badan dan tinggi badan serta
pengukuran lingkar kepala juga menjadi instrumen pada penelitian ini.
Materi yang terkandung didalam modul juga diperoleh dari sumber
yang terpercaya serta di rancang dengan menyesuaikan faktor eksternal
responden seperti tulisan yang dibuat lebih besar agar responden tidak
kesulitan untuk membacanya serta bahasa yang disederhanakan agar
responden mudah untuk menangkap materi tersebut. Adapun isi dari
pada modul peatihan tersebut yakni sebagai berikut:
63
Tabel 4.3 Materi pada Media Modul
No Materi Isi Keterangan
1 Pokok Bahasan 1
Pengukuran BB
dengan
menggunakan
dacin
Durasi Video:
00:01:21
Persiapan:
1. Gantung dacin pada tempat yang
kokoh seperti penyangga kaki tiga
(tripod) atau pelana rumah/kosen
pintu/dahan pohon yang kuat.
2. Atur posisi batang dacin sejajar
dengan mata penimbang
3. Pastikan bandul geser berada pada
angka NOL dan posisi paku tegak
lurus.
4. Pasang sarung/celana/kotak timbang
yang kosong pada dacin.
5. Seimbangkan dacin dengan memberi
kantung plastik berisikan
pasir/batu/beras yang diletakkan di
ujung batang dacin, sampai kedua
jarum tegak lurus.
Pelaksanaan:
1. Masukkan balita ke dalam sarung
timbang dengan pakaian seminimal
mungkin dan geser bandul sampai
paku tegak lurus
2. Baca berat badan balita dengan
melihat angka di ujung bandul geser
3. Catat hasil penimbangan dengan benar
di kertas/buku bantu dalam kg dan ons
4. Kembalikan bandul ke angka nol dan
keluarkan balita dari
sarung/celana/kotak timbang
Modul
dilengkapi
dengan
gambar
ilustrasi dan
pertanyaan
terkait
dengan
materi yang
diberikan
agar
memudahak
n peserta
untuk
berusaha
mengingat.
2 Pokok Bahasan 2
Pengukuran BB
dengan
menggunakan
timbangan injak
Durasi Video:
00:01:50
PERSIAPAN:
1. Letakkan alat timbang pada lantai
yang datar
2. Aktifkan timbangan dengan cara
menekan timbangan. Mula-mula akan
muncul angka 8,88 dan tunggu sampai
muncul angkan 0,00 berarti timbangan
sudah siap digunakan.
PELAKSANAAN:
1. Lepaskan jaket, sepatu dan penutup
kepala sebelum anak ditimbang.
Modul
dilengkapi
dengan
gambar
ilustrasi dan
pertanyaan
terkait
dengan
materi yang
diberikan
agar
memudahak
64
2. Anak diminta naik ke alat timbang
dengan posisi kaki tepat di tengah alat
tim-bang tetapi tidak menutupi jendela
baca.
3. Perhatikan posisi kaki anak harus
tepat di tengah alat timbang, sikap
tenang (JANGAN BERGERAK-
GERAK) dan kepala tidak menunduk
(memandang lurus kedepan).
4. Angka di kaca jendela alat timbang
akan muncul dan tunggu sampai
angka tidak berubah (STATIS).
5. Catat angka hasil penimbangan.
n peserta
untuk
berusaha
mengingat.
3 Pokok Bahasan 3
Pengukuran BB
dengan
menggunakan
timbangan bayi
Durasi Video:
00:01:43
PERSIAPAN:
1. Letakan alat timbang pada lantai yang
datar, rata dan kuat.
2. Beri Selimut tipis atau tisu lebar
sebagai alas.
3. Pastikan jarum timbang berada pada
angka NOL (0)
4. Pengukur berdiri di depan skala
timbangan
PELAKSANAAN:
1. Lepaskan alas kaki, baju, topi atau
tutup kepala bayi (bayi sebaiknya
ditim-bang tanpa pakaian)
2. Letakkan bayi di timbangan dan
tunggu sampai jarum timbangan tidak
bergerak-gerak lagi.
3. Hitung hasil ukur berat badan bayi
sampai 0,1 kg terdekat.
4. Catat berat badan sampai dengan 0,1
terdekat
Modul
dilengkapi
dengan
gambar
ilustrasi dan
pertanyaan
terkait
dengan
materi yang
diberikan
agar
memudahak
n peserta
untuk
berusaha
mengingat.
4 Pokok Bahasan 4
Pengukuran PB
dengan
menggunakan
infantometer
Durasi Video:
00:03:57
PERSIAPAN:
1. Letakan pengukur panjang badan pada
meja atau tempat yang rata. Bila tidak
ada meja, alat dapat diletakkan di atas
tempat yang datar (misalnya, lantai).
2. Letakkan alat ukur dengan posisi
panel kepala di sebelah kiri dan panel
penggeser di sebelah kanan pengukur.
Panel kepala adalah bagian yang tidak
bisa digeser.
3. Tarik/geser bagian panel yang dapat
digeser sampai diperkirakan cukup
Modul
dilengkapi
dengan
gambar
ilustrasi dan
pertanyaan
terkait
dengan
materi yang
diberikan
agar
memudahak
65
panjang untuk menaruh bayi/anak.
PELAKSANAAN:
1. Baringkan bayi/anak dengan posisi
terlentang, diantara kedua siku dan
kepala bayi/anak menempel pada
bagian panel yang tidak dapat digeser.
2. Rapatkan kedua kaki dan tekan lutut
bayi/anak sampai lurus dan menempel
pada meja/tempat menaruh alat ukur.
Tekan telapak kaki bayi/anak sampai
membentuk siku, kemudian geser
bagian panel yang dapat digeser
sampai persis menempel pada telapak
kaki bayi/anak.
3. Setelah pengukuran selesai, kemudian
bayi/anak diangkat
4. Bacalah panjang badan bayi/anak
pada skala kearah angka yang lebih
besar. Misalkan: 67,5 cm.
n peserta
untuk
berusaha
mengingat.
5 Pokok Bahasan 5
Pengukuran TB
dengan
menggunakan
microtoise
Durasi Video:
00:03:08
PERSIAPAN:
1. Minta anak melepaskan alas kaki
(sandal/sepatu), topi (penutup kepala).
2. Pastikan alat ukur/microtoise berada
diposisi atas.
PELAKSANAAN:
1. Anak diminta berdiri tegak, persis di
bawah alat ukur
2. Posisi kepala dan bahu bagian
belakang, lengan, bokong (pantat) dan
tumit menempel pada dinding tempat
microtoise di pasang.
3. Pandangan lurus ke depan dan tangan
dalam posisi tergantung bebas.
4. Gerakan alat ukur/microtoise sampai
menyentuh bagian atas kepala anak.
Pasti-kan alat ukur/microtoise berada
tepat di tengah kepala anak. Dalam
keadaan ini bagian belakang alat
ukur/microtoise harus tetap menempel
pada dinding
5. Baca angka tinggi badan pada jendela
baca ke arah angka yang lebih besar
(ke bawah) Pembacaan dilakukan
Modul
dilengkapi
dengan
gambar
ilustrasi dan
pertanyaan
terkait
dengan
materi yang
diberikan
agar
memudahak
n peserta
untuk
berusaha
mengingat.
66
tepat di depan angka (skala) pada
garis merah, se-jajar dengan mata
petugas.
6 Pokok Bahasan 6
Pengukuran LP
dengan
menggunakan pita
lingkar kepala
Durasi Video:
00:01:48
PERSIAPAN:
1. Lepaskan penutup kepala, topi atau
hiasan rambut karena dapat
mengganggu proses pengukuran dan
hasil ukur.
2. Letakkan bayi dekat dengan asisten
pengukur atau ibu bayi
3. Pengukur berdiri di sisi ibu atau
asisten pengukur yang memegang
bayi.
PELAKSANAAN:
1. Letakkan pita lingkar kepala di bagian
kepala bayi. Posisikan pita pada bagi-
an tengkorak kepala bagian depan,
sedikit berada diatas alis, tegak lurus
dan sejajar dengan wajah, posisikan
pita diatas telinga, dan pada bagian
belakang diletakkan di bagian
tengkorak kepala bagian belakang
yang paling menonjol.
2. Asisten pengukur membantu dengan
memposisikan pita dengan benar di
sisi lain kepala.
3. Setelah pita diposisikan dengan benar,
tarik ketat untuk menekan rambut dan
kulit. Hati-hati! Jangan menarik pita
terlalu ketat dan menyebabkan cedera
pada bayi terutama pada bayi yang
baru lahir. Jauhkan sedikit tangan dan
jari untuk mempermudah pengukur
membaca hasil.
4. Baca hasil pengukuran 1mm terdekat
dan lepaskan pita dari kepala bayi.
5. Catat hasil pengukuran dengan ukuran
cm pada tempat yang telah disediakan.
Modul
dilengkapi
dengan
gambar
ilustrasi dan
pertanyaan
terkait
dengan
materi yang
diberikan
agar
memudahak
n peserta
untuk
berusaha
mengingat.
Adaptasi Kurikulum Pelatihan Kader Posyandu. 2002. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
67
4.7. Cara Pengukuran Variabel
- Variabel Umur, jika variabel umur memiliki distribusi data normal,
maka menggunakan nilai mean untuk penentuan titik potong
kategori, jika distribusi data tidak normal menggunakan median
untuk menentukan titik potongnya. Kategori: a) < 50 tahun b) > 50
tahun dan skala pengukuran : Ordinal
- Variabel Tingkat Pendidikan, Cara mengukur : diperoleh dari
keterangan responden melalui wawancara dengan menggunakan
kuesioner dengan menanyakan jumlah tahun mengikuti pendidikan
formal. Pengkategoriannya adalah: a) Rendah < Tamat SMP b)
Cukup > Tamat SMP
- Variabel Lama Pengabdian/Lama menjadi kader, variabel lama kerja
akan diukur dengan menggunakan kuesioner, bila variabel lama
bekerja menjadi kader memiilki distribusi data tidak normal, maka
nilai yang digunakan yakni nilai median sebagai titik potong
kategorinya. Tetapi jika memiliki data normal maka memakai mean
untuk menentukan titik potong kategorinya. Berikut kategorinya: a)
Baru < 5 tahun b) Lama > 5 tahun.
- Variabel Pengetahuan diukur melalui wawancara dengan
menggunakan kuesioner dan responden diminta menjawab
pengetahuan tentang pemantauan status gizi yang wajib dilakukan
oleh kader meliputi beberapa item pertanyaan. Jika jawaban
responden benar diberikan nilai 1 (satu) dan jika salah diberikan nilai
68
0 (nol). Jika variabel pengetahuan memiliki distribusi data normal,
maka menggunakan nilai mean untuk penentuan titik potong
kategori. Pada pengukuran variabel ini dengan menggunakan skala
rasio yakni dihitung melalui skor nilai berdasarkan jawaban yang
dipilih oleh responden.
- Variabel Keterampilan diukur melalui observasi dengan
menggunakan daftar tilik dan responden diminta mempraktekkan
tata cara pengukuran yang sudah diajarkan. Dari hasil praktek
responden tersebut diperoleh total skornya adalah jika variabel
pemantauan status gizi balita memiliki distribusi data normal, maka
menggunakan nilai mean untuk penentuan titik potong kategori.
Pada pengukuran variabel ini dengan menggunakan skala rasio yakni
dihitung melalui skor nilai berdasarkan hasil praktek yang dilakukan
oleh responden.
4.8. Pengolahan Data
4.8.1. Menejemen Data
Setelah data terkumpul maka dilakukan pengolahan data yang pada
tahap selanjutnya akan mengalami proses analisis data. Proses
pengolahan data diantaranya adalah:
1. Editing
Proses penyuntingan data yang masuk atau yang diterima dari
proses pengumpulan data melalui kuesioner, setelah
69
dikumpulkan kemudian peneliti melakukan pemeriksaan
terhadap jawaban yang telah diberikan dan memastikan bahwa
tidak ada pertanyaan yang tidak terisi.
2. Coding
Proses peng-kode-an atau peng-klasifikasi-an data atau
jawaban menurut kategorinya masing-masing. Adapun variabel
yang dilakukan coding antara lain:
a. Umur : 1 = ≤ 50 tahun dan 2 = > 50 tahun
b. Pendidikan : 1 = Rendah (≤ SMP) dan 2 = Cukup
(> SMP)
c. Lama Pengabdian : 1 = Baru (< 5 tahun) dan 2 = Lama
(>5 tahun)
3. Entry Data
Setelah melakukan editing dan coding guna kelengkapan data
yang dibutuhkan, penulis melakukan tahap selanjutnya yakni
proses memasukkan data dari kuesioner kedalam komputer
untuk kemudian diolah dengan menggunakan bantuan
perangkat lunak komputer.
4. Cleaning
Proses pengecekan kembali dan pemeriksaan pada data yang
sudah dimasukkan untuk diperbaiki dan disesuaikan dengan
data yang telah dikumpulkan.
70
4.9.2. Analisis Data
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil
penelitian ini berupa distribusi frekuensi dan persentase pada
setiap variabel meliputi usia, pendidikan terakhir,
pengetahuan kader serta keterampilan kader sebelum dan
sesudah dilakukan intervensi.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat merupakan suatu analisis untuk melihat
hubungan antara variabel dependen dan independen. Uji yang
dilakukan pada penelitian ini, untuk melihat perbedaan
pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pada
kelompok intervensi dan kelompok kontrol, maka uji yang
digunakan yakni uji T. Hastono (2007) mengatakan bahwa uji
T digunakan untuk menguji perbedaan mean antara dua
kelompok data yang dependen yang memiliki syarat; (1) Data
yang digunakan harus berdistribusi normal (2) Kedua
kelompok data dependen/pair (3) Jenis Variabel yang
digunakan yakni Numerik dan Kategorik (dua kelompok).
Analisis ini digunakan untuk melihat perbedaan hasil pre-test
dengan post-test pengetahuan serta keterampilan kader
sebelum dan sesudah diberikan intervensi. Pada analisis ini
71
digunakan Uji Beda Dua Mean Dependen (Paired Sample)
dengan rumus:
√
Ket:
d = rata-rata deviasi / selisisih sampel 1 dengan
sampel 2
S_d = standar deviasi dari deviasi / selisih sampel 1 dan
sampel 2
3. Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk menghubungkan
beberapa variabel independen dengan satu variabel dependen
pada waktu yang bersamaan. Dari analisis multivariat kita
dapat mengetahui variabel independen mana yang paling
besar pengaruhnya terhadap variabel dependen. Kemudian
bisa juga digunakan untuk mengetahui apakah variabel
independen berhubungan dengan variabel dependen
dipengaruhi variabel lain atau tidak. Pada penelitian ini,
analisis multivariat digunakan untuk melihat pengaruh
variabel perancu terhadap peningkatan pengetahuan dan
keterampilan kader setelah diberikan perlakuan (intervensi)
dengan menggunakan analisis regresi linear yang digunakan
72
untuk menganalisis hubungan satu variabel atau beberapa
variabel independen dengan variabel dependen kategorik
yang bersifat dikotom/bionary.
73
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1. Gambaran Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Rengas Kota
Tangerang Selatan. UPT Puskesmas Rengas meliputi satu kelurahan dan
terletak di wilayah Kelurahan Rengas yang mempunyai luas wilayah 183
ha/km2 dengan jumlah posyandu sebanyak 17 buah. Letak antar
posyandu yang satu dengan yang lainnya cukup berjauhan dan sangat
sulit dijangkau dengan kendaraan umum, jadi harus menggunakan
kendaraan pribadi seperti kendaraan roda dua untuk mencapai posyandu
tersebut adapun nama-nama posyandu yang terletak di Wilayah Kerja
Puskesmas Rengas yakni sebagai berikut:
Tabel. 5.1 Jumlah Posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Rengas
No Nama Posyandu Jumlah Kader
1 Posyandu Delima Merah I 5
2 Posyandu Delima Merah II 5
3 Posyandu Delima Merah III 5
4 Posyandu Delima Merah IV 4
5 Posyandu Delima Merah V 4
6 Posyandu Apel I 4
7 Posyandu Apel II 5
8 Posyandu Kartini I 5
74
9 Posyandu Kartini II 4
10 Posyandu Kartini III 4
11 Posyandu Kartini IV 4
12 Posyandu Wortel I 5
13 Posyandu Wortel II 4
14 Posyandu Tomat I 4
15 Posyandu Tomat II 6
16 Posyandu Tomat III 4
17 Posyandu Mandala 5
JUMLAH 77
Setiap posyandu beranggotakan 4 sampai 6 orang kader dengan
usia, tingkat pendidikan dan lama kerja yang bervariasi. Pada penelitian
ini, kader dalam satu posyandu menerima perlakuan yang berbeda, ada
yang mendapatkan perlakuan menjadi grup intervensi dan ada juga yang
dijadikan sebagai grup kontrol. Grup intervensi diberikan intervensi
berupa pelatihan dengan menggunakan video yang disertai modul
sedangkan grup kontrol tidak diberikan perlakuan sama sekali.
Berdasarkan hasil observasi, seluruh posyandu yang berada di daerah
tersebut memiliki sarana dan prasaraan yang serupa yakni timbangan
dacin, timbangan injak (digital), timbangan bayi (baby scale), pengukur
panjang badan bayi (infantometer), alat ukur tinggi badan pada balita
(microtoise) dan alat pengukur lingkar kepala berupa pita ukur. Setiap
posyandu dipilih secara random sebanyak 1 – 4 orang untuk menjadi
75
responden pada penelitian ini. Dengan jumlah total responden 44 orang,
peneliti merasa sudah cukup untuk memenuhi sampel minimun sebanyak
14 orang yang sebelumnya telah diperhitungkan dan cukup dapat
menggambarkan hasil penelitian.
5.2. Gambaran Pengetahuan Dan Keterampilan Kader Sebelum Dan
Sesudah Diberikan Intervensi
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan serta
keterampilan kader tentang tata cara pemantauan status gizi pada anak
balita. Tabel dibawah akan menjelaskan bagaimana gambaran
pengetahuan dan keterampilan kader posyandu sebelum dan sesudah
diberikan pelatihan.
Tabel. 5.2 Gambaran Pengetahuan dan Keterampilan Kader
Sebelum dan Sesudah Pelatihan
Variabel
Sebelum Sesudah
Mean SD Min-
max Mean SD
Min-
max
Pengetahuan
Intervensi
Kontrol
24,23
24,32
3,477
2,784
18-30
20-28
28,95
24,86
3,798
2,475
18-33
20-28
Keterampilan
Intervensi
Kontrol
26,68
28,32
3,872
8,571
20-32
16-48
46,82
29,27
2,822
8,730
39-50
16-48
Dari hasil penilaian jawaban benar pada kuesioner pengetahuan,
diketahui bahwa kader pada kelompok intervensi memiliki rata-rata skor
pengetahuan sebelum diberikan perlakuan adalah 24,23 dengan standar
deviasi 3,477 dan memiliki skor terendah yakni 18 sebanyak 1 orang,
76
untuk skor tertinggi yakni 30 sebanyak 1 orang juga. Sama halnya
dengan skor pada kelompok kontrol yang memiliki nilai rata-rata sebesar
24,32 dengan standar deviasi 2,784 dan skor tertinggi yakni 20 sebanyak
2 orang serta skor tertinggi yakni 28 sebanyak 3 orang.
Kemudian, setelah diberikan perlakuan pada kelompok intervensi,
didapatkan rata-rata skor pengetahuan setelah diberikan perlakuan adalah
28,95 dengan standar deviasi 3,798 dan memiliki skor terendah yakni 18
sebanyak 1 orang, untuk skor tertinggi yakni 33 sebanyak 4 orang. Lain
halnya dengan skor pada kelompok kontrol yang memiliki nilai rata-rata
sebesar 24,86 dengan standar deviasi 2,475 dan skor tertinggi yakni 20
sebanyak 2 orang serta skor tertinggi yakni 28 sebanyak 3 orang.
Dari hasil pemantauan pada lembar observasi untuk menilai skor
keterampilan, diketahui bahwa kader pada kelompok intervensi memiliki
rata-rata skor keterampilan sebelum diberikan perlakuan adalah 26,68
dengan standar deviasi 3,872 dan memiliki skor terendah yakni 20
sebanyak 1 orang, untuk skor tertinggi yakni 32 sebanyak 1 orang juga.
Tidak jauh berbeda dengan skor pada kelompok kontrol yang memiliki
nilai rata-rata sebesar 28,32 dengan standar deviasi 8,571 dan skor
tertinggi yakni 16 sebanyak 2 orang serta skor tertinggi yakni 48
sebanyak 1 orang.
Selanjutnya setelah diberikan perlakuan dan dipantau kembali
melalui lembar observasi, diketahui bahwa kader pada kelompok
77
intervensi memiliki rata-rata skor keterampilan setelah diberikan
perlakuan adalah 46,82 dengan standar deviasi 2,822 dan memiliki skor
terendah yakni 39 sebanyak 1 orang, untuk skor tertinggi yakni 50
sebanyak 3 orang. Lain halnya dengan skor pada kelompok kontrol yang
memiliki nilai rata-rata sebesar 29,27 dengan standar deviasi 8,730 dan
skor tertinggi yakni 16 sebanyak 2 orang serta skor tertinggi yakni 48
sebanyak 1 orang.
5.3. Karakteristik Individu Kader Posyandu
Tabel 5.3 Karakteristik Individu Responden
Variabel
INTERVENSI KONTROL
Mean
n=22 % n=22 %
Umur
≤ 50 Tahun
> 50 Tahun
20
2
90,9
9,1
19
3
86,4
13,6
40,14
Pendidikan
≤ SMP
˃ SMP
13
9
59,1
40,9
9
13
40,9
59,1
2,52
Lama Jadi Kader
< 5 Tahun
≥ 5 Tahun
10
12
45,5
54,5
5
17
22,7
77,3
7,02
Berdasarkan hasil univariat variabel umur diketahui bahwa rata-
rata umur kader yang mengikuti pelatihan ini adalah 40,14 tahun. Umur
kader yang terendah yakni 27 tahun sedangkan umur yang tertinggi
adalah 65 tahun. Dimana lebih dari separuh responden (83%) berusia <
50 tahun dan sisanya sebanyak (17%) berusia >50 tahun.
78
Distribusi tingkat pendidikan kader posyandu di kelurahan Rengas
sangat bervariasi berdasarkan pendidikan formal yang diikuti. Adapun
jumlah kader pada setiap pendidikannya yakni Sekolah Dasar (SD)
sebanyak 2 orang, lalu kemudian Sekolah Menengah Pertama (SMP)
sebanyak 20 orang, selanjutnya Sekolah Menengah Atas (SMA)
sebanyak 19 orang dan terakhir yakni menempuh pendidikan Perguruan
Tinggi sebanyak 3 orang. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa
sebanyak 59,1% pada kelompok intervensi memiliki tingkat pendidikan
yang kurang dan sebanyak 40,9% memiliki tingkat pendidikan yang baik.
Adapun distribusi pendidikan pada kelompok non intervensi yang
memiliki tingkat pendidikan yang kurang yakni sebanyak 40,9% dan
selebihnya sebanyak 59,1% memiliki status pendidikan yang baik..
Lanjut kepada variabel lama jadi kader, dari hasil analisis yang
dilakukan, rata-rata responden 54,5 % pada kelompok intervensi yang
memiliki lama pengabdian >5 tahun dan sebanyak 77,3% pada kelompok
non intervensi yang memiliki lama pengabdian >5tahun.
5.4. Efek Pelatihan Kader Posyandu Terhadap Peningkatan Pengetahuan
Dan Keterampilan Kader
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengetahuan serta
keterampilan kader tentang tata cara pemantauan status gizi pada anak
balita dengan cara memberikan perlakuan kepada kader. Tabel dibawah
akan menjelaskan bagaimana perbedaan pengetahuan dan keterampilan
kader posyandu sebelum dan sesudah diberikan perlakuan.
79
Tabel. 5.4 Perubahan Pengetahuan dan Keterampilan Kader
Sebelum dan Sesudah dilakukan Intervensi pada Kelompok
Perlakuan dan Kontrol
Variabel
Intervensi
Kontrol
Mean SD P
Value N Mean SD
P
Value N
Pengetahuan
Pretest
Posttest
24,23
28,95
3,477
3,798 0,000 22
24,32
24,86
2,784
2,475 0,090 22
Keterampilan
Sebelum
Sesudah
26,68
46,82
3,872
2,822 0,000 22
28,32
29,27
8,571
8,730 0,125 22
Dari hasil tabel diatas, dapat diketahui bahwa rata-rata skor
pengetahuan sebelum dilakukan perlakuan pada kelompok intervensi
adalah 24,23 dengan standar deviasi 3,477. Sedangkan rata-rata skor
pengetahuan sesudah dilakukan intervensi yakni 28,95 dengan standar
deviasi 3,798. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas (Pvalue)
sebesar 0,000 yang berarti bahwa pada alpha 5% dapat dikatakan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata skor pengetahuan
responden tentang pemantauan status gizi balita sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi pada kelompok intervensi. Hal ini juga dapat
menyatakan bahwa pelatihan mampu memberikan efek terhadap
peningkatan pengetahuan kader.
Berbeda dengan hasil yang telah di paparkan sebelumnya, pada
tabel di atas dapat diketahui bahwa rata-rata skor pengetahuan sebelum
80
dilakukan intervensi pada kelompok kontrol adalah 24,32 dengan standar
deviasi 2,784. Sedangkan rata-rata skor pengetahuan sesudah dilakukan
intervensi yakni 24,86 dengan standar deviasi 2,475. Dari hasil uji
statistik diperoleh nilai probabilitas (P value) sebesar 0,090 yang berarti
bahwa pada alpha 5% tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-
rata skor pengetahuan responden tentang pemantauan status gizi balita
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pada kelompok non intervensi.
Selanjutnya untuk hasil keterampilan, dapat diketahui bahwa rata-
rata hasil keterampilan sebelum dilakukan intervensi pada kelompok
intervensi adalah 26,68 dengan standar deviasi 3,872. Sedangkan rata-
rata hasil keterampilan sesudah dilakukan intervensi yakni 46,82 dengan
standar deviasi 2,822. Dari hasil uji statistik diperoleh nilai probabilitas
(P value) sebesar 0,000 yang berarti bahwa pada alpha 5% dapat
dikatakan terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata hasil
keterampilan responden tentang pemantauan status gizi balita sebelum
dan sesudah dilakukan intervensi pada kelompok intervensi. Hal ini juga
dapat menyatakan bahwa pelatihan mampu memberikan efek terhadap
peningkatan keterampilan pada kader.
Lain halnya dengan hasil yang dipaparkan sebelumnya, dari hasil
tabel diatas dapat diketahui bahwa rata-rata skor keterampilan sebelum
dilakukan intervensi pada kelompok non intervensi adalah 28,32 dengan
standar deviasi 8,571. Sedangkan rata-rata skor keterampilan sesudah
81
dilakukan intervensi yakni 29,27 dengan standar deviasi 8,730. Dari hasil
uji statistik diperoleh nilai probabilitas (P value) sebesar 0,125 yang
berarti bahwa pada alpha 5% tidak terdapat perbedaan yang signifikan
pada rata-rata skor keterampilan responden tentang pemantauan status
gizi balita sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pada kelompok non
intervensi.
5.5. Pengaruh Variabel Perancu Terhadap Tingkat Pengetahuan Dan
Keterampilan Kader Setelah Diberikan Pelatihan
Selain untuk melihat perubahan pengetahuan dan keterampilan
antara sebelum dan sesudah diberikan pelatihan, penelitian ini juga
menilai pengaruh dari variabel perancu terhadap peningkatan
pengetahuan dan keterampilan yang dialami oleh kader setelah
pemberian perlakuan. Adapun hasil analisis multivariat dari variabel-
variabel perancu tersebut yakni:
82
Tabel 5.5 Pemodelan Multivariat Variabel Perancu terhadap
Pengetahuan dan Keterampilan
Variabel Nilai R
Square Model I Model II Model III Model IV
Pengetahuan
Kelompok Pelatihan
Umur
Pendidikan
Lama Jadi Kader
0,452
0,000
0,354
0,156
0,291
0,000
-
0,148
0,144
0,000
-
-
0,076
0,000
-
-
-
Keterampilan
Kelompok Pelatihan
Umur
Pendidikan
Lama Jadi Kader
0,879
0,000
0,239
0,239
0,794
0,000
0,172
0,206
-
0,000
0,138
-
-
0,000
-
-
-
Dari tabel diatas didapatkan nilai R Square pada variabel
pengetahuan sebesar 0,452 yang artinya perlakuan yang diberikan dapat
menjelaskan proses peningkatan pengetahuan sebesar 45,2% dan nilai R
Square pada variabel keterampilan yakni 0,879 yang berarti perlakuan
yang diberikan dapat menjelaskan proses peningkatan keterampilan
sebanyak 87,9%. Langkah selanjutnya adalah pemodelan multivariat
untuk melihat variabel mana yang paling berpengaruh dalam proses
peningkatan pengetahuan dan keterampilan kader. Setelah dilakukan
analisis dengan cara mengeluarkan satu per-satu variabel yang memiliki
nilai P> 0,05 didapatkan hasil bahwa tidak ada satupun variabel yang
memiliki nilai P>0,05. Hal ini dapat dikatakan bahwa ketiga variabel
perancu tersebut tidak mempengaruhi proses peningkatan pengetahuan
dan keterampilan pada responden setelah diberikan pelatihan.
83
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1. Keterbatasan Penelitian
6.1.1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan pada Bulan Februari tahun
2017, pada bulan Februari merupakan musim penghujan,
akibatnya ada beberapa responden yang tidak hadir dalam proses
pelatihan ini. Kemudian pada saat proses pengisian pretest dan
posttest berlangsung di ruangan Aula Kelurahan dengan tempat
yang terbatas, sehingga tidak menutup kemungkinan ada beberapa
responden yang berdiskusi kecil dengan responden lainnya. Tidak
jauh berbeda dengan pada saat observasi atau pengukuran tingkat
keterampilan responden, ada beberapa responden juga yang
sempat berdiskusi atau bertanya pada responden sebelahnya, ada
juga yang melihat ke kanan dan ke kiri. Akan tetapi peneliti
berusaha untuk mengontrol hal tersebut.
Kemudian pada saat praktek/simulasi, peneliti tidak bisa
menghadirkan anak-anak/balita secara langsung karena terkendala
cuaca dan pihak puskesmas juga yang tidak bisa menyediakan
anak-anak tersebut. Maka dari itu proses pengukuran dilakukan
dengan memakai boneka/bayi tiruan yang dapat menyebabkan
proses pengukuran tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan
(pada saat pelaksanaan posyandu). Penelitian ini juga hanya
84
dilakukan satu kali, hal ini yang dapat menyebabkan
meningkatnya pengetahuan dan keterampilan kader lebih cepat
namun yang ditakutkan tidak akan bertahan lama apabila tidak
dilakukan pengukuran ulang atau penyegaran.
6.2. Efek Pelatihan Terhadap Peningkatan Pengetahuan Kader
Krathwohl (2002) mengatakan bahwa, ada empat macam
pengetahuan, yaitu: pengetahuan faktual, pengetahuan konseptual,
pengetahuan prosedural dan pengetahuan metakognitif. Jenis-jenis
pengetahuan ini sesungguhnya menunjukkan penjenjangan dari yang
sifatnya konkret (faktual) hingga yang abstrak (metakognitif).
Pengetahuan juga merupakan komponen pembentuk suatu perilaku baru
terutama pada orang dewasa. Dengan pengetahuan, seseorang dapat
mempertimbangkan untuk bersikap dan bertindak (Benjamin S Blom,
1956). Lain halnya dengan Sudijono (1998) yang mengatakan bahwa
pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia sebagai hasil
penggunaan panca inderanya.
Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi melalui proses
sensoris khususnya mata dan telinga terhadap objek tertentu.
Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya
perilaku terbuka (overt behavior). Perilaku yang didasari pengetahuan
umumnya bersifat langgeng (Sunaryo, 2004). Sudijono (1998)
85
berpendapat bahwa pengetahuan adalah kesan di dalam pikiran manusia
sebagai hasil penggunaan panca inderanya.
Pengetahuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
pengetahuan sebelum dan sesudah intervensi. Pengetahuan sebelum
intervensi adalah hal-hal yang diketahui responden tentang tata cara
pemantauan status gizi balita melalui pengukuran pada balita sebelum
dilakukan intervensi (pretest). Sedangkan pengetahuan sesudah
intervensi adalah pengetahuan yang diukur setelah dilakukannya
intervensi tentang pemantauan status gizi pada balita yang dinilai
berdasarkan kemampuan menjawab benar pertanyaan yang sama pada
kuesioner (posttest).
Berdasarkan hasil kuesioner dengan skor penilaian 1-35 poin
diketahui bahwa rata-rata pengetahuan responden sebelum diberikan
intervensi pelatihan dengan media audiovisual pada kelompok intervensi
adalah 24,23 dengan standar deviasi 3,477 dan memiliki skor terendah
yakni 18 sebanyak 1 orang, untuk skor tertinggi yakni 30 sebanyak 1
orang juga. Sedangkan pada kelompok kontrol didapatkan nilai rata-rata
sebesar 24,32 dengan standar deviasi 2,784 dan skor tertinggi yakni 20
sebanyak 2 orang serta skor tertinggi yakni 28 sebanyak 3 orang.
Pada saat proses pretest, kebanyakan responden yang menjawab
salah dari soal pertanyaan pretest yang diajukan sebanyak 88,3%
responden menjawab salah pada pertanyaan tentang pemantauan tumbuh
86
kembang anak sampai usia 1 tahun. Kemudian sebanyak 80,6%
responden menjawab salah pada pertanyaan tentang “Setiap selesai
penimbangan buku KIA disimpan oleh kader”. Lalu sebanyak 79,4%
kader mejawab pertanyaan yang salah pada pertanyaan tentang “Kader
tidak dapat memantau status gizi dan tumbuh kembang balita dan Status
gizi dihasilkan dari pengukuran tinggi badan saja.” Dari pernyataan
diatas, dapat diketahui bahwa kelompok intervensi dan kelompok kontrol
memiliki kesamaan pada saat menjawab pertanyaan yang diberikan oleh
peneliti, yakni sama-sama banyak menjawab pertanyaan dengan salah.
Namun, setelah dilakukan intervensi berupa pelatihan dengan
menggunakan media audiovisual pada responden yang mendapatkan
perlakuan, terdapat peningkatan yang cukup signifikan. Dari hasil
penilaian jawaban benar pada kuesioner, diketahui bahwa kader pada
kelompok intervensi memiliki rata-rata skor pengetahuan setelah
diberikan perlakuan adalah 28,95 dengan standar deviasi 3,798 dan
memiliki skor terendah yakni 18 sebanyak 1 orang, untuk skor tertinggi
yakni 33 sebanyak 4 orang. Lain halnya dengan skor pada kelompok
kontrol setelah dilakukan pengukuran kedua yang memiliki nilai rata-rata
sebesar 24,86 dengan standar deviasi 2,475 dan skor tertinggi yakni 20
sebanyak 2 orang serta skor tertinggi yakni 28 sebanyak 3 orang.
Pada penelitian ini, responden diberikan intervensi berupa pelatihan
dengan audiovisual dengan menggunakan kelompok pembanding yang
sama sekali tidak diberikan intervensi. Pada kelompok intervensi, terlihat
87
bahwa emosi responden ikut terpengaruh dengan apa yang dilihat dan
didengarnya. Hal ini dibuktikan dengan seruan-seruan yang dilontarkan
oleh para responden pada saat proses pelatihan berlangsung. Ada
beberapa responden juga yang melontarkan beberapa pertanyaan seputar
video yang ditayangkan.
Kemudian setelah dilakukan uji statistik pada penelitian ini, dapat
dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata skor
pengetahuan responden tentang pemantauan status gizi balita sebelum
dan sesudah dilakukan intervensi pada kelompok intervensi. Sedangkan
pada kelompok kontrol, setelah dilakukan uji statistik, dapat dikatakan
bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata skor
pengetahuan responden tentang pemantauan status gizi balita sebelum
dan sesudah dilakukan intervensi pada kelompok non intervensi. Hal ini
juga dapat menyatakan bahwa pelatihan mampu memberikan efek
terhadap peningkatan pengetahuan kader.
Penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2012) juga berkata
demikian bahwa terdapat perbedaan yang signifikan terhadap hasil
pengetahuan sebelum dan sesudah diberikan pelatihan. Evita (2013) juga
mengatakan bahwa dari hasil uji statistik menunjukan bahwa kader yang
mendapatkan pelatihan dengan media audiovisual cenderung mengalami
peningkatan pengetahuan yang cukup bermakna dibandingkan dengan
kader yang menjadi kelompok pembanding. Hasil uji statistik
menunjukan terdapat perbedaan yang bermakna antara nilai mean pretest
88
dan mean posttest pengetahuan kader setelah diberikan pelatihan. Pada
penelitiannya Evita juga mengatakan bahwa dengan pelatihan standar
pemantauan pertumbuhan balita, pengetahuan dan keterampilan kader
meningkat secara bermakna dibandingkan dengan yang hanya diberikan
modul.
Begitu juga dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sukiarko
(2007) mengatakan bahwa untuk nilai rerata skor pengetahuan pada saat
postes 2 yaitu setelah 2 bulan pelatihan, untuk kelompok BBM adalah
sebesar 85,22 dan kelompok Konvensional sebesar 72,68, uji statistik
menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Sulistyanto (2005) mengatakan bahwa telah terjadi
peningkatan 1,8 kali pada nilai pengetahuan kader dengan pelatihan
kader yang menggunakan media audio-visual setelah dilakukan penilaian
1 bulan setelah pelatihan.
Pada penelitian ini, perubahan skor pengetahuan pada kelompok
intervensi diduga karena telah terjadinya penyerapan informasi yang
diakibatkan oleh pemberian pelatihan dengan media audiovisual.
Sebagaimana yang telah di katakan sebelumnya bahwa penyerapan
informasi dengan melibatkan banyak indera akan lebih cepat dan lebih
bertahan lama. Peningkatan skor pengetahuan ini juga diduga karena
pemberian pengalaman baru dengan metode serta media yang baru untuk
diterima oleh responden. Pada salah satu sesi dalam pelatihan, kader
diminta untuk melakukan langsung teknik penimbangan balita yang
89
sudah diajarkan sesuai dengan prosedurnya, kader juga di minta untuk
bekerja sama dalam menyelesaikan proses pengukuran tersebut. Hal ini,
merupakan pengalaman atau hal yang baru yang diterima responden,
dengan adanya praktek/simulasi ini, kader akan lebih mengingat apa
yang sudah dikerjakan sendiri.
Hal tersebut di atas sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh
Krikpatrick dalam Khaidir (2005) yang mengatakan bahwa pelatihan
merupakan upaya meningkatkan pengetahuan, merubah perilaku dan
mengembangkan keterampilan. Sama halnya dengan Krikpatrik,
penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2011) juga mengatakan bahwa
ada perbedaan pengetahuan yang bermakna antara sebelum dan setelah
pelatihan dengan media audiovisual (Pvalue = 0,000). Purniawan (2016)
juga berkata bahwa setelah dilakukan analisis, terdapat perbedaan
pengetahuan responden tentang TB Paru sebelum dan sesudah dilakukan
penyuluhan dengan media audio visual (video) p value (0,000). Secara
garis besar, dapat disimpulkan bahwa pelatihan dengan menggunakan
audiovisual dapat menaikan pengetahuan kader secara bermakna
dibandingkan dengan responden yang tidak diberikan perlakuan. Namun
hal tersebut sangat bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan
oleh Sulistyanto (2005) yang mengatakan bahwa dari hasil uji regresi
yang dilakukan, dapat dikatakan bahwa tidak adanya perbedaan yang
signifikan pada kedua kelompok penelitian saat kurun waktu antara
pretes dan postest.
90
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Fauziah (2012) menunjukkan
bahwa intervensi pendidikan kesehatan yang dilakukan dengan singkat
akan berdampak positif dalam meningkatkan pengetahuan seseorang.
Tingkat pengetahuan seseorang sangat berhubungan dengan pendidikan
atau pelatihan yang diperolehnya. Hal ini karena pada dasarnya
pendidikan atau pelatihan merupakan salah satu upaya untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan (Sunaryo, 2004). Kenaikan
skor yang terjadi pada kelompok intervensi merupakan hasil dari
pemberian informasi yang telah terjadi pada saat proses pelatihan,
dimana ada sesi ceramah dengan menggunakan media audio-visual
(video) dan juga sesi tanya jawab yang memungkinkan responden
mendapatkan perluasan informasi setelahnya.
Seperti yang kita ketahui, informasi atau pesan penyuluhan yang
disampaikan dengan menggunakan media atau alat bantu pendidikan ini
membantu pendidik dalam menyampaikan pesan tersebut agar lebih
terlihat menarik perhatian pada sasaran pendidikan (Notoatmojo, 2003).
Dengan demikian fungsi dari media dapat berfungsi untuk mempertinggi
daya serap dan retensi seseorang terhadap materi pembelajaran (Usman,
2002). Pada penelitian ini, media audiovisual dipilih sebagai salah satu
solusi untuk melengkapi proses pelatihan yang akan diberikan pada
kader. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa semakin banyak indera yang
digunakan dalam proses penangkapan informasi, maka semakin mudah
91
juga informasi yang akan diterima oleh kader dengan jangka waktu yang
lama.
Hal ini sejalan dengan pendapat Notoatmodjo (2007) yang
mengatakan bahwa alat peraga/alat bantu yang digunakan pada proses
pendidikan berdasarkan prinsip bahwa pengetahuan yang ada pada
manusia diterima dan ditangkap melalui panca indera. Semakin banyak
indera yang digunakan untuk menerima sesuatu maka semakin banyak
dan semakin jelas pula pengertian/pengetahuan yang diperoleh.
Selanjutnya, guna melihat apakah ada pengaruh variabel perancu
pada pelatihan yang dilakukan, maka dilakukan analisis lanjutan dan
pada penelitian ini, setelah dilakukan analisis multivariat didapatkan nilai
p=0,354 pada variabel umur terhadap pengetahuan, hal tersebut
menyatakan bahwa variabel umur bukanlah variabel yang dapat
mempengaruhi peningkatan pengetahuan kader setelah diberikan
pelatihan. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi
(2012) yang menunjukan nilai P= 0,305 (P>0,05) yang dapat diartikan
bahwa umur tidak mempengaruhi tingkat pengetahuan kader setelah
diberikan intervensi.
Namun, berdasarkan hasil uji statistik yang dilakuan oleh
Munfarida (2012) diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara umur dengan tingkat pengetahuan kader posyandu. Hal ini dapat
dikatakan bahwa semakin tua umur kader posyandu maka semakin baik
92
tingkat pengetahuannya, demikian juga sebaliknya. Hal ini dapat
menjelaskan bahwa saat semakin cukup umur, tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Hasil
penelitian ini juga tidak sesuai dengan yang dilakukan oleh Sulistyanto
(2005) yang menyatakan bahwa umur mempengaruhi tingkat
pengetahuan kader setelah dilakukan intervensi dengan media
audiovisual.
Sama halnya dengan yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2007)
yang mengatakan bahwa usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya
tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya
semakin membaik. Namun pada penelitian ini tidak demikian adanya, hal
ini bisa disebabkan oleh faktor luar yang mungkin dapat mempengaruhi
seperti adanya diskusi kecil yang dilakukan oleh kader pada saat
pengukuran berlangsung dan juga faktor fisik yang dapat menghambat
proses belajar pada orang dewasa sehingga membuat penurunan pada
suatu waktu dalam kekuatan berfikir dan bekerja.
Kemudian untuk variabel pendidikan, pada penelitian ini
didapatkan hasil nilai p=0,148 yang berarti bahwa variabel tingkat
pendidikan tidak mempengaruhi proses peningkatan pengetahuan kader
setelah diberikan intervensi. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Munfarida (2012) yang mengatakan bahwa berdasarkan
hasil uji statistik, diketahui terdapat hubungan yang bermakna antara
93
pendidikan dengan tingkat pengetahuan kader posyandu yang berarti
semakin tinggi tingkat pendidikan kader posyandu maka semakin baik
pula tingkat pengetahuannya.
Pendidikan seseorang mempengaruhi cara pandang orang tersebut,
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mudah
menerima informasi sehingga makin banyak pula pengetahuan yang
dimiliki dan sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat
pekembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai yang baru
diperkenalkan (Nursalam dan Pariani, 2001 dalam Munfarida, 2012).
Namun, pada penelitian ini tidak demikian adanya, responden dengan
latar belakang pendidikan tinggi belum tentu mendapatkan skor
pengetahuan yang tinggi juga. Hal ini disebabkan, kebanyakan responden
yang berlatar belakang tinggi memiliki frekuensi lama kerja yang baru,
maka dari itu responden memiliki tingkat pengetahuan yang minim
tentang tata cara pemantauan status gizi balita walaupun berpendidikan
tinggi.
Pada penelitian ini, didapatkan hasil nilai p=0,076 yang berarti
bahwa variabel lama jadi kader tidak mempengaruhi proses peningkatan
pengetahuan kader setelah diberikan intervensi. Hal ini tidak sejalan
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pratiwi (2009) yang
mengatakan bahwa lama pengabdian mempengaruhi keterampilan kader
setelah diberikan intervensi. Hal ini dapat menyimpulkan semakin lama
responden menjadi kader maka kader tersebut akan semakin
94
berpengalaman, sehingga keterampilan dalam melakukan pekerjaan
kader akan semakin baik. Namun pada penelititan ini tidak demikian
adanya, semakin lama responden menjadi kader maka semakin
bertambah pula usia kader, dengan pertambahan usia tersebut membuat
daya ingat responden juga ikut terpengaruh dalam menerima informasi.
6.3. Efek Pelatihan Terhadap Peningkatan Keterampilan Kader
Tommy (2009) mengatakan bahwa keterampilan/skill adalah suatu
kemampuan untuk menerjemahkan pengetahuan kedalam praktik
sehingga tercapai hasil kerja yang diinginkan. Sama halnya dengan yang
dikatakan oleh Purnawanto (2008) yang berpendapat bahwa keterampilan
adalah perilaku yang menunjukan kemampuan individu dalam
melakukan tugas mental atau fisik tertentu yang dapat diobservasi.
Seringkali keterampilan diasosiasikan dengan kemampuan atau
keterampilan fisik atau gerak (motorik). Tidak jauh beda dengan yang
dikatakan oleh Azwar (2007) yakni keterampilan adalah kemampuan
seseorang untuk menjalankan upaya yang menyangkut perilaku yang
diharapkan.
Peningkatan keterampilan salah satunya yakni dengan
melaksanakan pelatihan, dengan pelatihan diharapkan pengetahuan
tentang kesehatan yang lebih baik yang dapat berpengaruh terhadap
perilakunya. Semakin banyak pelatihan yang diterima, diharapkan akan
lebih meningkatkan keterampilan untuk dapat di aplikasikan untuk
95
dirinya dan disebarkan untuk lingkungan dan masyarakat sekitarnya
(Kemenkes RI, 2008).
Dari hasil pemantauan pada lembar observasi, diketahui bahwa
kader pada kelompok intervensi memiliki rata-rata skor pengetahuan
sebelum diberikan perlakuan adalah 26,68 dengan standar deviasi 3,872
dan memiliki skor terendah yakni 20 sebanyak 1 orang, untuk skor
tertinggi yakni 32 sebanyak 1 orang juga. Tidak jauh berbeda dengan
skor pada kelompok kontrol yang memiliki nilai rata-rata sebesar 28,32
dengan standar deviasi 8,571 dan skor tertinggi yakni 16 sebanyak 2
orang serta skor terendah yakni 48 sebanyak 1 orang.
Pada responden yang mendapatkan intervensi, kebanyakan kader
tidak melakukan prosedur sebagai mana mestinya, seperti pada saat
penimbangan balita dengan menggunakan dacin, sebanyak 80,8% kader
tidak memposisikan batang dacin sejajar dengan mata kader dan
sebanyak 85,2% bandul geser tidak berada pada angka nol pada saat akan
dilakukan penimbangan. Hampir semua kader (95,7%) melakukan
kesalahan yang sama yakni tidak memasukkan balita kedalam dacin
dengan pakaian seminimal mungkin, kebanyakan balita ditimbang
dengan menggunakan pakaian yang cukup mempengaruhi berat badan
seperti jaket, celana berbahan jeans dan sandal.
Setelah proses penimbangan selesaipun, sebanyak 81,3% kader
tidak mengembalikan bandul kembali ke angka nol. Hal ini yang
menyebabkan sering terjadinya kecelakaan seperti kepala kader atau
96
orangtua dan bahkan balita terbentur bandul dacin yang masih berada di
posisi ujung dacin. Namun setelah diberikan pelatihan, semua kader yang
melakukan kesalahan-kesalahan tersebut melakukannya sesuai prosedur
yang diharuskan walaupun masih saja ada 1 orang (3,7%) yang belum
melakukannya sesuai dengan prosedur.
Pada prosedur penimbangan balita dengan menggunakan
timbangan injak juga didapatkan beberapa prosedur yang tidak
dilaksanakan seperti, melepaskan jaket, penutup kepala dan alas kaki.
Lalu kemudian posisi anak yang ditimbang, seharusnya tegak lurus dan
tidak melihat kebawah. Hasil observasi menunjukan bahwa seluruh kader
tidak melakukan prosedur ini. Anak ditimbang dengan pakaian lengkap
beserta sepatu yang dikenakan, lalu posisi peimbangan juga anak
menunduk kebawah bahkan ada juga yang jongkok. Namun setelah
diberikan pelatihan, kader yang melakukan kesalahan prosedur diatas
100% sudah melakukan prosedur dengan baik.
Untuk prosedur penimbangan berat badan bayi dengan
menggunakan timbangan bayi (baby scale), sebanyak 92,6% kader
melakukan kesalahan pada saat penimbangan yakni tidak dilepaskannya
aksesoris bayi seperti topi/bando dan sepatu bayi. Para kader juga sedikit
kesulitan dalam hal pembulatan pada saat pembacaan hasil akhir, 59,3%
kader melakukan kesalahan yakni membaca hasil yang searusnya Ons
menjadi Kg. Setelah dilakukan pelatihan, mengalami peningkatan yang
97
sangat baik yakni sebanyak 100% kader tidak melakukan kesalahan
diatas.
Berlanjut pada prosedur selanjutnya yakni mengukur pajang badan
bayi dengan menggunakan infantometer, kader melakukan kesalahan
pada poin 2, 4, 7, dan 11 yakni tidak melepaskan penutup kepala/kaus
kaki sebelum dilakukan pengukuran pada bayi, posisi pengukur tidak
pada tempatnya, pengukur yang seharusnya berdiri diarea kepala malah
berdiri diarea badan bayi, lalu tidak meluruskan tungkai bayi sebelum
dilakukan pegukuran, melainkan membiarkannya menekuk. Hampir
seluruh kader (98,2%) tidak melakukan prosedur tersebut dengan benar,
namun setelah dilakukan pelatihan, kader mengalami peningkatan.
Selanjutnya pada pengukuran tinggi badan anak dengan
menggunakan microtoise. Kader juga melakukan beberapa kesalahan
yakni sebanyak 100% dari total keseluruhan yang mendapatkan
intervensi tidak melepaskan hiasan kepala dan memposisikan kaki anak
dengan benar pada saat proses pengukuran. Sebanyak 96,3% kader tidak
memposisikan badan anak dengan lurus sejajar dengan microtoise dan
tidak menempel pada dinding. Namun, setelah dilakukan pelatihan,
terdapat perubahan, yakni sebanyak 77,7% melakukan prosedur
melepaskan hiasan kepala dengan benar dan sebanyak 66,6% kader
memposisikan kaki anak dengan benar.
Prosedur pengukuran yang terakhir adalah pengukuran lingkar
kepala bayi, berdasarkan hasil observasi, sebanyak 85,2% kader tidak
98
melakukan prosedur dengan benar, yakni tidak memposisikan pita ukur
dengan benar. Kader meletakkan pita dengan miring dan sebanyak 96,3%
yang bertindak sebagai asisten pengukur tidak membantu memposisikan
pita ukur dengan benar. Hal ini lah yang menyebabkan terjadinya
kesalahan pengukuran dan catatan hasil akhir yang akan dilaporkan.
Setelah dilakukan pelatihan, sebanyak 100% kader melakukan
pengukuran lingkar kepala dengan benar dan sesuai prosedur.
Pada kelompok kader yang tidak mendapatkan pelatihan juga
mengalami sedikit perubahan. Ada yang sedikit menurun skor
keterampilannya, ada juga yang sedikit meningkat hasil skor
pengetahuannya. Hal ini diduga karena kondisi fisik kader yang sedang
tidak sehat pada saat observasi dan juga terjadinya diskusi kecil yang
dilakukan oleh sesama kader pada saat pemantauan.
Pada penelitian ini, pengukuran ketermpilan juga dilakukan dua
kali, ketika sebelum diberikan perlakuan dan setelah diberikan perlakuan.
Hal ini dilakukan untuk melihat efek daripada perlakuan yang diberikan
kepada responden. Dari hasil pemantauan pada lembar observasi yang
dilakukan setelah pemberian perlakuan/intervensi, diketahui bahwa kader
pada kelompok intervensi memiliki rata-rata skor pengetahuan setelah
diberikan perlakuan adalah 46,82 dengan standar deviasi 2,822 dan
memiliki skor terendah yakni 39 sebanyak 1 orang, untuk skor tertinggi
yakni 50 sebanyak 3 orang. Sedangkan pada kelompok kontrol memiliki
nilai rata-rata sebesar 29,27 dengan standar deviasi 8,730 dan skor
99
tertinggi yakni 16 sebanyak 2 orang serta skor tertinggi yakni 48
sebanyak 1 orang.
Dari pernyataan diatas, setelah dilakukan uji statistik dapat
dikatakan bahwa terdapat perbedaan skor keterampilan pada responden
yang mendapatkan pelatihan ketika sebelum diberikan pelatihan dengan
sesudah diberikan pelatihan. Dapat disimpulkan bahwa responden yang
telah diberikan pelatihan mengalami peningkatan skor keterampilan.
Berbeda halnya dengan kelompok kontrol, dari hasil uji statistik
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-
rata skor keterampilan responden tentang pemantauan status gizi balita
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pada kelompok non intervensi.
Hal ini selaras dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Hida
pada tahun 2011 yang mengatakan bahwa terdapat perbedaan yang
signifikan terhadap hasil keterampilan sebelum dilakukan pelatihan
dengan setelah dilakukan pelatihan. Sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pratiwi (2012) yang mengatakan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan terhadap hasil keterampilan sebelum dan
sesudah diberikan pelatihan.
Sulastyawati (2011) mengatakan bahwa pada hasil penelitian yang
dilakukan didapatkan 73,3% memiliki keterampilan penyuluhan yang
cukup sebelum dilakukan pelatihan, 20% adalah kurang dan 6,7% adalah
baik. Sedangkan setelah dilakukan pelatihan didapatkan hasil 53,3%
memiliki keterampilan yang cukup dan 46,7% memiliki keterampilan
100
yang baik. Lopez (2004) mengatakan pada penelitian yang telah ia
lakukan bahwa secara statistik hasil posttest menunjukkan ada perbedaan
yang bermakna, rerata nilai keterampilan pada kelompok video,
kelompok folder dan kelompok kontrol.
Perubahan skor pengetahuan yang dialami oleh kader merupakan
sebuah hasil dari apa yang diterima sebelumnya. Pada responden yang
masuk kedalam kelompok intervensi diberikan sebuah perlakuan yakni
berupa ceramah dengan media audio-visual (Video) yang didalamnya
juga terdapat sesi tanya jawab. Setelah diberikan perlakuan berupa
pemberian materi, kader juga diminta untuk mempraktekkan apa yang
telah didapatkannya dari sesi sebelumnya yakni pengukuran berat badan,
tinggi badan dan lingkar kepala dengan berbagai macam alat yang
disesuaikan dengan umur balita.
Hasil penelitian Sukiarko (2007) juga berpendapat bahwa
berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan adanya perbedaan yang
bermakna antara kedua kelompok. Hal tersebut diatas sejalan dengan
teori yang dikemukakan oleh Krikpatrick dalam Khaidir (2005) yang
mengatakan bahwa pelatihan merupakan upaya meningkatkan
pengetahuan, merubah perilaku dan mengembangkan keterampilan.
Peningkatan nilai keterampilan sesuai dengan pendapat Tjahjowati, dkk
dalam Lopez (2004) yang mengatakan bahwa perubahan perilaku kader
tergantung dari cara atau metode yang digunakan dalam menyampaikan
pesan atau program.
101
Perubahan skor keterampilan pada kelompok intervensi diduga
karena telah terjadinya penyerapan informasi yang diakibatkan oleh
pemberian pelatihan dengan media audiovisual. Sebagaimana yang telah
di katakan sebelumnya bahwa penyerapan informasi dengan melibatkan
banyak indera akan lebih cepat dan lebih bertahan lama. Peningkatan
skor keterampilan ini juga diduga karena pemberian praktek/simulasi
pada salah satu sesi dalam pelatihan, kader diminta untuk melakukan
langsung teknik penimbangan balita yang sudah diajarkan sesuai dengan
prosedurnya. Selain itu, kader juga diberikan sesi Trainee of Traineer
(TOT) dimana kader dimasukkan kedalam satu kelompok yang
didalamnya memiliki karakteristik yang bervariasi, seperti hasil
pengetahuan dan keterampilan yang berbeda pada tiap individunya.
Dengan adanya praktek/simulasi ini, kader akan lebih mengingat apa
yang sudah dikerjakan sendiri.
Selanjutnya, guna melihat apakah ada pengaruh variabel perancu
pada pelatihan yang dilakukan, maka dilakukan analisis lanjutan dan
pada penelitian ini, setelah dilakukan analisis multivariat untuk pengaruh
umur terhadap peningkatan tingkat keterampilan didapatkan nilai
p=0,138, yang berarti bahwa variabel umur bukanlah variabel yang dapat
mempengaruhi peningkatan tingkat keterampilan kader setelah diberikan
pelatihan. Hasil uji statistik yang dilakukan oleh Munfarida (2012) antara
umur dengan keterampilan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
yang bermakna antara umur dengan keterampilan kader, tetapi semakin
102
tua umur kader posyandu maka semakin baik tingkat keterampilan kader
posyandu (Munfarida, 2012). Hal ini dapat menjelaskan bahwa saat
semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan
lebih matang dalam berfikir dan bekerja tetapi ada faktor fisik yang dapat
menghambat proses belajar pada orang dewasa sehingga membat
penurunan pada suatu waktu dalam kekuatan berfikir dan bekerja.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan yang dilakukan oleh
Fieraningtyas (2009) dan Handayani (2011), Menurut Fieraningtyas
(2009), kelompok kader yang berusia lebih muda, memiliki keterampilan
yang lebih baik dibandingkan dengan kelompok kader yang lebih tua.
Sama halnya dengan hasil uji statistik pada penelitian yang dilakukan
oleh Pratiwi (2012) yang tidak tidak sejalan dengan Munfarida (2012).
Dari hasil analisisnya dapat diartikan bahwa umur mempengaruhi
keterampilan kader setelah diberikan intervensi.
Sedangkan untuk pengaruh tingkat pendidikan terhadap tingkat
keterampilan pada penelitian ini didapatkan nilai p=0,206 yang berarti
bahwa variabel tingkat pendidikan tidak mempengaruhi proses
peningkatan keterampilan setelah diberikan intervensi. Hal ini serupa
dengan penelitian yang dilakukan oleh Sulistyanto (2005) yang
mengatakan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi pengetahuan
setelah dilakukan intervensi dengan media audiovisual. Namun berbeda
dengan yang dikatakan oleh Pratiwi (2012) hasil analisis statistik yang
dilakukan menunjukkan bahwa tingkat pendidikan dapat mempengaruhi
103
keterampilan kader setelah diberikan intervensi. Hal ini juga bisa
dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan kader posyandu
maka semakin baik tingkat keterampilan kader posyandu demikian juga
sebaliknya (Munfarida, 2012)
Sedangkan untuk pengaruh lama jadi kader terhadap tingkat
keterampilan pada penelitian ini didapatkan nilai p=0,794 yang berarti
bahwa variabel tingkat pendidikan tidak mempengaruhi proses
peningkatan keterampilan kader setelah diberikan intervensi. Hal ini
sejalan dengan yang dilakukan oleh Pratiwi (2012) yang mengatakan
bahwa lama pengabdian tidak mempengaruhi tingkat keterampilan kader
setelah diberikan intervensi. Berbeda dengan hasil analisis Pratiwi (2012)
yang menunjukkan bahwa lama pengabdian mempengaruhi keterampilan
kader setelah diberikan intervensi.
Akan tetapi, menurut Lawrence Green dalam Notoatmodjo (2007)
semakin lama menjadi kader posyandu diharapkan akan semakin banyak
pengalaman dan pengetahuannya sehingga akan dapat melayani
masyarakat yang datang ke pelayanan posyandu dengan baik dan
bermutu. Dari sisi lain dengan masa kerja yang lama otomatis umur
kader posyandu juga semakin menjadi tua. Pada usia tua terjadi proses
degeneratif yang berdampak pada kemampuan pemanfaatan sarana di
posyandu juga menurun.
Hal ini sebenarnya dapat menyimpulkan bahwa semakin lama
responden menjadi kader posyandu maka akan semakin baik pula
104
pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya, namun kembali lagi
kepada keadaan dilapangan yang dapat mengatakan bahwa semakin lama
responden menjadi kader, maka akan semakin bertambah juga umur yang
sedang ditempuh oleh kader pada saat itu. Hal tersebut memungkinkan
kader dengan lama pengabdian yang cukup lama memiliki tingkat
pengetahuan dan juga keterampilan yang rendah karena faktor fisiologis
yang dialaminya.
105
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian yang dilakukan oleh
peneliti mengenai efek pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan dan
keterampilan kader dalam kegiatan penimbangan balita di Kelurahan
Rengas Kota Tangernag Selatan pada Tahun 2017, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Gambaran pengetahuan dan keterampilan responden sebelum dan
sesudah diberikan pelatihan:
a. Pengetahuan Kelompok Intervensi: Rata-rata skor pengetahuan
responden sebelum diberikan intervensi pelatihan dengan media
audiovisual pada kelompok intervensi adalah sebesar 24,23 dan
setelah dilakukan intervensi berupa pelatihan dengan
menggunakan media audiovisual, hasil skor pengetahuan pada
kelompok intervensi meningkat menjadi 28,95.
b. Pengetahuan Kelompok Kontrol: Rata-rata skor pengetahuan
responden pada kelompok kontrol yakni sebesar 24,32 setelah
dilakukan posttest rata-rata skor pengetahuan kelompok kontrol
sebesar 24,86.
c. Keterampilan Kelompok Intervensi: Dalam proses penilaian
keterampilan sebelum diberikan pelatihan, responden yang
106
mendapatkan pelatihan memiliki rata-rata skor keterampilan
26,68. Setelah diberikan pelatihan, responden yang
mendapatkan pelatihan memiliki rata-rata skor keterampilan
46,82.
d. Keterampilan Kelompok Kontrol: Rata-rata kelompok yang
tidak medapatkan pelatihan (kontrol) memiliki rata-rata skor
keterampilan sebesar 28,32 dan setelah dilakukan pemantauan
akhir didapatkan rata-rata skor keterampilan sebesar 29,27.
2. Efek pelatihan kader posyandu terhadap peningkatan pengetahuan
dan keterampilan kader:
a. Setelah dilakukan pelatihan, terdapat perubahan pada skor akhir
yang diperoleh responden, dari hasil uji statistik diperoleh P=
0,000 pada kelompok intervensi dan P= 0,090 pada kelompok
kontrol yang berarti bahwa pada alpha 5% dapat dikatakan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata skor
pengetahuan responden sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi pada kelompok intervensi, sedangkan pada kelompok
kontrol tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada rata-rata
skor pengetahuan responden sebelum dan sesudah dilakukan
intervensi. Hal ini juga dapat menyatakan bahwa pelatihan
mampu memberikan efek terhadap peningkatan pengetahuan
kader.
107
b. Sama halnya dengan pengetahuan, setelah dilakukan pelatihan,
terdapat perubahan pada skor akhir yang diperoleh responden,
dari hasil uji statistik diperoleh P= 0,000 pada kelompok
intervensi dan P= 0,125 pada kelompok kontrol yang berarti
bahwa pada alpha 5% dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan
yang signifikan pada rata-rata skor keterampilan responden
sebelum dan sesudah dilakukan intervensi pada kelompok
intervensi dan tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
rata-rata skor keterampilan responden sebelum dan sesudah
dilakukan intervensi pada kelompok kontrol. Hal ini juga dapat
menyatakan bahwa pelatihan mampu memberikan efek terhadap
peningkatan keterampilan kader.
3. Dari hasil analisis multivariat, diketahui bahwa ketiga variabel
perancu memiliki nilai P value >0,05, umur (p=0,354 dan p=0,138)
lalu kemudian tingkat pendidikan (p=0,148 dan p=0,206) dan lama
jadi kader (p=0,076 dan p=0,794). Hal ini dapat mengartikan bahwa
ketiga variabel tersebut tidak mempengaruhi proses peningkatan
pengetahuan dan keterampilan setelah dilakukan intervensi.
7.2. Saran
A. Bagi tim Puskesmas khususnya petugas gizi, Pembina PKK, LSM dan
institusi pembina Posyandu lainnya diharapkan dapat mengadopsi
media audiovisual pada metode pelatihan yang akan dilakukan
108
selanjutnya secara bertahap, guna meningkatkan kapasitas kader
posyandu.
B. Bagi tim Puskesmas agar dapat melakukan refreshing secara rutin
guna mempertahankan kemampuan dan keterampilan kader
posyandu dalam proses penimbangan dan pengukuran status gizi
balita.
C. Bagi peneliti lain agar dapat melanjutkan penelitian ini dengan metode
dan media yang paling terbaru dan diberikan retensi waktu untuk
mengukur pengetahuan dan keterampilan setelah diberikan pelatihan.
Diharapkan juga untuk penelitian selanjutnya agar dapat melakukan
evaluasi agar bisa melihat efektivitas dari metode pelatihan yang
digunakan.
109
DAFTAR PUSTAKA
Angkowo, R.. A. Kosasih. 2007. Optimalisasi Media Pembelajaran, Jakarta: PT.
Grasindo. Hlm. 14
Aqmala, Diana. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas
Pelatihan Penjualan dan Kompetensi Relasional Untuk Meningkatkan
Kinerja Tenaga Penjualan. Program Studi Magister Manajemen
Universitas Diponegoro Semarang. Tesis
Arfida BR. 2003. Ekonomi sumber daya manusia. Ghalia Indonesia:Jakarta (b)
Asih, Dwi Ananing Tyas. 2006. Pengaruh Pengalaman terhadap Peningkatan
Keahlian Auditor dalam Bidang Auditing. Falkultas Ekonomi Universitas
Islam Indonesia. Yogyakarta. Skripsi.
Aziz, 2007. Riset Keperawatan dan Teknik Penulisan Ilmiah. Jakarta: Salemba
Medika
Bloom, B. S., Engelhart, M. D., Furst, E. J., Hill, W. H., &Krathwohl, D. R.
(1956). Taxonomy ofEducational Objectives: The Classification of
Educational Goals. Handbook 1 Cognitive Domain. New York: David
McKay.
Chumea, Cameron., Onyango, Adelheid., dkk. 2012. Anthropometry Handbook
The International Fetal and Newborn Growth Consortium; Intergrowth
21st. England. Oxford University.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Kurikulum dan Modul Pelatihan Bidan.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
110
Departemen Kesehatan RI. 2000. Buku Panduan Pelatihan Kader Posyandu.
Jakarta: Dirjen Kesehatan Masyarakat. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Djamarah, Syaiful Bahri., Aswan, Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta:
PT. Rineka Cipta. Hlm. 120
Dodo. D. 2009. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Keaktifan Kader
Dalam Pelaksanaan Kegiatan Posyandu di Kelurahan. Jurnal Pangan,
Gizi dan Kesehatan. Tahun 1, Vol 1, No 1 April 2009
Evita, Dewanti. 2013. Pengaruh Pelatihan Terhadap Pengetahuan, Keterampilan,
Kepatuhan Kader Posyandu Dalam Menerapkan Standar Pemantauan
Pertumbuhan Balita Di Kota Bitung, Sulawesi Utara. Jurnal Gizi dan Diet
Etik Vol 1 No. 1 Tahun 2013: 15:21
Fauziah, 2012. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Nutrisi Prakonsepsi
Terhadap Tingkat Pengetahuan, Sikap Dan Praktik Konsumsi Makanan
Sehat Wanita Pranikah. Tesis. Universitas Indonesia
Fieraningtyas, Rahayuarti. 2009. Pengaruh Pelatihan Engenai Pengisian KMS
Untuk Memamtau Pertumbuhan Balita Terhadap Perubahan Pengetahuan
Dan Keterampilan Kader Posyandu Di Kelurahan Rangkapan Jaya Baru
Kecamatan Pancoran Mas Kota Depok Tahun 2009. Skripsi. Universitas
Indonesia
Handayani, Novita. 2011. Pengetahuan dan Sikap Kader dalam Implementasi
Kelurahan Siaga Di Wilayah Kerja Puskesmas Kedaton Kota Bandar
Lampung Tahun 2011. Skrpisi. Universitas Indonesia
111
Haslinda, A. and Mahyuddin, M.Y. (2009). “The Effectiveness of Training in the
Public Service”, American Journal of Scientific Research, 6 (2009), pp.
39-51.
Hastono, S. P. 2007. Analisis Data Kesehatan. Fakultas Kesehetan Masyarakat
Universitas Indonesia
Heru S., Adi. 1995. World Health Organization; Kader Kesehatan Masyarakat
Ed. 2. Jakarta: EGC
Hida Fitri M., Mardiana. 2011. Pelatihan Terhadap Keterampilan Kader
Posyandu. Jurnal Kesehatan Masyarakat No. 7 Vol. 1 Hal. 22-27
Hilal, N., 1998. Penggunaan Media Video Pada Metode Ceramah-Tanya Jawab
Sebagai Upaya Ntuk Meningkatkan Pemilikkan Dan Penggunaan Jamban
Keluarga Di Daerah Binaan Akademi Kesehatan Lingkungan Purwokerto.
Tesis Tidak Di Publikasikan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta
Hungu. 2007. Demografi Kesehatan Indonesia. Jakarta: Grasindo
Isnani. 2011. Efektifitas Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengetahuan Pekerja
Tentang Keselamatan Dan Kesehatan Kerja. Tesis. Universitas Indonesia
Iswarawanti Dwi., Nastiti. 2010. Kader Posyandu: Peran dan Tantangan
Pemberdayaannya Dalam Usaha Peningkatan Gizi Anak di Indonesia.
Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan Vo. 13 No. 04 Hal. 169-173
Kementerian Kesehatan RI. 2007. Pedoman Pengukuran dan Pemeriksaan Tahun
2007. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
112
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Pedoman Pemantauan Status
Gizi (PSG) dan Keluarga Sadar Gizi (KADARZI). Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 2011. Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu Tahun
2011. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan RI. 2012. Kurikulum dan Modul Pelatihan Kader
Posyandu Tahun 2012. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Khaidir. 2005. Pengaruh Pelatihan Berdasarkan Kompetensi Terhadap
Pengetahuan Dan Keterampilan Kader Gizi Dalam Pengelolaan Kegiatan
Posyandu Di Kecamatan Pondok Kelapa Kabupaten Bengkulu Utara.
Program Studi Magister Fakultas Kesehatan Masyarakat. UGM. Tesis
tidak dipublikasikan.
Krathwohl, D. R. (2002). A revision of Bloom’s taxonomy: An overview. Theory
into Practice, 41(4), 212-218.
Moses., Melmambessy. 2011. Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan Penjenjangan
Terhadap Prestasi Kerja Pegawai Pada Dinas Koperasi UKM Kota
Jayapura. Jurnal Analisis Manajemen Vol. V No. 2 Desember 2011. ISSN
: 14411-1799
Mubarak, W.I., dkk. 2007. Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses Belajar
Mengajar dalam Pendidikan, Graha Ilmu, Yogyakarta
Mubarak, W.I., et al. 2010, Promosi Kesehatan: Sebuah Pengantar Proses
Belajar Mengajar dalam Pendidikan, Graha Ilmu, Yogyakarta
113
Munfarida, Siti. Adi, Anis Catur. 2012. Faktor Yang Berhubungan Dengan
Tingkat Pengetahuan Dan Keterampilan Kader Posyandu. Media Gizi
Indonesia Vol. 2 No. 9 Tahun 2012. Hal. 1458-1466
National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES). 2007.
Anthropometry Procedures Manual
Normadewi., Berliana. 2012. Analisis Pengaruh Jenis Kelamin Dan Tingkat
Pendidikan Terhadap Persepsi Etis Mahasiswa Akuntansi Dengan Love
Money Sebagai Variabel Intervening. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Diponegoro. Skripsi
Notoatmodjo, S. 2005. Promosi Kesehatan Teori dan Aplikasi, Rineka Cipta,
Jakarta
Notoatmodjo., S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta
Notoatmodjo., S. 2007. Promosi Kesehatan & Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta
Nursalam, 2008. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Nursalam, 2009. Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Pennysilvania Departemen of Health; Division of Woman, Infant and Children
(WIC). 2010. Antrophometry Training Manual
Pertiwi, Kirana Dewi., dkk. 2013. Keefektifan Pembelajaran Problem Based
Learning Untuk Meningkatkan Pengetahuan Mahasiswa Pada Mata Ajar
Asuhan Kebidanan IV Dengan Topik Pre-eklampsia dan Eklampsia di
114
Politeknik Kesehatan Surakarta. Jurnal Penelitian Kesehatan Suara
Forikes Vo. IV No. 2. April 2013 ISSN: 2089-3098
Pratiwi, Nita. 2012. Pengaruh pelatihan gizi seimbang terhadap peningkatan
pengetahuan dan keterampilan kader posyandu lansia di kecamatan
grogol petamburan jakarta barat tahun 2011. Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia. Skripsi
Pribadi, Benny A. 2014. Desain dan pengembangan program pelatihan berbasis
kompetensi: Implementasi model ADDIE Ed. Pertama. Jakarta. Prenada
Media Grup.
Pujangkoro, Sugih Arto. 2004. Analisis Jabatan (Job Analysis). Jurnal Jurusan
Teknik Industri Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
Purnawanto., 2008. Budi. Menejemen SDM Berbasis Proses: Pola Pikir Baru
Mengelola SDM pada Era Knowledge Economy. Jakarta: Grasindo
Purniawan, Agitya Eka. 2016. Efektifitas Media Poster Dan Audio Visual (Video)
Terhadap Pengetahuan Ibu Tentang Tb Paru (Studi Di Desa Winong
Kecamatan Pati Kabupaten Pati). Universitas Muhammadiyah
Semarang. Skripsi.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kesehatan, 2002. Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Jabatan Fungsional Widyaiswara, Pusdiklat, Jakarta. Ng
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Penanggulangan Bencana Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB).
http://pusdiklat.bnpb.go.id/home/?page_id=269 Diakses 4 Desember 2014
Pukul 03:15
115
Quesada, C., Pilar P.H. and Berta, E. (2011). “Evaluating the Efficiency of
Leadership Training Programmes in Spain”, Procedia - Social and B
ehavioral Sciences, 30 (2011), pp. 2194-2198
Rivai, Veithzal. 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan dari
Teori ke Praktik. Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada
Roberts. Albert R., Greene. Gilbert J. 2009. Buku Pintar Pekerja Sosial Jilid 2.
Jakarta: Gunung Mulia
Rufiat, AM., Bambang Budi Raharjo. Fitri Indrawati. 2011. Pengaruh metode
permainan Find Your Mate Terhadap Pengetahuan Kader Posyandu.
Jurnal Kesehatan Masyarakat No. 6 Vol. 2. Hal 113-119
Sadiman, Arief S., dkk. 2006. Media Pendidikan Pengertian, Pengembangan Dan
Pemanfaatannya. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Hlm. 6
Safrudin, Hamidah. 2009. Kebidanan Komunitas. Jakarta: EGC
Saputra, Nazarwin. 2011. Perbedaan Pengaruh Pendidikan kesehatan HIV AIDS
dengan metode curah pendapat dan ceramah menggunakan media audio
visual terhadap pengetahuan siswa SMAN 4 Tangerang Selatan. Program
Studi Ilmu Keperawatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi
Sedarmayanti, 2007, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja. Bandung:
Mandar Maju.
Simamora, Roymond. 2009. Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta:
EGC
Sriyono, 2001. Pendidikan Kesehatan melalui Metode Diskusi Kelompok dan
Ceramah Menggunakan Media Audiovisual untuk Meningkatkan
116
Pengetahuan, Sikap dan Keterampilan Kader Posyandu dalam Menemukan
Tersangka Tuberculosis Paru. Program Pascasarjana UGM, Yogyakarta.
Tesis.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito hal. 245
Sudijono A. 1998. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
Suiraoka, I Putu., Supariasa, I Dewa Nyoman. 2012. Media Pendidikan
Kesehatan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Sukardi, 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya.
Jakarta: Bumi Aksara
Sukiarko., Edy. 2007. Pengaruh Pelatihan Dengan Metode Belajar Berdasarkan
Masalah Terhadap Pengetahuan Dan Keterampilan Kader Gizi Dalam
Kegiatan Posyandu. Magister Gizi Masyarakat Pascasarjana Universitas
Diponegoro. Tesis
Sulistyanto, A. 2005. Pengaruh Pelatihan kader dengan media audio-visual
terhadap pengetahuan, sikap, serta perilaku kader posyandu di kecamatan
Sintang propinsi Kalimantan Barat. Tesis Tidak Dipublikasikan. UGM
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk keperawatan. Hal. 25-26. Jakarta: EGC
Susanto, Erman. 2010. Media Audiovisual Akuatik untuk Meningkatkan Kualitas
Pembelajaran. Jurnal Paedagogia Jilid 13, No. 1, Februari 2010. FKIP
UNS
117
Susilana, Rudi., Riyana, Cepi. 2009. Media Pembelajaran Hakikat,
Pengembangan, Pemanfaatan dan penilaian. Bandung: CV. Wacana
Prima
Syafei, Abdullah. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Partisipasi
Kader Dalam Kegiatan Gizi Di Posyandu Di Kelurahan Rengan,
Kecamatan Ciputat Timur, Kota Tangerang Selaran Tahun 2010. Program
Studi Gizi Masyarakat Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi
Tjetjep Syarif Hidayat dan Abas Basuni Jahari. 2011. Perilaku Pemanfaatan
Posyandu Hubungannya Dengan Status Gizi Dan Morbiditas Balita. Pusat
Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik Departemen
Kesehatan RI. Buletin Penelitian Kesehatan, Vol. 40, No. 1, Maret, 2012:
1 – 10
Tommy, Suprapto. 2009. Pengantar Teori & Menejemen Komunikasi.
Yogyakarta: Media Pressindo
Trisnawati, A. G. dan F. B. Rahayuningsih. 2008. Pelatihan Peningkatan
Kemampuan Kader Kesehatan Dalam Penanganan Tuberkulosis (TBC) di
Wilayah Kerja Puskesmas Gemolong II Dragen. Warta 11: (20): 150-158.
Wagonhurst, Carole, 2002, “Developing Effective Training Programs”, The
Journal of Research Administration, Volume XXXIII, Number II
Wahit Iqbal, Bambang Adi, Khoirul, Siti Patonah. 2006. Ilmu Keperawatan
Komunitas 2. Jakarta : CV. Sagung Seto
118
Wahyutomo., Ahmad Hernowo. 2010. Hubungan Karakteristik dan Peran Kader
Posyandu Dengan Pemantauan Tumbuh Kembang Balita di Puskesmas
Kalitidu – Bojonegoro. Program Studi Kedokteran Keluarga Universitas
Sebelas Maret Semarang. Tesis
Wexley, K. N., Latham, G. P. 2002. Developing and training human resources in
organizations. 3rd
Edition. Upper Saddle River, New Jersey: Prentice Hall
Yuniarti. Susanti., Nur. 2011. Analisis Problem Structuring Secara Bertingkat
Program Revitalisasi Posyandu Di Kecamatan Wonokerto Kabupaten
Pekalongan. Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Pekalongan. Artikel
Penelitian
http://journal.unikal.ac.id/index.php/lppm/article/viewFile/110/47
Zaciewski, R.D. (2001). “Measuring Training’s Effectiveness”, Quality Progress,
34(6), pp. 36-42
119
LAMPIRAN
i
LAMPIRAN I
MODUL PELATIHAN KADER POSYANDU
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
ix
x
vi
LAMPIRAN II
ANGKET PENILAIAN MEDIA
ANGKET PENILAIAN MEDIA
EFEK PELATIHAN KADER POSYANDU TERHADAP PENINGKATAN
PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN DALAM KEGIATAN PEMANTAUAN
STATUS GIZI BALITA DIWILAYAH KERJA UPT PUSKESMAS RENGAS TAHUN
2017
INFORMED CONSENT
Assalamualaikum Wr. Wb
Saya Harum Aulia Rahmawati, mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat
Peminatan Gizi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat ini saya
sedang melakukan penilaian media pembelajaran yang akan digunakan dalam tugas akhir
(Skripsi). Saya mengajukan pertanyaan yang tidak akan mempengaruhi norma atau nilai atas
kinerja anda. Atas perhatian dan kerjasama saudara saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum. Wr. Wb
vii
Angket penilaian Media “Modul Pelatihan”
Nama :
No. HP :
Status Kerja :
Email :
Isilah kolom keterangan dengan tanda silang (X) pada kolom YA atau TIDAK sesuai
dengan pengetahuan yang pernah anda ketahui sebelumnya.
*jika mengisi kolom TIDAK, harap mengisi kolom SARAN
No Pertanyaan Keterangan
Saran Ya Tidak
1 Apakah anda mengerti
informasi yang ada di dalam
media?
2 Apakah informasi yang ada
didalam media memberikan
pengetahuan bagi anda?
3 Apakah pertanyaan yang
dituliskan dalam media
memberikan
kesinambungan dengan
informasi?
4 Apakah ada kata-kata yang
sulit dipahami?
5 Apakah bahasa yang
digunakan didalam media
cukup jelas?
6 Apakah anda mengalami
kesulitan dalam membaca
informasi di media?
7 Apakah hurufnya membuat
anda nyaman?
8 Apakah gambar pada media
mudah terlihat?
9 Apakah gambar yang
ditampilkan terlalu banyak?
10 Apakah warna-warni dalam
media menarik bagi anda?
11 Apakah penempatan teks
dan gambar sudah sesuai?
12 Apakah pertanyaan setelah
uraian media membantu
anda mengingat?
viii
LAMPIRAN III
KUESIONER PENELITIAN
EFEK PELATIHAN KADER POSYANDU TERHADAP PENINGKATAN
PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN DALAM KEGIATAN PEMANTAUAN
STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RENGAS KOTA
TANGERANG SELATAN TAHUN 2017
Peneliti : Harum Aulia Rahmawati, Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jurusan Kesehatan Masyarakat Peminatan Gizi Masyarakat
PENJELASAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat efek pelatihan kader Posyandu terhadap
peningkatan pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan pemantauan status gizi balita di
wilayah kerja Puskesmas Rengas Kota Tangerang Selatan pada tahun 2017. Bentuk kegiatan
yang akan dilaksanakan adalah wawancara dengan menggunakan kuesioner untuk
mengetahui data karakteristik individu (umur, tingkat pendidikan, lama kerja) dan
pengetahuan serta keterampilan kader dalam pemantauan status gizi balita. Apabila saudari
bersedia menjadi responden, isi dan hasil jawaban akan kami rahasiakan.
FORMULIR PERSETUJUAN
Setelah mendengar dan membaca penjelasan tersebut diatas, maka saya yang bertanda tangan
dibawah in:
Nama :
Alamat :
Menyatakan “SETUJU” untuk menjadi responden pada penelitian ini:
Peneliti
(Harum Aulia Rahmawati)
Tangerang Selatan, 2017
Responden
( )
Mengetahui,
Kepala UPT Puskesmas Rengas
(Hj. Sri Badriyani, S.ST)
ix
KUESIONER PENELITIAN
EFEK PELATIHAN KADER POSYANDU TERHADAP PENINGKATAN
PENGETAHUAN DAN KETERAMPILAN DALAM KEGIATAN PEMANTAUAN
STATUS GIZI BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RENGAS KOTA
TANGERANG SELATAN TAHUN 2017
Nama Lengkap
Alamat
No. Tlp/HP
RT/RW
Asal Posyandu
Tanggal :
:
:
:
:
:
:
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
…../…..
………………………………………………………………………
……./……./2017
Nomor Responden: Kategori Responden:
No
VARIABEL PERNYATAAN CODING
(diisi oleh
Peneliti) A KARAKTERISTIK RESPONDEN
1. Umur
2. Pendidikan Terakhir
3. Status Pekerjaan
4. Lama pengabdian/Lama jadi kader
:
:
:
:
……….. Tahun (Atau Tahun Lahir)
1. SD 3. SLTA/SMA
2. SMP 4. Akademi/PT
1. Bekerja 2. Tidak Bekerja
............ Tahun
[ ]
[ ]
[ ]
[ ]
x
B PENGETAHUAN Benar Salah Skor
(diisi oleh
peneliti)
1. Buku KIA Merupakan program
secara internasional yang berisi
catatan dan informasi tentang
kesehatan ibu dan anak
2. Tumbuh kembang adalah
bertambahnya berat dan
kemampuan anak
3. Status gizi dihasilkan dari
pengukuran tinggi badan saja
4. Buku KIA merupakan program
secara nasional berbeda dengan
KMS.
5. Ukuran berat badan adalah
gram
6. Gangguan pertumbuhan
ditandai dengan tidak naiknya
berat badan
7. Gangguan perkembangan
ditandai dengan tubuh anak
yang terlihat kecil.
8. Dari buku KIA dapat
mendeteksi secara dini adanya
gangguan/masalah kesehatan
ibu dan anak
9. Pada kegiatan Posyandu buku
KIA digunakan untuk
memantau tumbuh kembang
balita
10. Setiap balita mempunyai 1
buku KIA
xi
11. Pada anak kembar, maka ibu
akan tetap mendapatkan satu
buku KIA
12. Pada kegiatan Posyandu buku
KIA digunakan untuk
memantau status gizi dan
tumbuh kembang balita
13. Kader bisa memantau
kesehatan ibu sejak hamil,
bersalin dan nifas sampai anak
berumur lima tahun.
14. Buku KIA bermanfaat sebagai
KIE (Komunikasi, Informasi
dan edukasi) antara ibu,
keluarga, kader dan tenaga
kesehatan.
15. Kader tidak dapat memantau
status gizi dan tumbuh
kembang balita.
16. Sasaran harus membawa buku
KIA setiap datang ke posyandu
17. Pemantauan tumbuh kembang
sampai anak berusia 1 tahun
18. Kader posyandu harus
memahami hasil penimbangan
dan pemantauan tumbuh
kembang setiap selesai
pelayanan posyandu
19. Kader harus mengajak ibu
melaksanakan pesan-pesan
yang ada di dalam buku KIA
20. Yang perlu dicatat setelah
melakukan penimbangan
xii
adalah: identitas keluarga,
identitas anak
21. Setiap selesai penimbangan
buku KIA diserahkan dan
disimpan oleh kader.
22. Bandul geser berada pada
angka SATU dan posisi paku
tegak lurus.
23. Masukkan balita ke dalam
sarung timbang dengan
pakaian seminimal mungkin
dan geser bandul sampai paku
tegak lurus
24. Lepaskan Jaket, Sepatu dan
penutup kepala sebelum anak
ditimbang.
25. Memperhatikan posisi kaki
responden tepat di samping alat
timbang, sikap santai
(BERGERAK-GERAK) dan
kepala menunduk (memandang
kebawah).
26. Letakan alat timbang pada
lantai yang datar, rata dan kuat.
27. Beri Selimut tebal atau karpet
sebagai alas.
28. Catat berat badan bayi dalam
ukuran cm
29. Letakan pengukur panjang
badan pada kasur yang lembut
dan halus
30. Letakkan alat ukur dengan
posisi panel kepala di sebelah
kiri dan panel penggeser di
sebelah kanan pengukur. Panel
kepala adalah bagian yang
tidak bisa digeser.
31. Pastikan alat geser/microtoise
berada diposisi atas.
32. Posisi kepala dan bahu bagian
belakang, lengan, pantat dan
xiii
tumit tidak harus menempel
pada dinding tempat microtoise
di pasang.
33. Letakkan pita lingkar kepala di
bagian kepala bayi.
34. Asisten pengukur mengajak
bayi bercanda agar tenang
35. Setelah pita diposisikan dengan
benar, tarik ketat untuk
menekan rambut dan kulit.
-Selamat Mengerjakan dan Terimakasih Atas Partisipasinya-
xiv
LAMPIRAN IV
FORM PEMANTAUAN
KETERAMPILAN KADER DALAM KEGIATAN PEMANTAUAN STATUS GIZI
BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RENGAS KOTA TANGERANG
SELATAN TAHUN 2017
Nama Lengkap
Alamat
RT/RW
Posyandu
Tanggal :
:
:
:
:
:
………………………………………………………………………
………………………………………………………………………
…../…..
………………………………………………………………………
……./……./2017
C. Mengukur Berat Badan Menggunakan Dacin Dilakukan Tdk
Dilakukan
1. Gantung dacin pada tempat yang kokoh seperti
penyangga kaki tiga (tripod) atau pelana
rumah/kosen pintu/dahan pohon yang kuat.
2. Atur posisi batang dacin sejajar dengan mata
penimbang.
3. Pastikan bandul geser berada pada angka NOL dan
posisi paku tegak lurus
4. Pasang sarung/celana/kotak timbang yang kosong
pada dacin
5. Seimbangkan dacin dengan memberi kantung plastik
berisikan pasir/batu/beras yang diletakkan di ujung
batang dacin, sampai kedua jarum tegak lurus
6. Masukkan balita ke dalam sarung timbang dengan
pakaian seminimal mungkin dan geser bandul sampai
paku tegak lurus
7. Baca berat badan balita dengan melihat angka di
ujung bandul geser.
8. Catat hasil penimbangan dengan benar di kertas/buku
bantu dalam kg dan ons
9. Kembalikan bandul ke angka nol dan keluarkan
balita dari sarung/celana/kotak timbang
xv
D. Mengukur Berat Badan Menggunakan Timbangan
Injak
Dilakukan Tdk
Dilakukan
1. Letakan alat timbang pada lantai yang datar
2. Aktifkan timbangan dengan cara menekan
timbangan. Mula-mula akan muncul angka 8,88 dan
tunggu sampai muncul angkan 0,00 berarti
timbangan sudah siap digunakan
3. Lepaskan Jaket, Sepatu dan penutup kepala
sebelum anak ditimbang
4. Anak diminta naik ke alat timbang dengan posisi
kaki tepat di tengah alat timbang tetapi tidak
menutupi jendela baca
5. Perhatikan posisi kaki responden tepat di tengah
alat timbang, sikap tenang (JANGAN
BERGERAK-GERAK) dan kepala tidak
menunduk (memandang lurus kedepan).
6. Angka di kaca jendela alat timbang akan muncul
dan tunggu sampai angka tidak berubah (STATIS)
7. Catat angka hasil penimbangan.
xvi
E. Mengukur Berat Badan menggunakan Timbangan
Bayi
Dilakukan Tdk
Dilakukan
1. Mempersiapkan alat (letakkan timbangan pada alas
yg rata dan kuat, beri selimut tipis, pastikan jarum
ada pada angka nol)
2. Lepaskan alas kaki, baju dan topi bayi (bayi
sebaiknya ditimbang tanpa pakaian)
3. Pengukur berdiri di depan skala timbangan
4. Letakkan bayi di timbangan dan tunggu sampai
jarum timbangan tidak bergerak-gerak lagi.
5. Hitung ukuran bb bayi sampai 0,1 kg terdekat
6. Mencatat berat badan sampai dengan 0,1 kg
terdekat
xvii
F. Mengukur Panjang Bayi Dilakukan Tdk
Dilakukan
1. Mempersiapkan alat infantometer (bagian kepala
yg tidak bisa digerakkan, bagian kaki yang bisa
digerakkan), letakkan dibagian yang rata, beri
alas selimut
2. Lepaskan tutup kepala, kaus kaki bayi
3. Pengukur 1 berdiri di daerah skala pengukur
4. Pengukur 2 berdiri di daerah kepala
5. Letakkan bayi pada bagian kepala (headboard),
pastikan kepala lurus sejajar dengan infatometer
6. Luruskan tubuh hingga sejajar dengan
infantometer
7. Luruskan tungkai bayi dengan cara
menahan/menekan lutut bayi kebawah dengan
lembut
8. Tarik footboard untuk mengukur panjang badan
bayi hingga menempel pada kaki bayi (posisi jari
menghadap keatas)
9. Baca ukuran panjang badan anak sampai 0,1 cm
terdekat
10. Bisa dilakukan dengan satu kaki atau dua kaki
bayi
11. Usahakan ibu berdiri ditempat yang bisa dilihat
oleh anak agar anak lebih tenang
xviii
G. Mengukur Tinggi Badan Anak menggunakan
microtoise
Dilakukan Tdk
Dilakukan
1. Persiapkan alat (mikrotoise di gantung 2 m dr
bawah lantai)
2. Lepaskan tutup kepala (topi/hiasan rambut), sepatu
dan kaos kaki
3. Anak berdiri tegak dengan kaki agak sedikit
terbuka
4. Belakang kepala, punggung, pantat, betis dan tumit
harus menempel pada dinding
5. Hadapkan kepala anak lurus
6. Petugas 1 menggerakkan mikrotoise ke bawah
hingga menyentuh kepala bagian atas anak
7. Petugas 2 mempertahankan posisi anak
8. Dorong pelan perut anak agar anak berdiri tegak
9. Bila anak lebih besar mintalah untuk
mengempiskan perut atau tarik napas dalam
10. Baca hasil pengukuran hingga 0,1 cm terdekat
xix
H. Mengukur Lingkar Kepala Bayi Dilakukan Tdk
Dilakukan
1. Lepaskan penutup kepala, topi atau hiasan rambut
karena dapat mengganggu proses pengukuran dan
hasil ukur
2. Letakkan bayi dekat dengan asisten pengukur atau
ibu bayi
3. Pengukur berdiri di sisi ibu atau asisten pengukur
yang memegang bayi
4. Letakkan pita lingkar kepala di bagian kepala bayi.
Posisikan pita pada bagian tengkorak kepala bagian
depan, sedikit berada diatas alis, tegak lurus dan
sejajar dengan wajah, posisikan pita diatas telinga,
dan pada bagian belakang diletakkan di bagian
oksipital yang paling menonjol
5. Asisten pengukur membantu dengan memposisikan
pita dengan benar di sisi lain kepala
6. Setelah pita diposisikan dengan benar, tarik ketat
untuk menekan rambut dan kulit. Hati-hati, jangan
menarik pita terlalu ketat dan menyebabkan cedera
pada bayi terutama pada bayi yang baru lahir.
Jauhkan sedikit tangan dan jari untuk mempermudah
pengukur membaca hasil
7. Baca hasil pengukuran 1mm terdekat dan lepaskan
pita dari kepala bayi
8. Catat hasil pengukuran pada tempat yang telah
disediakan
xx
LAMPIRAN V
FORM PENILAIAN PELATIH/INSTRUKTUR
PELATIHAN KADER POSYANDU
Nama Pelatih :
Jabatan :
Pemeriksa
(………………………)
No Penilaian Dilakukan Tidak Dilakukan
1 Membuka presentasi
2 Memberi salam kepada peserta
3 Menjelaskan konteks dan maksud
presentasi
4 Menjelaskan sistematika dan
struktur presentasi
5 Menjelaskan tujuan presentasi
6 Menjelaskan isi presentasi
7 Menjawab pertanyaan yang
diajukan peserta
8 Mengajukan pertanyaan untuk
memeriksa pemahaman peserta
terhadap materi yang
dipresentasikan
9 Memberi umpan balik terhadap
jawaban yang dikemukakan oleh
peserta
10 Memberi kesempatan kepada
peserta untuk bertanya
11 Menyimpulkan presentasi
12 Mengucapkan terima kasih salam
kepada peserta
xxi
LAMPIRAN VI
OUTPUT HASIL ANALISIS DATA
1. ANALISIS UNIVARIAT
A. Hasil Skor Pretest Pengetahuan Kelompok Intervensi dan Kontrol
Statistics
Hasil Pretest Responden Kelompok
Intervensi
N Valid 22
Missing 0
Mean 24,23
Std. Error of Mean ,741
Median 25,00
Std. Deviation 3,477
Minimum 18
Maximum 30
Hasil Pretest Responden Kelompok Intervensi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 18 1 4,5 4,5 4,5
19 1 4,5 4,5 9,1
20 3 13,6 13,6 22,7
21 2 9,1 9,1 31,8
23 2 9,1 9,1 40,9
25 3 13,6 13,6 54,5
26 3 13,6 13,6 68,2
27 3 13,6 13,6 81,8
28 3 13,6 13,6 95,5
30 1 4,5 4,5 100,0
Total 22 100,0 100,0
Statistics
Hasil Pretest Responden Kelompok
Kontrol
N Valid 22
Missing 0
Mean 24,32
Std. Error of Mean ,594
Median 25,00
xxii
Std. Deviation 2,784
Minimum 20
Maximum 28
Hasil Pretest Responden Kelompok Kontrol
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 20 2 9,1 9,1 9,1
21 3 13,6 13,6 22,7
22 2 9,1 9,1 31,8
23 3 13,6 13,6 45,5
25 3 13,6 13,6 59,1
26 2 9,1 9,1 68,2
27 4 18,2 18,2 86,4
28 3 13,6 13,6 100,0
Total 22 100,0 100,0
B. Hasil Skor Posttest Pengetahuan Kelompok Intervensi dan Kontrol
Statistics
Hasil Posttest Responden Kelompok
Intervensi
N Valid 22
Missing 0
Mean 28,95
Std. Error of Mean ,810
Median 30,00
Std. Deviation 3,798
Minimum 18
Maximum 33
Hasil Posttest Responden Kelompok Intervensi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 18 1 4,5 4,5 4,5
21 1 4,5 4,5 9,1
25 1 4,5 4,5 13,6
27 2 9,1 9,1 22,7
28 3 13,6 13,6 36,4
29 2 9,1 9,1 45,5
30 5 22,7 22,7 68,2
31 1 4,5 4,5 72,7
xxiii
32 2 9,1 9,1 81,8
33 4 18,2 18,2 100,0
Total 22 100,0 100,0
Statistics
Hasil Posttest Responden Kelompok
Kontrol
N Valid 22
Missing 0
Mean 24,86
Std. Error of Mean ,528
Median 25,00
Std. Deviation 2,475
Minimum 20
Maximum 28
Hasil Posttest Responden Kelompok Kontrol
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 20 1 4,5 4,5 4,5
21 2 9,1 9,1 13,6
22 2 9,1 9,1 22,7
23 2 9,1 9,1 31,8
25 5 22,7 22,7 54,5
26 3 13,6 13,6 68,2
27 4 18,2 18,2 86,4
28 3 13,6 13,6 100,0
Total 22 100,0 100,0
C. Hasil Skor Keterampilan Sebelum Perlakuan Kelompok Intervensi dan Kontrol
Statistics
Hasil Keterampilan Sebelum
Intervensi (Kelompok Intervensi)
N Valid 22
Missing 0
Mean 26,68
Std. Error of Mean ,825
Median 27,00
Std. Deviation 3,872
Minimum 20
xxiv
Maximum 32
Hasil Keterampilan Sebelum Intervensi (Kelompok Intervensi)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 20 1 4,5 4,5 4,5
22 5 22,7 22,7 27,3
23 1 4,5 4,5 31,8
25 1 4,5 4,5 36,4
26 2 9,1 9,1 45,5
27 2 9,1 9,1 54,5
28 1 4,5 4,5 59,1
29 1 4,5 4,5 63,6
30 3 13,6 13,6 77,3
31 4 18,2 18,2 95,5
32 1 4,5 4,5 100,0
Total 22 100,0 100,0
Statistics
Hasil Keterampilan Sebelum
Intervensi (Kelompok Kontrol)
N Valid 22
Missing 0
Mean 28,32
Std. Error of Mean 1,827
Median 28,50
Std. Deviation 8,571
Minimum 16
Maximum 48
Hasil Keterampilan Sebelum Intervensi (Kelompok Kontrol)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 16 2 9,1 9,1 9,1
19 1 4,5 4,5 13,6
20 2 9,1 9,1 22,7
22 2 9,1 9,1 31,8
23 1 4,5 4,5 36,4
26 1 4,5 4,5 40,9
27 2 9,1 9,1 50,0
30 2 9,1 9,1 59,1
xxv
31 4 18,2 18,2 77,3
32 1 4,5 4,5 81,8
36 1 4,5 4,5 86,4
42 1 4,5 4,5 90,9
43 1 4,5 4,5 95,5
48 1 4,5 4,5 100,0
Total 22 100,0 100,0
D. Hasil Skor Keterampilan Setelah Perlakuan Kelompok Intervensi dan Kontrol
Statistics
Hasil Keterampilan Sesudah
Intervensi (Kelompok Intervensi)
N Valid 22
Missing 0
Mean 46,82
Std. Error of Mean ,602
Median 47,00
Std. Deviation 2,822
Minimum 39
Maximum 50
Hasil Keterampilan Sesudah Intervensi (Kelompok Intervensi)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 39 1 4,5 4,5 4,5
40 1 4,5 4,5 9,1
45 2 9,1 9,1 18,2
46 4 18,2 18,2 36,4
47 4 18,2 18,2 54,5
48 4 18,2 18,2 72,7
49 3 13,6 13,6 86,4
50 3 13,6 13,6 100,0
Total 22 100,0 100,0
xxvi
Statistics
Hasil Keterampilan Sesudah
Intervensi (Kelompok Kontrol)
N Valid 22
Missing 0
Mean 29,27
Std. Error of Mean 1,861
Median 30,00
Std. Deviation 8,730
Minimum 16
Maximum 48
Hasil Keterampilan Sesudah Intervensi (Kelompok Kontrol)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 16 2 9,1 9,1 9,1
19 1 4,5 4,5 13,6
20 1 4,5 4,5 18,2
22 2 9,1 9,1 27,3
23 1 4,5 4,5 31,8
26 1 4,5 4,5 36,4
27 2 9,1 9,1 45,5
30 3 13,6 13,6 59,1
31 2 9,1 9,1 68,2
32 1 4,5 4,5 72,7
33 1 4,5 4,5 77,3
36 1 4,5 4,5 81,8
40 1 4,5 4,5 86,4
42 1 4,5 4,5 90,9
43 1 4,5 4,5 95,5
48 1 4,5 4,5 100,0
Total 22 100,0 100,0
E. Karakteristik Individu Responden
Statistics
Umur Responden
N Valid 44
Missing 0
Mean 40,14
Std. Error of Mean 1,269
xxvii
Median 38,00
Minimum 27
Maximum 65
Umur Responden
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 27 1 2,3 2,3 2,3
28 1 2,3 2,3 4,5
30 2 4,5 4,5 9,1
31 2 4,5 4,5 13,6
32 1 2,3 2,3 15,9
34 2 4,5 4,5 20,5
35 5 11,4 11,4 31,8
36 4 9,1 9,1 40,9
37 1 2,3 2,3 43,2
38 4 9,1 9,1 52,3
39 1 2,3 2,3 54,5
40 3 6,8 6,8 61,4
41 2 4,5 4,5 65,9
42 1 2,3 2,3 68,2
43 4 9,1 9,1 77,3
45 2 4,5 4,5 81,8
47 1 2,3 2,3 84,1
48 1 2,3 2,3 86,4
50 1 2,3 2,3 88,6
56 3 6,8 6,8 95,5
58 1 2,3 2,3 97,7
65 1 2,3 2,3 100,0
Total 44 100,0 100,0
Statistics
Umur Responden Kelompok
Intervensi
N Valid 22
Missing 0
Mean ,09
Std. Error of Mean ,063
Median ,00
xxviii
Minimum 0
Maximum 1
Umur Responden Kelompok Intervensi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < 50 Tahun 20 90,9 90,9 90,9
> 50 Tahun 2 9,1 9,1 100,0
Total 22 100,0 100,0
Statistics
Umur Responden Kelompok Kontrol
N Valid 22
Missing 0
Mean ,14
Std. Error of Mean ,075
Median ,00
Minimum 0
Maximum 1
Umur Responden Kelompok Kontrol
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < 50 Tahun 19 86,4 86,4 86,4
> 50 Tahun 3 13,6 13,6 100,0
Total 22 100,0 100,0
Statistics
Status Pendidikan
N Valid 44
Missing 0
Mean ,50
Std. Error of Mean ,076
Median ,50
Minimum 0
Maximum 1
Pendidikan Kategorik Baru
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <SMP 22 50,0 50,0 50,0
>SMP 22 50,0 50,0 100,0
Total 44 100,0 100,0
xxix
Statistics
Pendidikan Kelompok Intervensi
N Valid 22
Missing 0
Mean ,41
Std. Error of Mean ,107
Median ,00
Minimum 0
Maximum 1
Pendidikan Kelompok Intervensi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <SMP 13 59,1 59,1 59,1
>SMP 9 40,9 40,9 100,0
Total 22 100,0 100,0
Statistics
Pendidikan Kelompok Kontrol
N Valid 22
Missing 0
Mean ,59
Std. Error of Mean ,107
Median 1,00
Minimum 0
Maximum 1
Pendidikan Kelompok Kontrol
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid <SMP 9 40,9 40,9 40,9
>SMP 13 59,1 59,1 100,0
Total 22 100,0 100,0
Statistics
Lama Menjadi Kader
N Valid 44
Missing 0
Mean 7,02
Std. Error of Mean ,814
Median 5,00
Minimum 1
xxx
Maximum 22
Lama Menjadi Kader
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1 2 4,5 4,5 4,5
2 3 6,8 6,8 11,4
3 8 18,2 18,2 29,5
4 2 4,5 4,5 34,1
5 9 20,5 20,5 54,5
6 6 13,6 13,6 68,2
7 1 2,3 2,3 70,5
9 2 4,5 4,5 75,0
10 4 9,1 9,1 84,1
12 1 2,3 2,3 86,4
13 1 2,3 2,3 88,6
18 3 6,8 6,8 95,5
22 2 4,5 4,5 100,0
Total 44 100,0 100,0
Statistics
Lama Jadi Kader Kelompok
Intervensi
N Valid 22
Missing 0
Mean ,55
Std. Error of Mean ,109
Median 1,00
Minimum 0
Maximum 1
Lama Jadi Kader Kelompok Intervensi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < 5 Tahun 10 45,5 45,5 45,5
> 5 Tahun 12 54,5 54,5 100,0
Total 22 100,0 100,0
xxxi
Statistics
Lama Jadi Kader Kelompok Kontrol
N Valid 22
Missing 0
Mean ,77
Std. Error of Mean ,091
Median 1,00
Minimum 0
Maximum 1
Lama Jadi Kader Kelompok Kontrol
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid < 5 Tahun 5 22,7 22,7 22,7
> 5 Tahun 17 77,3 77,3 100,0
Total 22 100,0 100,0
2. ANALISIS BIVARIAT
A. Hasil Pengetahuan Kelompok Intervensi
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Hasil Pretest Responden 24,23 22 3,477 ,741
Hasil Posttest Responden 28,95 22 3,798 ,810
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Hasil Pretest Responden &
Hasil Posttest Responden 22 ,682 ,000
xxxii
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
Hasil Pretest
Responden - Hasil
Posttest
Responden
-
4,727 2,914 ,621 -6,019 -3,435 -7,608 21 ,000
B. Hasil Pengetahuan Kelompok Kontrol
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Hasil Pretest Responden 24,32 22 2,784 ,594
Hasil Posttest Responden 24,86 22 2,475 ,528
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Hasil Pretest Responden &
Hasil Posttest Responden 22 ,857 ,000
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed) Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
Hasil Pretest
Responden - Hasil
Posttest
Responden
-,545 1,438 ,307 -1,183 ,092 -
1,779 21 ,090
xxxiii
C. Hasil Keterampilan Kelompok Intervensi
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Hasil Keterampilan Sebelum
Intervensi 26,68 22 3,872 ,825
Hasil Keterampilan Sesudah
Intervensi 46,82 22 2,822 ,602
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Hasil Keterampilan Sebelum
Intervensi & Hasil Keterampilan
Sesudah Intervensi
22 ,225 ,313
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
Hasil
Keterampilan
Sebelum
Intervensi - Hasil
Keterampilan
Sesudah
Intervensi
-
20,13
6
4,246 ,905 -22,019 -18,254
-
22,24
4
21 ,000
D. Hasil Keterampilan Kelompok Kontrol
Paired Samples Statistics
Mean N Std. Deviation Std. Error Mean
Pair 1 Hasil Keterampilan Sebelum
Intervensi 28,32 22 8,571 1,827
xxxiv
Hasil Keterampilan Sesudah
Intervensi 29,27 22 8,730 1,861
Paired Samples Correlations
N Correlation Sig.
Pair 1 Hasil Keterampilan Sebelum
Intervensi & Hasil
Keterampilan Sesudah
Intervensi
22 ,948 ,000
Paired Samples Test
Paired Differences
t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Pair
1
Hasil
Keterampilan
Sebelum
Intervensi - Hasil
Keterampilan
Sesudah
Intervensi
-,955 2,803 ,598 -2,197 ,288 -1,597 21 ,125
3. ANALISIS MULTIVARIAT
A. Pengaruh Variabel Perancu Terhadap Pengetahuan
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Delta_Pengetahuan -2,64 3,104 44
Kelompok Studi ,50 ,506 44
Umur Responden 40,14 8,418 44
Pendidikan Terakhir Responden 2,52 ,698 44
Lama Menjadi Kader 7,02 5,398 44
xxxv
Correlations
Delta_Penget
ahuan
Kelompok
Studi
Umur
Responden
Pendidikan
Terakhir
Responden
Lama
Menjadi
Kader
Pearson
Correlation
Delta_Pengetahuan 1,000 ,682 ,174 -,036 ,370
Kelompok Studi ,682 1,000 ,005 ,230 ,260
Umur Responden ,174 ,005 1,000 -,095 ,348
Pendidikan Terakhir
Responden -,036 ,230 -,095 1,000 -,139
Lama Menjadi Kader ,370 ,260 ,348 -,139 1,000
Sig. (1-tailed) Delta_Pengetahuan . ,000 ,129 ,408 ,007
Kelompok Studi ,000 . ,486 ,066 ,044
Umur Responden ,129 ,486 . ,269 ,010
Pendidikan Terakhir
Responden ,408 ,066 ,269 . ,184
Lama Menjadi Kader ,007 ,044 ,010 ,184 .
N Delta_Pengetahuan 44 44 44 44 44
Kelompok Studi 44 44 44 44 44
Umur Responden 44 44 44 44 44
Pendidikan Terakhir
Responden 44 44 44 44 44
Lama Menjadi Kader 44 44 44 44 44
Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered
Variables
Removed Method
1 Lama Menjadi
Kader, Pendidikan
Terakhir
Responden, Umur
Responden,
Kelompok Studib
. Enter
2
. Umur Responden
Backward
(criterion:
Probability of F-to-
remove >= ,050).
xxxvi
3
.
Pendidikan
Terakhir
Responden
Backward
(criterion:
Probability of F-to-
remove >= ,050).
4
. Lama Menjadi
Kader
Backward
(criterion:
Probability of F-to-
remove >= ,050).
a. Dependent Variable: Delta_Pengetahuan
b. All requested variables entered.
Model Summarye
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 ,735a ,540 ,493 2,210 ,540 11,459 4 39 ,000
2 ,728b ,530 ,495 2,206 -,010 ,878 1 39 ,354
3 ,710c ,504 ,480 2,237 -,026 2,172 1 40 ,148
4 ,682d ,464 ,452 2,298 -,040 3,307 1 41 ,076
a. Predictors: (Constant), Lama Menjadi Kader, Pendidikan Terakhir Responden, Umur Responden, Kelompok Studi
b. Predictors: (Constant), Lama Menjadi Kader, Pendidikan Terakhir Responden, Kelompok Studi
c. Predictors: (Constant), Lama Menjadi Kader, Kelompok Studi
d. Predictors: (Constant), Kelompok Studi
e. Dependent Variable: Delta_Pengetahuan
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 223,781 4 55,945 11,459 ,000b
Residual 190,401 39 4,882
Total 414,182 43
2 Regression 219,494 3 73,165 15,032 ,000c
Residual 194,688 40 4,867
Total 414,182 43
3 Regression 208,921 2 104,461 20,866 ,000d
Residual 205,260 41 5,006
Total 414,182 43
4 Regression 192,364 1 192,364 36,423 ,000e
Residual 221,818 42 5,281
Total 414,182 43
a. Dependent Variable: Delta_Pengetahuan
xxxvii
b. Predictors: (Constant), Lama Menjadi Kader, Pendidikan Terakhir Responden, Umur Responden,
Kelompok Studi
c. Predictors: (Constant), Lama Menjadi Kader, Pendidikan Terakhir Responden, Kelompok Studi
d. Predictors: (Constant), Lama Menjadi Kader, Kelompok Studi
e. Predictors: (Constant), Kelompok Studi
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standa
rdized
Coeffici
ents
t Sig.
95,0% Confidence
Interval for B Correlations
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta
Lower
Bound
Upper
Bound
Zero-
order Partial Part
Tolera
nce VIF
1 (Constant) -5,029 2,142 -2,348 ,024 -9,361 -,697
Kelompok
Studi 4,203 ,721 ,685 5,830 ,000 2,745 5,661 ,682 ,682 ,633 ,854 1,171
Umur
Responden ,040 ,043 ,109 ,937 ,354 -,047 ,127 ,174 ,148 ,102 ,870 1,149
Pendidikan
Terakhir
Responden
-,734 ,507 -,165 -1,447 ,156 -1,761 ,292 -,036 -,226 -,157 ,904 1,106
Lama Menjadi
Kader ,075 ,071 ,131 1,070 ,291 -,067 ,218 ,370 ,169 ,116 ,783 1,277
2 (Constant) -3,518 1,408 -2,499 ,017 -6,363 -,673
Kelompok
Studi 4,146 ,717 ,676 5,781 ,000 2,697 5,596 ,682 ,675 ,627 ,860 1,163
Pendidikan
Terakhir
Responden
-,746 ,506 -,168 -1,474 ,148 -1,770 ,277 -,036 -,227 -,160 ,905 1,106
Lama Menjadi
Kader ,098 ,066 ,171 1,491 ,144 -,035 ,232 ,370 ,229 ,162 ,891 1,123
3 (Constant) -5,398 ,603 -8,951 ,000 -6,616 -4,180
Kelompok
Studi 3,852 ,699 ,628 5,513 ,000 2,441 5,263 ,682 ,652 ,606 ,933 1,072
Lama Menjadi
Kader ,119 ,065 ,207 1,819 ,076 -,013 ,251 ,370 ,273 ,200 ,933 1,072
4 (Constant) -4,727 ,490 -9,648 ,000 -5,716 -3,738
Kelompok
Studi 4,182 ,693 ,682 6,035 ,000 2,783 5,580 ,682 ,682 ,682 1,000 1,000
a. Dependent Variable: Delta_Pengetahuan
xxxviii
Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue
Condition
Index
Variance Proportions
(Constant)
Kelompok
Studi
Umur
Responden
Pendidikan
Terakhir
Responden
Lama Menjadi
Kader
1 1 4,236 1,000 ,00 ,02 ,00 ,00 ,01
2 ,404 3,237 ,00 ,84 ,01 ,01 ,00
3 ,295 3,791 ,00 ,06 ,00 ,03 ,76
4 ,049 9,265 ,02 ,09 ,27 ,68 ,22
5 ,015 16,538 ,97 ,00 ,72 ,28 ,01
2 1 3,314 1,000 ,00 ,03 ,01 ,02
2 ,363 3,022 ,02 ,91 ,01 ,02
3 ,292 3,366 ,01 ,02 ,04 ,82
4 ,031 10,409 ,96 ,04 ,94 ,14
3 1 2,453 1,000 ,04 ,06 ,05
2 ,346 2,663 ,08 ,91 ,23
3 ,201 3,493 ,88 ,03 ,72
4 1 1,707 1,000 ,15 ,15
2 ,293 2,414 ,85 ,85
a. Dependent Variable: Delta_Pengetahuan
Excluded Variablesa
Model Beta In t Sig.
Partial
Correlation
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
Minimum
Tolerance
2 Umur Responden ,109b ,937 ,354 ,148 ,870 1,149 ,783
3 Umur Responden ,113c ,961 ,342 ,150 ,871 1,148 ,812
Pendidikan Terakhir
Responden -,168
c -1,474 ,148 -,227 ,905 1,106 ,860
4 Umur Responden ,171d 1,535 ,133 ,233 1,000 1,000 1,000
Pendidikan Terakhir
Responden -,204
d -1,804 ,079 -,271 ,947 1,056 ,947
Lama Menjadi Kader ,207d 1,819 ,076 ,273 ,933 1,072 ,933
a. Dependent Variable: Delta_Pengetahuan
b. Predictors in the Model: (Constant), Lama Menjadi Kader, Pendidikan Terakhir Responden, Kelompok Studi
xxxix
c. Predictors in the Model: (Constant), Lama Menjadi Kader, Kelompok Studi
d. Predictors in the Model: (Constant), Kelompok Studi
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value -4,73 -,55 -2,64 2,115 44
Residual -5,273 4,727 ,000 2,271 44
Std. Predicted Value -,989 ,989 ,000 1,000 44
Std. Residual -2,294 2,057 ,000 ,988 44
a. Dependent Variable: Delta_Pengetahuan
B. Pengaruh Variabel Perancu Terhadap Pengetahuan
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
Delta_Keterampilan -10,55 10,333 44
Kelompok Studi ,50 ,506 44
Umur Responden 40,14 8,418 44
Pendidikan Terakhir Responden 2,52 ,698 44
Lama Menjadi Kader 7,02 5,398 44
Correlations
Delta_Ketera
mpilan
Kelompok
Studi
Umur
Responden
Pendidikan
Terakhir
Responden
Lama Menjadi
Kader
Pearson Correlation Delta_Keterampilan 1,000 ,939 -,074 ,289 ,193
Kelompok Studi ,939 1,000 ,005 ,230 ,260
Umur Responden -,074 ,005 1,000 -,095 ,348
Pendidikan Terakhir
Responden ,289 ,230 -,095 1,000 -,139
Lama Menjadi Kader ,193 ,260 ,348 -,139 1,000
Sig. (1-tailed) Delta_Keterampilan . ,000 ,317 ,029 ,105
Kelompok Studi ,000 . ,486 ,066 ,044
Umur Responden ,317 ,486 . ,269 ,010
Pendidikan Terakhir
Responden ,029 ,066 ,269 . ,184
Lama Menjadi Kader ,105 ,044 ,010 ,184 .
N Delta_Keterampilan 44 44 44 44 44
xl
Kelompok Studi 44 44 44 44 44
Umur Responden 44 44 44 44 44
Pendidikan Terakhir
Responden 44 44 44 44 44
Lama Menjadi Kader 44 44 44 44 44
Variables Entered/Removeda
Model Variables Entered
Variables
Removed Method
1 Lama Menjadi
Kader, Pendidikan
Terakhir
Responden, Umur
Responden,
Kelompok Studib
. Enter
2
. Lama Menjadi
Kader
Backward
(criterion:
Probability of F-to-
remove >= ,050).
3
.
Pendidikan
Terakhir
Responden
Backward
(criterion:
Probability of F-to-
remove >= ,050).
4
. Umur Responden
Backward
(criterion:
Probability of F-to-
remove >= ,050).
a. Dependent Variable: Delta_Keterampilan
b. All requested variables entered.
Model Summarye
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 ,945a ,893 ,881 3,557 ,893 80,948 4 39 ,000
2 ,945b ,892 ,884 3,516 ,000 ,069 1 39 ,794
3 ,942c ,888 ,882 3,543 -,004 1,651 1 40 ,206
4 ,939d ,882 ,879 3,597 -,006 2,289 1 41 ,138
a. Predictors: (Constant), Lama Menjadi Kader, Pendidikan Terakhir Responden, Umur Responden, Kelompok Studi
b. Predictors: (Constant), Pendidikan Terakhir Responden, Umur Responden, Kelompok Studi
xli
c. Predictors: (Constant), Umur Responden, Kelompok Studi
d. Predictors: (Constant), Kelompok Studi
e. Dependent Variable: Delta_Keterampilan
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 4097,387 4 1024,347 80,948 ,000b
Residual 493,522 39 12,654
Total 4590,909 43
2 Regression 4096,508 3 1365,503 110,477 ,000c
Residual 494,401 40 12,360
Total 4590,909 43
3 Regression 4076,100 2 2038,050 162,313 ,000d
Residual 514,809 41 12,556
Total 4590,909 43
4 Regression 4047,364 1 4047,364 312,742 ,000e
Residual 543,545 42 12,942
Total 4590,909 43
a. Dependent Variable: Delta_Keterampilan
b. Predictors: (Constant), Lama Menjadi Kader, Pendidikan Terakhir Responden, Umur Responden, Kelompok
Studi
c. Predictors: (Constant), Pendidikan Terakhir Responden, Umur Responden, Kelompok Studi
d. Predictors: (Constant), Umur Responden, Kelompok Studi
e. Predictors: (Constant), Kelompok Studi
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standard
ized
Coefficie
nts
t Sig.
95,0% Confidence
Interval for B Correlations
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta
Lower
Bound
Upper
Bound
Zero-
order
Parti
al Part
Tolera
nce VIF
1 (Constant) -18,967 3,448
-
5,500 ,000 -25,943 -11,992
Kelompok Studi 18,961 1,161 ,928
16,33
8 ,000 16,614 21,309 ,939 ,934 ,858 ,854 1,171
Umur
Responden -,083 ,069 -,067
-
1,196 ,239 -,222 ,057 -,074 -,188 -,063 ,870 1,149
xlii
Pendidikan
Terakhir
Responden
,978 ,817 ,066 1,197 ,239 -,674 2,630 ,289 ,188 ,063 ,904 1,106
Lama Menjadi
Kader -,030 ,114 -,016 -,264 ,794 -,260 ,200 ,193 -,042 -,014 ,783 1,277
2 (Constant) -18,979 3,408
-
5,569 ,000 -25,866 -12,091
Kelompok Studi 18,866 1,090 ,923
17,31
2 ,000 16,663 21,068 ,939 ,939 ,898 ,946 1,057
Umur
Responden -,089 ,064 -,072
-
1,389 ,172 -,218 ,040 -,074 -,215 -,072 ,990 1,010
Pendidikan
Terakhir
Responden
1,019 ,793 ,069 1,285 ,206 -,584 2,621 ,289 ,199 ,067 ,938 1,067
3 (Constant) -16,243 2,682
-
6,056 ,000 -21,660 -10,826
Kelompok Studi 19,191 1,068 ,939
17,96
2 ,000 17,033 21,348 ,939 ,942 ,939 1,000 1,000
Umur
Responden -,097 ,064 -,079
-
1,513 ,138 -,227 ,033 -,074 -,230 -,079 1,000 1,000
4 (Constant)
-20,136 ,767
-
26,25
4
,000 -21,684 -18,589
Kelompok Studi 19,182 1,085 ,939
17,68
5 ,000 16,993 21,371 ,939 ,939 ,939 1,000 1,000
a. Dependent Variable: Delta_Keterampilan
Collinearity Diagnosticsa
Model Dimension Eigenvalue
Condition
Index
Variance Proportions
(Constant)
Kelompok
Studi
Umur
Responden
Pendidikan
Terakhir
Responden
Lama Menjadi
Kader
1 1 4,236 1,000 ,00 ,02 ,00 ,00 ,01
2 ,404 3,237 ,00 ,84 ,01 ,01 ,00
3 ,295 3,791 ,00 ,06 ,00 ,03 ,76
4 ,049 9,265 ,02 ,09 ,27 ,68 ,22
5 ,015 16,538 ,97 ,00 ,72 ,28 ,01
2 1 3,520 1,000 ,00 ,03 ,00 ,00
2 ,404 2,951 ,00 ,94 ,01 ,01
3 ,061 7,622 ,01 ,03 ,25 ,66
xliii
4 ,016 15,009 ,99 ,00 ,74 ,33
3 1 2,594 1,000 ,01 ,05 ,01
2 ,385 2,595 ,01 ,94 ,02
3 ,021 11,216 ,98 ,01 ,98
4 1 1,707 1,000 ,15 ,15
2 ,293 2,414 ,85 ,85
a. Dependent Variable: Delta_Keterampilan
Excluded Variablesa
Model Beta In t Sig.
Partial
Correlation
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
Minimum
Tolerance
2 Lama Menjadi Kader -,016b -,264 ,794 -,042 ,783 1,277 ,783
3 Lama Menjadi Kader -,029c -,497 ,622 -,078 ,812 1,231 ,812
Pendidikan Terakhir
Responden ,069
c 1,285 ,206 ,199 ,938 1,067 ,938
4 Lama Menjadi Kader -,055d -,996 ,325 -,154 ,933 1,072 ,933
Pendidikan Terakhir
Responden ,076
d 1,414 ,165 ,216 ,947 1,056 ,947
Umur Responden -,079d -1,513 ,138 -,230 1,000 1,000 1,000
a. Dependent Variable: Delta_Keterampilan
b. Predictors in the Model: (Constant), Pendidikan Terakhir Responden, Umur Responden, Kelompok Studi
c. Predictors in the Model: (Constant), Umur Responden, Kelompok Studi
d. Predictors in the Model: (Constant), Kelompok Studi
Residuals Statisticsa
Minimum Maximum Mean Std. Deviation N
Predicted Value -20,14 -,95 -10,55 9,702 44
Residual -9,045 6,136 ,000 3,555 44
Std. Predicted Value -,989 ,989 ,000 1,000 44
Std. Residual -2,514 1,706 ,000 ,988 44
a. Dependent Variable: Delta_Keterampilan
xliv
LAMPIRAN VII
DOKUMENTASI KEGIATAN
xlv
xlvi