EE
-
Upload
fajar-maulidan-meilinda -
Category
Documents
-
view
41 -
download
4
Transcript of EE
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara-negara
maju dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negara-
negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh makin bertambahnya
penyakit-penyakit degeneratif serta makin meningkatnya usia .
Secara klinis munculnya demensia pada seorang usia lanjut sering tidak disadari
karena awitannya yang tidak jelas dan perjalanan penyakitnya yang progresif
namun perlahan. Selain itu pasien dan keluarga juga sering menganggap bahwa
penurunan fungsi kognitif yang terjadi pada awal demensia (biasanya ditandai
dengan berkurangnya fungsi memori) merupakan suatu hal yang wajar pada seorang yang
sudah menua. Akibatnya, penurunan fungsi kognitif terus akan berlanjut sampai akhirnya
mulai mempengaruhi status fungsional pasien dan pasien akan jatuh pada ketergantungan
kepada lingkungan sekitarnya. Saat ini telah disadari bahwa diperlukan deteksi dini
terhadap munculnya demensia, karena ternyata berbagai penelitian telah menunjukkan
bila gejala-gejala peurunan fungsi kognitif dikenali sejak awal maka dapat dilakukan
upaya-upaya meningkatkan atau paling tidak mempertahankan fungsi kognitif agar tidak
jatuh pada keadaan demensia.
Selain peran pasien dan keluarga dalam pengenalan gejala-gejala penurunan fungsi
kognitif dan demensia awal, dokter dan tenaga kesehatan lain juga mempunyai peran
yang besar dalam deteksi dini dan terutama dalam pengelolaan pasien dengan penurunan
fungsi kognitif ringan. Dengan diketahuinya berbagai faktor risiko (seperti hipertensi,
diabetes melitus, stroke, riwayat keluarga, dan lain-lain) berhubungan dengan penurunan
fungsi kognitif yang lebih cepat pada sebagian orang usia lanjut, maka diharapkan dokter
dan tenaga kesehatan lain dapat melakukan upaya-upaya pencegahan timbulnya demensia
pada pasien-pasiennya. Selain itu, bila ditemukan gejala awal penurunan fungsi kognitif
pasien yang disertai beberapa faktor yang mungkin dapat memperburuk fungsi kognitif
1
pasien maka dokter dapat merencanakan berbagai upaya untuk memodifikasinya, baik
secara farmakologis maupun non-farmakologis.
1.2 TujuanTujuan dari Tugas Pengenalan Profesi ini adalah :
1.2.1 Tujuan Umum Setelah melakukan Tugas Pengenalan Profesi ini, diharapkan mahasiswa mampu
memahami, menjelaskan, serta mengaplikasikan pengetahuan tersebut ketika
dalam masa pendidikan ataupun telah menjadi dokter.
1.2.2 Tujuan KhususSetelah melakukan early exposure ini, diharapkan mahasiswa mampu :
1. Untuk mengetahui cara mendiagnosis Demensia Vaskular
2. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Demensia Vaskular
3. Untuk mengetahui Klasifikasi Demensia Vaskular
4. Untuk mengetahui Penyebab Demensia Vaskular
5. Untuk mengetahui Pengobatan atau Perawatan pasien dengan Demensia
Vaskular
6. Untuk mengetahui Prognosis dari Demensia Vaskular
7. Untuk mengetahui Kompetensi dokter umum dalam menangani kasus
Demensia Vaskular
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Demensia
Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya
bersifat kronik-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur kortikal yang multipel
(multiple higher cortical function), termasuk di dalamnya : daya ingat, daya fikir,
orientasi, daya tangkap (comprehension), berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan
daya nilai (judgment). Umumnya disertai, dan ada kalanya diawali, dengan kemerosotan
(deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup.
Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara
abnormal. Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak
degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila
mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latar
belakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sembarang rawatan
untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperoleh.
Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang
secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan
untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.
Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat,
penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya sel-sel
otak.
Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan menyerang usia diatas 60
tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal.
Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa
menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek) dan
penurunan beberapa kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi
fungsi.
3
Menurut WHO dalam Clinical Deskriptions and Diagnostic Guidelines for
Mental and Behavioural Disorders dan International Classification of Diseases (10th
Revision) (ICD-10) (2008) demensia memiliki ciri-ciri yang harus ada diantaranya:
1. Kemunduran kemampuan intelektual terutama memori yang sampai
menganggu aktivitas-aktivitas keseharian sehingga menjadikan penderita sulit
bahkan tidak mungkin untuk hidup secara mandiri.
2. Mengalami kemunduran dalam berfikir, merencanakan dan
mengorganisasikan hal-hal dari hari ke hari.
3. Awalnya, mengalami kesulitan menyebutkan nama-nama benda, orientasi
waktu, tempat.
4. Kemunduran pengontrolan emosi, motivasi, perubahan dalam perilaku sosial
yang tampak dalam kelabilan emosi, ketidak mampuan melakukan ritual
keseharian, apatis (tidak peduli) terhadap perilaku sosial seperti makan,
berpakaian dan interaksi dengan orang lain.
Ada bermacam-macam jenis demensia, menurut Durland dan Barlow (2006) ada lima
golongan demensia berdasarkan etiologinya yang telah didefinisikan yaitu : (1)
demensia tipe Alzheimer, (2) demensia vaskular, (3) demensia larena kondisi medis
umum, (4) demensia menetap yang diinduksi oleh substansi tertentu, dan (5)
demensia karena etiologi ganda/multiple, (6) demensia yang tak tergolongkan.
Demensia Alzheimer adalah demensia yang paling banyak terjadi dan dicirikan
oleh kemunduran intelektual yang progresif. Faktor risiko utama adalah usia yang
lanjut, keturunan dan trauma kepala.
Demensia vaskuler (multi infrak) adalah demensia kedua yang banyak terjdai
setelah demensia Alzheimer. Demensia vaskuler seringkali dicirikan oleh adanya
tanda dan gejala tertentu seperti kemunduran yang bertahap (step-wise), riwayat sroke
atau hipertensi, bukti adanya aterosklerosis, gejala neurologis fokal, dan emosi stabil.
4
2.2 Epidemiologi
Demensia pada dasarnya adalah penyakit kaum lansia. Menurut Practice
Guideline for the Treatment of Patients with Alzheimer’s Disease and other
Dementias of Late Life dari American Psychiatric Association (APA), awitan
penyakit ini umumnya paling kerap terjadi pada usia 60-an, 70-an, dan 80-an ke atas,
namun pada kasus yang jarang gangguan ini muncul pada usia 40-an dan 50-an
(disebut sebagai demensia awitan dini). Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun
menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 %
pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di
Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4 juta orang.
Insiden penyakit Alzheimer yang merupakan tipe demensia juga meningkat
seiring dengan pertambahan usia, dan diperkirakan angkanya 0,5 persen per tahun
dari usia 65-69, 1% per tahun dari usia 70, 74,2 % per tahun dari usia 75, 79,3 % per
tahun dari usia 80-84, dan 8% per tahun dari usia 85 ke atas. Progresinya bertahap
namun terus menurun. Taksiran kematian sejak awitan gejala sebelumnya
diperkirakan antara 5-9 tahun; namun, pada penelitian terhadap pasien Alzheimer
tahun 2001, median angka harapn hidup hanya 3 tahun setelah awitan gejala.
Tipe demensia tersering kedua adalah demensia Vaskular, yang secara kausatif
berhubungan dengan penyakit serebrovaskular. Hipertensi membuat seseorang
memiliki predisposisi terhadap penyakit ini. Demensia vaskular mencakup 15-30 %
seluruh kasus demensia. Demensia vaskular paling sering terjadi pada orang berusia
60-70 tahun dan lebih kerap pada pria dibanding wanita. Sekitar 10-15% pasien
menderita demensia vaskular dan demensia tipe Alzheimer sekaligus.
Penyebab demensia lain yang juga sering, masing-masing meliputi 1-5% seluruh
kasus, adalah trauma kepala, demensia terkait alkohol, dan berbagai demensia terkait
gangguan pergerakan, seperti penyakit Hungtington dan penyakit Parkinson. Karena
merupakan sindrom yang relatif umum, demensia memiliki banyak kausa, dan klinisi
secara teliti pada pasien demensia untuk menetapkan kausa.
5
2.3 Etiologi
Demensia memiliki banyak penyebab, namun demensia tipe Alzheimer dan demensia Vaskular secara bersama-sama mencakup hingga 50% atau lebih
Etiologi Demensia
Demensia Frekuensi (%)
Penyakit ALzheimer 50-60
Vaskuler Demensia 10-30
Depresi 5-15
Alkoholik 1-10
Gangguan Metabolik 1-10
Intoksikasi 1-10
Hidrocephalus 1-5
Anoksia Otak 1-2
Infeksi SSP 1-2
Tumor otak 1-2
Trauma otak 1-2
Hematom subdural 1-2
Lain-lain 10-20
2.3.1 Sebab-Sebab
1. Penyebab secara biologis
a. Adanya penumpukan protein yang lengket yang disebut anyloid plauques
yang berakumulasi di otak pada penderita demensia. Plak amiloid juga
ditemukan pada lansia yang tidak memiliki gejala-gejala demensia, tetapi juga
dalam jumlah yang jauh lebih sedikit (Bourgeois dkk dalam Durand dan
Barlow, 2006)
6
b. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut
saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.
Demensia sosok Lewy sangat menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi
memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang terjadi di dalam otak.
c. Penyebab yang lain dari demensia adalah serangan stroke yang berturut-
turut.Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang
ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara
bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami
kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark. Demensia yang
berasal dari stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian besar
penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang
keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.
d. Demensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau
cardiac arrest. Penyebab lain dari demensia adalah penyakit parkinson,
penyakit pick, AIDS, penyakit paru, ginjal, gangguan darah, gangguan
nurtrisi, keracunan metabolism, diabetes.
e. Penyebab biologis demensia tidak diketahui penyebabnya hanya saja masalah
kerusakan cortex (jaringan otak). Penelitian otopsi mengungkapkan bahwa
lebih dari setengah penderita yang meninggal karena demensia senile
mengalami penyakit Alzheimer jenis ini. Pada kebanyakan penderita, besar
kasar otak pada saat otopsi jauh lebih rendah yang ventrikel dan sulkus jauh
lebih besar dibandingkan yang normal yang seukuran usia tersebut.
Demielinasi dan peningkatan kandungan air pada jaringan otak ditemukan
berdekatan dengan ventrikel lateral dan dalam beberapa daerah lain di bagian
dalam hemifsfer serebrum pad penderita manula
f. Faktor genetik yang berhubungan dengan apoprotein E4 (Apo E4), alela (4)
kromosom 19 pada penderita Alzheimer familial/sporadic. Mutasi 21,1, 14
awal penyakit. Penyebab lainnya yaitu neorotransmiter lain yang berkurang
(defisit) yaitu non adrenergic presinaptik, serotonin, somatostatin,
corticotrophin, releasing faktor, glutamate, dll.
7
2. Penyebab secara psikologis
Penderita yang mengalami depresi memiliki risiko dua kali lebih besar mengalami
demensia. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian oleh Epidemiological Pathways
Follow-Up Study yang dilakukan selama lima tahun pasien yang sudah di diagnosis
menderita demensia dikeluarkan dari penelitian ini (……)
Selama periode lima tahun 36 dari 445, atau 7.9 persen dari pasien diabetes
dengan depresi berat didiagnosis dengan demensia. Di antara 3.382 pasien dengan
diabetes saja, 163 atau 4,8 persen mengembangkan gejala demensia. Para peneliti
menemukan hasil bahwa depresi berat dengan diabetes mengalami peningkatan 2.7
kali lipat untuk mengalami demensia, dibanding dengan pasien diabetes tanpa
mengalami depresi berat.
Depresi meningkatkan risiko demensia, karena kelainan biologis afektif ini
berhubungan dengan penyakit, termasuk tingginya kadar hormon stres kortisol, atau
masalah sistem saraf otonom yang dapat mempengaruhi jantung, pembekuan darah.
Selain itu faktor-faktor lain yang meningkatkan risiko demensia karena perilaku
umum dalam kondisi seperti merokok, makan berlebihan, kurang olahraga, dan
kesulitan dalam mengikuti rejimen pengobatan dan perawatan.
3. Penyebab secara sosial
Gaya hidup seseorang mungkin melibatkan kontak dengan faktor-faktor yang
dapat menyebabkan demensia, misalnya penyalahan substansi yang dapat
mengakibatkan demensia. Gaya hidup seperti diet, olahraga, dan stres mempengaruhi
penyakit kardiovaskuler dan dapat membantu menentukan siapa saja yang akan
mengalami demensia vaskuler. Gaya hidup yang sehat seperti diet, olahraga dan
kontrol terhadap makanan dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya stroke dan
tekanan darah tinggi yang menyebabkan demensia vaskuler. Sedangkan gaya hidup
yang tidak sehat seperti stres, tidak mengontrol makanan, jarang berolahraga dapat
meningkatkan risiko terkena stroke dan tekanan darah tinggi yang menyebabkan
demensia vaskuler.
Faktor-faktor kultural juga dapat memengaruhi seseorang mengalami demensia.
Sebagai contoh, hipertensi dan stroke menonjol di kalangan orang-orang Afrika-
8
Amerika dan orang-orang Asia-Amerika tertentu (Cruickshank dan Beevers dalam
Durand dan Barlow, 2006), yang menjelaskan mengapa demensia vaskular lebih
sering dialami oleh kelompok ini. Hal ini terjadi akibat gaya hidup yang kurang sehat
seperti dikalangan orang-orang Afrika-Amerika yang sering mengkonsumsi alkohol
dan makanan-makanan cepat saji dan berpengawet yang meningkatkan risiko terkena
hieprtensi dan stroke yang menyebabkan demensia varskuler ( de la Monte, et all
dalam Durand dan Barlow, 2006).
4. Penyebab secara spiritual
Q.S An-Nahl: 70, Q.S Al-Hajj:5 , Q.S Yassin:68 yang menjelaskan bahwa
seorang manusia dapat bertambah umurnya akan mengalami penurunan ingatan yang
dapat menyebabkan umurnya akan mengalami penurunan ingatan yang dapat
menyebabkan pikun atau lupa.
Berkaitan dengan ini Ibnu Khaldun mengungkapkan bahwa akal memiliki fungsi
yaitu kerja otak baik kognitif maupun imajinatif dan dengan jelas tersirat dan tersurat
pada Al-qur’an (QS. Al’anfal:8 dan Al’A’raf: 9). Sebagaimana fungsi akal adalah
tempat untuk berfikir maka manusia haruslah menggunakan apa yang telah diberikan
Allah dengan optimal yaitu untuk mentafakkuri dan mentadabburi ayat-ayat Allah
baik yang tertulis dalam Al-Qur’an maupun di alam semesta. Jika akal manusia tidak
digunakan dengan semestinya maka akal tersebut akan kehilangan fungsinya “otak
berfikir”, selanjutnya diambil alih oleh otak binatang yang dicirikan oleh nafsu tak
terkendali yang bersifat kepemilikan dan seksualitas. Hal yang serupapun
dikemukakan oleh ahli neorologi bahwa fungsi otak akan semakin menurun ketika
sedikit mendapatkan stimulasi, saat hal tersebut terjadi maka neuron-neuron dalam
otak akan semakin melemah dan mati sehingga akan memicu gangguan fungsi
kognitif yang cukup signifikan. Jika otak berfikir “mati” maka fungsi-fungsi kognisi
manusia seperti; bahasa dan memori kognitif akan rusak dan kehilangan kemampuan
berfikir terutama kalkulasi bahasa dan matematis logis dan kesulitan untuk
memberikan respon atas setiap stimulus yang masuk (Hasanuddin, 2010).
9
2.3.2 Pendekatan Menurut Aliran-aliran
1. Sudut pandang behaviorisme
Demensia dapat disebabkan oleh salah satunya adalah penggunaan obat-
obatan terlarang dan alkohol, seseorang yang menggunakan obat-obatan selain
memiliki faktor internal, juga memeiliki faktor eksternal untuk mengkonsumsi
obat-obatan terlarang dan alkohol. Misalnya saja stress dalam menjalani
persoalaan hidup, kemudian ia memutuskan untuk mengkonsumsi obat-obatan
dan alkohol setelah ia melihat teman-teman yang mengkonsumsi obat-obatan dan
alkohol (lingkungannya merupakan lingkungan dengan orang-orang yang sering
mengkonsumsi obat-obatan dan alkohol). Sehingga ia mengkonsumsi obat-obatan
dan alkohol untuk menghilangkasn stresnya, hal inilah yang akan menyebabkan ia
dapat mengalami demensia.
2. Sudut pandang Neuropsikologi
Pendekatan ini memandang bahwa demensia terjadi karena adanya
kesalahan dalam menggunakan fungsi otak. Terkait hal ini, jika short term
memory tidak digunakan secara optimal, maka fungsi rehearsal pada long term
memorypun akan terganggu akibat akumulasi dari tindakan yang tidak benar.
Selain itu, ditinjau dari stuktur otak itu sendiri lama-kelamaan sel neuron yang
ada di otak akan melemah dan akhirnya mati karena kurangnya pemberian
stimulus. Jika hal ini dibiarkan berkepanjangan maka potensi seseorang
mengalami demensia akan lebih tinggi.
3. Sudut pandang kognitif
Menurut sudut pandang ini, orang yang mengalami demensia bisa
disebabkan karena stigma berfikir yang salah yaitu menganggap sesuatu ‘’lupa”
bahkan “pikun” adalah hal yang wajar karena disebabkan oleh faktor usia. Terkait
ini seseorang tidak berusaha untuk menjaga memori yang dimilikinya atau
sekedar melakukan senam otak. Kecenderungan manusia untuk malas berfikir
10
misal melakukan hitungan sederhana tanpa menggunakan kalkulator inilah salah
satu faktor yang turut mempengaruhi kelemahan otak untuk berfikir.
4. Sudut pandang psikologi islami
Berdasarkan tinjauan dari Al Qur’an, manusia dibekali kelebihan untuk
berpikir dimana hal tersebut terletak pada fungsi otak itu sendiri. Bahkan Allah
menjelaskan kedudukan manusia yang tidak mau menggunakan otaknya untuk
berfikir lebih rendah dari binatang ternak. (QS. Al A’araf: 7: 179). Penjelasan dari
binatang ternak disini adalah sebuah kiasan yang bisa diinterpretasikan dengan
kemampuan berfikir manusia yang tidak manusiawi (mengutamakan nafsu
biologis semata), kemampuan berfikir manusia yang sudah tidak logis, sistematis,
disorientasi, bahkan kemunduran intelektual. Dengan demikian sudah disinggung
dalam Al-Qur’an bahwa otak yang telah diberikan Allah SWT harus digunakan
secara optimal.
2.4 Klasifikasi Demensia1) Menurut Umur:
Demensia senilis ( >65 tahun)
Demensia prasenilis (<65 tahun )
2. Menurut perjalanan penyakit:
Reversibel
Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, Defisiensi
vitamin B1, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb
3. Menurut kerusakan struktur otak
Tipe Alzheimer
Tipe non-Alzheimer
Demensia vascular ( Demensia Vaskular Onset Akut, Demensia Multi-infark,
Demnsia Vaskular Subkortikal), Demensia pada penyakit lain YDK (Morbus
Parkinson, Morbus Huntington, Morbus Pick, Demensia pada Penyskit HIV),
Dementia terkait Trauma kepala, dll.
11
1) Demensia Tipe Alzheimer
Penyakit Alzheimer ini biasanya timbul antara umur 50 dan 60 tahun. Terdapat
degenerasi korteks yang difus pada otak di lapisan-lapisan luar, terutama didaerah
frontal dan temporal. Atrofi otak ini dapat dilihat pada pnemo-ensefalogram : sistema
ventrikel membesar serta banyak hawa di ruang subarakhnoidal (giri mengecil dan
sulkus-sulkus melebar).
Penyakit ini mulai pelan-pelan sekali. Tidak ada ciri-ciri yang khas pada
gangguan intelegensi atau pada kelainan perilaku. Terdapat disorientasi, gangguan
ingatan, emosi yang labil, kekeliruan mengenai hitungan dan mengenai pembicaraan
sehari-hari. Terjadi afasi. Pada beberapa kasus ada yang menjadi gelisah dan
hiperaktif.
2) Demensia Vaskular
Terdapatnya gejala demensia
Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya daya
ingat, gangguan daya piker, gejala neurologis fokal). Daya tilik diri (insight) dan
daya nilai (judgment) secara relative tetap baik.
Suatu onset yang mendadak atau deterioriorasi yang bertahap, disertai adanya
gejala neurologist fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia
vascular.
2.5 Tanda dan Gejala DemensiaGejala-gejala klinis demensia menurut Yatim (2003) meliputi:
12
1. Hilang atau menurunnya daya ingat serta penurunan intelektual.
2. Kadang-kadang gejala ini begitu ringan hingga luput dari perhatian pemeriksa
bahkan dokter ahli yang berpengalaman sekalipun.
3. Penderita kurang perhatian terhadap sesuatu yang merupakan kejadian sehari-
hari dan tidak mampu berfikir jernih atas kejadian yang di hadapi sehari-hari,
kurang inisiatif, serta mudah tersinggung.
4. Kurang perhatian dalam berfikir.
5. Emosi yang mudah berubah-ubah terlihat dari mudahnya gembira, tertawa
terbahak-bahak lalu tiba-tiba sedih berurai air mata hanya karena sedikit
pengaruh lain.
6. Muncul refleks sebagai tanda regresi (kemunduran kualitas fungsi seperti:
refleks mengisap, rrefleks memegang, dan refleks glabella).
7. Banyak perubahan perilaku diakibatkan oleh penyakit syaraf, maka terlihat
dalam bentuk lain yang dikaburkan oleh gejala penyakit syaraf.
Pada gejala klinis usia lanjut telihat dari penurunan perkembangan
pemahaman yang terlihat sebagai berikut:
1. Penurunan daya ingat.
2. Salah satu gangguan pengamatan:
a. Aphasia (kurang lancar berbahasa).
b. Apraxia (tidak ada kemauan).
c. Agnosia (kurang mampu merasakan rangsangan bau, penciuman dan rasa).
3. Penurunan pengamatan timbul secara bertahap dan terus menurus dari waktu
ke waktu sehingga menggangu kerja dan hubungan masyarakat.
2.6 Anamnesis
1. Manifestasi Klinis
13
Gejala/tanda klinis (tanda-tanda demensia, stroke)
2. Riwayat medik umum
Hipertensi, Hiperlipidemia, DM, arteriosklerosis, dll
3. Riwayat Neurologi Umum
Riwayat Stroke TIA, Trauma kapitis, Infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor atau hidrocephalus.
Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik, gangguan berjalan, koordinasi dan gangguan keseimbangan yang mendadak pada fase awal menandakan defisit neurologik yang mengarah pada VaD.
4. Riwayat Neurobehaviour
Informasi dari keluarga mengenai :
Penurunan Fungsi Kognitif
Kemampuan Intelektual dalam aktivitas sehari-hari menurun
Perubahan tingkah laku
5. Riwayat Psikiatrik
Apakah pasien mengalami depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, pikiran paranoid
Apakah gangguan ini terjadi sebelum atau sesudah awitan demensia
6. Riwayat keracunan, nutrisi, obat-obatan
Keracunan logam berat, pestisida, lem, defesiensi nutrisi, pemakaian alkohol kronik dapat menyebabkan demensia walaupun tidak spesifik untuk VaD.
Pemakaian obat-obatan anti depresan, anti kolinergik dan herbal juga dapat mengganggu fungsi kognisi.
7. Riwayat keluarga
Insiden demensia pada keluarga
14
Pemeriksaan Fisik :
1. Pemeriksaan Fisik Umum
Observasi Penampilan
Tanda-tanda Vital
Arteriosklerosis
Faktor resiko vaskular
2. Pemeriksaan Neurologis
Gangguan berjalan
Gangguan kekuatan, tonus atau kontrol motorik
Gangguan sensorik dan lapangan visual gangguan saraf otak
Gangguan keseimbangan
Gangguan reflek
3. Pemeriksaan status mental
Meliputi : Orientasi, memori, bahasa, fungsi kortikal terkait dengan berhitung, penulisan, praksis, gnosis, Visuospasia dan Visuopersepsi
4. Pemeriksaan aktivitas Fungsional
Ini adalah pemeriksaan penampilan nyata pasien dalam aktivitas kehidupan sehari-hari saat premorbid atau saat ini
5. Pemeriksaan Psikiatrik
Apakah ia menderita gangguan depresi, delirium, cemas atau mengalami gejal psikotik
Test neuropsikiatrikuntuk demensia:
MMSE ( screening fungsi kognitif umum )
BDRS ( memori dan performance ADL)
CDRS ( tingkat demensia )
15
ADL/IADL (aktifitas keseharian)
Pemeriksaan Penunjang:
Lab : faktor resiko stroke
EKG, doppler, holter monitoring
CT-Scan, MRI, PET
2.7 Kriteria Diagnosis
Kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk demensia tipe Alzheimer
A. Munculnya defisit kognitif multipel yang dimenifestasikan baik oleh :
1. Hendaya memori (terganggunya kemampuan mempelajari informasi baru atau mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
2. Satu (atau lebih) kognitif dibawah ini:
a. Afasia (gangguan berbahasa)
b. Apraksia ( terganggunya kemampuan motorik meski fungsi motorik masih intak
c. Agnosia ( Kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek meski fungsi sensorik masih intak )
d. Gangguan dalam melakukan fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi, merangkai, abstraksi)
B. Defisit Kognitif pada kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi sosial dan okupasional serta menggambarkan penurunan tingkat kemampuan berfungsi sebelumnya yang signifikan
C. Perjalanan penyakit ditandai oleh awitan yang bertahap dan penurunan kognitif yang kontinu
D. Defisit kognitif pada kriteria A1 dan A2 tidak disebabkan oleh salah satu hal berikut ini :
16
a. Penyakit Sistem Saraf pusat lain yang menyebabkan defisit progresif memori dan kognisi ( contoh : penyakit serebrovaskular , penyakit Parkinson, penyakit Hungtinton, hematoma subdueal, Hidrocephalus tekanan normal, tumor otak )
b. Penyakit sistemikn yang diketahui menyebabkan demensia ( contoh : Hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12 atau asam folat, defisiensi niasin, hiperkalsemia, neurosifilis, Infeksi HIV)
c. Penyakit terinduksi zat
E. Defisit tidak terjadi hanya pada saat delirium
F. Gangguan ini tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan lain pada aksis I (contoh : gangguan depresi mayor, Skizofrenia)
Kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk demensia Vaskuler:
A. Munculnya defisit kognitif multipel yang dimenifestasikan baik oleh :
1. Hendaya memori (terganggunya kemampuan mempelajari informasi baru atau mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
2. Satu (atau lebih) kognitif dibawah ini:
a. Afasia (gangguan berbahasa)
b. Apraksia ( terganggunya kemampuan motorik meski fungsi motorik masih intak
c. Agnosia ( Kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek meski fungsi sensorik masih intak )
d. Gangguan dalam melakukan fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi, merangkai, abstraksi)
B. Defisit Kognitif pada kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi sosial dan okupasional serta menggambarkan penurunan tingkat kemampuan berfungsi sebelumnya yang signifikan
C. Tanda dan Gejal neurologis ( contoh : refleks tendo dalam yang berlebihan, respons plantar ekstensor, Pseudobulbar palsy, abnormalitas cara berjalan, kelemahan pada satu ekstremitas ) atau bukti laboratorium yang mengindikasikan adanya penyakit serebrovaskular (infark multipel yang melibatkan korteks dan
17
substansia alba dibawahnya) yang dianggap secara etiologi berkaitan dengan gangguan tersebut.
D. Defisit tidak terjadi hanya pada saat delirium
2.8 Pemeriksaan Penunjang
Berikut beberapa pemeriksaan penunjang demensia :
Pemeriksaan Neuropsikologis :
Fungsi kognitif : Mini Mental State Examination (MMSE)
Clock Drawing Test (CDT)
Fungsi global Clinical Dementia Rating (CDR)
Gangguan Neuropsikiatris (NPI)
Aktivitas harian
Activity of daily living (ADL), Functional activity Questionare (FAQ), Instrumental Activity Of Daily Living (IADL)
Pemeriksaan Kognitif :
Dilakukan pada penderita pasien demensia dengan tujuan untuk :
Penapisan\
Konfirmasi diagnosa dan subtipenya
Derajat keparahannya
Progresivitasnya
Pemeriksaan fungsi kognitif meliputi :
Tingkat intelektual sebelumnya
Mood, kooperasin dan motivasi
Atensi
Orientasi
18
Memori
Bahasa/komunikasi
Visuospasial/ kemampuan konstruksi
Kalkulasi
Berfikir abstrak
Penilaian diri / insight
MMSE
Pemeriksaan fungsi kognitif yang paling sering digunakan
Dapat membedakan gangguan fungsi organik dengan gangguan organik
Singkat, dapat dipergunakan dimana saja
Kualifikasi mini karena tidak menyangkut aspek mood, pengalaman mental abnormal
Dipengaruhi oleh usia, pendidikan, pekerjaan dan sosial
2.9 PenatalaksananFarmakologi
1. Terapi Terhadap Penyakit Dasar
a. Kontrol faktor resiko penyakit VaD dengan baik
b. Kontrol teratur terhadap pentyakit primer, seperti stroke:
Antiplatelet
Untuk cegah stroke yang rekuren
Ex:
— Aspirin (325 mg PO qd),
— Ticlodipine (untuk pasien yang tidak toleransi terhadap
aspirin/aspirin gagal; 250 mg PO bid),
19
— Clopidogrel (75 mg PO qd)
Agen Hemorleologic
Untuk memperbaiki aliran darah
Ex:
- Pentoxifylline (400 mg PO tid)
Neurotropik
Mungkin berguna pada VaD, masih diteliti
Ex:
— Nimodipine,
— Propentofylline
— posatirelin
c. Perbaiki gaya hidup
2. Terapi Terhadap Gejala Demensia
a. Pada vaskiler demensia terjadi penurunan neurotransmiter kolinorgik
sehingga kolinesterose inhibitor dapat diberikan
b. Penelitian-penelitian terakhir menunjukan obat golongan ini dapat
menstabilkan fungsi kognisi dan memperbaiki aktivitas harian pada
penderitaan demensia vaskuler ringan dan sedang.
c. ESO : mual, muntah, diare, bradikardi, dan gangguan konduksi supra
venrtikuler.
Ex: tacrine, donepezil, ripastikmin, galantamine
Non-Farmakologis
20
Bertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih ada.
1. Perilaku hidup sehat seperti diet :
Level folat, vit. B6 dan B12 yang rendah mengikatkan level homosistenin yang
merupakan faktor resiko stroke
Konsumsi lemak meningkatakan resiko terhadap VaD
Konsumsi ikan berhubungan dengan menurunanya resiko terhadap demensia.
2. Terapi rehabilitasi
Dilakukan orentasi realitas, stimulasi kognisi, reminiscent, gerak dan latih otak serta
olahraga lain, adukasi, konseling, terapi musik, terapi bicara dan okupasi,
3. Interfensi lingkungan
Dilakukan melalui tata ruang, fasilitas aktivitas, terapi cahaya, penyediaan fasilitas
perawatan, day care center, nursing home, dan respite cenret.
Masalah Depresi
Pasien VaD dengan depresi memperlihatkan gangguan fungsional yang lebih berat
dari pada pasien AD tanpa depresi.
Obat antidepresan dapat memperbaiki gejala depresi, mengurangi disabilitas tetapi
tidak memperbaiki gangguan kognisi
Non-farmakologis :
1. Memberi dorongan aktivitsa
2. Menghindari tugas yang komleks
3. Bersosialisasi untuk mengurangi depresi
4. Konsling dengan psikiater
Terapi farmakologis :
21
1. Semua antidepresan mempinyai efektifitas yang sama dan onset of action dalam
jangka wakti tertentu (sekitar 2 minggu) dalam terapi depresi
2. Pemilihan obat yang tepat berdasarkan riwayat respon obat sebelumnya, efek
samping obat dan interaksi obat
3. Anti depresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara lain,
golongan :
a. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI). Golongan ini mempunyai
tolerabilitas tinggi pada pasien lansia karena tanpa efek antikolinergik dan
kardiotoksik, efek hipotensi ortostatik yang minimal
b. Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA)
c. NASSA
d. Antidepresan atipikal
e. TRISIKLIK tidak dianjurkan untuk lansia karena efek sampingnya.
Masalah Anxietas dan Agitasi
Sebagian pasien demensia vaskuler bersifat hipersensitif terhadap peristiwa
sekitarnya.
Terapi non-farmakologis :
1. Usahakan lingkungan rumah yang tenag dan stabil
2. Tanggapi pasien yang sabar dan penuh kasih
3. Buatlah aktivitas konstruktif untuk menyalurkan gelisanya
4. Hindari minuman berkafein untuk membantu mengurangi gejala cemas dan
gelisah
Farmakologis :
22
1. Ankiolotik
Terutama bezodiazepin berguna untuk terapi jangka pendek anxietas yang tidak
terlalu berat atau agitasi.
2. Neuroleptik
Untuk agitasi yang berat sama sekali tidak dapat tidur, kegelisaan yang hebat,
halusinasi atau delusi.
3. Antidepresan
Terutama SSRI dan trazodone juga efektif untuk mengobati agitasi
Masalah Gangguan Tidur
Gangguan tidur pada pasien demensia vaskuler sering mengakibatkan pengasuh
sering juga terjaga pada malam hari.
Beberapa petunjuk praktis yang berguna untuk pengasuh (caregiver) adalah :
1. Berikan aktivitas pada siang hari
2. Hindari tidur siang bila memungkinkan
3. Kurangi minum menjelang tidur
4. Usahakan siang hari terpapar sinar matahari
2.10 Prognosis
Tidak baik, jalannya penyakit progresif, demensia makin lama makin berat sehingga akhirnya penderita hidup secara vegetatif saja, walaupun demikian penderita mungkin masih dapat hidup selama 10 tahun atau lebih setelah gejala-gejala menjadi nyata.
2.11 Kompetensi Dokter Umum
23
Tingkat kemampuan 1
Dapat mengenali dan menempatkan gambaran-gambaran klinik sesuai penyakit ini ketika membaca literatur. Dalam korespodensi, ia dapat mengenal gambaran klinik ini, dan tahu bagaimana mendapatkan informasi lebih lanjut. Level ini mengindikasikan interview level. Bila menghadapi pasien dengan gambaran klinik ini dan menduga penyakitnya, doter segera merujuk
Tingkat kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter ( misalnya : Pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray ). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindak lanjuti sesudahnya
Pada kasus Demensia Kompetensi Dokter umum di Tingkat Kemampuan 2
Tingkat Kemampuan 3
3a Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan –pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus Gawat darurat)
3b Mmpu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan –pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus Gawat darurat)
Tingkat kemampuan 4
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan yang diminta oleh dokter: Misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri dan tuntas.
BAB III
24
METODE PELAKSANAAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu salah
satu studi yang menggambarkan sesuatu dengan independent interview (wawancara
menelaah menjadi studi pustaka ).
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Adapun kegiatan akan dilaksanakan pada :
Tempat : Perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang
Hari/Tanggal : Selama Blok 16 (sabtu,11 januari 2012)
Waktu : 10.00 s/d selesai
3.3 Susunan Anggota :
Ketua : Fajar Maulidan Al’amin
Wakil ketua : Ade Pratama Heriansa
Sekretaris : Friska Doreenda Putri
Anggota :
1. Dewi Agutina
2. Ayu Septia Fatriani
3. Nevi Yulita Sari
4. Nurfanida Natasya. M
5. Agis Mira Dewi
6. Lupita Putri
25
3.4 Cara Pengumpulan Data
Dengan menggunakan metode observasi
- Dengan menelaah journal kedokteran (studi pustaka)
3.5 Sasaran
Dengan melihat latar belakang dan tujuan diatas, maka sasaran yang akan di capai
dalam kegiatan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) mengenai “ Gangguan Kognitif pada
Orang Tua” adalah manusia mampu memahami kasus tersebut. (Studi Pustaka)
3.6 Subjek Tugas Mandiri
Mencari literatur tentang Demensia
Diskusi (Studi Pustaka)
3.7 Langkah kerja
1. Berkonsultasi kepada pembimbing.
2. Membuat proposal pelaksanaan early exposure dan mengajukan kepada
pembimbing.
3. Melakukan perbaikan proposal early exposure dan membuat surat pernyataan
dari pembimbing kepada pihak akademik untuk pelaksanaan early exposure.
4. Menghubungi pihak akademik untuk berkonsultasi dan permohonan
pembuatan surat izin ke Panti Wreda Yayasan Sosial Suka Maju Kenten Laut,
Palembang.
5. Pihak panti tidak mengizinkan di karenakan panti akan di adakan acara agama
6. Panti wreda di ganti dengan pihak panti lain nya dan ternyata pihak panti
tersebut juga tidak memberikan izin.
7. Pembimbing menginstruksi kan untuk mengantinya dengan mencari satu jurnal
dan kemudian di diskusikan secara kelompok
8. Melakukan pelaporan hasil kepada pembimbing
26
3.8 Jadwal
Pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) ke Panti Wreda dilakukan selama
Blok 16 ( tanggal 2 Januari 2012 – 11 Februari 2012).(menjadi studi pustaka
jurnal)
Proposal dikumpulkan pada, 11 Februari 2012
Pengolahan data dilakukan dari tanggal 2 Januari 2012 – 11 Februari 2012
Penyerahan laporan kepada dosen Pembimbing pada tanggal 11 Februari 2012
27
BAB IV
HASIL TUGAS MANDIRI
Prevalensi demensia vascular (DVa)
Di Kanada insiden rate pada usia ≥ 65 tahun besarnya 2,52 per 1000 sedangkan di Jepang
prevalensi DVa besarnya 4,8%. Prevalensi DVa akan semakin meningkat dengan
meningkatnya usia seseorang, dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Sebuah penelitian
di Swedia menunjukkan risiko terjadinya DVa pada laki-laki besarnya 34,5% dan
perempuan 19,4%. The European Community Concerted Action on Epidemiology and
Prevention of Dementia mendapatkan prevalensi berkisar dari 1,5/100 wanita usia 75-79
tahun di Inggris hingga 16,3/100 laki-laki usia di atas 80 tahun di Itali
DIAGNOSIS
Terdapat beberapa kriteria diagnostik untuk menegakkan diagnosis DVa, yaitu
(i) diagnostic and statictical manual of mental disorders edisi ke empat (DSM-IV),
(ii) pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) III,
(iii) international clasification of diseases (ICD-10),
(iv) the state of California Alzheimer’s disease diagnostic and treatment centers (ADDTC), dan
(v) national institute of neurological disorders and stroke and theassociation internationale pour la recherche et l’ enseignement en neurosciences (NINDS- AIREN).
Diagnostik DSM – IV menggunakan kriteria:
a) Adanya defisit kognitif multipleks yang dicirikan oleh gangguan memori dan satu
atau lebih dari gangguan kognitif berikut ini:
28
(i) afasia (gangguan berbahasa),
(ii) apraksia (gangguan kemampuan untuk mengerjakan aktivitas motorik,
sementara fungsi motorik normal),
(iii) agnosia (tidak dapat mengenal atau mengidentifikasikan benda
walaupaun fungsi sensoriknya normal), dan
(iv) dalam fungsi eksekutif (merancang, mengorganisasikan, daya
abstraksi, membuat urutan).
b) Defisit kognitif pada kriteria a) yang menyebabkan gangguan fungsi sosial dan
okupasional yang jelas
c) Tanda dan gejala neurologik fokal (refleks fisiologik meningkat, refleks patologik
positif, paralisis pseudobulbar, gangguan langkah, kelumpuhan anggota gerak)
atau bukti laboratorium dan radiologik yang membuktikan adanya gangguan
peredaran darah otak (GPDO), misal infark multipleks yang melibatkan korteks
dan subkorteks, yang dapat menjelaskan kaitannya dengan munculnya gangguan.
d) Defisit yang ada tidak terjadi selama berlangsungnya delirium.
29
Membedakan DVa dari penyakit Alzheimer
Pasien DVa relatif memiliki memori verbal jangka panjang yang lebih baik tetapi
fungsi eksekutif lobus frontal lebih buruk dibandingkan pasien dengan demensia
Alzheimer. Dapat pula digunakan sistem skor misalnya skor iskemik Hachinski dan skor
demensia oleh Loeb dan Gondolfo.
Penderita dengan DVa atau demensia multi infark mempunyai skor lebih dari 7, sedang
yang skornya kurang dari 4 mungkin menderita Alzheimer.
Bila skornya 0-2 kemungkinan ialah penyakit Alzheimer, bila skornya 5-10 DVa
30
GEJALA KLINIK
Gambaran klinik penderita DVa menunjukkan kombinasi dari gejala fokal
neurologik, kelainan neuropsikologik dan gejala neuropsikiatrik
Gejala fokal neurologik dapat berupa gangguan motorik, gangguan sensorik dan
hemianopsia.
Kelainan neuropsikologik berupa gangguan memori disertai dua atau lebih
kelainan kognitif lain seperti atensi, bahasa, visuospasial dan fungsi eksekutif.
Gejala neuropsikiatrik sering terjadi pada DVa, dapat berupa perubahan
kepribadian (paling sering), depresi, mood labil, delusion, apati, abulia, tidak adanya
spontanitas. Depresi berat terjadi pada 25-50% pasien dan lebih dari 60% mengalami
sindrom depresi dengan gejala paling sering yaitu kesedihan, ansietas, retardasi
psikomotor atau keluhan somatik. Psikosis dengan ide-ide seperti waham terjadi pada
50%, termasuk pikiran curiga, sindrom Capgras. Waham paling sering terjadi pada
lesi yang melibatkan struktur temporoparietal
FAKTOR RESIKO
Secara umum faktor risiko DVa sama seperti faktor risiko stroke meliputi: usia,
hipertensi, diabetes melitus, aterosklerosis, penyakit jantung, penyakit arteri perifer, plak
pada arteri karotis interna, alkohol, merokok, ras dan pendidikan rendah Berbagai studi
prospektif menunjukkan risiko vaskular seperti hipertensi, diabetes, hiperkolestrolemia
merupakan faktor risiko terjadinya DVa. Studi Kohort di Kanada menujukkan, penderita
diabetes risiko mengalami DVa 2,15 kali lebih besar, penderita hipertensi 2,05 kali lebih
31
besar, penderita kelainan jantung 2,52 kali lebih besar. Sedangkan mereka yang makan
kerang-kerangan (shellfish) dan berolahraga secara teratur merupakan faktor pencegah
terjadinya DVa.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pencitraan
Dengan adanya fasilitas pemeriksaan CT scan otak atau MRI dapat dipastikan adanya
perdarahan atau infark (tunggal atau multipel), besar serta lokasinya. Juga dapat
disingkirkan kemungkinan gangguan struktur lain yang dapat memberikan gambaran
mirip dengan DVa, misalnya neoplasma.
2. Laboratorium
Digunakan untuk menentukan penyebab atau faktor risiko yang mengakibatkan
timbulnya stroke dan demensia. Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah (LED), kadar
glukosa, glycosylated Hb, tes serologi untuk sifilis, HIV, kolesterol, trigliserida, fungsi
tiroid, profil koagulasi, kadar asam urat, lupus antikoagulan, antibodi antikardiolipin dan
lain sebagainya yang dianggap perlu.
3. Lain-lain
Foto Rontgen dada, EKG, ekokardiografi, EEG, pemeriksaan Doppler, potensial cetusan
atau angiografi
PENGOBATAN.
Terapi untuk DVa ditujukan kepada penyebabnya, mengendalikan faktor risiko
(pencegahan sekunder) serta terapi untuk gejala neuropsikiatrik dengan memperhatikan
interaksi obat. Selain itu diperlukan terapi multimodalitas sesuai gangguan kognitif dan
gejala perilakunya. Telah banyak obat yang diteliti untuk mengobati Dva tetapi belum
32
banyak yang berhasil dan tidak ada satupun yang yang dapat direkomendasikan secara
positif.
Vasodilator seperti hidergine mempunyai efek yang postif dan pemberian secara
oral active haemorheological agent seperti pentoxiylline mampu memperbaik fungsi
kognitif penderita
Pemberian acetylcholineesretarse inhibito seperti donepezil, rivastigmine and
galantiamin mampu meperbaiki fungsi kognitif penderita
Akhir-akhir ini sedang di teliti memantine untuk pengobatan, Efektifitas dari
memantine terhadap Dva diteliti menggunakan rancangan ontroled, double-blind,
placebo controlled yang mengikut sertakan 321 penderita di Perancis dan 579 penderita
di Inggris. Hasil penelitian menunjukkan perbaikan fungsi kognitif yang bermakna pada
kelompok yang diberikan memantine. Penelitian di Inggris yang meliputi 54 pusat studi
melakukan penelitian untuk menilai efektifitas dan keamanan dari memantine terhadap
penderita Dva ringan dan sedang. Rancangan penelitian double-blind, parallel, ontroled
menggunakan ontrol mengikut sertakan 579 penderita. Dosis memantine sebesar 20 mg
diberikan setiap hari selama 28 minggu. Hasil penelitian menunjukkan penderita yang
diberikan memantine menunjukkan perbaikan fungsi kognitif. Efek samping yang
ditemukan adalah pusing dan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna
antara kedua kelompok pelakuan. Ternyata memantine aman dan dapat diterima oleh
penderita
33
BAB V
PEMBAHASAN
Demensia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada lanjut
usia. Di negara-negara Barat, demensia vaskular menduduki urutan kedua terbanyak
setelah penyakit Alzheimer tetapi di beberapa negara Asia demensia vaskular merupakan
tipe demensia yang terbanyak. Semua demensia yang diakibatkan oleh penyakit
pembuluh darah serebral dapat disebut sebagai demensia vaskular. Saat ini istilah
demensia vaskular digunakan untuk sindrom demensia yang terjadi sebagai konsekuensi
dari lesi hipoksia, iskemia atau perdarahan otak. Terdapat beberapa kriteria diagnostik
untuk menegakkan diagnosis demensia vaskular yaitu: diagnostic and statictical manual
of mental disorders edisi ke empat (DSM-IV), pedoman penggolongan dan diagnosis
gangguan jiwa (PPDGJ) III, international clasification of diseases (ICD-10), the state of
California Alzheimer’s disease diagnostic and treatment centers (ADDTC), dan national
institute of neurological disorders and stroke and the association internationale pour la
recherche et l’enseignement en neurosciences (NINDS-AIREN)
Prevalensi demensia vascular (DVa)
Prevalensi tiap negara berbeda-beda, tetapi secara umum demensia vascular yang
sering terjadi pada lanjut usia dgn umur rata-rata lebih dari 65 tahun, Di negara- Negara
barat, demensia vaskular(DVa) menduduki urutan kedua terbanyak setelah penyakit
Alzheimer. Tetapi karena DVa merupakan tipe demensia yang terbanyak pada beberapa
negara Asia dengan populasi penduduk yang besar maka kemungkinan DVa ini
merupakan tipe demensia yang terbanyak di dunia. Lebih sering terjadi pada laki-laki.
DIAGNOSIS
Pada diagnosis dapat ditegakan 2 tahap, pertama menegakan diagnosis demensia
kemudian mencari proses vascular yang mendasari. Dan terdapat beberapa kriteria
34
diagnosis pada demensia yaitu (DSM-IV), (PPDGJ) III, (ICD-10), (ADDTC), dan
(NINDS- AIREN). Dari beberapa kriteria tersebut kita memilih salah satunya
Membedakan DVa dari penyakit Alzheimer
Pasien DVa relatif memiliki memori verbal jangka panjang yang lebih baik tetapi
fungsi eksekutif lobus frontal lebih buruk dibandingkan pasien dengan demensia
Alzheimer. Dan untuk dapat membedakan kedua jenis demensia tersebut dapat sistem
skor misalnya skor iskemik Hachinski dan skor demensia oleh Loeb dan Gondolfo.
GEJALA KLINIK
Kebanyak pada pasien Demensia Vaskular ditemukan didahului oleh Transient ischemic
attack (TIA) atau stroke, Gambaran klinik penderita DVa menunjukkan kombinasi dari
gejala fokal neurologik, kelainan neuropsikologik dan gejala neuropsikiatrik. Yang akan
menyebabkan gangguan motorik, gangguan memori serta gangguan kepribadian
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko yang dipaparkan pada jurnal sama dengan pada faktor resiko BAB II
Tinjauan Pustaka yaitu, faktor resiko demensia Vaskular secara umum hampir sama
dengan faktor resiko Stroke, dan faktor Diabetes , hipertensi dan kelainan jantung lebih
besar 2 kali lipat.
PENGOBATAN.
Pada penderita demensia vascular di perlukan pengendalian faktor risiko (pencegahan
sekunder), terapi untuk gejala neuropsikiatrik serta mengobati fungsi kognitif, dan
melakukan terapi
35
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa:
a. Mahasiswa telah mengetahui Demensia merupakan salah satu masalah
kesehatan yang sering terjadi pada lanjut usia dan demensia vaskular digunakan
untuk sindrom demensia yang terjadi sebagai konsekuensi dari lesi hipoksia,
iskemia atau perdarahan otak
b. Mahasiswa telah mengetahui Prevalensi Demensia Vaskular dan bervariasi tiap
negaranya
c. Mahasiswa telah mengetahui kriteria diagnostik untuk menegakkan diagnosis
Demensia Vaskular.
d. Mahasiswa telah mengetahui membedakan Demensia Vaskular dan Demensia
Alzheimer skor iskemik Hachinski dan skor demensia oleh Loeb dan Gondolfo.
e. Mahasiswa telah mengetahui gambaran klinik penderita DVa menunjukkan
kombinasi dari gejala fokal neurologik, kelainan neuropsikologik dan gejala
neuropsikiatrik
f. Mahasiswa telah mengetahui faktor resiko Demensia Vaskular dari studi
prospektif yang di katakan pada jurnal yang menunjukkan risiko vaskular
seperti hipertensi, diabetes, hiperkolestrolemia merupakan faktor risiko
terjadinya Demesia Vaskular
36
5.2 Saran.
Kegiatan Early Eksposure ini akan lebih baik apabila dapat terlaksana kunjungan
langsung ke Panti dan bisa melihat dan bertanya langsung pada pria atau wanita
lanjut usia.
mahasiswa menyarankan agar kegiatan ini tetap dapat terus dilanjutkan sebagai
modal pembelajaran mahasiswa sebelum masuk ke pendidikan klinik.
37
LAMPIRAN
38
DAFTAR PUSTAKA
1) Maramis, Willy, F & Maramis, Albert, A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi
2.Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan (AUP)
2) Sadock, Benjamin, J & Sadock,Virginia, A (ed.) 2010. Kaplan & Shadock Buku Ajar
Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC
3) Malim, Rusdi (ed.) 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas PPDGJ III.
Jakarta: PT Nuh Jaya
39