EE

54
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara-negara maju dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh makin bertambahnya penyakit-penyakit degeneratif serta makin meningkatnya usia . Secara klinis munculnya demensia pada seorang usia lanjut sering tidak disadari karena awitannya yang tidak jelas dan perjalanan penyakitnya yang progresif namun perlahan. Selain itu pasien dan keluarga juga sering menganggap bahwa penurunan fungsi kognitif yang terjadi pada awal demensia (biasanya ditandai dengan berkurangnya fungsi memori) merupakan suatu hal yang wajar pada seorang yang sudah menua. Akibatnya, penurunan fungsi kognitif terus akan berlanjut sampai akhirnya mulai mempengaruhi status fungsional pasien dan pasien akan jatuh pada ketergantungan kepada lingkungan sekitarnya. Saat ini telah disadari bahwa diperlukan deteksi dini terhadap munculnya demensia, karena ternyata berbagai penelitian telah menunjukkan bila gejala- gejala peurunan fungsi kognitif dikenali sejak awal maka dapat dilakukan upaya-upaya meningkatkan atau paling 1

Transcript of EE

Page 1: EE

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara-negara

maju dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negara-

negara berkembang seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh makin bertambahnya

penyakit-penyakit degeneratif serta makin meningkatnya usia .

Secara klinis munculnya demensia pada seorang usia lanjut sering tidak disadari

karena awitannya yang tidak jelas dan perjalanan penyakitnya yang progresif

namun perlahan. Selain itu pasien dan keluarga juga sering menganggap bahwa

penurunan fungsi kognitif yang terjadi pada awal demensia (biasanya ditandai

dengan berkurangnya fungsi memori) merupakan suatu hal yang wajar pada seorang yang

sudah menua. Akibatnya, penurunan fungsi kognitif terus akan berlanjut sampai akhirnya

mulai mempengaruhi status fungsional pasien dan pasien akan jatuh pada ketergantungan

kepada lingkungan sekitarnya. Saat ini telah disadari bahwa diperlukan deteksi dini

terhadap munculnya demensia, karena ternyata berbagai penelitian telah menunjukkan

bila gejala-gejala peurunan fungsi kognitif dikenali sejak awal maka dapat dilakukan

upaya-upaya meningkatkan atau paling tidak mempertahankan fungsi kognitif agar tidak

jatuh pada keadaan demensia.

Selain peran pasien dan keluarga dalam pengenalan gejala-gejala penurunan fungsi

kognitif dan demensia awal, dokter dan tenaga kesehatan lain juga mempunyai peran

yang besar dalam deteksi dini dan terutama dalam pengelolaan pasien dengan penurunan

fungsi kognitif ringan. Dengan diketahuinya berbagai faktor risiko (seperti hipertensi,

diabetes melitus, stroke, riwayat keluarga, dan lain-lain) berhubungan dengan penurunan

fungsi kognitif yang lebih cepat pada sebagian orang usia lanjut, maka diharapkan dokter

dan tenaga kesehatan lain dapat melakukan upaya-upaya pencegahan timbulnya demensia

pada pasien-pasiennya. Selain itu, bila ditemukan gejala awal penurunan fungsi kognitif

pasien yang disertai beberapa faktor yang mungkin dapat memperburuk fungsi kognitif

1

Page 2: EE

pasien maka dokter dapat merencanakan berbagai upaya untuk memodifikasinya, baik

secara farmakologis maupun non-farmakologis.

1.2 TujuanTujuan dari Tugas Pengenalan Profesi ini adalah :

1.2.1 Tujuan Umum Setelah melakukan Tugas Pengenalan Profesi ini, diharapkan mahasiswa mampu

memahami, menjelaskan, serta mengaplikasikan pengetahuan tersebut ketika

dalam masa pendidikan ataupun telah menjadi dokter.

1.2.2 Tujuan KhususSetelah melakukan early exposure ini, diharapkan mahasiswa mampu :

1. Untuk mengetahui cara mendiagnosis Demensia Vaskular

2. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari Demensia Vaskular

3. Untuk mengetahui Klasifikasi Demensia Vaskular

4. Untuk mengetahui Penyebab Demensia Vaskular

5. Untuk mengetahui Pengobatan atau Perawatan pasien dengan Demensia

Vaskular

6. Untuk mengetahui Prognosis dari Demensia Vaskular

7. Untuk mengetahui Kompetensi dokter umum dalam menangani kasus

Demensia Vaskular

2

Page 3: EE

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Demensia

Demensia merupakan suatu sindrom akibat penyakit/gangguan otak yang biasanya

bersifat kronik-progresif, dimana terdapat gangguan fungsi luhur kortikal yang multipel

(multiple higher cortical function), termasuk di dalamnya : daya ingat, daya fikir,

orientasi, daya tangkap (comprehension), berhitung, kemampuan belajar, berbahasa, dan

daya nilai (judgment). Umumnya disertai, dan ada kalanya diawali, dengan kemerosotan

(deterioration) dalam pengendalian emosi, perilaku sosial, atau motivasi hidup.

Demensia adalah satu penyakit yang melibatkan sel-sel otak yang mati secara

abnormal. Hanya satu terminologi yang digunakan untuk menerangkan penyakit otak

degeneratif yang progresif. Daya ingatan, pemikiran, tingkah laku dan emosi terjejas bila

mengalami demensia. Penyakit ini boleh dialami oleh semua orang dari berbagai latar

belakang pendidikan maupun kebudayaan. Walaupun tidak terdapat sembarang rawatan

untuk demensia, namun rawatan untuk menangani gejala-gejala boleh diperoleh.

Demensia adalah penurunan kemampuan mental yang biasanya berkembang

secara perlahan, dimana terjadi gangguan ingatan, fikiran, penilaian dan kemampuan

untuk memusatkan perhatian, dan bisa terjadi kemunduran kepribadian.

Pada usia muda, demensia bisa terjadi secara mendadak jika cedera hebat,

penyakit atau zat-zat racun (misalnya karbon monoksida) menyebabkan hancurnya sel-sel

otak.

Tetapi demensia biasanya timbul secara perlahan dan menyerang usia diatas 60

tahun. Namun demensia bukan merupakan bagian dari proses penuaan yang normal.

Sejalan dengan bertambahnya umur, maka perubahan di dalam otak bisa

menyebabkan hilangnya beberapa ingatan (terutama ingatan jangka pendek) dan

penurunan beberapa kemampuan belajar. Perubahan normal ini tidak mempengaruhi

fungsi.

3

Page 4: EE

Menurut WHO dalam Clinical Deskriptions and Diagnostic Guidelines for

Mental and Behavioural Disorders dan International Classification of Diseases (10th

Revision) (ICD-10) (2008) demensia memiliki ciri-ciri yang harus ada diantaranya:

1. Kemunduran kemampuan intelektual terutama memori yang sampai

menganggu aktivitas-aktivitas keseharian sehingga menjadikan penderita sulit

bahkan tidak mungkin untuk hidup secara mandiri.

2. Mengalami kemunduran dalam berfikir, merencanakan dan

mengorganisasikan hal-hal dari hari ke hari.

3. Awalnya, mengalami kesulitan menyebutkan nama-nama benda, orientasi

waktu, tempat.

4. Kemunduran pengontrolan emosi, motivasi, perubahan dalam perilaku sosial

yang tampak dalam kelabilan emosi, ketidak mampuan melakukan ritual

keseharian, apatis (tidak peduli) terhadap perilaku sosial seperti makan,

berpakaian dan interaksi dengan orang lain.

Ada bermacam-macam jenis demensia, menurut Durland dan Barlow (2006) ada lima

golongan demensia berdasarkan etiologinya yang telah didefinisikan yaitu : (1)

demensia tipe Alzheimer, (2) demensia vaskular, (3) demensia larena kondisi medis

umum, (4) demensia menetap yang diinduksi oleh substansi tertentu, dan (5)

demensia karena etiologi ganda/multiple, (6) demensia yang tak tergolongkan.

Demensia Alzheimer adalah demensia yang paling banyak terjadi dan dicirikan

oleh kemunduran intelektual yang progresif. Faktor risiko utama adalah usia yang

lanjut, keturunan dan trauma kepala.

Demensia vaskuler (multi infrak) adalah demensia kedua yang banyak terjdai

setelah demensia Alzheimer. Demensia vaskuler seringkali dicirikan oleh adanya

tanda dan gejala tertentu seperti kemunduran yang bertahap (step-wise), riwayat sroke

atau hipertensi, bukti adanya aterosklerosis, gejala neurologis fokal, dan emosi stabil.

4

Page 5: EE

2.2 Epidemiologi

Demensia pada dasarnya adalah penyakit kaum lansia. Menurut Practice

Guideline for the Treatment of Patients with Alzheimer’s Disease and other

Dementias of Late Life dari American Psychiatric Association (APA), awitan

penyakit ini umumnya paling kerap terjadi pada usia 60-an, 70-an, dan 80-an ke atas,

namun pada kasus yang jarang gangguan ini muncul pada usia 40-an dan 50-an

(disebut sebagai demensia awitan dini). Kira-kira 5 % usia lanjut 65 – 70 tahun

menderita demensia dan meningkat dua kali lipat setiap 5 tahun mencapai lebih 45 %

pada usia diatas 85 tahun. Pada negara industri kasus demensia 0.5 –1.0 % dan di

Amerika jumlah demensia pada usia lanjut 10 – 15% atau sekitar 3 – 4 juta orang.

Insiden penyakit Alzheimer yang merupakan tipe demensia juga meningkat

seiring dengan pertambahan usia, dan diperkirakan angkanya 0,5 persen per tahun

dari usia 65-69, 1% per tahun dari usia 70, 74,2 % per tahun dari usia 75, 79,3 % per

tahun dari usia 80-84, dan 8% per tahun dari usia 85 ke atas. Progresinya bertahap

namun terus menurun. Taksiran kematian sejak awitan gejala sebelumnya

diperkirakan antara 5-9 tahun; namun, pada penelitian terhadap pasien Alzheimer

tahun 2001, median angka harapn hidup hanya 3 tahun setelah awitan gejala.

Tipe demensia tersering kedua adalah demensia Vaskular, yang secara kausatif

berhubungan dengan penyakit serebrovaskular. Hipertensi membuat seseorang

memiliki predisposisi terhadap penyakit ini. Demensia vaskular mencakup 15-30 %

seluruh kasus demensia. Demensia vaskular paling sering terjadi pada orang berusia

60-70 tahun dan lebih kerap pada pria dibanding wanita. Sekitar 10-15% pasien

menderita demensia vaskular dan demensia tipe Alzheimer sekaligus.

Penyebab demensia lain yang juga sering, masing-masing meliputi 1-5% seluruh

kasus, adalah trauma kepala, demensia terkait alkohol, dan berbagai demensia terkait

gangguan pergerakan, seperti penyakit Hungtington dan penyakit Parkinson. Karena

merupakan sindrom yang relatif umum, demensia memiliki banyak kausa, dan klinisi

secara teliti pada pasien demensia untuk menetapkan kausa.

5

Page 6: EE

2.3 Etiologi

Demensia memiliki banyak penyebab, namun demensia tipe Alzheimer dan demensia Vaskular secara bersama-sama mencakup hingga 50% atau lebih

Etiologi Demensia

Demensia Frekuensi (%)

Penyakit ALzheimer 50-60

Vaskuler Demensia 10-30

Depresi 5-15

Alkoholik 1-10

Gangguan Metabolik 1-10

Intoksikasi 1-10

Hidrocephalus 1-5

Anoksia Otak 1-2

Infeksi SSP 1-2

Tumor otak 1-2

Trauma otak 1-2

Hematom subdural 1-2

Lain-lain 10-20

2.3.1 Sebab-Sebab

1. Penyebab secara biologis

a. Adanya penumpukan protein yang lengket yang disebut anyloid plauques

yang berakumulasi di otak pada penderita demensia. Plak amiloid juga

ditemukan pada lansia yang tidak memiliki gejala-gejala demensia, tetapi juga

dalam jumlah yang jauh lebih sedikit (Bourgeois dkk dalam Durand dan

Barlow, 2006)

6

Page 7: EE

b. Di dalam otak ditemukan jaringan abnormal (disebut plak senilis dan serabut

saraf yang semrawut) dan protein abnormal, yang bisa terlihat pada otopsi.

Demensia sosok Lewy sangat menyerupai penyakit Alzheimer, tetapi

memiliki perbedaan dalam perubahan mikroskopik yang terjadi di dalam otak.

c. Penyebab yang lain dari demensia adalah serangan stroke yang berturut-

turut.Stroke tunggal ukurannya kecil dan menyebabkan kelemahan yang

ringan atau kelemahan yang timbul secara perlahan. Stroke kecil ini secara

bertahap menyebabkan kerusakan jaringan otak, daerah otak yang mengalami

kerusakan akibat tersumbatnya aliran darah disebut infark. Demensia yang

berasal dari stroke kecil disebut demensia multi-infark. Sebagian besar

penderitanya memiliki tekanan darah tinggi atau kencing manis, yang

keduanya menyebabkan kerusakan pembuluh darah di otak.

d. Demensia juga bisa terjadi setelah seseorang mengalami cedera otak atau

cardiac arrest. Penyebab lain dari demensia adalah penyakit parkinson,

penyakit pick, AIDS, penyakit paru, ginjal, gangguan darah, gangguan

nurtrisi, keracunan metabolism, diabetes.

e. Penyebab biologis demensia tidak diketahui penyebabnya hanya saja masalah

kerusakan cortex (jaringan otak). Penelitian otopsi mengungkapkan bahwa

lebih dari setengah penderita yang meninggal karena demensia senile

mengalami penyakit Alzheimer jenis ini. Pada kebanyakan penderita, besar

kasar otak pada saat otopsi jauh lebih rendah yang ventrikel dan sulkus jauh

lebih besar dibandingkan yang normal yang seukuran usia tersebut.

Demielinasi dan peningkatan kandungan air pada jaringan otak ditemukan

berdekatan dengan ventrikel lateral dan dalam beberapa daerah lain di bagian

dalam hemifsfer serebrum pad penderita manula

f. Faktor genetik yang berhubungan dengan apoprotein E4 (Apo E4), alela (4)

kromosom 19 pada penderita Alzheimer familial/sporadic. Mutasi 21,1, 14

awal penyakit. Penyebab lainnya yaitu neorotransmiter lain yang berkurang

(defisit) yaitu non adrenergic presinaptik, serotonin, somatostatin,

corticotrophin, releasing faktor, glutamate, dll.

7

Page 8: EE

2. Penyebab secara psikologis

Penderita yang mengalami depresi memiliki risiko dua kali lebih besar mengalami

demensia. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian oleh Epidemiological Pathways

Follow-Up Study yang dilakukan selama lima tahun pasien yang sudah di diagnosis

menderita demensia dikeluarkan dari penelitian ini (……)

Selama periode lima tahun 36 dari 445, atau 7.9 persen dari pasien diabetes

dengan depresi berat didiagnosis dengan demensia. Di antara 3.382 pasien dengan

diabetes saja, 163 atau 4,8 persen mengembangkan gejala demensia. Para peneliti

menemukan hasil bahwa depresi berat dengan diabetes mengalami peningkatan 2.7

kali lipat untuk mengalami demensia, dibanding dengan pasien diabetes tanpa

mengalami depresi berat.

Depresi meningkatkan risiko demensia, karena kelainan biologis afektif ini

berhubungan dengan penyakit, termasuk tingginya kadar hormon stres kortisol, atau

masalah sistem saraf otonom yang dapat mempengaruhi jantung, pembekuan darah.

Selain itu faktor-faktor lain yang meningkatkan risiko demensia karena perilaku

umum dalam kondisi seperti merokok, makan berlebihan, kurang olahraga, dan

kesulitan dalam mengikuti rejimen pengobatan dan perawatan.

3. Penyebab secara sosial

Gaya hidup seseorang mungkin melibatkan kontak dengan faktor-faktor yang

dapat menyebabkan demensia, misalnya penyalahan substansi yang dapat

mengakibatkan demensia. Gaya hidup seperti diet, olahraga, dan stres mempengaruhi

penyakit kardiovaskuler dan dapat membantu menentukan siapa saja yang akan

mengalami demensia vaskuler. Gaya hidup yang sehat seperti diet, olahraga dan

kontrol terhadap makanan dapat meminimalisir kemungkinan terjadinya stroke dan

tekanan darah tinggi yang menyebabkan demensia vaskuler. Sedangkan gaya hidup

yang tidak sehat seperti stres, tidak mengontrol makanan, jarang berolahraga dapat

meningkatkan risiko terkena stroke dan tekanan darah tinggi yang menyebabkan

demensia vaskuler.

Faktor-faktor kultural juga dapat memengaruhi seseorang mengalami demensia.

Sebagai contoh, hipertensi dan stroke menonjol di kalangan orang-orang Afrika-

8

Page 9: EE

Amerika dan orang-orang Asia-Amerika tertentu (Cruickshank dan Beevers dalam

Durand dan Barlow, 2006), yang menjelaskan mengapa demensia vaskular lebih

sering dialami oleh kelompok ini. Hal ini terjadi akibat gaya hidup yang kurang sehat

seperti dikalangan orang-orang Afrika-Amerika yang sering mengkonsumsi alkohol

dan makanan-makanan cepat saji dan berpengawet yang meningkatkan risiko terkena

hieprtensi dan stroke yang menyebabkan demensia varskuler ( de la Monte, et all

dalam Durand dan Barlow, 2006).

4. Penyebab secara spiritual

Q.S An-Nahl: 70, Q.S Al-Hajj:5 , Q.S Yassin:68 yang menjelaskan bahwa

seorang manusia dapat bertambah umurnya akan mengalami penurunan ingatan yang

dapat menyebabkan umurnya akan mengalami penurunan ingatan yang dapat

menyebabkan pikun atau lupa.

Berkaitan dengan ini Ibnu Khaldun mengungkapkan bahwa akal memiliki fungsi

yaitu kerja otak baik kognitif maupun imajinatif dan dengan jelas tersirat dan tersurat

pada Al-qur’an (QS. Al’anfal:8 dan Al’A’raf: 9). Sebagaimana fungsi akal adalah

tempat untuk berfikir maka manusia haruslah menggunakan apa yang telah diberikan

Allah dengan optimal yaitu untuk mentafakkuri dan mentadabburi ayat-ayat Allah

baik yang tertulis dalam Al-Qur’an maupun di alam semesta. Jika akal manusia tidak

digunakan dengan semestinya maka akal tersebut akan kehilangan fungsinya “otak

berfikir”, selanjutnya diambil alih oleh otak binatang yang dicirikan oleh nafsu tak

terkendali yang bersifat kepemilikan dan seksualitas. Hal yang serupapun

dikemukakan oleh ahli neorologi bahwa fungsi otak akan semakin menurun ketika

sedikit mendapatkan stimulasi, saat hal tersebut terjadi maka neuron-neuron dalam

otak akan semakin melemah dan mati sehingga akan memicu gangguan fungsi

kognitif yang cukup signifikan. Jika otak berfikir “mati” maka fungsi-fungsi kognisi

manusia seperti; bahasa dan memori kognitif akan rusak dan kehilangan kemampuan

berfikir terutama kalkulasi bahasa dan matematis logis dan kesulitan untuk

memberikan respon atas setiap stimulus yang masuk (Hasanuddin, 2010).

9

Page 10: EE

2.3.2 Pendekatan Menurut Aliran-aliran

1. Sudut pandang behaviorisme

Demensia dapat disebabkan oleh salah satunya adalah penggunaan obat-

obatan terlarang dan alkohol, seseorang yang menggunakan obat-obatan selain

memiliki faktor internal, juga memeiliki faktor eksternal untuk mengkonsumsi

obat-obatan terlarang dan alkohol. Misalnya saja stress dalam menjalani

persoalaan hidup, kemudian ia memutuskan untuk mengkonsumsi obat-obatan

dan alkohol setelah ia melihat teman-teman yang mengkonsumsi obat-obatan dan

alkohol (lingkungannya merupakan lingkungan dengan orang-orang yang sering

mengkonsumsi obat-obatan dan alkohol). Sehingga ia mengkonsumsi obat-obatan

dan alkohol untuk menghilangkasn stresnya, hal inilah yang akan menyebabkan ia

dapat mengalami demensia.

2. Sudut pandang Neuropsikologi

Pendekatan ini memandang bahwa demensia terjadi karena adanya

kesalahan dalam menggunakan fungsi otak. Terkait hal ini, jika short term

memory tidak digunakan secara optimal, maka fungsi rehearsal pada long term

memorypun akan terganggu akibat akumulasi dari tindakan yang tidak benar.

Selain itu, ditinjau dari stuktur otak itu sendiri lama-kelamaan sel neuron yang

ada di otak akan melemah dan akhirnya mati karena kurangnya pemberian

stimulus. Jika hal ini dibiarkan berkepanjangan maka potensi seseorang

mengalami demensia akan lebih tinggi.

3. Sudut pandang kognitif

Menurut sudut pandang ini, orang yang mengalami demensia bisa

disebabkan karena stigma berfikir yang salah yaitu menganggap sesuatu ‘’lupa”

bahkan “pikun” adalah hal yang wajar karena disebabkan oleh faktor usia. Terkait

ini seseorang tidak berusaha untuk menjaga memori yang dimilikinya atau

sekedar melakukan senam otak. Kecenderungan manusia untuk malas berfikir

10

Page 11: EE

misal melakukan hitungan sederhana tanpa menggunakan kalkulator inilah salah

satu faktor yang turut mempengaruhi kelemahan otak untuk berfikir.

4. Sudut pandang psikologi islami

Berdasarkan tinjauan dari Al Qur’an, manusia dibekali kelebihan untuk

berpikir dimana hal tersebut terletak pada fungsi otak itu sendiri. Bahkan Allah

menjelaskan kedudukan manusia yang tidak mau menggunakan otaknya untuk

berfikir lebih rendah dari binatang ternak. (QS. Al A’araf: 7: 179). Penjelasan dari

binatang ternak disini adalah sebuah kiasan yang bisa diinterpretasikan dengan

kemampuan berfikir manusia yang tidak manusiawi (mengutamakan nafsu

biologis semata), kemampuan berfikir manusia yang sudah tidak logis, sistematis,

disorientasi, bahkan kemunduran intelektual. Dengan demikian sudah disinggung

dalam Al-Qur’an bahwa otak yang telah diberikan Allah SWT harus digunakan

secara optimal.

2.4 Klasifikasi Demensia1) Menurut Umur:

Demensia senilis ( >65 tahun)

Demensia prasenilis (<65 tahun )

2. Menurut perjalanan penyakit:

Reversibel

Ireversibel (Normal pressure hydrocephalus, subdural hematoma, Defisiensi

vitamin B1, Hipotiroidisma, intoxikasi Pb

3. Menurut kerusakan struktur otak

Tipe Alzheimer

Tipe non-Alzheimer

Demensia vascular ( Demensia Vaskular Onset Akut, Demensia Multi-infark,

Demnsia Vaskular Subkortikal), Demensia pada penyakit lain YDK (Morbus

Parkinson, Morbus Huntington, Morbus Pick, Demensia pada Penyskit HIV),

Dementia terkait Trauma kepala, dll.

11

Page 12: EE

1) Demensia Tipe Alzheimer

Penyakit Alzheimer ini biasanya timbul antara umur 50 dan 60 tahun. Terdapat

degenerasi korteks yang difus pada otak di lapisan-lapisan luar, terutama didaerah

frontal dan temporal. Atrofi otak ini dapat dilihat pada pnemo-ensefalogram : sistema

ventrikel membesar serta banyak hawa di ruang subarakhnoidal (giri mengecil dan

sulkus-sulkus melebar).

Penyakit ini mulai pelan-pelan sekali. Tidak ada ciri-ciri yang khas pada

gangguan intelegensi atau pada kelainan perilaku. Terdapat disorientasi, gangguan

ingatan, emosi yang labil, kekeliruan mengenai hitungan dan mengenai pembicaraan

sehari-hari. Terjadi afasi. Pada beberapa kasus ada yang menjadi gelisah dan

hiperaktif.

2) Demensia Vaskular

Terdapatnya gejala demensia

Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat hilangnya daya

ingat, gangguan daya piker, gejala neurologis fokal). Daya tilik diri (insight) dan

daya nilai (judgment) secara relative tetap baik.

Suatu onset yang mendadak atau deterioriorasi yang bertahap, disertai adanya

gejala neurologist fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia

vascular.

2.5 Tanda dan Gejala DemensiaGejala-gejala klinis demensia menurut Yatim (2003) meliputi:

12

Page 13: EE

1. Hilang atau menurunnya daya ingat serta penurunan intelektual.

2. Kadang-kadang gejala ini begitu ringan hingga luput dari perhatian pemeriksa

bahkan dokter ahli yang berpengalaman sekalipun.

3. Penderita kurang perhatian terhadap sesuatu yang merupakan kejadian sehari-

hari dan tidak mampu berfikir jernih atas kejadian yang di hadapi sehari-hari,

kurang inisiatif, serta mudah tersinggung.

4. Kurang perhatian dalam berfikir.

5. Emosi yang mudah berubah-ubah terlihat dari mudahnya gembira, tertawa

terbahak-bahak lalu tiba-tiba sedih berurai air mata hanya karena sedikit

pengaruh lain.

6. Muncul refleks sebagai tanda regresi (kemunduran kualitas fungsi seperti:

refleks mengisap, rrefleks memegang, dan refleks glabella).

7. Banyak perubahan perilaku diakibatkan oleh penyakit syaraf, maka terlihat

dalam bentuk lain yang dikaburkan oleh gejala penyakit syaraf.

Pada gejala klinis usia lanjut telihat dari penurunan perkembangan

pemahaman yang terlihat sebagai berikut:

1. Penurunan daya ingat.

2. Salah satu gangguan pengamatan:

a. Aphasia (kurang lancar berbahasa).

b. Apraxia (tidak ada kemauan).

c. Agnosia (kurang mampu merasakan rangsangan bau, penciuman dan rasa).

3. Penurunan pengamatan timbul secara bertahap dan terus menurus dari waktu

ke waktu sehingga menggangu kerja dan hubungan masyarakat.

2.6 Anamnesis

1. Manifestasi Klinis

13

Page 14: EE

Gejala/tanda klinis (tanda-tanda demensia, stroke)

2. Riwayat medik umum

Hipertensi, Hiperlipidemia, DM, arteriosklerosis, dll

3. Riwayat Neurologi Umum

Riwayat Stroke TIA, Trauma kapitis, Infeksi susunan saraf pusat, riwayat epilepsi dan operasi otak karena tumor atau hidrocephalus.

Gejala penyerta demensia seperti gangguan motorik, gangguan berjalan, koordinasi dan gangguan keseimbangan yang mendadak pada fase awal menandakan defisit neurologik yang mengarah pada VaD.

4. Riwayat Neurobehaviour

Informasi dari keluarga mengenai :

Penurunan Fungsi Kognitif

Kemampuan Intelektual dalam aktivitas sehari-hari menurun

Perubahan tingkah laku

5. Riwayat Psikiatrik

Apakah pasien mengalami depresi, psikosis, perubahan kepribadian, tingkah laku agresif, delusi, halusinasi, pikiran paranoid

Apakah gangguan ini terjadi sebelum atau sesudah awitan demensia

6. Riwayat keracunan, nutrisi, obat-obatan

Keracunan logam berat, pestisida, lem, defesiensi nutrisi, pemakaian alkohol kronik dapat menyebabkan demensia walaupun tidak spesifik untuk VaD.

Pemakaian obat-obatan anti depresan, anti kolinergik dan herbal juga dapat mengganggu fungsi kognisi.

7. Riwayat keluarga

Insiden demensia pada keluarga

14

Page 15: EE

Pemeriksaan Fisik :

1. Pemeriksaan Fisik Umum

Observasi Penampilan

Tanda-tanda Vital

Arteriosklerosis

Faktor resiko vaskular

2. Pemeriksaan Neurologis

Gangguan berjalan

Gangguan kekuatan, tonus atau kontrol motorik

Gangguan sensorik dan lapangan visual gangguan saraf otak

Gangguan keseimbangan

Gangguan reflek

3. Pemeriksaan status mental

Meliputi : Orientasi, memori, bahasa, fungsi kortikal terkait dengan berhitung, penulisan, praksis, gnosis, Visuospasia dan Visuopersepsi

4. Pemeriksaan aktivitas Fungsional

Ini adalah pemeriksaan penampilan nyata pasien dalam aktivitas kehidupan sehari-hari saat premorbid atau saat ini

5. Pemeriksaan Psikiatrik

Apakah ia menderita gangguan depresi, delirium, cemas atau mengalami gejal psikotik

Test neuropsikiatrikuntuk demensia:

MMSE ( screening fungsi kognitif umum )

BDRS ( memori dan performance ADL)

CDRS ( tingkat demensia )

15

Page 16: EE

ADL/IADL (aktifitas keseharian)

Pemeriksaan Penunjang:

Lab : faktor resiko stroke

EKG, doppler, holter monitoring

CT-Scan, MRI, PET

2.7 Kriteria Diagnosis

Kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk demensia tipe Alzheimer

A. Munculnya defisit kognitif multipel yang dimenifestasikan baik oleh :

1. Hendaya memori (terganggunya kemampuan mempelajari informasi baru atau mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)

2. Satu (atau lebih) kognitif dibawah ini:

a. Afasia (gangguan berbahasa)

b. Apraksia ( terganggunya kemampuan motorik meski fungsi motorik masih intak

c. Agnosia ( Kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek meski fungsi sensorik masih intak )

d. Gangguan dalam melakukan fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi, merangkai, abstraksi)

B. Defisit Kognitif pada kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi sosial dan okupasional serta menggambarkan penurunan tingkat kemampuan berfungsi sebelumnya yang signifikan

C. Perjalanan penyakit ditandai oleh awitan yang bertahap dan penurunan kognitif yang kontinu

D. Defisit kognitif pada kriteria A1 dan A2 tidak disebabkan oleh salah satu hal berikut ini :

16

Page 17: EE

a. Penyakit Sistem Saraf pusat lain yang menyebabkan defisit progresif memori dan kognisi ( contoh : penyakit serebrovaskular , penyakit Parkinson, penyakit Hungtinton, hematoma subdueal, Hidrocephalus tekanan normal, tumor otak )

b. Penyakit sistemikn yang diketahui menyebabkan demensia ( contoh : Hipotiroidisme, defisiensi vitamin B12 atau asam folat, defisiensi niasin, hiperkalsemia, neurosifilis, Infeksi HIV)

c. Penyakit terinduksi zat

E. Defisit tidak terjadi hanya pada saat delirium

F. Gangguan ini tidak lebih mungkin disebabkan oleh gangguan lain pada aksis I (contoh : gangguan depresi mayor, Skizofrenia)

Kriteria diagnosis DSM-IV-TR untuk demensia Vaskuler:

A. Munculnya defisit kognitif multipel yang dimenifestasikan baik oleh :

1. Hendaya memori (terganggunya kemampuan mempelajari informasi baru atau mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)

2. Satu (atau lebih) kognitif dibawah ini:

a. Afasia (gangguan berbahasa)

b. Apraksia ( terganggunya kemampuan motorik meski fungsi motorik masih intak

c. Agnosia ( Kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek meski fungsi sensorik masih intak )

d. Gangguan dalam melakukan fungsi eksekutif (yaitu merencanakan, mengorganisasi, merangkai, abstraksi)

B. Defisit Kognitif pada kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan hendaya yang signifikan dalam fungsi sosial dan okupasional serta menggambarkan penurunan tingkat kemampuan berfungsi sebelumnya yang signifikan

C. Tanda dan Gejal neurologis ( contoh : refleks tendo dalam yang berlebihan, respons plantar ekstensor, Pseudobulbar palsy, abnormalitas cara berjalan, kelemahan pada satu ekstremitas ) atau bukti laboratorium yang mengindikasikan adanya penyakit serebrovaskular (infark multipel yang melibatkan korteks dan

17

Page 18: EE

substansia alba dibawahnya) yang dianggap secara etiologi berkaitan dengan gangguan tersebut.

D. Defisit tidak terjadi hanya pada saat delirium

2.8 Pemeriksaan Penunjang

Berikut beberapa pemeriksaan penunjang demensia :

Pemeriksaan Neuropsikologis :

Fungsi kognitif : Mini Mental State Examination (MMSE)

Clock Drawing Test (CDT)

Fungsi global Clinical Dementia Rating (CDR)

Gangguan Neuropsikiatris (NPI)

Aktivitas harian

Activity of daily living (ADL), Functional activity Questionare (FAQ), Instrumental Activity Of Daily Living (IADL)

Pemeriksaan Kognitif :

Dilakukan pada penderita pasien demensia dengan tujuan untuk :

Penapisan\

Konfirmasi diagnosa dan subtipenya

Derajat keparahannya

Progresivitasnya

Pemeriksaan fungsi kognitif meliputi :

Tingkat intelektual sebelumnya

Mood, kooperasin dan motivasi

Atensi

Orientasi

18

Page 19: EE

Memori

Bahasa/komunikasi

Visuospasial/ kemampuan konstruksi

Kalkulasi

Berfikir abstrak

Penilaian diri / insight

MMSE

Pemeriksaan fungsi kognitif yang paling sering digunakan

Dapat membedakan gangguan fungsi organik dengan gangguan organik

Singkat, dapat dipergunakan dimana saja

Kualifikasi mini karena tidak menyangkut aspek mood, pengalaman mental abnormal

Dipengaruhi oleh usia, pendidikan, pekerjaan dan sosial

2.9 PenatalaksananFarmakologi

1. Terapi Terhadap Penyakit Dasar

a. Kontrol faktor resiko penyakit VaD dengan baik

b. Kontrol teratur terhadap pentyakit primer, seperti stroke:

Antiplatelet

Untuk cegah stroke yang rekuren

Ex:

— Aspirin (325 mg PO qd),

— Ticlodipine (untuk pasien yang tidak toleransi terhadap

aspirin/aspirin gagal; 250 mg PO bid),

19

Page 20: EE

— Clopidogrel (75 mg PO qd)

Agen Hemorleologic

Untuk memperbaiki aliran darah

Ex:

- Pentoxifylline (400 mg PO tid)

Neurotropik

Mungkin berguna pada VaD, masih diteliti

Ex:

— Nimodipine,

— Propentofylline

— posatirelin

c. Perbaiki gaya hidup

2. Terapi Terhadap Gejala Demensia

a. Pada vaskiler demensia terjadi penurunan neurotransmiter kolinorgik

sehingga kolinesterose inhibitor dapat diberikan

b. Penelitian-penelitian terakhir menunjukan obat golongan ini dapat

menstabilkan fungsi kognisi dan memperbaiki aktivitas harian pada

penderitaan demensia vaskuler ringan dan sedang.

c. ESO : mual, muntah, diare, bradikardi, dan gangguan konduksi supra

venrtikuler.

Ex: tacrine, donepezil, ripastikmin, galantamine

Non-Farmakologis

20

Page 21: EE

Bertujuan untuk memaksimalkan/mempertahankan fungsi kognisi yang masih ada.

1. Perilaku hidup sehat seperti diet :

Level folat, vit. B6 dan B12 yang rendah mengikatkan level homosistenin yang

merupakan faktor resiko stroke

Konsumsi lemak meningkatakan resiko terhadap VaD

Konsumsi ikan berhubungan dengan menurunanya resiko terhadap demensia.

2. Terapi rehabilitasi

Dilakukan orentasi realitas, stimulasi kognisi, reminiscent, gerak dan latih otak serta

olahraga lain, adukasi, konseling, terapi musik, terapi bicara dan okupasi,

3. Interfensi lingkungan

Dilakukan melalui tata ruang, fasilitas aktivitas, terapi cahaya, penyediaan fasilitas

perawatan, day care center, nursing home, dan respite cenret.

Masalah Depresi

Pasien VaD dengan depresi memperlihatkan gangguan fungsional yang lebih berat

dari pada pasien AD tanpa depresi.

Obat antidepresan dapat memperbaiki gejala depresi, mengurangi disabilitas tetapi

tidak memperbaiki gangguan kognisi

Non-farmakologis :

1. Memberi dorongan aktivitsa

2. Menghindari tugas yang komleks

3. Bersosialisasi untuk mengurangi depresi

4. Konsling dengan psikiater

Terapi farmakologis :

21

Page 22: EE

1. Semua antidepresan mempinyai efektifitas yang sama dan onset of action dalam

jangka wakti tertentu (sekitar 2 minggu) dalam terapi depresi

2. Pemilihan obat yang tepat berdasarkan riwayat respon obat sebelumnya, efek

samping obat dan interaksi obat

3. Anti depresan yang dapat dipakai pada pasien demensia vaskuler antara lain,

golongan :

a. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor (SSRI). Golongan ini mempunyai

tolerabilitas tinggi pada pasien lansia karena tanpa efek antikolinergik dan

kardiotoksik, efek hipotensi ortostatik yang minimal

b. Reversible MAO-A Inhibitor (RIMA)

c. NASSA

d. Antidepresan atipikal

e. TRISIKLIK tidak dianjurkan untuk lansia karena efek sampingnya.

Masalah Anxietas dan Agitasi

Sebagian pasien demensia vaskuler bersifat hipersensitif terhadap peristiwa

sekitarnya.

Terapi non-farmakologis :

1. Usahakan lingkungan rumah yang tenag dan stabil

2. Tanggapi pasien yang sabar dan penuh kasih

3. Buatlah aktivitas konstruktif untuk menyalurkan gelisanya

4. Hindari minuman berkafein untuk membantu mengurangi gejala cemas dan

gelisah

Farmakologis :

22

Page 23: EE

1. Ankiolotik

Terutama bezodiazepin berguna untuk terapi jangka pendek anxietas yang tidak

terlalu berat atau agitasi.

2. Neuroleptik

Untuk agitasi yang berat sama sekali tidak dapat tidur, kegelisaan yang hebat,

halusinasi atau delusi.

3. Antidepresan

Terutama SSRI dan trazodone juga efektif untuk mengobati agitasi

Masalah Gangguan Tidur

Gangguan tidur pada pasien demensia vaskuler sering mengakibatkan pengasuh

sering juga terjaga pada malam hari.

Beberapa petunjuk praktis yang berguna untuk pengasuh (caregiver) adalah :

1. Berikan aktivitas pada siang hari

2. Hindari tidur siang bila memungkinkan

3. Kurangi minum menjelang tidur

4. Usahakan siang hari terpapar sinar matahari

2.10 Prognosis

Tidak baik, jalannya penyakit progresif, demensia makin lama makin berat sehingga akhirnya penderita hidup secara vegetatif saja, walaupun demikian penderita mungkin masih dapat hidup selama 10 tahun atau lebih setelah gejala-gejala menjadi nyata.

2.11 Kompetensi Dokter Umum

23

Page 24: EE

Tingkat kemampuan 1

Dapat mengenali dan menempatkan gambaran-gambaran klinik sesuai penyakit ini ketika membaca literatur. Dalam korespodensi, ia dapat mengenal gambaran klinik ini, dan tahu bagaimana mendapatkan informasi lebih lanjut. Level ini mengindikasikan interview level. Bila menghadapi pasien dengan gambaran klinik ini dan menduga penyakitnya, doter segera merujuk

Tingkat kemampuan 2

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter ( misalnya : Pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray ). Dokter mampu merujuk pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindak lanjuti sesudahnya

Pada kasus Demensia Kompetensi Dokter umum di Tingkat Kemampuan 2

Tingkat Kemampuan 3

3a Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan –pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (bukan kasus Gawat darurat)

3b Mmpu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan –pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya: pemeriksaan laboratorium sederhana X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan (kasus Gawat darurat)

Tingkat kemampuan 4

Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan yang diminta oleh dokter: Misalnya pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan mampu menangani problem itu secara mandiri dan tuntas.

BAB III

24

Page 25: EE

METODE PELAKSANAAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, yaitu salah

satu studi yang menggambarkan sesuatu dengan independent interview (wawancara

menelaah menjadi studi pustaka ).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Adapun kegiatan akan dilaksanakan pada :

Tempat : Perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Palembang

Hari/Tanggal : Selama Blok 16 (sabtu,11 januari 2012)

Waktu : 10.00 s/d selesai

3.3 Susunan Anggota :

Ketua : Fajar Maulidan Al’amin

Wakil ketua : Ade Pratama Heriansa

Sekretaris : Friska Doreenda Putri

Anggota :

1. Dewi Agutina

2. Ayu Septia Fatriani

3. Nevi Yulita Sari

4. Nurfanida Natasya. M

5. Agis Mira Dewi

6. Lupita Putri

25

Page 26: EE

3.4 Cara Pengumpulan Data

Dengan menggunakan metode observasi

- Dengan menelaah journal kedokteran (studi pustaka)

3.5 Sasaran

Dengan melihat latar belakang dan tujuan diatas, maka sasaran yang akan di capai

dalam kegiatan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) mengenai “ Gangguan Kognitif pada

Orang Tua” adalah manusia mampu memahami kasus tersebut. (Studi Pustaka)

3.6 Subjek Tugas Mandiri

Mencari literatur tentang Demensia

Diskusi (Studi Pustaka)

3.7 Langkah kerja

1. Berkonsultasi kepada pembimbing.

2. Membuat proposal pelaksanaan early exposure dan mengajukan kepada

pembimbing.

3. Melakukan perbaikan proposal early exposure dan membuat surat pernyataan

dari pembimbing kepada pihak akademik untuk pelaksanaan early exposure.

4. Menghubungi pihak akademik untuk berkonsultasi dan permohonan

pembuatan surat izin ke Panti Wreda Yayasan Sosial Suka Maju Kenten Laut,

Palembang.

5. Pihak panti tidak mengizinkan di karenakan panti akan di adakan acara agama

6. Panti wreda di ganti dengan pihak panti lain nya dan ternyata pihak panti

tersebut juga tidak memberikan izin.

7. Pembimbing menginstruksi kan untuk mengantinya dengan mencari satu jurnal

dan kemudian di diskusikan secara kelompok

8. Melakukan pelaporan hasil kepada pembimbing

26

Page 27: EE

3.8 Jadwal

Pelaksanaan Tugas Pengenalan Profesi (TPP) ke Panti Wreda dilakukan selama

Blok 16 ( tanggal 2 Januari 2012 – 11 Februari 2012).(menjadi studi pustaka

jurnal)

Proposal dikumpulkan pada, 11 Februari 2012

Pengolahan data dilakukan dari tanggal 2 Januari 2012 – 11 Februari 2012

Penyerahan laporan kepada dosen Pembimbing pada tanggal 11 Februari 2012

27

Page 28: EE

BAB IV

HASIL TUGAS MANDIRI

Prevalensi demensia vascular (DVa)

Di Kanada insiden rate pada usia ≥ 65 tahun besarnya 2,52 per 1000 sedangkan di Jepang

prevalensi DVa besarnya 4,8%. Prevalensi DVa akan semakin meningkat dengan

meningkatnya usia seseorang, dan lebih sering dijumpai pada laki-laki. Sebuah penelitian

di Swedia menunjukkan risiko terjadinya DVa pada laki-laki besarnya 34,5% dan

perempuan 19,4%. The European Community Concerted Action on Epidemiology and

Prevention of Dementia mendapatkan prevalensi berkisar dari 1,5/100 wanita usia 75-79

tahun di Inggris hingga 16,3/100 laki-laki usia di atas 80 tahun di Itali

DIAGNOSIS

Terdapat beberapa kriteria diagnostik untuk menegakkan diagnosis DVa, yaitu

(i) diagnostic and statictical manual of mental disorders edisi ke empat (DSM-IV),

(ii) pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan jiwa (PPDGJ) III,

(iii) international clasification of diseases (ICD-10),

(iv) the state of California Alzheimer’s disease diagnostic and treatment centers (ADDTC), dan

(v) national institute of neurological disorders and stroke and theassociation internationale pour la recherche et l’ enseignement en neurosciences (NINDS- AIREN).

Diagnostik DSM – IV menggunakan kriteria:

a) Adanya defisit kognitif multipleks yang dicirikan oleh gangguan memori dan satu

atau lebih dari gangguan kognitif berikut ini:

28

Page 29: EE

(i) afasia (gangguan berbahasa),

(ii) apraksia (gangguan kemampuan untuk mengerjakan aktivitas motorik,

sementara fungsi motorik normal),

(iii) agnosia (tidak dapat mengenal atau mengidentifikasikan benda

walaupaun fungsi sensoriknya normal), dan

(iv) dalam fungsi eksekutif (merancang, mengorganisasikan, daya

abstraksi, membuat urutan).

b) Defisit kognitif pada kriteria a) yang menyebabkan gangguan fungsi sosial dan

okupasional yang jelas

c) Tanda dan gejala neurologik fokal (refleks fisiologik meningkat, refleks patologik

positif, paralisis pseudobulbar, gangguan langkah, kelumpuhan anggota gerak)

atau bukti laboratorium dan radiologik yang membuktikan adanya gangguan

peredaran darah otak (GPDO), misal infark multipleks yang melibatkan korteks

dan subkorteks, yang dapat menjelaskan kaitannya dengan munculnya gangguan.

d) Defisit yang ada tidak terjadi selama berlangsungnya delirium.

29

Page 30: EE

Membedakan DVa dari penyakit Alzheimer

Pasien DVa relatif memiliki memori verbal jangka panjang yang lebih baik tetapi

fungsi eksekutif lobus frontal lebih buruk dibandingkan pasien dengan demensia

Alzheimer. Dapat pula digunakan sistem skor misalnya skor iskemik Hachinski dan skor

demensia oleh Loeb dan Gondolfo.

Penderita dengan DVa atau demensia multi infark mempunyai skor lebih dari 7, sedang

yang skornya kurang dari 4 mungkin menderita Alzheimer.

Bila skornya 0-2 kemungkinan ialah penyakit Alzheimer, bila skornya 5-10 DVa

30

Page 31: EE

GEJALA KLINIK

Gambaran klinik penderita DVa menunjukkan kombinasi dari gejala fokal

neurologik, kelainan neuropsikologik dan gejala neuropsikiatrik

Gejala fokal neurologik dapat berupa gangguan motorik, gangguan sensorik dan

hemianopsia.

Kelainan neuropsikologik berupa gangguan memori disertai dua atau lebih

kelainan kognitif lain seperti atensi, bahasa, visuospasial dan fungsi eksekutif.

Gejala neuropsikiatrik sering terjadi pada DVa, dapat berupa perubahan

kepribadian (paling sering), depresi, mood labil, delusion, apati, abulia, tidak adanya

spontanitas. Depresi berat terjadi pada 25-50% pasien dan lebih dari 60% mengalami

sindrom depresi dengan gejala paling sering yaitu kesedihan, ansietas, retardasi

psikomotor atau keluhan somatik. Psikosis dengan ide-ide seperti waham terjadi pada

50%, termasuk pikiran curiga, sindrom Capgras. Waham paling sering terjadi pada

lesi yang melibatkan struktur temporoparietal

FAKTOR RESIKO

Secara umum faktor risiko DVa sama seperti faktor risiko stroke meliputi: usia,

hipertensi, diabetes melitus, aterosklerosis, penyakit jantung, penyakit arteri perifer, plak

pada arteri karotis interna, alkohol, merokok, ras dan pendidikan rendah Berbagai studi

prospektif menunjukkan risiko vaskular seperti hipertensi, diabetes, hiperkolestrolemia

merupakan faktor risiko terjadinya DVa. Studi Kohort di Kanada menujukkan, penderita

diabetes risiko mengalami DVa 2,15 kali lebih besar, penderita hipertensi 2,05 kali lebih

31

Page 32: EE

besar, penderita kelainan jantung 2,52 kali lebih besar. Sedangkan mereka yang makan

kerang-kerangan (shellfish) dan berolahraga secara teratur merupakan faktor pencegah

terjadinya DVa.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pencitraan

Dengan adanya fasilitas pemeriksaan CT scan otak atau MRI dapat dipastikan adanya

perdarahan atau infark (tunggal atau multipel), besar serta lokasinya. Juga dapat

disingkirkan kemungkinan gangguan struktur lain yang dapat memberikan gambaran

mirip dengan DVa, misalnya neoplasma.

2. Laboratorium

Digunakan untuk menentukan penyebab atau faktor risiko yang mengakibatkan

timbulnya stroke dan demensia. Pemeriksaan darah tepi, laju endap darah (LED), kadar

glukosa, glycosylated Hb, tes serologi untuk sifilis, HIV, kolesterol, trigliserida, fungsi

tiroid, profil koagulasi, kadar asam urat, lupus antikoagulan, antibodi antikardiolipin dan

lain sebagainya yang dianggap perlu.

3. Lain-lain

Foto Rontgen dada, EKG, ekokardiografi, EEG, pemeriksaan Doppler, potensial cetusan

atau angiografi

PENGOBATAN.

Terapi untuk DVa ditujukan kepada penyebabnya, mengendalikan faktor risiko

(pencegahan sekunder) serta terapi untuk gejala neuropsikiatrik dengan memperhatikan

interaksi obat. Selain itu diperlukan terapi multimodalitas sesuai gangguan kognitif dan

gejala perilakunya. Telah banyak obat yang diteliti untuk mengobati Dva tetapi belum

32

Page 33: EE

banyak yang berhasil dan tidak ada satupun yang yang dapat direkomendasikan secara

positif.

Vasodilator seperti hidergine mempunyai efek yang postif dan pemberian secara

oral active haemorheological agent seperti pentoxiylline mampu memperbaik fungsi

kognitif penderita

Pemberian acetylcholineesretarse inhibito seperti donepezil, rivastigmine and

galantiamin mampu meperbaiki fungsi kognitif penderita

Akhir-akhir ini sedang di teliti memantine untuk pengobatan, Efektifitas dari

memantine terhadap Dva diteliti menggunakan rancangan ontroled, double-blind,

placebo controlled yang mengikut sertakan 321 penderita di Perancis dan 579 penderita

di Inggris. Hasil penelitian menunjukkan perbaikan fungsi kognitif yang bermakna pada

kelompok yang diberikan memantine. Penelitian di Inggris yang meliputi 54 pusat studi

melakukan penelitian untuk menilai efektifitas dan keamanan dari memantine terhadap

penderita Dva ringan dan sedang. Rancangan penelitian double-blind, parallel, ontroled

menggunakan ontrol mengikut sertakan 579 penderita. Dosis memantine sebesar 20 mg

diberikan setiap hari selama 28 minggu. Hasil penelitian menunjukkan penderita yang

diberikan memantine menunjukkan perbaikan fungsi kognitif. Efek samping yang

ditemukan adalah pusing dan menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang bermakna

antara kedua kelompok pelakuan. Ternyata memantine aman dan dapat diterima oleh

penderita

33

Page 34: EE

BAB V

PEMBAHASAN

Demensia merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering terjadi pada lanjut

usia. Di negara-negara Barat, demensia vaskular menduduki urutan kedua terbanyak

setelah penyakit Alzheimer tetapi di beberapa negara Asia demensia vaskular merupakan

tipe demensia yang terbanyak. Semua demensia yang diakibatkan oleh penyakit

pembuluh darah serebral dapat disebut sebagai demensia vaskular. Saat ini istilah

demensia vaskular digunakan untuk sindrom demensia yang terjadi sebagai konsekuensi

dari lesi hipoksia, iskemia atau perdarahan otak. Terdapat beberapa kriteria diagnostik

untuk menegakkan diagnosis demensia vaskular yaitu: diagnostic and statictical manual

of mental disorders edisi ke empat (DSM-IV), pedoman penggolongan dan diagnosis

gangguan jiwa (PPDGJ) III, international clasification of diseases (ICD-10), the state of

California Alzheimer’s disease diagnostic and treatment centers (ADDTC), dan national

institute of neurological disorders and stroke and the association internationale pour la

recherche et l’enseignement en neurosciences (NINDS-AIREN)

Prevalensi demensia vascular (DVa)

Prevalensi tiap negara berbeda-beda, tetapi secara umum demensia vascular yang

sering terjadi pada lanjut usia dgn umur rata-rata lebih dari 65 tahun, Di negara- Negara

barat, demensia vaskular(DVa) menduduki urutan kedua terbanyak setelah penyakit

Alzheimer. Tetapi karena DVa merupakan tipe demensia yang terbanyak pada beberapa

negara Asia dengan populasi penduduk yang besar maka kemungkinan DVa ini

merupakan tipe demensia yang terbanyak di dunia. Lebih sering terjadi pada laki-laki.

DIAGNOSIS

Pada diagnosis dapat ditegakan 2 tahap, pertama menegakan diagnosis demensia

kemudian mencari proses vascular yang mendasari. Dan terdapat beberapa kriteria

34

Page 35: EE

diagnosis pada demensia yaitu (DSM-IV), (PPDGJ) III, (ICD-10), (ADDTC), dan

(NINDS- AIREN). Dari beberapa kriteria tersebut kita memilih salah satunya

Membedakan DVa dari penyakit Alzheimer

Pasien DVa relatif memiliki memori verbal jangka panjang yang lebih baik tetapi

fungsi eksekutif lobus frontal lebih buruk dibandingkan pasien dengan demensia

Alzheimer. Dan untuk dapat membedakan kedua jenis demensia tersebut dapat sistem

skor misalnya skor iskemik Hachinski dan skor demensia oleh Loeb dan Gondolfo.

GEJALA KLINIK

Kebanyak pada pasien Demensia Vaskular ditemukan didahului oleh Transient ischemic

attack (TIA) atau stroke, Gambaran klinik penderita DVa menunjukkan kombinasi dari

gejala fokal neurologik, kelainan neuropsikologik dan gejala neuropsikiatrik. Yang akan

menyebabkan gangguan motorik, gangguan memori serta gangguan kepribadian

FAKTOR RESIKO

Faktor resiko yang dipaparkan pada jurnal sama dengan pada faktor resiko BAB II

Tinjauan Pustaka yaitu, faktor resiko demensia Vaskular secara umum hampir sama

dengan faktor resiko Stroke, dan faktor Diabetes , hipertensi dan kelainan jantung lebih

besar 2 kali lipat.

PENGOBATAN.

Pada penderita demensia vascular di perlukan pengendalian faktor risiko (pencegahan

sekunder), terapi untuk gejala neuropsikiatrik serta mengobati fungsi kognitif, dan

melakukan terapi

35

Page 36: EE

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan

bahwa:

a. Mahasiswa telah mengetahui Demensia merupakan salah satu masalah

kesehatan yang sering terjadi pada lanjut usia dan demensia vaskular digunakan

untuk sindrom demensia yang terjadi sebagai konsekuensi dari lesi hipoksia,

iskemia atau perdarahan otak

b. Mahasiswa telah mengetahui Prevalensi Demensia Vaskular dan bervariasi tiap

negaranya

c. Mahasiswa telah mengetahui kriteria diagnostik untuk menegakkan diagnosis

Demensia Vaskular.

d. Mahasiswa telah mengetahui membedakan Demensia Vaskular dan Demensia

Alzheimer skor iskemik Hachinski dan skor demensia oleh Loeb dan Gondolfo.

e. Mahasiswa telah mengetahui gambaran klinik penderita DVa menunjukkan

kombinasi dari gejala fokal neurologik, kelainan neuropsikologik dan gejala

neuropsikiatrik

f. Mahasiswa telah mengetahui faktor resiko Demensia Vaskular dari studi

prospektif yang di katakan pada jurnal yang menunjukkan risiko vaskular

seperti hipertensi, diabetes, hiperkolestrolemia merupakan faktor risiko

terjadinya Demesia Vaskular

36

Page 37: EE

5.2 Saran.

Kegiatan Early Eksposure ini akan lebih baik apabila dapat terlaksana kunjungan

langsung ke Panti dan bisa melihat dan bertanya langsung pada pria atau wanita

lanjut usia.

mahasiswa menyarankan agar kegiatan ini tetap dapat terus dilanjutkan sebagai

modal pembelajaran mahasiswa sebelum masuk ke pendidikan klinik.

37

Page 38: EE

LAMPIRAN

38

Page 39: EE

DAFTAR PUSTAKA

1) Maramis, Willy, F & Maramis, Albert, A. 2009. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa Edisi

2.Surabaya: Pusat Penerbitan dan Percetakan (AUP)

2) Sadock, Benjamin, J & Sadock,Virginia, A (ed.) 2010. Kaplan & Shadock Buku Ajar

Psikiatri Klinis Edisi 2. Jakarta: EGC

3) Malim, Rusdi (ed.) 2001. Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas PPDGJ III.

Jakarta: PT Nuh Jaya

39