Edisi September 2018 APBN KITA APBN KITA (Kinerja dan Fakta) Edisi September 2018 2 Foto Cover:...

36
APBN KITA RAPBN 2019 : Sehat, Adil, dan Mandiri KINERJA DAN FAKTA Edisi September 2018 Pindai untuk unduh versi e-Book

Transcript of Edisi September 2018 APBN KITA APBN KITA (Kinerja dan Fakta) Edisi September 2018 2 Foto Cover:...

1

APBN KITA

RAPBN 2019 : Sehat, Adil, dan Mandiri

K I N E R J A D A N F A K T A

Edisi September 2018

Pindai untuk unduh versi e-Book

3

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

2

Foto

Cov

er: G

atho

t Sub

roto

“Kita menjaga fiskal, tapi tetap hati-hati, karena dalam ketidakpastian ini, apbn harus menjadi instrumen

untuk menjaga ekonomi melalui stabilisasi maupun alokasi dan distribusi agar tetap dinamis,”

Menteri Keuangan Saat Mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi Xl DPR Membahas Asumsi RAPBN 2019, di Jakarta, Senin (10/9).

5

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

4

-

Rp Pendapatan Negara

Realisasi penerimaan pendapatan negara dan hibah sampai dengan 31 Agustus 2018 telah mencapai Rp1.152,83 triliun atau telah mencapai 60,84 persen dari target penerimaan pendapatan negara dan hibah pada APBN 2018.

Realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir Agustus 2018 sebesar Rp1.303,49 triliun, mencapai sekitar 58,70 persen dari pagu APBN, atau meningkat 8,78 persen jika dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi Belanja Negara tersebut meliputi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp802,17 triliun dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp501,32 triliun.

Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sampai dengan Agustus 2018 telah mencapai Rp501,32 triliun atau 65,43 persen dari pagu APBN 2018, yang meliputi Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp465,07 triliun (65,85 persen) dan Dana Desa Rp36,25 triliun (60,41 persen).

Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD)

BelanjaNegara

Realisasi pembiayaan yang dilakukan Pemerintah hingga Agustus 2018 mencapai Rp265,64 triliun, terutama bersumber dari pembiayaan utang yaitu sebesar Rp274,33 triliun, atau mencapai 68,72 persen dari APBN 2018. Realisasi pembiayaan utang tersebut terdiri dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp270,47 triliun atau mencapai 65,25 persen dari APBN 2018 dan pinjaman (neto) sebesar Rp3,86 triliun.

Pembiayaan

Realisasi defisit APBN hingga Agustus 2018 mencapai Rp150,66 triliun atau sekitar 1,01 persen dari PDB dengan posisi keseimbangan primer mengalami surplus sebesar Rp11,61 triliun.

Realisasi Defisit danKeseimbangan Primer

Penerimaan yang berasal dari perpajakan sebesar Rp907,54 triliun, PNBP sebesar Rp240,29 triliun, dan penerimaan dari hibah sebesar Rp4,99 triliun, atau masing-masing mencapai 56,09 persen, 87,24 persen, dan 417,01 persen dari target penerimaan yang ditetapkan pada APBN 2018.

Pendapatan Negara

RpRp

Infografis

Pemulihan perekonomian global menghadapi risiko dan tantangan yang tinggi sejalan dengan adanya

ketegangan perdagangan dan volatilitas di pasar keuangan. Tingginya risiko eksternal tersebut mendorong Pemerintah untuk terus melakukan penguatan fundamental dan stabilitas ekonomi sebagai landasan pertumbuhan ekonomi ke depan. Pengendalian inflasi dan percepatan penyelesaian infrastruktur akan menjadi faktor penting untuk menjaga tingkat konsumsi masyarakat dan investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Dari sisi produksi, kinerja PDB tetap akan ditopang oleh sektor-sektor utama antara lain sektor industri pengolahan, perdagangan, konstruksi, dan jasa-jasa. Stabilitas ekonomi nasional tetap terjaga, dimana masih terdapat cukup ruang untuk mencapai target inflasi meskipun terdapat tekanan terhadap nilai tukar Rupiah. Respon terhadap kondisi global perlu dilakukan guna menjaga defisit Transaksi

Ringkasan Eksekutif

Berjalan dan untuk mendorong kegiatan industri dalam negeri melalui penyesuaian tarif Pajak Penghasilan Pasal 22 terhadap barang konsumsi impor

Realisasi penerimaan pendapatan negara dan hibah sampai dengan 31 Agustus 2018 telah mencapai Rp1.152,83 triliun atau telah mencapai 60,84 persen dari target penerimaan pendapatan negara dan hibah pada APBN 2018. Berdasarkan hasil capaian tersebut, penerimaan yang berasal dari perpajakan sebesar Rp907,54 triliun, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp240,29 triliun, dan penerimaan dari hibah sebesar Rp4,99 triliun, atau masing-masing mencapai 56,09 persen, 87,24 persen, dan 417,01 persen dari target penerimaan yang ditetapkan pada APBN 2018. Berdasarkan pola pertumbuhannya secara year-on-year (yoy), realisasi penerimaan perpajakan dan PNBP hingga akhir Agustus 2018 tetap tumbuh berturut-turut sebesar 16,54 persen dan 24,30 persen.

7

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

6

Berdasarkan komponen penerimaannya, realisasi penerimaan perpajakan yang berasal dari penerimaan pajak mencapai Rp799,46 triliun dan sebesar Rp108,08 triliun lainnya berasal dari penerimaan kepabeanan dan cukai. Realisasi penerimaan dari pajak dan kepabeanan dan cukai tersebut masing-masing telah mencapai 56,14 persen dan 55,68 persen dari target penerimaan yang ditetapkan pada APBN 2018. Berdasarkan pola pertumbuhannya, realisasi penerimaan pajak tersebut tercatat tumbuh sebesar 16,52 persen (yoy). Namun, penerimaan pajak tercatat mampu tumbuh 18,59 persen (yoy) jika tidak memperhitungkan penerimaan tax amnesty pada tahun 2017. Pertumbuhan realisasi penerimaan tersebut didukung oleh kinerja positif dari penerimaan PPh non migas, PPh migas, serta penerimaan PPN dan PPnBM. Selain itu, angka realisasi penerimaan dari kepabeanan dan cukai juga masih terus tumbuh positif mencapai 16,73 persen secara yoy, didukung oleh pertumbuhan penerimaan utamanya dari cukai, bea masuk, dan bea keluar.

Jika dilihat secara lebih rinci, komponen penerimaan dari PPh nonmigas tumbuh sebesar 15,74 persen secara yoy. Berdasarkan kontribusinya terhadap total penerimaan PPh nonmigas, komponen penerimaan terbesar berturut-turut adalah PPN Impor, PPh 22 Impor, PPh 25/29 Badan,

dimana komponen penerimaan tersebut tercatat masing-masing tumbuh sebesar 27,43 persen (yoy), 25,62 persen (yoy), dan 23,34 persen (yoy). Beberapa faktor yang mendorong pertumbuhan penerimaan PPh nonmigas diantaranya yaitu pertumbuhan pajak-pajak atas impor dimana pertumbuhan yang signifikan di PPh Pasal 22 Impor dan PPN Impor lebih karena dipengaruhi depresiasi rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).

Lebih lanjut, realisasi penerimaan PPN dan PPnBM secara yoy mampu tumbuh mencapai 15,06 persen. Faktor pendorong utamanya adalah pertumbuhan konsumsi dalam negeri dan kinerja impor. Sama halnya dengan realisasi di akhir Juli 2018, kinerja PPnBM DN di akhir Agustus 2018 masih mengalami pertumbuhan negatif (4,44 persen). Namun PPnBM Impor sudah mulai mengalami pertumbuhan positif meski masih kecil. Sementara itu, penerimaan PPh migas mampu tumbuh positif yaitu sebesar 19,18 persen secara yoy. Pertumbuhan penerimaan PPh migas ditopang oleh meningkatnya harga ICP.

Capaian realisasi komponen penerimaan lainnya berasal dari penerimaan kepabeanan dan cukai. Pertumbuhan realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai masih melanjutkan tren pertumbuhan sejak awal tahun 2018, yang merupakan pertumbuhan tertinggi sejak 2015. Capaian penerimaan cukai mampu

tumbuh sebesar 14,89 persen (yoy), penerimaan bea masuk (BM) tumbuh mencapai 14,48 persen (yoy), dan pertumbuhan tertinggi berasal dari komponen penerimaan bea keluar (BK) yaitu sebesar 94,27 persen (yoy). Faktor pendukung pertumbuhan penerimaan kepabeanan dan cukai diantaranya yaitu aktivitas perdagangan internasional yang masih kondusif, serta keberlanjutan kebijakan kepabeanan dan cukai melalui program PIBT dan PCBT yang juga memberikan dampak positif bagi pertumbuhan penerimaan. Lebih rinci berdasarkan pertumbuhannya, penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) mencapai 14,45 persen secara yoy. Penerimaan CHT masih mendominasi pertumbuhan total realisasi penerimaan cukai secara nominal. Faktor pendorong pertumbuhan positif CHT adalah meningkatnya produksi produk hasil tembakau dan faktor kenaikan tarif efektif pada CHT. Sedangkan realisasi penerimaan MMEA tercatat tumbuh paling tinggi berdasarkan prosentasenya dalam komponen penerimaan cukai, yaitu sebesar 16,27 persen (yoy). Selain itu, realisasi penerimaan BM juga tercatat tumbuh secara signifikan, dimana pertumbuhan utamanya masih didukung oleh faktor peningkatan aktivitas impor. Kontribusi terbesar pertumbuhan penerimaan BM berasal dari pertumbuhan impor pada barang konsumsi, selain juga pertumbuhan impor pada bahan baku/penolong. Kontributor terbesar dalam kegiatan impor

berdasarkan sektornya adalah sektor industri. Hal ini mengindikasikan masih terus bergeraknya aktivitas produksi di dalam negeri. Sedangkan pertumbuhan aktivitas ekspor minerba masih menjadi faktor utama yang mendorong pertumbuhan positif dari realisasi penerimaan bea keluar.

Realisasi PNBP sampai dengan akhir Agustus 2018 mencapai Rp240,29 trilliun atau mencapai 87,24 persen dari target APBN 2018 sebesar Rp275,43 trilliun. Capaian Realisasi PNBP ini mengalami pertumbuhan sebesar 24,30 persen dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2017. Peningkatan ini terutama disebabkan meningkatnya penerimaan Sumber Daya Alam karena masih berlanjutnya kenaikan harga komoditas minyak bumi dan batu bara sepanjang periode Januari-Agustus 2018. Realisasi penerimaan SDA Migas tumbuh sebesar 53,76 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Kenaikan penerimaan SDA Migas tersebut terutama disebabkan adanya tren peningkatan harga ICP. Sampai dengan 31 Agustus 2018, rata-rata harga ICP tercatat sebesar USD 67,42/barel. Sementara itu, realisasi penerimaan SDA Non Migas mencapai Rp23,62 triliun atau 101,24 persen terhadap APBN 2018 atau mampu tumbuh sebesar 30,86 persen dibandingkan bulan yang sama pada tahun 2017. Peningkatan kenaikan rata-rata harga batubara acuan (HBA) pada

9

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

8

periode Januari–Agustus 2018 yang mencapai USD 98,93 per ton, lebih tinggi dibandingkan HBA periode Januari–Agustus 2017 sebesar USD 82,02 per ton merupakan salah satu faktor utama peningkatan realisasi penerimaan SDA Non Migas tersebut. Penerimaan dari kekayaan negara yang dipisahkan sampai dengan Agustus 2018 mencapai Rp39,77 triliun atau 88,99 persen dari target APBN 2018. Pada periode yang sama, PNBP Lainnya telah mencapai 74,97 persen dari target APBN 2018. Sementara itu, pendapatan Badan Layanan Umum (BLU) mencapai sebesar Rp30,30 triliun, atau 69,98 persen dari target APBN 2018 atau tumbuh sebesar 16,82 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Sumber pendapatan utama BLU antara lain berasal dari pendapatan penyediaan barang dan jasa kepada masyarakat antara lain pendapatan jasa pelayanan rumah sakit dan pendidikan, pengelolaan dana khusus untuk masyarakat terutama pendapatan dana perkebunan kelapa sawit, dan pendapatan jasa layanan perbankan BLU.

Realisasi Belanja Negara sampai dengan akhir Agustus 2018 sebesar Rp1.303,49 triliun, mencapai sekitar 58,70 persen dari pagu APBN, atau meningkat 8,78 persen jika dibandingkan

realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya. Realisasi Belanja Negara tersebut meliputi Belanja Pemerintah Pusat sebesar Rp802,17 triliun dan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebesar Rp501,32 triliun. Pemerintah terus mendorong upaya perbaikan kinerja penyerapan anggaran agar pelaksanaan APBN dapat memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat. Upaya perbaikan tersebut tercermin antara lain dari realisasi Belanja Pemerintah Pusat hingga bulan Agustus 2018 yang tumbuh 15,31 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Pertumbuhan realisasi Belanja Pemerintah Pusat tersebut utamanya dipengaruhi oleh realisasi Subsidi yang sudah mencapai Rp105,62 triliun (tumbuh 36,14 persen) dan Belanja Bantuan Sosial mencapai Rp58,57 triliun (tumbuh 49,37 persen). Realisasi belanja subsidi sampai dengan akhir Agustus 2018 meliputi subsidi energi Rp80,59 triliun dan subsidi non energi Rp25,03 triliun. Realisasi belanja subsidi sampai dengan akhir Agustus 2018 tersebut lebih besar Rp28,04 triliun atau 36,14 persen dibandingkan realisasi belanja subsidi pada periode yang sama tahun 2017. Lebih tingginya realisasi belanja subsidi sampai dengan bulan Agustus 2018 tersebut dipengaruhi oleh pergerakan harga minyak mentah Indonesia (ICP) dan nilai tukar rupiah (kurs), serta pembayaran

sebagian kurang bayar belanja subsidi tahun-tahun sebelumnya sebagai bentuk komitmen Pemerintah dalam menjaga good governance dan kinerja keuangan BUMN. Pemerintah akan secara konsisten menjaga alokasi kebutuhan subsidi yang disesuaikan dengan pergerakan parameter dan asumsi makro APBN dengan tetap mempertimbangkan kemampuan keuangan Negara.

Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) sampai dengan Agustus 2018 telah mencapai Rp501,32 triliun atau 65,43 persen dari pagu APBN 2018, yang meliputi Transfer ke Daerah (TKD) sebesar Rp465,07 triliun (65,85 persen) dan Dana Desa Rp36,25 triliun (60,41 persen). Secara lebih rinci, realisasi TKD terdiri dari Dana Perimbangan Rp450,36 triliun (66,56 persen), Dana Insentif Daerah (DID) Rp5,37 triliun (63,12 persen), serta Dana Otonomi Khusus dan Keistimewaan DIY Rp9,35 triliun (44,38 persen). Realisasi TKD sampai dengan Agustus 2018 tersebut lebih rendah Rp0,99 triliun atau sekitar negatif 0,21 persen bila dibandingkan realisasi TKD pada periode yang sama tahun 2017. Lebih rendahnya realisasi TKD sampai dengan Agustus 2018 tersebut terutama disebabkan oleh: (1) lebih rendahnya realisasi Dana Bagi Hasil (DBH) karena adanya perubahan pola penyaluran DBH di Triwulan I Tahun 2018 yang semula 25 persen dari pagu pada tahun 2017 menjadi 20 persen dari pagu pada tahun 2018. Selain itu, dikarenakan dalam APBN 2018 tidak dianggarkan lagi alokasi kurang bayar DBH; (2) rendahnya realisasi penyerapan DID karena keterlambatan daerah dalam menyampaikan dokumen persyaratan penyaluran. Sementara itu, realisasi Dana Desa

sampai dengan Agustus 2018 sedikit lebih rendah dibandingkan realisasi Dana Desa pada periode yang sama tahun 2017. Hal tersebut dipengaruhi oleh rendahnya realisasi penyerapan DD yang terjadi di beberapa desa karena keterlambatan dalam memenuhi beberapa persyaratan dokumen penyaluran.

Keberlanjutan fiskal di tahun 2018 diharapkan akan tetap terjaga. Realisasi defisit APBN hingga Agustus 2018 mencapai Rp150,66 triliun atau sekitar 1,01 persen PDB dengan posisi keseimbangan primer surplus Rp11,61 triliun. realisasi defisit tersebut lebih rendah dari realisasi defisit di periode tahun sebelumnya, baik secara nominal maupun persentase terhadap PDB. Hal ini sejalan dengan komitmen Pemerintah yang senantiasa menjaga pengelolaan APBN yang sehat dan berkelanjutan. Sementara itu, realisasi pembiayaan yang dilakukan Pemerintah hingga Agustus 2018 mencapai Rp265,64 triliun, terutama bersumber dari pembiayaan utang yaitu sebesar Rp274,33 triliun, atau mencapai 68,72 persen dari APBN 2018. Realisasi pembiayaan utang tersebut terdiri dari penerbitan SBN (neto) sebesar Rp270,47 triliun atau mencapai 65,25 persen dari APBN 2018 dan pinjaman (neto) sebesar Rp3,86 triliun. Pemerintah akan terus berkomitmen untuk senantiasa melakukan pengelolaan utang yang prudent.

11

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

10

Realisasi APBN 2018

Realisasi APBN 2018 s/d 31 agustus 2018

PEMBIAYAAN ANGGARAN

KESEIMBANGAN PRIMER

SURPLUS/(DEFISIT) ANGGARAN (A-B)

BELANJA NEGARA (B)

dalam triliun Rupiah

PENDAPATAN NEGARA (A)

APBN 2018

Realisasi s.d. 31 Agustus

2018

% thd APBN

1.894,7

2.220,7

(87,3)

(325,9)

325,9

1.152,83

1.303,49

11,61

(150,66)

265,6

60,84%

58,70%

(13,30)%

46,22%

81,50%

Kinerja Fiskal sampai dengan 31 Agustus 2018 melanjutkan tren positif baik di sisi pendapatan negara, belanja negara,

maupun defisit dan pembiayaan anggaran. Pendapatan negara tumbuh lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya, yang diikuti juga perbaikan percepatan penyerapan anggaran belanja negara. Hal ini memengaruhi defisit anggaran yang terjaga dengan nilai terendah dalam 5 tahun terakhir dalam periode yang sama, sedangkan keseimbangan primer berada pada titik positif dan merupakan pertama kali sejak tahun 2015 dalam periode yang sama.

Berikut ini highlight kinerja APBN Sampai dengan 31 Agustus 2018 sebagai berikut:

Realisasi pendapatan negara tumbuh 18,44 persen yang mencapai Rp1.152,83 triliun atau 60,84 persen dari targetnya dalam APBN tahun 2018 atau, lebih baik dibandingkan realisasi pendapatan Negara tahun 2017 yang mencapai Rp 973,38 triliun atau 56,07 persen dari targetnya. Rincian realisasi pendapatan negara sebagai berikut:

a. Laju realisasi penerimaan perpajakan tumbuh sebesar 16,54 persen atau mencapai Rp907,54

triliun (56,09 persen dari target APBN 2018) terutama bersumber dari:

1. Penerimaan Pajak yang tumbuh sebesar 16,52 persen dengan capaian sebesar Rp 799,46 triliun atau 56,14 persen dari target APBN tahun 2018.

2. Penerimaan bea dan cukai tumbuh sebesar 16,73 persen dengan capaian sebesar Rp108,08 triliun atau 55,68 persen dari target APBN tahun 2018.

b. Pertumbuhan realisasi PNBP juga menunjukkan nilai yang sangat positif sebesar 24,30 persen yang mampu membukukan nilai realisasi sebesar Rp240,29 triliun atau 87,24 persen dari target APBN tahun 2018.

Selanjutnya, untuk kinerja penyerapan belanja negara meningkat 8,78 persen yang yang mencapai Rp 1.303,49 triliun atau 58,70 persen dari pagu APBN 2018 dengan rincian sebagai berikut:

a. Belanja pemerintah pusat tumbuh 15,31 persen, dengan capaian Rp802,17 triliun atau 55,15 persen dari pagu APBN tahun 2018.

Halaman Kosong

13

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

12

b. Sedangkan Transfer ke Daerah dan Dana Desa cukup stabil dengan capaian Rp501,32 triliun atau 65,43 persen dari pagu APBN tahun 2018 .

Dengan gambaran fiskal tersebut, maka kinerja positif realisasi APBN 2018 masih terjaga sampai dengan 31 Agustus 2018. Hal ini dapat dilihat dalam perbandingan realisasi defisit anggaran sebesar 1,01 persen terhadap PDB atau Rp150,66 triliun (keseimbangan primer positif Rp11,61 triliun), turun dibandingkan defisit anggaran periode yang sama tahun 2017 yakni 1,65 persen terhadap PDB atau Rp224,89 triliun (keseimbangan primer sebesar negatif Rp83,97 triliun). Dengan realisasi pembiayaan sebesar Rp265,64 triliun, terdapat kelebihan pembiayaan anggaran sebesar Rp114,97 triliun

15

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

14

RAPBN 2019: Sehat, Adil, dan Mandiri

Capaian Reformasi Fiskal dan Struktural

Sejak akhir tahun 2014, Reformasi fiskal dan struktural yang telah digulirkan dalam periode Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla telah berhasil mengubah paradigma pembangunan nasional menjadi lebih produktif, merata, dan berkeadilan. Upaya tersebut telah membuahkan hasil yang positif, antara lain:

1. Penurunan tingkat kemiskinan menjadi 9,5 persen pada Semester I tahun 2018, dari 11,1 persen pada tahun 2015

2. Penurunan Indeks Kesenjangan Antar-Daerah menjadi 0,668 pada tahun 2017 dari 0,759 pada tahun 2014.

3. Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia menjadi 70,81 pada tahun 2017 dari 69,55 pada tahun 2015, serta APM Pendidikan SMA/Sederajat menjadi 60,37 (tahun 2017) semula 55,26 (tahun 2015)

4. Penurunan prevalensi stunting menjadi 29,6 persen (tahun 2017) semula 32,9 persen (tahun 2014) serta prevalensi Tuberkulosis per 100 ribu penduduk 262 tahun 2017, yang semula 263 tahun 2015.

5. Peningkatan Jumlah kabupaten/kota dengan eliminasi malaria (pengurangan wabah penyakit malaria) menjadi 266 tahun 2017, yang semula 232 tahun 2015. Selain itu, peningkatan terjadi pada persentase persalinan yang dilakukan di fasilitas kesehatan yaitu 83,7 persen pada tahun 2017 dari 78,4 persen pada tahun 2015.

6. Peringkat kemudahan berusaha (ease of doing business) Indonesia dari Bank Dunia mengalami peningkatan signifikan dari peringkat ke-114 pada tahun 2015 menjadi peringkat ke-72 pada tahun 2018. Indeks Kinerja Logistik (logistics performance index) juga mengalami peningkatan dan menempati peringkat ke 46 pada tahun 2018, dengan indikator ketepatan waktu pengiriman memperoleh penilaian tertinggi.

7. Pemerintah telah memperbaiki kinerja birokrasi melalui penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik seperti e-procurement, Satu Data dan Satu Peta, penguatan reformasi birokrasi, serta peningkatan kualitas layanan publik, seperti melalui Mal Pelayanan Publik. Upaya perbaikan birokrasi tersebut telah meningkatkan peringkat Government Effectiveness

Index Indonesia, dari peringkat 103 pada tahun 2015 menjadi peringkat 86 pada tahun 2016 atau naik 17 peringkat.

8. Perbaikan pada aspek pertanggungjawaban, transparansi proses penganggaran, dan pengelolaan utang, diantaranya:

· Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini wajar tanpa pengecualian pada LKPP tahun 2016 dan dilanjutkan pada LKPP tahun 2017.

· Indeks Keterbukaan Anggaran (open budget index) mencapai nilai 64 dari 100 poin pada tahun 2017, naik dari 56 pada tahun 2015, menunjukan ketersediaan informasi anggaran yang cukup substansial dan pengawasan yang baik.

· Surat utang pemerintah Indonesia juga telah kembali mendapat peringkat layak investasi (investment grade) dari ketiga lembaga pemeringkat kredit utama dunia, yaitu Standard & Poor’s, Moody’s, dan Fitch, untuk pertama kalinya pasca krisis keuangan Asia tahun 1997/1998.

RAPBN 2019: Sehat, Adil, dan Mandiri

Perekonomian global mengalami pemulihan sejak tahun 2017, namun risiko tetap tinggi terutama disebabkan normalisasi kebijakan moneter yang diterapkan Amerika Serikat yang membawa risiko pada pembalikan arus modal ke AS dan penguatan dolar AS. RAPBN tahun 2019 memperhatikan kondisi terkini serta prospek perekonomian global maupun domestik ke depan. Indikator-indikator ekonomi dalam asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai acuan di dalam penyusunan RAPBN tahun 2019, sebagai berikut.

1. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar 5,3 persen.

2. Tingkat inflasi dapat terkendali dalam level 3,5 persen.

3. Tingkat suku bunga SPN 3 bulan diperkirakan sebesar 5,3 persen.

4. Nilai tukar rupiah diperkirakan sebesar Rp14.400/USD.

5. Harga minyak mentah Indonesia (ICP) diperkirakan sebesar USD70/barel.

6. Lifting minyak diperkirakan sebesar 750 ribu barel per hari (bph).

7. Lifting gas diperkirakan sebesar 1.250 ribu barel setara minyak per hari (bsmph).

17

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

16

Selain asumsi dasar ekonomi makro, Pemerintah juga memberikan target indikator kesejahteraan tahun 2019 sebagai berikut:

1. Tingkat pengangguran 4,8 persen – 5,2 persen.2. Tingkat kemiskinan 8,5 persen – 9,5 persen3. Tingkat ketimpangan/rasio gini 0,38- 0,394. Indeks Pembangunan Manusia 71,98

Dalam menyongsong tahun 2019 yang merupakan tahun ke-5 dari program pembangunan Kabinet Kerja, Pemerintah memperkuat upaya yang sekaligus menjadi tema Kebijakan Fiskal dan APBN yakni “APBN untuk Mendorong Investasi Dan Daya Saing Melalui Pembangunan (Investasi) Sumber Daya Manusia”. Tema tersebut diwujudkan melalui tiga strategi utama, yaitu mobilisasi pendapatan yang realistis dengan tetap menjaga iklim investasi, peningkatan kualitas belanja agar lebih produktif dan efektif melalui kebijakan value for money untuk mendukung program prioritas, serta mendorong efisiensi dan inovasi pembiayaan (creative financing). Dengan strategi tersebut maka APBN diarahkan menjadi Sehat, Adil, dan Mandiri.

Sehat, terus dijaganya penurunan defisit dan keseimbangan primer yang diarahkan menuju positif. Defisit RAPBN tahun 2019 diturunkan di bawah 2 persen terhadap PDB yaitu 1,84 persen terhadap PDB dan merupakan pertamanya kali sejak tahun 2013. Sementara itu, negatif keseimbangan primer sebesar Rp21,7 triliun yang konsisten turun sejak tahun 2015. Berdasarkan rasio PDB, negatif keseimbangan primer ditargetkan menurun menjadi 0,13 persen terhadap PDB di tahun 2019

dari 1,23 persen terhadap PDB pada tahun 2015.

Adil berarti dapat dinikmati di seluruh wilayah termasuk pinggiran, berpihak pada UMKM, digunakan untuk pengentasan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan, serta berorientasi antargenerasi. Beberapa kebijakan tersebut diantaranya:

1. Pajak menjadi insentif untuk menjaga daya beli masyarakat dan ekonomi diantaranya implementasi kenaikan PTKP sebesar Rp54,0 juta (2016) dari semula Rp24,3 juta (2013);

2. Pajak juga menjadi insentif (tax holiday/allowance) bagi dunia usaha yang mempunyai kriteria dan syarat tertentu secara targeted, seperti industri pionir dengan mempertimbangkan nilai investasi, orientasi ekspor, dan penyerapan tenaga kerja;

3. Penguatan dan keseimbangan pembangunan fisik dan SDM, yang ditandai dengan kenaikan anggaran infrastruktur, anggaran pendidikan, anggaran kesehatan, dan anggaran perlindungan sosial;

4. Memperkokoh keseimbangan pembangunan antara pusat dan daerah serta pembangunan

Perpajakan

19

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

18

antardaerah dengan menaikkan anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa tahun 2019 sebesar Rp832,3 triliun (99,04 persen dari belanja KL sebesar Rp840,3 triliun tahun 2019) semula alokasi transfer ke daerah tahun 2015 hanya sebesar Rp623,1 triliun (85,1 persen dari belanja KL sebesar Rp732,1 triliun tahun 2015)

Selanjutnya, Mandiri yakni didukung oleh kontribusi pendapatan negara terutama penerimaan perpajakan yang semakin meningkat, pertumbuhan utang yang lebih rendah, porsi SBN valas yang semakin kecil, serta pendalaman sektor keuangan (financial deepening). Sekilas highlight pendapatan negara maupun pembiayaan anggaran sebagai berikut:

a. Target pendapatan negara direncanakan sebesar Rp2.142,5 triliun tahun 2019 yang didominasi oleh perpajakan sebesar Rp1.781.0 triliun dengan kontribusi menjadi 83,1 persen dari total target pendapatan negara, terus meningkat semula tahun 2014 Rp1.146,9 triliun (sebesar 74,0 persen dari total target pendapatan negara). Arah kebijakan perpajakan yakni mengumpulkan sumber pendapatan negara dari kegiatan ekonomi nasional, serta terus mendorong peningkatan kepatuhan melalui reformasi administrasi perpajakan yang lebih sederhana dan transparan. Selain itu, Pemerintah akan terus memberikan insentif perpajakan

melalui berbagai instrumen, yaitu: Insentif perpajakan sektoral untuk mendukung sektor prioritas (antara lain melalui kebijakan tax holiday, tax allowance), fasilitas pembebasan Bea Masuk, dan subsidi pajak; Insentif perpajakan Kawasan (antara lain Kawasan Ekonomi Khusus, kawasan industri, dan tempat penimbunan berikat); Insentif perpajakan khusus untuk mendorong ekspor antara lain melalui kemudahan impor tujuan ekspor, penugasan khusus ekspor, dan tempat penimbunan berikat). Dalam rangka mendukung kegiatan pendidikan vokasi dan litbang, Pemerintah juga akan memberikan insentif perpajakan khusus berupa fasilitas pengurangan pajak.

Target pendapatan negara tahun 2019 juga berasal dari PNBP sebesar Rp361,1 triliun yang diarahkan untuk optimalisasi penerimaan melalui optimalisasi pengelolaan sumber daya alam dan aset, dengan tetap mengedepankan kualitas pelayanan publik dan menjaga kelestarian lingkungan. Dengan telah diundangkan UU PNBP Nomor 9 tahun 2018 tentang penerimaan negara bukan pajak, diharapkan pengelolaan PNBP akan lebih baik dan optimal, dengan tetap mempertimbangkan keadilan masyarakat, serta kesinambungan pengelolaan sumber daya alam ke depan.

b. Semakin menurunnya defisit anggaran juga memengaruhi penurunan komponen pembiayaan anggaran khususnya pembiayaan utang yang ditargetkan sebesar Rp359,3 triliun atau turun 7,3 persen dibandingkan outlook APBN 2018. Sejalan dengan itu, SBN neto diproyeksikan menurun dari tahun 2017, sementara sukuk yang langsung digunakan membiayai proyek infrastruktur meningkat. Strategi pengelolaan utang tahun 2019 tetap memegang prinsip hati-hati menjaga rasio utang terhadap PDB, efisiensi dengan menjaga akuntabilitas pengelolaan utang dan meningkatkan efisiensi pembayaran bunga utang pada tingkat risiko terkendali, serta produktif (pemanfaatan utang untuk kegiatan produktif, menjaga komposisi utang dalam batas manageable, dan menjaga solvabilitas).

Berbeda dengan komponen pembiayaan utang, pembiayaan investasi yang merupakan kelompok pengeluaran pembiayaan semakin meningkat menjadi Rp74,8 triliun (naik 13,8 persen dibandingkan outlook tahun 2018) yang dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pendidikan, penguatan anggaran infrastruktur, penanggulangan kemiskinan, meningkatkan daya saing ekspor dan peran serta Indonesia di dunia internasional.

Fokus Belanja Negara

Belanja negara direncanakan Rp2.439,7 triliun atau sekitar 15 persen dari PDB Indonesia. Jumlah tersebut 10,0 persen lebih tinggi dari perkiraan realisasi belanja negara tahun 2018 atau meningkat 37,3 persen jika dibandingkan dengan belanja negara tahun 2014 sebesar Rp1.777,2 triliun. Alokasi belanja negara akan digunakan untuk pemenuhan kebutuhan prioritas diantaranya sebagai berikut:

1) Pembangunan Sumber Daya Manusia, yang mencakup:

a) Alokasi anggaran pendidikan tahun 2019 meningkat 38,1 persen sejak tahun 2014 digunakan untuk berbagai program pendidikan sebagai berikut:

· Anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk SD, SMP, SMA, dan Madrasah bagi 57 juta siswa.

· Beasiswa kepada 20,1 juta siswa melalui Program Indonesia Pintar dan 471,8 ribu mahasiswa melalui beasiswa bidik misi.

· Dalam periode 2014-2019, Pemerintah juga melakukan investasi melalui LPDP dengan memberikan beasiswa kepada sekitar 27 ribu mahasiswa dari seluruh pelosok tanah air untuk melanjutkan pendidikan S2 dan S3 di perguruan

21

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

20

tinggi terbaik di dalam negeri maupun di luar negeri, serta membiayai 123 kontrak riset terpilih.

· program meningkatkan kualitas guru PNS dan Non-PNS melalui tunjangan profesi, dan percepatan pembangunan dan rehab sekolah.

· Pembangunan sarana dan prasarana kelas dan laboratorium pada 1.000 pesantren.

Selain itu, dilakukan juga penguatan program vokasi yang lebih masif dan terintegrasi lintas kementerian diantaranya:

· Pelatihan 235 ribu tenaga kerja· Membangun 1.407 ruang

praktik SMK dan bantuan pelatihan/sertifikasi 3.000 mahasiswa

· Peningkatan kompetensi 6.711 instruktur/tenaga pelatihan

· Sertifikasi 526 ribu tenaga kerja

· Magang dalam/luar negeri mandiri 203 ribu orang

· 1.000 Balai Latihan Kerja komunitas/pesantren

b) Alokasi anggaran kesehatan direncanakan Rp122 triliun tahun 2019 atau naik dua kali lipat dibandingkan anggaran kesehatan di tahun 2014 sebesar Rp59,7 triliun, anggaran tersebut digunakan untuk berbagai program peningkatan layanan sebagai berikut:

· penyediaan sarana dan prasarana yang berkualitas pada 48 rumah sakit/balai kesehatan,

· penguatan program penurunan angka stunting yang terintegrasi di 160 kabupaten/kota.

· Untuk mengatasi permasalahan gizi anak, Pemerintah juga akan mendorong pemberian makanan tambahan kepada 525.420 ibu hamil dan 1,5 juta balita kurus, serta

· Imunisasi anak usia 0–11 bulan hingga mencapai 90 persen.

2) Anggaran infrastruktur direncanakan Rp420,5 triliun diarahkan untuk memperkuat konektivitas, menyambungkan berbagai potensi ekonomi di seluruh Indonesia, memeratakan pembangunan, menumbuhkan kegiatan ekonomi baru, serta meningkatkan distribusi barang dan jasa, yang hasil akhirnya adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat, pengurangan kemiskinan dan pengangguran, serta pengurangan ketimpangan. Rencana pembangunan infrastruktur diantaranya:

· Pembangunan 687 kilometer ruas jalan nasional baru,

· Pembangunan 905 kilometer jalan tol,

· Pembangunan 48 unit bendungan (40 dalam tahap

lanjutan/ongoing), dan · Pembangunan dan rehabilitasi

162 ribu hektare jaringan irigasi.

Selain itu dilakukan berbagai terobosan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur melalui skema pembiayaan pembangunan infrastruktur di luar APBN dengan melibatkan pihak swasta dengan tetap berhati hati agar risiko tetap terjaga dan berkelanjutan.

3) Alokasi anggaran perlindungan sosial tahun 2019 diarahkan untuk dapat menurunkan tingkat kemiskinan menjadi 8,5 persen hingga 9,5 persen dan Indeks Pembangunan Manusia naik ke 71,98. Berbagai program perlindungan sosial sebagai berikut:· Program Keluarga Harapan

ditujukan untuk 10 juta keluarga penerima manfaat beserta peningkatan manfaat.

· Bantuan Pangan non Tunai (BPNT) untuk 15,6 juta keluarga dengan perbaikan penyaluran.

· Penyaluran Subsidi Bunga untuk kredit usaha kecil dan mikro Perumahan.

4) Pemerintah mendukung pelaksanaan Pemilu Tahun 2019 sebagai bagian dari agenda demokrasi nasional. Tahun 2019 diharapkan target Indeks Demokrasi Indonesia menjadi 75 semula 74,6 tahun 2018 dan

tingkat partisipasi pemilih menjadi 77,5 (semula 75,1 tahun 2014).

5) Reformasi Birokrasi difokuskan untuk (1) melakukan percepatan pelaksanaan reformasi di 86 Kementerian Negara/Lembaga untuk memberikan pelayanan publik yang lebih baik, mudah, cepat, dan transparan, serta disertai penerapan sistem pemerintahan berbasis elektronik; (2) melanjutkan kebijakan penggajian yang telah dilakukan tahun 2018, pada tahun 2019 Pemerintah akan menaikkan gaji pokok dan pensiun pokok bagi aparatur negara, serta para pensiunan sebesar rata-rata 5 persen sebagai upaya meningkatkan kualitas dan motivasi birokrasi yang terus dilakukan agar aparatur negara semakin profesional, bersih, dan terjaga kesejahteraannya.

6) Antisipasi ketidakpastian diarahkan untuk mitigasi risiko bencana, pelestarian lingkungan, stabilitas ekonomi, keamanan, serta percepatan pembangunan di daerah.

Pemerintah mengalokasikan dana Transfer ke Daerah dan Dana Desa dalam RAPBN tahun 2019 sebesar Rp832,3 triliun. Jumlah tersebut meningkat 9 persen dari perkiraan realisasi di tahun 2018 atau meningkat 45,1 persen dari realisasinya tahun 2014 sebesar Rp573,7 triliun.

Selain itu, melalui pelaksanaan Dana Desa yang mulai dialokasikan sejak tahun 2015, berbagai sarana prasarana yang bermanfaat bagi masyarakat telah berhasil dibangun. Realisasi anggaran Dana Desa sebesar Rp127,2 triliun dalam periode 2015-2017 telah dimanfaatkan, antara lain untuk pembangunan sekitar 124 ribu kilometer jalan desa, 791 kilometer jembatan,akses air bersih 38,3 ribu unit, sekitar 3 ribu unit tambatan perahu, 18,2 ribu unit PAUD, 5,4 ribu unit Polindes, 6,6 ribu unit pasar desa, 28,8 ribu unit irigasi, 11,6 ribu unit Posyandu, dan sekitar 2 ribu unit embung.

Peningkatan reformasi birokrasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik

Kesejahteraan aparatur dan pensiunan

23

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

22

Belanja Pemerintah dalam Tahun 2019 difokuskan

untuk mendukung peningkatan daya saing, ekspor dan

investasi, diikuti dengan penguatan value for money

Pembangunan SDM

Pelaksanaan Agenda Demokrasi

Penyelesaian Infrastruktur

Birokrasi yang efektif dan efisien

Perlindungan Sosial

Antisipasi ketidakpastian

Rp487,9 T Anggaran Pendidikan

Rp 122 TAnggaran Kesehatan

Rp420,5 T Anggaran Infrastruktur

Rp381,0 T Anggaran Perlindungan Sosial

Rp220,5 T Anggaran Hankam

Rp 24,8 TAnggaran Pemilu

Rp368,6 T Anggaran Birokrasi yang efektif dan efisien

Rp38,6 T Anggaran Antisipasi ketidakpastian

Mitigasi risiko bencana, pelestarian lingkungan, stabilitas ekonomi, keamanan

Agenda Demokrasi• Penyelenggaran pemilu

Presiden dan Anggota Legislatif 2019

• Pengamanan Pemilu 2019

PertahananPencapaian MEF tahap 2 dan pengembangan industri pertahanan

Bantuan Pangan non Tunai (BPNT)untuk 15,6 juta keluarga dengan perbaikan penyaluran

Subsidi Bunga:• Kredit usaha kecil dan

mikro • Perumahan

PKH 10 juta Keluarga dengan peningkatan Manfaat

2.007 km Pembangunan/rekonstruksi/ pelebaran Jalan

20,1 juta siswa penerima KIP

471,8 ribu mahasiswa penerima beasiswa Bidik misi

Penguatan pendidikan Vokasi

Percepatan pembangunan sarpras

Jaminan Kesehatan bagi 96,8 juta jiwa (PBI JKN)

162 ribu HaPembangunan dan rehabilitasi jaringan Irigasi

99,9 %Rasio Elektrifikasi

48 unitBendungan

415,2 km’spPembangunan Jalur kereta api(tahap awal, penye- lesaian, peningkatan)

Keamananpenanggulangan terorisme dan konflik sosial politik

25

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

24

Perkembangan Makroekonomi 2018

Perkembangan Makroekonomi

Perekonomian global diperkirakan akan terus mengalami perbaikan di Semester II 2018 dengan Amerika Serikat menjadi motor utamanya.

Namun demikian, normalisasi kebijakan moneter yang diterapkan Amerika Serikat saat ini akan membawa risiko

pada pembalikan arus modal kembali ke Amerika Serikat dan penguatan dolar. Hal ini akan berdampak pada perekonomian di seluruh dunia, khususnya di negara-negara emerging market, yang pada gilirannya akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara global. Risiko lain yang menghadang pertumbuhan ekonomi global adalah ketegangan perdagangan di antara negara-negara besar, ketegangan geopolitik, dan ketidakpastian penyesuaian kebijakan moneter di negara maju. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi nasional dipastikan masih akan berlanjut selama Semester II tahun 2018. Konsumi dan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) masih akan menjadi faktor pendorong pertumbuhan ekonomi. Secara sektoral, sektor industri pengolahan, perdagangan, konstruksi, dan jasa-jasa diperkirakan masih mampu

mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Stabilitas ekokomi masih tetap terjaga dengan perkembangan laju inflasi yang terkendali, meskipun masih terdapat tekanan terhadap nilai tukar Rupiah. Inflasi kumulatif hingga Agustus 2018 mencapai 2,13 persen (ytd) atau sebesar 3,20 persen (yoy). Realisasi ini lebih rendah dibandingkan periode sama pada tahun lalu yang mencapai 2,53 persen (ytd) atau 3,82 persen (yoy). Terkendalinya laju inflasi ini didukung oleh relatif stabilnya inflasi komponen inti serta tren perlambatan inflasi administered price di tengah tren meningkatnya komponen volatile food yang disebabkan kenaikan harga pangan, terutama beras di awal tahun.  Secara bulanan, Agustus 2018 terjadi deflasi sebesar 0,05 persen yang dipengaruhi oleh penurunan harga produk peternakan yaitu telur dan daging ayam ras serta produk hortikultura seperti aneka bawang, cabai, dan sayuran seiring

melimpahnya pasokan pasca panen. Deflasi bulan ini juga didukung oleh masih berlanjutnya normalisasi tarif angkutan udara setelah liburan panjang Lebaran. Namun demikian, masih terdapat tekanan inflasi yang berasal dari kenaikan biaya sekolah seiring masuknya tahun ajaran baru serta peningkatan tarif kontrak dan sewa rumah yang disebabkan kenaikan ongkos pemeliharaan rumah. Dengan pencapaian laju inflasi hingga Agustus ini, Pemerintah optimis inflasi pada akhir 2018 akan mencapai 3,5 persen sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan, namun dengan tetap mewaspadai risiko-risiko yang berpotensi menekan laju inflasi, seperti faktor depresiasi Rupiah, kenaikan harga pangan karena faktor pergantian musim, serta peningkatan permintaan di akhir tahun (Natal dan Liburan). 

Sentimen negatif di pasar keuangan global mempengaruhi persepsi risiko investor tehadap kondisi negara berkembang

(emerging market) dan memberikan tekanan terhadap nilai tukar Rupiah. Hingga Agustus 2018, nilai tukar Rupiah terdepresiasi sebesar 8,63 persen (ytd). Nilai tukar Rupiah rata-rata Januari-Agustus 2018 tercatat sebesar Rp13.954 per USD, lebih tinggi dari asumsi APBN 2018 sebesar Rp13.400 per USD. Pemerintah bersama-sama dengan Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan akan terus mewaspadai pergerakan nilai tukar Rupiah dan memperkuat fundamental ekonomi.

Neraca pembayaran pada Triwulan II 2018 tercatat defisit sebesar USD 4,31 miliar, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya (qtq) yang tercatat sebesar USD 3,86 miliar. Surplus Transaksi Modal dan Finansial pada Triwulan II 2018 sebesar USD 4,01 Miliar yang bersumber dari menguatnya aliran investasi langsung, portfolio, dan investasi lainnya, belum mampu menutupi defisit Transaksi Berjalan sebesar USD 8,02 miliar (3,04 persen PDB).

Halaman Kosong

27

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

26

Peningkatan Transaksi Berjalan dibandingkan kuartal sebelumnya disebabkan oleh peningkatan permintaan domestik atas barang impor seiring dengan masa lebaran dan libur sekolah yang mempengaruhi kinerja perdagangan barang. Selanjutnya, sejalan dengan tingginya harga minyak dan besarnya porsi impor produk migas, defisit neraca migas juga melebar. Posisi cadangan devisa adalah sebesar USD 119,84 miliar. Kedepan, kondisi neraca pembayaran akan sangat dipengaruhi oleh kondisi perekonomian global, dan tekanan geopolitik di beberapa kawasan.

Pemerintah merespon dinamika perekonomian global yang mempengaruhi defisit Transaksi Berjalan dan nilai tukar Rupiah dengan mengeluarkan sejumlah bauran kebijakan termasuk kebijakan penyesuaian Pajak Penghasilan Pasal 22 terhadap barang konsumsi impor untuk mendorong penggunaan produksi dalam negeri. Produk-produk yang dikenakan penyesuaian tarif PPh Pasal 22 adalah sebanyak total 1.147 pos tarif. Kebijakan penyesuaian tarif PPh Pasal 22 ini juga diarahkan untuk memajukan industri dalam negeri. Disamping itu, Pemerintah juga berkomitmen untuk memperkuat kebijakan reformasi struktural di sektor riil, seperti peningkatan daya saing, perbaikan iklim investasi, dan pembangunan infrastruktur strategis, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah.

29

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

28

PENERIMAANPAJAK

Pendapatan Negara

Sampai Dengan Agustus 2018, Penerimaan Pajak Tumbuh 18,59 persen (di luar Tax Amnesty)

Realisasi penerimaan pajak untuk periode Januari - Agustus 2018 adalah sebesar Rp799,46 triliun. Apabila

dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017, terjadi pertumbuhan sebesar 16,52 persen secara year-on-year, yang merupakan pertumbuhan tertinggi pada periode Januari - Agustus selama empat tahun terakhir.

(dalam triliun Rupiah)

Uraian APBN 2018

Realisasi Januari s.d. Agustus

Rp ∆% 2017 - 2018

% thd APBN

Pajak Penghasilan 855,13 479,47 16,04 56,07

- Migas 38,13 42,03 19,18 110,23

- Non Migas 817,00 437,44 15,74 53,54

PPN & PPnBM 541,80 307,57 15,06 56,77

PBB & Pajak Lainnya 27,06 12,42 121,45 45,91

Jumlah 1.424,00 799,46 16,52 56,14

Apabila penerimaan uang tebusan dari program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty/TA) yang sifatnya tidak berulang (one-off ) selama bulan Januari – Maret 2017 sebesar Rp12,03 triliun tidak dimasukkan dalam penghitungan pertumbuhan, realisasi penerimaan periode Januari - Agustus 2018 mengalami pertumbuhan sebesar 18,59 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017.

Pertumbuhan positif ini ditopang oleh pertumbuhan PPh dan PPN & PPnBM, yang keduanya tumbuh double digit. Apabila dirinci lebih lanjut, PPh Non Migas tumbuh sebesar 15,74 persen, PPh Migas tumbuh sebesar 19,18 persen, PPN danPPnBM tumbuh sebesar 15,06 persen, sedangkan PBB dan Pajak Lainnya tumbuh sebesar 121,45 persen.

Secara umum pertumbuhan penerimaan pajak tidak lepas dari pertumbuhan jenis-jenis pajak utama yang menunjukkan kinerja cukup baik. Melanjutkan trend sepanjang 2018, PPh Pasal 25/29 tumbuh di atas 20 persen, dengan PPh Pasal 25/29 Badan tumbuh 23,34 persen sedangkan PPh 25/29 Orang Pribadi tumbuh 21,13 persen. PPh Pasal 21 tumbuh 16,36 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2017 sebesar

s.d Agt 201 gt 2016

Non TA

TA

s.d Agt 201 gt 2018

-0,81%

3,81%

10,17%

18,59%

16,52%

9,13%

2,96%

Pertumbuhan Penerimaan Pajak (y-o-y) Januari - Agustus 2018

s.d A s.d A5 7

31

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

30

Jenis Pajak growth y-o-yJan-Agt 2017

growth y-o-yJan-Agt 2018

PPh Pasal 21 2,38% 16,36%

PPh Badan 17,73% 23,34%

PPh OP 52,02% 21,13%

PPN Dalam Negeri 13,11% 9,22%

Pajak atas Impor 18,46% 26,45%

- PPh 22 Impor 17,26% 25,62%

- PPN Impor 19,81% 27,43%

- PPnBM Impor -6,55% 2,47%

2,38 persen. Pertumbuhan paling signifikan dicatatkan oleh pajak-pajak atas impor, melanjutkan tren pertumbuhan tahun 2017. PPh Pasal 22 Impor tumbuh 25,62 persen (naik dari 17,26 persen), PPN Impor tumbuh 27,43 persen (naik dari 19,81 persen) serta PPnBM Impor tumbuh 2,47 persen setelah di tahun 2017 mengalami pertumbuhan negatif (6,55 persen). Secara umum, pajak atas impor tumbuh 26,45 persen, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun 2017 yang tumbuh 18,46 persen.

Impor Meningkat, Penerimaan Pajak Atas Impor Terus Melesat

Badan Pusat Statistik (BPS) dalam rilis resminya menyebutkan bahwa nilai impor Indonesia pada bulan Juli 2018 mencapai USD 18,27 miliar, naik 62,17 persen dibanding bulan Juni 2018 atau 31,56 persen bila dibandingkan dengan bulan Juli 2017.

Pertumbuhan nilai impor ini tercermin pada penerimaan pajak impor. Penerimaan bulan Juli sebesar Rp23,17 triliun, naik 59,93 persen dibandingkan bulan Juni, atau 40,98 persen bila dibandingkan dengan bulan Juli 2017. Secara kumulatif, nilai impor Januari - Juli 2018 adalah USD 107,32 juta atau naik 24,48 persen

dibandingkan periode yang sama tahun 2017. Hal ini juga tercermin pada nilai penerimaan pajak impor, yang secara kumulatif untuk periode Januari - Juli 2018 mencapai Rp136,40 triliun atau tumbuh 27,06 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017.

Harga Melejit, Penerimaan dari Batubara Terus Tumbuh

Sampai dengan bulan Agustus 2018, tren penguatan harga batubara masih terus berlanjut. Meskipun dengan sentimen negatif akibat berakhirnya musim panas dan perlambatan

Jan 2016 Jul 2016 Jan 2017 Jul 2017 Jan 2018 Jul 2018

20

16

12

8

25

20

15

10

Mili

ar U

SD

Trili

un ID

R

Penerimaan Pajak Impor (Axis Kanan)I mpor Indonesia (Axis Kiri)

33

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

32

perekonomian China, harga batubara mampu melewati USD 100 per ton untuk pertama kalinya sejak 2012. Hal ini seiring dengan masih tingginya permintaan dari pembangkit-pembangkit listrik di China. China adalah net importer batubara terbesar di dunia dengan 247 Metrik Ton (disusul India, Jepang dan Korea). Sementara itu, Indonesia adalah penghasil batubara terbesar kelima dunia dengan market share 6,3 persen di pasaran global; dan net exporter kedua terbesar dunia dengan 367 Metrik Ton (di bawah Australia dengan 389 Metrik Ton). Kementerian ESDM sendiri menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk bulan

Agustus 2018 sebesar USD 107,83 per ton, naik dari USD 104,65 per ton di bulan Juli.

Tingginya harga batubara menjadi pendorong pertumbuhan penerimaan dari ekspor batubara. Untuk periode Januari - Agustus, penerimaan jenis pajak PPh Pasal 22 atas Ekspor Komoditas Tambang Batubara dan Mineral tumbuh hingga 50,19 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017. Senada dengan hal tersebut, secara sektoral penerimaan dari Pertambangan Batubara dan Lignit mencatatkan pertumbuhan sebesar 49,95 persen.

PPh Final UMKM Turun Tarif, Kepatuhan Meningkat

Tertentu tahun 2017 sebesar Rp 5,84 triliun, tumbuh 148 persen dalam kurun waktu 4 tahun terakhir (2014 - 2017). Sampai dengan periode Januari - Juli 2018, setoran PP 46/2013 masih mencatat angka pertumbuhan 11,35 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Namun dengan implementasi PP 23 ini, dampaknya tercermin pada penurunan setoran jenis pajak ini pada bulan Agustus 2018 sebesar Rp 97,52 miliar atau tumbuh negatif 21,26 persen dibandingkan setoran rata-rata 3 bulan sebelumnya (Mei - Juli 2018).

Dalam rangka mendorong peran serta masyarakat, khususnya UMKM, dalam kegiatan ekonomi formal dan lebih berkeadilan, pemerintah melalui Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 telah memberikan relaksasi berupa penurunan tarif PPh dari sebelumnya 1 persen dari omset menjadi 0,5 persen dari omset mulai 1 Juli 2018. Penurunan tarif tersebut dalam jangka panjang diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan dan partisipasi aktif Wajib Pajak UMKM dalam membayar pajak. Dengan skema kemudahan dan penurunan tarif ini pemerintah juga berharap akan dapat menambah basis pembayar pajak baru di tahun-tahun mendatang.

Jika dilihat dari sisi penerimaan, secara umum tercatat setoran PPh Final atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto

Dari sisi kepatuhan, terjadi peningkatan kepatuhan Wajib Pajak setelah berlakunya PP 23/2018 yang tercermin dalam peningkatan jumlah Wajib Pajak yang melakukan pembayaran maupun jumlah Surat Setoran Pajak (SSP) yang dibukukan. Setelah berlakunya PP 23/2018, terdapat 84.534 Wajib Pajak yang sebelumnya pada periode April - Juli 2018 tidak melakukan pembayaran (baik PPh Pasal 25 maupun PPh Final 1% PP 46), namun pada bulan Agustus melakukan pembayaran PPh Final 0,5% PP 23/2018. Peningkatan kepatuhan ini secara jangka panjang diharapkan akan menutupi penurunan nominal penerimaan yang diakibatkan oleh penurunan tarif pajak.

Halaman Kosong

35

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

34

Percepatan Restitusi, Upaya Membantu Likuiditas Wajib Pajak

Percepatan restitusidiberikan kepada :

WP dengan kriteria tertentu(WP Patuh/Pasal 17C UU KUP)

WP memenuhi persyaratan tertentu(Nilai restitusi kecil/Pasal 17D UU KUP) PKP Berisiko Rendah(Pasal 9 (4) UU PPN)

Terhitung mulai tanggal 12 April 2018 telah diberlakukan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak. Aturan

ini diterbitkan dengan semangat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan membantu likuiditas Wajib Pajak, serta mendukung program Pemerintah guna meningkatkan kemudahan dalam berusaha (ease of doing business).

PMK-39 ini menjadi dasar pelaksanaan program percepatan restitusi (pengembalian kelebihan pembayaran pajak). Program ini menyederhanakan atau mempercepat pemberian restitusi, yang dilakukan tanpa pemeriksaan, melainkan dengan penelitian sederhana. Fasilitas ini diberikan kepada Wajib Pajak Patuh, Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah dan Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu.

PMK – 39 ini langsung disambut positif oleh Wajib Pajak, terlihat dari terjadinya lonjakan pengajuan restitusi dipercepat yang sangat signifikan. Data DJP menunjukkan bahwa untuk bulan Mei - Juni saja terdapat lonjakan jumlah

pengajuan restitusi, dari total 401 permohonan di tahun 2017 menjadi 1.542 permohonan di tahun 2018. Artinya terjadi kenaikan hingga 284,54 persen, atau hampir empat kali lipat.

Diharapkan dengan program ini, cost of compliance Wajib Pajak dapat diturunkan, terutama dalam bentuk liquidity cost, sehingga selain mencerminkan azas keadilan perpajakan, program ini juga menjadi insentif bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban formal dan material perpajakannya.

327

PKPRisikoRendah

Jumlah Permohonan Restitusi DipercepatPeriode Mei - Juni

WPPer-syaratanTertentu

WPkriteriaTertentu

156

1.087

179128

66

37

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

36

KEPABEANAN DAN CUKAI Tren Pertumbuhan Positif Penerimaan DJBC Sejak Awal Tahun Terus Berlanjut Hingga Bulan Agustus 2018

No. Jenis Penerimaan Target APBN

Realisasi 2018 % Capaian Realisasi

2017Pertumbuhan (y-o-y)

Nominal % 2018 % 2017

1 BEA MASUK 35.70 25,13 70,40% 21,95 3,18 14,48% 7,19%

2 CUKAI 155.40 78,57 50,56% 68,39 10,18 14,89% 3,19%

3 BEA KELUAR 3.00 4,38 146,00% 2,25 2,13 94,27% 20,71%

  TOTAL 194.10 108,08 55,68% 92,59 15,49 16,72% 4,48%

  PPN Impor   118,36   92,88 25,48 27,44% 19,81%

  PPn BM Impor   2,86   2,79 0,07 2,47% -6,56%

  PPh Pasal 22 Impor 36,39   28,97 7,42 25,63% 17,26%

  Total PDRI lainnya 157,61   124,64 32,97 26,46% 18,46%

TOTAL DJBC + PERPAJAKAN 265,69 217,23 48,46 22,31% 12,07%

Kinerja penerimaan kepabeanan dan cukai hingga bulan Agustus 2018 tumbuh positif, meneruskan tren

sejak awal tahun yang mengalami pertumbuhan tertinggi sejak tahun 2015. Kinerja pertumbuhan tersebut

terjadi pada semua komponen penerimaan seperti bea masuk (BM), bea keluar (BK) dan cukai. Sedangkan pajak dalam rangka impor (PDRI) capaian penerimaannya masih lebih besar dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.

Kondisi perdagangan internasional yang masih kondusif, dimana kegiatan impor dan ekspor tumbuh positif dibandingkan tahun lalu, menjadi faktor positif penerimaan kepabeanan dan cukai. Program reformasi kepabeanan dan cukai yaitu Penertiban Impor Berisiko Tinggi (PIBT), Penertiban Cukai Berisiko Tinggi (PCBT) dan Penertiban Ekspor Berisiko Tinggi (PEBT) yang terus berlanjut juga memberi pengaruh positif terhadap capaian penerimaan hingga bulan Agustus 2018.

(dalam triliun Rupiah)

39

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

38

Capaian penerimaan BM hingga bulan Agustus 2018, tumbuh positif dan masih yang tertinggi sejak tahun 2015. Kinerja penerimaan BM tersebut didorong oleh faktor penerimaan rutin dan extra effort yang tumbuh masing-masing 15,11 persen dan 7,35 persen. Aktifitas impor yang tumbuh signifikan

sebesar 13,52 persen dengan impor atas kebijakan pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat menjadi faktor pendorong tumbuhnya penerimaan BM. Program PIBT yang mampu meningkatkan taxbase importer berisiko tinggi hingga 61 persen juga memberi pengaruh positif terhadap penerimaan BM.

Aktifitas impor yang yang menjadi faktor utama penerimaan BM didominasi oleh impor atas bahan baku/penolong sebesar USD 86,52 miliar, namun pertumbuhan tertinggi terjadi pada impor barang konsumsi sebesar 16,56 persen. Sedangkan sektor industri menjadi kontributor terbesar kegiatan impor, sehingga menjadi indikasi masih bergairahnya aktifitas industri dalam negeri.

Capaian penerimaan BK masih ditopang oleh pertumbuhan ekspor minerba. Pertumbuhan penerimaan BK yang sebesar 94,27 persen merupakan yang tertinggi diantara komponen penerimaan lainnya. Pertumbuhan tersebut berdampak positif terhadap capaian BK yang sudah 146,00 persen dari target APBN 2018, dan juga yang tertinggi diantara komponen penerimaan yang lain.

Capaian penerimaan cukai merupakan yang tertinggi dibandingkan capaian komponen penerimaan lainnya. Kontributor terbesar penerimaan cukai masih dari cukai hasil tembakau (CHT), dimana kenaikan tariff efektif yang lebih tinggi dibandingkan tarif rata-rata dan produksi hasil tembakau (HT) yang tumbuh positif, menjadi faktor pendorongnya. Kinerja tertinggi cukai berasal dari minuman mengandung etil alkohol (MMEA) yang tumbuh sebesar 16,97 persen.

41

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

40

PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK (PNBP) Kenaikan harga komoditas mendorong pertumbuhan PNBP, penerimaan SDA tumbuh 48,06 persen (yoy).

Sampai dengan tanggal 31 Agustus 2018, realisasi PNBP mencapai Rp240,29 triliun atau 87,24 persen dari APBN tahun 2018. Realisasi tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 24,30 persen

jika dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun 2017. Kenaikan ini antara lain disebabkan meningkatnya harga komoditas, khususnya harga minyak bumi dan batu bara pada tahun 2018.Realisasi penerimaan SDA Migas mencapai Rp83,81 triliun atau 104,30 persen dari targetnya dalam APBN tahun 2018. Realisasi tersebut mengalami pertumbuhan sebesar 53,76 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2017. Kenaikan penerimaan SDA Migas tersebut antara lain disebabkan karena lebih tingginya realisasi ICP periode bulan Desember 2017 - Agustus 2018, yaitu sebesar USD 66,71 per barel atau periode bulan Januari - Agustus 2018 sebesar USD 67,42 per barel, dibandingkan realisasi ICP bulan Desember 2016 - Agustus 2017, yaitu sebesar USD 48,71 per barel atau periode bulan Januari - Agustus 2017 sebesar USD 48,41 per barel.

Realisasi penerimaan SDA Non Migas mencapai Rp23,62 triliun atau 101,24 persen dari target APBN tahun 2018.

Realisasi tersebut lebih tinggi 30,86 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017 yang mencapai Rp18,05 triliun. Peningkatan ini diantaranya disebabkan oleh kenaikan rata-rata harga batubara acuan (HBA) pada periode Januari - Agustus 2018 yang mencapai USD 98,93 per ton, lebih tinggi dibandingkan HBA periode Januari - Agustus 2017 sebesar USD 82,02 per ton.

Realisasi pendapatan dari kekayaan negara dipisahkan mencapai Rp39,77 triliun atau 88,99 persen dari target APBN tahun 2018. Realisasi tersebut lebih tinggi 7,25 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017 yang mencapai Rp37,08 triliun. Peningkatan ini diantaranya disebabkan perbaikan kinerja BUMN.

Realisasi penerimaan PNBP Lainnya mencapai Rp62,79 triliun atau 74,88 persen dari target APBN tahun 2018. Realisasi tersebut meningkat sebesar 8,75 persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp57,74 triliun. Peningkatan realisasi penerimaan PNBP Lainnya ini antara lain disebabkan kenaikan realisasi Penjualan Hasil Tambang yang mencapai Rp12,31 triliun, lebih tinggi dibandingkan realisasi periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp10,63 triliun, sejalan dengan peningkatan HBA.

Untuk pendapatan BLU, hingga 31 Agustus 2018 terealisasi sebesar Rp30,30 triliun, atau mencapai 69,98 persen dari target APBN tahun 2018, meningkat 16,82 persen dari realisasi periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp25,94 triliun.

43

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

42

REALISASI PNBP

TAHUN ANGGARAN 2018

s.d Akhir Agustus 2018

2018 Realisasi

APBN s.d. 31 Agustus % thd APBN% Growth

(yoy)I. Penerimaan Negara Bukan Pajak 275.427,92 240.2905,5 87,24 24,30

A. Penerimaan SDA 103.674,80 107.423,34 103,62 48,06

1 Migas 80.349,00 88.807,40 104,30 53,76

a Minyak Bumi 59.582,70 88.807,40 140,66 53,76

b Gas Alam 20.766,30 - - -

2 Non Migas 23.325,80 23.615,94 101,24 30,86

a Pertambangan Minerba 17.858,52 19.915,87 111,52 32,09

b Kehutanan 4.166,71 2.756,56 66,16 15,13

c Perikanan 600,00 281,38 46,90 (11,31)

d Pend. Per. Panas Bumi 700,59 662,13 94,51 156,84

B Pendapatan dari KND 44.695,40 39.772,81 88,99 7,25

C. PNBP Lainnya 83.753,12 62.789,70 74,97 8,75

D. Pendapatan BLU 43.304,60 30.304,70 74,97 16,82

(dalam miliar Rupiah)

45

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

44

Belanja Pemerintah Pusat

Percepatan penyaluran belanja Bantuan Sosial menjadi pendorong bagi percepatan penyerapan Belanja Pemerintah Pusat (BPP) hingga bulan akhir Agustus2018.

BEL ANJA NEGARA

(dalam triliun Rupiah)

Pemanfaatan BPP senantiasa terus dioptimalkan baik dalam mendukung pelaksanaan program pembangunan

maupun penyelenggaraan pemerintahan. Dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan, prinsip-prinsip efisiensi, efektivitas, perbaikan tata kelola pemerintahan dan peningkatkan kualitas

Realisasi pada BPP sampai 31 Agustus 2018 secara nominal mencapai Rp802,17 triliun atau 55,15 persen dari pagu alokasi APBN 2018. Sedangkan realisasi BPP selama bulan Agustus 2018 mencapai Rp74,92 triliun atau sekitar 8,84 persen dari pagu alokasi APBN 2018. Anggaran BPP dikelompokan dalam dua bagian, yang terdiri dari (1) Belanja Kementerian / Lembaga (K/L) sebesar Rp441,83 triliun atau 52,14 persen dari pagu alokasi APBN 2018; dan (2) Belanja NonK/L sebesar Rp360,34 triliun atau 59,36 persen dari pagu alokasi APBN 2018. Kinerja realisasi BPP tersebut menunjukkan perbaikan apabila dibandingkan dengan kinerja realisasi tahun sebelumnya. Kinerja BPP tersebut dipengaruhi oleh antara lain kemajuan implementasi program-program yang dilaksanakan oleh K/L, yang dalam tahun 2018 ini terus didorong percepatan pelaksanaannya.

pelayanan publik terus diperbaiki. Pemerintah telah melaksanakan berbagai kebijakan Melalui BPP guna mendorong pertumbuhan ekonomi, peningkatan kualitas SDM, perbaikan kualitas pelayanan publik, perluasan perlindungan sosial, peningkatan kedaulatan pangan dan energi, serta percepatan pembangunan infrastruktur.

REALISASI BELANJA K/L TAHUN 2018

Realisasi pada Belanja K/L sampai 31 Agustus 2018 mencapai Rp441,83 triliun atau 52,14 persen dari pagu alokasi APBN 2018. Realisasi belanja K/L tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi belanja K/L pada periode yang sama tahun sebelumnya. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat penyerapan belanja K/L antara lain : kelanjutan kebijakan percepatan pelaksanaan kegiatan melalui lelang dini terutama pada K/L yang memiliki belanja modal yang besar, kepatuhan dalam pengajuan tagihan ke kas negara sesuai norma waktu, perbaikan mekanisme penyaluran bantuan sosial melalui penyaluran nontunai dan menyediakan pusat layanan sebagai counterpart bagi K/L dalam konsultasi revisi anggaran, serta pelaksanaan beberapa agenda strategis seperti Pilkada serentak, pertemuan tahunan IMF dan Wolrd Bank di Bali, dan pelaksanaan Asian Games tahun 2018.

Belanja Pemerintah Pusat (triliun Rupiah)

2018

APBN Realisasi s.d. 31 Agustus % thd APBN % Growth

( yoy)

Belanja K/L 847,44 441,79 52,13 12,64

Belanja Pegawai 227,46 149,01 65,51 9,73

Belanja Barang 338,83 163,49 48,25 14,97

Belanja Modal 203,88 70,73 34,69 -5,70

Bantuan Sosial 77,26 58,57 75,82 49,37

Belanja Non K/L 607,06 360,38 59,36 18,76

al. Pembayaran Bunga Utang 238,61 162,27 68,01 15,15

Subsidi 156,23 105,62 67,61 36,14

Jumlah 1.454,49 802,17 55,15 15,31

GRAFIK PENYERAPAN BELANJA 10 K/L

DENGAN PAGU TERBESAR

47

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

46

PROGRES KEGIATAN PRIORITAS/UTAMA TAHUN 2018KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

Untuk mendukung penguatan belanja yang lebih produktif, Pemerintah konsisten melakukan kebijakan efisiensi pada belanja barangdengan tetap menjaga pencapaian target pembangunan dan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah mengedepankan konsep value for money(VFM), sebagai bentuk tanggung jawab Pemerintah dalam membelanjakan anggarannya. Diharapkan setiap anggaran belanja yang dikeluarkan,Pemerintah akan menghasilkan output yang lebih berkualitas, dan masyarakat dapat merasakan manfaatnya dari anggaran belanja tersebut. Dengan efisiensi belanja barang, diharapkan APBN sebagai instrumen fiskal dapat secara lebih optimal menstimulasi perekonomian meskipun di tengah keterbatasan ruang fiskal Pemerintah.

Realisasi kinerja penyerapan belanja modal sampai 31 Agustus 2018 mencapai Rp70,73 triliun atau 34,69 persen dari alokasi APBN tahun 2018. Realisasi kinerja tersebut lebih rendah dari realisasi kinerja belanja modal pada periode yang sama tahun sebelumnya. Meskipun penyerapan anggaran belanja modal relatif lambat, namun perkembangan fisiknya tidak selalu sama dengan perkembangan penyerapan anggaran. Sebagai contoh, progres perkembangan fisik untuk proyek-proyek pada Kementerian PUPERA relatif lebih cepat daripada perkembangan penyerapan anggarannya.Hal ini memberikan indikasi bahwa sampai akhir tahun 2018, diperkirakan Kementerian PUPERA dapat memenuhi target output-nya.

No. UNIT ORGANISASI / KEGIATAN PRIORITAS

TARGET TAHUN 2018

ALOKASI ANGGARAN

(miliar Rupiah)

PROGRES KEUANGAN

(%)

PROGRES FISIK (%)

1 DITJEN SUMBER DAYA AIR

1 Bendungan 48 Buah 7.525,74 44.86 49.63

a. Bendungan Baru 14 Buah 113,91 1.44 1.38

b. Bendungan On Going 34 Buah 7.411,83 47.11 50.33

2 Embung 43 Buah 636,91 45.95 54.82

3 Air Baku 5,92m3/dt 3.569,45 50.6 58.3

4 Jaringan Irigasi 145.533 Ha 4.629,68 37.53 46.66

5 Sapras Pengendali Daya Rusak Air

221 Km 3.332,20 52.73 58.81

6 Pengendali Sedimen dan Lahar 31 Buah 233,86 60.39 63.77

2 DITJEN BINA MARGA

1 Pembangunan Jalan 811,49 km 6.542,76 35.44 43.18

2 Pembangunan Jembatan 9,708,91 km 3.626,59 26.33 41.63

3 Pembangunan Jalan Tol 33,05 km 1.946,06 60.38 70.04

4 Pembangunan Fly Over / Underpass

2,420,40 km 658,37 49.54 60.41

3 DITJEN CIPTA KARYA

1 Pembangunan SPAM 3.437 ltr/dt 3.252,00 57.3 43.4

2 Penanganan Kawasan Pemukiman Kumuh

1.991 Ha 1.637,75 46.31 51.36

3 Sanitasi dan Persampahan 2.095.063 KK 2.807,02 40.67 40.44

4 Penyelenggaraan Bangunan Gedung

401.622 m2 3.217,29 65.76 44.46

4 DITJEN PENYEDIAAN PERUMAHAN

1 Pembangunan Rumah Susun 13.500 Unit 4.955,02 26.01 29.12

2 Pembangunan Rumah Khusus 5.000 Unit 730,03 31.72 37.93

3 Pembangunan Rumah Swadaya 250.000 Unit 3.259,16 80.72 54.66

JUMLAH 60.085,64

TABEL PROGRES KEGIATAN PRIORITAS/UTAMAKEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

49

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

48

No. KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA

2016 2017 2018

APBNP Realisasi s.d. 31 Agustus

% thd APBNP APBNP Realisasi s.d. 31 Agustus

% thd APBNP APBN Realisasi s.d. 31 Agustus

% thd APBN

1 KEMENHAN 108.73 58.60 53.90 114,82 58.59 51.03 107.68 59.17 54.94

2 KEMEN PU PERA 97.07 46.78 48.19 104,24 46.77 44.87 107.39 47.17 43.92

3 POLRI 79.27 46.97 59.26 98,22 46.97 47.82 95.03 53.96 56.79

4 KEMENAG 56.25 33.34 59.28 63,49 33.32 52.48 62.15 34.06 54.80

5 KEMENKES 62.72 33.86 53.99 55,86 33.84 60.58 59.10 41.29 69.87

6 KEMENHUB 42.90 18.34 42.74 44,64 18.33 41.06 48.20 17.09 35.45

7 KEMENKEU 38.07 24.63 64.69 40,54 24.62 60.73 45.68 26.16 57.25

8 KEMENDIKBUD 13.10 11.95 91.19 37,97 11.91 68.75 41.30 26.40 63.93

9 KEMENRISTEK DIKTI 40.56 19.61 48.36 39,49 19.60 49.64 41.28 21.54 52.17

10 KEMENTAN 43.61 22.87 52.45 24,15 22.79 60.03 40.09 21.29 53.11

11 KEMENSOS 27.63 11.58 41.92 17,32 11.58 47.95 23.82 10.10 42.40

12 KEMENKUMHAM 11.25 5.40 47.95 11,21 5.39 48.10 10.59 7.04 66.47

13 KKP 8.80 5.23 59.44 9,14 5.23 63.89 8.26 5.59 67.66

14 MA 10.57 2.24 21.18 8,18 2.24 24.46 7.29 3.14 43.06

15 KEMENLU 6.95 3.77 54.15 7,17 3.76 52.50 7.25 4.14 57.08

15 K/L dengan Pagu Terbesar 647.48 345.17 53.31 676,43 344.94 50.99 705.12 378.14 53.63

K/L Lainnya 120.33 47.41 39.40 122,16 47.03 38.50 142.31 63.70 44.76

JUMLAH 767.81 392.58 51.13 798,59 391.97 49.08 847.44 441.83 52.14

(dalam triliun Rupiah)

Realisasi kinerja anggaran pada 15 K/L dengan pagu terbesar sampai 31Agustus 2018 mencapai Rp378,14 triliun atau 53,63 persen dari alokasi pagu APBN 2018.Realisasi kinerja anggaran tersebut lebih baik dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun 2017. Dari 15 K/L dengan pagu terbesar tersebutterdapat tujuh K/L yangmemiliki kinerja penyerapan belanja di atas rata-rata nasional, 52,14 persen yaitu: (1) Kementerian Pertahanan, (2) Kepolisian RI, (3) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, (4) Kementerian Kesehatan, (5) Kementerian Agama, (6) Kementerian Sosial, dan (7) Kementerian Keuangan.

REALISASI BELANJA DI 15 K/L DENGAN PAGU TERBESAR

Beberapa faktor yang mendorong lebih tingginya tingkat penyerapan belanja K/L antara lain, percepatan penyaluran beberapa komponen program perlindungan sosial, seperti alokasi untuk penerima bantuan iuran dalam rangka jaminan kesehatan nasional. Meskipun secara kinerja K/L bisa menunjukkan optimisme dalam pencapaian target output maupun penyerapan anggaran, namun masih terdapat beberapa isu yang bisa memengaruhi kinerja penyerapan belanja K/L, antara lain: (1) perubahan prosedur dan mekanisme lelang dalam rangka meningkatkan akuntabilitas; (2) masih terdapat beberapa paket multiyears contract baru yang masih dalam proses lelang; (3) masih menghadapi permasalahan dalam pembebasan lahan untuk beberapa proyek, serta (4) belum selesainya proses verifikasi, validasi, dan administrasi untuk beberapa kegiatan di beberapa K/L.

51

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

50

Indikator Target Real. s.d. Agustus

KEMENPUPR

Pembangunan Jalan Baru (km) 811,5 350,4

Pembangunan Jalan Tol (km) 33,1 23,2

Pembangunan Jembatan (m) 9.708,9 4041,8

KEMENHUB

Pembangunan Bandara 4 3

Pembangunan Rel KA (km’sp) 366 236,2

BNN

Deteksi dini Penyalahgunaan Narkoba di Instansi Pemer-intah

25 ribu 1.373

Berkas Perkara Tindak Pidana Narkotika (berkas) 684 465

Berkas Perkara TPPU Hasil Tindak Pidana Narkotika dan Prekursor Narkotika (berkas)

46 17

KEMENDIKBUD

Penyaluran KIP (siswa) 17,9 juta 12,4 juta

Rehab/bangun ruang kelas 24,7 ribu 14,7 ribu

KEMENAG

Penyaluran KIP (siswa) 1,7 juta 593.540*

Penyaluran BOS (siswa) 8,7 juta 6,2 juta

Penyaluran Bidik Misi (mahasiswa) 32 ribu 12,6 ribu

KEMENRISTEKDIKTI

Penyaluran Bidik Misi (ribu mahasiswa) 368,9 277,1

KEMENKES

Penyaluran JKN-KIS (jiwa) 92,4 juta 92,3 juta

KEMENSOS

Penyaluran PKH (KPM) 10,0 juta 9,9 juta

Bantuan Pangan 15,6 juta 15,2 juta

*) adanya perubahan mekanisme penyaluran yang membuat penyerapan lebih rendah

Selain capaian penyerapan anggaran, kinerja K/L juga dapat dilihat dari capaian output strategis beberapa K/L sebagai berikut.

REALISASI BELANJA NON K/L TAHUN 2018

Kinerja realisasi pada belanja nonK/L s.d 31 Agustus 2018 mencapai Rp360,34 triliun atau 59,36 persen dari pagu alokasi APBN tahun 2018. Realisasi kinerja belanja nonK/L tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan realisasi belanja nonK/L pada periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan kineja penyerapan anggaran belanja nonK/L dipengaruhi oleh faktor-faktor, antara lain: (1) realisasi pembayaran bunga utang dipengaruhi antara lain depresiasi nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar AS, dan kenaikan tingkat bunga obligasi negara; (2) realisasi pembayaran belanja pegawai untuk pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) bagi para pensiunan; serta (3) realisasi program pengelolaan subdisi sebagai dampak peningkatan ICP dan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap mata uang dolar AS, dan pembayaran kurang bayar untuk subsidi energi tahun sebelumnya. Meskipun demikian, tren belanja subsidi selama periode 2014 – 2017 menunjukkan penurunan terutama dipengaruhi oleh pelaksanaan reformasi kebijakan subsidi energi, misalnya perbaikan skema penyaluran subsidi agar lebih tepat sasaran (penerima manfaat subsidi) dan pemberian subsidi terbatas untuk minyak solar.

53

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

52

Transfer Ke Daerah Dan Dana Desa

Alokasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) pada APBN Tahun Anggaran 2018 yang ditetapkan sebesar Rp766,16

triliun, telah terealisasi sebesar Rp501,33 triliun (65,43 persen dari pagu alokasi TKDD) sampai dengan 31 Agustus 2018. Realisasi penyaluran ini lebih rendah Rp1,29 triliun jika dibandingkan dengan penyaluran TKDD pada periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp502,61 triliun (65,59 persen dari pagu alokasi). Secara umum, hal ini dipengaruhi oleh lebih rendahnya realisasi Dana Bagi Hasil dan Dana Insentif Daerah (DID), meskipun pada komponen TKDD lainnya, seperti Dana Alokasi Khusus Fisik (DAK Fisik) maupun Dana Alokasi Khusus Nonfisik (DAK Nonfisik) mengalami peningkatan dari sisi realisasi bila dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun 2017.

A. DANA PERIMBANGAN

Komponen terbesar dari TKDD adalah Dana Perimbangan, yang pada APBN Tahun Anggaran (TA) 2018 dianggarkan sebesar Rp676,60 triliun

atau 88,3 persen dari keseluruhan alokasi TKDD. Dana Perimbangan terdiri atas Dana Transfer Umum (DTU) sebesar Rp490,71 triliun, dan Dana Transfer Khusus (DTK) sebesar Rp185,89 triliun. Sampai dengan tanggal 31 Agustus 2018, realisasi Dana Perimbangan mencapai Rp450,36 triliun atau 66,56 persen dari pagu dalam APBN TA 2018. Realisasi tersebut lebih tinggi sebesar Rp0,83 triliun dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai Rp449,53 triliun, atau 66,24 persen dari pagu alokasi APBNP TA 2017.

1. DANA TRANSFER UMUM (DTU)

DTU terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Dinamakan sebagai transfer umum karena sifatnya yang relatif bebas digunakan oleh daerah sesuai kebutuhan dan prioritas daerah. DTU mempunyai peranan yang sangat penting bagi APBD karena merupakan penopang utama penyelenggaraan pemerintahan daerah dan layanan

umum daerah. Sampai dengan 31 Agustus 2018, realisasi Dana Transfer Umum (DTU) mencapai Rp346,53 triliun, atau 70,62 persen dari pagu anggaran DTU yang ditetapkan dalam APBN 2018 sebesar Rp490,71 triliun. Capaian tahun ini sedikit menurun jika dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 71,05 persen dari pagu alokasi.

a. Dana Alokasi Umum (DAU)

Kinerja realisasi penyaluran DAU relatif sama dari tahun ke tahun, karena disalurkan secara rutin sebesar 1/12 setiap bulannya. Sampai dengan 31 Agustus 2018, realisasi penyaluran DAU telah mencapai Rp300,78 triliun, lebih tinggi sebesar Rp0,87 triliun bila dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp299,91 triliun. Realisasi penyaluran

DAU hingga 31 Agustus 2018 dipengaruhi oleh adanya penundaan penyaluran DAU, yakni: (i) sebesar Rp227,93 miliar terhadap 43 daerah yang belum menyampaikan laporan informasi keuangan daerah (IKD), (ii) sebesar Rp16,14 miliar terhadap 4 daerah yang belum menyampaikan laporan belanja infrastruktur, dan (iii) sebesar Rp 93,62 miliar terhadap 16 daerah yang belum menyampaikan komitmen pengalokasian Alokasi Dana Desa (ADD). Selain itu, realisasi penyaluran DAU tersebut juga telah memperhitungkan : (i) penyelesaian kewajiban tunggakan iuran jaminan kesehatan kepada Badan Penyelengaran Jaminan Sosial (BPJS) oleh 18 daerah sebesar Rp22,15 miliar, (ii) penyaluran kembali DAU sebesar Rp189,86 miliar kepada 41 daerah yang telah menyampaikan laporan IKD, dan (iii) penyaluran kembali DAU sebesar Rp17,43 miliar kepada 4 daerah yang telah menyampaikan laporan belanja infrastruktur.

Outlook Realisasi DAK Fisik tahun 2018 diperkirakan lebih besar dibandingkan tahun 2017

55

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

54

b. Dana Bagi Hasil (DBH)

Berbeda dengan kinerja realisasi penyaluran DAU yang relatif stabil, maka kinerja realisasi penyaluran DBH seringkali berfluktuasi antar-tahun. Hal ini terutama disebabkan adanya mekanisme penyelesaian Kurang Bayar dan/atau Lebih Bayar DBH. Pada APBN tahun 2018, pagu anggaran DBH ditetapkan sebesar Rp89,22 triliun, atau Rp6,15 triliun lebih rendah bila dibandingkan pagu alokasi tahun sebelumnya sebesar Rp95,38 triliun. Hingga 31 Agustus 2018, realisasi penyaluran DBH mencapai Rp45,75 triliun, atau 51,28 persen dari pagu alokasi dalam APBN 2018. Realisasi tersebut lebih rendah Rp5,30 triliun jika dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2017 sebesar Rp51,05 triliun, atau 53,53 persen dari pagu alokasi dalam APBNP 2017, hal tersebut antara lain dipengaruhi oleh:

•Adanya penyaluran Kurang Bayar DBH TA 2015 sebesar Rp10,85 triliun yang disalurkan pada bulan Februari 2017, sehingga realisasi penyaluran DBH tahun 2017 relatif besar; dan

•Perubahan pola Penyaluran DBH triwulan I dan triwulan II 2018, yang semula

sebesar 25 persen dari pagu, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/PMK.07/2017, diubah menjadi sebesar 20 persen dari pagu, sebagaimana diatur dalam PMK Nomor 112/PMK.07/2017.

Penurunan besaran penyaluran pada triwulan I dan triwulan II tersebut bertujuan untuk mengurangi potensi terjadinya Kurang Bayar dan/atau Lebih Bayar DBH yang harus diselesaikan pada tahun anggaran berikutnya.

2. DANA TRANSFER KHUSUS

DTK mempunyai peran yang sangat strategis karena dalam komponen transfer khusus inilah Pemerintah Pusat akan mempunyai peranan untuk mempengaruhi pola belanja daerah dalam upaya mengurangi kesenjangan layanan antar-daerah. Hal ini dilakukan melalui earmarking (pengarahan/penentuan) penggunaan dari DTK. Dalam APBN TA 2018, Dana Transfer Khusus (DTK) dianggarkan sebesar Rp185,89 triliun, terdiri atas DAK Fisik sebesar Rp62,44 triliun dan DAK Nonfisik sebesar Rp123,45 triliun. Sampai dengan tanggal 31 Agustus 2018, realisasi penyaluran DTK mencapai Rp103,83 triliun, atau 55,85 persen dari pagu dalam APBN TA 2018. Realisasi tersebut lebih tinggi

Rp5,26 triliun bila dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp98,57 triliun, atau 53,38 persen dari pagu APBNP TA 2017.

a. Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik

Realisasi penyaluran DAK Fisik per 31 Agustus 2018 yang mencapai Rp28,50 triliun atau 45,64 persen dari pagu alokasi tahun 2018 yang sebesar Rp62,4 Triliun. Hal ini merupakan kinerja realisasi penyaluran yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun 2017 (Rp27,66 triliun, atau 39,78 persen dari pagu). Pagu anggaran DAK Fisik dalam APBN tahun 2018 sebesar Rp62,44 triliun. Dari pagu tersebut realisasi penyaluran sampai dengan 31 Agustus 2018 mencapai Rp28,50 triliun, atau 45,64 persen. Realisasi tersebut terdiri dari : (i) DAK Reguler sebesar Rp14,46 triliun, (ii) DAK Penugasan sebesar Rp11,48 triliun, dan (iii) DAK Afirmasi sebesar Rp2,55 triliun. Realisasi DAK Fisik tersebut lebih tinggi Rp0,84 triliun apabila dibandingkan dengan realisasi periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp27,66 triliun, atau 39,78 persen dari pagu. Kenaikan realisasi penyaluran DAK Fisik tahun 2018 tersebut

antara lain disebabkan karena adanya :

(1) perbaikan mekanisme penyaluran yang difokuskan untuk menjamin ketercapaian target output yang telah direncanakan secara nasional, antara lain melalui percepatan penyampaian daftar kontrak kegiatan DAK Fisik yang pada tahun sebelumnya disampaikan paling lambat 31 Agustus 2017, diubah menjadi paling paling lambat 23 Juli 2018 dalam pelaksanaan penyaluran DAK Fisik tahun 2018. Perbaikan batas waktu penyampaian daftar kontrak tersebut telah mendorong percepatan kegiatan DAK Fisik di daerah.

(2) percepatan penyaluran tahap 1, antara lain dengan mendorong/memberitahukan kepada daerah untuk segera memenuhi persyaratan penyaluran melalui surat, SMS Blast, dan sosialisasi bekerja sama dengan kementerian negara/lembaga teknis (K/L) dan Kementerian Dalam Negeri, serta koordinasi secara intensif dengan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPB) terkait dengan penyaluran melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).

57

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

56

Sampai akhir Juli 2018, dari daftar kontrak yang telah disampaikan oleh Pemda, jumlah kegiatan DAK Fisik yang telah dikontrakkan oleh daerah nilainya mencapai 93,52 persen dari pagu total sebesar Rp62,44 triliun. Berdasarkan data kontrak tersebut, diperkirakan outlook penyaluran DAK Fisik tahun 2018 akan lebih besar dibanding dengan realisasi penyaluran DAK tahun 2017 sebesar 87,6 persen (tidak memperhitungkan DAK carry over 2016). Angka outlook penyaluran DAK Fisik yang lebih besar tersebut menunjukkan adanya perbaikan perencanaan DAK Fisik di daerah pada tahun 2018.

b. Dana Alokasi Khusus (DAK) Nonfisik

Dengan alokasi anggaran DAK Nonfisik sebesar Rp123,45 triliun pada APBN 2018, diharapkan dapat meringankan beban masyarakat dan mempermudah akses masyarakat terhadap layanan publik. Sampai dengan tanggal 31 Agustus 2018, realisasi penyaluran DAK Nonfisik mencapai Rp75,33 triliun, atau 61,02 persen dari pagu alokasi dalam APBN 2018. Secara nominal, realisasi tersebut lebih tinggi Rp4,42 triliun bila dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp70,91 triliun.

Pada tahun 2018 telah dilakukan perbaikan penyaluran DAK Nonfisik, terutama Dana Pelayanan Administrasi Kependudukan (Adminduk) dan Dana Tunjangan Khusus Guru (TKG), yang sebelumnya disalurkan secara sekaligus, atau sesuai besaran persentase tertentu yang ditetapkan per triwulan, diubah penyalurannya menjadi berdasarkan kinerja pelaksanaan. Dengan demikian penyaluran kedua jenis DAK Nonfisik tersebut hanya dilaksanakan apabila daerah yang telah memenuhi kinerja penyerapan dana dan persyaratan pelaporan.

Untuk meningkatkan realisasi penyaluran DAK Nonfisik, Kementerian Keuangan telah melakukan berbagai upaya, antara lain berkoordinasi dengan K/L pengampu untuk mendorong daerah segera menyampaikan laporan melalui aplikasi pelaporan DAK Nonfisik yang dilakukan melalui kegiatan sosialisasi, rekonsiliasi data, pemberitahuan melalui surat kepada daerah, dan kegiatan lainnya.

B. DANA INSENTIF DAERAH

Pada APBN 2018, anggaran pagu DID ditetapkan sebesar Rp8,50 triliun. Hingga 31 Agustus 2018, realisasi penyaluran DID mencapai Rp5,36 triliun atau 63,12 persen dari pagu

alokasi. Realisasi tersebut lebih rendah jika dibandingkan dengan realisasinya dalam periode yang sama tahun lalu sebesar Rp7,50 triliun, atau 100 persen. Lebih rendahnya realisasi penyaluran DID tersebut terutama disebabkan karena adanya perubahan pola penyaluran DID yang mensyaratkan adanya kinerja penyerapan dalam penyaluran tahap II, yang pada tahun sebelumnya tidak dipersyaratkan. Sebagaimana diketahui bahwa penyaluran DID tahun 2018, dilakukan dalam 2 (dua) tahap, yakni tahap I, paling cepat pada bulan Februari sebesar 50 persen, dan tahap II paling cepat bulan Juli sebesar 50 persen setelah Pemda menyampaikan laporan realisasi penyerapan dana tahap I yang menunjukkan penyerapan minimal 70 persen, paling lambat bulan Agustus.

C. DANA OTONOMI KHUSUS DAN DANA KEISTIMEWAAN D.I. YOGYAKARTA

Dalam APBN 2018, pagu anggaran Dana Otsus pada Provinsi Aceh, serta Dana Otsus dan Dana Tambahan Infrastruktur pada Provinsi Papua dan Papua Barat ditetapkan sebesar Rp20,06 triliun. Sampai dengan 31 Agustus 2018, realisasi penyaluran Dana Otsus dan Dana Tambahan Infrastruktur mencapai Rp8,55 triliun, atau 42,61 persen dari pagu. Realisasi tersebut lebih tinggi Rp160 miliar dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp8,39 triliun.

Sementara itu, dari pagu Dana Keistimewaan pada Provinsi DI Yogyakarta (DIY) sebesar Rp1,00 triliun, realisasinya sampai dengan 31 Agustus 2018 mencapai Rp0,80 triliun, atau 80,0 persen. Secara nominal realisasi tersebut lebih tinggi Rp160 miliar dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp0,64 triliun.

D. DANA DESA

Sampai dengan tanggal 31 Agustus 2018, realisasi penyaluran Dana Desa Tahap I, Tahap II, dan Tahap III dari RKUN ke RKUD telah mencapai Rp36,25 triliun, atau 60,41 persen dari pagu alokasi sebesar Rp60,00 triliun. Realisasi tersebut sedikit lebih rendah dibandingkan dengan realisasinya pada periode yang sama tahun 2017 sebesar Rp36,54 triliun atau 60,90 persen dari pagu alokasi.

Selanjutnya dalam rangka mempercepat penyaluran Dana Desa Tahap III, Kementerian Keuangan akan meningkatkan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga lain guna mendorong daerah untuk segera menyampaikan laporan realisasi penyaluran Dana Desa dan laporan konsolidasi penggunaan Dana Desa s.d. Tahap II sebagai syarat penyaluran Tahap III. Disamping itu, KPPN juga diminta untuk terus berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dalam rangka pelaksanaan penyaluran Dana Desa Tahap III.

59

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

58

REALISASI TKDD

TAHUN ANGGARAN 2017 dan 2018 (YoY)

Tanggal : 1 Januari s.d. 31 Agustus 2018

Uraian 2017 2018

Alokasi Realisasi % Alokasi Realisasi %

Transfer ke Daerah dan Dana Desa 766.339,33 502.605,46 65,59 766.162,58 501.318,00 65,43

Transfer ke Daerah 706.339,33 466.063,08 65,98 706.162,58 465.072,03 65,86

A. Dana Perimbangan 678.596,04 449.532,40 66,24 676.602,99 450.359,40 66,56

1. Dana Transfer Umum 493.959,54 350.965,08 71,05 490.714,92 346.532,11 70,62

a. Dana Bagi Hasil 95.377,22 51.054,26 53,53 89.225,34 45.752,63 51,28

b. Dana Alokasi Umum 398.582,31 299.910,82 75,24 401.489,58 300.779,48 74,92

2. Dana Transfer Khusus 184.636,50 98.567,32 53,38 185.888,07 103.827,29 55,85

a. Dana Alokasi Khusus Fisik 69.531,50 27.659,05 39,78 62.436,26 28.495,77 45,64

b. Dana Alokasi Khusus Non Fisik 115.105,00 70.908,27 61,60 123.451,81 75.331,51 61,02

B. Dana Insentif Daerah 7.500,00 7.500,00 100,00 8.500,00 5.365,38 63,12

C. Dana Otsus dan Dana 20.243,29 9.030,67 44,61 21.059,58 9.347,26 44,38

Keistimewaan DIY

1. Dana Otsus 19.443,29 8.390,67 43,15 20.059,58 8.547,26 42,61

a. Provinsi Papua dan Papua Barat 7.971,65 4.993,90 61,89 8.029,79 4.938,32 61,50

b. Provinsi Aceh 7.971,65 2.406,78 30,19 8.029,79 2.408,94 30,00

c. Dana Tambahan Infrastruktur 3.500,00 1.050,00 30,00 4.000,00 1.200,00 30,00

2. Dana Keistimewaan D.I.Y 800,00 640,00 80,00 1.000,00 800,00 80,00

Dana Desa 60.000,00 36.542,38 60,90 60.000,00 36.245,97 60,41

(dalam miliar rupiah)

61

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

60

Fitch memberikan reafirmasi rating BBB/Outlook Stabil (Investment Grade) untuk Indonesia

PEMBIAYAAN UTANG

PEMBIAYAAN

Hingga akhir Agustus 2018, realisasi pembiayaan utang telah mencapai Rp274.33 triliun dari target Rp399,22

triliun yang ditetapkan pada APBN 2018 atau telah mencapai sebesar 68.72 persen APBN. Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2017, realisasi pembiayaan utang mengalami pertumbuhan negatif 18,49 persen.

(dalam triliun Rupiah)

2018 Realisasi

APBNs.d. 31

Agustus 2018

% APBN% Growth

(yoy)

Pembiayaan Utang 399,22 274,33 68,72 -18,49

1. Surat Berharga Negara (Neto) 414,52 270,47 65,25 -22,19

2. Pinjaman (Neto) (15,30) 3,86 -25,23 -134,96

a. Pinjaman Dalam Negeri(Neto) 3,14 0,48 15,42 713,45

i. Penarikan Pinjaman Dalam Negeri(Bruto) 4,50 1,00 22,16 157,05

ii. Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman DN (1,37) (0,51) 37,66 56,21

b. Pinjaman Luar Negeri(Neto) (18,44) 3,38 -18,31 -130,41

i. Penarikan Pinjaman Luar Negeri(Bruto) 51,35 44,74 87,14 72,25

ii. Pembayaran Cicilan Pokok Pinjaman LN (69,79) (41,37) 59,28 11,57

Surat Berharga Negara (SBN) yang terdiri dari dua jenis yaitu Surat Berharga Negara Konvensional dan Surat Berharga Negara Syariah (SUKUK), secara neto ditetapkan sebesar Rp414,52 triliun dalam APBN 2018. Dari target tersebut telah terealisasi sebesar Rp270,47 triliun (65,25 persen APBN).

Dalam mendukung pencapaian target pembiayaan APBN dan untuk memperdalam pasar domestik, Pemerintah pada bulan Agustus 2018 telah meluncurkan Saving Bond Retail 004 (SBR004) dengan masa penawaran 20 Agustus-13 September 2018. Hasil dari SBR004 ini akan digunakan untuk hal-hal yang produktif. Dengan diluncurkannya SBR004, diharapkan keterlibatan masyarakat dalam pembangunan Indonesia semakin meningkat sehingga tujuan Pemerintah untuk mengurangi ketergantungan pembiayaan asing akan semakin berkurang.

Sementara untuk Pinjaman neto yang ditetapkan sebesar negatif Rp15,30 triliun dalam APBN 2018 telah terealisasi sebesar Rp3,86 triliun (-25,23 persen APBN). Pinjaman terdiri atas pinjaman dalam negeri dan pinjaman luar negeri. Untuk pinjaman dalam negeri yang ditetapkan sebesar Rp3,14 triliun

realisasinya mencapai Rp484,00 miliar atau 15,42 persen APBN. Sampai dengan Agustus 2018 pemerintah telah menarik pinjaman dalam negeri sebesar Rp997,10 miliar dan melakukan pembayaran cicilan pokok sebesar Rp513 miliar.

Pada APBN 2018, Pinjaman luar negeri (Neto) ditetapkan sebesar negatif Rp18,44 triliun sementara pembayaran cicilan pokok pinjaman luar negeri ditetapkan sebesar Rp69,79 triliun dan penarikan pinjaman luar negeri diproyeksikan sebesar Rp51,35 triliun. Pada periode Agustus 2018 ini pinjaman luar negeri telah terealisasi sebesar Rp3,38 triliun atau sebesar negatif 18,31 persen APBN. Penarikan pinjaman luar negeri periode ini sebesar Rp44,74 triliun (87,14 persen APBN) sementara pembayaran cicilan pokok sebesar Rp41,37 triliun (59,28 persen APBN).

Realisasi pembiayaan utang diatas menunjukkan bahwa Pemerintah masih mampu memenuhi kewajiban membayar cicilan pokok maupun membayar bunga utang. Selama ini Pemerintah senantiasa memantau pergerakan nilai tukar rupiah dan mengantisipasinya dengan menganggarkan pembayaran kewajiban tersebut di APBN dalam jumlah yang cukup sehingga terhindar dari gagal bayar (default).

63

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

62

 

Agustus -17 Agustus -18

Nominal Komposisi Nominal Komposisi

Total Utang Pemerintah Pusat 3.825,79 100,00% 4.363,19 100,00%

a. Pinjaman 737.85 19.29% 821.30 18.82%

    1. Pinjaman Luar Negeri 732.37 19.14% 815.05 18.68%

Bilateral 315.07 8.24% 329.89 7,87%

Multilateral 371.68 9.71% 438.99 10.06%

Komersial 44.66 1.17% 44.68 1.02%

Suppliers 0.96 0.03% 1.49 0.03%

    2. Pinjaman Dalam Negeri 5.48 0.14% 6.25 0.14%

b. Surat Berharga Negara 3,087.95 80.71% 3,541.89 81.18%

1. Denominasi Rupiah 2,246.16 58.71% 2,499.44 57.28%

Surat Utang Negara 1,888.33 49.36% 2,089.58 47.89%

Surat Berharga Syari’ah Negara

357.82 9.35% 409.86 9.39%

    2. Denominasi Valas 841.79 22.00% 1,042.46 23.89%

Surat Utang Negara 674.90 17.64% 814.44 18.67%

Surat Berharga Syari’ah Negara

166.89 4.36% 228.02 5.23%

Pendapatan Domestik Bruto** 14.395,07

Rasio Utang thd PDB 30,31%

** Asumsi PDB hingga Akhir Agustus 2018

(dalam triliun Rupiah) Posisi Utang hingga akhir Agustus 2018

Posisi Utang Pemerintah hingga akhir Agustus 2018 berjumlah Rp4.363,19 triliun. Dengan jumlah PDB diperkirakan Rp14.395,07 triliun, rasio utang Pemerintah per akhir Agustus menjadi 30,31 persen. Persentase tersebut masih jauh di bawah batas 60 persen terhadap PDB sebagaimana ketentuan Undang-undang Keuangan Negara Nomor 17 Tahun 2003.

Komposisi SBN sampai dengan akhir Agustus 2018 mencapai 81,18 persen, lebih besar jika dibandingkan dengan tahun lalu sebesar 80,71 persen dari total outstanding. Kenaikan tersebut sejalan dengan strategi Pemerintah untuk melakukan pendalaman pasar obligasi, mengingat posisi Indonesia yang sudah naik kelas menjadi Middle Income Country yang tidak berhak lagi memperoleh pinjaman lunak (konsesional). Berdasarkan sumber SBN, komposisi utang SBN dalam Valuta Asing naik ke angka 23,84 persen terhadap total utang dari sebelumnya sebesar 22 persen terhadap total utang.

Utang Pemerintah yang mengalami kenaikan salah satunya dikarenakan faktor eksternal seperti penurunan nilai mata uang Rupiah terhadap mata uang asing lainnya terutama dolar AS mempengaruhi besaran total outstanding utang untuk bulan Agustus ini. Apabila ditilik secara

mendetail, total posisi utang untuk SBN bedenominasi Rupiah lebih besar dibandingkan dengan SBN yang berdenominasi Valuta Asing. Dengan demikian, risiko fluktuasi nilai Rupiah terhadap posisi utang Pemerintah dapat diminimalkan.

Di sisi lain, SBSN (Sukuk) juga mengalami kenaikan karena semakin banyaknya Kementerian/Lembaga yang melihat potensi dan menggunakan Sukuk Negara sebagai salah satu sumber pembiayaan proyek dari Kementerian/Lembaga. Hal ini mendorong peningkatan jumlah SBSN secara signifikan.

Selain faktor eksternal, pertumbuhan utang pemerintah juga disebabkan oleh dijalankannya strategi front loading. Strategi front loading merupakan strategi yang dilakukan pemerintah dengan menarik pembiayaan di awal pada saat suku bunga di pasar masih rendah sebelum kenaikan Fed Fund Rate yang direncanakan akan beberapa kali di tahun ini, sehingga beban utang dapat semakin minimal.

Strategi front loading yang diterapkan Pemerintah serta Pertumbuhan SBN berdenominasi Rupiah memperlihatkan bahwa kepercayaan investor akan ekonomi Indonesia masih cukup tinggi. Hal tersebut secara tidak langsung membuktikan bahwa investor percaya Pemerintah Indonesia mengelola pembiayaan secara hati-hati dan terukur.

Outstanding Utang Pemerintah Pusat

Halaman Kosong

65

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

64

Indonesia Tetap Pada Peringkat Layak

Investasi Menurut Penilaian Dari Lembaga

Pemeringkat Fitch

Pada 20 Desember 2017, Lembaga Pemeringkat Kredit Fitch (Fitch) menaikkan peringkat Indonesia menjadi

peringkat layak investasi dengan nilai BBB dan prospek stabil setelah sebelumnya pada tahun 2016 peringkat kredit Indonesia adalah BBB- dengan prospek positif. Pada saat itu yang menjadi dasar penilaian Fitch untuk menaikkan peringkat Indonesia adalah Indonesia memiliki ketahanan terhadap faktor guncangan eksternal maupun geopolitik. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dinilai oleh Fitch lebih baik bila dibandingkan dengan negara peers seperti India dan Turki serta beban utang yang masih terbilang rendah.

Kemudian pada tanggal 6 Agustus 2018, Fitch mengadakan semi-annual assessment untuk Indonesia melaui conference call dan pada tanggal 2 September 2018, Fitch telah mengumumkan hasil penilaiannya terhadap Indonesia yaitu pada peringkat BBB dengan prospek stabil.

Fitch menilai bahwa beban utang Indonesia rendah dengan prospek

pertumbuhan PDB menjanjikan namun harus menghadapi tantangan dari luar termasuk diantaranya ketergantungan akan pembiayaan dari luar serta beberapa indicator masih lemah dan berada di bawah negara negara yang mempunyai peringkat BBB lain.

Ditengah ketidakpastian ekonomi global serta diperburuk oleh perang dagang antar Amerika dengan China, Jepang serta negara lainnya yang pasti akan berimbas ke Indonesia sebagai negara berkembang, Fitch masih menilai Indonesia sebagai negara yang layak investasi. Hal ini mencerminkan bahwa Fitch meyakini bahwa prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia masih baik.

Kepercayaan lembaga pemeringkat kredit akan prospek ekonomi Indonesia tersebut seyogianya menjadi dasar bagi masyarakat Indonesia untuk lebih yakin bahwa Pemerintah tetap berusaha untuk menjaga stabilitas ekonomi demi mencapai kesejahteraan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat seperti yang tertulis pada sila kelima Pancasila.

67

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

66

Realisasi APBN s.d. Agustus 2017 dan 2018(dalam triliun rupiah)

URAIAN 2017 2018

APBNP Realisasi s.d. 31 Agustus

% thd APBNP

APBN Realisasi s.d. 31 Agustus

% thd APBN

A. PENDAPATAN NEGARA 1.736,06 973,38 56,07 1.894,72 1.152,83 60,84

I. PENDAPATAN DALAM NEGERI 1.732,95 972,05 56,09 1.893,52 1.147,83 60,62

1. PENERIMAAN PERPAJAKAN 1.472,71 778,73 52,88 1.618,10 907,54 56,09

a. Pajak Dalam Negeri 1.436,73 754,53 52,52 1.579,40 878,04 55,59

b. Pajak Perdagangan Internasional 35,98 24,21 67,28 38,70 29,51 76,25

2. PENERIMAAN NEGARA BUKAN PAJAK 260,24 193,32 74,28 275,43 87,24 87,24

II. HIBAH 3,11 1,33 42,87 1,20 4,99 417,01

B. BELANJA NEGARA 2.133,30 1.198,28 56,17 2.220.657,0 1.303,49 58,70

I. BELANJA PEMERINTAH PUSAT 1.366,96 695,67 50,89 1.454.494,4 802,17 55,15

1. Belanja K/L 798,59 392,21 49,11 847.435,2 441,79 52,13

2. Belanja Non /L 568,37 303,46 53,39 607.059,2 360,38 59,86

II. TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA 766,34 502,61 65,59 766.162,6 501,32 65,43

1. Transfer ke Daerah 706,34 466,06 65,98 706.162,6 465,07 65,86

2. Dana Desa 60,00 36,54 60,90 60,00 36,25 60,41

C. KESEIMBANGAN PRIMER (178,04) (83,97) 47,16 (87,33) 11,61 (13,30)

D. SURPLUS/(DEFISIT) ANGGARAN (A-B) (397,24) (224,89) 56,61 (325,94) (150,66) 46,22

% Surplus / (Defisit) Anggaran thd PDB (2,92) (1,67) (2,19) (1,01)

E. PEMBIAYAAN ANGGARAN (I+II+III+IV+V) 397,24 338,88 85,31 325,94 265,64 81,50

I. PEMBIAYAAN UTANG 461,34 336,57 72,95 399,22 274,33 68,72

II. PEMBIAYAAN INVESTASI (59,73) (0,25) 0,42 (65,65) (10,44) 15,90

III. PEMBERIAN PINJAMAN (3,67 ) 2,29 (62,54) (6,69) 1,63 (24,43)

IV. KEWAJIBAN PENJAMINAN (1,01) - - (1,12) - -

V. PEMBIAYAAN LAINNYA 0,30 0,27 88,57 0,18 0,11 59,61

KELEBIHAN (KEKURANGAN) PEMBIAYAAN ANGGARAN 113,99 114,97

Halaman Kosong

69

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

68

AP

BN

KIT

A (

Kin

erj

a d

an

Fa

kta

) E

dis

i S

ep

tem

be

r 2

01

8

70

www.kemenkeu.go.id/apbnkita