Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan...

24
Edisi Oktober, 2009 Edisi Oktober, 2009 Edisi Oktober, 2009 Edisi Oktober, 2009 Edisi Oktober, 2009 1

Transcript of Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan...

Page 1: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009 11111

Page 2: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

22222 WWWWWartartartartarta Konserva Konserva Konserva Konserva Konservasi Lasi Lasi Lasi Lasi Lahan Basahahan Basahahan Basahahan Basahahan Basah

War t a Konse r v a s i L ahan Ba sahWarta Konservasi Lahan Basah (WKLB) diterbitkan ataskerjasama antara Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan danKonservasi Alam (Ditjen. PHKA), Dephut dengan WetlandsInternational - Indonesia Programme (WI-IP), dalam rangkapengelolaan dan pelestarian sumberdaya lahan basah diIndonesia.

Penerbitan Warta Konservasi Lahan Basah ini dimaksudkanuntuk meningkatkan perhatian dan kesadaran masyarakat akanmanfaat dan fungsi lahan basah, guna mendukung terwujudnyalahan basah lestari melalui pola-pola pengelolaan danpemanfaatan yang bijaksana serta berkelanjutan, bagikepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.

Pendapat dan isi yang terdapat dalam WKLB adalah semata-mata pendapat para penulis yang bersangkutan.

DEWAN REDAKSI:

Penasehat: Direktur Jenderal PHKA;Penanggung Jawab: Sekretaris Ditjen. PHKA dan Direktur Program WI-IP;Pemimpin Redaksi: I Nyoman N. Suryadiputra;Anggota Redaksi: Triana, Hutabarat, Juss Rustandi, Sofian Iskandar, dan Suwarno

Ucapan Terima Kasih dan UndanganSecara khusus redaksi mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada seluruh penulis yang telah berperan aktif dalamterselenggaranya majalah ini. Walaupun tanpa imbalan apapun, para penulisterus bersemangat berbagi informasi dan pengetahuannya demiperkembangan dunia pengetahuan dan pelestarian lingkungan khususnyalahan basah di republik tercinta ini.

Kami juga mengundang pihak-pihak lain atau siapapun yang berminat untukmenyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping,gambar dan foto, untuk dimuat pada majalah ini. Tulisan diharapkan sudahdalam bentuk soft copy, diketik dengan huruf Arial 10 spasi 1,5 dan hendaknyatidak lebih dari 2 halaman A4 (sudah berikut foto-foto).

Semua bahan-bahan tersebut termasuk kritik/saran dapat dikirimkan kepada:Triana - Divisi Publikasi dan InformasiWetlands International - Indonesia ProgrammeJl. A. Yani No. 53 Bogor 16161, PO Box 254/BOO Bogor 16002tel: (0251) 831-2189; fax./tel.: (0251) 832-5755e-mail: [email protected]

Foto sampul muka:Rehabilitasi pesisir, meredamtsunami (Foto: Dok. WIIP)

Page 3: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009 33333

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Dari Redaksi

Fokus Lahan BasahPengelolaan Lahan Basah Pesisir dan Pengurangan Resiko Bencana di Indonesia 4

Konservasi Lahan BasahBiomassa dan Karbon Hutan 6

Berita KegiatanLaporan Hasil Workshop SSCRCSustainable Shrimp/Coastal Rehabilitation and Conservation 8

Panduan Praktis REHABILITASI PESISIR:Mempersiapkan Bibit di Persemaian-Menanam Bibit di Lapangan 10

Berita dari LapangKondisi Suhu Teluk Cendrawasih: Deteksi Fenomena Pemanasan Global 14

Flora dan Fauna Lahan BasahPemanfaatan PENYU secara Lestari di Kawasan Pesisir Pantai Utara Manokwari 18

KAYU PERAHU: Harta Masyarakat Pesisir Papua yang Kian Terancam 20

Pengamatan Lapangan: Perilaku Makan Burung-Burung Pantai 22

Dokumentasi Perpustakaan 24

Tahukah Kita

Kayu Marero (Lumnitzera littoralis) adalah lambang kasih sayang bagi masyarakatetnik Tamakuri, Papua 24

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Daftar Isi

Pepatah ‘bumi semakin tua dan rapuh’, mungkin ada benarnya bahkan memang benar. Menjawabkebenaran pepatah tersebut, tidak perlu keahlian khusus atau intelektualitas yang tinggi, cukuplah denganmensyukuri karunia indera dan akal pemikiran yang kita miliki. Mata kita kerap melihat kehancuran danpetaka dimana-mana, jeritan pilu menyayat dan gemuruhnya suara amuk alam akrab menggelegar di telingakita, bahkan rasa panas dan sakit itu kadang ramah mendatangi kita. Rasa dan asa mungkin sama, namunada tiga pengelompokkan yang menjadi pembeda, yaitu: 1. kelompok yang tidak peduli dan terus asyikdengan kegiatan merusaknya; 2. kelompok yang sadar tapi tidak berbuat apa-apa; 3. kelompok yang pedulidan mau menyatakannya melalui pemikiran-pemikiran maupun kegiatan-kegiatan perbaikan lingkungan.

Pemanasan global (global warming) yang berdampak terjadinya perubahan iklim, kini menjadi issue dunia.Terlepas dari ikatan kesepakatan maupun deal-deal antar bangsa dalam mengatasi issue tersebut, sudahsepantasnya dan seharusnyalah setiap manusia di bumi ini mulai memperbaiki dan merawat alamlingkungan sekitarnya, tidak dibatasi kepentingan-kepentingan kelompok, kultur maupun strata sosial.

Upaya-upaya mitigasi guna meredam/mengurangi dampak-dampak dari suatu bencana alam seperti tsunamidsb. perlu dilakukan. Penghitungan biomassa merupakan salah satu langkah penting yang harusdiketahui dan dilakukan dalam sebuah kegiatan atau proyek mitigasi perubahan iklim. Simak sekilaspaparannya di warta edisi kali ini.

Selamat membaca.

Page 4: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

44444 WWWWWartartartartarta Konserva Konserva Konserva Konserva Konservasi Lasi Lasi Lasi Lasi Lahan Basahahan Basahahan Basahahan Basahahan Basah

Pengelolaan Lahan Basah Pesisir danPengurangan Resiko Bencana di Indonesia(Coastal wetlands management and disaster risk reduction inIndonesia)

Oleh:Nyoman Suryadiputra, I.T.C. Wibisono, Ita S., dan Ferry H.

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Fokus Lahan Basah

LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negarakepulauan terbesar di duniayang terdiri atas 17.500 pulau

terletak antara 06º08' LintangUtara - 11º15' Lintang Selatan dan94º45' - 141º05' Bujur Timur.Panjang total garis pantai Indone-sia adalah 81.000 km dengan luasperairan sekitar 3,1 juta km2 danluas daratannya sekitar 2 juta km2.Jika Zona Ekonomi Ekslusif seluas2,7 juta km2 dimasukkan, makatotal area yurisdiksi Indonesiaadalah 7,8 juta km2.

Secara geografis, Indonesiaterletak pada titik pertemuanantara tiga lempengan tektonikyaitu Eurasia, Pasifik dan Indo-Australia. Di Indonesia terdapatgunung berapi yang terbentangmulai dari Sumatra-Jawa-NusaTenggara hingga Sulawesi dandataran rendah yang didominasioleh rawa-rawa. Kondisi inilahyang menyebabkan Indonesiamemiliki potensi yang cukup tinggi(rentan) terhadap bencana alammisalnya meletusnya gunungberapi, gempa bumi, tsunami,banjir dan tanah longsor.Berdasarkan data yang ada,Indonesia merupakan negara yangmemiliki potensi gempa bumi yangtinggi diantara negara-negara didunia dengan tingkat kejadiansepuluh kali dari Amerika Serikat(Arnold,1986).

Badan Kordinasi NasionalPenanggulangan Bencana(BAKORNAS PB) mencatat bahwabencana alam yang terjadi diIndonesia terus meningkat daritahun ketahun. Dari perhitunganyang dilakukan, dalam kurun waktu2003-2005, telah terjadi bencanasebanyak 1.429 kali dan sebagianbesar (43,3%) merupakan bencanayang disebabkan oleh faktor cuaca(meteorological). Banjir merupakanbencana yang kerap kali terjadi(34,1%) disusul oleh tanah longsor(16%). Walaupun bencana yangdisebabkan oleh peristiwa geologisseperti gempa bumi, tsunami danletusan gunung berapi hanya 6,4%, namun bencana ini cenderungmenyebabkan kerusakan yangsangat dahsyat dan fatal.

Besarnya dampak yangditimbulkan dari suatu bencanasangat dipengaruhi oleh: kekuatanbencana, lama berlangsungnya,lokasi terjadinya bencana sertakesiapan masyarakat dalammenghadapi bencana. Dalamkasus Tsunami 2004 di Aceh,terdapat beberapa faktor lain yangsecara signifikan mempengaruhibesarnya jumlah korban jiwa,misalnya letak pusat gempa yangrelatif sangat dekat dan terlaluterbukanya wilayah pantai(tiadanya hutan bakau dan hutanpantai sebagai sabuk hijau)terhadap hantaman gelombangpasang.

Terkait dengan hal-hal tersebut diatas, Wetlands International IndonesiaProgramme (WIIP) telah melakukansuatu kajian tentang “PengelolaanLahan Basah Pesisir dalam kaitannyauntuk Mengurangi Resiko Bencana diIndonesia”. Kajian ini digali dariberbagai sumber informasi yang telahditulis oleh pihak lain maupun dariberbagai pengalaman WIIP dilapangan terkait dengan upaya-upayapenanggulangan bencana.

Beberapa tipe ekosistem lahan basahyang dinilai vital dalam perannyamengurangi bencana di pesisir antaralain Hutan Mangrove, Laguna, HutanRawa Gambut, dan Muara Sungai/estuaria sebagai bagian dari DaerahAliran Sungai. Namun, mengingatketerbatasan ruang tulisan, edisi kaliini secara khusus hanya membahaskajian pengelolaan di ekosistemmangrove dalam kaitannyamengurangi resiko bencana.

PENGELOLAAN LAHAN BASAHPESISIR

Pengelolaan lahan basah pesisirbukan merupakan monopoli darikelompok tertentu semata, didalamnya terlibat berbagai stake-holders yang memiliki berbagaikepentingan, seperti pemerintah,perguruan tinggi, lembaga penelitian,masyarakat umum, lembagaswadaya masyarakat dan swasta.

Bagian 1

Page 5: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009 55555

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Fokus Lahan Basah

Pemerintah, diharapkan untuk lebihberhati-hati dalam membuatkebijakan dan mengambilkeputusan, sehingga pembangunan/pengembangan yang dilakukandapat berlanjut (sustainable) danbermanfaat sebesar-besarnya bagimasyarakat luas. Selain itu, prosespembangunan yang dilakukan harusmengakomodir kaidah-kaidahekologis sehingga tidakmenimbulkan dampak yang burukbagi masyarakat dan lingkunganhidup.

Masyarakat, khususnya masyarakatpesisir merupakan aktor terdepanyang sehari-harinya terlibat secaralangsung dalam memanfaatkankeberadaan lahan basah disekitarnya. Mereka juga merupakansasaran utama jika terjadi bencanadi kawasan pesisir. Oleh karenanyakepada mereka ini perlu ditanamkanpemahaman dan kesadaran akanbesarnya nilai dan manfaat lahanbasah pesisir bagi kehidupan danpenghidupan (livelihood) mereka.

Lembaga Swadaya Masyarakatatau Non Government Organiza-tion (NGO), sebagai jembatanantara masyarakat dan berbagaipihak, baik pemerintah maupun non

pemerintah (swasta), salah satuperannya diharapkan dapatmemfasilitasi berbagai kegiatanpesisir agar tidak menyimpang darikaedah-kaedah yang berwawasanlingkungan (misal dalam bentukadvokasi).

Swasta (investor), berperancukup penting dalam pengelolaanlingkungan dan penguranganresiko bencana, terutama dikawasan yang rawan bencana. Halini tercermin pada kenyataaanbahwa kepentingan ekologiseringkali berhadapan langsungdengan kepentingan ekonomi yangdalam hal ini diperankan olehpihak swasta (investor). Kajian inidiharapkan dapat menjadi acuanbagi pihak swasta untukberinvestasi secara sehat danberwawasan lingkungan serta tidakmengulangi kekeliruan-kekeliruanpembangunan pesisir di masa lalu.

APA ITU DISASTER/BENCANA?

Salah satu definisi hukummengenai bencana adalah olehRobert T. Stafford yang tertuangdalam Disaster Relief and

Emergency Assistance Act 2007(Amerika), bahwa bencana adalahsebuah kehancuran (catastrophe),apapun penyebabnya, yangsedemikian besarnya sehinggamenyebabkan pemerintah daerahatau provinsi (state) tidak sanggupuntuk menanganinya dengansumberdaya yang dimilikinya(www.fema.gov). Sedangkandefinisi bencana secara teknisyang digunakan PBB adalah“gangguan serius terhadap sebuahmasyarakat yang menyebabkankerusakan atau kehilangan jiwa,materi, ekonomi, dan lingkungandimana tingkat kerusakannyamelampaui kemampuanmasyarakat tersebut untukmengatasinya denganmenggunakan sumberdaya yangdimilikinya.

Istilah bencana memiliki pengertianyang berbeda dengan istilahkondisi bahaya (hazard). Kondisibahaya adalah agen (cikal bakal)yang berpotensi menimbulkanbencana, sehingga tidak semuakondisi bahaya menyebabkanbencana, seperti contoh jatuhnyameteor adalah kondisi bahaya,

.....bersambung ke hal 16

Mangrove, benteng pesisir (ilustrasi: Aldo S.)

Page 6: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

66666 WWWWWartartartartarta Konserva Konserva Konserva Konserva Konservasi Lasi Lasi Lasi Lasi Lahan Basahahan Basahahan Basahahan Basahahan Basah

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Konservasi Lahan Basah

PENGERTIAN DAN KONSEPDASAR

B iomassa adalah total beratatau volume organismedalam suatu area atau

volume tertentu (a glossary by theIPCC,1995). Biomassa jugadidefinisikan sebagai total jumlahmateri hidup di atas permukaan padasuatu pohon dan dinyatakan dengansatuan ton berat kering per satuanluas (Brown, 1997).

Dalam suatu penelitian biomassaterdapat banyak istilah yang terkaitdengan penelitian tersebut. Beberapaistilah tersebut diantaranyadisebutkan dalam Clark (1979),sebagai berikut:

• Biomassa hutan (Forest biomass)adalah keseluruhan volumemakhluk hidup dari semua speciespada suatu waktu tertentu dandapat dibagi ke dalam 3 kelompokutama yaitu pohon, semak danvegetasi yang lain.

• Pohon secara lengkap (Completetree) berisikan keseluruhankomponen dari suatu pohon

termasuk akar, tunggul /tunggak, batang, cabang dan

daun-daun.• Tunggul dan akar

(Stump and roots)mengacu kepada

tunggul, denganketinggian tertentuyang ditetapkan oleh

praktek-prakteksetempat dan keseluruhan akar.

Untuk pertimbangan kepraktisan,akar dengan diameter yang lebihkecil dari daiameter minimumyang ditetapkan seringdikesampingkan.

• Batang di atas tunggul (Treeabove stump) merupakanseluruh komponen pohon kecualiakar dan tunggul. (Dalamkegiatan forest biomass invento-ries, pengukuran seringdikatakan bahwa biomassa diatas tunggul/tunggak ditetapkansebagai biomassa pohon secaralengkap.

• Batang (stem) adalah komponanpohon mulai di atas tunggulhingga ke pucuk denganmengecualikan cabang dandaun.

• Batang komersial adalahkomponen pohon di atas tungguldengen diameter minimaltertentu.

• Tajuk pohon (Stem topwood)adalah bagian dari batang daridiameter ujung minimal tertentuhingga ke pucuk, bagian inisering merupakan komponenutama dari sisa pembalakan.

• Cabang (branches) semuadahan dan ranting kecuali daun.

• Dedaunan (foliage) semua duri-diri,daun, bunga dan buah.

Sejalan dengan perkembangan issueyang terkait dengan biomassa hutan,maka penelitian atau pengukuranbiomassa hutan mengharuskanpengukuran biomassa dari seluruhkomponen hutan, mencakup seluruhbiomassa hidup yang ada di atas dandi bawah permukaan dari pepohonan,semak, palem, anakan pohon, dantumbuhan bawah lainnya, tumbuhanmenjalar, liana, epifit dan sebagainyaditambah dengan biomassa daritumbuhan mati seperti kayu danserasah.

Pohon (dan organisme foto-ototroflainnya) melalui proses fotosintesismenyerap CO2 dari atmosfer danmengubahnya menjadi karbon organik(karbohidrat) dan menyimpannyadalam biomassa tubuhnya sepertidalam batang, daun, akar, umbi buahdan-lain-lain. Keseluruhan hasil dariproses fotosintesis ini sering disebutjuga dengan produktifitas primer.Dalam aktifitas respirasi, sebagianCO2 yang sudah terikat akandilepaskan kembali dalam bentuk CO2ke atmosfer. Selain melalui respirasi,sebagian dari produktifitas primer akanhilang melalui berbagai prosesmisalnya herbivory dan dekomposisi.Sebagian dari biomassa mungkin akanberpindah atau keluar dari ekosistemkarena terbawa aliran air atau agenpemindah lainnya. Kuantitas biomassadalam hutan merupakan selisih antaraproduksi melalui fotosintesis dankonsumsi. Perubahan kuantitasbiomassa ini dapat terjadi karenasuksesi alami dan oleh aktifitasmanusia seperti silvikultur, pemanenandan degradasi. Perubahan juga dapatterjadi karena adanya bencana alam.

Biomassa dan Karbon HutanOleh:

Dandun Sutaryo*

Page 7: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009 77777

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Konservasi Lahan Basah

KARBON HUTAN

Biomassa hutan sangat relevandengan isu perubahan iklim.Biomassa hutan berperan pentingdalam siklus biogeokimia terutamadalam siklus karbon. Darikeseluruhan karbon hutan, sekitar50% diantaranya tersimpan dalamvegetasi hutan. Sebagaikonsekuensi, jika terjadi kerusakanhutan, kebakaran, pembalakan dansebagainya akan menambahjumlah karbon di atmosfer.

Semua pelepasan karbon darisimpanan ini akan menambahkarbon yang berada di kantongkarbon aktif (active carbon pool).Apa yang terjadi saat ini selainkerusakan hutan, adalah begitutingginya laju pembakaran bahanbakar fosil sehingga jumlah karbonyang berada di atmosfer meningkatdengan pesat.

Dalam inventarisasi karbon hutan,carbon pool yang diperhitungkansetidaknya ada 4 kantong karbon:

• Biomassa atas permukaanadalah semua material hidup diatas permukaan. Termasukbagian dari kantong karbon iniadalah batang, tunggul, cabang,kulit kayu, biji dan daun darivegetasi baik dari strata pohonmaupun dari strata tumbuhanbawah di lantai hutan.

• Biomassa bawah permukaanadalah semua biomassa dariakar tumbuhan yang hidup.Pengertian akar ini berlakuhingga ukuran diameter tertentuyang ditetapkan. Hal inidilakukan sebab akar tumbuhandengan diameter yang lebih kecildari ketentuan cenderung sulituntuk dibedakan dengan bahanorganik tanah dan serasah.

• Bahan organik mati meliputikayu mati dan serasah. Serasahdinyatakan sebagai semuabahan organik mati dengandiameter yang lebih kecil daridiameter yang telah ditetapkandengan berbagai tingkatdekomposisi yang terletak dipermukaan tanah. Kayu matiadalah semua bahan organicmati yang tidak tercakup dalamserasah baik yang masih tegakmaupun yang roboh di tanah,akar mati, dan tunggul dengandiameter lebih besar daridiameter yang telah ditetapkan.

• Karbon organik tanahmencakup karbon pada tanahmineral dan tanah organiktermasuk gambut.

METODE PENGHITUNGANBIOMASSA

Terdapat 4 cara utama untukmenghitung biomassa yaitu :

a. Sampling dengan pemanenan(destructive sampling)

Metode ini dilaksanakan denganmemanen seluruh bagiantumbuhan termasuk akarnya,mengeringkannya dan menimbangberat biomassanya. Pengukurandengan metode ini untuk mengukurbiomassa hutan dapat dilakukandengan mengulang beberapa areacuplikan atau melakukanekstrapolasi untuk area yang lebihluas dengan menggunakanpersamaan alometrik. Meskipunmetode ini terhitung akurat untukmenghitung biomass pada cakupanarea kecil, metode ini terhitungmahal dan sangat memakanwaktu.

b. Sampling tanpa pemanenan(non-destructive sampling)

Metode ini antara lain dilakukandengan mengukur tinggi ataudiameter pohon dan menggunakanpersamaan alometrik untukmengekstrapolasi biomassa, tanpamelakukan pemanenan.

c. Pendugaan melaluipenginderaan jauh

Penggunaan teknologipenginderaan jauh umumnya tidakdianjurkan terutama untuk proyek-proyek dengan skala kecil. Selainrelatif mahal juga secara teknismembutuhkan keahlian tertentuyang mungkin tidak dimilikipelaksana proyek. Metode ini jugakurang efektif pada daearah aliransungai, pedesaan atau wanatani(agroforestry) yang berupa mosaikdari berbagai penggunaan lahandengan persil berukuran kecil(beberapa ha saja).

.....bersambung ke hal 12

Hutan, tanah laut dan atmosfersemuanya menyimpan karbonyang berpindah secara dinamisdiantara tempat-tempatpenyimpanan tersebut sepanjangwaktu. Tempat penyimpanan inidisebut dengan kantong karbonaktif (active carbon pool).Penggundulan hutan akanmengubah kesetimbangan karbondengan meningkatkan jumlahkarbon yang berada di atmosferdan mengurangi karbon yangtersimpan di hutan, tetapi hal initidak menambah jumlahkeseluruhan karbon yangberinteraksi dengan atmosfer.

Simpanan karbon lain yang pentingadalah deposit bahan bakar fosil.Simpanan karbon ini tersimpanjauh di dalam perut bumi dansecara alami terpisah dari sikluskarbon di atmosfer, kecuali jikasimpanan tersebut di ambil dandilepaskan ke atmosfer ketikabahan-bahn tersebut dibakar.

Gambar siklus karbon yang disederhanakan

Page 8: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

88888 WWWWWartartartartarta Konserva Konserva Konserva Konserva Konservasi Lasi Lasi Lasi Lasi Lahan Basahahan Basahahan Basahahan Basahahan Basah

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Berita Kegiatan

Laporan Hasil Workshop SSCRCSustainable Shrimp/Coastal Rehabilitation andConservation

Oleh:Muhammad Ilman, dkk.

Indonesia merupakan negaraketiga terbesar eksportirudang di Asia setelah Cina

dan Thailand dengan jumlahekspor udang pada tahun 2008adalah sebesar 171,658 ton daritotal produksi sekitar 360,000 ton.Nilai ekspor tersebut adalahsebesar 1,168,000,000 USD.Komoditas utama udang yangdiekspor Indonesia adalah udangwindu black tiger shrimp (Penaeusmonodon) dan udang vannamei(Littopeneus vannamei). Jenis-jenis udang lainnya yang jugadiekspor namun dalam jumlah keciladalah udang putih white/ bananashrimp (Penaeus marguiensis),udang coklat green tail prawn(Metapenaeus shrimp) dan jenisudang rebon mysid shrimp.

Permintaan masyarakat dunia akankomoditi udang terus meningkatdari tahun ke tahun. Kondisi inijelas merangsang pebisnis udangterutama pelaku budidaya untukmeningkatkan produksi. Namunsayangnya usaha peningkatanproduksi tidak diimbangi denganperbaikan pengelolaan yang baiksehingga muncul persoalan-persoalan yang terkait dengan isuekerusakan lingkungan (terutamakawasan mangrove), sosial danjaminan kesehatan produk itusendiri (food safety dan foodquality).

Konsumen Belanda dan Negara-negara uni Eropa pada umumnyadikenal memiliki standar keamanan

dan kualitas pangan (termasukudang) yang sangat ketat.Jaminan kualitas tersebut antaralain diwujudkan dalam bentukprogram sertifikasi dimanapemenuhan persyaratan sertifikasiuni eropa memiliki kriteria yangsangat ketat yang sulit dipenuhioleh usaha pertambakan diIndonesia. Oleh sebab itu,diperlukan upaya untukmempertemukan antara standarsertifikasi yang lazim digunakan diBelanda (dan uni eropa) dankegiatan pertambakan di Indone-sia. Pada saat yang bersamaan,kegiatan pertambakan memerlukanpendekatan baru untukmeminimalkan dampaknya padalingkungan, terutama ekosistemmangrove. Perbaikan praktekbudidaya untuk memenuhi standarsertifikasi dikombinasi denganperbaikan ekosistem pesisir(mangrove) pada akhirnya akan

memberikan manfaat yang optimalbagi semua pihak yaitu konsumen,produsen, dan lingkungan hiduppada umumnya.

WORKSHOP SSCRC

Salah satu upaya mempromosikanpeningkatan kualitas dan kuantitasproduksi udang melalui kegiatanpertambakan yang ramahlingkungan, Wetlands International– IP (WIIP) didukung IUCN telahbekerjasama menyelenggarakanworkshop Sustainable Shrimp/Coastal Rehabilitation and Conser-vation (SSCRC) di Bogor padatanggal 26-27 Oktober 2009.

Acara ini dihadiri beberapakalangan terkait (stake holders),seperti perwakilan dari instansipemerintah, pengusaha/swasta,

Page 9: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009 99999

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Berita Kegiatan

.....bersambung ke hal 13

akademisi, petani tambak dan LSM.Tujuan workshop antara lain:

• memberikan masukkanterhadap dokumen “RisalahBudidaya Udang Berkelanjutandi Indonesia” agar diperolehgambaran yang lebih baikmengenai budidaya tambakIndonesia.

• mengkaji layak-tidaknyabeberapa lokasi-lokasi tambakpenghasil udang di Indonesiauntuk dijadikan perwakilanpada program SSCRC.

• memberikan wawasan/pengetahuan tentangtantangan-tantangan dalammengembangkan budidayaudang berkelanjutan diIndonesia serta cara-carabagaimana menghadapinya

• menggali peluang pasar udangdi Uni Eropa akan kebutuhanproduk udang ramahlingkungan.

• saling berbagi pengalaman danpembelajaran antar para pelakuyang bergerak di sektor industritambak udang Indonesia.

RINGKASAN

Beberapa catatan yang didapatpada kegiatan workshop tersebut,antara lain:

1. Adanya perbedaan persepsidan ketidakpahaman sebagianbesar peserta mengenaisertifikasi usaha pertambakan.Padahal, isu ini berkaitan eratdengan dasar pelaksanaanworkshop SSCRC untukmengembangkan perudanganyang sesuai dengan standarkonsumen Uni Eropa. Olehsebab itu dibutuhkanpemahaman mengenaiberbagai pilihan sertifikasi

usaha pertambakan udangbeserta konsekuensinya yangakan diaplikasikan dalamdemo site SSCRC.

2. Saat ini ketersediaan benurcukup memadai bagi kegiatanpertambakan nasional, baikjenis Vannamei maupunMonodon. Masih banyaknyapembenuran terutama yangberskala rumah tangga (HSRT)yang tidak menerapkan CaraPembenuran Ikan/ Udangyang Baik mengakibatkansulitnya mendapatkan benuryang berkualitas. Ditambahdugaan masih banyaknyapraktek penggunaan antibiotikdalam produksi benur.

3. Diduga, induk-induk udangyang diambil dari alam telahmembawa virus-virusberbahaya yang kemudianmenghasilkan benur yangtelah mengandung virus. Halini menjadi tantangan yangpaling berat dalam usahapenyediaan benur yangberkualitas dan terjaminperkembangannya.

4. Perlunya peningkatan perandan fungsi kantor karantinaikan yang ada sebagaibenteng usaha tambak dariserangan virus. Namunsayang, dukungan danpengawasan dari pemerintahmaupun pihak swasta masihsangat rendah (Sutrsino,2009). Sehingga penelusuranpergerakan dan sumber virusyang terbawa melalui lalulintasbenur antar pulau juga sulituntuk ditelusuri. Fakta-faktaini menyebabkan kegiatanpembenuran diperkirakan akanmenjadi bagian dari tahapanbudidaya yang sulit untukdiverifikasi dalam prosessertifikasi usaha pertambakan.

5. Sebagian besar tambak-tambakdi Indonesia adalah tambakextensive dengan produktivitasyang sangat rendah. Berbagaiujicoba yang telah dilakukanoleh swasta, Balai Budidaya AirPayau (BBAP) maupun BalaiBesar PengembanganBudidaya Air Payau (BRBPAP)menunjukkan bahwa tambak-tambak extensive di Indonesiabisa dioptimalkan produksinyadengan manajemen budidayaudang yang “intensive”, tidakdengan manajemen tradisionalyang membiarkan udang hidupapa adanya dalam kolamextensive.

6. Kegagalan panen yangmenyebabkan rendahnyaproduktivitas tambak sebagianbesar diakibatkan olehserangan virus WSV yangmenyerang Monodon dan virusTSV dan MYO yang menyerangVannamei. Serangan virus inidialami oleh semua typetambak udang baik yangtradisional (extensive), semiintensive, dan intensive.

7. Salah satu upaya yangdilaporkan cukup berhasil dalammengurangi serangan virusadalah system cluster yang telahditerapkan di Aceh, dimana telahberhasil meningkatkan jumlahproduksi panen yangsebelumnya kurang dari 40%menjadi lebih dari 90%. Sistemcluster merupakan kegiatanpertambakan kolektifberdasarkan wilayah dimanapetambak diorganisasi untukmenggunakan hanya benurbergaransi, jadwal tebar yangditentukan secara ketat danmanajemen air yangmemperkecil peluangpenyebaran virus-virusberbahaya.

Page 10: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

1010101010 WWWWWartartartartarta Konserva Konserva Konserva Konserva Konservasi Lasi Lasi Lasi Lasi Lahan Basahahan Basahahan Basahahan Basahahan Basah

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Berita Kegiatan

Panduan Praktis REHABILITASI PESISIR

Mempersiapkan Bibit di Persemaian-Menanam Bibit di Lapangan

Oleh :Iwan Tri Cahyo W., Eko B.W dan I Nyoman N. Suryadiputra

Sebagai suatu Negarakepulauan terbesar didunia, Indonesia memiliki

kawasan pesisir sangat luas yangditumbuhi oleh berbagai jenismangrove dan tanaman pantai.Vegetasi yang tumbuh di kawasanini tidak saja berfungsi sebagaihabitat pendukung keanekaragamanhayati dan menambah keindahanpantai, tapi ia juga berfungsi untukmencegah erosi pantai dan sebagaipelindung daratan sehinggapemukiman dan sarana-prasaranaumum yang terdapat dibelakanganya terhindar daribencana badai dan gelombangpasang surut air laut. Namun sejakpertengahan tahun 1980-an, hampirsebagian besar kawasan pesisir diIndonesia mengalami kerusakanyang cukup parah akibatdialihfungsikannya menjadi lahanpertambakan dan bentuk-bentukperuntukan lainnya. Luas hutanbakau yang sebelumnya didugalebih dari 5 juta hektar, kini tinggalsekitar 3,4 juta hektar. Akibat yangditimbulkan dari kondisi demikianadalah misalnya; di pantai UtaraJawa dan Timur Pulau Sumateraterjadi abrasi pantai sampai denganpuluhan meter ke darat hinggabanyak lahan pertambakan yanghilang ditelan laut, hilangnya satwaliar, gersangnya kawasan pesisirdan intrusi air laut yang senakinjauh ke darat.

Di PropinsiNanggroe AcehDarussalam,jauh sebelumbencana tsunamimenimpa kawasanini (pada bulanDesember 2004),hutan bakaunya jugatelah banyakdialihfungiskanmenjadi lahanpertambakan. Akibatnya,dampak yang ditimbulkan olehgelombang tsunami pada pesisirpantai NAD (terutama di pesisir KotaBanda Aceh, Kabupaten AcehBesar, Aceh Utara, KotaLhokseumawe) menjadi lebih parah.Dari hasil pengamatan di beberapadesa-desa pesisir Aceh Utara danLhokseumawe, yang sebagian besarhutan bakaunya telah ditebang dandijadikan lahan pertambakan,memperlihatkan kerusakan tambakdan pemukiman yang lebih parahakibat tsunami dibandingkan desatetangga lainnya yang hutanbakaunya relatif masih utuh.

Dari berbagai kondisi di atas, kinidisadari bahwa kerusakan hutanpantai tidak saja telah merugikan parapelaku bisnis di bidang pertambakandan hancurnya ekosistem pesisir,namun kerusakannya juga telahmenyebabkan dampak tsunami yangmeluas ke darat hingga merenggut

ratusan ribu jiwa masyarakat pesisir diNAD. Sehingga untukmengembalikan fungsi/manfaat/jasa-jasa lingkungan yang diberikan olehkeberadaan hutan mangrove danhutan pantai kepada kita, makaupaya-upaya rehabilitasi yang tepatdan benar perlu segera dilakukan.

Untuk mendukung upaya-upayapenyelenggaraan rehabilitasi pesisiryang tepat dan benar, WetlandsInternational - Indonesia Programme(WIIP) telah menerbitkan sebuahpanduan praktis berupa flyer berisiteknik-teknik mulai dari caramempersiapkan bibitnya, memilihlokasi rehabilitasi dan cara merawattanaman.

Panduan ini disusun atas dasarberbagai pengalaman di lapanganselama melaksanakan kegiatanrehabilitasi di berbagai lokasi pesisirdi Indonesia (termasuk Aceh).

Page 11: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009 1111111111

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Berita Kegiatan

baca detil ......Mempersiapkan Bibit di Persemaian

baca detil ......Menanam Bibit di Lapangan

Page 12: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

1212121212 WWWWWartartartartarta Konserva Konserva Konserva Konserva Konservasi Lasi Lasi Lasi Lasi Lahan Basahahan Basahahan Basahahan Basahahan Basah

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Konservasi Lahan Basah

Hasil pengideraan jauh denganresolusi sedang mungkin sangatbermanfaat untuk membagi areaproyek menjadi kelas-kelas vegetasiyang relative homogen. Hasilpembagian kelas ini menjadipanduan untuk proses survey danpengambilan data lapangan. Untukmendapatkan estimasi biomassadengan tingkat keakuratan yangbaik memerlukan hasil pengideraanjauh dengan resolusi yang tinggi.

d. Pembuatan model

Model digunakan untuk menghitungestimasi biomassa dengan frekuensidan intensitas pengamatan insituatau penginderaan jauh yangterbatas. Umumnya, model empirisini didasarkan pada jaringan darisample plot yang diukur berulang,yang mempunyai estimasi biomassayang sudah menyatu atau melaluipersamaan allometrik yangmengkonversi volume menjadibiomassa. (Australian GreenhouseOffice, 1999).

TAHAPAN PENELITIANBIOMASSA

Terdapat beberapa tahapan atauproses penelitian biomassa mulaidari pengambilan data lapanganhingga mendapatkan kesimpulanmengenai jumlah biomassa hutan.Setiap tahapan memungkinkanterjadinya kesalahan ataupenyimpangan dari nilaisebenarnya.

1. Persiapan peralatan• Peralatan navigasi dan

orientasi• Peralatan pengukuran

lapangan• Peralatan pengambilan

sampel• Peralatan penyimpanan

sampel

2. Penentuan sampling plot• Bentuk plot• Ukuran plot• Peletakan plot• Jumlah plot

3. Biomassa Tegakan• Pengukuran diameter• Pengukuran tinggi pohon• Pengukuran diameter tajuk

4. Biomassa akarPengambilan data biomassaakar merupakan bagian yangsulit dan tidak memilikikeakuratan sebaik yang dimilikikomponen vegetasi lainnya.Penggalian seluruh bagian akarhampir mustahil untuk dilakukan,demikian juga pemilahan akar –akar yang halus secara individutanpa tercampur dengan akardari pohon lain yang ada disekitarnya.Karena sulit untuk mengambilsample, pendekatan yang kerapdipakai adalah denganmenggunakan rasio akar danbatang (root to shoot ratio).Rasio akar batang merupakanrasio/ perbandingan antarabiomassa akar dengan biomassaatas permukaan. Persamaanuntuk mendapatkan estimasibiomassa akar (root biomassdensity) antara lain adalahpersamaan yang disusun olehCairns et al. 1997.

vegetasi yang tersusun bukandari jenis-jenis pohon melainkandari jenis lain misalnya semakdan herba. Pada komunitashutan sekunder yang seringmempunai jenis-jenis pohonberukuran kecil dapatdiperlakukan seperti halnyapohon berukuran besar denganmenyesuaikan ukuran plot.

6. Bahan organik matiBahan organik mati mencakupkayu mati yang masih tegak /berdiri, kayu mati yang sudahtumbang, tunggul atau tunggakdan serasah. Kayu mati yangmasih berdiri diperlakukanseperti pohon hidup denganmemperhatikan tingkatdekomposisinya. Kayu matitegakdiambil sampelnya dengan plotkuadrat sepertihalnya pohon,sedangkan kayu mati yang sudahtumbang dengan diameter > 10cm diambil samplenya dengantransek garis. Untuk serasah dankayu mati dengan diameter < 10cm dilakukan pengumpulansample dengan plot kuadrat.

7. Karbon tanahKarbon organik tanah cukupbesar nilainya, perubahan dalamkantong karbon ini mungkin akanmemberikan pengaruh yangbesar pada keseluruhan jumlahsimpanan carbon, meskipunfluktuasinya tidak besar. Kantongkarbon di tanah akan mengalamifluktuasi sejalan denganpembentukan hutan tanaman /perkebunan dan praktek-praktekyang mengikutinya sepertipemberantasan gulma danpemangkasan. Oleh karena itu,carbon pool tanah danperubahannya yang berhubungandengan pembentukan hutanharus diukur dengan keakuratanyang tinggi pada tingkat regional(Anonymous_1, 2005).

* [email protected]

..... Sambungan dari halaman 7

Biomassa dan Karbon Hutan ...........

RBD = exp (-1.0587 + 0.8836 x ln AGB)

RBD= Biomassa akar (Mg/ha),AGB = biomassa atas permukaan (Mg/ha).

5. Komponen vegetasi lainnyaYang dimaksud dengankomponen vegetasi yang lainadalah tumbuhan bawah darisuatu tegakan hutan atau

Page 13: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009 1313131313

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Berita Kegiatan

..... Sambungan dari halaman 9

Laporan Hasil Workshop SSCRC ...........

8. Pendekatan lain yang mulaidikenal secara luas untukmengurangi tingkat kegagalanpanen adalah penerapanprobiotik untuk menjagakualitas air dan kesehatanudang. Probiotik memilikipeluang yang baik untukmendorong pengembangantambak ramah lingkungankarena dapat menggantikanposisi antibiotik yangpenggunaannya banyakditentang oleh konsumen.

9. Industri processing udangnasional belakangan inimengalami kesulitan yangbesar akibat kurangnyapasokan bahan baku (udang).Sebagai ilustrasi, asosiasipengusaha coldstorageIndonesia Sulawesi Selatanpada tahun 2008 terdiri dari 9perusahaan dengan kapasitasproduksi 24.000 MT. Realisasiekspor diperkirakan hanyasekitar 7.000 – 8.000 MTselama tahun 2008.

10. Tantangan lain yang dihadapiadalah tingginya biaya

produksi dalam negerisehingga harga jual udang dipasar internasional menjaditidak kompetitif. Standarkualitas yang disyaratkan olehnegara konsumen jugacenderung semakin ketat danmemerlukan usaha kerasuntuk memenuhinya.

11. Saat ini sebagian besartambak yang dikelolamasyarakat belum memilikistandar prosedur yangmemadai untuk memenuhipersyaratan sertifikasi, bahkanuntuk sertifikasi denganstandar minimal sekalipun.Kegiatan pertambakan yangmemungkinkan untuksertifikasi adalah yang dikelolasecara intensive atau semi-extensive, yang biasanyadimiliki oleh perusahaan ataupengusaha besar.

12. Perlu perbaikan metodebudidaya yang secara sub-stantial menghasilkan produkyang ramah lingkungan danberstandar sertifikasi.

13. Salah satu usulan tindak lanjutdari workshop adalah perludibentuknya organisasiSSCRC yang kuat dengandukungan sebuah timpengarah. Tim pengarah akanbertugas untuk mengarahkanjalannya pelaksanaan kegiatanSSCRC agar senantiasaharmonis dengan dengansemua program kerja nasionaldibidang perikanan.

Diharapkan, melalui kegiatanSSCRC ini, masyarakat petambakkhususnya petambak tradisionalmendapat wawasan dan peluangmemperoleh akses pasar global.Disisi lain kegiatan ini jugadiharapkan akan menekankerusakan lingkungan akibatkegiatan pertambakan, bahkanakan memperbaiki dan melindungilingkungan dalam jangka panjang.

untuk informasi lebih lanjut tentangkegiatan workshop ini, silahkan kontak:

I Nyoman N. Suryadiputra,E-mail: [email protected];

Telp. 0251 8312189

Sumber: BBAP Ujung Batee, NAD

Page 14: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

1414141414 WWWWWartartartartarta Konserva Konserva Konserva Konserva Konservasi Lasi Lasi Lasi Lasi Lahan Basahahan Basahahan Basahahan Basahahan Basah

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Berita dari Lapang

Kondisi Suhu Teluk Cendrawasih:

Deteksi Fenomena Pemanasan Global

Oleh:Gandi Y.S. Purba* dan Berta Mantatar*

PENDAHULUAN

S ea surface temperature(SST) atau dalambahasa Indonesia suhu

permukaan laut (SPL) merupakansalah satu parameter fisika yangmudah diamati dan dapat dijadikansalah satu indikator untukmengetahui kondisi suatu perairan.Data suhu air laut dapatdimanfaatkan bukan saja untukmempelajari gejala-gejala fisika didalam laut, tetapi juga terkaitdengan kehidupan hewan atautumbuhan yang ada didalamnya.Beberapa fenomena oseanografiyang dapat diamati dari melihatpola distribusi SPL diantaranyaadalah front, upwelling ataupunaktifitas biologis lainnya (Robinson,1985 dalam Putra, 2008). Selainitu dari suatu series data suhu,tren tahunan dan bulanan dapatmenginformasikan fenomenapemanasan global, El Nino – LaNina, interaksi dengan atmosfermisalnya tayphoon ataupunevaporasi dan presipitasiberlebihan.

LOKASI PEREKAM SUHU

Perekam Suhu di Kawasan TelukCenderawasih dipasang di PulauLemon (Manokwari), Roon,Nusambier, Yoop, Rumberpon,Tridacna attol (Kawasan) TamanNasional Teluk Cenderwasih dan

Pulau Owi dan Anggaduber (Biak),yang dipasang masing-masingpada kedalaman 3 dan 20 meter.Jumlah keseluruhan yang dipasang di teluk ini sejumlah 16buah.

FLUKTUASI HARIAN

Fluktuasi harian di Teluk ini sangatsempit, berkisar antara 0,09-0,48oC, dengan dominasi suhu yangsedikit lebih tinggi siang dari padamalam.

VARIABILITAS MUSIMAN

Gambar 1. Grafik Variabilitas SuhuBulanan di Teluk Cenderawasihpada Kedalaman (a) 3 m, (b) 20m, (c) Suhu Gabungan

a

b

c

Page 15: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009 1515151515

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Berita dari Lapang

Suhu maksimum di kawasan TelukCenderawasih terjadi pada bulanMaret-Mei yaitu pada MusimPancaroba Awal Tahun dan terjadijuga pada Musim Pancaroba AkhirTahun yaitu pada bulan September -November. Angin yang berhembuspada musim ini biasanya melemahdan laut sangat tenang hingga prosespemanasan di permukaan dapatterjadi dengan lebih kuat. Sehinggaproses pemanasan di permukaan lautdi kawasan ini semakin meningkat danmenyebabkan suhu air laut di TelukCenderawasih meningkat dan lebihhangat. Secara alami suhu airpermukaan memang merupakanlapisan hangat karena mendapatradiasi sinar matahari pada siang hari.

Suhu minimum terjadi pada MusimBarat (Desember – Februari) danpada Musim Timur (Juni-Agustus).Pada bulan Desember – Februariterjadi musim dingin di belahan bumibagian utara dan musim panas dibelahan bumi bagian selatan, yangmenyebabkan terjadi pusat tekanantinggi di atas daratan Asia dan pusattekanan rendah di atas daratanAustralia. Angin yang berhembus dariAsia menuju Australia dengankecepatan yang kuat tersebutmenyebabkan terbawanya tekanansuhu tinggi dari kawasan termasukPapua, menuju ke pusat tekananrendah di atas daratan Australia,sehingga suhu di Indonesia secarakhusus di Teluk Cenderawasih terjadipenurunan. Dibandingkan denganwilayah lain di perairan Papua (RajaAmpat dan Kaimana) air di perairan inilebih hangat sebagai konsekuensi darimorfologi semi tertutup, yakni 3m:28.88-30.09 oC dengan rata-rata 29.62oC dan 20m adalah 29.97-30.26 oCdengan rata-rata 29.48 oC. Walaupunsuhu terendah ditemukan pada MusimTimur (Agustus 3m:29.31 oC dan 20m :29.24 oC) dan tertinggi di musimperalihan (November 3m: 29.83 oC dan20m: 29.79 dan 29.84 oC) tetapifluktuasinya cenderung stabil.

Berdasarkan tabel di atas, TelukCenderawasih pada kedalaman 3m suhu air laut yang terendahadalah pada tahun 2007 dan 2008yaitu 28,29 ºC, sedangkan suhumaksimum pada daerah ini yaitupada tahun 2008 dengan nilaisuhunya 31,19 ºC. Dibandingkandengan kedalaman 20 meter, suhuair laut maksimum pada tahun2007 dengan nilai suhunya 30,53ºC, sedangkan suhu minimumnyayaitu pada tahun 2007 dengan nilaisuhunya 27,17 ºC. Rata-rata suhuair laut di teluk ini pada kedalaman3 meter adalah 29,62 ºC. Suhupada kedalaman 3 m lebih besarjika dibandingkan dengan suhupada kedalaman 20 m: 29,45 oC(range 0,17 oC). Hal ini disebabkankarena semakin dalam suatuperairan maka suhunya akansemakin menurun denganbertambahnya kedalaman perairantersebut. Berdasarkan hasilanalisis yang diperoleh, terjadipeningkatan suhu laut dalam 4tahun terakhir (2005 - 2008). Padatahun 2005 : 30,83 ºC, tahun 2006: 30,89 ºC, tahun 2007 : 31,16 ºC,dan tahun 2008 : 31,19 ºC.Peningkatan suhu dalam 4 tahunini memang tidak terlalu besar,tetapi tidak menutup kemungkinan

bahwa akan terjadi peningkatanyang lebih tinggi. Peningkatan suhuini kemungkinan disebabkan karenapemanasan global dan kondisi iniakan berdampak pada ekosistemdan organisme yang ada didalamnya.

PENUTUP

Biota yang hidup di wilayah iniadalah biota stenoterm, artinyabiota yang hidup dalam kisaransuhu yang sempit. Dengankenaikan suhu akibat pemanasanglobal dan dampak ketidakteraturaniklim/cuaca yang ditimbulkannya,akan menyebabkan wilayah inimengalami kisaran fluktuasi suhuyang besar. Tentunya biota yangterbiasa hidup dalam keadaan suhustabil, akan mengalami kesulitanberadaptasi, sampai akhirnya mati.Dengan demikian, pengelolaanSDA di Teluk Cenderawasihmemerlukan cara-cara khususyang memasukan pertimbangankriteria variasi suhu.

*Dosen pada PS Ilmu Kelautan,Universitas Negeri Papua Manokwari

E-mail: [email protected]

VARIABILITAS SUHU TAHUNAN

Hasil variabilitas suhu tahunan pada masing-masing lokasipengambilan data suhu dari kedua teluk dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rata-rata SuhuTahunan di Teluk Cenderawasih padaKedalaman 3, 20 Meter

Kedalaman Tahun Suhu (ºC)(m) Max Min Mean

2005 30.83 28.56 29.572006 30.89 28.47 29.612007 31.16 28.29 29.732008 31.19 28.29 29.562005 30.14 28.35 29.402006 30.29 28.17 29.472007 30.53 27.17 29.522008 30.39 28.32 29.42

3

20

Page 16: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

1616161616 WWWWWartartartartarta Konserva Konserva Konserva Konserva Konservasi Lasi Lasi Lasi Lasi Lahan Basahahan Basahahan Basahahan Basahahan Basah

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Fokus Lahan Basah

..... Sambungan dari halaman 5

Pengelolaan Lahan Basah Pesisir, ...........

namun bila meteor tersebut jatuhdilokasi yang terisolasi (remote)tidak mengenai populasi manusiaatau lingkungannya maka tidakdisebut sebagai bencana. Badaiadalah kondisi bahaya, namun bilaterjadi di tengah laut lepas dantidak mengakibatkan korban jiwamaka tidak dikatakan sebagaibencana.

Bencana adalah sesuatu yang tidakdapat dipisahkan sepanjang sejarahkeberadaan manusia. Manusia terusberusaha agar bebas dari bencana.Dalam prosesnya agar terbebasdari bencana, lahirlah praktekmitigasi, seperti mitigasi banjir,mitigasi kekeringan (droughtmitigation) dsb. Di Mesir, praktekmitigasi kekeringan sudah berusialebih dari 4000 tahun. Konseptentang Early Warning System dankesiap-siagaan (preparedness)untuk mengantisipasi kekuranganpangan/ kelaparan (famine) akibatkekeringan telah dilakukan padatahun 2000 SM, yaitu denganmembangun lumbung raksasa yangdisiapkan untuk menampungkeberkelimpahan pangan, lalu stokpangan ini digunakan untukmengatasi (7 tahun) musim keringyang berlangsung kemudian.Konsep disaster preparadenesuntuk mengantisipasi kegagalanpanen (akibat kekeringan, banjir,kebakaran) juga telah diterapkanmasyarakat KasepuhanCisungsang, Banten Kidul sejak 250tahun silam dengan mengisilumbung padi. Konsep ini dikenalsebagai tradisi “seren taun”.

Konsep Pengurangan ResikoBencana atau PRB (Disaster RiskReduction) dalam kontekspembangunan berkelanjutan, secaraspesifik didefinisikan sebagaipengembangan dan aplikasisistematis dari kebijakan, strategi

dan praktek-praktek untukmeminimalkan kerentanan danresiko bencana, pencegahan(prevention), atau membatasi(mitigasi dan persiapan) dampakyang merugikan dari bahaya.

Resiko yang ditimbulkan oleh suatubencana dapat direduksi melaluiberbagai cara, baik resiko terhadaptarget fisik maupun kondisi sosialekonomi yang akhirnyamenimbulkan kerentanan(vulneratibility). Pemahamanmengenai interaksi proses fisik dansosial adalah suatu hal yang sangatmendasar untuk memprediksi resikodan nilai dari suatu pencegahan.

MITIGASI DAN PREVENTION

Mitigasi (mitigation) seringkalidisamakan atau disalah artikandengan pencegahan (prevention).Pencegahan dilakukan untukmengeliminasi atau menghindarkansuatu bahaya sehingga tidak terjadi(misalnya pencegahan kebakaran).Sedangkan mitigasi lebih cenderungmengacu pada langkah-langkahyang diambil untuk mengeliminasi/mengurangi dampak-dampak yangterjadi dari suatu bahaya.

Dalam pengertian mitigasi, selaludiasumsikan bahwa “bahaya” akanselalu ada namun kerusakannyadapat direduksi melalui berbagaimacam upaya intervensi.Sedangkan intervensi ini secaraumum dapat dilakukan secarastruktural maupun non-struktural.

PENGELOLAAN LINGKUNGANDALAM PENGURANGAN RESIKOBENCANA

Pengurangan Resiko Bencana(PRB) melalui pengelolaanlingkungan dapat dilakukan melalui

berbagai macam bentuk kegiatanantara lain penataan ruang,perlindungan kawasan lindung,atau perbaikan/restorasi lingkunganyang mengalami degradasi.

Melalui penataan ruang yang baikmaka nilai dan fungsi kawasanakan dipertahankan untuk berbagaikepentingan jangka panjang,termasuk mencegah maupunmitigasi terjadinya bencana.Penetapan areal disepanjangpantai sebagai zona sabuk hijau(green belt) merupakan salah satucontoh implementasi penataanruang. Sabuk hijau akan berfungsisebagai pengaman alami (naturalbarrier) terhadap berbagaiinfrastruktur dan kehidupan sertapenghidupan manusia dariancaman badai, gelombang pasangdan Tsunami. Bahkan untuk lebihmeningkatkan fungsiperlindungannya, areal pesisir yangtelah rusak dapat ditetapkansebagai zona rehabilitasi. Di zonainilah, kegiatan penanaman (baikmangrove maupun tanaman pantai)sebaiknya difokuskan.

PERAN LAHAN BASAH PESISIRDALAM PENGURANGANRESIKO BENCANA

Indonesia sebagai Negarakepulauan (sekitar 17.500 pulau)dengan panjang garis pantai sekitar81,000 km juga dianugerahiberbagai jenis lahan basah pesisirdengan luasan yang sangat besar,diantaranya hutan mangrove(sekitar 3,4 juta ha) dan hutanrawa gambut (sekitar 21 juta ha)yang paling dominan danberpotensi besar dalammengendalikan (bahkan jugamenimbulkan) bencana (baik akibatulah manusia maupun akibatalami).

Page 17: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009 1717171717

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Fokus Lahan Basah

HUTAN MANGROVE

Vannuci (2001) melaporkan bahwahutan mangrove secara signifikanmampu memberikan perlindunganganda dalam menghadapi arus.Hal ini sesuai dengan temuannyadi lapangan dimana tegakanRhizophora yang terhampar didataran lumpur (mud flat)disepanjang muara pasang surutmampu mereduksi gempuranenergi dari gelombang air laut.Cabang-cabang Rhizophora yanglentur serta akarnya (tangled root)yang kuat mampu menyerapsebagian energi gelombang lautsehingga kekuatannya menjadiberkurang.

Efektivitas hutan mangrovemangrove dalam mereduksidampak Tsunami tergantung padadua faktor yaitu 1) kekuatanhantaman Tsunami, dan 2)karakteristik fisik sabuk mangrove/mangrove belt misalnya ketebalanvegetasi, tingkat kematangan,densitas pohon dan lain-lain (Dr.Wong Poh Poh, NU Singapore).Dari hasil kajian Kathiresan danRajendran (2005), terlihat jelasbahwa semakin luas hutanmangrove yang ada, korbanmeninggal semakin sedikit. Dansebaliknya bahwa semakin sedikitmangrove yang tersisa, makakorban jiwa yang jatuh karenaTsunami semakin banyak. Haltersebut senada dengan hasilpenelitian Utomo (2003) dan Agus(2003) yang menyebutkan bahwahutan mangrove dengan tinggi lima(5) meter dengan lebar lima puluh(50) meter, masing-masing dapatmenurunkan tinggi gelombangTsunami sebanyak 25% dan 38%dari energinya. Lebih lanjut lagi,Bambang (2005) dalam Montgom-ery RD (2006) menyebutkanbahwa kerapatan (density)mangrove memainkan peran yanglebih besar dibandingkanluasannya dalam mengurangikekuatan bencana Tsunami.

Beberapa penelitian yang mengkajiperanan hutan mangrove dalammengurangi dampak tsunami diIndonesia antara lain dipeloporioleh Balai Pengkajian DinamikaPantai – Badan Pengkajian danPenerapan Teknologi (BPDP –BPPT), Institut Teknologi Surabaya(ITS), Pusat Penelitian danPengembangan DepartemenPekerjaan Umum (Puslitbang PU)dan berbagai instansi lain denganberbagai sponsor dari dalam danluar negeri. Hasil pengujian modeldi laboratorium oleh Puslitbang PU(1996), sebagaimana dikutip olehIstiyanto, Utomo dan Suranto(2003) menunjukkan bahwasusunan tanaman yang selangseling memberikan redaman lebihbaik dibandingkan susunan kolom-baris. Hasil pengujian tersebutjuga menemukan adanyapengurangan limpasan sebesar 2% sampai 5 % pada model yangsetara dengan rumpun prototipeyang memiliki diameter pohon 50cm dan jarak antar pohon 2,5 m.Untuk pelaksanaan rehabilitasipantai, baik berupa penanamanjenis-jenis hutan mangrovemaupun hutan pantai, maka hasilini dapat dijadikan panduanmenetapkan pola tanam dan jaraktanam.

Penelitian model di laboratoriumoleh Thaha (2001) seperti yangdiacu juga oleh Istiyanto, Utomo danSuranto (2003) menunjukkan bahwakerapatan akar rumpun sangatberpengaruh terhadap besarnyaredaman gelombang untuk kasusgelombang sinusoidal. Sedangkanhasil penelitian Pratikto et al. (2002)di Teluk Grajagan – Banyuwangimenunjukkan bahwa dari tinggigelombang di daerah tersebutsebesar 1,09 m, dan energigelombang sebesar 1493,33 Joule.Dengan adanya ekosistem man-grove di daerah tersebut, makaterjadi reduksi tinggi gelombangsebesar 0,7340 m, dan perubahanenergi gelombang sebesar 19635,26Joule, sehingga keberadaan hutan

mangrove dapat memperkecilgelombang dan energi tsunami yangmenyerang daerah pantai.

Hasil penelitian Istiyanto, Utomo danSuranto (2003) yang berupapengujian model di laboratoriumantara lain menyimpulkan bahwarumpun bakau (Rhizophora)memantulkan, meneruskan, danmenyerap energi gelombang tsunamiyang diwujudkan dalam perubahantinggi gelombang tsunami ketikamenjalar melalui rumpun tersebut.Hasil pengujian tersebut dapatdigunakan dalam pertimbangan awalbagi perencanaan penanaman hutanmangrove bagi peredamanpenjalaran gelombang tsunami dipantai.

Hutan mangrove mampumengendalikan (mitigasi) lajuperubahan iklim global akibatlepasnya gas rumah kaca sepertiCO2 ke atmosfer. Indonesia denganluasan mangrovenya sekitar 4 jutaha memiliki kontribusi besar dalammenyerap CO2 atmosfer yang cukupbesar (yaitu sekitar 1,4 – 2,4 gtCO2).

Hasil-hasil penelitian di atas telahmemberikan argumentasi ilmiahtentang perananan vegetasi pantai,khususnya hutan mangrove dalammengurangi dampak gelombangtsunami bagi wilayah pantai dankehidupan didalamnya juga ditinjaudari segi kemampuannya menyerapkarbon dioksida dari atmosfer bumidalam jumlah yang relatif besar.

PustakaSuryadiputra, I N. N., Wibisono,

I.T.C., Ita Sualia and F.Hasudungan. 2009. PengelolaanLahan Basah Pesisir danPengurangan Resiko Bencana diIndonesia. WIIP, Bogor. xii + 186.

Untuk informasi tulisan yang lebihlengkap, silahkan hubungi

Wetlands International - IP

Page 18: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

1818181818 WWWWWartartartartarta Konserva Konserva Konserva Konserva Konservasi Lasi Lasi Lasi Lasi Lahan Basahahan Basahahan Basahahan Basahahan Basah

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Flora & Fauna Lahan Basah

Pemanfaatan PENYU secara Lestaridi Kawasan Pesisir Pantai Utara Manokwari

Oleh:Petrus Izak Bumbut*

LATAR BELAKANG

P erairan Indonesia memilikienam spesies penyu daritujuh spesies penyu yang

masih tersisa di bumi (Troeng,1997). Keenam jenis penyutersebut adalah penyu belimbing(Dermochelys coriacea), penyuhijau (Chelonia mydas), penyusisik (Eretmochelys imbricata),penyu lekang (Lepidochelysolivacea), penyu pipih (Natatordepressus), dan penyu tempayan(Caretta caretta). Empat jenisdiantaranya yaitu penyu belimbing,penyu hijau, penyu sisik, danpenyu lekang, ditemukanmempunyai tempat peneluranmenyebar di beberapa pesisirpantai di Indonesia, sedangkandua jenis lainnya yaitu penyu pipihdan penyu tempayan telah teramatiberada di perairan Indonesianamun sejauh ini belum ditemukanbertelur di pantai-pantai Indonesia.

Kawasan pesisir pantai utaraManokwari meliputi Pantai Anggori,Pantai Pami, Pantai Mandopi,Pantai Sijai, Pantai Bremi, danPantai Nuni merupakan tempatyang ideal sebagai daerahpeneluran penyu. Terdapat empatjenis penyu yang ditemukanbertelur di kawasan ini yaitubelimbing (saroako*), penyu hijau(fakfur*), penyu sisik (miss*), danpenyu lekang (mamprap*) (Bawole,R. R. Tapilatu dan R. Sala, 1994).

*) = bahasa lokal

Keberadaan populasi penyu dialam telah mengalami penurunanyang mengarah pada kepunahanjenis. Salah satu upaya yangdiambil oleh pemerintah denganmengeluarkan peraturanpemerintah melindungi keberadaanpenyu laut, namun upaya ini masihbelum dapat menurunkan danmencegah terjadinya perburuanpenyu dan telurnya. Keterancamansatwa penyu di alam menjadiperhatian serius duniainternasional sehingga satwa inimasuk dalam Convention onInternational Trade in EndangeredSpecies (CITES) Apendix 1.

Penurunan populasi penyu jugaterjadi di wilayah pesisir pantaiutara Manokwari akibatpemanfaatan yang berlebihanuntuk tujuan konsumsi sebagaisumber protein dan penjualansebagai sumber pendapatankeluarga. Berdasarkan hasilpenelitian Bless pada tahun 2003,penyu yang mendarat di pantaiBremi (salah satu daerah di pantai

utara Manokwari) dan ditemukanoleh masyarakat setempat tidakpernah dibiarkan hidup untukkembali ke laut lagi.

FENOMENA PEMANFAATANPENYU HINGGA SEKARANG

Pemanfaatan penyu olehmasyarakat di pesisir pantai UtaraManokwari telah dilakukan padaawal tahun 1990-an dalam jumlahyang terbatas. Namun sejalandengan perkembangan waktu,pemanfaatan terhadap satwa inicukup memprihatinkan sehinggapopulasi di alam semakin berkurang.Hasil penelitian Pupella pada tahun2009, tingkat pengambilan telurpenyu oleh masyarakat setempatsangat tinggi (80%). Kondisi ini jugaterlihat pada pengambilan indukpenyu untuk konsumsi yang sangattinggi (60 %). Bila induk penyu tidakditemukan dan meninggalkan jejakmaka telur penyu menjadi sasaranperburuan oleh masyarakatsetempat.

Penyu Lekang(Lepidochelys olivacea)

Penyu Belimbing(Dermochelys coriacea)

Page 19: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009 1919191919

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Flora & Fauna Lahan Basah

Pemanfaatan yang berlebihanterhadap penyu menyebabkanpopulasi penyu mengalami degradasidi alam. Pupella (2009) melaporkanbahwa sekitar 60 % masyarakatsetempat menyatakan bahwapendaratan penyu untuk bertelurmengalami penurunan dari waktu kewaktu. Hal ini terungkap daripendapat masyarakat bahwa padatahun-tahun sebelumnya, penyuyang mendarat untuk bertelur dapatmencapai 5 – 10 ekor per malam,sedangkan tahun terakhir ini penyuyang naik untuk bertelur berkisarantara 1 – 5 ekor per musim.

PEMANFAATAN PENYU SECARABERKELANJUTAN

Menyikapi fenomenaterdegradasinya populasi penyu dikawasan pesisir Utara Manokwari,mahasiswa Program StudiKonservasi Sumberdaya Hutan (PS.KSDH) Fahutan Unipa pada tahun2007 telah berinisiatif melakukanpengamatan penyu saat musimpeneluran di kawasan ini. Didapatikasus terjadinya pembantaianterhadap penyu-penyu yangditemukan oleh masyrakat lokal.

Hal ini mendorong beberapa dosendan mahasiswa pada PS. KSDHmelakukan upaya konservasi penyumelalui kegiatan penyuluhanterhadap masyarakat lokal. Upayapanjang dengan penuh kesabaran

pada akhirnya memberikandampak positif, masyarakatsemakin sadar bahwa penyu-penyutersebut dilindungi, sehinggamereka berusaha mewujudkankesadarannya dengan menjagakelestarian penyu dan habitatbertelurnya.

Salah satu upaya konservasi danpemanfaatan penyu yangberkelanjutan adalah ekowisataberbasis penyu. Fandeli danMukhlison (2000) mengemukakanbahwa ekowisata merupakanbentuk wisata yang dikelola denganpendekatan konservasi.Pemanfaatan penyu sebagai obyekdan daya tarik wisata (ODTW)dapat menjadikan kawasan pesisirpantai Utara sebagai destinasi bagiwisatawan. Pupella (2009)mengemukakan bahwa 100 %masyarakat di daerah pesisir utaraManokwari sepakat untukpengelolaan habitat pendaratan danpeneluran penyu sebagai obyekdan daya tarik wisata (ODTW).

Menyikapi fenomena keterancamanpenyu dan habitat peneluran penyudi kawasan perairan pesisir utaraManokwari, ekowisata berbasispenyu merupakan salah satubentuk pariwisata alternatif yangmempunyai misi pelestarianlingkungan dan pemberdayaanekonomi masyarakat lokal. Parapelaku dan pakar di bidangekowisata sepakat bahwa pola

ekowisata sebaiknya meminimalkandampak yang negatif terhadaplingkungan dan budaya setempatdan mampu meningkatkanpendapatan ekonomi bagimasyarakat setempat serta nilai-nilai konservasi.

Daftar Pustaka

Bawole R., Richardo Tapilatu, danRidwan Sala. 1994. BioekologiBeberapa Jenis Penyu di Pantai UtaraManokwari. Faperta Uncen Manokwari(tidak diterbitkan).

Bless Yanne. 2003. Populasi Penyuyang Mendarat dan PemanfaatannyaOleh Masyarakat Kampung BremiDistrik Manokwari KabupatenManokwari. (Skripsi). FakultasKehutanan Unipa Manokwari.

Fandeli Chafid dan Mukhlison. 2000.Pengusahaan Ekowisata. FakultasKehutanan UGM Yogyakarta.

Pupella Dedi. 2009. Sikap dan PersepsiMasyarakat Kampung Sairo TerhadapPopulasi Penyu Laut di Kampung SairoDistrik Manokwari Utara KabupatenManokwari Dalam RangkaPengembangan Ekowisata. (Skripsi).Fakultas Kehutanan Unipa Manokwari.

Troeng, S. 1997. Pemanfaatan Penyu diIndonesia. Proseding WorkshopPenelitian dan Pengelolaan Penyu diIndonesia. Wetlands International/PHPA/Environment Australia. Bogor.

Program Studi Konservasi SumberdayaHutan, Fakultas Kehutanan

Universitas Negeri Papua ManokwariEmail : [email protected]

Gambar 2. Pengambilan Telur Penyu Oleh Masyarakat Lokal

Page 20: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

2020202020 WWWWWartartartartarta Konserva Konserva Konserva Konserva Konservasi Lasi Lasi Lasi Lasi Lahan Basahahan Basahahan Basahahan Basahahan Basah

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Flora & Fauna Lahan Basah

KAYU PERAHU DANMASYARAKAT PESISIR

E tnik-etnik di WilayahPesisir Papua biladikelompokan menurut ciri

utama lingkungan alamnya, makaada masyarakat yang menempatipesisir sungai, masyarakat pesisirpantai dan masyarakat yang hidupdi pesisir danau. Semua bentukkegiatan sosial, budaya danekonomi yang dilakukan, sangatidentik dengan aktivitas berperahudan sampai saat ini belumsepenuhnya dapat diganti denganjenis alat transportasi lain. Kayuperahu memiliki arti penting bagimereka, karena beberapa corakbudaya yang dianut sangat erathubungannya dengan alattransportasi perahu.

Jenis-jenis kayu yang dipakaikurang lebih sama untuk beberapaetnik, baik sebagai badan perahumaupun bagian-bagian lainnya,

tetapi kadang juga berbeda menurutfungsi perahu. Pengaruh potensihutan dan pengetahuan lokal yangsudah berkembang dalam kurunyang sangat lama, menentukanperbedaan jenis yang dipilih. Belumbanyak infromasi tentang jenis kayuperahu yang dimanfaatkan, namundari data yang telah dikumpulkan,diperkirakan jumlah jenis kayu yangdigunakan hingga saat ini lebih dari100 jenis, dari 29 famili. 80 jeniskayu digunakan untuk membuatbadan perahu, 9 jenis untukmembuat dinding perahu, 10 jenissebagai bahan pembuatan najun, 6jenis untuk semang, 10 jenis bahanpasak dan 9 jenis dibuat dayung.Jumlah ini akan bertambah bilaeksplorasi jenis kayu perahu terusdilakukan.

Penilaian yang berbeda-bedaterhadap kayu perahumenyebabkan perbedaan jenis-jeniskayu yang dimanfaatkan oleh setiapetnis. Kriteria layaknya suatu jenis

pohon umumnya adalah kuat,ringan, cepat kering, kesesuaiantinggi bebas cabang dan ukurandiameter menurut tujuanpenggunaan, kelurusan kayu, tidakbanyak menyerap air, tahanterhadap organisme perusak kayu,syarat umur pohon danketersediaannya di areal hutansekitar tempat tinggal. Sedangkanyang berbeda adalah ritual-ritualbudaya pada saat sebelum dansesudah pengambilan kayu sertapembuatan perahu dan pantangan-pantangan yang masih dipercayai.Misalnya orang Napan di kampungMasipawa, menilai jenisCalophyllum inophyllum, Gmelinamollucana dan Praenea papuasangat baik dibanding jenis-jenislain yang juga dimanfaatkansebagai badan perahu. OrangAmbai di kampung Ambai I, lebihdominan menggunakan jenisPlanchoneia papuana, Spondiasdulcis dan Litsea ampla. OrangSentani di kampung Moroway

KAYU PERAHU:Harta Masyarakat Pesisir Papua yang Kian Terancam

Oleh:Elieser V. Sirami*

Salah satu bentuk perahu orang Inanwatan dari Kampung Mugim

Page 21: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009 2121212121

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Flora & Fauna Lahan Basah

menilai tiga jenis yang paling baikadalah Parkia sp., Paraserianthesfalcataria, Alsthonia scholaris danOctomeles sumatrana (Raymu,2007; Liwang, 2004; Rusdi, 2004).Beberapa etnis lagi mempunyaipenilaian yang berbeda-bedaterhadap jenis yang digunakansebagai bahan baku perahu.Perbedaan ini tidak saja terjadipada penggunaan sebagai badanperahu, tetapi juga bagian lain dariperahu walaupun perbedaannyatidak sebesar yang digunakansebagai badan perahu. Namunhingga saat ini ada kecenderunganbergesernya jenis yang telahdigunakan ke jenis penggantitergantung potensi yang ada disekitar pemukiman.

Faktor-faktor penyebab perbedaanjenis adalah tradisi dan potensikayu perahu dalam lingkunganhutan, serta pola transferpengetahuan lokal yang masihberjalan baik hingga saat ini.Faktor lainnya adalah mitos dalammasyarakat dan keyakinan akanmitos yang berhubungan denganjenis-jenis kayu perahu yangdimanfaatkan.

KAYU PERAHU, HUTAN DANPENGETAHUAN LOKAL

Kehadiran jenis kayu perahumelalui proses suksesi, sangatditentukan oleh kondisi biofisiklingkungan alam. Jenis-jenis kayuperahu tidak dapat tumbuh jikapotensi genetis danpenyebarannya tidak ditunjangoleh syarat-syarat biofisiklingkungan. Sebab itu setiap jeniskayu perahu yang dipakai setiapetnik dapat dianggap cenderungsama hingga berbeda, karenakarakter lingkungan alam di tempatbermukim setiap etnis sangatberperan dalam kehadiran jenis-jenis kayu yang dimanfaatkan.Sebaliknya setiap jenis akan eksis

menginvasi di habitatnya jika secaragenetis memiliki kemampuanadaptasi yang baik.

Pengetahuan lokal masyarakatpesisir ada karena lingkungansekitarnya cocok untuk ditumbuhimaterial pembelajaran yaitu jenis-jenis kayu perahu, bila tidak adajenis kayu perahu tertentu, makatransfer pengetahuan dari generasike generasi baik langsung maupuntidak langsung tidak akan terjadi.Ratusan tahun beradaptasi denganlingkungan alam menyebabkan saatini suatu jenis kayu dikenal sebagaibahan baku pembuatan perahu olehetnik tertentu. Contohnya orangKomoro di pantai Selatan Papuamenggunakan jenis Araucariacunnighamii (Muller, 2005), sebagaibahan baku pembuatan perahusedangkan jenis tersebut tidakdigunakan pesisir Pantai Utara.Jawaban yang paling sederhanaadalah di pesisir Pantai Utara jenisA. cuninghami tidak tumbuh disekitar hutan pantai, hutan rawasampai hutan pegunungan dataranrendah, karena lingkungan fisiknyadan kemampuan adaptasinya tidakmenunjang. Orang Yachai di PantaiSelatan mempunyai jenis kayuperahu yang didominasi oleh genusCallophyllum (Lanoeroe, 2005)berbeda dengan beberapa etnis diPantai Utara yang jenis kayunyalebih bervariasi, mungkin karenaCallophyllum jumlah jenisnya lebihbanyak di wilayah pantai Selatan,alhasil tidak ada pengetahuan yangdiketahui tentang jenis-jenis kayuyang dimaksud.

NILAI BUDAYA KAYU PERAHUDALAM USAHA KONSERVASI

Jenis kayu perahu tidak sajamemiliki kekhususan bukan semata-mata karena kelebihannya dalamkonstruksi dan fungsinya sebagaibahan baku perahu, tetapi juga nilaibudaya yang melekat padanya.

Beberapa etnis selalu menganggapkayu merah (Toona surenii) lebihutama dibanding kayu lain, tetapiapakah hanya kayu merah sajayang memiliki kelebihan biladibandingkan dengan kayu lainyang sekelas dengan kayutersebut. Orang Napanmenganggap tabu jika wanitatertua dari marga Manuaronberada di atas perahu yang dibuatdari kayu Marora (Anisophteracostata), karena perahu akanpecah, dan alat pembayaranmaskawin dapat berupa perahubila dibuat dari jenis kayu Merah(Toona surenii).

Seandainya ada jenis kayu yangdiperkenalkan sebagai penggantijenis kayu yang telah lama dipakaimembuat perahu, akanmemerlukan waktu yang cukuplama untuk diterima kecuali bilapopulasi kayu di lingkungan hutansekitar pemukiman semakinsedikit. Namun jenis kayu baru,atau bahan baku yang baru selainkayu tidak mudah menggeser jenislokal karena nilai keberadaannyadalam kehidupan masyarakatpesisir. Masyarakat selalumenganggap jenis kayu tertentusebagai bagian dari budaya yangmenggambarkan jati diri mereka.Inilah letak dorongan dan potensimentalitas yang menghasilkantindakan konservasi secaratradisional. Filosofinya, jika tidakmenanam jenis kayu yang telahdigunakan secara turun temurun,sama halnya dengan memutuskanpengetahuan lokal ke generasiberikutnya dan tidak melestarikanwarisan nilai budaya. Dengandemikian salah satu faktor pentingyang menjamin keberhasilankegiatan konservasi adalah nilaikeberadaan jenis-jenis kayuperahu dalam budaya masyarakat.Informasi ini sangat penting guna

.....bersambung ke hal 23

Page 22: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

2222222222 WWWWWartartartartarta Konserva Konserva Konserva Konserva Konservasi Lasi Lasi Lasi Lasi Lahan Basahahan Basahahan Basahahan Basahahan Basah

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Flora & Fauna Lahan Basah

Selama perioda tidakberbiak, burung pantaiberkumpul dalam jumlah

besar di suatu lokasi tertentu. Hal inimenimbulkan kompetisi diantaramereka dalam memperoleh makanan,wilayah mencari makan dan wilayahbertengger yang aman. Sebagianbesar tempat mencari makan berupawilayah pasang surut, sehinggaburung-burung pantai hanya bisamencari makan pada saat air surut.Kondisi tersebut menimbulkantantangan lain bagi burung pantaiuntuk menerapkan mekanismestrategi makan yang efisien.

Beberapa hal lain yang dapatmenjadi faktor pembatas bagimereka, diantaranya keberadaanmakanan mereka yang sangatdipengaruhi oleh faktor alam,misalnya ketinggian pasang surutdan suhu yang mempengaruhipenyebaran vertikal dari pakanmereka. Dengan demikian, setiapjenis burung pantai harus memilikiperilaku makan yang efisien,sehingga dapat mencari danmemperoleh makanan dalam jumlahcukup dalam waktu yang terbatas.

Kompetisi dalam mencari makantersebut kemudian diatasidiantaranya dengan adanyaspesialisasi pada masing-masingburung, dalam bentuk penampakankarakter morfologi, sehingga mereka

dapat mencari makan pada stratatanah dan jenis makanan yangberbeda pada lokasi yang sama.

Pada beberapa jenis burungpantai, terdapat perbedaanpanjang paruh antara jantan danbetina (betina mempunyai paruhyang lebih panjang). Perbedaantersebut kemudian berpengaruhterhadap kompetisi antar jeniskelamin terhadap sumber dayamakanan yang dapat dieksploitasi.Sebagai contoh, Kedidi golgolCalidris ferruginea betina dapatmengeksploatasi baik organismayang menggali dangkal maupundalam, sementara jantan hanyadapat mengambil organisma padalubang yang dangkal. Kondisi inimenyebabkan penyebaran yangberbeda diantara mereka selamamusim tidak berbiak, baik di dalamsuatu lokasi maupun dalam jalurterbang. Ini berarti pula bahwaindividu jantan kemungkinan“dipaksa” untuk makan di sebelahpinggir dari individu betina, atauterbang lebih jauh untukmemperoleh wilayah makan yang“kosong” selama musim migrasi.Meskipun demikian, dalambeberapa kondisi lainnya,perbedaan panjang paruh antarajantan dan betina tidaklahmenciptakan kompetisi langsungdiantara mereka, karena mereka

memakan mangsa yang berbeda,misalnya studi di Eropa menunjukanbahwa Gajahan Numenius arquatabetina memakan cacing Arenicola sp.,sementara jantan memakan kepiting.

Adaptasi morfologi lainnya untukmengeksploatasi sumber makananberbeda, terlihat pada ukuran matadan panjang kaki. Burung pencarimakan di permukaan yang memburumangsanya secara visual, memilikimata yang besar, dan juga biasanyamerupakan pelari cepat. Merekamencari makan dalam kelompokkanyang rendah sehingga mangsapotensial mereka tidak akanterganggu. Sementara itu, jenis-jenisburung yang mencari makan dibawahpermukaan akan memburu mangsamereka dengan menggunakan ujungparuhnya yang sensitif, oleh karenaitu ukuran mata mereka lebih kecil.Mereka biasanya mencari mangsadalam kelompokkan yang cukupbesar. Beberapa jenis burung memilikiukuran kaki yang lebih panjang, yangmemungkinkan mereka berjalan diperairan dangkal atau lumpur halus.Sementara itu, jenis-jenis yangmemiliki ukuran kaki lebih pendekhanya dapat mencari makan padasubsrat lumpur yang lebih keras.

Pengamatan LapanganPerilaku MakanBurung-Burung Pantai*

Oleh:John Howes, David Bakewell, dan Yus R. Noor

* Sumber:Panduan Studi Burung Pantai. WIIP.

Page 23: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009Edisi Oktober, 2009 2323232323

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Flora & Fauna Lahan Basah

mendorong partisipasi masyarakatdalam konservasi keanekaramanhayati secara umum, dankhususnya jenis-jenis tumbuhanberguna seperti kayu perahu.

ANCAMAN DAN HARAPAN BAGIKAYU PERAHU

Pembukaan hutan danpemanfaatan yang dilakukan terus-menerus oleh masyarakat sendiritanpa menanam kembali adalahdua penyebab utama hilang atauberkurangnya potensi kayu perahudiberbagai daerah, khususnya ditempat-tempat pengambilan kayusekitar kampung-kampungmasyarakat. Penanaman kembalioleh masyarakat adalah usahayang harus didorong untukdilakukan secepatnya. Pihakpemerintah harus segeramerespon kondisi ini melaluiperubahan pola penggunaan jenis-jenis introduksi dengan jenis-jenislokal yang memiliki nilai budayabagi masyarakat dalam kegiatanGN-RHL dan Reboisasi.

Efektivitas penggunaan jenis lokaladalah meningkatkan partisipasimasyarakat dalam kegiatanrehabilitasi hutan. Budayamasyarakat lokal harussepenuhnya mendapat tempatyang semestinya dalampengelolaan hutan berkelanjutankarena hutan adalah satu kesatuanlingkungan budaya menjaditumpuan hidup (stuff of life) bagimereka, adanya partisipasi karenaterdapat nilai-nilai tradisionalmasyarakat lokal tertentu yangmampu mendorong jalannyaproses pembangunan, (Nugrahadan Murtidjo, 2005;Koentjraningrat,1981).

Tabel 1. Status Populasi Jenis Kayu Perahu pada Beberapa KampungPesisir di Papua

No. Nama Jenis Famili Status Etnis Kampung

1. Toona surenii Jarang ditemukan Waropen Koweda

Jarang ditemukan Sentani Yoboi

Jarang ditemukan Biak Warsa

2. Mader* Tidak ditemukan Napan Masipawa

3. Gangia* Tidak ditemukan Napan Masipawa

4. Litsea ampla Jarang ditemukan Napan Masipawa

5. Theismaniodendron sp Jarang ditemukan Sentani Ayapo

6. Disoxyllum acutangulum Jarang ditemukan Sentani Ayapo

7. Pterocarpus indicus Jarang ditemukan Sentani Ayapo

8. Parkia sp. Jarang ditemukan Sentani Maroway

9. Callophyllum sp. Jarang ditemukan Wamesa Yansei

10. Litsea tuberculata Jarang ditemukan Biak Warsa

11. Intsia spp Jarang ditemukan Raja Ampat Yensner

Sumber: Hasil Olah Data SekunderKeterangan: * Nama botani tidak jelas

..... Sambungan dari halaman 21

Kayu Perahu: Harta Masyarakat Pesisir Papua ........

PUSTAKA

Agung Nugraho & Murtidjo. 2005.Antropologi Kehutanan. Wana Aksara.Tangerang.

Koentjaraningrat. 1981. Kebudayaan,Mentalitas dan Pembangunan. PT.Gramedia. Jakarta.

Liwang, M. D. J, 2004. Status PopulasiKayu Perahu dan Pemanfaatannya diSekitas Kawasan Hutan Kampung AmbaiI Distrik Angkaisera Kabupaten Yapen.Skripsi Sarjana Kehutanan FakultasKehutanan Unipa Manokwari. (tidakditerbitkan)

Lanoeroe, S. 2005. Pemanfaatan JenisTumbuhan Berkayu Sebagai BahanPerahu Tradisional oleh Masyarakat SukuYachai di Kampung Muuin. SkripsiSarjana Kehutanan Fakultas KehutananUnipa Manokwari. (tidak diterbitkan)

Muller Kal, 2005. Keragaman HayatiTanah Papua. Universitas Negeri Papuadan Dinas Pendidikan dan PengajaranProvinsi Papua. Manokwari.

Rusdi, 2004. Pemanfaatan Jenis KayuSebagai Bahan Perahu Tradisional olehMasyarakat Suku Sentani di KampungMaroway Distrik Demta KabupatenJayapura. Skripsi Sarjana KehutananFakultas Kehutanan Unipa Manokwari.(tidak diterbitkan).

Raymu, A. D. E. 2007. PemanfaatanJenis Tumbuhan Berkayu Sebagai BahanPerahu Tradisional oleh MasyarakatKampung Masipawa Distrik NapanKabupaten Nabire. Skripsi SarjanaKehutanan Fakultas Kehutanan UnipaManokwari. (tidak diterbitkan).

*Staf Pengajar Jurusan ManajemenHutan Fakultas KehutananUniversitas Negeri Papua

E-mail: [email protected]

Page 24: Edisi Oktober, 2009 1 zzz - wetlands.or.idwetlands.or.id/wklb/Vol17Okt2009.pdf · menyumbangkan bahan-bahan berupa artikel, hasil pengamatan, kliping, ... bencana alam yang terjadi

2424242424 WWWWWartartartartarta Konserva Konserva Konserva Konserva Konservasi Lasi Lasi Lasi Lasi Lahan Basahahan Basahahan Basahahan Basahahan Basah

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○ ○

Dokumentasi Perpustakaan

Anonim. 2008. Lubang ResapanBiopori: Teknologi Tepat GunaMengatasi Banjir, Sampah danKetersedian Air tanah, KementrianNegara Lingkungan Hidup.

Anonim. 2009. Laporan kegiatan“Bersama Melestarikan LautkuSebagai Tempat Tinggalku”Pendidikan Konservasi, ObservasiEkosistim Pesisir, T.N. lautKepulauan Seribu, UKF IPB.

Anonim. 2009. Rainwater Harvest-ing: a Lifeline for Human Well-being. A Report Prepared forUNEP by Stockholm EnvironmentInstitute, UNEP, x + 69.

Anonim. s.a. Ecosystem Manage-ment Programme: A New Approachto Sustainability, UNEP, 21.

Anonim. s.a. Ecosystem manage-ment: Some Key Initiatives byUNEP, UNEP, 20.

Carstanjen, H. s.a. UNFCCC: TheConvention on Climate Change,Climate Change Secretariat/UNEP/IUC, 30.

Deputi Bidang PeningkatanKonservasi dan PengendalianKerusakan Lingkungan. 2009.Pedoman Pengelolaan KawasanEstuari di Indonesia, KementrianNegara Lingkungan Hidup, iv + 26.

Kementrian Negara LingkunganHidup. 2008. PraktekMenghentikan PembuanganSampah ke Sungai, KementrianNegara Lingkungan Hidup RI, 17.

Kementrian Negara LingkunganHidup. 2009. Peraturan MenteriNegara Lingkungan Hidup Nomor12 Tahun 2009 TentangPemanfatan Air Hujan, KementrianNegara Lingkungan Hidup, 26.

Masnellyarti. 2008. PedomanPengelolaan Ekosistim Danau,Kementrian Negara LingkunganHidup, viii + 119.

Sutaryo, D. 2009.PenghitunganBiomassa: sebuahpengantar untukstudi karbon danperdagangankarbon.WetlandsInternational –Indonesia Programme.Bogor.

Kayu Marero (Lumnitzera littoralis) adalah lambang kasih sayangbagi masyarakat etnik Tamakuri, Papua ...

Tahukah Kita

Wilayah hutan kampung Tamakuri yang menempati pesisir utara Provinsi Papua, didominasi vegetasi mangrove, rawadan hutan pegunungan dataran rendah. Salah satu jenis mangrove yang bernilai guna tinggi sebagai bahanbangunan adalah kayu Marero (Lumnitzera littoralis) atau masyarakat lokal menyebutnya kayu manderi. Keunggulankayu marero adalah tidak dapat dirusak oleh organisme perusak seperti cacing kayu. Walaupun terendam air dalamwaktu ratusan tahun kayu ini akan tetap kuat dan masih dapat digunakan hingga tujuh generasi, asalkan terlindungdari cahaya matahari langsung dan hujan. Untuk tiang rumah ukuran diameter kayu yang dipilih 10-25 cm, untukkusen berdiameter 10-15 cm, sedangkan untuk penyangga atap biasanya berdiameter antara 5-7 cm.

Bila seorang pria meninggal dunia setelah mendirikan rumah dari kayu marero, tiang-tiang penyangga rumah yangditinggalkan akan diambil oleh anak-anak atau dibagikan kepada saudara-saudaranya untuk membangun rumahmereka. Mengambil atau membagikan tiang-tiang rumah kepada anak-anak atau saudara-saudara almarhummerupakan tanda kasih sayang dari mereka kepada orang yang telah mendirikan rumah. Kebiasaan ini hanyadilakukan apabila jenis kayu yang digunakan sebagai tiang rumah adalah kayu Marero (Lumnitzera littoralis). Bilarumah yang ditinggalkan dibangun dengan jenis kayu lain, ritual ini tidak dilakukan. Daya tahannya terhadapkerusakan adalah alasan mengapa kayu ini dijadikan tanda kasih sayang. Selama kayu ini masih tetap berdirimenyangga rumah tinggal mereka, maka selama itu pula kenangan dari sang mendiang tetap hidup di tengah-tengahorang yang dikasihinya. Karena kualitas dan nilai budaya kayu marero, maka sampai saat ini orang Tamakurimenganggap jenis mangrove ini sebagai kayu adat mereka.

Sumber: Artikel Elieser V. Sirami: MARERO (Lumnitzera littoralis) KAYU ADAT ORANG TAMAKURI