Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

16
Karena Sejarah Dimulai Dengannya Islam dan Merdekanya Indonesia Edisi 04/Agustus 2011

description

Buletin Aksara Salman ITB

Transcript of Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

Page 1: Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

Karena Sejarah Dimulai Dengannya

Islam dan Merdekanya

Indonesia

Edisi 04/Agustus 2011

Page 2: Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

Salam Takzim!

Halo semua! Kembali kami di sini dengan pekerjaan yang sama, menyampaikan. Tak terasa telah tiga keping minimagz yang telah kami persembahkan untuk Anda. Belum setahun kami bertahan. Doakan kami agar senantiasa menggulirkan karya, sampai Tuhan memang berkehendak untuk meniadakan! Amin.

Minimagz keempat diluncurkan seiring dengan berjalannya bulan Agustus tahun 2011. Memang direncanakan seperti itu. Bulan Agustus di tahun 2011 telah lama dikenal sebagai tonggak era kemerdekaan Indonesia. Selama kita menuntut ilmu sejarah melalui kurikulum sekolah, selalu kita disuguhi kisah heroik para pejuang Indonesia, sampai akhirnya Soekarno membacakan teks proklamasi pada 17 Agustus 1945.

Namun, Agustus kini mengemban identitas lain. Agustus kini adalah bulan di mana shaum kaum muslim sebulan penuh berlangsung. Menurut penanggalan pemerintah, Ramadhan dimulai pada tanggal 1 Agustus 2011, dan berakhir pada tanggal 30 Agustus 2011. Agustus dan Ramadhan tahun ini memang ditakdirkan untuk bersanding.

Berangkat dari persandingan dua bulan beda penanggalan ini, tema “Islam” dan “Kemerdekaan” kemudian kami coba kolaborasikan. Terciptalah jadinya tema bertitel “Islam dalam Merdekanya Indonesia”.

Selamat menikmati ruh kemerdekaan, selamat menunaikan ibadah puasa.

Semoga selalu dituntun dalam naungan hakiki akan kebenaran-Nya. ***

Katanya Redaksi

2

Page 3: Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

Susunan Aksara

PEMBINA Budhiana Kartawijaya (Ketua Divisi Pengkajian dan Penerbitan Salman ITB), M. Sufyan (Wakil Ketua Divisi Pengkajian dan Penerbitan Salman ITB) PENASEHAT Salim Rusli (Manajer Divisi Pengkajian dan Penerbitan Salman ITB) Irfan Habibie Martanegara (Redaktur Pelaksana salmanitb.com), Okky Indra Putra PEMIMPIN UMUM Sunarko Dardjono PEMIMPIN REDAKSI Tristia Riskawati SEKRETARIS REDAKSI Irma Omalia Rahman Aziz BENDAHARA Aikhalid Nurlatifah REDAKTUR Utomo Priyambodo, Atin Dwi Cahya, Fadhila Nurfajrina, Muhammad Nurul Fahmi, Sarah Najmilah, Ardi Saputra, Ilyas Sidqul Aziz KONTRIBUTOR Ardhani Reswari, Angy Sonia

3

Page 4: Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa hampir semua pemimpin PETA (Pembela Tanah Air) adalah jebolan pesantren. Panglima besar Soedirman misalnya–veteran PETA yang menjadi Bapak TNI– berlatar belakang guru HIS Muhammadiyah di Cilacap. Selain itu, Beliau adalah penggiat kepanduan Hizbul Wathan. Dalam buku Api Sejarah 2, disebutkan pula beberapa ulama pemimpin PETA yang bertitel kiai haji seperti K.H. Tb Achmad Chatib, K.H. Sjam’oen, K.H. Soetalaksana, K.H. Pardjaman, K.H. Iskandar Idris, K.H. Doerjatman, K.H. Idris, K.H.Cholik Hasjim, dan K.H. R. Amin Dja’far.

Latar belakang pemerintahan Jepang mendirian PETA antara lain memang untuk menanggapi tuntutan para ulama. Dalam suratnya kepada Saiko Shikikan Letnal Jenderal Kumashiki Harada, sepuluh orang ulama meminta dibentuknya Barisan Penjaga Pulau Jawa. Mereka ingin barisan ini dinamai Barisan Pembela Islam karena mayoritas penduduk asli Pulau Jawa adalah Islam. Tuntutan ulama tersebut dimuat dalam surat kabar Asia Raja, pada Senin 13 September 2603 tahun Jepang, dengan judul “Kaoem Muslimin Indonesia Toeroet Meminta Berdirinja Barisan Pendjaga Poelau Djawa”.

Selain itu, pemerintah Jepang ketika itu memang sedang butuh tambahan sumber daya perang, untuk menghadapi

NGUBEK

PETA, Tentara Jebolan Pesantren Oleh: Utomo Priyambodo (mahasiswa Teknik Pertambangan ITB angkatan 2010)

4

Page 5: Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

Seiring berjalannya waktu, pergerakan tentara PETA ternyata tidaklah sesuai harapan Jepang. Pergerakan PETA justru lebih banyak menguntungkan rakyat dalam rangka mencapai kemerdekaan Indonesia. Tentara PETA ini jualah yang menjadi cikal bakal terbentuknya TNI (Tentara Nasional Indonesia) pada 5 Oktober 1945.

Malahan, banyak muncul pemberontakan tentara PETA terhadap pemerintahan Jepang di berbagai daerah. Dampak yang ditimbulkan sangatlah besar bagi pihak Jepang, mengingat PETA adalah organisasi ketentaraan pribumi dengan persenjataan modern. Pemberontakan PETA yang dipimpin para ulama tersebut membuat pemerintah Jepang kebakaran jenggot.

Untuk mencegah meluasnya pemberontakan PETA, pemerintah Jepang melunak. Akhirnya, mereka membentuk Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai – BPOPK (Badan Penjelidik Oesaha Persiapan Kemerdekaan) dan kemudian Dokuritsu Zyunbi Inkai – PPK (Panitia Persiapan Kemerdekaan). Kedua badan itulah yang kemudian berperan besar dalam merancang kemerdekaan Indonesia. *** [sumber: Api Sejarah Jilid 1 dan 2]

serangan balik Sekutu. Akhirnya, Jepang mendirikan basis tentara pribumi sebagai taktik perangnya sekaligus pemenuhan tuntutan para ulama tadi. Basis tentara pribumi ini terdiri dari beberapa batalyon yang tersebar ke berbagai daerah Pulau Jawa, bahkan hingga ke Bali dan Madura.

Hanya saja, tuntutan tersebut direalisasikan Letjen Kumashiki Harada dengan membelokkan nama Barisan Pembela Islam menjadi Tentara PETA (Pembela Tanah Air). Namun, Jepang tetap memberikan posisi daidhanco/komandan batalyon dan shodancho/kepala staf tentara PETA kepada para ulama. Hal ini disebabkan para ulama terbukti mampu memobilisasi santri dan rakyat yang mayoritas beragama Islam. Diharapkan, dengan bantuan tentara pribumi yang dipimpin para ulama, Jepang dapat memenangkan Perang Asia Timur Raya – Dai Toa No Sensho.

5

Page 6: Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

Tentu semua orang kenal dengan gambar di samping ini. Ya, beliau adalah Jenderal Besar TNI (Anumerta) Soedirman, atau yang biasa kita sebut Jenderal Soedirman. Beliau lahir di Bodas Karangjati, Purbalingga, Jawa Tengah, 24

Januari 1916. Soedirman menjadi panglima pertama TNI pada masa Perang Kemerdekaan. Beliau juga seorang tokoh agama, pendidik, tokoh Muhammadiyah sekaligus pelopor perang gerilya di Indonesia.

Soedirman lahir dan dibesarkan dalam lingkungan sederhana. Ayahnya, Karsid Kartowirodji bekerja di Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas. Sementara ibunya Siyem, keturunan Wedana Rembang. Soedirman sejak umur 8 bulan diangkat sebagai anak oleh R. Tjokrosoenaryo, seorang asisten Wedana Rembang yang masih bersaudara dengan Siyem.

Soedirman mula-mula bersekolah di Taman Siswa, lalu melanjutkan pendidikannya ke HIK (Holandsche Indische Kweekschool—sekolah guru) Muhammadiyah Surakarta, namun tidak sampai tamat. Saat masih muda, Beliau aktif di organisasi Pramuka Hizbul Wathan. Setelah lulus dari HIK beliau menjadi guru di HIS (Hollandsch Inlandsch School—Sekolah Dasar)

NGUBEK

Soedirman, Guru dan Panglima Pejuang

Oleh: Atin Dwi Cahya (mahasiswi Psikologi Universitas Maranatha angkatan 2010)

6

Page 7: Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

Muhammadiyah di Cilacap. Pada zaman pendudukan Jepang, Soedirman masuk tentara

Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor di bawah pelatihan tentara Jepang. Setelah menyelesaikan pendidikan militernya, beliau menjadi Komandan Batalyon di Kroya, Jawa Tengah. Karir militernya terus menanjak. Setelah TKR (Tentara Keamanan Rakyat) terbentuk, Soedirman menjadi Panglima Divisi V Banyumas. Beliau akhirnya diangkat menjadi Panglima TKR oleh Presiden Soekarno. TKR inilah cikal bakal TNI (Tentara Nasional Indonesia) di kemudian hari.

Soedirman dikenal sebagai pribadi yang berjiwa besar. Beliau selalu mengedepankan kepentingan masyarakat banyak dan bangsa di atas kepentingan pribadinya. Hal ini terlihat ketika Belanda melancarkan Agresi Militer II pada tahun 1947. Walaupun lemah karena didera TBC, beliau tetap bertekad ikut terjun bergerilya meskipun harus ditandu. Beliau tetap memimpin dan menyemangati para prajuritnya untuk melawan Belanda.

Saat Presiden Sukarno, Wapres Moh. Hatta dan beberapa anggota kabinet ditangkap tentara Belanda di Yogyakarta, Soedirman tidak tinggal diam. Dengan ditandu, Soedirman berangkat bersama pasukannya untuk bergerilya. Selama kurang lebih tujuh bulan beliau berpindah-pindah dari satu hutan ke hutan yang lain, dari satu gunung ke gunung yang lain. Akhirnya, setelah Yogyakarta berhasil direbut kembali oleh TNI, Soedirman kembali pulang. Beliau meninggal di Magelang, Jawa Tengah, 29 Januari 1950 pada umur 34 tahun karena penyakitnya.

Hebat bukan jenderal kita yang satu ini? Beliau berjuang sampai titik darah penghabisan untuk membela tanah airnya. Sanggupkah kita kini meniru pengorbanan Beliau? *** [dari berbagai sumber]

7

Page 8: Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

NGUBEK

Pergerakan Umat Islam dalam Sejarah Modern IndonesiaOleh: Irfan Habibie Martanegara (Redaktur Pelaksana www.salmanitb.com)

Pergerakan Sosial-Ekonomi, Dakwah dan Pendidikan

Jauh sebelum tahun 1900, sudah berjalan lama pengajian Surau Jembatan Besi Padang Panjang di bawah asuhan Syaikh ‘Abdullah. Dari bibit ini kemudian tumbuhlah Sumatra Thawalib di Padang Panjang yang kemudian menjadi pusat pertumbuhan ulama dan Zuama Islam yang kemudian bertebaran di seluruh Indonesia.

16 Oktober 1905, Haji Samanhudi mendirikan Sarekat Dagang Islam (SDI). Budi Utomo, yang tanggal kelahirannya dianggap sebagai Hari Kebangkitan Nasional, sebenarnya didirikan tiga tahun setelahnya, yaitu 20 Mei 1908. Pada tahun 1905 resmi berdiri pula al-Jam’iatu aI-Khairiyah.

SDI diubah namanya menjadi Sarekat Islam (SI).

Kiai Haji Ahmad Dahlan, salah seorang alumnus al-Jam’iyatu al-Khairiyah, mendirikan Muhammadiyah pada 12 November 1912. Dasar gerakannya ialah Alquran dan As-Sunnah, anti taqlid, menentang bid’ah, mendirikan perguruan dan departemen khusus wanita Muhammadiyah (yaitu Aisyiah).

Syaikh Ahmad Sukarti al-Anshari, seorang ulama

1900

1905

1911

1912

1913

8

Page 9: Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

1916

1923

1926

1930

Jam’iyatu aI-Khairiyah, mendirikan gerakan al-Irsyad, yang dapat menampung gagasan yang sangat radikal.

Pada tahun 1916 berdirilah Matla’ul Anwar (MA) di Menes Banten

K.H. Zamzam mendirikan Persatuan Islam (Persis) tanggal 12 September 1923 di Bandung. Tujuannya ialah berlakunya hukum-hukum dan ajaran Islam yang berdasarkan Alquran dan as-sunnah. Aktivitasnya terutama membasmi bid’ah, khufarat, takhayul, taqlid dan syirik di kalangan umat; memperluas tabligh dan da’wah Islam. Para pemimpinnya antara lain: A.Hassan, K.H. Ma’shum, K.H. Moenawar Chalil, T.M Hasbi ash-Shiddieqy, K.H. Imam Ghazali, M. Natsir, K.H.M. Isa Anshary, Fachruddin Alkahiri, K.H.E. Abdurrahman, A. Qadir Hasan, Qomaruddin Shaleh, Rusjad Nurdin dan lain-lainnya.

Pada 1 Januari 1926, Nahdatul Ulama didirikan di Surabaya oleh Syaikh Hasyim Asy’ari, sebagai reaksi terhadap gerakan pembaharuan yang dibawa terutama oleh Muhammadiyah. Usahanya antara lain mengembangkan dan mengikuti salah satu dari keempat madzhab fiqih. Tahun 1945 bergabung ke Masyumi, namun pada 1952 menjadi partai politik sendiri, dan ikut berkompetisi bersama Masyumi pada Pemilu 1955.

Pada 30 Nopember 1930 lahir di Medan al-Jami’iyyatull Washliyah, berasas Islam, dalam hukum fiqih bermahzdhab Syafi’i dan i’tikad mengikuti pendirian ahlussunnah wa al-Jama’ah. Para pemimpinnya antara lain: Abdurrahman Sjihab,

9

Page 10: Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

10

Arsjad Thalib Lubis, Udin Sjamsuddin, Adnan Lubis dan Bahrum Djamil.

Pergerakan Politik

1905

1930

1932

1934

1937

Lahirnya Sarekat Dagang Islam. Pada 1911 berganti nama menjadi Syarikat Islam, 1923 menjadi Partai Syarikat Islam, 1927 menjadi Partai Syarikat Islam Hindia Timur.

Syarikat Islam Hindia Timur menjadi Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Para pemimpinnya ialah H. Samanhudi, H.O.S.Tjokroaminoto, S.M. Kartosoewirjo, Dr. Sukiman Wirjosandjojo, Abikusno Tjokrosoejoso, H. Agus Salim, Arudji Karwinata, Sjech Marhaban, dan Ch. Ibrahim.

Permi (Persatuan Muslimin Indonesia) didirikan sesudah Thawalib Sumatera direorganisasikan. Semula bergerak di lapangan sosial, sejak 1932 Permi menjadi organisasi politik radikal, berhaluan non-koperasi dan anti adat istiadat Minangkabau. Tujuannya mencapai kemerdekaan Indonesia. Permi juga beraksi di Tapanuli, Bengkulu dan Palembang. Pada 18 Oktober 1937 organisasi tersebut dibubarkan.

Pada 4 Oktober 1934 didirikan Partai Arab Indonesia di bawah A.R. Baswedan sebagai wadah turunan Arab, untuk berjuang bagi tanah air dan bangsa Indonesia.

Atas inisiatif KH. Mas Mansur dan K.H. Dahlan terbentuklah Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) sebagai wadah federasi kumpulan Islam, pada tahun 1937.

Page 11: Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

1938

1943/1944

1945

1947

1952

1955

1960

Pada tahun 1938 berdirilah Partai Islam Indonesia. Diantara para pemimpin yang terkenal ialah: Dr. Sukiman Wirjosandjojo, Wiwoho, Ki Bagus Hadikusumo, A. Kahar Muzakir, M. Natsir dan K.H. Mas Mansur (sebagai Penasihat).

Sebagai pengganti MIAI maka pada zaman pendudukan Jepang didirikanlah Madjlis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi), sebagai gerakan non-politik.

Tanggal 22 Juni 1945 ditandatanganilah Piagam Jakarta oleh para pemimpin Indonesia: Soekarno, Mohammad, A.A. Maramis, Abikoesno Tjokrosoejoso, Abdul Kahr Muzakir, H.A. Salim, Ahmad Subardjo, Wahid Hasyim dan Muhammad Yamin.

Tanggal 17 Agustus 1945, Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

PSII keluar dari Masjumi.

Dalam kongresnya di Palembang, NU memutuskan keluar dari Masjumi dan menjadi Partai Politik Islam. Para pemimpinnya yang terkenal ialah: Wahab Chasbullah, Bisri Sjansuri, Wahid Hasjim, K.H.M. Dahlan, K.H. Idham Chalid, K.H. Saifuddin Zuhri, K.H. Masjkur, K.H. Sjaichu, H. Zainul Ariifin, dan K.H. Jusuf Hasyim.

Pemilu: Masjumi mendapat 57 kursi, NU 45, Partai Islam lain: 13. Seluruh partai Islam mendapatkan 44% dari seluruh kursi DPR..

Masjumi dibubarkan oleh Presiden Soekarno

11

Page 12: Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

12

[sumber: Tarikh Indonesia Abad Ke-20 dari buku “Meretas Jalan Menjadi Politisi Transformatif” karya M. Rahmat Kurnia terbitan Al-Azhar Press]

1968

1971

1973

1998

pada Agustus 1960 karena dianggap mentoleransi pemberontakan-pemberontakan (DI/TII). Para pemimpinnya antara lain: M. Natsir, Dr Sukiman Wirjosandjojo, Mr Kasman Singodimedjo, Prawoto Mangkususmito, Mr Sjafruddin Prawiranegara, Mr Burhanoeddin Harahap, Dr Abu Hanifah, Mr Mohamad Roem, M. Yunan Nasution, K.H.M. Isa Anshary, E.Z Muttaqien.

Berdiri Partai Muslimin Indonesia (Parmusi) sebagai wadah untuk menampung aspirasi ummat yang belum berpartai. Ketua Umum: Faqih Usman (diusulkan dari dalam) ditolak pemerintah. Pimpinan selanjutnya: H Djarnawi Hadikusumo (ketua Umum) dan Lukman Harun (sekjen). Mr Mohamad Roem yang dipilih Muktamar I di Malang juga tidak diterima pemerintah. Djarnawi–Lukman pun “di-coup” oleh J. Naro dan A. Imran Kadir, dan akhirnya pemerintah mengangkat H.S. Mintaredja sebagai Ketua Umum.

Pemilihan Umum tahun 1971 menghasilkan susunan anggota Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut: Golkar mendapat 227 kursi (ditambah wakil dari Irian Barat 9), NU 58, Parmusi 24, PNI 20, PSII 10. Anggota yang diangkat terdiri dari ABRI 75 dan non ABRI 25. Pemilu ini adalah pemilu pertama Orde Baru, yang kemudian berkuasa selama 32 tahun.

Orde Baru “menyederhanakan” parpol-parpol. Seluruh partai berkonstituen massa Islam dihimpun dalam Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Orde Baru lengser. Soeharto digantikan Habibie yang membuka keran politik. Era Habibie ditandai dengan lahirnya banyak partai baru.

Page 13: Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

AOS

Pria Jujur Tanpa Tedeng Aling-Aling Oleh: Tristia Riskawati (mahasiswi Jurnal-istik UNPAD angkatan 2009)

Judul Buku : BotchanPenulis : Natsume SosekiPenerbit : Gramedia Pustaka UtamaTahun : Februari 2009Tebal : 224 hlm, 20 cm

Jangan kira ketika Anda melihat sampul novel Jepang ini, sebuah kisah manis menggemaskan hati

akan didapat. Memang—ilustrasinya sederhana: hanya berupa jejeran kotak berisikan gambar-gambar tentang Jepang yang terhitung klasik. Khas anak kecil. Kenyataannya, lain. Berlatar Jepang awal abad 20, “Botchan” mengisahkan Botchan, sosok pria yang tak lepas dari penilaian sinisnya setiap saat. Kendati dituturkan dengan jenaka, suramnya Botchan dapat terasa dari bab pertama. Simak kalimat awal bab: “Sejak aku kecil, kecerobohan alamiku selalu memberiku masalah.”

Yang terjadi kemudian ialah Botchan yang memaparkan masa kecilnya yang jauh dari kata “menyenangkan”. Ibu dan ayahnya sendiri saja sampai hati memvonis Botchan sebagai anak tidak berguna. Kakaknya yang licik malah dianakemaskan kedua orang tua Botchan.

Namun di balik kenelangsaan itu, terdapat seorang wanita yang mengagumi kejujuran dan keteguhan dari Botchan. Namanya Kiyo, yang kenyataannya merupakan pembantu Botchan sendiri. Selalu, wanita tersebut menggembikan Botchan

13

Page 14: Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

14

dengan ucapan-ucapan seperti, “Kau selalu berterus terang, sifatmu baik!” Botchan bukannya senang. Malah, ia cenderung tidak suka perhatian berlebihan seperti itu.

Botchan pun beranjak dewasa. Dengan perbekalan finansial serta titel akademis sewajarnya, Botchan memutuskan untuk pergi mengajar murid SMA di Pulau Shioku. Berdasar pada sifat Botchan yang logis namun sembrono, keluhan-keluhan pun ia lontarkan tentang keadaan desa tempat ia tinggal. Mulai dari keprimitifan desa, sang empu kontrakannya, murid-murid, guru-guru, sampai sistem sekolah yang dinilainya “tidak beres”.

Satu hal yang perlu digarisbawahi ialah sifat Botchan yang anti-kemunafikan. Botchan menuntut ke-apa-adaan-nya agar diterapkan di lingkungannya. Ini ditunjukkan ketika Botchan bertemu dengan guru yang ia juluki sebagai si “Kemeja Merah”. Awalnya, Botchan menilai Kemeja Merah sebagai pribadi yang penuh dengan kepura-puraan. Baginya, Kemeja Merah ialah orang yang pandai menyembunyikan keboborokan diri dibalik kelihaiannya beretorika.

Kendati demikian, Botchan sempat bimbang. Konflik batin terjadi ketika Kemeja Merah mempersuasi Botchan sedemikiran rupa agar tidak berbicara blak-blakan. Botchan dianjurkan agar tidak bersikap seterbuka dan sejujur ketika masih menjadi murid. Hal ini ia ungkapkan, katanya, agar Botchan tidak dimanfaatkan.

Kemeja Merah kemudian mengimbaunya agar selalu berhati-hati terhadap setiap orang. Termasuk Hotta, rekan guru humoris Botchan yang dahulu pernah membantunya mencari kontrakan di desa. Namun bukan Botchan namanya jika kejujuran dan kewaspadaannya ia kebirikan begitu saja. Dengan bantuan beberapa rekannya, termasuk Kiyo, ia pun dapat mengungkap praktik “aneh” sekolahnya serta kebobrokan moral rekan-rekan pengajarnya di akhir cerita.

Novel “Botchan” disinyalir Alan Turney (penerjemahnya), memiliki daya tarik yang besar bagi masyarakat Jepang. Botchan

Page 15: Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

merupakan sosok yang tidak tunduk pada seseorang atau pada suatu norma. Hal inilah yang membuatnya dicintai pembaca modern Jepang seperti pula pembaca 60 tahun lalu. Bahkan saat ini pun orang Jepang merasa terkungkung ketatnya tatakrama sosial.

Kelemahan buku ini terletak pada kerancuan humor-humor Jepang yang tidak memiliki padanan yang tepat jika diterjemahkan ke dalam bahasa lain. Walaupun digembar-gemborkan sebagai novel satir yang jenaka, kita tidak akan menemukan sama sekali hal-hal yang bernuansa humor dalam buku ini. Mungkin Anda harus mendalami terlebih dahulu struktur bahasa Jepang, baru bisa tenggelam dalam gelak tawa ketika membaca buku ini.***

15

Page 16: Edisi 4 - Buletin Tema Kemerdekaan

Pernah baca buku Tapi ga ada yang denger cerita kamu?

Tunggu apalagi? Bawa bukumu (dan juga dirimu) ke

Alamat Redaksi Komp. Masjid Salman ITB Gedung Kayu Lantai 2, Jl. Ganesha No. 7 Bandung 40132 Kunjungi kami di aksara.salmanitb.com

MAjelis BUKu Setiap Jumat sore

jam setengah 5 di Perpustakaan

Salman ITB