Edisi 1 - fiskal.kemenkeu.go.id · pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang lebih baik dibandingkan...

71
Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 1

Transcript of Edisi 1 - fiskal.kemenkeu.go.id · pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang lebih baik dibandingkan...

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 1

2 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Badan Kebijakan Fiskal.

Kepala Badan Kebijakan Fiskal.

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro.

Syaifullah.

Thomas N, Suharto H, Widiyanto, Yoopi A, Wahyu Utomo, Kindy Rinaldi S., Dalyono, Endang Larasati.

Dwi Anggi Novianti, Taufan Pamungkas Kurnianto, Bhayu Purnomo, Indra Budi Sucahyo, Asep Nurwanda, Fathul Kamil

Tumbriyantoro, Ahmad Wira Kusuma, Andriansyah, Raditya Harya Pamungkas, Abdul Aziz, Immanuel Bhekti Hartanto, Yasir Niti Samudro,

Putri Rizki Yulianti, Fino Valico, Bara Ampera, Ronald Yusuf, Munafsin Al Arif, Alfan Mansur, Dudi Rulliadi.

Yazid Bastomi.

Bramantiyo, Rizki Saputri, Nina Hanifah, Bakhtiar Rifai, Adelia Surya P., Galuh Chandra W., Ralex Arnolda, Nur Fitriani Ulfah,

M. Firmansyah Arviandri, Pipin Prasetyono, Ginanjar Wibowo, Nurul Fatimah.

Bramantiyo

Puguh Fajar, Innes Clara

Gedung R.M. Notohamiprodjo, Jalan Dr. Wahidin Raya Nomor 1 Jakarta 10710.

www.fiskal.kemenkeu.go.id

Tinjauan Kebijakan Fiskal diterbitkan oleh Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian

Keuangan, dengan periode publikasi dwi-bulanan dan memuat mengenai

perkembangan kebijakan ekonomi, fiskal, dan keuangan terkini.

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 3

Tinjauan

EKONOMI, KEUANGAN, & FISKAL

Edisi IV / Oktober 2017

4 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

VISI

“Menjadi unit terpercaya dalam perumusan kebijakan fiskal dan sektor keuangan yang antisipatif dan responsif untuk mewujudkan masyarakat Indonesia sejahtera”.

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 5

KATA PENGANTAR Pemulihan ekonomi global terjadi secara luas dengan dimotori oleh kawasan negara maju. Hal

tersebut ditunjukkan oleh beberapa indikator ekonomi seperti aktivitas pembelian manajer

(purchasing manager’s index) di sektor manufaktur dan tren perdagangan yang membaik. Hal

tersebut turut mempengaruhi perbaikan proyeksi ekonomi Indonesia. Di sisi domestik,

fundamental ekonomi makro yang baik seiring dengan disiplin fiskal yang terus dijaga

mendorong ekonomi bertumbuh ke arah yang positif, meski beberapa tantangan masih harus

dikelola dengan lebih hati-hati.

Tinjauan Ekonomi, Keuangan, dan Fiskal Edisi IV Tahun 2017 ini mengambil tajuk Menjaga

Kesinambungan Fiskal, menitikberatkan pada upaya-upaya pemerintah di sisi fiskal untuk

menggenjot aktivitas ekonomi sekaligus menjaga keberlangsungannya. Edisi ini, seperti biasa,

juga akan mengulas perkembangan ekonomi makro dan keuangan hingga triwulan ketiga

2017.

Tinjauan ini merupakan terbitan dwi-bulanan yang menyajikan data-data dan informasi terkini

mengenai ekonomi makro dan kebijakan fiskal. Diharapkan, materi yang terangkum dalam

Tinjauan ini dapat menjadi referensi bagi para pemangku kepentingan dan masyarakat luas

dalam memahami kondisi ekonomi dan kebijakan fiskal terkini. Dengan pemahaman tersebut,

para pemangku kepentingan dan masyarakat dapat memberikan quality control terhadap

kebijakan yang disusun pemerintah. Hal ini sejalan dengan visi Badan Kebijakan Fiskal sebagai

unit perumus kebijakan fiskal yang terpercaya, antisipatif, dan responsif.

Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Indonesia-Australia Government Partnership

Fund dan AIPEG yang telah mendukung kelancaran terbitnya Tinjauan ini. Kritik dan saran yang

membangun dari para pembaca sangat kami butuhkan untuk perbaikan ke depan.

Selamat membaca.

Oktober 2017

Suahasil Nazara

Kepala Badan Kebijakan Fiskal

6 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

DAFTAR ISI Kata Pengantar 5

Daftar Isi 6

Abreviasi 7

Ringkasan Eksekutif 8

Executive Summary 11

Bagian I: Tinjauan Perkembangan Ekonomi Makro 15

A. Negara Maju Menjadi Motor Utama Pemulihan Global 16

Boks 1. Inovasi Pembiayaan Iklim di Indonesia 19

B. Indikator Konsumsi dan Investasi Mensinyalkan Stabilitas Ekonomi 21

C. Kondisi Ekonomi Makro Triwulan Ketiga Terjaga 25

D. Pertumbuhan Kredit Perbankan Relatif Membaik 30

E. Kinerja IHSG Masih Positif 32

Boks 2. Perkembangan Pasar Obligasi Indonesia 36

Bagian II: Analisis Kinerja APBN Triwulan Ketiga 2017 37

A. Kinerja APBN 2017 38

B. Belanja dan Pembiayaan 41

C. Pengelolaan Utang Pemerintah 44

Boks 3. Penguatan Peran LPDP Sebagai Sovereign Wealth Fund 48

Bagian III: APBN 2018 untuk Pertumbuhan yang Berkesinambungan 50

Lampiran Data Ekonomi Makro dan APBN 51

A. Data Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Hingga Triwulan Ketiga 2017 52

B. Data Penyerapan APBN Hingga Triwulan Ketiga2017 53

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 7

ABREVIASI

7DRR : (suku bunga) 7-Day Reverse Repo KMK : Keputusan Menteri Keuangan

APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja LDR : Loan to Deposit Ratio

Negara Migas : Minyak dan Gas

APBNP : Anggaran Pendapatan dan Belanja NDA : National Designated Authority

Negara Perubahan NDC : National Determined Contribution

AS : Amerika Serikat NIM : Net Interest Margin

ASEAN : Association of Southeast Asian NPL : Non Performing Loan

Nations OPEC : Organization of the Petroleum

Bansos : Bantuan Sosial Exporting Countries

BBM : Bahan Bakar Minyak PDB : Produk Domestik Bruto

BLU : Badan Layanan Umum PMI : Purchasing Managers’ Index

BoJ : Bank of Japan PMK : Peraturan Menteri Keuangan

BOPO : Beban Operasional terhadap PMTB : Pembentukan Modal Tetap Bruto

Pendapatan Operasional PNBP : Penerimaan Negara Bukan Pajak

BUMN : Badan Usaha Milik Negara PPh : Pajak Penghasilan

CAR : Capital Adequacy Ratio PPnBM : Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

COP : Conference of the Parties PT : Perusahaan Terbuka

DAK : Dana Alokasi Khusus RAPBN : Rancangan Anggaran Pendapatan dan

DPK : Dana Pihak Ketiga Belanja Negara

ECB : European Central Bank RKA K/L : Rencana Kerja dan Anggaran

FOMC : Federal Open Market Committee Kementerian/Lembaga

GCF : Green Climate Fund ROA : Return on Asset

HET : Harga Eceran Tertinggi S&P : Standard and Poor’s

HKBN : Hari Besar Keagamaan Nasional SBI : Sertifikat Bank Indonesia

HPE : Harga Patokan Ekspor SBN : Surat Berharga Negara

ICP : Indonesian Crude Price SUN : Surat Utang Negara

IHSG : Indeks Harga Saham Gabungan SWF : Sovereign Wealth Fund

IKK : Indeks Keyakinan Konsumen The Fed : The Federal Reserve

IMF : International Monetary Fund TKDD : Transfer ke Daerah dan Dana Desa

K/L : Kementerian/Lembaga UMKM : Usaha Mikro Kecil dan Menengah

Kemenpan-RB : Kementerian Pendayagunaan Aparatur UNFCCC : United Nations Framework

Negara dan Reformasi Birokrasi Convention on Climate Change

Kementerian : Kementerian Perencanaan VA : Volt-ampere

PPN/Bappenas Pembangunan Nasional/Badan Valas : Valuta Asing

Perencanaan Pembangunan Nasional WEO : World Economic Outlook

KRISNA : Kolaborasi Perencanaan dan Informasi yoy : year on year

Kinerja Anggaran ytd : year to date

8 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

RINGKASAN EKSEKUTIF Momentum pemulihan global terus berlanjut dengan kelompok negara maju sebagai motor

penggerak utama. Data PMI selama triwulan ketiga menunjukkan peningkatan aktivitas bisnis,

yang memberi sinyal pertumbuhan ekonomi akan kembali berakselerasi. Dengan latar

belakang penguatan ini membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2017

dan 2018 meningkat masing-masing naik sebesar 0,1 percentage point menjadi 3,6 persen dan

3,7 persen dibanding proyeksi sebelumnya. Meskipun demikian, pemulihan ekonomi global ke

depan masih dibayangi oleh beberapa faktor seperti pengetatan likuiditas akibat normalisasi

moneter AS, inflasi yang tetap rendah di negara maju, serta proteksionisme dan faktor

geopolitik.

Sementara itu, stabilitas ekonomi domestik terus terjaga antar lain ditopang oleh inflasi yang

terkendali. Hingga akhir triwulan ketiga, laju inflasi tahun 2017 tercatat sebesar 2,66 persen

(ytd) atau 3,72 persen (yoy). Tekanan inflasi dari sisi administered price telah menurun seiring

berakhirnya penyesuaian tarif listrik pada akhir semester pertama. Terus terjaganya

keseimbangan pasokan dan permintaan barang juga membuat inflasi volatile food tetap

rendah. Stabilnya inflasi komponen inti di kisaran 3 persen juga menyebabkan pergerakan

harga yang cukup terkendali dan memberi dukungan yang kondusif pada daya beli masyarakat

secara umum.

Di tengah kondisi global yang kondusif, Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga acuan

7DRR guna memberikan akselerasi pada perekonomian domestik. Suku bunga 7DRR diturunkan

sebanyak 25 basis poin menuju level 4,25 persen, sehingga selama tahun 2017 total

pemotongan suku bunga 7DRR sudah mencapai 100 basis poin. Relaksasi moneter ini

dilakukan dengan memanfaatkan momentum terjaganya inflasi dan stabilitas nilai tukar rupiah

sepanjang tahun 2017. Meskipun baik untuk menstimulasi perekonomian domestik, perlu

diwaspadai dampak dari penurunan suku bunga acuan yang cukup cepat di tahun 2017

terhadap keberlanjutan stabilitas rupiah dan likuiditas perbankan. Meskipun demikian,

fundamental ekonomi yang baik dan persepsi investor yang positif turut menjadi faktor

pendukung bagi stabilitas di pasar keuangan.

Kredit perbankan belum menunjukkan akselerasi berarti, di tengah penurunan suku bunga

acuan Bank Indonesia. Kredit perbankan di bulan Juli 2017 tumbuh sebesar 8,2 persen, yang

terutama didorong oleh pertumbuhan kredit konsumsi sebesar 10,1 persen. Secara sektor,

infrastruktur menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan kredit tertinggi seiring terus

berlanjutnya program akselerasi infrastruktur. Secara umum, kinerja perbankan pada bulan

Juli 2017 masih cukup baik dengan tingkat efisiensi yang membaik dan rasio kecukupan modal

yang meningkat, meskipun rasio kredit bermasalah mengalami sedikit kenaikan. Dengan

penurunan suku bunga acuan BI yang terjadi di bulan Agustus dan September diharapkan

pertumbuhan kredit akan semakin membaik (data perbankan belum menangkap pergerakan

kredit pasca penurunan 7DRR di bulan Agustus dan September).

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 9

Kondisi eksternal melanjutkan capaian positif dengan surplus neraca perdagangan yang terus

meningkat. Sampai triwulan ketiga tahun 2017, surplus neraca perdagangan mencapai 10,87

miliar dolar AS, lebih tinggi dibandingkan surplus neraca perdagangan pada periode yang sama

di tahun 2016. Peningkatan permintaan global mendorong peningkatan ekspor barang

manufaktur yang memiliki kontribusi sebesar 74,8 persen terhadap total ekspor. Peningkatan

gradual harga komoditas juga telah memberikan dukungan pada ekspor tambang yang

menjadi salah satu komoditas ekspor utama Indonesia. Di sisi impor, terus meningkatnya

permintaan akan bahan baku mengindikasikan adanya peningkatan aktivitas riil dalam negeri

khususnya sektor manufaktur. Diharapkan kondisi ini akan memberi dorongan positif baik

pada permintaan domestik maupun aktivitas ekspor.

APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal yang sangat penting harus terus dirancang dan

diarahkan untuk memperkokoh fundamental perekonomian. Sejalan dengan hal tersebut APBN

2018 terus didorong lebih kredibel, fleksibel, dan sustainable agar efektif dalam mengelola

dan menjaga momentum pertumbuhan sekaligus mewujudkan derajat kesejahteraan.

Pemerintah menempuh tiga strategi utama melalui optimalisasi pendapatan negara dengan

menjaga iklim investasi, efisiensi belanja, dan peningkatan belanja produktif untuk

mendukung program prioritas, dan mendorong pembiayaan yang efisien, inovatif, dan

berkelanjutan.

Strategi APBN 2018 yang kredibel dan sustainable merupakan kelanjutan dari apa yang telah

dibangun sebelumnya termasuk di dalam pengelolaan fiskal 2017. Hingga September 2017,

realisasi APBNP terus menunjukkan perbaikan kinerja. Hal tersebut ditandai dengan realisasi

pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang lebih baik dibandingkan dengan periode yang

sama tahun sebelumnya. Defisit anggaran masih terjaga dalam batas aman di kisaran 2,03

persen terhadap PDB. Capaian ini tentu memberikan optimisme tersendiri terhadap kinerja

APBNP tahun 2017 sampai dengan akhir tahun di mana likuiditas, vulnerabilitas maupun

sustainabilitas fiskal diperkirakan dapat terjaga dengan baik.

Untuk memperbaiki kinerja penganggaran, pemerintah telah menempuh beberapa terobosan

kebijakan dalam rangka mendorong efektivitas dan efisiensi pemanfaatan anggaran, serta

perbaikan mekanisme realisasinya. Terbitnya Perpres Bantuan Sosial Non Tunai pada

pertengahan tahun ini menjadi salah satu faktor membaiknya pola penyerapan dan

mekanisme penyaluran belanja bantuan sosial (bansos). Penyerapan belanja bansos hingga

September 2017 sebesar 73,5 persen, jauh lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun

sebelumnya. Di samping bansos, penyerapan belanja modal juga terus menunjukkan

perbaikan. Hal tersebut sejalan dengan prioritas untuk terus mengakselerasi infrastruktur di

dalam negeri. Perbaikan pola realisasi kedua komponen belanja tersebut merupakan hal

positif, karena keduanya merupakan jenis program yang produktif dan memiliki dampak

signifikan pada pembangunan dan kesejahteraan.

APBN 2018 telah disahkan dengan mengangkat tema “Pemantapan Pengelolaan Fiskal untuk

Mengakselerasi Pertumbuhan yang Berkeadilan”. APBN tahun 2018 akan terus menjadi

instrumen fiskal yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, yakni yang

mendukung upaya pengentasan kemiskinan dan ketimpangan, serta menstimulasi penciptaan

10 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

lapangan pekerjaan. Tiga strategi fiskal utama terus dipertahankan dan diperkuat, yakni

optimalisasi pendapatan negara yang tetap mendukung iklim investasi; efisiensi belanja dan

peningkatan alokasi belanja produktif pada program prioritas; serta mendorong

kesinambungan fiskal melalui pembiayaan yang efisien, inovatif dan berkelanjutan.

Arah dan strategi kebijakan APBN saat ini difokuskan pada penyusunan struktur APBN yang

produktif. Penyusunan APBN yang produktif diharapkan mampu mendukung pencapaian

target pembangunan. Target-target pembangunan yang ingin dicapai pada tahun 2018 yaitu

penurunan kemiskinan hingga berada di kisaran 9,5- 10 persen, penurunan ketimpangan

dengan target rasio gini 0,38, penurunan tingkat pengangguran pada kisaran 5,0 – 5,3 persen,

dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia pada tingkat 71,5. APBN yang produktif juga

akan lebih efisien dalam pengalokasian anggarannya, lebih berdaya tahan, andal, serta

memiliki daya redam yang efektif untuk mengantisipasi ketidakpastian dan mampu menjaga

risiko dalam batas yang terkendali.

Pada sisi pendapatan negara, pemerintah akan secara konsisten berupaya mendorong

optimalisasi penerimaan perpajakan dan PNBP melalui berbagai terobosan kebijakan. Secara

umum kebijakan penerimaan perpajakan diarahkan untuk meningkatkan kepatuhan dan rasio

perpajakan, dengan tetap menjaga iklim investasi. Di sisi lain, pemerintah juga akan

mendorong optimalisasi PNBP dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan kualitas

pelayanan publik. Upaya ini ditempuh dengan optimalisasi pengelolaan sumber daya alam dan

aset negara, serta mendorong peningkatan kinerja BUMN.

Pada sisi belanja negara, pemerintah juga terus melakukan peningkatan kualitas belanja. Alokasi

belanja barang akan didorong agar dapat lebih efisien dan produktif untuk mendukung

pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Pemerintah juga mendorong

efektivitas program-program perlindungan sosial, subsidi yang lebih tepat sasaran, serta

penguatan desentralisasi fiskal untuk mengakselerasi pengurangan kemiskinan dan

kesenjangan. Untuk mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemerintah juga

terus meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, perbaikan akses dan mutu layanan

kesehatan, serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pada sisi pembiayaan, pemerintah mendorong pembiayaan anggaran yang lebih efisien,

inovatif, dan berkelanjutan. Rasio utang terhadap PDB akan terus dijaga dalam batas yang

terkendali. Pemerintah juga akan terus memperkuat postur anggaran dengan meminimalkan

defisit primer. Pemanfaatan utang diarahkan untuk kegiatan yang benar-benar produktif

sehingga menghindarkan warisan masalah bagi generasi yang akan datang. Pemerintah akan

terus mengembangkan pembiayaan yang kreatif dengan memberdayakan peran swasta dan

BUMN untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur.

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 11

EXECUTIVE SUMMARY The momentum of global economic recovery continues, with advanced economies as the main driver. PMI data during the third quarter showed an increase in business activity, which signaled an accelerating in economic growth. Against this backdrop, the projection of global economic growth for 2017 and 2018 increased respectively by 0.1 percentage point to 3.6 percent and 3.7 percent, compared to the previous projection. Nevertheless, the global economic recovery in the future is still overshadowed by several factors such as tightening liquidity due to monetary normalization in the US, low inflation in developed countries, as well as protectionism and geopolitical factors.

Meanwhile, the stability of the domestic economy continues to be preserved, among others underpinned by benign inflation. By the end of the third quarter, inflation in 2017 was recorded at 2.66 percent (ytd) or 3.72 percent (yoy). Inflationary pressure from administered prices has declined as the electricity tariff adjustment ends at the end of the first semester. The stable supply and demand for goods also kept volatile foods inflation low. Stable core inflation in the 3 percent range also underscores manageable price movements and provides support that is conducive to the purchasing power of society in general.

In the midst of a relatively conducive global condition, Bank Indonesia lowered the 7DRR reference rate to provide acceleration in the domestic economy. The interest rate of 7DRR is reduced by 25 basis points to the level of 4.25 percent, making the total cuts in the 7DRR interest rate have reached 100 basis points during 2017. This monetary relaxation is carried out by utilizing the momentum of inflation and the stability of the rupiah during 2017. While it is good to stimulate the domestic economy, it is important to be aware of the impact of the rapid decline in the benchmark interest rate in 2017 on the sustainability of rupiah stability and banking liquidity. Nevertheless, good economic fundamentals and positive investor perceptions are contributing factors to stability in financial markets.

Banking credit has not shown any significant acceleration, amid declining Bank Indonesia reference rates. Bank lending in July 2017 grew by 8.2 percent, driven mainly by a 10.1 percent growth in consumer lending. By sector, infrastructure has become one of the sectors with the highest credit growth as the infrastructure acceleration program continues. In general, the performance of banks in July 2017 was still quite good with improved efficiency and improved capital adequacy ratio, although the non-performing loan ratio increased slightly. With the decline in BI's benchmark interest rate in August and September, it is expected that credit growth will improve further (banking data has not captured the postdoctoral credit movement of 7DRR in August and September).

External conditions continued positive outcomes with an ever-increasing trade balance surplus. As of the third quarter of 2017, the trade balance surplus reached 10.87 billion US dollars, higher than the trade balance surplus in the previous period of 2016. The increase in global demand led to an increase in exports of manufactured goods which contributed 74.8 percent of total exports. The gradual increase in commodity prices has also provided support to mining exports that are one of Indonesia's main export commodities. On the import side, rising demand for raw materials indicates an increase in real domestic activity, particularly the manufacturing sector. It is expected that this condition will give a positive boost to both domestic demand and export activity.

12 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

The State Budget as a very important fiscal policy instrument must continue to be designed and directed to strengthen the fundamentals of the economy. In line with that State Budget 2018 continues to be encouraged more credible, flexible, and sustainable to be effective in managing and maintaining growth momentum while increasing the degree of prosperity. The Government pursues three main strategies through optimizing state revenues by maintaining an investment climate, spending efficiency, and increasing productive spending to support priority programs, and promoting efficient, innovative and sustainable financing.

The credible and sustainable 2018 State Budget strategy is a continuation of what has been built before, including in fiscal management 2017. As of September 2017, the realization of the APBNP continues to show improvement in performance. This is marked by a better realization of revenues, expenditures, and financing compared to the same period of the previous year. The budget deficit is maintained within safe limits in the range of 2.03 percent to GDP. This achievement certainly gives its own optimism to APBNP performance in 2017 until the end of the year in which liquidity, vulnerability, and fiscal sustainability are expected to be well maintained.

To improve the performance of budgeting, the government has taken several policy breakthroughs in order to encourage the effectiveness and efficiency of budget utilization, as well as to improve its realization mechanism. The publication of Presidential Regulation on Non-Cash Social Assistance in the middle of this year has become one of the factors improving the pattern of absorption and mechanism of social assistance spending (bansos). Absorption of bansos spending until September 2017 amounted to 73.5 percent, much better than the same period the previous year. In addition to bansos, the absorption of capital expenditure also continues to show improvement. This is in line with the priority to continue to accelerate infrastructure in the country. The improvement of the realization pattern of the two components of the expenditure is a positive thing, as both are productive programs that have significant impacts on development and welfare.

Indonesia State Budget 2018 have been approved with the theme of “Strengthening Fiscal

Management to Accelerate Equal Growth”. 2108 State Budget will be the fiscal instrument that

boost sound economic growth, which supports poverty and inequality eradication, and also

stimulate job creation. Three fiscal priority is maintained and strengthened: optimizing state

revenue that supports business climate; expenditure efficiency and increasing allocation on

productive expenditure on priority programs, and promote fiscal sustainability through

efficient, innovative, and sustainable financing.

State Budget Direction and Policy is focused on creating more productive budget structure.

Productive budgeting is expected to help development target realization. Some of

development targets in 2018 are reduced poverty rate under 9,5 – 10 percent, decrease in

inequality with gini ratio target of 0,38, decrease in unemployment to 5,0 – 5,3 percent, and

increase on Human Development Index to 71,5. Productive state budget will be more efficient

in allocating the resource, more robust, more reliable, and has effective resilience to mitigate

uncertainties and able to maintain risks within controlled limits.

On State Revenue side, The Government will consistently encourage the optimization of tax and

non-tax revenue through various policies breakthrough. Overall, tax revenue policy is directed

to increase compliance and tax ratio, while maintaining the investment climate. On the other

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 13

hand, The Government will also boost non-tax revenue optimization while maintaining

environmental sustainability and public service quality. This effort is taken by optimizing the

management of natural resources and state asset, and also improving SOEs performance.

On State Expenditure side, The Government will keep improving the expenditure quality. The

expenditure allocation will be improve to be more efficient and productive to support the

development in infrastructure, health, and education. The government will also promote the

program effectiveness on social protection, well-targeted subsidies, fiscal decentralization

enhancement to accelerate poverty and inequality reduction. To boost the betterment of

human resource quality, the Government will also increase the access and the quality of

education, improve the access and the quality of health service, and boost science and

technology expertise.

On financing side, the Government promotes efficient, innovative, and sustainable budget

financing. The debt ratio to GDP will be maintained within controlled limits. The Government

will also strengthen the budget posture by minimizing primary deficit. The financing utilization

will be directed to productive activities to avoid the inheriting burden to future generations.

The Government will keep developing creative financing that empowering private sector and

SOEs to accelerate infrastructure development.

14 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 15

BAGIAN I TINJAUAN

PERKEMBANGAN

EKONOMI MAKRO Pemulihan ekonomi global terus berlanjut dengan

dimotori oleh negara maju.

16 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

A. Negara Maju Menjadi Motor Utama Pemulihan Global

Grafik 1. (a) Purchasing Manager Index dan (b) Inflasi Inti Negara Maju

(a) dalam indeks, (b) dalam persen, yoy

(a) (b)

Sumber: Bloomberg

Momentum pemulihan global terus berlanjut, terutama didukung kinerja negara maju. Capaian

positif yang telah ditunjukkan oleh negara maju utama seperti AS, Jepang, dan kawasan Eropa

sejak awal tahun diperkirakan akan terus berlanjut dan memberi dorongan bagi aktivitas

ekonomi secara global. Peningkatan terjadi pada konsumsi, investasi, ekspor dan impor, serta

tingkat produksi industri. Meski demikian, tingkat inflasi di negara maju secara umum dan

persisten masih berada di bawah ekspektasi yang menjadi tantangan bagi kepastian kebijakan

moneter yang akan diambil negara maju.

Ekonomi AS menjadi sumber utama pemulihan global dengan didukung oleh meningkatnya

permintaan domestik. Konsumsi mencatatkan peningkatan setelah di awal tahun sempat

melambat, sedangkan aktivitas investasi terus membaik. Data Purchasing Manager’s Index

(PMI) selama triwulan ketiga menunjukkan peningkatan aktivitas bisnis di negara tersebut,

yang memberi sinyal pertumbuhan ekonomi akan kembali berakselerasi. Sementara itu data

kertenagakerjaan yang menunjukkan kondisi mendekati full-employment tetap terjaga. Meski

demikian, perekonomian AS dalam jangka pendek diperkirakan akan sedikit terganggu dengan

beberapa bencana alam seperti Badai Harvey, Maria dan Irma yang terjadi di negara tersebut.

Dengan berlanjutnya perbaikan ekonomi, pasar semakin yakin The Fed akan kembali

menaikkan tingkat suku bunga acuan pada Desember mendatang. Di tengah normalisasi

kebijakan moneter, rencana pemotongan pajak penghasilan diperkirakan dapat memberikan

stimulus bagi pertumbuhan ke depan.

Penguatan ekonomi juga terjadi pada kawasan Eropa dan Jepang yang mendapat dukungan dari

40,0

42,5

45,0

47,5

50,0

52,5

55,0

57,5

60,0

Jan

-15

Ap

r-1

5

Jul-

15

Okt

-15

Jan

-16

Ap

r-1

6

Jul-

16

Okt

-16

Jan

-17

Ap

r-1

7

Jul-

17

AS Kawasan Eropa

Jepang Threshold

-1,0

0,0

1,0

2,0

3,0

4,0

Jan

-15

Ap

r-1

5

Jul-

15

Okt

-15

Jan

-16

Ap

r-1

6

Jul-

16

Okt

-16

Jan

-17

Ap

r-1

7

Jul-

17

US Kawasan Eropa

Jepang Target

AS

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 17

kebijakan ekonomi akomodatif. Di kawasan Eropa, pemulihan ekonomi terjadi di negara utama

seperti Jerman, Italia, Perancis, dan Spanyol, yang didorong meningkatnya konsumsi

masyarakat serta investasi. Business confidence meningkat dengan telah terlaksananya

beberapa pemilu di kawasan Eropa, serta masih diberlakukannya kebijakan moneter yang

akomodatif di kawasan tersebut. Namun demikian, terdapat risiko pada perekonomian

Spanyol dengan hasil referendum warga Katalunya yang menginginkan merdeka dari Spanyol.

Sementara itu di Jepang, selain hasil positif dari stimulus fiskal, perbaikan ekonomi juga

ditopang oleh permintaaan global yang mendorong peningkatan ekspor.

Perbaikan aktivitas ekonomi di negara maju belum diringi dengan pencapaian target inflasi yang

ditetapkan. Inflasi yang masih berada di bawah target menjadi faktor yang masih menahan

European Central Bank (ECB) dan Bank of Japan (BoJ) untuk menaikkan tingkat suku bunga

acuan. Perbaikan ekonomi yang juga mendorong pada penurunan tingkat pengangguran

nyatanya belum mampu mendorong inflasi. Hal tersebut disinyalir terkait dengan kenaikan

tingkat upah yang masih lambat. Tingkat pertumbuhan upah nominal negara maju secara

umum berada di bawah tren sebelum krisis keuangan global. Tingkat inflasi yang secara

persisten masih rendah menjadi risiko akan ketidakpastian kebijakan moneter yang akan

diambil oleh negara maju.

Tren positif perekonomian global juga didukung oleh perkembangan di Tiongkok yang berada di

atas ekspektasi, meskipun dibayangi risiko kredit. Ekonomi Tiongkok tumbuh lebih tinggi dari

yang diperkirakan sebelumnya yang didorong oleh peningkatan penjualan ritel serta

meningkatnya pertumbuhan kredit. Pada bulan Agustus otoritas moneter negara tersebut

mengeluarkan kebijakan pemangkasan reserve requirement untuk mendorong perbankan

untuk terus menyalurkan kredit. Namun, pertumbuhan kredit yang tinggi ini menimbulkan

kekhawatiran akan stabilitas keuangan negara tersebut ke depan. Tingkat kredit yang tinggi

termasuk di dalam aktivitas shadow banking, menjadi salah satu alasan utama di balik

penurunan peringkat utang Tiongkok oleh Standard and Poor’s (S&P) sebanyak satu notch dari

AA- menjadi A+ pada 19 September 2017. Meskipun demikian, pasar relatif tenang di dalam

merespons penurunan rating tersebut.

Sejalan dengan pulihnya perekonomian, aktivitas perdagangan dunia dan harga komoditas juga

mengalami peningkatan. Membaiknya permintaan global mendorong pertumbuhan

perdagangan internasional, khususnya di negara-negara besar. Hingga September,

perdagangan Tiongkok tumbuh sebesar 6,8 persen, sementara AS, Eropa, dan Jepang (hingga

Agustus) masing-masing tumbuh sebesar 10,4 persen, 7,9 persen, dan 9,5 persen.

Peningkatan permintaan juga telah memberi kontribusi pada pergerakan harga komoditas

seperti batu bara yang didorong oleh kenaikan permintaan dari Tiongkok. Kenaikan harga batu

bara yang cukup tajam sejak awal tahun juga disebabkan oleh hambatan di sisi suplai sejalan

dengan penurunan produksi di Tiongkok serta isu perburuhan di Australia. Sementara itu,

harga minyak mentah masih relatif stabil pada kisaran 52 dolar AS per barel. Negara anggota

OPEC dan sebagian non-anggota melanjutkan kesepakatan untuk membatasi kuota produksi

untuk menjaga kestabilan harga, meskipun di sisi lain produksi shale oil AS masih terus

berlanjut.

18 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Proyeksi Pertumbuhan Global Meningkat

Grafik 2. (a) Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global dan (b) Proyeksi Pertumbuhan Volume Perdagangan Dunia

(dalam persen, yoy)

(a) (b)

Sumber: WEO IMF

Berdasarkan rilis WEO Oktober 2017, perekonomian global dalam jangka pendek masih berada

dalam jalur pemulihan, meski beberapa tantangan dan risiko mewarnai kondisi jangka panjang.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi global untuk tahun 2017 dan 2018 masing-masing naik

sebesar 0,1 percentage point menjadi 3,6 persen dan 3,7 persen. Proyeksi pertumbuhan

volume perdagangan global juga meningkat 0,2 dan 0,1 percentage points.

Peningkatan outlook terjadi secara luas baik, terutama di kelompok negara maju. Beberapa

negara tersebut merupakan mitra dagang utama Indonesia seperti: AS, Kawasan Eropa,

Jepang, Tiongkok, ASEAN-5. Secara umum, faktor yang mendorong peningkatan proyeksi

pertumbuhan secara global adalah adanya perkembangan positif pada aktivitas investasi,

perdagangan dan industri.

Adapun negara yang mengalami penurunan proyeksi pertumbuhan ekonomi antara lain adalah

Inggris dan India. Proyeksi pertumbuhan Inggris turun 0,3 percentage points (dibanding

proyeksi Juli) menjadi 1,7 persen, salah satunya karena konsumsi yang melambat sejak

pertengahan 2016. Pertumbuhan konsumsi Inggris pada Juni 2016 tercatat sebesar 3,2

persen, sedangkan pada Juni 2017 tercatat 1,6 persen (yoy). Sementara proyeksi ekonomi

India turun sebesar -0,5 dan -0,3 percentage points untuk 2017 dan 2018, didorong masih

adanya efek demonetisasi, serta penerapan sistem Good and Service Tax baru yang masih

memiliki beberapa hambatan seperti klaim restitusi yang lambat sehingga mengganggu

aktivitas bisnis.

IMF menggarisbawahi beberapa risiko global yang dapat mengganggu pemulihan pertumbuhan

global. Faktor tersebut antara lain adalah pengetatan likuiditas akibat normalisasi moneter AS,

stabilitas keuangan Tiongkok, inflasi yang tetap rendah di negara maju, berkurangnya

pengawasan terhadap regulasi keuangan sejak krisis finansial global, serta proteksionisme dan

faktor geopolitik.

3,63,7

2,2

2,0

4,6 4,9

5,2 5,3

1

2

3

4

5

6

2013 2014 2015 2016 2017p 2018p

WEO Juli 2017 WEO Oktober 2017

Global

Negara Maju

3,63,8

2,8

2,4

4,2 4,0

0

1

2

3

4

5

2013 2014 2015 2016 2017p 2018p

Indonesia

Negara

Berkembang

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 19

Indonesia berkomitmen untuk berperan aktif dalam upaya penanggulangan perubahan iklim.

Untuk menjawab tantangan kemanusiaan global tersebut, sinergi yang baik antara pemerintah,

komunitas internasional, serta sektor swasta sangat diperlukan. Di sisi kebijakan fiskal,

komitmen Indonesia tersebut telah diwujudkan antara lain dengan penyediaan insentif fiskal

untuk mendorong investasi swasta di bidang energi baru dan terbarukan. Selain reformasi

institusional, insentif fiskal lainnya juga akan digulirkan untuk terus mendorong transisi menuju

low carbon economy.

Salah satu inovasi terkini di sisi kebijakan fiskal untuk mendukung pembiayaan perubahan iklim

adalah dengan dilakukannya penandaan anggaran perubahan iklim (climate budget tagging).

Penandaan anggaran (budget tagging) tersebut dapat didefinisikan sebagai proses identifikasi

alokasi anggaran K/L yang mempunyai dampak terhadap upaya penanggulangan perubahan

iklim. Penandaan anggaran untuk mitigasi perubahan iklim tersebut telah dilakukan di lima

sektor Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca yaitu di sektor kehutanan dan lahan gambut,

pertanian, energi, industri, serta transportasi dan limbah—yang juga menjadi target yang

disampaikan Indonesia melalui dokumen Nationally Determined Contribution (NDC) dalam

kerangka Paris Agreement. Saat ini, selain mitigasi perubahan iklim, penandaan anggaran juga

akan dilakukan untuk adaptasi perubahan iklim untuk tahun anggaran 2018.

Secara historis, penandaan anggaran telah dimulai sejak tiga tahun lalu saat disahkannya

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 136/PMK.02/2014. Saat ini, penandaan anggaran tersebut

telah dilaksanakan melalui penggunaan aplikasi Kolaborasi Perencanaan dan Informasi Kinerja

Anggaran (KRISNA). Aplikasi ini bersifat real-time, berbasis web, serta dapat diakses melalui

perangkat elektronik. Aplikasi tersebut juga merupakan hasil kolaborasi dari tiga kementerian

(Kementerian PPN/Bappenas, Kementerian Keuangan, dan Kementerian PAN RB) untuk

mendukung proses perencanaan, penganggaran, serta pelaporan informasi kinerja. Aplikasi

KRISNA digunakan dalam proses penyusunan RKA-KL tahun 2018 yang selanjutnya akan menjadi

referensi bagi RKA-KL untuk tahun-tahun selanjutnya.

Pemerintah juga berkomitmen untuk mendukung pendanaan melalui Green Climate Fund (GCF)

dalam rangka meningkatkan kapasitas keuangan terkait penanggulangan perubahan iklim di

Indonesia. GCF adalah entitas pelaksana dari mekanisme keuangan dalam kerangka United

Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC)—yang telah diratifikasi Indonesia

dengan UU Nomor 6 Tahun 1994—serta sumber pendanaan perubahan iklim global yang

utama. GCF didirikan oleh Conference of the Parties (COP) sebagai organ tertinggi UNFCCC di

COP 16 di Cancun, Meksiko pada tahun 2010 dan mulai beroperasi pada tahun 2015. Misi utama

GCF antara lain memberikan sumbangan yang signifikan dan ambisius pada upaya global untuk

pencapaian target yang disepakati masyarakat internasional untuk menanggulangi perubahan

iklim.

Boks 2. Tugas Berat Tim Reformasi Perpajakan

Boks 1. Inovasi Pembiayaan Iklim di Indonesia

20 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Secara spesifik, dukungan pemerintah Indonesia terhadap pendanaan melalui GCF antara lain

diwujudkan dengan menetapkan Badan Kebijakan Fiskal sebagai National Designated Authority

(NDA). Langkah tersebut penting sebagai pemenuhan formalitas administratif untuk dapat

mengakses pendanaan GCF, sekaligus mencerminkan prinsip tata kelola pemerintahan yang

baik. Landasan hukum atas penunjukan tersebut adalah Keputusan Menteri Keuangan Nomor

756/KMK.010/2017 yang disahkan pada tanggal 6 Oktober 2017. NDA adalah core interface

antara pemerintah dengan GCF, di mana setiap usulan pendanaan program/proyek kepada GCF

harus disampaikan melalui NDA untuk dilakukan telaah terhadap kesesuaian usulan tersebut

dengan prioritas nasional. NDA melakukan tugas antara lain menerbitkan No Objection Letter

atau persetujuan terhadap usulan pendanaan proyek/program mitigasi dan adaptasi

perubahan iklim.

Penetapan NDA tersebut diharapkan akan mendorong lebih banyak lembaga nasional yang

terakreditasi untuk mulai memanfaatkan GCF. Pendanaan GCF di Indonesia memiliki potensi

Rp2,8 miliar dolar per tahun—dengan syarat Indonesia mampu menyiapkan program/proyek

hijau—yang akan sangat membantu pendanaan dari APBN untuk penanggulangan perubahan

iklim.

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 21

B. Indikator Konsumsi dan Investasi Memberikan Sinyal adanya

Stabilitas Ekonomi

Perekonomian nasional pada triwulan kedua 2017 menunjukkan kondisi yang relatif baik yang

ditandai dengan tingkat pertumbuhan sebesar 5,01 persen. Kinerja perekonomian tersebut

terutama ditopang oleh kinerja konsumsi rumah tangga dan investasi. Meski demikian,

dukungan kinerja Konsumsi rumah tangga masih menimbulkan pertanyaan karena tumbuh

sedikit di bawah 5 persen (4,95 persen) di tengah indikator-indikatornya yang menunjukkan

kinerja relatif baik, antara lain: tingkat inflasi yang terkendali, serta Indeks Keyakinan

Konsumen (IKK) dan Indeks Penjualan Ritel (IPR) yang tumbuh relatif stabil. Salah satu faktor

yang diperkirakan mempengaruhi kinerja konsumsi adalah jumlah hari kerja efektif yang lebih

sedikit akibat adanya libur hari raya dan cuti bersama yang lebih panjang. Sementara itu,

kinerja investasi mampu tumbuh lebih baik didukung oleh pembangunan infrastruktur yang

terus berjalan dan perbaikan iklim investasi domestik. Selanjutnya, indikasi arah kinerja

perekonomian domestik pada triwulan ketiga 2017 dapat dicermati melalui perkembangan

indikator-indikator pendukung kinerja konsumsi dan investasi dalam periode tersebut.

Sebagian besar indikator konsumsi menunjukkan peningkatan dibanding periode yang sama

tahun sebelumnya, antara lain pertumbuhan IKK, penjualan motor dan mobil, konsumsi listrik,

serta indikator konsumsi di bidang perbankan. Indeks Keyakinan Konsumen tumbuh sebesar

9,4 persen meningkat dari kinerja Triwulan III-2016 sebesar 5,5 persen. Penguatan indikator

tersebut mengindikasikan adanya peningkatan keyakinan konsumen mengenai penghasilan

saat ini dan ketersediaan lapangan kerja. Selanjutnya, tingkat penjualan kendaraan (non-

komersial) juga mengalami peningkatan dengan tumbuh masing-masing sebesar 18,1 persen

untuk motor dan 7,3 persen untuk mobil. Selain itu, konsumsi listrik mampu tumbuh 6,3

persen, terutama didukung oleh peningkatan konsumsi listrik golongan industri. Adanya

pergeseran hari libur yang pada tahun 2016 terjadi di Triwulan III menjadi di Triwulan II tahun

ini menyebabkan adanya perubahan baseline yang cukup signifikan bagi dua indikator tersebut

(tingkat penjualan kendaraan dan konsumsi listrik).

Dari sisi perbankan, dua indikator yang juga dapat menggambarkan arah kinerja konsumsi

adalah jumlah uang beredar (broad money/M2) serta pertumbuhan kredit konsumsi.

Berdasarkan data bulan Juli 2017, jumlah uang beredar dan kredit konsumsi menunjukkan

perkembangan yang lebih baik dibanding periode yang sama tahun sebelumnya dengan

pertumbuhan masing-masing sebesar 9,5 dan 10,1 persen.

22 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Grafik 3. (a) Jumlah Uang Beredar (M2) dan (b) Kredit Konsumsi

(dalam persen, yoy)

(a) (b)

Sumber: CEIC

Selanjutnya, indeks penjualan ritel masih menunjukkan pertumbuhan positif sebesar 0,3 persen,

lebih lambat dibanding pertumbuhan triwulan III-2016 sebesar 9,3 persen. Berdasarkan hasil

survey, para penjual ritel mengkonfirmasi adanya pelemahan penjualan khususnya pada

kategori peralatan informasi dan komunikasi, perlengkapan rumah tangga lainnya, serta

barang lainnya. Perlambatan kinerja indikator ini diperkirakan menjadi faktor yang sedikit

menahan laju akselerasi pertumbuhan konsumsi.

Grafik 4. (a) Indeks Keyakinan Konsumen dan (b) Indeks Penjualan Retail

(dalam indeks dan dalam persen, yoy)

(a) (b)

Sumber: Bank Indonesia

Berdasarkan perkembangan indikator konsumsi di maksud, outlook kinerja konsumsi rumah

tangga pada triwulan III 2017 diperkirakan cenderung stabil dan tetap terjaga. Prediksi ini juga

diperkuat dengan hasil perhitungan model coincidence index yang menunjukkan tren

peningkatan pada komponen konsumsi rumah tangga namun dalam tingkat yang moderat.

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A

2016 2017

4,0

5,0

6,0

7,0

8,0

9,0

10,0

11,0

J F M A M J J A S O N D J F M A M J J

2016 2017

-10,0

-5,0

0,0

5,0

10,0

15,0

100

105

110

115

120

125

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

2016 2017

IKK IKK (yoy)

0,0

2,0

4,0

6,0

8,0

10,0

12,0

14,0

16,0

180,0

185,0

190,0

195,0

200,0

205,0

210,0

215,0

220,0

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

2016 2017

RSI RSI (yoy)

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 23

Sementara itu, indikator kinerja investasi juga pada umumnya menunjukkan perkembangan

yang positif, antara lain konsumsi semen domestik, impor barang modal, penjualan mobil

niaga, serta indikator investasi di bidang perbankan. Konsumsi semen domestik yang

merupakan indikator utama subkomponen bangunan mengalami peningkatan sebesar 21,1

persen dibandingkan kuartal yang sama tahun 2016. Indikator investasi lainnya yang

diperkirakan dapat memberikan dorongan pada kinerja investasi adalah impor barang modal

yang tumbuh sebesar 23,9 persen, jauh lebih baik dibanding periode yang sama tahun

sebelumnya yang mengalami pertumbuhan negatif. tingkat penjualan mobil niaga periode Juli-

Agustus 2017 juga tumbuh cukup signifikan sebesar 52,6 persen. Sejalan dengan indikator

investasi lainnya, kinerja kredit modal kerja dan kredit investasi pada Agustus 2017 tumbuh

masing-masing sebesar 7,8 persen dan 7,0 persen.

Grafik 5. (a) Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global dan (b) Proyeksi Pertumbuhan Volume Perdagangan Dunia

(dalam persen, yoy)

(a) (b)

Sumber: WEO IMF

Kenaikan indikator-indikator tersebut diharapkan memberikan indikasi adanya percepatan

dan peningkatan gairah investasi di sektor riil. Dengan mempertimbangkan kondisi tersebut,

kinerja investasi pada Triwulan III 2017 diperkirakan tumbuh positif dan lebih baik dibanding

triwulan sebelumnya, meskipun peningkatannya masih dalam tingkat yang moderat.

-40

-20

0

20

40

60

80

J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A

2016 2017

0

2

4

6

8

10

12

14

16

J F M A M J J A S O N D J F M A M J J A

2016 2017

KI KMK

24 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Tabel 1. Perkembangan berapa indikator konsumsi dan investasi

Sumber: WEO IMF

Indikator Konsumsi

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept

IKK 115.3 117.1 121.5 123.7 125.9 122.4 123.4 121.9 123.8

RSI 207.2 197.1 204 206.5 214.3 232.4 209.9 202.1 202.3

Konsumsi Listrik (juta kwh)

18458 16805 18766 18133 18997 17272 18566 19370 18761

Penjualan Motor (unit)

473879 453763 473896 388045 531496 379467 538176 554923 546607

Penjualan Mobil (unit)

86324 95159 102336 89623 94081 66389 85354 97256 87645

Kredit Konsumsi (% yoy)

9.2 9.0 9.4 9.5 9.5 9.9 10.1 - -

Indikator Investasi

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agst Sept

Konsumsi semen (%,yoy)

-2.0 0.9 4.2 11.5 6.6 -27.0 56.0 8.8 11.9

Penjualan Mobil Niaga (Unit)

17107 20252 20005 18990 20521 13897 18755 20355 17107

Impor bahan baku (%,yoy)

20.7 18.8 15.2 9.8 23.7 -17.3 52.8 10.5 13.2

Impor barang modal (%,yoy)

5.3 -5.1 18.7 5.2 19.1 -27.2 61.5 7.1 12.8

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 25

C. Kondisi Ekonomi Makro Triwulan Ketiga Terjaga

Inflasi

Hingga akhir triwulan ketiga, laju inflasi tahun 2017 tercatat sebesar 2,66 persen (ytd) atau 3,72

persen (yoy). Memasuki paruh kedua tahun 2017, tekanan inflasi dari sisi administered price

mengalami sedikit penurunan seiring berakhirnya penyesuaian tarif listrik pada akhir semester

pertama. Berbagai kebijakan pemerintah dalam pengendalian harga komoditas pangan dan

hortikultura berkontribusi pada penurunan tren laju inflasi volatile food sehingga dapat dijaga

pada tingkat yang rendah. Sementara itu, komponen core inflation dapat dijaga pada level

yang stabil pada kisaran 3 persen.

Grafik 6. Komponen Pembentuk Inflasi hingga September 2017

(dalam persen, ytd)

Sumber: BPS

Tekanan inflasi komponen Harga Diatur Pemerintah (administered price) sedikit menurun.

Berakhirnya penyesuaian tarif listrik daya 900 VA golongan mampu di akhir semester pertama

2017 menyebabkan tekanan inflasi komponen administered price sedikit menurun. Selain itu,

tarif angkutan udara dan antarkota berkontribusi pada deflasi pada bulan Agustus yang

dipengaruhi oleh normalisasi permintaan setelah lebaran dan musim liburan pada bulan Juli.

Ke depan, tidak terdapat tekanan inflasi komponen administered price dari sisi energi seiring

tidak adanya kebijakan terkait harga energi hingga akhir 2017. Secara kumulatif, komponen

Harga Diatur Pemerintah menjadi menyumbang inflasi sebesar 1,46 persen.

Laju inflasi komponen Harga Bergejolak (volatile food) dapat dijaga pada tingkat yang rendah

dan terus mengalami tren penurunan. Koordinasi kebijakan fiskal, moneter, dan sektor riil yang

kuat mampu menjaga keseimbangan pasokan dan permintaan barang kebutuhan masyarakat.

Meskipun terjadi gagal panen di musim tanam gadu (musim kemarau) yang menyebabkan

tekanan harga pada komoditas beras, penurunan beberapa harga komoditas pangan lainnya

seperti bawang merah, bawang putih, dan daging ayam ras mendorong laju inflasi pangan

yang relatif cukup rendah. Sepanjang tahun 2017, inflasi volatile food terus mengalami

penurunan hingga di bawah 0,5 persen (yoy) di akhir triwulan ketiga dengan rata-rata 2,47

persen (yoy). Penurunan laju inflasi tersebut tidak lepas dari peran pemerintah yang terus

0,97 1,21 1,191,28

1,67

2,38 2,60 2,532,66

-0,8-0,40,00,40,81,21,62,02,42,83,2

Jan-17 Feb-17 Mar-17 Apr-17 Mei-17 Jun-17 Jul-17 Agu-17 Sep-17

Inti Harga diatur Pemerintah Harga Bergejolak Umum

26 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

memperbaiki koordinasi kebijakan dan informasi antarinstansi, baik di pusat maupun daerah.

Dalam rangka mengendalikan harga pangan, pemerintah memberlakukan kebijakan Harga

Eceran Tertinggi (HET) pada beras per 1 September 2017. Selain itu, pemerintah juga terus

melakukan perbaikan tata niaga pangan serta pemantauan harga sehingga dapat

mengantisipasi praktik permainan harga pangan. Hingga akhir triwulan ketiga 2017, kontribusi

kumulatif komponen harga bergejolak mencapai -0,29 persen.

Inflasi komponen inti (core inflation) masih dapat terjaga pada kisaran level 3 persen. Sepanjang

triwulan ketiga, inflasi inti mengalami sedikit penurunan. Meskipun begitu, pada September

terdapat tekanan inflasi pada komponen baik traded maupun non-traded. Emas perhiasan

merupakan komponen core traded yang menjadi komoditas utama yang menyumbang

terjadinya inflasi. Selain itu, inflasi komoditas core non-traded juga mengalami sedikit

peningkatan. Seiring dengan masuknya tahun ajaran baru, terjadi peningkatan biaya uang

sekolah SD, SMP, dan SMA, serta kuliah/akademi. Peningkatan harga komponen core non-

traded juga terjadi pada nasi dengan lauk, makanan jadi, sewa dan kontrak rumah, serta upah

pembantu rumah tangga. Secara kumulatif, inflasi inti menyumbang sebesar 1,46 persen.

Suku Bunga dan Nilai Tukar

Di tengah stance kebijakan moneter AS yang masih melakukan normalisasi, suku bunga acuan

Bank Indonesia 7-Day Reverse Repo (7DRR) terus diturunkan. Pada pertemuan FOMC bulan

September 2017, suku bunga acuan AS dipertahankan di kisaran 1-1,25 persen untuk

mengakomodasi perkembangan perekonomian AS yang relatif moderat, terutama konsumsi

rumah tangga, serta turunnya tingkat inflasi di bawah target 2 persen. Selain itu, dampak

ekonomi dari bencana alam di AS juga diperkirakan menahan perkembangan perekonomian

negara tersebut dalam jangka pendek. Meskipun suku bunga acuan AS tetap, The Fed

menyatakan bahwa pihaknya akan memulai program pengurangan neracanya pada bulan

Oktober 2017. Kebijakan pengetatan moneter melalui normalisasi neraca ini diperkirakan akan

berdampak kepada pengurangan likuiditas dan peningkatan supply surat berharga AS pasar

keuangan global yang pada akhirnya akan meningkatkan yield surat berharga AS. Hal ini

berpotensi menyebabkan aliran dana yang selama ini masuk ke negara berkembang akan

kembali ke AS.

Pada paruh kedua bulan September 2017, terdapat perkembangan kebijakan fiskal AS yang

berpotensi mengubah percepatan normalisasi kebijakan moneter AS ke depan, yaitu

pengajuan proposal reformasi perpajakan Presiden AS Donald Trump ke parlemen di AS.

Reformasi ini mencakup usulan pemotongan tarif pajak perusahaan serta penyederhanaan

dan pemotongan tarif pajak perorangan. Pemotongan ini diperkirakan akan mengakselerasi

pertumbuhan ekonomi AS serta meningkatkan kemungkinan percepatan normalisasi suku

bunga acuan AS. Hal ini tercermin dari konsensus atas probabilitas kenaikan suku bunga acuan

AS pada akhir 2017 yang meningkat dari 20 persen di bulan Agustus menjadi 70 persen di

bulan September 2017.

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 27

Di tengah ekspektasi kenaikan suku bunga acuan AS, suku bunga acuan Bank Indonesia 7DRR

justru diturunkan sebanyak 25 basis poin menuju level 4,25 persen pada Rapat Dewan

Gubernur Bank Indonesia tanggal 22 September 2017. Dengan demikian, selama tahun 2017

total pemotongan suku bunga 7DRR sejauh ini sudah mencapai 100 basis poin. Pemotongan

ini seiring dengan upaya stimulasi aktivitas perekonomian terutama merespons kinerja

konsumsi yang pertumbuhannya di bawah 5 persen (yoy) pada akhir triwulan kedua 2017. Di

samping itu, relatif stabilnya rupiah dan rendahnya tingkat inflasi secara umum di tahun 2017

juga memperlebar ruang pelonggaran kebijakan suku bunga. Dari sisi global, tingkat

ketidakpastian yang mereda dan masih dilaksanakannya kebijakan moneter unconventional

longgar yaitu quantitative easing oleh negara maju lain seperti Eropa dan Jepang disinyalir

menambah keyakinan Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga.

Meskipun baik bagi kondisi perekonomian domestik saat ini yang masih memerlukan stimulus

lanjutan, perlu diwaspadai dampak dari penurunan suku bunga acuan yang cukup cepat di

tahun 2017 terhadap stabilitas rupiah dan likuiditas perbankan. Dengan suku bunga acuan

4,25 persen dan tingkat inflasi 3,78 persen, suku bunga acuan riil menjadi sangat rendah dan

mendekati nol, yaitu sebesar 0,45 persen. Berdasarkan pengalaman historis, ketika suku

bunga riil berada di bawah nol, arus dana asing masuk (capital inflow) menurun sehingga

mempengaruhi stabilitas rupiah. Selain itu, dampak penurunan suku bunga pada likuiditas

perbankan di tengah kebijakan deposit rate capping oleh Otoritas Jasa Keuangan untuk bank-

bank besar juga membutuhkan perhatian lebih. Pertumbuhan dana pihak ketiga turun menjadi

single digit pada Juli 2017 dan menghambat kenaikan pertumbuhan penyaluran kredit. Untuk

mendorong pertumbuhan kredit, pemerintah dan otoritas terkait perlu memberikan

perhatian juga pada komponen di luar biaya dana yang mempengaruhi penyaluran kredit.

Volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dolar AS meningkat pada bulan September 2017. Per 29

September 2017, pasar spot rupiah ditutup pada level Rp13.492 per dolar AS. Setelah

mengalami apresiasi di bulan-bulan sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada

bulan September 2017 mengalami sedikit depresiasi. Dibanding posisi akhir bulan Agustus

2017, terjadi depresiasi 1,1 persen.

Secara kumulatif, terjadi depresiasi 0,4 persen dibanding akhir tahun 2016. Melemahnya

rupiah terhadap dolar AS merupakan fenomena regional di mana terjadi juga pelemahan

serentak di Filipina, Singapura, Malaysia, dan Thailand pada paruh kedua September 2017

yang mengonfirmasi bahwa pelemahan ini disebabkan oleh penguatan dolar AS. Penguatan

ini disinyalir disebabkan oleh antisipasi investor atas prospek pemotongan pajak di AS serta

lebih agresifnya kebijakan The Fed ke depan.

Depresiasi ini terjadi seiring dengan keluarnya dana asing di saham, walaupun selama periode

Januari-September 2017 masih terdapat net capital inflow di pasar modal Indonesia sebesar

Rp142,08 triliun. Jumlah tersebut terutama disumbang oleh pasar SUN yang membukukan

inflow sebesar Rp150,74 triliun yang mengimbangi outflow di pasar saham sebesar Rp8,66

triliun. Di bulan September 2017 sendiri, capital flow di pasar SUN dan saham masing-masing

sebesar Rp39,33 triliun dan -Rp 11,22 triliun.

28 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Masih terjadinya net foreign buying di pasar keuangan ini secara umum memberikan

kontribusi positif pada stabilisasi nilai tukar rupiah. Masih tingginya minat investor asing salah

satunya didukung oleh performa peringkat kredit Indonesia di tahun 2017 yang positif dan

mengkonfirmasi prospek fundamental perekonomian Indonesia yang positif. Selain itu, masih

tingginya perbedaan tingkat suku bunga di Indonesia dan negara maju di luar AS seperti Jepang

dan Eropa yang bahkan memberlakukan kebijakan suku bunga negatif juga menopang kinerja

arus masuk modal asing ke Indonesia secara umum.

Ke depan, pemerintah dan otoritas terkait akan terus berkoordinasi dalam mempersiapkan

langkah-langkah antisipatif dan responsif terhadap perkembangan perekonomian global.

Meskipun persepsi investor secara umum masih positif terhadap Indonesia seiring perbaikan

struktural perekonomian melalui reformasi di bidang perekonomian dan tata kelola

pemerintahan yang terus dilaksanakan, terdapat beberapa faktor risiko ke depannya yang

harus diantisipasi dan direspons. Di akhir bulan September, risiko tersebut utamanya terlihat

dari adanya pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Pemerintah perlu terus

melakukan stimulasi perekonomian domestik serta berkoordinasi dengan Bank Indonesia

untuk mensinkronisasi kebijakan fiskal dan moneter dalam rangka mendorong stabilitas nilai

tukar rupiah di tengah dinamika kondisi perekonomian global.

Neraca Perdagangan Indonesia

Sampai triwulan ketiga tahun 2017, kinerja neraca perdagangan Indonesia mengalami tren yang

terus meningkat, hingga mencatat surplus sebesar 10,87 miliar dolar AS, lebih tinggi

dibandingkan surplus neraca perdagangan pada periode sebelumnya tahun 2016.

Peningkatan ini didukung oleh surplus neraca non migas sebesar 16,74 miliar dolar AS dan

dengan defisit neraca migas yang sebesar 5,87 miliar dolar AS, sedikit melebar dibandingkan

periode sebelumnya.

Tingginya surplus neraca nonmigas hingga triwulan ketiga 2017 ini terutama berasal dari

komoditas ekspor sektor industri pengolahan (manufaktur) dengan kontribusi sebesar 74,8

persen terhadap total ekspor atau sebesar 92,23 miliar dolar AS, tumbuh 14,5 persen

dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara sektor pertambangan dan pertanian masing

masing menyumbang porsi 13,7 persen dan 2,2 persen, dan tumbuh masing-masing sebesar

34,7 persen dan 18,4 persen. Tren harga komoditas yang meningkat hingga triwulan ketiga

mendorong positifnya pertumbuhan ekspor Indonesia pada periode ini. Adapun komoditas

ekspor utama hingga triwulan ketiga 2017 ini antara lain lemak dan minyak hewan/nabati,

bahan bakar mineral, dan mesin/peralatan listrik, dengan negara tujuan ekspor nonmigas ke

Tiongkok, Amerika Serikat,dan Jepang.

Dari sisi neraca perdagangan migas, tercatat defisit sebesar 5,87 miliar dolar AS dengan

kecenderungan melanjutkan tren perbaikan sejak triwulan ketiga 2016. Hal ini mengindikasikan

semakin membaiknya proses bisnis sektor migas di dalam negeri dengan mengurangi

ketergantungan terhadap pasokan migas yang berasal dari impor.

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 29

Secara sektoral non migas, sektor pertambangan menunjukkan kinerja yang membaik dalam

dua triwulan terakhir dengan capaian pertumbuhan hingga triwulan ketiga 2017 sebesar 34,8

persen (yoy), sementara pertumbuhan dari sektor manufaktur tercatat sebagai pertumbuhan

yang terkecil di periode yang sama yaitu sebesar 14,5 persen (yoy). Hal ini didorong oleh

beberapa perusahaan tambang yang telah diizinkan melakukan ekspor komoditas barang dan

adanya peningkatan Harga Patokan Ekspor (HPE) untuk komoditas tambang tertentu.

Dari sisi penggunaan atas komoditas impor, kumulatif impor bahan baku hingga triwulan ketiga

masih melanjutkan tren positif mencapai 15 persen (yoy). Kondisi ini diharapkan dapat

mendorong perbaikan ekspor terutama komoditas manufaktur. Adapun impor atas barang

konsumsi mengalami peningkatan hingga 12 persen (yoy) yang disebabkan lonjakan

permintaan menghadapi Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) yang terjadi pada triwulan

ketiga.

Hingga triwulan ketiga 2017, Tiongkok, AS, dan Jepang tercatat sebagai tiga negara tujuan

ekspor terbesar dengan total peran ketiganya sebesar 33,96 persen terhadap total ekspor.

Sementara impor didominasi oleh impor dari Tiongkok, Jepang dan Thailand yang mencapai

44,77 persen terhadap total impor.

Grafik 7. Sampai dengan triwulan ketiga tahun 2017, neraca perdagangan Indonesia terus melanjutkan surplus hingga melampaui surplus neraca perdagangan tahun 2016

(dalam juta dolar AS)

Sumber: BPS, data diolah

S

-5.000

-3.000

-1.000

1.000

3.000

5.000

7.000

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3

2014 2015 2016 2017

Non Migas Migas Neraca Perdagangan

30 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

D. Pertumbuhan Kredit Perbankan Relatif Membaik

Grafik 8. Pertumbuhan Kredit Perbankan

(dalam persen) J

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah

Kredit perbankan di bulan Juli 2017 tumbuh sebesar 8,2 persen (yoy), lebih baik dibanding bulan

Juni 2017 atau periode yang sama pada tahun lalu di mana keduanya tumbuh sebesar 7,7

persen. Meski demikian, jumlah kredit pada Juli 2017 mengalami penurunan menjadi

Rp4.469,3 atau turun sebesar 0,5 persen (mom). Otoritas Jasa Keuangan masih yakin

pertumbuhan kredit sampai dengan akhir tahun dapat tumbuh di kisaran 11 persen,

sementara Bank Indonesia dan Lembaga Penjamin Simpanan memperkirakan pertumbuhan

sedikit dibawah 10 persen.

Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit konsumsi mencatatkan pertumbuhan tertinggi, yaitu

sebesar 10,1 persen (yoy) yang kemudian disusul oleh kredit modal kerja dan kredit investasi

dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 8,1 persen dan 6,4 persen. Secara sektoral,

tingginya kredit konsumsi tersebut selaras dengan pertumbuhan yang cukup tinggi di sektor

Pemilikan Peralatan Rumah Tangga Lainnya (Pinjaman Multiguna) sebesar 15,0 persen.

Dengan mempertimbangkan size kredit, sektor Pinjaman Multiguna merupakan pendorong

terbesar pertumbuhan kredit pada bulan Juli 2017. Sektor lain yang tumbuh cukup tinggi

adalah Konstruksi, yang dipicu oleh banyaknya proyek konstruksi yang dikerjakan oleh

Pemerintah dan Swasta. Terkait non-perfoming loan (NPL), sektor Perdagangan dan Industri

Pengolahan menjadi dua sektor dengan andil terbesar. Di antara sektor dengan size yang

cukup signifikan, Sektor Pertambangan masih mencatatkan tingkat NPL tertinggi di bulan Juli

2017 sehubungan masih relatif lemahnya harga komoditas tambang (Grafik xx).

Grafik 9. Pertumbuhan Kredit Sektoral, Juli 2017

(dalam persen, besar bubble: porsi kredit)

Sumber: Statistik Perbankan Indonesia, diolah

Listrik, Gas, Air3,01

Konstruksi 5,09

Perantara Keuangan4,51

Pertambangan2,81Transportasi

4,00

Perdagangan18,91Industri Pengolahan

17,49Pinjaman multiguna

11,17

-15

-5

5

15

25

35

45

0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00 7,00 8,00

Per

tum

bu

han

Kre

dit

(yo

y)

Non Performing Loan (NPL)

8,20

2

7

12

Jul Agt Sep Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul

2016 2017

KMK KI KK Kredit

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 31

Secara spasial, perkembangan kredit di bulan Juli 2017 secara umum melanjutkan tren yang

sudah terjadi sejak awal tahun. Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan Tengah mengalami

pertumbuhan kredit tertinggi di Juli 2017 masing-masing sebesar 23,.3 persen dan 21,3

persen. Sepanjang tahun 2017 ini, keduanya juga merupakan provinsi dengan rata-rata

pertumbuhan kredit tertinggi. Sementara untuk rasio kredit bermasalah, melanjutkan tren

sepanjang 2017, provinsi Kalimantan Timur dan Irian Jaya Barat memiliki rasio tertinggi

masing-masing 8,2 persen dan 6,1 persen (Tabel xx). Untuk porsi kredit, Jawa dan Sumatera

mengalami sedikit penurunan meski masih yang tertinggi.

Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) di bulan Juli melanjutkan tren perlambatan sejak bulan

Juni. DPK tercatat sebesar Rp5.033 triliun, tumbuh 9,76 persen (yoy) atau mengalami kontraksi

sebesar 0,3 persen pada Juli 2017. Melambatnya pertumbuhan DPK pada bulan Juli disebabkan

melambatnya pertumbuhan Giro dan Simpanan Berjangka. Secara bulanan, kontraksi pada

DPK bersumber dari menurunnya nilai DPK dalam bentuk valas sebesar 5 persen (mom).

Dilihat dari porsinya, Simpanan Berjangka masih mendominasi DPK dan mengalami sedikit

kenaikan menjadi 46,1 persen dari 45,5 persen di bulan sebelumnya.

Secara umum, kinerja perbankan pada bulan Juli 2017 masih cukup baik meskipun rasio kredit

bermasalah mengalami sedikit kenaikan. Secara umum tingkat efisiensi perbankan

melanjutkan tren perbaikan tercermin dari berkurangnya rasio BOPO. Meski tingkat NIM

mengalami penurunan, perbankan Indonesia masih menjaga daya tariknya dengan

meningkatnya tingkat ROA diikuti dengan ketahanan industri yang juga mengalami perbaikan

terlihat dari meningkatnya capital adequacy ratio (CAR). Penurunan tingkat bunga acuan oleh

Bank Indonesia pada tanggal 22 September yang lalu diyakini akan berdampak positif pada

kinerja perbankan dan juga pada kegiatan perekonomian di sisa tahun 2017 ini.

E. Kinerja IHSG Masih Positif

IHSG pada akhir triwulan ketiga 2017, berada pada level 5900,85, atau menguat sebesar 11,41

persen. Dibandingkan dengan negara di kawasan dan indeks utama global, hingga bulan

September, kinerja IHSG berada di bawah beberapa indeks utama global yang diamati seperti

DJIA, S&P 500, KOSPI, STI dan Hangseng. Namun, kinerja IHSG relatif masih berada di atas

indeks negara di kawasan seperti SET dan KLCI.

Secara khusus selama bulan September, IHSG masih mencatatkan kinerja positif sebesar 0,63

persen (mom) di tengah net sell investor asing yang mencapai Rp11,22 T selama bulan tersebut

atau merupakan net sell asing terbesar dalam satu bulan, sepanjang tahun ini. Tidak heran jika

kemudian banyak investor yang khawatir bahwa IHSG akan crash. Net sell asing sejatinya mulai

terlihat sejak bulan Mei (ytd), posisi investor asing yang tadinya net buy telah berbalik menjadi

net sell sebesar Rp10,73T. Secara historis, dalam beberapa tahun terakhir, terutama sejak

taper tantrum AS tahun 2013, investor asing ternyata selalu dalam posisi net sell selama bulan

September. Bahkan, tidak hanya bulan September, investor asing juga pada posisi net sell

selama triwulan ketiga dan keempat dalam beberapa tahun terakhir sejak 2013. Pameo “sell

32 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

7,90

6,5025,24

11,77

3,22

12,53

6,93

13,37

18,16

11,41

8,44

0 10 20 30

Shenzen Comp

Nikkei

Hangseng

STI

FTSE 100

S&P 500

KLCI

DJIA

KOSPI

IHSG

SET

Juli Agt Sep

on May and go away” sepertinya telah menjadi pegangan investor asing di pasar saham.

Beberapa sentimen yang mempengaruhi hal ini antara lain perkembangan perekonomian

global yang belum solid, berbagai pernyataan Presiden AS Donald Trump yang kerap

menimbulkan multitafsir, ditambah konflik geopolitik antara Korea Utara dan AS. Dari dalam

negeri, beberapa rilis data perekonomian Indonesia juga berada di bawah ekspektasi pasar

seperti PDB dan inflasi. Ditambah lagi, belakangan berkembang isu penurunan daya beli

masyarakat.

Prospek pasar modal Indonesia ke depan masih positif, mengingat investor asing masih

mencatatkan net buy yang besar pada instrumen SBN. Selain itu, pada saat yang sama, lembaga

asuransi domestik terus meningkatkan porsi investasinya pada saham. Dari sisi kinerja IHSG,

ekspektasi terhadap earning per share menunjukkan peningkatan. Berdasarkan konsensus

Bloomberg, earning per share diperkirakan tumbuh dari Rp226,87 pada 2016 menjadi

Rp351,82 pada 2017 ini. Selain itu, berdasarkan data historis, dana investor asing biasanya

kembali masuk ke pasar saham antara akhir triwulan keempat dan awal triwulan pertama

tahun berikutnya.

Dari sisi sektoral, perkembangan positif IHSG pada triwulan ketiga 2017 ditopang oleh kinerja

semua sektor yang tumbuh signifikan kecuali sektor properti, aneka industri, dan pertanian yang

mengalami tekanan. Sektor keuangan mencatatkan pertumbuhan paling tinggi yaitu 24,9

persen (ytd) diikuti sektor infrastruktur dengan pertumbuhan sebesar 15,2 persen (ytd), dan

sektor industri dasar yang tumbuh sebesar 14,9 persen (ytd).

Secara akumulasi untuk periode Agustus-September 2017, investor asing mencatatkan net sell

sebesar Rp 17,47 triliun. Hal ini antara lain dipicu oleh animo pasar pasca pengumuman

prospek penaikan suku bunga acuan the Fed Fund rate di Desember 2017 oleh FOMC di AS

dan juga prospek penurunan pembelian surat berharga oleh European Central Bank (ECB).

Grafik 10. (a) Kinerja Indeks Global dan (b) Perkembangan IHSG Sektoral

(dalam persen, ytd)

(a) (b)

Sumber: Bloomberg

Sektor Perkembangan Bulanan

ytd Juli Agustus September

Keuangan 1.39 1.07 1.78 24.9 Manufaktur -4.64 1.65 1.78 7.0 Konsumsi -4.29 3.36 0.95 7.5 Infrastruktur -0.82 0.86 -0.91 15.2 Perdagangan 1.22 -1.94 1.52 7.0 Properti -0.49 3.93 -0.93 -3.4 Aneka Industri -7.55 -1.01 1.04 -2.9 Industri Dasar -3.06 -1.15 4.99 14.9 Pertambangan 4.25 -0.11 -3.32 3.6 Pertanian -4.21 -0.11 4.31 -4.2 IHSG -1.17 1.01 1.50 11.4

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 33

Sektor keuangan

Kinerja positif sektor keuangan selama triwulan ketiga 2017 ditopang oleh penurunan suku

bunga kebijakan moneter oleh Bank Indonesia seiring setabilnya nilai tukar rupiah dan

ekspektasi inflasi ke depan yang terjaga. Hal ini memberikan kontribusi terhadap peningkatan

pertumbuhan kredit perbankan yang selanjutnya berdampak pada positifnya laporan

keuangan interim perbankan. Selain itu, sepanjang tahun ini, sektor keuangan juga diramaikan

dengan isu akuisisi atau masuknya investor besar pada sejumlah bank BUKU II dan BUKU I.

Manufaktur

Sektor manufaktur mencatatkan hasil negatif pada triwulan ketiga 2017. Kinerja positif selama

bulan Agustus dan September belum mampu menutupi hasil negatif selama bulan Juli. Kondisi

ini sejalan dengan perkembangan data Nikkei Indonesia Manufacturing Purchasing Managers’

Index. Nikkei Indonesia manufacturing PMI sedikit mengalami penurunan menjadi 50,4 pada

bulan September dari 50,7 pada bulan Agustus. Meskipun demikian, level di atas 50 yang

menunjukkan ekspansi selama dua bulan berturut-turut merupakan catatan yang bagus,

mengingat pada bulan Juli level indeks berada di bawah 50 atau level kontraksi. Jumlah

pesanan baru dan pesanan baru untuk ekspor melanjutkan kenaikannya pada bulan

September. Di sisi lain, seperti dilaporkan oleh Markit Economics, perusahaan manufaktur

menghadapi tekanan dari sisi biaya dan tidak mampu meneruskannya ke konsumen karena

ketatnya kompetisi.

Konsumsi

Selama triwulan ketiga 2017, kinerja negatif sektor konsumsi pada bulan Juli telah tertutupi

oleh kinerja positif selama dua bulan berturut-turut, yaitu bulan Agustus dan September. Di

tengah berkembangnya isu pelemahan daya beli masyarakat, sejumlah emiten di sektor ini

masih mencatatkan peningkatan kinerja. Selain itu, Survei Konsumen Bank Indonesia juga

mengindikasikan bahwa keyakinan konsumen pada bulan September 2017 menunjukkan

peningkatan. Hal itu tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) bulan September 2017

yang sebesar 123,8, lebih tinggi dari 121,9 pada bulan Agustus 2017. Meningkatnya optimisme

konsumen tersebut terutama didorong oleh ekspektasi terhadap kegiatan usaha dan

ketersediaan lapangan kerja. Sejalan dengan peningkatan optimisme konsumen tersebut,

rasio pengeluaran untuk konsumsi juga menunjukkan peningkatan.

Infrastruktur

Hingga akhir triwulan ketiga 2017, saham sektor infrastruktur mencatatkan pertumbuhan

sebesar 15,2 persen ytd atau merupakan yang terbaik kedua setelah sektor keuangan. Angka

tersebut juga masih di atas kinerja IHSG yang tumbuh sebesar 11,4 persen ytd. Penopang

utama sektor ini adalah PT Telekomunikasi Indonesia Tbk. dengan bobot sebesar 55,49 persen.

Secara ytd, emiten ini mencatatkan pertumbuhan sebesar 11,56 persen didukung oleh

stabilnya pertumbuhan pendapatan data, internet, & layanan IT. Penopang selanjutnya untuk

sektor infrastruktur, yaitu PT Jasa Marga Tbk. yang secara ytd mencatatkan pertumbuhan

34 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

sebesar 41,20 persen. Untuk bobot terhadap sektor infrastruktur sendiri, emiten jalan tol ini

memiliki bobot sebesar 5,45 persen.

Properti dan konstruksi

Sektor ini merupakan salah satu sektor yang memiliki kinerja negatif hingga triwulan ketiga

2017, selain sektor aneka industri dan pertanian. Hingga triwulan ketiga 2017, sektor ini

mencatatkan pertumbuhan sebesar -3,4 persen. Mengingat sektor ini merupakan gabungan

antara sektor properti dan konstruksi dan emiten-emiten properti sendiri membukukan

kinerja yang cemerlang sejalan dengan peningkatan marketing sales-nya, tekanan pada sektor

ini diperkirakan bersumber dari emiten-emiten konstruksi. Isu negatif yang berkembang, yaitu

bahwa emiten-emiten itu tidak memiliki kas yang memadai, meskipun mendapatkan proyek

dengan nilai cukup besar. Hal ini kemudian memunculkan kekhawatiran investor akan prospek

kinerja ke depan. Di tengah isu kekurangan cashflow tersebut, beredar juga isu yang

disuarakan oleh Kadin Indonesia bahwa agar BUMN konstruksi tidak mendominasi proyek-

proyek infratruktur pemerintah.

Sektor pertambangan

Sektor pertambangan hingga triwulan ketiga 2017 mencatatkan pertumbuhan sebesar 3,6

persen. Dalam kurun waktu tiga bulan selama triwulan ketiga itu sendiri, sektor ini hanya

mencatatkan kinerja positif pada bulan Juli dan kemudian mengalami koreksi pada bulan

Agustus dan September. Hal ini tidak terlepas dari fluktuasi harga komoditas yang menjadi

basis emiten-emiten pada sektor ini. Sektor pertambangan ini sendiri didominasi oleh emiten

berbasis batu bara, disusul emiten berbasis logam seperti nikel dan timah, dan selanjutnya

emiten berbasis minyak bumi. Fluktuasi harga batu bara dipengaruhi oleh berita ditutupnya

sejumlah tambang batubara di Tiongkok dan sentimen dari dalam negeri terkait wacana

pengaturan harga batu bara untuk PLN. Harga komoditas logam-logaman juga dipengaruhi

oleh kondisi manufaktur Tiongkok yang selama triwulan ketiga menunjukkan perbaikan.

Sementara itu, harga komoditas minyak bumi dipengaruhi oleh sejumlah faktor seperti

kebijakan OPEC, suplai minyak mentah AS, dan kondisi geopolitik Timur Tengah.

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 35

Kapitalisasi pasar obligasi 2017 (ytd) tumbuh pesat dan yield menyentuh rekor terendah

sepanjang masa berkat penaikan peringkat. Ini terlihat dari yield yang sempat turun hingga

menjadi 6,23% untuk tenor 10 tahun pada 25 September 2017—atau

merupakan yield terendah sepanjang sejarah SBN.

Salah satu capaian penting sektor keuangan nasional tahun 2017 di sektor keuangan adalah

kenaikan peringkat utang Indonesia ke level layak investasi atau investment grade dari S&P.

Kenaikan peringkat utang Indonesia pada tahun ini dapat diraih berkat perbaikan regulasi dan

infrastruktur dalam sejumlah paket kebijakan ekonomi yang berdampak positif pada sektor riil.

Peningkatan kapitalisasi pasar obligasi tak lepas dari langkah pemerintah memperdalam pasar

dengan menerbitkan obligasi guna membiayai APBN. Pendalaman pasar obligasi dilakukan

pemerintah dengan meluncurkan instrumen investasi seperti sukuk tabungan, SBN valas

domestik dan denominasi euro. Selama periode Agustus-September 2017, pemerintah c.q.

Kementerian Keuangan menerbitkan SBN sejumlah Rp150,24 triliun dan 2,8 miliar dolar AS

denagan mayoritas tenor jangka pendek.

Data Bursa Efek Indonesia memperlihatkan, kapitalisasi pasar obligasi atau total outstanding di

saat masa awal pemerintahan Presiden Joko Widodo di 2014 sebesar Rp1.435,84 triliun. Per 13

Oktober 2017, jumlahnya naik menjadi Rp2.406,69 triliun yang terdiri dari obligasi pemerintah

Rp2.046,93 triliun dan obligasi korporasi senilai Rp359,76 triliun.

Grafik 11. Kurva Imbal Hasil SBN Seri Benchmark September 2017

(dalam persen) j

Sumber: Bloomberg

Selama periode Agustus-September 2017, tercatat nilai kapitalisasi pasar SBN sebesar Rp

2,046,9 triliun dengan menunjukkan kurva imbal hasil yang normal dari seri benchmark SBN

(lihat gambar 1.1).

4,525

4,8835,05

5,622

6,0646,252

6,628

7,1427,363 7,409 7,438

1/12 3/12 3/12 1 2 3 5 10 20 25 30

Tenor (tahun)

Boks 2. Tugas Berat Tim Reformasi Perpajakan

Boks 2. Perkembangan Pasar Obligasi Indonesia

36 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Boks 2. Tugas Berat Tim Reformasi Perpajakan

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 37

BAGIAN II ANALISIS KINERJA APBN

TRIWULAN KETIGA

2017 Realisasi pendapatan negara dan belanja negara

tercatat lebih baik dibandingkan periode yang sama

tahun lalu. Meskipun demikian, beberapa tantangan

masih harus dihadapi.

38 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

A. Kinerja APBNP 2017

Menginjak triwulan keempat tahun 2017, pelaksanaan APBNP memasuki periode yang paling

krusial. Reformasi fiskal yang dimulai pada tahun 2015 dengan perbaikan struktur belanja

negara yang diikuti dengan reformasi penerimaan negara di antaranya melalui program

Amnesti Pajak pada tahun 2016 diharapkan mulai menunjukkan hasilnya pada tahun 2017.

Peningkatan kualitas belanja negara yang ditempuh dengan melakukan realokasi belanja

konsumtif, dalam hal ini subsidi BBM, ke belanja produktif dan prioritas antara lain belanja

infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan diharapkan dapat menjadi pendorong pertumbuhan

ekonomi yang adil, merata, dan berkelanjutan. Sementara itu, melalui Amnesti Pajak,

pemerintah mengharapkan adanya perluasan basis pajak dan partisipasi masyarakat sehingga

berdampak pada peningkatan penerimaan negara.

Tabel 2. Kinerja APBN Hingga September 2017 (dalam triliun rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan

Momentum perubahan APBN tahun 2017 merupakan saat yang tepat bagi pemerintah untuk

mendorong APBN sebagai instrumen fiskal yang lebih realistis dan selaras dengan

perkembangan perekonomian terkini. Perubahan APBN tersebut juga diharapkan dapat

mengakomodasi prospek perekonomian ke depan sehingga diharapkan APBN dapat lebih

kredibel, berkelanjutan, dan mempunyai daya redam yang efektif untuk merespons

perkembangan perekonomian yang sangat dinamis.

Hingga September 2017, realisasi APBNP terus menunjukkan perbaikan kinerja. Hal tersebut

ditandai dengan realisasi pendapatan, belanja, dan pembiayaan yang lebih baik dibandingkan

Uraian 2016 2017

APBN-P s.d. Sept % Real. APBN-P s.d. Sept % Real.

A. Pendapatan Negara dan Hibah 1.786,2 1.082,6 60,6 1.736,1 1.099,3 63,3

I. Penerimaan Dalam Negeri 1.784,2 1.081,4 60,6 1.733,0 1.096,8 63,3

1. Penerimaan Perpajakan 1.539,2 896,5 58,2 1.472,7 878,9 59,7

2. PNBP 245,1 184,9 75,4 260,2 217,9 83,7

II. Hibah 2,0 1,3 64,4 3,1 2,5 80,2

B. Belanja Negara 2.082,9 1.306,0 62,7 2.133,3 1.375,0 64,5

I. Belanja Pemerintah Pusat 1.306,7 767,9 58,8 1.367,0 808,4 59,1

A. Belanja K/L 767,8 262,8 34,2 798,6 263,9 33,1

B. Belanja Non K/L 538,9 505,1 93,7 568,4 544,5 95,8

II. Transfer Daerah dan Dana Desa 776,3 538,1 69,3 766,3 566,6 73,9

1 Transfer Ke Daerah 729,3 501,4 68,8 706,3 526,9 74,6

2 Dana Desa 47,0 36,8 78,2 60,0 39,6 66,1

C. Surplus/ Defisit Anggaran (296,7) (223,4) 75,3 (397,2) (275,7) 69,4

% defisit thd PDB (2,35) (1,80) (2,92) (2,03)

D. Pembiayaan 296,7 393,7 132,7 397,2 362,2 91,2

I. Pembiayaan Utang 371,6 379,2 102,0 461,3 359,9 78,0

II. Pembiayaan Investasi (94,0) (7,2) 7,7 (59,7) (0,4) 0,6

III. Pemberian Pinjaman 0,5 2,6 570,9 (3,7) 2,4 (65,4)

IV. Kewajiban Penjaminan (0,7) 0,0 0,0 (1,0) 0,0 0,0

V. Pembiayaan Lainnya 19,3 19,2 99,2 0,3 0,3 87,6

Kelebihan/ Kekurangan Pembiayaan 170,3 86,5

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 39

dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Defisit anggaran masih terjaga dalam batas

aman meskipun melebar di kisaran 2,03 persen terhadap PDB dibandingkan dengan 1,80

persen pada tahun sebelumnya. Dibandingkan dengan targetnya, realisasi defisit sampai

dengan bulan September 2017 baru mencapai 69,4 persen, sementara tahun lalu pada

periode yang sama defisit APBNP 2016 telah mencapai 75,3 persen dari targetnya. Capaian ini

tentu memberikan optimisme tersendiri terhadap kinerja APBNP tahun 2017 sampai dengan

akhir tahun di mana likuiditas, vulnerabilitas maupun sustainabilitas fiskal diperkirakan dapat

terjaga dengan baik.

Pendapatan Negara

Dari sisi penerimaan migas, tren meningkatnya harga minyak dunia turut mendorong lebih

baiknya penerimaan negara yang bersumber dari Migas baik PPh maupun PNBP. Sampai dengan

September 2017, ICP mencapai 48,86 dolar AS per barel, sedikit lebih tinggi dari asumsi dalam

APBNP 2017 sebesar 48 dolar AS per barel. Harga ICP tersebut 22 persen lebih tinggi

dibandingkan rata-rata ICP pada tahun 2016 sebesar 40 dolar AS per barel. Kenaikan ICP antara

lain disebabkan karena Arab Saudi menyatakan akan mengurangi pasokan ke sebagian besar

pembeli di Asia hingga 10 persen pada bulan September dan Saudi Aramco memotong

ekspornya di seluruh dunia setidaknya 520.000 barel per hari pada bulan September.

Sebagai hasilnya, PPh Migas telah terealisasi sebesar Rp38,6 triliun atau sebesar 92,4 persen

dari target APBNP 2017 sebesar Rp41,8 triliun. Realisasi tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan

realisasi PPh Migas sampai dengan bulan September tahun 2016 yang baru mencapai 67,8

persen atau Rp24,7 triliun dari target APBNP 2016 sebesar Rp36,6 triliun. Secara nominal,

realisasi PPh Migas sampai dengan September 2017 menunjukkan pertumbuhan sebesar 56,5

persen (yoy). Seiring dengan positifnya kinerja PPh Migas, realisasi PNBP Migas pun

menunjukkan capaian yang menggembirakan. Sampai dengan September 2017, PNBP Migas

telah terealisasi sebesar Rp61,1 triliun atau 84,5 persen dari target sebesar Rp72,2 triliun.

Secara nominal, capaian ini menunjukkan pertumbuhan sebesar 161,5 persen (yoy)

dibandingkan realisasi sampai bulan September 2016 yang mencapai Rp23,3 triliun atau 34

persen dari target sebesar Rp68,7 triliun.

Di sisi penerimaan pajak nonmigas, realisasi sampai dengan September 2017 menunjukkan

pertumbuhan negatif sebesar 4,7 persen (yoy). Namun demikian, capaian ini masih

memperhitungkan penerimaan pajak dari program Amnesti Pajak baik yang terealisasi sampai

dengan September 2016 maupun September 2017. Tanpa memperhitungkan penerimaan dari

Amnesti Pajak, penerimaan pajak nonmigas masih menunjukkan pertumbuhan yang positif di

level 7 persen. Kecuali PPh Nonmigas yang tumbuh sebesar negatif 12,3 persen sebagai akibat

tingginya penerimaan dari Amnesti Pajak pada tahun 2016, keseluruhan jenis pajak nonmigas

menunjukkan kinerja positif. Sebagai jenis pajak dengan kontribusi terbesar kedua setelah PPh

Nonmigas, PPN/PPnBM menunjukkan realisasi sebesar Rp307,3 triliun atau 64,6 persen dari

targetnya dalam APBNP 2017 sebesar Rp475,5 triliun. Capaian ini jauh lebih baik dibandingkan

dengan kinerja tahun 2016 di mana sampai dengan September 2016, realisasi PPN/PPnBM

40 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

baru mencapai 57 persen atau sebesar Rp270,1 triliun dari target sebesar Rp474,2 triliun.

Secara nominal, realisasi PPN/PPnBM tumbuh sebesar 13,8 persen (yoy) terutama didorong

oleh meningkatnya konsumsi domestik seiring membaiknya kinerja perekonomian pada

triwulan ketiga tahun 2017.

Penerimaan dari kepabeanan dan cukai juga menunjukkan kinerja yang positif sampai dengan

September 2017. Membaiknya penerimaan cukai hasil tembakau, bea masuk dan bea keluar

mendorong penerimaan dari kepabeanan dan cukai untuk tumbuh sebesar 4,3 persen (yoy).

Cukai hasil tembakau telah terealisasi sebesar Rp77,6 triliun atau sebesar 52,6 persen dari

target sebesar 147,5 persen atau tumbuh sebesar 3,4 persen (yoy). Pertumbuhan ekspor

sektor pertambangan (mineral), pertanian, dan manufaktur mendorong penerimaan bea

keluar untuk tumbuh sebesar 19,2 persen atau mencapai realisasi sebesar Rp2,6 triliun (97,5

persen) dari target Rp2,7 triliun. Di sisi lain, peneriman bea masuk telah terealisasi sebesar

Rp24,6 triliun atau 73,9 persen dari target sebesar Rp33,3 triliun. Secara nominal, capaian ini

menunjukkan pertumbuhan sebesar 7,7 persen dari realisasi sampai bulan September 2016

yang mencapai Rp22,9 triliun atau 68,5 persen dari target sebesar Rp33,4 triliun. Kombinasi

dari realisasi penerimaan pajak migas dan non-migas menunjukkan bahwa secara umum

pencapaian penerimaan perpajakan sampai dengan September 2017 relatif lebih baik

dibandingkan tahun sebelumnya dimana realisasi penerimaan perpajakan sebesar Rp878,9

triliun (59,7 persen) sedikit lebih tinggi dibandingkan capaian periode yang sama tahun

sebelumnya yaitu sebesar Rp896,5 triliun (58,2 persen).

Selain ditopang oleh lebih baiknya kinerja PNBP Migas, secara keseluruhan PNBP juga

menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Sampai dengan

September 2017, realisasi PNBP mencapai Rp217,9 triliun (83,7 persen), meningkat

dibandingkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya Rp184,9 triliun (75,4 persen) atau

tumbuh sebesar 17,9 persen (yoy). Positifnya realisasi PNBP juga didorong oleh tingginya

penerimaan SDA nonmigas. Peningkatan harga komoditas batubara secara signifikan

mendorong realisasi penerimaan SDA nonmigas mencapai Rp20,1 triliun (85,7 persen),

meningkat dibandingkan capaian periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp14,0 triliun

(63,9 persen) atau tumbuh sebesar 43,9 persen (yoy). Selain itu, perbaikan layanan, kenaikan

tarif serta perbaikan administrasi BLU juga turut berkontribusi terhadap capaian PNBP.

Pendapatan BLU tumbuh sebesar 14,5 persen (yoy) dengan realisasi sebesar Rp33,7 triliun

atau 87,5 persen dari target APBNP 2017. Realisasi ini lebih baik dari periode yang sama tahun

sebelumnya sebesar Rp29,4 triliun atau sebesar 81,2 persen dari target tahun 2016 sebesar

36,3 persen.

Secara keseluruhan, kinerja pendapatan negara dan hibah tahun 2017 masih lebih baik

dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Sampai dengan September 2017, pendapatan negara

dan hibah mencapai Rp1.099,3 triliun atau 63,3 persen dari targetnya sebesar Rp1.763,1

triliun. Capaian ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 di

mana sampai dengan bulan September 2016, realisasi pendapatan negara dan hibah sebesar

Rp1.082,6 atau 60,6 persen dari target. Dengan pertumbuhan yang positif sebesar 1,2 persen

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 41

(yoy) sampai dengan September 2017, kinerja pendapatan negara dan hibah sampai dengan

akhir tahun 2017 diperkirakan akan terus membaik sehingga target pendapatan negara masih

berpotensi untuk dicapai seoptimal mungkin.

Belanja Negara dan Pembiayaan Anggaran

Untuk memperbaiki kinerja penganggaran, pemerintah telah menempuh beberapa terobosan

kebijakan dalam rangka mendorong efektivitas dan efisiensi pemanfaatan anggaran, serta

perbaikan mekanisme realisasinya. Dari sisi belanja negara, kinerja realisasi anggaran 2017

relatif lebih baik jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Secara umum, realisasi belanja

negara sampai dengan September 2017 mencapai 64,5 persen, lebih tinggi dari tahun

sebelumnya yang sebesar 62,7 persen. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat hingga September

2017 mencapai Rp808,4 triliun (59,14 persen), membaik jika dibandingkan dengan capaian

periode yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar Rp767,9 triliun (58,77 persen). Capaian

tersebut utamanya dipengaruhi oleh kenaikan realisasi belanja bansos, belanja modal, dan

pembayaran bunga utang karena peningkatan outstanding utang di akhir tahun 2016 yang

bunganya sudah dibayarkan pada semester pertama tahun 2017.

Grafik 12. (a) Realisasi Belanja Modal Per Triwulan dan (b) Realisasi Belanja Barang Per Triwulan

(dalam persen)

(a) (b)

Sumber: Kementerian Keuangan

Terbitnya Perpres Bantuan Sosial Non Tunai (Perpres 63 Tahun 2017) pada pertengahan tahun

ini menjadi salah satu faktor membaiknya pola penyerapan dan mekanisme penyaluran bansos.

Perpres tersebut diterbitkan dengan semangat penyaluran bansos kepada masyarakat yang

efisien sehingga outputnya menjadi tepat sasaran, tepat jumlah, tepat waktu, tepat kualitas,

serta tepat administrasi. Program bansos nontunai tersebut juga sejalan dengan program

peningkatan keuangan inklusif sehingga mendorong masyarakat untuk mengakses fasilitas

perbankan dan finansial. Diawali pada tahun lalu di mana pemerintah melakukan piloting

program PKH nontunai di beberapa wilayah, maka tahun ini dengan didukung penerbitan

Perpres 63/2017, pemerintah telah secara penuh menyalurkan PKH nontunai yang dampaknya

-

5,0

10,0

15,0

20,0

25,0

Q1 Q2 Q3

AVG 3Y 2016 2017

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

30,0%

Q1 Q2 Q3

AVG 3Y 2016 2017

42 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

adalah percepatan mekanisme penyaluran, perbaikan sasaran masyarakat penerima, dan

mencegah kebocoran program. Suksesnya implementasi program PKH kemudian disusul oleh

konversi Rastra menjadi bantuan pangan nontunai (BPNT) yang juga pelaksanaannya

diujicobakan tahun ini di 44 kabupaten/kota. Adapun mekanisme pencairannya, PKH dilakukan

empat kali setahun, sementara BPNT pencairannya dilakukan setiap bulan.

Hingga pertengahan triwulan ketiga tahun ini, penyerapan anggaran belanja modal pemerintah

mencatatkan pertumbuhan positif dibanding periode yang sama tahun lalu. Hal ini menjadi

salah satu modal pemerintah untuk mendorong ekonomi di triwulan ketiga melalui perbaikan

kualitas belanja dan pelaksanaan proyek infrastruktur. Adapun kontributor terbesar

pendongkrak belanja modal adalah proyek infrastruktur khususnya pada Kementerian

Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (50,2 persen), dan Kementerian Perhubungan (43,4

persen). Yang menjadi catatan adalah masih rendahnya realisasi belanja modal pada beberapa

K/L strategis yang berkontribusi terhadap pembangunan infrastruktur, di antaranya adalah

Kementerian ESDM dan Kementerian Pertanian yang realisasi belanja modalnya hingga

September 2017 masih di bawah 40 persen dari pagunya. Realisasi belanja modal yang rendah

tersebut bisa saja disebabkan oleh faktor prosedural, proses perencanaan, dan mekanisme

lelang sehingga berpotensi menunda penyelesaian pembangunan proyek. Ke depan,

pemerintah akan terus mendorong percepatan belanja modal dalam mengakselerasi

pembangunan proyek-proyek infrastruktur melalui K/L.

Sementara itu, belanja barang menjadi salah satu target efisiensi anggaran tahun ini. Penerbitan

Inpres Nomor 4 Tahun 2017 mengenai efisiensi belanja barang menargetkan adanya self

blocking oleh K/L dengan nilai mencapai Rp16 triliun. Efisiensi tersebut meliputi belanja

perjalanan dinas dan paket meeting, honorarium tim, belanja operasional kantor, belanja jasa,

belanja pemeliharaan, sampai dengan belanja barang operasional dan non operasional

lainnya. Adapun realisasinya sampai dengan September 2017 adalah sebesar 52,26 persen

lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai 56,56 persen.

Tabel 3. Realisasi Belanja Pemerintah Pusat s.d September 2017

(dalam triliun rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan, diolah

Uraian 2016 2017 yoy

APBN-P s.d. Sept % Real. APBN-P s.d. Sept % Real.

1. Belanja Pegawai 343.01 235.88 68,77 340.41 236.97 69,61 0,46%

2. Belanja Barang 281.23 159.06 5656,56 318.78 166.59 52,26 4,74%

3. Belanja Modal 227.48 82.56 3636,29 206.19 90.59 43,94 9,73%

4. Pembayaran Kewajiban Utang 191.22 146.62 76,68 219.20 172.79 78,83 17,85%

5. Subsidi 177.75 104.06 5858,54 168.88 92.37 54,69 -11,24%

6. Belanja Hibah 8.54 0.55 6.6,41 5.53 2.38 43,01 334,75%

7. Bantuan Sosial 54.94 35.29 664,24 58.09 42.72 73,54 21,04%

8. Belanja Lain-lain 22.53 3.86 17,126 49.87 3.98 7,98 3,29%

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 43

Realisasi Transfer Ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) September 2017 mencapai Rp566,6 triliun

(73,97 persen), meningkat dibandingkan dengan capaian periode yang sama tahun

sebelumnya yaitu sebesar Rp538,1 triliun (69,32 persen) utamanya didorong oleh peningkatan

realisasi dana dana perimbangan sejalan dengan kemampuan penyerapan. Adapun

pelaksanaan TKDD secara kontinu dimonitor untuk meningkatkan kualitas tata kelola

pemerintahan daerah dan menurunkan ketimpangan antarwilayah, salah satunya dengan

mendorong DAK fisik untuk pembangunan infrastruktur dan pelayanan publik.

Dari sisi pembiayaan, Realisasi hingga September 2017 mencapai Rp362,2 triliun (83,07

persen), lebih rendah dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 yaitu Rp393,7

triliun (132,69 persen), sementara realisasi SBN (neto) menurun, sebagai bagian dari

pengelolaan anggaran dan untuk ditujukan untuk mengurangi idle cash.

Di tengah keterbatasan sumber-sumber penerimaan negara, pemerintah harus lebih selektif

dan hati-hati dalam mendanai pembangunan melalui belanja negara dan pilihannya adalah

mengalokasikan belanja pada program dengan dampak multiplier yang optimal terhadap

ekonomi.

Tabel 4. Realisasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa s.d September 2017

(dalam triliun Rp)

Sumber: Kementerian Keuangan, diolah

Tabel 5. Realisasi Pembiayaan s.d September 2017

(dalam triliun rupiah)

Sumber: Kementerian Keuangan, diolah

Uraian

2016 2017

APBN-P s.d. Sept % Real. APBN-P s.d. Sept % Real. yoy

Pembiayaan 296.72 393.73 132.69 397.24 362.18 91.18 173.0%

I. Pembiayaan Utang 371.56 379.17 102.05 461.34 359.87 78.01 252.7%

1. SBN (neto) 364.87 388.63 106.51 467.31 381.73 81.69 258.4%

2. Pinjaman (neto) 6.70 -9.47 -141.40 -5.97 -21.86 366.04 -84.5%

II. Pembiayaan Investasi -93.98 -7.25 7.71 -59.73 -0.35 0.59 -104.5%

III. Pemberian Pinjaman 0.46 2.64 570.87 -3.67 2.40 -65.35 -99.6%

IV. Kewajiban Penjaminan -0.65 0.00 0.00 -1.01 0.00 0.00 0.0%

V. Pembiayaan Lainnya 19.34 19.17 99.16 0.30 0.26 87.63 -99.7%

Kelebihan/ Kekurangan Pembiayaan 170.3 86.5

Uraian

2016 2017

APBN-P s.d. Sept % Real. APBN-P s.d. Sept % Real. yoy

Transfer Daerah dan Dana Desa 776.25 538.10 69.32 766.57 566.57 73.97 5.28%

1

Transfer Ke Daerah 729.27 501.38 68.75 705.97 526.93 74.64 5.10%

a. Dana Perimbangan 705.46 483.03 68.47 678.60 504.53 74.35 4.45%

i. Dana Transfer Umum 494.44 376.77 76.20 493.96 399.84 80.95 6.12%

ii. Dana Transfer Khusus 211.02 106.26 50.35 184.64 104.69 56.70 -1.47%

b. Dana Insentif Daerah 5.00 5.00 100.00 7.50 7.50 100.00 50.00%

c. Dana Otonomi Khusus &

Keistimewaan DIY

18.81 13.35 70.96 19.88 14.91 74.99 11.66%

2 Dana Desa 46.98 36.76 78.24 60.00 39.63 66.06 7.82%

44 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Sejak tahun 2009, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya

20 persen dari APBN sebagaimana yang diamanatkan dalam amandemen keempat Undang-

Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Dengan adanya ketentuan tersebut, maka anggaran

pendidikan yang dialokasikan oleh Pemerintah setiap tahun cenderung mengalami peningkatan

seiring dengan meningkatnya total belanja negara dalam APBN. Sebagai gambaran, alokasi

anggaran pendidikan di tahun 2009 hanya sebesar Rp208,3 triliun kini meningkat menjadi

Rp426,7 triliun dalam APBN-P 2017.

Grafik 14. Perkembangan Anggaran Pendidikan

(dalam triliun rupiah) j

Sumber: Kementerian Keuangan

Alokasi anggaran yang cenderung mengalami peningkatan tersebut perlu dioptimalkan

semaksimal mungkin agar tujuan pembangunan di bidang pendidikan dapat tercapai. Akan

tetapi, peningkatan anggaran pendidikan tersebut belum serta merta diikuti dengan

meningkatnya kualitas pendidikan yang secara optimal. Hal ini dapat dilihat dari beberapa

indikator di bidang pendidikan seperti capaian tingkat partisipasi dan kondisi ruang

kelas/sekolah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, tingkat partisipasi siswa yang

ditunjukkan dengan Angka Partisipasi Kasar (APK) hanya mengalami sedikit peningkatan selama

periode periode tahun 2011 hingga 2016. Peningkatan yang cukup signifikan hanya terjadi pada

jenjang pendidikan tingkat menengah dalan kurun waktu tersebut.

Di sisi lain, kondisi sarana dan prasarana pendidikan di Indonesia secara umum masih relatif

kurang baik untuk menunjang peningkatan mutu pendidikan. Permasalahan masih dihadapi

terutama dalam hal penyediaan ruang kelas yang layak bagi siswa di sekolah. Berdasarkan data

Statistik Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2016/2017, persentase ruang kelas yang

dalam kondisi baik hanya sekitar 25,7 persen pada tingkat SD, 28,7 persen tingkat SMP dan 45,6

persen tingkat SMA/SMK. Tentunya hal ini perlu menjadi perhatian Pemerintah mengingat

sudah besarnya alokasi anggaran pendidikan.

Dari sisi perspektif fiskal, pembangunan di bidang pendidikan merupakan salah satu faktor

penting yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi secara optimal. Pendidikan yang

berkualitas diharapkan dapat meningkatkan produktivitas, inovasi dan daya saing sumber daya

manusia (SDM) Indonesia. Selain itu, pembentukan karakter melalui pendidikan diharapkan

dapat meminimalkan social cost dalam pembangunan yang dilaksanakan Pemerintah.

208,3 225,2 266,9 310,8 345,3 375,4 408,5 416,6 426,7

20,8% 20,0% 20,2% 20,1% 20,0% 20,0% 20,6% 20,0% 20,0%

0,0%

5,0%

10,0%

15,0%

20,0%

25,0%

050

100150200250300350400450

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Boks 2. Tugas Berat Tim Reformasi Perpajakan

Boks 3. Penguatan Peran LPDP Sebagai Sovereign Wealth Fund

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 45

Mengingat arti pentingnya keberlanjutan pendidikan bagi generasi mendatang, maka

Pemerintah senantiasa tetap melakukan optimalisasi pemanfaatan anggaran pendidikan agar

dapat maksimal dalam mencapai tujuan pembangunan di bidang pendidikan.

Grafik 15. Capaian Angka Partisipasi Kasar Menurut Jenjang Pendidikan

j

Sumber: BPS

Salah satu strategi yang dilakukan oleh Pemerintah dalam memenuhi keadilan antargenerasi

dalam bidang pendidikan adalah mengalokasikan Dana Pengembangan Pendidikan Nasional

(DPPN). DPPN pada prinsipnya merupakan dana abadi pendidikan (endowment fund) yang

bersumber dari alokasi anggaran pendidikan untuk kemudian diinvestasikan dalam instrumen

investasi baik yang bersifat jangka pendek maupun jangka panjang. Pembentukan DPPN

tersebut merupakan perwujudan komitmen Pemerintah untuk memenuhi keadilan

antargenerasi di bidang pendidikan. Untuk melakukan pengelolaan DPPN tersebut, Pemerintah

membentuk Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sebagai Badan Layanan Umum (BLU)

yang secara administrasi berada di bawah Kementerian Keuangan.

Tugas utama dari BLU LPDP adalah melaksanakan pengelolaan DPPN dan menyalurkan hasil

pengembangan dana kelolaan tersebut dalam bentuk pendanaan beasiswa, riset, dan

rehabilitasi fasilitas pendidikan yang rusak akibat bencana alam. Termasuk di dalamnya adalah

untuk mendanai program beasiswa afirmasi bagi anak-anak yang berasal dari daerah tertinggal,

terluar, dan terdepan (3T). Pengembangan endowment fund yang dilakukan oleh BLU LPDP saat

ini masih terbatas pada instrumen investasi dengan tingkat risiko yang relatif rendah, seperti

SBN, Deposito, dan Obligasi. Portofolio investasi yang dimiliki oleh BLU LPDP hingga saat ini

adalah sekitar 59,1 persen dari dana kelolaannya ditempatkan pada SBN, 33,25 persen pada

Deposito, dan sisanya pada instrumen obligasi. Adapun akumulasi DPPN yang dikelola oleh BLU

LPDP hingga periode Semester I tahun 2017 adalah sebesar Rp20,6 triliun. Atas pengembangan

dana kelolaan tersebut, BLU LPDP mampu menghasilkan PNBP sebesar Rp6,8 triliun yang

terakumulasi hingga pertengahan tahun 2017.

Adanya bonus demografi yang diperkirakaan akan memuncak di tahun 2030 perlu

dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh Pemerintah. Tentunya dibutuhkan pendanaan

investasi yang cukup besar dalam mendukung pembangunan kualitas SDM Indonesia.

0,00

20,00

40,00

60,00

80,00

100,00

120,00

SD/MI SMP/MTs SM/MA Perguruan Tinggi

2011 2016

46 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Oleh karena itu, Pemerintah berupaya melakukan penguatan peran BLU LPDP untuk menjadi

Sovereign Wealth Fund (SWF) sekaligus sebagai fiscal tool di bidang Pendidikan. Hal ini

merupakan perwujudan Pemerintah untuk berupaya menjamin keberlanjutan pembangunan

pendidikan bagi generasi berikutnya. Dalam rangka mendukung penguatan peran BLU LPDP

sebagai SWF, Pemerintah telah mengalokasikan anggaran DPPN sebesar Rp10,5 triliun dalam

APBN-P 2017 dan Rp15,0 triliun dalam RAPBN 2018. Adapun kebutuhan pendanaan di bidang

pendidikan hingga tahun 2030 diperkirakan sekitar Rp400 trililun yang bersumber dari APBN

dan hasil pengembangan investasinya.

Dengan diperkuatnya peran sebagai SWF, diharapkan pengembangan dana abadi yang

dilakukan oleh BLU LPDP dapat menghasilkan imbal investasi yang lebih maksimal. Hal ini

dikarenakan BLU LPDP dapat lebih fleksibel dalam beinvestasi dengan menempatkan dana

kelolaan DPPN pada berbagai instrumen investasi yang lebih beragam baik yang berasal dari

pasar domestik maupun internasional. Secara umum, kebijakan yang perlu dilakukan dalam

mendukung penguatan peran LPDP sebagai SWF adalah melalui (i) penguatan kelembagaan

baik berupa reorganisasi dan penguatan regulasi untuk untuk meningkatkan fleksibilitas dan

memperluas peran LPDP, (ii) peningkatan dana kelolaan baik yang bersumber dari APBN

maupun non-APBN, dan (iii) perbaikan manajemen investasi agar dapat menghasilkan return

yang lebih optimal dalam mengelola dana pendidikan.

Di sisi lain, BLU LPDP juga diharapkan dalam meningkatkan perannya sebagai fiscal tool

Pemerintah di bidang pendidikan. Terutama untuk mendukung upaya Pemerintah dalam

meningkatkan akses pendidikan yang berkualitas dan merata bagi seluruh lapisan masyarakat

Indonesia. Strategi yang perlu dilakukan dalam rangka penguatan peran BLU LPDP sebagai fiscal

tool antara lain adalah berupa perluasan serta penajaman berbagai program layanan di bidang

pendidikan seperti program beasiswa, pendanaan riset, dan rehabilitasi sekolah. Namun

demikian, sinergitas dengan program/kegiatan yang dijalankan oleh Kementerian/Lembaga

(K/L) lainnya tetap harus dijaga agar tidak terjadi tumpang tindih. Dalam rangka berkontribusi

terhadap pengurangan kemiskinan dan kesenjangan, BLU LPDP dapat meningkatkan porsi

program beasiswa afirmasi khususnya bagi masyarakat miskin, serta menyediakan beasiswa

program Sarjana yang dapat menjadi komplementer dari program Bidik Misi. Selain itu, BLU

LPDP juga dapat mengembangkan program lainnya yang dapat meningkatkan aksesibilitas

masyarakat dalam memperoleh pendidikan, seperti pendidikan vokasional dan pemberian

student loan. BLU LPDP juga diharapkan dapat berfungsi sebagai fiscal buffer dalam merespons

ketidakpastian perekonomian yang dihadapi Pemerintah.

Dengan diperkuatnya peran BLU sebagai SWF di bidang pendidikan maka diharapkan

pengelolaan dana abadi menjadi lebih efisien dan efektif. Terutama dengan adanya

peningkatan dana kelolaan serta penguatan manajemen sehingga dapat memberikan

fleksibilitas kepada BLU LPDP dalam menentukan strategi investasinya. Adanya bonus

demografi dimana jumlah penduduk produktif lebih banyak dibandingkan nonproduktif perlu

dijadikan momentum sebaik mungkin dalam membangun SDM Indonesia yang berkualitas

sehingga dapat meningkatkan daya saing Indonesia serta mendorong pertumbuhan ekonomi

secara lebih optimal.

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 47

Halaman ini sengaja dikosongkan

48 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 49

BAGIAN III TOPIK UTAMA:

Arah Kebijakan Fiskal

2018 APBN 2018 telah disahkan dengan mengangkat tema

“Pemantapan Pengelolaan Fiskal untuk Mengakselerasi

Pertumbuhan yang Berkeadilan” dengan tiga strategi fiskal

utama terus dipertahankan dan diperkuat

50 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Asumsi Makro Ekonomi

APBN 2018 telah disahkan dengan mengangkat tema “Pemantapan Pengelolaan Fiskal untuk

Mengakselerasi Pertumbuhan yang Berkeadilan”. APBN tahun 2018 akan terus menjadi

instrumen fiskal yang mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas, yakni yang

mendukung upaya pengentasan kemiskinan dan ketimpangan, serta menstimulasi penciptaan

lapangan pekerjaan. Tiga strategi fiskal utama terus dipertahankan dan diperkuat, yakni

optimalisasi pendapatan negara yang tetap mendukung iklim investasi; efisiensi belanja dan

peningkatan alokasi belanja produktif pada program prioritas; serta mendorong

kesinambungan fiskal melalui pembiayaan yang efisien, inovatif dan berkelanjutan.

Sebagai dasar penyusunan postur APBN, asumsi dasar ekonomi makro yang ditetapkan telah

memperhatikan dinamika perekonomian baik global maupun domestik. Dari faktor global,

optimisme akan berlanjutnya pemulihan ekonomi global diimbangi dengan kehati-hatian

dalam mengantisipasi berbagai risiko terutama yang bersumber dari ketidakpastian kebijakan

di negara maju. Sementara itu di sisi domestik, asumsi makro telah mempertimbangkan

berlanjutnya komitmen reformasi struktural yang akan membawa manfaat antara lain pada

perbaikan daya saing dan investasi.

Pertumbuhan ekonomi tahun 2018 ditetapkan sebesar 5,4 persen, melanjutkan akselerasi di

tahun 2017 yang diperkirakan 5,2 persen. Peningkatan permintaan eksternal telah

mengembalikan pertumbuhan net ekspor menjadi positif dan tren tersebut diperkirakan akan

berlanjut di 2018. Namun beberapa tantangan dari kebijakan negara maju dapat memberikan

tantangan pada sisi eksternal. Sementara itu, berlanjutnya program akselerasi infrastruktur

dan perbaikan daya saing Indonesia diharapkan akan terus memberikan dorongan pada

aktivitas investasi. Sebagai mesin utama pertumbuhan ekonomi, stabilitas konsumsi akan

ditopang oleh inflasi yang terkendali dan penyediaan bantuan sosial serta subsidi untuk

masyarakat yang membutuhkan.

Tabel 6. Asumsi Dasar Ekonomi Makro J

APBN-P 2017 RAPBN 2018 APBN 2018

Pertumbuhan Ekonomi (%) 5,2 5,4 5,4

Inflasi (%) 4,3 3,5 3,5

Nilai Tukar Rupiah (Rp/US$) 13.400,- 13.500,- 13.400,-

Suku Bunga SPN-3 bulan 5,2 5,3 5,2

Harga Minyak Mentah ICP (US$/barel) 45 48 48

Lifting Minyak ( juta barel/hari) 815 800 800

Lifting Gas (setara juta barel/hari) 1.150 1.200 1.200

Sumber: Kementerian Keuangan

Asumsi makro 2018 juga menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi terjaga dengan inflasi yang

terkendali di kisaran 3,5 persen dan nilai tukar Rupiah yang stabil Rp13.400 per dolar AS.

Pergerakan harga komoditas global yang diperkirakan moderat, terutama komoditas pangan,

akan membuat tekanan inflasi harga bergejolak diperkirakan juga moderat. Perbaikan sisi

penawaran melalui perbaikan jalur distribusi dari akselerasi infrastruktur dan koordinasi antar

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 51

unit turut menjaga agar inflasi harga bergejolak tetap terkendali. Stabilitas harga juga akan

didukung oleh pergerakan nilai tukar Rupiah yang diperkirakan pada level Rp13.400, tetap

sama dengan asumsi pada APBNP 2017. Beberapa faktor global perlu untuk terus dimonitor

dampaknya terhadap pergerakan nilai tukar di tahun 2018, seperti berlanjutnya normalisasi

kebijakan moneter di AS. Di sisi lain, perolehan investment grade dari S&P dan stabilitas

fundamental ekonomi diyakini dapat memberikan pengaruh positif pada kestabilan nilai tukar

Rupiah. Perbaikan creditworthiness dan kondisi fundamental yang baik akan dapat membantu

mendorong masuknya investasi di dalam negeri baik di investasi langsung maupun portofolio.

Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut, tingkat suku bunga Surat Perbendaharaan

Negara (SPN) 3 bulan di tahun 2018 diperkirakan stabil pada tingkat 5,2 persen.

Pada kelompok energi di dalam asumsi makro 2018, diperkirakan belum terjadi peningkatan

yang signifikan baik pada komponen harga Indonesia Crude Oil Price (ICP). Pergerakan harga

ICP yang turut dipengaruhi pergerakan harga minyak mentah global masih akan dibayangi oleh

risiko kelebihan pasokan minyak global akibat dari produksi shale oil di AS dan keraguan akan

dipatuhinya kesepakatan pemotongan produksi oleh negara anggota OPEC. Sementara itu di

sisi permintaan, OPEC mengestimasi pertumbuhannya masih akan stagnan dengan adanya

efisiensi dan peralihan pada energi terbarukan. Dengan demikian harga ICP di tahun 2018

diperkirakan tidak akan berubah dibanding harga dalam asumsi APBNP 2017 yakni 48 dolar AS

per barel. Adapun produksi minyak dan gas masih akan dihadapkan pada tantangan

penurunan produksi secara alamiah, meskipun berbagai usaha untuk mendorong produksi

terus dilakukan seperti kegiatan eksplorasi. Untuk produksi gas diperkirakan masih akan

mengalami kenaikan didukung oleh beroperasinya Lapangan Jangkrik. Asumsi lifting minyak

dan gas di tahun 2018 diperkirakan masing-masing sebesar 800 ribu barel per hari dan 1,2 juta

barel setara minyak per hari.

Arah Kebijakan APBN 2018

Meski perekonomian global berada dalam tren pemulihan, upaya untuk mendorong geliat

perekonomian Indonesia harus tetap dilakukan di sisi domestik, apalagi mengingat beberapa

risiko global masih membayangi. Untuk itu, pemerintah perlu menciptakan pertumbuhan

ekonomi yang berdaya tahan, yang mampu memperluas kesempatan kerja, serta mengurangi

kemiskinan dan kesenjangan. Untuk menyasar tujuan-tujuan tersebut, pemerintah menyusun

APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal yang berperan dalam memperkokoh fundamental

perekonomian. APBN harus terus didorong agar lebih kredibel, fleksibel, dan berkelanjutan

untuk menjaga momentum pertumbuhan yang mampu meningkatkan derajat kesejahteraan.

APBN yang sehat diharapkan dapat menjadi pondasi yang kuat untuk melaksanakan tiga fungsi

pokok kebijakan fiskal: stabilisasi, alokasi, distribusi, yang pada gilirannya akan mewujudkan

masyarakat yang adil dan makmur.

Arah dan strategi kebijakan APBN saat ini difokuskan pada penyusunan struktur APBN yang

produktif. Penyusunan APBN yang produktif diharapkan mampu mendukung pencapaian

target pembangunan. Target-target pembangunan yang ingin dicapai pada tahun 2018 yaitu

52 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

penurunan kemiskinan hingga berada di kisaran 9,5- 10 persen, penurunan ketimpangan

dengan target rasio gini 0,38, penurunan tingkat pengangguran pada kisaran 5,0 – 5,3 persen,

dan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia pada tingkat 71,5. APBN yang produktif juga

akan lebih efisien dalam pengalokasian anggarannya, lebih berdaya tahan, andal, serta

memiliki daya redam yang efektif untuk mengantisipasi ketidakpastian dan mampu menjaga

risiko dalam batas yang terkendali.

Dalam pengelolaan APBN, beberapa tantangan masih harus dihadapi baik di sisi pendapatan,

belanja, maupun pembiayaan. Terdapat setidaknya lima tantangan yang dihadapi oleh

pengelolaan APBN dewasa ini. Pertama, perlunya meningkatkan kapasitas ruang fiskal untuk

menopang belanja produktif dan prioritas. Kedua, perlunya memperkuat kualitas belanja

untuk menstimulasi perekonomian sekaligus mewujudkan kesejahteraan. Ketiga, perlunya

meningkatkan efektifitas bansos dan subsidi serta transfer ke daerah untuk mengakselerasi

pengurangan angka kemiskinan dan kesenjangan. Keempat, perlunya menjaga keberlanjutan

fiskal dan memperkuat fondasi kebijakan ekonomi. Terakhir, perlunya mengembangkan

skema pembiayaan yang kreatif dan inovatif untuk mengakselerasi pembangunan

infrastruktur dan peningkatan akses pembiayaan UMKM.

Untuk menghadapi tantangan tersebut, pemerintah perlu berinovasi melalui berbagai

terobosan kebijakan. Bentuk terobosan tersebut dapat berupa reformasi APBN untuk dapat

mengarahkan pengelolaan fiskal menjadi semakin fleksibel, responsif, dan berkelanjutan. Tiga

strategi utama ditempuh pemerintah dalam reformasi APBN tersebut, antara lain melalui

optimalisasi pendapatan negara, efisiensi belanja dan peningkatan belanja produktif untuk

mendukung program prioritas, serta pembiayaan yang efisien, inovatif, dan berkelanjutan.

Pada sisi pendapatan negara, pemerintah akan secara konsisten berupaya mendorong

optimalisasi penerimaan perpajakan dan PNBP melalui berbagai terobosan kebijakan. Secara

umum kebijakan penerimaan perpajakan diarahkan untuk meningkatkan kepatuhan dan rasio

perpajakan, dengan tetap menjaga iklim investasi. Di sisi lain, pemerintah juga akan

mendorong optimalisasi PNBP dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan dan kualitas

pelayanan publik. Upaya ini ditempuh dengan optimalisasi pengelolaan sumber daya alam dan

aset negara, serta mendorong peningkatan kinerja BUMN.

Pada sisi belanja negara, pemerintah juga terus melakukan peningkatan kualitas belanja. Alokasi

belanja barang akan didorong agar dapat lebih efisien dan produktif untuk mendukung

pembangunan infrastruktur, kesehatan, dan pendidikan. Pemerintah juga mendorong

efektivitas program-program perlindungan sosial, subsidi yang lebih tepat sasaran, serta

penguatan desentralisasi fiskal untuk mengakselerasi pengurangan kemiskinan dan

kesenjangan. Untuk mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia, pemerintah juga

terus meningkatkan akses dan kualitas pendidikan, perbaikan akses dan mutu layanan

kesehatan, serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pada sisi pembiayaan, pemerintah mendorong pembiayaan anggaran yang lebih efisien,

inovatif, dan berkelanjutan. Rasio utang terhadap PDB akan terus dijaga dalam batas yang

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 53

terkendali. Pemerintah juga akan terus memperkuat postur anggaran dengan meminimalkan

defisit primer. Pemanfaatan utang diarahkan untuk kegiatan yang benar-benar produktif

sehingga menghindarkan warisan masalah bagi generasi yang akan datang. Pemerintah akan

terus mengembangkan pembiayaan yang kreatif dengan memberdayakan peran swasta dan

BUMN untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur.

Optimalisasi dan Reformasi Penerimaan Negara

Di tahun 2018 Pemerintah menargetkan penerimaan Negara sebesar Rp1.894,7 triliun. Dari

jumlah tersebut penerimaan dari perpajakan diharapkan akan mencapai Rp1.618,1 triliun atau

tumbuh sebesar 10,0%. Dengan peranan penerimaan perpajakan yang sangat signifikan dalam

penerimaan negara, membuat titik berat optimalisasi penerimaan negara berada perbaikan

penerimaan perpajakan. Untuk dapat mencapai target tersebut, Pemerintah akan terus

melanjutkan reformasi perpajakan serta memanfaatkan momentum pelaksanaan perjanjian

perpajakan internasional dengan mengefektifkan pelaksanaan Automatic Exchange of

Information (AEOI). AEOI menjadi salah satu kebijakan utama yang akan ditempuh di tahun

2018 dalam rangka meningkatkan basis pajak dan mencegah praktik penghindaran pajak dan

erosi perpajakan (Base Erosion Profit Shifting).

Grafik 16. Penerimaan Perpajakan j

Sumber: Kementerian Keuangan

Beberapa langkah kebijakan teknis lainnya juga akan ditempuh terutama dalam rangka

memperbaiki administrasi perpajakan nasional. Penguatan basis data pajak melalui

peningkatan kapasitas teknologi informasi akan terus berlanjut. Basis data dan teknologi

informasi adalah dua elemen penting untuk menggali potensi pajak secara optimal, terutama

pasca dilakukannya program Amnesti Pajak. Penggunaan teknologi juga dalam rangka

mengembangkan fasilitas perpajakan secara online untuk memberi kemudahan bagi wajib

pajak dalam rangka mendorong perbaikan kepatuhan perpajakan. Upaya memperbaiki

kepatuhan juga dilakukan dengan meningkatakan pemahaman masyarakat tentang

1146,900 1240,400 1285,00 1472,700 1618,100

6,5

8,2

3,6

14,6

10,0

0

2

4

6

8

10

12

14

16

800

900

1.000

1.100

1.200

1.300

1.400

1.500

1.600

1.700

2014 2015 2016 2017 2018

54 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

perpajakan yang dilakukan antara lain melalui pengembangan kurikulum pendidikan tentang

pentingnya kesadaran pajak. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia juga menjadi area

yang mendapat perhatian untuk membangun pelayanan perpajakan yang lebih baik. Di sisi

lain, optimalisasi penerimaan perpajakan terus diiringi dengan kebijakan yang mendukung

daya saing industri dan hilirisasi industri. Langkah ini dilakukan dengan memberikan insentif

perpajakan secara selektif serta reviu terhadap kebijakan exemption pada barang kena PPN.

Kontribusi dari penerimaan kepabeanan dan cukai dalam APBN 2018 mencapai Rp194,1 triliun

atau meningkat dibanding target penerimaan dalam APBNP 2017 sebesar Rp189,1 triliun.

Peningkatan penerimaan dari kepabeanan ditopang oleh perbaikan aktivitas ekspor impor

seiring membaiknya permintaan global maupun harga komoditas. Adanya kebijakan relaksasi

ekspor mineral juga diharapkand apat memberi dukungan pada penerimaan bea keluar.

Sementara pada komponen cukai, adanya penyesuaian tarif cukai hasil tembakau dan

penambahan barang kena cukai yakni kantong plastik menjadi faktor yang mendorong

kenaikan penerimaan. Sama halnya dengan pajak, reformasi kepabeanan dan cukai juga akan

terus dilakukan pada aspek penguatan institusi, SDM, dan administrasi (termasuk kelancaran

arus lalu lintas barang dan pemberantasan penyelundupan), mengingat peranannya yang

sentral sebagai sumber utama penerimaan negara.

Selain melalui kebijakan perpajakan, upaya Pemerintah dalam optimaslisasi penerimaan negara

dilakukan melalui upaya peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Langkah tersebut

ditempuh antara lain dengan peningkatan pengawasan dan pengelolaan PNBP, peningkatan

kinerja BUMN, revisi kontrak kerja sama untuk dapat mendorong efisiensi cost recovery, serta

upaya lain dalam menggali potensi baru PNBP. Di dalam APBN 2018, PNBP ditargetkan sebesar

Rp275,4 triliun, yang didominasi oleh penerimaan dari sumber daya alam yang mencapai

Rp103,7.

Kebijakan Belanja Negara Berorientasi Investasi Jangka Panjang

Indonesia memiliki potensi jangka panjang yang besar untuk menjadi negara perekonomian

besar di dunia. Didukung oleh bonus demografi yang akan terus dinikmati hingga kisaran tahun

2030, Indonesia diprediksi dapat masuk dalam peringkat 5 teratas perekonomian dunia pada

2045. Untuk memaksimalkan potensi tersebut, perlu investasi yang tinggi sedari sekarang baik

pada investasi pembangunan fisik maupun investasi kualitas SDM. Investasi tersebut

tercermin dalam kebijakan belanja APBN yang selalu mengedepankan alokasi untuk program

prioritas seperti infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan yang memiliki manfaat jangka

panjang. Selain itu kebijakan belanja juga memberikan perhatian pada upaya menurunkan

kemiskinan dan ketimpangan yang menjadi tantangan pembanguan nasional selama ini.

Pemerintah telah menyusun strategi dan target pembangunan yang dapat menjadi katalis bagi

pencapaian tersebut, yakni berfokus pada infrastruktur, SDM, teknologi, layanan pemerintah,

keadilan spasial, serta anggaran yang tepat. Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia

mencanangkan “Memacu Investasi dan Infrastruktur untuk Pertumbuhan dan Pemerataan”

sebagai tema Rencana Kerja Pemerintah 2018.

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 55

Pemerintah mengalokasikan Belanja Negara di tahun 2018 sebesar Rp2.220,7 Triliun yang

terbagi kepada belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.454,5 triliun dan Transfer ke Daerah dan

Dana Desa (TKDD) sebesar Rp766,2 triliun. Belanja Negara naik 5 persen dari outlook tahun

2017. Dalam meningkatan kualitas belanja, kebijakan belanja juga diarahkan pada efisiensi

untuk belanja non prioritas seperti belanja barang. Di sisi kebijakan desentralisasi fiskal,

peningkatan alokasi TKDD harus diiringi dengan peningkatan efektivitasnya, yang harusnya

tercermin dari pembangunan daerah yang lebih merata.

Grafik 17 . Belanja Pemerintah Pusat j

Sumber: Kementerian Keuangan

Belanja Pemerintah Pusat 2018 diarahkan untuk pembangunan infrastruktur, pengentasan

kemiskinan dan pengurangan pengangguran, dalam rangka pemerataan pembangunan dan

perbaikan konektivitas. Alokasi Belanja Pemerintah Pusat tahun 2018 sebesar Rp1.454,5

triliun, atau naik Rp111,4 triliun dari outlook APBN 2017. Beberapa pembenahan serius tengah

dilakukan pemerintah, terutama dalam penguatan kualitas belanja. Usaha tersebut dilakukan

dengan memperbaiki kualitas belanja modal, melakukan efisiensi belanja non prioritas,

melakukan sinergi antar program, serta menjaga dan memfokuskan anggaran prioritas

(infrastruktur, pendidikan, dan kesehatan). Ditinjau dari sektor yang ingin didorong melalui

Belanja Pemerintah Pusat, terdapat beberapa unggulan seperti pertanian, pariwisata dan

perikanan. Selain untuk memajukan kesejahteraan petani dan nelayan, dukungan pada sektor-

sektor tersebut juga melalui peningkatan daya saing, produktivitas dan nilai tambah dari

sektor-sektor tersebut namun dengan tetap menjaga unsur kelestarian lingkungan.

Upaya peningkatan kualitas belanja pemerintah pada 2018 dilakukan melalui penajaman

prioritas pembangunan dan perbaikan pelaksanaan anggaran. Perbaikan prioritas

pembangunan dilakukan dengan pelaksanaan belanja yang mengacu kepada prioritas dalam

Rencana Kerja Pemerintah, meningkatkan koordinasi antar kegiatan dan pemangku

kepentingan, serta menyelesaikan proyek-proyek strategis. Adapun perbaikan pelaksanaan

anggaran dilaksanakan melalui pelelangan yang lebih awal agar kegiatan tidak menumpuk di

1.203,6 1.183,3 1.154,0

1.343,11.454,5

5,8

1,72,5

16,4

8,3

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

1600

2014 2015 2016 2017 2018

Pertumbuhan Tahunan (%)

Dalam Triliun Rp

56 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

akhir tahun, merencanakan penganggaran yang lebih matang, melakukan monitoring dan

evaluasi anggaran yang lebih ketat, serta efisiensi atas belanja.

Dari pergerakan Belanja Program Prioritas, dapat dilihat bahwa belanja pendidikan,

infrastruktur, dan kesehatan selalu meningkat, sementara belanja subsidi energi diupayakan

untuk menurun untuk menjaga ketepatan sasarannya. Anggaran subsidi energi sejak 2014

diturunkan demi memberikan ruang fiskal yang dialihkan kepada belanja lain yang lebih

memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan ekonomi dan pemerataan kesejahteraan.

Dengan tetap memegang prinsip kehati-hatian dan pengamatan yang baik atas kondisi

makroekonomi dunia di mana harga minyak yang bergerak turun, pemerintah berani

mengambil langkah eformasi subsidi energi di tahun 2014. Penajaman kebijakan subsidi terus

berlanjut dengan fokus utama memastikan efektivitas dan penyaluran yang tepat sasaran.

Anggaran belanja subsidi di tahun 2018 turun sebesar Rp12,7 triliun menjadi Rp156,2 triliun dari

anggaran tahun 2017 yang sebesar Rp168,9 triliun. Sementara subsidi energi yang telah

mengalami penurunan signifikan sejak 2014 dialokasikan sebesar Rp94,5 triliun di tahun 2018.

Belanja subsidi energi pada 2018 sedikit mengalami peningkatan menjadi Rp94,5 triliun.

Subsidi energi tersebut dialokasikan untuk subsidi BBM dan LPG sebesar 46,9 triliun dan listrik

Rp47,7 triliun. Kebijakan subsidi memperhatikan beberapa faktor penting seperti menjaga

daya beli masyarakat terutama pada kelompok yang miskin serta terus memperbaiki

penyalurannya agar tepat sasaran. Kebijakan subsidi juga memperhatikan upaya pengendalian

inflasi untuk menciptakan stabilitas makroekonomi.

Grafik 18. Belanja Subsidi Pemerintah (dalam Triliun Rupiah) j

Sumber: Kementerian Keuangan

Sementara itu, pada belanja subsidi non energi dialokasikan sebesar Rp61,7 triliun dengan arah

kebijakan utama untuk peningkatan produksi pangan dan dukungan bagi usaha kecill dan

menengah. Subsidi bunga kredit program sebesar Rp18 triliun diperuntukkan di antaranya bagi

UMKM agar mendapatkan akses permodalan serta bagi masyarakat berpenghasilan rendah

untuk mendapatkan perumahan. Selanjutnya, subsidi pupuk sebesar Rp28,5 triliun digunakan

350,3

137,894,4 77,3 94,5

41,7

48,279,8 91,6 61,7

392

186 174 169 156

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

2014 2015 2016 2017 2018

Energi Non-energi Total Subsidi

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 57

di antaranya untuk pemberian 9,5 juta ton pupuk bagi penerima yang sah, serta perbaikan

administrasi melaui penyempurnaan data penerima yang dicocokkan dengan NIK. Pemerintah

juga menganggarkan Rp4,5 triliun terkait Public Service Obligation (PSO) di antaranya untuk

perbaikan layanan publik dan kewajiban pemerintah sesuai kontrak den gan Lembaga Kantor

Berita Nasional Antara untuk layanan informasi kepada publik.

Anggaran belanja infrastruktur terus naik sebagai bentuk investasi jangka panjang dengan nilai

alokasi tahun 2018 mencapai Rp410,7 triliun. Nilai tersebut meningkat sebesar Rp22,4 triliun

dari anggaran tahun 2017 sebesar Rp388,3 triliun. Belanja infrastruktur difokuskan kepada

pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, sarana transportasi, serta sarana

informasi dan telekomunikasi. Beberapa sasaran dalam belanja infrastruktur tahun 2018

adalah berlanjutnya pembangunan LRT dan 8 bandar udara, peningkatan rasio elektrifikasi

hingga 95 persen, serta pembangunan perumahan masyarakat berpenghasilan rendah.

Pelaksanaan anggaran infrastruktur dilakukan baik melalui alokasi belanja pemerintah pusat

oleh K/L seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat serta Kementerian

Perhubungan, maupun melalui alokasi Dana Alokasi Khusus dan pembiayaan investasi melalui

PMN serta LMAN.

Pembangunan infrastruktur konektivitas seperti jalan, jembatan, dan saran transportasi berefek

luar biasa pada peningkatan mata pencaharian melakui akses yang lebih baik atas pasar,

perpindahan penduduk, dan kesempatan ekonomi yang lebih besar. Pembangunan infrastuktur

dasar terutama jalan merupakan esensial bagi pembangunan sektor lainnya. Akses kepada

jalan memudahkan perpindahan manusia dan barang. Dengan semakin efisiennya

pengangkutan, maka biaya pun dapat ditekan sehingga harga-harga barang semakin murah.

Efisiennya pengangkutan juga berefek baik bagi pemanfaatan waktu dari para pekerja untuk

kegiatan yang lebih produktif, dan memperbaiki kualitas kehidupan di perkotaan (kemacetan

berkurang sehingga waktu yang terbuang di perjalanan dapat digunakan untuk keluarga dan

rekreasi, sinergi dengan pengurangan biaya kesehatan karena stress masyarakat perkotaan.

Anggaran belanja pendidikan 2018 naik sebesar Rp24,3 triliun menjadi Rp444,1 triliun dari

anggaran tahun 2017 sebesar Rp419,8 triliun. Hal ini merupakan komitmen pemerintah selain

untuk pemenuhan amanat konstitusi untuk alokasi anggaran kepada pendidikan sebesar 20

persen dari total belanja, serta bagian usaha perbaikan terus menerus indeks pembangunan

manusia yang pada akhirnya dapat menuju kemakmuran rakyat Indonesia. Anggaran belanja

pendidikan 2018 sebesar Rp444,1 triliun terbagi menjadi belanja pusat sebesar Rp149,7

triliun, Transfer ke Daerah Rp279,5 triliun, dan pada komponen pembiayaan sebesar Rp15,0

triliun.

Selain besaran anggaran, pemerintah juga akan memperbaiki kualitas belanja pendidikan

melalui peningkatan akses, distribusi, dan kualitas pendidikan. Masyarakat yang berhak akan

mendapatkan akses kepada pendidikan melalui Program Indonesia Pintar yang menargetkan

19,7 juta jiwa, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang menargetkan 56 juta jiwa, serta

beasiswa Bidik Misi kepada 401,5 ribu mahasiswa. Akses pendidikan bagi siswa miskin menjadi

58 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

prioritas belanja pendidikan. Di samping itu, Pemerintah akan menyinergikan program-

program tersebut agar tercapai pendidikan yang berkesinambungan, serta menyinergikan

pelaksanaan program pendidikan pemerintah pusat dan daerah. Di dalam perspektif

pembangunan fisik, dilakukan juga perbaikan kualitas sarana dan prasarana sekolah.

Pemerintah merencanakan akan membangun dan merehabilitasi 61,2 ribu sekolah/ruang

kelas di 2018. Tenaga pengajar juga menjadi sasaran target pembangunan pendidikan

Indonesia di 2018, dengan pemberian kenaikan tunjangan profesi guru kepada non PNS (435,9

ribu guru), PNS (257,2 ribu guru), serta PNS Daerah (1,2 juta guru). Di sisi kurikulum

pendidikan, pemerintah juga akan menguatkan pendidikan kejuruan dan sinkronisasi

kurikulum SMK (link and match). Dengan hal tersebut, diharapkan lulusan sekolah dapat

langsung siap terjun ke dunia usaha atau mengejar pendidikan keprofesian yang lebih tinggi.

Belanja pendidikan 2018 diharapkan dapat meningkatkan indikator partisipasi pendidikan di

Indonesia dan menciptakan efek berganda di jangka panjang. Angka Partisipasi Kasar (APK)

Pendidikan menengah diharapkan naik menjadi 89,7% dari sebelumnya 88,1%, serta Angka

Partisipasi Murni (APM) Pendidikan Menengah diharapkan tumbuh menjadi 65,3% dari

sebelumnya 63,4%. Dengan partisipasi dan kualitas pendidikan yang terus meningkat

diharapkan dapat mengoptimalkan peran pendidikan sebagai modal utama bagi manusia

untuk meningkatkan taraf hidupnya. Efek pendidikan juga sangat besar bagi perekonomian

suatu negara. Masyarakat yang terdidik dapat memiliki akses kepada pekerjaan yang lebih

layak, dan pada akhirnya dapat menciptakan lapangan kerja bagi yang lainnya. Bersama

dengan anggaran kesehatan, peranan belanja pendidikan diharapkan dapat berkontribusi

pada peningkatan kualitas SDM yang unggul dan bermanfaat pada perekonomian dan

pembangunan.

Anggaran belanja kesehatan 2018 naik sebesar Rp6,1 triliun menjadi Rp111 triliun dari anggaran

tahun 2017 sebesar Rp104,9 triliun. Alokasi belanja kesehatan 2018 dibagi menjadi belanja

kesehatan oleh pemerintah pusat sebesar Rp81,5 triliun dan transfer ke daerah sebesar

Rp29,5 triliun. Pemerintah pada 2018 akan memfokuskan anggaran belanja kesehatan untuk

meningkatkan supply side dan layanan, upaya kesehatan promotif dan preventif, serta

menjaga keberlanjutan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Program JKN diharapkan dapat

terus memberikan manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan kebutuhan dasar

kesehatan bagi masyarakat, khususnya bagi masyarakat tidak mampu. Anggaran kesehatan

juga menyasar pada peningkatan dan perbaikan distribusi fasilitas kesehatan dan tenaga

kesehatan, salah satunya dengan pendirian 49 Rumah Sakit/Balkes. Sementara itu, program-

program kesehatan promotif dan preventif yang telah berjalan dengan baik akan ditingkatkan

efektivitasnya dan dijaga keberlanjutannya. Pemerintah menargetkan masyarakat yang

mendapatkan manfaat dari Program Indonesia Sehat mencapai 92,4 juta jiwa, keikutsertaan

Keluarga Berencana sebanyak 1,8 juta orang, tingkat pencapaian imunisasi untuk anak usia 0

– 11 bulan sebesar 92,5 persen, serta 74 ribu sertifikasi obat dan makanan. Pemerintah telah

menetapkan beberapa indikator kesehatan 2018. Tingkat stunting diharapkan turun menjadi

28,8 persen dari sebelumnya 29,6 persen, ketersediaan obat dan vaksin di puskesmas

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 59

meningkat menjadi 86 persen dari sebelumnya 83 persen, serta persalinan di fasilitas

kesehatan meningkat menjadi 82 persen dari sebelumnya 81 persen.

Grafik 19. Belanja Program Proritas (dalam Triliun Rupiah) j

Sumber: Kementerian Keuangan

APBN 2018 Mendukung Penguatan Desentralisasi Fiskal

Pemerintah terus berkomitmen di dalam menggunakan Transfer ke Daerah dan Dana Desa

(TKDD) untuk mendorong pembangunan ekonomi daerah. Hal ini sejalan dengan semangat

implementasi Nawacita yang ketiga yaitu membangun Indonesia dari pinggiran dengan

memperkuat pembangunan daerah dan desa dalam NKRI. Alokasi anggaran TKDD pada tahun

2018 sebesar Rp766,2 T yang difokuskan untuk peningkatkan kualitas layanan publik di daerah,

menciptakan lapangan pekerjaan, mengentaskan kemiskinan dan mengurangi ketimpangan

antardaerah. Alokasi terbesar TKDD ditujukan bagi Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp

401,5 triliun, DAK Non Fisik sebesar Rp123,5 triliun, serta Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar

Rp89,2 triliun. Sementara alokasi DAK Fisik dan Dana Desa masing-masing sebesar Rp62,4

triliun dan Rp60,0 triliun.

Selain peningkatan alokasi, efektivitas penggunaan TKDD juga terus diperbaiki. Sebagai alokasi

anggaran TKDD terbesar, penggunaan DAU dan DBH terus diarahkan agar lebih produktif dan

efisien. Kebijakan terkait hal ini dapat terlihat melalui antara lain kebijakan Dana Transfer

Umum (Dana Bagi Hasil dan Dana Alokasi Umum) yang sejak tahun 2017 diarahkan

penggunaannya sekurang-kurangnya 25 persen untuk belanja infrastruktur daerah yang

langsung terkait dengan percepatan pembangunan fasilitas pelayanan publik dan ekonomi

dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi kemiskinan, dan mengurangi

kesenjangan penyediaan layanan publik. Selain itu, Dana Transfer Umum juga diarahkan untuk

444,1

410,7

111,0

94,5

0

100

200

300

400

500

2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

Pendidikan Infrastruktur Kesehatan Subsidi Energi

60 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

memenuhi anggaran yang bersifat mandatori seperti anggaran pendidikan, kesehatan, iuran

jaminan kesehatan, dan lain-lain.

Untuk Dana Transfer Khusus (DAK Fisik dan DAK Non Fisik), kebijakan yang diambil pada tahun

2018 diantaranya yaitu difokuskan untuk mengurangi kesenjangan layanan publik dasar

antardaerah. Kebijakan tersebut dapat terlihat melalui pembangunan infrastruktur layanan

publik dasar seperti ruang kelas, sanitasi, prasarana dan sarana rumah sakit dan Puskesmas,

air minum, pertanian, dan jalan. Khusus mengenai DAK Fisk, dilakukan penyempurnaan dan

refocusing bidang/subbidang DAK Fisik agar lebih sejalan dengan prioritas infrastruktur

nasional. Sementara itu terkait dengan DAK Nonfisik, pemerintah mengedepankan untuk

kebutuhan pelayanan publik pendidikan dan kesehatan seperti program Bantuan Operasional

Sekolah (BOS), Tunjangan Profesi Guru dan Bantuan Operasional PAUD, Bantuan Operasional

Kesehatan dan Bantuan Operasional Keluarga Berencana. Di luar kedua hal tersebut, melalui

DAK Non Fisik, Pemerintah juga mendorong perbaikan pelayanan administrasi kependudukan.

Grafik 20. Belanja Transfer ke Daerah dan Dana Desa (dalam Triliun Rupiah) j

Sumber: Kementerian Keuangan

Sebagai sebuah terobosan kebijakan di bidang desentralisasi fiskal, efektivitas Dana Desa

ditingkatkan melalui reformulasi untuk percepatan pengentasan kemiskinan. Reformulasi

tersebut dilakukan dengan memberikan afirmasi pada desa tertinggal dan sangat tertinggal

dengan jumlah penduduk miskin tinggi. Jika pada tahun 2017 formulasi Dana Desa

memberikan bobot 90 persen untuk alokasi dasar (AD) dan 10 persen untuk alokasi formula

(AF), maka untuk tahun 2018 Dana Desa dialokasikan dengan bobot 77 persen untuk AD, 20

persen untuk AF, dan 3 persen untuk alokasi afirmasi desa tertinggal dan sangat tertinggal.

Selain itu, dalam perhitungan AF yang pada tahun 2017 memberikan bobot 35 persen untuk

jumlah penduduk miskin, di tahun 2018 meningkat menjadi 50 persen. Sementara itu untuk

kebijakan penggunaan masih melanjutkan kebijakan pada tahun-tahun sebelumnya, yakni

memberikan prioritas pada dua bagian besar, yaitu pembangunan fisik di desa dan

pembangunan kualitas hidup manusianya melalui kegiatan-kegiatan pemberdayaan

masyarakat seperti peningkatan kualitas pelayanan sosial dasar, pengelolaan usaha ekonomi

produktif, dan pengelolaan sumber daya lokal.

0

200

400

600

800

2014LKPP

2015APBNP

2015LKPP

2016LKPP

2017APBN

2018APBN

DBH DAU DAK

Dana Insentif Daerah Otsus dan Dana Keistimewaan D.IY Dana Desa

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 61

Pengendalian Defisit dan Pengelolaan Pembiayaan Anggaran Yang Hati-

Hati dan Produktif

Kebijakan APBN 2018 diarahkan ekspansif untuk mewujudkan prioritas pembangunan nasional

namun tetap mempertahankan kehat-hatian dan disiplin fiskal. Defisit fiskal dalam APBN 2018

ditetapkan sebesar 2,19 persen terhadap PDB yang menandai berlanjutnya kebijakan fiskal

ekspansif untuk memberikan stimulus pada ekonomi dan pembangunan. Defisit tersebut

berada di bawah ambang batas 3 persen dan lebih rendah dibandingkan perkiraan defisit

tahun 2017 yang sebesar 2,67 persen. Hal tersebut menunjukkan terjaganya disiplin fiskal dan

kehati-hatian pemerintah dalam mengelola kesinambungan fiskal. Dengan defisit yang terjaga

rendah, tingkat utang dapat terkendali di level 28 persen terhadap PDB. Pemerintah juga ingin

agar tidak harus membayar bunga utang dengan utang baru, oleh karenanya Pemerintah akan

mendorong agar keseimbangan primer menuju positif. Defisit primer dalam APBN 2018

sebesar Rp87,3 triliun, atau turun signifikan dibandingkan perkiraan defisit primer 2017

sebesar Rp144,3 triliun.

Grafik 21. Pembiayaan dan Defisit Anggaran 2018

j

Sumber: Kementerian Keuangan

Untuk menutupi defisit, kebijakan pembiayaan utang Indonesia diarahkan untuk dilaksanakan

secara berhati-hati, efisien, seimbang dan produktif. Secara nominal, pembiayaan dalam APBN

2018 adalah sebesar Rp325,9 triliun, dengan sumber pembiayaan utang sebesar Rp399,2

triliun. Pemerintah berupaya agar pertumbuhan utang Indonesia menurun, dan dibandingkan

dengan 2017 pembiayaan utang turun 6,5 persen. Alokasi pembiayaan utang dari Surat

Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp414,5 triliun juga turun sebesar 4,3 persen dibanding

2017. Pertumbuhan SBN telah mengalami penurunan sejak tahun 2015. Kemudian untuk

pinjaman, Pemerintah melanjtkan kebijakan negative net financing, dimana pembayaran

pinjaman dialokasikan lebih tinggi dibanding penarikan pinjaman baru. Efisiensi pembiayaan

nampak dari rasio pembayaran bunga utang yang rendah. Jika dibandingkan dengan

outstanding utang, pembayaran bunga utang di tahun 2018 hanya sebesar 5 persen, lebih

rendah dibanding beberapa negara peers seperti Filipina (5,6 persen) dan Brazil (18 persen).

248,9323,1 334,5 362,9

325,9

2,142,58 2,49 2,67

2,19

0

0,5

1

1,5

2

2,5

3

0

100

200

300

400

500

2014(LKPP)

2015(LKPP)

2016(LKPP)

2017(Outlook)

2018(APBN)

%

Trili

un

Ru

pia

h

Pembiayaan Anggaran 2018 Defisit (%PDB)

62 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Grafik 22. Perkembangan SBN j

Sumber: Kementerian Keuangan

Pemanfaatan utang dilakukan secara produktif dan mendukung kegiatan investasi. Dengan

fokus pemerintah melalui alokasi belanja produktif seperti infrastruktur dan peningkatan

kualitas SDM, maka nampak bahwa pemanfaatan utang disalurkan pada kegiatan-kegiatan

produktif. Selain itu, utang yang dilakukan oleh pemerintah tidak hanya digunakan untuk

menutupi defisit APBN namun juga untuk membiayai investasi pemerintah. Investasi

pemerintah adalah penempatan sejumlah dana dan/atau barang oleh Pemerintah dalam

jangka panjang, yang diharapkan memberikan hasil dan nilai tambah di masa yang akan

datang, berupa pengembalian nilai pokok ditambah dengan manfaat ekonomi, sosial,

dan/atau manfaat lainnya. Alokasi pembiayaan investasi Indonesia 2018 adalah sebesar

Rp65,7 triliun tumbuh 9,9 persen dibandingkan tahun 2017. Investasi tersebut disalurkan

untuk mendukung akselerasi infrastruktur antara lain melalui dana untuk Badan Layanan

Umum (BLU) Lembaga Manajemen Aset Negara (Rp 35,4 triliun), BLU Perumahan (Rp 2,2

triliun), serta Penanaman Modal Negara (PMN) untuk PT Kereta Api Indonesia (Rp3,6 triliun)

dan Tabungan Perumahan Rakyat (Rp2,5 triliun). Investasi untuk mendorong kualitas

pendidikan juga disediakan melalui Dana Pengembangan Pendidikan Nasional (Rp15 triliun).

264,6

362,3407,3

433 414,517,8

36,9

12,4

6,3

-4,3

-10-50510152025303540

050

100150200250300350400450500

2014(LKPP)

2015(LKPP)

2016(LKPP)

2017(Outlook)

2018(APBN)

%

Trili

un

Ru

pia

h

Surat Berharga Negara (netto) Pertumbuhan SBN (%)

Halaman ini sengaja dikosongkan

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 63

Halaman ini sengaja dikosongkan

64 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 65

BAGIAN IV LAMPIRAN

DATA EKONOMI

MAKRO DAN APBN

66 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Data P

erkemb

angan

Ind

ikator Eko

no

mi M

akro H

ingga Sep

temb

er 20

17

Ind

ikator

2013

2014

2015

2016

2017

Dec

Jan

Feb M

ar A

pr

May

Jun

Ju

l A

ug

Sep

Pertu

mb

uh

an

Ekono

mi

G

row

th ( p

ersen)

5,7

8

5,0

1

4,7

9

4,9

4

5

,01

5,0

1

N

om

inal (triliu

n)

9.0

87

,28

1

0.5

65

,82

1

1.5

31

,72

1

2.4

06

,81

3.2

27

,20

3.3

66

,76

Inflasi ( p

ersen)

8,3

8

8,3

6

3,3

5

3,0

2

3,4

9

3,8

3

3,6

1

4,1

7

4,3

3

4,3

7

3,8

8

3,8

2

3,7

2

IH

K

14

6,8

4

11

9

12

2,9

9

12

6,7

1

12

7,9

4

12

8,2

4

12

8,2

2

12

8,3

3

12

8,8

3

12

9,7

2

13

0,0

0

12

9,9

1

13

0,0

8

C

ore

4,9

8

4,9

3

3,9

5

3,0

7

3,3

5

3,4

1

3,3

0

3,2

8

3,2

0

3,1

3

3,0

5

2,9

8

3,0

0

A

dm

inistrative

Price

16

,65

1

7,5

7

0,3

9

0,2

1

3,3

5

4,7

4

5,5

0

8,6

8

9,1

4

10

,64

9

,27

9

,31

9

,32

V

olatile Fo

od

1

1,8

3

10

,88

4

,84

5

,92

4

,13

4

,46

2

,89

2

,66

3

,26

2

,17

1

,13

1

,05

0

,47

Nilai Tu

kar (Rp

/US$1

)

R

ata-rata 1

0.4

51

1

2.4

38

1

3.3

08

1

3.4

17

1

3.3

59

1

3.3

41

1

3.3

46

1

3.3

07

1

3.3

23

1

3.2

97

1

3.3

42

1

3.3

42

1

3.3

03

En

d O

f Perio

d

12

.18

9

12

.44

0

13

.43

6

13

.43

6

13

.34

3

13

.34

7

13

.32

1

13

.32

7

13

.32

1

13

.31

9

13

.32

3

13

.35

1

13

.49

2

Suku

Bu

nga ( p

ersen)

B

I-7 d

ays Rep

o

Rate

4

,75

4

,75

4

,75

4

,75

4

,75

4

,75

4

,75

4

,75

4

,50

4

,25

K

redit K

on

sum

si (eo

p)

13

,13

1

3,5

8

13

,88

1

3,5

9

13

,58

1

3.5

6

13

.48

1

3,4

8

13

,37

1

3,2

1

13

,14

K

redit M

od

al K

erja (eop

) 1

2,1

2

12

,79

1

2,4

6

11

,36

1

1,3

4

11

.26

1

1.1

9

11

,20

1

1,1

5

11

,12

1

1,0

7

K

redit In

vestasi (eo

p)

11

,82

1

2,3

6

12

,12

1

1,2

1

11

,17

1

1.1

1

1.0

5

11

,10

1

0,9

6

11

,00

1

0,9

7

Harga M

inyak (U

S$/b

arel)

R

ata-rata (ICP

) 1

05

,8

59

,6

35

,5

51

,1

51

,9

52

,5

48

,7

49

,6

47

,1

43

,7

45

,5

48

,43

5

2,4

7

W

TI 9

7,6

1

53

,27

3

7,0

5

3,7

5

2,8

5

4,0

5

0,6

4

9,3

4

8,3

4

6,0

5

0,2

4

7,2

3

51

,67

B

rent

10

8,8

5

5,7

6

35

,8

55

,4

54

,7

55

,6

52

,7

50

,9

50

,1

48

,2

52

,2

52

,41

5

6,5

3

SUN

dan

Saham

O

bligasi

Yield

(5YR

) 8

,03

7

,70

8

,82

7

,58

7

,30

7

,29

6

,85

6

,69

6

,71

6

,67

6

,78

6

,28

6

,13

Yield

(10

YR)

8,8

3

7,8

0

8,7

5

7,9

7

7,6

5

7,5

4

7,0

4

7,0

5

6,9

5

6,8

3

6,9

5

6,7

0

6,5

0

Sah

am

IHSG

4

.27

4

5.2

27

5

.60

6

5.2

97

5

.29

4

5.3

87

5

.56

8

5.6

85

5

.73

8

5.8

30

5

.84

1

5.8

64

5

.90

1

N

FB

SUN

, Sah

am,

SBI

63

.94

3

-28

.31

4

5.3

53

5

.00

9

23

.62

1

5.9

99

4

.16

61

3

6.4

81

1

1.7

59

8

.47

2

-7.2

74

1

.07

0

19

.34

5

Perb

ankan

( persen

)

C

AR

1

8,3

6

19

,40

2

1,1

6

22

,69

2

3,0

2

3,0

2

2,9

2

2,8

2

2,9

2

2,7

2

3,0

0

LD

R

89

,7

89

,42

9

1,9

5

90

,7

86

,59

8

9,1

2

89

,12

8

9,5

0

88

,57

8

9,3

1

89

,20

N

PL

1,7

7

2,2

2

,49

2

,93

3

,10

3

,20

3

,04

3

,10

3

,10

3

,02

3

,00

P

ertum

bu

han

K

redit

21

,35

1

1,5

6

10

,12

1

0,4

1

9,7

2

8,9

6

7,6

9

10

,14

1

1,4

4

12

,18

1

1,3

5

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 67

Data P

en

yera

pan

AP

BN

Tahu

n 2

01

6-2

01

7

U

raian

2016

2017 (aku

mu

lasi)

AP

BN

P R

ealisasi (Jum

lah)

% th

d

AP

BN

P A

PB

N

Janu

ari Feb

ruari

Maret

Ap

ril M

ei Ju

ni

Juli

Agu

stus

Septem

ber

A. P

end

apatan N

egara dan

Hib

ah 1.786,2

3 1.551,7

9 86

,9 1.750,3

87,9

170,1

295,1

457,7

590,5

718,2

853,8

973,2

1099,3

I. P

enerim

aan D

alam N

egeri 1

.78

4,2

5

1.5

45

,96

8

6,6

1

.74

8,9

8

7,9

1

70

,1

29

5,1

4

57

,6

59

0,3

7

18

,0

85

3,0

9

72

,0

10

96

,8

1. P

enerim

aan P

erpajakan

1

.53

9,1

7

1.2

83

,60

8

3,4

1

.49

8,9

7

3,6

1

41

,4

23

7,7

3

68

,2

46

8,1

5

71

,9

68

0,9

7

78

,7

87

8,9

a. Pajak D

alam N

egeri

1.5

03

,29

1

.24

8,3

8

83

1

.46

4,8

7

0,8

1

36

,1

22

9,1

3

56

,9

45

3,2

5

54

,6

66

0,2

7

54

,5

b. P

ajak Pe

rdagan

gan In

ternasio

nal

35

,87

3

5,2

1

98

,2

34

,1

2,8

5

,3

8,5

1

1,3

1

4,9

1

7,4

2

0,6

2

4,2

2. P

enerim

aan N

egara Bu

kan P

ajak 2

45

,08

2

62

,36

1

07

2

50

,0

14

,3

28

,7

57

,4

89

,4

12

2,2

1

46

,1

17

2,1

1

93

,3

21

7,9

a. Pen

erimaan

Sum

ber D

aya Alam

9

0,5

2

65

,47

7

2,3

8

7,0

7

,8

17

,1

28

,4

35

,1

46

,0

52

,4

63

,7

72

,5

b. B

agian Lab

a BU

MN

3

4,1

6

37

,13

1

08

,7

41

,0

0,0

0

,0

0,0

1

6,6

2

6,5

3

1,5

3

5,5

3

7,1

c. P

NB

P Lain

nya

84

,12

1

17

,31

1

39

,5

84

,4

6,5

1

1,6

2

1,8

2

7,7

3

6,0

4

1,9

5

0,7

5

7,7

d

. Pen

dap

atan B

LU

36

,27

4

2,4

4

11

7

37

,6

0,0

0

,0

7,2

1

0,0

1

3,6

2

0,4

2

2,3

2

5,9

II. H

ibah

1

,98

5

,83

2

95

,2

1,4

0

,0

0,0

0

,0

0,1

0

,1

0,2

0

,8

1,2

2

,5

B. B

elanja N

egara 2.082,9

5 1.859,4

6 89

,3 2.080,5

133,3

225,6

400,0

538,1

722,8

893,3

1063,8

1198,3

1375,0

I B

elanja P

emerin

tah P

usat

1.3

06

,70

1

.14

8,6

0

87

,9

1.3

15

,5

57

,6

10

2,8

2

04

,8

27

2,7

3

88

,0

49

8,6

6

04

,7

69

5,7

8

08

,4

1. B

elanja P

egawai

34

2,4

5

30

4,8

3

89

3

43

,3

30

,6

51

,7

74

,0

98

,2

12

1,6

1

57

,3

19

2,3

2

14

,7

2

. Belan

ja Baran

g 3

04

,24

2

05

,55

6

7,6

2

96

,6

1,2

8

,3

31

,7

47

,0

69

,6

97

,1

11

7,5

1

42

,2

3

. Belan

ja Mo

dal

20

6,5

7

16

4,9

8

79

,9

19

4,3

0

,6

5,0

1

18

1

9,1

3

1,1

4

7,5

5

8,4

7

5,0

4. P

emb

ayaran K

ewajib

an U

tang

19

1,2

2

18

2,7

6

95

,6

22

1,2

2

2,6

3

2,4

6

5,1

7

5,9

9

8,9

1

06

,8

13

0,9

1

40

,9

5

. Sub

sidi

17

7,7

5

17

4,5

7

98

,2

16

0,1

0

,0

0,1

1

2,3

1

6,4

4

2,9

5

8,7

6

7,8

7

7,6

6. B

elanja H

ibah

8

,54

7

1

83

,3

2,2

0

,0

0,0

0

,0

0,2

0

,5

2,0

2

,0

2,2

7. B

antu

an So

sial 5

3,4

0

49

,62

9

2,9

5

7,0

2

,4

5,1

9

,5

12

,9

20

,3

25

,8

32

,0

39

,2

8

. Belan

ja Lainn

ya 2

2,5

3

6,8

7

30

,5

41

,0

0,2

0

,2

0,4

3

,0

3,1

3

,4

3,7

3

,9

II. Transfe

r Ke D

aerah D

an D

ana D

esa

77

6,2

5

71

0,8

6

91

,6

76

4,9

7

5,6

1

22

,7

19

5,2

2

65

,4

33

4,7

3

89

4,8

4

59

,1

50

2,6

5

66

,6

1. Tran

sfer ke Daerah

7

29

,27

6

64

,18

9

1,1

7

04

,9

75

,6

12

2,7

1

95

,2

24

8,8

3

06

,5

36

0,4

4

23

,3

46

6,1

5

26

,9

a. D

ana P

erim

ban

gan

70

5,4

6

64

0,3

6

90

,8

67

7,1

7

5,6

1

22

,6

19

0,8

2

41

,2

29

5,6

3

49

,4

40

9,3

4

49

,5

i. D

ana Tran

sfer Um

um

4

94

,44

4

75

,90

9

6,3

5

03

,6

66

,5

11

3,4

1

63

,0

19

6,8

2

30

,2

28

2,8

3

16

,4

35

1,0

- Dan

a Bagi H

asil 1

09

,08

9

0,5

4

83

9

2,8

0

,0

14

,4

30

,0

30

,5

30

,5

49

,7

49

,7

51

,1

- D

ana A

lokasi U

mu

m

38

5,3

6

38

5,3

6

10

0

41

0,8

6

6,5

9

9,0

1

33

,0

16

6,3

1

99

,7

23

3,2

2

66

,8

29

9,9

ii. Dan

a Transfe

r Kh

usu

s 2

11

,02

1

64

,47

7

7,9

1

73

,4

9,2

9

,2

27

,8

44

,4

65

,3

66

,5

92

,8

98

,6

b. D

ana In

sentif D

aerah

5

,00

5

,00

1

00

7

,5

0,0

0

,0

4,3

4

,5

4,5

4

,5

7,5

7

,5

c. D

ana O

ton

om

i Kh

usu

s dan

K

eistimew

aan D

IY 1

8,8

1

18

,81

1

00

2

0,3

0

,0

0,1

0

,1

3,1

6

,5

6,5

6

,5

9,0

d

. Dan

a Transfer Lain

nya

0,0

0

0,0

0

0,0

0

,0

0,0

0

,0

0,0

0

,0

0,0

0

,0

2

. Dan

a Desa

46

,98

4

6,6

8

99

,4

60

,0

0,0

0

,0

0,0

1

6,7

2

8,2

3

4,4

3

5,8

3

6,5

3

9,6

C

. Keseim

ban

gan P

rimer

-10

5,5

1

-12

4,9

1

11

8,4

(1

09

,0)

(22

,8)

(23

,1)

(39

,8)

(4,5

) (3

3,4

) (6

8,2

) (7

9,2

) (8

4,1

)

D. Su

rplu

s/Defisit A

nggaran

(A - B

) -2

96

,72

-3

07

,67

1

03

,7

(33

0,2

) (4

5,4

) (3

30

,2)

(10

4,9

) (8

0,4

) (1

32

,3)

(17

5,1

) (2

10

,1)

(22

5,1

) (2

75

,7)

E. Pemb

iayaan 29

6,72 33

0,33 11

1,3 33

0,2 82

,7 12

0,6 18

7,9 19

4,5 19

4,6 20

9,4 29

0,6 33

1,1 36

2,2

I. Pem

biayaan

Dalam

Negeri

29

9,2

5

34

4,9

3

11

5,3

n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a

Ii. Pem

biayaan

Luar N

egeri (n

eto)

-2,5

3

-14

,59

5

77

,5

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

1. P

enarikan

Pin

jaman

Luar N

egeri (B

ruto

) 7

2,9

6

58

,96

8

0,8

n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a

a. P

injam

an P

rogram

0

,00

0

,00

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

b

. Pin

jaman

Pro

yek 0

,00

0

,00

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

n.a

2. P

eneru

san SLA

-5

,83

-4

,83

8

2,8

n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a

3

. Pem

bayaran

Cicilan

Po

kok U

tang LN

-6

9,6

5

-68

,73

9

8,7

n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a n

.a

68 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Notes :

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 69

70 Edisi IV/ Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal

Edisi IV / Oktober 2017 | Tinjauan Ekonomi, Keuangan, & Fiskal 71