eBook Seribu Wajah Ayah (Bab 1)

17

description

ayah

Transcript of eBook Seribu Wajah Ayah (Bab 1)

  • Tidak mungkin ada sesuatu yang muncul dari ketiadaan. Konon

    pemikiran itu lah yang ribuan tahun lalu berputar-putar di kepala

    para filosof alam di Yunani. Sementara Thales beranggapan segala

    sesuatu berasal dari air, Anaximenes punya pemikiran lain: segala

    sesuatu berasal dari udara atau uap. Entah pergulatan pemikiran

    macam apa yang terjadi antara para filosof pada zaman itu, pada

    hakikatnya mereka sepakat bahwa ada sesuatu yang selalu ada,

    yang merupakan asal muasal semua hal yang kini ada dengan segala

    dinamika perubahannya serta ketimbul-tenggelamannya.

    Apapun yang ada di alam raya ini, semua berasal dari sesuatu

    yang kekal itu. Maka kelahiran dan kematian manusia sejatinya

    hanyalah permainan waktu. Dan oleh karena itu, kepergian orang-

    orang yang kita cintai tak perlu berlebihan kita tangisi sebab dia

    tidak akan ke mana-mana.

    Kamu juga percaya itu, tapi memang itulah manusia: tak semua

    yang kita yakini berani kita jalani.

    Malam itu, beberapa detik sebelum pergantian hari hitungan

    masehi, kamu terbangun. Sendiri. Pipimu basah, mungkin karena

    keringat, atau air mata, atau keduanyaentahlah. Yang pasti, kamu

    gelisah. Sebuah mimpi membawakanmu potongan-potongan masa

    lalu: tentang masa kecilmu, kampung halamanmu, dan tentu saja

    tentang seseorang yang tak hanya darahnya yang mengalir dalam

  • darahmu, tapi juga gagasannya. Siapa lagi kalau bukan ayahmu,

    sebab kau sama sekali tak punya kenangan tentang ibubagaimana

    mungkin kau memimpikannya?

    Sejak kecil, kamu selalu percaya bahwa sebenarnya ibumu tidak

    mati. Ia hanya terlalu mencintai ayahmu sehingga tak pernah mau

    berpisah darinya. Itu sebabnya, ruhnya keluar dan kini menyatu

    dalam tubuh ayah. Jadilah ayahmu juga punya sifat keibuan, ia tak

    hanya jadi pembimbing yang tegas, tapi juga pengasuh yang penuh

    kasih sayang. Kamu juga selalu yakin bahwa khusus bagimu, surga

    juga ada di telapak kaki ayah. Di setiap langkah yang ia ambil untuk

    bisa terus menyambung nafas dan menumbuhkanmu, ada surga.

    Semakin lama kamu bertumbuh, kamu mulai sadar bahwa

    cerita yang kamu reka tentang menyatunya ruh ibu dengan ruh ayah

    di dalam tubuh ayah adalah pemikiran yang sama sekali bodohbila

    bukan gila. Tapi tentang keyakinanmu akan adanya surga di telapak

    kaki ayah, belum ada hal yang membuatmu punya keraguan

    sedikitpun di dalamnya. Itulah yang membuat dadamu sesak ketika

    menyadari bahwa suaranya tak lagi bisa kau dengar, keningnya tak

    lagi bisa kau kecup, dan tatapan tulusnya tak lagi bisa

    menenangkanmu. Ia pergi bukan hanya saat kamu tak di sisinya,

    bahkan saat kamu mencoba untuk melupakan dan tak

    memedulikannya.

    Memang terlalu banyak hal yang lebih menyenangkan di dunia,

    dan kita manusia adalah mahluk yang terlalu mudah terbuai. Hidup

    terlalu sering menunjukkan pada kita begitu banyak hal yang

    membuat kita takjub tak terkendali. Ia menjebak kita untuk terpaku

    padanya, padahal di balik hal yang menakjubkan itu, ada sumber

    kekaguman abadi.

    Apa yang kita lihat tak selalu seperti apa yang sebenarnya.

  • Maka Muhammad pun dengan kerendahan hatinya berdoa Ya

    Allah, tunjukkanlah kepadaku hal-hal sebagaimana adanya!.

    Ia pergi dalam kesendirian, menyusul ibumu yang sudah pergi

    duluan dua puluh tahun lalu ketika usiamu baru hitungan detik.

    Kamu, yang barangkali menjadi satu-satunya obat bagi kesedihan

    ayahmu atas kepergian orang yang teramat dicintainya waktu itu,

    ternyata tak hadir menemani saat-saat terakhirnya.

    Katanya, menyesali perbuatan adalah salah satu syarat mutlak

    dari taubat. Syarat lainnya adalah bertekad tidak mengulanginya. Di

    dalam kepalamu bertengger sebuah pertanyaan: bagaimana

    mungkin aku mengulanginya sementara ia sudah tiada?, yang

    kemudian kamu sadari bahwa pertanyaan itu tak lebih penting dari

    pertanyaan lantas apa yang bisa aku perbaiki di saat ia sudah tiada?.

    Di tengah malam itu, kamu menangis. Tersedu dalam ruang yang

    hening. Hanya ada detak jam dinding kesayangan ayahmu yang

    mengiringi derasnya air mata yang tak juga habis. Malam itu kamu

    tidur di kamar ayahmu yang telah setahun lebih tidak kamu

    kunjungi.

    Tak banyak yang berubah di sana, sejak setahun yang lalu. Letak

    jam dinding, lemari tua berbahan kayu jati yang sudah terlalu penuh

    oleh buku, foto ibumu ketika mudaah iya, ia memang tak sempat

    tua. Di meja baca ayahmu, tergeletak sebuah benda semacam buku

    dengan kover biru tua berukuran kira-kira tiga belas dikali Sembilan

    belas centimeter yang tidak terlalu tebal, tua, tapi terlihat sangat

    terawat. Kamu, sebelumnya tak mengira bahwa itu adalah album

    foto.

    Sejak kecil, salah satu kegemaranmu adalah berulang-ulang kali

    membuka beberapa album foto di rumahmu sampai kamu hampir

    hafal semua foto yang ada di dalamnya. Tapi, album foto ini seperti

  • tidak pernah kamu lihat. Tak banyak foto di dalamnya, hanya ada

    sepuluh, tidak kurang tidak lebih. Dan setiap foto punya

    karakteristik yang sama: hanya ada kamu dan ayahmu di dalam foto

    itu. Hanya kalian berdua.

    Malam itu kau dipaksa untuk menengok ke belakang sampai

    lehermu pegal. Kau dipaksa untuk berkejar-kejaran dengan waktu

    untuk kembali memunguti potongan-potongan masa lalu yang tak

    kau kira sama sekali akan berakhir sedramatis ini. Ada sesal di sana,

    tentang ketulusan yang kau campakkan. Tentang rindu yang dibawa

    pergi. Tentang budi yang tak sempatdan memang tak akan

    pernahterbalas.

    Seribu wajah ayah sekalipun yang kau kenang dan ratapi malam

    itu, tak kan pernah mengembalikannya.

    ~

  • Ada seorang lelaki yang sangat mirip denganmu di foto pertama

    dalam album itu, tengah menggendong seorang bayi yang mungil.

    Lelaki itu, usianya tigapuluh satu tahun, tersenyum, dan tampak

    gagah dengan baju dinasnya. Tapi, di balik wajahnya yang

    sumringah, seperti ada kekhawatiran yang tertahan.

    Lelaki itu adalah ayahmu, dua puluh tahun yang lalu. Ia baru

    selesai bertugas waktu itu, tak sempat mengganti seragamnya

    karena buru-buru ingin menyambut kehadiranmuya, bayi mungil

    itu, tentu saja adalah kamu.

    Hari itu, semestinya ayahmu ada di sana, menemani detik-detik

    perjuangan kekasihnya melahirkanmu. Tapi ada tugas mengawas

    yang tak bisa digantikan, maka setelah tugas mengawasnya selesai,

    buru-buru ia ke rumah sakit tempat kamuakandilahirkan.

    Pekerjaannya sebagai guru di sebuah SD Negeri tak jauh dari tempat

    tinggalnya adalah salah satu mimpinya sejak dulu. Di tempat itu pula,

    ia bertemu dengan ibumu.

    Kisah cinta mereka adalah kisah cinta yang biasa, karena

    mereka memang dua orang yang biasa. Ayahmu hanyalah anak dari

    seorang petani yang sawahnya tidak terlalu luas, sebagian hasil

    panen disimpan untuk makan sehari-hari, sebagiannya lagi biasa

    ditukar dengan bahan makanan lain. Dan ibumu, lahir dari rahim

    seorang penjahit yang penghasilannya tak seberapa, sementara

    ayahnya tukang bangunan yang hanya bekerja bila sedang ada

    proyekselebihnya, serabutan.

    Ayah dan ibumu tahu betul menjadi seorang guru SD tak akan

    membawa banyak perubahan pada status ekonomi mereka, tapi

    menjadi guru adalah tentang pengabdian, bukan sekadar soal gaji

    atau bonus tahunan. Lagi pula, keduacalonorang tuamu itu

    sudah sangat terbiasa hidup bukan hanya apa adanya, tapi bahkan

  • dalam kekurangan yang berlarut-larut. Tahun-tahun itu adalah

    tahun-tahun yang hampir tak memberi kesempatan bagi orang-

    orang miskin sekelas mereka untuk punya harapan lebih dari

    sekadar bertahan hidup: bisa makan, punya pakaian, dan tempat

    tinggal yang tidak perlu layak, asalkan bisa untuk dipakai istirahat.

    Ayahmu diam-diam mengagumi kecantikan dan kelembutan

    sikap ibumu. Dan ibumu, tak pernah ragu mengakui dalam hatinya

    bahwa ayahmu adalah lelaki idamannya. Maka Allah

    mempersatukan keduanya, dan sampailah mereka pada titik ini.

    Salah satu titik dalam garis hidup yang mereka tunggu-tunggu. Kadar

    penantian mereka akan kehadiranmu sudah mencapai tahap gawat.

    Akhirnya setelah lebih kurang lima tahun mereka menikah,

    dikabulkan juga doa-doa mereka di setiap malam-malam panjang

    yang mereka lewati setiap hari: kamu hadir di sana, sebagai janin

    kecil yang sangat dinantikan kedatangannya.

    Lima tahun. Manusia mana di muka bumi ini yang merindukan

    seseorang lima tahun lamanya, lantas merasa biasa saja ketika

    akhirnya bisa berjumpa dengan yang dirindu? Begitu pula dengan

    ayah dan ibumu. Kau, barangkali bisa membayangkan kerinduan itu,

    tapi kau tak pernah benar-benar bisa merasakannya sebelum kau

    benar-benar mengalaminya. Maka syukuran kecil-kecilan digelar,

    ayahmu menyisihkan separuh dari gajinya yang sedikit untuk

    membeli bahan makanan lebih banyak dari biasanya. Ayahmu ingin

    mensyukuri kehadiranmu dengan berbagi kebahagiaan dengan

    orang lain. Ibumu, yang di rahimnya terkandung dirimu, tak pernah

    ditinggal sendiri bila tak terpaksa. Bulan-bulan ibumu

    mengandungmu adalah bulan-bulan yang penuh bunga dan

    kelembutan. Dan bukankah memang begitu, bahwa Allah, ketika

    menghendaki kebahagiaan dan kebaikan pada satu keluarga, Dia

    akan memasukkan kelembutan ke dalam hati mereka?

  • Begitulah. ayah dan ibumu selalu punya cara untuk berbahagia

    dan saling membahagiakan meski dengan cara-cara yang sederhana.

    Slogan Empat Sehat Lima Sempurna hanya berlaku bagi

    mereka yang punya. Jangankan susu, bila gaji terlambat turun, ayah

    dan ibumu harus makan dengan menu nasi garam. Ya, tentu saja itu

    salah satu makanan populer saat itu. Untungnya, ayahmu tak pernah

    kekurangan beras karena kakekmu punya sawah. Semestinya

    pemerintah membuat slogan Satu Cukup Dua Alhamdulillah untuk

    menghormati warga Negara yang hidup seperti ayah dan ibumu saat

    itu: satu untuk karbohidrat, dua untuk garam. Meski ayahmu sama

    sekali tak butuh slogan macam itu, karena ia punya slogan sendiri:

    Apapun Cukup, Senyummu Sempurna. Apapun yang ada, itulah

    rezeki yang menjadi haknya. Semua menjadi nikmat karena senyum

    ibumuia adalah salah satu sumber semangat terbesar untuk terus

    bekerja keras dalam hidup.

    Penantian ayahmu hari itu, tak kalah mendebarkan dari

    penantian lima tahun yang pernah menderanyawaktu-waktu di

    mana setiap detik adalah sujud-sujud pengharapan. Dari perawat

    yang beberapa kali keluar masuk dari kamar tempat ibumu sedang

    berjuang untuk melahirkanmu, katanya, proses kelahiran memakan

    waktu yang sangat lama. Entah apa yang terjadi, ayahmu hanya

    berdoa sebanyak-banyaknya di balik pintuia tak akan pernah tega

    melihat istri tercintanya merintih menahan sakit yang tak

    terbayangkan rasanya.

    Sejak kecil, ayahmu selalu diceritakan tentang betapa sakitnya

    proses melahirkan oleh ayahnya. Itu sebabnya, ia tumbuh menjadi

    anak yang sangat patuh pada orangtua, khususnya ibu. Ia belum dan

    tak akan pernah berada di posisi seorang perempuan yang sedang

    melahirkan, tapi ia bisa membayangkan betapa mendebarkannya

    peristiwa macam itu. Hingga ketika Rasulullah ditanya siapa yang

  • paling berhak untuk dipatuhi, beliau menjawab ibumu hingga tiga

    kali, baru kemudian ayahmu.

    Di tengah kekhusyukannya berdoa, dari dalam kamar,

    terdengar suara tangis yang nyaring. Di tempat itu juga, di lantai

    tempat ia menanti dengan rasa khawatir yang tak sembarangan, ia

    bersimpuh mengucap syukur yang dalam. Jagoannya, yangdalam

    benaknyakelak akan menjadi seseorang yang ia banggakan, telah

    lahir ke dunia. Belasan buku tentang pendidikan anak telah ia baca:

    mendidik anak cara nabi, mendidik anak dengan cinta, dan lain

    sebagainya telah dikhatamkan. Ia, jauh di dalam hatinya berteriak:

    Ya Allah, aku siap merawat dan menumbuhkan titipanmu untuk

    menjadi abdi-Mu yang bertaqwa! Mudahkan ya Allah! Mudahkan!.

    Pintu terbuka, seorang bidan keluar dengan bayi mungil di

    tangannya. Ia, dengan ekspresi penuh rasa bersalah menyerahkan

    bayi ituyang tentu saja adalah dirimuke pangkuan ayahmu.

    Ayahmu senang bukan kepalang, wajahnya berseri. Pamanmu, yang

    bekerja sebagai wartawan dan ikut menantikan kehadiranmu

    langsung mengabadikan momen itu. Jadilah foto itu, foto pertama

    dalam album kecil yang diam-diam disimpan ayahmuentah sejak

    kapan.

    Beberapa saat kemudian, detik serasa berhenti. Beberapa

    kalimat yang disampaikan sang bidan dengan terbata-bata merubah

    ekspresi wajah ayahmu dalam sekejap.

    Pak, mohon maaf, katanya waktu itu dengan wajah tertunduk,

    kami sudah berusaha dengan sekuat tenaga, tapi takdir berkata lain.

    Istri bapak, setelah berhasil melahirkan anak Bapak dengan susah

    payah, mengalami pendarahan yang parah dan tak sempat

    terselamatkan.

  • Ayahmu tersentak. Tubuhnya gemetaran. Kedua matanya, yang

    sebelumnya berkaca-kaca bahagia, kini banjir air mata. Kamu, lantas

    diserahkan kembali ke pangkuan bidan. Dan ayahmu, seketika

    berlari dan memeluk tubuh ibumu yang sudah tak bernyawa.

    Tangisnya, lebih hebat dari tangisanmu. Ia berteriak-teriak

    memanggil nama ibumu, sambil mengguncang-guncang tubuhnya.

    Pamanmu yang mencoba menenangkannya kewalahan. Beberapa

    menit kemudian, ayahmu tak sadarkan diri.

    Dalam ketidaksadarannya, ayahmu bermimpi. Di sebuah gurun

    yang gersang, di bawah matahari yang teriknya membakar, ia

    bersimpuh penuh peluh. Ditengadahkan tangannya seraya

    memohon:

    Ya Allah, Engkaulah yang menguasai hidup dan mati seluruh mahluk.

    Engkaulah yang Maha Perancang lagi Pemasti. Engkaulah yang bila

    berkehendak, maka tiada suatu apapun yang terjadi pada

    kehendakmu itu selain terwujud ke dalam satu kenyataan. Maka

    tentulah Kau pun berkehendak untuk mengabulkan apapun

    permintaanku sekiranya Kau berkenan.

    Air mata mengalir semakin deras dari mata ayahmu, menyaingi

    keringat yang tak berhenti menetes dan membuat pakaian putih

    ayahmu basah karenanya. Dengan sesenggukan karena nafas yang

    sesak, ayahmu melajutkan dengan nada sedikit berteriak.

    Tidakkah Kau lihat hambamu ini menjadi begitu fakir karena

    ditinggalkan kekasihnya? Tidakkah Kau lihat hambamu ini didera

    perih yang menyiksa? Tidakkah Kau lihat hambamu ini bukanlah

    siapa-siapa tanpanya, bahwa kekasihku yang baru saja kau pergikan

    adalah bagian tak terpisahkan dari hambamu ini? Bukankah Kau

    Maha Mengetahui? Tambahkan umurnya, ya Allah. Aku ingin melihat

    senyumnya ketika melihat anak kami tumbuh dan dewasa menjadi

  • anak yang saleh. Tambahkan umurnya, ya Allah. Aku ingin melihatnya

    tersenyum bahagia karena orang yang telah lima tahun lamanya

    begitu dirindukan kini telah di pangkuannya. Bukankah Engkau Maha

    Berkehendak dan Maha Mengabulkan Doa?.

    Emosi ayahmu meluap tak terkendali. Semua yang

    mengenalnya akan sepakat bahwa di balik sikap tegas dan uletnya,

    ayahmu adalah orang yang lemah lembut. Tapi kali ini, ayahmu

    berontak. Ia, bak macan tidur yang bangun karena diganggu oleh

    seekor tikus, dan menjadi begitu marah karenanya. Ia, kini seperti air

    bendungan tenang yang seketika menerkam semua yang ada di

    sekitarnya tanpa kendali ketika tanggulnya tiba-tiba terbuka. Ia,

    menjadi manusia yang siapapun tak akan pernah mengira.

    Sesosok manusia, yang tak begitu jelas terlihat wajahnya

    karena pancaran cahaya mendekati ayahmu, lalu merengkuhnya

    dalam kehangatan. Dalam pelukan itu, ayahmu tak lagi bicara.

    Mulutnya gagu, tapi hatinya kini menjadi tenang.

    Wahai engkau, lelaki yang lemah lembut. katanya pada ayahmu. Dan

    ayahmu masih saja tak mampu bicara, dan sepertinya memang

    bukan bagiannya untuk bicara. Tidakkah kau ingat Muhammad

    pernah bersabda, bahwa Allah tidak akan memperlambat kematian

    seseorang apabila sudah datang ajalnya? Bahwa tambahan umur

    adalah Allah memberikan karunia kepada seorang hamba berupa

    anak-anak saleh yang mendoakannya sehingga doa mereka dapat

    menyusul di kuburnya. Pulang. Pulanglah pada kelembutan hati yang

    dulu kekasihmu terpikat karenanya. Tumbuhkanlah karunia Allah

    yang kini berada di tanganmu dengan kelembutan, jadikan dia anak

    yang saleh. Sungguh kekasihmu kini tengah menikmati kesenangan,

    dan kelak akan kekal di dalamnya. Ia tengah menantikan

    kehadiranmu dan anak kalian, untuk hidup kekal dalam kebahagiaan

    bersama-sama sebagai satu keluarga yang utuh. Itukah yang kau

  • harapkan, atau kau ingin mengingkari nikmat-Nya? Pulanglah, jalani

    takdirmu sebagai seorang ayah dan buat kekasihmu bangga

    karenanya. Sesungguhnya di dalam diri anakmu terkandung dua

    cinta: cintamu dan cintanya. Maka mencintai anakmu adalah juga

    mencintai kekasihmu, memeluk anakmu adalah memeluk kekasihmu.

    Dan di atas segalanya, percayalah bahwa Allah tidak akan

    menyayangi orang yang tidak sayang pada anaknya.

    *

    Setelah beberapa jam tak sadarkan diri, pamanmu mendapati

    ayahmu terbangun. Anakku, di mana anakku?, tanyanya panik.

    Tenanglah, Mas. Anakmu kini aman bersama bidan. Sudah aku azani

    karena tadi Mas tak sadarkan diri. Pamanmu menenangkan.

    Sebagai adikmu, sampai detik ini aku masih yakin Mas adalah orang

    paling tegar dari semua orang yang pernah kukenal. Mas pasti bisa

    melewati semua ini, sebagaimana dulu Mas adalah orang yang paling

    tegar waktu ibu pergi. Bukankah Mas yang selalu bilang, bahwa daun

    hanya akan menguning dan jatuh atas izin-Nya, apalagi kematian

    seseorang? Maka bila Ia pun mengizinkan, pantaskah kita menentang

    kehendak-Nya?

    Apa yang selalu diyakini oleh ayahmudan ini menjadi hal

    yang akan selalu disampaikan kepada setiap muridnya di sekolah

    tentang hidup ini, adalah setiap detiknya tidak lain adalah ujian. Ada

    yang bilang hidup ini adalah perjuangan, ada yang bilang hidup ini

    adalah anugerah, dan tanpa bertentangan dengan dua pendapat

    sebelumnya, ada pula yang bilang bahwa hidup adalah pilihan. Meski

    begitu, ayahmu meyakini bahwa hidup, tetap saja pada hakikatnya

    adalah ujian. Perjuangan adalah bagian dari cara kita untuk lulus dari

    ujian, anugerah adalah kemudahan untuk lebih siap dalam

  • menghadapi ujianbahkan ia sebenarnya adalah ujian itu sendiri,

    dan pilihan, sebenarnya hanyalah cara untuk keluar dari ujian: ada

    cara yang benar, ada cara yang tak benar.

    Tersebab hidup adalah ujian, maka sesungguhnya kekasih dan

    anakpun sejatinya hanyalah ujian. Apakah ia membutakan atau

    membimbing, sangat bergantung pada kesadaran dan pilihan-

    pilihan cara kita untuk lulus dengan baik dari ujian itu.

    Ya, Mas ingat. Maafkan sikap Mas tadi, Mas lepas kendali.

    Ya, ayahmu pasti ingat. Ia juga akan selalu ingat apa yang Allah

    firmankan dalam surat cinta-Nya, bahwa kehidupan dunia sejatinya

    hanyalah permainan dan sesuatu yang melalaikan. Berbangga-

    banggan tentang banyaknya harta dan anak, tak lain seperti hujan

    yang datang untuk membuat para petani senang hatinya, sumringah

    wajahnya, karena tanamannya menjadi hijau dan subur. Tapi

    lihatlah, pada akhirnya merekatanaman-tanaman itu

    menguning dan kering, lalu hancur. Begitulah, bila yang kita

    harapkan adalah kesenangan dunia macam itu, maka kita sedang

    mengharapkan sesuatu yang semu: kesenangan yang sementara juga

    menipu.

    *

    Di bawah foto itu, terdapat sebuah tulisan tangan yang kamu

    tahu persis itu tulisan ayahmu:

    Aku telah memutuskan untuk mencintaimu sampai akhir

    hayatku. Dan aku takkan pernah mencabut keputusan itu

    karena alasan apapun. Ini tekadku, janji seorang lelaki.

  • Air matamu, semakin tak terkendali.

    Dalam kepalamu, hadir sebuah pertanyaan besar: Mengapa aku

    harus diciptakan ke duniayang itu berarti seorang guru SD harus

    kehilangan kekasih yang begitu dicintainya? Mengapa aku tak

    diciptakan jadi batu, kayu, debu, atau benda mati apa saja yang tak

    perlu punya rasa, dan tentu saja, tak perlu menyertakan kesedihan

    yang mendalam bersama kehadirannya?

    Kau memang semakin mirip ayahmu. Melankolik. Manusia

    terlalu sering mempertanyakan hal-hal yang sudah jelas terjawab

    hanya untuk mendramatisasi kelemahannya, atau kadang, untuk

    memamerkan betapa kritis dirinya. Merasa terlalu lemah dan terlalu

    kuat, keduanya selalu menjauhkan kita dari pengakuan atas

    kebenaran, meskipun itu telah nyata di hadapan.

    Mereka yang merasa lemah, adalah orang-orang dengan

    keakuan yang tinggi. Dari seluruh manusia yang ada di dunia, seolah-

    olah sang aku lah yang paling menderita. Maka sebenarnya sama

    saja mereka sedang menyombongkan dirimerasa paling dari

    yang lain. Dan harusnya kita sadar, sejak mula, sombong adalah sifat

    dasar iblis.

    Anaa khairu minhu1, kata Iblis, Aku diciptakan dari api dan ia

    dari tanah.. Inilah sifat keakuan iblis, kesombongan yang kini

    menjelma dalam perikehidupan manusia. Egosentris. Akulah yang

    menentukan, Akulah yang utama, sesekali memikirkan orang lain,

    tapi tetap saja untuk kepentingan sang aku. Jadilah aku berdaulat,

    lahirlah kedaulatan rakyat, bahwa Allah tak boleh campur tangan

    dalam urusan rakyat.

    1Aku lebih baik dari dia

  • Demikianlah, Allah memang menciptakan manusia sebagai

    manusia yang punya kesempatan dan kemampuan untuk memilih.

    Manusia memilih yang baik maupun yang buruk, sah-sah saja, tapi

    masing-masing punya konsekuensi. Dan itulahkebaikan dan

    keburukanyang ditenun manusia di sepanjang sejarah hidupnya.

    Mereka yang setia pada kebaikan, adalah mereka yang memegang

    prinsip: ambil satu korbankan yang lain. Sayangnya, tidak semua

    manusia berani melakukannya.

    Berani atau tidak berani, tentu saja semata-mata tentang

    pilihan. Orang boleh saja merasa tidak mampu, tapi dia tetap punya

    kesempatan untuk berani. Maka sebenarnya setiap manusia punya

    kesempatan untuk menjadi pemberaniorang-orang yang takut,

    tapi memilih untuk tetap melakukan. Dari sanalah kita bisa melihat

    harga manusia. Harga manusia sangat ditentukan oleh pilihannya.

    Manusia tidak punya harga sebelum menentukan pilihan dalam

    hidupnya.

    Jadi, ini semua adalah tentang pilihan. Apakah kau mau

    meratapi terus menerus apa yang telah terjadi dengan kata

    seandainyapadahal ia sama sekali tidak membantumu memutar

    waktu untuk kembali ke masa lalu, atau kau akan melangkah

    bahwa selalu ada hal lain yang lebih bijak dari mengenang: membuat

    cerita baru yang lebih indah.

    Pilihan kini ada di tanganmu. Dan sebaiknya, kau bijak memilih

    sebelum datang waktu di mana kau tak lagi punya kesempatan untuk

    memilih.

    ***