e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi...

39
RENCANA AKSI KEGIATAN BIRO KERJA SAMA LUAR NEGERI TAHUN 2015-2019 SEKRETARIAT JENDERAL KEMENTERIAN KESEHATAN

Transcript of e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi...

Page 1: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

RENCANA AKSI KEGIATANBIRO KERJA SAMA LUAR NEGERI

TAHUN 2015-2019SEKRETARIAT JENDERAL

KEMENTERIAN KESEHATAN

KATA PENGANTAR

Page 2: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

Sesuai dengan Permenkes No 64 tahun 2015 Pusat Kerja sama Luar Negeri mengalami perubahan nomenklatur menjadi Biro Kerja Sama Luar Negeri. Sehingga sejak tahun 2015 Biro Kerja Sama Luar Negeri memiliki tugas fungsi dan pokok yang sedikit berbeda dari Biro Kerja Sama Luar Negeri. Sejak tahun 2015 Biro Kerja Sama Luar Negeri memiliki tugas melaksanakan pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kerja sama kesehatan luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan dan menjalankan fungsi fungsi diantaranya adalah:

a. Penyiapan kordinasi pelaksanaan kerja sama luar negeri bilateral, regional, dan multilateral di bidang kesehatan.

b. Penyiapan kordinasi dan fasilitasi hubungan luar negeri bilateral, regional, dan multilateral di bidang kesehatan dan

c. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Biro

Sebagai Satuan Kerja di lingkungan Kementerian Kesehatan Salah satu kewajiban Biro Kerja Sama Luar Negeri dalam menjalani tugas pokok dan fungsinya sehari hari adalah menyusun dokumen Rencana Aksi Kegiatan. Dokumen tersebut merupakan elaborasi dari dokumen Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 dan Rencana Aksi Program di Sekretariat Jenderal Kementerian Kesehatan. Meskipun dokumen Rencana Aksi Kegiatan masih berupa perencanaan yang bersifat indikatif, namun beberapa bagian khususnya terkait dengan rencana aksi telah bersifat operasional, yang dijadikan sebagai rujukan dalam penyusunan kegiatan perencanaan dan anggaran di Biro Kerja Sama Luar Negeri selama kurun waktu tahun 2015 - 2019.

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya Biro Kerja Sama Luar Negeri diharapkan sebagai gate entry kerjasama luar negeri di Kementerian Kesehatan, dan tentunya kerjasama luar negeri diarahkan untuk mendukung pencapaian sasaran strategis Kementerian Kesehatan sesuai dengan dokumen Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Namun demikian dalam mengembangkan kerjasama luar negeri, juga memperhatikan kebijakan politik luar negeri dimana Kementerian Luar Negeri merupakan leading sektor untuk hal tersebut. Oleh karenanya dalam setiap pengembangan kerjasama luar negeri, disamping memperhatikan kepentingan lintas unit utama di Kementerian Kesehatan, juga dibangun mekanisme forum lintas Kementerian/Lembaga, untuk mendapatkan masukan dan pandangan sehingga posisi Indonesia mendukung kepentingan nasional secara komprehensif.

Oleh karena itu dalam mengimplementasikan Rencana Aksi Kegiatan Biro Kerja Sama Luar Negeri ini, diharapkan semua staf di lingkungan Biro Kerja Sama Luar Negeri senantiasa membangun jejaring kerja lintas unit utama dan lintas Kementerian/Lembaga kerjasama dengan semangat reformasi birokrasi, sehingga peran Biro Kerja Sama Luar Negeri sebagai salah satu unsur pendukung penyelenggaraan pembangunan nasional berjalan sebagaimana yang diharapkan.

Akhir kata semoga segala daya upaya kita semua mendapatkan pahala dan hidayah dari Allah SWT. Amin

Jakarta, Desember 2015

Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri

Dra. Budi Dhewajani, MA

Bab I. PENDAHULUAN

Page 3: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

A. Latar Belakang

Sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Kesehatan 2015 – 2019, tingkat Kementerian maupun unit eselon 1 dibawahnya tidak memiliki visi misi dan semua merujuk pada Visi dan Misi Presiden Republik Indonesia yaitu ‘Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian berlandaskan gotong royong”. Upaya untuk mewujudkan visi adalah melalui 7 misi pembangunan yaitu:

1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.

2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum

3. Mewujudkan politik luar negeri bebas aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.

5. Mewujudkan Bangsa yang berdaya saing

6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, serta

7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan

Selanjutnya terdapat 9 agenda prioritas yang dikenel dengan NAWA CITA yang ingin diwujudkan pada kabinet kerja, yakni:

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara

2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya

3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan

4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

8. Melakukan revolusi karakter bangsa.

9. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Terdapat 2 tujuan Kementerian Kesehatan pada tahun 2015 – 2019, yaitu:

1. Meningkatnya status kesehatan masyarakat, dan

Page 4: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

2. Meningkatnya daya tanggap dan perlindungan masyarakat terhadap resiko sosial dan finansial di bidang kesehatan.

Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan, yaitu:

1. Meningkatnya Kesehatan Masyarakat, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

a. Meningkatnya persentase persalinan di fasilitas kesehatan sebesar 85%

b. Menurunnya persentase ibu hamil kurang energi kronik sebesar 18,2%.

c. Meningkatnya persentase kabupaten dan kota yang memiliki kebijakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebesar 80%.

2. Meningkatnya Pengendalian Penyakit, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

a. Persentase kab/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan sebesar 40%.

b. Penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) tertentu sebesar 40%.

c. Kab/Kota yang mampu melaksanakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah sebesar 100%.

d. Menurunnya prevalensi merokok pada pada usia ≤ 18 tahun sebesar 5,4%.

3. Meningkatnya Akses dan Mutu Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

a. Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang terakreditasi sebanyak 5.600.

b. Jumlah kab/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang terakreditasi sebanyak 481 kab/kota.

4. Meningkatnya akses, kemandirian, dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

a. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas sebesar 90%.

b. Jumlah bahan baku obat, obat tradisional serta alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri sebanyak 35 jenis.

c. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT diperedaran yang memenuhi syarat sebesar 83%.

5. Meningkatnya Jumlah, Jenis, Kualitas dan Pemerataan Tenaga Kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

a. Jumlah Puskesmas yang minimal memiliki 5 jenis tenaga kesehatan sebanyak 5.600 Puskesmas.

b. Persentase RS kab/kota kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang sebesar 60%.

c. Jumlah SDM Kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya sebanyak 56,910 orang.

6. Meningkatnya sinergitas antar Kementerian/Lembaga, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

a. Meningkatnya jumlah kementerian lain yang mendukung pembangunan kesehatan.

b. Meningkatnya persentase kab/kota yang mendapat predikat baik dalam pelaksanaan SPM sebesar 80%.

7. Meningkatnya daya guna kemitraan dalam dan luar negeri, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

Page 5: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

a. Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR untuk program kesehatan sebesar 20%.

b. Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan sebanyak 15.

c. Jumlah kesepakatan kerja sama luar negeri di bidang kesehatan yang diimplementasikan sebanyak 40.

8. Meningkatnya integrasi perencanaan, bimbingan teknis dan pemantauan-evaluasi, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

a. Jumlah provinsi yang memiliki rencana lima tahun dan anggaran kesehatan terintegrasi dari berbagai sumber sebanyak 34 provinsi.

b. Jumlah rekomendasi monitoring evaluasi terpadu sebanyak 100 rekomendasi.

9. Meningkatnya efektivitas penelitian dan pengembangan kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

a. Jumlah hasil penelitian yang didaftarkan HKI sebanyak 35 buah.

b. Jumlah rekomendasi kebijakan berbasis penelitian dan pengembangan kesehatan yang diadvokasikan ke pengelola program kesehatan dan atau pemangku kepentingan sebanyak 120 rekomendasi.

c. Jumlah laporan Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) bidang kesehatan dan gizi masyarakat sebanyak 5 laporan.

10. Meningkatnya tata kelola kepemerintahan yang baik dan bersih, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

a. Persentase satuan kerja yang dilakukan audit memiliki temuan kerugian negara ≤1% sebesar 100%.

11. Meningkatnya kompetensi dan kinerja aparatur Kementerian Kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

a. Meningkatnya persentase pejabat struktural di lingkungan Kementerian Kesehatan yang kompetensinya sesuai persyaratan jabatan sebesar 90%.

b. Meningkatnya persentase pegawai Kementerian Kesehatan dengan nilai kinerja minimal baik sebesar 94%.

12. Meningkatkan sistem informasi kesehatan integrasi, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

a. Meningkatnya persentase Kab/Kota yang melaporkan data kesehatan prioritas secara lengkap dan tepat waktu sebesar 80%.

b. Persentase tersedianya jaringan komunikasi data yang diperuntukkan untuk akses pelayanan e-health sebesar 50%

Menyesuaikan dengan Visi dan 7 Misi Presiden Republik, Biro Kerja Sama Luar Negeri memiliki

Sasaran: Meningkatnya Peran dan Posisi Indonesia Dalam Kerja Sama Luar Negeri Bidang Kesehatan

Indikator Kinerja Kegiatan: Jumlah Kesepakatan Kerja Sama Luar Negeri di bidang kesehatan sebanyak 40 dokumen (diperoleh selama 5 tahun 2015 – 2019)

Sesuai dengan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan

Page 6: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

(RPJPK) 2005-2025, periode pembangunan Tahun 2015-2019 merupakan Tahapan Ketiga pelaksanaan pembangunan jangka panjang dimana  Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas telah mulai mantap Kesehatan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas telah menjangkau dan merata di seluruh wilayah Indonesia. kondisi pembangunan kesehatan telah mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator pembangunan Sumber Daya Manusia, seperti meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, meningkatnya kesetaraan gender, meningkatnya tumbuh kembang optimal, kesejahteraan dan perlindungan anak, terkendalinya jumlah dan laju pertumbuhan penduduk, serta menurunnya kesenjangan antar individu, antar kelompok masyarakat, dan antar daerah.

Selanjutnya secara operasional dalam kerangka pembangunan jangka menengah diterjemahkan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Tahun 2015–2019, yang ditetapkan dengan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010. Dokumen perencanaan tersebut menyatakan pembangunan kesehatan merupakan salah satu prioritas pembangunan.

Renstra terbaru tersebut dijadikan rujukan oleh setiap Kantor Pusat di Kementerian Kesehatan, untuk diterjemahkan lebih operasional lagi dalam bentuk dokumen Rencana Aksi Kegiatan, dan menyesuaikan dengan tugas pokok dan fungsi sesuai dengan Permenkes Nomor 64 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kesehatan. Sesuai dengan Permenkes tersebut, Biro Kerja Sama Luar Negeri merupakan unsur pendukung pelaksanaan tugas Kementerian Kesehatan di bidang kerja sama luar negeri yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Sekretaris Jenderal. Tugas yang diemban adalah melaksanakan pembinaan dan pemberian dukungan administrasi kerja sama kesehatan luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan

Bahwa dalam pelaksanaan kerjasama luar negeri di Kementerian Kesehatan, Biro Kerja Sama Luar Negeri merupakan gate entry, sehingga diharapkan dapat mengkoordinasikan dan memfasilitasi unit utama di Kementerian Kesehatan, termasuk menjalin mekanisme kerja inter Kementerian/Lembaga di luar Kementerian Kesehatan. Rencana Aksi Biro Kerja Sama Luar Negeri diharapkan mendukung pencapaian sasaran prioritas Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019 dengan memperhatikan kebijakan pemerintah terkait hubungan politik luar negeri dan perjanjian internasional. Dokumen ini diharapkan menjadi rujukan bagi pelaksanaan kegiatan tahunan di Biro Kerja Sama Luar Negeri, terkait dengan pengembangan kerjasama internasional bidang kesehatan.

B. Kondisi Umum

Pada periode Tahun 2005−2009, telah terjadi perbaikan status kesehatan masyarakat yang menjadi dampak pembangunan kesehatan yaitu menurunnya Angka Kematian Ibu (AKI) melahirkan dari 307 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup (SDKI 2007), menurunnya Angka Kematian Bayi (AKB) dari 35 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2004 dan menjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2007), menurunnya

Page 7: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

prevalensi gizi kurang pada Balita, dari 25,8% pada akhir tahun 2003 menjadi sebesar 18,4% (Riskesdas 2007), serta meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH) dari 66,2 tahun pada tahun 2004 menjadi 70,5 (BPS, 2007).

Pencapaian status kesehatan masyarakat tersebut merupakan implikasi laangsung dari semakin membaiknya kinerja sistem kesehatan yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan daerah serta berbagai komponen masyarakat. Kinerja pembangunan kesehatan dicapai melalui pendekatan enam sub-sistem dalam sistem kesehatan nasional (SKN), yaitu sub-sistem: (1) upaya kesehatan; (2) pembiayaan kesehatan; (3) sumberdaya manusia kesehatan; (4) sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan; (5) manajemen dan informasi kesehatan; dan (6) pemberdayaan masyarakat. Keenam subsistem tersebut saling terkait dengan berbagai sistem lain di luar SKN antara lain sistem pendidikan, sistem ekonomi, dan sistem budaya.

Berbagai upaya kesehatan masyarakat menunjukkan tren peningkatan capaian, antara lain : a. cakupan rawat jalan sudah mencapai 15,26% (2008),b. cakupan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan meningkat dari 77,23% pada

tahun 2007 menjadi 80,36% pada tahun 2008, c. cakupan pelayanan antenatal (K4) meningkat dari 79,65% pada tahun 2007 menjadi

sebesar 86,04% pada tahun 2008, d. cakupan kunjungan neonatus meningkat dari 78% menjadi 87% pada tahun 2008,e. pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan perorangan bagi keluarga miskin

secara cuma-cuma di Puskesmas dan RS sebesar 100%, f. jumlah Poskesdes melebihi target (36.000 desa) yaitu mencapai 47.111 desag. jumlah rumah sakit yang melaksanakan pelayanan gawat darurat meningkat dan mencapai

target (90%) dari 1137 rumah sakit (88%) pada tahun 2007 menjadi 1163 rumah sakit (90%) pada tahun 2008.

h. jumlah rumah sakit yang melaksanakan PONEK meningkat dari 183 rumah sakit (42%) pada tahun 2007 menjadi 265 rumah sakit (60%) pada tahun 2008.

i. contact rate (penduduk yang sakit yang berkunjung ke fasilitas kesehatan) meningkat dari 34,4% pada tahun 2005 menjadi 41,8% pada tahun 2007;

j. peningkatan cakupan imunisasi rutin yaitu BCG: 93,4%, DPT-HB3: 91,6%, HB (0 - <7 hari): 59,2%, Polio 4: 90,2% dan Campak: 90,8% pada tahun 2008

k. pemberian kapsul vitamin A pada anak Balita usia 6 - 59 bulan sebesar 85% melampaui target 80%

l. pemberian tablet besi (Fe) pada ibu hamil sebesar 75% dari target 80%m. prevalensi kekurangan gizi pada anak Balita sebesar 18,4% yang terdiri dari gizi kurang

13% dan gizi buruk 5,4%. n. tertanggulanginya masalah kesehatan akibat bencana secara cepat

Keberhasilan pembangunan kesehatan tersebut di atas, tidak terlepas dari semakin membaiknya kinerja sumberdaya kesehatan yang merupakan input dalam proses pembangunan kesehatan. Beberapa kemajuan yang telah dicapai antara lain :

a. Kebijakan indeks pembangunan kesehatan masyarakat (IPKM) yang dijadikan sebagai salah pertimbangan dalam alokasi anggaran kepada daerah

b. Perbaikan sistem informasi kesehatan antara pusat dan daerah, sehingga data dan informasi tersebut dijadikan sebagai evidence planning melalui Sistem Informasi Kesehatan (Siknas) online

c. Peningkatan alokasi pembiayaan kepada daerah sudah hingga lebih dari 80% (2007)

Page 8: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

d. Semakin membaiknya penelitian dan pengembangan kesehatan antara lain Riskesdas 2007 sehingga mendukung evidence based proses perencanaan dan pengganggaran, termasuk penyusunan kebijakan

e. Semakin membaiknya ratio ketersediaan tenaga kesehatan seperti dokter spesialis 7,73 per 100.000 penduduk, dokter umum sebesar 26,3 per 100.000 penduduk, dokter gigi sebesar 7,7 per 100.000 penduduk, perawat sebesar 157,75 per 100.000 penduduk, bidan sebesar 43,75 per 100.000 penduduk.

f. ketersediaan obat esensial generik di sarana pelayanan kesehatan pada tahun 2009 baru mencapai 78,02%

g. anggaran untuk obat esensial generik di sektor publik sebesar 20% dengan target setara dengan 2 USD perkapita.

h. peresepan Obat Generik Berlogo (OGB) di Puskesmas sudah sebesar 90%, namun di RSU sebesar 66% dan di RS swasta dan apotek sebesar 49%.

i. Meningkatnya industri obat telah mendapat sertifikat Good Traditional Medicine Manufacturing Practice (GTMMP) yaitu sebanyak 69 perusahaan.

j. Perbaikan kinerja kebijakan di bidang kesehatan telah banyak disusun, baik pada tingkatan strategis, manajerial maupun teknis, seperti Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mencabut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992; Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran; Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit; dan Undang-undang Nomor 52 tahun 2009 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga, Sistem Kesehatan Nasional (SKN), Rencana Pembangunan Jangka Panjang Bidang Kesehatan (RPJPK) Tahun 2005-2025, Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan 2005-2009, dan telah ditetapkannya Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan.

k. Perbaikan kinerja Pengawasan dan Akuntabilitas antara lain melakukan kerjasama dengan aparat pengawasan intern pemerintah lainnya untuk pelaksanaan tindak lanjut hasil, serta keberhasilan pengawasan penganggaran telah mencapai predikat Wajar Dengan Pengecualian (WDP), diharapkan ke depan akan meningkat kualitasnya menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

l. Dampak positif dari kerjasama luar negeri yang diperankan oleh Kementerian Kesehatan, khususnya terkait dengan bantuan teknis dan experts oleh berbagai lembaga internasional yang menjadi mitra kerja di Kementerian Kesehatan.

Disadari bahwa untuk mewujudkan status kesehatan yang optimal dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang tidak hanya menjadi tanggung jawab sektor kesehatan, melainkan juga tanggung jawab dari berbagai sektor terkait lainnya; disamping menjadi tanggung jawab individu dan keluarga dan masyarakat luas. Oleh karena itu pembangunan kesehatan yang diselenggarakan juga diharapkan dapat bersinergi secara dinamis dengan berbagai sistem nasional lainnya seperti: Sistem Pendidikan Nasional, Sistem Perekonomian Nasional, Sistem Ketahanan Pangan Nasional, Sistem Pertahanan dan Keamanan Nasional, Sistem Ketenaga-kerjaan dan Transmigrasi, Politik Luar Negeri serta sistem-sistem Nasional lainnya.

Tantangan strategis tersebut di atas menjadi kompleks, seiring dengan dinamika globalisasi. Salah satu yang secara langsung mempengaruhi pembangunan kesehatan di dalam negeri adalah liberalisasi perdagangan melalui World Trade Organization (WTO). Saat ini Indonesia telah menjadi negara anggota, dan secara langsung terlibat dalam proses negosiasi untuk menghilangkan hambatan perdagangan antara negara. Indonesia sebagai members berkewajiban untuk meratifikasi semua prinsip-prinsip dalam perdagangan barang sebagaimana diatur dalam General Agreement on Trade and Tariff (GATT), perdagangan jasa melalui General Agreement on Trade in Services (GATS), dan memperhatikan prinsip-prinsip paten dan Hak Kekayaan Intelektual lainnya melalui Trade Related Intelectual Property Rights (TRIPS Agreement).

Page 9: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

Ditingkat regional ASEAN, sesuai dengan mandat ASEAN Charter yang selanjutnya diratifikasi oleh Indonesia menjadi Undang-Undang memberikan amanah bahwa pada tahun 2015 telah terbentuk ASEAN Economic Community (AEC). Sesuai dengan AEC blueprint, diharapkan pada tahun 2015 dikawasan ASEAN telah terbentuk pasar tunggal perdagangan barang, perdangangan jasa dan investasi. Artinya liberalisasi di ASEAN lebih progresif dibandingkan apa yang telah dikomitmenkan di WTO. Saat ini telah berlangsung sejumlah perundingan terkait dengan pelaksanaan agreement yang telah disepakati sesuai dengan mandat ASEAN Charter. Penghapusan hambatan tarif dan non tarif untuk perdagangan barang (termasuk barang sektor kesehatan seperti obata-obatan, kosmetika, alat mesid, obat tradisional dan alternative medicine) merujuk kepada ASEAN on Trade in Goods Agreement (ATIGA). Sedangkan perdagangan jasa kesehatan merujuk kepada kesepakatan pada ASEAN Framework in Services (AFAS), dan investasi bidang usaha sektor kesehatan merujuk kepada ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA).

Komitmen di ASEAN dan kerjasama internasional lainnya, Komitmen Bilateral dengan negara perbatasan dan negara sahabat, terbukanya peluang lapangan kerja kesehatan secara global, serta masuknya investasi dan tenaga kerja/profesi kesehatan dari negara lain berimplikasi pada perlu melakukan harmonisasi dan deregulasi peraturan nasional. Isu strategis internasional lainnya mencakup isu pemanasan global, biosecurity, bioterrorism, penggunaan teknologi high cost, Global Epidemic Diseases, Global Strategy on Diet, Physical Activity and Health, Milleneum Development Goals (MDGs), krisis ekonomi global, krisis bahan bakar dan pangan.

Kerjasama internasional dan perjanjian internasional tersebut di atas secara langsung mempengaruhi harga produk kesehatan, baik berupa produk barang, jasa, maupun Hak Kekayaan Intelektual. Dalam kerangka pasar tunggal ASEAN pada tahun 2015, seluruh ASEAN Members State diharapkan telah memperkuat National Single Windows dan secara bertahap membentuk ASEAN Single Windows. Saat ini Kementerian Kesehatan telah mengembangkan National Single Windows untuk ekspor dan impor alat kesehatan di Indonesia, sebagai bentuk komitmen dalam kerangka ATIGA. Pada tahap awal pembentukan ASEAN Single Window, proses perundingan akan berupaya menyepakati standar/ guidelines tingkat ASEAN, dan menjadi rujukan bagi setiap negara anggotanya. Sebagai contoh saat ini sedang berlangsung proses perundingan tentang harmonisasi standar alat kesehatan di ASEAN melalui ASEAN Medical Directive Devices (AMDD). Kesepakatan ini menjadi rujukan dari regulator alat medis maupun perusahaan di Indonesia yang memproduksi dan atau memperdagangkan alat kesehatan.

Dalam liberalisasi perdagangan jasa kesehatan, Indonesia mempunyai potensi menjadi negara eksportir pada jasa perawat dan care givers, tetapi negara importir pada jasa dokter dan dokter gigi. Situasi ini memberikan peluang sekaligus ancaman bagi kepentingan nasional, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah terobosan. Kekurangan tenaga dokter dan dokter gigi di Indonesia dapat dipenuhi oleh dokter asing ASEAN tetapi dalam kerangka alih ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga diharapkan suatu saat Indonesia akan menjadi negara eksportir kedua jasa kesehatan dimaksud, karena dimasa mendatang hal tersebut merupakan potensi pasar yang sangat besar, dengan adanya tren health tourism secara global. Disisi lain meskipun Indonesia mempunyai potensi sebagai eksportir perawat, namun masih dihadapi sejumlah tantangan yaitu standar kompetensi perawat Indonesia belum sesuai dengan tuntutan pasar dinegara maju, dan kendala bahasa asing.

Perjanjian internasonal melalui TRIPS juga secara langsung mempengaruhi harga obat-obatan, dan pada akhirnya secara langsung mempengaruhi akses masyarakat terhadap obat-obatan yang berkualitas. Selama ini sebagaian besar obat paten maupun versi generiknya yang dibutuhkan oleh Indonesia, masih diproduksi oleh negara maju. Oleh karenanya diplomasi dan negosiasi dalam perundingan Hak Kekayaan Intelektual perlu dilakukan secara sistematis, dengan memperhatikan kepentingan nasional Indonesia, yaitu menjamin akses masyarakat terhadap harga obat yang terjangkau (affordable price), khususnya terhadap obat-obatan bagi penyakit dengan prevalensi tinggi dan atau potensi pandemik, termasuk penyakit tidak menular.

Page 10: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

Kementerian Kesehatan juga secara aktif terlibat dalam mewarnai mekanisme kerja World Health Organization (WHO), baik dilevel multilateral melalui persidangan dan konferensi internasional di kantor pusat WHO Genewa, maupun di tingkat regional WHO yaitu WHO Southeast Asian Regional Organization (WHO SEARO) di New Dehli. Indonesia sebagai salah satu anggota WHO juga turut serta mengambil inisiatif untuk menginisiasi berbagai global health issues yang menjadi concern negara berkembang dan negara miskin. Salah satu perjuangan Indonesia yang telah menjadi resolusi/deklarasi World Health Assembly (Sidang Menteri Kesehatan sedunia) yaitu Pandemic Influenza Preparedness (PIP), Substandard / Spurious / Falsified / Falsely Labeled / Counterfeit Medical Products (SSFFC), dan Foreign Policy for Global Health (FPGH). Melalui resolusi Pandemic Influenza Preparadness (PIP), Indonesia telah mencetak sejarah yang mengubah tatanan kesehatan global dengan diadopsinya “The Framework for Pandemic Influenza Preparadness: Sharing of Influenza Viruses and Acces to Vaccines and oteher Benefit”. Indonesia merupakan inisiator sejak dimulainya perundingan empat tahun lalu, dan konsisten memperjuangkan perubahan mekanisme virus sharing di WHO. Disetujuinya penerapan Standard Material Transfer Agreement pada Virus Sharing, menciptakan mekanisme perlindungan pada Global Public Health yang setara, adil dan menguntungkan semua pihak. Selain itu Indonesia juga berperan aktif dalam mengadopsi berbagai standar dan pedoman program kesehatan yang dikeluarkan oleh WHO, sesuai mandat atas resolusi yang diputuskan dalam WHA, antara lain dalam pengendalian penyakit menular, seperti SARS, malaria, tuberkulosis, AIDS , Kesehatan Ibu dan Anak, dan program kesehatan lainnya yang menjadi prioritas Kementerian Kesehatan.

Selain itu Indonesia juga berperan aktif dalam menjalin kerjasama internasional secara bilateral, dan regional dengan Negara sahabat dalam bidang kesehatan. Kerjasama tersebut dikembangkan selain untuk mendukung prioritas pembangunan kesehatan di Indonesia, juga dalam kerangka diplomasi kesehatan di tingkat global. Indonesia juga berperan aktif dalam menjalin kerjasama dengan international partners lainnya termasuk dengan Internasional Non Government Organization (NGO) dalam menyelesaikan permasalahan kesehatan dalam negeri.

Dalam hal pinjaman luar negeri untuk membiayai program kesehatan prioritas juga masih menjadi perhatian pemerintah, khususnya di Kementerian Kesehatan. Namun seiring dengan meningkatnya kapasitas sumberdaya kesehatan dan kebijakan pemerintah untuk melakukan secara selektif pinjaman luar negeri, tren pembiayaan pembangunan kesehatan periode Tahun 2010-2014 mengalami penurunan secara signifikan. Sungguhpun demikian pembiayaan kesehatan melalui sumber pembiayaan luar negeri, masih mendapatkan dukungan melalui mekanisme hibah, baik hibah langsung maupun hibah terencana yang berasal dari lembaga internasional dan internasional NGO. Dalam kerangka akuntabilitas untuk meraih laporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), dalam pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) di Kementerian Kesehatan, telah dilakukan sejumlah terobosan melalui pengendalian internal, dimana sebagai pintu masuk dalam melakukan negosiasi dengan pihak asing maupun registrasi PHLN di Kementerian Keuangan, dikoordinasikan dan difasilitasi oleh Biro Kerja Sama Luar Negeri.

Seiring dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi Indonesia dan menurut penilaian World Bank telah menjadi kelompok Negara middle income countries, maka kerjasama internasional bidang kesehatan yang dikembangkan menempatkan Indonesia pada posisi recipient country terhadap transfer ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan dari Negara maju, tetapi disisi lain Indonesia juga telah menjadi “donors country” terhadap Negara berkembang dan Negara miskin lainnya, khususnya dalam hal bantuan teknis program kesehatan yang telah menjadi best practices di Indonesia dan mendapatkan pengakuan internasional.

Perkembangan kerjasama luar negeri tersebut di atas secara langsung meningkatkan peran dan posisi Indonesia dalam kerjasama luar negeri di bidang kesehatan, baik di tingkat bilateral, regional, maupun multilateral. Dengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Page 11: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

C. POTENSI DAN PERMASALAHAN

Secara nasional walaupun data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) menunjukkan Angka Kematian Ibu (AKI) sudah mengalami penurunan namun angka tersebut masih jauh dari target MDG’s tahun 2015 yaitu sebesar 102 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Demikian halnya dengan Angka Kematian Bayi (AKB), masih jauh dari target MDG’s yaitu sebesar 23 kematian per 1.000 kelahiran hidup. Jika dianalisas lebih lanjut potensi untuk menurunkan Angka kematian tersebut on track, tetapi diperlukan upaya yang luar biasa untuk pencapaian target tersebut.

Beberapa tantangan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang dihadapi antara lain : a. cakupan kunjungan bayi yang mengalami penurunan, b. jumlah Puskesmas yang menyelenggarakan PONED belum sesuai target 4 Puskesmas tiap

kabupaten/kotac. upaya mobilisasi ibu hamil untuk bersalin, d. upaya peningkatan kualitas Posyandu menjadi Posyandu Mandiri e. masih tingginya jumlah penduduk yang mencari pengobatan sendiri (45%) dan tidak berobat

sama sekali (13,3%) f. persentase desa yang mencapai Universal Child Immunization (UCI) pada tahun 2008 baru

68,3%. g. Case Detection Rate (CDR) Tuberkulosis paru menurun dari 69,12% pada tahun 2007

menjadi 68,5% pada tahun 2008 h. success rate TBC mengalami penurunan dari 91% pada tahun 2007 menjadi 88,17% pada

tahun 2008, i. daerah endemis semakin meluas dan ada kecenderungan terjadi resistensi di daerah

endemis, j. masih tingginya angka kesakitan Demam Berdarah Dengue (DBD) yaitu sebesar 59,94%

pada tahun 2008, k. penurunan pemberian ASI eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan dari 39,4% pada tahun 2003

menjadi 32% pada tahun 2007l. tingginya bayi yang lahir dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) sebesar 11,5%,

Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit meningkat, salah satu faktor pendorongnya adalah adanya jaminan pembiayaan kesehatan di rumah sakit bagi masyarakat miskin. Namun demikian pemerintah memiliki keterbatasan pada jumlah Bed Occupation Rate (BOR) kelas III yang dikhususkan bagi masyarakat tidak mampu. Selain itu sistem rujukan belum berjalan dengan baik sehingga pelayanan kesehatan tidak efisien.

Secara umum terjadi penurunan angka kesakitan, namun penularan infeksi penyakit menular utamanya ATM (AIDS/HIV, TBC, dan Malaria) masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menonjol dan perlu upaya keras untuk dapat mencapai target MDGs. Selain itu, terdapat beberapa penyakit seperti penyakit Filariasis, Kusta, Frambusia cenderung meningkat. Disamping itu, terjadi peningkatan penyakit tidak menular yang berkontribusi besar terhadap kesakitan dan kematian, utamanya pada penduduk perkotaan. Target cakupan imunisasi belum tercapai, perlu peningkatan upaya preventif dan promotif seiring dengan upaya kuratif dan rehabilitatif. Akibat dari cakupan Universal Child Immunization (UCI) yang belum tercapai akan berpotensi timbulnya kasus-kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) di beberapa daerah risiko tinggi yang selanjutnya dapat mengakibatkan munculnya wabah.

Page 12: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

Tantangan dalam mendukung ketersediaan pembiayaan pembangunan kesehatan juga masih menjadi menjadi masalah. Total alokasi anggaran pemerintah masih di bawah rekomendasi WHO, dan disisi lain pembiayaan kesehatan cenderung dialokasi pada upaya kuratif. Sehingga masih dijumpai kurangnya anggaran untuk biaya operasional dan kegiatan langsung untuk Puskesmas. Akibat dari pembiayaan kesehatan yang masih cenderung kuratif dibandingkan pada promotif dan preventif mengakibatkan pengeluaran pembiayaan yang tidak efektif dan efisien. Tingginya presentase masyarakat yang belum terlindungi oleh jaminan kesehatan mengakibatkan rendahnya akses masyarakat dan risiko pembiayaan kesehatan yang berakibat pada timbulnya kemiskinan

Pemerintah telah berusaha untuk menurunkan harga obat namun masih banyak kendala yang dihadapi, salah satunya dalam hal produksi obat. Indonesia masih bergantung pada bahan baku impor yang menyebabkan harga obat masih sulit dijangkau masyarakat. Belum banyak penelitian dilakukan untuk mengeksplorasi kekayaan hayati Indonesia untuk diolah menjadi bahan baku obat. Obat herbal juga belum banyak dikembangkan. Persentase bahan baku obat yang diimpor mencapai 85% mengakibatkan tingginya harga obat sehingga akan menurunkan akses masyarakat terhadap keterjangkauan obat yang diperlukan. Hingga kini, upaya sosialisasi penggunaan obat generik terus gencar dilakukan melalui media massa, demikian juga dengan cara penggunaan obat esensial yang rasional agar keamanan dan khasiat obat dapat terjaga. Sehingga masyarakat dapat memanfaatkan obat yang tepat dengan dosis yang proporsional sesuai penyakitnya.

Disamping itu desentralisasi kesehatan belum berjalan sesuai harapan. Perencanaan dan penganggaran pembangunan kesehatan antara pusat dan daerah belum terintegrasi secara utuh, dan diperlukan intensifikasi upaya sinkronisasi dan koordinasi antara pusat dan daerah. Jika dilakukan pemetaan masalah secara makro, diidentifikasi 4 (empat) isu pokok pembangunan kesehatan, yaitu:

a. Peningkatan pembiayaan kesehatan untuk memberikan jaminan kesehatan masyarakatb. Peningkatan kesehatan masyarakat untuk mempercepat pencapaian target MDGsc. Pengendalian penyakit dan penanggulangan masalah kesehatan akibat bencanad. Peningkatan ketersediaan, pemerataan, dan kualitas tenaga kesehatan terutama di DTPK.

Penjabaran lebih lanjut permasalahan tersebut, meliputi: a. Terbatasnya aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, terutama pada

kelompok rentan seperti: penduduk miskin, daerah tertinggal, terpencil, perbatasan, dan kepulauan terdepan.

b. Pelayanan kesehatan ibu dan anak yang sesuai standar masih terbatas. c. Belum teratasinya permasalahan gizi secara menyeluruh. d. Masih tingginya kesakitan dan kematian akibat penyakit menular dan tidak menular. e. Belum terlindunginya masyarakat secara maksimal terhadap beban pembiayaan kesehatan. f. Belum terpenuhinya jumlah, jenis, kualitas, serta penyebaran sumberdaya manusia

kesehatan, dan belum optimalnya dukungan kerangka regulasi ketenagaan kesehatan. g. Belum optimalnya ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat esensial,

penggunaan obat yang tidak rasional, dan penyelenggaraan pelayanan kefarmasian yang berkualitas.

h. Masih terbatasnya kemampuan manajemen dan informasi kesehatan, meliputi pengelolaan administrasi dan hukum kesehatan.

i. Permasalahan manajerial dalam sinkronisasi perencanaan kebijakan, program, dan anggaran serta masih terbatasnya koordinasi dan integrasi Lintas Sektor.

Page 13: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

j. Disparitas antar wilayah, golongan pendapatan, dan urban-rural masih terjadi dan belum terjadi perbaikan secara signifikan. Perlu pendekatan pembangunan sesuai kondisi wilayah.

k. Pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan belum dilakukan secara optimal.

l. Belum tersedia biaya operasional yang memadai di Puskesmas.

Disamping itu Kementerian Kesehatan memandang perlu untuk menambahkan isu penting lainnya yaitu dukungan manajemen dalam peningkatan pelayanan kesehatan, yang termasuk di dalamnya adalah good governance, desentralisasi bidang kesehatan, dan struktur organisasi yang efektif dan efisien.

Salah satu solusi dalam mengatasi tantangan pembangunan kesehatan tersebut adalah dengan melakukan kerjasama luar negeri. Kerjasama luar negeri bukan hanya ditujukan mendapatkan dukungan pembiayaan kesehatan dan bantuan teknis termasuk bantuan dalam bentuk barang, tetapi juga dalam kerangka diplomasi kesehatan sehingga menciptakan tatanan global pembangunan kesehatan yang berkeadilan, khususnya terkait dengan kepentingan developing countries dan least developing countries. Melalui kerjasama dengan WHO dan United Nations agencies lainnya seperti Unicef, UNAids, UNDP, UNFPA, serta lembaga internasional bilateral lainnya seperti AusAID, USAID, JICA, GIZ dan international donors GAVI, Global Fund, dan Internasional NGO lainnya, memberikan manfaat langsung kepada Kementerian Kesehatan untuk mendapatkan best practices dari Negara lain, serta dukungan technical experts dalam mendesain pedoman dan standar dalam pengembangan pelayanan kesehatan di Indonesia. Terhadap developing countries dan least developing countries lainnya, Kementerian Kesehatan telah memberikan bantuan teknis berupa peningkatan kapasitas maupun bantuan teknis lainnya, termasuk hibah barang, khususnya kepada Negara sahabat yang menjadi high priority politik luar negeri Indonesia.

Sesuai dengan tupoksi Biro Kerja Sama Luar Negeri telah mengembangkan sejumlah kerjasama bilateral bidang kesehatan dengan Negara sahabat, yang difokuskan kepada prioritas pembangunan kesehatan tetapi menjadi concern bersama antara kedua Negara. Kerjasama kesehatan secara bilateral, regional, multilateral, termasuk dengan internastional agencies dan Internasional NGO.

Selain itu dalam kerangka akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara sehingga sesuai dengan mekanisme APBN, khususnya terkait dengan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN) di Kementerian Kesehatan, telah dikembangkan sistem pengendalian internal. Biro Kerja Sama Luar Negeri bersama dengan Biro Keuangan dan Barang Milik Negara serta Biro Perencanaan dan Anggaran menjadi koordinator di Kementerian Kesehatan dalam pengelolaan PHLN. Biro Kerja Sama Luar Negeri bertanggung jawab untuk menfasilitasi unit utama di Kementerian Kesehatan pada saat melakukan perjanjian internasional (biasanya berbentuk MOU atau grand agreement lainnyanya) dan selanjutnya melakukan registrasi hibah di Kementerian Keuangan.

Page 14: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

Bab II. Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Strategis

A. Visi

Visi Biro Kerja Sama Luar Negeri, tetap merujuk kepada Visi Presiden Jokowidodo yaitu “‘Terwujudnya Indonesia yang Berdaulat, Mandiri, dan Berkepribadian berlandaskan gotong royong”.

B. Misi

Upaya untuk mewujudkan visi adalah melalui 7 misi pembangunan yaitu:

1. Terwujudnya keamanan nasional yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkan kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan.

2. Mewujudkan masyarakat maju, berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum

3. Mewujudkan politik luar negeri bebas aktif serta memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

4. Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju dan sejahtera.

5. Mewujudkan Bangsa yang berdaya saing

6. Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju kuat dan berbasiskan kepentingan nasional, serta

7. Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan

Selanjutnya terdapat 9 agenda prioritas yang dikenel dengan NAWA CITA yang ingin diwujudkan pada kabinet kerja, yakni:

1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara

2. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis dan terpercaya

3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan

4. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.

5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.

6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.

7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.

8. Melakukan revolusi karakter bangsa.

Page 15: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

9. Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.

Terdapat 2 tujuan Kementerian Kesehatan pada tahun 2015 – 2019, yaitu:1. Meningkatnya status kesehatan masyarakat, dan

2. Meningkatnya daya tanggap dan perlindungan masyarakat terhadap resiko sosial dan finansial di bidang kesehatan.

Sasaran Strategis Kementerian Kesehatan, yaitu:1. Meningkatnya Kesehatan Masyarakat, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

d. Meningkatnya persentase persalinan di fasilitas kesehatan sebesar 85%

e. Menurunnya persentase ibu hamil kurang energi kronik sebesar 18,2%.

f. Meningkatnya persentase kabupaten dan kota yang memiliki kebijakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) sebesar 80%.

2. Meningkatnya Pengendalian Penyakit, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

e. Persentase kab/kota yang memenuhi kualitas kesehatan lingkungan sebesar 40%.

f. Penurunan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) tertentu sebesar 40%.

g. Kab/Kota yang mampu melaksanakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah sebesar 100%.

h. Menurunnya prevalensi merokok pada pada usia ≤ 18 tahun sebesar 5,4%.

3. Meningkatnya Akses dan Mutu Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

c. Jumlah kecamatan yang memiliki minimal 1 Puskesmas yang terakreditasi sebanyak 5.600.

d. Jumlah kab/kota yang memiliki minimal 1 RSUD yang terakreditasi sebanyak 481 kab/kota.

5. Meningkatnya akses, kemandirian, dan mutu sediaan farmasi dan alat kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

d. Persentase ketersediaan obat dan vaksin di Puskesmas sebesar 90%.

e. Jumlah bahan baku obat, obat tradisional serta alat kesehatan yang diproduksi di dalam negeri sebanyak 35 jenis.

f. Persentase produk alat kesehatan dan PKRT diperedaran yang memenuhi syarat sebesar 83%.

5. Meningkatnya Jumlah, Jenis, Kualitas dan Pemerataan Tenaga Kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

d. Jumlah Puskesmas yang minimal memiliki 5 jenis tenaga kesehatan sebanyak 5.600 Puskesmas.

e. Persentase RS kab/kota kelas C yang memiliki 4 dokter spesialis dasar dan 3 dokter spesialis penunjang sebesar 60%.

f. Jumlah SDM Kesehatan yang ditingkatkan kompetensinya sebanyak 56,910 orang.

7. Meningkatnya sinergitas antar Kementerian/Lembaga, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

c. Meningkatnya jumlah kementerian lain yang mendukung pembangunan kesehatan.

Page 16: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

d. Meningkatnya persentase kab/kota yang mendapat predikat baik dalam pelaksanaan SPM sebesar 80%.

7. Meningkatnya daya guna kemitraan dalam dan luar negeri, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

d. Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSR untuk program kesehatan sebesar 20%.

e. Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber dayanya untuk mendukung kesehatan sebanyak 15.

f. Jumlah kesepakatan kerja sama luar negeri di bidang kesehatan yang diimplementasikan sebanyak 40.

8. Meningkatnya integrasi perencanaan, bimbingan teknis dan pemantauan-evaluasi, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

c. Jumlah provinsi yang memiliki rencana lima tahun dan anggaran kesehatan terintegrasi dari berbagai sumber sebanyak 34 provinsi.

d. Jumlah rekomendasi monitoring evaluasi terpadu sebanyak 100 rekomendasi.

9. Meningkatnya efektivitas penelitian dan pengembangan kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

a. Jumlah hasil penelitian yang didaftarkan HKI sebanyak 35 buah.

b. Jumlah rekomendasi kebijakan berbasis penelitian dan pengembangan kesehatan yang diadvokasikan ke pengelola program kesehatan dan atau pemangku kepentingan sebanyak 120 rekomendasi.

c. Jumlah laporan Riset Kesehatan Nasional (Riskesnas) bidang kesehatan dan gizi masyarakat sebanyak 5 laporan.

10. Meningkatnya tata kelola kepemerintahan yang baik dan bersih, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

a. Persentase satuan kerja yang dilakukan audit memiliki temuan kerugian negara ≤1% sebesar 100%.

11. Meningkatnya kompetensi dan kinerja aparatur Kementerian Kesehatan, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

c. Meningkatnya persentase pejabat struktural di lingkungan Kementerian Kesehatan yang kompetensinya sesuai persyaratan jabatan sebesar 90%.

d. Meningkatnya persentase pegawai Kementerian Kesehatan dengan nilai kinerja minimal baik sebesar 94%.

12. Meningkatkan sistem informasi kesehatan integrasi, dengan sasaran yang akan dicapai adalah:

c. Meningkatnya persentase Kab/Kota yang melaporkan data kesehatan prioritas secara lengkap dan tepat waktu sebesar 80%.

d. Persentase tersedianya jaringan komunikasi data yang diperuntukkan untuk akses pelayanan e-health sebesar 50%

Page 17: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

Bab III Arah Kebijakan dan Strategi

A. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Kesehatan Arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan nasional 2015-2019 merupakan bagian dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang bidang Kesehatan (RPJPK) 2005-2025, yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh wilayah Republik lndonesia. Sasaran pembangunan kesehatan yang akan dicapai pada tahun 2025 adalah meningkatnya derajat kesehatan masyarakat yang ditunjukkan oleh meningkatnya Umur Harapan Hidup, menurunnya Angka Kematian Bayi, menurunnya Angka Kematian Ibu, menurunnya prevalensi gizi kurang pada balita. Untuk mencapai tujuan dan sasaran pembangunan kesehatan, maka strategi pembangunan kesehatan 2005- 2025 adalah: 1) pembangunan nasional berwawasan kesehatan; 2) pemberdayaan masyarakat dan daerah; 3) pengembangan upaya dan pembiayaan kesehatan; 4) pengembangan dan dan pemberdayaan sumber daya manusia kesehatan; dan 5) penanggulangan keadaan darurat kesehatan. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga arah kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan merujuk kepada kebijakan dan strategi pembangunan nasional. Pembangunan kesehatan merupakan bagian pembangunan bidang sosial budaya dan kehidupan beragama yang diarahkan untuk mencapai sasaran peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang ditandai dengan meningkatnya IPM dan Indeks Pembangunan Gender (IPG), yang didukung oleh tercapainya penduduk tumbuh seimbang; serta makin kuatnya jati diri dan karakter bangsa. Dalam RPJMN 2015-2019, sasaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemeratan pelayanan kesehatan.Kebijakan pembangunan kesehatan difokuskan pada penguatan upaya kesehatan dasar (Primary Health Care) yang berkualitas terutama melalui peningkatan jaminan kesehatan, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dasar dan rujukan yang didukung dengan penguatan sistem kesehatan dan peningkatan pembiayaan kesehatan. Kartu Indonesia Sehat menjadi salah satu sarana utama dalam mendorong reformasi sektor kesehatan dalam mencapai pelayanan kesehatan yang optimal, termasuk penguatan upaya promotif dan preventif. Strategi pembangunan kesehatan 2015-2019 meliputi: 1. Akselerasi Pemenuhan Akses Pelayanan Kesehatan Ibu, Anak, Remaja, dan Lanjut Usia yang Berkualitas. 2. Mempercepat Perbaikan Gizi Masyarakat; 3. Meningkatkan Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 4. Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Dasar yang Berkualitas 5. Meningkatkan Akses Pelayanan Kesehatan Rujukan yang Berkualitas 6. Meningkatkan Ketersediaan, Keterjangkauan, Pemerataan, dan Kualitas Farmasi dan Alat Kesehatan 7. Meningkatkan Pengawasan Obat dan Makanan 8. Meningkatkan Ketersediaan, Penyebaran, dan Mutu Sumber Daya Manusia Kesehatan 9. Meningkatkan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat 10. Menguatkan Manajemen, Penelitian Pengembangan dan Sistem Informasi 11. Memantapkan Pelaksanaan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Bidang Kesehatan 12. Mengembangkan dan Meningkatkan Efektifitas Pembiayaan Kesehatan

Arah kebijakan Kementerian Kesehatan mengacu pada tiga hal penting yakni: 1. Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer (Primary Health Care) Puskesmas mempunyai fungsi sebagai pembina kesehatan wilayah melalui 4 jenis upaya yaitu: a. Meningkatkan dan memberdayakan masyarakat. b. Melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat. c. Melaksanakan Upaya Kesehatan Perorangan. d. Memantau dan mendorong pembangunan berwawasan kesehatan. Untuk

Page 18: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

penguatan ke tiga fungsi tersebut, perlu dilakukan Revitalisasi Puskesmas, dengan fokus pada 5 hal, yaitu: 1) peningkatan SDM; 2) peningkatan kemampuan teknis dan manajemen Puskesmas; 3) peningkatan pembiayaan; 4) peningkatan Sistem Informasi Puskesmas (SIP); dan 5) pelaksanaan akreditasi Puskesmas. Peningkatan sumber daya manusia di Puskesmas diutamakan untuk ketersediaan 5 jenis tenaga kesehatan yaitu: tenaga kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, tenaga gizi, tenaga kefarmasian dan analis kesehatan. Upaya untuk mendorong tercapainya target pembangunan kesehatan nasional, terutama melalui penguatan layanan kesehatan primer, Kementerian Kesehatan mengembangkan program Nusantara Sehat. Program ini menempatkan tenaga kesehatan di tingkat layanan kesehatan primer dengan metode team-based. Kemampuan manajemen Puskesmas diarahkan untuk meningkatkan mutu sistem informasi kesehatan, mutu perencanaan di tingkat Puskesmas dankemampuan teknis untuk pelaksanaan deteksi dini masalah kesehatan, pemberdayaan masyarakat, dan pemantauan kualitas kesehatan lingkungan. Pembiayaan Puskesmas diarahkan untuk memperkuat pelaksanaan promotif dan preventif secara efektif dan efisien dengan memaksimalkan sumber pembiayaan Puskesmas. Pengembangan sistem informasi kesehatan di Puskesmas diarahkan untuk mendapatkan data dan informasi masalah kesehatan dan capaian pembangunan kesehatan yang dilakukan secara tepat waktu dan akurat. Pelaksanaan akreditasi Puskesmas dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan difokuskan pada daerah yang menjadi prioritas pembangunan kesehatan. 2. Penerapan Pendekatan Keberlanjutan Pelayanan (Continuum Of Care). Pendekatan ini dilaksanakan melalui peningkatan cakupan, mutu, dan keberlangsungan upaya pencegahan penyakit dan pelayanan kesehatan ibu, bayi, balita, remaja, usia kerja dan usia lanjut. 3. Intervensi Berbasis Risiko Kesehatan. Program-program khusus untuk menangani permasalahan kesehatan pada bayi, balita dan lansia, ibu hamil, pengungsi, dan keluarga miskin, kelompok-kelompok berisiko, serta masyarakat di daerah terpencil, perbatasan, kepulauan, dan daerah bermasalah kesehatan.

B. Arah Kebijakan dan Strategi Biro Kerja Sama Luar Negeri

Arah kebijakan dan strategi pelaksanaan kegiatan kerja sama luar negeri, memperhatikan focus prioritas pembangunan kesehatan sebagaimana di arahkan dalam RPJMN Tahun 2015-2019 dan Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2015-2019. Kerjasama luar negeri dikembangkan juga untuk mendukung komitmen global dalam pembangunan kesehatan, termasuk pencapaian SDGs bidang kesehatan. Namun demikian, sesuai dengan amanah Undang-Undang tentang Hubungan Internasional dan Undang-Undang tentang perjanjian internasional, dalam mengembangkan kerjasama internasional juga memperhatikan kebijakan politik luar negeri, melalui koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri.

Pengembangan kerjasama dan diplomasi luar negeri bidang kesehatan dilakukan dengan pendekatan multi track melalui kerjasama secara bilateral, regional, dan multilateral. Dalam pengembangan kerjasama tersebut Biro Kerja Sama Luar Negeri berfungsi sebagai first gate entry di Kementerian Kesehatan, termasuk dalam pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri di Kementerian Kesehatan.

Untuk menjalankan kebijakan tersebut di atas, dilakukan dengan enam strategi, yaitu :

1. Meningkatkan peran dan kepemimpinan Indonesia di ASEAN, khususnya dalam mewujudkan ASEAN Community Blueprint 2015

Kerjasama luar negeri bidang kesehatan di ASEAN merupakan first diplomacy, seiring dengan diratifikasinya ASEAN Charter menjadi Undang-Undang. Saat ini ASEAN telah memiliki tiga

Page 19: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

blueprint untuk mewujudkan Komunitas ASEAN Tahun 2015, dua diantaranya terkait dengan bidang kesehatan yaitu ASEAN Sosio Cultural Community dan ASEAN Economic Community. Kerjasama bidang kesehatan diarahkan untuk pelaksanaan ASEAN Strategic Plan on Health Development, termasuk menginisiasi berbagai pertemuan internasional dan upaya lainnya pada isu kesehatan dimana Indonesia menjadi lead country. Untuk itu Kementerian Kesehatan berkomitmen secara aktif mengirimkan delegasinya baik pada pertemuan Konferensi Tingkat Menteri, Senior Official Meeting, maupun pada level working group/task force. Disamping itu dalam kerangka mewujudkan ASEAN Economic Commnunity 2015, Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk berperan aktif dalam setiap perundingan perdagangan barang dan jasa kesehatan, termasuk investasi sector kesehatan dalam kerangka ASEAN Free Trade Area. Kerjasama kesehatan di ASEAN senantiasa memperhatikan dinamika kebijakan kesehatan dalam negeri, tetapi disisi lain kebijakan dalam negeri diharapkan menyesuikan kebijakan dalam negerinya sesuai dengan dinamika dalam rangka pembentukan ASEAN Single Window. Pengembangan kerjasama kesehatan di ASEAN juga meliputi kerjasama kesehatan antara ASEAN dengan Negara mitra wicaranya.

2. Meningkatkan peran Indonesia dalam forum World Health Organization (WHO), Lembaga PBB lainnya, dan forum kerjasama multilateral lainnya

Kementerian Kesehatan diharapkan meningkatkan perannya dalam menggalang global health diplomacy, khususnya terkait dengan isu kesehatan yang menjadi concern developing countries (DCs) dan least developing countries (LDCs), termasuk kepentingan dalam negeri Indonesia khususnya terkait pencapaian delapan program prioritas. Indonesia melalui berbagai forum diharapkan dapat melakukan lobby untuk melakukan reformasi di WHO dan lembaga PBB lainnya yang terkait dengan isu kesehatan global sehingga lebih berkeadilan, setara, dan menguntungkan semua pihak, khususnya terkait dengan kepentingan DCs dan LDCs. Keberhasilan Indonesia dengan diadopsinya “The Framework for Pandemic Influenza Preparadness: Sharing of Influenza Viruses and Acces to Vaccines and other Benefit” sebagai resolusi WHA, merupakan titik tolak pengembangan diplomasi Indonesia ditingkat multilateral. Dalam mendukung posisi Indonesia perlu dilakukan lobi dengan negara sahabat melalui forum FPGH, Selatan-Selatan, ASEAN, WHO SEARO, OKI, dan like minded countries lainnya.

3. Meningkatkan diplomasi dengan negara perbatasan, khususnya terkait dengan isu kesehatan diperbatasan dan isu lainnya yang menjadi kepentingan nasional Indonesia

Isu kesehatan di daerah perbatasan maupun isu lainnya seperti migrant health menjadi kepentingan nasional Indonesia, khususnya dengan wilayah perbatasan wilayah utara Indonesia. Pertemuan reguler tahunan dalam forum BIMST (Brunai, Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand) untuk membahas isu kesehatan di perbatasan perlu ditingkatkan lagi. Disamping itu kerjasama bilateral bidang kesehatan dengan Timor Leste diarahkan untuk memberikan bantuan teknis untuk peningkatan kapasitas SDM kesehatan Timor Leste. Fasilitasi ini merupakan salah satu bentuk rencana aksi komisi kebenaran dan persahabatan.

4. Meningkatkan citra positif Indonesia melalui kerjasama kesehatan melalui forum Selatan-Selatan, OKI, dan forum internasional lainnya

Seiring dengan meningkatnya status Indonesia sebagai middle income countries dan adanya pengakuan internasional terhadap best practices program kesehatan di Indonesia, menempatkan Kementerian Kesehatan pada posisi donors country untuk program kesehatan tertentu. Indonesia juga diharapkan menjadi motor penggerak pembangunan kesehatan di forum kerjasama Selatan-

Page 20: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

Selatan yang mayoritas anggotanya adalah DCs dan LDCs, dengan memberikan bantuan teknis dalam kerangka alih pengetahuan dan teknologi program kesehatan. Di forum OKI Indonesia juga diharapkan menjadi lead karena secara umum pembangunan kesehatan diantara members OKI jauh lebih baik. Citra positif tersebut merupakan modal untuk melobi DCs dan LDCs untuk mendukung posisi Indonesia di forum multiateral dalam menghadapi kepentingan negara maju, bukan hanya sebatas isu kesehatan saja tetapi mencakup isu ekonomi, politik, pertahanan dan keamanan dan isu pembangunan lainnya. Intinya bantuan teknis kesehatan telah menjadi alat diplomasi Indonesia di dunia internasional.

5. Memperjuangkan kepentingan perdagangan sektor kesehatan dalam globalisasi perdagangan di WTO dan Free Trade Area lainnya untuk untuk menjamin akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas, dan kepentingan ekonomi sektor kesehatan lainnya

Keanggotaan Indonesia di WTO secara langsung berimplikasi terhadap globalisasi aliran bebas barang, jasa, maupun hak kekayaan intelektual bidang kesehatan. Demikian pula komitmen kepala Negara/pemerintahan ASEAN untuk mewujudkan ASEAN Economic Community Tahun 2015, menjadikan sektor kesehatan sebagai salah sektor perdagangan dalam mewujudkan ASEAN Free Trade Area (AFTA). Untuk itu Kementerian Kesehatan diharapkan mempunyai strategi yang bersifat multitack baik dalam perdagangan multilateral di WTO, perdagangan regional di AFTA maupun APEC, serta perdagangan secara bilateral melalui Free Trade Area (FTA) lainnya, yang mendukung kepentingan ekspor dan impor perdagangan sektor kesehatan, sambil mengantisipasi dampak negatif akibat globalisasi perdagangan melalui WTO dan FTA lainnya. Disamping itu perdagangan sektor kesehatan ditujukan untuk mendukung akses masyarakat terhadap pelayanan yang berkualitas, tanpa mengabaikan kepentingan ekonomi Indonesia terhadap peluang pasar internasional. Perlindungan terhadap genetic resources, traditional knowledge, dan folklore (GRTKF) perlu diupayakan sebagai bagian dari rejim internasional, yang dapat memberikan jaminan terhadap akses pelayanan kesehatan yang berkualitas, khususnya akses terhadap obat-obatan yang affordable price serta mendukung pengembangan indistri farmasi dalam negeri.

6. Meningkatkan akuntabilitas dan transparansi menuju reformasi birokrasi yang berkesinambungan

Manajemen kerjasama luar negeri bidang kesehatan perlu ditingkatkan lagi sesuai dengan semangat reformasi birokrasi, termasuk transparansi dan akuntabilitas pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN). Sebagai bagian dari pengendalian intern di Kementerian Kesehatan, Biro Kerja Sama Luar Negeri menjadi salah satu koordinator, khususnya terkait dengan fasilitasi perjanjian internasional terkait PHLN dan registrasi PHLN di Kementerian Keuangan. Dengan demikian diharapkan pengelolaan PHLN di Kementerian Kesehatan sesuai dengan mekanisme APBN, dan penggunaannya dilakukan secara efektif dan efisien.

C. Program dan Kegiatan

Biro Kerja Sama Luar Negeri menjadi salah satu kegiatan dari Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya. Adapun sasarannya adalah meningkatnya peran dan posisi Indonesia dalam Kerja Sama Luar Negeri Bidang Kesehatan.

Page 21: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

Kegiatan yang dilaksanakan oleh Biro Kerja Sama Luar Negeri adalah Peningkatan Kerjasama Luar Negeri dengan outputnya adalah meningkatnya peran dan posisi Indonesia dalam kerjasama luar negeri di bidang kesehatan. Adapun Indikator pencapaian output tersebut pada tahun 2015 adalah jumlah kesepakatan kerja sama luar negeri bidang kesehatan.

Bahwa sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka dan berdaulat, pelaksanaan kerjasama dan hubungan luar negeri didasarkan pada asas kesamaan derajat saling menghormati saling menguntungkan, dan saling tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing seperti yang tersirat di dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Sesuai dengan semangat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 salah satu tujuan Pemerintah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Kerjasama internasional bidang kesehatan senantiasa dikembangkan dengan memperhatikan prioritas pembangunan kesehatan dan juga kebijakan politik luar negeri dan hubungan luar negeri melalui koordinasi dengan Kementerian Luar Negeri. Selain itu dalam kerangka globalisasi perdagangan di WTO dan Free Trade Area lainnya, dimana perdagangan barang/jasa/hak kekayaan intelektual sektor kesehatan merupakan salah satu primadona, Biro Kerja Sama Luar Negeri senantiasa mengikuti mekanisme interkemeterian dibawah koordinasi Kementerian Perdagangan.

Politik Luar Negeri adalah kebijakan, sikap, dan langkah Pemerintah Republik Indonesiayang diambil dalam melakukan hubungan dengan negara lain, organisasi internasional, dansubyek hukum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah internasional gunamencapai tujuan nasional. Sedangkan Hubungan Luar Negeri adalah setiap kegiatan yang menyangkut aspek regional dan internasional yang dilakukan oleh Pemerintah di tingkat pusat dan daerah, atau lembaga lembaganya, lembaga negara, badan usaha, organisasi politik, organisasi masyarakat, lembaga swadaya masyarakat, atau warga negara Indonesia.

Sebagaiman dijelaskan sebelumnya, biasanya kerjasama internasional ditindaklanjuti dalam sebuah dokumen kerjasama yang disebut dengan perjanjian internasional yang mengikat Indonesia dan mitra internasionalnya. Perjanjian Internasional adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun, yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subyek hukum internasional lainnya,serta menimbulkan hak dan kewajiban pada Pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum publik. Sesuai dengan pengalaman selama ini, bentuk pernjanjian internasional yang telah ditandatangani di Kementerian Kesehatan antara lain : MoU, LoI, Subsidiary Arrangments, Implementing Arrangement, technical agreement, project partnership agreement, agreed minutes, joint statement, dan deklarasi.

Untuk mendukung pencapaian output Biro Kerja Sama Luar Negeri yaitu meningkatnya peran dan posisi Indonesia dalam kerjasama luar negeri di bidang kesehatan, dengan indikator kinerja kesepakatan kerja sama luar negeri bidang kesehatan.

1. Peningkatan Kerjasama Kesehatan Bilateral

Peningkatan kerjasama bilateral bidang kesehatan ditujukan untuk mendukung program prioritas di Kementerian Kesehatan. Disamping itu kerjasama bilateral memperhatikan kepentingan nasional Indonesia, termasuk kepentingan secara politik, ekonomi dan sosial budaya. Dalam melaksanakan kerjasama bilateral, sesuai dengan prinsip perjanjian internasional senantiasa berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, dengan memperhatikan kepentingan politik luar negeri Indonesia.

Page 22: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

Biro Kerja Sama Luar Negeri berperan sebagai gate entry kerjasama bilateral di Kementerian Kesehatan, dengan mengkoordinasikan dan melakukan fasilitasi terhadap setiap usulan kerjasama bilateral yang disampaikan oleh unit utama Kementerian Kesehatan, termasuk UPT dan Kantor Daerah yang menjadi Satker berada langsung di bawah Kementerian Kesehatan.

Kerjasama bilateral dengan negara sahabat difokuskan kepada implementasi perjanjian internasional secara bilateral yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak, sambil menjajaki peluang kerjasama bilateral lainnya dalam rangka mendukung kepentingan nasional dan kepentingan Kementerian Kesehatan. Perjanjian kerjasama dapat dilakukan dalam kerangka perjajian payung yang ditandatangani oleh Kementerian Luar Negeri, dan atau kerjasama bilateral kesehatan yang berdiri sendiri setelah mendapatkan full powers dari Menteri Luar Negeri. Namun demikian, setiap upaya dalam melakukan kerjasama bilateral bidang kesehatan senantiasa berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri dan lintas Kementerian/Lembaga lainnya dalam forum interkementerian.

Beberapa negara yang telah menjalin kerjasama bilateral yaitu dengan negara Amerika Serikat, Thailand, Singapura, Timor Leste, Malaysia, Brunai Darussalam, Mesir, Sudan, Iran, Saudi Arabia, Australia, Jerman, RRC, Cuba, Meksiko, Rusia, Jepang, Vietnam, Palestina.

Rencana Aksi kerjasama kesehatan bilateral antara lain :

a. Penyusunan draft/counter draft perjanjian internasional kerjasama bilateral b. Koordinasi dengan lintas unit utama dalam menentukan substansi kerjasama c. Koordinas dengan lintas Kementerian/Lembaga dalam penyusunan perjanjian internasionald. Penyusunan kertas posisi e. Penyusunan telaah pimpinanf. Penyiapan kertas posisi delegasi dan Statement Delegasig. Persiapan posisi Kemenkes pada berbagai Sidang Komisi Bersama dan Kunjungan Kerja

Menteri dan Pimpinan lainnyah. Penyiapan bahan masukan untuk Kunjungan Presiden RI keluar negeri dan kunjungan kerja

Kepala Pemerintahan negara asing ke Indonesia; i. Fasilitasi penandatangan perjanjian internasional kerjasama bilateralj. Persiapan penyelenggaraan dan pelaporan pertemuan bilateral dengan negara sahabat,

pelaksanaan Sidang Komisi Bersama dan forum perundingan bilateral lainnyak. Dokumentasi implementasi perjanjian internasional kerjasama bilaterall. Monitoring evaluasi implementasi perjanjian internasional kerjasama bilateralm. Penyusunan analisis implementasi perjanjian internasional kerjasama bilateraln. Melakukan negosiasi dan focal point bagi kerjasama dengan berbagai organisasi kesehatan

dalam kerangka kerjasama bilateral.

2. Peningkatan Kerjasama Kesehatan Regional

Kerjasama luar negeri bidang kesehatan di ASEAN merupakan first diplomacy. Kementerian Kesehatan saat ini terlibat secara langsung dalam pencapaian komunitas ASEAN 2015 melalui dua pilar utama, yaitu pilar ASEAN Sosio Cultural Community (ASCC) dan pilar ASEAN Economic Community (AEC). Peran Kementerian Kesehatan di ASCC antara lain mengimplementasikan Renstra Kesehatan di ASEAN atau disebut juga ASEAN Strategic Plan on Health Development. Merujuk dokumen tersebut, Indonesia mendapat mandat menjadi lead county beberapa isu kesehatan. Beberapa sidang di ASEAN yang sifatnya governing adalah AHMM / ASEAN Healtlh Ministerial Meeting, SOMHD /ASEAN Senior Official Meeting on Health Development, Working Groups (WG) / Task Forces (TF).

Disamping ASEAN secara regional juga dikembangkan kerjasama sub regional ASEAN yang wilayahnya berbatasan langsung dengan Indonesia dalam forum BIMST (Brunai, Indonesia,

Page 23: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

Malaysia, Singapura, Thailand). Pertemuan dilakukan secara reguler setiap tahun untuk membahas isu kesehatan didaerah perbatasan dan isu kesehatan terkait mobilitas penduduk lintas batas, dan isu lainnya yang menjadi concern para pihak.

Dalam mengimplementasikan resolusi dan deklarasi WHO serta permasalahan kesehatan di tingkat regional, Kementerian Kesehatan menjadi members dari WHO regional South East Asian Region Organization (SEARO) yang beranggotakan sebelas negara yaitu Indonesia, Thailand, Myanmar, India, Bangladesh, Timor Leste, PDR Korea, Bhutan, Maldives, Srilanka, dan Nepal. WHO SEARO merupakan mitra strategis Kementerian Kesehatan, khususnya terkait dengan dukungan kerjasama teknis (termasuk tenaga ahli kesehatan) dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang menjadi perhatian dunia dan permasalahan kesehatan dikawasan regional. Pertemuan di WHO SEARO yang sifatnya governing yaitu SPPDM /High Level Preparatory Meeting at Regional Level/SEARO, Health Ministerial Meeting (HMM) WHO SEARO dan Regional Committee Meeting (RCM) WHO SEARO.

Dalam kerangka global health diplomacy, dimana isu kesehatan telah menjadi salah satu alat diplomasi luar negeri Indonesia, telah dikembangkan kerjasama melalui forum Foregin Policy Global Health (FPGH) yang beranggotakan Indonesia, Thailand, Prancis, Norwegia, Afrika Selatan, Senegal, dan Brazil. Sedangkan dalam kerjasama ekonomi sektor kesehatan kepentingan nasional Indonesia dinegosiakan melalui forum Asia Pacific Economic Cooperation (APEC). Kerjasama kesehatan di APEC dibahas dalam forum Health Working Group/HWG, dan LSIF (Life Science and Innovative Forum).

Rencana Aksi kerjasama kesehatan regional antara lain :

a. Penyusunan draft/counter draft perjanjian internasional kerjasama regional b. Koordinasi dengan lintas unit utama dalam menentukan substansi kerjasama c. Koordinas dengan lintas Kementerian/Lembaga dalam penyusunan perjanjian internasionald. Fasilitasi penandatangan perjanjian internasional kerjasama regional e. Penyusunan telaah pimpinan untuk memberikan rekomendasi kebijakan posisi Indonesia

terhadap berbagai isu dan agenda kesehatan global pada berbagai pertemuan regional yang sifatnya governing dan pertemuan negosiasi antara pemerintah

f. Penyiapan kertas posisi delegasi dan Statement Delegasig. Persiapan posisi Kementerian Kesehatan pada sidang ASEAN, APEC, WHO-SEARO,

BIMST, FPGH dan sidang regional lainnya, baik pada sidang Konferensi Tingkat Menteri, Senior Offcial Meeting (SOM) maupun working group/task force

h. Penyiapan bahan masukan untuk Pertemuan KTT/KTM ASEAN dan KTT/KTM APEC; i. Memberikan rekomendasi kebijakan posisi Indonesia terhadap berbagai isu dan agenda

pertemuan dan perundingan di berbagai forum internasional.j. Penyiapan bahan masukan untuk Kunjungan Presiden RI keluar negeri dan kunjungan kerja

Kepala Pemerintahan negara asing ke Indonesia dalam kerangka kerjasama regional; k. Penyelenggaraan pertemuan internasional secara regional l. Dokumentasi implementasi perjanjian internasional kerjasama regional m. Monitoring evaluasi implementasi perjanjian internasional kerjasama regional n. Penyusunan analisis implementasi perjanjian internasional kerjasama regional

3. Peningkatan Kerjasama Kesehatan Multilateral

Kementerian Kesehatan diharapkan meningkatkan perannya dalam menggalang global health diplomacy, khususnya terkait dengan isu kesehatan yang menjadi concern developing countries (DCs) dan least developing countries (LDCs), termasuk kepentingan dalam negeri Indonesia

Page 24: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

khususnya terkait pencapaian delapan program prioritas. Indonesia melalui berbagai forum diharapkan dapat melakukan lobby untuk melakukan reformasi di WHO dan lembaga PBB lainnya yang terkait dengan isu kesehatan global sehingga lebih berkeadilan, setara, dan menguntungkan semua pihak, khususnya terkait dengan kepentingan DCs dan LDCs. Keberhasilan Indonesia dengan diadopsinya “The Framework for Pandemic Influenza Preparadness: Sharing of Influenza Viruses and Acces to Vaccines and other Benefit” sebagai resolusi WHA, merupakan titik tolak pengembangan diplomasi Indonesia ditingkat multilateral. Dalam mendukung posisi Indonesia perlu dilakukan lobi dengan negara sahabat melalui forum FPGH, Selatan-Selatan, ASEAN, WHO SEARO, OKI, dan like minded countries lainnya

Rencana Aksi kerjasama kesehatan multilaeral antara lain :

a. Penyusunan draft/counter draft perjanjian internasional kerjasama multilateral, dan UN bodies lainnya

b. Koordinasi dengan lintas unit utama dalam menentukan substansi kerjasama c. Koordinas dengan lintas Kementerian/Lembaga dalam penyusunan perjanjian internasionald. Fasilitasi penandatangan perjanjian internasional kerjasama multilateral e. Penyusunan telaah pimpinan untuk memberikan rekomendasi kebijakan posisi Indonesia

terhadap berbagai isu dan agenda kesehatan global pada berbagai pertemuan regional yang sifatnya governing dan pertemuan negosiasi antara pemerintah

f. Penyiapan kertas posisi delegasi dan Statement Delegasig. Persiapan posisi Kementerian Kesehatan pada sidang WHA, EB, UNGA sektor keseharan,

RC WHO-SEARO, dan sidang multilateral lainnya, baik pada sidang Konferensi Tingkat Menteri, Senior Offcial Meeting (SOM) maupun working group/task force

h. Penyiapan bahan masukan untuk Pertemuan KTT/KTM multilateral i. Memberikan rekomendasi kebijakan posisi Indonesia terhadap berbagai isu dan agenda

pertemuan dan perundingan di berbagai forum internasional.j. Penyiapan bahan masukan untuk Kunjungan Presiden RI keluar negeri dan kunjungan kerja

Kepala Pemerintahan negara asing ke Indonesia dalam kerangka kerjasama multilateral k. Penyelenggaraan pertemuan internasional secara multilateral atau regional SEARO l. Dokumentasi implementasi perjanjian internasional kerjasama multilateral m. Monitoring evaluasi implementasi perjanjian internasional kerjasama multilateral n. Penyusunan analisis implementasi perjanjian internasional kerjasama multilateral

4. Fasilitasi Globalisasi Perdagangan Sektor Kesehatan dan Kerjasama Ekonomi Lainnya

Kementerian Kesehatan juga berkomitmen untuk mendukung kebijakan pemerintah dibawah koordinasi Kementerian Perdagangan dalam pengembangan kerjasama ekonomi sektor kesehatan baik dalam kerangka perdagangan barang sektor kesehatan, jasa kesehatan, investasi, maupun hak kekayaan intelektual. Pengembangan kerjasama perdagangan internasional sektor kesehatan dilakukan secara multitrack melalui kerjasama multilateral di WTO, regional, dan bilateral.

Kerjasama aliran bebas perdagangan sektor kesehatan dalam kerangka ASEAN Free Trade Area (AFTA) ditujukan untuk mewujudkan ASEAN Economic Commnunity Tahun 2015. Kementerian Kesehatan berkomitmen untuk berperan aktif dalam setiap perundingan perdagangan barang dan jasa kesehatan, termasuk investasi sektor kesehatan. Selain itu ASEAN dalam juga mengembangkan kerjasama dengan negara mitra wicara mempunyai Free Trade Area dalam kerangka ASEAN Free Trade Area. Kerjasama kesehatan di ASEAN senantiasa memperhatikan dinamika kebijakan kesehatan dalam negeri, tetapi disisi lain kebijakan dalam negeri diharapkan

Page 25: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

menyesuikan kebijakan dalam negerinya sesuai dengan dinamika dalam rangka pembentukan ASEAN Single Window. Pengembangan kerjasama kesehatan di ASEAN juga meliputi

Rencana Aksi kerjasama globalisasi perdagangan sektor antara lain :

a. Penyusunan draft/counter draft perjanjian internasional globalisasi perdagangan sektor kesehatan di WTO, ASEAN dan Free Trade Area lainnya

b. Koordinasi dengan lintas unit utama dalam menentukan substansi kerjasama c. Koordinas dengan lintas Kementerian/Lembaga dalam penyusunan perjanjian internasional

dan penandatangan perjanjian internasional d. Penyusunan telaah pimpinan untuk memberikan rekomendasi kebijakan posisi Indonesia

terhadap berbagai isu perdagangan barang sesuai prinsip GATT, perdagangan jasa sesuai prinsip GATS, dan perdagangan Hak Kekayaan Intelektual sesuia prinsip TRIPS, serta mendukung kepentingan nasional dan kepentingan Kementerian Kesehatan pada berbagai pertemuan multilateral, regional, maupun bilateral

e. Penyiapan kertas posisi delegasi dan Statement Delegasif. Persiapan posisi Kementerian Kesehatan pada sidang WTO (terkait dengan GATT, GATS,

dan TRIPS), siding di ASEAN (terkait dengan ATIGA, AFAS, RCEP, ACIA), dan siding bilateral lainnya baik pada sidang Konferensi Tingkat Menteri, Senior Offcial Meeting (SOM) maupun working group/task force

g. Penyiapan bahan masukan untuk Pertemuan KTT/KTM multilateral h. Memberikan rekomendasi kebijakan posisi Indonesia terhadap berbagai isu dan agenda

pertemuan dan perundingan di berbagai forum internasional.i. Penyelenggaraan pertemuan internasional dalam kerangka globalisasi perdagangan sektor

jasa kesehatan j. Dokumentasi implementasi perjanjian internasional dalam kerangka globalisasi

perdagangan sektor kesehatan k. Monitoring evaluasi implementasi perjanjian internasional kerjasama globalisasi

perdagangan sektor kesehatan l. Penyusunan analisis implementasi perjanjian internasional kerjasama globalisasi

perdagangan sektor kesehatan

5. Administrasi Takakes dan Hubungan Luar Negeri, serta Fasilitasi Pinjaman Hibah Luar Negeri

Untuk mendukung tertib administrasi hubungan luar negeri di Kementerian Kesehatan, dan fungsi Biro Kerja Sama Luar Negeri sebagai gate entry kerjasama internasional, maka diperlukan fasilitasi administrasi hubungan luar negeri termasuk Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN). Hal ini menjadi strategis seiring dengan berkembangnya dinamika kerjasama internasional sehingga diperlukan koordinasi lintas unit utama di Kementerian Kesehatan, dibawah koordinasi dan fasilitasi Biro Kerja Sama Luar Negeri. Namun demikian dengan pertimbangan keterbatasan sumberdaya dan pertimbangan tugas pokok dan fungsi maka pengelolaan administrasi hubungan luar negeri dan PHLN dilakukan dalam ruang lingkup yang terbatas.

Rencana Aksi kerjasama globalisasi perdagangan sektor antara lain :

a. Penyusunan draft/counter draft perjanjian internasional globalisasi perdagangan sektor kesehatan di WTO, ASEAN dan Free Trade Area lainnya

b. Koordinasi dengan lintas unit utama dalam menentukan substansi kerjasama

Page 26: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

c. Koordinas dengan lintas Kementerian/Lembaga dalam penyusunan perjanjian internasional dan penandatangan perjanjian internasional

d. Melakukan Fasilitasi dan pendampingan kunjungan tamu asing di Kementerian Kesehatan RI

e. Melakukan penyiapan bahan pelaksanaan administrasi penugasan dan perpanjangan tenaga kerja dan konsultasing asing kesehatan asing di lingkungan Kementerian Kesehatan

f. Melakukan penyiapan bahan pelaksanaan administrasi perjalanan dinas luar negeri pusatg. Melakukan pelaksanaan penyiapan administrasi training dan beasiswa donor asing bagi

pejabat/staf dilingkungan Kementerian Kesehatanh. Administrasi persuratan berbagai pertemuan WHO di Indonesiai. Melakukan Fasilitasi dan Koordinasi Pelaksanaan Pertemuan Internasional lainnya termasuk

Implementasi Kerja Sama Teknik (KST) dalam kerangka bilateral, Selatan-Selatan, Kerjasama Teknik antar Negara Berkembang (KTNB), Internasional NGO (INGO) dan kerangka kerjasama lainnya

j. Fasilitasi penyusunan perjanjian kerjasama PHLN, k. Menyelenggarakan pertemuan koordinasi melalui melalui forum internal Kementerian

Kesehatan maupun forum inter Kementerian/Lembaga dalam pengelolaan AHLN, kerjasama teknik, maupun PHLN.

l. Pengelolaan administrasi pinjaman dan hibah luar negeri, antara lain registrasi hibah luar negeri

m. Monitoring dan evaluasi AHLN, kerjasama teknik, maupun PHLNn. Penyusunan analisis implementasi AHLN, kerjasama teknik, maupun PHLNo. Memberikan rekomendasi kebijakan posisi Indonesia terhadap berbagai isu AHLN,

kerjasama teknik, maupun PHLNp. Penyelenggaraan pertemuan internasional dalam kerangka AHLN, kerjasama teknik,

maupun PHLN

6. Penguatan reformasi birokrasi

Bahwa dalam pegembangan kelima rencana aksi tersebut di atas perlu didukung oleh sumberdaya manusia yang kompeten dan handal, serta input sumberdaya lainnya sesuai dengan prinsip good governance. Untuk itu perlu diciptakan budaya organisasi yang berorientasi global sesuai dengan semangat reformasi birokrasi di Kementerian Kesehatan.

Rencana Aksi penguatan reformasi birokrasi antara lain :

a. Penyusunan dokumen delapan area perubahan reformasi birokrasi b. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi perubahan pada delapan area perubahan c. Perbaikan kualitas manajemen perbendaharaan dan pelaporan keuangan d. Peningkatan kualitas SDM kesehatan sesuai dengan standar kompetensi jabatan dan

budaya kerja berorientasi mutu e. Peningkatan kepuasan customer eksternal dan internal Biro Kerja Sama Luar Negeri f. Sosialisasi dan monitoring evaluasi pelaksanaan reformasi birokrasi di Biro Kerja Sama Luar

Negeri

Page 27: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

Penjabaran pencapaian target kinerja dan pagu alokasi anggaran per tahun disajikan pada matriks di bawah ini :

Rencana Kinerja dan Alokasi Pagu IndikatifBiro Kerja Sama Luar Negeri, Tahun 2015-2019

Kegiatan Sasaran Indikator Tahun2015 2016 2017 2018 2019

Peningkatan Kerjasama Luar Negeri

Meningkatnya peran dan posisi Indonesia dalam kerjasama luar negeri bidang kesehatan

Jumlah Kesepakatan Kerja sama Luar Negeri Bidang Kesehatan

8 9 8 7 8

Realisasi 8Pagu Anggaran (Milyar) 12.1 M 19.5 M 21 M 18 M 21 M

Realisasi 8.6 M

Page 28: e-renggar.kemkes.go.id · Web viewDengan kata lain, diplomasi dan negosiasi kesehatan telah menjadi bagian dari politik luar negeri Indonesia dengan tujuan mewujudkan perdamaian dan

Bab IV. PENUTUP

Rencana Aksi Kegiatan (RAK) Biro Kerja Sama Luar Negeri Tahun 2010-2014 ini diharapkan dapat digunakan menjadi pedoman pada seluruh proses manajemen mulai dari tahapan perencanaan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan tahunan. Dengan demikian output dan outcome yang dihasilkan oleh Biro Kerja Sama Luar Negeri mendukung tercapainya sasaran strategis pembangunan kesehatan periode 2010-2014. Dokumen ini diharapkan dapat direview setiap dua tahun sekali, untuk menyesuaikan dengan dinamika pembangunan kesehatan yang dilaksanakan termasuk dinamika kerjasama internasional.

Pelaksanaan Rencana Aksi Kegiatan (RAK) Biro Kerja Sama Luar Negeri Tahun 2010-2014 ini membutuhkan partisipasi dan kerjasama dengan lintas unit utama di Kementerian Kesehatan dan lintas Kementerian/Lembaga khususnya Kementerian Luar Negeri, Sekretariat Negara, dan Kementerian Keuangan. Dengan demikian diharapkan kegiatan yang diselenggaraan oleh Biro Kerja Sama Luar Negeri menjadi katalisator percepatan pencapaian target prioritas pembangunan kesehatan di Kementerian Kesehatan sebagaimana diamanahkan dalam Renstra Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014.