Durian Fix
Transcript of Durian Fix
PERSEBARAN POHON DURIAN BERDASARKAN FAKTOR ABIOTIK DAN KETINGGIAN DI WILAYAH PROBOLINGGO SAMPAI GUNUNG
BROMO JAWA TIMUR
MAKALAHUntuk Memenuhi Tugas Matakuliah
Biogeografiyang dibina oleh Bapak Agus Dharmawan dan Ibu Dra. Eko Sri Sulasmi, M.S.
Oleh kelompok 7/ Offering H:Fima Rizki Eka Putri 120342422450Lisa Savitri 120342422491Nina Mufida 120342422469Putri Diyah Anggraini 120342422452
The Learning University
UNIVERSITAS NEGERI MALANGFAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGIPROGRAM STUDI BIOLOGI
September 2014
BAB I
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara megabiodiversitas, karena
memiliki kawasan hutan tropika basah dengan tingkat keanekaragaman hayati
tergolong tinggi di dunia. Termasuk juga dengan kekayaan keanekaragaman jenis
buah-buahan tropisnya. Bahkan Indonesia merupakan salah satu dari delapan
pusat keanekaragaman genetika tanaman di dunia khususnya untuk buah-buahan
tropis seperti durian. Berdasarkan pada penelitian sebelumnya di ketahui bahwa
durian tumbuh dalam ketinggian <1000 m dpl dan juda pada ketinggian > 1000m
dpl pada beberapa spesies tertentu. Pada daerah Probolinggo hingga Gunung
Bromo memilii ketinggian hingga 2500 m dpl.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka didapatkan rumusan masalah
sebagai berikut:
bagaimana persebaran pohon durian berdasarkan teknik kualitatif dan
kuantitatif di wilayah Probolinggo sampai Gunung Bromo, Jawa Timur?
bagaimana persebaran pohon durian berdasarkan kondisi abiotik di wilayah
Probolinggo sampai Gunung Bromo, Jawa Timur?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat diketahui bahwa
tujuan penelitian sebagai berikut:
untuk mengetahui persebaran pohon durian berdasarkan teknik kualitatif dan
kuantitatif di wilayah Probolinggo sampai Gunung Bromo, Jawa Timur.
untuk mengetahui persebaran pohon durian berdasarkan kondisi abiotik di
wilayah Probolinggo sampai Gunung Bromo, Jawa Timur.
BAB II
Kajian Pustaka
2.1 Pohon Durian
Pada umumnya kerabat durian (Durio spp.) di Indonesia masih tumbuh
liar di hutan-hutan primer ataupun di hutan-hutan campuran meranti (mixed
Dipterocarp) dan hanya sebagian kecil lainnya yang telah ditanam penduduk di
kebun-kebun. Oleh karena itu, domestikasi khususnya pada kerabat durian yang
masih tumbuh secara liar di hutan-hutan dan berpotensi ekonomi perlu dilakukan.
Terlihat pula bahwa dari sebagian besar kerabat durian di Indonesia sangat cocok
atau menyukai tipe-tipe tanah liat atau tanah liat berpasir. Di samping itu, ternyata
sebagian besar kerabat durian tumbuh di hutan-hutan dataran rendah (<1000
mdpl). Namun ada beberapa jenis yang dapat tumbuh dihutan-hutan di dataran
tinggi (>1000 mdpl), antara lain adalah D.lanceolatus (kelincing), D.lowianus
(teruntung), D.oblongus, dan D. testudinarum (sekura). Satu dari 4 jenis durian
tersebut, yaitu D. lowianus (teruntung) ternyata dapat tumbuh sampai ketinggian
1700 mdpl. Oleh karena itu, teruntung merupakan salah satu jenis durian yang
berpotensi untuk dikembangkan di dataran tinggi. Selain buahnya enak dimakan,
dilaporkan pula bahwa jenis ini sangat resisten untuk melawan serangan jamur
Phytophthora palmifora
Menurut Rukmana (1996) durian (Durio zibethinus Murr) merupakan
salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat
yang pada umumnya dimanfaatkan sebagai buah saja. Sebagian sumber literatur
menyebutkan tanaman durian adalah salah satu jenis buah tropis asli Indonesia.
Setiadi (1999). Sebelumnya durian hanya tanaman liar dan terpencar-pencar di
hutan raya "Malesia", yang sekarang ini meliputi daerah Malaysia, Sumatera dan
Kalimantan. Para ahli menafsirkan, dari daerah asal tersebut durian menyebar
hingga keseluruh Indonesia, kemudian melalui Muangthai menyebar ke Birma,
India dan Pakistan. Adanya penyebaran sampai sejauh itu karena pola kehidupan
masyarakat saat itu tidak menetap. Hingga pada akhirnya para ahli
menyebarluaskan tanaman durian ini kepada masyarakat yang sudah hidup secara
menetap
Berdasar pada Rukmana (1996)Tanaman durian di habitat aslinya tumbuh
di hutan belantara yang beriklim panas (tropis). Pengembangan budidaya tanaman
durian yang paling baik adalah di daerah dataran rendah sampai ketinggian 800
meter di atas permukaan laut dan keadaan iklim basah, suhu udara antara 250-
320C, kelembaban udara (rH) sekitar 50-80%, dan intensitas cahaya matahari 45-
50%
2.1.1 Tingkatan dan Nama Taksa Pohon Durian
Tingkatan dan nama taksa pohon durian sebagai berikut:
kingdom: Plantae (tumbuhan)
divisi: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
sub divisi: Angiospermae (berbiji tertutup)
kelas: Dicotyledonae (berkeping dua)
ordo: Malvaceae
famili: Bombacaceae
genus: Durio
spesies: Durio zibethinus Murr
Sumber: Rukmana (1996)
Menurut Untung (2008) buah khas daerah tropis ini termasuk ordo
Malvaceae, family Bombacaceae, dan genus Durio. Prof. Dr. A.J.G.H.
Kostermans mencatat ada 27 spesies durian. Sejumlah 19 spesies ditemukan di
Kalimantan, 11 di Semenanjung Malaka, 7 di Sumatera dan 1 di Myanmar. Dari
sekian banyak spesies itu, yang bisa dimakan hanya tujuh. Spesies lain tidak bisa
dikonsumsi karena berbagai sebab; misalnya: rasa tidak enak, buah terlalu kecil,
atau daging buah tidak ada. Tujuh spesies durian yang bisa dimakan itu terdiri
dari: Durio zibethinus (durian), Durio kutejensis (lai), Durio oxleyanus
(kerantongan), Durio dulcis (lahong), Durio graveolens (labelak), Durio
grandiflorus (durian monyet), serta Durio testudinarium (durian kura-kura). Dari
ketujuh spesies itu hanya Durio zibethinus yang paling banyak dibudidayakan
karena buahnya enak Di Indonesia, ada 21 kultivar durian unggul yang dirilis oleh
Dinas Pertanian, yaitu: petruk, sukun, sitokong, kani, otong, simas, sunan, sihijau,
sijapang, siriwig, bokor, perwira, sidodol, bantal mas, hepe, matahari, aspar,
sawah mas, raja mabah, kalapet, dan lai mansau.
2.2 Kota Probolinggo
2.2.1 Letak Geografis
Letak Kota Probolinggo berada pada 7° 43′ 41" sampai dengan 7° 49′ 04"
Lintang Selatan dan 113° 10′ sampai dengan 113° 15′ Bujur Timur dengan luas
wilayah 56,667 Km². Disamping itu Kota Probolinggo merupakan daerah transit
yang menghubungkan kota-kota (sebelah timur Kota): Banyuwangi, Jember,
Bondowoso, Situbondo, Lumajang, dengan kota-kota (sebelah barat Kota):
Pasuruan, Malang, dan Surabaya. Adapun batas wilayah administrasi Kota
Probolinggo meliputi :
sebelah utara : Selat Madura,
sebelah timur : Kecamatan Dringu Kabupaten Probolinggo,
sebelah selatan : Kecamatan Leces, Wonomerto, Sumberasih Kab.
Probolinggo,
sebelah barat : Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo.
Luas wilayah Kota Probolinggo tercatat sebesar 56.667 km. Secara
administrasi pemerintahan Kota Probolinggo terbagi dalam 5 (lima) Kecamatan
dan 29 Kelurahan yang terdiri dari Kecamatan Mayangan terdapat 5 Kelurahan,
Kecamatan Kademangan terdapat 6 Kelurahan, Kecamatan Wonoasih terdapat 6
Kelurahan, Kecamatan Kedopok terdapat 6 Kelurahan, dan Kecamatan Kanigaran
terdapat 6 Kelurahan.
2.2.2 Iklim
Pada umumnya wilayah Kota Probolinggo beriklim tropis dengan rata-rata
curah hujan mencapai + 961 millimeter dengan jumlah hari hujan mencapai 55
hari. Curah hujan tertinggi pada umumnya terjadi pada bulan Desember,
sedangkan hujan terendah terjadi pada bulan Agustus. Temperatur rata-rata
terendah mencapai 26 °C dan tertinggi mencapai 32 °C.
Kota Probolinggo mempunyai perubahan iklim sebanyak 2 musim setiap
tahunnya, yaitu musim penghujan dan musim kemarau. Pada kondisi normal,
musim penghujan berada pada bulan Nopember hingga April, sedangkan musim
kemarau berada pada bulan Mei hingga Oktober setiap tahunnya. Jumlah curah
hujan pada tahun 2008 dari hasil pemantauan pada 4 stasiun pengamatan hujan
yang ada di Kota Probolinggo, rata – rata tercatat sebesar 1.072 mm dan hari
hujan sebanyak 63 hari. Apabila dibandingkan dengan rata-rata curah hujan tahun
2007 sebesar 1.368 mm dengan 74 hari hujan, maka kondisi tahun 2008 lebih
kering dibandingkan tahun 2008, dimana curah hujan per hari pada tahun 2008
sebesar 3,75 mm/hari, sedangkan curah hujan per hari pada tahun 2008 sebesar
2,94 mm/hari. Curah hujan terlebat terjadi pada bulan Pebruari dan Maret rata-rata
sebesar 19,84 mm per hari. Selain itu pada bulan Juli sampai dengan September di
Kota Probolinggo terdapat angin kering yang bertiup cukup kencang (kecepatan
dapat mencapai 81 km/jam) dari arah tenggara ke barat laut, angin ini populer
dengan sebutan ”Angin Gending”.
2.2.3 Tata Ruang
Meskipun merupakan wilayah perkotaan, pola penggunaan tanah di Kota
Probolinggo ternyata masih terdapat lahan sawah seluas 1.967,70 hektare (21 %),
lahan bukan sawah seluas 3.699,00 hektare (39,5 %). Lahan bukan sawah terbagi
atas lahan kering 3.595,00 hektare (38,4 %) dan lahan lainnya (tambak) seluas
104 hektare (1,11%).Melihat potensi dan pemanfaatan wilayah demikian itu,
banyak alternatif yang bisa dipilih untuk mengoptimalkan pemanfaatan dan
pemberdayaan potensi daerah kota, guna mewujudkan visi Kota Probolinggo
sebagai kota tujuan investasi yang perspektif, kondusif dan partisipatif.
2.2.4 Topografi
Wilayah Kota Probolinggo terletak pada ketinggian 0 sampai kurang dari
50 meter dia atas permukaan air laut. Apabila ketinggian tersebut dikelompokkan
atas; ketinggian 0 -10 meter, ketinggian 10 -25 meter, ketinggian 25 -50 meter.
Semakin ke wilayah selatan, ketinggian dari permukaan laut semakin besar.
Namun seluruh wilayah Kota Probolinggo relatif berlereng (0 – 2%). Hal ini
mengakibatkan masalah erosi tanah dan genangan cenderung terjadi di daerah ini.
BAB III
Pembahasan
3.1 Morfologi Pohon Durian
Pohon durian merupakan tumbuhan berbentuk pohon, dengan tinggi
berkisar 27 - 40 m. memiliki akar tunggang. Jenis batang berkayu (lignosus),
silindris, tegak, permukaannya kasar dan pecah-pecah, percabangan berbentuk
simpodial, bercabang banyak, dengan arah mendatar. Berdaun tunggal, bertangkai
pendek dengan bentuk silindris dan tidak menebal pada bagian pangkalnya,
tersusun berseling, permukaan atas daun berwarna hijau tua dan bawah cokelat
kekuningan, daun berbentuk jorong hingga lanset, panjang sekitar 6,5 - 25 cm,
lebar sekitar 3 - 5 cm, ujung daun runcing. Tepi daun rata dengan daging daun
tebal, pangkal daun membulat, permukaan atas daun mengkilat, permukaan bawah
buram, tidak pernah meluruh, bagian bawah berlapis bulu halus berwarna cokelat
kemerahan. Pertulangan daun menyirip. bagian ibu tulang daun (costa)
memanjang dari pangkal daun hingga ujung daun dan dari costa keluar ke
samping tulang-tulang cabang (nervus lateralis).
Bunga muncul di batang atau cabang yang sudah besar, berkelompok
dalam karangan berisi 3-10 kuntum berbentuk tukal atau malai rata. Kuncup
bunganya membulat, sekitar 2 cm diameternya, bertangkai panjang. Kelopak
bunga bentuk tabung sepanjang 3 cm, daun kelopak tambahan terpecah menjadi 2-
3 cuping berbentuk bundar telur. Mahkota bentuk sudip, kira-kira 2× panjang
kelopak, berjumlah 5 helai, keputih-putihan. Benang sarinya banyak, terbagi ke
dalam 5 berkas; kepala putiknya membentuk bongkol, dengan tangkai yang
berbulu. bertangkai, kelopak berbentuk lonceng berwarna putih hingga cokelat
keemasan. Buah bulat atau lonjong, kulit dipenuhi duri-duri tajam, warna coklat
keemasan atau kuning, bentuk biji lonjong, berwarna cokelat, berbuah setelah
berumur 5 - 12 tahun. Perbanyakan atau perkembangbiakan melalui generatif atau
biji (Soedarya, 2009).
3.2 Persebaran Pohon Durian
Durian merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama
dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya dimanfaatkan sebagai buah saja.
Sebagian sumber literatur menyebutkan tanaman durian adalah salah satu jenis
buah tropis asli Indonesia (Rukmana, 1996). Sebelumnya durian hanya tanaman
liar dan terpencar-pencar di hutan raya "Malesia", yang sekarang ini meliputi
daerah Malaysia, Sumatera dan Kalimantan. Para ahli menafsirkan, dari daerah
asal tersebut durian menyebar hingga ke seluruh Indonesia. Tanaman durian di
habitat aslinya tumbuh di hutan belantara yang beriklim panas (tropis).
3.2.1 Persebaran Pohon Durian berdasarkan Teknik Kualitatif dan Kuantitatif
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan dengan menggunakan teknik
kualitatif yaitu pengamatan dengan teknik wawancara dan teknik kuantitatif yaitu
pengamatan dengan teknik pengamatan menggunakan binokuler di daerah
Probolinggo, khususnya jalur menuju Gunung Bromo, dilakukan pembagian titik
atau plot pada beberapa wilayah dengan jarak antar plot sekitar 300 mdpl.
Menurut hasil yang didapatkan baik melalui wawancara pada penduduk
sekitar maupun pengamatan menggunakan binokuler, pohon durian ditemukan di
beberapa titik yaitu pada plot 2 dan plot 3 yaitu di daerah Desa Lumbang dan
daerah Desa Ngepung. Desa Lumbang ini terletak pada ketinggian 350 mdpl
sedangkan Desa Ngepung terletak pada ketinggian 650 mdpl. Pohon durian sangat
sedikit ditemukan pada plot 4, 5, dan plot 8 yaitu di daerah Desa Sapi Kerep,
Wonokerto, dan Desa Ngadisari. Desa Sapi Kerep terletak pada ketinggian 950
mdpl, Desa Wonokerto terletak pada ketinggian 1250 mdpl, dan Desa Ngadisari
terletak pada ketinggian 2150 mdpl. Pada ketinggian 350 dan 650 mdpl banyak
ditemukan pohon durian, hal ini dikarenakan durian merupakan tanaman tropis
yang bisa tumbuh pada lingkungan yang tidak terlalu dingin ataupun panas, hal ini
sesuai dengan pendapat Rukmana (1996) yaitu pengembangan budidaya tanaman
durian yang paling baik adalah di daerah dataran rendah sampai ketinggian 800
meter di atas permukaan laut dan keadaan iklim basah. Sedangkan pada
ketinggian 950 dan 2150 mdpl, masih ditemukan pohon durian walaupun dalam
intensitas yang sangat sedikit, hal ini dikarenakan ada beberapa jenis durian yang
dapat hidup dan bertahan dalam ketinggian di atas 800 mdpl. Selain itu pohon
durian bukanlah pohon yang dapat hidup dengan sendirinya, melainkan
perkembangbiakannya hanya bisa melalui biji, dalam artian pada ketinggian di
atas 800 mdpl fakta penemuan pohon durian ini bisa saja akibat dari penanaman
yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.
Durian merupakan tanaman hutan yang belum tedomestikasi secara penuh.
Hal ini dapat dilihat dari varietas-varietas durian yang ada merupakan pemutihan
dari seleksi pohon tunggal yang tidak jarang merupakan tanaman yang tumbuh
liar. Sehingga benih yang sampai pada pekebun merupakan hasil dari siklus
perbanyakan kedua atau ketiga. Kondisi ini berakibat pada rendahnya adaptasi .
tanaman tidak dapat tumbuh secara optimal bila ditanam diluar daerah asal (Sinar
Tani, 2013). Pada habitat alami, durian dapat tumbuh tahunan hingga mencapai
ratusan tahun (200 tahun) (Digilib, 2013).
3.2.2 Persebaran Pohon Durian berdasarkan Kondisi Abiotik
Beberapa faktor abiotik yang diukur pada pengamatan ini adalah
kecepatan angin, intensitas cahaya, dan suhu udara. Kecepatan angin diukur
menggunakan anemometer, berdasarkan hasil pengamatan kecepatan angin dari
ketinggian terendah sampai ketinggian tertinggi tidak mengalami kenaikan yang
singnifikan. Kecepatan angin dari ketinggian yang satu ke ketinggian yang lain
selalu berfluktuasi dan tidak menentu. Tetapi terdapat salah satu titik/plot yang
memiliki kecepatan angin tertinggi yaitu pada plot 5 dengan ketinggian 1250
mdpl pada daerah Desa Wonokerto.
Besarnya intensitas cahaya diukur menggunakan luxmeter. berdasarkan
pengukuran yang telah dilakukan, intensitas cahaya dari ketinggian ke ketinggian
yang lain memiliki besar yang tidak tentu (berfluktuasi). Daerah plot 5 memiliki
intensitas cahaya yang paling besar yaitu 1183 candela.
Besarnya suhu udara diukur menggunakan termohigrometer. Berdasarkan
pengukuran yang telah dilakukan, besarnya suhu udara berfluktuasi dari
ketinggian terendah sampai ketinggian 650 mdpl pada plot 3. Kemudian pada plot
selanjutnya yaitu plot 4 pada ketinggian 950 mdpl sampai plot 8 dengan
ketinggian 2150 mdpl suhu udara semakin turun.
Faktor abiotik meruakan faktor tak hidup yang meliputi faktor fisika dan
kimia. Ketinggian tempat menentukan jenis organisme yang hidup ditempat
tersebut karena ketiggian yang berbeda akan menghasilkan kondisi fisik dan kimia
yang berbeda. Angin selain berperan dalam menentukan kelembaban juga
berperan dalam penyebaran biji tumbuhan tertentu. Suhu berpengaruh terhadap
ekosistem karena suhu merupakan syarat yang diperlukan organisme untuk hidup.
Ada jenis-jenis organisme yang hanya dapat hidup pada kisaran suhu tertentu.
Intensitas cahaya juga mempengaruhi ekosistem secara global karena matahari
menentukan suhu. Sinar matahari juga merupakan unsure vital yang dibutuhkan
oleh tumbuhan sebagai produsen untuk berfotosintesis (Sainsone, 2008).
Pengukuran pada praktikum menghasilkan hasil yang kurang sesuai
dengan teori yang mengatakan bahwa semakin tinggi suatu daerah maka semakin
tinggi pula intensitas cahaya dan kecepatan angin. Kemudian semakin tinggi suatu
daerah maka semakin rendah pula suhu udara daerah tersebut. Hal ini dipengaruhi
oleh perbedaaan waktu pengukuran dan lokasi yang menjadi titik pengukuran.
Lokasi titik pengukuran ini misalnya dipengaruhi oleh adanya tebing pada daerah-
daerah tertentu yang menjadi titik pengukuran, sehingga hasil yang didapatkan
kurang sesuai dengan teori yang telah dikemukakan.
BAB III
Penutup
3.1 Simpulan
Berdasarkan pembahasan didapatkan kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan, yaitu:
persebaran pohon durian yang didapatkan baik melalui wawancara pada
penduduk sekitar maupun pengamatan menggunakan binokuler (kualitatif dan
kuantitatif), bahwa pohon durian ditemukan di beberapa titik yaitu pada plot 2
dan plot 3 yaitu di daerah Desa Lumbang dan daerah Desa Ngepung. Desa
Lumbang ini terletak pada ketinggian 350 mdpl sedangkan Desa Ngepung
terletak pada ketinggian 650 mdpl. Pohon durian sangat sedikit ditemukan
pada plot 4, 5, dan plot 8 yaitu di daerah Desa Sapi Kerep, Wonokerto, dan
Desa Ngadisari. Desa Sapi Kerep terletak pada ketinggian 950 mdpl, Desa
Wonokerto terletak pada ketinggian 1250 mdpl, dan Desa Ngadisari terletak
pada ketinggian 2150 mdpl. Pada ketinggian 350 dan 650 mdpl banyak
ditemukan pohon durian, hal ini dikarenakan durian merupakan tanaman
tropis yang bisa tumbuh pada lingkungan yang tidak terlalu dingin ataupun
panas.
persebaran pohon durian berdasarkan faktor abiotik belum dapat diketahui
dengan jelas, karena pengukuran pada praktikum menghasilkan hasil yang
kurang sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa semakin tinggi suatu
daerah maka semakin tinggi pula intensitas cahaya dan kecepatan angin.
Kemudian semakin tinggi suatu daerah maka semakin rendah pula suhu udara
daerah tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaaan waktu pengukuran dan
lokasi yang menjadi titik pengukuran. Lokasi titik pengukuran ini misalnya
dipengaruhi oleh adanya tebing pada daerah-daerah tertentu yang menjadi titik
pengukuran.
3.2 Saran
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya,
namun sebaiknya peneliti berikutnya memperhatikan saran sebagai berikut:
peneliti tidak mengambil data kualitatif dan kuantitatif pada ketinggian yang
sesuai dikarenakan mobil yang ditumpangi harus mencari tempat parkir
terlebih dahulu, sehingga terjadi pergeseran letak ketinggian. Sebaiknya
peneliti mengambil data pada ketinggian yang akurat agar data kuantitatif dan
kualitatif yang didapatkan dapat akurat juga.
sebaiknya penelitian dilakukan pada jam yang sama pada tiap ketinggiannya,
karena perbedaan waktu dapat mempengaruhi faktor abiotiknya. Misalnya
pada awal penelitian dilakukan pada pagi hari, semakin ketinggian bertambah,
maka semakin naik juga matahari, menyebabkan suhu udara semakin
bertambah dengan ketinggian yang bertambah pula.
Daftar Rujukan
Digilib. 2013. Morfologi dan Habitat Durian. (online)http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/140/jtptunimus-gdl-riniriaern-6958-3babii.pdf (diakses 20 September 2014).
Rukama, R. 1996. Durian Budidaya dan Pasca Panen. Yogyakarta: KanisiusSainsone. 2008. Prinsip Ekologi. (online)
http://sainsone.files.wordpress.com/2008/06/prinsip-ekologi.pdf (diakses 20 September 2014).
Setiadi. 1996. Bertanam Durian. Jakarta: Penebar Swadaya.Sinar Tani Agroinovasi. 2013. Penerapan Konsep Konservasi Agro-ekosistem
Pada Budidaya Durian. Jakarta: Badan Litbang Pertanian.Soedarya, A.P. 2009. Agribisnis Durian. Bandung: Penerbit CV Pustaka Grafika. Untung, O. 1996. Durian untuk Kebun Komersial dan Hobi. Jakarta: Panebar
Swadaya.Wikipedia. Kota Probolinggo. (online)
http://id.wikipedia.org/wiki/Kota_Probolinggo (diakses 20 september2014)