dtht_pr2_

16
TUGAS KELOMPOK DASAR TEKNOLOGI HASIL TERNAK PENGASINAN DAGING SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PENGAWETAN BAHAN PANGAN Disusun Oleh : Agus Tiartono W H0508025 Birat Utomo H0508037 Novrisal Aksar H0508070 Okky M Saputro H0508073 M Akhlis Syafi’i H0508103 JURUSAN/PROGAM STUDI PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN

description

hghjgkj

Transcript of dtht_pr2_

PENGASINAN DAGING

TUGAS KELOMPOK

DASAR TEKNOLOGI HASIL TERNAK

PENGASINAN DAGING SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF PENGAWETAN BAHAN PANGAN

Disusun Oleh :

Agus Tiartono WH0508025

Birat Utomo

H0508037

Novrisal Aksar H0508070Okky M SaputroH0508073

M Akhlis SyafiiH0508103JURUSAN/PROGAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

I. PENDAHULUANPangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Pengolahan dan pengawetan bahan makanan memiliki interelasi terhadap pemenuhan gizi masyarakat, maka Tidak mengherankan jika semua negara baik negara maju maupun berkembang selalu berusaha untuk menyediakan suplai pangan yang cukup, aman dan bergizi. Salah satunya dengan melakukan berbagai cara pengolahan dan pengawetan pangan yang dapat memberikan perlindungan terhadap bahan pangan yang akan dikonsumsi.

Seiring dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-perubahan dalam hal pengolahan dan pengawetan bahan makanan. Hal ini wajar sebab dengan semakin berkembangnya teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin sibuk sehingga tidak mempunyai banyak waktu untuk melakukan pengolahan bahan makanan yang hanya mengandalkan bahan mentah yang kemudian diolah didapur. Dalam keadaaan demikian, makanan cepat saji (instan) yang telah diolah dipabrik atau telah diawetkan banyak manfatnya bagi masyarakat itu sendiri. Sehingga timbul permasalahan atau pertanyaan yang berkaitan dengan proses pengawetan, bahan pengawet yang ditambahkan atau produk pangan yang dihasilkan aman dikonsumsi manusia atau tidak.

Kasus yang paling menyeruak dikalangan masyarakat baru-baru ini ialah penggunaan formalin dan borak dibeberapa produk makanan pokok masyarakat dengan berbagai dalih untuk menambah rasa dan keawetan makanan tanpa memperdulikan efek bahan yang digunakan terhadap kesehatan masyarakat. Hal ini karena keterbatasan pengetahuan tentang cara-cara pengawetan yang baik, serta kurang berorientasi pada nilai gizi sekaligus desakan ekonomi sehingga masalah pemenuhan dan pengolahan bahan pangan terabaikan. Hal inilah yang mendorong diperlukannya berbagai regulasi/peraturan dari instansi terkait Agar dapat melindungi konsumen dari pelbagai masalah keamanan pangan dan industri pangan di Indonesia.

II. ISIBahan pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat proses fermentasi, pengasaman, atau penguraian lain tehadap makanan yang disebabkan oleh mikroorgansime. Bahan tamabahan pangan ini biasanay ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak, atau makanan yag disukai sebagai media tumbuhnya bakteri atau jamur, misalnya pada produk daging, buah-buahan, dan lain-lain. Definisi lain bahan pengawet adalah senyawa atau bahan yang mampu menghambat, menahan, atau menghentikan dan memberikan perlindungan bahan makanan dari proses pembusukan (Cahyadi, 2006).BTM hanya dibenarkan penggunaannya jika ditujukan untuk keperluan-keperluan sebagai berikut: (Dwiari et al, 2008)a. Untuk mempertahankan nilai gizi makanan;

b. Untuk konsumsi segolongan orang tertentu yang memerlukan makanan diit;

c. untuk mempertahankan mutu atau kestabilan makanan atau untuk memperbaiki sifat-sifat organoleptiknya hingga tidak menyimpang dari sifat alamiahnya dan dapat membantu mengurangi makanan yang dibuang atau limbah;d. untuk keperluan pembuatan, pengolahan, penyediaan, perlakuan, pewadahan, pembungkusan, pemindahan, atau pengangkutan sehingga industri pangan berskala besar dapat memproduksi makanan minuman dengan komposisi dan mutu yang konstan sepanjang tahun;e. membuat makanan menjadi lebih menarik. Pengawet adalah bahan tambahan pangan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengemasan, atau penguraian lain terhadap pangan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Biasanya ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak atau makanan yang mudah ditumbuhi bakteri, jamur, atau ragi misalnya produk daging, acar, kecap, minuman ringan, dan lain-lain.BTM tidak dibenarkan jika digunakan untuk maksud :

1) menyembunyikan cara pembuatan atau pengolahan yang tidak baik;

2) menipu konsumen, misalnya untuk memberi kesan baik pada makanan yang dibuat dari bahan yang kurang baik mutunya;

3) mengakibatkan penurunan nilai gizi pada makanan.

Dalam pengasinan daging dapat digunakan bahan tambahan pangan berupa natrium nitrat dan natrium nitrit. Tetapi dalam pemberiannya terdapat batas maksimum penggunaannya. Untuk natrium nitrat batas maksimumnya 55mg/kg, tunggal atau campuran dengan K-nitrat, sedangkan untuk natrium nitrit batas maksimumnya 125 mg/kg tunggal atau campuran dengan K-nitrit (Cahyadi, 2006).III. PEMBAHASAN

Pengasinan (curing) daging adalah suatu proses yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme melalui penggunaan garam sodium khlorida dan pengendalian aktivitas air (water activity/aw), diikuti dengan penggunaan garam nitrit yang ditambahkan untuk mempertahankan warna daging dan pengasapan untuk mengendalikan pertumbuhan mikrooorganisme selanjutnya dan mencapai suatu rasa daging asin yang diinginkan. Telah banyak proses-proses tradisional yang dikembangkan untuk memberikan ciri-ciri khas produk tersebut (Buckle et al, 1985).Pengawasan sebelum penyembelihan ditujukan untuk memperoleh pH akhir yang rendah yang merupakan aspek yang penting bagi semua pengolahan daging secara penggaraman, karena pH 5,8 atau lebih rendah dibutuhkan :

1) Untuk menghasilkan struktur terbuka dalam urat daging yang meningkatakan penyerapan garam ke dalam jaringan secara lebih cepat dan sempurna.

2) Untuk membantu mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme baik pada permukaan dan di dalam jaringan dimana bakteri pencemar anaerobik hanya tumbuh secara perlahan pada pH dibawah 5,6.

3) Untuk membantu mempertahankan warna merah muda yang diinginkan yang dapat dicapai dengan baik bila pH daging dibuat 5,8 atau lebih rendah.Pengendalian Kerusakan oleh Mikroorganisme

Konsentrasi garam yang dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan pencemar daging, tidak mempunyai batasan yang pasti, sebab hal itu banyak tergantung pada faktor-faktor lain dalam lingkungan, yaiutu pH dan suhu. Garam menjadi penghambat yang efektif pada suhu yang lebih rendah dan kondisi yang lebih asam.Hal yang perlu dicatat adalah bahwa penghambatan terhadap mikroorganisme dengan garam tergantung pada kandungan garam pada fase cair, dan tidak ada kandungan garam keseluruhan pada produk yang diasinkan. Fase cair terdiri dari air dan garam yang larut dan konsentrasi garam pada fase ini jelas lebih tinggi daripada kandungan garam dari daging secara keseluruhan.

Secara umum telah diketahui bahwa organisme perusak yang dominan pada daging segar dalah Achromobacter dan Pseudomonas yang terhambat oleh konsentrasi garam yang lebih dari 6% pada fase cair. Sebaliknya banyak bakteri yang tahan garam dapat tumbuh sampai pada konsentrasi garam mendekati jenuh. Banyak jamur yang juga dapat tahan terhadap konsentrasi tinggi. Sesuai dengan hal ini, maka dengan menyesuaikan konsentrasi dalam fase cair pada tingkat 6-10%, kita dapat menggunakan garam sebagai penghambat selektif terhadap bakteri proteolitik, tetapi disamping itu juga membiarkan berkembangnya flora yang tahan garam. Dalam proses-proses pengasinan tradisional, flora yang tahan garam ini dibiarkan berkembang di dalam garam pengasin untuk mengurangi perubahan nitrat menjadi nitrit yang penting untuk menekan perkembangan organsime perusak anaerobik. Akan tetapi, fungsi utamanya adalah untuk mencapai pengaturan warna pada produk yang diasin.

Pengikatan WarnaKebanyakan produk daging asinan, berwarna merah muda, dan hal ini diinginkan orang. Warna merah ini disebabkan oleh adanya reaksi ion-ion nitrit dengan zat warna mioglobin yang menghasilkan senyawa nitrit-mioglobin. Mioglobin bereaksi dengan nitrogen oksida menghasilkan senyawa nitroso-mioglobin, yang selanjutnya mengalami perubahan oleh panas dan garam membentuk nitroso-myochoromagen yang mempunyai warna merah muda yang relatif stabil yang merupakan ciri khas produk-produk daging asin. Pembentukan nitrosomioglobin mudah terjadi pada pH rendah. Jumlah nitrit yang berlebihan juga harus dihindari, karena hal ini mempermudah pembentukan warna hijau dan coklat yang masing-masing disebabkan oleh karena pembentukan warna hijau (choleglobin) dan warna coklat (metmyoglobin).

Perubahan Tekstur

Bila garam memasuki jaringan otot, tekstur otot menjadi lebih menyerupai agar-agar (jelly-like) dan cairan otot menjadi lebih lekat. Diperkirakan bahwa garam membentuk senyawa dengan protein otot sehingga menyebabkan otot daging menggembung. Pada keadaan ini struktur terbuka dari daging ber-pH rendah berubah menjadi struktur tertutup daging ber-pH tinggi. Perubahan struktur semacam itu merupakan ciri yang penting dari kebanyakan produk yang diasin.

Prosedur PengasinanPengasinan daging dapat dilaksanakan dengan bermacam-macam prosedur tetapi pada dasarnya cara-cara itu dibedakan menjadi proses pengasinan kerig dan basah.

Pengasinan kering adalah cara yang lebih tua yang sesuai dengan seni tradisional yang terdiri dari atas langkah-langkah berikut :

1) Kantung bahu dari bagian karkas diisi dengan garam dan sisinya disikat dengan air garam yang mengandung NaCl 26%, KNO3 5%, NaNO2 0,1% dan sukrosa 0,5-1%.2) Bagian sisi ditumpuk dalam 8 sampai 10 buah tumpukan, dan masing-masing sisi diperciki sedikit NaNO2 dan kemudian tumpukan itu ditutupi dengan garam dalam suatu wadah terbuka yang sesuai. Perbandingan antara NaCl dan KNO3 adalah 40:1.3) Bagian sisi itu dibiarkan dalam timbunan selama 5-10 hari. Selama penyimpanan akan terbentuk air garam di sekitar tulang-tulang rusuk.4) Timbunan itu kemudian dipecah dan ditimbun kembali, sesudah membalik masing-masing sisi selama 12 hari lagi.5) Daging kemudian diambil, dicuci bagian luarnya dan siap untuk diasap.Pengasinan basah atau pengasinan tangki adalah proses odern yang lebih disukai karena mudahnya pengawasan, resiko kerusakannya lebih kecil dan juga kehilangan beratnya lebih sedikit. Proses ini berlangsung sebagai berikut:1) Bagian sisi ditimbun sebanyak 10-12 timbunan ke dalam tangki yang terbuat dari beton yang berparafin atau kayu tertutup (wadah yang kedua ini sebenarnya kurang cocok) untuk mencapai perbandingan daging air garam sebanyak 1:12) Selama penimbunan sisi-sisi itu diperciki dengan garam dan nitrat dengan perbandingan 10:1 dengan menggunakan 100 g dari campuran untuk setiap sisi.3) Sisi itu kemudian ditekan kebawah, kemudian ditutup selama 10-20 hari dengan bahan pengasin yang terdiri atas NaCl 26%, KNO3 2-4 %, dan NaNO2 0,1%. Bahan pengasin ini membantu tumbuhnya mikroflora tahan garam yang mereduksi nitrat menjadi nitrit dan komposisinya dibatasi sebagai : SG 1,18 - 1, 20 (specific gravity/ SG = berat jenis), NaCl 24%, KNO3 1,5%, NaNO2 0,3%. Volume bahan pengasin bertambah 5% pada setiap kali pemakain karena adanya penarikan air secara osmose dari sisi-sisi tersebut. Pengendalian organisme anaerobik dapat dicapai dengan penggunaan kembali baha pengasin setelah diasring melalui pipa penyemprot (spray nozzle).

Baik dalam proses pengasinan kering maupun basah dapat diperoleh keuntungan waktu dan mutu produk dengan proses pemompaan sebelum permulaan pengasinan. Dengan proses ini, terjadi pemasukan bahan pengasin kedalam sisi-sisi daging. Komposisinya bahan pengasin pompa serupa dengan bahan pengasin tangki, dan proses ini mempergunakan jarum berongga dan tekanan udara 75-80 psi. Dua sisten yang dapat diperguakan adalah:1) Pemompaan nadi, dimana diberikan satu suntikan kedalam urat nadi paha, dan distribusi bahan pengasin dibiarkan pada urat darah.

2) Penyuntikan, biasanya 18-25 kali kesemua bagian tak berlemak (lean) dari pada sisi-sisi tersebut.

Bila pengasinan selesai, produk jadi dapat dimatangkan selama 7 hari dengan disimpan pada suhu 50C. Hai ini memungkinkan pengedaran/pendistribusian garam pengasin dengan lebih seragam. Baru kemudian sisi-sisi itu siap auntuk di asap.Produk-produk Daging Asin

Berbagai produk daging asin dapat diperoleh dari daging yang diawetkan dengan garam dan daging asap. Produk seperti frankfurt, saveloys, bologna, sosis kering, roti daging (meat loaves), luncheon meat, pasta daging (meat paste) dan produk-produk lain yang diasin dan dipotong kecil-kecil, dapat disiapkan dengan prosese dimana pengasinan merupakan hasil pengolahan lanjut dari bahan-bahan yang sudah diasin dan diasap.

Berlawanan dengan daging segar, zat warna (pigmen) daging asin relatif stabil dan tidak tergantung pada tersedianya oksigen untuk menghasilkan warna merah cerah seperti dalam hal daging segar. Sesunguhnya, bila daging asin dikemas untuk dijual dalam kondisi penyimpanan dingin bahan tersebut harus dilindungi terhadap oksigen dengan mengunakan bahan pengemas vacum atau pengemas dengan gas yang mempunyai lapisan denga daya tembus rendah terhadap gas. Hal ini adalah karena zat warna daging asin peka terhadap pengaruh gabungan dari oksigen dan sinar yang sering dijumpai dalam penjualan daging asin ditoko-toko besar (supermarket). Jadi produk daging asin membutuhkan pangunaan bahan pengemas tipis dengan daya tembus gas yang rendah, sedang daging segar memerlukan bahan pengemas yang tembus oksigen.

IV. KESIMPULAN

Tahap yang baik untuk mendapatkan daging asin yang baik adalah dari awal penyembelihan yang baik, pemilihan daging yang baik serta dalam proses pengolahannya sesuai dengan prosedur dan keamanan pangan yang ditetapkan untuk menjaga kualitas produk olahan.

Prosedur yang digunakan pada umumnya menggunakan proses pengasinan basah/tangki dan kering. Bahan tambahan pangan yang digunakan seperti NaCl, KNO3, NaNO2. Baik dalam proses pengasinan kering maupun basah dapat diperoleh keuntungan waktu dan mutu produk dengan proses pemompaan sebelum permulaan pengasinan.DAFTAR PUSTAKABuckle, K.A., Edwards R.A., Fleet G.H., Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. JakartaCahyadi, Wisnu. 2006. Analisis & Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan. Bumi Aksara. Jakarta

Dwiari, Sri Rini.,dkk. 2008. Teknologi Pangan Jilid 1 untuk SMK. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta