Draft SPT Anung Nugroho
Click here to load reader
-
Upload
echacute88 -
Category
Documents
-
view
400 -
download
6
Transcript of Draft SPT Anung Nugroho
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini dalam setiap usaha pembangunan yang melibatkan
lingkungan dan sumber daya alam, boleh dikatakan selalu diajukan konsep
berlabel “berkelanjutan”. Label ini menunjukkan bahwa kegiatan yang
dilakukan harus terus-menerus tetapi tetap harus berwawasan lingkungan.
Pada bidang pertanian, bisa dilakukan dengan menerapkan sistem pertanian
terpadu. Kegiatan dalam sistem pertanian terpadu antara lain meliputi
aktivitas pengelolaan tanaman, pengelolaan tanah, air, terpadu, nutrien,
ternak, hama penyakit, dan jaringan pemasaran secara terpadu dan
berkelanjutan.
Implementasi sistem pertanian terpadu bisa dilakukan dengan
pertanian organik. Petanian organik adalah sebuah bentuk solusi baru guna
menghadapi kebuntuan yang dihadapi petani sehubungan dengan maraknya
intervensi barang-barang sintetis atas dunia pertanian sekarang ini. Dapat
dilihat, mulai dari pupuk, insektisida, perangsang tumbuh, semuanya telah
dibuat dari bahan-bahan yang disintesis dari senyawa-senyawa murni
(biasanya anorganik) di laboratorium. Pertanian organik dapat memberi
perlindungan terhadap lingkungan dan konservasi sumber daya yang tidak
dapat diperbaharui, memperbaiki kualitas hasil pertanian, menjaga pasokan
produk pertanian sehingga harganya relatif stabil, serta memiliki orientasi
dan memenuhi kebutuhan hidup ke arah permintaan pasar.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh perlakuan penyiraman terhadap tinggi, diameter,
dan jumlah cabang pada tanaman kangkung?
2. Bagaimana keterkaitan antar subsektor pertanian yang berada di lokasi
praktikum?
3. Bagaimana analisis usaha tani di lokasi praktikum?
1
C. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui pengaruh perlakuan penyiraman terhadap tinggi, diameter,
dan jumlah cabang pada tanaman kangkung.
2. Mengetahui keterkaitan antar subsektor pertanian yang berada di lokasi
praktikum.
3. Mengetahui analisis usaha tani di lokasi praktikum.
2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Budidaya Kangkung
Salah satu tanaman yang banyak dimanfaatkan oleh orang Indonesia
untuk keperluan sayuran adalah tanaman kangkung darat. Beberapa orang
yang telah mengkonsumsi sayuran kangkung darat tersebut mengaku
merasakan kantuk. Berdasarkan literatur, dalam 100 gram tanaman kangkung
mengandung 458,00 gram Kalium dan 49,00 gram Natrium. Dimana Kalium
dan Natrium ini merupakan persenyawaan garam bromida. Senyawa-senyawa
ini bekerja sebagai obat tidur berdasarkan sifatnya yang dapat menekan
susunan saraf pusat (Anonim, 2010).
Berdasarkan tempat hidupnya, tanaman kangkung dapat dibedakan
menjadi kangkung darat (Ipomea reptans Poir.) dan kangkung air (Ipomea
aquatiqa Poir.). Akan tetapi, jumlah varietas kangkung darat lebih banyak
dibandingkan kangkung air. Varietas kangkung darat terbagi menjadi varietas
Bangkok, biru, cinde, sukabumi, dan sutra. Sedangkan varietas kangkung air
terbagi menjadi varietas sumenep dan varietas biru. Secara alamiah,
Kangkung ini dapat ditemukan di kolam, rawa, sawa, dan tegalan.
Tumbuhnya menjalar dengan banyak percabangan. Sistem perakarannya
tunggang dengan cabang-cabang akar yang menyebar ke berbagai penjuru.
Tangkai daun melekat pada buku-buku batang dan bentuk helaiannya seperti
hati. Bunganya menyerupai terompet. Bentuk buahnya bulat telur dan di
dalamnya berisi 3 butir biji (Santoso, 2008).
Pemupukan bagi tanaman kangkung terdiri dari pupuk dasar yaitu
pupuk kandang, yang diberikan seminggu sebelum tanam (setelah selesai
pembuatan bedengan). Selain itu juga diberikan pupuk urea, seminggu setelah
tanam, kemudian 2 minggu setelah tanam. Pemberian pupuk urea dicampur
dengan air kemudian disiram pada pangkal tanaman dengan ember penyiram
(Zailani, 1993).
3
B. Integrated Crop Management
Integrated Crop Management (ICM) merupakan cara bercocok tanam
yang menyeimbangkan antara keuntungan secara ekonomi dengan
responsibilitas serta kepedulian lingkungan. ICM melibatkan praktek-praktek
menghindari limbah, meningkatkan efisiensi energi dan mengurangi polusi.
ICM mengkombinasikan teknologi modern terbaik dengan beberapa prinsip
dasar pada praktek pertanian yang baik dan merupakan suatu sistem pertanian
yang utuh, strategi jangka panjang (Warda, 2000).
Salah satu objek utama dari Integrated Crop Management ini adalah
untuk mengurangi penggunaan input eksternal, seperti pupuk anorganik,
pestisida dan bahan bakar, dengan maksud mengganti produksi dan
manajemen input yang baik. ICM melibatkan aplikasi rotasi tanaman; teknik
budidaya yang sesuai; pemilihan varietas yang selektif; mengurangi input
seperti pupuk kimia, pestisida, dan bahan bakar fosil; memelihara ekosistem;
meningkatkan ketersediaan habitat dari satwa liar (Smaling, 1993).
Keuntungan lingkungan dari ICM masih sulit untuk diindentifikasi
dan memerlukan proses yang sangat lama. Untuk skala jangka panjang, akan
meningkatkan biodiversitas, dapat meningkatkan jumlah burung, dan
mengurangi pelindian nitrat dan erosi tanah. Pada beberapa penelitian, dapat
diketahui adanya beberapa indikasi, yaitu: terjadi peningkatan kualitas
produksi, pengurangan biaya produksi sebanyak 20-30%, pengurangan input
pestisida sebanyak 30-70%, serta pengurangan input nitrogen sebanyak 16-
25% (Siddiqui et al., 2008).
C. Integrated Pest Management
Pengendalian hama berdasarkan manipulasi musuh alami
dimaksudkan untuk memberikan peranan yang lebih besar kepada musuh
alami, sebelum memakai insektisida. Pada prinsipnya musuh alami akan
selalu berkembang mengikuti perkembangan hama. Namun bila
perkembangan musuh alami sudah tidak mampu mengikuti perkembangan
hama, artinya keseimbangan biologi tidak tercapai, maka diperlukan taktik
pengendalian yang lain, termasuk penggunaan bahan kimia (Altieri, 1994).
4
Penggunaan insektisida merupakan taktik dinamis yang dilaksanakan
dalam kurun waktu pertumbuhan tanaman bila teknik budi daya dan
pengendalian hayati gagal menekan populasi hama di bawah ambang
ekonomi. Ambang ekonomi merupakan komponen yang sangat penting
dalam PHT. Pengendalian hama berdasarkan ambang ekonomi juga bertujuan
untuk mengatasi penggunaan bahan kimia secara berlebihan yang berdampak
terhadap tingginya residu pestisida pada produk pertanian dan pencemaran
lingkungan (Bhat, 2004).
Tujuan dari PHT teknologi adalah untuk membatasi penggunaan
insektisida sintetis dengan memperkenalkan konsep ambang ekonomi sebagai
dasar penetapan pengendalian hama. Pendekatan ini mendorong penggantian
pestisida kimia dengan teknologi pengendalian alternatif, yang lebih banyak
memanfaatkan bahan dan metode hayati, termasuk musuh alami, pestisida
hayati, dan feromon. Dengan cara ini, dampak negatif penggunaan pestisida
terhadap kesehatan dan lingkungan dapat dikurangi (Untung, 2000).
D. Integrated Soil Management
Prospek yang terbatas pada peningkatan luas lahan untuk produksi
tanaman, seiring dengan kemerosotan hasil pada sebagian besar tanaman
pangan di beberapa bagian dunia (Mosier & Kroeze, 2000). Meskipun
demikian, kemerosotan kesuburan tanah secara luas akan menimbulkan
pertanyaan tentang bagaimana keberlanjutan dari tingkat produksi pertanian
tertentu. Bahan induk tanah merupakan unsur yang sangat kritis dalam
agroekosistem, dan harus diolah keberlanjutannya untuk keamanan pangan.
Strategis masa depan yang dapat digunakan untuk meningkatkan
produktivitas pertanian harus difokuskan pada beberapa penggunaan sumber
tanah secara efisien (Sakai, 2009).
Bagian yang terkecil dari penyusun tanah adalah bahan organik.
Meskipun demikian kecil proporsi jumlahnya (kecuali organosol), justru
menjadi kunci bagi berlangsungnya dinamika kehidupan di dalam tanah, atau
dapat dikatakan bahan organik (BO) merupakan kunci bagi dinamika
kesuburan tanah. Bahan organik menjadi kunci karena dengan dinamikanya
5
sifat-sifat tanah bisa dikelola menuju kondisi yang ideal bagi tanaman
(Hadisudarmo, 2008).
Dalam rangka mewujudkan pertanian sehat dan menjaga kesehatan
tanah dapat dilakukan dengan memperbaiki dan mendukung siklus biologis
dalam usaha tani dengan memanfaatkan mikrobia, flora dan fauna tanah serta
tumbuhan dan tanaman. Misalnya pada tanaman kacang-kacangan
mempunyai potensi untuk berswasembada hara nitrogen, melaui aktivitas
bakteri rhizobium. Nitrogen yang digunakan berasal dari udara dan melalui
aktivitas bakteri rhizobium, maka mampu menambat nitrogen di udara untuk
pertumbuhan tanaman. Tanaman akan mempunyai kemampuan menambat
nitogen tersebut jika bakteri rhizobium tersebut sudah berada dalam tanah.
Untuk tanah yang jarang digunakan untuk budidaya kacang-kacangan
umumnya keberadaan bakteri tersebut rendah. Untuk keperluan tersebut perlu
adanya pemupukan hayati yang berupa spora dari rhizobium, yang salah satu
nama dagangnya legin. Nitrogen ini dibutuhkan tanaman dalam jumlah paling
banyak, sehingga jika tanaman mampu memenuhi kebutuhan nitrogen sendiri,
akan menekan pengeluaran untuk pupuk. Penggunaan legin ini tidak secara
terus menerus, jika tanaman telah efektif dalam memfiksasi nitrogen, maka
sudah tidak perlu pemupukan legin lagi. Hal ini dapat kita lihat dari banyak
sedikitnya bintil akar yang ada (Hadisudarmo, 2008).
E. Integrated Nutrient Management
Penggunaan pupuk yang berlebihan, manajemen sistem penanaman
yang tidak efisien, dan banyaknya residu yang dihasilkan produk pertanian
menyebabkan penurunan pendapatan masyarakat. Di sisi lain, jika tanaman
tidak diberi nutrisi tambahan maka tanaman akan menguras cadangan nutrisi
yang ada dalam tanah. Resiko lingkungan dapat muncul akibat dari
penggunaan pupuk yang berlebihan dan tidak diimbangi dengan kemampuan
penyerapan nutrisi oleh tanaman. Jadi, resiko lingkungan ini dapat dikurangi
dengan memadukan antara pemberian pupuk dengan kebutuhan tanaman,
serta melakukan konservasi tanah dan air dengan bijaksana (FAO, 1998).
6
Keseimbangan dapat terbentuk untuk setiap nutrisi. Efisiensi produksi
tergantung dari serapan tanaman dibandingkan dengan suplai total nutrisi.
Secara normal, ketidakefisienan dari satu nutrisi dapat mengurangi hasil
pertanaman. Ketersediaan nutrisi yang tidak seimbang dapat memacu
pengurasan cadangan nutrisi dalam tanah. Kelebihan suplai nutrisi juga
mendorong kelebihan serapan pada tanaman, mengurangi produktivitas dari
nutrisi yang bersangkutan. Pemupukan yang tidak seimbang juga
menyebabkan kerugian secara ekonomi (Couston and Pratap, 2000).
Nutrisi tanaman dapat disuplai dari sumber-sumber seperti pupuk
mineral, tanah, air hujan dan debu, air irigasi, serta biofiksasi. Tanaman
menyerap beberapa nitrogen yang tersedia, tanpa melihat asalnya. Nitrogen
tersedia yang tidak diserap oleh tanaman akan hilang ke lingkunga.
Kehilangan ini merupakan selisih antara nitrogen total tersedia dan total
terserap. Pada tingkat suplai N yang rendah, terjadi serapan yang sangat kecil
oleh tanaman namun terjadi kehilangan N dalam jumlah besar ke lingkungan.
Seiring dengan peningkatan suplai nitrogen, tanaman akan menyerap nitrogen
lebih banyak sampai serapannya tidak dapat ditingkatkan lagi. Penambahan
suplai nitrogen menyebabkan peningkatan kehilangan nitrogen ke
lingkungan. Untuk meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen, petani harus
menerapkan pemupukan berimbang dan mengoptimalkan faktor produksi
lainnya (Roy, 1990).
F. Integrated Water Management
Air merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam bidang
pertanian khususnya untuk produksi pangan. Jika air tidak tersedia maka
produksi pangan akan terhenti. Ini berarti bahwa sumberdaya air menjadi
faktor kunci untuk keberlanjutan pertanian khususnya pertanian beririgasi.
Dalam pertanian terpadu, air juga merupakan faktor penting yang menyokong
sistem dalam pertanian. Pengelolaan air secara sederhana diartikan sebagai
upaya memelihara, memperpanjang, meningkatkan dan meneruskan
kemampuan produktif dari sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi pangan (Narain et al., 1998).
7
Guna mewujudkan pertanian berkelanjutan, sumber daya pertanian
seperti air dan tanah yang tersedia perlu dimanfaatkan secara berdaya guna
dan berhasil guna. Kebutuhan akan sumberdaya air dan tanah cenderung
meningkat akibat pertambahan jumlah penduduk dan perubahan gaya hidup,
sehingga kompetisi dalam pemanfaatannya juga semakin tajam baik antara
sektor pertanian dengan sektor non-pertanian maupun antar pengguna dalam
sektor pertanian itu sendiri (Piotrowski et al., 2006).
Kebutuhan air terbesar berdasarkan sektor kegiatan dapat dibagi ke
dalam tiga kelompok besar, yaitu untuk kebutuhan domestik, pertanian
(irigasi) dan industri. Sejalan dengan pertambahan penduduk dan peningkatan
kegiatan pembangunan, maka kebutuhan air akan meningkat pula baik di
daerah perkotaan maupun perdesaan. Seiring dengan pertambahan penduduk
tersebut, keperluan untuk pertanian (irigasi) dalam rangka memenuhi
kebutuhan pangan juga ikut terus meningkat (Shaheen et al., 2009).
G. Integrated Livestock Management
Potensi terbesar untuk sistem pertanian terpadu dengan ikan mungkin
terletak dengan campuran peternakan yang memiliki subsistem tanaman dan
ternak karena kotoran ternak merupakan masukan yang berguna pada kolam.
Peternakan terbagi menjadi 2 antara lain : peternakan sistem pertanian di
semi-gersang dan gersang daerah, dengan potensi yang sedikit untuk
budidaya karena kendala air, dan kebutuhan pakan (Grigg, 1980).
Memperbanyak ternak di pembatasan pada kebutuhan benih, untuk
semua atau kebanyakan makanan diperoleh dari off-farm yang terpisah dari
penggabungan hasil ternak dan tanaman, merupakan satu contoh baik dari
teknologi bertani modern. Memperbanyak ternak di feedlots pada dasarnya
berbeda dari "pemotongan dan angkut" mempraktekkan dimana ternak seperti
pemamah biak kecil atau kelinci adalah "kandang memberi makan dengan
beri makan diperoleh pada atau dekat bertani”. Kemudian, ternak diberi
makan meliputi satu subsisteim bertani. Ternak penghasilan Feedlot telah
diperkenalkan ke negara dunia ketiga (sering pada satu "kunci balik" basis)
8
dengan tegak lurus terintegrasi, perusahaan industri agro kecuali ini
menguntung untuk petani yang kecil diragukan (Spedding, 1979).
Ruminansia, khususnya ruminansia besar seperti sapi dan kerbau,
memiliki relevansi khusus untuk pengembangan peternakan terpadu skala
kecil karena mereka digunakan secara luas di Asia sebagai hewan draft.
Namun, banyak masyarakat pertanian di Afrika belum memperkenalkan
membajak dan karena itu tidak menyimpan ternak untuk tujuan konsep.
Ruminansia dapat memproses pakan ternak yang dicerna untuk manusia
tetapi penelitian diperlukan untuk mengidentifikasi strategi untuk upgrade
kualitas pupuk kandang mereka sebagai masukan ruminansia kolam karena
menyerempet di padang rumput kasar dan / atau brangkasan memiliki pupuk
kandang dengan kandungan hara rendah. Ternak kecil (domba dan kambing)
biasanya dianggap hewan dari daerah kering tetapi mereka penting di
beberapa daerah lembab tropis (Edwards, 1980).
H. Integrated Market Link Management
Tujuan pembangunan agroindustri tidak dapat dilepaskan dari peranan
agroindustri itu sendiri. Peranan agroindustri bagi Indonesia yang saat ini
sedang menghadapi masalah pertanian antara lain adalah:
1. Menciptakan nilai tambah hasil pertanian di dalam negeri;
2. Menciptakan lapangan kerja dari sektor pertanian ke sektor industri hasil
pertanian (agroindustri);
3. Meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil
agroindustri;
4. Memperbaiki pembagian pendapatan; dan
5. Menarik pembangunan sektor pertanian
(Yusdja dan Iqbal, 2002).
Agribisnis sebagai sebuah konsepsi kesisteman yang utuh, terintegrasi
dalam sub sektor pertanian menjadi bagian penting yang patut dikembangkan
untuk kemajuan sektor pertanian. Munculnya pola usaha agribisnis pertanian
disebabkan oleh adanya tuntutan dari usaha pertanian itu sendiri. Usaha
9
pertanian tidak akan memberikan keuntungan yang maksimal bila hanya
diusahakan pada tahap budidaya saja (on farm business) (Daniel, 2002).
Usaha tani yang produktif berarti usaha tani yang memiliki
produktivitas yang tinggi. Pengertian produktivitas ini sebenarnya merupakan
penggabungan antara konsepsi efisiensi usaha atau konsepsi fisik dengan
kapasitas tanah. Efisiensi fisik mengukur banyaknya hasil produksi atau
output yang dapat diperoleh dari suatu kesatuan input. Sedangkan kapasitas
dari sebidang tanah tertentu menggambarkan kemampuan tanah itu untuk
menyerap tenaga dan modal sehingga memberikan hasil produksi bruto yang
sebesar-besarnya pada tingkatan teknologi tertentu. Jadi secara teknis
produktivitas merupakan perkalian antara efisiensi atau usaha dengan
kapasitas dalam hal ini adalah tanah (Arifin, 2001).
10
III. HASIL PENGAMATAN
A. Perbandingan Budidaya
1. Kangkung
Tabel 1.1 Hasil Pengukuran Tinggi Tanaman Kangkung
PerlakuanSubset for alpha = 0.05
N 1123Sig.
121212
330.775359.625361.975
.268Sumber: Data Rekapan
Tabel 1.2 Hasil Pengukuran Diameter Batang Tanaman Kangkung
PerlakuanSubset for alpha = 0.05
N 1123Sig.
121212
8.740011.496712.1258
.158Sumber: Data Rekapan
Tabel 1.3 Hasil Pengukuran Jumlah Cabang Tanaman Kangkung
PerlakuanSubset for alpha = 0.05
N 1 2123Sig.
121212
24.3331.25
.510
31.2546.67.148
Sumber: Data Rekapan
Tabel 1.4 Hasil Pengukuran Berat Basah Tanaman Kangkung
PerlakuanSubset for alpha = 0.05
N 1123Sig.
121212
1.51831.81671.8375
.150Sumber: Data Rekapan
11
2. Pemasaran Hasil Komoditi
Tabel 1.5 Hasil Pemasaran Hasil Tanaman KangkungProduksi 4 ikat kangkungLokasi pemasaran FP UNSHarga Jual per Ikat Rp 2.500,00
Sumber: Log Book
B. Sistem Pertanian Terpadu di Dukuh Gunung Wijil, Ngringo, Jaten,
Karanganyar
1. Kondisi Umum
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan dan Wawancara Kondisi Umum Sistem Pertanian Terpadu di Dukuh Gunung Wijil, Ngringo, Jaten, Karanganyar
AlamatDukuh Gunung Wijil, Ngringo, Jaten, Karanganyar
Luas Lahan 2.600 m2
Topografi Datar
Kondisi GeografiLahan yang digunakan untuk usaha berada di areal seluas 2.600 m2 yang berada di tengah-tengah perumahan warga dan selepan beras.
Sumber: Log Book
2. Komoditas
a. Lele
Tabel 2.2 Hasil Pengamatan dan Wawancara Komoditas Lele Sistem Pertanian Terpadu di Dukuh Gunung Wijil, Ngringo, Jaten, Karanganyar
Luas lahan yang dipakai 135 m2
8 x 25 m2
Jumlah kolam 15 kolamJumlah ikan lele per kolam 1.600 ekor
Cara pemeliharaan
Ikan lele diberi pakan berupa kangkung dan belatung yang dihasilkan dari kotoran burung puyuh.
Hasil produksi 100-150 kg tiap 2-3 bulanHarga jual Rp 10.000,00/kg
KendalaLele yang baru datang jika terkena hujan akan mati.
Sumber: Log Book
12
b. Puyuh
Tabel 2.3 Hasil Pengamatan dan Wawancara Komoditas Puyuh Sistem Pertanian Terpadu di Dukuh Gunung Wijil, Ngringo, Jaten, Karanganyar
Luas lahan yang dipakai 5 x 24,5 m2
Jumlah puyuh 1.400 ekor
Cara pemeliharaan
Burung puyuh diberi makan dedak dan diberi minum. Apabila terjadi perubahan cuaca maka puyuh diberi tambahan vitamin agar tidak mudah terserang penyakit.
Harga jual Rp 30,00 – Rp 50,00/ telur
KendalaPuyuh mudah terserang penyakit jika terjadi perubahan cuaca.
Sumber: Log Book
13
IV. PEMBAHASAN
A. Perbandingan Budidaya
Berdasarkan tempat hidupnya, tanaman kangkung dapat dibedakan
menjadi kangkung darat (Ipomea reptans Poir.) dan kangkung air (Ipomea
aquatiqa Poir.). Secara alamiah, Kangkung ini dapat ditemukan di kolam,
rawa, sawa, dan tegalan. Tumbuhnya menjalar dengan banyak percabangan.
Sistem perakarannya tunggang dengan cabang-cabang akar yang menyebar ke
berbagai penjuru. Tangkai daun melekat pada buku-buku batang dan bentuk
helaiannya seperti hati. Bunganya menyerupai terompet. Bentuk buahnya
bulat telur dan di dalamnya berisi 3 butir biji Pada praktikum kali ini
kangkung yang ditanam adalah kangkung darat dengan berbagai perlakuan,
yaitu disiram dengan air sumur, air kolam lele, dan dengan air rendaman
kotoran puyuh.
Hasil pengamatan dan perhitungan yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa perlakuan penyiraman dengan air sumur, air kolam lele, dan air
rendaman kotoran puyuh berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang tanaman
kangkung, tetapi tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman, diamater batang,
dan berat tanaman kangkung. Hal ini dapat disebabkan karena penyiraman
hanya dilakukan dua kali dalam satu minggu, maka hasil yang didapatkan
kurang maksimal. Selain itu, kangkung darat tidak terlalu menyukai banyak
air, namun terjadi hujan setiap hari pada saat praktikum dilakukan, sehingga
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman dan berpengaruh juga terhadap
perlakuan yang diberikan. Sehingga apabila beberapa faktor di atas dapat
diatasi maka hasil yang didapatkan juga akan bagus dan macam perlakuan
akan menunjukkan hasil yang berbeda nyata terhadap tinggi tanaman,
diameter batang, dan berat basah tanaman kangkung.
B. Sistem Pertanian Terpadu di Dukuh Gunung Wijil, Ngringo, Jaten,
Karanganyar
Peningkatan input energi seperti pupuk kimia, pestisida maupun bahan
-bahan kimia lainnya dalam pertanian dengan tanpa melihat kompleksitas
14
lingkungan disamping membutuhkan biaya usahatani yang tinggi, juga
merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan lingkungan. Penggunaan
pupuk dan pestisida di luar kontrol akan dapat merusak tanah dan tolerannya
suatu jenis hama dan penyakit tertentu terhadap pestisida disamping juga
dapat menghilangkan jenis predator dan parasitoid yang bermanfaat. Bahan-
bahan kimia tersebut dapat tetap tinggal sebagai residu pada hasil tanaman,
tanah tercuci ke dalam air sungai akibatnya dapat berbahaya bagi kehidupan
manusia maupun hewan. Beberapa alternatif yang dapat dikemukakan dalam
usaha mewujudkan pertanian berkelanjutan melalui pertanian secara terpadu
adalah dengan cara : sistem tanam ganda; komplementari hewan ternak dan
tumbuhan; usaha terpadu peternakan dan perkebunan; agroforestry;
pemeliharaan dan peningkatan sumberdaya genetik; dan pengelolaan hama
terpadu.
Sistem pertanian terpadu yang dilakukan oleh Bapak Suryono ini
bermula pada saat krisis, sebagai seorang dosen gajinya tidak terlalu besar
dan pendapatannya kurang untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarganya.
Pada mulanya Bapak Suyono hanya memelihara 600 ekor burung puyuh dan
sapi. Lahan yang beliau miliki hanya ditanami rumput gajah dan kotoran
burung puyuhnya digunakan sebagai pupuk.
Jumlah kolam yang ada saat ini adalah 15 kolam, masing-masing
kolam lele berukuran 8 x 25 m2. Jadi, luas area yang digunakan untuk
budidaya lele di tempat Bapak Suryono adalah seluas 135 m2. 1 kolam lele
berisi kurang lebih 1.600 ekor lele yang berumur sama, karena lele bersifat
kanibal, sehingga harus dipisah agar lele yang berumur kecil tidak dimangsa
oleh lele yang berukuran lebih besar. Ikan lele diberi pakan berupa kangkung
dan belatung yang dihasilkan dari kotoran burung puyuh. Panen lele
dilakukan setiap 2-3 bulan sekali dengan produksi antara 100-150 kg. Harga
jual lele Bapak Suryono ini adalah Rp 10.000,00/kg, konsumennya langsung
menimbang sendiri dari kolam Bapak Suryono ini. 1 kg lele berisi kurang
lebih 7-12 ekor lele. Kendala yang dihadapi dalam budidaya lele ini adalah
15
pada saat lele baru datang jika terjadi hujan deras maka bibit-bibit lele ini
akan banyak yang mati.
Luas area yang digunakan Bapak Suryono untuk budidaya burung
puyuh adalah 5 x 24,5 m2. Jumlah burung puyuh yang dibudidayakan saat ini
adalah 1.400 ekor, padahal dulu Bapak Suryono memiliki 3.300 ekor burung
putuh Masing-masing burung puyuh diberi pakan sebanyak ± 22
gram/ekor/hari. Apabila terjadi perubahan cuaca maka puyuh diberi tambahan
vitamin yag dicampurkan pada minumannya agar burung puyuh tidak mudah
terserang penyakit. Harga jual telur puyuh adalah Rp 30,00 – Rp 50,00/ butir
telur. Kendala yang dihadapi dalam budidaya burung puyuh ini adalah burung
puyuh mudah terserang penyakit jika terjadi perubahan cuaca, jika ada salah
satu burung terkena penyakit maka akan sangat menular ke burung yang lain.
Kotoran burung puyuh ini digunakan untuk menumbuhkan belatung dan
digunakan sebagai pakan lele. Belatung dari kotoran lele ini memiliki
kandungan protein yang tinggi yaitu antara 80-90%, sehingga baik untuk
pertumbuhan lele.
Saat ini Bapak Suryono memiliki 4 orang pegawai. Masing-masing
pegawai digaji Rp 700.000,00 per bulannya. Kangkung yang ditanam oleh
Pak Suryono hanya digunakan sebagai pakan lele dan tidak dijual untuk
sayuran. Karena memang pendapatan dari lele dan burung puyuh sudah cukup
banyak, yaitu sekitar Rp 12.500.000.
16
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Perlakuan penyiraman dengan air sumur, air kolam lele, dan air
rendaman kotoran puyuh berpengaruh nyata terhadap jumlah cabang
tanaman kangkung, tetapi tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman,
diamater batang, dan berat tanaman kangkung.
2. Pada mulanya Bapak Suyono hanya memelihara 600 ekor burung puyuh
dan sapi. Lahan yang beliau miliki hanya ditanami rumput gajah dan
kotoran burung puyuhnya digunakan sebagai pupuk.
3. Jumlah kolam yang ada saat ini adalah 15 kolam, masing-masing kolam
lele berukuran 8 x 25 m2.
4. 1 kolam lele berisi kurang lebih 1.600 ekor lele yang berumur sama,
karena lele bersifat kanibal.
5. Ikan lele diberi pakan berupa kangkung dan belatung yang dihasilkan
dari kotoran burung puyuh.
6. Panen lele dilakukan setiap 2-3 bulan sekali dengan produksi antara 100-
150 kg.
7. Harga jual lele Bapak Suryono ini adalah Rp 10.000,00/kg.
8. Kendala yang dihadapi dalam budidaya lele ini adalah pada saat lele baru
datang jika terjadi hujan deras maka bibit-bibit lele ini akan banyak yang
mati.
9. Luas area yang digunakan Bapak Suryono untuk budidaya burung puyuh
adalah 5 x 24,5 m2.
10. Jumlah burung puyuh yang dibudidayakan saat ini adalah 1.400 ekor.
11. Masing-masing burung puyuh diberi pakan sebanyak ± 22 gram/ekor/hari
dan diberi tambahan vitamin agar burung puyuh tidak mudah terserang
penyakit apabila terjadi perubahan cuaca.
12. Harga jual telur puyuh adalah Rp 30,00 – Rp 50,00/ butir telur.
13. Kendala yang dihadapi dalam budidaya burung puyuh ini adalah burung
puyuh mudah terserang penyakit jika terjadi perubahan cuaca.
17
14. Kotoran burung puyuh ini digunakan untuk menumbuhkan belatung dan
digunakan sebagai pakan lele.
15. Bapak Suryono memiliki 4 orang pegawai yang digaji Rp 700.000,00 per
bulannya.
B. SARAN
1. Untuk Sistem Pertanian Terpadu yang dilakukan Bapak Suryono
a. Hasil tanaman kangkung sebaiknya juga dijual untuk konsumsi,
sehingga dapat menjadi penghasilan tambahan.
b. Selain untuk penumbuh belatung, kotoran burung puyuh juga dapat
diolah menjadi pupuk kandang komersial, sehingga dapat menjadi
penghasilan tambahan.
2. Untuk Co-assisten
a. Perlu adanya koordinasi antar co-asisten agar praktikan tidak
bingung ketika bertanya.
b. Sebaiknya penyiraman dilakukan setiap hari agar hasil yang
diharapkan dapat maksimal.
c. Pemilihan lokasi praktikum tidak jauh dari kampus, sehingga
tanaman mudah dikontrol.
18
DAFTAR PUSTAKA
Altieri, M. A. 1994. Biodiversity and Pest Management in Agroecosystems. Haworth Press, New York.
Anonim. 2010. Kangkung. http://en.wikipedia.org/sedative. Diakses pada tanggal 17 April 2011 pukul 16.00 WIB.
Arifin, B. 2001. Spektrum Kebijakan Pertanian Indonesia. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Bhat, R. 2004. Improved Farmer Livelihood. ICM Edition, Bayer Crop Sci. 1: 25.
Couston, J. W. and Pratap Narayan. 2000. Role of fertilizer pricing policies and subsidies in agricultural development. Rome, FAO.
Daniel, M., 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.
Edwards. P. 1980. A review of recycling organic wastes into fish, with emphasis on the tropics. Aquaculture 21(3): 261-279.
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). 1998. Guide to Efficient Plant Nutrition Management. Land and Water Development Division Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome.
Grigg, D.B. 1980. Population growth and agrarian change: a historical perspective. Cambridge Geographical Studies 13. Cambridge University Press. Cambridge.
Hadisudarmo, Purwanto. 2008. Biologi Tanah. Laboratorium Fakultas Pertanian UNS.
Mosier, A. & Kroeze, C. 2000. Potential impact on the global atmospheric N2O budget of the increased nitrogen input required to meet future global food demands. Chemosphere – Global Change Science 2: 465–473.
Narain, P., Singh, R. K., Sindhwal, N.S. & Joshie, P. 1998. Agroforestry for soil and water conservation in the western Himalayan Valley Region of India. Runoff, soil and nutrient losses. Agroforestry Systems 39: 175–189.
Piotrowski, M. R., Doyle, J.R. & Carraway, J.W. 2006. Integrated bioremediation of soil and groundwater at a superfund site. Remediation Journal 2, 293–309.
Roy, R. N. 1990. Integrated Plant Nutrition Systems: State of the Art. Commission on Fertilizers, 11th session. Rome. FAO.
Sakai, N. 2009. The scientific basis and present status of sustainable agriculture. Journal of Developments in Sustainable Agriculture 4: 7–10.
Santosa. 2008. Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Shaheen, A., Naeem, M. A., Jilani, G. & Shafiq, M. 2009. Integrated soil management in eroded land augments the crop yield and water-use
19
efficiency. Acta Agriculturae Scandinavica. Section B, Soil and Plant Science 60:274–282.
Siddiqui, Z. A., Akhtar, M.S. & Futai, K. 2008. Mycorrhizae: Sustainable Agriculture and Forestry. New York: Springer.
Smaling, Eric. 1993. An Agro-ecological Framework for Integrated Nutrient Management. Wageningen.
Spedding. C.R.W. 1979. An introduction to agricultural systems. Applied Science Publishers. London. UK.
Untung, K. 2000. Pelembagaan konsep pengendalian hama terpadu Indonesia. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 6(1): 1-8.
Warda. 2000. Integrated Crop Management: Getting it Right on the Farm on a Wide Scale. WARDA Annual Report.
Yusdja, Y dan M. Iqbal. 2002. Kebijaksanaan Pembangunan Agroindustri dalam Analisis Kebijakan: Paradigma Pembangunan dan Kebijaksanaan Pengembangan Agroindustri. Monograph Series No. 21. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor.
Zailani, Kadir. 1993. Estimasi Penggunaan Pupuk Urea pada Percobaan Penanaman Kangkung Darat (Ipomoea reptans POIR) di Kecamatan Darussalam Kabupaten Aceh Besar. Laporan Penelitian. Universitas Syiah Kuala Darussalam Banda Aceh.
20