Draft Fix [Bintang]

46
I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) merupakan sumber gizi utama bagi bayi dalam masa pertumbuhan. ASI mengandung nutrisi lengkap yang diperlukan bayi untuk tumbuh dan berkembang mulai dari lahir hingga berumur dua tahun. Tetapi, tidak semua ibu dapat memberikan asupan ASI secara rutin dan berkelanjutan dikarenakan terbatasnya jumlah ASI ataupun aktivitas ibu yang harus meninggalkan anaknya untuk bekerja. Hal ini menyebabkan susu formula bayi sangat dibutuhkan sebagai pengganti ASI dan sebagai pendukung kebutuhan nutrisi bayi yang masih rentan terhadap gangguan luar. Susu formula bayi adalah formula pengganti Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi yang secara khusus diformulasikan untuk menjadi sumber gizi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sampai bayi diperkenalkan dengan makanan pendamping air susu ibu. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan salah satu sistem jaminan mutu pangan yang harus diterapkan pada suatu industri yang bergerak di bidang pangan. Sistem ini akan memastikan bahwa semua yang proses yang terjadi dalam industri terhindar dari bahaya-bahaya yang berpotensi muncul di suatu titik produksi. Berkurangnya bahaya yang muncul di suatu titik proses ini merupakan salah satu keuntungan penerapan HACCP yang dilaksanakan dengan baik di suatu perusahaan. Penerapan HACCP yang baik akan memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan dan mengurangi potensi kerusakan yang dapat terjadi. PT Nutricia Indonesia Sejahtera merupakan salah satu produsen susu formula bayi di Indonesia. Bergerak di kelas premium dan super premium dan menghasilkan produk untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan luar negeri, PT Nutricia Indonesia Sejahtera menjamin kualitas produknya supaya aman dikonsumsi oleh bayi dan balita. Produk yang memiliki kualitas yang baik ditunjang oleh beberapa faktor seperti bahan baku, 1

description

sjjsjjis

Transcript of Draft Fix [Bintang]

Page 1: Draft Fix [Bintang]

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Air Susu Ibu (ASI) merupakan sumber gizi utama bagi bayi dalam masa pertumbuhan. ASI mengandung nutrisi lengkap yang diperlukan bayi untuk tumbuh dan berkembang mulai dari lahir hingga berumur dua tahun. Tetapi, tidak semua ibu dapat memberikan asupan ASI secara rutin dan berkelanjutan dikarenakan terbatasnya jumlah ASI ataupun aktivitas ibu yang harus meninggalkan anaknya untuk bekerja. Hal ini menyebabkan susu formula bayi sangat dibutuhkan sebagai pengganti ASI dan sebagai pendukung kebutuhan nutrisi bayi yang masih rentan terhadap gangguan luar. Susu formula bayi adalah formula pengganti Air Susu Ibu (ASI) untuk bayi yang secara khusus diformulasikan untuk menjadi sumber gizi dalam bulan-bulan pertama kehidupannya sampai bayi diperkenalkan dengan makanan pendamping air susu ibu.

Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan salah satu sistem jaminan mutu pangan yang harus diterapkan pada suatu industri yang bergerak di bidang pangan. Sistem ini akan memastikan bahwa semua yang proses yang terjadi dalam industri terhindar dari bahaya-bahaya yang berpotensi muncul di suatu titik produksi. Berkurangnya bahaya yang muncul di suatu titik proses ini merupakan salah satu keuntungan penerapan HACCP yang dilaksanakan dengan baik di suatu perusahaan. Penerapan HACCP yang baik akan memperbaiki kualitas produk yang dihasilkan dan mengurangi potensi kerusakan yang dapat terjadi.

PT Nutricia Indonesia Sejahtera merupakan salah satu produsen susu formula bayi di Indonesia. Bergerak di kelas premium dan super premium dan menghasilkan produk untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan luar negeri, PT Nutricia Indonesia Sejahtera menjamin kualitas produknya supaya aman dikonsumsi oleh bayi dan balita. Produk yang memiliki kualitas yang baik ditunjang oleh beberapa faktor seperti bahan baku, proses produksi dan bahan kemasan. Kriteria keamanan produk susu formula bayi diantaranya adalah memenuhi standar batas minimal kandungan mikroba pencemar yang telah ditentukan, sehingga sebelum dapat dijual bebas, produk susu formula bayi PT. Nutricia Indonesia Sejahtera diperiksa terlebih dahulu melalui serangkaian uji di laboratorium dan penerapan HACCP di perusahaan.

I.2 Tujuan

Secara umum tujuan pelaksanaan Praktik Lapangan ini dikelompokkan ke dalam 2 kategori yaitu tujuan instruksional dan tujuan institusional. Perincian dari kedua kategori tujuan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Tujuan Instruksional

a. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan mahasiswa melalui latihan kerja dan aplikasi ilmu yang telah diperoleh sesuai dengan bidang keahliannya.

1

Page 2: Draft Fix [Bintang]

b. Meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam mengidentifikasi, merumuskan, dan memecahkan permasalahan sesuai dengan bidang keahliannya di lapangan secara sistematis dan inter disiplin.

2. Tujuan InstitusionalMemperkenalkan dan mendekatkan IPB, khususnya Fakultas Teknologi

Pertanian IPB dengan masyarakat, dan mendapatkan masukan bagi penyusunan kurikulum dan peningkatan mutu pendidikan yang sesuai dengan kemajuan IPTEK dan kebutuhan masyarakat pengguna.

Tujuan institusional dari pelaksanan kegiatan praktik lapangan ini adalah sebagai berikut: a. Mempelajari aspek manajemen mutu proses produksi susu di PT. Nutricia

Indonesia Sejahtera.b. Melatih kemampuan mahasiswa dalam menganalisis, melakukan observasi

serta mampu memberikan solusi penyelesaian terhadap masalah yang ada berdasarkan disiplin ilmu yang telah dipelajari.

c. Meningkatkan wawasan dan keterampilan mahasiswa.d. Menjalin hubungan yang baik antara mahasiswa dengan pihak penerima

lokasi praktik lapangan.e. Melatih mahasiswa agar dapat beradaptasi dengan lingkungan kerja dan

mampu bersosialisasi dengan masyarakat.

I.3 Metode Pelaksanaan

Pelaksanaan Praktik Lapangan ini mencakup beberapa metode yang akan digunakan untuk menghasilkan data dan analisis yang tepat dan bermutu sebagai berikut:1. Penjelasan singkat

Penjelasan singkat dari pembimbing lapangan atau wakil dari PT. Nutricia. Hal ini bertujuan untuk memberikan informasi umum mengenai perusahaan.

2. Pengamatan di LapanganPengamatan langsung di lapangan dilakukan dengan mengamati secara langsung, terlibat langsung dan turut aktif pada berbagai aspek yang terkait dengan pengawasan mutu yang diterapkan oleh PT. Nutricia dalam produksi susu formula bayi. Pengamatan langsung di lapangan dilakukan dengan mengamati secara langsung, terlibat langsung dan turut aktif pada berbagai aspek yang terkait dengan pengawasan mutu yang diterapkan oleh PT. Nutricia dalam produksi susu formula bayi.

3. Wawancara dan Diskusi Kegiatan wawancara dan diskusi dilakukan sebagai upaya pengumpulan informasi dan data primer yang berhubungan dengan aspek yang dipelajari. Kegiatan ini dilakukan untuk menjelaskan dan menggambarkan masalah-masalah teknis di lapangan, yang selanjutnya berguna untuk mendapatkan informasi tambahan. Wawancara dilakukan terhadap pihak yang berkepentingan terkait dengan topik yang ada.

2

Page 3: Draft Fix [Bintang]

4. Praktik LangsungPraktik langsung dilakukan untuk memperoleh pengalaman di dunia kerja dan mempelajari kesesuaian antara teori dengan praktik di lapangan mengenai aspek manajemen mutu produksi susu serta hal-hal lain yang terkait.

5. Studi PustakaStudi pustaka dilakukan dengan mencari rujukan yang berkaitan dengan kegiatan yang dilakukan, baik berasal dari studi pustaka maupun data dan informasi yang diperoleh dari pihak penerima praktik lapangan, yang berfungsi sebagai pendukung dan pembanding dalam pembuatan laporan.

6. Pembahasan dan Penulisan LaporanLaporan dibuat dengan menganalisis data dan informasi yang diperoleh dan dituangkan secara sistematis dan jelas dalam bentuk laporan praktik lapangan.

I.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktek lapangan dilaksanakan di PT. Nutricia Indonesia Sejahtera yang berlokasi di Jl. Raya Bogor KM 26,6 Kecamatan Ciracas Wilayah Jakarta Timur, DKI Jakarta. Kegiatan praktek lapangan ini dilaksanakan selama 40 hari kerja efektif terhitung dari tanggal 24 Juni 2014 – 29 Agustus 2014. Praktek lapangan dilaksanakan setiap hari Senin sampai Jumat, dimulai dari pukul 08:00 – 16:30 WIB.

3

Page 4: Draft Fix [Bintang]

II. KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

II.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan

Sejarah Nutricia dimulai pada tahun 1896 ketika Martinus dan Jan van der Hagen memproduksi “kindermilk”, yaitu pelopor susu formula untuk bayi berdasarkan riset yang dilakukan oleh Prof. Backhous di Jerman mengenai nutrisi optimal bagi anak-anak. Nama ’Nutricia’ resmi digunakan sebagai merek dari produk ciptaan van der Hagen bersaudara tersebut sejak tahun 1901. Nutricia didirikan untuk menekan angka kematian bayi yang sangat tinggi di Eropa akibat kekurangan gizi. Pada tahun 1946, Nutricia membuka pusat riset pertamanya yang khusus ditujukan untuk pengembangan gizi balita di Zoetermeer, Belanda. Perusahaan Nutricia telah mengembangkan berbagai jenis produk untuk memenuhi kebutuhan nutrisi khusus bagi konsumen melalui brand portofolio seperti Milupa, Cow & Gate, Dumex dan SHS.

Produk Nutricia merupakan bagian dari Royal Numico N. V., sebuah perusahaan multinasional yang beroperasi di lebih dari 100 negara di dunia, dan mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia melalui impor dari Belanda. Tingginya minat serta tingkat konsumsi produk Nutricia membuat PT. Nutricia Indonesia Sejahtera didirikan di Indonesia pada tahun 1987. Pada tahun 1989, PT. Nutricia Indonesia Sejahtera membuka fasilitas produksi pertama di Ciracas, Jakarta Timur, yakni di Jalan Raya Bogor KM 26,6. Selain pasar dalam negeri, pabrik ini juga memproduksi produk-produk Nutricia untuk pasar ekspor di negara-negara kawasan Asia Tenggara. Saat ini PT. Nutricia Indonesia Sejahtera sudah mulai mengoperasikan fasilitas kedua di Sentul, Bogor, Jawa Barat. Kedua fasilitas produksi tersebut telah meraih sertifikat ISO 17025 untuk sistem manajemen mutu dan sertifikat HACCP (Hazard Analysis of Critical Control Point) 9000 untuk keamanan pangan. Sertifikat tersebut merupakan pengakuan terhadap standar internasional dalam proses pembuatan makanan bayi yang berkualitas tinggi, sesuai dengan produk PT. Nutricia Indonesia Sejahtera yang ditargetkan untuk kelas premium dan super premium. Kini PT. Nutricia Indonesia Sejahtera memiliki lebih dari 610 orang karyawan dan tim medis profesional yang khusus ditugaskan untuk mendukung kinerja 8 kantor regional dan 43 kantor cabang di seluruh Indonesia.

Pada tahun 2007, PT. Nutricia Indonesia Sejahtera menjadi bagian dari grup Danone Baby Nutrition, perusahaan global yang bergerak di bidang gizi bagi awal kehidupan. Bersama dengan PT. NIS, perusahaan lain yang turut bergabung dengan grup Danone Baby Nutrition adalah PT. Sari Husada dan PT. Sugizindo. Selain memiliki jaringan global yang sangat luas, Nutricia juga memiliki pusat penelitian dengan lebih dari 300 ilmuwan dan ahli teknologi yang khusus ditugaskan untuk meningkatkan kualitas ELN (Early Life Nutrition) bagi sebanyak mungkin keluarga di dunia.

Sejak tahun 2012, PT. Nutricia Indonesia Sejahtera dan PT. Sugizindo mulai menerapkan DaMaWay (Danone Manufacturing Way) sejak tahun 2012. DaMaWay merupakan metode manufacturing Danone melalui pengembangan dan pemberdayaan sumber daya yang bertujuan untuk perbaikan berkelanjutan, penyerdehanaan proses, dan eliminasi pemborosan. Implementasi DaMaWay

4

Page 5: Draft Fix [Bintang]

mencakup visi dan misi sebagai tujuan utama dan pondasi perusahaan, perbaikan terus menerus atau continuous improvement safety (Safety, Quality, AM-PM, Lean Production, Lean SC, dan training), serta keterlibatan karyawan melalui APT (Autonomous Performing Team).

2.2 Visi, Misi dan Fokus Perusahaan

2.2.1 VisiMenjadi pemimpin pasar produk nutrisi kelas premium dan super premium untuk bayi dan balita.

2.2.2 Misi Misi Perusahaan

Meningkatkan kualitas generasi masa kini dan masa yang akan datang melalui pemberian gizi awal kehidupan (Early Life Nutrition atau ELN) terbaik yang dilakukan dengan kepedulian, pemahaman yang mendalam serta keahlian.

Misi PabrikMenjadi pabrik yang berkinerja tinggi untuk memberikan manfaat yang terbaik bagi seluruh konsumen dan pemangku kepentingan lainnya.

2.2.3 Fokus1. Pondasi bisnis2. Pertumbuhan bisnis3. Kinerja finansial4. Kinerja SDM

2.3 Profil, Ruang Lingkup, dan Kapasitas Perusahaan

PT Nutricia Indonesia Sejahtera berkomitmen untuk meningkatkan kualitas generasi masa kini dan masa depan melalui penerapan Early Life Nutrition (Gizi Awal Kehidupan) yang menyeluruh, mendalam, dan didukung oleh keahlian yang memadai. PT Nutricia Indonesia Sejahtera percaya pentingnya Early Life Nutrition sebagai sains yang memelajari gizi awal kehidupan terutama pada periode kritis 1000 hari pertama kehidupan manusia yaitu sejak terjadinya pembuahan hingga anak berusia 2 tahun.

PT Nutricia Indonesia Sejahtera memproduksi susu bubuk formula bayi premium dan super premium berkualitas tinggi dan untuk kebutuhan gizi khusus. Dikarenakan oleh kebutuhan nutrisi yang berbeda di tiap umur dan masa perkembangannya, PT Nutricia Indonesia Sejahtera membagi susu formula menjadi 4 stage. Stage 1 merupakan susu untuk bayi berusia 0 hingga 6 bulan, stage 2 adalah untuk bayi berusia 6-12 bulan, stage 3 adalah untuk anak berusia 1-3 tahun, dan stage 4 adalah untuk anak berusia 3-6 tahun. Selain memproduksi susu formula bayi dalam berbagai stage, PT Nutricia Indonesia Sejahtera juga memproduksi susu formula untuk ibu hamil, untuk ibu menyusui, dan susu untuk

5

Page 6: Draft Fix [Bintang]

bayi dengan kebutuhan khusus seperti susu untuk bayi dengan alergi terhadap protein susu, serta susu untuk bayi dengan regurgitasi (gumoh).

Di samping formula, perbedaan lain antara susu stage 1 dan 2 dengan susu stage 3 dan 4 terletak pada aspek rasa. Susu stage 1 dan 2 diproduksi tanpa memiliki rasa apapun agar terasa semirip mungkin dengan ASI. Keputusan Menteri Kesehatan (2013) menyatakan bahwa menyusui bayi dengan ASI ekslusif tanpa ada tambahan makanan apapun sangat dianjurkan hingga bayi berusia 6 bulan dan menyusui dapat dilanjutkan hingga bayi berusia 1 tahun dengan beberapa jenis makanan tambahan. Akan tetapi pada kenyataannya terdapat ibu yang produksi ASI-nya tidak dapat mencukupi kebutuhan bayi sehingga karena alasan itulah susu stage 1 dan 2 ini diproduksi. Iklan mengenai produk susu formula untuk bayi di bawah 1 tahun akan sangat sulit ditemukan dan pembelian susu formula stage 1 dan 2 (untuk bayi di bawah 1 tahun) harus dilakukan di bawah saran dari dokter.

PT Nutricia Indonesia Sejahtera memiliki 3 buah line produksi untuk produk dengan kemasan folding box dan 1 buah line untuk produk dengan kemasan kaleng. Tiap-tiap line untuk memproses kemasan folding box dalam kecepatan normal dapat menghasilkan hingga 90 produk per menit.

Target perusahaan adalah memproduksi 2600 ton susu per bulan. Akan tetapi yang terjadi di lapangan tidak sesuai karena dapat terjadi kemungkinan produk yang jammed di line dan mengakibatkan down time atau Factory memproduksi susu pesanan untuk perusahaan lain sehingga produksi menurun.

2.4 Logo dan Moto Perusahaan

Logo PT. Nutricia Indonesia Sejahtera adalah tulisan ‘Nutricia’ berwarna biru yang ditunjukkan oleh gambar berikut:

Gambar 1. Logo PT Nutricia Indonesia Sejahtera

PT. Nutricia Indonesia Sejahtera mempunyai moto “To Ensure Mom’s Trust, We Care Everyday” yang dijalankan melalui prinsip “Disiplin dan Bekerjasama”.

2.5 Lokasi dan Tata Letak Perusahaan

Lokasi PT. Nutricia Indonesia Sejahtera terbagi menjadi head office, factory office, dan warehouse. Head office PT. NIS berlokasi di Cyber 2 Tower Lantai 16, Jalan Rasuna Said Kav. X-5 No. 13, Jakarta.

Factory office PT. NIS terletak di Jalan Raya Bogor Km 26.6, Kelurahan Gandaria, Kecamatan Pasar Rebo, Jakarta Timur. Lokasi factory office cukup strategis karena berada di jalan raya utama sehingga memudahkan transportasi dan distribusi bahan baku maupun produk jadi. Bangunan PT. Nutricia Indonesia Sejahtera terdiri dari tiga lantai. Di lantai pertama terdapat ruang lobby dan resepsionis, ruang direktur pabrik dan manajer, meeting room, area produksi,

6

Page 7: Draft Fix [Bintang]

gudang bahan baku, gudang produk akhir, generator, tempat pengolahan limbah, kantin, mushala, klinik, pos keamanan, loker, dan ruang baju kerja. Di lantai dua terdapat ruang QMS (Quality Management System), laboratorium kimia dan fisika, serta laboratorium mikrobiologi. Lantai tiga digunakan untuk ruang karyawan departemen HR (Human Resources), Finance, RnD (Research and Development), SSD, Supply Chain dan IT.

Area produksi terletak di bagian belakang gedung dan dibagi menjadi tiga area, yakni High Care Area (formulasi, pencampuran, pengisian dan pengemasan primer), Medium Care Area (pengemasan sekunder), dan Low Care Area (penyimpanan sementara produk jadi dan kemasan).

Adapun gudang penyimpanan (warehouse) produk PT. Nutricia Indonesia Sejahtera terdapat di Jalan Raya Bogor Km 29,5, Cimanggis, Depok. Gudang penyimpanan (Warehouse) ini merupakan gudang yang dikelola DHL yang digunakan oleh PT. Nutricia Indonesia Sejahtera. Warehouse ini berfungsi untuk menyimpan raw material dan packaging material dari supplier, dan menyimpan produk jadi (finish goods) dari factory sebelum didistribusikan oleh distributor. Terdapat lima tingkat penyimpanan di dalam warehouse DHL. Tingkat penyimpanan ini berguna untuk memisahkan bahan baku yang disimpan di tingkat paling bawah, sedangkan finished good disimpan di tingkat atasnya. Hal ini bertujuan untuk memaksimalkan kapasitas gudang yang ada.

2.6 Kebijakan Kerja

PT. Nutricia Indonesia Sejahtera menerapkan waktu jam kerja bagi karyawannya sebanyak 8 jam per hari, dimulai dari pukul 08.00 sampai 16.30 WIB dengan waktu istirahat selama 30 menit. Karyawan departemen Produksi dibagi waktu kerjanya menjadi shift pagi, siang, atau malam dengan durasi setiap shift adalah 8 jam per hari.

PT. Nutricia Indonesia Sejahtera memiliki Safety Cardinal Rules yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan dan bila dilanggar akan diberi surat peringatan. Safety Cardinal Rules terdiri dari:1. Alat Pelindung Diri

Gunakan Alat Pelindung Diri yang disyaratkan di area kerja.2. Bekerja di Ketinggian

Gunakan Full Body Harnes ketika bekerja pada ketinggian 1,8 meter atau lebih.

3. Log Out Tag Out (LOTO)Pastikan mengisolasi bahaya energi dengan memasang LOTO pada mesin atau peralatan lainnya sebelum melakukan perbaikan, perawatan, atau cleaning.

4. Pengaman MesinDilarang menonaktifkan perlengkapan pengaman mesin (safety cover).

5. Ruang Terbatas (Confined Space)Kenali titik confined space dan ikuti prosedur masuk ke dalam area confined space.

Integritas sistem kerja dipelihara dengan cara komunikasi efektif melalui SIM (Short Interval Management) yang dilakukan sesuai kesepakatan karyawan departemen yang bersangkutan. SIM merupakan bentuk komunikasi atau laporan

7

Page 8: Draft Fix [Bintang]

berkala dalam setiap tingkat organisasi atau departemen yang diadakan untuk membahas kinerja dan permasalahan operasional. Terdapat 5 jenis SIM sesuai

dengan tingkat manajerial yang ada, SIM 1 dilakukan oleh operator, SIM 2 dilakukan oleh tiap shift pada tiap shift produksi, SIM 3 merupakan koordinasi yang dilakukan antara departemen manufacture dan supply chain setiap hari, SIM 4 dilakukan antarmanajer sebanyak 2 kali per minggu, dan SIM 5 dilakukan oleh direktur.

PT. Nutricia Indonesia Sejahtera juga merapkan prinsip Focus on Quality (FoQual), yaitu berarti bahwa kualitas dan keamanan pangan menjadi tanggungjawab bersama. Suatu produk dikatakan memenuhi keamanan pangan apabila bebas dari microbiological hazard, ingredient/nutritional hazard, foreign body hazard, chemical hazard dan allergen hazard.

2.7 Produk Perusahaan

Produk akhir yang dihasilkan oleh PT Nutricia Indonesia Sejahtera berupa preterm milk formula (bayi lahir prematur), infant milk formula (0-6 bulan), follow on milk formula (6-12 bulan), growing up milk (1-6 tahun), pregnant dan lactating milk. Jenis kemasan yang digunakan untuk produk akhir berupa kemasan folding box (kemasan karton) dan can (kaleng). Produk yang dihasilkan PT NIS ini memiliki umur simpan yang berbeda, untuk kemasan folding box selama 18 bulan sedangkan kemasan kaleng selama 36 bulan. Kondisi ruang penyimpanan produk ini harus memiliki suhu yang sejuk dengan kondisi tempat harus kering.

Nutrilon

Gambar 2. Produk Nutrilon

Nutrilon Royal

Gambar 3. Produk Nutrilon Royal

8

Page 9: Draft Fix [Bintang]

Nutrilon Soya

Gambar 4. Produk Nutrilon Soya

Bebelac

Gambar 5. Produk Bebelac

Bebelove

Gambar 6. Produk Bebelove

Karicare

Gambar 7. Produk Karicare

9

Page 10: Draft Fix [Bintang]

Hi-Q Soy

Gambar 8. Produk Hi-Q Soy

Produk utama PT. Nutricia Indonesia Sejahtera adalah Nutrilon dan Bebelac. Produk Nutrilon di antaranya adalah Nutribaby 1&2, Nutrilon 3&4, Nutribaby Royal 1&2, Nutrilon Royal 3&4, dan Nutrilon Soya. Produk Bebelac terbagi menjadi Bebelove 1&2 dan Bebelac 3&4. Varian rasa produk tersedia dalam rasa vanila dan madu. Selain produk-produk di atas, Nutricia juga menghasilkan produk ekspor seperti Cow & Gate dan Karicare.

Komposisi produk susu formula bayi PT. Nutricia Indonesia Sejahtera terdiri dari major ingridients dan minor ingredients yang mengandung nutrisi dan zat gizi yang diperlukan oleh bayi dan balita dalam masa pertumbuhan mereka. Kandungan zat gizi tersebut adalah laktosa, minyak nabati (mengandung pengemulsi lesitin kedelai), whey protein yang sudah didemineralisasi, susu bubuk skim, sirup glukosa padat, konsentrat whey protein, Galakto Oligo Sakarida (GOS), dekstrosa, fruktosa, mineral, Frukto Oligo Sakarida (FOS), perisa vanila/honey/krim, minyak ikan (DHA), vitamin, kolin klorida, taurin, minyak sel tunggal (AA), L-karnitin, dan mio-inositol.

2.8 Struktur Organisasi Perusahaan

10

Page 11: Draft Fix [Bintang]

Struktur organisasi pabrik PT. Nutricia Indonesia Sejahtera tertera pada gambar berikut:

Gambar 9. Struktur Organisasi PT Nutricia Indonesia Sejahtera

III. MANAJEMEN MUTU PROSES PRODUKSI SUSU

11

Page 12: Draft Fix [Bintang]

III.1 Bahan Baku

Bahan baku yang digunakan pada PT. Nutricia Indonesia Sejahtera terbagi menjadi 3, yakni major ingredient, medium ingredient, dan minor ingredient. Ketiga bahan memiliki karakteristik dan penganganan yang berbeda. Bahan baku yang digunakan oleh PT. Nutricia Indonesia Sejahtera tidak dibuat oleh pabrik sendiri, melainkan dari supplier yang sudah dipercaya dan PT. Sugizindo.

Jenis bahan baku utama/major ingredient adalah base powder Lalu medium ingredient yang dipakai beberapa diatanya adalah skim milk powder, full cream milk powder. Bahan tambahan/minor ingredient beberapa diantaranya adalah vitamin dan vitamin premix, mineral dan mineral premix, flavor, dan Hi-DHA. Seluruh bahan baku pada PT. Nutricia Indonesia Sejahtera sudah berbentuk bubuk (powder), tidak ada yang masih dalam keadaan cair atau mentah. Bahan baku yang didapat sudah diproses oleh supplier dan PT. Sugizindo sebelum dikirim ke PT. Nutricia Indonesia Sejahtera.

Berikut adalah jenis bahan baku di PT. NIS secara detail adalah:1. Protein ( Base powder, Full Cream Milk Powder,

Skimmed Milk Powder)2. Karbohidrat (dried glucose syrup, honey powder,

icing sugar)3. Lemak dan Minyak (ARA, DHA)4. Dietary Fiber (FOS, GOS)5. Mineral (tri potassium citrate, calsium carbonate)6. Trace (premix)7. Vitamin (vitamin premix)8. Flavor (chocolate malt, cocoa powder, honey dry

flavor, vanilla micron)9. Fruits and vegetable10. Others (citric acid, liquid carbondioxide, liquid

nitrogen)

III.2 Proses Produksi Susu Bubuk

Selama berlangsungnya proses produksi terdapat seorang manajer produksi yang di PT Nutricia Indonesia Sejahtera ini disebut sebagai FLM (Front Line Manager). Terdapat sebanyak 4 orang FLM di tiap zona yang akan bergantian mengawasi line produksi sesuai dengan shift yang sedang berlangsung. Terdapat sebanyak 4 line produksi di PT Nutricia Indonesia Sejahtera di mana keseluruhan line ini beroperasi selama 24 jam setiap harinya dan ditangani oleh pekerja sesuai dengan shift yang sedang berlangsung.

Seluruh line tersebut memiliki nama masing-masing yang berguna untuk memudahkan komunikasi antarpetugas di dalam line. Terdapat line pertama yang bernama ROVEMA, line kedua adalah G-Wolf, dan line ketiga adalah Spafil. Ketiga line ini berfungsi untuk memproduksi susu dalam kemasan soft pack (folding box). Adapun line keempat adalah Canning Line, yang sesuai dengan namanya, merupakan line untuk memproduksi susu dengan kemasan kaleng.

12

Page 13: Draft Fix [Bintang]

Perbedaan mendasar antara line ROVEMA dengan line G-Wolf dan Spafil adalah dari sisi otomatisasi. Pada G-Wolf dan Spafil upaya memasukkan sachet dan scoop (sendok) ke dalam folding box dilakukan oleh mesin sedangkan pada line ROVEMA masih dilakukan secara manual dengan menggunakan tenaga manusia. Dengan menggunakan konveyor, setelah sachet dan scoop masuk ke dalam folding box maka folding box akan bergerak untuk dilem.

Setelah dilem, folding box akan dimasukkan ke outer carton secara manual dengan tenaga manusia dengan konfigurasi yang telah ditentukan. Selanjutnya bagian flap outer carton (lidah yang menekuk ke bagian dalam untuk menutup outer carton) akan dilakban menggunakan mesin untuk selanjutnya disusun di atas pallet dengan konfigurasi yang telah ditentukan

Dalam kecepatan produksi yang normal, tiap mesin soft pack dapat menghasilkan hingga 90 unit folding box tiap menitnya. Sehingga dalam waktu satu jam dapat diproduksi sekitar 5400 folding box. Dengan penyimpanan per outer carton rata-rata 24 buah folding box, maka dalam 1 jam tanpa down time dapat dihasilkan sekitar 225 buah outer carton yang setara dengan 5 hingga 7 pallet, tergantung dari jenis SKU yang diproduksi.

Proses pembuatan susu formula bayi di PT. Nutricia Indonesia Sejahtera menggunakan dry process atau tidak melibatkan cairan selama proses produksi berlangsung. Hal ini didasarkan pada Nutricia yang menggunakan bahan baku berupa serbuk kering (powder) dan tidak menggunakan bahan baku berupa cairan pada setiap prosesnya. Pada proses produksi susu di Nutricia tidak menggunakan proses pengeringan seperti menggunakan alat spray dryer. Bahan baku yang digunakan oleh Nutricia berasal dari PT Sugizindo dan PT Sari Husada yang menerapkan wet process dengan bahan baku berupa cairan menjadi bentuk serbuk (powder). Berikut ini merupakan proses produksi yang ada di PT. Nutricia Indonesia Sejahtera:

1. Receiving, batching, compiling

Kebutuhan raw material untuk produksi di PT Nutricia Indonesia Sejahtera didatangkan dari supplier yang disimpan di gudang luar factory yaitu gudang DHL. Kemudian raw material tersebut dikirim ke PT NIS sesuai kebutuhan untuk produksi yang disimpan sementara di ruang penyimpanan. Bahan baku yang datang ditransfer ke area pengecekan surat jalan dan fisiknya. Pengecekan yang dilakukan meliputi jenis material, nomor material, batch material, dan jumlahnya. Bahan yang lolos pengecekan kemudian ditransfer ke area batching untuk disimpan kedalam gudang bahan baku dengan menggunakan transfer box. Area batching merupakan area yang digunakan untuk tahap persiapan bahan baku sebelum masuk proses pencampuran. Pada area ini jumlah dari bahan baku dan bahan tambahan disiapkan untuk pencampuran tiap sequence. Bahan baku dan bahan tambahan yang sudah siap jumlahnya akan masuk ke area selanjutnya yaitu area timbang.

Area timbang merupakan area penimbangan bahan baku sesuai dengan jumlah yang sudah ditetapkan pada area batching. Bahan tambahan yang akan dicampur dengan bahan baku utama ditimbang pada area ini. Namun sebelum ditimbang, bahan tambahan harus diayak terlebih dahulu dengan

13

Page 14: Draft Fix [Bintang]

menggunakan ayakan khusus. Setelah diayak, bahan tambahan/minor ingredients akan dicampur dalam ribbon blender, dan langsung ditimbang sesuai kebutuhan per bin.

Pada area penyuimpanan diatur dalam ruangan penyimpanan yaitu suhu, RH, sirkulasi udara dan paparan sinar. Bahan baku disimpan pada kondisi ruangan yang berbeda dan disesuaikan dengan karakteristik bahannya. Pengaturan kondisi ruangan ini bertujuan untuk menghindari terjadinya kontaminasi mikroba ataupun kerusakan fisik pada bahan baku. Setelah melewati semua proses ini maka bahan baku dapat dipakai pada tahap formulating.

2. FormulatingPada proses ini dilakukan formulasi komposisi susu formula bayi. Bagian

proses formulating ini termasuk ke dalam zona yang sangat ketat pengawasannya (high care area) dan tidak sembarang orang yang bisa memasuki area ini. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi pada produk yang dihasilkan. Kontaminasi yang dapat terjadinya diakibatkan oleh personal hygiene yang kurang baik, kontaminasi fisik dari alat dan mesin ataupun kontaminasi mikroba yang berasal dari udara sekitar. Pada proses ini dilakukan penentuan komposisi dari berbagai macam bahan baku untuk menghasilkan suatu produk. Formulating ini membutuhkan ketelitian dalam menentukan komposisi yang pas agar produk sesuai dengan peruntukan produk yang tepat. Penentuan formula susu bayi ini dilakukan oleh departemen RnD dan dilakukan scale-up oleh bagian produksi.

3. Canning / SachettingProses canning atau sachetting ini merupakan pengemasan susu bubuk

formula ke dalam kemasan jenis kaleng dan sachet. Pada proses canning dan sachetting ini ditambahkan gas N2 (nitrogen) dengan cara disemprotkan ke dalam produk jadi sebelum dikemas dengan kaleng dan ditutup rapat. Penambahan gas nitrogen ini bertujuan untuk mengurangi kadar gas O2

(oksigen) pada produk sehingga menurunkan potensi terjadinya kontaminasi oleh mikroorganisme dan menghindari resiko terjadinya ketengikan pada produk akhir (finished goods) yang sudah dikemas.

4. PackagingPackaging merupakan suatu proses pengemasan produk akhir (finished

goods) dengan beberapa jenis kemasan. Kemasan susu formula bayi tersebut terdiri dari kemasan primer dan kemasan sekunder. Kemasan primer yang digunakan adalah jenis allumunium foil dan kaleng yang langsung kontak dengan produk susu, sehingga allumunium yang digunakan harus berada dalam keadaan steril dari mikroba, terbebas dari bahan kimia berbahaya (solvent/pelarut) dan tidak mengalami kerusakan secara fisik (sobek atau berlubang). Penggunaan allumunium foil ini bertujuan agar melindungi produk dari paparan sinar dan udara (oksigen) berlebih sehingga mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroba dan menghindari ketengikan.

Kemasan sekunder yang digunakan adalah jenis karton (folding box) yang tidak kontak langsung dengan produk susu. Kemasan karton ini ditujukan

14

Page 15: Draft Fix [Bintang]

untuk kemasan allumunium foil yang sudah berisi susu formula bubuk. Jika allumunium foil berguna untuk melindungi produk secara langsung, sedangkan kemasan karton ini akan melindungi allumunium foil beserta produk di dalamnya. Karton ini berfungsi untuk menjaga produk dari kerusakan secara fisik, misalkan penyok selama distribusi dan transportasi.

5. Palletizing Palletizing merupakan suatu proses penempatan produk akhir yang sudah

dikemas dengan adanya sistem penumpukan produk sesuai dengan sistem metode tumpukan yang baik agar produk tidak mengalami kerusakan dan tersusun dengan rapih sehingga memudahkan dalam distribusi dan transportasinya. Proses ini berada di low care zone (low care area) karena potensi bahaya yang mungkin muncul tidak terlalu berpengaruh signifikan pada perubahan kualitas produk yang dihasilkan. Proses ini dilakukan secara otomatis oleh mesin yang mengangkat tumpukan karton produk yang sudah siap untuk dikirim.

6. Transferring to warehousePada proses ini dilakukan pemindahan produk akhir (finished goods) ke

gudang penyimpanan (warehouse). Produk akhir yang sudah disusun dan ditumpuk dalam pallet akan dikirim ke gudang penyimpanan (warehouse). Gudang penyimpanan produk yang dihasilkan di PT Nutricia Indonesia Sejahtera disimpan di warehouse yang berada di luar kawasan factory yang dikelola oleh DHL. Warehouse tempat penyimpanan produk dari Nutricia akan disimpan ke daerah Cimanggis-Depok sebelum didistribusikan ke seluruh daerah Indonesia. Perpindahan produk akhir ke warehouse ini dibantu oleh kurir dari salah satu jasa pengiriman barang di Indonesia.

7. Bin washingBin washing merupakan proses pencucian bin yang dilakukan setelah

selesai memproduksi satu jenis produk. Proses ini harus dilakukan setiap satu kali batch produksi karena pencucian ini merupakan salah satu usaha untuk menjaga kebersihan alat dan mencegah terjadinya kontaminasi dengan jenis produk lainnya yang akan diproduksi. Pencucian bin dilakukan dengan dry cleaning dan wet cleaning.

Proses dry cleaning dilakukan untuk meminimalisir kontaminasi air kedalam produk dan berguna untuk menghemat penggunaan air di pabrik. Proses ini tergolong mudah dan tidak membutuhkan banyak waktu karena hanya melakukan pembersihan sisa susu bubuk pada bagian dalam dan luar alat. Proses wet cleaning umumnya dilakukan ketika terjadi perubahan flavor/rasa pada susu bubuk, misalnya dari rasa vanilla ke rasa cokelat atau sebaliknya. Proses wet cleaning menggunakan air dan dikhususkan hanya untuk alat bin pencampuran saja, tidak untuk ribbon blender, prior station, dan bin tipper.

Metode dry cleaning merupakan metode yang umum dilakukan pada alat-alat produksi. Hal ini dilakukan karena dry cleaning prosesnya sangat mudah dan cocok digunakan untuk peralatan industri yang kompleks. Selain itu, dry cleaning tidak membutuhkan pembersihan dengan menggunakan air yang

15

Page 16: Draft Fix [Bintang]

berpotensi meningkatkan kelembapan dan membawa sumber kontaminan bakteri dan jamur. Potensi kontaminasi yang besar dapat membuat produk susu rusak dan tidak layak untuk dikonsumsi oleh konsumen, sehingga air merupakan hal yang sangat dihindari dalam proses produksi susu bubuk.

Dry cleaning merupakan jenis pencucian bin yang tidak melibatkan cairan pembersih untuk membilas bin, melainkan menggunakan tissue khusus untuk membersihkan bin atau powder yang berasal dari produk yang akan akan diproduksi. Setelah itu dilap dengan alkohol 70% dan dilakukan swab (uji mikrobiologi). Penggunaan pembersih berbentuk serbuk (powder) bertujuan untuk meminimalkan terjadinya kontaminasi jenis mikroorganisme yang mudah tumbuh di lingkungan basah atau water activity (Aw) tinggi. Selain itu, di Nutricia menggunakan dry process yang menggunakan bahan baku jenis powder, sehingga metode dry cleaning akan menjaga kondisi bin yang digunakan dalam proses produksi tetap kering.

Selain dry cleaning, di Nutricia pun terdapat pencucian bin yang menggunakan proses basah (wet cleaning). Bin dicuci dengan menggunakan cairan desinfektan yang disesuaikan dengan SOP yang ada. Setelah bin dicuci akan dilakukan swab (uji mikrobiologi). Bila hasil analisa mikrobiologi, kimia dan fisik menyatakan lolos uji dan aman, maka bin tersebut dapat digunakan untuk produksi. Kedua metode pencucian bin ini merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menjaga kebersihan alat agar produk susu formula yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik.

3.3 Quality Control (Pengawasan Mutu)

PT Nutricia Indonesia Sejahtera memiliki Quality Control dan Quality Assurance yang ketat. Terdapat prinsip di PT Nutricia Indonesia Sejahtera yakni FoQual, yang merupakan akronim dari Focus on Quality. Konsumen dari PT Nutricia Indonesia Sejahtera secara garis besar adalah ibu hamil-menyusui dan bayi. Bayi memiliki sistem imunitas yang masih sangat rentan sehingga kualitas produk benar-benar harus diperhatikan. Bayi belum memiliki makanan lain selain susu sehingga apabila produk mengalami sedikit saja kontaminasi maka dapat mengakibatkan bayi mengalami gangguan pencernaan semisal diare. Apabila hal ini terjadi, maka bayi berada dalam kondisi yang kritis karena di satu sisi belum dapat mengonsumsi makanan lain akan tetapi di sisi lain susu yang merupakan makanan utamanya mengalami kontaminasi.

3.4 Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP)

Hazard Analysis Critical Control Point merupakan suatu sistem yang merupakan kumpulan tindakan pencegahan yang mendukung prinsip food safety dan food protection yang menjunjung tinggi prinsip zero risk. 7 Prinsip Dasar HACCP:

1. Analisis bahaya dan identifikasi pencegahan yang bisa dilakukan2. Identifikasi Critical Control Point (CCP) dalam proses3. Menentukan batas kritis (Critical Limit)4. Monitor setiap CCP5. Menentukan tindakan korektif

16

Page 17: Draft Fix [Bintang]

6. Menentukan prosedur verifikasi7. Menyimpan dan mendokumentasikan setiap kegiatan

ISO 22000 : Food Safety Management

Gambar 10. Diagram Food Safety Management

Istilah-istilah dalam HACCP:

a. CCP (Critical Control Point): sebuah langkah yang dapat diterapkan pada satu atau lebih faktor untuk menghilangkan bahaya yang berpengaruh pada keamanan pangan sampai tingkat yang dapat diterima dan dilakukan pemeriksaan yang lebih spesifik dan menyeluruh, sehingga kemungkinan terjadinya penyimpangan sangat kecil karena jika tidak lolos CCP maka produk tersebut dapat membahayakan konsumen.

b. Critical Limit (batas kritis): sebuah kriteria yang berupa batasan bahaya yang masih dapat diterima atau tidak dari sebuah langkah yang digunakan untuk menghilangkan atau mengurangi sebuah bahaya.

c. Control Measure: aktivitas yang dapat digunakan untuk mencegah atau menghilangkan bahaya yang berpengaruh pada keamanan pangan atau mengurangi bahaya yang ada samapai tingkat yang dapat diterima.

d. Deviation: kesalahan atau penyimpangan yang melewati batas kritis pada faktor kritis.

e. Flow Diagram: skema yang memperlihatkan tahapan keberlangsungan pada suatu proses produksi dari tahap persiapan bahan baku sampai menjadi produk akhir.

f. Monitoring: pengamatan yang dilakukan untuk pengecekan beberapa parameter dan mendeteksi adanya penyimpangan dari batas kritis dan tindakan korektifnya.

g. PRP (Prerequisite Program): sebuah langkah pencegahan yang dilakukan untuk menjaga bahan baku, bahan kemasan dan proses produksi dari kemungkinan bahaya yang muncul di lingkungan seperti penerapan GMP (Good Manufacturing Practice dan GHP (Good Hygine Practice) di perusahaan. Langkah pencegahan ini tidak menutup kemungkinan terjadinya penyimpangan karena PRP hanya merupakan langkah pencegahan.

17

SAFETY

CONSUMER

PUBLIC HEALTH

INDUSTRY

Page 18: Draft Fix [Bintang]

h. oPRP (Operational Prerequisite Program): sebuah langkah yang merupakan lanjutan dari analisis bahaya yang bertujuan untuk mengurangi terjadinya bahaya berupa kontaminan yang dapat muncul agar keamanan pangan tetap terjaga. Pemeriksaan oPRP dilakukan tidak terlalu spesifik dan bersifat mengurangi bahaya yang muncul sehingga masih terdapat sedikit kemungkinan terjadi penyimpangan.

i. Preventive action: aktivitas yang digunakan untuk mencegah, menghilangkan atau mengurangi penyebab terjadinya penyimpangan dari kondisi yang tidak diinginkan demi keamanan pangan.

j. Validation: tindakan yang dilakukan untuk memastikan penerapan HACCP sudah berjalan efektif dalam menghilangkan atau mengurangi resiko munculnya bahaya yang mempengaruhi keamanan pangan.

k. Verification: sebuah metode, prosedur, pengujian yang dimonitoring untuk memastikan kesesuaiannya berdasarkan HACCP plan dan sistem keamanan pangan yang berlaku.

Langkah untuk menentukan HACCP Plan:

1. Management Commitment: merupakan sistem adanya senior management yang menjadi koordinator yang sudah mampu dan memiliki keterampilan dalam HACCP baik teori maupun penerapannya seperti sudah mendapatkan training HACCP ataupun pelatihan food safety lainnya.

2. Menetapkan lingkup studi HACCP: lingkup HACCP meliputi risk assessment bahan baku, bahan kemasan, proses atau line produksi, potential hazard (mikrobiologi, allergen, kimia, fisik dan nutrisi), CCP (Critical Control Point) dan oPRP (Prerequisite Program).

3. Memilih tim HACCP : tim terdiri dari sekumpulan orang yang terampil dalam bidangnya (ahli kimia, mikrobiologi, sistem jaminan pangan, dll) dan pemahaman HACCP yang tinggi (sudah mendapatkan training dan sertifikat HACCP).

4. Mengetahui karakteristik produk atau material yang akan digunakan. Langkah ini digunakan untuk menentukan metode terbaik dan parameter yang akan diterapkan. Selain itu karakteristik produk atau material akan membantu dalam mengidentifikasi

5. Merancang flow diagram: untuk mengetahui aliran proses yang dialami oleh bahan baku sampai menjadi sebuah produk dari titik awal-akhir. Mulai dari pengambilan bahan baku, persiapan, penambahan bahan tambahan, input dan output yang terjadi, proses pencampuran, proses pengemasan dan proses penggudangan.

6. Mengidentifikasi potential hazard: identifikasi ini dimulai dengan penentuan risk assessment mulai dari physical hazard, microbiological hazard, chemical hazard, allergen hazard dan nutritional hazard. Hal yang menjadi objek yang diidentifikasi yaitu bahan baku (raw material), produk akhir (finished goods), bahan kemasan (packaging material) dan proses produksi.

7. Menentukan CCP dan oPRP: penentuan ini bertujuan untuk mengetahui bahaya yang berpotensi muncul di beberapa titik proses produksi atau raw material yang memiliki tingkat severity yang tinggi. Sehingga jalannya proses

18

Page 19: Draft Fix [Bintang]

produksi tidak terhambat dan memastikan jika kontrol yang dilakukan pada bahan baku dan proses produksi tidak mengalami penyimpangan.

8. Menentukan critical limit dari setiap CCP dan oPRP : penentuan ini bertujuan untuk mengetahui batasan yang terdapat bahaya yang muncul di beberapa titik proses produksi atau raw material yang memiliki tingkat severity yang tinggi. Sehingga jalannya proses produksi tidak terhambat dan memastikan jika kontrol yang dilakukan pada bahan baku dan proses produksi tidak mengalami penyimpangan.

9. Melakukan monitoring untuk setiap CCP dan oPRP : monitoring ini dilakukan oleh orang yang sudah berkompeten dalam HACCP, monitoring dilakukan secara berkala (harian, mingguan, bulanan, tahunan)

10. Menentukan rencana untuk tindakan korektif: penentuan tindakan korektif ini bertujuan untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi akibat munculnya potential hazard yang muncul di oPRP dan CCP.

11. Validasi, verifikasi, review. Validasi bertujuan untuk menentukan apakah suatu control yang dilakukan sudah baik atau tidak (menggunakan check list), proses validasi dilakukan secara berkala (harian, mingguan, bulanan, tahunan). Verifikasi bertujuan untuk menentukan atau mengukur seberapa valid penerapan HACCP yang telah dilakukan. Review bertujuan untuk mengkaji ulang beberapa dokumen yang telah ada dan memperbaiki kesalahan yang ada.

12. Dokumentasi: hal ini bertujuan untuk menjadi acuan penerapan HACCP yang lebih baik. Jika terjadi kesalahan yang sama maka dokumen atau record yang sudah ada dapat dijadikan acuan untuk melakukan tindakan korektif.

Sistem Penilaian di Risk Assessment

Sistem penilaian yang diterapkan dalam risk assessment (penilaian resiko) beracuan pada tingkat severity dan likelihood bahaya yang muncul stelah dilakukan identifikasi bahaya (hazard assessment). Setiap bahan baku, kemasan dan proses produksi memiliki tingkat severity dan likelihood yang berbeda. Berikut ini penjelasan lebih lanjut mengenai faktor penilaian dalam risk assessment:

a. Severity merupakan tingkat keganasan bahaya yang muncul. Setiap bahaya yang berpotensi muncul memiliki tingkatan pula, baik dalam microbiological hazard, allergen hazard, physical hazard, chemical hazard, dan nutritional hazard. Severity keganasan ini dibagi menjadi empat tingkatan dari tingkat yang rendah hingga tingkat tertinggi. Berikut ini tabel tingkatan skor untuk severity beserta penjelasannya:

Skor Keterangan1 Tidak mempengaruhi dan tidak membahayakan kesehatan konsumen 2 Adanya keluhan dari konsumen yang mengalami dampak yang kecil dan

berjangka pensed seperti sakit kepala3 Berpengaruh pada kesehatan konsumen yang sangat berpotensi terkena

gangguan tapi tidak bersifat jangka pendek dan ada konsumen yang berobat ke rumah sakit

19

Page 20: Draft Fix [Bintang]

4 Mengakibatkan kematian atau efek kronis pada kesehatan konsumen yang mencapai tingkat yang sudah tidak dapat diterima

b. Likelihood merupakan tingkat seringnya kemunculan bahaya yang ada. Setiap bahaya yang berpotensi muncul memiliki tingkatan pula, baik dalam microbiological hazard, allergen hazard, physical hazard, chemical hazard, dan nutritional hazard. Likelihood keganasan ini dibagi menjadi empat tingkatan dari tingkat yang rendah hingga tingkat tertinggi. Berikut ini tabel tingkatan skor untuk likelihood beserta penjelasannya:

Skor Keterangan1 Bahaya tidak mungkin muncul karena perusahaan sudah memiliki

metode untuk menghilangkan potensi bahaya sampai sekecil mungkin2 Bahaya dapat muncul walaupun tidak ada bukti bahaya yang muncul

dalam waktu yang berdekatan, jika muncul bahaya jarak terjadinya pun berjauhan. Misalnya ada 1 bahaya yang muncul dalam satu tahun

3 Bahaya akan muncul walaupun tidak ada bukti bahaya yang muncul secara berkala dan waktu berdekatan. Misalnya ada satu bahaya yang muncul dalam satu bulan

4 Bahaya sudah muncul dan ada kemungkinan untuk muncul kembali di kemudian hari

Evaluasi Penilaian Risk Assessment

Setelah melakukan sistem scoring (penilaian), maka dilakukan evaluasi penilaian. Evaluasi ini merupakan penggabungan dari dua faktor yang berpengaruh pada risk assessment yaitu severity dan likelihood. Kedua faktor tersebut memiliki skor tersendiri dengan rentang nilai 1-4. Kombinasi skor dengan cara perkalian dari severity dan likelihood (SxL) akan menghasilkan tingkatan atau skor yang berbeda mulai dari 1-16. Dari skor akhir ini akan ditentukan bahan baku, kemasan ataupun proses produksi yang sudah dinilai tadi harus dilanjutkan ke decision tree atau tidak. Skor akhir yang bernilai kurang dari 4 akan dijadikan PRP yang merupakan tindakan pencegahan. Skor akhir yang bernilai lebih dari 4 akan dilanjutkan pada tahap selanjutnya untuk mengetahui apakah bahan baku, kemasan ataupun proses produksi tersebut akan dijadikan CCP atau oPRP yang memiliki tingkat severity dan likelihood yang tinggi dan dapat berpotensi membahayakan kesehatan konsumen dan berpengaruh terhadap keamanan pangan. Di bawah ini merupakan skema atau gambaran mengenai evaluasi penilaian risk assessment dengan kedua faktor yang mendukung yaitu tingkat severity dan likelihood.

20

Page 21: Draft Fix [Bintang]

Gambar 11. Skema Evaluasi Penilaian

Decision Tree

Decicision tree atau pohon keputusan merupakan salah satu sistem pengambilan keputusan dalam menentukan CCP dan oPRP yang akan diterapkan. Penentuan jenis CCP dan oPRP ini berlaku untuk raw material (bahan baku), packaging material (kemasan), dan proses produksi. Penerapan CCP dan oPRP ini tidak diberlakukan pada semua jenis raw material (bahan baku), packaging material (kemasan), dan proses produksi. Keputusan akhir ini tergantung dari tabel hazard risk assessment yang sudah dijelaskan sebelumnya. Bahaya yang dilanjutkan dalam penentuan keputusan di decision tree ini hanya yang mempunyai total nilai lebih dari empat yang menandakan bahaya tersebut akan sangat mempengaruhi kesehatan konsumen.

Tahap pertama dalam penentuan CCP dan oPRP yang terdapat dalam bahan baku (raw material) dan kemasan dianalisa terlebih dahulu menggunakan pertanyaan pertama (Q1) untuk memastikan apakah pada bahan baku atau kemasan terdapat bahaya atau tidak, jika jawabannya “tidak” maka bahan baku tersebut tidak memerlukan CCP dan keputusan akhir langsung didapat. Tetapi jika jawaban dari pertanyaan pertama memiliki jawaban “ya”, maka analisa akan dilanjutkan ke pertanyaan berikutnya. Jika jawaban dari pertanyaan kedua yang memastikan bahwa penanganan bahan baku atau kemasan yang dilakukan dapat mengurangi atau menghilangkan bahaya pada level tertentu (Q2) adalah “ya” maka bahan baku tersebut masuk ke dalam list oPRP. Sedangkan jawaban “tidak” pada pertanyaan kedua (Q2) adalah “tidak”, maka bahan baku tersebut masuk ke dalam list CCP. Berikut ini gambar pohon keputusan untuk bahan baku yang diterapkan di PT. Nutricia Indonesia Sejahtera:

21

Page 22: Draft Fix [Bintang]

Gambar 12. Decision Tree Raw Material

Tahap pertama dalam penentuan CCP dan oPRP yang terdapat dalam proses produksi dianalisa terlebih dahulu melalui pertanyaan untuk memastikan apakah pada proses produksi terdapat bahaya atau tidak, jika jawabannya “tidak” maka bahan baku tersebut tidak memerlukan CCP dan keputusan akhir langsung didapat. Jika terdapat kemungkinan bahaya pada proses produksi, maka apakah terdapat kontrol berupa langkah pencegahan atau tidak. Tidak adanya langkah pencegahan berupa kontrol proses tersebut dan tidak berpengaruh pada keamanan produk maka proses tersebut tidak perlu diterapkan CCP. Adanya langkah pencegahan spesifik berupa kontrol pada proses yang dapat menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai tingkat yang dapat diterima maka langkah tersebut sudah termasuk ke dalam CCP. Jika langkah pencegahan tersebut tidak bekerja secara spesifik, maka proses tersebut tidak termasuk ke dalam CCP. Jika bahaya dapat dikontrol pada proses produksi, maka langkah ini termasuk ke dalam CCP. Terdapat bahaya yang dapat dikontrol melalui PRP yang spesifik, maka proses tersebut dikenakan oPRP.

22

Page 23: Draft Fix [Bintang]

Gambar 13. Decision Tree Process

Perbedaan oPRP & CCP

oPRP: merupakan operational Pre-Requisite Program yang merupakan sebuah prasyarat dalam Control Point. Beberapa parameter yang harus dilakukan monitoring secara berkala dan ditangani dengan cepat bila terjadi penyimpangan atau kesalahan. Jika terjadi penyimpangan pada oPRP, dapat dilakukan re-test dan tidak akan membahayakan produk yang dihasilkan karena barang yang tidak lolos pada oPRP tidak akan menjadi produk yg direlease ke pasaran dan tidak berpengaruh pada kegiatan di line produksi.

CCP (Critical Control Point) : merupakan suatu kontrol yang dilakukan pada titik-titik tertentu pada proses produksi yang bertujuan untuk mencegah dan mengeliminasi food safety hazard agar mengurangi bahaya sampai level yang dapat diterima. Jika terjadi penyimpangan pada CCP, walaupun bersifat sementara akan membuat produk diduga mengalami kerusakan yang akan membahayakan keselamatan konsumen melalui produk yang dihasilkan. Jika terjadi proses yang tidak sesuai dengan

23

Page 24: Draft Fix [Bintang]

critical limit (standar) yang telah ditetapkan, maka harus ada aksi atau tindakan korektif cepat. Misalnya terjadi penyimpangan yang cukup fatal pada suatu titik produksi, maka proses produksi akan dimatikan “Product freeze”.

Jenis-jenis potential hazard :

1. Microbiological hazard: merupakan jenis bahaya yang berasal dari kontaminasi mikroba seperti bakteri, khamir dan kapang.

2. Allergen hazard: merupakan jenis bahaya yang berasal dari kontaminasi zat allergen yang terdapat pada bahan seperti lactose, casein, soy dan egg protein.

3. Physical hazard: merupakan jenis bahaya yang berasal dari material padat yang masuk ke dalam bahan baku atau produk seperti logam, kertas, plastik, pasir dan serangga.

4. Chemical hazard: merupakan jenis bahaya yang berasal dari zat kimia berbahaya yang bersifat toxic (beracun) seperti pestisida dan zat beracun lainnya.

5. Nutritional hazard: merupakan jenis bahaya yang berasal dari bahan baku yang mengalami kesalahan komposisi yang tidak sesuai dengan produk yang akan dibuat.

3.5 Penerapan HACCP di PT. Nutricia Indonesia Sejahtera

HACCP PLAN

Management responsibility: merupakan sistem management yang bertanggung jawab dan berupa supply point. Supply point ini merupakan titik pengecekan yang berasal dari departemen engineering, supply chain dan QFS (Quality Food Safety). Pada setiap zona di area produksi dibutuhkan supply point untuk memastikan CCP dan oPRP yang berada di bawah tanggung jawab departemen R&D dan marketing. Tujuan keberadaan supply point di setiap titik produksi adalah mengawasi produk yang dihasilkan, proses yang sedang berjalan, melakukan verifikasi, melakukan hazard analysis, melakukan validasi dan dokumentasi registrasi.

Hubungan HAACP team dengan departemen lain:

Quality Food Safety (QFS) : mengembangkan HACCP plan bersama HACCP team. QFS bertugas untuk memastikan semua produk di PT NIS aman untuk dikonsumsi dan memenuhi standar yang telah ditentukan oleh NIS atau DNELN

Production : menerapkan HACCP di area produksi, melakukan tindakan korektif jika terjadi penyimpangan di area produksi

Engineering dan maintenance : melakukan tindakan korektif saat terjadi penyimpangan dengan cara re-design, install ulang mesin yang harus beracuan pada HACCP melakukan tindakan korektif saat terjadi penyimpangan dengan cara re-design

24

Page 25: Draft Fix [Bintang]

Warehouse : memastikan bahan baku dan produk akhir tersalurkan ke bagian proses dan distributor. Departemen yang bekerja di warehouse harus memantau kondisi ruang penyimpanan secara berkala agar bahan baku dan produk akhir tidak terkontaminasi oleh zat berbahaya yang berpotensi dapat menurunkan kualitas produk akhir.

Research and Development (R&D) : menerapkan HACCP di proses pengembangan produk. Departemen ini harus melaporkan hasil riset terbarunya kepada HACCP team jika ada produk baru maupun jenis kemasan baru.

Supply point (Supply chain-planning) : menerapkan HACCP pada perencanaan yang mulai dari bahan baku, produksi dan distribusi

SSD : mengatur penerapan ketentuan food safety dalam rantai supplier.

Jenis-Jenis Potential Hazard

1. Microbiological hazard Terdapat beberapa jenis mikroba yang sangat dihindari pada bahan baku

dan produk akhirnya. Semua bahan baku yang diterima dari supplier atau PT Sugizindo akan diambil sampel secara acak dengan ketentuan berat sampel yang sesuai dengan ketentuan SOP (Standard Operational Procedure) dan IK (Instruksi kerja) untuk pengujian secara mikrobiologi. Sesuai dengan oPRP yang berlaku, bahan baku yang memiliki potensi resiko kerusakan yaitu base powder, full cream powder dan skim milk powder. Ketiga bahan baku tersebut dikenakan oPRP karena tergolong protein dan bahan baku utama dalam susu formula bayi yang memiliki persentase di atas 40%. Terdapat 15 jenis mikroorganisme yang diuji pada bahan baku dan produk akhir.

2. Allergen hazardTerdapat beberapa zat allergen yang sangat dihindari pada bahan baku dan

produk akhirnya (finished good). Pada bahan baku dilakukan uji untuk mengetahui kadar lactose, casein dan soy (kedelai). Sedangkan pada produk akhir (finished good) dilakukan uji untuk mengetahui kadar lactose, casein, soy dan egg protein.

3. Physical hazardPenerapan HACCP dalam mencegah adanya physical hazard adalah

dengan menerapkan CCP dan oPRP pada setiap titik proses yang dianggap berpotensi tinggi untuk mengalami kontaminasi benda padat yang dapat membahayakan keselamatan konsumen dan mengubah kandungan gizi yang terkandung dalam produk. Misalnya terdapat filter pada setiap bin yang memindahkan bahan dari satu proses ke proses lainnya berfungsi untuk mencegah terbawanya material padat atau benda asing selain produk yang ikut terbawa seperti logam dan kertas. Material yang lolos akan masuk ke proses selanjutnya, sedangkan material asing akan terbuang. Selain itu dipasang alat X-Ray dan rotary magnet pada stasiun penerimaan bahan baku dan di line pengemasan yang berfungsi mendeteksi adanya logam yang ada pada produk ataupun bahan baku.

25

Page 26: Draft Fix [Bintang]

4. Chemical hazardPenerapan HACCP dalam mencegah terjadinya chemical hazard

dilakukan oleh bagian QA (Quality Assurance) Laboratorium. Semua bahan baku dan produk akhir akan diuji kandungan kimianya sesuai dengan parameter dan standar yang ada di NIS dan DNELN (Danone Nutricia Early Life Nutrition). Pengujian secara kimia harus tetap dilakukan oleh bagian laboratorium walaupun sudah mendapatkan CoA (Certificate of Analysis) untuk setiap bahan baku yang akan masuk ke dalam proses produksi. Sehingga pengujian tidak dilakukan secara detail oleh bagian laboratorium.

5. Nutritional hazardPenerapan HACCP di PT Nutricia Indonesia Sejahtera dalam mencegah

terjadinya nutritional hazard. Pengujian terhadap munculnya bahaya jenis ini hanya dapat dilakukan saat sudah menjadi produk akhir. Critical Control Point (CCP) dilakukan saat sudah menjadi produk akhir. Pengujian dilakukan dengan cara uji pada produk susu langsung, wrong composition (tercampur dengan jenis produk atau jenis susu formula lain), wrong labeling (isi produk tidak sesuai dengan kemasan, akan dideteksi oleh barcode reader. Sehingga benda yang tidak sesuai akan direject secara otomatis agar produk gagal tersebut tidak beredar dan dikonsumsi oleh bayi yang akan membahayakan kesehatannya).

Penyebab munculnya Potential Hazard

1. Microbiological hazard : bahaya jenis ini dapat berasal dari bahan baku atau produk akhir (finished goods) yang terlalu lama berada di ruang terbuka dan kontak langsung dengan udara bebas. Hal ini dikarenakan udara bebas mengandung banyak mikroba sehingga udara mengalir (angin) akan membawa mikroba yang berukuran mikroskopis terbang dan dengan mudah untuk hinggap di material sekitarnya. Selain dari kontak langsung dengan udara, mikroba juga dapat muncul dari kemasan bahan baku atau produk yang terbuka sehingga menyebabkan masuknya mikroba melalui celah tersebut.

2. Chemical hazard : bahaya jenis ini dapat berasal dari kontaminasi zat kimia berbahaya. Misalnya zat kimia toksik yang berbahaya seperti pestisida yang dapat berasal dari bahan baku yang berasal dari tanaman. Hal ini dikarenakan ada beberapa jenis bahan baku atau raw material (bahan baku) yang berasal dari tanaman seperti soy powder, cocoa powder, fruit and vegetable. Selain itu chemical hazard dapat muncul dari susu sapi yang berasal dari peternakan sapi yang menggunakan rumut sebagai pakan untuk sapinya. Rumput yang menjadi pakan tersebut bisa saja sudah tercemar dengan pestisida, sehingga susu sapi yang dihasilkan ada kemungkinan mengandung cemaran pestisida. Hal ini dapat menyebabkan bahan baku seperti full cream atau skim milk powder terkontaminasi dengan pestisida.

3. Allergen hazard : bahaya jenis ini dapat berasal dari kontaminasi zat allergen yang dapat berasal dari bahan baku atau proses produksi suatu produk. Zat yang tergolong allergen di PT Nutricia Indonesia Sejahtera adalah lactose,

26

Page 27: Draft Fix [Bintang]

casein, soy dan egg protein. Zat allergen ini diujikan di pada bahan baku maupun produk akhir. Munculnya zat allergen ini dapat berasal dari proses yang tidak terlalu baik. Misalnya setelah pencucian bin masih terdapat bahan yang tidak tercuci dengan baik dan mengandung zat allergen yang mencemari produk berikutnya.

4. Physical hazard : bahaya jenis ini dapat berasal dari potongan logam atau plastik yang ada terdapat dalam alat, plastik yang berasal dari kemasan bahan baku maupun logam yang tidak lolos saat tertarik oleh rotary magnet pada beberapa bagian atau titik proses.

5. Nutritional hazard : bahaya jenis ini dapat disebabkan karena penyimpangan pada formulasi susu yang sudah dikemas akibat proses pencampuran antara bahan baku yang sempurna oleh mesin. Selain itu penyebab bahaya ini dapat terjadi karena kesalahan kemasan yang tidak sesuai dengan isi susu formula bayi yang dikemas, sehingga dapat membahayakan keselamatan konsumen. Misalkan susu formula untuk 6-12 bulan mengalami kesalahan kemasan masuk ke dalam kemasan susu formula 0-6 bulan. Jika susu formula ini dikonsumsi oleh bayi yang berusia 0-6 bulan, maka hal ini akan membahayakan bayi tersebut karena komposisi yang tidak sesuai akan tidak sesuai dengan sistem pencernaan bayi yang masih rentan terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh.

Risk Assessment Raw Material PT Nutricia Indonesia Sejahtera : 1. Base Powder 11. Calsium Caseinate2. Full cream milk powder 12. Fats and oils3. Skimmed milk powder 13. Dietary fiber4. Dextrose anhydrous 14. Minerals5. Maltodextrin 15. Trace6. Dried glucose syrup 16. Vitamin7. Icing sugar 17. Flavor8. Honey powder9. Lactose10. Cocoa powder

MICROBIOLOGICAL HAZARD

Penyebab kontaminasia. Kemasan bahan baku mengalami kebocoran atau kerusakanb. Kontak dengan udara yang terlalu lamac. Penanganan (good handling) yang kurang memadaid. Kontaminasi yang berasal dari supplier bahan bakue. Personal hygine yang diterapkan oleh pekerja

Standar yang digunakan (Raw Material)Standar atau critical limit yang digunakan oleh NIS terbagi menjadi

beberapa grup sesuai dengan jenis produk yang dihasilkan, yaitu jenis produk

27

Page 28: Draft Fix [Bintang]

preterm milk formula (P), infant milk formula (IF), follow on milk formula (FO) dan grow up milk formula (GUM). Hal ini didasarkan pada usia konsumen yang menggunakan produk tersebut. Usia seorang anak akan berpengaruh pada tingkat kekebalan tubuhnya (imun). Semakin muda usia seorang anak, maka sistem kekebalan tubuhnya masih sangat rentan terhadap kontaminasi dari lingkungan maupun asupan makanannya. Sehingga standar mikroorganisme yang diujikan pada preterm milk formula lebih ketat pengawasannya dan sangat meminimalkan adanya mikroba pada finished good. Misalnya saja pada pengujian mikroba jenis Cronobacter spp (E. sakazakii) hanya dilakukan pada jenis P dan IF saja, sedangkan pada FO dan GUM tidak dilakukan. Hal ini dikarenakan bayi yang berada pada rentang usia 0-6 bulan masih sangat rentan terhadap adanya kontaminan dan belum memiliki sistem imun yang baik karena masih harus beradaptasi dengan makanan atau minuman yang dikonsumsinya.

Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh mikroorganismeBeberapa jenis mikroba seperti Enterobacteriacea, E.coli, C. perfringens,

Salmonella dan Cronobacter spp (E. sakazakii) tidak boleh terdapat di dalam bahan sama sekali karena jenis mikroba tersebut bersifat pathogen. Sehingga akan langsung menyerang sistem kekebalan tubuh dan dapat membahayakan kesehatan konsumen (bayi).

Penanganan mikroorganisme pada bahan baku dan finished goodSampel positif dalam uji mikroba (positive potential hazard)Terdapat beberapa tahapan yang harus dilakukan: i. Lakukan retest pada sampel yang positif mikroba. Retest ini dilakukan

oleh departemen QA Lab dengan metode yang sama seperti pada test awal. Sampel ini dapat berasal dari bahan baku maupun produk akhir. Retest ini hanya dilakukan pada beberapa jenis mikroba saja. Jika mikroba yang dinyatakan positif dan bersifat pathogen, maka sampel tersebut langsung dilakukan reject.

ii. Reject dilakukan pada sampel yang tidak lolos retest atau sampel masih dinyatakan positif setelah dilakukan retest. Sampel beserta bahan yang masih bernilai positif mikroba dibuang dan dijadikan untuk pakan ternak (tidak semua jenis bahan). Sehingga tidak menyebabkan penumpukan limbah dan memberikan manfaat bagi orang lain. Jika terdapat barang yang direject, harus dinyatakan dengan surat “reject notice” yang berisikan kode barang dan tanggal direject. Hal ini bertujuan untuk memastikan sampel positif dari bahan yang diuji tidak dipakai untuk produksi ataupun direlease ke pasaran. Ini merupakan salah satu cara yang digunakan untuk menjaga kualitas produk yang akan direlease ke pasaran.

iii. Rework dilakukan pada sampel yang dinyatakan positif saat uji mikrobiologi maupun uji kimia. Rework ini hanya dilakukan pada beberapa jenis mikroba saja. Jika mikroba yang dinyatakan positif dan bersifat pathogen, maka sampel tersebut langsung dilakukan reject. Sampel akan ditarik atau dikembalikan ke PT Sugizindo karena bahan baku yang dipakai oleh Nutricia berasal dari Sugizindo yang sudah berupa serbuk (powder). Sugizindo akan memproses ulang bahan tadi

28

Page 29: Draft Fix [Bintang]

dengan wet process. Bahan tersebut dicairkan kemudian dipasteurisasi dan dikeringkan kembali menggunakan spray dryer. Setelah produk jadi, dilakukan kembali uji untuk mengetahui hasil uji mikro masih dinyatakan positif atau negatif. Jika hasil dinyatakan negatif, maka produk tersebut dapat disalurkan kembali ke Nutricia sebagai bahan baku dalam pembuatan susu formula. Barang yang di rework di Sugizindo harus memiliki surat bukti yang menyatakan barang yang tidak memenuhi standar tidak digunakan dalam produksi.

ALLERGEN HAZARD

Jenis-jenis allergen yang ada di bahan baku (protein) dan produk akhir (finished goods): Uji lactose dilakukan pada produk dan bahan baku yang berbasis soya dan

produk khusus low lactose. Adanya laktosa pada produk soya sangat dihindari karena lactose (gugus gula pada susu sapi) akan membahayakan kesehatan bayi yang memiliki alergi pada laktosa yang terkandung dalam susu sapi. Selain itu kandungan laktosa sangat dihindari untuk bayi yang mengidap lactose intolerant agar tidak terjadi nutritional hazard.

Uji soy dilakukan pada produk dan bahan baku berbasis susu sapi. Adanya soy pada produk susu sapi sangat dihindari karena soy pada sebagian dapat menyebabkan bayi reaksi alergi. Hal ini dikarenakan anak yang masih bayi sangat rentan terhadap adanya zat asing sehingga sangat mudah mengalami reaksi alergi dan kejang-kejang.

Uji casein dilakukan pada produk dan bahan baku yang berbasis soya. Adanya kasein pada produk soya sangat dihindari karena kasein (protein pada susu sapi) akan membahayakan kesehatan bayi yang memiliki alergi pada laktosa yang terkandung dalam susu sapi. Selain itu kandungan kasein sangat dihindari untuk bayi yang mengidap alergi agar tidak terjadi nutritional hazard dan akan membahayakan kesehatan konsumen.

Uji egg protein dilakukan pada produk dan bahan baku yang berbasis soya. Pegujian ini hanya dilakukan pada produk akhir (finished good) karena egg protein ditambahkan pada akhir proses saat sebelum dikemas dan hanya ditambahkan pada beberapa produk susu berbasis susu sapi. Hal ini dikarenakan jenis allergen ini tidak terkandung dalam base powder atau bahan baku lainnya.

Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh zat allergenAllergen yang terkandung dalam bahan baku atau produk akhir akan sangat membahayakan konsumen yaitu bayi yang berusia 0-36 bulan. Tetapi bayi yang berusia 0-6 bulan dan lahir prematur menjadi fokus utama untuk sangat dihindarkan dengan zat allergen ini. Adapun bayi yang mengidap lactose intolerant yang tidak dapat mengkonsumsi lactose dan casein yang merupakan salah satu gugus gula yang terdapat dalam susu sapi.

29

Page 30: Draft Fix [Bintang]

Identifikasi masalah allergen pada bahan baku dan finished good

1. Soy menjadi salah satu zat allergen yang diujikan pada pada base powder dan produk akhir. Hal ini dikarenakan PT NIS memproduksi dua jenis susu formula bayi dengan basis yang berbeda, yaitu ada yang berbasis susu sapi dan kedelai (soya). Susu formula yang berbasis soya dan dikhususkan untuk bayi yang mengidap allergi terhadap laktosa dan kasein. Soy menjadi salah satu zat allergen yang diuji karena untuk memproduksi kedua jenis susu tersebut digunakan alat dan mesin yang sama. Sehingga setiap selesai memproduksi satu produk, mesin harus mengalami dry clean yang bertujuan untuk menghindari kontaminasi dari produk sebelumnya dan akan mengakibatkan penurunan kualitas pada produk yang akan diproduksi selanjutnya. Zat allergen seperti soy akan menyebabkan konsumen mengalami reaksi alergi. Konsumen utama produk dari Nutricia adalah bayi prematur hingga bayi berumur 36 bulan yang sangat rentan terhadap zat allergen yang dapat menyebabkan kejang pada anak karena zat allergen dalam soya akan bereaksi aktif dengan antigen dalam tubuh sehingga membahayakan kesehatan bayi.

2. Terdapat potensi bahaya kontaminasi produk berbasis susu sapi atau soya dengan zat allergen tertentu seperti soy, lactose dan casein. Cara untuk menghindari adanya kontaminasi adalah setiap selesai berproduksi, semua alat dibongkar dan disterilkan agar tidak ada sisa produk yang menempel pada alat dan mesin setelah alat dan mesin bersih, kemudian dibilas dengan bahan yang akan diproduksi. Misalnya setelah alat mesin digunakan untuk produksi produk berbasis susu sapi, alat mesin dibilas dengan bubuk soya sebelum melakukan produksi produk berbasis soya agar tidak terdapat susu sapi yang masih menempel pada alat mesin. Setelah dibilas dengan soya, lalu dibilas dengan bubuk khusus pembersih jenis dry cleaning lalu serbuk dibuang. Kemudian dilakukan validasi untuk memastikan produksi selanjutkan sudah dapat dilakukan atau tidak. Setelah lolos validasi, produksi jenis produk berikutnya dapat dilakukan dan akan terus dilakukan monitoring. Produk susu yang keluar pertama dan masuk ke dalam pallet 1 akan diambil sampelnya untuk diuji dan memastikan tidak terjadinya kontaminasi dan pengecekan produk apakah sesuai dengan standar atau tidak. Kemudian dilakukan validasi ulang. Jika sampel lolos uji, maka produksi akan tetap dilanjutkan. Jika tidak lolos, akan dilakukan uji dengan sampel di pallet 1 dengan pengambilan sampel secara bertahap di pallet 1. Misalnya diambil bagian atas, tengah dan bawah. Lalu akan diketahui sampel susu yang lolos standar sampai bagian apa. Jika ada sampel dan produk yang tidak lolos uji, maka akan direject sehingga kualitas produk yang akan direlease ke pasaran tetap dalam kondisi yang baik.

30

Page 31: Draft Fix [Bintang]

CCP dan oPRP di PT. NIS

Salah satu jenis CCP yang diterapkan oleh PT. NIS adalah pada mesin barcode scanner untuk susu formula kemasan kaleng (can/tin) dan sachet. Barcode scanner dimasukkan ke dalam salah satu CCP di NIS karena memiliki tingkat severity yang tinggi pada aspek nutritional hazard. Jenis hazard ini dapat berasal deviasi formula atau penggunaan packaging yang tidak tepat karena tercampur saat proses dari supplier. Barcode scanner digunakan utuk mendeteksi adanya kesalahan formula atau kesalahan packaging. Sehingga isi produk dengan kemasannya sesuai dengan ketentuan dan tidak menyebabkan timbulnya nutritional hazard. Batas kritis pada CCP ini adalah tidak ada kesalahan packaging. Monitoring dilakukan dengan cara memastikan mesin barcode scanner bekerja dengan baik dengan cara melewatkan kontaminan (dummy) setiap 2 jam. Dummy yang dilewatkan pada mesin barcode scanner ini berfungsi untuk mengetahui apakah mesin barcode scanner berfungsi dengan baik atau tidak dalam mendeteksi kesalahan formula atau packaging. Tindakan korektif yang dilakukan jika mesin barcode scanner tidak berfungsi dengan baik adalah dengan cara pengecekan produk sachet maupun kaleng sebanyak 3 kali jika lolos pengecekan maka line produksi akan dilakukan re-start, jika tidak lolos maka produk yang salah barcode harus dipisahkan. Kemudian identifikasi potensi penyebab masalah, setelah itu hentikan operasi di line tersebut untuk dilakukan re-check atau reset barcode scanner.

Salah satu jenis oPRP yang diterapkan oleh PT. NIS pada raw material adalah base powder yang merupakan bahan baku yang memiliki komposisi paling besar pada susu formula bayi yaitu sekitar 40%. Base powder dimasukkan ke dalam salah satu oPRP di NIS karena memiliki tingkat severity yang tinggi pada aspek microbiological hazard. Jenis hazard pada base powder dapat berasal dari supplier bahan baku maupun selama transportasi. Terdapat 15 jenis mikroba yang diuji untuk mengetahui apakah pada base powder yang digunakan untuk produksi melewati batas kritis atau tidak. Jika base powder lolos uji mikroba dan tidak melewati batas kritis, maka base powder dapat digunakan dalam produksi dan produk yang dihasilkan aman bagi kesehatan konsumen. Monitoring oPRP ini dilakukan dengan cara analisis mikrobiologi pada setiap batch oleh analis di laboratorium mikrobiologi. Tindakan korektif yang dilakukan jika terjadi penyimpangan saat base powder melewati batas kritis adalah dengan cara menahan produk (tidak release ke pasaran); dilakukan sampling untuk testing secara kimia maupun mikrobiologi, jika lolos produk akan release ke pasaran, jika tidak lolos akan dikonfirm dan dilakukan reject (dibuang).

31

Page 32: Draft Fix [Bintang]