Draft Artikel Ilmiah Geser

download Draft Artikel Ilmiah Geser

of 10

description

DRAFT ARTIKEL ILMIAH GESER.doc

Transcript of Draft Artikel Ilmiah Geser

BAB I

PENGARUH PEMAKAIAN TULANGAN GESER LONGITUDINALTERHADAP PENINGKATAN KAPASITAS BALOK TINGGIOleh :

Ninik Catur Endah Yuliati, Deddi Teguh S, Baiq Citra Dewi WJurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Merdeka Malang

Jl. Taman Agung No. 1 Malang 65146

[email protected]

ABSTRAK

Kelebihan balok tinggi adalah nilai kekakuan lenturnya (EI) yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan balok biasa. Balok tinggi pada beton bertulang pada umumnya didesain hanya dengan pemakaian tulangan minimum saja, baik untuk tulangan lentur maupun tulangan geser dikarenakan balok tinggi tidak direncanakan sebagai pemikul beban utama, namun hanya dari segi estetikanya saja. Oleh karena itu, penelitian ini diperlukan untuk dapat menentukan desain penulangan yang memadai pada balok tinggi yang difungsikan sebagai pemikul beban utama sehingga dapat menghindari keruntuhan dini yang mungkin terjadi.

Penelitian ini menggunakan 12 balok uji dengan mutu beton 25 Mpa yang merupakan hasil pemodelan dengan skala geometrik 1 : 4. yang ditumpu sederhana dengan dimensi (13x40x100) cm. Penulangan lentur yang dipakai masing-masing 410 mm untuk sisi tarik dan 210 mm untuk sisi tekan, sedangkan untuk penulangan geser/sengkang balok dipakai 6100 mm untuk masing-masing balok-uji. Pemberian tulangan geser longitudinal dilakukan dengan variasi tanpa tulangan geser longitudinal sebanyak 3 balok, 26 mm, 46 mm dan 66 mm masing-masing sebanyak 3 balok. Pengujian dilakukan dengan beban dua titik simetris dan rasio bentang geser terhadap tinggi efektif balok (a/d) bervariasi yakni mulai 0,6 ; 0,8 dan 1,0. Data mengenai beban retak, beban ultimit, regangan pada tulangan pokok, sengkang maupun tulangan geser longitudinal serta displacement balok pada titik beban diukur untuk setiap peningkatan beban dengan interval 250 kg pada saat pengujian.

Dari hasil penelitian ini diketahui bahwa penambahan tulangan geser longitudinal akan meningkatkan kapasitas beban retak geser dan beban ultimit balok tinggi. Kenaikan tersebut mencapai 40% untuk beban retak geser dan 31% untuk beban ultimit balok dengan 3 lapis tulangan longitudinal dibandingkan terhadap balok tanpa tulangan geser masing-masing pada rasio a/d = 0,6. Kekakuan geser balok tinggi juga akan meningkat akibat adanya penulangan geser longitudinal, dimana peningkatan terbesar diperoleh pada rasio geser balok a/d = 0,8 pada balok BTTB-3 (memakai 3 lapis tulangan longitudinal) sebesar 79.714 kg/cm. Tulangan geser longitudinal lebih memiliki peran sebagai perkuatan geser bersama sengkang pada daerah geser balok dibandingkan sebagai perkuatan lentur bersama tulangan lentur pada daerah lentur balok (mid-span) setelah beton mengalami retak.

Kata Kunci : Tulangan Geser Longitudinal, Kapasitas Geser, Rasio Bentang Geser

PENDAHULUAN

Perilaku dan karakteristik dari balok tinggi sangat berbeda dari perilaku dan karakteristik balok yang mempunyai perbandingan normal.Pada balok tinggi akan dominan terjadi keruntuhan akibat tegangan geser. Untuk itu perencanaan tulangan geser menjadi amat penting pada desain balok tinggi. Tulangan geser tidak hanya meningkatkan kapasitas geser balok, tetapi juga daktilitasnya sehingga tulangan geser mereduksi resiko terjadi keruntuhan getas. Selain sengkang yang menahan gaya geser maka pada penelitian ini dicoba divariasikan dengan menggunakan tulangan geser longitudinal yang diharapkan dapat menyumbangkan tahanan terhadap kapasitas geser balok tinggi.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian tulangan geser longitudinal terhadap kapasitas dan kekakuan geser serta perilaku perkuatan lainnya pada balok tinggi beton bertulang.

TINJAUAN PUSTAKA DAN TEORI

Penyelidikan keruntuhan tekan geser telah dilakukan pada balok tinggi dengan mengambil variasi rasio bentang geser dan tinggi efektif balok (a/d) antara 1,0 sampai 2,5 dengan beban single dan double pada balok. Dijelaskan bahwa mutu beton, rasio penulangan utama, rasio penulangan geser pada rasio a/d 1,0 sampai 2,5 akan mempengaruhi keruntuhan tekan geser pada balok tinggi (Zararis, 2003).

Desain dengan metode CIRIA pada balok tinggi dengan memakai beton normal dan mutu tinggi telah dilakukan revisi untuk memperkirakan geser ultimit yang terjadi. Parameter yang bervariasi diberikan pada penyelidikan tersebut antara lain ; rasio a/d antara 0,27 sampai 2,7 ; jumlah penulangan utama (1,23 sampai 5,80%), jumlah penulangan geser dan mutu beton yang digunakan antara 25 sampai 100 MPa (Leong and Tan, 2003).

Perkiraan daerah dan dimensi keruntuhan tekan geser juga dapat dilakukan pada balok tinggi dengan memakai metode AE, yang mengukur besarnya energi lokal dari sensor-sensor yang diberikan pada permukanan beton. Evaluasi daerah keruntuhan dapat diketahui dari pengujian tekan uniaxial pada balok berdasarkan amplitudo maksimum yang diukur dari tegangan maksimum. Panjang daerah keruntuhan balok hasil pengujian ternyata lebih dari 30% dari hasil pengukuran sensor yang dilakukan dari berbagai bentuk dan ukuran benda uji (Watanabe, 2002,).

Pengaruh letak beban dengan penulangan geser yang berbeda pada balok tinggi dengan beton mutu tinggi (fc > 55 MPa) juga telah diteliti, dimana dilakukan pengujian dengan beban seluruhnya terletak pada tepi atas balok, dan semua pada tepi bawah balok serta kombinasi tepi atas dan tepi bawah balok dengan ratio Ptop/Pbottom masing-masing 1:1 dan 2:1. Sedangkan variasi penulangan geser yang diteliti antara lain balok tinggi dengan tulangan utama yang dimiringkan, tulangan geser vertikal serta kombinasi tulangan geser vertikal dan horizontal. Penelitian ini juga menjelaskan bidang defleksi balok, lebar retak yang terbentuk, pola retak, model keruntuhan, beban retak diagonal, kekuatan layan dan ultimit (Tan and Wei, 1999).

Berdasarkan SK. SNI T15-1991-03 kuat geser balok tinggi dapat ditentukan berdasarkan persamaan :

.....(1)

Dimana :Mu=momen terfaktor yang terjadi bersamaan dengan gaya geser terfaktor maksimum Vu pada penampang kritis.

.....(2)

EMBED Equation.3 .....(3)Sedangkan untuk menghitung besar Vs, adalah menggunakan rumus :

.....(4)

dimana : Av (luas sengkang) 0.0015 bw s,

s ( jarak sengkang) 1/5 d 500 mm,

Avh (luas tul geser horizontal) 0.0025 bw s2 ,

s2 (jarak tul geser horizontal) 1/3 d 500 mm

Kekakuan yang terjadi pada balok tinggi ditentukan dari hasil perbandingan pembebanan dengan defleksi yang terjadi pada saat terjadi retak pertama kaliberdasarkan persamaan berikut :

..(5)dimana : Pgeser dan geser adalah beban dan lendutan saat terjadinya retak geser.

METODE PENELITIANBalok uji sebanyak 12 (duabelas) buah berukuran (130x400) mm panjang 100 cm diuji dengan skala penuh. Variabel yang diambil adalah 3 (tiga) balok tanpa memakai tulangan geser longitudinal, kemudian setiap 3 (tiga) balok memakai 1 lapis 6mm, 2 lapis 6mm dan 3 lapis 6mm tulangan geser longitudinal. Semua balok diuji dengan memakai setting beban 2 (dua) titik, dengan rasio a/d berturut-turut ; 0,6 ; 0,8 dan 1,0. Mutu beton dipakai 25 MPa. Peralatan pengujian yang digunakan antara lain ; loading frame kapasitas 30 ton, hydraulic jack kapasitas 50 ton, Load ceel kapasitas 30 ton yang dilengkapi dengan Load indikator dengan ketelitian pembacaan sampai 1 kg, dial gauge ketelitian 0,001 mm. Pengujian balok uji dilakukan dengan memakai loading frame seperti terlihat pada gambar 3.4. Pembacaan yang dilakukan pada pengujian adalah data beban yang diberikan setiap kenaikan 250 kg, beban saat retak awal balok, beban saat retak diagonal/geser terjadi, beban saat kondisi ultimit tercapai, serta displacemen pada titik beban ( tepi atas dan tepi bawah balok). Pengamatan yang dilakukan adalah pola retak yang terjadi mulai retak awal, retak diagonal sampai beban pasca retak balok. Pengujian balok dilakukan pada setiap variasi penulangan geser longitudinal dengan a/d mulai 0,6 ; 0,8 dan 1,0 dengan pemberian dua titik beban pada balok seperti terlihat pada gambar 3.1. Selain data tersebut diatas juga dibaca data mengenai regangan yang terjadi melalui strain gauge yang dipasang pada tulangan pokok, sengkang dan tulangan geser longitudinal seperti terlihat pada gambar 2.

Gambar 1 : Setting Pembebanan Balok dengan two point loading

: strain gauges

Gambar-.2 : Penulangan pada Balok-uji

HASIL PENELITIAN

Dari pengujian dengan sistem two point loading terhadap benda uji balok tinggi, diperoleh hasil-hasil sebagai berikut :

Tabel 1 : Hasil Pengujian pada balok Tinggi

Benda Uji

Jml Tul Geser LongRasio

(a/d)Beban (kg)Regangan Maksimum (x 0,000001)Lendutan (mm)

First crackUltimitTul. lenturGeser LongSengkangFirst crackUltimit

BTTB-0

00.6114451693525190945.692.68

00.8112701334014615731.741.25

016890963510113751.341

BTTB-1

10.613985202104.882.53

10.8123001685062412511036.334.17

117730109156.823.96

BTTB-2

20.617360225604.624.23

20.8125751949010532567427.774.32

218350140105.982.48

BTTB-3

30.618930245628.285.18

30.8139502444016143476864.251.75

3112920166109.585.66

Kapasitas Beban Ultimit dan First-Crack

Berdasarkan Gambar-3 dan 4 terlihat bahwa dengan penambahan tulangan geser longitudinal, terjadi peningkatan nilai kapasitas beban yang bisa diterima balok tinggi baik untuk beban first-crack maupun beban puncak/ultimit. Adapun peningkatan beban first-crack untuk rasio a/d = 0.6 adalah sebesar 22.19 % untuk BTTB-1 ; 51.68% untuk BTTB-2 ; dan 65.40 % untuk BTTB-3. Pada rasio a/d = 0,8 besarnya peningkatan yang terjadi berturut-turut adalah 9.14 % untuk BTTB-1 ; 11.40 % untuk BTTB-2 dan 23.78 % untuk BTTB-3. Sedangkan pada rasio a/d = 1, peningkatan beban first-crack sebesar 12.19 % untuk BTTB-1 ; 12.76 % untuk BTTB-2 dan 87.52 % untuk BTTB-3.

Peningkatan beban ultimit yang terjadi pada rasio a/d = 0,6 masing-masing adalah 25.24 % untuk BTTB-1 ; 49.15 % untuk BTTB-2 dan 45.04 % untuk BTTB-3. Untuk rasio a/d = 0,8 besarnya peningkatan adalah 26.31 % untuk BTTB-1 ; 53.74 % untuk BTTB-1 dan 83.21 % untuk BTTB-3. Sedangkan pada rasio a/d = 1 peningkatan yang terjadi sebesar 13.29 % ; 38.23 % dan 72.39 % berturut-turut untuk BTTB-1, BTTB-2 dan BTTB-3.

Dari hasil analisa tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan penambahan tulangan geser longitudinal, akan meningkatkan kapasitas beban yang dapat diterima oleh struktur balok tinggi. Peningkatan ini terjadi dikarenakan adanya perkuatan dari tulangan arah longitudinal atau horizontal yang mampu menahan gaya geser yang terjadi akibat beban. Tulangan longitudinal tersebut mampu memberikan aksi perlawanan bersama-sama sengkang setelah retak diagonal terjadi pada bentang geser. Namun demikian penambahan tulangan geser longitudinal ini harus tetap diperhitungkan terhadap batasan rasio penulangan maximum max agar tidak terjadi kondisi over-reinforced.

Kekakuan Geser Balok Tinggi

Kekakuan geser pada balok tinggi ditentukan berdasarkan perbandingan antara beban yang dapat dipikul oleh balok terhadap defleksi yang terjadi akibat deformasi balok sehingga beton mengalami retak pada daerah bentang geser yang disebut retak geser diagonal. Adapun hubungan antara beban dan defleksi yang terjada pada semua uji ditunjukkan pada Gambar-6.

Secara teoritis, nilai kekakuan geser akan berbanding lurus dengan nilai gaya geser sesuai dengan persamaan-5. Hal ini juga terlihat dari hasil pengujian dengan memperhatikan grafik hubungan antara beban yang diterima balok pada saat retak geser dengan defleksi yang terjadi. Dari keseluruhan benda uji, terlihat bahwa balok tinggi dengan pemakaian tulangan longitudinal yang makin bnyak akan menghasilkan kekakuan geser yang makin besar juga. Pada balok tinggi BTTB-3 (3 lapis tulangan longitudinal) menghasilkan kekakuan geser masing-masing 39.510 kg/cm untuk a/d = 1,0 ; 79.714 kg/cm untuk a/d = 0,8 ; tetapi pada rasio geser a/d = 0,6 kekakuan terbesar terjadi pada balok BTTB-1 (1 lapis tulangan longitudinal) yakni sebesar 37.900 kg/cm. Kenaikan kekakuan geser balok tinggi dibandingkan dengan balok tinggi tanpa tulangan longitudinal (BTTB-0) adalah sebesar 55%, 64 %, dan 16% masing-masing rasio a/d = 1,0 ; 0,8 dan 0,6. Pada rasio geser a/d = 0,6 peningkatan tersebut relatif kecil. Sedangkan untuk a/d = 1,0 dan 0,8 peningkatan kekakuan geser balok tinggi lebih dari 1,5 kalinya.

Gambar 5 : Hubungan Beban dan Defleksi pada balok tinggi

Perilaku Perkuatan pada Balok Tinggi

Dari grafik hubungan antara besarnya regangan yang terjadi terhadap variasi rasio a/d (Gambar-6) pada balok tinggi tanpa tulangan geser longitudinal terlihat bahwa semakin besar rasio a/d maka regangan yang terjadi baik pada tulangan pokok maupun sengkang akan semakin berkurang. Hal ini sangat berhubungan erat dengan hasil penelitian mengenai kapasitas beban yang bisa diterima oleh balok dimana semakin besar rasio a/d maka kapasitas beban baik untuk first-crack maupun beban ultimit akan semakin kecil. Pada rasio a/d = 0,6 terlihat bahwa regangan yang terjadi pada sengkang sebesar 0.0091 melebihi batasan regangan leleh yang ditentukan yaitu sebesar 0,002. Karena sengkang adalah satu-satunya perkuatan yang diberikan untuk menerima geser maka. Hal ini menunjukkan bahwa pada balok tinggi dengan rasio a/d yang makin kecil keruntuhan pada balok lebih dominan kearah keruntuhan geser dibandingkan keruntuhan lentur.

Gambar 6 : Hubungan Regangan dan Rasio a/d pada balok tinggi tanpa tulangan geser longitudinal

Pada balok tinggi yang diberi tulangan longitudinal didapatkan perilaku tegangan pada tulangan yang berbeda karena adanya sengkang dan tulangan geser longitudinal sebagai perkuatan menahan geser balok serta tulangan lentur dan tulangan longitudinal yang juga dapat berfungsi sebagai perkuatan lentur balok. Pengaruh penambahan tulangan geser longitudinal pada balok tinggi sangat terlihat nyata terhadap perilaku sengkang balok tinggi. Makin banyak jumlah tulangan longitudinal akan mengurangi kerja dari sengkang dalam menahan geser balok. Sebagian beban geser akan ditahan oleh tulangan longitudinal dan sebagian lagi oleh sengkang. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya nilai regangan pada sengkang. Semakin banyak tulangan geser longitudinal yang diberikan maka semakin kecil pula regangan yang terjadi pada sengkang. Namun perlu diperhatikan bahwa penambahan tulangan geser longitudinal ini juga harus tetap diperhitungkan terhadap batasan max agar tidak terjadi kondisi over-reinforced.

Hal yang lain berbeda adalah pada perilaku tulangan lentur, terlihat bahwa regangan pada tulangan lentur yang diukur pada tengah bentang balok (mid-span) terus mengalami kenaikan sesuai dengan penambahan momen lentur balok didaerah mid-span akibat geser balok yang juga bertambah.

Tabel-2 : Besarnya regangan pada baja tulangan

Type balokRegangan baja ()

Tulangan lenturTul.geser longsengkang

BTTB-0 (tanpa tul.long)146*)1573

BTTB-1(1 lapis tul) 6241251103

BTTB-2 (2 lapis tul)1053256742

BTTB-3 (3 lapis tul)1614347686

*) tidak diberi tulangan geser longitudinal

Gambar 7 : Hubungan Regangan dan Type balok tinggi

KESIMPULAN.

Penambahan tulangan geser longitudinal akan meningkatkan kapasitas beban retak geser balok tinggi. Peningkatan terbesar adalah 18.930 kg terjadi pada balok BTTB-3 (3 lapis tulangan geser longitudinal) sebesar 40% dari balok tanpa tulangan longitudinal pada rasio a/d = 0,6. Beban geser ultimit balok akan meningkat secara proporsional terhadap rasio geser balok, dimana makin kecil rasio geser (a/d) maka peningkatan yang terjadi juga semakin besar. Beban geser ultimit terbesar didapatkan pada rasio a/d = 0,6 balok BTTB-3 (3 lapis tulangan geser longitudinal) yakni 24.562 kg, meningkat 31% dibandingkan dengan balok tanpa tulangan geser longitudinal pada rasio a/d = 0,6.

Kekakuan geser balok tinggi juga akan meningkat akibat adanya penulangan geser longitudinal. Nilai kekakuan terbesar diperoleh pada rasio geser balok a/d = 0,8 pada balok BTTB-3 (memakai 3 lapis tulangan longitudinal) sebesar 79.714 kg/cm.

Pemakaian tulangan geser longitudinal akan mengurangi kerja dari pada sengkang didalam menahan geser, tetapi tidak berpengaruh pada kerja tulangan lentur sebagai perkuatan. Pada balok yang tidak diberi perkuatan tulangan longitudinal, makin kecil rasio a/d maka perilaku balok akan beralih dominan menahan geser dibandingkan lentur, sengkang sebagai satu-satunya perkuatan yang menahan geser setelah beton retak akan mempunyai kerja yang lebih besar yakni regangan dan tegangan lebih besar.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih atas seluruh pembiayaan penelitian ini yang merupakan bagian dari Program Hibah Kompetisi A2, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta untuk Tahun Anggaran 2006 di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Merdeka Malang.DAFTAR PUSTAKA

Anonim,2005,Design of Beams for Shear, Dept. of Civil Engineering University of Pretoria

Departemen Pekerjaan Umum,1991, Tata Cara Perhitungan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, Yayasan LPMB, Bandung.

Denpongpan, Thammanoon,2001, Effect of Reversed Loading on Shear Behavior of Reinforced Concrete, Januari 2001

Leong, C.L., and Tan. K.H, 2003, Proposed Revision on CIRIA Design Equation for Normal and High Strength Concrete Deep Beams, Magazine of Concrete Research, Vol.55 Issue.3, pp 267-278.

Nawy E.G,1990, Beton Bertulang Suatu Pendekatan Dasar, Eresco,Bandung

Tan, K.H., C.Y Tang, and K.Tong, 2004, Shear Strength Prediction of Pierced Deep Beams with Inclined Web Reinforcement, Magazine of Concrete Research, Vol.56, Issue.8, pp.443-452.

Tan, K.H and Weng, L.W, 1999, High-strength Concrete Deep Beams with Different Web Reinforcement under Combined Loading, Australian Conference on the Mechanics of Structures and Materials, 8-10 December 1999, Sydney.

Teng, Susanto., Fung-Kew.K., Soon-Ping. P., Lingwei W.G, and Tan K.H, 1996, Performance of Strengthened Concrete Deep Beams Predamaged in Shear, ACI Structural Journal, Vol.93, No.2, March-April 1996, pp159-171.

Watanabe, Ken., Mitsuyasu Iwanami, Hiroshi Yokota, and Junichiro Niwa, 2002, Estimation of The Localized Compressive Failure Zone of Concrete by AE Method, Proceeding of the 1st fib Congress, Osaka, Session 13, October 2002, pp.117-124.

Winter, George and Arthur H.N,1993, Perencanaan Struktur Beton Bertulang, Pradnya Paramita, Jakarta

Zararis, Prodromos.D., 2003, Shear Compression Failure in Reinforced Concreted Deep Beams, Journal of Structural Engineering, Vol.129, No.4, April 2003, pp 544-553.

Zhang, Z., C.T.Hsu, and John Moren, 2004, Shear Strengthening of Reinforced Concrete Deep Beam using Carbon Fiber-Reinforced Polymer Laminates, Journal of Composites for Construction, Vol 8, No.5, September/October 2004, pp.403-414.

BTTB-3

EMBED Equation.3 6-100 mm

6 EMBED Equation.3 6 mm

2 EMBED Equation.3 10 mm

40 cm

13 cm

100 cm

BTTB-1

2 EMBED Equation.3 6 mm

4 EMBED Equation.3 10 mm

2 EMBED Equation.3 10 mm

13 cm

EMBED Equation.3 6-100 mm

40 cm

100 cm

BTTB-2

EMBED Equation.3 6-100 mm

4 EMBED Equation.3 6 mm

2 EMBED Equation.3 10 mm

40 cm

13 cm

100 cm

BTTB-0

EMBED Equation.3 6-100 mm

4 EMBED Equation.3 10 mm

2 EMBED Equation.3 10 mm

40 cm

13 cm

100 cm

Hidraulic Pump

Load Indicator

Loading Frame

a

Pin Supporting

Dial gggauge

Actuator Frame

Hidraulic Jack

L

Balok Uji

Load Cell

PAGE

_1220863822.unknown

_1220863900.unknown

_1221059203.unknown

_1221665950.unknown

_1221213153.unknown

_1220863954.unknown

_1220863884.unknown

_1174129903.unknown

_1215600271.unknown

_1174129858.unknown

_1167575854.unknown