Dr. Ibrahim Labeda-nutritional Support (Surabaya)
-
Upload
lelaghasela-green-housecommunity -
Category
Documents
-
view
16 -
download
1
Transcript of Dr. Ibrahim Labeda-nutritional Support (Surabaya)
NUTRITIONAL SUPPORT IN SURGICAL PATIENT
Dr. IBRAHIM LABEDA Sp.B-KBD
Sub Bagian Bedah Digestif RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo /FK Unhas
Makassar
I. PENDAHULUAN
Menjelang abad ke-21 malnutrisi terus menjadi perhatian di Inggris. Studi terbaru
menunjukkan kira-kira 40% pasien rawat inap mengalami malnutrisi dengan berbagai derajat
keparahan. Lebih dari 1/3 pasien bedah gastrointestinal mengalami malnutrisi “sedang”.(Heys SD.
1999). Malnutrisi dan berat badan yang kurang berhubungan dengan perubahan fisiologi seluler dan
fungsi organ yang penting pada pasien bedah. Akibat dari berat badan kurang pre-operatif akan
meningkatkan morbiditas dan mortalitas post operatif.
Komplikasi seperti bocornya anastomosis usus, dehisensi luka dan sepsis sering
ditemukan pada pasien-pasien dengan malnutrisi. Terapi nutrisi yang adekuat, pada saat
yang tepat, dengan pemberian antibiotik dan terapi suportif lainnya akan menjaga
keseimbangan pasien..
RESPON METABOLIK TERHADAP PUASA,TRAUMA DAN SEPSIS
Umumnya malnutrisi bedah yang sederhana terjadi akibat pasien dipuasakan, yang
memang diperlukan atau sebenarnya pasien tersebut tidak perlu puasa terlalu lama, misalnya
akibat tradisi yang salah atau karena pasien menjalani berbagai pemeriksaan yang
mengharuskan puasa berkali-kali.
Penderita dengan penyakit kritis, baik yang diakibatkan oleh trauma, pembedahan,
sepsis, luka bakar maupun radio/kemoterapi, akan mengalami perubahan metabolisme dasar
yang disebut stres metabolik. Dalam keadaan demikian, sisa glukosa dan makanan akan habis
dalam 2-4 jam. Setelah itu tubuh mulai menguraikan glikogen yang disimpan dalam hati dan
otot. Cadangan glikogen ini hanya cukup untuk beberapa jam.
Pada keadaan normal cadangan ini dipergunakan untuk mengisi sela waktu antara makan.
Setelah glikogen habis, tubuh menggantikan cadangan lemak, dari lemak hanya didapat
sedikit glukosa. Penggunaan cadangan glukosa untuk mengurangi glukoneogenesis yang
berasal dari protein, disebut “nitrogen sparing”.
Jika nutrisi berhenti lebih dari 24 jam, atau masukan karbohidrat dan protein tidak
cukup, tubuh melakukan glukoneogenesis yaitu jalur alternatif membentuk glukosa dengan
1
memecah protein yang disebut proteolisis, residu nitrogen akan keluar dari badan,
meyebabkan balans negatif protein awal sebanyak 12 g/hari.
Untuk memenuhi kebutuhan energi basal 20-25 Kcal/kg/hari diperlukan pemecahan protein
terutama glutamin dan alanin, 125-150 gram/hari. Ini setara dengan 200-300 gram jaringan
otot yang hilang untuk setiap hari puasa.
Selain menghasilkan glukosa, yang sangat diperlukan untuk energi susunan syaraf
pusat, proteolisis otot menghasilkan berbagai asam amino untuk sintesa “acute phase
proteins”(C-reactive protein dan fibrinogen) serta untuk penyembuhan luka, proteolisis ini
mengakibatkan hambatan sintesis “viceral proteins” yang mempunyai waktu paruh pendek,
terutama enzim-enzim di hepar, imunoglobulin dan albumin. Jika setelah 3-5 hari tetap tidak
ada masukan asam amino, cadangan protein akan mencapai titik kritis setelah puasa lebih dari
satu minggu, kehilangan nitrogen tiap hari bertambah dengan setengahnya.
Puasa berlarut atau malnutrisi adalah penyebab utama perburukan proses penyakit
yang sedang berlangsung. Gangguan nutrisi yang dapat ditolerir sebelum terjadi disfungsi
jaringan dari organ yang berkaitan dengan malnutrisi, umumnya banyak tergantung kepada
status nutrisi sebelum sakit dan status metabolik penderita yang sedang berlangsung’
Dapat dikatakan, bahwa pasien kritis sedang berada didalam stres sistemik.
Keadaan ini ditandai dengan adanya pergeseran ekstensif dari posisi metabolik basal
yang normal kekeadaan hipermetabolik atau “Increased resting energy” (REE). Respons
hipermetabolik ini meningkatkan kebutuhan enersi, mempercepat proteolisis diseluruh badan,
katabolisme, lipolisis, peningkatan cardiac out put, peningkatan komsumsi oksigen,
temperatur badan dan penurunan resistensi perifer vaskuler. Selama keadaan hipermetabolik,
lalu lintas dan penggunaan berbagai substrat berubah, sehingga terjadi peningkatan
proteolisis otot skelet, mobilisasi asam lemak, dan glukoneogenesis asam amino yang dilepas
dari otot skelet lalu dikirim lewat jalan pintas ke hati, yang dipergunakan untuk
glukoneogenesis dan untuk sintesis acute-phases proteins.
Glukosa yang baru disintesis tersebut meninggalkan hati menuju sel-sel dan jaringan
yang enersinya tergantung kepada glukosa, seperti sel-sel imunitas dan daerah luka. Oksidasi
dari lemak akan menghasilkan sebagian besar kebutuhan energi untuk proses metabolisme
melalui proses “autocannibalism” ini, badan akan memobilisasi cadangan protein dalam otot
untuk memenuhi kebutuhan sintesis protein dan glukosa yang sangat penting untuk
penyembuhan luka dan melawan invasi kuman. Jadi respons hipermetabolik diperlukan agar
manusia dapat selamat setelah menderita trauma berat atau menjadi pasien kritis di ICU.
2
Apabila kebutuhan oleh kenaikan metabolisme tidak terpenuhi, maka akan terjadi
kehilangan protein viceral, penurunan daya tahan terhadap invasi bakteri dan gangguan
penyembuhan luka. Penambahan kebutuhan akan glukosa yang diberikan dari luar saja, tidak
akan mencukupi kebutuhan untuk peningkatan metabolisme, sebab kejadian intoleransi
terhadap glukosa adalah hal yang biasa pada pasien kritis akibat stres, maka bantuan nutrisi
yang terdiri dari formula yang sesuai sangat diperlukan dalam situasi seperti ini.
Mediator yang berperan dalam respons hiperkatabolisme akibat stres antara lain
interleukin proinflamasi seperti Il-1, Il-6, Il-8, tumor necrosis factor (TNF-), interferon-
(INF-) glucocortison, catecolamine, oksigen radikal bebas, dan eicosanoid. Telah
diketahui pula bahwa respons inflamasi adalah komponen penting sebagai respons immune
primer non-spesifik sehingga berperan dalam penyembuhan luka dan reparasi jaringan, tetapi
apabila respons inflamasi sistemik tersebut berlebihan, dapat berakibat buruk.
Perubahan metabolik secara klinik dapat dimonitor dengan tehnik tidak langsung yaitu
dengan mengukur kadar acute phase protein seperti C-reactive proteins dan fibrinogen.
Protein tersebut kadarnya naik dengan cepat segera setelah terjadi rangsangan inflamasi, yaitu
mediator proinflamasi akan langsung memberi sinyal untuk terjadinya proteolisis otot skelet,
sehingga akan diperoleh nitrogen bebas untuk sintesis acute phases protein. Peningkatan
acute phase reactans akan segera diikuti dengan turunnya secara drastis” circulaty
constitutive protein” seperti albumin, prealbumin, transferin dan retinol-binding protein.
Peristiwa perubahan kadar protein plasma yang terjadi disebabkan dua hal :
- Perubahan jenis protein yang dihasilkan liver
- Kehilangan protein transkapiler
Dari sudut pandang nutrisi, keadaan hipermetabolik dapat dianggap sebagai bentuk
malnutrisi yang terjadi dan berkembang secara cepat. Meskipun didukung oleh beberapa
bukti klinis, bahwa bantuan nutrisi yang agresif pada fase ini akan memperbaiki hasil
pengobatan, tetapi harus dipertimbangkan pula komplikasi akibat bantuan nutrisi ini. Karena
itu, supaya aman bagi pasien kita harus berpegang pada beberapa prinsip dasar dan apa
sebenarnya yang ingin kita capai:
1. Mencegah kekurangan nutrisi dan defisiensi beberapa vitamin khusus, serta mengurangi
komplikasi pemberian Terapi Nutrisi Enteral (TNE) dan Terapi Nutrisi Parenteral
(TNPE).
2. Dapat memberikan nutrisi dalam jumlah dan komposisi yang tepat sehingga diharapkan
dapat mengurangi atau mencegah komplikasi akibat gangguan metabolisme yang
merugikan.
3
3. Cara pemberian yang seaman mungkin
Sehubungan dengan keadaan klinisnya, seringkali penderita tidak dapat
mengkomsumsi makanan yang diberikan kepadanya, atau makanan yang dikomsumsi tidak
mencukupi kebutuhannya. Tanpa masukan nutrisi dari luar tubuh, dalam beberapa waktu
kemudian akan terjadi balans nitrogen negatif dan malnutrisi protein kalori. Selain
menurunkan daya tahan dan mempermudah infeksi, keadaan malnutrisi juga dapat
menyebabkan komplikasi lain, seperti luka yang sukar sembuh, hipoproteinemia, edema
anasarka, gangguan motilitas usus, gangguan enzim dan metabolisme, kelemahan otot, dan
hal-hal lain yang memperlambat penyembuhan penderita.
II. INDIKASI DUKUNGAN NUTRISI
Setiap pasien yang masuk RS harus dinilai status nutrisinya dengan cepat (quick
nutritional assesment). Pasien dengan malnutrisi berat harus mendapat dukungan nutrisi pre-
operatif, lebih dianjurkan via enteral nutrisi. TPN harus diberikan bagi mereka yang tidak
dapat makan lewat oral. Penderita malnutrisi sedang, lebih baik diberikan nutrisi pre-operatif
secara enteral dan tidak diberikan TPN kecuali jika akan menjalani puasa lebih dari
seminggu setelah operasi, dan jika pasien jatuh ke dalam kategori malnutrisi berat.
PENILAIAN KLINIS
Dari sekian banyak parameter yang ada, yang paling membantu secara klinik adalah:
Total kehilangan BB dalam beberapa minggu atau beberapa bulan terkhir.
Riwayat intake oral dalam beberapa minggu terkhir. Riwayat diet harus didata secara akurat,
kecuali tidak bermakna sebagai parameter.
Riwayat vomitus, anorexia, dan diare yang berkepanjangan.
Penilaian visual pada otot dan lemak. Pada malnutrisi yang kronis terjadi perubahan dari
rambut dan kuku.
Evaluasi klinis sederhana dari status nutrisi ternyata sama akuratnya dengan penilaian
objektif seperti pengukuran lemak tubuh dan test-test biokimia.
PEMERIKSAAN BIOKIMIA
Test yang paling umum dilakukan adalah pemeriksaan serum Albumin. Serum
Albumin < 3,5 g/dl mengindikasikan adanya malnutrisi moderate, sementara malnutrisi berat
nilainya < 3,0 g/dl, sementara test fungsi hati dan ginjal tidak selalu abnormal. Waktu paruh
dari serum Albumin adalah beberapa hari, sehingga perubahan dari nilai kadar serum ini tidak
merefleksikan keadaan status nutrisi pada saat yang besamaan. Serum Pre-Albumin dan
4
Retinol binding protein lebih cepat berubah dan lebih tepat untuk menggambarkan perubahan
status nutrisi pada saat yang bersamaan. Test-test ini mahal dan jarang tersedia.
III. JENIS-JENIS DUKUNGAN NUTRISI
Nutrisi enteral melalui usus lebih baik dari nutrisi parenteral. Dengan nutrisi enteral
tidak terdapat komplikasi yang berhubungan dengan jalur kateter vena central. Lagi pula
dengan adanya makanan dalam saluran cerna, akan dilepaskannya “gut enterocyte tropic
factor”, yang menjaga integritas mukosa usus dan mengurangi perpindahan dan
perkembangan bakteri pada tempat-tempat tertentu misalnya phelgmon pankreas, hematoma,
paru-paru, dll.
DUKUNGAN NUTRISI ENTERAL
Oral feeding
Merupakan cara terbaik pemberian nutrisi enteral. Meskipun demikian, pada pasien
malnourished, pemberian oral feeding diperlukan kehati-hatian kecuali jika intakenya
terjamin. Jika jalur oral tidak terjamin maka pasien sangat mudah jatuh kedalam keadaan
malnutrisi. Bila jumlah intake oralnya diragukan, dianjurkan pemasangan nasogastic tube
untuk feeding.
Nasoenteral tube feeding
Nasogastric feeding di indikasikan untuk pasien-pasien dengan toleransi makanan
yang baik terhadap usus dan tidak terdapat kontraindikasi untuk memasukkan makanan ke
saluran cerna, tetapi tidak dapat atau tidak bisa makan secara oral. Untuk tujuan ini
nasogastric tube ukuran 10-14 Fr yang paling dapat diterima dan paling umum digunakan,
tersedia juga tube khusus dengan ukuran 6-8 Fr yang lebih nyaman bagi pasien tapi harganya
lebih mahal. Tube ini tidak mudah tersumbat karena dilapisi selaput hydrophobic khusus.
Jika feeding ke dalam lambung merupakan kontraindikasi (misalnya pankreatitis), dapat
dipasang nasoyeyenal tube. Alat ini dapat dipasang melalui endoscopy atau dengan bantuan
flouroscopy.
Invasive tube feeding
Pasien yang tidak dapat dipasang NGT atau tube naso-yeyenal (misalnya carsinoma
pharing atau esofagus yang inoperabel) atau mereka yang membutuhkan feeding jangka lama
untuk beberapa bulan sampai tahunan, harus dipasang feeding tube percutaneus (gastrostomy
atau yeyunostomy). Gastrostomy dapat dikerjakan secara endoscopic (PEG: percutaneus
5
endoscopic gastrostomy) atau laparotomy (Stamm gastrostomy). Jika telah dilakukan operasi
by pass pada lambung, feeding yeyenostomy dapat dilakukan sebagai pengganti .
DUKUNGAN NUTRISI PARENTERAL
Via jalur vena sentral
Infus larutan TPN hampir selalu dilakukan lewat jalur vena sentral. Ini karena larutan
TPN sangat hipertonik dan membutuhkan vena dengan aliran cepat guna pencairan larutan
secepat mungkin saat masuk ke dalam tubuh.
Via jalur vena perifer
TPN perifer sering digunakan karena menghindari komplikasi dari penggunaan jalur
vena sentral. Meliputi infus larutan TPN melalui cannula (atau via periferal long cannula
dimana ujungnya berakhir di lengan atas dengan aliran darah yang lebih cepat). Sayangnya,
larutan standar TPN tidak dapat dipakai melalui jalur perifer karena hyperosmolaritas.
Osmolaritas darah berkisar 300 mOsm. Larutan yang dipakai lewat perifer harus mempunyai
osmolaritas maximum kira-kira 700-800 mOsm. Pemasangan infus lewat perifer hanya dapat
bertahan maximum 7-14 hari sebelum terjadi thromboplebitis dan tempat pemasangan infus
harus diganti. Lama pemberian TPN perifer tergantung pada jumlah vena-vena yang terdapat
di extremitas atas. Larutan yang dipakai untuk penggunaan perifer selalu berupa larutan
Three-in-one. Hal ini karena campuran larutan tersebut mempunyai kadar osmolaritas yang
lebih rendah dari larutan dextrosa murni (lihat penjelasan di bawah pada bagian all-in-one
solution). Meskipun demikian, jumlah kalori yang dapat dimasukan melalui perifer hanya
sebatas 1500 cal/hari. Jika pasien membutuhkan lebih banyak kalori, TPN harus diberikan
melalui jalur sentral.
IV. LARUTAN FEEDING
Larutan Enteral
Makanan dapur
Makanan dapat diolah dengan baik menggunakan pengolah makanan, makanan dapur
merupakan makanan tube yang paling ekonomis. Jumlah kalori per saji biasanya tidak
diberikan dengan tepat sehingga sulit untuk menentukan berapa kalori yang seharusnya telah
didapatkan. Bahan makanan yang tidak dapat larut akan menyumbat feeding tube, ini
merupakan masalah yang tidak dijumpai pada makanan komersial yang tersedia. Intoleransi
Lactosa sering ditemukan pada pasien malnutrisi dan jika diberikan Lactosa yang berasal dari
6
susu akan menimbulkan diare. Makanan yang berbahan dasar susu dapat dibuat bebas
Lactosa dengan memakai kacang-kacangan, kanji dan sereal.
Formula Enteral Terbaik
Formula yang tersedia, mengandung bubuk berbahan dasar susu atau kacang kedelai
dengan beberapa bahan tambahan lain supaya makanan menjadi lebih lengkap dan
didalamnya mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral, dan trace elemen
yang berimbang. Karena bahan ini ditambah aroma rasa, dapat diberikan melalui tube
feeding maupun per-oral. Bahan ini lebih mahal dari makanan dapur, tapi tidak menyumbat
tube serta jumlah kalori yang diberikan dapat diketahui dengan pasti.
Formula khusus
Formula penting yang mengandung nutrien khusus
Formula polipeptida
Formula ini dirancang untuk feeding awal pada pankreatitis akut. Bahaya feeding
awal pada pankreatitis adalah karena beberapa kandungan makanan (protein dan
lemak) dapat merangsang pankreas untuk mengeluarkan hormon gastro-duodenal,
terutama Cholecystokinin. Polipeptida rantai pendek dan sejumlah kecil lemak yang
ada dalam formula ini akan mengurangi rangsangan hormon lambung. (metoda lain
pemberian feeding pada penderita-penderita pankreatitis low-grade adalah
mangarahkan langsung makanan ke yeyenum, lewat naso-yeyenal tube maupun
feeding yeyenostomy. Dalam keadaan tertentu makanan normal dapat diberikan
karena terdapat bypass pada lambung dan duodenum).
Formula MCT
Medium chain triglycerides (MCT) mempunyai rantai yang lebih pendek dari Long
Chain Triglycerides (LCT) yang umumnya ada di alam. MCT lebih cepat diabsorbsi
dan di oxidasi untuk memproduksi kalori karena tidak melewati kontrol normal
regulator tubuh untuk pembatasan penggunaan lemak. Kontrol yang terlewati tidak
selalu menguntungkan, tapi pada pasien-pasien yang mengalami malnutrisi dan tidak
dapat memetabolisma glukosa ( metabolisme glukosa selalu tertekan pada kondisi
stres), MCT merupakan sumber kalori yang baik dan kurang menekan sistem imune
dibanding larutan lipid standart. .
Immuno-Nutrien
Beberapa kandungan sat makanan dalam diet mampu memperbaiki respon immune
dalam kondisi stress pasien yang sakit. Sat tersebut adalah Glutamine, Arginine,
7
asam lemak ώ-3, dan Nukleotida. Makanan enteral yang tersedia banyak
mengandung immuno-nutrien ini. Glutamine, secara khusus, berperan dalam
mempertahankan barier mukosa dan mengurangi translokasi bakteri, serta mengurangi
angka kejadian sepsis. Meskipun masih sangat terbatas, immuno-nutrien membawa
perubahan yang besar. Data yang ada masih kontroversial, masih dibutuhkan bukti-
bukti yang lebih banyak mengenai peran dari Glutamine. Immuno-nutrien masih
belum diterima secara luas karena butuh biaya yang mahal.
Larutan parenteral
Larutan Dextrosa Hypertonik
Larutan Dextrosa Hypertonik adalah larutan awal yang digunakan untuk TPN (20%-
50%). Harus di infus melalui jalur sentral vena besar, high-flow untuk menghindari
thrombophlebitis. Sekarang baru disadari bahwa, pemenuhan semua kalori hanya dengan
glukosa adalah tidak menguntungkan:
1. Pasien akan mengalami defesiensi asam lemak esensial dalam beberapa minggu,
tanpa infus lipid.
2. Terjadi degenerasi lemak di hati, karena synthesis lipid lokal kurang dikeluarkan
dan kurang termobilisasi.
Pasien-pasien dengan stress berat (politrauma, sepsis, luka bakar, dll), tubuh akan
berubah dari metabolisme glukosa menjadi metabolisme lemak. Tubuh gagal untuk
menggunakan dextrosa walaupun dengan kadar glukosa darah yang tinggi, tetapi
menggunakan keton-bodies untuk menghasilkan kalori. Hal ini terjadi dalam 24 jam setelah
muncul kondisi stress.
Larutan Lipid (lemak)
Lemak menghasilkan 9 kalori/gram (dextrosa 4 kal/gr). Keuntungan tambahan dari
larutan lemak adalah isotonos, sehingga dapat di infus lewat perifer. Lemak sangat
dibutuhkan oleh pasien-pasien yang mengalami stress, yang akan lebih memetabolisme
lemak daripada glukosa selama stress phase. Tambahan lagi, larutan lemak mengandung
asam lemak esensial – acid Arachidonic, acid Linolenic, dan acid Linoleic – meskipun
kandungannya sangat kecil. Seperti telah dijelaskan di atas, infus larutan lemak juga
mengurangi insiden terjadinnya degenerasi lemak di hati.
Efek sampingnya, lemak menyebabkan immunosupresi. Konsentrasi tinggi dari asam
lemak yang tidak termetabolisme akan menyebabkan peningkatan prostaglandine
immunosupresive (E2 series). Hal ini dapat dikurangi dengan pemberian MCT yang dapat
8
dimetabolisme dengan cepat. Lemak dengan konsentrasi yang tinggi secara langsung bersifat
hepatotoxik ( diatas dosis terapi), tapi toxisitas yang ada jarang diperhatikan belakangan ini.
Beberapa pasien yang alergi terhadap telur mungkin bereaksi terhadap emulsi lemak yang
mengandung komponen Lacithin telur dan kadang-kadang dapat menimbulkan reaksi
anaphylaxis. Larutan lemak untuk TPN berupa emulsi (minyak-dalam-air) yang stabil tapi
tidak dapat bertahan dengan beberapa zat tambahan. Penambahan dextrosa konsentrasi tinggi
atau larutan acidic/obat-obatan dapat merusak emulsi ini, lemak akan membentuk lapisan
pemisah. Infus dengan larutan yang telah terurai ini dapat berakibat fatal. Meskipun hal
seperti ini jarang ditemukan, tetapi tetap harus diperhatikan bila mencampur emulsi lemak
dengan larutan lain.
Larutan asam amino
Larutan ini harus dibedakan dari larutan protein tersedia lainnya misalnya Albumin
atau Plasma. Larutan Albumin dan Plasma mengandung molekul protein yang lebih besar
yang akan dipecah menjadi asam amino sebelum digunakan untuk menyusun komposisi
protein baru. Sebaliknyaa asam amino sederhana dapat digunakan secara langsung untuk
menyusun komposisi protein baru. Lagi pula larutan ini tidak menimbulkan resiko transmisi
infeksi seperti pada larutan Albumin atau Plasma. Albumin dan Plasma tidak berperan dalam
hal nutrisi hanya larutan murni asam amino yang digunakan. Asam amino jika dioxidasi
menghasikan 4 kal/gr. Walaupun demikian larutan ini, harus dilindungi dari oxidasi yang
tidak perlu dan harus murni digunakan untuk penyusunan protein. Hal ini dapat dicapai
dengan menyediakan sejumlah substrat energy yang adekuat secara bersamaan (dextrose,
lemak). Untuk itu, sebelum infus asam amino diberikan, ketersediaan kalori yang adekuat
harus dipastikan dulu.
Tersedia beberapa larutan asam amino khusus. Pada pasien-pasien dengan penyakit
hati lebih baik menggunakan asam amino Branched-chain. Larutan asam amino yang
diperkaya dengan Glutamine terbukti meningkatkan survivalitas pada pasien-pasien dengan
stress. Arginine memperbaiki fungsi immune. Larutan asam amino yang diperkaya dengan
asam amino esensial terbukti bermanfaat pada pasien-pasien dengan gagal ginjal.
Asam amino biasanya tersedia dalam larutan 10%. Ini terlalu hyperosmolar untuk
penggunaan perifer. Tersedia larutan 5% yang dapat digunakan secara perifer untuk
beberapa hari. Asam amino tidak mempunyai efek samping yang berat. Meskipun demikian
asam amino dosis tinggi harus dihindari pada Encephalopathy hepatis.
9
KOMPONEN LAINNYA
Multivitamin (MVI) dan Trace Elemen
Kebanyakan pasien telah mengalami defesiensi vitamin dan trace elemen saat
diberikan TPN, sehingga harus diberikan suplemen sesegera mungkin. Larutan MVI dan
Trace Elemen keduanya relatif tidak stabil bila dicampur dan tidak tersedia dalam komposisi
larutan TPN siap pakai serta digunakan hanya sebelum larutan yang lain diberikan. Trace
Elemen oral dapat diberikan jika pasien mampu untuk intake oral walaupun dengan jumlah
yang sangat sedikit.
Zat-zat additive lainnya
Pada pasien-pasien diabetes cenderung terjadi hyperglicaemi karena penggunaan
larutan hypertonis dengan volume yang besar. Bahkan pasien-pasien non-diabetes harus
memerlukan insulin jika terdapat glycosuria selama infus dextrosa hypertonis (glycosuria
urine harus di cek secara berkala). Suplemen Calcium diberikan secara khusus karena
merusak larutan TPN dan jika dibutuhkan diberikan lewat jalur vena lainnya. Jika
bercampur dengan larutan TPN, calcium dapat menyebabkan presipitasi dari setiap phosphate
inorganik dalam larutan tersebut dan infus seperti ini sangat berbahaya. Dengan adanya
lemak dalam larutan TPN akan mengganggu perkiraan presipitasi yang terjadi. Larutan-
larutan TPN khusus yang mengandung phophate organik yang tidak dapat terpresipitasi juga
mengandung calcium.
Heparin kadang-kadang juga ditambahkan pada larutan all-in-one dengan kadar yang
kecil untuk mengurangi terjadinya thrombophlebitis dan thrombosis vena. Juga
memperlancar metabolisme lemak.
LARUTAN ALL-IN-ONE
Larutan-larutan all-in-one (juga disebut dengan larutan Three-in-one) merupakan
pengembangan terapi TPN yang paling besar saat ini. Larutan asam amino, larutan dextrosa
hypertonik dan emulsi lemak dicampur didalam satu komposisi dan diberikan sebagai infus.
Keuntungan dari jenis ini adalah:
1. Mengurangi resiko infeksi. Setiap penggantian botol infus di bangsal membawa
resiko infeksi melalui jalur sentral. Dengan penambahan semua larutan ke dalam satu
wadah yang aseptik akan mengurangi jumlah penggantian infus menjadi sekali sehari,
mengurangi angka kejadian infeksi.
10
2. Larutan yang diberikan menjadi lebih cair. Dengan penambahan larutan asam amino
dan larutan lemak akan melarutkan larutan dextrosa dan sebaliknya. Sehingga 250 gr
glukosa (rata-rata kebutuhan perhari) dapat diberikan seperti halnya 1000 ml dextrosa
25% atau seperti halnya 2.500 ml dextrosa 10%. 2.500 ml larutan, pada contoh ini,
dapat dicapai dengan mencampurkan 1000 ml dextrosa 25% dengan 500 ml larutan
lemak, 500 ml larutan asam amino dan 500 ml normal saline. Ini akan melarutkan
dextrosa dan larutan asam amino hypertonis. Dengan campuran kadar lemak yang
tinggi dari larutan Three-in-one, infus lewat vena perifer dapat diberikan.
3. Waktu perawatan menjadi berkurang karena kurangnya fregkuensi penggantian
kantong TPN.
4. Pemberian “Home TPN” menjadi mungkin.
MISUSED COMPONENTS
Albumin
Meskipun larutan Albumin bukan merupakan komponen TPN, pasien yang mendapat
TPN kadang menderita hypoalbuminaemia. Pasien ini harus mendapat infus Albumin
dengan gambaran klinik berupa rendahnya tekanan onkotik (edema, CVP yang tetap
rendah). Infus Albumin harus segera dihentikan bila terjadi peningkatan tekanan onkotik
dan tidak diperlukan sebagai terapi nutrisi. Alternatif termurah untuk meningkatkan
tekanan onkotik, dalam waktu yang singkat ialah dengan pemberian gel colloid (Haes-
Steril, Haemacele).
Plasma
Plasma (atau darah) tidak berperan sebagai nutrisi. Jika diperlukan untuk memperbaiki
faktor-faktor pembekuan, Fresh Frozen Plasma harus diberikan, hanya untuk alasan ini
plasma diberikan.
NUTRISI PARENTERAL PARSIAL
Saat ini nutrisi parenteral parsial merupakan jawaban dari banyaknya komplikasi
pemberian nutrisi dengan TPN.
Kebanyakan pasien dapat memenuhi sebagian kebutuhan kalori mereka secara enteral,
tapi tetap membutuhkan nutrisi parenteral untuk melengkapi kebutuhan kalorinya. Pasien-
pasien seperti ini disarankan untuk tetap makan, karena adanya makanan dalam saluran cerna
akan mempertahankan integritas dari enterocyte dan mengurangi terjadinya translokasi
bakteri dan komplikasi sepsis.
11
Perangsangan pelepasan hormon saluran cerna oleh makanan akan mengurangi
terjadinya perlemakan hati dan cholelithiasis.
V. KOMPLIKASI
Komplikasi Umum
Batu kantong empedu akan terjadi pada pasien yang diberikan TPN dalam jangka
panjang. Ini bukan merupakan komplikasi langsung dari TPN tetapi karena hilangnya
stimulasi pada saluran cerna yang menyebabkan stasisnya kantong empedu dan mulainya
proses pembentukan batu. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian nutrisi parenteral parsial
atau dengan injeksi reguler cholecystokinin.
Kalori yang berlebihan
Dahulu pasien-pasien diberikan 3.000-5.000 kalori dengan anggapan bahwa
pemberian kalori yang besar membantu terjadinya penyembuhan dengan lebih cepat. Ini
disebut “hyperalimentasi”. Akhirnya disadari bahwa pemberian kalori yang berlebihan
mempunyai komplikasi tersendiri:
1. Carbon dioxida yang dihasilkan pada pasien menjadi berlebihan dan pasien yang
memakai ventilator sulit untuk di-weaning.
2. Tercipta lingkungan yang sangat hyperosmolar, memicu terjadinya diuresis osmotik
serta gangguan cairan dan elktrolit.
Saat ini kebutuhan kalori basal untuk orang dewasa berkisar 25-30 kal/kg BB/hari,
pada pasien-pasien dengan stress berat dapat dinaikan menjadi 45 kal/kg BB/hari. Untuk
itu, 25%- 40% bersumber dari lemak (tetapi tidak boleh lebih dari 60%).
Komplikasi karena Dextrosa
Dengan Pemberian Dextrosa, tidak menyebabkan komplikasi selain hyperglicaemia
dan hyperosmolaritas. Pemakaian dextrosa sebagai sumber kalori tunggal, akan
menyebabkan permasalahan:
1. Oxidasi dari glukosa akan menghasilkan lebih banyak carbon dioxida
dibandingkan oxidasi dari kombinasi antara glucosa dan lemak. Walaupun ini
bukan merupakan masalah bagi penderita yang dapat bernapas dengan normal,
pada pasien-pasien dengan hypercapnoea sedang ( mis: weaning dari ventilator,
ARDS) hal ini dapat mempengaruhi keseimbangan.
12
2. Pasien yang hanya diberikan dextrosa cenderung terjadi fatty liver, seperti yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Komplikasi karena Lemak
Untuk saat ini larutan lemak cukup aman, beberapa masalah dapat saja terjadi:
1. Infus lemak yang berlebihan dapat menyebabkan hepatotoxik. Idealnya, tidak
lebih dari 40% total kalori perhari yang berasal dari lemak. Overdosis akut terlihat
dengan adanya demam, nausea, vomitus, dyspnea, dan hypercoagulabilitas.
2. Kadar serum trigliserida dapat meningkat dengan cepat jika kemampuan
pembersihan terganggu. Kadar dalam darah harus dicek secara teratur.
3. Akumulasi dari asam lemak bebas yang tidak termetabolisme (FFA) dalam darah
meningkatkan produksi PGE2, menyebabkan immunosupressi.
4. Dysfungsi pulmonal terjadi karena adanya pelepasan produksi vasoaktive amine
karena kadar PGE2 yang berlebihan. MCT dapat menghindari beberapa hal karena
dapat dimetabolisme dengan cepat, sehingga kurang terakumulasi di dalam
pembuluh darah dan kurangnya produksi PGE2. Karena semua asam amino
esensial mempunyai rantai panjang, pemberian beberapa LCT menjadi penting.
Campuran yang ideal adalah dengan ratio 50:50 antara LCT dan MCT.
Komplikasi khusus pada jalur pemberian
Berhubungan dengan Enteral Feeding
NGT meningkatkan resiko aspirasi isi lambung, khususnya pada pasien yang tidak
sadar. Jika resiko ini muncul, pemberian makanan ke dalam yeyenum melalui naso-
yeyenal tube dapat membantu. Penggunaan tube dalam jangka panjang dapat
menyebabkan ulserasi esofagus. Bila hal ini terjadi, feeding gastrostomy ( atau
yeyenostomy) merupakan solusinya.
Berhubungan dengan jalur sentral
Saat ini, komplikasi TPN terbanyak adalah yang berhubungan dengan jalur sentral.
Yang termasuk komplikasi adalah trauma pada saraf-saraf dan pembuluh darah yang
berdekatan, pneumothorax, emboli udara, masuknya larutan TPN kedalam cavum
pleura karena salah penempatan jalur dan infeksi. Letak dari pemasangan pada semua
jalur vena sentral harus dipastikan dengan x-ray sebelum diberikan infus. Harus
dengan prosedur aseptik.
13
Berhubungan dengan jalur perifer
Thrombophlebitis merupakan komplikasi tersering dari TPN perifer. Penggunaan
glyseril trinitrat patch tepat dibawah sisi infus menyebabkan diatasi vena,
meningkatkan aliran darah dan mencairkan larutan infus TPN lebih cepat, sehingga
mengurangi insidens thrombophlebitis. Kanul TPN perifer harus aseptik seperti pada
jalur sentral.
VI. PEMBERIAN NUTRISI PADA PASIEN
Jika memungkinkan, pasien harus diberikan makanan melalui saluran cerna. Ini
mengurangi semua komplikasi sepsis.
Kalori
Meskipun banyak hal yang perlu dipertimbangkan dalam mengkalkulasi kebutuhan
kalori per hari, bagi sebagian dokter kalkulasi kebutuhan per hari dihitung sebagai berikut:
Kebutuhan kalori basal (kal) = 28 x BB (dalam kg)
Penentuan kalori terhadap beberapa faktor
Dinaikan :
Keadaan Persentase Kenaikan
Pasien malnutrisi + 10%
Umur: 18-30 tahun + 10%
Setiap kenaikan suhu 10C + 10%
Terbaring di tempat tidur -
Mobilisasi di tempat tidur + 5%
Mobilisasi aktif + 10%
Post-operasi + 15%
Sepsis / trauma + 25%
Luka bakar + 35%
Diturunkan :
Keadaan Persentase Penurunan
Obesitas - 10 %
Umur > 70 tahun - 10 %
Wanita - 10 %
14
Nitrogen
kebutuhan Nitrogen perhari pada orang dewasa : BB x p, dimana “p” adalah:
2,5 Highly increased requirments Peritonitis, Luka bakar, meningkatkan BB
2,0 Moderately increased requirments Sepsis, Multi-trauma
1,5 Slightly increased requirments Post operasi, Cancer, Inflamatory Bowel Dss
1,0 Basic requirments Bukan salah satu faktor diatas
0,6 Reduced requirments Gagal ginjal, Encephalopathy hepatis
Kebutuhan Nitrogen ini sama dengan kebutuhan protein dibagi 6,25
Cairan
Larutan All-in-one tidak selalu dapat memenuhi kebutuhan pasien dalam cuaca panas
atau pada pasien dengan kehilangan cairan yang berlebihan. Cairan tambahan dapat
ditambahkan ke dalam kantong All-in-one sebelum kantong dipasang. Kapasitas kantong
dapat menampung 1-3 liter cairan tambahan di dalamnya, tergantung dari ukuran kantong itu
sendiri. Trace Elemen, mineral dan vitamin ditambahkan ke dalam kantong sebelum infus
dijalankan.
PEMBERIAN LARUTAN FEEDING
Enteral
Kebanyakan larutan makanan enteral tersedia dalam bentuk bubuk kering disajikan
dengan mencampurkannya dengan air. Jangan menggunakan susu karena hasil larutan yang
dicampur tidak bebas lactosa. Sebagian bubuk tersedia sebagai sachets makanan tunggal
mengandung 225-250 kalori per saji. Juga mengandung kebutuhan vitamin dan trace elemen
per hari. Ketersediaan bentuk ini memungkinkan kalkulasi kalori yang diberikan ke pasien
lebih akurat dan jarang terjadi penyumbatan tube feeding .
Parenteral
Meskipun larutan komponen TPN tersedia dalam botol, pemakaian kantong TPN all-
in-one membuat pemberian TPN menjadi lebih mudah. Kantong ini tersedia dalam beberapa
ukuran dengan kadar kalori, protein, dan elektrolit yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan
individu pasien. Larutan lemak, multivitamin dan trace elemen harus ditambahkan ke dalam
kantong sebelum di infuskan. Sekali tercampur, larutan ini harus habis dalam 24 jam ( 3 hari
bila disimpan di dalam kulkas). Jika osmolaritas dari larutan setelah pencampuran kurang
dari 700-800 mOsm, dapat di infus lewat kanul perifer; jika tidak di infuskan lewat jalur
sentral.
15
PENUTUP
Pengetahuan tentang dukungan nutrisi pada penderita bedah adalah penting sebagai
usaha peningkatan pemeliharaan pasien yang optimal. Pada pasien bedah diperlukan
dukungan nutrisi sebagai bagian dari pemeliharaan holistik. Istirahat berarti menambah
tenaga yang lebih besar lagi.
“ When the diet is pure, the mind is pure,
When the mind is pure, the intelect is pure”
MANU
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Heys SD, Gardner E. Nutrients and the surgical patient : current and potensial therapeutic applications to clinical practice. J.R.Coll.Surg.Edinb.1999;44,283-93
2. Singh K. Nutritional support for the surgical patient. Available at : www.sgrh.com . Accesed on October 20,2008
3. Braga M, Gianotti L, Gentelini O, Liotta S, Di Carlo V. Feeding the gut early after digestive surgery : results of a nine year experience. Clinical Nutrition,2002;21(1),59-65
4. Karnadihardja W. Perioperative care of the critically ill surgical patient. Perioperative Course. Kolegium Ilmu Bedah kolegium Anestesiologi dan Reanimasi
Indonesia.Jakarta.2005
5. Mazaki T, Ebisawa K. Enteral versus parenteral nutrition after gastrointestinal surgery: A systematic review and meta-analysis of randomized controlled trials in the English literature. J Gastrointest Surg. 2008;12,739-755
6. Grigoras I. Fast-track surgery- a new concept- the perioperative anesthetic management. Jurnalul de Chirurgie,lasi. 2007;3(2),89-91
7. Gibbs J, Cull W, Henderson W, Daley J, Hur K, Khuri SF. Preoperative serum albumin level as a predictor of operative mortality and morbidity. Arch Surg.1999;134(1),36-42
8. Tat Fan S, Mau lo C, Lai E, Man Chu K, Leung Liu C, Wong J. Perioperative nutritional support in patients undergoing hepatectomy for heatocellular carcinoma. The New England Journal of Medicine.1994;331(23),1547-1552
9. Lake T. Nutritional support of the surgical patient- the need to feed. WorldSAVA Congress.2006
10. Tomiko K, Chikao M, Hitoshi T, Keiji I, Junko O. Adequate protein and energy requirements for perioperative periods estimated by measuring nitrogen balance, nutritional intake and body parameters. Japanese J.of Surg Met and Nutr. 2001;35(2),33-40
11. Ward N. Nutrition support to patients undergoing gastrointestinal surgery. J.Nutr.2003;18(2),2-18
12. Choudry HA, Pan M, Karinch AM and Souba W. Branched-chain amino acid-enriched nutritional support in surgical and cancer patients. J.Nutr.2006;136,314S-318S
13. Huckleberry Y. Nutritional support and the surgical patient. Am J Health-Syst Pharm. 2004;61(7),671-682
14. Rifki AZ. Bantuan nutrisi perioperatif. Simposium Kedokteran Perioperatif II. Kongres Nasional VI. IDSAI. Jakarta.2001
15. Streat SJ, Hill GL. Nutritional support in the management of critically ill patients in surgical intensive care. World J.Surg.1987;11,194-201
16. Thapa BR, Jagidhar S. Nutrition support in a surgical patient. Indian J Pediatr.2002;69(5),411-415
17