dr. Edy A.

5
Walaupun terdapat keuntungan dari evaluasi potong beku kelenjar yang mencurigakan, keberhasilan dalam deteksi mikrometastasis tergantung dari pemotongan kelenjar menjadi beberapa irisan. Penyakit serviks Lesi intraepithelial skuamosa Eksisi loop dan konisasi sering dilakukan untuk lesi intraepithelial skuamosa serviks (SIL). Namun, batas positif didapatkan pada 50% (Gardell dkk 1997). Walaupun terdapat kecenderungan untuk mengatasi pasien secara konservatif, penyakit residual seringkali didapatkan setelah konisasi dengan batas yang positif (Huang dan Hwang, 1999; Baldauf, 1998). Felix dkk mencatat bahwa batas positif (pada 90% pasien) adalah penanda kegagalan terapi. Potong beku membantu dalam memutuskan reeksisi. Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa penggunaan potong beku menghasilkan batas yang negatif (Weyl dkk, 1996). Namun, dampak terhadap penyakit residual atau rekurensi tidak dilaporkan. Pada penelitian prospektif dari evaluasi potong beku dari tepi konisasi endoservikal untuk meramalkan prevalensi penyakit residual atau rekurensi didapatkan bahwa 1% dan 12,6% dari yang melakukan dan tidak melakukan porong beku (Bretelle dkk, 2003). Angka operasi ulang setelah konisasi untuk batas yang positif adalah 31%. Keterbatasan dari penelitian ini adalah sensitivitas dari potong beku adalah 57,9% dan kesulitan untuk melakukan potong beku bila spesimen terbatas atau terpotong-potong. Secara umum, potong beku rutin untuk LLETZ atau konisasi untuk menentukan status tepi dibatasi oleh artefak kauter; masalah dalam melakukan orientasi terhadap jaringan; grading daerah SIL dan pasien yang banyak memerlukan kolposkopi. Pada konteks ini, potong beku tidak praktis. Kanker serviks invasif Evaluasi kelenjar limfe penting dalam menentukan prognosis dan terapi kanker serviks, walaupun bukan merupakan bagian dari staging FIGO. Pengangkatan kelenjar limfe dan evaluasi potong beku untuk menentukan keperlukan histerektomi radikal

description

mmm

Transcript of dr. Edy A.

Walaupun terdapat keuntungan dari evaluasi potong beku kelenjar yang mencurigakan, keberhasilan dalam deteksi mikrometastasis tergantung dari pemotongan kelenjar menjadi beberapa irisan

Walaupun terdapat keuntungan dari evaluasi potong beku kelenjar yang mencurigakan, keberhasilan dalam deteksi mikrometastasis tergantung dari pemotongan kelenjar menjadi beberapa irisan.Penyakit serviksLesi intraepithelial skuamosaEksisi loop dan konisasi sering dilakukan untuk lesi intraepithelial skuamosa serviks (SIL). Namun, batas positif didapatkan pada 50% (Gardell dkk 1997). Walaupun terdapat kecenderungan untuk mengatasi pasien secara konservatif, penyakit residual seringkali didapatkan setelah konisasi dengan batas yang positif (Huang dan Hwang, 1999; Baldauf, 1998). Felix dkk mencatat bahwa batas positif (pada 90% pasien) adalah penanda kegagalan terapi. Potong beku membantu dalam memutuskan reeksisi.

Penelitian retrospektif menunjukkan bahwa penggunaan potong beku menghasilkan batas yang negatif (Weyl dkk, 1996). Namun, dampak terhadap penyakit residual atau rekurensi tidak dilaporkan. Pada penelitian prospektif dari evaluasi potong beku dari tepi konisasi endoservikal untuk meramalkan prevalensi penyakit residual atau rekurensi didapatkan bahwa 1% dan 12,6% dari yang melakukan dan tidak melakukan porong beku (Bretelle dkk, 2003). Angka operasi ulang setelah konisasi untuk batas yang positif adalah 31%. Keterbatasan dari penelitian ini adalah sensitivitas dari potong beku adalah 57,9% dan kesulitan untuk melakukan potong beku bila spesimen terbatas atau terpotong-potong. Secara umum, potong beku rutin untuk LLETZ atau konisasi untuk menentukan status tepi dibatasi oleh artefak kauter; masalah dalam melakukan orientasi terhadap jaringan; grading daerah SIL dan pasien yang banyak memerlukan kolposkopi. Pada konteks ini, potong beku tidak praktis.Kanker serviks invasif

Evaluasi kelenjar limfe penting dalam menentukan prognosis dan terapi kanker serviks, walaupun bukan merupakan bagian dari staging FIGO. Pengangkatan kelenjar limfe dan evaluasi potong beku untuk menentukan keperlukan histerektomi radikal atau radioterapi telah banyak diteliti (Possover dkk, 1998; Plante dan Roy, 2001). Pengangkatan kelenjar limfe secara laparoskopi dan evaluasi potong beku mengidentifikasi pasien dengan kelenjar limfe yang positif (Possover dkk, 1998). Pada 15,4% pasien, hasil dari potong beku merubah terapi primer. Analisis potong beku dilakukan pada kelenjar yang diangkat. Limfadenektomi ditinggalkan ketika salah satu kelenjar positif pada potong beku (Vergote dkk, 2002). Pemetaan kelenjar yang dicurigai dan potong beku banyak diteliti untuk kanker serviks (Buist dkk, 2003; Chung dkk, 2003; Ramirez dan Levenback 2001; Dargent dkk, 2000). Pada sebuah penelitian dari 25 pasien dengan kanker serviks stadium awal, ditemukan bahwa identifikasi kelenjar yang dicurigai, angka false negative dari potong beku adalah 11%. Bila tidak dilakukan histerektomi radikal pada kasus dengan kelenjar sentinel yang positif pada potong beku, dapat dihindari pembedahan yang tidak diperlukan (Buist dkk, 2003).

Trakelektomi radikal digambarkan sebagai pembedahan konservatif untuk pasien denga kanker serviks stadium awal yang masih mengharapkan fertilitas (Plante danroy, 2001) Potong beku dari kelenjar getah bening dan batas endoserviks dilakukan untuk menentukan perlunya meninggalkan prosedur pada kasus kelenjar yang positif atau untuk reseksi batas kelenjar endoserviks yang lebih luas (Roy dan Plante, 1998). Metastasis mikro dari kelenjar limfe dapat tidak didapatkan, prosedur 2 tahap adalah pilihan, pertama diseksi kelenjar dan histologi, dan trakelektomi radikal, bila nodus negatif. Pada evaluasi kelenjar getah bening untuk penanganan kanker serviks, ditemukan sernsitivitas dan spesifisitas dari potong beku 92,3% (Possover dkk, 1998). Perbandingan antara akurasi dari potong beku dengan penilaian histologi final ditemukan pada Tabel II.Keterbatasan dari potong beku nodus sentinel untuk tumor vulva juga berlaku untuk kanker serviks. Keterbatasan ini dan fakta bahwa evaluasi nodus sentinel masih dalam penyelidikan, membuat potong beku kelenjar yang dicurigai masih kontroversial.

Kanker endometriumKanker endometrium biasanya timbul pada stadium awal, dimana ditangani dengan histerektomi total salpingoooforektomi bilateral (HTSOB). Dengan identifikasi bahwa penyakit menyebar terutama melalui limfe ke kelenjar getah bening regional yang mempengaruhi angka harapan hidup (Noumoff, 1991) ada tren unuk identifikasi pasien risiko tinggi penyebaran ke kelenjar getah bening. Untuk mencerminkan pentingnya status kelenjar getah bening, pada tahun 1998, FIGO redefinisikan sistem staging kanker endometrium berdasarkan pembedahan. Derajat diferensiasi dan kedalam invasi ke miometrium dianggap 2 faktor utama penyebaran ke kelenjar. Pasien tidak mendapat efek toksik dari radioterapi adjuvan dengan tidak memiliki faktor risiko/penyebaran ke kelenjar. Staging pembedahan yang luas terdiri dari diseksi kelenjar pelvis dan paraaorta dan HTSOB, diadvokasi untuk memilih pasien berdasarkan faktor risiko spesimen uterus (Noumoff dkk, 1991). Walaupun beberapa ahli bedah membuka spesimen uterus untuk deteksi invasi miometrium dalam, sensitivitas > 50% invasi ke miometrium adalah 72% (Franchi dkk, 2000). Maka potong beku intraoperatif dilakukan untuk menentukan adanya risiko dan perlunya staging pembedahan luas (Kitchener 2001). Potong beku deteksi faktor risiko kanker endometrium sesuai dengan histologi akhir tepat sampat 72-95% (Noumoff dkk, 1991; Fanning dkk, 1990). Kedalaman invasi miometrium dibutuhkan potongan yang besar, tidak dicukupi oleh potong beku. Walaupun tidak ada penelitian random yang menilai keunggulan limfadenektomi, limfadenektomi dapat memilih pasien yang tidak mendapat radioterapi. Potong beku menentukan tipe histologi dan faktor risiko kanker endometrium, dan secara tepat keperluan mengambil sampel kelenjar pada 94% kasus (Noumoff dkk, 1991; Fanning dkk, 1990).Tumor ovarium

Kanker ovarium dideteksi pada stadium akhir. Penanganan pasien dengan cukup anak adalah staging pembedahan. Namun, pada wanita muda yang masih mau fertilitas, potong beku intraoperatif penting untuk tentukan luas pembedahan. Pembedahan konservatif adalah untuk stadium Ia, grade kurang dari sama dengan 1, tumor ovarium maligna dan borderline (Morice, dkk 2002a; Morice dkk 2002b). Sering wanita muda dengan tumor germ cell sensitif dengan radioterapi dan kemoterapi (Thomas dkk, 1987). 60-70% pasien stadium awal dapat dilakukan salpingoooforektomi unilateral (Molina dan Hurteau, 2002). Namun, pasien stadium lanjut, preservasi potensial karena tumor sensitif terhadap kemoterapi. Potong beku memegang peranan pada stadium lanjut untuk radikalitas pembedahan.

Potong beku akurat pada 92,7% kasus untuk tumor ovarium, ganas dan borderline, 92% dan 44% (Rose dkk, 1994; Wang dkk, 1998). Sensitivitas untuk tumor borderline lebih rendah. Keunggulan potong beku dari tumor ovarium adalah menentukan primer atau metastasis. 7% tumor ovarium adalah metastasis (Ulbright dk, 1984). Primer dilakukan staging pembedahan, metastasis diatasi dengan cari tumor primer (Wang dkk, 1998).

Potong beku identifikasi 13 dari 17 keganasan ovarium metastasis. Sensitivitas untuk tumor borderline 92% dan jenis musinosum 69,2%. Sensitivitas dan spesifisitas adalah tinggi kecuali untuk borderline (sensitivitas 44,8%) (93% dan 97%) (Rose dkk, 1994). Karena ukuran tumor borderline yang besar, komposisi yang heterogen, perjalanan alami dari tumor ini, seringkali perlu sampel yang banyak. Sensitivitasnya 64,3% untuk serosa dan 30,8% untuk musinosum. Sesuai dengan laporan sensitivitas dari penelitian lain (0-50%) (Slavutin dan Rotterdam, 1979; Twaalfhoven dkk, 1991). Akurasi meningkat untuk tumor musinosum dengan 2-3 potong beku per kasus. Jumlah potong beku berhubungan dengan kompatibilitas diagnosis (p< 0,005). Satu potong beku untuk tiap 10 cm tumor untuk tumor musinosum besar.

Dalam analisis tumor ovarium, potong beku dapat diandalkan dibandingkan dengan diagnosis histologi (Obiakor dkk, 1991). Dari 311 kasus, ketidakcocokan pada 3,5% kasus antara potong beku dan histologi akhir. 64% potong beku diagnosis tumor ovarium borderline. Sensitivitas secara umum > 85%, spesifisitas > 0% dan nilai prediksi > 90% (Obiakor dkk, 1991; de Cunha Bastos dkk, 1983; Twaalfhoven dkk, 1991). 48 pasien dengan tumor ovarium borderline, potong beku eksklusi 94% kasus jinak (Menzim dkk, 1995). Penelitian konfirmasi tingkat ekspertise patologis tidak pengaruhi akurasi diagnosis potong beku.

Walaupun data menunjukkan keunggulan potong beku, kerugian adalah akurasi < 100% dibandingkan dengan diagnosis akhir (Canis dkk, 2004). Wang dkk, 1998, sebagian besar porong beku yang tidak baik untuk diagnosis didapat pada rumot ovarium, terutama musinosum. Keterbatasan utama, bila tumor sangat besar, sulit untuk menentukan lokasi sampel. Sehingga potong beku rutin tidak dianjurkan. Praktek klinisIdeal bila potong beku dilakukan oleh tim di OK. Praktekya tidak mungkin. Potong beku perlu mempertimbangkan: waktu biopsi, transpor spesimen, jumlah kasus di OK, risiko anestesi, waktu untuk dapatkan hasil dan gangguan dari kerja histopatologi lain. Ptong beku rutin tidak efektif. Harus ada perjanjian dalam institusi antara ahli patologi dan ahli bedah ginekologi onkologi untuk protokol potong beku.

Kesimpulan dan saranPotong beku pada ginekologi onkologi memiliki sensitivitas dan spesifisitas tinggi, dengan false negatif yang dapat diabaikan. Peranannya pada berbagai tumor ginekologi telah dijelaskan. Namun, keterbatasannya harus selalu diingat, institusi harus selalu audit praktek pribadinya untuk menentukan kemungkinan potong beku. Potong beku tidak dilakukan bila volume tumor terbatas atau bila jelas tumor tersebut jinak.