DR-17-07-2007

52
1 Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Transcript of DR-17-07-2007

1Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

2Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Sapa Redaksi

PEMIMPIN UMUM: Dr. Ir. Transtoto Handadhari SHA, MSc. WAKIL PEMIMPIN UMUM: Drs. Sondang MH Gultom, MSc. PEMIMPIN REDAKSI / PENANGGUNG JAWAB: Ir. Audy Arthur Pattiruhu, MEd. SEKRETARIS REDAKSI: Ir. Sanjoto. DEWAN REDAKSI: Ir. Darman E Purba, Ir. Yopita Sari. REDAKTUR PELAKSANA: Marison Guciano, Henny Elevianty. DESIGN GRAFIS: T3ddy Octavin. PERWAKILAN: Ir.

Dadang Ishardiyanto. (Jawa Tengah dan Yogyakarta), Ir. Murgunadi, MM (Jawa Timur), Ir. Ronald G. Suitela, M.Si, (Jawa Barat dan Banten), STAF REDAKSI: A. Soenarwoko (Foto), Idayati (Bendahara), Aristus Luhur (Data), Guritno, Nanang (Sirkulasi)KONTRIBUTOR: Bambang Sulaksano.

adalah majalah bulanan yang diterbitkan Perum Perhutani. Opini yang dituangkan oleh penulis dalam majalah ini tidak semuanya mencerminkan pendapat Perum Perhutani. Redaksi menerima tulisan yang sejalan dengan visi dan misi majalah

ini. Artikel ditulis dengan spasi ganda, maksimal 5 halaman kwarto. Dikirim ke alamat: Gedung Manggala Wanabakti Blok VII lantai 9, Jalan Gatot Subroto Senayan Jakarta Pusat. Telp: 021 - 5721282, Fax: 021 - 5732451, atau e-mail: [email protected], [email protected].

Visi dan misiPERUM PERHUTANI

Sepanjang lebih dari ratusan tahun pengelolaan hutan di Pu-lau Jawa dan Madura, banyak hari bersejarah dalam perjala-nan BUMN Kehutanan tertua di Indonesia ini. Pujian dan tak jarang kritik, selalu datang dan pergi. Ketika banjir selalu diper-salahkan. Dan ketika masyara-kat desa hutan menerima hasil sharing pemanfaatan hutan, Perhutani selalu dipuji. Namun,

semua itu tak pernah terekam secara penuh. Banyak sisi-sisi yang hilang dan tak pernah kembali.

Kita seharusnya merekam semua peristiwa pent-ing dalam sejarah pengelolaan hutan di Pulau Jawa dan Madura, apalagi ketika dua tahun lebih Direksi yang sekarang menjabat. Banyak kebijakan-kebijakan penting dan monumental, seperti Perhutani Hijau 2010, pemisahan kelola bisnis dan sumberdaya hutan, dan PHBM Plus, yang telah membawa perubahan bagi hutan dan masyarakat Jawa serta Perum Perhutani sendiri. Peristiwa-peristiwa penting itu harus kita bu-kukan karena didalamnya terkandung banyak hikmah dan pelajaran.

Dalam edisi ini Duta Rimba memuat tulisan ringkas sejarah pengelolaan hutan di Pulau Jawa dan Madura dengan judul ‘Melacak Jejak Perhutani.’ Juga terdapat persiapan Perum Perhutani menghadapai segala ke-mungkinan terburuk yang terjadi dalam pengelolaan hutan, seperti kebakaran hutan.

Satuan tugas pemadaman kebakaran (Satgasdam-kar) Perum Perhutani di tiap Kesatuan Pemangkuan Hutan atau KPH, kini telah bergerak dan bekerjasama dengan masyarakat desa hutan untuk mencegah kebakaran, seperti memberikan penyuluhan kepada masyarakat. Di KPH Lawu Ds misalnya, untuk men-gatasi kebakaran gunung Lawu, telah membentuk tim Satuan Tugas Pemadam Kebakaran (Satgasdambar) yang menggalang kerjasama dengan masyarakat seki-tar gunung melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang ada.

Selamat Membaca

VISIMenjadi Pengelola Hutan Tropis

Terbaik di Dunia

MISI1. Mengelola hutan tropis dengan

prinsip Pengelolaan Hutan Lestari bersama Masyarakat.

2. Meningkatkan produktivitas, kualitas dan nilai sumberdaya hutan.

3. Mengoptimalkan manfaat hasil hutan kayu, non kayu, dan jasa lingkungan serta potensi lainnya, dalam rangka meningkatkan pendapatan dan keuntungan perusahaan serta kesejahteraan masyarakat (sekitar hutan).

4. Membangun sumberdaya manusia perusahaan yang bersih, berwibawa dan profesional.

5. Mendukung dan berperanserta dalam pembangunan wilayah dan perekonomian nasional.

3Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

4Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Surat Pembaca

Redaksi menerima pertanyaan, kritik, dan saran yang ditujukan

kepada manajemen melalui alamat redaksi dan SMS ke no. 0815 14098718.

Pemerataan Duta Rimba Gimana bila LMDH juga dapat

Majalah Duta Rimba supaya bisa mengikut i ber i ta terkini ser ta program2nya Perhutani dan tambah wawasan tentang hutan.

(Sawiji, Wakil LMDH Sido Maju Desa Penadaran Kec Gubug Grobogan Jateng, 085865566XXX)

Silahkan menghubungi KPH terdekat. Kami juga gembira DR

mendapat respon dari LMDH.Red.

Informasi Benih SurenKami kelompok Usaha Masya rakat

Peduli Lingkungan Swadaya Mandiri Sejahtera, Pondok Petir, Depok, mohon informasi benih suren dan mamba didapat? Terima kasih

(081380737XXX)

Sepeda Motor untuk BKPHSaya Deden dari KPH Bandung

selatan mau kasih saran bagaimana kalau

manejemen Perhutani memberikan inventaris alat transportasi minimal satu sepeda motor untuk setiap BKPH untuk menunjang pekerjaan di daerah terima kasih atas perhatiannya.

(081394232XXX)

Aqva Jangan KalahAqva jangan kalah sama produk

air dalam kemasan lain dong. Kita siap memasarkan Pak. Bangun pabriknya di setiap unit, kan pendapatan lain terdongkrak.

085227746XXX

KP Untuk DanruYth Pimpinan PHT. Untuk jabatan

Danru Polmob kan setara dengan Kaur. Mengapa jabatan itu kok hanya dijalankan melalui tes Cuma beberapa hari. Saya mengharapkan dari pimpinan, untuk jabatan Danru harus sudah kursus penjenjangan (KP) biar SDMnya bagus. Jabatan Danru kan setara dengan Kaur yang dapat uang jabatan

(08156902XXX)

Salah FotoMohon maaf Redaksi sebelumnya,

saya baca Duta Rimba edisi 16/th.2/Juni 2007 hal 40, apa gak salah tuh? Foto Bp. Ir Sangudi Muhamad tapi nama dibawah ditulis Ir. Sutrisno. Makasih Red.

Priyono Kaur SDM KPH Purwodadi Unit I ( 085229771XXX)

Sekalian kami mohon maaf karena ada kesalahan penulisan.

Harusnya Ir. Sangudi Muhammad. Ini sekaligus ralat foto di edisi 16.

Red.

Distribusi AqvaKalau Perhutani mau terjun ke

bisnis minuman (Aqva) harus siap menyediakan dan mempersiapkan sarana distribusinya dong, sehingga karyawan atau pembeli mudah untuk mendapatkan Aqva. Coba lihat pendistribusian AMDK yang lain, misal Aqua.

Sukrastam KPH Indramayu (085223746XXX)

Oleh : Ir. Makmur, MM

Selama ini kebanyakan diantara kita tidak pernah tahu atas kinerja Dana Pen-siun Perhutani setiap tahunnya.

Dengan demikian maka pantas saja kalau Dana Pensiun Perhutani tidak

banyak diketahui oleh para pesertanya. Bahkan sampai saat ini masih ada yang belum paham, apa itu Dana Pensiun.

Ada yang masih menyebut YAYASAN Dana Pensiun. Padahal Yayasan dan Dana Pensiun mempunyai Undang-undang yang berbeda. Dana Pensiun Perhutani menyadari akan hal itu. Penyebabnya

KINERJA DANA PENSIUN PERHUTANI TAHUN 2006

Kinerja tahun 2006 Dana Pensiun Perhutani terlihat dari parameter-parameter sebagai berikut :

1. Hasil Usaha investasi (yang sudah direalisasi) tahun 2006, yaitu sebesar Rp.60.073.452.948,- atau meningkat sebesar 27,26% dari tahun 2005.

2. Total Hasil Usaha Investasi Tahun 2006, yaitu sebesar Rp.88.610.481.527,- atau 22,11% dari jumlah rata-rata investasi tahun 2006. Hasil ini jauh lebih tinggi dari targetnya sebesar 11,67%.

3. Sesuai dengan penilaian menurut audit tahun 2006 dari KAP. S. Mannan, Sofwan, Adnan & Rekan pelaksanaan pengembangan investasi pada Dana Pensiun Perhutani tahun 2006 telah sesuai dengan yang ditetapkan dalam Arahan Investasi maupun Keputusan Menteri Keuangan RI.

4. Realisasi pengeluaran (beban operasional) tahun 2006, yaitu sebesar Rp.4.910.324.360,- atau 85,01% dari rencananya sebesar Rp.5.776.000.000,-

5. Pada akhir tahun 2006 terjadi kenaikan NAB (Nilai Aktiva Bersih) sebesar 23,07%.6. Sejalan dengan peningkatan hasil usaha investasi dan kenaikan NAB, maka didapat Perhitungan Aktuaria berkala per 31 Desember

2006 sebagai berikut:a. Kewajiban Aktuaria : Rp. 559.931.216.953,-b. Kewajiban Solvabilitas : Rp. 523.575.034.044,-c. Kekayaan untuk pendanaan Dana Pensiun Perhutani : Rp. 476.912.661.676,- Sehingga terjadi :

a. Kekurangan Solvabilitas (b-c) : Rp. 46.662.372.368,-b. Defi sit (a-c) : Rp. 83.018.555.277,-c. Iuran Tambahan Bulanan dari Perum Perhutani : Rp. 2.240.811.706,-

7. Telah dapat menyelesaikan Sistem Informasi Dana Pensiun yang cukup lengkap materinya bila dibandingkan dengan Dana Pensiun lainnya.

8. Telah dapat menyelesaikan personal acoount para pensiunan.9. Pelayanan kepada para pensiunan pada tahun 2006 telah dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

Semoga kinerja tahun 2006 ini akan terus berulang pada tahun kerja berikutnya.

karena dari Dana Pensiun sendiri yang hampir tidak pernah menginformasikan apa itu Dana Pensiun, apalagi informasi mengenai kinerja yang dicapainya setiap tahun.

Kaitannya dengan itu, Dana Pen-siun Perhutani merasa terpanggil untuk menginformasikan kinerja yang dicapai Dana Pensiun, khususnya tahun 2006. Perlu diketahui bahwa kinerja Dana Pensiun Perhutani tahun 2006 sangat menggembirakan.

Kesuksesan Dana Pensiun Perhutani ini merupakan hasil perpaduan antara kondisi makro ekonomi Indonesia tahun 2006 yang cukup bagus, kerja keras jaja-ran Dana Pensiun Perhutani, bimbingan dan petunjuk dari Pendiri dan Dewan Pengawas Dana Pensiun Perhutani, maupun tentunya atas do’a restu dari seluruh peserta Pensiun Dana Pensiun Perhutani.

4Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

4Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

5Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

H. 6

D a f t a r

Sandrina yang Ingin Membuat Alam

H. 16

H. 18

Melacak Jejak Perhutani

Wana Wisata GrajaganPintu Gerbang Menuju Plengkung

H. 50

SAPA REDAKSI

SURAT PEMBACA

LAPORAN KHUSUSJelang Kemarau, Perum Perhutani Antisipasi Kebakaran Hutan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Bahaya Asap dengan Bionat-HM

PERSONASinergi Bagi Ibu Bupati

FOKUSKapolri Lantik Transtoto Sebagai Wakil Ketua UmumMasyarakat Majingklak Rindukan Hijaunya Hutan TancangUlar di Manggala WanabhaktiJati Rp 1 Miliar Masuk Rekor MURIPERHUTANI HARUS MENIRU SEMANGAT ORANG KOREAPendapatan Semester I tahun 2007 Diatas 50 % Job Training333 Karyawan Akan Ditingkatkan Statusnya

REKAMAN LENSA

PELUANGYlang-ylang Perhutani, Harus Diapakan?Avid R SeptianaAktivitas Berbasis RencanaSusilo Budi waconoKoperasi Karyawan Perum Perhutani Mampukah Berkonglomerasi?Heru Hartanto

PENELITIAN DAN PENGEMBANGANMembangun Hutan dengan Memanfaatkan Fungi MikorizaCorryanti

PRODUKSIMeningkatkan Produktifi tas SDHDahono Irianto

KOLOMLagi, Koreksi Perhitungan EtatIndro Tri WidiyantoMembangun SDM di Unit BisnisTribagus Sumaryuwono

LINTAS KPHPILOT PROJECT RUMPUT GAJAH DI KPH JATIROGOSolusi Mengatasi Penggembalaan Kerbau LiarLMDH Wono Semi Lakukan Sunatan MassalKPH Ngawi Berpartisipasi dalam Peringatan Hari Jadi Kabupaten Ngawi ke-649Berhasil Tidaknya Tanaman Tergantung Kemauan dan Kepedulian MandorSERAH TERIMA FISIK ADMINISTRATUR KPH RANDUBLATUNGKPH Kedu Utara Bekali Pamhut dengan Karate

DHARMA WANITAPENCANANGAN ANAK PEDULI LINGKUNGAN

WISATADuh, Karang Nini, Nasibmu Kini…

SOSOKAris Wibowo Naik PangkatGiri Irwanto Mencari ‘Shinta’Mencetak Generasi Muda Pencinta AlamAstri Ivo Kembali ke Alam

2

4

10

12

16

914181920212239

26-27

23

34

36

28

30

32

35

404141

42

434546

44

47

50505151

5Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

6Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Laporan Utama

6Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Oleh Marison Guciano

Suatu hari, Djamaludin muda ingin dikeroyok tentara di rumah di-nasnya di KPH Cepu. Dengan gagah ia keluar, “silahkan tembak, saya pejabat negara.”

Keberanian Djamaludin puluhan tahun lalu terekam hingga kini dalam benak Direktur Utama Perum Per-hutani Transtoto Handadhari. Kata Transtoto, sikap Djamaludin adalah “bukti bahwa rimbawan kita berani membela kebenaran.”

Pentingnya sejarahKata Huizinga, sejarawan Peran-

cis, sejarah selalu berulang. Bukan tak mungkin kisah Djamaludin juga dialami rimbawan Perum Perhutani di masa kini. Maka, menjadi penting membukukan sejarah agar tak jatuh pada lubang yang sama.

Pentingnya membukukan sejarah juga diyakini Transtoto. Sampai kini, katanya, Perum Perhutani belum berhasil dilacak jejaknya. Beberapa arsip yang tertinggal ternyata tidak cukup kuat untuk dijadikan dasar penetapan hari lahir BUMN Kehuta-nan tertua ini.

“Kami ingin tahu kapan kita merayakan hari ulang tahun (HUT)? Apakah HUT kita ini HUT Perhutani? Apakah HUT Jawatan Kehutanan? Atau HUT kita pada waktu hutan Jawa dikelola dengan benar oleh, mungkin, Daendels. Tanggal itu ha-rus kita cari?”

Dengan dibentuknya tim penyu-sun buku Sejarah Pengelolaan Hutan Jati di Pulau Jawa dan Madura, salah satu harapan yang diungkapkan Transtoto adalah tim ini mampu melacak kapan Perum Perhutani mesti berulang tahun.

Sejarah Hutan JatiSejak berabad-abad lalu, jati telah

menjadi satu komoditas mewah yang paling dicari orang. Ketika Kerajaan Demak membangun Masjid Agung pada 1497, para Wali memerlukan banyak kayu jati sebagai bahan bangunannya. Jati memang dikenal sebagai kayu berkualitas karena me-miliki kelas awet tinggi yang tahan terhadap gangguan rayap dan jamur serta mampu bertahan sampai 500 tahun.

Meskipun banyak barang substi-tusi, nilai dan permintaan akan jati tak jua menyurut. Jati pun menjadi penyumbang penghasilan terbesar Perum Perhutani. Dari lebih kurang 2,4 juta hektar kawasan hutan negara yang dikelola Perum Perhutani, 1,24 juta hektar atau 50 persennya meru-pakan kelas perusahaan jati.

Pada daerah tertentu di Pulau Jawa, pohon jati tak sekedar memiliki nilai ekonomis, ia tumbuh dengan simbol-simbol yang melekat dan hidup di masyarakat. Sebagian orang

Melacak Jejak Perhutani

Pernah dengar cerita tentang mantan Menteri Kehutanan Djamaludin Suryohadikusumo sewaktu menjabat Administratur KPH Cepu?

Kereta uap: alat pengangkut kayu yang digunakan sejak jaman VOC

7Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

7Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

seringkali mempercayai pohon jati dapat membawa berkah, awet muda, dan panjang umur, seperti pada po-hon jati yang terdapat di Cagar Alam Donoloyo, Jawa Tengah, yang selalu ramai dikunjungi orang pada Jumat Pon dan Jumat Kliwon. Pohon jati tersebut diperkirakan berusia ratu-san tahun.

Menurut pemerhati kehutanan Sadikin Djajapertjunda, hutan jati dan pengelolaannya mempunyai ciri-ciri yang khas yang tidak mung-kin kembali lagi. Bukan mustahil, katanya, 50 tahun yang akan datang hutan jati hanya berfungsi sebagai pajangan dan tinggal kenang-kenan-gan. “Harus ada satu penulisan yang benar tentang riwayat hutan jati.”

Menurut Sadikin, sejarah hutan jati di Pulau Jawa ada beberapa versi. Versi pertama, katanya, jati dibawa oleh orang-orang Hindu ketika

mengadakan perjalanan ke sebelah selatan Pulau Jawa.

Versi kedua, jati adalah tanaman asli Pulau Jawa yang dipelihara oleh para Sultan. Ketika para sultan berkuasa, mereka sudah melaku-kan pengelolaan hutan jati melalui pungutan yang dikenakan pada tiap tebangan. Pada zaman kesultanan, kayu jati umumnya dimanfaatkan sebagai bahan pembuat kapal.

Masa VOC Pada 1642, hutan jati yang dikua-

sai Kesultanan Mataram disewakan kepada Vereniging Oost-Indische Compagnie (VOC), kongsi dagang Hindia Belanda. VOC yang semula bertindak sebagai penerima ijin pen-gelolaan hutan jati dari Sultan, lama kelamaan menjadi pemilik.

Pada saat dikelola VOC inilah hutan Jawa, khususnya jati, mulai rusak. Untuk menutup kas kerajaan

Belanda yang kosong akibat politik kolonialisme dan imperalismenya, VOC mengeksploitasi hutan alam di Jawa, mengakibatkan hutan di Jawa rusak berat.

Kerusakan diperparah ulah peja-bat pemerintah kolonial dan berkem-bangnya bisnis pribadi antara kary-awan dan eks karyawan VOC dengan bupati guna memperkaya diri. Aki-batnya, kas Kerajaan Belanda tak terisi. VOC dibubarkan tahun 1796, pengelolaan hutan di Jawa diambil alih Kerajaan Belanda.

Pada masa Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels, awal tahun 1800-an hutan tanaman, khususnya jati, dibangun. Tahun 1865 Daendels mengeluarkan Undang-Undang Kehutanan un-tuk Jawa dan Madura. Tahun 1892 Daendels membentuk organisasi teritorial kehutanan, Houtvesterij

Foto tentang hutan Jawa tahun 1903 yang masih tersimpan di ruang rapat Direktur Umum Perhutani

8Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Susunan Tim Penyusun Sejarah

Pengelolaan Hutan Jati di Pulau Jawa dan Madura

PENANGGUNG JAWAB Direktur Utama Perum Perhutani

DEWAN PENGARAHKETUA

Dr. Ir. Transtoto Handadhari, MScANGGOTA

Ir. Djamaludin SuryohadikusumoDr. Ir. Boen Purnama, MScIr. Sadikin Djajapertjunda

Ir. Wardono SalehIr. Harnanto Harno MartosiswojoDr. Ir. Upik Rosalina Wasrin, DEA

Ir. Tjipta Purwita, MMIr. Achmad Fachrodji, MM

Drs. Sondang Gultom, MSc

DEWAN PENYUNTINGIr. Miftahudin Affandi, SE, SH, MH

Ir. Sadharjo SiswamartanaIr. Tedjo Rumekso

Ir. Haryono KusumoIr. Mohammad Komarrudin

Ir. Audy Arthur Pattiruhu, M.Ed

TIM PENULISKETUA

Dr. Ir. Iman Sandjojo, MBASekretarisIr. SanjotoAnggota

Dedi Muhtadi Ir. Agung Nugraha, MSi

Ir. Sofyan Hanafi Dr. Ir. Agus Justianto

Ir. Indro Tjahyono Dr. Ir. San Afri Awang

Marison Guciano S.Sos Dina Hidayana, SP

Laporan Utama

8Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

dan Djatibedrijfs (Perusahaan Jati). Langkah Daendels di-mantapkan dengan disusunnya rencana perusahaan pertama oleh Bruisma. Masa Daendels diprediksi oleh para pengamat kehutanan sebagai masa pengelolaan hutan terbaik di Jawa.

“Akan tetapi setelah Inggris menang perang melawan Be-landa, perbaikan hutan tidak berlanjut dibawah kepemimpinan Raffles. Masuknya Raffles membuat hutan jati kembali rusak,” tutur Sadikin.

Masa JepangTahun 1942-1945, di masa kolonial Jepang, pengelolaan

hutan Jawa mengalami kemunduran. Pada saat Jepang memer-intah, ada kejadian yang menurut Sadikin sangat merisaukan: hutan diekploitasi kelewat batas.

Pada masanya, Belanda memproduksi kayu bulat jati berkisar 250 ribu kubik per tahun dan kayu bakar 400-500 ribu meter kubik per tahun, namun pada waktu jaman Jepang, produksi kayu bulat jati melonjak menjadi 600 ribu meter ku-bik per tahun dan kayu bakarnya sampai 1,5 juta meter kubik per tahun.

Kenapa? “Karena waktu itu Jepang membutuhkan kayu dalam jumlah yang sangat banyak untuk kayu bakar dan untuk mengganti kapal-kapal perang mereka,” terang Sadikin.

Eksploitasi hutan Jawa oleh Jepang berakhir 1945 setelah mereka kalah perang dengan sekutu. Pada 1949, Belanda yang membentuk negara federal membagi kawasan hutan menjadi tiga bagian, yaitu hutan yang ada di Jawa Timur masuk Negara Indonesia Timur, hutan di Jawa Tengah, di luar Jogjakarta dan Solo, masuk Jawatan Kehutanan Republik Indonesia, dan hutan di Jawa Barat masuk Negara Pasundan. Masing-masing jawatan punya kepala jawatan sendiri.

Setelah Indonesia kembali dalam bentuk Negara kesatuan pada 1950, kata Sadikin, “kita kembali ke jawatan Kehutanan.” Pada 1951, jawatan kehutanan dikelola bersama oleh orang-orang Indonesia dan orang-orang Belanda.

Pada 1960, Pemerintah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) tentang pembentukan 17 Perusahaan Kehutanan Negara, salah satunya Perhutani. PP tersebut dilatarbelakangi program pembangunan semesta berencana Presiden Soekarno, yang antara lain menugaskan jawatan kehutanan menyetorkan uang sekitar US$ 17 juta kepada negara.

Dalam PP tersebut, kawasan hutan Perum Perhutani men-cakup Jawa Timur dan Jawa Tengah. Pada 1978 kemudian baru masuk Jawa Barat. Setelah 1978, Sadikin menyebut periode ini sebagai periode pembangunan dan konsolidasi Perhutani.

Memang, banyak jejak sejarah Perhutani yang tertinggal dan tak mampu dilacak dalam tulisan ringkas ini. Dengan dibentuknya Tim Penyusun Sejarah Pengelolaan Hutan Jati di Pulau Jawa dan Madura, kita berharap, fakta sejarah yang berserak dapat dikumpulkan kembali, meski dengan tertatih-tatih. Kata Mantan Menteri Kehutanan Djamaludin Suryohadi-kusumo, “ini momen yang cukup penting untuk kita perhatikan dan harus kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya.” Selamat Bekerja!

9Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Sedangkan Ketua Umumnya dipegang Direktur Jenderal Perlind-ungan Hutan dan Konservasi Alam Departemen Kehutanan, Arman Malolongan. Dalam pelantikan di Mabes Polri, Kamis (26/7), tersebut, hadir Menko Polhukam Widodo AS, Menteri Hukum dan HAM Andi Mat-talatta, Menteri Negara Pemberday-aan Aparatur Negara Taufik Effendi, Panglima TNI Djoko Suyanto, dan Dirjen Pemerintahan Umum Dep-dagri Sodjuangun Situmorang.

Selain Transtoto, pejabat Perum Perhutani yang dilantik sebagai pen-gurus AKK lainnya adalah Asisten Direktur Hukamas Audy Arthur Pattiruhu sebagai Ketua Bidang Or-ganisasi, Kabiro Perlindungan SDH Suripto sebagai Wasekjen, dan Kasi Binapsar Arif Herlambang sebagai anggota Bidang Organisasi.

Dalam sambutannya, Kapolri mengatakan, melalui kegiatan koor-dinasi dan komunikasi dalam wadah AKK, permasalahan yang mungkin terjadi dalam pelaksanaan tugas dapat segera diatasi. Apabila kes-epakatan dalam wadah AKK sudah terapai, lembaga asosiasi ini kemu-dian mengkoordinasikannya dengan POLRI selaku pembina teknis ke-polisian khusus, untuk dicari solusi secara tepat guna.

Kapolri berharap, setelah pen-gurus dilantik, kode etik kepolisian khusus harus segera disusun. Kode etik ini akan menjadi pedoman etika profesi kepolisian khusus di lapan-gan. Ke depan, Kapolri berpesan agar profesionalisme kepolisian khusus terus dikembangkan dalam pelaksa-naan tugas di lingkungan kerjanya.

Sedangkan Menteri Hukum dan

HAM Andi Mattalatta mengatakan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) sebagai aparatur penegak hukum berkewajiban menjalankan hukum secara tegas dan konsekuen dengan tetap memperhatikan faktor-faktor yang menyebabkan kurang atau tidak dipatuhinya hukum dan perun-dang-undangan oleh masyarakat.

Maka, kata Andi, selain men-jalankan tugas penyidikan, PPNS diharapkan pula perannya memberi-kan penyuluhan dan pelayanan kepa-da masyarakat mengenai peraturan perundang-undangan yang menjadi

Asosiasi Kepolisian Khusus Republik Indonesia

Kapolri Lantik Transtoto Sebagai Wakil Ketua Umum

Direktur Utama Perum Perhutani Transtoto Handadhari dilantik sebagai Wakil Ketua Umum Asosiasi Kepolisian Khusus (AKK) Republik Indonesia oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Sutanto.

dasar hukum, tugas dan wewenang instansinya serta syarat-syarat dan prosedur yang harus dipenuhi oleh masyarakat yang memerlukan pelay-anan jasa dari instansi yang mem-bawahi PPNS tersebut.(Marison/Soe-narwoko)

Asdir Hukamas Audy Arthur Pattiruhu mendapat ucapan selamat dari Menneg PAN Taufi k Effendi

Dirut Perum Perhutani Transtoto Handadhari mendapat ucapan selamat dari Kapolri Jenderal Sutanto

F o k u s

10Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Jelang Kemarau, Perum Perhutani Antisipasi Kebakaran HutanKPH Lawu Kerjasama dengan LMDH, Saradan Buat Ilaran

Oleh Tuti Yopi Punu

10Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Perum Perhutani sudah siap dan telah mengan tisipasi ancaman benca na kebakaran hutan pada musim kemarau

tahun ini. Satuan tugas pengenda-lian kebakaran (Satgasdamkar) di tiap Kesatuan Pemangkuan Hutan atau KPH, dikatakan Kepala Biro Perlindungan Sumberdaya Hutan Suripto, telah bergerak dan beker-jasama dengan masyarakat desa hutan untuk mencegah kebakaran, seperti memberikan penyuluhan kepada masyarakat.

Upaya ini diyakini dapat mengan-tisipasi kebakaran hutan yang men-jadi salah satu penyumbang angka kerugian yang cukup diperhitungkan dalam daftar gangguan keamanan hutan. Tahun lalu, Kesatuan Pemang-kuan Hutan (KPH) Lawu Ds dan KPH Kediri menduduki rating tertinggi untuk kebakaran hutan terluas di ka-wasan Perum Perhutani Jawa Timur (Jatim). Data menyebutkan, KPH Kediri ketika itu kehilangan lahan seluas 1.966 Ha dan Lawu Ds 1.008 Ha. Tetapi jumlah pohon yang ikut terbakar di dua KPH tersebut tidak begitu besar, hanya sekitar 4.000 po-hon. Sedangkan KPH Ngawi dengan kawasan terbakar seluas 199 Ha,

harus kehilangan sedikitnya 39.602 pohon dan KPH Saradan dengan ka-wasan terbakar seluas 268 Ha harus menderita kerugian akibat kehilan-gan pohon sebanyak 29.317 Ha.

Duta Rimba yang beberapa waktu lalu turun ke berbagai KPH men-emukan bahwa agar bencana keba-karan tidak terjadi lagi pada tahun ini, masing-masing KPH sudah menyusun program antisipasi. KPH Lawu Ds misalnya, untuk menga-tasi kebakaran gunung Lawu, telah membentuk tim Satuan Tugas Pem-adam Kebakaran (Satgasdambar) yang menggalang kerjasama dengan masyarakat sekitar gunung melalui Lembaga Masyarakat Desa Hutan

11Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

(LMDH) yang ada. “Pada intinya kami terus mem-

bangun penjagaan keamanan hutan agar tidak mudah terbakar dengan membangkitkan rasa kepedulian masyarakat. Apalagi pada umumnya, masyarakat sekitar gunung Lawu berprofesi sebagai penyadap getah. Jadi dalam pertemuan apapun, baik resmi maupun tidak, kami selalu mengingatkan, kalau hutan terbakar, mereka tidak akan bisa menyadap getah lagi karena pohon pinus yang ada di gunung juga berpotensi besar ikut terbakar,” ujar Wakil Adminis-tratur KPH Lawu, Ir Agus Sarwedi

ketika ditanyai kesiapannya untuk mengantisipasi kebakaran jelang musim kemarau.

Menurut Agus, kebakaran bi-asanya terjadi akibat kesalahan ma-nusia yang secara sengaja maupun tidak sengaja menyulut api di dalam hutan. “Saat jalan biasanya ada yang merokok dan membuang puntung rokok sembarangan atau membuat bakaran dan apinya tidak dimatikan. Ditambah lagi dengan cuaca yang panas dan kering, sehingga bisa menyulut terjadi kebakaran besar. Oleh karena itu, butuh kesadaran kita bersama untuk menjaga agar

Laporan Khusus

Pelatihan memadamkan api Satgasdamkar

11Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

hutan tidak hanya aman dari pen-curian tetapi aman dari kebakaran,” tambahnya.

KPH Saradan bahkan dengan program antisipasinya, sudah mulai melakukan ilaran, teknik untuk men-gisolasi daerah-daerah yang rawan kebakaran. Ketika diwawancarai ditempat terpisah, Kepala Sub Seksi (KSS) Perencanaan dan Tanaman (Rentan) KPH Saradan, Rahmadi mengatakan, ilaran sudah dilaku-kan di beberapa BKPH, diantaranya BKPH Jati Ketok Selatan dan Jati Ketok Utara (JTU).

“Kami khawatir kebakaran besar seperti tahun lalu terjadi lagi. Ilaran ini merupakan kegiatan rutin yang kami lakukan setiap memasuki musim kemarau, dan diutamakan di lakukan di BKPH-BKPH yang rawan kebakaran. Sebagai antisipasi ilaran yang sudah kami lakukan di BKPH Jati Ketok selatan dan JTU,” ungkap Rahmadi.

Menurutnya, selain ilaran, KPH Saradan secara tegas juga telah memasang plang-plang di daerah-daerah yang rawan kebakaran. Hal ini dilakukan agar masyarakat tahu bahwa ada ancaman hukuman bagi yang sengaja membakar hutan dan harus lebih berhati-hati.

Segenap karyawan Perum Perhutani mengucapkan Selamat

Atas Pelantikan Anggota Dewan Pengawas Perum Perhutani

1. Ir. Boen M. Purnama (Sekjen Dephut)2. Lex LaksamanaZainal Lan (Sekda Jabar)3. Soekarwo (Sekda Jatim)4. Sri Puryono KS (Ka. Dinas Kehutanan Jateng)

12Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Oleh Darman Effendi Purba

Bencana asap dan kebakaran lahan telah menimbulkan dampak negatif berupa menurunnya kes-ehatan masyarakat dan gangguan transportasi udara. Oleh karenanya Departemen Kehutanan (Dephut) sangat merasa tertantang untuk mengatasi permasalahan kebakaran

hutan ini, baik melalui koordinasi pihak terkait di tingkat pusat sampai daerah, akan diintensifkan.

Untuk itulah Dephut bekerjasama dengan Intim Group, Rio Sagrado, dan Perum Perhutani mengadakan pelatihan Satuan Pengendalian Ke-bakaran Hutan dengan metode baru menggunakan bahan kimia yang akrab lingkungan dan dikenal dengan

nama Bionat–HM, serta mendemon-strasikan efektifitas penggunaannya. Pelatihan ini dilaksanakan pada 24 Juli 2007 di wilayah hutan petak 7 RPH Cibungur, BKPH Sadang, KPH Purwakarta, dan dihadiri oleh Menteri Kehutanan MS Kaban dan jajarannya, Kedutaan Besar negara tetangga, Kedutaan Besar Brasil, Perum Perhutani sendiri diwakili oleh Kepala Unit III Jawa Barat dan Banten Komarudin, Asisten Direktur Hukamas Audy Arthur Pattiruhu serta jajarannya, jajaran pemerintah daerah dan segenap insan pers.

Pengendalian Kebakaran Hutan dan Bahaya Asap dengan Bionat-HM Selama beberapa tahun terakhir Indonesia seringkali dituding oleh negara-negara tetangga sebagai pengekspor asap yang disinyalir disebabkan karena kebakaran lahan dan hutan.

Laporan Khusus

13Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Dalam sambutannya Menteri Kehutanan menyampaikan bahwa pada tahun 2007 ini jumlah spot api sudah semakin berkurang dibanding tahun 2006, namun segenap jajaran kehutanan tetap diminta waspada mengingat beberapa bulan lagi akan memasuki puncak musim kemarau.

Intim Group sebagai perusahaan swasta nasional yang memegang lisensi dan Rio Sagrado Biochemical Ltd sebagai produsen bahan kimia Bionat-HM memperkenalkan keung-gulan-keunggulan produk ini dan efektifitasnya dalam pengendalian kebakaran, dengan menyiapkan lokasi demonstrasi dan menyulap hutan kosong menjadi hutan pinus persis di hadapan panggung tamu kehormatan, sehingga mudah di-saksikan para tamu dan dilengkapi dengan pesawat helikopter, pemadam kebakaran, dan Satuan Manggala Agni dengan segenap kelengkapan dan atributnya.

Menurut Iderlon Azevedo dari Rio Sagrado Biochemical Ltd, Bionat-HM mampu membuat isolasi api agar tidak menyebar dan mengontrol ke-bakaran lahan atau hutan sehingga tidak meluas. Bagi para masyarakat

atau pengusaha yang membuka kebun, pembuatan isolasi dengan Bionat-HM ini dapat membatasi dan mengendalikan pembakaran sehingga tidak menyebar ke lokasi lain yang tidak diharapkan.

Iderlon Azevedo menjamin bahwa penggunaan Bionat-HM ini selain efesien juga aman terhadap lingkun-gan, bahkan untuk asap pun dapat dikurangi dan mampu meningkatkan kesuburan lahan. Dalam demon-strasi Bionat HM tersebut, Iderlon tidak menggunakan sarung tangan ataupun peralatan khusus lainnya. Iderlon juga menuturkan bahwa Bionat-HM ini telah digunakan luas di Brasil dan untuk di Asia Tenggara diharapkan Indonesia dapat meng-gunakannya mengingat Indonesia beriklim tropis dan memiliki hutan yang relatif luas, sehingga berpotensi besar terjadinya kebakaran hutan.

Pada demo di depan tamu kehor-matan, Menteri Kehutanan sangat kagum mengingat kebakaran pada lokasi yang tidak disemprotkan Bi-onat-HM ketinggian api mencapai 5–6 meter, namun ketika api mulai mendekati batas blok hutan pinus yang telah disemprotkan Bionat-HM

48 jam sebelumnya atau 2 hari, api lambat laun mati dan terlihat suatu garis batas yang jelas sesuai batas blok yang beri larutan Bionat-HM. Padahal kalau melihat secara fisik masih terlihat banyak materi-materi berupa rumput kering di bawah tegakan pinus yang tidak terbakar.

Menteri Kehutanan MS Kaban dan segenap tamu undangan merasa kagum dan puas. Bahkan ketika di-coba pemadaman dengan air terlihat asap yang begitu tebal, sementara jika yang disemprotkan air yang telah dicampur dengan Bionat-HM asapnya tidak terlalu pekat. Mengingat lokasi demo merupakan jenis kebakaran permukaan (groundfire) yang relatif lebih mudah pemadamannya, namun kalau melihat kebakaran di kawasan hutan sebagian besar ada di wilayah gambut, tentu hal ini diperlukan uji coba tersendiri.

Hutan Perum Perhutani setiap tahunnya juga seringkali mengalami kebakaran. Pada umumnya adalah kebakaran permukaan, seperti ta-hun lalu terjadi di Gunung Ciremai, Gunung Merapi, Gunung Slamet, Gunung Lawu dan kebakaran per-mukaan di hutan-hutan jati. Menurut penelitian Pusbanghut Cepu, keba-karan permukaan hutan jati setiap tahunnya akan dapat mengurangi pertumbuhan, karena terjadinya pencucian tanah setiap tahun yang berakibat penurunan hara tanah.

Pengendalian kebakaran hutan selama ini masih sebatas pembuatan ilaran api dan secara tradisonal. Ad-anya demo Bionat-HM ini tentunya membuka wacana baru, apakah akan menjadi lebih efektif dan efesien kalau digunakan di kawasan hutan Perhutani?

Anda tertarik dengn Bionat-HM? Silahkan hubungi Intim Group: Wis-ma Nusantara Lt-19 J. MH. Thamrin Kav59 Jakarta, Telp: 021-39835175 Fax: 021-39835176 Email: [email protected].

Laporan UtamaLaporan Khusus

Menteri Kehutanan MS Kaban dan Halim Kalla

14Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Pohon bakau, katapang, api-api dan tumbuhan payau lainnya rapat menutupi kawasannya. Sawah-sawah itu ternyata merupakan areal hutan negara yang telah beralih fungsi secara illegal. Bahkan ada beberapa diantaranya telah digarap sejak tahun 1970-an.

Lebatnya pepohonan ini menjadi tempat beranak-pinaknya aneka jenis ikan, udang dan kepiting. Binatang-binatang air inilah yang membuat masyarakat dusun Majingklak dulu-nya sejahtera. Sekali melaut, kwin-talan ikan, udang dan kepiting bisa mereka peroleh.

Memasuki tahun 1998-1999, ke-tika bergulir era reformasi yang kebablasan, hutan payau Majingkak ludes dijarah dan dirambah. Kayu-nya dijadikan arang dan lahannya dirambah untuk persawahan. Hutan payau itu kini merana dengan hanya menyisakan tunggul-tunggul tidak

bermakna.

Akibat Kerusakan Hutan Beberapa tahun berselang, ma-

syarakat Dusun Majingkak yang dihuni 135 kepala keluarga (KK) ini mulai menuai hasil akibat gundulnya hutan payau itu. Sungai mendangkal. Ikan, udang dan kepiting pun sulit didapat. Rindangnya akar pepohonan hutan payau tempat mijahnya biota laut itu kini tidak ada lagi. Sungai Citanduy pun kerap mengirim banjir ketika hujan deras turun ke bumi.

“Lebih dari setengahnya peng-hasilan kami hilang sekarang. Kalau dulu, sebelum hutan tancang masih bagus, sekali melaut kami dapat memperoleh hasil kwintalan. Seka-rang bisa dapat 10 kg saja sudah syu-kur,” ujar Supin, tokoh masyarakat setempat.

Meskipun harga rata-rata udang setiap kilo gramnya mencapai Rp

100 ribu dan ikan Rp. 12 ribu, namun karena dalam setahun masyarakat dusun Majingklak yang semuanya nelayan itu hanya melaut 2 kali dalam sebulan, hasinya menjadi kecil sekali.

“Kami melaut hanya pada bulan Januari sampai Februari saja. Bulan-bulan selebihnya kami cenderung menganggur akibat angin laut yang membuat ombak tidak bersahabat. Andai pun ada hasil padi dari sawah di bekas tanah hutan tancang itu, hasilnya tidak memuaskan, karena kami bukan petani,” jelas Supin.

Penyesalan akibat perbuatan di masa lalu tersebut, ternyata me-nyadarkan masyarakat dusun Ma-jingklak akan pentingnya hutan payau. Kini mereka merindukan saat-saat ketika ikan, udang dan kepiting sangat mudah didapat. Ketakutan pun kerap mendera pasca bencana tsunami yang melanda pantai selatan Jawa Barat beberapa waktu lalu.

“Kami menyesal mengapa dahulu menurut saja pada hasutan salah satu Ormas yang menyuruh kami membabat hutan tancang untuk disawahi dan diiming-imingi tanah tersebut nantinya menjadi milik kami. Belakangan kami tahu bahwa air payau sangat tidak baik untuk padi dan tanah negara tidak mungkin kami miliki,” sesal Supin.

Asa masyarakat dusun Majing-klak ditahun ini mulai bergairah lagi. Mereka menyambut antusias program Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten untuk meng-hijaukan hutan yang telah rusak itu. Apalagi mereka dilibatkan dalam pro-gram Pengeleolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

“Harapan kami dari hijaunya hutan tancang ini hanya kembalinya ketenangan dan bisa menghidupi keluarga secara layak kembali. Kalau hutan ini hijau lagi semoga saja ikan, udang dan kepiting dapat kembali menjadi andalan penghidupan kami disamping dari hasil udang galah

Masyarakat Majingklak Rindukan Hijaunya Hutan Tancang

Hamparan persawahan berpadi kurus terbentang luas di sepanjang pinggiran sungai Citanduy di Dusun Majingklak, Desa Pamotan, Kabupaten Ciamis. Siapa sangka sebelum tahun 90-an kawasan ini merupakan hutan mangrove (hutan payau) yang sangat lebat.

Fokus

Hutan bakau sebagai sumber kehidupan

14Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

15Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

yang akan dikembangkan nanti,” harapnya.

Dalam penghijauan hutan payau seluas 158,10 Ha di Resort Pemang-kuan Hutan (RPH) Kalipucang, Ba-gian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Pangandaran, Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Ciamis, masyarakat dilibatkan dalam budi-daya udang windu berpola empang parit. BUMN Kehutanan ini me-nyediakan 43 ribu batang tanaman bakau.

Kelompok-kelompok masyarakat yang dihimpun dalam wadah Lemba-ga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dibolehkan menggarap 2 ha tambak udang galah. Setiap kelompok be-ranggotakan 10 KK.

“Sudah ada investor dari Pangan-daran yang siap untuk menanamkan modalnya dalam PHBM ini. Ting-gal menentukan pola bagi hasilnya saja nanti. Namun sayangnya kami belum bisa menduga berapa jumlah hasil panennya nanti. Yang jelas pasti menguntungkan,” jelas Supin, wakil Ketua LMDH.

Dari sisi penghijauan, penanaman 43 ribu tanaman bakau ini seluruh-nya dilakukan masyarakat. Mereka terdiri dari isteri para nelayan mem-peroleh Rp 150 untuk setiap batang yang ditanamnya. Selain ini wadah pohon bakau dari bekas gelas air

mineral ini dapat dijual untuk di daur ulang. Setiap kilogram dihargai Rp 300 oleh penampung dari Tasikma-laya untuk didaur ulang. Hasilnya dibagi rata oleh para penanam pohon khas payau ini.

“Lumayan lah untuk beli beras yang sekarang sangat mahal harg-anya, dan untuk bayar utang sana-sini,” ujar Munah, salah seorang pe-sanggem. Munah yang tidak pernah mengenyam bangku pendidikan ini mengaku sangat prihatin dengan kerusakan hutan payau Majingklak. Pasalnya, ekonomi keluarganya kini sangat pas-pasan karena hasil melaut suaminya yang sangat sedikit.

“Dapat makan sehari saja dengan lauk alakadarnya sudah cukup sulit, belum lagi resiko ini dan itu. Semen-tara suami hanya dapat memberi nafkah di bulan Januari dan Februari saja ketika bisa pergi melaut. Sele-bihnya pinjam sana pinjam sini,” ungkapnya prihatin.

PenghijauanKepala Seksi Pembinaan Ling-

kungan Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten Isnin Soiban menegaskan, penghijauan kembali hutan payau Majingklak merupakan bagian dari program Pengelolaan Hutan Lestari dalam rangka menuju Perhutani Jawa Barat dan Banten bebas tanah kosong tahun 2008.

“Pola yang kami pakai dalam penghijauan hutan payau ini untuk green belt, jarak tanamnya 2 x 3 meter, sementara jarak tanam pada pematang tambaknya 5 x 5 meter,” jelas Isnin.

Penghijauan dan empang parit di Majingklak, lanjut Isnin, meru-pakan langkah untuk menyelesaikan kasus tenurial keagrari-aan. Pola yang dipakai adalah pola kolabora-tif, yaitu pihak terkait terlibat di dalamnya. Intinya, diperbolehkan untuk memanfaatkan kawasan hutan sesuai aturan yang berlaku, tanpa harus memiliki arealnya.

Isnin mengharap-kan adanya bantuan dari pihak terkait un-

tuk pengadaan sarana air bersih di Majingklak. Selama ini memang masyarakat dusun Majingklak belum memilki sumber air bersih untuk ke-butuhannya sehari-hari. “Perhutani siap membantu penyediaan mata airnya. Sumber terdekat ada di Ka-rang Nini. Namun untuk penyaluran-nya butuh bantuan dari pihak terkait lainnya,” harapnya.

Sementara itu Kepala Seksi Hu-mas dan Informasi Perhutani Unit III Ronald G. Suitela menjelaskan, dengan membiarkan hutan tumbuh secara alami saja masyarakat sudah dapat memperoleh dan menikmati hasil hutan dan hasil ikutannya. Hasil itu akan lebih meningkat lagi kalau masyarakat turut aktif mengelola sumber-sumber daya ikutan lainnya yang ada pada hutan.

“PHBM adalah model pembangu-nan masyarakat desa hutan yang su-dah dirintis Perhutani sejak puluhan tahun silam. Meskipun istilahnya berubah-ubah, namun jiwanya tetap satu agar masyarakat maju dan sejahtera serta hutannya lestari,” tandas Ronald.

Dengan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan tersebut, diharapkan masyarakat dapat se-jahtera dan hutannya lestari. Selain itu mereka yang sudah berhasil, bisa mengajak yang lainnya untuk turut serta ber-PHBM. (Yans)***

Fokus

15Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

16Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Alessandra tak pernah lupa masa kecilnya dulu yang menyatu dengan alam. Alam adalah kehidupan. Alam memberinya keseimbangan jiwa. Karena itu, “jangan biarkan alam ini menan-gis,” pinta perempuan yang lebih dikenal dengan nama Sandrina Malakiano ini.

Kini, setelah tak lagi bekerja sebagai penyiar di salah satu stasiun televisi, Sandrina memilih berkarier lepas. Ia menjadi pembicara, instruktur, pengajar public speaking dan broadcast journalism, moderator seminar, MC berbagai jenis acara. Ia juga menjadi ikon sebuah rumah

mode busana muslim dan duta pendidikan LPI Baznas-Dompet Dhuafa. Saat ini, Sandrina sedang menegosiasikan kemungkinan menjadi host beberapa acara TV di beberapa stasiun. Di atas segalanya, sekarang ia berkesempatan menghabiskan hari-hari bersama buku-buku yang terus memberinya kedewasaan dan inspirasi. Bersama sang suami, ruang aparte-men di bilangan Jakarta Selatan pun disulapnya menjadi perpustakaan sekaligus kantor.

Dengan Marison Guciano dan Henny Elevianty dari Duta Rimba, Selasa (24/7),

Sandrina berbagi cerita seputar kehidupannya: tentang masa kecilnya, tentang kecintaannya pada alam, tentang mengapa ia mencintai Bali, dan tentang…, Ah…, Sandrina, Sandrina…, tak salah bila Eep, suamimu, mengatakan tak ada alasan untuk tidak mencintai perempuan secerdas Sandrina.

Suka Bali dan JogjakartaSandrina suka Bali. Semenjak dua bulan

usia kelahirannya, perempuan berhidung mancung keturunan Itali ini telah dibawa orang tuanya ke Pulau Dewata dari Bangkok, Thailand, tempat ia dilahirkan. Di Bali, ia tumbuh sebagai anak kampung. Alam Bali membesarkan dan mengajarinya bagaimana cara berinteraksi, memperlakukan sesamanya, hewan, hingga tumbuhan.

Setiap hari Sandrina kecil main di sawah, mengangon kambing, memanjat pohon di halaman rumahnya yang penuh dengan tana-man. Sandrina berharap anaknya mengikuti jejak ibunya yang tumbuh dan dibesarkan alam. “Anak-anak selalu berusaha saya ajak pulang ke kampung halamannya di Bali,” tuturnya.

Lama berbincang dengan kami, Sandrina terlihat sedih. Usai menyeruput secangkir kopi, ia mengatakan bahwa di Jakarta, tempat tinggalnya sekarang, bukanlah tempat yang nyaman baginya. Keseimbangan hidup yang ia dapatkan di Bali tak ia temui di Jakarta. Bali, kata Sandrina, sampai kapan pun menjadi rumahnya, sedang Jakarta, “hanyalah tempat mencari nafkah.”

Dari beberapa kota di luar negeri yang per-nah ia singgahi, Jakarta ternyata sangat buruk. “Kemana-mana mesti pakai masker yang mirip astronot. Polusi sudah melampaui ambang ba-tas,” tuturnya. “Selain Bali, saya suka Jogjakarta dengan ketradisionalannya,” tambah perempuan kelahiran 24 November 1971 ini.

Buat bumi tersenyumMenurut Sandrina, kita semua punya andil

dalam merusak alam. Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya lingkungan yang bersih dan sehat menjadi faktor yang harus segera dibenahi. “Jika kepedulian bangsa ini masih begitu rendah terhadap alam, lantas,

Di pematang sawah, di atas rumput hijau, gadis kecil berlari bertelanjang kaki, menyusuri rimbunnya pepohonan. Sementara burung-burung berkicau merdu dan air sungai tak berhenti mengeluarkan suara gemericik. “Saya rindu suasana alam seperti itu,” kenang Alessandra Shinta Malakiano, yang kini bersuamikan pengamat politik terkenal, Eep Saefulloh Fatah.

Persona

16Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Ari

ef S

usan

to (H

ealth

y Li

fe)

17Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

bagaimana nasib anak cucu kita di kemudian hari?”

Menurut Sandrina, bumi sudah menangis. Ia berharap bumi kembali tersenyum dan hari-hari kembali hadir berseri-seri. Sandrina ingin ber-buat, “meski kecil, mudah-mudahan yang saya lakukan nanti menjadi besar.”

Berbuat baginya dimulai dari diri sendiri. Menanam pohon, menyiramnya setiap pagi dan sore, hingga membuang sampah pada tempat-nya. “Apa yang bisa kita lakukan saat ini untuk membuat alam tersenyum, lakukanlah. Jangan menunggu orang lain untuk berbuat. Kita harus berjuang bersama untuk perbaikan lingkungan,” himbau Sandrina.

Di akhir perbincangan, Sandrina berharap agar pendidikan lingkungan dapat dimulai sedini mungkin. Gemar menanam dan merawat pohon harus selalu ditanamkan sejak kecil. “Idealnya, pendidikan tentang lingkungan hidup itu masuk dalam kurikulum sekolah, lalu diterapkan, jangan hanya bersifat teori,” tambahnya.

Selain pendidikan, ia mengusulkan penting-nya pemerintahan yang bukan hanya berusaha mewakili warga negara atau pemilih, tetapi juga binatang, ekosistem dan generasi mendatang. Mengutip diskusi mutakhir tentang politik ling-kungan, Sandrina menyebut model pemerintah-an itu sebagai ‘biokrasi’. “Kita tak butuh sekadar

Ari

ef S

usan

to (H

ealth

y Li

fe)

Bagi Bupati Nganjuk Siti Nurhajati, sinergi Pemda Ngan-juk, Perum Perhutani, dan stakeholder lainnya adalah wajib hukumnya. “Konsep dasarnya adalah saya punya rakyat miskin di tepi hutan yang bekerjasama dengan Perhutani untuk mengelola hutan. Perum Perhutani memberi sharing, rakyat saya menjaga hutannya, lalu Pemda membina eko-nomi dan mengucurkan dana bergulirnya.”

Atas sinergi ini, Siti mengaku sangat terbantu. Rakyat Nganjuk pun meningkat kesejahteraannya. Kini, katanya, beranekaragam produk masyarakat desa hutan sudah di ekspor ke luar negeri, seperti porang yang diekspor ke Hon-

gkong. “Dinas Pertanian pun siap memberi bibit tanaman gratis

untuk 25 hektar selama Per-hutani menyiapkan lahan-

nya,” katanya. (Marison)

Sinergi Bagi Ibu Bupati

17Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

18Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

F o k u s

Perum Perhutani kembali menga-dakan bakti sosial, kali ini bekerjasa-ma dengan Departemen Kehutanan dan Snake Hunter Club Indonesia (SHCI) melalui pengobatan gratis dengan bisa ular untuk wilayah Ja-karta dan sekitarnya.

Acara yang diselenggarakan di lobby Departemen Kehutanan Ge-dung Manggala Wanabakti Jumat (27/7) tersebut berlangsung sukses dan dihadiri oleh sekitar 1000 orang. Selain dihadiri jajaran Direksi Perhu-tani dan pejabat eselon satu Departe-men Kehutanan, nampak Mantan Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) (Purn.) AM. Hendropriyono (man-tan Kepala BIN) dan mantan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Surjadi.

Dalam sambutannya, Transtoto Handadhari selaku Ketua Pembina

Ular di Manggala Wanabhakti

Snake Hunter Club Indonesia men-gatakan, bahwa ular yang biasanya kita takuti, ternyata bisa menjadi sahabat bagi kita, karena bisa ular mampu mengobati ber-bagai penyakit, seperti malaria, tetanus, demam berdarah, rabies, luka cepat kering (untuk pen-gobatan kelas III); pe-nyakit diabetes, typhus, lever, asma, alergi, luka dalam (untuk pengobatan kelas II); bahkan kanker darah dan kanker tulang dapat diatasi dengan pen-gobatan kelas I.

M e n t e r i Ke h u t a -nan yang diwakili Ir-jen Dephut Suharyanto mengatakan bahwa semua yang

diciptakan Tuhan pasti bermanfaat, dan beliau juga menyatakan rasa bangga karena SHCI mampu mem-budidayakan jenis-jenis ular, saat ini ada 31 species ular (dari lk.511 species) yang dilindungi oleh Un-dang-Undang, karena Indonesia termasuk dalam anggota konferensi perdagangan satwa dan tumbuhan liar, maka menjadi kewajiban kita untuk membudidayakannya, disamp-ing mengambil manfaat.

Pada kesempatan tersebut juga ditampilkan demonstrasi terapi den-gan bisa ular, demonstrasi disiram dengan air keras, yang diperlihat-kan oleh Nursidin Harijanto (Ketua Dewan Guru SHCI) dan Transtoto Handadhari (Ketua Dewan pembina SHCI).

Acara kemudian dilanjutkan dengan pengobatan gratis kepada masyarakat yang membutuhkan maupun yang berminat menjadi anggota SHCI. Dalam bhakti sosial ini, ternyata sekitar seribu botol bisa ular yang disiapkan habis. Wah, luar biasa! (Henny)

Ular yang biasanya kita takuti ternyata bisa menjadi sahabat, karena bisa ular mampu mengobati berbagai

macam penyakit.Transtoto Handadhari

Mantan Kepala Badan Intelejen Negara (BIN) Hendropriyono sedang menjajal gigitan ular berbisa

19Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Penjualan jati tersebut tertuang dalam penandatanganan perjanjian jual beli antara Direktur Utama Pe-rum Perhutani Transtoto Handadhari dengan Boby Wibowo dari CV Bony-tasari pada Rabu (1/8), di ruang kerja Direktur Utama Perhutani.

Pohon jati seharga Rp 1 miliar ini adalah pohon jati yang sudah mati karena tersambar petir pada 7 Juni 2007. Berumur lebih dari 150 tahun, memiliki diameter lebih dari 3 meter, taksiran volume diperkirakan antara

Jati Rp 1 Miliar Masuk Rekor MURI

Dalam sejarah Perhutani, bahkan mungkin sejak zaman VOC, ini adalah sejarah yang patut dicatat. Satu pohon jati milik Perhutani laku terjual dengan harga satu miliar rupiah.

20 sampai 30 meter kubik. Lokasinya di petak 1092 RPH Demangan, BKPH Pasar Sore, KPH Cepu.

Karena ini merupakan harga termahal dalam sejarah penjualan kayu jati, maka rekor ini sudah didaftarkan di Museum Rekor Indo-nesia (MURI), dengan SK nomor 2729 yang ditandatangani oleh Direktur Utama MURI Jaya Suprana, bahkan direncanakan juga ke Guiness Book of Record.

“Penjualan jati termahal di dunia

ini bisa menjadi ajang promosi bahwa jati Perhutani memang berkualitas baik dan patut diharga tinggi,” kata Transtoto.

Pembeli jati Rp 1 miliar, Bobby Wibowo dari CV Bonytasari yang berkedudukan di Ngawi mengaku bangga bisa membeli ‘rajanya’ jati di Jawa. Bobby sendiri merupakan kolektor kayu jati tua dan memiliki gallery di Pulau Dewata. Jati Rp. 1 miliar yang dibelinya ini akan me-lengkapi koleksi gallery miliknya yang banyak dikunjungi wisatawan mancanegara, terutama dari Belanda dan Jerman.

Penebangan jati Rp 1 miliar ini direncanakan sekitar tanggal 20–25 Agustus 2007 dengan beban biaya ditanggung pihak pembeli. Menurut Bobby, sebelum jati ditebang, akan diadakan ritual khusus terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan guna mencegah hal-hal yang tidak di-inginkan.

Dikatakan Transtoto, Perhutani sendiri masih mempunyai sekitar belasan ribu pohon jati dengan umur yang hampir sama dengan jati Rp 1 miliar tersebut. Pohon-pohon jati tersebut tersebar di beberapa lokasi, antara lain Gundih, Pada-ngan, Randublatung, Surakarta, dan Cepu. Bahkan sebatang pohon jati yang disebut Jati Denok tercatat le bih besar dari jati 1 miliar yang kemudian diberi nama Jati Wibowo. Pohon-pohon jati tua itu hingga kini masih dipertahankan keberadaannya sebagai monumen jati plus. (Henny)

F o k u s

20Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

F o k u s

Seluruh karyawan Perum Perhu-tani harus mempunyai mempunyai kesamaan tekad untuk mewujud-kan Perum Perhutani yang maju, berkembang dan sehat. Demikian pernyataan Direktur Utama Perum Perhutani, Transtoto Handadhari, saat pelantikan pejabat baru (02/07) di Manggala Wanabakti, Jakarta.

Ada dua jabatan penting yang kini ada di Kantor Pusat Perum Perhutani, Kepala Bagian (Kabag) dan Kepala Sub Seksi (KSS). Kabag ini setingkat dengan Administratur, General Man-ager maupun Wakaro di Perencanaan atau Litbang. Struktur baru ini bukan untuk ‘menggemukkan badan’ tetapi untuk lebih menfokuskan tugas dan memberikan kesempatan karier yang lebih baik.

Penambahan jabatan KSS di Kantor Pusat merupakan wujud keinginan Direksi Perhutani untuk menyejahterakan karyawan. Dengan adanya penambahan jabatan KSS ini,

karyawan mendapatkan penghasilan tambahan dari segi fasilitas maupun tunjangan.

Transtoto juga mengajak seluruh karyawan Perhutani untuk meniru tekad dan semangat dari orang Ko-rea. Pada tahun 1970, Korea tidak lebih maju daripada Indonesia. Teta-pi, saat ini Korea telah maju hanya karena satu tekad yaitu untuk lebih baik dari Jepang.

Seluruh karyawan harus me-nyatukan tekad agar dapat membuat Perhutani menjadi contoh pengelo-laan hutan tropis terbaik di dunia. Perhutani juga dapat menjadi leader pelopor perbaikan kerusakan hutan di Indonesia. Tekad untuk mewu-judkan perusahaan sehat. “Kita semua harus selalu membersihkan diri, saling intropeksi. Jangan selalu melihat keburukan orang lain,” ucap Transtoto.

“Saya akan langsung mengundur-kan diri dari jabatan Dirut Perhutani

jika tidak mampu membuat program-program yang benar, menetapkan kebijakan yang keliru yang membuat Perhutani kolaps atau saya terbukti melakukan korupsi uang Perhutani,” janji Transtoto. Ini juga berlaku bagi seluruh karyawan. Karyawan diharapkan mempunyai tekad yang sama dengan Direktur Utama. “Jika karyawan sudah tidak sanggup lagi bekerja dengan baik, silahkan laku-kan ‘harakiri’. Karyawan tersebut harus menngundurkan diri dari jabatan yang diembannya,” lanjut Transtoto.

Untuk mewujudkan perusahaan yang sehat. Dirut menginstruksikan agar setiap karyawan memasang plat nama di seragamnya. Nama yang dipasang di seragam menunjukkan tanggung jawab pribadi karyawan. Bagi karyawan yang tidak memakai nama di seragamnya akan dikatakan sebagai orang yang tidak bertang-gung jawab dan akan diberi sanksi.

Direktur Utama juga mengharap-kan dukungan dari ibu-ibu Dharma Wanita agar mendukung kerja suami. 80 persen keberhasilan kerja suami adalah karena dorongan istri. (/Aris-tus)

PERHUTANI HARUS MENIRU SEMANGAT ORANG KOREA

Transtoto: Perubahan Struktur Bukan Untuk Penggemukkan’

Suasana pelantikan

21Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

F o k u s

Hal ini dipengaruhi antara lain oleh kebijakan Direksi melakukan spin off pemasaran sehingga harga kayu menjadi lebih tinggi dan penggalian potensi-potensi hasil hutan non kayu lainnya. Tahun 2004, pendapatan Perum Perhutani tercapai Rp 1,2 triliun, tahun 2005 Rp 1,46 trilun, tahun 2006 Rp 1,646 triliun bila ditambah sisa persediaan bisa mencapai Rp.1,9 triliun. Untuk 2007, penghasilan ditargetkan sebesar Rp 2,38 triliun, yang

berasal dari pendapatan hasil hutan kayu 70% dan non kayu 30%.

Menurut Direktur Pemasaran achmad Fachrodji, re-alisasi pendapatan Perum Perhutani sampai 30 Juni 2007 telah tercapai Rp 1,011 miliar atau 44 % dari target, yang merupakan kontribusi pendapatan dari Perhutani Unit I Jateng sebesar 44,9%, Unit II Jatim 37,93% dan Unit III Jabar & Banten 41,5%.

Ditambahkannya, saat ini masih terdapat persediaan berupa kayu jati 71.602 m3, kayu rimba 26.580 m3, gum-rosin (gondorukem dan terpentin) 4.071,18 ton, kopal 93,564 ton, minyak kayu putih 3,626 ton, lak 48 ton, Aqva 6.969 liter, madu 21,789 ton dan produk lainnya, dengan nilainya persediaannya mencapai Rp 199,445 miliar. Jadi total pendapatan Perum Perhutani jika termasuk persediaan sudah mencapai Rp 1, 22 triliun atau 52,7 % dari target.

Pencapaian pendapatan tersebut selain berkat kebi-jakan spin off, juga dilakukan berbagai upaya guna pen-goptimalan harga dan jaringan pemasaran, antara lain :1. Industri KBM Cepu resmi menjadi anggota Tropical

Forest Trust (TFT) Group untuk pasa Eropa sejak 13 Juni 2007.

2. Inisiasi kerjasama melalui SIPPO (Swiss Import Promo-tion Programe) dalam rangka penjajagan pasar Swiss dan Uni Eropa.

3. Penjajagan pasar Housing Component and Flooring di Australia dan pasar veneer di Malaysia sebagai upaya pengembangan pasar.

4. Penyempurnaan tata usaha hasil hutan kayu.5. Kerjasama pengolahan limbah industri kayu untuk

Bio-energi antara Perhutani KBM Cepu dengan PT. Waterland Asia Bioventures Belanda.

6. Proses sertifikasi hutan standar FSC (Forestry Stewrar-ship Council) untuk KPH-KPH pemasok KBM Industri Kayu Cepu, yang sudah ditunggu-tunggu oleh para buyer (Hornbach, Jerman).

7. Peningkatan efesiensi Industri Non Kayu, antara lain penggantian kemasan gondorukem dari seng menjadi kertas, peningkatan kualitas dan kuantitas daun kayu putih.

8. Peningkatanan kepuasan customer/pelanggan melalui pembuatan touch screen, pengisian kuesioner, kam-panye penyelamatan hutan tropis dengan tema “Be Smart Look for Forest Stewardship Council Label” oleh Perhutani dengan berkolaborasi dengan Rainforest Alli-ance, USAID, WWR serta membangun sinergitas lintas Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Perhutani.

(Darman Purba)

Pendapatan Semester I tahun 2007 Diatas 50 %Pendapatan Perum Perhutani dalam tiga tahun terakhir terus mengalami peningkatan walaupun volume kayu yang dipasarkan ada kecenderungan menurun.

Achmad Fachrodji

22Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Pembangunan kebun pangkas tersebut diperlukan karena disamp-ing adanya peningkatan kebutuhan benih dan bibit yang sepenuhnya belum dapat dicukupi oleh Perhutani, juga karena keterbatasan luas kebun benih dan produksi benih yang ada sekarang di Perum Perhutani.

Untuk itu, agar dalam pembangu-nan kebun pangkas dan produksi stek pucuk dapat berhasil dengan baik, sesuai dengan standar, dan didukung pula oleh sumberdaya manusia yang berkompeten, maka Biro Pembinaan dan Konservasi SDH Unit II Jawa Timur yang bekerja sama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Cepu mengadakan Job Training Pembangunan Kebun Pan-gkas dan Produksi Stek Pucuk Jati Plus Perhutani (JPP).

Pelatihan yang diadakan di Cepu, Jawa Tengah tanggal 30–31 Juli 2007

tersebut diikuti oleh Kasi PSDH, KSS Perencanaan dan Kaur Tanaman se Unit II Jawa Timur dengan materi teori dan praktek yang dipandu oleh tenaga dari Puslitbang Cepu.

Kepala Biro Pembinaan dan Kon-servasi SDH Unit II Jawa Timur Ir. Dwiono Rahardjo dalam sambutan-nya mengatakan bahwa pengem-bangbiakan tanaman dengan metode stek pucuk mempunyai beberapa kelebihan, terutama tegakan yang dihasilkan. Tegakan yang berasal dari stek pucuk lebih lurus daripada tana-man yang berasal dari biji. “Karena itu dimohon kepada seluruh peserta pelatihan dapat mengikuti dengan serius, baik teori maupun praktek,” kata Dwiono.

Menurut Dwiono, mudah-muda-han pembangunan kebun pangkas dapat terealisasi meski tidak harus di setiap KPH. Dengan adanya kebun

pangkas maka pembuatan stek pucuk akan menghemat biaya angkut serta dapat meningkatkan produksi bibit jati asal klon unggulan.

Wakil kepala Puslitbang bidang RenbangLit Ir. Wakhid Nurdin, Msc, ketika memberikan materi mengatakan bahwa Stek Pucuk yang dikembangkan sekarang ini disamping memang akan menghasil-kan tegakan yang lebih lurus juga mempunyai keunggulan-keunggu-lan lain, yaitu: secara genetik sama dengan induknya, teknologi relative sederhana, murah dan tidak terpen-garuh musim, serta dapat menganti-sipasi klon-klon yang sulit berbuah. Tingkat keberhasilannya juga ter-gantung kepada pengelolaan yang dilaksanakan sesuai standar yang ditetapkan dan tentunya didukung pula oleh sumberdaya manusia yang kompeten.

Pelaksanaan pelatihan hari kedua diteruskan dengan praktek lapangan di lokasi kebun pangkas Puslitbang. Acara yang ditunggu-tunggu oleh peserta tersebut memakan waktu sedikit lebih lama karena memang materi yang disampaikan oleh tena-ga-tenaga yang professional dari Puslitbang sangat lengkap dan didu-kung oleh sarana dan prasarana yang cukup memadai. (Ardhi)

Job Training

Pembangunan Kebun Pangkas dan Produksi Stek Pucuk JPP di Unit II Perum Perhutani melakukan terobosan lagi untuk memenuhi kebutuhan benih dan bibit yang selama ini cenderung meningkat, baik untuk intern perhutani ataupun pihak ke tiga. Terobosan yang dimaksud adalah pembangunan Kebun Pangkas dan Produksi Stek Pucuk Jati Plus Perhutani (JPP), yang merupakan salah satu pengembangan bibit secara vegetatif disamping kultur jaringan.

F o k u s

22Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

23Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

YLANG-YLANG (Canangium odoratum) dulu dipersiapkan untuk menjadi salah satu sumber andalan pendapatan non kayu Perhutani. Hal ini tidak terlepas dari daya tarik pasar minyak Ylang-ylang yang termasuk salah satu minyak termahal di dunia. Maka pada kurun waktu 1992– 1998 dilakukan penanaman bertahap dengan skala cukup besar, di KPH Banten, tepatnya di BKPH Malingping, hingga mencapai luasan 500 Ha. Pada tahun 1998 bahkan didirikan sebuah pabrik penyulingan kapasitas 400 kg bunga dengan fasilitas pendukung yang cukup lengkap.

Bunga Ylang-ylang (Canganium odoratum)

Sayangnya, perkembangannya t idak menggembirakan. Alih-alih menjadi sumber pendapatan andalan, sejak didirikan sampai sekarang industri ini malah terus menjadi be-ban karena tak jua menghasilkan keuntungan. Minyak yang telah diproduksi tidak dapat dijual karena harga pasaran (lokal) ternyata tidak ses-uai yang diharapkan. Sampai awal 2007 tercatat setidaknya ada 423 kg minyak yang tidak laku dan menjadi sisa persediaan. Pada tahun itu juga industri ini divacumkan untuk sementara.

Pada awal 2007 produksi minyak ylang-ylang mulai diaktifkan kembali dan hingga April telah menghasilkan 18,52 kg minyak. Direncanakan, akan dilakukan perbaikan tegakan dengan melakukan pengkayaan seluas 70 Ha. Namun sampai sekarang belum ada perkembangan bagus dalam bidang pemasarannya sehingga kemudian diputuskan untuk divacumkan kembali.

Pertanyaannya adalah keputusan apakah yang harus kita lakukan pada industri ini? Haruskah dipertahankan atau diganti? Masihkah bisa di-upayakan agar ekonomis? Apa saja yang harus diperbaiki? Tulisan ini tidak akan menjawab secara langsung hal-hal tersebut, namun coba memberi gambaran sehingga dapat memberikan pilihan-pilihan terbaik yang harus diambil.

SDH Non Kayu

Sampai saat ini masih timbul pro-kontra berkaitan dengan masa depan industri Ylang-Ylang di Perhutani. Ada yang bersikap realistis dengan mengatakan bahwa apabila kondis-inya memang terus menerus merugi lebih baik diganti saja dengan jenis lain, semisal kayu putih atau nilam, atau bahkan sereh wangi yang sudah jelas pasarnya. Ada pula yang tetap ingin mempertahankannya dengan melakukan perbaikan-perbaikan. Alasannya cukup bisa dimengerti. Pertama, Ylang-ylang adalah salah satu SDH non kayu, dimana dengan pengalaman betapa repotnya kita mengurus kayu selama ini, sudah se-layaknya kita “menseriusi” potensi-potensi non kayu yang ada, salah satunya Ylang-ylang ini. Dan dia sudah ada di depan mata. Logikanya daripada memulai yang baru, lebih baik memperbaiki yang sudah ada.

Kedua, sampai saat ini di Indo-nesia mungkin hanya Perhutani yang mengembangkan industri ini dengan skala perusahaan. Memang ada petani-petani di Jawa Tengah yang memproduksi minyak ini, tetapi skalanya masih rumahan. Jadi ini bisa juga menjadi salah satu ikon non kayu Perhutani, selain gondorukem dan Lak.

Pro-kontra tersebut tentu saja dapat terjawab bila kita dapat menge-tahui sejauh mana potensi ekonomis ylang-ylang untuk diusahakan. Bila masih ekonomis dan memungkinkan untuk diupayakan maka tidak salah untuk dipertahankan. Dan bila se-baliknya, saya kira kita pun harus sepakat untuk menghentikannya.

Ekonomiskah?

Ylang-ylang Perhutani, Harus Diapakan?

Oleh Avid R Septiana

Asper KBKPH Malingping

PELUANG

23Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

24Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Bila kita melihat kenyataan bahwa masih ada pihak yang memproduksi minyak ini (meskipun tidak ban-yak) maka secara sederhana kita bisa menjawab bahwa industri ini sebenarnya masih bisa ekonomis. Di pasaran dunia sendiri tercatat nama Madagaskar, Commoro Island dan Reunion Island sebagai pengekspor utama minyak ylang-ylang. Logi-kanya, tidak mungkin industri ini masih berjalan bila tidak ekonomis. Sayangnya memang kita tidak men-getahui banyak tentang bagaimana pengelolaan di negeri-negeri itu se-hingga dapat dibandingkan dengan kondisi yang terjadi di sini.

Pasar minyak ylang-ylang di dunia pun cukup ramai. Coba saja ketik “ylang-ylang essential oil” dan di search di Google atau Yahoo, maka dalam sekejap kita akan mendapat-kan puluhan bahkan mungkin ratu-san link yang menawarkan minyak jenis ini. Kebanyakan diperuntukan sebagai bahan aromateraphy dan ditawarkan dalam kemasan-kemasan kecil dengan harga yang bervariasi.

Bagaimana dengan pasar lokal? Minyak ylang-ylang memang ko-moditas ekspor. Berbeda dengan minyak kayu putih, misalnya, yang juga dikonsumsi di dalam negeri. Konsumsi domestik minyak ylang-ylang relatif kecil. Maka tak heran bila pasar lokal pun ujung-ujungnya orientasinya ekspor juga. Lewat pencarian di internet saya berhasil mendapatkan satu orang eksportir yang menampung minyak ylang-ylang. Dari sana pulalah saya tahu bahwa ada pula petani di Jawa yang memproduksi minyak ini. Ketika saya tanya harga pembeliannya ia memberikan angka 760 ribu rupiah per kg untuk first grade (ia men-gatakan bahwa para petani hanya memproduksi satu grade minyak, ini berbeda dengan yang dilakukan perhutani yang biasanya sampai 4 grade).

Harga Rp 760.000,- memang jauh dibawah HPP maupun HJD yang ditetapkan oleh Perhutani yang di atas Rp 2.000.000,-. Di situs boyolali.go.id dikatakan bahwa harga minyak ini bisa mencapai Rp. 1.000.000,- per kg. Bila angka ini kita pegang, katakanlah harga berkisar antara Rp.

750 ribu – 1 juta, maka memang in-dustri ylang-ylang di Perhutani san-gatlah tidak ekonomis. Kecuali bila kita bisa menekan biaya produksi sampai jauh di bawah itu. Namun bisakah?

Dua Masalah UtamaProblem kita memang di harga

produksi yang terlalu tinggi. Bila kita coba kaji, hal ini di sebabkan dua masalah utama, yaitu: pertama, produktivitas tegakan yang sangat rendah; kedua, biaya penyulingan yang sangat tinggi.

Rendahnya produktivitas dapat kita lihat dari angka yang berlaku sekarang, yaitu hanya sebesar 0,5 kg/pohon/tahun. Padahal menurut berbagai literatur, ylang-ylang bisa berbunga sampai 35 – 50 kg/phn/tahun. Sebuah angka yang sangat rendah. Rendahnya angka ini dapat kita maklumi bila kita melihat kon-disi tegakan yang ada. Akibat tidak adanya pemeliharaan -terutama sejak 2 tahun terakhir-, dari 500 ha tegakan yang ditanam sebelumnya, kini tersisa kurang dari 70 Ha yang bertegakan. Itu pun terpencar-pen-car. Sensus awal 2007 mendapatkan hanya ada 9.952 pohon yang produk-tif, itupun dengan kondisi yang san-gat tidak ideal, yaitu tumbuh terlalu tinggi dan minim cabang akibat ter-lambatnya pemangkasan. Walhasil, tegakan seperti ini sangat menyulit-kan dalam pengambilan bunga.

Kondisi tegakan ini hampir tidak bisa diperbaiki. Bila pun ada yang bisa dilakukan butuh waktu yang cukup lama, yaitu dengan: pertama, melakukan pemangkasan secara ekstrim. Pohon yang ada dipotong sampai maksimal setinggi 3 meter dengan adanya resiko kematian po-hon. Bila dilakukan pemeliharaan dan pemupukan intensif diperki-rakan akan pulih dalam 2-3 tahun. Kedua, dilakukan penanaman peng-kayaan pada lokasi tersebut dan bisa produktif pada umur 3-4 tahun. Kedua langkah tersebut harus dilak-sanakan secara beriringan sehingga tegakan akan kembali normal. Selan-jutnya jangan lupa dilakukan peme-liharaan intensif dengan manajemen pohon per pohon. Dengan cara ini produktivitas tegakan diharapkan dapat menjadi ideal.

Masalah kedua yang paling pent-ing adalah tingginya biaya penyul-ingan. Hitung-hitungan standar terhadap biaya penyulingan dengan kondisi yang sekarang, menghasil-kan beban untuk sekali suling sebe-sar Rp 520.000,- per kg minyak. Ini dengan catatan kapasitas optimum (300 kg) terpenuhi. Faktanya dengan produktivitas tegakan yang sangat rendah kapasitas optimum tidak selalu terpenuhi. Bahkan seringkali jauh di bawah itu. Bila itu terjadi oto-matis beban biaya penyulingan per kg minyak akan lebih besar lagi. Lalu apa yang bisa dilakukan?

Konversi bahan bakarUntuk menekan biaya penyul-

ingan, yang harus dilakukan paling utama adalah dengan melakukan konversi bahan bakar. Bahan bakar merupakan komponen yang paling besar berkontribusi pada tingginya biaya penyulingan selain upah petik bunga. Ini karena mesin pabrik didesain menggunakan bahan bakar yang mahal. Ada dua macam bahan bakar yang diperlukan, yaitu minyak tanah sebagai sebagai bahan bakar untuk mesin suling dan solar yang diperlukan untuk menghasilkan energi listrik yang digunakan untuk menyedot air yang diperlukan dalam proses pendinginan dan penerangan. Beban bahan bakar ini mencapai 300 ribu per kg minyak.

Untuk mengganti minyak tanah ada beberapa pilihan yang bisa di-gunakan, yaitu kayu, ampas gergaji atau batu bara. Tetapi yang paling memungkinkan adalah kayu bakar plus ampas gergaji yang banyak ter-dapat di sekitar pabrik. Bila kita bisa menggunakan bahan bakar dengan biaya maksimal Rp 5.000,- per jamnya maka kita bisa menghemat beban bahan bakar sampai 200 ribu per kg minyak. Sayangnya kita memang tidak punya alternatif untuk meng-ganti solar. Di sekitar lokasi tidak didapatkan sumber air yang dapat digunakan untuk sumber pendingin. Jadi untuk sementara beban untuk solar tetap seperti semula. Konsekw-ensi hal ini adalah perlu melakukan perubahan terhadap instalasi mesin. Saya belum bisa menghitung berapa banyak biaya yang dibutuhkan untuk itu tetapi saya kira tidak akan terlalu

PELUANG

24Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

25Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

besar.

Selain itu beberapa hal yang bisa dilakukan: 1. Memperbesar kapasitas suling

Untuk menghemat bahan bakar juga bisa dilakukan dengan menam-bah kapasitas sekali suling, minimal mencukupi kapasitas minimum. Hitung-hitungan saya kapasitas minimum yang harus dicapai sekali masak adalah 250 kg. Konsekwensi dari hal ini adalah produktivitas tegakan yang harus tinggi dan stabil. Prinsipnya, semakin besar kapasitas sekali masak akan semakin meng-hemat beban bahan bakar per kg minyak yang dihasilkan. Sayangnya untuk memperbesar kapasitas me-mang harus mengubah total instalasi mesin pabrik sehingga butuh biaya tidak sedikit.

2. Menyesuaikan lama penyulingan dengan kapasitas bunga

Bila pun akhirnya terpaksa ha-rus memasak sampai hanya 200 kg bunga maka tidak perlu sampai 20 jam (grade 4), cukup sampai 12 jam (grade 3). Ini karena bila ditambah 8 jam sudah tidak efisien lagi.

3. Menyuling hanya bunga yang matang saja

Ini untuk meningkatkan rende-men. Dengan menyuling bunga yang matang maka diharapkan rendemen akan meningkat. Hal ini juga bisa dilakukan apabila produktivitas tegakan tinggi dan stabil.

Hitung-hitungan saya, apabila kita bisa menghemat bahan bakar seperti yang disampaikan, tadi maka kita akan memperoleh laba hampir Rp 500.000,- per sekali suling (Profit mar-gin 33%). Ini dengan asumsi kapasi-tas suling 300 kg, waktu suling adalah 20 jam (2, 4, 6 dan 8 jam), rendemen 1,604% (2 jam=0,253%, 4 jam=0,284%, 6 jam=0,288%, 8 jam=0,239%), harga 2 dan 4 jam Rp 800.000,- harga 6 jam Rp 500.000,- dan harga 8 jam Rp 400.000,- Dengan catatan: belum memperhitungan biaya penyusutan dan biaya pemasaran.

Penyusutan dan PemasaranSatu hal yang menjadi problem

juga adalah tingginya biaya penyu-sutan. Bila katakanlah bunga bisa diproduksi normal mulai tahun 2010 dan dalam satu tahun bisa dilakukan 300 kali penyulingan @ 300 kg (produktivitas tegakan total 90.000 kg per tahun dari 70 ha), maka beban penyusutan per kg minyak pada tahun itu adalah sebesar Rp 222.000,- . Bila digenapkan dengan jumlah biaya pemasaran menjadi Rp 300.000,- maka diperoleh laba selisih Rp 200.000,- per sekali suling. Dengan jumlah penyulingan setahun 300 kali maka diperoleh laba sebesar Rp 60.000.000,- per tahun. Atau Rp 857.000 per ha per tahun.

Hitung-hitungan ini memang san-gat sederhana dan kasar tetapi paling

tidak diharapkan dapat memberi gambaran tentang potensi ekonomis industri ylang-ylang. Yang harus di-perhatikan juga adalah sistem pema-saran. Atau tepatnya sistem manaje-men dari industri ini. Sifat minyak atsiri yang sangat dipengaruhi kon-disi pasar membutuhkan manajemen

yang fleksibel dan cepat tanggap, sehingga mestinya berada dalam satu manajemen dari hulu sampai hilir. Manajemen terpisah seperti saat ini (produksi oleh KPH, pemasaran oleh KBM) akan menyulitkan pen-gambilan keputusan dengan cepat, sehingga tidak cocok dengan kondisi pasar yang senantiasa berubah.

Dari uraian di atas, beberapa hal yang ingin saya sampaikan:1. Industri ylang-ylang masih bisa

diusahakan ekonomis, namun membutuhkan beberapa perbai-kan, baik pada tegakan maupun pada pabrik dan membutuhkan waktu yang cukup lama, sekitar 3-4 tahun. Ini berarti hampir kembali mulai dari nol.

2. Dengan potensi ekonomis sebe-sar angka di atas dan waktu yang diperlukan untuk mencapainya dapat dijadikan dasar untuk mem-pertimbangkan keputusan yang akan diambil untuk masa depan industri ini. Pada prinsipnya bila terdapat alternatif jenis lain yang lebih ekonomis dengan waktu yang relatif sama atau lebih cepat maka memang lebih baik dikonversi saja.

3. Apabila industri ini akan dipertah-ankan, sebaiknya dilakukan dalam satu manajemen dari hulu ke hilir sehingga bisa dengan cepat men-gambil keputusan kaitannya den-gan perilaku pasar. Angka-angka di atas akan meningkat signifikan apabila kita bisa “menembus” pasar.***

25Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

26Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Outbound Direktorat Keuangan Kantor Pusat di Wana Wisata Cimanggu 20-21 Juli 2007

Rekaman LensaRekaman Lensa

Outbound Direktorat Pdi Wana Wisata Cangku

Dirut Perum Perhutani Transtoto Handhadari (paling kanan) bersama Dirum Sondang Gultom dan Asdir SDM Subiyono meninjau pelaksanaan tes seleksi penerimaan pegawai di Gelora Bung Karno Sabtu (25/8)

26Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

27Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Administratur dan Karyawan KPH Tasikmalaya melakukan kegiatan Cycling dengan Jarak 76 Km. Berangkat dari Cikalong Tasikmalaya Selatan sampai Pantai Pangandaran KPH Ciamis.

Pemberian Sharing Produksi Kayu kepada LMDH di KPH Ciamis sebesar Rp.1,113 Milyar

Pelantikan Majelis Pembimbing Saka Wana Bhakti Daerah Jawa Barat 2007 – 2012

Dirut Perum Perhutani Transtoto Handadhari meresmikan gedung pendidikan anak usia dini di KPH Randu blatung Jawa Tengah

27Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

roduksi Kantor Pusat uang 30-31 Juli 2007

Bergaya dengan kaca mata baru Rp 15.000,-an di atas kapal feri Gilimanuk-Ketapang

27Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

28Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Pengetahuan tentang untung-rugi keberadaan mikrobia bagi tanaman sudah banyak diteliti dan dikenali, bahkan perkembangannya kini sudah semakin maju. Pemanfaatan mikrobia bagi tana-man dewasa ini semakin relevan dibicarakan karena keharusan kita untuk menyelamatkan bumi dari kehancuran akibat pengelolaan kekay-aan alam yang seringkali kurang memerhatikan fungsi komponen-komponen ekosistem. Salah satu mikrobia yang telah lama diketahui banyak memberikan manfaat bagi tanaman adalah fungi mikoriza (mycorrhizal fungus).

Mikoriza dapat didefinisikan sebagai suatu struktur asosiasi antara fungi tanah dengan pera-karan tanaman tingkat tinggi. Berdasarkan struk-tur penginfeksian, secara garis besar asosiasi ini dikelompokkan menjadi tipe ektomikoriza dan endomikoriza. Asosiasi mikoriza merupakan simbiosis mutualisme, karena antar kedua sim-bion saling mengendalikan kegiatan fisiologis dan morfologisnya dan saling memperoleh man-faat (Rao, 1994; Miller & Kling, 2000). Tanaman memperoleh peningkatan serapan hara dari fungi melalui eksplorasi miselium di dalam tanah, sedangkan fungi memperoleh karbohidrat dan turunannya dari hasil fotosintesis tanaman inang (Thorn, 1994, Brundrett et al., 1996).

Pengetahuan mikoriza mulai diketahui sejak abad 17 (1885) oleh ilmuwan Jerman, Frank, yang mengamati adanya struktur ektomikoriza pada perakaran pinus. Di Indonesia, di bidang kehutanan khususnya, secara praktis rimbawan sudah sejak lama mengenali ektomikoriza pada tanamam pinus dan memanfaatkannya dengan mengumpulkan tanah-tanah permukaan yang bermikoriza asal tegakan-tegakan pinus tua untuk menambah kesuburan pada media pem-bibitan.

Publikasi tentang endomikoriza pada tanaman jati mulai disinggung oleh Hardjodarsono pada tahun 1977. Dalam dua puluh tahun terakhir, penelitian mikoriza kemudian berkembang untuk berbagai jenis tanaman agrikultura, hortikultura, perkebunan maupun kehutanan. Sekalipun man-faat asosiasi ini diketahui mampu memperbaiki pertumbuhan tanaman dan sifat lingkungan-tum-buh, namun pemanfaatannya dapat dikategori-kan masih rendah. Sosialisasi pengetahuan dan pengembangannya masih terbatas pada tingkat

penelitian atau kalangan terbatas, dan hanya sedikit pada kegiatan pemanfaatan praktis.

Tulisan ini ingin mengajak para pembaca meninjau kembali peran jasad renik dalam kegiatan budidaya tanaman hutan (silviculture).

Manfaat mikoriza bagi tanaman

Salah satu prasyarat untuk mem-bangun hutan yang baik adalah me-nyediakan bibit tanaman yang sehat, tahan penyakit, dan siap tumbuh di lapangan. Penggunaan mikoriza pada bibit-bibit pra-tanam merupakan salah satu solusi yang murah dan mudah untuk menjamin keberhasi-lan tanaman hutan di lapangan. Dari sejumlah penelitian pada tanaman bermikoriza, manfaat mikoriza secara khusus dapat disebutkan sebagai berikut: 1. Membantu meningkatkan penyera-

pan hara makro dan mikro yang diperlukan tanaman, sehingga dapat memperbaiki pertumbuhan inangnya (Mukerji, 1996; Corryanti, 2007)

2. Membantu mengendalikan infeksi patogen akar (Harley, 1994)

3. Dapat menstimulasi kuantitas dan aktivitas mikrobia tanah lainnya dan menggalang kerja sama (sin-ergy) (Rao, 1992)

4. Membantu tanaman untuk mem-pertahankan diri dalam kondisi kekeringan (Kartika, 2006)

5. Dapat berperan sebagai remediator dengan membantu meningkatkan toleransi tanaman terhadap tok-sisitas logam-logam berat pada tanah-tanah yang terkontaminasi (tercemar)

6. Membantu memulihkan kondisi lingkungan yang mengalami keru-sakan (Allen & Allen, 1992)

7. Dapat mentransfer energi (hara) antar tanaman sehingga menjaga

Membangun Hutan dengan Memanfaatkan Fungi Mikoriza

OlehCorryanti

Peneliti Perum Perhutani dan

kandidat doktor bidang Mikrobiologi

Tanah

Penelitian dan Pengembangan

28Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

29Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

keanekaragaman jenis (Srivastava, 1994)

Manfaat-manfaat mikoriza lain dalam lingkungan diyakini akan muncul sejalan dengan kondisi lingkungan yang dinamis melalui perkembangan penelitian serta pemanfaatannya yang sesuai dan efektif. Manfaat yang beragam dari mikoriza dapat dimengerti karena secara alami tanaman mengalami kondisi mikoriza (mycorrhizal).

Tipe endomikoriza diduga terse-bar pada 85-90% dan tipe ektomikori-za pada sekitar 7% tanaman di alam (Mukerji, 1996), sementara pada jenis-jenis Proteaceae merupakan tanaman yang tidak bermikoriza (Brundrett, 1996). Jumlah ini bisa jadi akan dinamis.

Pemanfaatan mikoriza dalam budidaya tanaman hutan

Saat ini kegiatan penyiapan bibit di persemaian tidaklah tepat dan bijaksana bila dilakukan den-gan menambahkan tanah-tanah permukaan (top soil) sebagai bagian komponen pembibitan. Tanah per-mukaan yang ditambahkan pada pembibitan memang dapat menin-gkatkan kesuburan medium semai karena top soil merupakan zona mikrobia berkembang dan berperan vital dalam sejumlah proses fisiologi (Bellgard, 1993), namun, selain dapat merusak lingkungan hutan dengan terkikisnya lapis tanah olah, top soil juga mudah menularkan penyakit yang berasal dari lapangan pada bibit di persemaian.

Pemanfaatan mikoriza dapat dimasukkan ke dalam komponen pembibitan tanaman hutan, karena manfaatnya bagi tanaman tersebut seperti di atas, serta penyediaannya mudah dan murah.

Tidak setiap mikoriza yang diberi-kan pada tanaman akan menginfeksi tanaman dengan baik dan efektif bagi tanaman, karena bervariasinya man-faat mikoriza pada tanaman bergan-tung kondisi ruang dan waktu yang menentukan pertumbuhan tanaman dan fungi serta distribusi fungi (Fitter & Merryweather, 1992).

Setiadi (2007) mengemukakan, un-tuk menghasilkan manfaat yang op-timal dalam menggunakan teknologi

mikoriza, harus memperhatikan hal sebagai berikut: 1. Memahami tingkat ketergantun-

gan tanaman terhadap mikoriza, yaitu kondisi tanaman bergantung pada keberadaan fungi mikoriza untuk mencapai pertumbuhan maksimum pada tingkat kesub-uran tanah tertentu

2. Menggunakan isolat-isolat fungi mikoriza yang sudah teruji efektif, adaptif, kompetitif, menetap (per-sistent) serta mudah dipro duksi

3. Memerhatikan saat penginokula-sian, yaitu ketika tanaman pada tingkat semai

4. Memahami pemroduksian inoku-lum mikoriza.

Untuk perbanyakan fungi kini telah diupayakan pengemban-gan teknik-teknik produksinya. Ektomikoriza merupakan tipe fungi yang dapat dikulturkan tanpa inang, yang dapat dipisahkan bentuk veg-etatifnya kemudian dikulturkan dengan tambahan nutrisi dan vitamin tertentu. Produk perbanyakan tipe ini dapat diformulasikan dalam ben-tuk pelet, tablet atau alginate bead spore. Sedang tipe endomikoriza merupakan simbion yang obligate, melangsungkan hidupnya dengan adanya inang, sehingga untuk mem-biakkannya diperlukan tanaman. Perkembangan teknik produk sinya kini berkembang pada tingkat yang lebih terjamin, dari kultur terbuka (open-culture) menuju kondisi yang lebih steril, dimulai dari tingkat isolasi, pembiakan massal dan cara penginfeksian yang praktis.

Memproduksi-massal fungi mikoriza membutuhkan bahan-ba-han sederhana yang terdapat di seki-tar yang relatif murah dan mudah diperoleh, misal pasir dan batuan zeolite untuk media, pupuk alam sep-erti batuan fosfat dan beberapa bahan lain yang bisa dimodifikasi. Pengem-bangan mikoriza di bidang kehuta-nan kini bukanlah suatu pekerjaan yang percuma, karena sumberdaya dan tenaga ahli di bidang ini sudah memadai. Sumberdaya mikoriza yang sudah teruji dan terjamin sudah ada di beberapa institusi yang dipercaya dan peneliti yang bekerja di bidang mikoriza sudah pula berkembang

dengan aspek yang beragam.

Prospek pemanfaatan mikoriza

Prospek pengembangan dan pemanfaatan mikoriza dapat dipre-diksi sangat baik, karena luasnya kerusakan dan menurunnya kualitas lahan-lahan hutan dewasa ini, baik di pulau Jawa maupun di Indonesia yang memerlukan rehabilitasi. Data FAO menyebutkan laju penghan-curan hutan di Indonesia dalam lima tahun merupakan yang tercepat di dunia dan mencapai 2% per tahun dari luasan hutan sekitar 88.000 juta (Kompas, 2007). Oleh karena itu, kegiatan kehutanan dewasa ini lebih menitikberatkan pada meng-hutankan lahan, lebih lanjut bukan memfokuskan pada menebang atau memanen kayu.

Penumbuhan hutan yang baik adalah kegiatan yang holistik, yaitu memerhatikan aspek-aspek ling kungan yang mendukung kes-inambungan ekosistem dalam arti luas. Dalam kesempatan ini, peran mikoriza dapat memperbaiki nasib tanaman selanjutnya, memperkaya keragaman jasad renik di dalam ta-nah untuk memperbaiki sifat tanah sebagai medium tanam dan mening-katkan produktivitas lahan.

Pengembangan pupuk hayati melalui input mikoriza akan ber-manfaat bagi tanaman kehutanan dan dapat lebih ekonomis, karena tidak memungkinkannya melaku-kan pemupukan pada lahan hutan yang luas dengan biaya yang sangat mahal. Dengan mempertimbangkan kelebihan-kelebihan yang ada, keg-iatan penelitian dan pengembangan yang diikuti dengan pemanfaatan mikoriza yang tepat merupakan al-ternatif strategi budidaya tanaman yang sangat terbuka luas. Semoga bermanfaat!.

29Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

30Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Produksi

Road map mencapai visi, misi, dan tujuan perusahaan, yang mencantumkan produktivitas sumberdaya hutan (SDH) Perum Perhutani hanya sekitar 85 meter kubik per hektar (± 43 persen dari potensi normal) atau hanya 25 persen dari produktivitas rata-rata internasional sungguh menggugah hati saya.

Sebagai rimbawan Perum Perhutani, renda-hnya produktifitas tersebut janganlah mendo-rong sikap pesimis dan bertopang dagu, apalagi bermalas-malas. Lebih baik mengambil langkah dan berfikir positif: bagaimana caranya menin-gkatkan produktivitas SDH Perum Perhutani agar mencapai standar maksimal 200-400 meter kubik per hektar.

Strategi benihBenih merupakan titik awal (starting point)

dari produktivitas paling premium yang kita inginkan. Untuk mendapatkan benih yang ung-gul diawali dari produksi biji yang unggul pula, baik secara kuantitas maupun mutu biji dengan viabilitas (daya kecambah) maksimal lebih dari 90 persen.

Untuk mendapatkan biji yang unggul harus dimulai dari Areal Produksi Benih(APB) yang baik pula dengan didominasi oleh tegakan-tegakan yang sehat, produktivitas tinggi dan terawat secara baik dan teratur.

APB yang sehat dan produktivitas biji yang berkualitas perlu diwujudkan dari mulai pene-tapan (scoring) APB yang tepat dan tidak salah pilih.

Jika APB yang sehat dengan produktivitas tinggi tercapai, waktu dan cara pengunduhan biji yang benar harus diperhatikan dengan baik. Penanganan dan pengolahan biji yang benar dan cara menyemaikan yang benar akan mewujudkan benih yang unggul.

Perlakuan terhadap masing-masing biji tentu-nya berdasarkan pedoman teknis dan prosedur yang telah ditetapkan sehingga akan diperoleh kualitas persemaian yang baik.

Persemaian yang berhasil adalah dimana pada setiap kantong persemaian (polybag) bibit tumbuh secara merata, baik pada ketinggiannya maupun diameternya.

Persiapan tanamanPersiapan tanaman diawali den-

gan land clearing atau pembersihan lapangan calon tanaman sebaik dan sesempurna mungkin, termasuk pe-nataan tata batas.

Penggemburan tanah yang di-lakukan dengan cara Gebrus I dan Gebrus II dimaksudkan untuk mem-perbaiki aerasi tanah untuk kepent-ingan pertumbuhan semai, manakala semai mulai ditanam. Namun hal ini kadang diabaikan dalam pelaksa-naan, sehingga menyebabkan per-tumbuhan tanaman tidak merata.

Pembuatan jalan pemeriksaan, pemasangan acir, baik acir tanaman pagar, tanaman pengisi, tanaman sela, tanaman pokok, dimaksudkan agar tanaman bisa tumbuh secara rapi dan teratur pada skala ruang tumbuh yang cukup atau memenuhi kaidah-kaidah silvikultur.

Keberhasilan tanaman yang dini-lai dari persen tumbuh lebih besar dari 95 persen merupakan awal suk-ses mencapai produktivitas lahan.

Pada saat mencapai keberhasi-lan tanaman tersebut ada beberapa faktor yang perlu dicermati, antara lain angkutan benih, cara menanam benih, curah hujan, kepedulian tanaman dan pembiayaan yang cu-kup sampai pada tenaga kerja lang-sung yang menangani tanaman. Ini merupakan proses mencapai sukses produktivitas SDH.

Perawatan HutanPerawatan yang paling sensitif

adalah pada saat danger. Bagaimana para petani mendangir tanaman palawijanya dan sekaligus merawat larikan tanaman hutan agar aer-asinya lebih baik dan memperoleh nutrisinya.

Perawatan kedua pada saat para

Meningkatkan Produktifi tas SDH

Oleh Dahono Irianto*

Direktur PT Palawi

30Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

31Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

pesanggem memanen hasil palawi-janya agar tanaman tidak terinjak, kena parang, dan bahkan mati karena terkena tumpukan hasil palawija. Disini diperlukan kecermatan dan arahan pada para pesanggem agar larikan tanaman kehutanan tetap tumbuh dan bersemi.

Pasca lepas kontrak tanaman, situasi yang sangat rawan adalah apakah tanaman akan menjadi KU (Kelas Umur) ataukah menjadi tana-man dengan pertumbuhan kurang atau miskin riap atau bahkan men-jadi tanah kosong baru sebagai akibat kegagalan tanaman.

LMDH bisa melaksanakan babad rayudan untuk mengatasi larikan tanaman hutan bebas dari tanaman pengganggu (gulma) seperti kerinyu, Mechania cordata, dll. sekaligus juga pengendalian dari gangguan ternak yang akan menggganggu tanaman muda, sehingga kualitas tanaman

balita (dibawah lima tahun) dapat terpelihara secara baik.

Pemupukan sebenarnya bukan merupakan bagian yang tabu dalam pembuatan tanaman hutan, hanya saja dinilai masih kurang efisien, se-hingga pemupukan hanya dilakukan pada tanaman JPP dan jenis tanaman khusus (FGS/Fast Growing Species).

Penjarangan yang telah diatur dalam kelas dasawarsa atau diatur sesuai dengan perkembangan per-tumbuhan tajuk pohon, sangatlah penting dilakukan secara teratur agar proses fotosintesa berjalan maksimal, juga pertumbuhan tinggi serta diam-eternya sesuai dengan irama yang kita inginkan.

Mengamankan tegakanSetelah tegakan mulai memberi

manfaat ekonomis, biasanya tegakan sering mengalami gangguan yang sangat nyata, mulai perempelan daun

muda untuk dijual maupun untuk pakan ternak. Oleh karena itu pada masa ini perlu dilakukan pengenda-lian yang intensif.

Pada saat tegakan sudah bisa dimanfaatkan kayunya (KU III, IV dan sebagainya), keamanan TMT3 (Terprogram, Menyeluruh, Terpadu, Terjadual, dan Terus Menerus) ha-rus dilakukan baik secara preemtif, preventif, dan represif sampai umur masak tebang.

Dengan kiat diatas, mudah-muda-han Perum Perhutani mendapatkan produktivitas lahan per satuan luas secara maksimal. Kiat di atas harus dilakukan oleh seluruh jajaran pada setiap level manajemen.

Turut berduka cita atas wafatnya

Sukak Ichwan(Ibunda Ir. Haryono Kusumo)

Kepala Unit I Jawa Tengah

Meninggal dunia usia 75 tahun di RS Darmo Surabayadan dimakamkan hari Selasa, 24 Juli 2007 di Pemakaman Trowulan-Jombang

Semoga amal & Ibadah beliau di terima di sisiNya

Segenap Pimpinan dan Staf

Perum PERHUTANI

32Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Kolom

Beberapa edisi lalu, Duta Rimba memuat tulisan orang-orang yang cukup tajam me-nyoroti perhitungan etat dan pengaturan hasil, mulai dari Instruksi 1938, Instruksi 1974, hingga analisa relevansi SK. Dirjen Kehutanan No.143/1974. Menurut perspektif akademik, tak salah pendapat Teguh Yuwono dan Rohman dalam artikelnya untuk menin-jau kembali SK Dirjen yang sudah berumur hampir 33 tahun itu. Toh, SK Dirjen Kehuta-nan bukan kitab suci yang anti revisi.

Penulis ingin menyampaikan bahwa dalam prakteknya Perhutani juga mener-apkan Faktor Koreksi Pasca Pengujian JWP yang dikenal dengan Koreksi Jangka Benah yang tidak hanya memperbaiki hutan alam jati miskin riap (HJMR), tetapi juga menun-da umur mulai tebang (UMT) agar layak dite-bang, di atas umur tebang minimum (UTM) pada hutan tanaman Kelas Umur (KU).

Refl eksi

Penulis menghargai dinamika regu-lasi Pengaturan Hasil Hutan Tanaman Jati yang sebenarnya sudah beradaptasi dari pengaturan situasi konsep hutan normal menuju pengaturan situasi hutan tidak normal. Faktanya memang seperti sudah disampaikan dalam tulisan terdahulu dan banyak diungkapkan oleh beberapa kon-sultan yang bergerak di bidang pengelolaan hutan lestari.

Namun lebih arif bila kekurangan yang terjadi di perhutani -dan sebenarnya telah

terdeteksi secara internal- segera diberikan solusi. Daripada me-renungi kegelapan lebih baik segera mengambil lilin dan ny-alakan. Solusi yang perlu diberi-kan dalam revisi Instruksi 1974 adalah tentang faktor koreksi yang dapat mengakomodir pe-rubahan dari kondisi hutan tidak normal pada tahun 1974 dengan kondisi hutan ekstra tidak normal pada saat ini.

Kondisi ekstra tidak normal diantaranya seperti dicirikan oleh Mulyono (2006) yang menyebut-kan bahwa tegakan yang masih muda jumlahnya cukup luas dan belum tentu selamat sampai akhir daur. Melengkapi apa yang dikatakan Mulyono, kondisi ke-las kelas umur tertentu rawan pencurian, yaitu KU II, III dan IV, belum tentu dapat dipertahankan dengan keluasan yang hampir sama pada jangka berikutnya.

Mencermati kondisi hutan ekstra tidak normal ini penulis sependapat dengan penerapan solusi Casualty Per Cent Luas Tegakan sebagai pelengkap fak-tor koreksi (volume) yang selama ini diterapkan dalam perhitun-gan etat RPKH di Perhutani.

Oleh Indro Tri Widiyanto

Karyawan Perhutani KPH Saradan

Lagi, Koreksi Perhitungan Etat

32Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

33Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Keragaman ukuran diamater pada hutan tidak seumur dapat dianalogkan dengan keragaman keadaan luas hutan tanaman jati di Perum Perhutani saat ini yang kondisinya tidak normal, dalam hal ini luas kelas hutan dengan umur muda lebih dominan dan luasnya semakin berkurang den-gan bertambahnya ukuran pohon (Rohman, 2007).

Penulis tetap memberikan apresiasi terhadap perhitungan etat konvensional dengan kore-ksi jangka benah, dan perlu dit-ambahkan faktor koreksi kelua-san atas tiap struktur KU dengan membandingkan rencana dan realisasi luas selama jangka yang lalu, dalam arti: Luas KU II saat ini dibandingkan dengan asal luas KU I jangka lama. Karena untuk menghitung faktor kore-ksi selama daur dirasakan tidak relevan dengan membandingkan kondisi saat ini dan tren di masa yang akan datang.

Penentuan Faktor koreksi yang selama ini seragam untuk semua struktur kelas umur ki-ranya perlu ditinjau lagi, karena koreksi terhadap volume dan KBD untuk KU tua tentu belum tentu sama dengan KU muda.

Penerapan Jangka Benah ter-kait dengan Pengelolaan Hutan Lestari masih tetap relevan se-lama terjadi konsistensi terhadap

kondisi mutasi jumlah pohon dengan berbagai sebab, seperti mutasi karena pemanenan/teban-gan, pencurian, maupun akibat bencana alam. Ke depan, faktor ini agar masuk dalam alokasi etat yang tersusun dalam PK 10 beser-ta konsekuensi yang ditimbulkan karena gangguan keamanan.

Penerapan jangka benah tetap perlu dipertahankan karena merupakan faktor koreksi dari pengujian JWP berdasarkan UTR, yang dalam prakteknya masih ditemukan struktur KU hasil Pengujian JWP, UMT (umur mulai ditebang) dibawah UTM

(umur tebang minimum).

Koreksi terhadap etat tersebut akan lebih meminimalkan resiko terjadinya over cutting meskipun belum mengakomodir koreksi ’angka harapan luasan’ yang akan dicapai oleh tiap-tiap struktur

KU pada akhir jangka atau daur. Informasi ini penting diketahui bahwa sebagai Praktisi Kehu-tanan, Perhutani sebenarnya telah melakukan Perencanaan konseptual menuju Pengeolaan Hutan Lestari. Namun dalam prakteknya memang tidak bisa sesederhana dalam sebuah tu-lisan, karena banyak faktor yang perlu dipertimbangkan terkait dengan kesepakatan yang harus dipenuhi dengan Kementrian BUMN mengenai target profit.

Terkait dengan piranti dalam pengukuran potensi hutan dan kehilangan potensi di masa yang

akan datang perlu kiranya pener-apan TVL struktur KU yang terin-ci per sortimen, sehingga dapat diprediksi prosentase kehilangan potensi sekaligus sebagai pen-gukur faktor koreksi tiap-tiap struktur KU. Dengan demikian Tabel nilai kerugian tonggak dapat terupdate, disesuaikan dengan harga jual dasar (HJD) yang berlaku.

Koreksi terhadap Faktor Ko-reksi memang wajar berubah, sebagaimana prinsip Einstein bahwa yang abadi adalah peruba-han, dan yang survive adalah mereka yang mampu menyesuai-kan kondisi dan adaptif terhadap perubahan.

Dengan koreksi terhadap terh-adap faktror koreksi yang mema-sukkan ’angka harapan luasan’ (casualty per cent) yang terinci dalam struktur KU, diharapkan akan meminimalkan kerusakan Kayu tebangan di salah satu Tempat Penimbunan Kayu

33Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

34Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

PELUANG

Dalam kehidupan sehari-hari, batas antara selera dan rencana sangatlah tipis. Seringkali kita secara yakin melakukan sebuah kegiatan karena terhipnotis dan dikendalikan dengan selera. Tanpa ada berita, jadual, rencana atau tanpa per-siapan apa pun , seketika kita dengan optimisme tinggi melakukan sesuatu karena keinginan yang begitu kuat. Atau sebaliknya, pekerjaan yang telah direncanakan jauh hari, persiapan matang, tetapi malah gagal dilaksanakan.

Sebuah rencana bisa dimitoskan seb-agai penyebab kegagalan sebuah pekerjaan. Mengapa? Karena pekerjaan tanpa rencana tidak akan pernah mengalami kegagalan atau bisa jadi dinilai selalu berhasil. Ukuran keberhasilan men-jadi kabur. Tidak ada istilah gagal pada kegiatan yang tidak direncanakan.

Lalu, apa beda rencana dan selera? Selera lebih disetir oleh bekerjanya otak kiri manusia dan suasana perasaan hati, keinginan sesaat. Sedangkan rencana banyak dipengaruhi oleh logika, visi , berpikir jauh ke depan dan menjadi beban bekerjanya otak kanan manusia. Selera lebih bersumber pada sebuah keinginan. Rencana didasari oleh sekelompok kebutuhan.

Salah satu isi arahan Dirut Perhutani pada rapat paripurna di Yogyakarta 14 Mei 2007 perlu direnungkan dan dicermati bersama. “Perusahaan dikelola dengan rencana bukan berdasarkan selera,” demikian penegasan Pak Transtoto. Sebuah kata bijak yang penuh makna, tetapi diperlukan komitmen dan kebesaran jiwa untuk mengimplementasikannya.

Para pihak yang menentukan sebuah eksekusi kegiatan apakah berdasar pada selera ataukah sebuah rencana juga sangat jelas bedanya. Kepu-tusan pelaksanaan kegiatan yang bersumber dari selera memposisikan eksekutor sebagai “Boss” (driver). Sedang keputusan berdasar se-buah rencana dilakukan oleh seorang pemimpin (leader). Memang sangat tipis batasan antara selera dan rencana. Sama persis transparan-

nya perbedaan antara boss dan pemimpin.

Kendati dalam pengelolaan se-buah entitas bisnis seperti Perum Perhutani jelas sangat fundamental dan signifikan perbedaannya. Bisnis harus dikendalikan dengan rencana oleh ’pemimpin’nya, tidak berdasar-kan pada selera pengelolanya (baca: ’boss’ nya) semata.

Ketika diimplementasikan, keg-iatan yang bersumber kepada selera sangatlah sulit mengukurnya, target tidak jelas apalagi mengelolanya. Beda dengan aktifitas berbasis ren-cana. Pasti terukur, ada target, tata waktu dan tujuannya (visioner), se-hingga juga lebih mudah dikelola. Yang lebih penting adalah demokrati-sasi penciptaan sebuah kebijakan. Pekerjaan yang bersumber kepada rencana telah melewati proses yang adil, transparan dan dapat dipertang-gung jawabkan, sehingga cenderung bernilai penerapan Good Corporate Governence (GCG). Sedangkan yang mengakar pada selera lebih cender-ung otokratis dan bisa dinilai cender-ung sangat jauh dari prinsip-prinsip GCG.

Reformasi Visi dan Misi Per-hutani terkini sudah selayaknya diikuti dengan reformasi mendasar dalam mengelola perusahaan. Ada dua bidang tugas utama yang paling mendasar dilakukan reformasi di Per-hutani, yaitu reformasi bidang peren-canaan (SDH dan perusahaan) dan reformasi bidang pemasaran.

Mengapa? Karena dua hal itu telah mewakili sebuah proses sektor hulu (perencanaan) dan sektor hilir

Aktivitas Berbasis Rencana

Oleh Susilo Budi Wacono

Kepala Seksi Perencanaan Hutan

III Bandung

34Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

35Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

(pemasaran). Jika demikian adanya, maka kegiatan berbasis perenca-naan hendaknya menjadi sebuah undang-undang tertinggi kendati bukan satunya-satunya konstitusi yang harus ditaati dalam pengelolaan perusahaan.

S e k a l i l a g i , p e r u s a h a a n sebesar Perhutani mutlak dikelola berdasar rencana, bukan bersumber pada selera. Pekerjaan yang diren-canakan tentu saja berbasis pada aturan formal, tertulis. Dilengkapi pula dengan data dan fakta (kajian dan empiris) serta dengan pertim-bangan rasional dan obyektif untuk menerjemahkan visi dan misinya ke dalam tindakan nyata.

Perencanaan disusun untuk me-menuhi kebutuhan dan tujuan pe-rusahaan dalam lingkungan lokal, regional dan global yang senantiasa berubah. Bukan sebaliknya, den-gan mengedepankan selera yang bersumber kepada keiginan semata, aturan tidak tertulis dan cenderung berlandaskan suasana hati, yang pada gilirannya pasti akan sangat sulit dalam pengelolaannya, apalagi evaluasi dan pengendaliannya.

Sanggupkah kita menerapkan apa yang sudah menjadi komitmen dan pi-jakan bersama untuk membesarkan Perhutani tercin ta? Tentu saja kita tak ingin mengingkari janji bersama yang bersumber pada kebulatan tekad dan keluhuran budi untuk menja-dikan Perhutani sebagai pengelola hutan tropis terbaik di dunia.

Yang tak kalah penting adalah memberikan suasana nyaman, ten-ang dan konsusif bagi semua kary-awan untuk berkarya, mengabdi dan mencari nafkah. Memberikan yang terbaik untuk kebanggaan dan kejayaan Perhutani.

Kalau setuju dengan tulisan pendek di atas, maka saya menyarankan Anda untuk mengamini dan mengamalkan kata bijak berikut,” Karyawan harus ikut aturan bukan perasaan.”

Langkah spin-off kelola hu-tan dan kelola bisnis yang di-ambil Direksi Perum Perhu-tani pertengahan 2005 sangat tepat. Dengan spin-off, Perum Perhutani diharapkan lebih professional dan optimal dalam mengelola hutan. Sekarang tinggal bagaimana mengawal implementasi spin-off.

Spin-off telah berjalan lebih kurang 20 bulan. Pertanyaan-nya? Sudahkah Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) berjalan sesuai harapan? Sebagai unit bisnis, lebih profesional mana? KBM atau Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH)? Dan, bila di-umpamakan, kalau kita akan membangun bengkel, apakah montir-montir yang akan beker-ja telah memiliki keahlian dan ketrampilan dibidangnya atau memiliki kompetensi?

Jika belum, dapat dibayang-kan bahwa bengkel yang kita bangun akan sulit mendapat ke-

Membangun SDM di Unit Bisnis

Oleh Tribagus

Sumaryuwono

Manager Pengolahan PGT

percayaan pelanggan atau bah-kan mungkin sering mendapat keluhan pelanggannya, karena lambat dalam proses pelayanan, dan bahkan memungkinkan kondisi kendaraannya menjadi lebih buruk.

Kepuasan PelangganDalam dunia bisnis, kepuasan

pelanggan menjadi tolok ukur keberhasilan kinerja perusa-haan. KBM Industri Non Kayu Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah, mencoba mengawali langkah kerja dengan budaya baru, dengan penuh pengor-banan, kebersamaan dan kekom-pakan, agar kepuasan pelanggan tercapai.

Beruntung, KBM Industri Non Kayu Unit I memiliki kary-awan yang kompetensi dibidan-gnya masing-masing, mulai dari bidang pelayanan penjualan dalam negeri maupun luar neg-eri, sampai bidang instalasi dan proses produksi industri non kayu.

Dengan demikian, tinggal membangun kerjasama antar bidang terkait, mulai dari pe-nyediaan bahan baku, proses pengolahan, penanganan perse-diaan hingga pemasarannya. Pimpinan di jajaran KBM pu-nya tanggungjawab untuk me-menuhi itu semua, bila perlu terjun langsung membimbing karyawannya, berperan sebagai pembimbing.

Untuk membangun sum-berdaya manusia yang bersih, berwibawa dan professional, -sebagaimana Misi Perum Perhu-tani point 4-, harus dimulai dan ditunjukkan oleh pimpinan.***

35Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

36Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Oleh Heru Hartanto

Sebagai mantan dosen koperasi, tidak mungkin bisa melupakan ko-perasi begitu saja. Keinginan atau lebih tepatnya lagi harapan agar ko-perasi karyawan di Perum Perhutani bisa berkembang pesat adalah sangat besar. Namun, harapan itu jadi hanya kosong belaka, manakala para pelaku koperasi sendiri tidak pernah merasa perlu dan penting untuk mengem-bangkan koperasi. Di sini, pengurus koperasi haruslah orang yang suka tantangan, cermat, jujur, dan berpen-galaman dalam berbisnis.

Koperasi karyawan Perhutani masih terkotak-kotak dalam batas primer koperasi, dengan segala re-

siko kelemahannya, antara lain:1. Kalau anggota pindah ke unit kerja

lain yang koperasinya beda, mau tidak mau keluar dari yang lama pindah menjadi anggota koperasi di tempat kerja baru. Hutang-piu-tang tidak bisa ditransfer ke kop-erasi yang baru. Kadang menjadi masalah karena hutang koperasi di tempat lama tidak bisa ditagih secara otomatis di tempat baru.

2. Modal rendah atau kurang begitu besar

3. Keterbatasan sumberdaya manu-sia

4. Tidak profesional5. Tidak kompetitif

Ke depan, koperasi harus maju dan bisa menguasai dunia. Syarat-

nya:1. Koperasi primer diikat dalam kop-

erasi sekunder atau gabungan.2. Koperasi gabungan diikat dalam

induk koperasi.3. Koperasi diaudit secara terbuka.4. AD/ART seragam atau dibuat

kurang lebih seragam sehingga mu-dah disatukan dan dikem bangkan, serta digerakkan.

5. Rapat anggota sebagai salah satu yang terbesar kuasanya, tidak ha-rus dihadiri oleh seluruh anggota, tetapi oleh perwakilan.

6. Untuk penilaian laporan pertang-gungjawaban cukup dilakukan oleh auditor independen, sehingga kompetensinya dapat dipertang-gungjawabkan pula.

7. Jabatan koperasi disepadankan dengan jabatan di Perum Perhu-tani.

SepadanKetua Koperasi, dan bila mung-

kin, ditambah jabatan lainnya adalah jabatan yang disepadankan dengan jabatan struktural di Perum Perhu-tani. Sebagaimana yang terjadi di Primkoppol, Primkopad, Primkopal. Misalnya, jabatan ketua primer ko-perasi langsung ditunjuk pejabat berpotensi setingkat Asper oleh Pembina utama (Adm, GM). Jabatan ketua gabungan ditunjuk pejabat berpotensi setingkat Kasi di Perum Perhutani oleh Kepala Unit/ Kepala Pusat. Jabatan Ketua Induk setingkat kepala biro oleh direktur pembina koperasi (direktur keuangan atau direktur produksi).

Di sini tidak ada jabatan rangkap Seorang ketua koperasi sepenuhnya bertanggung jawab terhadap tumbuh dan berkembangnya koperasi yang ia tangani. Keberhasilan dia sampai batas tertentu adalah jaminan untuk bisa promosi di level koperasi yang lebih tinggi.

Pejabat ketua koperasi setiap saat dapat diangkat atau diberhentikan oleh satuan kerja di mana koperasi itu berada. Untuk primer koperasi di KPH, ketua koperasi dapat diangkat dan diberhentikan oleh Administra-tur. Admnistratur bertanggung jawab

Koperasi Karyawan Perum PerhutaniMampukah Berkonglomerasi?

Pandangan tentang koperasi sebagai sokoguru ekonomi sudah tidak ada gaungnya lagi. Undang-undang tentang Koperasi No. 25 tahun 1992 belum pernah dicabut, tetapi belum menunjukkan hasil bahwa koperasi mampu bersaing dengan ekonomi kapitalis.

PELUANG

Koperasi Karyawa kantor Pusat Perum Perhutani

36Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

37Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

terhadap berkembangnya koperasi di KPH nya. Seorang administra-tur yang tidak mampu menjamin berkembangnya primer koperasi, berarti tidak menguasai dan mum-puni di bidang manajemen. Kalau koperasi tumbuh stagnan, admin-istratur dipertimbangkan untuk digeser ke yang lebih kecil. Kalau koperasi bangkrut, administratur dipertimbangkan untuk tidak di-rekomendasikan bekerja di bidang keadministraturan.

Tidak dibayar langsungPejabat ketua koperasi tidak

dibayar oleh Perum Perhutani lang-sung, tetapi oleh koperasi. Jadi se-lama di koperasi gajinya di Perhutani dibekukan, tetapi kenaikan pangkat/golongan tetap sesuai haknya, hak-haknya yang lain diatur bersama-sama antara Perum Perhutani dan koperasi atau sesuai dengan kemam-puan koperasi.

Ketua koperasi di tingkat gabun-gan diangkat dan diberhentikan oleh Kepala Unit, dengan konsekuensi seperti juga seorang administratur. Ketua koperasi di tingkat induk koperasi diangkat dan diberhenti-kan oleh Direktur Bisnis (mungkin lebih tepat Direktur Umum, Direktur Keuangan, atau Direktur Pemasaran). Direktur Utama berhak untuk mene-tapkan Salah satu direktur untuk menangani koperasi, dan setiap saat bisa dialihkan ke direktur lainnya atau secara bergiliran.

Anggota koperasiAnggota koperasi Perum Perhu-

tani terdiri dari;1) Anggota biasa (karyawan Perum

Perhutani) tiap bulan menyetor modal.

2) Anggota luar biasa 1 (pensiunan, investor, anggota direksi, kary-awan pada anak perusahaan Pe-rum Perhutani) menyetor modal setiap saat sesuai kemampuan.

3) Anggota luar biasa 2 (Anggota LMDH, Pengrajin, rakyat desa hutan)

4) Anggota luar biasa 3 (rakyat desa di wilayah kerja)

ModalModal diatur dan diwujudkan

dalam bentuk saham. Seperti hal-nya pada saham resmi, saham kop-erasi dapat diperjualbelikan antar anggota koperasi lewat bursa efek

koperasi. Nilai per lembar saham bisa naik seiring dengan harga pasar saham. Setiap kali dikeluarkan, atau emisi saham baru, nilai nominal-nya sama dengan nominal periode, tetapi pembeli saham membayar sesuai harga pasar. Sehingga koperasi mendapatkan gain dari emisi saham baru. Harga pasar ditentukan sesuai perkembangan pasar di bursa efek saham koperasi. Dengan pengaturan saham seperti ini diharapkan modal koperasi akan terus bertambah kare-na menarik, dan setiap anggota yang akan menjual sahamnya, koperasi ti-dak perlu mengeluarkan uang, tetapi bisa dijual ke angggota yang lain, bahkan koperasi dapat memperoleh penghasilan dari transaksi jual beli saham.

Saham tidak boleh dijual ke luar kepada yang selain anggota, kecuali si calon pembeli mendaftar menjadi anggota koperasi terlebih dahulu. Kalau dia orang luar bisa menjadi anggota luar biasa.

Pembagian sisa hasil usaha.Pembagian sisa hasil usaha bisa

diwujudkan dalam bentuk saham yang setiap saat dapat dijual kepada anggota lain yang berminat. Bisa juga dimasukkan ke dalam asuransi pendidikan, asuransi kesehatan, asuransi pensiun, yang merupakan bagian dari unit usaha koperasi. Perlu diketahui, kemelaratan rakyat desa sekitar hutan juga disebabkan tiadanya jaminan kesejahteraan di masa tua mereka. Mereka yang sudah tua sudah tidak dapat bekerja secara maksimum, dengan penghasilan yang pas-pasan dan sering minus. Mereka berharap banyak dari anak-anaknya yang notabene juga bernasib sama. Akhirnya mereka terbelenggu dengan kemelaratan yang tiada akhir. Akankah ini dibiarkan terus, yang pada gilirannya akan juga meng-gerogoti hutan jati? Kita harus peduli... peduli dan peduli.

Rapat anggotaSalah satu penyebab koperasi

sulit untuk berkembang adalah rapat anggota yang menelan biaya cukup banyak. Kalau anggotanya 1000, rapat bersama bagaimana? Sudah kurang efektif, biayanya besar, jalannya rapat bisa bertele-tele. Rapat anggota di-ganti nama dengan rapat perwakilan. Setiap usulan melalui perwakilan. Perwakilan ditunjuk oleh anggota,

Industri kerajinan rumah tangga layak dikembangkan melalui koperasi

37Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

38Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

PELUANG

tidak harus pejabat koperasi.

Bisnis ritel dan koperasiSetiap primer koperasi diharap-

kan mempunyai toko ritel yang sekelas dengan Alfamart, Indomart, atau lainnya, minimum di setiap kabupaten/kota atau bahkan ke tingkat kecamatan dan desa ada satu toko ritel milik koperasi. Bis-nis ritel di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota ini juga bisa berfungsi untuk kulakan bagi para anggota yang mempunyai toko di rumah atau tempat usaha masing-masing. Dengan mempunyai bisnis ritel, akan membuka peluang bisnis bagi para anggota koperasi, para ang-gota LMDH binaan sebagai pemasok barang produk mereka, baik hasil bumi seperti beras, kedele, jagung, empon-empon, kacang tanah, sayur-mayur, bebuahan, telur ayam, telur puyuh, daging ayam, daging sapi/kerbau/kambing/bebek/ burungdara/entok/kelinci/belut/lele/siput/kerang/kepiting/udang/wader, ikan gabus, makanan ringan, hasil kerajinan, ha-sil industri kecil, dan lain-lain dengan trade mark tanpa formalin maupun bahan pengawet lainnya.

Bila saja 30 % gaji karyawan dibelanjakan di toko ritel koperasi, anggap saja rata-rata gaji pegawai Rp.1.500.000,- jumlah anggota 30.000, maka tiap bulan akan memperoleh omset 30.000. x 30% x Rp.1.500.000,- = Rp. 13.500.000.000,- dari captive market/anggota saja, belum termasuk dari pembeli di luar anggota. Dengan potensi pasar semacam itu, pasti akan dilirik oleh pabrikan untuk menjual produknya lewat ritel koperasi Perum Perhutani dengan harga yang ‘mir-ing’. Berarti potensi keuntungan pun akan membesar.

Hebatnya lagi, seiring dengan imej yang dibangun oleh koperasi ini yang bersifat terbuka untuk umum, sehingga akan terjadi gelombang besar untuk bergabung, manakala koperasi ini mampu menunjukkan dirinya sangat profesional. Perhu-tani pun, bisa menanam saham di koperasi ini, demikian juga Dana Pensiun Perum Perhutani, dan anak Perusahaan lainnya.

Nama ritel tidak perlu berindi-kasikan koperasi Perhutani. Mung-kin cukup dengan nama populer di masyarakat, misalnya Padimart, Gaulmart, KopumMart, dan lain-lain.

Bisnis angkutanDengan produksi dari hutan yang

sangat besar, baik kayu, non kayu, dan hasil bumi lainnya, serta barang dagangan ritel, ditambah mobilitas karyawan, sangat mungkin koperasi mengembangkan bisnis angkutan, baik barang maupun orang.

Bisnis AsuransiPerhutani mempunyai karyawan

yang banyak, dan pekerja yang ban-yak, pengunjung wisata yang juga banyak. Ini menjadi potensi pengem-bangan bisnis asuransi oleh kop-erasi.

Apakah koperasi primer bisa menjangkau untuk mendirikan pe-rusahaan asuransi? Kalau sebuah koperasi gabungan yang besar sangat mungkin untuk memulai pendirian koperasi. Koperasi bisa memulai den-gan melakukan usaha penjaminan atas resiko dengan mendapatkan im-balan dari perusahaan, yang pola ker-janya sama dengan asuransi. Sambil menunggu pendirian perusahaan asuransi, menyiapkan tenaga kerja yang memadai untuk sebuah perusa-haan asuransi. Dengan bekerjasama dengan Perum Perhutani, sudah ada captive market yang besar dan tidak perlu membutuhkan tenaga asuransi yang banyak. Dana masuk dari premi asuransi bagi tenaga kerja Perum Per-hutani sebanyak 30.000 cukup besar. Misalnya per orang membayar premi Rp 1000,-, akan masuk dana segar Rp 30 juta per bulan atau Rp.360 juta per tahun. Dari pengunjung wisata sebanyak 2000.000 per tahun dengan premi Rp 100,- setiap kali masuk akan didapat dana Rp 200 juta tanpa banyak biaya tenaga kerja asuransi.

Bisnis Galian CPerhutani mempunyai banyak

potensi bahan galian C yang dapat dikelola oleh koperasi karyawan Perhutani. Kendala koperasi primer sekarang untuk menangani galian C di kawasan hutan adalah tidak punya cukup dana, waktu, keahl-ian, spesialis, pengetahuan, akses. Bandingkan kalau koperasi dikelola secara kesatuan seluruh karyawan Perhutani. Untuk mengurus ijin ka-wasan, cukup pengurus koperasi di Jakarta. Akses untuk mendapatkan modal hampir ‘tidak terbatas’.

Bisnis rumah kos, pendidikan

Sebagaimana diketahui, banyak kesulitan yang dialami, khususnya yang mengalami pindah-pindah men-gelola keluarganya, khususnya putra-putrinya. Mereka banyak berharap adanya tempat kos yang sekaligus menampung, membina putra-pu-trinya, serta dapat dijadikan tempat sandaran bagi kesulitan anak-anak untuk bertanya, mengadu, menerima keluh kesah, pembinaan kehidupan beragama. Bila anak-anak telah mendapatkan tempat belajar yang baik dan nyaman, otomatis orangtua akan dapat mencurahkan perhatian-nya pada pekerjaan.

Meskipun, banyak pihak yang su-dah lama berkeinginan akan adanya hal ini, tetapi sampai saat ini belum tercapai. Diharapkan koperasilah yang mampu mewujudkan ini, seka-ligus mendapatkan dukungan penuh dari perusahaan. Bila perlu, bagi yang menitipkan putra-putrinya di asrama yang dikelola koperasi mendapatkan insentif dari perusahaan.

Di samping rumah kos, dapat pula dibuka kursus-kursus yang dapat diikuti oleh segenap penghuni as-rama, dan anak-anak di sekitarnya, seperti kursus mengetik, komputer, olahraga, pelajaran, musik, dansa, seni, etika, pendidikan praktik men-jalankan agama, konsultasi remaja, psikologi, organisasi, hobby, mema-sak, dan sebagainya.

Dalam jangka panjang, dengan bermodalkan pengalaman rumah kos dan kursus-kursus ini dapat dikem-bangkan ke bisnis yang berorientasi profit sekaliguss bermanfaat secara sosial.

Heru Hartanto Kepala Biro Sistem Informasi dan manajemen

Perum Perhutani

38Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

39Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

39Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Tes ini akan meningkatkan status 333 orang karyawan Perum Perhutani yang terdiri dari 211 orang sarjana S1 dan 122 orang sarjana D3.

Perum Perhutani berani mening-katkan status pegawai dalam jumlah yang besar karena didukung pening-katan pendapatan perusahaan. Pada tahun 2005 Perhutani memperoleh pendapatan 1,6 triliun rupiah kemu-dian meningkat menjadi 1,9 triliun rupiah pada tahun 2006. Untuk se-mester tahun ini, telah diperoleh

1,2 triliun rupiah dari target sebesar 2,4 triliun rupiah atau telah tercapai sebesar 50 persen dari target yang direncanakan.

Hadir dalam acara ini Direktur Utama Perum Perhutani, Transtoto Handadhari, Direktur Umum, Son-dang Gultom, Asisten Direktur SDM, Iman Sandjojo. Untuk tes kali ini, assessor yang ditunjuk dari Widya Karsa Gemilang Surabaya. Peserta tes yang tercatat 792 orang, sedan-gkan yang mengikut tes sebanyak 783 orang.

Tes ini merupakan salah satu bentuk usaha dari manajemen untuk meningkatkan status tenaga honorer, kontrak dan sejenisnya yang sudah lama mengabdi di Perhutani menjadi pegawai perusahaan.

Sesuai pengalaman tahun lalu saat rekruitmen pegawai Perhutani yang diikuti oleh gabungan ekster-nal dan internal, dari internal hanya mampu meloloskan belasan orang. Untuk itu tes kali ini dilakukan se-cara terpisah bagi internal sendiri dan bagi eksternal sendiri. Sangat sulit bagi karyawan yang telah lama

bekerja di lapangan untuk bersaing dengan fresh graduate jika disuruh mengikuti tes tertulis secara bersa-ma-sama. Tetapi, Dirut yakin pekerja yang sudah lama di lapangan mem-punyai nilai plus. “Mereka mempun-yai nilai plus pada nilai kemampuan komunikasi, kemampuan sosial, dan pengalaman,” ujar Transtoto.

Untuk peserta tes yang lulus akan dilantik dengan pangkat sesuai aturan yang berlaku. Sedang bagi peserta yang tidak lulus maka akan kembali ke status semula. Tetapi, Direksi bertekad untuk mengang-kat seluruh tenaga honorer menjadi pegawai perusahaan.

Dalam sambutannya Ditur meng-harapkan kepada peserta yang lulus untuk bekerja lebih baik dan yang be-lum lulus untuk terus bekerja keras. Untuk seluruh karyawan, Dirut juga berpesan untuk selalu loyal terhadap perusahaan. Bahkan Direktur juga harus loyal pada manajemen, karena manajemen itu satu. (A.Soenarwoko – Aristus)

333 Karyawan Akan Ditingkatkan StatusnyaTranstoto : Karyawan Harus Loyal Pada Perusahaan

Sebagai implementasi dari Perjanjian Kerja Bersama

antara Perum Perhutani dengan Serikat Karyawan (Sekar) Perum Perhutani,

pada tanggal 21 Juli 2007 di Yogyakarta diadakan tes

peningkatan status kategori pendidikan S1 dan D3

(rekruitmen internal) Perum Perhutani tahun 2007.

F o k u s

40Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Kerbau liar disini bukan berarti kerbau tersebut liar di hutan dan tidak ada pemiliknya. Kerbau ini ada pemiliknya dan sengaja diliar-kan di dalam hutan untuk mencari makan, berkembang biak dan tidur. Para pemilik kerbau tidak khawatir ternaknya hilang saat diliarkan di dalam hutan karena kerbau hidup bergerombol dalam satu rombongan. Penggembalaan liar ini banyak dite-mukan di Desa Dingil dan Sekaran.

Untuk mengatas i masalah penggembalaan liar, KPH Jatirogo mencoba untuk mengembangkan (pilot project) penanaman rumput gajah sebagai tanaman sela dengan

Sudah dipanen berkali-kali dengan diatur pemanenannya hanya boleh di sebelah kanan atau kiri, yang atas tetap lancip. Tanaman rumput gajah ini dijaga terus menerus oleh petugas KPH agar tidak dicuri oleh masyarakat desa.

Kaitannya dengan PHL, KPH jatirogo telah melakukan penertiban secara persuasif terlebih dahulu se-belum melakukan tindakan represif. Langkah-langkah persuasif yang telah dilakukan KPH Jatirogo adalah sosialisasi sampai tingkat desa bah-kan masuk ke dalam pengajian ibu-ibu. Waktu itu, penggembalaan turun drastis tetapi dalam interval waktu tertentu, penggembalaan liar menjadi marak lagi. Menurut ren-cana akan dilakukan lagi sosialisasi penerapan UU 23/1997, yang intinya hutan adalah bagian dari lingkungan hidup. UU 23 ini hukumannya lebih berat daripada UU 41/1999 tentang penggembalaan yang biasa digu-nakan. Jika pemilik ternak kerbau liar dituduh telah merusak hutan, maka sang pemilik dapat dihukum 10 tahun penjara. Sedangkan lamanya hukuman jika dijerat dengan UU 41 hanya 3 bulan penjara. Diharapkan dengan diterapkannya UU 23/1997 ini dapat menimbulkan efek jera bagi pemilik kerbau liar.

Langkah represif yang dilakukan KPH Jatirogo adalah pemasangan plang-plang larangan penggemba-laan liar di dalam hutan dan pembua-tan jebakan untuk kerbau liar. Jika kerbau liar masuk ke dalam perang-kap maka otomatis pemilik kerbau akan mencari kerbaunya. Petugas KPH ditemani Pabin dan anggota Polsek nanti langsung menangkap pemilik kerbau tersebut. Saat ini, jumlah petugas Perhutani masih dirasa kurang untuk mengatasi penggembalaan liar.

KPH jatirogo banyak belajar dari desa tetangganya di Jepon. Masya-

total seluas 62,7 ha di 6 BKPH yaitu Bancar, Ngulahan, Sekaran, Bangi-lan, Bate, dan Bahoro. Pilot project ini merupakan tindak lanjut KPH Jat-irogo setelah mendengar saran dari Bupati Tuban, Dra. Hj. Haeny Rela-wati Rini Widyastuti M.Si., agar dicari solusi untuk mengatasi masalah ini. Pemda Tuban telah memberikan perhatian tentang masalah kerbau liar ini bahkan Dinas Pertanian dan BAPPEDA telah melakukan penin-jauan ke lapangan,(12/06) di petak 28a RPH Tawun, BKPH Bahoro.

Tanaman rumput gajah sampai saat ini sudah tumbuh dengan bagus.

PILOT PROJECT RUMPUT GAJAH DI KPH JATIROGO

Solusi Mengatasi Penggembalaan Kerbau Liar

Penggembalaan liar di wilayah KPH Jatirogo terutama kerbau liar menjadi salah satu momok dalam proses menuju sertifi kasi. Kerbau liar ini merusak tanaman hutan dan tanaman pertanian yang ada di dalam hutan. Menurut data dari KPH Jatirogo, kerusakan yang ditimbulkan penggembalaan liar oleh kerbau liar di KPH Jatirogo seluas 360.8 ha.

kerbau liar

41Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

rakat desa Jepon menanam rumput gajah sebagai pakan ternak. Mereka sudah memiliki budaya untuk mena-nam sehingga hewan ternak mereka selalu dikandangkan. Berbeda den-gan budaya masyarakat di Jatirogo, mereka lebih senang mengambil rumput gajah di dalam hutan dari-pada menanamnya sebagai pakan ternak. Merubah mindset penduduk Jatirogo agak sulit tapi untungnya Pemda, Dinas Pertanian, Peternakan dan BAPPEDA mendukung program KPH Jatirogo.

Kerbau liar di KPH Jatirogo sangat rawan menimbulkan konflik antar masyarakat bahkan antar desa. Jika ada kerbau yang mati yang terbunuh maka akan dicari pem-bunuhnya, bahkan pembunuhnya bisa terancam dapat dibunuh pemilik kerbau yang mati.

Kerbau liar menyerang di malam hari dan merusak tanaman petani. Jika siang hari, kerbau bersembu-nyi atau masuk ke dalam kubangan lumpur karena tidak tahan panas. Kerbau biasa makan 10 persen dari berat badannya.

Harapannya, bila pilot project ini berhasil maka kerbau-kerbau liar bisa dikandangkan. Nantinya akan diusulkan ke unit agar tanaman selanya diganti menjadi rumput gajah, karena lamtoro yang biasa dijadikan tanaman sela dianggap gagal karena sering mati akibat diarit secara sembarangan oleh masyara-kat.(/Aristus)

Terbukti dengan adanya keg-iatan sunatan massal dan pembe-rian beasiswa untuk anak-anak yang berprestasi di Balai Desa Suwatu Kecamatan Gabus Ka-bupaten Grobogan. Hadir dalam acara tersebut para Muspika, Asper Dalen, Ketua LMDH, Kepala Desa Suwatu Kepala sekolah dan sejum-lah undangan.

Dalam sambutannya, Wakil Administartur KPH Gundih Sub Kradena Edi Purwadi mengatakan, diharapkan apa yang dilaksanakan Perhutani jangan dilihat nilainya saja, namun lihatlah dari bentuk kepedulian Perum Perhutani KPH Gundih kepada Masyarakat desa sekitar hutan. ”Kegiatan ini juga menunjukan implementasi PHBM benar benar di wujudkan,” tam-bahnya.

Beasiswa diberikan kepada 12 siswa-siswi sekolah dasar (SD), yaitu 6 siswa SDN 2 Pandan Harum, Dusun Pandan dan 6 siswa SDN 4 Pandanharum, Dukuh Dawung.

LMDH Wono Semi Lakukan Sunatan Massal

Wujud nyata Implementasi PHBM yang sudah berjalan sejak tahun 2001 sudah sangat dirasakan oleh masyarakat di sekitar hutan.

Setelah penyerahan beasiswa acara dilanjutkan dengan kegiatan khita-nan 21 anak, diantaranya dari Desa Suwatu, Banyutarung, Sambak, Karangapung dan Juron.

Kegiatan ini merupakan ben-tuk nyata apa yang selama ini di programkan Perhutani kepada masyarakat lewat PHBM dengan wadah Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH). Tidak hanya itu saja, Perhutani pada musim tanam juga telah bekerjasama dengan pemerintah daerah membantu masyarakat sekitar desa hutan dengan program Swasembada Pangan pada pemanfaatan lahan tanaman tahun 2005 dan 2006 den-gan total luas 468,4 Ha. Program ini menghasilkan kurang lebih Rp 4,5 miliar, belum termasuk lokasi garapan yang belum masuk data base KPH.

Asper Dalen Hernadi dalam kegiatan tersebut mengajak kita semua untuk membangun kem-bali hutan yang sekarang kondis-inya memprihatinkan. Bersama LMDH memelihara dan menjaga tegakan kayu yang masih tersisa dan menghijaukan lahan kosong. (Hermawan/KPH Gundih)

L I N T A S K

rumput gajah

42Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Selama bulan Juli hingga Agustus 2007 terdapat berbagai even yang diselenggarakan, mulai kirab pu-saka, tabligh akbar dan dzikir akbar, tasyakuran, pameran produk unggu-lan, pasar malam, pagelaran musik, pagelaran wayang kulit, hingga ber-bagai pertandingan seni dan budaya, serta olahraga.

Salah satu olah raga yang diper-tandingkan adalah tenis lapangan. Dalam even ini KPH Ngawi mem-peroleh kehormatan karena lapangan tenisnya ditunjuk sebagai lokasi digelarnya pertandingan.

Pertandingan yang diikuti oleh segenap jajaran Muspida beserta jaja-

KPH Ngawi Berpartisipasi dalam Peringatan Hari

Jadi Kabupaten Ngawi ke-649

ditonjolkan. Hal ini tidak terlepas dari kepiawaian Administratur KPH Ngawi Adi Pradana dalam mencip-takan suasana yang harmonis.

KPH Ngawi memang boleh ber-bangga karena mendapat kehor-matan menjamu petinggi-petinggi se-Kabupaten Ngawi. Mulai Bupati dan Wakilnya serta Sekwilda, Ketua, Wakil dan anggota Dewan, Kapolres, Dandim, Kajari, Ketua Pengadilan dan Wakilnya hingga pejabat-pejabat berpengaruh lainnya berbaur dalam acara tersebut. Karenanya kesempa-tan ini juga menjadi sarana menjalin koordinasi dengan pihak ekstern untuk mendukung eksistensi peru-sahaan. (d’Bur-HmsKPHNgawi)

Kabupaten Ngawi yang memasuki usia 649 pada tahun 2007 mengadakan berbagai kegiatan dalam peringatan hari jadinya.

rannya tersebut terlihat sangat meriah. Bahkan beberapa pejabat teras yang ikut bertanding seolah tidak kenal le-lah. Partner pertand-ingan pun bukan dari teman sejawat, namun juga dioplos sehingga kegiatan tersebut men-jadi layaknya sebuah pertandingan persaha-batan. Ya, memang menang atau ka-lah saat itu bukan sebuah keharusan. Kemeriahan serta jalinan komunika-si dan silaturahmi tampaknya lebih

Pertandingan persahabatan antara pasangan Bupati Ngawi dan Staf KPH Ngawi melawan Adm Ngawi dan

43Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Untuk mendukung kegiatan tersebut, belum lama ini KPH Blora mengadakan job training tanaman yang dilaksanakan selama dua hari. Kegiatan dibagi menjadi 2 pelaksa-naan. Pertama, teori yang diadakan di wisma Pejaten, Blora. Kedua, kegiatan praktek dilaksanakan di petak 133 RPH Ngawenombo, BKPH Ngawenombo.

Job training ini diikuti oleh semua mandor tanam se-KPH Blora, Kepala Resort Pemangkuan Hutan (KRPH), segenap Asper, Kasi PSDH, Wakil

Administratur serta Administratur.Administratur KPH Blora Urip

Indera Nurvana yang saat itu datang lebih awal memberikan pengara-han bahwa berhasil tidaknya tana-man tergantung dari kemauan dan kepedulian mandor sebagai ujung tombak di lapangan. Menurutnya, karena beban KPH Blora sekarang lebih berat, maka semua jajaran Perhutani di KPH Blora harus mem-punyai jiwa mau bekerja dan peduli dalam bekerja.

knya tanaman karena jika bibit yang disediakan tidak sesuai target atau kurang memenuhi standar maka tanamanpun akan jelek,” kata Edy Satmoko.

Acara ditutup dengan pemberian penghargaan kepada 3 mandor tanam terbaik dan juga 3 mandor tanam terjelek. Penghargaan mandor tanam terbaik diberikan kepada Suwarto dari BKPH Ngrangkang, Sumindar dari BKPH Ngapus dan Sumarno dari BKPH Kalonan. Sedang untuk mandor tanam yang hasil tanaman-nya jelek diberikan bendera warna hitam sebagai peringatan dan harus dipasang di gubuk kerja masing-mas-ing sampai tanamannya diperbaiki. (Agus Lilik/KPH Blora).

Berhasil Tidaknya Tanaman Tergantung Kemauan dan Kepedulian Mandor

Untuk Rencana Teknik Tahunan (RTT) 2007, KPH Blora akan menyelesaikan tanaman seluas 3.684,36 hektar (ha) dengan rincian sistem tumpangsari 696,70 ha dan sistem banjar harian seluas 2.987,66 ha, dengan perincian BKPH Kalonan menanam seluas 702,96 ha, BKPH Ngawenombo 1.331,90 ha, BKPH Ngapus 967,90 ha, BKPH Nglawungan 362,30 ha, BKPH Ngrangkang 179,20 ha, dan BKPH Kalisari 140,10 ha.

Dalam acara tersebut, Kasi PSDH Blora Edy Satmoko menambahkan bahwa tujuan pelaksanaan job train-ing ini adalah untuk memberikan bekal pengetahuan yang lebih luas serta membahas permasalahan-per-masalahan yang ada di lapangan. Tujuan utama acara ini adalah untuk meningkatkan ketrampilan mandor tanam dalam rangka mensukseskan tanaman 2007.

Untuk mensukseskan tanaman seluas 3684,36 ha ini, KPH Blora sudah memnyiapkan bibit sebanyak 3.685.450 yang terdiri dari jati JPP, jati APB, mindi, mimbo, rimba campur, kesambi, mahoni dan randu yang disemaikan di wilayah RPH Sumber-rejo, BKPH Nglawungan, dan RPH Jembangan BKPH Kalonan.

“Persemaian ini sangat perlu dalam menentukan berhasil tida-

Administratur KPH Blora Urip Indera Nurvana (paling kanan)

L I N T A S K

44Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Pendidikan merupakan salah satu sektor yang mendapatkan perhatian besar dari pemerintah. Ini dikare-nakan pendidikan sangat penting dalam upaya mencetak manusia Indonesia yang berkualitas.

Pencanangan Anak Peduli Ling-kungan ini merupakan salah satu kegiatan yang terdapat dalam konsep PHBM Plus milik Perum Perhutani. Pada PHBM Plus ditekankan untuk memajukan sektor pendidikan bagi masyarakat sekitar hutan. Untuk mewujudkan visi Perum Perhutani sebagai pengelola hutan tropis ter-baik di dunia, Perhutani tidak hanya memperhatikan sumber daya hutan-

nya saja melainkan juga masyarakat sekitar hutan. Saat ini ada 5.600 desa hutan yang dipangku dan disejahter-akan secara sosial, lingkungan dan ekonomi oleh Perhutani.

PAUD merupakan pendidikan untuk anak usia dini (0 s/d 6 tahun) yang bertujuan untuk mengembang-kan berbagai potensi anak sejak dini sebagai persiapan untuk hidup dan dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Makin dini pendidikan diberikan akan makin baik pula lan-dasan moral, etika dan pengetahuan yang terbangun dalam diri anak. Menurut Direktur Utama Perum Per-hutani, Transtoto Handadhari, yang

terpenting juga adalah pendidikan sadar lingkungan sejak dini.

PAUD yang dirintis di Randubla-tung adalah jalur nonformal berben-tuk kelompok bermain untuk anak usia 2-3 tahun. Alasan dipilihnya Randublatung sebagai lokasi perinti-san PAUD karena jumlah peminatnya yang banyak dan didukung kesada-ran orang tua untuk memberikan pendidikan sedini mungkin. Selain di Randublatung, pada tahun 2007 ini YTRP juga akan mendirikan Ke-lompok Bermain di Pemalang. Pada tahun 2008 ini ditargetkan di seluruh cabang YTRP Unit I Jawa Tengah akan didirikan Kelompok Bermain. PAUD di Perhutani ini diharapkan dapat menjadi PAUD percontohan di berbagai lingkungan.

Kontribusi Departemen Pendi-dikan Nasional (BPPLSP Regional III) dalam kerja sama adalah menye-diakan peralatan permainan edukatif serta membayar honor pendidik. Perhutani sendiri menyediakan gedung untuk PAUD dan YTRP menyediakan tenaga pendidik serta pengelolaannya.

Pemerintah Blora mempunyai harapan besar terhadap keberadaan TK dan PAUD KPH Randublatung dalam memberikan dasar-dasar pendidikan yang berkualitas bagi anak-anak desa hutan. Diharapkan, keberadaan PAUD ini dapat dipertah-ankan serta dijaga kelangsungannya dan tidak berhenti di tengah jalan.

PENCANANGAN ANAK PEDULI LINGKUNGAN

Perum Perhutani melalui YTRP (Yayasan Tuna Rimba Perhutani) Unit I bekerja sama dengan BPPLSP (Balai Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda) Regional III mengadakan Pencanangan Anak Peduli Lingkungan melalui PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), (09/07) di Randublatung.

Dharma Wanita

Dirut Perum Perhutani Transtoto Handadhari berfoto bersama usai pencnangan anak peduli

44Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

45Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

L I N T A S K

Menurut Ny Eni Haryono, Ketua Yayasan Tunas Rimba Perhutani Jawa Tengah, kegiatan PAUD ber-tujuan untuk menyiapkan generasi muda yang dididik sejak dini, baik untuk pembelajaran cinta lingkun-gan hidup, pengenalan pengetahuan tentang sekitar mereka, anak–anak pra sekolah, yang kesemuanya di-rangkum dalam suasana belajar kelompok sambil bermain, sehingga nantinya anak–anak bisa menyesuai-kan diri dalam lingkungan sekolah pada strata yang lebih tinggi.

Dilanjutkan Ny Eny, bahwa untuk mendukung semua program pendidi-kan anak–anak, pihaknya berupaya

terus melakukan peningkatan kuali-tas sumberdaya manusia, khususnya di lingkungan YTRP Jawa Tengah, baik mulai dari Pengurus tingkat Unit, Pengurus Cabang, Guru TK dan semuanya yang terkait dengan YTRP.

“Kami sudah membuat program pelatihan tersebut. Insya Allah pada bulan Agustus YTRP akan melaku-kan pelatihan lagi kepada guru TK yang pelaksanaannya nanti akan bekerjasama dengan BPLSP Jawa Tengah. Diharapkan dengan adanya pelatihan yang berkelanjutan ini ilmu yang telah disampaikan dalam Diklat PAUD akan lebih lengkap dan bisa diterapkan di semua PAUD yang ada di Jawa tengah,” katanya. (Aristus/Andan.S)

Bertempat di ruang OI telah berlangsung serah terima fisik jabatan Administratur Perum Perhutani KPH Randublatung, dari Pejabat lama Ir Satriyo Joyoadikusumo kepada penggantinya Ir Hari Priyanto Msc Forest Trop.

Administratur Perhutani KPH Randublatung Ir Satriyo Joyoadiku-sumo selanjutnya dialih tugaskan di jajaran Kesatuan Bisnis Mandiri Pemasaran Kayu II jawa Timur diBojonegoro, Sementara itu Adminis-tratur KPH Randublatung yang baru sebelumnya memangku jabatan sebagai administratur KPH Banten di Propinsi Banten. Serah terima fisik jabatan dihadiri oleh segenap pejabat di lingkungan KPH Ran-dublatung .

Dalam sambutannya Administratur KPH Randublatung yang baru Ir Hari Priyanto Msc Forest Trop, mengatakan bahwa merupakan suatu kebahagiaan tersendiri bahwa dirinya bertugas sebagai Administratur KPH Randublatung, hal tersebut karena KPH Randublatung merupakan salah satu tulang punggung bagi Perusahaan juga merupakan KPH terbesar yang ada dan tentunya juga mempunyai dinamika tersendiri, Walaupun lingkup kerja KPH Randublatung yang terdiri dari 7 Keca-matan dan letaknya yang jauh dari pusat kota tidak menjadi masalah bagi kami pribadi , kata Ir

Hari Priyanto. Hal tersebut karena wilayah KPH Banten yang terse-bar diseluruh Propinsi Banten dan kami harus bisa menjangkaunya sesuai dengan keluasan wilayah yang ada, namun lanjutnya walaupun luas wilayah kerja KPH Randublatung yang terdiri dari beberapa keca-matan potensi sumberdaya hutan yang ada di KPH Randublatung jauh lebih besar dari KPH Banten, dan ini juga memerlukan penanganan yang lebih seksama demi keberlanjutan serta keberhasilan Perhutani, kata Ir Hari Priyanto Msc Forest Trop. ( Andan. S )

SERAH TERIMA FISIK ADMINISTRATUR

KPH RANDUBLATUNG

45Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

46Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

L I N T A S K

Hal ini dilaksanakan mengingat anggota polisi hutan adalah bri-gade paling depan dalam bidang pengamanan kawasan hutan, baik pengamanan tegakan, peredaran hasil hutan, maupun perambahan kawasan hutan.

Di masa lalu, mayoritas anggota polisi hutan sangat mengandalkan senjata api yang selalu dibawa dalam melaksanakan tugas. Dengan adanya pengurangan pemegang senjata api, kata Joko, perlu adanya pembekalan terhadap anggota polisi hutan supaya tetap eksis dan percaya diri di dalam melaksanakan tugasnya. “Jika hanya membunuh nyamuk tidak perlu menggunakan bom, tapi cukup den-gan obat nyamuk saja,” kata Joko Tri Ciptono dalam pengarahannya.

Apalagi, tambahnya, saat ini pola pengamanan hutan justru mengede-pankan prinsip pendekatan kepada masyarakat. Jadi, yang harus dit-ingkatkan adalah pemberdayaan masyarakat melalui PHBM agar masyarakat sadar dan mengerti pent-ingnya kelestarian hutan.

Untuk kegiatan karate yang dise-lenggarakan di kantor KPH Kedu Utara, selain diikuti oleh anggota

polisi hutan, juga diikuti oleh para pegawai serta putra-putrinya.

Adapun susunan pengurus karate ranting KPH Kedu Utara yaitu: Ad-mnistratur KPH Kedu Utara sebagai Pembina, Wakil Administratur seb-agai Ketua Umum, KSS Keuangan & Umum sebagai Ketua Harian, Pembinaan & Litbang, Penguji Tk I

sebagai Sekretaris I dan Kaur SDM sebagai Sekretaris II, Kaur Umum dibantu staf sebagai bendahara, Bripka Bambang Linggana sebagai Ketua Majelis Sabuk Hitam merang-kap Komisi Teknik. (Asrofi/Hms KPH Kedu Utara)

KPH Kedu Utara Bekali Pamhut dengan Karate

Bertempat di kantor KPH Kedu Utara, Administratur KPH Kedu Utara Joko Tri Ciptono membuka olah raga karate ranting KPH Kedu Utara.

Administratur KPH Kedu Utara Joko Tri Ciptono (memegang mikrofon)

46Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

47Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

L I N T A S K WisataWisata

Kenapa pengunjung pan-tai Pangandaran tidak mau membelokkan mobilnya ke WW Karang Nini? Itulah yang membuat Staf Pengelola WW Karang Nini Sudarmin dan teman – temannya masygul. Ke-napa tidak masgul? Lha musim liburan ini baru 1 bus yang mampir ke WW Karang Nini, yaitu hari Sabtu (7/7). Ini ber-banding terbalik dengan jumlah rombongan bus yang mengang-kut anak sekolah liburan ke Pangandaran.

“Beginilah, Mas,” ujar Sudar-

min kepada penulis ketika ber-sama staf Humas KPH Ciamis, Bubun, sempat mampir WW Karang Nini usai nonton Pan-gandaran Kite Festifal (PKF). Minggu (8/7) siang itu Karang Nini sangat kontras dengan pantai Pangandaran. Pangan-daran hiruk pikuk dengan para pengunjung, sebaliknya Karang Nini sepi pengunjung. Hanya ada beberapa pasang anak muda yang tengah menikmati sepinya pantai. Padahal, saat itu meru-pakan musim liburan sekolah.

Bungalow seharga Rp

250.000,-, itu pun jarang sekali diinapi pengunjung. Demikian pula tempat parkir kendaraan hanya ada tiga mobil carry dan empat sepeda motor yang parkir. Selanjutnya bisa diduga, warung penjualan makan dan minum pun sepi sekali. Sarana dan prasarana tersebut kini tidak terawat dengan baik.

“Agar pengunjung tertarik datang ke Karang Nini, fasilitas-nya harus ditambah tidak mono-ton seperti ini. Seperti kolam renang dan mainan untuk anak – anak,” ungkap Sudarmin, pen-gelola Karang Nini dari KBM Wisata. Selama ini, WW Karang Nini mengandalkan pantai. Bangunan menara pantai sudah tidak berfungsi lagi. Padahal dari menara tersebut, pengun-jung bisa menikmati laut lepas dan melihat pulau Nusakam-bangan.

Toh, demikian pihak KBM Wisata mematok pendapatan Rp 90.000.000,- bersih untuk tahun ini. Ini naik 10 % diband-ing tahun lalu. Dikatakan ber-sih, karena ada kewajiban–ke-wajiban lain yang harus dikelu-arkan, seperti membayar premi asuransi kecelakaan dan restri-busi ke Pemda Kab Ciamis.

Harga tiket masuk (HTM) Rp 3 500/ orang, kemudian biaya parkir sepeda motor Rp 2 500,-, mobil Rp 5.000,- dan mobil roda enam Rp 7.000,-. Dengan rata–rata pengunjung 20–30 orang/hari, Sudarmin optimis pendapatan itu akan tercapai. Walaupun sampai bulan Juni, baru masuk Rp 19.000.000,-. Lumayan…*MU

Duh, Karang Nini, Nasibmu Kini …

Letak Wana Wisata (WW) Karang Nini cukup strategis. Pengunjung, baik yang akan menuju maupun dari pantai Pangandaran, akan mudah melihat papan penunjuk dan pintu gerbang WW Karang Nini.

47Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

48Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

WisataWisata

Menurut Kaur Humas KPH Banyuwangi Selatan, Asmadi, yang menyusuri Grajagan hingga TN Alas Purwo, akhir Juli lalu, nama G-Land mempunyai tiga konotasi berbeda, pertama diartikan Green, karena lokasinya di tepi hutan yang masih hijau. Kedua dikatakan Great, karena ombaknya yang terbaik kedua di dunia untuk berselancar, dan ketiga disebut Grajagan, menyebut nama sebuah pelabuhan nelayan terdekat. Apapun konotasinya, G land lebih dikenal dengan sebutan lokal, yaitu Plengkung.

Grajagan sangat ideal sebagai tempat transit atau sebagai pintu

gerbang untuk menuju ke pantai Plengkung. Disamping lokasinya tidak terlalu jauh untuk menuju ke TN Alas Purwo, Grajagan juga sangat indah dan jauh dari kebisingan kota. Dari Grajagan menuju Plengkung membutuhkan waktu sekitar dua jam dengan menyusuri pantai meng-gunakan perahu sewa. Perjalanan itu hampir sama bila kita menggunakan mobil dengan melewati jalan darat.

Grajagan juga dapat menjadi pilihan bagi wisatawan yang ingin melancong ke TN Alas Purwo den-gan menggunakan perahu. Kawasan seluas 314 hektar ini berada di hutan KPH Banyuwangi Selatan, tepat-

nya di petak 111 BKPH Curahjati atau secara administratif pemerin-tahan terletak di Desa Grajagan, Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi. Wanawisata ini dikelola oleh Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) Wisata, Benih dan Usaha lainnya (KBM-WBU) Perum Perhutani Unit II Jawa Timur.

Di Wanawisata Grajagan tersedia fasilitas penginapan. Pengunjung yang ingin bermalam untuk menik-mati keheningan alam dengan pad-uan deburan ombak yang menggebu tidak perlu khawatir, di lokasi wisata ini terdapat 10 kamar dan 2 rumah berbentuk bungalow yang mengha-dap ke arah laut. Tarifnya penginapan sangat variatif dan terjangkau, antara Rp. 100 ribu sampai Rp. 150 ribu. Pelayanan di Wanawisata ini juga 24 jam non stop.

Menurut Supardi yang sudah 14 tahun lebih bekerja, wanawisata Gra-jagan umumnya ramai dikunjungi pada hari libur. Selain menikmati keindahan pantai dengan paduan hu-tan, pengunjung dapat menyaksikan langsung aktifitas nelayan pada pagi hari saat berangkat melaut dan sore hari ketika menurunkan ikan hasil tangkapan. Selain deburan ombak laut lepas, tiga gua peninggalan Je-pang yang menghadap ke laut selatan juga tak kalah menarik.

Untuk menuju Wana Wisata Graja-gan sangat mudah. Jalannya beraspal dan dapat ditempuh menggunakan mobil pribadi atau kendaraan umum hingga ke lokasi. Jika naik kendaraan umum dari arah Kota Banyuwangi bisa naik bus jurusan Jember atau sebaliknya, dan turun di Benculuk. Dari Benculuk perjalanan dilanjut-kan naik angkutan pedesaan sekitar 12 km menuju Grajagan.

Rute perjalanan yang sangat me-narik adalah jalur laut dari Grajagan ke Alas Purwo dengan menggunakan perahu sewa. Apalagi saat menuju ke pantai Ngagelan yang merupakan

Wana Wisata GrajaganPintu Gerbang Menuju Plengkung

Bentang alam Kabupaten Banyuwangi sungguh menjanjikan keindahan yang tiada tara, terutama deretan gunung-gunung, perkebunan, dan pantai, diantaranya pantai Grajagan dan Plengkung, yang dijuluki peselancar asing sebagai G-Land. Ikon ini diberikan karena pantai tersebut memiliki gulungan ombak yang baik dan indah, serta lokasinya sangat ideal, karena berada diujung selatan, sekaligus paling timur dari daratan Pulau Jawa.

Pantai Grajagan

48Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

49Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

tempat penangkaran penyu belimb-ing, abu-abu, dan hijau. Tiap malam petugas di sini selalu mencari telur penyu untuk ditetaskan. Wisatawan yang sudah sampai di Ngagelan bisa turut melepas langsung penyu yang sudah siap dilepas ke laut lepas.

TN Alas Purwo memiliki banyak pantai yang indah dan bebas dari hiruk pikuk kebisingan kota. Namun kegiatan komersial yang menarik di TN Alas Purwo hanya di Plengkung, yang dikelola oleh dua operator swasta sebagai resort khusus kaum peselancar. Di sini, nyaris seluruh tamunya adalah pengunjung man-canegara, terutama dari Australia. Penginapan dan kehidupan yang di-tawarkan sangat membumi, menyatu dengan setting alam TN Alas Purwo. Cottage atau kamar mungil yang dis-ewakan menggunakan bahan alami, seperti kayu, bambu dan ijuk dengan penerangan lampu minyak tanah. Anda ingin ke sana?

Segera menabung dari sekarang

karena biaya paket wisata ke Pleng-kung cukup mahal, mencapai ratusan US dollar. Biaya tersebut termasuk penginapan dan konsumsi untuk bermalam beberapa hari, serta sewa peralatan selancar. Silahkan men-coba jika berminat. (M.Djaelani/Hu-

mas Unit II)

Pelepasan anak kura-kura di TN Alas Purwo

Suasana cottage di Pantai Grajagan

49Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

50Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

SosokSosok

Di tengah hutan Dandaka, setelah mengubah dirinya menjadi Brahmana tua, Rahwana menculik Dewi Shinta yang ditinggal berburu kijang kencana oleh Sri Rama. Raja Alengka tersebut ingin memper-sunting Dewi Shinta yang dianggap titisan Dewi Widowati, yang selama ini diidam-idamkannya.

Di kala bulan penuh, di pelata-ran Candi Prambanan, Duta Rimba di ajak Giri Irwanto, Administratur KPH Semarang menonton pertun-jukkan wayang orang dengan lakon Ramayana, yang berkisah tentang penculikan Dewi Shinta oleh Rah-wana.

Giri mengaku sangat senang menonton wayang orang di pelata-ran Candi Prambanan meski den-

50Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

gan lakon yang sama, Ramayana. “Orang India saja kalau nonton film India bisa berpuluh-puluh kali,” alasannya.

Memang, di keremangan cahaya bulan, Giri kelihatan menikmati sekali pentas wayang orang ini. Apalagi di kanan-kirinya duduk perempuan-perempuan bule yang cantik jelita.

Mengingat masih hidup send-iri, jangan-jangan Pak Giri sering nonton wayang orang karena ingin mencari ‘Shinta’? “Ha… ha… ha…, itu sambilan Mas,” katanya sambil tertawa.

(Marison)

Bagi Anda yang ingin naik pangkat, tirulah Aris Wibowo. Karena prestasinya, Pekerja Pelaksana di Pusat penelitian dan pengembangan Perum Perhu-tani di Cepu ini naik pangkat dan berhak menyan-dang status pegawai.

Wakhid Nurdin, Wakil Kepala Puslitbang Cepu, saat dihubungi mengatakan, prestasi Aris adalah mengembangkan pemuliaan tanaman, khususnya jenis jati, menemukan klon unggulan Jati Plus Perhutani (JPP), menemukan klon unggulan jati generasi kedua, dan membangun percontohan tana-man jati di berbagai tempat.

Penghargaan yang diberikan kepada Aris diku-kuhkan melalui Keputusan Direksi Perum Perhu-tani No: 800/Kpts/Dir/2007 tertanggal 16 Agustus 2007 yang ditandatangani Direktur Utama Perum Perhutani Transtoto Handadhari.

Saat diberi selamat oleh Dirut, Aris terlihat senang dan bangga. Ia berharap hasil penelitian di Pusbanghut dapat diterapkan di lapangan sehingga dapat bermanfaat bagi Perum Perhutani sendiri.(Marison)

Aris Wibowo Naik Pangkat

51Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

Bagi Astri Ivo, tinggal di tengah kota justeru men-jadi ganjalan. “Taman saya jadi sempit,” katanya saat ditemui Duta Rimba beberapa waktu lalu. Padahal, Astri sangat menyukai tanaman. Bunga-bungaan seperti melati adalah jenis tanaman yang paling disu-kainya.

Menurutnya, lingkungan yang hijau, bersih, dan sehat adalah idaman semua orang. Karena itu, “ma-syarakat harus punya tanggung jawab dalam menga-tur lingkungannya.” “Dalam agama Islam tanaman itu punya hak. Menjaga dan merawat tanaman itu iba-dah,” tambahnya.

Kepada anak-anaknya, Astri mengajarkan betapa pentingnya tanaman. Menanam sejak dini pun selalu ia tekankan. “Masyarakat harus kembali kepada alam. Mencintai alam supaya alam mencintai kita.” (Mari-son)

Berperawakan kalem, tutur sapanya lemah lembut. Di dalam kesederhanaannya, tersimpan ide-ide brilian. Figurnya yang polos sungguh terdapat kharisma yang luar biasa. KH Nasroh, lelaki itu, sedang menikmati hijau area persawahan dan hutan di sekelilingnya.

Ketika Duta Rimba menyambanginya, KH Nasroh memilih berbincang-bincang di gubuknya yang sejuk daripada di Pondok Pesantren Wali Sembilan miliknya.

KH Nasroh mengatakan, bencana alam yang terjadi di Indonesia saat ini disebabkan oleh ulah tangan-tangan kotor manusia. “Mereka bukannya sesegera mungkin menciptakan kelestarian alam. Malah terbilang cuek dan tidak mau memikirkan akibat bila alam telanjur rusak,” katanya.

Menurutnya, bencana alam yang terjadi itu akibat po-hon-pohon hilang serta tata air rusak tak karuan. “Mereka tak memahami dan mengerti asal-usul air. Pohon-pohon yang telah tumbang, otomatis akar-akar dan dedaunan yang biasanya mengatur serta menahan lajunya air menjadi kecil.”

Untuk merawat alam, KH Nasroh mengusulkan untuk menciptakan generasi-generasi pecinta alam yang tang-guh, baik jiwa maupun raga. (Agus HMS Parengan)

Mencetak Generasi Muda Pencinta Alam

Astri Ivo

51Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007

52Edisi 17 / Th. 2 / Juli 2007