Download-10. Hasaruddin Abduh

10
Pembaharuan Hukum Islam Menurut Pandangan Muhammad Abduh Hasaruddin Al-Risalah | Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012 333 PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM MENURUT PANDANGAN MUHAMMAD ABDUH Hasaruddin Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar Abstract Along with the development of the times, problems and human needs are also being progressed toward the more complex ones, which does not rarely bring up issues that physically looks contradictive with the desire and the messages of the text. Consequently, the question arises, how to bridge the ideal of Islam and the reality of Islam. Talking about reconstruction in the Islamic world especially in Egypt it seems incomplete before presenting the thought of Muhammad Abduh. This thinkers are considered to have academic capacity in almost all areas of Islamic studies, Abduh was known as a reformer in many areas of life, education, social affairs, religion, law and even become the motor of the movement for the eradication of illiteracy. Abduh’s thought appears to be more growing and acceptable for the community of Muslims than the thought of his teacher Jamaluddin al Afghani. However, the brilliant thought of Abduh also got challenges, not also from a group of anti reform in his own country, but also from various countries that have predominantly Islamic populations. In Egypt itself, Abduh must fall up from one position to another position because of his ideas that in one side is very brilliant and needed, but in the other side, it is contrary to the thought of well established group who opposed its renewal movement. Of the two conflicting sides, in one side, he needed and acceptable, but in another side, she is hate and fought. The figure of Abduh as a thinker who has international class in various Islamic studying, it turns out to make so many observers are desirous to know and to deepen up about his thinking. Even, his original thinking about thins renewing of Islami is not just a center for intellectual muslim study, but also for the intellectuals of nonmuslim in various parts of the world. This simple writing will try to examine the thinking of this Egypt people, especially his thoughts on the field of law of reform. Kata Kunci : Hukum Islam dan Muhammad Abduh

Transcript of Download-10. Hasaruddin Abduh

Page 1: Download-10. Hasaruddin Abduh

Pembaharuan Hukum Islam Menurut Pandangan Muhammad Abduh Hasaruddin

Al-Risalah | Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012 333

PEMBAHARUAN HUKUM ISLAM MENURUT PANDANGAN MUHAMMAD

ABDUH

Hasaruddin Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

Abstract

Along with the development of the times, problems and human needs are also being progressed toward the more complex ones, which does not rarely bring up issues that physically looks contradictive with the desire and the messages of the text. Consequently, the question arises, how to bridge the ideal of Islam and the reality of Islam. Talking about reconstruction in the Islamic world especially in Egypt it seems incomplete before presenting the thought of Muhammad Abduh. This thinkers are considered to have academic capacity in almost all areas of Islamic studies, Abduh was known as a reformer in many areas of life, education, social affairs, religion, law and even become the motor of the movement for the eradication of illiteracy. Abduh’s thought appears to be more growing and acceptable for the community of Muslims than the thought of his teacher Jamaluddin al Afghani. However, the brilliant thought of Abduh also got challenges, not also from a group of anti reform in his own country, but also from various countries that have predominantly Islamic populations. In Egypt itself, Abduh must fall up from one position to another position because of his ideas that in one side is very brilliant and needed, but in the other side, it is contrary to the thought of well established group who opposed its renewal movement. Of the two conflicting sides, in one side, he needed and acceptable, but in another side, she is hate and fought. The figure of Abduh as a thinker who has international class in various Islamic studying, it turns out to make so many observers are desirous to know and to deepen up about his thinking. Even, his original thinking about thins renewing of Islami is not just a center for intellectual muslim study, but also for the intellectuals of nonmuslim in various parts of the world. This simple writing will try to examine the thinking of this Egypt people, especially his thoughts on the field of law of reform.

Kata Kunci : Hukum Islam dan Muhammad Abduh

Page 2: Download-10. Hasaruddin Abduh

Pembaharuan Hukum Islam Menurut Pandangan Muhammad Abduh Hasaruddin

334

Al-Risalah | Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012

PENDAHULUAN

erbicara masalah pembaharuan dalam dunia Islam terutama di Mesir sepertinya belum lengkap sebelum menghadirkan pikiran tokoh Muhammad Abduh. Pemikir ini dianggap mempunyai kapasitas keilmuan

di hampir segala bidang kajian keislaman, Abduh dikenal sebagai pembaharuan di banyak bidang kehidupan, pendidikan, sosial, agama, hukum dan bahkan menjadi motor dalam gerakan pemberantasan buta huruf.

Pemikiran Abduh nampaknya lebih banyak berkembang dan dapat diterima komunitas umat Islam umat Islam dibanding pemikiran gurunya, Jamaluddin al Afghani. Meski demikian, pemikiran Abduh yang cemerlang juga mendapat tantangan bukan saja dari kelompok yang anti reformasi di negerinya sendiri, tetapi juga dari berbagai negara yang mempunyai penduduk yang mayoritas beragama Islam.

Di Mesir sendiri Abduh harus jatuh bangun dari satu jabatan ke jabatan lain karena ide-idenya yang dari satu segi sangat cemerlang dan dubutuhkan, tetapi dari segi lain bertentangan dengan pemikiran kelompok mapan yang menentang kehadiran gerakan pembaharuannya. Dari dua sisi yang bertentangan tersebut, satu segi ia dibutuhkan dan disenangi, namun dari segi lain ia dibenci dan dimusuhi.

Sosok Abduh sebagai pemikir yang mempunyai kelas internasional dalam berbagai kajian keislaman, ternyata membuat banyak pengamat berkeinginan untuk mengetahui dan mendalami pemikirannya. Bahkan pikiran-pikiran orisinilnya tentang pembaharuan Islam ini, bukan saja menjadi pusat kajian bagi intelektual muslim saja, namun juga para intelektual non muslim di berbagai belahan dunia.

Tulisan sederhana ini akan mencoba mengkaji pemikiran tokoh kelahiran Mesir ini, khususnya pemikiran beliau di bidang reformasi hukum. PEMBAHASAN

1. Biografi Muhammad Abduh

Muhammad Abduh lahir di Mesir tahun 1266/18491 di sebuah desa di

propinsi Gharbiyah Mesir. Ayahnya bernama Abduh bin Hasan Khairullah,

sementara ibunya yang bernama Junaynah, seorang janda yang mempunyai

1 Meskipun ada yang menyebutkan bahwa Abduh lahir pada tahun 1842, namun teman

dan pengikut Abduh sepakat dengan tahun di atas. Untuk informasi lebih lanjut tentang kelahiran dan karier Abduh, lihat Muhammad Rasyid Ridha, Tarikh al Ustadz al Imam Muhammad Abduh, (kairo: Dar al Manar, 1931), khususnya jilid I.

B

Page 3: Download-10. Hasaruddin Abduh

Pembaharuan Hukum Islam Menurut Pandangan Muhammad Abduh Hasaruddin

Al-Risalah | Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012 335

silsilah dengan Umar bin Khattab2 berasal dari sebuah desa di propinsi

Gharbiyah.

Kelahiran Abduh bersamaan dengan masa ketidakadilan dan

ketidakamanan di Mesir oleh pemerintah. Ketika itu Mesir di bawah kekuasaan

Muhammad Ali Pasya. Sebagai penguasa tunggal ia tidak mengalami kesukaran

dalam membawa pembaharuan di Mesir, terutama dalam bidang pendidikan,

ekonomi dan militer. ia adalah raja absolut yang menguasai sumbersumber

kekayaan, terutama tanah, pertanian dan perdagangan.

Di daerahdaerah, para pegawainya juga bersikap keras dalam

melaksanakan kehendak dan perintahnya. Rakyat merasa tertindas. Untuk

mengelakkan kekerasan yang dijalankan oleh pemerintah, rakyat terpaksa

berpindahpindah tempat tinggal. Ayah Abduh sendiri termasuk salah seorang

yang tidak setuju dan menentang kebijakan pemerintah yang tiran itu. Salah satu

dari kebijakan pemerintah yang ditentang oleh ayah Abduh adalah tingginya

pajak tanah.

Tahun 1863, setelah berhasil menghafal al Qur’an Abduh dikirim ke Tanta

untuk meluruskan bacaannya di masjid al Ahmadi.3 Dua tahun kemudian, Abduh

meneruskan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi. Namun Abduh tidak begitu

tertarik untuk belajar di sekolah ini, khususnya terhadap metode pengajaran yang

digunakan oleh para guru. Tentang sistem pendidikan ini Abduh mengatakan

bahwamateri pelajaran dan metode yang diterapkan di sana adalah pelajaran tata

bahasa dan teori hukum Islam yang diberikan secara doktriner dan tidak

dijelaskan dengan alasan yang rasional. Akhirnya pada tahun 1866, Abduh

ekmbali ke desanya Mahallat al Nashr dan menikah dengan seorang gadis

sedesanya.4

Selama waktu transisi ini, paman Abduh Syaikh Darwisy berperan sangat

menentukan bagi langkah dan masa depan Abduh selanjutnya. Dialah yang

mengenalkan ilmu keagamaan kepada Abduh. Salah satu wujudnya adalah

dengan mendorong Abduh untuk bergabung dengan kelompok sufi.5

Atas nasehat ayahnya, Abduh kembali belajar di masjid al Ahmadi dan

berhasil menyelesaikan pelajarannya di sana. Pendidikan Abduh kemudian

dilanjutkannya di al Azhar mulai 1869. Ternyata di Universitas inipun, Abduh

tidak merasa puas. Akibatnya ada semacam krisis dalam batin, yang

menjadikannya pergi mengasingkan diri dari masyarakatnya. Pada saat itu,

2 Firdaus A.N, Syaikh Muhammad Abduh dan Perjuangannya (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h.

17 3 Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasuonal Mu’tazilah, (Jakarta: UI Press, 1987),

h. 11 4 Ibid, h. 12 5 Charles C. Adams, Islam and Modernism in Egypt diterjemahkan oleh Ismail Jamil, Islam

dan Modernisasi di Mesir, (tk: Dian Rakyat, t.th.), h. 21-3

Page 4: Download-10. Hasaruddin Abduh

Pembaharuan Hukum Islam Menurut Pandangan Muhammad Abduh Hasaruddin

336

Al-Risalah | Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012

Syaikh Darwis kembali tampil untuk membangkitkan semangat Abduh untuk

kembali belajar di tempat yang sama. Kali ini bukan lagi hanya belajar materi

agama seperti fiqh, tauhid dan semacamnya, tetapi juga mempelajari logika,

matematika, sains dan sebagainya.6 Pengalaman ini menjadikan Abduh sangat

toleran dan bebas berpikir, suatu sikap berfikir yang masih jarang ditemukan

ketika itu.

Ketika belajar di al Azhar ini, Abduh berjumpa dengan Jamaluddin al

Afghani. Afghani disamping sebagai tokoh terkenal di Mesir, juga dikenal sebagai

pengagas kebebasan berfikir dalam bidang agama dan politik. Perjumpaannya

dengan Afghani ini, mempunyai implikasi yang sangat besar bagi perkembangan

pemikiran rasional Abduh. Suatu hal istimewa yang diberikan Afghani kepada

Abduh adalah semangat berbakti kepada masyarakat, menghantam kekolotan dan

taklid.7

Berkat usaha yang keras, Abduh akhirnya lulus ujian dengan mendapat

gelar alimiah dari al Azhar. Kelulusan yang sempat membuat para penguji

berselisih pendapat ini, memakai hak untuk memakai gelar al alim yang berarti

mempunyai hak mengajar.8 Setelah menyelesaikan kuliah di al Azhar, dia mulai

mengajar di bidang logika, ilmu kalam dan moral serta etika. Disamping di al

Azhar, Abduh juga mengajar di Dar al Ulum yang ketika itu masih merupakan

semacam akademi yang didirikan untuk mempersiapkan mereka yang bisa

memberikan pendidikan modern di al Azhar. Di Dar al Ulum ini Abduh

mengajarkan Muqaddimah karya Ibn Khaldun, Tahzib al Ahlaq karya Miskawaih.

Dalam waktu yang sama Abduh diangkat sebagai guru bahasa Arab di sebuah

sekolah bahasa yang didirikan Khedive.9

Ketika Mesir dikuasai Inggris, Abduh bergabung dengan partai nasional

dan aktif melakukan pemberontakan. Ternyata keaktifannya ini membuat Abduh

dihukum berupa pengusiran dari Mesir. Setelah beberapa tahun Abduh tinggl di

Syria dan Beirut, akhirnya ia bergabung dengan gurunya al Afghani di Paris.

Dalam usaha mendapatkan kemerdekaan Mesir, keduanya menerbitkan jurnal al

Urwah al Wustqa’. Secara umum jurnal ini merupakan jurnal mingguan politik,

yang melaporkan dan memberi gambaran tentang keadaan politik dan perjuangan

umat Islam di negaranegara Islam untuk melepaskan diri dari dominasi luar,

dengan tujuan menyatukan mereka. Menurut Ahmad Amin, sebenarnya jiwa dan

pemikiran yang tertuang dalam jurnal tersebut berasal dari gurunya, sementara

6 Harun, Op. Cit, h. 13 7 Firdaus A.N, Op. Cit, h. 18. Lihat juga A. Mukti Ali, Ijtihad Dalam Pandangan Muhammad

Abduh, Ahmad Dahlan dan Muhammad Iqbal, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), h. 13 8 Ridha, Op.Cit, h. 102-3 9 Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intelectual Tradition, ahli bahasa

Ahsin Muhammad, (Bandung: Pustaka, 1985), h. 78

Page 5: Download-10. Hasaruddin Abduh

Pembaharuan Hukum Islam Menurut Pandangan Muhammad Abduh Hasaruddin

Al-Risalah | Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012 337

tulisan yang mengungkapkan jiwa dan pemikiran tersebut adalah dari Abduh.10

Dengan demikian Abduh pada hakikatnya tidak mempunyai jiwa revolusioner,

namun ia cenderung menjadi pemikir dan pendidik sebagai terlihat dari

kegiatannya baik ketika di Beirut maupun di Mesir. Abduh ingin mengadakan

perubahan dan pembaharuan lewat pendidikan dan budaya11 bukan melalui

revolusi.

Setelah terbit 18 kali, jurnal ini dilarang beredar di Eropa,12 maka Abduh

kembali ke Beirut untuk mengajar di sekolah teologi. Di sinilah Abduh menulis

bukunya yang berjudul Risalah Tauhid. Dalam karyanya ini Abduh

mengemukakan kembali beberapa tesi fundamental dari kalam sunni abad

pertengahan dengan penekanan baru dan menghidupkan kembali rasionalisme.13

Tahun 1988, oleh Khedive, Abduh diizinkan kembali ke Mesir dan

langsung diangkat menjadi hakim dan tahun berikutnya ia menjadi penasehat

hukum di Mahkamah Agung. Tahun 1894, Abduh diangkat menjadi salah satu

anggota panitia di al Azhar. Posisi ini dipergunakan oleh Abduh untuk

merealisasikan ideide pembaharuannya. Namun perlawanan dari para ulama

tradisional, membuatnya harus bekerja keras.14

Tahun 1899, Abduh disamping terpilih menjadi mufti besar di Mesir, ia

juga diangkat menjadi anggota tetap dewan legislatif. Melalui kedudukannya itu,

ia rupanya tidak jera memperjuangkan pembaharuan di lapangan peradilan

agama. Disamping itu Abduh juga berusaha memperbaiki dan meningkatkan

materi pelajaran kepada para hakim dengan harapan pengetahuan dan intelektual

mereka di masa mendatang akan menjadi lebih komprehensif.

Tanggal 11 juli 1905, tokoh kelas internasional ini menghembuskan nafas

terakhirnya,15 dengan meninggalkan sejumlah ideide yang perlu mendapat

perhatian khusus bagi peneliti yang datang sesudahnya.

2. Metodologi Pemikiran Abduh

Berangkat dari paparan diatas dan setelah memahami ideide

pembaharuannya, penulis berkesimpulan bahwa pendekatan yang dipergunakan

Abduh dalam membangun pemikiran pembaharuannya terutama dalam bidang

hukum Islam adalah pendekatan sosial budaya yang lebih ditekankan kepada

konsep maslahah (kesejahteraan).

10 Ahmad Amin, Muhammad Abduh, (Kairo: AL Khanji, 1960), h. 49 11 Mukti Ali, Op. Cit., h. 105-6 12 Harun Nasution, Op. Cit., h. 20 13 Fazlur Rahman, Op.Cit., h. 118 14 Firdaus A.N, Op.Cit., h. 21 15 Ibid, h. 17

Page 6: Download-10. Hasaruddin Abduh

Pembaharuan Hukum Islam Menurut Pandangan Muhammad Abduh Hasaruddin

338

Al-Risalah | Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012

Prinsip dasar yang dipegangi Abduh adalah, bahwa kehadiran Muhammad

sebagai Rasul adalah untuk menciptakan kesejahteraan masyarakat secara umum,

baik di kehidupan dunia maupun akhirat, bukan pada masanya saja, tetapi juga

masamasa sesudahnya. Prinsip ini dapat dilihat pada ulasannya ketika

menjelaskan misi yang dibawa Rasul. Agama menurut Abduh, yang tidak lain

demi kesejahteraan manusia.16

Misi ini dapat dilihat dengan menilik pada kondisi masyarakat pada masa

Rasul. Muhammad diutus pada suatu golongan manusia yang acuh, penuh

ketidak adilan, tidak bermoral dan semacamnya. Kemudian Rasul mengubahnya

menjadi masyarakat yang penuh kepedulian, menegakkan dan memperjuangkan

keadilan serta menciptakan masyarakat yang bermoral dan menjunjung tinggi

nilainilai yang mengiringinya.17

Dengan demikian, penetapan hukum Islam terutama yang berkaitan

dengan masalah mua’malah, menurut Abduh, haruslah selaras dengan kondisi

sosial budaya. Suatu hukum bisa saja berubah atau bahkan berbeda antara satu

daerah dengan daerah lain atau antara satu masa dengan masa berikutnya,

tergantung kepada perubahan dan perbedaan budaya masyarakat yang

bersangkutan. Hal ini menurutnya, telah banyak dicontohkan oleh periode awal

terutama masa khilafah rasyidah.

3. Teori Pemikiran Abduh

Berkaitan dengan sumber hukum Islam, Abduh mengakui bahwa al Qur’an

adalah sumber asli yang merupakan dasar utama dan pertama hukum Islam.

Tetapi untuk memahami isinya, kehadiran akal sangat penting dan bahkan

menjadi faktor penentu. Dari sini nampaknya Abduh hendak merekomendasikan

bahwa untuk memahami al Qur’an, keterlibatan akal dalam setiap aspek ajaran

agama sangat diperlukan. Sebab menurutnya, untuk mengerti Islam secara baik,

manusia harus menggunakan akalnya, agar terhindar dari kesulitan dan

mendapatkan manfaat (jalb al mashalih wa dar al mafasid).18

Untuk mendukung konsep di atas, ada dua pokok pikiran yang

diperjuangkan Abduh, yakni:

Pertama : Abduh berusaha untuk menggabungkan pemikiran sekuler yang

murni sciences dengan pemikiran salafiah yang murni agama.

Kedua: dan ini merupakan kelanjutan dari yang pertama, Abduh menolak

anggapan bahwa agama bertentangan dengan science modern, atau agama

sebagai penghambat kemajuan. Menurutnya agama dan science modern

16 Ibid, h. 156-7 17 Ibid, h. 171-8 18 Muhammad Abduh, Tafsir al Manar, jilid II (Kairo: Dar al Manar, t.th.), h. 283

Page 7: Download-10. Hasaruddin Abduh

Pembaharuan Hukum Islam Menurut Pandangan Muhammad Abduh Hasaruddin

Al-Risalah | Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012 339

merupakan suatu kesatuan, yang samasama bertujuan untuk kesejahteraan

manusia.19

Dalam sebuah artikelnya, Abduh mengatakan:

Ulama pemimpin bangsa sejauh ini telah gagal menggunakan manfaat dari

science modern. Mereka hanya sibuk dengan urusan masalahmasalah akhirat dan

melupakan bahwa kita sekarang tinggal di dunia nyata. Karenanya, kita harus

mempelajari agama dan negara agar bisa belajar tentang rahasia dari keduanya.

Kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan dan science adalah kunci utama untuk

mencapai kemajuan di bidang ekonomi dan mendapatkan kekuatan. Oleh sebab

itu, tugas kita sekarang adalah menyebarluaskan dan mengembangkan ilmu

pengetahuan dan science.20

Uraian diatas memberi sedikit gambaran bahwa Abduh berusaha keras

agar ajaran agama Islam tidak terhenti pada teori yang mengawang di angkasa,

melainkan dapat membumi dan dirasakan keindahannya oleh pemeluknya.

Karena teori penetapan hukum merupakan dasar dari aplikasinya, maka Abduh

berusaha agar teori penetapan hukum Islam itu sendiri berorientasi kepada

kesejahteraan.

Seiring dengan perkembangan zaman, masalah dan kebutuhan manusia

juga menjadi berkembang ke arah yang lebih kompleks, yang tidak jarang

memunculkan masalah yang secara lahir nampak bertentangan dengan keinginan

dan pesanpesan teks. Akibatnya, muncul persoalan, bagaimana menjembatani

Islam ideal dan Islam realitas.

Untuk menjawab pertanyaan ini, Abduh tetap berpegang pada prinsip

yang ditulis sebelumnya, bahwa tujuan pokok dari hukum yang dibawa Rasul

adalah sesuai dengan tujuan kerasulan itu sendiri,21yaitu untuk menciptakan

kesejahteraan dan kedamaian umat manusia.22 Dengan kata lain bahwa Abduh

sangat menekankan keharusan hukum yang bertujuan demi tegaknya keadilan

dan kesejahteraan. Menurutnya hukum hanyalah sarana atau jalan untuk

menciptakan kesejahteraan manusia secara umum. Oleh karena itu, hukum sangat

bergantung kepada stuasi dan kondisi tertentu. Inilah –menurut Abduh prinsip

dasar yang diterapkan oleh ulama masa lalu yang akhirnya diabaikan oleh

pemikiran Islam belakangan.

Dalam kaitan dengan keharusan dan pentingnya pertimbangan masa,

tempat, stuasi dan lingkungan yang mengitari, Abduh menyatakan bahwa

19 Fazlur Rahman, Op.Cit., h. 77-9 20 Ridha, Op.Cit., h. 36 21 Albert Hourani, The Arabic Thougght in the Liberal Age, (Cambridge: CUP, 1962), h. 136 22 Konsep ini sesungguhnya merupakan pengembangan dari konsep maslahah mursalah

yang diterapkan Imam Malik. Konsep ini lebih lanjut dikembangkan oleh al Syatibi dalam karya besarnya al Muqafiqat.

Page 8: Download-10. Hasaruddin Abduh

Pembaharuan Hukum Islam Menurut Pandangan Muhammad Abduh Hasaruddin

340

Al-Risalah | Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012

pemikiran Islam akan menjadi salah manakala dipisahkan dengan kehidupan

kedisinian dan kekinian.

Dalam merumuskan maslahah ini kemudian muncul pemikiran hubungan

antara wahyu (revelation) dengan akal (reason). Abduh berpendapat bahwa

ajaran yang diwahyukan lebih banyak bersifat prinsip dan umum, yang

operasionalisasinya dibutuhkan kehadiran akal manusia. Dalam

operasionalisasinya, khususnya bidang mu’amalah kehadiran konsep maslahah

menjadi penting.

Namun perlu di ingat bahwa dalam merumuskan maslahah, Abduh

memberikan rumusan yang cukup ketat. Menurutnya perumusan masalah untuk

penetapan hukum suatu kasus, ahli hukum harus meninjau dari berbagai aspek;

ekonomi, sosiologi, lingkungan dan sebagainya. Dari sini, Abduh kemudian

menawarkan lembaga legislatif yang berfungsi ganda yaitu sebagai penasehat

pemerintah dan penetap atau perumus kemaslahatan dalam segala urusan .

lembaga ini menurutnya sudah pernah ada pada zaman klasik yang disebut

dengan majlis syura’.23

Selanjutnya Abduh menolak pendapat yang mengatakan bahwa ajaran dan

hukum Islam telah ditetapkan oleh ulama klasik dan pertengahan Islam.24

Menurut Abduh, umat Islam kontemporer harus memformulasikan hukum dan

ajaran yang sesuai dengan tuntutan zaman yang didasarkan pada spirit sumber

aslinya (Qur’an dan Sunnah). Karena itulah Abduh menolak taklid dan sangat

memotivasi penggunaan akal.

Berangkat dari konsep maslahah yang ditawarkannya dalam penetapan

hukum Islam, lewat pendekatan sosial budaya Abduh menawarkan konsep ijma’

yang berbeda dengan ulama klasik. Menurutnya ijma’ merupakan pendapat

umum dari suatu masyarakat pada masa tertentu. Untuk menjembatani ketidak

mungkinan untuk mengumpulkan pendapat masyarakat secara keseluruhan,

sistem perwakilan menjadi alternatif. Masyarakat secara keseluruhan diwakili

oleh pemerintah dalam konteks yang lebih luas, yakni para ahli di bidang

sosiologi, hukum, antropologi, ekonomi dan sebagainya.25 Sementara itu dasar

yang digunakan secara keseluruhan adalah kesejahteraan dari masyarakat atau

negara itu sendiri.26

Dengan demikian, ijma’ terbentuk berdasarkan pada keharusan untuk

menyelesaikan masalahmasalah yang muncul yang bertujuan untuk menciptakan

kesejahteraan. Oleh sebab itu, yang menjadi pokok persoalan bukanlah urusan

23 Muhammad Abduh, Tafsir al Manar, jilid III (Kairo: Dar al Manar, t.th), h. 197 24 HAR Gibb, Modern Trens in Islam, ahli bahasa Mahnun Husain, (Jakarta: Rajawali, 1992),

h. 75 25 Muhammad Abduh, Op.Cit, h. 199 26 Ahmad Hasan, The Doctrine of Ijma’, alih bahasa Rahmani Astuti,(Bandung: Pustaka,

1985), h. 288

Page 9: Download-10. Hasaruddin Abduh

Pembaharuan Hukum Islam Menurut Pandangan Muhammad Abduh Hasaruddin

Al-Risalah | Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012 341

benar atau salah sebagaimana pada teori klasik, tetapi lebih banyak terletak pada

mampu atau tidaknya para ahli menyelesaikan persoalan yang muncul. Karena

itu, menurut Abduh, tidak ada keharusan untuk mengambil ijma’ yang

diformulasikan pada masa klasik, bahkan ijma’ mereka bisa dibatalkan.27 Hal

tersebut dikarenakan masalah dan maslahah pada periode klasik berbeda dengan

periode modern. Begitu juga ijma’ yang didapatkan sekarang belum tentu relevan

dan dibutuhkan pada masa yang akan datang, sebab masalah dan maslahahnya

selalu berbeda dari waktu ke waktu.

PENUTUP

Dari paparan di atas, nampaknya Muhammad Abduh ingin lebih

memperjelas dan mempertegas metode berfikir yang secara implisit terkandung

dalam pemikiran Afghani. Abduh jelasjelas menentang jumud, kebekuan berfikir,

dan kestatisan umat Islam. Al Qur’an mengajarkan dinamika bukan kejumudan.

Disamping itu, Abduh juga dengan tegas mengatakan bahwa pintu ijtihad

tidak pernah tertutup dan untuk kemajuan umat islam, zaman modern perlu

diadakan ijtihad terhadap teks. Kalau yang mengenai masalah ibadah secara

tegas, maka nash mengenai mu’amalah dan hidup kemasyarakatan mengandung

hanya prinsipprinsip umum. Interpretasi terhadap prinsipprinsip umum ini –

melalui ijtihad dapat disesuaikan dengan perkembangan zaman.

Selanjutnya, Abduh menekankan tingkat kekuatan akal terhadap al Qur’an.

Dalam hal ini, nampaknya Abduh lebih cenderung kepada pemikiran aliran dan

teologi mu’tazilah yang lebih mengedepankan rasio.

Demikian ulasan singkat mengenai pemikiran pembaharuan Muhammad

Abduh dalam bidang hukum.

27 Ibid, h. 289

Page 10: Download-10. Hasaruddin Abduh

Pembaharuan Hukum Islam Menurut Pandangan Muhammad Abduh Hasaruddin

342

Al-Risalah | Volume 12 Nomor 2 Nopember 2012

DAFTAR PUSTAKA A. Mukti Ali, Ijtihad Dalam Pandangan Muhammad Abduh, Ahmad Dahlan dan

Muhammad Iqbal, (Jakarta: Bulan Bintang, 1990), h. 13 Albert Hourani, The Arabic Thougght in the Liberal Age, (Cambridge: CUP, 1962), h.

136 Ahmad Hasan, The Doctrine of Ijma’, alih bahasa Rahmani Astuti,(Bandung:

Pustaka, 1985), h. 288 Charles C. Adams, Islam and Modernism in Egypt diterjemahkan oleh Ismail Jamil,

Islam dan Modernisasi di Mesir, (tk: Dian Rakyat, t.th.), h. 213 Fazlur Rahman, Islam and Modernity: Transformation of an Intelectual Tradition, ahli

bahasa Ahsin Muhammad, (Bandung: Pustaka, 1985), h. 78 Firdaus A.N, Syaikh Muhammad Abduh dan Perjuangannya (Jakarta: Bulan Bintang,

1979), h. 17 HAR Gibb, Modern Trens in Islam, ahli bahasa Mahnun Husain, (Jakarta: Rajawali,

1992), h. 75 Harun Nasution, Muhammad Abduh dan Teologi Rasuonal Mu’tazilah, (Jakarta: UI

Press, 1987), h. 11 Muhammad Rasyid Ridha, Tarikh al Ustadz al Imam Muhammad Abduh, (kairo: Dar

al Manar, 1931), khususnya jilid I. Muhammad Abduh, Tafsir al Manar, jilid II (Kairo: Dar al Manar, t.th.), h. 283 Muhammad Abduh, Tafsir al Manar, jilid III (Kairo: Dar al Manar, t.th), h. 197