Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

14
STUDI KASUS PADA KLIEN ANSIETAS DENGAN PENDEKATAN TEORI ADAPTASI STUART Novi Widyastuti Rahayu 1 1 Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta Abstrak Ansietas adalah bagian dari respons terhadap stres dan dalam rentang sehat, dan tanda bagi seseorang untuk melindungi diri dari situasi berhahaya. Dampak negatif ansietas dapat menurunkan produktifitas dan kualitas hidup. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan hasil kasus spesialis keperawatan jiwa pada klien ansietas menggunakan pendekatan teori Adaptasi Stuart. Metode yang digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan teori Adaptasi Stuart. Tindakan keperawatan yang dilakukan adalah tindakan keperawatan generalis ansietas, dan tindakan keperawatan spesialis meliputi terapi individu; terapi relaksasi progresif dan terapi penghentian pikiran. Hasil pelaksanaan tindakan keperawatan tersebut dapat menurunkan tanda dan gejala ansietas pada aspek kogitif, afektif, fisiologis, perilaku, dan sosial serta meningkatkan kemampuan klien dalam mengatasi ansietas. Kata Kunci: ansietas, teori adaptasi Stuart Pendahuluan Ansietas adalah bagian dari respons terhadap stres dan dalam rentang sehat, dan tanda bagi seseorang untuk melindungi diri dari situasi berhahaya (Carson, 2000;Videbeck, 2008). Hal ini juga sesuai dengan Varcarolis (2000) ansietas merupakan respons normal terhadap situasi yang mengancam sepanjang kehidupan manusia. Dari definisi ansietas tersebut dapat disimpulkan bahwa ansietas merupakan alat untuk memperingatkan individu terhadap ancaman, konflik dan bahaya yang akan terjadi di masa akan datang. Berbeda dengan Stuart dan Laraia (2009) ansietas adalah perasaan khawatir, tidak pasti terhadap sesuatu yang tidak jelas. Shives (2005) juga menjelaskan ansietas adalah perasaan ketidakpastian, kegelisahan, ketakutan atau tekanan yang dialami oleh seseorang dalam berespons terhadap situasi atau objek yang tidak diketahui sebelumnya dan bersifat subjektif. Berdasarkan hal tersebut ansietas menjadi masalah ketika terjadi dalam waktu yang lama dan menyebabkan gejala fisik atau psikologis serta mempengaruhi perilaku sosial (Varcarolis, 2000;Carson, 2000). Upaya pencegahan yang dilakukan difokuskan pada pencegahan terjadinya gangguan dan peningkatan kemampuan klien dan keluarga dengan melakukan promosi kesehatan tentang cara perawatan penyakit kronis dengan meminimalkan tanda gejala atau keluhan yang muncul dengan melakukan latihan yang diberikan oleh penulis. Hal ini sesuai dengan konsep perawat Community Mentah Health Nursing (CMHN) yang berada di komunitas yaitu bertanggung jawab memberikan asuhan keperawatan jiwa komunitas pada klien dan keluarga yang masuk dalam kelompok resiko mengalami gangguan jiwa dengan upaya promotif dan preventif.

Transcript of Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

Page 1: Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

STUDI KASUS PADA KLIEN ANSIETAS DENGAN PENDEKATAN TEORI ADAPTASI

STUART

Novi Widyastuti Rahayu1

1Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

Abstrak

Ansietas adalah bagian dari respons terhadap stres dan dalam rentang sehat, dan tanda bagi

seseorang untuk melindungi diri dari situasi berhahaya. Dampak negatif ansietas dapat menurunkan

produktifitas dan kualitas hidup. Tujuan penelitian ini adalah menggambarkan hasil kasus spesialis

keperawatan jiwa pada klien ansietas menggunakan pendekatan teori Adaptasi Stuart. Metode yang

digunakan adalah studi kasus dengan pendekatan teori Adaptasi Stuart. Tindakan keperawatan yang

dilakukan adalah tindakan keperawatan generalis ansietas, dan tindakan keperawatan spesialis

meliputi terapi individu; terapi relaksasi progresif dan terapi penghentian pikiran. Hasil pelaksanaan

tindakan keperawatan tersebut dapat menurunkan tanda dan gejala ansietas pada aspek kogitif,

afektif, fisiologis, perilaku, dan sosial serta meningkatkan kemampuan klien dalam mengatasi

ansietas.

Kata Kunci: ansietas, teori adaptasi Stuart

Pendahuluan

Ansietas adalah bagian dari respons terhadap

stres dan dalam rentang sehat, dan tanda bagi

seseorang untuk melindungi diri dari situasi

berhahaya (Carson, 2000;Videbeck, 2008).

Hal ini juga sesuai dengan Varcarolis (2000)

ansietas merupakan respons normal terhadap

situasi yang mengancam sepanjang kehidupan

manusia. Dari definisi ansietas tersebut dapat

disimpulkan bahwa ansietas merupakan alat

untuk memperingatkan individu terhadap

ancaman, konflik dan bahaya yang akan terjadi

di masa akan datang. Berbeda dengan Stuart

dan Laraia (2009) ansietas adalah perasaan

khawatir, tidak pasti terhadap sesuatu yang

tidak jelas. Shives (2005) juga menjelaskan

ansietas adalah perasaan ketidakpastian,

kegelisahan, ketakutan atau tekanan yang

dialami oleh seseorang dalam berespons

terhadap situasi atau objek yang tidak

diketahui sebelumnya dan bersifat subjektif.

Berdasarkan hal tersebut ansietas menjadi

masalah ketika terjadi dalam waktu yang lama

dan menyebabkan gejala fisik atau psikologis

serta mempengaruhi perilaku sosial

(Varcarolis, 2000;Carson, 2000).

Upaya pencegahan yang dilakukan difokuskan

pada pencegahan terjadinya gangguan dan

peningkatan kemampuan klien dan keluarga

dengan melakukan promosi kesehatan tentang

cara perawatan penyakit kronis dengan

meminimalkan tanda gejala atau keluhan yang

muncul dengan melakukan latihan yang

diberikan oleh penulis. Hal ini sesuai dengan

konsep perawat Community Mentah Health

Nursing (CMHN) yang berada di komunitas

yaitu bertanggung jawab memberikan asuhan

keperawatan jiwa komunitas pada klien dan

keluarga yang masuk dalam kelompok resiko

mengalami gangguan jiwa dengan upaya

promotif dan preventif.

Page 2: Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

Jumlah klien yang dikelola sebanyak 35 orang,

meliputi Stroke 4 orang (3.44%), DM 15 orang

(12.93%), Hipertensi 30 orang (25.86%), TB 6

orang (5.17%), Kolesterol 25 orang (21.55),

Gastritis 30 orang (25.86%). Berdasarkan

gangguan fisik tersebut, keluhan klien yang

penulis temukan adalah sulit tidur, tidak nafsu

makan, sulit konsentrasi, mudah tersinggung,

fokus pada dirinya sendiri, produktivitas

menurun, banyak bertanya, wajah tegang,

takut tidak spesifik, khawatir, kekakuan pada

otot, pusing, dan waspada. Keluhan klien lain

yang penulis temukan adalah kurangnya

pengetahuan tentang kondisi penyakit dan

ketidakmampuan klien dalam merawat

penyakit kronis, sehingga saat muncul keluhan

pada bagian yang sakit selalu membuat klien

takut dan khawatir. Beberapa keluhan fisik

klien yang penulis temukan tersebut selalu

klien rasakan secara berulang dan saat

berulang membuat klien semakin takut dan

khawatir.

Kekhawatiran tersebut membuat dasar penulis

untuk memfokuskan pemberian tindakan

keperawatan, dengan cara menurunkan tanda

gejala atau keluhan yang sering klien rasakan

serta meningkatkan kemampuan klien untuk

latihan mengontrol ansietas. Langkah awal

yang sudah dilakukan penulis adalah

melakukan pengkajian terkait dengan kondisi

kesehatan klien dengan menggunakan

pendekatan teori adaptasi Stuart. Teori

adaptasi Stuart memandang perilaku manusia

dalam perspektif yang holistik terdiri atas

biologis, psikologis dan sosiokultural. Aspek-

aspek tersebut dalam asuhan keperawatan jiwa

saling berintegrasi. Menurut Stuart (2013)

psikodinamika masalah keperawatan dimulai

dengan menganalisa faktor predisposisi,

presipitasi, penilaian terhadap stresor, sumber

koping dan mekanisme koping yang

digunakan oleh seorang individu sehingga

menghasilkan respons baik yang bersifat

konstruktif maupun destruktif dalam rentang

adaptif sampai maladaptif.

Berdasarkan hal tersebut, untuk meningkatkan

kemampuan klien dan menurunkan tanda dan

gejala ansietas, penulis melakukan berbagai

tindakan keperawatan. Tindakan keperawatan

ini diberikan dalam bentuk pemberian

tindakan keperawatan generalis dan tindakan

keperawatan spesialis sesuai dengan

kebutuhan klien. Bentuk tindakan

keperawatan yang diberikan pada klien dan

keluarga dengan ansietas yang sudah penulis

laksanakan adalah terapi penghentian pikiran,

terapi relaksasi progresif, dengan melibatkan

klien, keluarga dan kader kesehatan.

Efektivitas pemberian terapi pada klien

keluarga dan kelompok sudah dibuktikan

melalui beberapa hasil penelitian. Penelitian

Agustarika (2008) menunjukan thought

Page 3: Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

stopping dapat menurunkan kecemasan. Hasil

penelitian Supriatin (2010) menunjukan klien

yang diberikan relaksasi progresif dan thought

stoping menurunkan respons fisiologis,

kognitif, perilaku dan emosi pada klien yang

mengalami ansietas. Begitu juga hasil

penelitian Snyder & Lindquist (2002) latihan

Progressive Muscle Relaxation dapat

meningkatkan kondisi rileks. Berdasarkan hal

tersebut penulis tertarik untuk melakukan studi

kasus asuhan keperawatan spesialis jiwa pada

klien ansietas dengan pendekatan teori

Adaptasi Stuart.

Metode

Metode yang digunakan adalah studi kasus

dengan pendekatan teori Adaptasi Stuart

Hasil

Hasil penelitian ini menguraikan tentang

pelaksanaan asuhan keperawatan spesialis jiwa

pada klien ansietas menggunakan pendekatan

teori Adaptasi Stuart. Berikut ini dijelaskan

tentang hasil pelaksanaan studi kasus spesialis

jiwa pada klien ansietas yang sudah dilakukan

meliputi;.

Karakteristik Klien

Tabel 1

Karakteristik klien Ansietas (n=35)

Karakteristik Mean Standar

deviation

Min-

Maks

Umur 51,14 4,306 45- 69 th

Berdasarkan Tabel 1 dapat dijelaskan bahwa

klien ansietas rata-rata berumur 51,14 tahun

dengan umur termuda 45 tahun dan umur

tertua 69 tahun. Tabel 2.

Karakteristik klien Ansietas (n=35)

N

o Variabel (n) (%)

1. Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

14

21

40

60

2. Pendidikan

Tidak Sekolah

SD

SMP

SMA

1

8

10

16

2.85

22.85

28.57

45.71

3. Pekerjaan

Bekerja

Tidak Bekerja

9

26

25.71

74.28

4. Status Perkawinan

Menikah

Janda / Duda

28

7

80

20

Berdasarkan Tabel 2, diketahui karakteristik

klien paling banyak jenis kelamin perempuan

21 orang (61%), pendidikan SMA 16 orang

(45.71%), tidak bekerja 26 orang (74.28%),

dan masih memiliki pasangan hidup yaitu

sebanyak 28 orang (80%).

Faktor Predisposisi

Tabel 3

Distribusi Faktor Predisposisi pada Klien

Ansietas (n=35)

No Faktor Predisposisi n (%)

1. Biologis

a. Riwayat penyakit kronis

b. Genetik

35

7

100

20

2. Psikologis

a. Kepribadian tertutup

b. Riwayat kehilangan

28

28

80

80

3. Sosial Budaya

a. Status ekonomi menengah

kebawah

b. Pernah di rawat di RS

c. Pola komunikasi tertutup

d. Jarang terlibat kegiatan sosial

35

15

28

20

100

42.85

80

57.14

Page 4: Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

Berdasarkan Tabel 3, faktor predisposisi diatas

bisa lebih dari satu untuk setiap klien, dengan

rincian sebagai berikut: Faktor biologis;

menunjukkan bahwa seluruh klien mempunyai

riwayat penyakit kronis (100%). Faktor

psikologis; sebagian besar ditemukan bahwa

klien memiliki tipe kepribadian yang tertutup,

dan riwayat kehilangan sebanyak 28 orang

(80%). Faktor sosial budaya; seluruh klien

memiliki ststus ekonomi menengah ke bawah

(100%).

Faktor presipitasi Tabel 4

Distribusi Faktor Presipitasi pada Klien

Ansietas (n=35)

No Faktor Presipitasi Jumlah Prosentase

(%) 1. Sifat stressor

a. Biologis Kondisi fisik Kekambuhan

b. Psikologis Kehilangan

c. Sosial budaya Status ekonomi

35 20

35

35

100 57.14

100

100

2. Asal stressor a. Internal b. Eksternal

35 35

100 100

3. Waktu dan lama stressor a. 1 tahun b. 2 tahun c. > 3 minggu

7 8

20

20

22.85 57.14

4. Jumlah stressor a. > 2 stressor

35

100

Berdasarkan Tabel 4 penjelasan tentang faktor

presipitasi pada klien ansietas sebagai berikut:

Sifat Stresor: berdasarkan hasil pengkajian

terhadap 35 klien, diketahui bahwa faktor

presipitasi biologis berupa adanya masalah

kesehatan fisik ditemukan pada seluruh klien

(100%). Stresor psikologis, ditemukan adanya

perasaan takut, kehilangan, kematian sebanyak

20 orang (57.14%). Stresor sosial budaya

semua klien mengalami kekhawatiran pada

anggota keluarga dan perubahan peran

sebanyak 100%. Asal Stresor: seluruh klien

mempunyai sumber permasalahan yang

ditemukan berasal dari dalam individu

(internal) dan dari luar individu (eksternal)

sebanyak 100%. Waktu dan lamanya

stresor: sebagian besar klien yang telah

terpapar dengan stresor sekitar > 3 tahun

sebanyak 20 orang (57.14%) dan paling

rendah terpapar stresor selama 1 tahun

sebanyak 7 orang (20%). Jumlah Stresor:

hasil pengkajian seluruh klien mempunyai

stresor lebih dari 2 stresor (100%).

Sumber Koping Tabel 5

Sumber Koping Klien Ansietas (n=35)

No Sumber Koping

n %

1 Kemampuan personal Tahu cara mengatasi ansietas Tidak tahu cara mengatasi ansietas

5

30

14.28 85.71

2 Dukungan Sosial Keluarga tahu cara mengatasi

ansietas Keluarga tidak tahu cara mengatasi

ansietas

1

34

2.85

97.14

3 Material Asset BPJS Tabungan pribadi Jarak jangkauan tempat pelayanan

kesehatan

28 7

35

80 20

100

4 Keyakinan positif Yakin sembuh Tidak yakin sembuh

24 11

68.57 31.42

Page 5: Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

Berdasarkan Tabel 5, penjelasan tentang

sumber koping pada klien ansietas sebagai

berikut: Personal ability: Sebagian besar klien

yaitu sebanyak 30 orang (85.71%) mengatakan

tidak tahu bagaimana mengatasi ansietas.

Sosial Support: sebagian besar keluarga tidak

mengetahui cara mengatasi ansietas yaitu

sebanyak 30 orang (97.14%). Material Asset:

sebagian besar klien menggunakan asuransi

BPJS yaitu sebanyak 28 orang (80%). Positif

Believe: sebagian besar klien mempunyai

keyakinan positif bisa sembuh yaitu sebanyak

24 orang (68.57%).

Mekanisme Koping

Tabel 6

Distibusi Mekanisme Koping Klien Ansietas (n=35)

No Mekanisme Koping n %

1. Mekanisme Koping Adaptif:

a. Berdoa / beribadah b. Berobat ke pelayanan kesehatan

c. Melakukan kegiatan bermanfaat

d. Bercerita dengan orang lain

10

18 4

21

28.57

51.42 11.42

60

3 Mekanisme Koping Maladaptif

a. Menyangkal penyakitnya

b. Ketergantungan pada orang lain c. Tidak melakukan apapun/

memendam masalah/diam

d. Menangis

e. Marah

4

15 23

14

8

11.42

42.85 65.71

40

22.85

Berdasarkan Tabel 6 diatas, mekanisme

koping adaptif yang banyak klien lakukan saat

menghadapi masalah ansietas yaitu dengan

berbicara dengan orang lain sebanyak 21

orang (60%), sedangkan mekanisme koping

maladaptif yang banyak klien lakukan saat

menghadapi masalah ansietas yaitu tidak

melakukan apapun, memendam masalah atau

banyak diam sebanyak 23 orang (65.71%).

Penilaian terhadap stresor

Ansietas yang dialami oleh klien setiap orang

berbeda-beda tingkatannya. Berikut ini adalah

tanda gejala ansietas atau penilaian terhadap

stresor ansietas pada Tabel 7

Tabel 7

Distribusi Penilaian Terhadap Stresor Klien

Ansietas (n=35)

No Penilaian terhadap Stresor n %

1. Respons Kognitif a. Terfokus pada masalah b. Mampu berpikir secara luas

31 4

88.57 11.42

2. Respons Afektif a. Bingung b. Khawatir c. Sedih d. Rasa tidak berharga

35 35 35 5

100 100 100

14.28

3. Respons Fisiologis a. TTV naik b. Insomnia c. Anoreksia

20 32 21

57.14 91.42

60

4. Respons Perilaku a. Produktifitas menurun b. Banyak bertanya c. Lebih banyak diam d. Pembicaraan berfokus pada

diri sendiri e. Mudah menangis f. Marah g. Berdoa

29 35 23 15

14 8

10

82.85 100

65.71 42.85

40

22.85 28.57

5. Respons Sosial a. Menghindari orang lain b. Berbicara pada orang lain

18 21

51.42

60

Berdasarkan Tabel 7, penjelasan tentang

penilaian terhadap stresor pada klien ansietas

sebagai berikut: Respons Kognitif: sebagian

besar klien terfokus pada masalah yang

dialami yaitu sebanyak 31 orang (88.57%).

Respons Afektif: seluruh klien mengalami

Page 6: Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

binggung, sedih dan khawatir sebanyak

(100%). Respons Fisiologis: respon tubuh

yang paling banyak dialami oleh klien yaitu

insomnia sebanyak 32 orang (91.42%).

Respons Perilaku: seluruh klien melakukan

banyak bertanya yaitu (100%). Respons

Sosial: paling banyak respon sosial klien yaitu

berbicara dengan orang lain sebanyak 21

orang (60%) .

Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Tabel 8

Distribusi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan

pada Klien Ansietas (n=35)

No Tindakan Keperawatan n %

1. Tindakan Generalis a. Individu b. Keluarga

35 35

100 100

2. Tindakan Spesialis a. Terapi Penghentian Pikiran b. Terapi Relaksasi Progresif

32 35

91.42 100

Berdasarkan Tabel 8 diatas, diuraikan tentang

tindakan keperawatan yang diberikan kepada

35 klien yang mengalami ansietas. Tindakan

generalis: seluruh klien dan keluarga

mendapatkan intervensi generalis (100%).

Tindakan Spesialis: Terapi penghentian

pikiran diberikan pada 32 orang (91.42%).

Relaksasi progresif diberikan pada seluruh

klien dengan ansietas (100%).

Pembahasan

Dari hasil studi kasus yang telah dilakukan,

berikut ini pembahasan yang dilakukan pada

klien ansietas .

Karakteristik Klien dengan Ansietas

Karakteristik klien ansietas yang akan dibahas

terdiri atas usia, jenis kelamin, pekerjaan,

pendidikan, dan status perkawinan. Berikut ini

pembahasan tentang karakteristik klien dengan

masalah ansietas.

a. Usia

Klien yang dikelola dengan masalah ansietas

rata-rata berusia 51,14 tahun. Erikson (2000)

menggolongkan usia 25-65 tahun ke dalam

usia dewasa dan usia 18-25 tahun pada

tahapan usia dewasa awal. Usia dewasa

merupakan masa produktif dimana klien

memiliki tuntutan aktualisasi diri, baik dari

diri sendiri, keluarga, maupun lingkungan.

Stuart dan Laraia (2009) menyatakan bahwa

usia berhubungan dengan pengalaman

seseorang dalam menghadapi berbagai macam

stresor, kemampuan memanfaatkan sumber

dukungan dan ketrampilan dalam mekanisme

koping. Disisi lain Stuart (2013) menjelaskan

bahwa perubahan usia akan berpengaruh

terhadap kecenderungan dalam menggunakan

jasa pelayanan kesehatan mental. Hal ini juga

sesuai dengan pendapat Notoatmodjo (2003)

yang menjelaskan bahwa pada rentang usia

dewasa, seseorang akan berfikir lebih rasional

untuk mencari pelayanan kesehatan.

a. Jenis Kelamin

Page 7: Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

Hasil pengkajian menunjukkan sebagian besar

klien berjenis kelamin perempuan. Hasil ini

senada dengan hasil penelitian Luttik, Lesman

& Jaarsma (2009) bahwa jenis kelamin

berpegaruh terhadap kemampuan mengelola

stres, klien perempuan lebih rentan mengalami

stres dibandingkan laik-laki. Menurut

Kuraesin, N.D (2009) Laki-laki lebih luas

wawasannya karena sering berinteraksi dengan

lingkungan luar, sedangkan sebagaian besar

perempuan hanya tinggal dirumah, sehingga

informasi yang didapat terbatas. Videbeck

(2008) menyatakan bahwa wanita lebih sering

mengalami gangguan emosional yaitu ansietas

dan selain itu individu yang berusia kurang

dari 45 tahun, situasi perceraian atau

perpisahan serta status sosial ekonomi rendah

merupakan faktor pendukung munculnya

ansietas. Penyebab ansietas klien lebih

dikarenakan pada tanggung jawab seorang

perempuan terhadap peran sosialnya yang

tidak dapat dikerjakan karena sakit.

b. Pekerjaan

Hasil pengkajian menunjukkan sebagian

besar klien tidak memiliki pekerjaan.

Pekerjaan berkaitan dengan pendapatan yang

diterima oleh klien. Hasil ini sesuai pendapat

Cattell (2001) serta Hoffman dan Hatch

(2000) yang menjelaskan bahwa terdapat

hubungan antara kemiskinan dan stresor

keuangan. Austin (1991) menemukan adanya

burden terhadap kondisi keuangan dan

kondisi kesehatan pada klien yang

menimbulkan ansietas klien.

c. Pendidikan

Hasil pengkajian menunjukkan pendidikan

klien yang bervariasi. Pendidikan klien

paling tinggi adalah SMA 16 orang (45.71%)

dan pendidikan klien paling rendah tidak

sekolah 1 orang (2.85%). Temuan ini tidak

sejalan dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Kopelowicz, Liberman dan

Zarare (2002) yang menyatakan bahwa

semakin tinggi pendidikan dan pengetahuan

seseorang akan berkorelasi positif dengan

keterampilan koping yang dimiliki.

Penelitian yang dilakukan oleh Lowton

(2002) yang mengidentifikasi bahwa

pendidikan yang tinggi akan mempengaruhi

kemampuannya untuk mengatasi

penyakitnya.

Menurut Lowton (2002) Pendidikan yang

tinggi, dapat memberi 2 dampak terhadap

klien ketika menjalani perawatan di rumah

sakit. Dampak positif yang ditemukan adalah

dengan pendidikan yang tinggi akan

mempengaruhi pendapatan klien sehingga

dapat menjadi sumber koping untuk klien

ketika menjalani perawatann juga

kemampuan untuk memobilisasi sumber dan

mencari informasi. Dampak positif lain

Page 8: Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

adalah dengan pendidikan yang tinggi

diharapkan pengetahuan dan ketrampilan

klien dalam merawat dirinya semakin baik.

Sedangkan dampak negatif yang

teridentifikasi adalah semakin tinggi

pendidikan klien maka pengetahuan tentang

kegawatan penyakitnya semakin diketahui

dan hal ini berpotensi menimbulkan

peningkatan ansietas klien. Pada manajemen

kasus diatas, kemungkinan dampak negatif

dari pendidikan tinggi klien yang terjadi.

d. Status Perkawinan

Hasil pengkajian menunjukkan sebagian

besar klien masih memiliki pasangan hidup

yaitu sebanyak 28 orang (80%) dan sisanya 7

orang (20%) sudah tidak memiliki pasangan

hidup atau disebut janda/duda. Friedman

(1998) menjelaskan bahwa terdapat 5 (lima)

fungsi dalam sebuah keluarga, yaitu fungsi

afektif, fungsi sosialisasi dan penempatan

sosial, fungsi reproduksi, fungsi ekonomi,

serta memberikan pelayanan kesehatan bagi

seluruh anggota keluarga. Seseorang yang

telah menikah akan menjalankan fungsi-

fungsi keluarga di atas.

Faktor Predisposisi

Berdasarkan hasil pengkajian faktor

predisposisi pertama yaitu faktor biologi.

Faktor biologis berupa penyakit kronis dan

faktor genetik penyakit kronis. Penyakit

kronis ditemukan paling banyak yaitu

sebanyak 35 klien. Hal ini sesuai Stuart dan

Laraia (2009) yang menyatakan bahwa

kondisi kesehatanfisik seseorang sangat

berpengaruh terhadap ansietas. Semakin

buruk kondisi kesehatan klien maka akan

menyebabkan skala ansietas meningkat.

Faktor predisposisi kedua adalah faktor

psikologis. Pada faktor predisposisi

psikologis yang teridentifikasi adalah kondisi

psikologis yang terkait dengan kepribadian

yang tertutup, pengalaman kehilangan dan

pengalaman menjadi korban kekerasan. Hal

ini sesuai dengan teori psikoanalisa yang

disampaikan oleh Freud (1994) yang

manyampaikan bahwa ansietas merupakan

hasil dari ketidakmampuan menyelesaikan

masalah, konflik yang tidak disadari antara

impuls agresif atau kepuasan libido serta

pengakuan terhadap ego dari kerusakan

eksternal yang berasal dari kepuasan. Roerig

(1999) yang menjelaskan bahwa kondisi

psikologis dihasilkan dari konflik yang tidak

disadari pada saat masa kanak-kanak, seperti

takut kehilangan cinta atau perhatian orang

tua, menimbulkan perasaan tidak nyaman

atau ansietas pada masa kanak-kanak, remaja

dan dewasa awal.

Faktor predisposisi ketiga adalah sosial

budaya. Hasil manajemen kasus spesialis

keperawatan jiwa mengidentifikasi adanya

faktor sosial ekonomi menengah ke bawah,

Page 9: Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

pola komunikasi yang buruk dan jarang

terlibat dalam kegiatan sosial. Kelima aspek

sosial budaya ini mempunyai prevalansi yang

tinggi sebagai penyebab ansietas klien. Hasil

ini senada dengan teori sosial budaya yang

menyatakan bahwa pengalaman seseorang

sulit beradaptasi terhadap permintaan sosial

budaya dikarenakan konsep diri yang rendah

dan mekanisme koping yang buruk (Shives,

2005). Kemampuan komunikasi yang rendah

akibat konsep diri yang negatif menyebabkan

seseorang sulit dalam menyelesaikan

masalah sehingga berpotensi menyebabkan

ansietas.

Faktor Presipitasi

Berdasarkan hasil pengkajian faktor

presipitasi, Sifat Stresor: biologi, diketahui

seluruh klien mengalami masalah kesehatan

fisik (100%). Hal ini senada dengan

pernyataan Peate dan Whiting (2006) bahwa

penyebab ansietas pada klien adalah kondisi

sakit yang dialaminya. Stresor psikologis,

ditemukan adanya perasaan takut, kehilangan

sebanyak 20 orang (57.14%). Stresor sosial

budaya semua klien mengalami

kekhawatiran pada anggota keluarga dan

perubahan peran sebanyak 100%. Asal

Stresor: seluruh klien mempunyai sumber

permasalahan yang ditemukan berasal dari

dalam individu (internal) dan dari luar

individu (eksternal) sebanyak 100%. Stresor

eksternal teridentifikasi dari stresor sosial

budaya. Sedangkan stresor internal

teridentifikasi dari stresor biologi dan

psikologi. Hal ini sesuai dengan konsep

adaptasi stres (Stuart & Laraia, 2009) yang

menyatakan bahwa asal stresor dapat berasal

dari internal dan eksternal. Waktu dan

lamanya stresor: sebagian besar klien yang

telah terpapar dengan stresor sekitar > 3

tahun sebanyak 20 orang(57.14%) dan paling

rendah terpapar stresor selama 1 tahun

sebanyak 7 orang(20%). Jumlah Stresor:

hasil pengkajian seluruh klien mempunyai

stresor lebih dari 2 stresor (100%). Semakin

banyak jumlah stresor yang dialami maka

tingkat ansietas yang dialami oleh klien

semakin meningkat. Hal ini memperkuat

pernyataan Stuart dan Laraia (2009) yang

menyatakan bahwa jumlah stresor lebih dari

satu yang dialami oleh individu dalam satu

waktu akan lebih sulit diselesaikan

dibandingkan dengan satu stresor yang

dialami

Sumber Koping

Sumber koping terdiri dari 4 komponen yaitu

kemampuan personal, dukungan sosial, asset

material dan keyakinan positif. Berikut ini

diuraikan tentang 4 komponen sumber koping

tersebut, meliputi; kemampuan personal

yang yang didapatkan pada hasil pengkajian

adalah kemampuan melakukan perawatan

terhadap penyakitnya dan kemampuan dalam

mengontrol ansietas. Hal ini sesuai dengan

Page 10: Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

konsep Stuart dan Laraia (2009) yang

menyatakan bahwa kemampuan personal yang

perlu dimiliki oleh klien meliputi kemampuan

mengenal masalah, menentukan masalah dan

menyelesaikan masalah.

Dukungan sosial yang didapatkan sebagian

besar tidak mendapatkan dukungan sosial

terkait dengan stresor yang dialami. Semakin

rendah dukungan sosial yang diterima oleh

klien menyebabkan peningkatan ansietas. Hal

ini sesuai dengan Taylor, dkk (2006) yang

menyatakan bahwa dukungan sosial yang

membantu seseorang untuk meningkatkan

pemahaman terhadap stresor dalam mencapai

ketrampilan koping yang efektif. Pendapat

yang sama pada Sarafino (2002) yang

menyatakan bahwa dukungan sosial

merupakan perasaan caring, penghargaan atau

membantu seseorang menerima orang lain

yang berasal dari keyakinan yang berbeda.

Taylor et al. (2006) memaparkan bahwa

dukungan sosial berasal dari keluarga,

komunitas.

Menurut teori Adaptasi Stuart, material aset

dan sumber pelayanan kesehatan merupakan

salah satu sumber koping (Stuart, 20013).

Pada klien kelolaan sebagian besar

mempunyai jaminan kesehatan berupa BPJS

serta sebagian besar bertempat tinggal

terjangkau pelayanan kesehatan baik

Puskesmas masupun rumah sakit. Seseorang

yang memiliki material asset memungkinkan

untuk mengakses pelayanan kesehatan yang

dibutuhkan sebagai solusi terhadap masalah

kesehatan yang sedang dihadapi. Keyakinan

positif, hasil yang didapatkan dalam

pengkajian ini sebagian besar klien

mempunyai keyakinan bisa sembuh yaitu

sebanyak 24 orang (68.57%) dan sisanya

merasa tidak yakin sembuh sebanyak 11 orang

(31.42%).

Mekanisme Koping

mekanisme koping adaptif yang banyak klien

lakukan saat menghadapi masalah ansietas

yaitu dengan berbicara dengan orang lain

sebanyak 21 orang (60%), sedangkan

mekanisme koping maladaptif yang banyak

klien lakukan saat menghadapi masalah

ansietas yaitu tidak melakukan apapun,

memendam masalah atau banyak diam

sebanyak 23 orang (65.71%). Mekanisme

koping yang penulis kaji , masuk dalam

(problem focused coping mechanism:

kompromi) dan tidak melakukan

apapun/memendam masalah (emotion focused

coping mechanisms: represi).

Penilaian terhadap Stresor

Penilaian terhadap stresor yang didapatkan

pada klien ansietas dikelompokkan dalam

penilaian fisiologis, kognitif, afektif, perilaku

dan sosial budaya. Respons kognitif yang

teridentifikasi dari hasil studi kasus spesialis

Page 11: Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

keperawatan jiwa adalah kemampuan berpikir

yang dimiliki oleh klien dalam melihat stresor

yang dialami. Repons kognitif yang ditemukan

ada yang bersifat positif dan ada yang bersifat

negatif. Repons positif dihasilkan dari

kemampuan klien dalam mentoleransi stresor.

Repons negatif dihasilkan dari kegagalan

dalam melakukan penilaian kognitif terhadap

stresor. Hal ini senada dengan pendapat Stuart

dan Laraia (2009) yang menyatakan bahwa

faktor kognitif bertugas mencatat kejadian

stresful, memilih pola koping yang digunakan,

dan emosional, fisiologis, perilaku dan reaksi

sosial seseorang.

Penilaian terhadap stresor pada respons

afektif yaitu bingung, khawatir dan sedih. Hal

ini sesuai pendapat Stuart dan Laraia (2009)

yang menyatakan bahwa repons afektif

meliputi sedih, takut, marah, menerima, tidak

percaya, antisipasi atau kaget, bingung dan

kawatir. Penilaian stresor pada respons

fisiologis yang didapatakan yaitu peningkatan

tekanan darah, terganggunya pola tidur, pola

makan. Saat stres terbentuk interaksi beberapa

neuroendokrin yang meliputi hormon,

prolaktin, hormon adrenokortikotropik

(ACTH) vasopresin, oksitosi, insulin,

epineprin, norepineprin, dan neurotransmiter

lain di otak. Repons fisiologis Fight-or-flight

menstimulasi divisi simpatik dari sistem saraf

autonomik dan meningkatkan aktivitas

kelenjar adrenal. Sebagai tambahan, stres

dapat mempengaruhi sistem imun dan

mempengaruhi kemampuan seseorang untuk

melawan penyakit. Pendapat yang sama

disampaikan oleh Fortinash (2003) yang

menyatakan bahwa ansietas secara fisiologis

dapat ditunjukan dalam skala normal,

meningkat, menurun atau fight or flight.

Penilaian terhadap stresor pada respons

perilaku yang didapatkan yaitu marah,

menangis, berdoa. Perilaku berdoa dalam

rangka menurunkan berbagai stres tersebut

senada dengan penelitian yang dilakukan oleh

Baldacchino (2001) yang menyebutkan bahwa

koping spiritual (berdoa) merupakan upaya

untuk menyelesaikan antara stimulus stres dan

hasil negatif yang dapat menyebabkan

timbulnya stres. Dengan kata lain berdoa

merupakan salah satu strategi koping yang

digunakan oleh klien dalam menerima

penyakit dan dirawat di rumah sakit.

Penilaian terhadap stresor pada respons sosial

yang didapatkan yaitu menghindari orang lain

dan interaksi sosial kurang. Sebagian besar

klien menunjukkan interaksi sosial kurang.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Peate dan

Whiting (2006) yang menyatakan bahwa

kebosanan dan kelelahan klien menyebabkan

klien menghindari kontak sosial dengan orang

lain. Perilaku sosial yang positif yaitu

berbicara dengan orang lain termasuk

didalamnya tenaga profesional. Komunikasi

yang dilakukan biasanya dilakukan dalam

Page 12: Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

bentuk bicara dengan beberapa orang

(kelompok). Hal ini sesuai pendapat Carson

(2000), yang menyatakan bahwa berbagi

pengalaman dapat dilakukan dalam kelompok.

Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan

Kesimpulannya bahwa kebiasaan komunikasi

terbuka dengan orang lain dapat menurunkan

tingkat ansietas.

Terapi Relaksasi progresif merupakan suatu

upaya keterampilan yang dimiliki seseorang

untuk mengurangi ketegangan dan ansietas

akibat kontraksi terhadap perpindahan serabut

otot sebagai dampak dari ketegangan.

Ketegangan ini dapat disebabkan karena

adanya bahaya atau ancaman yang dirasakan

oleh individu. Kemampuan yang dicapai klien

dari pemberian terapi ini adalah klien mampu

memperagakan tehnik mengontrol efek

fisiologis yang ditimbulkan oleh ansietas

seperti gangguan pola tidur dan pola makan.

Dengan kata lain, relaksasi progresif sangat

efektif digunakan untuk menurunkan ansietas

terutama mengontrol efek fisiologis yang

ditimbulkan oleh ansietas. Hal ini sesuai

dengan pendapat Mohr (2006) yang

menjelaskan bahwa relaksasi progresif sangat

efektif digunakan untuk menurunkan ansietas

terutama dengan mengontrol efek fisiologis

yang ditimbulkan oleh ansietas. Wheeler

(2008) juga menjelaskan bahwa relaksasi

progresif merupakan bagian dari terapi

perilaku yang bertujuan untuk menurunkan

sistem saraf otonom dalam berespons terhadap

ansietas. Analisa yang dapat kita simpulkan

adalah bahwa relaksasi progresif tepat

diberikan ketika klien menunjukkan repon

fisiologis yang abnormal sehingga relaksasi

progresif tepat diberikan pada skala ansietas

sedang, berat dan panik dimana terjadi

peningkatan atau penurunan fungsi fisologis.

Terapi penghentian pikiran digunakan untuk

mengatasi ketidakmampuan melakukan

manajemen pikiran negatif terutama dalam

kondisi situasional. Hal ini sesuai dengan

pendapat Wheeler (2008) yang menyatakan

bahwa terapi penghentian pikiran dilakukan

untuk memecahkan ansietas dengan stimulus

yang tiba-tiba. Wolphe (1974) menyatakan

bahwa terapi penghentian pikiran efektif

diberikan pada tingkatan dimana konsentrasi

individu mulai menurun. Analisa yang dapat

dikembangkan adalah bahwa terapi thought

stopping efektif dilakukan pada skala ansietas

berat karena pada skala ini terjadi penurunan

kemampuan untuk berfokus sehingga teknik

mendistraksi pikiran negatif sangat efektif

diberikan. Hasilnya pada manajemen kasus

klien dengan anxietas bahwa skala ansietas

klien menurun dari berat menjadi sedang yang

ditampilkan dengan ekspresi wajah yang tidak

tegang lagi.

Berdasarkan evaluasi hasil pelaksanan studi

kasus dapat dianalisa bahwa seluruh terapi

Page 13: Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

yang diberikan berfokus untuk menyelesaikan

sumber koping khususnya kemampuan

personal dan keyakinan positif. Seluruh terapi

menunjukkan adanya peningkatan kemampuan

klien dalam merawat dan mengontrol ansietas.

Kesimpulan

1. Karakterisktik klien yang mengalami

ansietas meliputi usia rata-rata 51,14 tahun,

jenis kelamin paling banyak perempuan

(60%), pekerjaan paling banyak tidak

bekerja (74.28%), pendidikan paling

banyak SMA (45.71%) dan status

perkawinan paling banyak menikah (80%).

2. Sumber koping klien ansietas, sebagian

besar klien belum mengenal ansietas dan

belum mampu mengatasi ansietas. sebagian

besar memiliki dukungan keluarga tapi

tidak mengetahui cara merawat klien

dengan ansietas. klien belum mendapatkan

dukungan kelompok dan dukungan

masyarakat, Sebagian memiliki asuransi

kesehatan (BPJS). Jarak rumah dan

pelayanan kesehatan terjangkau. Keyakinan

positif akan kesembuhan penyakitnya pada

semua klien

3. Hasil pelaksanaan tindakan keperawatan

untuk mengatasi ansietas yang dilakukan

adalah terapi generalis ansietas, terapi

relaksasi progresif, terapi penghentian

pikiran. Seluruh terapi keperawatan yang

dilakukan berfokus untuk meningkatkan

kemampuan sumber koping dan mekanisme

koping klien serta keyakinan positif

keluarga dalam merawat klien ansietas

dengan gangguan fisik.

Referensi Agustarika, B.(2008). Pengaruh Terapi

Thought Stopping Terhadap Anxietas

dengan Gangguan Disik di RSUP

Kabupaten Sorong. Depok –FIK UI.

Tidak Dipublikasikan

Carson, V.B. (2000). Mental Health Nursing:

The nurse-patient journey. (2th

ed.).

Philadelphia: W.B. Sauders Company.

DepKes (2008). Riset Kesehatan Dasar

(RISKESDAS) 2007: Laporan nasional

2007. Jakarta.

Isaacs, A. (2001). Panduan Belajar:

Keperawatan Kesehatan Jiwa dan

Psikiatrik. Jakarta: EGC

Keliat, B.A. (2007). Keperawatan Kesehatan

Jiwa Komunitas: CMHN (Basic

Course). Jakarta: EGC.

Keliat, B.A. dkk. (2007). Modul BC-CMHN.

Jakarta: FIK-UI & WHO

Luttik, Marie Louise., I. Lesman-Leegte., Tiny

Jaarsma (2009). Quality of life and

depressive symtoms in heart failure

patient and their partners: the impact of

role and gender. Journal of Cardiac

Failure vol 15 no 7

Mohr, W. K. (2006). Psychiatric mental helath

nursing. (6th

ed.). Philadhelpia:

Lippincott Williams Wilkins

Scechtman and Katz. (2007). Therapeutic

bonding in group as an explanatory

variable of progress in the social

competence of student with learning

disabilities unversity of Haifa, Israel.

Group Dynamic: Theory, Research,

and Practice. American Psychologycal

Association, Vol 11 No 2: 117-128

Shives, L.R. (2005). Basic Concept of

Psychiatric-Mental Health Nursing.

Philadelphia: Lippincott Williams &

Wilkins.

Page 14: Dosen Akademi Keperawatan Notokusumo Yogyakarta

Stuart, (2009). Principles and practice of

psychiatric nursing. (9th edition). St

Louis : Mosby.

Stuart,G.W. & Laraia, M.T. (2009). Principles

and Practice of psychiatric nursing.

(7th

edition). St Louis: Mosby

Tomey, A.M. & Alligod, M.R. (2006).

Nursing Theories and Their Works. 6th

Ed. St.Louis; Mosby Elsevier

Townsend, M.C. (2005). Essentials of

psychiatric mental health nursing.(3rd

ed.). Philadelphia: F.A. Davis

Company.

Varcorolis, E.M. (2000). Psychiatric Nursing

Clinical Guide: assessment tools and

diagnosis. Philadelphia: W.B.Saunders

Company.

Videbeck, S.L. (2008). Psychiatric Mental

Health Nursing. Philadelphia:

Lippincott Williams & Wilkins.

Wilkinson, J.M. (2007). Buku saku diagnosis

keperawatan dengan intervensi NIC

dan kriteria hasil NOC. Edisi 7. Alih

bahasa: Widyawati, dkk. Jakarta: EGC