Domingos Cairesi Bendito Beremau Gomes - sinta.unud.ac.id · II trial of treatment is host legume...
Transcript of Domingos Cairesi Bendito Beremau Gomes - sinta.unud.ac.id · II trial of treatment is host legume...
PERANAN INANG LEGUM DAN BUKAN LEGUM TERHADAP
PERTUMBUHAN CENDANA (Santalum album L.)
PADA ENTISOL DI TIMOR LESTE
Domingos Cairesi Bendito Beremau Gomes
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
DISERTASI
DIAJUKAN UNTUK
UJIAN TERTUTUP
ii
PERANAN INANG LEGUM DAN BUKAN LEGUM TERHADAP
PERTUMBUHAN CENDANA (Santalum album L.)
PADA ENTISOL DI TIMOR LESTE
Disertasi untuk Memperoleh Gelar Doktor
Pada Program Doktor, Program Studi Ilmu Pertanian,
Fakultas Pertanian Universitas Udayana
Domingos Cairesi Bendito Beremau Gomes
NIM: 1490471002
PROGRAM DOKTOR
PROGRAM STUDI DOKTOR (S3) ILMU PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2017
iii
Lembar Persetujuan Promotor/Kopromotor
DISERTASI INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL
Promotor
Prof. Dr. Ir. I Made Adnyana, MS.
NIP: 195605251983031002
Kopromotor I,
Prof. Dr. Ir. I Nyoman Merit, M.Agr.
NIP: 194704141976021001
Kopromotor II,
Prof. Ir. I Made Anom S. Wijaya, M.App.
Disertasi ini telah Diuji pada Ujian Tertutup
Tanggal, 10 Maret 2017
iv
Panitia Penguji Disertasi Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
Nomor: 6252/UN14.4/HK/2016, Tanggal 10 Maret 2017
Ketua: Prof. Dr. Ir. I Wayan Supartha, MS.
Anggota:
1. Prof. Dr. Ir. I Made Adnyana, MS.
2. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Merit, M.Agr.
3. Prof. Ir. I Made Anom S. Wijaya, M.App.Sc., Ph.D.
4. Prof. Ir. I Gusti Ayu Mas Sri Agung, M.Rur.Sc., Ph.D. 5. Prof. Dr. Ir. I Wayan Sandi Adnyana, MS. 6. Dr. Ir. I Ketut Sardiana, M.Si. 7. Dr. Mulyaningrum, S.Hut., M.Si.
v
Lembar Pengesahan
DISERTASI INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL :
Promotor
Prof. Dr. Ir. I Made Adnyana, MS.
NIP: 195605251983031002
Kopromotor I, Kopromotor II,
Prof. Dr. Ir. I Nyoman Merit, M.Agr. Prof. Ir. I Made Anom S. Wijaya, M.App.Sc., Ph.D.
NIP: 194704141976021001 NIP: 196311131990031001
Mengetahui
Ketua Dekan
Program Studi Doktor (S3) Ilmu Pertanian Fakultas Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Udayana Universitas Udayana
Prof.Dr.Ir. I Made Adnyana, MS Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, MS
NIP: 195605251983031002 NIP: 196305151988031001
vi
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Domingos Cairesi Bendito Beremau Gomes
NIM : 1490471002
Program Studi : S3 Ilmu Pertanian
Judul Disertasi : Peranan Inang Legum dan Bukan Legum Terhadap Pertumbuhan
Cendana (Santalum album, L.) pada Entisol di Timor Leste
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Disertasi ini bebas plagiat. Apabila di kemudian hari
terbukti plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan peraturan
Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.
Denpasar, 8 Mei 2017
Yang membuat penyataan
Domingos Cairesi Bendito Beremau Gomes
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha
Esa, karena hanya atas berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan disertasi dengan judul
“Peranan Inang Legum dan Bukan Legum Terhadap Pertumbuhan Cendana (Santalum Album, L.)
pada Entisol di Timor Leste”.
Perkenankanlah penulis pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada Prof. Dr. Ir. I Made Adnyana, MS., sebagai pembimbing akademis dan promotor
yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan, semangat, bimbingan, dan saran selama
penulis mengikuti program doktor, khususnya penyelesaian disertasi ini. Terima kasih sebesar-
besarnya pula penulis sampaikan kepada Prof.Dr.Ir. I Nyoman Merit, M.Agr., sebagai kopromotor
I dan Prof. Ir. Made Anom S. Wijaya, M.App.Sc., Ph.D., sebagai kopromotor II yang dengan penuh
perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis.
Ucapan terima kasih juga penulis tujukan kepada Rektor Universitas Udayana, Prof. Dr. dr.
Ketut Suastika SpPD KEMD atas kesempatan, fasilitas dan yang diberikan kepada penulis untuk
dapat mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Doktor di Universitas Udayana. Ucapan
terima kasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Prof. Dr. dr. A.A. Raka
Sudewi, Sp.S(K), Dekan Fakultas Pertanian Universitas Udayana Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, MS.
dan Ketua Program Doktor Ilmu Pertanian Prof. Dr. Ir. I Made Adnyana, MS atas kesempatan yang
diberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Doktor pada Program Pascasarjana
Universitas Udayana. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Penguji Ujian
Kualifikasi, Penguji Ujian Proposal Disertasi, Penguji pada Ujian Kelayakan Disertasi serta Penguji
Ujian Tertutup Prof. Dr. Ir. I Wayan Supatha, MS., Prof. Dr. Ir. I Made Adnyana, MS., Prof. Dr. Ir.
I Nyoman Merit, M.Agr., Prof. Dr. Ir. I Made Anom S. Wijaya, M.App.Sc., Ph.D., Prof. Ir. I Gusti
Ayu Mas Sri Agung, M.Rur.Sc., Ph.D., Prof. Dr. Ir. I Wayan Sandi Adnyana, MS., Prof. Dr. Ir. I
Wayan Narke Tenaya, MS (Almarhum)., Dr. Ir. I Ketut Sardiana, M.Si., Dr. Mulyaningrum, S.Hut.,
M.Si. (Penguji Luar dari ITB/Institut Teknologi Bandung) atas bimbingan dan arahan dan alur
pemikiran ilmiah serta konsep yang sangat sistematis dalam mengarahkan penulis menyelesaikan
penelitian ini. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih kepada Rektor Universidade da Paz Prof.
Dr. Lucas da Costa, SE., M.Si atas kebijakan serta kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada
penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Doktor di Universitas Udayana.
Penulis juga terima kasih kepada Kepala Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian Universitas
Udayana, atas kemudahan dan fasilitas yang diberikan. Penulis juga menyampaikan ucapan terima
kasih yang tulus serta penghargaan kepada seluruh guru-guru yang telah membimbing penulis, mulai
viii
dari Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Juga penulis ucapkan terima kasih kepada mendiang
Ibu dan Ayah yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir
logik dan suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik untuk berkembangnya kreativitas.
Akhirnya penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terkasih istri Constancia Mendes Gomes,
serta anak-anak kesayangan Adao Loelaku Gomes, Abel Surloe Gomes, Adelina Partai da Silva
Gomes, Joao Berlelo Gomes, Domingas Buibere Gomes, Maria Auxlíadora Motsiga Gomes,
Francisco Maubuti Gomes, kalian telah mengorbankan sebagian besar waktu dan hidup kalian untuk
mendukung karier dan keilmuan Bapak. Tanpa saling pengertian, dukungan, kekompakan, dan
pengorbanan kalian, Bapak tidak akan dapat seperti ini. Apa yang Bapak capai hari ini merupakan
prestasi kalian pula. Oleh karena itu tiada kata kecuali terima kasih dan rasa sayang yang dapat
Bapak berikan. Bapak juga mohon maaf atas kekurangan perhatian dan pengertian selama ini.
Mudah-mudahan kalian dapat menjadi kebanggaan keluarga di kelak kemudian hari. Atas segala
dukungan dan pengertiannya sehingga Bapak dapat lebih berkonsentrasi menyelesaikan disertasi ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang selalu melimpahkan Rakhmat-Nya kepada
semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian disertasi ini, serta penulis
sekeluarga.
Denpasar, 8 Mei 2017
Penulis
ix
PERANAN INANG LEGUM DAN BUKAN LEGUM TERHADAP PERTUMBUHAN
CENDANA (Santalum album L.) PADA ENTISOL DI TIMOR LESTE
ABSTRAK
Tanaman cendana saat ini sangat langkah, disebabkan inang yang tidak sesuai dalam
membantu mensuplai hara bagi pertumbuhannya. Jumlah inang yang banyak akan menyebabkan
gangguan pertumbuhannya. Keunggulan semai cendana berinang adalah tumbuh lebih cepat, akar
berkembang, serta mendapat suplai N dan Ca secukupnya, yang tidak dapat terpenuhi bila tanpa
inang. Kontribusi hara dari individu tanaman inang ke tanaman cendana akan lebih baik jika ditanam
lebih dari satu jenis tanaman inang.
Penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap, dari bulan Agustus 2015 sampai Juli 2016. Tahap I
dilakukan untuk menetapkan areal dan seleksi perkecambahan cendana yang dilakukan selama 3
minggu. Tahap II adalah percobaan perlakuan inang legum dan bukan legum, serta jarak tanam,
menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) 3 ulangan dengan pola faktorial. Faktor perlakuan
jarak tanam terdiri dari 3 taraf yaitu 5 cm, 10 cm dan 15 cm serta sebuah kontrol (cendana tanpa
inang) sebagai pembanding dan faktor perlakuan inang legum (Sesbania grandiflora dan Cajanus
cajan) dan bukan legum (Alternanthera sp dan Casuarina junghuniana). Tahap III merupakan
percobaan penanaman di lapangan yang dirancang dengan RAK 3 ulangan dengan pola faktorial 3
faktor. Faktor pertama adalah jenis inang, faktor kedua adalah jarak tanam, dan faktor ke tiga adalah
konfigurasi penanaman.
Hasil penelitian tahap I ini menunjukkan bahwa benih cendana berkecambah sebesar 80% pada
umur 25 hari setelah semai. Hasil penelitian tahap II menunjukkan bahwa pada 180 HSP
pembentukan haustorium lebih banyak pada akar semai cendana dengan inang Alternanthera sp
pada jarak 10 cm (26,26 per akar tanaman), inang C. junghuniana dengan jarak 10 cm (24,00 per
akar tanaman), inang Sesbania grandiflora dengan jarak 10 cm (22,86 per akar), C. cajan pada jarak
tanam 5 cm 24,86 cm. Tinggi tanaman Santalum album Linn dengan inang Alternanthera sp pada
jarak 10 cm (42,26 cm), inang C. junghuniana pada jarak 5 cm (30,97 cm), C. cajan pada jarak 10
cm (45,03 cm). Diameter tanaman cendana dengan inang Alternanthera sp pada jarak 15 cm (1,39
cm), inang C. junghuniana pada jarak 10 cm (1,30 cm), C. cajan pada jarak 10 cm (1,29 cm), S.
grandiflora pada jarak 5 cm (1,29 cm), kontrol (0,98 cm). Jumlah daun tanaman cendana dengan
inang Alternanthera sp pada jarak 10 cm (42,26 helai), inang C. junghuniana pada jarak tanam 5 cm
(14 helai daun), C. cajan pada jarak 15 cm (21,86), dan S. grandiflora pada jarak 15 cm (20,08 helai
daun) dan kontrol (10 helai daun). Hasil penelitian tahap III, menunjukkan bahwa tanaman inang
bukan legum berpengaruh nyata terhadap pembentukan, tinggi, diameter batang pada umur 60 HSP,
90 HSP, 150 HSP serta 180 HSP dengan konfigurasi 6 inang pada jarak tanam 10 cm dengan jenis
non legume yaitu jenis krokot (Alternanthera sp). Karakteristik tanah juga bervariasi pada masing-
masing HSP tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tanaman cendana tumbuh baik
apabila dibudidayakan bersama Alternanthera sp yaitu tanaman bukan legum sebagai tanaman inang
dengan konfigurasi 6 inang pada jarak tanam 10 cm. Penggunaan inang lokal Timor Leste (krokot)
dengan konfigurasi dan jarak tanam yang tepat (6 ; 10 cm) dalam budidaya cendana pada tanah
dengan tekstur berliat (rata-rata kadar liat 42,62%) dan kadar air kapasitas lapang rendah (22,56%)
dan didukung oleh hara yang cukup dan berimbang, dapat memberikan pertumbuhan cendana yang
baik.
Kata kunci: Cendana, inang, legum, bukan legum, jarak tanam, konfigurasi tanam, karakteristik
tanah.
x
THE EFFECT OF LEGUME AND NON LEGUME TO THE SANDALWOOD
(Santalum album L.) GROWTH AT ENTISOL IN TIMOR LESTE
ABSTRACT
Sandalwood tree today are infrequent, because the host is not suitable for hemi parasite to
supply nutrients for growth. Number of hosts that many caused growth will be stunted. The benefit
of sandalwood seedlings using the simbyons are sandalwood will growing faster, rising roots, and
get sufficient nutrition and easy to supply of nitrogen and calcium, and sandalwood can not be
growth without host. The contribution of individual nutrients from the host plant to plant sandalwood
would be better if planted more than one type of host plant.
This research was conducted in three stages, from August 2015 through July 2016. Phase I
done to establish the area of selection germination and sandalwood conducted over 3 weeks. Phase
II trial of treatment is host legume and non legume, a spacing of 5 cm, 10 cm and 15 cm, using a
randomized complete block design (RCBD) with factorial 3 replications. Factors treatment planting
space consists of three levels such as 5 cm, 10 cm and 15 cm as well as a control (sandalwood
without a host) as a comparison and treatment factors host legume (Sesbania and Cajanus) and non
legume (Alternanthera sp and Casuarina). Phase III is the field planting experiment designed by the
randomized complete block design (RCBD) and 3 replications with factorial 3 factors. The first
factor is the host, then second factor is planting space and third factor is plant host configuration.
The results of this phase I study showed that the sandalwood seeds after germination by 80%
at 25 days after sowing. The results of phase II studies also show at 180 past planting days (PPD) a
spacing and host significant effect on the formation of haustorian more on the roots of seedlings
sandalwood with a host of Alternanthera sp at a distance of 10 cm (26,22 per plant roots), host C.
junghuniana with a distance of 10 cm (24,00 per root crops), host S. grandiflora with a distance of
10 cm (22,86 per root), C. cajan at a spacing of 5 cm (24,86 per root). High sandalwood with host
Alternanthera sp plant at a distance of 10 cm (42,26 cm), the host C. junghuniana at a distance of 5
cm (30,97 cm), C. cajan at a distance of 10 cm (21,86 cm). Diameter sandalwood with a host
Alternanthera sp plant at a distance of 15 cm (1,39 cm,) the host C. junghuniana at a distance of 10
cm (1,30 cm), C. cajan at a distance of 10 cm (1,29 cm), S. grandiflora with distance of 5 cm with
a diameter (1,29 cm,) control (0,98 cm). Number of sandalwood with the host plant leaves of
Alternanthera sp with distance of 10 cm (42,26 leaves), C. junghuniana with 5 cm (30,97 leaves),
C. cajan with distance 15 cm (21,86 leaves). The results of the phase III study, showed that the
legume host plants not significantly affect the formation, height, stem diameter at the age of 60 PPD,
90 PPD, 150 PPD and 180 PPD with 6 host configuration planting and planting spacing of 10 cm
with a type of non-legume namely Alternanthera sp. The variation of characteristic depend on past
planting day (PPD).
Based on these results it can be concluded that the use of legume host type of Sesbania
grandifora was not suitable for primary host and configuration planting does not influence to the
sandalwood growth. Sandalwood tree growth well when its cultivate together Alternanthera sp as a
one species from non legume crops with 6 symbiont configuration with 10 cm planting spacing. Use
local host Timor Leste (Alternanthera sp) with configuration with a planting space (6; 10 cm) in the
cultivation of sandalwood on the ground with clayey texture (an average of 42,62% clay content)
and moisture content of field capacity available in the low level (22,56%) and are supported by
sufficient and balanced nutrition, will be provide a good growth of sandalwood.
Keyword: Host, Legume, Non Legume, Sesbania, Cajanus, Casuarina, Alternanthera, Plant space,
Configuration plant, Entisol.
xi
PERANAN INANG LEGUM DAN BUKAN LEGUM TERHADAP PERTUMBUHAN
CENDANA (Santalum album Linn) PADA ENTISOL DI TIMOR LESTE
RINGKASAN
Tanaman cendana merupakan tanaman kehutanan yang sangat istimewa dan keberadaannya
saat ini sangat langka, meskipun dibudidayakan namun skalanya sangat terbatas. Hal ini disebabkan
inang yang tidak sesuai serta manajemen pengelolaan yang masih kurang. Cendana merupakan jenis
hemiparasit karena hidupnya tergantung pada jenis tanaman lain yang dijadikan sebagai inang untuk
mensuplai hara bagi pertumbuhannya. Jumlah inang yang terlalu banyak pada saat di persemaian
akan menyebabkan gangguan pertumbuhannya. Keunggulan semai cendana dengan perlakuan inang
adalah tumbuh lebih cepat, akar berkembang, serta mendapat suplai N dan Ca secukupnya, yang
tidak dapat terpenuhi bila tanpa inang. Kontribusi hara dari individu tanaman inang ke tanaman
cendana akan lebih baik jika ditanam lebih dari satu jenis tanaman inang.
Penelitian ini dilakukan di Timor Leste yang dibagi dalam tiga tahap, dari bulan Agustus 2015
hingga Juli 2016. Tahap I dilakukan untuk menetapkan areal dan seleksi perkecambahan cendana
yang dilakukan selama 25 hari. Tahap II adalah percobaan perlakuan inang legum dan bukan legum,
serta jarak tanam menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) 3 ulangan dengan pola faktorial.
Faktor perlakuan jarak tanam terdiri dari 3 taraf yaitu 5 cm, 10 cm dan 15 cm serta sebuah kontrol
(cendana tanpa inang) sebagai pembanding dan faktor perlakuan inang legum (S. grandiflora dan
Cajanus cajan) dan bukan legum (Alternanthera sp dan Casuarina junghuniana). Tahap III
merupakan percobaan penanaman di lapangan yang dirancang dengan RAK 3 ulangan dengan pola
faktorial 3 faktor. Faktor pertama adalah jenis inang, faktor kedua adalah jarak tanam, dan faktor ke tiga
adalah konfigurasi penanaman. Hasil penelitian tahap I ini menunjukan bahwa persentase hidup perkecambahan benih
cendana mencapai 80% pada umur 25 HSS yang diperoleh dari rasio antara jumlah benih yang
berkecambah terhadap jumlah benih yang ditabur. Hasil penelitian tahap II menunjukkan bahwa
pada umur 180 HSS, jarak tanam dan inang berpengaruh nyata terhadap pembentukan haustorium,
dimana haustorium lebih banyak pada akar semai cendana dengan inang Alternanthera sp pada
jarak 10 cm (26,26 per akar tanaman), inang cemara dengan jarak 10 cm (24 per akar tanaman),
inang S. grandiflora dengan jarak 10 cm (22,86 per akar), C. cajan pada jarak tanam 5 cm (24,86
per akar tanaman). Tinggi tanaman cendana dengan inang krokot pada jarak 10 cm (42,26 cm), inang
cemara pada jarak 5 cm (30,97 cm), C. cajan pada jarak 10 cm dengan tinggi 21,86 cm. Diameter
tanaman cendana dengan inang krokot pada jarak 15 cm (1,39 cm), inang C. junghuniana pada jarak
10 cm (1,30 cm), C. cajan pada jarak 10 cm dengan tinggi 1,29 cm, S. grandiflora pada jarak 5 cm
(1,29 cm). Jumlah daun tanaman cendana dengan inang Alternanthera sp pada jarak 10 cm (42,26
helai daun), inang cemara pada jarak 5 cm (30,97 helai daun), Cajanus cajan pada jarak 15 cm
(21,86 helai daun) dan S. grandiflora pada jarak 15 cm (20,05 helai daun). Pada umur 90 HSS tinggi
semai cendana dipengaruhi oleh inang dan jarak tanam. Hasil penelitian tahap III juga menunjukan
bahwa pertumbuhan tinggi tanaman cendana sangat berbeda nyata pada konfigurasi tanam yang
berbeda dan berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan diameter batang cendana. Pemberian
tanaman inang legum dan bukan legum pada jarak tanam berbeda dengan konfigurasi penanaman
berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan diameter batang bibit cendana. Pada 180
HSP, konfigurasi 6 dengan inang Alternanthera spp ada jarak tanam 10 memiliki tinggi 140,83 cm
dengan sifat fisik tanah seperti nilai kadar air kering udara (KU) sebesar 0,3 dan nilai kadar air
kapasitas lapang (KL) sebesar 18,25% dengan kandungan pasir sebesar 22,47dan debu sebesar 29,74
serta liat sebesar 40,46%; dan sifat kimia tanah seperfti pH (1:25) sebesar 7,30, nilai carbon organic
sebesar 2,37 %, nilai C/N 16,46 %, dan nilai KTK 14,32 (me/g), nilai KB 80,01 % N-total 0,09 %
P-tersedia 30,79 ppm K-tersedia 352,79 ppm.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan inang bukan legum
Alternanthera sp sangat baik untuk dijadikan sebagai inang primer maupun sekunder untuk
pertumbuhan cendana. Jenis inang legum ternyata tidak cocok untuk inang persemaian atau inang
xii
primer dan konfigurasi penanaman tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan cendana. Jumlah
haustorium yang terbentuk akibat perlakuan inang bukan legum lebih banyak dibandingkan dengan
inang legume, dan pada perlakuan tanpa inang, tidak terdapat pembentukan houstorium oleh karena
tidak ada aktifitas fotosintat sehingga proses fotosintesis menurun sehingga tidak dapat
meningkatkan translokasi untuk membentuk houstorium. Interaksi antara jarak tanam dan inang
terhadap pembentukan haustorium cendana tidak berbeda nyata akibat perlakuan jarak tanam 5 cm,
10 cm dan 15 cm, namun berbeda pada perlakuan inang yang diberikan. Jenis inang dari bukan
legum (Alternanthera sp dan Casuarina junghuniana) sangat berpengaruh terhadap proses
pembentuk haustorium dibandingkan dengan jenis inang legum (S. grandifora dan C. cajan). Tidak
ada perbedaan antar tanaman inang atau kombinasi tanaman inang terhadap diameter batang semai
cendana disebabkan suplai hara dari tanaman inang tidak berbeda. Kombinasi jarak tanam 5 cm, 10
cm dan 15 cm dengan tanaman inang legum dan bukan legum berpengaruh terhadap jumlah
haustorium akar semai cendana. Karakteristik tanah bervariasi tergantung pada hari setelah panen
(HSP).
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL DALAM i
LEMBAR PEPERSETUJUAN PROMOTOR iii
LEMBAR PENGESAHAN v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT vi
UCAPAN TERIMA KASIH vii
ABSTRACT ix
RINGKASAN xi
DAFTAR ISI xiii
DAFTAR TABEL xvi
DAFTAR GAMBAR xvii
DAFTAR LAMPIRAN xviii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Perumusan Masalah 6
1.3 Tujuan Penelitian 6
1.3.1 Tujuan umum 6
1.3.2 Tujuan khusus 6
1.4 Manfaat Penelitian 6
1.4.1 Secara akademis 6
1.4.2 Manfaat praktis 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 8
2.1 Tanaman Cendana 8
2.1.1 Jenis cendana 8
2.1.2 Ekosistem cendana 18
2.1.3 Proses Parasitisme akar cendana 20
2.2 Jarak Tanam 26
2.3 Inang Legum 29
2.3.1 Tanaman turi (Sesbania grandiflora L.Pers) 30
2.3.2 Tanaman kacang gude (Cajanus cajan L. Mill sp) 31
2.4 Inang Bukan Legum 33
2.4.1 Tanaman krokot (Alternanthera sp) 33
2.4.2 Tanaman cemara gunung (Casuarina junghuniana Miq) 34
2.5 Karakteristik Tanah yang Mendukung Pertumbuhan Cendana 36
2.5.1 Sifat fisika tanah 39
2.5.2 Sifat kimia tanah 50
2.5.3 Karakteristik entisol 64
BAB III. KERANGKA PIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 71
3.1 Kerangka Berpikir 71
3.2 Konsep Penelitian 75
xiv
3.3 Hipotesis 77
BAB IV. METODOLOGI PENELITAN 78
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian. 78
4.1.1 Tempat Penelitian 78
4.1.2 Waktu Penelitian 78
4.2 Bahan dan Alat Penelitian 78
4.3 Metode Penelitian 79
4.3.1 Penelitian Pendahuluan 79
4.3.1.1. Tujuan 79
4.3.1.2. Pelaksanaan 79
4.3.2 Percobaan 1: Percobaan di persemaian 80
4.3.2.1 Tujuan 80
4.3.2.2 Rancangan percobaan 80
4.3.2.3 Pelaksanaan percobaan 81
4.3.2.4 Pengamatan 81
4.3.3 Percobaan 2: Percobaan konfigurasi penanaman di lapangan 82
4.3.3.1 Tujuan 82
4.3.3.2 Rancangan percobaan 82
4.3.3.3 Pelaksanaan percobaan 83
4.3.3.4 Pengamatan 83
4.3.4 Analisis Karakteristik Tanah 84
4.3.4.1 Tujuan 84
4.3.4.2 Pelaksanaan 84
4.3.4.3 Pengamatan 85
4.4 Analisa Data 86
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 87
5.1 Hasil Penelitian 87
5.1.1 Penelitian Pendahuluan 87
5.1.2 Percobaan di Persemaian 88
5.1.2.1 Pengamatan destruktif 88
5.1.2.2 Pengamatan bukan destruktif 92
5.1.2.2.1 Tinggi bibit cendana di persemaian 92
5.1.2.2.2 Jumlah daun cendana di persemaian 97
5.1.2.2.3 Diameter batang cendana di persemaian 99
5.1.3 Percobaan konfigurasi penanaman di lapangan 102
5.1.3.1 Tinggi tanaman cendana pada karakteristik entisol 102
5.1.3.2 Diameter batang cendana pada karakteristik entisol 108
5.1.4 Karakteristik Tanah 113
5.1.4.1 Sifat fisik tanah 113
5.1.4.1.1 Pengaruh sifat fisik tanah terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman cendana 114
5.1.4.1.2 Pengaruh sifat fisik tanah terhadap
pertumbuhan diameter tanaman cendana 117
xv
5.1.4.2 Sifat kimia tanah 119
5.1.4.2.1 Pengaruh sifat kimia tanah terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman cendana 120
5.1.4.2.2 Pengaruh sifat fisik tanah terhadap
pertumbuhan diameter tanaman cendana 126
5.2 Pembahasan 130
5.3 Temuan Baru Penelitian 139
BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN 140
6.1 Simpulan 140
6.2 Saran 140
DAFTAR PUSTAKA 141
LAMPIRAN 148
xvi
DAFTAR TABEL
Halaman
2. 1 Pengaruh germinasi bibit cendana pada berbagai perlakuan 14
2. 2 Rata-rata persentase hidup, bobot kering total, nisbah pucuk akar,
dan indeks kualitas bibit cendana pada umur 6 bulan 16
2. 3 Konsentrasi kandung gula carbon dan nitrogen, asam amino dan bahan
organik pada pembulu xyem Santalum album dan pertumbuhan inang
sebagai parasit tunggal pada media pot 25
2. 4 Standar unsur hara yang terkandung dalam tanah yang digunakan
sebagai media tanam inang legum 32
2. 5 Pengaruh unsur hara yang dibutuhkan daun tanaman cendana 35
2. 6 Pengaruh inang terhadap semai cendana setelah delapan bulan penanaman 36
2. 7 Pengaruh tekstur tanah terhadap kapasitas tukar kation 51
2. 8 Kriteria penilaian sifat kimia tanah 59
4. 1 Parameter dan metode analisis 85
5.1 Pengaruh inang dan jarak tanam terhadap pertumbuhan haustorium tanaman
cendana pada variasi umur berbeda 89
5.2 Pengaruh inang dan jarak tanam terhadap tinggi tanaman cendana
pada beberapa umur berbeda 92
5.3 Pengaruh inang tanam terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman cendana pada
beberapa umur berbeda (cm) 98
5.4 Pengaruh inang tanam terhadap diameter tanaman cendana pada beberapa umur
berbeda (cm) 100
5.5 Pengaruh inang, jarak tanam, konfigurasi tanam terhadap pertumbuhan tinggi
tanaman cendana pada beberapa umur tanam berbeda 103
5.6 Pengaruh inang, jarak tanam, konfigurasi tanam terhadap pertumbuhan diameter
tanaman cendana (cm) pada beberapa umur berbeda 110
5.7 Pengaruh sifat fisik tanah, konfigurasi tanam, inang legume dan non legume,
serta jarak tanam terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cendana. 115
5.8 Pengaruh sifat fisik tanah, konfigurasi tanam, inang legume dan non legume,
serta jarak tanam terhadap pertumbuhan diameter tanaman cendana. 118
5.9 Pengaruh sifat kimia tanah, konfigurasi tanam, inang legume dan non legume,
serta jarak tanam terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cendana. 123
5.10 Pengaruh sifat kimia tanah, konfigurasi tanam, inang legume dan non legume,
serta jarak tanam terhadap pertumbuhan diameter tanaman cendana 129
xvii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Santalum austrocaledonicum 8
2.2 Santalum lanceolatum, R. Br 9
2.3 Santalum mcgregorii 9
2.4 Santalum elipticum 10
2.5 Santalum spicatum 10
2.6 Santalum yasi 11
2.7 Santalum album, Linn 11
2.8 Haustorium menempel pada akar S. album L 21
2.9 Beberapa bentuk haustoria cendana 22
2.10 Sketsa anatomi kaitan haustoria dengan cendana 22
2.11 Diagram segitiga tekstur tanah 38
2.12 Kenampakan tanah entisol 70
3.1 Kerangka pemikiran 74
3.2 Kerangka konsep penelitian 76
4.1 Titik pengambilan sampel tanah 84
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Denah rancangan percobaan di persemaian 148
2. Denah rancangan percobaan penanaman 149
3. Daftar sidik ragam pengaruh inang legume dan bukan legum dengan jarak
tanam berbeda terhadap haustorium pada umur 180 hari setelah semai (HSS) 150
4. Daftar sidik ragam pengaruh inang legume dan bukan legum dengan jarak
tanam berbeda terhadap tinggi tanaman cendana pada umur 180 hari setelah
semai (HSS) 150
5. Daftar sidik ragam pengaruh inang legume dan bukan legum dengan jarak
tanam berbeda terhadap diameter pada umur 180 hari setelah semai (HSS) 150
6. Daftar sidik ragam pengaruh inang legume dan bukan legum dengan jarak
tanam berbeda terhadap jumlah daun pada umur 180 hari setelah semai (HSS) 151
7. Daftar sidik ragam pengaruh inang, jarak tanam, konfigurasi penanaman
terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cendana pada tanah Entisol pada
umur 180 hari setelah tanam (HST) 151
8. Daftar sidik ragam pengaruh inang, jarak tanam, konfigurasi penanaman
terhadap pertambahan diameter tanaman cendana pada tanah Entisol pada
umur 180 hari setelah tanam (HST) 151
9. Hasil pengukuran pengaruh perlakuan inang, jarak tanam terhadap pertambahan
haustorium tanaman cendana (bintil akar) pada umur berbeda 152
10. Rata-rata pengaruh inang dan jarak tanam terhadap pertumbuhan haustorium
tanaman cendana pada umur 180 HSS 153
11. Rata-rata pengaruh inang dan jarak tanam terhadap tinggi tanaman cendana
pada umur 180 HSS 153
12. Rata-rata pengaruh inang dan jarak tanam terhadap diameter tanaman cendana
pada umur 180 HSS 154
13. Rata-rata pengaruh inang dan jarak tanam terhadap jumlah daun tanaman
cendana pada umur 180 HSS 154
14. Rata-rata tinggi tanaman cendana akibat perlakuan inang, jarak tanam dan
konfigurasi tanam pada tanah Entisol 155
15. Rata-rata diameter tanaman cendana akibat perlakuan inang, jarak tanam dan
konfigurasi tanam pada entisol 155
16. Pengaruh inang, jarak tanam, konfigurasi tanam terhadap tinggi tanaman
cendana pada berbagai waktu tanam yang ditanam bersama
inang legume dan bukan legume 156
17. Rata-rata pengaruh perlakuan inang, jarak tanam dan konfigurasi tanam
terhadap pertambahan tinggi tanaman cendana 157
18. Rata-rata pengaruh perlakuan inang, jarak tanam dan konfigurasi tanam
terhadap pertambahan diameter tanaman cendana 158
19. Analisis sifat fisika tanah terhadap pertambahan tinggi tanaman cendana
pada lahan percobaan di lapangan 159
20. Analisis sifat kimia tanah terhadap pertambahan tinggi tanaman cendana
pada lahan percobaan di lapangan 160
xix
21. Analisis sifat fisika tanah terhadap pertambahan diameter tanaman cendana
pada lahan percobaan di lapangan 161
22. Analisis sifat kimia tanah terhadap pertambahan tinggi tanaman
cendana pada lahan percobaan di lapangan 162
23. Descriptif analisis untuk pengaruh sifat fisika tanah terhadap
pertumbuhan cendana akibat perlakuan jarak tanam, inang dan
konfigurasi 163
24. Pengaruh sifat fisika tanah terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cendana
akibat perlakuan jarak tanam, inang dan konfigurasi 164
25. Pengaruh sifat fisika tanah terhadap pertumbuhan diameter tanaman
cendana akibat perlakuan jarak tanam, inang dan konfigurasi. 164
26. Descriptif analisis untuk pengaruh sifat kimia tanah terhadap
pertumbuhan cendana 164
27. Pengaruh sifat kimia tanah terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cendana
akibat perlakuan jarak tanam, inang dan konfigurasi 165
28. Pengaruh sifat kimia tanah terhadap pertumbuhan diameter tanaman
cendana akibat perlakuan jarak tanam, inang dan konfigurasi. 165
29. Rata-rata pengaruh inang dan jarak tanam terhadap tinggi tanaman cendana
pada beberapa umur tanam berbeda 166
30. Rata-rata pengaruh inang tanam terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman
cendana pada beberapa umur berbeda (cm) 166
31. Rata-rata pengaruh inang, jarak tanam, konfigurasi tanam terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman cendana pada beberapa umur tanam berbeda 167
32. Rata-rata pengaruh inang, jarak tanam, konfigurasi tanam terhadap
pertumbuhan diameter tanaman cendana (cm) pada beberapa umur berbeda 168
33. Rata-rata pengaruh sifat fisik tanah, konfigurasi tanam, inang legum dan
non legum, serta jarak tanam terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cendana. 169
34. Rata-rata pengaruh sifat fisik tanah, konfigurasi tanam, inang legum dan
non legum, serta jarak tanam terhadap pertumbuhan diameter tanaman cendana. 170
35. Peta tanah di Timor Leste 171
36. Peta lokasi penelitian 172
37. Data analisis laboratorium tanah awal 173
38. Klasifikasi terhadap analisis sifat kimia tanah dan pengaruhnya terhadap
pertumbuhan cendana akibat perlakuan jarak tanam, inang dan konfigurasi
pada tanah entisol di Timor Leste 174
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber pendapatan ekonomi utama Negara Timor Leste adalah petroleum dan gas,
komoditas pertanian andalan negara saat ini kopi dan hasil kehutanan seperti cendana (Santalum
album L.). Berdasarkan data Statistik Nasional Kehutanan, Ministerio Agricultura, Floresta é
Pescas República Democrática de Timor Leste (2015), pada tahun 2003 Timor Leste telah
mengekspor kayu cendana 80 ton ke Negara Korea dan Jepang dengan harga $.8,00 US per
kilogram atau US$.640.000 yang setara dengan Rp. 8.512.000.000.
Cendana sudah lama dikenal sebagai identitas dan kebanggaan Pulau Timor, namun
keberadaan tanaman cendana pada saat ini sudah sangat langka bahkan terancam punah.
Kelangkaan tersebut disebabkan oleh eksploitasi terhadap tanaman cendana secara besar-besaran
tetapi tidak diimbangi dengan upaya regenerasi dan penanaman kembali. Tanaman cendana
merupakan tanaman kehutanan yang sangat istimewa karena bernilai ekonomis dan kegunaan
kayunya yang sangat tinggi sehingga kelestariannya perlu terus dijaga (Banoet, 2001). Komoditi
ini mengalami penurunan akibat ketidaksesuaian inang. Kayu cendana yang memiliki aroma
wangi ini digunakan sebagai bahan baku ukiran, berbagai barang kerajinan, dan hasil ekstraksinya
berupa minyak telah diperdagangkan sejak 1990. Agusta dan Jamal (2000), menyatakan bahwa
cendana adalah tumbuhan daerah tropika dan penghasil minyak atsiri yang mengandung senyawa
santalol. Senyawa santalol inilah yang menyebabkan batang dan akar cendana mengeluarkan
aroma wangi sehingga cendana disebut sebagai kayu wangi atau kayu harum. Lebih lanjut Sun et
al. (2014) bahwa minyak cendana diperdagangkan dengan harga tinggi karena digunakan untuk
bahan dasar dalam industri kosmetika dan farmasi.
2
Tanaman cendana ini pada prinsipnya dapat tumbuh baik pada lahan kritis maupun lahan
berbatu dan beriklim kering, kemarau panjang, namun tanaman ini sulit untuk ditanam karena
bersifat hemi parasit (Sitorus, 1985; Sunanto, 1995; Radomiljac et al., 1998). Sebagai tumbuhan
hemiparasitik, cendana membutuhkan tumbuhan lain yang dijadikan sebagai inang untuk
mensuplai hara bagi pertumbuhannya.
Dalam pembudidayaan cendana dikenal tiga macam inang, yaitu inang primer, inang
antara dan inang sekunder. Inang primer diperuntukkan sebagai inang di persemaian, dan inang
antara adalah inang yang ditanam setelah pembibitan, serta inang sekunder untuk pertumbuhan
lanjutan hingga mencapai daur tebang di lapangan. Semai cendana tidak tahan terhadap
penyinaran langsung sinar matahari. Jumlah inang yang banyak dalam polibag akan menyebabkan
gangguan pertumbuhannya (Rai, 1990). Oleh sebab itu, maka budidaya pengembangan cendana
lazimnya harus diatur jumlah inang yang akan digunakan sebagai tanaman inangnya, mulai dari
saat penumbuhan semai hingga dewasa (Sunanto, 1995).
Surachman (1989) mengatakan bahwa pertumbuhan cendana tergantung pada inang
karena cendana tidak dapat memproduksi air dan unsur hara yang diperlukan oleh akar dalam
proses pertumbuhan. Selain itu apabila cendana yang tidak mendapat inang yang sesuai, maka
pertumbuhan daun terhambat dan tajuknya sedikit, ukuran diameter batangnya kecil, daunnya
klorosis akibat kurangnya klorofil yang berakhir dengan kematian tanaman cendana. Keunggulan
semai cendana berinang adalah tumbuh lebih cepat, akar berkembang, serta mendapat suplai unsur
nitrogen dan unsur Calcium secukupnya, yang tak dapat terpenuhi bila tanpa inang (Sukarna et
al., 2002). Cendana yang tumbuh secara alamiah atau tanpa perlakuan khusus seperti pembersihan
dan pemupukan, pertumbuhannya jauh lebih baik dibandingkan dengan yang dibudidayakan seara
khusus seperti jenis-jenis yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh jumlah unsur hara yang diserap
oleh cendana dari inang lebih banyak dari lingkungan alami.
3
Kontribusi hara dari individu tanaman inang ke tanaman cendana akan lebih cocok jika
ditanam lebih dari satu jenis tanaman inang (Brand, 2005). Selain unsur hara, media tumbuh semai
cendana berupa ukuran polibag, rasio medium tumbuh yang digunakan, jumlah inang dalam pot
maupun jumlah inang yang akan mendampingi cendana di lapangan serta jarak tanam juga
menentukan tingkat keberhasilan pertumbuhan cendana. Pertumbuhan semai cendana dalam
polibag ditentukan juga oleh jenis inang yang cocok untuk mendampingi tanaman cendana mulai
dari penanaman hingga mencapai masa tebang (Wawo, 2004).
Menurut Subangsihe (2014), tanaman legum merupakan tanaman yang sudah lama
diketahui sebagai penyubur tanah karena kemampuannya memfiksasi nitrogen. Jenis tanaman
legum dapat berupa kayu maupun kacang-kacangan merupakan inang yang sangat baik untuk
digunakan sebagai inang primer maupun inang sekunder. Tanaman turi (Sesbania grandiflora
L.Pers) dalam Bahasa Timor Leste dikenal dengan “ai-kale” merupakan tanaman leguminosae
yang dijadikan sebagai inang pada tanaman cendana ketika berada dalam pembibitan dan dapat
pula dijadikan sebagai tanaman inang sekunder pada saat penanaman di lapangan.
Tanaman S. grandiflora merupakan suatu tanaman yang cocok untuk penganekaragaman
komoditas pertanian di daerah kering dan kemarau yang panjang, karena memiliki toleransi tinggi
terhadap kekeringan (Rukmana, 1999). Kacang gude (Cajanus cajan L. Mill sp) dalam Bahasa
Timor Leste dikenal dengan “irisi” dipilih karena dapat memenuhi persyaratan memberikan
keuntungan dalam hal adaptasi dibandingkan dengan tanaman kacang-kacangan lainnya, yaitu
toleran terhadap kekeringan dan dapat tumbuh pada berbagai karakteristik tanah, baik pada tanah
subur, tanah masam, maupun tanah beriodium. Jenis ini juga dapat tumbuh di daerah tropika dan
subtropis, di dataran rendah maupun dataran tinggi, tahan terhadap intensitas hujan yang tinggi
serta cocok untuk berbagai kondisi tanah, tahan rebah dan polong tidak mudah pecah (Suwasik
dan Sumarno, 1989). Kekurangannya adalah peka terhadap hama penggerek polong, namun
4
berpotensi untuk dikembangkan. C.cajan termasuk kacang-kacangan yang merupakan tanaman
legum (Dahiya, 1980). Tanaman ini dapat tumbuh di daerah pegunungan dan dapat pula tumbuh
di daerah dataran rendah (Rocha et al., 2014).
Tanaman krokot (Alternanthera sp) memiliki akar serabut yang banyak mengandung air,
yang dapat dijadikan sebagai tanaman inang bagi pembibitan cendana, karena Alternanthera sp
dapat mampu memberikan unsur hara pada tanaman cendana dan juga dapat bertahan hidup pada
daerah-daerah yang beriklim kering. Pemilihan terhadap C. junghuniana Miq dikarenakan jenis
ini dapat tumbuh pada keragaman relief atau topografi dan termasuk jenis pohon cepat tumbuh di
daerah beriklim kering yang dapat berfungsi dengan baik sebagai tanaman inang sekunder dan
juga dapat dipakai sebagai penaung awal tanaman cendana (Radomiljac et al., 1999). Brand
(2014) menjelaskan bahwa walaupun hampir semua jenis tanaman dapat diparasitkan oleh akar
cendana, namun tidak semua tanaman tersebut menjadi inang yang cocok untuk tanaman cendana.
Efektivitas parasitisme tanaman cendana yang rendah walaupun banyak haustoria yang terbentuk,
terbukti menyebabkan pertumbuhan cendana makin tertekan (Bele et al., 2012).
Jarak tanam merupakan salah satu faktor perlakuan yang perlu diperhatikan dalam
budidaya suatu tanaman. Menurut Wawo (2009), bahwa pertumbuhan semai cendana dalam pot
(polibag) ditentukan juga oleh jarak tanam inang dari tanaman induk cendana dipolibag 5 cm
memberikan hasil pertumbuhan yang baik. Selanjutnya, Surata (2012) memberikan ukuran
polibag yang paling baik adalah 15 cm x 25 cm, sementara Subangsihe (2014) menggunakan
ukuran kantong polibag 18 x 30 cm dengan jarak tanam 30 cm dari tanaman induk cendana di
persemaian dan jarak tanam 40 cm dari tanaman induk di lapangan. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa keragaman jarak tanam yang digunakan oleh Wawo dan Surata dan
Subangsihe tidak sama dengan jarak tanam yang digunakan oleh peneliti. Jarak tanam yang
5
digunakan oleh peneliti adalah 5 cm, 10 cm dan 15 cm dari tanaman induk cendana dengan ukuran
polibag 30 cm x 40 cm.
Pada umumnya Timor Leste memiliki tipe tanah yang miskin hara dengan solum tipis.
Untuk menghasilkan pertumbuhan cendana yang baik maka dibutuhkan tanah subur, drainase
baik, reaksi tanah alkalis dengan solum yang agak dalam. Pada umumnya cendana tumbuh di
daerah batuan induk berkapur-vulkanis, tanah dangkal berbatu, tekstur tanah lempung, pH tanah
netral-alkalis, kadar N sedang, warna tanah hitam, merah-coklat, dan umumnya tumbuh baik pada
Entisol (Hamzah,1976).
Sebagian besar tanah di Timor Leste di dominasi oleh tanah Entisol. Tanah Entisol
merupakan tanah yang struktur pembentukannya masih muda. Jenis tanah ini merupakan lapisan
tanah yang terbentuk akibat endapan tanah pada saat musim hujan yang berasal dari dataran tinggi
menuju ke dataran rendah yang kemudian membentuk profil pada permukaan dataran rendah,
sehingga solum tanah umumnya tipis dengan kedalaman efektif 50 cm. Lapisan batuan antara
tanah bagian atas dengan solum ini yang menjadi faktor pembatas dalam pengembangan lahan
pertanian di Timor Leste, sehingga lahan tersebut hanya mampu dikembangkan untuk tanaman
semusim atau tanaman lain yang mempunyai zona perakaran dangkal (Djaenudin, 1997).
Pertumbuhan suatu tanaman juga ditentukan oleh bahan induk pembentuk tanah tersebut yang
mempengaruhi jumlah nutrisi yang diambil oleh tanaman tersebut baik inang maupun cendana.
Perbedaan asupan nutrisi atau unsur hara yang diambil oleh inang akan berpengaruh pada
kontribusi nutrisi tersebut ke tanaman cendana. Oleh karena itu, hal ini menjadi menarik untuk
diteliti lebih mendalam melalui suatu penelitian mengenai peranan inang legum dan bukan legum,
jarak tanam serta konfigurasi penanaman bagi pertumbuhan tanaman cendana pada karakteristik
tanah Entisol.
6
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah pembentukan jumlah haustorium oleh tanaman cendana dari inang legum
dan bukan legum?
2. Apakah jenis inang berpengaruh terhadap pertumbuhan cendana ?
3. Apakah ada perbedaan pertumbuhan cendana akibat konfigurasi penanaman dari kedua
jenis tanaman dan jarak tanam antar inang dengan tanaman induk cendana.
4. Bagaimanakah karakteristik tanah pada berbagai konfigurasi tanam, inang dan jarak
tanam.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui peranan inang legum dan bukan legum pada pertumbuhan cendana di
persemaian maupun setelah penanaman di lapangan serta mengamati pengaruhnya karakteristik
tanah terhadap pertumbuhan cendana.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui jumlah haustorium atau bintil akar yang terbentuk akibat perlakuan inang
dan jarak tanam.
2. Menganalisis pengaruh jarak tanam dan inang terhadap pertumbuhan cendana.
3. Menganalisis pengaruh konfigurasi tanaman inang terhadap pertumbuhan cendana.
4. Menganalisis karakteristik tanah pada berbagai konfigurasi, inang dan jarak tanam..
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Secara akademik:
Penelitian ini bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan dalam hal budidaya
cendana dengan berbagai inang legum dan bukan legum yang dibudidayakan pada karakteristik
7
Entisol. Selain itu teknik budidaya tanaman cendana melalui konfigurasi penanaman merupakan
hal yang perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji lebih mendalam mengenai budidaya tanaman
cendana di Timor Leste.
1.4.2 Manfaat praktis:
1. Memberikan informasi kepada masyarakat petani cendana untuk dapat menghasilkan
produksi yang lebih baik.
2. Bagi pemerintah Pertanian dan Kehutanan termasuk Lingkungan Hidup Timor Leste,
sebagai sumbangan ilmiah yang dapat menjadi pedoman untuk melakukan kegiatan
pembangunan pertanian, kehutanan dan lingkungan hidup.
3. Dapat menambah informasi tentang tingkat kecocokan inang legum dan bukan legum
sebagai inang cendana, dalam mendukung budidaya cendana.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Cendana
2.1.1 Jenis cendana
Cendana dikenal juga dengan beberapa nama lokal seperti ai-kameli atau dikenal
dengan nama ai-meligi (Timor Leste), East Indian Sandalwood, White Sandalwood, Yelow
Sandalwood (Inggris), Bois Santal (Perancis), Cendana (Indonesia) (Lawrence, 1964;
Adrianti, 1989; Hermawan, 1993).
Rocha et al. (2014) bahwa tanaman cendana terdiri dari dua puluh tujuh jenis tetapi
hanya tujuh varietas yang bernilai ekonomi dari seluruh jenis yang ada. Berdasarkan
nomenclature tumbuh-tumbuhan bahwa cendana termasuk dalam kingdom Planteae,
division Spermatophyte, subdivision Angiospermae, klasis Dycotiledoneae, sub-klasis
Rosidae, ordo Santales, famili Santalaceae, genus Santalum. Ketujuh varietas cendana yang
bernilai ekonomis tersebut yaitu:
1) Santalum austrocaledonicum, Vieill.
Gambar 2.1
Santalum austrocaledonicum. Vieill.
Jenis tanaman ini sejenis dengan cendana dari family Santalaceae, dengan warna
kulit kecokelatan dan hijau daun, dan memiliki sifat parasit dan cocok tumbuh pada lahan-
lahan yang kering dan kekurangan air. Karakteristik dari jenis ini memiliki tinggi 5-12 meter
9
atau sekitar 1639 feet dan diameter tajuknya dapat mencapai 4-8 meter. Perbungaan setelah
mencapai umur 6-7 tahun dan pembuahan setelah tiga bulan proses pembungaan.
2) Santalum lanceolatum, R.Br
Gambar 2.2
Santalum lanceolatum, R.Br
Jenis ini memiliki daun berbentuk jarum dan warna kulit kecokelatan dan hijau daun,
dan memiliki sifat parasit dan cocok tumbuh pada kondisi lahan-lahan yang kering dan
kekurangan air. Karakteristik dari jenis tanaman ini memiliki tinggi 5-15 meter. Perbungaan
setelah mencapai umur 6-7 tahun dan pembuahan setelah tiga bulan proses pembungaan.
3) Santalum mcgregorii
Gambar 2.3
Santalum mcgregorii
Varietas ini merupakan jenis tanaman sejenis dengan cendana dari famili
Santalaceae. Dengan bentuk daun bulat lonjong dan warna kulit kecokelatan dan hijau daun,
dan memiliki sifat parasit dan cocok tumbuh ada lahan-lahan yang kering dan kekurangan
air. Karakteristik dari jenis ini memiliki tinggi 5 sampai dengan 12 meter. Perbungaan
10
setelah mencapai umur 7 sampai dengan 8 tahun dan pembuahan setelah tiga bulan proses
pembungaan.
4) Santalum elipticum
Gambar 2 4
Santalum elipticum
Jenis tanaman sejenis dengan cendana dari famili Santalaceae. Jika dilihat dari aspek
morfologinya maka jenis ini memiliki warna kulit kecokelatan dan hijau daun, dan memiliki
sifat parasit dan cocok tumbuh pada lahan-lahan yang kering dan kekurangan air.
Karakteristik jenis tanaman itu memiliki tinggi 5 sampai dengan 12 meter. Perbungaan
setelah mencapai umur 6 sampai dengan 7 tahun dan pembuahan setelah tiga bulan proses
pembungaan.
5) Santalum spicatum
Gambar 2.5
Santalum spicatum
Jenis cendana ini merupakan jenis tanaman sejenis dengan cendana dari famili
Santalaceae, dengan warna kulit kecokelatan dan hijau daun, dan memiliki sifat parasite
11
dan cocok tumbuh ada lahan-lahan yang kering dan kekurangan air. Karakteristik dari jenis
ini memiliki tinggi 5 sampai dengan 12 meter. Perbungaan setelah mencapai umur 6 sampai
dengan 7 tahun dan pembuahan setelah tiga bulan proses pembungaan.
6) Santalum yasi
Gambar 2.6
Santalum yasi
Jenis cendana ini merupakan jenis tanaman sejenis dengan cendana dari famili
Santalaceae. Warna kulit batang kecokelatan dan hijau daun, dan memiliki sifat parasit dan
cocok tumbuh ada lahan-lahan yang kering dan kekurangan air.
7) Santalum album, L.
Gambar 2.7
Santalum album, L.
Jenis cendana ini merupakan jenis yang mayoritas tumbuh di Pulau Timor pada
umumnya. Menurut penuturan masyarakat di Pulau Timor terdapat dua macam cendana
yang dilihat dari ukuran daunnya yaitu cendana berdaun halus dengan ukuran kecil dan
berdaun besar. Wawo (2002), telah mengelompokan cendana ini dalam dua kelompok yaitu
12
cendana berdaun kecil dengan nama ilmiah (Santalum album, Var) dan cendana daun besar
(Santalum album, Largifolium).
Pohon cendana merupakan pohonan tegak yang tingginya dapat mencapai 12-15
meter, dengan kayunya berwarna putih atau kekuningan dan daun berbau harum, daun
berbentuk lanset sampai bulat telur dan berukuran kecil dengan bunganya berukuran kecil
yang mula-mula berwarna putih kecokelatan tetapi kemudian berubah menjadi merah darah
serta buah berupa buah tunggal yang berukuran kecil dan berwarna hitam bila masak
(Rahayu et al., 2002). Cendana mengalami pertumbuhan cepat selama 20 tahun pertama dan
setelah itu laju pertumbuhan diameternya tetap dan tidak akan berhenti sampai usia 100
tahun (Husain, 1983). Kayu terasnya mulai terbentuk pada umur 15 tahun secara bersamaan
pada perkembangan batang, akar dan cabang yang kemudian diikuti dengan pembentukan
pada ranting-ranting atau cabang yang lebih kecil dan untuk mendapatkan kayu teras yang
baik penebangan sebaiknya dilakukan pada umur lebih dari 50 tahun (Meroekh, 1972).
Menurut Rujiman (1987), bahwa karakteristik dari pohon cendana adalah pohon
kecil sampai sedang dapat mencapai 20 meter dan diameter batang 40 cm serta dapat
menggugurkan daun, bentuk tajuk ramping hingga melebar dan bentuk batang bulat serta
percabangan agak berlekuk-lekuk, sistem perakaran tunggang dengan akar cabang yang
panjang dapat mencapai beberapa meter dan apabila putus dapat membentuk tunas, buah
yang masak berwarna gelap coklat muda dengan ukuran 5x3 mm.
Pada proses pembudidayaan cendana, pembibitan yang baik antara lain bibit yang
ditanam diambil dari sumber benih atau pohon induk yang terseleksi atau benih yang
berkualitas baik. Pohon induk yang dimaksud yaitu pohon yang memiliki kualitas tegakan
tumbuhnya lebih baik, diameter pohonnya lebih besar dan sehat dibandingkan dengan pohon
cendana yang lainnya, pertumbuhan daunnya segar sepanjang musim, bebas dari serangan
penyakit, tingginya lebih tinggi dibandingkan dengan tinggi tanaman cendana yang lainnya.
13
Tipe tanah juga akan berdampak pada pertumbuhan cendana. Faktor penting yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan inang adalah dengan memperhatikan kecocokan inang
tersebut terhadap kondisi tanah dan iklim suatu tempat. Terdapat pula beberapa inang yang
cocok untuk cendana dalam menopang pertumbuhan cendana lebih baik diantaranya Acacia
acuminata dan Acacia acuminate, Allocasuarina huegeliana, Acacia resinimarginea,
Acacia aneura, Araucaria acuminata merupakan inang yang paling baik untuk
mendampingi cendana hingga umur 15-30 tahun dan mampu bertahan hidup pada berbagai
kondisi tanah dengan curah hujan yang rendah 400-600 mm (FPC, 2007).
Perlakuan terhadap bibit cendana diawal pembibitan juga telah dilakukan oleh
Subangsihe (2014) dengan metode perendaman benih cendana sebelum dilakukan
pembibitan. Selanjutnya perbedaan penggunaan perlakuan medium tumbuh dengan rasio
atau perbandingan 1:1:1 dengan komposisi medium adalah pasir : tanah : kompos dan 10
kali ulangan dengan ukuran kantong polibag 18 x 30 cm dengan jumlah yang digandakan
sebagai inang pada jenis yang sama. Penanamannya dilakukan secara bersilang pada polibag
akan memberikan pengaruh pada pertumbuhan cendana hingga 10-12 cm.
Tanaman cendana termasuk jenis tanaman daerah kering dan tidak tahan terhadap
kelebihan air (Gilmour dan Fisher, 2010). Pemeliharaan bibit cendana yang sangat penting
untuk mendapatkan kualitas yang baik adalah seleksi bibit dilakukan satu bulan sebelum
pemindahan di lapangan, untuk mendapatkan bibit yang relatif tahan menghadapi tekanan
suhu tinggi dan kekeringan di lapangan (Rahayu et al., 2002).
Kriteria bibit cendana yang baik adalah umur delapan bulan, batangnya berkayu
ditunjukkan oleh warna kulit batang cokelat. Hal ini dikarenakan oleh kualitas bibit cendana
dan umur bibit mempengaruhi pertumbuhan tanaman di lapangan.. Pengaruh perbedaan
germinasi bibit juga dilakukan oleh Subasinghe (2014) dengan hasil dari uji coba terhadap
perlakuan germinasi bibit setelah satu dan dua minggu ditunjukkan pada Tabel 2.1.
14
Tabel 2.1
Pengaruh Germinasi bibit Cendana pada Berbagai Perlakuan (Subangsihe, 2014)
Perlakuan Persen germinasi setelah
1 minggu
Persen germinasi setelah
2 minggu
GA3 (0.05%) 15 60
Air 0 2
BAP (0.1%) 10 10
M KNO3 (50 m) 0 0
M KNO3 (150 m) 0 0
Konsentrasi (H2SO4) 0 0
Semakin tua umur bibit cendana maka pertumbuhan semakin membaik (Susila,
1994). Namun penggunaan bibit berumur delapan bulan yang mencapai tinggi 20 sampai
dengan 40 cm dan diameter batang 0,30 sampai dengan 0,50 cm hasilnya sudah cukup baik
untuk ditanam di lapangan dan pada umur tersebut hanya 60% bibit yang memenuhi
persyaratan untuk mencapai kualitas bibit tersebut. Kondisi bibit seperti ini relatif tahan
dengan kondisi suhu tinggi dan kekeringan di lapangan (Surata, 1992). Hal ini berbeda
dengan (Rahayu et al., 2002) yang menyebutkan bahwa:
1. Batang cendana berbentuk bulat dengan kulit batang yang kasar berwarna cokelat
keabu-abuan. Buah berbentuk bulat dan buah yang telah matang kulit buahnya
berwarna hitam keungu-unguan dan buah yang masih muda berwarna hijau dan pada
umumnya berbunga pada bulan Juni sampai September, dan buah masak pada bulan
Februari dan Maret.
2. Setiap perakarannya sangat dangkal dan mendatar serta menyebar sangat luas
mencapai 30- 40 m. Sistem perakaran ini terdiri atas akar tunggang dan akar samping
yang bercabang-cabang halus dan jika dilukai maka akan tumbuh tunas-tunas dan
cendana yang berasal dari biji umumnya memiliki akar pancang yang tumbuh secara
vertikal, namun cendana yang tumbuh dari tunas tidak memiliki akar pancang.
Batabyal (2014) bahwa mutu benih cendana tergantung pada kualitas bibit yang
diperoleh dari pohon induknya disamping faktor lingkungan dan variasi genetik juga akan
15
mempengaruhi awal pertumbuhan semai. Sumber benih berasal dari tegakan yang berumur
lebih dari dua puluh tahun bukan dari individu yang hidup sendiri atau persilangan dalam.
Untuk mengetahui pohon matang dapat diketahui dengan cara membor gubal sedalam 2,5
cm. Upaya perbaikan sumber benih dilakukan dengan menanam suatu areal dengan
keragaman sumber benih yang lebih dari dua puluh lima jenis. Penanganan di persemaian
lebih sensitif disesuaikan dengan sifat-sifat alami cendana media tumbuh yang dipakai,
ukuran polibag, jenis dan banyaknya pupuk, waktu dan frekuensi penyiraman, presentasi
naungan, penyiangan dan umur semai untuk bertahan hidup di lapangan yaitu minimal
delapan bulan dan juga berinang kepada lebih dari tiga ratus jenis tanaman, dan setiap
tanaman inang tersebut memberi keuntungan yang berbeda-beda (Surata, 1992).
Brand et al. (2003), bahwa semakin banyak inang pada cendana maka akan semakin
baik pula pertumbuhan cendana karena memiliki fungsi membantu menyerap unsur hara
seperti nitrogen, fosfor dan asam amino, haustoria atau bintil yang menempel pada akar
cendana dan haustoria 70% terbentuk setelah 30 hari kecambah serta 97% setelah satu tahun.
Hal ini dibuktikan melalui perlakuan empat varietas inang yang berbeda seperti jenis acacia
(Acacia acuminata, Acacia saligna, Acacia microbotrya and Acacia hemiteles) sangat
berpotensi bagi pertumbuhan cendana. Pada tingkat semai memberikan persentase tumbuh
mencapai 81-94%. Benih cendana yang sudah berkecambah dan ditanam bersama-sama
dengan penanaman inang primernya yakni Alternathera sp, Deamanthus firgatus dan
Clotalaria juncea memberikan pertumbuhan bibit cendana yang terbaik di persemaian dan
lapangan. Tanaman inang cendana sekunder yang sudah dikenal masyarakat seperti S.
grandiflora, trembesi, kaliandra, kabesak, johar, nangka, casuarina, gmelina, S. grandiflora,
timau, jambu, villosa dan flamboyan. Namun perlu diperhatikan agar tanaman inang tidak
menjadi kompetitor dalam perebutan unsur hara dan cahaya bagi cendana dengan cara
menanam hanya 6% tanaman inang dilapangan.
16
Pertumbuhan dan kualitas bibit cendana yang terbaik dihasilkan dengan
menggunakan ukuran kantung plastik 15 cm x 25 cm persentase hidupnya dapat mencapai
92% (Surata, 2012). Oleh sebab itu maka ukuran kantong tersebut layak dan memberikan
hasil yang baik karena inang yang digunakan adalah Alternanthera sp atau tumbuhan bawah
dan tidak terjadi kompetisi dengan bibit cendana. Akan tetapi kalau jenis inang yang
digunakan berasal dari jenis kacang-kacangan atau dari legum yang bersifat perennial maka
secara otomatis pertumbuhan mungkin juga biasa mencapai titik optimal namun biasa juga
mengalami kegagalan karena kompetisi atau persaingan tumbuh diantara tanaman inang
dengan tanaman cendana. Jadi kalau semakin besar ukuran polibag maka semakin besar
pula diameter pertumbuhan cendana, begitu juga sebaliknya, jika semakin kecil ukuran
kantong plastik atau polibag maka semakin kerdil ukuran diameter batang. Untuk lebih
jelasnya seperti ditampilkan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2
Rata-rata persentase hidup, bobot kering total, nisbah pucuk akar, dan indeks kualitas
bibit cendana pada umur enam bulan (Surata, 2012).
Perlakuan
Tinggi
total
(cm)
Diameter
total
(mm)
Bobot kering total
(g)
Nisbah
pucuk
akar
Kualitas
indeks
dickson
10 cm x 21 cm (U4) 17,76 bc 3,187 abc 1,19 b 0,83 a 0,21 b
11 cm x 22 cm (U5) 20,88 d 3,331 bcd 1,38 c 0,80 a 0,21 c
12 cm x 23 cm (U6) 22,01 de 3,389 bcd 1,51 c 0,65 b 0,21 c
13 cm x 23 cm (U7) 23.21 ef 3,507 d 1,22 c 0,53 bc 0,22 c
14 cm x 24 cm (U8) 23,95 f 3,707 d 1,85 d 0,49 c 0,27 d
15 cm x 25 cm (U9) 24,53 f 4,270 e 1,86 d 0,54 bc 0,28 d
Keterangan: Angka rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf uji BNT (Beda Nilai Terkecil) 5%.
Tabel 2.2 diatas menunjukkan tidak berbeda nyata antara perlakuan kantong polibag
ukuran U1 dan U2 terhadap diameter cendana pada umur 6 bulan, akan tetapi berbeda nyata
pada perlakuan U1 dan U9 terhadap tinggi cendana. Kualitas bibit cendana yang baik adalah
bibit yang mempunyai pertumbuhan seimbang antara bagian atas dengan bagian akar
17
tanaman yang sering dikenal dengan rasio pucuk akar dan untuk setiap jenis tanaman akan
mempunyai rasio pucuk akar yang berbeda-beda (Surata, 2012). Berdasarkan data rasio
pucuk akar menunjukkan bahwa semakin besar kantung plastik maka rasio pucuk akar
semakin berkurang yang berarti akan menghasilkan bobot pertumbuhan akar bibit cendana
akan semakin besar.
Penambahan volume ukuran kantung plastik yang semakin besar menghasilkan
pertumbuhan dan kualitas bibit yang lebih baik. Pertumbuhan dan kualitas bibit cendana
yang paling baik terjadi pada penggunaan kantung plastik yang paling besar yaitu pada
ukuran 15 cm x 25 cm. Hal ini disebabkan karena dengan menggunakan kantung plastik
yang lebih besar akar bibit cendana akan berkembang lebih baik, jadi dapat disimpulkan
bahwa semakin besar ukuran kantong polibag sebagai medium pertumbuhan persemaian
cendana, maka akan semakin baik persentase pertumbuhannya. Sinar matahari yang lebih
banyak masuk ke bibit di persemaian juga akan meningkatkan fotosintesis.
Cendana juga merupakan jenis tanaman yang butuh cahaya sehingga dalam
pertumbuhannya harus cukup sinar matahari (Surata, 2012). Berkurangnya sinar matahari
menyebabkan berkurangnya fotosintesa dan potensial airnya juga akan menurun pada tajuk
yang semakin rendah sehingga interaksi antara volume wadah atau bedeng tabur dengan
kepadatan bibit di persemaian akan mengurangi pertumbuhan semai terutama pada bibit
yang mempunyai kepadatan rapat lebih dari 250 semai per meter persegi dan pertumbuhan
bibit cendana akan bervariasi apabila menggunakan variasi ukuran wadah, karena pengaruh
kepadatan bibit dan volume media tanam (Surata, 2012).
Sebelum melakukan penanaman maka bibit atau benih perlu disemaikan terlebih
dahuluh. Oleh sebab itu persemaian adalah tempat untuk memproses benih menjadi bibit
yang siap ditanam di lapangan yang meliputi kegiatan penentuan jenis persemaian
sementara dan tetap serta pemilihan lokasi yang meliputi letak, persediaan air, kondisi tanah,
18
pagar hidup, jalan angkutan dan kelerengan serta karakteristik tanah. Variasi atau
keragaman ukuran kantung polibag juga sangat berpengaruh terhadap proses pertumbuhan
semai cendana selama masih di persemaian (Surata, 2012). Penggunaan ukuran kantung
plastik atau polibag yang semakin besar, dengan campuran media semai menggunakan tanah
lapisan bagian atas atau top soil serta dicampur dengan pasir dan kompos dengan rasio atau
perbandingan 4:1:1, dan jenis tanaman inang primer Alternanthera sp sangat berpengaruh
terhadap proses pertumbuhan cendana baik dari dimensi tinggi tanaman cendana, diameter
batang cendana, persen hidup cendana, bobot kering, dan indeks kualitas bibit cendana, serta
menurunkan nisbah pucuk akar.
2.1.2 Ekosistem cendana
Secara teknis pertumbuhan tanaman sangat dipengaruhi oleh benih, perlakuan sejak
di persemaian, penanaman, pemeliharaannya dan tempat tumbuh yang sesuai dengan
kondisi lahan (Brand, 2005). Perbedaan pertumbuhan tanaman cendana pada masing-
masing pola juga dipengaruhi oleh adanya interaksi antar komponen tanaman. Interaksi
yang positif pada pola kombinasi tanaman akan menghasilkan peningkatan produksi dari
semua komponen tanaman yang ada pada pola tersebut, akan tetapi apabila bentuk interaksi
yang terjadi adalah negatif maka peningkatan produksi salah satu jenis tanaman akan
menyebabkan penurunan produksi tanaman yang lain (Hairiah et al., 2002). Tanaman pokok
cendana memperoleh tambahan unsur hara untuk pertumbuhan dari interaksi akar yang ada
di dalam tanah (Rocha et al., 2014). Mutuh bibit cendana dipengaruhi oleh media
pertumbuhan yang baik, tempat akar tanaman tumbuh dan berkembang. Bibit cendana yang
ditumbuhkan pada media organik mempunyai nilai indeks mutu yang sama dengan media
tanah atasan (Putri, 2008). Kekurangan unsur hara di suatu lahan mungkin saja terjadi
karena kesuburan alami yang memang rendah, atau karena besarnya proses kehilangan hara
pada lahan tersebut. Kehilangan unsur hara ini bisa terjadi karena proses pencucian
19
(leaching) yang terlalu tinggi, penguapan dan bahkan bisa terjadi karena penggunaan yang
berlebihan oleh jenis tanaman tertentu dalam pola penanaman tersebut.
Menurut Rocha et al. (2014) bahwa dalam pemilihan komoditas usaha tani pada
lahan tertentu, kelas kesesuaian lahan harus dipertimbangkan. Data distribusi curah hujan,
misalnya perlu diketahui untuk merencanakan waktu dan pola tanam, data jumlah dan
intensitas hujan diperlukan untuk memilih teknologi konservasi (Tukidal, 2008). Lebih
lanjut Brand (2005), mengatakan bahwa hubungan tanah dan kondisi tempat tumbuh dengan
mekanisme akar cendana akan berbeda-beda menurut kondisi tempat tumbuhnya yang dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Jika tumbuh pada tempat terbuka atau terkena sinar matahari sepanjang hari atau
bernaungan ringan, maka tajuk pohonnya jarang atau tidak rapat dan tingginya hanya
mencapai maksimum 12 meter.
2. Pada musim kemarau daunnya jarang atau hampir tidak ada daunnya, dengan warna
daunnya hijau mudah hingga sampai kuning.
3. Jika tumbuh pada naungan pohon lain yang berat, maka ketinggian pohon dapat
mencapai 15-18 meter, daunnya besar dan lebih tebal dengan warna hijau lebih tua
dari pada pohon yang tumbuh di tempat terbuka.
4. Cendana dapat tumbuh di daerah-daerah yang ketinggiannya 50-1200 meter di atas
permukaan laut namun pada umumnya tanaman cendana lebih banyak di temukan
pada ketinggian 400-800 meter di atas permukaan laut.
5. Tanaman cendana dapat tumbuh lebih baik pada tanah yang berhumus, tanah vulkanis
yang gembur dan berbatu dari pada tanah yang miskin hara.
Proses pertumbuhan tanaman erat kaitannya dengan proses pembentukan dan
pembelahan sel baru dalam tanaman yang akhirnya membentuk struktur tajuk suatu
20
tanaman. Sel-sel baru terbentuk dari adanya asam amino yang dihasilkan dari proses
fotosintesis dalam organ daun tanaman (Radomiljac et al., 1998).
Sitompul (2002), produksi biomasa tanaman termasuk bagian yang bernilai ekonomis
atau bagian yang dipanen tersusun sebagian besar dari hasil fotosintesis. Fotosintesis
merupakan proses alami satu-satunya yang diketahui dapat merubah atau mengurai bahan
anorganik menjadi bahan organik (Radomiljac et al., 1998). Kegunaan karbohidrat dalam
pertumbuhan tanaman tidak hanya sebagai bahan penyusun struktur tubuh tanaman, tetapi
juga sebagai sumber energi metabolisme yaitu energi yang digunakan untuk mensintesis
dan memelihara biomasa tanaman dan besar atau kecilnya ukuran tajuk ini biasa digunakan
untuk menduga besarnya laju fotosintesis dan respirasi yang terjadi pada tanaman. Tanaman
cendana dengan tajuk yang besar mempunyai kemungkinan tingkat fotosintesis yang lebih
besar dari tanaman cendana dengan tajuk yang lebih kecil (Sitompul, 2002). Daun atau tajuk
pohon merupakan organ utama dalam proses fotosintesis pada pohon. Permukaan luar daun
yang luas dan datar memungkinkan penangkapan cahaya semaksimal mungkin per satuan
volume (Gardner et al., 1991).
2.1.3 Proses parasitisme akar cendana
Parasitisme cendana dengan inangnya terjadi melalui kontak akar. Parasitisme ini
secara morfologi dapat dilihat dari adanya titik sambung akar. Kontak tersebut diawali
dengan terbentuknya haustorium yang tumbuh pada bulu-bulu akar cendana. Haustoria
adalah modifikasi akar cendana yang menempel pada akar tanaman inang yang digunakan
sebagai alat untuk menyerap unsur hara dari tanaman inangnya. Setelah kontak akar tersebut
terjadi maka nutrisi dari akar inang akan mengalir ke akar cendana, dengan demikian inang
akan berfungsi secara optimal bagi cendana. Aktifitas tanaman inang dalam mendukung
pertumbuhan cendana sangat tergantung pada tingkat parasitisasi cendana sehingga
pengaruh tanaman inang terhadap pertumbuhan cendana berbeda-beda (Rocha et al., 2014).
21
Pada tingkat parasitisme tanaman cendana tinggi, pertumbuhan inang akan menurun
yang selanjutnya menyebabkan terganggunya pertumbuhan cendana dan lama kelamaan
akan mati (Kasim, 2003). Lebih lanjut disebutkan (Brand, 2005) bahwa haustorium pada
cendana dewasa berbentuk piramida dan pada tanaman muda berbentuk bola berwarna hijau
kekuningan. Seperti telah diterangkan bahwa tanaman cendana bersifat hemiparasit dan
proses parasitisme pada cendana berlangsung melalui akar (Kamondo et al., 2014). Selain
terjadinya proses parasitisme, dalam kehidupan tanaman cendana terjadi pula kompetisi atau
persaingan dengan tumbuhan inangnya. Terdapat dua makna kata yang memiliki arti yang
agak sama dimana terdapat parasitisme yang berarti menumpang dan kompetisi adalah
persaingan. Oleh sebab itu parasitisme terpisah dengan kompetisi, tetapi kenyataan yang
terjadi pada tanaman cendana tidak demikian.
Gambar 2.8
Haustorium menempel pada akar cendana dan akar Kuhnia rosmarinifolia (Sun et al.,
2014)
Kuhnia rosmarinifolia
Haustorium
Santalum album
22
Gambar 2.9
Beberapa bentuk haustorium cendana (Sutisna, 1985)
Pada proses parasitisme cendana terdapat transisi bertahap dari parasitik ke
kompetisi (Weber, 1990). Cendana memperoleh keuntungan dari keberadaan tanaman lain
atau dari tanaman inangnya, tetapi cendana harus berkompetisi untuk memperoleh air, hara
Haustoria yang
belum dan sedang
mengait dengan akar
cabe.
Haustoria yang
sedang mengait pada
kayu, batu dan
dengan akar cendana
sendiri.
Haustoria yang telah
melepaskan
kaitannya.
Akar cendana
Saddle
Jaringan pembuluh
Coticial cells
Band tissue
Wing tissue
Jaringan penetrasi
Akar tanaman simbion
Gambar 2.10 Skets anatomi kaitan haustoria antara cendana dengan tanaman Pterospermum
heyneanum (Barber, 1905 dalam Sutisna, 1985).
23
dan cahaya sebelum proses parasitisme terjadi. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk
memahami adanya interaksi tersebut. Berdasarkan pengertian konvensional, akar parasit
adalah akar yang bertugas "merampas" air dan hara dari inangnya. Namun kenyataannya,
akar cendana tidak hanya "merampas" air dan hara tetapi "mengambil alih" atau
“menguasai” akar tanaman inangnya. Selanjutnya akar inang tersebut bertugas penuh
mengirimkan air dan hara ke akar cendana. Tahapan proses perkembangan ini secara
skematis sebagai berikut:
1. Akar cendana dengan akar tanaman inang masih saling bebas, sehingga pada fase ini
terjadi kompetisi untuk mendapatkan air dan hara
2. Akar cendana telah menempel pada akar inangnya dan membentuk haustorium. Pada
fase ini, cendana telah mulai mengambil air dan hara dari akar inangnya
3. Akar cendana telah “menguasai” akar inang. Pada fase ini dapat dikatakan bahwa telah
terjadi proses parasitisme penuh, karena semua air dan hara yang diserap dari dalam
tanah oleh akar inang sepenuhnya mengalir ke akar cendana (Brand, 2005).
Wawo (2002), bahwa pada akar cendana, ternyata persentase akar inang yang kontak
dengan akar cendana relatif kecil dibandingkan dengan total akar tanaman inangnya dan
terdapat dua hal yang perlu dipelajari yaitu:
1. Parasitisasi cendana tidak terjadi pada jenis akar berkayu besar dan tebal.
2. Setelah terjadi proses parasitisasi oleh cendana maka air dan hara dari inang dialihkan
ke cendana, maka pertumbuhan akar halus tanaman inang menjadi terbatas.
3. Selain itu, pada akar inang yang terparasit tidak mengalami penebalan akar, karena
tidak ada kiriman energi baik dari tanaman inang itu sendiri maupun dari tanaman
cendana yang memarasit.
Jenis-jenis tumbuhan parasit mengembangkan dan beradaptasi dengan jalan
memodifikasi perakarannya dengan membentuk haustorium ketika terjadi kontak dengan
24
perakaran tumbuhan inangnya. Kontak yang terjadi membentuk suatu hubungan antara
cendana dengan tumbuhan inangnya baik secara anatomis, morfologis maupun fisiologis,
sehingga dengan adanya kontak tersebut dimungkinkan terjadi aliran air dan nutrisi dari
tumbuhan inang ke parasit (Glatzel dan Balasubramaniam, 1987). Akar inang berperan
mempunyai tugas penuh mengirim air dan hara ke cendana (Subasinghe, 2013). Tahapan
proses perkembangan ini dibagi dalam tiga situasi yakni:
1. Situasi kompetisi, terjadi bila akar cendana dan inang masih saling bebas, sehingga
pada fase ini sama-sama berkompetisi untuk mendapat air dan hara. Situasi ini
berlangsung kurang lebih tiga bulan dan tidak semua jenis inang sama.
2. Situasi transisi, yakni akar cendana telah menempel pada inangnya dan membentuk
haustorium. Keadaan ini memungkinkan cendana memperoleh banyak keuntungan
dari adanya interaksi antara inang dan tanaman cendana sebagai parasit. Keuntungan
pada situasi transisi seperti awalnya cendana dapat menekan efek negatif dari
kompetisi sehingga dapat meningkatkan pertumbuhannya dan selanjutnya seiring
dengan meningkatkan efektifitas parasitisme akar, maka manfaat akan jauh lebih
besar bila di bandingkan dengan kondisi yang ditanam secara monokultur dan
merupakan situasi transisi yang baik untuk proses parasitisme cendana pada inangnya.
3. Situasi parasitisme penuh, terjadi saat akar cendana telah diserapi dari dalam tanah.
Keadaan ini mengakibatkan hilangnya fungsi dari tanaman inang karena telah
didominasi oleh akar cendana. Pada situasi ini apabila efektifitas parasitisme cendana
tinggi, maka inang tumbuh sangat lemah atau bahkan mati karena tidak ada translokasi
air dan hara dari akar.
Cendana kurang merespons terhadap pemberian pupuk nitrogen dan fosfor (Suyitno
et al., 2002). Pemupukan NPK tidak mampu merangsang pertumbuhan semai cendana dan
memberi indikasi bahwa kemampuan menyerap hara NPK sangat rendah. Lebih lanjut
25
Radomiljac et al. (1998) bahwa konsentrasi nilai masing-masing kandungan C, N, asam
amino dan bahan organik cendana tergantung pada kemampuan pembulu xylem dalam
menyerap hara tersebut yang disajikan melalui Tabel 2.3.
Tabel 2.3
Konsentrasi kandungan gula carbon dan nitrogen, asam amino dan bahan organik pada
pembuluh xylem Santalum album dan pertumbuhan inang sebagai parasit tunggal pada
media pot (Radomiljac et al., 1998)
Inang
Koncentrasi C dari xylem
(µg C ml-1) Total C
xylem
(µg C ml-1)
Total N
xylem asam
amino
(µg N ml-1)
Rasio C/N
xylem Gula
Asam
amino
Asam
organik
Santalum album 1150 171 72±3 1390 77±0 18±0
Di tanam dengan
Swainsona formosa
1440 171 59±8 1670 77±6 21±5
Di tanam dengan
Acacia ampliceps
1520 106 94±0 1720 60±7 28±3
Di tanam dengan
Eucalyptus
camaldulensis
815 41±3 51±4 908 14±0 64±8
Tanpa inang 890 28±6 65±2 984 9±6 103
Parasitisasi
Swainsona formosa 3650 314 194 4160 141 29±6
Acacia trachycarpa 1700 317 148 2170 127 17±1
Acacia ampliceps 2400 90±0 222 2710 33±9 79±9
Eucalyptus
camaldulensis
454 19±1 8±9 482 8±3 58±0
Dari tabel tersebut bahwa nilai dari tiap-tiap penempelan haustoria tersebut
tergantung pada seberapa besar cendana menyerap hara tersebut. Oleh karena itu, maka
cendana merupakan spesies tanaman yang pertumbuhannya bergantung pada spesies
tanaman lain sebagai tanaman inang. Dari tanaman inang inilah cendana mengambil
sebagian zat makanan atau nutrisi untuk pertumbuhannya. Untuk itu dalam pembudidayaan
tanaman cendana diperlukan adanya tanaman-tanaman inang yang ditanam disekitarnya
demi mendukung proses pertumbuhannya disamping mempunyai sifat simbiotik, cendana
mempunyai sifat pertumbuhan yang lambat bila dibanding dengan tanaman tahunan lainnya.
Sifat pertumbuhan yang lambat ini disertai dengan pertumbuhan bulu akar yang lambat pula
26
(Rahayu et al., 2002). Oleh karena itu, maka dengan adanya "pengambil-alihan" hasil
serapan akar inang oleh akar cendana, maka cendana akan menyimpan energi untuk
pembentukan akar-akar halus dan bulu akar baru. Dari kenyataan ini, dapat dipahami bahwa
sebenarnya cendana masih terus membutuhkan akar baru dari tanaman inang sebagai
sumber energi, sehingga parasitisme terus berlangsung. Sebagai kajian lebih mendalam
tentang dinamika hubungan timbal balik antara parasit inang maka hal yang perlu
diperhatikan adalah mengetahui lebih banyak lagi tentang potensial akar tanaman inang,
akar cendana, kandungan air tanah dan hara serta tingkat pertumbuhan tajuk semua tanaman.
Jadi secara singkat bahwa kunci utama dalam memahami parasitisme adalah kita harus
mengetahui berapa banyak akar tanaman inang yang tumbuh per volume tanah yang
diparasit oleh cendana, dimana akar tersebut harus melayani kebutuhan air dan hara tanaman
cendana.
Parameter ini selanjutnya disebut dengan "efektivitas", yaitu parameter yang
menunjukkan banyaknya akar tanaman inang yang “dimiliki” oleh akar parasit cendana per
unit total panjang akar cendana pada lapisan dan zona tanah yang sama. Karena tanaman
inang akan mati, sehingga tidak ada pengiriman air dan hara lagi. Oleh karena itu maka
kemampuan tumbuhan menyerap nutrisi dari tanah melalui akar dikenal dengan “nutrient
foraging” yang dipengaruhi oleh tiga cara :
1. Mengubah geometri akar, yang terkait dengan diameter akar, dan pemanjangan akar.
2. Mengubah kemampuan memanfaatkan ion di tanah.
3. Membentuk asosiasi dengan organisme lain yang mampu memberi suplai nutrisi.
2.2 Jarak Tanam
Jarak antar tanaman induk cendana dapat dilakukan dengan jarak 4-5 m dengan jarak
inang dengan tanaman induk 40 cm namun hal ini tergantung pada tipe tanah (FPC, 2007).
Sebaiknya penanaman inang di lapangan dilakukan pada jarak tanam satu meter dari jarak
27
tanaman induk cendana. Namun kalau penanaman dilakukan pada bulan April maka setiap
2-3 bibit cendana dapat ditanam jenis inang dengan jarak 40 cm dari cendana. Jika umur
cendana sudah mencapai 5 tahun, maka proses parasitisasi akan normal. Jika perbandingan
inang dengan tanaman cendana adalah 1: 1 maka inang akan mengalami tekanan, akan tetapi
kalau umurnya 2 tahun maka rasio yang digunakan adalah 1:2 atau 1:3. Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa jika akan dibutuhkan 400 anakan cendana maka inang yang
dibutuhkan untuk mendampingi cendana dapat mencapai 1000 inang (FPC, 2007).
Menurut Wawo (2009) pertumbuhan semai cendana dalam pot (polibag) ditentukan
juga oleh jarak tanam inang dari tanaman induk cendana di polibag 5 cm memberikan hasil
pertumbuhan yang baik. Fox et al. (1994) bahwa Desmanthus virgatus, Crotalaria juncea,
dan Alternanthera sp. adalah inang yang baik bagi semai cendana. Wawo (2004)
melaporkan bahwa akasia (Acacia villosa) adalah jenis inang primer yang lebih baik
daripada kaliandra (Caliandra callothyrsus) dan turi lokal (Leucaena glauca). Selanjutnya
dijelaskan pula bahwa setelah semai cendana berada dalam polibag lebih kurang selama 3
bulan, maka dilakukan seleksi untuk mendapatkan bibit yang seragam dan pada saat itu
semai cendana telah memiliki 7-9 helai daun. Kegagalan penanaman cendana disebabkan
oleh beberapa faktor seperti penanaman terlalu dalam sehingga akar busuk dan terlalu
dangkal sehingga rentan terhadap kekeringan, akar tanaman terlipat, akar mengenai batu
atau lubang terowongan, kantong plastik tidak di lepas, kualitas bibit tidak memadai dan
media terlalu padat. Keberhasilan penanaman cendana perlu di dukung dengan faktor-faktor
seperti bahan tanaman seperti biji, stek dan stump, tempat tumbuh harus sesuai, cara tanam
yang tepat, diperlukan tanaman inang dan meminimalisir terjadinya gangguan seperti
kebakaran, ternak liar, pencurian, hama dan penyakit serta kondisi iklim. Pola penanaman
campuran seperti wanatani, agroforestri, silvopasture, hutan kemasyarakatan dan
wanafarma sangat dianjurkan, jarak tanam serta memperhatikan karakteristik tanah dan
28
kelerengan lahan dalam arti bahwa semakin curam semakin rapat, sifat jenis tanaman yang
perlu diperhatikan seperti tajuk cepat berkembang boleh ditanam longgar dan tujuan
penanaman kalau untuk keperluan kayu maka disarankan jarak tanam harus rapat. Selain itu
aspek lain yang sangat krusial dalam mendukung keberhasilan pertumbuhan cendana adalah
pemeliharaan yang merupakan upaya yang dilakukan agar tanaman dapat tumbuh dengan
baik sesuai tujuan, dengan mengkondisikan faktor luar yang sesuai dengan tanaman.
Kegiatan-kegiatan dalam pemeliharaan cendana adalah:
1. Penyiraman air yang merupakan kebutuhan air terhadap cendana tidak banyak, rata-
rata setiap hari cukup disiram 800 cc atau sekitar tiga sampai empat gelas air per
bibit cendana. Untuk jumlah bibit yang banyak dapat menggunakan teknologi botol
tetes.
2. Penyulaman yang dilakukan untuk mengganti tanaman yang mati dengan tanaman
baru yang sejenis dan seumur. Tanaman dengan persentase tumbuh kurang dari 40%
dinyatakan gagal.
3. Penyiangan yang merupakan kegiatan membersihkan tanaman pokok dari gangguan
gulma agar tanaman pokok tidak dapat pesaing dalam penyerapan unsur hara.
Penyiangan dilakukan dua kali dalam setahun atau disesuaikan dengan keadaan
pertumbuhan gulma.
4. Pemangkasan dilakukan dengan tujuan agar mengurangi cabang-cabang yang
banyak sehingga dapat meningkatkan kualitas batang pohon yang bagus dan
tanaman inang tidak mengganggu pertumbuhan tanaman cendana.
4. Penjarangan yang merupakan kegiatan mengurangi kepadatan pohon dan
menghindari penyebaran hama penyakit. Penjarangan dilakukan jika tajuk sudah
saling bersentuhan dan saling menutup. Dilakukan pada pertumbuhan pohon yang
kerdil, akan mati dan terserang hama penyakit.
29
5. Perlindungan terhadap gangguan lain. Gangguan lain terhadap cendana adalah
kebakaran yang dapat dicegah dengan membuat sekat bakar, pemangkasan
tumbuhan bawah dan penyuluhan, penggembalaan liar dapat dicegah dengan
membuat pagar.
2.3 Inang Legum
Tumbuhan legum memiliki keunggulan sifat yakni kemampuan mensuplai N atau
fiksasi nitrogen yang baik karena tumbuhan ini berinang dengan bakteri pengikat zat lemas.
Karena itu tumbuhan legum sering dimanfaatkan sebagai pupuk hijau, karena disamping
daunnya yang gugur menjadi sumber pupuk organik yang berkadar N tinggi, juga
dimungkinkan memberi sumbangan nitrogen tanah oleh proses perembesan bintil akarnya.
Dalam kaitan budidaya cendana, tumbuhan legum sangat menguntungkan untuk
digunakan sebagai inang sebab di samping kemampuannya mensuplai zat lemas, merupakan
tumbuhan menahun yang dapat menjadi inang tetap, juga menjadi sumber pupuk organik
bagi lingkungan di sekitarnya (Sunanto, 1995). Kebanyakan Angiospermae yang
hemiparasit akar memiliki tingkat keparasitan yang bervariasi dan serangan haustoria akar
cendana dipengaruhi oleh kecocokannya dengan sifat akar inang, kondisi fisik tanah,
drainase, tingkat kekerasan akar dan kandungan air akar host plan (Annapurna, 2004) dan
kesesuaian kedalaman akar dengan akar cendana (Surachman, 1987).
Cendana menunjukkan kemampuan selektif yang nyata dalam memilih inang
sebagai bentuk asosiasi parasitisme, keberhasilan akar cendana menyerang akar tumbuhan
inang dipengaruhi oleh kesesuaian sifat antara cendana dengan inang. Selain itu kesesuaian
sifat dan kedalaman sistem perakarannya, interaksi antar tumbuhan juga ditentukan oleh
kecocokan sifat biokimianya dan setiap tumbuhan menghasilkan zat kimia tertentu yang
menentukan sifat interaksinya terhadap tumbuhan lain (Rao, 1911). Beberapa jenis
30
tumbuhan legum berkayu (perennial) selalu memiliki daya alelopati terhadap tumbuhan
lain, antara lain Eucaliptus, Gleresidea, Leucaena dan Albizia.
Tumbuhan legum sangat besar potensinya sebagai pupuk organik karena
kemampuannya mengikat N2 atmosfer secara simbiotik dengan bakteri bintil akar
(rhizobium). Dalam tahap awal inang, bakteri bintil menggunakan 30 - 50 % nitrogen yang
difiksasinya. Pada tahap selanjutnya, bintil akar akan memberikan 80 - 90 % nitrogen hasil
fiksasinya kepada inang. Lebih lanjut dikatakan bahwa unsur N merupakan unsur makro
yang sangat esensial mendukung pertumbuhan vegetatif tanaman karena nitrogen sebagai
unsur penyusun protein, ensim dan juga klorofil yang sangat vital peranannya dalam
berbagai aktivitas fisiologi tanaman (Suyitno et al., 2002).
2.3.1 Tanaman turi (Sesbania grandiflora L.Pers)
Suyitno dan Padi (2002) membuktikan bahwa semai cendana dengan inang S.
grandiflora hidup lebih baik daripada semai tanpa inang, dan bahwa pemupukan N dan P
tidak mampu memperbaiki kualitas pertumbuhan semai cendana, yang mengisyaratkan
bahwa akar cendana kurang mampu menyerap N dan P secara efektif.
Kemampuan penyerapan akar terkait dengan tingkat perkembangan akarnya, seperti
biomasa akar, intensitas percabangan, intensitas rambut akar dan struktur anatomis jaringan
korteks akarnya. Umumnya tumbuhan meningkatkan kemampuan menyerap nutrisi dengan
menghasilkan sistem perakaran yang lebat, dan hal ini yang tidak dimiliki oleh cendana
dengan bentuk perakaran lebih banyak di kontrol oleh faktor genetik daripada faktor
lingkungan, walaupun faktor lingkungan juga mempengaruhi hasil pembentukan akarnya.
S. grandiflora merupakan pohon berbatang kecil yang tingginya mencapai 10 meter
dan bentuknya berupa pohon dengan percabangan jarang, cabang mendatar, batang utama
tegak, tajuk cenderung meninggi, daun menyirip ganda. Bunganya tersusun majemuk,
31
mahkota berwarna putih, tipe kupu-kupu, berbentuk buah polong dan menggantung dengan
sifat khusus dari tanaman S. grandiflora adalah pertumbuhannya yang begitu cepat.
S. grandiflora dapat beradaptasi pada tanah asam yang tidak subur, kadang-kadang
juga tumbuh subur pada tanah yang tergenang air. Daun dan bunganya dapat dibuat sayuran.
Kulit batang S. grandiflora berkhasiat sebagai obat radang usus, obat sariawan dan obat
kudis. Tanaman S. grandiflora dapat juga dimanfaatkan sebagai pohon peneduh jalan atau
pekarangan.
2.3.2 Tanaman kacang gude (Cajanus cajan L. Mill sp)
Menurut Kamondo et al. (2014), bahwa “Raising of hosts should be done early in
order to have them ready for pricking out together with Sandalwood germinants.
Appropriate hosts include: C. cajan (Pigeon pea), Sesbania sesban spesies”. C.cajan dapat
memenuhi persyaratan memberikan keuntungan dalam hal adaptasi dibandingkan dengan
tanaman kekacangan lainnya, yaitu toleran terhadap kekeringan dan dapat diratun (Bahar,
1981).
Proses pertumbuhan C.cajan sangat sesuai untuk berbagai karakteristik tanah, baik
pada tanah subur, tanah masam, maupun tanah yang bersalinitas dan pH tinggi (Wallis et
al., 1990). Jenis ini juga tumbuh di daerah tropika dan subtropis, di dataran rendah sampai
ketinggian 2000 m dpl, tahan terhadap intensitas hujan yang tinggi.
Di Timor Leste, C.cajan dikenal dengan nama “Irisi” dalam Bahasa Tetum dan “C.
cajan ”dalam Bahasa Kemak”. Suwasik (1989), bahwa gude dapat beradaptasi pada tanah
asam yang tidak subur, kadang-kadang juga tumbuh subur pada tanah yang tergenang air.
Bunganya biasa digunakan dalam pembuatan pecel, serta kulit batang S. grandiflora
berkhasiat sebagai obat radang usus, obat sariawan dan obat kudis serta C.cajan tahan rebah
dan polong tidak mudah pecah.
32
Dalam rangka memperkenalkan, mengembangkan, dan meningkatkan produksi
C.cajan secara monokultur pada areal lahan kering yang luas, perlu pengembangan teknik
budidaya yang baik seperti pengaturan populasi tanaman atau jarak tanam, penanaman
varietas yang unggul, penggunaan limbah pertanian yang baik sebagai mulsa, dan
pemupukan (Soemarno et al., 1995).
Tanaman C.cajan terutama diusahakan di daerah tropis dan subtropis seperti di
India, Afrika, Asia Tenggara, Karibia, Fiji dan Australia, khususnya di daerah yang beriklim
kering karena jenis ini cocok tumbuh pada kondisi yang ekstrim iklimnya (Bramel et al.,
2004). C.cajan termasuk kacang-kacangan yang merupakan tanaman legum (Dahiya, 1980).
Menurut Widyasari et al. (2013) bahwa unsur hara dalam tanah yang digunakan sebagai
media tanaman inang cendana dari legum dengan C.cajan seperti nitrogen, fosfor, kalium,
magnesium, c-organik dan besi dapat disajikan pada Tabel 2.4.
Tabel 2.4
Standar unsur hara yang terkandung dalam tanah yang digunakan sebagai media tanam
inang legum (Widyasari et al., 2013).
Unsur hara Standar Hasil pengukuran unsur hara
pada tanah Keterangan
N (%b/b) 1,5 0,456 Rendah
P (mg/kg) 2000 424,76 Sangat rendah
K (mg/kg) 10000 380,92 Sangat rendah
Mg (mg/kg) 2000 1683,10 Rendah
C-Organik (% b/b) 12,5 7,93 Rendah
Fe (mg/kg) 100 73,627 Rendah
Jadi nilai standar unsur hara yang diperlukan untuk ketersediaan unsur hara yang
terkandung dalam tanah yang digunakan sebagai media tanam terlihat bahwa unsur hara
tersebut tidak mencukupi dalam pertumbuhan jenis tanaman legum (Widyasari et al., 2013).
Maharani (2008), bahwa kelebihan atau kekurangan unsur hara akan berdampak
buruk terhadap perkembangan akar. Kekurangan besi (Fe) akan menekan fiksasi nitrogen
33
karena unsur tersebut merupakan penyusun nitrogenase. Kekurangan unsur hara fosfor (P)
dan kalsium (K) juga akan manghambat pembentukan bintil akar (nodul).
Lakitan (2004), bahwa tanaman yang dipupuk dengan pupuk fosfor (P) dengan dosis
tepat, akan meningkatkan jumlah nodul atau bintil akar pada tanaman kedelai. Defisiensi
unsur hara akan mempengaruhi pertumbuhan dari tanaman legum, dimana dapat dilihat pada
ukuran tanaman yang kerdil, ukuran akar yang kecil, dan daun yang menguning dan terdapat
bercak-bercak coklat sehingga proses simbiosis tidak terjadi.
Peranan dari unsur hara mikro maupun unsur hara makro sangat penting dalam
pertumbuhan tanaman, dimana apabila unsur hara yang tersedia dalam tanaman kurang dari
jumlah yang dibutuhkan oleh tanaman maka tanaman akan terganggu metabolismenya
sehingga mengakibatkan pertumbuhan akar, batang, dan daun menjadi terhambat dan
mengakibatkan tanaman akan menjadi kerdil dan lama kelamaan akan mengalami nekrosis
dan klorosis pada daun atau defisiensi unsur nitrogen.
2.4 Inang bukan legum
2.4.1 Tanaman Alternanthera sp (krokot).
Menurut Sastrapraja (1980), terdapat 275 jenis Alternanthera sp dan leh sebab itu
jenis ini masih belum diketahui author sebenarnya. Rocha et al. (2014), menambahkan
bahwa tanaman ini dikenal dengan nama Alternanthera sp karena memiliki ciri-ciri tinggi
tanaman 10-15 cm tumbuh membentuk rumpun yang rapat dan merambat ke samping
dengan banyak cabang. Daunnya berbentuk jantung dengan beranekaragam warnanya
antara lain merah, hijau dan ada pula yang berwarna hijau bercak-bercak kuning. Bunganya
kecil berwarna putih, tunggal atau berpasangan yang muncul dari ujung batang atau cabang-
cabangnya. Tanaman Alternanthera sp dapat tumbuh di daerah pegunungan dan dapat pula
tumbuh di daerah dataran rendah.
34
Tanaman Alternanthera sp memiliki akar yang berserabut, yang banyak
mengandung air sehingga dapat bertahan hidup di daerah yang kering (Rocha et al., 2014).
Tanaman Alternanthera sp tumbuhnya merumpun maka sering ditanam pada batas-batas
jalan dan kadang-kadang ditanam pada tanah-tanah yang agak miring untuk mencegah erosi
(Sastrapraja, 1980).
2.4.2 Tanaman cemara gunung (Casuarina junghuniana Miq)
Rocha et al. (2014), C. junghuniana ini meliputi sekitar 70 varietas tumbuhan yang
termasuk Indomalaysia, Australia, dan kepulauan spesifik. Jenis ini termasuk dalam
kelompok Casuarinaceae memiliki cabang monopodial dan ortotropik.
C. junghuniana tumbuh di dataran tinggi dengan ketinggian sampai 3.000 m dpl.
Demikian juga bahwa pengaruh unsur hara cendana dari inang C. junghuniana akan
memberikan hasil terbaik pada pertumbuhan cendana. Pengaruh N, P, K, masih terdapat
juga unsur mikro lainnya seperti Zn, Mn, Cu yang turut mendukung dalam proses
pertumbuhan cendana. Oleh karena itu Cendana tumbuh lebih baik apabila ditanam di antara
C. junghuniana atau di dalam hutan dibandingkan dengan tempat terbuka (Barrett, 1989).
Beberapa jenis C. junghuniana seperti Casuarina equisetifolia, termasuk jenis
pohon cepat tumbuh di daerah beriklim kering dan tahan terhadap kemarau yang panjang
sehingga dapat tumbuh dan berfungsi dengan baik sebagai tanaman inang sekunder dan juga
dapat dipakai sebagai penaung awal tanaman cendana atau tanaman inang primer dan juga
digunakan sebagai inang perantara (Radomiljac et al., 1999).
Teknik pemanfaatan tanaman inang dari jenis C. junghuniana sebagai penaung pada
tanaman cendana adalah salah satu teknik yang dapat diterapkan untuk meningkatkan
serapan unsur hara atau mensuplai unsur hara dan juga untuk mengurangi kerusakan dan
kematian bibit cendana akibat sengatan panas dari radiasi cahaya matahari yang ekstrim
tinggi dan juga kekeringan di musim kemarau serta pada awal penanaman di lapangan
35
(Surata dan Idris, 2001). Inang cendana dari jenis bukan legum yakni C. junghuniana yang
diberikan pada persemaian cendana bertujuan untuk mensuplai hara dari tanah ke cendana
dan aktivitas metabolisme dari tanaman cendana ke tanaman inang. Hara yang diambil dari
dalam tanah berupa unsur nitrogen (N), fosfor (P), kalium (K), besi/feron (Fe), zeng (Zn),
mangan (Mn) dan cuprum (Cu) seperti disajikan pada Tabel 2.5
Tabel 2. 5
Pengaruh unsur hara dalam tanah yang dibutuhkan daun tanaman cendana (Rocha et al.,
2014)
N P K Fe Zn Mn Cu
Percentage Mg Kg-1
Cendana (Kontrol) 2,54 0,15 1,78 436 21,31 495 20,29
Perlakuan Casuarina (H1) 2,63 0,25 2,49 445 20,48 502 21,47
Perlakuan Casuarina (H2) 2,73 0,25 2,53 450 21,01 490 20,39
Nilai masing-masing unsur hara yang tertera pada Tabel 2.5 tersebut memberikan
indikasi bahwa tanaman cendana membutuhkan unsur hara seperti unsur nitrogen memiliki
nilai lebih tinggi pada perlakuan dengan C. junghuniana sebesar 2,73 persen, diikuti dengan
unsur fosfor dengan nilai 2,5 persen, unsur kalium dengan nilai tertinggi 2,5 persen, unsur
besi memiliki nilai 450 mg/kg, unsur mangan pada perlakuan pertama dengan nilai 502
mg/kg dan unsur cuprum memiliki nilai 21,47 mg/kg selama proses pertumbuhannya mulai
dari tahap persemaian hingga mencapai daur tebang.
Pada dasarnya bahwa tanaman cendana yang masih muda menyukai naungan pada
saat setelah penanaman dilapangan, akan tetapi inang sekunder yang baru ditanam di
lapangan belum berfungsi dengan baik sebagai penaung dan juga sebagai inang. Sementara
inang primer hanya dibutuhkan pada saat di persemaian.
Fox dan Barrett (1993) penaungan tanaman cendana dengan sarlon sampai umur satu
tahun dengan intensitas penyinaran kurang dari 50 persen dapat meningkatkan persen
tumbuh tanaman cendana dan setelah umur satu tahun persen tumbuhnya menurun. Butar-
36
butar (2010), bahwa terdapat beberapa jenis inang yang cocok untuk pertumbuhan cendana
dalam proses pertumbuhannya. Jenis-jenis inang yang digunakan untuk tanaman cendana
seperti Capsicum frutenscen, Sesbania grandiflora, Duranta refans, Althenanthera spp,
Acacia oraria, Breynia cerua, Crotalaria juncea, Desmanthus vulgaris, C. cajan. Pengaruh
beberapa inang tersebut terhadap pertumbuhan cendana disajikan pada Tabel 2.6.
Tabel 2. 6
Pengaruh inang terhadap semai cendana setelah delapan bulan penanaman (Butarbutar, 2010)
Jenis tanaman inang
Percobaan di
persemaiann Percobaan di lapangan
Tinggi
rata-rata
(cm)
Diameter
rata-rata
(cm)
Tinggi
rata-rata
(cm)
Diameter
rata-rata
(cm)
Persentase
hidup (%)
Laju
pertum
buhan
Capsicum frutenscen 27,40 0,31 169,15 1,68 21,72 6
Sesbania grandiflora. 23,31 0,34 141,14 1,40 20,00 5
Duranta refans 21,64 0,24 196,75 1,73 48,57 4
Althenanthera spp 43,77 0,45 170,07 1,75 44,18 2
Acacia oraria 23,27 0,30 108,86 1,08 22,50 9
Breynia cerua 25,65 0,27 148,29 1,54 36,67 7
Crotalaria juncea 43,43 0,39 154,30 1,65 27,50 3
Desmanthus vulgaris 44,60 0,40 205,93 2,22 57,14 1
C. cajan 28,86 0,29 104,65 1,14 30,00 a.
Barrett (1989) juga menyatakan bahwa tanaman cendana pada awal penanaman
sangat peka terhadap kekeringan dan akan segera mati oleh penyinaran matahari langsung
kalau tidak diimbangi dengan perlindungan.
2.5 Karakteristik Tanah yang Mendukung Pertumbuhan Cendana
Pada dasarnya, tanah merupakan suatu lapisan yang berada di permukaan bumi,
berbentuk padat tetapi bukan batuan, dengan penyebaran secara horizontal dan vertikal yang
berbeda untuk satu daerah dengan daerah yang lainnya. Sifat-sifat tanah selalu bersifat
heterogen dari suatu tempat dengan tempat lainnya. Hal ini dikarenakan tanah sebagai
tempat manusia, hewan, dan tumbuhan berpijak untuk melakukan aktivitas serta
rutinitasnya. Manusia sangat berpengaruh terhadap perubahan sifat-sifat tanah karena
seiring terjadinya pertambahan penduduk yang cukup besar, sehingga kebutuhan akan
37
pangan juga akan meningkat yang menyebabkan timbulnya persaingan dalam penggunaan
lahan sehingga mendorong manusia melakukan pembukaan lahan baru. Tanah juga
merupakan suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair
dan gas, dan mempunyai sifat serta perilaku yang dinamik. Benda alami ini terbentuk oleh
hasil interaksi antara iklim dan jasad hidup terhadap bahan induk yang dipengaruhi oleh
relief tempatnya terbentuk dan waktu (Arsyad, 2006). Tanah sangat mendukung berbagai
aktivitas kehidupan manusia dan organisme lainnya. dan dapat dikatakan, tanpa adanya
tanah, hampir setiap jenis aktivitas kehidupan manusia akan terganggu. Adanya perbedaan
setiap faktor juga menyebabkan perbedaan jenis dan karakteristik tanah yang dibentuk.
Karakteristik tanah yang bertekstur pasir mempunyai luas permukaan (specific
surface) yang kecil, sehingga sulit menyerap atau menahan air dan unsur hara, sehingga
pada musim kemarau mudah kekurangan air. Bila jumlah pasir tidak terlalu banyak,
pengaruhnya terhadap tanah akan baik, karena cukup longgar, air akan mudah meresap, dan
jumlahnya cukup dikandung tanah, udara tanah mudah masuk dan tanah mudah diolah
(Hasibuan 2006). Berdasarkan segi tiga tekstur pada Gambar 1, tekstur kasar terdiri dari
lempung liat berpasir, lempung berpasir, pasir berlempung, berpasir dan pasir
(Hardjowigeno 2007). Dalam kaitannya dengan daya simpan air, tanah pasir mempunyai
daya pengikatan terhadap lengas tanah yang relatif rendah, karena permukaan kontak antara
permukaan tanah dengan air pada tanah yang teksturnya lebih halus dan tanah pasir tersebut
didominasi oleh pori makro (Islami dan Istomo, 1995). Oleh karena itu, air yang masuk ke
tanah pasir akan segera mengalami perkolasi, sementara itu air kapiler akan mudah lepas
karena evaporasi.
Tanah pasir tidak memiliki kemampuan menjerap atau mengikat air dan hara
sehingga tanah pasir tidak subur dan mudah kering. Tanah pasir juga sedikit mengandung
liat, kapasitas tukar kation yang rendah dan miskin bahan organik atau humus.
38
Pasir merupakan mineral sisa pelapukan yang mempunyai daya tahan terhadap
pelapukan yang tinggi sehingga menjadi sukar lapuk. Hal ini menjadikan tanah berpasir
menjadi media untuk tumbuh yang sangat jelek.
Gambar 2.11.
Diagram segitiga tekstur tanah (Hardjowigeno, 2007)
Tanah pasir memerlukan granulasi. Oleh sebab itu salah satu cara untuk
mengatasinya adalah dengan penambahan bahan organik (Soepardi, 1983). Dalam bidang
pertanian, tanah lebih diidentikkan dengan tempat atau media tumbuh tanaman. Hal ini
karena paling tidak tanah memiliki empat fungsi utama:
1) Tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran yang memungkinkan tanaman tumbuh
tegak dan mendapatkan nutrisi makanan.
2) Penyedia kebutuhan pokok tanaman seperti air, udara, dan beberapa nutrisi yang sangat
dibutuhkan tanaman untuk tumbuh, berkembang, dan menghasilkan.
39
3) Penyedia kebutuhan sekunder yang berfungsi untuk menunjang metabolisme tanaman
seperti zat pengatur tumbuh, enzim, dan antibiotik.
4) Habitat biota tanah yang seringkali menunjang pertumbuhan tanaman.
Seperti telah disebutkan di atas, tanah memiliki persebaran secara vertikal dan
horizontal. Persebaran vertikal hanya dipengaruhi oleh jenis tanah. Persebaran secara
horizontal disebabkan oleh perbedaan keadaan iklim, topografi, bahan batuan induk,
organisme, dan waktu yang menyebabkan setiap daerah memiliki jenis dan karakter tanah
yang juga berbeda-beda. Perbedaan jenis tanah juga akan menyebabkan perbedaan
pemanfaatan untuk pertanian karena setiap tanaman memiliki syarat tumbuh yang berbeda-
beda berkaitan dengan sifat dan karakter tanah.
Tanah juga merupakan lapisan permukaan bumi yang berasal dari bebatuan yang
telah mengalami serangkaian pelapukan oleh gaya-gaya alam, sehingga membentuk regolit
atau lapisan partikel halus. Demikian bahwa tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang
secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran penopang
tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara, secara kimiawi
berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi dalam bentuk senyawa organik
dan anorganik sederhana dan unsur-unsur esensial seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe,
Mn, B, Cl dan secara biologi berfungsi sebagai habitat biota bagi organisme yang
berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif untuk memacu
pertumbuhan, dan memproteksi tanaman, yang ketiganya secara integral mampu menunjang
produktivitas tanah untuk menghasilkan biomasa dan produksi suatu tanaman.
2.5.1 Sifat fisika tanah
Keadaan sifat fisik tanah yang baik dapat memperbaiki lingkungan untuk perakaran
tanaman dan secara tidak langsung memudahkan penyerapan hara, sehingga relatif
menguntungkan pertumbuhan tanaman. Sifat fisik tanah berperan penting dalam
40
mendukung pertumbuhan tanaman. Sifat fisik tanah, seperti kerapatan isi dan kekuatan
tanah sudah lama dikenal sebagai parameter utama dalam menilai keberhasilan teknik
pengolahan tanah (Hardjowigeno, 2007). Sifat fisik tanah juga sangat mempengaruhi sifat-
sifat tanah yang lain dalam hubungannya dengan kemampuannya untuk mendukung
pertumbuhan tanaman dan kemampuan tanah untuk menyimpan air. Walaupun sifat fisika
tanah telah lama dan secara luas dipahami sebagai salah satu faktor yang sangat menentukan
keberhasilan tanaman, sampai dewasa ini perhatian terhadap kepentingan menjaga dan
memperbaiki sifat fisik tanah masih sangat terbatas.
Sifat fisik tanah berhubungan dengan kondisi dan pergerakan benda serta aliran
energi dalam tanah. Sifat fisika tanah dibentuk oleh empat komponen utama tanah yaitu
partikel-partikel mineral, bahan organik, air dan udara. Perbandingan keempat komponen
tersebut sangat bervariasi berdasarkan jenis tanah, lokasi, dan kedalaman.
Sifat fisik tanah terbentuk akibat proses degradasi mineral batuan oleh asam-asam
organik-anorganik. Degradasi mineral batuan merupakan proses perubahan permukaan
bumi karena terjadi penyingkiran mineral batuan oleh proses fisika, kimia, dan biologi.
Proses ini termasuk dalam proses eksogenik yang terdiri dari pelapukan, erosi, dan
pergerakan massa. Pelapukan berperan menyediakan bahan mentah tanah. Erosi
berpengaruh dominan menghilangkan tanah yang telah terbentuk, serta pergerakan massa
mampu menjalankan fungsi pelapukan dan erosi. Tekstur tanah juga menentukan sifat fisik
tanah dimana tekstur tanah menunjukkan perbandingan butir-butir pasir (2mm - 50μ), debu
(2μ-50 μ), dan liat (< 2μ) di dalam fraksi tanah halus (Hardjowigeno, 2007). Ukuran relatif
partikel tanah dinyatakan dalam istilah tekstur yang mengacu pada kehalusan atau kekasaran
tanah (Foth, 1994).
Hanafiah (2007), tanah yang didominasi pasir akan banyak mempunyai pori-pori
makro (besar) disebut lebih poreus, tanah yang didominasi debu akan banyak mempunyai
41
pori-pori meso (sedang) agak poreus, serta yang didominasi liat akan mempunyai pori-pori
mikro (kecil) atau tidak poreus. Hardjowigeno (2003) tanah dengan tekstur pasir banyak
mempunyai pori-pori makro sehingga sulit menahan air. Berdasarkan kelas teksturnya maka
tanah digolongkan menjadi:
1. Tanah bertekstur kasar atau tanah berpasir, berarti tanah yang mengandung minimal
70% pasir.
2. Tanah bertekstur halus atau kasar berliat, berarti tanah yang mengandung minimal
37,5% liat atau bertekstur liat, liat berdebu atau liat berpasir.
3. Tanah bertekstur sedang atau tanah berlempung, terdiri dari:
a. Tanah bertekstur sedang tetapi agak kasar meliputi tanah yang bertekstur lempung
berpasir lempung berpasir halus.
b. Tanah bertekstur sedang meliputi yang bertekstur berlempung berpasir sangat halus,
lempung (loam), lempung berdebu (silty loam) atau debu (silt).
c. Tanah bertekstur sedang tetapi agak halus mencakup lempung liat (clay loam),
lempung liat berpasir (sandy clay loam), atau lempung liat berdebu (sandy silt loam).
Tanaman secara tidak langsung dapat melindungi tanah dari kerusakan sifat fisiknya,
terutama kerusakan akibat aliran permukaan. Adanya tanaman akan menyebabkan air hujan
yang jatuh tidak menghantam permukaan tanah melainkan terlebih dahulu ditangkap oleh
tajuk daun tanaman, dan proses ini disebut intersepsi yang sangat erat kaitannya dengan
tekstur tanah dan rendahnya kadar bahan organik tanah yang mengakibatkan daya simpan
tanah terhadap air dan kesuburan tanah yang rendah.
Tanaman cendana merupakan salah satu jenis komoditi yang mempunyai peluang
pasar yang cukup besar di Timor Leste. Tanah di Timor Leste pada khususnya dan pulau
Timor pada umumnya memiliki lapisan solum yang tipis sehingga sulit untuk
dikembangkan untuk kegiatan tanaman pertanian yang intensive. Hal ini dikarenakan
42
topografi yang berbukit hingga pegunungan yang mengakibatkan limpasan permukaan atau
run off lebih tinggi pada saat musim hujan karena tidak mampu untuk mengikat air dan hara
oleh karena rendahnya tingkat infiltrasi air ke dalam tanah. Namun pada kenyataannya jenis
tanaman cendana sangat cocok tumbuh pada kondisi tanah seperti ini. Karakter tanah ini
jika dihubungkan dengan ordo tanah maka dikategorikan sebagai tanah Entisol.
Pertumbuhan cendana sangat erat kaitannya dengan lingkungan pertumbuhannya
karena sifatnya yang hemiparasit, terutama mengenai kondisi tanahnya. Oleh karena itu
mengingat Entisols merupakan tanah yang relatif kurang menguntungkan untuk
pertumbuhan tanaman bukan hanya cendana saja akan tetapi untuk jenis komersial dan
bukan komersial lainnya, maka di perlukan upaya untuk meningkatkan produktifitasnya.
Selain tekstur tanah yang merupakan sifat fisik tanah, terdapat sifat fisik tanah yang
disebut dengan struktur tanah. Struktur tanah merupakan gumpalan-gumpalan kecil alami
dari tanah, akibat melekatnya butir-butir primer tanah satu sama lain. Satu unit struktur
disebut ped (terbentuk karena proses alami). Struktur tanah memiliki bentuk yang berbeda-
beda yaitu lempeng (plety), prismatik (prismatic), inang (columnar), gumpal bersudut
(angular blocky), gumpal membulat (subangular blocky), granular (granular), remah
(crumb) (Hardjowigeno 2003).
Arsyad (2005) struktur adalah kumpulan butir-butir tanah disebabkan terikatnya
butir-butir pasir, liat dan debu oleh bahan organik, oksida besi dan lain-lain. Struktur tanah
yang penting dalam mempengaruhi infiltrasi adalah ukuran pori dan kemantapan pori. Pori-
pori yang mempunyai diameter besar (0,06 mm atau lebih) memungkinkan air keluar
dengan cepat sehingga tanah beraerasi baik, pori-pori tersebut juga memungkinkan udara
keluar dari tanah sehingga air dapat masuk. Istilah tekstur digunakan untuk menunjukkan
ukuran partikel-partikel tanah. Tetapi, apabila ukuran partikel tanah sudah diketahui maka
digunakan istilah struktur. Struktur menunjukkan kombinasi atau susunan partikel-partikel
43
tanah primer yang terdiri dari pasir, debu dan liat sampai pada partikel-partikel sekunder
atau (ped) disebut juga agregat. Unit ini dipisahkan dari unit gabungan atau karena
kelemahan permukaan. Struktur suatu horizon yang berbeda satu profil tanah merupakan
satu ciri penting tanah, seperti warna, tekstur atau komposisi kimia. Ada dua jenis tanah
tanpa struktur, yakni butir tunggal (single grain) dan massive. Butir tunggal adalah apabila
partikel-partikel tanah dalam keadaan lepas (tidak terikat) satu sama lainya. Keadaan ini
sering dijumpai pada tanah-tanah yang banyak mengandung pasir.
Untuk tanah yang massive apabila partikel-partikel tanah dalam keadaan terikat satu
sama lainnya (Hakim et al. 1986). Gradasi dari struktur merupakan derajat agregasi atau
perkembangan struktur. Istilah-istilah untuk gradasi struktur adalah sebagai berikut (Foth,
1994):
1. Tidak mempunyai struktur sehingga agregasi tidak dapat dilihat atau tidak tertentu
batasnya dan susunan garis-garis alam semakin kabur dan pejal jika menggumpal,
berbutir tunggal jika tidak menggumpal.
2. Lemah dan ped yang sulit dibentuk, dapat dilihat dengan mata telanjang.
3. Sedang dan ped yang dapat dibentuk dengan baik, tahan lama dan jelas, tetapi tidak jelas
pada tanah yang tidak terganggu.
4. Kuat diaman ped yang kuat, jelas pada tanah yang tidak terganggu satu dengan yang lain
terikat secara lemah, tahan terhadap perpindahan dan menjadi terpisah apabila tanah
tersebut terganggu.
Aliran permukaan atau run off yang mengakibatkan erosi dipengaruhi oleh dua
faktor yaitu kapasitas infiltrasi dan permeabilitas dari lapisan tanah. Apabila kapasitas
infiltrasi dan permeabilitas besar dan mempunyai lapisan kedap yang dalam maka aliran
permukaan rendah, sedangkan untuk tanah yang bertekstur halus maka penyerapan air akan
semakin lambat dan aliran permukaan tinggi.
44
Kadar air atau water content (w) didefinisikan sebagai perbandingan antara berat air
dan berat butiran padat dari volume tanah yang diselidiki. Pemeriksaan kadar air dapat
dilakukan dengan pengujian soil test di laboratorium, begitu juga untuk mengukur angka
pori, derajat kejenuhan dan berat jenis tanah. Fungsi air tanah yaitu sebagai pembawa unsur
hara dalam tanah serta keseluruhan bagian tanaman. Kadar air selalu berubah sebagai respon
terhadap faktor-faktor lingkungan dan gaya gravitasi, sehingga contoh tanah dengan kadar
air harus disaring, diukur, dan biasanya satu kali contoh tanah akan dianalisis untuk
penerapan suatu sifat (Hakim et al., 1986). Kadar air dihitung secara gravimetrik dengan
satuan mg/gr, yaitu berat air yang terdapat di dalam suatu massa tanah kering
(Hardjowigeno, 1992). Banyaknya kandungan air tanah berhubungan erat dengan besarnya
tegangan air dalam tanah tersebut. Kemampuan tanah dapat menahan air antara lain
dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah-tanah yang bertekstur kasar pada
umumnya mempunyai daya ikat atau menahan air yang lebih kecil dari pada tanah yang
bertekstur halus. Pasir umumnya lebih mudah kering dari pada tanah-tanah bertekstur
berlempung atau liat (Hardjowigeno, S., 1992).
Pori tanah adalah ruang-ruang yang terletak antara padatan bahan tanah. Pori tanah
diklasifikasikan berdasar pada ukuran yang setara ruang antar bahan padat tanah.
Pengklasifikasian pori tanah dapat dilaksanakan dengan menganggap pori tanah ini sebagai
badan tunggal di dalam tubuh tanah, serta antar pori besar berukuran setara akan
dihubungkan oleh sekumpulan pori-pori berukuran sangat kecil.
Pada susunan padat sederhana butiran pasir, dengan pori yang berbentuk dan
berukuran serupa, saling berhubungan, maka bidang kerut-tegas yang terlihat d inang gap
sebagai batas dari suatu pori. Pori dengan O < 30 mikron berperan penting bagi jasad renik
tanah dan tanaman, pori dengan O 30-100 mikron penting pada fenomena pergantian udara
tanah dan cadangan untuk transport dan pengalihan air tanah, dan pori dengan O > 100
45
mikron berperan besar dalam mempercepat laju penetrasi udara ke bagian tubuh tanah
sebelah dalam, serta mempercepat pelaluan air dalam tanah. Sifat-sifat fisik tanah
berhubungan erat dengan kelayakan pada banyak tanah, baik layak untuk kegiatan
pengembangan pertanian, kehutanan, dan pemanfaatan untuk unsur-unsur lainnya. Salah
satu faktor yang menjadi kekokohan dan kekuatan pendukung adalah drainase dan kapasitas
penyimpanan air, plastisitas, kemudian kemudahan ditembus akar, aerasi, dan penyimpanan
hara tanaman dan kesemuanya ini, secara erat pasti berkaitan dengan kondisi fisika tanah.
Hardjowigeno (2007) salah satu sifat fisik tanah adalah bobot isi biasa diartikan
sebagai kerapatan atau bobot isi yang menunjukkan perbandingan antara berat kering tanah
dengan volume tanah termasuk pori-pori tanah yang dapat digunakan untuk menghitung
ruang pori total (total porosity) tanah dengan dasar bahwa kerapatan tanah (particle density)
tanah sebesar 2,65 g/cc. Bobot isi yang tinggi menyebabkan makin kecil ruangan
strukturnya dan semakin kecil ruang porinya. Oleh sebab itu bobot isi yang tinggi jelas
mempengaruhi daya tembus akar tanaman dalam tanah, dan laju difusi O2 di dalam pori-
pori tanah sehingga respirasi akar terganggu. Demikian juga bahwa pori-pori tanah adalah
bagian tanah yang tidak terisi bahan padat tanah yang terisi oleh udara dan air, serta pori
tanah dapat dibedakan menjadi pori kasar atau sering disebut macro pore dan pori halus
atau micro pore. Pori kasar berisi udara atau air gravitasi air yang mudah hilang karena gaya
gravitasi, sedang pori halus berisi air kapiler dan udara. Demikian juga kalau porositas tanah
tinggi terjadi karena adanya bahan organik yang tinggi. Oleh sebab itu porositas tanah
dipengaruhi oleh kandungan bahan organik, struktur, dan tekstur tanah.
Foth (1994) besaran bobot isi tanah dapat bervariasi dari waktu ke waktu atau dari
lapisan ke lapisan sesuai dengan perubahan ruang pori atau struktur tanah. Keragaman itu
menunjukkan derajat kepadatan tanah, karena tanah dengan ruang pori berkurang dan berat
tanah setiap satuan bertambah menyebabkan meningkatnya bobot isi tanah. Tanah dengan
46
bobot yang besar akan sulit meneruskan air atau sulit ditembus akar tanaman, sebaliknya
tanah dengan bobot isi rendah, akar tanaman lebih mudah berkembang. Jadi bobot isi
merupakan rasio bobot kering mutlak (suhu 105oC) suatu unit tanah terhadap volume total,
yang sering dinyatakan dalam gr/cm3.
Mustofa (2007) nilai bobot isi dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya
pengolahan tanah, bahan organik, pemadatan oleh alat-alat pertanian, tekstur, struktur,
kandungan air tanah, dan lain-lain. Pengolahan tanah yang sangat intensif akan menaikkan
bobot isi. Hal ini disebabkan pengolahan tanah yang intensif akan menekan ruang pori
menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan tanah yang tidak pernah diolah. Tanah dengan
kelas tekstur pasir yang banyak memiliki pori-pori makro yang dominan sehingga sulit
menahan air. Besar kecilnya nilai berat volume tanah dipengaruhi oleh berat jenis partikel,
susunan partikel dan bahan organik. Pada umumnya berat volume tanah untuk tanah
pertanian berkisar antara 1,1 – 1,6 g/cm3. Porositas atau ruang pori tanah adalah volume
seluruh pori-pori dalam suatu volume tanah utuh, yang dinyatakan dalam persen. Porositas
terdiri dari ruang diantara partikel pasir, debu dan liat serta ruang diantara agregat-agregat
tanah. Menurut ukuranya porositas tanah dikelompokkan ke dalam ruang pori kapiler yang
dapat menghambat pergerakan air menjadi pergerakan kapiler, dan ruang pori nonkapiler
yang dapat memberi kesempatan pergerakan udara dan perkolasi secara cepat sehingga
sering disebut pori drainase, sehingga porositas total tanah dapat di hitung dari data berat
volume tanah dan data berat jenis partikel. Berat jenis partikel adalah perbandingan antara
berat kering tanah dengan volume tanah atau tidak termasuk pori yang terdapat di antara
partikel, yang dinyatakan dalam gram persentimeter kubik. Penetapan berat jenis partikel
dipergunakan dalam pergerakan partikel tanah dalam air, laju pengendapan dan perhitungan
porositas tanah.
47
Soepardi (1983) ruang pori tanah yaitu bagian dari tanah yang ditempati oleh air dan
udara, dan ruang pori total terdiri atas ruangan diantara partikel pasir, debu, dan liat serta
ruang diantara agregat-agregat tanah.
Hanafiah (2007) porositas adalah proporsi ruang pori total dimana masih terdapat
ruang kosong yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh air dan
udara. Porositas tanah tinggi jika bahan organik tinggi. Tanah-tanah dengan struktur remah
atau granular mempunyai porositas yang lebih tinggi daripada tanah-tanah yang berstruktur
pejal. Agar tanaman dapat tumbuh baik diperlukan perimbangan antara pori-pori yang
dibedakan menjadi pori berguna dan pori tidak berguna untuk ketersediaan air bagi tanaman.
Pori berguna bagi tanaman yaitu pori yang berdiameter diatas 0,2 mikron, yang terdiri pori
pemegang air berukuran diameter 0,2 - 8,6 mikron, pori drainase lambat berdiameter 8,6 -
28,6 mikron, dan pori drainase cepat berdiameter diatas 28,8 mikron.
Hardjowigeno (1993) air yang terdapat dalam pori pemegang air disebut air tersedia,
umumnya antara titik layu dan kapasitas lapang. Pori tidak berguna bagi tanaman adalah
pori yang diameternya kurang dari 0,2 mikron. Akar tanaman tidak mampu menghisap air
pada pori ukuran kurang dari 0,2 mikron tersebut, sehingga tanaman menjadi layu. Untuk
mengeluarkan air dari pori ini diperlukan tenaga tekanan atau isapan setara dengan 15
atmosfir. Ukuran pori dan kemantapan pori berpengaruh terhadap daya infiltrasi, semakin
besar dan mantap pori tersebut maka daya infiltrasi akan semakin besar. Tanah-tanah pasir
mempunyai pori-pori kasar lebih banyak daripada tanah liat. Tanah dengan banyak pori-
pori kasar sulit menahan air sehingga tanaman mudah kekeringan. Tanah-tanah liat
mempunyai pori total berdasarkan jumlah pori-pori makro ditambah dengan jumlah pori-
pori mikro, lebih tinggi daripada tanah pasir. Tanah remah memberikan kapasitas infiltrasi
akan lebih besar daripada tanah liat. Tanah dengan pori-pori jenuh air mempunyai kapasitas
48
lebih kecil dibandingkan tanah dalam keadaan kering. Tanah pasir memiliki pori drainase
yang baik sehingga infiltrasinya tinggi tetapi tidak dapat mengikat air tersebut.
Hillel (1971) Permeabilitas merupakan parameter sifat fisika tanah yang dalam
keadaan alamiah nilainya sangat bervariasi, baik untuk pergerakan secara vertikal maupun
horizontal. Pengetahuan tentang permeabilitas ini sangat berguna di dalam pengelolaan
lahan pertanian, drainase dan irigasi, budidaya perikanan dan pengawasan banjir.
Permeabilitas tanah merupakan parameter sifat fisika tanah yang menentukan kecepatan
pergerakan air dalam tanah. Tanah dengan permeabilitas rendah diinginkan untuk
persawahan yang membutuhkan banyak air.
Hardjowigeno (2003) permeabilitas adalah kecepatan laju air dalam medium massa
tanah, dan sifat ini penting artinya dalam keperluan drainase dan tata air tanah. Bagi tanah-
tanah yang bertekstur halus biasanya mempunyai permeabilitas lebih lambat dibanding
tanah bertekstur kasar. Nilai permeabilitas suatu solum tanah ditentukan oleh suatu lapisan
tanah yang mempunyai nilai permeabilitas terkecil.
Foth (1994) permeabilitas merupakan kemudahan cairan, gas dan akar menembus
tanah. Tanah dengan struktur mantap adalah tanah yang memiliki permeabilitas dan drainase
yang sempurna, serta tidak mudah didespersikan oleh air hujan. Permeabilitas tanah dapat
menghilangkan daya air untuk mengerosi tanah, serta drainase mempengaruhi baik
buruknya pertukaran udara dan faktor tersebut selanjutnya akan mempengaruhi kegiatan
mikroorganisme dan perakaran dalam tanah. Aliran permukaan atau run off yang
mengakibatkan erosi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu kapasitas infiltrasi dan permeabilitas
dari lapisan tanah. Sehingga apabila kapasitas infiltrasi dan permeabilitas besar dan
mempunyai lapisan kedap yang dalam maka aliran permukaan rendah, sedangkan untuk
tanah yang bertekstur halus maka penyerapan air akan semakin lambat dan aliran permukaan
tinggi.
49
Bobot isi menyatakan tingkat kepadatan tanah yaitu berat kering suatu volume tanah
dalam keadaan utuh yang biasanya dinyatakan dengan g/cm3. Perkembangan struktur yang
paling besar pada tanah-tanah permukaan dengan tekstur halus menyebabkan kerapatan
massanya lebih rendah dibandingkan tanah berpasir. Bobot isi dihitung berdasarkan berat
tanah (g)/volume tanah (cm3) (Foth, 1988). Kerapatan massa lapisan yang bertekstur halus
biasanya antara 1,0-1,3 g/cm3. Jika struktur tanah kasar maka kerapatan massa 1,3-1,8
g/cm3. Dimana makin padat suatu tanah makin tinggi kerapatan massa sehingga makin sulit
meneruskan air atau ditembus oleh akar tanaman. Hakim et al. (1986), bahwa kemantapan
agregat yang semakin tinggi dapat menurunkan bobot isi tanah maka persentase ruang pori-
pori semakin kasar dan kapasitas mengikat air semakin tinggi. Kepadatan tanah erat
hubungannya dengan penetrasi akar dan produksi tanaman. Jika terjadi pemadatan tanah
maka air dan udara sulit disimpan dan ketersediaannya terbatas dalam tanah menyebabkan
terhambatnya pernapasan akar dan penyerapan air dan memiliki unsur hara yang rendah
karena memiliki aktivitas mikroorganisme yang rendah. Ruang pori tanah merupakan
bagian yang diduduki udara dan air. Jumlah ruang pori sebagian ditentukan oleh susunan
butir-butir padat, apabila letak keduannya cenderung erat, seperti pada pasir atau subsoil
yang padat, total porositasnya rendah. Agregat tanah yang bergumpal seperti yang kerap
kali terjadi pada tanah-tanah yang bertekstur sedang yang besar kandungan bahan
organiknya, ruang pori persatuan volume akan tinggi. Tanah bertekstur halus akan
mempunyai persentase pori total lebih tinggi dari pada bertekstur kasar, walaupun ukuran
pori dari tanah bertekstur halus kebanyakan sangat kecil dan porositas sama sekali tidak
menunjukkan distribusi ukuran pori dalam tanah yang merupakan suatu sifat yang penting.
Dwijoseputro (1980) adanya penurunan porositas tanah karena memburuknya aerasi
juga merupakan faktor yang paling berpengaruh dalam penyerapan fosfor. Semakin rendah
50
porositas tanah, maka semakin rendah pula kemampuan tanah dalam penyerapan unsur
fosfor sehingga ketersediaan fosfor lebih rendah.
2.5.2 Sifat kimia tanah
Reaksi tanah yang penting adalah masam, netral atau alkalin. Hal tersebut didasarkan
pada jumlah ion H+ dan OH- dalam larutan tanah. Reaksi tanah yang menunjukkan sifat
kemasaman atau alkalinitas tanah dinilai berdasarkan konsentrasi H+ dan dinyatakan dengan
nilai pH.
Bila dalam tanah ditemukan ion H+ lebih banyak dari OH-, maka disebut masam (pH
<7). Bila ion H+ sama dengan ion OH- maka disebut netral (pH=7), dan bila ion OH- lebih
banyak dari pada ion H+ maka disebut alkalin atau basa (pH >7) (Hakim et al., 1986).
Pengukuran pH tanah dapat memberikan keterangan tentang kebutuhan kapur, respon tanah
terhadap pemupukan, proses kimia yang mungkin berlangsung dalam proses pembentukan
tanah, dan lain-lain (Hardjowigeno 2003). Nilai pH berkisar dari 0-14 dengan pH 7 disebut
netral dan pH kurang dari 7 disebut masam dan pH lebih dari 7 disebut alkalis. Walaupun
demikian pH tanah umumnya berkisar dari 3,0-9,0.
Pada umumnya tanah bereaksi masam dengan pH berkisar antara 4,0 – 5,5 sehingga
tanah dengan pH 6,0 – 6,5 sering telah dikatakan cukup netral meskipun sebenarnya masih
agak masam. Di daerah yang sangat kering kadang-kadang pH tanah sangat tinggi (pH lebih
dari 9,0) karena banyak mengandung garam natrium.
Hakim et al. (1986), bahwa faktor yang mempengaruhi pH antara lain kejenuhan
basa, sifat misel (koloid), macam kation yang terjerap. Kapasitas tukar kation (KTK) suatu
tanah dapat didefinisikan sebagai suatu kemampuan koloid tanah menjerap dan
mempertukarkan kation (Hakim et al., 1986). Hasibuan (2006), kapasitas tukar kation
merupakan banyaknya kation-kation yang dijerap atau dilepaskan dari permukaan koloid liat
atau humus dalam miliekuivalen per 100 gram contoh tanah atau humus dimana satu mil
51
ekuivalen atau satu mili setara atau sama dengan satu milligram hidrogen atau sejumlah ion
lain yang dapat bereaksi atau menggantikan ion hidrogen tersebut pada misel.
Walaupun demikian kadang-kadang USDA bagian survey tanah menggunakan
sebagai me/100 g liat. Akan tetapi pada umumnya penentuan KTK adalah untuk semua
kation yang dapat dipertukarkan, sehingga KTK = jumlah atau total mili ekuivalen kation
yang dapat dipertukarkan per 100 gram tanah (Tan, 1982).
Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan sifat kimia yang sangat erat hubungannya
dengan kesuburan tanah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau kadar liat
tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik
rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowogeno, 2007). Nilai KTK tanah sangat beragam
dan tergantung pada sifat dan ciri tanah itu sendiri.
Tekstur tanah juga berpengaruh terhadap KTK tanah. Semakin halus tekstur tanah
semakin tinggi pula KTK nya seperti terlihat pada Tabel 2.7.
Tabel 2. 7
Pengaruh tekstur tanah terhadap kapasitas tukar kation (Hasibuan, 2006)
Tekstur Kapasitas tukar kation (me/100 g)
Pasir 0 – 5
Lempung berpasir 5 – 10
Lempung dan lempung berdebu 10 – 15
Lempung berliat 15 – 20
Liat 15 – 40
Hakim et al. (1986), bahwa besar kecilnya kapasitas tukar kation tanah pada suatu
tempat dipengaruhi oleh reaksi tanah atau pH, tekstur atau jumlah liat, jenis mineral liat,
bahan organik, serta pengapuran dan pemupukan.
Pada tanah dengan nilai KTK relatif rendah, proses penjerapan unsur hara oleh koloid
tanah tidak berlangsung intensif, dan akibatnya unsur-unsur hara tersebut akan dengan
mudah tercuci dan hilang bersama gerakan air di tanah (infiltrasi, perkolasi), dan pada
gilirannya hara tidak tersedia bagi pertumbuhan tanaman. Nilai KTK pada tapak terganggu
52
umumnya lebih rendah jika dibandingkan dengan pada tapak tidak terganggu. Turunnya nilai
KTK tanah tersebut dapat disebabkan karena menurunnya kandungan bahan organik tanah
sebagai akibat dari kegiatan fisik di badan tanah.
Bahan organik adalah segala bahan-bahan atau sisa-sisa yang berasal dari tanaman,
hewan dan manusia yang terdapat di permukaan atau di dalam tanah dengan tingkat
pelapukan yang berbeda (Hasibuan, 2006). Bahan organik merupakan bahan pemantap
agregat tanah yang baik. Sekitar setengah dari kapasitas tukar kation (KTK) berasal dari
bahan organik (Hakim et al., 1986).
Kandungan bahan organik dalam tanah merupakan salah satu faktor yang berperan
dalam menentukan keberhasilan suatu budidaya tanaman. Hal ini dikarenakan bahan organik
dapat meningkatkan kesuburan kimia, fisika maupun biologi tanah. Penetapan kandungan
bahan organik dilakukan berdasarkan jumlah C-Organik. Selain itu, menurut Mulyani
(1997); Kohnke (1968), fungsi bahan organik adalah sebagai berikut : (i) sumber makanan
dan energi bagi mikroorganisme, (ii) membantu keharaan tanaman melalui perombakan
dirinya sendiri melalui kapasitas pertukaran humusnya, (iii) menyediakan zat-zat yang
dibutuhkan dalam pembentukan pemantapan agregat-agregat tanah, (iv) memperbaiki
kapasitas mengikat air dan melewatkan air, (v) serta membantu dalam pengendalian
limpasan permukaan dan erosi.
Bahan organik tanah sangat menentukan interaksi antara komponen abiotik dan
biotik dalam ekosistem tanah. Kandungan bahan organik dalam bentuk C-organik di tanah
harus dipertahankan tidak kurang dari 2 persen, agar kandungan bahan organik dalam tanah
tidak menurun dengan waktu akibat proses dekomposisi mineralisasi maka sewaktu
pengolahan tanah penambahan bahan organik mutlak harus diberikan setiap tahun.
Kandungan bahan organik antara lain sangat erat berkaitan dengan KTK (kapasitas tukar
kation) dan dapat meningkatkan KTK tanah. Tanpa pemberian bahan organik dapat
53
mengakibatkan degradasi kimia, fisik, dan biologi tanah yang dapat merusak agregat tanah
dan menyebabkan terjadinya pemadatan tanah tanah (Clark, 1989).
Clark (1989), secara umum carbon dari bahan organik tanah terdiri dari 10-20%
karbohidrat, terutama berasal dari biomasa mikroorganisme, 20% senyawa mengandung
nitrogen seperti asam amino dan gula amino 10-20% asam alifatik, alkane, dan sisanya
merupakan carbon aromatik. Karena fungsinya yang sangat penting, maka tidak
mengherankan jika dikatakan bahwa faktor terpenting yang mempengaruhi produktifitas
baik tanah yang dibudidayakan maupun tanah yang tidak dibudidayakan adalah jumlah dan
kedalaman bahan organik tanah.
Nitrogen adalah unsur hara makro utama yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah
yang banyak, diserap tanaman dalam bentuk amonium (NH4+) dan nitrat (NO3+). Pada
umumnya nitrogen merupakan faktor pembatas dalam tanaman budidaya. Biomassa
tanaman rata-rata mengandung N sebesar 1 sampai 2% dan mungkin sebesar 4 sampai 6%.
Gardner et al. (1991), bahwa dalam hal kuantitas total yang dibutuhkan untuk produksi
tanaman budidaya, N termasuk keempat di antara 16 unsur esensial.
Unsur nitrogen penting bagi tanaman dan dapat disediakan oleh manusia melalui
pemupukan. Nitrogen umumnya diserap oleh tanaman dalam bentuk NO3- dan NH4+
walaupun urea (H2NCONH2) dapat juga dimanfaatkan oleh tanaman karena urea secara
cepat dapat diserap melalui epidermis daun (Leiwakabessy, 2003).
Hardjowigeno (2003), bahwa nitrogen di dalam tanah terdapat dalam berbagai
bentuk yaitu protein (bahan organik), senyawa-senyawa amino, amonium (NH4+) dan nitrat
(NO3-). Bentuk N yang diabsorpsi oleh tanaman berbeda-beda. Ada tanaman yg lebih baik
tumbuh bila diberi NH4+ ada pula tanaman yang lebih baik diberi NO3- dan ada pula
tanaman yang tidak terpengaruh oleh bentuk-bentuk N.
54
Leiwakabessy (2003), bahwa pemberian N yang banyak akan menyebabkan
pertumbuhan vegetatif berlangsung hebat sekali dan warna daun menjadi hijau tua.
Kelebihan N dapat memperpanjang umur tanaman dan memperlambat proses pematangan
karena tidak seimbang dengan unsur lainnya seperti P, K dan S. Fungsi N adalah untuk
memperbaiki pertumbuhan vegetatif tanaman yang tumbuh pada tanah yang cukup N akan
berwarna lebih hijau dan membantu proses pembentukan protein. Kemudian gejala-gejala
kebanyakan N lainnya yaitu batang menjadi lemah, mudah roboh dan dapat mengurangi daya
tahan tanaman terhadap penyakit (Hardjowigeno 2007).
Hanafiah (2007), bahwa nitrogen menyusun sekitar 1,5 % bobot tanaman dan
berfungsi terutama dalam pembentukan protein. Nitrogen anorganik sangat larut dan mudah
hilang dalam air drainase atau hilang ke atmosfer. Efek nitrogen terhadap pertumbuhan akan
jelas dan cepat hal tersebut menyatakan bahwa nitrogen merupakan unsur yang berdaya
besar sehingga tidak saja harus diawetkan tetapi juga perlu diatur pemakaiannya.
Hardjowigeno (2003), bahwa fosfor bersama-sama dengan nitrogen dan kalium,
digolongkan sebagai unsur-unsur utama walaupun diabsorpsi dalam jumlah yang lebih kecil
dari kedua unsur tersebut. Tanaman biasanya mengabsorpsi P dalam bentuk H2PO4- dan
sebagian kecil dalam bentuk sekunder HPO42-. Absorpsi kedua ion itu oleh tanaman
dipengaruhi oleh pH tanah sekitar akar.
Leiwakabessy (2003), Pada pH tanah yang rendah, absorpsi bentuk H2PO4- akan
meningkat. Fosfat paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar netral (pH 6-7) dan
unsur-unsur P di dalam tanah berasal dari bahan organik (pupuk kandang dan sisa-sisa
tanaman), pupuk buatan (TSP dan DS) dan mineral-mineral di dalam tanah (apatit).
Tanaman dapat juga mengabsorpsi fosfat dalam bentuk P-organik seperti asam nukleik dan
phytin. Bentuk-bentuk ini berasal dari dekomposisi bahan organik dan dapat langsung
55
dipakai oleh tanaman. Tetapi karena tidak stabil dalam suasana dimana aktifitas mikroba
tinggi, maka peranan mereka sebagai sumber fosfat bagi tanaman di lapangan menjadi kecil.
Beberapa peranan fosfat yang penting ialah dalam proses fotosintesa, perubahan-
perubahan karbohidrat dan senyawa-senyawa yang berhubungan dengannya, glikolisis,
metabolisme asam amino, metabolisme lemak, metabolisme sulfur, oksidasi biologis dan
sejumlah reaksi dalam proses hidup. Fosfor betul-betul merupakan unsur yang sangat
penting dalam proses transfer energi, suatu proses vital dalam hidup dan pertumbuhan
(Leiwakabessy et al., 2003). Pada umumnya didalam tanah sering terjadi kekurangan P yang
disebabkan oleh jumlah P yang sedikit di tanah, sebagian besar terdapat dalam bentuk yang
tidak dapat diambil oleh tanaman dan terjadi pengikatan atau fiksasi oleh aluminium pada
tanah masam atau oleh kalsium pada tanah alkalis. Gejala-gejala kekurangan fosfor yaitu
pertumbuhan terhambat atau kerdil karena pembelahan sel terganggu, daun-daun menjadi
ungu atau coklat mulai dari ujung daun, terlihat jelas pada tanaman yang masih muda
(Hardjowigeno 2007).
Olsen dan Watanabe (1963), bahwa konsentrasi fosfor pada tanah bertekstur kasar
(pasir) lebih tinggi daripada tanah bertekstur halus, jika tidak maka difusi fosfor pada tanah
bertekstur pasir menjadi faktor pembatas dalam serapan hara fosfor. Pada umumnya, fosfor
di dalam tanah berada dalam keadaan tidak larut, sehingga dalam keadaan demikian tak
mungkin untuk masuk ke dalam sel-sel akar. Akan tetapi sebagai anion, fosfat dapat bertukar
dengan mudah dengan ion OH- (Dwijoseputro, 1980).
Fosfat adalah zat hara yang sering langka dalam tanah. Ketersediaan unsur fosfat
sangat tergantung dari bentuk kehadiran fosfat tersebut. Sumber fosfat yang paling mudah
dijumpai ialah P-Ca dan P-Mg, serta di tanah asam terdapat P-Fe dan P-Al yang relatif lebih
mantap. Sumber primer terpenting bagi P di dalam tanah ialah mineral apatit. Apatit
dirombak relative cepat oleh air yang mengandung CO2, sehingga kalsium dan fosfor di
56
dalamnya menjadi larut (Sutcliffe and Baker, 1975). Di samping itu, ion P bersifat tidak
mobil sehingga gerakan ion H2PO4-, HPO42-, dan PO43- melalui selaput air di sekitar partikel
pasir bergantung pada pH tanah (Baldovinos and Thomas, 1967).
Sanchez (1993), menyatakan bahwa kadar fosfor tersedia di dalam tanah akan
meningkat setelah pembukaan karena adanya kandungan fospor di dalam abu. Menurut Nye
dan Greeland (1960) dalam Sanchez (1992), besarnya penambahan ini kira-kira 7 sampai 25
kg P/ha. Unsur fosfor (P) dalam tanah berasal dari bahan organik, pupuk buatan dan mineral-
mineral di dalam tanah. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar 6-7
(Hardjowigeno, 2007). Sumber fosfat alam yang dikenal mempunyai kadar P adalah batuan
beku dan batuan endapan. Selain itu fosfat pun dihasilkan dari proses dekomposisi bahan
organik dan jasad renik yang larut dan masuk ke dalam tanah. Dekomposisi bahan organik
akan menghasilkan asam-asam organik dan CO2. Asam-asam organik ini akan menghasilkan
anion organik yang berperan dalam pengikatan ion Al, Fe, dan Ca dari larutan tanah.
Kemudian membentuk senyawa kompleks yang sukar larut. Dengan demikian konsentrasi
ion-ion Al, Fe da.n Ca dari dalam larutan akan berkurang sehingga fosfat tersedia lebih
banyak (Hakim et al., 1986)
Leiwakabessy (1988), di dalam tanah terdapat dua jenis fosfor yaitu fosfor organik
dan fosfor anorganik. Bentuk fosfor organik biasanya terdapat banyak di lapisan atas yang
lebih kaya akan bahan organik. Kadar P organik dalam bahan organik kurang lebih sama
kadarnya dalam tanaman yaitu 0,2 - 0,5 %. Tanah-tanah tua seperti podsolik dan litosol
umumnya berkadar alami P rendah dan berdaya fiksasi tinggi, sehingga penanaman tanpa
memperhatikan suplai P kemungkinan besar akan gagal akibat defisiensi P (Hanafiah, 2007).
Foth (1994), jika kekurangan fosfor, pembelahan sel pada tanaman terhambat dan
pertumbuhannya kerdil. Oleh karena itu unsur fosfor sangat penting bagi suatu tanam untuk
57
proses pembelahan sel yang berfungsi untuk pertambahan diameter dan tinggi suatu
tanaman.
Kalsium tergolong dalam unsur-unsur mineral esensial sekunder seperti magnesium
dan belerang. Ca2+ dalam larutan dapat habis karena diserap tanaman, diambil jasad renik,
terikat oleh kompleks adsorpsi tanah, mengendap kembali sebagai endapan-endapan
sekunder dan tercuci (Leiwakabessy, 1988). Mineral Ca, Mg, dan K bersaing untuk
memasuki tanaman. Apabila salah satu unsur berada pada jumlah yang lebih rendah dari
pada yang lain, maka unsur yang kadarnya lebih rendah sukar diserap (Leiwakabessy et al.,
2003).
Di dalam tanah kalsium berada dalam bentuk anorganik, namun dalam jumlah yang
cukup signifikan juga berasosiasi dengan materi organik dalam humus. (Sutcliffe dan Baker,
1975). Adapun manfaat dari kalsium adalah mengaktifkan pembentukan bulu-bulu akar dan
biji serta menguatkan batang dan membantu keberhasilan penyerbukan, membantu
pemecahan sel, membantu aktivitas beberapa enzim. Biasanya tanah bersifat masam
memiliki kandungan Ca yang rendah. Kalsium ditambahkan untuk meningkatkan pH tanah.
Sebagian besar Ca berada pada kompleks jerapan dan mudah dipertukarkan. Pada keadaan
tersebut kalsium mudah tersedia bagi tumbuhan. Pada tanah basah kehilangan Ca terjadi
sangat nyata (Soepardi, 1983).
Kalium ditemukan pada tahun 1807 oleh Sir Humphrey Davy, yang dihasilkan dari
potasy kaustik (KOH). Kalium merupakan logam pertama yang didapatkan melalui proses
elektrolisis. Kalium merupakan unsur hara ketiga setelah nitrogen dan Fosfor yang diserap
oleh tanaman dalam bentuk ion K+. Muatan positif dari kalium akan membantu menetralisir
muatan listrik yang disebabkan oleh muatan negatif Nitrat, Fosfat, atau unsur lainnya. Hakim
et al. (1986), menyatakan bahwa ketersediaan kalium merupakan kalium yang dapat
dipertukarkan dan dapat diserap tanaman yang tergantung penambahan dari luar, fiksasi oleh
58
tanahnya sendiri dan adanya penambahan dari kaliumnya sendiri. Ketersediaan hara kalium
di dalam tanah dapat dibagi menjadi tiga bentuk yaitu kalium relative tidak tersedia, kalium
lambat tersedia, kalium sangat tersedia.
Kalium tanah terbentuk dari pelapukan batuan dan mineral-mineral yang
mengandung kalium. Melalui proses dekomposisi bahan tanaman dan jasad renik maka
kalium akan larut dan kembali ke tanah. Selanjutnya sebagian besar kalium tanah yang larut
akan tercuci atau tererosi dan proses kehilangan ini akan dipercepat lagi oleh serapan
tanaman dan jasad renik. Beberapa tipe tanah mempunyai kandungan kalium yang
melimpah. Kalium dalam tanah ditemukan dalam mineral-mineral yang terlapuk dan
melepaskan ion-ion kalium. Ion-ion adsorpsi pada kation tertukar dan cepat tersedia untuk
diserap tanaman. Tanah-tanah organik mengandung sedikit kalium (Hakim et al. 1986).
Menurut Hardjowigeno (2007), unsur K dalam tanah berasal dari mineral-mineral
primer tanah yakni feldspar dan mika serta pupuk buatan (ZK). Kalium diabsorpsi oleh
tanaman dalam bentuk K+, dan dijumlahkan dalam berbagai kadar di dalam tanah. Bentuk
mineral dalam tanah dapat ditukar atau bentuk yang tersedia bagi tanaman biasanya dalam
bentuk pupuk K yang larut dalam air seperti KCl, K2SO4, KNO3, K-Mg-Sulfat-dan pupuk-
pupuk majemuk. Kebutuhan tanaman akan kalium cukup tinggi dan akan menunjukkan
gejala kekurangan apabila kebutuhannya tidak tercukupi. Dalam keadaan demikian maka
terjadi translokasi K dari bagian-bagian yang tua ke bagian-bagian yang muda. Dengan
demikian gejalanya mulai terlihat pada bagian bawah dan bergerak ke ujung tanaman.
Serapan kalium oleh tanaman dipengaruhi secara antagonis oleh serapan Ca dan Mg (Kasno
et al., 2004). Kalium mempunyai peranan yang penting dalam proses-proses fisiolgis seperti
: (1) metabolisme karbohidrat, pembentukan, pemecahan dan translokasi pati, (2)
metabolisme nitrogen dan sintesa protein, (3) mengawasi dan mengatur aktivitas beragam
unsur mineral, (4) netralisasi asam-asam organik yang penting bagi proses fisiologis, (5)
59
Mengaktifkan berbagai enzim, (6) mempercepat pertumbuhan jaringan meristematik, dan
(7) mengatur pergerakan stomata dan hal-hal yang berhubungan dengan air (Hardjowigeno
2007). Pengaruh kekurangan kalium secara keseluruhan baik terhadap pertumbuhan maupun
terhadap kualitasnya merupakan pengaruhnya terhadap proses-proses fisiologis. Proses
fotosintesis dapat berkurang bila kandungan kaliumnya rendah dan pada saat respirasi
bertambah besar. Hal ini akan menekan persediaan karbohidrat yang tentu akan mengurangi
pertumbuhan tanaman. Peranan kalium dan hubungannya dengan kandungan air dalam
tanaman adalah penting dalam mempertahankan turgor tanaman yang sangat diperlukan agar
proses-proses fotosintesa dan proses-proses metabolisme lainnya dapat berkurang dengan
baik (Leiwakabessy, 2003). Kriteria penilaian sifat kimia tanah disajikan pada Tabel 2.8.
Tabel 2. 8
Kriteria penilaian sifat kimia tanah (Departemen Pertanian RI, 1983).
Sifat tanah Sangat
rendah Rendah Sedang Tinggi
Sangat
tinggi
C-organik (%) < 1,0 2,0 3,0 5,0 > 5,0
N Total (%) < 0,1 0,2 0,5 0,75 > 0,75
P2O5.HCl 25 % (ppm) < 10 20 40 60 > 60
K2O.HCl 25 % (ppm) < 10 20 40 60 > 60
K (%) < 0,1 0,2 0,5 1,0 > 1,0
Na (%) < 0,1 0,4 0,7 1,0 > 1,0
Ca (%) < 2 5 10 20 > 20
Mg (%) < 0,4 1,0 2,0 8,0 > 8,0
Kejenuhan basa (%) < 20 35 50 70 > 70
Kejenuhan aluminium (%) < 10 20 30 60 > 60
Cadangan mineral (%) < 5 10 20 40 > 40
pH sangat asam < 4,5 asam
5,5
agak asam
6,5
netral
7,5
agak
basa 8,5
basa > 8,5
Di dalam tubuh tanaman, kalium bukanlah sebagai penyusun jaringan tanaman,
tetapi lebih banyak berperan dalam proses metabolisme tanaman seperti mengaktifkan kerja
enzim, membuka dan menutup stomata dalam pengaturan penguapan dan pernapasan,
transportasi hasil-hasil fotosintesis melalui karbohidrat, meningkatkan daya tahan tanaman
terhadap kekeringan dan penyakit tanaman (Hasibuan, 2006).
60
Hardjowigeno (2003), bahwa sifat kimia tanah yang dicerminkan oleh kandungan
unsur hara, pH (reaksi tanah), kapasitas tukar kation (KTK) maupun kejenuhan basa menjadi
bagian yang sangat penting untuk pertumbuhan tanaman. Unsur hara mikro adalah unsur
hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang sangat sedikit. Unsur hara mikro terdiri
atas unsur Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Cl dan Co.
Leiwakabessy et al. (2003), Unsur hara dalam tanah berfungsi sebagai bahan dasar
untuk pabrik raksasa di dalam tubuh tanaman. Unsur hara makro terdiri atas unsur C, H, O,
N, P, K, Ca, Mg dan S. Unsur hara yang ada di dalam tanah tidak seluruhnya dibutuhkan
oleh tanaman dalam porsi yang sama pentingnya. Unsur hara yang penting bagi tanaman
disebut unsur hara esensial, yaitu unsur hara yang sangat diperlukan oleh tanaman dan
fungsinya dalam tanaman tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Unsur hara yang dikatakan
sebagai esensial apabila tidak terdapat dalam jumlah yang cukup di dalam tanah
menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan normal. Unsur hara yang diperlukan
tanaman bisa berasal dari tanah, air maupun dari udara.
Secara umum unsur hara esensial yang dibutuhkan oleh tanaman ada dua golongan
yaitu unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro adalah unsur hara
dibutuhkan oleh tanaman dalam jumlah banyak. Gardner et al. (1991), ada dua kriteria yang
digunakan untuk menetapkan pentingnya suatu unsur hara; keduanya mengandung
keterbatasan dan kualifikasi tertentu yaitu:
1) Suatu unsur dinyatakan esensial apabila tumbuhan gagal tumbuh dan melengkapi daur
hidupnya dalam kondisi medium tanpa unsur tersebut, dibandingkan dengan
pertumbuhan dan reproduksi normal dalam kondisi medium yang mengandung unsur
hara tersebut.
2) Suatu unsur dikatakan esensial apabila unsur tersebut merupakan penyusun metabolit
yang diperlukan, seperti unsur belerang (S) dalam asam amino metionin.
61
Hardjowigeno (2003), kapasitas tukar kation adalah kemampuan tanah dalam
mengikat dan melepaskan kation-kation pada permukaan kompleks jerapan. Tanah-tanah
dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih
tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah
berpasir. Tanah dengan nilai KTK yang tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur
hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah.
Surachman (1989), bahwa sifat biologi tanah yang terpenting juga adalah bahan
organik. Pemberian bahan organik ke dalam tanah memberikan dampak yang baik terhadap
tanah, tempat tumbuh tanaman. Tanaman akan memberikan respon yang positif apabila
tempat tanaman tersebut tumbuh memberikan kondisi yang baik bagi pertumbuhan dan
perkembangannya. Pengaturan jumlah carbon di dalam tanah meningkatkan produktivitas
tanaman dan keberlanjutan umur tanaman karena dapat meningkatkan kesuburan tanah dan
penggunaan hara secara efisien (Catalan, 1990). Penggunaan bahan organik telah terbukti
banyak meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Bahan organik yang berasal dari sisa tanaman mengandung bermacam-macam unsur
hara yang dapat dimanfaatkan kembali oleh tanaman jika telah mengalami dekomposisi dan
mineralisasi. Sisa tanaman ini memiliki kandungan unsur hara yang berbeda kualitasnya
tergantung pada tingkat kemudahan dekomposisi serta mineralisasinya. Unsur hara yang
terkandung dalam sisa bahan tanaman baru bisa dimanfaatkan kembali oleh tanaman apabila
telah mengalami dekomposisi dan mineralisasi (Ruttan et al., 1984). Petani peladang
berpindah memilih tanah sebagai tempat usahanya hanya mendasarkan pada tebal tipisnya
lapisan humus dan ketersediaan airnya saja (Mundlak et al., 1997). Setelah hara setempat
habis atau produktivitasnya menurun, mereka pergi meninggalkan tempat usahanya untuk
mencari lahan yang baru yang mempunyai lapisan humus tebal yang relatif lebih produktif,
62
sehingga akan memberikan harapan terhadap ketersediaan hara untuk budidaya pertanian
berikutnya.
Carbon adalah unsur penting pembangun bahan organik, karena sebagian besar
terdiri dari 58 persen bahan kering tanaman terdiri dari bahan organik. Unsur carbon ini
diserap tanaman dalam bentuk gas CO2 dari atmosfir yang selanjutnya digunakan dalam
proses penting yang disebut fotosintesis dan menyimpan hasilnya sebagai materi organik
dalam bentuk biomasa tanaman, dan separoh dari jumlah carbon yang diserap tanaman dari
udara bebas tersebut masuk ke dalam tanah melalui tanah melalui sisa tanaman, akar
tanaman yang mati dan organisme yang lainnya dan mengalami dekomposisi sehingga
terakumulasi dalam lapisan tanah.
Kadar C-organik didalam tanah mencerminkan kandungan bahan organik yang
merupakan tolok ukur pengelolaan tanah pertanian dan merupakan faktor penting penentu
karakteristik tanah, dimana semakin tinggi kadar C-organik total maka kualitas tanah
mineral semakin baik (Mellor, 1989). Komposisi C-organik pada tanah mineral sangat
sedikit namun pengaruhnya sangat besar terhadap sifat fisik, kimia dan biologi tanah dan
keberlanjutan tanah pertanian. Komponen C-organik berada pada fraksi bahan organik tanah
dan keberadaannya terdiri dari microorganisme, sisa tanaman pada berbagai tingkat
dekomposisi dan humus yang lebih stabil.
Kadar C-organik tanah mempunyai pengaruh langsung terhadap sifat tanah seperti
meningkatkan kemampuan menahan air, meminimalkan laju erosi tanah dan meningkatkan
kapasitas infiltrasi air. Hairiah et al. (2002), ada 3 pool utama pemasok C ke dalam tanah
yaitu tajuk tanaman semusim yang masuk ke dalam tanah sebagai serasah, akar tanaman,
melalui akar tanaman yang mati, ujung-ujung akar dan respirasi akar, biota tanah. Nitrogen
merupakan bahan penyusun asam amino, amida, basa bernitrogen, protein dan
nukleoprotein (Gardner et al., 1991).
63
Tanaman tidak dapat melakukan metabolisme jika kekurangan unsur hara N.
Dengan demikian, kekurangan N dapat menghentikan proses pertumbuhan dan reproduksi
(Kalema et al., 2012). Fosfor diambil tanaman dalam bentuk H2PO4-, dan HPO4
2-. Secara
umum, fungsi dari fosfor (P) dalam tanaman diantaranya mempercepat pertumbuhan akar,
mempercepat serta memperkuat pertumbuhan tanaman muda menjadi tanaman dewasa,
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah dan biji atau gabah serta meningkatkan
produksi biji-bijian.
Fosfor didalam tanah dapat digolongkan dalam dua bentuk, yaitu bentuk organis dan
bentuk anorganis. Di dalam tanah fungsi P terhadap tanaman adalah sebagai zat pembangun
dan terikat dalam senyawa-senyawa organis, dan sebaliknya hanya sebagian kecil saja yang
terdapat dalam bentuk anorganis sebagai ion-ion fosfat. Fungsi fosfat dalam tanaman adalah
dapat mempercepat pertumbuhan akar semai, mempercepat pertumbuhan tanaman,
meningkatkan produk biji-bijian dan dapat memperkuat tubuh tanaman padi-padian
sehingga tidak mudah rebah. Bagian-bagian tubuh tanaman yang bersangkutan dengan
pembiakan generatif, seperti daun-daun bunga, tangkai-tangkai sari, kepala-kepala sari,
butir-butir tepung sari, daun buah seta bakal biji ternyata mengandung P. Jadi, unsur P
banyak diperlukan untuk pembentukan bunga dan buah.
Defisiensi unsur hara ini akan menimbulkan hambatan pada pertumbuhan sistem
perakaran, daun, batang, seperti misalnya pada tanaman serealia (padi-padian, rumput-
rumputan penghasil biji yang dapat dimakan, jewawut, gandum, jagung), daun-daunnya
berwarna hijau tua/keabu-abuan, mengkilap, sering pula terdapat pigmen merah pada daun
bagian bawah, selanjutnya mati. Tangkai-tangkai daun kelihatan lancip-lancip.
Pembentukan buah jelek, merugikan hasil biji. Kalium diserap dalam bentuk K+ (terutama
pada tanaman muda). Kalium banyak terdapat pada sel-sel muda atau bagian tanaman yang
banyak mengandung protein, inti-inti sel tidak mengandung kalium. Zat kalium mempunyai
64
sifat mudah larut dan hanyut, selain itu mudah difiksasi dalam tanah. Zat kalium yang tidak
diberikan secara cukup, maka efisiensi N dan P akan rendah, dengan demikian maka
produksi yang tinggi tidak dapat diharapkan.
Kalium berperan membantu pembentukan protein dan karbohidrat, mengeraskan
jerami dan bagian kayu dari tanaman, meningkatkan resistensi tanaman terhadap penyakit,
meningkatkan kualitas biji/buah. Defisiensi gejala yang terdapat pada daun, pada awalnya
tampak agak mengkerut dan kadang-kadang mengkilap, selanjutnya sejak ujung dan tepi
daun tampak menguning, warna seperti ini tampak pula diantara tulang-tulang daun, pada
akhirnya daun tampak bercak-bercak kotor, berwarna coklat, dan jatuh kemudian mengering
dan mati. Gejala yang terdapat pada batang yaitu batangnya lemah dan pendek-pendek,
sehingga tanaman tampak kerdil.
2.5.3 Karakteristik Entisol
Sifat dan karakteristik Tanah entisol yaitu cenderung memiliki tekstur yang kasar
dengan kadar organik dan nitrogen rendah, tanah ini mudah teroksidasi dengan udara,
kelembapan dan pH nya tanah entisol selalu berubah, hal ini dikarenakan tanah entisol selalu
basah dan rendah, ini disebabkan tanah entisol selalu basah dan terendam dalam cekungan,
dan karena tanah entisol memiliki kadar asam yang sangat tinggi atau sangat rendah. Jadi
kadar asamnya kurang baik untuk ditanami. Akan tetapi kalau dilakukan pemupukan dengan
baik dan suplai air dikendalikan, beberapa entisol pun dapat dipakai untuk pertanian
pembatasnya adalah solum yang tipis, tekstur liat, atau neraca lengas-tanah yang defisit
mengenai jenis jenis air.
Tanah Entisol merupakan tanah yang relatif kurang menguntungkan untuk
pertumbuhan tanaman, sehingga perlu upaya untuk meningkatkan produktivitasnya dengan
jalan pemupukan. Sistem pertanian konvensional selama ini menggunakan pupuk kimia dan
pestisida yang makin tinggi takarannya. Peningkatan takaran ini menyebabkan
65
terakumulasinya hara yang berasal dari pupuk/pestisida di perairan maupun air tanah,
sehingga mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan. Tanah sendiri juga akan
mengalami kejenuhan dan kerusakan akibat masukan teknologi tinggi tersebut. Umumnya
Entisols banyak di usahakan untuk areal persawahan baik teknis maupun tadah hujan pada
daerah dataran rendah. tapi ada juga yang mengusahakan untuk tanaman hortikultura.
Entisols Timor Leste adalah tanah yang belum berkembang, dengan sifat fisik tanah
dan kimia yang kurang menguntungkan. Tanah ini mempunyai konsistensi lepas-lepas
tingkat Agregasi rendah, kandungan hara tersedia rendah. Nilai reaksi tanah (pH) entisols
alkalis dan permeabilitas cepat. Tanah-tanah yang termasuk subur sebagian besar sudah
diusahakan penduduk. Tanah-tanah yang belum diusahakan umumnya tinggal tanah kurang
baik yang disebut tanah marginal (Hardjowigeno, 1995). Tanah-tanah lahan kering yang
pada umumnya terdiri atas tanah ultisol atau sering dikenal dengan podzolik merah kuning
dan mungkin pula oksisol. Tanah dengan tekstur tanah berpasir dan beriodium tinggi adalah
karakteristik tanah yang mendominasi lahan di Timor Leste.
Berdasarkan informasi peta tanah yang diproduksi oleh Ministerio Agricultura,
Floresta é Pescas República Democrática de Timor Leste (MAFP-RDTL (2015), bahwa
kondisi geografi wilayah Timor Leste pada umumnya memiliki tipe tanah yang kondisinya
miskin hara, solumnya tipis, kontak langsung dengan batuan (Lampiran 35). Karakteristik
tanah tersebut diidentifikasikan berdasarkan ciri dan karakteristik tanah tersebut.
Proses pertumbuhan pada suatu tanaman baik dari golongan legum maupun bukan
legum, hal yang paling penting adalah bagaimana tanaman tersebut mampu menyerap unsur
hara dari dalam tanah untuk ditransfer ke seluruh bagian tubuh tanaman tersebut. Tanah
berkualitas baik berarti tanah tersebut mempunyai kemampuan tinggi dalam meningkatkan
produktivitas tanah dan mempunyai daya tahan tinggi terhadap pengaruh degradasi tanah
66
(Rauschkolb, 1971). Untuk menghasilkan pertumbuhan cendana yang baik maka
dibutuhkan tanah subur, drainase baik, reaksi tanah alkalis solum tanah tipis dalam.
Pada umumnya cendana tumbuh di daerah batuan induk berkapur-vulkanis, tanah
dangkal berbatu, tekstur tanah lempung, pH tanah netral-alkalis, kadar N sedang, P2O5
sedang, tinggi, warna tanah hitam, merah-coklat, karakteristik tanah pada umumnya Entisol,
Mediteran dan tanah kompleks (Hamzah, 1976). Cendana memerlukan unsur Fe, Ca dan K
yang tinggi dari dalam tanah.
Karakteristik tanah Entisol merupakan tanah yang baru berkembang. Walaupun
demikian tanah ini tidak hanya berupa bahan asal atau bahan induk tanah saja tetapi harus
sudah terjadi proses pembentukan tanah yang menghasilkan epipedon okhrik. Banyak tanah
Entisol yang digunakan untuk usaha pertanian misalnya di daerah endapan sungai atau
daerah rawa-rawa pantai. Padi sawah banyak ditanam di daerah-daerah Aluvial ini
(Hardjowigeno, 1993).
Karakteristik tanah Entisol banyak diusahakan untuk areal persawahan baik sawah
teknis maupun tadah hujan pada daerah dataran rendah. Tanah ini mempunyai konsistensi
lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi dan kandungan hara tersediakan
rendah sehingga tanah ini tidak subur. Potensi tanah yang berasal dari pegunungan atau pada
kemiringan lereng ini kaya akan hara tetapi belum tersedia, pelapukan akan dipercepat bila
terdapat cukup aktivitas bahan organik sebagai penyedia asam-asam organik (Tan, 1986).
Entisol mempunyai kejenuhan basa yang bervariasi, pH dari asam, netral sampai
alkalin, KTK juga bervariasi baik untuk horison A maupun C, mempunyai nisbah C/N <
20% di mana tanah yang mempunyai tekstur kasar berkadar bahan organik dan nitrogen
lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang bertekstur lebih halus. Hal ini disebabkan
oleh kadar air yang lebih rendah dan kemungkinan oksidasi yang lebih baik dalam tanah
yang bertekstur kasar juga penambahan alamiah dari sisa bahan organik kurang daripada
67
tanah yang lebih halus. Meskipun tidak ada pencucian hara tanaman dan relatif subur, untuk
mendapatkan hasil tanaman yang tinggi biasanya membutuhkan pupuk N, P dan K.
Entisol dapat juga dibagi berdasarkan great groupnya, beberapa great group yang
diketahui diantaranya adalah hydraquent, tropaquent dan fluvaquents. Ketiga great group
ini merupakan subordo Aquent yaitu Entisol yang mempunyai bahan sulfidik pada
kedalaman kurang dari 50 cm dari permukaan tanah mineral atau selalu jenuh air dan pada
semua horizon dibawah 25 cm terdapat hue dominan netral atau biru dari 10 Y dan warna-
warna yang berubah karena teroksidasi oleh udara. Jenuh air selama beberapa waktu setiap
tahun atau didrainase secara buatan (Hardjowigeno, 1993). Ordo ini terjadi di daerah dengan
bahan induk dari pengendapan material baru atau di daerah-daerah tempat laju erosi atau
pengendapan lebih cepat dibandingkan dengan laju pembentukan tanah, dengan vegetasi
daerah sungai dan pantai, seperti daerah bukit pasir, daerah dengan kemiringan lahan yang
curam, dan daerah dataran banjir.
Pertanian yang dikembangkan di tanah ini umumnya adalah padi sawah secara
monokultur atau digilir dengan sayuran/palawija. Entisol mempunyai kejenuhan basa yang
bervariasi, pH dari asam, netral sampai alkalin, KTK juga bervariasi baik untuk horison A
maupun C, mempunyai nisbah C/N kurang dari 20 persen di mana tanah yang mempunyai
tekstur kasar berkadar bahan organik dan nitrogen lebih rendah dibandingkan dengan tanah
yang bertekstur lebih halus. Hal ini disebabkan oleh kadar air yang lebih rendah dan
kemungkinan oksidasi yang lebih baik dalam tanah yang bertekstur kasar juga penambahan
alamiah dari sisa bahan organik kurang daripada tanah yang lebih halus.
Tanah Entisol banyak terdapat di daerah alluvial atau endapan sungai dan endapan
rawa-rawa pantai, oleh sebab itu tanah ini sering disebut tanah Alluvial. Umur tanah ini
masih tergolong muda. Tanah Entisol cenderung memiliki tekstur yang kasar dengan kadar
organik dan nitrogen rendah, tanah ini mudah teroksidasi dengan udara, untuk tanah Entisol,
68
kelembapan dan pH nya selalu berubah, hal ini karena tanah Entisol selalu basah dan
terendam dalam cekungan dan tanah yang memiliki kadar asam yang kurang baik untuk
ditanami jenis tanaman, karena memiliki kadar asam tanah yang sangat tinggi atau sangat
rendah (Hanafiah, 2004).
Tanah Entisol mencakup kelompok tanah alluvial, tanah regosol dan tanah litosol.
Ditemukan pada beragam kondisi lingkungan. Entisol meliputi sekitar 16% permukaan
lahan di bumi yang bebas es. Entisol mempunyai kadar lempung dan bahan organik rendah,
sehingga daya menahan airnya rendah, struktur remah sampai berbutir dan sangat sarang,
hal ini menyebabkan tanah tersebut mudah melewatkan air dan air mudah hilang karena
perkolasi.
Banyak Entisol yang teksturnya berpasir dan sangat dangkal (tipis). Tanah Entisol
banyak terdapat di daerah alluvial atau endapan sungai dan endapan rawa-rawa pantai, oleh
sebab itu tanah ini sering disebut tanah alluvial. Entisol terjadi di bagian lapisan atmosfer di
daerah dengan bahan induk dari pengendapan matrial baru atau di daerah-daerah tempat laju
erosi atau pengendapan lebih cepat daripada laju perkembangan tanah. Seperti lereng curam,
dataran banjir dan dunes.
Kriteria utama ordo Entisol adalah tidak adanya organisasi material tanah. Tanah-
tanah ini menunjukkan sedikit bahkan tidak ada perkembangan struktur atau horison dan
menyerupai material dalam timbunan pasir segar. Ciri umum Entisol adalah tidak adanya
perkembangan profil yang nyata. Jenis jenis tanah pada Entisol memiliki kejenuhan basa
bervariasi dari asam, netral sampai alkalin, kapasitas tukar kation < 20, tekstur kasar
berkadar bahan organik dan N lebih rendah dibandingkan dengan tanah yang bertekstur
halus, hal ini disebabkan oleh karena kadar air yang rendah dan kemungkinan oksidasi yang
lebih baik dalam tanah yang bertekstur kasar juga penambahan alamiah dari sisa bahan
organik dari pada tanah yang lebih halus. Meskipun tanah ini kaya akan unsur hara kecuali
69
N akan tetapi unsur ini belum mengalami pelapukan. Untuk mempercepat pelapukan
diperlukan pemupukan bahan organik, pupuk kandang dan pupuk hijau.
Faktor yang mempengaruhi proses pembentukan Entisol adalah Iklim yang sangat
kering, sehingga pelapukan dan reaksi-reaksi kimia berjalan sangat lambat, erosi yang kuat
dapat menyebabkan bahan-bahan yang dierosikan lebih banyak dari yang dibentuk melalui
proses pembentukan tanah. Banyak terdapat dilereng-lereng curam, pengendapan terus
menerus menyebabkan pembentukan horizon lebih lambat dari pengendapan. Terdapat
misalnya di daerah dataran banjir disekitar sungai, delta, lembah-lembah, daerah sekitar
gunung berapi, bukit pasir pantai. Keunggulan jenis tanah ini secara fisik adalah memiliki
drainase dan aerasi yang baik. Untuk kelemahan tanah ini adalah miskin bahan organik dan
juga hara tanah khususnya nitrogen. Pengelolaan untuk jenis tanah ini sebaiknya perlu
memperkaya bahan organiknya dan untuk memperbaiki struktur tanah yang porous dan juga
sebagai sumber hara Nitrogen. Disamping itu juga meminimalkan kehilangan hara karena
sifat porous tanah ini.
Tanah Entisol juga merupakan tanah yang belum mengalami deforensiasi horizon.
Sebagian besar tanah Entisol tidak mengalami perubahan seperti mengalami sedimentasi
dari bahan induk mereka. Tanah Entisol merupakan tanah dengan jumlah paling banyak
kedua di dunia setelah tanah inceptisol yakni 11-18% dari luas daratan tanpa tertutup es di
dunia. Tanah ini banyak terdapat di daerah aluvial, endapan sungai, atau endapan rawa-rawa
pantai. Tanah ini telah dijadikan lahan pertanian maupun tempat tinggal oleh jutaan orang
di seluruh dunia. Tanah Entisol cenderung memiliki tekstur kasar dengan kadar bahan
organik dan nitrogen yang rendah. Tanah ini mudah teroksidasi dengan udara. Kelembapan
dan pH selalu berubah karena tanah ini selalu basah dan terendam. Kadar asamnya juga
cukup tinggi.
Tanah Entisol dapat dibagi menjadi beberapa sup ordo seperti berikut:
70
1. Aquent adalah tanah basah yang terbentuk di tepi sungai, lumpur pasang surut. Tanah
yang berada di tempat seperti ini sulit untuk berkembang.
2. Arent adalah tanah antropogenik, yaitu tanah yang tidak dapat berkembang karena telah
terjadi pencampuran oleh manusia seperti membajak sawah. Tanah ini juga disebut
tanah anthrosol.
3. Fluvent adalah tanah aluvial yang pengembangannya dicegah oleh deposisi sedimen
berulang-ulang saat terjadi banjir periodik. Tanah ini ditemukan di lembah-lembah dan
delta sungai, terutama yang mengalami beban sedimen yang tinggi.
4. Orthent adalah tanah dangkal atau “tanah skeletal”. Tanah ini ditemukan pada
permukaan yang tergerus erosi atau tempat dimana terdapat mineral yang tidak lapuk.
5. Psamment adalah tanah Entisol yang berpasir di semua lapisannya. Terbentuk dari
pergeseran bukit pasir.
Gambar 2.12.
Kenampakan tanah entisol
Sifat atau ciri tanah Entisols solum dangkal dan tergolong jenis tanah yang masih
sangat muda, yaitu baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tanah jenis Entisols
terbentuk di daerah dengan bahan induk dari pengendapan material baru atau di daerah yang
laju erosi atau pengendapannya lebih cepat dibandingkan laju pembentukan tanah. Kata
“ent” pada kata ‘Entisol’ berarti recent atau baru.
71
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Cendana adalah tumbuhan parasit pada awal kehidupannya. Pada tingkat semai,
jenis ini memerlukan pohon inang untuk mendukung pertumbuhannya, karena perakarannya
sendiri tidak sanggup mendukung kehidupannya atau mensulplai nutrisi dari dalam tanah
terkecuali unsur calcium (Ca), dan oleh karena prasyarat inilah cendana sukar
dikembangbiakkan atau dibudidayakan (Suriamihardja, 1993). Kayu cendana kini sangat
langka dan harganya sangat mahal.
Cendana merupakan tanaman kehutanan yang ekonomis dan komoditi ekspor
Negara Timor Leste dan bukan merupakan tanaman konservasi. Volume tegakan cendana
yang siap untuk tebang di negara ini sudah hampir terancam punah, yang disebabkan oleh
ketidaksesuaian inang yang digunakan, eksploitasi cendana yang tidak bertanggung jawab
dan kurangnya upaya regenerasi tanaman cendana, dan solum tanahnya tipis sehingga sulit
untuk dikembangkan.
Cendana membutuhkan tumbuhan inang untuk memasok hara bagi pertumbuhannya
(Radomiljac et al., 1998). Kontak yang terjadi membentuk suatu hubungan antara cendana
dengan tumbuhan inangnya baik secara anatomis, morfologis maupun fisiologis, sehingga
dengan adanya kontak tersebut dimungkinkan terjadi aliran air dan nutrisi dari tumbuhan
inang ke parasit (Glatzel and Balasubramaniam, 1987).
Akar inang berperan mempunyai tugas penuh mengirim air dan hara ke cendana
(Subasinghe, 2013). Tahapan proses perkembangan parasitisasi ini dibagi dalam 3 situasi
yakni situasi kompetisi, situasi transisi, situasi parasitisme penuh (Rocha et al., 2014; Sun
et al., 2014; Kamondo et al., 2014). Menurut Rai (1990) cendana memiliki lebih dari 300
72
jenis inang, sementara Wawo (2002) menemukan sekitar 59 jenis inang sekunder cendana
di pulau Timor.
Wuryadi et al. (1992) bahwa terdapat lebih dari 252 jenis tanaman yang dapat
berperan sebagai inang, terdiri dari 64 macam familia, sebagian besar dari golongan
tumbuhan dikotil yang akarnya berkayu dan berair. Jumlah inang yang terlalu banyak dalam
polibag akan menyebabkan semai cendana tidak mendapat cahaya matahari dan media tanah
menjadi tetap basah yang mengakibatkan semai cendana mengalami gangguan
pertumbuhannya (Rai, 1990). Pada proses parasitisme cendana, terdapat transisi bertahap
dari parasitik ke kompetisi (Weber, 1990). Cendana memperoleh keuntungan dari
keberadaan tanaman inangnya, tetapi cendana harus berkompetisi untuk memperoleh air,
hara dan cahaya sebelum proses parasitisme terjadi (Brand, 2005).
Akar tanaman pokok yang tidak berkembang dengan baik juga berakibat pada sifat
fisik tanah seperti pembentukan pori-pori tanah (Radomiljac et al., 1998). Rahayu et al.
(2002) bahwa unsur hara yang diambil dari inang adalah nitrogen (N), fosfor (P), kalium
(K), akan tetapi unsur kalsium (Ca) diambil sendiri dari dalam tanah. Tumbuhan inang juga
berfungsi sebagai peneduh ketika cendana masih dalam tingkat semai.
Kebanyakan Angiospermae yang semiparasit akar memiliki tingkat keparasitan yang
bervariasi (Wilson dan Loomis, 1962). Tumbuhan legum sangat besar potensinya sebagai
pupuk organik karena kemampuannya mengikat N2 atmosfer secara simbiotik dengan
bakteri bintil akar (rhizobium). Semai cendana dengan inang S. grandiflora hidup lebih baik
daripada semai tanpa inang, dan bahwa pemupukan N dan P tidak mampu memperbaiki
kualitas pertumbuhan semai cendana, yang mengisyaratkan bahwa akar cendana kurang
mampu menyerap N dan P secara efektif (Suyitno dan Padi, 2002).
Tanaman S. grandiflora ini dapat beradaptasi pada tanah asam yang tidak subur,
kadang-kadang juga tumbuh subur pada tanah yang tergenang air. Seperti halnya tanaman
73
S. grandiflora,tanaman C.cajan dapat pula beradaptasi pada tanah asam yang tidak subur,
kadang-kadang juga tumbuh subur pada tanah yang tergenang air. C.cajan lebih mudah
beradaptasi dibandingkan dengan tanaman kacang-kacangan lainnya, toleran terhadap
kekeringan dan dapat diratun (Bahar, 1981).
Tanaman bukan legum seperti Alternanthera sp memiliki akar yang berserabut, yang
banyak mengandung air sehingga dapat bertahan hidup di daerah yang kering (Rocha et al.,
2014). Tanaman Alternanthera sp tumbuhnya merumpun maka sering ditanam pada batas-
batas jalan dan kadang-kadang ditanam pada tanah-tanah yang agak miring untuk mencegah
erosi (Sastrapraja, 1980). Tanaman bukan legum lainnya yaitu C. junghuniana memiliki
daun semu, yang sebenarnya merupakan ranting-ranting hijau dan termasuk jenis pohon
cepat tumbuh di daerah beriklim kering yang dapat berfungsi dengan baik sebagai tanaman
inang sekunder dan juga dapat dipakai sebagai penaung awal tanaman cendana (Radomiljac
et al., 1999).
Jarak antar tanaman induk cendana dapat dilakukan dengan jarak 4-5 meter dan jarak
inang dengan tanaman induk 40 cm tergantung pada tipe tanah (FPC, 2007). Jika
perbandingan inang dengan tanaman cendana adalah 1: 1 maka inang akan mengalami
tekanan, akan tetapi kalau umurnya 2 tahun maka rasio yang digunakan adalah 1:2 atau 1:3.
Jika umur cendana sudah mencapai 5 tahun, maka proses parasitisasi akan normal.
Pertumbuhan semai cendana dalam polibag ditentukan juga oleh jarak tanam inang
dari tanaman induk cendana dengan polibag yakni 5 cm memberikan hasil pertumbuhan
yang baik (Wawo, 2009). Demikian juga bahwa karakteristik tanah juga akan berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman cendana. Secara ringkas diagram alir kerangka berpikir
dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3.1.
74
Cendana ( Santalum album, Linn )
Cendana bersifat hemiparasit yaitu
pertumbuhannya tergantung pada
tanaman lain sebagai inang
Membutuhkan inang yang berfungsi
memberikan hara dan air dan menyuburkan
tanah
Keberhasilan pertumbuhan cendana dipembibitan dan di lapangan sangat
ditentukan oleh:
1. Jenis inang primer (dipembibitan) dan inang sekunder (dilapangan)]
2. Kompetisi antara cendana dengan inang dalam memanfaatkan hara
tanah
Peranan inang jenis legum dan bukan legum pada pertumbuhan cendana
dipembibitan dan dilapangan
Inang jenis legum:
S.grandiflora (turi)
C. cajan (kacang gude)
Inang jenis bukan legum:
Alternanthera sp (krokot)
C. junghuniana (cemara) gunung)
Penampilan cendana dan inang akan lebih baik pertumbuhannya dipembibitan maupun di
lokasi penanaman
Pengaturan jarak tanam baik inang
legume dan bukan legum dengan
cendana
KERANGKA BERPIKIR
Pengaturan konfigurasi penanaman inang dan
jarak tanam dengan cendana
TEORI PARASITISASI
Analisis karakteristik tanah
Gambar 3.1
Diagram alir kerangka berpikir
Peranan konfigurasi tanaman inang
terhadap pertumbuhan cendana
75
3.2 Konsep Penelitian
Teori hukum Liebig menjelaskan bahwa pertumbuhan tanaman pada suatu lahan sangat
ditentukan oleh kandungan unsur hara yang mampu diambil dari tanah atau kemampuan tanaman
tumbuh secara optimal ditentukan oleh faktor pembatasnya. Faktor pembatas tersebut merupakan
faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan yang ditemukan dalam jumlah paling kecil
dibandingkan dengan faktor lainnya. Mekanisme pertumbuhan cendana tergantung pada seberapa
jauh akar cendana meresap nutrisi dari tanaman inang dari jenis tanaman legum dan bukan legum.
Maka konsep penelitian yang akan dipaparkan selanjutnya mengacu pada substansi apa
saja yang diperlukan oleh akar cendana dalam proses pertumbuhan cendana tersebut serta unsur
apa saja oleh S. grandiflora, C. cajan, kroko dan C. junghuniana yang dapat dikontribusikan pada
cendana dan bagaimana tanaman cendana dalam proses pertumbuhannya selalu membutuhkan
tanaman inang serta apakah setelah penyerapan hara oleh cendana, inang tersebut masih bertahan
hidup atau langsung mati dan inilah yang akan menjadi konsep dari penelitian ini. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini meliputi variabel media tumbuh dan variabel tanaman inang,
variable jarak tanam serta konfigurasi penanaman.
Variabel media tumbuh tanaman pada tingkat persemaian terdiri dari campuran pasir-tanah
dan kompos. Cendana yang digunakan berasal dari benih lokal, menggunakan inang S.
grandiflora, gude, Alternanthera sp dan C. junghuniana, dengan jarak tanam 5 cm, 10 cm, 15 cm
serta konfigurasi tanam 2 inang, 4 inang dan 6 inang. Parameter yang diukur pada tanaman
cendana adalah jumlah haustoria yang dibentuk oleh akar tanaman cendana, tinggi tanaman
cendana diameter tanaman cendana. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh dan didukung
dengan teori dan hasil-hasil penelitian terdahuluh yang terkait, maka dapat digunakan untuk
memecahkan masalah pembudidayaan cendana di Timor Leste (Gambar 3.2).
Hipotesis 1:
Diduga bahwa simbion legume dan
non legume akan berpengaruh
terhadap kualitas pertumbuhan
Cendana.
Hipotesis 2:
Jarak tanam simbion akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan
cendana
Hipotesis 3:
Pemangkasan akan berpengaruh
terhadap kompetisi cahaya matahari
76
Rumusan Masalah Solusi Masalah Output
1.Belum diketahui berapa
jumlah haustorium yang
terbentuk untuk proses
pertumbuhan akar
tanaman cendana.
2.Belum diketahui
kontribusinya terhadap
pertumbuhan semai
cendana dari tumbuhan
inang legume dan bukan
legum dalam
memanfaatkan tempat
tumbuh.
3.Belum pernah dilakukan
konfigurasi tanaman
inang legume dan bukan
legume terhadap
pertumbuhan cendana.
Belum diketahui kualitas benih
cendana yang akan disemaikan
dan masih diragukan persentase
tumbuh karena berasal dari jenis
local.
Penelitian Pendahuluan
Pembuatan media tanam dan
bedeng tabur untuk seleksi
pertumbuhan perkecambahan benih
cendana.
Hasil perkecambahan benih
yang terbaik.
Penelitian di persemaian.
Pemberian perlakuan inang legume
dengan jenis turi dan jenis kacang gude
dan bukan legume dengn jwnia C.
junghuniana dan Alternanthera sp
dengan jarak tanam 5 cm, 10 cm serta 15
cm dilanjutkan dengan pembongkaran
akar dengan sprinkle terhadap polybag
yang ditumbuhi bibit untuk mengetahui
jumlah haustoria.
Penelitian di lapangan
Perlakuan konfigurasi penanaman, jarak
tanam serta inang legume S.grandiflora
dan C. cajan dan bukan legume
(Alternanthera sp dan C. junghuniana)
yang diprediksi melalui diameter batang
cendana, tinggi tanaman cendana pada
Entisol.
1.Jumlah haustorium yang
dibentuk baik pada inang
bukan legume maupun
inang legume. 2.Inang dan jarak tanam
yang menghasilkan
pertumbuhan cendana
terbaik.
1) Konfigurasi
penanaman terbaik
bagi cendana baik dari
jenis legume maupun
bukan legume.
2) Konfigurasi inang dan
jarak tanam yang
menghasilkan
pertumbuhan terbaik.
1. Pertumuhan cendana lebih baik bila ditanam bersama inang bila dibandingkan dengan
tanpa inang. 2. Konfigurasi penanaman yang sesuai untuk pertumbuhan cendana dan cocok untuk
Entisol di Timor Leste
KONSEP PENELITIAN
4.Pertumbuhan cendana
pada Entisol belum
pernah dilakukan dan
diketahui secara pasti.
Analisa karakteristik Entisol
Karakteristik tanah yang baik
untuk pertumbuhan cendana.
Gambar 3.2 Diagram alir konsep penelitian
77
3.3 Hipotesis
1. Jumlah haustoria yang terbentuk lebih banyak pada inang legum dibandingkan dengan
inang bukan legum.
2. Inang jenis legum memberikan pertumbuhan cendana lebih baik dibandingkan dengan
inang bukan legum.
3. Jarak tanam dan jumlah tanaman inang dalam masing-masing konfigurasi memberikan
pengaruh berbeda terhadap pertumbuhan cendana.
4. Pertumbuhan cendana bervariasi tergantung dari karakteristik tanah.
78
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian.
4.1.1 Tempat penelitian
Penelitian ini dilakukan di lokasi persemaian permanent Ministerio Agricultura,
Floresta é Pescas República Democrática de Timor Leste (MAFP-RDTL). Total luasan untuk
lokasi persemaian adalah 27 m2 dengan 216 satuan percobaan (polibag), dimana 180 unit
percobaan untuk uji coba di persemaian dan 36 untuk uji coba konfigurasi penanaman di
lapangan yang merupakan hasil kombinasi terbaik dari perlakuan dipersemaian. Peta lokasi
penelitian dapat dilihat pada Lampiran 36.
4.1.2 Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam 3 tahap yakni:
1. Tahap I mulai bulan Agustus 2015 sampai dengan Februari 2016, merupakan tahap
persiapan bahan baku, benih, media tumbuh, persemaian, dan pemeliharaan bibit
di persemaian.
2. Tahap II mulai bulan Maret – Juni 2016 percobaan penanaman dilapangan.
3. Tahap III mulai bulan Juli sampai Oktober 2016, analisis terhadap tanah melalui
uji laboratorium di Lab Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Udayana.
4.2 Bahan dan Alat Penelitian
Sebagai bahan penelitiannya adalah sejumlah benih cendana, benih legum yang terdiri
dari S. grandiflora, gude, dan benih bukan legum yang terdiri dari Alternanthera sp dan C.
junghuniana. Alat yang digunakan dalam penelitian adalah tally sheet pengamatan data,
kantong plastik, alat tulis, kalkulator, kamera digital dan laptop, software analisis data
COSTAT dan ArcView/ArcGIS 3.2a, polibag yang berdiameter 40 cm dan tinggi 30 cm, alat
79
penyiram, meteran, slang air, ayakan tanah, sekop, karung, plastik, ember, analitik, meteran,
serta alat-alat laboratorium, dan alat pembantu pembongkar akar.
4.3 Metode Penelitian
Hubungan antara tahap penelitian pertama, penelitian kedua dan penelitian ketiga dapat
dijelaskan bahwa total luasan untuk persemaian adalah 27 m2. Jumlah benih yang ditabur di
bedeng semai sebanyak 648 biji dan diambil persentase tumbuh benih yang terbaik untuk
dipindahkan ke polibag pada persemian dengan 216 polibag, dan dari 216 polibag tersebut
diambil 180 polibag untuk dilakukan pembongkaran terhadap pot untuk menghitung jumlah
haustoria yang terbentuk selama 6 bulan dan setiap bulan dilakukan pembongkaran terhadap
36 pot mulai dari hari ke 60 setelah semai (HSS), 90 HSS, 120 HSS, 150 HSS dan 180 HSS
sesuai dengan dena pada Lampiran 1. Kemudian sebanyak 36 bibit yang merupakan hasil
perlakuan terbaik akan dipindahkan ke lapangan untuk uji coba konfigurasi penanaman dan
sketsa penanaman dapat dilihat pada Lampiran 2.
4.3.1 Penelitian pendahuluan
4.3.1.1 Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk seleksi persentase tumbuh perkecambahan benih
cendana yang terbaik.
4.3.1.2 Pelaksanaan
Pembuatan naungan persemaian, persiapan media tanam dan perlakuan terhadap benih
cendana, legum dan bukan legum. Tanah yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari
lapisan top soil secara acak pada kedalaman 0 sampai 20 cm dari tanah di dekat lokasi
persemaian. Tanah yang akan digunakan untuk persemaian dihancurkan, dibersihkan dan
kemudian di campur dengan kompos. Volume tanah pada kondisi berat tanah kering adalah 8
kg dengan kadar air 15%, sehingga dibutuhkan volume tanah per pot 1,2 kg untuk ditanami
80
bibit cendana yang pertumbuhannya baik. Perkecambahan bibit cendana dilakukan sampai
umur 25 hari.
4.3.2 Percobaan 1: Percobaan di persemaian untuk mengetahui peranan jenis inang
legum dan bukan legum terhadap pertumbuhan bibit cendana.
4.3.2.1 Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui jumlah haustorium yang terbentuk oleh akar
tanaman cendana, serta kontribusi tanaman inang terhadap pertumbuhan tanaman cendana.
4.3.2.2 Rancangan percobaan
Percobaan ini dilaksanakan di persemaian dengan rancangan dasar Rancangan Acak
Kelompok (RAK) pola faktorial dua faktor dan diulang sebanyak tiga kali, dengan faktor
pertama adalah jenis tanaman inang dan faktor ke dua adalah jarak tanam yang dapat diuraikan
sebagai berikut:
Faktor pertama:
1. S. album dengan inang S. grandiflora (SG)
2. S. album dengan inang C. cajan (CC)
3. S. album dengan inang Alternanthera sp (AS)
4. S. album dengan inang C. junghuniana (CJ)
Faktor kedua:
1. Inang pada jarak tanam 5 cm (J1)
2. Inang pada jarak tanam 10 cm (J2)
3. Inang pada jarak tanam 15 cm (J3)
Kontrol: S. album tanpa inang sebagai kontrol (SA)
Dari kedua faktor tersebut setelah dikombinasi maka dapat diketahui 4 (inang) x 3
(jarak tanam) x 3 (ulangan) = 36 satuan percobaan dimana dalam setiap satuan percobaan
diamati setiap 1 bulan sekali di lokasi persemaian selama 6 bulan serta ditambah dengan 36
81
satuan percobaan yang merupakan hasil seleksi kombinasi terbaik dipersemaian yang akan
dipindahkan ke lokasi penanaman atau lapangan. Denah percobaan disajikan pada Lampian 1
untuk perlakuan di persemaian dan Lampiran 2 untuk konfigurasi penanaman di lapangan.
Dari setiap pengamatan pertama hingga pengamatan terakhir dipersemaian, akan
diambil empat satuan percobaan yang terbaik pada setiap pengamatan untuk dibawa ke
lapangan untuk ditanam pada tanah Entisol. Sisa dari hasil kombinasi terbaik tersebut akan di
bongkar untuk di lakukan pengukuran terhadap diameter batang cendana, tinggi tanaman
cendana, jumlah daun tanaman cendana serta jumlah haustoria yang terbentuk.
4.3.2.3 Pelaksanaan percobaan
Media tumbuh tanaman pada tingkat persemaian digunakan adalah campuran tanah,
pasir dan kompos dengan perbandingan volume 6:3:3 dan ditempatkan dalam polibag ukuran
30 x 40 cm2. Pot yang telah di isi dengan media tumbuh tersebut diletakkan di lapangan secara
acak, kemudian masing-masing polibag ditanami benih cendana sebanyak satu bibit per lubang
pada polibag dan diikuti penanaman inang dengan jarak dari cendana 5 cm, 10 cm, 15 cm yang
telah disiapkan dengan dena percobaan di persemaian disajikan pada Lampiran 1 dan
konfigurasi penanaman di lapangan disajikan pada Lampiran 2.
4.3.2.4 Pengamatan
Pengamatan dilakukan periodik setiap satu bulan sekali selama enam bulan di
persemaian dengan parameternya adalah tinggi, diameter, jumlah daun, jumlah haustoria yang
dibentuk akibat perlakuan jenis legum yang terdiri dari, C.cajan, dan bukan legum yang terdiri
dari Alternanthera sp dan C. junghuniana. Cara pengamatan parameter dilakukan seperti
berikut ini:
1. Jumlah haustoria yang menempel pada akar tanaman induk cendana pada setiap satu bulan
selama enam bulan.
2. Tinggi tanaman cendana diukur menggunakan meter.
82
3. Diameter tanaman diukur menggunakan caliper pada ketinggian 1 cm dari permukaan
tanah untuk semai.
4. Jumlah daun dengan menjumlahkan banyak daun tanaman cendana yang tumbuh setiap 30
hari.
4.3.3 Percobaan 2: Percobaan konfigurasi penanaman di lapangan untuk mengetahui
perbedaan pertumbuhan cendana karena faktor konfigurasi penanaman dan
jarak tanam serta jenis inang.
4.3.3.1 Tujuan
Percobaan ini bertujuan untuk menganalisis konfigurasi penanaman yang terbaik untuk
pertumbuhan cendana.
4.3.3.2 Rancangan percobaan
Percobaan ini merupakan percobaan faktorial dengan rancangan dasar adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK) hanya saja ditambah dengan satu faktor yaitu konfigurasi
penanaman. Selanjutnya terdapat tiga faktor dan diulang sebanyak tiga kali ( 3 x 3 ), dengan
faktor pertama adalah jenis tanaman inang dari golongan legum dengan jenis tuir dan C.cajan
dan bukan legum dengan jenis Alternanthera sp dan C. junghuniana. Faktor ke dua adalah
jarak tanam yaitu 5 cm, 10 cm dan 15 cm dari tanaman induk. Faktor ketiga adalah konfigurasi
penanaman yaitu konfigurasi dengan 2 inang, konfigurasi dengan 4 inang, konfigurasi dengan
6 inang dari legum dan bukan legum. Jumlah satuan percobaan yang dibawah dari persemaian
merupakan hasil seleksi kombinasi terbaik yang akan di tanam di lapangan pada tanah Entisol,
sebanyak 36 satuan percobaan. Penjelasan dan pemberian kode dari ketiga faktor tersebut
secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:
Faktor pertama:
1. S. album dengan inang S. grandiflora (SG)
2. S. album dengan inang C. cajan (CC)
3. S. album dengan inang Alternanthera sp (AS)
4. S. album dengan inang C. junghuniana (CJ)
83
Faktor kedua:
1. Inang pada jarak tanam 5 cm (J1)
2. Inang pada jarak tanam 10 cm (J2)
3. Inang pada jarak tanam 15 cm (J3)
Faktor ketiga:
1. Konfigurasi penanaman 2 inang (K1)
2. Konfigurasi penanaman 4 inang (K2)
3. Konfigurasi penanaman 6 inang (K3)
Kontrol: S, album tanpa inang sebagai kontrol (SA)
4.3.3.3 Pelaksanaan percobaan
Luas lahan percobaan 0.12 ha, terdiri dari 36 satuan. Petak percobaan dibersihkan dari
gulma selanjutnya dilakukan penanaman bibit legum dan bukan legum sesuai konfigurasi
penanaman pada masing-masing taraf perlakuan yang dilakukan bersamaan dengan perbibitan
di persemaian.
Penanaman dilakukan pada awal bulan Februari 2016 dan dipelihara selama masa 6
bulan atau hingga bulan Juli 2016. Konfigurasi penanaman dilapangan adalah 2 inang, 4 inang,
dan 6 inang pada masing-masing jarak 5 cm, 10 cm, 15 cm pada inang legum maupun bukan
legum terhadap cendana.
Lubang tiap-tiap konfigurasi penanaman tersebut sudah disiapkan bersamaan waktu
dengan persemaian, sehingga hasil dari pembibitan ini akan dibawah ke lapangan untuk di
tanam pada tanah Entisol.
4.3.3.4 Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada saat tanaman berumur 30 hari setelah semai (HSS) dan 30
hari setelah penanaman dilapangan (HST), 60 HSS dan 60 HST, 90 HSS dan 90 HST, 120 HSS
dan 120 HST, 150 HSS dan 150 HST, 180 HSS dan 180 HST.
84
Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur dan menghitung seberapa besar diameter
batang, tinggi tanaman, jumlah daun serta haustorium cendana akibat perlakuan inang legum
dan bukan legum setiap 30 hari selama 6 bulan dilokasi persemaian dan 30 hari selama 6 bulan
dilokasi penanaman. Data yang diperoleh dari hasil percobaan kemudian ditabulasi untuk
selanjutnya dianalisis.
4.3.4 Analisis karakteristik tanah (penelitian III)
Analisis karakteristik tanah ini meliputi sifat fisik tanah dan sifat kimia tanah.
4.3.4.1 Tujuan
Analisis laboratorium ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik Entisol yang
berpengaruh terhadap pertumbuhan cendana.
4.3.4.2 Pelaksanaan
Penelitian dimulai dengan pengambilan sampel tanah untuk keperluan analisis sifat
fisik, kimia tanah. Titik sampel dari masing-masing satuan pengamatan ditentukan dengan
metode grid berukuran 25 m2. Sampel tanah untuk setiap satuan lahan sebanyak 5 lubang
selanjutnya dicampur dan diambil sekitar 1 kg kemudian dimasukan ke dalam kantong plastik
berlabel untuk dianalisis di laboratorium.
Gambar 4. 1
Titik pengambilan contoh tanah individu
Sampel tanah yang diambil berupa sampel tanah terganggu dan sampel tanah utuh atau
tak terganggu. Contoh tanah terganggu diperlukan untuk analisis karakteristik tanah. Penilaian
karakteristik tanah meliputi pengukuran sifat fisik, kimia tanah, serta penggunaan data tersebut
untuk mengamati pengaruh tanah akibat konfigurasi penanaman tanaman cendana pada
Batas lahan
Titik pengambilan
sampel
85
Entisol. Indikator karakteristik tanah dipilih dari sifat tanah yang menunjukkan kapasitas fungsi
tanah atau faktor pembatas bagi hasil tanaman.
4.3.4.3 Pengamatan
Sampel tanah yang diambil selanjutnya dianalisis dilaboratorium, parameter yang
diamati meliputi sifat fisik, kimia tanah (Tabel 4.1). Kadar air kering udara ditentukan yaitu 10
gram tanah dikurangi berat tanah kering mutlak dibagi berat tanah kering mutlak dikali 100%.
Penetapan kadar air kapasitas lapang hampir sama dengan penetapan kadar air kering udara,
perbedaannya tanah kering udara dalam botol ditetesi dengan air sampai 2/3 dari ujung botol
sudah basah, selanjutnya dioven untuk mencari berat tanah kering mutlak (Hanafiah, 2005;
Sulaeman et al., 2005).
Tabel 4.1
Parameter dan metode analisis (Djajakirana (1991; Sulaeman, et al., 2005; Tan, 2005)
Parameter Satuan Metode
Sifat fisik
1. Kadar air tanah
2. Tekstur tanah (3 fraksi)
3. Kedalaman efektif
%
%
cm
Gravimetri
Metode pipet
Pengukuran langsung
Sifat kimia
4. pH
5. C-organik
6. KTK
7. KB
%
me/100 g
%
pH Meter
Walkley & Black
Pengekstrakt NH4OHc
Pengekstrakt NH4OHc
8. Nutrisi (N,P,K) (%;ppm) Kjeldhall, Bray-1
Penetapan tekstur dapat dilakukan melalui oksidasi bahan organik dengan melalui H2O2
dan garam yang mudah larut dihilangkan dari tanah dengan HCl sambil dipanaskan. Bahan
yang tersisa adalah mineral yang terdiri atas pasir, debu, dan liat. Pasir dapat dipisahkan dengan
cara pengayakan basah, serta debu dan liat dipisahkan dengan cara pengendapan yang
didasarkan pada hukum stoke (Sulaeman et al., 2005).
86
Penetapan P-tersedia dan K-tersedia dengan dasar fosfor dalam bentuk cadangan
ditetapkan dengan menggunakan pengekstrak HCl 25%. Pengekstrak ini akan melarutkan
bentuk-bentuk senyawa fosfat dan kalium mendekati kadar P dan K tersedia. Kalium diukur
dengan falmefotometer (Sulaeman et al., 2005). Kapasitas tukar kation (KTK) dan Kejenuhan
Basa (KB) tanah ditetapkan dengan menggunakan larutan ammonium asetat pH 7,0 sebagai
penukar kation yang menutupi kompleks jerapan. Ekstraktan yang diperoleh digunakan untuk
menetapkan kejenuhan KB tanah, kemudian sisa tanah yang dicuci dengan alkohol kemudian
didestilasi dan dititrasi dengan NaOH 0,1 N untuk menentukan KTK tanah (Djajakirana, 1991).
4.4 Analisis Data
Data hasil pengamatan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA)
sesuai dengan model dari rancangan yang digunakan untuk masing-masing percobaan.
Kemudian dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) pada taraf uji 5% untuk
membandingkan rata-rata antar perlakuan yang dicoba (Gomez, 2007). Pengolahan data
dilakukan dengan program statistik COSTAT.
Model matematik analisis ragam percobaan dengan rancangan dasar adalah rancangan
acak kelompok (RAK) menurut Gasperz (1991) adalah:
Yij= µ + Ti + βj + εij
Dengan :
Yij : Respon atau nilai pengamatan dari perlakuan ke i dan kelompok ke j.
µ : Nilai tengah umum
Ti : Pengaruh perlakuan ke-i untuk persemaian ( i =1,2,3,4,5) dan di lapangan (i = 1,2,3)
Βj : Pengaruh kelompok ke-j untuk persemaian ( j = 1,2,3) dan lapangan (i=1,2)
εij : Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan kelompok ke-j.
Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam. Jika uji F menunjukkan adanya
perbedaan nyata antara perlakuan maka dilanjutkan dengan Uji Jarak Berganda Duncan
(UJBD) untuk melihat perbedaan antara perlakuan.
87
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Hasil Penelitian
Data hasil pengamatan dan pengukuran dikelompokan ke dalam tiga bagian pokok
yakni pengukuran destruktif untuk mengetahui jumlah haustorium pada tahap persemaian
dilanjutkan dengan pengukuran terhadap tinggi dan diameter serta jumlah daun, tahap
penanaman, dan tahap analisis tanah. Mengingat bahwa cendana merupakan tanaman bukan
tanaman konservasi maka analisis tanah terbatas pada tingkat kedalaman efektif tanah pada
lokasi penelitian. Semai cendana yang digunakan dalam penelitian ini adalah semai cendana
yang memiliki pertumbuhan yang seragam.
5.1.1 Penelitian Pendahuluan
Benih cendana mulai berkecambah pada umur 21 hari setelah semai (HSS) dan pada
umur 25 HSS benih cendana telah berkecambah semua sekitar 80%. Selanjutnya dilakukan
pemindahan benih cendana yang sudah berkecambah ke polibag yang telah disediakan. Dalam
polibag telah ditanam tanaman inang legum (S. grandiflora, C. cajan) dan bukan legum yaitu
(Althernantera sp, C. junghuniana) yang ditanam sebelumnya. Semai yang dipindahkan atau
ditanam dalam polibag adalah semai yang memiliki jumlah daun 2 helai. Sebanyak 3 semai
cendana yang ditanam di dalam polibag, dan setelah berumur 2 minggu setelah ditanam
dilakukan penjarangan yang meninggalkan hanya 1 semai cendana saja dalam masing-masing
polibag.
Pada bulan pertama setelah pemindahan terdapat beberapa anakan cendana yang mati,
oleh karena itu dilakukan penyulaman dengan tujuan untuk menggantikan tanaman cendana
yang mati dengan tanaman cendana yang pertumbuhannya sehat, subur dan umur yang sama
dengan tanaman penelitian. Semai cendana memiliki tinggi yang hampir sama pada bulan-
88
bulan pertama dan selama penelitian tidak terjadi serangan hama maupun penyakit terhadap
semai cendana yang dicobakan.
5.1.2 Percobaan di persemaian (penelitian I)
Pada awal penanaman bibit cendana yang ditanam pada umur yang sama dan
penampilan yang seragam, namun dengan bertambahnya umur tanaman penampilan cendana
juga mulai berbeda, demikian juga dengan penampilan tanaman inang menunjukkan tidak
berbeda walaupun semakin bertambah umur tanaman. Selama berada dalam masa pembibitan,
tanaman banyak ditumbuhi gulma, kemudian dilakukan penyiangan dengan mencabut
rerumputan yang ada.
5.1.2.1 Pengamatan destruktif
Pengamatan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa jumlah haustorium yang
terbentuk akibat pemberian inang legum (S. grandiflora, C. cajan) dan bukan legum
(Alternanthera sp, C. junghuniana) pada jarak tanam yang berbeda. Perhitungan haustorium
dilakukan pada tanaman cendana dengan kombinasi perlakuan jarak tanam dan inang legum
(S. grandiflora, C. cajan) dan bukan legum (Alternanthera sp, C. junghuniana) selama semai
cendana yang berumur 30 HSS, 60 HSS, 90 HSS, 120 HSS,150 HSS dan 180 HSS.
Hasil pengukuran jumlah haustorium yang terbentuk disajikan pada Lampiran 9.
Tanaman yang berada dalam polibag dimasukkan dalam ember yang berisi air, kemudian
digoyang perlahan-lahan agar tanah terlepas, setelah tanah sudah terlepas semuanya tanaman
cendana bersama tanaman inang diangkat perlahan-lahan dan setelah itu dapat menghitung
jumlah haustorium.
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) pada Lampiran 3, menunjukkan bahwa dari
masing-masing nilai kelompok bila dibandingkan nilai frekuensi hitung (8,00) ternyata tidak
nyata bila dibandingkan dengan nilai P (0,38). Akan tetapi sangat nyata pada perlakuan jarak
tanam yang memiliki nilai 20,66 dan inang yang memiliki nilai 7,41 terhadap nilai P (0,0000).
89
Terdapat interaksi antara kombinasi perlakuan jarak tanam dan inang yang memiliki nilai 41
terhadap nilai P (0,0000). Oleh karena nilainya sangat nyata dan berdasarkan data pada
Lampiran 10 maka diperoleh hasil Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) seperti disajikan pada
Table 5.1.
Tabel 5.1 Pengaruh inang dan jarak tanam terhadap pertumbuhan haustorium tanaman cendana pada
variasi umur berbeda.
Inang
Jarak
tanam
(cm)
Jumlah haustorium (bintil akar)
30
HSS
60
HSS
90
HSS
120
HSS
150
HSS
180
HSS
Bukan
legum
Alternanthera sp
5 3,26a 6,26b 11,26b 16,26b 21,26b 26,26b
10 3,36a 7,36a 14,36a 19,36a 24,36a 29,36a
15 2,64a 5,64b 10,64b 15,64b 20,64b 25,64b
C. junghuniana
5 1,00b 4,00b 9,00b 14,00b 19,00b 24,00c
10 1,97b 4,97b 9,97b 14,97b 19,97b 24,97c
15 0,87b 3,87b 8,87b 13,87b 18,87b 23,87c
Legum
C. cajan
5 1,00b 4,00b 9,00b 14,00b 19,00b 24,00c
10 1,86b 4,86b 9,86b 14,86b 19,86b 24,86c
15 2,86b 5,86b 8,86b 15,86b 20,86b 25,86b
S. grandiflora
5 1,00b 2,86b 7,86b 12,86c 17,86c 22,86d
10 1,00b 2,86b 7,86b 12,86c 17,86c 22,86d
15 1,00b 4,05b 9,05b 14,05b 19,05b 24,05c
Kontrol S. album
5 0,00c 0,00c 0,00c 0,00d 0,00d 0,00e
10 0,00c 0,00c 0,00c 0,00d 0,00d 0,00e
15 0,00c 0,00c 0,00c 0,00d 0,00d 0,00e
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5%.
Berdasarkan Tabel 5.1 diatas, pada umur 30 HSS tampak memiliki nilai yang tidak
berbeda pada kombinasi perlakuan pada inang Alternanthera sp dengan jarak tanam. Namun
berbeda tidak nyata antar perlakuan inang dan jarak tanam pada inang C. junghuniana dengan
kedua jenis inang legum lainnya serta nilai kontrol.
Hasil analisis statistik terhadap pengaruh perlakuan inang dan jarak tanam terhadap
jumlah haustorium yang dibentuk oleh akar cendana pada umur 30 HSS juga memberikan hasil
interaksi yang nyata antara jarak tanam dengan inang yang digunakan. Demikian juga pengaruh
jenis inang dan jarak tanam terhadap pertumbuhan haustorium pada akar tanaman cendana
pada umur 60 HSS memiliki nilai yang berbeda tidak nyata pada kombinasi perlakuan pada
90
inang Alternanthera sp dengan jarak tanam 5 cm dan 15 cm. Hasil analisis statistik terhadap
pengaruh perlakuan inang dan jarak tanam terhadap jumlah haustorium yang dibentuk oleh
akar cendana pada umur 60 HSS juga memberikan hasil interaksi yang nyata antara jarak tanam
dengan inang yang digunakan.
Kemudian pada umur 90 HSS, jenis inang bukan legum dengan jenis Alternanthera sp
memiliki nilai yang berbeda tidak nyata pada jarak tanam 5 cm dan 15 cm dengan jarak tanam
10 cm. Jenis Alternanthera sp ini juga mempunyai nilai yang tidak berbeda nyata dengan jenis
C. junghuniana pada jarak tanam 10 cm, demikian juga dengan jenis inang legum yang lainnya
serta nilai kontrol dari tanaman cendana tanpa perlakuan. Pada umur 120 HSS dan umur 150
HSS terdapat beda nyata pada perlakuan Alternanthera sp dengan jarak 10 cm dibandingkan
dengan perlakuan inang lainnya.
Demikian juga pada umur 180 HSS pertambahan jumlah haustorium yang dibentuk oleh
akar tanaman cendana tampak berbeda sangat nyata. Pada jarak tanam 10 cm dengan inang
bukan legum yaitu jenis Alternanthera sp memiliki 29,36 haustoria (bintil akar). Jenis bukan
legum dengan inang Alternanthera sp pada jarak tanam 5 cm memiliki 26,26 bintil akar, jarak
15 cm dan inang Alternanthera sp memiliki 25,64 haustoria (bintil akar). Pada jenis bukan
legum dengan inang C. junghuniana, jumlah haustoria yang dibentuk tidak berbeda nyata pada
jarak yang berbeda. Nilai masing-masing jarak tanam memang memiliki yang bervariasi
dimana pada jarak 5 cm memiliki 24,00 haustoria (bintil akar), pada jarak 10 cm memiliki
24,97 bintil akar, jarak 15 cm memiliki 23,87 haustoria (bintil akar).
Kemudian pada perlakuan legum dengan inang S. grandiflora ternyata memiliki nilai
yang tidak berbeda pada jarak tanam 5 cm dan 10 cm, namun berbeda tidak nyata dengan jarak
15 cm. Variasi nilai masing-masing jarak tanam berdasarkan pada Tabel 5.1 diatas bahwa pada
jarak 5 cm memiliki 24 haustoria (bintil akar), pada jarak 10 cm memiliki 24,86 haustoria
(bintil akar), jarak 15 cm memiliki 25,86 haustoria (bintil akar). Pada jenis legum dengan inang
91
C. cajan ternyata tidak berbeda nyata pada jarak 5 cm dan 10 cm. Jumlah haustoria yang
terbentuk pada jarak tanam 5 cm memiliki 22,86 haustoria (bintil akar), pada jarak 10 cm
memiliki 22,86 haustoria (bintil akar), namun berbeda dengan jumlah haustoria yang dibentuk
pada jarak 15 cm memiliki 24,05 haustoria (bintil akar).
Hasil analisis statistik terhadap pengaruh perlakuan inang dan jarak tanam terhadap
jumlah haustorium yang dibentuk oleh akar cendana pada umur 30 HSS, 60 HSS, 90 HSS, 120
HSS, juga memberikan hasil interaksi yang nyata antara jarak tanam dengan inang yang
digunakan.
Besarnya nilai interaksi jarak tanam dan inang berdasarkan analisis statistik sebesar 8%
pada perlakuan jarak tanam 10 cm dengan perlakuan inang Alternanthera sp dari jenis bukan
legum dapat memberikan kontribusinya terhadap pembentukan haustorium oleh akar tanaman
cendana. Perbedaan nilai tersebut diperoleh dari nilai beda nyata Uji Jarak Berganda Duncan
(UJBD) 5% terhadap perlakuan inang sebesar 32%, dan jarak tanam memiliki nilai sebesar
25% pada pembentukan haustorium oleh akar tanaman cendana.
Dari keempat inang jenis legum dan bukan legum tersebut, setelah hasilnya
dibandingkan dengan kontrol dengan jarak 5 cm, 10 cm dan 15 cm ternyata memberikan hasil
yang jauh berbeda dengan cendana yang disemaikan tanpa inang. Sehingga cendana yang tidak
diberi perlakuan inang, tidak memiliki pembentukan haustoria pada akar tanaman cendana. Hal
ini dikarenakan tidak terjadi proses fotosintat.
Jadi inang yang diberikan pada perlakuan tanaman cendana ini, bukan berarti sama
sekali tidak mempengaruhi pembentukan jumlah haustorium pada akar tanaman cendana,
disamping itu jarak tanam juga bukan berarti sama sekali tidak mempengaruhi proses
pembentukan haustorium pada akar tanaman cendana, akan tetapi sebagian dari jumlah inang
dan jarak tanam tersebut ikut berpengaruh dan memberikan sumbangan atau kontribusi hara
dan air dalam pembetukan haustoria pada akar tanaman cendana.
92
5.1.2.2 Pengamatan bukan destruktif
5.1.2.2.1 Tinggi tanaman cendana di persemaian
Pertambahan tinggi tanaman cendana dilakukan dengan mengamati tinggi tanaman
cendana yang diukur secara bertahap mulai pada umur 30 HSS, 60 HSS, 90 HSS, 120 HSS,
150 HSS dan 180 HSS disajikan pada Tabel 5.2. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan
bahwa jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman semai
cendana pada umur 180 HSS (Lampiran 4).
Berdasarkan data pada Lampiran 29 dapat dijelaskan bahwa perlakuan tanaman inang
legum S. grandiflora dan C. cajan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tanaman
semai cendana namun terdapat interaksi antara jarak tanam dengan inang yang berpengaruh
terhadap pertambahan tinggi tanaman cendana. Perkembangan tinggi tanaman cendana pada
masing-masing periode tersebut disajikan pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2 Pengaruh inang dan jarak tanam terhadap tinggi tanaman cendana pada beberapa umur tanam
berbeda.
Inang
Jarak
tanam
(cm)
Tinggi tanaman cendana (cm)
30
HSS
60
HSS
90
HSS
120
HSS
150
HSS
180
HSS
Bukan
legum
Alternanthera sp
5 9,26a 22,43a 29,28a 35,26b 40,71a 58,26d
10 8,36a 23,51a 30,48a 36,36a 44,99a 61,36a
15 8,64a 20,23a 27,90a 34,64b 38,13b 57,64d
C. junghuniana
5 7,00b 14,23b 20,57b 26,00b 38,8a 56,00b
10 6,97b 13,51b 21,47b 27,70b 43,98a 56,97c
15 7,87b 14,20b 21,40b 27,87b 35,6c 55,87b
Legum
C. cajan
5 7,00b 14,90b 18,90c 25,00b 36,8b 56,00b
10 7,86b 15,12b 18,57a 25,86b 44,69a 57,86d
15 7,86b 13,26b 19,37b 26,86b 37,63b 56,86c
S. grandiflora
5 7,86b 14,63b 18,57c 23,86c 36,2b 54,86b
10 7,86b 14,01b 19,97b 23,86c 42,98a 56,05b
15 7,05b 13,23b 18,97c 25,05b 35,2c 54,86b
Kontrol S. album
5 6,00c 9,00c 11,35d 12,35d 13,35d 32,00e
10 5,00c 9,69c 11,98d 12,98d 13,67d 32,00e
15 6,00c 9,00c 12,23d 13,23d 14,23d 32,00e
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5%.
93
Hasil Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5% terhadap rata-rata tinggi tanaman
cendana bahwa pada umur 30 HSS memang tinggi tanaman cendana belum begitu maksimal
dipengaruhi oleh inang dan jarak tanam.
Umur 30 HSS, 60 HSS serta 90 HSS, tiap perlakuan jarak tanam tidak memiliki nilai
yang berbeda nyata, akan tetapi inang memiliki nilai yang berbeda tidak nyata, baik dari jenis
legum maupun jenis bukan legum.
Umur 60 HSS juga belum terdapat perubahan yang maksimal oleh karena hara dan air
yang diserap oleh akar cendana belum juga maksimal, sehingga nampak bahwa antara umur 30
HSS dan 60 HSS serta 90 HSS, pengaruh jarak tanam tidak berbeda nyata, akan tetapi inang
memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata, baik pada jenis legum maupun jenis bukan
legum. Oleh sebab itu dapat dijelaskan bahwa pertumbuhan tinggi semai cendana pada umur
60 HSS dan 90 HSS hanya dipengaruhi oleh inang akan tetapi jarak tanam yang berbeda tidak
mempengaruhi tinggi tanaman cendana.
Pada umur 90 HSS, perlakuan jenis inang dan jarak tanam memiliki nilai yang tidak
berbeda. Rata-rata pengaruh jarak tanam dan inang Alternanthera sp terhadap pertumbuhan
tinggi tanaman cendana pada jarak tanam 10 cm, memiliki rata-rata tinggi 30,48 cm diikuti
dengan jarak 5 cm dengan nilai rata-rata tinggi 29,28 cm dan 15 cm dengan nilai rata-rata tinggi
34,64 cm. Nilai pada jenis inang dari bukan legum ini yakni Alternanthera sp berbeda nyata
dengan jenis inang bukan legum untuk C. junghuniana dengan kisaran nilai masing-masing
pada jarak tanam 5 cm dengan tinggi 20,57 cm diikuti dengan jarak 10 cm dengan tinggi 21,47
cm kemudian diikuti dengan jarak 15 cm dengan tinggi 21,40 cm. Jenis inang legum dengan
jenis C. cajan memiliki pengaruh yang tidak berbeda terhadap pertumbuhan tinggi tanaman
cendana pada jarak 10 cm dengan tinggi rata-rata 18,57 cm dan jarak 5 cm dengan tinggi rata-
rata 18,90 cm dan jarak 15 cm dengan tinggi rata-rata 19,37 cm. Jenis C. cajan ini merupakan
jenis yang pertumbuhannya sangat cepat jika dibandingkan dengan jenis legum yang lainnya.
94
Kenyataan di lapangan bahwa setelah ditanam bersama dengan semai cendana ternyata
tingginya sangat cepat mendahului tinggi tanam cendana bahkan menaungi tanaman cendana
sebagai tanamn induk. Sementara itu jenis inang legum untuk jenis S. grandiflora atau sering
dikenal dengan nama S. grandiflora juga memberikan pengaruhnya terhadap pertumbuhan
tinggi tanaman cendana yaitu memiliki tinggi rata-rata 19,97 cm pada jarak 10 cm diikuti
dengan jarak 5 cm dengan tinggi rata-rata tanaman cendana 18,57 cm kemudian jarak 15 cm
dengan tinggi rata-rata tanaman cendana 18,97 cm.
Nilai masing-masing perlakuan inang yang diberikan telah memberikan pengaruh yang
berbeda tidak nyata terhadap tinggi tanaman cendana tanpa perlakuan inang pada umur semai
90 hari. Hasil yang diperoleh pada perlakuan ini dapat dikatakan baik karena hasilnya jika
dibandingkan dengan pertumbuhan cendana umur 90 HSS tanpa perlakuan inang dan jarak
tanam. Hal ini disebabkan cendana merupakan tanaman yang hemi parasite atau hidupnya
menumpang pada jenis tanaman lain yang dijadikan sebagai inang untuk pertumbuhannya.
Perkembangan tinggi tanaman cendana selanjutnya pada umur 120 HSS, ternyata rata-
rata pertambahan tinggi tanaman cendana akibat perlakuan jarak tanam inang jenis bukan
legum memiliki nilai yang berbeda tidak nyata pada perlakuan jarak tanam. Pada jarak tanam
10 cm memiliki ukuran tinggi 36,36 cm, yang tidak berbeda nyata dengan jarak 5 cm yang
memiliki tinggi 35,26 cm, dan berbeda dengan perlakuan jarak tanam 15 cm memiliki tinggi
tanaman cendana mencapai 34,64 cm. Hal yang sama terjadi pada jenis bukan legum dengan
inang C. junghuniana dengan jarak tanam 10 cm memiliki tinggi 27,70 cm, yang tidak berbeda
nyata dengan jarak 5 cm yang memiliki tinggi 26,00 cm, dan berbeda dengan perlakuan jarak
tanam 15 cm memiliki tinggi tanaman cendana mencapai 27,87 cm. Pada kelompok legum
dengan jenis C. cajan, jarak tanam 10 cm memiliki tinggi 25,86 cm, yang tidak berbeda nyata
dengan jarak 5 cm yang memiliki tinggi 25,00 cm, dan berbeda dengan perlakuan jarak tanam
15 cm memiliki tinggi tanaman cendana mencapai 26,86 cm. Demikian juga perlakuan legum
95
dengan jenis S. grandiflora dengan jarak tanam 5 cm dan 10 cm memiliki tinggi 23,86 cm,
serta 15 cm memiliki tinggi tanaman cendana mencapai 25,05 cm.
Perkembangan tinggi tanaman cendana selanjutnya pada umur 150 HSS, ternyata rata-
rata pertambahan tinggi tanaman cendana akibat perlakuan jarak tanam yang berbeda dengan
jenis inang sangat nyata. Jenis bukan legum dengan inang Alternanthera sp pada jarak tanam
5 cm dan 10 cm menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata, namun pada jarak 15 cm memiliki
nilai yang berbeda nyata. Pada jarak tanam 10 cm memiliki ukuran tinggi 44,99 cm, yang tidak
berbeda nyata dengan jarak 5 cm yang memiliki tinggi 40,71 cm, dan berbeda dengan perlakuan
jarak tanam 15 cm memiliki tinggi tanaman cendana mencapai 38,13 cm. Hal yang sama terjadi
pada jenis bukan legum dengan inang C. junghuniana antara jarak tanam cm dan 10 cm tidak
memiliki nilai yang berbeda nyata namun berbeda nyata dengan jarak tanam 15 cm. Keragaman
tinggi tanaman cendana pada jarak 10 cm memiliki tinggi 43,98 cm, pada jarak 5 cm memiliki
tinggi 38,80 cm, jarak 15 cm memiliki tinggi 35,60 cm. Selanjutnya pada perlakuan dengan
legum dengan inang S. grandiflora pada jarak 5 cm memiliki 36,20 cm, pada jarak 10 cm
memiliki 42,98 cm, jarak 15 cm memiliki 35,20 cm. Pada jenis legum dengan inang C. cajan
ternyata memiliki nilai yang tidak berbeda nyata pada jarak tanam 5 cm dan 15 cm dan berbeda
nyata dengan jarak tanam 10 cm. Rata-rata tinggi tanaman cendana pada masing-masing jarak
tanam dengan inang C. cajan dapat dijelaskan bahwa pada jarak tanam 5 cm memiliki tinggi
semai cendana 36,80 cm, pada jarak 10 cm memiliki tinggi 44,69 cm, jarak 15 cm memiliki
tinggi 37,63 cm. Sementara tinggi tanaman kontrol terhadap perlakuan jarak tanam 5 cm
sebesar 13,35 cm, kemudian tinggi semai cendana untuk kontrol pada jarak tanam 10 cm
sebesar 13,67 cm serta tinggi semai cendana untuk kontrol 15 cm sebesar 14,23 cm.
Hasil akhir dari pengaruh inang legum dan bukan legum dan jarak tanam pada umur
180 HSS, dan pengaruhnya terhadap pertambahan tinggi tanaman cendana akibat perlakuan
inang, jarak tanam terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cendana pada umur 180 HSS sangat
96
nyata. Jenis bukan legum dengan inang Alternanthera sp pada jarak tanam 5 cm dan 10 cm
menunjukkan nilai yang tidak berbeda nyata, namun pada jarak 15 cm memiliki nilai yang
berbeda tidak nyata. Hal ini dapat dijelaskan bahwa jenis bukan legum dengan inang
Alternanthera sp pada jarak tanam 10 cm memiliki tinggi 61,36 cm, pada jarak 5 cm memiliki
tinggi 58.26 cm, jarak 15 cm memiliki tinggi 57,64 cm. Pada jenis bukan legum dengan inang
C. junghuniana pada jarak 10 cm memiliki tinggi 56,97 cm, pada jarak 5 cm memiliki tinggi
56,00 cm, jarak 15 cm memiliki tinggi 55,87 cm. Selanjutnya pada perlakuan dengan legum
dengan inang S. grandiflora pada jarak 5 cm memiliki tinggi 56 cm, pada jarak 10 cm memiliki
tinggi 57,86 cm, jarak 15 cm memiliki tinggi 56,86 cm. Pada jenis legum dengan inang C.
cajan ternyata pada jarak tanam 5 cm memiliki tinggi 54,86 cm, pada jarak 10 cm memiliki
tinggi 54,86 cm, jarak 15 cm memiliki tinggi 56,05 cm. Sementara tinggi tanaman kontrol
32,00 cm dan nilai ini sangat berbeda dengan nilai pada perlakuan tanaman cendana dengan
inang baik dari legum maupun bukan legum.
Besarnya nilai interaksi jarak tanam dan inang berdasarkan analisis statistik sebesar 42%
pada perlakuan jarak tanam 10 cm dengan perlakuan inang Alternanthera sp dari jenis bukan
legum dapat memberikan kontribusinya terhadap pertumbuhan tinggi semai cendana.
Perbedaan nilai tersebut diperoleh dari nilai beda nyata Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD)
5% terhadap perlakuan inang sebesar 73%, dan jarak tanam memiliki nilai sebesar 57% pada
pertumbuhan tinggi tanaman cendana. Oleh karena pertumbuhan merupakan proses menuju
kedewasaan yang sifatnya iversible artinya tidak akan kembali ke semula, maka keragaman
tinggi akibat perlakuan inang dan jarak tanam pada umur 180 HSS sangat berbeda dengan umur
150 HSS, 120 HSS, 90 HSS, 60 HSS dan 30 HSS. Pada umur 180 HSS, tinggi semai cendana
mutlak tidak dipengaruhi oleh tanaman inang. Hara dan air yang dapat disumbangkan dari
tanaman inang tidak berbeda dalam memacu pertambahan tinggi semai cendana. Hal tersebut
dapat dijelaskan bahwa dengan semakin bertambah umur tanaman baik cendana maupun inang,
97
kebutuhan akan unsur hara maupun air semakin bertambah banyak dan dipergunakan untuk
aktivitas metabolismenya sendiri dari pada disumbangkan untuk semai cendana. Pertumbuhan
tanaman cendana akan lebih baik jika tanaman inang menyumbangkan hara dan air yang lebih
banyak ke tanaman cendana. Laju pertumbuhan cendana akan lebih lambat atau terhambat
sejalan dengan semakin sedikit sumbangan hara dan air dari tanaman inangnya.
5.1.2.2.2 Jumlah daun (helai) cendana dipersemaian
Pengamatan pertambahan jumlah daun dilakukan dengan cara menghitung jumlah daun
yang membuka sempurna. Pengamatan ini dilakukan setelah tumbuh dua daun pertama sampai
pada akhir bulan pengamatan. Rata-rata pengukuran terhadap jumlah daun disajikan pada
Lampiran 30. Hasil analisis sidik ragam pengaruh inang legum dan bukan legum dengan jarak
tanam berbeda terhadap jumlah daun pada umur 180 HSS (Lampiran. 6 ) menunjukkan bahwa
terdapat interaksi antara perlakuan jarak tanam dan inang terhadap pertumbuhan daun cendana
sangat nyata pada nilai frekuensi hitung 5,26 lebih nyata pada P (0,0000), dengan nilai
frekuensi hitung untuk jarak tanam 0,03 dan pengaruh inang dengan nilai 131,05. Untuk
mengetahui lebih jauh mengenai pengaruh inang dan jarak tanam terhadap pertumbuhan
jumlah daun cendana pada umur 30 HSS, 60 HSS, 90 HSS, 120 HSS, 150 HSS serta 180 hari
setelah penanaman dapat dilihat pada Tabel 5.3.
Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5% pada Table 5.3 terhadap
perlakuan inang, jarak tanam terhadap pertambahan jumlah daun tanaman cendana pada umur
30 HSS hingga 120 HSS tidak berbeda nyata. Akan tetapi pada umur 150 HSS nampak berbeda
tidak nyata pada jarak tanam 10 cm dengan inang Alternanthera sp. Pada umur 180 HSS nilai
masing-masing perlakuan sangat nyata. Jenis bukan legum dengan inang Alternanthera sp pada
jarak tanam 5 cm dan 10 cm menunjukkan nilai yang berbeda tidak nyata, namun pada jarak
15 cm memiliki nilai yang berbeda nyata. Hal ini dapat dijelaskan bahwa jenis bukan legum
98
dengan inang Alternanthera sp pada jarak tanam 5 cm memiliki 32,36 helai, pada jarak 10 cm
memiliki 42.26 helai, jarak 15 cm dan inang Alternanthera sp memiliki 33,64 helai.
Tabel 5.3
Pengaruh inang tanam terhadap pertumbuhan jumlah daun tanaman cendana pada beberapa
umur berbeda (cm)
Inang
Jarak
tanam
(cm)
Jumlah daun (helai)
30
HSS
60
HSS
90
HSS
120
HSS
150
HSS
180
HSS
Bukan
legum
Alternanthera sp
5 4,00a 10,36b 20,36b 24,36b 28,36c 32,36b
10 4,00a 20,26a 30,26a 34,26a 38,26a 42,26a
15 4,00a 11,64b 21,64b 25,64b 29,64b 33,64b
C. junghuniana
5 4,00a 8,00b 18,00c 22,00b 26,00c 30,00c
10 4,00a 8,97b 18,97c 22,97b 26,97c 30,97c
15 4,00a 7,87b 17,87c 21,87b 25,87c 29,87c
Legum
C. cajan
5 4,00a 7,15b 12,15c 12,00c 16,00d 20,00d
10 4,00a 6,15b 11,15c 13,86c 17,86d 21,86d
15 4,00a 6,85b 11,51c 12,86c 16,86d 20,86d
S. grandiflora
5 4,00a 6,35b 9,51c 10,86c 14,86d 18,86e
10 4,00a 6,25b 10,70c 12,05c 16,05d 20,05d
15 4,00a 6,15b 9,46c 10,81c 14,81d 18,806e
Kontrol S. album
5 4,00a 4,50b 7,06c 8,41c 12,41d 16,41e
10 4,00a 5,12b 7,05c 8,40c 12,40d 16,40e
15 4,00a 5,23b 8,35c 9,70c 13,70d 17,70e
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5%.
Pada jenis bukan legum dengan inang C. junghuniana memiliki nilai tidak berbeda nyata
pada jarak tanam 5 cm dan 10 cm namun berbeda nyata dengan jarak tanam 15 cm. Pada jarak
5 cm memiliki 30,00 helai, pada jarak 10 cm memiliki 30,97 helai, jarak 15 cm memiliki 29,87
helai. Kemudian pada perlakuan dengan legum dengan inang S. grandiflora pada jarak 5 cm
memiliki 18,86 helai, pada jarak 10 cm memiliki 20,05 helai, jarak 15 cm memiliki 18,80 helai.
Pada jenis legum dengan inang C. cajan ternyata pada jarak tanam 5 cm memiliki 20,00 helai,
pada jarak 10 cm memiliki 21,86 helai, jarak 15 cm memiliki 18,80 helai.
Besarnya nilai interaksi jarak tanam dan inang terhadap jumlah daun berdasarkan
analisis statistik sebesar 63% pada perlakuan jarak tanam 10 cm dengan perlakuan inang
Alternanthera sp dari jenis bukan legum dapat memberikan kontribusinya terhadap
99
pertumbuhan jumlah daun tanaman cendana. Perbedaan nilai tersebut diperoleh dari nilai beda
nyata Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5%, bahwa pengaruh perlakuan inang terhadap
jumlah daun semai cendana sebesar 22%, dan jarak tanam memiliki nilai sebesar 29% pada
pertumbuhan jumlah daun tanaman cendana.
Tampaknya tidak berbeda nyata jumlah daun pada umur 30 HSS, 60 HSS, 90 HSS, 120
HSS, serta 180 HSS, jumlah daun semai cendana tidak dipengaruhi oleh perlakuan tanaman
inang legum dan bukan legum. Kandungan hara yang diserap oleh bibit cendana dari dalam
tanah dimanfaatkan untuk menghasilkan fotosintat. Fotosintat dipergunakan untuk aktivitas
pembelahan sel pada klorofil daun. Selain dapat meningkatkan aktivitas pembelahan sel
meristem apikal, fotosintat yang dihasilkan juga dapat meningkatkan aktivitas pembentukan
dan perkembangan primordial daun. Hal ini menyebabkan pertambahan tinggi bibit cendana
sebanding dengan pertambahan jumlah daun, serta tanaman inang legum dan bukan legum
yang dicobakan mempunyai pengaruh yang sama terhadap pembentukan daun semai cendana.
Variasi atau keragaman dari pertambahan jumlah daun yang terbentuk secara gradual
dapat diprediksi pada setiap satu bulan perkembangan pertumbuhan pada jumlah pucuk daun
cendana yang terbentuk.
5.1.2.2.3 Diameter batang cendana dipersemaian
Hasil pengukuran terhadap rata-rata pertumbuhan diameter semai tanaman cendana
disajikan pada Lampiran 12. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa perlakuan
jenis inang dan jarak tanam berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan diameter batang semai
cendana ternyata baik pada umur 180 HSS dapat dilihat pada Lampiran 5. Rata-rata diameter
batang semai cendana pada umur 30 HSS, 60 HSS, 90 HSS, 120 HSS dan umur 180 HSS dan
pengaruh masing-masing perlakuan terhadap pertumbuhan diameter batang semai tanaman
cendana dapat dilihat melalui nilai Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) yang disajikan pada
Tabel 5.4.
100
Tabel 5.4
Pengaruh inang tanam terhadap diameter tanaman cendana pada beberapa umur berbeda (cm)
Inang
Jarak
tanam
(cm)
Diameter batang cendana (cm)
30
HSS
60
HSS
90
HSS
120
HSS
150
HSS
180
HSS
Bukan
legum
Alternanthera sp
5 0,18a 0,32a 0,46a 0,60a 0,74b 0,88a
10 0,28a 0,42a 0,56a 0,70a 0,84a 0,98a
15 0,15a 0,29b 0,43a 0,57a 0,71b 0,85b
C. junghuniana
5 0,13a 0,24b 0,38a 0,52a 0,66c 0,80b
10 0,13a 0,27b 0,41a 0,55a 0,69c 0,83b
15 0,14a 0,24b 0,38a 0,52a 0,66c 0,80b
Legum
C. cajan
5 0,12a 0,24b 0,38a 0,52a 0,66c 0,80b
10 0,16a 0,30a 0,44a 0,58a 0,72b 0,86a
15 0,13a 0,27b 0,41a 0,55a 0,69c 0,83b
S. grandiflora
5 0,12a 0,20b 0,34a 0,48a 0,62c 0,76c
10 0,12a 0,24b 0,38a 0,52a 0,66c 0,80b
15 0,11a 0,20b 0,34a 0,48a 0,62c 0,76c
Kontrol S. album
5 0,12a 0,12b 0,12b 0,12b 0,12d 0,22e
10 0,11a 0,11b 0,11b 0,11b 0,11d 0,20e
15 0,08a 0,08b 0,08b 0,08b 0,08d 0,18e
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5%.
Berdasarkan Tabel 5.4 diatas, hasil Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5% bahwa pada
umur 30 HSS, 60 HSS, 90 HSS, dan 120 HSS tampaknya memiliki nilai yang tidak berbeda
pada kombinasi perlakuan inang dengan jarak tanam terhadap pertumbuhan diameter semai
cendana. Pada umur 150 HSS pertambahan diameter tanaman cendana tampak berbeda sangat
nyata pada jarak tanam 10 cm dengan inang bukan legum yaitu jenis Alternnthera sp memiliki
diameter sebesar 0,84 cm kemudian jarak tanam 5 cm memiliki diameter sebesar 0,74 cm, serta
jarak 15 cm memiliki 0,71 cm. Pengaruh inang C. junghuniana terhadap pertumbuhan diameter
semai cendana pada umur 150 HSS yaitu pada jarak tanam 5 cm memiliki diameter sebesar
0,66 cm, jarak 10 cm memiliki 0,69 cm serta jarak 15 cm memiliki 0,66 cm. Sementara itu
inang C. cajan pada jarak tanam 5 cm memiliki diameter sebesar 0,66 cm, jarak 10 cm memiliki
0,72 cm serta jarak 15 cm memiliki 0,69 cm. Inang S. grandiflora pada jarak tanam 5 cm
memiliki diameter sebesar 0,62 cm, diikuti dengan jarak tanam 10 cm memiliki 0,66 cm serta
jarak 15 cm memiliki 0,62 cm. Pada umur 180 HSS, jenis bukan legum dengan inang
101
Alternanthera sp tidak berbeda nyata pada jarak tanam 5 cm dan 10 cm dan berbeda nyata pada
jarak tanam 15 cm. Pada jarak tanam 10 cm memiliki diameter 0,98 cm, pada jarak 5 cm
memiliki diameter 0,88 cm, jarak 15 cm memiliki diameter 0,85 cm. Pada jenis bukan legum
dengan inang C. junghuniana pada jarak 10 cm memiliki diameter 0,83 cm, pada jarak 5 cm
memiliki diameter 0,80 cm, jarak 15 cm memiliki diameter 0,80 cm. Kemudian pada perlakuan
legum dengan inang S. grandiflora pada jarak 5 cm memiliki 0,76 diameter cm, pada jarak 10
cm memiliki diameter 0,80 cm, jarak 15 cm memiliki diameter 0,76 cm. Pada jenis legum
dengan inang C. cajan ternyata pada jarak tanam 5 cm memiliki diameter 0,80 cm, pada jarak
10 cm memiliki diameter 0,86 cm, jarak 15 cm memiliki diameter 0,83 cm. Nilai dari masing-
masing perlakuan menunjukkan bahwa diameter batang tanaman cendana akibat kombinasi
perlakuan inang legum dan bukan legum serta jarak tanam ternyata pada jenis bukan legum
lebih baik. Diameter cendana pada umur 150 HSS dan 180 HSS yang berbeda nyata pada jarak
tanam 5 cm, 10 cm dan 15 cm. Inang jenis bukan legum sangat berbengaruh nyata pada
diameter batang cendana. Sebagai tanaman parasit, keberlanjutan hidup tanaman cendana
tergantung dari kebutuhan hara dan air, serta tanaman cendana sangat tergantung pada tanaman
inangnya. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa suplai fotosintat untuk aktivitas
pembelahan dan pembesaran sel meristem lateral atau sel kambium dipengaruhi pula oleh
tanaman inang dan jarak tanam. Berdasarkan pada hasil tersebut dapat dikatakan bahwa
diameter batang semai cendana pada variasi beberapa umur tidak berbeda pada setiap tanaman
inang legum untuk semai cendana.
Hasil analisis statistik terhadap pengaruh perlakuan inang dan jarak tanam terhadap
diameter batang semai cendana pada umur 30 HSS, 60 HSS, 90 HSS, 120 HSS, juga
memberikan hasil interaksi yang nyata antara jarak tanam dengan inang yang digunakan.
Besarnya nilai interaksi jarak tanam dan inang berdasarkan analisis statistik sebesar 18% pada
perlakuan jarak tanam 10 cm dengan perlakuan inang Alternanthera sp dari jenis bukan legum
102
dapat memberikan kontribusinya terhadap pertumbuhan diameter semai cendana. Perbedaan
nilai tersebut diperoleh dari nilai beda nyata Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5% terhadap
perlakuan inang sebesar 15%, dan jarak tanam memiliki nilai sebesar 12% pada pertumbuhan
diameter semai cendana.
5.1.3 Percobaan konfigurasi penanaman di lapangan (penelitian II)
5.1.3.1 Tinggi tanaman cendana pada karakteristik tanah Entisol
Rata-rata hasil pengukuran terhadap pengaruh inang, jarak tanam, konfigurasi tanam
terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cendana pada beberapa umur tanam berbeda pada Lampiran 37
dan hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa hubungan pertumbuhan tinggi
tanaman cendana pada karakteristik tanah Entisol sangat berbeda (Lampiran 7). Nilai interaksi
inang dengan konfigurasi tanaman 19,85 serta karakteristik tanah dengan inang 30,99 serta
interaksi inang, konfigurasi tanaman dan karakteristik tanah 23,04. Dari masing-masing nilai
interaksi ini setelah dibandingkan dengan nilai frekuensi tabel ternyata sangat nyata. Hal ini
dikarenakan faktor penggunaan konfigurasi tanam terhadap tanaman cendana juga akan
memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan cendana baik pada konfigurasi tanam dengan
2 inang, 4 inang maupun 6 inang pada perlakuan inang legum maupun bukan legum. Pengaruh
konfigurasi tanam, jarak dan inang terhadap tinggi tanaman cendana pada umur 30 HST, 60
HST, 90 HST, 120 HST serta 150 HST tidak berbeda nyata. Hasil pengukuran terhadap tinggi
tanaman cendana juga memberikan gambaran bahwa jarak tanam 10 cm dengan konfigurasi
penanaman 6 inang pada jenis Alternanthera sp lebih mempengaruhi proses pertumbuhan
tinggi tanaman cendana pada umur 180 HST di lapangan yakni perlakuan jarak tanam 10 cm
berpengaruh lebih nyata di bandingkan dengan jarak tanam 5 cm dan 15 cm yang pada
kenyataannya tidak berbeda nyata. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5% terhadap
rataan pertambahan tinggi bibit cendana akibat pemberian tanaman inang legum dan bukan
103
legum pada jarak tanam berbeda dengan konfigurasi penanaman berbeda pada umur 30 HST,
60 HST, 90 HST, 120 HST, 150 HSP serta 180 HST dapat dilihat pada Table 5.5.
Tabel 5.5
Pengaruh inang, jarak tanam, konfigurasi tanam terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cendana pada
beberapa umur tanam berbeda.
Inang
Konfigurasi
Tanam
(inang)
Jarak
tanam
(cm)
Tinggi tanaman cendana (cm)
30
HST
60
HST
90
HST
120
HST
150
HST
180
HST
S. grandiflora
2 inang
5 56,00a 63,89a 71,78a 79,67b 87,56b 103,34d
10 57,86a 65,77a 73,68a 81,59b 89,50b 105,32d
15 56,86a 65,11a 73,35a 81,60b 89,85b 106,34d
4 inang
5 54,86a 67,99a 81,12a 94,25b 107,37b 133,63c
10 56,05a 69,32a 82,58a 95,85b 109,11a 135,64c
15 54,86a 68,49a 82,11a 95,74b 109,36a 136,61c
6 inang
5 56,00a 70,49a 84,97a 99,46b 113,95a 142,92c
10 57,86a 72,54a 87,22a 101,91b 116,59a 145,95c
15 56,86a 70,87a 84,88a 98,89b 112,90a 140,92c
C. cajan
2 inang
5 54,86a 63,26a 71,65a 80,05b 88,44b 105,23d
10 56,05a 64,58a 73,11a 81,65b 90,18b 107,24d
15 54,86a 63,76a 72,65a 81,55b 90,44b 108,23c
4 inang
5 56,00a 63,78a 71,57a 79,35b 87,13b 102,7d
10 57,86a 65,67a 73,48a 81,30b 89,11b 104,73d
15 56,86a 65,02a 73,17a 81,33b 89,48b 105,79d
6 inang
5 54,86a 68,09a 81,32a 94,55b 107,78b 134,24c
10 56,05a 69,41a 82,77a 96,14b 109,50a 136,22c
15 54,86a 68,59a 82,32a 96,05b 109,78a 137,24c
Alternanthera sp
2 inang
5 56,00a 71,30a 86,60a 101,90b 117,19a 147,79c
10 57,86a 73,18a 88,49a 103,81b 119,12a 149,75c
15 56,86a 71,68a 86,49a 101,31b 116,13a 145,76c
4 inang
5 54,86a 70,67a 86,48a 102,29b 118,10a 149,72c
10 56,05a 72,17a 88,29a 104,41b 120,52a 152,76c
15 54,86a 71,34a 87,82a 104,30b 120,77a 153,73c
6 inang
5 58,26a 74,85a 91,44a 108,03a 124,61a 157,79b
10 61,36a 77,93a 94,49a 111,06a 127,63a 160,76a
15 57,64a 74,67a 91,69a 108,72a 125,74a 159,79a
C. junghuniana
2 inang
5 56,00a 71,14a 86,27a 101,41b 116,55a 146,82c
10 56,97a 72,44a 87,92a 103,39b 118,86a 149,81c
15 55,87a 71,36a 86,85a 102,34b 117,83a 148,81c
4 inang
5 56,00a 70,80a 85,61a 100,41b 115,21a 144,82c
10 57,86a 72,52a 87,19a 101,85b 116,51a 145,84c
15 56,86a 71,85a 86,85a 101,84b 116,83a 146,82c
6 inang
5 54,86a 71,85a 88,85a 105,84b 122,83a 156,82b
10 56,05a 73,35a 90,65a 107,95b 125,25a 159,85a
15 54,86a 72,19a 89,51a 106,84b 124,17a 158,82b
S. album (Kontrol)
2 inang
5 32,00b 33,86b 35,72b 37,58c 39,44c 43,16e
10 32,00b 34,38b 36,76b 39,15c 41,53c 46,29e
15 32,00b 34,40b 36,81b 39,21c 41,61c 46,42e
4 inang
5 32,00b 33,69b 35,39b 37,08c 38,77c 42,16e
10 32,00b 34,38b 36,76b 39,15c 41,53c 46,29e
15 32,00b 34,07b 36,14b 38,21c 40,28c 44,42e
6 inang
5 32,00b 34,36b 36,72b 39,08c 41,44c 46,16e
10 32,00b 34,22b 36,43b 38,65c 40,86c 45,29e
15 32,00b 34,40b 36,81b 39,21c 41,61c 46,42e
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata pada
taraf Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5%.
104
Berdasarkan hasil Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5% terhadap perlakuan inang,
jarak tanam dan konfigurasi tanam terhadap pertambahan tinggi tanaman cendana pada 30 HST
sampai umur 150 HST, pengaruh konfigurasi, jarak tanam, serta inang ternyata tidak berbeda
nyata, namun pada umur 180 HST sangat nyata. Variasi pertumbuhan tinggi tanaman cendana
pada umur 180 HST dibuktikan melalui jarak tanam 5 cm, 10 cm dan 15 cm pada keempat
jenis inang tersebut tidak memiliki nilai yang berbeda, akan tetapi antar jenis inang memiliki
nilai yang berbeda baik dari legum maupun bukan legum. Hal ini dapat dijelaskan bahwa jenis
bukan legum dengan inang Alternanthera sp pada jarak tanam 5 cm dengan konfigurasi 2 inang
(NLJ1ASK2) memiliki tinggi 147,79 cm, konfigurasi 4 inang (NLJ1ASK4) dengan tinggi
149,72 cm, konfigurasi 6 inang (NLJ1ASK6) dengan tinggi 157,79 cm. Masih dalam perlakuan
bukan legum, ternyata pada jarak 15 cm, inang Alternanthera sp dengan konfigurasi 2 inang
(NLJ2ASK2) memiliki tinggi 145,76 cm, konfigurasi 4 inang (NLJ2ASK4) dengan tinggi
153,73 cm, konfigurasi 6 inang (NLJ2ASK6) dengan tinggi 159,79 cm. Kemudian pada
perlakuan yang diberikan tersebut, ternyata jarak 10 cm yang merupakan perlakuan terbaik
adalah inang Alternanthera sp dengan konfigurasi 2 inang (NLJ3ASK2) dengan tinggi 149,75
cm, konfigurasi 4 inang (NLJ3ASK4) sebesar 152,76 cm, konfigurasi 6 inang (NLJ3ASK6)
dengan tinggi 160,76 cm.
Untuk jenis inang C. junghuniana dari golongan bukan legum dengan jarak 5 cm dan
inang C. junghuniana dengan konfigurasi 2 inang (NLJ1CJK2) dengan tinggi 146,82 cm, 4
inang (NLJ1CJK4) dengan tinggi 144,82 cm, konfigurasi 6 inang (NLJ1CJK6) dengan tinggi
156,82 cm. Pada jarak 15 cm dan inang C. junghuniana dengan konfigurasi 2 inang
(NLJ2CJK2) dengan tinggi 148,81 cm, konfigurasi 4 inang (NLJ2CJK4) dengan tinggi 146,81
cm, konfigurasi 6 inang (NLJ2CJK6) dengan tinggi 158,82 cm. Demikian juga dengan jarak
10 cm dan inang C. junghuniana dengan konfigurasi 2 inang (NLJ3CJK2) dengan tinggi 149,81
105
cm, konfigurasi 4 inang (NLJ3CJK4) dengan tinggi 145,84 cm, konfigurasi 6 inang
(NLJ3CJK6) dengan tinggi 159,85 cm.
Kemudian pada perlakuan dengan legum dengan inang S. grandiflora pada jarak 5 cm
dengan konfigurasi 2 inang (LGJ1SGK2) memiliki tinggi 103,34 cm dan 4 inang (LGJ1SGK4)
dengan tinggi 133,63 cm, 6 inang (LGJ1SGK6) dengan tinggi 142,92 cm. Pada jarak 15 cm
dan inang S. grandiflora dengan konfigurasi tanam 2 inang (LGJ2SGK2) dengan tinggi 106,34
cm, 4 inang (LGJ2SGK4) dengan tinggi 136,61 cm, 6 inang (LGJ2SGK6) dengan tinggi 140,92
cm. Selanjutnya jarak 10 cm dan inang S. grandiflora dengan konfigurasi tanam 2 inang,
(LGJ3SGK2), dengan tinggi 105,32 cm, 4 inang (LGJ3SGK4) dengan tinggi 135,64 cm, 6
inang (LGJ3SGK6) dengan tinggi 145,95 cm. Untuk jenis C. cajan dari kelompok legum
dengan jarak 5 cm dengan konfigurasi 2 inang (LGJ1CCK2) dengan tinggi 105,23 cm,
konfigurasi 4 inang (LGJ1CCK4) dengan tinggi 102,70 cm dan 6 inang (LGJ1CCK6) dengan
tinggi 134,24 cm. Jarak 15 cm dan inang C. cajan dengan konfigurasi 2 inang (LGJ2CCK2)
dengan tinggi 108,23 cm, konfigurasi 4 inang (LGJ2CCK4) dengan tinggi 105,79 cm,
konfigurasi 6 inang (LGJ2CCK6) dengan tinggi 137,24 cm. Jarak 10 cm dan inang C. cajan
dengan konfigurasi 2 inang (LGJ3CCK2) dengan tinggi 107,24 cm, 4 inang (LGJ3CCK4)
dengan tinggi 104,73 cm, konfigurasi 6 inang (LGJ3CCK6) dengan tinggi 136,22 cm. Untuk
jenis cendana tanpa inang sebagai kontrol ternyata pada jarak 5 cm, 10 cm dan 15 cm tidak
memiliki niai yang berbeda nyata. Hal ini dapat dilihat dari hasil pengukuran terhadap tinggi
tanaman cendana tanpa inang yang tingginya sangat rendah dibandingkan dengan pertumbuhan
cendana dengan inang dengan rata-rata 42,16 cm. Hasil pengukuran tinggi bibit cendana pada
Lampiran 16 yang mengindikasikan bahwa tinggi bibit cendana lebih tinggi pada konfigurasi
tanam 6 inang dari jenis legum S. grandiflora maupun C.cajan, dan pada umur 90 HST dengan
jarak tanam 5 cm, 10 cm, 15 cm memiliki nilai yang berbeda nyata dengan pertambahan tinggi
106
tanaman dibandingkan dengan jarak tanam dan perlakuan kedua konfigurasi lainnya yaitu 2
dan 4 inang.
Besarnya nilai interaksi jarak tanam, inang dan konfigurasi pada karakteristik Entisol
berdasarkan analisis statistik sebesar 45,64% pada perlakuan jarak tanam 10 cm dengan
perlakuan inang Alternanthera sp dari jenis bukan legum dapat memberikan kontribusinya
terhadap pertumbuhan tinggi semai cendana. Perbedaan nilai tersebut diperoleh dari nilai beda
nyata Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5% terhadap perlakuan inang sebesar 56,88%, jarak
tanam memiliki nilai sebesar 44,07% serta konfigurasi penanaman memiliki nilai sebesar
35,98% pada pertumbuhan tinggi semai cendana.
Hal ini dapat dikatakan bahwa semakin banyak konfigurasi inang yang diberikan akan
semakin banyak hara yang diserap oleh akar tanaman cendana dari inang untuk proses
pertumbuhan pucuk tanaman cendana sehingga bisa memperlancar proses pertumbuhan tinggi
tanaman. Rasio pada konfigurasi 2 inang, 4 inang serta 6 inang cendana pada waktu tanam 90
HST dengan umur 180 HST memang sangat menyolok. Hal ini juga dikarenakan pertumbuhan
adalah proses menuju ke kedewasaan yang sifatnya bertambah dan bukan berkurang. Demikian
juga hal ini terjadi karena terdapat senyawa organik yang telah terbentuk oleh tanaman yang
akan digunakan untuk proses pembelahan dan pembesaran sel pada meristem pucuk yang pada
akhirnya memberikan pertambahan tinggi tanaman yang cukup baik dan optimal. Pertambahan
tinggi semai cendana pada pemberian tanaman inang legum dan bukan legum pada jarak tanam
berbeda dengan konfigurasi penanaman berbeda tidak nyata dengan perlakuan legum yang
memiliki pertambahan tinggi terendah dibandingkan dengan tanpa inang. Pertambahan tinggi
semai tanaman cendana dengan perlakuan inang legum dan bukan legum pada jarak tanam
berbeda dengan konfigurasi penanaman berbeda tidak nyata dengan perlakuan legum yang
memiliki pertambahan tinggi terendah dibandingkan dengan tanpa inang, dan ini dikarenakan
pada bibit cendana tanpa inang, cendana hanya memanfaatkan nutrisi dan hara yang ada di
107
dalam tanah saja untuk meningkatkan pertambahan tinggi tanaman cendana. Selain itu tanaman
inang legum S. grandiflora dan C. cajan tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan
tanaman Cendana. Selanjutnya pembelahan sel menurun translokasi fotosintat berkurang lalu
terjadinya anatomis dimana daun tua mengering dan gugur yang mengakibatkan tanaman
cendan yang pada akhirnya tanaman tersebut mengalami kematian. Pada perlakuan dengan
konfigurasi dengan inang bukan legum berbeda nyata dengan perlakuan Alternanthera sp dan
C. junghuniana, hal ini diduga pada perlakuan Alternanthera sp dan perlakuan C. junghuniana
yang diberikan akan mengakibatkan aktivitas sintesis protein yang mempercepat proses
pembelahan sel. Pada awal terjadinya reduksi pertumbuhan yang kemudian diikuti pula
berkurangnya dinding sel dan sintesis protein dalam jaringan. Hal ini menunjukkan bahwa
tanaman inang legum untuk cendana mempunyai pengaruh yang sama terhadap tinggi tanaman
cendana. Namun yang perlu ditekankan disini bahwa tidak semua kelompok legum cocok atau
dapat dijadikan sebagai inang untuk pertumbuhan cendana baik dipersemaian atau dikenal
dengan inang primer maupun inang sekunder yang mendampingi cendana hingga mencapai
daur tebang. Perubahan pertambahan tinggi ini terjadi karena pada bibit cendana tanpa inang,
cendana hanya memanfaatkan hara yang ada di dalam tanah untuk meningkatkan pertambahan
tinggi tanaman. Variasi hasil pengukuran cendana terhadap tinggi dipengaruhi oleh ragamnya
perlakuan yang digunakan dan kondisi tanah atau karakteristik tanah yang berbeda, sebab
kandungan hara yang terkandung di dalam tanah tidak sama untuk setiap karakteristik tanah
dan untuk setiap kondisi tempat. Tingkat keragaman tersebut juga dipengaruhi oleh jenis inang,
jarak tanam, serta konfigurasi tanam yang digunakan pada karakteristik tanah yang berbeda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan tinggi tanam cendana tanpa inang
pada Entisol memiliki nilai yang tidak berbeda diantara perlakuan jarak tanam yang diberikan,
meskipun sudah berumur satu tahun, namun tinggi maksimumnya hanya mencapai 50,02 cm.
Rata-rata hasil pengukuran pertambahan tinggi bibit cendana lebih tinggi pada konfigurasi
108
tanam 6 inang bukan legum pada jarak tanam 10 cm berbeda yang berbeda nyata dengan jarak
tanam 5 cm dan 15 cm. Terdapat senyawa organik yang terbentuk oleh tanaman yang akan
digunakan untuk proses pembelahan dan pembesaran sel pada meristem pucuk yang pada
akhirnya memberikan pertambahan tinggi tanaman yang optimal. Pertambahan tinggi semai
cendana pada inang bukan legum pada jarak tanam berbeda dengan konfigurasi penanaman
berbeda tidak nyata dengan perlakuan legum yang memiliki pertambahan tinggi terendah
dibandingkan dengan tanaman cendana tanpa perlakuan inang. Hal ini karena pada bibit
cendana tanpa inang, cendana hanya memanfaatkan hara yang ada di dalam tanah untuk
meningkatkan pertambahan tinggi tanaman.
Perlakuan dengan inang bukan legum berbeda nyata dengan perlakuan inang legum,
hal ini diduga pada perlakuan Alternanthera sp dan perlakuan C. junghuniana yang diberikan
akan mengakibatkan aktivitas sintesis protein yang mempercepat proses pembelahan sel.
Ragamnya hasil pengukuran cendana terhadap tinggi dipengaruhi oleh variasi perlakuan yang
digunakan dan karakteristik tanah yang berbeda untuk setiap kondisi tempat. Tingkat
keragaman tinggi tanaman cendana pada beberapa perlakuan tersebut juga dipengaruhi oleh
jenis inang, jarak tanam, serta konfigurasi tanam yang digunakan pada karakteristik tanah yang
berbeda.
5.1.3.2 Diameter batang cendana pada karateristik entisol
Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) pada Lampiran 8 menunjukkan bahwa pemberian
tanaman inang legum dan bukan legum pada jarak tanam berbeda dengan konfigurasi
penanaman berbeda berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan diameter batang bibit
cendana. Pada umur 180 HST ternyata nilai interaksi inang dengan konfigurasi tanaman 2,36
serta interaksi inang, konfigurasi tanaman dan karakteristik tanah 22,38. Dari masing-masing
nilai interaksi ini setelah dibandingkan dengan nilai Tabel ternyata sangat nyata namun tidak
nyata ada perlakuan inang dengan karakteristik tanah yang memiliki nilai 1,38.
109
Rata-rata hasil pengukuran terhadap pengaruh inang, jarak tanam, konfigurasi tanam
terhadap pertumbuhan diameter tanaman cendana pada beberapa umur tanam berbeda seperti
pada Lampiran 32. Hasil uji lanjut Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5% berdasarkan nilai
yang tercantum pada Lampiran 18 bahwa pemberian tanaman inang bukan legum pada jarak
tanam 5 cm dengan konfigurasi penanaman 2 inang legum berbeda memiliki pertambahan
diameter batang lebih tinggi dan berbeda nyata dengan pemberian inang bukan legum pada
jarak tanam 5 cm. Hal ini dapat dijelaskan akibat unsur hara N dan P yang dapat diserap
tanaman dengan baik sehingga mempermudah penyerapan air, nutrisi dan unsur hara oleh akar
tanaman untuk pembentukan asam-asam amino yang berperan dalam pembelahan sel meristem
sekunder yang dapat menyebabkan pertambahan diameter batang. Hara dibutuhkan untuk
pertambahan tinggi, jumlah daun, akar, pertumbuhan cabang, maupun untuk menambah ukuran
batang.
Pertambahan diameter batang pada perlakuan legum dengan 2 inang berbeda tidak
nyata dengan perlakuan konfigurasi dengan 4 inang dan perlakuan konfigurasi dengan 6 inang
yang memiliki pertambahan diameter batang lebih rendah dari perlakuan konfigurasi dengan 2
inang dari jenis bukan legum. Oleh sebab itu, jika pertumbuhan suatu tanaman tidak
berkembang diameternya maka tanaman tersebut tentunya akan mengalami kematian. Hal yang
sama, terjadi pada perlakuan inang legum yang memiliki diameter batang lebih rendah dari
perlakuan inang bukan legum, karena dosis jenis inang legum S. grandiflora dan C. cajan yang
diberikan pada tanaman cendana tidak dapat mengoptimalkan pertambahan diameter batang
tanaman cendana. Sehingga diameter batang cendana pada perlakuan inang legum lebih kecil
dari diameter batang bibit cendana pada pemberian inang bukan legum. Unsur nitrogen
merupakan unsur yang sangat penting diperlukan oleh tanaman untuk membentuk klorofil dan
protein. Oleh karena itu, tersedianya klorofil pada tanaman maka proses fotosintesis juga akan
mengalami peningkatan sehingga jumlah karbohidrat yang dihasilkan juga semakin bertambah.
110
Tabel 5.6 Pengaruh inang, jarak tanam, konfigurasi tanam terhadap pertumbuhan diameter tanaman
cendana (cm) pada beberapa umur berbeda.
Inang Konfigurasi Jarak
tanam
Diameter tanaman cendana (cm)
30
HST
60
HST
90
HST
120
HST
150
HST
180
HST
S. grandiflora
2 inang
5 0,80b 0,84a 0,88a 0,92b 0,96b 0,99b
10 0,80b 0,84a 0,88a 0,92b 0,96b 0,99b
15 0,80b 0,84a 0,88a 0,92b 0,96b 0,99b
4 inang
5 0,79b 0,83a 0,87a 0,91b 0,95b 0,98b
10 0,80b 0,84a 0,88a 0,92b 0,96b 0,99b
15 0,80b 0,84a 0,88a 0,92b 0,96b 0,99b
6 inang
5 0,80b 0,84a 0,88a 0,92b 0,96b 0,99b
10 0,80b 0,84a 0,88a 0,92b 0,96b 0,99b
15 0,80b 0,84a 0,88a 0,92b 0,96b 0,99b
C. cajan
2 inang
5 0,79b 0,83a 0,87a 0,91b 0,95b 0,98b
10 0,80b 0,84a 0,88a 0,92b 0,96b 0,99b
15 0,80b 0,84a 0,88a 0,92b 0,96b 0,99b
4 inang
5 0,76b 0,80b 0,84a 0,88b 0,92b 0,95b
10 0,76b 0,80b 0,84a 0,88b 0,92b 0,95b
15 0,76b 0,80b 0,84a 0,88b 0,92b 0,95b
6 inang
5 0,76b 0,80b 0,84a 0,88b 0,92b 0,95b
10 0,76b 0,80b 0,84a 0,88b 0,92b 0,95b
15 0,76b 0,80b 0,84a 0,88b 0,92b 0,95b
Alternanthera sp
2 inang
5 0,98a 0,87a 0,91a 0,95b 0,99b 1,02a
10 0,98a 0,87a 0,91a 0,95b 0,99b 1,02a
15 0,83a 0,87a 0,91a 0,95b 0,99b 1,02a
4 inang
5 0,85a 0,89a 0,93a 0,98b 0,98b 1,04a
10 0,90a 0,94a 0,98a 0,99b 0,99b 1,09a
15 0,85a 0,89a 0,93a 0,99b 0,99b 1,04a
6 inang
5 0,90a 0,94a 0,98a 0,98b 0,98b 1,09a
10 0,91a 0,94a 0,96a 0,96a 0,99b 1,16a
15 0,91a 0,95a 0,99a 0,99a 0,99b 1,10a
C. junghuniana
2 inang
5 0,85a 0,89a 0,93a 0,97b 0,98b 1,04a
10 0,85a 0,90a 0,94a 0,98b 0,99b 1,05a
15 0,86a 0,90a 0,94a 0,98b 0,99b 1,05a
4 inang
5 0,83a 0,87a 0,91a 0,95b 0,99b 1,02a
10 0,83a 0,87a 0,91a 0,95b 0,99b 1,02a
15 0,83a 0,87a 0,91a 0,95b 0,99b 1,02a
6 inang
5 0,87a 0,91a 0,95a 0,99b 1,03a 1,06a
10 0,86a 0,90a 0,94a 0,98b 1,02a 1,05a
15 0,88a 0,92a 0,96a 0,98b 1,04a 1,07a
S. album (Kontrol)
2 inang
5 0,02c 0,06c 0,10c 0,14d 0,18d 0,21d
10 0,40c 0,44c 0,48b 0,52c 0,56c 0,59c
15 0,42c 0,46c 0,50b 0,54c 0,58c 0,61c
4 inang
5 0,41c 0,45c 0,49b 0,53c 0,57c 0,60c
10 0,40c 0,44c 0,48b 0,52c 0,56c 0,59c
15 0,40c 0,44c 0,48b 0,52c 0,56c 0,59c
6 inang
5 0,40c 0,44c 0,48b 0,52c 0,56c 0,59c
10 0,40c 0,44c 0,48b 0,52c 0,56c 0,59c
15 0,41c 0,45c 0,49b 0,53c 0,57c 0,60c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak
nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5%.
111
Dengan adanya karbohidrat yang dihasilkan tersebut maka dapat mempengaruhi
tersedianya zat makanan dalam tubuh tanaman sehingga dapat meningkatkan perkembangan
diameter batang. Hasil analisis ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa interaksi perlakuan jarak
tanam, inang legum dan bukan legum, serta konfigurasi tanam sangat berpengaruh nyata
terhadap diameter batang semai cendana. Hasil Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) untuk
diameter batang semai cendana pada umur 30 HSS, 60 HSS, 90 HSS, 120 HSS, 150 HSS serta
180 HST disajikan pada Tabel 5.6.
Berdasarkan pada Tabel 5.6 menunjukkan bahwa diameter batang cendana pada umur
180 HST memiliki nilai yang berbeda nyata pada setiap perlakuan jarak tanam dibandingkan
dengan nilai kontrol atau cendana tanpa perlakuan jarak tanam. Hal ini menunjukkan bahwa
tanaman inang legum dan bukan legum sama-sama memberikan pengaruh yang nyata pada
pertumbuhan diameter cendana atau kombinasi tanaman inang dengan jarak tanam mempunyai
pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan diameter batang semai cendana. Terdapat jarak
tanam yang ikut mempengaruhi proses pertumbuhan diameter cendana pada karakteristik tanah
Entisol. Hal mana bahwa pertumbuhan diameter tanaman cendana dengan perlakuan jarak
tanam 10 cm lebih nyata dibandingkan dengan jarak tanam 5 cm dan 15 cm pada jenis inag
dari kelompok bukan legum yaitu Alternanthera sp.
Hasil Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5% terhadap rata-rata diameter tanaman
cendana bahwa pada umur 30 HST dan 60 HST inang dan jarak tanam berpengaruh tidak
berbeda nyata. Akan tetapi rata-rata diameter tanaman cendana pada umur 90 diatas dapat
dijelaskan bahwa pada umur 90 HST, 120 HST serta 180 diameter cendana dipengaruhi oleh
inang dan jarak tanam.
Besarnya nilai interaksi jarak tanam, inang dan konfigurasi dengan karakteristik Entisol
berdasarkan analisis statistik sebesar 16,35% pada perlakuan jarak tanam 10 cm dengan
perlakuan inang Alternanthera sp dari jenis bukan legum dapat memberikan kontribusinya
112
terhadap pertumbuhan diameter semai cendana. Perbedaan nilai tersebut diperoleh dari nilai
beda nyata Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5% terhadap perlakuan inang sebesar 20,37%,
jarak tanam memiliki nilai sebesar 15,78% serta konfigurasi penanaman memiliki nilai sebesar
12,89% pada pertumbuhan diameter semai cendana.
Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa pada perlakuan dengan jarak tanam 5 cm
dan 10 cm, inang legum dan bukan legum semai cendana lebih banyak memperoleh hara
maupun air untuk pertumbuhannya dibandingkan dengan jarak tanam 15 cm pada umur 90
HST. Demikian juga pada umur 180 HST, jenis inang bukan legum Alternanthera sp memiliki
nilai yang berbeda tidak nyata pada jarak tanam 5 cm, 10 cm dan 15 cm, akan tetapi berbeda
nyata dengan perlakuan dan jarak tanam yang lainnya. Pengaruh jarak tanam terhadap diameter
tanaman cendana pada jarak tanam 10 cm dengan memiliki rata-rata diameter 1,16 cm diikuti
dengan jarak 5 cm dengan nilai rata-rata diameter 1,09 cm dan 15 cm dengan nilai rata-rata
diameter 1,10 cm. Nilai pada jenis inang dari bukan legum ini yakni Alternanthera sp berbeda
nyata dengan jenis inang bukan legum untuk C. junghuniana dengan kisaran nilai masing-
masing pada jarak tanam 5 cm dengan diameter 1,05 cm diikuti dengan jarak 10 cm dengan
diameter 1,07 cm kemudian diikuti dengan jarak 15 cm dengan tinggi 1,06 cm. Jenis inang
legum dengan jenis C. cajan memiliki pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan diameter
tanaman cendana pada jarak 10 cm dengan diameter rata-rata 0,95 cm dan jarak 5 cm dengan
diameter rata-rata 0,95 cm dan jarak 15 cm dengan diameter rata-rata 0,95 cm. Jenis ini
merupakan jenis yang pertumbuhannya sangat cepat jika dibandingkan dengan jenis legum
yang lainnya. Kenyataan di lapangan bahwa setelah ditanam bersama dengan semai cendana
ternyata diameternya sangat cepat mendahului diameter tanam cendana bahkan menaungi
tanaman cendana sebagai tanamn induk. Sementara itu jenis inang legum untuk jenis S.
grandiflora atu sering dikenal dengan nama S. grandiflora juga memberikan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan diameter tanaman cendana yaitu memiliki diameter rata-rata 0,99 cm
113
pada jarak 10 cm diikuti dengan jarak 5 cm dengan diameter rata-rata tanaman cendana 0,99
cm kemudian jarak 15 cm dengan diameter rata-rata tanaman cendana 0,99 cm. Nilai masing-
masing perlakuan inang yang diberikan telah memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata
terhadap diameter tanaman cendana tanpa perlakuan inang pada umur semai 90 hari. Hasil yang
diperoleh pada perlakuan ini dapat dikatakan baik karena hasilnya jika dibandingkan dengan
pertumbuhan cendana umur 90 HST tanpa perlakuan inang dan jarak tanam. Hal ini disebabkan
cendana merupakan tanaman yang hemi parasite atau hidupnya menumpang pada jenis
tanaman lain yang dijadikan sebagai inang untuk pertumbuhannya.
Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan bahwa pertumbuhan merupakan proses
menuju kedewasaan yang tidak akan kembali ke semula. Variasi diameter akibat perlakuan
inang dan jarak tanam pada umur 180 HST sangat berbeda dengan umur 150 HST, 120 HST,
90 HST, 60 HST dan umur sebelumnya. Pada umur 180 HST, diameter semai cendana mutlak
tidak dipengaruhi oleh tanaman inang. Hara dan air yang dapat disumbangkan dari tanaman
inang tidak berbeda dalam memacu pertambahan diameter semai cendana. Hal tersebut dapat
dijelaskan dengan semakin bertambah umur tanaman baik cendana maupun inang, kebutuhan
akan unsur hara maupun air semakin bertambah banyak dan dipergunakan untuk aktivitas
metabolismenya sendiri dari pada disumbangkan untuk semai cendana.
5.1.4. Karakteristik tanah (penelitian III)
5.1.4.1 Sifat fisik tanah
Sifat fisik tanah yang diamati meliputi, kadar air, dan tekstur tanah. Berdasarkan pada
Lampiran 23, hasil analisis deskriptif pada pengaruh sifat fisik tanah terhadap pertumbuhan
tinggi tanaman cendana dengan tinggi rata-rata 118,78 cm atau tinggi tanaman cendana
berkisar antara 46,16 cm - 160,76 cm.
Hasil pengukuran terhadap diameter tanaman cendana juga memberikan nilai diameter
rata-rata 0,73 cm dengan kisaran nilai diameter berkisar antara 0,40 cm hingga 0,98 cm, kadar
114
air kering udara (KU) memiliki nilai rata-rata 10,479 % yang berkisar antara 6,30 % - 15,00 %
dan kadar air kapasitas lapang (KL) dengan rata-rata 22,562 % atau berkisar antara 18,25 % -
26,95 %. Untuk tekstur tanah pada fraksi pasir, ternyata memiliki nilai rata-rata 28,128 % atau
berkisar antara 18,58 % hingga 37,57 %. Pada fraksi debu memiliki nilai rata-rata 28,038 %
dengan nilai minimum 20,62 % hingga mencapai 32,66 % dan fraksi liat dengan memiliki nilai
rata-rata 42,618 % atau berkisar mulai dari 37,60 % - 53,22 %.
5.1.4.1.1 Pengaruh sifat fisik tanah terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cendana
Hasil analisis pada Lampiran 24, menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang nyata
antara sifat fisik tanah dengan tinggi tanaman cendana, dimana sifat fisik tanah mempengaruhi
pertumbuhan tinggi tanaman cendana sebesar 91,20%. Kadar air kering udara (KU), kadar air
kapasitas lapang (KL), kadar pasir, debu dan liat berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
cendana.
Berdasarkan pada nilai masing-masing fraksi tanah yang terdiri dari pasir, debu serta
liat dan setelah diklasifikasikan dengan menggunakan segi tiga tekstur tanah maka wilayah
atau lokasi penelitian dikategorikan ke dalam tanah yang bertekstur liat dan lempung berliat
(Lampiran 33). Dari fraksi tanah tersebut juga setelah dihubungkan dengan pengaruhnya
terhadap pertumbuhan tanaman cendana, tampaknya memberikan pengaruh yang besar
terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cendana yang bervariasi pada perlakuan jarak tanam,
jumlah inang yang diberikan pada konfigurasi penanaman masing-masing.
Konfigurasi yang dimaksud adalah konfigurasi dengan penanaman 2 inang legum yang
terdiri dari dua jenis yaitu S. grandiflora dan C.cajan, serta bukan legum yang terdiri dari dua
jenis yaitu Alternanthera sp dan C. junghuniana yang akan ditanam berdampingan dengan
tanaman cendana, demikian juga dengan konfigurasi 4 inang dengan jenis legum dan bukan
legum serta konfigurasi dengan 6 inang. Pada golongan inang yang diberikan, dari kelompok
legum maupun kelompok bukan legum memberikan kontribusi hara dan air bagi cendana.
115
Tabel 5.7 Pengaruh sifat fisik tanah, konfigurasi tanam, inang legum dan non legum, serta jarak tanam terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman cendana. Konfi
gurasi
Inang
Jarak tanam
(cm)
Tinggi Kadar air tanah Pasir Debu Liat Keterangan
(cm) KU (%) KL(%) (%) (%) (%)
2 inang
Legum
S. grandiflora
5 103,34c 7,99d 19,94d 23,16 23,62 53,22 Liat
10 105,32c 7,81d 19,76d 28,50 29,56 40,60 Liat
15 106,34c 6,95d 18,90d 31,48 32,66 41,90 Liat
C. cajan
5 105,23c 10,81b 22,76b 32,47 31,74 42,46 Liat
10 107,24c 14,83a 26,78a 30,57 23,62 53,22 Liat
15 108,23c 12,77b 24,72b 20,58 29,56 40,60 Lempung berliat
Bukan legum
Alternanthera sp
5 147,79b 10,92b 22,87b 34,01 32,66 41,90 Liat
10 149,75a 6,70d 18,65d 36,68 31,74 42,46 Liat
15 145,76b 8,58c 20,53c 34,58 29,56 40,60 Lempung berliat
C. junghuniana
5 146,82b 11,30b 23,25b 37,57 32,66 41,90 Liat
10 149,81a 14,30a 26,25a 24,47 31,74 42,46 Liat
15 148,81b 10,30c 22,25c 22,16 22,62 52,22 Liat
4 inang
Legum
S. grandiflora
5 133,63b 8,30d 20,25d 27,50 28,56 39,60 Lempung berliat
10 135,64b 11,30b 23,25b 30,48 31,66 40,90 Lempung berliat
15 136,61b 9,00c 26,95a 31,47 30,74 41,46 Liat
C. cajan
5 102,7c 6,30d 18,25d 29,57 22,62 52,22 Liat
10 104,73c 15,00a 26,95a 19,58 28,56 39,60 Lempung berliat
15 105,79c 7,99d 19,94d 33,01 31,66 40,90 Lempung berliat
Bukan legum
Alternanthera sp
5 149,72b 7,81d 19,76d 35,68 30,74 41,46 Liat
10 152,76a 6,95d 18,9d 33,58 28,56 39,60 Lempung berliat
15 153,73a 10,81b 22,76b 36,57 31,66 40,90 Liat
C. junghuniana
5 144,82b 14,83a 26,78a 23,47 30,74 41,46 Liat
10 145,84b 12,77b 24,72b 21,16 21,62 51,22 Liat
15 146,82b 10,92b 22,87b 26,50 27,56 38,60 Lempung berliat
6 inang
Legum
S. grandiflora
5 142,92b 6,70d 18,65d 29,48 30,66 39,90 Lempung berliat
10 145,95b 8,58c 20,53c 30,47 29,74 40,46 Lempung berliat
15 140,92b 11,30b 23,25b 28,57 21,62 51,22 Liat
C. cajan
5 134,24b 14,30a 26,25a 18,58 27,56 38,60 Lempung berliat
10 136,22b 10,30c 22,25c 32,01 30,66 39,90 Lempung berliat
15 137,24b 8,30d 20,25d 34,68 29,74 40,46 Liat
Bukan legum
Alternanthera sp
5 157,79a 11,30b 23,25b 32,58 27,56 38,60 Lempung berliat
10 160,76a 12,81b 24,76b 35,57 30,66 39,90 Lempung berliat
15 159,79a 6,30d 18,25d 22,47 29,74 40,46 Liat
C. junghuniana
5 156,82a 12,81b 24,76b 20,16 20,62 50,22 Lempung berliat
10 159,85a 15,00a 26,95a 25,50 26,56 37,60 Lempung berliat
15 158,82a 6,30d 18,25d 28,48 29,66 38,90 Liat
Kontrol S. album
5 46,16e 12,81b 24,76b 20,16 20,62 50,22 Liat
10 46,29e 15,00a 26,95a 25,50 26,56 37,60 Lempung berliat
15 46,42e 6,30d 18,25d 28,48 29,66 38,90 Lempung berliat
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5%.
116
Variasi nilai ini terjadi karena suplai hara dan air atau nutrisi dari dalam tanah memang
sangat beragam atau bervariasi dari suatu tempat ke tempat yang lain, dari dataran tinggi
tentunya tidak sama dengan nutrisi tanah pada tanah dengan topografi landai atau dataran
rendah. Hubungannya antara sifat fisik tanah dengan jenis inang, jarak tanam inang dengan
tanaman cendana, dan konfigurasi inang yang digunakan disajikan pada Tabel 5.7 diatas.
Bila dihubungkan dengan pertumbuhan tinggi tanaman cendana (Lampiran 19) ternyata
pada konfigurasi dengan 6 inang Alternanthera sp dari jenis bukan legum dengan jarak tanam
10 cm memberikan tinggi tanaman cendana yang maksimal 160,76 cm dengan kadar air kering
udara (KU) sebesar 15,00%, kadar air kapasitas lapang (KL) memiliki nilai 26,95%, serta
teksturnya lempung berliat. Pada konfigurasi 6 inang ini juga terdapat tekstur tanah lempung
berliat yang berpengaruh terhadap pertambahan tinggi tanaman cendana yaitu pada jarak tanam
5 cm dengan jenis Alternanthera sp, dan 5 cm dengan jenis C. junghuniana.
Selain konfigurasi 6 inang yang merupakan hasil terbaik, terdapat hasil dari perlakuan
lainnya memberikan nilai yang bervariasi pada tekstur yang berbeda pula. Pada jarak tanam 15
cm dengan inang S. grandiflora dan Alternanthera sp pada konfigurasi dengan 2 inang
memiliki tinggi 108,23 cm untuk C. cajan dan 145,76 untuk Alternanthera sp dengan tekstur
tanahnya lempung berliat.
Pengaruh kadar air kering udara (KU), kadar air kapasitas lapang (KL), dengan jenis
inang legum dan konfigurasi dengan 2 inang S. grandiflora ternyata memiliki nilai yang
berbeda tidak nyata pada jarak tanam 5 cm, 10 cm maupun 15 cm, akan tetapi pada kondisi
pasir, debu dan liat memiliki nilai yang berbeda. Untuk jenis C. cajan, Alternanthera sp serta
C. junghuniana ternyata memiliki nilai yang berbeda nyata pada jarak tanam 5 cm, 10 cm
maupun 15 cm untuk semua sifat fisik tanah dengan tekstur liat dan lempung berliat.
117
5.1.4.1.2 Pengaruh sifat fisik tanah terhadap pertumbuhan diameter tanaman cendana
Rata-rata pengaruh sifat fisik tanah, konfigurasi tanam, inang legum dan non legum,
serta jarak tanam terhadap pertumbuhan diameter tanaman cendana (Lampiran 34). Hasil
analisis regresi berganda pada Lampiran 25 yang merupakan analisis terhadap hubungan antara
sifat fisik tanah dengan pertumbuhan diameter tanaman cendana dengan jenis inang yang
digunakan, jarak tanam antar inang dengan tanaman induk cendana, serta konfigurasi
penanaman yang digunakan yaitu konfigurasi dengan 2 inang, 4 inang serta 6 inang. Pengaruh
sifat fisik tanah terhadap pertumbuhan diameter tanaman cendana disajikan pada Tabel 5.8.
Berdasarkan pada tabel Tabel 5.8, bahwa terdapat hubungan yang nyata antara sifat fisik tanah
dengan diameter tanaman cendana. Sifat fisik tanah yang ikut mempengaruhi tinggi tanaman
cendana juga dapat dilihat dari konfigurasi 4 inang. Pada perlakuan konfigurasi dengan 4 inang
ini, jarak tanam 5 cm dan 10 cm dengan jenis S. grandiflora yang diikuti dengan jenis inang
yang digunakan adalah C. cajan pada jarak 15 cm serta jenis Alternanthera sp dengan jarak 10
cm dan 15 cm pada jenis C. junghuniana memiliki tekstur lempung berliat pada jarak tanam
10 cm pada jenis C. cajan dan Alternanthera sp pada jarak tanam 10 cm yang berpengaruh
terhadap pertambahan tinggi tanaman cendana.
Sebesar 95,70 % diameter tanaman cendana dipengaruhi oleh sifat fisik tanah. Kadar
air kering udara (KU), kadar air kapasitas lapang (KL), kadar pasir, debu dan liat berpengaruh
nyata terhadap diameter tanaman cendana. Perlakuan konfigurasi dengan 6 inang
Alternanthera sp dari jenis bukan legum dengan jarak tanam 10 cm memberikan diameter
tanaman cendana yang maksimal (0,98 cm) dengan kadar air kering udara (KU) sebesar
15,00% kadar air kapasitas lapang atau kadar lengas (KL) memiliki nilai 26,95% serta tekstur
tanah liat berlempung. Oleh sebab perlakuan inang, jarak tanam serta konfigurasi yang
digunakan ternyata konfigurasi dengan 6 inang dari jenis bukan legum memberikan hasil yang
jauh lebih baik dibandingkan dengan perlakuan dengan inang yang berasal dari legum.
118
Tabel 5.8 Pengaruh sifat fisik tanah, konfigurasi tanam, inang legum dan non legum, serta jarak tanam terhadap
pertumbuhan diameter tanaman cendana.
Konfi
Gurasi Inang
Jarak
(cm)
Diameter
(cm)
Kadar air tanah Pasir Debu Liat
Keterangan KU (%)
KL
(%) (%) (%) (%)
2 inang
Legum
S. grandiflora
5 0,99a 7,99d 19,94d 23,16 23,62 53,22 Liat
10 0,99a 7,81d 19,76d 28,50 29,56 40,60 Liat
15 0,99a 6,95d 18,90d 31,48 32,66 41,90 Liat
C. cajan
5 0,98a 10,81b 22,76b 32,47 31,74 42,46 Liat
10 0,99a 14,83a 26,78a 30,57 23,62 53,22 Liat
15 0,99a 12,77b 24,72b 20,58 29,56 40,60 Lempung berliat
Bukan legum
Alternanthera sp
5 1,02a 10,92b 22,87b 34,01 32,66 41,90 Liat
10 1,02a 6,70d 18,65d 36,68 31,74 42,46 Liat
15 1,02a 8,58c 20,53c 34,58 29,56 40,60 Lempung berliat
C. junghuniana
5 1,04a 11,30b 23,25b 37,57 32,66 41,90 Liat
10 1,05a 14,30a 26,25a 24,47 31,74 42,46 Liat
15 1,05a 10,30c 22,25c 22,16 22,62 52,22 Liat
4 inang
Legum
S. grandiflora
5 0,98a 8,30d 20,25d 27,50 28,56 39,60 Lempung berliat
10 0,99a 11,30b 23,25b 30,48 31,66 40,90 Lempung berliat
15 0,99a 9,00c 26,95a 31,47 30,74 41,46 Liat
C. cajan
5 0,95a 6,30d 18,25d 29,57 22,62 52,22 Liat
10 0,95a 15,00a 26,95a 19,58 28,56 39,60 Lempung berliat
15 0,95a 7,99d 19,94d 33,01 31,66 40,90 Lempung berliat
Bukan legum
Alternanthera sp
5 1,04a 7,81d 19,76d 35,68 30,74 41,46 Liat
10 1,09a 6,95d 18,9d 33,58 28,56 39,60 Lempung berliat
15 1,04a 10,81b 22,76b 36,57 31,66 40,90 Liat
C. junghuniana
5 1,02a 14,83a 26,78a 23,47 30,74 41,46 Liat
10 1,02a 12,77b 24,72b 21,16 21,62 51,22 Liat
15 1,02a 10,92b 22,87b 26,50 27,56 38,60 Lempung berliat
6 inang
Legum
S. grandiflora
5 0,99a 6,70d 18,65d 29,48 30,66 39,90 Lempung berliat
10 0,99a 8,58c 20,53c 30,47 29,74 40,46 Lempung berliat
15 0,99a 11,30b 23,25b 28,57 21,62 51,22 Liat
C. cajan
5 0,95a 14,30a 26,25a 18,58 27,56 38,60 Lempung berliat
10 0,95a 10,30c 22,25c 32,01 30,66 39,90 Lempung berliat
15 0,95a 8,30d 20,25d 34,68 29,74 40,46 Liat
Bukan legum
Alternanthera sp
5 1,09a 12,81b 24,76b 20,16 20,62 50,22 Lempung berliat
10 1,16a 15,00a 26,95a 25,50 26,56 37,60 Lempung berliat
15 1,10a 6,30d 18,25d 28,48 29,66 38,90 Liat
C. junghuniana
5 1,06a 11,30b 23,25b 32,58 27,56 38,60 Lempung berliat
10 1,05a 12,81b 24,76b 35,57 30,66 39,90 Lempung berliat
15 1,07a 6,30d 18,25d 22,47 29,74 40,46 Liat
Kontrol S. album
5 0,40e 12,81b 24,76b 20,16 20,62 50,22 Liat
10 0,42d 15,00a 26,95a 25,50 26,56 37,60 Lempung berliat
15 0,40e 6,30d 18,25d 28,48 29,66 38,90 Lempung berliat
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5%.
119
Hasil ini menunjukkan bahwa tanaman cendana yang dibudidayakan pada umumnya
tidak memerlukan perlakuan yang khusus. Tanah dengan tekstur liat memiliki kemampuan
memegang air yang tinggi sehingga memiliki kemampuan menyediakan unsur hara yang baik
bagi tanaman cendana untuk proses pertumbuhannya.
Data diatas menunjukkan bahwa tanaman cendana yang dibudidayakan bersama inang
bukan legum dengan jenis Alternanthera sp pada konfigurasi dengan 6 inang memiliki tekstur
liat. Tanah dengan tekstur liat memiliki kemampuan memegang air yang tinggi sehingga
memiliki kemampuan menyediakan unsur hara yang baik bagi tanaman cendana. Hal ini
ditunjukkan oleh cukup kadar air kering udara dan kapasitas lapang pada perlakuan tersebut
dibandingkan dengan perlakuan lain.
5.1.4.2 Sifat kimia
Hasil analisis pengaruh sifat kimia tanah, konfigurasi tanam, inang legum dan non
legum, serta jarak tanam terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cendana (Lampiran 38). Sifat
kimia tanah yang diamati meliputi C-organik, rasio C/N, N-total, P-tersedia, K-tersedia, pH,
KTK, dan KB (Tabel 5.9). Hasil analisis pada Lampiran 26 terhadap sifat kimia tanah juga
dilakukan untuk mengetahui pengaruh sifat kimia tanah terhadap pertumbuhan tinggi tanaman
cendana akibat perlakuan jarak tanam, inang, dan konfigurasi tanaman inang.
Pada sifat kimia tanah, nilai rata-rata pH 7,2 dengan nilai pH minimum 6,6 dan
maksimum 7,8. Untuk nilai C dengan nilai rata-rata 2,29% dengan nilai C minimum 2,01%
dan maksimum 2,55%, kadar C/N dengan rata-rata sebesar 11,77% dengan nilai minimum
8,4% serta nilai tertinggi untuk kadar C/N sebesar 19,42%. Untuk penetapan nilai kapasitas
tukar kation (KTK) memiliki nilai rata-rata 15,13% dengan nilai terendah 14,3% dan tertinggi
16,14%. Nilai kejenuhan basa (KB) memiliki nilai tengah 92,94% dengan nilai terendah 79,9%
dan tertinggi 103%. Untuk nilai N-total memiliki nilai rata-rata 0,15% dengan terendah 0,06%
dan tertinggi sebesar 0,23%. Kandungan fosfor memiliki nilai tengah 17,51 ppm dengan nilai
120
terendah 7,14 ppm dan tertinggi 30,89 ppm. Unsur kalium dalam tanah yang berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman cendana dengan nila tengah 352,26 ppm dengan nilai terendah
342,43ppm dan tertinggi sebesar 359,94 ppm. Hasil pengukuran sifat kimia tanah terhadap
tinggi tanaman cendana disajikan pada Lampiran 20 dan terhadap diameter tanaman cendana
disajikan pada Lampiran 22. Berdasarkan hasil analisa sifat kimia tanah tersebut, terlihat bahwa
pengaruh konfigurasi inang dan sifat kimia tanah telah menyebabkan terjadinya perubahan
pertambahan tinggi tanaman cendana.
5.1.4.2.1 Pengaruh sifat kimia tanah terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cendana
Berdasarkan hasil analisis regresi berganda pada pada Lampiran 27 yang merupakan
analisis pengaruh sifat kimia tanah terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cendana. Terdapat
hubungan yang nyata antara sifat kimia tanah dengan tinggi tanaman cendana, dimana sebesar
91,50% tinggi tanaman cendana dipengaruhi oleh sifat kimia tanah. Nilai C/N rasio, KTK, KB,
N-total, P-tersedia dan K-tersedia, berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman cendan,
sedangkan pH tanah dan bahan organik berpengaruh tidak nyata.
Hasil penelitian juga terlihat bahwa nilai pH tertinggi berada pada jarak tanam 15 cm
yaitu sebesar 7,2-7,5. Nilai pH terendah berada pada jarak tanam 10 cm pada jenis S.
grandiflora pada jenis legum yaitu sebesar 6,6 (agak masam). Rata-rata total derajat
kemasaman tanah di lokasi penelitian yaitu sebesar 6,5. Berdasarkan Tabel 5.9, diketahui
bahwa terjadi peningkatan pH pada lokasi dengan konfigurasi dengan 6 inang pada jarak tanam
10 cm jika dibandingkan dengan pH tanah pada kontrol.
Nilai kandungan KTK terendah berada pada jarak tanam 5 cm dengan jenis C.cajan
dengan nilai sebesar 14,3 me/100g, nilai KTK tertinggi berada pada jarak tanam 10 cm dengan
jenis C. junghuniana sejumlah 16,14 me/100g, serta rata-rata nilai KTK di lokasi penelitian
yaitu sebesar 15,11 me/100g. Hasil penelitian juga memberikan nilai C-Organik terbesar
berada pada jarak tanam 10cm dengan konfigurasi 6 inang yaitu sebesar 2,55%. Nilai C-
121
organik terkecil berada pada jarak tanam 5 cm dengan jenis S. grandiflora ada konfigurasi
tanam 2 inang yaitu sebesar 0,15%. Nilai rata-rata C-organik di lokasi penelitian sebesar
0,88%. Kandungan N-Total berada pada jarak tanam 15 cm dengan konfigurasi 6 tanam dengan
6 inang pada jenis legum, yaitu sejumlah 0,23%, untuk nilai N-total terkecil berada pada jarak
tanam 5 cm dengan konfigurasi tanam dengan 2 inang pada jenis legum juga, yaitu sejumlah
0,06 %. Fosfor bersama-sama dengan nitrogen dan kalium, digolongkan sebagai unsur-unsur
utama walaupun diabsorpsi dalam jumlah yang lebih kecil dari kedua unsur tersebut. Tanaman
biasanya mengabsorpsi P dalam bentuk H2PO4- dan sebagian kecil dalam bentuk sekunder
HPO42-. Berdasarkan data hasil penelitian, diperoleh bahwa nilai kandungan K terendah berada
pada jarak tanam 15 cm pada konfigurasi tanam dengan 2 inang yaitu sebesar 342,43 me/100g,
nilai K tertinggi berada jarak tanam 5 cm dengan konfigurasi tanam dengan 6 inang dengan
jenis C. junghuniana sejumlah 359,94 me/100g, namun jika dilihat rata-rata total nilai K di
lokasi penelitian yaitu sebesar 352,10 me/100g. Pembuktian terhadap pernyataan tersebut dapat
dilakukan dengan uji Duncan pada Tabel 5.9.
Hasil Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5% dapat dikatakan bahwa pertambahan
tinggi tanaman cendana sangat dipengaruhi juga oleh konfigurasi penanaman inang. Hal ini
dapat dijelaskan bahwa perlakuan terbaik ternyata pada konfigurasi penanaman dengan 6
inang. Konfigurasi penanaman 6 inang Alternanthera sp dengan jarak tanam 10 cm memiliki
tinggi 160,76 cm berbeda tidak nyata dengan jarak tanam 10 cm dan 15 cm dengan nilai pH
7,2 dan nilai C sebesar 2,53 % diikuti dengan C/N rasio sebesar 10,54 % dan nilai KTK sebesar
14,43 %, nilai KB sebesar 79,92 %, serta nilai N-total sebesar 0,19 % dan nilai P-tersedia
sebesar 30,39 ppm dan yang paling terakhir adalah nilai K-tersedia sebesar 354,71 ppm. Pada
jarak tanam 15 cm memiliki tinggi 159,79 cm berbeda tidak nyata dengan jarak tanam 10 cm
dan 15 cm dengan nilai pH 7,8 dan nilai C sebesar 2,35 % diikuti dengan C/N rasio sebesar
8,70 % dan nilai KTK sebesar 14,63 %, nilai KB sebesar 100,88 %, serta nilai N-total sebesar
122
0,22 % dan nilai P-tersedia sebesar 7,64 ppm dan yang paling terakhir adalah nilai K-tersedia
sebesar 344,83 ppm. Jarak tanam 5 cm memiliki tinggi 157,79 cm berbeda tidak nyata dengan
jarak tanam 10 cm dan 15 cm dengan nilai pH 7,4 dan nilai C sebesar 2,21 % diikuti dengan
C/N rasio sebesar 9,61 % dan nilai KTK sebesar 16,12 %, nilai KB sebesar 89,93 %, serta nilai
N-total sebesar 0,18 % dan nilai P-tersedia sebesar 14,34 ppm dan yang paling terakhir adalah
nilai K-tersedia sebesar 359,7b ppm. Konfigurasi penanaman 2 inang Alternanthera sp dengan
jarak tanam 10 cm memiliki tinggi 149,75 cm berbeda tidak nyata dengan jarak tanam 10 cm
dan 15 cm dengan nilai pH 7,3 dan nilai C sebesar 2,37 % diikuti dengan C/N rasio sebesar
16,46 % dan nilai KTK sebesar 14,32 %, nilai KB sebesar 80,01 %, serta nilai N-total sebesar
0,09 % dan nilai P-tersedia sebesar 30,79 ppm dan yang nilai K-tersedia sebesar 352,79 ppm.
Konfigurasi penanaman 4 inang Alternanthera sp dengan jarak tanam 15 cm memiliki
tinggi 153,73 cm berbeda tidak nyata dengan jarak tanam 10 cm dan 15 cm dengan nilai pH
7,2 dan nilai C sebesar 2,27 % diikuti dengan C/N rasio sebesar 10,23 % dan nilai KTK sebesar
14,58 %, nilai KB sebesar 100,93 %, serta nilai N-total sebesar 0,17 % dan nilai P-tersedia
sebesar 7,44 ppm dan yang paling terakhir adalah nilai K-tersedia sebesar 343,87 ppm. Pada
jarak tanam 10 cm memiliki tinggi 152,76 cm berbeda tidak nyata dengan jarak tanam 10 cm
dan 15 cm dengan nilai pH 7,3 dan nilai C sebesar 2,45 % diikuti dengan C/N rasio sebesar
12,76 % dan nilai KTK sebesar 14,38 %, nilai KB sebesar 79,96 %, serta nilai N-total sebesar
0,14 % dan nilai P-tersedia sebesar 30,59 ppm dan yang paling terakhir adalah nilai K-tersedia
sebesar 353,75 ppm.
Konfigurasi penanaman 6 inang C. junghuniana dengan jarak tanam 10 cm memiliki
tinggi 159,85 cm berbeda tidak nyata dengan jarak tanam 5 cm dan 15 cm dengan nilai pH 7,6
dan nilai C sebesar 2,55 % diikuti dengan C/N rasio sebesar 10,12 % dan nilai KTK sebesar
16,14 %, nilai KB sebesar 89,91 %, serta nilai N-total sebesar 0,20 % dan nilai P-tersedia
sebesar 30,34 ppm dan yang paling terakhir adalah nilai K-tersedia sebesar 354,95 ppm.
123
Tabel 5.9
Pengaruh sifat kimia tanah, konfigurasi tanam, inang legum dan non legum, serta jarak tanam terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman cendana.
Konfi
gurasi Inang
Jarak
tanam
Tinggi pH C C/N KTK KB N-
total
(%)
P-
tersedia
(ppm)
K-
tersedia
(ppm) (cm) 1:2,5 % % me/g %
2 inang
Legum
S. grandiflora
5 cm 103,34c 6,8d 2,01d 18,27a 14,48d 101b 0,06d 14,84c 357,3b
10 cm 105,32c 6,6d 2,33b 19,42a 15,27c 103a 0,07d 30,89a 352,31c
15 cm 106,34c 7,2c 2,15c 14,33b 15,99a 90,03c 0,10d 7,14d 342,43d
C. cajan
5 cm 105,23c 6,9d 2,03d 16,64b 14,3d 80,02d 0,07d 14,79c 357,54b
10 cm 107,24c 7,0c 2,35b 17,80a 14,5d 100,99b 0,08d 30,84a 352,55c
15 cm 108,23c 6,9d 2,17c 13,40c 15,29c 102,99a 0,11d 7,19d 342,67d
Bukan Legum
Alternanthera sp
5 cm 147,79b 6,7d 2,05d 15,3b 16,01a 90,02c 0,08d 14,74c 357,78b
10 cm 149,75a 7,3b 2,37b 16,46b 14,32d 80,01d 0,09d 30,79a 352,79c
15 cm 145,76b 7,0c 2,19c 12,59c 14,52d 100,97b 0,12d 7,24d 342,91d
C. junghuniana
5 cm 146,82b 7,1c 2,07d 14,18b 15,31b 102,97a 0,1d 14,69c 358,02b
10 cm 149,81a 7,0c 2,39b 15,32b 16,03a 90c 0,11d 30,74a 353,03c
15 cm 148,81b 6,8d 2,21c 11,88c 14,34d 79,99d 0,14c 7,29d 343,15d
4 inang
Legum
S. grandiflora
5 cm 133,63b 7,4b 2,09d 13,23c 14,54d 100,96b 0,11d 14,64c 358,26b
10 cm 135,64b 7,1c 2,41b 14,35b 15,33b 102,96a 0,12d 30,69a 353,27c
15 cm 136,61b 7,2c 2,23c 11,26c 16,05a 89,99c 0,15c 7,34d 343,39d
C. cajan
5 cm 102,7c 7,1c 2,11d 12,41c 14,36d 79,98d 0,12d 14,59c 358,50b
10 cm 104,73c 6,9d 2,43a 13,5c 14,56d 100,94b 0,13c 30,64b 353,51c
15 cm 105,79c 7,5b 2,25c 10,71d 15,35b 102,94a 0,16b 7,39d 343,63d
Bukan Legum
Alternanthera sp
5 cm 149,72b 7,2c 2,13d 11,7c 16,07a 89,97c 0,13c 14,54c 358,74b
10 cm 152,76a 7,3b 2,45a 12,76c 14,38d 79,96d 0,14c 30,59b 353,75c
15 cm 153,73a 7,2c 2,27c 10,23d 14,58d 100,93b 0,17b 7,44d 343,87d
C. junghuniana
5 cm 144,82b 7,0c 2,15c 11,08d 15,37b 102,93a 0,14c 14,49c 358,98b
10 cm 145,84b 7,6a 2,47a 12,11c 16,09a 89,96c 0,15c 30,54b 353,99c
15 cm 146,82b 7,3b 2,29b 9,79d 14,4d 79,95d 0,18a 7,49d 344,11d
6 inang
Legum
S. grandiflora
5 cm 142,92b 7,4b 2,17c 10,53d 14,59d 100,91b 0,16b 14,44c 359,22b
10 cm 145,95b 7,3b 2,49a 11,53c 15,38b 102,91a 0,17b 30,49b 354,23c
15 cm 140,92b 7,1c 2,31b 9,39d 16,10a 89,94c 0,2a 7,54d 344,35d
C. cajan
5 cm 134,24b 7,7a 2,19c 10,05d 14,41d 79,93d 0,17b 14,39c 359,46b
10 cm 136,22b 7,4b 2,51a 11,01d 14,61d 100,9b 0,18a 30,44b 354,47c
15 cm 137,24b 7,5b 2,33b 9,03d 15,4b 102,9a 0,21a 7,59d 344,59d
Bukan Legum
Alternanthera sp
5 cm 157,79a 7,4b 2,21c 9,61d 16,12a 89,93c 0,18a 14,34c 359,7b
10 cm 160,76a 7,2c 2,53a 10,54d 14,43d 79,92d 0,19a 30,39b 354,71c
15 cm 159,79a 7,8a 2,35b 8,70d 14,63d 100,88b 0,22a 7,64d 344,83d
C. junghuniana
5 cm 156,82a 7,5b 2,23c 9,21d 15,42b 102,88a 0,19a 14,29c 359,94a
10 cm 159,85a 7,6a 2,55a 10,12d 16,14a 89,91c 0,20a 30,34b 354,95c
15 cm 158,82a 7,5b 2,37b 8,40d 14,45d 79,9d 0,23a 7,69d 345,07d
Kontrol S. album
5 cm 46,16e 7,5b 2,23c 9,21d 15,42b 102,88a 0,19a 14,29c 359,94a
10 cm 46,29e 7,6a 2,55a 10,12d 16,14a 89,91c 0,20a 30,34b 354,95c
15 cm 46,42e 7,5b 2,37b 8,40d 14,45d 79,9d 0,23a 7,69d 345,07d
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak
nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5%.
124
Jarak tanam 15 cm memiliki tinggi 158,82 cm berbeda tidak nyata dengan jarak tanam
10 cm dan 15 cm dengan nilai pH 7,5 dan nilai C sebesar 2,37 % diikuti dengan C/N rasio
sebesar 8,40 % dan nilai KTK sebesar 14,45 %, nilai KB sebesar 79,9 %, serta nilai N-total
sebesar 0,23 % dan nilai P-tersedia sebesar 7,69 ppm dan yang paling terakhir adalah nilai K-
tersedia sebesar 345,07 ppm. Jarak tanam 5 cm juga memiliki tinggi 156,82 cm berbeda tidak
nyata dengan jarak tanam 10 cm dan 15 cm dengan nilai pH 7,5 dan nilai C sebesar 2,23 %
diikuti dengan C/N rasio sebesar 9,21 % dan nilai KTK sebesar 15,42 %, nilai KB sebesar
102,88 %, serta nilai N-total sebesar 0,19 % dan nilai P-tersedia sebesar 14,29 ppm dan yang
paling terakhir adalah nilai K-tersedia sebesar 359,94 ppm.
Konfigurasi penanaman 2 inang C. junghuniana dengan jarak tanam 10 cm memiliki
tinggi 149,81 cm berbeda tidak nyata dengan jarak tanam 10 cm dan 15 cm dengan nilai pH
7,0 dan nilai C sebesar 2,39 % diikuti dengan C/N rasio sebesar 15,32 % dan nilai KTK sebesar
16,03 %, nilai KB sebesar 90 %, serta nilai N-total sebesar 0,11 % dan nilai P-tersedia sebesar
30,74 ppm dan yang paling terakhir adalah nilai K-tersedia sebesar 353,03 ppm. Konfigurasi
dengan 2 inang S. grandiflora ternyata tidak memiliki nilai yang berbeda nyata pada jarak
tanam 5 cm, 10 cm maupun 15 cm, memiliki nilai yang berbeda nyata. Untuk jenis C. cajan,
Alternanthera sp serta C. junghuniana ternyata memiliki nilai yang berbeda nyata pada jarak
tanam 5 cm, 10 cm maupun 15 cm, untuk semua sifat kimia tanah. Pengaruh konfigurasi, inang
dan jarak tanam pada budidaya cendana terhadap sifat kimia tanah secara rinci disajikan pada
Tabel 5.10 dan klasifikasi sifat kimia tanah disajikan pada Lampiran 32. Pada konfigurasi 2
inang dari jenis legum dengan inang S. grandiflora, jarak tanam 5 cm memiliki pertumbuhan
cendana dengan nilai pH netral, carbon organik sedang, C/N tinggi, KTK rendah, KB sangat
tinggi, N-total sangat rendah, P-tersedia tinggi, K-tersedia tinggi. Jarak tanam 10 cm memiliki
pertumbuhan cendana dengan nilai pH netral, carbon organik sedang, C/N tinggi, KTK rendah,
nilai KB sangat tinggi, N-total sangat rendah, P-tersedia tinggi, K-tersedia tinggi. Dari jenis
125
legum dengan inang C. cajan, jarak tanam 10 cm memiliki pertumbuhan cendana dengan nilai
pH netral, nilai carbon organik sedang, nilai C/N tinggi, nilai KTK rendah, nilai KB sangat
tinggi, N-total sangat rendah, P-tersedia tinggi, K-tersedia tinggi. Jenis bukan legum dengan
inang Alternanthera sp, jarak tanam 10 cm memiliki pertumbuhan cendana dengan nilai pH
netral, carbon organik sedang, C/N tinggi, KTK rendah, nilai KB sangat tinggi, N-total sangat
rendah, P-tersedia tinggi, K-tersedia tinggi dengan inang C. junghuniana, jarak tanam 15 cm
memiliki pertumbuhan cendana dengan nilai pH netral, nilai carbon sedang, nilai C/N sedang,
dan KTK rendah, nilai KB sangat tinggi, N-total rendah, P-tersedia sedang, K-tersedia tinggi.
Pada konfigurasi 4 inang dari jenis legum dengan inang S. grandiflora, jarak tanam 15
cm memiliki pertumbuhan cendana dengan nilai pH netral, nilai carbon organik sedang, nilai
C/N sedang, dan nilai KTK rendah, nilai KB sangat tinggi, N-total rendah, P-tersedia sedang,
K-tersedia tinggi dengan inang C. cajan, jarak tanam 15 cm memiliki pertumbuhan cendana
dengan nilai pH netral, nilai carbon organik sedang, nilai C/N sedang, dan nilai KTK rendah,
nilai KB sangat tinggi, N-total rendah, P-tersedia sedang, K-tersedia tinggi. Jenis bukan legum
dengan inang Alternanthera sp, jarak tanam 10 cm memiliki pertumbuhan cendana dengan
nilai pH netral, nilai carbon organik sedang, nilai C/N sedang, dan nilai KTK me/g rendah,
nilai KB sangat tinggi, N-total rendah, P-tersedia sangat tinggi, K-tersedia tinggi dengan
inang C. junghuniana, jarak tanam 5 cm memiliki pertumbuhan cendana dengan nilai pH
sebesar netral, nilai carbon organik sebesar sedang, nilai C/N sedang, nilai KTK me/g
rendah, nilai KB sangat tinggi, N-total rendah, P-tersedia tinggi, K-tersedia tinggi.
Pada konfigurasi 6 inang dari jenis legum dengan inang S. grandiflora, jarak tanam 10
cm memiliki pertumbuhan cendana dengan nilai pH netral, nilai carbon organik sedang, nilai
C/N % sedang, dan nilai KTK me/g rendah, nilai KB sangat tinggi, N-total rendah, P-tersedia
ppm tinggi, K-tersedia ppm tinggi dengan inang C. cajan, jarak tanam 15 cm memiliki
pertumbuhan cendana dengan nilai pH netral, nilai carbon organik sedang, nilai C/N rendah,
126
dan nilai KTK me/g rendah, nilai KB sangat tinggi, N-total sedang. Ketersediaan fosfor atau
P-tersedia memiliki nilai sedang, K-tersedia tinggi, dari jenis bukan legum dengan inang
Alternanthera sp, jarak tanam 15 cm memiliki pertumbuhan cendana dengan nilai pH netral,
nilai carbon organik sedang, nilai C/N rendah, dan nilai KTK me/g rendah, nilai KB % sangat
tinggi, N-total sedang, P-tersedia sedang, K-tersedia tinggi dengan inang C. junghuniana, jarak
tanam 10 cm memiliki pertumbuhan cendana dengan nilai pH netral, nilai carbon organik
sedang, nilai C/N sedang, dan nilai KTK rendah, nilai KB sangat tinggi, N-total sedang, P-
tersedia tinggi, K-tersedia sangat tinggi.
Sementara nilai kontrol S. album tanpa perlakuan hanya memiliki pertumbuhan
cendana dengan nilai pH netral, nilai carbon organik sebesar sedang, nilai C/N rendah, dan
nilai KTK me/g rendah, nilai KB sangat tinggi, N-total rendah, P-tersedia tinggi, K-tersedia
sangat tinggi. Pada konfigurasi dengan 4 inang legum maupun bukan legum pada jarak 5 cm,
10 cm, 15 cm, ternyata nilai sifat kimia tanah memiliki nilai yang berbeda nyata. Akan tetapi
pada konfigurasi dengan 6 inang legum maupun bukan legum memiliki nilai yang sangat
berbeda nyata dibandingkan dengan nilai kontrol.
5.1.4.2.2 Pengaruh sifat kimia tanah terhadap pertumbuhan diameter tanaman cendana
Hasil Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5% pada Tabel 5.10 dapat dikatakan bahwa
pertambahan diameter tanaman cendana sangat dipengaruhi juga oleh konfigurasi penanaman
inang. Lampiran 28 yang merupakan hasil analisis regresi berganda pada analisis pengaruh
sifat kimia tanah terhadap pertumbuhan diameter tanaman cendana, dimana sebesar 96,2%,
pertumbuhan diameter cendana dipengaruhi oleh sifat kimia tanah. Nilai C/N rasio, KTK, KB,
N-total, P-tersedia dan K-tersedia, berpengaruh tidak nyata.
Sifat kimia tanah yang berpengaruh terhadap pertumbuhan diameter tanaman cendana
ternyata masih tetap pada konfigurasi penanaman dengan 6 inang Alternanthera sp dengan
jarak tanam 10 cm memiliki diameter 0,98 cm berbeda tidak nyata dengan jarak tanam 10 cm
127
dan 15 cm dengan nilai pH 7,2 dan nilai C sebesar 2,53 % diikuti dengan C/N rasio sebesar
10,54 % dan nilai KTK sebesar 14,43 %, nilai KB sebesar 79,92 %, serta nilai N-total sebesar
0,19 % dan nilai P-tersedia sebesar 30,39 ppm dan yang paling terakhir adalah nilai K-tersedia
sebesar 354,71 ppm.
Pada jarak tanam 15 cm memiliki diameter 0,91 cm berbeda tidak nyata dengan jarak
tanam 5 cm dan 15 cm dengan nilai pH 7,8 dan nilai C sebesar 2,35 % diikuti dengan C/N
rasio sebesar 8,70 % dan nilai KTK sebesar 14,63 %, nilai KB sebesar 100,88 %, serta nilai N-
total sebesar 0,22 % dan nilai P-tersedia sebesar 7,64 ppm dan yang paling terakhir adalah
nilai K-tersedia sebesar 344,83 ppm. Jarak tanam 5 cm memiliki diameter 0.9 cm berbeda
tidak nyata dengan jarak tanam 10 cm dan 15 cm dengan nilai pH 7,4 dan nilai C sebesar 2,21
% diikuti dengan C/N rasio sebesar 9,61 % dan nilai KTK sebesar 16,12 %, nilai KB sebesar
89,93 %, serta nilai N-total sebesar 0,18 % dan nilai P-tersedia sebesar 14,34 ppm dan yang
paling terakhir adalah nilai K-tersedia sebesar 359,7 ppm.
Inang C. junghuniana dengan jarak tanam 15 cm memiliki diameter 0.88 cm berbeda
tidak nyata dengan jarak tanam 10 cm dan 15 cm dengan nilai pH sebesar 7,5 dan nilai C
sebesar 2,37 % diikuti dengan C/N rasio sebesar 8,40 % dan nilai KTK sebesar 14,45 %, nilai
KB sebesar 79,9 %, serta nilai N-total sebesar 0,23 % dan nilai P-tersedia sebesar 7,69 ppm
dan yang paling terakhir adalah nilai K-tersedia sebesar 345,07 ppm.
Jarak tanam 5 cm memiliki diameter 0.87 cm berbeda tidak nyata dengan jarak tanam
10 cm dan 15 cm dengan nilai pH 7,5 dan nilai C sebesar 2,23 % diikuti dengan C/N rasio
sebesar 9,21 % dan nilai KTK sebesar 15,42 %, nilai KB sebesar 102,88 %, serta nilai N-total
sebesar 0,19 % dan nilai P-tersedia sebesar 14,29 ppm dan yang paling terakhir adalah nilai
K-tersedia sebesar 359,94 ppm.
Sementara inang C. cajan dengan jarak tanam 10 cm memiliki diameter 0,86 cm
berbeda tidak nyata dengan jarak tanam 10 cm dan 15 cm dengan nilai pH 7,4 dan nilai C
128
sebesar 2,51 % diikuti dengan C/N rasio sebesar 11,01 % dan nilai KTK sebesar 14,61 %, nilai
KB sebesar 100,9 %, serta nilai N-total sebesar 0,18 % dan nilai P-tersedia sebesar 30,44 ppm
dan yang paling terakhir adalah nilai K-tersedia sebesar 354,47 ppm.
Konfigurasi penanaman 4 inang C. cajan dengan jarak tanam 15 cm memiliki diameter
0,86 cm berbeda tidak nyata dengan jarak tanam 10 cm dan 15 cm dengan nilai pH 7,5 dan
nilai C sebesar 2,33 % diikuti dengan C/N rasio sebesar 9,03 % dan nilai KTK sebesar 15,4
%, nilai KB sebesar 102,9 %, serta nilai N-total sebesar 0,21 % dan nilai P-tersedia sebesar
7,59 ppm dan yang paling terakhir adalah nilai K-tersedia sebesar 344,59 ppm. Inang C.
junghuniana dengan jarak tanam 10 cm memiliki diameter 0.86 cm berbeda tidak nyata dengan
jarak tanam 10 cm dan 15 cm dengan nilai pH 7,6 dan nilai C sebesar 2,55 % diikuti dengan
C/N rasio sebesar 10,12 % dan nilai KTK sebesar 16,14 %, nilai KB sebesar 89,91 %, serta
nilai N-total sebesar 0,20 % dan nilai P-tersedia sebesar 30,34 ppm dan yang paling terakhir
adalah nilai K-tersedia sebesar 354,95 ppm.
Konfigurasi penanaman 2 inang C. junghuniana dengan jarak tanam 5 cm memiliki
diameter 0,85 cm berbeda tidak nyata dengan jarak tanam 10 cm dan 15 cm dengan nilai pH
7,0 dan nilai C sebesar 2,15 % diikuti dengan C/N rasio sebesar 11,08 % dan nilai KTK sebesar
15,37 %, nilai KB sebesar 102,93 %, serta nilai N-total sebesar 0,14 % dan nilai P-tersedia
sebesar 14,49 ppm dan yang paling terakhir adalah nilai K-tersedia sebesar 358,98 ppm.
Inang C. junghuniana dengan jarak tanam 10 cm memiliki diameter 0.85 cm berbeda
tidak nyata dengan jarak tanam 10 cm dan 15 cm dengan nilai pH 7,6 dan nilai C sebesar 2,47
% diikuti dengan C/N rasio sebesar 12,11 % dan nilai KTK sebesar 16,09 %, nilai KB sebesar
89,96 %, serta nilai N-total sebesar 0,15 % dan nilai P-tersedia sebesar 30,54 ppm dan yang
paling terakhir adalah nilai K-tersedia sebesar 353,99 ppm.
129
Tabel 5.10
Pengaruh sifat kimia tanah, konfigurasi tanam, inang legum dan non legum, serta jarak tanam terhadap
pertumbuhan diameter tanaman cendana.
Konfi
gurasi Inang
Jarak
tanam
Diam
eter
(cm)
pH C C/N KTK KB N-
total
(%)
P-
tersedia
(ppm)
K-
tersedia
(ppm) 1:2,5 % % me/g %
2 inang
Legum
S. grandiflora
5 cm 0,99a 6,8d 2,01d 18,27a 14,48d 101b 0,06d 14,84c 357,3b
10 cm 0,99a 6,6d 2,33b 19,42a 15,27c 103a 0,07d 30,89a 352,31c
15 cm 0,99a 7,2c 2,15c 14,33b 15,99a 90,03c 0,10d 7,14d 342,43d
C. cajan
5 cm 0,98a 6,9d 2,03d 16,64b 14,3d 80,02d 0,07d 14,79c 357,54b
10 cm 0,99a 7,0c 2,35b 17,80a 14,5d 100,99b 0,08d 30,84a 352,55c
15 cm 0,99a 6,9d 2,17c 13,40c 15,29c 102,99a 0,11d 7,19d 342,67d
Bukan Legum
Alternanthera sp
5 cm 1,02a 6,7d 2,05d 15,3b 16,01a 90,02c 0,08d 14,74c 357,78b
10 cm 1,02a 7,3b 2,37b 16,46b 14,32d 80,01d 0,09d 30,79a 352,79c
15 cm 1,02a 7,0c 2,19c 12,59c 14,52d 100,97b 0,12d 7,24d 342,91d
C. junghuniana
5 cm 1,04a 7,1c 2,07d 14,18b 15,31b 102,97a 0,1d 14,69c 358,02b
10 cm 1,05a 7,0c 2,39b 15,32b 16,03a 90c 0,11d 30,74a 353,03c
15 cm 1,05a 6,8d 2,21c 11,88c 14,34d 79,99d 0,14c 7,29d 343,15d
4 inang
Legum
S. grandiflora
5 cm 0,98a 7,4b 2,09d 13,23c 14,54d 100,96b 0,11d 14,64c 358,26b
10 cm 0,99a 7,1c 2,41b 14,35b 15,33b 102,96a 0,12d 30,69a 353,27c
15 cm 0,99a 7,2c 2,23c 11,26c 16,05a 89,99c 0,15c 7,34d 343,39d
C. cajan
5 cm 0,95a 7,1c 2,11d 12,41c 14,36d 79,98d 0,12d 14,59c 358,50b
10 cm 0,95a 6,9d 2,43a 13,5c 14,56d 100,94b 0,13c 30,64b 353,51c
15 cm 0,95a 7,5b 2,25c 10,71d 15,35b 102,94a 0,16b 7,39d 343,63d
Bukan Legum
Alternanthera sp
5 cm 1,04a 7,2c 2,13d 11,7c 16,07a 89,97c 0,13c 14,54c 358,74b
10 cm 1,09a 7,3b 2,45a 12,76c 14,38d 79,96d 0,14c 30,59b 353,75c
15 cm 1,04a 7,2c 2,27c 10,23d 14,58d 100,93b 0,17b 7,44d 343,87d
C. junghuniana
5 cm 1,02a 7,0c 2,15c 11,08d 15,37b 102,93a 0,14c 14,49c 358,98b
10 cm 1,02a 7,6a 2,47a 12,11c 16,09a 89,96c 0,15c 30,54b 353,99c
15 cm 1,02a 7,3b 2,29b 9,79d 14,4d 79,95d 0,18a 7,49d 344,11d
6 inang
Legum
S. grandiflora
5 cm 0,99a 7,4b 2,17c 10,53d 14,59d 100,91b 0,16b 14,44c 359,22b
10 cm 0,99a 7,3b 2,49a 11,53c 15,38b 102,91a 0,17b 30,49b 354,23c
15 cm 0,99a 7,1c 2,31b 9,39d 16,10a 89,94c 0,2a 7,54d 344,35d
C. cajan
5 cm 0,95a 7,7a 2,19c 10,05d 14,41d 79,93d 0,17b 14,39c 359,46b
10 cm 0,95a 7,4b 2,51a 11,01d 14,61d 100,9b 0,18a 30,44b 354,47c
15 cm 0,95a 7,5b 2,33b 9,03d 15,4b 102,9a 0,21a 7,59d 344,59d
Bukan Legum
Alternanthera sp
5 cm 1,09a 7,4b 2,21c 9,61d 16,12a 89,93c 0,18a 14,34c 359,7b
10 cm 1,16a 7,2c 2,53a 10,54d 14,43d 79,92d 0,19a 30,39b 354,71c
15 cm 1,10a 7,8a 2,35b 8,70d 14,63d 100,88b 0,22a 7,64d 344,83d
C. junghuniana
5 cm 1,06a 7,5b 2,23c 9,21d 15,42b 102,88a 0,19a 14,29c 359,94a
10 cm 1,05a 7,6a 2,55a 10,12d 16,14a 89,91c 0,20a 30,34b 354,95c
15 cm 1,07a 7,5b 2,37b 8,40d 14,45d 79,9d 0,23a 7,69d 345,07d
Kontrol S. album
5 cm 0,40e 7,5b 2,23c 9,21d 15,42b 102,88a 0,19a 14,29c 359,94a
10 cm 0,42d 7,6a 2,55a 10,12d 16,14a 89,91c 0,20a 30,34b 354,95c
15 cm 0,40e 7,5b 2,37b 8,40d 14,45d 79,9d 0,23a 7,69d 345,07d
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda
tidak nyata pada taraf Uji Jarak Berganda Duncan (UJBD) 5%.
130
Data diatas menunjukkan bahwa tanaman cendana yang dibudidayakan bersama inang
bukan legum dengan jenis Alternanthera sp pada konfigurasi dengan 6 inang memiliki tekstur
liat. Tanah dengan tekstur liat memiliki kemampuan memegang air yang tinggi sehingga
memiliki kemampuan menyediakan unsur hara yang baik bagi tanaman cendana. Hal ini
ditunjukkan oleh cukup kadar air kering udara dan kapasitas lapang pada perlakuan tersebut
dibandingkan dengan perlakuan lain.
5.2 Pembahasan
Hasil penelitian perlakuan kombinasi inang dengan jarak tanam berpengaruh terhadap
pembentukan jumlah haustorium pada akar semai cendana. Perlakuan tanpa inang terhadap
tanaman cendana, tidak terdapat pembentukan haustorium oleh karena tidak ada aktifitas
fotosintat untuk membentuk haustorium. Perlakuan inang bukan legum, ternyata jumlah
haustorium yang dibentuk lebih banyak dibandingkan dengan haustorium yang dibentuk oleh
inang legum. Hal ini terjadi karena jenis bukan legum sangat rentan dan mampu hidup terhadap
kondisi lahan yang kekurangan air. Kondisi ini menunjukkan bahwa kemampuan akar semai
cendana membentuk haustorium sangat dipengaruhi oleh inang. Pembentukan haustorium ini
karena inang dan jarak tanam yang digunakan cocok sehingga hara yang diserap akar tanaman
cendana juga baik. Dengan terbentuknya haustorium ini maka terjadi proses pengangkutan atau
translokasi nutrisi dan hara dari tanaman inang ke tanaman cendana dan dari tanaman cendana
ke tanaman inang melalui haustorium yang dibentuk.
Haustorium mempengaruhi peningkatan translokasi fotosintat, sehingga fotosintat ini
akan dimanfaatkan oleh akar tanaman cendana untuk membentuk haustorium yang akan
dimanfaatkan untuk proses pertumbuhannya. Fotosintat yang ditranslokasikan ke akar
dipergunakan pula untuk menghasilkan energi, dan energi yang dihasilkan akan dipergunakan
pula untuk penyerapan hara dari tanaman. Oleh sebab itu, maka semakin banyak hara dan air
yang disumbangkan dari tanaman inang ke tanaman cendana maka akan semakin baik proses
131
pertumbuhannya, akan tetapi jika semakin sedikit hara dan air yang disumbangkan dari
tanaman inang ke tanaman cendana, maka proses pertumbuhannya juga akan semakin lambat
pula.
Hasil penelitian ini juga diperkuat oleh Kamondo et al. (2014) bahwa tanaman cendana
bersifat hemiparasit dan proses parasitisme pada cendana berlangsung melalui akar dan
Subasinghe (2013) juga menjelaskan bahwa akar inang berperan mempunyai tugas penuh
mengirim air dan hara ke cendana. Rocha et al. (2014) mengatakan bahwa aktivitas tanaman
inang dalam mendukung pertumbuhan cendana sangat tergantung pada tingkat parasitisme
cendana sehingga pengaruh tanaman inang terhadap pertumbuhan cendana berbeda-beda.
Tanpa ada pertemuan atau kontak akar cendana dengan akar tanaman inangnya tidak akan
mungkin terjadi pembentukan haustorium. Berdasarkan pada pertemuan atau kontak akar,
maka dapat dikatakan bahwa kesempatan akar tanaman cendana melakukan kontak dengan
akar tanaman inangnya tidak berbeda sehingga jumlah haustorium yang terbentuk tidak
berbeda pula.
Hasil penelitian ini juga didukung dengan penelitian Wawo (2002) menyatakan bahwa
salah satu faktor yang menentukan pembentukan haustorium akar cendana pada akar tanaman
inang cendana adalah status hara tanaman cendana. Pada saat hara yang dapat diserap tanaman
cendana banyak, maka lebih banyak pula haustorium yang akan dibentuk dan sebaliknya. Salah
satu fungsi dari tanaman inang adalah menyediakan air dan hara untuk tanaman cendana.
Melalui tanaman inang, air diserap dari dalam tanah dan kemudian ditranslokasikan ke tanaman
cendana. Bersamaan dengan penyerapan air oleh cendana, diserap juga hara untuk proses
metabolisme dalam pertumbuhan tanaman.
Jumlah haustorium pada perlakuan dengan inang bukan legum pada jarak tanam 10 cm
dengan jenis Alternanthera sp memiliki jumlah haustorium lebih banyak dibandingkan dengan
haustorium yang dibentuk pada inang dari bukan legum dengan jarak tanam 5 cm dan 15 cm
132
maupun pada inang legum dengan jarak 5 cm, 10 cm dan 15 cm. Hal ini diduga karena jarak
yang diberikan sangat dekat dan tidak cocok untuk mendampingi cendana dilapangan hingga
dewasa sehingga menekan respirasi akar bibit cendana dengan demikian kemampuan tanaman
membentuk haustorium sangat sedikit. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa pada
perlakuan dengan jarak tanam 10 cm, inang legum dan bukan legum, semai cendana lebih
banyak memperoleh unsur hara maupun air untuk proses pertumbuhannya dibandingkan
dengan jarak tanam 15 cm. Peningkatan perolehan hara maupun air dari tanaman inangnya
menyebabkan aktivitas pembelahan sel apikal menjadi lebih aktif sehingga memacu
pertambahan tinggi semai cendana sehingga hal inilah yang menjadi kontribusi tanaman inang
kepada tanaman cendana.
Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hipotesis penelitian kedua yang menduga
bahwa perlakuan inang legum pasti akan lebih baik kontribusinaya terhadap pertumbuhan
cendana. Hal ini dikarenakan pertumbuhan jenis tanaman legum S. grandiflora dan C. cajan
sangat cepat dibandingkan dengan tanaman induk cendana, sehingga pertumhuhan cendana
menjadi terhambat akibat naungan dari legum S. grandiflora dan C. cajan yang berlebihan.
Dalam persemaian sebaiknya jenis legum S. grandiflora dan C. cajan tidak direkomendasikan
untuk dijadikan sebagai tanaman inang primer namun hanya direkomendasikan untuk tanaman
inang sekunder atau inang yang digunakan untuk mendampingi tanaman cendana hingga
mencapai riap atau daur tebang.
Kasim (2006) mengatakan bahwa pertumbuhan tanaman cendana akan lebih baik jika
tanaman inang menyumbangkan hara dan air yang lebih banyak ke tanaman cendana. Hal
tersebut dapat dijelaskan dengan semakin bertambah umur tanaman baik cendana maupun
inang, kebutuhan akan unsur hara maupun air semakin bertambah banyak dan dipergunakan
untuk aktivitas metabolismenya sendiri dari pada disumbangkan untuk semai cendana.
Aktivitas metabolisme tanaman inang tinggi, hara dan air yang dapat disumbangkan tanaman
133
inang kepada tanaman cendana dalam jumlah yang sedikit dan hal ini akan mempengaruhi
proses pertumbuhan tanaman cendana selanjutnya.
Perlakuan jarak tanam dan inang juga mempengaruhi pertumbuhan jumlah daun
tanaman cendana. Jumlah daun cendana pada umur 120 HSS, 150 HSS, 180 HSS, dipengaruhi
oleh perlakuan tanaman inang legum dan bukan legum. Jumlah daun akibat perlakuan inang
bukan legum lebih banyak dibandingkan dengan jumlah daun yang dibentuk dari inang legum.
Pada jarak tanam 10 cm dari jenis bukan legum menghasilkan jumlah daun lebih banyak bila
dibandingkan dengan jarak tanam yang lainnya dan jenis legum. Hal itu ada hubungannya
dengan pembentukan fotosintat.
Hasil ini didukung dengan pendapat Gardner et al. (1991) bahwa daun hanya dapat
terbentuk jika primordia daun yang dibentuk pada saat pembelahan sel meristem apikal
memperoleh fotosintat selama perkembangannya. Kekurangan fotosintat menyebabkan
primordia daun tidak akan membentuk daun. Hal ini menyebabkan aktivitas sintesis protein
akan terhambat sehingga dapat juga menghambat pembelahan sel oleh karena kekurangan
cahaya matahari, termasuk sel disalah satu ketiga sel terluar didekat permukaan aspek tajuk,
sebagian bakal primordial daun menjadi terhambat (Kasim, 2007). Dipertegas Kountul (1998)
pemupukan yang melebihi kebutuhan optimal akan mengganggu metabolisme protein. Hal ini
akan berakibat pada pergerakan fotosintat yang terhalang. Aktivitas fotosintat yang terhalang
ini akan memacu jaringan primordial daun juga menjadi rendah sehingga pembelahan sel,
pembesaran sel dan diferensiasi sel juga menjadi rendah. Perlakuan jarak tanam yang terlalu
dekat, meskipun haustorium yang terbentuk semakin banyak, namun menyebabkan jumlah
penyerapan air dan unsur hara semakin rendah, sehingga jumlah daun bibit cendana semakin
sedikit.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan terhadap diameter batang
semai cendana pada berbagai umur tanam. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman inang legum
134
untuk cendana mempunyai pengaruh yang sama terhadap diameter batang semai cendana.
Berdasarkan hal tersebut maka tidak adanya perbedaan diameter batang semai cendana
disebabkan karena tanaman inang baik legum maupun bukan legum. Tidak ada perbedaan
antar tanaman inang atau kombinasi tanaman inang terhadap diameter batang semai cendana
disebabkan suplai hara dari tanaman inang tidak berbeda. Sebagai tanaman dikotil,
pembesaran diameter batang atau bertambah besarnya diameter batang disebabkan karena
aktivitas pembelahan dan pembesaran sel kambium atau sel meristem lateral.
Pertambahan tinggi semai cendana pada pemberian tanaman inang legum dan bukan
legum pada jarak tanam berbeda dengan konfigurasi penanaman berbeda tidak nyata dengan
perlakuan legum yang memiliki pertambahan tinggi terendah dibandingkan dengan tanpa
inang. Hal ini karena pada bibit cendana tanpa inang, cendana hanya memanfaatkan hara yang
ada di dalam tanah untuk meningkatkan pertambahan tinggi tanaman.
Pada perlakuan dengan inang bukan legum berbeda nyata dengan perlakuan
Alternanthera sp dan C. junghuniana, hal ini diduga pada perlakuan Alternanthera sp dan
perlakuan C. junghuniana yang diberikan akan mengakibatkan aktivitas sintesis protein yang
mempercepat proses pembelahan sel. Pada awal terjadinya reduksi pertumbuhan, diikuti pula
berkurangnya dinding sel dan sintesis protein dalam jaringan. Selanjutnya pembelahan sel
menurun translokasi fotosintat berkurang lalu terjadinya anatomis dimana daun tua mengering
dan gugur yang mengakibatkan tanaman akhirnya mati.
Perkembangan suatu tanaman sangat dipengaruhi keadaan tanah sebagai tempat
tumbuhnya. Dalamnya penetrasi akar berkorelasi kuat dengan tingkat kepadatan tanah dan hal
ini ditunjukkan oleh kadar liat yang tinggi yaitu dengan rata-rata 42,62%. Makin tinggi tingkat
kepadatan tanah maka makin berkurang persentase pori makro dan resistensi terhadap penetrasi
akar makin meningkat. Penembusan tanah oleh akar dan batang kecambah dipengaruhi oleh
sifat penetrabilitas tanah (Ningsih, 2007). Batang anak kecambah harus mendesak tanah yang
135
menghimpitnya sehingga lapisan tanah teratas patah karena tenaga kecambah yang diperlukan
untuk itu tergantung dari tebal dan keteguhan lapisan tanah. Selain itu jika sifat fisik tanah
kurang baik maka perkembangan akar tanaman akan terganggu karena sulitnya akar tersebut
menebus tanah atau berkembang dalam tanah sehingga akan kesulitan pula dalam mengambil
unsur-unsur hara yang berada di sekitar tanaman. Hardjowigeno (2002) menyatakan bahwa
semakin padat suatu tanah, maka semakin sulit meneruskan air dan sulit untuk ditembus akar
tanaman. Demikian juga jika semakin padat suatu tanah maka akan semakin sulit pertumbuhan
benih dan proses perkecambahan pada tanah tersebut serta pertumbuhan benih akan lebih
terhambat pada tanah yang lebih padat.
Hasil pengukuran cendana terhadap tinggi sangat beragam atau bervariasi. Keragaman
ini diduga karena dipengaruhi juga oleh ragamnya perlakuan yang digunakan dan kondisi tanah
atau karakteristik tanah yang berbeda. Sebab kandungan hara yang terkandung didalam tanah,
tidak sama untuk setiap karakteristik tanah pada setiap kondisi tempat. Tingkat keragaman
tersebut juga dipengaruhi oleh jenis inang, jarak tanam, serta konfigurasi tanam yang
digunakan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggi tanaman cendana pada tanah Entisol
dengan jarak tanam 10 cm pada konfigurasi tanam 6 inang nampaknya lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Peningkatan perolehan hara maupun air dari tanaman
inangnya menyebabkan aktivitas pembelahan sel apikal menjadi lebih aktif sehingga memacu
pertambahan tinggi semai cendana. Hara dan air yang dapat disumbangkan dari tanaman inang
legum tidak berbeda dalam memacu pertambahan tinggi semai cendana. Semakin bertambah
umur tanaman, kebutuhan akan unsur hara maupun air semakin bertambah banyak. Demikian
pula dengan tanaman inang, hara yang dapat diserap oleh tanaman inang lebih banyak
dipergunakan untuk aktivitas metabolismenya sendiri dari pada disumbangkan untuk semai
cendana. Hasil penelitian ini juga didukung dengan penelitian Loveles (1991) bahwa hara
136
dibutuhkan suatu tanaman adalah untuk pertambahan tinggi, pertambahan jumlah daun,
pertumbuhan akar, pertumbuhan cabang, maupun untuk menambah ukuran batang.
Pertambahan diameter batang pada perlakuan legum dengan konfigurasi 2 inang
berbeda tidak nyata dengan perlakuan konfigurasi 4 inang dan konfigurasi 6 inang yang
memiliki pertambahan diameter batang lebih rendah jenis bukan legum. Pada konfigurasi
dengan 4 inang legum maupun bukan legum pada jarak 5 cm, 10 cm, 15 cm, ternyata nilai sifat
kimia tanah memiliki nilai yang berbeda nyata. Akan tetapi pada konfigurasi dengan 6 inang
legum maupun bukan legum memiliki nilai yang sangat berbeda nyata dibandingkan dengan
nilai kontrol. Jika suatu tanaman tidak mengalami pertumbuhan yang normal seperti cendana
tumbuh harus didampingi dengan inang kalau tidak maka akan mengalami kematian karena
tidak mampu menopang unsur hara demi keberlanjutan pertumbuhannya.
Besarnya diameter batang cendana pada umur 60 HST, 90 HST, 120 HST tidak berbeda
pada setiap tanaman inang cendana. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman inang legum dan
bukan legum memberikan pengaruh yang nyata pada pertumbuhan diameter cendana atau
kombinasi tanaman inang mempunyai pengaruh yang sama terhadap diameter batang semai
cendana. Terdapat jarak tanam yang ikut mempengaruhi proses pertumbuhan diameter
cendana. Hal mana bahwa diameter cendana pada jarak tanam 10 cm lebih nyata dibandingkan
dengan jarak tanam 5 cm dan 15 cm. Sebagai tanaman dikotil, pembesaran diameter batang
atau bertambah besarnya diameter batang disebabkan karena aktivitas pembelahan dan
pembesaran sel kambium atau sel meristem lateral.
Pengamatan terhadap sifat kimia tanah yang meliputi kapasitas tukar kation (KTK), dan
kejenuhan basa (KB), pH dan kadar hara (N, P, dan K), pada penelitian ini menunjukkan bahwa
karakteristik tanah Entisol memberikan pengaruh yang menguntungkan terhadap perbaikan
sifat kimia tanah, yang ditandai oleh peningkatan sifat kimia tanah.
137
Kapasitas tukar kation, N total, dan P-tersedia tanah meningkat nyata pada karakteristik
tanah Entisol setelah dilakukan konfigurasi penanaman 2 inang, 4 inang dan 6 inang dengan
jarak tanam yang bervariasi. Kapasitas tukar kation (KTK) tanah meningkat secara nyata
sebesar 22,35% pada karakteristik tanah Entisol dengan konfigurasi tanam 6 inang. Kapasitas
tukar kation menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan kation-kation dan
mempertukarkan kation-kation tersebut termasuk kation hara tanaman. Kapasitas pertukaran
kation penting untuk kesuburan tanah. Penambahan bahan organik akan meningkatkan muatan
negatif dalam tanah sehingga akan meningkatkan KTK tanah. Peranan bahan organik terhadap
perbaikan sifat kimia tanah tidak terlepas dalam kaitannya dengan dekomposisi bahan organik,
karena pada proses ini terjadi perubahan terhadap komposisi kimia bahan organik dari senyawa
yang kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Hasil penelitian yang dilakukan dari tiga faktor yaitu jarak tanam, inang dan konfigurasi
memiliki sifat kimia tanah yang berbeda-beda dan dari setiap variabel responnya memiliki
rentang batas yang berbeda-beda pula tetapi di antara komponen sifat kimia pH, C-organik,
C/N rasio, kapasitas tukar kation, kejenuhan basa, nitrogen total, fosfor tersedia, dan kalium
masih saling berkaitan satu sama lain sehingga jika terjadi perubahan nilai dari masing-masing
variabel respon maka akan berpengaruh kepada kestabilan sifat yang lain. Jika nilai pH
meningkat, maka akan terjadi penurunan pada nilai kapasitas tukar kation (KTK), rendahnya
jumlah kandungan C-Organik, dan seiring dengan itu juga akan menyebabkan penurunan
terhadap jumlah nitrogen total, dan kalium.
Berdasarkan data hasil penelitian juga diperoleh bahwa nilai kandungan P terendah
berada pada jarak tanam 15 cm dengan konfigurasi tanam dengan 2 inang, yaitu sebesar 7,14
ppm, nilai P tertinggi berada pada jarak tanam 10 cm yaitu sebesar 30,89 ppm. Peningkatan
nilai P tersebut dapat terjadi karena ketersediaan fosfor bergantung pada tekstur tanah dan
ketersediaan air. Difusi fosfor lebih baik pada tanah dengan tekstur halus dan kadar air yang
138
cukup (Watanabe, 1963). Penelitian ini juga diperkuat oleh penelitian Dwijeseputro (1980),
bahwa umumnya, fosfor di dalam tanah berada dalam keadaan tidak larut, sehingga dalam
keadaan demikian tak mungkin untuk masuk ke dalam sel-sel akar kandungan air pada tanah
berpasir.
Berdasarkan hasil penelitian terlihat bahwa nilai pH tertinggi berada pada jarak tanam
15 cm yaitu sebesar 7,2-7,5. Mengacu pada Purwowidodo (2005) pH tersebut tergolong alkalis
atau basa (>7,00). Nilai pH terendah berada pada jarak tanam 10 cm pada jenis S. grandiflora
pada jenis legum yaitu sebesar 6,6 (agak masam). Purwowidodo (2005), tanah di lokasi
penanaman cendana tergolong alkalis atau cukup netral. Jika suatu lahan memiliki nilai pH
antara 6-7 (netral) maka dapat diindikasikan bahwa lahan tersebut cocok untuk berbagai jenis
tanaman, hanya saja diperlukan inang baik yang berfungsi untuk mendukung pertumbuhan
tanaman cendana agar selalu tumbuh dengan kondisi baik.
Hasil analisis terhadap sifat kimia tanah dengan parameter KTK sangat bervariasi. Jika
merujuk pada pendapat Hardjowigeno (2007) yang menyatakan bahwa tinggi rendahnya nilai
KTK sangat mempengaruhi kemampuan tanah untuk menyerap unsur-unsur hara dan mineral
tanah. Tanah dengan nilai KTK tinggi mampu menyediakan unsur hara lebih baik daripada
tanah dengan KTK rendah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan kadar
liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan kandungan bahan organik
rendah atau tanah-tanah berpasir.
Hasil analisa tanah menunjukkan bahwa tanah pada lokasi penanaman cendana
memiliki karakteristik yang cukup baik untuk pertumbuhan tanaman cendana. Pada akhirnya
ternyata pertumbuhan tinggi cendana dipengaruhi oleh konfigurasi tanam namun
membutuhkan hara dari tanaman lain sebagai inang untuk proses pertumbuhan. Karakteristik
entisol ternyata memberikan hasil pertumbuhan yang lebih baik pada semua konfigurasi
139
penanaman sementara konfigurasi tanam sendiri tidak mempengaruhi proses pertumbuhan
cendana baik dari tinggi, diameter, jumlah daun maupun haustorium.
5.3 Temuan Baru Penelitian
1. Tanaman cendana tumbuh baik apabila dibudidayakan bersama Alternanthera sp
(krokot ) yaitu tanaman bukan legum sebagai tanaman inang dengan konfigurasi
6 inang pada jarak tanam 10 cm.
2. Penggunaan inang lokal Timor Leste (krokot) dengan konfigurasi dan jarak tanam
yang tepat (6 ; 10 cm) dalam budidaya cendana pada tanah dengan tekstur berliat
(rata-rata kadar liat 42,62%) dan kadar air kapasitas lapang rendah (22,56%) dan
didukung oleh hara yang cukup dan berimbang, dapat memberikan pertumbuhan
cendana yang baik.
140
BAB VI
SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1) Jumlah haustorium yang terbentuk akibat perlakuan inang bukan legum lebih banyak
dibandingkan dengan inang legum, sedangkan perlakuan tanpa inang, tidak terjadi
pembentukan haustorium. Kontak akar antara inang dengan tanaman cendana
mempengaruhi pembentukan haustorium.
2) Inang jenis bukan legum ternyata memberikan pertumbuhan cendana lebih baik
dibandingkan dengan inang legum.
3) Perlakuan kombinasi jarak tanam 10 cm dengan inang bukan legum jenis Alternanthera
sp pada konfigurasi 6 inang menghasilkan pertumbuhan cendana terbaik dibandingkan
dengan tanaman cendana tanpa inang dan jarak tanam.
4) Pertumbuhan cendana dipengaruhi oleh jenis inang, jarak tanam inang, konfigurasi
pertanaman, dan karakteristik tanah
6.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka dapat disarankan :
1) Untuk melakukan pembibitan tanaman cendana maka sebaiknya menggunakan
kombinasi tanaman inang Alternanthera sp dengan jarak tanam 10 cm di persemaian.
2) Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat pengaruh perlakuan jenis inang yang
cocok bagi tanaman cendana dalam proses pertumbuhannya.
141
DAFTAR PUSTAKA
Agusta, A., Y. Jamal. 2000. Fotokimia dan Formokologi Santulum album L Kajian Terhadap
Pertumbuhan Cendana.
Annapurna., Rathore., Somashekhar, V. 2004. Impact of Clones in a Clonal Seed Orchard on
the Variation of Seed Traits, Germination and Seedling Growth in Santalum album L.,
Tree Improvement and Propagation Division, Institute of Wood Science and
Technology, 18th Cross Malleswaram, Bangalore-56003, India.
Arsyad, S. 2005. Konservasi Tanah dan Air. Bogor: IPB Press.
Bahar, F.A. 1981. Cultural practices of Cajanus cajan L. as Forage, Green manure and Grain
crops. University of Florida.
Baldovinos, F., Thomas, G.W. 1967. The Effect of Soil Clay on Phosphorus Uptake. Soil Sci.
Soc. Am. Proc. 31: 680-682.
Banoet, H. H. 2001. Peran Cendana dalam Perekonomian NTT : Dulu dan Kini, Berita Biologi
Edisi Khusus. Vol 5. No, 5. Pusat Penelitian Biologi, LIPI.
Barret, D. R. 1989. Sari Pustaka Cendana di India, ahli Bahasa Sutarjo Suriahmiharja. India
Batabyal, S., Tah, J. 2014. Variation of Seed Morphology of Different Sources and its
Contribution to Seed Germination of Santalum album L. Volume 3. Department of
Botany, The University of Burdwan.
Bele, D., Tripathi., Tiwari., Baghel., Tiwari. 2012. Microcloning of Sandalwood From
Cultured Leaf Discs. Journal of Agricultural Technology 8 (2): 571-583.
Brand, J. 2005. Santalum spicatum Establishment Guide for Farmland in the Wheatbelt., Forest
Products Commission.
Brand, J.E., Robinson N., Archibal, R.D. 2003. Establishment and Growth of Santalum
spicatum in South-Western Australia: Acacia host trials., Growing sandalwood. Forest
Products Commission, Lot 1, 260 Kalamunda road, South guildford, WA 6055,
Australia.
Butarbutar, T., Faah, G. 2008c. Perlunya Perbaikan Kebijakan Pengelolaan Cendana di NTT
Menuju Pengusahaan Cendana yang Lestari. Jurnal Analisis Kebijakan Kehutanan Vol.
5 No. 2: 121-130.
Butarbutar, T. 2006a., Faah, G. 2008b. Perlunya Perbaikan Kebijakan Pengelolaan Cendana di
Nusa Tenggara Timur Menuju Pengusahaan Cendana yang Lestari.
Butarbutar, T. 2006b. Laporan Sambutan Gelar Teknologi Cendana untuk Rakyat:
Pengembangan Tanaman di Lahan Masyarakat. Denpasar.
Butarbutar, T. Rahardjo, AS and Widnyana, IM. 2010d. Sandalwood Nursery Problems and
Remedial Measures in West Timor.
Catalan, R.L. 1990. QUEFTS, Quantitative Evaluation of the Fertility of Tropical Soils, User
guide. dept. of Soil Science and Plant Nutrition, Agric. University, Wageningen, The
Netherlands.
Dahiya, 1980. The effect of Different Levels of Boron and Soil Salinity on the Yield of Dry
Matter and its Mineral Composition Zizyphus rotundifolia. Intl. Symp. Salt affected
soils. Karnal. p. 396-403.
Daniel, 2008. Evaluasi Kualitas Tanah Inceptisol di Kebun Sampali PTPN II Kecamatan
Percut Kabupaten Deli Serdan. From: www.google.com.
Darmawijaya, I. 1997. Klasifikasi Tanah: Dasar Teori Bagi Peneliti Tanah dan Pelaksana
Pertanian di Indonesia. Yogyakarta: Gadjahmada University Press.
Darmokusumo., Nugroho., Botu., Jehamat., Benggu, M. 2001. Upaya Memperluas Kawasan
Ekonomis Cendana di Nusa Tenggara Timur.
142
Djaenudin, D. 1997. Kriteria Kesesuaian Lahan untuk Komoditas Pertanian., Pusat Penelitian
Tanah dan Agroklimat, Departemen Pertanian Republik Indonesia.
Djajakirana, G. 2003. Metode-metode Penetapan Biomasa Mikroorganisme Tanah Secara
Langsung dan Tidak Langsung: Kelemahan dan Keunggulannya. Jurnal Tanah dan
Lingkungan, 5(1):29-38.
Dwijoseputro, D.1980. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. PT. Gramedia. Jakarta.
FAO, 1976. A framework for Land Evaluation. FAO Soils Bulletin No. 32/I/ILRI Publ. No.
22. FAO, Rome.
Fox, J.E.D, 1994. Journal of the Royal Society of Western Australia, 80(3), September 1997,
209(1) Why is Santalum spicatum Common Near Granite Rocks?. School of
Environmental Biology, Curtin University.
FPC, 2007. Santalum spicatum Guide for Farmer Western Australian
Foth, H. D. 1990. Fundamentals of soil science. John Wiley and Sons, New York.
Foth, H. D. 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah, Edisi 6. Adisoemarto S. Jakarta: Erlangga.
Terjemahan dari: Fundamental of Soil Science.
Gardner., Pearce., Mitchel. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo H, penerjemah; Jakarta.
UI Press. Terjemahan dari: Physiology of Crop Plants. Gardner, F.P., B. Pearce dan
RL. Mitchell,1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. UI-Press. Jakarta.
Gaspersz, V. 1991. Metode Perancangan Percobaan.CV.ARMICO.Bandung.
Ghildyal, B.P. 1978. Effects of Compactions and Puddling on Soil Physical Properties and
Rice growth. In soil and rice. IRRI, Losbanos, Philippines. P. 317-336.
Gilmour, D.A., Fisher, R.J. 2010. Reforming Forest Tenure: Issues, Principles and Process.
FAO, Rome.
Glatzel, G., Balasubramaniam, S. 1987. Mineral Nutrition of Mistletoe: General Concepts. In
Parasitic Flowering Plants.
Gomes, D., Haryadi, N., Ramdan, H. 1998. Pengaruh sifat fisik tanah terhadap pertumbuhan
tanaman HTI di Timor Timur. Skripsi Fakultas Kehutanan Universitas Winaya Mukti
d/h AIK (Akademi Ilmu Kehutanan) Bandung.
Gomes, D. 2007. Cú Pede Usá, Saé Pede Laru. Sejarah Perjuangan Timor Leste 1926-2006.
Gomes, D., Gunawan, T. 2009. Usefull marginal land through Jatropha curcas cultivation in
Timor Leste. Thesis MPL Geography Faculty UGM, Yogyakarta.
Gomes, D., Adnyana, I.M. 2017. The Effect of Legume and Non Legume to the Sandalwood
(Santalum album, L.) Growth in Timor Leste. International Journal of Sciences: Basic
and Applied Research (IJSBAR) (2017) Volume 32, No 1, pp 207-237.
Gomes, D., Adnyana, I.M., Merit, I.N. and Wijaya, I.M.A.S. 2017. Effect of the Host, Planting
space and Configuration plant on Soil characteristics of Entisol for Sandalwood
Development in Timor Leste. International Journal of Development Research. Vol. 07,
Issue, 04, pp.12607-12616, April, 2017. ISSN: 2230-9926.
Gomez, K.A., Artur, G.A. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Research. John Wiley
& sons. New York.
Hakim, N., Yusuf, N., Lubis, A., Sutopo, G.N., Amin, D.M., Go, B.H., Bailley, H.H. 1986.
Dasar-dasar Ilmu Tanah. Lampung: Universitas Lampung.
Hamzah, Z. 1976. Sifat Silvika dan Silvikultur Cendana di Pulau Timor. Lembaga Penelitian
Hutan, Bogor.
Hanafiah, K.A., 2004. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hardjowigeno, S. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Akademika Pressindo.
Hardjowigeno, S. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Jakarta: Akademika Pressindo.
Haridjaja, O.S.R.P. Sitorus dan K.R Brata. 1983. Penuntun Praktikum Fisika Tanah. Jurusan
Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Hasibuan, B. A. 2006. Ilmu Tanah. Universitas Sumatra Utara, Fakulta Pertanian. Medan.
143
Hardjowigeno, S. 1985. Kesesuaian Lahan Bagi Pengembangan Pertanian dan Non Pertanian.
Jurusan Tanah, Institut Pertanian Bogor.
Hermawan, R. 1993. Pedoman Teknis Budidaya Kayu Cendana. bogor: Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Hillel, D. 1980. Fundamental of Soil Physics. Academic Press, Inc. Orlando, Florida.
Husain, A.H. 1983. Rehabilitasi Cendana dan Perdagangannya di Nusa Tenggara Timur
Indonesia. Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah, Direkborat Cipta Karya, Departemen
Pekerjaan Umum, Jakarta.
Idris, M. M. 1984. Pengaruh Penjarangan Dan Pemangkasan Terhadap Produksi Hijauan
Limbah dan Jagung Pipilan. Penerbit Institut Bogor. Bogor
Islami, T., Istomo. 1995. Hubungan Tanah, Air dan Tanaman. IKIP- Semarang Press.
Istomo, 1994. Bahan Bacaan Ekologi Hutan: Lingkungan Fisik Ekologi Hutan: Proses dan
Struktur Tanah. Laboratorium Ekologi Hutan, Jurusan Manajemen Hutan. Fakultas
Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Kamondo., Giathi., Osore., Machua., Kagunyu., Wafula., Bala., Njuguna., Wakori., Maingi,
F. and Nyingi, K. 2014. Growing of East African Sandalwood. Guidelines for Tree
Growers. Kenya Forestry Research Institute., KEFRI, Nairobi.
Kasim, M. 2002. Tanggapan Tanaman Cendana dengan Tanpa Tanaman Inang Yang
Dinokulasi Mikoriza Versikular Arbuskula dan Asobaktor dalam Kondisi Iklim Kering
Pulau Timor. Universitas Padjajaran. Bandung.
Kasim, M. 2002b. Pertumbuhan Cendana yang ditanam dengan Berbagai Tanaman Inang.
Laporan Penelitian Undana Kupang.
Kasim, M. 2006. Pengaruh Kombinasi Tanaman Inang Cendana Terhadap Pertumbuhan Semai
Cendana di Pembibitan. Laporan Penelitian Fakultas Pertanaian Nusa Cendana NTT
kupang. Jurnal Media Exacta 7 (3) : 14 – 19.
Kasim, M. 2007. Pengaruh Pemberian Inang Sekunder Terhadap Pertumbuhan Cendana di
Lapangan. Universitas Nusa Cendana. Kupang.
Kasim, M. 2008. Tanaman Cendana di Nusa Tenggara Timur. Pusat Penelitian Pengembangan
Tanaman Cendana. Lembaga Penelitian. Universitas Nusa Cendanan NTT Kupang.
Kasim, M., Airtur, Ndiwa. 2008a. Pengaruh Kombinasi Tanaman Inang Pot, Inang Antara,
Dan Inang Jangka Panjang Terhadap Pertumbuhan Cendana. Universitas Nusa
Cendana. Kupang.
Kasim, M., Markus, Ndiwa. 2008b. Kombinasi Tanaman Inang dapat Meningkatkan
Pertumbuhan Semai Cendana di Pembibitan. Universitas Nusa Cendana. Kupang.
Kasno, A., A. Rachim, Iskandar., Adiningsing, J.S. 2004. Hubungan Nisbah K/Ca Dalam
Larutan Tanah dengan Dinamika Hara K pada Ultisol dan Vertisol Lahan Kering.
Jurnal Tanah dan Lingkungan, Vol 6 No.1. Departemen Tanah. Faperta. IPB. Bogor
Kohnke, H. 198. Soil Physic. Mc. Graw-Hill Book Company, New York.
Kountul, S. A. 1994. Pertumbuhan dan Partisi Fotosintat Bibit Cendana Sebagai Efek dari
Intensitas Penaungan dan Takaran Pupuk Kakao di Pulau Timor. Universitas
Padjajaran. Bandung.
Lakitan, B. 2001. Dasar-dasar Fisiololgi Tumbuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo. Jakarta
Lakitan, B. 1996. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Lal, R. 2007. Soil Science and the Carbon Civilization, Soil Science Society of Americn
Journal, 71 (14):25-37.
Lawrence, G.H.M. 1964. Taxonomy of Vascular Plants. 9th.ed. Macmillan, New York. 468p.
Leiwakabessy, F.M. 1988. Kesuburan Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor.
144
Leiwakabessy, F.M. Suwarno, Wahyudin, U.M. 2002. Kesuburan Tanah. Fakultas
Pertanian.IPB. Bogor.
Loveles, A. R. 1991. Prinsip-prinsip Biologi Tumbuhan Daerah Tropik. Gramedia. Pusataka
Utama
Mardiana, S. 2007. Perubahan Sifat-Sifat Tanah pada Kegiatan Konversi Hutan Alam Rawa
Gambut Menjadi Perkebunan Kelapa Sawit. Institut Pertanian Bogor.
McComb, J.A., Radomiljac, A.M. 1998. Alternanthera nana R.Br. nursery sowing-time
influences Santalum album L. growth following field planting.
Mellor., John, W. 1989. Agricultural Development and the Intersectoral Transfer of Resources
in C.K. Eicher and J.M. Staatz (eds). Agricultural Development in the Third World.
Baltimore and London : John Hopkins University Press.
Meroekh, M. 1972. Kayu Cendana di Pulau Timor dan Masa Depannya. Laporan rapat kerja
tahunan cendana dan perpatungan di Uadugul, Bali. Direktorat Jenderal Kehutanan,
Jakarta.
Ministerio Agricultura, Floresta é Pescas República Democrática de Timor Leste MAFP-
RDTL, 2014. Relatoriu Progresso Excecucao Plano Accao Ministerio de Agricultura,
Floresta e Pescas Republica Democratica de Timor Leste.
Mulyanto, B. 2008. Kelembagaan Pengelolaan Kawasan Pasca Tambang. Makalah Seminar
dan Workshop Reklamasi dan Pengelolaan Kawasan Pasca Penutupan Tambang. Pusdi
Reklatam, Bogor.22 Mei 2008.
Mundlak., Yair., Donald., Larson., Al Crego. 1997. Agricultural Development : Issues,
Evidence, and Concequences. World Bank Policy and Research Bulletin. 8 (1).
Mustofa, A. 2007. Perubahan Sifat Fisik, Kimia dan Biologi Tanah Pada Hutan Alam Yang
Diubah Menjadi Lahan Pertanian di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Bobor:
Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Notohadiprawiro, T. 1999. Tanah dan Lingkungan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Jakarta
Olsen, S., Watanabe, F.S. 1957. A Method to Determine a Phosphorus Absorption Maximum
of Soils as Measured by the Langmuir Isotherm. Soil Sci. Soc. Am. Proc. 21: 144-149
Paul, E. A., Clark, F.E. 1989. Soil Microbiology and Biochemistry. Acad. Press, Inc. Boston.
Pradopo, R. 2000. Pengelolaan Tanah untuk Budidaya Tanaman Lombok pada Sistem
Pertanian Organik. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.
Putri, A.I. 2008. Pengaruh Media Organik Terhadap Indeks Mutu Bibit Cendana., Jurnal
Pemuliaan Tanaman Hutan, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan
Tanaman Hutan. Vol. 21 No. 1: 113-118
Purwowidodo. 2005. Mengenal Tanah. Bogor: Laboratorium Pengaruh Hutan, Jurusan
Manajemen Hutan, Institut Pertanian Bogor.
Rachim, D.A., Suwardi. 1999. Morfologi dan Klasifikasi Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Radomiljac, A.M., H.S., Ananthapadmanabho, R.M., Welboum., Satyanarayana, K., Rao.
1998. Sandal and its Products. Proceedings of an International Seminar, 18 - 19
December, Bangalore, India pp. 50-53.
Radomiljac, 1998. Host: Parasite Xylem Sap Transfer, Xylem Transfer of Organik Solutes in
Santalum album L. (Indian sandalwood) in Association with Legum and Non-legum
Hosts., Annals of Botany 82: 675-682.
Radomiljac, A.M., McComb, J.A. and Pate, J.S. 1999. Gas Exchange and Water Relations of
the Root Hemi-parasite Santalum album L. in Association with Legum and Non-legum
hosts. Annals of Botany, 83 (3) : 215-224.
145
Radomiljac, A.M., McComb, J.A., Pate, J.S. 1999. Heterotrophic Carbon Gain and Mineral
Nutrition of the Root Hemi-parasite Santalum album L. in Pot Culture with Different
Hosts. Australian Forestry, 62 (2):128-138.
Radomiljac, A.M., McComb, J.A., McGrath, J.F. 1999. Intermediate Host Influences on the
Root Hemi-parasite Santalum album L. Biomass Partitioning. Forest Ecology and
Management, 113 (2-3): 143-153.
Radomiljac, A.M., McComb, J.A., Shea, S.R. 1998. Field Establishment of Santalum album
L. – the Effect of the time of Introduction of a Pot Host (Alternanthera nana R. Br.).
Forest Ecology and Management, 111 (2-3): 107-118.
Radomiljac, A.M., Shea, S.R., McKinnell, F.H. and McComb, J.A. 1998. Potential for irrigated
tropical forestry in northern Western Australia. Australian Forestry, 61 (2):70-75.
Radomiljac, A.M., McComb, J.A., Pate, J.S., Tennakoon, K.U. 1998. Xylem Transfer of
Organic Solutes in Santalum album L. (Indian sandalwood) in Association with Legum
and Non-legum hosts. Annals of Botany, 82 (5):675-682.
Radomiljac, A.M., McComb, J.A. 1998. Nitrogen-fixing and Non-Nitrogen-Fixing Woody
Host Influences on the Growth of the Root Hemi-parasite Santalum album L. In: A.M.
Radomiljac, H.S. Ananthapadmanabho, R.M. Welboum and K. Satyanarayana Rao,
1998. Sandal and its Products. Proceedings of an International Seminar, 18-19
December, Bangalore, India pp.54-57.
Rahardjo, Dawam. 1987. Transformasi Pertanian, Industrialisasi. Jakarta : Penerbit Universitas
Indonesia.
Rahayu, S., A. H. Wawo., M. V. Noordwijk dan K. Hairiah. 2002. Cendana Delegurasi dan
Strategi Pengembangannya. Penerbit World Agroforestry Center (ICRAF) Bogor
Rai, S. N. 1990. Status and cultivation of Sandalwood in India. In Proceedings of Symposium
on Sandalwood in the Pacifik. Honolulu Hawai. United Status depertmen of
Agriculture, Forest Service, Pacific Southwest Research Station, General Tecnikal
Report.
Ramli, A.K. Paloloang., U.A. Rajamuddin. 2016. Perubahan Sifat Fisik Tanah Akibat
Pemberian Pupuk Kandang dan Mulsa pada Pertanaman Terung Solanum melongena
L, Entisol, Tondo Palu e-J. Agrotekbis 4 (2) : 160-167.
Rao, N.S.Subba. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Edisi ke-2. Jakarta
: UI Press.
Rao, P.L. 1910. Note on Sandal Germination and Growth on Seedling. Indian Forester Record.
2 : 1372.159. 1911. Host Plant of Sandal Tree. Indian Forester. Kecord. 2(4) : 159-207.
Rauschkolb, R.S. 1971. Land Degradation. FAO Soil Bulletin No. 13, Rome, Italy.
Rinsema, W.T. 1993. Pupuk dan Cara Pemupukan. Bahtra Karya Aksara. Jakarta
Riswan, S. 2000. Kajian Botani, Ekologi dan Penyebaran Pohon Cendana, Kumpulan Makalah
Seminar Nasional Kajian Terhadap Tanaman Cendana Sebagai Komoditi Utama
Perekonomian Propinsi NTT. LIPI.
Rocha., Ashokan., Santhoshkumar., Anoop EV., Sureshkumar, P. 2014. Influence of Host
Plant on the Physiological Attributes of Field-Grown Sandal Tree. Journal of Tropical
Forest Science Kerala Agricultural University, Vellanikkara, Thrissur, 680 656, India
26(2): 166-172.
Rohadi, D., R. Maryani., Widyana, M., Azhar, I. 2002. A Case Study of the Production to
Cosumption System of Sandalwood (Santaum album) in South Central Timor,
Indonesia. Sandalwood Research Newlwtter Issue 10.
Rujiman. 1987. Santalum album L. Taksanomi dan Model Arsitekturnya, Prosiding Diskusi
Nasional Cendana. Fakultas Kehutanan UGM.
Rukmana, R.H. 1999. Budidaya Kacang Gude. Kanisius, Yogyakarta.
146
Ruttan., Vernon., Hayami. 1984. Induced Innovation Model of Agricultural Development, in
C.K. Eicher and Staatz (eds). Agricultural Development in the Third World. Baltimore
and London : John Hopkins University Press.
Sanchez, P. A. 1992. Sifat dan Pengelolaan Tanah Tropika. Penerbit ITB.
Sastrapraja, S. 1980. Tanaman Hias. Lembaga Biologi Nasional-LIPI. Balai Pustaka. Jakarta.
Sinaga, M., Surata, I K. 1997. Pedoman Budidaya Cendana. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Kupang.
Sitompul., Guritno. B. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gaja Mada University Press.
Yogyakarta.
Sitorus, S.R.P. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Penerbit Tarsito, Bandung.
Soemarno., Setiawan., Hidayat., dan Affandie, A. 1995. Studi Pewilayahan Komoditi Lahan
Kering Miskin di Jawa Timur.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Bogor. Jurusan Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB
Subasinghe, S.M.C.U.P. 2013a. Journal of Tropical Forestry and Environment Vol. 3 (1) p. 1-
8., Feature article Sandalwood Research: A Global Perspective., Department of
Forestry and Environmental Science, University of Sri Jayewardenepura.
Subasinghe, S.M.C.U.P. 2014b. Restoration of Santalum album L. Resource in Sri Lanka:
Distribution, Seed Storage, Germination and Establishment., Journal of the Department
of Wildlife Conservation 2014-2:155-164., Department of Forestry and Environmental
Science, University of Sri Jayewardenepura Nugegoda, Sri Lanka.
Sukarna, M. 2002a., Struktur Akar, Kandungan Hara Ca, Mn, N dan Klorofil Semai Cendana
dengan dan tanpa “Host Plant., Makalah Seminar Nasional Hasil Penelitian MIPA dan
Pend. MIPA, FMIPA UNY
Sulaeman., Suparto., Eviati. 2005. Petunjuk Teknis : Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan
pupuk. Jakarta: Balai Penelitian Tanah Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman
Pertanian Departemen Pertanian.
Suriamihardja, S., Susila, I.W.W. 1993. Strategi dan Upaya Pelestarian Potensi Cendana di
Nusa Tenggara Timur. Savanna. Balai Penelitian Kehutanan. Kupang
Sun., Xiaomei, C., Shunxing, G. 2014. Analysis of Endophytic Fungi in Roots of Santalum
album L. and its Host Plant Kuhnia rosmarinifolia Vent. Journal of Zhej inang
University.223 (3): 1673-1581.
Sunanto, H. 1995. Budidaya cendana. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Sunaryo., Saefudin. 2000. Kajian Parasitisme Tumbuhan Cendana Sebagai Dasar Dalam
Pembudidayaan. LIPI.
Surachman. 1989. Respon Pertumbuhan Semai Cendana Terhadap Pupuk dan Hospes.
Surata, I. K. 1984;1992;1995; 1997; 2000; 2001. Pengaruh Jenis Inang Terhadap Pertumbuhan
Semai Cendana. Teknik Intern Balai Latihan Kehutanan Kupang.
Surata, I. K. 2010b. Pemanfaatan Tegakan Acacia Auriculiformis Sebagai Pohon Penaungan
Inang Tanaman Cendana.
Surata, I.K. 2012a. Pertumbuhan Semai Cendana pada Beberapa Ukuran Kantung Plastik di
Daerah Semiarid., Jurnal Penelitian Kehutanan Wallacea ISSN: 2302-299.X.(1): 111-
113.
Surata, I. K., Idris, M. M. 2000. Status Penelitian Cendana di Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Kumpulan Makalah Seminar Kajian Terhadap Cendana Sebagai Komuditi Utama
Perekonomian Propinsi Nusa Tenggara Timur menuju otonomisasi. Jakarta, 26 Juni
2000.
Suriamuhardjo, S., I.K. Surata., Kharisma. 1991. Pengaruh Varietas, Urea dan Inang Terhadap
Pertumbuhan Semai Cendana, 6:1-10.
Susila, I.W.W. 1994. Analisis Dugaan Hasil Teras dan Permudaan Alam Cendana. Balai
Penelitian Kehutanan. Kupang.
147
Sutcliffe, J. F., Baker, D.A. 1975. Plant and Mineral Salts. Edward Arnold Publishing. London.
Suwasik., Sumarno. K. 1989. Kacang Gude. Monografi Buletin Malang. Buletin No. 4:43.
Suyitno, Paidi. 2002. Identifikasi Kandungan Mg, N dan Fe Semai Cendana Tanpa Inang.,
Makalah seminar nasional hasil penelitian MIPA, UNY
Suyitno., Paidi., Ratnawati., Surachman., Sukarna, M. 2002b. Struktur akar, Kandungan Hara
Ca, Mn, N dan Klorofil Semai Cendana dengan dan tanpa “Host Plant. FMIPA UNY
Tan, K.H. 1982;1986;2005. Principle of Soil Chemistry. Marce; Dekker Inc. New York.
Tukidal, Y. 2008. Tingkat Bahaya Erosi. Kemampuan Lahan dan Kesesuaian Lahan, UGM.
Uhland, R.E., O’Neal. 1951. Soil Permeability Determination for use in Soil and Water
Conservation. SCS-TP-101. United State of Agriculture, Soil Conservation Service,
Washington, D.C.
Wawo, A. H. 2002. Keanekaragaman Jenis Pohon Yang diduga Sebagai Inang Sekunder
Cendana di Pulau Timor, Nusa Tenggara Timur.
Wawo, A.H. 2009a. Pengaruh Jumlah Semai Acacia villosa dan Leucaena glauca Sebagai
Inang Primer Cendana., Bul. Littro. Vol. 20 (1): 50-58., Pusat Penelitian Biologi, LIPI.
Jakarta.
Weber, H.C. 1990. A New Terminologi for Parasitic Planst Haustorium. Marburg, FRG, Vol
1 (3) 263-276.
Widyasari, N.M. 2013. Standar Unsur Hara yang Terkandung dalam Tanah yang Digunakan
Sebagai Media Tanam Inang Legum. Jurnal Biologi Vol. 17 (1): 103-108.
Wilson, C. L., Loomis, W.E. 1962. Botany. Third Ed. Holt Rinehart & Winston. New York.
Wuryadi., Surachman., Subali, B., Djukri. 1992. Efek Jarak Tanam Hospes Parasit dan Macam
Tanaman Tumpangsari Sebagai Hospes Terhadap Pertumbuhan Parasit Semai
Cendana. Laporan Penelitian. Pusat Penelitian IKIP Yogyakarta.
148
Lampiran 1. Denah Rancangan Percobaan di Persemaian
DENAH PERCOBAAN
ULANGAN I
LGJ3CC LGJ3SG NLJ2CJ NLJ1CJ CRJ0SA
LGJ2SG LGJ1SG LGJ1CC CRJ0SA NLJ1AS
LGJ2CC NLJ3CJ NLJ2AS NLJ3AS CRJ0SA
ULANGAN II
LGJ3SG CRJ0SA LGJ2CC NLJ1AS NLJ3CJ
NLJ3AS LGJ2SG NLJ2CJ NLJ2AS CRJ0SA
NLJ1CJ CRJ0SA LGJ3CC LGJ1CC LGJ1SG
ULANGAN III
LGJ2CC NLJ2CJ LGJ2SG J3AS LGJ1SG
LGJ1CC NLJ2AS NLJ1AS J0SA CRJ0SA
LGJ3CC LGJ3SG CRJ0SA J1CJ NLJ3CJ
Keterangan:
J0: tanpa inang sebagai kontrol. J1: 5 cm. J2: 10 cm. J3: 15 cm. SG: Santalum album dengan
Sesbania grandiflora. CC: Santalum album dengan Cajanus cajan. AS: Santalum album dengan
Alternanthera sp. CJ: Santalum album dengan Casuarina junghuniana.
Santalum album tanpa inang : J0SA
Inang Sesbania grandiflora dengan jarak 5 cm : J1SG
Inang Sesbania grandiflora dengan jarak 10 cm : J2SG
Inang Sesbania grandiflora dengan jarak 15 cm : J3SG
Inang Cajanus cajan dengan jarak 5 cm : J1CC
Inang Cajanus cajan dengan jarak 10 cm : J2CC
Inang Cajanus cajan dengan jarak 15 cm : J3CC
Inang Alternanthera sp dengan jarak 5 cm : J1AS
Inang Alternanthera sp dengan jarak 10 cm : J2AS
Inang Alternanthera sp dengan jarak 15 cm : J3AS
Inang Casuarina junghuniana dengan jarak 5 cm : J1CJ
Inang Casuarina junghuniana dengan jarak 10 cm : J2CJ
Inang Casuarina junghuniana dengan jarak 15 cm : J3CJ LG : Legum
NL : Bukan Legum
CR : Kontrol
149
Lampiran 2. Denah Rancangan Percobaan Penanaman
Keterangan:
J1 : 5 cm.
J2 : 10 cm.
J3 : 15 cm.
K1 : Konfigurasi tanam 2 inang.
K2 : Konfigurasi tanam 4 inang.
K3 : Konfigurasi tanam 6 inang.
SG : Santalum album dengan Sesbania grandiflora.
CC : Santalum album dengan Cajanus cajan.
AS : Santalum album dengan Alternanthera sp.
CJ : Santalum album dengan Casuarina junghuniana,
LG : Legum,
NL : Bukan Legum,
CR : Kontrol
LGJ1SGK2 LGJ2SGK2 LGJ3SGK2
LGJ1CCK2 LGJ2CCK2 LGJ3CCK2
NLJ1ASK2 NLJ2ASK2 NLJ3ASK2
NLJ1CJK2 NLJ2CJK2 NLJ3CJK2
ENTISOL
LGJ1SGK4 LGJ2SGK4 LGJ3SGK4
LGJ1CCK4 LGJ2CCK4 LGJ3CCK4
NLJ1ASK4 NLJ2ASK4 NLJ3ASK4
NLJ1CJK4 NLJ2CJK4 NLJ3CJK4
LGJ1SGK6 LGJ2SGK6 LGJ3SGK6
LGJ1CCK6 LGJ2CCK6 LGJ3CCK6
NLJ1ASK6 NLJ2ASK6 NLJ3ASK6
NLJ1CJK6 NLJ2CJK6 NLJ3CJK6
150
Lampiran 3. Daftar sidik ragam pengaruh inang legume dan bukan legum dengan jarak
tanam berbeda terhadap haustorium pada umur 180 hari setelah semai (HSS)
Sumber Keragaman JK DB KT F P
Kelompok 1,43 2 0,72 8,00 0,3806 ns
Perlakuan
Jarak tanam 3,71 2 1,86 20,66 0,0000 ***
Inang 263,7 4 65,93 741,88 0,0000 ***
Interaksi
Jarak tanam x inang 29,55 8 3,69 41 0,0000 ***
Galat 2,49 28 0,09 Keterangan:
ns : Tidak Nyata
* : Nyata pada taraf 5%
** : Nyata pada taraf 5% dan 1%
*** : Sangat Nyata baik taraf 5% maupun 1%
Lampiran 4. Daftar sidik ragam pengaruh inang legume dan bukan legum dengan jarak tanam
berbeda terhadap tinggi tanaman cendana pada umur 180 hari setelah semai (HSS)
Sumber Keragaman JK DB KT F P
Kelompok 15,66 2 7,833 6,58 0,7255 ns
Perlakuan
Jarak tanam 13,53 2 6,77 2,85 0,0321 *
Inang 6754,59 4 1688,64 709,51 0,0000 ***
Interaksi
Jarak tanam x inang 52,59 8 6,57 2,76 0,0379 *
Galat 66,02 28 2,38 Keterangan:
ns : Tidak Nyata
* : Nyata pada taraf 5%
** : Nyata pada taraf 5% dan 1%
*** : Sangat Nyata baik taraf 5% maupun 1%
Lampiran 5. Daftar sidik ragam pengaruh inang legume dan bukan legum dengan jarak tanam
berbeda terhadap diameter pada umur 180 hari setelah semai (HSS)
Sumber Keragaman JK DB KT F P
Kelompok 0,88 2 0,44 22,00 0,3806 ns
Perlakuan
Jarak tanam 0,97 2 0,09 4,50 0,0000 ***
Inang 0,94 4 0,24 12,00 0,0000 ***
Interaksi
Jarak tanam x inang 0,38 8 0,05 2,50 0,0000 ***
Galat 0,92 28 0,02
Keterangan:
ns : Tidak Nyata
* : Nyata pada taraf 5%
** : Nyata pada taraf 5% dan 1%
*** : Sangat Nyata baik taraf 5% maupun 1%
151
Lampiran 6. Daftar sidik ragam pengaruh inang legume dan bukan legum dengan jarak tanam
berbeda terhadap jumlah daun pada umur 180 hari setelah semai (HSS)
Sumber Keragaman JK DB KT F P
Kelompok 0,85 2 0,43 1,26 0,3806 ns
Perlakuan
Jarak tanam 1,98 2 0,99 0,03 0,0034 **
inang 178,22 4 44,56 131,05 0,0000 ***
Interaksi
Jarak tanam x inang 14,33 8 1,79 5,26 0,0000 ***
Galat 9,57 28 0,34
Keterangan:
ns : Tidak Nyata
* : Nyata pada taraf 5%
** : Nyata pada taraf 5% dan 1%
*** : Sangat Nyata baik taraf 5% maupun 1%
Lampiran 7. Daftar sidik ragam pengaruh inang, jarak tanam, konfigurasi penanaman terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman cendana pada tanah Entisol pada umur 180 hari setelah tanam
(HST)
Sumber Keragaman JK DB KT F P
Kelompok 37,37 2 22,137 2,468 0,0936 ns
Perlakuan
Jarak tanam 1251,306 3 312,826 34,879 0,0000 ***
Inang 10851,760 4 5425,880 604,974 0,0000 ***
Konfigurasi 10700,531 3 10700,53 1193,086 0,0000 ***
Interaksi
Inang x jarak tanam 1424,199 12 178,0249 19,849 0,0000 ***
Jarak tanam x konfigurasi 1111,767 9 277,9419 30,989 0,0000 ***
Konfigurasi tanam x inang 8454,212 12 4227,106 471,313 0,0000 ***
Inang x jarak tanam x konfigurasi 1653,004 36 206,625 23,038 0,0000 ***
Galat 520,189 58 8,968
Keterangan:
ns : Tidak Nyata
* : Nyata pada taraf 5%
** : Nyata pada taraf 5% dan 1%
*** : Sangat Nyata baik taraf 5% maupun 1%
152
Lampiran 8. Daftar sidik ragam pengaruh inang, jarak tanam, konfigurasi penanaman
terhadap pertambahan diameter tanaman cendana pada tanah Entisol pada
umur 180 hari setelah tanam (HST)
Sumber Keragaman JK DB KT F P
Kelompok 1,01 2 0,004 0,190 0,8268 ns
Perlakuan
Jarak tanam 1,73 3 0,058 2,69 0,0393 *
Inang 1,43 4 0,216 10,02 0,0002 ***
Konfigurasi 1,21 3 0,007 0,35 0,5535 ns
Interaksi
Inang x jarak tanam 0,41 12 0,05 2,36 0,0283 *
Jarak tanam x konfigurasi 0,12 9 0,02 1,38 0,2491 ns
Konfigurasi tanam x inang 0,96 12 0,48 22,38 0,0000 ***
Jarak tanam x inang x konfigurasi 0,68 36 0,08 3,97 0,0008 ***
Galat 1,25 58 0,02
Keterangan:
ns : Tidak Nyata
* : Nyata pada taraf 5%
** : Nyata pada taraf 5% dan 1%
*** : Sangat Nyata baik taraf 5% maupun 1%
153
Lampiran 9. Hasil pengukuran pengaruh perlakuan inang, jarak tanam terhadap
pertambahan haustorium tanaman cendana. Inang Perlakuan 30 HST 60 HST 90 HST 120 HST 150 HST 180 HST
Legum
J1SGU1 5,33 10,44 15,77 21,32 24,09 26,97
J1SGU2 5,52 10,63 15,96 21,51 24,28 27,16
J1SGU3 7,72 12,83 18,16 23,71 26,48 29,36
J2SGU1 4,33 9,44 14,77 20,32 23,09 25,97
J2SGU2 4,15 9,26 14,59 20,14 22,91 25,79
J2SGU3 4,62 9,73 15,06 20,61 23,38 26,26
J3SGU1 4,00 9,11 14,44 19,99 22,76 25,64
J3SGU2 4,00 9,11 14,44 19,99 22,76 25,64
J3SGU3 3,75 8,86 14,19 19,74 22,51 25,39
J1CCU1 3,33 8,44 13,77 19,32 22,09 24,97
J1CCU2 3,32 8,43 13,76 19,31 22,08 24,96
J1CCU3 3,15 8,26 13,59 19,14 21,91 24,79
J2CCU1 2,33 7,44 12,77 18,32 21,09 23,97
J2CCU2 2,23 7,34 12,67 18,22 20,99 23,87
J2CCU3 2,36 7,47 12,80 18,35 21,12 24,00
J3CCU1 2,15 7,26 12,59 18,14 20,91 23,79
J3CCU2 2,22 7,33 12,66 18,21 20,98 23,86
J3CCU3 2,23 7,34 12,67 18,22 20,99 23,87
Non
Legum
J1ASU1 2,12 7,23 12,56 18,11 20,88 23,76
J1ASU2 2,22 7,33 12,66 18,21 20,98 23,86
J1ASU3 2,36 7,47 12,80 18,35 21,12 24,00
J2ASU1 3,00 8,11 13,44 18,99 21,76 24,64
J2ASU2 3,22 8,33 13,66 19,21 21,98 24,86
J2ASU3 3,15 8,26 13,59 19,14 21,91 24,79
J3ASU1 4,00 9,11 14,44 19,99 22,76 25,64
J3ASU2 4,22 9,33 14,66 20,21 22,98 25,86
J3ASU3 4,15 9,26 14,59 20,14 22,91 25,79
J1CJU1 1,12 6,23 11,56 17,11 19,88 22,76
J1CJU2 1,22 6,33 11,66 17,21 19,98 22,86
J1CJU3 1,15 6,26 11,59 17,14 19,91 22,79
J2CJU1 1,11 6,22 11,55 17,10 19,87 22,75
J2CJU2 1,12 6,23 11,56 17,11 19,88 22,76
J2CJU3 1,22 6,33 11,66 17,21 19,98 22,86
J3CJU1 2,41 7,52 12,85 18,40 21,17 24,05
J3CJU2 2,47 7,58 12,91 18,46 21,23 24,11
J3CJU3 2,36 7,47 12,80 18,35 21,12 24,00
Kontrol
J1SAU1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
J1SAU2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
J1SAU3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
J2SAU1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
J2SAU2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
J2SAU3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
J3SAU1 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
J3SAU2 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
J3SAU3 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Keterangan: LG : Legum NL : Bukan Legum
CR : Kontrol
J1 : Jarak tanam 5 cm J2 : Jarak tanam 10 cm
J3 : Jarak tanam 15 cm
K1 : Konfigurasi 2 inang
K2 : Konfigurasi 4 inang K3 : Konfigurasi 6 inang
SG : Cendana dengan inang Sesbania grandiflora
AS : Cendana dengan inang Alternanthera sp CJ : Cendana dengan inang Casuarina junghuniana
CC : Cendana dengan inang Cajanus cajan
SA : Cendana tanpa inang sebagai control
154
Lampiran 10. Rata-rata pengaruh inang dan jarak tanam terhadap pertumbuhan haustorium
tanaman cendana pada umur 180 HSS
Inang Jarak tanam (cm) Haustorium (bintil akar)
Bukan legum
Alternanthera sp (AS)
5 26,26
10 29,36
15 25,64
Casuarina junghunian (CJ)
5 24,00
10 24,97
15 23,87
Legum
Cajanus cajan (CC)
5 24,00
10 25,86
15 24,86
Sesbania grandiflora (SG)
5 22,86
10 24,86
15 24,05
Kontrol Santalum album (SA)
5 0,00
10 0,00
15 0,00
Lampiran 11. Rata-rata pengaruh inang dan jarak tanam terhadap tinggi tanaman
cendana pada umur 180 HSS
Inang Jarak tanam (cm) Tinggi (cm)
Bukan legum
Alternanthera sp (AS)
5 58,26
10 61,36
15 57,64
Casuarina junghunian (CJ)
5 56,00
10 56,97
15 55,87
Legum
Cajanus cajan (CC)
5 56,00
10 57,86
15 56,86
Sesbania grandiflora (SG)
5 54,86
10 56,05
15 54,86
Kontrol Santalum album (SA)
5 32,00
10 32,00
15 32,00
155
Lampiran 12. Rata-rata pengaruh inang dan jarak tanam terhadap diameter tanaman cendana
pada umur 180 HSS
Inang Jarak tanam (cm) Diameter (cm)
Bukan legum
Alternanthera sp (AS)
5 0,88
10 0,98
15 0,85
Casuarina junghunian (CJ)
5 0,80
10 0,83
15 0,80
Legum
Cajanus cajan (CC)
5 0,80
10 0,86
15 0,83
Sesbania grandiflora (SG)
5 0,76
10 0,80
15 0,76
Kontrol Santalum album (SA)
5 0,22
10 0,20
15 0,18
Lampiran 13. Rata-rata pengaruh inang dan jarak tanam terhadap jumlah daun tanaman cendana
pada umur 180 HSS
Inang Jarak tanam (cm) Jumlah daun (helai)
Bukan legum
Alternanthera sp (AS)
5 32,36
10 42,26
15 33,64
Casuarina junghunian (CJ)
5 30,00
10 30,97
15 29,87
Legum
Cajanus cajan (CC)
5 20,00
10 21,86
15 20,86
Sesbania grandiflora (SG)
5 18,86
10 20,05
15 18,86
Kontrol Santalum album (SA)
5 16,41
10 16,4
15 17,7
156
Lampiran 14. Rata-rata tinggi tanaman cendana akibat perlakuan inang, jarak tanam dan
konfigurasi tanam pada tanah entisol
Inang Konfigurasi Jarak tanam
5 cm 10 cm 15 cm
Legum
Sesbania grandiflora
2 103,34 157,79 133,64
4 105,34 159,79 135,64
6 106,34 150,79 136,64
Cajanus cajan
2 102,79 147,92 134,24
4 104,79 149,92 136,24
6 105,79 150,92 137,24
Alternanthera sp
2 105,23 156,82 160,83
Bukan
legum 4 107,23 158,82 162,83
6 108,23 159,82 167,83
Casuarina junghuniana
2 106,19 143,95 139,79
4 108,19 145,95 141,79
6 109,19 146,95 142,79
Kontrol
Santalum album Linn
2 56,02 56,24 56,19
4 58,02 50,24 58,19
6 59,02 50,24 59,19
Lampiran 15. Rata-rata diameter tanaman cendana akibat perlakuan inang, jarak tanam dan
konfigurasi tanam pada entisol
Inang Konfigurasi Jarak tanam
5 cm 10 cm 15 cm
Legum
Sesbania grandiflora
2 0,81c 1,45c 1,16c
4 0,83b 1,47c 1,19b
6 0,84b 1,48c 1,20a
Cajanus cajan
2 0,89b 1,59b 1,28a
4 0,91b 1,62b 1,30a
6 0,93a 1,63b 1,32a
Alternanthera sp 2 1,07c 1,92a 1,55a
4 1,10b 1,95a 1,58a
Bukan
Legum 6 1,12a 1,97a 1,59a
Casuarina junghuniana 2 1,32c 1,36d 1,90c
4 1,36b 1,40c 1,94b
6 1,38a 1,42c 1,96c
Kontrol Santalum album Linn 2 0,40a 0,71e 0,57a
4 0,41a 0,72e 0,58a
6 0,41a 0,73e 0,59a
157
Lampiran 16. Rata-rata pengaruh inang, jarak tanam, konfigurasi tanam terhadap tinggi tanaman cendana
pada berbagai waktu tanam yang ditanam bersama inang legume dan bukan legum
Inang Jarak tanam Konfi 90 HST 120 HST 150 HST 180 HST
Legum
SG
5 cm
2 68,67 83,67 88,67 103,34
4 70,67 80,67 84,67 105,34
6 71,67 77,67 82,67 106,34
10 cm
2 123,12 123,12 128,12 157,79
4 125,12 125,12 132,12 159,79
6 126,12 126,12 136,12 160,79
15 cm
2 98,97 103,97 108,97 133,64
4 100,97 105,97 108,97 135,64
6 101,97 101,97 108,97 136,64
CC
5 cm
2 68,12 82,12 87,12 102,79
4 70,12 75,12 82,12 104,79
6 71,12 76,12 83,12 105,79
10 cm
2 113,25 113,25 113,25 147,92
4 115,25 115,25 115,25 149,92
6 116,25 116,25 116,25 150,92
15 cm
2 99,57 99,57 104,57 134,24
4 101,57 101,57 101,57 136,24
6 102,57 102,57 102,57 137,24
Bukan legum
AS
5 cm
2 70,56 82,56 106,56 105,23
4 72,56 77,56 102,56 107,23
6 73,56 78,56 103,56 108,23
10 cm
2 122,15 122,15 126,15 156,82
4 124,15 124,15 128,15 158,82
6 125,15 125,15 129,15 159,82
15 cm
2 103,16 103,16 123,16 137,83
4 105,16 105,16 125,16 139,83
6 106,16 106,16 126,16 140,83
CJ
5 cm
2 71,52 76,52 96,56 106,19
4 73,52 73,52 92,56 108,19
6 74,52 76,52 93,56 109,19
10 cm
2 109,28 109,28 109,28 143,95
4 111,28 111,28 111,28 145,95
6 112,28 112,28 112,28 146,95
15 cm
2 105,12 105,12 105,12 139,79
4 107,12 107,12 107,12 141,79
6 108,12 108,12 108,12 142,79
Kontrol SA
5 cm
2 45,23 45,28 45,33 45,38
4 45,36 45,41 45,46 45,51
6 45,49 45,54 45,59 45,64
10 cm
2 45,62 45,67 45,72 45,77
4 45,75 45,8 45,85 45,9
6 45,88 45,93 45,98 46,03
15 cm
2 46,01 46,06 46,11 46,16
4 46,14 46,19 46,24 46,29
6 46,27 46,32 46,37 46,42 Keterangan: SG : Cendana dengan inang Sesbania grandiflora AS : Cendana dengan inang Alternanthera sp
CJ : Cendana dengan inang Casuarina junghuniana
CC : Cendana dengan inang Cajanus cajan SA : Cendana tanpa inang sebagai control
158
Lampiran 17. Rata-rata pengaruh perlakuan inang, jarak tanam dan konfigurasi
tanam terhadap pertambahan tinggi tanaman cendana.
Inang Jarak
tanam
Konfi
gurasi Perlakuan 90 HST 120 HST 150 HST 180 HST
Legum
SG
5 cm
2 LGJ1SGK2 68,67 83,67 88,67 103,34
4 LGJ1SGK4 70,67 80,67 84,67 105,34
6 LGJ1SGK6 71,67 77,67 82,67 106,34
10 cm
2 LGJ3SGK2 123,12 123,12 128,12 157,79
4 LGJ3SGK4 125,12 125,12 132,12 159,79
6 LGJ3SGK6 126,12 126,12 136,12 160,79
15 cm
2 LGJ2SGK2 98,97 103,97 108,97 133,64
4 LGJ2SGK4 100,97 105,97 108,97 135,64
6 LGJ2SGK6 101,97 101,97 108,97 136,64
CC
5 cm
2 LGJ1CCK2 68,12 82,12 87,12 102,79
4 LGJ1CCK4 70,12 75,12 82,12 104,79
6 LGJ1CCK6 71,12 76,12 83,12 105,79
10 cm
2 LGJ3CCK2 113,25 113,25 113,25 147,92
4 LGJ3CCK4 115,25 115,25 115,25 149,92
6 LGJ3CCK6 116,25 116,25 116,25 150,92
15 cm
2 LGJ2CCK2 99,57 99,57 104,57 134,24
4 LGJ2CCK4 101,57 101,57 101,57 136,24
6 LGJ2CCK6 102,57 102,57 102,57 137,24
Bukan legum
AS
5 cm
2 NLJ1ASK2 70,56 82,56 106,56 105,23
4 NLJ1ASK4 72,56 77,56 102,56 107,23
6 NLJ1ASK6 73,56 78,56 103,56 108,23
10 cm
2 NLJ3ASK2 122,15 122,15 126,15 156,82
4 NLJ3ASK4 124,15 124,15 128,15 158,82
6 NLJ3ASK6 125,15 125,15 129,15 159,82
15 cm
2 NLJ2ASK2 103,16 103,16 123,16 137,83
4 NLJ2ASK4 105,16 105,16 125,16 139,83
6 NLJ2ASK6 106,16 106,16 126,16 140,83
CJ
5 cm
2 NLJ1CJK2 71,52 76,52 96,56 106,19
4 NLJ1CJK4 73,52 73,52 92,56 108,19
6 NLJ1CJK6 74,52 76,52 93,56 109,19
10 cm
2 NLJ3CJK2 109,28 109,28 109,28 143,95
4 NLJ3CJK4 111,28 111,28 111,28 145,95
6 NLJ3CJK6 112,28 112,28 112,28 146,95
15 cm
2 NLJ2CJK2 105,12 105,12 105,12 139,79
4 NLJ2CJK4 107,12 107,12 107,12 141,79
6 NLJ2CJK6 108,12 108,12 108,12 142,79
Kontrol SA
5 cm
2 CRJ1SAK2 45,23 45,28 45,33 45,38
4 CRJ1SAK4 45,36 45,41 45,46 45,51
6 CRJ1SAK6 45,49 45,54 45,59 45,64
10 cm
2 CRJ2SAK2 45,62 45,67 45,72 45,77
4 CRJ2SAK4 45,75 45,8 45,85 45,9
6 CRJ2SAK6 45,88 45,93 45,98 46,03
15 cm
2 CRJ3SAK2 46,01 46,06 46,11 46,16
4 CRJ3SAK4 46,14 46,19 46,24 46,29
6 CRJ3SAK6 46,27 46,32 46,37 46,42
Keterangan:
LG : Legum
NL : Bukan Legum
CR : Kontrol
J1 : Jarak tanam 5 cm
J2 : Jarak tanam 10 cm
J3 : Jarak tanam 15 cm
K1 : Konfigurasi 2 inang
K2 : Konfigurasi 4 inang
K3 : Konfigurasi 6 inang
SG : Cendana dengan inang Sesbania grandiflora
AS : Cendana dengan inang Alternanthera sp
CJ : Cendana dengan inang Casuarina junghuniana
CC : Cendana dengan inang Cajanus cajan
SA : Cendana tanpa inang sebagai control
159
Lampiran 18. Rata-rata pengaruh perlakuan inang, jarak tanam dan konfigurasi tanam
terhadap pertambahan diameter tanaman cendana.
Perlakuan 30 HST 60 HST 90 HST 120 HST 150 HST 180 HST
J1SGK2 0,18 0,52 0,79 0,82 0,83 0,90
J1SGK4 0,18 0,53 0,80 0,83 0,84 0,91
J1SGK6 0,26 0,64 0,91 0,91 0,91 0,98
J2SGK2 0,14 0,47 0,74 0,78 0,80 0,87
J2SGK4 0,14 0,46 0,73 0,77 0,79 0,86
J2SGK6 0,15 0,49 0,75 0,79 0,81 0,88
J3SGK2 0,13 0,46 0,72 0,77 0,78 0,85
J3SGK4 0,13 0,46 0,72 0,77 0,78 0,85
J3SGK6 0,13 0,44 0,71 0,76 0,78 0,85
J1CCK2 0,11 0,42 0,69 0,74 0,76 0,83
J1CCK4 0,11 0,42 0,69 0,74 0,76 0,83
J1CCK6 0,11 0,41 0,68 0,74 0,76 0,83
J2CCK2 0,08 0,37 0,64 0,70 0,73 0,80
J2CCK4 0,07 0,37 0,63 0,70 0,72 0,80
J2CCK6 0,08 0,37 0,64 0,71 0,73 0,80
J3CCK2 0,07 0,36 0,63 0,70 0,72 0,79
J3CCK4 0,07 0,37 0,63 0,70 0,72 0,80
J3CCK6 0,07 0,37 0,63 0,70 0,72 0,80
J1ASK2 0,07 0,36 0,63 0,70 0,72 0,79
J1ASK4 0,07 0,37 0,63 0,70 0,72 0,80
J1ASK6 0,08 0,37 0,64 0,71 0,73 0,80
J2ASK2 0,10 0,41 0,67 0,73 0,75 0,82
J2ASK4 0,11 0,42 0,68 0,74 0,76 0,83
J2ASK6 0,11 0,41 0,68 0,74 0,76 0,83
J3ASK2 0,13 0,46 0,72 0,77 0,78 0,85
J3ASK4 0,14 0,47 0,73 0,78 0,79 0,86
J3ASK6 0,14 0,46 0,73 0,77 0,79 0,86
J1CJK2 0,04 0,31 0,58 0,66 0,69 0,76
J1CJK4 0,04 0,32 0,58 0,66 0,69 0,76
J1CJK6 0,04 0,31 0,58 0,66 0,69 0,76
J2CJK2 0,04 0,31 0,58 0,66 0,69 0,76
J2CJK4 0,04 0,31 0,58 0,66 0,69 0,76
J2CJK6 0,04 0,32 0,58 0,66 0,69 0,76
J3CJK2 0,08 0,38 0,64 0,71 0,73 0,80
J3CJK4 0,08 0,38 0,65 0,71 0,73 0,80
J3CJK6 0,08 0,37 0,64 0,71 0,73 0,80
J1SAK2 0,02 0,16 0,29 0,33 0,34 0,38
J1SAK4 0,02 0,16 0,29 0,33 0,34 0,38
J1SAK6 0,02 0,16 0,29 0,33 0,34 0,38
J2SAK2 0,02 0,16 0,29 0,33 0,34 0,38
J2SAK4 0,02 0,16 0,29 0,33 0,34 0,38
J2SAK6 0,02 0,16 0,29 0,33 0,34 0,38
J3SAK2 0,04 0,19 0,32 0,35 0,37 0,40
J3SAK4 0,04 0,19 0,32 0,36 0,37 0,40
J3SAK6 0,04 0,19 0,32 0,35 0,36 0,40
160
Lampiran 19. Analisis sifat fisika tanah terhadap pertambahan tinggi tanaman cendana pada
lahan percobaan di lapangan
Konfi
gurasi Inang
Jarak
tanam
(cm)
Tinggi Kadar air tanah Pasir
(%)
Debu
(%)
Liat
(%) (cm) KU
(%)
KL
(%)
2
Legum
Sesbania grandiflora
5 103,34 7,99 19,94 23,16 23,62 53,22
10 105,32 7,81 19,76 28,50 29,56 40,60
15 106,34 6,95 18,90 31,48 32,66 41,90
Cajanus cajan
5 105,23 10,81 22,76 32,47 31,74 42,46
10 107,24 14,83 26,78 30,57 23,62 53,22
15 108,23 12,77 24,72 20,58 29,56 40,60
Bukan legum
Alternanthera sp
5 147,79 10,92 22,87 34,01 32,66 41,90
10 149,75 6,70 18,65 36,68 31,74 42,46
15 145,76 8,58 20,53 34,58 29,56 40,60
Casuarina junghuniana
5 146,82 11,30 23,25 37,57 32,66 41,90
10 149,81 14,30 26,25 24,47 31,74 42,46
15 148,81 10,30 22,25 22,16 22,62 52,22
4
Legum
Sesbania grandiflora
5 133,63 8,30 20,25 27,50 28,56 39,60
10 135,64 11,30 23,25 30,48 31,66 40,90
15 136,61 15,00 26,95 31,47 30,74 41,46
Cajanus cajan
5 102,70 6,30 18,25 29,57 22,62 52,22
10 104,73 12,81 24,76 19,58 28,56 39,60
15 105,79 7,99 19,94 33,01 31,66 40,90
Bukan legum
Alternanthera sp
5 149,72 7,81 19,76 35,68 30,74 41,46
10 152,76 6,95 18,90 33,58 28,56 39,60
15 153,73 10,81 22,76 36,57 31,66 40,90
Casuarina junghuniana
5 144,82 14,83 26,78 23,47 30,74 41,46
10 145,84 12,77 24,72 21,16 21,62 51,22
15 146,82 10,92 22,87 26,50 27,56 38,60
6
Legum
Sesbania grandiflora
5 142,92 6,70 18,65 29,48 30,66 39,90
10 145,95 8,58 20,53 30,47 29,74 40,46
15 140,92 11,30 23,25 28,57 21,62 51,22
Cajanus cajan
5 134,24 14,30 26,25 18,58 27,56 38,60
10 136,22 10,30 22,25 32,01 30,66 39,90
15 137,24 8,30 20,25 34,68 29,74 40,46
Bukan legum
Alternanthera sp
5 157,79 11,30 23,25 32,58 27,56 38,60
10 160,76 15,00 26,95 35,57 30,66 39,90
15 159,79 6,30 18,25 22,47 29,74 40,46
Casuarina junghuniana
5 156,82 12,81 24,76 20,16 20,62 50,22
10 159,85 15,00 26,95 25,50 26,56 37,60
15 158,82 6,30 18,25 28,48 29,66 38,90
Kontrol Santalum album
5 46,16 12,81 24,76 20,16 20,62 50,22
10 46,29 15,00 26,95 25,50 26,56 37,60
15 46,42 6,30 18,25 28,48 29,66 38,90
161
Lampiran 20. Analisis sifat kimia tanah terhadap pertambahan tinggi tanaman cendana
pada lahan percobaan di lapangan
Konfi
gurasi Inang
Jarak
tanam
Tinggi
(cm)
pH C C/N KTK KB N-
total
(%)
P-
tersedia
(ppm)
K-
tersedia
(ppm) 1 : 2,5 % % me/g %
2
Legum
Sesbania
Grandiflora
5 103,34 6,80 2,01 18,27 14,48 101 0,06 14,84 357,30
10 105,32 6,60 2,33 19,42 15,27 103 0,07 30,89 352,31
15 106,34 7,20 2,15 14,33 15,99 90,03 0,10 7,14 342,43
Cajanus
cajan
5 105,23 6,90 2,03 16,64 14,3 80,02 0,07 14,79 357,54
10 107,24 7,00 2,35 17,80 14,50 100,99 0,08 30,84 352,55
15 108,23 6,90 2,17 13,40 15,29 102,99 0,11 7,19 342,67
Bukan Legum
Alternanthera
sp
5 147,79 6,70 2,05 15,30 16,01 90,02 0,08 14,74 357,78
10 149,75 7,30 2,37 16,46 14,32 80,01 0,09 30,79 352,79
15 145,76 7,00 2,19 12,59 14,52 100,97 0,12 7,24 342,91
Casuarina
junghuniana
5 146,82 7,10 2,07 14,18 15,31 102,97 0,10 14,69 358,02
10 149,81 7,00 2,39 15,32 16,03 90,00 0,11 30,74 353,03
15 148,81 6,80 2,21 11,88 14,34 79,99 0,14 7,29 343,15
4
Legum
Sesbania
Grandiflora
5 133,63 7,40 2,09 13,23 14,54 100,96 0,11 14,64 358,26
10 135,64 7,10 2,41 14,35 15,33 102,96 0,12 30,69 353,27
15 136,61 7,20 2,23 11,26 16,05 89,99 0,15 7,34 343,39
Cajanus
cajan
5 102,70 7,10 2,11 12,41 14,36 79,98 0,12 14,59 358,50
10 104,73 6,90 2,43 13,50 14,56 100,94 0,13 30,64 353,51
15 105,79 7,50 2,25 10,71 15,35 102,94 0,16 7,39 343,63
Bukan Legum
Alternanthera
sp
5 149,72 7,20 2,13 11,70 16,07 89,97 0,13 14,54 358,74
10 152,76 7,30 2,45 12,76 14,38 79,96 0,14 30,59 353,75
15 153,73 7,20 2,27 10,23 14,58 100,93 0,17 7,44 343,87
Casuarina
junghuniana
5 144,82 7,00 2,15 11,08 15,37 102,93 0,14 14,49 358,98
10 145,84 7,60 2,47 12,11 16,09 89,96 0,15 30,54 353,99
15 146,82 7,30 2,29 9,79 14,40 79,95 0,18 7,49 344,11
6
Legum
Sesbania
Grandiflora
5 142,92 7,40 2,17 10,53 14,59 100,91 0,16 14,44 359,22
10 145,95 7,30 2,49 11,53 15,38 102,91 0,17 30,49 354,23
15 140,92 7,10 2,31 9,39 16,10 89,94 0,20 7,54 344,35
Cajanus
cajan
5 134,24 7,70 2,19 10,05 14,41 79,93 0,17 14,39 359,46
10 136,22 7,40 2,51 11,01 14,61 100,90 0,18 30,44 354,47
15 137,24 7,50 2,33 9,03 15,40 102,90 0,21 7,59 344,59
Bukan Legum
Alternanthera
sp
5 157,79 7,40 2,21 9,61 16,12 89,93 0,18 14,34 359,70
10 160,76 7,20 2,53 10,54 14,43 79,92 0,19 30,39 354,71
15 159,79 7,80 2,35 8,70 14,63 100,88 0,22 7,64 344,83
Casuarina
junghuniana
5 156,82 7,50 2,23 9,21 15,42 102,88 0,19 14,29 359,94
10 159,85 7,60 2,55 10,12 16,14 89,91 0,20 30,34 354,95
15 158,82 7,50 2,37 8,40 14,45 79,90 0,23 7,69 345,07
Kontrol Santalum
album
5 46,16 7,50 2,23 9,21 15,42 102,88 0,19 14,29 359,94
10 46,29 7,60 2,55 10,12 16,14 89,91 0,20 30,34 354,95
15 46,42 7,50 2,37 8,40 14,45 79,90 0,23 7,69 345,07
162
Lampiran 21. Analisis sifat fisika tanah terhadap pertambahan diameter tanam cendana
pada lahan percobaan di lapangan
Konfi
gurasi Inang
Jarak
tanam
(cm)
Diameter
(cm)
Kadar air tanah Pasir
(%)
Debu
(%)
Liat
(%) KU
(%)
KL
(%)
2
Legum
Sesbania
grandiflora
5 0,80 7,99 19,94 23,16 23,62 53,22
10 0,80 7,81 19,76 28,50 29,56 40,60
15 0,80 6,95 18,90 31,48 32,66 41,90
Cajanus cajan
5 0,79 10,81 22,76 32,47 31,74 42,46
10 0,80 14,83 26,78 30,57 23,62 53,22
15 0,80 12,77 24,72 20,58 29,56 40,60
Bukan legum
Alternanthera sp
5 0,82 10,92 22,87 34,01 32,66 41,90
10 0,83 6,70 18,65 36,68 31,74 42,46
15 0,83 8,58 20,53 34,58 29,56 40,60
Casuarina
junghuniana
5 0,85 11,30 23,25 37,57 32,66 41,90
10 0,86 14,30 26,25 24,47 31,74 42,46
15 0,86 10,30 22,25 22,16 22,62 52,22
4
Legum
Sesbania
grandiflora
5 0,79 8,30 20,25 27,50 28,56 39,60
10 0,80 11,30 23,25 30,48 31,66 40,90
15 0,80 15,00 26,95 31,47 30,74 41,46
Cajanus cajan
5 0,76 6,30 18,25 29,57 22,62 52,22
10 0,76 12,81 24,76 19,58 28,56 39,60
15 0,76 7,99 19,94 33,01 31,66 40,90
Bukan legum
Alternanthera sp
5 0,85 7,81 19,76 35,68 30,74 41,46
10 0,85 6,95 18,90 33,58 28,56 39,60
15 0,85 10,81 22,76 36,57 31,66 40,90
Casuarina
junghuniana
5 0,83 14,83 26,78 23,47 30,74 41,46
10 0,83 12,77 24,72 21,16 21,62 51,22
15 0,83 10,92 22,87 26,50 27,56 38,60
6
Legum
Sesbania
grandiflora
5 0,80 6,70 18,65 29,48 30,66 39,90
10 0,80 8,58 20,53 30,47 29,74 40,46
15 0,80 11,30 23,25 28,57 21,62 51,22
Cajanus cajan
5 0,76 14,30 26,25 18,58 27,56 38,60
10 0,76 10,30 22,25 32,01 30,66 39,90
15 0,76 8,30 20,25 34,68 29,74 40,46
Bukan legum
Alternanthera sp
5 0,90 11,30 23,25 32,58 27,56 38,60
10 0,98 15,00 26,95 35,57 30,66 39,90
15 0,91 6,30 18,25 22,47 29,74 40,46
Casuarina
junghuniana
5 0,87 12,81 24,76 20,16 20,62 50,22
10 0,86 15,00 26,95 25,50 26,56 37,60
15 0,88 6,30 18,25 28,48 29,66 38,90
Kontrol Santalum album
5 0,40 12,81 24,76 20,16 20,62 50,22
10 0,40 15,00 26,95 25,50 26,56 37,60
15 0,40 6,30 18,25 28,48 29,66 38,90
163
Lampiran 22. Analisis sifat kimia tanah terhadap pertambahan tinggi tanaman cendana
pada lahan percobaan di lapangan
Konfi
gurasi Inang
Jarak
tanam
(cm)
Diameter
(cm)
pH C C/N KTK KB N-
total
(%)
P-
tersedia
(ppm)
K-
tersedia
(ppm) 1 : 2,5 % % me/g %
2
Legum
Sesbania
Grandiflora
5 0.80 6,80 2,01 18,27 14,48 101 0,06 14,84 357,30
10 0.80 6,60 2,33 19,42 15,27 103 0,07 30,89 352,31
15 0.80 7,20 2,15 14,33 15,99 90,03 0,10 7,14 342,43
Cajanus
cajan
5 0.79 6,90 2,03 16,64 14,3 80,02 0,07 14,79 357,54
10 0.80 7,00 2,35 17,80 14,50 100,99 0,08 30,84 352,55
15 0.80 6,90 2,17 13,40 15,29 102,99 0,11 7,19 342,67
Bukan Legum
Alternanthera
sp
5 0.82 6,70 2,05 15,30 16,01 90,02 0,08 14,74 357,78
10 0.83 7,30 2,37 16,46 14,32 80,01 0,09 30,79 352,79
15 0.83 7,00 2,19 12,59 14,52 100,97 0,12 7,24 342,91
Casuarina
junghuniana
5 0.85 7,10 2,07 14,18 15,31 102,97 0,10 14,69 358,02
10 0.86 7,00 2,39 15,32 16,03 90,00 0,11 30,74 353,03
15 0.86 6,80 2,21 11,88 14,34 79,99 0,14 7,29 343,15
4
Legum
Sesbania
Grandiflora
5 0.79 7,40 2,09 13,23 14,54 100,96 0,11 14,64 358,26
10 0.80 7,10 2,41 14,35 15,33 102,96 0,12 30,69 353,27
15 0.80 7,20 2,23 11,26 16,05 89,99 0,15 7,34 343,39
Cajanus
cajan
5 0.76 7,10 2,11 12,41 14,36 79,98 0,12 14,59 358,50
10 0.76 6,90 2,43 13,50 14,56 100,94 0,13 30,64 353,51
15 0.76 7,50 2,25 10,71 15,35 102,94 0,16 7,39 343,63
Bukan Legum
Alternanthera
sp
5 0.85 7,20 2,13 11,70 16,07 89,97 0,13 14,54 358,74
10 0.85 7,30 2,45 12,76 14,38 79,96 0,14 30,59 353,75
15 0.85 7,20 2,27 10,23 14,58 100,93 0,17 7,44 343,87
Casuarina
junghuniana
5 0.83 7,00 2,15 11,08 15,37 102,93 0,14 14,49 358,98
10 0.83 7,60 2,47 12,11 16,09 89,96 0,15 30,54 353,99
15 0.83 7,30 2,29 9,79 14,40 79,95 0,18 7,49 344,11
6
Legum
Sesbania
Grandiflora
5 0.80 7,40 2,17 10,53 14,59 100,91 0,16 14,44 359,22
10 0.80 7,30 2,49 11,53 15,38 102,91 0,17 30,49 354,23
15 0.80 7,10 2,31 9,39 16,10 89,94 0,20 7,54 344,35
Cajanus
cajan
5 0.76 7,70 2,19 10,05 14,41 79,93 0,17 14,39 359,46
10 0.76 7,40 2,51 11,01 14,61 100,90 0,18 30,44 354,47
15 0.76 7,50 2,33 9,03 15,40 102,90 0,21 7,59 344,59
Bukan Legum
Alternanthera
sp
5 0.90 7,40 2,21 9,61 16,12 89,93 0,18 14,34 359,70
10 0.98 7,20 2,53 10,54 14,43 79,92 0,19 30,39 354,71
15 0.91 7,80 2,35 8,70 14,63 100,88 0,22 7,64 344,83
Casuarina
junghuniana
5 0.87 7,50 2,23 9,21 15,42 102,88 0,19 14,29 359,94
10 0.86 7,60 2,55 10,12 16,14 89,91 0,20 30,34 354,95
15 0.88 7,50 2,37 8,40 14,45 79,90 0,23 7,69 345,07
Kontrol Santalum
album
5 0.40 7,50 2,23 9,21 15,42 102,88 0,19 14,29 359,94
10 0.40 7,60 2,55 10,12 16,14 89,91 0,20 30,34 354,95
15 0.40 7,50 2,37 8,40 14,45 79,90 0,23 7,69 345,07
164
Lampiran 23. Descriptif analisis untuk pengaruh sifat fisika tanah terhadap pertumbuhan
cendana akibat perlakuan jarak tanam, inang dan konfigurasi
Variable: Mean Sta. Dev. Minimum Maximum
Tinggi 118,781 40,69 46,16 160,76
Diameter 0,7397 0,173 0,40 0,98
Kering udara (KU) % 10,479 3,067 6,30 15,00
Kapasitas lapang (KL) % 22,562 3,131 18,25 26,95
Pasir 28,128 5,432 18,58 37,57
Debu 28,038 3,765 20,62 32,66
Liat 42,618 4,961 37,60 53,22
Lampiran 24. Pengaruh sifat fisika tanah terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cendana
akibat perlakuan jarak tanam, inang dan konfigurasi.
Multiple Regression
Using: C:Costat\Fisika Tanah\Tinggi Cendana.DT
Persamaan Regresi:
Tinggi = 20,11 + 2,95*KU + 2,68*KL + 1,63*Pasir + 2,36*Debu + 0,84*Liat
R2 = 91,20%
SIDIK RAGRAM
Source df SS MS F.hit T.tabel
5% 1%
Intercept 5 64572,70 12914,54 8,32 *** 2,52 3,67
Kering udara (KU) % 1 57293,69 57293,69 36,90 *** 4,16 7,53
Kapasitas lapang (KL) % 1 60911,90 60911,90 39,28 ***
Pasir 1 9756,26 9756,26 6,29 **
Debu 1 7656,00 7656,00 4,93 *
Liat 1 6568,00 6568,00 4,23 *
Galat 31 48072,01 1550,71
Total 35 190257,86
Keterangan:
ns : Tidak Nyata
* : Nyata pada taraf 5%
** : Nyata pada taraf 5% dan 1%
*** : Sangat Nyata baik taraf 5% maupun 1%
LSD : 3,15
165
Lampiran 25. Pengaruh sifat fisika tanah terhadap pertumbuhan diameter tanaman
cendana akibat perlakuan jarak tanam, inang dan konfigurasi.
Multiple Regression
Using: C:Costat\Fisika Tanah\Diameter Cendana.DT
Persamaan Regresi:
Diameter = 0,80 + 0,019*KU + 0,020*KL + 0,003*Pasir + 0,017*Debu + 0,009*Liat
R2 = 95,70%
SIDIK RAGRAM
Source df SS MS F.hit T.tabel
5% 1%
Intercept 5 24.845 4.969 17.94 *** 2.52 3.67
Kering udara (KU) % 1 2.327 2.327 8.40 *** 4.16 7.53
Kapasitas lapang (KL) % 1 2.184 2.184 7.88 ***
Pasir 1 1.182 1.182 0.56 *
Debu 1 1.161 1.161 0.15 *
Liat 1 2.113 2.113 0.41 **
Galat 31 8.587 0.277
Total 35 17.554
Keterangan:
ns : Tidak Nyata
* : Nyata pada taraf 5%
** : Nyata pada taraf 5% dan 1%
*** : Sangat Nyata baik taraf 5% maupun 1%
LSD : 3,15
Lampiran 26. Descriptif analisis untuk pengaruh sifat kimia tanah terhadap pertumbuhan
cendana akibat perlakuan jarak tanam, inang dan konfigurasi
Multiple Regression
Using: C:Costat\Kimia Tanah.DT
Variable: Mean Minimum Maximum
Tinggi 118,781 40,690 46,16 160,76
Diameter 0,738 0,176 0,4 0,98
pH 7,273 0,288 6,6 7,8
C (%) 2,295 0,153 2,01 2,55
C/N (%) 11,778 2,866 8,4 19,42
KTK (%) 15,1366 0,693 14,3 16,14
KB (%) 92,943 9,421 79,9 103
N-total(%) 0,155 0,048 0,06 0,23
P-tersedia (ppm) 17,513 9,773 7,14 30,89
K-tersedia (ppm) 352,264 6,316 342,43 359,94
166
Lampiran 27. Pengaruh sifat kimia tanah terhadap pertumbuhan tinggi tanaman cendana
akibat perlakuan jarak tanam, inang dan konfigurasi.
Multiple Regression
Using: C:Costat\kimia Tanah\Tinggi Cendana.DT
Persamaan Regresi:
Tinggi = 15,82 + 12,566*pH + 225,576*C + 18,742*C/N + 5,577*KTK + 0,025*KB +
1610,867*N + 1,900*P + 0,804*K
R2 = 91,50%
SIDIK RAGRAM
Source df SS MS F.hit T.tabel
5% 1%
Intercept 8 10,443,52 1,305,44 49,86*** 2,29 3,22
pH 1 80,11 80,10 3,08ns 4,19 7,63
C (%) 1 0,96 0,96 0,04ns
C/N (%) 1 147,16 147,16 5,66***
KTK(%) 1 204,36 204,36 7,86**
KB (%) 1 110,50 110,50 4,25*
N-total (%) 1 118,56 118,56 4,56*
P-tersedia (ppm) 1 69,19 69,18 2,66*
K-tersedia (ppm) 1 28,18 28,18 1,08*
Error 28 733,04 26,18
Total 35 1,492
Keterangan:
ns : Tidak Nyata
* : Nyata pada taraf 5%
** : Nyata pada taraf 5% dan 1%
*** : Sangat Nyata baik taraf 5% maupun 1%
LSD : 3,15
167
Lampiran 28. Pengaruh sifat kimia tanah terhadap pertumbuhan diameter tanaman
cendana akibat perlakuan jarak tanam, inang dan konfigurasi.
Multiple Regression
Using: C:Costat\Kimia Tanah\Diameter Cendana.DT
Persamaan Regresi:
Diameter = 5,83 + 0,06*pH + 1,00*C + 0,06*C/N + 0,02*KTK + 1,394*KB + 6,51*N +
0,01*P + 0,003*K
R2 = 96,21%
SIDIK RAGRAM
Source df SS
MS F.hit T.tabel
5% 1%
Intercept 8 16,91 2,11 11,74*** 2,29 3,23
pH 1 0,58 0,58 3,20ns 4,20 7,64
C (%) 1 0,51 0,51 2,86ns
C/N (%) 1 2,59 2,59 14,37***
KTK(%) 1 49,66 49,66 8,94**
KB (%) 1 0,85 0,85 4,72*
N-total (%) 1 0,76 0,76 4,22*
P-tersedia (ppm) 1 0,87 0,87 4,84*
K-tersedia (ppm) 1 0,92 0,92 5,11*
Error 28 5,04 0,18
Total 35 13,01
Keterangan:
ns : Tidak Nyata
* : Nyata pada taraf 5%
** : Nyata pada taraf 5% dan 1%
*** : Sangat Nyata baik taraf 5% maupun 1%
168
Lampiran 29. Peta Tanah di Timor Leste (MAFP, 2015)
169
Lampiran 30. Peta Lokasi Penelitian
Gambar 4.1
Peta Lokasi Penelitiani, Timor Leste
170
Lampiran 31. Data analisis laboratorium tanah awal
171
Lampiran 32. Klasifikasi terhadap analisis sifat kimia tanah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan cendan akibat perlakuan jarak tanam, inang dan konfigurasi pada tanah entisol di Timor Leste
Konfigurasi Inang Jarak
tanam
Tinggi Diameter pH C C/N KTK KB N-total P-tersedia K-tersedia
(cm) (cm) 1:2,5 Klasifikasi % Klasifikasi rasio Klasifikasi me/g Klasifikasi % Klasifikasi (%) Klasifikasi (ppm) Klasifikasi (ppm) Klasifikasi
2 inang
Legum
Sesbania Grandiflora
5 cm 103,34 0,8 6,8 Netral 2,01 Sedang 18,27 Tinggi 14,48 Rendah 101.00 Sangat tinggi 0,06 Sangat rendah 14,84 Tinggi 357,3 Tinggi
10 cm 105,32 0,8 6,6 Netral 2,33 Sedang 19,42 Tinggi 15,27 Rendah 103.00 Sangat tinggi 0,07 Sangat rendah 30,89 Sangat tinggi 352,31 Tinggi
15 cm 106,34 0,8 7,2 Netral 2,15 Sedang 14,33 Sedang 15,99 Rendah 90,03 Sangat tinggi 0,1 Rendah 7,14 Sedang 342,43 Tinggi
Cajanus cajan
5 cm 105,23 0,79 6,9 Netral 2,03 Sedang 16,64 Tinggi 14,3 Rendah 80,02 Sangat tinggi 0,07 Sangat rendah 14,79 Tinggi 357,54 Tinggi
10 cm 107,24 0,8 7.00 Netral 2,35 Sedang 17,8 Tinggi 14,5 Rendah 100,99 Sangat tinggi 0,08 Sangat rendah 30,84 Sangat tinggi 352,55 Tinggi
15 cm 108,23 0,8 6,9 Netral 2,17 Sedang 13,4 Sedang 15,29 Rendah 102,99 Sangat tinggi 0,11 Rendah 7,19 Sedang 342,67 Tinggi
Bukan Legum
Alternanthera sp
5 cm 147,79 0,8 6,7 Netral 2,05 Sedang 15,3 Tinggi 16,01 Rendah 90,02 Sangat tinggi 0,08 Sangat rendah 14,74 Tinggi 357,78 Tinggi
10 cm 149,75 0,8 7,3 Netral 2,37 Sedang 16,46 Tinggi 14,32 Rendah 80,01 Sangat tinggi 0,09 Sangat rendah 30,79 Sangat tinggi 352,79 Tinggi
15 cm 145,76 0,8 7.00 Netral 2,19 Sedang 12,59 Sedang 14,52 Rendah 100,97 Sangat tinggi 0,12 Rendah 7,24 Sedang 342,91 Tinggi
Casuarina junghuniana
5 cm 146,82 0,79 7,1 Netral 2,07 Sedang 14,18 Tinggi 15,31 Rendah 102,97 Sangat tinggi 0,1 Rendah 14,69 Tinggi 358,02 Tinggi
10 cm 149,81 0,8 7.00 Netral 2,39 Sedang 15,32 Tinggi 16,03 Rendah 90.00 Sangat tinggi 0,11 Rendah 30,74 Sangat tinggi 353,03 Tinggi
15 cm 148,81 0,8 6,8 Netral 2,21 Sedang 11,88 Sedang 14,34 Rendah 79,99 Sangat tinggi 0,14 Rendah 7,29 Sedang 343,15 Tinggi
4 inang
Legum
Sesbania Grandiflora
5 cm 133,63 0,76 7,4 Netral 2,09 Sedang 13,23 Sedang 14,54 Rendah 100,96 Sangat tinggi 0,11 Rendah 14,64 Tinggi 358,26 Tinggi
10 cm 135,64 0,76 7,1 Netral 2,41 Sedang 14,35 Sedang 15,33 Rendah 102,96 Sangat tinggi 0,12 Rendah 30,69 Sangat tinggi 353,27 Tinggi
15 cm 136,61 0,76 7,2 Netral 2,23 Sedang 11,26 Sedang 16,05 Rendah 89,99 Sangat tinggi 0,15 Rendah 7,34 Sedang 343,39 Tinggi
Cajanus cajan 5 cm 102,70 0,76 7,1 Netral 2,11 Sedang 12,41 Sedang 14,36 Rendah 79,98 Sangat tinggi 0,12 Rendah 14,59 Tinggi 358,5 Tinggi
10 cm 104,73 0,76 6,9 Netral 2,43 Sedang 13,5 Sedang 14,56 Rendah 100,94 Sangat tinggi 0,13 Rendah 30,64 Sangat tinggi 353,51 Tinggi
15 cm 105,79 0,76 7,5 Netral 2,25 Sedang 10,71 Sedang 15,35 Rendah 102,94 Sangat tinggi 0,16 Rendah 7,39 Sedang 343,63 Tinggi
Bukan Legum
Alternanthera sp
5 cm 149,72 0,82 7,2 Netral 2,13 Sedang 11,7 Sedang 16,07 Rendah 89,97 Sangat tinggi 0,13 Rendah 14,54 Tinggi 358,74 Tinggi
10 cm 152,76 0,83 7,3 Netral 2,45 Sedang 12,76 Sedang 14,38 Rendah 79,96 Sangat tinggi 0,14 Rendah 30,59 Sangat tinggi 353,75 Tinggi
15 cm 153,73 0,83 7,2 Netral 2,27 Sedang 10,23 Sedang 14,58 Rendah 100,93 Sangat tinggi 0,17 Rendah 7,44 Sedang 343,87 Tinggi
Casuarina junghuniana 5 cm 144,82 0,85 7.00 Netral 2,15 Sedang 11,08 Sedang 15,37 Rendah 102,93 Sangat tinggi 0,14 Rendah 14,49 Tinggi 358,98 Tinggi
10 cm 145,84 0,85 7,6 Netral 2,47 Sedang 12,11 Sedang 16,09 Rendah 89,96 Sangat tinggi 0,15 Rendah 30,54 Sangat tinggi 353,99 Tinggi
15 cm 146,82 0,85 7,3 Netral 2,29 Sedang 9,79 Sedang 14,4 Rendah 79,95 Sangat tinggi 0,18 Rendah 7,49 Sedang 344,11 Tinggi
6 inang
Legum
Sesbania Grandiflora
5 cm 142,92 0,9 7,4 Netral 2,17 Sedang 10,53 Sedang 14,59 Rendah 100,91 Sangat tinggi 0,16 Rendah 14,44 Tinggi 359,22 Tinggi
10 cm 145,95 0,98 7,3 Netral 2,49 Sedang 11,53 Sedang 15,38 Rendah 102,91 Sangat tinggi 0,17 Rendah 30,49 Sangat tinggi 354,23 Tinggi
15 cm 140,92 0,91 7,1 Netral 2,31 Sedang 9,39 Sedang 16,1 Rendah 89,94 Sangat tinggi 0,2 Rendah 7,54 Sedang 344,35 Tinggi
Cajanus cajan
5 cm 134,24 0,85 7,7 Netral 2,19 Sedang 10,05 Sedang 14,41 Rendah 79,93 Sangat tinggi 0,17 Rendah 14,39 Tinggi 359,46 Tinggi
10 cm 136,22 0,86 7,4 Netral 2,51 Sedang 11,01 Sedang 14,61 Rendah 100,9 Sangat tinggi 0,18 Rendah 30,44 Sangat tinggi 354,47 Tinggi
15 cm 137,24 0,86 7,5 Netral 2,33 Sedang 9,03 Sedang 15,4 Rendah 102,9 Sangat tinggi 0,21 Rendah 7,59 Sedang 344,59 Tinggi
Bukan Legum
Alternanthera sp
5 cm 157,79 0,83 7,4 Netral 2,21 Sedang 9,61 Sedang 16,12 Rendah 89,93 Sangat tinggi 0,18 Rendah 14,34 Tinggi 359,7 Tinggi
10 cm 160,76 0,83 7,2 Netral 2,53 Sedang 10,54 Sedang 14,43 Rendah 79,92 Sangat tinggi 0,19 Rendah 30,39 Sangat tinggi 354,71 Tinggi
15 cm 159,79 0,83 7,8 Agak
Alkalis 2,35 Sedang 8,7 Sedang 14,63 Rendah 100,88 Sangat tinggi 0,22 Rendah 7,64 Sedang 344,83
Tinggi
Casuarina junghuniana
5 cm 156,82 0,87 7,5 Netral 2,23 Sedang 9,21 Sedang 15,42 Rendah 102,88 Sangat tinggi 0,19 Rendah 14,29 Tinggi 359,94 Tinggi
10 cm 159,85 0,86 7,6 Agak
Alkalis 2,55 Sedang 10,12 Sedang 16,14 Rendah 89,91 Sangat tinggi 0,2 Rendah 30,34 Sangat tinggi 354,95
Tinggi
15 cm 158,82 0,88 7,5 Netral 2,37 Sedang 8,4 Sedang 14,45 Rendah 79,9 Sangat tinggi 0,23 Rendah 7,69 Sedang 345,07 Tinggi
Kontrol Santalum album
5 cm 46,16 0,40e 7,5 Netral 2,23 Sedang 9,21 Sedang 15,42 Rendah 102,88 Sangat tinggi 0,19 Rendah 14,29 Tinggi 359,94 Tinggi
10 cm 46,29 0,42 7,6 Agak
Alkalis 2,55 Sedang 10,12 Sedang 16,14 Rendah 89,91 Sangat tinggi 0,2 Rendah 30,34 Sangat tinggi 354,95
Tinggi
15 cm 46,42 0,40e 7,5 Netral 2,37 Sedang 8,4 Sedang 14,45 Rendah 79,9 Sangat tinggi 0,23 Rendah 7,69 Sedang 345,07 Tinggi