Domestic Political

8
TUGAS GBE TEMATIK DOMESTIC POLITICAL ENVIROMENT Dosen Pengampu: Mohtar Masoed, MA, Dr., Prof Penetapan Gubernur dan Pengaruhnya terhadap Bisnis di DIY Oleh Aditya Achmad Narendra Whindraca ya 13/ 358202/ PEK/ 18491 Master Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Gadjah Mada 2014

description

gbe

Transcript of Domestic Political

TUGAS GBE TEMATIKDOMESTIC POLITICAL ENVIROMENTDosen Pengampu: Mohtar Masoed, MA, Dr., Prof

Penetapan Gubernur dan Pengaruhnya terhadap Bisnis di DIY

OlehAditya Achmad Narendra Whindracaya13/ 358202/ PEK/ 18491

Master ManajemenFakultas Ekonomika dan BisnisUniversitas Gadjah Mada2014

Penetapan Gubernur dan Pengaruhnya terhadap Stabilitas Ekonomi DIY

I. PENDAHULUANPasca reformasi disaat gejolak demokrasi sedang tinggi-tingginya. Saluran demokrasi dibuka selebar-lebarnya sehingga setiap golongan atau kelompok mampu menjalankan ideology politiknya masing-masing. Termasuk dalam proses pemilihan calon kepala daerah dan wakilnya yang sementara ini telah dilakoni oleh partai politik ternyata masih marak diwarnai oleh praktek-praktek yang tidak elegan, kurang bermartabat, aroma money politics, dan kisruh internal parpol. Calon yang akan maju melalui pintu partai politik cenderung menjadi sapi perahan dimana partai akan meminta sang calon untuk mempersiapkan dana yang akan digunakan dalam proses pencalonan, hingga kampanye.Ditengah ketidakdewasaan bangsa dalam urusan politik, pemilihan kepala daerah langsung justru menjadi bom waktu yang siap meledak kapan saja. Didukung dengan sifat dasar setiap manusia yaitu tidak mau kalah, menghalalkan segala cara untuk menang dan sebagainya, bukannya perwujudan demokrasi yang ditemui, malah kerusuhan dan perselisihan yang tidak jelas ujung pangkalnya, dan tentu saja konflik horizontal antar pendukung menjadi suatu keniscayaan. Sebagai contoh, dari 246 PEMILUKADA (Pemilihan Langsung Kepala Daerah) yang diselenggarakan di Indonesia hingga Oktober 2010, hanya di 38 daerah yang tidak terjadi kisruh dan memasukkan permohonan kepada Mahkamah Konstitusi, bukti bahwa sebagian besar calon kepala daerah tidak bisa menerima kekalahan dengan lapang dada.Perilaku elit politik seperti ini telah menjadi pakem di setiap pilkada. Hampir pasti jika ada pilkada, maka akan ada permohonan ke Mahkamah Konstitusi. Hal ini tentu dapat menimbulkan apatisme sebagian masyarakat terhadap politik. Berpartisipasi atau tidak dalam politik tidak membawa pengaruh apa pun bagi masyarakat. Pengalaman mengecewakan dimana setelah memberikan suaranya, segala janji yang diucapkan pada masa kampanye langsung dilupakan, sehingga masyarakat cenderung memandang politik dari pespektif untung-rugi.Perspektif untung rugi ini diwujudkan dalam bentuk partisipasi jangka pendek, yaitu menanti imbalan materi yang jelas. Sepanjang ada uang, maka masyarakat akan ikut serta dalam kampanye, setelah itu masyarakat akan menunggu apakah calon yang lain berani mengeluarkan uang juga. Hal ini tentu tidak lepas dari perilaku elit politik dan para calon yang berpikir jangka pendek. Memenangkan pemilihan untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya, uang bukan masalah,yang penting menang. Hingga jika akhirnya memenangkan pemilihan, kebijakan-kebijakan yang diambil akan semakin jauh dari orientasi kerakyatan, dan sibuk untuk memperkaya diri dan kelompoknya atau membayar utang yang lahir dari proses kampanye.Jika melihat pemerintah daerah selaku penyelengara PEMILUKADA, dana APBD untuk melaksanakan prosesi demokrasi sangatlah besar. Penulis ambil contoh untuk dana pengamananan Pemilu 2014, pemerintah Provinsi DIY mengaanggarkan 34 Miliar itu tentu belum termasuk dana cadangan yang digunakan untuk penambahan personil. Sedangkan untuk penyelenggaraan PEMILUKADA penulis mengambil contoh PEMILUKADA Jawa Tengah, KPU Jawa Tengah telah menyiapkan anggaran hingga Rp 420 miliar dan menyiapkan dana untuk putaran kedua Rp 193 miliar sedangkan untuk anggaran sosialisasi anya Rp 13 miliar. Sungguh angka yang fantastis untuk sebuah upaya pemilihan seoarang pemimpin. Jika kita rata-rata PEMILUKADA tingkat Provinsa menghabiskan setegah triliun maka kita kalikan dengan jumlah 32 Provinsi (minus DIY) maka potensi penghematan APBD hingga 16 Triliun, tentu biaya tersebut belum termasuk biaya sosialisasi ataupun biaya pengamanan. Alangkah baiknya dana tersebut dapat digunakan untuk melaksankan program-program pro-rakyat.Praktik kotor pemilu hingga dampaknya seperti yang telah penulis ilustrasikan diatas dapat diredam di DIY dikarenakan untuk pemilihan Gubernur tidak dilakukan dengan PEMILUKADA, namun dilakukan dengan mekanisme penetapan. Belajar dari Yogyakarata saat ini banyak sekali para pakar yang kemudian merargumen tentang pemilihan Gubernur dilakukan melalui penetepan yang di usulkan oleh DPRD provinsi masing-masing. Sehingga potensi konflik horisontal, money politic hingga biaya besar untuk pemilihan langsung dapat dialihkan kepada program pro rakyat.Penetapan Sri Sri Sultan Hamengku Buwono kesepuluh dan Adipati Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) adalah lanjutan dari status keistimewaan yang diberikan kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII atas kesediaan mereka dengan sukarela bergabung dengan NKRI. Ketika NKRI diproklamasikan pada 17 Agustus 1945, Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman merupakan wilayah yang berdaulat di luar NKRI. Keraton Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman baru bergabung dengan NKRI pada 30 Oktober 1945. Pada saat itu, Sri Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Adipati Paku Alam VIII membacakan amanat yang isinya, Mataram (Keraton Yogyakarta) dan Kadipaten Pakualaman adalah negeri yangt merdeka serta memiliki peraturan dan tata pemerintahan sendiri.Dalam perkembangan selanjutnya, dengan memperhitungkan peran Yogyakarta, termasuk peran Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dalam sejarah awal NKRI, diatur bahwa Sri Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam yang bertakhta ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY. Seperti telah dikatakan di atas, kesepakatan DPR untuk mempertahankan penetapan dalam memilih Gubernur dan Wakil Gubernur DIY patut disambut gembira karena hal itu menunjukkan bahwa DPR menghormati sejarah. Ini senada dengan isi pidato Presiden Soekarno pada peringatan Kemerdekaan RI 17 Agustus 1966 yang intinya menegaskan agar (bangsa Indonesia) jangan sekali- sekali meninggalkan sejarah.Dinamika pro penetapan dan kontra membesar hingga isu referendum yang artinya melepaskan diri dari NKRI. Proses yang berbelit hingga sikap melupakan sejarah menjadi alasan utama kemarahan warga Yogyakarta. Hingga akhirnya mereda dengan penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono X dan Paku Alam IX secara resmi sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta untuk periode 2012-2017. Beliau ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPRD Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tentang Penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY masa Jabatan 2012-2017. Dalam rapat paripurna tersebut, mereka ditetapkan berdasarkan Keputusan 44/ K/ DPRD/ 2012 tentang Penetapan Sri Sultan Hamengku Buwono X sebagai Gubernur DIY dan Paku Alam IX sebagai Wakil Gubernur DIY masa jabatan 2012-2017. Dengan surat penetapan tersebut Sri Sultan dan Paku Alam secara resmi menduduki jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY masa bakti 2012-2017. Semua anggota DPRD DIY yang hadir dalam rapat paripurna menyetujui keputusan tersebut. Sri Sultan dan Paku Alam sebelumnya menjabat Gubernur dan Wakil Gubernur DIY masa bakti 2008-2012. Saat menyampaikan visi dan misi pada Rapat Paripurna DPRD DIY, Sri Sultan mengatakan pembangunan DIY dilandasi filosofi "Hamemayu Hayuning Bawana" yang berarti kewajiban untuk melindungi, memelihara, dan membina keselamatan dunia. Oleh karena itu, menurut dia, visi pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) DIY 2005-2025 adalah mewujudkan provinsi itu menjadi pusat pendidikan dan budaya. "Selain itu juga menjadi tujuan wisata terkemuka di Asia Tenggara dalam lingkungan masyarakat yang maju, mandiri, dan sejahtera," kata Sri Sultan yang juga Raja Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Beliau mengatakan misi RPJPD DIY 2005-2025 antara lain mewujudkan pendidikan berkualitas, berdaya saing dan akuntabel yang didukung oleh sumber daya pendidikan yang andal. Selain itu, mewujudkan budaya adiluhung yang didukung konsep, pengetahuan budaya, pelestarian dan pengembangan hasil budaya, dan nilai-nilai budaya secara berkesinambungan, mewujudkan kepariwisataan yang kreatif dan inovatif. Misi lainnya adalah mewujudkan sosio-kultural dan sosio-ekonomi yang inovatif berbasis kearifan budaya lokal, ilmu pengetahuan dan teknologi bagi kemajuan, serta kemandirian dan kesejahteraan rakyat. "Untuk mewujudkan visi dan misi tersebut tentu akan banyak kendala dan tantangan yang dihadapi, sehingga perlu langkah akselerasi untuk menata ulang hubungan tata laku antarwarga dengan lingkungannya dan antara insan dengan Tuhan," kata Sri Sultan.

II. ANALISISJika kita analisa penetapan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki sejumlah kelemahan dan kelebihan, meskipun demikian halnya jika penentuan Gubernur DIY digelar melalui jalur pemilihan langsung oleh rakyat. Apa saja kelemahan dan kelebihan jika Gubernur DIY itu dipilih langsung? Penulis mengambil pendapat pengamat politik lokal dan otonomi daerah Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, AAGN Ari Dwipayana dalam tempo.com mengungkapkan beberapa poin. Inilah kelemahan dan kelebihan itu:KELEMAHAN:1. Jika Gubernur DIY dipilih langsung oleh rakyat, maka poin kelemahan pertama menurut Ari, akan mempertaruhkan citra Kraton Yogyakarta sebagai sebuah institusi jika "jago"nya dalam pemilihan kepala daerah itu kalah. "Misalnya Sri Sultan maju kemudian kalah. Dalam diri Sri Sultan tidak hanya terdapat citra pribadi, tetapi juga citra kraton secara keseluruhan," ujar Ari.

2. Kelemahan kedua, jika dikalahkan oleh calon Gubernur lain, Kraton tidak akan lagi terlibat dalam proses politik DIY. Hal ini akan merancukan fungsi politis Sri Sultan di masyarakat. "Kalau Sri Sultan tidak terlibat dalam proses pembuatan kebijakan kan lucu," kata dia.KELEBIHAN:Pengajar mata kuliah Jurusan Ilmu Pemerintahan ini juga memberikan sejumlah catatan positif jika Gubernur DIY ditentukan lewat jalur pemilihan langsung. Dengan pemilihan langsung akan mudah melakukan proses check and balances antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Pemilihan langsung, menurutnya akan menetapkan Sri Sultan setara dengan gubernur lainnya yang tak kebal terhadap krtitik. "Selama ini ada tradisi ewuh pekewuh jika ingin mengkritik Sri Sultan," ujarnya.Oleh karena itu, Ari berpendapat perlu dibuatkan solusi terhadap perdebatan diantara dua sistem ini. Ia mengatakan, Jurusan Ilmu Pemerintahan pernah memunculkan konsep Parardhya sebagai solusi dari kedua sistem ini. Ia mengatakan, dalam konsep ini, Sri Sultan dan Paku Alam ditempatkan sebagai institusi diluar eksekutif dan legislatif. "Sebagai sebuah institusi tersendiri," ujarnya. Ari menjelaskan, Parardhya, nantinya memiliki hak-hak khusus secara politis untuk juga masuk dalam mengatur pemerintahan."Misalnya setiap calon kepala daerah harus mendapatkan persetujuan dari Sri Sultan," tuturnya. Selain itu, Sri Sultan juga diberikan hak untuk mem-veto kebijakan yang dibuat oleh kepala daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. "Jika dipandang tidak sesuai dengan kehendak rakyat," kata dia.Lalu, bagaimana implikasi penetepan Sri Sultan dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY masa bakti 2008-2012. Dalam berbisnis sangatlah penting mempertimbangkan risiko politik dan pengaruhnya terhadap organisasi bisnis. Hal ini patut dipertimbangkan karena perubahan dalam suatu tindakan maupun kebijakan politik di suatu daerah dapat menimbulkan dampak besar pada sektor keberlangsungan bisnis. Risiko politik umumnya berkaitan erat dengan pemerintahan serta situasi politik dan keamanan di suatu daerah. Setiap tindakan dalam organisasi bisnis adalah politik, kecuali organisasi charity atau sosial. Faktor-faktor tersebut menentukan kelancaran berlangsungnya suatu bisnis. Oleh karena itu, jika situasi politik mendukung, maka bisnis secara umum akan berjalan dengan lancar. Dari segi keamanan dan kenyamanan, sebaliknya, jika situasi politik tidak menentu, maka akan menimbulkan unsur ketidakpastian dalam bisnis. Terdapat politik yang dirancang untuk menjauhkan campur tangan pemerintah dalam bidang perekonomian/ bisnis. Sistemnya disebut sistem liberal dan politiknya demokratis. Ada politik yang bersifat intervensionis secara penuh dengan dukungan pemerintahan yang bersih. Ada pula politik yang cenderung mengarahkan agar pemerintah terlibat/ ikut campur tangan dalam bidang ekonomi bisnis. Indonesia lebih mengacu pada pola terakhir, yakni pemerintah terlibat atau turut campur tangan dalam bisnis. Hal ini dapat dilihat dalam hukum maupun kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah untuk menunjang perekonomian dan bisnis.Kestabilan politik Yogyakarta sangat baik untuk iklim investasi, terlebih untuk bisnis pariwisata dan pendidikan yang memang sangat membutuhkan keamanan dan kenyaman. Sri Sultan sendiri dalam pidato mengenai visi pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) DIY 2005-2025 adalah mewujudkan provinsi itu menjadi pusat pendidikan dan budaya. "Selain itu juga menjadi tujuan wisata terkemuka di Asia Tenggara dalam lingkungan masyarakat yang maju, mandiri, dan sejahtera. Keinginan Raja sekaligus Gubernur DIY dapat menjadi peluang bagi penyedia fasilitas penunjang pariwisata dan pendidikan. Tugu Trans Yogya adalah layanan tranportasi massal yang setidaknya telah dipersiapkan oleh pemerintah untuk mengakomodasi perpindahan dan mobilisasi tinggi wisatawan dan pelajar.

III. KESIMPULANProses penetepan Sri Sultan dan Paku Alam sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DIY masa bakti 2008-2012. Telah memberikan dampak yang positif terhadap ketabilan domestik poltik di wilayah Yogyakarta. Dengan Penetapan setidaknya telah menghemat penggunaan dana untuk PEMILUKADA, telah mencegah terjadinya konflik horizontal, dan praktek KKN.Dalam bisnis sangatlah penting mempertimbangkan risiko politik dan pengaruhnya terhadap organisasi bisnis. Hal ini patut dipertimbangkan karena perubahan dalam suatu tindakan maupun kebijakan politik di suatu daerah dapat menimbulkan dampak besar pada sektor keberlangsungan bisnis. Proses penetapan Gubernur dan Wakil Gubernur DIY bisnis setidanya mampu meredam perubahan yang radikal atau mendadak yang disebabkan oleh fenomena gonta ganti pemimpin.Dalam bisnis pariwisata dan pendidikan memang sangat dibutuhkan keamanan dan kenyaman. Selain itu visi pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) DIY 2005-2025 adalah mewujudkan provinsi itu menjadi pusat pendidikan dan budaya. "Selain itu juga menjadi tujuan wisata terkemuka di Asia Tenggara dalam lingkungan masyarakat yang maju, mandiri, dan sejahtera. Keinginan Raja sekaligus Gubernur DIY dapat menjadi peluang bagi penyedia fasilitas penunjang pariwisata dan pendidikan. Tugu Trans Yogya adalah layanan tranportasi massal yang setidaknya telah dipersiapkan oleh pemerintah untuk mengakomodasi perpindahan dan mobilisasi tinggi wisatawan dan pelajarReferensi

Analisis Penetapan Untuk Demokrasi dari http://dyahmutiarin.staff.umy.ac.id/files/2012/ 02/analisis-Penetapan-untuk-Demokrasi2.pdf, Diakses pada tanggal 15 Maret 2014, pukul 19:35 WIB

Pilkada Jawa Tengah Diprediksi Satu Putaran dari http://www.tempo.co/read/news/2010/12/02/078296143/ Kelemahan-dan-Kelebihan-Jika-Gubernur-DIY-Ditentukan-Lewat-Penetapan Diakses pada tanggal 15 Maret 2014, pukul 19:55 WIB

Sri Sultan Ditetapkan Sebagai Gubernur Yogyakarta dari http://www.beritasatu.com/nasional/73208-sri-SriSultan-ditetapkan-sebagai-gubernur-yogyakarta.html, Diakses pada tanggal 15 Maret 2014, pukul 20:15 WIB

http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4068/DEMOKRASI%20DALAM%20PILKADA%20DI%20INDONESIA%20(Jurnal%20Humanis%20UNM).pdf?sequence=1 Diakses pada tanggal 15 Maret 2014, pukul 20:35 WIB