Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

47
LAMPIRAN 1

Transcript of Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

Page 1: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

LAMPIRAN 1

Page 2: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

JL. TAMAN SUROPATI NO. 2 JAKARTA 10310 INDONESIA

DOKUMEN TEKNIS 1

TRANSAKSI TANAH

DAN DAMPAKNYA DI BIDANG SOSIAL EKONOMI DAN SOSIAL BUDAYA

Tenaga Ahli:

Prof.Dr. Tumari Jatileksono, MSc.MA Dr. Rasidin K. Sitepu, SP, MSi.

Akhmad Safik, SE, MH Drs. Ary Wahyono, MSi.

LAND MANAGEMENT AND POLICY DEVELOPMENT PROJECT

(LMPDP) IBRD Loan No. 4731-IND and IDA Credit No. 3884-IND

September 2008

Page 3: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: i

Daftar Isi

Daftar Isi ......................................................................................i

Daftar Tabel.................................................................................ii

Daftar Gambar............................................................................iv

I. PENDAHULUAN........................................................................1

A. Latar Belakang ....................................................................1

B. Tujuan Kajian .....................................................................2

C. Metode Kajian.....................................................................3

II. PASAR TANAH.........................................................................6

A. Perkembangan Pasar Tanah .…………………....………….……….6

B. Perkembangan Harga Tanah ..………………….……........……..10

C. Efisiensi Pasar Tanah …………………………………………..……17

III. IMPLIKASI SOSIAL EKONOMI..............................................26

A. Beban Pajak Bagi Masyarakat............................................26

B. Pendapatan Negara dari Pajak Tanah ...............................28

C. Kaitan Tanah, Kredit, dan Properti...................................29

IV. IMPLIKASI SOSIAL BUDAYA ................................................33

A. Mobilitas Penduduk……………………………………………….......33

B. Pluralisasi Masyarakat……………………………………….........36

C. Transformasi Sosial Budaya…………………………………………38

V.Kesimpulan dan Rekomendasi ..............................................40

A. Kesimpulan ......................................................................40

B. Rekomendasi ....................................................................41

Page 4: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: ii

Daftar Tabel

Tabel 1. Jumlah Transaksi Jual Beli Tanah di Jakarta, Medan, Balikpapan, Klaten, dan Maros, 2007...................................................8

Tabel 2. Perkembangan Pendaftaran Balik Nama Transaksi Jual Beli

Tanah di Jakarta, Medan, Balikpapan, Klaten, dan Maros, 2003-2007...........................................................................................9

Tabel 3. Perkembangan Harga dan NJOP Tanah di Puri Media

Kembangan, Jakarta Barat, 2000-2008.............................................10

Tabel 4. Perkembangan Harga dan NJOP Tanah di Perkotaan Jakarta Selatan (ribu Rp/m2), 2003-2007..........................................13

Tabel 5. Perkembangan Harga dan NJOP Tanah di Kota Medan

(ribu Rp/m2), 2003-2007....................................................................13

Tabel 6. Perkembangan Harga dan NJOP Tanah di Kota Balikpapan (ribu Rp/m2), 2003-2007....................................................................14

Tabel 7. Perkembangan Harga dan NJOP Tanah Milik di Perdesaan

Kabupaten Klaten (ribu Rp/m2), 2003-2007.....................................16

Tabel 8. Perkembangan Harga dan NJOP Tanah Milik di Perdesaan Kabupaten Maros (ribu Rp/m2), 2003-2007......................................16

Tabel 9. Deskripsi Statistik Sampel Transaksi Tanah di Jakarta,

Medan, Balikpapan, Klaten, dan Maros............................................19

Tabel 10. Koefisien Regresi Harga Aktual…………………………………………………22

Tabel 11. Koefisien Regresi Harga Terbaik………………………………………….……23

Tabel 12. Gap Antara Harga Terbaik dan Harga Aktual...................................24

Tabel 13. Perbandingan Harga Tanah dan NJOP………………………………………27

Tabel 14. Perkembangan Penerimaan Negara dari PBB dan BPHTB (milyar Rp), 1997/98-2008..............................................................28

Tabel 15. Perkiraan Alokasi Dana PBB dan BPHTB Bagi Lima Lokasi

Kajian (milyar Rp), 2006-2008........................................................29

Tabel 16. Perkembangan Pendaftaran Hak Tanggungan di Jakarta, Klaten, dan Maros, 2003-2007......................................30

Page 5: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: iii

Tabel 17. Perkembangan Nilai Pembangunan Konstruksi di Indonesia (milyar Rp), 2001-2006.....................................................................31

Tabel 18. Realisasi Kredit Pemilikan Rumah Melalui Bank Tabungan

Negara, 1990-1999.............................................................................31 Tabel 19. Posisi Kredit Properti (milyar Rp), 1991-2007.................................32

Tabel 20. Daerah Asal Pembeli Tanah, 2007....................................................33 Tabel 21. Asal Pembeli Tanah Yang Terletak di Pinggiran Kota Jakarta,

Balikpapan, dan Medan, 2007...........................................................35

Tabel 22. Daerah Asal Pembeli Tanah dan Bangunan Di Jakarta, 2007.........36

Tabel 23. Asal Pembeli Tanah dan Bangunan Perumahan, Rumah Susun, dan Apartemen di Jakarta, 2007......................................................37

Page 6: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Daftar Gambar

Gambar 1. Kurve Permintaan dan Penawaran Tanah........................................6

Gambar 2. Kurve Permintann dan Penawaran Tanah Untuk Komersial dan Pemukiman....................................................7

Gambar 3. Perkembangan Harga dan NJOP Tanah di Puri Media

Kembangan, Jakarta Barat..............................................................11

Gambar 4. Perbandingan Indeks Harga dan NJOP Tanah dengan IHK..........11

Gambar 5. Harga Tanah Menurut Teori Harga Hedonik.................................18

Gambar 6. Hubungan Harga (H) dan Kelas (K) Tanah....................................18

Gambar 7. Hubungan antara Harga dan Kelas Tanah di Balikpapan..............21

Gambar 8. Hubungan antara Harga dan Luas Tanah di Medan......................21

Gambar 9. Gap Harga Tanah di Jakarta...........................................................26

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: iv

Page 7: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

I. PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang

Sejak dulu tanah sebagai aset oleh pemiliknya tidak hanya mempunyai

makna secara ekonomis saja, tetapi juga mempunyai nilai sosial budaya dan

politis. Hal ini tercermin dalam tingkah laku ekonomis-politis pemiliknya ketika

mengambil keputusan untuk memanfaatkan tanahnya. Sekarang ini nilai

potensial yang mampu dipancarkan tanah di beberapa tempat terus bergerak

cepat mencapai titik tertingginya dan akan meningkat lebih tinggi lagi pada

tahun-tahun mendatang. Pemilik tanah yang mampu menangkap nilai potensial

yang terpancar dari tanah yang dikuasainya, tentu saja akan mampu menentukan

penggunaan tanah sebagai basis mata pencaharian atau sebagai tambang

kekayaan baginya. Namun semua itu sangat tergantung dari lingkungan sosial,

ekonomi, dan politik yang ada, atau dengan kata lain tergantung dari kesempatan,

modal dan keterampilan yang terbuka dan tersedia bagi pemilik tanah.

Fenomena semakin naiknya harga tanah sebagai akibat faktor alamiah

pertumbuhan penduduk dan faktor kebutuhan untuk perluasan pembangunan

sektor industri dan jasa ternyata seringkali kurang dipertimbangkan dalam proses

pembebasan tanah. Pancaran nilai tambah yang terjadi atas tanah sebagai

konsekuensi adanya pembangunan sering kali tidak dapat dinikmati oleh pemilik

tanah semula. Harga tanah memang merupakan elemen sangat penting dalam

menentukan jumlah ganti rugi yang diberikan dalam pengadaan tanah, tetapi

biasanya kurang memperhatikan asas manfaat yang selayaknya diterima juga oleh

pemilik tanah semula. Dengan demikian dalam penentuan besarnya ganti rugi

yang adil atas tanah seharusnya mempertimbangkan aspek dinamik dari harga

tanah itu sendiri dan asas manfaat yang selayaknya diperoleh pemilik tanah atas

partisipasinya dalam mensukseskan jalannya pembangunan.

Penetapan harga tanah yang tepat dan rasional secara ekonomis akan lebih

mudah untuk menentukan berapa pajak tanah yang adil, dan sekaligus dapat

digunakan sebagai alat untuk mencegah terjadinya penguasaan tanah yang

melampaui batas dan penggunaan tanah yang tidak produktif. Masalahnya adalah

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 1

Page 8: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

manajemen pemantauan harga tanah belum sepenuhnya berjalan dengan baik,

sehingga selalu dijumpai tuntutan tidak puas mengenai besarnya ganti rugi yang

diberikan maupun besarnya pajak tanah yang ditetapkan.

Sekarang ini sudah dirasakan juga adanya kepentingan yang kuat untuk

menerapkan kebijakan pertanahan bagi masyarakat modern. Hal ini karena

keberadaan pasar tanah yang efektif dan efisien akan menentukan efisiensi

ekonomi dan memastikan kesinambungan kegiatan perdagangan dan investasi.

Pasar tanah yang efisien salah satunya memberikan kesempatan mekanisme pasar

tanah agar dapat beroperasi dengan bebas.

Pasar tanah yang efisien akan mendukung empat fungsi pasar utama, yakni

(1) pasar tanah membawa para pembeli dan para penjual bersama-sama untuk

melakukan transaksi, (2) pasar tanah menetapkan harga tanah yang efisien, (3)

pasar tanah mengalokasikan penggunaan tanah berdasarkan harga pasar, dan (4)

harga tanah yang diciptakan memainkan peran penting dalam menjamin

penggunaan tanah secara efisien. Mekanisme pasar yang adil dan transparan juga

akan berperan bagi alokasi tanah yang secara sosial dapat diterima.

Untuk mendukung pengembangan kebijakan pasar tanah, diperlukan

kajian yang komprehensif terhadap aktivitas pasar tanah saat ini dan analisis isu-

isu strategis tentang implikasi sosial ekonomi dan sosial budaya dari

perkembagan pasar tanah baik di perkotaan maupun di perdesaan.

I.B. Tujuan Kajian

Secara garis besar tujuan dari kajian ini adalah untuk menghasilkan

pilihan-pilihan kebijakan secara komprehensif yang terkait dengan fungsi pasar

tanah di Indonesia. Secara terperinci tujuan kajian ini adalah sebagai berikut:

1. menganalisis perkembangan pasar tanah di perkotaan dan perdesaan,

2. mengukur tingkat efisiensi pasar tanah di perkotaan dan perdesaan,

3. mendeteksi implikasi sosial ekonomi dari perkembangan pasar tanah,

4. mendeteksi implikasi sosial budaya dari perkembangan pasar tanah.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 2

Page 9: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Kajian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan dan menganalisis

informasi secara kualitatif dan kuantitatif. Dari hasil kajian transaksi tanah

diharapkan dapat dihasilkan rekomendasi yang bermanfaat bagi pengembangan

kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur untuk mempromosikan dan

meningkatkan efisiensi pasar tanah yang secara otomatis akan memperbesar

manfaat untuk semua anggota masyarakat. Lebih jauh kajian ini juga diarahkan

untuk menghasilkan usulan bagi pembaruan hukum nasional, khususnya dalam

penanganan masalah sosial ekonomi dan sosial budaya sebagai konsekuensi dari

adanya dinamika pasar tanah di Indonesia.

I.C. Metode Kajian

Mengacu pada tujuan dan ruang lingkup studi yang tertuang dalam Terms

of Refference (TOR), maka lokasi kajian ini telah ditentukan untuk lima wilayah

yang terdiri dari tiga wilayah perkotaan dan dua wilayah perdesaan, meliputi: (1)

DKI Jakarta (mencakup Kotamadya Jakarta Pusat, Kotamadya Jakarta Utara,

Kotamadya Jakarta Timur, Kotamadya Jakarta Selatan, dan Kotamadya Jakarta

Barat), (2) Kota Medan, (3) Kota Balikpapan, (4) Kabupaten Klaten, dan (5)

Kabupaten Maros.

Dengan demikian kajian ini mencakup satu kota sangat besar (ibu kota

negara), satu kota besar (ibu kota propinsi Sumatera Utara), satu kota (mewakili

Kalimantan Timur), satu daerah perdesaan di Jawa Tengah, serta satu daerah

perdesaan di Sulawesi Selatan. DKI Jakarta, Kota Medan, dan Kota Balikpapan

dimaksudkan untuk mewakili daerah perkotaan, sedangkan Kabupaten Klaten

dan Kabupaten Maros dimaksudkan untuk mewakili daerah perdesaan, sehingga

dapat menggambarkan variasi pasar tanah yang secara riil berkembang di wilayah

perkotaan maupun perdesaan.

Dari pengalaman survei di lapangan diketahui bahwa setiap transaksi

tanah yang terjadi secara formal dikuatkan dengan surat perjanjian jual beli

(Akta) yang dibuat dan ditandatangani di depan PPAT (Pejabat Pembuat Akta

Tanah). Para PPAT berkewajiban membuat laporan bulanan pembuatan Akta

secara tertulis di antaranya kepada Kantor Pertanahan Kotamadya/Kota/

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 3

Page 10: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Kabupaten, Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kantor Suku

Dinas Pendapatan Daerah, dan Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Pelayanan

Pajak Bumi dan Bangunan.

Untuk menganalisis perkembangan dan mengukur efisiensi pasar tanah di

perkotaan dan perdesaan telah dilakukan pengambilan sampel dari berbagai

transaksi tanah yang termuat dalam laporan bulanan pembuatan akta oleh para

PPAT. Dalam kajian ini ditentukan metode pemilihan sampel secara purposif

dengan kriteria sebagai berikut:

1. untuk setiap lokasi kajian diambil kasus minimal 300 transaksi jual beli tanah

dalam tahun 2007 yang dipilih dari beberapa PPAT yang telah menerbitkan

akta transaksi tanah paling banyak;

2. data transaksi tercatat lengkap setiap bulan selama tahun 2007 untuk seluruh

PPAT yang dipilih sebagai sampel, dan minimum ada satu PPAT yang dapat

memberikan data lengkap untuk lima tahun terakhir;

3. data transaksi tanah minimal mencakup: tanggal akta, bentuk perbuatan

hukum, alamat penjual, alamat pembeli, jenis hak atas tanah, letak tanah, luas

tanah, nilai transaksi, tahun dan nilai NJOP;

4. prioritas pertama, data diambil dari Kantor Pertanahan Kotamadya/Kota/

Kabupaten, sambil dilakukan pengecekan apakah pernah dilakukan analisis

terhadap data transaksi jual beli tanah tersebut, prioritas kedua data diambil

dari masing-masing Kantor PPAT yang terpilih sebagai sampel;

5. data transaksi jual beli tanah saja secara jelas dapat dipisahkan dari data

transaksi jual beli tanah beserta bangunan di atasnya.

Kajian tentang perkembangan pasar tanah baik di perkotaan maupun di

perdesaan dilakukan berdasarkan analisis kecenderungan (trend analysis) selama

lima tahun terakhir terhadap berbagai data dan informasi yang terkumpul,

diantaranya adalah (1) perkembangan jumlah petak tanah yang diperjualbelikan,

(2) perkembangan jumlah pendaftaran pengalihan hak atas tanah, dan (3)

perkembangan harga tanah berdasarkan lokasi dan status hak atas tanah.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 4

Page 11: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Kajian tentang tingkat efisiensi pasar tanah dilakukan berdasarkan analisis

pengukuran gap antara harga terbaik dan harga aktual yang diestimasi dengan

pendekatan analisis ekonometrik. Ketidakefisienan pasar tanah diperkirakan

masih terjadi, sehingga tidak semua penjual tanah dapat menerima harga yang

terbaik. Penjual tanah yang beruntung dapat memperoleh tingkat harga yang

terbaik, sedangkan para penjual yang kurang beruntung akan memperoleh tingkat

harga yang lebih rendah walaupun dengan atribut tanah yang sama. Oleh karena

itu ketidakefisienan pasar tanah dapat dievaluasi berdasarkan data tentang

seberapa banyak jumlah penjual yang tidak memperoleh harga terbaik dan/atau

seberapa besar gap antara harga terbaik dan harga aktual yang diperoleh.

Untuk mendeteksi dan menganalisis implikasi sosial ekonomi dan sosial

budaya telah dilakukan survai baik melalui wawancara langsung kepada

responden secara mendalam (indepth interview) maupun dengan pengisian

kuesioner oleh para responden yang telah dipilih sebagai sampel. Dalam kajian ini

telah ditentukan responden sampel untuk setiap lokasi sebagai berikut:

1. beberapa PPAT yang melaporkan transaksi tanah paling banyak ;

2. beberapa pejabat yang terkait dengan administrasi pasar tanah, berasal dari

Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional, Kantor Pertanahan Kotamadya,

Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, dan Kantor Suku Dinas

Pendapatan Daerah;

3. beberapa orang wakil dari Kantor Cabang Real Estat Indonesia, Pengembang,

Agen Properti, Bank, Juru Taksir Nilai Tanah, dan Legal officer Perusahaan.

Analisis tentang implikasi sosial ekonomi dan sosial budaya dari

perkembangan pasar tanah dilakukan baik secara kualitatif maupun kuantitatif

terhadap berbagai data dan informasi yang digali dari studi pustaka atas

penelitian terdahulu maupun dari data primer dan data sekunder yang tersedia

dari pihak-pihak yang terkait dengan pasar tanah. Bagian ini diarahkan untuk

melakukan pembahasan secara komprehensif terutama tentang (1) dampak

penetapan harga tanah terhadap beban pajak bagi masyarakat, (2) dampak

penetapan harga tanah terhadap penerimaan negara, dan (3) dampak harga tanah

terhadap perubahan sosial budaya.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 5

Page 12: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

II. PASAR TANAH

II.A. Perkembangan Pasar Tanah

Berdasarkan teori Ekonomi Mikro yang baku, permintaan (kurve D) dan

penawaran (kurve S) yang bekerja dalam pasar tanah akan menentukan tingkat

harga (H) dan luas tanah yang diperjualbelikan (L) untuk mencapai kondisi

equilibrium (titik E) pada Gambar 1. Jika terjadi kenaikan permintaan tanah,

maka kurve D akan bergeser ke kurve D*, sehingga tingkat harga dan luas tanah

berpindah ke equilibrium yang baru (titik F).

Gambar 1. Kurve Permintaan (D) dan Penawaran (S) Tanah

Jika terjadi kenaikan permintaan tanah untuk kebutuhan pemukiman

sebagai akibat dari pertumbuhan penduduk, ataupun untuk kebutuhan

pembangunan sektor industri dan jasa, maka dapat diprediksi akan terjadi

kenaikan tingkat harga tanah. Konsekuensinya, pertumbuhan ekonomi di kota

besar akan mendorong kenaikan harga yang lebih cepat daripada di kota kecil,

atau kenaikan harga tanah di perkotaan akan lebih besar daripada di perdesaan.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 6

Page 13: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Gambar 2 mengilustrasikan adanya realokasi penggunaan tanah, karena

kenaikan permintaan yang lebih kuat untuk kepentingan komersial (industri dan

jasa), maka kenaikan harga tanah terjadi sejalan dengan alokasi tanah untuk

komersial yang semakin luas dan secara otomatis mengurangi alokasi tanah untuk

pemukiman (dari equilibrium di titik E ke titik F).

Gambar 2. Kurve Permintaan dan Penawaran TanahUntuk Komersial (K) dan Pemukiman (P)

Yang dimaksud dengan pasar tanah dalam kajian ini adalah keseluruhan

transaksi jual beli tanah yang telah dilakukan secara sukarela dan telah disahkan

berdasarkan penerbitan akta jual beli oleh PPAT. Di wilayah perkotaan PPAT

biasanya adalah notaris, dan di perdesaan PPAT biasanya Camat setempat. Di

tengah kota Kabupaten, para penjual dan pembeli mempunyai pilihan untuk

mendapatkan akta jual beli tanah dari notaris atau dari camat.

Para PPAT wajib melaporkan keseluruhan Akta Jual Beli (AJB) tanah yang

telah dibuat setiap bulan kepada Kantor Pertanahan Kotamadya/Kota/

Kabupaten. Laporan tersebut juga berisi Akta Hibah (AH), Akta Perolehan Hak

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 7

Page 14: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Bersama (APHB), Akta Tukar Menukar (ATM), dan Akta Perolehan Hak

Tanggungan (APHT), yang harus diserahkan paling lambat dalam 10 hari bulan

berikutnya.

Dengan demikian kuantitas transaksi jual beli tanah yang terjadi setiap

bulan dapat diketahui dengan melakukan rekapitulasi terhadap seluruh laporan

PPAT yang diterima oleh Kantor Pertanahan Kotamadya/Kota/Kabupaten . Hasil

rekapitulasi transaksi tersebut menunjukkan bahwa jumlah AJB pada tahun 2007

mencapai 42.919 buah di DKI Jakarta, 8.599 buah di Kota Medan, 4.707 buah di

Kota Balikpapan, 7.792 buah di Kabupaten Klaten, dan 1.053 buah di Kabupaten

Maros (Tabel 1).

Tabel 1. Jumlah Transaksi Jual Beli Tanah di Jakarta, Medan, Balikpapan, Klaten, dan Maros, 2007

Lokasi Kajian AJB Balik Nama

Jakarta Timur 13.561 5.380 Jakarta Barat 10.917 10.999 Jakarta Selatan 9.132 8.493 Jakarta Utara 6.293 6.104 Jakarta Pusat 3.016 3.086

Jakarta 42.919 34.062 Medan 8.599 7.136 Balikpapan 4.707 4.682 Klaten 7.792 8.001 Maros 1.053 -

Sumber data: Kantor Pertanahan masing-masing lokasi kajian.

Dari jumlah AJB tersebut yang kemudian ditindaklanjuti dengan

pendaftaran peralihan (balik nama) hak atas tanah di Kantor Pertanahan

Kotamadya/Kota/Kabupaten dapat diketahui dari jumlah pendaftaran peralihan

hak yang terekam dalam program komputer yang disebut LOC (Land Office

Computerization). Kecuali di Jakarta Timur, ternyata jumlah balik nama tidak

terlalu jauh berbeda dengan jumlah AJB, berarti sebagian besar pembuatan AJB

oleh PPAT kemudian ditindaklanjuti dengan pendaftaran peralihan hak secara

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 8

Page 15: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

resmi di Kantor Pertanahan setempat. Khusus di wilayah Kotamadya Jakarta

Timur ternyata masih banyak dijumpai penjualan tanah dengan bukti

kepemilikan yang berupa Letter C atau girik, sehingga setelah terjadi transaksi

jual beli tanah, kemudian pemilik yang baru melakukan pendaftaran untuk

memperoleh sertifikat tanah pertama kali.

Berdasarkan proses pendaftaran peralihan hak secara formal, dapat

diketahui perkembangan pasar tanah dengan mengamati data runtun waktu yang

dihasilkan dari komputer yang sudah terpasang sejak lima tahun lalu atau lebih.

Khusus di Kabupaten Maros ternyata belum terpasang LOC, namun sudah ada

data hasil rekapitulasi laporan PPAT selama lima tahun terakhir. Dalam tahun

2003-2005 jumlah pendaftaran balik nama hak atas tanah di Kotamadya Jakarta

Barat, Kota Medan, Kota Balikpapan, Kabupaten Klaten, dan Kabupaten Maros

menunjukkan kenaikan yang sangat signifikan (Tabel 2).

Tabel 2. Perkembangan Pendaftaran Balik Nama Transaksi Jual Beli Tanah di Jakarta, Medan, Balikpapan, Klaten, dan Maros, 2003-2007

Tahun Jakarta Barat

Jakarta Pusat

Medan Balik- Papan

Klaten Maros

2003 9.756 4.353 5.603 2.880 8.219 652 2004 10.687 4.524 5.972 4.580 8.521 931 2005 12.220 4.390 7.217 5.493 9.417 1.032 2006 8.605 2.964 6.210 5.540 7.422 1.043 2007 10.999 3.086 7.136 4.682 8.001 1.053

Sumber data: Kantor Pertanahan masing-masing lokasi kajian.

Adanya kelesuan perekonomian secara makro akibat kenaikan harga BBM

(bahan bakar minyak) pada bulan Oktober 2005, ternyata mempunyai dampak

yang sangat nyata terhadap jumlah transaksi jual beli tanah, sehingga terjadi

penurunan jumlah pendaftaran balik nama hak atas tanah secara drastis pada

tahun 2006, terutama di Jakarta, Medan, dan Klaten, dan pada tahun 2007,

jumlah pendaftaran balik nama tersebut sudah tampak meningkat lagi. Di

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 9

Page 16: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Balikpapan, penurunan pendaftaran balik nama baru terjadi pada tahun 2007,

sedangkan di Maros ternyata tidak terjadi penurunan tetapi pertambahannya

pada tahun 2006 dan 2007 sangat sedikit. Dengan demikian perkembangan pasar

tanah di lokasi kajian pada umumnya tergantung dari kondisi perekonomian

secara makro. Di Jakarta Utara, Jakarta Timur, dan Jakarta Selatan LOC-nya baru

terpasang bulan Desember 2006, sehingga belum dapat diketahui rekaman data

balik nama hak atas tanah berdasarkan runtun waktu tahunan.

II.B. Perkembangan Harga Tanah

Gambaran kenaikan harga tanah setiap tahun, untuk atribut tanah yang

relatif sama dapat diamati dari harga penjualan tanah di suatu lokasi perumahan.

Di Puri Media Kembangan, misalnya, harga tanah tampak meningkat terus setiap

tahun (Tabel 3 dan Gambar 3). Menurut pengelola perumahan ini harga tanah

disesuaikan dengan kenaikan NJOP (nilai jual objek pajak) yang juga meningkat

setiap tahun. Perlu diperhatikan bahwa kenaikan harga tanah dan NJOP selama

kurun waktu 2000-2008 di lokasi perumahan tersebut (sekitar 17%) bahkan lebih

tinggi daripada kenaikan harga atau tingkat inflasi (9,22%) yang dicerminkan oleh

IHK (Indeks Harga Konsumen) pada Gambar 4.

Tabel 3. Perkembangan Harga dan NJOP Tanah di Puri Media Kembangan, Jakarta Barat, 2000-2008

Tahun Kelas NJOP(ribu Rp/m2) Harga Tanah Kelas Tanah Bangunan Tanah Bangunan ribu Rp/m2 Tanah

2000 A15 A07 1.032 429 1.120 65

2001 A14 A07 1.147 429 1.503 64

2002 A13 A07 1.274 429 1.800 63

2003 A10 A07 1.722 429 2.300 60

2004 A06 A07 2.352 429 2.600 56

2005 A06 B20 2.352 1.516 3.100 56

2006 A05 B20 2.508 1.516 3.519 55

2007 B50 B20 3.375 1.516 3.700 50

2008 B49 B20 3.745 1.516 4.570 49

Sumber data: Kantor Pemasaran Puri Media Kembangan.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 10

Page 17: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

0.00.51.01.52.02.53.03.54.04.55.0

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

HargaNJOP

Juta Rp/m2

Gambar 3. Perkembangan Harga dan NJOP Tanah di Puri Media Kembangan, Jakarta Barat

0

100

200

300

400

500

2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

HargaNJOPIHK

Gambar 4. Perbandingan Indeks Harga dan NJOP Tanah dengan IHK

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 11

Page 18: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Data yang termuat dalam laporan PPAT dapat juga dipergunakan untuk

menggambarkan perkembangan harga tanah secara runtun waktu, bulanan atau

tahunan, dengan memperhatikan beberapa atribut tanah yang ditransaksikan,

yaitu jenis hak atas tanah, NJOP (sebagai indikator kualitas tanah), dan lokasi

tanahnya. Perlu diketahui bahwa atribut tanah yang ditransaksikan sebenarnya

sangat bervariasi, baik dari jauh dekatnya dari fasilitas publik, infra struktur yang

sudah tersedia, dan perencaan tata ruang maupun dari waktu terjadinya transaksi.

Hasil analisis data sampel transaksi tanah dari masing-masing daerah

perkotaan menunjukkan bahwa secara absolut, tingkat harga tanah di Jakarta

Selatan, seperti yang diharapkan, ternyata jauh lebih tinggi daripada di kota

Medan, dan harga tanah di Kota Medan ternyata juga jauh lebih tinggi daripada di

Kota Balikpapan. Dari keseluruhan data harga tanah yang dianalisis, baik pada

hak milik maupun pada hak guna bangunan, tampak adanya kenaikan yang

sangat signifikan (Tabel 4, 5, dan 6), dengan laju kenaikan yang melebihi rata-rata

tingkat inflasi dalam kurun waktu yang sama (8,37%).

Harga tanah milik di Jakarta Selatan, yaitu di Kecamatan Pasar Minggu

(yang lebih dekat dengan pusat kota) ternyata lebih tinggi daripada di Kecamatan

Jagakarsa, tetapi laju kenaikannya hampir sama. Begitu juga harga tanah HGB di

Kecamatan Pasar Minggu secara absolut jauh lebih tinggi, dan laju kenaikannya

juga lebih cepat daripada di Kecamatan Jagakarsa. NJOP tanah milik maupun

tanah HGB ternyata menunjukkan kenaikan dengan laju yang hampir sama

dengan laju kenaikan harganya. Hal yang menarik adalah bahwa laju kenaikan

harga tanah HGB lebih cepat daripada tanah milik (Tabel 4).

Di Kota Medan, kenaikan harga tanah milik dengan laju yang cukup tinggi

terjadi di wilayah Kecamatan Medan Selayang (30,9%), sedangkan di Kecamatan

Medan Helvetia jauh lebih rendah (17%). Harga tanah HGB secara absolut jauh

lebih tinggi daripada harga tanah milik, dan laju kenaikannya juga lebih cepat,

yaitu 35% di Kecamatan Medan Selayang dan 26,6% di Kecamatan Medan

Helvetia (Tabel 5). Sampel transasksi tanah di Kota Medan menunjukkan bahwa

secara absolut NJOP tanah milik maupun tanah HGB tenyata lebih tinggi

daripada harga tanahnya, dan laju kenaikan NJOP hanya sedikit lebih rendah

daripada laju kenaikan harga tanahnya.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 12

Page 19: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Tabel 4. Perkembangan Harga dan NJOP Tanah di Perkotaan Jakarta Selatan (ribu Rp/m2), 2003-2007

Tanah Milik Tanah HGB

Tahun Kec. Pasar Minggu Kec. Jagakarsa Kec. Pasar Minggu Kec. Jagakarsa

Harga NJOP Harga NJOP Harga NJOP Harga NJOP

2003 395 392 326 320 576 574 308 330

2004 453 447 396 389 540 563 353 345

2005 459 468 378 371 877 864 495 437

2006 572 563 459 461 1214 1293 442 501

2007 650 654 557 575 1103 1160 664 635

Kenaikan (%)

12,3 12,5 12,2 13,4 21,1 22,4 17,6 16,8

Sumber data: Laporan PPAT.

Tabel 5. Perkembangan Harga dan NJOP Tanah di Kota Medan (ribu Rp/m2), 2003-2007

Tanah Milik Tanah HGB

Tahun Kec. Medan Selayang

Kec. Medan Helvetia

Kec. Medan Selayang

Kec. Medan Helvetia

Harga NJOP Harga NJOP Harga NJOP Harga NJOP

2003 74 130 109 138 266 377 370 571

2004 117 133 126 136 348 340 583 803

2005 130 171 137 192 486 494 639 773

2006 199 226 186 247 774 850 937 1223

2007 266 386 210 224 1028 1100 1105 1222

Kenaikan (%) 30,9 27,2 17,0 15,7 35,0 30,6 26,6 19,4

Sumber data: Laporan PPAT.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 13

Page 20: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Di Kota Balikpapan, harga tanah milik maupun tanah HGB di pusat kota,

yaitu di Kecamatan Balikpapan Selatan, secara konsisten lebih tinggi daripada di

lokasi yang lebih jauh dari pusat kota, yaitu di Kecamatan Balikpapan Utara,

Balikpapan Timur, dan Balikpapan Barat. Harga tanah di Kelurahan Gunung

Bahagia Kecamatan Balikpapan Selatan, yang relatif dekat dengan pusat kota,

tampak jauh lebih tinggi daripada di Kelurahan Batu Ampar Kecamatan

Balikpapan Utara, baik untuk tanah milik maupun tanah dengan hak guna

bangunan (Tabel 6). Di Kelurahan Teritip Kecamatan Balikpapan Timur dan di

Kelurahan Kariangau Kecamatan Balikpapan Barat, yang lokasinya jauh dari

pusat kota dan merupakan daerah yang belum berkembang ternyata harga

tanahnya sangat rendah.

Tabel 6. Perkembangan Harga dan NJOP Tanah di Kota Balikpapan (ribu Rp/m2), 2003-2007

Tahun Kel. Gunung Bahagia Kec. Balikpapan Selatan

Kel.Batu Ampar Kec. Bpp Utara

Kel. Teritip Kec. Bpp Timur

Kel. Kariangau Kec. Bpp Barat

Hak Milik HGB Hak Milik HGB Hak Milik Hak Milik

Harga Tanah

2003 126 151 53 50 4,6 2,6 2004 133 129 60 62 11,9 2,3 2005 152 146 80 76 10,3 2,5 2006 226 186 101 89 12,9 3,1 2007 296 363 107 269 13,5 4,4

Kenaikan (%)

22,4 21,2 19,3 37,3 19,7 13,5

NJOP

2003 120 154 45 34 3,0 2,4 2004 119 127 47 48 14,0 1,9 2005 130 131 54 50 7,1 2,2 2006 205 145 76 60 9,3 2,3 2007 268 345 93 287 15,1 4,3

Kenaikan (%) 21,5 17,5 19,3 44,9 28,2 13,6

Sumber data: Laporan PPAT Kota Balikpapan.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 14

Page 21: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Secara keseluruhan perkembangan harga tanah di Kota Balikpapan

menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan. Laju kenaikan harga tanah rata-

rata per tahun di Kelurahan Gunung Bahagia mencapai 22,4% untuk tanah milik

dan 21,2% untuk tanah dengan hak guna bangunan. Di Kelurahan Batu Ampar,

laju kenaikan harga tersebut adalah 19,3% dan 37,3%. Walaupun tingkat harganya

sendiri masih sangat rendah, tetapi harga tanah di Kelurahan Teritip dan

Kelurahan Kariangau juga mengalami kenaikan yang signifikan, rata-rata sebesar

19,7% dan 13,5%. Secara umum NJOP tanah di perkotaan Balikpapan tampak

lebih rendah daripada tingkat harganya, tetapi laju kenaikannya hampir sama,

bahkan ada yang jauh lebih tinggi, yaitu untuk tanah HGB di Kelurahan Batu

Ampar dan tanah milik di Kelurahan Teritip.

Perkembangan harga tanah di perdesaan dapat dilihat dari hasil analisis

data Laporan PPAT dari Kabupaten Klaten dan Kabupaten Maros. Harga tanah di

perdesaan Kabupaten Klaten tampak jauh lebih rendah daripada tingkat harga

tanah di pusat perkotaan, tetapi juga menunjukkan perkembangan yang

signifikan. Laju kenaikan harga tanah milik rata-rata per tahunnya adalah 15,8%

di Kecamatan Tulung, 9,7% di Kecamatan Polanharjo, dan 14% di Kecamatan

Wonosari (Tabel 7). Tingkat harga tanah di tiga Kecamatan tersebut hampir sama,

dan NJOP-nya juga hampir sama di Kecamatan Tulung dan Polanharjo, tetapi

NJOP di Kecamatan Wonosari tampak jauh lebih tinggi daripada harga tanahnya.

Dalam kurun waktu yang sama, NJOP tanah di lokasi tersebut juga menunjukkan

kenaikan, rata-rata sebesar 15,6%, 15,9%, dan 28,7% per tahun.

Perkembangan harga tanah yang signifikan juga terjadi di daerah

perdesaan Kabupaten Maros. Laju kenaikan harga tanah milik rata-rata per

tahunnya adalah 27,8% di Kecamatan Turikale, 18,6% di Kecamatan Maros Baru,

dan 38,1% di Kecamatan Mandai. Secara keseluruhan NJOP tanah milik di

perdesaan Maros jauh lebih rendah daripada tingkat harganya (Tabel 8). Dalam

kurun waktu yang sama, NJOP tanah di lokasi tersebut juga menunjukkan

kenaikan, rata-rata sebesar 33,8%, 13,4%, dan 29,5% per tahun.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 15

Page 22: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Tabel 7. Perkembangan Harga dan NJOP Tanah Milik di Perdesaan Kabupaten Klaten (ribu Rp/m2), 2003-2007

Tahun Kecamatan Tulung Kecamatan Polanharjo Kecamatan Wonosari

Harga Tanah NJOP Harga Tanah NJOP Harga Tanah NJOP

2003 26 21 32 25 22 45

2004 27 26 36 30 31 129

2005 33 35 44 36 39 162

2006 40 31 48 40 42 171

2007 47 42 45 48 38 164 Kenaikan

(%) 15,8 15,6 9,7 15,9 14,0 28,7

Sumber data: Laporan PPAT Kabupaten Klaten.

Tabel 8. Perkembangan Harga dan NJOP Tanah Milik di Perdesaan Kabupaten Maros (ribu Rp/m2), 2003-2007

Tahun Kecamatan Turikale Kecamatan Maros Baru Kecamatan Mandai

Harga Tanah NJOP Harga Tanah NJOP Harga Tanah NJOP

2003 129 58 69 60 42 20

2004 225 171 102 89 83 40

2005 247 170 110 78 100 56

2006 325 154 117 94 137 66

2007 427 332 163 114 220 68

Kenaikan (%) 27,8 33,8 18,6 13,4 38,1 29,5

Sumber data: Laporan PPAT Kabupaten Maros.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 16

Page 23: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Dari uraian di atas dapat ditarik pelajaran bahwa harga tanah di perkotaan

Medan di mana jumlah transaksi tanah saja (tanpa bangunan) relatif sedikit

terjadi laju kenaikan harga yang cukup tinggi, baik pada tanah milik maupun pada

tanah HGB, sedangkan di perkotaan Jakarta, terutama di pinggir selatan dan

tenggara Jakarta Timur, dan pinggir selatan Jakarta Selatan, serta pinggir barat

Jakarta Barat masih cukup banyak bidang tanah yang ditransaksikan, ternyata

laju kenaikan harganya relatif rendah. Di perkotaan Balikpapan, pada umumnya

laju kenaikan harga tanah cukup tinggi, dan terjadi baik di pusat kota maupun di

wilayah yang jauh dari pusat kota.

Disamping itu hasil kajian ini juga memberikan pelajaran bahwa laju

kenaikan harga tanah milik di Jakarta justru lebih rendah daripada di Kota Medan

dan Balikpapan, berlawan dengan prediksi secara teoritis. Laju kenaikan harga

tanah milik di perdesaan Kabupaten Klaten dan Kabupaten Maros juga tampak

lebih tinggi daripada laju keanaikan harga tanah milik di Jakarta Selatan. Hal ini

mengindikasikan bahwa pengaruh kondisi perekonomian yang tumbuh lambat

lebih nyata terjadi pada pasar tanah di perkotaan DKI Jakarta bila dibanding

dengan sampel wilayah perkotaan lain ataupun sampel wilayah pedesaan.

II.C. Efisiensi Pasar Tanah

Karena tanah mempunyai berbagai karakteristik yang menentukan

penggunaannya, maka variasi harga tanah dalam waktu yang sama dapat juga

diterangkan dengan menggunakan Teori Harga Hedonik. Gambar 5 menunjukkan

bahwa semakin tinggi nilai karakteristik (C) yang dimiliki oleh suatu petak tanah

akan mempunyai tingkat harga (H) yang semakin tinggi. Karakteristik tanah yang

dimaksud diantaranya adalah lokasi (J), luas petak (L), kelas (K), dan jenis hak

penguasaan atas tanah. Semakin dekat lokasi tanah dengan jalan raya, semakin

luas petak tanah yang diperjualbelikan, semakin baik kelas tanah, dan/atau

semakin kuat hak yang dimiliki dalam penguasaan tanah dapat diperkirakan

harga tanahnya semakin tinggi pula. Jika kelas tanah (K) yang semakin besar

menunjukkan kualitas tanah yang semakin rendah maka terjadi hubungan negatif

antara tingkat harga (H) dan kelas tanah (K) seperti yang tampak pada Gambar 6.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 17

Page 24: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Gambar 5. Harga Tanah Menurut Teori Harga Hedonik

Gambar 6. Hubungan Harga (H) dan Kelas (K) Tanah

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 18

Page 25: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Gambar 6 mengilustrasikan para penjual tanah yang beruntung

dapat memperoleh tingkat harga yang terbaik, yaitu yang terletak pada kurve yang

melalui tanda bintang, sedangkan para penjual yang kurang beruntung akan

memperoleh tingkat harga yang berada di bawah kurve tersebut. Oleh karena itu

ketidakefisienan pasar tanah dapat dievaluasi berdasarkan data tentang seberapa

banyak jumlah penjual yang tidak dapat memperoleh harga terbaik dan/atau

seberapa besar gap antara harga terbaik dan harga aktual yang diperoleh.

Untuk mengukur tingkat efisiensi pasar tanah di seluruh lokasi kajian telah

dikumpulkan data transaksi jual beli tanah saja (tanpa bangunan di atasnya)

sebanyak 1.520 kasus di DKI Jakarta, 689 kasus di Kota Medan, 1.432 kasus di

Kota Balikpapan, 1.423 kasus di Kabupaten Klaten, dan 585 di Kabupaten Maros.

Untuk Kabupaten Klaten dan Kabupaten Maros, kasus transaksi jual beli tanah

yang terjadi di dalam kota kecamatan dan kabupaten tidak dimasukkan sebagai

sampel, sehingga kedua lokasi ini dirancang benar-benar menggambarkan daerah

perdesaan. Deskripsi statistik sampel transaksi jual beli tanah di lima lokasi

disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Deskripsi Statistik Sampel Transaksi Tanah di Jakarta, Medan, Balikpapan, Klaten, dan Maros

No. Variabel Jakarta Medan Balikpapan Klaten Maros

1 Harga Tanah (ribu Rp/m2) 976 470 146 46 181

2 NJOP (ribu Rp/m2) 964 466 156 30 79

3 Luas Tanah (m2) 132 394 1492 847 1891

4 Kelas Tanah 67 73 79 85 85

5 Proporsi LC (%) 38 0 0 1 23

6 Proporsi HGB (%) 6 25 45 0 0

Sumber data: Laporan PPAT.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 19

Page 26: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Dari deskripsi statistik dapat diketahui bahwa harga tanah tertinggi terjadi

di Jakarta, kemudian di bawahnya adalah Medan, Maros, Balikpapan, dan

terendah terjadi di Klaten. NJOP di Jakarta ternyata hanya sedikit di bawah harga

tanah, dan sebaliknya NJOP di Medan lebih tinggi daripada harga tanah. NJOP di

Balikpapan dan Klaten lebih rendah daripada harga tanah, dan di Maros bahkan

jauh lebih rendah.

Rata-rata luas tanah yang diperjual-belikan hanya 132 m2 di Jakarta, dan

ternyata lebih luas di Medan 394 m2, di Klaten 847 m2, di Balikpapan 1492 m2,

dan yang paling luas di Maros 1891 m2. Kelas tanah yang terbaik adalah Jakarta,

kemudian diikuti oleh Medan, Balikpapan, Klaten dan Maros. Bidang tanah yang

diperjualbelikan tanpa sertifikat, tetapi berdasarkan letter C atau girik, ternyata

paling banyak terjadi di Jakarta yang mencapai 38%, kemudian Maros 23%,

sedangkan di Klaten sangat sedikit. Bidang tanah dengan Hak Guna Bangunan

(HGB) yang paling banyak diperjualbelikan terjadi di Balikpapan yang mencapai

45%, kemudian Medan 25%, dan Jakarta hanya 6%.

Bila data transaksi jual beli tanah diplot dengan gambar tersebar, maka

ternyata antara harga dan kelas tanah, serta antara harga dan luas tanah,

menunjukkan hubungan yang negatif dan melengkung (Gambar 7 dan 8). Oleh

karena itu fungsi harga tanah dalam kajian ini sudah selayaknya diestimasi

dengan menggunakan fungsi non-linear, yaitu fungsi logaritmik.

Untuk mengukur tingkat efisiensi pasar tanah, baik di perkotaan maupun

di perdesaan, dilakukan analisis pengukuran gap antara harga terbaik dan harga

aktual. Estimasi harga terbaik dilakukan dengan pendekatan analisis regresi dari

sekelompok penjual tanah yang memperoleh harga terbaik (best price), dengan

formula sebagai berikut:

Ln Ho = α + β1 ln L + β2 ln K + δ1 D1 + δ2 D2

di sini Ho = harga tanah, L = luas petak tanah, K = kelas tanah, D1 = dummy hak

milik tanpa sertifikat, D2 = dummy hak guna bangunan.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 20

Page 27: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Gambar 7. Hubungan antara Harga dan Kelas Tanah di Balikpapan

Gambar 8. Hubungan antara Harga dan Luas Tanah di Medan

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 21

Page 28: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Hasil estimasi model regresi untuk keseluruhan sampel pada masing-

masing lokasi kajian disajikan pada Tabel 10. Secara keseluruhan model regresi

yang dihasilkan ternyata mempunyai koefisien determinasi (R2) relatif tinggi

(lebih dari 85%), yang berarti model regresi ini relatif baik dan mempunyai daya

prediksi yang tinggi. Variabel bebas yang paling dominan adalah kelas tanah,

sedangkan variabel dummy HGB tidak berlaku untuk tanah di perdesaan

(Kabupaten Klaten dan Maros). Variabel kelas dan luas tanah mempunyai tanda

yang negatif, berarti keduanya mempunyai hubungan yang negatif dan

melengkung dengan harga tanah. Variabel dummy LC dan HGB mempunyai

tanda yang negatif, berarti bahwa tanah dengan status hak milik yang belum

bersertifikat (LC) dan tanah dengan Hak Guna Bangunan (HGB) mempunyai

harga yang lebih rendah bila dibandingkan dengan tanah hak milik yang sudah

mempunyai sertifikat.

Tabel 10. Koefisien Regresi Harga Aktual

Var. Bebas Jakarta Medan Balikpapan Klaten Maros

Ln Luas -0,045 -0,124 -0,205 -0,500 -0,858

Ln Kelas -6,110 -9,312 -14,565 -9,600 -6,018

Dummy LC -0,120 -0,186 -0,611

Dummy HGB -0,115 0,173 0,005

Constant 32,480 46,207 69,197 49,124 35,929

R2 0,886 0,860 0,913 0,863 0,874

N 1520 486 1429 1423 585

Model-model regresi tersebut dipergunakan untuk mengestimasi nilai

harga tanah untuk setiap sampel pada masing-masing lokasi kajian, kemudian

dipergunakan untuk menghitung rasio antara harga aktual dan nilai estimasi

harga tanah. Sampel transaksi jual beli tanah yang mempunyai angka rasio

tertinggi dipilih untuk mengestimasi harga terbaik (best price). Jumlah sampel

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 22

Page 29: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

untuk mengestimasi harga terbaik ditentukan 10% dari seluruh sampel transaksi

jual beli tanah. Bila diamati lebih jauh maka dapat diketahui bahwa sampel

transaksi jual beli tanah yang termasuk dalam kelompok 10% ini pada umumnya

transaksi yang dilakukan oleh atau untuk perusahaan, dan sejumlah penjual/

pembeli yang mau melaporkan harga transaksi yang sebenarnya.

Hasil estimasi untuk model regresi harga terbaik disajikan pada Tabel 11.

Secara keseluruhan model regresi harga terbaik yang dihasilkan ternyata juga

konsisten, mempunyai koefisien determinasi (R2) relatif tinggi (lebih dari 85%),

variabel bebas kelas tanah tetap yang paling dominan, dan seluruh tanda koefisien

variabel bebas juga negatif seperti yang diharapkan.

Tabel 11. Koefisien Regresi Harga Terbaik

Var. Bebas Jakarta Medan Balikpapan Klaten Maros

Ln Luas -0,111 -0,142 -0,167 -0,526 -0,782

Ln Kelas -5,572 -8,909 -15,208 -9,909 -6,357

Dummy LC -0,053 -0,125 -0,566

Dummy HGB -0,080 0,333 0,035

Constant 30,877 45,116 72,412 51,167 38,056

R2 0,878 0,976 0,978 0,971 0,974

N 152 49 143 142 58

Jika hasil estimasi model regresi harga terbaik tersebut dituliskan dalam

bentuk persamaan matematik, maka akan tampak sebagai berikut:

1. Model Best Price untuk Jakarta:

Ln Harga = 30,877 – 0,111 ln Luas – 5,572 ln Kelas – 0,053 LC – 0,080 HGB

2. Model Best Price untuk Medan:

Ln Harga = 45,116 – 0,142 ln Luas – 8,909 ln Kelas – 0,333 HGB

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 23

Page 30: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

3. Model Best Price untuk Balikpapan:

Ln Harga = 72,412 – 0,167 ln Luas – 15,208 ln Kelas + 0,035 HGB

4. Model Best Price untuk Klaten:

Ln Harga = 51,167 – 0,526 ln Luas – 9,909 ln Kelas – 0,125 LC

5. Model Best Price untuk Maros:

Ln Harga = 38,056 – 0,782 ln Luas – 6,357 ln Kelas – 0,566 LC

Model-model harga terbaik tersebut kemudian digunakan untuk

mengestimasi tingkat harga terbaik bagi masing-masing seluruh sampel transaksi

jual beli tanah berdasarkan atribut yang dimilikinya sebagai variabel bebas. Rata-

rata hasil estimasi harga terbaik (best price) dari seluruh sampel kemudian

dibandingkan dengan rata-rata harga tanah yang terjadi secara aktual (actual

price). Gap harga adalah harga terbaik minus harga aktual. Ternyata Gap harga

yang terjadi dalam transaksi jual beli tanah di Jakarta adalah 26% dari harga

terbaik. Gap harga tersebut adalah 43% di Medan, 53% di Balikpapan, 40% di

Klaten, dan 57% di Maros (Tabel 12).

Tabel 12. Gap Antara Harga Terbaik dan Harga Aktual

No Mean Jakarta Rp/m2

(%)

Medan Rp/m2

(%)

BalikpapanRp/m2

(%)

Klaten Rp/m2

(%)

Maros Rp/m2

(%)

1 Harga

Terbaik

1.314.857

(100)

863.481

(100)

308.879

(100)

76.104

(100)

421.408

(100)

2 Harga

Aktual

976.060

(74)

489.224

(57)

146.060

(47)

45.750

(60)

181.190

(43)

3 Gap 389,596

(26)

374.257

(43)

162.819

(53)

30,354

(40)

240.218

(57)

Catatan: Angka dalam kurung adalah persentase.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 24

Page 31: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Angka-angka gap harga tersebut memberikan indikasi adanya ketidak-

efisienan pasar tanah, baik di perkotaan maupun di perdesaan. Tingkat efisiensi

pasar tanah di DKI Jakarta mencapai 74%, di Kota Medan 57%, di Kota

Balikpapan 47%, di Kabupaten Klaten 60% dan di Kabupaten Maros 43%. Dengan

demikian efisiensi pasar tanah di perdesaan ternyata tidak berbeda jauh bila

dibandingkan dengan di perkotaan, tetapi yang tampak jelas adalah bahwa pasar

tanah yang semakin jauh dari pusat ibukota Jakarta semakin kurang efisien.

Gap harga tanah terjadi karena berbagai hal, di antaranya (1) penjual dan

pembeli tanah bersepakat untuk melaporkan harga transaksi yang lebih rendah

daripada harga yang sebenarnya untuk menurunkan pajak yang harus dibayar dan

mengurangi biaya pembuatan akta oleh PPAT, (2) penjual melakukan transaksi

jual beli tanah dalam keadaan terpaksa karena musibah atau kesulitan ekonomi

sehingga mau menerima harga yang relatif lebih rendah, (3) adanya bencana yang

menurunkan kualitas atau atribut yang melekat pada tanah yang dijual, (4)

penjual harus pindah tempat karena tugas atau mengikuti keluarga, dan (5)

terjadinya perubahan lingkungan yang kurang menguntungkan sehingga

menurunkan harga tanah secara keseluruhan lokasi.

Jika model harga terbaik dan harga aktual diaplikasikan untuk kelas tanah

antara 60 sampai dengan 75, untuk tanah milik yang sudah bersertifikat, luas

tanah 150 m2 di Jakarta, maka gap harga dapat diiliustrasikan seperti pada

Gambar 9. Pada Gambar 9 ini tampak bahwa harga tanah yang aktual terjadi di

Jakarta terletak pada kurve yang selalu di bawah kurve harga terbaik karena

nilainya memang hanya 74%-nya. Disamping itu tampak juga bahwa semakin

baiknya kualitas tanah yang ditandai dengan nilai kelas tanah yang semakin kecil

terjadi gap harga yang semakin lebar. Hal ini terjadi karena variabel yang paling

dominan menentukan harga tanah dalam kajian ini adalah kelas tanah (K).

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 25

Page 32: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

0

500

1000

1500

2000

60 65 70 75

Best Price

Actual Price

Harga (ribu Rp/m2)

Kelas

Gambar 9. Gap Harga Tanah di Jakarta

III. IMPLIKASI SOSIAL EKONOMI

III.A. Beban Pajak Bagi Masyarakat

Berdasarkan ketentuan yang tertera dalam Undang-Undang Tentang Pajak

Bumi dan Bangunan Tahun 1985, maka pajak tanah dihitung berdasarkan rumus

sebagai berikut:

Pajak Tanah = 0,5% x Nilai Jual Kena Pajak

Dalam rumus tersebut Nilai jual = nilai jual obyek pajak (NJOP), dan

besarnya Kena Pajak ditetapkan 20% untuk tanah yang NJOP-nya kurang dari

Rp 1 milyar, dan 40% untuk tanah perkebunan, kehutanan, dan pertambangan,

atau tanah yang NJOP-nya Rp 1 milyar atau lebih.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 26

Page 33: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Dengan demikian harga tanah yang terjadi dalam transaksi jual beli

dipergunakan sebagai acuan untuk menentukan NJOP dan selanjutnya untuk

menetapkan besarnya pajak tanah. Dalam prakteknya, penetapan NJOP tidak

harus sama dengan harga tanah, tetapi tergantung dari kebijakan Pemerintah,

baik Pusat maupun Daerah. Sebagian besar transaksi jual beli tanah di DKI

Jakarta dilaporkan dengan harga tanah sama dengan NJOP (Tabel 13). Di Kota

Medan sebagian besar transaksi tanah dilaporkan dengan harga tanah yang lebih

rendah daripada NJOP, dan sebaliknya di Klaten dan Maros (sebagai daerah

perdesaan) sebagian besar dilaporkan dengan harga tanah yang lebih tinggi

daripada NJOP. Di Balikpapan, sekitar 40% transaksi tanah dilaporkan dengan

harga yang lebih tinggi, 31% dengan harga sama, dan 29% dengan harga lebih

rendah daripada NJOP-nya.

Secara runtun waktu, data transaksi tanah yang telah disajikan pada Tabel

4 sampai dengan Tabel 8 menunjukkan bahwa NJOP cenderung naik dari tahun

ke tahun, sejalan dengan kenaikan harga tanah. Secara umum laju kenaikan NJOP

di lokasi kajian tampak lebih tinggi dari rata-rata laju inflasi (8,37%) selama

kurun waktu 2003-2007.

Tabel 13. Perbandingan Harga Tanah dan NJOP

516109137269Medan

1715117346973Klaten

Lokasi Kajian < NJOP

≈NJOP

> NJOP JumlahTransaksi

Jakarta Selatan 151 421 168 740

Jakarta Barat 88 275 122 485

Jakarta Timur 41 291 8 340

Balikpapan 598 459 422 1479

Maros 109 80 505 684 Sumber data: Laporan PPAT.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 27

Page 34: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

III.B. Pendapatan Negara Dari Pajak Tanah

Harga tanah yang meningkat setiap tahun secara otomatis diikuti dengan

kenaikan pajak tanah. Seperti yang dapat diprediksikan maka penerimaan negara

yang berupa Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah

dan Bangunan (BPHTB) terus meningkat setiap tahun (Tabel 14), di antaranya

karena kenaikan harga tanah. Konsekuensinya, kenaikan harga tanah setiap tahun

menjadi beban bagi masyarakat karena harus membayar pajak yang semakin

meningkat, tetapi di lain pihak Pemerintah mendapatkan sumber dana dari pajak

yang berupa PBB, PPh, dan BPHTB yang semakin besar.

Tabel 14. Perkembangan Penerimaan Negara dari PBB dan BPHTB (milyar Rp), 1997/98-2008

Tahun PBB BPHTB Jumlah 1997/98 1998/99 1999/00

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008

3.411 3.247 2.376 5.094 5.924 8.874

10.212 10.272 18.154 22.026 25.266

523 604 931

1.417 1.600 2.144 2.918 3.215 4.386 5.390 5.421

3.934 3.851 3.307 6.511 7.524

11.017 13.130 13.487 22.540 27.416 30.687

Pertumbuhan (%) 23,4 24,9 23,5

Sumber data: Departemen Keuangan RI.

Dana perolehan dari PBB dibagi 10% untuk Pemerintah Pusat dan 90%

untuk Pemerintah Daerah (Provinsi dan Kabupaten), sedangkan dana dari

BPHTB dibagi 20% untuk Pemerintah Pusat dan 80% untuk Pemerintah Daerah.

Perkiraan alokasi dana untuk lima lokasi kajian selama tahun 2006-2008 tampak

selalu meningkat untuk PBB, tetapi cenderung turun untuk BPHTB (Tabel 15).

Baik untuk PBB maupun untuk BPHTB, Pemerintah Daerah DKI Jakarta

menerima alokasi dana jauh lebih besar daripada kota atau kabupaten lainnya.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 28

Page 35: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Tabel 15. Perkiraan Alokasi Dana PBB dan BPHTB Bagi Lima Lokasi Kajian (milyar Rp), 2006-2008

Jenis Pajak Tahun DKI

Jakarta Kota

Medan Kota

Balikpapan Kabupaten

Klaten Kabupaten

Maros

PBB 2006 2007 2008

1.201 1.453 1.709

94 112 122

55 62 70

13 18 21

11 14 15

BPHTB 2006 2007 2008

1.560 1.584 1.445

93 93 78

29 29 24

4,5 4,6 4,3

1,5 1,5 1,2

Sumber data: Departemen Keuangan RI.

III.C. Kaitan Tanah, Kredit, dan Properti

Dalam dunia bisnis bidang-bidang tanah yang sudah bersertifikat dapat

digunakan sebagai kolateral atau jaminan kredit bagi pemilik atau pemegang hak

yang dinyatakan dalam sertifikat tersebut. Intensitas penggunaan tanah untuk

jaminan kredit dapat diketahui dari hasil rekapitulasi jumlah pembuatan Akte

Perolehan Hak Tanggungan (APHT) yang dilaporkan oleh PPAT, yang pada tahun

2007 mencapai 26.786 buah di DKI Jakarta, 8.979 buah di Kota Medan, 3.831

buah di Kota Balikpapan, 2.496 buah di Kabupaten Klaten, dan 714 buah di

Kabupaten Maros. Hal ini mengindikasikan bahwa tanah sudah biasa digunakan

untuk jaminan kredit baik di perkotaan maupun di perdesaan, tetapi di perkotaan

tampak lebih intensif bila dibandingkan dengan di perdesaan.

Secara runtun waktu juga tampak bahwa di DKI Jakarta dan Klaten,

pendaftaran hak tanggungan cenderung meningkat pada tahun 2003-2005, tetapi

turun sangat nayata pada tahun 2006, dan kemudian naik lagi pada tahun 2007,

kecuali di Jakarta Pusat (Tabel 16). Di Jakarta Pusat penurunan jumlah

pendaftaran hak tanggungan sudah lebih dulu terjadi pada tahun 2005. Di

Kabupaten Maros perkembangan jumlah pendaftaran hak tanggungan selalu

meningkat. Dengan demikian perkembangan jumlah pendaftaran hak tanggungan

terutama di Jakarta dan Klaten sangat dipengaruhi kondisi oleh ekonomi secara

makro seperti halnya pada pendaftaran balik nama jual beli tanah.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 29

Page 36: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Tabel 16. Perkembangan Pendaftaran Hak Tanggungan di Jakarta, Klaten, dan Maros, 2003-2007

Tahun Jakarta Barat

Jakarta Pusat

Jakarta Utara

Jakarta Timur

Jakarta Selatan

Klaten Maros

2003 6.182 2.945 5.105 2.668 3.143 1.991 327 2004 7.812 3.135 5.689 3.329 3.950 2.325 475 2005 9.364 1.464 5.877 4.199 4.668 2.869 602 2006 7.218 792 5.464 3.717 4.468 2.404 657 2007 9.569 2.314 6.137 4.138 5.668 2.726 714

Sumber data: Kantor Pertanahan masing-masing lokasi kajian.

Tanah merupakan komponen utama dalam pembuatan bangunan tempat

tinggal atau bangunan gedung lainnya. Adanya kenaikan harga tanah secara

otomatis akan menaikkan harga bangunan tempat tinggal atau bangunan gedung

lainnya. Nilai pembangunan tempat tinggal cenderung meningkat pada tahun

2001-2006, dan untuk pembangunan gedung bukan tempat tinggal dan kontruksi

lainnya bahkan tampak meningkat lebih cepat (Tabel 17). Hal ini memberikan

indikasi bahwa tanah yang tersedia telah dimanfaatkan untuk pembangunan

konstruksi, baik untuk rumah, apartemen, bangunan gedung bukan rumah,

maupun konstruksi lainnya.

Disamping digunakan sebagai komponen pembangunan tempat tinggal

atau gedung lainnya, tanah juga dapat sekaligus digunakan sebagai jaminan atau

kolateral dalam kredit pemilikan rumah. Dalam masa Pemerintahan orde baru,

pembangunan rumah dengan menggunakan kredit yang dikelola oleh Bank

Tabungan Negara (KPR BTN) tampak meningkat sangat pesat sampai tahun 1997

terutama yang non-Perumnas, tetapi kemudian menurun setelah memasuki era

reformasi (Tabel 18). Setelah era reformasi, posisi kredit Pemilikan Rumah (KPR)

dan Kredit Pemilikan Apartemen (KPA) tampak meningkat tajam dalam periode

1998-2007, bahkan posisi kredit perumahan ini merupakan lebih dari separuh

posisi kredit di sektor properti (Tabel 19). Pada tahun 1998 kredit untuk real

estate dan kredit untuk konstruksi lainnya tampak lebih besar daripada kredit

untuk KPR dan KPA, tetapi sejak tahun 1999 terbalik menjadi lebih kecil dan

tampak tumbuh dengan baik dalam tahun 2004-2007.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 30

Page 37: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Tabel 17. Perkembangan Nilai Pembangunan Konstruksi di Indonesia (milyar Rp), 2001-2006

Tahun Bangunan Tempat Tinggal

Bangunan Gedung Bukan Tempat Tinggal

Konstruksi Lain Jumlah

2001 4.352 8.691 17.707 30.750 2002 4.892 9.653 20.535 35.080 2003 6.156 10.548 22.347 39.051 2004 4.796 18.582 32.627 56.005 2005 5.291 21.775 36.724 63.790 2006 6.040 24.860 41.926 72.826

Sumber data : BPS.

Tabel 18. Realisasi Kredit Pemilikan Rumah Melalui Bank Tabungan Negara 1990-1999

Tahun Unit Rumah Nilai Kredit (milyar Rp)

Perumnas Non-

Perumnas Jumlah Perumnas Non-

Perumnas Jumlah

1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999

11.382 10.152 9.016 12.210 28.483 10.572 19.307 27.014 11.863 7.109

41.652 38.277 29.644 16.919 75.322 160.147 143.940 161.952 99.592 44.495

53.034 48.429 38.660 29.129 103.805 170.719 163.247 188.966 111.455 51.604

47 50 42 65 180 60 122 211 84 54

200 209 163. 101 544 1152 1061 1338 832 460

247 259 205 166 724 1212 1183 1549 916 514

Sumber data : BPS.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 31

Page 38: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Tabel 19. Posisi Kredit Properti (milyar Rp), 1991-2007

Tahun KPR dan KPA

Kredit Real Etate

Kredit Konstruksi Jumlah

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007

17.471 12.836 15.976 19.912 21.773 30.108 42.099 56.034 72.713 94.253

24.059 5.983 5.972 5.239 5.727 7.395 9.324 10.377 15.585 20.777

28.434 6.796 5.866 6.898 7.500 9.483 15.864 21.433 27.075 36.219

69.964 25.617 27.714 32.049 35.000 46.986 67.287 87.844

115.373 151.249

Sumber data: Bank Indonesia.

Dari uraian di atas tampak jelas bahwa tanah yang sudah bersertifikat

mempunyai nilai ekonomi yang dapat digunakan sebagai jaminan kredit. Semakin

tinggi harga tanah semakin besar nilai kredit yang dapat diperoleh, sehingga

semakin besar juga peluang usaha yang dapat diraih. Akan tetapi adanya kenaikan

harga tanah secara otomatis meningkatkan harga rumah atau bangunan properti

lainnya, yang selanjutnya akan mendorong kenaikan nilai kredit properti. Dengan

kata lain terjadinya kenaikan harga tanah setiap tahun, dengan laju kenaikan yang

lebih tinggi daripada tingkat inflasi, telah berkontribusi secara nyata terhadap

kenaikan nilai kredit properti maupun kredit umum lainnya. Hal ini berarti

keberadaan bidang-bidang tanah yang sudah bersertifikat mempunyai peran

penting dalam pertumbuhan ekonomi. Namun perlu dicermati bahwa adanya

kenaikan harga tanah dan kenaikan nilai kredit yang tidak terkendali berpotensi

juga menjadi penyebab terjadinya gagal bayar sehingga dapat menimbulkan

kesulitan ekonomi.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 32

Page 39: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

IV. IMPLIKASI SOSIAL BUDAYA

IV.A. Mobilitas Penduduk

Dari laporan PPAT dapat diketahui hubungan spasial antara penjual dan

pembeli tanah atau antara daerah asal pembeli dan letak obyek tanah dan

bangunan yang dibeli. Hubungan spasial ini dapat dipergunakan untuk melihat

penyebaran informasi pasar tanah dan pergerakan penduduk secara geografis,

dan kemudian dapat dipelajari dampak sosial budayanya. Di daerah perkotaan,

Jakarta, Medan, dan Balikpapan ternyata lebih dari separuh jumlah bidang tanah

yang ditransaksikan dibeli oleh orang yang berasal dari luar desa, bahkan dari luar

kecamatan, luar kabupaten ataupun luar provinsi (Tabel 20).

Tabel 20. Daerah Asal Pembeli Tanah, 2007

Asal Pembeli

Jakarta Selatan

Jakarta Barat

Jakarta Timur

Medan Balik-papan

Klaten Maros

1. Kelurahan sama 353 230 148 28 272 490 31

2. Kelurahan lain Kecamatan sama 70 61 49 13 174 104 37

3. Kecamatan lain Kota sama 227 103 59 48 243 168 34

4. Kota lain Provinsi sama 56 48 52 31 142 6 64

5. Provinsi lain 34 43 32 41 67 14 11

Jumlah 740 485 340 161 898 782 177

Sumber Data : Sampel Laporan PPAT.

Di daerah perdesaan Klaten, ternyata sebaliknya, hampir dua per tiga

(63%) dari jumlah bidang tanah yang ditransaksikan dibeli oleh orang dari desa

itu sendiri, tetapi juga ada 24% dari jumlah transaksi yang dibeli oleh orang dari

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 33

Page 40: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

luar kecamatan. Di Maros banyak dijumpai laporan PPAT yang tidak lengkap

menyebutkan alamat pembelinya, tetapi dari dari laporan yang lengkap diketahui

bahwa sebagian besar pembeli berasal dari kecamatan lain, kabupaten lain, atau

bahkan provinsi lain.

Dari data hubungan spasial tersebut dapat ditarik pelajaran bahwa

penyebaran informasi pasar tanah di seluruh lokasi kajian sudah berjalan relatif

baik, dan adanya mekanisme pasar tanah memungkinkan pergerakan penduduk

secara geografis. Dengan adanya kenaikan harga tanah setiap tahun, dan sebagai

akibatnya adalah kenaikan pajak tanah, maka dapat diprediksikan bahwa

masyarakat yang termasuk kelompok ekonomi lemah cenderung berpindah

menjauhi pusat kota untuk mendapatkan harga tanah dan kemudian membayar

pajak tanah yang lebih rendah, dan sebaliknya untuk masyarakat yang termasuk

kelompok ekonomi kuat cenderung berpindah ke tengah untuk mendekatkan diri

dengan pekerjaan ataupun usahanya. Dari informasi yang terkandung dalam

Laporan PPAT dapat juga dipelajari pergerakan sebagian masyarakat yang

mengarah ke daerah pinggiran dan sebaliknya sebagian masyarakat yang bergerak

ke pusat kota.

Di pinggiran DKI Jakarta, jumlah 174 pembeli tanah di Kecamatan

Jagakarsa yang berasal dari Kecamatan lain terdiri dari 96 pembeli (55%) dari

Kecamatan Pasar Minggu, 25 pembeli (14%) dari Kecamatan Mampang Prapatan,

16 pembeli (9%) dari Kecamatan Pancoran, 16 pembeli (9%) dari Kecamatan

Tebet , 11 pembeli (6%) dari Kecamatan Cilandak, 7 pembeli (4%) dari Kecamatan

Kebayoran Baru, dan 3 orang pembeli (2%) dari Kecamatan Kebayoran Lama

(Tabel 21). Jumlah 29 pembeli tanah di Kecamatan Cipayung yang berasal dari

Kecamatan lain terdiri dari 12 pembeli (41%) dari Kecamatan Ciracas, 6 pembeli

(21%) dari Kecamatan Kramat Jati, dan lainnya dari Kecamatan Makasar,

Kecamatan Pasar Rebo, Kecamatan Jatinegara, dan Kecamatan Matraman.

Jumlah 19 pembeli tanah di Kecamatan Kalideres yang berasal dari Kecamatan

lain terdiri dari 11 pembeli (58%) dari Kecamatan Cengkareng, dan lainnya dari

Kecamatan Tambora, Kecamatan Palmerah, Kecamatan Kembangan, dan

Kecamatan Grogol Petamburan.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 34

Page 41: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Tabel 21. Asal Pembeli Tanah Yang Terletak di Pinggiran Kota Jakarta, Balikpapan, dan Medan, 2007

Asal DKI Jakarta Kota Balikpapan Kota Medan Pembeli Kecamatan

Jagakarsa Kecamatan Cipayung

Kecamatan Kalideres

Kecamatan Balikpapan

Utara

Kecamatan Balikpapan

Timur

Kecamatan Medan Johor

1. Kelurahan sama 210 40 45 69 72 2

2. Kelurahan lain Kecamatan sama

42 11 17 73 5 3

3. Kecamatan lain Kota sama 174 29 19 206 160 34

4. Kota lain Provinsi sama

37 24 10 27 10 5

5. Provinsi lain 25 21 18 19 17 1

Jumlah 488 125 109 394 264 45

Sumber Data: Laporan PPAT 2007.

Di pinggiran Kota Balikpapan, jumlah 206 pembeli di Kecamatan

Balikpapan Utara yang berasal dari Kecamatan lain terdiri dari 88 pembeli (43%)

dari Kecamatan Balikpapan Selatan, 80 pembeli (39%) dari Kecamatan

Balikpapan Tengah, 37 pembeli (18%) dari Kecamatan Balikpapan Barat, dan

hanya seorang yang berasal dari Kecamatan Balikpapan Timur. Jumlah 160

pembeli di Kecamatan Balikpapan Timur terdiri dari 73 pembeli (46%) dari

Kecamatan Balikpapan Tengah, 72 pembeli (45%) dari Kecamatan Balikpapan

Selatan, 13 pembeli (8%) dari Kecamatan Balikpapan Barat, dan hanya 2 pembeli

dari Kecamatan Balikpapan Utara. Di pinggiran Kota Medan, yang diwakili oleh

Kecamatan Medan Johor, ternyata 34 dari 45 pembeli (75,6%) pembeli berasal

dari Kecamatan lain di kota Medan yang letaknya lebih ke pusat kota.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 35

Page 42: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

IV.B. Pluralisasi Masyarakat

Adanya transaksi tanah beserta bangunan rumah di atasnya memberikan

indikasi akan adanya perpindahan keluarga dari satu tempat ke tempat yang lain

dalam waktu yang sudah dekat. Data transaksi tanah beserta bangunannya di

Jakarta menunjukkan pola yang hampir sama dengan transaksi tanah saja, yaitu

sebagian besar pembeli berasal dari luar desa (Tabel 22). Pembeli apartemen dan

kompleks perumahan di Jakarta Barat ternyata hanya 7,6% yang berasal dari

kelurahan yang sama, dan 7,8% yang berasal dari kelurahan lain dalam

kecamatan yang sama, sedangkan selebihnya (84,6%) berasal dari kecamatan lain.

Tabel 22. Daerah Asal Pembeli Tanah dan Bangunan Di Jakarta, 2007

Asal Pembeli

Jakarta Selatan

Jakarta Barat

Jakarta Timur

Perumahan/Apartemen di Jakarta Barat

1. Kelurahan sama 177 136 123 53

2. Kelurahan lain Kecamatan sama 38 21 41 54

3. Kecamatan lain Kota sama 128 33 57 205

4. Kota lain Provinsi sama 62 7 36 203

5. Provinsi lain 60 9 27 179

Jumlah 465 206 284 694

Sumber data: Laporan PPAT, 2007.

Data asal pembeli untuk tanah beserta bangunannya di lingkungan

perumahan, rumah susun, dan apartemen yang berlokasi di tengah kota jelas

menunjukkan pergerakan masyarakat ke arah pusat kota. Di Jakarta Barat, asal

pembeli tersebut sebagian besar berasal dari Kecamatan lain, kota/kota madya

lain, atau bahkan dari provinsi lain (Tabel 23).

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 36

Page 43: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Tabel 23. Asal Pembeli Tanah dan Bangunan Perumahan, Rumah Susun, dan Apartemen di Jakarta, 2007

Asal Perumahan Rumah Susun Apartemen

Pembeli Lingkar Luar Kamal

Taman Palem

Tanah Abang

Cipulir

MGR Taman

Anggrek

1. Kelurahan sama 10 30 0 5 4 4

2. Kelurahan lain Kecamatan sama 25 8 11 4 12 7

3. Kecamatan lain Kota sama 74 41 23 12 45 31

4. Kota lain Provinsi sama 88 42 329 7 47 19

5. Provinsi lain 42 10 10 11 90 30

Jumlah 239 131 273 39 198 91

Sumber Data: Laporan PPAT 2007.

Informasi yang dapat digali dari Laporan PPAT menunjukkan bahwa

transaksi jual beli tanah di seluruh lokasi kajian terjadi secara acak. Setiap warga

negara siapa saja mempunyai peluang untuk membeli bidang tanah di mana saja

melalui mekanisme pasar. Hal ini memungkinkan pembeli tanah dalam satu

lokasi kelurahan atau desa tertentu, berasal dari berbagai kelurahan atau desa

lain. Bahkan mekanisme pasar tanah tidak membedakan para penjual dan

pembeli tanah berdasarkan suku, ras, dan agama.

Dengan demikian mekanisme pasar tanah yang sudah berjalan di

Indonesia mendorong terjadinya pluralisasi masyarakat, terutama di perkotaan.

Perkembangan kota Jakarta, Medan, dan Balikpapan menunjukkan adanya

kecenderungan masyarakat kota yang semakin majemuk baik dari segi suku, ras,

maupun agama. Masyarakat yang majemuk pada umumnya menunjukkan tingkat

toleransi yang tinggi, dan mudah menyesuaikan dengan perubahan kondisi

lingkungan tempat tinggal.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 37

Page 44: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

IV.C.Transformasi Sosial Budaya

Berdasarkan analisis perkembangan pasar tanah yang telah diuraikan di

depan, dapat diketahui bahwa mekanisme pasar tanah di Indonesia baik di

perkotaan maupun di perdesaan terjadi sangat aktif dan dinamik. Hal ini tentu

saja membawa konsekuensi perubahan sosial budaya masyarakat.

Dengan berkembangnya pasar tanah di perkotaan maka para pengembang

perumahan dapat menggunakan harga pasar tanah untuk memperhitungkan

komponen biaya tanah, sehingga akhirnya dapat diketahui perkiraan berapa besar

keuntungan usahanya. Adanya kenyataan bahwa jumlah pengembang maupun

jumlah perumahan semakin bertambah setiap tahun memberikan indikasi bahwa

usaha pembangunan perumahan adalah layak secara finansial. Kompleks

perumahan yang dibangun oleh para pengembang pada umumnya dirancang

dengan menerapkan arsitektur dan tata ruang yang baik. Ciri khas model

perumahan tersebut adalah penerapan pola teratur dalam penataan petak-petak

tanah untuk bangunan rumah, kemudian dilengkapi dengan fasilitas bersama

seperti jalan, jaringan listrik, jaringan telepun, fasilitas olah raga, tempat ibadah,

taman, dan tempat parkir.

Dengan berkembangnya kompleks perumahan, rumah susun, dan

apartemen di tengah kota berarti para pengembang telah berhasil mendorong

pertumbuhan pemukiman masyarakat yang mengikuti pola keteraturan. Akan

tetapi pengembangan lokasi pemukiman tersebut pada umumnya disertai dengan

fenomena eklusivitas kelompok masyarakat. Kompleks perumahan biasanya

dijaga satpam (satuan pengamanan) yang bertugas memeriksa siapa saja yang

akan memasuki kompleks tersebut. Penjagaan untuk rumah susun dan apartemen

umumnya lebih ketat. Di lain pihak adanya kompleks perumahan, rumah susun,

dan apartemen justru mendorong terjadinya kepentingan kolektif sesama

warganya, terutama dalam hal pembuangan sampah, keamanan, fasilitas olah

raga, tempat ibadah, tempat bermain, taman, kolam renang, dan tempat parkir

kendaraan. Dengan demikian perkembangan pasar tanah di perkotaan telah

mendorong terbentuknya masyarakat yang semakin eksklusif dan kolektif.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 38

Page 45: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

Dengan berkembangnya pasar tanah di perdesaan ternyata juga

mempunyai dampak terhadap perilaku sosial budaya masyarakat. Dalam

pembagian warisan yang berupa tanah, pada waktu dulu para orang tua membagi

petak-petak tanah secara fisik sesuai dengan jumlah anak yang diberi warisan.

Sebagai akibatnya bidang-bidang tanahnya menjadi semakin terfragmentasi, dan

luas kepemilikan tanah per keluarga menjadi semakin sempit. Padahal cara

pembagian seperti ini dapat menimbulkan kekurangadilan bagi anak-anak

penerima warisan karena lokasi, luas, dan kualitas tanahnya, dan tentu saja

nilainya, belum tentu sama.

Pada waktu sekarang ini banyak warga masyarakat yang telah melakukan

pembagian warisan berupa tanah dengan cara menjualnya, atau menilainya

dengan menggunakan harga pasar. Kalau tanah dijual maka pembagian warisan

dilakukan dari uang hasil penjualan tanah tersebut. Kalau tanah tidak dijual maka

nilai tanah yang diperoleh dari harga pasar dapat dipergunakan sebagai acuan

dalam pembagian warisan. Dengan adanya mekanisme pasar yang efisien maka

pembagian warisan yang mengacu harga pasar dapat mencegah terjadinya

fragmentasi bidang-bidang tanah, dan juga menghambat pengecilan luas

kepemilikan tanah per keluarga. Tukar menukar tanah antar warga masyarakat

juga dapat dilakukan dengan mengacu harga pasar.

Tingkat harga tanah di perdesaan juga sangat erat kaitannya dengan

tingkat sewa tanah per tahun. Dengan berkembangnya pasar tanah maka

berkembang juga pasar sewa tanah. Sekarang ini ada kecenderungan bahwa

bahwa sistem penyakapan tanah yang berupa bagi hasil semakin ditinggalkan, dan

sistem sewa tanah lebih berkembang. Hal ini berarti para pemilik tanah lebih

memilih kepastian berupa uang sewa tanah, sedangkan para penyewa tanah harus

berani menanggung risiko sepenuhnya atas segala usaha yang dilakukan di atas

tanah yang disewa. Pada sistem bagi hasil secara otomatis terjadi pembagian

risiko antara pemilik tanah dan penyakap atau penggarap tanah.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 39

Page 46: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

V.A. Kesimpulan

Dari berbagai penemuan yang telah diuraikan dan dibahas dalam Bab III

dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Pasar tanah di Indonesia, baik di perkotaan maupun di perdesaan berkembang

sejalan dengan kondisi perekonomian secara makro, dalam kondisi tumbuh

cepat atau normal jumlah transaksi jual beli tanah meningkat, dan sebaliknya

dalam kondisi tumbuh lambat atau resesi jumlah transaksi tanah menurun;

2. Mekanisme pasar tanah sudah berhasil dalam mempertemukan para penjual

dan pembeli, tetapi belum berhasil menciptakan harga tanah yang efisien,

sehingga tingkat efisiensi pasar masih berkisar antara 43 % sampai dengan

74%;

3. Laju kenaikan harga tanah dan NJOP ternyata lebih tinggi daripada rata-rata

tingkat inflasi dan berdampak langsung terhadap pendapatan pajak yang

diterima oleh Pemerintah, terutama bagi Pemerintah Daerah sebagai sumber

pembiayaan pelayanan publik, tetapi di lain pihak menjadi beban yang

semakin berat bagi masyarakat karena harus membayar pajak yang semakin

besar secara riil;

4. Kenaikan harga tanah berkaitan erat dengan kenaikan nilai kredit perbankan

yang dapat diperoleh dengan menggunakan tanah sebagai jaminan, juga

berkaitan erat dengan kenaikan nilai pembangunan rumah dan gedung

lainnya, serta berkaitan erat dengan kenaikan kredit properti;

5. Dinamika pasar tanah di perkotaan memungkinkan mobilitas masyarakat

untuk mencari tempat tinggal yang nyaman dan sesuai dengan kemampuan

ekonominya, sekaligus mendorong pluralisasi kehidupan masyarakat golongan

ekonomi menengah ke bawah, akan tetapi pada waktu yang bersamaan juga

terjadi eksklusivesme dan kolektivisme kepentingan kelompok menengah ke

atas yang bertempat tinggal di kompleks perumahan elit atau apartemen;

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 40

Page 47: Dokumen Teknis 1- Kajian Pasar Tanah [LM].pdf

DDookkuummeenn TTeekknniiss 11 Kajian Pasar Tanah

6. Dinamika pasar tanah di perdesaan memungkinkan pembagian warisan yang

berupa tanah sekarang dengan cara menjual tanah atau menilai tanah

berdasarkan harga pasar, sehingga dapat mencegah fragmentasi dan

penyempitan luas kepemilikan tanah.

V.B. Rekomendasi

1. Efisiensi pasar tanah di Indonesia, baik di perkotaan maupun di perdesaan

masih perlu ditingkatkan untuk menuju terciptanya mekanisme pasar yang

efektif dan efisien; dan untuk meningkatkan efisiensi pasar tanah perlu

dibangun sistem informasi harga pasar tanah yang dapat memberikan

informasi harga tanah yang akurat, murah, dan mudah diakses oleh

masyarakat dengan memanfaatkan kemajuan di bidang teknologi informatika;

2. Dengan semakin besarnya pajak yang terkait dengan tanah (PBB, PPh, dan

BPHTB) secara riil maka Pemerintah perlu mengalokasikan sebagian dana

yang diperoleh dari pajak tersebut untuk membiayai pengadaan sertifikat

tanah bagi masyarakat golongan ekonomi lemah, sehingga sebagian

masyarakat dapat memperoleh sertifikat tanah secara gratis dan sebagian lain

dapat memperolehnya dengan biaya murah;

3. Pemerintah perlu memberikan subsidi kepada kelompok miskin di perkotaan

untuk memperoleh tempat tinggal yang layak dengan membangun rumah

susun lebih banyak di atas tanah yang relatif masih murah;

4. Fasilitas angkutan publik perlu mendapatkan perhatian yang serius oleh

Pemerintah karena mobilitas masyarakat akan semakin meningkat sejalan

dengan meningkatnya harga tanah di pusat kota yang diikuti dengan

perpindahan sebagian warga masyarakat ke pinggiran kota.

LLMMPPDDPP KKoommppoonneenn 11 BBaappppeennaass LLaammppiirraann 11 :: 41