Doksorubisin
-
Upload
fathia-mahmudah -
Category
Documents
-
view
254 -
download
12
description
Transcript of Doksorubisin
DOKSORUBISIN
A. Tinjauan Umum
FATHIA MAHMUDAH
723901S.10.027
Pilihan dan dosis sitostatik tergantung pada jenis tumor,
pengobatan yang menyertainya dan keadaan pasien. Semua
sitostatik mempunyai kesamaan yaitu menyerang siklus sel
sehingga menghambat pertumbuhan sel. Dalam hal ini
spesifik terhadap fase, yang berarti bahwa hanya sel-sel yang
berada pada fase peka di siklusnya yang akan dirusak. Jadi
sering dipakai suatu terapi kombinasi dengan beberapa
sitostatik yang cara kerjanya saling berbeda. Kemoterapi
dengan kombinasi lebih efektif daripada pengobatan dengan
satu macam obat pada kebanyakan kanker yang masih
efektif dengan kemoterapi.
Doksorubisin merupakan senyawa antibiotik antrasiklin
termasuk obat antitumor yang paling penting. Obat ini
dihasilkan oleh jamur Streptococcus peucetius var. caesius.
Doksorubisin (dox oh ROO bi sin) yang merupakan analog
hidroksilat daunorubisin sering disebut dengan nama
dagangnya “adriamisin”. Doksorubisin menunjukkan aktivitas
yang lebih luas terhadap neoplasma manusia termasuk
berbagai tumor solid bila dengan dibandingkan turunan
sintetik antrasiklin lain seperti idarubisin dan daunorubisin.
Antibiotik antrasiklin mempunyai struktur cincin tetrasiklin
dengan gula yang tidak lazim. Obat-obat sitotastik pada
golongan antrasiklin termasuk doksorubisin, memiliki bagian
kuinon dan hidrokuinon pada cincin yang berdekatan yang
membuatnya berfungsi sebagai penerima elektron dan
pemberi elektron. Struktur kimia doksorubisin hanya berbeda
pada gugus hidroksil tunggal pada C-14. Berat molekul
doksorubisin sebesar 580. Doksorubisin HCl larut dalam air
untuk injeksi, larut dalam larutan glukosa 5%, mudah larut
dalam larutan normal saline (NaCl 0,9%) dan sangat mudah
larut dalam alkohol.
Struktur kimia Doksorubisin:
B. Penamaan, Sinonim dan LASA
USA : Adriamycin PFS, Adriamycin RDF, Rubex
Canada : Adriamycin
Sinonim: Adria, Doxorubicin HCl, Hidroksidaunomisin
hidroklorida, Hidroxidaunorubicin.
LASA (Look Alike-Sound Alike):
Doksorubisin sering dibingungkan dengan penyebutan
Daunorubisin, Epirubisin, Idarubisin, Daktinomisin, Doxazosin.
C. Klasifikasi / Golongan
Doksorubisin termasuk dalam golongan antibiotik yang
bekerja sitostatik. Doksorubisin termasuk dalam turunan
antibiotik antrasiklin. Selain doksorubisin, turunan antibiotik
antrasiklin lainnya adalah daunorubisin, idarubisin dan
epirubisin. Secara umum, klasifikasi sitostatik adalah:
1. Zat-zat penghambat mitosis
Alkaloid vinka (Vinkristin, Vinblastin), derivate Podofilin
(Etoposid, Etoposidfosfat), Taksan (Paklitaksel,
Dosetaksel), penghambat topoisomerase (Topotekan,
Irinotekan).
2. Alkilator
Busulfan, Klorambusil, Ifosfamid, Karboplatin, Oksaliplatin,
Tiotepa.
3. Antimetabolit
Antagonis folat (Metotekresat), antagonis pirimidin
(Fluorourasil, Sitarabin), antagonis purin (Azatioprin).
4. Antibiotik yang bekerja sitostatik
Aktinomisin, Antrasiklin, Bleomisin, Mitoksantron.
5. Hormon dan antagonis hormon
Buserelin, Goserelin, Tamoksifen, Testosteron.
6. Sitostatik lain
Hidroksikarbamid, Dakarbasin.
Sedangkan bila ditinjau dari titik tangkap kerja obat pada
siklus sel, doksorubisin termasuk dalam golongan cell cycle
non specific (CCNS) atau obat siklus sel non-spesifik yang
efektif terhadap tumor dengan proliferasi tinggi pada semua
tingkat proliferasi sel kecuali G-0. Selain doksorubisin,
sitostatik lain yang masuk ke dalam golongan ini adalah
golongan alkilator, antibiotik, sisplatin dan nitrosourea. Selain
CCNS, terdapat golongan lain yaitu cell cycle specific (CCS)
atau obat siklus sel spesifik bersifat secara toksik secara
selektif yaitu pada sel yang sedang berproliferasi, contohnya
adalah antimetabolit, bleomisin, alkaloid podofilin, dan
aklaoid Vinca.
D. Farmakodinamik
Doksorubisin yang termasuk dalam golongan antrasiklin
mempunyai tiga fungsi utama yang dapat berbeda
tergantung jenis sel dan bekerja maksimal dalam fase S dan
G2. Adapun tahapan atau fase perkembangan sel yaitu:
1. Stadium G-0 terdiri dari sel-sel yang tidak membelah yang
sewaktu-waktu dapat masuk siklus kembali jika ada
rangsangan.
2. Stadium G-1 disebut fase prareplikasi.
3. G-2 pascareplikasi (persiapan mutasi).
4. S, fase sintesis DNA.
5. M, fase mitosis.
Tiga fungsi utama doksorubisin adalah:
1. Interkalasi DNA
Obat masuk pada pasangan basa yang berdekatan
dan mengikat ruas fosfat-gula DNA sampai melingkar
sehingga menghambat sintesis DNA dan RNA. Interkalasi
dapat mengganggu reaksi lepas sambung pilah DNA yang
dikatalisasi oleh topoisomerase II sehingga pecah dan
tidak dapat lagi diperbaiki. Pencegahan penutupan
kembali tempat pemutusan DNA yang dibentuk oleh
enzim menyebabkan pemotongan DNA yang permanen.
2. Terikat pada membran sel
Kerja ini menganggu fungsi proses transportasi yang
menyatu pada aktivasi aktivasi fosfatidilinositol. Ikatan
dengan membran sel menghasilkan peroksida-peroksida
lipid dan mengubah fungsinya. Hal ini kemungkinan
berperan penting dalam kerja antitumor dan toksisitas
jantung yang disebabkan obat ini.
3. Pembentukan radikal oksigen melalui peroksidasi lipid
Sitokrom P-450 reduktase (terdapat pada membran
inti sel) mengkatalis reduksi antrasiklin menjadi radikal
bebas semikuinon. Zat ini selanjutnya akan mereduksi
molekul O2, yang menghasilkan ion radikal-radikal anion
superoksida. Reaksi ini dapat menghasilkan hydrogen
peroksida maupun radikal-radikal hidroksil (-OH)
pemecahan pita tunggal DNA . Jaringan yang mempunyai
superoksida dismutase (SOD) atau peroksidase glutation
akan dilindungi. Jaringan tumor dan jantung umumnya
mengandung SOD yang rendah. Selain itu jaringan
jantung tidak mempunyai katalase sehingga tidak dapat
menghilangkan peroksida hydrogen. Kenyataan ini dapat
menerangkan sifat kardiotoksisitas antrasiklin. Produksi
radikal bebas distimulas secara bermakna oleh interaksi
doksorubisin dengan besi. Selain itu transfer elektron intra
molekuler pada senyawa antara semikuinon
menyebabkan pembentukan peroksida-peroksida lipid,
nitrogen monoksida dan radikal destruktif lain.
E. Farmakokinetika
Proses adsorbsi, distribusi, metabolisme serta ekskresi
sangat mempengaruhi hasil pengobatan. Doksorubisin harus
diberikan secara intravena karena akan dirusak oleh saluran
cerna. Doksorubisin terikat pada protein plasma dan jaringan
jika tersebar luas. Zat ini tidak masuk ke dalam SSP. Waktu
paruh eliminasi 3 jam dan sekitar 30 jam. Pengambilan obat
ini terjadi dengan cepat di jantung, ginjal, paru-paru, hati dan
limpa.
Doksorubisin mengalami metabolisme yang kuat.
Doksorubisin diubah menjadi bentuk alkoholnya, menjadi
aglikon dan menjadi turunan-turunan lainnya. Proses ekskresi
terjadi melalui metabolisme hati dan empedu. Empedu
merupakan tempat ekskresi utama dan dosis obat harus
diubah pada pasien dengan gangguan fungsi hati. Secara
keseluruhan, sekitar 40% dari dosis yang tersebar di seluruh
tubuh, diekskresikan melalui empedu. Sekitar 42% obat yang
diekskresikan melaalui empedu adalah doksorubisin, 22%
adalah doksorubisinol dan 36% adalah metabolit lain. Hanya
5-10% dari obat yang diedarkan ke seluruh tubuh
diekskresikan melalui urin sebagai doksorubisin (45%),
doksorubisinol (29%) dan metabolit lain (31%). Sedikit
ekskresi melalui ginjal, tetapi dosis umumnya tidak perlu
disesuaikan pada pasien dengan gagal ginjal. Obat ini akan
memberikan warna kemerahan pada urin setelah 1-48 jam
setelah penggunaan.
F. Stabilitas Fisik dan Kimia
Doksorubisin HCl untuk injeksi dalam bentuk serbuk
injeksi steril dapat bertahan selama 3 tahun pada temperatur
kamar dan terlindung dari cahaya matahari. Doksorubisin
dalam bentuk larutan injeksi jika disimpan dalam lemari
pendingin bersuhu 2-8ºC dapat bertahan 2 tahun, tapi bila
telah dikeluarkan dari dalam lemari pendingin dapat bertahan
hingga 48 jam. Stabilitas doksorubisin tergantung pada
beberapa faktor, yang paling penting adalah pH, suhu dan
jenis pelarut yang digunakan saat rekonstitusi. Doxorubisin
juga peka terhadap cahaya.
1) Pengaruh pH
Stabilits maksimum doksorubisin dari beberapa penelitian
adalah pada pH 4. Hidrolisis oleh asam (pH <4)
menghasilkan warna merah. Pada penambahan larutan
alkali, perubahan warna terjadi dari merah menjadi biru
gelap hingga ungu, yang menandakan terjadinya
degradasi doksorubisin. Doksorubisin tidak stabil pada pH
<3 dan >7.
2) Pengaruh cahaya
Fotodegradasi doksorubisin kemungkinan besar akan
terjadi pada konsentrasi dibawah 100 µg/mL, jika larutan
terpapar cahaya dalam waktu yang cukup. Pada
konsentrasi yang lebih tinggi, seperti yang biasa
digunakan pada terapi kanker (minimal 500 µg/mL), tidak
ada pencegahan khusus yang penting untuk menjaga
larutan doksorubisin dari pengaruh cahaya.
3) Pengaruh suhu
Beberapa penelitian yang dilakukan untuk mengetahui
pengaruh suhu terhadap kestabilan doksorubisin adalah:
- Beijinan et al melaporkan bahwa doksorubisin stabil di
dalam larutan glukosa 5% (pH 4,7) dan glukosa 3,3%
dengan 0,3% NaCl di dalam kemasan polypropilen
bertahan hingga 28 hari pada keadaan gelap.
- Wood et al melaporkan bahwa doksorubisin stabil di
dalam larutan 0,9% NaCl (pH 6,47) in PVC minibags
disimpan di dalam gelap selama 20 hari pada suhu
25ºC.
Dalam glukosa 5% (pH 4,36) dan NaCl (pH 5,2)
doksorubisin stabil dalam PVC minibag selama 43 hari
pada suhu 4ºC.
Pada penelitian yang sama, diketahui doksorubisin
stabil selama 43 hari saat direkonstitusi dengan aqua
untuk injeksi dan disimpan di dalam polypropilen
syringe pada suhu 4ºC.
Jika doksorubisin mengalami pembekuan selama
penyimpanan dalam lemari pendingin, tidak dianjurkan
pemanasan berlebih karena dapat menyebabkan
degradasi. Untuk menghindari hal tersebut, jika
doksorubisin membeku dapat dikeluarkan dari lemari
pendingin dan diletakkan beberapa saat pada temperatur
kamar/ruangan.
Untuk penyimpanan larutan dalam vial, doksorubisin
dapat disimpan pada suhu 2-8ºC dan terlindung dari
cahaya. Doksorubisin dalam bentuk serbuk injeksi dapat
disimpan dalam suhu kamar (15-30ºC). Doksorubisin yang
telah direkonstitusi dengan NaCl, stabil selama 7 hari
pada suhu kamar (25ºC) dan 15 hari pada lemari
pendingin (5ºC) dan terhindar dari cahaya.
G. Penggunaan Teraupetik
Doksorubisin merupakan salah satu obat antikanker
terpenting dengan aktivitas klinis yang lebih utama dalam
kanker payudara, endometrium, ovarium, testis, tiroid,
lambung, kandung kemih, hati, dan paru; dalam sarcoma
jaringan lunak; dan dalam beberapa kanker anak, termasuk
neuro blastoma, sarcoma Ewing, osteosarkoma, dan
rabdomiosarkoma. Doksorubisin juga banyak digunakan
dalam keganasan hematologis seperti leukemia limfoblastik,
myeloma multiple, dan limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin.
Doksorubisin biasanya digunakan dalam kombinasi
dengan agen antikanker lain seperti siklofosfamid, cisplatin
dan 5-fu. Respon serta durasi remisi cenderung lebih baik
dibandingkan dengan terapi agen tunggal.
H. Dosis Penggunaan
Beberapa penggunaan dosis yang telah dilaporkan untuk
doksorubisin sebagai dosis tunggal, biasanya diberikan 60-75
mg/m2 melalui injeksi tunggal IV dan diulang setiap 3 minggu.
Sebagai alternatif digunakan dosis 20-30 mg/m2 setiap hari
selama 3 hari berturut-turut dan diulang setiap 3 minggu. Bila
digunakan dalam bentuk terapi kombinasi, dosis yang paling
sering digunakan adalah 40-60 mg/m2, diberikan dalam
bentuk injeksi tunggal IV dan diulangi setiap 21-28 hari.
Untuk pengobatan sarcoma Kaposi yang terkait AIDS,
tersedia produk doksorubisin liposomal (Doxil) yang diberikan
secara intravena dalam dosis 20 mg/m2 selama 30 menit dan
diulang setiap 3 minggu.
Dosis pemberian doksorubisin perlu disesuaikan terutama
pada pasien hiperbilirubinemia. Pengurangan dosis sebesar
50% diperlukan bila konsetrasi plasma bilirubin mencapai 1,2-
3,0 mg/dL dan dosis harus dikurangi hingga 75% jika
konsentrasi plasma bilirubin mencapai 3,1-5,0 mg/dL.
I. Efek Samping
1. Kemungkinan kejadian >10%
- Kardiovaskular : terjadi perubahan pada
elektrokardiograf.
- Dermatologis : alopecia
- Gastrointestinal : mual dan muntah, mukositis, ulserasi,
dan nekrosis pada usus, anoreksia, diare, stomatitis,
esophagitis. Mual dan muntah biasanya terjadi 1-3 jam
setelah pemberian.
- Genitourinaria : warna kemerahan pada urin.
- Hematologi : mielosupresi, leucopenia.
2. Kemungkinan kejadian 1-10%
- Kardiovaskular: Aritmia, perikarditis, miokarditis.
- Dermatologi: hiperpigmentasi, baret eritema di daerah
pemberian infuse.
- Endokrin & metabolic: hiperurikemia.
3. Kemungkinan kejadian <1%
- Pada pasien anak-anak akan terjadi peningkatan
kemungkinan penyakit neoplastis dan myeloid anemia
akut. Pertumbuhan pada masa awal pubertas mungkin
terjadi akibat pengobatan kemoterapi yang intensif.
- Radiation Recall reaction, sangat diperhatikan bagi
pasien yang mengalami iradiasi. Reaksi ini merupakan
toksisitas lokal parah yang terjadi pada daerah yang
diiradiasi. Reaksinya berupa warna kemerahan, rasa
panas, erithema dan dermatitis di bagian yang
diradiasi. Bisa berkembang menjadi ulserasi berat.
Reaksi ini dapat terjadi 5-7 hari setelah pemberian
doksorubisin. Terapi lokal dengan kortikosteroid topikal
dapat digunakan untuk meringankan dan
menghilangkan reaksi ini.
Kardiomiopati adalah salah satu karakteristik unik
antibiotik antrasiklin termasuk doksisiklin. Kardiomiopati ini
tergantung dari dosis yang diberikan. Kardiomiopati biasanya
bersifat irreversibel tapi gejala yang timbul dapat diatasi
dengan terapi standar seperti penggunaan digitalis, glikosida
dan diuretika. Kemungkinan kejadian kardiomiopati <1%
pada penggunaan total dosis <500 mg/m2; dosis 501-600
mg/m2 kemungkinan kejadian 11% dan pada dosis total >600
mg/m2 kemungkinan kejadiannya sebesar 30%.
Dua tipe kardiomiopati yang dapat terjadi:
1) Bentuk akut: memiliki ciri berupa perubahan
elektrokardiograf yang abnormal termasuk perubahan-
perubahan gelombang ST-T dan aritmia. Bentuk akut ini
timbul 2-3 hari pertama. Salah satu manifestasi berat pada
kerusakan miokardium akut “sindrom perikarditis-
miokarditis”. Bentuk ini biasanya bersifat selintas dan
pada kebanyakan kasus tidak bergejala.
2) Bentuk kronik: toksisitas terkait-dosis yang kumulatif dan
kronis (biasanya pada dosis total 550 mg/m2 atau diatas
dosis ini) dimanifestasikan oleh gagal jantung. Toksisitas
kronik terhadap jantung tampaknya terjadi akibat
peningkatan produksi radikal bebas di dalam miokardium.
Tingkat mortalitas lebih dari 50%. Dosis total doksorubisin
hanya 250 mg/m2 dapat menyebabkan toksisitas
miokardium. Penggunaan dosis mingguan yang lebih
rendah atau infus doksorubisin kontinu tampaknya
menurunkan insidens toksisitas jantung. Teknik
noninvansif yang paling menjanjikan untuk mendeteksi
perkembangan awal gagal jantung yang diinduksi oleh
obat adalah sineangiografi radionuklida.
Dexrazone (Zinecard) adalah agent kemoterapi dengan
indikasi yang telah disetujui FDA untuk digunakan
mengurangi kemungkinan kardiomiopati akibat doksorubisin
pada wanita dengan kanker payudara metastatic yang telah
menerima dosis kumulatif doksorubisin ≥300 mg/m2.
J. Kontraindikasi dan Interaksi Obat
a. Kontraindikasi
Doksorubisin tidak diberikan pada pasien yang
hipersensitif terhadap doksorubisin atau komponen yang
terdapat di dalam formulasinya, pasien dengan depresi
sumsum tulang belakang berat, kumulatif dosis
sebelumnya, keadaan hamil dan laktasi serta pasien
dengan riwayat kardiomiopati.
b. Interaksi Obat
- Fenitoin : mengurangi penyerapan fenitoin
- Siklofosfamid : resiko pendarahan dan meningkatkan
resiko kardiotoksisitas.
- Mitomisin : meningkatkan resiko kardiotoksisitas.
- Paklitaksel : meningkatkan resiko kardiotoksisitas.
- Digoksin : mengurangi tingkat penyerapan
digoksin.
- Merkaptopurine : meningkatkan resiko hepatotoksis
- Progesterone : pada dosis tinggi menningkatkan resiko
neutropenia dan trombositopenia.
- Verapamil : pada tikus percobaan, terbukti
meningkatkan kardiotoksisitas.
- Sisloporine : meningkatkan toksisitas, koma.
- Antrasiklin : pada dosis tinggi mengakibatkan
kardiotoksisitas.
K. Resistensi
Resistensi yang disebabkan peningkatan efluks melalui
transport P-glikoprotein yang berlebihan. Sel-sel yang kaya
dengan glutation peroksidase juga resisten. Penurunan
sitokrom P-450 reduktase, topoisomerase II dan perbaikan
DNA dapat juga memainkan peranan.
L. Sediaan dan Nama Dagang
1) Serbuk injeksi 10 mg/vial, vial @5 ml
- Adricin ( Novell Pharma)
- Doxorubicin Ebewe (Ferron / Ebewe)
- Doxorubicin (Actavis) *
- Doxorubisin RTUS (Combhipar)*
- Doxotil (Dapa)*
- Doxorubicine Kalbe (Kalbe Farma)*
- Doxorubicin HCl (Sanbe Farma)*
2) Serbuk injeksi 50 mg/vial, vial @25 ml
- Adricin (Novell Pharma)
- Doxorubicin Ebewe ( Ferron /Ebewe)
- Doxorubicin (Actavis)*
- Doxorubisin RTUS (Combhipar)*
- Doxotil (Dapa)*
- Doxorubicine Kalbe (Kalbe Farma)*
- Naprodox (Kimia Farma)*
Keterangan : * = obat yang masuk DPHO askes tahun
2013
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. MIMS Edisi 120th. UBM Medica Asia: Singapore.
Anonim. 2013. Daftar Obat PT. Askes edisi XXXII. PT. Askes:
Jakarta.
Lacy, F. Charles et al. 2006. Handbook of Drug Information.
Gail and Margaret. 2011. Oncology Nursing Drug Handbook.
Jones and Bartlett Publisher: USA.
Goodman and Gilman. 2007. Dasar Farmakologi Terapi. Penerbit
EGC: Jakarta.
Katzung, B.G. 2004. Farmakologi Dasar dan Klinik. Penerbit
Salemba: Jakarta.
Mycek, Mary J. 2001. Farmakologi. Widya Medika: Jakarta.
Richard, K.B et al. 2009. Principles and Practice of Gynecologic
Oncology. Lipincott Williams & Wilkins: Philadelphia.
Schmitz, Gery. 2008. Farmakologi dan Toksikologi. Penerbit EGC :
Jakarta.
Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran.
2008. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Penerbit EGC : Jakarta.