JUDUL: PENGEMBANGAN APLIKASI SENYAWA...
Transcript of JUDUL: PENGEMBANGAN APLIKASI SENYAWA...
LAPORAN TAHUNAN
HIBAH BERSAING
JUDUL:
PENGEMBANGAN APLIKASI SENYAWA DERIVAT KALKON
BERSUBSTITUEN BROMO PADA KANKER LEHER RAHIM
DAN KANKER PAYUDARA MELALUI PENDEKATAN
KOMBINASI DENGAN AGEN KEMOTERAPI
Tahun ke 1 dari rencana 2 tahun
Dibiayai oleh DIPA Direktorat Penelitian Pengabdian kepada
Masyarakat Nomor DIPA-023.04.1.673453/2015, tanggal
14 Nopember 2014, DIPA revisi 01 tanggal 03 Maret 2015.
Skim : Penelitian Hibah Bersaing Tahun Anggaran 2015
Nomor : 062/SP2H/PL/DIT.LITABMAS/II/2015
Tanggal 5 Pebruari 2015
Ketua/Anggota Tim
Dra. Retno Arianingrum, M.Si 0015126803 Prof. Dr. Indyah Sulistyo Arty, MS 0006045104
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
OKTOBER 2015
2
3
Pengembangan Aplikasi Senyawa Derivat Kalkon Bersubstituen Bromo
Pada Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara Melalui Pendekatan
Kombinasi dengan Agen Kemoterapi
RINGKASAN
Kanker leher rahim dan kanker payudara merupakan neoplasma malignan
dengan insiden tinggi dan banyak menyebabkan kematian bagi penderitanya.
Upaya untuk menemukan obat kanker yang bertarget molekuler spesifik perlu
terus dilakukan untuk meningkatkan efektivitasnya, mengurangi efek samping dan
resistensi terhadap agen kemoterapi seperti Doksorubisin. Perkembangan terapi
kanker dewasa ini mengarah pada kombinasi agen kemoterapi dan agen
kemopreventif. Kalkon (1,3-difenilpropen-1-on) telah banyak di teliti sebagai
senyawa terapetika, khususnya sebagai obat antitumor. Pada umumnya kalkon
dan derivatnya beraksi sebagai agen kemopreventif dengan menghambat
proliferasi sel, menghambat siklus sel dan induksi apoptosis. Senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on merupakan senyawa
derivat kalkon bersubtituen bromo, yang telah terbukti memiliki aktivitas
sitotoksik pada sel kanker leher rahim, namun belum dikaji lebih lanjut
aplikasinya pada sel lain dan potensinya sebagai agen ko-kemoterapi. Tujuan
jangka panjang dari penelitian ini adalah mengkaji aplikasi senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on sebagai agen ko-
kemoterapi dengan Doksorubisin pada sel kanker leher rahim HeLa dan sel
kanker payudara T47D. Pada tahun pertama dilakukan: (1) investigasi aktivitas
sitotoksik senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-
on, dokso-rubisin, dan kombinasinya dengan metode MTT [3-(4,5-
dimethylthiazol-2-yl)-2.5-dipheniltetrazolium bromide] assay; (2) pengamatan
morfologi sel menggunakan mikroskop fase kontras dan pengamatan apoptosis
dengan metode flowcytometri; serta (3) pengamatan ekspresi protein yang
berperan dalam mekanisme apoptosis (Bcl-2 dan Bax) dengan teknik
immunositochemical analysis.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on bersifat sitotoksik pada sel HeLa dan sel
T47D dengan IC50 berturut-turut sebesar 50 M dan 45 M. Nilai IC50
Doksorubisin diperoleh sebesar 6 M pada sel HeLa dan 185 nM pada sel T47D.
Kombinasi senyawa tersebut dengan Doksorubisin di bawah nilai IC50 pada
umumnya memberikan efek sinergi hingga sinergi kuat pada sel HeLa, dan
mendekati aditif hingga sinergi pada sel T47D. Senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on pada pemakaian tunggal dan
kombinasinya dengan Doksorubisin dapat memacu terjadinya apoptosis baik pada
sel HeLa maupun sel T47D. Jalur pemacuan apoptosis adalah dengan dengan
menurunkan ekspresi Bcl-2 dan meningkatkan ekspresi Bax pada sel HeLa dan
T47D.
Kata kunci : Senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-
1-on, ko-kemoterapi, doksorubisin, HeLa, dan T47D, apoptosis,
Bcl-2, dan Bax.
4
PRAKATA
Puji Syukur Alhamdulillaah, kami panjatkan kehadirat Allah S.W.T, atas
segala Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga kegiatan penelitian berjudul
“Pengembangan Aplikasi Senyawa Derivat Kalkon Bersubstituen Bromo Pada
Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara Melalui Pendekatan Kombinasi
dengan Agen Kemoterapi” pada Tahun pertama ini dapat terlaksana dengan baik.
Kegiatan ini terselenggaran atas bantuan dana DIKTI melalui program Penelitian
Hibah Bersaing tahun 2015. Terlaksananya kegiatan ini juga tidak terlepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini kami mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Rektor UNY yang telah memberi kesempatan kepada kami untuk
melaksanakan kegiatan penelitian ini
2. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNY
atas kepercayaan dan kesempatan yang diberikan untuk kegiatan penelitian
ini.
3. Dekan FMIPA UNY atas ijin yang telah diberikan.
4. Kepala Laboratorium Parasit Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada
atas ijin dan perkenannya.
5. Teknisi di laboratorium laboratorium Parasit Fakultas Kedokteran UGM atas
bantuannya dalam pelaksanaan penelitian ini
6. Berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu
“Tiada gading yang tak retak”, kami pun menyadari masih terdapat
kekurangan-kekurangan baik dalam pelaksanaan kegiatan maupun penulisan
laporan kemajuan ini, untuk itu kami mengharapkan saran dan kritik dari berbagai
pihak.
Yogyakarta, Nopember 2015
Tim Peneliti
5
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN SAMPUL………….………………………………………. 1
HALAMAN PENGESAHAN .…………………………………………. 2
RINGKASAN …………………………………………………………… 3
PRAKATA………………..……………………………………………… 4
DAFTAR ISI…………………………………………………………….. 5
DAFTAR TABEL……………………………………………………….. 6
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………. 7
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………….. 10
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………. 11
A. Latar Belakang…………………………………………… 11
B. Batasan dan Rumusan Masalah………………………… 13
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………….. 15
A. Kanker, Daur Sel, dan Apoptosis …….………………… 15
B. Pengobatan Kanker dan Masalah Resistensi……………….. 17
C. Potensi Senyawa Kalkon dan Derivatnya
Sebagai Antikanker ……………………………………. 19
D. Roadmap Penelitian ………………………..…………….. 19
BAB III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN .……………….. 22
A. Tujuan Penelitian ………………………………………… 22
B. Manfaat Penelitian……………………………………….. 22
BAB IV. METODE PENELITIAN…………………………………….. 24
A. Lokasi Penelitian ………….………………………… 24
B. Rancangan Penelitian ………………………….…………. 24
C. Subyek dan Obyek Penelitian ………………………….. 24
D. Penelitian Tahun Pertama……………………………….. 24
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………….. 29
A. Hasil Penelitian……………….………………………… 29
B. Pembahasan ………………….………………………… 47
BAB VI. RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA………………….. 53
BAB VII.KESIMPULAN DAN SARAN …………………………….. 56
A. Kesimpulan…….……………….………………………. 56
B. Saran…………………………….……………………… 56
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………….. 57
LAMPIRAN……………………………………………………………. 61
6
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Rancangan penelitian tahun pertama……………………….. 25
Tabel 2. Persen viabilitas sel HeLa pada perlakuan kombinasi
senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on dan Doksorubisin pada berbagai variasi
konsentrasi……………………………………………………. 32
Tabel 3. Interpretasi nilai indeks kombinasi (CI) ……………………… 34
Tabel 4. Hasil perhitungan nilai CI pada perlakuan kombinasi senyawa
1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
dan Doksorubisin pada berbagai variasi konsentrasi terhadap
sel HeLa………………………………………………………… 34
Tabel 5. Persen viabilitas sel T47D perlakuan kombinasi senyawa
1-(4’-bromo-fenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
dan Doksorubisin pada berbagai variasi konsentrasi. ………… 38
Tabel 6. Hasil perhitungan nilai CI pada perlakuan kombinasi senyawa
1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
dan Doksorubisin pada berbagai variasi konsentrasi………… 40
Tabel 7. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidrok-
si-3-metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap kematian sel HeLa
menggunakan Annexin dengan pembacaan Flowcytometer……. 41
Tabel 8. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidrok-
si-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin dan kombinasi
keduanya terhadap kematian sel HeLa menggunakan Annexin
dengan pembacaan Flowcytometer……………………………. 42
Tabel 9. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidrok-
si-3-metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap kematian sel T47D
menggunakan Annexin dengan pembacaan Flowcytometer…… 43
Tabel 10. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidrok-
si-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin dan kombinasi
keduanya terhadap kematian sel T47D menggunakan Annexin
dengan pembacaan Flowcytometer……………………………… 44
7
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi
-3-metoksifenil)-2-propen-1-on……………………………… 21
Gambar 2. Bagan alir penelitian pada tahun pertama…………………… 28
Gambar 3. Hubungan konsentrasi senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-
(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dengan viabilitas
sel HeLa ……………………………………………………. 29
Gambar 4. Morfologi sel HeLa: (a) tanpa perlakuan (kontrol sel) dan
dengan perlakuan senyawa1-(4’-bromofenil)
-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on konsentrasi :
(b) 5 M, (c) 10 M, (d) 20 M, (e) 40 M, dan (f) 60 M.
Tanda panah putih menunjukkan sel hidup, dan panah
merah menunjukkan sel yang mati………………………….. 30
Gambar 5. Efek penghambatan proliferasi sel HeLa karena perlakuan
senyawa1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on (BHM) pada konsentrasi 12, 5; 25; 50;
dan 75 M dengan waktu inkubasi 0, 24,48, dan 72 jam …….. 31
Gambar 6. Hubungan konsentrasi Doksorubisin dengan viabilitas
sel HeLa ………………………………………………………. 31
Gambar 7. Morfologi sel HeLa : (a) tanpa Perlakuan (kontrol sel) dan
dengan perlakuan Doksorubisin konsentrasi : (b) 0,625 M,
(c) 1,25 M, (d) 2,5 M, (e) 5 M, (f) dan 10 M.
Tanda panah putih menunjukkan sel hidup, dan panah
merah menunjukkan sel yang mati……………………………… 32
Gambar 8. Profil viabilitas sel HeLa perlakuan kombinasi senyawa
1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
(konsentrasi 3,125; 6,25; 12,5; dan 25 M) dan
Doksorubisin (konsentrasi 0,375; 0,75; 1,5; dan 3 M). ……….. 33
Gambar 9. Morfologi sel HeLa: (a) tanpa perlakuan (kontrol sel);
(b) perlakuan senyawa1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidrok-
si-3-metoksifenil)-2-propen-1-on konsentrasi 25 M,
(c) perlakuan Doksorubisin 3 M, (d) perlakuan
kombinasi senyawa1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on 25 M dan Doksorubisin 3 M…. 34
Gambar 10. Nilai CI perlakuan kombinasi senyawa 1-(4’-bromofenil)
-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on (konsentrasi
3,125; 6,25; 12,5; dan 25 M) dan Doksorubisin (konsentrasi
0,375; 0,75; 1,5; dan 3 M) pada kultur sel HeLa……………… 35
Gambar 11. Hubungan konsentrasi senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-
(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dengan viabilitas
8
sel T47D ………………………………………………………. 35
Gambar 12. Morfologi sel T47D: (a) tanpa perlakuan (kontrol sel) dan
dengan perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidrok-
si-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, konsentrasi : (b) 5 M,
(c) 10 M, (d) 20 M, (e) 40 M,(f) dan 60 M…………… 36
Gambar 13. Efek penghambatan proliferasi sel T47D karena
perlakuan senyawa1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksi-
fenil)-2-propen-1-on (BHM) pada konsentrasi 11,25; 22,5; 45;
dan 67,5 M dengan waktu inkubasi 0, 24,48, dan 72 jam ……. 37
Gambar 14. Hubungan konsentrasi Doksorubisin dengan viabilitas sel T47D. 38
Gambar 15. Morfologi sel T47D : (a) tanpa perlakuan (kontrol sel) dan
dengan perlakuan Doksorubisin konsentrasi : (b) 50 nM,
(c) 100 nM, (d) 150 nM, (e) 200 nM, (f) dan 250 nM………. 38
Gambar 16. Profil viabilitas sel T47D perlakuan kombinasi senyawa
1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-
1-on (konsen-trasi 2,8125; 5,625; 11,25; dan 22,5 M)
dan Doksorubisin (konsentrasi 11,5625; 23,125; 46,25;
dan 92,65 nM)………………………………………………….. 39
Gambar 17. Morfologi sel T47D: (a) tanpa perlakuan (kontrol sel);
(b) perlakuan senyawa1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi
-3-metoksifenil)-2-propen-1-on konsentrasi 22,5 M,
(c) perlakuan Doksorubisin 92,5 nM, (d) perlakuan
kombinasi senyawa1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksi-
fenil)-2-propen-1-on 22,5 M dan Doksorubisin 92,5 M…. 40
Gambar 18. Nilai CI perlakuan kombinasi senyawa 1-(4’-bromofenil)
-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on (konsentrasi
2,8125; 5,625; 11,25; dan 22,5 M) dan Doksorubisin
(konsentrasi 11,5625; 23,125; 46,25; dan 92,65 nM)
pada Sel T47D……………………………………………….. 41
Gambar 19. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil)
-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap
proses apoptosis pada sel HeLa…………………………….. 42
Gambar 20. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap proses
apoptosis pada sel T47D……………………………………… 43
Gambar 21. Efek perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi
-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, doksorubisin, dan
kombinasi keduanya terhadap ekspresi Bcl-2 pada sel HeLa.
(a). Kontrol sel tanpa perlakuan sampel yang tidak dicat
dengan antibodi, (b) Kontrol sel (tanpa perlakuan sampel
yang dicat dengan antibodi), (c) Perlakuan tunggal 1-(4’-
bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
12,5 M, (d) Perlakuan tunggal doksorubisin 1,5 M,
9
dan (e) Perlakuan kombinasi keduanya. Pengamatan
dibawah mikroskop cahaya perbesaran 400x (Bcl-2 positif
panah penuh , negatif panah putus-putus ---> )……….. 45
Gambar 22. Efek perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidrok-
si-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, doksorubisin, dan
kombinasi keduanya terhadap ekspresi Bax pada sel HeLa.
(a). Kontrol sel tanpa perlakuan sampel yang tidak dicat
dengan antibodi, (b) Kontrol sel (tanpa perlakuan sampel yang
dicat dengan antibodi), (c) Perlakuan tunggal 1-(4’-bromofenil)
-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on 12,5 M,
(d) Perlakuan tunggal doksorubisin 1,5 M, dan
(e) Perlakuan kombinasi keduanya. Pengamatan dibawah
mikroskop cahaya perbesaran 400x (Bax positif panah
penuh , negatif panah putus-putus --->…………………….. 46
Gambar 23. Efek perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidrok-
si-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, doksorubisin, dan
kombinasi keduanya terhadap ekspresi Bcl-2 pada sel T47D.
(a). Kontrol sel tanpa perlakuan sampel yang tidak dicat
dengan antibodi, (b) Kontrol sel (tanpa perlakuan sampel yang
dicat dengan antibodi), (c) Perlakuan tunggal 1-(4’-bromofenil)
-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on 11,25 M,
(d) Perlakuan tunggal doksorubisin 46,25 nM, dan
(e) Perlakuan kombinasi keduanya. Pengamatan dibawah
mikroskop cahaya perbesaran 400x (Bcl-2 positif panah
penuh , negatif panah putus-putus ---> ) ………………….. 47
Gambar 24. Efek perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidrok-
si-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, doksorubisin, dan
kombinasi keduanya terhadap ekspresi Bax pada sel T47D.
(a). Kontrol sel tanpa perlakuan sampel yang tidak dicat
dengan antibodi, (b) Kontrol sel (tanpa perlakuan sampel yang
dicat dengan antibodi), (c) Perlakuan tunggal 1-(4’-bromofenil)
-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on 11,25 M,
(d) Perlakuan tunggal doksorubisin 46,25 nM, dan
(e) Perlakuan kombinasi keduanya. Pengamatan dibawah
mikroskop cahaya perbesaran 400x (Bax positif panah
penuh, negatif panah putus-putus --->……………....... 48
10
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data Perhitungan Viabilitas Sel HeLA Perlakuan
Senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksi-
fenil)-2-propen-1-on…………………………………… 61
Lampiran 2. Data Perhitungan Efek Penghambatan Proliferasi Sel
HeLa Perlakuan Senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-
3-metoksifenil)-2-propen-1-on ……………………… 62
Lampiran 3. Data Perhitungan Viabilitas Sel HeLa Perlakuan
Doksorubisin ………………………………………….. 64
Lampiran 4. Uji Sitotoksik Kombinasi Senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-
(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan
Doksorubisin pada Sel HeLa …………………………. .65
Lampiran 5. Data Perhitungan Viabilitas Sel T47D Perlakuan
Senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksi-
fenil)-2-propen-1-on…………………………………… 66
Lampiran 6. Data Perhitungan Efek Penghambatan Proliferasi Sel
T47D Perlakuan Senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-
3-metoksifenil)-2-propen-1-on ……………………… 67
Lampiran 7. Data Perhitungan Viabilitas Sel T47D Perlakuan
Doksorubisin ………………………………………….. 69
Lampiran 8. Uji Sitotoksik Kombinasi Senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-
(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan
Doksorubisin pada Sel T47D …………………………. 70
Lampiran 9 Personalia Tenaga Peneliti
Lampiran 10. Publikasi pada “International Conference ICB Pharma II
“Current Breakthrough in Pharmacy Material and Analyses”
Lampiran 11. Draf HKI dan Publikasi
Lampiran 12. Surat Perjanjian Internal Pelaksanaan Penelitian Desentralisasi
SKIM: Penelitian Hibah Bersaing
Lampiran 13. Berita Acara Pelaksanaan Seminar Proposal dan
Instrumen Penelitian
Lampiran 14. Berita Acara Seminar Hasil Penelitian
11
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kanker merupakan penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan yang
tidak terkontrol dan penyebaran dari sel yang abnormal (American Cancer
Society, 2012). Menurut WHO, angka kematian yang disebabkan oleh penyakit
kanker semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dilaporkan terdapat lebih dari 10
juta kasus kanker per tahun di dunia, bahkan International Agency for Research
on Cancer (IARC) memperkirakan pada tahun 2030 akan ada sekitar 21,4 juta
penderita kanker tersebar di seluruh dunia. Kanker payudara dan kanker leher
rahim merupakan kelompok kanker penyebab kematian pertama dan kedua di
dunia pada wanita (WHO, 2009). Berdasarkan sepuluh kanker primer pada
wanita di Indonesia, kanker leher rahim menempati posisi pertama mencapai
28,66%, diikuti kanker payudara mencapai 17,77% (Tjindarbumi dan
Mangunkusumo, 2002).
Beberapa metode untuk pengobatan kanker telah dilakukan, diantaranya
pembedahan, kemoterapi dan penyinaran (radiasi). Namun, masing-masing
metode mempunyai kelemahan, sehingga tingkat keberhasilannya masih rendah
(King, 2000). Kegagalan yang sering terjadi pada pengobatan melalui kemoterapi
disebabkan karena rendahnya selektivitas obat anti kanker dan adanya
fenomena resistensi sel kanker terhadap agen kemoterapi (drug-resistence)
(Wong et al., 2006). Resistensi terhadap obat anti kanker payudara, leher rahim,
kolon, prostat dan leukemia banyak ditemukan (Davis et al., 2003). Oleh karena
itu, pengembangan dan penemuan pengobatan kanker yang spesifik,
khususnya kanker payudara dan kanker leher rahim perlu terus
diupayakan.
Salah satu agen kemoterapi kanker yang telah diketahui menimbulkan
resistensi adalah Doksorubisin. Senyawa golongan antrasiklin ini diberikan pada
berbagai jenis kanker. Selain menimbulkan resistensi, Doksorubisin dapat
menyebabkan kardiotoksisitas pada penggunaan jangka panjang (Ferreira et al.,
2008). Salah satu alternatif untuk mengatasi resistensi adalah melalui kombinasi
12
agen kemoterapi dengan agen kemopreventif sehingga dapat meningkatkan
keberhasilan terapi.
Kalkon (1,3-difenilpropen-1-on) adalah jenis keton dengan ikatan tidak
jenuh yang telah banyak di teliti sebagai senyawa terapetika, khususnya
sebagai obat antitumor. Bahkan disebutkan oleh karena aktivitasnya sebagai
”high therapeutic index”, kalkon di anggap sebagai ”the new era of medicines”
dalam kapasitasnya sebagai antitumor, antibakterial, dan anti-inflamatory (Afzal
et al., 2008). Disebutkan pula bahwa sebagian besar target utama dari senyawa-
senyawa kalkon adalah mempengaruhi daur sel (Boumendjel et al., 2009).
Shen et al., (2007) telah membuktikan bahwa struktur dasar kalkon (1,3-
difenilpropen-1-on) menghambat aktivasi nuclear factor kappa (NF-B). NF-B
merupakan faktor transkripsi yang sangat berperan dalam pengembangan dan
progresi kanker, karena NF-B mengatur banyak gen yang terlibat dalam
inflamasi, cell survival, proliferasi sel, invasi, angionegenis, dan metastasis (Sen
et al., 1986). Penghambatan aktivasi NF-B tersebut menyebabkan adanya
induksi apoptosis, penghambatan siklus sel, dan menurunkan ekspresi Bcl-XL
sebagai downstream target dari NF-B pada kultur sel kanker kandung kemih
T24 dan HT-1376, serta sel payudara MCF-7 dan MDA-MB-231 (Hsu et al.,
2006). Penggunaan agen yang mampu menghambat NF-κB seperti senyawa
kalkon akan memberikan keuntungan ganda pada terapi antikanker, yaitu dapat
meminimalkan resistansi dan sekaligus sebagai agen antikanker.
Arty, Arianingrum dan Atun (2012), berhasil mensintesis senyawa derivat
kalkon yang mengandung substituen gugus bromo, yaitu senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on. Hasil uji sitotoksik
terhadap kultur sel leher rahim HeLa menunjukkan bahwa senyawa ini berpotensi
sebagai antikanker dengan IC50 sebesar 9,6 g/mL (kategori sangat aktif).
Senyawa ini juga terbukti memiliki aktivitas sebagai antioksidan yang sangat kuat
(Arty et al., 2013). Kedua aktivitas tersebut diduga merupakan kontribusi adanya
gugus hidroksil dan bromo yang bersifat elektronegatif. Sejauh ini penelitian
yang dilakukan masih terbatas pada uji sitotoksik pada sel HeLa dan uji
antioksidan.
13
Penelitian-penelitian tersebut menjadi dasar awal pemikiran untuk
mengembangkan aplikasi senyawa derivat kalkon bersubstituen bromo ini sebagai
sebagai obat antikanker pada kultur sel kanker yang lain, khususnya pada sel
T47D yang banyak digunakan sebagai model sel kanker payudara. Demikian juga
perlu dikembangkan aplikasinya sebagai agen ko-kemoterapi obat antikanker
seperti Doksorubisin yang sering menimbulkan resistensi. Penelitian yang akan
dilakukan meliputi penelusuran mekanisme aksi dan target molekuler dari
senyawa ini baik pada pemakaian tunggal maupun kombinasinya dengan
Doksorubisin, akan diarahkan pada bagaimana pengaruhnya terhadap pemacuan
apoptosis, penghambatan daur sel (cell cycle arrest), ekspresi protein yang
berpengaruh pada mekanisme apoptosis (Bcl-2 dan Bax) dan proses daur sel
(cyclin).
B. Batasan dan Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan di atas, maka ruang lingkup
penelitian ini dibatasi pada mempelajari potensi senyawa derivat kalkon
bersubstituen bromo, yaitu 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on sebagai agen antikanker dan agen ko-kemoterapi Doksorubisin pada
kultur sel kanker leher rahim HeLa dan sel payudara T47D. Fokus penelitian
yang diamati adalah hal-hal yang berkaitan dengan faktor penghambatan sel
kanker, yaitu aktivitas sitotoksik, kemampuan dalam memacu apoptosis,
menghambat daur sel, dan mempengaruhi ekspresi protein yang terlibat dalam
apoptosis (Bcl-2 dan Bax), dan proses daur sel (cyclin), baik pada penggunaan
secara tunggal maupun bila dikombinasikan dengan Doksorubisin. Dengan
demikian rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Pada tahun pertama :
1. Bagaimana aktivitas sitotoksik senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya pada sel
HeLa dan sel T47D?
2. Bagaimana efek perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap
pemacuan apoptosis pada sel HeLa dan sel T47D ?
14
3. Bagaimana perubahan ekspresi protein yang mempengaruhi apoptosis (Bcl-2
dan Bax) pada sel HeLa sel T47D karena perlakuan senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan
kombinasi keduanya ?
Pada tahun kedua :
1. Bagaimana efek perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap
daur sel HeLa dan sel T47D ?
2. Bagaimana perubahan ekspresi protein regulator daur sel (cyclin D/cyclin E/
cyclin B) pada sel HeLa sel T47D akibat perlakuan senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan
kombinasi keduanya ?
15
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kanker, Daur Sel, dan Apoptosis
Penyakit kanker masih merupakan masalah kesehatan utama di dunia.
World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa pada tahun 1997, dari 50
juta kematian yang terjadi, sebanyak 12% disebabkan oleh kanker dan dua
pertiganya terjadi di negara berkembang (WHO, 1998). Di Indonesia kanker
merupakan penyebab kematian utama disamping penyakit menular. Jumlah
penderita kanker di Indonesia terus bertambah, dari 3,8% pada tahun 1990
menjadi 4,1% pada tahun 1995 (Depkes, 1997).
Kanker adalah penyakit hasil mutasi gen atau kesalahan jalur transduksi
sinyal yang memungkinkan terjadinya kerusakan sel (Petak et al., 2005). Pada sel
kanker gangguan transduksi sinyal akan menyebabkan pembelahan yang
berlebihan, penghambatan deferensiasi sel, dan penurunan kematian sel
(apoptosis). Adanya perubahan ini, maka sel kanker akan berkembang dan
menyebar ke jaringan lain sekaligus akan mengalami perubahan kromosom dan
mutasi genetik. Perubahan genetik pada gen-gen yang mengatur pertumbuhan,
yaitu onkogen dan gen tumor supressor merupakan perubahan yang sering terjadi
(Meiyanto, 1999). Akibatnya sel akan berproliferasi terus menerus dan
menimbulkan pertumbuhan jaringan yang abnormal (Lodish et al., 2000).
Setiap sel baik sel normal maupun sel kanker mengalami perkembangan
melalui suatu siklus yang disebut daur sel (cell cycle). Daur sel meliputi beberapa
fase, yaitu : membelah (fase proliferatif), dalam keadaan istirahat (tidak
membelah, G-0) dan secara permanen tidak membelah. (Foster et al., 2001). Daur
sel diawali dari masuknya sel pada fase G-1, pada fase ini sel melakukan
persiapan untuk sintesis DNA (Wyllie et al., 2000). Selanjutnya pada fase S
terjadi replikasi DNA sel. Di akhir fase ini sel siap memasuki fase G-2 untuk
melakukan pertumbuhan dan sintesis protein yang memadai untuk dua sel. Setelah
fase mitosis, sel dapat kembali ke fase G-1 untuk melanjutkan cell cycle atau
memasuki fase G-0. Fase G-0 adalah fase istirahat (cell cycle arrest), dimana sel
mengalami kelelahan dan berhenti membelah (quiescent cells) (Meiyanto, 2002).
Sel dapat keluar dari fase G-0 dan memasuki fase G-1 kembali jika melewati
16
restriction point (R) (Pines, 1997). Untuk melewati restriction point (R)
dibutuhkan CDK4/6 (cyclin dependent kinase 4/6) yang diaktivasi oleh cyclin D
(CycD) (Foster et al., 2001). CycD bersama CDK4/6 akan mengaktifkan faktor
transkripsi E2F dengan cara melepaskannya dari protein pRb (Lodish et al.,
2000). E2F akan memacu ekspresi CycE, CycA, dan E2F yang lain. Kompleks
CycE-CDK2 dan CycA-CDK2 berperan dalam fosforilasi pRb. E2F memacu
ekspresi protein lain yang diperlukan dalam replikasi DNA, misalnya dihidrofolat
reduktase, timidin kinase, timidilat sintase, dan DNA polimerase sehingga sel
memasuki fase S (Teich, 1997). Pada fase S, terjadi aktivasi synthesis promoting
factor (SPF) yaitu kompleks CycA-CDK2, yang pada akhir fase ini mengalami
degradasi. Pada fase G2 akan terjadi kenaikan jumlah kompleks CycB-CDC2
yang disebut mitosis promoting factor (Gondhowiardjo, 2004).
Regulasi daur sel dihambat oleh Cyclin–dependent kinase inhibitor (CKI).
Protein CKI meliputi CDK inhibitory protein/Kinase inhibitory protein (Cip/Kip)
yaitu p21, p27 dan p57 yang membentuk kompleks trimerik dengan CDK2-
CycE/CycA dan Inhibitor of cyclin–dependent kinase 4 (INK4) yaitu p15, p16,
p18, dan p19 yang membentuk dimer dengan protein CDK4/6 (Foster et al.,
2001). Tumor suppressor gene pRb dan p53 menghambat siklus sel (Teich, 1997)
dan memberi kesempatan sel untuk melakukan perbaikan DNA atau apoptosis
(Hanahan and Weinberg, 2000).
Gangguan pada regulator daur sel akan menyebabkan terganggunya
program daur seperti halnya pada sel kanker. Pada sel kanker, daur sel sudah tidak
dapat diatur lagi sehingga mengalami pembelahan terus menerus (Meiyanto,
2002). Oleh karena itu, pada perkembangan penelitian mengenai kanker,
regulator-regulator cell cycle ini potensial untuk dijadikan target obat
antikanker. Penghambatan terhadap CDK4/CDK6 menjadi target pengobatan
kanker untuk menghambat proliferasi sel dengan menghentikan cell cycle pada
fase G0 atau G1 arrested.
Sel kanker juga mampu menghindari mekanisme apotosis (program
kematian sel). Apoptosis merupakan kematian sel yang terjadi akibat induksi dari
sel itu sendiri. Apoptosis dapat terjadi akibat faktor intrinsik ketika sel mengalami
kerusakan yang irreversibel pada DNA. Apoptosis yang terjadi akibat pemicuan
17
faktor ekstrinsik melibatkan peran reseptor tumor necrosis factor tertentu yang
disebut reseptor kematian, yaitu TNF-2, reseptor CD95 (Fas/APO-1), dan reseptor
TRAIL (Lodish et al., 2000). Protein yang berperan dalam regulasi apoptosis
diantaranya p53, keluarga protein Bcl-2, Apaf, Caspase, inhibitor protein
proapoptosis (serta reseptor yang merespon sinyal kematian. Sel yang mengalami
apoptosis memiliki beberapa karakteristik antara lain peningkatan ekspresi protein
proapoptosis (Bax, Bid dan Bak) dan penekanan ekspresi protein antiapoptosis
(Bcl-2 dan Bcl-xL), peningkatan level sitokrom C sitosolik, aktivasi caspase,
aktivasi PARP1, fragmentasi DNA, dan kerusakan membran sel. Akumulasi dari
berbagai karakteristik tersebut menyebabkan munculnya badan-badan apoptosis
yang terjadi akibat fragmentasi sel (Gerl and Vaux, 2005). Salah satu penyebab
resistensi terhadap proapoptosis karena adanya mutasi pada protein p53 atau
peningkatan aktivitas antiapoptosis misalnya pada upregulasi jalur PI3 kinase
Akt/PKB.
B. Pengobatan Kanker dan Masalah Resistensi
Pengobatan kanker pada umumnya didasarkan pada upaya pengambilan
jaringan kanker atau dengan mematikan sel kanker dan meminimalkan efek
pengobatan terhadap sel normal disekitarnya. Saat ini pengambilan kanker yang
paling utama adalah operasi, radioterapi dan kemoterapi, namun ketiga jenis
pengobatan tersebut memiliki kekurangan. Operasi akan berhasil pada beberapa
tumor yang telah berkembang, tetapi sulit mengobati pada stadium awal
metastasis (Lodish et al, 2000). Pengobatan dengan radiasi mampu membunuh
tumor lokal namun radiasi juga akan membunuh sel normal disekitarnya.
Sebagian besar obat kemoterapi seperti taxol, 5-fluorourasil (5-FU) dan
adriamisin memiliki target pada pembelahan sel (Boyer and Tannock, 2005),
tetapi kemoterapi ini dapat menyebabkan diare dan kerontokan rambut. Agen
kemoterapi ini juga tidak efektif untuk sel yang mengalami mutasi p53, sehingga
perlu dikembangkan agen-agen baru untuk pengobatan kanker yang aman (Lodish
et al., 2000).
Salah satu permasalahan yang sering timbul dalam terapi kanker adalah
resistensi obat kemoterapi (drug-resistence) (Wong et al., 2006). Berbagai obat
18
kemoterapi yang digunakan dalam terapi kanker menjadi kurang berefek karena
disebabkan oleh resistensi obat kemoterapi yang timbul di dalam sel.
Doksorubisin merupakan obat kemoterapi dari golongan antrasiklin yang
diberikan pada berbagai jenis kanker, seperti kanker payudara dan leukimia.
Doksorubisin dapat berinterkalasi dengan DNA sehingga fungsi DNA sebagai
template dan pertukaran sister chromatid terganggu dan pita DNA terputus. Obat
ini juga dapat bereaksi dengan sitokrom P450 reduktase dengan adanya NADPH
membentuk zat perantara. Zat perantara tersebut akan bereaksi dengan oksigen
menghasilkan radikal bebas yang dapat menghancurkan sel. Aktivitas sitotoksik
Doksorubisin tersebut dapat dihasilkan setelah masuk ke dalam sel kanker.
Namun, penggunaannya dibatasi karena menyebabkan efek samping seperti mual,
myelosuppression, aritmia, dan cardiomyopathy diikuti gagal jantung (Singal and
Iliskovic, 1998).
Selain itu, seringkali ditemukan kasus toleransi dan resistensi sel kanker
terhadap Doksorubisin. Resistensi obat ini disebabkan oleh pompa efflux P-
glycoprotein (P-gp). P-gp merupakan salah satu jenis protein transport sel yang
diekspresikan oleh gen MDR-1 (Valeria, 2005). Dalam kondisi normal, P-gp
berperan dalam absorbsi, distribusi dan eliminasi obat di dalam tubuh (Matheny et
al., 2001). P-gp dapat menurunkan konsentrasi zat sitotoksik di dalam sel
(Valeria, 2005). Pada kasus kanker payudara, seperti pada sel MCF-7, ekspresi
berlebih dari P-gp akan menurunkan konsentrasi agen kemoterapi seperti
Doksorubisin, paclitaxel, dan vincristin di dalam sel melalui mekanisme
pengeluaran obat (efflux) dari dalam sel, sehingga potensi sitotoksik Doksorubisin
pada sel kanker akan berkurang (Wong et al., 2006). Sampai saat ini, belum
ditemukan agen kombinasi yang efektif dengan efek samping yang rendah. Agen
kemoterapi tambahan yang diberikan justru menambah efek samping, seperti
cardiotoxicity. Peningkatan aksi obat kemoterapi seperti Doksorubisin dapat
dibantu oleh adanya senyawa lain yang mampu menghambat CDK4 sebagai
protein yang memacu proliferasi sel. CDK4 merupakan protein kinase yang
berperan penting dalam transduksi proliferasi sel kanker. Penghambatan protein
ini dapat mencegah sel berproliferasi sehingga jumlah sel kanker tidak bertambah.
Perkembangan sel yang terhenti ini akan meningkatkan potensi aksi dari
19
Doksorubisin sebagai agen kemoterapi. Oleh karena itu, perlu dikembangkan
senyawa yang potensial sebagai agen kombinasi dan memiliki resiko
toksisitas rendah.
C. Potensi Senyawa Kalkon dan Derivatnya Sebagai Antikanker
Berdasarkan studi penelusuran literatur menunjukkan bahwa beberapa
senyawa golongan flavonoid dan terpenoid telah diketahui memiliki aktivitas
antitumor (Mathivadhani et. al., 2007, Kampa et al., 2004). Senyawa kalkon
merupakan senyawa yang termasuk dalam famili flavonoid dan banyak di teliti
sebagai therapeutic, khususnya sebagai obat antitumor. Upaya-upaya untuk
melakukan eksplorasi senyawa kalkon sebagai antikanker telah dilakukan, baik
dengan isolasi senyawa dari bahan alam maupun sintesis. Diantaranya senyawa
flavon dan kalkon glikosida yang diisolasi dari ekstrak metanol bunga
Helichrysum arenarium, senyawa-senyawa tersebut memiliki aktivitas
menghambat tumor necrosis faktor- (TNF- )-induced citotoxixity pada sel
L929. TNF- sangat berperan dalam pengaturan mekanisme apoptosis (Toshio,
et al., 2009).
Beberapa senyawa kalkon hasil sintesis diantaranya : Trans-4-lodo,4-
boranyl-chalcone memiliki aktivitas antitumor terhadap malignant glioma cell
lines secara in vitro dan in vivo (Sasayama, et al., 2007); senyawa 4-dihydroxy-6-
methoxy-3, 5-dimethylchalcone bersifat antitumor terhadap enam cancer cell lines
secara invitro (Ye, et al., 2004); senyawa 2, 4-dihydroxy-6-methoxy-3, 5-
dimethylchalcone memiliki aktivitas antitumor terhadap ”solid human carcinoma
xenograft model”. secara invivo (Ye, et al., 2005). Tidak kalah menariknya
adalah senyawa 2-hydroxy-4- methoxychalcone yang memiliki aktivitas anti-
angiogenic dan antitumor (Lee, et al, 2006).
D. Roadmap Penelitian
Arty, et al., (2000), berhasil mensintesis beberapa derivat kalkon, yaitu
senyawa mono para-hidroksi kalkon yaitu : (a) 3-(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-1-
fenil-2-propen-1-on atau MPHK A ; (b) 3-(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-1-(4”-
metoksifenil)-2-propen-1-on atau MPHK B; (c) 1-(4”-fluorofenil)-3-(4’-hidroksi-
20
3’-metoksifenil)-2-propen-1-on atau MPHK C; (d) 3-(3’, 5’-ditersierbutil-4’-
hidroksifenil)-1-(4”-fluorofenil)-2-propen-1-on atau MPHK D, dan (e) 3-(3’,5’-
ditersierbutil-4’-hidroksifenil)-1-(4”-kloro-fenil)-2-propen-1-on atau MPHK E.
Berdasarkan uji aktivitas penghambatan lipid peroksidasi non enzimatis, dan
aktivitas penghambatan siklooksigenase, senyawa-senyawa ini menunjukkan
sangat poten sebagai antioksidan.
Hasil uji sitotoksisitas dari senyawa tersebut terhadap sel HeLa dan sel
Raji menunjukkan bahwa senyawa MPHK A dan MPHK C atau 1-(4”-
fluorofenil)-3-(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-2-propen-1-on memiliki aktivitas
sitotoksik dalam menghambat pertumbuhan sel HeLa dan sel Raji (Arty, 2009).
Penelitian lebih lanjut terhadap senyawa MPHK A menunjukkan bahwa senyawa
ini bersifat sitotoksik pada sel kanker payudara T47D, serta tidak bersifat
sitotoksik terhadap sel normal Vero (Arianingrum, et al.,2010). Pada sel T47D,
senyawa MPHK A bersifat antiproliferasi dengan menekan viabilitas sel, dan
mempengaruhi daur sel dengan menginduksi sel pada fase G1 (Arianingrum, et al,
2012). Penelitian lebih lanjut pada senyawa MPHK C, yaitu senyawa derivat
kalkon bersubstituen fluoro 1-(4”-fluorofenil)-3-(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-2-
propen-1-on menunjukkan bahwa senyawa ini bersifat sitotoksik pada sel HeLa
dengan IC50 sebesar sebesar 34 M yang termasuk kategori aktif. Demikian juga
pada penggunaan senyawa ini dengan kombinasi Doksorubisin terbukti
memberikan efek sinergi kuat. Senyawa ini baik tunggal maupun kombinasinya
dengan Doksorubisin juga terbukti mampu memacu terjadinya apoptosis pada sel
HeLa, sehingga mengakibatkan menurunkan viabilitas sel (Arianingrum et al.,
2013). Hasil penelitian ini telah didaftarkan patennya dengan nomor
P00201304740.
Arty et al (2012, dan 2013) juga telah berhasil mensintesis senyawa
derivat kalkon bersubstituen bromo, yaitu 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on (Gambar 1), dengan mereaksikan 4-bromoasetofenon
dan vanilin melalui kodensasi aldol silang dengan katalis asam. Senyawa ini yang
berbentuk kristal berwarna kuning dengan rendemen 69,83% dan titik lebur 103-
106oC. Senyawa ini memiliki sifat antioksidan yang sangat kuat terhadap DPPH
dengan IC50 sebesar 10,14 g/mL, dan bersifat sitotoksik yang sangat kuat
21
terhadap cancer cell lines sel HeLa dengan IC50 sebesar 9,6 g/mL sehingga
berpotensi sebagai antikanker. Sejauh ini belum dilakukan penelitian lebih lanjut
dan mendalam tentang aplikasi pada sel kanker yang lain dan penggunanaanya
bila di kombinasikan dengan agen kemoterapi yang lain.
Gambar 1. Struktur senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on
HO
HO
F
O
CH3O
Br
22
BAB 3
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian
Pada tahun pertama :
1. Menginvestigasi aktivitas sitotoksik senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-
3-metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya pada
sel HeLa dan sel T47D.
2. Mengkaji efek perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap
pemacuan apoptosis pada sel HeLa dan sel T47D.
3. Mengamati perubahan ekspresi protein yang mempengaruhi apoptosis (Bcl-2
dan Bax) pada sel HeLa sel T47D akibat perlakuan senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan
kombinasi keduanya
Pada Tahun kedua :
1. Mengkaji efek perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap
daur sel HeLa dan sel T47D.
2. Mengamati perubahan ekspresi protein regulator daur sel (cyclin D/cyclin E/
cyclin B) pada sel HeLa sel T47D akibat perlakuan senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, , Doksorubisin, dan
kombinasi keduanya
B. Manfaat Penelitian
Penelitian ini penting dilakukan mengingat obat antikanker yang selektif
dan murah masih sangat diperlukan. Terlebih insiden kanker leher rahim dan
kanker payudara di Indonesia menduduki peringkat pertama dan kedua, dan
seringkali terjadi toleransi dan resistensi obat. Dengan pengembangan aplikasi
senyawa ini melalui pendekatan kombinasi dengan agen kemoterpi diharapkan
dapat meningkatkan efektivitas kemoterapi, mengatasi masalah resistensi dan
menurunkan resiko toksisitas akibat kemoterapi. Penelitian ini akan memberikan
sumbangan informasi mengenai aktivitas derivat kalkon bersubstitusi bromo, baik
23
tunggal maupun kombinasi dengan agen kemoterapi Doksorubisin dalam
pengobatan kanker. Hasil penelitian ini, dapat dijadikan dasar aplikasi klinik ko-
kemoterapi pengobatan kanker leher rahim dan kanker payudara. Selain itu
penelitian ini juga mengembangkan sistem analisis untuk ko-kemoterapi pada
level molekuler.
24
BAB 4
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di laboratorium Kimia Organik dan Biokimia
Universitas Negeri Yogyakarta dan laboratorium Parasitologi Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada.
B. Rancangan Penelitian
Rancangan dan indikator capaian terukur dari penelitian ini disajikan pada
Tabel 1.
C. Subyek dan Obyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah senyawa derivat kalkon bersubstituen bromo,
1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on. Objek peneli-
tiannya adalah aplikasinya sebagai agen ko-kemoterapi Doksorubisin pada sel
HeLa dan sel T47D, pada tahun pertama meliputi : (1) uji sitotoksik, (2) uji
aktivitas pemacuan apoptosis, dan (3) uji pengamatan protein yang terlibat dalam
apoptosis apoptosis (Bcl-2 dan Bax). Pada tahun kedua : (1) uji penghambatan
daur sel, dan (2) uji pengamatan protein yang mempengaruhi daur sel (cyclin
D/cyclin E/ cyclin B).
D. Penelitian Tahun Pertama
1. Uji Sitotoksik dengan MTT assay
a. Alat yang digunakan : tangki nitrogen cair, mikroskop fluoresensi,
mikroskop fase kontras,mikroskop fluoresensi, penangas air, sentrifuge,
inkubator CO2 , incubator, ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
reader, hemocytometer (New Bauer), tabung conical steril, scraper, tissue
culture flask, ampul, plate, laminar airflow, pH meter, mikroplate 96
sumuran, mikropipet, vorteks, timbangan elektrik, eppendorft, pipet, dan tip.
25
Tabel 1. Rancangan penelitian tahun pertama
Tahun Pertama No Kegiatan Penelitian Metode Indikator Target Luaran
1. Uji sitotoksik tunggal :
a. Senyawa1-(4’-bromofenil)-3-
(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on pada sel HeLa &
sel T47D
b. Doksorubisin pada sel HeLa
& sel T47D
MTT assay a. IC50 1-(4’-bromofenil)-3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on pada sel HeLa & sel
T47D
b. IC50 Doksorubisin pada sel HeLa
& sel T47D
2. Uji sitotoksik kombinasi :
Senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-
(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on + Doksorubisin
pada sel HeLa & sel T47D
MTT assay CI senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-
on + Doksorubisin pada sel HeLa &
sel T47D
3. Pengamatan pemacuan
apoptosis perlakuan:
a. Senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-
(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on pada sel HeLa &
sel T47D
b. Doksorubisin pada sel HeLa
& T47D
c. Kombinasi 1-(4’-bromofenil)-
3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-
2-propen-1-on +Doksorubisin
pada sel HeLa & T47D*)
Flowcytometry Persentase sel yang apoptosis karena
perlakuan :
a. Senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on pada sel HeLa & sel
T47D.
b. Doksorubisin pada sel HeLa &
sel T47D
c. Kombinasi senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on +
Doksorubisin pada sel sel HeLa
& T47D
4. Analisis ekspresi protein
regulator apoptosis Bcl-2 dan
Bax karena perlakuan:
a. Senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-
(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on pada sel HeLa &
sel T47D
b. Doksorubisin pada sel T47D
c. Kombinasi 1-(4’-bromofenil)-
3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-
2-propen-1-on +Doksorubisin
pada sel HeLa & sel T47D*)
ICC Level ekspresi protein Bcl-2 dan Bax
karena perlakuan:
a. Senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on pada sel HeLa & sel
T47D
b. Doksorubisin pada sel T47D
c. Kombinasi senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on +
Doksorubisin pada sel HeLa & sel
T47D
tanda *) dilakukan bila uji sitotoksisik kombinasi memberikan hasil sinergi positif
b. Bahan yang digunakan: Cell line cancer Sel HeLa dan T47D, Medium
Rosewell Park Memorial Institut (RPMI) 1640 (GIBCO BRL) untuk sel
HeLa, medium penumbuh mengandung growth factor 10% dan 20% FBS
(Fetal Bovine Serum) (Sigma Chem. CO. St. Louis. USA), DMEM
(Dulbecco’s modified Eagle’s Medium) (Invitrogen) ntuk sel T47D, etidium
26
bromid, RNA-se, DMSO (Dimetil Sulfoksida), natrium karbonat (E.Merck),
kertas saring 0,2 m, akuades, fungison dan antibiotik penisilin dan
streptromisin (Sigma Chem. CO. St. Louis. USA), hepes dan tripsin (Sigma
Chem. CO. St. Louis. USA). PBS (Phospat Buffer Saline), MTT (3-(4,5-
dimetil tiazol-2-yl)-2,5-difenil tetra-zolium bromida), SDS (Sodium duodecyl
sulphate)10% dalam HCl 0,01 N.
c. Prosedur Kerja
Sel dengan konsentrasi 1 x 104 sel/sumuran didistribusikan ke dalam plate
96 sumuran dan diinkubasi selama 24 jam untuk beradaptasi dan menempel di
sumuran. Keesokannya media diambil kemudian ditambahkan 100 μl media
kultur yang mengandung DMSO 0,2% (kontrol) atau sampel, inkubasi selama 24
atau 48 jam. Pada akhir inkubasi, media kultur yang mengandung sampel dibuang,
dicuci dengan 100 l PBS. Kemudian ke dalam masing-masing sumuran
ditambahkan 100 l media kultur yang mengandung MTT 5 mg/ml, inkubasi lagi
selama 4 jam pada suhu 37°C. Sel yang hidup akan bereaksi dengan MTT
membentuk kristal formazan berwarna ungu. Setelah 4 jam, media yang
mengandung MTT dibuang, kemudian ditambahkan larutan SDS untuk
melarutkan kristal formazan. Digoyang di atas shaker selama 10 menit kemudian
dibaca dengan dengan ELISA reader pada panjang gelombang 595 nm. Data
absorbansi perlakuan tunggal dikonversi ke dalam persen sel. Potensi aplikasi
dalam terapi kombinasi dianalisis dengan membandingkan viabilitas sel perlakuan
tunggal dengan kombinasi. Data absorbansi perlakuan tunggal dikonversi ke
dalam persen sel hidup dan digunakan untuk menghitung IC50. Potensi aplikasi
dalam terapi kombinasi dianalisis dengan menggunakan metode indeks kombinasi
(combinatorial index method/CI) berdasarkan Chou (Reynolds and Maurer,
2005).
2. Uji Pengamatan Apoptosis dengan Flowcytometri
a. Alat yang digunakan : plate 6 well, flowcytometer, eppendorft, pipet, dan
tip.
27
b. Bahan yang digunakan : 1X Working Solution (1 mL 100X Stock Solution
diencerkan menjadi 1/100 dalam Phosphat Buffer Saline (PBS) dan
Annexin- V-Fluos Staining Kit Roche.
c. Prosedur Kerja
Sel (kepadatan 5 X 105 sel/sumuran) ditanam dalam plate 6 well sampai
50-60 % konfluen. Setelah itu diinkubasi dengan senyawa uji selama 24 jam.
Medium diambil dan dimasukkan dalam tabung sentrifus. Sel di cuci dengan
tripsin 0,25% untuk melepas sel dari plate dan dilakukan inkubasi selama 3 menit
dalam inkubator CO2. Kemudian ditambahkan media kultur 1 mL. Sel beserta
media kultur tersebut dipindahkan juga dalam tabung sentrifus. Selanjutnya sel
yang masih tersisa dalam plate dicuci dengan PBS 2X masing-masing sebanyak 1
mL dan PBS ditambahkan dalam tabung sentrifus. Kemudian disentrifus pada 600
g selama 5 menit. Media dibuang dan sel dicuci dengan PBS 1 mL dan disentrifus
pada 200 g selama 5 menit. Larutan PBS dibuang dan sel diresuspensi dengan 100
mL Annexin-V-Fluos-labelling solution yang terdiri dari (2 L Annexin-V-Fluos,
100 L buffer, dan 2 L propidium iodide ) untuk 1 kali reaksi. Inkubasi selama
10 menit pada ruang gelap dan dianalis dengan flowcytometer.
3. Uji Penghambatan Ekspresi Protein dengan Imunositokimia
a. Alat yang digunakan : coverslips, plate 24 well, incubator, mikroskop
cahaya.
b. Bahan yang digunakan : Metanol (Merck), Etanol (Merck), PBS, akuades,
hydrogen peroksida (H2O2), antibodi primer terhadap Bcl-2 (Biocare) dan
Bax, Starr Trek Universal HRP Detection Kit (Biocare), mayer-
hemaktoksilin (Dako), xylol, enteler.
c. Prosedur Kerja
Sel (kepadatan 5 X 104
sel/sumuran) ditanam pada coverslips dalam plate
24 sampai 80 % konfluen. Setelah itu diinkubasi dengan senyawa uji selama 24
jam. Medium diambil, dicuci dengan PBS 2 kali. Selanjutnya sel dalam coverslips
difiksasi dengan metanol dingin dan dicuci PBS 2 kali, kemudian dicuci dengan
akuades 2 kali. Coverslips dipindahkan dalam slide kemudian ditambahkan 300
L H2O2 (1: 9 dalam akuades), kemudian diinkubasi selama 10 menit, dibuang
28
dan dicuci dengan PBS 2 kali. Selanjutnya di tambahkan 100 L Blocking
(Background Snipper), inkubasi selama 15 menit pada suhu kamar, dibuang dan
ditambahkan 50 L antibodi primer (Bcl-2 atau Bax) inkubasi selama 60 menit.
Setelah dibuang dicuci dengan PBS 2 kali, kemudian tambahkan 100 L antibody
sekunder (Trekkie Universal) inkubasi selama 20 menit pada suhu kamar. Setelah
dibuang, dicuci dengan PBS 2 kali dan ditambahkan Trek Avidin-HRP, diinkubasi
selama 10 menit pada suhu kamar, dibuang dan dicuci dengan PBS 2 x.
Dilanjutkan dengan penambahan 100 L DAB, diinkubasi 5 menit, dibuang, dan
dicuci dengan akuades. Setelah dibuang dan dibersihkan dengan tissue
ditambahkan dengan 300 L mayer-hemaktoksilin dan diinkubasi 5 menit.
Kemudian dicuci dengan akuades hingga bersih. Slide (preparat) dicelup dalam
etanol, kemudian dicelup dalam xylol. Setelah kering ditutup dengan cover glass
dan ditambahkan enteler. Ekspresi protein diamati menggunakan mikroskop. Sel
yang mengekspresikan protein tertentu akan memberikan warna coklat/gelap,
sedangkan yang tidak mengekspresikan protein tertentu memberikan warna ungu.
Bagan alir penelitian tahun pertama disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Bagan alir penelitian pada tahun pertama
Senyawa Derivat Kalkon Bersubstitusi Bromo
1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-
on
Uji aktivitas sitotoksik kombinasi senyawa derivat kalkon bersubstutisi
bromo dan Doksorubisin pada sel HeLa & sel T47D
IC 50
% viabilitas
sel & nilai CI
Doksorubisin
Uji aktivitas sitotoksik senyawa derivat kalkon
bersubstitusi bromo dan Doksoribisin tunggal pada sel
HeLa & sel T47D
Uji induksi apoptosis perlakuan senyawa derivate kalkon bersubstitusi
bromo, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya pada sel HeLa &
sel T47D
% sel yang
mengalami
apoptosis
Uji efek senyawa derivat kalkon bersubstutisi bromo, Doksorubisin,
dan kombinasi keduanya terhadap ekspresi protein yang berperan
dalam apoptosis : Bcl-2 dan Bax.
Ekspresi protein
Bcl-2 dan Bax
TAHUN I
29
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. HASIL PENELITIAN
1. Uji Sitotoksik
Uji sitotoksik dilakukan untuk mengetahui sifat sitotoksik dari senyawa 1-
(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, baik pada
penggunaan tunggal maupun kombinasinya dengan doksorubisin terhadap sel
HeLa dan T47D. Pada penelitian ini uji sitotoksisitas dilakukan menggunakan
metode MTT.
a. Uji Sitotoksik Terhadap Sel HeLa
1) Uji sitotoksik senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on terhadap sel HeLa
Potensi ketoksikan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap sel HeLa dinyatakan dalam bentuk grafik
hubungan antara konsentrasi dengan prosentase viabilitas sel (Gambar 3), dan
data selengkapnya disajikan pada Lampiran 1. Berdasarkan hasil pengamatan
tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi senyawa yang
diberikan, semakin renah viabilitas sel Hela atau semakin banyak jumlah sel HeLa
yang mengalami kematian. Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 1) diperoleh
nilai IC50 dari senyawa ini terhadap sel HeLa sebesar 50 M.
Gambar 3. Hubungan konsentrasi senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on dengan viabilitas sel HeLa
Morfologi sel HeLa karena perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on disajikan pada Gambar 4. Bila
IC50 = 50 M
30
dibandingkan dengan kontrol sel, nampak bahwa semakin besar konsentrasi
penambahan senyawa tersebut, semakin banyak sel yang mengalamai kematian.
Gambar 4. Morfologi sel HeLa: (a) tanpa perlakuan (kontrol sel) dan dengan
perlakuan senyawa1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-
2-propen-1-on konsentrasi : (b) 5 M, (c) 10 M, (d) 20 M, (e) 40
M, dan (f) 60 M. Tanda panah putih menunjukkan sel hidup, dan
panah merah menunjukkan sel yang mati.
Uji doubling time untuk menunjukkan sifat proliferasi (Gambar 5)
menunjukkan bahwa senyawa1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on mampu menekan laju pertumbuhan sel. Data selengkapnya disajikan
pada Lampiran 2.
2) Uji sitotoksik Doksorubisin terhadap sel HeLa
Hasil uji sitotoksik Doksorubisin terhadap sel HeLa disajikan pada
Gambar 6 dan data selengkapnya disajikan pada Lampiran 3. Viabilitas sel HeLa
semakin menurun dengan meningkatnya konsentrasi Doksorubisin, dari hasil
perhitungan, nilai IC50 Doksorubisin terhadap sel HeLa sebesar 6 M.
Perubahan morfologi sel HeLa karena penambahan senyawa
Doksorubisin disajikan pada Gambar 7. Bila dibandingkan dengan kontrol sel,
a b
f
c
d e
31
nampak bahwa semakin besar konsentrasi penambahan Doksorubisin, semakin
banyak sel yang mengalami kematian.
Gambar 5. Efek penghambatan proliferasi sel HeLa karena perlakuan
senyawa1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-
1-on (BHM) pada konsentrasi 12, 5; 25; 50; dan 75 M dengan
waktu inkubasi 0, 24,48, dan 72 jam .
Gambar 6. Hubungan konsentrasi Doksorubisin dengan viabilitas sel HeLa
3) Uji sitotoksik kombinasi senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin terhadap sel HeLa
Uji sitotoksik kombinasi Doksorubisin dan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-
(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap sel HeLa dilakukan pada
konsentrasi (1/16; 1/8; 1/4; dan 1/2 ) dari nilai IC50 atau dibawah nilai IC50.
Senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on yang
digunakan sebesar 3,125; 6,25; 12,5; dan 25 M, sedangkan konsentrasi
Doksorubisin sebesar 0,375; 0,75; 1,5; dan 3 M. Kombinasi kedua senyawa ini
IC50 = 6 M
32
mampu menurunkan viabilitas sel lebih rendah daripada penggunaan masing-
masing senyawa secara tunggal sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2 .
Gambar 7. Morfologi sel HeLa : (a) tanpa Perlakuan (kontrol sel) dan dengan
perlakuan Doksorubisin konsentrasi : (b) 0,625 M, (c) 1,25 M,
(d) 2,5 M, (e) 5 M, (f) dan 10 M. Tanda panah putih
menunjukkan sel hidup, dan panah merah menunjukkan sel yang
mati.
Tabel 2. Persen viabilitas sel HeLa pada perlakuan kombinasi senyawa 1-(4’-
bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan
Doksorubisin pada berbagai variasi konsentrasi.
Viabilitas Sel (%)
Doksorubisin (M)
1-(4’-
bromofenil) -3-
(4-hidroksi-3-
metoksi-fenil)-
2-propen-1-on
(M)
0 0,375 0,75 1,5 3
0 100 72,39 69,05 58,55 50,09
3,125 95,80 67,39 63,87 58,12 51,20
6,25 96,85 64,73 67,14 57,07 47,87
12,5 80,54 53,55 53,86 26,87 11,12
25 50,71 9,20 5,93 5,99 5,44
Penurunan viabilitas sel tersebut juga nampak pada Gambar 8. Pada
penelitian ini viabilitas sel terendah diperoleh pada kombinasi konsentrasi
Doksorubisin sebesar 3 M. dan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on sebesar 25 M.
a b c
f e d
33
Gambar 8. Profil viabilitas sel HeLa perlakuan kombinasi senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on (konsen-
trasi 3,125; 6,25; 12,5; dan 25 M) dan Doksorubisin (konsentrasi
0,375; 0,75; 1,5; dan 3 M).
Morfologi sel karena pengaruh perlakuan 1-(4’-bromofenil) -3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on tunggal, Doksorubisin tunggal dan
kombinasinya disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9. Morfologi sel HeLa: (a) tanpa perlakuan (kontrol sel); (b) perlakuan
senyawa1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-
on konsentrasi 25 M, (c) perlakuan Doksorubisin 3 M, (d)
perlakuan kombinasi senyawa1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on 25 M dan Doksorubisin 3 M.
a
d c
b
34
Selain itu sitotoksik kombinasi juga ditetapkan dengan menghitung
indeks interaksi antara agen kemoterapi dengan 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-
3-metoksifenil)-2-propen-1-on menggunakan persamaan :
Combination Index/CI = (D)1/(Dx)1 + (D)2/(Dx)2
D1 dan D2 adalah konsentrasi sampel yang digunakan dalam perlakuan
kombinasi. (Dx)1 dan (Dx)2 adalah konsentrasi tunggal yang dapat menghasilkan
efek sebesar yang ditimbulkan perlakuan kombinasi (Reynols and Maurer,2005).
Angka CI yang diperoleh diinterpretasikan sebagaimana Tabel 3, sedangkan hasil
perhitungannya disajikan pada Tabel 4 dan Gambar 10, sedangkan data
selengkapnya di sajikan pada Lampiran 4.
Tabel 3. Interpretasi nilai indeks kombinasi (CI)
Nilai CI Interpretasi
< 0,1 sinergi sangat kuat
0,1 - 0,3 sinergis kuat
0,3 - 0,7 sinergis
0,7 - 0,9 sinergis ringan-sedang
0,9 - 1,1 mendekati aditif
1,1 - 1,45 antagonis ringan-sedang
1,45 - 3,3 antagonis
> 3,3 antagonis kuat-sangat kuat
Tabel 4. Hasil perhitungan nilai CI pada perlakuan kombinasi senyawa 1-(4’-
bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan
Doksorubisin pada berbagai variasi konsentrasi terhadap sel HeLa.
Nilai CI
Doksorubisin (M)
1-(4’-bromofenil) -
3-(4-hidroksi-3-
metoksi-fenil)-2-
propen-1-on
(M)
0,375 0,75 1,5 3
3,125 0,364 0,495 0,583 0,633
6,25 0,384 0,716 0,608 0,549
12,5 0,350 0,443 0,201 0,144
25 0,244 0,232 0,235 0,239
Berdasarkan perhitungan nilai CI, terlihat bahwa pada kombinasi
senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan
35
Doksorubisin, memberikan interprestasi sinergi (nilai CI 0,3 – 0,7) hingga
sinergi kuat (nilai CI antara 0,1-0,3). Hasil ini membuktikan bahwa senyawa 1-
(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on berpotensi untuk
digunakan sebagai agen ko-kemoterapi Doksorubisin pada sel HeLa.
b. Uji Sitotoksik Terhadap Sel T47D
1) Uji sitotoksik senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on terhadap sel T47D
Hasil uji sitotoksik senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap sel T47D disajikan pada Gambar 11 yang
menggambarkan grafik hubungan antara konsentrasi dengan prosentase viabilitas
sel.
Gambar 10. Nilai CI perlakuan kombinasi senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on (konsentrasi 3,125; 6,25;
12,5; dan 25 M) dan Doksorubisin (konsentrasi 0,375; 0,75; 1,5;
dan 3 M) pada kultur sel HeLa.
Gambar 11. Hubungan konsentrasi senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on dengan viabilitas sel T47D
IC50 = 45 M
36
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa terdapat hubungan langsung antara
perubahan konsentrasi senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-
2-propen-1-on dengan tingkat kematian sel T47D. Semakin tinggi konsentrasi
senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on,
semakin rendah viabilitas sel T47D. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh
nilai IC50 dari senyawa ini terhadap sel T47D sebesar 45 M (Lampiran 5).
Perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on jug menyebabkan perubahan morfologi sel T47D sebagaimana
disajikan pada Gambar 12. Semakin besar konsentrasi senyawa 1-(4’-bromofenil)
-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, semakin banyak sel yang mati.
Gambar 12. Morfologi sel T47D: (a) tanpa perlakuan (kontrol sel) dan dengan
perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-
2-propen-1-on, konsentrasi : (b) 5 M, (c) 10 M, (d) 20 M, (e)
40 M,(f) dan 60 M.
Efek penghambatan prolifaerasi (Gambar 13) menunjukkan bahwa
senyawa1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on mampu
menekan laju pertumbuhan sel T47D. Data selengkapnya disajikan pada Lampiran
6.
2) Uji sitotoksik Doksorubisin pada sel T47D
Hasil pengamatan uji sitotoksik Doksorubisin terhadap sel T47D
(Gambar 14) menunjukkan bahwa semakin tinggi perlakuan konsentrasi
a b
f
c
d e
37
Doksorubisin, semakin rendah vibilitas sel T47D. Nilai IC50 Doksorubisin
terhadap sel T47D sebesar 185 nM (Lampiran 7).
Gambar 13. Efek penghambatan proliferasi sel T47D karena perlakuan
senyawa1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-
1-on (BHM) pada konsentrasi 11,25; 22,5; 45; dan 67,5 M dengan
waktu inkubasi 0, 24,48, dan 72 jam .
Gambar 14. Hubungan konsentrasi Doksorubisin dengan viabilitas sel T47D.
Morfologi sel T47D karena penambahan Doksorubisin (Gambar 15)
menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi penambahan Doksorubisin,
semakin banyak sel yang mengalami kematian.
IC50 = 185 nM
38
Gambar 15. Morfologi sel T47D : (a) tanpa perlakuan (kontrol sel) dan dengan
perlakuan Doksorubisin konsentrasi : (b) 50 nM, (c) 100 nM, (d)
150 nM, (e) 200 nM, (f) dan 250 nM.
3) Uji sitotoksik kombinasi senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin pada sel T47D
Uji sitotoksik kombinasi Doksorubisin dan senyawa 1-(4’-bromofenil) -
3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap sel T47D pada konsentrasi
(1/16; 1/8; 1/4; dan 1/2 ) dari nilai IC50. Senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on yang digunakan sebesar 2,8125; 5,625;
11,25; dan 22,5 M, sedangkan konsentrasi Doksorubisin sebesar 11,5625; 23,125;
46,25; dan 92,65 nM. Kombinasi kedua senyawa ini mampu menurunkan viabilitas
sel lebih rendah daripada penggunaan masing-masing senyawa secara tunggal
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 5 .
Tabel 5. Persen viabilitas sel T47D perlakuan kombinasi senyawa 1-(4’-bromo-
fenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin
pada berbagai variasi konsentrasi.
Viabilitas sel (%)
Doksorubisin (nM)
1-(4’-
bromofenil) -
3-(4-hidroksi-
3-metoksi-
fenil)-2-
propen-1-on
(M)
0 11,5625 23,125 46,25 92,65
0 100 99,34 96,01 70,67 49,12
2,8125 96,6 98,38 87,18 67,95 33,87
5,625 93,3 84,25 85,31 63,15 28,37
11,25 81,1 71,33 61,33 36,65 5,50
22,5 49,7 46,74 26,35 9,39 5,15
a b c
f e d
39
Penurunan viabilitas sel pada perlakuan kombinasi juga nampak pada
Gambar 16. Pada penelitian ini viabilitas sel terendah diperoleh pada kombinasi
konsentrasi Doksorubisin sebesar 93 nM dan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on sebesar 23 M.
Gambar 16. Profil viabilitas sel T47D perlakuan kombinasi senyawa 1-(4’-
bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on (konsen-
trasi 2,8125; 5,625; 11,25; dan 22,5 M) dan Doksorubisin
(konsentrasi 11,5625; 23,125; 46,25; dan 92,65 nM).
Morfologi sel karena pengaruh perlakuan 1-(4’-bromofenil) -3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on tunggal, Doksorubisin tunggal dan
kombinasinya terhadap sel T47D disajikan pada Gambar 17. Hasil pengamatan
morfologi menunjukkan bahwa perlakuan kombinasi 1-(4’-bromofenil) -3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on tunggal dan Doksorubisin meningkatkan
kematian sel T47D dibandingkan dengan perlakuan tunggalnya.
Berdasarkan perhitungan nilai CI (Tabel 6 dan Gambar 18),
menunjukkan bahwa pada kombinasi senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin, memberikan interprestasi
mendekati aditif ( nilai CI antara 0,9-1,1 ) pada konsentrasi kombinasi rendah
dan sinergi (( nilai CI antara 0,3-0,7 pada konsentrasi kombinasi tinggi. Dari hasil
ini membuktikan bahwa senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on juga berpotensi untuk digunakan sebagai agen ko-
kemoterapi Doksorubisin pada sel T47D.
40
Gambar 17. Morfologi sel T47D: (a) tanpa perlakuan (kontrol sel); (b) perlakuan
senyawa1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-
on konsentrasi 22,5 M, (c) perlakuan Doksorubisin 92,5 nM, (d)
perlakuan kombinasi senyawa1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on 22,5 M dan Doksorubisin 92,5 M.
Tabel 6. Hasil perhitungan nilai CI pada perlakuan kombinasi senyawa 1-(4’-
bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan
Doksorubisin pada berbagai variasi konsentrasi.
Nilai CI
Doksorubisin (nM)
1-(4’-bromofenil) -
3-(4-hidroksi-3-
metoksi-fenil)-2-
propen-1-on
(M)
11,5625 23,125 46,25 92,65
2,8125 1,043 0,997 0,517 0,416
5,625 0,668 1,028 0,526 0,426
11,25 0,559 0,494 0,392 0,385
22,5 0,533 0,425 0,410 0,517
2. Uji Pengamatan Apoptosis dengan Flowcytometer
a. Uji apoptosis pada sel HeLa
Pengamatan apoptosis dilakukan pada sel HeLa tanpa perlakukan,
dengan perlakukan 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-
on, dengan perlakuan Doksorubisin, dan kombinasi keduanya pada inkubasi 24
a
d
b
c
41
jam. Hasil pengamatan apoptosis dengan perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-
(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on selama inkubasi 24 jam pada sel HeLa
disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 19. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
semakin tinggi konsentrasi 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on semakin banyak sel HeLa yang mengalami apoptosis.
Gambar 18. Nilai CI perlakuan kombinasi senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on (konsen-trasi 2,8125; 5,625;
11,25; dan 22,5 M) dan Doksorubisin (konsentrasi 11,5625; 23,125;
46,25; dan 92,65 nM) pada Sel T47D.
Pada perlakuan kombinasi, konsentrasi senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on digunakan sebesar 12,5 M (¼ IC50) dan
Doksorubisin sebesar 1,5 M (¼ IC50). Hasil pengamatan apoptosis dengan
flowcytometer pada sel HeLa disajikan pada Tabel 8.
Tabel 7. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap kematian sel HeLa
menggunakan Annexin dengan pembacaan Flowcytometer.
Perlakuan
senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-
(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on (M)
Prosentase (%) Sel HeLa
Sel
Hidup
Early
Apoptosis
Late
Apoptosis
Nekrosis
0 94,64 1,32 2,08 2,01
12,5 85,06 8,34 2,73 3,95
25 54,01 27,47 12,34 6,35
50 14,49 25,25 47,17 13,48
42
Gambar 19. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap proses apoptosis pada sel
HeLa.
Tabel 8. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin dan kombinasi keduanya
terhadap kematian sel HeLa menggunakan Annexin dengan
pembacaan Flowcytometer.
Perlakuan
Prosentase (%) Sel HeLa
Sel
Hidup
Early
Apoptosis
Late
Apoptosis
Nekrosis
Tanpa Perlakuan 94,64 1,32 2,08 2,01
BHM 12,5 M 85,06 8,34 2,73 3,95
Doksorubisin 1,5 M 58,70 21,61 9,52 10,63
12,5 M BHM + Doksorubisin
1,5 M 56,22 16,32 7,02 21,09
Keterangan : BHM = senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-
(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on baik senyawa tunggal maupun
kombinasi dengan Doksorubisin mampu memacu apoptosis sel Hela dibandingkan
tanpa perlakuan. Perlakuan senyawa kombinasi lebih dapat memacu apoptosis
dibanding perlakuan secara tunggal. Namun bila dibandingkan dengan perlakuan
43
dengan Doksorubisin tunggal, penambahan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on memacu terjadinya nekrosis.
b. Uji apoptosis pada sel T47D
Hasil pengamatan apoptosis dengan perlakuan senyawa 1-(4’-
bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on selama inkubasi 24 jam
pada sel HeLa disajikan pada Tabel 9 dan Gambar 20. Hasil tersebut
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-
3-metoksifenil)-2-propen-1-on semakin banyak sel T47D yang mengalami
apoptosis.
Tabel 9. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap kematian sel T47D
menggunakan Annexin dengan pembacaan Flowcytometer.
Perlakuan
senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-
(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on (M)
Prosentase (%) Sel T47D
Sel
Hidup
Early
Apoptosis
Late
Apoptosis
Nekrosis
0 90,72 2,18 4,49 2,65
11,25 90,55 2,24 3,93 3,32
22,5 86,10 4,84 6,59 2,25
45 15,13 25,79 42,14 17,12
Gambar 20. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap proses apoptosis pada sel
T47D.
44
Pada perlakuan kombinasi, konsentrasi senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on yang digunakan sebesar 11,25 M (¼
IC50) dan Doksorubisin sebesar 46,25 nM (¼ IC50). Hasil pengamatan apoptosis
dengan flowcytometer pada sel HeLa disajikan pada Tabel 10.
Tabel 10. Pengaruh perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin dan kombinasi keduanya
terhadap kematian sel T47D menggunakan Annexin dengan
pembacaan Flowcytometer.
Perlakuan
Prosentase (%) Sel T47D
Sel
Hidup
Early
Apoptosis
Late
Apoptosis
Nekrosis
Tanpa Perlakuan 90,72 2,18 4,49 2,65
BHM 11,25 M 90,55 2,24 3,93 3,32
Doksorubisin 46,25 nM 90,45 2,46 4,71 2,43
12,5 M BHM + Doksorubisin
46,25 nM 82,93 5,09 6,31 5,90
Keterangan : BHM = senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
Dari hasil tersebut menunjukkan bahwa senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-
(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on baik senyawa tunggal maupun
kombinasi dengan Doksorubisin mampu memacu apoptosis sel T47D
dibandingkan tanpa perlakuan. Perlakuan senyawa kombinasi lebih dapat memacu
apoptosis dibanding perlakuan secara tunggal. Demikian juga bila dibandingkan
dengan perlakuan dengan Doksorubisin tunggal.
3. Uji Pengamatan Ekspresi Protein Bcl-2 dan Bax dengan Imunokimia
Protein Bcl-2 dan protein Bax merupakan protein yang berperan dalam
mekanisme terjadinya apaptosis. Sel yang mengalami apoptosis memiliki
beberapa karakteristik antara lain terjadi peningkatan ekspresi protein
proapoptosis diantaranya Bax, dan penekanan ekspresi protein antiapoptosis,
diantarnya Bcl-2.
45
a. Uji Pengamatan Ekspresi Protein Bcl-2 dan Bax pada sel HeLa
Hasil uji pengamatan ekspresi Bcl-2 pada sel HeLa (Gambar 21)
menunjukkan bahwa senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on dapat menurunkan ekspresi Bcl-2 yang terlihat dari menurunnya sel
yang berwarna coklat dengan perlakuan senyawa ini, baik pada pemakaian
tunggal maupun kombinasinya dengan Doksorubisin.
Gambar 21. Efek perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on, doksorubisin, dan kombinasi
keduanya terhadap ekspresi Bcl-2 pada sel HeLa. (a). Kontrol sel
tanpa perlakuan sampel yang tidak dicat dengan antibodi, (b)
Kontrol sel (tanpa perlakuan sampel yang dicat dengan antibodi),
(c) Perlakuan tunggal 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on 12,5 M, (d) Perlakuan tunggal
doksorubisin 1,5 M, dan (e) Perlakuan kombinasi keduanya.
Pengamatan dibawah mikroskop cahaya perbesaran 400x (Bcl-2
positif panah penuh , negatif panah putus-putus ---> ) .
Hasil uji pengamatan ekspresi Bax (Gambar 22) pada sel HeLa
menunjukkan bahwa senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on dapat meningkatkan ekspresi Bax yang terlihat dari meningkatnya sel
yang berwarna coklat dengan perlakuan senyawa ini, baik pada pemakaian
tunggal maupun kombinasinya dengan Doksorubisin.
c
a b
e d
46
Gambar 22. Efek perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on, doksorubisin, dan kombinasi
keduanya terhadap ekspresi Bax pada sel HeLa. (a). Kontrol sel
tanpa perlakuan sampel yang tidak dicat dengan antibodi, (b)
Kontrol sel (tanpa perlakuan sampel yang dicat dengan antibodi),
(c) Perlakuan tunggal 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on 12,5 M, (d) Perlakuan tunggal
doksorubisin 1,5 M, dan (e) Perlakuan kombinasi keduanya.
Pengamatan dibawah mikroskop cahaya perbesaran 400x (Bax
positif panah penuh , negatif panah putus-putus --->
b. Uji Pengamatan Ekspresi Protein Bcl-2 dan Bax pada sel T47D
Hasil uji ICC ekspresi Bcl-2 pada sel T47D (Gambar 23) menunjukkan
bahwa senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on,
Doksorubisin, dan kombinasi keduanya dapat menurunkan ekspresi Bcl-2. Hal ini
nampak dari menurunnya jumlah sel yang berwarna coklat dengan perlakuan
senyawa-senyawa tersebut. Pemakaian kombinasi lebih menurunkan ekspresi Bcl-
2 dibandingkan dengan pemakaian tunggal.
Perlakuan dengan senyawa baik tunggal maupun kombinasinya dengan
Doksorubisin ini juga mampu meningkatkan ekspresi Bax pada sel T47D
(Gambar 24). Pemakaian kombinasi 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on dengan Doksorubisin lebih meningkatkan ekspresi
Bax dibandingkan dengan pemakaiannya secara tunggal.
e d c
b a
47
Gambar 23. Efek perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on, doksorubisin, dan kombinasi
keduanya terhadap ekspresi Bcl-2 pada sel T47D. (a). Kontrol sel
tanpa perlakuan sampel yang tidak dicat dengan antibodi, (b)
Kontrol sel (tanpa perlakuan sampel yang dicat dengan antibodi),
(c) Perlakuan tunggal 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on 11,25 M, (d) Perlakuan tunggal
doksorubisin 46,25 nM, dan (e) Perlakuan kombinasi keduanya.
Pengamatan dibawah mikroskop cahaya perbesaran 400x (Bcl-2
positif panah penuh , negatif panah putus-putus ---> ) .
B. PEMBAHASAN
Senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
(BHM) merupakan senyawa derivat kalkon yang mengandung gugus bromo pada
cincin nomor 4’; gugus hidroksil pada cincin nomor 4 atau posisi para; gugus
metoksi pada cincin nomor 3 (meta); serta memiliki gugus karbonil dengan ikatan
tidak jenuh Senyawa dengan rumus molekul C16H13O3Br ini memiliki titik
lebur 103-106oC (Arty dkk., 2012). Senyawa dasar kalkon (1,3-difenilpropen-1-
on) telah banyak diteliti aktivitasnya sebagai antitumor, antibakterial, dan anti-
inflamatory (Afzal et al., 2008). Penelitian tentang sifat sitotoksik dari senyawa
1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on secara in vitro
masih terbatas pada kultur sel kanker HeLa. Hasil uji sitotoksik pada sel HeLa
menunjukkan senyawa ini bersifat toksis dengan nilai IC50 sebesar 9,6 g/mL
Senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on juga
memiliki sifat antioksidan yang sangat kuat, yaitu 10,14 g/mL. Bila ditinjau dari
a b
c d e
48
struktur senyawanya, aktivitas antioksidan dan antikanker ini kemungkinan besar
berasal dari adanya kontribusi gugus hidroksil dan bromide yang bersifat
elektronegatif. (Arty dkk, 2012).
Gambar 24. Efek perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on, doksorubisin, dan kombinasi
keduanya terhadap ekspresi Bax pada sel T47D. (a). Kontrol sel
tanpa perlakuan sampel yang tidak dicat dengan antibodi, (b)
Kontrol sel (tanpa perlakuan sampel yang dicat dengan antibodi),
(c) Perlakuan tunggal 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on 11,25 M, (d) Perlakuan tunggal
doksorubisin 46,25 nM, dan (e) Perlakuan kombinasi keduanya.
Pengamatan dibawah mikroskop cahaya perbesaran 400x (Bax
positif panah penuh , negatif panah putus-putus ---> ) .
Hasil penelitian ini menunjukkan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on mempunyai aktivitas sitotoksik terhadap
sel kanker leher rahim HeLa dan sel payudara T47D. Perlakuan senyawa ini
memberikan efek sitotoksik cukup tinggi yaitu IC50 = 50 M ( 16,65 g/mL) pada
sel HeLa dan IC50 = 45 M (14,98 g/mL pada sel T47D. Ueda (2002)
menyatakan bahwa senyawa dapat dinyatakan poten jika memiliki nilai IC50
kurang dari 100 g/mL. Dengan demikian penelitian ini menunjukkan bahwa 1-
(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on merupakan senyawa
yang poten sebagai antikanker.
a
e c
b
d
49
Adanya gugus OH pada posisi para dari senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-
(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on diperkirakan memberikan kontribusi
pada sifat toksisitas senyawa terhadap sel HeLa dan T47D. Pada beberapa hasil
penelitian tentang aktivitas senyawa derivat kalkon, adanya substitusi gugus
metoksi pada cincin A dan substitusi fluoro, kloro, bromo dan cincin B mampu
meningkatkan penghambatan aktivitas NF-B, suatu faktor transkripsi yang
berperan dalam pengembangan dan progresi kanker (Folmer, et.al., 2006, dan
Kim, et. al., 2007). Selain itu adanya gugus karbonil tak jenuh -
unsaturated carbonylyang terdapat pada kalkon juga memberikan kontribusi
pada aktivitas sitotoksik pada sel HeLa dan T47D. Menurut Srinivasan, et al,
(2009) adanya ikatan tak jenuh yang bersifat sangat elektrofilik dapat
menimbulkan radikal thiyl yang mengarah ke pengurangan alkena melalui adisi
Michaelis kovalen dari nukleofil, seperti SH dari cystin dari DNA, yang mengikat
NF-B.
Perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on juga menunjukkan perubahan morfologi sel yang signifikan seiring
meningkatnya konsentrasi senyawa yang diberikan. Perubahan morfologi sel
tersebut menyebabkan menurunnya viabilitas sel HeLa dan T47D.
Hasil uji doubling time menunjukkan bahwa senyawa 1-(4’-bromofenil)-
3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on bersifat antiproliferasi, baik pada sel
HeLa maupun sel T47D. Perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on sebesar 12,5 M pada sel HeLa mampu menghambat
laju pertumbuhan sel tersebut, namun sel masih dapat berkembang hingga 72 jam.
Perlakuan di atas konsentrasi tersebut, yaitu 25, 50 dan 75 M menyebabkan sel
tidak dapat berkembang. Pada sel T47D, perlakuan senyawa dengan konsentrasi
11,25 dan 22,5 M menghambat laju pertumbuhan sel, dimana sel masih dapat
berkembang hingga jam ke 48, kemudian mengalami penurunan jumlah sel dan
akhirnya mati. Pada konsentrasi senyawa 45 dan 67,5 M menyebabkan sel tidak
dapat berkembang.
Bila dibandingkan dengan nilai IC50 doksorubisin, senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on memiliki aktivitas lebih
rendah. Doksorubisin merupakan agen kemoterapi yang banyak digunakan dalam
50
terapi berbagai kanker epitel. Doksorubisin dapat berinterkelasi dengan DNA
sehingga fungsi DNA sebagai template dan pertukaran sister chromatid terganggu
pada pita DNA terputus. Obat ini juga dapat bereaksi dengan sitokrom P450
reduktase dengan adanya NADPH membentuk zat perantara yang akan bereaksi
dengan oksigen menghasilkan radikal bebas yang dapat menghancurkan sel. Pada
penelitian ini diperoleh nilai IC50 doksorubisin terhadap sel HeLa sebesar 6 M
dan 185 nM pada sel T47D.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dengan doksorubisin
mampu meningkatkan aktivitas sitotoksik baik pada sel HeLa maupun sel T47D,
dibandingkan dengan perlakuan tunggal. Perlakuan kombinasi pada sel HeLa
dibawah konsentrasi IC50 menghasilkan efek dari sinergi (saling menguatkan)
hingga sinergi kuat. Viabilitas sel terendah terjadi pada kombinasi senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on 25 M dan dokso-
rubisin 3 M. Pada sel T47D perlakuan kombinasi dibawah konsentrasi IC50
menghasilkan efek mendekati aditif pada konsentrasi terendah, dan efek sinergi
pada konsentrasi yang lebih tinggi. Viabilitas sel terendah pada sel T47D terjadi
pada kombinasi senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on konsentrasi 22,5 M dan doksorubisin 92,65 nM. Hasil ini
membuktikan bahwa senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on berpotensi untuk digunakan sebagai agen ko-kemoterapi
doksorubisin.
Hasil pengamatan apoptosis menggunakan flowcytometer menunjukkan
bahwa perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on sebesar 12,5 M (1/4 IC50) dengan waktu inkubasi 24 jam
menyebabkan 11,07% sel HeLa mengalami apoptosis. Jumlah ini lebih tinggi
dibandingkan dengan sel HeLa tanpa perlakuan (3,4%). Pada perlakuan senyawa
dengan konsentrasi lebih tinggi, yaitu 25 M (1/2IC50) dan 50 M (IC50)
menyebabkan lebih banyak sel yang mengalami apoptosis, yaitu berturut-turut
sebesar 39,81% dan 72,42%. Hasil ini menunjukkan bahwa senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on mampu menginduksi
terjadinya apoptosis pada sel HeLa. Perlakuan kombinasi 12, 5 M senyawa ini
51
dengan 1,5 M doksorubisn menyebabkan 23,34% sel HeLa mengalami
apoptosis. Jumlah ini lebih tinggi dari perlakuan tunggal senyawa (11,07%),
namun lebih rendah dari perlakuan tunggal doksorubisin (31,13%). Perlakuan
kombinasi mengarahkan sel HeLa ke arah nekrosis. Hal ini dapat dipahami karena
penelitian ini dilakukan secara invitro, sehingga sangat dimungkinkan sel yang
mengalami apoptosis selanjutnya akan mengalami nekrosis, karena tidak ada
mekanisme keterlibatan makrofag.
Demikian juga pada sel T47D, perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-
(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on sebesar 11,25 M (1/4 IC50) dengan
waktu inkubasi 24 jam menyebabkan 6,17% sel T47D mengalami apoptosis.
Jumlah ini lebih tinggi dibandingkan dengan sel T47D tanpa perlakuan (2,18%).
Pada perlakuan senyawa dengan konsentrasi lebih tinggi, yaitu 22,5 M (1/2IC50)
dan 45 M (IC50) menyebabkan lebih banyak sel yang mengalami apoptosis, yaitu
berturut-turut sebesar 11,44% dan 67,93%. Hasil ini menunjukkan bahwa
senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on mampu
menginduksi terjadinya apoptosis pada sel T47D. Perlakuan kombinasi senyawa
ini pada konsentrasi 11,25 M dan doksorubisn 46,25 nM menyebabkan 11,4%
sel T47D mengalami apoptosis. Jumlah ini lebih tinggi dari perlakuan tunggal
senyawa (6,17%), dan perlakuan tunggal doksorubisin (7,17%). Data ini
menunjukkan bahwa kombinasi senyawa ini dengan doksorubisin meningkatkan
kemampuan doksorubisin dalam memacu terjadinya apoptosis. Kemampuan
senyawa ini dalam memacu apoptosis menyebabkan viabilitas sel HeLa dan
T47D menurun. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Hsu et al., (2006)
yang menunjukkan bahwa struktur inti dari kalkon mampu menghambat
proliferasi sel pada sel kanker payudara dengan menginduksi apoptosis.
Hasil pengamatan ekspresi protein Bcl-2 baik pada sel HeLa maupun sel
T47D menunjukkan bahwa senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on baik tunggal maupun kombinasinya dengan
doksorubisin mampu menurunkan level ekspresi Bcl-2. Dalam kaitannya dengan
proses apoptosis, hal ini menunjukkan bahwa senyawa ini mampu memacu
terjadinya apoptosis dengan menurunkan ekspresi Bcl-2.
52
Senyawa ini, baik pemakaian tunggal maupun kombinasi dengan
doksorubisin juga mampu meningkatkan level ekspresi Bax pada sel HeLa dan
T47D. Bcl-2 dan Bax merupakan Bcl-2-family, yaitu gen yang sangat berperan
dalam jalur pengaturan apoptosis. Protein-protein yang termasuk Bcl-2 family
pada umumnya mengatur apoptosis melalui regulasi permeabilitas membrane luar
mitokondria. Penelitian Shen et al, 2007 menunjukkan bahwa kalkon dapat
menghambat proliferasi sel dengan menginduksi apoptosis pada sel kanker
kandung kemih manusia, yaitu sel T24 dan HT-1376. Pada kedua sel ini kalkon
secara signifikan meningkatkan ekspresi protein p21 dan p27, serta menurunkan
level cyclin B1, cyclin A, dan Cdc2, sehingga menyebabkan cell cycle arrest.
Selain itu kalkon meningkatkan ekspresi Bax dan Bak, tetapi menurunkan level
Bcl-2 dan Bcl-XL, sehingga memacu apoptosis melalui jalur mitokondria dengan
melepaskan sitokrom dan mengaktivasi caspase-9 dan caspase-3. Induksi jalur
mitokondria dan penghambatan aktivasi NF-B berperan penting dalam
mempengaruhi aktivitas antiproliferasi kalkon pada sel T24 dan HT-1376.
Pada penelitin ini, senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on merupakan kalkon dengan substitusi gugus hidroksil,
metoksi, dan Bromo ternyata juga mampu menghambat proliferasi sel dan
memacu apoptosis. Adanya kemampuan senyawa ini dalam menurunkan level
ekspresi Bcl-2 dan meningkatkan level ekspresi Bax, menunjukkan bahwa
senyawa ini mampu memacu apoptosis dengan induksi jalur mitokondria.
53
BAB 6
RENCANA TAHAPAN BERIKUTNYA
Sejauh ini, secara keseluruhan penelitian tahun pertama telah
dilaksanakan. Pada tahun kedua akan dilanjutkan dengan kegiatan penelitian
sebagaimana pada Gambar 24, yaitu :
1. Mengkaji efek perlakuan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya terhadap
daur sel HeLa dan T47D.
2. Mengamati perubahan ekspresi protein regulator daur sel (cyclin D/cyclin E/
cyclin B) pada sel HeLa dan T47D dengan adanya perlakuan senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on, Doksorubisin, dan
kombinasi keduanya
Gambar 24. Bagan Alir Penelitian
Metode penelitian yang dilakukan adalah :
1. Uji Penghambatan Daur Sel dengan Flowcytometry
a. Alat yang digunakan : Flowcytometer (FACSCalibur),pPerlengkapan
perlindungan diri (sarung tangan steril, jas lab.), waterbath yang telah distel
temperaturnya (37°C), Laminar Air Flow Hood (LAF), inkubator CO2, tissue
culture flask/dish, pen marker, mikropipet, tip, rak ampul/tempat eppendorf,
tissue, alat-alat gelas, flakon, timbangan analitik, mikroskop cahaya, inverted
Uji penghambatan daur sel perlakuan senyawa derivat kalkon
bersubstitusi bromo, Doksorubisin, dan kombinasi keduanya pada sel
HeLa & sel T47D
% sel pada
setiap daur sel
Uji efek senyawa derivat kalkon bersubstutisi bromo, Doksorubisin,
dan kombinasi keduanya terhadap ekspresi protein yang berperan
dalam daur sel (cycD/cyc E/ cycB)
Ekspresi protein
(cycD/cyc E/
cycB)
TAHUN II
54
microscope, tabung konikal, haemocytometer, cell counter, kamera digital,
autoklaf, filter, vorteks, sentrifus.
b. Bahan yang digunakan: Reagen propidium iodida (PI) : 7% triton X
(Merck), 0,2% RNase, 5% PI (Sigma) 0,1 mg% dalam PBS, dilarutkan
dengan PBS hingga 100%.
c. Prosedur Kerja
Sel hasil panen ditumbuhkan pada plate kultur 6 sumuran sejumlah 5 x 105
sel/sumuran. Setelah inkubasi selama 24 jam sel diberi perlakuan dengan 1-(4”-
fluorofenil)-3-(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-2-propen-1-on pada berbagai
konsentrasi. Pemanenan sel dilakukan pada jam ke 24 dan jam 48 setelah
perlakuan. Sel dipanen menggunakan tripsin/EDTA 0.25%/0.02%, kemudian
disentrifugasi 1000 RPM selama 5 menit, dan dicuci dengan PBS dingin. Sel
diinkubasi dengan larutan propidium iodida (PI) 500 ml (PI 50 mg/ml dalam PBS
yang mengandung 0.1% triton-X). Sel selanjutnya diberi perlakuan dengan
RNAse bebas DNAse (20 mg/ml) selama 10 menit pada suhu 370C. Sel dianalisis
dengan alat flowcytometer BD FACSCalybur.
2. Penghambatan Ekspresi Protein dengan Imunositokimia
a. Alat yang digunakan : coverslips, plate 24 well, incubator, mikroskop
cahaya.
b. Bahan yang digunakan : Aseton (E.Merck), serum kambing normal
(Novocastra), antibodi primer terhadap cyclin, PBS, streptavidin, biotin,
antibodi IgG sekunder terbiotinilasi (Novocastra), konjugat streptavidin
terhadap peroksidase kuda (Novocastra), kromogen 3,3-diaminobenzidin
(DAB) (Novocastra), akuades, dan mayer-hematoksilin (Dako).
c. Prosedur Kerja
Sel (kepadatan 5 X 104
sel/sumuran) ditanam pada coverslips dalam
plate 24 sampai 80 % konfluen. Setelah itu diinkubasi dengan senyawa uji selama
4 dan 8 jam. Medium diambil, dicuci dengan PBS. Selanjutnya dilakukan fiksasi
dengan formalin 4% selama 20 menit, cuci PBS, dilanjutkan dengan dehidrasi
menggunakan etanol konsentrasi bertingkat yaitu 50, 70 dan 95%, masing-masing
selama 5 menit. Cover slip yang memuat sel diangkat, diletakan diatas dish 6 cm.
55
Ditetesi dengan normal mouse serum (1:50) selama 15 menit, dibuang (tanpa
cuci), lalu ditetesi dengan Primer Antibodi Monoklonal anti Bax dan Bcl-2 selama
60 menit dan dicuci dalam PBS sebanyak 3 kali. Preparat diinkubasi dalam biotin
selama 10 menit dan dicuci dengan PBS sebanyak 2 kali selama 5 menit.
Kemudian preparat diinkubasi dalam streptavidin-peroksidase selama 10 menit
dan dicuci dengan PBS sebanyak 2 kali selama 5 menit. Selanjutnya, preparat
diinkubasi dalam DAB selama 3-8 menit dan dicuci dengan akuades. Preparat
direndam dalam hematoksilin selama 3-4 menit untuk counterstain dan dicuci
dengan akuades. Ekspresi protein diamati menggunakan mikroskop cahaya. Sel
yang mengekspresikan protein tertentu akan memberikan warna coklat/gelap,
sedangkan yang tidak mengekspresikan protein tertentu memberikan warna ungu.
56
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
bersifat sitotoksik dengan IC50 sebesar 50 M pada sel Hela, dan 45 M pada
sel T47D. Demikian juga Doksorubisin memiliki aktivitas sitotoksisk dengan
IC50 sebesar 6 M pada sel Hela dan 185 nM pada sel T47D. Kombinasi
senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
dengan Doksorubisin umumnya memberikan efek sinergi hingga sinergi kuat
pada sel HeLa, dan efek mendekati aditif hingga sinergi pada sel T47D.
2. Senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
pada pemakaian tunggal dan kombinasinya dengan Doksorubisin memacu
terjadinya apoptosis pada sel HeLa dan sel T47D.
3. Senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
pada pemakaian tunggal dan kombinasinya dengan Doksorubisin mampu
menurunkan ekspresi Bcl-2 dan meningkatkan ekspresi protein Bax.
B. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menelusuri pengaruh senyawa ini
terhadap daur sel dengan mengamati ekspresi protein yang berperan dalam
daur sel.
57
DAFTAR PUSTAKA
Afzal S., Asad M. K, Rumana Q. F, Ansari, Muhammad F. N, and Syed S. S.
2008. Redox Behavior of Anticancer Chalcone on a Glassy Carbon
Electrode and Evaluation of its Interaction Parameters with DNA, Int. J.
Mol. Sci. 2008, 9, 1424-1434
American Cancer Society, 2012, Cancer Facts and Figure 2012, Atlanta,
American Cancer Society, Inc.: 1-6
Arianingrum, R., Arty, I.S., dan Atun S., 2010, “Uji Sitotoksisitas Senyawa Mono
Para Hidroksi Kalkon terhadap Cancer cell lines T47D”, Saintek Jurnal,
UNY
Arianingrum, R., Arty, I.S., dan Atun S., 2013, Kajian Potensi Senyawa Derivat
Kalkon Bersubstituen Fluoro Sebagai Agen Ko-Kemoterapi Doxorubicin
Pada Sel Kanker Leher Rahim Untuk Mengatasi Masalah Resistensi,
Laporan Penelitian Fundamental 2013, LPPM, UNY.
Arianingrum, R., Hermawan, A., Meiyanto, E., and Purnomo, H., 2012,
Molecular Docking Studies of Chalcone Derivate Compound MPHC A
With Tyrosine Kinase Receptors, Proceeding in 24th Federation of Asian
Pharmaceutical Associations Congress (FAPA) Bali, Indonesia on
September 13 – 16.
Arty, I.S., 2009, “Synthesize and Citotoxicity Test of Several Compounds of
Mono Para Hidroxy Chalcone”, Indo. J. Chem., 10 (1), 110-115
Arty, I.S., Arianingrum, R., dan Atun, S., 2012., Sintesis Senyawa Mono Para
Hidroksi Kalkon Bersubstituen Bromo Dengan Katalis Asam dan
Potensinya Sebagai Antioksidan dan Antikanker, Laporan Penelitian Guru
Besar, LPPM.
Arty, I.S., Arianingrum, R., dan Atun, S., 2013, Sintesis Senyawa Mono Para
Hidroksi Kalkon Bersubstituen Bromo Dengan Katalis Asam dan
Potensinya Sebagai Antioksidan, Prosiding seminar Nasional Optimalisasi
Penelitian dan PPM untu Pencerahan dan Kemandirian Bangsa, LPPM
UNY.
Arty, S.A., Henk T, Samhudi, Sastrohamidjojo, and Henk an der Goot., 2000.,
Synthesis of benzylideneacetophenones and their inhibition of
lipidperoxidation., Eur. J., Med. Chem. 35, 449-457
Boumendjel A, Ronot X, Boutonnat. 2009 . Chalcone derivatives acting as cell cycle
blockers : potensial anticancer drugs ? J Curr Drug Targets. Apr;10(4):363-71.
Boyer, M.J., and Tannock, I.F., 2005, The Basic Science of Oncology: Cellular
and Molecular Basis of Drug Treatment for Cancer, Mc Graw Hill
Compay, forth edition, New York.
Davis, J.M., Navolanic, P.M., Weinstein-Oppenheimer, C.R., Steelman, L.S.,
Wei, H., Konopleva, M., Blagosklonny, M.V., and McCubrey, J.A., 2003,
58
“Raf-1 and Bcl-2 Induce Distinc and Common Pathways That Contribute
to Breast Cancer Drug Resistantce”, Clin. Cancer Res.9:1161-1170.
Departemen Kesehatan RI. (1997). Profil Kesehatan Indonesia. Depkes RI.
Jakarta
Ferreira, G.C., Epping, M., Kruyt, F.A.E., and Giaccone, G., 2008, “Apoptosis:
Target of Cancer Therapy”, Clin. Cancer Research., 8: 2024-2034
Foster, J.S., Henley, D.C., Ahamed, S., and Wimalasena, J., 2001, “Estrogen and
Cell Cycle Regulation in Breast Cancer”, Trend Endocr. Metab.
12(7):320-327
Gerl, R., and Vaux, D.L., 2005, Apoptosis in The Development and Treatment of
Cancer, Carcin., 26 (2), 263-270.
Gondhowiardjo, S., 2004, Proliferasi Sel dan Keganasan, Majalah Kedokteran
Indonesia, 54 (7), 289-299.
Hanhanan, D., and Wienberg, R.A., 2000, “The Hallmarks of Cancer”, Cell, 100,
57-70.
Hsu, Y.L., Kuo, P.L., Tzeng, W.W., and Lin, C.C., 2006, “Chalcone Inhibits the
Proliferation of Human Breast Cancer Cell by Blocking Cell Cycle
Progression and Inducing Apoptosis”, Food Chem Toxicol, 44 (5):704-13
IARC, 2010, IARC Launch the Devinitive Cancer Statistics Resource Globocon,
Press Release No 201., 1-2.
Kampa, M., Alexaki, Vassilia-Ismini., Notas, George., Nifli, Artemissia-Phoebe.,
Nistikaki, Anatassia., Hatzoglou, Anastassia., Bakogeorge, Efstathia,
Koumtzoglou, Elena., Blekas, George., Boskou, Dimitrios., Gravanis,
Achille., and Castanas, E., 2004, Antiproliferatif and Apoptotic Effect of
Selective Phenolic Acids on T47D Human Breast Cancer Cells: Potential
Mechanisms of Action., Breast Cancer Res, 6: R63-R74
King, R. J. B., 2000, Cancer Biology, Pearson Education, Second Edition,
England. p.1-7,228-231, 263-264
Lee, Y.S.; Lim, S.S.; Shin, K.H.; Kim, Y.S.; Ohuchi, K.; Jung, S.H.2006. Anti-
angiogenic and antitumoractivities of 2-hydroxy-4- methoxychalcone.
Biol. Pharm. Bull. 29, 1028-1031.
Lodish, H., Berk, A., Zipursky, S.L., Matsudaira, P, Baltimore, D., and Darnell, J.,
2000, Molecular Cell Biology, 4th
edition, New York: W.H. Freeman
Matheny, C. J. M., Lamb, M. W., Brouwer, K. L. R., and Pollack, G. M., 2001,
“Pharmacokinetic and Pharmacodynamic Implications of P-glycoprotein
Modulation”, Pharmacotherapy, 21 (7), 778-796.
59
Mathivadani, P., Shanthi, P., and Sachdanandam, P., 2007, Apoptotic Effect of
Semecarpus anacardium nut Extract on T47D Cancer Cell Line., Cell.
Biol. Int., 31, 1198-1206
Meiyanto, E., 2002, Bahan Kuliah Biologi Molekuler: Signal Transduksi-Cell
Cycle-Transposon, Proyek Que Fakultas Farmasi UGM, Yogyakarta.
Petak, I., Houghton, Janet A., and Kopper, L., 2006, Molecular Targeting of Cell
Death Signal Transduction Pathways in Cancer, Current Signal
Transduction Therapy, 1, 113-131Pahl, H.L., 1999, “Activators and Target
Genes of Rel/NF-κB Transcription Factors”, Oncogene 18 6853–6866.
Pines, J., 1997, Mammalian Cell Cycle, Oncogenes and Tumor Suppressors, IRL
Press, Oxford University Press, New York, 189-191.
Reynold, C.P., and Meurer, B.J., 2005, Evaluating Response to Antineoplastic
Drug Combination in Tissue Culture Models, Methods Mol. Med., 110,
173-183
Sasayama, T.; Tanaka, K.; Mizukawa, K.; Kawamura, A.; Kondoh, T.; Hosoda,
K.; Kohmura, E. 2007. Trans-4-lodo,4-boranyl-chalcone induces antitumor
activity against malignant glioma cell lines in vitro and in vivo. J. Neu-
Onc. 85, 123-132
Sen R. and Baltimore D., 1986, “Inducibility of Kappa Immunoglobulin
Enhancer-Binding Protein Nf-kappa B by a Posttranslational Mechanism”,
Cell, 1986 : 47, 921-8
Shen, K.H, Chang, JK, Hsu, Y.L, and Kuo, P.L., 2007, “Chalcone Arrests Cell
Cycle Progression and Induces Apoptosis Through Induction
Mitochondrial Pathway and Inhibition of Nuclear Faktor Kappa B
Signaling in Human Bladder Cancer Cells”, Basic Clin Pharmacol
Toxicol, 101 : 254-61
Singal, P.K., and Iliskovic, N., 1998, “Doxorubicin-induced Cardiomyopathy”, N.
Engl. J. Med. 339:900-905
Teich, N. M., 1997, Oncogenes and Cancer in Franks, L.M. dan Teich, N.M.,
Cellular and Molecular Biology of Cancer, 3rd
Edition, Oxford University
Press, London.
Tjindarbumi, D. and Mangunkusumo, R., 2002, “Cancer in Indonesia, Present and
Future”, Jpn. J. Clin. Oncol. 32 (Supplement 1): S17-21
Toshio M. Li-Bo W. ,Seikou N. , Kiyofumi N., Eri Y., Hisashi M., Osamu .M.,
Li-Jun W., and Masayuki Y., 2009., Medicinal Flowers. XXVII.1) New
Flavanone and Chalcone Glycosides, Arenariumosides I, II, III, and IV,
and Tumor Necrosis Factor-a Inhibitors from Everlasting, Flowers of
Helichrysum arenarium, Chem. Pharm. Bull. 57(4) 361—367 (2009)
Valeria, P., 2005, “Changes in P-Glycoprotein Activity Are Mediated by The
Growth of A Tumour Cell Line as Multicellular Spheroids”, Cancer Cell
International, 5.
60
WHO, 2009, Cancer Control, Knowlendge into Action, WHO Guide for Effective
Programes, www.who.int/cancer
Wong, H.L., Bendayan, R., Rauth, A.M., Xue, H.Y., Babakhanian, K., and Wu,
X.Y., 2006, “A Mechanistic Study of Enhanced Doxorubicin Uptake and
Retention in Multidrug Resistant Breast Cancer Cells Using A Polymer-
Lipid Hybrid Nanoparticle System”, The Journal of Pharmacology and
Experimental Therapeutics, 317 (3), 1372-1381
World Health Organization. 1998. The World Health Report : live in the 21st
century, A vision for all, WHO, Geneva
Wyllie, A., Donahue, V., Fischer, B., Hill, D., Keesey, J., and Manzow, S., 2000,
Cell Death Apoptosis and Necrosis, Rosche Diagnostic Corporation
Ye, C.L.; Liu, J.W.; Wei, D.Z.; Lu, Y.H.; Qian, F. 2005. In vivo antitumor activity
by 2, 4-dihydroxy-6-methoxy-3, 5-dimethylchalcone in a solid human
carcinoma xenograft model. Canc. Chemo.Pharm., 55, 447-452.
Ye, C.L.; Liu, J.W.; Wei, D.Z.; Lu, Y.H.; Qian, F.2004. In vitro anti-tumor
activity of 2, 4-dihydroxy-6-methoxy-3, 5-dimethylchalcone against six
established human cancer cell lines. Pharmacol. Res. 2004, 50, 505-510
61
LAMPIRAN 1
Data Perhitungan Viabilitas Sel HeLa Perlakuan
Senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
Konsentrasi
(M)
Log
Konsentrasi
Absorbansi Viabilitas Sel (%) Rerata Standar
Error 1 2 3 1 2 3 Viabilitas
sel (%)
70 1,845 0,316 0,313 0,316 27,571 27,232 27,571 27,458 0,113
65 1,813 0,336 0,324 0,308 29,831 28,475 26,667 28,324 0,916
60 1,778 0,38 0,39 0,451 34,802 35,932 42,825 37,853 2,507
55 1,740 0,575 0,535 0,553 56,836 52,316 54,350 54,501 1,307
50 1,699 0,514 0,508 0,511 49,944 49,266 49,605 49,605 0,196
45 1,653 0,661 0,66 0,652 66,554 66,441 65,537 66,177 0,322
40 1,602 0,634 0,635 0,632 63,503 63,616 63,277 63,465 0,100
35 1,544 0,675 0,671 0,645 68,136 67,684 64,746 66,855 1,063
30 1,477 0,834 0,742 0,848 86,102 75,706 87,684 83,164 3,757
25 1,398 0,875 0,895 0,918 90,734 92,994 95,593 93,107 1,404
20 1,301 0,937 0,915 0,924 97,740 95,254 96,271 96,422 0,722
Kontrol Sel 0,955 0,955 0,960
Kontrol Media 0,071 0,914 0,073
Harga koefisien determinasi (r2) perhitungan = 0,942, r = 0,9706.
Harga r tabel untuk taraf kesalahan 5%, n=11 adalah 0,602.
r hitung> r tabel, sehingga nilai IC 50 dapat dihitung dari persamaan tersebut :
y = -131,64x + 274,26
50= -131,64x + 274,26
x = 1,7036 , IC50 = in log x
IC50 = 50 M
62
LAMPIRAN 2
Data Perhitungan Efek Penghambatan Proliferasi Sel HeLa Perlakuan
Senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
Jumlah sel HeLa pada pengamatan jam 24, 48, dan 72 dengan perlakuan BHM
12,5; 25; 50; dan 75 M dan tanpa perlakuan (kontrol)
Jam Kontrol Kadar BHM (mM)
75 50 25 12,5
1 2 3 4
JUMLAH SEL RATA-RATA
0 5000,000 4918,033 4726,776 4904,372 5373,406
24 12504,554 268,670 1261,416 2818,761 5159,381
48 11404,110 51,370 1261,416 2568,493 9731,735
72 13515,982 268,265 222,603 656,393 9880,137
Jam Kontrol Kadar BHM (mM)
75 50 25 12,5
1 2 3 4
LOG JUMLAH SEL RATA-RATA
0 3,699 3,692 3,675 3,691 3,730
24 4,097 2,429 3,101 3,450 3,713
48 4,057 1,711 3,101 3,410 3,988
72 4,131 2,429 2,348 2,817 3,995
63
Jam Kontrol Kadar BHM (M)
75 50 25 12,5
JUMLAH SEL RATA-RATA X 104
sel 2 x lipat 10000 9836 9454 9809 10747
Log jumlah sel 4,000 3,993 3,976 3,992 4,031
Doubling time 37,000 74
Perlakuan Persamaan garis Slope Nilai Doubling Time (Jam)
Kontrol y = 0,0052x + 3,8076 0,0052 37,000
BHM 12,5 M y = 0,0045x + 3,6961 0,0045 74,000
BHM 25 M y = -0,0111x + 3,741 -0,0111 -
BHM 50 M y = -0,0166x + 3,6531 -0,0166 -
BHM 75 M y = -0,0188x + 3,2413 -0,0188 -
64
LAMPIRAN 3
Data Perhitungan Viabilitas Sel HeLa Perlakuan Doksorubisin
Konsentrasi
(M)
Log
Konsentrasi
Absorbansi Viabilitas Sel (%) Rerata Standar
Error 1 2 3 1 2 3 Viabilitas
sel (%)
75 1,875 0,169 0,175 0,120 15,83 16,83 7,67 13,44 2,903
50 1,699 0,209 0,231 0,215 22,50 26,17 23,50 24,06 1,094
25 1,398 0,257 0,265 0,270 30,50 31,83 32,67 31,67 0,631
12,5 1,097 0,378 0,377 0,375 50,67 50,50 50,17 50,44 0,147
10 1,000 0,400 0,361 0,370 54,33 47,83 49,33 50,50 1,965
5 0,699 0,390 0,378 0,363 52,67 50,67 48,17 50,50 1,302
2,5 0,398 0,410 0,408 0,410 56,00 55,67 56,00 55,89 0,111
1 0,000 0,490 0,462 0,449 69,33 64,67 62,50 65,50 2,016
0,5 -0,301 0,576 0,603 0,507 83,67 88,17 72,17 81,33 4,764
0,25 -0,602 0,615 0,600 0,622 90,17 87,67 91,33 89,72 1,082
0,125 -0,903 0,624 0,646 0,626 91,67 95,33 92,00 93,00 1,171
Kontrol Media 0,076 0,073 0,072 0,074
Kontrol Sel 0,681 0,669 0,671 0,674
Harga koefisien determinasi (r2) perhitungan = 0,9639, r = 0,9818.
Harga r tabel untuk taraf kesalahan 5%, n=11 adalah 0,602.
r hitung> r tabel, sehingga nilai IC 50 dapat dihitung dari persamaan tersebut :
y = -27,182x + 70,811
50 = -27,182x + 70,811
x = 52,08, IC50 = in log x
IC50 = 6 M
65
LAMPIRAN 4
Uji Sitotoksik Kombinasi Senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin pada Sel HeLa
Variasi Konsentrasi :
IC50 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on (BHM): 50M
IC50 Doksorubisin : 6M
1/16 1/8 1/4 1/2
BHM (M) 3,125 6,25 12,5 25
Dox ((M) 0,375 0,75 1,5 3
A. Viabilitas Sel
BHM(M) Dox(M)
0 0,375 0,75 1,5 3
0 100 72,39 69,05 58,55 50,09
3,125 95,80 67,39 63,87 58,12 51,20
6,25 96,85 64,73 67,14 57,07 47,87
12,5 80,54 53,55 53,86 26,87 11,12
25 50,71 9,20 5,93 5,99 5,44
Persamaan Garis Lurus :
Doksorubisin : y = -27,182 + 70,811 (x = log konsentrasi)
BHM : y = -131,64x + 274,26 (x = log konsentrasi)
B. Konsentrasi Doksorubisin Tunggal
0,375 0,75 1,5 3
3,125 1,336 1,801 2,930 5,264
6,25 1,674 1,365 3,202 6,983
12,5 4,315 4,203 41,362 157,054
25 184,711 243,739 242,467 254,158
C. Konsentrasi BHM Tunggal
0,375 0,75 1,5 3
3,125 37,282 39,650 43,841 49,481
6,25 39,055 37,444 44,654 52,453
12,5 47,490 47,235 75,736 99,759
25 103,157 109,236 109,118 110,184
D. Combination Index
0,375 0,75 1,5 3
3,125 0,364 0,495 0,583 0,633
6,25 0,384 0,716 0,608 0,549
12,5 0,350 0,443 0,201 0,144
25 0,244 0,232 0,235 0,239
66
LAMPIRAN 5
Data Perhitungan Viabilitas Sel T47D Perlakuan
Senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
Konsentrasi
(M)
Absorbansi Viabilitas Sel (%) Rerata Standar
Error 1 2 3 1 2 3 Viabilitas sel
(%)
80 0,142 0,144 0,131 8,70 8,95 7,29 8,31 0,517
60 0,320 0,320 0,361 31,46 31,46 36,70 33,21 1,748
40 0,529 0,494 0,512 58,18 53,71 56,01 55,97 1,292
20 0,738 0,708 0,696 84,91 81,07 79,54 81,84 1,597
10 0,741 0,750 0,802 85,29 86,45 93,09 88,28 2,431
5 0,796 0,784 0,779 92,33 90,79 90,15 91,09 0,645
Kontrol Sel 0,854 0,851 0,863 0,856
Kontrol Media 0,074 0,074 0,074 0,074
Harga koefisien determinasi (r2) perhitungan = 0,994, r = 0,997.
Harga r tabel untuk taraf kesalahan 5%, n=6 adalah 0,811.
r hitung> r tabel, sehingga nilai IC 50 dapat dihitung dari persamaan tersebut :
y = -1,127x + 100,17
50= -1,127x + 100,17
x = 45
IC50 = 45 M
67
LAMPIRAN 6
Data Perhitungan Efek Penghambatan Proliferasi Sel T47D Perlakuan
Senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
Jumlah sel T47D pada pengamatan jam 24, 48, dan 72 dengan perlakuan senyawa
BHM dan tanpa perlakuan (kontrol)
Jam Kontrol Kadar BHM (mM)
67,5 45 22,5 11,25
1 2 3 4
JUMLAH SEL RATA-RATA
0 5000,000 5399,543 5045,662 5097,032 5079,909
24 13401,826 428,082 2106,164 4914,384 9452,055
48 13858,447 507,991 2106,164 7551,370 12888,128
72 11883,562 205,479 313,927 1906,393 10724,886
Jam Kontrol Kadar BHM (M)
67,5 45 22,5 11,25
1 2 3 4
LOG JUMLAH SEL RATA-RATA
0 3,699 3,732 3,703 3,707 3,706
24 4,127 2,632 3,323 3,691 3,976
48 4,142 2,706 3,323 3,878 4,110
72 4,075 2,313 2,497 3,280 4,030
68
Jam Kontrol Kadar BHM (M)
67,5 45 22,5 11
JUMLAH SEL RATA-RATA X 104
sel 2 x lipat 10000 10799 10091 10194 10160
Log jumlah sel 4,000 4,033 4,004 4,008 4,007
Doubling time 33,479 47
Perlakuan Persamaan garis Slope Nilai Doubling Time (Jam)
Kontrol y = 0,0048x + 3,8393 0,0048 33,479
BHM 11,25 M y = 0,0046x + 3,7893 0,0046 47,000
BHM 22,5 M y = -0,0046x + 3,8035 -0,0046
BHM 45 M y = -0,0151x +3,7544 -0,0151 -
BHM 67,5 M y = -0,0174x + 3,4733 -0,0174 -
69
LAMPIRAN 7
Data Perhitungan Viabilitas Sel T47D Perlakuan Doksorubisin
Konsentrasi
(nM)
Absorbansi Viabilitas Sel (%) Rerata Standar
Error 1 2 3 1 2 3 Viabilitas sel
(%)
250 0,349 0,367 0,354 35,90 38,30 36,57 36,92 0,713
225 0,399 0,395 0,399 42,55 42,02 42,55 42,38 0,177
200 0,387 0,391 0,391 40,96 41,49 41,49 41,31 0,177
175 0,490 0,483 0,486 54,65 53,72 54,12 54,17 0,270
150 0,516 0,515 0,520 58,11 57,98 58,64 58,24 0,203
125 0,538 0,570 0,553 61,04 65,29 63,03 63,12 1,229
100 0,570 0,553 0,559 65,29 63,03 63,83 64,05 0,662
75 0,707 0,660 0,700 83,51 77,26 82,58 81,12 1,947
50 0,702 0,702 0,742 82,85 82,85 88,16 84,62 1,773
Kontrol Sel 0,817 0,832 0,844 0,831
Kontrol Media 0,081 0,079 0,078 0,079
Harga koefisien determinasi (r2) perhitungan = 0,9526, r = 0,9760.
Harga r tabel untuk taraf kesalahan 5%, n=9 adalah 0,666.
r hitung> r tabel, sehingga nilai IC 50 dapat dihitung dari persamaan tersebut :
y = -0,241x + 94,58
50 =-0,241x + 94,58
x = 185
IC50 = 185 nM
70
LAMPIRAN 8
Uji Sitotoksik Kombinasi Senyawa 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on dan Doksorubisin pada Sel T47D
Variasi Konsentrasi :
IC50 1-(4’-bromofenil) -3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on (BHM): 45M
IC50 Doksorubisin : 185 nM
1/16 1/8 1/4 1/2
BHM (M) 2,8125 5,625 11,25 22,5
Dox (nM) 11,5625 23,125 46,25 92,5
E. Viabilitas Sel
BHM(M) Dox(nM)
0 11,5625 23,125 46,25 92,65
0 100 99,34 96,01 70,67 49,12
2,8125 96,62 98,38 87,18 67,95 33,87
5,625 93,34 84,25 85,31 63,15 28,37
11,25 81,07 71,33 61,33 36,65 5,50
22,5 49,67 46,74 26,35 9,39 5,15
Persamaan Garis Lurus :
Doksorubisin : y = -0,241x + 94,58 (x = konsentrasi)
BHM : y = -1,127x + 100,17 (x = konsentrasi)
F. Konsentrasi Doksorubisin Tunggal
11,5625 23,125 46,25 92,65
2,8125 -15,79 30,71 110,52 251,90
5,625 42,86 38,46 130,42 274,73
11,25 96,48 137,96 240,38 369,62
22,5 198,49 283,11 353,49 371,08
G. Konsentrasi BHM Tunggal
11,5625 23,125 46,25 92,65
2,8125 1,584 11,528 28,593 58,827
5,625 14,126 13,185 32,848 63,709
11,25 25,592 34,461 56,364 84,000
22,5 47,405 65,501 80,551 84,313
H. Combination Index
11,5625 23,125 46,25 92,65
2,8125 1,043 0,997 0,517 0,416
5,625 0,668 1,028 0,526 0,426
11,25 0,559 0,494 0,392 0,385
22,5 0,533 0,425 0,410 0,517
71
LAMPIRAN 9
Personalia Tenaga Peneliti
Personalia yang terlibat dalam kegiatan ini adalah :
No. Nama/NID
Instansi Asal Bidang
Ilmu
Alokasi
Waktu
(jam/minggu)
Urain Tugas
1. Retno Arianingrum, M.Si
/0015126803
FMIPA UNY Biokimia 15 Jam Ketua
Uji sitotoksik
Uji aktivitas
pemacuan
apoptosis
Uji
Pengamatan
Daur Sel
Uji Ekspresi
Protein
2. Prof. Dr. Indyah Sulistyo
Arty, M.S /0006045104
FMIPA UNY Kimia
Organik
Farmasi
10 Jam Anggota
Uji sitotoksik
72
Publikasi pada “International Conference ICB Pharma II
“Current Breakthrough in Pharmacy Material and Analyses”
73
74
Draf Paten
Deskripsi
PENGGUNAAN KOMBINASI DERIVAT KALKON BERSUBSTSITUEN
BROMO DAN DOKSORUBISIN PADA PENGOBATAN KANKER PAYUDARA
Bidang Teknik Invensi :
Invensi ini berhubungan dengan penggunaan senyawa
1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on tunggal dan kombinasinya dengan agen ko-
kemoterapi doksorubisin sebagai antikanker pada sel
kanker payudara.
Latar Belakang Invensi
Kanker payudara merupakan salah satu jenis
kanker penyebab kematian di dunia setelah kanker paru-
paru, perut, hepar, dan kolon dengan insidensi sebesar
502.000 kasus (WHO, 2006). Di Indonesia, pravalensi
kanker payudara menduduki peringkat ke-2 setelah kanker
leher rahim dan merupakan penyebab kematian utama pada
wanita. Dari semua kasus kanker pada wanita Indonesia,
pada tahun 1991 kasus kanker payudara mencapai 17,77%
(Tjindarbumi and Mangunkusumo, 2002).
Beberapa metode untuk pengobatan kanker telah
dilakukan, diantaranya pembedahan, kemoterapi dan
penyinaran (radiasi). Namun, masing-masing metode
mempunyai kelemahan, sehingga tingkat keberhasilannya
masih rendah (King, 2000). Kegagalan yang sering
terjadi pada pengobatan melalui kemoterapi disebabkan
karena rendahnya selektivitas obat anti kanker dan
adanya fenomena resistensi sel kanker terhadap agen
kemoterapi (drug-resistence) (Wong et al., 2006). Oleh
karena itu, pengembangan dan penemuan pengobatan
kanker,khususnya kanker payudara perlu terus
diupayakan.
75
Diantara agen kemoterapi kanker yang telah
menimbulkan resistensi adalah doksorubisin. Senyawa
golongan antrasiklin ini diberikan pada berbagai jenis
kanker. Selain menimbulkan resistensi, doksorubisin
dapat menyebabkan kardiotoksisitas pada penggunaan
jangka panjang (Ferreira et al., 2008). Salah satu
alternatif untuk mengatasi resistensi adalah kombinasi
agen kemoterapi dengan agen kemopreventif sehingga
dapat meningkatkan keberhasilan terapi.
Kalkon (1,3-difenilpropen-1-on) adalah jenis keton
dengan ikatan tidak jenuh yang telah banyak di
teliti sebagai senyawa terapetika, khususnya sebagai
obat antitumor. Oleh karena aktivitasnya sebagai ”high
therapeutic index”, kalkon di anggap sebagai ”the new
era of medicines” dalam kapasitasnya sebagai antitumor,
antibakterial, dan anti-inflamatory (Afzal et al.,
2008). Disebutkan pula bahwa sebagian besar target
utama dari senyawa-senyawa kalkon adalah mempengaruhi
daur sel (Boumendjel et al., 2009). Shen et al, 2007
telah membuktikan bahwa struktur dasar kalkon (1,3-
difenilpropen-1-on) mampu menghambat aktivasi nuclear
factor kappa (NF-B). Penghambatan aktivasi NF-B
tersebut menyebabkan adanya induksi apoptosis,
penghambatan siklus sel, dan menurunkan ekspresi Bcl-XL
sebagai downstream target dari NF-B pada kultur sel
kanker kandung kemih T24 dan HT-1376, serta sel
payudara MCF-7 dan MDA-MB-231 (Hsu et al., 2006).
Beberapa senyawa derivat kalkon yang mengandung gugus
hidroksi pada posisi para seperti broussochalcone A;
xanthoangelol D; butein; isoliquiritigenin;
licochalcone A; isoliquiritigenin 2’-metil eter, dan
xanthohumol juga mampu menghambat aktivasi NF-B (Yadav
76
et al., 2011).
Penelusuran terhadap beberapa paten menunjukkan
bahwa beberapa derivat kalkon telah digunakan dalam
pengobatan kanker, seperti pada United States Patent US
6,498,195 B2 “Use of 1-Propanone-1-(2,4-
dihydroxyphenyl)-3-hydroxy-hydroxyphenyl as
anticarcinogenic agent”, United States Patent US
7,872,029 B2 “Chalcone and its analogs as agent for the
inhibition of angiogenesis and related disease states”.
Arty et al., (2013), telah mensintesis senyawa
derivat kalkon bersubtituen bromo, yaitu 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
(Gambar 1). Senyawa ini terbukti memiliki aktivitas
antioksidan yang tinggi dan berpotensi sebagai
antikanker pada sel kanker leher rahim.
Invensi ini menggunakan senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
baik tunggal maupun kombinasinya dengan agen ko-
kemoterapi doksorubisin sebagai antikanker pada sel
kanker payudara T47D. Pengujian sebagai antikanker
dilakukan dengan uji sitotoksik menggunakan MTT {3-
(4,5-dimetiltiazol-2-il)-2,5-difenil tetrazolium
bromida}. Perhitungan sitotoksisitas kombinasi
digunakan Combination Index (CI) (Reynols and
Maurer,2005).
Ringkasan Invensi
Penggunaan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on sebagai
antikanker baik secara tunggal maupun kombinasinya
dengan doksorubisin ini dilakukan untuk menghasilkan
dosis yang efektif dalam mematikan sel kanker payudara.
77
Penggunaan senyawa ini dalam treatment meliputi tahapan
berikut:
a. Preparasi senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on dan
doksorubisin (produk Kalbe Farma) untuk uji
aktivitas sitotoksik dimana senyawa tersebut
dilarutkan dalam DMSO (Dimetilsulfoksida).
b. Pengujian aktivitas sitotoksik senyawa baik
tunggal maupun kombinasinya dengan doksorubisin
terhadap sel T47D (ATCC) menggunakan metode MTT
dan perhitungan kombinasi dosis efektif
menggunakan Combination Index (CI) (Reynols and
Maurer,2005).
Uraian Singkat Gambar
Gambar 1 memperlihatkan struktur senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
atau 3-(4’-hidroksi-3’-metoksifenil)-1-fenil-2-propen-
1-on).
Gambar 2 memperlihatkan hubungan konsentrasi
senyawa
1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on dengan % viabilitas sel T47D
Gambar 3 memperlihatkan hubungan konsentrasi
doksorubisin dengan % viabilitas sel T47D
Uraian Lengkap Invensi
a. Preparasi senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-
3-metoksifenil)-2-propen-1-on
Senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on dilarutkan dalam pelarut
DMSO hingga konsentrasi 100.000 mikromolar sebagai
larutan induk. Selanjutnya dibuat variasi konsentrasi
78
5; 10; 20; 40; 60; dan 80 mikromolar dengan menggunakan
media kultur (MK). Media kultur yang digunakan dibuat
dari: (1) Penisilin-streptomisin (Penstrep) 2%. (2)
Fetal Bovine Serum (FBS) 10%, dan (3) Fungizon 0,5%
dilarutkan hingga 100 ml dengan medium Rosewell Park
Memorial Institut (RPMI) 1640 (GIBCO BRL) yang dibuat
dengan melarutkan 10,4 g RPMI ditambah NaHCO3 2,2 g;
Hepes 2 g dilarutkan dengan akuabides steril dan
dikondisikan pada pH 7,2 – 7,4, ditambahkan akuades
hingga volume akhir 1 liter. Selanjutnya disterilisasi
dengan filter 0,2 mikron.
Senyawa doksorubisin dilarutkan dengan media
kultur yang sama dengan variasi konsentrasi 50; 75;
100; 125; 150; 175; 200; 225 dan 250 nanomolar. Variasi
konsentrasi senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on yang digunakan untuk
kombinasi sebesar : 2,8125; 5,625; 11,25; dan 22,5
mikromolar, sedangkan konsentrasi doksorubisin sebesar
: 11,5625; 23,125; 46,25; dan 92,5 nanomolar.
b. Uji aktivitas sebagai antikanker pada sel kanker
payudara
Sel dengan konsentrasi 1 x 104 sel/sumuran
didistribusikan ke dalam plate 96 sumuran dan
diinkubasi selama 24 jam untuk beradaptasi dan menempel
di sumuran. Keesokannya media diambil kemudian
ditambahkan 100 μl media kultur yang
mengandung DMSO 0,1% (kontrol) atau sampel, inkubasi
selama 24 jam. Pada akhir inkubasi, media kultur yang
mengandung sampel dibuang, dicuci dengan 100 mikroliter
PBS (Phospate Buffer Saline). Kemudian ke dalam masing-
masing sumuran ditambahkan 100 mikroliter media kultur
yang mengandung MTT 5 mg/ml, inkubasi lagi selama 4 jam
79
pada suhu 37°C. Sel yang hidup akan bereaksi dengan MTT
membentuk kristal formazan berwarna ungu. Setelah 4
jam, media yang mengandung MTT dibuang, kemudian
ditambahkan larutan SDS untuk melarutkan kristal
formazan. Digoyang di atas shaker selama 10 menit
kemudian dibaca dengan dengan ELISA reader pada panjang
gelombang 595 nm.
Data yang diperoleh pembacaan ELISA reader berupa
absorbansi masing-masing sumuran dikonversi ke dalam
persen viabilitas sel. Persentase viabilitas sel
dihitung menggunakan rumus:
Absorbansi sel dengan perlakuan-absorbansi kontrol media X 100%
Absorbansi kontrol sel – absorbansi kontrol media
Data yang berupa viabilitas sel kemudian dianalisis
dengan membuat grafik log konsentrasi versus viabilitas
sel. Nilai IC50 merupakan konsentrasi yang menyebabkan
penghambatan pertumbuhan 50% dari populasi sel sehingga
dapat diketahui potensi sitotoksisitasnya (Doyle and
Griffiths, 2000).
Sitotoksik kombinasi ditetapkan dengan menghitung
indeks interaksi antara doksorubisin dengan senyawa 1-
(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-
1-on menggunakan persamaan :
Combination Index/CI = (D)1/(Dx)1 + (D)2/(Dx)2
D1 dan D2 adalah konsentrasi sampel yang digunakan
dalam perlakuan kombinasi. (Dx)1 dan (Dx)2 adalah
konsentrasi tunggal yang dapat menghasilkan efek
sebesar yang ditimbulkan perlakuan kombinasi (Reynols
and Maurer,2005). Angka CI yang diperoleh
diinterpretasikan sebagaimana Tabel 1.
Potensi ketoksikan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-
(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap sel
80
T47D disajikan pada Gambar 3, yaitu memiliki nilai IC50
sebesar 45 mikromolar yang berarti sangat aktif.
Sedangkan potensi ketoksikan doksorubisin disajikan
pada Gambar 4, memiliki nilai IC50 sebesar 185
nanomolar.
Tabel 1. Interpretasi Nilai Indeks Kombinasi (CI)
Nilai CI Interpretasi
< 0,1 sinergi sangat kuat
0,1 - 0,3 sinergis kuat
0,3 - 0,7 sinergis
0,7 - 0,9 sinergis ringan-sedang
0,9 - 1,1 mendekati aditif
1,1 - 1,45 antagonis ringan-sedang
1,45 - 3,3 antagonis
> 3,3 antagonis kuat-sangat kuat
(Reynols and Maurer,2005)
Uji sitotoksik kombinasi doksorubisin dan
senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on terhadap sel T47D pada
konsentrasi senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on sebesar 2,8125; 5,625;
11,25; dan 22,5 mikromolar, sedangkan konsentrasi
doksorubisin sebesar : 11,5625; 23,125; 46,25; dan 92,5
nanomolar. Kombinasi kedua senyawa ini mampu menurunkan
viabilitas sel lebih rendah daripada penggunaan senyawa
1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-
propen-1-on maupun doksorubisin secara tunggal
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2 .
81
Tabel 2. Persen viabilitas sel perlakuan kombinasi
senyawa 1-4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on dan doksorubisin
pada berbagai variasi konsentrasi.
Viabilitas sel (%) pada
variasi konsentrasi:
1-4’-
bromofenil)-3-
(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-
2-propen-1-on
(M)
Doksorubisin (nM)
0 11,5625 23,125 46,25 92,65
0 100 99,34 96,01 70,67 49,12
2,8125 96,62 98,38 87,18 67,95 33,87
5,625 93,34 84,25 85,31 63,15 28,37
11,25 81,07 71,33 61,33 36,65 5,50
22,5 49,67 46,74 26,35 9,39 5,15
Berdasarkan perhitungan nilai CI (Tabel 3),
terlihat bahwa pada kombinasi senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
dengan konsentrasi sebesar 2,8125; 5,625; 11,25; dan
22,5 mikromolar, dan konsentrasi doksorubisin sebesar :
11,5625; 23,125; 46,25; dan 92,5 nanomolar memberikan
interprestasi antara mendekati aditif (0,9 – 1,1) pada
konsentrasi kombinasi rendah dan sinergi (0,3-0,7).
Dari hasil ini membuktikan bahwa senyawa 1-(4’-
bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on
berpotensi untuk digunakan sebagai agen ko-kemoterapi
doksorubisin pada pengobatan kanker payudara. Kombinasi
yang efektif dalam mematikan sel T47D adalah pada
penggunaan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on sebesar 11,25 mikromolar
dan doksorubisin sebesar 92,65 nanomolar.
82
Tabel 3. Hasil perhitungan nilai CI pada perlakuan
kombinasi senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-
hidroksi-3-metoksi-fenil)-2-propen-1-on dan
doksorubisin pada berbagai variasi
konsentrasi.
Nilai CI pada perlakuan kombinasi:
1-4’-bromofenil)-3-
(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-
propen-1-on (M)
Doksorubisin (nanomolar)
11,5625 23,125 46,25 92,65
2,8125 1,0 1,0 0,5 0,4
5,625 0,7 1,0 0,5 0,4
11,25 0,6 0,5 0,4 0,4
22,5 0,5 0,4 0,4 0,5
83
Klaim
1. Penggunaan senyawa 1-4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-
3-metoksifenil)-2-propen-1-on sebagai antikanker
pada sel kanker payudara T47D dengan IC50 sebesar 45
mikromolar.
2. Penggunaan kombinasi senyawa 1-4’-bromofenil)-3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on sebesar
11,25 mikromolar dan doksorubisin sebesar 92,65
nanomolar sebagai antikanker pada sel payudara.
84
Abstrak
PENGGUNAAN KOMBINASI DERIVAT KALKON BERSUBSTSITUEN
BROMO DAN DOKSORUBISIN PADA PENGOBATAN KANKER
PAYUDARA
Invensi ini berhubungan dengan penggunaan senyawa
derivat kalkon 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on baik tunggal dan
kombinasinya dengan agen ko-kemoterapi doksorubisin
sebagai antikanker pada sel kanker payudara T47D.
Senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-hidroksi-3-
metoksifenil)-2-propen-1-on dan doksorubisin
dilarutkan dalam media kultur yang mengandung DMSO.
Senyawa ini secara tunggal dapat digunakan sebagai
antikanker dengan IC50 sebesar 45 mikromolar, dan
dikombinasikan dengan doksorubisin dengan dosis efektif
pada penggunaan senyawa 1-(4’-bromofenil)-3-(4-
hidroksi-3-metoksifenil)-2-propen-1-on sebesar 11,25
mikromolar dan doksorubisin sebesar 92,65 nanomolar.
85
Gambar 1
Gambar 2
Gambar 3
HO
HO
F
O
CH3O
Br
IC50 = 45 M
IC50 = 185 nM
86
Manuscripts for Asian Pasific Journal of Tropical Biomediicine
Cytotoxic and apoptotic effects of a chalcones derivative with
bromo substituent on HeLa cells
Retno Arianingrum
*, Indyah Sulistyo Arty
Department of Chemistry Education, Faculty of Mathematics and Natural
Science, Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, Indonesia
ABSTRACT
Objective: To investigate the cytotoxic effect, apoptosis induction, and Bcl-2
expression of a chalcone derivate 1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-
methoxyphenyl)-2-propene-1-on against human cervix cancer HeLa cell lines.
Methods:
The cytotoxic effect was analyzed using MTT [3-(4,5 dimethyltiazol-2-yl)-2,5-
diphenyltetrazoilium bromide] assay, the apoptotic effect was determined by
Annexin-V flowcytometry method, and the expression of Bcl-2 was identified
using immunocytochemistry method.
Results: The research results showed that the IC50 of 1-(4’-bromophenyl) -3-(4-
hydroxy-3-methoxyphenyl)-2-propene-1-on was 53 M, and it increased the
apoptotic induction and decreased the Bcl-2 expression level.
Conclusion: According to the result, this compound is potential to be developed
as chemotherapeutic agent for cervix cancer by inducing apoptosis.
Keywords: 1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-2-propene-1-on
,cytotoxic effect, apoptosis induction, Bcl-2 expression, HeLa
cancer cells
1. Introduction
Cancer is the second most fatal disease after heart attack. Cervix cancer is one
type of cancer that has high prevalence and the first most common cancer
worldwide which causes mortality [1]
. In Indonesia, cervical cancer is the first
most frequent one in women [2]
. Current cancer therapies (surgery, radiation,
immunotherapy, and chemo-therapy) [3]
lead to undesired physical and
psychological distress to the patients. So that researches on finding new anticancer
compounds that have better therapeutic efficacy and fewer side-effects are still
needed.
Chalcones (trans-1,3-diaryl-2-propen-1-ones)4, a biosynthetic product of the
shikimate pathway, belonging to the flavonoid family are precursors of open chain
flavonoids and isoflavonoids, which are abundant in edible plants. Synthetic
chalcones can be prepared by an aldol condensation between a benzaldehyde and
acetophenone in the presence of strong bases. There are also some reports of acid-
catalyzed aldol condensations5. Chalcones and their derivates have attracted
increasing attention due to their numerous pharmacological applications. They
have displayed a broad spectrum of pharmacological activities, one of them being
anti-cancer6-10
. Many chalcones and their derivates have been shown to induce
87
apoptosis in different types of cancer cells through a wide variety of mechanisms.
These compounds have a common target, the Bcl-2 protein, which can induce
apoptosis in cancer cells11-14
.
A chalcone derivate compound, 1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-
methoxyphenyl)-2-propene-1-on (Figure 1) , was synthesized by reaction between
vanilin and 4-bromoacetofenon through a cross-aldol condensation reaction under
acidic conditions15
. Our previous research has reported that this compound has
antioxidant and cytotocix activity on HeLa cells (no publish). However, there has
been no research on how it affects apoptosis and Bcl-2 protein expression in
HeLa cells. In this study, the effects of cytotoxicity, apoptosis induction and Bcl-2
expression of 1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-2-propene-1-
on were investigated. This study is useful for further development of this
compound as medicine in the treatment of cervix cancer.
Figure 1. The structure of 1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-
methoxyphenyl)-2-propene-1-on
2. Materials and methods
2.1 Materials
The compound, 1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-2-
propene-1-on, was produced through a cross-aldol condensation reaction of
vanillin and bromoacetofenon in an acidic condition. The compound was used as
a stock solution with concentration of 100 mg/ml in dimethylsulfoxide (DMSO).
The final concentration of DMSO in the study wells was kept less than 0.1%.
2.2 Cell culture and cytotoxic assay
HeLa cervical cancer cells were obtained from the collection of the
Laboratory of Parasitology, Faculty of Medicine, Universitas Gadjah Mada
(UGM). Cells were grown in medium culture RPMI (Rosewell Park Memorial
Institut) from Gibco containing 10% FBS (Fetal Bovine Serum, Gibco) and 1%
penicillin-streptomycin (Gibco) at 37oC in a humidified atmosphere of 5%
CO2/95% air. Tripsin-EDTA 0.025% (Gibco) was used to detach cells on the
flask.
A cytotoxic assay was performed using [3-4, 5 dimetiltiazol-2-yl)-2,5
difeniltetra-zoilium bromide] (MTT) colorimetric assay. T47D cells were seeded
at a density of 5x103
cells / well and allowed to attach for 24 hours in a humidified
HO
HO
F
O
CH3O
Br
88
incubator at 37oC. One day after initial seeding, the cells were treated with various
concentrations of 1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-2-
propene-1-on. After 24 hours incubation, the culture medium was removed and
the cells were washed with 100 L Phosphate Buffered Saline (Sigma). Then, 100
L of MTT (Sigma Chemical, St. Louis, MO, USA) solution (0.5 mg/ml diluted
with DMEM medium) was added to each well, followed by incubation for 4 h at
37oC. Viable cells react with MTT to produce purple formazan crystals. Then, 100
L stopper reagent (10% Sodium dodecyl sulphate from Sigma Chemical, St.
Louis, MO, USA in 0.01M HCl) was added to dissolve the formazan crystal. The
cells were incubated for 12 hours (overnight) at room temperature and protected
from light. The absorbance of each well was measured using ELISA reader (Bio-
Rad) at λ 595 nm. The absorbance was converted to a percentage of viable cells18
.
The IC50 concentration was calculated by the concentration that caused 50%
inhibition of cell growth19
. Calculations of the IC50 value were done using the
linear regression of concentration versus cell viability.
2.3 Apoptosis Analysis
HeLa cells were seeded on a six tissue culture well-plate at 5 x 105
cells per
well. After 24 hours incubation the cells were treated with various cincentration of
1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-2-propene-1-on. After
incubation the cells were removed using 0.25% trypsine solution and then spinned
at 2000 rpm for 3 minute, and then washed twice with cold PBS. The cells were
re-suspended in 500 l of Annexin V buffer (Roche) and then treated with
Annexin V and propidium iodide (PI) for 10 minutes at room temperature and
protected from light. The treated cells were subjected to a FAC-Scan flow-
cytometer. Bivariant analysis of FITC-fluorescence (FL-1) and PI-fluorescence
(FL-3) gave different cell populations where the phenotype of FITC (-) and PI (-)
were designed as viable cells, while the FITC (+) and PI (-) as early apoptotic
cells; the FITC (-) and PI (+) as necrotic cells; and the FITC (+) and PI (+) as late
apoptotic cells.
2.4 Immunocytochemistry method
HeLa cells were seeded on the coverslips of a 24 well-plate at 5 x 104 cells
per well and incubated for 24 hours (or until 80% confluent). The medium in each
well was then replaced by the fresh medium containing various concentrations of
1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-2-propene-1-on and then
placed in a humidified incubator at 37 ˚C within an atmosphere of 5% CO2 and
95% air for 24 hours. The cells were then harvested and were washed with PBS
and fixed with cold methanol for 10 minutes at -4°C freezer. After that, the cells
in coverslips were placed each on a respective slide. The cells were washed with
PBS and distilled water, then were blocked in a hydrogen peroxide blocking
solution for 10 minutes at room temperature. They were again washed with PBS,
and then incubated with pre-diluted blocking serum for 10 minutes at room
temperature. Next, the cells were stained with primary Bcl-2 antibody for 1 hour
at room temperature. After three time-washing with PBS, the secondary antibody
89
was applied for 15-20 min, and then washed with PBS three times. The slides
were incubated with streptavidin-biotin complex for 10 minutes, and then washed
with PBS three times. The slides were incubated in DAB (3, 3 diaminobenzidine)
solution for 3-5 minutes and washed with distilled water. Cells were
counterstained with Mayer-Haematoxilin reagent for 3-4 minutes. After
incubation, the coverslips were washed with distilled water and then immersed in
absolute ethanol and in xylol afterward. The protein expression was assessed
under a light microscope. Cells which with expression give a dark brown color in
the cell membrane, while the cells with no expression will give purple color.
3. Results
3.1 The cytotoxic effect of 1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-
2-propene-1-on on HeLa cells
The cytotoxic activity of 1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-
methoxyphenyl)-2-propene-1-on was presented in Figure 2. The results indicated
that the compound showed growth inhibitory effect on HeLA cells in dose
dependent manner. Based on linear regression between concentration and cell
viability percentage (p<0.05), IC50 of the compound is 53 M.
Figure 2. The cytotoxic effect of 1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-
methoxyphenyl)-2-propene-1-on HeLa cells was determined using MTT
assay. The studies were conducted by incubating 5x103 cells in 96 well plates
for 24 hours in RPMI medium without or with 1-(4’-bromophenyl)-3-(4-
hydroxy-3-methoxyphenyl)-2-propene-1-on treatments of 20, 25, 30, 35, 40,
45, 50, 55, 60, 65 and 70 M. The profile of cell viability is expressed in
(A)
(B) (C)
(D)
90
mean ± SD from three experiments (A). The morphological changes and cell
populations under the treatment of the compound concentrations of 0 M or
control (B) were compared to that of 20 M (C) and 60 M (C). The bold
arrow indicates normal living cells, whereas the dashed arrows indicate the
cell morphology changes. The cell morphology was observed using inverted
microscope with 100x magnification.
3.2 The 1 -(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-2-propene-1-on
effect on apoptosis induction
The effect of 1 -(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-2-
propene-1-on treatment on HeLa cells apoptosis determined using flowcytometric
method. The result showed that the compound induced the HeLa cell apoptosis at
early and late phases of cell apoptosis as shown in Figure 3.
Figure 3. The effect of 1 -(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-
methoxyphenyl)-2-propene-1-on treatment on apoptotic induction of
HeLa cells. The cells were seeded at 5x105 cells/well on six wells tissue
culture plate, then treated with the compound concentrations of 0, ¼
IC50, ½ IC50, and IC50. After 24 hours incubation, cell were harvested as
described in the methodology, added with AnnexinV and PI reagents,
were then subjected to FACS flowcytometer.
3.3 The effect of 1 -(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-2-
propene-1-on treatment on Bcl-2 expression
To confirm the apoptosis mechanism of 1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-
3-methoxyphenyl)-2-propene-1-on, a study on the effect of the compound on the
expression of Bcl-2 was conducted using an immunocytochemistry method. Bcl-2
is a protein which suppresses cell apoptosis. Interestingly, the expression of Bcl-
2 of the compound treated cells was lower compared to that of the control cells
(Figure 4). These data showed that 1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-
methoxyphenyl)-2-propene-1-on has potency to induce cell apoptosis by
suppressing the Bcl-2 expression.
91
Figure 4. The expression of Bcl-2 on HeLa cells was determined using
immunocytochemistry method. (A) is the control cells without antibody, (B)
control cell with Bcl-2 Ab, and (C) 1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-
methoxyphenyl)-2-propene-1-on 12,5 M. The experiment used DAB as the
chromogen. Dark brown staining in cell’s cytoplasm and mitochondria membrane
indicated the positive expression of Bcl-2. Cells which showed purple colour after
counterstained with Mayer-Haematoxilin indicated negative expression of Bcl-2.
The bold arrow indicates the positive expression, whereas the dashed arrows
indicate the negative expression of the protein.
4. Discussion
The research results showed that 1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-
methoxyphenyl)-2-propene-1-on compound has anticancer potency, especially
through its inhibition on the cell proliferation. It has cytotoxic effect to human
cervical cancer cell-lines HeLa with IC50 of 53 M. Prayong20
mentioned that
compound with IC50 less than 100 µM is potentially to be developed as anticancer
agent. The cytotoxic effect of the compound could be related with its ability to
accelerate the cell apoptosis, as shown by the data that the compound induced
apoptosis in HeLa cells.
Apoptosis is a programmed-cell death which is characterized by changes
on cell morphology, membrane blabbing and chromatine21
. In this study, the
characteristic changes of cell morphology, such as cell shrinking, nuclear
fragmentation, and cell apoptosis were more extensive after the treatment with 1-
(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-2-propene-1-on (Figure 1).
The flowcytometry analysis showed that treatment with the compouns at 12,5 M
increased the cell death from 4.4% to 11.07%, and increased up to 39.81% after
treatment with 25 M, and increased up to 72.42% with 50 M These data
indicated that the compound is able to induce apoptosis. Ability in inducing
apoptosis on cancer cells is an important property for a prospective anticancer
drug because cancer cells generally are capable to evade apoptosis.
Apoptosis process occurs via various mechanisms. NF-B protein inhibits
apoptosis through increasing transcription of Bcl-2 that prevents the release of
cytochrome c by Bax in mitochondria22
. The inhibition of NF-B also causes
decreasing of Bcl-2 and Bcl-XL expressions, two main anti apoptotic proteins.
The study showed that the 1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-
(C) (A) (B)
92
2-propene-1-on treatment decreased the level of Bcl-2 which in turn induced the
HeLa cell’s apoptosis.
Some references stated that the main structure of chalcones, that is 1,3-
diphenyl-2-propenone, has been proven to have a chemopreventive effect on
human breast cancer cell lines of MCF-7 and MDA-MB-23123
and human bladder
cancer cell lines of T24 and HT-137624
. It was showed to inhibit the proliferation
of T24 and HT-1376 cells by inducing apoptosis and blocking cell cycle progress
at G2/M phase. It significantly increased the expression of p21 and p27 proteins,
and decreased the levels of cyclin B1, cyclin A and Cdc2, which contribute the
cell cycle arrest. Moreover it increased the expression of Bax and Bak, and
decreased the levels of Bcl-2 and Bcl-XL which subsequently triggered
mitochondrial apoptotic pathway via releasing cytochrome c and activating
caspase-9 and caspase-3. Chalcone has also an inhibitor activity to Nuclear factor
kappa B (NF-κB) at concentration of 50 M. NF-κB is a transcription factor that
plays a major role in development and progression of cancer because it regulates
more than 400 genes involved in inflammation, cell survival, cell proliferation,
invasion, angiogenesis, apoptosis, cell cycle and metastasis 25
.
The study’s compound, 1-(4’-bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-2-
propene-1-on, is a chalcone derivate that has -3’ methoxy , 3 bromo, and -4’
hydroxyl phenyl moieties. Base on the references, those structure modifications
still retain the cytotoxic activity of chalcones. It was showed that increased
apoptosis induction via suppressing Bcl-2 level in HeLa cells. So that 1-(4’-
bromophenyl)-3-(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)-2-propene-1-on may have
potential effects on the NF-κB survival system which play important roles in the
anti-proliferative activity on the HeLa cells. The detail molecular mechanism of
the apoptotic induction is still needs to be explored.
Conflict of interest statement
We declare that we have no conflict of interest
Acknowledgments
We gratefully thanks to DP2M DIKTI (Directorate of Higher Education)
Ministry of Education Indonesia through “Hibah Bersaing”Research Grant 2015
for financial support in this study.
References [1] American Cancer Society. Cancer Facts & Figures 2012. Atlanta: American Cancer
Society; 2012. Page 9
[2] Tjindarbumi, D. and Mangunkusumo, R. 2002. Cancer in Indonesia, Present
and Future. Jpn. J. Clin. Oncol. 32 (Supplement 1): S17-21.
[3] King, R. J. B., 2000, Cancer Biology, Pearson Education, Second Edition,
England. p.1-7,228-231, 263-264
[4] Wong, H.L., Bendayan, R., Rauth, A.M., Xue, H.Y., Babakhanian, K., and
Wu, X.Y. 2006. A Mechanistic Study of Enhanced Doxorubicin Uptake and
Retention in Multidrug Resistant Breast Cancer Cells Using A Polymer-
Lipid Hybrid Nanoparticle System. The Journal of Pharmacology and
Experimental Therapeutics, 317 (3), 1372-1381
[5] Davis, J.M., Navolanic, P.M., Weinstein-Oppenheimer, C.R., Steelman,
L.S., Wei, H., Konopleva, M., Blagosklonny, M.V., and McCubrey, J.A.,
93
2003, “Raf-1 and Bcl-2 Induce Distinc and Common Pathways That
Contribute to Breast Cancer Drug Resistantce”, Clin. Cancer Res.9:1161-
1170.
[6] Ferreira, A.L.A., Matsubara, L.S., and Matsubara, B.B. 2008.
Anthracycline-Induced Cardiotoxicity, Cardio-vascular & Hematological
Agents in Medical Chemistry. 6. 278-281.
[7] Afzal S., Asad M. K, Rumana Q. F, Ansari, Muhammad F. N, and Syed S.
S. 2008. Redox Behavior of Anticancer Chalcone on a Glassy Carbon
Electrode and Evaluation of its Interaction Parameters with DNA, Int. J.
Mol. Sci. 2008, 9, 1424-1434
[8] Boumendjel A, Ronot X, Boutonnat. 2009 . Chalcone derivatives acting as cell
cycle blockers : potensial anticancer drugs ? J Curr Drug Targets. Apr;10(4):363-71.
[9] Shen, K.H, Chang, JK, Hsu, Y.L, and Kuo, P.L., 2007, “Chalcone Arrests
Cell Cycle Progression and Induces Apoptosis Through Induction
Mitochondrial Pathway and Inhibition of Nuclear Faktor Kappa B Signaling
in Human Bladder Cancer Cells”, Basic Clin Pharmacol Toxicol, 101 : 254-
61
[10] Pahl, H.L., 1999, “Activators and Target Genes of Rel/NF-κB Transcription
Factors”, Oncogene 18 6853–6866.
[11] Hsu, Y.L., Kuo, P.L., Tzeng, W.W., and Lin, C.C., 2006, Chalcone Inhibits
the Proliferation of Human Breast Cancer Cell by Blocking Cell Cycle
Progression and Inducing Apoptosis. Food Chem Toxicol. 44 (5):704-13
[12] Guttridge, D.C., Albanese, C., Reuther, J.Y., Pestell, R.G., and Baldwin,
Jr. A.S., 1999, “NF-κB Controls Cell Growth and Differentiation Through
Transcriptional Regulation of Cyclin D1”, Mol. Cell. Biol., 19, 5785 - 5799.
[13] Hinz, M., Krappmann, D., Eichten, A., Heder, A.,, Scheidereit, C., and
Strauss, M., 1999, “NF-κB Function in Growth Control: Regulation of
Cyclin D1 Expression and G0/G1-to-S-Phase Transition”, Mol. Cell. Biol.,
19, 2690 - 2698.
[14] Arty SA. Synthesize and cytotoxic test of several compounds of mono para
hydroxy Chalcones. Indo J. Chem 2010; 10 (1) 110-115
[15] Arianingrm, R., Arty, I. S., dan Atun, S. 2010. Uji Sitotoksisitas Senyawa
Mono Para Hidroksi Kalkon terhadap Cancer cell lines T47D, Saintek, 16
(2) : 121 -132
[16] Arianingrum R, Sunarminingsih R, Meiyanto E, Mubarika S. Potential of a
chalcone derivate compound as cancer chemoprevention in breast cancer.
IPCBEE 2012; 38: 41-45
[17] Arianingrum R, Sunarminingsih R, Meiyanto E, Mubarika S. Cytotoxic
effect of para hydroxyl chalcone (pHmMC) on MCF-7 breast cancer cells
by inducing cell arrest and apoptosis. 2ndICRIEMS proceedings 2015; C-
11:89-95
[18] Mosmann T. Rapid colorimetric assay for cellular growth and survival:
application to proliferation and cytotoxicity assays. J. Immunol Methods
1983; 65: 55-63
[19] Doyle A, Griffith JB. Cell and tissue culture for medical research. New
94
York: John Willey and Sons Ltd. 2000
[20] Reynold, C.P. and Meurer, B.J. 2005. Evaluating Response to
Antineoplastic Drug Combination in Tissue Culture Models. Methods Mol.
Med. 110, 173-183
[21] Di Leo A, Tanner M, Desmed C, Paesman M, Cardoso F, Durbecq V,et al.
p-53 gene mutations as a predictive marker in a population of advanced
breast cancer patients randomly treated with doxorubicin or docetaxel in the
context of a phase III clinical trial. Ann Oncol 2007; 18: 997-1003.
[22] Vayssade M, Haddada H, Faridoni-Laurens L, Tourpin S, Valent A, Benard
J, et al. p73 functionally replaces p53 in adriamycin-treated, p53-deficient
breast cancer cells. Int J Cancer 2005; 116(6): 860-869.
[23] Rudin CM, Thompson CB. Regulation and clinical relevance of
programmed cell death. Annu Rev Med 1997; 48: 267-281.
[24] Simstein R, Burow M, Parker A, Weldon C, Beckman B. Apoptosis,
chemoresistance, and breast cancer: Insights from the MCF-7 cell model
system. Exp Biol Med 2003;101:995-1003
[25] Yadav VR, Prasad S, Sung B, Anggarwal BB. The role of chalcones in
suppression of NF-kB-mediated inflammation and cancer. International
Immunopharmacology 2011; 11 (3) : 295-309