Dm Tipe Lain

7
DM TIPE LAIN Salah satu jenis ini adalah Daibetes Melitus Tipe Lain. Jenis ini sering ditemukan di daerah tropis dan Negara berkembang. Bentuk ini biasanya disebabkan oleh adanya malnutrisi disertai kekurangan protein yang nyata. Diduga zat sianida yang terdapat pada cassava atau singkong yang menjadi sumber karbohidrat di beberapa kawasan di Asia dan Afrika berperan dalam patogenesisnya. Di Jawa Timur sudah dilakukan survey dan didapatkan bahwa prevalensi diabetes di pedesaan adalah 1,47% sama dengan di perkotaan (1,43%). Sebesar 21,2% dari kasus diabetes di pedesaan adalah jenis ini. Diabetes jenis ini di masa dating masih akan banyak, mengingat jumlah penduduk yang masih berada dibawah kemiskinan yang masih tinggi. Dulu jenis ini disebut Diabetes Terkait Malnutrisi (MRDM),tetapi oleh karena patogenesis jenis ini tidak jelas maka jenis ini pada klasifikasi terakhit (1999) tidak lagi disebut sebagai MRDM tetapi disebut Diabetes Tipe Lain. Diabetes Gestasional Diabetes gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Ini meliputi 2-5% dari seluruh diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar. Adam mendapatkan prevalensi diabetes gestasi sebesar 2-2,6% dari wanita hamil. Karena pentingnya, masalah ini akan dibicarakan lebih lanjut dalam bab tersendiri. Langkah-langkah yang Dapat Dikerjakan Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya perawatan pasien diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang paling baik adalah pencegahan. Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau tahap yaitu: Pencegahan Primer : Semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.

description

medical

Transcript of Dm Tipe Lain

DM TIPE LAIN

DM TIPE LAINSalah satu jenis ini adalah Daibetes Melitus Tipe Lain. Jenis ini sering ditemukan di daerah tropis dan Negara berkembang. Bentuk ini biasanya disebabkan oleh adanya malnutrisi disertai kekurangan protein yang nyata. Diduga zat sianida yang terdapat pada cassava atau singkong yang menjadi sumber karbohidrat di beberapa kawasan di Asia dan Afrika berperan dalam patogenesisnya. Di Jawa Timur sudah dilakukan survey dan didapatkan bahwa prevalensi diabetes di pedesaan adalah 1,47% sama dengan di perkotaan (1,43%). Sebesar 21,2% dari kasus diabetes di pedesaan adalah jenis ini. Diabetes jenis ini di masa dating masih akan banyak, mengingat jumlah penduduk yang masih berada dibawah kemiskinan yang masih tinggi. Dulu jenis ini disebut Diabetes Terkait Malnutrisi (MRDM),tetapi oleh karena patogenesis jenis ini tidak jelas maka jenis ini pada klasifikasi terakhit (1999) tidak lagi disebut sebagai MRDM tetapi disebut Diabetes Tipe Lain.

Diabetes GestasionalDiabetes gestasional adalah diabetes yang timbul selama kehamilan. Ini meliputi 2-5% dari seluruh diabetes. Jenis ini sangat penting diketahui karena dampaknya pada janin kurang baik bila tidak ditangani dengan benar. Adam mendapatkan prevalensi diabetes gestasi sebesar 2-2,6% dari wanita hamil. Karena pentingnya, masalah ini akan dibicarakan lebih lanjut dalam bab tersendiri.

Langkah-langkah yang Dapat Dikerjakan

Mengingat jumlah pasien yang akan membengkak dan besarnya biaya perawatan pasien diabetes yang terutama disebabkan oleh karena komplikasinya, maka upaya yang paling baik adalah pencegahan.

Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan pada diabetes ada tiga jenis atau tahap yaitu:

Pencegahan Primer : Semua aktivitas yang ditujukan untuk pencegah timbulnya hiperglikemia pada individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.

Pencegahan sekunder : Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan terutama pada populasi resiko tinggi. Dengan demikian pasien diabetes yang sebelumnya tidak terdiagnosis dapat etrjaring, hingga dengan demikian dapat dilakukan upaya untuk mencegah komplikasi ataupun kalau sudah ada komplikasi masih reversible.

Pencegahan tersier. Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu. Usaha ini meliputi:

Mencegah timbulnya komplikasi

Mencegah progresi dari pada komplikasi itu supaya tidak menjadi kegagaln organ

Mencegah kecacatan tubuh

Dalam hal ini Indonesia cukup beruntung karena sejak tahun 1993 PERKENI telah menyusun dan memberlakukan consensus pengelolaan diabetes di Indonesia yang ditandatangani oleh seluruh ahli di bidang diabetes. Di dalam buku consensus itu sudah dicanangkan bahwa pencegahan adalah upaya yang harus dilakukan sejak dini. Mengenai pencegahan ini ada sedikit perbedaan mengenai definisi pencegahan yang tidak terlalu mengganggu. Dalam consensus yang mengacu pada WHO 1985, pencegahan ada tiga jenis yatu pencegahan primer berarti mencegah timbulnya hiperglikemia, pencegahan sekunder mencegah komplikasi sedangkan perncegahan tersier mencegah kecacatan akibat komplikasi. Menurut laporan WHO 1994 pada pencegahan sekunder termasuk deteksi dini diabetes dengan skrining, sedangkan mencegah komplikasi dimasukkan ke dalam pencegahan tersier..

Strategi PencegahanDalam menyelenggarakan upaya pencegahan ini di perlukan suatu strategi tang efisien dan efektif untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Seperti juga pada pencegahan penyakit menular , ada 2 macam strategi untuk dijalankan antara lain :Pendekatan populasi masyarakat (population/community approach). Semua upaya yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat umum. Yang dimaksud adalah mendidik masyarakat agara menjalankan cara hidup sehat dan menghindari cara hidup beresiko. Upaya ini ditujukan tidak hanya untuk mencegah diabetes tetapi juga untuk mencegah penyakit lain sekaligus. Uapay aini sangat berat karena target populasinya sangat luas, oleh karena itu harus dilakukan tidak saja oleh profesi tetapi harus oleh segala lapisan masyarakat termasuk pemerintah dan swasta (LSM, pemuka masyarakat dan agama).Pendekatan individu berisiko tinggi . Semua upaya pencegahan yang dilakukan pada individu-individu yang berisiko untuk menderita diabetes pada suatu saat kelak. Pada golongan ini termasuk individu yang : berumur >40 tahun, gemuk, hipertensi, riwayat keluarga DM, riwayat melahirkan bayi >4 kg, riwayat DM pada saat kehamilan, dislipidermia.

Pencegahan Primer

Pencegahan primer adalah cara yang paling sulit karena menjadi sasaran adalah orang-orang yang belum sakit artinya mereka masih sehat. Cakupannya menjadi sangat luas. Yang bertanggungjawab bukan hanya profesi tetapi seluruh masyarakat termasuk pemerintah. Semua pihak harus mempropagandakan pola hidup sehat dan menghindari pola hidup berisiko. Menjelaskan kepada masyarakat bahwa mencegah penyakit jauh lebih baik daripada mengobatinya. Kampanye makanan sehat dengan pola tradisional yang mengandung lemak rendah atau pola makanan seimbang adalah alternative terbaik dan harus sudah mulai ditanamkan pada anak-anak sekolah sejak taman kanak-kanak. Tempe misalnya adalah makanan tradisional kita yang selain sangat bergizi, ternyata banyak khasiatnya misalnya sifat anti bakteri dan menurunkan kadar kolesterol.

Caranya bisa lewat guru-guru atau lewat acara radio atau televisi. Selain makanan juga cara hidup berisiko lainnya harus dihindari. Jaga berat badan agar tidak gemuk, dengan olahraga teratur. Dengan menganjurkan olah raga kepada kelompok resiko tinggi, misalnya anak-anak pasien diabetes, merupakan salah satu upaya pencegahan primer yang sangat efektif dan murah.

Motto memasyarakatkan olah raga dan mengolahragakan masyarakat sangat menunjang upaya pencegahan primer. Hal ini tentu saja akan menimbulkan konsekuensi, yaitu penyediaan sarana olah raga yang merata sampai ke pelosok, misalnya di tiap sekolahan harus ada sarana olah raga yang memadai..

Pencegahan Sekunder

Mencegah timbulnya komplikasi, menurut logika lebih mudah karena populasinya lebih kecil : yaitu pasien diabetes yang sudah diketahui dan sudah berobat, tetapi kenyataannya tidak demikian. Tidak gampang memotivasi pasien untuk berobat teratur, dan menerima kenyataan bahwa penyakitnya tidak bisa sembuh. Syarat untuk mencegah komplikasi adalah kadar glukosaa darah harus selalu terkendali mendekati angka normal sepanjang hari sepanjang tahun. Di samping itu seperti tadi sudah dibicarakan, tekanan darah dan kadar lipid itu harus diutamakan cara-cara nonfarmakologis dulu secara maksimal, misalnya dengan diet olah raga, tidak meroko dan lain-lain. Bila tidak berhasil baru menggunakan obat baik oral maupun insulin.

Pada pencegahan sekunder pun, penyuluhan tentang perilaku sehat seperti pada pencegahan primer harus dilaksanakan, ditambah dengan peningkatan pelayanan kesehatan primer di pusat-pusat pelayanan kesehatan mulai dari rumah sakit kelas A sampai ke unit paling depan yaitu puskesmas. Di samping itu juga diperlukan penyuluhan kepada pasien dan keluarganya tentang berbagai hal mengenai penatalaksanaan dan pencegahan komplikasi. Penyuluhan ini dilakukan oleh tenaga yang terampil baik oleh dokter atau tenaga kesehatan lain yang sudah dapat pelatihan untuk itu (diabetes educator). Usaha ini akan lebih berhasil bila cakupan pasien diabetesnya juga luas, artinya selain pasien yang selama ini sudah berobat juga harus dapat mencakup pasien diabetes yang belum berobat atau terdiagnosis,misalnya kelompok penduduk dengan resiko tinggi. Kelompok yang tidak terdiagnosis ini rupanya tidak sedikit. Di AS saja kelompok ini sama besar dengan yang terdiagnosis, bisa dibayangkan keadaan di Indonesia.

Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien baru dengan cara skrining dimasukkan ke dalam upaya pencegahan sekunder agar supaya bila diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah karena masih reversible. Untuk negaraa berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal.

Peran profesi sangat di tantang untuk menekan angka pasien yang terdiagnosis ini, supaya pasien jangan datang minta pertolongan kalau sudah sangat terlambat dengan berbagai komplikasi yang dapat mengakibatkan kematian yang sangat tinggi. Dari sekarang harus sudah dilakukan upaya bagaimana caranya menjaring pasien yang tidak terdiagnosis itu agar mereka dapat melakukan upaya pencegahan baik primer maupun sekunder.

Pencegahan Tersier

Upaya mencegah komplikasi dan kecacatan yang diakibatkannya termasuk ke dalam pencegahan tersier. Upaya ini terdiri dari 3 tahap :

Pencegahan komplikasi diabetes, yang pada consensus dimasukkan sebagai pencegahan sekunder

Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus kepada penyakit organ

Mencegah terjadinya kecacatan disebabkan oleh karena kegagalan organ atau jaringan

Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik sekali baik antara pasien dengan dokter maupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan komplikasinya. Dalam hal peran penyuluhan sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi pasien untuk mengendalikan diabetesnya. Peran ini tentu saja akan merepotkan dokter yang jumlahnya terbatas. Oleh karena itu dia harus dibantu oleh orang yang sudah dididik untuk keperluan itu yaitu penyuluh diabetes (diabetes educator).

PENYULUH DIABETES

Dalam rangka mengantipasi ledakan jumlah pasien diabetes dan meningkatnya komplikasi terutama PJK, tadi sudah diuraikan upaya pencegahan, baik primer, sekunder maupun tersier adalah yang paling baik. Karena upaya itu sangat berat, adalah tidak mungkin dilakukan hanya oleh dokter ahli diabetes atau endokrinologis. Oleh karena itu diperlukan tenaga terampil yang dapat berperan sebagai perpanjangan tangan dokter endokrinologis itu. Di luar negeri tenaga itu sudah lama ada disebut diabetes educator yang terdiri dokter, perawat, ahli gizi atau pekerja sosial dan lain-lain yang berminat. Di Indonesia atau tepatnya di Jakarta oleh pusat Diabetes dan Lipid FKUI/RSCM melalui SIDL-nya (Sentral Informasi Diabetes dan Lipid) sejak tahun 1993 telah diselenggarakan kursus penyuluh diabetes yang sampai saat ini masih berlangsung secara teratur. Kursus itu ternyata mendapat sambutan luar biasa dari rumah sakit seluruh Indonesia, bahkan di beberapa kota misalnya di Bandung, Surabaya, Bali, Ujung Pandang, Manado , dan lain-lain. Mereka sudah melaksanakan sendiri kursus itu. Untuk sementara kursus itu dibatasi hanya untuk dokter, perawat dan ahli gizi yang merupakan satu-kesatuan kerja di rumah sakit masing-masing. Sampai tahun 2006 sudah dididik sebanyak 1000 orang penyuluh tersebar di 80 rumah sakit di seluruh Indonesia. Karena kegiatan ini sudah dianggap mapan, mulai tahun 1996 kursus ini dilaksanakan oleh diklat RSCM bersama dengan SIDL, hingga dengan demikian secara format keberadaan penyuluh diabetes tidak diragukan lagi. Ini penting untuk yang bersangkutandalam pengembangan kariernya. Bila tenaga pennyuluh diabetes sudah banyaak, maka penyuluhan akan lebih banyak dilakukan oleh mereka dari pada oleh dokter spesialis yang jumlah dan waktunya terbatas.

Dalam penatalaksanaannya para penyuluh diabetes itu sebaiknya memberikan pelayanan secara terpadu dalam suatu instansi misalnya dalam bentuk sentral informasi yang bekerja selama 24 jam sehari dan akan melayani pasien atau siapapun yang ingin menanyakan seluk beluk tentang diabetes terutama sekali tentang penatalaksanaannya termasuk diet dan komplikasnya..