DM TIPE 1

33
SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK RSUD PROF. DR. W.Z. JOHANNES KUPANG FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA DIABETES MELITUS TIPE 1 Oleh: Christa Yoanita Yudith Koli, S.Ked 0908012833 Pembimbing I: Dr. Regina Maya Manubulu, Sp.A Pembimbing II : Dr. Hendrik Tokan, Sp.A DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK REFERAT JULI 2015

description

DM TIPE 1

Transcript of DM TIPE 1

SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

RSUD PROF. DR. W.Z. JOHANNES KUPANG

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

DIABETES MELITUS TIPE 1

Oleh:

Christa Yoanita Yudith Koli, S.Ked

0908012833

Pembimbing I:

Dr. Regina Maya Manubulu, Sp.A

Pembimbing II :

Dr. Hendrik Tokan, Sp.A

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK

SMF/BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES

KUPANG

2015

PENDAHULUAN

Diabetes mellitus (DM) adalah sindrom metabolik yang ditandai dengan peningkatan glukosa dalam darah (hiperglikemia). Diabetes mellitus (DM) disebabkan oleh defisiensi sekresi insulin karena kerusakan sel- pankreas (DM tipe 1) dan akibat dari resistensi insulin yang terjadi pada otot rangka, hati, dan jaringan adiposa, yang disebabkan oleh penurunan fungsi sel- (DM tipe 2). (1)

DM tipe 1 merupakan gangguan endokrin-metabolik yang paling sering dijumpai pada masa kanak-kanak dan remaja yang akan mempengaruhi perkembangan fisik dan emosional. Penderita DM tipe 1 akan mengalami perubahan gaya hidup yang cukup serius mencakup kebutuhan akan insulin eksogen, kebutuhan untuk memantau kadar glukosa mereka sendiri, dan kebutuhan untuk memperhatikan asupan makanan. Manifestasi klinis akut disebabkan oleh hiperglikemia hypoinsulinemic ketoasidosis. Mekanisme autoimun merupakan mekanisme yang berperan dalam patogenesis DM tipe 1, sedangkan komplikasi jangka panjang terkait dengan gangguan metabolik (hiperglikemia). (1)

DM tipe 1 merupakan salah satu penyakit kronik yang sampai saat ini belum dapat disembuhkan. Walaupun demikian berkat kemajuan teknologi kedokteran kualitas hidup penderita DM tipe 1 tetap dapat sepadan dengan anak-anak normal lainnya jika mendapat tatalaksana yang adekuat. Dalam pembahasan referat ini, hanya akan dibahas mengenai diabetes mellitus tipe I. (2)

DEFINISI

DM tipe 1 adalah kelainan sistemik akibat terjadinya gangguan metabolisme glukosa yang ditandai oleh hiperglikemia kronik. Keadaan ini diakibatkan oleh kerusakan sel pankreas baik oleh proses autoimun maupun idiopatik sehingga produksi insulin berkurang bahkan terhenti. (2)

Diabetes tipe 1 merupakan gangguan dimana tidak ada insulin didalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat, dan sel sel beta Pankreas gagal berespon terhadap semua rangsangan insulinogenik yang telah diketahui. (3)

EPIDEMIOLOGI

Pada kebanyakan negara barat, DM tipe 1 terjadi lebih dari 90% pada anak-anak dan remaja diabetes, meskipun kurang dari setengah dari individu dengan DM tipe 1 yang didiagnosissebelum usia 15 tahun. (3)

Kejadian DM tipe 1 sangat bervariasi antara berbagai negara dan antara populasi dari etnis yang berbeda. Insiden DM tipe 1 anak menunjukkan insiden tertinggi yaitu 64 per 100.000 / tahun di Finlandia dan terendah 0,1 per 100.000 / tahun di Cina dan Venezuela.(4)

Diabetes mellitus tipe 1 merupakan penyakit kronik yang paling sering ditemukan disamping asma di USA. DM tipe 1 mengenai sekitar 125.000 anak di USA dengan 13.000 kasus baru per tahun.(5) Di antara anak-anak usia kurang dari 10 tahun, jumlah kasus baru pertahun adalah 19,7 per 100.000 penduduk. Di antara usia 10 tahun atau lebih, jumlah kasus baru per tahun adalah 18,6 per 100.000 penduduk. Sekitar 1 dari 400-600 anak dan remaja menderita DM tipe 1.(5)

Angka kejadian antara anak perempuan dan anak laki-laki hampir sama. Tidak ada perbedaan yang jelas dengan status sosial ekonomi. Usia terbanyak anak-anak yang menderita DM tipe 1 adalah usia 5-7 tahun dan pada saat pubertas.

Faktor genetik dan lingkungan sangat berperan pada Diabetes Melitus tipe I. Walaupun hampir 80% penderita DM tipe I baru tidak mempunyai riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa, faktor genetik dikaitkan dengan HLA tertentu, tetapi sistem HLA bukan merupakan faktor satu-satunya atau faktor dominan pada patogenesis DM tipe 1. Sistem HLA berperan sebagai suatu susceptibility gene atau faktor kerentanan. Diperlukan suatu faktor yang berasal dari lingkungan (infeksi virus, toksin, dll) untuk memicu gejala-gejala klinis Diabetes Melitus tipe I pada seseorang yang rentan. (2)

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Penyebab dasar diabetes pada anak adalah sekresi insulin yang menurun tajam akibat kerusakan sel -pankreas yang didasari oleh proses autoimun. DM tipe-1 secara jelas berbeda karena hubungannya dengan antigen histokompatibilitas (HLA); adanya antibodi terhadap komponen sitoplasma dan komponen sel-permukaan sel pulau dalam sirkulasi; antibodi terhadap insulin pada tidak adanya pemajanan terhadap injeksi insulin sebelumnya; antibodi terhadap asam glutamat dekarboksilase (glutamic acid decarboxylase [GAD]), enzim yang mengubah asam glutamat menjadi asam gamma aminobutirat (gamma aminobutyric acid [GABA]), ditemukan secara berlebihan pada inervasi pulau pankreas; infiltrasi limfosit pulau pada awal penyakit ; dan penyakit autoimun lainnya. (1,2)

Hubungan DM tipe-1 dengan faktor-faktor genetik atas dasar peningkatan insiden pada beberapa keluarga dan atas dasar perbedaan etnik dan ras pada prevalensi. Faktor-faktor pemicu dapat termasuk infeksi virus. Epidemi parotitis, rubella, dan koksakievirus berkaitan dengan dibetes tipe-1. Virus ini mungkin bekerja secara langsung menghancurkan sel -pankreas, dengan menetap di dalam sel -pankreas sebagai infeksi virus lambat, atau dengan memicu respon imun yang luas ke beberapa jaringan endokrin. Virus ini dapat menginduksi kerusakan sel-sel awal yang mengakibatkan penyajian determinan antigenik yang sebelumnya tertutup atau diubah. Atau mungkin virus ini kesamaan beberapa determinan antigenik dengan virus yang ada di dalam sel , termasuk GAD, sehingga antibody yang terbentuk dalam responnya terhadap virus dapat berinteraksi dengan determinan sel , mengakibatkan penghancuran.

Berikut ini adalah diagram dari kemungkinan mekanisme perkembangan DM tipe 1.

Sekitar 80-90% penderita DM tipe-1 yang baru didiagnosis memiliki antibodi sel pulau (ICA) yang berada di permukaan sel atau di sitoplasma pada sel-sel pulaunya; jumlah antibodi ini menurun selama perjalanan penyakit. Sebanyak 80% penderita memiliki antibodi terhadap GAD dan 30-40% memiliki antibodi anti-insulin spontan pada awal diagnosis. Temuan ini menunjukan bahwa DM tipe-1, mirip penyakit autoimun lain, seperti tiroiditis Hashimoto yang merupakan penyakit autoragresi, dimana autoantibodi, bekerjasama dengan komplemen, sel-sel T, atau faktor-faktor lain, menginduksi kerusakan sel pulau penghasil insulin. Dengan demikian, pewarisan gen-gen tertentu berkaitan dengan sistem HLA pada kromosom 6 yang tampak memberikan predisposisi ke arah penyakit autoimun, termasuk diabetes, bila dipicu oleh stimulus yang tepat seperti virus. (1)

Gambar diatas menunjukan ringkasan etiologi DM tipe-1 sebagai penyakit autoimun, kecenderungan kearah pewarisan HLA dan pengerusakan autoimun sel pankreas dipicu oleh agen yang belum diketahui. Lereng penurunan pada insulin bervariasi, dan titik dimana gambaran klinis muncul sesuai dengan 80% penghancuran cadangan sekresi insulin. Proses ini dapat berjalan berbulan-bulan sampai bertahun-tahun, pada usia remaja dan yang lebih tua, dan dapat berlangsung selama berminggu-minggu pada penderita yang sangat muda. Pada pasien yang baru pertama kali menderita DM tipe-1 yang tidak memiliki diabetic ketoasidosis, massa sel tidak seluruhnya rusak. Sisa sel-sel yang masih dapat berfungsi akan pulih dengan pengobatan insulin, dan akan kembali memproduksi insulin. Ketika ini terjadi, kebutuhan insulin berkurang dan terjadi periode glukosa darah stabil dan terkontrol, sering dengan konsentrasi glukosa hampir normal. Fase ini disebut periode bulan madu, biasanya dimulai pada minggu pertama terapi dan berlanjut beberapa bulan, dan bertahan sampai 2 tahun. (1)

GAMBARAN KLINIS

Sebagian besar penderita DM tipe 1 mempunyai riwayat perjalanan klinis yang akut. Biasanya gejala-gejala poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan yang cepat menurun terjadi antara 1 sampai 2 minggu sebelum diagnosis ditegakkan. (2)

Diabetes yang terus berkembang akan menyebabkan gejala terus meningkat, yang menunjukkan massa -sel menurun, insulinopenia memburuk, hiperglikemia progresif, dan akhirnya terjadi ketoasidosis. Awalnya, ketika cadangan insulin terbatas, hiperglikemia sesekali terjadi. Ketika glukosa serum meningkat di atas ambang ginjal, poliuria intermiten atau nokturia dimulai. Dengan semakin banyak -sel yang hilang maka akan terjadi hiperglikemia kronis yang menyebabkan diuresis lebih banyak, sering dengan enuresis nokturnal, dan polidipsia menjadi lebih nyata. Pasien wanita dapat terjadi vaginitis monilial karena glikosuria kronis. Kalori yang hilang dalam urin (glikosuria), memicu hiperpagia kompensasi. Jika hiperpagia ini tidak mengikuti glikosuria, maka akan terjadi kehilangan lemak tubuh, penurunan berat badan klinis dan berkurangnya lemak subkutan. (2)

Insidens DM tipe 1 di Indonesia masih rendah sehingga tidak jarang terjadi kesalahan diagnosis dan keterlambatan diagnosis. Akibat keterlambatan diagnosis, penderita DM tipe 1 akan memasuki fase ketoasidosis yang berakibat fatal bagi penderita. Keterlambatan ini dapat terjadi karena penderita disangka menderita bronkopneumonia dengan asidosis atau syok berat akibat gastroenteritis. (2)

Perjalanan alamiah penyakit DM tipe 1 ditandai dengan adanya fase remisi (parsial/total) yang dikenal sebagai honeymoon periode. Fase ini terjadi akibat berfungsinya kembali jaringan residual pankreas sehingga pankreas mensekresikan kembali sisa insulin. Fase ini akan berakhir apabila pankreas sudah menghabiskan seluruh sisa insulin. Secara klinis ada tidaknya fase ini harus dicurigai apabila seorang penderita baru DM tipe 1 sering mengalami serangan hipoglikemia sehingga kebutuhan insulin harus dikurangi untuk menghindari hipoglikemia. Apabila dosis insulin yang dibutuhkan sudah mencapai < 0,25 U/kgBB/hari maka dapat dikatakan penderita berada pada fase "remisi total". (2)

Ketoasidosis menunjukkan tanda awal pada kebanyakan anak diabetes (25%). Manifestasi awal mungkin relatif ringan berupa muntah, poliuri, dan dehidrasi. Pada kasus yang lama dan berat, terdapat pernapasan Kussmaul, dan ada bau aseton pada pernapasannya. Nyeri atau kekakuan perut dapat dijumpai dan dapat menyerupai apendisitis atau pankreatitis. Terjadi ketumpulan otak dan akhirnya koma. Temuan-temuan laboratorium, meliputi glukosuria, ketonuria, hiperglikemia, ketonemia, dan asidosis metabolik. Leukositosis lazim ditemukan, amilase serum nonspesifik dapat meningkat, lipase serum biasanya tidak meningkat. Pada mereka yang mengeluh nyeri perut, nyeri ini tidak boleh dianggap sebagai tanda kegawatdaruratan yang membutuhkan tindakan pembedahan segera. Sebelumya harus diberikan terapi cairan, elektrolit, insulin yang sesuai untuk mengoreksi dehidrasi dan asidosis. Manifestasi perut sering hilang setelah beberapa jam pengobatan tersebut. (2)

KRITERIS DIAGNOSTIK

Glukosa darah puasa dianggap normal bila kadar glukosa darah kapiler < 126 mg/ dl (7 mmol/ L). Glukosuria saja tidak spesifik untuk DM sehingga perlu dikonfirmasi dengan pemeriksaan glukosa darah. (2)

Diagnostik DM dapat ditegakkan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:

1. Ditemukannya gejala klinis poliuria, polidipsia, polifagia, berat badan yang menurun, dan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/ dl (11,1 mmol/ L)

2. Pada penderita yang asimptomatis ditemukan kadar glukosa darah sewaktu > 200 mg/ dl atau kadar glukosa darah puasa lebih tinggi dari normal dengan tes toleransi glukosa yang terganggu pada lebih dari satu kali pemeriksaan.

Tes Toleransi Glukosa

Pada anak biasanya tes toleransi glukosa (TTG) tidak perlu dilakukan karena gambaran klinis sudah khas. Indikasi TTG pada anak adalah pada kasus-kasus yang meragukan yaitu ditemukan gejala-gejala klinis yang khas untuk DM, namun konfirmasi melalu pemeriksaan kadar glukosa darah tidak meyakinkan. (2)

Dosis glukosa yang digunakan pada TTG adalah 1,75 g/ kgBB (maksimum 75 g). Glukosa tersebut diberikan secara oral (dalam 200-250 c air) dalam waktu 5 menit. TTG dilakukan setelah anak mendapat diet tinggi karbohidrat (150-200 g per hari) selama 3 hari berturut-turut, dan anak berpuasa semalam menjelang TTG dilakukan. Selama 3 hari sebelum TTG dilakukan, aktivitas anak tidak dibatasi, dilaksanakan sesuai dengan kegiatan rutinnya sehari-hari. Sampel glukosa darah diambil pada menit ke 0 (sebelum diberikan glukosa oral), 60, dan 120. (2)

Beberapa hal perlu diperhatikan dalam melaksanakan TTG yaitu:

1. Anak tidak sedang menderita suatu penyakit.

2. Anak tidak sedang di dalam pengobatan/ minum obat-obat yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah.

3. Jangan melakukan pemeriksaan dengan glukometer/ kapiler. Gunakanlah darah vena.

4. Berhubung kadar glukosa darah dapat berkurang 5% per jam apabila dibiarkan dalam suhu kamar, maka setelah darah vena diambil dengan pengawet EDTA/ heparin segera disimpan di dalam es/ lemari es.

5. Selain cara 4 di atas, maka sampel darah dapat segera disentrifus agar kadar glukosa darah tidak menurun. (2)

Penilaian hasil tes toleransi glukosa

1. Anak menderita DM apabila

Kadar glukosa darah puasa > 140 mg/ dl (7,8 mmol/ L) atau

Kadar glukosa darah pada jam ke 2 200 mg/ dl (11,1 mmol/ L)

2. Anak dikatakan menderita toleransi glukosa terganggu apabila

Kadar glukosa darah puasa < 140 mg/ dl (7,8 mmol/ L) dan

Kadar glukosa darah pada jam ke 2: 140 199 mg/ dl (7,811 mmol/ L)

3. Anak dikatakan normal apabila

Kadar glukosa darah puasa (plasma) < 110 mg/ dl (6,7 mmol/ L) dan

Kadar glukosa darah pada jam ke 2 (vena) < 140 mg/ dl (7,8 mmol/ L).

PENGELOLAAN DM TIPE 1

DM tipe 1 memang tidak dapat disembuhkan tetapi kualitas hidup penderita dapat dipertahankan seoptimal mungkin dengan kontrol metabolik yang baik. Yang dimaksud kontrol metabolik yang baik adalah mengusahakan kadar glukosa darah berada dalam batas normal atau mendekati nilai normal, tanpa menyebabkan hipoglikemia. Walaupun masih dianggap ada kelemahan, parameter HbA1c merupakan parameter kontrol metabolik standar pada DM. Nilai HbA1c 250 mg/dl)

Mikroalbuminuria (setiap 1 tahun)

Fungsi ginjal

Funduskopi untuk memantau terjadinya retinopati (biasanya terjadi setelah 3-5 tahun menderita DM tipe-1, atau setelah pubertas)

Tumbuh kembang.

Tujuan utama dalam pengelolaan pasien DM adalah kemampuan mengelola penyakitnya secara mandiri, penderita diabetes dan keluarganya mampu mengukur kadar glukosa darahnya secara cepat dan tepat karena pemberian insulin tergantung kepada kadar glukosa darah. Dari beberapa penelitian telah dibuktikan adanya hubungan bermakna antara pemantauan mandiri dan kontrol glikemik. Pengukuran kadar glukosa darah beberapa kali per hari harus dilakukan untuk menghindari terjadinya hipoglikemia dan hiperglikemia, serta untuk penyesuaian dosis insulin. Kadar glukosa darah preprandial, post prandial dan tengah malam sangat diperlukan untuk penyesuaian dosis insulin. (1,2)

Kontrol metabolik

The Diabetes Control and Complication Trial (DCCT) menyatakan bahwa kadar glukosa darah yang mendekati normoglikemia akan mengurangi kejadian dan progresifitas komplikasi mikrovaskular pada pasien diabetes anak maupun dewasa. Berikut ini adalah kriteria untuk menyatakan kontrol yang baik yaitu:

Kriteria untuk menyatakan kontrol yang baik (9) :

1. Tidak terdapat glukosuria atau hanya minimal

2. Tidak terdapat ketonuria

3. Tidak ada ketoasidosis

4. Jarang terjadi hipoglikemia

5. Glukosa PP normal

6. HbA1c normal

7. Sosialisasi baik

8. Pertumbuhan dan perkembangan normal

9. Tidak terdapat komplikasi

Kontrol Metabolik Yang Diharapkan

HbA1C

GD Pre Prandial

GD Post Prandial

Bayi