Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

31
Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Identifikasi Masalah Hutan merupakan suatu ekosistem yang di dalamnya mengandung faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik selalu berkompetisi dan berhubungan satu sama lain, sehingga terbentuk suatu keseimbangan yang dinamis. Begitu pun dengan keberadaan vegetasi dalam suatu ekosistem, memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang luas. Soerianegara dan Indrawan (1982) memberi batasan mengenai vegetasi yaitu sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam arti luas sedangkan suatu masyarakat hutan adalah sekelompok tumbuh- tumbuhan yang dikuasai oleh pohon yang menempati suatu tempat atau habitat, di mana terdapat hubungan timbal balik antara tumbuh-tumbuhan itu satu sama lain. Tumbuhan yang ada di muka bumi ini sangat banyak jumlahnya maupun jenisnya. Perkiraan para ahli botani tentang jumlah tumbuhan yang hidup di muka bumi adalah ½ juta jenis bahkan ada yang memperkirakan sekitar 2 juta. Dari jumlah jenis tumbuhan yang demikian besar tersebut, masih dapat kita amati adanya variasi atau keanekaragaman sifat dari setiap individu pada jenis/spesies yang sama, misalnya keanekaragaman model arsitektur. Model arsitektur pohon merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu yang merupakan hasil dari rangkaian seri pertumbuhan yang nyata dan dapat diamati setiap saat. Oleh karena sifatnya yang konsisten, maka model arsitektur pada setiap jenis pohon dapat dijadikan data dalam membedakannya dengan jenis pohon lain. Variasi model arsitektur pohon juga memberikan dampak bagi fungsi dan peran pohon tersebut dalam komunitasnya maupun dalam ekosistem secara keseluruhan. Setiap jenis pohon

Transcript of Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

Page 1: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Identifikasi MasalahHutan merupakan suatu ekosistem yang di dalamnya mengandung faktor biotik dan abiotik. Faktor biotik selalu berkompetisi dan berhubungan satu sama lain, sehingga terbentuk suatu keseimbangan yang dinamis. Begitu pun dengan keberadaan vegetasi dalam suatu ekosistem, memberikan dampak positif bagi keseimbangan ekosistem dalam skala yang luas. Soerianegara dan Indrawan (1982) memberi batasan mengenai vegetasi yaitu sebagai suatu masyarakat tumbuh-tumbuhan dalam arti luas sedangkan suatu masyarakat hutan adalah sekelompok tumbuh-tumbuhan yang dikuasai oleh pohon yang menempati suatu tempat atau habitat, di mana terdapat hubungan timbal balik antara tumbuh-tumbuhan itu satu sama lain.Tumbuhan yang ada di muka bumi ini sangat banyak jumlahnya maupun jenisnya. Perkiraan para ahli botani tentang jumlah tumbuhan yang hidup di muka bumi adalah ½ juta jenis bahkan ada yang memperkirakan sekitar 2 juta. Dari jumlah jenis tumbuhan yang demikian besar tersebut, masih dapat kita amati adanya variasi atau keanekaragaman sifat dari setiap individu pada jenis/spesies yang sama, misalnya keanekaragaman model arsitektur.Model arsitektur pohon merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu yang merupakan hasil dari rangkaian seri pertumbuhan yang nyata dan dapat diamati setiap saat. Oleh karena sifatnya yang konsisten, maka model arsitektur pada setiap jenis pohon dapat dijadikan data dalam membedakannya dengan jenis pohon lain. Variasi model arsitektur pohon juga memberikan dampak bagi fungsi dan peran pohon tersebut dalam komunitasnya maupun dalam ekosistem secara keseluruhan. Setiap jenis pohon memiliki ciri yang khas dalam rangkaian proses pertumbuhannya yang diwariskan secara genetik pada keturunannya. Model arsitektur biasanya diterapkan untuk tumbuhan berhabitus pohon sebagai gambaran dari salah satu fase dalam rangkaian pertumbuhannya. Tumbuhan berhabitus pohon dengan tingkat kerapatan yang bervariasi dapat kita jumpai di gunung Tampusu.Tingkat kerapatan pohon yang bervariasi dapat memberikan gambaran bahwa gunung tampusu masih merupakan hutan alami. Namun, kondisi ini tidak akan bertahan lama jika perambahan hutan oleh masyarakat karena desakan ekonomi. Hal ini dapat mengakibatkan menurunnya tingkat kerapatan pohon yang dapat berakibat pada kerusakan lingkungan. Olehnya dibutuhkan informasi yang holistik tentang model arsitektur pohon karena dalam persfektif ekologi tumbuhan, variasi model arsitektur pohon dapat dijadikan sebagai data dasar untuk penelitian lanjutan tentang pengaruh model arsitektur pohon terhadap translokasi dan transformasi air hujan. Sehingga persoalan erosi akibat kerusakan lingkungan karena perambahan hutan oleh masyarakat yang diakibatkan oleh desakan ekonomi dapat diatasi. Setiadi (1998) merupakan ahli model arsitektur pertama yang mengkaji penerapan model arsitektur pohon dalam lingkup profil vegetasi sistem agroforestri kebun campur di Jawa Barat. Hasil penelitian tersebut telah membuka pintu untuk pengembangan konsep model

Page 2: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

arsitektur pohon dalam kajian-kajian ekologis serta aplikasinya dengan mengkomparasikan informasi dari bidang ilmu lainnya.Penelitian ini akan dilaksanakan untuk mengungkapkan bagaimana diversitas dan model arsitektur pohon di gunung Tampusu. Data-data tersebut akan memberikan gambaran awal untuk penelitian lanjutan. Sehingga dengan latar belakang di atas penulis mengambil judul : “Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara”.

B. Pembatasan MasalahPenelitian ini dibatasi pada diversitas dan model arsitektur pohon di di gunung Tampusu pada ketinggian 500-1500 m dpl Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara.

C. Perumusan Masalah Bagaimana diversitas dan model arsitektur pohon di gunung Tampusu pada ketinggian 500-1500 m dpl Kabupaten Minahasa provinsi Sulawesi Utara.

D. Tujuan dan Manfaat Penelitiana. Tujuan penelitianPenelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui diversitas dan model arsitektur pohon di gunung Tampusu pada ketinggian 500-1500 m dpl.b. Manfaat penelitian1. Sebagai tambahan pengetahuan bagi penulis khususnya dan mahasiswa biologi serta masyarakat pada umumnya mengenai diversitas dan model arsitektur pohon di gunung Tampusu pada ketinggian 500-1500 m dpl.2. Sebagi data tambahan bagi Dinas Kehutanan Kabupaten Minahasa tentang diversitas dan model arsitektur pohon di gunung Tampusu pada ketinggian 500-1500 m dpl.

BAB IILANDASAN TEORI

A. Kajian Teoria. DAS TondanoHutan adalah lahan yang umumnya ditumbuhi vegetasi alami atau buatan yang terdiri dari pohon-pohon besar dengan tinggi lebih dari 5 meter dan bertajuk rapat. Termasuk dalam kelas ini adalah hutan buatan, tanaman penghijauan dan reboisasi. Hutan pada umumnya terdapat pada puncak-puncak perbukitan/pegunungan, yang merupakan bagian dari hutan lindung seperti Gunung Mahawu, Gunung Masarang, Gunung Tampusu, Gunung Lengkoan, Gunung Lembean, Gunung Kawatak, Gunung Rindengan, Gunung Manimporok, Gunung Soputan dan Gunung Kaweng. Kondisi Hutan gunung Tampusu sejak tahun 1999 mengalami penambahan luas area disebabkan oleh perubahan penggunaan belukar, kebun campuran, tegalan/kebun campuran

Page 3: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

dan alang-alang. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa hal antara lain : meningkatnya kerapatan vegetasi pada kebun campuran akibat perkebunan cengkeh yang telah dibiarkan petani dan penanaman vanili di antara tanaman cengkeh. Di samping itu, penyebab lainnya adalah hasil implementasi program penghijauan dan reboisasi yang dilakukan oleh pemerintah. Menurut Statistik Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara (1999), di daerah Noongan, Gunung Kawatak, Gunung Soputan dan daerah Tumaratas pada tahun anggaran 1976/1977 dan 1984/1985 telah berhasil dilakukan penghutanan kembali kawasan seluas 757 ha.DAS Tondano terletak di ujung utara semenanjung Sulawesi Utara pada ketinggian antara 0 – 1.556 meter di atas permukaan laut (m dpl). Secara administratif DAS Tondano meliputi sebagian dari wilayah Kabupaten Minahasa dan Kota Manado yang mencakup sebagian dari 17 kecamatan dan sebagian dari 92 desa/kelurahan. DAS Tondano ini dapat dibagi atas 4 Sub DAS, yaitu Sub DAS Tondano, Sub DAS Tikala, Sub DAS Noongan, dan Sub DAS Klabat.

b. Keanekaragaman TumbuhanTumbuhan yang ada di muka bumi sangat banyak jumlahnya maupun jenisnya. Perkiraan para ahli botani tentang jumlah tumbuhan yang hidup di muka bumi adalah ½ juta jenis bahkan ada yang memperkirakan sekitar 2 juta. Dari jumlah jenis tumbuhan yang demikian besar tersebut, masih dapat kita amati adanya variasi atau keanekaragaman sifat dari setiap individu pada spesies yang sama antara lain keanekaragaman model arsitektur.Keanekaragaman pada jenis tumbuhan tertentu dapat bertambah atau berkurang dari waktu ke waktu. Perubahan keanekaragaman tumbuhan tersebut dapat disebabkan oleh salah satu atau beberapa faktor berikut misalnya :1. Faktor genetik karena setiap spesies tumbuhan memiliki sifat genetik tertentu yang diperoleh dari induknya dan akan diwariskan kepada generasi penerusnya. 2. Faktor mutasi yaitu perubahan komposisi genetik yang terjadi karena adanya kondisi lingkungan yang ekstrem menimpa tumbuhan tersebut, misalnya adanya sinar radioaktif, dan ultraviolet. Radiasi tersebut pada frekuensi tertentu dapat menyebabkan perubahan kromosom sehingga memungkinkan munculnya variasi baru spesies tumbuhan tersebut. Selain secara alamiah mutasi dapat juga dilakukan melalui eksperimen laboratorium dengan memperlakukan sinar radioaktif pada tumbuhan.3. Faktor adaptasi yaitu penyesuaian diri tumbuhan terhadap kondisi lingkungannya. Tumbuhan yang memiliki daya adaptasi yang kuat terhadap berbagai kondisi lingkungan cenderung lebih besar variabilitasnya jika dibandingkan dengan tumbuhan yang daya adaptasinya rendah. Adaptasi tumbuhan terhadap lingkungan ekstrem dalam waktu yang lama menyebabkan adanya perubahan bentuk dan fungsi organ tertentu. 4. Faktor kompetisi yaitu persaingan antara dua individu yang hidup pada lingkungan yang sama. Ketatnya persaingan ditentukan oleh ketersediaan sumber daya dalam lingkungannya. Jika sumber daya berada dalam keadaan terbatas, maka persaingan cenderung mengarah pada agresivitas untuk menyingkirkan pesaingnya. Meskipun demikian persaingan tidak selalu mengarah kepada agresivitas, karena di hutan primer yang lebat dengan populasi tumbuhan yang saling tumpang tindih, memungkinkan terjadinya protokooperasi. Kedua peristiwa tersebut dapat memacu peningkatan atau penurunan keanekaragaman tumbuhan.(Arrijani, 2000 : 5-6)

c. Model Arsitektur PohonArsitektur pohon merupakan gambaran morfologi pada suatu waktu yang merupakan suatu fase pada saat tertentu dari suatu rangkaian seri pertumbuhan pohon, nyata dan dapat diamati setiap waktu. Bentuk pertumbuhan yang menentukan rangkaian fase arsitektur pohon disebut

Page 4: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

model arsitektur. Elemen-elemen dari suatu arsitektur pohon terdiri dari pola pertumbuhan batang, percabangan dan pembentukan pucuk terminal. Pola pertumbuhan pohon dapat berupa ritmik dan kontinu. Pertumbuhan ritmik memiliki suatu perioditas dalam proses pemanjangannya yang secara morfologi ditandai dengan adanya segmentasi pada batang atau cabang. Pertumbuhan kontinu berbeda dengan pertumbuhan ritmik karena tidak memiliki perioditas dan tidak ada segmentasi pada batang atau cabangnya (Halle at al., 1978).Menurut Halle at al., (1978), elemen lain dari arsitektur pohon berupa pola percabangan dapat dibedakan atas pola percabangan sylepsis dan pola percabangan prolepsis. Pola percabangan sylepsis merupakan percabangan yang dibentuk dari meristem lateral dengan perkembangan yang kontinu, sedangkan pola percabangan prolepsis merupakan percabangan yang terbentuk secara diskontinu dengan beberapa periode istirahat dari meristem lateral. Pertumbuhan tunas pada jenis-jenis pohon juga dapat dibedakan menjadi dua yaitu ortotropik dan plagiotropik. Pertumbuhan tunas jenis ortotropik dicirikan oleh pucuk yang terbentuk berorientasi tumbuh vertikal dan sering tidak berbunga, sedangkan pertumbuhan tunas jenis plagiotropik yaitu pucuk yang terbentuk berorientasi tumbuh secara horizontal dan sering menghasilkan bunga.Berdasarkan keberadaan cabang dan aksis vegetatifnya, maka model arsitektur pohon secara umum dapat diklasifikasikan ke dalam empat karakteristik utama yang selanjutnya dapat dibedakan lagi menjadi 24 jenis model arsitektur pohon. Keempat model utama tersebut antara lain : 1. Pohon yang tidak bercabang yaitu bagian vegetatif pohon hanya terdiri dari satu aksis dan dibangun oleh sebuah meristem soliter. Model Holtum dan model Corner.2. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang ekuivalen dan ortotropik, contohnya model Tomlinson, model Chamberlain, model Leuwenberg dan model Schoute.3. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang nonekivalen, contohnya model Prevost, model McClure, model Rauh, model Cook, model Kwan-Koriba, model Fagerlind, model Petit, model Aubreville, model Theoretical, model Scarrone, model Stone, model Attim, model Nozeran, model Massart dan model Roux.4. Pohon bercabang dengan aksis vegetatif campuran antara ekuivalen dan non ekivalen. Contohnya model Troll, model Champagnat, dan model Mangenot (Halle and Oldeman, 1975).Secara umum keempat model arsitektur pohon dapat digambarkan sebagai berikut :1. Model arsitektur pohon tidak bercabangSetiadi (1998) mengemukakan bahwa model arsitektur pohon yang tidak bercabang terdiri dari model Holtum dan model Corner. Model Holtum merupakan jenis pohon dengan ciri-ciri batang lurus, tidak bercabang, monaksial (pohon yang mempunyai aksis tunggal yang berasal dari satu meristem apikal dan dengan perbungaan terminal). Contoh tumbuhan yang memiliki model arsitektur Holtum adalah Corypha umbracelifolia (Arecaceae, monokotil) dan Sohuregia excelsa (Rutaceae, dikotil).Model Corner merupakan jenis pohon dengan ciri-ciri batang lurus, tidak bercabang, monaksial. Khusus untuk model Corner ini dibedakan lagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok tumbuhan yang pertumbuhannya kontinu yaitu pertumbuhan yang tidak memperlihatkan pertambahan tunas baru secara bertahap pada selang waktu tertentu, contohnya Cocos nicifera (Arecaceae, monokotil) dan Carica papaya (Caricaceae, dikotil).Kelompok kedua dari model Corner adalah kelompok tumbuhan dengan ciri pertumbuhan ritmik yaitu pertumbuhan pohon yang ditentukan oleh ritme timbulnya tunas baru yang diselingi oleh periode dormansi. Karena adanya ritme pertumbuhan tersebut, maka pada batang pohon nampak adanya ruas-ruas yang nyata sebagai tanda adanya pertumbuhan ritmik. Contoh tumbuhan yang tergolong model Corner untuk pertumbuhan ritmik adalah Cycas circinales (Cycadaceae, Gymnospermae) dan Trichoscypha ferreginea (Anacardiaceae, dikotiledon).

Page 5: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

2. Model arsitektur pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang ekuivalenModel arsitektur pohon yang bercabang dengan aksis vegetatif yang ekuivalen, homogen dan ortotropik serta basitoni yaitu percabangan terjadi pada bagian bawah module, umumnya di bawah permukaan tanah, pertumbuhan kontinu dan aksis berupa hapaxanthy atau pleonanthy disebut model Tomlinson. Tumbuhan yang tergolong kedalam model Tomlinson ini dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu model Tomlinson dengan aksis berupa hapaxanthy yaitu tiap mudule yang tumbuh/berkembang sudah tertentu dengan perbungaan terminal, contohnya Musa var. saiantum (Musaceae, monokotil) dan Cobelia gibberog (Labeliaceae, dikotil). Kelompok kedia yaitu model Tomlinson dengan aksis berupa pleonanthy yaitu tiap module yang tumbuh tidak tertentu sehingga perbungaannya lateral/axiler, contohnya Phonix dactylifera (Arecaceae, monokotil).Model arsitektur pohon yang bercabang dengan aksis vegetatif yang ekuivalen, homogen dan ortotropik serta akrotoni yaitu percabangan terjadi pada bagian distal dari permukaan tanah dengan bentuk percabangan dichotomous. Kelompok tumbuhan yang tergolong dalam model Schoute dapat dibedakan menjadi dua yaitu dengan aksis vegetatif ortotropik, contohnya Hyphaene thebaica dan dengan aksis vegetatif plagaistropik, contohnya Nympha fraticans.Model arsitektur pohon yang bercabang dengan aksis vegetatif yang ekuivalen, homogen dan ortotropik serta akrotoni yaitu percabangan terjadi pada bagian distal dari permukaan tanah dengan bentuk percabangan tidak menggarpu dan hanya satu cabang pada setiap module, simpodium berdimensi satu, linier, monokaulus, kelihatan seperti tidak bercabang dan module hapaxanthy disebut model Chamberlain contohnya Cycas circinali (Cycadaceae, Gymnospermae), Cordyline indivisa (Agavaceae, monokotil) dan Talisia mollis (Sapindaceae).Model arsitektur pohon yang bercabang dengan aksis vegetatif yang ekuivalen, homogen, dan ortotropik serta akrotoni yaitu percabangan terjadi pada bagian distal dari permukaan tanah dengan bentuk percabangan tidak menggarpu dan pada setiap module terdapat dua atau lebih cabang, simpodium berdimensi tiga, tidak linier, percabangan jelas, perbungaan terminal disebut model Leuwenberg. Contohnya Dracaena draco (Agavaceae, monokotil), Ricinus communis dan Manihot esculenta (Euphorbiaceae, dikotil) (Halle et al. 1978).

3. Model arsitektur pohon bercabang dengan aksis vegetatif yang non-ekuivalenJenis tumbuhan tertentu yang memiliki batang bercabang, kadang-kadang kelihatan seperti tidak bercabang, poliaksial, aksis vegetatifnya tidak ekuivalen dan homogen atau heterogen disebut model McClure. Contohnya Bambusa arundinaceae (Poaceae, monokotil) dan Polygonum cuspiolatum (Polygonaceae, dikotil).Tumbuhan yang memiliki batang bercabang, kadang-kadang kelihatan seperti tidak bercabang, poliaksial, aksis vegetatifnya tidak ekuivalen dan homogen atau heterogen, cabang plagiotropiknya sedikit, module umumnya mempunyai perbungaan terminal yang berfungsi baik, pertumbuhan simpodial, konstruksi modular dengan percabangan terbatas di mana module sama pada bagian pangkal tetapi berbeda pada bagian ujungnya, bercabang dengan satu cabang utama membentuk pokok disebut model Koriba, contohnya Hura crepitan dan Alstonia macrophilla.Apabila percabangan akrotoni dengan pola konstruksi modular, cabang plagiotropiknya sedikit, modul umumnya mempunyai perbungaan terminal yang berfungsi baik, pertumbuhan simpodial dengan modul tidak sama dari pangkal, pokok terbentuk kemudian setelah terjadinya percabangan. Meskipun pola percabangan berupa simpodial, tetapi antara pokok dan cabang nampak sangat jelas berbeda. Ciri seperti ini biasanya hanya ditemukan pada jenis pohon dengan pola percabangan monopodial, oleh sebab itu diperlukan ketelitian dalam pengamatan agar tidak terjadi kekeliruan identifikasi. Jenis pohon yang memiliki ciri-ciri

Page 6: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

seperti ini disebut model Prevost. Contoh pohon yang termasuk model ini adalah Euphorbia pulcherrina (Euphorbiaceae), Alstonia boonei (Apocinaceae), Alstonia scholaris (Apocinaceae).

4. Model arsitektur pohon bercabang dengan aksis vegetatif campuranModel arsitektur ini memiliki keunikan tersendiri karena aksis pohonnya bersifat campuran antara plagiotropik dan ortotropik dan dengan pola pertumbuhan primer. Aksis campuran tersebut terjadi karena bentuk pertumbuhannya berlangsung dalam dua tahapan, yaitu : (1) tahapan permulaan, yaitu pertumbuhan awal yang berlangsung pada bagian proksimal dengan bentuk pertumbuhan ortotropik, (2) tahapan kedua, yaitu pertumbuhan pada bagian distal dengan bentuk pertumbuhan plagiotropik. Jenis tumbuhan yang mengalami pola pertumbuhan dan membentuk model arsitektur seperti ini antara lain model Mangenot. Contoh tumbuhan yang memiliki model percabangan jenis ini adalah Dicranolepis persei (Thymeleaceae, Afrika) dan Strychnos variabilis (Longaniaceae) dan sebagainya.Pada jenis tumbuhan tertentu, pola percabangannya menunjukkan adanya aksis yang kelihatan seperti campuran antara ortotropik dan plagiotropik yang disebabkan karena adanya pertumbuhan sekunder. Sebagai contoh kasus pada pertumbuhan pohon tertentu memiliki pola dasar di mana semua aksis sesungguhnya ortotropik, tetapi karena dalam pertumbuhan selanjutnya terjadi proses pembengkokan pada cabang-cabang lateralnya maka membentuk model arsitektur tertentu yang berbeda. Model pertumbuhan pohon yang seperti ini selanjutnya disebut sebagai model Champagnat. Contoh tumbuhan yang mengalami pertumbuhan seperti itu adalah Bougainvillea glabra (Nyctaginaceae).Bentuk lain yang ditemukan pada jenis tumbuhan tertentu dimana pola percabangan menunjukkan adanya aksis yang kelihatan seperti campuran antara ortotropik dan plagiatropik yang disebabkan karena adanya pertumbuhan sekunder. Sebagai contoh kasus pada pertumbuhan pohon tertentu memiliki pola dasar di mana semua aksis sesungguhnya plagiotropik, tetapi setelah daun luruh sering kali menjadi tegak karena adanya pertumbuhan sekunder atau karena dalam pertumbuhan selanjutnya terjadi proses pembengkokan pada cabang-cabang lateralnya maka membentuk pohon yang seperti ini selanjutnya disebut sebagai model Troll.Model arsitektur pertumbuhan dengan model dasar Troll terbagi menjadi dua bagian berdasarkan pola percabangan pokoknya yaitu : (1) model Troll yang mengalami pertumbuhan sekunder seperti itu tetapi pola percabangan pokoknya monopodium. Contoh tumbuhan dengan model pertumbuhan seperti ini adalah Annona muricata (Annonaceae), Parkia speciosa, Delonix regia, dan Leucaena glauca (Mimmosaceae). (2) model Troll yang mengalami pertumbuhan sekunder seperti itu tetapi pola percabangan pokoknya simpodium. Contoh tumbuhan yang mengalami pertumbuhan seperti ini termasuk model Troll adalah Parinaria exelsa (Rosaceae) dan Elaeocarpus sphaericus.

B. Kerangka BerpikirTumbuhan yang ada di muka bumi sangat banyak jumlahnya maupun jenisnya. Begitu pun dengan tumbuhan yang ada di gunung Tampusu, tepatnya pada zona tropika dan zona sub-montana. Gunung Tampusu masih merupakan hutan alami. Dari jumlah tumbuhan yang demikian besar dapat kita amati adanya tingkat kerapatan dan variasi atau keanekaragaman sifat dari setiap spesies yang sama seperti keanekaragaman model arsitektur. Dibawah ini digambarkan secara skemati

C. Asumsi1. Setiap pohon memiliki kemampuan adaptasi yang berbeda terhadap kondisi lingkungan.2. Variasi model arsitektur pohon menunjukkan adanya keragaman spesies.

Page 7: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

D. HipotesisTerdapat perbedaan tingkat keragaman dan variasi model arsitektur pohon pada satuan luas tertentu.BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN

A. Definisi Operasional Variabel PenelitianDalam penelitian ini terdapat dua variabel penelitian, secara operasional masing-masing dapat didefinisikan sebagai berikut :a. Variabel bebasAdapun yang menjadi variabel bebas pada penelitian ini ialah kerapatan, frekwensi, dan dominasi pohon di gunung Tampusu tepatnya pada zona tropika dan sub-montana.b. Variabel terikatAdapun yang menjadi variabel terikat pada penelitian ini ialah diversitas dan model arsitektur.

B. Prosedur Pelaksanaan Eksperimena. Waktu dan tempat penelitianPenelitian dilakukan pada bulan Agustus – Desember tahun 2007 di Gunung Tampusu pada zona tropika dan sub-montana hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa provinsi Sulawesi Utara.b. Alat dan bahanPeralatan dan bahan yang diperlukan selama pelaksanaan penelitian antara lain 1). Alat tulis menulis digunakan untuk menulis data yang di dapat dari lokasi penelitian, 2). Kamera olympus FE-100, Jepang 3). Lup, 4). Meteran 5) Tali, dan 6). Altimeter SWIFT, U.S.A.c. Cara kerjaAnalisis vegetasi diawali dengan penentuan ukuran minimal kuadrat yang akan di terapkan di lokasi. Untuk menentukan ukuran minimal kuadrat tersebut, dilaksanakan dengan menggunakan metode releve, dilanjutkan dengan pengukuran parameter ekologi antara lain kerapatan, frekuensi, dominasi, indeks nilai penting masing-masing pohon, dan indeks diversitas. Selanjutnya identifikasi dilakukan langsung di lokasi penelitian untuk menentukan nama-nama ilmiah dan nama lokal masing-masing jenis pohon yang ditemukan pada zona tropika dan zona sub-montana. Kemudian menentukan model arsitektur pohon berdasarkan ketentuan Halle & Oldeman (1975) dan berdasarkan kunci identifikasi yang telah dikembangkan oleh Setiadi (1998). d. Langkah kerja1. Penentuan ukuran minimal kuadrat. 2. Pengumpulan data pada lokasi penelitian.3. Pengukuran kerapatan mutlak dan kerapatan relatif masing-masing pohon setelah data lapangan dikumpulkan melalui metode kuadrat. Nilai kerapatan mutlak dan kerapatan relatif masing-masing jenis ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut - - 4. Pengukuran nilai frekuensi mutlak dan frekuensi relatif masing-masing dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :- - 5. Pengukuran nilai dominasi mutlak dan dominasi relatif masing-masing jenis dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Page 8: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

- - 6. Menghitung INP masing-masing jenis dengan cara menjumlah kerapatan relatif, frekuensi relatif dan dominasi relatif masing-masing jenis. Rumus yang digunakan :INP = KR + FR + DRDimana : INP = Indeks nilai penting jenis tertentuKR = Nilai kerapatan relatif jenis tertentu FR = Nilai frekuensi relatif jenis tertentuDR = Nilai dominasi relatif jenis tertentu7. Perhitungan indeks diversitas dilakukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Dimana : H ' = Indeks diversitaspi = Jumlah pohon(Muller dan Dombois, 1974)

8. Identifikasi untuk menentukan nama-nama lokal dan nama ilmiah.9. Pengambilan gambar setiap jenis pohon.10. Penentuan model arsitektur masing-masing jenis pohon yang terpilih sebagai sampel di lokasi penelitian dilakukan berdasarkan ketentuan Halle and Oldeman (1975) dan mengacu pada kunci identifikasi yang telah dikembangkan oleh Setiadi (1998).

C. Analisis DataData yang terkumpul dari lapangan selanjutnya dianilisis dengan metode deskriptif.

BAB IVHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Analisis VegetasiAnalisis vegetasi diawali dengan penentuan ukuran minimal kuadrat yang akan di terapkan di lokasi. Untuk menentukan ukuran minimal kuadrat tersebut, dilaksanakan dengan menggunakan metode releve dengan skema pelaksanaan sebagai berikut :

Gambar-1. Skema penerapan metode releve di lokasi penelitianHasil inventarisasi jenis pohon yang terdapat dalam plot masing-masing ukuran selanjutnya dicatat dalam tabel-1 sebagai berikut :

Tabel-1. Hasil inventarisasi jenis pohon yang terdapat dalam masing-masing plot pada penerapan metode releve.No. Ukuran Plot Jumlah Jenis Keterangan1.2.3.4.

5. 5 m x 5 m5 m x 10 m

Page 9: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

10 m x 10 m10 m x 20 m

20 m x 20 m 481216

17 ukuran plot awalJumlah jenis bertambah 100%Jumlah jenis bertambah 50%Jumlah jenis bertambah 33,33%Jumlah jenis bertambah 6,25%

Data pada tabel-1 menunjukkan hasil penerapan metode releve dalam penentuan ukuran kuadrat. Berdasarkan hasil tersebut, maka ditetapkan ukuran minimal plot yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah 20 m x 20 m atau 400 m2. Penetapan sampel plot dilakukan berdasarkan ketinggian tempat di lokasi penelitian yaitu pada zona tropika dengan ketinggian sampai dengan 1000 m dpl dan zona sub-montana (1000-1500 m dpl). Pada setiap zona di tempatkan 30 plot secara acak sistematis dengan pertimbangan penambahan elevasi sebesar 100 m dpl.Hasil analisis vegetasi menunjukkan bahwa terdapat 54 spesies pohon yang ditemukan. Hasil perhitungan kerapatan, kerapatan relatif. frekuensi relatif, dominasi, dominasi relatif dan indeks nilai penting terdapat pada tabel-2. Data tersebut menunjukkan komposisi dan struktur tumbuhan yang nilainya bervariasi pada setiap jenis karena adanya perbedaan karakter masing-masing pohon. Menurut Kimmins (1987), variasi struktur dan komposisi tumbuhan dalam suatu komunitas dipengaruhi antara lain oleh fenologi tumbuhan, dispersal dan natalitas. Keberhasilannya menjadi individu baru dipengaruhi oleh vertilitas dan fekunditas yang berbeda setiap spesies sehingga terdapat perbedaan struktur dan komposisi masing-masing spesies.Nilai kerapatan setiap jenis yang terdapat pada tabel-2 menunjukkan bahwa terdapat variasi yang mencolok mengenai kerapatan 54 spesies yang ditemukan. Jumlah individu atau pohon dari 54 spesies tersebut adalah 808 dengan nilai kerapatan terendah sebesar 1 atau 0,124% pada jenis kayu totoko (Vibirnum sambucinum), sedangkan nilai kerapatan tertinggi sebesar 91 atau 11.26% untuk jenis kayu wasian (Elmerellia celebica). Oleh karena nilai kerapatan suatu spesies menunjukkan jumlah individu spesies bersangkutan pada satuan luas tertentu, maka nilai kerapatan merupakan gambaran mengenai jumlah spesies tersebut pada lokasi penelitian. Meskipun demikian nilai kerapatan belum dapat memberikan gambaran bagi kita tentang bagaimana distribusi dan pola penyebaran tumbuhan yang bersangkutan pada lokasi penelitian. Gambaran mengenai distribusi individu pada suatu jenis tertentu dapat dilihat pada nilai frekuensinya sedangkan pola penyebaran dapat ditentukan dengan membandingkan nilai tengah spesies tertentu dengan varians populasi secara keseluruhan.Nilai frekuensi untuk jenis Elmerrellia celebica adalah 86.67 artinya dari total 30 plot yang diamati di lokasi penelitian sekitar 87% atau 26 plot diantaranya terdapat jenis ini. Oleh sebab itu jenis E. celebica merupakan jenis yang nilai kerapatan dan frekuensinya tertinggi sehingga jenis E. celebica ini dapat dianggap sebagai jenis yang rapat serta tersebar luas pada hampir seluruh lokasi penelitian. Frekuensi spesies ini juga tinggi yaitu 73,33% atau ditemukan pada 22 plot dari 30 sampel plot yang diteliti. Kedua nilai ini penting artinya dalam analisis vegetasi karena saling terkait satu dengan yang lainnya. Bahkan menurut

Page 10: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

Greig-Smith (1983) nilai frekuensi suatu jenis dipengaruhi secara langsung oleh densitas dan pola distribusinya. Meskipun memberikan informasi yang penting, nilai distribusi hanya dapat memberikan informasi tentang kehadiran tumbuhan tertentu dalam suatu plot dan belum dapat memberikan gambaran tentang jumlah individu pada masing-masing plot.

Tabel-2 Nilai INP jenis-jenis pohon yang ditemukan pada zona tropika dan sub-montana kawasan Gunung Tampusu Hulu DAS Tondano.No Nama Ilmiah Nama Daerah KM KR F FM FR DM DR INP1 Elmerellia celebica Kayu wasian 91 11.26 26 86.67 6.7 238743.8 29.77 47.732 Pterocarpus indicus Kayu lingua 73 9.035 22 73.33 5.67 159802.9 19.93 34.633 Palaqium obtusifolium Kayu nantu 50 6.188 19 63.33 4.9 27276.1 3.401 14.494 Astronia macrophylla Kayu dankouw 49 6.064 19 63.33 4.9 56290.53 7.019 17.985 Cryptocarya subvelutina Kayu walkajo 42 5.198 16 53.33 4.12 20248 2.525 11.856 Cananga sp Kayu wangurer 35 4.332 15 50 3.87 14175.73 1.768 9.9667 Elmerellia valis Kayu uhu 30 3.713 14 46.67 3.61 13399.91 1.671 8.9938 Canarium balsamiferum Kanari 29 3.589 13 43.33 3.35 17204.59 2.145 9.0869 Litsea albayana Kayu tuama 26 3.218 14 46.67 3.61 15605.61 1.946 8.77310 Avicennia intermedia Kayu api-api 26 3.218 14 46.67 3.61 14133.9 1.762 8.58911 Aegiceras floridum Api-api merah 26 3.218 12 40 3.09 13809.61 1.722 8.03312 Pterospermum celebicum Kayu baju 24 2.97 9 30 2.32 13935.05 1.738 7.02813 Bruguiera gymnorrhiza Kayu bangko 21 2.599 11 36.67 2.84 13115.63 1.635 7.0714 Aglaia elaeagnoidea Kayu bualo 18 2.228 10 33.33 2.58 6060.179 0.756 5.56115 Pongemia pinnata Kayu besi 17 2.104 12 40 3.09 7653.909 0.954 6.15216 Turpinia sphaerocarpa Kayu danoan 17 2.104 13 43.33 3.35 8289.269 1.034 6.48917 Dillenia cerrata Kayu dengilo 17 2.104 9 30 2.32 13782.33 1.719 6.14318 Toona celebica Kayu amurang 16 1.98 9 30 2.32 15776.54 1.967 6.26819 Engerhardia rigida Kayu emporia 16 1.98 6 20 1.55 8050.81 1.004 4.53120 Myristica celebica Kayu duguan 15 1.856 8 26.67 2.06 9357.561 1.167 5.08621 Cananga odorata Kayu kenanga 15 1.856 7 23.33 1.8 6262.607 0.781 4.44222 Elmerrellia ovalis Kayu ketena 14 1.733 8 26.67 2.06 5944.45 0.741 4.53623 Dillenia ochreata Kayu kelemur 14 1.733 7 23.33 1.8 12168.88 1.517 5.05524 Pometetia pinnata Kayu kase 11 1.361 6 20 1.55 20328.58 2.535 5.44325 Mimusops elengi Kayu karikis 11 1.361 6 20 1.55 6671.837 0.832 3.7426 Dracontomelon dao Kayu kinton 10 1.238 8 26.67 2.06 33688 4.201 7.50127 Mallotus ricinoides Kayu kutungga 7 0.866 4 13.33 1.03 5509.211 0.687 2.58428 Manilkara celebica Kayu komea 6 0.743 3 10 0.77 2188.922 0.273 1.78929 Fragrae fragrans Kayu kulahi 6 0.743 4 13.33 1.03 2281.506 0.284 2.05830 Ficus erecta Kayu usu 6 0.743 3 10 0.77 2458.878 0.307 1.82331 Litsea mappacea Kayu waka 5 0.619 3 10 0.77 1491.442 0.186 1.57832 Evodia speciosa Kayu walita 5 0.619 3 10 0.77 1138.446 0.142 1.53433 Macaranga hispida Kayu waneran 4 0.495 3 10 0.77 789.5867 0.098 1.36734 Avicennia intermedia Kayu moput 4 0.495 2 6.667 0.52 839.0602 0.105 1.11535 Daeridium falciforme Kayu lai 4 0.495 3 10 0.77 887.8973 0.111 1.37936 Premna tumentosa Kayu alas 4 0.495 4 13.33 1.03 956.6193 0.119 1.64637 Bruguiera gymnorrhiza Kayu tongge 3 0.371 2 6.667 0.52 567.1153 0.071 0.95838 Vibirnum sp Kayu yatako 3 0.371 3 10 0.77 622.0769 0.078 1.22239 Pometia tomentosa Kayu owusel 3 0.371 3 10 0.77 690.0035 0.086 1.23140 Streblus asper Kayu uloto 3 0.371 3 10 0.77 430.7849 0.054 1.19841 Eugenia therniana Kayu wote 3 0.371 3 10 0.77 1204.305 0.15 1.29542 Casuarina rumphiana Kayu awako 3 0.371 3 10 0.77 190.9739 0.024 1.168

Page 11: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

43 Vitex cofassus Kayu wulasi 3 0.371 3 10 0.77 647.7681 0.081 1.22544 Aglaea argentea Kayu rintek 3 0.371 3 10 0.77 712.4336 0.089 1.23445 Pygeum rumphii Kayu wompo 3 0.371 3 10 0.77 662.8011 0.083 1.22746 Polyalthia celebica Kayu lonu 2 0.248 2 6.667 0.52 880.182 0.11 0.87347 Evodia celebica Kayu wonje 2 0.248 2 6.667 0.52 1160.876 0.145 0.90848 Eucaliptus deglupta Kayu tombulito 2 0.248 2 6.667 0.52 644.6661 0.08 0.84449 Calophyllum soulattri Kayu tombalika 2 0.248 2 6.667 0.52 536.5722 0.067 0.8350 Mimusops elengi Kayu toto 2 0.248 2 6.667 0.52 748.3854 0.093 0.85651 Pterospermum celebicum Kayu torode 2 0.248 2 6.667 0.52 352.041 0.044 0.80752 Antidesma celebicum Kayu tua 2 0.248 2 6.667 0.52 472.8612 0.059 0.82253 Nauclea orientalis Kayu towoti 2 0.248 2 6.667 0.52 432.6938 0.054 0.81754 Vibirnum sambucinum Kayu totoko 1 0.124 1 3.333 0.26 714.7402 0.089 0.471JUMLAH 808 100 388 1293 100 801989.1 100 300

Berkaitan dengan nilai frekuensi suatu jenis, Kershaw (1979) dan Crawley (1986) mengemukakan bahwa frekuensi suatu jenis dalam komunitas tertentu besarannya ditentukan oleh metode sampling, ukuran kuadrat, ukuran tumbuhan dan distribusi spasialnya. Dalam penelitian ini pemilihan metode kuadrat dan penempatannya telah dilakukan dengan prosedur yang standar sehingga nilai frekuensi yang diperoleh diharapkan benar-benar menggambarkan kondisi di lapangan. Demikian juga ukuran kuadrat yang digunakan telah ditetapkan melalui penerapan metode Kurva Spesies Area (Setiadi. 1989) sehingga ukuran kuadrat yang digunakan telah sesuai standar yang berlaku. Oleh sebab itu kedua spesies yang memiliki nilai kerapatan dan frekuensi tertinggi (Kayu kinton dan Wasian) termasuk kategori spesies yang memiliki kemampuan adaptasi yang baik terhadap kondisi lingkungan. Distribusi tumbuhan pada suatu komunitas tertentu dibatasi oleh kondisi lingkungan dalam arti luas. Beberapa jenis dalam hutan tropika teradaptasi dengan kondisi di bawah kanopi, middle dan di atas kanopi yang intensitas cahayanya berbeda-beda (Balakrishnan, 1994). Keberhasilan setiap jenis untuk mengokupasi suatu area dipengaruhi oleh kemampuannya beradaptasi secara optimal terhadap seluruh faktor lingkungan fisik (temperatur, cahaya, struktur tanah, kelembaban dan sebagainya), faktor biotik (interaksi antar spesies, kompetisi, parasitisme dan sebagainya) dan faktor kimia yang meliputi ketersediaan air, oksigen, pH, nutrisi dalam tanah dan sebagainya yang saling berinteraksi (Krebs, 1994). Indeks nilai penting merupakan hasil penjumlahan nilai relatif ketiga parameter (kerapatan, frekuensi dan dominasi) yang telah diukur sebelumnya, sehingga nilainya juga bervariasi. Besarnya Indeks Nilai Penting menunjukkan peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian. Jenis kayu wasian, linggua dan nantu merupakan jenis yang mendominasi daerah hulu DAS Tondano karena memiliki nilai INP tertinggi. Jenis tersebut selanjutnya disebut sebagai jenis yang dominan dalam ekosistem hulu DAS Tondano. Kemampuan ketiga jenis tersebut dalam menempati sebagian besar lokasi penelitian menunjukkan bahwa keduanya memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan pada seluruh wilayah penelitian. Jenis Wasian yang memiliki diameter batang yang lebih besar diperkirakan lebih dahulu tumbuh pada lokasi penelitian setelah letusan dahsyat gunung Tampusu. Jenis Wasian memiliki rata-rata diameter batang dan tinggi pohon yang lebih besar dibandingkan dengan pohon lainnya sehingga dianggap lebih dahulu tumbuh di lokasi. Apalagi jenis Wasian tersebar luas di sekitar lokasi sehingga proses migrasi atau dispersal pohon ini lebih memungkinkan terjadi lebih dahulu. Hasil ini sejalan dengan pandangan Ludwig & Reynold (1988) bahwa pola penyebaran tumbuhan dalam suatu komunitas bervariasi dan disebabkan karena beberapa faktor yang saling berinteraksi antara lain : (1) faktor vectorial (intrinsic) yaitu faktor lingkungan internal seperti angin, ketersediaan air, dan intensitas cahaya, (2) faktor kemampuan reproduksi

Page 12: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

organisme, (3) faktor sosial yang menyangkut fenologi tumbuhan, (4) faktor coaktif yang merupakan dampak interaksi intraspesifik dan (5) faktor stochastic yang merupakan hasil variasi random beberapa faktor yang berpengaruh.

Tabel-3. Pola penyebaran jenis-jenis pohon yang terdapat pada hulu DAS Tondano dalam zona tropika dan zona sub-montana.No Nama Ilmiah ∑X ∑X2 SD Rerata SD/Rerata Distribusi1 Elmerellia celebica 91 369 4.07 3.03 1.341372 Mengelompok2 Pterocarpus indicus 73 267 3.18 2.43 1.305102 Mengelompok3 Palaqium obtusifolium 50 138 1.73 1.67 1.038154 Mengelompok4 Astronia macrophylla 49 151 2.01 1.63 1.230692 Mengelompok5 Cryptocarya subvelutina 42 134 1.91 1.4 1.365677 Mengelompok6 Cananga odorata 35 91 1.29 1.17 1.10482 Mengelompok7 Elmerellia ovalis 30 72 1.04 1 1.044024 Mengelompok8 Canarium balsamiferum 29 71 1.05 0.97 1.081832 Mengelompok9 Litsea albayana 26 64 0.97 0.87 1.120786 Mengelompok10 Avicennia intermedia 26 56 0.82 0.87 0.94662 Reguler11 Aegiceras floridum 26 68 1.05 0.87 1.207868 Mengelompok12 Pterospermum celebicum 24 68 1.08 0.8 1.3522 Mengelompok13 Bruguiera gymnorrhiza 21 47 0.73 0.7 1.046719 Mengelompok14 Aglaia elaeagnoidea 18 42 0.68 0.6 1.132074 Mengelompok15 Pongemia pinnata 17 29 0.45 0.57 0.787396 Reguler16 Turpinia sphaerocarpa 17 27 0.41 0.57 0.720803 Reguler17 Dillenia cerrata 17 37 0.59 0.57 1.053766 Mengelompok18 Toona celebica 16 32 0.51 0.53 0.964359 Reguler19 Engerhardia rigida 16 52 0.89 0.53 1.671906 Mengelompok20 Myristica celebica 15 31 0.51 0.5 1.012577 Mengelompok21 Cananga odorata 15 33 0.54 0.5 1.088049 Mengelompok22 Elmerrellia ovalis 14 28 0.46 0.47 0.985324 Reguler23 Dillenia ochreata 14 32 0.54 0.47 1.147049 Mengelompok24 Pometetia pinnata 11 23 0.39 0.37 1.068228 Mengelompok25 Mimusops elengi 11 23 0.39 0.37 1.068228 Mengelompok26 Dracontomelon dao 10 16 0.27 0.33 0.800838 Reguler27 Mallotus ricinoides 7 15 0.27 0.23 1.139561 Mengelompok28 Manilkara celebica 6 14 0.25 0.2 1.25786 Mengelompok29 Fragrae fragrans 6 12 0.21 0.2 1.069181 Mengelompok30 Ficus erecta 6 14 0.25 0.2 1.25786 Mengelompok31 Litsea mappacea 5 9 0.16 0.17 0.966456 Reguler32 Evodia speciosa 5 9 0.16 0.17 0.966456 Reguler33 Macaranga hispida 4 6 0.11 0.13 0.807127 Reguler34 Avicennia intermedia 4 10 0.18 0.13 1.373164 Mengelompok35 Daeridium falciforme 4 6 0.11 0.13 0.807127 Reguler36 Premna tumentosa 4 4 0.07 0.13 0.524108 Reguler37 Bruguiera gymnorrhiza 3 5 0.09 0.1 0.911949 Reguler38 Vibirnum sp 3 3 0.05 0.1 0.534591 Reguler39 Pometia tomentosa 3 3 0.05 0.1 0.534591 Reguler40 Streblus asper 3 3 0.05 0.1 0.534591 Reguler41 Eugenia therniana 3 3 0.05 0.1 0.534591 Reguler42 Casuarina rumphiana 3 3 0.05 0.1 0.534591 Reguler43 Vitex cofassus 3 3 0.05 0.1 0.534591 Reguler

Page 13: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

44 Aglaea argentea 3 3 0.05 0.1 0.534591 Reguler45 Pygeum rumphii 3 3 0.05 0.1 0.534591 Reguler46 Polyalthia celebica 2 2 0.04 0.07 0.545073 Reguler47 Evodia celebica 2 2 0.04 0.07 0.545073 Reguler48 Eucaliptus deglupta 2 2 0.04 0.07 0.545073 Reguler49 Calophyllum soulattri 2 2 0.04 0.07 0.545073 Reguler50 Mimusops elengi 2 2 0.04 0.07 0.545073 Reguler51 Pterospermum celebicum 2 2 0.04 0.07 0.545073 Reguler52 Antidesma celebicum 2 2 0.04 0.07 0.545073 Reguler53 Nauclea orientalis 2 2 0.04 0.07 0.545073 Reguler54 Vibirnum sambucinum 1 1 0.02 0.03 0.555555 Reguler

Jenis tertentu dengan pola penyebaran mengelompok disebabkan karena pada umumnya biji atau propagule dari setiap tumbuhan pada umumnya akan jatuh sekitar pohon induknya sehingga jika kondisi lain menunjang maka regenerasi berupa tumbuhnya anakan baru akan terjadi di sekitar pohon induknya. Jenis yang mengelompok seperti ini umumnya agen dispersalnya berupa angin sehingga jika ukuran buah/biji relatif besar, tidak dapat menyebar dalam radius yang lebih jauh. Jenis pohon yang pola distribusi spasialnya reguler umumnya menyebar dengan bantuan hewan (zoochori) atau manusia (anthropochori) sehingga dapat menyebar dengan pola reguler pada lokasi penelitian.Hasil cluster analysis 30 plot yang terpilih sebagai sampel pada lokasi penelitian seperti tercantum pada gambar-2. Oleh karena pengelompokan yang dilakukan menggunakan Euclidean distances, maka posisi masing-masing plot pada dendrogram sesungguhnya menggambarkan jarak antara masing-masing plot tersebut. Plot yang posisinya berdekatan dan dihubungkan dengan garis penghubung, menunjukkan bahwa jarak antara keduanya plot tersebut lebih dekat jika dibandingkan dengan plot yang lainnya. Gambaran dendogram yang tercantum pada gambar-2 menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan pemisahan masing-masing plot menjadi 3 kelompok yaitu : kelompok sebelah kiri yang terdiri dari plot 29, 27, 30, 24, 28, 23, 25 dan 26; kelompok bagian tengah yang terdiri dari plot 17, 15, 21, 19, 13, 22, 18, 20, 12, 16 dan 14; serta kelompok sebelah kanan yang terdiri dari plot 9, 5, 7, 3, 1, 2, 4, 6, 8, 10 dan 11.

Gambar-2. Dendogram hasil cluster analysis 30 plot pada zona tropika dan sub-montana kawasan hulu DAS Tondano.

Berdasarkan nilai keanekaragaman jenis tersebut, selanjutnya dapat ditentukan nilai kemerataan spesies dalam komunitas tersebut. Hasil perhitungan kemerataan menunjukkan bahwa nilai kemerataan adalah 1,95. Nilai kemerataan suatu jenis ditentukan oleh distribusi setiap jenis pada masing-masing plot secara merata. Makin merata suatu jenis dalam seluruh lokasi penelitian maka makin tinggi nilai kemerataannya. Demikian juga sebaliknya jika beberapa jenis tertentu dominan sementara jenis lainnya tidak dominan atau densitasnya lebih rendah, maka nilai kemerataan komunitas yang bersangkutan akan lebih rendah.

Page 14: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

B. Model Arsitektur PohonPenetapan model arsitektur pohon dilakukan pada 30 jenis pohon yang memiliki Indeks Nilai Penting tertinggi pada zona tropika dan zona sub-montana. Pengamatan lapangan dilakukan terhadap anakan, tiang, dan pohon dilakukan di lokasi untuk mengetahui perkembangan pertumbuhan sekunder terutama yang mempengaruhi pola percabangan tumbuhan tersebut. Penetapan model arsitektur pohon dilakukan dengan merujuk pada model arsitektur pohon menurut Halle & Oldeman serta menggunakan kunci determinasi yang telah dikembangkan oleh Setiadi (1998) seperti yang tercantum dalam lampiran.Hasil determinasi model arsitektur pohon menunjukkan bahwa dari 30 jenis yang ditemukan pada zona tropika dan zona sub-montana, terdapat 30 model arsitektur pohon seperti yang tertera pada tabel-4. Model stone dan rauh merupakan model arsitektur dengan jumlah jenis paling banyak yaitu 4 jenis pohon. Untuk model lainnya menyebar dengan rata-rata 3 dan 2 jenis pohon. Jumlah model arsitektur pohon yang ditemukan di lokasi adalah 12 model arsitektur pohon dengan jumlah jenis masing-masing 3 atau 2 jenis per model kecuali pada model stone dan rauh yang terdiri dari 4 jenis pohon.

Tabel-4. Jenis-jenis pohon yang terpilih sebagai sampel penelitian dan model arsitekturnya masing-masing.No. Nama Daerah Nama Ilmiah Model Arsitektur Pohon1 Kayu wasian Elmerellia celebica Attims2 Kayu linggua Pterocarpus indicus Attims3 Kayu nantu Palaqium obtusifolium Attims4 Kayu dankouw Astronia macrophylla Aubreville5 Kayu walkajo Cryptocarya subvelutina Aubreville6 Kayu wangurer Cananga odorata Fagerlind7 Kayu uhu Elmerellia ovalis Fagerlind8 Kanari Canarium balsamiferum Kwan-Koriba9 Kayu tuama Litsea albayana Kwan-Koriba 10 Kayu api-api Avicennia intermedia Masart11 Api-api merah Aegiceras floridum Masart12 Kayu baju Pterospermum celebicum Petit13 Kayu bangko Bruguiera gymnorrhiza Petit14 Kayu bualo Aglaia elaeagnoidea Petit15 Kayu besi Pongemia pinnata Prevost16 Kayu danoan Turpinia sphaerocarpa Prevost17 Kayu dengilo Dillenia cerrata Rauh18 Kayu amurang Toona celebica Rauh 19 Kayu emporia Engerhardia rigida Rauh20 Kayu duguan Myristica celebica Rauh21 Kayu kenanga Cananga odorata Roux22 Kayu ketena Elmerrellia ovalis Roux23 Kayu kelemur Dillenia ochreata Scarrone 24 Kayu kase Pometetia pinnata Scarrone 25 Kayu karikis Mimusops elengi Stone26 Kayu kinton Dracontomelon dao Stone27 Kayu kutungga Mallotus ricinoides Stone28 Kayu komea Manilkara celebica Stone29 Kayu kulahi Fragrae fragrans Theoretical I30 Kayu usu Ficus erecta Theoretical I

Page 15: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

Model Attims merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis yang berbeda, dengan bentuk homogen, semuanya arthotropik, percabangan monopodial dengan perbungaan lateral dan mempunyai batang pokok yang mengalami pertumbuhan secara kontinu (gambar 3a). Jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian dan memiliki model arsitektur seperti ini adalah kayu wasian (Elmerellia celebica) (gambar 3b) kayu linggua (Pterocarpus indicus) (gambar 3c) Kayu nantu (Palaqium obtusifolium) (gambar 3d).

Gambar Tidak bisa tampil

Gambar -3. Sketsa pola percabangan pada model arsitektur pohon Attims (a) dengan contoh jenis Elmerellia celebica (b), Pterocarpus indicus (c) dan Palaqium obtusifolium (d).

Model Aubreville merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial, dengan aksis vegetatif tidak ekuivalen, homogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis ortotropik), percabangan seluruhnya akrotonik dalam membentuk batang, bukan konstruksi modular dengan perbungaan lateral, pola percabangan umum monopodium, pertumbuhan batang dan cabang ritmik (gambar 4a). Jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian dan memiliki model arsitektur seperti ini adalah Kayu dankouw (Astronia macrophylla) (gambar 4b) dan Kayu walkajo (Cryptocarya subvelutina) (gambar 4c).

Gambar Tidak bisa tampil

Gambar-4. Sketsa pola percabangan pada model arsitektur pohon Aubrevilla (a) dengan contoh jenis Astronia macrophylla (b) dan Cryptocarya subvelutina (c).

Model fagerlind merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial, dengan aksis vegetatif tidak ekuivalen, homogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis ortotropik), percabangan seluruhnya akrotonik dalam membentuk batang, konstruksi modular dengan cabang flagiotropik yang sedikit, model umumnya mempunyai perbungaan terminal yang berfungsi baik, pertumbuhan tingginya mengikuti bentuk dasar monopodial dengan ritme pertumbuhan yang nyata (gambar 5a). Jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian dan memiliki model arsitektur seperti ini adalah Kayu wangurer (Cananga odorata) (gambar 5b) dan Kayu uhu (Elmerellia ovalis) (gambar 5c).

Gambar Tidak bisa tampil

Gambar-5. Sketsa pola percabangan pada model arsitektur pohon Fagerlind (a) dengan contoh jenis Cananga odorata (b) dan Elmerellia ovalis (c)

Model Kwan-Koriba merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial, dengan aksis vegetatif tidak ekuivalen, homogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis orthotropik), percabangan seluruhnya akrotonik dalam membentuk batang, konstruksi modular dengan cabang flagiotropik yang sedikit, model umumnya mempunyai perbungaan

Page 16: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

terminal yang berfungsi baik, pertumbuhan tingginya simpodial modular dengan model sama pada bagian pangkal tetapi berbeda pada bagian ujung, bercabang dengan satu cabang utama membentuk batang (gambar 6a). Jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian dan memiliki model arsitektur seperti ini adalah Kanari (Canarium balsamiferum) (gambar 6b) dan Kayu tuama (Litsea albayana) (gambar 6c).

Gambar Tidak bisa tampil

Gambar-6. Sketsa pola percabangan pada model arsitektur pohon Kwan-Koriba (a) dengan contoh jenis Canarium balsamiferum (b) dan Litsea albayana (c).

Model Masart merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial, dengan aksis vegetatif tidak ekuivalen, homogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis orthotropik), percabangan seluruhnya akrotonik dalam membentuk batang, bukan konstruksi modular dengan perbungaan lateral, pola percabangan umum monopodium, pertumbuhan batang dan cabang ritmik dan percabangan flagiotropik bukan karena aposisi, monopodial atau simpodial karena substitusi (gambar 7a). Jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian dan memiliki model arsitektur seperti ini adalah Kayu api-api (Avicennia intermedia) (gambar 7b) dan kayu Api-api merah (Aegiceras floridum) (gambar 7c).

Gambar Tidak bisa tampil

Gambar -7. Sketsa pola percabangan pada model arsitektur pohon Masart (a) dengan contoh jenis Avicennia intermedia (b) dan Aegiceras floridum (c).

Model Petit merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial, dengan aksis vegetatif tidak ekuivalen, homogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis orthotropik), percabangan seluruhnya akrotonik dalam membentuk batang, konstruksi modular dalam membentuk batang, konstruksi modular dengan cabang flagiotropik yang sedikit, model umumnya mempunyai perbungaan terminal yang berfungsi baik, pertumbuhan tingginya mengikuti bentuk dasar monopodial secara kontinu atau tidak menunjukkan adanya ritme pertumbuhan (gambar 8a). Jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian dan memiliki model arsitektur seperti ini adalah Kayu baju (Pterospermum celebicum) (gambar 8b), Kayu bangko (Bruguiera gymnorrhiza) (gambar 8c), dan Kayu bualo (Aglaia elaeagnoidea) (gambar 8d).

Gambar Tidak bisa tampil

Gambar-8. Sketsa pola percabangan pada model arsitektur pohon Petit (a) dengan contoh jenis Pterospermum celebicum (b), Bruguiera gymnorrhiza (c) dan Aglaia elaeagnoidea (d).

Model Prevost merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial, dengan aksis vegetatif tidak ekuivalen, homogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis orthotropik), percabangan seluruhnya akrotonik dalam membentuk batang, konstruksi modular dengan cabang flagiotropik yang sedikit, model umumnya mempunyai perbungaan terminal yang berfungsi baik, pertumbuhan tinggi simpodial modular, konstruksi modular, model tidak sama dari pangkal, model batang terbentuk kemudian setelah terjadinya

Page 17: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

percabangan antara batang dan cabang nampak jelas perbedaannya (gambar 9a). Jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian dan memiliki model arsitektur seperti ini adalah Kayu besi (Pongemia pinnata) (gambar 9b) dan Kayu danoan (Turpinia sphaerocarpa) (gambar 9c).

Gambar Tidak bisa tampil

Gambar-9. Sketsa pola percabangan pada model arsitektur pohon Prevos (a) dengan contoh jenis Pongemia pinnata (b) dan Turpinia sphaerocarpa (c).

Model Rauh merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis yang berbeda, dengan aksis vegetatif yang tidak ekuivalen dengan bentuk homogen, semuanya orthotropik, percabangan monopodial perbungaan lateral dan mempunyai batang pokok yang mengalami pertumbuhan secara ritmik (gambar 10a). Jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian dan memiliki model arsitektur seperti ini adalah Kayu dengilo (Dillenia cerrata) (gambar 10b), Kayu amurang (Toona celebica) (gambar 10c), Kayu emporia (Engerhardia rigida) (gambar 10d), dan Kayu duguan (Myristica celebica) (gambar 10e).

Gambar Tidak bisa tampil

Gambar-10. Sketsa pola percabangan pada model arsitektur pohon Rauh (a) dengan contoh jenis Dillenia cerrata (b), Toona celebica (c), Engerhardia rigida (d), dan Myristica celebica (e).

Model Roux merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis yang berbeda, dengan aksis vegetatif yang tidak ekuivalen dengan bentuk homogen, heterogen atau campuran tetapi selalu mempunyai perbedaan yang jelas antara batang dan cabang, aksis vegetatifnya homogen (terdiferensiasi dalam bentuk aksis orthotropik dan plagiotropik atau aksis majemuk) percabangan akrotonik dalam membentuk batang, bukan konstruksi modular, sering kali dengan perbungaan lateral, batang monopodium dengan pertumbuhan batang serta percabangannya berlangsung secara kontinu, percabangan flagiotropik bukan karena aposisi, monopodial atau simpodial karena substitusi, cabang dapat bertahan lama dan tidak menyerupai daun majemuk (gambar 11a). Jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian dan memiliki model arsitektur seperti ini adalah Kayu kenanga (Cananga odorata) (gambar 11b), dan Kayu ketena (Elmerrellia ovalis) (gambar 11c).

Gambar Tidak bisa tampil

Gambar-11. Sketsa pola percabangan pada model arsitektur pohon Roux (a) dengan contoh jenis Cananga odorata (b) dan Elmerrellia ovalis (c).

Model Scarrone merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis yang berbeda, dengan aksis vegetatif yang tidak ekuivalen dengan bentuk homogen, semuanya orthotropik, percabangan monopodial dengan perbungaan terminal, terletak pada bagian peri-peri tajuk, cabang simpodial nampak seperti konstruksi modular, batang dengan pertumbuhan tinggi ritmik (gambar 12a). Jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian dan memiliki model arsitektur seperti ini adalah Kayu kelemur (Dillenia ochreata) (gambar 12b), dan Kayu kase (Pometetia pinnata) (gambar 12c).

Page 18: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

Gambar Tidak bisa tampil

Gambar 12. Sketsa pola percabangan pada model arsitektur pohon Scarrone (a) dengan contoh jenis Dillenia ochreata (b) dan Pometetia pinnata (c).

Model Stone merupakan model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis yang berbeda, dengan aksis vegetatif yang tidak ekuivalen dengan bentuk homogen, semuanya orthotropik, percabangan monopodial dengan perbungaan terminal, terletak pada bagian peri-peri tajuk, cabang simpodial nampak seperti konstruksi modular, batang dengan pertumbuhan tinggi kontinu (gambar 13a). Jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian dan memiliki model arsitektur seperti ini adalah Kayu karikis (Mimusops elengi) (gambar 13b), Kayu kinton (Dracontomelon dao) (gambar 13c), Kayu kutungga (Mallotus ricinoides) (gambar 13d), dan Kayu komea (Manilkara celebica) (gambar 13e).

Gambar Tidak bisa tampil

Gambar 13. Sketsa pola percabangan pada model arsitektur pohon Stone (a) dengan contoh jenis Mimusops elengi (b), Dracontomelon dao (c), Mallotus ricinoides (d), dan Manilkara celebica (e).

Model Theoretical I merupakan salah satu model arsitektur pohon dengan ciri-ciri batang bercabang, poliaksial atau pohon dengan beberapa aksis yang berbeda, dengan aksis vegetatif yang tidak ekuivalen dengan bentuk homogen, heterogen atau campuran tetapi selalu mempunyai perbedaan yang jelas antara batang dan cabang, aksis vegetatifnya homogen (terdeferensiasi dalam bentuk aksis orthotropik dan plagiotropik atau aksis majemuk), percabangan akrotonik dalam membentuk batang, bukan konstruksi modular, sering kali dengan perbungaan lateral, batang monopodium dengan pertumbuhan batang serta percabangannya berlangsung secara kontinu, percabangan plagiotropik karena aposisi (gambar 14a). Jenis pohon yang ditemukan di lokasi penelitian dan memiliki model arsitektur seperti ini adalah Kayu kulahi (Fragrae fragrans) (gambar 17b), dan Kayu usu (Ficus erecta) (gambar 17c).

Gambar Tidak bisa tampil

Gambar-14. Sketsa pola percabangan pada model arsitektur pohon Theoretical I (a) dengan contoh jenis Fragrae fragrans (b), dan Ficus erecta (c).

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. KesimpulanBerdasarkan hasil penelitian dan pembahasan di atas, maka dapat dikemukakan kesimpulan Model arsitektur pohon pada hulu DAS Tondano khususnya pada zona sub-montana dan zona Montana cukup beragam. Diantara 30 jenis pohon yang terpilih sebagai sampel, ditemukan 12 model arsitektur pohon yaitu : Attims (3 jenis), Aubreville (2 jenis), Fagerlind (2 jenis), Kwan-koriba (2 jenis), Masart (2 jenis), Petit (3 jenis), Prevost (2 jenis), Rauh (4 jenis), Roux

Page 19: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

(2 jenis), Scarrone (2 jenis), Stone (4 jenis) dan Theoretical I (2 jenis).

B. SaranPenelitian ini telah mengungkapkan model arsitektur 30 jenis pohon dalam kawasan hutan Gunung Tampusu yang merupakan hulu DAS Tondano. Masih ada lebih dari 30 jenis pohon yang perlu diteliti untuk melengkapi informasi yang saling melengkapi untuk kepentingan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penerapannya pada bidang lain. Oleh sebab itu penelitian lanjut disarankan dilakukan di lokasi yang sama, agar informasi dapat lebih komprehensif yang memuat seluruh takson yang ditemukan di lokasi tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto S. 1987. Prosedur Penelitian. PT Bina Aksara. Jakarta.

Arrijani, 2003. Model Arsitektur Pohon pada Hulu DAS Cianjur dalam Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Makalah Seminar Nasional, Universitas Sebelas Maret Surakarta

Arrijani, 2000. Taksonomi Tumbuhan. Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA IKIP Manado.

Balakrishnan, M., R. Borgston and S.W. Bie. 1994. Tropical Ecosystem, a synthesis of tropical Ecology and conservation. International Science Publisher USA

Bambang Suprianto. 2001. Pengantar Praktikum Ekologi Tumbuhan. Jurusan Pendidikan Biologi FMIPA UPI Jakarta.

Crawley, M.J. 1986. Plant Ecology, Blackwell Scientific Publications, Cambridge Center, MA-USA

Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Utara 1999. Data Statistik tahun anggaran 1976/1977 dan 1984/1985

Dinas Kehutanan Kabupaten Minahasa.1997. Bagian Proyek Pengelolaan Kawasan Lindung Kabupaten Minahasa dan Kotamadya Bitung.

Greig-Smith, P.1983. Quantitative Plant Ecology, studies in Ecology volume 9. Blackwell Scientific Publications, Oxford MA USA

Hadisubroto T. 1992. Ekologi Tumbuhan. IKIP Surabaya.

Halle F and RAA Oldeman. 1975. An Essay on the Architecture and Dynamics of Growth of Tropical Trees. Penerbit Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.

Hardjosuwarno S. 1991. Petunjuk Praktikum Ekologi Tumbuhan. Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta.

Kershaw, K.A. 1979. Quantitative and Dynamic Plant Ecology. Edward Arnold Publisher, London

Krebs, C.J. 1994. Ecology, the experimental analysis of distribution and abundance, Addison-Wesley Educational Publishers, USA

Page 20: Diversitas dan Model Arsitektur Pohon di Hulu DAS Tondano Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

Ludwig, J.A. & J.F. Reynolds.1988. Statistical Ecology, a primer on methods and computing. Jhon Wiley & Sons, New York. USAMuller & Dombois. 1974. Aims and Methods a Vegetation Analysis.

M, Abercrombie. dkk. 1993. Kamus Lengkap Biologi. Erlangga. Jakarta.

Pudjoarinto, S. Sabbithah & S. Sulastri. Taksonomi Tumbuhan. Fakultas Biologi UGM. Yogyakarta. Proyek Pelatihan Tenaga Kependidikan.

Riduwan. 2005. Belajar Mudah Penelitian untuk Guru, Karyawan dan Peneliti Muda. Alfabeta. Bandung.

Setiadi D. 1998. Keterkaitan Frofil Vegetasi Sistem Agroforestry Kebun Campur dengan Lingkungannya, Disertasi, Program Pasca Sarjana, IPB.

Soerianegara dan Indrawan. 1982. Ekologi Hutan. Departemen Kehutanan Manajemen. IPB Bogor.

Steenis, V. 1987. Flora. PT. Pradnya Paramita. Jakarta

Syafei ES. 1994. Pengantar Ekologi Pertumbuhan. FMIPA ITB Bandung.

Tjirosoepomo G. 2001. Morfologi Tumbuhan. Gadjah Mada University Press Yogyakarta.